bab ii tinjauan pustaka a. puskesmas
Post on 21-Oct-2021
10 Views
Preview:
TRANSCRIPT
8
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Puskesmas
Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang
menyelenggarakan upaya kesehatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan
(promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif),
dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara
menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan (Kemenkes RI, 2016 :11 )
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan dari pelaksanaan upaya kesehatan, yang berperan penting
dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas harus mendukung tiga fungsi pokok Puskesmas,
yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat
pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama
yang meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan
masyarakat.(Kemenkes RI, 2016 :12 )
Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk
mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka
mendukung terwujudnya kecamatan sehat. (Kemenkes RI, 2014:5)
Dalam melaksanakan tugas, puskesmas juga menyelenggarakan fungsi:
1. Penyelenggaraan UKM (Upaya Kesehatan Masyarakat) tingkat pertama di
wilayah kerjanya
2. Penyelenggarakan UKP (Upaya Kesehatan Perseorangan) tingkat pertama di
wilayah kerjanya. (Kemenkes RI, 2014:6)
Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat tingkat
pertama dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama. (Kemenkes RI,
2014:19)
1. Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama
Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama yang dilakukan puskesmas
meliputi upaya kesehatan masyarakat esensial dan upaya kesehatan
masyarakat pengembangan:
9
a. Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama
Upaya kesehatan masyarakat esensial, meliputi:
1) Pelayanan promosi kesehatan
2) Pelayanan kesehatan lingkungan
3) Pelayanan kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana
4) Pelayanan gizi
5) Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit (Kemenkes RI, 2014:19)
b. Upaya kesehatan masyarakat pengembangan
Upaya kesehatan masyarakat yang kegiatannya memerlukan upaya yang
sifatnya inovatif dan bersifat ekstensifikasi serta intensifikasi pelayanan yang
disesuaikan dengan prioritas masalah kesehatan, kekhususan wilayah kerja
dan potensi sumber daya yang tersedia di masing-masing puskesmas.
(Kemenkes RI, 2014:19)
2. Upaya kesehatan perorangan tingkat pertama
Upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama yang dilakukan oleh
puskesmas, dilaksanakan dalam bentuk:
a. Rawat jalan
b. Pelayanan gawat darurat
c. Pelayanan satu hari (one day care)
d. Home care
e. Rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan
(Kemenkes RI, 2014:19)
Dalam pelaksaan upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama dan upaya
kesehatan perorangan tingkat pertama, puskesmas harus menyelenggarakan:
a. Manajemen puskesmas
b. Pelayanan kefarmasian
c. Pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat
d. Pelayanan laboratorium (Kemenkes RI, 2014:20)
B. Puskesmas Alalak Selatan Banjarmasin
Puskesmas Alalak Selatan Banjarmasin berada dilokasi Jalan Alak Selatan
RT 4 No. 8 Kecamatan Banjarmasin Utara. Luas wilayah kerja Puskesmas Alalak
Selatan adalah 464,75 Ha yang terbagi menjadi 3 wilayah kerja yaitu kelurahan
10
Alalak Selatan, Kuin Utara, dan Pangeran. Luas Kelurahan Alalak Selatan sendiri
158,80 Ha dengan persentase terhadap wilayah kerja PKM Alalak selatan sebesar
(35%), Kuin Utara 104,45 Ha (23%), dan Pangeran 190 Ha (42%). Menurut data
dasar puskesmas Provinsi Kalimantan Selatan diketahui jenis tenaga kefarmasian
yang bertugas di Puskesmas Alalak Selatan 4 orang dan berakreditas Dasar.
Batas-batas wilayah kerja Puskesmas Alalak Selatan sebagai berikut :
1. Kelurahan Alalak Selatan
Sebelah utara : Kelurahan Alalak Utara
Sebelah barat : Kab.Batola
Sebelah selatan : Kelurahan Kuin Cerucuk
Sebelah timur : Kelurahan Kuin Utara
2. Kelurahan Kuin Utara
Sebelah utara : Kelurahan Alalak Utara
Sebelah barat : Kelurahan Alalak Selatan
Sebelah selatan : Kelurahan Kuin Selatan
Sebelah timur : Kelurahan Pangeran
3. Kelurahan Pangeran
Sebelah utara : Kelurahan Alalak Utara
Sebelah barat : Kelurahan Kuin Utara
Sebelah selatan : Kelurahan Kuin Selatan
Sebelah timur : Kelurahan Kuin raya
C. Puskesmas Sungai Mesa Banjarmasin
Puskesmas Sungai Mesa atau biasa disebut Puskesmas Sei Mesa
Banjarmasin berada dilokasi Jalan Pahlawan No. 8 Kecamatan Banjarmasin
Tengah. Wilayah kecamatan Banjarmasin Tengah dengan wilayah kerja
meliputi 2 keluaran yaitu kelurahan Seberang Masjid dan Kelurahan Melayu.
Menurut data dasar puskesmas Provinsi Kalimantan Selatan diketahui jenis
tenaga kefarmasian yang bertugas di Puskesmas Sungai Mesa 3 orang dengan
Akreditas Madya
11
Luas wilayah keluarahan Sebrang Majid 0,75km2 dan Kelurahan Melayu
1,05 km2 dengan batas batas sebagai berikut :
1. Kelurahan Seberang Masjid
Sebelah utara : Sungai Martapura
Sebelah barat : Kelurahan Gedang Hanyar
Sebelah selatan : Sungai Martapura
Sebelah timur : Kelurahan Melayu
2. Kelurahan Melayu
Sebelah utara : Sungai Martapura
Sebelah barat : Kelurahan Sei Baru
Sebelah selatan : Kelurahan Seberang Mesjid
Sebelah timur : Kelurahan Sei Bilu
D. Puskesmas S.Parman Banjarmasin
Puskesmas S.Parman Banjarmasin berada dilokasi Jalan Antasan Kecil
Kecamatan Banjarmasin Tengah. Luas wilayah kerja Puskesmas S.Parman
2,70 Ha dengan kepadatan 26.021 per/km2 dengan membawahi dua kelurahan
yaitu Kelurahan Pasar Lama dan Kelurahan Antasan Besar. Menurut data
dasar puskesmas Provinsi Kalimantan Selatan diketahui jenis tenaga
kefarmasian yang bertugas di Puskesmas S.Parman 3 orang tenaga
kefarmasian
Secara geografis, batas-batas wilayah kerja Puskesmas S.Parman adalah
sebagai berikut :
1. Kelurahan Pasar Lama
Sebelah Timur : Kelurahan Antasan Kecil Timur
Sebelah barat : Kelurahan Mawar dan Antasam Besar
Sebelah Utara : Kelurahan Belitung Utara
Sebelah Selatan : Kelurahan Seberang Masjid
2. Kelurahan Antasan Besar
Sebelah Timur : Kelurahan Sei.Martapura
12
Sebelah barat : Kelurahan Teluk Dalam dan Belitung
Sebelah Utara : Kelurahan Belitung dan Pasar Lama
Sebelah Selatan : Kelurahan Teluk Dalam dan Kertak Baru
E. Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 74
Tahun 2016 Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi
dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien.
Standar pelayanan kefarmasian adalah tolok ukur yang dipergunakan
sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian di puskesmas bertujuan untuk:
1. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
2. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
3. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional
dalam rangka keselamatan pasien (patient safety). (Kemenkes RI, 2016:3)
Pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu
kegiatan yang bersifat manjerial berupa pengelolaan sediaan farmasi dan
bahan medis habis pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik. (Kemenkes
RI, 2016:12)
Kegiatan Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
meliputi:
a. Perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi sediaan farmasi dan bahan
medis habis pakai untuk menentukan jenis dan jumlah sediaan farmasi dalam
rangka pemenuhan kebutuhan Puskesmas.
b. Permintaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
Tujuan permintaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai adalah
memenuhi kebutuhan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai di
Puskesmas, sesuai dengan perencanaan kebutuhan yang telah
dibuat.Permintaan diajukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah
daerah setempat.
13
c. Penerimaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
Penerimaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai adalah suatu
kegiatan dalam menerima sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai dari
Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota atau hasil pengadaan puskesmas secara
mandiri sesuai dengan permintaan yang telah diajukan.
d. Penyimpanan
Penyimpanan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai merupakan
suatu kegiatan pengaturan terhadap sediaan farmasi yang diterima agar aman
(tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap
terjamin, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
e. Pendistribusian Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
Pendistribusiaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai merupakan
kegiatan pengeluaran dan penyerahan sediaan farmasi dan bahan medis habis
pakai secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub unit/satelit
farmasi puskesmas dan jaringannya.
f. Pemusnahan dan Penarikan
Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan
perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah
penarikan oleh BPOM atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar
dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.
g. Pengendalian Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
Pengendalian sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai adalah suatu
kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan
strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan dasar.
h. Administrasi
Administrasi meliputi pencatatan dan pelaporan terhadap seluruh
rangkaian kegiatan dalam pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis
pakai, baik sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai yang diterima,
14
disimpan, didistribusikan dan digunakan di puskesmas atau unit pelayanan
lainnya.
i. Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai
Pemantauan dan evaluasi pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis
habis pakai dilakukan secara periodik. (Kemenkes RI, 2016:13-17)
F. Pelayanan Farmasi Klinik
1. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Kegiatan pengkajian resep dimulai dari seleksi persyaratan administrasi,
persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap
maupun rawat jalan.
Kegiatan penyerahan (Dispensing) dan pemberian informasi obat
merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap menyiapkan/meracik
obat, memberikan label/etiket, menyerahkan sediaan farmasi dengan informasi
yang memadai disertai pendokumentasian.
Tujuan:
a. Pasien memperoleh obat sesuai dengan kebutuhan klinis/pengobatan.
b. Pasien memahami tujuan pengobatan dan mematuhi intruksi pengobatan.
2. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk
memberikan informasi secara akurat, jelas dan terkini kepada dokter, apoteker,
perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
Tujuan:
a. Menyediakan informasi mengenai obat kepada tenaga kesehatan lain di
lingkungan puskesmas, pasien dan masyarakat.
b. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan
Obat.
c. Menunjang penggunaan obat yang rasional.
Kegiatan Pelayanan Informasi obat, meliputi:
a. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara pro aktif
dan pasif.
15
b. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melaui telepon,
surat atau tatap muka.
c. Membuat buletin, leaflet, label obat, poster, majalah dinding dan lain-lain.
d. Melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap serta
masyarakat.
e. Melakukan pendidikan dan/atau pelatihan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga
kesehatan lainnya terkait dengan obat dan bahan medis habis pakai.
f. Mengoordinasikan penelitian terkait obat dan kegiatan pelayanan kefarmasian.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan:
1) Sumber informasi obat
2) Tempat
3) Tenaga
4) Perlengkapan
3. Konseling
Merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah
pasien yang berkaitan dengan penggunaan obat pasien rawat jalan dan rawat
inap, serta keluarga pasien.
Tujuan dilakukannya konseling adalah memberikan pemahaman yang
benar mengenai obat kepada pasien/keluarga pasien antara lain tujuan
pengobatan, jadwal pengobatan, cara dan lama penggunaan obat, efek samping,
tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan dan penggunaan obat.
Kegiatan:
a. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.
b. Mananyakan hal-hal yang menyangkut obat yang dikatakan oleh dokter
kepada pasien dengan metode pertanyaan terbuka.
c. Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat.
d. Verifikasi akhir, yaitu mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat
untuk mengoptimalkan tujuan terapi.
4. Ronde/Visite Pasien
16
Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
secara mandiri atau bersama tim profesi kesehatan lainnya terdiri dari dokter,
perawat, ahli gizi dan lain-lain.
Tujuan:
a. Memeriksa obat pasien.
b. Memberikan rekomendasi kepada dokter dalam pemilihan obat dengan
mempertimbangkan diagnosis dan kondisi klinis pasien.
c. Memantau perkembangan klinis pasien yang terkait dengan penggunaan obat.
d. Berperan aktif dalam pengambilan keputusan tim profesi kesehatan dalam
terapi pasien.
5. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang
merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau
memodifikasi fungsi fisiologis.
Tujuan:
a. Menemukan efek samping obat sedini mungkin terutama yang berat, tidak
dikenal dan frekuensinya jarang.
b. Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang sudah sangat
dikenal atau yang baru saja ditemukan.
c. Kegiatan:
d. Menganalisis laporan efek samping obat.
e. Mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai risiko tinggi mengalami
efek samping obat.
f. Mengisi formulir monitoring efek samping obat nasional.
g. Faktor yang perlu dipehatikan:
h. Kerja sama dengan tim kesehatan lain.
i. Ketersediaan formulir monitoring efek samping obat.
6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan
terapi obat yang efektif, terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan
meminimalkan efek samping.
17
Tujuan:
a. Mendeteksi masalah yang terkait dengan obat.
b. Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah yang terkait dengan obat.
Kegiatan:
a. Memilih pasien yang memenuhi kriteria.
b. Membuat catatan awal.
c. Memperkenalkan diri pada pasien.
d. Memberikan penjelasan pada pasien.
e. Mengambil data yang dibutuhkan.
f. Melakukan evaluasi.
g. Memberikan rekomendasi.
7. Evaluasi Penggunaan Obat
Merupakan kegiatan untuk mengevaluasi penggunaan obat secara terstruktur
dan berkesinambungan untuk menjamin obat yang digunakan sesuai indikasi,
efektif, aman dan terjangkau (rasional).
Tujuan:
a. Mendapatkan gambaran pola penggunaan obat pada kasus tertentu.
b. Melakukan valuasi secara berkala untuk penggunaan obat tertentu. (Kemenkes
RI, 2016:19-25)
G. Sumber Daya Kefarmasian
1. Sumber Daya Manusia
Penyelengaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas minimalharus
dilaksanakan oleh 1 (satu) orang tenaga apoteker sebagai penanggung jawab,
yang dapat dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian sesuai kebutuhan.
(Kemenkes RI, 2016:26)
Jumlah kebutuhan apoteker di puskesmas dihitung berdasarkan rasio
kunjungan pasien, baik rawat inap maupun rawat jalan serta memperhatikan
pengembangan Puskesmas. Rasio untuk menentukan jumlah apoteker di
Puskesmas bila memungkinkan diupayakan 1 (satu) apoteker untuk 50 (lima
puluh) pasien perhari. (Kemenkes RI, 2016:26)
Semua tenaga kefarmasian harus memiliki surat tanda registrasi dan surat
izin praktik untuk melaksanakan pelayanan kefarmasian di fasilitas pelayanan
18
kesehatan termasuk puskesmas,sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. (Kemenkes RI, 2016:26)
2. Sarana dan Prasarana
Sarana yang diperlukan untuk menunjang pelayanan kefarmasian
di puskesmas meliputi sarana yang memiliki fungsi (Kemenkes RI, 2016:28-
29)
a. Ruang penerimaan resep
Ruang penerimaan resep meliputi tempat penerimaan resep, 1 (satu) set
meja dan kursi, serta 1 (satu) set komputer, jika memungkinkan. Ruang
penerimaan resep ditempatkan pada bagian paling depan dan mudah terlihat
oleh pasien.
b. Ruang pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)
Ruang pelayanan resep dan peracikan atau produksi sediaan secara
terbatas meliputi rak obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Diruang
peracikan disediakan peralatan peracikan, timbangan obat, air minum (air
mineral) untuk pengencer, sendok obat, bahan pengemas obat, lemari
pendingin, termometer ruangan, blanko salinan resep, etiket dan label obat,
buku catatan pelayanan resep, buku-buku referensi/standar sesuai kebutuhan,
serta alat tulis secukupnya. Ruang ini diatur agar mendapatkan cahaya dan
sirkulasi udara yang cukup. Jika memungkinkan di sediakan pendingin
ruangan (ai rconditioner) sesuai kebutuhan.
c. Ruang penyerahan Obat
Ruang penyerahan obat meliputi konter penyerahan obat, buku pencatatan
penyerahan dan pengeluaran obat. ruang penyerahan obat dapat di gabungkan
dengan ruang penerimaan.
d. Ruang Konseling
Ruang konseling meliputi satu set meja dan kursi konseling, lemari
buku, buku-buku referen sisesuai kebutuhan, leaflet, poster, alat bantu
konseling, buku catatan konseling, formulir jadwal konsumsi obat (lampiran),
formulir catatan pengobatan pasien (lampiran), dan lemari arsip (filling
cabinet), serta 1(satu) set computer, jika memungkinkan.
19
e. Ruang penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur,
kelembapan, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan
petugas. Selain itu juga memungkinkan masuknya cahaya yang cukup. Ruang
penyimpanan yang baik perlu di lengkapi dengan rak/lemari obat, pallet,
pendingin ruangan (AC), lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus
narkotika dan psikotropika, lemari penyimpanan obat khusus, pengukur suhu,
dan kartu suhu.
f. Ruang Arsip
Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan
dengan pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai dan Pelayanan
Kefarmasian dalam jangka waktu tertentu. Ruang arsip memerlukan ruangan
khusus yang memadai dan aman untuk memelihara dan menyimpan
dokumen dalam rangka untuk menjamin penyimpanan sesuai hukum, aturan,
persyaratan, dan teknik manajemen yang baik.
Istilah ‘ruang’ di sini tidak harus diartikan sebagai wujud ‘ruangan’ secara
fisik, namun lebih kepada fungsi yang dilakukan. Bila memungkinkan, setiap
fungsi tersebut disediakan ruangan secara tersendiri. Jika tidak, maka dapat
digabungkan lebih dari 1 (satu) fungsi, namun harus terdapat pemisahan yang
jelas antar fungsi.
H. Pemberian Informasi Obat
Pemberian informasi obat memiliki peran yang penting dalam rangka
memperbaiki kualitas hidup pasien dan menyediakan pelayanan yang bermutu
bagi pasien. (Rantucci dalam Athiyah; Dkk, 2014:6)
Evaluasi pelayanan informasi obat pada pasien rawat jalan di instalasi
farmasi Puskesmas Grabag I Kota Magelang Tahun 2016, komponen informasi
obat yang selalu disampaikan meliputi nama obat, cara pemberian, indikasi,
aturan dan efek samping, didapatkan hasil bahwa pelayanan informasi obat
yang disampaikan kepada pasien telah terlaksana namun masih terdapat
komponen informasi obat yang disampaikan kepada pasien kurang lengkap,
seperti komponen informasi obat yang paling sedikit disampaikan adalah lama
penggunaan obat dan juga dosis. (Novitasari, 2016:56)
20
Pemberian Informasi Obat terdiri dari: (Kemenkes RI, 2016:43)
1. Nama Obat: Pada kemasan terdiri dari nama dagang dan zat aktif.
Contoh:
Nama Dagang: Panadol
Nama Zat Aktif: Paracetamol atau Acetaminophen. (Depkes RI, 2008:11)
2. Jenis Sediaan Obat: Sediaan obat dapat berupa puyer, tablet, kapsul, dan lain-
lain. (Depkes RI, 2008:15)
3. Dosis Obat: Takaran obat yang menimbulkan khasiat yang tepat dan aman bila
dikonsumsi (Sulanjani; Dkk, 2013:38). Menyampaikan informasi tentang
kekuatan sediaan suatu obat seperti: 50mg, 100mg.
4. Cara Pemakaian Obat: Aturan mengenai penggunan obat yang benar terutama
untuk sediaan farmasi tertentu seperti: obat oral, obat luar, sublingual,
suppositoria dan frekuensi pemberian obat sesuai dengan farmakokinetik,
contoh: 3 X sehari, serta penggunaan obat kapan saat yang tepat untuk
meminum obat apakah pada saat perut kosong, atau pada saat makan atau
sesudah makan. (Depkes RI, 2008:23)
5. Cara Penyimpanan Obat: Aturan cara penyimpanan obat yang benar.
Contoh: Simpan di tempat sejuk dan terhindar dari sinar matahari langsung
atau ikutin aturan yang tertera pada kemasan. (Depkes RI, 2008:31)
6. Indikasi Obat: Orang dengan kondisi tertentu menampilkan indikasi atau
tanda-tanda bahwa harus diperlakukan dengan cara tertentu Bahwa harus
diperlakukan dengan cara tertentu, baik dengan diberi pengobatan atau
menjalani terapi tertentu. (Sulanjani; Dkk, 2013:37)
7. Efek Samping Obat: Suatu obat atau pengaruh yang merugikan dan tak
diinginkan, yaitu timbul sebagai hasil dari suatu pengobatan lain seperti
pembedahan atau efek yang tidak diinginkan dari pengobatan seperti rambut
rontok disebabkan oleh kemoterapi, dll. (Sulanjani; Dkk, 2013:37)
8. Interaksi Obat: Situasi dimana suatu obat mempengaruhi aktivitas obat lain
yang digunakan secara bersamaan, yaitu meningkatkan atau menurunkan
efeknya, atau menghasilkan efek baru yang tidak diinginkan atau
direncanakan. (Sulanjani; Dkk, 2013:37-38)
21
9. Kontraindikasi Obat: Situasi obat dimana obat atau terapi tertentu tidak
dianjurkan karena dapat meningkatkan risiko. (Sulanjani; Dkk, 2013:37)
10. Stabilitas Obat: Ketahanan suatu produk sesuai dengan batas-batas tertentu
selama penyimpanan dan penggunaannya atau umur simpan suatu produk
dimana suatu produk tersebut masih mempunyai sifat dan karakteristik yang
sama seperti pada waktu pembuatan. (Umar; Dkk, 2014:162)
I. Antibiotik
Antibiotik adalah zat kimia yang dihasilakan oleh fungi dan bakteri yang
mempunyai khasiat mematikan atau meenghambat pertumbuhan kuman,
sedangkan toksisitasnya pada manusia relatif kecil. Obat yang digunakan
untuk membasmi mikroba, tetapi relatif tidak toksis pada hospes. Dewasa ini
istilah antibiotika sering digunakan secara luas, dengan demikian tidak terbatas
pada obat yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, melainkan juga untuk obat
obat sintesis, seperti sulfonamide, INH, nalidiksat dan flurokuinolon.
(Sujati,2016 )
1. Mekanisme kerja
Antibiotik bias diklasifikasikan berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu:
a. Menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri, seperti beta-laktam
(penisilin, sefalosporin, monobaktam, karbapenem, inhibitor beta- lactamase ),
basitrasin, dan vankomisin.
b. Memodifikasi atau menghambat sintesis protein, misalnya aminoglikosida,
kloramfenikol, tetrasiklin, makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritomisin),
klindamisisn, mupirosin, dan spektinomisin.
c. Menghambat enzim-enzim esensial dalam metabolisme folat, misalnya
trimetoprin dan sulfonamide.
d. Mempengaruhi sintesis atau metabolism asam nukleat, mislanya kuinolon,
nitrofurantion. (Kemenkes RI, 2011)
2. Golongan antibiotik
Ada beberapa besar golongan-golongan antibiotik, yaitu :
a. Golongan penisilin
Penisilin diklasifikasikan sebagai golongan β-laktamase karena cincin
laktam mereka yang unik. Mereka memiliki ciri-ciri kimiawi, mekanisme
22
kerja, farmakologi, efek klinis, dan karakteristik imunologi yang mirip dengan
sefalosporin, monobacam, carbapenem, dan β—laktamase inhibitor, yang
juga merupakan senyawa β-laktamase.
Penisilin dapat terbagi atas beberapa golongan:
1) Penisilin (misalnya penisilin G)
Jenis penisilin ini memiliki aktivitas terkuat terhadap organisme gram
positif, kokus gram negatif, dan mikroorganisme aneoreb yang tidak
menghasilkan β-laktamase. Akan tetapi jenis hanya sedikit efektif terhadap
gram negatif dan rentang dehidrolisis oleh β-laktamase.
2) Penisilin antistafilokokus ( misalnya nafsilin)
Penisilin ini resisten terhadap stafilokokal β-laktamase, golongan ini aktif
terhadap stapilokokus dan streptokokus tetapi tidak aktif terhadap
enterokokus, bakteri anaerob, dan kokus gram negatif dan batang gram
negatif.
3) Penisilin dengan spektrum yang diperluas (ampisilin dan penisilin
antipseudomonas)
Jenis penisilin ini tetap memiliki spektrum antibakteri seperti penisilin
tetapi efektivitasnya meningkat terhadap organisme gram negatif. Namun
seperti penisilin, jenis ini rentan dihidrolisis oleh β-laktamase (Katzung dan
Bertram, 2011:748)
b. Golongan sefalosporin dan sefamisin
Sefalosporin serupa dengan penisilin, tetapi lebih stabil terhadap banyak
β-laktamase bakteri sehingga memiliki aktivitas spektrum yang lebih luas.
Akan tetapi jalur E.coli dan spesies klebsiella mengekspresikan β-laktamase
berspektrum luas, yang dapat dihidrolisis sebagian besar sefalosporin, saat ini
menjadi masalah. Sefalosporin tidak aktif terhadap entercocus
L.monocytogenes. Sefalosporin terbagi atas beberapa jenis yaitu:
1) Sefalosporin generasi pertama
Sefalosporin generasi pertama meliputi sefradoksil, sefazolin, sefaleksin,
sefalotin, sefapirin, dan sefradin. Obat-obat ini sangat aktif terhadap kokus
gram positip seperti pneumokokus, streptokokus, dan stafilokokus.
Sefalosporin tidak aktif terhadap jalur stafilokokus yang resisten terhadap
23
metesili, E.coli, K. pneumonie dan Proteus mirabilis seringkali sensitif
terhadap obat ini, tetapi aktivitas terhadap P.aeruginosa, proteus indol-positip,
enterobakter, Serratia marcescens, sitrobakter dan asinetobakter sangat kecil.
Kokus anaerob (misalnya, peptococus, peptostreptokokus ) biasanya sensitif
tetapi Bacteroides fragilis tidak demikian.
2) Sefalosporin generasi kedua
Anggota dari sefalosporin generasi kedua, meliputi sefaklor, sefamandol,
sefonisid, sefuroksim, sefprozil, lorakarbef, dan seforanid serta sefamisisn
yang terkait secara struktual seperti sefoksitin, sefmetazol, dan sefotetan, yang
memiliki aktivitas terhadap bakteri anaerob. Kelompok obat ini tersusun dari
berbagai obat (heterogen) yang memiliki perbedaan nyata dalam hal aktivitas,
farmakokinetik, dan toksisitas pada setiap individu. Pada umumnya obat ini
aktif terhadap organisme yang di hambat oleh obat-obat generasi pertama,
tetapi selain itu obat ini memiliki cakupan gram negatif yang lebih luas.
Sefaklor, sefuroksim aksetil, sefprozil, dan lorakarbe dapat diberikan per oral.
3) Sefalosporin generasi ketiga
Obat –obat sefalosporin generasi ketiga adalah sefoperazon, sefotaxime,
seftazidim, seftizoksim, seftriakson, sefiksim, sefpodoksim proksetil, sefdinir,
sefditoren pivoksil, seftibuten, dan moksalaktam. Obat generasi ketiga
memiliki spektrum yang diperluas kepada bakteri gram negatif dan dapat
menembus sawar darah otak. Waktu paruh dan interval pemberian obat sangat
bervariasi.
4) Seflosporin generasi keempat
Sefepime merupakan contoh dari seflosporin generasi keempat dan
memiliki spektrum yang luas. Obat ini lebih resisten terhadap hidrolisis oleh
β-laktamase kromosal (yang di prosuksi oleh enterobakter). Sefepim sangat
efektif terhadap hemofilus dan naiseria serta cukup mempenetrasi cairan
serebopinal (Katzung dan Bertram, 2011 : 760)
c. Golongan Tetrasiklin
Golongan tetrasiklin merupakan antibiotik bakteriostatis berspektrum luas
yang menghambat sintesis protein. Tetrasiklin berkerja aktif terhadap banyak
bakteri gram positip dan gram negatif, termasuk bakteri anaerob, riketsia,
24
klamida, mikroplasma, dan bentuk l, dan terhadap protozoa. (Katzung dan
Bertram, 2011: 768)
d. Golongan Makrolida
Eritromisin merupakan bentuk prototype dari obat golongan makrolida
yang disintetis dari S.erythreus. Eritromisin efektif terhadap gram positip
terutama oneumokokus, steptokokus, stfilokokus dan korinebakterium.
Aktivitas eritromisin bersifat bakterisida dan meninggalkan ph basa.
( katzung dan Bertram, 2011:772)
e. Golongan Klindamisin
Klindamisin merupakan turunan linkomisin yang tersubstitusi klorin,
suatu antibiotik yang di hasilkan oleh Streptomyces Lincolnensis. Klindamisin
seperti eritromisin, menghambat sintesis protein dengan mengganggu
pembentukan kompleks inisiasi serta reaksi translokasi aminoasil. (Katzung
dan Bertram,2011:774)
f. Golongan kloramfenikol
Kloramfenikol merupakan penghambat sintesis protein mikroba yang
paten. Senyawa ini berikatan secara reversible pada subunit 50S ribosom
bakteri dan menghambat tahapan peptidil transferase dalam sintesis protein.
Kloramfenikol adalah antibiotik bakteriostatis berspektrum luas yang aktif
terhadap bakteri gram negative dan bakteri gram positip baik aerob maupun
anaerob, serta juga aktif terhadap riketsis tetapi tidak terhadap klamida.
(Katzung dan Bertram,2011: 775)
g. Golongan Aminoglikosida
Yang termasuk golongan aminoglikosida antara lain : streptomisin,
neomisin, kanamisisn, amikasin, gentamisin, tobramisin, sisomisin, netilmisin,
dan lain-lain. Golongan aminoglikosida pada umumnya digunakan untuk
mengobati infeksi akibat bakteri gram negatif enterik, terutama pada
bakteremia dan spesis, dalam kombinasi dengan vankomisin atau penisilin
untuk menggobati endokarditis, dan pengobatan tuberkulosis. (Katzung dan
Bertram,2011: 779)
25
h. Golongan Sulfonamida dan Trimetoprin
Sulfonamida dan Trimetoprin merupakan obat yang mekanisme kerjanya
menghambat sintesis asam folat bakteri yang akhirnya berujung kepada tidak
terbentuknnya basa purin dan DNA pada bakteri. Kombinasi dari Sulfonamida
dan Trimetoprin merupakan penggobatan yang sangat efektif terhadap
pneumonia akibat P.jiroveci, shigelosis, infeksi salmonella sistemik, infeksi
saluran kemih, prostatitis, dan beberapa infeksi mikobakterium non
tuberkulosis (Katzung dan Bertram, 2011:788-791)
i. Golongan Florokuinolon
Golongan Florokuinolon termasuk ke dalam asam nalidiksat,
siprofloksasin, norfloksasin, ofloksasin, levofloksasin dan lain-lain. Golongan
Florokuinolon aktif terhadap berbagai macam bakteri gram positip dan gram
negatif. Golongan Florokuinolon efektif mengngobati mengobati infeksi
saluran kemih yang disebabkan oleh pseudomonas. Golongan ini juga aktif
mengobati diare yang disebabkan shigella, salmonella, E.coli, dan
campilobacter ( Katzung dan Bertram, 2011:792)
3. Aturan pakai antibiotik
Antibiotik di indikasi untuk infeksi bakteri selain itu harus berdasarkan
diagnosa yang tepat, karena bila tidak tepat maka pemilihan obat juga tidak
sesuai. Untuk interval waktu pemberian antibiotik harus sesuai dengan
beberapa kali minum, misalkan anjuran dokter adalah sehari 3 kali, maka
interval waktunya yaitu diminum setiap 8 jam sekali. Tepat lama pemberian
sesuai penyakit, pemberian obat yang selalu singkat dan terlalu lama dari yang
seharusnya akan berpengaruh terhadap hasil pengobatan. Penggunaan
antibiotik yang telah diresepkan dokter harus diminum sampai habis walaupun
gejala-gejala klinik sudah mereda atau telah membaik.
Pemberian informasi tentang penggunaan antibiotik harus disertai dengan
informasi bahwa obat harus diminum sampai kurun waktu yang telah
ditentukan. Untuk hal ini antibiotik sangat penting, agar kadar obat darah
berada di atas kadar minimal yang dapat membunuh bakteri penyebab
penyakit (Kemenkes RI, 2011)
26
4. Prinsip penggunaan antibiotik
Penggunaan antibiotik oleh pasien harus memperhatikan waktu, frekuensi
dan lama pemberian sesuai rejimen terapi dan memperhatikan kondisi pasien.
Pada proses penggunaan antibiotik, apoteker dapat berperan pada penghentian
otomatis pemberian antibiotik dan penggantian dari interval ke oral meliputi
penurunan biaya, kenyaman pasien. (Kemenkes RI, 2011)
Prinsip penggunaan antibiotik yang bijak:
a. Penggunaan antibiotik yang bijak yaitu penggunaan antibiotik dengan
spektrum sempit, pada indikasi yang ketat dengan dosis yang adekuat, interval
dan lama penggunaan obat
b. Kebijakaan penggunaan antibiotik ditandai dengan pembatas penggunaan
antibiotik dan mengutamakan penggunaan antibiotik lini pertama.
c. Pembatasan penggunaan antibiotik dapat dilakukan dengan menerapkan
pedoman penggunaan antibiotik, penerapan penggunaan antibiotik secara
terbatas (restricted), dan penerapan kewewenangan dalam penggunaan
antibiotik tertentu ( reservedantibiotics ).
d. Indikasi ketat penggunaan antibiotik dimulai dengan menegakkan diagnosi
penyakit infeksi, menggunakan klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium
seperti mikrobilogi, serologi, dan penunjang lainnya. Antibiotik tidak
diberikan pada penyakit yang disebabkan virus atau penyakit yang dapat
disembuhkan dengan sendiri (self-limited).
(Kemenkes, 2011:13)
5. Cara penyimpanan antibiotik
Penyimpanan antibiotik sesuai dengan persyaratan farmasetika pada
sediaan jadi maupun sediaan setelah rekonstitusi, penyimpanan antibiotik
yang sesuai standar dimaksudkan untuk menjamin mutu sediaan pada saat
digunakan pasien. (Kemenkes RI, 2011)
6. Resisten antibiotik
Resisten adalah keadaan dimana akan terjadi pengurangan dari suatu
khasiat antibiotik terhadap mikroorganisme tertentu. Resisten terjadi
dikarenakan adanya faktor yang sudah ada pada mikroorganisme sebelumnya.
Resisten terjadi pada beberapa obat merupakan suatu proses alamiah karena
27
organisme selalu melakukan perkembangan dan toleransi terhadap lingkungan
baru ( Utami, 2011: 192)
Penggunaan antibiotik yang kurang tepat, terlalu singkat, dosis yang tidak
efesien, dan diagnosa yang salah merupakan faktor pendukung yang dapat
menyebabkan resiten antibiotik. Pemberian pemahaman terhadap pasien untuk
menggunakan antibiotik yang baik dapat mengurangi kejadian resisten agar
tidak semua pasien menggunakan antibiotik disetiap penyakit yang
dialaminya. (Utami, 2011: 193)
7. Efek samping antibiotik
a. Reaksi alergi
Reaksi alergi dapat ditimbulkan oleh semua antibiotik dengan melibatkan
sistem imun tubuh hospes. Terjadi tidak tergantung pada besarnya dosis obat.
b. Reaksi idiosinkrasi
Gejala ini merupakan reaksi abnormal yang diturunkan secara genetika
terhadap pemberan anti mikroba tertentu. Sebagai contoh 10% pria berkulit
hitam akan mengalami anemia hemolitik berat bila mendapatkan primakuin.
Ini disebabkan mereka kekurangan enzim glukosa-6-gosfat-dehidrogenase.
c. Reaksi toksik
Efek toksik pada hospes ditimbulkan oleh semua jenis antimikroba.
Tetrasiklin dapat menganggu pertumbuhan tulang dan gigi. Dalam dosis besar
obat ini bersifat hepatotoksis.
d. Perubahan biologi dan metabolik
Penggunaan antimikroba bersepektrum luas dapat mengganggu
keseimbangan ekologi mikro flora normal tubuh sehingga jenis mikroba yang
mengikat populasinya dapat menjadi patogen. Pada beberapa keadaan
perubahan ini dapat menimbulkan super infeksi, yaitu suatu infeksi baru yang
terjadi akibat terjadi infeksi primer (Sujati, 2016)
28
J. Kerangka Teori
Gambar 2.1
Kerangka teori
Gambar 2.1
Kerangka Teori.
Sumber:
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 74 Tahun 2016 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas halaman 13-25 (Kemenkes RI, 2016)
Standar Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas
Pengelolaan Obat dan
Bahan Medis Habis
Pakai
Pelayanan Farmasi
Klinik
1. Perencanaan
2. Permintaan
3. Penerimaan
4. Penyimpanan
5. Pendistribusian
6. Penarikan dan
pemusnahan
7. Pengendalian
8. Administrasi
9. Pemantauan dan
evaluasi
1. Pengkajian resep,
Penyerahan Obat dan
Pemberian Informasi
Obat:
Hal-hal yang perlu
disampaikan kepada
pasien:
a. Nama obat
b. Jenis Sediaan Obat
c. Dosis Obat
d. Cara Pemakaian Obat
e. Cara Penyimpanan
Obat
f. Indikasi Obat
g. Efek Samping Obat
h. Interaksi Obat
i. Kontraindikasi Obat
j. Stabilitas Obat
2. Pelayanan Informasi Obat
3. Konseling
4. Ronde/Visite Pasien
5. Monitoring Efek Samping
Obat (MESO)
6. Pemantauan Terapi Obat
(PTO)
7. Evaluasi Penggunaan Obat
Puskesmas
1. Sumber Daya Manusia
2. Sarana dan Prasarana,
meliputi:
a. Ruang Penerimaan
Resep
b. Ruang Pelayanan Resep
da Peracikan
c. Ruang Penyerahan Obat
d. Ruang Konseling
e. Ruang Penyimpanan
Sediaan Farmasi, Alat
Kesehata dan Bahan
Medis Habis Pakai
f. Ruang Arsip
Sumber Daya
Kefarmasian
29
K. Kerangka Konsep
Gambar 2.2
Kerangka Konsep.
Sumber:
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 74 Tahun 2016. Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas (Kemenkes RI, 2016)
Study Literatur Pemberian Informasi
Obat Antibiotik di Puskesmas Alak
Selatan, Puskesmas Sungai Mesa
dan Puskesmas S.Parman
Hal-hal yang perlu disampaikan kepada pasien:
1. Jenis Tenaga Kefarmasian
2. Cara Pemakaian Obat
- Cara penggunaan Obat
- Waktu penggunaan Obat
- Lama penggunaan Obat
3. Cara Penyimpanan Obat
4. Indikasi Obat
5. Efek Samping Obat
6. Interaksi obat
7. Kontraindikasi
30
L. Definisi Operasional
Tabel 2.1
Definisi Operasional NO. Variabel Definisi
Operasional
Alat
Ukur
Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
1. Cara
Pemakaian
Obat
Yang meliputi
:
- Cara
pengguna
an obat
- Waktu
pengguna
an obat
- Lama
pengguna
an obat
Menyampaikan
informasi
mengenai
penggunan obat
yang benar
terutama untuk
sediaan farmasi
tertentu seperti:
obat oral, obat
luar, sublingual,
suppositoria dan
frekuensi
pemberian obat
sesuai dengan
farmakokinetik,
contoh: 3 X
sehari, serta
penggunaan obat
berdasarkan
reabsorpsi seperti
sebelum/sesudah
makan.
Checklist Observasi Tidak diberikan
informasi atau
kesalahan dalam
pemberian
informasi = 0
Diberikan
informasi = 1
Ordinal
2. Cara
Penyimpanan
Obat
Menyampaikan
informasi
mengenaiaturan
cara penyimpanan
obat yang benar,
contoh: Simpan di
tempat sejuk dan
terhindar dari
sinar matahari
langsung atau
ikutin aturan yang
tertera pada
kemasan.
Checklist Observasi Tidak diberikan
informasi atau
kesalahan dalam
pemberian
informasi = 0
Diberikan
informasi = 1
Ordinal
3. Indikasi Obat Menyampaikan
informasi
mengenai khasiat
atau kegunaan
dari suatu obat.
Checklist Observasi Tidak diberikan
informasi atau
kesalahan dalam
pemberian
informasi = 0
Diberikan
informasi = 1
Ordinal
4. Efek Samping
Obat
Menyampaikan
informasi
mengenai efek
yang akan timbul
setelah
mengkonsumsi
obat.
Checklist Observasi Tidak diberikan
informasi atau
kesalahan dalam
pemberian
informasi = 0
Diberikan
informasi = 1
Ordinal
31
NO. Variabel Definisi
Operasional
Alat
Ukur
Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
5. Interaksi obat Menyampaikan
informasi
mengenai
interaksi obat
terhadap obat
ataupun makanan/
minuman
Checklist Observasi Tidak diberikan
informasi atau
kesalahan dalam
pemberian
informasi = 0
Diberikan
informasi = 1
Ordinal
6. Kontraindikasi Menyampaikan
informasi
mengenai
kontraindikasi
obat
Checklist Observasi Tidak diberikan
informasi atau
kesalahan dalam
pemberian
informasi = 0
Diberikan
informasi = 1
Ordinal
top related