bab v analisa wacana pengibaran bendera bintang...
Post on 02-Apr-2019
229 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB V
ANALISA WACANA
PENGIBARAN BENDERA BINTANG KEJORA
5.1 Analisis Wacana Kritis Teun A Van Dijk
Penelitian ini menggunakan analisis wacana kritis Teun A.Van Dijk. Yang
melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur atau tingkatan yang masing-
masing bagian saling mendukung. Analisis yang dilakukan berdasarkan wacana
dari koran Kompas dan harian Cenderawasih Pos tentang pemberitaan terkait
bendera Bintang Kejora sebagai simbol perlawanan orang Papua. Ada tiga
tingkatan dalam analisis wacana kritis Van Dijk. Pertama, struktur makro yang
merupakan makna global atau umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan
melihat topik atau tema dalam suatu berita. Kedua, superstruktur, merupakan
struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka suatu teks, bagaimana
bagian-bagian teks tersusun ke dalam berita secara utuh. Ketiga, struktur mikro,
adalah makna wacana yang dapat diamati dari bagian kecil suatu teks yaitu kata,
kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrase dan gambar.
Walaupun terdiri atas berbagai elemen, semua elemen tersebut merupakan
satu kesatuan yang saling berhubungan dan saling mendukung satu sama lain.
Satu persatu, dari bahasa dan bentuk teks tersebut maka akan tampak wacana apa
yang ditonjolkan dan apa yang ingin dibentuk ataupun wacana yang
terpinggirkan dalam suatu pemberitaan, ideologi apa yang digunakan oleh
wartawan bahkan dimana posisi seorang wartawan ketika memberitakan suatu
peristiwa. Hasil analisis ini kemudian dilihat sebagai bentuk konstruksi dari
kognisi wartawan dalam memaknakan sebuah teks berdasarkan konteks yang ada.
Kasus pengibaran bendera bintang kejora serta aksi lainnya seperti halnya
unjuk rasa yang menggunakan symbol bendera Bintang Kejora sebagai media
komunikasi politik dalam menyampaikan pesan seringkali terjadi di seantero
Tanah Papua. Secara khusus, ini terjadi ketika peringatan HUT Papua, Integrasi
Papua dalam NKRI maupun kegiatan lain yang berkaitan dengan Tanah Papua
yang berlabel “West Papua”. Peristiwa ini bagi orang Papua adalah sebuah proses
dalam memperjuangkan hak-hak orang asli Papua. Sedangkan bagi pihak lainnya,
ini merupakan tindakan separatisme yang melanggar hukum. Masing-masing
pihak saling mengklaim kebenaran tertentu untuk meyakinkan khalayak bahwa
2
pernyataannyalah yang benar. Bagaimana dengan pers (media massa) sebagai
pilar ke-4 demokrasi dalam mewacanakan informasi tersebut.
Tabel 5.1 List Tema/Topik Berita Di Harian Kompas dan Cenderawasih Pos
Terkait Bendera Bintang Kejora.
Tema/Topik Berita Keterangan
13 Orang Ditangkap
OMPB Kibarkan Bintang Kejora di Lapangan
Theys Eluay
Harian Kompas Tanggal 02
Mei 2012
50-an Bintang Kejora Berkibar di Serui Harian Cenderawasih Pos
Tanggal 21 April 2012
Dari ke-2 berita tersebut mengandung makna global dari topic yang diangkat oleh
wartawan. Ke-2 topik ini menjelaskan bahwa dalam melakukan perlawanan dengan
mengibarkan bendera Bintang Kejora bagi para tersangka bukan masalah bagi mereka,
asalkan bendera itu kembali berkibar. Dalam konteks peristiwa yang terjadi pada topik berita
tertanggal 02 Mei 2012, menunjukkan bahwa wartawan ingin menjelaskan tentang peristiwa
pengibaran bendera Bintang Kejora, yakni oleh Organisasi Masyarakat Papua Barat (OMPB),
yang mengibarkan bendera Bintang Kejora di Lapangan Theys Eluay Sentani. Tersangka 13
orang ditangkap dalam peristiwa ini. Theys merupakan seorang tokoh adat Papua yang pada
tahun tanggal 10 November 2001 diculik dan dibunuh oleh oknum Kopassus terkait aspirasi
rakyat Papua untuk membentuk Papua Barat Merdeka (Giay, Benny, 2000), sehingga untuk
mengibarkan bendera pada area ini bukanlah masalah bagi orang Papua, karena lapangan ini
pun merupakan lapangan dimana makam Theys berada. Juga merupakan ruang publik, letak
lapangan ini yang sangat strategis karena berada di tengah kota, pusat lalu lintas bandara.
Maka banyak mata dapat menyaksikan peristiwa pengibaran bendera.
Berkaitan dengan dibukanya kantor ILWP di Amerika (20/4), 50-an Bintang Kejora
berkibar di Serui. Serui adalah ibukota dari Kabupaten Kepulauan Yapen, Papua. Bukan lagi
rahasia umum, jika di Serui terjadi pengibaran bendera Bintang Kejora dengan jumlah yang
bisa dikatakan banyak. Sebab Serui merupakan salah satu wilayah yang seringkali melakukan
pergerakan perlawanan besar-besaran. Sejauh ini, satu bendera berkibar saja sudah jadi
persoalan, apalagi banyak seperti ini, sehingga ada apresiasi sendiri dari wartawan dalam
memilih topic ini sebagai headline berita di halaman utama harian Cenderawasih Pos.
3
5.2 Piramida Analisis
Dalam Bab sebelumnya peneliti sudah menjelaskan mengenai wacana Van
Dijk yang digambarkan dalam tiga (3) dimensi/ bangunan, yaitu: teks, kognisi
sosial dan konteks sosial. Dimensi teks berkaitan dengan struktur mikro, dimensi
konteks berkaitan dengan superstruktur dan dimensi kognisi sosial yang berkaitan
dengan struktur makro pada elemen wacana Van Dijk ini. Yang mana ketiganya
digabungkan kedalam satu kesatuan strategi wacana yang digunakan untuk
menegaskan suatu tema tertentu. Sehingga itu memperjelas alurnya, peneliti
menempatkan ketiga dimensi ini dalam sebuah segitiga pyramid yang
menggambarkan hubungan antara satu dimensi dengan dimensi lainnya dalam
menjelaskan wacana inti dari sebuah berita yang diinformasikan.
5.3 Analisa Wacana Bendera Bintang Kejora Pada Harian Kompas dan
Cenderawasih Pos
Pada analisis wacana ini, kedua pilihan berita yang menjadi bahan analisis
peneliti akan di deskripsikan satu persatu menurut elemen-elemen wacana model Teun A
Van Dijk. Dalam analisis Van Dijk, struktur makro merupakan struktur wacana yang
berfokus pada pembahasan secara global/umum dari suatu teks yang dapat dipahami
dengan melihat topik dari suatu teks. Bukan hanya isi, tetapi sisi tertentu dari suatu
peristiwa (Sobur, 2006:73). Berdasarkan hasil penelitian pada Bab IV dalam intrumen
analisis teks, peneliti mengemukkan evidensi dari perlakuan atas peristiwa, yakni tema
yang diangkat dan penempatan berita sebagai alat pembuktian berkaitan erat dengan
analisis struktur makro (Van Dijk) yang menjelaskan tentang topik/tema tertentu dari
suatu wacana berita berdasarkan tema berita yang diangkat dalam wacana media massa.
4
5.3.1 Analisis Struktur Makro
Dalam pemberitaan Kompas tanggal 02 Mei 2012 memberi tema atau topic
“13 Orang Ditangkap”, “OMPB Kibarkan Bintang Kejora di Lapangan Theys
Eluay dan pada Harian Cenderawasih Pos diberikan Tema “50-an Bintang Kejora
Berkibar di Serui”. Kompas menjelaskan bahwa pengibaran bendera Bintang Kejora
terjadi pada saat peringatan integrasi Papua dalam NKRI pada 1 Mei, sedangkan
dalam harian Cenderawasih Pos menjelaskan bahwa pengibaran bendera Bintang
Kejora terjadi saat adanya aksi demo damai mendukung dibukanya Kantor Parlemen
West Papua di Amerika (20/4).
Dua peristiwa dengan aksi yang sama, yaitu pengibaran bendera Bintang
Kejora dalam rangka integrasi Papua dalam NKRI dan mendukung peluncuran
International Parlementarian for West Papua (ILWP) di Amerika. Pada dasarnya
kedua peristiwa ini adalah peristiwa penting, yang mana berkaitan dengan
kepentingan rakyat Papua. Peringatan integrasi, dimana orang Papua menyadari
bahwa peristiwa integrasi 1 Mei 1963 adalah sebuah sejarah buruk bagi orang Papua
di masa lampau sampai sekarang ini dan pembukaan kantor parlemen sebagai wadah
bagi orang untuk memperoleh dukungan agar hak asasi mereka kembali ditegakkan.
Secara umum, pengibaran bendera Bintang Kejora ini sebagai bentuk perlawanan,
bahwa orang Papua adalah bangsa yang telah merdeka. Memiliki simbol identitas
yang layak ditampilkan, tapi selalu dibatasi dengan tindakan aparat yang brutal
sampai harus merenggut nyawa banyak orang yang tidak bersalah.
Berdasarkan kedua tema ini, pada intinya hendak menyampaikan peristiwa
pengibaran bendera Bintang kejora, hanya saja peristiwa ini terjadi dalam konteks
yang berbeda. Kompas menyampaikan bahwa peristiwa pengibaran bendera Bintang
Kejora terjadi di Sentani dan Cenderawasih Pos memberitakan peristiwa pengibaran
di Serui. Lapangan Theys Eluay terletak di Sentani, tepat dimana peristiwa
pengibaran bendera Bintang Kejora ini terjadi, jalur utama lalu lintas dari bandara
menuju ke kota Jayapura dan sekitarnya. Disini juga merupakan tempat makam (Alm)
Theys Eluay. Sehingga setiap peristiwa yang terjadi di lapangan ini, menjadi tontonan
publik. Sebagaimana peristiwa pengibaran selalu menjadi agenda utama aparat
TNI/Polri dalam hal pengamanan, yang selalu terjadi pada saat peringatan HUT
Papua, ataupun peringatan integrasi Papua dalam NKRI dan bahkan peristiwa serupa
seperti di Serui, terkait pembukaan Kantor Parlemen West Papua di Amerika atau
5
bahkan hal lainnya yang berkaitan/berlabel “West Papua” selalu diwaspadai oleh
aparat.
Sebagai media massa lokal, Cenderawasih Pos menampilkan peristiwa
pengibaran bendera Bintang Kejora di Serui pada halaman utama, sebagai informasi
kepada publik bahwa ada lagi satu peristiwa yang terjadi bagi orang Papua, yaitu
pengibaran 50-an bendera Bintang Kejora. Tema besar yang terpampang menghiasi
halaman utama surat kabar lokal di wilayah itu tentunya menjadi perhatian utama dari
kebanyakan orang untuk mengetahui detail peristiwa yang terjadi. Namun dilain sisi,
melihat tema utama yang dimuat dalam harian Kompas, lebih menonjolkan jumlah
tersangka yang ditangkap terkait peristiwa pengibaran bendera dan kemudian diberi
tema kecil “OMPB Kibarkan Bintang Kejora di Lapangan Theys Eluay”. Pada
penempatan berita, Kompas menempatkan peristiwa ini pada halaman Nusantara.
Sebagai media nasional, meskipun masalah Papua adalah masalah politik, tetapi hal
ini berkaitan pula dengan keutuhan NKRI sehingga berita pada halaman Nusantara
menjelaskan bahwa, setiap berita di halaman Nusantara merupakan peristiwa nasional
yang berkaitan dengan bangsa Indonesia, sehingga peristiwa yang dimuat dalam
halaman ini menjadi perhatian khusus bagi khalayak untuk mencermati masalah
utama di Indonesia.
5.3.2 Analisis Superstruktur
a. Pemberitaan Kompas 02 Mei 2012
Alur dari wcana ini tentang pengibaran Bendera Bintang Kejora di Lapangan
They Eluay. Dimana wartawan menggiring khalyak untuk menikmati wacana yang
dijelaskan terkait dengan pengibaran bendera Bintang Kejora yang terjadi.
“Pengibaran bendera bintang kejora terkait peringatan 1 Mei 1963, yang diyakini sebagai proses aneksasi Papua dalam NKRI.”
Pada wacana ini wartawan menanggapi adanya peristiwa pengibaran bendera
terkait integrasi Papua dalam NKRI. Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, proses
integrasi merupakan peristiwa yang buruk dimata orang Papua pada umumnya.
Sehingga pesan yang disampaikan melalui pengibaran adalah pesan perlawanan
terhadap peristiwa intergrasi yang telah terjadi di tahun 1963, bahwa bendera
Bintang Kejora akan tetap berkibar walaupun Papua adalah bagian dari NKRI,
karena peristiwa integrasi adalah sesuatu yang tidak sah di mata orang Papua.
6
“Kepala Polres Jayapura Ajun Komisaris Besar Wantri Yulianto menjelaskan, sekitar 300 personel Polri dilibatkan, termasuk 30 anggota Brimob Polda Papua,
mengamankan kota Jayapura dan sekitarnya.” Sebagai ibukota provinsi Papua, Jayapura sebagai salah satu kota dengan
kepadatan penduduk yang tinggi. Sehingga jumlah personil aparat keamanan yang
begitu besar jumlahnya bagi wartawan adalah infomasi penting bagi warga Jayapura
dan sekitarnya, agar tidak masalah beraktivitas diluar rumah. Karena seringkali,
tanggal 1 Mei adalah tanggal yang menegangkan bagi orang Papua untuk tidak
beraktivitasd di luar rumah terlalu lama, wilayah yang tidak kondusif. Adanya
penonjolan jumlah personel oleh wartawan, membentuk pencitraan terhadap aparat
bahwa mereka telah menjalankan fungsi mereka dengan baik.
“Mereka tersebar di Lapangan Theys Hiyo Eluay, Bandara Sentani, SPBU, Kompleks Pertokoan, dan warung makan”
Ini merupakan area dimana wartawan menyampaikan bahwa: “aparat ada di
wilayah ini, jika ada peristiwa brutal terjadi, jauhi areal tersebut karena berbahaya
(terjadi kontak senjata, peluru nyasar, dsb). Tetapi di lain sisi, wartawan memperoleh
citra positif dari khalayak (oknum pengibar), bahwa aparat telah siaga, sehingga
mereka waspada dalam melakukan tindakkan brutal lainnya.
“Pengamanan tak hanya 1 Mei oleh OMPB, tetapi juga apel bersama peringatan hari integrasi dalam NKRI, pengamanan Komite Nasional Papua Barat yang bergerak ke kota Jayapura, 42 km dari Sentani dan menjaga keamanan dan
ketertiban warga, kata Yulianto.” Wartawan melalui narasumber menyampaikan alasan digelarnya pengamanan
wilayah Jayapura dan sekitarnya terkait 1 Mei. Dalam paragraf ini juga menjelaskan
tentang aktivitas yang berlangsung dalam proses pengamanan yang dilakukan. Hal
ini pun menggambarkan bahwa organisasi Papua seperti OMPB adalah salah satu
yang menjadi objek perhatian aparat dalam melakukan tindakan yang melanggar
hukum, sehingga butuh pengamanan ektra jika kegiatan dilakukan oleh organisasi
tersebut.
“Doa bersama kelompok OPMB itu berlangsung pukul 11.00 WIT, dilanjutkan dengan pengibaran bendera Bintang Kejora sekitar pukul 13.15 WIT”
Pukul 13.15 WIT bendera Bintang Kejora dikibarkan di Lapangan Theys
Eluay. Tepat saat matahari terik semakin bersinar memancarkan sinarnya.
7
Sebagaimana kibaran bendera Bintang Kejora sebagai simbol panggilan suci bagi para
leluhur untuk dibebaskan dari kehidupan yang fana di dunia yang penuh derita.1
“Peserta adalah masyarakat biasa dan sebagaian besar dari Pegunungan Tengah Papua”
Secara tidak langsung wartawan menyampaikan bahwa orang-orang yang
tergabung dalam OMPB adalah masyarakat Pegunungan Tengah. Kelompok ini
adalah nama kelompok pro-kemerdekaan Papua di wilayah Pegunungan Tengah. Juga
menjelaskan bahwa peristiwa pengibaran dilakukan oleh orang-orang dari
Pegunungan Tengah.
“Polisi menangkap 13 pelaku pengibaran bendera bintang kejora, termasuk koordinator lapangan Darius Kogoya (23). Bintang Kejora berkibar beberapa detik sebelum polisi membubarkan paksa. Barang bukti ikut ditahan adalah busur, panah, bendera, dan tiang bendera. Mereka ditangkap dengan tuduhan pelaku tindakan
makar.” 13 orang ditangkap sebagai tema dari wacana berita yang menjadi dasar awal
bagi wartawan untuk mencitrakan aparat sebagai pihak yang bertanggung jawab
terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat berhasil melakukan tugas mereka.
Dengan menangkap koordinator pun menjadikan citra aparat bertambah, bahwa
pengamanan yang dilakukan tidak sia-sia disertakan barang bukti yang ada
menguatkan aparat untuk menjadikan para pengibar sebagai tersangka yang
melanggar hukum dan layak dihukum. Apalagi aparat menjadikan tersangka sebagai
pelaku tindakan makar. Sehingga secara tidak langsung wartawan sebagai
komunikator menyampaikan informasi bahwa pihak aparat telah bertanggung jawab
dengan baik.
“Belum ada status tersangka atau lainnya. Kami hanya mau minta keterangan secara intensif. Atas dasar apa mereka menaikan bintang kejora. Padahal kami sudah larang jauh hari sebelumnya, bahkan sejak pagi kami sudah larang, kata
Yulianto.”
Kembali wartawan mengorek informasi dari Kapolres sebagaimana peristiwa
ini sebelum dan sesudah berlangsung. Hal ini menjelaskan pula bahwa aparat sudah
memberikan perhatian terhadap ini dan melalui pernyataan ini wartawan menjelaskan
bahwa sesungguhnya aparat telah bekerja sesuai dengan prosedur yang berlaku dalam
departemen kepolisian. Sehingga hal ini pun menjelaskan bahwa sebenarnya yang
namanya aparat itu tidak brutal dan sebagainya.
1 Ibid, hal 4
8
“Aleks Kosay mengatakan, aksi demo itu berlangsung di dua tempat, yakni kota Jayapura oleh Komite Nasional Papua Barat dan OMPB di Sentani. Mereka menyampaikan sejumlah kasus pelanggaran HAM. “Kami tidak menyampaikan aspirasi dengan kekerasan lagi, tetapi lebih menekankan aspek demokrasi dan
keterbukaan.” Caranya seperti itu. “Kami tidak mau rakyat Papua jadi korban lagi, katanya.”
Wartawan tidak hanya memilih narasumber dari pihak pemerintah, tetapi dari
rakyat pun dipilih, agar pernyataan dalam menguatkan wacana yang dibentuk oleh
wartawan sebagai komunikator tidak melibatkan pendapat wartawan semata dalam
memberikan kesimpulan terhadap peristiwa yang terjadi. Sehingga alur berita dibuat
oleh komunikator dengan penjelasan bahwa peristiwa yang terjadi tidak harus terus-
terusan berlangsung dengan kekerasan aparat maupun warga. Sebagaimana demokrasi
di Indonesia, orang Papua juga mau diperlakukan adil dalam menyampaikan pendapat
agar tidak ada korban lagi.
b. Pemberitaan Cenderawasih Pos Tanggal 21 April 2012
Dalam wacana ini, wartawan menginformasikan tentang bendera Bintang
Kejora yang dikibarkan di Serui, Kabupaten Kepulauan Yapen, provinsi Papua
sebagai bentuk dukungan warga Papua atas pembukaan Kantor Parlemen West Papua
di Amerika (20/4). Wartawan menjelaskan alur pemberitaan dalam wacana ini mulai
dengan pembukaan kantor ILWP yang disusul antusiasme warga yang mendukung
dibukanya kantor tersebut dengan melakukan aksi demo sambil mengibar-ngibarkan
bendera Bintang Kejora yang jumlahnya sekitar 50-an.
“Informasi yang diterima Cenderawasih Pos, demo yang dimulai sekitar pukul 09.00 WIT di panggung pelataran pantai Wombai, Serui dipimpin oleh Edison
Kendi, yang mengaku sebagai wakil gubernur transisi wilayah Saireri”
Pada wacana ini, wartawan menyatakan perhatian terhadap pimpinan aksi, yang
melakukan demo di sebuah panggung dekat pantai. Dimana Serui merupakan sebuah
kabupaten di Provinsi Papua yang sebagian besar pulaunya dikelilingi oleh air laut,
juga masih berada dalam geopolitik Indonesia. Hal lainnya yaitu, demo dipimpin oleh
diakui seorang yang notabene adalah wakil gubernur transisi wilayah Saireri. Dengan
demikian, menjelaskan atribut sosial dari “wakil gubernur transisi” menjelaskan bahwa
di Serui telah terjadi pergerakkan oleh aktor pro-kemerdekaan Papua, dan sedang
dalam masa peralihan.
“Massa berkumpul pada empat titik, yaitu Distrik Angkaisera berkumpul di Kampung Warari, Distrik Kosiwo dan Kampung Mariadei berkumpul di Stadion
9
Marora Serui, Kampung Mantembu dan Distrik Pantura kumpul di Mantembu, kemudian Distrik Ambai dan Yapbhar berkumpul di Kelurahan Tarau”
Tidak hanya dipimpin oleh seorang “wakil gubernur” tapi antusiasme warga pun
tidak sedikit, tetapi dari beberapa distrik sehingga mencapai seribu lebih. Ini
menunjukkan bahwa adanya dukungan yang begitu besar untuk memperjuangkan hak
orang Papua. tidak hanya dari sati kampung, tetapi dari banyak kampung, ini
menunjukkan kepedulian yang besar pula dari individu bahkan kelompok demi
memperjuangkan hak hidup dan kesejahteraannya.
“Dalam orasinya, massa menuntut pembebasan tapol/napol Forkorus Yaboisembut dan Edison Worumi. Meminta pemerintah Indonesia untuk mengakui adanya pelanggaran HAM yang terjadi di Tanah Papua dan kepada masyarakat
yang berada di wilayah Kabupaten Kepulauan Yapen agar tidak mengikuti pemilu”
Selain menyuarakan keadilan yang sampai saat ini belum terselesaikan, sikap
ketidakpedulian serta memberontak adalah hal-hal yang kelak dilakukan ketika
pemerintah tidak mempedulikan setiap aspirasi dan juga apa yang menjadi suara rakyat
dalam memperjuangkan hak asasi orang Papua. Adanya penekanan oleh wartawan
dalam penyampaiannya, dimana menggambarkan wartawan sebagai komunikator
tetapi juga sebagai individu yang merasakan apa yang dirasakan masyarakat saat itu.
Selain itu, kata “pemerintah Indonesia”, mengungkapkan tentang segala ketidakadilan
yang terjadi atas orang Papua adalah tanggung jawab pemerintah Indonesia.
“Koordinator Foker LSM Papua wilayah Teluk Cenderawasih Aston Situmorang ketika dikonfirmasi wartawan mengatakan, mereka melakukan unjuk rasa ini seperti merayakan pembentukan International Parlementarian of West
Papua (ILWP). Warga lalu membawa bendera bintang kejora sekitar 50-‐an lembar dan membentangkannya.”
Wartawan menambahkan dengan menggunakan pernyataan narasumber untuk
menjelaskan detail unjuk rasa yang terjadi. Dimana narasumber adalah aktivis LSM
yang juga turut memperjuangkan hak-hak hidup suatu masyarakat. Pembukaan kantor
ini pun harus melalui persetujuan Indonesia dan Amerika, sebab Papua masih dalam
wilayah NKRI. Hal ini memungkinkan kerjasama bilateral kedua negara akan
mengalami kepincangan jika tidak ada konfirmasi kedua pihak. Terlebih lagi bendera
Bintang Kejora digunakan dalam aksi unjuk rasa ini. Secara positif wartawan turut
berperan sebagai aktor dalam membentuk pencitraan warga untuk mengambil
10
perhatian pemerintah atas apa yang sudah terjadi, dan berharap adanya feedback yang
baik terkait pula dengan tuntutan yang dilontarkan dalam orasi yang berlansgung.
“Bendera bintang kejora yang diusung warga seperti bendera biasa yang kerap dikibarkan dengan rata-‐rata ukuran bendera sekitar 2x3 dan 3x4 meter. “Bendera yang mereka bawa seperti ukuran bendera biasanya,” tuturnya.
Wartawan mengkonstruksikan pernyataan dari narasumber sebagai gambaran
ukuran bendera yang dikibarkan. Sebagaimana kita ketahui bahwa bendera adalah
sebauh tanda atau panji bagi suatu bangsa/wilayah. Dalam wacana ini, bendera yang
digunakan adalah bendera dengan ukuran rata-rata, yakni tidak ada yang lebih besar
ukurannya, atau kecil. Hal ini menunjukkan meskipun banyak, tetapi satu tujuan
yang ingin dicapai.
“Aston Situmorang mengungkapkan, polisi sama sekali tidak melarang, justru
polisi menfasilitasi. “Kondisi disini sempat sepi, lengang, tidak ada aktivitas, ,
mungkin warga khawatir, tapi aman,” jelasnya.
Berdasarkan pernyataan narasumber berikutnya yang diinformasikan oleh
wartawan menjadi bagian dari wacana yang dibangun untuk menggambarkan sisi
lain dari peristiwa yang terjadi berdasarkan konteks peristiwa yang terjadi saat itu.
Karena seringkali, peristiwa serupa sulit ditebak situasi dan kondisinya.
“Kabid Humas Polda Papua AKBP Drs. Johannes Nugroho Wicaksono dalam pesan singkat membenarkan adanya aksi unjuk rasa ribuan warga sambil
membawa bendera Bintang Kejora. “Aksi demo mereka berjalan damai dan aman. Demo berlangsung pukul 09.00 – 13.00 WIT.”
Wacana ini menggambarkan bahwa sebenarnya setiap aksi unjuk rasa atau demo
yang berlangsung atas komunikasi yang baik antara pihak aparat dengan warga
sesungguhnya berdampak baik, bahkan keamanan tetap kondusif tanpa harus adanya
korban yang meninggal dan sebagainya. Dibandingkan dengan peristiwa lainnya, yang
pada umumnya brutal dan walaupun di kota Serui massa sekitar seribu lebih, tapi
mereka mampu menjaga keamanan kota.
11
5.3.3 Analisis Struktur Mikro
Tabel 5.2 Analisis Struktur Mikro Dalam Pemberitaan
Hal Yang
Diamati
Elemen Pemberitaan Harian Kompas
Tanggal 02 Mei 2012
Pemberitaan Harian Cenderawasih Pos
Tanggal 21 April 2012
Latar - Ada dua gambar yang menjadi fokus
wartawan sebagai media dari wacana
ini. Gambar pertama tampak warga
sedang berkumpul sambil mengibar-
ngibarkan bendera bintang kejora.
Sedangkan gambar dua adalah sisi lain
dari tempat warga ini berkumpul yang
juga nampak sebuah panggung yang
dikerumuni banyak orang yang
mengibarkan bendera bintang kejora.
Detail Tema berita pada Harian
Kompas mengandung makna
implisit yang dalam wacana ini,
dimana wartawan menunjukkan
citra aparat sebagai penanggung
jawab keamanan telah
melakukan tanggung jawab
dengan professional, ditambah
dengan jumlah pengibar serta
barang bukti yang telah
diamankan dengan tanpa
melakukan kekerasan, seperti
halnya kita ketahui dalam
menangani massa biasanya
aparat lebih cenderung
melakukan kekerasan sampai
pada penembakkan yang
berujung pada kematian.
Semantik
(Makna yang
ingin
ditekankan
dalam teks
berita)
Maksud Dalam berita atau wacana ini, Dalam berita ini wartawan
12
wartawan menjelaskan bahwa
peringatan 1 Mei yang diyakini
masyarakat Papua sebagai
proses aneksasi Papua dalam
NKRI diawali dengan ibadah
bersama yang diikuti 50 orang
yang tergabung dalam OMPB
(Organisasi Masyarakat Papua
Barat) dilapangan Theys Hiyo
Eluay, Sentani. Selain itu,
aparat tak hanya melakukan
pengamanan tetapi juga apel
bersama peringatan hari
integrasi dalam NKRI.
Selanjutnya, polisi menangkap
13 orang yang mengibarkan
bendera bintang kejora. Mereka
ditangkap dengan tuduhan
pelaku tindakkan makar,
mengibarkan bendera bintang
kejora.
menyampaikan pesan mengenai bendera
bintang kejora yang berkibar di kota
Serui. Bukan hanya satu tetapi sekitar
50-an jumlahnya. Hal ini dilakukan
berkaitan dengan peluncuran atau
dibukanya kantor International
Parlementarian of West Papua (ILWP)
di Amerika pada 20 April lalu. Namun
hal ini tidak berlangsung lama, karena
adanya peringatan dari Kapolres
setempat. Lalu warga kembali
menyimpan atribut-atribut tersebut.
Meskipun ada aksi demikian, namun
kondisi di kota Serui tetap aman dan
terkendali. Aktivitas warga pun berjalan
normal.
Pra-
anggapan
“Pengibaran bendera bintang
kejora terkait peringatan 1 Mei
1963, yang diyakini sebagai
proses aneksasi Papua dalam
NKRI,”
“Mereka menyampaikan
sejumlah kasus pelanggaran
HAM,”
“Mereka ditangkap dengan
tuduhan pelaku tindakkan
13
makar, mengibarkan bendera
bintang kejora,”
Nominalisasi - -
Bentuk
Kalimat
Intensif, Aspirasi, Transisi,
Koherensi Kapolres Jayapura Ajun
Komisaris Besar Wantri
Yulianto yang mengatakan,
“Pengamanan tak hanya
peringatan 1 Mei oleh
OMPB… “
Aleks Kosay, tokoh pemuda
dari Wamena, Papua yang hadir
di lapangan Theys mengatakan,
“Kami tidak menyampaikan
aspirasi dengan kekerasan lagi,
tetapi lebih menekankan aspek
demokrasi dan keterbukaan.
Caranya seperti itu, kami tidak
mau rakyat Papua jadi korban
lagi,” katanya.
“Mereka menyampaikan kasus
pelanggaran HAM,”
“…kami tidak mau rakyat
Papua dijadikan korban lagi,”.
Sintaksis
(Bagaimana
pendapat
disampaikan)
Kata Ganti Apel Pendemo, Longmarch, Lengang,
Stilistik
(Pilihan Kata
apa yang
dipakai)
Leksikon Aneksasi, Integrasi, Makar
Pengibaran Bendera
Orasi, Tapol/Napol,
14
Retoris
(Bagaimana
dan dengan
cara apa
penekanan
dilakukan)
Grafis -
Gambar 1
Suasana demo di Serui, tampak sebuah
panggunh dengan beberapa orang
diatasnya dan massa yang begitu
banyak, berdiri sambil mengibar-
ngibarkan bendera Bintang Kejora.
Gambar 2
Tampak massa yang bergerak/berjalan
dengan mengibarkan bendera Bintang
Kejora, adapula yang sedang
bercengkrama, dan juga demo ini tidak
hanya diikuti oleh kaum pria, tetapi juga
wanita seperti yang ada pada gambar.
Kedua gambar diatas merupakan, gambar
yang dijadikan wartawan sebagai bukti
15
wacana yang diberitakan, secara eksplisit
gambar ini menjadikan khlayak tertarik
terhadap isi berita, yakni suasana demo di
Serui, Kabupaten Kepulauan Yapen
dalam rangka mendukung peluncuran
ILWP yang diwarnai dengan pengibaran
sekitar 50-an bendera Bintang Kejora,
Jumat (20/4).
Metafora - -
Ekspresi - -
5.3.4 Skema/Ringkasan Analisis Wacana Pengibaran Bendera Bintang Kejora Berdasarkan
Struktur Wacana Van Dijk.
Tabel 5.3 Ringkasan Analisis Wacana Pengibaran Bendera Bintang Kejora
Struktur Wacana Van Dijk
Struktur Makro Superstruktur Struktur Mikro
Semantik:
Secara eskplisit wacana ini adalah sebuah
peristiwa nyata terjadi sehingga diinformasikan
kegiatannya.
Namun secara implisit berdasarkan alasan terkait
pengibaran bendera Bintang Kejora, ini adalah
sebuah upaya perlawanan yang terjadi.
Sintaksis: -
Stilistik:
Aneksasi. Aneksasi adalah pengambilan paksa
tanah atau wilayah milik negara lain, (As’Ari,
2006:21). Kata ini digunakan untuk menunjukkan
makna bahwa pada tahun 1963 NKRI telah
mengambil alih wilayah Papua dengan paksaan.
Harian Kompas:
13 Orang Ditangkap
(OPMB Kibarkan
Bintang Kejora Di
Lapangan Theys)
“Pengibaran bendera bintang
kejora terkait peringatan 1
Mei 1963, yang diyakini
sebagai proses aneksasi
Papua dalam NKRI.”
Retoris:
16
Peringatan, kata ini merupakan penjelasan dari
sesuatu hal/peristiwa yang diperingati, yang
dianggap sebagai hal penting untuk diingat.
Semantik:
Pada pernyataan ini, wartawan lebih menonjolkan
tentang jumlah aparat, dengan menyebutkan
jumlah personel yang dilibatkan dalam
pengamanan 1 Mei “… 300 personel Polri
dilibatkan,termasuk 30 anggota Brimob…”
Namun secara tidak langsung, pernyataan ini
memberi arti bahwa untuk mengatasi orang Papua,
dibutuhkan tenaga militer/dalam hal ini aparat
dengan jumlah banyak. Persoalan lain, ada
ketakutan dari pihak pemerintah gerakan ini akan
berkembang dan mendapat dukungan
internasional.
Secara yang dimaksudkan dalam konteks ini ialah
pengamanan jalannya peringatan 1 Mei.
Sintaksis:
Penjelasan terkait jumlah personel oleh Kapolres
kepada wartawan, menunjukkan pencitraan diri
aparat yang cukup banyak dibanding lawan.
Stilistik: -
“Kepala Polres Jayapura
Ajun Komisaris Besar
Wantri Yulianto
menjelaskan, sekitar 300
personel Polri dilibatkan,
termasuk 30 anggota Brimob
Polda Papua, mengamankan
kota Jayapura dan
sekitarnya.”
Retoris: -
“Mereka tersebar di
Lapangan Theys Hiyo Eluay,
Bandara Sentani, SPBU,
Kompleks Pertokoan, dan
warung makan”
Semantik:
Wartawan memberikan penekakanan kepada
tempat sebagai fokus dari pernyataan ini.
Sebagaimana Lapangan Theys, Bandara, SPBU,
Kompleks Pertokoan dan warung makan, adalah
tempat umum, siapa saja mengunjungi tempat-
17
tempat ini. Dengan maksud agar, setiap orang
yang masuk/keluar di tempat ini perlu diwaspadai
dan diawasi setiap laku mereka. Selain itu, bagi
masyarakat perlu waspada untuk melalui titik-titik
pengamanan yang sudah ditetapkan.
Sintaksis:
Secara gambalang wartawan menginformasikan
mengenai area titik pengamanan yang merupakan
wilayah rawan konflik, karena bisa menjadi
sasaran perusakan.
Stilistik: -
Retoris:
Lapangan Theys Hiyo Eluay. Kata ini tidak hanya
pada sub-tema tetapi dalam isi pemberitaan juga
disebutkan beberapa kali untuk menjelaskan
tempat. Sehingga terjadi pengulangan dalam
menyebutkan nama Lapangan Theys Hiyo Eluay.
Secara tidak langsung wartawan memberi
pencitraan sendiri terhadap sosok Theys Eluay,
yang merupakan tokoh pejuang kemerdekaan
Papua. Pengibaran bendera yang terjadi di
Lapangan Theys selain sebagai bentuk perlawanan
juga sebagai bentuk penghormatan terhadap Theys
Eluay, dimana di lapangan ini pula makam Theys
berada.
Semantik:
“Pengamanan tak hanya 1
Mei oleh OMPB, tetapi juga
apel bersama peringatan hari
integrasi dalam NKRI,
pengamanan Komite
Sintaksis:
Apel disini bukan merujuk kepada buah apel yang
sering dimakan, tapi kata “Apel” digunakan pada
instansi-instansi pemerintah untuk menjelaskan
18
kegiatan, yakni upacara. Sedangkan Integrasi
sendiri merupakan penyatuan atau penggabungan,
(As’Ari, 2006:81).
Stilistik: -
Nasional Papua Barat yang
bergerak ke kota Jayapura,
42 km dari Sentani dan
menjaga keamanan dan
ketertiban warga, kata
Yulianto.” Retoris: -
Semantik:
Doa adalah sebuah permohonan kepada Tuhan.
Orang beriman atau orang beragama pasti
memanjatkan Doa sebelum dan sesudah
melakukan aktivitas sehingga apa yang boleh
terjadi seturut dengan maksud Tuhan.
“…dilanjutkan dengan pengibaran bendera…”,
mengutip NN yang mengatakan”
“Makan tidak makan kami siap, mau panas atau
hujan kami siap, mereka tidak tahu apa yang kami
rasa, ditangkap atau dibunuh kami siap.”
Pengibaran bendera yang terjadi siang hari, tepat
jam 13.15 WIT, merupakan waktu yang sudah
direncanakan oleh pengibar, yang mana doa yang
telah dipanjatkan dengan motto yang dipegang,
pengibar dengan berani melakukan pergerakannya
untuk menyampaikan perlawanan terhadap rezim
berkuasa.
Sintaksis: -
Stilistik: -
“Doa bersama kelompok
OPMB itu berlangsung pukul
11.00 WIT, dilanjutkan
dengan pengibaran bendera
Bintang Kejora sekitar pukul
13.15 WIT”
Retoris: -
“Peserta adalah masyarakat
biasa dan sebagaian besar
dari Pegunungan Tengah
Semantik:
Wartawan mengajak khalayak untuk melihat aktor
dari peristiwa ini yang adalah masyarakat
19
Pegunungan Tengah, Papua. Geografis Papua
tidak hanya Lautan/Pesisir tetapi dibagi menjadi
beberapa wilayah, yakni wilayah Pegunungan,
Wilayah Pesisir dan Lembah. Dimana dalam
sejarah orang Papua, pelanggaran HAM dan
diskriminasi pemusnahan etnis Papua terbanyak di
wilayah pegunungan. Kehadiran orang
Pegunungan untuk melakukan pergerakkan
perlawanan adalah suatu hal yang pantas untuk
menuntut keadilan. Dalam konteks 1 Mei sebagai
integrasi dalam NKRI digunakan sebagai waktu
yang tepat untuk beraksi.
Sintaksis: -
Stilistik: -
Papua”
Retoris: -
Semantik:
Sintaksis:
Dalam pernyataan ini disebutkan kata ‘pelaku’,
kata ini merujuk kepada individu/kelompok yang
melakukan pengibaran. Selanjutnya ada kata
‘koordinator’, ini menjelaskan tentang
individu/orang yang mengatur berlangsungnya
pengibaran bendera.
“Polisi menangkap 13 pelaku
pengibaran bendera bintang
kejora, termasuk koordinator
lapangan Darius Kogoya
(23). Bintang Kejora
berkibar beberapa detik
sebelum polisi membubarkan
paksa. Barang bukti ikut
ditahan adalah busur, panah,
bendera, dan tiang bendera.
Mereka ditangkap dengan
tuduhan pelaku tindakan
makar.”
Stilistik:
Makar adalah perbuatan untuk menjatuhkan
pemerintahan yang sah, (As’Ari, 2006:117).
20
Retoris:
Adanya penonjolan berita terkait barang bukti,
yang merupakan alat tradisional Papua, yaitu busur
dan Panah. Busur dan panah digunakan saat
perang dan berburu. Bendera sendiri adalah
bendera Bintanhg Kejora, yang dikibarkan.
Kibaran bendera sebagai pesan perlawanan dan
alat tradisional sebagai alat yang digunakan untuk
melawan musuh/mangsa atau menjaga diri ketika
berburu. Sedangkan dalam konteks Papua, berburu
yang peneliti maksudkan adalah berburu hak
sebagai sebuah bangsa.
Semantik:
Dalam pernyataan ini yang ingin ditonjolkan oleh
wartawan terhadap khalayak adalah mengenai
alasan para pelaku pengibarkan bendera. Dengan
mengutip pernyataan dari Kapolres, secara
langsung telah menjelaskan tentang himbauan
aparat keamanan yang tidak diindahkan. Namun
secara tidak langsung, wartawan juga ingin
menampilkan apa makna dari pengibaran bendera
sesuai dengan kognisi para tersangka.
“Belum ada status tersangka
atau lainnya. Kami hanya
mau minta keterangan secara
intensif. Atas dasar apa
mereka menaikan bintang
kejora. Padahal kami sudah
larang jauh hari sebelumnya,
bahkan sejak pagi kami
sudah larang, kata Yulianto.
Sintaksis:
“…keterangan secara intensif,” yang dimaksudkan
dengan kata intensif adalah (secara) sungguh-
sungguh; tekun; secara giat, (Burhani MS,
2006:221).
Sehingga yang dimaksud pada elemen ini adalah
tentang bagaimana citra aparat dalam melakukan
pekerjaan mereka secara professional dan
bertanggung jawab.
21
Stilistik:
Tersangka, kata ini untuk menerangkan pelaku
(lihat analisis penjelasan sebelumnya).
Retoris: -
Semantik:
Dengan mengatakan aksi demo berada di dua
tempat, yakni kota Jayapura oleh KNPB dan di
Sentani oleh OMPB. Melalui pernyataan ini
wartawan mengajak khalayak untuk memahami
maksud kegiatan yang dilakukan oleh organisasi
ini. Dalam sebuah organisasi, yang diperjuangkan
adalah visi/misi organisasi tersebut. Sehingga
dalam konteks pengibaran bendera bintang Kejora
saat itu pun OMPB dan KNPB melakukannya atas
nama organisasi mereka sebagai sebuah kelompok
yang memperjuangkan jati diri orang Papua.
Sintaksis: -
“Aleks Kosay mengatakan,
aksi demo itu berlangsung di
dua tempat, yakni kota
Jayapura oleh Komite
Nasional Papua Barat dan
OMPB di Sentani. Mereka
menyampaikan sejumlah
kasus pelanggaran HAM.
“Kami tidak menyampaikan
aspirasi dengan kekerasan
lagi, tetapi lebih menekankan
aspek demokrasi dan
keterbukaan.” Caranya
seperti itu. “Kami tidak mau
rakyat Papua jadi korban
lagi, katanya.”
Stilistik:
Aleks Kosay dalam pernyataannya yang
menyatakan “kami tidak mennyampaikan
aspirasi…” , Aspirasi adalah cita-cita; tuntutan
(kearah perbaikan nasib); penuntutan
(perorangan); kehendak (akan kelayakan hidup),
(Burhani MS, 2006:221). Kata ini digunakan
untuk menyebut kan beberapa hal sekaligus sesuai
dengan arti yang ada. Dimana aspirasi adalah salah
cara yang dilkukan oleh masyarakat agar suara
mereka didengar dengan tanpa adanya kekerasan.
22
Retoris: -
Semantik:
Wartawan memberi informasi bahwa ada demo di
Serui sejak pukul 09.00 WIT yang dipimpin oleh
seorang yang mengaku sebagai gubernur transisi
wilayah Saireri. Dengan wacana ini, wartawan
menuntun khlayak untuk melihat adanya sebuah
pemerintahan yang telah berlangsung dan sedang
dalam masa peralihan. Juga secara tidak langsung
wartawan menyampaikan bahwa ada suatu
pemerintahan yang berlangsung di wilayah ini dan
untuk mendukung dibukanya kantor ILWP di
Amerika yang bagi masyarakat adalah hal baik dan
bagi sebuah pemerintahan itu termasuk
perpanjangan tangan atas pemerintahan (pro-
kemerdekaan) maka Edison Kendi dengan bangga
mengakui dirinya sebagai bagian dari
pemerintahan tersebut, sebagai seorang pemimpin
dan memiliki power. Hal ini pun, dengan
melakukan pencitraan diri yang dilakukan, ini
sebagai perlawan terhadap pemerintahan yang ada,
seolah dengan menantang, dengan menunjukkan
identitas diri sebagai seorang wakil gubernur dan
pemerintahanya.
Sintaksis:
Dalam wacana ini, wartawan menggunakan kata
“demo”, sebagai kata lain untuk menggantikan
kata unjuk rasa.
Harian Cenderawasih
Pos:
“50-an Bintang Kejora
Berkibar di Serui”
“Informasi yang diterima
Cenderawasih Pos, demo
yang dimulai sekitar pukul
09.00 WIT di panggung
pelataran pantai Wombai,
Serui dipimpin oleh Edison
Kendi, yang mengaku
sebagai wakil gubernur
transisi wilayah Saireri”
Stilistik:
Transisi, atau masa peralihan. Wartawan dalam
23
wacana ini menjelaskan tentang status dari
pimpinan demo, yang sebagai wakil gubernur
transisi wilayah Saireri. Hal ini secara tidak
langsung menjelaskan tentang suatu masa yang
disebut peralihan. Peralihan yang dimaksud
adalah, peralihan sebuah pemerintahan dalam
mempersiapkan pemimpin yang baru di wilayah
ini.
Retoris: -
Semantik:
Wacana ini menjelaskan bahwa antusiasme warga
sangat besar dalam mengikuti demo yang
berlangsung dalam rangka pembukaan kantor
ILWP di Amerika. Dengan menunjukkan jumlah
kampung, secara tidak langsung telah
menggambarkan jumlah orang yang mengikuti
aksi demo ini. Juga dengan menyebutkannya,
wartawan memberikan citra positif terhadap
mereka yang tergabung dalam aksi ini, dengan
meninggalakan tempat tinggal mereka, bergabung
untuk mendukung sebuah wadah baru bagi orang
Papua dalam memperjuangkan keadilan dan
perlawanan terhadap hak asasi orang Papua yang
selama ini mengalami banyak ketidakadilan.
Sintaksis: -
Stilistik: -
“Massa berkumpul pada
empat titik, yaitu Distrik
Angkaisera berkumpul di
Kampung Warari, Distrik
Kosiwo dan Kampung
Mariadei berkumpul di
Stadion Marora Serui,
Kampung Mantembu dan
Distrik Pantura kumpul di
Mantembu, kemudian Distrik
Ambai dan Yapbhar
berkumpul di Kelurahan
Tarau”
Retoris: -
24
“Dalam orasinya, massa
menuntut pembebasan
tapol/napol Forkorus
Yaboisembut dan Edison
Worumi. Meminta
pemerintah Indonesia untuk
mengakui adanya
pelanggaran HAM yang
terjadi di Tanah Papua dan
kepada masyarakat yang
berada di wilayah Kabupaten
Kepulauan Yapen agar tidak
mengikuti pemilu”
Semantik:
Forkorus Yaboisembut dan Edison Worumi
merupakan tokoh kemerdekaan Papua yang mana
dalam wacana ini wartawan menjelaskan status
mereka sebagai Tahanan Politik. Dalam orasi
yang dilakukan, tuntutan pembebasan dilakukan
karena mereka adalah tokoh penting bagi orang
Papua, dan memiliki pengaruh besar untuk
menciptakan keamanan di Papua. Keduanya
ditangkap terkait dengan peristiwa pada Kongres
Papua Ke-III, tahun 2011.
Adapun penekanan berita terhadap pelanggaran
HAM di Papua, yang bukan lagi sebuah rahasia
bagi dunia atas pelanggaran HAM yang terjadi.
Sehingga wacana ini menjelaskan tentang tuntutan
orang Papua terhadap pemerintah Indonesia
sebagai pihak yang harus bertanggung jawab.
Serta meminta masyarakat Yapen untuk tidak
mengikuti Pemilu, yang merupakan sebuah pesta
bagi negara-negara demokrasi, yang dalam hal ini
adalah Indonesia sebagai pihak yang dituntut.
Dimana secara tidak langsung pula wartawan
memberikan informasi bahwa, kenapa orang
Papua dituntut untuk mengikuti pemilu yang
merupakan pesta demokrasi untuk memilih wakil
rakyat dengan bebas, toh orang Papua tidak
mendapat demokrasi itu secara baik. Kenapa tuntut
demokrasi ke orang Papua, padahal Indonesia
tidak melakukan hal yang sama. Ibarat orang
sudah dikasih nasi, tapi masih minta disuapin.
Indonesia sudah dikasih segala hal yang dimiliki
Tanah Papua, tapi masih menuntut lebih tanpa
memikirkan apa yang dibutuhkan orang Papua dari
25
apa yang mereka dapatkan.
Sintaksis: -
Stilistik:
“…Dalam orasinya…,”
Orasi = pidato (umum); pidato resmi di depan
missal, (Burhani, MS, 2006:475).
Orasi Poliltik adalah pidato tentang masalah
politik, ( As’Ari, 2006:140).
Tapol/Napol adalah Tahanan Politik/Narapidana
Politik. Ini untuk menyebutkan aktor yang
berperan sebagai tokoh utama dalam upaya
kemerdekaan Papua (Free West Papua), yang saat
ini adalah tahanan di Lembaga Pemasyarakatan
(LP). Dalam artian sebenarnya, Tapol (Tahanan
Politik) adalah orang yang dipenjara atau ditahan
karena melakukan aktivitas politik yang dinilai
pemerintah mekanggar, (As’Ari, 2006:203)..
Retoris:-
“Bendera bintang kejora
yang diusung warga seperti
bendera biasa yang kerap
dikibarkan dengan rata-rata
ukuran bendera sekitar 2x3
dan 3x4 meter. “Bendera
yang mereka bawa seperti
ukuran bendera biasanya,”
tuturnya.
Semantik:
Wartawan memberikan informasi tentang
gambaran bendera yang dikibarkan, bukan bendera
yang besar tapi bukan yang kecil pula. Tapi
bendera yang dikibarkan memiliki ukuran yang
sama, yaitu 2x3 dan 3x4. Dimana wartawan
memaknai ini tidak hanya sebagai simbol
perlawanan tetapi mengungkapkan sebuah
kebersamaan, kesatuan, meskipun massa dengan
jumlah besar, tidak ada yang memilih untuk
membawa bendera yang besar, tetapi sama
26
sehingga tidak ada penonjolan tersendiri dan
menunjukkan bahwa massa dengan latar belakang
yang berbeda, walaupun sesama suku Papua, tetapi
semuanya memiliki satu tujuan yang sama.
Sintaksis:
Usung. “… bintang kejora yang diusung warga
...”, Kata usung merupakan kata ganti dari
membawa (mengangkat). Kenapa dalam kalimat
ini tidak digunakan kata dikibarkan, tetapi
diusung? Karena massa melakukan perjalanan
jauh sambil mengangkat bendera dengan dikibar-
kibarkan di udara sebagaimana sebuah panji
diangkat oleh mereka yang hendak
berperang/menangkan sebuah perlawanan.
Stilistik: -
Retoris: -
“Aston Situmorang
mengungkapkan, polisi sama
sekali tidak melarang, justru
polisi menfasilitasi. “Kondisi
disini sempat sepi, lengang,
tidak ada aktivitas, , mungkin
warga khawatir, tapi aman,”
jelasnya.
Semantik:
Dalam pernyataan ini, wartawan memberikan
penekanan terhadap kalimat “polisi sama sekali
tidak melarang”, sama sekali berarti tidak ada
campur tangan aparat dalam peristiwa ini. Secara
tidak langsung wartawan memberikan pencitraan
terhadapa aparat sebagai aktor yang baik dalam
melakukan kerja sama dengan massa di daerah
tersebut. Sehingga keamanan di daerah ini secara
tidak langsung makna yang diterima komunikan
adalah sebuah keadaan yang aman, dan
komunikator memenangkan wacana yang
dibangunya.
27
Sintaksis:
Lengang. Kata lengang merupakan kata ganti
untuk menjelaskan suasana yaitu, sunyi sepi, tidak
ramai; tidak banyak orang.
Stilistik: -
Retoris: -
Semantik:
Pernyataan Kapoda sebagai latar pembenaran dari
peristiwa yang terjadi bahwa berlangsung dengan
damai dan aman. Sebagai narasumber yaitu
Kapolda yang juga sebagai aktor pemerintah yang
berperan penting dalam mengkoordinir keamanan
di daerah Papua. secara tidak langsung wartawan
sebagai komunikator memberikan pencitraan
terhadap institusi ini sebagai aktor pemerintah
yang berhasil mengendalikan demo massa dengan
jumlah banyak, sehingga berlangsung dengan
aman.
Dengan durasi waktu yang cukup lama sekitar
empat jam lebih, sebuah simbol yang dipakai
sebagai bentuk perlawanan yakni bendera Bintang
Kejora berkibar di langit Papua dengan aman.
Dimana kebenaran ini disampaikan berdasarkan
informasi yang diwacanakan oleh wartawan dan
secara tidak langsung, hal ini mencitrakan sebuah
perlawanan yang tidak harus selalu berkahir
dengan duka.
Sintaksis: -
“Kabid Humas Polda Papua
AKBP Drs. Johannes
Nugroho Wicaksono dalam
pesan singkat membenarkan
adanya aksi unjuk rasa
ribuan warga sambil
membawa bendera Bintang
Kejora. “Aksi demo mereka
berjalan damai dan aman.
Demo berlangsung pukul
09.00 – 13.00 WIT.”
Stilistik: -
28
Retoris: -
5.4 Refleksi Dari Hasil Penelitian
Penelitian yang dilakukan dengan menganalisa dua buah berita dari dua media
massa yang berbeda, yakni Harian Kompas dan Harian Cenderawasih Pos ini
menghasilkan sebuah refleksi singkat dari peneliti terkait dengan wacana yang dibangun
dari kedua media tersebut. Harian Kompas yang merupakan media nasional dan tersebar
hampir di seluruh pelosok NKRI tentunya dalam mewacanakan sebuah berita, lebih
mengedepankan ideloginya sebagai media massa nasional. Demikian pula dengan Harian
Cenderawasih Pos yang merupakan sebuah media lokal di provinsi Papua, tentunya
memiliki ideologi yang berbeda pula dengan media massa lainnya, yang dalam hal ini
adalah Harian Kompas.
Ada beberapa hal yang menjadi perbedaan penting dari analisis yang dilakukan
oleh peneliti terkait konstruksi media tentang wacana pengibaran bendera Bintang Kejora.
Dalam NKRI bendera Bintang Kejora sebagai symbol identitas/budaya orang. Hal ini
terkuak dalam UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.2
sedangkan dalam konteks Papua sekarang ini, bendera Bintang Kejora digunakan sebagai
media protes/gerakan perlawanan yang dilakukan melalui aksi unjuk rasa disertai
pengibaran bendera yang dilakukan dalam konteks HUT Papua, integrasi dalam NKRI
dan bahkan setiap pendirian organisasi yang menjadi perpanjangan tangan orang Papua
menuju kemerdekaan.
Dalam pemberitaanya, kedua media massa ini tentunya melihat persoalan yang
terjadi, dan dalam konteks apa barulah mulai mendekati pihak yang berkaitan dengan
peristiwa tersebut untuk memperoleh informasi lebih lanjut. Demikian beberapa hal yang
menjadi bangunan wacana dari kedua media massa ini, yaitu: Pertama, terkait dengan
perlakuan atas peristiwa yang berkaitan dengan tema, Kompas memberi tema “13 Orang
Ditangkap (OMPB Kibarkan Bintang Kejora di Lapangan Theys Eluay), dan
Cenderawasih Pos memberi tema “50-an Bintang Kejora Berkibar di Serui.” Hal ini
merupakan kedua peristiwa yang sama, yakni pengibaran bendera Bintang Kejora hanya
saja beda konteks, yaitu peringatan integrasi Papua dalam NKRI dan dukungan warga
atas dibukanya kantor ILWP di Amerika. Karenanya dapat dikatakan bahwa sekalipun
kedua berita ini adalah penting, tapi untuk menarik khalayak (pembaca) ada fokus 2 Ibid, hal. 5
29
tersendiri yang diutamakan wartawan sebagai pembuat berita, yang mana statusnya
wartawan terikat dengan ideologi media tempat ia bernaung. Misal, Harian Kompas yang
menempatkan prinsip kemanusiaan, yang ditanamkan oleh pendirinya. Hal ini dapat
dilihat pada kalimat “Amanat Hati Nurani Rakyat,” dimana Kompas ingin setiap
pemberitaanya benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat, yakni memanusiakan
manusia dengan basis Ilahi (humanisme transedental).3 Kedua, terkait dengan atribut
sosial dari narasumber (aktor) dari wacana yang dibangun, yang mana dominasi aktor
berperan penting bagi wartawan dalam wacana yang dibangun oleh wartawan, sehingga
wacana yang disampaikan secara eksplisit adalah peristiwa yang terjadi di lapangan dan
secara implisit dari pernyataan narasumber. Dengan demikian wartawan tidak memihak
atau pro pada salah satu pihak. Baik wartawan Harian Kompas maupun Harian
Cenderawasih Pos, seperti yang dikutip dalam wawancara sebelumnya, yang menyatakan:
“Kalau jadi wartawan Kompas tuh begini, jadi ada aturan main yang harus kita lakukan, diantaranya yaitu tidak memihak. Kalau ada satu persoalan, kalau bisa jangan menanyakan satu pihak saja, tapi kalau bisa semua pihak yang tersangkut dengan
masalah itu, kita dekati sehingga fungsi kita adalah menjelaskan duduk soal, “ – James Luhulima
Hanya saja, Kompas lebih banyak menjadikan aparat (Kapolres) sebagai aktor pemerintah
untuk menjadi narasumber dalam memberikan pernyataan, lain hal dalam wacana Cepos
terkait bendera Bintang Kejora yang berkibar di Serui, pernyataan lebih didominasi oleh
pihak LSM, dari awal kegiatan hingga berakhirnya proses demo massa tersebut.
Ketiga, terkait dengan identifikasi masalah dan cara penyajian berita, dimana
kedua media massa ini, walaupun ada perbedaan antara status lokal dan nasional, tapi alur
yang disampaikan cukup asyik untuk diikuti bak sebuah cerita yang disampaikan secara
rinci oleh seorang komunikator. Walaupun pada sisi tertentu disampaikan secara implisit
agar pendapat wartawan tidak dimunculkan secara gamblang dalam menjelaskan latar
belakang persoalan yang terjadi. Kedua berita ini lebih kepada masalah politik dan
hukum. Namun secara tidak langsung, dari wacana yang dibangun, persoalannya lebih
menjurus kepada berbagai aspek dalam masyarakat, seperti aspek ekonomi yakni
mengenai kesejahteraan.4 Terkait pengibaran bendera Bintang Kejora oleh orang Papua
3 Vinsensius.info/index.php/2011/12/beberapa-segi-sejarah-kecil-kelompok-kompas-gramedia/-Diunduh tanggal 11/9/2014-Pukul 11.30 WIB. 4 “Kalo menurut saya ini persoalan kesejahteraan saja, artinya bumi Papua diambil kekayaannya, tapi mereka gak dikasih, paling kan pertimbangannya itu,” – (Pernyataan dalam Wawancara Tanggal 13 Maret 2014 bersama Bapak James Luhulima/ Redaktur Pelaksana Harian Kompas)
30
sebagai simbol perlawanan terhadap rezim yang berkuasa, Kompas memandang ini
sebagai sebuah hal yang rumit.5
“Nah, kalo ngomong Papua itu rumit. Jadi kalo kita dengar Papua, kita agak hati-‐
hati, artinya gak cepat masuk karena persoalannya bukan persoalan sederhana” – James
Luhulima.
Keempat, tentang bagaimana perspektif wartawan terhadap berita terkait dengan
pihak/aktor yang bersalah dalam wacana. Dalam wacana Kompas, pihak bersalah adalah
para pengibar bendera Bintang Kejora dimana wartawan tidak menjelaskan secara detail
nama pengibar tapi menyebutkan nama koordinator dari para pelaku dan mencantumkan
berbagai pernyataan dari narasumber (Kapolres) untuk menampilkan latar belakang
pelaku. Kapolres lebih dominan sebagai aktor dalam wacana yang dimuat oleh Kompas,
sedangkan dalam wacana Cenderawasih Pos, tidak ada pihak yang dijadikan tersangka
atau yang bersalah dalam peristiwa yang terjadi. Tetapi muncul aktor yang mengaku
sebagai gubernur transisi dan letak penonjolan berita ini, walaupun dikatakan aman dan
terkendali tetapi ada ancaman bagi pemerintah tentang sosok “gubernur transisi”, yang
secara tidak langsung menjelaskan adanya peralihan sebuah pemerintahan didalam
pemerintahan yang sah. Dengan demikian, bentuk perlawanan tidak hanya dengan
pengibaran bendera tetapi adanya aktor yang hadir didalam peristiwa tersebut sebagai
ancaman dalam perlawanan.
5 Wawancara Tanggal 13 Maret 2014 bersama Bapak. James Luhulima (Redaktur Pelaksana Harian Kompas) Pukul 19.15 WIB.
top related