bab ii. tinjauan pustaka 2.1. beras 2.1.1. diskripsi beraseprints.umm.ac.id/66300/3/bab ii.pdf ·...
Post on 27-Jan-2021
2 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Beras
2.1.1. Diskripsi Beras
Beras adalah sumber bahan pangan yang menyimpan energy, yang
bermanfaat bagi kesehatan manusia. Beras memiliki 63% terhadap kecukupan
total energy, 38 % protein, dan mengandung 21,5 % zat besi. Beras juga memiliki
kandungan mineral yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia. Mineral dapat
di bedakan menjadi dua kelompok , yaitu makromineral dan mikromineral.
Makrimineral dibutuhkan dalam jumlah yang besar bagi kesehatan manusia,
sebesar 100 mg per hari, yaitu Ca, P, Mg, Na, K, Cl, dan S. Sedangkan
Mikromineral dibutuhkan oleh tubuh manusia kurang dari 100 Mg per hari, yaitu
Fe, J, Zn, Cu, Mn, Cr, Co, Se, F, Si, V, Sn, Cd, s, Al, B (Indrasari dkk., 2009).
Menurut Juliano (1972), gabah (Caryopsis)atau beras di kenal dengan beras
pecah kulit, dimana paada kulitnya terdiri dari pericarp, tegmen, aleuron, emrio
dan endosperm yang memiliki pati. Gabah memiliki kandungan karbohidrat yang
terletak pada bagian dalam (endosperm)memiliki sifat yang rapuh dan mudah
rusak terurai oleh air. Bagian yang adda di dalam gabah ini di selimuti oleh
lapisan katul atau disebut juga dengan aleuron layer, sedangkan bagian luar di
tutupi oleh sekam yang mengandung silica.
2.1.2. Mutu Beras
Mutu beras di tentukan oleh sifat fiikokimia beras yang memiliki kandungan
amilosa dan protein. Selain itu, sifat beras yang berubah karena dipanaskan
dengan air, yaitu suhu gelitinasi padi, pengembangan volume, penyeraoan air,
-
6
visikositas pasta dan konsistensi del pati. Sifat beras yang berubah tersebut tidak
berdiri sendiri-sendiri, melinkan saling berkaitan dan bekerja sama menentukan
mutu beras, dan mutu rasa nasi (Haryadi, 2006).
Syaarif dan Halid (1993) menyatakan penyusutan bahan pangan dapat
kelompokan menjadi dua yaitu susust kuantitatif dan susut kualitatif.
Kontaminasi berhubunggan dengan susut kulitatif yaitu kerusakan yang terjadi
akibat perubahan biologi, fisik serta perubahan kimia dan biokimia. Sedangkan
susut kuantitatif adalah penyusutan akibat berkurangnya jumlah bahan pangan
dikarenakan dimakan serangga, burung, atau terpisah dari bahan pangan.
Atribut kebersihan adalah faktor yang pertama yang penting dalam tingkat
mutu beras. Beras merk Super Qualityjuga mengutamakan atribut kebersihan
sebagai prioritas utama yang sesuai SNI yang menetapkan agar beras 100% bersih
dari benda-benda asing yang lainnya, butir rusak, butir merah, dan kotoran lainnya
(Sari,2010).
2.1.3. Gizi Beras.
Kadar awal pati beras yang berstandar SNI IV adalah kadar pati yang
tertinggi, sehingga BULOG tidak akan menerima beras yang memiliki kadar pati
yang rendah, yang tidak berstandart SNI. Dengan demikian nilai pati pada beras
adalah salah satu faktor yang sangat penting untuk melihat mutu beras. Semakin
tinggi nilai pati beras, maka semakin tinggi nilai beras tersebut. Tingginya kadar
pati dalam beras, mencerminkan banyaknya beras utuh yang terdapat pada beras
tersebut (Yulia dan Casper,2012).
Gizi yang paling besar pada beras adalah karbohidrat, yaitu lebih dari 87%
dan sebagian besar karbohidrat terdebut adalah pati. Kadar karbohidrat di dalam
-
7
beras giling berkisar antara 87,5% hingga 89,3 %. Oleh sebab itu, dalam
manajmen diet orang yang menderita diabetes menganjurkan agar membatasi
mengkonsumsi beras, dan beralih mengkonsumsi umbi-umbian. Ini dikarenakan
beras dapat menaikan kadar glukosa darah denga cepat (Indrasari dkk., 2008).
Beras memiliki nilai karbohidrat yang tinggi sehingga beraras menjadi
sumber energy utama bagi tubuh. Karbohidrat yang di temukan pada beras di
temukan dalam bentuk zat pati. Komponen karbohidrat yang banyak terdapat pada
produk pangan pati, gula, pectin dan selulosa. Penentuan kadar karbohidrat dalam
analisis komposisi kimia dilakuakan secara by difference (akhyar, 2008).
2.2. Penyimpanan Beras.
Penyimpanan beras harus dilakukan dengan cara yang baik agar beras
terlindungi dari pengaruh perubahan cuaca, serangan hama dan perubahan mutu
beras yang disimpan. Apabila penyimpanan beras tidak dilakukan dengan baik
dan dalam waktu yang terlalu lama, maka versa akan mengalami kerusakan.
Kerusakan beras ini terjadi pada bau dan rasa beras (Astawan, 2004).
Penyimpanan beras yang biasa dilakukan di simpan di gudang umumnya
dilakukan dengan system karung goni. Penyimpanan di gudang bertujuan untuk
mengurangi kehilangan kualitas dan kapasitas beras. Dalam penyimpanan di
gudang, diperlukan penyimpanan yang baik, yaitu dengan melakukan
pengontrolan beras yang di simpan dari serangan hama dan tikus (Ekayani,2001).
Agar kualitas beras selama penyimpanan tetap terjaga kualitaasnya dalam
jangka waktu yang lama, kelembaban dan suhu selama penyimpanan harus di jaga
kesetabilannya dan disesuaikan. Untuk menghasilkan beras yang kualitasnya tetap
terjaga pada saat penyimpanan, maka kadar air beras tersebut harus dijaga
-
8
kestabilannya agar tidak telalu rendah atau tinggi. Karena akibat kadar air beras
yang terlalu tinggi, beras akan menimbulkan jamur, sedangkan bila terlalu rendah,
beras akan menjadi rapuh dan mudah patah (Setyawan dan Doddy,2011).
Serangan hama dapat merusak komoiti beras yang disimpan di dalam
gudang. Sehingga untuk mencegah serangan hama tersebut, dibutuhkan pestisida
dalam penyimpanan beras tersebut. Penggunaan pestisida di dalam penyimpanan
beras dapat memberi beberapa manfaat, yaitu dapat mencegah seragan hama pada
bangunan gudang penyimanan beras, melindungi beras yang disimpan, dan
memberantas serangan hama yang berkembang di dalam gudang penyimpanan
(sarjono, 2010).
Kerusakan pada beras sering terjadi pada masa penyimpanan. Kerusakan
beras pada masa penyimpanan ini dikarenakan serangan hama-hama gudang
(Winarno,2006). Serangan hama terbesar adalah serangan serangga pada komoditi
beras yang disimpan. Hal ini karena serangan hama gudang memiliki kemampuan
berkembangbiak dengan cepat, sehingga dapat menyebar, dan membuat
pertumbuhan jamur (Halid dan Yudawinata, 1983).
2.3. Kutu Beras (Sitophilus oryzae)
Gambar 1. Kutu Beras (Sitophilus Oryze)
(Sumber : Hendrik 2016)
-
9
Sitophylus oryzae merupakan hama gudang yang termasuk dalam kingdom :
Animalia, Filum : Athropoda, kelas : Insecta, Ordo Coleoptera, Famili :
Curculionidae, Genus : Sitophylus, dan Spesies : Sitophylus oryzae Linnaeus.
Sitophylus sp.Terdiri atas tiga jenis spesies : Sitophylus granariun, Sitophylus
Oryzae, Sitophilus zeamays.Spesies Sitophylus yang dominan tersebar di daerah
tropis adalah Sitophylus oryzae dan Sitophylus zeamays, sedangkan Sitophylus
granaries hidup pada daerah beriklim dingin. Serangga Sitophylus oryzae dan
Sitophylus zeamays sulit dibedakan secara eksternal. Kedua spesies ini dapat
dibedakan dengan membuka bagian abdomen dan memeriksa permukaan alat
genitalia serangga jantan di bawah mikroskop (Cranston dalam Abidondifu,2013).
Serangga S.oryzae dewasa berwarna coklat kemerahan yang berangsur
menjadi hitam. Dari penampilan luar jantan dan betina terlihat serupa, namun dari
pengamatan lebih lanjut, bagian rostrum (moncong) jantan lebih tebal, sungutnya
tertutup melengkung kasar sedangkan pada betina bentungnya panjang, halus dan
ramping, mengkilat dan agak melengkung. Panjang tubuh serangga dewasa sekitar
3,5-4,0 mm (Jadav dalam Nurulhuda,2013).
Gambar 2. Siklus Hidup Kutu Beras (Sitophilus oryzae).
(Sumber Hendrik : 2016)
-
10
Siklus hidup hama S.oryzae selama 30-45hari pada kondisi optimum yaitu
pada suhu 29o C, kadar air beras 16 % dan RH 70 %. Imago dapat hidup mencapai
3-5 bulan bahkan 1 tahun, tanpa adanya makan imago dapat hidup sampai 36 hari.
Imago btina dapat menghasilkan sekitar 3-400 butir telur (Sitepu dkk.,2004).
Telur S. oryzae berbentuk oval, berwarna kuning, lunak dan licin, bentuk
ujungnya agak bulat dengan ukuran 0,7 mm x 0,3 mm (Pracaya,1991). Stadium telur
berlangsung sekitar 4-6 hari pada suhu 20-25oC. S. Oryzae meletakkan telur di
dalam butiran beras dengan cara membuat lubang pada butiran beras
menggunakan rostumnya. Lubang bekas gerekan yang digunakan untuk
meletakkan telur ditutup kembali dengan salivanya berupa zat warna putih
(gelatin), sehingga tidak kelihitan dari luar. Gelatin tersebut berfungsi melindungi
telur dari kerusakan dan predator. S. Oryzae betina dapat bertelur sampai 25 butir,
tetapi rata-rata tiap hari sebanyak 4 butir. Banyak butir yang diletakan tiap ekor
betina maksimum 575 butir (Rukmana dan Saputra, 1995).
Stadium Larva Berlangsung S. oryzae 25-30 hari, vase larva merupakan fase
yang merusak butiran beras, larva dapat mengkonsumsi 25% berat bagian dalam
biji beras (Marbun dan Pangestiningsih,1991). Selama stadium larva, larva hidup
didalam butiran beras. Larva S. Oryzae berwarna putih dengan kepala kekuning-
kuningan atau kecoklatan, tidak berkaki, dan mengalami 4 instar. Instar terakhir
panjang larva lebih kurang 3mm. Bentuk badan larva sesuai dengan ukuran
makanan dan tempat larva tinggal. Tahap intisar selesai, maka larva akan
membuat kokon dengan cara membuang cairan eksresi kedinding endosperm
supaya dinding endospermnya membentuk tekstur kuat dan licin (Pracaya,1991).
-
11
Pupa terbentuk di dalam butiran beras dengan membuat ruang pupa dengan
mengekresikan cairan ke dinding liang bekas gerekan. Tahap stadium pupa terjadi
antara 4-5 hari. Selama 2-5 hari imago akan tetap berada dalam butiran , sebelum
membentuk lubang untuk keluar menggunakan moncongnya (Tandiabang
dkk.,2009).
2.4. Gejala Serangan dan Pengendalian Hama Gudang Sitophilus oryzae.
Hama kutu beras (Sitophilus oryzae) mengakibatkan kerusakan yang tinggi
pada kondisi hidup optimal yang mengakibatkan menurunya kulatitas beras.
Serangan hama kutu beras dapat menyebabkan beras menjadi hancur, berdebu,
dan berbau apek serta menyebabkan berkembanya jamur, sehingga beras tidak
enak dan tidak layak dikonsumsi (Haryadi,2006). Hama kutu beras (Sitophilus
oryzae) menyerang dengan cara membuat lubang-lubang. Akibat dari serangan
dan pengerusakan beras akan menjadi lubang kecil-kecil, tetapu ada beberapa
menjadikan butiran beras yang terserang dalam keadaan rusak bercampur tepung
dipersatukan oleh air liur sehingga kualitas beras menjadi rusak sama sekali
(Kartasapoetra, 1996).
Serangan hama pada saat penyimpanan beras di gudang dapat diminimalisir
dengan cara mengendalikan populasi hama tersebut. Pengendalian hama pada saat
penyimpanan beras dilakukan dengan tiga metode yaitu fisika, biologi dan kimia.
Metode fisika dilakuakan dengan cara rekayasa lingkungan berupa suhu tinggi,
suhu rendah dan gelombang mikro. Metode biologi dapat dilakukan dengan
menggunakan musuh alami hama gudang atau pengembangan varietas yang tahan
terhadap serangan hama pasca panen melalui upaya pemuliaan. Metode kimia
-
12
dilakukan dengan menggunakan pestisida yang dapat mengendalikan hama
gudang. (Shejbal dan Boislambert 1998).
2.5. Pestisida Nabati.
Pengunaan pestisida kimia dalam pengendalian hama tanaman saat ini
banyak menimbulkan dampak negative. Masalah pencemaran lingkungan,
merupakan akibat yang jelas terlihat selain itu penggunaan pestisida secara terus
menerus juga dapat menyebabkan resistensi hama dan bahkan meninggalkan
residu pestisida pada produk hasil pertanian yang bisa berbahaya apabila di
konsumsi manusia.
Oleh karena itu upaya pengendalian hama secra ramah lingkungan, seperti
pestisida nabati atu bopestisida (Maryam dan Mulyana, 2009). Bahan yang dapat
digunakan sebagai insektisida yaitu bahan nabati, bahan mineral dan bahan
hewani (De Luca 1999). Bahan nabati merupakan bahan dengan cadangan dan
variasi yang paling besar. Dilaporkan sekitar 2000 jenis tanaman yang memliki
sifat-sifat insektisida. Tanaman yang akan dijadikan bahan insektisida harus
memiliki beberapa kriteria yaitu gampang untuk dibudidayakan, tanaman
tahunan, tidak musnah jika diambil bagian tanaman yang dibutuhkan, tidak
menjadi gulma dan inang bagi hama tanaman, memiliki nilai tambah, serta
gampang untuk diproses.
Menurut Sastrodihardjo dkk (1992), proses pengendalian hama dibutuhkan
suatu komponen yang mampu mengganggu keseimbangan dan poses fisiologi
hama. Kandungan komponen aktif seperti alkaloid, terpenoid, kumarin, glikosida
dan beberapa sterol serta minyak atsiri pada tanaman berpotensi digunakan
sebagai bahan ( Robinson. 1995).
-
13
Insektisida nabati pada umumnya tidak mampu secara langsung mematikan
hama, akan tetapi insektisida nabati memiliki fungsi sebagai berikut : (a) penolak
(repellent), yaitu kandungan senyawa tanaman yang mengeluarkan bau yang
menyengat sehingga penolak kehadiran hama dan mencegah hama meletakan telur
serta menghentikan proses penetasan telur; (b) mencagah (antifeedant), Yaitu
kandungan senyawa tanaman yang mampu mencegah hama memakan tanaman
atau pun hasil panen yang disebakan rasanya (c) racun syaraf dan (b) antractant,
yaitu kandungan senyawa tanaman yang mampu memikat kehadiran hama
sehingga dapat dipakai pada perangkap hama (Ramulu,1979).
2.6. Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius).
Pandan wangi merupakan tanaman monokotil yang termasuk family
pandanaceae. Tanaman ini sering dijumpai pada lingkunngan dengan suhu yang
teduh. Bentuk Akarnya tunjang yang mampu menopang tumbuhan. Bentun
daunnya panjang yang tersusun rapat dengan panjang kira-kira 60 cm. Beberapa
varietas tanaman pandan memiliki tepi daun yang berbentuk gerigi (Putra,2016).
Kingdom : Plante
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Subkelas : Arecidae
Ordo : Pandanales
Family : Pandanaceae
Genus : Pandanus
-
14
Spesies : Pandanus amaryllifolius (Putra, 2016).
Gambar 3. Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius).
(Sumber : Ridwan, 2015).
Tanaan pandan beraroma wangi yang berasal dari senyawa acetyl pyrroline
yang dapat juga di temui pada tanaman jasmin. Selain senyawa acetyl pyrroline
yang terdapat beberapa senyawa lain yang mampu mengendalikan hama, yaitu:
1. Saponin, Senyawa saponin merupakan senyawa bioaktif yang bersifat toksik
yang termasuk dalam racun kontak (contact posisons)karena dapat masuk
melalui dinding tubuh larva dan racun perut (stomach posisons)yang masuk
melalui mulut larva karena larva biasanya mengambil makanan dari tempat
hidupnya.
2. Tanin, Senyawa tanin membuat pencernaan makanan serangga terganggu
(stomach psisons), sebab tannin akan mengikat protein dalam system
pencernaan yang diperlukan serangga untuk pertumbuhan, sehingga proses
penyerapan protein menjadi terganggu.
3. Flavonoid dapat merusak membrane sel yang masuk ke dalam tubuh larva
melalui kutikula yang melapisi tubuh larva (Contact posisons).
-
15
4. Alkaloid bersifat racun perut (Stomach posisons) bagi larva, karena alkaloid
dapat menyebabkan gangguan system pencernaan bagi larva(Krisnawati,
2012).
Susanti (2017) menyatakan pemberian daun pandan dapat meningkatkan
mortalitas kumbang beras. Perlakuan daun pandan sebesar 20% dapat
meningkatkan mortalitas kutu beras hingga 57,87% selama 3 minggu
penyimpanan. Mayasari (2016), menyatakan penambahan daun panandan segar
dengan dosis 10-20 gram dapat meningkatkan mortalitas kutu beras hingga 100%
selama 2 minggu penyimpanan.
2.7. Daun Salam (Syzygium polianthum).
Daun Salam digunakan terutama sebagai rempah pengharum masakan di
sejumlah negeri di Asia Tenggara, baik untuk masakan daging, ikan sayur mayor,
maupun nasi. Daun ini dicampurkan dalam keadaan utuh, kering atau segar dan
turut dimasak hingga makanan tersebut matang. Rempah ini memberikan aroma
yang khas namun tidak terlalu menyengat (De Guzman dan Siemonsma, 1999).
Menurut Van Steenis (2003), taksonomi daun salam adalah :
Kingdom : Plantea
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Pinophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Myrtales
Suku : Myrtaceae
Marga : Syzygium
Jenis : Syzygium polyanthum
-
16
Gambar 4. Daun Salam (Syzygium polianthum)
(Sumber : Deni. 2018)
Daun salam mengandung berbagai senyawa aktif seperti minyak atsiri (sitral
dan eugenol), tanin, flavonoid, dan komponen utama penyusun aroma pada daun
salam yaitu nerolidol (Sembiring et al., 2003). Komponen fenolik yang terdapat
dalam daun salam juga memiliki kemampuan mereduksi dan berperan penting
dalam menyerap dan menetralkan radikal bebas, serta dekomposisi perioksida
(Javaanmardi et al., 2003).
Kandungan kimia yang terdapat pada daun salam meliputi flavonoid,
saponin, triterpen, tannin, polifenol, alkaloid, dan minyak atsiri (Lajuck, 2012).
Daun salam dapat digunakan sebagai pengawet karena mampu menghambat
aktivitas mikroba. Komponen zat aktif pada daun salam yaitu minyak atsiri,
tannin, flavonoid dapat bersifat bakterisidal, bakteriostatik, fungisidal, fungistatik
dan germisidal ( menghambat germinasi spora bakteri) (Suharti et al., 2008).
Tanaman salam mempunyai kandungan kimia minyak atsiri 0,2% (sitral,
eugenol), flavonoid (katekin dan rutin), tannin dan metil kavicol (methyl
chavicol) yang dikenal juga sebagai estragole atau p-allylanisole. Senyawa
tersebut mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. Tanin dan flavonoid
-
17
merupakan bahan aktif yang mempunyai efek anti inflamasi dan antimikroba
(Lelono et al, 2013).
2.8. Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix)
Tanaman jeruk merupakan tanaman memilik kandungan vitamin c dan dapat
gunakan sebagai penyedap maskan. Daun jeruk purut meiliki kandungan senyawa
bioaktif seperti minyak atsiri, flavonoid, saponin, dan stereoid (hebert dkk.,2014).
Vitamin C, flavonpid, karotenoid, limonoid, dan mineral. Flavonoid merupakan
bahan antioksidan yang mampu menetralisir oksigen reaktif dan berkontribusi
terhadap pencegahan penyakit kronis seperti kanker (Devy, 2010).
Taksonomi jeruk purut (Miftahendrawati, 2014):
Kerajaan : Plantae
Sub Kerajaan : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Mangnoliopsida
Sub Kelas : Rosidae
Bangsa : Sapindales
Suku : Rutaceae
Marga : Citrus
Jenis : Citrus hystrix
-
18
Gambar 5. Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix)
(Sumber: Ryan Friska 2014)
Jeruk Purut meemiliki daun majemuk menyirip beranak daun satu dan
tangkai daun sebegian melebar menyerupai anak daun. Helaian anak dun
berbentuk bulat telur sampaai lonjong, pangkal membundar atau tumpul, ujung
tumpul sampai meruncing, tepi beringgit, panjang 8 – 15 cm, lebar 2 – 6 cm,
kedua permukaan licin dengan bitnik-bintik kecil berwarna jernih, permukaan
bawah hijau muda atau hijau kekuningan, buram, dan jika diremas bayunya
harum. Bunganya berbentuk bintang dan berwarna putih kemerah-merahan atau
putih kekuning-kuningan. Bentuk buahnya bulat telur sampai lonjong, kulitnya
hijau berkerut, berbenjol-benjol, dan rasanya asam agak pahit (Soepomo, 2012).
Daun jeruk purut memiliki senyawa bioaktif seperti flavonoid, saponin,
taninin, steroid, kumarin, fenolik, terpen, dan minyak atsiri. Kulit buah jeruk purut
kaya akan senyawa golongan flavonoid dan steroid, serta senyawa kumarin
(Setiawan, 2000).
Senyawa Flavonoid dapat ditemukan pada semua tanaman vaskuler.
Flavonoid pada dasarnya merupakan phenylbenzopyrones (phenylchromones) dan
memiliki berat molekul rendah. Bentuk struktur dasar senayawa favonoid berupa
dua cincin utama yang saling melekat, yaitu dua cincin bezen (A dan B) yang
-
19
dihubungkan melalui cincin heterosiklik pisan atau piron (dengan ikatan ganda)
yang disebut cincin “C” (Middleton et al., 2000).
Triterpenoid mempunyai kerangka karbon yang berasal dari 6 satuan
isoprene dan secara biosintesis di turunkan dari hdrokarbon C30 asiklik berupa
skualena. Triterpenoid mempunyai sifat titik leleh tinggi, tidak berwarna,
berbentuk Kristal, dan aktif optic (Harbone,1987).
Steroid senyawa kompleks yang terdiri atas 4 cincin yang saling bergabung
dan larut di dalam lemak. Sterol merupakan senyawa steroid yang banyak
ditemukan pada tanaman golongan steroid alkohol (Bhat, 2009).
Saponin merupankan senyawa glikosida dan sterol triterpene yang terdapat
dalam lebih dari 90 genus tumbuhan. senyawa saponin kebanyakan memiliki
satuan gula mencapai 5 dengan komponen umum asam glukuronat. Terbentuknya
busa dari ekstraksi atau pemekatan ekstrak tumbuhan menunjukan terdapatnya
senyawa saponin pada tumbuhan tersebut (Harbone,1987).
Alkaloid pada umumnya senyawa dengan bentuk gabungan yang terdiri dari
satu satu lebih atom nitrogen, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid
mempunyai sifat tidak berwarna, optis aktif, serta berbentuk Kristal akan tetapi
ada juga berbentuk cairan pada suhu kamar (30o C) seperti nikotin
(Harbone,1987).
Tannin adalah senyawa kompleks yang tersusun dari senyawa fenolik yang
sulit dipisahkan dan sulit mengkristal, serta mengedepankan protein dari larutanya
dan bersenyawa dengan protein (Paendong et al.,2012).
Menurut Anggraeni (2010) daun Jeruk purut telah digunakan untuk pengusir
kutu pada ternak dengan meletakkan daunnya di kandang, dan ekstraknya dapat
-
20
digunakan untuk mencegah serangan nyamuk Aedes sp. sebesar 90,88%.
Andrianto et al (2019) menyatakan penambahan daun jeruk purut 30 gram pada
beras 100 gram dapat digunakan untuk meningkatkan jumlah mortalitas hingga 4
ekor (tiap 10 ekor imago) selama 30 hari penyimpanan beras.
2.9. Serai Wangi (Cymbopogan nardus)
Taksonomi Sereh Wangi (Miftahendrawati, 2014):
Kerajaan : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Suku : Poaceae
Marga : Cymbopogon
Jenis : Cymbopogon nardus
Gambar 6. Serai Wangi (Cymbopogan nardu)
(Sumber: Eka 2008)
Tanman serai wangi (Cybopagan nardus) merupakan tanaman yang
termasuk dalam family Graminae. Tanaman serai wangi salah satu tanamn yang
banyak dibudidayakan sebagai tanaman pengahasil minyat atsiri. Tanaman ini
mampu hidup dengan baik pada daerah beriklim panas maupun basah, dengan
-
21
ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut (dpl) akan tetapi berproduksi
optimum pada 250 mdpl serta intensitas cahaya berkisar 75 s/d 100% (Sukamto
dan Djazuli, 2011).
Kandungan kimia yang terdapat dalam minyak serai wangi sangat
kompleks, namun kandungan kimia yang penting yaitu citronellal dan geraniol.
Kedua kandungan kimia tersebut akan menentukan intensitas bau, harum, serta
nilai jual minyak serai wangi.
Tanaman serai wangi meruapakan tanaman dengan peluang yang sangat
besar untuk dijadikan produk-produk pestisida, karena bahan aktif dari tanaman
baik digunakan sebagai pengendali hama yang bersifat menolak (repellent),
menarik (anttractant), racun kontak, racun pernafasan, menurangi nafsu makan,
menghambat peletakan telur, menghambat pertumbuhan, menurunkan fertilitas.
Tanaman ini juga bersifat anti bakteri, anti jamur, antivirus, dan antinematoda.
Serai wangi dapat juga digunakan untuk bahan pengawet produk mkanan dan ikan
sebagai antibiotic. Asimba 50 EC meruapakan salah satu produk serai wangi yang
terdapat dipasaran yang dapat mengendalikan ahama penggerek (Asaad dan
Willis, 2012).
Serai wangi mempunyai mekanisme pengendalian antiserangga, insektisida,
antifedan, repelen, antijamur, dan antibakteri. Daun dan batangnya mengandung
saponin, flavonoid, dan polifenol, selain itu daunnya juga mengandung minyak
atsiri. Minyak atsiri mengandung komponen sitronela, sitral, geraniol,
metilheptenon, eugenol-metilester, dipenten, eugenol, kadinen, kadinol, dan
limonen. Bagian tanaman yang berpotensi mengendalikan hama adalah daun dan
-
22
minyak atsirinya. Kandungan senyawa serai wangi antara lain geraniol 55-65%
dan sitronela 7-15% (Grainge dan Ahmed 1988 ).
Mulyani dan Widyawati (2016) menyatakan pemberian 5 gram batang
serai dapat meningkatkan mortalitas hama sebesar 75% selama 20 hari pada beras
seberat 500 gram. Menurut Isnaini et al (2015), penambahan 15 gram serai dapat
meningkatkan moralitas hama sebesar 66% selama 21 hari penyimpanan.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA2.1. Beras2.1.1. Diskripsi Beras2.1.2. Mutu Beras2.1.3. Gizi Beras.
2.2. Penyimpanan Beras.2.3. Kutu Beras (Sitophilus oryzae)2.4. Gejala Serangan dan Pengendalian Hama Gudang Sitophilus oryzae.2.5. Pestisida Nabati.2.6. Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius).2.7. Daun Salam (Syzygium polianthum).2.8. Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix)2.9. Serai Wangi (Cymbopogan nardus)
top related