bab ii teori dasar 2.1 gerakan tanah
Post on 30-Oct-2021
13 Views
Preview:
TRANSCRIPT
6
BAB II
TEORI DASAR
2.1 Gerakan Tanah
Tanah merupakan salah satu komponen penting sebagai penopang dalam konstruksi
bangunan, istilah tanah dalam ilmu Mekanika Tanah mencakup semua bahan, dari
tanah lempung (clay) sampai berangkal (batu yang besar). Meningkatnya
pembangunan, secara tidak langsung berpengaruh terhadap berkurangnya lahan
tempat pembangunan dilaksanakan. Tidak menutup kemungkinan bangunan yang
dibangun berada pada lokasi tanah yang tidak baik atau sifat mekanis tanah sangat
rendah yang menyangkut daya dukung tanah kecil, penurunan atau settlement yang
besar seperti tanah lunak. Tanah lunak merupakan partikel mineral yang tidak
mempunyai ikatan yang kuat antara partikelnya yang terbentuk karena adanya
pelapukan dari batuan. Partikel tanah tersebut berisi ruang kosong yang disebut pori
(void space) yang berisi air dan udara. [6].
Gerakan tanah merupakan perpindahan massa jenis tanah atau batuan pada arah
tegak, datar, ataupun miring dari kedudukannya semula, terjadi bila ada gangguan
pada kesetimbangan pada saat itu. Gerakan tanah merupakan fenomena dinamis
alam untuk mencapai kondisi baru akibat adanya gangguan keseimbangan terhadap
tanah yang terjadi, baik terjadi secara alamiah ataupun buatan. Pergerakan tanah
meliputi perpindahan material tanah, berupa batuan, bahan timbunan, tanah atau
material campuran. Dalam keadaan tidak tergangguan atau alamiah, tanah atau
batuan umumnya berada dalam keadaan seimbang terhadap gaya-gaya yang berasal
dari dalam tanah. Apabila terjadi perubahan keseimbangan yang baru maka batuan
akan berusaha untuk mencapai keadaan keseimbangan yang baru secara alamiah.
Cara tersebut berupa proses degradasi atau pengurangan beban, terutama dalam
bentuk penurunan atau gerakan lain hingga tercapai keadaan keseimbangan yang
baru. Tanah memiliki sifat kemampatan yang sangat besar bila dibandingkan
dengan bahan konstruksi seperti baja atau beton. Hal tersebut disebabkan tanah
7
memiliki rongga pori yang bervariasi, sehingga apabila beban yang diterima akan
mengakibatkan perubahan struktur tanah (deformasi) dan terjadinya penurunan
lapisan tanah. Jika penurunan terjadi maka dapat mengakibatkan kerusakan pada
keseimbangan terhadap tanah atau perubahan karakteristik tanah. Karakteristik
tanah didominasi oleh karakteristik mekanisnya seperti kekuatan geser dan
permeabilitas atau kemampuan mengalirkan air [7].
2.2 Tanah Lempung
Tanah Lempung memiliki karakteristik yang khusus diantaranya bersifat kohesif,
daya dukung relatif rendah, penurunan yang relatif besar, waktu pemampatannya
lama, indeks plastisitas yang tinggi, kadar air yang relatif tinggi, gaya geser yang
kecil, permeabilitas yang rendah serta potensi kembang susut. Apabila tanah
tersebut sebagai acuan dasar konstruksi maka akan menimbulkan masalah. Salah
satu permasalahan yang sering ditemui pada konstruksi geoteknik yaitu, tanah
lempung lunak sebagai dasar timbunan [8].
Dilapangan banyak ditemui jenis-jenis lapisan tanah, antara lain jenis tanah berlapis
yang pada lapisan pertama berupa pasir dan lapisan kedua berupa lempung lunak.
Pada pondasi yang akan dibangun dengan jenis tanah berlapis, memungkinkan
terjadinya keruntuhan general atau umum pada lapisan pasir. Keruntuhan general
atau umum terjadi akibat keadaan kondisi tanah timbunan yang berupa pasir tidak
padat. Peristiwa lain adalah naiknya air yang berasal dari tanah lempung lunak pada
kedalaman lapisan tanah pasir, yang kemudian akan mengakibatkan keruntuhan
lokal pada tanah lempung lunak tersebut, sehingga akan terjadi penurunan tanah.
Hal tersebut terjadi pondasi yang menahan beban bangunan di atasnya akan
meneruskan tekanan tersebut kedalam tanah.
Kriteria keruntuhan timbunan di atas tanah lunak terbagi menjadi tiga macam
keruntuhan yaitu, stabilitas daya dukung, stablitas rotasi, dan pergeseran horizontal
yang ditunjukkan pada gambar 2.1 [9].
8
Gambar 2. 1 Tipe keruntuhan timbunan tanah di atas tanah lunak [9].
Tanah lempung lunak sebagai dasar timbunan dapat mengakibatkan adanya
penurunan pada dasar tanah. Deformasi lateral dan vertikal di area sekitar timbunan
ditunjukkan pada gambar 2.2.a, dimana tanah lempung lunak dapat digunakan
sebagai dasar timbunan apabila tanah lempung lunak tersebut telah dilakukan
perbaikan ataupun penambahan struktur maupun non struktur sebagai perbaikan
tanah. Perbaikan tanah untuk mencegah deformasi dari tanah lempung lunak
ditunjukkan pada gambar 2.2.b, cara lian yaitu dengan pemasangan dinding turap
baja sebagai perkuatan tanah. Dinding turap dapat menahan pengaruh disekitar
tanah akibat timbunan ditunjukkan pada gambar 2.2 [10].
9
Gambar 2. 2 kondisi penanganan pada tanah lempung lunak [10].
10
Penyebaran tanah lunak pada wilayah Indonesia di perkirakan 20 juta hektar atau
sekitar 10 persen dari luas total wilayah daratan Indonesia. Informasi kendala
geologi teknik tanah perlu diketahui oleh para pengambil kebijakan, perencanaan
pengembangan suatu wilayah dan pembangunan, serta infrastruktur. Tanah lunak
memiliki nilai kompresibililtas tinggi, umumnya terdiri dari lempung yang secara
alamiah terbentuk dataran alluvial pantai, sungai, danau, dan rawa. Sifat – sifat
tanah lunak antara lain, kadar air tinggi, gaya geser kecil, kemampatan besar, daya
dukung rendah dan tingkat penurunan tanah tinggi. Hal tersebut menimbulkan
permasalahan dalam pembangunan infrastruktur dan penataan ruang dalam
pembangunan. Pada (Gambar 2.3) merupakan peta sebaran tanah lunak di wilayah
Provinsi Lampung [11].
Gambar 2. 3 Peta sebaran tanah lunak Provinsi Lampung [11].
11
2.2.1 Daya Dukung Tanah Untuk Pondasi Dangkal
Konsep daya dukung batas suatu tanah dan bentuk keruntuhan geser dalam tanah
di tunjukkan pada gambar 2.4, model pondasi persegi memanjang dengan lebar B
pada permukaan lapisan tanah pasir padat. Apabila beban terbagi rata q per satuan
luas diletakkan di atas model pondasi, maka pondasi akan turun. Bila beban terbagi
rata q ditambah, akan terjadi penurunan pondasi yang bersangkutan akan
bertambah. Tetapi, bila besar q = qu gambar b telah dicapai, maka keruntuhan daya
dukung akan terjadi, pondasi akan mengalami penurun yang cukup besar. Tanah
pada bagian kanan dan kiri pondasi akan menyembul dan bidang longsor akan
mencapai permukaan tanah (Gambar 2.4).
Gambar 2. 4 Daya dukung batas tanah untuk pondasi dangkal
a. Model pondasi, b. Grafik hubungan antara beban dengan penurunan [12].
12
2.3 Penurunan (Settlement)
Istilah penurunan menunjukkan amblesnya suatu bangunan akibat kompresi dan
deformasi lapisan tanah di bawah bangunan atau di bawah tanah. Penurunan
(Settlement) akan terjadi bila suatu lapisan tanah mengalami pembebanan berlebih.
Penurunan juga dipengaruhi oleh sebaran tanah lunak atau lempung yang terdapat
di bawah permukaan pada dataran aluvial. Jika penurunan yang terjadi terlalu besar
maka akan mengakibatkan kerusakan pada konstruksi pada bagian bangunan.
Karakteristik tanah didominasi oleh karakteristik mekanisnya seperti kekuatan
geser dan permeabilitas [10].
Secara umum, penurunan pada tanah akibat adanya beban yang bekerja pada
fondasi dapat diklasifikasikan dalam 3 jenis penurunan [10]:
a. Penurunan seketika, yaitu penurunan yang langsung terjadi saat pembebanan
bekerja, terjadi berkisar antara 0 – 7 hari dan terjadi pada tanah lanau, pasir dan
tanah liat yang memiliki Sr (derajat kejenuhan) kurang lebih 90%.
b. Penurunan konsolidasi, yaitu penurunan yang diakibatkan adanya keluar air
dalam pori batuan atau tanah akibat beban yang bekerja pada fondasi.
c. Penurunan sekunder, yaitu penurunan yang terjadi sesudah penurunan
konsolidasi terjadi, didefinisikan sebagai penyesuaian kerangka tanah sesudah
tekanan pori yang berlebih menghilang.
Berdasarkan [13] , Secara umum faktor penyebab penurunan tanah, yaitu :
1. Penurunan tanah alami yang disebabkan oleh proses–proses geologi seperti
siklus geologi, sedimentasi daerah cekungan dan sebagiannya. Beberapa
penyebab terjadinya penurunan tanah alami digolongkan menjadi:
a. Siklus geologi penurunan muka tanah terkait dengan siklus geologi.
b. Sedimentasi daerah cekungan terdapat di daerah-daerah tektonik lempeng
yang berdekatan dengan perbatasan lempeng. Sedimen yang terkumpul di
cekungan semakin lama semakin banyak dan menimbulkan beban yang bekerja
13
semakin meningkat, kemudian proses kompaksi sedimen tersebut menyebabkan
terjadinya penurunan pada permukaan tanah.
2. Penurunan tanah akibat pengambilan air tanah, pengambilan air tanah secara
besar-besaran yang melebihi kemampuan pengembaliannya akan
mengakibatkan berkurangnya jumlah air tanah pada suatu lapisan akuifer.
Hilangnya air tanah menyebabkan terjadinya kekosongan pori-pori tanah
sehingga hidrostatis dibawah permukaan tanah berkurang sebesar hilangnya air
tanah tersebut.
3. Penurunan akibat beban bangunan (settlement) tanah memiliki peran penting
dalam konstruksi. Pembangunan di atas permukaan tanah dapat menyebabkan
lapisan bawahnya mengalami pemampatan. Pemampatan tersebut disebabkan
oleh adanya deformasi partikel tanah, relokasi partikel, keluarnya air atau udara
dari dalam pori. Proses pemampatan ini pada akhirnya akan menyebabkan
terjadinya penurunan permukaan tanah. Secara umum penurunan tanah akibat
pembebanan dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
a. Penurunan konsolidasi yang merupakan hasil dari perubahan volume tanah
jenuh air sebagai akibat dari keluarnya air yang menempati pori-pori air tanah.
b. Penurunan segera yang merupakan akibat dari deformasi elastik tanah
kering, basah, dan jenuh ari tanpa adanya perubahan kadar air.
Beberapa kajian teoritis dalam penurunan pada bangunan dapat terjadi setempat,
Sebagian atau secara keseluruhan dan dapat diakibatkan oleh beberapa faktor
sebagai berikut [13], yaitu:
1. Penurunan yang merata (Uniform settlement)
Tanah pada suatu lokasi memiliki kepadatan tertentu yang bergantung pada jenis
tanah dan kandungan air yang ada di dalam tanah atau air. Tanah akan berubah
kepadatannya bila mengalami pembebanan dengan kata lain tanah akan
terkonsolidasi. Bila tanah memiliki sifat yang seragam maka akan menghasilkan
penurunan akibat terkonsolidasi dengan besaran yang sama atau seragam.
14
2. Penurunan yang tidak merata (Differential Settlement)
Penurunan yang tidak merata dapat terjadi bila sifat tanah di bawah bangunan
tidak homogen, akibat proses pembentukannya secara alamiah ataupun akibat
proses galian dan timbunan (cut and fill), dan reklamasi. Kondisi ini akan sangat
berbahaya bila menggunakan fondasi langsung yang tidak mencapai tanah keras
atau bedrock. Kondisi sifat tanah yang tidak homogen, komponen pondasi harus
dipasang hingga mencapai lapisan tanah keras atau bedrock, baik pada fondasi
langsung maupun fondasi tidak langsung. Bila terjadi proses penurunan yang
tidak merata, maka akan menimbulkan tegangan ekstra pada komponen
bangunan atas maupun bangunan bawah. Bila tegangan yang timbul melampaui
batas tegangannya maka komponen bangunan mengalami ratakan atau patah,
tergantung pada besaran tegangan yang dilampaui.
Pengklasifikasian tingkat kerusakan pada bangunan dapat ditentukan dengan
berdasarkan penurunan (settlement), kemiringan atau inklinasi, dan tingkat
kerusakan pada komponen bangunan (Tabel 2.1).
Tabel 2. 1 Kriteria Tingkat Kerusakan Komponen Struktur [14].
Tingkat Deskripsi Kerusakan
I Ratak rambut dipermukaan beton terlihat dari jarak tidak terlalu jauh
(lebar retakan kurang dari 0.2 mm)
II Retak dipermukaan beton terlihat dengan mata dengan jarak dekat
(lebar retakan berkisar 0.2 – 1.0 mm)
III Pelindung beton hancur di sebagian tempat
Retakan besar meluas (lebar retakan 1 – 2 mm)
IV Pelindung beton hancur dalam jumlah besar dan baja tulang terlihat
V Baja tulang tertekuk
Beton inti penampang hancur
15
2.4 Zona Lemah
Zona Lemah merupakan suatu bagian atau zona yang dimana pada suatu area tanah
atau bataun memiliki sifat mekanika tanah lebih rendah dibandingkan dengan masa
batuan disekitarnya. Zona lemah dapat juga diartikan sebagai lapisan bawah
permukaan tanah yang terdiri dari material - material yang memiliki tingkat
kerentanan yang tinggi. Material tersebut antara lain, tanah liat basah, tanah liat
kering, pasir kering, air dan rongga udara bawah permukaan tanah. Zona lemah juga
dapat berupa zona sesar, zona geser, lapisan atau material yang lemah [3].
Perkuatan timbunan yang dibangun di atas tanah lunak umumnya akan berada pada
kondisi, yaitu [15].
1. Timbunan dibangun di atas deposit yang seragam
2. Timbunan dibangun di atas zona lemah lokal
Aplikasi perkuatan timbunan yang paling umum digunakan untuk pada kondisi
pertama ialah timbunan jalan, tanggul, bendungan atau area bangunan yang akan di
bangun di atas lapisan lanau, lempung atau gambut jenuh air yang lunak (Gambar
2.5) aplikasi pada konstruksi timbunan yang berada di atas tanah mempunyai zona
lemah atau tanah berongga, zona lemah atau berongga dapat diakibatkan oleh
lubang amblasan (sink hole), aliran sungai, lempung atau gambut.
16
Gambar 2. 5 Aplikasi timbunan yang diperkuat
a. Timbunan di atas tanah lunak, b. Timbunan di atas zona lemah setempat
dan tanah berongga [9].
2.5 Well Logging
Log merupakan suatu grafik kedalaman atau waktu dari suatu data yang
menunjukkan parameter diukur secara berkesinambungan dalam sebuah sumur
pemboran. Prinsip Well Logging ialah mengukur parameter sifat - sifat fisik pada
suatu formasi di setiap kedalaman secara kontinyu dari sumur pemboran. Sifat -
sifat fisik yang diukur adalah potensial listrik batuan, tahanan jenis batuan,
radioaktivitas, kecepatan rambat gelombang elastis, kerapatan formasi (densitas),
dan kemiringan lapisan batuan, serta kekompakan formasi yang kesemuannya
tercermin dari suatu lubang sumur bor [16].
17
(Gambar 2.6) merupakan data penelitian akademisi itera guna sebagai acuan dalam
penelitan untuk pemodelan sintetik 1D Vertical Electrical Sounding (VES). Data
Well Logging tersebut merupakan data Log Resisitivity dan Log Spontanaeous
Potential (SP) dengan kedalaman 150 meter.
Gambar 2. 6 Data Rekaman Well Logging [17].
18
2.6 Metode Geolistrik
Metode geolistrik merupakan salah satu metode yang digunakan untuk investigasi
permukaan tanah, dengan tujuan mengetahui keadaan batuan atau material
berdasarkan nilai resistivitas atau hambatan jenis yang berbeda - beda [18]. Metode
geolsitrik dapat dibagi menjadi 2 macam berdasarkan sumber arus listrik:
a. Metode aktif, jika menggunakan sumber arus listrik yang diinjeksikan ke
dalam bumi kemudian di ukur, efek potensial arus nya diukur di dua titik elektroda
permukaan tanah, seperti metode resistivity & induced polarization (IP).
b. Metode pasif, memanfaatkan adanya arus listrik alami akibat aktivitas
elektrokimia dan elektromekanik dalam material penyusun batuan, seperti metode
SP (Self Potensial).
Metode geolistrik memiliki dua teknik dalam pengukuran, yaitu metode Mapping
dan Sounding. Metode geolistrik Mapping merupakan metode resistivitas yang
bertujuan untuk mempelajari variasi resistivitas batuan lapisan bawah permukaan
secara lateral atau horizontal. Metode Sounding bertujuan untuk mempelajari
variasi resistivitas batuan di bawah permukaan secara vertikal. Metode geolistrik
Mapping dan Sounding memiliki konfigurasi susunan elektroda berbeda - beda
dengan mengatur jarak antar elektroda. Perubahan jarak antar elektroda ini
dilakukan dengan jarak susunan elektroda kecil kemudian membesar secara
bertahap menyesuaikan konfigurasi yang di gunakan. Jarak antar elektroda
sebanding dengan kedalaman lapisan batuan yang terdeteksi.
19
2.6.1 Sifat kelistrikan batuan
Batuan merupakan suatu materi - materi yang memiliki sifat kelistrikan. Sifat
kelistrikan tersebut merupakan karakteristik dari batuan yang besarnya tergantung
pada media pembentuk pada batuan. Sifat kelistrikan bisa berasal dari alamiah atau
berasal dari gangguan keseimbangan yang sengaja dimasukkan arus listrik ke dalam
batuan, sehingga akan terjadi ketidakseimbangan muatan di dalam batuan, serta
pada batuan terdapat potensial listrik alam yang memiliki nilai konduktivitas [19].
Potensial listrik alam disebabkan oleh kegiatan elektrokimia. Faktor pengontrol
tersebut adalah air tanah, dimana potensial listrik berasosiasi dengan pelapukan
mineral pada bodi sulfida, perbedaan sifat batuan (kandungan mineral) pada kontak
antara batuan dalam kegiatan bioelektrik dari materi organik korosi, gradien termal
dan gradien tekanan. Potensial alam ini, dikelompokkan menjadi 4, yaitu [20].
a. Potensial Elektrokinetik
Potensial ini disebabkan oleh suatu larutan atau fluida yang bergerak melalui
suatu medium yang berpori.
b. Potensial difusi
Potensial yang disebabkan oleh adanya perbedaan mobilitas dari ion - ion
dalam fluida yang memiliki konsentrasi yang berbeda - beda.
c. Potensial Nerst
Potensial yang timbul bila suatu elektroda dimasukkan ke dalam larutan yang
homogen.
d. Potensial Mineralisasi
Potensial ini timbul bila dua buah elektroda dimasukkan ke dalam larutan
homogen. Harga potensial tersebut paling besar jika dibandingkan dengan
jenis potensial lainnya, biasanya potensial ini timbul pada zona yang
mengandung sulfida, granit, dan magnetik.
20
Pada dasanya struktur bawah permukaan bumi tidak homogen isotrop melainkan
berupa lapisan dengan nilai resistivitas yang berbeda - beda. Berdasarkan hal
tersebut nilai resistivitas yang terukur merupakan nilai resistivitas semu (ρ
Apparent ). Untuk mendapatkan hasil yang real dari pengukuran di lapangan,
dilakukan pengolahan inversi untuk mendapatkan nilai resistivitas terukur (Gambar
2.7).
Gambar 2. 7 Equipotensial setengah bola dengan asumsi medium homogen isotop
yang di hasilkan injeksi arus S1 dan S2 [6] .
Pada kondisi lapangan yang sebenarnya, bumi tidak bersifat homogen isotropik.
Akan tetapi, bumi bersifat heterogen anisotropis yaitu, terdiri dari lapisan - lapisan
dengan resistivitas yang bervariasi secara vertikal maupun lateral. Dalam
pengukuran tersebut potensial yang terukur akan dipengaruhi oleh variasi vertikal
ataupun lateral, sehingga resistivitas yang didapat bukanlah resistivitas yang
sebenarnya, melainkan resistivitas semu (Apparent resistivity). Nilai resistivitas
semu dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain [21].
a. Jenis batuan, jenis batuan dan resistivitasnya tergantung mineral penyusun
batuan tersebut. Sebagai contoh batuan dengan resistivitas rendah terdiri dari
mineral - mineral logam.
b. Kandungan air, batuan yang mengandung air resistivitasnya lebih rendah dari
pada batuan yang tidak terkandung air.
21
c. Mineral lempung, batuan yang mengalami proses pelapukan akan diubah
menjadi lempung, sehingga resistivitas akan menjadi rendah seiring dengan
tingginya kandungan lempung.
d. Matriks batuan, batuan yang terpilah buruk lebih resistif apabila terisi oleh air
dari pada batuan yang terpilah baik.
e. temperatur, naiknya temperatur akan menurunkan viskositas air yang
menyebabkan perpindahan ion - ion dalam medium meningkat sehingga
medium lebih konduktif (Resistivitas kecil).
f. Salinitas, kandungan air asin, memberikan responsif resistivitas rendah
karena elektron-elektron bebas mudah dihantarkan dalam medium yang
dilaluinya.
g. Kompaksi, batuan semakin kompak (padat), maka aliran arus berkurang
sehingga resistivitasnya tinggi.
Pada setiap batuan dan mineral memiliki nilai tahanan jenis yang berbeda-beda, hal
ini dikarenakan adanya faktor kepadatan batuan, jumlah mineral yang terkandung,
kandungan elektrolit, permeabilitas, porositas.
Variasi material bumi dapat dilihat pada (Table 2.2) sebagai berikut:
Tabel 2. 2 Nilai resistivitas Material - Material Bumi [18].
no Material Resistivitas (Ωm)
1 Pirit (Phyrite) 0.01 - 100
2 Kwarsa (Quartz) 500 - 8 x 105
3 Kalsit (Calsite) 1012 – 1013
4 Batuan Garam 30 – 1013
5 Granit 200 – 105
6 Andesit (Andesite) 1.7 x 102 – 45 x 104
7 Gamping (Limestone) 500 – 104
8 Batu Pasir (Sandstone) 200 – 8.000
9 Serpih (Shales) 20 – 2.000
10 Pasir (Sand) 1 – 1.000
22
11 Lempung (Clay) 1 - 100
12 Air Tanah (Ground Water) 0.5 – 300
13 Air Asin (Sea Water) 0.2
14 Kerikil Kering (Dry Gravel) 600 – 103
15 Aluvium (Alluvium) 10 - 800
16 Kerikil (Gravel) 100 - 600
Aliran listrik dalam batuan dan mineral dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:
Konduksi secara elektronik, konduksi secara elektrolit, dan konduksi secara
dielektrik [22].
a. Konduksi Secara Elektronik
Konduksi elektronik merupakan konduksi yang terjadi pada batuan atau mineral
yang dialiri oleh arus listrikn yang kemudian dialirkan melalui elektron – elektron
bebas yang terdapat pada batuan atau mineral. Karakteristik batuan merupakan
resistivitas yang menunjukkan kemampuan bahan untuk menghantarkan arus
listrik. Semakin besar nilai resistivitas batuan makan akan semakin sulit batuan
tersebut untuk mengalirkan atau menghantarkan arus listrik. Apabila nilai
resistivitasnya rendah maka batuan tersebut akan mudah untuk mengalirkan dan
menghantarkan arus listrik.
b. Konduksi Secara Elektrolit
Konduksi secara elektrolit merupakan kondisi yang terjadi pada batuan atau mineral
yang dapat menghantarkan arus listrik dikarenakan batuan atau mineral dapat
menyimpan dan meloloskan aliran fluida air. Kandungan air yang berada di dalam
batuan yang semakin banyak akan mengakibatkan konduktivitas yang semakin
besar. Adapun jika kandungan air dalam batuan tersebut berkurang, maka
resistivitas akan semakin besar.
23
c. Konduksi Secara Dielektrik
Konduksi seacara dielektrik merupakan kondisi yang terjadi pada batuan atau
mineral yang memiliki elektron bebas atau tidak memiliki elektron bebas yang
dapat memiliki sifat dielektrik terhadap aliran arus listrik. Elektron yang berada
pada dalam batuan tersebut dapat berpindah dan berkumpul dengan batuan karena
adanya pengaruh oleh medan listrik dari yang mengakibatkan terjadi polarisasi.
2.6.2 Hukum Ohm
Prinsip metode resistivitas adalah dengan menginjeksikan atau mengirimkan arus
listrik ke dalam tanah serta mengukur nilai beda potensial yang terjadi. Pada Hukum
Ohm yang ditunjukkan Gambar (2.8) Hukum Ohm ditemukan seorang ahli
fisikawan asal Jerman George Simon Ohm pada tahun 1827, digunakan untuk
menentukan hubungan yang terjadi pada arus listrik dan tegangan dalam sebuah
hambatan dengan bunyi “ kuat arus yang melalui penghantar sebanding dengan
beda potensial pada kedua ujung penghantar “ [23].
Hubungan tersebut dinyatakan dalam grafik sebagai berikut :
Gambar 2. 8 Grafik Tegangan V dan Kuat Arus I [23].
George Simon Ohm pada tahun 1827 berhasil menjelaskan hubungan antara arus
listrik yang mengalir pada sebuah medium yang memiliki beda tegang dengan
melalui persamaan berikut:
V = I x R
(2.1)
24
Pada persamaan 2.1 dijelaskan bahwa arus (I) berbanding lurus dengan tegangan
(V) dan berbanding terbalik dengan hambatan atau resistansi (R). Sehingga dapat
diketahui bahwa semakin besar atau tinggi tegangan yang dimiliki maka akan
semakin besar atau tinggi hambatan yang dimiliki oleh suatu batuan.
Persamaan tersebut apabila terdapat arus listrik yang disimbolkan dengan I
(ampere), diinjeksikan arus ke dalam suatu medium yang akan menimbulkan beda
potensial yang disimbolkan V (volt). Akan tetapi, nilai beda potensial tersebut dapat
dipengaruhi oleh hambatan (R) dengan satuan Ohm yang terdapat dalam medium
tersebut. Pada (Gambar 2.9) diasumsikan penjalaran arusnya dalam sebuah medium
tabung dengan panjang tabung disimbolkan (L) memiliki satuan meter, dan luas
penampang (A) memiliki satuan m2, resistivitas atau tahanan jenis listrik (ρ)
memiliki satuan Ohmmeter.
Gambar 2. 9 Ilustrasi konduktor silinder [23].
Maka dapat dirumuskan [23] :
R= ρ 𝑙
𝐴
(2.2)
Dimana ρ adalah resistivitas (Ωm), L adalah Panjang silinder konduktor (m), A
adalah luas penampang silinder konduktor (m2), dan R adalah resistansi (Ω).
Sedangkan menurut hukum Ohm, resistansi R dirumuskan:
R= 𝑉
𝐼 (2.3)
Dimana R adalah resistansi (ohm), V adalah beda potensial (volt), I adalah kuat arus
(ampere). Dari kedua rumus tersebut didapatkan nilai resistivitas (ρ) sebesar:
ρ = 𝑉 𝐴
𝐼 𝑙
(2.4)
25
Sifat konduktivitas (σ) batuan yang merupakan kebalikan dari resistivitas (ρ)
dengan satuan Ωm.
𝜎 = 1
𝜌=
𝐼 𝑙
𝑉𝐴= (
𝐼
𝐴) (
𝑙
𝑉) =
𝐽
𝐸
(2.5)
Dimana 𝐽 adalah rapat arus (ampere/m2) dan E adalah medan listrik (volt/m) [23].
2.6.3 Potensial di sekitar titik arus di dalam bumi
Pada Gambar (2.10) merupakan contoh dua aurs pada elektroda, dimana potensial
yang dekat dengan titik permukaan akan dipengaruhi oleh kedua arus elektroda
tersebut. C1 dan C2 adalah elektroda arus yang akan di injeksikan arus ke bawah
permukaan bumi, yang kemudian di hasilkan perbedaan potensial dan di tangkap
oleh P1 dan P2 yang merupakan elektroda potensia [18].
Gambar 2. 10 Sumber arus pada 2 titik permukaan [18].
2.6.4 Potensial di sekitar titik arus di permukaan bumi
Metode pendekatan yang sederhana ialah secara teoritis tentang aliran arus listrik
di dalam bumi dianggap homogen dan isotropis dan bila dialiri listrik akan menjadi
aliran arus yang menyebar dalam tanah secara radial. Apabila udara yang berada di
atasnya memiliki konduktivitas nol, maka garis potensialnya akan membentuk
setengah lingkaran bola. Hal tersebut dapat diketahui pada (Gambar 2.11) [24].
26
Gambar 2. 11 Sumber Arus Tunggal Pada Permukaan Bumi Homogen Isotropis
[24].
Aliran arus yang tersebar merata ke dalam bumi dari titik sumber membentuk
medan potensial dengan kontur equipotential berbentuk permukaan setengah bola
di bawah permukaan. Arus yang mengalir melalui permukaan setengah bola maka
arus yang mengalir melewati permukaan [18] :
I = 2π 2J = - 2 π r 2 𝜎 𝑑𝑣
𝑑𝑟 =- 2 π σ A
(2.6)
Dimana:
I = Kuat arus (A)
r = Jarak elektroda pertama (meter)
σ = Konduktivitas
A = Luas area penampung (m2)
J = Rapat arus listrik = - σ 𝑑𝑣
𝑑𝑟
Untuk konstanta integrasi A dalam setengah bola yaitu :
𝐴 = − 𝐼𝜌2𝜋
(2.7)
27
Sehingga diperoleh :
V = 𝐴
𝑟= (
𝐼𝜌
2𝜋)
1
𝑟 (2.8)
Dimana ΔV = beda potensial (volt), I = kuat arus (ampere) yang dilalui oleh batuan
(ampere). Maka nilai resistivitas listrik yang diberikan oleh medium adalah:
𝜌 = 2𝜋𝑟𝑣
𝐼
(2.9)
Persamaan di atas merupakan equipotential permukaan setengah bola
di bawah permukaan tanah.
2.6.5 Potensial Listrik Oleh Dua Sumber Arus Di Permukaan
Bila jarak antara dua elektroda arus tidak terlalu besar, maka potensial pada tiap
titik di dekat permukaan akan dipengaruhi oleh kedua elektroda tersebut.
Gambar 2. 12 Dua Pasang Elektroda Arus dan Elektroda Potensial pada
Permukaan Medium Homogen Isotropis dengan Resisitivitas ρ [18].
Pada (Gambar 2.12) yaitu elektroda potensial pertama P1 dipengaruhi oleh
elektroda arus pertama C1 dan kedua C2, untuk elektroda kedua P2 dipengaruhi oleh
elektroda arus pertama C1 dan kedua C2. Oleh karena itu potensial P1 yang
disebabkan arus di C1 adalah [18] :
28
Kedua arus pada elektroda adalah sama dan arahnya berlawanan, maka potensial
P1 yang disebabkan oleh arus di C2 adalah [18]
Karena arus pada dua elektroda besarnya sama dan berlawanan arah sehingga
diperoleh potensial total di P1:
Dengan cara yang sama diperoleh potensial total di P2 [18]
Sehingga diperoleh nilai dari beda potensial antara titik P1 dan P2 yaitu [18]
Dan,
Dimana:
ΔV= Beda potensial antara P1
dan P2 (volt)
I = Kuat Arus (ampere)
ρ = Resistivitas (Ωm)
r1 = Jarak C1 ke P1 (m)
r2 = Jarak C2 ke P1 (m)
r3 = Jarak C1 ke P2 (m)
r4 = Jarak C2 ke P2 (m)
[18]
V1 = −𝐴1
r2 , dimana A1 = −
𝐼 𝜌
2𝜋 (2.10)
V₂ = − 𝐴2
𝑟2 , dimana A₂ = −
𝐼𝜌
2𝜋
(2.11)
V1 + V2 = 𝐼 𝜌
2𝜋 (
1
𝑟1−
1
𝑟2 )
(2.12)
V1 + V2 = 𝐼 𝜌
2𝜋 (
1
𝑟3−
1
𝑟4 )
(2.13)
ΔV = 𝐼 𝜌
2𝜋 (
1
𝑟1−
1
𝑟2 ) − (
1
𝑟3−
1
𝑟4 )
(2.14)
ρ =K 𝛥𝑉
𝐼
(2.14)
29
2.6.6 Konsep Resistivitas Semu (Apparent Resistivity)
Jika bumi bersifat homogen, maka resistivtas yang terukur adalah resistivitas
sebenarnya dan tidak bergantung pada spasi elektroda. Namun pada kenyataannya
bumi itu berlapis - lapis, dimana setiap lapisan memiliki resistivitas tertentu.
Berdasarkan pada persamaan resistivitas semu dapat dinyatakan sebagai berikut:
Dimana ρa adalah resistivitas semu (ohm meter), K adalah faktor geometri, yaitu
besaran letak pada kedua elektroda potensial terhadap letak kedua elektroda arus.
Dengan mengukur beda potensial ΔV (volt) dan kuat arus I (ampere), maka dapat
ditentukan harga dari resistivitas ρ [20].
Pada kenyataannya, bumi merupakan medium berlapis yang memiliki masing –
masing lapisan dengan harga resisitivitas yang berbeda. Resistivitas semu
merupakan resistivitas dari suatu medium fiktif homogen yang ekivalen dengan
medium berlapis yang di tinjau dari (Gambar 2.13), medium berlapis terdiri dari
dua lapisan dengan resisitivitas yang berbeda (ρ1 dan ρ2) dianggap medium satu
lapis homogen yang memiliki satu harga resisitivitas, yaitu resistivitas semu ρa
dengan konduktansi masing – masing lapisan σa = σ1+σ2.
ρ = 2π[( 1
𝑟1−
1
𝑟2 ) − (
1
𝑟3−
1
𝑟4 )]-1
𝛥𝑉
𝐼
(2.15)
Karena besarnya faktor geometri adalah :
K = 2𝜋
( 1
𝑟1−
1
𝑟2 )−(
1
𝑟3−
1
𝑟4 )
(2.16)
Maka persamaan di atas menjadi [20]
ρɑ = K 𝛥𝑉
𝐼
(2.17)
30
Gambar 2. 13 Konsep resistivitas semu pada medium berlapis [24].
2.6.7 Konfigurasi Schlumberger
Konfigurasi Schlumberger biasanya digunakan dalam pengukuran Vertical
Electrical Sounding (VES) (Gambar 2.14). Metode tersebut umumnya sering
digunakan menggunakan 4 buah elektroda yang terletak dalam satu lintasan serta
simetris terhadap titik tengah, 2 buah elektroda arus AB berada pada bagian luar
dan 2 buah elektroda tegangan MN di bagian dalam lintasan pengukuran.
Konfigurasi Schlumberger memiliki kemampuan untuk mendeteksi adanya non-
homogenitas lapisan batuan pada permukaan, yaitu dengan membandingkan nilai
resistivitas semu ketika bila terjadi perubahan jarak elektroda MN/2.
Gambar 2. 14 Konfigurasi Schlumberger [17].
31
a. Konfigurasi Schlumberger.
b. Titik datum metode Sounding.
c. Pengukuran titik Sounding dengan variasi spasi elektroda dari yang terkecil.
d. Grafik antara AB/2 dan ρa.
Pada (Gambar 2.14.a) terdapat elektroda A dan B yang dialirkan arus sedangkan
elektroda M dan N sebagai potensial. Pada konfigurasi Schlumberger, nilai MN
kurang dari nilai AB, sehingga jarak MN secara teoritis tidak mengalami
perubahan, tetapi karena adanya keterbatasan kepekaan peralatan dalam
pengukuran, Ketika jarak AB relatif besar maka jarak MN harus diubah. Perubahan
jarak MN tidak lebih besar dari 1/5 dari jarak AB [25].
Besaran nilai resistivitas dihitung melalui persamaan berikut:
ρA = K x 𝑉
𝐼 (2.18)
Besaran nilai K ditentukan berdasarkan konfigurasi yang digunakan. Pada (Gambar
2.14.b) merupakan konfigurasi Schlumberger dengan faktor geometri sebagai
berikut:
K = π( 𝑎₂−𝑏₂
2𝑏)
(2.19)
Gambar 2. 15 susunan elektroda konfigurasi schlumberger [21].
32
Faktor Geometri Schlumberger [18].
K= 2𝜋
( 1
𝑅1 −
1
𝑅2)−(
1
𝑅3 −
1
𝑅4)
K= 2𝜋
( 1
𝐴𝐵2
− 𝑀𝑁
2 −
1𝐴𝐵
2 +
𝑀𝑁2
− 1
𝐴𝐵2
+ 𝑀𝑁
2 −
1𝐴𝐵
2 −
𝑀𝑁2
)
K= 2𝜋
2(1
𝐴𝐵2
− 𝑀𝑁
2 )− 2(
1𝐴𝐵
2+
𝑀𝑁2
)
K= 𝜋
(1
𝐴𝐵2
− 𝑀𝑁
2 )− (
1𝐴𝐵
2+
𝑀𝑁2
)
K= π (
𝐴𝐵
2 −
𝑀𝑁
2 )(
𝐴𝐵
2 +
𝑀𝑁
2 )
2 𝑀𝑁
2
K= 𝜋(
𝐴𝐵
2 ² +
𝑀𝑁
2 ² )
2 𝑀𝑁
2
(2.20)
Variasi nilai resistivitas secara kualitatif berdasarkan kedalaman dapat dianalisis
dengan kurva Sounding (Gambar 2.16). Kurva Sounding diperoleh berdasarkan plot
AB/2 dengan nilai resistivitasnya. Terdapat empat jenis tipe kurva dengan variasi
resistivitas kedalaman dengan asumsi terdapat tiga lapisan yang ada, tipe H, tipe K,
tipe A, tipe Q. [17].
Gambar 2. 16 Tipe kurva Sounding [18].
33
2.6.8 Hubungan Parameter Geolistrik dengan Parameter Gerakan Tanah
Umumnya batuan menghambat arus listrik, dengan batuan penyusun kerak bumi
merupakan senyawa ionik. Setiap batuan di bawah permukaan memiliki pori-pori
yang biasanya terisi oleh fluida air. Air dalam pori tersebut mengandung larutan
garam atau zat-zat kimia sehingga bersifat elektrolit dan besaran yang menyangkut
pori-pori disebut porositas. Porositas didefinisikan sebagai perbandingan antara
volume pori (ruang pori) dengan volume batuan. Besar kecilnya tahanan jenis
batuan ditentukan oleh besar kecilnya jenis fluida yang mengisi pori-porinya.
2.7 Apparent Resistivity Pseudo Section
Apparent Resistivity Pseudo Section (Gambar 2.17) merupakan penampang
melintang semu yang menggambarkan distribusi nilai resistivitas semu pada suatu
titik Vertical Electrical Sounding (VES) terhadap titik VES lainnya yang berada di
bawah permukaan bumi. Penampang melintang semu memiliki jarak antara titik
VES satu dengan titik VES yang lainnya dan titik koordinat AB/2. Titik koordinat
pada penampang melintang semu tidak menunjukkan kedalaman sebenarnya tetapi,
menunjukkan kedalaman semu.
Gambar 2. 17 Pseudo Cross-Section & Resistivity Cross-Section.
34
2.8 Metode Inversi
Inversi pada data resisitivitas adalah untuk menentukan resistivitas dan ketebalan
lapisan – lapisan yang berbeda dari kurva Apparent Resistivity dengan melalui
fungsi kernel, sebagai berikut [23].
ρa(x) , K(λ), (ρ,h)
Dimana ρa(x) merupakan kurva Apparent Resistivity yang bertindak sebagai fungsi
input, K(λ) merupakan fungsi kernel, (ρ,h) merupakan masing – masing resistivitas
dan ketebalan lapisan yang merupakan hasil output dari proses inversi. Proses
inversi diawali dengan diperkirakan suatu resistivitas dan ketebalan lapisan –
lapisan berbeda yang di asumsikan dan model teoritik dihitung. Hasil – hasil proses
perhitungan kemudian dibandingkan dengan data observasi hingga perbedaan
antara kedua data tersebut minimum. Pada metode inversi, yang dilakukan ialah
membandingkan dilakukan dalam dua domain, yaitu domain Apparent Resistivity
dan domain Transfer Resistivity. Pada pendekatan yang pertama, nilai Apparent
Resistivity dihitung untuk memperkirakan modelnya kemudian dibandingkan
dengan pengukuran lapangan, dimana kurva Apparent Resistivity dihasilkan dengan
menggunakan filter linier. Sedangkan dengan pendekatan yang kedua ialah
dihasilkan nilai sampel Transformation Resistivity dari nilai – nilai Apparent
Resistivity yang kemudian dibandingkan dengan nilai – nilai Transformation
Resistivity dari parameter – parameter model.
(Gambar 2.18) merupakan skema inversi 1D pada Resistivity Sounding, dengan
menggunakan prinsip – prinsip inversi data resistivitas. Inversi 1D dimulai dengan
memberikan harga – harga resisitivitas dan ketebalan atau kedalaman pada lapisan
yang sesuai dengan data lapangan sebagai model awal. Dari data tersebut dilakukan
perhitungan untuk memperoleh harga resistivitas semu teoritis yang selanjutnya
dicocokkan dengan resistivitas semu hasil pengukuran. Jika pada kedua resistivitas
tersebut masih menunjukkan tingkat kesalahan yang cukup besar, maka akan di
lakukan proses iterasi dengan mengubah model awalnya.
35
Gambar 2. 18 Skema Inversi pada Resistivity Sounding [23].
top related