bab ii tinjauan teori a. stabilitas emosi 1. pengertian ...repository.ump.ac.id/7739/3/bab ii_tika...
Post on 07-Mar-2019
222 Views
Preview:
TRANSCRIPT
10
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Stabilitas Emosi
1. Pengertian Stabilitas Emosi
Menurut Gerungan (dalam Dewi, 2010) bahwa stabilitas emosi atau
kematangan emosi adalah kematangan atau kemantapan untuk
mengintegrasikan keinginan, cita-cita, kebutuhan atau perasaan ke dalam
kepribadian yang pada dasarnya bulat dan harmonis. Dijelaskan pula oleh
Hurlock (dalam Dewi, 2010) bahwa kematangan emosi adalah individu
mampu memiliki situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi secara
emosional, pada emosi yang matang memberikan reaksi emosional yang
stabil.
Stabilitas emosi merupakan keadaan emosi seseorang yang bila
mendapat rangsangan-rangsang emosional dari luar tidak menunjukkan
gangguan emosional, seperti depresi dan kecemasan. Dengan kata lain,
individu tersebut tetap dapat mengendalikan dirinya dengan baik.
Menurut Sharma (2006) menjelaskan bahwa, kestabilan emosi berarti
kondisi yang benar-benar kokoh, tidak mudah berbalik atau terganggu,
memiliki keseimbangan yang baik dan mampu untuk menghadapi segala
sesuatu dengan kondisi emosi yang tetap atau sama. Menurut Smitson (dalam
Aleem, 2005), menyatakan bahwa kestabilan emosi merupakan proses
dimana kepribadian secara berkesinambungan berusaha mencapai kondisi
emosi yang sehat dan selaras dalam jiwa dan raga.
Hubungan Antara Kontrol…, Tika Irawati, Fakultas Psikologi UMP, 2018
11
Di dalam kamus psikologi (Arthur dan Emily, 2010) istilah stabilitas
emosi yaitu mencirikan keadaan seseorang yang dewasa/matang secara
emosi, yang reaksi-reaksi emosinya tepat bagi situasi dan konsisten dari suatu
kondisi dengan kondisi yang lain.
Kesimpulan yang dapat diambil bahwa stabilias emosi adalah keadaan
seseorang yang memiliki emosi yang matang dan ketika mendapatkan
rangsangan dari luar tidak memunculkan gangguan emosional, yaitu memiliki
keseimbangan yang baik dan mampu untuk menghadapi segala sesuatu
dengan kondisi emosi yang tetap atau sama.
2. Karakteristik Individu yang Memiliki Emosi Stabil dan Tidak Stabil
Menurut Aleem (dalam Ekawati, 2001) karakteristik kestabilan emosi
meliputi mampu merespon perubahan situasi dengan baik, mampu menunda
respon, terutama respon negatif, bebas dari rasa takut yang tidak beralasan
dan mau mengakui kesalahan tanpa merasa malu.
Morgan dan King (dalam Ekawati, 2001) mengemukakan adanya
perbedaan karakteristik psikologi antara individu yang mempunyai emosi
stabil dengan individu yang memiliki emosi tidak stabil. Individu yang
mempunyai emosi stabil adalah individu yang mempunyai ciri-ciri:
kreatifitas; produktif; tidak mudah cemas, tegang serta frustasi, mandiri,
semangat tinggi, dan efisien. Sebaliknya, individu yang menunjukkan sifat-
sifat antara lain: tidak produktif, mudah cemas, tegang, frustasi serta kurang
hati-hati, tergantung, kurang semangat dan tidak efisien.
Hubungan Antara Kontrol…, Tika Irawati, Fakultas Psikologi UMP, 2018
12
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kestabilan Emosi
Morgan dan King (dalam Ekawati, 2001), mengemukakan beberapa
faktor kestabilan emosi seseorang yaitu : a) kondisi fisik, b) pembawaan, dan
c) steaming atau suasana hati. Selain itu, menurut Young (dalam Ekawati,
2001), faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan emosi yaitu faktor
lingkungan, pengalaman, dan faktor individu.
4. Aspek –aspek stabilitas emosi
Schneider (dalam Dewi, 2010) mengemukakan bahwa stabilitas emosi
didukung oleh kesehatan emosi serta penyesuaian emosi yang terdiri tiga
aspek yaitu:
a. Adekuasi emosi
Aspek ini berhubungan dengan respon emosi, mempunyai sifat baik
dan sehat, oleh karena itu untuk memperoleh kesehatan emosi tidak
dengan cara menahan atau menghilangkan reaksi emosi yang timbul. Sikap
tenang dan dingin merupakan penyesuaian emosi yang baik. Tuntunan
kehidupan membutuhkan reaksi emosi yang memadai atau adekuasi yang
isinya tidak menyulutkan dan tidak merusak penyesuaian personal, sosial
dan emosi.
b. Kematangan emosi
Kematangan emosi merupakan kemampuan seseorang untuk
melakukan reaksi emosi sesuai dengan tingkat perkembangan pribadi.
Gilmer (dalam Dewi, 2010) mengemukakan bahwa kematangan emosi
tidak mempunyai batasan umur, artinya kematangan emosi seseorang tidak
Hubungan Antara Kontrol…, Tika Irawati, Fakultas Psikologi UMP, 2018
13
bisa dilihat. Gilmer mengemukakan indikator kematangan emosi seseorang
dapat dilihat dari kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap stress,
tidak mudah khawatir atau cemas dan tidak mudah marah. Definisi tentang
kematangan emosi merupakan suatu keadaan tercapainya tingkat
kedewasaan dalam perkembangan emosi.
c. Kontrol emosi
Kontrol emosi merupakan fase khusus dari kontrol diri yang sangat
penting bagi tercapainya kematangan, penyesuaian dan kesehatan mental.
Kontrol emosi ini meliputi pengaturan emosi dan perasaan sesuai dengan
tuntutan lingkungan atau situasi dan standar dalam diri individu yang
berhubungan dengan nilai-nilai, cita-cita serta prinsip. Indikasi kontrol
yang kurang baik dapat di lihat dari timbulnya kegagalan pada hal-hal
sebagai berikut, pengaturan perasaan seksual, pembatasan kesenangan
pada materi, penempatan moralitas diatas kesenangan sementara serta
penghindaran diri sedikit dari stimulus yang menyulitkan individu yang
mampu mengekspresikan emosi secara tepat akan memperoleh kepuasan
untuk mengarahkan energi emosi ke dalam aktivitas yang kreatif dan
produktif (Smith, 1955). Kontrol emosi termasuk salah satu aspek kontrol
diri, yaitu dengan menghadapi situasi dengan sikap rasional, mampu
memberikan respon dan mengartikan situasi secara tepat dan tidak
berlebihan.
Hubungan Antara Kontrol…, Tika Irawati, Fakultas Psikologi UMP, 2018
14
Aspek diatas menjelaskan bahwa stabilitas emosi kesehatan emosi
serta penyesuaian emosi yang terdiri tiga aspek yaitu: Adekuasi emosi,
kematangan emosi dan kontrol emosi. Apabila ketiga aspek itu berfungsi
dengan baik maka dapat menjadikan penyesuaian, pengaturan emosi dan
perasaan sesuai dengan tuntutan lingkungan atau situasi dan standar
dalam diri, kematangan emosi seseorang dapat dilihat dari kemampuan
untuk menyesuaikan diri terhadap stress, tidak mudah khawatir atau
cemas dan tidak mudah marah dan pada akhirnya mencapai suatu
keadaan dengan tercapainya tingkat kedewasaan dalam perkembangan
emosi.
B. Kontrol Diri
1. Pengertian Kontrol Diri
Pengertian kontrol diri menurut Ghufron & Risnawita (2016)
merupakan suatu kecakapan individu dalam kepekaan membaca situasi diri
dan lingkungannya. Selain itu juga, kemampuan untuk mengontrol dan
mengelola faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi untuk
menampilkan diri dalam melakukan sosialisasi kemampuan untuk
mengendalikan perilaku, kecenderungan untuk menarik perhatian, keinginan
mengubah perilaku agar sesuai untuk orang lain, menyenangkan orang lain,
selalu konform dengan orang lain, dan menutupi perasaannya.
Calhoun dan Acocella (dalam Ghufron & Risnawita, 2016),
mendefinisikan kontrol diri (self control) sebagai pengaturan proses-proses
fisik, psikologis dan perilaku seseorang, dengan kata lain serangkaian proses
Hubungan Antara Kontrol…, Tika Irawati, Fakultas Psikologi UMP, 2018
15
yang membentuk dirinya sendiri. Kontrol diri juga menggambarkan
keputusan individu yang melalui pertimbangan kognitif untuk menyatukan
perilaku yang telah disusun untuk meningkatkan hasil dan tujuan tertentu
seperti yang diinginkan.
Menurut Chaplin (dalam Hassassana, 2015) kontrol diri adalah
kemampuan untuk membimbing tingkah lakunya sendiri, kemampuan untuk
menekan atau merintangi implus-implus atau tingkah laku yang impulsif.
Secara fungsional didefinisikan sebagai konsep dimana ada atau tidak adanya
seseorang memiliki kemampuan untuk mengontrol tingkah lakunya yang
tidak hanya ditentukan cara dan teknik yang digunakan melainkan
berdasarkan konsekuensi dari apa yang mereka lalukan. Sedangkan menurut
Rachdianti (2011), berpendapat bahwa self control atau kontrol diri
merupakan kemampuan untuk mengarahkan kesenangan naluriah langsung
dan kepuasan untuk memperoleh tujuan masa depan, yang biasanya di nilai
secara sosial.
Di dalam kamus psikologi (Arthur dan Emily, 2010), self control adalah
mengendalikan diri sendiri, yaitu kemampuan mengendalikan implusivitas
dengan menghambat hasrat-hasrat jangka pendek yang muncul spontan,
konotasi dominannya adalah merepresi atau menghambat.
Berdasarkan dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan
bahwa kontrol diri (self control) adalah kemampuan seseorang untuk
membimbing tingkah lakunya sendiri, mampu mengendalikan emosi serta
dorongan-dorongan dalam dirinya yang berhubungan dengan orang lain,
lingkungan, pengalaman yang bersifat fisik maupun psikologis untuk
memperoleh tujuan di masa depan dan dinilai secara sosial.
Hubungan Antara Kontrol…, Tika Irawati, Fakultas Psikologi UMP, 2018
16
2. Macam-macam Kontrol Diri
Menurut Skinner (dalam Hassassana, 2015), berdasarkan konstruknya,
kontrol diri dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :
a. Objective Control
Objective control atau sering disebut actual control adalah kontrol
diri yang dimunculkan oleh individu secara nyata dalam suatu situasi
tertentu.
b. Subjective control
Subjective control atau sering disebut perceived control yaitu
keyakinan yang dimiliki oleh individu bahwa individu tersebut memiliki
kontrol diri.
c. Experiences control
Experiences control yaitu perasaan yang dimiliki oleh individu pada
saat individu berinteraksi dengan lingkungannya, dan pada saat yang sama
individu akan berusaha mencapai suatu hasil tertentu atau menghindari
hasil yang tidak diinginkan.
3. Ciri-Ciri Kontrol Diri
Menurut Ghufron & Risnawati (dalam Wulandari, 2015) mengatakan
ciri-ciri kontrol diri diantaranya yaitu;
(1) kemampuan mengontrol perilaku;
(2) kemampuan mengontrol stimulus;
(3) kemampuan mengantisipasi peristiwa;
(4) kemampuan menafsirkan peristiwa;
(5) kemampuan mengambil keputusan
Hubungan Antara Kontrol…, Tika Irawati, Fakultas Psikologi UMP, 2018
17
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kontrol diri
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kontrol diri yaitu :
a. Orientasi religius
Bergin (dalam Dewi, 2014), orientasi religius dapat memiliki
beberapa konsekuensi positif, termasuk variabel kepribadian seperti
kecemasan, kontrol diri, keyakinan irasional, depresi dan sifat kepribadian
lain. Orientasi religius berkorelasi positif dengan kontrol diri, disamping
itu ada hubungan antara religius dan kepribadian positif.
b. Pola asuh orang tua
Disiplin yang diterapkan orangtua merupakan hal yang penting
dalam kehidupan, karena dapat mengembangkan self control dan self
direction, sehingga seseorang bisa mempertanggungjawabkan dengan baik
segala tindakan yang dilakukannya. Hurlock (dalam Hassassana, 2015).
c. Faktor kognitif
Menurut Mischee, dkk (dalam Dewi, 2014), kemampuan individu
untuk mengendalikan diri dipengaruhi oleh perencanaan yang baik dalam
bertindak. Individu dapat melakukan berbagai usaha untuk mengendalikan
dirinya dengan cara berusaha untuk tidak melihat stimulus melainkan
kegiatan yang dapat mengalihkan perhatian stimulus.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi kontrol diri adalah orientasi religius, pengaruh
pola asuh orang tua, dan faktor kognitif.
Hubungan Antara Kontrol…, Tika Irawati, Fakultas Psikologi UMP, 2018
18
5. Aspek-aspek kontrol diri
Menurut Averiil (dalam Hassassana, 2015) terdapat empat aspek
kontrol diri, yaitu :
a. Kontrol perilaku
Yaitu kesiapan atau tersedianya suatu respon yang dapat secara
langsung mempengaruhi/memodifikasi suatu keadaan yang tidak
menyenangkan.
b. Kontrol kognisi
Yaitu cara remaja dalam menafsirkan atau menggabungkan suatu
kejadian dalam suatu kerangka kognitif. Kemampuan tersebut terdiri
atas dua tahapan yaitu memperoleh informasi dan melakukan penilaian.
c. Kontrol keputusan
Yaitu kemampuan remaja untuk memilih hasil atau tujuan yang
diinginkan dengan memilih satu aksi yang sesuai dengan pencapaian
tujuan tersebut, dari berbagai macam pilihan aksi yang dapat dilakukan
oleh remaja.
d. Kontrol emosi
Yaitu kemampuan menghadapi situasi dengan sikap rasional,
mampu memberikan respon dan mengartikan situasi secara tepat dan
tidak berlebihan, sehingga terbentuk perilaku yang kuat. Kontrol emosi
yang dilakukan meliputi kontrol emosi positif (marah, sedih, takut,
cemas, malu, benci, rasa bersalah, muak). berdasarkan aspek diatas
dapat disimpulkan ada 4 aspek menurut Menurut Averiil (dalam
Hassassana, 2015), yaitu kontrol perilaku, kontrol kognisi, kontrol
keputusan dan kontrol emosi.
Hubungan Antara Kontrol…, Tika Irawati, Fakultas Psikologi UMP, 2018
19
6. Teknik Kontrol Diri
Ada tiga teknik kontrol diri yang dikemukakan oleh Cormier (dalam
Kristanti, 2003) antara lain :
a. Self-Monitoring, suatu proses dimana individu mengamati dan peka
terhadap segala sesuatu tentang dirinya dan interaksinya dengan
lingkungan. Self-monitoring bersifat reaktif, yaitu tindakan yang selalu
mencatat perilaku dapat menyebabkan perubahan, meskipun tidak ada
keinginan untuk berusaha sendiri untuk mengadakan perubahan. Dalam
self-monitoring, individu tidak memberi dirinya sendiri penguatan internal
yang otomatis.
b. Self-Reward, cara mengubah tingkah laku yang dapat dilakukan dengan
memberi hadiah atau hal-hal yang menyenagkan apabila perilaku yang
diinginkan berhasil.
c. Stimulus-control, suatu teknik yang digunakan untuk mengurangi ataupun
meningkatkan perilaku tertentu. Teknik ini menekankan pada pengaturan
kembali dan modifikasi lingkungan sebagai stimulus kontrol sebagai
susunan suatu kondisi lingkungan yang ditetapkan untuk menjadikan suatu
hal yang tidak mungkin atau yang menggantungkan tingkah laku yang
biasa terjadi.
Dapat disimpulkan bahwa ada tiga teknik kontrol diri yang
dikemukakan oleh Cormier (dalam Kristanti, 2003) yaitu Self-Monitoring,
suatu proses dimana individu mengamati dan peka terhadap segala sesuatu
tentang dirinya dan interaksinya dengan lingkungan. Self-Reward, cara
mengubah tingkah laku yang dapat dilakukan dengan memberi hadiah atau
Hubungan Antara Kontrol…, Tika Irawati, Fakultas Psikologi UMP, 2018
20
hal-hal yang menyenagkan apabila perilaku yang diinginkan berhasil.
Stimulus-control, suatu teknik yang digunakan untuk mengurangi ataupun
meningkatkan perilaku tertentu.
C. Hipertensi
1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi menurut Martuti (2009) merupakan gangguan kesehatan
yang mematikan. Ia dijuluki sebagai silent killer, karena penderita sering
tidak merasakan adanya gejala dan baru mengetahui ketika memeriksa
tekanan darah atau sesudah kondisinya parah seperti timbulnya kerusakan
organ. Penyakit ini dikenal juga sebagai heterogeneous group of disease
karena dapat menyerang siapa saja, tidak memandang umur dan sosial-
ekonomi. Menurut Deby (2015) penyakit hipertensi merupakan salah satu
masalah kardiovaskuler terbanyak yang disebabkan oleh berbagai faktor
resiko.
2. Macam-Macam Gejala Hipertensi
Menurut Martuti (2009), gejala yang ditunjukan, biasanya ringan dan
tidak spesifik, misalnya pusing-pusing, muka merah, sakit kepala, keluar
darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal, dll. Namun jika
hipertensinya berat dan menahun dn tidak diobati bisa timbul gejala seperti :
sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak napas, napas pendek (terengah-
engah), gelisah, pandangan mata kabur dan berkunang-kunang, emosional,
telinga berdengung, sulit tidur, tengkuk terasa berat, nyeri kepala dibagian
Hubungan Antara Kontrol…, Tika Irawati, Fakultas Psikologi UMP, 2018
21
belakang dan di dada, otot melemah, terjadi pembengkakan pada kaki dan
pergelangan kaki, keringat berlebihan, kulit tampak pucatatau kemerahan,
denyut jantung yang kuat, cepat dan tidak teratur, impotensi, pendarahan di
urine, dan mimisan (meski ini jarang terjadi).
3. Faktor Resiko Penyakit Hipertensi
Faktor resiko yang dapat dimodifikasi, antara lain gangguan psikologis
dan stres, merokok, obesitas, hiperlipidemia/ hiperkolesterolemia,
bertambahnya jumlah darah yang dipompa ke jantung, penyakit ginjal,
penyakit kelenjar adrenal, kurang berolahraga, konsumsi garam dan alkohol
berlebih. Sedangkan faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi, antara lain
usia, jenis kelamin dan genetik (Smeltzer, 2004). Dari berbagai penyebab
tersebut, masalah utama yang mempengaruhi terjadinya hipertensi adalah
terjadinya gangguan pada sistim saraf otonom dan sirkuasi hormon. Menurut
Martuti (2009), hipertensi dapat memperbesar resiko terserang penyakit gagal
jantung, terkena serangan jantung, resiko tinggi penyakit arteri koroner,
pembesaran ventrikel kiri jantung, diabetes, penyakit ginjal kronis dan
serangan stroke.
Menurut Udjianti (dalam Susanti, 2015) pengaturan tahanan perifer
dipertahankan oleh sistem saraf otonom dan sirkulasi hormon. Stimulus
negatif yang diperoleh tubuh dapat mempengaruhi kerja sistem saraf otonom
dan sirkulasi hormon. Stimulus negatif tersebut dapat berupa stres fisik
maupun stres psikologis sehingga menyebabkan ketidakstabilan emosional
dan akan memicu rangsangan di area pusat vasomotor yang terletak pada
Hubungan Antara Kontrol…, Tika Irawati, Fakultas Psikologi UMP, 2018
22
medula otak. Rangsangan area ini akan mengaktivasi sistem saraf simpatis
dan pelepasan berbagai hormon yang selanjutnya akan mempengaruhi
terjadinya peningkatan tekanan darah.
4. Macam-Macam Penyakit Hipertensi
Menurut Martuti (2009) berdasarkan penyebabnya, hipertensi
dibedakan menjadi dua golongan yaitu hipertensi primer dan hipertensi
sekunder.
a. Hipertensi primer apabila penyebab terjadinya tekanan darah tinggi tidak
atau belum diketahui, sangat kompleks, merupakan interaksi dari berbagai
jenis variabel.
b. Hipertensi sekunder terjadi sebagai akibat sekunder dari penyakit lain yang
bisa diketahui dengan pasti, yaitu di antaranya gangguan pada ginjal,
terganggunya keseimbangan hormone yang merupakan faktor pengatur
tekanan darah, pengaruh obat-obatan seperti pil KB, kortikosteroid,
siklosporin, eritropoietin, kokain, penyalahgunaan alkohol, kayu manis
(dalam jumlah yang sangat besar).
5. Faktor-Faktor Penyebab Penyakit Hipertensi
Beberapa faktor yang pernah dikemukakan oleh (Gray, dkk, 2003)
secara relevan terhadap mekanisme penyebab hipertensi adalah sebagai
berikut :
a. Genetik
Di banding orang yang berkulit putih orang kulit hitam di Negara
barat lebih banyak menderita hipertensi, lebih tinggi tingkat hipertensinya,
Hubungan Antara Kontrol…, Tika Irawati, Fakultas Psikologi UMP, 2018
23
dan lebih besar tingkat morbiditas maupun mortalitasnya. Sehingga
diperkirakan ada kaitanhipertensi dengan perbedaan genetik. Beberapa
peneliti mengatakan terdapat kelainan pada gen angiotensinogen tetapi
mekanismenya mungkin bersifat poligenik.
b. Geografi dan lingkungan
Terdapat perbedaan tekanan darah yang nyata antara populasi
kelompok daerah kurang makmur dengan daerah maju, seperti bangsa
Indian, Ameriks Selatan yang tekanan darahnya rendah dan tidak banyak
meningkat sesuai dengan pertambahan usia dibanding masyarakat Barat.
c. Janin
Faktor ini dapat memberikan pengaruh karena berat lahir rendah
tampaknya merupakan predisposisi hipertensi di kemudian hari, barangkali
karena lebih sedikitnya jumlah nefron dan lebih rendahnya kemampuan
mengeluarkan natrium pada bayi dengan berat lahir rendah.
d. Jenis kelamin
Hipertensi lebih jarang ditemukan pada perempuan pra-menopause
dibanding pria, yang menunjukkan adanya pengaruh hormone.
e. Natrium
Banyak bukti yang mendukung peran natrium dalam terjadinya
hipertensi, barangkali karena ketidak mampuan mengeluarkan natrium
secara efisien baik diturunkan atau di dapat. Ada yang berpendapat bahwa
terdapat hormon natriuretik (de Wardener) yang menghambat aktivitas sel
pompa natrium (ATPase natrium-kalium) dan mempunyai efek penekanan.
Hubungan Antara Kontrol…, Tika Irawati, Fakultas Psikologi UMP, 2018
24
f. Sistem renin-angiotensin
Renin memicu produksi angiotensin (zat penekan) dan aldosterone
(yang memacu natrium dan terjadinya retensi air sebagai akibat). Beberapa
studi telah menunjukkan sebagian pasien hipertensi primer mempunyai
kadar renin yang meningkat, tetapi sebagian besar normal atau rendah,
disebabkan efek homeostatic dan mekanisme umpan balik karena
kelebihan beban volume dan peningkatan TD dimana keduannya
diharapkan akan menekan produksi renin.
g. Hiperaktivitas simpatis
Dapat terlihat pada hipertensi umur muda. Katekolamin akan
memacu produksi renin, menyebabkan konstriksi arteriol dan vena dan
meningkatkan curah jantung.
h. Resistensi insulin/hiperinsulinemia
Kaitan hipertensi primer dengan resistensi primer dengan resistensi
insulin telah diketahui sejak beberapa tahun silam, terutama pada pasien
gemuk. Insulin merupakan zat penekan karena meningkatkan kadar
katekolamin dan reabsorpsi natrium.
i. Disfungsi sel endorel
Penderita hipertensi mengalami penurunan respons vasodilatasi
terhadap nitrat oksida dan endotel mengandung vasodilatator seperti
endotelin-1, meskipun kaitannya dengan hipertensi tidak jelas.
Hubungan Antara Kontrol…, Tika Irawati, Fakultas Psikologi UMP, 2018
25
6. Riwayat Penyakit
Menurut Martuti (2009) penderita hipertensi biasanya tidak
menunjukkan gejala, kenaikan tekanan darah baru diketahui sewaktu
pemeriksaan skrining kesehatan, dengan tujuan masuk kerja ataupun asuransi
kesehatan. Menurut Gray, dkk (2005) gejala hipertensi adalah (sakit kepala,
pusing, tinnitus, pingsan) hampir sama dengan kebanyakan orang normotensi.
Adanya sakit kepala ternyata tidak banyak berkorelasi dengan tekanan darah.
Kerusakan organ, terutama jantung, otak, dan ginjal, berkaitan dengan derajat
keparahan hipertensi.
Kesimpulannya bahwa hipertensi merupakan penyakit yang biasanya
tidak menimbulkan gejala dan baru diketahui ketika memeriksa tekanan darah
atau sesudah kondisinya parah seperti timbulnya kerusakan organ seperti
jantung, otak, dan ginjal, berkaitan dengan derajat keparahan hipertensi.
7. Hubungan Antara Kontrol Diri (Self Control) Dengan Stabilitas Emosi
Pada Penderita Hipertensi Di Puskesmas I Purwokerto Timur.
Hipertensi menurut Martuti (2009) merupakan gangguan kesehatan
yang mematikan. Hipertensi dijuluki sebagai silent killer, karena penderita
sering tidak merasakan adanya gejala dan baru mengetahui ketika memeriksa
tekanan darah atau sesudah kondisinya parah seperti timbulnya kerusakan
organ. Penyakit ini dikenal juga sebagai heterogeneous group of disease
karena dapat menyerang siapa saja, tidak memandang umur dan sosial-
ekonomi.
Hubungan Antara Kontrol…, Tika Irawati, Fakultas Psikologi UMP, 2018
26
Dalam Rofakcy dan Aini (2015) hipertensi dapat berakibat fatal jika
tidak dikontrol dengan baik atau biasa disebut dengan komplikasi.
Komplikasi hipertensi terjadi karena kerusakan organ yang diakibatkan
peningkatan tekanan darah sangat tinggi dalam waktu lama. Selain itu jantung
membesar karena dipaksa meningkatkan beban kerja karena saat memompa
melawan tingginya tekanan darah.
Beberapa bahaya atau dampak buruk (http://halosehat.com/
penyakit/darah-tinggi/bahaya-darah-tinggi) yang dapat di timbulkan karena
darah tinggi atau hipertensi seperti :1) stroke, 2) retinopati hipertensif, 3)
pembuluh darah arteri, 4) gangguan pada ginjal, 5) serangan jantung, 6)
sindrom metabolic, 7) menyebabkan kelelahan, 8) rasa nyeri pada bagian
dada, 9) sakit kepala dan pusing, 10) denyut nadi dan jantung yang tidak
teratur, dan 11) menjadi mudah marah, yaitu menjadi salah satu dampak
buruk yang sudah terbukti dan sering dialami orang yang mempunyai
penyakit hipertensi yaitu mudah marah atau memiliki emosi yang tidak stabil
hal itu terjadi ketika tekanan darahnya sedang tinggi-tingginya. Hal ini akan
membuat penderita mudah marah dan merasa bahwa segala sesuatu yang ada
di sekitarnya adalah sesuatu yang sangat mengganggu bagi dirinya. Dan
menurut Martuti (2009), hipertensi dapat memperbesar resiko terserang
penyakit gagal jantung, terkena serangan jantung, resiko tinggi penyakit arteri
koroner, pembesaran ventrikel kiri jantung, diabetes, penyakit ginjal kronis
dan serangan stroke.
Hubungan Antara Kontrol…, Tika Irawati, Fakultas Psikologi UMP, 2018
27
Hal itu menjadikan emosi menjadi tidak stabil, seperti yang
dikemukakan oleh Morgan dan King (dalam Ekawati, 2001) mengemukakan
individu yang menunjukkan sifat-sifat antara lain: tidak produktif, mudah
cemas, tegang, frustasi serta kurang hati-hati, tergantung, kurang semangat
dan tidak efisien termasuk individu yang memiliki stabilitas emosi yang tidak
stabil. Hurlock (dalam Dewi, 2010) menyatakan memberikan reaksi
emosional yang stabil bisa dilakukan dengan cara mengontrol emosi, dengan
menghadapi situasi dengan sikap rasional, mampu memberikan respon dan
mengartikan situasi secara tepat dan tidak berlebihan, sehingga terbentuk
perilaku yang kuat. Kontrol emosi yang dilakukan meliputi kontrol emosi
positif (marah, sedih, takut, cemas, malu, benci, rasa bersalah, muak).
Kontrol emosi yang merupakan fase khusus dari kontrol diri yang
sangat penting bagi tercapainya kematangan, penyesuaian dan kesehatan
mental. Dengan kontrol diri adalah benteng yang mencegah seseorang dari
kesalahan-kesalahan dan yang terlibat dari masalah. Sifat ini mampu
mengendalikan kemarahan dan tergesa-gesaan. Ia memungkinkan seseorang
bepikir sebelum mengambil tindakan, bukan bertindak dahulu baru berpikir
sehingga dapat menjadikan emosi seseorang menjadi stabil dan terarahkan ke
dalam hal-hal yang positif.
Hubungan Antara Kontrol…, Tika Irawati, Fakultas Psikologi UMP, 2018
28
D. Dinamika Psikologis
Gambar I. Kerangka Dinamika Psikologis
Keterangan :
Hipertensi menurut Martuti (2009) merupakan gangguan kesehatan yang
mematikan. Ia dijuluki sebagai silent killer. Menurut Martuti (2009), hipertensi
dapat memperbesar resiko terserang penyakit gagal jantung, terkena serangan
jantung, resiko tinggi penyakit arteri koroner, pembesaran ventrikel kiri jantung,
diabetes, penyakit ginjal kronis dan serangan stroke. yang menyebabkan faktor
psikologis seperti stress, gangguan emosional, mudah khawatir, takut dan cemas
yang termasuk individu yang memiliki stabilitas emosi yang tidak stabil.
Pasien Hipertensi
Dampak Psikis :
Stress, gangguan emosional,
mudah khawatir, takut dan
cemas
Dampak Fisik :
resiko terserang penyakit gagal
jantung, terkena serangan jantung,
resiko tinggi penyakit arteri koroner,
pembesaran ventrikel kiri jantung,
diabetes, penyakit ginjal kronis dan
serangan stroke.
Stabilitas Emosi Kontrol Diri
Tinggi Rendah Tinggi Rendah
Hubungan Antara Kontrol…, Tika Irawati, Fakultas Psikologi UMP, 2018
29
E. Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
yaitu ada hubungan antara kontrol diri (self control) dengan stabilitas emosi pada
penderita hipertensi di Puskesmas I Purwokerto Timur.
Hubungan Antara Kontrol…, Tika Irawati, Fakultas Psikologi UMP, 2018
top related