bismillah bab 2 revisi fix · web view2020/10/13 · pankreas terdiri dari jaringan eksokrin dan...
Post on 14-May-2021
7 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB 2
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Diabetes Mellitus Tipe II
1. Pengertian Diabetes Mellitus Tipe II
Diabetes Mellitus Tipe II adalah diabetes yang tidak tergantung insulin
terjadi akibat penurunan sensitivitas insulin (yang disebut resistensi
insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin. Komplikasi dari
kenaikan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) dapat mengakibatkan
tiga komplikasi metabolik jangka pendek (akut) seperti hipoglikemia,
diabetes ketoasidosis, dan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik.
Hiperglikemia jangka panjang (kronis) dapat menyebabkan komplikasi
mikrovaskuler seperti penyakit ginjal dan mata dan komplikasi
neurovaskuler. Diabetes juga dapat disertai dengan penyakit
makrovaskuler seperti infarkmiokard, stroke, dan penyakit vaskuler perifer
(Rendy, 2012).
Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis karena defisiensi absolut
atau resisten insulin. Penyakit ini ditandai dengan gangguan metabolisme
karbohidrat, protein, dan lemak. Defisiensi insulin mengganggu
kemampuan jaringan tubuh untuk menerima zat gizi esensial sebagai
bahan bakar dan disimpan (Robinson, 2014).
10
11
2. Anatomi dan Fisiologi Pankreas
a. Anatomi Pankreas
Pankreas adalah organ pipih yang terletak dibelakang dan sedikit
dibawah lambung dan abdomen yang strukturnya sangat mirip dengan
kelenjar ludah. Panjangnya antara 20-25 cm, tebal 2,5 cm dan
beratnya sekitar 80 gram, mulai duodenum sampai limpa yang terdiri
atas tiga bagian. Menurut (Kennenth, 2004). Pankreas terdiri atas :
1) Kepala pankreas : merupakan bagian yang paling lebar, terletak
disebelah kanan rongga abdomen dan didalam lekukan duodenum.
2) Badan pankreas : merupakan bagian utama dari organ pankreas,
letaknya dibelakang lambung dan didepan vertebra lumbalis
pertama.
3) Ekor pankreas : merupakan bagian runcing disebelah kiri dan
berdekatan serta menyentuh limpa
(Ernawati, 2013)
b. Fisiologi Pankreas
Pankreas terdiri dari jaringan eksokrin dan endokrin yang berasal dari
jaringan berbeda selama perkembangan dan hanya memiliki kesamaan
lokasi (Sheerwood, 2012) .
1) Fungsi Eksokrin
Sekresi pankreas mengandung enzim untuk mencernakan 3 jenis
makanan utama : Protein (tripsin, kimotripsin,
karboksipolipeptidase), karbohidrat (amilase pankreas), dan lemak
(lipase pankreas). Sel eksokrin pankreas mengeluarkan cairan
12
elektrolit dan enzim sebanyak 1500-2500 ml sehari dengan pH 8
sampai 8,3. Pankreas mengeluarkan getah pankreas yang terdiri
dari dua komponen :
a) Enzim pankreas
Enzim pankreas secara aktif disekresikan oleh sel asinus yang
membentuk asinus. Sel-sel asinus mengeluarkan tiga jenis enzim
pankreas yang mampu mencerna makanan, yaitu :
(1) Enzim proteolitik untuk pencernaan protein. Tiga enzim
proteolitik utama pankreas adalah tripsinogen,
kimotripsinogen, dan karboksipoliepeptidase.
(2) Amilase pankreas (karbohidrat) berperan dalam pencernaan
karbohidrat, mengubah polisakarida menjadi disakarida
maltosa.
(3) Lipase pankreas (lemak) sangat penting karena merupakan
enzim diseluruh saluran cerna yang dapat mencerna lemak.
Lipase mengubah lemak menjadi asam lemak dan gliserol
(Sheerwood, 2012).
b) Komponen alkalis/basa
Enzim-enzim pankreas berfungsi optimal pada lingkungan yang
netral atau sedikit basa, namun isi lambung yang sangat asam
dilarikan ke duodenum di dekat tempat keluarnya enzim
pankreas kedalam duodenum. Enzim pakreas berfungsi
mencegah kerusakan mukosa duodenum akibat asam
(Sheerwood, 2012).
13
2) Fungsi Endokrin
Sel endokrin terdapat pulau-pulau yang disebut pulau Lagerhans.
Sel endokrin pankreas yang terbanyak adalah sel (beta) yang
berfungsi untuk sintesis dan sekresi insulin. Sel (alfa) yang
menghasilkan glukagon, dan sel D (delta) adalah tempat untuk
mensintesis somatostatin. Sel pulau langerhans yang paling jarang
adalah sel PP yang mengeluarkan polipeptida pankreas yang
berperan dalam mengurangi nafsu makan dan asupan makanan.
Didalam fungsi endokrin terdapat dua hormon yang membantu
mengatur kadar gula darah (glukosa) dalam tubuh (Sheerwood,
2012).
a) Hormon glukagon
Glukagon merupakan protein kecil yang mempunyai berat
molekul 3485 dan terdiri dari 29 asam amino. Tempat utama
kerja glukagon adalah hati. Glukagon mempunyai fungsi yang
berlawanan dengan hormon insulin yaitu meningkatkan
konsentrasi glukosa. Efek glukagon pada metabolisme glukosa
adalah pemecahan glikogen di dalam hati dan meningkatkan
glukoneogenesis pada hati. Hormon glukagon menimbulkan
berbagai efek pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan
protein.
14
(1) Efek pada karbohidrat
Glukagon menyebabkan peningkatan produksi dan
pelepasan glukosa oleh hati sehingga kadar glukosa darah
meningkat. Bila glukosa darah turun sampai serendah
70mg/100 ml, pankreas menyekresi glukagon dalam jumlah
yang sangat banyak, yang cepat memobilisasi glukosa dari
hati, sehingga glukagon melindungi dari hipoglikemia.
(2) Efek pada lemak
Glukagon mendorong penguraian lemak serta inhibisi
sintesis trigliserida. Glukagon meningkatkan produksi keton
hati (ketogenensis) dengan mendorong perubahan asam
lemak menjadi badan keton.
(3) Efek pada protein
Glukagon menghambat sintesa protein di hati serta
mendorong penguraian protein hati. Glukagon mendorong
metabolisme protein dihati tetapi tidak berefek nyata pada
kadar asam amino darah karena hormon ini tidak
mempengaruhi protein otot, simpanan protein utama di
tubuh.
b) Hormon insulin
Pengeluaran insulin oleh sel β dirangsang oleh kenaikan glukosa
dalam darah yang ditangkap oleh reseptor glukosa pada
sitoplasma permukaan sel β yang akan merangsang pengeluaran
15
ion kalsium dalam sel. Insulin memiliki efek penting pada
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.
(1) Efek pada karbohidrat
Insulin memiliki empat efek yang menurunkan kadar
glukosa darah dan mendorong penyimpanan karbohidrat :
(a) Insulin mempermudah transport glukosa kedalam
sebagian besar sel.
(b) Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan
glikogen dari glukosa, diotot rangka, dan hati.
(c) Insulin menghambat glikogenolisis, penguraian
glikogen menjadi glukosa sehingga menyebabkan
penyimpanan karbohidrat dan mengurangi pengeluaran
glukosa oleh hati.
(d) Insulin menghambat glukoneogenesis, perubahan asam
amino menjadi glukosa di hati. Insulin melakukannya
dengan mengurangi jumlah asam amino di darah yang
tersedia bagi hati untuk glukoneogenesis dan dengan
menghambat enzim-enzim hati yang diperlukan untuk
mengubah asam amino menjadi glukosa.
(2) Efek pada lemak
Insulin memiliki banyak efek untuk menurunkan asam
lemak darah dan mendorong penyimpanan trigliserida:
(a) Insulin meningkatkan pemasukan asam lemak dari
darah kedalam sel jaringan lemak.
16
(b) Insulin meningkatkan transport glukosa kedalam sel
jaringan lemak. Glukosa berfungsi sebagai precursor
untuk pembentukan asam lemak dan gliserol, yaitu
bahan mentah untuk membentuk trigliserida.
(c) Insulin mendorong reaksi-reaksi kimia yang akhirnya
menggunakan turunan asam lemak dan glukosa untuk
sintesis trigliserida.
(d) Insulin menghambat lipolisis (penguraian lemak),
mengurangi pembebasan asam lemak dari jaringan
lemak ke dalam darah.
(3) Efek pada protein
(a) Insulin mendorong transport aktif asam amino dari
darah kedalam otot dan jaringan lain.
(b) Insulin meningkatkan laju inkorporasi asam amino
menjadi protein oleh perangkat pembentuk protein yang
ada di sel.
(c) Insulin menghambat penguraian protein.
(Ernawati, 2013).
c) Somatostatin
Somatostatin mempunyai efek inhibisi terhadap sekresi insulin
dan glukagon. Hormon ini juga mengurangi motilitas lambung,
duodenum, dan kandung empedu. Sekresi dan absorbsi saluran
cerna juga dihambat. Selain itu somatostatin menghambat
sekresi hormon pertumbuhan yang dihasilkan hipofisis anterior.
17
d) Pankreas Polipeptida
Hormon ini sekresinya dipengaruhi oleh hormon kolinergik,
dimana konsentrasinya dalam plasma menurun setelah
pemberian atropin. Sekresi juga menurun pada pemberian
somatostatin dan glukosa intravena. Sekresinya meningkat pada
pemberian protein, puasa, dan latihan fisik.
3. Etiologi Diabetes Mellitus Tipe II
Secara pasti peyebab DM tipe II belum diketahui, faktor genetik
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Pada awalnya terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin.
Insulin mula-mula mengikat dirinya terhadap reseptor-reseptor permukaan
sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraseluler yang meningkatkan
transport glukosa menembus membran sel. Hal ini disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada
membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek
insulin dengan sistem transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat
dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi
insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi
mempertahankan euglikemia. Faktor genetik mempunyai peranan penting
dalam proses terjadinya resistensi insulin. Faktor-faktor resiko yang
berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II, yaitu : Usia
(resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun),
obesitas, riwayat keluarga, dan kelompok etnik (Rendy, 2012).
18
4. Patofisiologi dan Pathway Diabetes Mellitus
DM Tipe I DM Tipe II
Gambar 2.1 Patofisiologi Diabetes MellitusSumber : (Rendy, 2012)
Reaksi Autoimun
Sel pancreas hancur
Idiopatik, usia, genetik, dll
Jmlh sel pankreas menurun
Defisiensi Insulin
Hiperglikemia Katabolisme protein meningkat Lipolisis meningkat
Glukosuria
Diuresis Osmotik
Kehilangan cairan hipotonik
Polidipsi
Glukoneogenensis meningkat
Penurunan BB polifagi
Gliserol asam lemak bebas meningkat
Kehilangan elektrolit urin Ketogenesis
Hiperosmolaritas Ketoasidosis Ketonuria
19
Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan makanan yang
dimakan setiap hari. Bahan makanan tersebut terdiri dari karbohidrat,
protein, dan lemak. Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang
dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10%
menjadi glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada
diabetes mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat
defisiensi insulin. Penyerapan glukosa ke dalam sel menurun serta
metabolisme terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa
tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit diabetes mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon
insulin. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah
menjadi glikogen sehingga kadar glukosa dalam darah meningkat dan
terjadi hiperglikemia. Bila kadar glukosa yang masuk ke tubulus ginjal
dalam filtrasi glomerulus meningkat diatas 225 mg/menit, glukosa yang
berlebih akan dibuang kedalam urin. Maka luapan glukosa terjadi bila
kadar glukosa darah meningkat 180 mg/dl. Kehilangan glukosa dalam urin
(glukosuria) menyebabkan diuresis karena efek osmotik glukosa didalam
tubulus mencegah reabsorbsi cairan oleh tubulus. Hal ini dinamakan
diuresis osmotik sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan,
akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria). Poliuria
menyebabkan dehidrasi ruangan intrasel, hal ini merangsang pusat haus
sehingga pasien akan merasakan haus secara terus menerus (polidipsi).
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan penurunan transport
glukosa ke sel-sel sehingga kekurangan makanan dan simpanan
20
karbohidrat, lemak, dan protein semakin menipis. Karena digukanan
pembakaran energi dalam tubuh, sehingga penderita merasa lapar dan
menyebabkan banyak makan (polifagi). Terlalu banyak lemak yang
dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang
menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Bila zat ini terlalu
banyak akan meracuni tubuh hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui
urin akibatnya bau urin penderita berbau aseton. Apabila keadaan ini tidak
segera diberikan penanganan yang tepat maka akan terjadi koma yang
disebut koma diabetik (Rendy, 2012).
Menurut (Brunner & Suddarth, 2005) dalam Saferi, Andra & Yessie,
2013, patofisiologi diabetes mellitus tipe II adalah : Pada diabetes tipe II
terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada pemukaan sel. Sebagai akibat terikatnya
insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II
disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin
menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan.
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif
maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi, jika gejala
yang dialami pasien sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan,
iritabilitas, poliuria, polidipsi, polifagi, luka yang lama sembuh. Penyakit
diabetes membuat gangguan atau komplikasi melalui kerusakan pembuluh
21
darah diseluruh tubuh. Tiga masalah utama terjadi bila kekurangan atau
tanpa insulin, yaitu : penurunan penggunaan glukosa, peningkatan
mobilisasi lemak, dan peningkatan penggunaan protein.
5. Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus
a. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl
b. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl
c. Banyak kencing (poliuria)
Kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak kencing.
Kencing yang sering dalam jumlah yang banyak akan mengganggu
penderita, terutama pada malam hari.
d. Banyak minum (polidipsi)
Rasa haus yang sering dialami penderita karena banyaknya cairan yang
keluar melalui kencing. Penderita mengira penyebab rasa haus ialah
udara yang panas atau beban kerja yang berat. Untuk menghilangkan
rasa haus penderita banyak minum.
e. Banyak makan (polifagi)
Rasa lapar yang semakin besar timbul pada penderita karena pasien
mengalami keseimbangan kalori negatif, sehingga timbul rasa lapar.
Untuk menghilangkan rasa lapar penderita banyak makan.
f. Penurunan berat badan dan rasa lemah
Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam
sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga.
Sumber tenaga diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot.
22
Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga
menjadi kurus.
g. Gangguan saraf tepi / kesemutan
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki
waktu malam hari.
h. Gangguan penglihatan
Pada fase awal diabetes dijumpai gangguan penglihatan yang
mendorong penderita untuk mengganti kacamatanya agar tetap dapat
melihat dengan baik.
i. Gatal dan bisul
Kelainan kulit berupa gatal, terjadi di daerah kemaluan dan daerah
lipatan kulit seperti ketiak dan dibawah payudara. Sering pula
dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama sembuhnya.
j. Keputihan
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering
ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang
dirasakan (Saferi, Andra & Yessie , 2013).
6. Komplikasi Diabetes Mellitus
Komplikasi yang berkaitan dengan diabetes mellitus diklasifikasikan
sebagai komplikasi akut dan kronik. Beberapa komplikasi akut dan kronik
dari diabetes mellitus adalah :
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia (kadar glukosa dalam darah yang abnormal rendah)
terjadi jika glukosa darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl.
23
Penyebab hipoglikemia dapat terjadi akibat pemberian insulin atau
preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit
atau karena aktivitas fisik yang berat. Gejala terdiri atas gejala
adrenergik seperti tremor, takikardia, palpitasi, rasa lapar, dan gejala
neuro-glikopenik seperti perasaan ingin pingsan, penurunan daya
ingat, gelisah, kejang, kesadaran menurun sampai koma. Rekomendasi
biasanya berupa pemberian 10 hingga 15 gr gula yang bekerja cepat
peroral. Penderita diabetes tipe II yang menggunakan obat
hipoglikemia oral juga dapat mengalami hipoglikemia (khususnya
pasien yang menggunakan klorpropamid yang merupakan obat
hipoglikemia oral dengan kerja lama) (Brunner & Suddarth, 2002).
b. Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak
cukupnya jumlah insulin. Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah
glukosa yang memasuki sel akan berkurang pula. Disamping itu
produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini
akan menimbulkan hiperglikemia. Dalam upaya untuk menghilangkan
glukosa yang berlebihan, ginjal akan mensekresikan glukosa bersama
air dan elektrolit. Diuresis osmotik yang ditandai oleh poliuri akan
menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Terapi ketoasidosis
diabetik diarahkan pada perbaikan utama, yaitu dehidrasi, kehilangan
elektrolit, dan asidosis (Brunner & Suddarth, 2002).
24
c. Komplikasi kronik biasanya terjadi 10-15 tahun setelah awitan
diabetes mellitus yang mencakup :
1) Penyakit makrovaskuler (pembuluh darah besar) : memengaruhi
sirkulasi koroner, pembuluh darah perifer, dan pembuluh darah
otak.
2) Penyakit mikrovaskuler (pembuluh darah kecil) : memengaruhi
mata (retinopati) dan ginjal (nefropati).
3) Penyakit neuropatik : memengaruhi saraf sensori motorik dan
otonom serta berperan memunculkan sejumlah masalah, seperti
impotensi dan ulkus kaki diabetik (Brunner & Suddarth, 2013).
7. Pemeriksaan Diagnostik Diabetes Mellitus
a. Kriteria Diagnosis Kadar Glukosa Darah Puasa
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai penyaring dan
diagnosis DM (mg/dl).
Tabel 2.1 Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai penyaring
dan diagnosis DM (mg/dl) ( (Tjokroprawiro, 2007).
Kondisi BukanDM
Belum Pasti DM
DM
Kadar Glukosa Darah Sewaktu
Plasma vena Darah kapiler
< 100< 90
100 - 19990 – 199
≥ 200≥ 200
Kadar Glukosa darah Puasa
Plasma vena Darah kapiler
< 100< 90
100 - 12590 – 109
≥ 126≥ 110
25
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok tersebut
dibawah ini (ADA,2006) :
1) Kelompok usia dewasa tua (> 45tahun)
2) Obesitas BB (kg) >110% BB ideal atau IMT >25 (kg/m2)
3) Tekanan darah tinggi (> 140/90 mmHg)
4) Riwayat diabetes dalam garis keturunan
5) Riwayat kehamilan dengan ; BB lahir bayi >4000 gram atau abortus
berulang
6) Riwayat diabetes pada kehamilan
7) Dislipidemia (HDL < 35mg/dl dan atau Trigliserida >250 mg/dl)
8) Pernah TGT (toleransi glukosa terganggu) atau glukosa darah puasa
terganggu (GDPT)
b. Uji Laboratorium
1) Darah
Orang normal kadar Glukosa Darah Puasa (GDP) <100 mg/dl, 2j pp
<140 mg/dl. GDP antara 100 dan 126 mg/dl disebut Glukosa Darah
Puasa Terganggu (GDPT) atau Impaired Fasting Glucose (IFG).
Untuk penderita DM disebut “normal” atau regulasi baik. Bila
glukosa darah sebelum makan: 90-130 mg/dl dan puncak glukosa
darah sesudah makan < 180 mg/dl. (ADA, 2005).
2) Urine
Pada orang normal, reduksi urine: negatif. Pemantauan reduksi
urine biasanya 3x sehari dan dilakukan kurang lebih 30 menit
sebelum makan. Atau 4x sehari, yaitu 1x sebelum makan pagi, dan
26
yang 3x dilakukan setiap 2 jam sesudah makan. Pemeriksaan
reduksi 3x sebelum makan lebih lazim dan lebih hemat
(Tjokroprawiro, 2007).
8. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
Penatalaksanaan diabetes jangka pendek bertujuan untuk menghilangkan
keluhan/gejala diabetes. Sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah
untuk mencegah komplikasi. Penatalaksanaan diabetes dititikberatkan
pada 4 pilar penatalaksanaan diabetes, yaitu edukasi, terapi gizi medis,
latihan jasmani, dan intervensi farmakologis.
a. Edukasi
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku sehat
yang memerlukan partisipasi efektif dari klien dan keluarga klien.
Tujuan dari edukasi diabetes adalah mendukung usaha klien
penyandang diabetes mellitus untuk mengerti perjalanan penyakitnya
dan pengelolaannya, mengenali masalah kesehatan atau komplikasi
yang mungkin timbul secara dini atau saat masih reversibel, ketaatan
perilaku pemantauan dan pengelolaan penyakit secara mandiri dan
perubahan perilaku kesehatan yang diperlukan. Edukasi pada penderita
diabetes meliputi pemantauan glukosa mandiri, perawatan kaki,
ketaatan penggunaan obat-obatan, meningkatkan aktivitas fisik, dan
mengurangi asupan kalori (Suzanna, 2014).
27
b. Terapi Gizi Medis
Prinsip diet diabetes adalah dapat dikenal dengan 3J, yaitu :
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis : boleh dimakan/tidak
Diet diabetes yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya.
a) Diet I : 1100 kalori
b) Diet II : 1300 kalori
c) Diet III : 1500 kalori
d) Diet IV : 1700 kalori
e) Diet V : 1900 kalori
f) Diet VI : 2100 kalori
g) Diet VII : 2300 kalori
h) Diet VIII : 2500 kalori
Diet I s/d III : diberikan kepada penderita yang gemuk
Diet IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan
normal
Diet VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus
Dalam melaksanakan diet diabetes sehari-hari hendaklah diikuti
pedoman 3J yaitu :
(1) J I : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi
atau ditambah.
(2) J II : jadwal diet harus sesuai dengan intervalnya
(3) J III : jenis makanan yang harus dihindari
28
Penentuan jumlah kalori diet diabetes harus disesuaikan oleh status
gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung
Percentage of relative body weight (BBR = berat badan normal)
dengan rumus :
BBR=BB(Kg)
TB (cm )−100x100 %
(a) Kurus (underweight) : BBR < 90 %
(b) Normal (ideal) : BBR 90 – 110 %
(c) Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
(d) Obesitas, apabila : BBR > 120 – 130 %
Obesitas ringan : BBR 120 – 130 %
Obesitas sedang : BBR 130 – 140 %
Obesitas berat : BBR 140 – 200 %
Morbid : BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari bagi
penderita DM (Rendy, 2012).
Tabel 2.2 Golongan I : Sumber Hidrat ArangSatu satuan penukar mengandung : 175 kkal, 4 gr protein, 40 gr
karbohidrat
29
E
TTabel 2.3 Golongan II : Sumber Protein HewaniSatu satuan penukar mengandung : 95 kkal, 10 gr protein dan 6 lemak
Bahan Makanan Berat (gr) Ukuran Rumah Tangga
Nasi 100 ¾ glsNasi Tim 200 1 glsBubur beras 400 2 glsNasi jagung 100 ¾ glsKentang 200 2 bj sdgSingkong 100 1 ptg sdgTalas 200 1 bj bsrBahan Makanan Berat (gr) Ukuran Rumah TanggaUbi 150 1 bj bsrBiskuit meja 50 4 buahRoti putih 80 2 irisKraker 50 5 bh bsrMaizena 40 8 sdmTepung beras 50 8 sdmTepung singkong 40 8 sdmTepung sagu 40 7 sdmTepung terigu 50 8 sdmTerigu hunkwe 40 8 sdmMie basah 200 ½ glsMie kering 50 ½ glsHavermount 50 6 sdmBihun 50 ½ gls
Bahan Makanan Berat (gr) Ukuran Rumah Tangga
Daging sapi 50 1 ptg sdgDaging ayam 50 1 ptg sdgHati sapi 50 1 ptg sdgDidih sapi 50 2 ptg sdgBabat 60 2 ptg sdgUsus sapi 75 3 bulatanTelur ayam biasa 75 2 btrTelur ayam negri 60 1 btrTelur bebek 60 1 btrTelur puyuh 60 6 btrIkan segar 50 1 ptg sdgIkan asin 25 2 ptg sdgIkan teri 25 2 sdmUdang basah 50 ¼ glsBakso daging 100 10 bj sdg
30
(Ernawati, 2013)
Tabel 2.4 Golongan III : Sumber Protein NabatiSatu satuan penukar mengandung : 80 kkal, 6 gr protein, 3 gr lemak,
dan 8gr karbohidrat
Tabel 2.5 Golongan IV : SayuranSatu satuan penukar mengandung : 50 kkal, dan 10 gr karbohidrat
Bahan Makanan Berat (gr) Ukuran Rumah Tangga
Kacang hijau 25 2 ½ sdmKacang kedelai 25 2 ½ sdmKacang merah 25 2 ½ sdmKacang tanah terkupas 20 2 sdmKacang tolo 25 2 ½ sdmOncom 50 2 ptg sdgTahu 100 1 bj bsrTempe 50 2 ptg sdgKeju kacang tanah 20 2 sdm
31
Tabel 2.6 Golongan V : Buah-buahanSatu satuan penukar mengandung : 40 kkal, dan 10 gr karbohidrat
Tabel 2.7 Golongan VI : SusuSatu satuan penukar mengandung : 110 kkal, 7 gr protein, 9 gr karbohidrat
Bahan Makanan Berat (gr) Ukuran Rumah Tangga
Bayam Daun melinjo Jamu segarBiet Daun pakis Kacang panjangBuncis Daun pepaya KangkungBunga kol Daun singkong KatukCabe hijau Daun talas KetimunDaun bawang Daun ubi OyongDaun bluntas Daun wuluh TaogeDaun kecipir Genjer TomatDaun koro Jagung muda TerongDaun labu siam Jantung pisang Wortel
Bahan Makanan Berat (gr) Ukuran Rumah Tangga
Alpukat 50 ½ bh bsrApel 75 ½ bh sdgAnggur 75 10 bjBelimbing 125 1 bh bsrJambu biji 100 1 bh bsrJambu air 100 2 bh sdgJambu bol 75 ¾ bh sdgDuku 75 15 bhDurian 50 3 bjBahan Makanan Berat (gr) Ukuran Rumah TanggaJeruk manis 100 2 sdgKedongdong 100 1 bh sdgKemang 100 1 bh sdgMangga 50 ½ bh sdgNanas 75 1/6 bh sdgNangka masak 50 3 bjPapaya 100 1 bh sdgPisang ambon 50 1 bh sdgPisang raja sereh 50 2 bh kclRambutan 75 8 bhSalak 75 1 bh bsrSawo 50 1 bh sdgSirsak 75 ½ gls
32
Tabel 2.8 Golongan VII : MinyakSatu satuan penukar mengandung : 45 kkal, 5 gr protein, 9 gr lemak
(Ernawati, 2013)
Tabel 2.9Standar diet diabetes
Sumber : (Ernawati, 2013)Diet Energi
(kalori)Karbohidrat
(penukar)
Hewani(penukar)
Nabati(penukar)
Sayur Buah(penukar)
minyak
1300kalPagiSelinganSiangSelinganMalam
3005050050425
1-1-1
1-1-1
--1-1
1-1-1
-1111
1-2-1
Bahan Makanan Berat (gr) Ukuran Rumah Tangga
Susu sapi 200 1 glsSusu kambing 150 ¾ glsSusu kerbau 100 ½ glsSusu kental 100 ½ glsKeju 30 1 ptg sdgTepung susu whole 25 5 sdmTepung susu skim 20 4 sdmTepung saridele 25 4 sdmYoghurt 200 1 gls
Bahan Makanan Berat (gr) Ukuran Rumah Tangga
Minyak kacang 5 ½ sdmMinyak goring 5 1 sdmMinyak ikan 5 ½ sdmMargarin 5 ½ sdmKelapa 30 ½ ptg kclKelapa parut 50 3 sdmSantan 50 ½ glsLemak sapi 5 1 ptg kcl
33
1500kalPagiSelinganSiangSelinganMalam
3375067550425
1-2-1
1-1-1
½-1-1
1-1-1
-1111
1-2-1
1700kalPagiSelinganSiangSelinganMalam
3375067550600
1-2-2
1-1-1
½-1-1
1-1-1
-1111
1-2-1
1900kalPagiSelinganSiangSelinganMalam
4755067550650
1 ½-2-2
1-1-1
½-1-1
1-1-1
-1111
2-2-2
2100kalPagiSelinganSiangSelinganMalam
5125081250737
1 ½-
2 ½-
2 ½
1-1-1
1-1-1
1-1-1
-1111
2-3-2
2300kalPagiSelinganSiangSelinganMalam
5875090050373
1 ½-3-
2 ½
1-1-1
1-1-1
1-1-1
-1111
2-3-2
c. Latihan dan jasmani
Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-masing
selama kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani dianjurkan yang
bersifat aerobik seperti jalan santai, bersepeda, dan berenang. Latihan
jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat
badan dan meningkatkan sensitifitas insulin (Suzanna, 2014).
d. Intervensi farmakologis
34
1) Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
a) Sulfonilurea
Obat sulfonilurea bekerja dengan cara :
(1) Menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan
(2) Menurunkan ambang sekresi insulin
(3) Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan
glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan berat
badan normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang
beratnya sedikit lebih.
b) Biguanid/Metformin
Obat ini mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah tapi
tidak sampai dibawah normal. Obat ini dianjurkan untuk pasien
dengan kelebihan berat badan (IMT 27-30).
c) Inhibitor Alfa Glukosidase
Obat ini bekerja menghambat kerja enzim alfa glukosidase dalam
saluran cerna, sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan
menurunkan hiperglikemia pascaprandial.
2) Insulin
Indikasi penggunaan insulin :
a) Dibetes dengan berat badan menurun cepat/kurus
35
b) Ketoasidosis, asidosis laktat, dan koma hiperosmolar
c) Diabetes yang mengalami stress berat
d) Diabetes dengan kehamilan / diabetes gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan
e) Diabetes yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik
oral atau ada kontraindikasi obat tertentu.
Dosis insulin dimulai dengan dosis rendah, lalu dinaikkan
sesuai dengan hasil kadar glukosa darah pasien. Jika pasien
sudah diberikan sulfonilurea atau metformin sampai dosis
maksimal namun kadar glukosa darah belum mencapai
sasaran, dianjurkan penggunaan kombinasi sulfonilurea
dengan metformin. Jika cara ini tidak berhasil juga, dipakai
kombinasi obat sulfonilurea dan insulin.
Cara Penyuntikan insulin:
Insulin umumnya diberikan dengan dibawah kulit
(subkutan). Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau
intravena secara bolus atau drip. Insulin dapat diberikan
tunggal (satu macam insulin kerja cepat, kerja menengah, atau
kerja panjang) tetapi juga dapat diberikan kombinasi insulin
kerja cepat dan menengah, sesuai dengan respon individu
terhadap insulin, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar
glukosa darah harian. Lokasi penyuntikan juga harus
diperhatikan benar, demikian pula mengenai rotasi tempat
suntik. Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpanan
36
terjamin, semprit insulin dan jarumnya dapat dipakai lebih dari
satu kali oleh pasien yang sama. Harus diperhatikan
kesesuaian konsentrasi insulin (U40,U100) dengan semprit
yang dipakai. Dianjurkan dipakai konsentrasi yang tetap.
Penyerapan paling cepat terjadi di daerah abdomen yang
kemudian diikuti oleh daerah lengan, paha bagian atas
bokong. Bila disuntikkan secara intramuskular dalam maka
penyerapan akan terjadi lebih cepat dan masa kerja akan lebih
singkat (Ernawati, 2013).
B. Konsep Dasar Gangren
1. Pengertian Gangren
Ulkus kaki diabetik adalah suatu jaringan nekrosis atau jaringan mati
yang disebabkan oleh karena adanya emboli pembuluh darah besar arteri
pada bagian tubuh sehingga suplai darah terhenti. Dapat terjadi sebagai
akibat dari proses inflamasi yang memanjang, perlukaan (digigit serangga,
37
kecelakaan kerja atau terbakar), proses degeneratif (aterosklerosis), atau
gangguan metabolik (diabetes mellitus) (Taber, 1990 dalam Maryunani,
2013).
Ulkus kaki diabetik adalah luka yang terjadi pada kaki penderita
diabetes dimana terdapat kelainan tungkai kaki bawah akibat diabetes
mellitus yang tak terkendali. Kelainan kaki diabetes mellitus dapat
disebabkan adanya gangguan pembuluh darah, gangguan persyarafan, dan
adanya infeksi (Tambunan, 2007 dalam Maryunani, 2013).
2. Etiologi Gangren
Penyebab kejadian gangren adalah multifaktor atau terdapat tiga faktor
utama yang menyebabkan terjadinya lesi kaki pada diabetes, yaitu
neuropati, angiopati, dan peningkatan faktor resiko infeksi pada penderita.
a. Neuropati perifer
Neuropati perifer adalah suatu komplikasi kronik dari diabetes dimana
syaraf-syaraf telah mengalami kerusakan sehingga kaki pasien menjadi
baal (tidak merasakan sensasi) dan tidak merasakan adanya tekanan,
injuri/trauma, atau infeksi. Neuropati biasanya bukan komplikasi
mematikan tetapi berperan besar dalam morbiditas (Genna, 2003 dalam
Anik Maryunani, 2013).
b.Angiopati
Angiopati adalah penyempitan pembuluh darah pada penderita diabetes.
Pembuluh darah besar atau kecil pada penderita diabetes mellitus
mudah menyempit dan tersumbat oleh gumpalan darah. Apabila
sumbatan terjadi di pembuluh darah sedang/besar pada tungkai, maka
38
tungkai akan mudah mengalami gangren diabetik, yaitu luka pada kaki
yang merah kehitaman dan berbau busuk. Meningkatnya kadar gula
dalam darah dapat menyebabkan pengerasan, bahkan kerusakan
pembuluh darah arteri dan kapiler. Hal ini menyebabkan berkurangnya
asupan nutrisi dan oksigen ke jaringan, sehingga timbul risiko
terbentuknya nekrotik (Maryunani, 2013).
c. Peningkatan faktor resiko infeksi pada penderita
Hiperglikemia akan mengganggu kemampuan leukosit khusus yang
berfungsi untuk menghancurkan bakteri. Dengan demikian, pada pasien
diabetes mellitus yang tidak terkontrol akan terjadi penurunan retensi
terhadap infeksi tertentu. Proses timbulnya ulkus kaki diabetik pada
kaki dimulai dari cidera lunak pada jaringan lunak kaki, pembentukan
fisura antara jari-jari kaki atau di daerah kulit, atau pembentukan
sebuah kalus. Cidera tidak dirasakan oleh klien yang kepekaan kakinya
sudah hilang dan bisa berupa cidera termal (misalnya, menggunakan
bantal pemanas, tidak menggunakan alas kaki, memeriksa air panas
untuk mandi dengan menggunakan kaki), cidera kimia (misalnya,
membuat kaki terbakar pada saat menggunakan preparat kaustik untuk
menghilangkan kalus, veruka, atau bunion), atau cidera traumatik
(misalnya, melukai kulit ketika menggunting kuku, menginjak benda
asing dalam sepatu tanda disadari atau mengenakan sepatu atau kaos
kaki yang tidak pas. Cidera atau fisura tersebut dapat berlangsung tanpa
diketahui sampai terjadi infeksi yang serius. Pengeluaran nanah,
pembengkakan, kemerahan (akibat selulitis) atau gangren pada tungkai,
39
biasanya merupakan tanda pertama masalah kaki pada klien diabetes
mellitus (Brunner & Suddarth, 2002).
3. Klasifikasi Gangren
Ada beberapa klasifikasi gangren diabetik diantaranya adalah :
a.Gangren Circulatoir
Beberapa klasifikasi gangren circulatoir adalah sebagai berikut :
1) Gangren kering
Penyumbatan arteri terjadi secara bertahap, mula-mula terlihat
anemis lama-lama akan menjadi mummifikasi. Akhirnya pada
bagian ektremitas akan susut, layu, dan berwarna hitam. Jika
permukaan kulit tidak rusak, biasanya tidak akan terkena infeksi.
Bentuknya khas dan merupakan akibat penutupan arteri yang
perlahan-lahan tetapi progresif.
2) Gangren basah
Merupakan akibat penutupan arteri yang mendadak terutama pada
anggota bawah dimana aliran darah sebelumnya mencukupi. Daerah
yang terkena ditandai dengan bercak-bercak dan bengkak. Kulit
sering kali menjadi melepuh dan infeksi sering kali terjadi, bisa
terjadi melalui daerah yang baru saja mengalami epidermopiosis.
Sifat khusus gangren basah sebagian disebabkan oleh infeksi
sehingga terdapat beberapa tingkatan infeksi kemerahan,
pembengkakan, dan edema yang progresif pada daerah yang terkena
pada jaringan yang nekrotik karena pembentukan gas oleh
mikroorganisme.
40
b. Gangren Traumatik
Gangren traumatik adalah destruksi jaringan yang disebabkan oleh
trauma langsung dengan kerusakan pembuluh darah lokal daripada
trauma yang mengenai vasa utama ke ekstremitas. Pada beberapa
permukaan komplikasi berupa spasme arteri atau oklusi vena, infeksi
dapat mengakibatkan kehilangan ektremitas, namun dapat diselamatkan
bila infeksi dapat dicegah dengan pengobatan yang benar. Beberapa
kasus gangren traumatik dapat mengalami komplikasi iskemik karena
terkenanya arteri yang besar sehingga diperlukan perbaikan arteri atau
amputasi (Brunner & Suddarth, 2002).
4. Derajat Kaki Gangren
Berdasarkan berat ringannya lesi, kelainan kaki diabetes dibagi menjadi
enam derajat menurut (Wagner, 1981) seperti yang tertera berikut :
1. Grade 0 : tidak ada lesi yang terbuka, (dengan kata lain kulit utuh,
tetapi ada kelainan bentuk kaki akibat neuropati).
2. Grade 1 : ulkus/luka superfisial terbatas pada kulit
3. Grade 2 : ulkus/luka dalam sampai menembus tendon atau tulang
4. Grade 3 : ulkus/luka dalam dengan abses, osteomielitis atau sepsis
persendian
5. Grade 4 : gangren setempat, ditelapak kaki atau tumit (dengan kata
lain gangren jari kaki atau bagian distal kaki, dengan/tanpa
selulitis)
6. Grade 5 : gangren pada seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah
(Maryunani, 2013).
41
Gambar 2.2 Gambar Derajat Luka menurut WagnerSumber : (Yunita, 2015)
5. Patofisiologi Gangren
Diabetes Mellitus
Trauma Kelainan VaskulerNeuropati
Motorik Sensorik Otonomik
- Kelemahan otot/atropi- Deformitas- Stress abnormal- Tekanan
Kehilangan sensasi pada ekstremitas/trauma
-Keringat berkurang- kulit kering rusak dan timbul fisura- penurunan
Mikrovaskuler Makrovaskuler
-penurunan/penipisan struktur dinding membran kapiler darah- peningkatan aliran darah
Arterosklerosis/penyumbatan pembuluh darah besar/iskemia
42
Gambar 2.3 Patofisiologi Gangren DiabetikSumber : (Maryunani, 2013)
6. Manifestasi Klinis Gangren
Menurut Fontain, kaki diabetes adalah suatu penyakit pada penderita
diabetes dibagian kaki dengan gejala dan tanda sebagai berikut :
a. Sering kesemutan (asimtomatus)
b. Klaudikasio intermitten (jarak tempuh menjadi lebih pendek)
c. Nyeri saat istirahat
d. Kerusakan jaringan (nekrosis,ulkus)
- Kelemahan otot/atropi- Deformitas- Stress abnormal- Tekanan
Kehilangan sensasi pada ekstremitas/trauma
-Keringat berkurang- kulit kering rusak dan timbul fisura- penurunan
-penurunan/penipisan struktur dinding membran kapiler darah- peningkatan aliran darah
Arterosklerosis/penyumbatan pembuluh darah besar/iskemia
OsteoarthropatiPenurunan respon
imun terhadap infeksi
Ulserasi kaki diabetikum
Gangren
Amputasi
Berkurangnya nutrisi pada aliran
darah kapiler
43
Gejala kaki diabetes dimulai dengan adanya perubahan kalus (pengerasan).
Perubahan ini penting untuk mengetahui apakah penebalan kalus disertai
infeksi pada jaringan di bawahnya karena, kalau neuropati penderita
diabetes tidak akan merasakan nyeri (Misnadiarly, 2006).
7. Fase Penyembuhan Luka Gangren
Fase penyembuhan luka secara umum dibagi menjadi empat fase, yaitu
fase hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan maturasi. Karakteristik dari tiap
fase adalah sebagai berikut (Hess, 2008).
a. Hemostasis
Fase hemostasis terjadi setelah injuri, tujuan dari fase ini adalah untuk
menghentikan perdarahan. Keping darah (platelet) adalah kunci utama
dalam proses hemostasis ini. Keping darah akan membentuk agregat
dan mengalami degranulasi, sehingga terjadi formasi bekuan darah.
Sitokin dan faktor pertumbuhan memiliki banyak fungsi, diantaranya
adalah menarik leukosit dan fibroblast ke daerah injuri. Selama
koagulasi, terbentuk gumpalan fibrin.
b. Fase Inflamasi (peradangan)
Fase inflamasi disebut juga sebagai fase pertahanan atau fase reaksi.
Fase ini dimulai segera pada saat terjadi injuri dan biasanya
berlangsung 4 sampai 6 hari. Karakteristik dari fase inflamasi adalah
sakit, panas, kemerahan, dan bengkak. Tujuan utama dari fase
inflamasi adalah untuk menghilangkan debris patogen dan menyiapkan
daerah yang luka untuk membentuk jaringan baru. Pada fase
44
hemostasis, keping darah yang mengalami degranulasi akan
mengeluarkan sitokin dan faktor pertumbuhan. Sitokin dan fase
pertumbuhan akan menginisiasi respon inflamasi dengan cara menarik
sel inflamasi ke daerah injuri, segera setelah injuri, neutrofil akan
datang ke daerah luka untuk melawan bakteri dan membersihkan
benda asing pada luka.
c. Fase Proliferasi
Fase proliferasi dimulai dari hari ketiga setelah injuri dan berlangsung
sampai beberapa minggu (sekitar tiga minggu). Tujuan dari fase ini
adalah untuk mengisi luka dengan jaringan yang baru (jaringan
granulasi) dan memperbaiki integritas dari kulit. Fase ini meliputi
angiogenesis (pertumbuhan pembuluh darah baru) ditandai dengan
tumbuhnya pembuluh-pembuluh darah baru oleh sel endotelia. Ketika
luka sudah sudah terisi jaringan granulasi, tepi-tepi luka akan saling
menarik (kontraksi), sehingga ukuran luka menjadi kecil.
d. Fase Maturasi
Fase ini berlangsung sekitar 3 minggu setelah injuri sampai beberapa
bulan atau tahun. Fase ini melibatkan keseimbangan antara sintesis
kolagen dana degradasinya. Pada fase ini serat kolagen mengalami
maturasi. Tiga minggu setelah injuri, kekuatan kulit sekitar 20%. Pada
akhir fase maturasi, kulit bekas luka hanya mempunyai 80% dari
kekuatan kulit sebelum terjadi luka (Yunita, 2015).
45
8. Penatalaksanaan Gangren
Melalui penanganan yang profesional terhadap gangren diabetik, baik
pencegahan maupun perawatannya, diharapkan luka gangren yang meluas
dapat dilakukan pengobatan secara benar dan tepat serta penderita luka
gangren dapat diturunkan. Berikut penatalaksanaan gangren diabetes
menurut The National Service Frame Work for Diabetes yaitu :
a. Pengendalian kadar gula darah
Pengendalian gula darah dan berbagai upaya sangat penting dilakukan
untuk memperbaiki keadaan umum penderita dengan nutrisi yang
memadai.
b. Penanganan ulkus/gangren
Tindakan yang dilakukan untuk penanganan ulkus/gangren ini, antara
lain : bedah minor seperti insisi, pengaliran abses, debridemen, dan
nekrotomi dengan tujuan untuk mengeluarkan semua jaringan nekrosis
untuk mengeliminasi infeksi, sehingga diharapkan dapat mempercepat
penyembuhan luka.
c. Memperbaiki sirkulasi darah
Terdiri dari 2 macam, yaitu memperbaiki status rheologi dan struktur
vaskuler:
1) Memperbaiki status rheologi, yaitu dengan pemberian obat-obatan
antiagregasi trombosit hipolipidemik (yang bertujuan untuk
memperbaiki vaskularisasi jaringan atau organ yang terserang).
46
2) Memperbaiki struktur vaskuler, yaitu dengan tindakan yang
dilakukan dapat berupa embolektomi, endarteriektomi, atau
rekonstruksi pembuluh darah dan sangat bergantung pada kelainan
yang terjadi.
d. Penanganan infeksi
Pemberian antibiotik diberikan bila diketahui terdapat infeksi.
e. Perawatan luka
Perawatan luka dengan menggunakan konsep TIME, yaitu Tissue
managemen (manajemen jaringan), Inflammation and infections
control (kontrol inflamasi dan infeksi), Moisture control (kontrol
kelembapan), dan Ephiteal edge advancement (perlepasan tepi luka).
Dibawah ini adalah komponen-komponen dari persiapan dasar luka
(Falanga, 2000).
a) Tissue managemen (Managemen jaringan)
Didalam konteks persiapan dasar luka, manajemen jaringan
dilakukan melalui debridemen, yaitu menghilangkan jaringan mati
pada luka. Jaringan yang perlu dihilangkan adalah jaringan nekrotik
dan slaf. Manfaat debridemen adalah menghilangkan jaringan yang
sudah tidak tervaskularisasi, bakteri, dan eksudat sehingga akan
menciptakan kondisi luka yang dapat menstimulasi munculnya
jaringan yang sehat. Ada beberapa cara debridemen yang dapat
dilakukan, yaitu :
(1) Debridemen mekanis
47
Debridemen mekanis adalah cara debridemen dengan cara
menggunakan kekuatan fisik untuk mengambil jaringan
nekrotik. Debridemen mekanis dilakukan dengan cara
mengaplikasikan balutan basah-kering, dan juga dengan
menggunakan irigasi yang kuat. Debridemen mekanis
dilakukan dengan cara mengaplikasikan kasa yang lembab,
kemudian ditutup dengan kasa yang kering. Kasa yang lembab
dibiarkan sampai kering, ketika sudah kering, kasa akan
diambil. Jaringan mati pada luka akan menempel pada kasa
yang kering. Cara debridemen ini tidak cocok untuk luka
dengan eksudat yang banyak karena kasa menjadi sulit untuk
kering. Debridemen dengan menggunakan irigasi tekanan kuat
dilaksanakan dengan cara mengaplikasikan cairan dengan
tekanan tinggi ke luka. Besarnya tekanan sekitar 400-800
mmHg. Tekanan sebesar ini akan mampu membuang debris
dan bakteri. Tapi yang harus diingat adalah tekanan sebesar ini
akan membuat debris dan bakteri masuk ke jaringan yang lebih
dalam. Ukuran syringe yang biasa digunakan adalah syringe 35
ml (Swanson, 2005).
(2) Debridemen bedah
Debridemen bedah seringkali disebut sebagai debridemen alat
karena menggunakan alat-alat untuk menghilangkan jaringan
mati, seperti pisau bedah atau gunting. Jenis debridemen ini
48
adalah tipe debridemen yang paling cepat dan efektif, namun
memerlukan keterampilan yang memadai.
(3) Debridemen autolitik
Debridemen ini adalah merupakan tipe debridemen yang lebih
lambat, namun mudah untuk dilakukan, dan menimbulkan rasa
nyeri yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan tipe
debridemen yang lain. Luka yang lembab menghasilkan suatu
enzim yang dapat memecah jaringan mati. Oleh karena itu
perlu diberikan balutan yang dapat memberikan suasana luka
menjadi lembab. Urutan caranya yaitu dengan mencuci luka,
kemudian luka dibalut dengan balutan yang dapat
mempertahankan prinsip lembab. Luka yang lembab akan
menjadikan enzim-enzim dalam luka dapat mencerna jaringan
mati. Contoh balutan yang dapat digunakan adalah hydrogel,
hidrokoloid, alginate, dan madu.
(4) Debridemen Enzim
Debridemen enzim merupakan cara debridemen dengan
menggunakan enzim yang dibuat secara kimiawi untuk dapat
mencerna jaringan mati atau melonggarkan ikatan antara ikatan
antara jaringan mati dan jaringan hidup. Enzim ini bersifat
selektif, yaitu hanya akan memakan jaringan mati. Hal yang
harus diperhatikan dalam menggunakan jenis debridemen ini
adalah menghindari penggunaan balutan luka yang
mengandung logam berat seperti silver, mineral, seng, cairan
49
basa atau asam, karena dapat menginaktivasi enzim. Pada luka
dengan skar (luka jaringan nekrotik yang kering), maka kita
perlu melakukan sayatan pada skar dengan menggunakan pisau
agar enzim dapat meresap pada skar dan permukaan luka tetap
lembab.
(5) Debridemen biologi
Debridemen biologi dapat dilakukan dengan menggunakan
belatung yang sudah disteril. Jenis belatung yang digunakan
adalah spesies Lucia Cerrata atau Phaenica Sericata. Belatung
ini diletakkan didasar luka selama 1-4 hari. Belatung ini
mensekresikan enzim preteolitik yang dapat memecah jaringan
nekrotik dan mencerna jaringan yang sudah dipecah. Sekresi
dari belatung ini memiliki efek anti mikrobial yang membantu
dalam mencegah pertumbuhan dan proliferasi bakteri, termasuk
Metchilin-resistant Staphylococcus aureus. Selain itu belatung
ini juga mensekresikan berbagai jenis sitokin dan faktor
pertumbuhan yang dapat meningkatakan oksigenasi lokal
jaringan.
b) Inflammation And Infection Control (Inflamasi dan Kontrol
Infeksi)
Infeksi ditandai dengan adanya multiplikasi mikroorganisme pada
jaringan yang sehat (pada jaringan di bawah permukaan luka).
50
Infeksi ditandai dengan adanya kerusakan jaringan yang dapat
dilihat secara visual. Infeksi dapat bersifat lokal (termasuk
didalamnya selulitis), atau sistemik (sepsis). Tanda-tanda dari
infeksi yaitu adanya peningkatan eksudat, nyeri, adanya kemerahan
(eritema) yang baru atau peningkatan kemerahan pada luka,
peningkatan temperatur pada daerah luka, dan bau luka atau
eksudat. Cara yang dapat dilakukan adalah meningkatkan daya
tahan tubuh dari penderita luka, debridemen, membersihkan luka
dan mencuci luka untuk menghilangkan bakteri, eksudat, dan
jaringan mati, serta memberikan balutan luka anti mikroba.
c) Moisture (kelembapan)
Mempertahankan kelembapan yang seimbang adalah hal yang
sangat penting dilakukan karena bila luka menjadi kering maka
akan menghambat migrasi dan aktivitas dari sel-sel epidermal.
Sebaiknya luka yang terlalu lembab akan mengakibatkan
terjadinya maserasi, sehingga akan mengakibatkan erosi pada tepi
luka. Mempertahankan kelembapan luka dapat dilakukan dengan
cara menggunakan balutan yang tepat sesuai dengan kondisi dan
jumlah eksudat dari luka.
d) Epithelial Wound Advancement (Perluasan tepi luka)
Salah satu indikator dari penyembuhan luka adalah meluasnya sel-
sel epitel menuju ke tengah luka melalui proses migrasi keratinosit
dan kontraksi luka. Pada luka diabetes, adanya kapalan/kalus yang
51
tebal, slaf dan jaringan nekrosis dapat menjadi hambatan terjadinya
migrasi keratinosit. Oleh karena itu perlu dilakukan penipisan
kalus, debridemen dari slaf dan jaringan nekrosis. Selain faktor
migrasi, yang dapat mempengaruhi terjadinya tepi luka yang tidak
menutup adalah adanya hiperploriferasi sel di tepi luka, dan adanya
kantong luka di pinggir luka (Yunita, 2015).
C. Konsep Keluarga
1. Pengertian Keluarga
Keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan oleh
perkawinan, adopsi dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan
mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik,
mental, emosional, dan sosial dari individu-individu yang ada didalamnya
terlihat dari pola interaksi yang saling ketergantungan untuk mencapai
tujuan bersama (Friedman, 1998).
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat
dibawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes R.I,
1998).
2. Tipe Keluarga
Friedman (1986) membagi tipe keluarga seperti berikut ini :
a. The Nuclear family (keluarga inti)
52
Yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami, istri dan anak
(kandung atau angkat).
b. The extended family (keluarga besar)
Yaitu keluarga inti ditambah dengan keluarga lain yang mempunyai
hubungan darah, misalnya kakek, nenek, paman, bibi, atau keluarga
yang terdiri dari tiga generasi yang hidup bersama dalam satu rumah,
seperti nuclear family seperti, paman, tante, orang tua (kakek-nenek),
keponakan.
c. The dyad family
Keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa anak) yang hidup
bersama dalam satu rumah.
d. Single parent (orang tua tunggal)
Yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua dengan anak
(kandung atau angkat). Kondisi ini disebabkan oleh perceraian atau
kematian.
e. The single adult living alone/single adult family
Yaitu suatu rumah tangga yang hanya terdiri dari seorang dewasa yang
hidup sendiri karena pilihannya atau terpisah (perceraian atau ditinggal
mati) (Ali, 2010).
3. Tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga
Tabel 3.0 Tugas Perkembangan Keluarga (Friedman, 2012).
No. Tahap Perkembangan Tugas Perkembangan Utama
53
a. Keluarga Baru Menikah 1) Membentuk pernikahan yang memuaskan bagi satu sama lain
2) Berhubungan dengan sanak saudara secara harmonis
3) Perencanaan keluarga (keputusan tentang menjadi orang tua)
b. Childbearing Family, Setelah Anak Lahir 1) Tahap II Membentuk keluarga muda sebagai
suatu unit yang stabil (menggabungkan bayi yang baru kedalam keluarga).
2) Memperbaiki hubungan setelah terjadinya konflik mengenai tugas perkembangan dan kebutuhan berbagai anggota keluarga.
3) Mempertahankan hubungan pernikahan yang memuaskan.
4) Memperluas hubungan dengan keluarga besar dengan menambah peran menjadi orangtua dan menjadi kakek/nenek.
c. Keluarga dengan anak usia pra-sekolah 1) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti
rumah, ruang, privasi, dan keamanan yang mamadai.
2) Mensosialisasikan anak.3) Mengintegrasikan anak kecil sebagai anggota
keluarga baru sementara tetap memenuhi kebutuhan anak lain.
4) Mempertahankan kebutuhan yang sehat didalam keluarga
d.Keluarga dengan anak usia sekolah
1) Menyosialisasikan anak-anak, termasuk meningkatkan prestasi sekolah dan membantu hubungan anak-anak yang sehat dengan teman sebaya.
2) Mempertahankan hubungan pernikahan yang memuaskan.
3) Memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga
No. Tahap Perkembangan Tugas Perkembangan Utamae. Keluarga dengan anak
remaja 1) Menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab pada saat anak remaja telah dewasa dan
54
semakin otonomi.2) Memfokuskan kembali hubungan pernikahan.3) Berkomunikasi secara terbuka antara orang tua
dan anak
f. Keluarga melepaskan anak dewasa muda 1) Memperluas lingkaran keluarga terhadap anak
dewasa muda, termasuk memasukkan anggota keluarga baru yang berasal dari pernikahan anak-anaknya.
2) Melanjutkan untuk memperbarui dan menyesuaikan kembali hubungan pernikahan.
3) Membantu orangtua suami dan istri yang sudah menua dan sakit.
g.Orang tua paruh-baya (keluarga usia pertengahan)
1) Tahap VII Menyediakan lingkungan yang meningkatkan kesehatan.
2) Mempertahankan kepuasan dan hubungan yang bermakna antara orangtua yang telah menua dan anak mereka.
3) Memperkuat hubungan pernikahan
h.Keluarga dalam tahun terakhir (keluarga usia tua)
1) Tahap VIII Mempertahankan penataan hidup yang memuaskan
2) Menyesuaikan terhadap penghasilan yang berkurang
3) Mempertahankan hubungan pernikahan4) Menyesuaikan terhadap kehilangan pasangan5) Mempertahankan ikatan keluarga antargenerasi6) Melanjutkan untuk merasionalisasi kehilangan
keberadaan anggota keluarga (peninjauan dan integrasi kehidupan)
4. Struktur Keluarga
Struktur peran yang menjelaskan peran masing-masing anggota keluarga
secara formal maupun informal baik di keluarga atau masyarakat.
a. Nilai atau norma keluarga menjelaskan nilai atau norma yang dipelajari
dan dianut oleh keluarga yang berhubungan dengan kesehatan.
55
b. Pola komunikasi keluarga menjelaskan bagaimana cara keluarga
berkomunikasi, siapa pengambil keputusan utama, dan bagaimana
peran anggota keluarga dalam menciptakan komunikasi. Perlu
dijelaskan hal-hal apa saja yang juga memengaruhi komunikasi
keluarga.
c. Struktur kekuatan keluarga menjelaskan kemampuan keluarga untuk
memengaruhi dan mengendalikan anggota keluarga untuk mengubah
perilaku yang berhubungan dengan kesehatan.
d. Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara
sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui
jalur garis ayah.
e. Matilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara
sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui
jalur garis ibu.
f. Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga
sedarah suami.
g. Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga
sedarah istri.
h. Keluarga kawinan adalah hubungan suami istri sebagai dasar
pembinaan keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian
keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri (Suprajitno,
2004).
56
5. Fungsi keluarga.
Fungsi keluarga merupakan hasil atau konsekuensi dari struktur keluarga
atau sesuatu tentang apa yang harus dilakukan oleh keluarga.
Terdapat beberapa fungsi keluarga menurut Friedman (1998) yaitu :
a. Fungsi Afektif (The Affective Function) adalah fungsi keluarga yang
utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota
keluarga berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk
perkembangan individu dan psikososial anggota keluarga.
b. Fungsi Sosialisasi dan tempat bersosialisasi (Socialization and social
placement function) adalah fungsi mengembangkan dan melatih anak
untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk
berhubungan dengan orang lain diluar rumah.
c. Fungsi Reproduksi (The Reproductive Function) adalah fungsi untuk
mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
d. Fungsi Ekonomi (The Economic Function), yaitu keluarga berfungsi
untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk
mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan
untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
e. Fungsi Perawatan/Pemeliharaan Kesehatan (The Health Care
Function), yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan
anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi. Fungsi ini
dikembangkan menjadi tugas keluarga dibidang kesehatan.
57
6. Tugas Keluarga Di Bidang Kesehatan
Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga memiliki tugas di
bidang kesehatan menurut Friedman (2003), yaitu :
a. Mengenal masalah kesehatan keluarga yaitu anggota keluarga perlu
mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami
anggota keluarga jika menyadari adanya perubahan keluarga, perlu
dicatat kapan terjadinya perubahan yang terjadi dan seberapa besar
perubahannya.
b. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga yaitu upaya
keluarga untuk mencari pertolongan yang tepat yang sesuai dengan
keadaan keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga
diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat berkurang atau teratasi.
c. Merawat anggota keluarga yang sakit adalah dimana keluarga telah
mengambil tindakan yang tepat dan benar namun keluarga memiliki
keterbatasan. Oleh karena itu, anggota keluarga yang sakit perlu
perawatan lanjutan yang dapat dilakukan di pelayanan kesehatan atau di
rumah jika keluarga telah memiliki kemampuan melakukan tindakan
pertolongan pertama.
d. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan
keluarga. Hal ini diperlukan untuk menunjang perawatan anggota
keluarga yang sakit.
e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi
keluarga. Hal ini diperlukan untuk mengetahui seberapa jauh tingkat
58
keparahan penyakit atau keberhasilan suatu tindakan kesehatan yang
telah dilakukan oleh keluarga.
D. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Diabetes Mellitus
Tipe II
Asuhan Keperawatan keluarga merupakan proses yang kompleks dengan
menggunakan pendekatan sistematik untuk bekerjasama dengan keluarga dan
individu sebagai anggota keluarga. Tahapan dari proses asuhan keperawatan
keluarga meliputi :
1. Pengkajian keluarga dan individu didalam keluarga
Yang termasuk pada pengkajian keluarga adalah :
a. Mengidentifikasi data demografi dan sosio cultural
b. Data lingkungan
c. Struktur dan fungsi keluarga
d. Stress dan strategi koping yang digunakan keluarga
e. Perkembangan keluarga
Sedangkan yang termasuk pada pengkajian terhadap individu sebagai
anggota keluarga adalah pengkajian fisik, mental, emosi, sosial, spiritual.
2. Perumusan diagnosis keperawatan keluarga
Penetapan diagnosis keperawatan keluarga selalu mempertimbangkan
faktor risiko, faktor potensial terjadinya penyakit, dan kemampuan
keluarga dalam menghadapi masalah kesehatannya.
3. Penyusunan perencanaan
Perencanaan disusun dengan menyusun prioritas, menetapkan tujuan,
identifikasi sumber daya keluarga, dan menyeleksi intervensi keperawatan.
59
4. Pelaksanaan asuhan keperawatan
Perencanaan yang sudah disusun dilaksanakan dengan memobilisasi
sumber-sumber daya yang ada di keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
5. Evaluasi
Pada tahap evaluasi, perawat melakukan penilaian terhadap kegiatan yang
sudah dilaksanakan.
1. Pengkajian Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Diabetes Mellitus
Tipe II
Pengkajian adalah suatu tahapan dimana seorang perawat mengambil
informasi secara terus menerus terhadap anggota keluarga yang dibinanya.
Sumber informasi dari tahapan pengkajian dapat menggunakan metode :
a. Wawancara keluarga
b. Obeservasi fasilitas rumah
c. Pemeriksaan fisik dari anggota keluarga
Data sekunder di dapatkan dari hasil laboratorium, hasil X-Ray, pap
smear, dan sebagainya. Hal-hal yang perlu dikaji dalam keluarga adalah
(Model Friedman) :
1) Data umum
Pengkajian terhadap data umum keluarga keluarga meliputi nama
kepala keluarga (KK), alamat dan telepon, pekerjaan KK, pendidikan
KK, dan komposisi keluarga. Selanjutnya komposisi keluarga dibuat
genogram.
60
Tabel 3.1 simbol dalam genogram keluarga (Sumber : Suprajitno, 2004)
Simbol Keterangan
Laki- laki
Perempuan
Menikah
Cerai
Pisah
Anak kandung
Anak kembar
Anak angkat
Aborsi
Klien
Meninggal
Tinggal dalam satu rumah
2) Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
a) Tahap perkembangan keluarga saat ini, yaitu tahap perkembangan
keluarga ditentukan oleh usia anak tertua dari keluarga inti.
61
b) Tugas perkembangan yang belum terpenuhi, bagian ini
menjelaskan tentang tugas keluarga yang belum terpenuhi dan
kendala yang dihadapi oleh keluarga.
c) Riwayat kesehatan keluarga inti, menjelaskan riwayat kesehatan
masing-masing anggota keluarga.
d) Riwayat kesehatan keluarga sebelumnya (generasi diatasnya),
menjelaskan riwayat kesehatan geenerasi di atas orang tentang
riwayat penyakit keturunan.
3) Data lingkungan
a) Karakteristik rumah, menjelaskan tentang hasil identifikasi rumah
yang dihuni keluarga meliputi luas, tipe, jumlah ruangan,
pemanfaatan, ruangan, jumlah ventilasi, perletakan perabot rumah
tangga, sarana air dan pembungan, kebutuhan mck (mandi, cuci,
dan kakus), sarana air bersih dan minum yang digunakan.
b) Karakteristik tetangga dan komunitasnya
c) Mobilitas geografis keluarga, menggambarkan keluarga sering
berpindah tempat atau ada anggota keluarga yang jauh dan sering
berkunjung pada keluarga yang dibina.
d) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
e) Sistem pendukung keluarga, yaitu jumlah anggota keluarga yang
sehat dan fasilitas keluarga yang menunjang kesehatan.
62
4) Struktur keluarga
a) Struktur peran, menjelaskan peran masing-masing anggota
keluarga secara formal maupun informal baik di keluarga atau
masyarakat.
b) Nilai atau norma keluarga menjelaskan bagaimana nilai atau norma
yang dipelajari dan dianut oleh keluarga yang berhubungan dengan
kesehatan.
c) Pola komunikasi keluarga menjelaskan bagiamana cara keluarga
berkomunikasi, siapa pengambil keputusan utama.
d) Struktur kekuatan keluarga menjelaskan kemampuan keluarga
untuk memengaruhi dan mengendalikan anggota keluarga.
e) Struktur kekuatan keluarga menjelaskan kemampuan keluarga
untuk memengaruhi dan mengendalikan anggota keluarga untuk
mengubah perilaku yang berhubungan dengan kesehatan.
5) Fungsi Keluarga
a) Fungsi afektif : hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota
keluarga, perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga,
dukungan keluarga terhadap anggota lain.
b) Fungsi sosialisasi : hal yang perlu dikaji bagaimana interaksi atau
hubungan dalam keluarga, sejauh mana anggota keluarga belajar
disiplin, norma, budaya, dan perilaku.
c) Fungsi perawatan kesehatan : menjelaskan sejauh mana keluarga
menyediakan makanan, pakaian, perlindungan serta merawat
anggota keluarga yang sakit.
63
d) Fungsi reproduksi : hal yang perlu dikaji mengenai fungsi
reproduksi keluarga adalah bagaimana keluarga merencanakan
jumlah anggota keluarga, dan metode apa yang digunakan keluarga
dalam upaya mengendalikan jumlah anggota keluarga.
e) Fungsi ekonomi : hal yang perlu dikaji mengenai fungsi ekonomi
keluarga adalah sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan
sandang, pangan, papan, dan pemanfaatan sumber daya yang ada di
masyarakat untuk peningkatan status kesehatan.
6) Stress dan Koping Keluarga
Stress jangka pendek yaitu stressor yang dialami keluarga yang
memerlukan penyelesaian dalam waktu kurang 6 bulan. Stress jangka
panjang yaitu stressor yang dialami keluarga yang memerlukan
penyelesaian dalam waktu lebih dari 6 bulan.
7) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga. Metode
yang digunakan pada pemeriksaan fisik tidak berbeda dengan
pemeriksaan fisik di klinik.
a) Keluhan utama : biasanya penderita diabetes mellitus mengeluh
adanya rasa kesemutan pada kaki/tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh-sembuh dan berbau,
adanya nyeri pada luka.
b) Status kesehatan umum : meliputi keadaan penderita yang sering
muncul adalah kelemahan fisik.
64
c) Tingkat kesadaran : normal, letargi, stupor, koma (tergantung
kadar gula yang dimiliki dan kondisi fisiologis untuk melakukan
kompensasi kelebihan kadar gula dalam darah).
d) Tanda-tanda vital
(1) Tekanan darah (TD) : pada klien dengan riwayat diabetes
mellitus mengalami hipertensi ataupun hipotensi.
(2) Nadi (N) : pada klien dengan riwayat diabetes mellitus
mengalami takikardia pada keadaan istirahat atau saat aktivitas.
(3) Pernapasan (RR) : pada klien dengan riwayat diabetes mellitus
mengalami takipnea pada saat keadaan istirahat atau saat
aktivitas.
(4) Suhu (S) : pada klien dengan riwayat diabetes mellitus suhu
tubuh klien biasa meningkat jika terdapat tanda dan gejala
infeksi
(5) Berat badan : pada klien dengan riwayat diabetes mellitus
mengalami penurunan berat badan (pada DM fase lanjut yang
tidak mendapatkan terapi) dan terjadi peningkatan berat badan
(pada fase awal penyakit atau pasien lanjutan dengan
pengobatan yang rutin dan pola makan yang masih terkontrol).
e) Kepala dan leher
(1) Wajah : kaji simetris dan ekspresi wajah, antara lain paralisis
wajah (pada klien dengan komplikasi stroke)
65
(2) Mata : kaji lapang pandang klien, ketajaman pandang dari
masing-masing mata adanya katarak atau retinopati,
penglihatan kabur, dan penglihatan ganda (diplopia).
(3) Telinga : pengkajian adakah gangguan pendengaran, apakah
telinga kadang-kadang berdenging, dan tes ketajaman
pendengaran dengan garputala atau bisikan.
(4) Hidung : jarang terjadi pembesaran polip dan sumbatan, serta
peningkatan pernapasan cuping hidung (PCH), kecuali ada
infeksi seperti influenza.
(5) Mulut :
(a) Bibir : sianosis (apabila mengalami asidosis atau penurunan
perfusi jaringan pada stadium lanjut).
(b) Mukosa : kering, jika dalam kondisi dehidrasi akibat
diuresis osmosis.
(c) Pemeriksaan gusi mudah bengkak dan berdarah, gigi
mudah goyah.
(6) Leher : pada inspeksi jarak tampak distensi vena jugularis,
pembesaran kelenjar limfe dapat muncul apabila ada infeksi
sistemik.
f) Thorax dan paru-paru
(1) Inspeksi : bentuk dada simetris atau asimetris, irama
pernapasan, nyeri dada, kedalaman dan upaya bernapas antara
lain : takipnea dan pernapasan cheyne stoke (pada kondisi
ketoasidosis).
66
(2) Palpasi : mengetahui adanya nyeri tekan / massa
(3) Perkusi : sonor / hipersonor
(4) Auskultasi : terdengar vesikuler atau bronkovesikuler
Gejala : merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa
sputum purulent (tergantung adanya infeksi atau tidak)
Tanda : frekuensi pernapasan meningkat, batuk dengan/tanpa
sputum
g) Abdomen
(1) Inspeksi : bentuk abdomen simetris atau asimetris
(2) Auskultasi : apakah terjadi perubahan bising usus
(3) Perkusi : timpani atau hipertimpani
(4) Palpasi : untuk mengetahui adanya nyeri tekan/massa.
h) Integumen
(1) Kulit : kulit kering atau bersisik
(2) Warna : tampak warna kehitaman disekitar luka karena adanya
gangren, daerah yang sering terkena adalah di ekstremitas
bawah.
(3) Turgor : menurun pada dehidrasi
(4) Kuku : sianosis, warna pucat
(5) Rambut : tipis (banyak yang rontok karena kekurangan nutrisi
dan buruknya sirkulasi) (Riyadi, 2008).
67
i) Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat hipertensi, klaudikasi, kebas, dan
kesemutan pada ektremitas, ulkus pada kaki dan penyembuhan
lama.
Tanda : adanya takikardia, perubahan tekanan darah postural,
hipertensi, disritmia.
j) Genetalia : perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri
atau terbakar pada organ genetalia, kesulitan berkemih (infeksi).
k) Neurosensori : terjadi pusing, pening, sakit kepala, kesemutan,
kebas pada otot.
Tanda : disorientasi; mengantuk, letargi, stupor/koma (tahap lanjut)
(Doengoes, 2002).
8) Harapan keluarga
Perlu dikaji bagaimana harapan keluarga terhadap perawat untuk
membantu menyelesaikan masalah kesehatan yang terjadi.
2. Analisa Data
Setelah data terkumpul dari pengkajian maka selanjutnya dilakukan
analisa data yaitu mengaitkan data dan menghubungkan dengan konsep
teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam
menentukan masalah kesehatan dan keperawatan keluarga. Cara
menganalisa data, yaitu :
a. Validasi data, yaitu meneliti kembali data yang terkumpul dalam
format pengkajian
68
b. Mengelompokkan data berdasarkan kebutuhan bio-psiko-sosio dan
spiritual
c. Membandingkan dengan standart
d. Membuat kesimpulan tentang kesenjangan yang ditentukan
(Hernilawati, 2013).
3. Diagnosa Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Diabetes Mellitus
Tipe II
Diagnosa keperawatan keluarga dirumuskan berdasarkan data yang
didapatkan pada pengkajian yang terdiri dari masalah keperawatan
problem (P) yang berkenaan pada individu dalam keluarga yang sakit
berhubungan dengan etiologi (E) yang berasal dari pengkajian fungsi
perawatan keluarga dan ditandai dengan (S) yaitu sign adalah sekumpulan
data subjektif dan objektif yang diperoleh perawat dari keluarga secara
langsung atau tidak yang mendukung masalah dan penyebab. Diagnosa
keperawatan keluarga disusun berdasarkan jenis diagnosis seperti :
a. Diagnosis aktual/nyata adalah masalah keperawatan yang sedang
dialami di keluarga, didukung dengan adanya beberapa data
maladaptif.
b. Diagnosis ancaman/resiko adalah masalah keperawatan yang
digunakan bila belum terdapat paparan masalah kesehatan, namun
sudah ditemukan beberapa data maladaptif yang memungkinkan
timbul gangguan.
69
c. Diagnosis potensial adalah masalah keperawatan yang digunakan bila
keluarga mempunyai potensi untuk ditingkatkan, belum ada data
maladaptif yang memungkinkan timbul gangguan.
Berikut ini diagnosis yang mungkin terjadi pada keluarga dengan
Diabetes Mellitus Tipe II, antara lain :
1) Kerusakan integritas kulit pada klien berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga dalam melakukan perawatan luka
gangren pada anggota keluarga yang sakit.
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal macam-
macam diit yang tepat.
3) Resiko infeksi pada klien berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga untuk merawat anggota keluarga yang sakit.
4) Resiko terjadinya komplikasi menahun diabetes mellitus pada klien
berhubungan dengan ketidakmampuan anggota keluarga untuk
merawat anggota keluarga yang sakit.
5) Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, perawatan,
rehabilitasi, pencegahan kekambuhan, tanda dan gejala, serta
komplikasi berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
mengenal sumber informasi.
Penilaian (skoring) diagnosis keperawatan
Skoring dilakukan bila perawat merumuskan diagnosis keperawatan lebih
dari satu. Proses skoring menggunakan skala yang telah dirumuskan oleh
70
Bailon dan Maglaya (1978). Proses skoringnya dilakukan untuk setiap
diagnosis keperawatan :
a) Tentukan skornya sesuai dengan kriteria yang dibuat perawat
b) Selanjutnya skor dibagi dengan skor tertinggi dikalikan dengan bobot
Skor yang diperolehSkor tertinggi
x bobot
c) Jumlah skor untuk semua kriteria (skor maksimum sama dengan
jumlah bobot, yaitu 5)
Tabel 3.2 Skoring diagnosis keperawatan menurut Bailon dan Maglaya(Sumber : Suprajitno, 2004).
No. Kriteria Skor Bobot
1.
Sifat masalahSkala :
▪ Tidak/kurang sehat▪ Ancaman kesehatan▪ Keadaan sejahtera
321
1
2.
Kemungkinan masalah dapat diubahSkala :
▪ Mudah▪ Sebagian▪ Tidak dapat
210
2
3.
Potensial masalah untuk dicegahSkala :
▪ Tinggi▪ Cukup▪ Rendah
321
1
4.
Menonjolnya masalahSkala :
▪ Masalah berat, harus segera ditangani
▪ Ada masalah, tetapi tidak perlu ditangani
▪ Masalah tidak dirasakan
210
1
71
Penentuan prioritas sesuai dengan kriteria skala :
(1) Untuk kriteria pertama, prioritas utama diberikan pada tidak atau
kurang sehat karena perlu tindakan segera dan biasanya disadari oleh
keluarga.
(2) Untuk kriteria kedua perlu diperhatikan :
(a) Pengetahuan yang ada sekarang, teknologi, dan tindakan untuk
menangani masalah.
(b) Sumber daya keluarga; fisik, keuangan, tenaga.
(c) Sumber daya perawat; pengetahuan, keterampilan, waktu.
(d) Sumber daya lingkungan; fasilitas, organisasi, dan dukungan
(3) Untuk kriteria ketiga perlu diperhatikan :
(a) Kepelikan dari masalah yang berhubungan dengan jangka waktu.
(b) Lamanya masalah yang berhubungan dengan jangka waktu.
(c) Tindakan yang sedang dijalankan atau yang tepat untuk
memperbaiki masalah.
(d) Adanya kelompok yang beresiko untuk dicegah agar tidak aktual
dan menjadi parah.
(4) Untuk kriteria yang keempat, perawat perlu menilai persepsi atau
bagaimana keluarga menilai masalah keperawatan tersebut.
Penyusunan prioritas diagnosis keperawatan :
Prioritas didasarkan pada diagnosis keperawatan yang mempunyai skor
tertinggi dan disusun berurutan sampai yang mempunyai skor terendah.
Namun, perawat perlu mempertimbangkan juga persepsi keluarga terhadap
masalah keperawatan mana yang perlu diatasi segera.
72
4. Rencana Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Diabetes Mellitus
Tipe II
Rencana tindakan keperawatan terhadap keluarga, meliputi kegiatan yang
bertujuan :
a. Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai masalah
dan kebutuhan kesehatan dengan cara :
b. Memberikan informasi yang tepat
c. Mengidentifikasi kebutuhan dan harapan keluarga tentang kesehatan
d. Mendorong sikap emosi yang mendukung upaya kesehatan
e. Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat,
dengan cara :
1) Mengidentifikasi konsekuensinya bila tidak melakukan
tindakan
2) Mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki dan ada disekitar
keluarga
3) Mendiskusikan tentang konsekuensi tipe tindakan.
f. Memberikan kepercayaan diri selama merawat anggota keluarga yang
sakit, dengan cara :
1) Mendemonstrasikan cara perawatan
2) Menggunakan alat dan fasilitas yang ada dirumah
3) Mengawasi keluarga melakukan perawatan
g. Membantu keluarga untuk memelihara (memodifikasi) lingkungan
yang dapat meningkatkan kesehatan keluarga dengan cara :
1) Menemukan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga
73
2) Melakukan perubahan lingkungan bersama keluarga seoptimal
mungkin
h. Memotivasi keluarga memanfatkan fasilitas kesehatan yang ada
disekitarnya, dengan cara :
1) Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada disekitar lingkungan
keluarga
2) Membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.
Hal penting dalam penyusunan rencana asuhan keperawatan
a) Tujuan hendaknya logis, sesuai masalah, dan mempunyai
jangka waktu yang sesuai dengan kondisi klien.
b) Kriteria hasil hendaknya dapat diukur dengan alat ukur dan
diobservasi dengan panca indera perawat yang objektif.
c) Rencana tindakan disesuaikan dengan sumber daya dan dana
yang dimiliki oleh keluarga dan mengarah ke kemandirian
klien sehingga tingkat ketergantungan data diminimalisasi.
Diagnosa yang telah ditegakkan selanjutnya dilakukan penyusunan
rencana keperawatan keluarga pada pasien diabetes mellitus dengan
komplikasi gangren. Berikut adalah rencana keperawatan pada klien
diabetes mellitus dengan komplikasi gangren :
Diagnosa keperawatan keluarga : Kerusakan integritas kulit pada klien
berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam melakukan
perawatan luka gangren diabetik pada anggota keluarga yang sakit.
Tujuan umum : keluarga mampu merawat anggota keluarga dengan
diabetes mellitus tipe II dengan gangren.
74
Tujuan khusus :
(1) Keluarga mampu memahami masalah kerusakan integritas kulit
Intervensi :
(a) Jelaskan pengertian dari kerusakan integritas kulit
Rasional : menambah pengetahuan keluarga tentang kerusakan
integritas kulit
(b) Jelaskan tanda dan gejala dari kerusakan integritas kulit
Rasional : mengetahui sejak dini terjadinya kerusakan integritas
kulit
(c) Jelaskan penyebab dari kerusakan integritas kulit
Rasional : mengetahui penyebab sejak dini dan mengantisipasi
terjadinya kerusakan integritas kulit yang semakin meluas
(d) Jelaskan dampak dari kerusakan integritas kulit
Rasional : mengantisipasi komplikasi mulai sejak dini kerusakan
integritas kulit
(e) Jelaskan penatalaksanaan kerusakan integritas kulit
Rasional : meminimalkan dampak terjadinya kerusakan integritas
kulit.
(2) Keluarga mampu memutuskan tindakan yang tepat pada keluarga
dengan diabetes mellitus tipe II dengan gangren
Intervensi :
(a) Jelaskan cara untuk mengatasi penyakit diabetes mellitus tipe II
dengan gangren yaitu dengan cara pengaturan diit dan cara
perawatan luka yang benar.
75
Rasional : memberikan pemahaman kepada keluarga cara
pengaturan diit dan perawatan luka dengan tepat.
(b) Berikan reinforcement positif pada : kemampuan keluarga untuk
memutuskan strategi yang sesuai untuk mengatasi penyakit
diabetes mellitus tipe II dengan gangren.
Rasional : memberikan motivasi kepada keluarga untuk
memutuskan masalah
(3) Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang menderita diabetes
mellitus tipe II dengan gangren
Intervensi :
(a) Diskusikan bersama keluarga tentang jadwal diit klien, jadwal
perawatan luka, dan jadwal latihan untuk penderita diabetes
mellitus tipe II
Rasional : memudahkan keluarga untuk mengingat dan mengatur
jadwal
(b) Demonstrasi cara perawatan luka dengan baik dan benar dengan
teknik aseptik
Rasional : mengajarkan keluarga cara merawat luka secara mandiri
dan menjaga kontaminasi luka.
(c) Demonstrasi sterilisasi alat di rumah
Rasional : mempertahankan alat agar steril dalam merawat luka di
rumah
76
(d) Motivasi keluarga untuk memberikan gantungan kopi di sekitar
kamar dan rumah untuk mengurangi aroma dari luka gangren
Rasional : menetralisir bau dari luka gangren
(e) Memotivasi keluarga untuk menyediakan alas kaki yang tepat
untuk digunakan didalam dan diluar rumah
Rasional : meminimalisir terjadinya injuri dan menghindari adanya
luka baru
(4) Keluarga mampu memodifikasi lingkungan sekitar untuk menjamin
kesehatan keluarga yang mengalami penyakit diabetes mellitus tipe II
dengan gangren
(a) Demonstrasi dengan keluarga untuk membersihkan lingkungan
rumah dan sekitar
Rasional : lingkungan yang sehat dapat meningkatkan derajat
kesehatan anggota keluarga
(b) Demonstrasi dengan keluarga untuk merapikan perabotan rumah
tangga dan menjauhkan perabotan yang dapat membahayakan klien
dan keluarga
Rasional : menghindari terjadinya injury pada klien dengan
gangren
(c) Demonstrasi dengan keluarga untuk penanaman TOGA (Tanaman
Obat Keluarga) di pekarangan rumah
Rasional : merupakan alternatif pengobatan dari penyakit diabetes.
77
(5) Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk
mengatasi penyakit diabetes mellitus tipe II dengan gangren
(a) Motivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas pelayanan
kesehatan
Rasional : meningkatkan proses penyembuhan luka gangren
(b) Dampingi keluarga ke tempat fasilitas pelayanan kesehatan untuk
konsultasi di pelayanan kesehatan atau untuk mendapatkan
pengobatan.
Rasional : upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan klien dan
keluarganya.
(c) Buat jadwal kontrol rutin untuk klien
Rasional : memotivasi klien untuk memenuhi jadwal kontrol dan
rawat luka.
5. Implementasi Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Diabetes
Mellitus Tipe II
Pada tahap ini, perawat yang mengasuh keluarga sebaiknya tidak
bekerja sendiri, tetapi perlu melibatkan secara integrasi semua profesi
kesehatan yang menjadi tim perawatan kesehatan di rumah. Peran perawat
adalah sebagai koordinator. Namun, perawat juga dapat mengambil peran
sebagai pelaksana asuhan keperawatan. Pada tahap implementasi, perawat
perlu melakukan kontrak sebelumnya (saat mensosialisasikan diagnosis
keperawatan) untuk pelaksanaan yang meliputi kapan dilaksanakan,
berapa lama waktu yang dibutuhkan, materi, topik yang didiskusikan,
siapa yang melaksanakan, anggota keluarga yang perlu mendapat
78
informasi (sasaran langsung implementasi), dan mungkin peralatan yang
perlu disiapkan keluarga. Kegiatan ini bertujuan agar keluarga dan perawat
mempunyai kesiapan secara fisik dan psikis pada saat implementasi.
Langkah selanjutnya adalah implementasi sesuai dengan rencana dengan
didahului perawat menghubungi keluarga bahwa akan dilakukan
implementasi sesuai kontrak.
Hasil implementasi yang efektif dan efisien akan diperoleh secara
maksimal jika perawat membuat suatu rencana kegiatan yang terstruktur.
Sehingga kunjungan dapat terarah sesuai kontrak yang telah dibuat antara
perawat dan keluarga. Dalam tahap ini, perawat perlu merencanakan
secara sistematis dan berurutan secara bertingkat berdasarkan rencana
tindakan yang telah disusun. Sebelum implementasi keperawatan, perawat
perlu kontak terlebih dahulu dengan keluarga dan membuat suatu rencana
kegiatan yang bertujuan agar selama implementasi keperawatan sesuai
dengan waktu yang disepakati dan bahan yang diimplementasikan
mempunyai efektivitas tinggi. Implementasi dapat dilakukan oleh klien
sendiri (anggota keluarga), perawat, anggota tim perawatan (kesehatan),
keluarga lain (extended), dan orang lain yang masuk dalam jaringan kerja
keperawatan keluarga (Suprajitno, 2004).
6. Evaluasi Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Diabetes Mellitus
Tipe II
Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil
implementasi dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk
melihat keberhasilannya. Bila hasil evaluasi tidak atau berhasil sebagian,
79
perlu disusun rencana keperawatan yang baru. Perlu diperhatikan juga
bahwa evaluasi perlu dilakukan beberapa kali dengan melibatkan keluarga
sehingga perlu pula direncanakan waktu yang sesuai dengan kesediaan
keluarga. Evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP yang operasional
dengan pengertian S adalah ungkapan perasaan dan keluhan yang
dirasakan secara subjektif oleh keluarga setelah diberikan implementasi
keperawatan. O adalah keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh
perawat menggunakan pengamatan atau pengamatan yang objektif setelah
implementasi keperawatan. Evaluasi yang dilakukan untuk klien diabetes
mellitus tipe II kriterianya adalah peningkatan kadar gula darah pada
diabetes mellitus tipe II. Evaluasi juga dilakukan pada luka gangren yang
meliputi bagaimana kondisi luka pada klien, ukuran luka gangren
(panjang, lebar, dan dalam), bagaimana dasar luka atau jaringan yang
tampak (jaringan nekrotik, fibrin, granulasi, epitelisasi), adanya bau luka
atau tidak, jumlah dan jenis cairan eksudat yang diproduksi oleh luka,
adanya tanda-tanda infeksi atau tidak, bagaimana batas tepi luka
(utuh/intak,memanjang, lunak, maserasi, nekrotik), bagaimana daerah
sekitar luka (utuh/intak, kemerahan, maserasi, edema, kering/bersisik). A
merupakan analisis perawat setelah mengetahui respons subjektif dan
objektif keluarga yang dibandingkan dengan kriteria dan standar yang
telah ditentukan mengacu pada tujuan pada rencana keperawatan keluarga.
P adalah perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.
Pada tahap ini ada dua evaluasi yang dapat dilaksanakan oleh perawat
yaitu evaluasi formatif yang bertujuan untuk menilai hasil implementasi
80
secara bertahap sesuai dengan kegiatan yang dilakukan sesuai kontrak
pelaksanaan dan evaluasi sumatif yang bertujuan menilai secara
keseluruhan terhadap pencapaian diagnosis keperawatan apakah rencana
diteruskan, diteruskan sebagian, diteruskan dengan perubahan intervensi,
atau dihentikan (Suprajitno, 2004).
81
E. KERANGKA KONSEP
Kerangka teori dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk skema
kerangka teori sebagai berikut :
DM Tipe II DM Tipe II
Hiperglikemi
Poliuria (banyak kencing)
Polidipsia (banyak minum)
Polifagi (banyak makan)
Komplikasi1. Komplikasi akut
a. Hipoglikemiab. Diabetes Ketoasidosis
2. Komplikasi Kronika. Komplikasi Makrovaskuler
1) Penyakit jantung coroner2) Stroke
b. Komplikasi Mikrovaskuler1) Retinopati diabetik2) Nefropati diabetik3) Neuropati Diabetik
3. Ulkus/Gangren
Faktor genetik, faktor usia, obesitas dan riwayat keluarga
Penatalaksanaan Medis :
1. Pengendalian kadar gula darah2. Penanganan ulkus/gangren3. Perawatan luka
Penatalaksanaan Keperawatan Keluarga :1. Keluarga mampu memahami masalah kerusakan integritas
kulit2. Keluarga mampu memutuskan tindakan yang tepat pada
Diabetes Melitus Tipe II dengan gangren3. Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang menderita
diabetes mellitus dengan luka gangren4. Keluarga mampu memodifikasi lingkungan5. Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan
Diabetes Mellitus
DM Sindroma Lain DM Gestasional
Penurunan berat badan dan lemah
Masalah Keperawatan
1. Kerusakan Integritas Kulit
Keterangan :
: yang diteliti
: tidak diteliti
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh3. Resiko infeksi
82
Berikut ini akan dijelaskan kerangka konsep dari Diabetes Mellitus Tipe II dengan
Gangren sebagai berikut :
Diabetes mellitus dibagi menjadi empat klasifikasi yaitu pertama diabetes
mellitus tipe I, yang kedua adalah diabetes mellitus tipe II, yang ketiga diabetes
mellitus sindrom lain, dan yang keempat adalah diabetes gestasional. Diabetes
mellitus tipe II disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor genetik, faktor usia,
riwayat keluarga, dan obesitas juga dapat mempengaruhi terjadinya diabetes tipe
II. Dari faktor tersebut diabetes mellitus tipe II dapat menyebabkan hiperglikemi
sehingga penderita diabetes mengalami tanda dan gejala yaitu diantaranya poliuri
(banyak kencing), polifagi (banyak makan), polidipsi (banyak minum), selain itu
terjadi penurunan berat badan yang signifikan. Penting bagi penderita diabetes
mellitus untuk mengetahui tanda dan gejala yang muncul sehingga nantinya tidak
menyebabkan komplikasi yang meluas. Komplikasi yang dapat terjadi pada
diabetes mellitus tipe II antara lain komplikasi akut dan komplikasi kronik.
Komplikasi akut diantaranya adalah hipoglikemi dan diabetes ketoasidosis.
Sedangkan komplikasi kronis untuk komplikasi makrovaskuler yaitu penyakit
jantung koroner dan stroke. Komplikasi kronis mikrovaskuler yaitu retinopati
diabetik, nefropati diabetik, dan neuropati diabetik yang disebut ulkus/gangren.
Masalah keperawatan yang muncul akibat komplikasi yang dialami pada penderita
diabetes mellitus tipe II yaitu kerusakan integritas kulit, ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh, dan resiko infeksi. Upaya penatalaksanaan medis
yang dapat dilakukan untuk menangani masalah gangren yaitu diantaranya dengan
melakukan pengendalian kadar gula darah, penanganan ulkus/gangren diabetikum,
perawatan luka pada gangren diabetikum, dan pengendalian infeksi. Melalui
83
penatalaksanaan tersebut diharapkan masalah keperawatan dapat diselesaikan
dengan adanya perencanaan yang ditujukan pada keluarga dan klien dengan
diabetes mellitus tipe II dengan kerusakan integritas kulit dengan gangren
sehingga keluarga mampu mengenal masalah kerusakan integritas kulit, keluarga
mampu memutuskan tindakan yang tepat pada anggota keluarga dengan diabetes
mellitus tipe II dengan gangren, keluarga mampu merawat anggota keluarga
dengan diabetes mellitus dengan luka gangren, keluarga mampu memodifikasi
lingkungan, dan keluarga mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan.
Keberhasilan perencanaan yang ditujukan pada keluarga sangat mempengaruhi
penyelesaian masalah keperawatan yang terjadi pada klien diabetes mellitus tipe II
dengan gangren.
84
DAFTAR PUSTAKA
ADA. (2010).
Arisanty, P. (2013). Konsep Dasar Manajemen Perawatan Luka. Jakarta: EGC.
Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Brunner & Suddarth. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Ernawati. (2013). Penatalaksanaan Keperawatan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Hernilawati. (2013). Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Takalar, Sulawesi Selatan: Pustaka As Salam.
Lyndon, R. &. (2014). Buku Ajar Visual Nursing Medikal Bedah. Pamulang Tangerang Selatan: Bina Rupa Aksara.
M. Clevo Rendy, Margareth TH. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Maryunani, A. (2013). Perawatan Luka Modern (Modern Woundcare) Terkini dan Terlengkap. Jakarta: In Media.
Misnadiarly. (2006). Diabetes Mellitus: Gangren, Ulcer, Infeksi. Jakarta: Pustaka Populer Obor.
Robinson, J. d. (2014). Buku Ajar Visual Nursing Medikal Bedah. Pamulang: Binarupa Aksara.
Saferi, Andra & Yessie . (2013). KMB 2 ; Keperawatan Medikal Bedah . Yogyakarta: Nuha Medika.
Sheerwood, 2012, Greenspan & Strewler, 1997, Guyton, 1996. (t.thn.).
Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC.
Tjokroprawiro, P. d. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FK Unair, RS. Pendidikan Dr.Soetomo Surabaya.
Young, J. (2005). Prosedur Perawatan di Rumah . Jakarta: EGC.
Yunita, s. (2015). Perawatan Luka Diabetes. Yogyakarta: Graha Ilmu.
85
top related