case based discussion omsk tipe aman
Post on 05-Feb-2016
37 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
CASE BASED DISCUSSION
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS
TIPE AMAN
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu THT- KL
RST Tingkat II dr. Soedjono Magelang
disusun oleh :
Thuba Handri Wirana
01.210.6285
Pembimbing:
Kolonel CKM dr. Budi Wiranto Sp.THT-KL
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2015
LEMBAR PENGESAHAN
CASE BASED DISCUSSION
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS
TIPE AMAN
Kepaniteraan Klinik Bagian THT-KL
RST Tingkat II dr. Soedjono Magelang
oleh :
Thuba Handri Wirana
01.210.6285
Magelang, Juli 2015
Telah dibimbing dan disahkan oleh,
Pembimbing,
Kolonel CKM dr. Budi Wiranto, Sp.THT-KL
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas nikmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus ini. Penulis berharap agar laporan ini
dapat dimanfaatkan oleh tenaga kesehatan dan instasi.
Dalam penyelesaian laporan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih
kepada :
1. Kolonel CKM dr. Budi Wiranto, Sp.THT
2. Teman-teman Departemen stase THT yang selama ini selalu memberikan
dukungan
Penulis menyadari bahwa selama penulisan ini, penulis masih mempunyai
banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis menerima saran dan kritikan untuk
menyempurnakan laporan ini.
Magelang, Juli 2015
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
Otitis media supuratif kronik ialah infeksi kronik di telinga tengah lebih dari 2
bulan dengan adanya perforasi membran timpani, sekret yang keluar dari telinga tengah
dapat terus menerus atau hilang timbul. Sekret bisa encer atau kental, bening atau
berupa nanah. Otitis media supuratif kronik (OMSK) didalam masyarakat Indonesia
dikenal dengan istilah congek, teleran atau telinga berair. Kebanyakan penderita OMSK
menganggap penyakit ini merupakan penyakit yang biasa yang nantinya akan sembuh
sendiri. Penyakit ini pada umumnya tidak memberikan rasa sakit kecuali apabila sudah
terjadi komplikasi. Biasanya komplikasi didapatkan pada penderita OMSK tipe maligna
seperti labirinitis, meningitis, abses otak yang dapat menyebabkan kematian.
Kadangkala suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe bening
pun dapat menyebabkan suatu komplikasi.
Di seluruh dunia prevalensi OMSK 65330 juta jiwa, 60% (39200 juta jiwa)
mengalami gangguan pendengaran yang sangat klinis bermakna. Diperkirakan 28000
mengalami kematian dan < 2juta mengalami kecacatan; 94% terdapat di negara
berkembang. Prevalensi OMSK di Indonesia secara umum adalah 3,8%.12 Pasien
OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT RS Dr
Sardjito Yogyakarta tahun 2004.
Pada dasarnya keberhasilan pengobatan penyakit infeksi bakteri dengan
antibiotik merupakan hasil akhir dari 3 komponen, yaitu penderita, bakteri dan
antibiotika. Hal ini disebabkan karena penyakit infeksi bakteri adalah manifestasi klinik
dari interaksi antara penderita dan bakteri. Adapun untuk pengobatan infeksi dibutuhkan
antibiotika yang tepat dan daya tahan tubuh penderita itu sendiri. Memilih antibiotika
yang tepat dapat dilakukan berdasarkan sekurang-kurangnya mengetahui jenis bakteri
penyebab penyakit dan akan lebih baik lagi apabila disertai dengan adanya hasil uji
kepekaan pemeriksaan mikrobiologi. Ketidak patuhan penderita dalam perawatan,
kuman yang resisten, bentuk anatomi telinga, adanyakomplikasi, menyebabkan
kesulitan dalam hal pengobatan dan perawatan penderita OMSK.
4
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. m
Umur : 12 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Blabak, Mungkid, Magelang
Pekerjaan : Pelajar
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan tanggal 29 Juli 2015 di poli THT RST dr. Soedjono
Magelang
2.1. Keluhan Utama:
Keluar cairan dari telinga kiri
2.2. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien anak perempuan datang dengan orang tuanya dengan keluhan
keluar cairan melalui telinga kiri sejak kurang lebih 1 minggu SMRS.
Cairan tersebut berbau, bewarna kuning kehijauan, agak kental dan bersifat
hilang timbul. Menurut orang tua pasien cairan tersebut keluar jika
menderita pilek atau batuk. Menurut pengakuan anak,telinga kiri tidak
nyeri, dan merasa pendengaran berkurang,orang tua mengatakan bahwa
anaknya demam ringan diakui 3 hari hari SMRS, riwayat berenang di
kolam renang (+) 10 hari yang lalu. Nyeri telinga dan panas badan
dirasakan berkurang setelah keluar cairan dari telinga. Tidak ada keluhan
pada telinga kanan. Keluhan sakit tenggorokan, nyeri menelan, suara
sengau, benjolan di leher disangkal.
5
2.3. Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat penyakit serupa : Orang tua mengaku bahwa anak pernah
menderita keluhan serupa pada telinga kiri
kurang lebih 1 tahun yang lalu.sembuh
dengan pengobatan dokter spesialis.
Riwayat batuk pilek : batuk pilek dan hidung tersumbat (+) 1
minggu yang lalu, demem ringan 3 hari
SMRS.
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat Asma : disangkal
Riwayat Operasi : disangkal
2.4. Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat batuk pilek : disangkal
Riwayat alergi dan asma : disangkal
2.5. Riwayat Sosial Ekonomi:
Pasien tinggal dengan bapak ibu. Biaya kesehatan ditanggung oleh BPJS
Non-PBI.
Kesan ekonomi : cukup
6
III. PEMERIKSAAN FISIK
3.1. Status Generalis:
3.1.1. Keadaan Umum : Baik
3.1.2. Kesadaran : Compos Mentis
3.1.3. Aktifitas : Normoaktif
3.1.4. Kooperatif : Kooperatif
3.1.5. Status Gizi : cukup
3.1.6. Tanda Vital
i. Tekanan Darah : Tidak diperiksa
ii. Nadi : 90 x/menit
iii. Frekuensi Pernafasan : 20 x/menit
iv. Suhu : 37,3 C
3.2. Status Lokalis THT (Telinga, Hidung, Tenggorokan)
3.2.1. Kepala dan Leher
Kepala : Mesocephale
Wajah : Simetris
Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-)
3.2.2. Gigi dan Mulut:
Gigi-geligi : normal
Lidah : normal, kotor (-), tremor (-)
Pipi : bengkak (-)
7
3.2.3. Telinga
Kanan Kiri
Auricula Bentuk normal,
nyeri tarik (-)
tragus pain (-)
Bentuk normal,
nyeri tarik (-)
tragus pain (+)
Pre Auricular Bengkak (-),
nyeri tekan(-),
fistula(-)
Bengkak (-),
nyeri tekan (-),
fistula (-)
Retro
Auricular
Bengkak (-),
Nyeri tekan(-)
Bengkak (-),
Nyeri tekan(-)
Mastoid Bengkak (-),
Nyeri tekan(-)
Bengkak (-),
Nyeri tekan(-)
CAE Hiperemis (-)
Serumen (-)
Otorea (-)
Hiperemis (-)
Serumen (-)
Otorea (+) kuning
kehijauan
Membran
Timpani
Warna: Putih
keabu-abuan
Intake (+)
Perforasi (-)
Cone of light (+)
Retraksi (-)
Warna: kemerahan
Intake (-)
Perforasi (+) sentral
diameter ±0,3 cm di
kuadran
posterosuperior
Cone of light (-)
Retraksi (-),
8
Garpu Tala
Tes AD AS
Rinne (+) (-)
Webber Lateralisasi ke kiri
Swabach Sama dengan
pemeriksa
Memanjang
Kesan : CHL AS
3.2.4. Hidung dan Sinus Paranasal:
Luar: Kanan Kiri
Bentuk Normal Normal
Sinus Nyeri tekan (-)
Transluminasi
(tidak dilakukan)
Nyeri tekan (-)
Transluminasi
(tidak dilakukan)
Inflamasi/tumor (-) (-)
Rhinoskopi
Anterior
Kanan Kiri
Sekret mukoid (+) mukoid (+)
Mukosa hiperemis (+) hiperemis (+)
Konka Media dan hipertrofi (+) hipertrofi (+)
9
Inferior hiperemis (+)
hiperemis (+)
Tumor (-) (-)
Septum Deviasi Tidak terdapat deviasi septum
Massa (-) (-)
3.2.5. Faring
Orofaring: Kanan Kiri
Mukosa Hiperemis (+) Hiperemis (+)
Palatum mole Ulkus (-)
Hiperemis (-)
Ulkus(-)
Hiperemis (-)
Arcus Laring Simetris (+)
Hiperemis (-)
Simetris (+)
Hiperemis (-)
Uvula Ditengah
Edema (-)
Tonsil:
Ukuran T1 T1
Permukaan Rata Rata
Warna Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Kripte Melebar (-) Melebar (-)
Detritus(-) (-)
10
IV. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
4.2. Audiometri : memeriksa gangguan pendengaran.
4.3. Pungsi : mengambil sekret untuk diperiksa bakteriologis
4.4. Lab darah rutin : mengetahui tanda-tanda infeksi akut
(leukositosis, LED meningkat, dsb).
V. RINGKASAN
5.1. Anamnesis
Auris Sinistra
i. Otorea (+)
ii. Otalgia (-)
iii.Pendengaran menurun (+)
Riw. Batuk Pilek dan Demam ringan (+)
Riw. Berenang di kolam renang 10 hari yang lalu
Orang tua mengaku bahwa anak pernah menderita keluhan serupa pada
telinga kiri kurang lebih 1 tahun yang lalu.sembuh dengan pengobatan
dokter spesialis.
5.2. Pemeriksaan
Auris Sinistra
i. CAE hiperemis (-)
ii. Tragus pain (-)
iii.Otorea (+) kuning kehijauan
iv. Cone of light (-)
v. Membran tympani Hiperemis (+)
11
vi. Membran tympani perforasi (+) sentral
vii. Garpu Tala : CHL
Auris dextra: dbN
VI. DIAGNOSIS BANDING:
4.1. AS Otitis media supuratif kronik aktif tipe aman
4.2. AS Otitis Media Eksaserbasi Akut
4.3. AS Otitis Media Efusi
4.4. AS Otitis Eksterna
VII. DIAGNOSIS
PRIMER
AS Otitis media supuratif kronik aktif tipe aman
SEKUNDER
Conductive Hearing Loss (CHL) AS
VIII. USULAN TERAPI dan PENGELOLAAN
Pembersihan liang telinga dengan suction
Pemberian obat cuci telinga H2O2 / perhidrol
Pemberian obat
a. Dekongestan hidung topicalHCl Efedrin 1% dalam larutan fisiologis
b. KortikosteroidDeksametasone oral 0,5mg. 3x1
c. Analgetik Paracetamol 500mg 3 x 1
d. Antibiotik cefadroxil oral 500mg 3x1 selama 5 hari
e. Mukolitik ambroxol 3x 30 mg
12
IX. EDUKASI
a. Pasien dianjurkan untuk tetap menjaga kebersihan telinga dan tidak
mengorek-ngorek liang telinga.
b. Antibiotik harus digunakan sampai habis walaupun gejala sudah
hilang, agar penyembuhan berlangsung baik dan tidak terjadi
komplikasi.
c. Untuk sementara, telinga kiri jangan dulu terkena air. Bila mandi
telinga kiri ditutup dengan kapas.
d. Datang kembali untuk kontrol, untuk melihat perkembangan
peyembuhan pada perforasi membran timpani.
X. PROGNOSIS:
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad sanam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
13
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus ini diperoleh informasi yang dapat mendukung diagnosis baik dari
anamnesa maupun pemeriksaan fisik yang dilakukan. Dari hasil anamnesa didapatkan:
Pasien anak perempuan datang dengan orang tuanya dengan keluhan keluar cairan
melalui telinga kiri sejak kurang lebih 1 minggu SMRS. Cairan tersebut berbau,
bewarna kuning kehijauan, agak kental dan bersifat hilang timbul. Menurut orang tua
pasien cairan tersebut keluar jika menderita pilek atau batuk. Menurut pengakuan
anak,telinga kiri tidak nyeri, dan merasa pendengaran berkurang,orang tua mengatakan
bahwa anaknya demam ringan diakui 3 hari hari SMRS, riwayat berenang di kolam
renang (+) 10 hari yang lalu. Nyeri telinga dan panas badan dirasakan berkurang setelah
keluar cairan dari telinga. Tidak ada keluhan pada telinga kanan. Keluhan sakit
tenggorokan, nyeri menelan, suara sengau, benjolan di leher disangkal.
Dari hasil pemeriksaan klinis pada telinga didapatkan adanya otore pada telinga
kiri, otore tersebut bersifat mukopurulen dan dari pemeriksaan otoskop terlihat
membran timpani perforasi sentral, ukuran sedang kira kira ± 0,3 cm, dan terletak pada
kuadran posterosuperior. Sedangkan pada telinga kanan hasil pemeriksaan dengan
otoskop didapatkan serumen, membran timpani intak, cone of light yang minimal. Pada
pemeriksaan hidung dengan menggunakan spekulum tidak ditemukan adanya kelainan
anatomis , hanya ada tanda seperti peradangan. Begitu pula dengan pemeriksaan
tenggorokan tidak tampak adanya peradangan pada mukosa dinding faring serta tonsil
dalam batas normal.
Berdasarkan data pasien diatas dapat mengarahkan diagnosis yaitu AS Otitis
media supuratif kronik aktif tipe aman. Diagnosis kronis dapat dilihat dari hasil
anamnesis dimana orang tua os mengaku pernah menderita keluhan serupa pada telinga
kiri anak lebih kurang 1 tahun yang lalu sehingga untuk diagnosis banding otitis media
akut dapat disingkirkan. Terlihat adanya otore dari telinga kanan dan tampak adanya
perforsai sentral pada membran timpani dengan ukuran sedang pada kuadran
posterosuperior. Pasien didiagnosis dengan OMSK tipe aman karena perforasinya
letaknya sentral, hal ini berdasarkan teori mengatakan bahwa pada OMSK tipe aman
terbatas pada mukosa saja, dan biasanya tidak mengenai tulang, perforasi letaknya di
sentral.
14
Dari data pasien diatas dapat ditemukan bahwa faktor predisposisi terjadinya
OMSK pada pasien ini adalah pasien sebelumnya pernah mengalami keluhan serupa.
Hal ini berdasarkan teori mengatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari
otitis media akut dan / atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa
yang menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan
kronis. Selain itu riwayat berenang di kolam renang merupakan salah satu faktor higiene
yang berpengaruh.
Oleh karena itu dapat diberikan edukasi pada orang tua pasien untuk menjaga
kondisi kesehatan anaknya agar infeksi saluran napas atas yang merupakan faktor
predisposisi OMSK dapat dihindari serta melarang anaknya untuk tidak berenang/ bisa
berenang asalkan menggunahkan ear plug sehingga keadaan membran timpani selalu
kering.
Untuk terapi medikamentosa pada pasien ini dapat diberikan obat cuci telinga
(H2O2/perhidrol 3%) pada telinga yang otore aktif. Dan dapat diberikan antibiotik
golongan cefalosporin atau eritromisin (bila alergi terhadap cephalosporin) sebelum ada
hasil kultur. idealnya adalah memberikan antibiotik yang sesuai dengan penyebabnya,
Oleh kerena itu diperlukan pemeriksaan kultur dan uji resistensi antibiotika dari sekret
telinga. Selanjutnya di berikan obat anti inflamasi kortikosteroid untuk menekan respon
iflamasi,lalu di berikan anti piretik/anti nyeri paracetamol, dan dekongestan untuk
mengatasi hidung tersumbat.
15
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI TELINGA
Telinga dibagi menjadi 3 bagian yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga
dalam.
Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (daun telinga) dan canalis auditorius
eksternus ( liang telinga ). Telinga dalam terdiri dari koklea ( rumah siput) yang berupa
dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis.
Anatomi telinga tengah
Telinga tengah terdiri dari 3 bagian yaitu membran timpani, cavum timpani dan
tuba eustachius.
1. Membrana timpani
Membrana timpani memisahkan cavum timpani dari kanalis akustikus eksternus.
Letak membrana timpai pada anak lebih pendek, lebih lebar dan lebih horizontal
dibandingkan orang dewasa. Bentuknya ellips, sumbu panjangnya 9-10 mm dan sumbu
pendeknya 8-9 mm, tebalnya kira-kira 0,1 mm.
Membran timpani terdiri dari 2 bagian yaitu pars tensa (merupakan bagian
terbesar) yang terletak di bawah malleolar fold anterior dan posterior dan pars flacida
(membran sharpnell) yang terletak diatas malleolar fold dan melekat langsung pada os
petrosa. Pars tensa memiliki 3 lapisan yaitu lapiasan luar terdiri dari epitel squamosa
bertingkat, lapisan dalam dibentuk oleh mukosa telinga tengah dan diantaranya terdapat
lapisan fibrosa dengan serabut berbentuk radier dan sirkuler. Pars placida hanya
memiliki lapisan luar dan dalam tanpa lapisan fibrosa.
16
Vaskularisasi membran timpani sangat kompleks. Membrana timpani mendapat
perdarahan dari kanalis akustikus eksternus dan dari telinga tengah, dan beranastomosis
pada lapisan jaringan ikat lamina propia membrana timpani. Pada permukaan lateral,
arteri aurikularis profunda membentuk cincin vaskuler perifer dan berjalan secara radier
menuju membrana timpani. Di bagian superior dari cincin vaskuler ini muncul arteri
descendent eksterna menuju ke umbo, sejajar dengan manubrium. Pada permukaan
dalam dibentuk cincin vaskuler perifer yang kedua, yang berasal dari cabang
stilomastoid arteri aurikularis posterior dan cabang timpani anterior arteri maksilaris.
Dari cincin vaskuler kedua ini muncul arteri descendent interna yang letaknya sejajar
dengan arteri descendent eksterna.
2. Kavum timpani
Kavum timpani merupakan suatu ruangan yang berbentuk irreguler diselaputi
oleh mukosa. Kavum timpani terdiri dari 3 bagian yaitu epitimpanium yang terletak di
atas kanalis timpani nervus fascialis, hipotimpananum yang terletak di bawah sulcus
timpani, dan mesotimpanum yang terletak diantaranya.
Batas cavum timpani ;
Atas : tegmen timpani
Dasar : dinding vena jugularis dan promenensia styloid
Posterior : mastoid, m.stapedius, prominensia pyramidal
Anterior : dinding arteri karotis, tuba eustachius, m.tensor timpani
Medial : dinding labirin
Lateral : membrana timpani
Kavum timpani berisi 3 tulang pendengaran yaitu maleus, inkus, dan stapes.
Ketiga tulang pendengaran ini saling berhubungan melalui artikulatio dan dilapisi oleh
mukosa telinga tengah. Ketiga tulang tersebut menghubungkan membran timpani
dengan foramen ovale, seingga suara dapat ditransmisikan ke telinga dalam.
Maleus, merupakan tulang pendengaran yang letaknya paling lateral. Malleus
terdiri 3 bagian yaitu kapitulum mallei yang terletak di epitimpanum, manubrium mallei
yang melekat pada membran timpani dan kollum mallei yang menghubungkan
kapitullum mallei dengan manubrium mallei. Inkus terdiri atas korpus, krus brevis dan
krus longus. Sudut antara krus brevis dan krus longus sekitar 100 derajat. Pada medial
puncak krus longus terdapat processus lentikularis. Stapes terletak paling medial, terdiri
dari kaput, kolum, krus anterior dan posterior, serta basis stapedius/foot plate. Basis
stapedius tepat menutup foramen ovale dan letaknya hampir pada bidang horizontal.
17
Dalam cavum timpani terdapat 2 otot, yaitu :
- M.tensor timpani, merupakan otot yang tipis, panjangnya sekitar 2 cm, dan berasal
dari kartilago tuba eustachius. Otot ini menyilang cavum timpani ke lateral dan
menempel pada manubrium mallei dekat kollum. Fungsinya untuk menarik manubrium
mallei ke medial sehingga membran timpani menjadi lebih tegang.
- M. Stapedius, membentang antara stapes dan manubrium mallei dipersarafi oleh
cabang nervus fascialis. Otot ini berfungsi sebagai proteksi terhadap foramen ovale dari
getaran yang terlalu kuat.
3. Tuba eustachius
Kavitas tuba eustachius adalah saluran yang meneghubungkan kavum timpani
dan nasofaring. Panjangnya sekitar 31-38 mm, mengarah ke antero-inferomedial,
membentuk sudut 30-40 dengan bidang horizontal, dan 45 dengan bidang sagital. 1/3
bagian atas saluran ini adalah bagian tulang yang terletak anterolateral terhadap kanalis
karotikus dan 2/3 bagian bawahnya merupakan kartilago. Muara tuba di faring terbuka
dengan ukuran 1-1,25 cm, terletak setinggi ujung posterior konka inferior. Pinggir
anteroposterior muara tuba membentuk plika yang disebut torus tubarius, dan di
belakang torus tubarius terdapat resesus faring yang disebut fossa rosenmuller. Pada
perbatasan bagian tulang dan kartilago, lumen tuba menyempit dan disebut isthmus
dengan diameter 1-2 mm. Isthmus ini mudah tertutup oleh pembengkakan mukosa atau
oleh infeksi yang berlangsung lama, sehingga terbentuk jaringan sikatriks. Pada anak-
anak, tuba ini lebih pendek, lebih lebar dan lebih horizontal dibandingkan orang
dewasa, sehinggga infeksi dari nasofaring mudah masuk ke kavum timpani.
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS
18
3.1. Definisi
Yang disebut dengan otitis media supuratif kronik adalah infeksi kronis ditelinga
tengah dengan perfirasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah
terus menerus atau hilang timbul. Sekret yang keluar mungkin encer atau kental, bening
atau berupa nanah. Otitis media akut dengan perforasi membran timpani dapat menjadi
otitis media supuratif kronis bila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Bila proses infeksi
kurang dari 2 bulan, disebut sebagai otitis media supuratif subakut.
3.2. Etiologi
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak,
jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring
(adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba
Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang
dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Down’s syndrom. Adanya tuba patulous,
menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi
di Amerika Serikat. Faktor Host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif
tinggi adalah defisiensi immun sistemik. Kelainan humoral (seperti
hipogammaglobulinemia) dan cell- mediated ( seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan
leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis.
Penyebab OMSK antara lain3:
1. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi
mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi,
dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi
sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet,
tempat tinggal yang padat.
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden
OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor
genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi
belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.
3. Otitis media sebelumnya.
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media
akut dan / atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang
19
menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan
kronis.
4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak
bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukan bahwa metode kultur
yang digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram-
negatif, flora tipe-usus, dan beberapa organisme lainnya.
5. Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas
atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan
menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada
dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap
otitis media kronis.
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding
yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang
alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya, namun
hal ini belum terbukti kemungkinannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi
apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui.
Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi
fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin
mengembalikan tekanan negatif menjadi normal.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap
pada OMSK :
· Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan
produksi sekret telinga purulen berlanjut.
· Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan
pada perforasi.
· Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui
mekanisme migrasi epitel.
20
· Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan
yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga
mencegah penutupan spontan dari perforasi.
·
3.3. Patofisiologi
Disfungsi tuba Eustachius merupakan penyebab utama terjadinya radang telinga
tengah ini (otitis media, OM).1
Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup dan
akan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk
menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan
udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek, penampang
relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan mengapa suatu infeksi
saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke telinga tengah sehingga
lebih sering menimbulkan OM daripada dewasa.
Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring
melalui tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan terjadinya infeksi dari
telinga tengah. Pada saat ini terjadi respons imun di telinga tengah. Mediator
peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti
netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan sel mastosit akibat
proses infeksi tersebut akan menambah permiabilitas pembuluh darah dan menambah
pengeluaran sekret di telinga tengah. Selain itu, adanya peningkatan beberapa kadar
sitokin kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri
menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah.
Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari satu
lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified respiratory epithelium
dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi ini
mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang banyak serta
pembuluh darah. Penyembuhan OM ditandai dengan hilangnya sel-sel tambahan
tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana.
Terjadinya OMSK disebabkan oleh keadaan mukosa telinga tengah yang tidak
normal atau tidak kembali normal setelah proses peradangan akut telinga tengah,
keadaan tuba Eustachius yang tertutup dan adanya penyakit telinga pada waktu bayi.
3.4. Klasifikasi
21
OMSK dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu OMSK tipe aman (tipe mukosa = tipe
benigna) dan OMSK tipe bahaya (tipe tulang = tipe maligna).
Berdasarkan aktifitas sekret yang keluar dikenal juga OMSK tipe aktif dan
OMSK tenang. OMSK aktif adalah OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum
timpani secara aktif, sedangkan OMSK tenang adalah yang keadaan kavum timpaninya
terlihat basah atau kering.
Proses peradangan pada OMSK tipe aman terbatas pada mukosa saja, dan
biasanya tidak mengenai tulang. Perforasi terletak disentral. Umumnya OMSK tipe
aman jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe aman tidak
terdapat kolesteatoma. Kolesteatom adalah suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi
epitel (keratin).
Yang dimaksud OMSK tipe maligna adalah OMSK yang disertai dengan
kolesteatom. OMSK ini dikenal juga dengan OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe
tulang. Perforasi pada OMSK tipe bahaya letaknya marginal atau di atik, kadang-
kadang terdapat juga kolesteatom pada OMSK dengan perforasi subtotal. Sebagian
besar komplikasi yang berbahaya atau fatal timbul pada OMSK tipe bahaya.
Bentuk perforasi membran timpani adalah :
1. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-
superior, kadang-kadang sub total.
2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus
fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi
total. Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom.
3. Perforasi atik
Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma.
3.5. Gejala Klinis
1. Telinga berair (otorrhoe)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer)
tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas
kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan
yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi
iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi.
22
Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat
disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar
setelah mandi atau berenang.
Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga.
Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan
kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil,
berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret
telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara
luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan
granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang
mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah
kemungkinan tuberkulosis.
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran.
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.
Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat,
karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan
efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang
dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan
dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran
lebih dari 30 db.
Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah.
Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya
rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai
penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus
diinterpretasikan secara hati-hati.
Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan
berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen
rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya
labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat
menggambarkan sisa fungsi kohlea.
3. Otalgia ( nyeri telinga)
23
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan
suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya
drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan
pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau
ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin
oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang
komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus
lateralis.
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya.
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat
erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat
perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif
keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani
yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu.
Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo.
Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan
temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah
dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin
berlanj ut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK
dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan
negatif pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui
rongga telinga tengah.
3.6. Diagnosis
Diagnosis OMSK ditegakan dengan cara:
1. Anamnesis (history-taking)
Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita
seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang
paling sering dijumpai adalah telinga berair, adanya sekret di liang telinga yang
pada tipe tubotimpanal sekretnya lebih banyak dan seperti berbenang (mukous),
tidak berbau busuk dan intermiten, sedangkan pada tipe atikoantral, sekretnya lebih
sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan jaringan granulasi atau
24
polip, maka sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya penderita
datang dengan keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah.
2. Gejala klinis
Ada beberapa gejala klinis yang menyebabkan pasien berobat ke pelayanan
kesehatan, antara lain:
- Telinga berair (otorrhoe), sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid
(seperti air dan encer) tergantung stadium peradangan.
- Gangguan pendengaran, ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang
pendengaran. Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat
campuran.
- Otalgia (nyeri telinga), nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila
ada merupakan suatu tanda yang serius.
- Vertigo, vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya.
3. Pemeriksaan otoskopi
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari
perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.
4. Pemeriksaan audiologi
Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk menilai hantaran
tulang dan udara, penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran dan
untuk menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur berguna untuk menilai
‘speech reception threshold’ pada kasus dengan tujuan untuk memperbaiki
pendengaran.
Pemeriksaan penala adalah pemeriksaan sederhana untuk mengetahui adanya
gangguan pendengaran. Untuk mengetahui jenis dan derajat gangguan pendengaran
dapat dilakukan pemeriksaan audiometri nada murni, audiometri tutur (speech
audiometry) dan pemeriksaan BERA (brainstem evoked responce audiometry) bagi
pasien anak yang tidak kooperatif dengan pemeriksaan audiometri nada murni.
5. Pemeriksaan radiologi
Radiologi konvensional, foto polos radiologi, posisi Schüller berguna untuk
menilai kasus kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan CT scan dapat lebih efektif
menunjukkan anatomi tulang temporal dan kolesteatoma.
6. Pemeriksaan bakeriologik dengan media kultur pada OMSK
25
Identifikasi kuman didasarkan pada morfologi koloni kuman yang tumbuh pada
media kultur (agar darah) dan uji biokimia. Identifikasi bakteriologik dalam tubuh
manusia (dalam hal ini sekret telinga penderita OMSKBA) masih mengandalkan
teknik kultur murni.
7. Pemeriksaan penunjang lain berupa uji resistensi kuman dari sekret telinga.
3.7. Penatalaksanaan
Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus berulang-ulang.
Sekret yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain
disebabkan oleh satu atau beberapa keadaan yaitu: adanya perforasi membran timpani
yang permanen, sehingga telinga tengah berhubungan dengan dunia luar; terdapat
sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung dan sinus paranasal; sudah terbentuk
jaringan patologik yang irreversibel dalam rongga mastoid dan ; gizi dan higiene yang
kurang.
Prinsip terapi OMSK tipe aman adalah konserfatif atau dengan medikamentosa.
Bila sekret yang keluar terus-menerus, maka diberikan obat pencuci telinga, berupa
larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Secara oral diberikan antibiotika dari golongan
ampisilin atau eritromisin (bila pasien alergi terhadap ampisilin) sebelum hasil tes
resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai penyebebnya telah resisten terhadap
ampisilin dapat diberikan ampisilin asam klavulanat.
Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2
bulan maka idealnya dilakukan meringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini bertujuan
untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang
perforasi, mencegah terjadinya komplikasi dan kerusakan pendengaran yang lebih berat,
serta memperbaiki pendengaran.
Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau terjadinya
infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih dahulu, mungkin juga
perlu dilakukan pembedahan, misalnya adenoidektomi atau tonsilektomi.
Prinsip terapi OMSK tipe bahaya adalah pembedahan, yaitu mastoidektomi.
Jadi, bila terdapat OMSK tipe bahaya, maka terapi yang tepat adalah dengan melakukan
mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi konservatif dengan medika
mentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila
terdapat abses periosteal retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri
sebelum mastoidektomi.
26
Untuk mencapai hasil terapi antimikroba yang optimal pada OMSK, harus
dilakukan isolasi kuman penyebab dan uji kepekaan terhadap antimikroba. Meskipun
demikian, tidak semua OMSK berhasil diatasi dengan terapi antimikroba, walaupun
terapi yang diberikan telah sesuai dengan uji kepekaan.
3.8. Komplikasi
Komplikasi OMSK dapat dibagi atas:
1. Komplikasi intratemporal (komplikasi ekstrakranial) terdiri dari parese n. Fasial
dan labirinitis.
2. Komplikasi ekstratemporal (komplikasi intrakranial) terdiri dari abses
ekstradural, abses subdural, tromboflebitis sinus lateral, meningitis, abses otak,
hidrosefalus otitis.
Pada radang telinga tengah menahun ini walaupun telinga berair sudah bertahun-
tahun lamanya telinga tidak merasa sakit, apabila didapati telinga terasa sakit disertai
demam, sakit kepala hebat dan kejang menandakan telah terjadi komplikasi ke
intrakranial.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi, E, et al, Ed. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi VI. Balai Penerbitan FKUI,
Jakarta. 2006: p. 64-77.
2. Christanto, A. et al. Pendekatan Molekuler (RISA) untuk Membedakan Spesies
Bakteri Otitis Media Supuratif Kronik Benigna Aktif. Cermin Dunia Kedokteran
No. 155, 2007
3. Nursiah, S. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan Terhadap
Beberapa Antibiotika di Bagian THT FK USU / RSUP. H. Adam Malik Medan.
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2003
4. Soetirto, I. et al. Gangguan Pendengaran (Tuli). Dalam: Soepardi, E, et al, Ed.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi VI. Balai
Penerbitan FKUI, Jakarta. 2006: p.10-22
5. Ballenger JJ. Penyakit Telinga Kronis. Dalam Buku Penyakit Telinga, Hidung,
Tenggorok, Kepala dan Leher. Ed.13 Jilid Satu. Binarupa Aksara, Jakarta. 1994:
p. 392-412.
6. Aboet, A. Radang Telinga Tengah Menahun. Universitas Sumatera Utara:
Medan.2007
7. Boesoirie, TS dan Lasminingrum. Perjalanan Klinis dan Penatalaksanaan Otitis
Media Supuratif. Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL. Fakultas Kedokteran
UNPAD/RSUP dr.Hasan Sadikin Bandung. 2009. Diakses dari
http://www.ketulian.com/v1/web/index.php?to=article&id=13 pada 20
september 2010.
28
top related