bab ii tinjauan pustaka 2.1 pengertian risiko ii.pdf · contoh dalam suatu pekerjaan terdapat...
Post on 12-May-2018
240 Views
Preview:
TRANSCRIPT
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Risiko
Pada umumnya suatu proyek harus direncanakan secara jelas dalam bentuk
jadwal dan rencana anggaran biaya (RAB). Dalam pelaksanaannya terkadang
biaya yang direncanakan berbeda dengan dilapangan. Terjadinya perubahan biaya
pelaksanaan dengan biaya rencana tidak dapat diketahui dengan pasti
penyebabnya.
Ketidakpastian ini terjadi oleh karena kurangnya atau tidak tersedianya
informasi yang menyangkut apa yang akan terjadi dalam suatu proyek kontruksi
yang bisa merugikan atau mungkin saja menguntungkan. Ketidakpastian yang
berdampak merugikan inilah yang dikenal dengan istilah risiko.
Dengan demikian dapat didefinisikan risiko adalah suatu keadaan yang tidak
pasti yang dihadapi seseorang atau suatu perusahaan kontruksi yang dapat
memberikan dampak merugikan atau hal-hal yang tidak sesuai dengan rencana
apakah terhadap waktu atau biaya (Kountur, 2004)
Pada umumnya risiko dikelompokan berdasarkan modal, sifat, perubahan
waktu dan sumber.
a. Jenis risiko berdasarkan modal proyek (Soeharto,1997), dibagi menjadi dua
yaitu :
1. Risiko proyek tunggal yaitu risiko yang diperhitungkan hanya risiko yang
melekat pada proyek itu atau karakteristik hubungan antara risiko dan
keuntungan dalam suatu perusahaan.
2. Risiko multiproyek risiko menangani beberapa proyek, dalam hal ini risiko
masing-masing proyek diperhitungkan berkombinasi.
b. Jenis risiko berdasarkan sifat (Kontur, 2004), dibagi menjadi dua yaitu :
1. Risiko spekulatif yaitu risiko yang memiliki dua kemungkinan yaitu
kerugian atau keuntungan, risiko ini tidak dapat diasuransi.
2. Risiko murni yaitu resiko yang memiliki satu kemungkinan yaitu kerugian,
risiko ini dapat diasuransi.
5
c. Risiko berdasarkan karena perubahan waktu dibagi atas dua (Trieschman et al.,
2001 dalam Perbawa, 2007), yaitu:
1. Risiko Statis
Risiko yang asalnya dari masyarakat yang tidak berubah yang berada
dalam keseimbangan stabil. Risiko statis dapat bersifat murni ataupun
spekulatif.
2. Risiko Dinamis
Risiko yang timbul karena terjadi perubahan dalam masyarakat. Risiko
dinamis dapat bersifat murni ataupun spekulatif.
d. Sumber risiko dapat sebagai faktor menimbulakan kejadian negatif. Sumber
risiko dijelaskan oleh Perbawa (2004) dikutip dari Kwakye (1997), dibagi
menjadi sembilan yaitu :
1. Fundamental Physical Risks
Risiko yang diakibatkan fenomena alam, kesalahan manusia atau industri
misalnya kerusakan akibat badai, kebakaran dan sebagainya.
2. Legal Risks
Risiko yang berkaitan dengan bidang hukum yaitu kerugian terhadap
manusia dan kerusakan pada banguanan atau lingkungan selama masa
pelaksanaan dan pemeliharaan kontruksi, getaran dan gangguan-gangguan
lain selama pelaksanaan kontruksi.
3. Construction Related Risks
Risiko yang berkaitan dengan pelaksanaan kontruksi yaitu kekurangan
sumber daya (tenaga kerja, material dan alat), keterlambatan mengelola
site, tingkat kesulitan dan kerumitan konstruksi, ketidak sesuaian gambar
atau volume dalam kontrak dengan kenyataan dilapangan, dan sebagainya.
4. Price Determinan Risks
Risiko yang berkaitan dengan biaya akibat kesalahan estimasi atau
penaksiran yang kurang akurat, kesalahan meramalkan biaya dari sumber
daya yang digunakan, tidak tepatnya pengambilan keputusan.
5. Contractual Risks
Risiko yang meliputi keterlambatan pembayaran, kualitas kerja yang tidak
sesuai kontrak, klaim, persengketaan dan sebagainya.
6
6. Performance Risks
Risiko yang diakibatkan oleh hasil produktivitas dari sumber daya yang
digunakan misalnya akibat moral pekerja, pemogokan, jaminan
keselamatan dan kesehatan , perencanaan tidak tepat.
7. Economic Risks
Risiko yang meliputi inflasi, tingkat suku bunga yang tinggi, penundaan
dana, pencairan dana, pembengkakan biaya, dan sebagainya.
8. Political Ricks
Risiko yang diakibatkan oleh peristiwa dalam dunia politik seperti
pergantian pemerintah, dan sebaginya.
9. Market Risks
Risiko pasar yang diakibatkan oleh resesi pasar akan permintaan kontruksi,
persaingan kuat dalam harga terendah, dan sebagainya.
2.2 Manajemen Risiko
Manajemen risiko adalah bagaimana mengelola suatu perusahaan sehingga
dapat mewujudkan tingkat keuntungan tertentu dan menghadapi kendala-kendala
yang mungkin timbul. Tujuan selanjutnya adalah untuk meminimalkan perubahan
buruk yang dapat mempengaruhi cash flow yang akan datang. Manajemen risiko
merupakan cara sederhana untuk megurangi kerugian yang mungkin terjadi yaitu
dengan mengidentifikasi risiko, bagaimana pengaruhnya terhadap cash flow
jangka panjang dan mencari solusi yang terbaik (Claessens, 1993 dalam
Resmilati, 2001).
Manajemen risiko adalah cara yang terstruktur untuk mengidentifikasi tapi
juga harus menghitung risiko dan pengaruhnya terhadap proyek, hasilnya adalah
apakah risiko itu dapat diterima atau tidak (Kerzener, 1995 dalam Kristinayati,
2005).
2.2.1 Identifikasi Risiko
Risiko dapat dikenali dari sumbernya (source), kejadian (event), dan
akibatnya(effect). Sumber risiko adalah kondisi-kondisi yang dapat memperbesar
7
kemungkinan terjadinya risiko. Event adalah peristiwa yang menimbulkan
pengaruh (effect) yang sifatnya dapat merugikan dan menguntungkan, sebagai
contoh dalam suatu pekerjaan terdapat kerusakan pada peralatan (sumber risiko),
lalu terjadi kecelakaan pada pekerjaan proyek (pristiwa) yang menyebabkan
kematian pada pekerja (akibat) (Ariyanti, 2006).
Tahapan identifikasi risiko ini merupakan tahapan tersulit dan paling
menentukan dalam manajemen risiko. Kesulitan ini disebabkan oleh
ketidakmampuan untuk mengidentifikasi seluruh resiko yang akan timbul
mengingat adanya ketidakpastian dari apa yang akan dihadapi. Oleh karena itu
dalam mengidentifikasi risiko ini terlebih dahulu diupayakan untuk menentukan
sumber risiko dan efek risiko itu sendiri secara komperehensif (Godfrey, 1996
dalam Ariyanti, 2006).
Sumber risiko proyek adalah setiap faktor yang dapat mempengaruhi
kinerja proyek. Risiko timbul jika efek ini bersifat tidak pasti dan penting dalam
pengaruhnya terhadap kinerja proyek. Karenanya, definisi dari tujuan proyek dan
kinerja proyek mempunyai pengaruh yang fundamental pada tingkat risiko
proyek. Beberapa jenis risiko bersifat uncontrolable dan dapat mempengaruhi
sasaran proyek (Soeharto, 2001), jenis risiko tersebut adalah :
1. Peraturan pemerintah, seperti kenaikan harga bahan bakar, ekspor-impor
barang, masalah lingkungan, peraturan baru dan lain-lain.
2. Bencana alam, seperti gempa bumi, badai dan banjir.
3. Pergolakan sosial politik, seperti pemogokan, keributan dan perang.
4. Situasi pasar terhadap harga dan supply barang.
5. Perubahan moneter yang cukup besar, misalnya devaluasi.
Dengan demikian bahwa mengidentifikasi risiko dalam pembangunan
suatu proyek sangat penting untuk mengetahui kemungkinan buruk yang akan
terjadi dan mengelola risiko tersebut untuk dapat meminimalkan dampak negatif
yang ditimbulkan sehingga tujuan dari pembangunan suatu proyek dapat tercapai.
2.2.2 Klasifikasi Risiko
Klasifikasi risiko dibuat dengan maksud untuk memudahkan pembedaan
dan pemahaman terhadap resiko tersebut, sehingga dapat membantu dalam
8
melakukan analisis risiko. Ada 3 (tiga) cara untuk mengklasifikasikan risiko yaitu
dengan mengidentifikasi konsekuensi risiko, jenis risiko dan pengaruh risiko.
Berdasarkan konsekuensinya, risiko dapat diklasifikasikan berdasarkan frekuensi
kejadian,akibat risiko dan kemungkinannya. Menurut jenisnya, risiko
diklasifikasikan menjadi risiko murni dan spekulatif yaitu resiko bisnis dan
finansial. Sedangkan bidang-bidang aktivitas yang dapat terkena pengaruh risiko
meliputi semua aspek aktivitas dalam kehidupan.
2.2.3 Rencana Penanggulangan Risiko
Rencana penanggulangan risiko merupakan proses pengembangan
tahapan, teknik untuk mempertinggi kesempatan dan mengurangi ancaman
obyektifitas proyek. Proses ini dilaksanakan dengan mempertimbangkan
tanggapan dan tanggung jawab risiko.
1. Tanggapan Terhadap Risiko
Tanggapan yang dimaksud adalah berupa teknik dan strategi untuk
menanggulangi risiko yang mungkin timbul. Tanggapan dapat berupa tindakan
menghindari, mencegah kerugian, dan memperkecil dampak negatif. Tanggapan
risiko dikelompokkan dalam beberapa kategori (Soeharto, 1997) sebagai berikut :
a. Mengikat Asuransi
Meminimalkan risiko dengan mengurangi atau mengontrol kerugian dengan
asuransi.
b. Menghindari Risiko
Menghindari risiko dengan memilih alternatif lain, adalah salah satu
keputusan yang paling mudah dalam menghadapi risiko. Misalnya suatu
proyek yang dokumen proyeknya tidak jelas, tidak lengkap dan mengada-ada
maka proyek ini terlalu berisiko jika diambil maka keputusan yang paling
tepat adalah tidak mengambilnya.
c. Ditanggung bersama/shared
Pendistribusian atau pembagian risiko (shared) dengan pihak lain, misalnya
dalam kerja sama berbentuk joint venture, risiko dipikul bersama antara
pengguna jasa dengan mitranya.
d. Pemindahan tanggung jawab/transferred
9
Pemindahan atau memberikan tanggung jawab risiko proyek pada pihak lain,
misalnya dari pengguna jasa proyek ke peserta proyek lain, ini dilakukan bila
pihak lain tersebut dianggap mampu atau memiliki kontrol yang baik dalam
mengelola risiko bersangkutan.
e. Menghadapi risiko dengan dana cadangan
Risiko dihadapi dengan persiapan misalnya menyediakan dana cadangan yang
sering disebut kontijensi atau allowance. Besarnya dana ini tergantung dari
kontraktor sendiri. Strategi ini digunakan bila tidak memungkinkan dengan
mentransfer risiko dengan pertimbangan biaya yang sama besar dengan
kerugiannya bila menghadapi risiko tersebut.
Menurut Flanagan et al. (1993) dalam Wahyuni (2006), ada beberapa hal
yang dapat dilakukan untuk menangani risiko yaitu :
1. Menahan Risiko (Risk Retention)
Sikap untuk menahan risiko sangat erat hubungannya dengan keuntungan
(gain) yang terdapat dalam suatu risiko. Tindakan untuk menerima/menahan
risiko ini karena dampak dari suatu kejadian yang merugikan masih dapat
diterima (acceptable).
2. Mengurangi Risiko (Risk Reduction)
Mengurangi risiko dilakukan dengan mempelajari secara mendalam risiko itu
sendiri, dan melakukan usaha-usaha pencegahan pada sumber risiko atau
mengkombinasikan usaha agar risiko yang diterima tidak terjadi secara
simultan. Dengan melakukan tindakan ini kadang-kadang masih ada risiko
sisa (residual risk) yang perlu dilakukan penilaian (assessment).
3. Memindahkan Risiko (Risk Transfer)
Sikap pemindahan ini dilakukan dengan cara mengasuransikan risiko yang
dilakukan dengan memberikan sebagian atau seluruhnya kepada pihak lain.
Usaha atau pekerjaan yang risikonya tinggi dipindahkan kepada pihak yang
mempunyai kemampuan menangani dan mengendalikannya.
4. Menghindari Risiko (Risk Avoidance)
Sikap menghindari risiko adalah cara menghindari kerugian dengan
menghindari aktivitas yang tingkat kerugiannya tinggi. Menghindari risiko
dapat dilakukan dengan melakukan penolakan. Salah satu contoh
10
penghindaran risiko pada proyek konstruksi adalah dengan memutuskan
hubungan kontrak (breach of contract).
Tindakan dalam menangani risiko (risk mitigation) harus dilakukan setelah
mengetahui risiko-risiko yang teridentifikasi memberikan dampak yang besar
terhadap suatu pekerjaan. Apabila risiko bersifat dapat diterima dan dapat
diabaikan, maka risiko tidak perlu mendapatkan perhatian besar untuk ditangani,
yaitu dengan menahan risiko (retention risk) dan mengurangi risiko (reduction
risk), tetapi jika risiko bersifat tidak dapat diterima sepenuhnya dan tidak
diharapkan, maka risiko perlu ditangani lebih lanjut dengan memindahkan risiko
(risk transfer) dan menghindari risiko (risk avoidance).
2. Tanggung Jawab Risiko
Pembagian tanggung jawab risiko antar peserta proyek juga dipengaruhi
oleh jenis kontrak pada proyek. Peserta proyek harus berhati-hati pada ketentuan-
ketentuan dalam kontrak dan pembagian tanggung jawabnya tersebut. Umumnya
risiko yang bersifat controllable dalam proyek dialokasikan kepada peserta
proyek berdasarkan petimbangan berikut:
a) Alokasi risiko diberikan pada peserta yang dianggap memilliki posisi
paling baik untuk mengendalikannya.
b) Alokasi risiko diberikan pada peserta atas dasar dorongan motivasi untuk
meningkatkan kinerjanya dan disesuaikan kemampuannya dalam
menangani risiko.
c) Bila risiko harus dipikul bersama oleh peserta proyek maka bobotnya
harus dibagi secara rasional.
d) Dalam merencanakan alokasi risiko harus diperhitungkan dampaknya
terhadap biaya proyek secara keseluruhan, sehingga perlu dicari alternatif
terbaik.
Menurut Flanagan et al. (1993) dalam Wahyuni (2006), untuk menentukan
alokasi tanggung jawab risiko (ownership of risk) digunakan prinsip-prinsip
pengalokasian risiko yaitu sebagai berikut :
1. Pihak mana yang mempunyai kontrol terbaik terhadap kejadian yang
menimbulkan risiko.
2. Pihak mana yang dapat menangani risiko apabila risiko itu muncul.
3. Pihak mana yang mengambil tanggung jawab jika risiko tidak terkontrol.
11
4. Jika risiko diluar kontrol semua pihak, maka diasumsikan sebagai risiko
bersama.
2.3 Manajemen Strategi
Menurut Hunger dkk. (1992) dalam purwanto (2006), manajemen strategis
adalah sejumlah keputusan manajerial dan tindakan yang menentukan kinerja
jangka panjang dari suatu perusahaan, seperti pengamatan lingkungan, formulasi
strategi, implementasi strategi, evaluasi dan pengendalian.
Sedangkan menurut Jauch dkk. (1984) dalam purwanto (2006) manajemen
strategis adalah aliran keputusan dan tindakan pengembangan strategi yang efektif
untuk membantu mencapai tujuan perusahaan. Strategi yang tepat akan mampu
memaksimalkan keunggulan bersaing bagi perusahaan. Strategi adalah pola
perencanaan yang menyeluruh meliputi serangkaian usaha dan pemberdayaan
sumber daya untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Para pengambil kebijakan strategi perlu menjamin strategi yang
ditetapkan dapat berhasil dengan baik dalam konseptual dan pelaksanaan.
2.4 Formulasi Strategi
Formulasi strategi adalah proses memutuskan tujuan kegiatan organisasi
yang dilakukan secara efektif untuk pencapaian tujuan kegiatan tersebut. Untuk
mempermudah pelaksanaan strategi, maka strategi dibuat sesuai dengan tingkatan
manajemen strategis yang ada. Formulasi strategi perusahaan terdiri dari tiga
tingkatan pengambilan keputusan, yaitu (Purwanto, 2006) :
a. Strategi Tingkat Perusahaan (corporate level strategy)
b. Strategi Tingkat Unit Usaha (business unit strategy)
c. Strategi Tingkat Fungsional (functional level strategy)
2.4.1 Strategi Tingkat Perusahaan (corporate level strategy)
Strategi ini diformulasikan oleh top manajemen dengan maksud untuk
mencapai tujuan perusahaan secara keseluruhan. Penentuan formulasi strategi ini
secara umum terdiri dari lima strategi utama, yaitu (Purwanto, 2006) :
1. Concentration Strategy
12
Strategi konsentrasi adalah strategi dimana perusahaan memfokuskan diri
pada satu lini bisnis saja. Strategi konsentrasi ini dilakukan dengan
maksud untuk memperoleh keuntungan bersaing dengan memfokuskan
seluruh sumber daya pada satu bidang atau produk saja. Kerugian dari
strategi ini adalah bila pasar jenuh atau muncul pesaing yang mengancam
keberadaan perusahaan dalam industri dan mendominasi pasar maka tidak
ada bisnis lain yang menyokong perusahaan.
2. Stability Strategy
Perusahaan yang menerapkan strategi ini memfokuskan pada lini bisnis
yang sudah ada. Strategi ini biasa diterapkan oleh perusahaan sebagai
berikut :
a. Perusahaan yang berada pada tingkat pertumbuhan industri yang
jenuh.
b. Memiliki tingkat risiko kecil
c. Lingkungan dianggap lebih stabil
d. Melakukan pertumbuhan menimbulkan ketidakefisienan sehingga
menurunkan tingkat laba.
3. Growth Strategy
Perusahaan yang menerapkan strategi ini akan berupaya secara maksimal
untuk mengejar pertumbuhan yang bersifat terus menerus. Growth
strategy dapat dilakukan dengan cara berikut :
a. Integrasi vertikal (vertical integration)
Integrasi vertikal adalah pertumbuhan yang dilakukan dengan
mengakuisisi perusahaan lain yang terdapat dalam saluran distribusi.
Integrasi vertikal dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
- Integrasi hilir (forward integration)
Strategi ini digunakan jika perusahaan membeli atau menguasai
perusahaan lain yang lebih dekat dengan konsumen, seperti
pedagang eceran, pedagang besar, dll.
- Integrasi hulu (backward integration)
Strategi ini digunakan dengan cara menguasai atau membeli
perusahaan pemasok atau supplier.
13
b. Integrasi horizontal (horizontal integration)
Strategi pertumbuhan integrasi horizontal dilakukan melalui akuisisi
perusahaan pesaing yang memiliki lini bisnis yang sama.
c. Diversifikasi (diversification)
Strategi diversifikasi dilakukan melalui akuisisi perusahaan dalam
industri yang memiliki lini bisnis yang berbeda. Strategi diversifikasi
dibagi menjadi dua, yaitu :
- Related atau concentric diversification
Strategi ini dilakukan dengan cara mengakuisisi perusahaan lain
yang memiliki teknologi, produk, saluran distribusi dan pasar yang
sama dengan perusahaan pembelinya. Strategi ini bertujuan agar
perusahaan mendapatkan efisiensi atau pengaruh pasar yang lebih
besar melalui penggunaan bersama sumber daya yang ada.
- Unrelated atau conglomerate diversification
Strategi ini dilakukan dengan cara mengakuisisi perusahaan lain
yang memiliki lini bisnis yang berbeda.
d. Marger and joint ventures
- Marger
Strategi marger merupakan strategi pertumbuhan dimana sebuah
perusahaan bergabung dengan perusahaan lain dan membentuk
perusahaan baru.
- Joint ventures
Strategi joint ventures merupakan strategi pertumbuhan dimana
sebuah perusahaan bekerja sama untuk mengerjakan sebuah proyek
yang tidak bisa ditangani oleh perusahaan itu sendiri.
4. Combination strategy
Strategi kombinasi ini biasanya dilakukan oleh perusahaan besar yang
memiliki berbagai macam bisnis.
5. Retrenchment strategy
Strategi retrenchment ditetapkan ketika perusahaan sudah tidak bisa
bersaing secara efektif. Strategi ini dibedakan menjadi tiga, yaitu :
a. Turnaround strategy
14
Strategi ini diterapkan ketika prestasi perusahaan kurang baik namun
belum mencapai tahap yang sangat kritis.
b. Divestment strategy
Strategi ini digunakan ketika perusahaan gagal dalam mencapai
tujuan perusahaan.
c. Liquidation strategy
Dalam hal ini perusahaan ditutup dan asetnya dijual.
2.4.2 Strategi Tingkat Unit Usaha (business unit strategy)
Formulasi strategi ini dilakukan dengan melibatkan para pengambil
keputusan pada tingkat unit bisnis atau tingkat divisi. Strategi tingkat unit bisnis
ini harus selalu sejalan dengan formulasi strategi bisnis secara keseluruhan dari
perusahaan (Purwanto, 2006). Salah satu pendekatan yang banyak dikenal dalam
memformulasikan strategi pada tingkat unit bisnis adalah dengan menggunakan
strategi generik yang dikemukakan oleh Porter (1980) dalam Purwanto (2006).
Tiga strategi generik yang patut dipertimbangkan, yaitu :
1. Keunggulan biaya (Overall Cost Leadership) yaitu strategi yang
digunakan dengan cara perusahaan bekerja keras untuk mencapai biaya
produksi dan distribusi terendah sehingga dapat menawarkan harga yang
lebih rendah daripada pesaingnya dan memenangkan penguasaan pangsa
pasar yang besar.
2. Diferensiasi (Differentiation) yaitu strategi yang digunakan perusahaan
dengan cara berkonsentrasi pada pencapaian kinerja superior dalam suatu
area yang dinilai penting oleh sebagian pasar.
3. Fokus (Focus) yaitu strategi yang digunakan perusahaan dengan cara
memfokuskan diri pada satu atau lebih segmen pasar kecil.
2.4.3 Strategi Tingkat Fungsional (functional level strategy)
Formulasi strategi fungsional dilakukan untuk tiap-tiap bidang fungsional
dari suatu perusahaan (Purwanto, 2006). Bidang fungsional utama perusahaan
meliputi strategi pemasaran, sumber daya manusia, operasional, riset dan
15
pengembangan, serta strategi keuangan. Strategi ini akan menghasilkan tugas-
tugas khusus yang dibentuk sebagai realisasi strategi bisnis, yang diperlukan
adalah koordinasi dari seluruh kegiatan untuk memastikan bahwa seluruh strategi
tetap konsisten.
a. Strategi Pemasaran
Yaitu perencanaan dan pengembangan secara tepat dan cermat dalam
penentuan sasaran pasar, target pasar, tujuan pemasaran dan posisi pasar
yang dirancang untuk memenuhi keinginan konsumen pasar sasaran.
b. Strategi Sumber Daya Manusia
Yaitu perencanaan mengenai pendayagunaan sumber daya manusia
sebagai usaha mempertahankan dan meningkatkan kemampuan terbaik
sebuah perusahaan/industri untuk menjadi pesaing yang mampu
memenangkan dan menguasai pasar, melalui tenaga kerja yang
dimilikinya.
c. Strategi Operasional
Yaitu perencanaan kegiatan untuk mengatur dan mengkoordinasikan
sumber-sumber daya (sumber daya manusia, alat dan sumber lainnya)
secara efektif dan efisien sehingga menciptakan dan menambah kegunaan
suatu barang dan jasa untuk memperoleh keuntungan perusahaan.
d. Strategi Riset dan Pengembangan
Strategi ini berperan dalam menghasilkan produk baru untuk bisnis dan
perusahaan secara keseluruhan dengan menemukan ide-ide produk baru
dan mengembangkan sampai produk tersebut diproduksi dan dipasarkan.
e. Strategi Keuangan
Yaitu aktivitas yang terkait dengan perencanaan dan pengendalian
keuangan, serta pendistribusian aset-aset keuangan perusahaan. Aktivitas
yang dilakukan perusahaan pada umumnya berhubungan dengan
penentuan keputusan investasi jangka panjang, perolehan dana untuk
investasi tersebut, serta pelaksanaan kegiatan operasional.
2.5 Manajemen Biaya
16
Dalam penyelenggaraan konstruksi, faktor biaya merupakan bahan
pertimbangan utama karena biasanya menyangkut jumlah investasi besar yang
harus ditanamkan pemberi tugas yang rentan terhadap resiko kegagalan. Oleh
karena itu, biaya proyek perlu dikelola dengan baik sehingga kemungkinan
terjadinya overrun biaya bisa diminimumkan (Dipohusodo,1996).
2.5.1 Biaya Proyek
Biaya proyek adalah biaya-biaya yang diperlukan untuk tiap pekerjaan
dalam menyelesaikan suatu proyek. Secara garis besar biaya proyek dapat
dibagi menjadi dua yaitu :
1. Biaya Langsung (direct cost)
Biaya langsung merupakan biaya untuk segala sesuatu yang akan menjadi
komponen permanen hasil akhir proyek (Soeharto, 1995). Biaya langsung terdiri
dari biaya-biaya yang langsung berhubungan dengan konstruksi ataupun suatu
proyek tertentu, antara lain:
a. Biaya bahan/material
b. Upah buruh
c. Biaya peralatan
d. Biaya subkontraktor
2. Biaya Tidak Langsung (indirect cost )
Biaya tidak langsung adalah pengeluaran untuk manajemen, supervisi dan
pembayaran material serta jasa untuk pengadaan bagian proyek yang tidak akan
menjadi instalasi atau produk permanen, tetapi diperlukan dalam rangka proses
pembangunan proyek (Soeharto, 1995).
Biaya tidak langsung terdiri dari:
a. Biaya overhead
b. Biaya tak terduga
c. Keuntungan/profit
d. Penalti/bonus
Dalam suatu keadaan tertentu, penalti dan bonus dapat dianggap sebagai
biaya tidak langsung yang dapat mempengaruhi biaya keseluruhan (Pilcher,
1992). Biaya langsung dan tidak langsung secara keseluruhan membentuk biaya
17
proyek, sehingga pada pengendalian dan estimasi biaya, kedua jenis biaya ini
perlu diperhatikan. Baik biaya langsung maupun biaya tak langsung akan berubah
sesuai dengan waktu dan kemajuan proyek. Meskipun tidak dapat diperhitungkan
dengan rumus tertentu, tapi pada umumnya makin lama proyek berjalan maka
makin tinggi kumulatif biaya tak langsung diperlukan (Soeharto, 1995).
2.5.2 Pengertian Pembengkakan Biaya
Kegiatan proyek kontruksi merupakan suatu kegiatan sementara yang
berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber daya tertentu
dan dimaksudkan untuk mengasilkan produk yang kreteria mutunya telah
digariskan dengan jelas. Didalam proses mencapai tujuan tersebut, ada batasan
yang harus dipenuhi yaitu biaya (anggaran) yang dialokasikan, jadwal, serta mutu
yang harus dipenuhi. Ketiga hal tersebut merupakan parameter yang penting bagi
penyelenggara proyek yang sering diasosiasikan sebagai sasaran proyek
(Soeharto, 1999).
Ketiga batasan diatas sesungguhnya saling tarik menarik, yang artinya jika
ingin meningkatkan kinerja produk yang telah disepakati dalam kontrak maka
umumnya harus diikuti dengan meningkatkan mutu. Hal ini selanjutnya
berakibat pada naiknya biaya sehingga melebihi anggaran. Sebaiknya bila ingin
menekan biaya, maka biasanya harus berkompromi dengan mutu dan jadwal.
Jika biaya atau waktu yang dikeluarkan melebihi jumlah yang diperkirakan
maka dikatakan menjadi pembengkakan. Semakin besar ukuran proyek
semakin besar potensi terjadi pembengkakan (Soeharto, 1997).
Pembengkakan biaya dapat terjadi akibat kesalahan yang terjadi pada
setiap bagian dari kegiatan tahapan konstruksi. Hal-hal yang jadi permasalahan,
antara lain (Dipohusodo,1996) :
1. Tahap pengembangan konsep
a. Wawasan yang sempit tentang arti dan hakekat perencanaan di bidang
kontruksi.
b. Ketidak mampuan mengungkap fakta-fakta keadaan di lokasi proyek
seperti lokasi proyek dan cuaca setempat.
18
c. Tidak lancarnya komunikasi antar anggota tim proyek dalam menyusun
konsep dan kreteria rencana pelaksanaan proyek.
2. Tahap perencanaan
a. Kelalaian dalam perencanaan.
b. Menggunakan teknik estimasi yang buruk.
c. Kegagalan dalam mengidentifikasi dan mengumpulkan elemen biaya.
d. Kegagalan menafsirkan resiko-resiko yang dapat terjadi.
e. Kesalahan dalam mengidentifikasi jumlah kebutuhan tenaga kerja.
f. Kesalahan dalam perhitungan jangka waktu proyek yang dibutuhkan.
3. Tahap pelelangan
g. Kesalahan dalam menggunakan sistem pelelangan.
h. Kurang cermat dan telitinya teknik penawaran.
i. Persetujuan pelelangan yang terlalu cepat.
j. Menentukan batas biaya penawaran yang tidak cermat.
4. Tahap pelaksanaan kontruksi
k. Harga material yang terlalu tinggi.
l. Kesalahan dimensi/ukuran pekerjaan dalam pelaksanaan.
m. Produktivitas tenaga kerja yang rendah.
n. Kesalahan dalam memilih jenis alat.
o. Spesifikasi bahan yang tidak cocok.
p. Pengiriman bahan yang terlambat.
Dengan demikian apabila didalam proses kontruksi terjadi penyimpangan kualitas
hasil pekerjaan, baik hal tersebut merupakan akibat perbuatan yang disengaja
maupun tidak, risiko yang harus ditanggung tidaklah kecil. Bahkan segala macam
bentuk penyimpangan terhadap kesepakatan tentang kualitas dan waktu
penyelesaian pekerjaan biasanya mengandung resiko sanksi denda, yang pada
ujungnya berdampak pada pudarnya reputasi para pelaksana seluruhnya. Dengan
demikian jelas kiranya bahwa faktor-faktor biaya, waktu, dan kualitas dalam
proses konstruksi merupakan ketentuan kesepakatan mutlak yang tidak bisa
ditawar-tawar lagi, dan ketidaknya saling tergantung dan berpengaruh secara ketat
(Dispohusodo, 1996).
19
2.5.3 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Pembengkakan Biaya Kontruksi
Pada Proyek Bangunan Gedung
Dari penjelasan diatas mengenai permasalahan-permasalahan yang dapat
terjadi pada penyelenggaraan proyek kontruksi, maka Darmawan (2004)
menggolongkan permasalah tersebut diatas menjadi beberapa faktor penyebab
terjadinya pembengkakan biaya pada proyek kontruksi, yaitu :
1. Perencanaan
2. Estimasi biaya
3. Aspek keuangan proyek
4. Material
5. Tenaga kerja
6. Waktu pelaksanaan
7. Peralatan
8. Hubungan kerja
Beberapa hal yang mempengaruhi setiap faktor tersebut akan diterangkan
sebagai berikut :
1. Perencanaan, hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan
biaya antara lain adalah kelalaian dalam perencanaan, kesalahan dalam
memperhitungkan jangka waktu proyek yang dibutuhkan, kesalahan dalam
mengidentifikasi jumlah kebutuhan tenaga kerja, serta kegagalan dalam
mengidentifikasi dan mengumpulkan elemen biaya.
2. Estimasi biaya, hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan
biaya antara lain adalah data dan informasi proyek yang kurang lengkap,
ketidaktepatan estimasi, tidak memperhitungkan biaya tak terduga, dan
tidak memmperhatikan faktor resiko pada lokasi, serta tidak
memperhitungkan kondisi ekonomi umum.
3. Aspek keuangan proyek, hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya
pembengkakan biaya antara lain cara pembayaran tidak sesuai dengan
kontrak, pengendalian/control keuangan yang tidak baik, dan tingginya
suku bunga pinjaman bank.
20
4. Material, hal-hal yang dapat menyebabkan pembengkakan biaya antara lain
adanya kenaikan harga material, keterlambatan/kekurangan bahan, dan
kontrol kualitas bahan yang buruk.
5. Tenaga kerja, hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan
biaya antara lain adalah kekurangan tenaga kerja, kenaikan upah tenaga
kerja, dan produktivitas tenaga kerja yang buruk.
6. Waktu pelaksanaan, hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya
pembengkakan biaya antara lain adalah keterlambatan jadwal karena
pengaruh cuaca, jangka waktu kontrak dan sering terjadinya penundaan
pekerjaan.
7. Peralatan, hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan biaya
antara lain adalah tingginya harga sewa peralatan, kondisi alat yang
produktivitasnya rendah, kesalahan dalam memilih jenis alat, kesalahan
dalam menghitung jam kerja alat, dan tingginya biaya transportasi
peralatan.
8. Hubungan kerja, hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya
pembengkakan biaya adalah tingginya frekuensi perubahan pelaksanaan,
terlalu banyak pengulangan karena mutu jelek, kurangnya koordinasi antara
pengawas, perencana dan kontraktor.
Dan dalam penelitian yang berjudul Analisis Risiko Biaya Konstruksi
Dengan Metode AHP Pada Proyek Pembangunan Gedung oleh Ariyanti (2006),
diperoleh 2 faktor risiko dominan dari 8 faktor-faktor penyebab terjadinya
pembengkakan biaya kontruksi yaitu faktor perencanaan dan faktor estimasi
biaya. Kedua faktor dominan ini memiliki subfaktor masing-masing yaitu :
a. Faktor perencanaan
Sub faktor dari faktor perencanaan adalah sebagai berikut :
1. Kelalaian dalam perencanaan
2. Kesalahan dalam memperhitungkan jangka waktu proyek yang
dibutuhkan
3. Kesalahan dalam mengidentifikasi jumlah kebutuhan tenaga kerja
4. Kesalahan dalam mengidentifikasi dan mengumpulkan elemen
biaya
21
b. Faktor estimasi biaya
Sub faktor dari faktor estimasi biaya adalah sebagai berikut :
1. Data dan informasi proyek yang kurang lengkap
2. Ketidak tepatan estimasi
3. Tidak memperhitungkan biaya tak terduga
4. Tidak memperhatikan faktor resiko pada lokasi
5. Tidak memperhitungkan kondisi ekonomi umum
Selain faktor-faktor penyebab pembengkakan biaya kontruksi yang dipaparkan
diatas ada juga faktor-faktor penyebab pembengkakan biaya kontruksi menurut
Fahirah (2005) antara lain sebagai berikut :
1. Data dan informasi proyek yang kurang lengkap.
2. Tidak memperhitungkan pengaruh inflasi dan eskalasi.
3. Tidak memperhitungkan biaya tak terduga (contingencies).
4. Tidak memperhatikan faktor resiko pada lokasi dan konstruksi.
5. Ketidak tepatan WBS (Work Breakdown Structure).
6. Ketidak tepatan estimasi biaya.
7. Menggunakan teknik estimasi yang salah.
8. Tingginya frekuensi perubahan pelaksanaan.
9. Terlalu banyak pengulangan pekerjaan karena mutu jelek.
10. Terlalu banyak proyek yang ditangani dalam waktu yang sama.
11. Waktu yang panjang antara SPK (Surat Perintah Kerja) dan pelaksanaan
proyek.
12. Hubungan kurang baik antara owner-perencana–kontraktor.
13. Kurangnya koordinasi antara construction manager-perencana-kontraktor.
14. Terjadi perbedaan/perselisihan pada proyek.
15. Manager proyek tidak kompeten/cakap.
16. Konsultan kurang mampu dalam pengawasan proyek.
17. Spesifikasi yang tidak lengkap.
18. Sering terjadi perubahan desain.
19. Dokumen Kontrak yang tidak lengkap.
20. Penunjukan subkontraktor dan suplier yang tidak tepat.
21. Adanya kenaikan harga material.
22
22. Terlambat/kekurangan bahan/material waktu pelaksanaan.
23. Kontrol kualitas yang buruk dari bahan.
24. Pemakaian bahan/material yang salah.
25. Pemakaian bahan/material yang diimpor.
26. Pencurian bahan/material.
27. Kerusakan material.
28. Produksi material di luar lokasi proyek.
29. Kekurangan tenaga kerja.
30. Terjadi fluktuasi upah tenaga kerja.
31. Produktivitas tenaga kerja yang buruk/rendah.
32. Harga/sewa peralatan yang tinggi.
33. Biaya mobilisasi/demobilisasi peralatan yang tinggi.
34. Biaya pemeliharaan peralatan tidak sesuai rencana.
35. Cara pembayaran yang tidak tepat waktu.
36. Adanya fluktuasi suku bunga pinjaman
37. Pengendalian biaya yang buruk di lapangan.
38. Keterlambatan jadwal karena pengaruh cuaca.
39. Jadwal waktu kontrak diperpendek.
40. Sering terjadi penundaan pekerjaan.
41. Adanya kebijaksanaan keuangan yang baru dari pemerintah.
42. Terjadi huruhara/kerusuhan di sekitar lokasi proyek.
2.6 Data dan Pengukuran
2.6.1 Statistik dalam Penelitian
Dalam arti sempit statistik dapat diartikan sebagai data, tetapi dalam arti
luas statistik dapat diartikan sebagai alat. Alat untuk analisis dan alat untuk
membuat keputusan. Menurut (Sugiyono, 2011), peranan statistik dalam
penelitian adalah sebagai berikut :
1. Alat untuk menghitung besarnya anggota sampel yang diambil dari suatu
populasi. Dengan demikian jumlah sampel yang diperlukan lebih dapat
dipertanggungjawabkan.
23
2. Alat untuk menguji validitas dan reliabilitas instrumen. Sebelum
instrumen digunakan untuk penelitian, maka harus diuji validitas dan
reliabilitasnya terlebih dahulu.
3. Teknik-teknik untuk menyajikan data, sehingga data lebih komunikatif.
Teknik-teknik penyajian data ini antara lain: tabel, grafik, diagram
lingkaran dan pictogram.
4. Alat untuk analisis data seperti menguji hipotesis penelitian yang diajukan.
Dalam hal ini statistik yang dapat digunakan antara lain : Analisis SWOT,
Balanced Score Card (BSC), Matrik Grand Strategy, dll.
Statistik dapat dibedakan menjadi dua yaitu statistik deskriptif dan statistik
inferensial (Sugiyono, 2011).
1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif adalah statistik yang berfungsi untuk mendiskripsikan
atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel
atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum.
2. Statistik Inferensial
Statistik inferensial adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis
data sampel dan hasilnya akan digeneralisasikan untuk populasi dimana
sampel diambil.
2.6.2 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari atas obyek atau
subyek yang memiliki kuantitas atau kualitas tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan diselidiki dan kemudian ditarik kesimpulannya
(Sugiyono, 2011). Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi obyek dan benda-
benda alam lainnya. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek
atau subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang
dimiliki oleh subyek atau obyek yang diteliti itu.
2.6.2.1 Teknik Pengambilan Sampel
24
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang
ada pada populasi misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu maka
peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu.
Untuk menentukan sampel dalam penelitian terdapat berbagai teknik
sampling yang digunakan. Teknik pengambilan sampel adalah suatu cara
mengambil sampel yang representatif dari populasi. Pengambilan sampel ini
dilakukan sedemikianrupa sehingga diperoleh sampel yang benar-benar dapat
mewakili dan dapat menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya. Pada
dasarnya teknik sampling dikelompokkan menjadi dua yaitu (Usman dan Akbar,
2012) :
1. Probability sampling adalah teknik sampling untuk memberikan peluang
yang sama pada setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota
sampel. Teknik sampling Probability sampling terdiri atas empat macam
dengan uraian sebagai berikut :
a. Sampling Random Sederhana
Ciri utama sampling ini adalah setiap unsur dari keseluruhan populasi
mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih. Caranya adalah
dengan menggunakan undian, ordinal, table bilangan random, atau
computer.
b. Teknik Sampling Bertingkat
Teknik sampling ini disebut juga dengan istilah teknik sampling
berlapis, berjenjang, dan petala. Teknik ini digunakan apabila
populasinya heterogen atau terdiri atas kelompok-kelompok yang
bertingkat.
c. Teknik Sampling Kluster
Teknik sampling ini juga disebut dengan teknik sampling daerah.
Teknik ini digunakan apabila populasi tersebar dalam beberapa daerah,
propinsi, kabupaten, kecamatan, dan seterusnya.
d. Teknik Sampling Sistematis
25
Teknik ini sebenarnya adalah teknik random sampling sederhana yang
dilakukan secara ordinal. Artinya anggota sampel dipilih berdasarkan
urutan tertentu.
e. Teknik Sampling Proporsional (Proportional Sampling)
Teknik sampling proporsional yaitu sampel yang dihitung berdasarkan
perbandingan. Misalnya populasi untuk A =20, B=50,C=30. Jaadi,
jumlah anggota populasi =100. Sedangkan besar anggota sampel =80
sehingga besar masing-masing sampel untuk A, B, dan C dapat
dihitung sebagai berikut :
A =
B =
C =
+
Jumlah = 80
2. Non-Probability sampling adalah teknik sampling yang tidak memberikan
peluang pada setiap anggota populasi untuk dijadikan anggota sampel.
Teknik sampling Non-Probability sampling terdiri atas tiga macam dengan
uraian seperti berikut ini :
a. Teknik Sampling Kebetulan
Teknik sampling kebetulan dilakukan apabila pemilihan anggota
sampelnya dilakukan terhadap orang atau benda yang kebetulan ada
atau dijumpai.
b. Teknik Sampling Bertujuan (Porpusive Sampling )
Teknik ini digunakan apabila anggota sampel yang dipilih secara
khusus berdasarkan tujuan penelitiannya.
c. Teknik Sampling Kuota
Teknik ini digunakan apabila anggota sampel pada suatu tingkat
dipilih dengan jumlah tertentu (kuota) dengan ciri-ciri tertentu.
2.6.3.2 Penentuan Jumlah Sampel
26
Sampel (contoh) adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi dengan menggunakan teknik tertentu yang disebut dengan
teknik sampling. Ada beberapa keuntungan menggunakan sampel, antara lain
(Riduwan, 2008) :
1. Memudahkan peneliti karena jumlah sampel lebih sedikit dibandingkan
dengan menggunakan populasi, selain itu bila populasinya terlalu besar
dikhawatirkan akan terlewati.
2. Penelitian lebih efisien (dalam arti penghematan uang, waktu, dan tenaga).
3. Lebih teliti dan cermat dalam pengumpulan data, artinya jika subyeknya
banyak dikhawatirkan adanya bahaya biasanya dari orang yang
mengumpulkan data, karena sering dialami oleh staf bagian pengumpulan
data mengalami kelelahan sehingga pencatatan data tidak akurat.
Perhitungan jumlah sampel yang akan digunakan menggunakan rumus
Al-Rasyid (1994: 156) sebagai berikut (Riduwan, 2013) :
Rumus Al-Rasyid : no =
2
*2
BE
Z (2.1)
Dimana :
α = taraf kesalahan yang besarnya ditetapkan 0,05
N = jumlah populasi total kontraktor (Kabupaten Badung)
BE = Bound of Error diambil 15 %
Zα = nilai dalam table Z = 1,99
Jika no ≤ 0,05 N, maka n = no (2.2)
Jika no > 0,05 N, maka n =
(2.3)
Perhitungan alokasi sampel secara proporsional, untuk masing-masing
strata menggunakan rumus sebagai berikut:
n = N
N n (2.4)
dimana:
N =jumlah populasi
n = jumlah sampel
27
Ni = jumlah subpopulasi dalam strata ke-i
2.6.3 Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur valid tidaknya suatu kuesioner.
Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk
mengungkapkan sesuatu yang diukur dalam kuesioner tersebut. Jika r hitung lebih
dari r tabel maka item yang dianalisis dinyatakan valid dan sebaliknya (IKIP
PGRI Bojonegoro, 2013). Pada penelitian ini, pengujian validitas hasil kuesioner
menggunakan bantuan aplikasi Excel 2013. Data dari hasil penyebaran kuesioner
selanjutnya akan di korelasikan dengan menggunakan menu data analysis yang
terdapat pada Excel untuk menguji valid tidaknya kuesioner tersebut. Dalam
perhitungan manualnya uji validitas pada dasarnya digunakan korelasi Pearson
dengan persamaan (Usman dan Akbar, 2012) :
-
√ (2.5)
Keterangan :
rxy = Koefisien korelasi suatu butir/item
n = Jumlah responden
X = Skor suatu butir/item
Y = Skor total
2.6.4 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui adanya konsistensi alat ukur
dalam penggunaannya, atau dengan kata lain alat ukur tersebut mempunyai hasil
yang konsisten apabila digunakan berkali-kali pada waktu yang berbeda. Jika
tingkat reliabilitas instrumen lebih besar 0,7 maka instrumen tersebut dikatakan
reliabel dan sebaliknya (IKIP PGRI Bojonegoro, 2013). Pengujian reliabilitas
dalam penelitian ini menggunakan bantuan aplikasi Excel 2013. Sebelum
pengujian reliabilitas dengan menggunakan menu data analysis yang terdapat
pada Excel, data akan dibagi mejadi dua bagian yaitu ganjil dan genap teknik ini
sering disebut dengan teknik belah dua (split halp). Untuk perhitungan manual uji
reliabilitas menggunakan teknik belah dua (split halp) setelah data dibagi menjadi
28
dua bagian ganjil dan genap dan di hitung masing-masing total bagian setelah itu
hasil total dari bagian genap dan ganjil ini akan di korelasikan dengan
menggunakan rumus korelasi Pearson (2.5) seperti diatas.
2.6.5 Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan kegiatan terpenting dalam proses dan kegiatan
penelitian. Data populasi atau data sampel yang sudah terkumpul, jika digunakan
untuk keperluan informasi, baik berupa laporan dalam penelitian hendaknya
diatur, disusun, disajikan dalam bentuk yang jelas. Langkah-langkah dalam
pengolahan data dapat dilakukan seperti menyusun data, klasifikasi data,
pengolahan data, dan interpretasi hasil pengolahan data (Riduwan, 2013).
2.6.6 Skala Pengukuran
Pengukuran adalah penetapan atau pemberian angka terhadap obyek
menurut aturan tertentu. Maksud dari pengukuran ini untuk mengklasifikasikan
variabel yang diukur supaya tidak terjadi kesalahan dalam menentukan analisis
data dan langkah penelitian selanjutnya (Riduwan, 2013). Jawaban didalam
kuesioner merupakan kualitatif karena dinyatakan dalam bentuk bukan angka.
Kemudian data kualitatif ini harus dikualifikasi atau diubah terlebih dahulu
menjadi data kuantitatif dengan cara memberi skor atau memberi rangking
tertentu agar bisa diproses secara statistik dengan Analisis SWOT.
Dalam mengukur tingkat penanganan yang dilakukan berdasarkan
pengalaman mengenai risiko proyek terhadap faktor internal (kekuatan dan
kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) yang mengakibatkan
terjadinya risiko pembengkakan biaya kontruksi digunakan Skala Likert untuk
mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok tentang
kejadian atau gejala sosial. Dengan menggunakan Skala Likert, maka variabel
yang akan diukur dijabarkan menjadi dimensi, dimensi dijabarkan menjadi sub
variabel kemudian dijabarkan lagi menjadi indikator-indikator yang dapat diukur.
Akhirnya indikator yang terukur ini dapat dijadikan titik tolak untuk membuat
item instrument yang berupa pernyataan atau pertanyaan yang perlu dijawab oleh
responden. Setiap jawaban dihubungkan dengan bentuk pernyataan atau dukungan
sikap yang diungkapkan dengan tingkat jawaban sebagai berikut (Riduwan, 2013)
29
- Pernyataan penanganan kondisi :
1. Sangat baik = 5
2. Baik = 4
3. Cukup = 3
4. Kurang = 2
5. Sangat kurang = 1
- Pernyataan urgensi penanganan :
1. Sangat urgen = 4
2. Urgen = 3
3. Kurang Urgen = 2
4. Tidak urgen = 1
2.7 Analisis Data
2.7.1 Internal Factor Analysis System (IFAS) dan External Factor Analysis
System (EFAS)
Untuk menganalisis secara lebih dalam tentang SWOT, maka perlu dilihat
faktor eksternal dan internal sebagai bagian penting dalam analisis SWOT, yaitu
(Fahmi,2013) :
a. Faktor Internal
Faktor internal ini mempengaruhi terbentuknya strengths and weaknesses
(S dan W). Dimana faktor ini menyangkut kondisi-kondisi yang terjadi dalam
perusahaan, yang mana ini turut mempengaruhi terbentuknya pembuatan
keputusan (decision making) perusahaan. Faktor internal ini meliputi semua
macam manajemen fungsional: pemasaran, keuangan, operasi, sumberdaya
manusia, dan budaya perusahaan (corporate culture)
b. Faktor Eksternal
Faktor internal ini mempengaruhi terbentuknya opportunities and threats
(O dan T). Dimana faktor ini menyangkut kondisi-kondisi yang terjadi di luar
perusahaan yang mempengaruhi dalam pembuatan keputusan perusahaan. Faktor
ini mencakup lingkungan industry (industry environment) dan lingkungan bisnis
makro (macro environment), ekonomi, politik, hukum, teknologi, kependudukan,
dan social budaya.
30
Faktor internal dan eksternal memiliki variabel yang didalamnya terdapat
indikator-indikator yang dapat di identifikasi dengan syarat (Kusuma,2013) :
Bobot > rata-rata kategori kekuatan dan peluang
Bobot < rata-rata kategori kelemahan dan ancaman
(2.6)
(2.7)
Menurut Rangkuti (2009), setelah faktor-faktor internal dan eksternal
perusahaan diidentifikasi, disusun suatu tabel IFAS (Internal Factor Analysis
System) dan EFAS (Eksternal Factor Analysis System) untuk merumuskan faktor-
faktor strategi internal dan eksternal tersebut dalam kerangka Strength, Weakness,
Opportunity, dan Threat perusahaan.
Ada lima tahapan dalam pembuatan IFAS dan EFAS, yaitu:
a. Indentifikasi faktor-faktor lingkungan internal yang menjadi kekuatan
(strength) maupun kelemahan (weakness) dan eksternal yang menjadi
peluang (Opportunities) maupun ancaman (Threats). Dibuat secara
spesifik dengan menggunakan teknik statistik seperti persentase, rasio,
dan perbandingan.
b. Menentukan bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala
dimulai dari 0,0 untuk faktor yang sangat tidak penting sampai 1,0
untuk faktor yang sangat penting berdasarkan pengaruh faktor-faktor
tersebut terhadap posisi strategis perusahaan. Total seluruh bobot harus
sama dengan 1,0.
c. Kemudian untuk setiap faktor diberi bobot, dan diberi peringkat mulai
dari angka 1 sampai 4. Dimana nilai 4 (respon sangat bagus), nilai 3
(respon diatas rata-rata), nilai 2 (respon rata-rata), nilai 1 (respon
dibawah rata-rata) berdasarkan faktor tersebut terhadap kondisi
perusahaan yang bersangkutan..
d. Setiap bobot dari setiap faktor kemudian dikalikan dengan peringkat
yang telah ditentukan untuk memperoleh skor pembobotan.
31
e. Jumlahkan skor pembobotan pada setiap variabel yang digunakan
untuk memperoleh total skor pembobotan. Nilai faktor ini
menunjukkan bagaimana perusahaan bereaksi terhadap faktor-faktor
strategis internal dan eksternalnya.
2.7.2 Variabel dari SWOT
SWOT adalah identifikasi dari berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara
bersamaan dapat juga meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman
(Threats) (Rangkuti, 2009). Pengertian kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman dalam analisis SWOT akan dijelaskan dibawah ini, serta indicator dari
masing-masing variable SWOT yang dapat mempengaruhi pembengkakan biaya
kontruksi. Definisi dari mempengaruhi pembengkakan biaya kontruksi dalam hal
ini adalah mempengaruhi dalam artian menambah pembengkakan biaya kontruksi
dan mempengaruhi dalam artian menambah atau mengurangi pembengkakan
biaya kontruksi.
a. Kekuatan (strengths) adalah sumber daya, keterampilan atau keunggulan lain
terhadap pesaing dan kebutuhan dari pasar suatu perusahaan. Faktor-faktor
kekuatan yang mempengaruhi pembengkakan biaya antara lain :
1. Ketersediaan tenaga kerja mempengaruhi pembengkakan biaya
konstruksi dikarenakan jika ketersediaan tenaga kerja yang
dibutuhkan di lapangan tidak sesuai dengan yang direncanakan akan
menyebabkan pembengkakan biaya
2. Pengalaman tenaga kerja mempengaruhi pembengkakan biaya
kontruksi dikarenakan pengalaman tenaga kerja yang banyak akan
sangat berguna dalam mengatasi masalah atau kendala yang akan
terjadi di lapangan sehingga hal-hal yang tidak diinginkan seperti
pembengkakan biaya bisa diatasi dengan melihat pengalaman
pengalaman sebelumnya.
3. Kemampuan produktifitas tenaga kerja mempengaruhi pembengkakan
biaya kontruksi dikarenakan kemampuan produktifitas tenaga kerja
32
merupakan hasil yang dapat diberikan tenaga kerja terhadap
perusahaan, jika tenaga kerja yang dimiliki mempunyai produktifitas
yang buruk maka dapat mempengaruhi lama waktu dan biaya
pelaksanan sehingga dapat menyebabkan pembengkakan biaya
kontruksi.
4. Hubungan baik dengan SDM mempengaruhi pembengkakan biaya
kontruksi dikarenakan hubungan baik dengan SDM akan menciptakan
pencitraan positif terhadap perusaahan, dengan memberikan bonus,
penghargaan terhadap hasil kerja SDM terhadap perusahan tentunya
akan mengindarkan perusahaan dari pekerja yang korupsi terhadap
pelaksanaan pekerjaan dan tentunya pembengkakan biaya dapat
dihindari juga.
5. Kualitas Produk mempengaruhi pembengkakan biaya kontruksi
dikarenakan kualitas produk yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan
perusahaan terhadap owner tentunya akan menyebabkan pengulangan
terhadap pekerjaan yang sudah dikerjakan yang akan menyebabkan
kerugian waktu dan biaya bagi perusahan sehingga akan terjadi
pembengkakan biaya kontruksi
6. Informasi dan Komunikasi mempengaruhi pembengkakan biaya
kontruksi dikarenakan apabila miss komunikasi dan kurangnya
informasi akan membuat suatu kemungkinan kesalahan dilapangan
dan tentunya merugikan perusahaan sehingga dapat menyebabkan
pembengkakan biaya kontruksi
7. Survei lingkungan proyek mempengaruhi pembengkakan biaya
kontruksi dikarenakan survei lingkungan proyek adalah langkah awal
yang dilakukan sebelum membuat atau mengambil proyek tersebut
agar nantinya pada saat perusahaan kontraktor merencanakan dan
melaksanan proyek kontruksi yang diambi akan terhindar dari
kendala-kendala yang tidak diinginkan yang dapat menghabat
kelangsungan proyek nantinya sehingga terhindar dari pembengkakan
biaya yang tidak diinginkan
33
8. Koordinasi dan pengawasan mempengaruhi pembengkakan biaya
kontruksi dikarenakan koordinasi dan pengawasan yang tidak baik
akan menyebabkan kemungkinan kesalahan teknis yang membuat
pekerjaan harus diulang sehingga merugikan perusahanan dan
menyebabkan pembengkakan biaya kontruksi.
b. Kelemahan (weaknesses) adalah keterbatasan atau kekurangan dalam
sumber daya alam, keterampilan dan kemampuan yang secara serius
menghalangi kinerja efektif suatu perusahaan. Faktor-faktor kelemahan
yang mempengaruhi pembengkakan biaya antara lain :
1. Hutang perusahaan mempengaruhi pembengkakan biaya kontruksi
dikarenakan perusahaan akan dibebani oleh bunga bank yang
bertambah tiap bulannya sehingga apabila biaya proyek dibiayai oleh
perusaahan terlebih dulu dikarenakan belum saatnya menerima termin
akan memberatkan kondisi keuangan dari perusahaan tersebut
sehingga tentunya biaya untuk membayar bunga bank tersebut
tentunya dapat menyebabkan pemebengkakan biaya kontruksi
2. Kesalahan dalam memperhitungkan jangka waktu proyek yang
dibutuhkan mempengaruhi pembengkakan biaya kontruksi
dikarenakan akan menambah biaya biaya tidak terduga karena
perencanaan waktu tidak sesuai dengan jadual yang direncanakan
3. Data dan informasi proyek yang tidak lengkap mempengaruhi
pembengkakan biaya kontruksi dikarenakan akan menimbulkan
kebingungan dan kesalahan dalam melaksanakan proyek kontruksi
akibat data dan informasi yang tidak lengkap sehingga dapat
menyebabkan pengulangan dan menyebabkan penambahan biaya.
4. Kegagalan dalam mengumpulkan elemen biaya mempengaruhi
pembengkakan biaya kontruksi dikarenakan kelalaian dalam
mengidentifikasi elemen biaya akan menimbulkan estimasi biaya yang
salah dan mengakibatkan biaya menjadi tidak terkendali sehingga
dapat menimbulkan pembengkakan biaya
5. Tidak memperhitungkan biaya tidak terduga mempengaruhi
pembengkakan biaya kontruksi karena akan menyebabkan
34
pengendlian biaya yang buruk dan biaya akan tidak terkendali
sehingga dapat menyebabkan pembengkakan biaya.
6. Pengendalian biaya yang buruk mempengaruhi pembengkakan biaya
kontruksi dikarenakan pengendalian biaya yang buruk akan
menimbulkan banyaknya biaya-biaya yang dikeluarkan pada saat
pelaksanaan berbeda dari yang direncanakan sebelumnya, sehingga
biaya yang dikeluarkan menjadi tidak terkendali, yang nantinya akan
menyebabkan pembengkakan biaya kontruksi
7. Teknik estimasi yang salah mempengaruhi pembengkakan biaya
kontruksi dikarenakan kesalahan teknik estimasi akan menyebabkan
timbulnya biaya tidak terduga sehingga pengendalian biaya menjadi
tidak terkontrol dan akan menyebabkan terjadinya pembengkakan
biaya kontruksi
8. ketersedian transportasi ke lokasi proyek mempengaruhi
pembengkakan biaya kontruksi dikarenakan alat transportasi adalah
alat penunjang untung untuk kelancaran dan tepat waktunya material
dan pekerja sampai dilokasi proyek dengan begitu akan terhindar dari
keterlambatan kerja dan kemungkinan pembengkakan biaya akan
terhindari
c. Peluang (opportunities) adalah situasi atau kecenderungan utama yang
menguntungkan dilingkungan perusahaan tersebut. Faktor-faktor peluang
yang mempengaruhi pembengkakan biaya antara lain :
1. Ketersediaan bahan baku/material mempengaruhi pembengkakan
biaya kontruksi dikarenakan bahan baku/material yang berasal dari
alam mudah untuk diperoleh namun tentunya bisa habis dan jika
sewaktu dibutuhkan dan ternyata material yang dicari tidak
tersedia/habis tentu akan menyebabkan keterlambatan pengerjaan
proyek yang berujung pada pembengkakan biaya kontruksi
2. Terlalu banyak proyek yang ditangani dalam waktu yang sama
mempengaruhi pembengkakan biaya kontruksi dikarenakan akan
membagi fokus perusahan baik dalam tenaga kerja dan pengawasan
35
sehingga riskan terjadi kesalahan yang berujung pada pembengkakan
biaya kontruksi
3. Keadilan dan keterbukaan pada proses pelelangan mempengaruhi
pembengkakan biaya kontruksi dikarenakan dengan transparannya
proses pelelangan tentu akan mengindari dari kecurangan kecurangan
yang mungkin terjadi pada saat proses pelelangan sehingga dapat
menghindari konflik antara kedua belah pihak dan hal-hal yang
menghabat proyek tentu juga akan terhindar seperti pembengkakan
biaya kontruksi
4. Peningkatan anggaran pemerintah (APBN, APBD) mempengaruhi
pembengkakan biaya kontruksi dikarenakan apabila anggaran
pemerintah naik tentu perusahaan akan lebih bersemangat mengajukan
harga tender dimana dalam memperhitungkan harga dapat lebih
nyaman sehingga terhindar dari kesalahan perencanaan biaya yang
nantinya dapat menyebabkan pembengkakan biaya kontruksi.
5. Penguasaan teknologi baru bidang konstruksi dan informatika untuk
mendukung proses pelelangan dan produksi mempengaruhi
pembengkakan biaya kontruksi dikarenakan proses pelelangan
sekarang memakai sistem online sehingga penguasaan teknologi baru
ini sangat diperlukan agar dapat bersaing dengan perusahan kontruksi
lain dan dapat memenangkan tender sehingga perusahaan tidak
kekurangan pelanggan dan terhindar dari pembengkakan hutang
perusahaan, sehingga pembengkakan biaya kontruksi juga dapat
dihindari.
6. Tingkat suku bunga bank yang tidak memberatkan pengembalian
pinjaman mempengaruhi pembengkakan biaya kontruksi dikarenakan
keterbatasan modal perusahaan yang mewajibkan perusahaan
meminjam uang dari bank untuk mendanai proyek yang diambilnya,
sehingga perusahaan kontruksi memiliki hutang. Dengan bunga bank
yang tidak memberatkan pengembalian peminjaman tentu dapat
meringankan dalam proses pengembalian hutang tersebut dan terhindar
dari pembengkakan biaya akibat suku bunga yang besar.
36
d. Ancaman (threats) adalah situasi atau kecenderungan utama yang tidak
menguntungkan di lingkungan perusahaan. Faktor-faktor ancaman yang
mempengaruhi pembengkakan biaya antara lain :
1. Perubahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing dapat
mempengaruhi pembengkakan biaya kontruksi dikarenakan perubahan
nilai rupiah tentu akan mempengaruhi harga di pasar sehingga jika
harga di pasar naik tentu akan menimbulkan perubahan biaya yang
tentu mempengaruhi pngendalian biaya dan menyebabkan
pembengkakan biaya.
2. Kenaikan harga BBM dapat mempengaruhi pembengkakan biaya
kontruksi dikarenakan kenaikan harga BBM akan memicu kenaikan
harga pokok dan tenaga kerja sehingga akan menjadi kendala serius
dalam pengendalian biaya dan tentunya berpengaruh pada
pembengkakan biaya kontruksi
3. Kenaikan harga material mempengaruhi pembengkakan biaya
kontruksi dikarenakan akan mempengaruhi biaya yang sudah
direncanakan menjadi bertambah dan pembengkakan biaya kontruksi
dapat terjadi
4. Pencurian material mempengaruhi pembengkakan biaya kontruksi
dikarenakan dengan hilangnya material yang dipakai pada proyek
kontruksi akan menghabat proses kelancaran pelaksanaan kontruksi
dan penambahan biaya untuk mengganti material yang hilang harus
dilakukan sehingga dapat menyebabkan pembengkakan biaya
kontruksi
5. Pelanggaran kontrak mempengaruhi pembengkakan biaya kontruksi
dikarenakan pelangaran kontrak akan menimbulkan klaim dari salah
salah satu pihak terkait yang akan menyebabkan terganggunya proses
pengerjaan proyek dan tidak memungkinkan akan timbul hal-hal
seperti pembengkakan biaya kontruksi
6. Keterlambatan kedatangan material oleh supplier mempengaruhi
pembengkakan biaya kontruksi dikarenakan akan mempengaruhi
37
ketepatan waktu pelakasanaan yang sudah direncanakan dan apabila
material datang terlambat tentunya akan menyebabkan keterlambatan
dalam segala bidang dan akan memungkinkan pembengkakan biaya
kontruksi terjadi
7. Keterlambatan jadwal karena pengaruh cuaca mempengaruhi
pembengkakan biaya kontruksi dikarenakan cuaca yang buruk akan
mempengaruhi tikat produksi tenaga kerja dalam mengerjakan proyek
sehingga mengakibatkan keterlambatan jadwal pelaksanaan dan dapat
menimbulkan pembengkakan biaya kontruksi
2.7.3 Metode SWOT
Setelah mengetahui peristiwa risiko yang dominan atau sering terjadi
maka dilanjutkan dengan pengkajian untuk menganalisis strategi penanganannya,
yaitu mengungkapkan kekuatan (strength), kelemahan (weakness), kesempatan
(opportunity), dan ancaman (threat). Metode yang biasa digunakan adalah metode
Analisis SWOT, Balanced Score Card (BSC), dan Matrik Grand Strategy. Analisis
SWOT merupakan bagian dari proses perencanaan. Hal utama yang ditekankan
adalah bahwa dalam proses perencanaan tersebut, suatu institusi membutuhkan
penilaian mengenai kondisi saat ini dan gambaran ke depan yang mempengaruhi
proses pencapaian tujuan institusi.
Proses pengambilan keputusan strategi selalu berkaitan dengan
pengembangan visi, misi, tujuan, strategi, dan kebijakan (Erlina, 2009). Dengan
demikian perencana strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor
strategis (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada
saat ini. Ada dua macam pendekatan dalam analisis SWOT, yaitu:
a. Matrik SWOT
Matrik SWOT menampilkan delapan kotak, yaitu dua paling atas adalah
kotak faktor internal (kekuatan dan kelemahan) sedangkan dua kotak sebelah kiri
adalah faktor eksternal (peluang dan tantangan). Empat kotak lainnya merupakan
kotak alternatif strategis yang timbul sebagai hasil titik pertemuan antara faktor-
faktor internal dan eksternal.
38
Tabel 2.1 Matriks SWOT
Strengths (S) Weaknesses (W)
Opportunities (O) Strategi SO
Comparative Advantage
Strategi WO
Divestment
Threats (T) Strategi ST
Mobilization
Strategi WT
Damage Control
(Sumber : Rangkuti, 2009)
Keterangan:
1. Strategi SO (Comparative Advantages)
Sel ini merupakan pertemuan dua elemen kekuatan dan peluang sehingga
memberikan kemungkinan bagi suatu organisasi untuk bisa berkembang
lebih cepat dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan
memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
2. Strategi WO (Divestment/Investment)
Sel ini merupakan interaksi antara kelemahan organisasi dan peluang dari
luar. Situasi seperti ini memberikan suatu pilihan pada situasi yang kabur.
Peluang yang tersedia sangat meyakinkan namun tidak dapat dimanfaatkan
karena kekuatan yang ada tidak cukup untuk menggarapnya.
3. Strategi ST (Mobilization)
Sel ini merupakan interaksi antara ancaman dan kekuatan. Di sini harus
dilakukan upaya mobilisasi sumber daya yang merupakan kekuatan
organisasi untuk memperlunak ancaman dari luar tersebut, bahkan
kemudian merubah ancaman itu menjadi sebuah peluang.
4. Strategi WT (Damage Control)
Sel ini merupakan kondisi yang paling lemah dari semua sel karena
merupakan pertemuan antara kelemahan organisasi dengan ancaman dari
luar, dan karenanya keputusan yang salah akan membawa bencana yang
besar bagi organisasi. Strategi yang harus diambil adalah Damage Control
(mengendalikan kerugian) sehingga tidak menjadi lebih parah dari yang
diperkirakan.
b. Analisis SWOT
IFAS
EFAS
39
Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang
(Opportunities) dan ancaman (Threats) dengan faktor internal kekuatan
(Strengths) dan kelemahan (Weaknesses).
Gambar 2.1 Diagram analisis SWOT (Sumber : Rangkuti, 2009)
1. Kuadran I : Strength-Opportunity (SO-(positif, positif))
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat dan berpeluang,
Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Progresif, artinya organisasi
dalam kondisi prima dan mantap sehingga sangat dimungkinkan untuk
terus melakukan ekspansi, memperbesar pertumbuhan dan meraih
kemajuan secara maksimal.
2. Kuadran II : Strength-Threat (ST-(positif, negatif))
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat namun menghadapi
tantangan yang besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah
Diversifikasi Strategi, artinya organisasi dalam kondisi mantap namun
menghadapi sejumlah tantangan berat sehingga diperkirakan roda
organisasi akan mengalami kesulitan untuk terus berputar bila hanya
bertumpu pada strategi sebelumnya. Oleh karenanya, organisasi
disarankan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang.
3. Kuadran III : Weakness-Opportunity (WO-(negatif, positif))
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah namun menghadapi
peluang pasar yang sangat besar. Rekomendasi strategi yang diberikan
40
adalah Ubah Strategi, artinya organisasi disarankan untuk mengubah
strategi sebelumnya dengan meminimalkan masalah-masalah internal
perusahaan, sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.
4. Kuadran IV : Weakness-Threat (WT-(negatif, negatif))
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah dan menghadapi
tantangan besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Strategi
Bertahan, artinya kondisi internal organisasi berada pada pilihan dilematis.
Oleh karenanya organisasi disarankan untuk menggunakan strategi
bertahan dengan mengendalikan kinerja internal agar tidak semakin
terperosok. Strategi ini dipertahankan sambil terus berupaya membenahi
diri.
top related