dampak penetapan taman nasional terhadap...
Post on 06-Feb-2018
232 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
DAMPAK PENETAPAN TAMAN NASIONAL TERHADAP
KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI
(Studi Kasus Desa Ranu Pani, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru)
VANYA ANNISANINGRUM
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN
MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
i
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Dampak
Penetapan Taman Nasional Terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Petani” adalah
benar-benar hasil karya saya sendiri sesuai dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya lain baik diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2016
Vanya Annisaningrum
I34120058
ii
ABSTRAK
VANYA ANNISANINGRUM. Dampak Penetapan Taman Nasional Terhadap
Kesejahteraan Rumah Tangga Petani. Di bawah bimbingan ENDRIATMO
SOETARTO
Taman nasional merupakan salah satu upaya pemerintah untuk melestarikan
keanekaragaman hayati di Indonesia. Akan tetapi dalam pengelolaannya, taman
nasional cenderung mengabaikan aspek kesejahteraan masyarakat. Desa Ranu Pani
merupakan salah satu desa enklaf di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Penelitian dilakukan menggunakan pendekatan kuantitatif didukung data kualitatif
untuk melihat bagaimana taman nasional berpengaruh terhadap kesejahteraan rumah
tangga petani. Setelah taman nasional ditetapkan, akses masyarakat terhadap sumber
daya alam seperti kayu dan air semakin terbatas terutama akses terhadap sumber daya
lahan. Berada di tengah kawasan taman nasional membuat masyarakat yang
seluruhnya merupakan petani tidak bisa memperluas lahan pertanian mereka.
Akibatnya dari tahun ke tahun lahan pertanian yang dimiliki rumah tangga luasnya
semakin sedikit. Luas lahan pertanian dapat berpengaruh terhadap kesejahteraan
rumah tangga petani dilihat dari tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, serta tingkat
perumahan dan lingkungan. Hal ini dibuktikan melalui uji regresi dimana variabel
independen yaitu luas lahan pertanian berpengaruh signifikan sebesar 0,005 terhadap
variabel dependen yaitu kesejahteraan rumah tangga petani.
Kata kunci: akses, kesejahteraan, luas lahan pertanian, rumah tangga petani, taman
nasional
ABSTRACT
VANYA ANNISANINGRUM. The Impact of National Park Determination on The
Welfare of Farmer Households. Supervised by ENDRIATMO SOETARTO
National park is one of the government's efforts to preserve biodiversity in Indonesia.
But in its management, national parks tend to ignore the aspect of public welfare.
Ranu Pani village is a village enclave in Bromo Tengger Semeru National Park. This
research was conducted using a quantitative approach supported by qualitative data to
see how the national parks affect the well-being of farm households. After the
national parks were established, public access to natural resources such as wood and
water increasingly limited, especially access to land resources. Being in the middle of
the park to make people who are all farmers can not expand their agricultural land. As
a result of the years of agricultural land owned by households is getting a little extent.
Agricultural land can affect the welfare of farming households viewed from the level
of income, level of education, as well as the level of housing and the environment.
This is proved by regression analysis where the independent variable is agricultural
land area of 0,005 significant effect on the dependent variable, namely the welfare of
farm households.
Keywords: access, agricultural land, farmer households, national park, welfare
iii
DAMPAK PENETAPAN TAMAN NASIONAL TERHADAP
KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI
Oleh
VANYA ANNISANINGRUM
I34120058
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN
MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
iv
v
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “Dampak Penetapan Taman Nasional Terhadap Kesejahteraan Rumah
Tangga Petani” ini dengan baik. Penulisan skripsi ini ini ditujukan untuk memperoleh
gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat di Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Endriatmo
Soetarto, MA selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis selama
proses penulisan hingga penyelesaian skripsi. Penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada, Ibu Vientha Heryani dan Bapak Cahya Budi, yang selalu memberikan
dukungan serta doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Selain itu,
penulis juga mengucapkan terimakasih kepada para sahabat yaitu Ninda, Ida, Citra,
Mona, Rizky, dan Sisil yang selalu mendukung serta memberikan saran kepada
penulis selama proses penyelesaian proposal skripsi. Penulis ucapkan juga
terimakasih untuk teman satu dosen pembimbing yaitu Nurul dan Debby.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Juli 2016
Vanya Annisaningrum
vi
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN ix
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Masalah Penelitian 2
Tujuan Penelitian 3
Kegunaan Penelitian 3
PENDEKATAN TEORETIS 4
Tinjauan Pustaka 5
Konsep Agraria 5
Perubahan Struktur Agraria 5
Taman Nasional dan Pengelolaannya 6
Teori Akses 7
Masyarakat Sekitar Taman Nasional 7
Kesejahteraan Rumah Tangga Petani 8
Kerangka Pemikiran 9
Hipotesis Penelitian 10
PENDEKATAN LAPANG 11
Metode Penelitian 11
Lokasi dan Waktu Penelitian 11
Teknik Pengumpulan Data 11
Teknik Penentuan Informan dan Responden 12
Teknik Pengolahan dan Analisis Data 13
Definisi Operasional 14
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 17
vii
KONDISI SOSIAL MASYARAKAT SETELAH PENETAPAN TAMAN
NASIONAL 20
Sejarah Dibentuknya Taman Nasional Bromo Tengger Semeru 21
Legalitas dan Legitimasi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru 21
Perubahan Desa Ranu Pani Sebelum dan Setelah Penetapan Taman Nasional 24
Pandangan Masyarakat Mengenai Taman Nasional 26
AKSES MASYARAKAT DESA RANU PANI SEBAGAI DESA ENKLAF 29
Akses Pemanfaatan Kayu Bakar 29
Akses Pemanfaatan Sumber Air 31
Akses Terhadap Lahan Pertanian 32
DAMPAK TAMAN NASIONAL TERHADAP KESEJAHTERAAN RUMAH
TANGGA PETANI 36
Luas Lahan Pertanian per Rumah Tangga 37
Kesejahteraan Rumah Tangga Petani 39
Uji Regresi Pengaruh Luas Lahan terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Petani 43
PENUTUP 48
Simpulan 49
Saran 50
DAFTAR PUSTAKA 51
LAMPIRAN 55
RIWAYAT HIDUP 71
viii
DAFTAR TABEL
1 Jenis dan metode pengumpulan data 12
2 Jumlah dan persentase penduduk Desa Ranu Pani berdasarkan kelompok usia 18
3 Jumlah dan persentase alat komunikasi yang dimiliki penduduk 19
4 Tanggal penetapan peraturan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru 22
5 Jumlah dan persentase pemanfaatan kayu bakar di Desa Ranu Pani tahun 2016 30
6 Jumlah dan persentase pemanfaatan sumber air rumah tangga Desa Ranu Pani
tahun 2016 31
7 Data kependudukan Kecamatan Senduro tahun 2012, 2013, 2014 33
8 Jumlah dan persentase status penguasaan lahan Desa Ranu Pani sebelum tahun
2016 dan pada tahun 2005 33
9 Jumlah dan persentase kepemilikan sertifikat lahan Desa Ranu Pani tahun 2016 34
10 Jumlah dan persentase kategori luas lahan pertanian Desa Ranu Pani sebelum
tahun 2005 dan pada tahun 2016 38
11 Jumlah dan persentase kategori tingkat pendapatan rumah tangga petani Desa
Ranu Pani tahun 2016 39
12 Jumlah dan persentase kategori tingkat pendidikan rumah tangga petani Desa
Ranu Pani tahun 2016 40
13 Jumlah dan persentase kategori tingkat perumahan dan lingkungan rumah tangga
petani Desa Ranu Pani tahun 2016 42
14 Jumlah dan persentase kategori tingkat kesejahteraan rumah tangga petani Desa
Ranu Pani tahun 2016 43
15 Hasil uji statistik pengaruh luas lahan terhadap tingkat pendapatan rumah tangga
petani 44
16 Hasil uji statistik pengaruh luas lahan terhadap tingkat pendidikan rumah tangga
petani 45
17 Hasil uji statistik pengaruh luas lahan terhadap tingkat perumahan dan lingkungan
rumah tangga petani 46
18 Hasil uji statistik pengaruh luas lahan terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga
petani 46
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Pemikiran 10
2 Pemandangan Desa Ranu Pani dilihat dari Resort Ranu Pani 17
3 Struktur Organisasi Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru 23
4 Data luas lahan pertanian dulu dan sekarang 37
ix
DAFTAR LAMPIRAN
1 Jadwal penelitian 56
2 Peta lokasi penelitian 58
3 Kerangka Sampling 59
4 Kuesioner 60
5 Pedoman wawancara mendalam 64
6 Hasil uji statistik 66
7 Tulisan tematik 69
8 Dokumentasi penelitian 70
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keanekaragaman
hayati di dalamnya. Beragam jenis flora dan fauna terdapat di Indonesia dan sebagian
besar diantaranya merupakan jenis endemik (Kementrian Lingkungan Hidup 2013).
Sebagai cara untuk memelihara keanekaragaman hayati tersebut diperlukan adanya
habitat yang mampu mendukung keberadaan mereka secara lestari, salah satu
bentuknya adalah menetapkan hutan sebagai kawasan konservasi. Sementara kawasan
hutan yang memiliki fungsi untuk pengawetan dan pelestarian keanekaragaman
hayati disebut sebagai hutan konservasi (UU No. 41 Tahun 1999). Salah satu hutan
konservasi yang memegang peranan penting dalam memelihara keanekaragaman
hayati adalah taman nasional, yang menurut Undang-undang No. 5 tahun 1990 selain
memiliki fungsi sebagai perlindungan keanekaragaman hayati juga berfungsi sebagai
wahana pendidikan, ilmu pengetahuan, penelitian, budaya, dan ekowisata. Taman
nasional sebagai kawasan konservasi harus memiliki batas yang jelas, terutama
kawasan yang berbatasan dengan pemukiman.
Kawasan taman nasional selain memiliki aspek legalitas, juga harus memiliki
aspek legitimasi atau pengakuan dari masyarakat. Hal ini dikarenakan mayoritas
taman nasional di Indonesia ditetapkan dengan kondisi terdapat masyarakat di dalam
atau di sekitar kawasan. MacKinnon et al. (1993) menjelaskan bahwa batas kawasan
konservasi seharusnya disesuaikan sedemikian rupa agar pemukiman berada di luar.
Menurut Dephut dan BPS (2009), terdapat 9.103 desa yang berada di dalam dan
sekitar kawasan hutan. Sebagian besar desa tersebut masuk ke dalam kawasan hutan
lindung (9,44%). Desa Ranu Pani merupakan salah satu desa enklaf di Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Penduduk Desa Ranu Pani sebagai Suku
Tengger, merupakan keturunan asli masyarakat Jawa yang hidup di era Kerajaan
Majapahit. Masyarakat Tengger memiliki hubungan yang erat dengan pertanian,
karena bertani merupakan pekerjaan yang suci dan bentuk tradisi untuk berbakti
kepada leluhur1
. Selain itu menurut hasil penelitian Nugroho (2014), petani
merupakan pekerjaan yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat Desa Ranu
Pani, pekerjaan lainnya adalah buruh tani, pedagang, tukang bangunan, dan PNS.
Penetapan kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS)
membawa perubahan kepada masyarakat yang tinggal didalamnya. Akses terhadap
sumber daya alam menjadi lebih terbatas. Sebagai contoh, masyarakat Desa Ranu
Pani sangat memerlukan kayu bakar dalam kehidupan sehari-hari mereka. Setelah
ditetapkan sebagai taman nasional, masyarakat tidak bisa mengambil kayu bakar
secara bebas di dalam hutan. Akan tetapi setelah taman nasional dibentuk,
1 Berdasarkan hasil wawancara dengan Dr. Purnawan D. Negara, S.H., M.H. pada tanggal 24 Januari
2016
2
pemanfaatan hutan oleh masyarakat masih sering terjadi. Hal ini dibuktikan dari data
pengambilan kayu bakar di Desa Ranu Pani tahun 2010-2011 mencapai 110 meter
kubik per hari untuk 371 kepala keluarga (Profil TNBTS 2010-2011). Selain itu
keterbatasan terhadap sumber daya lahan juga merupakan suatu hal krusial, karena
masyarakat Suku Tengger tidak bisa dilepaskan dari pekerjaannya sebagai petani.
Lama kelamaan, kebutuhan akan sumber daya lahan terus meningkat seiring dengan
pertumbuhan penduduk di Desa Ranu Pani. Luas lahan yang dimiliki oleh masyarakat
Desa Ranu Pani tentunya semakin berkurang mengingat jumlah penduduk yang terus
bertambah.
Kawasan taman nasional seyogyanya memiliki tiga manfaat, yaitu manfaat
ekologi, ekonomi, dan sosial. Manfaat ekologi yaitu melestarikan keanekaragaman
hayati yang ada didalamnya. Manfaat ekonomi yaitu menciptakan peluang kerja bagi
berbagai pihak. Manfaat sosial yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kesejahteraan adalah kondisi agregat dari kepuasan individu-individu, dan
mensejahterakan masyarakat merupakan salah satu tugas yang diemban oleh
pemerintah. Seperti dinyatakan dalam Undang-undang pasal 33 ayat 3 tahun 1945,
bahwa kekayaan alam dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. Maka dari itu pentung bagi taman nasional untuk
melestarikan aspek sosial dan budaya setempat. Taman nasional juga sebaiknya
berjalan beriringan dengan adat istiadat masyarakat dalam melestarikan lingkungan.
Setiap kebijakan yang diterapkan oleh taman nasional harus memperhatikan
kesejahteraan masyarakat, dalam kasus ini khususnya kesejahteraan petani. Hal ini
dilakukan untuk meminimalisir konflik yang terjadi antara masyarakat dan pihak
taman nasional. Seringkali perubahan fungsi hutan berujung pada konflik antara
masyarakat dengan taman nasional. Seperti pada hasil penelitian di Taman Nasional
Gunung Halimun Salak (TNGHS), terbatasnya akses masyarakat terhadap sumber
daya alam memicu adanya perpecahan antara masyarakat dengan pihak pengelola
(Marina dan Dharmawan 2011). Taman nasional di sisi lain juga memberikan lahan
pekerjaan bagi masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam kegiatan wisata. Bahkan
wisata ini juga merupakan salah satu upaya pengelola untuk memberdayakan
masyarakat (Mohd 2008). Maka dari itu perlu dikaji lebih lanjut bagaimana dampak
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) terhadap kesejahteraan
rumah tangga petani?
Masalah Penelitian
Desa Ranu Pani merupakan salah satu desa yang termasuk di dalam kawasan
taman nasional. Taman nasional selain memiliki legalitas juga harus memiliki
legitimasi atau pengakuan dari masyarakat dalam penetapan dan pengelolaannya. Hal
ini dikarenakan sejak ditetapkan, taman nasional mempengaruhi kehidupan sosial
masyarakat. Sehingga timbul pertanyaan, bagaimana kondisi sosial masyarakat
Desa Ranu Pani sebelum dan setelah taman nasional ditetapkan?
3
Setelah ditetapkan menjadi kawasan taman nasional, masyarakat Desa Ranu
Pani selaku desa enklaf mengalami pembatasan kawasan. Akses masyarakat terhadap
sumber daya alam seperti kayu bakar, air dan lahan menjadi semakin terbatas.
Sehingga timbul pertanyaan, bagaimana akses masyarakat sebelum dan setelah
Desa Ranu Pani menjadi desa enklaf?
Setelah didapatkan data mengenai luas lahan pertanian dan kesejahteraan
rumah tangga petani saat ini, perlu dikaji apakah luas lahan pertanian berpengaruh
terhadap kesejahteraan rumah tangga petani. Hal ini dapat menjadi saran agar pihak
taman nasional dapat membuat program pemberdayaan masyarakat yang sesuai
dengan kebutuhan para petani disana. Sehingga timbul pertanyaan, bagaimana
dampak penetapan taman nasional terhadap kesejahteraan rumah tangga
petani?
Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak penetapan
taman nasional terhadap kesejahteraan rumah tangga petani. Kemudian tujuan
khususnya adalah menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah disebutkan
sebelumnya, yaitu:
1. Menganalisis bagaimana kondisi masyarakat di Desa Ranu Pani sebelum dan
setelah taman nasional ditetapkan.
2. Menganalisis akses masyarakat sebelum dan setelah Ranu Pani menjadi desa
enklaf.
3. Menganalisis dampak penetapan taman nasional terhadap kesejahteraan
rumah tangga petani.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut :
1. Akademisi
Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber informasi mengenai gambaran
mengenai masyarakat yang hidup di dalam taman nasional. Selain itu, hasil
penelitian ini dapat menjadi referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
2. Pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan bahan pertimbangan bagi
pemerintah khususnya pengelola Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
(TNBTS) dalam menyusun dan mengambil kebijakan mengenai pengelolaan
taman nasional yang mementingkan aspek kesejahteraan masyarakat setempat.
3. Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan khususnya
masyarakat luas mengenai bagaimana taman nasional berdampak terhadap
kesejahteraan rumahtangga petani.
4
5
PENDEKATAN TEORETIS
Tinjauan Pustaka
Konsep Agraria
Istilah agraria seringkali diartikan sebagai tanah dan pertanian saja. Agraria
sendiri berasal dari kata agrarius atau ager (latin) yang artinya tanah pertanian.
Sitorus (2002) menjelaskan bahwa ruang lingkup agraria lebih luas dari sekedar tanah
pertanian atau pertanian, dimana agraria merupakan suatu bentang alam yang
mencakup keseluruhan kekayaan alami, baik fisik maupun hayati serta kehidupan
sosial yang terdapat didalamnya. Menurut Undang-undang Pokok Agraria Tahun
1960, ruang lingkup agraria meliputi bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam
yang terkandung didalamnya. Ruang lingkup agraria ini seringkali disebut sebagai
obyek agraria. Sementara itu subyek agraria merupakan pihak-pihak yang
berhubungan langsung dengan obyek agraria, seperti komunitas (sebagai kesatuan
dari unit-unit rumah tangga), pemerintah (sebagai representasi negara), dan swasta
(sektor private). Ruang lingkup sumber agraria menurut UUPA dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Bumi
Pengertian bumi menurut Pasal 1 ayat (4) yaitu permukaan bumi, termasuk juga
tubuh bumi dibawahnya serta yang berada di bawah air. Permukaan yang
dimaksud adalah tanah.
2. Air
Pengertian air menurut Pasal 1 ayat (5) adalah air yang berada di perairan
pedalaman maupun air yang berada di laut wilayah Indonesia.
3. Ruang angkasa
Pengertian ruang angkasa menurut Pasal 1 ayat (6) UUPA adalah ruang di atas
bumi wilayah Indonesia dan ruang di atas air wilayah Indonesia.
4. Kekayaan alam yang terkandung didalamnya
Kekayaan alam adalah seluruh makhluk hidup dan benda-benda, termasuk
sumber agraria yang terdapat pada, di atas dan/atau di dalam bumi, air, dan ruang
angkasa. Kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi yaitu unsur-unsur
kimia, mineral, bijih dan segala macam batuan, termasuk batuan mulia yang
merupakan endapan alam. Kekayaan alam yang terkandung di dalam air adalah
ikan dan lain lain yang berada di peraian pedalaman dan laut dalam wilayah
republik Indonesia. Kekayaan alam yang terkandung di atas bumi adalah hutan
dan hasil-hasilnya, berupa hasil nabati dan hasil hewan.
Perubahan Struktur Agraria
Struktur agraria diartikan sebagai hubungan antar warga dan golongan di
dalam masyarakat atas penguasaan tanah dan perubahan-perubahan hubungan yang
terjadi, baik direncanakan ataupun tidak. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa
struktur agraria merupakan hubungan antara subyek dan obyek agraria dalam hal
pemilikan/penguasaan/pemanfaatan lahan. Menurut Wiradi (1984) kata “pemilikan”
merujuk kepada penguasaan formal, contohnya seseorang memiliki tanah seluas dua
6
hektar sedangkan kata “penguasaan” merujuk kepada penguasaan efektif, contohnya
seseorang memiliki tanah seluas dua hektar dan juga menggarap lahan orang lain
seluas satu hektar maka luas lahan yang dikuasai adalah tiga hektar. Pemanfaatan
lahan merujuk kepada bagaimana pola tanam pada sebidang lahan pertanian. Wiradi
(1984) menyebutkan bahwa terdapat lima pengelompokkan dalam penguasaan lahan,
diantaranya:
1. Pemilik Penggarap Murni, yaitu petani yang hanya menggarap lahan yang
dimilikinya;
2. Penyewa dan penyakap murni, yaitu petani yang tidak memiliki lahan tetapi
mempunyai lahan garapan melalui sewa dan/atau bagi hasil;
3. Pemilik penyewa dan/atau pemilik penyakap, yaitu mereka yang di samping
menggarap lahannya sendiri juga menggarap lahan milik orang lain;
4. Pemilik bukan penggarap; dan
5. Tunakisma mutlak, yaitu mereka yang benar-benar tidak memiliki lahan garapan.
Sebagian besar dari mereka (tunakisma) ini adalah buruh tani dan hanya sebagian
kecil saja yang memang pekerjaannya bukan tani.
Struktur agraria dapat berubah dipengaruhi oleh berbagai faktor. Zuber (2007)
mengemukakan terdapat empat faktor yang mempengaruhi perubahan struktur
agraria, diantaranya: (1) permintaan lahan dari kegiatan non-pertanian seperti
pembangunan real estate, pabrik, areal perdagangan dan pelayanan lainnya yang
membutuhkan areal tanah yang luas; (2) faktor sosial budaya seperti aturan warisan;
(3) kerusakan lingkungan seperti kemarau panjang yang mengakibatkan kekeringan;
dan (4) kelemahan hukum yang mengatur harga pertanian seperti harga pupuk yang
tinggi, harga gabah yang rendah serta masalah pengaturan harga beras. Struktur
agraria juga berkaitan dengan pola penanaman pada lahan.
Taman Nasional dan Pengelolaannya
Taman nasional merupakan kawasan pelestarian alam yang mempunyai
ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan
rekreasi (Pristiyanto 2005). Taman nasional termasuk ke dalam kawasan pelestarian
alam yang memiliki ciri khas dan berfungsi sebagai pelindung ekosistem penyangga
kehidupan (Wahyuni dan Mamonto 2012). Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan
No. P. 56/Menhut-II/2006 terdapat empat zona di dalam Taman Nasional yaitu zona
inti, zona rimba, zona pemanfaatan, dan zona lain yang menyangkut zona tradisional,
zona rehabilitasi, zona khusus, serta zona religi, budaya, dan sejarah.
Kebijakan untuk pengelolaan kawasan konservasi disebutkan dalam UUD
pasal 33 ayat 3 tahun 1945 dimana bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh Negara dan digunakan sebaik-baiknya untuk kemakmuran
masyarakat. Secara struktural, kebijakan pengelolaan kawasan konservasi ditetapkan
dalam Peraturan Menteri Kehutanan No. P.03/Menhut-II/2007. Kebijakan konservasi
di Indonesia pada dasarnya cenderung tidak melibatkan masyarakat dan tidak
mengijinkan adanya aktivitas manusia di 534 kawasan konservasi, termasuk 50 taman
7
nasional, yang secara keseluruhan mencakup 28,2 juta hektar. Konservasi dilihat
sebagai hambatan terhadap pembangunan sehingga kurang didukung, bahkan dilawan
oleh banyak pihak. Akibatnya konservasi tidak dapat diwujudkan, sementara di dalam
dan sekitar taman nasional sudah terlanjur ada masyarakat yang hidup dan
menggantungkan hidup mereka dari kawasan tersebut (CIFOR 2010). Mengingat
adanya masyarakat didalamnya, taman nasional sebagai kawasan konservasi harus
dikembangkan serta dikelola secara lestari, tidak hanya sebatas aspek ekologi, tetapi
juga ekonomi dan sosial (Hidayat et al. 2011). Sesuai dengan Undang-undang Nomor
22 pasal 7 tahun 1999, kegiatan konservasi merupakan jembatan kolaborasi antara
pusat dan daerah dalam segi pembuatan kebijakan yang sesuai dengan kondisi daerah
tertentu. Keberhasilan pengelolaan taman nasional akan berhasil apabila terdapat
dukungan dari segi apapun mulai dari masyarakat lokal hingga masyarakat nasional
(MacKinnon et al. 1993). Mengatasi masalah ini, beberapa taman nasional
menerapkan kebijakan untuk bekerjasama dengan masyarakat sekitar dalam
pengelolaannya. Menurut Kadir et al. (2012), beberapa taman nasional telah
melibatkan masyarakat di dalam kegiatan penyuluhan dan pelatihan, guna
memberikan penyadaran kepada masyarakat akan pentingnya keberadaan taman
nasional serta cara untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Teori Akses
Ribot dan Pelusso (2003) mengartikan akses sebagai kemungkinan dari
seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari suatu hal, seperti lahan garapan
ataupun pemukiman. Kepemilikian terhadap sesuatu umumnya diakui secara sosial
ataupun pengakuan secara hukum, kustom, atau konvensi. Seseorang yang memiliki
hak untuk mendapatkan akses biasanya memegang kekuasaan sosial tertentu.
Terdapat hubungan antar aktor yang memiliki modal sebagai pengontrol akses
dengan aktor yang tersubordinasi. Kedua aktor ini saling berbagi sumber daya untuk
mendapatkan keuntungan masing-masing. Menurut Ribot dan Pelusso (2003) terdapat
dua mekanisme akses, pertama adalah Akses Legal. Akses ini merupakan akses yang
mendapat pengakuan secara hukum, kustom, dan konvensi. Hak yang dipegang
pemilik dapat menuntut dengan sanksi, untuk mengontrol akses. Orang lain yang
tidak memiliki hak terhadap akses harus membayar atau bertukar layanan untuk bisa
memanfaatkan sumber daya tersebut. Kedua, Akses Ilegal yaitu akses yang
bertentangan dengan hukum, kustom, dan konvensi. Akses ilegal mengacu kepada
memanfaatkan sumber daya yang tidak direstui oleh negara dan masyarakat. Contoh
dari akses ilegal adalah pencurian terhadap sumber daya melalui paksaan, mencoba
untuk mendapatkan, mengontrol, dan mempertahankan akses secara tidak sah.
Berbagai mekanisme akses sumber daya membentuk untaian dari “bundles of power”.
Aktor yang membentuk kekuatan ini memiliki peran masing-masing dalam
mengontrol atau mempertahankan akses sumber daya, baik pemilik, pekerja, ataupun
sekedar penerima manfaat.
Masyarakat Sekitar Taman Nasional
Masyarakat yang tinggal di sekitar Taman Nasional sebagian besar merupakan
masyarakat adat. Menurut UU No. 32 tahun 2009, masyarakat adat adalah kelompok
8
masyarakat yang secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena
adanya ikatan dengan para leluhur, hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup,
serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan
hukum. Masyarakat adat secara sederhana terikat oleh hukum adat, keturunan, dan
tempat tinggalnya. Menurut Marina dan Dharmawan (2011) masyarakat di sekitar
taman nasional memiliki aturan tersendiri dalam mengelola sumber daya alam
disekitarnya. Penggunaan sumber daya alam dan aturan-aturan adat yang dibuat untuk
mendapatkan akses ke dalamnya menunjukkan masyarakat adat memiliki hubungan
yang sangat erat dengan sumber daya alam disekitarnya. Hubungan tersebut
menunjukkan ketergantungan masyarakat terhadap hutan sangat tinggi, karena hutan
merupakan sumber utama masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup. Oleh
karenanya masyarakat sekitar hutan hidup pada tingkat ekonomi yang sangat
subsisten (Kadir et al. 2012). Masyarakat sekitar hutan pada umumya merupakan
masyarakat yang tertinggal, dengan kondisi sosial ekonomi yang tergolong rendah.
Hal ini disebabkan oleh adanya pengabaian kepentingan masyarakat dalam kegiatan
pemanfaatan hutan (Darusman dan Didik 1998).
Kesejahteraan Rumah Tangga Petani
Setiap rumahtangga pasti memiliki tujuan untuk mensejahterakan seluruh
anggota keluarganya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sejahtera
adalah keadaan aman, sentosa dan makmur, dan terlepas dari segala gangguan. Jika
merujuk pada Undang-undang Nomor 10 Tahun 1992 keluarga yang sejahtera secara
luas dimaknai sebagai keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah,
mampu memenuhi kehidupan hidup spiritual, materiil yang layak, bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antar
anggota dan antara keluarga dengan masyarakat dan lingkungan. Suatu keluarga yang
sejahtera dapat dilihat dari terpenuhinya kebutuhan spiritual, material, dan sosial.
Menurut Effendi dan Tukiran (2014) rumah tangga dibagi menjadi rumah tangga
biasa dan rumah tangga khusus. Rumah tangga biasa adalah sekelompok orang yang
tinggal bersama dalam satu bangunan, serta makan dari satu dapur. Rumah tangga
khusus mencakup orang yang tinggal di asrama, yang urusan sehari-harinya diatur
oleh suatu badan atau yayasan. Kesejahteraan adalah kondisi agregat dari kepuasan
individu-individu, dan mensejahterakan masyarakat merupakan salah satu tugas yang
diemban oleh pemerintah. Sementara itu kesejahteraan petani diukur untuk melihat
kualitas hidup petani di suatu wilayah menggunakan beberapa indikator. Badan Pusat
Statistik (BPS) tahun 2015 mengemukakan beberapa indikator untuk mengukur
kesejahteraan, diantaranya:
1. Kependudukan;
2. Kesehatan dan gizi;
3. Pendidikan;
4. Ketenagakerjaan;
5. Taraf dan pola konsumsi;
6. Perumahan dan lingkungan; dan
7. Kemiskinan.
9
Indikator ini kemudian diuji kepada rumahtangga petani yang telah
ditentukan, termasuk juga seluruh anggota keluarga yang ada didalamnya.
Kesejahteraan menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 tahun 2010 juga
dapat diukur dari pendidikan (angka melek huruf, angka rata-rata lama sekolah, dan
angka pendidikan yang ditamatkan), kesehatan (angka kelangsungan hidup bayi,
angka usia harapan hidup, dan persentase gizi buruk), pertanahan (persentase
penduduk yang memiliki lahan), dan ketenagakerjaan (rasio penduduk yang bekerja).
Kesejahteraan juga dapat diukur melalui pengeluaran rumah tangga ataupun
pendapatan rumah tangga. Menurut Dwipadyana (2014) pengeluaran rata-rata per
kapita per tahun adalah rata-rata biaya yang dikeluarkan rumah tangga selama
setahun untuk konsumsi semua anggota rumah tangga, dibagi dengan banyaknya
anggota rumah tangga. Dwipadyana (2014) juga menyatakan kesejahteraan bisa
diukur dengan besarnya pendapatan rumah tangga. Semakin besar pendapatan maka
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga akan meningkat dan
berdampak pada peningkatan kesejahteraan rumah tangga. Sebagian besar masyarakat
di sekitar taman nasional memiliki tingkat kesejahteraan yang tergolong rendah.
Salah satunya pada hasil penelitian di kawasan Taman Nasional Babul dimana 65
persen masyarakat hidup di bawah garis kemiskinan dengan tingkat pendidikan yang
rendah, 84,4 persen merupakan lulusan SD (Kadir et al. 2012). Begitu juga dengan
masyarakat sekitar TNMB yang berpendidikan rendah dengan persentase 47,6 persen
merupakan lulusan SLTP (Keli, Sukarno, Ruminarti 2012). Padahal menurut Undang-
undang Nomor: 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, taman nasional sebenarnya
memberikan peluang untuk memperoleh manfaat optimal bagi kesejahteraan
(ekonomi) masyarakat, pemanfaatan kawasan hutan (termasuk penambangan benda-
benda non hayati) dapat dilakukan pada semua kawasan hutan, kecuali pada hutan
cagar alam dan zona inti serta zona rimba pada taman nasional. Sementara itu desa di
dalam taman nasional mengalami tekanan dari segi populasi penduduk. Apabila
populasi penduduk tidak dapat dikendalikan, maka konversi lahan pertanian untuk
pemukiman dapat terjadi.
Kerangka Pemikiran
Perubahan fungsi kawasan hutan menjadi kawasan konservasi ataupun taman
nasional merupakan upaya dari pemerintah untuk melestarikan keanekaragaman
hayati. Penetapan kawasan konservasi ini tidak hanya berdampak positif, tetapi juga
negatif khususnya bagi masyarakat yang sudah tinggal sejak dulu tinggal di dalam
kawasan. Taman nasional merupakan salah satu bentuk dari kawasan konservasi.
Penetapan kawasan taman nasional harus memiliki dua aspek, yaitu aspek legitimasi
dan aspek legalitas. Kedua aspek ini lah yang selanjutnya akan mempengaruhi
bagaimana akses masyarakat terhadap sumber agraria. Jika taman nasional tidak
memiliki aspek legitimasi, akses masyarakat menjadi terbatas karena wilayah taman
nasional tidak bisa dimanfaatkan secara bebas khususnya akses terhadap sumber air,
kayu bakar, dan lahan pertanian. Sejak menjadi desa enklaf, petani tidak dapat
memperluas lahan mereka karena berbenturan dengan batas kawasan. Di sisi lain,
luas lahan pertanian menjadi semakin sedikit karena terbagi-bagi melalui sistem
10
pewarisan. Sementara itu, kondisi masyarakat di sekitar taman nasional sendiri rata-
rata berada di bawah garis kemiskinan serta memiliki pendidikan yang rendah.
Kesejahteraan petani diukur untuk melihat kualitas hidup petani di suatu wilayah
menggunakan beberapa indikator. Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015
mengemukakan beberapa indikator untuk mengukur kesejahteraan, diantaranya
kependudukan, kesehatan dan gizi, pendidikan, ketenagakerjaan, taraf dan pola
konsumsi, perumahan dan lingkungan, serta kemiskinan.
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Keterangan :
: Hubungan pengaruh
: Analisis deskriptif
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, terdapat beberapa hipotesis yang
akan diujikan dalam penelitian, diantaranya:
1. Diduga luas lahan pertanian berpengaruh signifikan terhadap tingkat pendapatan
rumah tangga petani.
2. Diduga luas lahan pertanian berpengaruh signifikan terhadap tingkat pendidikan
rumah tangga petani.
3. Diduga luas lahan pertanian berpengaruh signifikan terhadap tingkat perumahan
dan lingkungan rumah tangga petani.
4. Diduga luas lahan pertanian berpengaruh signifikan terhadap tingkat kesejahteraan
rumah tangga petani.
Luas Lahan Pertanian Rumah Tangga
Perubahan luas lahan pertanian sejak awal
kepemilikan hingga saat ini
Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru
Kesejahteraan Rumah Tangga Petani
1. Tingkat Pendapatan
2. Tingkat Pendidikan
3. Tingkat Perumahan dan Lingkungan
11
PENDEKATAN LAPANG
Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian penjelasan atau eksplanatori.
Penelitian eksplanatori adalah penelitian yang analisisnya menjelaskan hubungan
antar variabel melalui uji hipotesis (Effendi dan Tukiran 2014). Penelitian ini
merupakan penelitian kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif untuk
memperkaya informasi mengenai fenomena sosial terkait yang didapatkan selama
penelitian di lapang. Penelitian kuantitatif dilakukan dengan metode survei
menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner (Lampiran4) yang diberikan
kepada responden, untuk mengetahui dampak penetapan taman nasional, perubahan
akses terhadap sumber agraria, dan kesejahteraan rumah tangga petani. Sementara itu,
pendekatan kualitatif dilakukan dengan metode wawancara mendalam dibantu
dengan panduan pertanyaan wawancara (Lampiran 5) kepada informan, observasi,
dan studi literatur terkait. Teknik wawancara mendalam dilakukan untuk menelusuri
fenomena perubahan kawasan menjadi taman nasional, apa saja perubahan akses
terhadap sumber agraria dan dampaknya terhadap kesejahteraan rumah tangga petani.
Selain itu dilakukan observasi langsung dan juga studi dokumentasi terkait.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Desa Ranu Pani, Kecamatan Senduro, Kabupaten
Lumajang, Jawa Timur. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive, karena
beberapa pertimbangan sebagai berikut:
1. Desa Ranu Pani merupakan salah satu desa enklaf, atau desa yang terletak di
dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) sehingga dapat
dilihat perubahan apa saja yang terjadi setelah taman nasional ditetapkan.
2. Masyarakat di Desa Ranu Pani merupakan suku Tengger, dimana pertanian
merupakan bagian dari budaya Tengger.
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dalam jangka waktu lima bulan,
terhitung mulai bulan Januari 2016 sampai dengan Juni 2016. Penelitian ini dimulai
dengan penyusunan proposal penelitian, survey lokasi penelitian, kolokium,
perbaikan proposal penelitian, pengambilan data di lapangan, pengolahan dan analisis
data, penulisan draft skripsi, uji petik, sidang skripsi, dan perbaikan laporan skripsi.
Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer didapatkan secara langsung di lapangan melalui survei,
observasi, dan wawancara mendalam kepada responden maupun informan. Data
sekunder didapatkan dari dokumen-dokumen di Kantor Desa Ranu Pani, buku, jurnal
ilmiah, internet, serta hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian
ini. Data sekunder merupakan landasan dan data pendukung karena berasal dari
dokumen tertulis yang telah ada. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan
menggunakan kuesioner yang diisi oleh responden melalui wawancara yaitu rumah
tangga petani di Desa Ranu Pani. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan wawancara
12
mendalam kepada informan yang telah dipilih yaitu pihak Taman Nasional Bromo
Tengger Semeru, aparatur desa dan tokoh masyarakat setempat. Wawancara
mendalam dilakukan untuk mendapatkan informasi tambahan yang dapat mendukung
data kuantitatif oleh responden.
Tabel 1 Jenis dan metode pengumpulan data
No Kebutuhan
Data
Metode
Survei Observasi Studi
Dokumentasi
Wawancara
mendalam
1.
Penetapan
Taman
Nasional
Bromo
Tengger
Semeru
- -
Sumber data
dari Balai
Besar Taman
Nasional
Sumber data
dari wawancara
mendalam
kepada informan
2.
Akses
terhadap
sumber
agraria
-
Sumber
data dari
pengamatan
oleh peneliti
di lapangan
-
Sumber data
dari wawanara
mendalam
kepada informan
3. Luas Lahan
Pertanian
Sumber data
dari
wawancara
kepada
responden
Sumber
data dari
pengamatan
oleh peneliti
di lapangan
Sumber data
dari Kantor
Desa Ranu
Pani
Sumber data
dari wawancara
mendalam
kepada informan
4. Kesejahteraan
masyarakat
Sumber data
dari
wawancara
kepada
responden
Sumber
data dari
pengamatan
oleh peneliti
di lapangan
-
Sumber data
dari wawancara
mendalam
kepada informan
5.
Peta desa dan
data
monografi
Desa Ranu
Pani
- -
Sumber data
dari Kantor
Desa Ranu
Pani
-
Teknik Penentuan Informan dan Responden
Populasi atau universe adalah keseluruhan unit analisis yang ciri-cirinya akan
diduga. Populasi dapat dibedakan menjadi populasi sampel dan populasi sasaran
13
(Effendi dan Tukiran 2014). Populasi sampel dalam penelitian ini adalah seluruh
rumah tangga di Desa Ranu Pani, sedangkan populasi sasaran yaitu seluruh petani di
Desa Ranu Pani. Unit analisa yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah
rumah tangga petani. Pemilihan responden dilakukan menggunakan metode
pengambilan sampel acak (simple random sampling), yaitu cara mengambil atau
menentukan sampel dari anggota populasi secara acak yang dianggap dapat mewakili
keseluruhan populasi. Pertama-tama, sensus dilakukan terlebih dahulu untuk
mendapatkan daftar kepala keluarga masyarakat di Desa Ranu Pani yang merupakan
populasi sampel, dengan syarat:
1) Penduduk asli di Desa Ranu Pani.
2) Bekerja sebagai petani.
Setelah itu dibuatlah kerangka sampel (sampling frame) dari dua dusun di
Desa Ranu Pani, yaitu Dusun Sidodadi dan Dusun Besaran. Kemudian dari kerangka
sampel dipilh responden secara acak menggunakan metode pengambilan sampel acak
(simple random sampling). Pengambilan sampel secara acak ini dilakukan dengan
program komputer Microsoft Excel 2010. Jumlah sampel yang didapatkan adalah 35
KK sebagai responden.
Sementara itu, pemilihan informan dilakukan secara purposive (sengaja) dan
jumlahnya tidak ditentukan. Penetapan informan dilakukan menggunakan metode
teknik bola salju (snowball) yaitu metode yang memperoleh informasi dari satu
informan ke informan lainnya. Pencarian informasi dihentikan apabila tambahan
informan tidak lagi menghasilkan pengetahuan baru atau berada pada titik jenuh.
Informan dalam penelitian ini diantaranya pihak Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru, aparatur desa, dan tokoh masyarakat yang memiliki pengetahuan lebih dalam
mengenai perkembangan taman nasional dan dampak pergeseran kepemilikan lahan
pertanian secara adat terhadap kesejahteraan rumah tangga petani di Desa Ranu Pani.
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Penelitian ini memiliki dua jenis data yang akan diolah dan dianalisis, yaitu
data kuantitatif dan data kuanlitatif. Pembuatan tabel frekuensi dan tabulasi silang
dibuat untuk melihat data awal responden dari masing-masing variabel menggunakan
aplikasi Microsoft Excel 2010. Tabel frekuensi dibuat agar distribusi jawaban dari
responden dalam satu pertanyaan lebih mudah diamati (Effendi dan Tukiran 2014).
Kemudian SPSS. for windows 21.0 digunakan dalam uji statistik Uji Regresi Linier
Sederhana untuk mengolah data selanjutnya. Uji Regresi merupakan uji statistik yang
digunakan untuk mengetahui seberapa berpengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen. Pengolahan data dilakukan dengan pengkodean jawaban
kuesioner, setelah itu dimasukkan ke dalam buku kode menggunakan aplikasi
Microsoft Excel 2010 sebelum dimasukkan ke SPSS. for windows 21.0 untuk
mempermudah pengolahan data.
Data kualitatif dianalisis melalui tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data,
dan verifikasi data. Proses reduksi data dimulai dari proses pemilihan dan
penyederhanaan data hasil wawancara mendalam, observasi, dan studi literatur.
Reduksi data ini bertujuan untuk menggolongkan data dan membuang data yang tidak
perlu. Kemudian proses penyajian data dilakukan dengan menyusun informasi yang
14
dapat menjadi serangkaian kata-kata yang mudah dimengerti untuk disajikan dalam
laporan. Verifikasi data merupakan proses penarikan kesimpulan dari hasil yang telah
diolah pada tahap reduksi. Hasil wawancara mendalam juga digunakan sebagai
masukan untuk menyempurnakan pertanyaan dalam kuesioner. Hasil wawancara dari
kuesioner pun dapat digunakan untuk merumuskan panduan pertanyaan mendalam
dengan informan. Pandangan subyektif-kualitatif informan kemudian dibandingkan
dengan hasil analisis obyektif-kuantitatif responden, sehingga didapatkan informasi
dengan analisa dan interpretasi yang lebih rinci dan mendalam.
Definisi Operasional
Berikut adalah definisi operasional yang digunakan dari berbagai variabel
yang akan dianalisis dalam penelitian:
1. Pengelompokkan pola penguasaan sawah dinyatakan dalam skala nominal
yang dilihat dari:
a. Tidak memiliki lahan, yaitu petani tidak memiliki lahan pertanian.
b. Pemilik, yaitu petani yang hanya menggarap lahan yang dimilikinya;
c. Penggarap, yaitu mereka yang tidak memiliki lahan tetapi mempunyai lahan
garapan melalui sewa dan/atau bagi hasil.
d. Pemilik penggarap, yaitu mereka yang di samping menggarap lahannya
sendiri juga menggarap lahan milik orang lain.
2. Kategori luas pemilikan lahan pertanian yang dilihat adalah dahulu dan sekarang
sesuai jangka waktu yang telah ditetapkan. Luas pemilikan lahan dibagi ke dalam
tiga kategori, yaitu sempit, sedang dan luas. Nilai dari setiap kategori diperoleh
melalui hasil wawancara ketika survei lokasi di lapangan.
Dinyatakan dalam skala ordinal dengan satuan hektar, kemudian diperoleh nilai:
(1) Awal memiliki lahan
a. Sempit : < 0,39 hektar
b. Sedang : 0,39 – 1 hektar
c. Luas : > 1 hektar
(2) Sekarang
a. Sempit : < 0,39 hektar
b. Sedang : 0,39 – 1 hektar
c. Luas : > 1 hektar
3. Status kepemilikan lahan adalah ada atau tidaknya sertifikasi lahan pertanian yang
dimiliki oleh petani. Dinyatakan dalam skala nominal dengan indikator:
a. Tidak Bersertifikat : 1
b. Bersertifikat : 2
4. Kesejahteraan adalah baik atau buruknya kualitas hidup rumah tangga petani dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Indikator yang digunakan adalah tingkat pendapatan,
tingkat pendidikan, dan tingkat perumahan dan lingkungan. Kesejahteraan dikatakan
15
tinggi apabila dari ketiga aspek tersebut mendapatkan skor 7-9, sedang apabila
mendapatkan skor 4-6, dan rendah apabila mendapatkan skor 1-3.
a. Rendah = skor 1
b. Sedang = skor 2
c. Tinggi = skor 3
5. Tingkat pendapatan adalah penghasilan yang didapatkan oleh rumah tangga petani,
dilihat dari kegiatan pertanian dikurangi dengan pengeluaran rumah tangga. Nilai dari
setiap kategori diperoleh melalui hasil wawancara ketika survei lokasi di lapangan.
a. Rendah = < 3,2 juta per bulan
b. Sedang = 3,2 juta – 6,6 juta per bulan
c. Tinggi = > 6,6 juta per bulan
6. Tingkat pendidikan adalah kemampuan petani dan anggota keluarganya dalam
mengikuti pendidikan formal. Tingkat pendidikan dilihat dari pendidikan terakhir,
merupakan ijazah kelulusan terakhir yang dimiliki oleh anggota rumah tangga. Nilai
dari setiap kategori diperoleh melalui hasil wawancara ketika survei lokasi di
lapangan.
a. Rendah = tidak/belum sekolah dan belum lulus sekolah dasar
b. Sedang = SD - SMP
c. Tinggi = SMA
7. Tingkat perumahan dan lingkungan adalah kualitas tempat tinggal dan lingkungan
yang layak huni. Nilai dari setiap kategori diperoleh melalui hasil wawancara ketika
survei lokasi di lapangan.
a. Kualitas atap merupakan jenis atap yang digunakan untuk rumah tinggal.
- Seng = skor 1
- Genteng = skor 2
b. Kualitas dinding merupakan jenis dinding yang digunakan untuk rumah tinggal.
- Tembok = skor 1
- Kayu = skor 2
c. Kualitas lantai merupakan jenis lantai yang digunakan untuk rumah tinggal.
- Semen = skor 1
- Keramik = skor 2
16
17
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Menurut Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru,
kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) telah ditata batas dan
sudah temu gelang berdasarkan Berita Acara Pemeriksaaan Batas Hutan pada tanggal
22 September 1986 yang telah disahkan oleh Menteri Kehutanan tanggal 8 Nopember
1993. TNBTS ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kehutanan No.178/Menhut-
II/2005 tanggal 29 Juni 2005 seluas 50.276,20 ha. Kawasan TNBTS terletak di empat
Kabupaten, yaitu Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang,
dan Kabupaten Lumajang. Jumlah wilayah kecamatan dan desa yang terletak di
sekitar kawasan adalah 3 kecamatan (9 desa) di Kabupaten Probolinggo, 4 kecamatan
(12 desa) di Kabupaten Pasuruan, 5 kecamatan (22 desa) di Kabupaten Lumajang dan
6 kecamatan (25 desa) di Kabupaten Malang. Dari ke-68 desa penyangga yang ada di
sekitar TNBTS, terdapat 2 desa penyangga yang berada di dalam kawasan (desa
enklaf) yakni Desa Ranu Pani, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang dan Desa
Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang. Kedua desa tersebut
ditempati oleh penduduk asli yakni masyarakat Tengger.
Desa Ranu Pani merupakan salah satu desa enklaf yang terdapat di dalam
kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Akses menuju Desa Ranu Pani
dapat ditempuh melalui Malang ataupun Lumajang. Desa ini terletak pada ketinggian
2.100-2.200 mdpl dengan suhu saat musim hujan berkisar antara 30ºC hingga 6ºC dan
pada musim kemarau berkisar 28ºC hingga -6ºC. Luas wilayah keseluruhan untuk
Desa Ranu Pani adalah 385 hektar, meliputi wilayah pemukiman dan lahan pertanian.
Jarak Desa Ranu Pani dari Pusat Pemerintahan Kecamatan sejauh 28 km, jarak dari
Ibu Kota Kabupaten sejauh 45 km, dan jarak dari Ibu Kota Provinsi sejauh 175 km.
Gambar 2 Pemandangan Desa Ranu Pani dilihat dari Resort Ranu Pani
18
Desa Ranu Pani sebagai desa enklaf termasuk ke dalam Zona Tradisional, dan
berbatasan langsung dengan:
a. Utara : Desa Ngadas (Zona Tradisional)
b. Timur : Zona Pemanfaatan
c. Selatan : Zona Rimba
d. Barat : Zona Rimba
Secara geografis terlihat bahwa Desa Ranu Pani terletak di tengah-tengah taman
nasional. Zona yang lebih dominan mengelilingi desa adalah zona rimba.
Desa Ranu Pani terdiri dari wilayah pemukiman dan wilayah lahan pertanian.
Lahan pertanian di Desa Ranu Pani memiliki topografi yang berbukit-bukit.
Komoditas utama yang ditanam adalah kentang, kubis, dan daun bawang. Kentang
merupakan komoditas yang paling banyak ditanam karena keuntungan dari
penjualannya lebih besar dibandingkan komoditas lain. Akan tetapi menurut pihak
taman nasional, kentang merupakan komoditas yang tidak konservatif atau tidak
ramah lingkungan. Kentang membutuhkan unsur hara yang lebih banyak dan
membutuhkan air yang lebih banyak dalam sekali tanam. Hal ini dapat menyebabkan
lahan pertanian tidak subur dalam jangka panjang. Akan tetapi masyarakat tetap
menanam kentang karena kentang tumbuh subur di ladang mereka dan hasilnya lebih
menguntungkan.
Kawasan Desa Ranu Pani pada awalnya merupakan kawasan yang dihuni oleh
warga negara Belanda, setelah ditinggalkan oleh Belanda Desa Ranu Pani ditinggali
oleh Suku Tengger dari desa sekitar. Desa Ranu Pani juga merupakan desa
pemekaran dari Desa Argosari pada tahun 2002 (Yuliati 2011). Desa Ranu Pani saat
ini dihuni oleh 395 KK dengan total penduduk 1.387 jiwa, terdiri dari 641 laki-laki
dan 746 perempuan (Nugroho 2014). Penduduk Desa Ranu Pani terbagi menjadi
beberapa kelompok usia:
Tabel 2 Jumlah dan persentase penduduk Desa Ranu Pani berdasarkan kelompok usia
Kelompok Usia (tahun) Jumlah Persentase (%)
00 – 03 97 7.5
04 – 06 93 7.2
07 – 12 123 9.5
13 – 15 78 6.1
16 – 18 53 4.1
19 – ke atas 845 65.6
Total 1 289 100.0
Sumber: Data potensi umum Desa Ranu Pani tahun 2010
Desa Ranu Pani memiliki tujuh RT (Rukun Tetangga) dan dua RW (Rukun Warga).
Selain itu terdapat dua dusun, yakni Dusun Sidodadi (dusun atas) dan Dusun Besaran
(dusun bawah). Kedua dusun ini letaknya agak berjauhan dan dibedakan berdasarkan
letak geografis. Mata pencaharian utama para penduduk di Desa Ranu Pani adalah
19
petani. Petani merupakan ciri khas masyarakat Tengger. Beberapa penduduk juga
memiliki mata pencaharian sampingan yaitu sebagai buruh tani, guru, PNS, porter,
supir Jeep, tukang parkir, dan juga relawan di taman nasional.
Desa Ranu Pani memiliki satu gedung PUSKESMAS, yang cukup sering
digunakan oleh masyarakat. Rata-rata masyarakat mengunjungi PUSKESMAS ini
untuk mengobati balita mereka yang terkena demam akibat belum bisa beradaptasi
dengan cuaca yang dingin. Selain itu Desa Ranu Pani memiliki satu gedung Balai
Desa, satu gedung PAUD, dan satu gedung untuk SD dan SMP. Rata-rata pendidikan
terakhir penduduk adalah SD, dikarenakan SMP baru dibentuk pada tahun 2012.
Sebelumnya untuk melanjutkan sekolah ke SMP, penduduk harus pergi ke Kabupaten
Malang atau Lumajang yang dapat ditempuh dengan waktu 1,5-2 jam dari desa. Desa
Ranu Pani terdapat beragam tempat ibadah berupa dua masjid, satu gereja, dan juga
dua pura. Meskipun masyarakatnya memiliki beragam keyakinan, namun sifat
kekeluargaan tidak hilang di Desa Ranu Pani. Seluruh masyarakat menghargai
apabila terdapat agama yang sedang melaksanakan hari raya ataupun ibadah.
Meskipun agamanya beragam, seluruh masyarakat tetap melaksanakan acara-acara
adat yang dimiliki oleh Suku Tengger.
Desa ini memiliki kendala berupa tidak adanya satelit telepon genggam. Alat
komunikasi berupa telepon genggam (handphone) digantikan oleh pesawat telepon
yang memudahkan penduduk untuk saling berinteraksi satu sama lain ataupun dengan
pasar untuk menjual hasil pertanian mereka. Data kepemilikan alat komunikasi adalah
sebagai berikut:
Tabel 3 Jumlah dan persentase alat komunikasi yang dimiliki penduduk
Alat Komunikasi Jumlah (n) Persentase (%)
Pesawat Telepon 147 59.5
Pesawat TV 60 24.3
Pesawat Radio 25 10.1
Antena Parabola 15 6.1
Total 247 100.0
Sumber: Diolah dari data potensi umum Desa Ranu Pani tahun 2010
Fasilitas lsitrik di Desa Ranu Pani sudah ada sejak tahun 2007. Listrik tersebut
merupakan fasilitas dari pemerintah Malang, sedangkan Desa Ranu Pani termasuk ke
dalam Kabupaten Lumajang. Selain itu terdapat kekurangan pada fasilitas jalan,
karena jalan di Ranu Pani mulai dari perbatasan masuk desa cukup rusak dan perlu
segera diperbaiki. Hal ini disebabkan oleh banyaknya truk sayur yang melewati desa
dan juga banyaknya kendaraan para pendaki saat musim pendakian.
20
21
KONDISI SOSIAL MASYARAKAT SETELAH PENETAPAN
TAMAN NASIONAL
Sejarah Dibentuknya Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
Taman nasional merupakan kawasan pelestarian alam yang mempunyai
ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan
rekreasi (Pristiyanto 2005). Kawasan Bromo Tengger Semeru memang memiliki
berbagai keanekaragaman hayati yang dapat terbilang unik. Bromo, Tengger, dan
Semeru sendiri merupakan tiga lokasi yang berbeda. Bromo merupakan nama sebuah
gunung berapi aktif yang sudah ada sejak 1,4 juta tahun lalu. Gunung Bromo
dikelilingi oleh lautan pasir sekaligus padang rumput yang membuat gunung ini
berbeda dari gunung yang lain. Tengger merupakan nama dari suatu masyarakat adat
yakni Suku Tengger, dimana masyarakat dan legenda terdahulunya tersebar di sekitar
Bromo dan batasannya disebut sebagai lingkaran magis. Masyarakat Suku Tengger
sebagian besar merupakan petani, dan memiliki beragam budaya yang khas seperti
Hari Raya Karo, Yadnya Kasada dan Unan-Unan, upacara adat yang berhubungan
dengan siklus kehidupan seseorang, seperti: kelahiran (upacara sayut, cuplak puser,
tugel kuncung), menikah (upacara walagara), kematian (entas-entas), upacara adat
yang berhubungan dengan siklus pertanian, mendirikan rumah, dan gejala alam
seperti leliwet dan barikan. Sedangkan Semeru juga merupakan nama dari sebuah
gunung berapi aktif, yang juga merupakan gunung tertinggi di pulau Jawa (3676
mdpl). Gunung Semeru sendiri memiliki tiga danau yang menjadi daya tarik bagi
wisatawan yaitu Ranu Kumbolo, Ranu Regulo, dan Ranu Pane.
Menurut Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru,
sebelum ditetapkan sebagai taman nasional kawasan Bromo Tengger Semeru
merupakan kawasan cagar alam, taman wisata hutan lindung, dan hutan produksi
terbatas. Akan tetapi melihat alam, lingkungan, dan adanya budaya khas masyarakat
sekitar, kawasan ini ditunjuk menjadi taman nasional melalui Pernyataan Menteri
Pertanian No.736/Mentan/X/82 tanggal 14 Oktober 1982. Taman Nasional Bromo
Tengger Semeru memiliki visi berupa “Terwujudnya kawasan Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru sebagai destinasi ekowisata bertaraf internasional yang
bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat.”. Jika dilihat dari sejarah kawasan, dasar
penunjukan kawasan Bromo Tengger Semeru sebagai taman nasional dilandasi oleh 3
hal pokok yaitu untuk perlindungan dan pengawetan ekosistem (Cagar Alam) Laut
Pasir dan Ranu Kumbolo, pemanfaatan wisata (taman wisata) di Laut Pasir Tengger,
Ranu Pane dan Ranu Regulo dan Ranu Darungan dan fungsi lindung kawasan dengan
keberadaan hutan lindung.
Legalitas dan Legitimasi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
Legalitas dan legitimasi merupakan dua hal yang harus dimiliki oleh setiap
taman nasional. Legalitas merupakan keabsahan dari suatu lembaga atau institusi
yang ditunjukkan melalui peraturan-peraturan pemerintah yang sah. Legitimasi
22
merupakan sejauh mana masyarakat mau menerima dan mengakui suatu kewenangan
atau kebijakan dari seorang pemimpin. Kedua hal ini bersifat krusial karena akan
berpengaruh terhadap pengelolaan suatu taman nasional. Apabila taman nasional
hanya memiliki legalitas, tentunya akan banyak kendala yang muncul akibat adanya
konflik dengan masyarakat lokal. Maka dari itu, seyognyanya sebelum suatu taman
nasional ditetapkan pihak pengelola mengadakan diskusi dengan masyarakat lokal
agar dapat diterima oleh semua pihak.
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru terhitung sudah berusia 34 tahun
hingga saat ini.Sejak ditetapkan menjadi taman nasional pada tahun 1982 Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru memiliki beberapa legalitas berupa peraturan
pemerintah, diantaranya:
Tabel 4 Tanggal penetapan peraturan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
Tanggal Peraturan Keterangan
14 Oktober 1982 Pernyataan Menteri Pertanian
No.736/Mentan/X/82
Penunjukkan menjadi
taman nasional
23 Mei 1997 Keputusan Menteri Kehutanan
No.278/Kpts-VI/1997
Perubahan luas taman
nasional menjadi 50.276,3
ha
29 Juni 2005 Keputusan Menteri Kehutanan
No.178/Menhut-II/2005
Penetapan taman nasional
oleh Menteri Kehutanan
Sumber: RPTNBTS 2010-2025
Berdasarkan Tabel 4 dapat disimpulkan bahwa Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru telah disahkan tiga kali oleh Menteri Pertanian dan Menteri Kehutanan. Sejak
awal ditetapkan, seluruh taman nasional secara otomatis akan memiliki legalitas
berupa aturan resmi dari pemerintah terkait.
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru berada di bawah naungan Balai
Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, berdasarkan Peraturan Menteri
Kehutanan Nomor P.03/Menhut-II/2007, tanggal 1 Februari 2007 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional. Jumlah pegawai TNBTS
adalah sebanyak 102 orang, dengan rincian 13 orang pegawai struktural, 52 orang
pegawai non-struktural, dan 37 orang pegawai fungsional (Polisi Hutan, Penyuluh,
dan Pengendali Ekosistem Hutan). Pengelolaan TNBTS sendiri dibagi menjadi dua
bidang pengelolaan, yaitu Bidang Pengelolaan TN Wilayah I yang berada di
Wonorejo-Pasuruan, dan Bidang Pengelolaan TN Wilayah II yang berada di
Purwerejo-Lumajang. Berikut merupakan struktur organisasi Balai Besar Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru:
23
Gambar 3 Struktur Organisasi Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
Sumber: RPTNBTS 2015-2024
Berbeda dengan legalitas yang sudah pasti dimiliki oleh setiap taman
nasional, legitimasi justru sebaliknya. Legitimasi dari suatu taman nasional
ditentukan sejak bagaimana proses penetapan taman nasional tersebut hingga
pengelolaannya. Sebab tidak semua penetapan taman nasional diterima oleh
masyarakat lokal, khususnya masyarakat yang sangat bergantung pada hasil
hutan.Pada kasus Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, masyarakat tidak
24
dilibatkan dalam pengalihan kekuasaan tetapi disosialisasikan setelah taman nasional
ditetapkan.
Setelah adanya sosialisasi mengenai taman nasional, masyarakat tidak
keberatan karena masyarakat dan taman nasional memiliki tujuan yang sama yaitu
untuk melestarikan sumber daya alam yang ada disana. Ini berarti masyarakat dengan
senang hati menerima kondisi mereka yang berada di tengah-tengah kawasan taman
nasional. Akan tetapi taman nasional juga harus memberdayakan masyarakat, karena
selain termasuk ke dalam Zona Tradisional masyarakat Desa Ranu Pani juga
merupakan masyarakat Suku Tengger yang harus dilestarikan dari segi budaya.
Pemberdayaan masyarakat sudah tercantum di dalam rencana pengelolaan TNBTS.
Salah satu tujuan kegiatan pemberdayaan masyarakat adalah terwujudnya
keharmonisan antara masyarakat dengan pihak TNBTS sehingga tetap lestari dan
masyarakat dapat hidup sejahtera. Akan tetapi berdasarkan hasil wawancara,
pemberdayaan yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat masih terbilang
kurang baik. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya sosialisasi dan pendekatan yang
dilakukan oleh pihak taman nasional kepada masyarakat. Taman nasional lebih
sering melakukan program-program yang bertujuan untuk melestarikan kawasan
hutan.
“Taman nasional kurang melakukan pendekatan dan
pendampingan kepada warga, mereka hanya memberi arahan
tetapi tidak terjun langsung. Padahal warga sangat butuh
arahan dari pihak taman nasional, khususnya mengenai
pengelolaan wisata dan sistem terasering untuk pertanian”
(BNY, 32 tahun)
Taman nasional selain itu juga memberikan dampak positif kepada Desa
Ranu Pani. Pasalnya setelah taman nasional ditetapkan, pembangunan desa menjadi
lebih pesat. Pembangunan fasilitas pendidikan, kesehatan, serta listrik sudah bisa
dinikmati oleh masyarakat. Hal ini diiringi dengan semakin terkenalnya wisata
pendakian Gunung Semeru yang semakin ramai didatangi pendaki dari tahun ke
tahun. Ramainya pengunjung tentunya harus diimbangi dengan perkembangan
pembangunan desa untuk memberikan akomodasi para pendaki. Jika dilihat secara
keseluruhan, taman nasional sudah mendapat legitimasi karena masyarakat
diuntungkan dari segi pembangunan dan tambahan pekerjaan di bidang wisata.
Mereka yang sudah mengakui adanya taman nasional diantaranya adalah masyarakat
yang juga bekerja sebagai relawan. Sebagian lainnya bersikap netral terhadap taman
nasional. Akan tetapi masih dibbutuhkan evaluasi untuk pemberdayaan dan
kesejahteraan masyarakat khususnya yang berkaitan dengan pekerjaan utama
mereka, yaitu petani.
Perubahan Desa Ranu Pani Sebelum dan Setelah Penetapan Taman Nasional
Sebelum adanya taman nasional, kawasan Desa Ranu Pani dan hutan
disekelilingnya dikelola oleh Perhutani sebagai kawasan hutan produksi dan hutan
25
lindung. Perhutani merupakan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
memiliki tugas dan wewenang untuk perencanaan, pengurusan, pengusahaan, dan
perlindungan hutan. Kawasan hutan dikuasai oleh Perhutani setelah Belanda
meninggalkan desa, kurang lebih pada tahun 1970-an. Selama dikuasai oleh
Perhutani, tidak ada pembatasan kawasan karena masyarakat masih bisa
memanfaatkan hutan selama hutan itu bukan termasuk ke dalam hutan lindung.
Kebutuhan akan kayu bakar tidak menjadi masalah. Masyarakat juga bisa
memperluas lahan pertanian mereka ke dalam hutan dengan kondisi tertentu, namun
memang tidak banyak masyarakat yang melakukan hal ini karena lahan yang mereka
miliki sudah dirasa cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Setelah ditetapkan menjadi taman nasional pada tahun 1982, Desa Ranu Pani
lebih dibatasi ruang lingkupnya karena peraturan kawasan pada taman nasional
berbeda dengan Perhutani. Pada awalnya tidak ada perubahan yang berarti, hanya
sebatas perpindahan kekuasaan dan belum berdampak kepada masyarakat. Seiring
berjalannya waktu, perubahan yang paling terlihat adalah dari segi luas lahan
pertanian. Bertambahnya penduduk di Desa Ranu Pani perlahan mulai mengikis lahan
pertanian disana. Sistem pewarisan lahan menyebabkan rumah tangga petani saat ini
hanya memiliki sebagian kecil lahan dari orang tua mereka, berbeda dengan dulu
dimana satu rumah tangga bisa memiliki hingga puluhan hektar. Meskipun demikian
masyarakat tidak merubah pekerjaan utamanya sebagai petani, karena bertani
merupakan tradisi Tengger yang tidak bisa mereka tinggalkan.
Desa Ranu Pani berada di lereng Gunung Semeru, gunung tertinggi di Pulau
Jawa. Sejak dikelola oleh taman nasional, Gunung Semeru menjadi wisata yang
semakin populer di kalangan para pendaki. Hal ini berdampak kepada masyarakat
Ranu Pani, karena mereka harus menyediakan akomodasi bagi para pendaki. Wisata
pendakian ini pun membuat beberapa masyarakat memiliki pekerjaan tambahan,
diantaranya sebagai porter, guide, sewa jeep, penitipan motor, penjual souvenir,
penginapan, dan penjual makanan. Banyaknya lahan pekerjaan tambahan tidak
membuat masyarakat meninggalkan pekerjaan mereka sebagai petani. Selain
keterkaitan antara bertani dengan Suku Tengger, hal ini dikarenakan hanya sebagian
kecil masyarakat yang menyediakan jasa wisata karena mereka lebih mendapatkan
keuntungan dari hasil pertanian dibandingkan bekerja di bidang wisata.
“Warga disini semuanya berorientasi ke pertanian, wisata
kurang diminati karena pertanian lebih menguntungkan.
Masyarakat sini juga belum bisa mengelola wisata mbak,
makanya penjual disini banyak yang dari luar desa” (SLM,
26 tahun)
”Kalau lagi musim pendakian ya saya jualan, kalau lagi
ditutup saya ke ladang. Disini semua memang jadi petani
karena sudah tradisi dari dulu mbak, kami kan dapet warisan
dari orang tua untuk digarap” (TOM, 27 tahun)
26
Pandangan Masyarakat Mengenai Taman Nasional
Sejak ditetapkan dari tahun 1982 hingga sekarang, pihak taman nasional
sudah beberapa kali melakukan sosialisasi dan program pemberdayaan. Beberapa
diantaranya yaitu sosialisasi batas kawasan, program penghijauan, dan program-
program untuk mengatasi gangguan dari masyarakat terhadap kerusakan lingkungan.
Ranu Pani sendiri memiki potensi gangguan seperti pencurian kayu bakar untuk
penghangat, perburuan liar, pencurian hasil hutan non kayu, kebakaran hutan,
sampah pengunjung. Mengatasi potensi ini pihak taman nasional telah membuat
program Masyarakat Peduli Api (MPA), Pendampingan kelompok paguyuban porter,
taruna wisata, dan pembuatan gerbang desa wisata. Masyarakat merasa taman
nasional memiliki satu tujuan yang sama dengan mereka, yaitu untuk melestarikan
lingkungan sekitar.
“Kita gak merasa dirugikan, toh taman nasional sudah
membantu kita buat menjaga lingkungan. Keadaan disini
engga terlalu berubah sejak ada taman nasional, paling
hanya peraturannya saja.” (MST, 43 tahun)
“Taman nasional sudah membantu penghijauan dan
perbaikan jalan, tetapi disini butuh sosialisasi untuk
kebakaran hutan karena masih ada saja warga yang iseng
membakar hutan dgn alasan kayu yg tumbuh akan lebih
bagus. Mereka belum tahu dampaknya bagi lingkungan dan
bagi kita sendiri.” (SPL, 29 tahun)
Masyarakat merasa senang karena taman nasional sangat membantu dalam
pelestarian lingkungan, namun masyarakat merasa taman nasional kurang melakukan
pendekatan kepada mereka. Pemberdayaan masyarakat untuk kesejahteraan mereka
pun kurang diperhatikan, lantaran taman nasional lebih berorientasi pada konservasi
kawasan. Masyarakat merasa pihak taman nasional tidak membaur dengan
masyarakat disana (selain para relawan dan masyarakat yang bekerja sebagai petugas
taman nasional). Padahal masyarakat berharap pihak taman nasional dapat membantu
beberapa masalah yang sedang mereka hadapi, yaitu masalah sumber air, sistem
pertanian terasering, kayu bakar, dan pengelolaan wisata. Masyarakat juga merasa
kurang setuju dengan sanksi yang diberikan taman nasional ketika ada masyarakat
yang melanggar.
“Taman nasional kurang melakukan pendekatan dan
pendampingan kepada warga. Mereka hanya memberi
arahan tetapi tidak terjun langsung.Seharusnya mereka
pendekatan ke warga bukan cuma jadi mandor aja.” (BNY,
32 tahun)
27
Box 1 Kasus Bapak BNY (32 tahun)
Beliau merupakan seorang petani sekaligus aparat pemerintahan desa.
Beliau mengatakan bahwa taman nasional memang punya tujuan baik, tapi
seharusnya tetap mementingkan kesejahteraan masyarakat. Apalagi di Desa
Ranu Pani terdapat salah satu resort taman nasional. Masyarakat sudah
berpartisipasi dalam kegiatan wisata untuk membantu pendaki, dan
membersihkan sampah, juga membantu dalam setiap kegiatan penelitian.
Seharusnya taman nasional lebih memperhatikan masalah dan kebutuhan
masyarakat. Contohnya sistem terasering, karena lahan yang berbukit
menyebabkan air hujan membawa lumpur hingga mengendap ke danau dan
membuat jalan tertutup lumpur. Taman nasional diharapkan bisa membantu
dalam menyadarkan masyarakat dan bekerja sama dengan instansi terkait. Selain
itu hukuman untuk yang mengambil kayu dirasa kurang cocok seharusnya
jangan langsung dipenjara tetapi diberi peringatan dulu dan diserahkan ke desa.
Jika tidak berubah baru ditangani oleh pihak taman nasional.
Beliau juga merupakan ketua paguyuan jeep. Beliau mengatakan bahwa
seluruh pemilik jeep saat ini mengalami kerugian akibat para pendaki sudah
menyewa jeep dari Malang. Hal ini dikarenakan akses jalan dan sulitnya
berkomunikasi dengan masyarakat desa sehingga banyak para pendaki yang
tidak mengetahui kalau di Desa Ranu Pani terdapat penyewaan jeep. Menurut
beliau, seharussnya pihak taman nasional peka dan mau turun tangan dalam
masalah ini. Pihak taman nasional dapat mengadakan penyuluhan berupa
bagaimana cara mengelola wisata dan mengadakan pertemuan dengan
paguyuban jeep dari bawah agar mereka bisa berbagi keuntungan. Beliau
berkata bahwa untuk menyelesaikan masalah ini diperlukan campur tangan dari
pihak yang memiliki wewenang.
28
29
AKSES MASYARAKAT DESA RANU PANI SEBAGAI DESA
ENKLAF
Akses Pemanfaatan Kayu Bakar
Saat dikelola oleh Perhutani, masyarakat tidak dapat memanfaatkan kayu
bakar yang ada di dalam kawasan. Hal ini dikarenakan aturan dari Perhutani yang
melarang pemanfaatan hutan, kecuali untuk agroforestri. Meskipun demikian,
kebutuhan masyarakat akan kayu bakar tetap terpenuhi. Hal ini dikarenakan kawasan
Perhutani yang tidak terlalu luas. Masih terdapat banyak hutan yang mengelilingi
Desa Ranu Pani, dan masyarakat mengambil kayu bakar dari hutan tersebut.
Masyarakat pun mengatakan bahwa mereka tidak mengalami masalah dalam akses
pemanfaatan kayu bakar, karena memang masih banyak hutan yang bisa
dimanfaatkan selain kawasan hutan Perhutani.
Setelah taman nasional ditetapkan, pemanfaatan kayu bakar menjadi lebih
terbatas. Taman nasional memiliki aturan yang berbeda, selain itu kawasan taman
nasional lebih luas daripada kawasan Perhutani. Taman nasional terbagi menjadi
beberapa zonasi. Berdasarkan SK Dirjen PHPA No. 68/Kpts/DJ-VI/1998 tanggal 4
Mei 1998, zonasi TNBTS adalah sebagai berikut:
1. Zona Inti seluas 22.006 Ha, merupakan bagian taman nasional yang kondisi
alamnya belum diganggu manusia dan mutlak untuk dilindungi karena berisi
keanekaragaman khayati yang khas;
2. Zona Rimba seluas 23.48520 Ha, merupakan wilayah yang mendukung upaya
perkembangbiakan satwa liar;
3. Zona Pemanfaatan Intensif seluas 425 Ha, merupakan bagian taman nasional yang
potensi alamnya dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata alam dan jasa
lingkungan lainnya;
4. Zona Pemanfaatan Tradisional seluas 2.360 Ha, merupakan bagian dari taman
nasional yang ditetapkan untuk kepentingan pemanfaatan tradisional oleh
masyarakat yang memiliki ketergantungan dengan alam; dan
5. Zona Rehabilitasi (2.000 Ha), merupakan bagian dari taman nasional yang perlu
dilakukan pemulihan karena mengalami kerusakan.
Desa Ranu Pani sendiri termasuk ke dalam zona tradisional dan berbatasan
dengan zona rimba dan zona pemanfaatan. Hal ini tentunya membatasi ruang lingkup
dan akses masyarakat terhadap kayu bakar yang ada di dalam hutan. Akses untuk
mendapatkan kayu bakar semakin terbatas, karena zona pemanfaatan di sekitar desa
hanya sedikit luasnya. Kayu bakar yang boleh dimanfaatkan hanya kayu-kayu kering,
bukan dari pohon yang ditebang. Apabila terdapat masyarakat yang melanggar, taman
nasional memiliki peraturan tersendiri apabila terdapat masyarakat yang mengambil
kayu bakar di dalam hutan, taman nasional memberikan sanksi berupa hukuman
penjara selama tiga bulan. Maka dari itu saat ini banyak masyarakat yang menanam
pohon di pinggir ladang untuk mencukupi kebutuhan kayu bakar mereka.
30
Seluruh rumah tangga membutuhkan kayu bakar hampir seperti kebutuhan
primer. Mayoritas masyarakat masih menggunakan kayu bakar untuk memasak dan
menghangatkan diri. Suhu saat malam hari yang mencapai 28ºC hingga -6ºC
membuat setiap rumah tangga membutuhkan perapian. Selain itu perapian juga
berfungsi untuk mendekatkan diri antar anggota keluarga dalam suasana yang
hangat. Masyarakat rata-rata mengambil kayu bakar dua hingga tiga kali dalam satu
minggu. Kayu bakar yang diambil berasal dari kayu kering di hutan dan kayu yang
ditanam di pinggir ladang. Jika kebutuhan kayu bakar tidak dapat terpenuhi dari
hutan dan ladang, maka masyarakat terpaksa membeli kayu bakar dari luar desa.
Data pemanfaatan kayu bakar oleh masyarakat adalah sebagai berikut:
Tabel 5 Jumlah dan persentase pemanfaatan kayu bakar di Desa Ranu Pani tahun
2016
Asal Kayu Bakar Jumlah Persentase (%)
Hutan 14 40.0
Ladang 14 40.0
Hutan dan Ladang 7 20.0
Total 35 100.0
Berdasarkan Tabel 5 ditunjukkan bahwa sebanyak 14 responden atau 40 persen
responden mengambil kayu bakar dari hutan. Sebanyak 14 responden atau 40 persen
lainnya mengambil kayu bakar dari hasil kayu yang mereka tanam di pinggir ladang.
Sebanyak tujuh responden atau 20 persen sisanya mengambil kayu bakar dari hutan
maupun ladang. Melihat data tersebut, masyarakat masih bergantung kepada kayu
bakar dari dalam hutan, meskipun pemanfaatan kayu bakar dari pinggir ladang
hasilnya sama. Pohon yang ditanam di pinggir ladang untuk diambil kayunya
jumlahnya tidak seberapa dengan jumlah pohon yang ada di dalam hutan.
Masyarakat pun harus menunggu beberapa tahun untuk dapat mengambil kayu bakar
dari pohon yang mereka tanam. Akan tetapi beberapa masyarakat mengatakan bahwa
mereka takut untuk mengambil kayu di dalam hutan karena jika mereka ketahuan
akan langsung dihukum oleh pihak taman nasional.
Jika dilihat secara keseluruhan, akses masyarakat terhadap sumber daya kayu
memang semakin terbatas. Mengatasi masalah ini, pihak taman nasional memberikan
usulan untuk membuat lumbung kayu bakar. Lumbung kayu bakar ini bertujuan agar
masyarakat tidak sembarangan masuk kedalam kawasan untuk mengambil kayu
bakar, tetapi ada pihak yang mengordinir untuk ketersediaan kayu bakar. Akan tetapi
hingga saat ini usulan tersebut belum dilaksanakan. Selain berdasarkan data
responden, masyarakat secara keseluruhan masih sangat bergantung kepada hutan
untuk pengambilan kayu bakar. Berdasarkan hasil observasi selama di lapangan,
sangat sedikit ladang yang ditanami pohon dipinggirnya, karena mengambil kayu
bakar di dalam hutan relatif lebih mudah untuk dilakukan.
31
Akses Pemanfaatan Sumber Air
Sumber air di Desa Ranu Pani tidak banyak mengalami perubahan. Pada
awalnya satu mata air sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangga,
ditambahn dengan air dari Danau Ranu Pane yang digunakan untuk mengairi ladang.
Sementara itu, pertumbuhan penduduk di Desa Ranu Pani semakin meningkat. Hal ini
pun diiringi oleh meningkatnya kebutuhan air bersih untuk rumah tangga. Selang
beberapa tahun, satu mata air tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Saat ini ketersediaan air di Desa Ranu Pani semakin terbatas. Ketersediaan air bersih
tidak sebanding dengan kebutuhan masyarakat. Terdapat dua mata air yang biasa
digunakan oleh warga, namun karena bertambahnya jumlah rumah tangga kebutuhan
air juga semakin meningkat. Baik itu untuk kebutuhan rumah tangga maupun
mengairi ladang. Mata air biasa digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, sedangkan
untuk mengairi ladang masyarakat mengambil dari danau Ranu Pane ataupun
menampung air hujan.Menurut keterangan masyarakat, saat ini sudah sulit untuk
mendapatkan air dari mata air yang ada, bahkan seringkali tidak ada air yang keluar.
Mengatasi masalah ini, beberapa rumah tangga membuat sumur sendiri untuk
memenuhi kebutuhan air mereka.
Tabel 6 Jumlah dan persentase pemanfaatan sumber air rumah tangga Desa Ranu
Pani tahun 2016
Sumber Air Jumlah Persentase (%)
Mata Air 23 65.7
Sumur 12 34.3
Total 35 100.0
Tabel 6 menunjukkan bahwa hanya 34.3 persen rumah tangga yang membuat sumur
sendiri. Sebanyak 65.7 persen rumah tangga masih mengandalkan mata air sebagai
sumber air bersih mereka. Hal ini disebabkan oleh faktor ekonomi, tidak semua
rumah tangga mau dan mampu membuat sumur. Selain itu air dari mata air masih
dianggap mencukupi meskipun terkadang mata air tidak mengalir.
“Kalo air dari sumber sekarang udah makin sedikit, tapi
masih cukup untuk mandi sama cuci.Kadang kalau tidak
ngalir, kita ambil langsung dari mata airnya.” (STI, 60
tahun)
Tidak terdapat perubahan signifikan terkait pemanfaatan sumber air dari dulu
hingga sekarang.Pemanfaatan air untuk kebutuhan rumah tangga masih dirasa cukup
oleh masyarakat. Akses terhadap mata air tidak dibatasi oleh pihak taman nasional.
karena memang diperuntukkan untuk masyarakat. Hanya ketersediaannya yang
semakin terbatas, sehingga diperlukan mata air baru yang mampu memenuhi
kebutuhan masyarakat saat ini. Pemanfaatan Danau Ranu Pane oleh masyarakat
untuk merawat tanaman mereka juga tidak dibatasi oleh taman nasional. Hal ini
justru menjadi masalah karena volume air di danau semakin berkurang akibat
32
pemanfaatan air oleh masyarakat dan mengendapnya lumpur yang turun dari ladang
berbukit. Jika tidak segera diatasi maka air di Danau Ranu Pane akan habis.
Akses Pemanfaatan Lahan Pertanian
Luas lahan pertanian sendiri sejak dulu hingga sekarang semakin sedikit, jika
dihitung per rumah tangga. Dulu sejak pertama kali pembabatan hutan dan peralihan
lahan kosong menjadi lahan pertanian, setiap rumah tangga bisa memiliki 10 hektar
hingga 15 hektar ladang. Hal itu terjadi sudah berpuluh tahun silam, yang sudah tidak
ditemui lagi saat ini. Sistem pewarisan lahan untuk anak yang menikah menjadi
penyebabnya. Jika dulu satu rumah tangga memiliki belasan hektar ladang untuk
digarap, saat ini satu rumah tangga rata-rata hanya memiliki ¼ hektar saja. Jual beli
lahan tidak berlaku di Desa Ranu Pani karena setiap keluarga ingin mewariskan lahan
mereka untuk anak cucunya kelak.
“Disini jarang yang mau jual ladangnya, kalau nanti dijual
anak cucu mau jadi apa?Lagian sekarang tanah udah mahal,
sama kaya harga tanah di Jakarta. Kita mana punya uang
buat beli tanah lagi, buat perawatan ladang aja udah cukup
mahal biayanya.” (MAR, 40 tahun)”
Dahulu belum terdapat lahan pertanian di wilayah Ranu Pani, yang ada hanya
hutan tanaman dan lahan kosong. Masyarakat sendiri sudah menanam beberapa
komoditas pertanian, namun dalam jumlah yang sedikit dan lahan yang terbatas.
Dianggap menguntungkan, lahan untuk pertanian pun diperluas. Hingga sekarang,
bertani merupakan pekerjaan utama bagi masyarakat Desa Ranu Pani dan juga Suku
Tengger. Meskipun terdapat batasan kawasan, masyarakat tetap bekerja di ladang baik
itu milik sendiri maupun milik orang lain. Menurut keterangan masyarakat, sekitar
tahun 2010 ada beberapa masyarakat yang memperluas lahan mereka sedikit demi
sedikit ke dalam kawasan taman nasional. Akan tetapi mayoritas masyarakat sudah
mengetahui dan tidak berani untuk memperluas lahan mereka. Masyarakat sudah
mengerti bahwa mereka tidak boleh melewati batas kawasan. Saat ini pun sudah tidak
ada lagi ladang masyarakat yang merambah ke dalam taman nasional. Setelah
dikonfirmasi, ternyata pihak taman nasional mengatakan bahwa masih ada beberapa
ladang yang melewati batas kawasan dan akan segera ditinjau ulang.
“Dulu pernah ada yang nanem lewatin batas taman nasional,
tapi kalau sekarang sudah gak ada lagi. Taman nasional
sudah kasih tau batasnya dimana aja, dan emang ladang gak
boleh lewatin batas yang ada.” (ADI, 32 tahun)
Selain dibatasi oleh kawasan taman nasional, luas lahan pertanian juga
dipengaruhi oleh bertambahnya penduduk desa. Pertumbuhan penduduk di Desa
Ranu Pani terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat dari
data desa tahun 2010 dimana hanya terdapat 380 KK dengan total penduduk 1289
jiwa. Pertumbuhan penduduk ini tak dapat dicegah karena posisi Desa Ranu Pani
33
yang berada di tengah-tengah kawasan taman nasional memiliki batasan ruang
lingkup. Lahan yang tetap dan penduduk yang terus bertambah menyebabkan desa ini
semakin dipadati oleh pemukiman. Selain itu menurut data BPS (2015) di Kecamatan
Senduro memang terus terjadi pertumbuhan penduduk, seperti pada tabel di bawah
ini:
Tabel 7 Data kependudukan Kecamatan Senduro tahun 2012, 2013, 2014
Uraian 2012 2013 2014
Jumlah Penduduk (Jiwa) 46 762 47 701 47 873
Pertumbuhan Penduduk (%) 0.25 2.01 0.36
Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) 204.49 208.59 209.34
Sex Ratio (L/P) (%) 96.32 96.29 97.45
Jumlah Rumah Tangga (ruta) 12 767 12 767 13 129
Rata-rata ART (jiwa/ruta) 3.66 3.74 3.65
Berdasarkan Tabel 7, tren pertumbuhan penduduk terus terjadi selama tiga tahun
terakhir. Jika pertumbuhan penduduk terus meningkat, maka dibutuhkan lahan
tambahan untuk pemukiman sedangkan luas wilayah Desa Ranu Pani sudah tidak
bisa bertambah. Luas wilayah sekitar 385 hektar yang dibagi menjadi wilayah
pemukiman dan wilayah pertanian (luas belum teridentifikasi) dari tahun ke tahun
semakin dipadati penduduk. Lahan pertanian pun berpotensi semakin berkurang
karena bertambahnya kebutuhan untuk pemukiman.
Pada kasus Desa Ranu Pani, terdapat dua kelompok status penguasaan lahan
yaitu pemilik murni dan pemilik penggarap. Sementara itu Wiradi (1984)
menyebutkan bahwa terdapat lima pengelompokkan dalam status penguasaan lahan,
diantaranya pemilik penggarap murni, penyewa dan penyakap murni, pemilik
penyewa dan/atau pemilik penyakap, pemilik bukan penggarap, dan tunakisma
mutlak. Perubahan status penguasaan lahan diidentifikasi dari awal petani memiliki
lahan sendiri hingga saat ini. Status penguasaan lahan tidak berubah akibat adanya
penetapan taman nasional, faktor yang menyebabkan perubahan tersebut adalah
faktor pewarisan lahan.
Tabel 8 Jumlah dan persentase status penguasaan lahan Desa Ranu Pani sebelum
tahun 2016 dan pada tahun 2005
Status Penguasaan
Lahan
Sebelum tahun 2005 Tahun 2016
Jumlah Persentase
(%)
Jumlah Persentase
(%)
Pemilik Murni 3 8.66 2 5.7
Pemilik Penggarap 32 91.4 33 94.3
Total 35 100.0 35 100.0
34
Berdasarkan Tabel 8 dapat ditunjukkan saat awal kepemilikan lahan jumlah pemilik
murni adalah tiga rumah tangga atau 8,6 persen dari keseluruhan responden. Pemilik
penggarap berjumlah 32 rumah tangga atau 91,4 persen dari keseluruhan responden.
Jumlah pemilik penggarap lebih banyak dibandingkan pemilik murni. Hal ini
dikarenakan mayoritas rumah tangga petani memang lebih memilih untuk menggarap
lahan mereka sendiri dibandingkan mempekerjakan buruh tani. Selain itu sangat
sedikit masyarakat yang ingin menjadi buruh sehingga jika memiliki lahan luas, harus
mencari pekerja atau buruh tani dari luar desa.
Saat ini status penguasaan lahan tidak terlalu berubah. Hanya ada tiga rumah
tangga yang merubah status penguasaan lahan mereka. Dua rumah tangga berubah
dari pemilik murni menjadi pemilik penggarap. Alasan keduanya sama, yaitu ingin
membantu anggota keluarga mereka dalam menggarap lahan. Satu rumah tangga
lainnya merubah status penguasaan lahan dari pemilik penggarap menjadi pemilik
murni. Hal ini dikarenakan anggota rumah tangga tersebut memiliki beberapa
pekerjaan sampingan yaitu menjadi polisi hutan, kaepala urusan desa, dan membuka
jasa wisata sehingga tidak sempat untuk menggarap lahannya sendiri. Terlihat pada
Tabel 8 bahwa terdapat perubahan pada status penguasaan lahan pemilik murni, dari
yang berjumlah tiga rumah tangga menjadi dua rumah tangga atau 5,7 persen. Status
penguasaan pemilik penggarap bertambah menjadi 33 rumah tangga atau 94,3 persen.
Lahan pertanian di Desa Ranu Pani telah ada jauh sebelum taman nasional
ditetapkan. Menurut pihak taman nasional, semua lahan pertanian yang ada di dalam
kawasan merupakan lahan pertanian ilegal karena berada di dalam tanah negara.
Akan tetapi, berdasarkan kondisi di lapangan ternyata seluruh lahan pertanian di Desa
Ranu Pani telah memiliki sertifikat sejak awal. Saat ini, tidak semua rumah tangga
memiliki sertifikat mereka karena satu sertifikat bisa dipegang oleh beberapa
generasi. Kesimpulannya setelah lahan pertanian diwarisi selama sekian tahun, saat
ini beberapa lahan yang dimiliki oleh rumah tangga yang berbeda, memiliki satu
sertifikat lahan atas nama yang sama.
Tabel 9 Jumlah dan persentase kepemilikan sertifikat lahan Desa Ranu Pani tahun
2016
Sertifikat Lahan Jumlah Persentase (%)
Ada 34 97.1
Tidak Ada 1 2.9
Total 35 100.0
Berdasarkan Tabel 9 dapat ditunjukkan sejumlah 34 responden atau 97,1 persen dari
keseluruhan responden mengatakan bahwa mereka semua memiliki sertifikat atas
lahan mereka. Mayoritas mengatakan bahwa sertifikat lahan ada pada orang tua
mereka. Sejumlah satu responden atau 2,9 persen mengatakan mereka tidak memiliki
sertifikat karena sedang digadaikan ke bank untuk mendapatkan pinjaman.
35
Jika dilihat secara keseluruhan, baik itu status penguasaan lahan maupun
kepemilikan sertifikat lahan keduanya tidak dipengaruhi oleh penetapan taman
nasional.Status penguasaan lahan rumah tangga petani berubah dikarenakan faktor
pewarisan lahan. Penetapan taman nasional tidak menyebabkan mereka berhenti
menggarap lahan mereka. Hal itu terlihat dari persentase status penguasaan lahan
sebagai pemilik penggarap yang lebih dari 90 persen. Sementara itu untuk
kepemilikan sertifikat lahan, terbukti bahwa seluruh lahan pertanian disana
merupakan lahan pertanian yang sah. Hanya saja saat ini belum diperbaharui untuk
jumlah lahan dan nama pemilik lahan. Masyarakat yang memiliki sertifikat berarti
memiliki hak yang legal untuk mengakses lahan pertanian di Desa Ranu Pani,
meskipun desa ini berada di tengah kawasan taman nasional.
36
37
DAMPAK TAMAN NASIONAL TERHADAP KESEJAHTERAAN
RUMAH TANGGA PETANI
Luas Lahan Pertanian Rumah Tangga
Luas lahan pertanian merupakan salah satu faktor yang sangat terpengaruh
akibat penetapan taman nasional. Pembatasan kawasan yang diiringi dengan
pertumbuhan penduduk akan berpengaruh kepada berkurangnya luas lahan pertanian
yang dimiliki per rumah tangga. Jika sebelum taman nasional ditetapkan satu rumah
tangga bisa memiliki lima higga sepuluh hektar lahan pertanian, saat ini sangat jarang
ditemui rumah tangga dengan luas lahan seperti itu. Faktor yang menyebabkan
berkurangnya luas lahan selain pembatasan kawasan adalah pewarisan lahan dan jual
beli lahan. Selain itu pertumbuhan penduduk menyebabkan lahan pemukiman
semakin luas dan lahan untuk pertanian semakin menyempit. Perubahan luas lahan
pertanian dilihat dari sejak awal memiliki lahan hingga pengambilan data dilakukan.
Gambar 4 Data luas lahan pertanian dulu dan sekarang
Berdasarkan Gambar 4 dapat ditunjukkan bahwa dulu luas lahan pertanian paling
sedikit adalah ¼ hektar dan paling banyak adalah tiga hektar. Terdapat perbedaan
dengan luas lahan sekarang dimana luas lahan pertanian paling sedikit adalah ¼
hektar dan paling banyak adalah empat hektar. Perbedaan ini disebabkan oleh
terdapat rumah tangga yang memperluas lahannya melalui pembelian lahan.
Sementara itu baik dulu maupun sekarang, mayoritas rumah tangga memiliki luas
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
1/4 Ha 1/2 Ha 3/4 Ha 1 Ha 1 1/4 Ha1 1/2 Ha 2 Ha 3 Ha 4 Ha
Jum
lah R
um
ah T
angga
Luas Lahan Pertanian
Dulu
Sekarang
38
lahan pertanian sebanyak ¼ hektar. Jumlah rumah tangga yang memiiki satu hektar
lahan atau lebih jumlahnya cenderung sedikit. Hal ini dikarenakan mayoritas
responden merupakan rumah tangga yang mendapatkan lahan dari warisan orang tua
mereka setelah menikah. Data yang terdapat pada Gambar 4 diambil dari sejak awal
rumah tangga memiliki lahan pertaniannya sendiri. Rata-rata responden yang
diwawancarai sudah memiliki lahan pertanian sejak tahun 2005. Mayoritas responden
pun memiliki lahan seluas ¼ hektar, dimana hal ini dapat berdampak buruk untuk
beberapa tahun ke depan. Jika sejak tahun 2005 mayoritas rumah tangga memiliki
hanya memiliki lahan seluas ¼ hektar, maka ketika lahan tersebut diwariskan akan
habis dan akan lebih terdistribusi lagi dalam jangka panjang.
Luas lahan pertanian dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu sempit,
sedang, dan luas. Berdasarkan hasil perhitungan, luas lahan dikategorikan sempit jika
luas lahan kurang dari 0,39 hektar dan luas lahan dikategorikan sedang jika luas lahan
berada diantara 0,39 hektar – 1 hektar. Luas lahan pertanian dikategorikan luas jika
luas lahan lebih dari satu hektar
Tabel 10 Jumlah dan persentase kategori luas lahan pertanian Desa Ranu Pani
sebelum tahun 2005 dan pada tahun 2016
Luas Lahan
Pertanian
Sebelum Tahun 2005 Tahun 2016
Jumlah Persentase
(%)
Jumlah Persentase
(%)
Sempit 14 40.0 16 45.7
Sedang 10 28.6 12 34.3
Luas 11 31.4 7 20.0
Total 35 100.0 35 100.0
Berdasarkan Tabel 10 terlihat bahwa mayoritas luas lahan pertanian di Desa Ranu
Pani termasuk ke dalam kategori sempit. Jumlah rumah tangga dengan luas lahan
sempit adalah sebanyak 14 rumah tangga atau sebanyak 40 persen dari keseluruhan
responden. Sebanyak 10 rumah tangga atau 28,6 persen termasuk ke dalam kategori
sedang, dan 11 rumah tangga atau 31,4 persen termasuk ke dalam kategori luas. Jika
melihat tabel 13, terdapat perubahan dalam setiap kategori. Kategori sempit
jumlahnya bertambah menjadi 16 rumah tangga atau 45,7 persen. Kategori sedang
bertambah menjadi 12 rumah tangga atau 34,3 persen dan kategori luas bahkan
berkurang menjadi tujuh rumah tangga atau 20 persen saja.
Perubahan pada luas lahan pertanian terjadi dalam kurun waktu terakhir.
Kategori luas lahan sempit semakin meningkat, pun untuk kategori luas jumlahnya
semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh sistem pewarisan lahan yang sudah
menjadi tradisi. Luas lahan semakin berkurang namun tidak juga bisa bertambah,
karena posisi Desa Ranu Pani berada di tengah kawasan taman nasional. Jika dari
tahun ke tahun luas lahan yang dimiliki per rumah tangga menjadi semakin sempit,
dalam jangka waktu lima tahun ke depan bukan tak mungkin akan banyak rumah
39
tangga yang menjadi tunakisma lahan. Selain itu sulit untuk menjual ataupun
membeli lahan karena jumlah lahan yang memang semakin menyempit, ditambah
harga jual yang semakin mahal. Bukan hanya berdampak kepada hilangnya mata
pencaharian masyarakat sebagai petani saja, tetapi identitas sebagai Suku yang
memang berorientasi kepada pertanian juga akan hilang.
Kesejahteraan Rumah Tangga Petani
Penetapan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru diasumsikan memiliki
dampak terhadap kesejahteraan rumah tangga petani. Selain dilihat dari semakin
menyempitnya luas lahan yang dimiliki per rumah tangga, kesejateraan juga dilihat
dari tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan tingkat perumahan dan lingkungan.
Ketiga indikator ini merupakan indikator yang dianggap paling memiliki keterkaitan
dengan penetapan taman nasional. Tingkat pendapatan didapatkan dari hasil
pengurangan penghasilan dengan pengeluaran. Kemudian akan dibandingkan dengan
Upah Minimum Kabupaten (UMK) Kabupaten Lumajang. Tingkat pendapatan
dikategorikan menjadi tinggi, sedang, dan rendah. Kategori tinggi adalah rumah
tangga yang memiliki pendapatan lebih dari 6,6 juta per bulan. Kategori sedang
adalah rumah tangga yang memiliki pendapatan antara 3,2 juta hingga 6,6 juta per
bulan. Kategori rendah adalah rumah tangga yang memiliki pendapatan kurang dari
3,2 juta per bulan.
Tabel 11 Jumlah dan persentase kategori tingkat pendapatan rumah tangga petani
Desa Ranu Pani tahun 2016
Tingkat Pendapatan Jumlah Persentase (%)
Rendah 9 25.7
Sedang 19 54.3
Tinggi 7 20.0
Total 35 100.0
Berdasarkan Tabel 11 dapat ditunjukkan bahwa mayoritas tingkat pendapatan rumah
tangga petani berada pada kategori sedang sebanyak 19 rumah tangga atau 54,3
persen. Sebanyak sembilan atau 25,7 persen rumah tangga berada pada kategori
rendah dan sebanyak tujuh atau 20 persen rumah tangga berada pada kategori tinggi.
Jika ditinjau berdasarkan kategori ini, hanya sedikit rumah tangga yang memiliki
tingkat pendapatan yang termasuk sedikit dari hasil pertanian. Merujuk pada UMK
Kabupaten Lumajang, jumlah minimum UMK adalah sebanyak 1.437.000 rupiah per
bulan. Nominal UMK ini apabila diintegrasikan dengan tingkat pendapatan rumah
tangga petani, termasuk ke dalam kategori rendah. Maka dari itu dapat disimpulkan
bahwa sebagian besar tingkat pendapatan rumah tangga petani di Desa Ranu Pani
sudah berada di atas UMK Kabupaten Lumajang.
Melalui wawancara mendalam, didapatkan hasil bahwa masyarakat merasa
bahwa pendapatan mereka kini semakin menurun. Mereka mengatakan bahwa
40
penghasilan mereka memang sudah terbilang cukup, namun masih terbilang sedikit
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari terutama untuk kebutuhan menanam di
ladang. Hal ini dikarenakan, dalam memenuhi konsumsi rumah tangga masyarakat
memanfaatkan hasil pertanian mereka untuk mengurangi pengeluaran. Solusi terbaik
adalah memiliki pekerjaan sampingan, dimana beberapa rumah tangga sudah mulai
memiliki pekerjaan di bidang wisata. Akan tetapi hal ini hanya berlaku bagi sebagian
kecil rumah tangga saja, karena masyarakat pun masih belum paham cara mengelola
wisata disana. Selain itu masyarakat tidak mau lepas dari pekerjaan mereka sebagai
petani. Mereka memang mengeluhkan tentang pendapatan, akan tetapi mereka juga
tidak mau berpikir terbuka untuk mencoba pekerjaan baru sebagai tambahan.
“Semua orang disini mah cuma mau jadi petani. Lihat aja
nanti berapa tahun lagi lahan pada habis. Gimana mau
berkembang kalau mereka pada engga mau buka diri.” (IPL,
33 tahun)”
Pendidikan merupakan aspek penting dalam meningkatkan sumber daya
manusia. Pendidikan merupakan salah satu indikator kesejahteraan, yang juga
termasuk ke dalam upaya pemberdayaan yang seharusnya dilakukan di Desa Ranu
Pani. Fasilitas pendidikan di Desa Ranu Pani diantaranya adalah Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah
Menengah Pertama (SMP). Guru yang mengajar di sekolah-sekolah tersebut
mayoritas berasal dari luar desa. Jika masyarakat ingin melanjutkan pendidikan ke
tingkat yang lebih tinggi, maka mereka harus mencari fasilitas pendidikan di luar
desa. Berdasarkan hasil identifikasi rumah tangga, tingkat pendidikan dikelompokkan
menjadi tiga kategori. Kategori tinggi adalah rumah tangga yang telah menempuh
pendidikan dari SMA hingga perguruan tinggi. Kategori sedang adalah rumah tangga
yang telah menempuh pendidikan dari SD hingga SMP. Kategori rendah adalah
rumah tangga yang tidak bersekolah hingga tamat Taman Kanak-kanak.
Tabel 12 Jumlah dan persentase kategori tingkat pendidikan rumah tangga petani Desa
Ranu Pani tahun 2016
Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)
Rendah 2 5.7
Sedang 31 88.6
Tinggi 2 5.7
Total 35 100.0
Berdasarkan Tabel 12 dapat ditunjukkan bahwa tingkat pendidikan paling banyak
berada pada kategori sedang dengan jumlah 31 rumah tangga atau 88,6 persen. Pada
kategori rendah dan tinggi terdapat masing masing dua rumah tangga atau 5,7 persen
rumah tangga. Mayoritas berada pada kategori sedang karena fasilitas yang terdapat
pada Desa Ranu Pani memang hanya mencapai SMP, dan masyarakat lebih memilih
41
untuk menjadi petani dibandingkan dengan melanjutkan pendidikan mereka. Selain
itu, responden rata-rata berusia 23 tahun, dimana saat mereka menempuh pendidikan
hanya tersedia satu fasilitas pendidikan yaitu Sekolah Dasar (SD). Jika fasilitas
pendidikan seperti gedung SMA dibangun, maka kemungkinan banyak masyarakat
yang akan melanjutkan sekolah hingga tingkat SMA. Akan tetapi kurangnya tenaga
kerja untuk guru sendiri menjadi hambatan untuk menambah fasilitas pendidikan.
Tingkat perumahan dan lingkungan merupakan salah satu indikator
kesejahteraan menurut Badan Pusat Statistik. Perumahan dan lingkungan dapat dilihat
dari banyak aspek. Penelitian ini melihat dari aspek yaitu aspek kualitas tempat
tinggal dan lingkungan yang layak, yang terdiri dari kualitas atap, kualitas dinding,
dan kualitas lantai rumah. Jenis dari ketiga kualitas tersebut diidentifikasi berdasarkan
observasi pada saat penelitian. Akumulasi dari ketiga kualitas rumah dan lingkungan
tersebut kemudian akan dikategorikan tinggi, sedang, dan rendah berdasarkan hasil
perhitungan skor. Pada kualitas atap, skor dinyatakan satu apabila menggunakan seng
dan skor dinyatakan dua apabila menggunakan genteng. Pada kualitas dinding, skor
dinyatakan satu apabila menggunakan kayu dan skor dinyatakan dua apabila
menggunakan tembok. Terakhir, pada kualitas lantai skor dinyatakan satu apabila
menggunakan kayu dan skor dinyatakan dua apabila menggunakan tembok.
Gambar 5 Data kualitas perumahan dan lingkungan rumah tangga petani
Berdasarkan Gambar 5 dapat ditunjukkan bahwa ketiga kualitas perumahan dan
lingkungan didominasi oleh skor dua, yang berarti mayoritas rumah tangga petani
0
5
10
15
20
25
30
35
Kualitas Atap Kualitas Dinding Kualitas Lantai
Jum
lah R
um
ah T
angga
Kualitas Perumahan dan Lingkungan
Skor 1
Skor 2
42
memiliki jenis atap, dinding, dan lantai yang paling baik pada setiap kategori. Pada
kualitas atap, tercatat sebanyak enam rumah tangga menggunakan atap seng dan 29
rumah tangga menggunakan atap genteng. Pada kualitas dinding, sebanyak dua
rumah tangga menggunakan dinding kayu dan 33 rumah tangga menggunakan
dinding tembok. Sedangkan pada kualitas lantai, sebanyak 12 rumah tangga
menggunakan lantai semen dan 23 rumah tangga menggunakan lantai keramik. Jika
diakumulasi total skor dari ketiga kategori, maka didapatkan data sebagai berikut:
Tabel 13 Jumlah dan persentase kategori tingkat perumahan dan lingkungan rumah
tangga petani Desa Ranu Pani tahun 2016
Tingkat Perumahan dan
Lingkungan
Jumlah Persentase (%)
Rendah 2 5.7
Sedang 9 25.7
Tinggi 24 68.8
Total 3 100.0
Tabel 13 menunjukkan bahwa sebanyak dua atau 5,7 persen rumah tangga tergolong
ke dalam kategori rendah. Sebanyak sembilan atau 25,7 persen rumah tangga
termasuk ke dalam kategori sedang dan sebanyak 24 atau 68.8 persen termasuk ke
dalam kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa dari segi tingkat perumahan dan
lingkungan, rumah tangga petani sudah dikatakan sejahtera karena mayoritas
tergolong ke dalam kategori tinggi.
Jika dilihat dari segi perumahan dan lingkungan, perubahan terjadi karena
faktor modernisasi. Dulu masih banyak ditemukan rumah yang berdinding kayu,
namun saat ini karena sudah terdapat akses yang baik untuk masuk ke dalam desa.
Dipermudah oleh akses, bahan bangunan dari luar pun menjadi lebih diminati oleh
masyarakat. Hal ini dikarenakan selain dari segi estetika, bahan bangunan seperti
tembok dan atap genteng lebih melindungi mereka dari hawa yang dingin. Walaupun
demikian, bagian dapur selalu tidak diubah meskipun ruangan lain sudah berganti
dengan bahan bangunan modern. Ruangan dapur dibiarkan tetap seperti bangunan
dahulu, dimana lantainya adalah tanah, dindingnya adalah kayu dan atapnya adalah
seng. Hal ini dikarenakan mereka masih menggunakan kayu bakar di dapur untuk
memasak dan menghangatkan diri.
Jika dilihat secara keseluruhan, dari masing-masing aspek baik itu
pendapatan, pendidikan, dan perumahan lingkungan memiliki hasil yang berbeda-
beda. Tingkat kesejahteraan rumah tangga petani jika diakumulasikan dapat dilihat
sebagai berikut:
43
Tabel 14 Jumlah dan persentase kategori tingkat kesejahteraan rumah tangga petani
Desa Ranu Pani tahun 2016
Tingkat Kesejahteraan Jumlah Persentase (%)
Rendah 0 0.0
Sedang 18 51.4
Tinggi 17 48.6
Total 35 100.0
Berdasarkan Tabel 14, tidak terdapat rumah tangga yang tergolong ke dalam kategori
rendah. Terdapat 18 atau 51,4 persen rumah tangga yang termasuk ke dalam kategori
sedang, dan sebanyak 17 atau 48,6 persen rumah tangga termasuk ke dalam kategori
tinggi. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa mayoritas rumah tangga petani di
Desa Ranu Pani memiliki tingkat kesejahteraan sedang.
Berdasarkan hasil wawancara, masyarakat merasa bahwa taman nasional tidak
berpengaruh terhadap kesejahteraan mereka. Padahal seharusnya, taman nasional
mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mampu mendapatkan
pengakuan masyarakat akan hal tersebut. Beberapa masyarakat yang hanya bekerja
seperti petani mengatakan bahwa taman nasional tidak menguntungkan ataupun
merugikan mereka. Akan tetapi memang masyarakat menganggap pihak taman
nasional kurang memerhatikan kesejahteraan mereka. Pada sisi lain, masyarakat yang
juga memiliki pekerjaan sampingan di bidang wisata ataupun menjadi relawan di
taman nasional mengatakan bahwa taman nasional sudah membantu masyarakat
dalam menjaga kelestarian hutan. Hal ini berarti tidak semua masyarakat merasa
sejahtera sejak taman nasional ditetapkan, dan taman nasional perlu penataan ulang
terkait program pemberdayaan masyarakat sekitar.
Uji Regresi Pengaruh Luas Lahan terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga
Petani
Penetapan taman nasional mempengaruhi beberapa aspek mulai dari
aksesibilitas masyarakat hingga kesejahteraan petani. Salah satu aspek yang dapat
mempengaruhi kesejahteraan adalah luas lahan pertanian. Kesejahteraan sendiri
diidentifikasi dari tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan tingkat perumahan
lingkungan. Pengaruh luas lahan diuji dengan masing-masing indikator kesejahteraan
menggunakan uji regresi linier. Adapun alpha atau nilai probabilitas yang digunakan
dalam uji tersebut adalah sebesar 5 persen atau 0,05. Hasil uji statistik dari pengaruh
luas lahan terhadap masing-masing indikator kesejahteraan rumah tangga petani
adalah sebagai berikut:
44
Tabel 15 Hasil uji statistik pengaruh luas lahan terhadap tingkat pendapatan rumah
tangga petani
Luas Lahan
Tingkat Pendapatan Rumah Tangga Petani
Signifikasi Koefisien R-squared
0.014 0.410 0.104
Berdasarkan Tabel 15 diperoleh nilai signifikasi 0,014 dimana nilai ini lebih
kecil dari nilai probabilitas sebanyak 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa luas lahan
berpengaruh signifikan terhadap tingkat pendapatan rumah tangga petani. Apabila
luas lahan pertanian semakin sempit, maka tingkat pendapatan rumah tangga akan
semakin rendah. Begitu pula sebaliknya, apabila luas lahan pertanian semakin luas,
maka tingkat pendapatan rumah tangga akan semakin tinggi. Lahan pertanian yang
luas secara otomatis akan menambah penghasilan rumah tangga petani. Saat ini luas
lahan yang dimiliki oleh rumah tangga petani jumlahnya semakin berkurang
dibandingkan beberapa tahun silam karena adanya pewarisan lahan. Diprediksi dalam
jangka panjang, luas lahan pertanian akan semakin berkurang atau hilang dan akan
berdampak pula terhadap tingkat pendapatan rumah tangga petani.
Selain dipengaruhi oleh luas lahan, tingkat pendapatan rumah tangga petani
juga dipengaruhi oleh faktor lain. Harga pasar yang tidak menentu juga
mempengaruhi tingkat pendapatan. Hal ini tentunya berada di luar jangkauan petani,
karena mereka tidak bisa mengontrol harga pasar. Apabila harga pasar untuk hasil
pertanian sedang bagus, maka penghasilan petani juga akan meningkat. Akan tetapi
saat ini masyarakat mengatakan bahwa harga pasaran sedang turun. Faktor lainnya
adalah kualitas hasil pertanian dan juga musim. Bagus atau tidaknya hasil pertanian
tergantung dari pupuk yang digunakan serta kecukupan nutrisi untuk komoditas
pertanian. Musim hujan merupakan musim yang baik untuk bertani karena petani bisa
menampung air hujan. Saat musim kemarau, lebih sulit untuk menyiram maupun
mengobati tanaman karena petani harus mengambil air dari sumber air yang letaknya
cukup jauh dari ladang.
Selain berdasarkan hasil uji statistik, masyarakat juga merasakan bahwa luas
lahan berpengaruh terhadap tingkat pendapatan. Apabila lahan pertanian yang
dimiliki lebih luas, tentunya penghasilan yang akan didapatkan juga akan lebih
banyak. Hal ini didukung dengan harga komoditas pertanian di pasaran. Mengatasi
masalah ini sebaiknya diadakan penyuluhan kepada masyarakat bagaimana sistem
bertani yang efektif dan efisien. Sistem pertanian di Desa Ranu Pani cenderung boros
unsur hara dan tidak ramah lingkungan. Menurut keterangan aparat desa dibutuhkan
45
sistem terasering untuk pertanian yang berkelanjutan. Akan tetapi untuk penanganan
hal ini belum ditindaklanjuti.
Tabel 16 Hasil uji statistik pengaruh luas lahan terhadap tingkat pendidikan rumah
tangga petani
Luas Lahan
Tingkat Pendidikan Rumah Tangga Petani
Signifikasi Koefisien R-squared
0.059 0.323 0.074
Tabel 16 menunjukkan bahwa nilai signifikasi 0.059 lebih besar dari nilai
probabilitas 0,05. Artinya luas lahan tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat
pendidikan rumah tangga petani. Hal ini disebabkan karena tingkat pendidikan rumah
tangga petani dipengaruhi oleh ketersediaan fasilitas pendidikan dan kesadaran
masyarakat itu sendiri. Masyarakat harus memiliki kesadaran terlebih dahulu tentang
pentingnya pendidikan, yang bisa didapatkan melalui penyuluhan. Meskipun
demikian berdasarkan observasi di lapangan, rumah tangga petani yang memiliki
lahan pertanian luas cenderung lebih sadar akan pendidikan dan melanjutkan sekolah
meskipun harus keluar desa. Terdapat faktor lain yang mempengaruhi tingkat
pendidikan yaitu kurangnya perhatian dari tenaga kerja pendidikan atau guru.
Masyarakat yang saat ini statusnya merupakan pelajar mengatakan bahwa kualitas
guru di sekolah mereka kurang baik. Para guru di sekolah tidak mengajar tepat waktu
bahkan terkadang tidak mengajar sama sekali. Hal ini dikarenakan mayoritas guru
berasal dari luar desa dan jarak menuju Desa Ranu Pani terlalu jauh. Akan tetapi, ada
beberapa guru dari luar desa yang menetap sementara untuk tetap melakukan aktivitas
belajar mengajar.
Hasil uji statistik ini juga sejalan dengan pernyataan masyarakat. Luas lahan
pertanian tidak dianggap berpengaruh terhadap pendidikan mereka.Meskipun lahan
yang dimiliki tergolong luas atau sempit, tetap saja tingkat pendidikan mereka semua
akan setara apabila fasilitas pendidikannya terbatas. Belum lagi jika guru yang
mengajar kurang berkualitas, tentunya masyarakat akan lebih memilih anaknya untuk
membantu di ladang. Saat ini fasilitas pendidikan tersedia hingga jenjang SMP, dan
mayoritas bersekolah karena sudah banyak relawan dari luar desa yang melakukan
sosialisasi terkait pentingnya pendidikan. Luas lahan memberikan pengaruh tetapi
tidak secara signifikan. Contohnya hanya sedikit masyarakat dengan kategori lahan
luas yang tingkat pendidikannya tergolong tinggi karena anggota keluarganya
melanjutkan sekolah di luar desa. Begitu pula dengan masyarakat dengan kategori
lahan sempit yang tingkat pendidikannya rendah karena lebih baik untuk menggarap
ladang sendiri dibandingkan memekerjakan orang lain.
46
Tabel 17 Hasil uji statistik pengaruh luas lahan terhadap tingkat perumahan dan
lingkungan rumah tangga petani
Luas Lahan
Tingkat Perumahan dan Lingkungan Rumah Tangga Petani
Signifikasi Koefisien R-squared
0.115 0.271 0.046
Tabel 17 menunjukkan bahwa nilai signifikasi 0.115 lebih besar dari nilai
probabilitas 0,05. Artinya luas lahan tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat
perumahan dan lingkungan rumah tangga petani. Hal ini terbukti dari hasil observasi
lapangan, dimana terdapat beberapa rumah tangga yang memiliki lahan pertanian
kategori luas tetapi kualitas rumahnya tetap terbilang sederhana. Tingkat perumahan
dan lingkungan justru dipengaruhi oleh lamanya rumah tersebut dibangun. Apabila
rumah telah dibangun sejak beberapa puluh tahun lalu, materialnya masih
menggunakan dinding kayu dan juga lantai semen. Akan tetapi untuk perumahan
yang baru saja dibangun sejak beberapa tahun lalu, rumah tersebut telah
menggunakan material modern seperti dinding tembok dan lantai keramik.
Berdasarkan hasil observasi, luas lahan memang tidak mempengaruhi tingkat
perumahan dan lingkungan. Faktor yang memengaruhi tingkat perumahan dan
lingkungan adalah kemauan dari masyarakat itu sendiri. Usia juga menjadi salah satu
faktor penyebabnya. Mayoritas masyarakat kelompok usia 50 tahun ke atas rumahnya
lebih sederhana dibandingkan masyarakat kelompok usia muda. Hal ini dikarenakan
rumah mereka sudah ada sejak lama dan tidak ada keinginan untuk merenovasi
rumah, kecuali ada yang harus diperbaiki. Berbeda dengan kelompok usia muda yang
baru saja membangun rumah sehingga menggunakan material yang modern.
Tabel 18 Hasil uji statistik pengaruh luas lahan terhadap tingkat kesejahteraan rumah
tangga petani
Luas Lahan
Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani
Signifikasi Koefisien R-squared
0.005 0.466 0.217
Tabel 18 menunjukkan bahwa nilai signifikasi 0.005 lebih kecil dari nilai
probabilitas 0,05. Artinya luas lahan berpengaruh signifikan terhadap tingkat
kesejahteraan rumah tangga petani. Apabila luas lahan pertanian semakin sempit,
maka tingkat kesejahteraan rumah tangga petani akan semakin rendah. Begitu pula
sebaliknya, apabila luas lahan pertanian semakin luas, maka tingkat kesejahteraan
rumah tangga petani akan semakin tinggi. Jika luas lahan semakin berkurang, maka
tingkatn kesejahteraan akan semakin rendah. Hal ini berarti agar kesejahteraan petani
47
meningkat, maka harus ada solusi untuk luas lahan yang semakin terbatas. Meskipun
demikian indikator kesejahteraan ini berbeda dengan pendapat masyarakat, karena
mereka sudah merasa hidup sejahtera dengan hidup berkecukupan.
Hasil uji statistik menujukkan bahwa terdapat satu indikator yang dipengaruhi
oleh luas lahan, yaitu tingkat pendapatan. Sementara itu luas lahan tidak
mempengaruhi tingkat pendidikan dan tingkat perumahan lingkungan. Secara
keseluruhan luas lahan terbukti mempengaruhi tingkat kesejahteraan rumah tangga
petani. Luas lahan pertanian dipengaruhi secara tidak langsung oleh penetapan taman
nasional. Akan tetapi yang lebih mempengaruhi penyempitan luas lahan adalah
pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat. Menyikapi masalah ini, tidak ada
pihak yang dapat disalahkan. Akan lebih baik jika pihak taman nasional membantu
masyarakat secara langsung dalam mengatasi masalah ini melalui musyawarah
bersama.
Sejak sebelum penetapan taman nasional hingga saat ini, jika dibandingkan
kesejahteraan rumah tangga petani mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan luas
lahan pun semakin sempit. Hubungan pengaruh antar keduanya telah diuji
menggunakan statistik dan juga berdasarkan observasi lapangan, dimana masyarakat
mengatakan taman nasional tidak meningkatkan kesejahteraan mereka. Jika hal ini
tidak segera diatasi, kesejahteraan rumah tangga petani akan semakin menurun dari
tahun ke tahun.
48
49
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijabarkan, dapat ditarik beberapa
simpulan yang menjawab tujuan dan hipotesis penelitian. Pertama, setelah ditetapkan
menjadi taman nasional, masyarakat tidak menentang adanya keputusan ini.
Meskipun masyarakat mengakui bahwa mereka lebih merasa bebas saat hutan
dikelola oleh Perhutani, masyarakat mengaku bahwa mereka dan taman nasional
memiliki tujuan yang sama yaitu untuk melestarikan lingkungan. Meskipun demikian
taman nasional belum mendapatkan pengakuan atau legitimasi secara keseluruhan
karena taman nasional belum memerhatikan aspek kesejahteraan masyarakat. Taman
nasional telah melakukan banyak upaya terkait pelestarian lingkungan, akan tetapi
dianggap kurang mampu mendampingi dan membantu masyarakat dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan taman nasional seperti
pengelolaan wisata dan menyempitnya luas lahan pertanian per rumah tangga.
Kedua, akses terhadap sumber daya alam mengalami perubahan sebelum dan
setelah taman nasional ditetapkan. Sumber daya alam yang biasa dimanfaatkan oleh
masyarakat adalah kayu bakar dan air. Selain itu juga terdapat perubahan akses
terhadap sumber daya lahan pertanian. Saat ini akses terhadap kayu bakar lebih
terbatas karena zona pemanfaatan di taman nasional di sekitar desa sangat sedikit,
berbeda dengan sebelum taman nasional ditetapkan, dimana masih banyak hutan yang
bisa dimanfaatkan secara bebas oleh masyarakat untuk mengambil kayu bakar.
Sumber air saat ini juga sudah semakin terbatas karena ketersediaannya tidak dapat
memenuhi kebutuhan seluruh rumah tangga. Begitu pula dengan lahan pertanian,
pengaruhnya lebih besar karena memang mata pencaharian utama masyarakat adalah
petani. Luas lahan pertanian rumah tangga saat ini hanya berkisar antara ¼ hingga 3
hektar, sementara sebelum penetapan taman nasional bisa mencapai lima hingga 10
hektar.
Ketiga, penetapan taman nasional secara tidak langsung mempengaruhi
kesejahteraan rumah tangga petani. Pasalnya, penetapan taman nasional membatasi
ruang lingkup Desa Ranu Pani, baik untuk lahan pemukiman maupun lahan
pertanian. Lahan pertanian rumah tangga semakin menyempit karena adanya sistem
pewarisan, ditambah penduduk yang terus bertambah membuat lahan pertanian
semakin terdistribusi. Melalui hasil uji statistik diperoleh bahwa luas lahan
berpengaruh signifikan terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga petani dengan
signifikasi sebesar 0,005. Secara keseluruhan taman nasional memberikan pengaruh
terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga petani. Kesejahteraan cenderung
menurun dari tahun ke tahun. Hasil uji statistik ini juga didukung oleh pernyataan
masyarakat yang mengatakan bahwa taman nasional belum bisa meningkatkan
kesejahteraan mereka.
50
Saran
Beberapa saran yang diajukan berdasarkan hasil penelitian diantaranya
sebagai berikut:
1. Pihak taman nasional sebaiknya lebih memerhatikan aspek kesejahteraan
masyarakatnya baik itu bagi masyarakat di desa enklaf maupun masyarakat
pada desa penyangga. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat merupakan
salah satu tugas yang harus dilaksanakan oleh pihak taman nasional.
2. Pemerintah desa juga perlu turun langsung dalam menyelesaikan masalah-
masalah yang ada, khususnya pada masalah fasilitas pelayanan masyarakat.
3. Masyarakat harus lebih inisiatif apabila memiliki masalah dan bersikap lebih
mandiri dalam menyelesaikan masalah tersebut, baik itu untuk kelestarian
lingkungan maupun peningkatan kesejahteraan.
51
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. 2015. Jumlah Penduduk Hasil
Proyeksi 2011-2015 Menurut Jenis Kelamin dan Kabupaten/Kota. [Internet].
[diunduh tanggal 4 Februari 2016]. Dapat diunduh dari:
http://jatim.bps.go.id/LinkTabelStatis/view/id/323
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Indikator Kesejahteraan Rakyat. [Internet].
[diunduh tanggal 4 Februari 2016]. Dapat diunduh dari:
http://www.bps.go.id/index.php/publikasi/1122
[CIFOR] Centre For International Forestry Research. 2010. Kebijakan Pengelolaan
Zona Khusus Dapatkah Meretas Kebuntuan dalam Menata Ruang Taman
Nasional di Indonesia. [Internet]. [diunduh tanggal 20 Januari 2016]. Dapat
diunduh dari: http://www.cifor.org/publications/pdf_files/infobrief/001-
BriefI.pdf
[Dephut, BPS] Departemen Kehutanan dan Badan Pusat Statistik. 2009. Identifikasi
Desa di Dalam dan di Sekitar Kawasan Hutan. [Internet]. [diunduh tanggal 28
September 2015]. Dapat diunduh dari: http://storage.jak-
stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/IdentifikasiDesa2009_0.pdf
[KBBI] Kamus Besar Bahasa Indonesia. Sejahtera. [Internet]. [Dikutip tanggal 4
Februari 2016]. Dapat dikutip dari : http://kbbi.web.id/sejahtera
[KLH] Kementrian Lingkungan Hidup. 2013. Keanekaragaman hayati sebagai modal
dasar pembangunan. [Internet]. [diunduh tanggal 8 Oktober 2015]. Dapat
diunduh dari: http://www.menlh.go.id/keanekaragaman-hayati-sebagai-modal-
dasar-pembangunan
[Permenhut] Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 56/Menhut-II/2006 tentang
Pedoman Zonasi Taman Nasional. [Internet]. [diunduh tanggal 10 Oktober
2015 2015]. Dapat diunduh dari: http://ekowisata.org/wp-
content/uploads/2011/11/P_56_20061.pdf
[Permendagri] Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 54 Tahun 2010 tentang Tahapan,
Tata Cara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan Daerah. [Internet]. [diunduh tanggal 4 Februari 2016]. Dapat
diunduh dari:
http://bappeda.kotabogor.go.id/images/perundangan/a21d489fb72a0be33ce076
430638bac4.pdf
[UU] Undang-undang No. 41 Tahun 2009 tentang Kehutanan. [Internet]. [diunduh
tanggal 28 September 2015]. Dapat diunduh dari:
http://prokum.esdm.go.id/uu/1999/uu-41-1999.pdf
[UU] Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya dan
Ekosistemnya. [Internet]. [diunduh tanggal 28 September 2015]. Dapat diunduh
dari: http://www.dephut.go.id/INFORMASI/UNDANG2/uu/5_90.htm
[UU] Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. [Internet]. [diunduh tanggal 28 Septembe r 2015]. Dapat
diunduh dari:
http://175.184.234.138/p3es/uploads/unduhan/UU_32_Tahun_2009_(PPLH).pd
f
52
[UU] Undang-undang Pasal 33 Ayat 3 Tahun 1945 tentang Perekonomian,
Pemanfaatan Sumber daya Alam, dan Prinsip Perekonomian Nasional.
[Internet]. [diunduh tanggal 2 Februari 2016]. Dapat diunduh dari:
http://jabar.kemenag.go.id/file/file/ProdukHukum/hdlf1354606725.pdf?t=473
[UU] Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. [Internet].
[diunduh tanggal 2 Februari 2016]. Dapat diunduh dari:
kemenag.go.id/file/dokumen/UU2299.pdf
[UU] Undang-undang No. 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga Sejahtera. [Internet]. [diunduh tanggal 2 Februari
2016]. Dapat diunduh dari: www.bpkp.go.id/uu/filedownload/2/45/435.bpkp
[UUPA] Undang-undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok
Dasar Agraria. [Internet]. [diunduh tanggal 2 Februari 2016]. Dapat diunduh
dari: http://dkn.or.id/wp-content/uploads/2013/03/Undang-Undang-RI-nomor-
5-Tahun-1960-tentang-Pokok-Pokok-Dasar-Agraria.pdf
Anwar S. 2012. Pola Tanam Tumpangsari. Surabaya(ID): Balai Besar Perbenihan dan
Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Agroekoteknologi
Dwipradyana IMM. 2014. Faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan
pertanian serta dampaknya terhadap kesejahteraan petani (studi kasus di Subak
Jadi, Kecamatan Kediri, Tabanan). [Internet]. Tesis. [diunduh tanggal 23
Februari 2016]. Dapat diunduh dari:
http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-1076-283548412tesis%20
lengkap%20mahadi.pdf
Darusman D, Didik S. 1998. Kehutanan Masyarakat. Bogor(ID): IPB Press
Effendi S, Tukiran. 2014. Metode Penelitian Survei. Jakarta(ID): LP3ES
Hidayat H, Haba J, Siburian R. 2011. Politik Ekologi Pengelolaan Taman Nasional
Era Otonomi Daerah. Jakarta(ID): LIPI Press dan Yayasan Pustaka Obor
Indonesia
Kadir WA, Awang SA, Purwanto RH, dan Poedjirahajoe E. 2012. Analisis Kondisi
Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung, Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Manusia dan Lingkungan.
[Internet]. Jurnal. [diunduh tanggal 2 November 2015]; 10(3): 1-11. Dapat
diunduh dari: http://jpe-
ces.ugm.ac.id/ojs/index.php/JML/article/download/85/63
Keli M, Sukarno A, Ruminarti W. 2012. Persepsi Pengunjung dan Masyarakat
Sekitar Pantai Sukamade terhadap Keberadaan Taman Nasional Meru Betiri.
Jurnal Kehutanan. [Internet]. Jurnal. [diunduh tanggal 2 November 2015]; -.
Dapat diunduh dari: http://www.ipm.ac.id/wp-
content/uploads/2015/03/pantai%20sukamade.pdf
Lestari S, Purwandari H. 2014. Pergeseran kepemilikan lahan pertanian secara adat
dan Implikasinya terhadap Gerakan Petani Pedesaan. Jurnal Sodality. [Internet].
53
Jurnal. [diunduh tanggal 4 Februari 2016]; 2(1): -. Dapat diunduh dari:
journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/view/9411
MacKinnon J, MacKinnon K, Child G, Thorsell J. 1993. Pengelolaan Kawasan yang
Dilindungi di Daerah Tropika. Yogyakarta(ID): Gadjah Mada University Press.
Marina I, Dharmawan AH. 2011. Analisis Konflik Sumber daya Hutan di Kawasan
Konservasi. Jurnal Sodality. [Internet]. Jurnal. [diunduh tanggal 28 September
2015]; 5(1): -. Dapat diunduh dari: http://journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/
article/viewArticle/5830
Mohd A. 2008. The Management of Bhawal National Park, Bangladesh by the Local
Community for Resource Protection and Ecotourism. Asian Social Science
Journal. [Internet]. Jurnal. [diunduh tanggal 20 Oktober 2015]; 4(7): -. Dapat
diunduh dari:
http://ccsenet.org/journal/index.php/ass/article/download/1379/1341
Nugroho B. 2014. Manfaat Sosial Ekonomi Danau Ranu Pani Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru Oleh Masyarakat Desa Ranu Pani. [Skripsi].
Bogor(ID). [dikutip tanggal 23 Februari 2016]. Dapat diunduh dari:
repository.ipb.ac.id/handle/123456789/71019
Prayogi PA. 2011. Dampak Perkembangan Pariwisata di Objek Wisata Penglipuran.
Jurnal Perhotelan dan Pariwisata. [Internet]. Jurnal. [diunduh tanggal 24
Desember 2015]; 1(1): 64-79. Dapat diunduh dari:
jurnal.triatmajaya.ac.id/index.php/PnPI
Pristiyanto D. 2005. Taman Nasional menurut Ditjen PHKA. [Internet]. [diunduh
tanggal 12 Oktober 2015]. Dapat diunduh dari:
http://www.ditjenphka.go.id/kawasan/tn.php
Ribot JC, Peluso NL. 2003. A theory of Acces. Rural Sociology. Rural Sociological
Society. [Internet]. Jurnal. [diunduh tanggal 23 Februari 2016]; 68(02): 153-
181. Dapat diunduh dari:
http://community.eldis.org/.5ad50647/Ribot%20and%20Peluso%20theory%20
of%20access.pdf.
Sitorus MTF. 2002. Lingkup Agraria dalam Menuju keadilan Agraria: 70 Tahun
Gunawan Wiradi. [Internet]. [diunduh tanggal 4 Februari 2015]. Dapat diunduh
dari: http://www.akatiga.org/index.php/catatan-
diskusi/item/download/17_d919ef488b126498c2b335d289fbc6e1
Wahyuni NI, Mamonto R. 2012. Persepsi Masyarakat Terhadap Taman Nasional dan
Sumber daya Hutan: Studi Kasus Blok Aketawaje, taman Nasional Aketajawe
Lolobata. Jurnal Ilmu Administrasi Negara. [Internet]. Jurnal. [diunduh tanggal
6 Oktober 2015]; 2(1): -. Dapat diunduh dari: http://forda-
mof.org/files/Persepsi_Masyarakat_terhadap_Taman_Nasional_dan_Sumber
daya.pdf
54
Zuber A. 2007. Pendekatan dalam Memahami Perubahan Agraria di Pedesaan.
[Internet]. [diunduh tanggal 15 Februari 2016]. Dapat diunduh dari:
http://ahmad.zuber70.googlepages.com
55
LAMPIRAN
56
57
Lampiran 1 Jadwal penelitian
Kegiatan Februari Maret April Mei Juni
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan
Proposal
Penelitian
Kolokium
Perbaikan
Proposal
Penelitian
Pengambilan
Data Lapang
Pengolahan
dan Analisis
Data
Penulisan
Draft Skripsi
Uji Petik
Sidang
Skripsi
Perbaikan
Laporan
Skripsi
58
Lampiran 2 Peta lokasi penelitian
a. Peta Desa Ranu Pani
Sumber: Nugroho 2014.
b. Peta Zonasi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
Sumber: Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru 2014
59
Lampiran 3 Kerangka Sampling
No Nama KK Usia
1 JAS 42 tahun
2 SUK 28 tahun
3 MDI 35 tahun
4 SUW 30 tahun
5 SUG 24 tahun
6 MIS 40 tahun
7 TOM 27 tahun
8 LUG 48 tahun
9 SNT 30 tahun
10 STI 60 tahun
11 BNG 28 tahun
12 SLS 40 tahun
13 EKO 35 tahun
14 YUL 20 tahun
15 MSN 36 tahun
16 SUD 36 tahun
17 IMK 60 tahun
18 SLM 26 tahun
19 YUD 54 tahun
20 BAK 60 tahun
21 SDI 24 tahun
22 WAY 31 tahun
23 KAR 53 tahun
24 SGT 60 tahun
25 UMR 40 tahun
26 BMG 55 tahun
27 JOK 38 tahun
28 ADI 32 tahun
29 MUN 59 tahun
30 PUN 27 tahun
31 GUS 27 tahun
32 MAR 40 tahun
33 TGK 34 tahun
34 BNY 32 tahun
35 RUD 25 tahun
60
Lampiran 4 Kuesioner
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN
MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
KUESIONER
Dampak Penetapan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Terhadap
Kesejahteraan Rumah Tangga Petani
Nama Lengkap : ......................................................................................
Jenis Kelamin : L / P (lingkari salah satu)
Usia : ........... tahun
Alamat : ......................................................................................
No. Telp/HP : ......................................................................................
Pendidikan Terakhir : ......................................................................................
Status Perkawinan : ......................................................................................
Pekerjaan Utama : ......................................................................................
Pekerjaan Sampingan : ......................................................................................
Jumlah Tanggungan : ........... orang
Peneliti bernama Vanya Annisaningrum, merupakan mahasiswi Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor. Saat ini sedang melakukan penelitian sebagai syarat bagi
kelulusan studi peneliti di jenjang Sarjana (S1). Peneliti berharap
Bapak/Ibu/Saudara/i menjawab kuesioner ini dengan lengkap dan jujur. Identitas
serta jawaban akan dijamin kerahasiaannya dan semata-mata hanya akan
digunakan untuk kepentingan penulisan skripsi. Terima kasih atas perhatian dan
partisipasinya dalam menjawab kuesioner ini.
IDENTITAS/KARAKTERISTIK RESPONDEN
61
I. KETERANGAN ANGGOTA RUMAHTANGGA
No.
Nama Anggota Rumah
Tangga
(2)
Hubungan
dengan Kepala
Rumah Tangga
(3)
Jenis Kelamin
1. Laki-laki
2. Perempuan
(3)
Umur
(4)
Pendidikan Anggota Rumah Tangga
Pendidikan
Saat Ini
(5)
Pendidikan
Terakhir
(6)
Lama
Sekolah
(Tahun)
(7)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Kode Kolom (5) & (6) 1.
Tidak/Belum
Sekolah
2. SD
3. SMP
4. SMA
5. D3/D4
6. S1
7. S2/S3
62
II. KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI
Pendapatan
Pertanyaan Jawaban Keterangan
Berapa pendapatan Anda per bulan dari sektor
pertanian?
Berapa pengeluaran rumah tangga per bulan?
Perumahan dan Lingkungan
Pertanyaan Jawaban Keterangan
Jenis lantai rumah Anda
[ ] Keramik
[ ] Semen/Kayu
[ ] Tanah
[ ] Lainnya, _____
Jenis atap rumah Anda
[ ] Genteng
[ ] Seng
[ ] Daun kelapa kering
[ ] Lainnya, _____
Jenis dinding rumah Anda
[ ] Tembok
[ ] Setengah tembok
[ ] Kayu
[ ] Lainnya, _____
Sumber air bersih
[ ] PAM
[ ] Air sumur
[ ] Mata air
[ ] Lainnya, _____
63
III. LUAS LAHAN PERTANIAN
No.
Sertifikat Lahan
(2)
Status Penguasaan Lahan
(3)
Luas Lahan yang Dimiliki
(4)
Ada Tidak Ada Sebelum Setelah Sebelum Setelah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Total - - -
Kode Kolom (3) 1. Tidak
memiliki
lahan
2. Pemilik
3.
Penggarap
4. Pemilik Penggarap
64
Lampiran 5 Pedoman wawancara mendalam
Pedoman Wawancara Mendalam untuk Aparat Desa dan Tokoh Masyarakat
Hari, tanggal :
Nama :
Usia :
Alamat :
No. Telp/HP :
Pertanyaan
1. Sejak kapan Anda tinggal di Desa Ranu Pani?
2. Sejak kapan Anda menjadi aparat desa/tokoh masyarakat?
3. Apakah terdapat masyarakat pendatang di Desa Ranu Pani?
4. Bagaimana sejarah dibentuknya Taman Nasional Bromo Tengger Semeru?
5. Bagaimana respon masyarakat terkait dibentuknya taman nasional?
6. Apakah Anda menyetujui pembentukan taman nasional ini? Mengapa?
7. Apakah terdapat program pemberdayaan masyarakat yang diterapkan di Desa
Ranu Pani?
8. Apa saja perubahan dan dampak yang terjadi pada masyarakat setelah adanya
taman nasional?
9. Apakah terdapat perubahan akses terhadap sumber agraria setelah adanya taman
nasional?
10. Apa saja sumber agraria yang dapat Anda akses saat ini?
11. Apa saja sanksi yang akan didapat apabila membuka lahan pertanian di dalam
kawasan taman nasional?
12. Menurut Anda, apakah taman nasional sudah maksimal dalam mensejahterakan
masyarakat di dalam dan sekitar kawasan? Jelaskan!
13. Apakah petani merupakan pekerjaan utama bagi masyarakat? Mengapa?
14. Bersediakah masyarakat menjual lahan pertaniannya kepada orang lain?
15. Menurut Anda apakah rumahtangga petani di Desa Ranu Pani sudah dapat
dikatakan sejahtera? Jika ya, dilihat dari segi apa? Jika belum, Mengapa?
65
Pedoman Wawancara Mendalam untuk Rumah Tangga Petani
Hari, tanggal :
Nama :
Usia :
Alamat :
No. Telp/HP :
Pertanyaan
1. Sejak kapan Anda tinggal di Desa Ranu Pani?
2. Apakah yang Anda ketahui tentang Taman Nasional Bromo Tengger Semeru?
3. Bagaimana pendapat Anda tentang pengelolaan Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru?
4. Apakah Anda mengetahui fungsi dari taman nasional?
5. Apakah Anda setuju dengan adanya taman nasional?
6. Apa saja sumber agraria yang dapat Anda akses saat ini?
7. Apakah terdapat aturan adat dalam memanfaatkan sumber daya alam?
8. Siapa saja tokoh yang berperan penting dalam menerapkan budaya Tengger?
9. Apakah lahan pertanian yang Anda miliki bertambah sempit/luas? Mengapa?
10. Apakah lahan pertanian yang Anda kuasai bertambah sempit/luas? Mengapa?
11. Apakah Anda memiliki sertifikat kepemilikan lahan?
12. Apakah Anda memiliki pekerjaan tambahan? Mengapa?
13. Berapa jumlah sekolah yang ada di desa ini?
14. Apakah menurut Anda pendidikan itu penting? Jelaskan!
15. Apakah Anda memiliki saran untuk pengelolaan taman nasional?
Pedoman Wawancara Mendalam untuk Pengelola Taman Nasional
Hari, tanggal :
Nama :
Usia :
Alamat :
No. Telp/HP :
Pertanyaan
1. Bagaimana sejarah taman nasional ini dibentuk?
2. Apa saja kendala yang dihadapi ketika taman nasional ditetapkan?
3. Apakah pernah terdapat konflik antara masyarakat dengan pihak taman
nasional?
4. Apa saja program pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan oleh taman
nasional, khususnya di Desa Ranu Pani? Bagaimana respon masyarakat?
66
Lampiran 6 Hasil uji statistik
Model Summary
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 ,410a ,168 ,143 ,633
a. Predictors: (Constant), Luas Lahan Sekarang
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 2,674 1 2,674 6,679 ,014b
Residual 13,212 33 ,400
Total 15,886 34
a. Dependent Variable: Tingkat Pendapatan
b. Predictors: (Constant), Luas Lahan Sekarang
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 1,310 ,267 4,898 ,000
Luas Lahan Sekarang ,352 ,136 ,410 2,584 ,014
a. Dependent Variable: Tingkat Pendapatan
Model Summary
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 ,323a ,104 ,077 ,330
a. Predictors: (Constant), Luas Lahan Sekarang
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression ,417 1 ,417 3,837 ,059b
Residual 3,583 33 ,109
Total 4,000 34
67
a. Dependent Variable: Tingkat Pendidikan
b. Predictors: (Constant), Luas Lahan Sekarang
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 1,750 ,139 12,567 ,000
Luas Lahan Sekarang ,139 ,071 ,323 1,959 ,059
a. Dependent Variable: Tingkat Pendidikan
Model Summary
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 ,271a ,074 ,046 ,585
a. Predictors: (Constant), Luas Lahan Sekarang
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression ,896 1 ,896 2,623 ,115b
Residual 11,275 33 ,342
Total 12,171 34
a. Dependent Variable: Tingkat Perumahan dan Lingkungan
b. Predictors: (Constant), Luas Lahan Sekarang
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 2,262 ,247 9,157 ,000
Luas Lahan Sekarang ,204 ,126 ,271 1,620 ,115
a. Dependent Variable: Tingkat Perumahan dan Lingkungan
68
Model Summary
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 ,466a ,217 ,193 ,455
a. Predictors: (Constant), Luas Lahan Sekarang
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 1,896 1 1,896 9,140 ,005b
Residual 6,847 33 ,207
Total 8,743 34
a. Dependent Variable: Tingkat Kesejahteraan
b. Predictors: (Constant), Luas Lahan Sekarang
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 1,952 ,192 10,143 ,000
Luas Lahan Sekarang ,296 ,098 ,466 3,023 ,005
a. Dependent Variable: Tingkat Kesejahteraan
69
Lampiran 7 Tulisan tematik
Desa Ranu Pani Saat Ini
Penduduk di Desa Ranu Pani seluruhnya berprofesi sebagai petani. Penduduk
Desa Ranu Pani merupakan Suku Tengger, yang berhubungan erat dengan pertanian.
Saat ini para penduduk di Desa Ranu Pani sudah mulai luntur adat istiadatnya. Tidak
ada lagi ritual yang dilakukan ketika bertani. Meskipun demikian, para penduduk
tetap mempertahankan mata pencaharian mereka sebagai petani dengan alasan
penghasilan yang cukup tinggi. Saat ini lahan pertanian di Desa Ranu Pani sudah
semakin terbatas, karena status Desa Ranu Pani sebagai desa enklaf. Permasalahan
yang dihadapi oleh penduduk Desa Ranu Pani diprediksi akan berdampak buruk
dalam jangka panjang. Pasalnya mereka masih belum bisa beralih profesi dari
pertanian ke non pertanian. Selain itu sistem pertanian yang digunakan tidak ramah
lingkungan. Penduduk tidak merapkan sistem terasering pada ladang yang berbukit,
sehingga saat musim hujan lumpur turun ke jalan utama dan mengendap di danau.
Selain itu komoditas kentang yang ditanam oleh para petani juga boros unsur hara.
Sebagaimana diungkapkan Bapak DNI (27 tahun), sebenarnya pertanian di Ranu
Pani itu tidak berkelanjutan. Warga tidak mau menerapkan sistem terasering dengan
alasan akan mengurangi hasil pertanian yang didapat. Padahal sebetulnya hasilnya
akan sama saja, justru kualitasnya lebih bagus karena diberi jarak. Mereka harus
diberi contoh yang berhasil dulu baru mau ikut menerapkan. Saat ini sudah ada
petak percontohan tapi memang belum terlihat progressnya. Jadi petani belum mau
menerapkan sistem terasering. Belum lagi kentang yang mereka tanam, sebenarnya
kentang itu boros unsur hara. Karena kentang butuh banyak air buat perawatannya.
Dibandingkan kubis dan daun bawang, kentang itu komoditas yang paling
menguntungkan. Harga di pasaran bisa mencapai 10.000 per kilonya. Makanya lebih
banyak petani yang tanem kentang Kalau sudah begini beberapa tahun lagi tanahnya
udah gak subur. Harusnya penanaman kentang dibatasi, tapi memang sudah sulit
karena selain cocok ditanam di ketinggian, belum ada pengganti yang hasil
penjualannya sama besar. Agak sulit merubah kebiasaan warga sini. Solusi terdekat
yang bisa dilakukan ya sistem terasering itu dulu, tapi tetap butuh kerjasama dengan
para petani.
Selain masalah lingkungan, penduduk Desa Ranu Pani juga saat ini
mengalami penyempitan lahan pertanian. Hal ini disebabkan oleh sistem pewarisan
lahan, dan terbatasnya lahan pertanian di kawasan enklaf. Menyempitnya lahan
pertanian dapat berpengaruh terhadap kesejahteraan rumah tangga petani disana.
Sebagaimana menurut TGK (34 tahun), sejak ada taman nasional luas lahan
keseluruhan sih tetap, tapi per orangnya yang berkurang. Karena lahannya
diwariskan ke anak yang sudah menikah. Kalau sudah begitu ya hasil pertaniannya
juga berkurang, mau tidak mau pendapatan juga berkurang. Tapi kalau dibilang
sejahtera ya kita sebenarnya masih cukup, cuma kita engga tau kedepannya nanti
bagaimana. Takutnya banyak yang gak punya lahan karena sudah gak ada lagi yang
bisa diwariskan ke anak cucu.
70
Lampiran 8 Dokumentasi penelitian
Gambar 6 Batas kawasan taman nasional dengan ladang
Gambar 7 Kayu bakar di pinggir ladang
Gambar 8 Sertifikat kepemilikan lahan petani
71
RIWAYAT HIDUP
Vanya Annisaningrum dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 22 Juni 1995.
Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Cahya
Budi dan Ibu Vientha Heryani. Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis
adalah SDN Tigaraksa IV periode 2000-2006, SMPN 1 Tigaraksa periode 2006,
SMPN 5 Kota Tangerang periode 2007, MTsN Tigaraksa periode 2007-2009, dan
SMAN 3 Kabupaten Tangerang periode 2009-2012. Pada tahun 2012, penulis
diterima sebagai mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Selain aktif dalam perkuliahan, penulis juga aktif mengikuti berbagai macam
kegiatan dan organisasi di dalam kampus. Penulis aktif dalam Agria Swara dan
Korean Dormitory Club (KDC) periode 2012-2013. Penulis juga aktif dalam
Komunitas Seni Budaya Masyarakat Roempoet (KSB MR) periode 2013-2014, serta
aktif dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Uni Konservasi Fauna (UKM UKF) periode
2013-2015 sebagai anggota Divisi Konservasi Reptil Amfibi (DKRA). Tidak hanya
aktif dalam keanggotaan organisasi, penulis juga pernah menjadi voluntir di beberapa
komunitas seperti IPB Mengajar di tahun 2013 dan Forum For Indonesia (FFI)
Chapter Bogor di tahun 2015.
top related