dampak pertambahan penduduk
Post on 16-Dec-2015
64 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
-
Daftar Isi | ii
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ___________________________________________ ii
BAB I PENDAHULUAN _________________________________ I.1
I.1 Latar Belakang .................................................................................. I.1
I.2 Tujuan Kajian .................................................................................. I.11
I.3 Manfaat Kajian ................................................................................ I.12
BAB II TINJAUAN AKADEMIK KAJIAN ___________________ II.1
II.1 Faktor-Faktor Pertambahan Penduduk ............................................... II.2
II.1.1 Kematian ..................................................................................... II.3
II.1.2 Kelahiran (Natalitas) .................................................................... II.4
II.1.3 Migrasi ........................................................................................ II.5
II.2 Akses Pangan .................................................................................. II.5
II.3 Kemiskinan ...................................................................................... II.9
II.3.1 Klasifikasi Kemiskinan ................................................................. II.11
II.3.2 Ciri Kehidupan Masyarakat di Bawah Garis Kemiskinan ................. II.14
II.3.3 Faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan ......................... II.16
II.4 Usaha Pengentasan Kemiskinan ...................................................... II.21
BAB III METODE PENELITIAN __________________________ III.1
III.1 Metode Analisis Data ....................................................................... III.1
III.1.1 Uji Asumsi Klasik Regresi Linier Berganda ................................. III.5
III.1.2 Uji Heteroskedasitisitas ........................................................... III.5
III.1.3 Uji Multikolinieritas .................................................................. III.6
III.1.4 Uji Autokorelasi ....................................................................... III.6
-
Daftar Isi | iii
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI SUMATERA UTARA ____ IV.1
IV.1 Demografi ....................................................................................... IV.1
IV.2 Ketersediaan Pangan di Sumatera Utara ........................................... IV.7
IV.2.1 Ketersediaan Beras Perkapita Perhari ........................................... IV.7
IV.3 Program Beras untuk keluarga miskin (Raskin) .................................. IV.9
IV.4 Produk Domestik Regional Bruto Perkapita Sumatera Utara ............ IV.12
IV.5 Persentase Penduduk yang Tidak Tamat SD .................................... IV.14
BAB V HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN __________________ V.1
V.1 Pertumbuhan Penduduk di Sumatera Utara ........................................ V.1
V.2 Akses Pangan di Sumatera Utara ....................................................... V.5
V.2.1 Akses Fisik ................................................................................... V.6
V.2.2 Akses Ekonomi ............................................................................ V.8
V.2.3 Akses Sosial ................................................................................ V.11
V.3 Analisa Dampak Pertambahan Penduduk, Akses pangan dan Usaha
Pengentasan Kemiskinan Terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Sumatera
Utara. ............................................................................................. V.14
V.3.1 Uji Kenormalan Data ................................................................... V.14
V.3.2 Analisa Regresi ........................................................................... V.15
V.3.3 Uji Hipotesis ............................................................................... V.21
V.3.4 Uji Parsial (uji t) .......................................................................... V.22
V.3.5 Uji Asumsi Klasik ......................................................................... V.25
V.4 Implementasi Kebijakan ................................................................... V.26
V.4.1 Kebijakan Kependudukan dan Kesejahteraan ................................ V.26
V.4.2 Kebijakan Pangan ....................................................................... V.28
V.4.3 Kebijakan Raskin ......................................................................... V.31
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN _______________________ VI.1
VI.1 Kesimpulan ..................................................................................... VI.1
-
Daftar Isi | iv
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
VI.2 Saran ............................................................................................. VI.2
DAFTAR PUSTAKA _____________________________________ 1
-
Pendahuluan | I.1
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Jumlah penduduk Sumatera Utara dari tahun ke tahun terus
mengalami peningkatan meskipun laju pertumbuhannya tidak terus
meningkat dari laju pertumbuhan tahun sebelumnya. Pertambahan
jumlah penduduk identik dengan pertambahan jumlah penduduk
miskin,dan kesulitan memperoleh pangan.
Variabel-variabel dalam problema kependudukan sangatlah
kompleks, meliputi penduduk itu sendiri, kemiskinan, kesempatan
kerja, permukiman, kesehatan, gizi pendidikan, kejahatan,
pencemaran lingkungan, krisis ekonomi, kelaparan, sandang, air
bersih, kebodohan, keterbelakangan, fasilitas umum, dan fasilitas
sosial. Nyaris faktor kepadatan penduduk menjadi pangkal segala
problematika kehidupan manusia itu sendiri.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik Sumatera Utara tahun
2000-2010 diperoleh laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,22 %
pertahun. Angka ini lebih kecil jika dibandingkan dengan laju
pertumbuhan penduduk tahun 1990-2000 yang sebesar 1,32 %,
Jauh dibawah dari pertumbuhan penduduk nasional yaitu 1,43
persen. Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Langkat, adalah
-
Pendahuluan | I.2
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
termasuk tiga kabupaten/kota dengan urutan teratas yang
memiliki jumlah penduduk terbanyak. Pertumbuhan penduduk
tersebut bisa berdampak luas pada sektor pembangunan dan
berbagai aspek kehidupan masyarakat termasuk pertumbuhan
ekonomi (Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2010).
Banyak ahli ekonomi yang telah mengemukakan pendapat
mereka mengenai masalah kesejahteraan masyarakat dan
menjadi perdebatan diantara mereka sendiri. Beberapa di antara
mereka ada yang mendukung teori korelasi antara penduduk dan
pembangunan, namun ada juga diantara mereka yang
mengasumsikan ini adalah sebuah pembalikan fakta terhadap
kegagalan ekonomi yang ada.
Silalahi (2011) penduduk apabila tidak ada pembatasan,
akan berkembang biak dengan cepat dan memenuhi dengan cepat
beberapa bagian dari permukaan bumi ini. Isu kependudukan telah
lama menjadi permasalahan global,Malthus berpendapat bahwa
pertambahan jumlah penduduk yang tidak terkendali merupakan
ancaman besar bagi negara. Dalam karyanya Essay on the
principle of population (esai tentang prinsip-prinsip populasi),
Malthus mengatakan bahwa jumlah penduduk meningkat tidak
terkendali mengikuti barisan ukur (1, 2, 4, 8, dan seterusnya)
sedangkan produksi pangan bertambah menurut barisan hitung (1,
2, 3, 4, dan seterusnya) sehingga diprediksi manusia akan
-
Pendahuluan | I.3
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
mengalami kekurangan pangan tidak mampu mencukupi ledakan
penduduk.
Prediksi akan terjadinya krisis pangan tidak hanya di
Indonesia tetapi di seantero dunia, harus dapat disikapi
tidak hanya oleh pemerintah pusat saja, akan tetapi lebih
kepada pemerintah tingkat provinsi dan kabupaten/kota di
seluruh Indonesia. Dalam hal ini justru sebenarnya
pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota
seharusnya dari sejak dini sudah mengambil langkah-
langkah kebijakan untuk mengantisipasi krisis pangan
tersebut. Berdasarkan berita waspada 14 Agustus 2010,
Sumatera Utara merupakan salah satu daerah yang masuk dalam
kategori kerawanan pangan. Sebab masih banyak masyarakat
Sumut yang mengkonsumsi beras cukup tinggi.
Ketidakseimbangan pertambahan penduduk dengan
pertambahan produksi pangan ini sangat mempengaruhi keadaan
lingkungan hidup, dimana lingkungan hidup diperas dan dikuras
untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pertumbuhan penduduk yang
cepat dan jumlah yang makin besar akan menggerus sumber yang
tersedia. Jumlah penduduk yang terus meningkat menuntut
ketersediaan sumber daya secara memadai dan berkelanjutan. Bila
sumber daya tak mencukupi untuk dikonsumsi, hal itu akan
-
Pendahuluan | I.4
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
melahirkan kelangkaan yang mengarah pada perebutan sumber
daya di antara penduduk yang dapat memicu konflik.
Ancaman paling nyata adalah meningkatnya kemiskinan,
terutama bila laju pertumbuhan penduduk tidak dibarengi
kemampuan menyediakan kebutuhan dasar: pangan, sandang,
papan. Logika pemikiran ini sangat dipengaruhi mazhab Malthusian
yang berhipotesis bahwa pertumbuhan penduduk bergerak secara
eksponensial (cepat), sementara sumber daya pendukung,
terutama pasokan kebutuhan dasar,bergerak secara aritmetikal
(lambat).
Hipotesis lanjutan Malthus dapat diringkas dalam rumusan
berikut: pertumbuhan penduduk berkorelasi positif dengan
pendapatan per kapita. Namun, pertumbuhan penduduk pada
akhirnya akan menurunkan pendapatan sehingga tidak semua
orang memperoleh bagian kekayaan secara merata.Selain itu,
penduduk yang berjumlah besar niscaya mengonsumsi sumber
daya yang besar pula,padahal daya dukung sumber daya terbatas
sehingga penduduk akan terjebak pada perangkap kemiskinan.
Pertumbuhan penduduk yang tak terkendali merupakan pangkal
utama kemiskinan.
Prediksi Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO)
menyebutkan, pada tahun 2015 dunia akan semakin berkecukupan
dalam memenuhi kebutuhan pangannya. Diramalkan, pertumbuhan
-
Pendahuluan | I.5
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
penduduk mencapai 1,3 persen, sementara pertumbuhan produksi
pangan 3,5 persen. Namun, ironisnya prediksi FAO juga
menyatakan pada tahun 2015 kelaparan akan menimpa sekitar
500 juta penduduk dunia karena produksi dikuasai oleh negara-
negara maju, sementara negara-negara berkembang termasuk
Indonesia, menjadi konsumennya. Permasalahan ketahanan
pangan dan kemiskinan yang masih melilit adalah dua masalah
krusial yang dihadapi bangsa ini dan jika dikaji lebih jauh, kedua
masalah tersebut memiliki keterkaitan yang secara simultan harus
diatasi (Lesmana, 2007)
Kemiskinan sering dipahami sebagai keadaan kekurangan
uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Kemiskinan
dapat diartikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi
berbagai kebutuhan seperti pangan, perumahan, pakaian,
pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Kemiskinan adalah suatu
kondisi yang dialami seseorang atau kelompok orang yang tidak
mampu menyelenggarakan hidupnya sampai suatu taraf yang
dianggap manusiawi (Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2002).
Kemiskinan sering menjadi topik yang dibahas dan
diperdebatkan dalam berbagai forum baik nasional maupun
internasional, walaupun kemiskinan itu sendiri telah muncul
ratusan tahun yang lalu. Kemiskinan merupakan suatu keadaan
yang sering dihubungkan dengan kebutuhan, kesulitan dan
-
Pendahuluan | I.6
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
kekurangan dalam berbagai keadaan hidup. Perkembangan kondisi
kemiskinan di suatu negara secara ekonomis merupakan salah satu
indikator untuk melihat perkembangan tingkat kesejahteraan
masyarakat. Oleh karenanya, dengan semakin menurunnya tingkat
kemiskinan yang ada maka dapat disimpulkan meningkatnya
kesejahteraan masyarakat di suatu negara (Hudayana, 2009).
Permasalahan kemiskinan merupakan salah satu persoalan
mendasar yang terus dihadapi di sejumlah daerah di Indonesia,
tidak terkecuali Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan berita resmi
statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara
jumlah dan persentase penduduk miskin di Sumatera Utara pada
periode 1999-2011 berfluktuasi dari tahun ke tahun.Untuk lebih
jelas mengenai jumlah dan presentase penduduk di Sumatera
Utara tahun 1999-2011, dapat dilihat dalam Tabel 1 di bawah ini
-
Pendahuluan | I.7
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
Tabel 1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Utara
Tahun 1999 2011
BULAN Tahun Jumlah Persentase (Ribu jiwa) %
Februari 1999 1972,7 16,78 Februari 2002 1883,9 15,84 Februari 2003 1889,4 15.89 Maret 2004 1800,1 14,93 Juli 2005 1840,2 14,68 Mei 2006 1979,7 15,66 Maret 2007 1768,4 13,90 Maret 2008 1613,8 12,55 Maret 2009 1499,7 11,51 Maret 2010 1490,9 11,31 Maret 2011 1481,3 11,33 September 2011 1421,4 10.38
Sumber : Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Dari tabel di atas dapat kita lihat jumlah dan presentase
penduduk miskin di Sumatera Utara terus mengalami penurunan
hingga tahun 2005, akan tetapi pada bulan Mei 2006 jumlah dan
persentase penduduk miskin kembali naik dan mencapai 1979,7
ribu jiwa (15,66%). Jumlah ini kembali turun pada bulan Maret
2007, dan terus menurun dari tahun ke tahun hingga pada
September 2011 persentase penduduk miskin menjadi 10,38 %.
Angka ini sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk Sumatera
Utara yang juga menurun dan berbanding terbalik dengan jumlah
-
Pendahuluan | I.8
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
penduduk Sumatera Utara yang terus bertambah dan sulitnya
masyarakat memperoleh bahan makan.
Menurut Anderson and Roumasset (1996) dalam Lesmana
(2007),Karena kemiskinan, sebagian besar pendapatan yang
diperoleh oleh penduduk miskin di negara-negara berkembang
dialokasikan untuk makanan. Konsumen di negara-negara miskin
selalu dalam resiko akan kelaparan dan kerapuhan terhadap
guncanan-guncangan harga yang berujung terhadap kelangkaan
pangan. Untuk mengantisipasi masalah tersebut, sejumlah negara
miskin mengambil langkah aksi publik (public action) untuk
meningkatkan ketahanan pangannya. Umumnya tipikal pendekatan
yang diambil bertujuan mengurangi jumlah populasi yang
mengalami kelaparan dengan meningkatkan pendapatan kaum
miskin dan secara simultan mengelola ekonomi pangan dalam
rangka meminimalkan guncangan-guncangan yang akan memicu
kelangkaan pangan.
Terdapat beberapa indikator yang digunakan untuk
mengukur kesejahteraan, diantaranya adalah menggunakan
indikator kebutuhan dasar, yaitu pemenuhan pangan dan
perumahan. Istilah yang biasa digunakan untuk menggambarkan
pemenuhan kebutuhan pangan adalah ketahanan pangan
Pada dasarnya, kemiskinan adalah masalah yang berdimensi
ganda (multi dimensional). Hal ini berarti bahwa kemiskinan
-
Pendahuluan | I.9
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
semestinya dikonseptualisasikan untuk mengindikasikan lebih dari
sekedar taraf hidup yang rendah seperti yang sering diukur dengan
tingkat pendapatan atau pengeluaran yang tidak memadai secara
normatif. Konsep kemiskinan juga harus merujuk pada rendahnya
kualitas dari komponen-komponen sumber daya pembangunan
manusia (human developmentresources), seperti kekurangan gizi,
status kesehatan yang buruk dan tingkat pendidikan yang kurang
memadai. Selain itu. dimensi penting lainnya dari kemiskinan juga
sering dikaitkan dengan insiden kerawanan pangan
(food insecurity). Walaupun mempunyai beberapa pengertian,
istilah "ketahanan pangan" atau food security di sini didefinisikan
sebagai akses dari semua penduduk di suatu negara atau wilayah
untuk memenuhi konsumsi kebutuhan dasar makanan yang cukup,
yang dibutuhkan untuk bisa hidup secara layak (aktif dan sehat).
Akses pangan didefinisikan sebagai kemampuan rumah
tangga untuk secara periodik memenuhi sejumlah pangan yang
cukup melalui kombinasi cadangan pangan mereka sendiri dan
hasil dari rumah/pekarangan sendiri, pembelian, barter,
pemberian, pinjaman dan bantuan pangan
(Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara, 2010).
Rasio konsumsi normatif terhadap ketersediaan bersih
pangan pokok , daya beli pangan (ukuran kemampuan masyarakat
rata-rata penduduk dalam membeli pangan), persentase penduduk
-
Pendahuluan | I.10
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
yang tidak tamat sekolah dasar (SD) merupakan indikator yang
dipakai dalam mengukur akses pangan (BKP Sumatera Utara,
2010).
Kondisi kemiskinan di Sumatera Utara terus mengalami trend
penururnan yang cukup besar. Meskipun demikian, tantangan ke
depan untuk mencapau target yang ditentukan juga masih cukup
besar. Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan agenda
nasional. Kebijakan itu meliputi penyediaan lapangan kerja untuk
penduduk yang menghendakinya, memberikan kesempatan
pendidikan, meningkatkan kesehatan serta usaha-usaha
menambah kesejahteraan penduduk lainnya. Berbagai ikhtiar
penanggulangan kemiskinan di wilayah kabupaten/kota memiliki
tekanan dan tingkatan masalah yang beragam.
Upaya penanggulangan kemiskinan tidak dapat dilakukan
hanya dengan menggunakan pendekatan sektoral semata, akan
tetapi harus menggunakan pendekatan yang lebih terpadu,
sistemik, dan menyentuh pada akar permasalahan kemiskinan.
Belajar dari pengalaman penanggulangan kemiskinan yang
dilakukan selama ini, permasalahan utama dalam penanggulangan
kemiskinan adalah belum optimalnya koordinasi antar sektor dan
pemangku kepentingan lainnya dalam implementasi kebijakan dan
program penanggulangan kemiskinan.
-
Pendahuluan | I.11
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
Koordinasi kebijakan dan program penanggulangan
kemiskinan merupakan hal penting yang harus dilakukan dalam
upaya penanggulangan kemiskinan. Koordinasi kebijakan adalah
langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah dan pemangku
kepentingan untuk menyelaraskan setiap keputusan yang berkaitan
dengan penanggulangan kemiskinan, sehingga dalam pelaksanaan
program, tidak mengalami benturan atau inkonsitensi antara satu
kebijakan dengan kebijakan lainnya. Diperlukan suatu disain
kebijakan pangan yang koheren yang akan menggandeng strategi
ketahanan pangan dengan strategi pertumbuhan yang pada
gilirannya akan menjangkau kaum miskin. Pertambabahan
penduduk, akses pangan dan kemiskinan, ketiga indikator
tersebut berkaitan erat dengan kemiskinan hal tersebut yang
menjadi dasar ketertarikan penulis mengadakan penelitian dengan
objek pertmbabahan penduduk,akses pangan dan kemiskinan
serta kebijakan dalam menangani masalah kemiskinan.
I.2 Tujuan Kajian
1. Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan penduduk di
Sumatera Utara
2. Untuk mengetahui dampak pertambahan penduduk, akses
pangan, pengentasan kemiskinan terhadap jumlah penduduk
miskin di Sumatera Utara
-
Pendahuluan | I.12
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
I.3 Manfaat Kajian
1. Tersedianya Data Dan Informasi Tentang tingkat
pertumbuhan penduduk di Sumatera Utara
2. Teranalisisnya dampak pertambahan penduduk, akses
pangan, pengentasan kemiskinan terhadap jumlah penduduk
miskin di Sumatera Utara
-
Tinjauan Akademik Kajian | II.1
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN AKADEMIK KAJIAN
Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah
geografis Indonesia selama enam bulan atau lebih dan atau
mereka yang berdomisili kurang dari enam bulan tetapi bertujuan
menetap. Pertumbuhan penduduk diakibatkan oleh tiga komponen
yaitu: fertilitas, mortalitas dan migrasi (Chairany, 2010)
Pertambahan penduduk merupakan perubahan populasi
sewaktu-waktu, dan dapat dihitung sebagai perubahan dalam
jumlah individu dalam sebuah populasi menggunakan "per waktu
unit" untuk pengukuran. Sebutan pertumbuhan penduduk merujuk
pada semua spesies, tapi selalu mengarah pada manusia, dan
sering digunakan secara informal untuk sebutan demografi nilai
pertumbuhan penduduk, dan digunakan untuk merujuk pada
pertumbuhan penduduk dunia (Fadhli, 2010).
Pertumbuhan penduduk merupakan salah satu faktor yang
penting dalam masalah sosial ekonomi umumnya dan masalah
penduduk pada khususnya. Karena di samping berpengaruh
terhadap jumlah dan komposisi penduduk juga akan berpengaruh
terhadap kondisi sosial ekonomi suatu daerah atau negara maupun
dunia (Sasya, 2012).
-
Tinjauan Akademik Kajian | II.2
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
Menurut Badan Pusat Statistik Indonesia (2012) tingkat
pertumbuhan penduduk sangat berguna untuk memprediksi jumlah
penduduk di suatu wilayah atau negara dimasa yang akan datang.
Dengan diketahuinya jumlah penduduk yang akan datang,
diketahui pula kebutuhan dasar penduduk ini, tidak hanya di
bidang sosial dan ekonomi tetapi juga di bidang politik misalnya
mengenai jumlah pemilih untuk pemilu yang akan datang. Tetapi
prediksi jumlah penduduk dengan cara seperti ini belum dapat
menunjukkan karakteristik penduduk dimasa yang akan datang.
Untuk itu diperlukan proyeksi penduduk menurut umur dan jenis
kelamin yang membutuhkan data yang lebih rinci yakni mengenai
tren fertilitas, mortalitas dan migrasi.
II.1 Faktor-Faktor Pertambahan Penduduk
Pertambahan penduduk pada dasarnya dipengaruhi oleh
faktor faktor demografi sebagai berikut :
1. Kematian (Mortalitas)
2. Kelahiran (Natalitas)
3. Migrasi (Mobilitas)
Kelahiran dan kematian dinamakan faktor alami, sedangkan
perpindahan penduduk dinamakan faktor non alami.
-
Tinjauan Akademik Kajian | II.3
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
II.1.1 Kematian
Kematian adalah hilangnya tanda-tanda kehidupan manusia
secara permanen. Kematian bersifat mengurangi jumlah penduduk
dan untuk menghitung besarnya angka kematian caranya hampir
sama dengan perhitungan angka kelahiran. Banyaknya kematian
sangat dipengaruhi oleh faktor pendukung kematian (pro
mortalitas) dan faktor penghambat kematian (anti mortalitas).
a.) Faktor pendukung kematian (pro mortalitas)
Faktor ini mengakibatkan jumlah kematian semakin besar. Yang
termasuk faktor ini adalah:
- Sarana kesehatan yang kurang memadai.
- Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan
- Terjadinya berbagai bencana alam
- Terjadinya peperangan
- Terjadinya kecelakaan lalu lintas dan industri
- Tindakan bunuh diri dan pembunuhan.
b.) Faktor penghambat kematian (anti mortalitas)
Faktor ini dapat mengakibatkan tingkat kematian rendah. Yang
termasuk faktor ini adalah:
- Lingkungan hidup sehat.
- Fasilitas kesehatan tersedia dengan lengkap.
- Ajaran agama melarang bunuh diri dan membunuh orang lain.
-
Tinjauan Akademik Kajian | II.4
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
- Tingkat kesehatan masyarakat tinggi.
- Semakin tinggi tingkat pendidikan penduduk.
II.1.2 Kelahiran (Natalitas)
Kelahiran bersifat menambah jumlah penduduk. Ada
beberapa faktor yang menghambat kelahiran (anti natalitas) dan
yang mendukung kelahiran (pro natalitas). Faktor-faktor
penunjang kelahiran (pro natalitas) antara lain: Kawin pada usia
muda, karena ada anggapan bila terlambat kawin keluarga akan
malu, anak dianggap sebagai sumber tenaga keluarga untuk
membantu orang tua, anggapan bahwa banyak anak banyak
rejeki,anak menjadi kebanggaan bagi orang tua,anggapan bahwa
penerus keturunan adalah anak laki-laki, sehingga bila belum ada
anak laki-laki, orang akan ingin mempunyai anak lagi.
Faktor pro natalitas mengakibatkan pertambahan jumlah
penduduk menjadi besar. Faktor-faktor penghambat kelahiran (anti
natalitas), antara lain: adanya program keluarga berencana yang
mengupayakan pembatasan jumlah anak, adanya ketentuan batas
usia menikah, untuk wanita minimal berusia 16 tahun dan bagi
laki-laki minimal berusia 19 tahun, anggapan anak menjadi beban
keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, adanya
pembatasan tunjangan anak untuk pegawai negeri yaitu tunjangan
-
Tinjauan Akademik Kajian | II.5
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
anak diberikan hanya sampai anak kedua, penundaaan kawin
sampai selesai pendidikan akan memperoleh pekerjaan.
II.1.3 Migrasi
Migrasi penduduk adalah perpindahan penduduk dari tempat
yang satu ke tempat lain. Dalam mobilitas penduduk terdapat
migrasi internasional yang merupakan perpindahan penduduk yang
melewati batas suatu negara ke negara lain dan juga migrasi
internal yang merupakan perpindahan penduduk yang berkutat
pada sekitar wilayah satu negara saja.
Faktor-faktor terjadinya migrasi, yaitu :
1. Persediaan sumber daya alam
2. Lingkungan social budaya
3. Potensi ekonomi
4. Alat masa depan (Sasya,2012)
II.2 Akses Pangan
Akses pangan tingkat rumahtangga adalah kemampuan
suatu rumahtangga untuk memperoleh pangan yang cukup secara
terus-menerus melalui berbagai cara, seperti produksi pangan
rumahtangga, persediaan pangan rumahtangga, jual-beli, tukar-
menukar/barter, pinjam-meminjam, dan pemberian atau bantuan
pangan. Keluarga dapat mengakses pangan melalui beberapa cara
-
Tinjauan Akademik Kajian | II.6
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
seperti produksi rumahtangga (hasil panen, hasil beternak atau
hasil budidaya perikanan); berburu, mencari ikan atau
mengumpulkan pangan yang hidup liar; mendapatkan
bantuan/pemberian pangan melalui jaringan sosial; bantuan dari
pemerintah, distribusi-distribusi NGO atau food for work projects
(pangan hasil/imbalan pekerjaan); serta barter/tukar-menukar
atau membeli dari pasar (World Food
Programme 2005).
Akses pangan merupakan salah satu aspek dari empat aspek
ketahanan pangan,selain Kecukupan (sufficiency), keterjaminan
(security), dan waktu (time) (Baliwati, 2004).
Berdasarkan World Food Programme (2005), Akses pangan
rumah tangga dibagi menjadi tiga dimensi,yaitu dimensi akses
fisik, akses ekonomi, dan akses sosial.
Akses fisik dapat diamati berdasarkan jarak pasar terdekat
dalam suatu wilayah dan ketersediaan pangan di warung
sekitar pemukiman penduduk wilayah tersebut. Pasar
merupakan salah satu sarana dan prasarana yang tersedia di
suatu wilayah untuk menunjang kebutuhan akan pangan
setiap individu dalam wilayah tersebut. Salah satu tujuan
pasar adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dengan memungkinkan akses masyarakat terhadap pangan
untuk pemenuhan kebutuhan pangannya meningkat.
-
Tinjauan Akademik Kajian | II.7
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
Akses ekonomi dapat dilihat dari tingkat kemiskinan
berdasarkan data pengeluaran total (pengaluaran pangan
dan non pangan) keluarga per kapita perbulan dengan
menggunakan acuan dari data garis kemiskinan Badan Pusat
Statistik ( BPS ).
Akses sosial dapat diamati dari tingkat pendidikan,
perhatian,dorongan/dukungan maupun bantuan sosial baik
berupa pinjaman ataupun pemberian pangan/uang dari
sanak keluarga, tetangga, maupun teman.
Salah satu parameter atau indikator untuk mengukur/melihat
daya beli masyarakat adalah pendapatan penduduk. Karena data
pendapatan tidak tersedia maka sebagai alternatif, maka
digunakan data Product Domestic Regional Bruto (PDRB) per tahun
atas dasar harga berlaku. Dalam penentuan batasan ranges untuk
PDRB diasumsikan pendapatan minimum penduduk adalah 1 $ per
hari. Penetapan nilai minimum tersebut didasarkan pada standar
pendapatan minimum yang ditetapkan FAO sebesar 2 $ per hari,
namun karena nilai tersebut relatif tinggi jika diterapkan untuk
tingkat pendapatan rata-rata penduduk Indonesia maka diturunkan
menjadi 1 $ per hari. Karena mengacu pada standar FAO maka
nilai rupiah PDRB dikonversi ke dalam bentuk dollar ($), dalam hal
ini diasumsikan nilai 1 dollar saat ini adalah Rp 9500,-. Semakin
tinggi tingkat pendapatan penduduknya, maka semakin baik
-
Tinjauan Akademik Kajian | II.8
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
kondisi akses pangannya. Jika tingkat pendapatan penduduk lebih
kecil dari 1095 $ per tahun, maka akses pangannya termasuk
dalam kategori rendah (Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara,
2011).
Indikator aksesibilitas (keterjangkauan) dalam pengukuran
kecukupan pangan di tingkat rumah tangga dilihat dari kemudahan
rumahtangga memperoleh pangan, yang diukur dari indikator
pemilikan lahan pertanian, dan cara rumah tangga untuk
memperoleh pangan. Akses yang diukur berdasarkan pemilikan
lahan dapat dikelompokkan dalam 2 (dua) kategori:
Akses langsung (direct access), jika rumah tangga memiliki
lahan usaha pertanian
Akses tidak langsung (indirect access) jika rumah tangga
tidak memiliki lahan usaha pertanian.
Hasil pengukuran indikator aksesibilitas ini digabungkan
dengan indikator stabilitas ketersedian pangan, untuk menduga
indikator kontinuitas ketersediaan pangan. Indikator kontinuitas
ketersediaan pangan ini menunjukkan suatu rumah tangga
apakah:
Mempunyai persediaan pangan kontinu
Mempunyai persediaan pangan kurang kontinu
Mempunyai persediaan pangan tidak kontinu.
-
Tinjauan Akademik Kajian | II.9
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
Tabel 2.1 Indikator Kontinuitas Ketersediaan Pangan Di Tingkat
Rumah Tangga
Akses Terhadap
Pangan Stabilitas Ketersediaan Pangan Rumah Tangga
Stabil Kurang Stabil Tidak Stabil
Akses Langsung Kontinu Kurang Kontinu Tidakkontinu
Akses Tidak
Langsung Kurang Kontinu Tidak Kontinu Tidak Kontinu
Sumber: Puslit Kependudukan LIPI, 2012.
II.3 Kemiskinan
Menurut Suparlan (1984) kemiskinan merupakan sebagai
suatu standar tingkat hidup yang rendah yaitu adanya tingkat
kekurangan materi pada sejumlah atau golongan orang
dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku
dalam masyarakat yang bersangkutan. Standar kehidupan yang
rendah ini secara langsung tampak pengaruhnya terhadap tingkat
keadaan kesehatan kehidupan moral, dan rasa harga diri dari
mereka yang terolong sebagai orang miskin.
Menurut Saldanha (1998) persoalan kemiskinan mengandung
enam masalah pokok, yaitu :
1. Masalah kemiskinan adalah kerentanan. Pembangunan
infrastruktur ekonomi dan pertanian dapat saja meningkatkan
-
Tinjauan Akademik Kajian | II.10
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
pendapatan petani dalam jumlah besar yang memadai, akan
tetapi kekeringan musim dua tahun berturut- turut akan dapat
menurunkan tingkat hidupnya sampai titik yang terendah.
2. Kemiskinan berarti tertutupnya akses kepada berbagai peluang
kerja karena hubungan produksi di dalam masyarakat tidak
memberi peluang bagi mereka untuk berpartisipasi dalam
proses produksi, atau mereka terperangkap dalam hubungan
produksi yang eksploitatif yang menuntut kerja keras dalam jam
kerja panjang dengan imbalan rendah. Hal ini disebabkan oleh
posisi tawar menawar mereka dalam struktur hubungan
produksi amat lemah. Kemiskinan dengan demikian juga berarti
hubungan dependensi kepada pemilik tanah, pimpinan proyek,
elit desa dan sebagainya.
3. Kemiskinan adalah masalah ketidakpercayaan, perasaan
impotensi emosional dan sosial menghadapi elit desa dan para
birokrat yang menentukan keputusan menyangkut dirinya tanpa
memberi ksempatan untuk mengaktualisasikan diri,
ketidakberdayaan menghadapi penyakit dan kematian,
kekumuhan dan kekotoran.
4. Kemiskinan juga berarti menghabiskan semua atau sebagian
terbesar penghasilannya untuk konsumsi, gizi mereka amat
rendah yang mengakibatkan produktivitas mereka rendah.
-
Tinjauan Akademik Kajian | II.11
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
5. Kemiskinan juga ditandai oleh tingginya rasio ketergantungan,
karena besarnya keluarga dan beberapa diantaranya masih
balita. Hal ini akan berpengaruh peda rendahnya konsumsi yang
akan mengganggu tingkat kecerdasan mereka sehingga di
dalam kompetisi merebut peluang dan sumber dalam
masyarakat, anak-anak kaum miskin akan berada pada pihak
yang lemah.
6. Kemiskinan juga terefleksikan dalam budaya kemiskinan yang
diwariskan dari satu generasi ke generasi lainnya.
II.3.1 Klasifikasi Kemiskinan
Menurut Sumodiningrat (1999) klasifikasi kemiskinan ada
lima kelas, yaitu :
1. Kemiskinan Absolut
Kemiskinan absolut selain dilihat dari pemenuhan kebutuhan
dasar minimum yang memungkinkan seseorang dapat hidup layak,
juga ditentukan oleh tingkat pendapatan untuk memenuhi
kebutuhan. Dengan demikian, tingkat pendapatan minimum
merupakan pembatas antara keadaan yang disebut miskin atau
sering disebut dengan istilah garis kemiskinan. Seseorang
termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya
berada dibawah garis kemiskinan,tidak cukup untuk memenuhi
-
Tinjauan Akademik Kajian | II.12
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
kebutuhan hidup minimum, seperti pangan,sandang, kesehatan,
papan dan pendidikan.
Kemiskinan absolut merupakan kemiskinan yang tidak
mengacu atau tidak didasarkan pada garis kemiskinan. Kemiskinan
absolut adalah derajat dari kemiskinan dibawah, dimana
kebutuhan-kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak dapat
terpenuhi (Tambunan, 2006).
2. Kemiskinan Relatif
Sekelompok orang dalam masyarakat dikatakan mengalami
kemiskinan relatif apabila pendapatannya lebih rendah
dibandingkan kelompok lain tanpa memperhatikan apakah mereka
masuk dalam kategori miskin absolut atau tidak.
Penekanan dalam kemiskinan relatif adalah adanya
ketimpangan pendapatan dalam masyarakat antara yang kaya dan
yang miskin atau dikenal dengan istilah ketimpangan distribusi
pendapatan. Kemiskinan relatif untuk menunjukkan ketimpangan
pendapatan berguna untuk mengukur ketimpangan pada suatu
wilayah. Kemiskinan relatif juga dapat digunakan untuk mengukur
ketimpangan antar wilayah yang dilakukan pada suatu wilayah
tertentu. Pengukuran relatif diukur berdasarkan tingkat
pendapatan, ketimpangan sumberdaya alam serta sumberdaya
manusia berupa kualitas pendidikan, kesehatan, dan perumahan.
-
Tinjauan Akademik Kajian | II.13
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
3. Kemiskinan Struktural
Kemiskinan struktural mengacu pada sikap seseorang atau
masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya yang tidak mau
berusaha untuk memperbaiki tingkat kehidupan meskipun ada
usaha dari pihak luar untuk membantunya.Alfian (1980)
mendefinisikan kemiskinan struktural sebagai kemiskinan yang
diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur sosial
masyarakat tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber
pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Kemiskinan
struktural meliputi kekurangan fasilitas pemukiman sehat,
kekurangan pendidikan, kekurangan komunikasi dengan dunia
sekitarnya. Kemiskinan struktural juga dapat diukur dari kurangnya
perlindungan dari hokum dan pemerintah sebagai birokrasi atau
peraturan resmi yang mencegah seseorang memanfaatkan
kesempatan yang ada.
4. Kemiskinan Kronis
a.Kemiskinan kronis disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kondisi
sosial budaya yang mendorong sikap dan kebiasaan hidup
masyarakat yang tidak produktif.
b.Keterbatasan sumberdaya dan keterisolasian (daerah-daerah
yang kritis akan sumberdaya alam dan daerah terpencil).
-
Tinjauan Akademik Kajian | II.14
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
c.Rendahnya derajat pendidikan dan perawatan kesehatan,
terbatasnya lapangan kerja dan ketidakberdayaan masyarakat
dalam mengikuti ekonomi pasar.
5. Kemiskinan Sementara
Kemiskinan sementara terjadi akibat adanya: 1) perubahan
siklus ekonomi dari kondisi normal menjadi krisis ekonomi, 2)
perubahan yang bersifat musiman, dan 3) bencana alam atau
dampak dari suatu yang menyebabkan menurunnya tingkat
kesejahteraan suatu masyarakat.
II.3.2 Ciri Kehidupan Masyarakat di Bawah Garis Kemiskinan
Menurut Hartomo dan Aziz (1997) mereka yang hidup
dibawah garis kemiskinan memiliki beberapa ciri, yaitu :
1. Mereka umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri, seperti
tanah yang cukup, modal maupun keterampilan. Faktor
produksi yang dimiliki sendiri sedikit sekali sehingga
kemampuan memperoleh pendapatan menjadi sangat terbatas.
2. Mereka tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset
produksi dengan kekuatan sendiri. Pendapatan tidak cukup
untuk memperoleh tanah garapan maupun modal usaha,
sedangkan syarat tidak terpenuhi untuk memperoleh kredit
perbankan seperti adanya jaminan kredit dan lain-lain,
-
Tinjauan Akademik Kajian | II.15
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
sehingga mereka yang perlu kredit terpaksa berpaling kepada
lintah darat yang biasanya meminta syarat yang berat dan
memungut biaya yang tinggi.
3. Tingkat pendidikan mereka yang rendah, tidak sampai tamat
sekolah dasar. Waktu mereka habis tersisa untuk mencari
nafkah sehingga tidak tersisa lagi untuk belajar. Anak-anak
mereka tidak dapat menyelesaikan sekolah, karena harus
membantu orang tua mencari tambahan penghasilan atau
menjaga adik-adik di rumah, sehingga secara turun-temurun
mereka terjerat dalam keterbelakangan garis kemiskinan.
4. Kebanyakan mereka tinggal di perdesaan. Banyak diantara
mereka tidak memiliki tanah, walaupun ada kecil sekali.
Umumnya mereka menjadi buruh tani atau pekerja kasar di
luar petani, karena pertanian bekerja dengan musiman maka
kesinambungan kerja kurang terjamin. Banyak diantara mereka
kemudian bekerja sebagai pekerja bebas, berusaha apa saja.
Dalam keadaan penawaran tenaga kerja yang besar maka
tingkat upah menjadi rendah sehingga mengurung mereka
dibawah garis kemiskinan, di dorong dengan kesulitan hidup di
desa maka banyak diantara mereka mencoba berusaha di kota.
5. Kebanyakan diantara mereka yang hidup di kota masih berusia
muda dan tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan,
sedangkan kota dibanyak negara sedang berkembang tidak
-
Tinjauan Akademik Kajian | II.16
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
siap menampung gerak urbanisasi penduduk desa. Apabila di
negara-negara maju pertumbuhan industri menyertai
urbanisasi dan pertumbuhan kota sebagai penarik bagi
masyarakat desa untuk bekerja di kota, maka urbanisasi di
negara berkembang tidak disertai proses penyerapan tenaga
dalam perkembangan industri. Bahkan, sebaliknya
perkembangan teknologi di kota justru menarik pekerjaan lebih
banyak tenaga kerja, sehingga penduduk miskin yang pindah
ke kota dalam kantong-kantong kemelaratan.
Menurut Sumedi dan Supadi (2004) masyarakat miskin
mempunyai beberapa ciri sebagai berikut 1) tidak memiliki akses
ke proses pengambilan keputusan yang menyangkut hidup
mereka, 2) tersingkir dari institusi utama masyarakat yang ada, 3)
rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia termasuk kesehatan,
pendidikan, keterampilan yang berdampak pada rendahnya
penghasilan, 4) terperangkap dalam rendahnya budaya kualitas
Sumber Daya Manusia seperti rendahnya etos kerja, berpikir
pendek dan fatalisme, 5) rendahnya pemilikan aset fisik termasuk
aset lingkungan hidup seperti air bersih dan penerangan.
II.3.3 Faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan
Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan
menurut Hartomo dan Aziz (1997) yaitu :
-
Tinjauan Akademik Kajian | II.17
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
1). Pendidikan yang Terlampau Rendah
Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang
kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam
kehidupannya. Keterbatasan pendidikan atau keterampilan yang
dimiliki seseorang menyebabkan keterbatasan kemampuan
seseorang untuk masuk dalam dunia kerja.
2). Malas Bekerja
Adanya sikap malas (bersikap pasif atau bersandar pada
nasib) menyebabkan seseorang bersikap acuh tak acuh dan tidak
bergairah untuk bekerja.
3). Keterbatasan Sumber Alam
Suatu masyarakat akan dilanda kemiskinan apabila sumber
alamnya tidak lagi memberikan keuntungan bagi kehidupan
mereka. Hal ini sering dikatakan masyarakat itu miskin karena
sumberdaya alamnya miskin.
4). Terbatasnya Lapangan Kerja
Keterbatasan lapangan kerja akan membawa konsekuensi
kemiskinan bagi masyarakat. Secara ideal seseorang harus mampu
menciptakan lapangan kerja baru sedangkan secara faktual hal
-
Tinjauan Akademik Kajian | II.18
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
tersebut sangat kecil kemungkinanya bagi masyarakat miskin
karena keterbatasan modal dan keterampilan.
5). Keterbatasan Modal
Seseorang miskin sebab mereka tidak mempunyai modal
untuk melengkapi alat maupun bahan dalam rangka menerapkan
keterampilan yang mereka miliki dengan suatu tujuan untuk
memperoleh penghasilan.
6). Beban Keluarga
Seseorang yang mempunyai anggota keluarga banyak
apabila tidak diimbangi dengan usaha peningakatan pendapatan
akan menimbulkan kemiskinan karena semakin banyak anggota
keluarga akan semakin meningkat tuntutan atau beban untuk
hidup yang harus dipenuhi.
Menurut Kartasasmita dalam Rahmawati (2006), kondisi
kemiskinan dapat disebabkan oleh sekurang-kurangnya empat
penyebab, yaitu :
1. Rendahnya Taraf Pendidikan
Taraf pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan
pengembangan diri terbatas dan meyebabkan sempitnya lapangan
kerja yang dapat dimasuki. Taraf pendidikan yang rendah juga
-
Tinjauan Akademik Kajian | II.19
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
membatasi kemampuan seseorang untuk mencari dan
memanfaatkan peluang.
2. Rendahnya Derajat Kesehatan
Taraf kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan
rendahnya daya tahan fisik, daya pikir dan prakarsa.
3. Terbatasnya Lapangan Kerja
Selain kondisi kemiskinan dan kesehatan yang rendah,
kemiskinan juga diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan.
Selama ada lapangan kerja atau kegiatan usaha, selama itu pula
ada harapan untuk memutuskan lingkaran kemiskinan.
4. Kondisi Keterisolasian
Banyak penduduk miskin secara ekonomi tidak berdaya
karena terpencil dan terisolasi. Mereka hidup terpencil sehingga
sulit atau tidak dapat terjangkau oleh pelayanan pendidikan,
kesehatan dan gerak kemajuan yang dinikmati masyarakat lainnya.
Nasikun dalam Suryawati (2005) menyoroti beberapa sumber
dan proses penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu :
1) Pelestarian Proses Kemiskinan
Proses pemiskinan yang dilestarikan, direproduksi melalui
pelaksanaan suatu kebijakan diantaranya adalah kebijakan anti
kemiskinan, tetapi realitanya justru melestarikan.
-
Tinjauan Akademik Kajian | II.20
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
2) Pola Produksi Kolonial
Negara ekskoloni mengalami kemiskinan karena pola
produksi kolonial, yaitu petani menjadi marjinal karena tanah yang
paling subur dikuasai petani skala besar dan berorientasi ekspor.
3) Manajemen Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Adanya unsur manajemen sumber daya alam dan
lingkungan, seperti manajemen pertanian yang asal tebang akan
menurunkan produktivitas.
4) Kemiskinan Terjadi Karena Siklus Alam.
Misalnya tinggal di lahan kritis, dimana lahan ini jika turun
hujan akan terjadi banjir tetapi jika musim kemarau akan
kekurangan air, sehingga tidak memungkinkan produktivitas yang
maksimal dan terus-menerus.
5) Peminggiran Kaum Perempuan
Dalam hal ini perempuan masih dianggap sebagai golongan
kelas kedua,sehingga akses dan penghargaan hasil kerja yang
diberikan lebih rendah dari laki-laki.
6) Faktor Budaya dan Etnik
Bekerjanya faktor budaya dan etnik yang memelihara
kemiskinan seperti, pola hidup konsumtif pada petani dan nelayan
ketika panen raya, serta adat istiadat yang konsumtif saat upacara
adat atau keagamaan.
-
Tinjauan Akademik Kajian | II.21
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
Menurut Lincolin Arsyad (2004), indikator kemiskinan ada
bermacam-macam yaitu konsumsi beras perkapita per tahun,
meingkat pendapatan dan tingkat kesejahteraan yang terdiri dari 9
komponen yaitu kesehatan, konsumsi makanan dan gizi,
pendidikan, kesempatan kerja, perumahan, jaminan sosial,
sandang, rekreasi dan kebebasan.
II.4 Usaha Pengentasan Kemiskinan
Untuk mengatasi masalah kemiskinan, pemerintah memiliki
peran yang besar. Namun dalam kenyataannya, program yang
dijalankan oleh pemerintah belum mampu menyentuh pokok yang
menimbulkan masalah kemiskinan ini. Beberapa program yang
tengah digalakkan oleh pemerintah dalam menanggulangi
kemiskinan salah satunya adalah Program Beras untuk keluarga
miskin (Raskin).
Indonesia masih menghadapi masalah kemiskinan dan
kerawanan pangan yang harus ditanggulangi bersama oleh
pemerintah dan masyarakat. Masalah ini menjadi perhatian
nasional dan penanganannya perlu dilakukan secara terpadu
melibatkan berbagai sektor baik di tingkat pusat maupun daerah.
Program Raskin (Program Penyaluran Beras Untuk Keluarga Miskin)
adalah sebuah program dari pemerintah. Program ini dilaksanakan
di bawah tanggung jawab Departemen Dalam Negeri dan Perum
-
Tinjauan Akademik Kajian | II.22
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
Bulog sesuai dengan SKB (Surat Keputusan Bersama) Menteri
Dalam Negeri dengan Direktur Utama Perum Bulog Nomor : 25
Tahun 2003 dan Nomor : PKK-12/07/2003, yang melibatkan
instansi terkait, Pemerintah Daerah dan masyarakat. Sasaran dari
Program Raskin ini adalah meningkatkan akses pangan kepada
keluarga miskin untuk memenuhi kebutuhan pokok dalam rangka
menguatkan ketahanan pangan rumah tangga dan mencegah
penurunan konsumsi energi dan protein. Dalam memenuhi
kebutuhan pangan tersebut, Program Raskin perlu dilaksanakan
agar masyarakat miskin benar-benar bisa merasakan manfaatnya,
yakni dapat membeli beras berkualitas baik dengan harga
terjangkau ( Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2008 ).
Tujuan Program RASKIN adalah mengurangi beban
pengeluaran Rumah Tangga Sasaran melalui pemenuhan sebagian
kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras. Peraturan
perundangan yang menjadi landasan pelaksanaan program RASKIN
adalah:
1. Undang-Undang No. 7 Tahun 1996, tentang Pangan.
2. Undang-Undang No. 19 Tahun 2003, tentang Badan Usaha Milik
Negara (BUMN).
3. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan
Daerah.
-
Tinjauan Akademik Kajian | II.23
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
4. Undang-Undang No. 41 Tahun 2008, tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009.
5. Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2002, tentang Ketahanan
Pangan.
6. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2003, tentang Pendirian
Perusahaan Umum BULOG.
7. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005, tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah.
8. Peraturan Presiden RI No. 7 Tahun 2005, tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004 - 2009.
9. Peraturan Presiden RI No. 54 Tahun 2005, tentang Tim
Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan.
10. Peraturan Presiden RI No. 38 Tahun 2008, tentang Rencana
Kerja Pemerintah Tahun 2009.
11. Inpres Nomor 1 tahun 2008 tentang Kebijakan Perberasan
Nasional.
12. Permendagri No. 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
13. Kepmenko Kesra No. 35 Tahun 2008 tentang Tim Koordinasi
RASKIN Pusat.
Hingga pelaksanaan tahun 2007, Rumah Tangga Rasasaran
Penerima Manfaat (RTS-PM) Raskin hanya mencakup 47% - 83%
-
Tinjauan Akademik Kajian | II.24
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
dari RTM terdata, dan baru sejak 2008 mencakup seluruh RTM
terdata. Melalui program Raskin, setiap RTS-PM dapat membeli
sejumlah beras di titik distribusi dengan harga yang lebih murah
dari harga di pasaran (bersubsidi). Selama pelaksanaan program,
jumlah beras yang dialokasikan untuk setiap RTS-PM mengalami
beberapa kali perubahan, namun tetap pada kisaran 10 20 kg
per distribusi. Harga beras bersubsidi yang harus dibayar RTS-PM
pada awal pelaksanaan program adalah Rp.1.000 per Kg di titik
distribusi. Sejak 2008 harganya dinaikkan menjadi Rp.1.600 per
Kg. Frekuensi distribusi juga mengalami perubahan antara 10 - 13
kali per tahun atau rata- rata satu kali per bulan (Hastuti dkk,
2012)
-
Metode Penelitian | III.1
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di propinsi Sumatera Utara. Data
yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
di peroleh dari instansi yang terkait dengan penelitian,antara lain :
Kantor BPS Sumatera Utara,Kantor Badan Ketahanan Pangan
Sumatera Utara,Dinas Sosial Sumatera Utara.
III.1 Metode Analisis Data
1. Untuk melihat tingkatan dari setiap indikator (secara individu)
maka dibuat ranges. Nilai ranges berkisar antara 0 100%.
Kecuali untuk ketersediaan pangan nilainya 1.5.
(Ranges dan tingkatan kondisi akses pangan secara individu
dapat dilihat pada Tabel 2.)
2. Berdasarkan ranges yang telah ditetapkan dilakukan
pengkategorian mulai dari sangat rendah sampai dengan sangat
tinggi (kategori menggunakan istilah kondisi akses pangan).
3. Untuk mengetahui kondisi akses pangan maka semua indikator
individu dikompositkan/digabung. Nilai indeks berkisar antara 0
1 dimana semakin mendekati 0 berarti akses pangan semakin
-
Metode Penelitian | III.2
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
tinggi/baik, sebaliknya jika semakin mendekati 1 maka akses
pangan semakin rendah/buruk
Indeks Komposit Akses Pangan dihitung dengan cara sebagai berikut:
IKomposit = 1/3 (Ik + ITTSD + IPDRB) Dimana : IK = Indeks ketersediaan pangan ITTSD = Indeks penduduk yang tidak tamat SD I PDRB = Indeks pendapatan perkapita
4. Cara mengindeks indikator PDRB dan penduduk tidak tamat
SD ke dalam bentuk indeks untuk menstandarisasi ke dalam
skala 0 sampai 1 adalah sebagai berikut :
Indeks Xij = (P-Q)/R * S + T
dimana :
Xij = Nilai ke j dari faktor/indikator ke i
P = nilai faktor/indikator yang bersangkutan
Q = nilai minimum faktor indikator yang bersangkutan
R = selisih nilai rentangan faktor indikator yang
bersangkutan
S = selisih nilai rentangan indeks komposit ketahanan
pangan
T = nilai minimal rentangan indeks komposit yang
bersangkutan
Untuk indeks ketersediaan pangan cara mengindeksnya
adalah sebagai berikut:
=
-
Metode Penelitian | III.3
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
Dimana:
IK : Rasio ketersediaan pangan
F : Ketersediaan Pangan biji-bijian perhari (gr)
Cnorm : Konsumsi normatif (300gr)
5. Kondisi akses pangan dibagi dalam 6 tingkatan mulai dari
sangat rendah rendah cukup rendah cukup tinggi tinggi
sangat tinggi berdasarkan nilai indeks komposit
Tabel 2. Range Indikator Analisis Akses Pangan
Katagori Indikator Range Kondisi Akses
pangan Akses Fisik
Rasio Konsumsi normatif per kapita terhadap ketersediaan bersih beras
1. > = 1.5 2. 1.25 - < 1.5 3. 1 - < 1.25 4. 0.75 - < 1 5. 0.5 - < 0.75 6. < 0.5
Sangat Rendah Rendah
Cukup Rendah Cukup Tinggi
Tinggi Sangat Tinggi
Akses Sosial
Persentase penduduk yang tidak tamat pendidikan dasar (SD)
1. > = 50 % 2. 40 % - < 50 % 3. 30 % - < 40 % 4. 20 % - < 30 % 5. 10 % - < 20 % 6. < 10 %
Sangat Rendah Rendah
Cukup Rendah Cukup Tinggi
Tinggi Sangat Tinggi
Akses Ekonomi
Product Domestic Regional Bruto (PDRB) per kapita
1. < 365 $ 2. 365 $ - < 730 $ 3. 730 $ - < 1095 $ 4. 1095 $ - < 1460 $ 5. 1460 $ - < 2190 $ 6. > = 2190 $
Sangat Rendah Rendah
Cukup Rendah Cukup Tinggi
Tinggi Sangat Tinggi
Sumber: Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara 2011
Adapun range indeks akses pangan komposit adalah sebagai
berikut :
-
Metode Penelitian | III.4
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
>= 0,80 akses pangan sangat rendah = prioritas 10,64 - < 0,8
akses pangan renda= prioritas 2
0,48 - < 0,64 akses pangan cukup rendah = prioritas 3
0,32 - < 0,48 akses pangan cukup tinggi = prioritas 4
0,16 - < 0,32 akses pangan tinggi = prioritas 5
-
Metode Penelitian | III.5
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
III.1.1 Uji Asumsi Klasik Regresi Linier Berganda
Pengujian asumsi klasik diperlukan untuk mengetahui apakah
hasil estimasi regresi yang dilakukan benar-benar bebas dari
adanya gejala heteroskedastisitas, gejala multikolinearitas, dan
gejala autokorelasi. Model regresi akan dapat dijadikan alat
estimasi yang tidak bias jika telah memenuhi persyaratan BLUE
(best linear unbiased estimator) yakni tidak terdapat
heteroskedastistas, tidak terdapat multikolinearitas, dan tidak
terdapat autokorelasi ( Sudrajat, 1988).
III.1.2 Uji Heteroskedasitisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah
dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dan residual
satu pengamatan ke pengamatan yang lain. jika varians dari
residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka
disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut
heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang
homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Dasar
analisisnya adalah sebagai berikut:
a. Jika grafik scatterplot ada pola tertentu, seperti titik-titik yang
ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang,
melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah
terjadi heteroskedastisitas.
-
Metode Penelitian | III.6
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
b. Jika grafik scatterplot ada pola yang jelas, serta titik-titik
menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka
tidak terjadi heteroskedastisitas.(Sumodiningrat, 2001).
III.1.3 Uji Multikolinieritas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas
(independen). Dalam model regresi yang baik seharusnya tidak
terjadi korelasi di antara variabel bebas. Uji Multikolinearitas
dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan variance inflation
factor (VIF) dari hasil analisis dengan menggunakan SPSS. Apabila
nilai tolerance value lebih tinggi daripada 0,10 atau VIF lebih kecil
daripada 10 maka dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas
(Santoso, 2003).
III.1.4 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi merupakan pengujian asumsi dalam regresi
dimana variabel dependen tidak berkorelasi dengan dirinya sendiri.
Maksud korelasi dengan diri sendiri adalah bahwa nilai dari variabel
dependen tidak berhubungan dengan nilai variabel itu sendiri, baik
nilai variabel sebelumnya atau nilai periode sesudahnya
(Santosa&Ashari, 2005).
-
Metode Penelitian | III.7
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
Dasar pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut:
- Angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif
- Angka D-W diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi
- Angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif
-
Gambaran Umum | IV.1
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
BAB IV
GAMBARAN UMUM
PROVINSI SUMATERA UTARA
IV.1 Demografi
Jumlah penduduk Sumatera Utara pada tahun 2010 sebanyak
12.982.402 jiwa. Jumlah ini menurun sebesar 226.182 jiwa dari
tahun 2009 yang jumlah penduduk pada tahun ini adalah sebesar
13.248.386 jiwa. Di tahun 2009 ini juga menjadi tahun dengan
jumlah penduduk tertinggi dalam kurun waktu 2005 2010
Dari hasil SP 2010 tersebut terlihat bahwa penyebaran penduduk
Sumatera Utara menurut kabupaten/kota rata-rata dibawah 5 persen,
dan hanya lima kabupaten/kota yang persebarannya diatas 5 persen.
Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang, dan Kabupaten Langkat adalah
tiga kabupaten/kota dengan urutan teratas yang memiliki jumlah
penduduk terbanyak yang masing-masing berjumlah 2.097.610 jiwa ,
1.790.431 jiwa, dan 966.133 orang 967.535 jiwa. Sedangkan
Kabupaten Pakpak Bharat merupakan kabupaten dengan jumlah pen-
duduk paling sedikit yang berjumlah 40.505 jiwa
Dengan luas wilayah Provinsi Sumatera Utara sekitar 71.680,68
kilo meter persegi yang didiami oleh 12.982.402 Jiwa maka rata-rata
tingkat kepadatan penduduk Provinsi Sumatera Utara adalah sebanyak
181 orang per kilo meter persegi. Kabupaten/kota yang paling tinggi
tingkat kepadatan penduduknya adalah Kota Medan yakni sebanyak
-
Gambaran Umum | IV.2
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
7.913 jiwa per kilo meter persegi sedangkan yang paling rendah adalah
Kabupaten Pakpak Bharat yakni sebanyak 33 orang per kilo meter
persegi.
Selama enam tahun terakhir,yakni tahun 2005 2010,
Medan, sebagai Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara adalah kota
dengan jumlah penduduk tertinggi. Disusul Kabupaten Deli
Serdang dan Langkat. Jumlah Penduduk miskin Sumatera Utara
selama enam tahun terakhir cukup berfluktuasi
Jumlah penduduk miskin dari tahun 2005 - 2010 mengalami
fluktuasi dari tahun ketahun meskipun terlihat ad kecenderungan
menurun. Persentase penduduk miskin tahun 2005 sebesar 14,68
persen. Sedangkan pada tahun 2006 terjadi kenaikan persentase
penduduk miskin sebesar 0,98 persen dari tahun 2005, dimana
persentase penduduk miskin pada tahun 2006 menjadi sebesar
15,66 persen. Kenaikan persentase penduduk miskin tahun 2006
ini dikarenakan karena adanya dampak kenaikan harga BBM pada
tahun 2005. Kenaikan harga BBM tersebut ternyata berpengaruh
signifikan terhadap golongan masyarakat menengah kebawah
sehingga golongan masyarakat yang tadinya tidak masuk dalam
kategori masyarakat miskin (masih berada diatas garis
kemiskinan) menjadi masuk kedalam kategori kelompok miskin
(berada dibawah garis kemiskinan).
-
Gambaran Umum | IV.3
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
Tabel 3. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Sumatera Utara Tahun 2010 Menurut Kabupaten/Kota
No Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk (Jiwa) (Jiwa/KM2)
1 Nias 131.377 134 2 Mandailing natal 404.945 61 3 Tapanuli selatan 263.815 16 4 Tapanuli tengah 311.232 144 5 Tapanuli utara 279.257 74 6 Toba samosir 173.129 74 7 Labuhan batu 415.110 162 8 Asahan 668.272 182 9 Simalungun 817.720 187 10 Dairi 270.053 140 11 Karo 350.960 165 12 Deli serdang 1.790.431 720 13 Langkat 967.535 154 14 Nias selatan 289.708 178
15 Humbang hasundutan 171.650 75
16 Pakpak bharat 40.505 33 17 Samosir 119.653 49 18 Serdang bedagai 594.383 311 19 Batu bara 375.885 415 20 Padang lawas utara 223.531 57 21 Padang lawas 225.259 58 22 Labuhan batu selatan 277.673 89 23 Labuhan batu utara 330.701 93 24 Nias utara 127.244 85 25 Nias barat 81.807 150 26 Sibolga 84.481 7.844 27 Tanjung balai 154.445 2.510 28 Pemantang siantar 234.698 2.935 29 Tebing tinggi 145.248 3.779 30 Medan 2.097.610 7.913 31 Binjai 246.154 2.728 32 Padang sidempuan 191.531 1.671 33 Gunung sitoli 126.202 269 Sumatera Utara 12.982.204 181
Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara , 2010
-
Gambaran Umum | IV.4
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
Tabel 4. Jumlah Dan Presentase Penduduk Miskin Sumatera Utara Tahun 2005-2010
Tahun Penduduk Miskin Persentase (Jiwa) (%)
2005 1.840.200 14,68 2006 1.979.600 15,66 2007 1.768.300 13,90 2008 1.611.520 12,47 2009 1.474.260 11,27 2010 1.477.100 11,38
Sumber :Badan Pusat Statisti Sumatera Utara, 2005-2010
Jumlah penduduk miskin tesar besar terjadi pada tahun 2006
yaitu sebesar 1.979,7 ribu jiwa Jumlah penduduk miskin di
Sumatera Utara pada tahun 2010 sebanyak 1.477.100 jiwa (11,38
%), angka ini bertambah sebanyak 2.840 jiwa bila dibandingkan
dengan jumlah penduduk miskin tahun 2009 yang berjumlah
1.474.260 jiwa (11,13%), tahun ini juga menjadi tahun dengan
jumlah penduduk miskin terkecil selama periode 2005-2010.
Pada tabel 5 dapat kita lihat perkembangan persentase
penduduk miskin Sumatera Utara pada periode tahun 2005 2010
menurut kabupaten/kota. Daerah di Sumatera Utara yang tingkat
kemiskinannya paling rendah adalah Kabupaten Deli Serdang. Pada
tahun 20 05 persentase penduduk miskin di daerah ini sebesar 6,3
persen kemudian mengalami penurunan sebesar 0,01 persen pada
tahun 2006 sehingga menjadi 6,29 persen dan pada tahun 2007
juga kembali mengalami penurunan sebesar 0,63 persen dari
tahun 2005 dan 2006 dimana pada tahun 2007 penduduk miskin
didaerah ini hanya 5,67 persen. Penurunan persentase terus terjadi
-
Gambaran Umum | IV.5
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
hingga tahun 2009. Pada tahun 2010 persentase penduduk miskin
di Deli Serdang kembali naik menjadi 5,34 persen, akan tetapi
persentase ini masih dibawah persentase penduduk miskin Deli
Serdang pada tahun 2007 dan daerah lain pada tahun 2010.
Penurunan persentase penduduk miskin di Kabupaten Deli Serdang
diduga karena banyak pendapatan rata-rata per kapita penduduk
sudah berada diatas garis kemiskinan yang telah ditetapkan.
Sedangkan daerah di Sumatera Utara yang tingkat
kemiskinannya paling Tinggi adalah Kabupaten Nias Selatan . Pada
tahun 2005 persentase penduduk miskin di daerah ini sebesar
38,84 persen kemudian mengalami penurunan sebesar 1,18 persen
pada tahun 2006 sehingga menjadi 37,66 persen persentase
penduduk miskin terus mengalami penurunan hingga tahun 2010
dan masuk urutan empat besar daerah dengan persesentase
penduduk miskin terbesar.
-
Gambaran Umum | IV.6
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
Tabel 5. Persentase penduduk miskin Sumatera Utara menurut kabupaten/kota tahun 2005 2007
Kabupaten/kota Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Nias 30,8 36,19 31,75 25,19 22,57 19,98 Mandailing natal 21,5 20,40 18,74 14,46 13,02 12,6 Tapanuli selatan 20,41 24,17 20,33 13,77 12,67 11,96 Tapanuli tengah 30,16 31,26 27,47 19,35 17,83 16,74 Tapanuli utara 21,8 21,73 20,06 14,15 13,10 12,5 Toba samosir 18,99 17,85 15,28 11,62 10,07 10,15 Labuhan batu 12,98 14,20 12,33 10,76 9,85 10,67 Asahan 13,29 13,38 13,17 12,89 12,09 11,42 Simalungun 17,09 19,39 14,84 14,75 12,67 10,73 Dairi 19,54 22,16 15,82 11,07 10,03 9,97 Karo 17,68 20,96 14,47 12,86 11,42 11,02 Deli serdang 6,3 6,29 5,67 5,16 5,17 5,34 Langkat 20,98 19,65 18,23 14,81 12,75 10,85 Nias selatan 38,84 37,66 33,84 24,36 22,19 20,73 Humbang hasundutan 20,42 22,14 18,84 12,99 11,31 10,61 Pakpak bharat 25,18 23,67 22,42 15,02 13,99 13,81 Samosir 23,13 30,59 22,76 18,76 17,55 16,51 Serdang bedagai 10,53 12,34 11,84 10,61 9,51 10,59 Batu bara x x 17,89 13,64 12,87 12,29 Padang lawas utara x x x x 11,83 11,19 Padang lawas x x x x 11,90 11,13 Labuhan batu selatan x x x x x 15,58 Labuhan batu utara x x x x x 12,32 Nias utara x x x x x 31,94 Nias barat x x x x x 30,89
Sibolga 11 10,09 9,73 17,67 15,82 13,91 Tanjung balai 13,92 12,51 11,52 18,35 17,10 16,32 Pemantang siantar 10,96 12,07 9,46 13,36 12,25 11,72 Tebing tinggi 10,85 10,42 9,67 16,5 14,58 13,06 Medan 7,06 7,77 7,17 10,43 9,58 10,05 Binjai 6,93 6,38 5,72 8,12 7,04 7,33 Padang sidempuan 11,35 12,22 10,92 11,61 9,77 10,53 Gunung sitoli x x x x x 33,87 Sumatera utara 14,68 15,66 13,90 12,47 11,27 11,38
Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara , 2005-2010 Ket : x) masih bergabung dengan kabupaten induk
-
Gambaran Umum | IV.7
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
IV.2 Ketersediaan Pangan di Sumatera Utara
Pemantauan ketersediaan bahan pangan yang rutin dilakukan
adalah terhadap bahan pangan strategis meliputi beras, jagung,
kedelai, gula putih, daging, kacang tanah, ubi kayu, minyak
goreng, dan telur. Untuk Beras,perkembangan ketersediaan selama
tahun 2005 2010 dapat dilihat pada uraian berikut:
IV.2.1 Ketersediaan Beras Perkapita Perhari
Persoalan persaingan antara pertumbuhan penduduk dan
produksi pangan telah menjadi perhatian sejak dulu. Pertambahan
penduduk menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan pangan.
Ketersediaan bahan pangan pokok di Sumatera Utara dari tahun
2005- 2010 secara umum cukup tersedia. Untuk beras sebagian
besar ketersediaan yang ada di peroleh dari produksi local,
sedangkan impor atau dari provinsi lain hanya untuk memperkuat
ketersediaan yang ada.
Gambaran produksi dan ketersediaan beras perkapita
perhari pada tahun 2005-2010 di Sumatera Utara dapat dilihat
pada tabel di bawah ini .
Tabel 5. Ketersediaan Beras Beras Perkapita Perhari
Tahun Pnetto F Beras(gram) (gram)
2005 1.952.447.327.582,02 433,95 2006 1.703.388.871.109,12 369,11 2007 1.844.522.770.461,89 393,75 2008 1.892.075.612.556,12 397,46 2009 1.998.042.281.378,79 413,19
-
Gambaran Umum | IV.8
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
Tahun Pnetto F Beras(gram) (gram)
2010 2.028.853.677.689,70 428,16 Sumber: Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara, 2010
Dari tabel 5 dapat dilihat produksi beras berish (P netto)
Sumatera Utara tahun 2005 adalah sebesar 1.952.447,3 ton,
dengan ketersediaan beras perkapita perhari adalah sebesar
433,95 gram perhari. Pada tahun 2006 produksi beras berish (P
netto) Sumatera Utara turun menjadi 1.703.388,8 ton hal ini
mengakibatkan ketersediaan beras perkapita perhari juga turun
menjadi 369,11 gram perhari. Pada tahun 2007 produksi beras
berish (P netto) Sumatera Utara mulai kembali mengalami
kenaikan, akan tetapi jumlah produksi bersih tersebut belum
melebihi produksi tahun 2005. Baru pada tahun 2009 produksi
bersih beras Sumatera Utara dapat melebihi produksi tahun 2005,
dan pada tahun 2010 produksi bersi beras Sumatera Utara menjadi
2.028.853,6 ton. Hal tersebut juga diikuti dengan bertambahnya
ketersediaan beras perkapita menjadi 393,75 (tahun
2007) ; 397,46 (tahun 2008) ; 413,19 dan 428,16 untuk tahun
2009 dan 2010. Akan tetapi kenaikan produksi yang dimulai pada
tahun 2007 belum dapat menaikan ketersediaan beras perkapita
perhari, begitu juga pada tahun 2010, meskipun produksi bersi
beras sudah melebihi produksi tahun 2005, ketersediaan beras
perkapita perhari tidak lebih dari ketersediaan beras perkapita
-
Gambaran Umum | IV.9
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
perhari pada tahun 2005. Hal ini disebabkan karena jumlah
penduduk tahun 2010 yang jauh lebih besar dari jika dibandingkan
tahun 2005.
Jiika kita bandingkan dengan persentase jumlah penduduk
miskin pada tabel 4 pada tahun 2006 ketika persentase penduduk
miskin Sumatera Utara naik, ketersediaan beras perkapita perhari
Sumatera Utara justru mengalami penurunan, dan ketika
persentasenya menurun, ketersediaan beras perkapita perharinya
naik. Hal ini menggambarkan Ketersediaan beras perkapita perhari
Sumatera Utara berbanding terbalik dengan persentase penduduk
miskin.
IV.3 Program Beras untuk keluarga miskin (Raskin)
Program raskin merupakan program bantuan pangan yang
sudah dilaksanakan pemerintah sejak Juli 1998 dengan tujuan awal
menanggulangi kerawanan pangan akibat krisis moneter tahun
1997-1998. Program ini berlanjut hingga saat ini dengan tujuan
utama mengurangi beban rumah tangga sasaran melalui
pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalm bentuk
beras.Program yang sbelum tahun 2002 bernama Operasi Pasar
Khusus (OPK) ini awalnya merupakan program darurat bagian dari
jarring pengaman sosial (sosial safety net), namun kemudian
fungsinya diperluas menjadi bagian dari program perlindungan
-
Gambaran Umum | IV.10
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
sosial, khususnya program penanggulangan kemiskinan klaster
pertama.
Sebagai program bantuan beras, raskin merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari program ketahanan pangan, utamanya
bagi rumah tangga sasaran. Rumah tangga sasaran penerima
manfaat (RTS-PM) raskin adalah rumah tangga miskin (RTM) pada
kurun waktu 1998-2005 didefinisikan sebagai rumah tangga pra
sejahtera dan rumah tangga sejahtera 1 alasan ekonomi
berdasarkan hasil pendataan Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN), sejak tahun 2006, RTS-PM raskin didefinisikan
sebagai rumah tangga sangat miskin, miskin dan hampir miskin
berdasarkan pendataan Badan Pusat Statistik (BPS) melalui
Pendataan Sosial Ekonomi (PSE) 2005 danhasil verifikasinya
kemudian dipebaharui melalui Pendataan Program Perlindungan
Sosial 2008. Pelaksanaan program raskin di Sumatera Utara pada
tahun 2005-2010 dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 6. Rumah Tangga Sasaran, Pagu dan Realisasi Program Raskin Sumatera Utara tahun 2005-2010
No Tahun Rumah Tangga
Sasaran Pagu Realisasi
(KK) (Ton) (Ton) 1 2005 469.571 65.739.940 65.740.390 2 2006 978.925 65.740.000 65.734.670 3 2007 944.972 66.546.000 66.546.000 4 2008 944.972 165.362.225 155.380.381 5 2009 937.722 168.789.960 166.931.048 6 2010 835.785 155.097.155 146.889.285
Sumber :Perum BULOG subdivre Sumatera Utara
-
Gambaran Umum | IV.11
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
Dari tabel 6 dapat dilihat pada tahun 2005 Sumatera Utara
menyalurkan Raskin sebanyak 65.740 ton untuk 469.571 Rumah
Tangga Miskin (RTM) dan terealiisasi sebanyak 65.740.390 ton .
Pada tahun 2006 terjadi kenaikan jumlah penerima Raskin, dan
melonjak jauh jika dibandingkan dengan tahun 2005. Jumlah
Rumah Rumah Tangga Miskin (RTM) tahun 2006 adalah sebesar
978.925 RTM, akan tetapi meskipun jumlah RTM bertambah,
jumlah raskin yang disalurkan tidak berbeda dengan tahun 2005
yaitu sebesar 65.740.000 ton dan yang terealisasi adalah sebesar
65.734.670 ton. Tidak berubahnya jumlah Raskin yang disalurkan
dikarenakan adanya kebijakan mengurangi bagian per KK dari 20
kg tahun 2005 menjadi hanya 10 kg dan penyaluran Raskin
tersebut juga dikurangi dari tujuh kali (tujuh bulan) menjadi hanya
untuk enam bulan alokasi. Ditahun 2007 jumlah pagu raskin
Sumatera Utara naik, jumlah raskin yang disalurkan sebesar
66.546 Ton ke 944.972 RTM. Untuk tahun 2008 dengan pagu
165.362.225 ton, direalisasikan 155.380.381 ton (93,96 persen)
ke 944.972 Rumah Tangga Miskin (selanjutnya di 2009 diubah
menjadi Rumah Tangga Sasaran) di 28 kabupaten /kota (belum
termasuk daerah pemekaran baru). Alokasi Raskin terbesar di
Sumut diterima oleh Langkat menyusul Deli Serdang dan Kota
Medan. Di tahun 2009 pagu ini bertambah menjadi 168.789.960
ton dengan sasaran RTS 937.722. Pada tahun 2010 jumlah
-
Gambaran Umum | IV.12
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
penerima raskin tinggal 838.363 rumah tangga sasaran (RTS) dari
944.972 RTS pada tahun lalu. Dengan berkurangnya jumlah RTS,
maka alokasi beras raskin tahun ini juga menurun menjadi hanya
1505.097,1 ton dari sebelumnya 168.789.960 ton. Meski jumlah
penerima raskin berkurang, besaran yang diterima masing-masing
RTS masih tetap 15 kilogram per bulan selama 12 bulan dengan
harga beli Rp1.600 per kg sama seperti harga pada tahu 2009.
IV.4 Produk Domestik Regional Bruto Perkapita Sumatera
Utara
Meskipun persentase kemiskinan SumateraUtara terus
menurun dari tahun 2007, hal ini tidak berarti Sumatera Utara
sudah sejahtera . Untuk melihat kesejahteraan suatu daerah dapat
dilihat dari produk domestik regional bruto dan produk domestik
regional bruto perkapita. Jumlah Produk Domestik Regional Bruto
Sumatera Utara yang dihasilkan seluruh unit usaha pada tahun
2005-2010 dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Produk Domestik Regional Bruto Sektoral Sumatera Utara
Atas Dasar Harga Berlaku tahun 2005-2010 Tahun PDRB (Juta Rp) 2005 139.618,31 2006 160.376,80 2007 181.819,74 2008 213.931,70
2009* 236.353,62 2010** 275.700,21
Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara 2005-2010
-
Gambaran Umum | IV.13
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara
Pada tabel dapat kita lihat perkembangan produk domestik
regional bruto Sumatera Utara yang terus meningkat dari tahun
ketahun. Secara sektoral seluruh unit kegiatan ekonomi tersebut
adalah : pertanian, Pertambangan dan Penggalian, Industri, listrik,
gas & air minum, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran,
pengangkutan & komunikasi, keuangan, persewaan, jasa perusa-
haan, jasa-jasa.
Pendapatan perkapita juga digunakan sebagai indikator
kemiskinan oleh bank dunia. Berikut ini adalah perkembangan
pendapatan perkapita Sumatera Utara dari taun 2005-2010.
Tabel 8. Produk Domestik Regional Bruto Perkapita Sumatera
Utara
No Tahun PDRB/Kapita (Rp) 1 2005 11.326.516 2 2006 12.684.532 3 2007 14.166.626 4 2008 16.813.290 5 2009 18.381.010 6 2010 21.236.780
Sumber:BPS Sumatera Utara 2005-2010
Produk Domestik Regional Bruto Perkapita Sumatera Utara
atas dasar Harga berlaku tahun 2005 adalah sebesar
Rp.11.326.516 pertahun. Nilai ini terus meningkat dari tahun
ketahun. Data BPS menunjukkan Produk Domestik Regional Bruto
Perkapita Sumatera Utara atas dasar Harga berlaku untuk tahun
-
Gambaran Umum | IV.14
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
2006 adalah sebesar Rp.12.684.532 pertahun, tahun 2007 sebesar
Rp. 14,166,626 pertahun dan Rp.16.813.290 pertahun untuk tahun
2008. Untuk kurun waktu 2005 2010, Tahun 2010 adalah tahun
dengan jumlah Produk Domestik Regional Bruto Perkapita tertinggi,
yakni sebesar Rp.21.236.780 pertahun. Jumlah ini meningkat
sebesar Rp. 2.855.770 dari tahun 2009 yang Produk Domestik
Regional Bruto Perkapita hanya sebesar Rp.18.381.010 per
tahun.
IV.5 Persentase Penduduk yang Tidak Tamat SD
Indikator pendidikan dapat digunakan sebagai ukuran untuk
menggambarkan standar hidup penduduk dalam suatu daerah.
Pendidikan diharapkan akan dapat menambah produktivitas
penduduk. Salah satu indikator pendidikan yang dapat dijadikan
ukuran kesejahteraan masyarakat yang merata adalah dengan
melihat tinggi rendahnya persentase penduduk yang tidak tamat
sekolah dasar, ketidak mampuan menamatkan pendidikan dasar
adalah cerminan kemampuan ekomomi masyarakat yang masih
rendah. Rendahnya taraf pendidikan. juga mengakibatkan
kemampuan pengembangan diri terbatas dan menyebabkan
sempitnya lapangan kerja yang dapat dimasuki dan menjadi faktor
penyebab kemiskinan, Kemiskinan dan pendidikan memiliki
hubungan timbal balik yang saling terkait satu sama lain.
-
Gambaran Umum | IV.15
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
Perkembangan persentase penduduk yang tidak tamat Sekolah
dasar (SD) dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 9. Persentase Penduduk Sumatera Utara yang Tidak Tamat SD
No. Tahun Persentase Penduduk Yang Tidak Tamat SD (%)
1 2005 10.44 2 2006 11.86 3 2007 9.04 4 2008 10.81 5 2009 14.52 6 2010 13.50
Sumber:BPS Sumatera Utara 2005-2010
Berdasarkan data persentase penduduk Sumatera Utara
tahun 2005 yang tidak tamat SD adalah sebesar 10,44 %,
persentase ini terus mengalami naik turun. Persentase tertinggi
terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 14,52 % Persentase ini naik
3,71 % dari tahun 2008 dan menurun pada tahun 2010 menjadi
13,5 %. Persentase terendah terjadi pada tahun 2007 yaitu
sebesar 9,04 %, jumlah ini menurun dari tahun 2006 yang
persentasenya sebesar 11,86 %. Dan pada tahun 2008
persentasenya kembali meningkat menjadi 10,81 %.
-
Hasil Kajian Dan Pembahasan | V.1
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Kemiskinan/Akses dan Ketersediaan Pangan Di Sumatera Utara
BAB V
HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN
V.1 Pertumbuhan Penduduk di Sumatera Utara
Saat ini dunia dilanda ketakutan berlebihan terkait
pertumbuhan jumlah penduduk. Memang sejak lama secara global
telah dibangun mitos seputar masalah ledakan jumlah penduduk.
Dimitoskan bahwa angka pertumbuhan penduduk yang tinggi dan
besarnya jumlah penduduk telah menjadi bencana yang
mengancam peradaban umat manusia, memicu masalah ekonomi,
menyebabkan kemiskinan global, kelaparan, kehancuran
lingkungan, ketimpangan sosial, dan ketidakstabilan politik.
Kemiskinan global dipandang sebagai ancaman serius yang amat
mencemaskan.
Pertumbuhan penduduk yang pesat dapat berimplikasi
negatif pada pertumbuhan ekonomi dan upah serta kemiskinan jika
tidak dibarengi oleh program pelayanan kesehatan dan pendidikan
dasar bagi publik. dan dari telaahan terhadap beberapa penelitian
menjelang tahun 2000, diperoleh kesimpulan bahwa (1)
pertumbuhan penduduk mempunyai hubungan kuat-negatif dan
signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi, (2) penurunan
pesat dari fertilitas memberikan kontribusi relevan terhadap
-
Hasil Kajian Dan Pembahasan | V.2
LAPORAN AKHIR Kajian Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Pengentasan Ke
top related