case report obsgyn
Post on 06-Feb-2016
27 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di
luar kandungan. Batasan yang digunakan adalah kehamilan kurang dari 20 minggu
atau berat janin kurang dari 500 gram. Abortus dapat dibagi menjadi abortus spontan
dan abortus provokatus. Abortus spontan merupakan abortus yang berlangsung tanpa
tindakan atau terjadi secara spontan.1,2
Menurut Arthur T. Evans dalam bukunya manual of obstetrics, definisi aborsi
adalah pengakhiran kehamilan dengan pengeluaran janin immature atau nonviable
fetus dan usia janin kurang dari 20 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir
( HPHT ) atau berat badan janin kurang dari 500 g.3
Insiden aborsi dipengarui oleh umur ibu dan riwayat obstetriknya seperti
kelahiran normal sebelumnya, riwayat abortus spontan, dan kelahiran dengan anak
memiliki kelainan genetik. Frekuensi abortus diperkirakan sekitar 10-15 % dari
semua kehamilan. Namun, frekuensi angka kejadian sebenarnya dapat lebih tinggi
lagi karena banyak kejadian yang tidak dilaporkan, kecuali apabila terjadi
komplikasi; juga karena abortus spontan hanya disertai gejala ringan, sehingga tidak
memerlukan pertolongan medis dan kejadian ini hanya dianggap sebagai haid yang
terlambat. Delapan puluh persen kejadian abortus terjadi pada usia kehamilan
sebelum 12 minggu. Hal ini banyak disebabkan karena kelainan pada kromosom.3,4
Dari 1.000 kejadian abortus, setengahnya merupakan blighted ovum dan 50-
60 % dikarenakan abnormalitas kromosom. Disamping kelainan kromosom, abortus
juga disebabkan oleh penggunaan obat dan faktor lingkungan, seperti konsumsi
kafein selama kehamilan.1
BAB II
STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. W
Usia : 33 th
Alamat : Mahar Zein, Lr. Yada
Pekerjaan : PNS
Agama : islam
Pendidikan : D3
Tanggal masuk : 21 Januari 2015
No CM : 29/29/65
Nama suami : Tn. B
Usia : 38 th
Agama : Islam
Alamat : Mahar Zein, Lr. Yada
Pekerjaan : PNS
Pendidikan : D3
B. Anamnesa
Diambil dari : auto anamnesa tanggal 21 Januari 2015 pukul 07.00
Keluhan utama : keluar cairan berupa flek
Keluhan tambahan : merasa mulas seperti ingin BAB.
Riwayat perjalanan penyakit
Ibu hamil datang dengan keluhan flek sejak kemarin malam, flek
berwarna coklat kehitaman, menggumpal tidak berbau, dan sedikit. Flek
muncul sedikit-sedikit mulai kehamilan 4 minggu, 6 minggu, dan saat ini
kehamilan 8 minggu. Mual, muntah dan pusing disangkal.
2
Riwayat haid
Menarche : 13 tahun
Siklus haid : 28 hari
Lama haid : 7 hari tetapi 3 hari
Nyeri hadi : di sangkal
Keputihan : disangkal
HPHT : 17 November 2014
Taksiran lahir : 24 Agustus 2015
Usia Kehamilan : 8 minggu
Riwayat Perkawinan
Menikah sudah selama 8 tahun. Merupakan pernikahan pertama bagi
pasangan suami dan istri.
Riwayat Psikologis
Cemas dan depresi disangkal.
Riwayat Obstetri
Kehamilan Penolong
Persalinan
Tahun Usia
kehamilan
Jenis
Persalinan
Penyulit Anak KB
BB Laktasi
1 Dokter 2007 Aterm SC CPD 3500 2
tahun
Spiral
2 (Ab) 2010 8 minggu
3 Dokter 2011 Aterm SC CPD 3300 2
tahun
-
4 (Ab) 2015 8 minggu
3
Riwayat Kb
Pernah menggunakan KB spiral setelah kelahiran anak pertama.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Asma : disangkal
Riwayat jantung : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat ISK : istri dan suami disangkal
Riwayat IMS : istri dan suami disangkal
Riwayat trauma : disangkal
Riwayat kelelahan karena aktivitas : disangkal
Riwayat perjalanan jauh : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Asma : disangkal
Riwayat jantung : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat Pribadi
Riwayat merokok disangkal
Memelihara hewan seperti kucing, anjing dll disangkal.
Riwayat konsumsi alkohol disangkal.
Catatan Penting Selama Asuhan Antenatal
Pasien mengatakan baru melakukan 1 kali ANC di bidan selama kehamilan..
Selama kehamilan tekanan darah pasien dalam batas normal. Selama
kehamiln pasien mengkonsumsi vitamin, dan Fe dari bidan.
4
C. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis :
KU/KES : TSS/CM
TV : TD: 110/70 mmHg, N : 84x/mnt, FP:20x, S: 37,3 C
Tinggi Badan : 155 cm
BB : 65 kg
Kesan gizi : baik
Mata : konjungtiva pucat-/-, sklera ikterik -/-
THT : dalam batas normal
Leher : KGB ttm, Tiroid ttm
Jantung : BJ I-II murni, murmur -, gallop –
Paru : SN vesikuler+/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : NT (+) pada kuadran bawah
Ekstremitas : akral hangat, sianosis (-) edema -/-
Status Ginekologi :
I : V/U tenang, perdarahan aktif pervaginam (+). Jaringan(-)
Io : Porsio livide, licin, ostium tertutup, , fluxus(+), fluor(-).
VT : Cavum uteri sedikit membesar, antefleksi, teraba jaringan
dalam cavum uteri, Nyeri goyang portio (-), massa/nyeri
adneksa (-), parametrium lemas, cavum douglas tidak
menonjol dan tidak nyeri, ostium uteri externa terbuka 1 cm.
D. Diagnosis Banding
1. Abortus Imminens
2. Abortus Insipiens
3. Abortus Inkomplit
E. Pemeriksaan Penunjang
5
Hb : 10,6 g/dl
Leukosit : 7600 md/dL
Trombosit : 182.000 mg/dL
Test Pack : Positif
USG : tampak abortus imminens
F. Diagnosa kerja
G4P2A2
Hamil 8 minggu dengan suspect abortus imminens
G. Penatalaksanaan
1. Nonmedikamentosa
- Istirahat berbaring.
2. Medikamentosa
Penanganan abortus imminen terdiri atas :
1. Pemberian hormon progesterone
2. Pemberian anti kontraksi rahim: Dulvadilan dalam RL
3. Pemberian analgesik ketoproven suppositoria
4. Pemberian misoprostol sebelum dilakukan tindakan kuretase
Evaluasi:
1. Jumlah dan lama perdarahan, monitoring kadar Hb
2. USG
H. Prognosis
Ad Vitam : bonam
Ad Sanam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin berkembang
sepenuhnya dan dapat hidup di luar kandungan dan sebagai ukuran digunakan
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.1,3,4,5
Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu menurut terjadinya
abortus dan menurut gambaran klinis. Menurut terjadinya dibedakan atas
abortus spontan yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja
dan tanpa menggunakan tindakan apa-apa sedangkan abortus provokatus
adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun
dengan alat-alat.6
Abortus provokatus dibagikan lagi menjadi abortus medisinalis atau
abortus therapeutica dan abortus kriminalis. Pada abortus medisinalis, abortus
yang terjadi adalah karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan
dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis).
Abortus kriminalis adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan
yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis dan biasanya dilakukan
secara sembunyi - sembunyi oleh tenaga tradisional.
Menurut gambaran klinis abortus dapat dibedakan kepada:
a) Abortus imminens yaitu abortus tingkat permulaan (threatened abortion)
dimana terjadi perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan
hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.5
b) Abortus insipiens (inevitable abortion) yaitu abortus yang sedang
mengancam dimana serviks telah mendatar dan ostium uteri telah
membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri.5
7
c) Abortus inkomplit (incomplete abortion) yaitu jika hanya sebagian hasil
konsepsi yang dikeluarkan, yang tertinggal adalah desidua atau plasenta.5
d) Abortus komplit (complete abortion) artinya seluruh hasil konsepsi telah
keluar (desidua atau fetus), sehingga rongga rahim kosong.5
e) Missed abortion adalah abortus dimana fetus atau embrio telah meninggal
dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu, akan tetapi hasil
konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan selama 6 minggu
atau lebih.5
f) Abortus habitualis (recurrent abortion) adalah keadaan terjadinya abortus
tiga kali berturut-turut atau lebih.5
g) Abortus infeksius (infectious abortion) adalah abortus yang disertai
infeksi genital.5
h) Abortus septik (septic abortion) adalah abortus yang disertai infeksi berat
dengan penyebaran kuman ataupun toksinnya kedalam peredaran darah
atau peritonium.5
B. Etiologi
Ada beberapa faktor penyebab terjadinya abortus yaitu :
1. Faktor genetik
Ada banyak sebab genetik yang berhubungan dengan abortus.
Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip dari
embrio.3Data ini berdasarkan pada 50% kejadian abortus pada trimester
pertama merupakan kelainan sitogenetik yang berupa aneuploidi yang bisa
disebabkan oleh kejadian nondisjuction meiosis atau poliploidi dari fertilas
abnormal dan separuh dari abortus kerana kelainan sitogenetik pada
trimester pertama berupa trisomi autosom.3
Triplodi ditemukan pada 16% kejadian abortus di mana terjadi
fertilisasi ovum normal oleh 2 sperma (dispermi).3 Insiden trisomi
meningkat dengan bertambahnya usia. Trisomi (30% dari seluruh trisomi)
adalah penyebab terbanyak abortus spontan diikuti dengan sindroma
8
Turner (20-25%) dan Sindroma Down atau trisomi 21 yang sepertiganya
bisa bertahan sehingga lahir.3 Selain kelainan sitogenetik, kelainan lain
seperti fertilisasi abnormal iaitu dalam bentuk tetraploidi dan triploid dapat
dihubungkan dengan abortus absolut.3
Kelainan dari struktur kromosom juga adalah salah satu penyebab
kelainan sitogenetik yang berakibat aborsi dan kelainan ini sering
diturunkan oleh ibu memandangkan kelainan struktur kromoson pada pria
berdampak pada rendahnya konsentrasi sperma, infertelitas dan faktor
lainnya yang bisa mengurangi peluang kehamilan.3
Selain itu, gen yang abnormal akibat mutasi gen bisa mengganggu
proses impantasi dan mengakibatkan abortus seperti mytotic dystrophy yg
berakibat pada kombinasi gen yang abnormal dan gangguan fungsi uterus.3
Gangguan genetik seperti Sindroma Marfan, Sindroma Ehlers-Danlos,
hemosistenuri dan pseusoxantoma elasticum merupakan gangguan jaringan
ikat yang bisa berakibat abortus.3 Kelainan hematologik seperti pada
penderita sickle cell anemia, disfibronogemi, defisiensi faktor XIII
mengakibatkan abortus dengan mengakibatkan mikroinfak pada plasenta.3
2. Faktor anatomi
Defek anatomi diketahui dapat menjadi penyebab komplikasi obstetrik
terutamanya abortus. Pada perempuan dengan riwayat abortus, ditemukan
anomali uterus pada 27% pasien.3 Penyebab terbanyak abortus kerana
kelainan anatomik uterus adalah septum uterus akibat daripada kelainan
duktus Mulleri (40-80%), dan uterus bicornis atau uterus unicornis (10-
30%).3 Mioma uteri juga bisa mengakibatkan abortus berulang dan
infertilitas akibat dari gangguan passage dan kontraktilitas uterus.3
Sindroma Asherman bisa mengakibatkan abortus dengan mengganggu
tempat impalntasi serta pasokan darah pada permukaan endometrium.3
Kelainan kogenital arteri uterina yang membahayakan aliran darah
endometrium dapat juga berpengaruh.3 Selain itu, kelainan yang didapat
misalnya adhesi intrauterin (synechia), leimioma, dan endometriosis
9
mengakibatkan komplikasi anomali pada uterus dan dapat mengakibatkan
abortus.6
kelainan yang disebut di atas, serviks inkompeten juga telah terbukti
dapat meyebabkan abortus terutama pada kasus abortus spontan.1 Pada
kelainan ini, dilatasi serviks yang “silent” dapat terjadi antara minggu
gestasi 16-28 minggu.1 Wanita dengan serviks inkompeten selalu memiliki
dilatasi serviks yang signifikan yaitu 2cm atau lebih dengan
memperlihatkan gejala yang minimal.1 Apabila dilatasi mencapai 4 cm
atau lebih, maka kontraksi uterus yang aktif dan pecahnya membran
amnion akan terjadi dan mengakibatkan ekspulsi konsepsi dalam rahim.1
faktor-faktor yang mengakibatkan serviks inkompeten adalah kehamilan
berulang, operasi serviks sebelumnya, riwayat cedera serviks, pajanan pada
dietilstilbestrol, dan abnormalitas anatomi pada serviks.1
Sebelum kehamilan atau pada kehamilan trimester pertama, tidak ada
metoda yang bisa digunakan untuk mengetahui bila serviks akan
inkompeten namun, setelah 14-16 minggu, USG baru dapat digunakan
untuk menilai anatomi segmen uterus bahagian bawah dan serviks untuk
melihat pendataran dan pemendekan abnormal serviks yang sesuai dengan
inkompeten serviks.1
3. Faktor endokrin
Ovulasi, implantasi dan kehamilan dini sangat bergantung pada
koordinasi sistem pengaturan hormonal martenal yang baik. Perhatian
langsung pada sistem humoral secara keseluruhan, fase luteal, dan
gambaran hormon setelah konsepsi terutamanya kadar progesteron sangat
penting dalam mengantisipasi abortus.3
Pada diabetes mellitus, perempuan dengan kadar HbA1c yang tinggi
pada trimester yang pertama akan berisiko untuk mengalami abortus dan
malformasi janin. IDDM dengan kontrol yang tidak adekuat berisiko 2-3
kali lipat untuk abortus.3
10
Kadar progesteron yang rendah juga mempengaruhi resptivitas
endometrium terhadap implantasi embrio. Kadar progenteron yang rendah
diketahui dapat mengakibatkan abortus terutamanya pada kehamilan 7
minggu di mana trofoblast harus menghasilkan cukup steroid untuk
menunjang kehamilan. Pengangkatan korpus luteum pada usia 7 minggu
akan berakibat abortus dan jika diberikan progesteron pada pada pasien ini,
maka kehamilan dapat diselamatkan.3
Penelitian pada perempuan yang mengalami abortus berulang,
didapatkan 17% kejadian defek luteal iaitu kurangnya progesteron pada
fase luteal. Namum pada saat ini, masih blum ada metode yang bisa
terpercaya untuk mendiagnosa kelainan ini.3
Faktor humoral terhadap imunitas desidua juga berperan pada
kelangsungan kehamilan. Perubahan endometrium menjadi desidua
mengubah semua sel pada mukosa uterus.3 Perubahan morfologi dan
fungsional ini mendukung proses implantasi, proses migrasi trofoblas, dan
mencegah invasi yang berlebihan pada jaringan ibu.3 Di sini interaksi
antara trofoblas ekstravillus dan infiltrasi leukosit pada mukosa uterus
berperan penting di mana sebahagian besar leukosit adalah large granular
cell, dan makrofag dengan sedikit sel T dan sel B.3 Sel NK dijumpai dalam
jumlah yang banyak terutama pada endometrium yang terpapar
progesteron.3 Perannya adalah pada trimester 1 adalah akan terjadi
peningkatan sel NK untuk membunuh sel target dengan sedikit atau tiada
ekspresi HLA.3 Trofoblast ekstravillous tidak bisa dihancurkan oleh sel NK
kerana sifatnya yang cepat menghasilkan HLA1 sehingga terjadinya invasi
optimal untuk plasentasi yang optimal oleh trofoblas extravillous.3 Maka,
gangguan pada sistem ini akan berpengaruh pada kelangsungan kehamilan.
Selain itu, hipotiroidisme, hipoprolaktinemia, dan sindrom polikistik
ovarium dapat merupakan faktor kontribusi pada keguguran dengan
menggangu balans humoral yang penting pada kelangsungan kehamilan.6
4. Faktor infeksi
11
Ada pelbagai teori untuk menjelaskan keterkaitan infeksi dengan
kejadian abortus. Antaranya adalah adanya metabolik toksik, endotoksin,
eksotoksin, dan sitokin yang berdampak langsung pada janin dan unit
fetoplasenta.3 Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin dan cacat
berat sehingga janin sulit untuk bertahan hidup.3
Infeksi plasenta akan berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut
kematian janin.3 Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman
genetalia bawah yang bisa mengganggu proses implantasi. Amnionitis oleh
kuman gram positif dan gram negatif juga bisa mengakibatkan abortus.3
Infeki virus pada kehamilan awal dapat mengakibatkan perubahan genetik
dan anatomik embrio misalnya pada infeksi rubela, parvovirus, CMV,
HSV, koksakie virus, dan varisella zoster.3
Di sini adalah beberapa jenis organisme yang bisa berdampak pada
kejadian abortus
- Bakteria: listeria monositogenes, klamidia trakomatis, ureaplasma
urealitikum, mikoplasma hominis, bakterial vaginosis.3
- Virus: CMV, HSV, HIV dan parvovirus.3
- Parasit: toksoplasma gondii, plasmodium falsifarum.3
- Spirokaeta: treponema pallidum.3
5. Faktor imunologi
Beberapa penyakit berhubungan erat dengan kejadian abortus.
Antaranya adalah SLE dan Antiphospholipid Antibodies (aPA).3 ApA
adalah antibodi spesifik yang ditemukan pada ibu yang menderita SLE.3
Peluang terjadinya pengakhiran kehamilan pada trimester 2 dan 3 pada
SLE adalah 75%.3 Menurut penelitian, sebagian besar abortus berhubungan
dengan adanya aPA yang merupakan antibodi yang akan berikatan dengan
sisi negatif dari phosfolipid.3 Selain SLE, antiphosfolipid syndrome (APS)
dapat ditemukan pada preemklamsia, IUGR, dan prematuritas.3
Dari international consensus workshop pada tahun 1998, klasifikasi
APS adalah:3
12
- trombosis vaskular (satu atau lebih episode trombosis arteri, venosa atau
kapiler yang dibuktikan dengan gambaran Doppler, dan histopatologi)3
- komplikasi kehamilan (3 atau lebih abortus dengan sebab yang tidak
jelas, tanpa kelainan anatomik, genetik atau hurmonal/ satu atau lebih
kematian janin di mana gambaran sonografi normal/ satu atau lebih
persalinan prematur dengan gambaran janin normal dan berhubungan
dengan preeklamsia berat,atau insufisiensi plasenta yang berat)3
- kriteria laboratorium (IgG dan atau IgM dengan kadar yang sedang atau
tinggi pada 2 kali atau lebih dengan pemeriksaan jarak lebih dari 1 atau
sama dengan 6 minggu)3
- antobodi fosfolipid (pemanjangan koagulasi fospholipid, aPTT, PT, dan
CT, kegagalan untuk memperbaikinya dengan pertambahan dengan
plasma platlet normal dan adanya perbaikan nilai tes dengan
pertambahan fosfolipid).3
aPA ditemukan 20% pada perempuan yang mengalami abortus dan lebih
dari 33% pada perempuan yang mengalami SLE. Pada kejadian abotus
berulang, ditemukan infark plasenta yang luas akibat adanya atherosis dan
oklusi vaskular.3
6. Faktor trauma
Trauma abdominal yang berat dapat menyebabkan terjadinya abortus
yang yang diakibatkan karena adanya perdarahan, gangguan sirkulasi
maternoplasental, dan infeksi.1 Namun secara statistik, hanya sedikit
insiden abortus yang disebabkan karena trauma .1
7. Faktor nutrisi dan lingkungan
Diperkirakan 1-10% malformasi janin adalah akibat dari paparan obat,
bahan kimia atau radiasi yang umumnya akan berakhir dengan abortus.6
faktor-faktor yang terbukti berhubungan dengan peningkatan insiden
abortus adalah merokok, alkohol dan kafein.
Merokok telah dipastikan dapat meningkatkan risiko abortus euploid.1
Pada wanita yang merokok lebih dari 14 batang per hari, risiko abortus
13
adalah 2 kali lipat dari risiko pada wanita yang tidak merokok.1 Rokok
mengandung ratusan unsur toksik antara lain nikotin yang mempunyai sifat
vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta.6 Karbon
monoksida juga menurukan pasokan oksigen ibu dan janin dan dapat
mamacu neurotoksin.6 Meminum alkohol pada 8 minggu pertama
kehamilan dapat meningkatkan risiko abortus spontan dan anomali fetus.1
Kadar abortus meningkat 2 kali lipat pada wanita yang mengkonsumsi
alkohol 2 kali seminggu dan 3 kali lipat pada konsumsi tiap-tiap hari
dibandingkan dengan wanita yang tidak minum.1
Mengkonsumsi kafein sekurangnya 5 gelas kopi perhari atau 500mg
caffiene satu hari dapat sedikit menambah risiko abortus dan pada mereka
yang meminum lebih dari ini, risikonya meningkat secara linier dengan tiap
jumlah tambahan gelas kopi.1 Pada penelitian lain, wanita hamil yang
mempunyai level paraxantine (metabolit kafine), risiko abortus spontan
adalah 2 kali lipat daripada kontrol.1
8. Faktor kontrasepsi berencana
Kontrasepsi oral atau agen spermicidal yang digunakan pada salep dan
jeli kontrasepsi tidak berhubungan dengan risiko abortus.1 Namun, jika
pada kontrasepsi yang menggunakan IUD, intrauterine device gagal untuk
mencegah kehamilan, risiko aborsi khususnya aborsi septik akan
meningkat dengan signifikan.1
C. Patogenesis
Abortus dimulai dari perdarahan ke dalam decidua basalis yang diikuti
dengan nekrosis jaringan disekitar perdarahan.1 Jika terjadi lebih awal, maka
ovum akan tertinggal dan mengakibatkan kontraksi uterin yang akan berakir
dengan ekpulsi karena dianggap sebagai benda asing oleh tubuh.1 Apabila
kandung gestasi dibuka, biasanya ditemukan fetus maserasi yang kecil atau
tidak adanya fetus sama sekali dan hal ini disebut blighted ovum.1
Pada abortus yang terjadi lama, beberapa kemungkinan boleh terjadi. Jika
fetus yang tertinggal mengalami maserasi, yang mana tulang kranial kolaps,
14
abdomen dipenuhi dengan cairan yang mengandung darah, dan degenarasi
organ internal.1 Kulit akan tertanggal di dalam uterus atau dengan sentuhan
yang sangat minimal.1 Bisa juga apabila cairan amniotik diserap, fetus akan
dikompress dan mengalami desikasi, yang akan membentuk fetus
compressus.1 Kadang-kadang, fetus boleh juga menjadi sangat kering dan
dikompres sehingga menyerupai kertas yang disebut fetus papyraceous.1
Pada kehamilan di bawah 8 minggu, hasil konsepsi dikeluarkan
seluruhnya, karena vili korialis belum menembus desidua terlalu dalam;
sedangkan pada kehamilan 8-14 minggu, vili korialis telah masuk agak dalam,
sehingga sebagian keluar dan sebagian lagi akan tertinggal.6 Perdarahan yang
banyak terjadi karena hilangnya kontraksi yang dihasilkan dari aktivitas
kontraksi dan retraksi miometrium.6
D. Gambaran klinis
Gejala abortus berupa amenorea, sakit perut kram, dan mules-mules.1,2,3,4
Perdarahan pervaginam bisa sedikit atau banyak dilihat dari pads atau tampon
yang telah dipakai, dan biasanya berupa darah beku tanpa atau desertai dengan
keluarnya fetus atau jaringan.6 Ini penting untuk melihat progress abortus.6
Pada abortus yang sudah lama terjadi atau pada abortus provokatus sering
terjadi infeksi yang dilihat dari demam, nadi cepat, perdarahan, berbau, uterus
membesar dan lembek, nyeri tekan,dan luekositosis.6 Pada pemeriksaan dalam
untuk abortus yang baru saja terjadi didapati serviks terbuka, kadang-kadang
dapat diraba sisa-sisa jaringan dalam kanalis servikalis atau kavum uteri, serta
uterus berukuran kecil dari seharusnya.6 Pada pemeriksaan USG, ditemukan
kantung gestasional yang tidak utuh lagi dan tiada tanda-tanda kehidupan dari
janin.6
E. Diagnosis
Diagnosis abortus ditegakkan berdasarkan :
a. Anamnesis
15
3 gejala utama (postabortion triad) pada abortus adalah nyeri di perut
bagian bawah terutamanya di bagian suprapubik yang bisa menjalar ke
punggung,bokong dan perineum, perdarahan pervaginam dan demam yang
tidak tinggi.7 Gejala ini terutamanya khas pada abortus dengan hasil
konsepsi yang masih tertingal di dalam rahim.7 Selain itu, ditanyakan
adanya amenore pada masa reproduksi kurang 20 minggu dari HPHT.6
Perdarahan pervaginam dapat tanpa atau disertai jaringan hasil konsepsi.
Bentuk jaringan yang keluar juga ditanya apakah berupa jaringan yang
lengkap seperti janin atau tidak atau seperti anggur. Rasa sakit atau keram
bawah perut biasanya di daerah atas simpisis.6
Riwayat penyakit sekarang seperti IDDM yang tidak terkontrol,
tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol, trauma, merokok, mengambil
alkohol dan riwayat infeksi traktus genitalis harus diperhatikan.6 Riwayat
kepergian ke tempat endemik malaria dan pengambilan narkoba malalui
jarum suntik dan seks bebas dapat menambah curiga abortus akibat infeksi.7
b. Pemeriksaan Fisis
Bercak darah diperhatikan banyak, sedang atau sedikit.4 Palpasi
abdomen dapat memberikan idea keberadaan hasil konsepsi dalam abdomen
dengan pemeriksaan bimanual. Yang dinilai adalah uterus membesar sesuai
usia gestasi, dan konsistensinya.4 Pada pemeriksaan pelvis, dengan
menggunakan spekulum keadaan serviks dapat dinilai sama ada terbuka atau
tertutup , ditemukan atau tidak sisa hasil konsepsi di dalam uterus yang dapat
menonjol keluar, atau didapatkan di liang vagina.4
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium berupa tes kehamilan, hemoglobin, leukosit,
waktu bekuan, waktu perdarahan, trombosit, dan GDS. Pada pemeriksaan
USG ditemukan kantung gestasi tidak utuh, ada sisa hasil konsepsi dalam
uterus.6
F. Diagnosis banding.2
- kehamilan ektopik tertanggu
16
- perdarahan anovular pada wanita yang tidak hamil
- abortus mola hidatidosa
- polip endoserviks
- karsinoma serviks
G. Penatalaksanaan
a. Abortus Imminens.4
Pada abortus imminens, tidak perlu pengobatan khusus atau tirah
baring total dan pasien dilarang dari melakukan aktivitas fisik berlebihan
ataupun hubungan seksual. Jika terjadi perdarahan berhenti, asuhan
antenatal diteruskan seperti biasa dan penilaian lanjutan dilakukan jika
perdarahan terjadi lagi. Pada kasus yang perdarahan terus berlansung,
kondisi janin dinilai dan konfirmasi kemungkinan adanya penyebab lain
dilakukan dengan segera. Pada perdarahan berlanjut khususnya pada uterus
yang lebih besar dari yang diharapkan, harus dicurigai kehamilan ganda atau
mola.
b. Abortus insipiens.4
Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi uterus dilakukan
dengan aspirasi vakum manual. Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan
maka, Ergometrin 0,2 mg IM atau Misopristol 400mcg per oral dapat
diberikan. Kemudian persediaan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari
uterus dilakukan dengan segera.
Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, ekpulsi spontan hasil
konsepsi ditunggu, kemudian sisa-sisa hasil konsepsi dievakuasi. Jika perlu,
infus 20 unit oxytoxin dalam 500cc cairan IV (garam fisiologik atau larutan
Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit diberikan untuk
membantu ekspulsi hasil konsepsi. Setelah penanganan, kondisi ibu tetap
dipantau.
c. Abortus inkomplit.4
17
Jika perdarahan tidak beberapa banyak dan kehamilan kurang dari 16
minggu, evakuasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum
untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika
perdarahan berhenti, Ergometrin 0,2 mg IV atau misoprostol 400mcg per oral
diberikan.
Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung, dan usia kehamilan
kurang dari 16 minggu, hasil konsepsi dievakuasi dengan aspirasi vakum
manual. Evakuasi vakum tajam hanya digunakan jika tidak tersedia aspirasi
vakum manual (AVM). Jika evakuasi belum dapat dilakukan dengan segera,
Ergometrin 0,2mg IM atau Misoprostol 400mcg per oral dapat diberikan.
Jika kehamilan lebih dari 16 minggu, infus oksitosin 20 unit diberikan
dalam 500ml cairan IV (garam fisiologik atau RL) dengan kecepatan 40 tetes
per menit sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi. Jika perlu Misoprostol
200mcg pervaginam diberikan setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil
konsepsi. Hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus segera dievakuasi.
d. Abortus komplit.4
Pada kasus ini, evakuasi tidak perlu dilakukan lagi. Observasi untuk
melihat adanya perdarahan yang banyak perlu diteruskan dan kondisi ibu
setelah penanganan tetap dibuat. Apabila terdapat anemia sedang, tablet
sulfas ferrosus 600mg/hari selama 2 minggu diberikan, jika anemia berat
diberikan transfusi darah. Seterusnya lanjutkan dengan konseling asuhan
pascakeguguran dan pemantauan lanjut jika perlu.
e. Abortus septik/infeksius.3
Pengelolaan pasien pada abortus septik harus mempertimbangkan
keseimbangan cairan tubuh dan perlunya pemberian antibiotika yang
mencukupi sesuai dengan hasil kultur dan sensitivitas kuman yang diambil
dari darah dan cairan flour yang keluar pervaginam. Untuk tahap pertama
dapat diberikan Penisillin 4x 1juta unit atau ampicillin 4x 1gram ditambah
gentamisin 2x80mg dan metronidazol 2x1gram. Selanjutnya, antibiotik
dilanjutkan dengan hasil kultur.
18
Tindakan kuretase dilaksanakan bila tubuh dalam keadaan membaik
minimal 6 jam setelah antibiotika adekuat telah diberikan. Pada saat
tindakan, uterus harus dilindungi dengan uterotonik untuk mengelakkan
komplikasi. Antibiotik harus dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila
dalam waktu 2 hari pemberian tidak memberikan respons harus diganti
dengan antibiotik yang lebih sesuai dah kuat. Apabila ditakutkan terjadi
tetanus, injeksi ATS harus diberikan dan irigasi kanalis vagina/uterus dibuat
dengan larutan peroksida H2O2. Histerektomi harus dibuat secepatnya jika
indikasi.
f. Pemantauan pascaabortus.4
Sebelum ibu diperbolehkan pulang, diberitahu bahwa abortus spontan
hal yang biasa terjadi dan terjadi pada paling sedikit 15% dari seluruh
kehamilan yang diketahui secara klinis. Kemungkinan keberhasilan untuk
kehamilan berikutnya adalah cerah kecuali jika terdapat sepsis atau adanya
penyebab abortus yang dapat mempunyai efek samping pada kehamilan
berikut.
Semua pasien abortus disuntik vaksin serap tetanus 0,5 cc IM.
Umumnya setelah tindakan kuretase pasien abortus dapat segera pulang ke
rumah. Kecuali bila ada komplikasi seperti perdarahan banyak yang
menyebabkan anemia berat atau infeksi. Pasien dianjurkan istirahat selama 1
sampai 2 hari. Pasien dianjurkan kembali ke dokter bila pasien mengalami
kram demam yang memburuk atau nyeri setelah perdarahan baru yang ringan
atau gejala yang lebih berat.13 Tujuan perawatan untuk mengatasi anemia dan
infeksi. Sebelum dilakukan kuretase keluarga terdekat pasien menandatangani
surat persetujuan tindakan.
H. Komplikasi
a. Perdarahan.6
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa
hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena
19
perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan. Perdarahan
yang berlebihan sewaktu atau sesudah abortus bisa disebabkan oleh atoni
uterus, laserasi cervikal, perforasi uterus, kehamilan serviks, dan juga
koagulopati.
b. Perforasi.6
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam
posisi hiperretrofleksi. Terjadi robekan pada rahim, misalnya abortus
provokatus kriminalis. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya
perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya
perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukan alat-alat lain. Pasien
biasanya datang dengan syok hemoragik.
c. Syok.6
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik)
dan karena infeksi berat. Vasovagal syncope yang diakibatkan stimulasi
canalis sevikalis sewaktu dilatasi juga boleh terjadi namum pasien sembuh
dengan segera.
d. Infeksi.6
Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri
yang merupakan flora normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu
staphylococci, streptococci, Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma,
Treponema (selain T. paliidum), Leptospira, jamur, Trichomonas vaginalis,
sedangkan pada vagina ada lactobacili,streptococci, staphylococci, Gram
negatif enteric bacilli, Clostridium sp., Bacteroides sp, Listeria dan jamur.
Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi terbatas padsa desidua. Pada
abortus septik virulensi bakteri tinggi dan infeksi menyebar ke perimetrium,
tuba, parametrium, dan peritonium.
Organisme-organisme yang paling sering bertanggung jawab terhadap
infeksi paska abortus adalah E.coli, Streptococcus non hemolitikus,
Streptococci anaerob, Staphylococcus aureus, Streptococcus hemolitikus,
dan Clostridium perfringens. Bakteri lain yang kadang dijumpai adalah
20
Neisseria gonorrhoeae, Pneumococcus dan Clostridium tetani.
Streptococcus pyogenes potensial berbahaya oleh karena dapat membentuk
gas.
e. Efek anesthesia.7
Pada penggunaan general anestesia, komplikasi atoni uterus bisa
terjadi yang berakibatkan perdarahan. Pada kasus therapeutic abortus,
paracervical blok sering digunakan sebagai metode anestesia. Sering
suntikan intravaskular yang tidak disengaja pada paraservikal blok akan
mengakibatkan komplikasi fatal seperti konvulsi, cardiopulmonary arrest
dan kematian.
f. Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC).7
Pasien dengan postabortus yang berat terutamanya setelah midtrimester
perlu curiga DIC. Insidens adalah lebih dari 200 kasus per 100,000 aborsi.
I. Prognosis.6
Prognosis keberhasilan kehamilan tergantung dari etiologi aborsi spontan
sebelumnya. Perbaikan endokrin yang abnormal pada wanita dengan abortus
yang rekuren mempunyai prognosis yang baik sekitar >90 %. Pada wanita
keguguran dengan etiologi yang tidak diketahui, kemungkinan keberhasilan
kehamilan sekitar 40-80 %. Sekitar 77 % angka kelahiran hidup setelah
pemeriksaan aktivitas jantung janin pada kehamilan 5 sampai 6 minggu pada
wanita dengan 2 atau lebih aborsi spontan yang tidak jelas.
21
BAB IV
ANALISA KASUS
Diagnosa Abortus Imminens ditegakan berdasarkan :
1.Anamnesis
Dalam teori dikatakan bahwa :
Keuarnya darah dari vagina dapat berupa flek hingga stesol
Didapati amenorea, sakit perut, dan mulas-mulas
Pada pasien ini hamil 8 minggu, keluar flek darah dari vagina berwarna merah
gelap dan menggumpal. 2 minggu SMRS keluar flek-flek selama 3 hari
kemudian berhenti setelah itu timbul flek lagi saat usia kehamilan 8 minggu.
Pasien mengatakan mulas hilang timbul.
2.Pemeriksaan Fisik
Berdasarkan teori, pada pemeriksaan fisik abortus imminens didapatkan :
Inspeksi
Tampak keluarnya flek atau perdarahan dari ostium vagina
Inspekulo
Tampak portio livide, tampak ostium uteri eksternum masih tertutup,
darah (+).
Pemeriksaan Pada pasien ini inspeksi didapatkan perdarahan aktif pervaginam,
jaringan tidak terlihat. Pada inspekulo terdapat perdarahan dari cavum
uteri, portio livide, licin, OUE masih tertutup.
3.Pemeriksaan Penunjang
Tes Kehamilan
Dilakukan pemeriksaan kehamilan dengan tes pack didapatkan hasil
positif
22
Ultrasonografi
Dengan melakukan dan menginterpretasi secara cermat, pemeriksaan
USG dapat digunakan untuk menentukan apakah kehamilan viabel atau
non-viabel
23
BAB V
KESIMPULAN
Abortus imminens disebut juga abortus membakat atau mengancam,
dimana terjadi perdarahan pervaginam pada kehamilan <20 minggu dengan
atau tanpa kontraksi uterus tanpa disertai dilatasi serviks dan tanpa
pengeluaran hasil konsepsi. Perdarahan pada abortus imminens seringkali
hanya sedikit, namun hal tersebut berlangsung beberapa hari atau minggu.
Dapat atau tanpa disertai rasa mulas ringan, sama dengan pada waktu
menstruasi atau nyeri pinggang bawah.1,2
Pemeriksaan vagina pada kelainan ini memperlihatkan tidak adanya
pembukaan serviks. Sementara pemeriksaan dengan real time ultrasound pada
panggul menunjukkan ukuran kantong amnion normal, jantung janin
berdenyut, dan kantong amnion kosong, servik tertutup, dan masih terdapat
janin utuh. Keluarnya fetus masih dapat dicegah dengan tirah baring dan
memberikan obat-obatan.3,4
24
DAFTAR PUSTAKA
1. F. G Cunningham, KJ. Leveno, SL. Bloom. Abortion in William Obstetrics, 22nd
edition. Mc-Graw Hill, 2005
2. McPhee S, Obsterics and obstretrics disoders,Current medical diagnosis and
treatment, 2009 edition, Mc Graw Hill, 2008
3. Sarwono prawiroharhdjo.Perdarahan pada kehamilan muda dalam Ilmu
Kandungan, edisi 2008
4. Saifuddin A. Perdarahan pada kehamilan muda dalam Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta,2006 Hal M9-M17
5. Standard Pelayanan Medis Ilmu Kebidanan dan Kandungan, RS Efarina Etaham,
2008, ms 33-35
6. Abortus Incomplete. Available at http://www.jevuska.com/2007/04/11/abortus-
inkomplit ,
7. Gaufberg F, Abortion Treatened, Available at
http://emedicine.medscape.com/article/795359-overview
8. Gaufberg F, Abortion Septic, Available at
http://emedicine.medscape.com/article/795439-overview ,
9. Kontroversi Seputar Aborsi, available at http :
//www.kesrepro.info.gendervaw/Mei/ 2003/gendervaw 02. htm
25
top related