dinamika budaya konsumsi pinang magister humaniora … · peminjaman/pengutipan dari karya peneliti...
Post on 07-Apr-2019
243 Views
Preview:
TRANSCRIPT
DINAMIKA BUDAYA KONSUMSI PINANGDALAM PEMBENTUKAN RUANG PUBLIK
KOTA MANOKWARI
Tesis
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelarMagister Humaniora (M.Hum)
pada Program Magister Ilmu Religi dan BudayaUniversitas Sanata Dharma
Yogyakarta
Oleh:
AGUSTINUS RIWI NUGROHO
PROGRAM PASCASARJANAPROGRAM STUDI ILMU RELIGI DAN BUDAYA
UNIVERSITAS SANATA DHARMAYOGYAKARTA
2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tesis
DINAMIKA BUDAYA KONSUMSI PINANGDALAM PEMBENTUKAN RUANG PUBLIK
KOTA MANOKWARI
Z//d,Ar" i.Dr. Alb. tsudi Susanto. S.J.
Pembimbing I
akartan 27 Juli2frl6.
Dr. G. Budi Subanar. S.J.
Ketua Program Studi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tesis
DINAMIKA BUDAYA KONSUMSI PINANGDALAM PEMBENTUKAN RUANG PUBLIK KOTA MANOKWARI
Oleh:
AGUSTINUS RIWI NUROHO
NIM: 136322003
:.,:t:r:
Telah dipertah*nkan di dephn''Dewan Penguji Tesis
dan dinyatakan'tdlah mem*nuhi syarat.
, Tirn "Penguji
: Dr. Y. Tr.i,$ub,agiya,rKetua
Sekretaris/Moderator: Dr. G. Budi SuMnar, S.J.
Penguji : 1. .Dr. FX.,Beslerfi.fi:Wardayn, S.J.
' '': '
2. Dr.Y. Tri Suba#d'
3. Dr. Alb. Budi Susanto, S.J.
ill
Yogyakarta, 27 Juli20l6,
r Program Pascasarjana
upratikny
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
buat
o bapak sudiyono (†) & ibu tri lestari
o adik awan sudamar (†)& rini sarasawati
o made deiby, kak wulan & dik agung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya, mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang
bernama Agustinus Riwi Nugroho (NIM: 136322003) menyatakan bahwa Tesis
berjudul DINAMIKA BUDAYA KONSUMSI PINANG DALAM
PEMBENTUKAN RUANG PUBLIK KOTA MANOKWARI, merupakan hasil
karya dan penelitian saya sendiri.
Di dalam Tesis ini tidak terdapat karya peneliti lain yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi lain. Pemakaian,
peminjaman/pengutipan dari karya peneliti lain di dalam Tesis ini saya
pergunakan hanya untuk keperluan ilmiah sesuai dengan peraturan yang berlaku,
sebagaimana diacu secara tertulis dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, 27 Juli 2016.
Yang membuat pernyataan,
Agustinus Riwi Nugroho
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Program Pascasarjana Ilmu
Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma Yogyakarta:
Nama : Agustinus Riwi Nugroho
Nomor Mahasiswa : 136322003
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
DINAMIKA BUDAYA KONSUMSI PINANGDALAM PEMBENTUKAN RUANG PUBLIK
KOTA MANOKWARI
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada).
demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak
untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam
bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan
mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis
tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberi royalty kepada saya selama
tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : YogyakartaPada tanggal: 27 Juli 2016.
Yang menyatakan,
Agustinus Riwi Nugroho
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur yang tak terhingga saya hunjukkan kepada Allah, karena
dengan kehendak dan berkatNya yang berkelimpahan telah memberikan
kesempatan kepada saya untuk menyelesaikan studi pada Program Pascasarjana
Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma di Yogyakarta.
Kepada Romo Dr. Alb. Budi Susanto, S.J. saya menghaturkan banyak terima
kasih, karena dengan kesabarannya telah bermurah hati mencermati,
membimbing, mendorong, mengarahkan, dan dengan sentilannya dapat
menanggap kegelisahan, keprihatinan, serta harapan berkaitan dengan situasi
budaya mengkonsumsi pinang, ruang publik, dan modernitas di Papua pada
umumnya, sehingga memacu terselesaikannya karya akademik berjudul
Dinamika Budaya Konsumsi Pinang Dalam Pembentukan Ruang Publik Kota
Manokwari ini.
Terima kasih tak terhingga saya sampaikan kepada Direktur Program
Pascasarjana Universitas Sanata Dharma, Bapak Prof. Dr. A. Supratiknya, dan
kepada para dosen yang telah menuntun studi saya di bawah pohon “Beringin
Soekarno” tercinta. Kepada Ketua Program Studi Ilmu Religi dan Budaya,
Romo Dr. G. Budi Subanar, S.J. yang selalu mengingatkan dan menanyakan
kemajuan penulisan karya akademik, memberikan berbagai kemudahan serta
fasilitas beasiswa studi dan penelitian, disampaikan salam hormat dan matur
nuwun sanget.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga disampaikan pula kepada Bapak Dr.
St. Sunardi dan Mbak Dr. Katrin Bandel yang telah bersedia membaca ulang
penulisan karya ini. Terima kasihku untuk Mbak Desy yang baik hati, dengan
ringan langkah telah setia menyampaikan info-info akademis mau pun
mengingatkan pengumpulan tugas demi kelancaran proses studi kami. Bersama
aliansi bonobo 2013 dan Kejar Jangkrik yang selalu memberi semangat, suwun
dan tetap kompak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
Kepada Bupati Manokwari, Kepala Badan Kepegawaian Daerah, Kepala
Dinas Pendidikan Kabupaten Manokwari, serta Kepala SMA Negeri 1
Manokwari Bapak Drs. Lucas Wenno, atas kesempatan studi yang telah
diberikan, saya menghaturkan terima kasih.
Atas dukungan dan pencerahannya, kepada Pater Paul Tan dan Prof. Charlie
D. Heatubun disampaikan banyak terima kasih. Buat dik Rini, dik Ri, kangmas
Aris dan mbakyu Tutik matur nuwun untuk perhatian dan kasih sayangnya yang
selalu membangkitkan semangat saya.
Terima kasih tak terhingga buat keluarga, kawan, sahabat dan semua pihak
yang telah membantu untuk terselesaikannya karya akademik ini.
Berkah Dalem selalu.
Jogja, 27 Juli 2016.
riwi nugroho
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
Daftar Isi
HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................................... ii
HALAMAN BERITA ACARA UJIAN ........................................................................ iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................................... iv
PERNYATAAN ............................................................................................................ v
PERSETUJUAN PUBLIKASI ...................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... xii
LAMPIRAN PETA KOTA MANOKWARI ................................................................. xiii
LAMPIRAN TABEL PENJUAL PINANG KOTA MANOKWARI ........................... xiv
ABSTRAKSI ................................................................................................................. xv
ABSTRACTION ........................................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1. Latar Belakang .............................................................................................. 1
2. Tema Penelitian ............................................................................................. 7
3. Rumusan Masalah ......................................................................................... 7
4. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 8
5. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 9
6. Kajian Pustaka ............................................................................................... 11
7. Kajian Teori ................................................................................................... 17
8. Metode Penelitian .......................................................................................... 23
9. Sistimatika Penulisan .................................................................................... 31
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
BAB II WACANA BUDAYA KONSUMSI PINANG ........................................... 34
1. Budaya Konsumsi Pinang ........................................................................... 34
1) Buah Pinang ............................................................................................ 34
2) Manfaat Mengkonsumsi Pinang .............................................................. 38
3) Budaya Mengkonsumsi Pinang di Indonesia .......................................... 39
4) Budaya Konsumsi Pinang di Papua ........................................................ 48
5) Wacana Mengkonsumsi Pinang dalam Masyarakat di Papua ................. 50
2. Ruang Publik Kota Manokwari Propinsi Papua Barat ........................... 51
1) Sejarah Kota Manokwari ......................................................................... 51
2) Ruang Publik Kota Manokwari ............................................................... 52
3) Perkembangan Kota Manokwari ............................................................. 55
3. Wacana Modernitas Sebuah Ruang Publik Kota ....................................... 58
BAB III KONSTELASI KOMODITAS DAN BUDAYA KONSUMSI
PINANG DALAM IDEALISME MODERNITAS
RUANG PUBLIK ......................................................................................... 62
1. Blusukan di Kota Manokwari .................................................................... 63
2. Konstelasi Budaya Konsumsi Pinang dengan Ruang Publik .................. 68
1) Kebijakan Aparat Pemerintah ................................................................. 68
2) Kapital Modal .......................................................................................... 71
a. Nilai Ekonomis Komoditi Pinang .................................................... 72
b. Budidaya Tanaman Pinang .............................................................. 76
c. Menejerial Mama-Mama Penjual Pinang ........................................ 78
3) Masyarakat Sipil (Civil Society) ............................................................. 83
4) Media Massa ............................................................................................. 87
3. Keberbedaan Idealisme dan Citra Kota Modern .................................... 100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
BAB IV DINAMIKA BUDAYA KONSUMSI PINANG
SEBAGAI FAKTOR PEMBENTUK RUANG PUBLIK
KOTA MANOKWARI ................................................................................ 106
1. Sepanjang Jalan Membaca Retorika .......................................................... 107
2. Budaya Konsumsi Pinang di Kota Manokwari ........................................ 109
1) Pasar Pinang sebagai Forum Publik ........................................................ 111
2) Budaya Konsumsi Pinang dalam Ruang Publik Tandingan .................... 113
3) Mobilitas Migran dan Okultisme Publik ................................................. 115
4) Budaya Konsumsi Pinang sebagai Tempat Pengucapan Ketiga ............... 123
3. Kontinuitas Operasi Strategi dan Taktik dalam Ruang Publik .............. 128
1) Strategi vis-à-vis Taktik .......................................................................... 129
2) Perlawanan terhadap Stigmatisasi Kebijakan Publik .............................. 132
3) Penjungkirbalikan Posisi Strategi dan Taktik ......................................... 139
4. Idealisme Certeau tentang Kota sebagai Ruang Publik
Berkelanjutan ............................................................................................... 144
BAB V PENUTUP ................................................................................................... 154
Kesimpulan ................................................................................................... 154
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 160
DAFTAR NARASUMBER ........................................................................................... 164
LAMPIRAN PERSURATAN ......................................................................................... 166
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.Papan larangan merokok dan makan menginang pada LingkunganSekolah .................................................................................................... 4
Gambar 2.Ember tempat membuang ludah pinang di Pasting Sanggeng ................. 5
Gambar 3.Tanaman pohon pinang di kebun masyarakat ......................................... 35
Gambar 4.Rangkaian buah Pinang siap panen ......................................................... 36
Gambar 5.Relief pada Candi Sukuh, tergambar pohon pinang . ............................... 40
Gambar 6.Sajian bahan konsumsi pinang dalam pertemuan / ritual adat .................. 44
Gambar 7. Pinang kering (gebe) merambah pasar tradisional di Manokwari. .......... 48
Gambar 8.Peta geografi Propinsi Papua Barat ......................................................... 53
Gambar 9.Lingkup penelitian, dalam 3 distrik; Manokwari Barat, ManokwariSelatan dan Manokwari Timur ................................................................ 53
Gambar 10.Jualan pinang di Jalan Sujarwo Condronegoro SH ................................ 65
Gambar 11.Pengecer pinang di Jalan Siliwangi, Pelabuhan Manokwari ................. 69
Gambar 12.Kepedulian ASPAP terhadap mama – mama penjual pinang ............... 70
Gambar 13 Lapak jual Pinang “atap biru” ................................................................. 71
Gambar 14.Pinang kering (gebe) di pasar tradisional ............................................... 73
Gambar 15.Tanaman pohon pinang di Kampung Maripi........................................... 76
Gambar16.Mama Mama penjual Pinang buah di pelataran pasar SanggengManokwari ................................................................................................ 81
Gambar17.VCD mop beredar di pasaran seantero Papua........................................... 92
Gambar18.Ngobrol bersama diselingi dengan mop-mop .......................................... 93
Gambar19.Obrolan Warung Pinang menjadi Acara Unggulan di RRI Manokwari .. 99
Gambar20.Bangunan-bangunan menjadi sasaran buangan ludah merah saatmengkonsumsi pinang .............................................................................. 101
Gambar21.Hadi Departement Store dan Swiss-Belhotel di Manokwari ................... 104
Gambar22.Potret jualan pinang ............................................................................... 121
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
PETA KAWASAN PERKOTAANKABUPATEN MANOKWARI TAHUN 2009
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
ABSTRAK
Dinamika Budaya Konsumsi PinangDalam Pembentukan Ruang Publik Kota Manokwari
Dinamika budaya konsumsi pinang dalam masyarakat Papua di Kota ManokwariPropinsi Papua Barat dihayati seiring dalam arus globalisasi yang bermuatan ragamkonsep pola pikir, ideologi, dan wacana. Modernitas menjadi simpulan pola pikir dangaya hidup, sehingga kultur mengkonsumsi pinang yang bertumbuh-kembang dariwaktu ke waktu mendapat stigma kolot, jorok, serta tidak layak dalam perkembangandunia dewasa ini.
Mengkonsumsi pinang yang mengandung nilai serta makna persaudaraan telahmenjadi sebuah identitas dan kearifan lokal dalam kehidupan masyarakat Papua.Dalam kebersamaan, kultur ini memberi peluang besar untuk membangun ragamwacana sosial, ekonomi, mau pun politik, sehingga dapat mempengaruhi eskalasiaktivitas keseharian masyarakat setempat yang sarat dengan problematika kehidupanbudaya, berbangsa, dan bernegara.
Dengan stigma negatif dan kontra produktif yang melekat pada kultur ini serta seiringdengan tuntutan nilai-nilai modernitas yang ada di sisi lain budaya konsumsi pinangternyata mampu menjadi media komunikasi antar individu mau pun kelompokmasyarakat yang bersifat heterogen. Posisinya sebagai media komunikasi tersebutdalam pemikiran Homi K. Bhabha menjadi sebuah ‘ruang pembicaraan ketiga’ bagisubyek-subyek kontestan dengan berbagai latar belakang; seperti halnya suku bangsadan budaya yang ada dalam suatu masyarakat sosial. Dalam ruang tersebut tidak adalagi klaim tentang ‘ini ruang kami’ atau ‘itu ruang mereka’, melainkan menjadi ‘iniadalah ruang kita bersama’.
Dalam pemikiran Michel de Certeau, masing-masing kontestan dengan beragam latarbelaknag tersebut akan menerapkan strategi dan taktik guna memperoleh otoritashegemoni. Karena secara kontinuitas akan terjadi perubahan struktur dan kondisisosial kemasyarakatan, maka dalam kenyataannya tidak semua kontestan dapatmengklaim sebuah keberhasilan mutlak sebagai pemegang otoritas sosial. Dalamdinamika masyarakat terjadi proses interaksi sosial, terbangun wacana,subyektivikasi, serta karakterisasi pada masing-masing subyek, Mereka semuaberkesempatan sama dalam berpartisipasi dengan konsensusnya untuk membentukruang publik Kota Manokwari di Propinsi Papua Barat.
Kata Kunci: konsumsi pinang, ruang pembicaraan ketiga, strategi dan taktik,pembentukan ruang publik, Kota Manokwari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
ABSTRACT
The Dynamics of Areca Nuts Consumption Custom in the Public SpacesForming Process of Manokwari City
The areca nuts (Areca catechu) consumption custom among Papuans in ManokwariCity, West Papua Province, has been internalized in their daily life likewise theunstoppable globalization wave with its various mindset, ideologies, anddiscourses.Modernity became end-node of “brand-new” mindsets and lifestyles, so theareca nuts consumption custom that has grown for ages will be stigmatized as oldfashioned style, disgusting, considered as eyesore, and inappropriate in this currentage.
However, this custom which promotes brotherhood values has become an identity andbeing a part of local wisdom for Papuans as well. It has given great opportunities tovarious social, economical, and even political discourse constructions that able toaffect the daily life condition of locals that have been burdened by certain cultural andpolitical problems.
Despite the negative and contra-productive stigma that had been embedded to theareca nuts consumption custom alongside the demands required by modernity values,it turns out to be an effective media of communication among the Papuans and withintheir heterogenic communities as well. As media of communication, according toHomi K. Bhabha, this custom can be seen as “the third space of enunciation” for allof its contestants with many backgrounds; like various ethnical and cultural groupswithin the society. In that space, there are no such claims like “this is ourspace” or “that is their space”, but “this is a space for us all”.
As Michael de Certeau has stated, each contestant with all of their own backgroundswould then apply a set of strategies and tactics to obtain an authorized hegemony. Inthe long run, the structure and condition of the society will be changeable, hence notall the contestants is able to claim absolute success as social authority holder. Withina growing and fluctuating community, there are social interactions, discourseconstructions, and also each subject characterization. They all have equal opportunityto participate – by consensus – in creating the public spaces of Manokwari City, WestPapua Province.
Keywords: areca nuts consumption, the third space of enunciation, strategies andtactics, the forming of public spaces, Manokwari City.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Tradisi mengkonsumsi pinang bagi masyarakat Papua telah dilakukan
secara turun temurun dan merupakan kebiasaan dalam keseharian hidup dari
generasi ke generasi hingga dewasa ini. Aktivitas keseharian yang memiliki
nilai-nilai budaya dalam masyarakat setempat ini mendapat perhatian sekaligus
mengandung permasalahan yang mempengaruhi aktivitas keseharian
masyarakat publik. Kebiasaan mengkonsumsi pinang oleh sebagian masyarakat
publik modern dianggap sebagai kebiasaan yang jorok dan kontra produktif
dengan arus global. Banyak plakat pada ruang publik seperti di pusat
perbelanjaan, rumah sakit, hotel, supermarket, gedung perkantoran, pasar, dan
tempat publik lainnya bertuliskan: “Dilarang Makan Pinang di Area Ini!”
namun kebiasan ini tetap hadir tanpa terakomodir permasalahannya.
Salah satu ruang publik di Papua adalah Manokwari. Kota yang
merupakan Ibu Kota Kabupaten dan Ibu Kota Propinsi Papua Barat ini dalam
satu dasawarsa terakhir ini mengalami perubahan struktur dan pembangunan
infrastruktur dengan pesat. Upaya peningkatan dan pengangkatan sumber daya
manusia serta eksplorasi sumber daya alamnya menggerakkan dinamika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
ipoleksosbud yang berakibat pada peningkatan kesejahteraan dan mutu
kehidupan masyarakat yang sekaligus memicu permasalahan kehidupan publik.
Komposisi penduduk Kota Manokwari1 yang terdiri atas masyarakat Asli
Manokwari dari suku Sough, Karon, Hatam, Meyah dan Wamesa, ditambah
dari migrasi neto2 warga Papua pendatang (Serui, Biak Numfor, Waropen dan
Wondama) serta dari luar pulau Papua; seperti Bali, Jawa, Maluku, Sulawesi,
Sumatra, Ternate, Timor, serta pulau-pulau lainnya. Kondisi multikultur ini
tersebut berpotensi mempengaruhi dinamika aktivitas masyarakat dalam proses
pembentukan ruang publik Kota Manokwari.
Dalam sejarahnya pada tanggal 8 Nopember 1898 Manokwari menjadi
Pusat Pemerintahan Hindia Belanda untuk mengawasi wilayah Irian Jaya
Bagian Utara, oleh karenanya sejak masa pemerintahan kolonial terjadi
mobilisasi penduduk serta transformasi beragam budaya pada ruang-ruang
publik yang secara berangsur mempengaruhi aktivitas masyarakat setempat.
Dinamika budaya3 konsumsi pinang dalam masyarakat Papua di Kota
Manokwari dewasa ini berjalan seiring dengan arus globalisasi yang membawa
ragam; ideologi, konsep berpikir, gaya hidup, wacana, serta teknologi yang
mengharuskan hadir dalam berbagai praktek dialektika negosiasi-negosiasi
dalam forum ruang publik yang mencairkan (liquidity) atmosfer keseharian
1 Pada 3 wilayah distrik: Manokwari Barat, Manokwari Selatan, dan Manokwari Timur.2 Perubahan penduduk karena perpindahan dan kedatangan penduduk ke suatu daerah (KBBI: 954).3 Sumber: www.KamusBahasaIndonesia.org; sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudahsukar diubah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
hidup warga masyarakat di Kota Manokwari. Ruang publik bukan lagi bersifat
homogeneous akan tetapi berkembang dalam heterogeneous yang kompleks
dengan berbagai aspek kehidupan.
Pemanfaatan ruang-ruang geometris Kota Manokwari oleh warga
masyarakat pada umumnya menandai adanya suatu proses pembentukan ruang
publik dengan identitas dan karakternya yang terjadi seiring dengan dinamika
pengoperasian strategi dan taktik dari seluruh elemen masyarakat. Praktek
kreatifitas dalam dialektika negosiasi dilakukan untuk menguasai (dominasi
dan hegemoni) ruang publik sesuai imaji serta wacana masing-masing. Situasi
ini dapat dipahami dengan menggunakan pemikiran Miller4:
“We are in a crisis of belonging, a population crisis, of who,what, when, and where. More and more people feel asthough they do not belong. More and more people areseeking to belong, and more and more people are notcounted as belonging. Cultural Citizenship is concerned withthe way this crisis is both registered and held …”
Melalui proses dialektika-dialektika dalam ruang publik tandingan (the
counter public sphere) dalam arus globlaisasi yang bebas dan dinamis yang
menawarkan ragam harapan dan keprihatinan publik akan terjadi proses
pembentukan sebuah ruang publik baru, hingga mengubah serta membentuk
sebuah identitas subyek kewargaan budaya yang baru pula.
4 Tobby Miller. 2007. Cultural Citizenship: Cosmopolitanism, Konsumenism, and Television in aNeoliberal Age. Philadelphia: Temple University Press, hal.1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Dalam kajian ini penulis lebih fokus pada fenomena budaya konsumsi
pinang warga masyarakat di Kota Manokwari Papua Barat. Ketertarikan ini
berawal dari peristiwa pengoprasian strategi pada tindakan manipulatif dalam
bentuk represif dan penyeragaman dari relasi kekuasaan dengan kehendak dan
kekuasaannya terhadap subjek-subyek masyarakat (seperti pedagang,
komunitas budaya, lembaga masyarakat), sehingga membatasi aktivitas dan
kreasi warga dalam keseharian hidup masyarakat di Papua.
Gambar.1. Larangan makan pinang pada lingkungan sekolah.5
Di dalam ruang publik Kota Manokwari, hampir setiap waktu terlihat
pemandangan orang atau sekelompok orang sedang menikmati buah pinang. Di
tepian jalan, di pojok ruangan perkantoran, rumah sakit, pasar, pos-pos ronda
atau pun di dalam kendaraan-kendaraan umum, di jalan-jalan raya, terutama
5 Sumber: Dokumen pribadi peneliti.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
pada tikungan-tikungan dengan mudah terlihat berhamburan tilas-tilas aktivitas
mengkonsumsi pinang berupa ludahan pinang.
Gambar 2. Sebuah ember tempat membuang ludah pinang di Pasting Sanggeng Manokwari.6
Dari anak-anak sampai dengan orang tua, pelajar, mahasiswa,
pemuka/tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat sampai para pejabat di
Papua, meyakini beragam manfaat dari mengkonsumsi pinang bagi kehidupan
sosial, budaya maupun ketubuhan.
Mengkonsumsi pinang menjadi identitas bermakna dalam relasi
kebersamaan. Proses komunikasi dalam relasi tersebut memungkinkan
terbangun beragam wacana yang terlahir dari pengalaman, pemikiran, gagasan
dan ide individu maupun kelompok, yang memberi ruang terjadinya dinamika
6 Dokumen pribadi peneliti.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
kontestasi ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya dalam pusaran ruang
publik kehidupan masyarakat Manokwari
Fenomena sosial budaya tersebut memasuki wilayah kontestasi politik
dan ekonomi pasar yang memungkinkan terbangunnya ketegangan sosial
maupun individual, membangkitkan resistensi dan sekaligus negosiasi dalam
kehidupan publik. Aparatur birokrasi, elit politik, pengusaha, kebijakan
pemerintah, paradigma pembangunan, ideologi dan gaya hidup (life style)
mempersepsi kota dengan berbagai bentuk dan praktek kekuatan struktural.
Ruang Kota menjadi arena untuk memperjuangkan asosiasi bebas: “Ethics,
pleasure and invention – these are the values that underwrite a practice that
tries to open up a space for ‘free association’.”7 yang menjadi terkekang oleh
karena adanya kontestasi pasar dan kekuasaan, dimana dialektika dan negosiasi
menjadi representasi masing-masing kontestan dalam upaya mencapai nilai-
nilai etika, kesenangan/pemuasan dan penemuan dalam bidang sosial, ekonomi,
budaya dan kekuasaan politik.
Represi dan perlawanan menjadi indikator adanya pelanggaran etika
sosial yang mengusik kemapanan identitas masyarakat yang berpotensi
memunculkan perlawanan (resistensi) dari masyarakat budaya untuk
mempertahankan identitas budayanya sebagai filosofi yang bermakna dalam
kehidupan sehari-hari (everyday life) dalam masyarakat sosial dan budaya.
7 Ben Highmore. 2006. Michel de Certeau Analysing Culture. Continuum International PublishingGroup, New York, hal. 149.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
Kota Manokwari sebagai ruang publik menjadi arena kontestasi forum
subyek-subyek dengan ketegangan-ketegangan yang disebabkan oleh
pertarungan strategi ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang
berhadapan dengan taktik dari masyarakat mau pun individu dengan kultur
masing-masing. Makna-makna yang terkandung dalam tradisi kehidupan
sehari-hari masyarakat di Papua terkikis oleh klaim modernitas yang diwakili
oleh aparat pemerintah, kapitalis, media, gaya hidup masyarakat serta regulasi-
regulasi yang diterapkan untuk kehidupan publik.
2. Tema Penelitian
Budaya konsumsi pinang menjadi sebuah ruang dialektika yang mampu
menggerakkan dinamika sosial, ekonomi, budaya dan politik dalam
pembentukan ruang publik Kota Manokwari.
3. Rumusan Masalah
Mencermati permasalahan di atas, tertengarai adanya krisis dan ancaman
terhadap warga budaya konsumen pinang. Mobilitas ekonomi, sosial, religi,
budaya serta politik dengan beragam agenda memasuki ruang publik yang
membaur dalam kehidupan masyarakat Kota Manokwari, selanjutnya secara
perlahan (evolutif) berangsur mengalami perubahan menuju pembentukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
ruang publik tempat seluruh warga masyarakat Kota Manokwari beraktivitas
dalam kehidupannya sehari-hari.
Memahami budaya konsumsi pinang yang berhadapan dengan arus
modernitas, sehingga masuk dalam ranah kontestasi dengan ragam gaya hidup,
mobilitas penduduk, komoditas ekonomi, regulasi dan kebijakan-kebijakan
publik di Kota Manokwari, memunculkan beberapa pertanyaan akademik serta
publik yang hendak dipahami dan dijawabi melalui kajian budaya ini:
1) Wacana dan kebijakan publik seperti apakah yang muncul dari budaya
konsumsi Pinang di Manokwari?
2) Bagaimanakah pendapat masyarakat terhadap budaya konsumsi pinang di
Kota Manokwari?
3) Bagaimanakah aktivitas mengkonsumsi pinang mampu berperan dalam
pembentukan ruang publik kota Manokwari?
4. Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai melalui kajian budaya tentang Dinamika
Budaya Konsumsi Pinang dalam Pembentukan Ruang Publik Kota Manokwari
ini adalah;
1) Mendeskripsikan wujud dan berkembangnya budaya konsumsi Pinang
dalam kehidupan masyarakat di kota Manokwari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
2) Menganalisa wacana serta imaji tentang budaya konsumsi Pinang yang
terbangun dalam masyarakat publik Kota Manokwari.
3) Menggunakan konsep pemikiran Michel de Certeau tentang strategi dan
taktik pada ruang publik tandingan untuk dapat mengartikulasikan
dinamika budaya konsumsi pinang yang turut serta menjadi faktor dalam
pembentukan realitas ruang publik kota Manokwari di Propinsi Papua
Barat.
5. Manfaat Penelitian
Sebagai sebuah fenomena sosial dan budaya, mengkonsumsi pinang
dalam masyarakat Papua dihayati dalam dinamika heterogeneous budaya.
Dinamika budaya ini membangkitkan keingitahuan mengenai hal-hal yang
terjadi di dalamnya. Fenomena ini menarik untuk diamati dan dikaji yang
diharapkan ada upaya-upaya analisis lanjutan, pencerahan terhadap intuisi, ide-
ide baru, konsep-konsep tentang ruang publik yang baru, informasi dan
perspektif yang baru, serta kebijakan publik yang lebih akomodatif terhadap
obyek budaya masyarakat Papua dimaksud.
Melalui Kajian Budaya (cultural studies) ini diharapkan dapat
mengartikulasikan dinamika budaya mengkonsumsi pinang yang berkonstelasi
dengan aparatus pemerintah, kapital modal, masyarakat sipil, dan media massa
pada ruang publik tandingan (the counter public sphere) yang dapat turut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
menggerakkan eskalasi sosial, ekonomi, budaya dan politik, sehingga berperan
dalam pembentukan ruang publik Kota Manokwari.
Oleh karenanya kajian budaya yang menitik beratkan perhatian pada
usaha pemahaman sekaligus mencari peluang pemanfaatan ruang publik Kota
Manokwari ini diharapkan dapat:
1) Mendorong pengkajian dan pengembangan ilmu-ilmu kemanusiaan, bagi
warga masyarakat heterogeneous budaya, agar dapat mengedepankan
kebijakan budaya (cultural policy) yang dapat mengakomodir kebutuhan
indigeneous budaya masyarakat setempat.
2) Membuka wacana pengetahuan (gnostic) akan adanya wandering of the
semantics sebagai serangkaian pesan bermakna yang berhamburan dalam
kesengkarutan perjalanan (trajectory) keseharian hidup masyarakat,
sehingga mampu menjadikan subyek-subyek visioner yang dapat
berpartisipasi sebagai creatoris ruang tak terbatas untuk mengakomodir
bagi asosiasi bebas warga masyarakat.
3) Memberi kontribusi dalam perdebatan akademik tentang konsep strategi
dan taktik yang ada dalam kontestasi kehidupan (pragmatis), yang
sekaligus menjadi dasar untuk mengapresiasi dan penyusunan strategi
kebijakan selanjutnya atas kegagalan maupun keberhasilan pembentukan
ruang publik Kota Manokwari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
6. Kajian Pustaka
Dewasa ini ruang publik semakin menjadi perhatian dari dunia
internasional, pemerintahan negara-negara, pemerintah daerah, hingga unit-unit
wilayah yang dekat dengan lapisan masyarakat yang sekaligus menjadi
kebutuhan bagi masyarakat publik. Masyarakat membutuhkan ruang publik
sebagai tempat beraktivitas, mengekspresikan diri, bekerja untuk mencari
nafkah, rekreasi atau pun menjalin relasi sosial dengan sesamanya.
Dalam sebuah tulisan yang bertopik Hidden-Order dan Hidden-Power
pada Ruang Terbuka Publik, Studi Kasus: Lapangan Cikapundung Bandung,
RR. Dhian Damajani8 memberikan simpulan penelitiannya di tahun 2007,
bahwa:
“Konfigurasi ruang secara alamiah akan berubah sesuaisituasi dan kondisi yang ada. Ruang fisik tidak menjadibatasan untuk tetap dapat melakukan aktivitas. Dengan katalain, ruang fisik dapat “berubah bentuk” sesuai dengankonteksnya. “Peristiwa” yang dikonstruksi oleh para aktormempunyai posisi yang lebih utama dibandingkan denganwujud spasialnya.”9
Studi kasus pada Lapangan Cikapundung Bandung di atas memberikan
pemikiran adanya kemungkinan proses perubahan bentuk dari ruang publik
8 Pengajar Program Studi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan,Institut Teknologi Bandung.9 RR. Dhian Damajani. 2007. Jurnal Institut Teknologi Bandung (ITB). Hidden-Order dan Hidden-Powerpada Ruang Terbuka Publik, Studi Kasus: Lapangan Cikapundung, Bandung . J. Vis. Art. Vol. 1 D. No.3, hal. 334.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Kota Manokwari yang dikarenakan oleh kebiasaan, tradisi, adat istiadat atau
pun sebagai budaya mengkonsumsi pinang, karena eksistensinya akan mampu
turut serta dalam proses pembentukan ruang publik Kota Manokwari. Karena
berdasarkan kenyataan lapangan di atas yang walau pun tidak sejalan dengan
konsep modernitas dengan suatu imaji kota bersih, rapi dan teratur; masyarakat
konsumen pinang di sekitar Kota Manokwari pun dapat menjadi aktor yang
dapat mengkonstruksi konfigurasi ruang publik Kota Manokwari yang baru.
Cara berpikir tersebut membantu untuk menjelaskankan adanya suatu
dinamika budaya konsumsi pinang yang selama ini dipandang menjadi biang
berbagai permasalahan sosio-kultural di sekitar ruang publik Kota Manokwari,
yang berkaitan dengan kompleksitas persoalan-persoalan latar belakang
masyarakat, arus global, serta mobilisasi penduduk yang secara evolusi turut
serta dalam proses pembentukan kota sebagai ruang publik berkelanjutan.
Imaji ruang publik Kota Manokwari dalam hal ini tidak bisa terlepas
dengan potret keseharian perjuangan mama-mama Papua yang berjualan
pinang atau pun yang dengan berjejer menggelar karung-karung plastik untuk
meletakkan barang-barang dagangan yang berupa hasil kebun di sepanjang
pinggiran jalan mau pun teras pasar. Sedangkan para pedagang ‘pendatang’
berjualan dengan menempati kios/los yang lebih mapan. Keadaan yang
digambarkan dalam Jurnal Studi Pembangunan Interdisiplin, dalam topik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
Siasat Rakyat di Garis Depan Global: Politik Ruang Pasar dan Pemekaran
Daerah di Tanah Papua oleh I Ngurah Suryawan:
“…mengeksplorasi kondisi pasar tradisional di Papua,khususnya di Pasar Sanggeng dan Wosi di Kota Manokwari,Papua Barat dan posisi mama-mama Papua dalam merebutakses berjualan di pasar tersebut. … ruang-ruang publiktermasuk pasar dan daerah-daerah baru sebagai hasil daripemekaran daerah menjadi arena baru perebutan kekuasaanekonomi politik yang dimainkan oleh para elit-elit lokaldengan mengatasnamakan “rakyatnya” masing-masing,pemerintah Indonesia, para pendatang yang mengadunasibnya di Tanah Papua, dan jejaring investasi global dalamberbagai bentuk dan “wajah-wajahnya” yang saling menipuuntuk memanfaatkan peluang, keuntungan, dankekuasaannya.”10
Di tengah ekspansi kolonialisasi, pasar global, kapitalisasi dan birokrasi
pemerintah yang berkuasa, budaya mengkonsumsi pinang tetap eksisten dalam
proses interaksi dan komunikasi yang mampu membangun opini dan wacana
publik. M. Sastrapratedja, Guru besar pada Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara
Jakarta memotret kembali ‘public sphere’ Kota Paris dan London dalam
rentang waktu akhir abad 17 dan awal abad 18 yang sedang terjadi kembali
pada lingkungan masyarakat kita pada saat sekarang: “… ruang publik itu
mewujudkan gagasan mengenai komunitas warganegara, berkumpul bersama
sebagai orang yang sederajat dalam suatu forum masyarakat sipil, berbeda
10 I Ngurah Suryawan. 2013. KRITIS, Jurnal Studi Pembangunan Interdisiplin, Vol. XXII, No. 1. SiasatRakyat di Garis Depan Global: Politik Ruang Pasar dan Pemekaran Daerah di Tanah Papua.Salatiga: Program Pascasarjana Universitas Kristen Satya Wacana, hal. 64-65.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
dari otoritas negara dan ruang privat keluarga. Forum itu membentuk opini
publik melalui debat rasional.”11
Pemikiran di atas meyakinkan anggapan dasar penulis tentang dinamika
budaya mengkonsumsi pinang, di mana komunitas warga masyarakat
berkumpul dan berkomunikasi (share) sebagai orang yang sepengalaman dalam
kehidupan, sehingga melahirkan harapan, pandangan, pendapat, ide-ide dan
penilaian yang melalui aktivitas keseharian dalam semua bentuk relasi dengan
yang lain (the other) untuk mewujudnyatakan idealism sebuah kota sebagai
ruang publik bersama.
Menggunakan pemikiran Mudji Sutrisno dalam tulisannya bertajuk Krisis
Ruang Publik Kultural, potret ruang publik yang dinarasikan oleh Suryawan di
atas dapat menghantar kepada pemikiran untuk mempertanyakan hadirnya
fenomena modernitas, dalam arti rasionalitas ekonomi modern akan menggusur
dan menggantikan konsep serta sistem ekonomi tradisional suatu masyarakat.
Mudji Sutrisno menyorot:
“… soal penghayatan ruang bersama yang bergeser darimakna kultural menjadi ekonomis serta apa yang berebut dansiapa yang memperebutkan ruang bersama itu; kekuatan-kekuatan manakah sehingga para pemilik awal yang semulaaktif kini menjadi penonton pasif ? … Atau lebih tandas lagi,kini penonton-penonton itu sudah dijadikan obyek konsumsi
11 F. Budi Hardiman (ed.). 2010. Ruang Publik. Melacak Partisipasi Demokratis dari Polis sampaiCybercpace. Ruang Publik dan Ruang Privat dalam Tinjauan Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius, hal.271.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
atau sekedar konsumen karena ruang bersama di dominasioleh pemodal?”12
Pada giliran selanjutnya, muncul regulasi-regulasi yang merupakan
bahasa kebijakan, menuntut penyeragaman budaya pada ruang publik kota
justru memperjelas hadirnya sikap diskriminatif dalam memberikan penilaian,
stigma, dan justification terhadap indigenous budaya mengkonsumsi pinang
dalam masyarakat Papua di Manokwari.
Sikap dan kebijakan publik yang mengintervensi praktek budaya lokal –
mengkonsumsi pinang – telah mengekang dan mempersempit ruang gerak
asosiasi bebas warga konsumen buah pinang, sehingga mengancam
keberlangsungan kultur dalam relasinya dengan kehidupan sosial ekonomi
masyarakat di Papua. Hal ini merupakan indikasi adanya persoalan kehidupan
budaya yang diakibatkan dari kontestasi hegemoni dalam mobilitas sosial,
ekonomi, budaya serta politik pada forum publik.
Kesenjangan ekonomi, sosial politik dan budaya warga Papua telah
menjadi bahan perbincangan serius; kesenjangan antara warga asli dan
pendatang menjadi sebuah potret Papua yang memprihatinkan. Tim Jurnalis
12 Ibid. hal.282.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Kompas13 melalui ekspedisi lapangan pada tahun 2007 memberikan
laporannya:
“… perekonomian rakyat Papua bisa dikatakan jalan ditempat. Di berbagai wilayah, mulai dari Teluk Bintuni hinggaMerauke, memang terlihat ada kemajuan pembangunan fisik.Namun yang lebih berperan dalam pembangunan danmenikmati kemajuan itu adalah para pendatang, terutamamereka yang berasal dari Buton, Bugis, dan Makassar(Sulawesi), yang lebih dikenal dengan istilah BBM. Orangasli Papua, terutama mama-mama, pada umumnya hanyamampu berdagang seadanya, seperti menjual pinang-sirih,sayuran, dan ikan di sekitar pertokoan yang dimilikipendatang.”
Otoritas kampung sebagai ruang sosial tak terbatas telah mengalami
pergeseran yang diakibatkan oleh adanya dominasi (hegemonisasi) kekuatan
baru (modernitas). Suatu proses pergerseran otoritas sosial: “… the old regime
no longer had the authority it had once commanded: consequently it could no
longer hold fast against further changes.” (Buchanan. 2000:2) yang muncul
dengan suatu perubahan otoritas kota sebagai ruang sosial terbatas, sehingga
melahirkan suatu kampung dalam kota yang mempersempit ruang gerak
praktek kultur masyarakat setempat.
Kampung dalam kota merujuk pada suatu habitat kehidupan sosial yang
khas, tempat membentuk pengalaman subjektif orang-orang dan kelembagaan
yang ada di dalamnya. Habitat ini terbangun karena adanya mobilitas kaum
13 Fandri Yuniarti (ed). 2009. Ekspedisi Tanah Papua Laporan Jurnalistik Kompas. Terasing di TanahSendiri. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, hal. xii.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
migran, yakni para pendatang yang mempersepsi dirinya sebagai pelaku-pelaku
ekonomi pasar atau pun pegawai (abdi) keprajaan pada suatu ruang publik
yang telah berdomisili masyarakat setempat dengan kultur kesehariannya.
Keadaan ini menyuburkan dinamika kontestasi dalam ruang publik dengan
ketidakteraturan dan ketegangan.
Wacana-wacana kritis di atas menjadi alasan-alasan diperlukannya
memperhatikan serta memberi tempat (akomodasi) bagi upaya-upaya
pelestarian indigeneous budaya masyarakat yang merupakan bagian dari
kearifan lokal dalam masyarakat Papua yang mengandung nilai dan makna
dalam keseharian hidup mereka. Maka melalui kajian ini diharapkan akan
dapat membantu mengartikulasikan sisi dinamika budaya mengkonsumsi
pinang dalam proses pembentukan ruang publik Kota Manokwari.
7. Kajian Teori
Untuk mengkaji topik di atas penulis mempergunakan konsep-konsep
pemikiran (teori) kajian budaya dari Michel de Certeau (1984) yang berjudul
The Practice of Everyday Life, sebuah karya akademik yang
mengkombinasikan dengan praktek kehidupan sehari-hari. Dalam kaitan
dengan dinamika budaya mengkonsumsi pinang pada proses pembentukan
ruang publik Kota Manokwari, penulis mengkorelasikan distingsi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
dibangun oleh Certeau mengenai strategi-strategi kekuasaan dan taktik-taktik
perlawanan yang terjadi dalam ruang publik tandingan.
Pembentukan ruang publik kota selalu menghadirkan opini, wacana serta
regulasi dari pemangku otoritas wilayah (rezim penentu) yang mempunyai
otoritas dominan dalam keseharian hidup masyarakat setempat. Kebijakan
publik yang terwujud dalam regulasi serta komitmen bersama, keduanya
terangkai dalam sistem administrasi publik:
“Administration is combined with a process of elimination inthis place organized by "speculative" and classificatoryoperations. On the one hand, there is a differentiation andredistribution of the parts and functions of the city, as aresult of inversions, displacements, accumulations, etc.; onthe other there is a rejection of everything that is not capableof being dealt with in this way and so constitutes the "wasteproducts" of a functionalist administration (abnormality,deviance, illness, death, etc.). To be sure, progress allows anincreasing number of these waste products to bereintroduced into administrative circuits and transforms evendeficiencies (in health, security, etc.) into ways of making thenetworks of order denser.”14
Reimagine dalam pemikiran Michel de Certeau untuk proses
pembentukan sebuah ruang publik kota sarat dengan dinamika: “They move
even the rigid and contrived territories of the medico-pedagogical institute in
which retarded children find a place to play and dance their "spatial stories.
These "trees of gestures" are in movement everywhere. Their forests walk
14 Michel de Certeau. 1984. The Practice of Everyday Life. University of California Press, Berkeley, hal.94-95.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
through the streets. They transform the scene, but they cannot be fixed in a
certain place by images.”(Certeau.1984:102). Subyek-subyek hadir
mentransplantasi, membawa pergi retoris dan menggusur analitis, sehingga
dalam kaitan dengan urbanisme hadir wandering of the semantics yang
terproduksi oleh massa. Hal tersebut membuat beberapa bagian dari ruang
publik menjadi hilang, distorsi, terpecah-belah, serta mengalihkan keteraturan
gerak menjadi kesengkarutan. Keadaan tersebut justru memberi keuntungan
kepada pihak yang mampu memainkan strategi dan taktik untuk menguasai
keadaan ruang publik dalam rangka pencapaian suatu tujuan.
Proses pergeseran (penyingkiran) pada ruang publik selalu dalam
klasifikasi gerak sosial masyarakat yang bersifat spekulatif. Pembedaan dan
pembagian-pembagian fungsi kota yang diakibatkan oleh pembalikan,
perpindahan, dan akumulasi pergeseran-pergeseran akan mengusik eksistensi
kultur suatu masyarakat yang telah mapan. Proses ini menjadi suatu resistensi
yang disebabkan oleh pertemuan tindakan penekanan (represi) dan perlawanan
terkait dengan eksistensi budaya mengkonsumsi pinang dalam keseharian
masyarakat. Suatu proses yang memicu ketidak-nyamanan situasi sosial yang
disebabkan oleh pelanggaran etika sosial.
Dengan modus penyeragaman budaya untuk sebuah gaya hidup
keseharian dengan konsep-konsep modernitas oleh subyek dominan terhadap
subyek masyarakat yang masih dinilai (dianggap) kolot dan tidak modern, yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
ditandai dengan regulasi dan wacana, maka akan terbentuk imaji ruang publik
sebagaimana diinginkannya. Proses perjalanan situasi sejarah ini menurut
Benedict Anderson merupakan “alur pertumbuhan yang mungkin dapat
dinamai ‘sejarah komparatif’ yang pada gilirannya menuntun orang ke arah
konsepsi yang sampai saat itu belum pernah didengar orang, ‘kemodernan’
yang diperlawanakan dengan ‘zaman kuno’ (antiquity), niscaya tak
menguntungkan bagi yang disebut belakangan tadi.”15
Sebagaimana situasi sengkarut sebuah ruang publik kota yang
digambarkan oleh Michel de Certeau: "The city," like a proper name, thus
provides a way of conceiving and constructing space on the basis of a finite
number of stable, isolatable, and interconnected properties.”
(Certeau.1984:94). Demikian pula dalam realitasnya di Kota Manokwari semua
predikat dan fungsi yang beragam dapat berasosiasi atau pun justru
memisahkan diri, sehingga kota sebagai ruang publik bersama menyajikan
berbagai peristiwa dengan ketidakstabilan, diisolasi, properti yang masing-
masing saling berhubungan serta memiliki beragam makna.
Maka kota menjadi sebuah ruang pengucapan ketiga: “The intervention of
The Third Space of enunciation, which makes the structure of meaning and
reference an ambivalent process, destroys this mirror of representation in
which cultural knowledge is customarily revealed as an integrated, open,
15 Benedict Anderson. 2001. Imagined Communities. Komunitas - Komunitas Terbayang. Yogyakarta:INSIST, hal. 102.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
expanding code.”(Bhabha. 1994:54), sehingga ruang publik Kota Manokwari
realitasnya menjadi sebuah tempat pertandingan (the counter public sphere) di
antara otoritas-otoritas subyek peserta kontestasi. Ruang publik kota menjadi
arena dengan ketegangan yang disebabkan adanya dinamika negosiasi dan
perlawanan dari berbagai otoritas subyek. Beragam bentuk dan praktek
kekuatan struktural; aparatur birokrasi, elit politik, pengusaha, warga
masyarakat, serta hadirnya kebijakan pemerintah, paradigma pembangunan,
ideologi dan dominasi gaya hidup di dalam masyarakat, berlomba mempersepsi
kota sebagai ruang sosial tak terbatas
Kontestasi dengan berbagai dialektika negosiasi pada ruang publik
tandingan (the counter public sphere) tidak berhenti dengan penerapan strategi
dan taktik, menurut Certeau dalam prosesnya sangat mungkin terjadi
penjungkirbalikan posisi kontestan sebagai pemegang dominasi:
“By contrast with a strategy (whose successive shapesintroduce a certain play into this formal schema and whoselink with a particular historical configuration of rationalityshould also be clarified), a tactic is a calculated actiondetermined by the absence of a proper locus. No delimitationof an exteriority, then, provides it with the conditionnecessary for autonomy. The space of a tactic is the space ofthe other.”16
Oleh karenanya pemakai strategi sangat mungkin harus menerima
kekalahan dan harus berganti menerapkan taktik.
16 Ibid. hal. 36-37.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
Strategi bermain dalam struktur resmi yang dilatarbelakangi rasionalisasi
sejarah yang dapat diklarifikasi, sebaliknya taktik terlahir ditentukan oleh locus
ruang lain yang berada di bawah otoritas pemakai strategi. Taktik bermain pada
arena organisasi (management) kekuatan asing yang dominan. In short, a tactic
is an art of the weak.17 Karena taktik terlahir sangat ditentukan oleh ketiadaan
kekuasaan, sedangkan strategi diselenggarakan berdasarkan postulat18
kekuasaan.
Pembentukan sebuah ruang publik selalu terjadi dalam suatu proses
interaksi sosial, dimana subyek-subyek saling membagi pengetahuan sehingga
membentuk suatu karakter yang akan melahirkan idea dan pengetahuan tentang
dunia sosial dengan ragam wujud, suasana, jenis serta ukuran ruang publik
sebagai ruangan tak terbatas. Dalam hal tersebut, Certeau menguraikan konsep
pemikirannya:
“It would be legitimate to define the power of knowledge bythis ability to transform the uncertainties of history intoreadable spaces. But it would be more correct to recognize inthese "strategies" a specific type of knowledge, one sustainedand determined by the power to provide oneself with one'sown place. … It makes this knowledge possible and at thesame time determines its characteristics. It produces itself inand through this knowledge.”19
17 Ibid. hal. 37.18 Postulat adalah asumsi yang menjadi pangkal dalil yang dianggap benar tanpa perlumembuktikannya; anggapan dasar; aksioma.19 Ibid. hal. 37.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Tentang terbentuknya suatu ruang publik kota, pada buku The Practice of
Everyday Life dalam sub judul Walking in The City, Certeau memberikan
konsep pemikirannya dalam 3 (tiga) prasyarat operasional untuk terbentuknya
sebuah kota yang ideal sebagai ruang publik; (1) Produksi ruang dengan cara
mengorganisasi secara kompromis dalam pengelolaan fisik, mental dan situasi
politik; (2) Sinkronisasi sistem dengan suatu keberanian untuk keluar dari
kebiasaan dalam mengelola dan memanfaatakan peluang dari potensi resistensi;
pembatasan taktik, penyimpangan dan reproduksi kekeruhan sejarah; 3)
Menciptakan subjek universal yang anonim dalam sebuah kota, yang berupa
atribut-atribut serta model politik.20
8. Metode Penelitian
Pengkajian budaya yang mengambil topik Dinamika Budaya Konsumsi
Pinang dalam Pembentukan Ruang Publik Kota Manokwari dilakukan pada
lingkup kehidupan sehari-hari masyarakat di Kota Manokwari, secara lebih
khusus membatasi pada kebiasaan (tradisi) mengkonsumsi pinang yang telah
membudaya dalam keseharian masyarakat Papua.
Budaya mengkonsumsi pinang tetap bertumbuh kembang dalam arus
modernitas yang telah memasuki keseharian hidup daam masyarakat
20Disarikan dari: Michel de Certeau. 1984. The Practice of Everyday Life. University of CaliforniaPress, Berkeley. p.94.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Manokwari. Menurut Saukho dalam bukunya yang berjudul Doing Research
in Cultural Studies, pertumbuhan suatu sebuah tradisi/budaya masyarakat yang
berkembang dalam era globalisasi digambarkan pada posisi: “… between two
currents in empirical research in cultural studies that were interested in either
the microcosmos of individual experience or the macrocosmos of global,
economic powerstructures (Saukko,1998).”21 Dalam perkembangan budaya
tersebut akan menghadirkan berbagai pengalaman individu mau pun komunitas
masyarakat setempat, masyarakat migran, atau masyarakat urban yang ada di
Kota Manokwari Papua Barat.
Untuk memperoleh data dan informasi lapangan dalam rangka penelitian
dan pengkajian budaya mengkonsumsi pinang, penulis menggunakan teknik
pendekatan dengan metodologi yang didasarkan dari pemikiran-pemikiran
Michel de Certeau dalam bukunya The Practice of Everyday Life pada bagian
VII (Walking in the City). Dengan metodologi ini bertujuan untuk
mengartikulasikan wandering of the semantics22 (Certeau 1994:102);
menemukan serta membaca strategies dan tactics yang dipergunakan oleh
subyek-subyek pada lintasan yang tak teratur pada ruang publik masyarakat
urban; untuk melakukan penyelidikan (eksplorasi) dan penggarapan (elaborasi)
dari pengalaman-pengalaman hidup masyarakat dalam proses pembentukan
21 Paula Saukko. 2003. Doing Research in Cultural Studies. An Introduction to Classical and NewMethodological Approaches. London. Thousand Oaks. New Delhi : SAGE Publications, hal. 5-6.22 Istilah yang dipakai oleh Derrida. (Marges, 287, on metaphor.)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Kota Manokwari sebagai ruang publik berkelanjutan. Dengan metode ini
pejalan kaki/walker (peneliti: saya) bermaksud menemukan makna serta pesan
yang simpang siur dari ruang publik (territorial) Kota Manokwari tempat
warga masyarakat budaya konsumsi pinang masih hadir dengan eksistensinya.
Metodologi tersebut mendapatkan sebuah apresiasi dari Highmore: “I
want to show how the methodology of de Certeau is always also social.
Explicating his work of cultural policy is a way of making vivid something that
is already there in the historiography, in the contemporary ethnology.”23
Metodologi Walking in the City terinspirasi dari sebuah mitologi Yunani;
tentang sosok heroik Icorus yang dipandang sebagai tokoh simbol yang
memiliki keberanian dalam mengeksplorasi hal-hal yang baru, manusia dewa
(bersayap) tukang intip yang dalam posisi terbangnya mampu mengamati
obyek sesuai dengan tujuannya. Melalui metodologi Walking in the City,
walker menjadi pengamat sekaligus peneliti dengan menggunakan teknik/cara
untuk melihat peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam ruang publik secara lebih
detail dan menyeluruh – bahkan tanpa harus memilih pada suatu obyek dengan
klasifikasi tertentu – pada yang tak teratur, kotor, tidak normatif atau pun
perihal yang tidak pernah dianggap umum dan wajar oleh penilaian publik
sekalipun. Dengan nongkrong, bertergur sapa, ikut ngobrol tanpa ujung
pangkal dari topik ringan sampai yang serius, peneliti bisa mendengar,
23 Ben Highmore. 2006. Michel de Certeau Analysing Culture. Continuum International PublishingGroup, New York, hal. 150.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
mengiyakan, sambil memperhatikan berbagai kejadian sepanjang perjalanan
(trajectory) dalam kerumunan orang, Dari setiap yang dipandang, didengar,
tercium dan terasakan sepanjang perjalanan peneliti dalam keseharian hidup
warga masyarakat Manokwari, penulis berkesempatan mendapatkan informasi
dan pesan-pesan bermakna dapat untuk dijadikan bahan kajian karya tulis ini.
Voyeurisme24 icorian menjadi sebuah karakter yang memiliki dorongan
tidak terbatas, dengan secara diam-diam mengintip, mengamati dan
memperhatikan secara seksama untuk memperoleh masukan berupa informasi
dan data dari peristiwa-peristiwa pada ruang publik yang diamati, sehingga
mendapatkan pemenuhan rasa puas atas kebutuhan dan keinginannya.
Demikian pula dengan berjalan kaki (blusukan), akan menjadi subyek
yang berkemungkinan menyerap beragam pesan dari kejadian-kejadian di
sepanjang dan selebar (ruang) kota. Menurut Certeau, Walker dapat mendekat
atau pun menjauh dari apa yang ada dan terjadi, bahkan dapat terlibat langsung
atau pun hanya mengamati dari kejauhan seperti dewa:
“An Icarus flying above these waters, he can ignore the
devices of Daedalus in mobile and endless labyrinths far
below. His elevation transfigures him into a voyeur. It puts
him at a distance. It transforms the bewitching world by
24 Voyeurisme adalah sebuah kelainan jiwa, di dunia kedokteran dikenal sebagai istilah skopofilia. Ciriutama voyeurisme adalah adanya dorongan yang tidak terkendali untuk secara diam-diam mengintipatau melihat seseorang yang sedang telanjang, menanggalkan pakaian atau melakukan kegiatanseksual, yang berlainan jenis atau sejenis tergantung orientasi seksualnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
which one was "possessed" into a text that lies before one's
eyes. It allows one to read it, to be a solar Eye, looking down
like a god. The exaltation of a scopic and gnostic drive: the
fiction of knowledge is related to this lust to be a viewpoint
and nothing more.”25
Pejalan kaki dapat menempatkan diri dalam berbagai posisi yang
memungkinkan untuk mendapatkan pengelihatan (visi) dan pesan-pesan yang
terkandung di dalamnya. Pesan-pesan tersebut akan bertransformasi dalam diri
sehingga menjadikannya sebagai seorang visioner. On the 110th floor, a poster,
sphinx-like, addresses an enigmatic message to the pedestrian who is for an
instant transformed into a visionary: It's hard to be down when you're up.
(Certeau.1984:92)26.
Untuk mendapatkan informasi dan data yang sahih penulis hadir dan
masuk dalam dinamika kehidupan warga masyarakat Numfor, Wondama serta
warga asli Papua lainnya yang pada umumnya memiliki kebiasaan
mengkonsumsi pinang buah mau pun pinang kering (gebe) di sekitar Kota
Manokwari Papua Barat. Kebiasaan yang telah membudaya ini merupakan
identitas simbolik yang memiliki makna dan kekuatan persaudaraan di antara
mereka.
25 Ibid. hal. 92.26 Ibid. hal. 92.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Dengan nongkrong, bertergur sapa, ikut ngobrol tanpa ujung pangkal dari
topik ringan sampai yang serius, peneliti bisa mendengar, mengiyakan, sambil
memperhatikan berbagai kejadian sepanjang perjalanan (trajectory) dalam
kerumunan orang, Dari setiap yang dipandang, didengar, tercium dan terasakan
sepanjang perjalanan peneliti dalam keseharian hidup warga masyarakat
Manokwar, penulis berkesempatan mendapatkan informasi dan pesan-pesan
bermakna dapat untuk dijadikan bahan kajian karya tulis ini.
Posisi peneliti menjadi pengamat (observator), pelaku yang terlibat dalam
obrolan bersama mama-mama penjual pinang serentak mendapatkan informasi,
pengetahuan, makna, serta pesan-pesan yang terkandung dalam ragam
peristiwa, yang kemudian mewacanakannya27 melalui proses pencarian relasi
kasualitas dari realita-realita yang ada. Dengan cara demikian, walker menjadi
penonton dan pemerhati yang berkesempatan menyesuaikan dengan posisi
dekat atau pun jauh dengan subyek serta obyek yang diamatinya dalam jarak
seperlunya. Proses ini menjadi teknik mendapatkan visi dan pesan untuk
dijadikan bahan kajian dan penyusunan karya tulis ini.
Informasi dan data lapangan selanjutnya dipertajam dengan hasil
dokumentasi visual dan wawancara lapangan terhadap berbagai pihak yang
sependapat, berselisih, dan bahkan dengan pihak yang selalu berbeda dalam
cara pandang maupun pun orientasi kemanfaatan dari kebiasaan mengkonsumsi
27 Kemampuan atau prosedur berpikir secara sistematis; kemampuan atau proses memberikanpertimbangan berdasarkan akal sehat. (KBBI: 1612).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
buah pinang. Perihal tersebut terjadi dalam keseharian hidup warga masyarakat
yang berkonstelasi dalam ranah operasional komoditas ekonomi perdagangan
pinang pada locus ruang publik Kota Manokwari.
Dengan segala keterbatasan, pejalan kaki tidak akan mampu secara penuh
(totality) terlibat aktif dengan yang ditemuinya, namun yang bersangkutan
mempunyai kesempatan menjadi seorang vision atau pun creator untuk situasi
yang diidealkan pada masa selanjutnya.
Karakter tersebut menjadi acuan dasar melakukan penelitian guna
mendapatkan data-data lapangan untuk diklarifikasi dan analisa, sehingga
menjadi sebuah pesan bermakna. Pesan bermakna tersebut menjadi dasar
pembuatan sebuah teks cultural policy yang akan digunakan dalam
membangun dan mengubah (menyihir) suatu ruang publik menjadi sebuah kota
impian: “he ended by hoping for a 'nouveau monde' de l'Esprit".28
Upaya mendapatkan data dan informasi lapangan dalam penelitian kajian
budaya ini dengan teknik wawancara, pemotretan visual, serta studi
kepustakaan dengan pendekatan sebagai berikut;
1) Pendekatan Fenomenologis
Pendekatan ini menurut Moleong dalam buku Metodologi Penelitian
Kualitatif merupakan tradisi penelitian kualitatif yang “… berusaha
28 Peter Burke. 2002. The Art of Re-Interpretation Michel de Certeau. A Journal of Social and PoliticalTheory, No. 100, History, Justice and Modernization, hal. 30.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang
biasa dalam situasi tertentu. … Yang ditekankan oleh kaum fenomenologis
ialah aspek subyektif dari pelaku orang.”29 Tradisi mengkonsumsi pinang
dalam masyarakat tradisional Papua merupakan fenomena sosial-budaya
yang sarat dengan makna dalam keseharian hidup masyarakat setempat.
2) Pendekatan Etnografis
Pendekatan ini merupakan sebuah teknik peneliti dan pengamat dalam
mempelajari kehidupan sosial dan budaya suatu masyarakat, yakni budaya
mengkonsumsi pinang yang memiliki keterkaitan (konstelasi) dengan
subyek-subyek yang ada pada ruang publik Kota Manokwari.
Berkaitan dengan topik penelitian tentang dinamika budaya konsumsi
pinang dalam proses pembentukan ruang publik Kota Manokwari, maka
informasi dan data didapatkan pada:
1) Kelompok, lokasi dan responden/informan penelitian;
a. Dewan Adat Masyarakat Manokwari
b. Masyarakat publik Kota Manokwari.
c. Penjual pinang di Kota Manokwari
d. Masyarakat konsumen pinang di Kota Manokwari30.
e. Pemerhati masyarakat Papua
29 Lexy J. Moleong. 1993. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hal. 9.30 Pada lingkup 3 distrik: Manokwari Barat, Manokwari Timur dan Manokwari Selatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
2) Penelitian Kepustakaan;
a. Perpustakaan Universitas Sanata Dharma
b. Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Manokwari
c. Artikel dan jurnal yang berkaitan dengan topik penelitian
3) Sumber-sumber data yang bersifat sekunder didapatkan dari;
a. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten
Manokwari
b. Dinas Perdagangan dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
Kabupaten Manokwari
c. Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Manokwari
d. Badan Pusat Statistik Kabupaten Manokwari
e. Stasiun Regional RRI Manokwari.
f. Distributor dan pelaku bisnis perdagangan rokok
g. Website yang berkaitan dengan topik penelitian dan pengkajian.
9. Sistimatika Penulisan
Hasil kajian melalui penelitian lapangan ini disusun dalam 5 (lima) bab.
Bab I adalah Pendahuluan yang berisikan latar belakang, tema penelitian,
rumusan masalah, tujuan penelitian, pentingnya penelitian, tinjauan pustaka,
kerangka teoritis serta metode penelitian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Pada bab II akan mengurai tentang konteks wacana budaya konsumsi
pinang di sekitar Kota Manokwari Propinsi Papua Barat. Sub bab pertama
dipaparkan informasi tentang budaya konsumsi pinang di kepulauan Nusantara
(Indonesia), sub bab kedua tentang keadaan umum ruang publik Kota
Manokwari sebagai locus kajian budaya konsumsi pinang, dan pada sub ketiga
membahas wacana modernitas sebagai latar kebijakan publik dari sudut
pandang kebiasaan mengkonsumsi pinang pada ruang publik di Kota
Manokwari.
Dalam bab III akan dipaparkan perolehan data dan informasi dari
lapangan penelitian; konstelasi budaya konsumsi pinang dengan ruang publik,
imaji tentang konsumsi pinang dalam masyarakat asli dan pendatang di Papua,
keberbedaan idealisme dan citra kota modern yang melahirkan kontestasi,
konflik, kebijakan publik, serta dialektika negosiasi pada ruang publik Kota
Manokwari.
Pada bab IV akan diuraikan jawaban atas rumusan masalah berkaitan
dengan ragam opini dan wacana publik tentang budaya mengkonsumsi pinang
dalam keseharian masyarakat di Kota Manokwari. Melalui analisa, interpretasi
dan refleksi, penulis berupaya mengartikulasikan fenomena budaya konsumsi
pinang dalam masyarakat di Kota Manokwari dalam rentang tahun 2010 hingga
tahun 2015 telah menjadi ruang pengucapan ketiga (the Third Space of
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
enunciation)31 sebagaimana digagas oleh Homi K. Bhabha yang menjadi unsur
pembentuk realitas ruang publik Kota Manokwari di Propinsi Papua Barat.
Pada bab ini juga berisikan tentang pokok-pokok pemikiran Certeau
dalam The Practice of Everyday Life (1984) tentang dinamika negosiasi strategi
dan taktik untuk mewujudkan kemapanan dan ranah operasional sebuah kota
menjadi dasar analisa serta penjabarannya. Apresiasi dan pemikiran Ian
Buchanan (2000): Michel de Certeau Cultural Theorist; Ben Highmore (2006):
Michel de Certeau Analysing Culture serta tulisan pemikir akademik lainya.
Bab kelima berisi kesimpulan dari seluruh hasil kajian budaya ini.
31 Homi. K. Bhabha. 2007. The Location of Culture. London and New York: Routledge, hal. 54.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
BAB II
WACANA BUDAYA KONSUMSI PINANG
Pada bab kedua ini akan mengurai tentang konteks wacana budaya
konsumsi pinang di sekitar Kota Manokwari Propinsi Papua Barat. Sub bab
pertama dipaparkan informasi tentang budaya konsumsi pinang di kepulauan
Nusantara (Indonesia), sub bab kedua tentang keadaan umum ruang publik
Kota Manokwari sebagai locus kajian budaya konsumsi pinang, dan pada sub
ketiga membahas wacana modernitas sebagai latar kebijakan publik dari sudut
pandang kebiasaan mengkonsumsi pinang pada ruang publik di Kota
Manokwari.
1. Budaya Konsumsi Pinang
1) Buah Pinang1
Tumbuhan pinang tersebar dan dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat
di kawasan Asia. Dalam Jurnal Phytotaxa, Prof. Charlie D. Heatubun2
mengurai persebaran beragam spesies tumbuhan pinang di Kepulauan New
Guinea (Papua) dan Salomon yang berasal dari India dan China bagian
Selatan melaui Malaysia: “The palm genus Areca Linnaeus (1753: 1189) is
distributed from India and South China through Malesia to New Guinea and
1 Latin: areca catechu; Inggris: betel palm / betel nut tree.2 Guru Besar Fakultas Kehutanan, Universitas Negeri Papua (UNIPA) di Manokwari Papua Barat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
the Solomon Islands (Dransfield 1984, Dransfield et al. 2008), and contains
approximately 50 species (Henderson 2009).”3 Pinang merupakan sepecies
palma yang tumbuh di wilayah Pasifik, Asia dan Afrika bagian timur. Di
berbagai wilayah Nusantara tanaman ini mempunyai beragam nama; Aceh:
pineung, Batak Toba: pining, Sunda dan Jawa: jambe, Madura: penang, serta
masih ada sebutan lain untuk daerah yang berbeda.
Masa produktif tumbuhan ini setelah berumur 4 – 6 tahun, dan puncak
produksi dicapai pada umur 10 – 15 tahun hingga usia 20 tahun. Buahnya
dikatakan masak saat berubah dari warna hijau menjadi jingga atau merah.
Gambar 3. Tanaman pohon Pinang Keluarga Lazarus Fanghoydi Kampung Bouw Distrik Manokwari Barat.4
Tanaman dari keluarga (family) arecaceae ini berpotensi sebagai
tanaman obat dan beragam manfaat dalam keseharian hidup masyararakat
3 Artikel pada Jurnal Phytotaxa 28. Published: 14 Sep. 2011. Magnolia Press. hlm.6.4 Sumber: Dokumen pribadi penulis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
penggunanya. Tumbuh pada segala jenis tanah, namun lebih cocok pada
tanah yang banyak mengandung unsur hara yang tidak berbatu dan berkapur,
pada ketinggiannya tanah antara 0 – 1.400 meter di atas permukaan laut (dpl),
namun sangat ideal pada kisaran 0 – 700 meter dpl. Pertumbuhannya
memerlukan cukup sinar matahari, tanpa genangan air, dan dengan suhu
antara 200C – 300C. Maka tanaman ini lebih banyak terdapat di daerah pesisir
pantai dari pada di pegunungan.
Gambar 4. Rangkaian buah Pinang yang siap dipanen.5
5 Sumber: https://www.google.co.id/search?q=buah+pinang. (7 Nopember 2015).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Zat yang terkandung dalam buah pinang meliputi arecolidine,
arecaidine, guvacoline, guracine dan beberapa senyawa lain, sedangkan
bijinya memiliki kandungan alkaloida;6 seperti arekaina dan arekolina yang
bersifat adiktif dan dapat merangsang (simultan) otak.7 Bijinya yang pahit,
pedas dan hangat, mengandung alkaloid 0,3% – 0,6%. Kandungan arecolin
dapat dimanfaatkan untuk obat cacing serta bahan obat penenang, maka
bersifat memabukkan penggunanya.8 Selain itu juga mengandung retanin
15%, lemak 14% (palmitic, oleice, stearic, caproic, caprilic, laoric, myristic
acid), kanji dan resin. Terlebih untuk bijinya yang masih segar terkandung
alkaloid 50% lebih banyak dibandingkan dengan biji yang telah mengalami
perlakuan. Buah pinang juga dapat dijadikan bahan industri sabun,
penyamakan kulit, pasta gigi, pewarna, kosmetik, cat air, pernis, dan seratnya
dapat dibuat kuas gambar atau kuas alis,9 sedangkan batang pohon ini dapat
dipakai sebagai jembatan atau talang air, dan melalui proses penyulingan,
daun pinang yang dicampur daun sirih akan dapat dihasilkan minyak untuk
menyembuhkan gangguan radang tenggorokan dan pembuluh bronchial.
6 Istilah "alkaloid" berarti "mirip alkali", karena dianggap bersifat basa) pertama kali dipakai oleh CarlFriedrich Wilhelm Meissner (1819), seorang apoteker dari Halle (Jerman) untuk menyebut berbagaisenyawa yang diperoleh dari ekstraksi tumbuhan yang bersifat basa (pada waktu itu sudah dikenal,misalnya, morfina, striknina, serta solanina).7 www.deherba.com. Copyright 2015 PT Deherba Indonesia – Pakuan Hill, Livistona Blok C No. 18,Bogor 16137. (14-10-2015).8 tanamandanobat.blogspot.co.id/2008/12/pinang.html. 2 Desember 2008. (14-10-2015).9 James J. J. Carel Siahainenia. 2000. Potensi dan Prospek Pinang Sirih (Areca catechu) di Desa RimbaJaya Kecamatan Biak Timur Kabupaten Biak Numfor. Manokwari: Fakultas Pertanian UniversitasCenderawasih. hlm.4.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
2) Manfaat Mengkonsumsi Pinang
Konsumsi pinang merupakan proses meramu pinang segar (masih hijau)
mau pun kering (yang telah diiris dan dijemur), sirih, dan kapur yang
kemudian dikunyah. Bagi masyarakat di Asia Selatan, Tenggara serta Asia
Pasifik tradisi ini telah lama dilakukan. Pada umumnya aktivitas konsumsi
pinang dilakukan secara bersama-sama, oleh semua kelompok usia (kecuali
balita), wanita dan anak-anak, namun dalam beberapa etnis, dengan alasan
ritual adat maka hanya dilakukan oleh orang dewasa saja.
Karena bersifat stimulant, buah pinang dapat mempengaruhi proses
metabolisme serta kejiwaan konsumernya. Materi herbal ini diidentifikasi
mengandung stimulant narkotik ringan. Sirih pinang has been identified as
‘ein sehr mildes, narkotisch stimulierendes Genusmittel’ (a very mild,
narcotic stimulant) (Lewin 1889:69).10 Efek stimulantnya antara lain si
konsumer lebih mudah mengobral kata-kata, kurang mampu mengendalikan
diri dalam pemilihan kata.
Saat seseorang mengunyah akan memperoleh sensasi menyenangkan,
rasa pedas, panas, tajam, dan aromatik, sehingga terasa sedap di mulut. Jika
mengkonsumsi dalam jumlah berlebihan akan merasakan ketidakseimbangan
tubuh (Jawa: ngliyeng), bahkan bisa mabuk, tergantung pada ketahanan tubuh
masing-masing. Reaksi lain adalah membuat percaya diri, membangkitkan
10 Henri J.M. Claessen and David S. Moyer (ed.). 1988. Verhandelingen van Het Koninklijk IstituutVoor Taal, Land – en Volkenkunde. 131. Time Past, Time Present, Time Future Perspectives onIndonesian Culture. Dordreht-Holland / Providence –USA:Foris Publications. p.168.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
semangat dan lancar dalam melisankan /mengomongkan apa saja yang ada di
dalam hati atau pikirannya, sehingga terkesan seperti orang mabuk yang
sembarangan bicara.
3) Budaya Mengkonsumsi Pinang di Indonesia
Tradisi mengkonsumsi pinang-sirih di Kepulauan Nusantara terbaca
dalam pada relief Candi Sukuh11 yang dibangun sekitar tahun 1359 Saka
(1437 Masehi), dengan jelas ditampilkan banyak pohon pinang sebagai latar
belakang bangunan rumah-rumah, dan latar peristiwa pertemuan-pertemuan
penting dan memiliki makna dalam keseharian hidup di masa itu. Secara
khusus pada relief tersebut digambarkan tegak berdirinya pohon pinang yang
mengayomi pertemuan sepasang mempelai (Sadewa dan Ni Padapa) yang
pada akhirnya menjadi pasangan suami istri. Pohon pinang dihubungkan
dengan peristiwa perkawinan antara kedua anak Bagawan Tambapetra
dengan Sadewa (Sudamala) yang telah berhasil menyembuhkan kebutaan
Bagawan tersebut.
Dari Kidung Sudamala ZANG (bagian) IV pada ayatnya yang ke 19-21
diceriterakan;
(19) Bagawan alon ujarre, lah nini hanakingwang,
haturakena kang sdah mengko, kalih siro pada hanembah
11 Berada di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, eks KaresidenanSurakarta, Jawa Tengah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
ring sang sudamala mangke. (20) Lah ngaturri sdah mangke,
raden soka padap, semwerang nher hanapa mangko, hulih
bagya punika sedah, katurring sira rahaden. (21) Raden
sudamala linge, sawyanagapi sdah, lah hasuruda nini
sunmangko, ring panembahanira tuwan, hisun hatarima
manke. (22) Tambapetra lon ujarre, wus katanggapan sdah,
lah ta lungguha ninyanakingngong, ring sandingngira
rakanira, kalih halungguha raden.12
Gambar 5. Relief pada Candi Sukuh yang mengekspresikan pertemuan Sadewa alias Sudamala denganNi Padapa, anak dara Bagawan Tambrapetra. Pohon yang dilukis pada adegan ini adalah pohon pinang.13
Yang kemudian diterjemahkan sebagai berikut;
(19) Begawan Tambapetra manis kata-katanya: “Anak-
anakku, persembahkanlah sirih itu kepada kakandamu.”
12 Bobin AB dan Husna (penyalin). Candi Sukuh dan Kidung Sudamala. Diterbitkan oleh ProyekPengembangan Media Kebudayaan Ditjen. Kebudayaan Departemen Pendidikan dan KebudayaanR.I. hlm. 45.13 Sumber: www.kompasiana.com/ www.teguhhariawan/ leitmotiv-panduan-membaca-relief-552b20f5f17e610f74d623bf
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Maka mempersembahkan sirihlah kedua gadis itu kepada
Raden Sudamala. (20) Pada waktu ni Soka dan ni Padapa
mempersembahkan itu tampak agak malu mengeluarkan
kata-katanya: “Selamat datang Pangeran, hamba
persembahkan sirih kepada Tuan.” (21) Raden Sudamala
berkata, sambil menerima sirih: “Nah, sudah kuterimalah
sirih persembahan, silahkan mundur!” (22) Tambapetra
berkata manis: “Kini sirih telah diterima. Nah pergi duduk
di samping kakandamu, di situ berjajar dengan Rahaden
Sadewa!”14
Memang tidak disinggung berkaitan dengan kata buah pinang, namun
muncul kata sedah (sirih) – dalam relief tersebut terlihat jelas tegak berdiri 3
buah pohon pinang, dan bukannya pohon sirih – yang digunakan sebagai
piranti (alat) untuk mengucapkan rasa terima kasih kepada Sudamala atas
disembuhkannya Begawan Tambapetra. Ketulusan menghormati, menerima
kehadiran, dan terima kasih kepada Sudamala yang dilakukan dengan cara
mempersembahkan sedah (sirih) menjadi simbol dan memiliki makna
kekeluargaan, persahabatan dan bahkan terima kasih itu diwujudkan dengan
satu ikatan perkawinan15 antara kedua anak Tambapetra dengan Sudamala.
14 Ibid. hlm.90.15 Cerita di atas segaris dengan penyajian kakes (dalam sebuah piring yang berisi pinang, sirih, dankapur) dalam adat budaya meminang bagi masyarakat Suku Biak di Papua. Ketika pihak laki-lakiberkenan menikmati sajian kakes yang dibawa oleh pihak perempuan, berarti “sebagai tandaditerima dan tanda jadi” untuk melangsungkan pada jenjang perkawinan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Peristiwa pertemuan Sadewa alias Sudamala dengan Ni Padapa, anak
dara Bagawan Tambrapetra di bawah pohon pinang, dapat dikaitkan dengan
tahap persiapan menuju perkawinan,16 sebagaimana istilah meminang yang
digunakan dalam masyarakat Nusantara.
Menurut Roy E. Jordaan dan Anke Niehof dalam artikel Sirih Pinang
and Symbolic Dualism in Indonesia,17 menjadi salah satu sumber dalam
mendeskripsikan budaya konsumsi pinang dan pemaknaanya. Jurnal
antropologis ini mengangkat beberapa kebiasaan penggunaan sirih dan
pinang dalam keseharian masyarakat di Madura, Sulawesi, Sumba, Maluku
dan beberapa wilayah Timur Nusantara lainnya.
Dalam kehidupan masyarakat tradisional Malaysia, telah menjadi
kesepakatan bersama bahwa kebiasaan mengkonsumsi pinang dengan
menjamu daun sirih dan bahan-bahan lain merupakan bagian utama sebagai
tahap pembuka sebelum melakukan musyawarah, maka hingga kini
mengkonsumsi pinang tetap menjadi tradisi dalam kehidupan masyarakat
Melayu: “… it is customary in Malay society that a serving of sirih leaves
and other betel-chewing ingredients precedes any kind of deliberation, at it
suggests the ideas of understanding and agreement (Panuti 1983:231)”18 dan
16 Bobin AB dan Husna (penyalin). Candi Sukuh dan Kidung Sudamala. Diterbitkan oleh ProyekPengembangan Media Kebudayaan Ditjen. Kebudayaan Departemen Pendidikan dan KebudayaanR.I. hlm. 158.17 Ibid. hlm.168.18 Ibid. hlm.168.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
tradisi tersebut hingga kini masih banyak ditemukan di wilayah Kepulauan
Nusantara (Indonesia).
Sejak kedatangan bangsa Portugis dan Belanda (abad 16) di kepulauan
nusantara, mereka telah mengapresiasi dan menyadari peran dan manfaat
tradisi mengkonsumsi pinang yang mampu membangkitkan dinamika
keseharian hidup masyarakat koloninya:
“Offering your guests the ingredients to make themselves a
betel quid still belongs to the rules of hospitality in many
rural areas in Indonesia. The Portuguese and the Dutch who
came to the archipelago in the 16th century quickly perceived
the great social importance of sirih chewing. As Rumphius
observed in 1741, it was necessary for those who daily mixed
with the native rulers to adopt the custom (Veenendaal
1985:88-82).”19
Rumphius melaporkan bahwa orang-orang yang kesehariannya berelasi
dengan petinggi wilayah setempat dianjurkan untuk dapat menyesuaikan diri
dengan budayanya, termasuk tradisi konsumsi pinang tersebut.20 Penyesuaian
terhadap tradisi setempat bertujuan untuk mempermudah pendekatan dengan
masyarakat setempat, dengan harapan maksud dan pesan-pesan
komunikasinya tersampaikan dan dipahami oleh masyarakat setempat. Sirih
pinang menjadi sangat berperan dalam upaya menjalin hubungan kekerabatan
19 Ibid hlm.168.20 Ibid. hlm.168.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
“… sirih pinang also serves to mark specific kinship relationship …”21, yang
sekaligus dapat menjadi medium untuk tujuan-tujuan tertentu.
Roy E Jordan dan Anke Niehof mengurai tentang materi sirih pinang
dan pelengkapnya menjadi sarana budaya yang memiliki makna serta nilai–
nilai dalam kultur masyarakat Indonesia: “… how sirih pinang and its
accecories are used to underscore basic cultural notions and important
social distinctions throughout Indonesia. Our perspective will be that of sirih
pinang as a symbolic construct or a vehicle of meaning.”22 Sirih dan pinang
dalam budaya Nusantara mendapat apresiasi dan posisi bermakna dan
berharga, karena bukan hanya sebagai materi untuk dikonsumsi tetapi juga
mengandung filosofi, makna dan nilai-nilai budaya yang menjadi norma
dasar untuk menata kehidupan masyarakat dalam kesehariannya.
Gambar 6. Serangkaian bahan-bahan konsumsi pinang, yang selalu dipersiapkan dalampertemuan-pertemuan ritual adat siklus kehidupan masyarakat di sebagian besar wilayah Nusantara.23
21 Ibid. hlm.173.22 Ibid. hlm.16923 Sumber:https://www.google.com/search?q=gambir+sirih+pinang. (6 Nopember 2015).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Imaji menyeramkan sekaligus menakutkan berkaitan dengan pinang
juga diungkapkan oleh Roy E Jordan dan Anke Niehof;
In Couperus’s novel ‘De stille kracht’ (The silent force), for
example, supposedly evil supernatural powers mysteriusly
stain their victim with red phlegm while she taking a bath. In
less dramatic sources, however, sirih spittle is cited for its
healing powers, or it is used to smear upon ritual objects and
offerings. The terrifying effect that sirih spittle has on the
Dutch characters in Couperus’s novel could well be a
projection of the colonials’ fear of Eastern magic.24
Rodolf Mrazek dalam buku Outward Appearances. Trend, Identitas,
Kepentingan menuliskan bahwa ada banyak bagian dalam novel De stille
kracht, “Kekuatan Yang Tersembunyi” (1900) karya Hindia Couperus yang
memberi sugesti menakutkan. Tradisi konsumsi pinang memberi effect baca
dengan hadirnya kekuatan misterius dan supranatural jahat dari ludah merah
sirih pinang. Ludah merah pinang mampu memberi sugesti menakutkan,
yang diperhitungkan oleh pihak kolonial Belanda. Dapat dipahami bahwa ada
indikasi perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat pribumi kepada
kolonial Belanda dengan menggunakan kekuatan tersembunyi yang dipahami
sebagai a projection of the colonials’ fear of Eastern magic yang membuat
perasaan takut bagi kolonial Belanda.
24 Ibid. hlm.168.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Keterkaitan pemaknaan cerita yang ditulis Roy E Jordan dan Anke
Niehof dalam Sirih Pinang and Symbolic Dualism in Indonesia; to make a
marriage proposal is popularly called meminang (a verb form derived from
pinang) in Indonesian.25 Kata pinang sebagai kata benda dan meninang
sebagai kata kerja, memberi arah adanya kesepahaman makna dari obyek
material yang dibawa ke dalam suatu aktifitas yang membangkitkan dinamika
siklus kehidupan manusia (perkawinan).
Demikian pula dalam tradisi maupun keseharian masyarakat Numfor
(Biak), masyarakat Windesi serta Wamesa (Teluk Wondama) yang ada di
Manokwari Papua Barat, di dalam moment acara-acara yang berkaitan
dengan adat budayanya akan selalu ada jamuan sirih pinang. Pinang menjadi
satu simbol yang mempunyai makna dalam kehidupan sosial-kultur, sebab
dengan menyajikan kakes (berupa sirih, pinang dan kapur)26 akan miliki
dampak sosial serta makna persaudaraan pada diri setiap hadirin dalam
kebersamaanya. Kakes diperuntukkan bagi setiap hadirin yang mengikuti
pertemuan-pertemuan adat untuk merencanakan suatu pekerjaan atau
meyelesaikan masalah bersama yang berkaitan dengan sosialita
kemasyarakatan; misalnya membangun rumah, penyelesaian suatu masalah
25 Ibid. hlm.169.26 Bahasa Biak Papua, sebagai sarana, yang berupa penyajian sirih, pinang, kapur bagi para hadirinyang ada dalam acara musyawarah adat, merencanakan suatu pekerjaan, atau pun perhelatan yangmenyangkut sisi sosial kemasyarakatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
(perkara), mempersiapkan pesta perkawinan (meminang) atau pun siklus
peristiwa kehidupan bersama lainnya.
Pinang sirih menjadi sarana pembangkit semangat (spirit) etos
kehidupan yang telah membudaya dengan beragam fungsi; misalnya untuk
pemeliharaan dan kesehatan gigi, kakes (makanan kecil), Wor
K’bor27(inisiasi), Yakyaker (antar mas kawin), Kinsor (magic) dan juga
bahan kontak komunikasi.28
Mencermati Kidung Sudama serta beberapa adat budaya dalam
masyarakat Nusantara di atas, perlu dipahami dan menjadi asumsi dasar
bahwa meskipun sirih dan pinang yang dikonsumsi namun tetap saja akan
disebut sirih pinang. Dua kata tersebut membentuk konsep yang tidak hanya
menunjukkan materi sirih dan pinangnya, akan tetapi menjadi makna
simbolis untuk falsafah dan nilai-nilai kehidupan; seperti bersamaan,
kekeluargaan, serta wujud penghargaan terhadap subyek-subyek lain yang
berkaitan dalam keseharian masyarakat penggunanya.
27 Upacara inisiasi bagi para pemuda yang telah lulus (berhasil) dari rumah bujang (rumsram) yangdilakukan selama berminggu-minggu dengan tarian, nyanyian, dan juga minum saguer (swansrai).28 Diolah dari karya akademik James J. J. Carel Siahainenia. 2000. Potensi dan Prospek Pinang Sirih(Areca catechu) di Desa Rimba Jaya Kecamatan Biak Timur Kabupaten Biak Numfor. Manokwari:Fakultas Pertanian Universitas Cenderawasih. hlm.2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
4) Budaya Konsumsi Pinang di Papua
Mengkonsumsi pinang dinimakti oleh hampir semua kalangan (umur,
status, pekerjaan), menyatu padu dalam kehidupan sehari-hari. Kemana dan
dimana pun berada mereka selalu ada (stock) sirih dan pinang.
Ketersediaannya pun mudah diperoleh pada los-los atau lapak-lapak
penjualan yang berada di pasar sentral, pasar tradisional, pinggiran jalan serta
lorong-lorong pemukiman penduduk.
Gambar 7. Komoditi pinang kering (gebe) merambah pasar-pasar tradisional di Manokwari.29
Di Indonesia bagian Timur, terlebih pada masyarakat di wilayah pantai
bagian utara pulau Papua; seperti Biak Numfor, Serui, serta masyarakat
Teluk Wondama kebiasaan yang juga merupakan tradisi mengkonsumsi
(mengunyah) pinang yang disebut panon beren (Windesi) atau sauw
(Wamesa) serta an ropum dalam masyarakat etnis Biak Numfor di
Manokwari ini masih tetap eksis dan menjadi keharusan untuk disajikan
29 Sumber: Dokumen pribadi penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
dalam pertemuan-pertemuan formal mau pun non formal. Mengkonsumsi
pinang dan sirih secara bersama menjadi sarana utama untuk mengawali
suatu pembicaraan yang dinilai penting dalam kehidupan bersama, sehingga
tidak ikut mengkonsumsi pinang dapat dikatakan ‘tidak tahu adat’. Tetua adat
selalu membawa dan menyediakan sirih, pinang, dan kapur dalam
kesempatan-kesempatan bernuansa kelokalan adat budaya. Mereka saling
menawarkan seperangkat bahan konsumsi pinang, dan orang akan dinilai
beretika (tahu adat) jika sering menawarkannya.
Ketika dua atau tiga orang berkumpul sangat mungkin akan terjadi
aktivitas konsumsi pinang dan pemuntahan ludah merah yang disertai dengan
sekedar ngemop30 sampai dengan pembicaraan yang serius.
Seiring dengan mobilitas masyarakat asli Papua dan pendatang di
Manokwari, lambat laun kebiasaan mengkonsumsi pinang merambah ke
pedalaman. Sebagian masyarakat Pegunungan Arfak dan para pendatang di
Manokwari tampak sudah ikut serta dan biasa mengkonsumsi pinang, hal
tersebut terjadi seiring dengan proses relasi sosial dalam kehidupan sehari-
hari.
Mengkonsumsi pinang; sauw (Windesi), panon beren (Wamesa), an
ropum (Biak Numfor) telah menjadi identitas kultur masyarakat Papua yang
memiliki makna dan simbol kekeluargaan dan kesatuan masyarakat di
30 MOP adalah istilah dari Bahasa Belanda yang artinya lelucon. Dalam kehidupan masyarakat Papuamerupakan cerita-cerita lucu dan candaan dalam pergaulan sehari-hari. bdk. Stand Up Comedy.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Manokwar. Saat berkomunikasi (ngobrol) dengan teman atau kerabat sembari
mengkonsumsi pinang, memungkinkan munculnya berbagai wacana sosial-
ekonomi-politik berkaitan dengan pengalaman hidup individu maupun
komunal. Obrolan-obrolan tersebut memberi ruang dan kemungkinan
pergerakan eskalasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
5) Wacana Mengkonsumsi Pinang dalam Masyarakat di Papua
Tradisi mengkonsumsi pinang dalam masyarakat Windesi, Wamesa
serta Biak Numfor di Papua telah berjalan turun-temurun dan diwariskan dari
generasi ke generasi, karena bermanfaat bagi ketubuhan dan memiliki fungsi
sosial dalam masyarakat maka eksistensinya bertahan hingga kini. Dalam
pemikiran dan keyakinan penduduk asli Papua, semua bagian dari pohon
pinang mempunyai manfaat, (misalnya untuk meningkatkan gairah seksual,
mengobati luka kulit, menguatkan gigi dan gusi, obat cacing, melancarkan
datang bulan (menstruasi), obat mimisan, sakit pinggang, mengecilkan rahim
pasca melahirkan, obat rabun mata, dan telinga bernanah. Maka pohon
pinang dengan semua bagiannya menjadi penting dalam keseharian hidup.
Karena fungsi, manfaat beserta maknanya maka obyek material ini menjadi
bernilai dalam sektor ekonomi, sisi sosial-budaya, mau pun sisi medis bagi
kelangsungan hidup manusia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
2. Ruang Publik Kota Manokwari Propinsi Papua Barat
1) Sejarah Kota Manokwari
Pada hari Selasa tanggal 8 November 1898 terjadi peristiwa
pembentukan pos pemerintahan pertama di Manokwari oleh Pemerintahan
Hindia Belanda. Residen Ternate Dr. D. W. Horst atas nama Gubernur
Jenderal Hindia Belanda melantik Tn. L.A. van Oosterzee menjadi
Controleer Afdeling Noord New Guinea (Pengawas Wilayah Irian Jaya
Bagian Utara). Tanggal tersebut akhirnya ditetapkan sebagai hari jadi Kota
Manokwari melalui Peraturan Daerah Pemerintah Kabupaten Manokwari
Nomor 16 Tahun 1995.
Pada masa Pelita IV pemerintahan Orde Baru, untuk mempersiapkan
pemekaran Wilayah Irian Jaya menjadi beberapa Propinsi, dengan alasan
faktor kesejarahan serta tempat pertama masuknya Pekabaran Injil di Tanah
Papua, Manokwari ditetapkan sebagai Pusat Pembantu Gubernur Irian Jaya
Wilayah II yang meliputi Kabupaten Dati II Manokwari-Sorong, Teluk
Cendrawasih dan Yapen Waropen. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 45
Tahun 1999 ditetapkan status Propinsi Irian Jaya Barat yang selanjutnya
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2007 tertanggal 18 April
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
2007 disebut Propinsi Papua Barat, yang memperoleh status Otonomi Khusus
dengan Manokwari sebagai ibu kotanya.31
Bagi masyarakat Nasrani di Papua, Manokwari selalu adalah tonngak
sejarah berkembangnya Agama Kristen di Tanah Papua, karena pada 5
Februari 1855 dua penginjil dari Jerman; Carl Wilhelm Ottow dan Johan
Gottlob Geissler menjadi orang-orang yang pertama kali menginjakkan kaki
di Pulau Mansinam32 serta memulai karya penginjilannya di wilayah Papua.
Oleh karenanya hingga saat ini sebagian masyarakat Nasrani33 tetap berjuang
menuntut pengakuan publik dan yuridiksi untuk menetapkan Manokwari
sebagai Kota Injil.
2) Ruang Publik Kota Manokwari
Kota Manokwari sebagai Ibu Kota Provinsi Papua Barat sekaligus Ibu
Kota Kabupaten Manokwari berada dalam sebaran 3 distrik (Manokwari
Barat, Manokwari Selatan dan Manokwari Timur), dengan luas wilayah
934,15 km² (20,09% dari luas wilayah Kabupaten Manokwari).
31 Website Pemerintah Propinsi Papua Barat : www.papuabaratprov.go.id32 Pada jarak kurang lebih 3 kilo meter dari bibir Pantai Pasir Putih kota Manokwari.33 Sumber Data: Manokwari Dalam Angka Tahun 2014; Kristen Protestan 64,46%, Katolik 5,12% ,Islam 29,91%, Hindu 0,34% dan Budha 0,12%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Gambar 8. Peta geografis wilayah Propinsi Papua Barat
Gambar 9. Ruang pulik Kota Manokwari berada dalam sebaran 3 distrik; Manokwari Barat,Manokwari Selatan dan Manokwari Timur.34
34 Sumber: Dokumen pribadi penulis.
Bataspenelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Manokwari tahun
2014, pada Tahun 201335 Kota Manokwari berpenduduk 72.926 jiwa (14.986
KK).36 Pusat kota yang berada di wilayah Distrik Manokwari Barat
berpenduduk 57.333 jiwa mempunyai kepadatan dan kesibukan paling tinggi
dibanding 2 distrik lain yang berpenduduk 15.593 jiwa.
Pusat perkantoran kabupaten dan propinsi semula terdapat di Distrik
Manokwari Barat, namun seiring pengembangan infrastruktur pemerintahan
Propinsi Papua Barat konsentrasinya melebar di wilayah Kelurahan Sowi dan
Arfai. Akibatnya Distrik Manokwari Selatan semakin padat dan sibuk, walau
pusat bisnis tetap berada di wilayah Distrik Manokwari Barat.
Sejalan dengan berkembangnya Kota Manokwari sebagai Ibu Kota
Kabupaten dan Propinsi Papua Barat, terjadi mobilitas Ipoleksosbud yang
merubah kondisi Kota Manokwari. Oleh karenanya diperlukan perbaikan dan
peningkatan sarana dan prasarana yang menunjang fasilitas publik. Bandara,
pelabuhan, hotel, penginapan, kafe, dan restoran menjadi kebutuhan
mendesak (urgent) untuk mengakomodir tuntutan situasi tersebut.
Tuntutan kebutuhan serta pengembangan struktur dan infrastruktur
mengundang naluri pengembang dan pebisnis dari luar Papua, mereka hadir
dan ikut serta menanamkan modalnya. Kehadiran para spekulan dalam
35 Data dari papua.go.id pada tahun 1995 berpenduduk 59.260 jiwa, dan di tahun 2012 berdasarkandata dari BPS Kabupaten Manokwari berpenduduk 109.747 jiwa.36 Sumber: Kabuapaten Manokwari dalam Angka 2014. BPS Kab.Manokwari. hlm. 06-27.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
berbagai sektor dalam ruang publik tersebut menimbulkan kompleksitas
masalah kehidupan sosio-kultural warga masyarakat Kota Manokwari dan
sekitarnya.
Kota Manokwari menjadi sentra pasar (forum) pertemuan berbagai
kepentingan: “…kesendirian berhenti, pasar pun mulai; dan di mana pasar
mulai; mulai pulalah riuh rendah para aktor besar dan desau kerumunan lalat
beracun”37 tempat belangsungnya kontestasi para pemangku kepentingan
negara, pemodal, dan masyarakat sipil.
Di balik tampilan infrastruktur (fisik) ruang publik kota Manokwari
yang berkembang pesat, terlihat ketidakmapanan tumpukkan sampah,
kesemrawutan arus lalu lintas, dan bongkar pasang proyek infrastruktur yang
mengganggu kenyamanan mobilitas masyarakat, (atau bahkan) belum
mampu mengakomodir kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
3) Perkembangan Kota Manokwari
Manokwari sebagai kota bersejarah, dalam 117 tahun telah banyak
memiliki peristiwa yang mengubah tampilan fisik dengan ragam aspek
kehidupan sosial, politik, budaya dan juga perekonomiannya. Sekitar
tahun 1960an hingga 1970an adalah masa transisi dari pendudukan
37 St. Sunardi. 2003. Opera Tanpa Kata. Yogyakarta: Buku Baik. hlm.3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Belanda ke operasi Tri Komando Rakyat (TRIKORA)38 dibawah
Komando Presiden Soekarno selaku Panglima Tertinggi Angkatan Perang
Republik Indonesia.
Menyikapi operasi keamanan pasca pendudukan Belanda di Irian
Barat, beberapa tokoh Papua39 mengadakan pertemuan yang melahirkan
Organisasi Pemberontak Papua Merdeka (OPM). Pertemuan pada rumah
keluarga Watofa (26-28 Juli 1965) di Sanggeng Manokwari yang
dipimpin oleh Ferry Awom tersebut, bertujuan untuk memperjuangkan
kemerdekaan bangsa Papua, dengan cara melepaskan diri dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Antara tahun 1970an sampai 1990an digencarkan program
transmigrasi dari Jawa, Sulawesi, Timor serta pulau-pulau lain, sehingga
mempercepat mobilitas dan kepadatan populasi penduduk Manokwari,
Bintuni, Oransbari, Warmare dan sekitarnya. Situasi masyarakat
homogenitas berubah menjadi beragam (heterogen) dan latar belakang
etnis, budaya dan permasalahan kehidupan (multicultural) warganya.
Pada akhir Pelita II tahun 1979, Kabupaten Daerah Tingkat II
Manokwari mendapat penghargaan tertinggi dari Pemerintah Pusat
38 Dikeluarkan oleh Presiden Soekarno di Yogyakarta pada tanggal 19 Desember 1961.39 Di rumah keluarga Watofa (Sanggeng Manokwari), yang dihadiri segenap komponen masyarakatManokwari; Kepala Suku Arfak Lodwijk Mandacan, Barent Mandacan, John Jambuani (KepalaKepolisian Papua), Benyamin Anari, Terianus Aronggear, Marani, Fred Ajoi dan Jimmy Wambru.Sumber: www.komnas.tpnpb.net. (Komando Nasional Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
berupa Pataka Parasamnya Purna Karya Nugraha40, sehingga pada
Palita IV Kota Manokwari ditetapkan sebagai Pusat Pembantu Gubernur
Wilayah II untuk Kabupaten Daerah Tingkat II Manokwari Sorong41,
Teluk Cenderawasih dan Yapen Waropen.
Dewasa ini Kota Manokwari berpenduduk dengan ragam etnis,
agama, serta gaya hidup. Selain penduduk yang telah lama menetap, juga
terjadi peningkatan penduduk baru (migrant). Kesemuanya mempersepsi
ruang publik kota Manokwari sebagai ruang sosial tak terbatas dengan
berbagai bentuk dan praktek kekuatan struktural aparatur birokrasi
(ideological state apparatus), elit politik, kapital modal, kebijakan
pemerintah, kebijakan publik, paradigma pembangunan, serta dominasi
gaya hidup masyarakat sipil (civil society).
Untuk memenuhi kebutuhan hidup diri sendiri, keluarga serta
mendapatkan keuntungan ekonomis, bagi masyarakat urban pada
umumnya mempunyai mata pencaharian sebagai penjual jasa, penjual
makanan, pedagang, konsultan, ojek, sopir, karyawan/karyawati, therapis
pijat refleksi, buruh bangunan dan sebagainya.
40 Anugerah atas pekerjaan yang baik atau sempurna untuk kepentingan semua orang. Inimerupakan tanda penghargaan kepada suatu pemerintah daerah yang telah menunjukkan hasilkarya tertinggi pelaksanaan Pembangunan Lima Tahun dalam rangka meningkatkan kesejahteraanseluruh rakyat.41 bdk. Manokwari sebagai Pusat Gereja Katolik Keuskupan Manokwari sejak 15 November 1966,yang kemudian pada 14 Mei 1974 menjadi Keuskupan Manokwari Sorong yang berkantor di KotaSorong.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Keadaan tersebut semakin memenuhi kesibukan ruang publik yang
memberikan harapan sekaligus meningkatkan beragam masalah publik.
Sebagai konsekuensi, ruang publik Kota Manokwari semakin mewujud
dalam ragam perbedaan ideologi politik, wacana dan opini, sebagai
sebuah representasi sosial keseharian hidup warga masyarakat.
Berkaitan dengan dunia bisnis pada sektor komoditi pinang, di
sepanjang jalan dari Wosi hingga Maripi tampak ratusan lapak jual buah
pinang,42 sedangkan untuk sektor komoditas pabrikan dikembangkan oleh
kalangan kelas menengah ke atas – yang mewujud super market, mall,
perhotelan, ruko, sentra-sentra pasar, dan jasa43 – hingga kini masih
berada di sekitar Distrik Manokwari Barat; pelabuhan laut, Jalan
Merdeka, Jalan Yos Sudarso, Jalan Trikora dan sepanjang jalan menuju
Bandara Rendani.
3. Wacana Modernitas Sebuah Ruang Publik Kota
Dalam serangkaian Peringatan Nasional Hari Habitat Dunia 2015,
Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
menekankan perlu terciptanya ruang publik yang dapat dimiliki, diakses serta
dimanfaatkan oleh masyarakat secara bebas. Ruang publik bertautan dengan
42 Data penelitian lapangan dari sekitar Jalan Drs. Essau Sesa Wosi sampai dengan Kampung Maripiada 270 lapak penjual pinang.43 Pasar Borobudur, Pasar Sanggeng dan Pasar Wosi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
manusia, ruang, serta dunia luas, maka harus dapat digunakan untuk berbagai
kegiatan dan kepentingan masyarakat dari berbagai latar belakang sosial,
ekonomi, budaya, dan dapat diakses oleh masyarakat dengan berbagai
kondisi fisik.44
Globalisasi yang sarat dengan konsep modernitas mempengaruhi
imajinasi dan idealisme subyek-subyek masyarakat yang dalam sikap dan
wacana muncul dalam beragam tuntutan kebutuhan individu dan kumunal
dengan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta tanggapan-tanggapan dari
pemerintah, kelompok masyarakat, organisasi masyarakat, warga budaya,
serta warga masyarakat lainnya dalam suatu ruang publik kota.
Imaji dan konsep-konsep modernitas menekan (merepresi) eksistensi
budaya mengkonsumsi pinang oleh warga masyarakat, sehingga
memunculkan biunivocality yang mewujud praktek keseharian masyarakat,
kebijakan publik dan dalam pergerakan ekonomi pasar. Banyak plakat-plakat
larangan mengkonsumsi pinang, namun perdagangan komoditas pinang
justru semakin melaju dalam ruang publik kota Manokwari.
Peringatan ‘dilarang makan Pinang’ dan ‘jagalah kebersihan’ yang
tertempel pada ruang publik dirancang-bangun berdasarkan konsep-konsep
dan tuntutan modernitas. Kees van Dijk dan Jean Gelman Taylor dalam kata
pengantar buku CLEANLINESS AND CULTURE Indonesian histories,
44 Diolah dari MEDIAPAPUA.com. Kementrian PU Turut Berperan Dalam Upaya PengembanganRuang Publik. (17/10/2015).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
bertutur mengenai konsep berpikir tentang bersih dan kotor: “Perceptions of
cleanliness and dirtiness have been used to describe, praise and denounce
individuals and groups subscribing to different social, economic, religious or
ethnic backgrounds.”45 Pemahaman tersebut berasumsi bahwa motto bersih
itu indah atau pun putih itu suci yang sering kita dengar dan ucapkan belum
tentu menjadi bermakna bagi warga masyarakat publik kota Manokwari mau
pun masyarakat Papua pada umumnya.
Kebijakan-kebijakan publik yang diwujudkan dalam ide, sikapm
perilaku mau pun regulasi-regulasi atas dasar wacana misi suci untuk sebuah
maksud pemberadaban serta mengangkat derajat kemanusiaan pada suatu
masyarakat, menjadi kontra produktif ketika berhadapan dengan kultur
masyarakat yang tetap mempertahankan tradisi mengkonsumsi pinang.
Kebijakan publik, persepsi dan penilaian masyarakat modern yang terkait
dengan konsep bersih menjadi berbeda sudut pandangnya dengan konsep
yang dimiliki oleh warga budaya konsumer pinang: “… alienation of land,
forced labour recruitment and migration, and the destruction of the local
social structure and culture.”46 Hal ini menjadi berbeda dengan harapan yang
terkandung dalam Tema Hari Habitat tahun 2015 yang merujuk pada isu-isu
terkait dengan pembangunan pemukiman dan perkotaan, Public Spaces for
All, Ruang Publik Untuk Semua, UN-Habitat dan warga masyarakat tentunya
45 Kees van Dijk dan Jean Gelman Taylor (ed.) 2011. Cleanliness and Culture Indonesian histories.Leiden: KITLV Press. p.vii.46 Ibid. hlm.1-3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
berharap bahwa ruang terbuka, jalan, jalur pedestrian (trotoar), pasar, taman
bermain, serta fasilitas publik lainnya dapat menjadi suatu ruang dengan
karakternya yang responsif, demokratis dan bermakna. Dengan pemahaman
demikian, maka apa yang terjadi pada ruang publik Kota Manokwari menjadi
berbeda – bahkan bertolak belakang – dengan harapan warga masyarakat dan
UN-Habitat.
Hal tersebut membangkitkan pertentangan persepsi pada forum publik
kehidupan masyarakat di Kota Manokwari, keinginan untuk hidup secara
intens harus berhadapan dengan situasi publik yang sarat dengan kontestasi
dan resistensi ideologi, politik, sosial, dan ekonomi dan budaya; menjadikan
semangat hidup dan kemerdekaan sebagian warga masyarakat menjadi pudar
dan sulit menemukan kembali identitas diri dengan makna tradisinya. Bagi
warga masyarakat budaya yang tidak memiliki kebiasaan serta tradisi
mengkonsumsi pinang dan mempunyai konsep idealism untuk sebuah ruang
publik kota modern, akan semakin menyudutkan dan mempersempit
representasi sosial warga masyarakat yang mengkonsumsi pinang pada posisi
yang kontra produktif dalam upaya mewujudkan imajinya tentang kota
modern yang tertata rapi, bersih dan elegant.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
BAB III
KONSTELASI KOMODITAS DAN BUDAYA KONSUMSI PINANG
DALAM IDEALISME MODERNITAS RUANG PUBLIK
Dalam bab ketiga ini akan dipaparkan perolehan data dan informasi dari
lapangan penelitian; konstelasi budaya konsumsi pinang dengan ruang publik,
imaji tentang konsumsi pinang dalam masyarakat asli dan pendatang di Papua,
keberbedaan idealisme dan citra kota modern yang melahirkan kontestasi,
konflik, kebijakan publik, serta dialektika negosiasi pada ruang publik Kota
Manokwari.
Informasi dan data lapangan selanjutnya dipertajam dengan pengambilan
dokumentasi visual dan wawancara lapangan terhadap berbagai pihak yang
sependapat, berselisih, dan bahkan dengan pihak yang selalu berbeda cara
pandang maupun pun orientasi kemanfaatan dari kebiasaan mengkonsumsi buah
pinang. Hal-hal tersebut terjadi dalam keseharian hidup warga masyarakat yang
berkonstelasi di antara – dan juga di dalam – ranah operasional komoditas
ekonomi perdagangan pinang serta konsumsi pinang sebagai bagian yang tak
terpisahkan dengan penghayatan hidup kultural warga masyarakat Papua.
Kebiasaan mengkonsumsi pinang menjadi sebuah forum dalam keseharian
hidup masyarakat di Papua pada umumnya. Forum tersebut menjadi tempat
pengucapan ketiga, ruang publik khusus (terbatas) sebagai ajang berefleksi,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
mengolah pengalaman hidup1 pribadi dan sosial yang dapat menumbuh-
kembangkan potensi-potensi fisik, mental, dan idealisme dalam konstelasinya
dengan tugas dan fungsi apparatus negara (state), masyarakat sipil (civil
society), kapital modal (capitalism) dan media publik. Elemen-elemen tersebut
merupakan faktor pendorong eskalasi dinamika kultur dan kehidupan sosial
pada lingkup relasional keseharian hidup warga masyarakat publik di Kota
Manokwari.
Aktivitas ini dengan mudah ditemukan pada setiap lorong pemukiman,
gardu/pos ronda, teras toko, mau pun pada keramaian ruang publik lainnya.
Bahkan di dalam kendaraan pribadi, kendaraan-kendaraan operasional (bahkan
pada mobil ambulans), dan angkutan darat pada umum. Akibatnya banyak
limbah pinang berceceran di dinding rumah, perkantoran, bangunan-bangunan
publik, trotoar dan jalan raya, pos ronda, pasar, serta sudut-sudut ruang publik
lainnya.
1. Blusukan di Kota Manokwari
“Blusukan” bersama sebuah “Idealisme” Kota Manokwari adalah
mengenang “tempo itu”. Mengamati sekitaran Pelabuhan Laut Jalan Siliwangi,
menyusur ke Jalan Merdeka, Jalan Bandung, Jalan Jendral Sudirman, Jalan Yos
Sudarso, Jalan Pegunungan Salju, Jalan Trikora Wosi, jalan ke arah Bandara
1 Memakai istilah Gunawan Mohamad yang menyebut sebagai “pasar” tempat mengolah pengalamanhidup. Sumber : St. Sunardi. 2003. Opera Tanpa Kata. hlm. 3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Rendani hingga Jalan Esau Sesa yang berdiri megah Hotel Neu Aston
Manokwari. Di sekitar perjalanan tersebut dapat ditemukan tempat-tempat
makan yang saat itu cukup bergensi; seperti Warung Makan Solo, Bakso
Malang, Hawai Resto, Rumah Makan Sukasari yang kesemuanya banyak
dikunjungi oleh para pejabat, pengusaha (boss-boss), pegawai negeri dan
kantoran, serta belasan bar tempat orang duduk-duduk bersantai dan berdendang
diiringi dengan segala macam musik sambil menikmati rokok, soft drink mau
pun minuman beralkohol.
Pengamatan dan penelitian dimulai dari perempatan jalan pertemuan
antara Jalan Palapa dan Jalan Ekonomi Reremi menuju Jembatan Sahara
Manokwari. Di sekitar jalan tersebut telah bisa ditemukan sosok perempuan
penjual pinang dan bensin pada lapak jualannya. Tampah sosok penjual pinang
tersebut menyajikan (sesekali menata) tumpuk demi tumpuk pinang buah segar,
pinang kering (gebe), bunga sirih, serta kapur di atas lapak pada pondok
jualannya.
Dengan alasan sebagai tonggak sejarah penginjilan (evangelisasi) di
Papua, yang ditandai dengan gigihnya semangat perjuangan sebagian
masyarakat Nasrani Manokwari untuk memproklamirkan identitas Manokwari
sebagai Kota Injil, sekaligus pelarangan beredarnya minuman keras pada era
kepemimpinan Bupati Drs. Dominggus Mandacan2, tempat-tempat bersantai di
atas harus menurunkan papan namanya satu persatu. Namun hal itu bukan
2 Peraturan Daerah Kabupaten Manokwari Nomor 5 Tahun 2006, tertanggal 1 Desember 2006.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
berarti tidak adanya lagi orang beribut karena mabuk di jalanan, pun tidak
berarti bersihnya minuman keras beredar, sebab hingga saat ini masih banyak
beredar minuman keras dalam berbagai jenis; seperti Cap Tikus (CT)3, yang
bermerek,4 mau pun Milo5 hingga kampung pedalaman.
Pada hari-hari selanjutnya penulis sebagai pengamat dan peneliti blusukan
tak terarah, dimana saja menemui penjual pinang, penginang, masyarakat Papua,
amber (pendatang dari luar Papua), serta orang-orang yang penulis anggap
bersangkut paut dalam pragmatisme sekitar dunia pinang.
Gambar 10. Sebuah lapak jualan pinang di Jalan Sujarwo Condronegoro – Manokwari Barat.6
3 Minuman yang didatangkan dari Sulawesi Utara (Manado), terbuat melalui proses penyulingan daribuah pohon enau/aren.4 Bir,Whisky, Jenever, Tiquela, Topi Miring, dan sejenisnya.5 Istilah untuk penyebutan minuman beralkohol, buatan masyarakat lokal di sekitar Manokwari, danatau Papua pada umumnya. Bahannya juga berasal dari buah pohon enau/aren.6 Dokumen pribadi penulis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Selayaknya para penjual umumnya, tampak mereka berusaha mengurai
senyum dengan wajah ceria sambil sesekali menata jualannya, berharap
datangnya pembeli yang lebih banyak. Dengan penuh kesabaran sambil ngobrol
tanpa ujung pangkal dengan beragam topik, sambil mengkonsumsi pinang
mereka bersama teman/keluarga/pembeli mengisi waktu dengan bercengkerama
menanti kedatangan pembeli.
Sambil menapaki jalan, penulis memperhatikan dan mencoba menelaah
dengan seksama bentuk dan wujud bangunan lapak-lapak penjualan pinang,
perilaku penjual dalam menanggap pembeli maupun orang yang lewat di
depannya, sarana pendukung jualan, perilaku membuang ludah pinang, serta
respons orang yang melihatnya, warna-warni (atap, dinding, model) pondoknya,
lingkungan tempat berjualan, serta wajah hotel, ruko, swalayan, café, resto,
rumah makan yang di lingkupi lapak-lapak jual pinang dan penginangnya.
Dari catatan lapangan selama 8 (delapan) hari pertama masa penelitian
terhitung 1.554 lapak jualan pinang7 di Kota Manokwari dan sekitarnya8;
terbentang dari Bandar Udara Rendani – Transito Wosi – Sowi – Maripi, dari
Transito Wosi – Jalan Pahlawan – Sanggeng – Yapis – Arkuki – sekitar
Jembatan Sahara – Kampung Bouw, dari perempatan Makalow (arah Jalan
7 Dengan modal belanja sekitar Rp. 50.000,00. s.d. Rp. 250.000,00./lapak (rata-rataRp.150.000,00./lapak)8 Pada 3 wilayah distrik; Manokwari Barat, Manokwari Timur, dan Manokwari Selatan. Angka iniberbeda dengan data yang diperoleh dari Dinas Perindustian, Perdagangan, Koperasi dan UMKMKabupaten Manokwari tertanggal 31 Agustus 2015,berjumlah 723 penjual Pinang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Gunung Salju) – Manggoapi – Tugu Amban – sesepanjang jalan depan
Universitas Negeri Papua (UNIPA) – Amban Pantai – Susweni, dan dari
perempatan Makalow – Pertokoan Kota – Pelabuhan Laut – Kampung Ambon –
Pasir Putih hingga Arowi.
Asumsi titik awal perjalanan penelitian dari sekitar Pasar Sanggeng,9
penulis berjalan menuju beberapa tempat yang berjarak relatif jauh (sekitaran
kota), untuk memperoleh data lapangan yang dilakukan pada rentang wilayah
Rendani (5,7 km.), Arfai (14 km.), Maripi (16 km.), Amban (7 km.), Amban
Pantai (9 km.), Pantai Pasir Putih (7 km.), Susweni (10 km.), dan Arowi (9,9
km.) dengan fasilitas berupa sebuah sepeda motor10 menuju area yang jarang
rumah penghuni, penggalan hutan lebat. Sedangkan untuk dalam kota penulis
cukup dengan berjalan kaki (blusukan).
Seorang tokoh masyarakat asli Sidey Pantai Manokwari, Agustinus Moktis
(55) dan Pater Anton Tromp (69),11 seorang misionaris Augustinian di Tanah
Papua menjelaskan bahwa budaya ini dibawa ke kawasan Teluk Doreri dan
daratan Manokwari12 oleh saudara-saudara dari suku Biak13. Mereka selalu
9 Pasar sentral di Kota Manokwari.10 Honda Astrea Grand Nomor Polisi DS 3423 DC, diparkir (atau dititipkan) di sekitar wilayah tersebut,kemudian berjalan kaki untuk bisa melihat suasana, kejadian, keseharian situasi sosial, budaya,ekonomi dari warga masyarakat Kota Manokwari; serta menemui responden, dan ngobrol bersamamereka untuk mendapatkan informasi/data sekitar budaya konsumsi pinang.11 Misionaris Augustinian dari Belanda yang sekaligus pemerhati masyarakat sosial Papua, yang sudahberkarya puluhan tahun di Tanah Papua.12 Manokwari berasal dari Bahasa Biak: mnukwar yang berarti kampung tua.13 Suatu suku etnis di bagian utara Pulau Papua yang termasuk handal dalam menggunakan perahuuntuk menjelajahi wilayah-wilayah pantai serta pedalaman di Wilayah Papua dan sekitarnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
membawa dan mengkonsumsi buah pinang kemana saja pergi dan lambat laun
kebiasaan ini diikuti oleh warga masyarakat di sekitar pantai dan dataran
Pegunungan Arfak Manokwari.
2. Konstelasi Budaya Konsumsi Pinang dengan Ruang Publik
Dari perjalanan blusukan dalam keseharian hidup warga masyarakat Kota
Manokwari dan sekitarnya, penulis memperoleh pesan dan makna yang
terkandung dari wandering of the semantic pada data dan fakta lapangan; dari
obrolan di gardu atau pos ronda, tumpukan sampah yang berserakahan,
kenyamanan dan kebersihan hotel dan perkantoran, kerumunan khalayak, serta
pesan-pesan lain yang mencirikan warga pengkonsumsi buah pinang dalam
konstelasinya dengan kebijakan pemerintah, pemodal, masyarakat sosial, dan
media yang ada di Kota Manokwari.
1) Kebijakan Aparat Pemerintah
Pemerintah Daerah setempat yang terepresentasikan melalui kebijakan
struktural Kepala Bidang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dari
Dinas Perdagangan Kabupaten Manokwari, Rosita Watofa menuturkan rasa
prihatin terhadap kesenjangan dalam cara mengelola (management) jualan
antara pedagang dari luar Papua dan asli Papua; Ia “melihat perkembangan
dunia usaha sekarang ini, mereka14harus belajar”. Oleh karenanya ia
bersama team dalam dua tahun terakhir ini (2014-2015) banyak menyisihkan
14 redaktur: para pedagang dari masyarakat asli Papua.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
waktu untuk mengadakan pembinaan kepada mama-mama penjual pinang;
memberikan pemahaman, penyadaran serta pelatihan tentang ketrampilan
praktis mengelola jualan pinang, karena dengan manajement kasih15 yang
selama ini dilakukan oleh mama-mama penjual pinang tanpa
memperhitungkan profit, jasa produksi dan distribusi, mama-mama dorang16
tidak akan mampu menyokong kebutuhan ekonomi rumah tangga.
Menjadi sebuah pertanyaan yang mendalam; ‘mengapa mereka tetap
saja bisa berjualan hingga saat ini?’ Memang mereka belum tentu akan
mendapatkan profit yang dapat menyokong ekonomi rumah tangganya,
namun dalam diri mereka mendapatkan suatu kepuasan (pleasure) dari sisi
immaterial.
Gambar 11. Lapak jualan pengecer pinang seadanya di sepanjang Jalan Siliwangi,(depan) Pelabuhan Laut Manokwari.17
15Manajement jualan yang berdasarkan persaudaraan, kekerabatan dan pertemanan yang tanpamemikirkan akibat untung rugi secara ekonomi dari suatu bidang usahanya.16Sebutan khas dialek Papua untuk menunjuk orang ketiga jamak; dia orang-orang (mereka).17 Dokumen pribadi penulis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Perhatian yang sama juga diberikan oleh Asosiasi Pengusaha Asli
Papua (ASPAP) di Manokwari, yang peduli menumbuh-kebangkan potensi
dan peranan masyarakat Asli Papua dalam budidaya, produksi, serta
distribusi pinang sebagai salah satu usaha untuk memenuhi tuntutan
kebutuhan konsumernya. ASPAP membantu mama-mama penjual pinang
dengan membuat dan memperbarui pondok-pondok dan lapak jualan pinang
dengan ‘atap biru’nya di sekitaran Kota Manokwari.
Melalui program REVITALISASI PONDOK DAN MEJA JUALAN
PENGUSAHA MIKRO dan KECIL (MAMA PAPUA) yang pada tahun
2014 telah merealisasikan bantuan perbaikan dan pembuatan lapak-lapak
jualan pinang “atap biru”18 sebanyak 50 unit.
Gambar 12. Kepedulian dan perhatian ASPAP terhadap UMKM “mama – mama penjual pinang”.19
18 Bangunan lapak penjualan pinang dengan atap seng yang berwarna biru.19 Dokumen Pribadi Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Gambar 13. Satu dari 50 unit lapak jual Pinang “atap biru”, bantuan ASPAP Manokwari.20
Diungkapkan oleh Ibu Rosita Watofa, bahwa dalam relasi kultur sosial
masyarakat Papua lebih mendasarkan budaya kasih, sehingga dengan
manajerial dagang modern menjadi begitu asing dan tidak familier. Tata
kelola dagang menjadi sebuah symbol modernitas yang berhadapan (vis-à-
vis) dengan kultur kehidupan mereka, karena “usaha21 bukan budaya
mereka”.
2) Kapital Modal
Pinang sebagai sebuah komoditas menggurita pada sendi-sendi
perekonomian yang berpotensi menggerakkan dinamika – forum publik –
kultur keseharian masyarakat Papua. Komoditas pinang berkonstelasi
dengan sistem kapital modal; produksi, distribusi, serta budaya
20 Dokumen pribadi penulis.21 Redaktur: dagang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
konsumsinya. Oleh karena itu mobilitas budaya konsumsi pinang berada
dalam ranah serta dinamika kehidupan sosial-ekonomi dan budaya pada
ruang publik kota Manokwari. Penghayatan kultur memberi celah bagi
pemilik modal (capital) untuk mengembangkan investasinya dengan profit
yang menjanjikan.
a. Nilai Ekonomis Komoditi Pinang
Pinang merupakan komoditi ekonomi yang dalam mobilitas pasar
lokal mampu merambah lintas pasar regional, mendominasi pasar
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumennya di Papua. Dinas
Perdagangan dan UMKM Kabupaten Manokwari berharap dengan
komoditas ini akan mampu menyokong usaha mama-mama penjual
pinang dalam usaha memperkuat ketahanan ekonomi dan
kesejahteraan rumah tangganya.
Dengan asumsi perhitungan yang didasarkan pada jumlah modal
serta jumlah penjual pinang di sekitar Kota Manokwari, komoditi
pinang mempunyai omset sekitar Rp. 6.993.000.000,00/bulannya.
Angka ini diperoleh dari perhitungan sebagai berikut: 1.554 (jumlah
lapak penjual pinang) X Rp. 150.000,00.(rata-rata modal usaha)22 X 1
bulan (30 hari) = Rp. 6.993.000.000,00. /bulan, atau berkisar Rp.
22 Dari hasil perolehan data lapangan rata-rata modal jual mama-mama penjual pinang sekitar Rp.150.000,00./lapak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
233.100.000,00./hari. Nilai ekonomis komoditi ini prospeknya
menjanjikan bagi para pelaku dagang (pemodal) yang berkiprah di
sekitar dinamika kehidupan warga yang memiliki budaya konsumsi
pinang.
Gambar 14. Pinang kering (gebe) di Pasar Sanggeng Manokwari.23
Untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan pasar, pemilik modal
besar memposisikan sebagai agent distributor dengan mendatangkan
komoditi pinang buah dan kering dari luar wilayah Manokwari, seperti
pinang buah dari Jayapura, dan pinang kering dari Padang Sumatra
Barat, Surabaya, Makassar serta Ternate.
Dalam siaran pagi hari Rabu (09/09/2015), pada Stasiun Televisi
lokal Tasindo Manokwari memberikan ulasan singkat tentang
23 Dokumen pribadi penulis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
terjadimya kenaikan harga untuk komoditi pinang kering dan pinang
buah pada sejumlah pasar di Manokwari. Seorang penjual pinang
kering (Mansyur) menjelaskan bahwa sejak September 2015 harga
pinang kering telah mencapai Rp.90.000,00./kilo gramnya, sedangkan
harga per karung yang sebelumnya berkisar Rp.4.800.000.00 melonjak
hingga Rp.7.800.000,00. Kenaikan (sekitar Rp. 3.000.000,00./karung)
ini menyesuaikan dengan harga distributor yang berasal dari Padang
Sumatra Barat.
Sedangkan untuk pinang buah telah mengalami kenaikan sebulan
lebih dahulu dibandingkan kenaikan harga pinang kering. Menurut
seorang penjual pinang buah (Solfince Romsumbre), sebelum terjadi
kenaikan harga per karung sekitar Rp.200.000,00. - Rp.300.000,00
namun sekarang menjadi berkisar antara Rp.500.000,00 hingga
Rp.600.000,00.
Selain komoditi pinang, di Manokwari juga beredar minuman keras
(beralkohol) dan rokok yang menempati posisi penting dalam daftar
kebutuhan sebagian warga masyarakat, ketiganya memiliki nilai
ekonomis. Pinang dan rokok merupakan komoditas legal, sedangkan
minuman keras sekalipun dilarang oleh pemerintah daerah setempat
hingga kini tidak dapat dibendung peredarannya. Perda pelarangan jual
beli miras serta peringatan bahaya merokok tidak mampu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
membendung keikutsertaanya dalam dinamika sosial, ekonomi, dan
budaya dalam warga masyarakat Manokwari.
Sebagai bahan perbandingan kelajuan prospeksi komoditas pinang
dan rokok di sekitaran Kota Manokwari. Dari penuturan pimpinan
agent dan distributor rokok24 Ong King Sioe dari CV. Sinar Surya
Mandiri (SSM) Manokwari, memberikan informasi dan perhitungan
prospek kasar rata-rata nilai omset rokok pada setiap bulannya sekitar
Rp.800.000.000,00./bulan25 untuk merek rokok Gudang Garam. Masih
ada dua (2) distributor (untuk merek lain), yang jika dihitung
berdasarkan nilai omset sama dengan CV. SSM, maka akan
memperoleh angka sekitar Rp. 2.400.000.000,00./bulannya. Sedangkan
untuk komoditas pinang yang beromset sebesar Rp.
6.993.000.000,00./bulan, atau mendekati 300% lebih tinggi dibanding
nilai komoditas rokok. Oleh karena itu disamping memiliki fungsi
guna dalam aspek kultur dan sosial, pinang juga mempunyai nilai
komoditas cukup significant dalam sektor ekonomi bagi masyarakat di
Papua.
24 1 dari 3 Agen dan Distributor Rokok di Manokwari25 Asumsi kasar: Rp. 800.000.000,00. x 3 agen distributor = Rp. 2.400.000.000,00. /bulan, sedangkanuntuk omset komoditi pinang ada sekitar 1.554 lapak penjual pinang x Rp. 150.000,00. x (30 hari) =Rp. 6.993.000.000,00./bulan, atau berkisar Rp. 233.100.000,00./hari beredar di sekitar KotaManokwari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
b. Budidaya Tanaman Pinang
Komoditi pinang mempunyai posisi yang sangat strategis dalam
bagian dan upaya untuk meningkatkan perekonomian masyarakat dan
kehidupan sosial budaya, serta prospeksi ekonomi pasar dalam ruang
publik sekitar Kota Manokwari. Semakin tingginya permintaan pasar
untuk komoditas buah pinang menjadi sebuah prospeksi yang telah
direspon dengan kebangkitan daya ekonomi kreatif dari sebagian
masyarakat yang telah ikut serta dalam meningkatkan kuantitas
komoditi ini melalui penggalakan penanaman pohon pinang.
Masyarakat berupaya melakukan swaproduksi, sehingga akan mampu
memenuhi kebutuhan dan permintaan pasar.
Gambar 15. Tanaman pohon pinang mengitari rumah seorang wargadi Kampung Maripi – Distrik Manokwari Selatan.26
26 Dokumen pribadi penulis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Dewasa ini tanaman pohon pinang masuk dalam kategori tanaman
rumah tangga, dimana satu atau lebih anggota dalam suatu rumah
tangga mengelola usaha perkebunan pohon pinang dengan tujuan
untuk sebagian atau seluruh hasilnya dapat dijual, baik sebagai usaha
milik sendiri, bagi hasil, atau milik orang lain dengan menerima upah,
termasuk dalam hal ini adalah usaha jasa perkebunan.
Berdasarkan hasil Sensus Pertanian Kabupaten Manokwari tahun
2013; tanaman ini mencapai 33,40% (sekitar 42.210 pohon)27 tumbuh
di sekitar kota Manokwari dari keseluruhan budidaya tanaman Pinang
yang ada di seantero Kabupaten Manokwari.28
Budidaya tanaman pohon pinang menempati pada peringkat ke-3
dari 5 jenis tanaman produksi yang sedang dibudidayakan di
Kabupaten Manokwari. Kakao/Coklat : 4,68 juta pohon (konsentrasi
di Distrik Ransiki dan Oransbari), Kelapa Sawit : 0,67 juta pohon
(konsentrasi di Distrik Masni dan Prafi), Pinang : 0,13 juta / 126.378
pohon (konsentrasi di Distrik Ransiki dan Manokwari Barat), Kelapa :
27 Berdasarkan jenis tanaman yang diusahakan oleh sejumlah rumah tangga di Kab. Manokwari ada2.294 KK (29 Distrik). 687 KK (ada di sekitar Kota Manokwari dalam 3 distrik), selebihnya ada 1.607 KKberada dalam 27 distrik lainnya.28 126.378. pohon (0,13 juta), sebagian besar ditanam di Distrik Ransiki dan Distrik Manokwari Barat.Perincian 26,70% : 33.738 pohon belum produktif, 54,16% : 68.435 pohon sedang dalam masaproduktif, 19,14% : 24.204 pohon sudah tidak produktif lagi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
0,08 juta pohon (di Distrik Sidey), dan Cengkeh : 0,02 juta pohon (di
Distrik Ransiki).29
c. Menejerial Mama-Mama Penjual Pinang
Sekitar dua dasawarsa,30 mengikuti situasi dan perkembangan
warga masyarakat Manokwari, dengan proses pertumbuhan dan
perubahan sektor struktur, infrastruktur, mobilitas ekonomi serta
migrasi, menjadikan penulis mempunyai kesempatan mendapatkan
akses informasi tentang budaya mengkonsumsi pinang dari warga
masyarakat setempat. Kesempatan tersebut memberi peluang untuk
mendapatkan informasi, data-data, serta elemen yang terlibat dalam
keseharian hidup warga masyarakat kota Manokwari.
Mengkonsumsi buah pinang mempunyai fungsi dalam relasi sosial,
budaya, medis (kesehatan dan pengobatan), serta menjadi sebuah
bentuk seni pergaulan. Dengan makan pinang bersama dapat menjalin
dan memelihara keakraban persaudaraan, sehingga akan lebih banyak
mempunyai teman, menguatkan tali kasih persaudaraan dan bahkan
akan mempermudah dalam upaya penyelesaian kasus-kasus
persengketaan, perselisihan / kesalahpahaman, karena dengan
29 Diolah berdasarkan Publikasi Sensus Pertanian 2013, oleh BPS Kabupaten Manokwari Tahun 2014.30 Sejak pertengahan bulan April tahun 1997.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
menawarkan kakes31 akan lebih memudahkan terjadinya proses saling
memaafkan sehingga terbangun semangat persaudaraan / kekerabatan
kembali.
Dahulu mengkonsumsi pinang dilakukan hanya oleh orang-orang
tua yang sedang berkepentingan dalam ritual adat serta pertemun tetua
adat, namun dewasa ini mengkonsumsi pinang telah dilakukan oleh
masyarakat pada umumnya, bahkan juga oleh anak-anak kecil.
Sebagaimana pengalaman seorang gadis kecil bernama Silfin (Kelas 5
Sekolah Dasar) dan temannya Oah Kumanireng (Kelas 4 Sekolah
Dasar), yang sudah terbiasa ngobrol bersama teman-temanya sambil
mengkonsumsi pinang; “Saya tiap hari makan pinang”. Oah mengaku
bahwa “Makan pinang paling enak bersama teman-teman,”32 walau
mamanya tidak mengijikan, Oah mengkonsumsi tak kurang dari 10 biji
per harinya.
Dalam potret keseharian di Papua, sangat mudah menemukan
orang sedang membawa pinang buah/pinang kering, batang sirih serta
kapur dalam saku, noken, atau tas (kresek) kemana sedang pergi dan
berada. Dengan ‘bawaannya’ tersebut baginya akan mudah menjalin
31 Sebutan kakes, dipahami sebagai sajian dalam adat budaya orang Papua, berisikan pinang buah danpinang kering (gebe), bunga sirih, dan kapur. Kakes menjadi simbol kesatuan yang menjadikan talikasih persaudaraan menjadi semakin erat.32 Sumber: Wawancara 23 Agustus 2015.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
komunikasi dan merayakan kehidupan bersama dengan kaum kerabat,
teman, mau pun orang lain yang baru saja dikenalnya.
Menurut Bapak Pieter Rante,33 komoditas pinang dalam
masyarakat Papua mempunyai posisi sangat penting dan strategis:
“Pinang itu lebih kuat kedudukannya dibanding rokok.
Orang lapar tidak mencari rokok, namun di sini banyak
orang lapar justru mencari pinang untuk dimakan. …
pinang bagi warga masyarakat di sini sama dengan
makanan pokok. Rokok masih bisa ditahan, namun
berbeda dengan pinang yang selalu harus segera ada.”
Dengan mengkonsumsi pinang dapat memberi stamina bagi
kesehatan tubuh agar bisa beraktivitas dalam keseharian. Hal tersebut
diungkapkan oleh Mama Petronela Kawer (54); bahwa kebiasaan
makan pinang telah dilakukannya sejak masih muda, dengan
mengkonsumsi pinang akan mengembalikan stamina badan. Setelah
bekerja seharian merasa capek dan keluar keringat banyak, sambil
istirahat ia akan makan pinang untuk memperoleh tenaga dan
kesegaran, sehingga bisa bekerja kembali.34
Material pinang menjadi komoditas andalan bagi agent distributor
(kapital modal), yang juga memberi kesempatan bertumbuh
33 Kasubid Tata Ruang Bappeda Kabupaten Manokwari. Wawancara 15 September 2015.34 Sumber: Wawancara 23 Agustus 2015.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
kembangnya ekonomi kerakyatan bagi mama-mama Papua untuk
menjadi pengecer pinang; seperti di pasar, di perkampungan, di lorong-
lorong hunian, pinggir-pinggir jalan sepanjang kota, atau pun di sekitar
tempat-tempat hunian yang diharapkan dapat menyokong ekonomi
keluarga.
Gambar 16. Mama-mama penjual Pinang buahdi pelataran depan deretan Warung Makan Pasar Sanggeng Manokwari.35
Keadaan tersebut ditandaskan juga oleh Aprila R.A. Wayar dalam
tulisannya berjudul Menunggu Peran Perempuan dalam Mengentas
Kemiskinan:
“Dalam konteks Papua, sebagian besar roda
perekonomian saat ini justru dipegang oleh para
pendantang atau non-Papua. Sedangkan masyarakat
Adat Papua banyak dijumpai di meja pinang. Para
35 Dokumen pribadi penulis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
penjualnya pun mayoritas perempuan, yang lazim disebut
Mama-Mama Papua.”36
Dalam situasi tersebut masyarakat asli Papua mendapatkan
keuntungan imbas (trickle down effect) ‘sedikit’ dari mobilitas sistem
ekonomi pasar yang beroperasi pada ruang publik (kampung) mereka.
Menurut Pater Anton Tromp, penjualnya hampir semua adalah ibu-
ibu.37 Mereka memperoleh bahan dari kebun sendiri, atau membeli di
Pasar Sanggeng dan Pasar Wosi, kemudian mengecerkannya di
pondok-pondok jualan yang mereka buat. Tromp berpendapat bahwa;
“menjadi kaya karena menjual pinang saya kira tidak”, karena mereka
menjual Sirih Pinang tanpa memperhitungkan ongkos produksi dan
jasanya, sehingga nilai ekonomisnya belum tentu bisa mencukupi
kebutuhan keluarga.
Materi buah pinang dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat di
Papua, oleh karenanya diperlukan ketersediaan (ready stock) agar tetap
dalam keadaan stabil, tidak terjadi kekurangan atau kekosongan stock.
Namun dalam kenyataan pasar beberapa kali terjadi terbatasan bahan,
sehingga harus mengatasinya dengan mendatangkan pinang buah segar
dari Sentani Jayapura. Keadaan ini akan menaikkan harga beli
36 I Ngurah Suryawan (ed.). 2011. NARASI SEJARAH SOSIAL PAPUA. Bangkit dan Memimpin DirinyaSendiri. Malang: Intrans Publishing. hlm. 207.37 Bagi masyarakat Papua, lebih familier dengan sebutan “mama mama”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
masyarakat konsumer. Tingginya permintaan menjadi sebuah indikator
adanya kebutuhan pada hampir seluruh lini sektor ekonomi pasar
(jalinan produksi, distribusi, dan konsumer) dari kota hingga ke
pelosok-pelosok perkampungan.
3) Masyarakat Sipil (Civil Society)
Potret keseharian Kota Manokwari hampir sama dengan kota-kota lain
di Papua, pada ruang publik dengan mudah ditemukan pemandangan
seseorang atau sekelompok orang sedang bercerita sambil mengkonsumsi
pinang dan meludah di sembarang tempat. Situasi demikian disertai
teriakan, atau tertawa, bergantung dari yang sedang diomongkan. Mereka
menjalin komunikasi untuk membagi pengalaman hidup dalam
kebersamaanya dengan keluarga, saudara, atau teman pada sebuah bingkai
merayakan hidup melalui lokalitas kultur, yakni mengkonsumsi pinang.
Buah pinang menjadi material utama untuk mengeratkan komunikasi,
bahkan dalam keadaan marah dengan intensitas tinggi, dengan menawarkan
pinang38 akan dapat mengubah suasana menjadi bersahabat kembali,
sehingga penyelesaian suatu persengketaan akan ada dalam suasana
persaudaraan (fraternity).
38 Siapa saja yang lebih dahulu berlaku bukan masalah, namun biasanya yang mendahului akandianggap orang yang tahu adat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Djimmy Papare (67), menjelaskan bahwa mengkonsumsi pinang
merupakan budaya yang telah mengakar rumput dalam keseharian
masyarakat Papua;
“Konsumsi pinang itu memang budaya orang Papua, sebagai
suatu budaya untuk kita saling mengenal satu saudara
dengan saudara yang lain. Macam saya tinggal di pantai,
saya harus mengenal saudara yang ada di gunung, menjalin
relasi persudaraan dengan mereka, dengan cara makan
pinang bersama. Jadi pinang itu merupakan sarana menjalin
tali persaudaraan yang mengeratkan kami antara orang
Papua dengan orang Papua lainnya. Karena tradisi kami
lain dengan tradisi dengan orang yang di gunung. Kami
orang yang di pantai biasanya suka bergaul dengan siapa
saja. Pinang merupakan sarana persaudaraan dan
persahabatan. Dengan bersama-sama makan pinang
terjadilah pembicaraan, bersama berkelakar, walau tempat
asalnya berjauhan, namun akan terjadi keakraban yang luar
biasa. Begitu pula akan terjalin hubungan keluarga yg luar
biasa.”39
Penjelasan Bapak Djimmy Papare tersebut, menjadi satu alasan bahwa
posisi buah pinang begitu penting dan harus ada dalam keseharian hidup
masyarakat asli Papua, bahkan saat ini kebiasaan tersebut telah merambah
pada keseharian masyarakat pendatang yang berada di Papua.
39 Sumber: Wawancara 10 Agustus 2015.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Pinang merupakan sarana interaksi sosial paling berpengaruh dan
merambah dalam kehidupan dari kalangan anak-anak sampai dengan orang
tua, dari yang berstatus pelajar, mahasiswa hingga para pemuka / tokoh
agama, tokoh adat, tokoh masyarakat sampai para pejabatnya. “Orang dari
luar Papua akan lebih akrab dengan masyarakat asli Papua, ketika para
pendatang itu bisa makan (mengkonsumsi) pinang bersama warga
masyarakat asli Papua”, demikian ditandaskan oleh Bapak Edo Padwa.40
Wacana serupa juga disampaikan oleh Bapak Hendrik Dedaida (60)41
yang ditemui ketika sedang mengkonsumsi pinang sendirian di bawah
tangga menuju lantai 2 Pasar Tingkat (Pasting) Sanggeng Manokwari.
Seperti biasanya sebelum mencari ikan (melaut) ia akan mengkonsumsi
pinang terlebih dahulu supaya ada semangat kerja. Manfaat serupa dirasakan
oleh Ibu Rosella Awom (25) yang sejak TK sudah terbiasa mengkonsumsi
pinang sebelum melakukan pekerjaannya. Menurutnya: “Pinang adalah
makanan khas dari Papua yang turum temurun dari orang tua sampai anak-
anaknya. Kayak cemilan dan dapat menguatkan gigi, menghilangkan rasa
haus, bisa bikin mabuk dan dapat membangkitkan rasa percaya diri yang
tinggi.”
Menurut Bapak Hendrik pinang merupakan sarana menjalin pergaulan,
menghangatkan badan, namun bisa juga memabukkan. Pada saat
40 Seorang pejabat pemerintahan Provinsi Papua Barat.41 Ia mengisahkan bahwa sudah 10 tahunan mengkonsumsi pinang karena mengikuti kebiasaan istriyang berasal dari Wasior (Kabupten Teluk Wondama).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
mengkonsumsi pinang, ia dapat bercerita pengalaman masa kecil hingga
menjadi orang tua. Pada asat berkumpul bersama ia dapat memberi
petuah/nasihat kepada anak-anaknya; “bagaimana kelakukan itu harus
diubah, supaya semakin dewasa dan tidak perlu banyak ribut.”42
Dari uraian pengalaman di atas Bapak Hedrik memberi makna dari
materi buah pinang yang berperan sebagai sarana untuk membangkitkan
suasana intimitas keluarga, sehingga terbangun keakraban antar generasi
dalam sebuah keluarga.
Berkaitan dengan eksistensi kultur mengkonsumsi pinang, seorang Staf
Distrik Manokwari Timur, Musa Rumbarar (40) dalam suasana keakrabanya
sedang ngobrol dengan teman-teman43 sambil mengkonsumsi pinang ia
mengungkapkan rasa optimis dan keyakinannya bahwa budaya
mengkonsumsi pinang di dalam proses perjalanan pada era modernitas ini,
akan tetap eksis dan tidak akan hilang, bahkan masyarakat dari luar Papua
saat ini telah mengenal dan ikut terbiasa mengkonsumsi pinang. Ia
menegaskan bahwa; “Memang dalam kenyataannya pada saat ini nampak
semakin banyak orang mengkonsumsi pinang jika dibandingkan dengan
yang tidak mengkonsumsinya. Entah yang berambut keriting atau pun
berambut lurus, banyak dari mereka sudah membiasakan diri mengkonsumsi
42 Sumber: Wawancara 11 September 2015.43 Ketika akan mewawancari responden ini, yang bersangkutan bersama 5 orang lainnya sedangberada di taman distrik, membicarakan tentang politik dan persiapan pilkada dan diselingi cerita-cerita lucu dengan tertawa lepas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
pinang.” Para pendatang yang telah tinggal (berdomisili) dan dekat dengan
masyarakat Papua, lambat laun menyesuaikan diri dengan keadaan setempat,
termasuk kebiasaan mengkonsumsi pinang.
Dari paparan di atas menjadi semakin jelas, bahwa buah pinang pada
posisi sentral untuk menjalin komunikasi dan mengeratkan relasi antar
personal mau pun komunal, dan oleh karenanya mengkonsumsi pinang
merupakan kebiasaan yang telah menyatu dalam dinamika keseharian warga
masyarakat (civil society) Manokwari.
4) Media Massa
Dalam masyarakat Papua, kultur ini hadir dalam perannya sebagai
yang memediasi44 dengan lebih efektif komunikasi relasional antara individu
dengan individu, individu dengan komunitas, atau pun komunitas dengan
komunitas pada ruang publik terbatas mau pun tak terbatas. Mengkonsumsi
pinang bersama dapat memperkuat relasi inklusif atau pun eksklusif,
bergantung pada topik, tujuan, dan maksud dilakukan suatu komunikasi.
Menurut Ibu Klaudia Kumanireng (50) dari Desa Maripi (Manokwari
Selatan):
“… dulu mengkonsumsi pinang hanya dilakukan oleh orang-
orang tua ketika membicarakan hal-hal yang serius; seperti
tentang pembayaran mas kawin, penyelesaian masalah
44 Untuk menyatakan bahwa kata memediasi menjadi utama karena keperanannya dalam proseskomunikasi antar individu, individu dan kelompok, atau pun kelompok dengan kelompok masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
keluarga, membangun kampung, keyakinan, kebersihan, dan
semangat untuk merdeka.”45
Isi pembicaraan hanya untuk kalangan sendiri, sehingga tidak
memperbolehkan sembarang orang mengikutinya. Ibu Klaudia juga
menambahkan informasi tentang manfaat mengkonsumsi pinang bagi
kebertubuhan dan dalam relasi dengan sesamanya; “… membicarakan soal
makan pinang adalah merupakan tradisi semua orang, tradisi leluhur kami.
Manfaatnya dari sisi kesehatan antara lain adalah untuk menghilangkan
bau mulut dan menguatkan gigi. Saat makan pinang suasana kebersamaan
akan menjadi seru dan ramai, karena disertai dengan banyak humor.”
Mengkonsumsi pinang menjadi identik dengan mengobrol, karena
mengkonsumsi pinang dilakukan secara bersama dan dibarengi suasana seru
dan ramai obrolan. Dalam hal ini Anton Tromp berkomentar bahwa:
“Mama-mama penjual sirih pinang yang begitu banyak itu
lebih mendukung pada sisi budaya masyarakat. Kita punya
budaya ngobrol. Hal ini dapat dilihat di berbagai tempat-
tempat publik, seperti ruang tunggu, lobi hotel dan banyak
tempat lainnya selalu ada saja orang berkerumun dan
mengobrol sambil menikmati pinang.” Lebih lanjut ia
berpendapat bahwa; “Kultur masyarakat kita memang
berbeda dengan orang-orang barat ketika sedang bertemu
satu dengan yang lain. Mereka akan membicarakan tentang
45 Sumber: Wawancara 23 Agustus 2015.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
sesuatu atau satu soal tertentu. Lain dengan kita46 sering
ngobrol tanpa ada ujung pangkalnya, tanpa ada artinya …
hanya mengisi waktu dan menikmati kebersamaan ... bicara
apa saja.”
Berkaitan dengan posisi buah pinang dalam kultur masyarakat Papua,
Tromp menyinggung: “…dulu di Bintuni menggunakan rokok,...berputar
dan setiap orang yang hadir mengisapnya, begitu pula dengan sajian pinang
yang harus diambil dan dikonsumsi oleh semua orang yang hadir dalam
pertemuan sebagai tali ikat kekeluargaan.” Memahami hal tersebut Tromp
memposisikan peranan pinang yang memiliki daya dinamisator yang
mampu menggerakan mobilitas sosial dalam masyarakat.47
Budaya ngobrol menjadi patut diperhatikan untuk dicermati dalam
konstelasinya dengan aktivitas mengkonsumsi pinang dalam keseharian
masyarakat di Papua. Salah satu bentuk khas budaya ngobrol di Papua
terwujud dalam sebuah budaya populer yang disebut mop. Budaya ini
melekat dan menjadi sebuah kekuatan seimbang (power behind) dengan
budaya mengkonsumsi pinang.
Ungkapan “Epen Kah – Cupen Toh”48 menjadi sangat familier dalam
keseharian masyarakat di Papua, bahkan istilah tersebut menjadi identik
46 Seorang Belanda yang telah menjadi Warga Negara Indonesia.47 Sumber: Wawancara 24 Agustus 2015.48 Kependekkan dari kalimat pertanyaan: “Emangnya penting kah?” selanjutnya direspon dengansebuah kalimat jawaban yang meyakinkan dari lawan bicaranya dengan “Cukup penting toh!”. “Epen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
dengan Papua. Bagi orang yang pernah tinggal atau pun berkunjung di Bumi
Papua dengan mudah terbuka memori pikirannya seraya berimaji tentang
mop,49 yakni obrolan lucu50 khas Papua. Kental unsur hoax, namun
biasanya berkaitan atau dapat dihubung-rangkaikan dengan keadaan atau
peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi. Diolah menjadi humor yang
disajikan lewat ungkapan lisan dan laku gerak, dialek yang kental dan khas
sebagaimana dialog keseharian suku-suku yang ada di Papua. Mop lekat
dengan sebutan-sebutan person ala Papua: pace, mace, paitua, maitua, ade,
kaka, napi, insos, kabor, awim, mansar, nayak, noge, serta masih banyak
sebutan lainnya berdasarkan suku yang diceritakan. Budaya populer ini
sangat dinikmati dan digemari oleh warga masyarakat di Papua pada saat
ada moment-moment kebersamaan, sehingga menghangatkan suasana
komunikasi.
Pengekpresikannya selalu mengalir, satu orang bercerita dan yang lain
memperhatikan dengan seksama, ikut mencermati atau merespons dengan
gelak tawa atau pun hujatan (bercanda). Performance mop dilakukan secara
Kah - Cupen Toh” sebenarnya merupakan sebuah acara dari Stasiun MeraukeTV yang berkontenMOP, yakni cerita lucu dengan dialek bahasa khas keseharian masyarakat Papua. MOP sangatmemasyarakat dalam kalangan bawah hingga menengah, bahkan dewasa ini menjadi folklore populeryang merupakan cerminan identitas masyarakat Papua.49 Dalam sebuah Blog (farsijanaindonesiauntuksemua) Selasa, 31 Desember 2013 dalam judul “Papuasebagai primadona politik Indonesia 2013” dituliskan; MOP Papua sangat laku karena kekhasannyaPapua. MOP Papua adalah cara melucu orang Papua. Dalam tekanan ketidakadilan yang sedangterjadi di tanah Papua, orang Papua masih tetap bisa melucu. Cara lelucon orang Papua disebut MOPPapua. Ini adalah karakteristik orang Papua.”50 Lelucon, dagelan. Secara berkelakar/bergurau dan tidak sungguh-sungguh, sehingga menjadi “jokedari hoax”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
bergantian (istilahnya: baku bayar), setelah seorang mengekspresikan mop,
muncul sebuah tantangan “ayooooo siapa lagi mau bayar”, yang artinya
siapa mau menandingi kelucuan mop sebelumnya.
Menurut Lando Nega (19),51 mahasiswa asal Bintuni Papua Barat
menuturkan; “Mop adalah lucu, obat stress dan selalu bikin tertawa.”52
Walau ia berada di Yogyakarta,53 saat kumpul bersama teman-temannya
tetap suka ngemop. Sambil menikmati pinang di mulut akan semakin
menambah lincah ngomong, mulut tambah baair.54
Seiring dengan perkembangan teknologi dewasa ini, telah banyak mop
diupdate dalam account Facebook. Setiap hari dapat ditemukan paling tidak
sebuah mop baru, bahkan banyak visualisasi mop yang ada dalam media
elektronik (internet), atau diproduksi dalam kepingan VCD yang kemudian
didistribusikan ke dalam pasar-pasar di seantero Papua.
Sekarang publik dengan mudah mendapatkan akses untuk menikmati
mop dengan melihat, mendengar, membaca dan turut mencoba menampilkan
tanpa harus berada di Papua. Mop telah mampu melahirkan ‘imagined
Papuan communities’ bagi para diaspora.
51 Mahasiswa Jurusan Sistem Informasi pada Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Wawancara20/02/2016.52 Ada kesamaan dengan pendapat dari Tesya Fakdawer (18) seorang mahasiswi Fakultas PsikologiUniversitas Kristen Satya Wacana Salatiga. MOP adalah cerita yang dikarang untuk membuat orangtertawa dan bikin lucu.53 Asrama Mahasiswa Bintuni Tambak Bayan 3 Babarsari.54 “baair” dari kata berair, yang dimaknai sebagai mulut basah dengan ludah pinang sehingga dapatberbicara (ngomong) dengan lancar, seperti air mengalir. Preposisi “ber”, dalam dialek di sebagianwilayah Bagian Timur Indonesia sering diucapkan menjadi “ba”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Gambar 17. Budaya Populer yang terekspresikan dalam sebuah Obrolan mop saat ini telah diproduksidan beredar dalam bentuk VCD-VCD yang beredar di pasar-pasar seantero Papua.55
Budaya populer ini selain menjadi hiburan juga sarat nilai-nilai
pembelajaran (edukatif) bagi masyarakat yang mendengar dan mampu
memahaminya. Pencerita/penampil dan pendengar/penikmat biasanya
berada dalam satu tempat (entah duduk atau berdiri) sambil mengkonsumsi
pinang dan memuntahkan ludah merah, akan semakin memperjelas imaji
dan obsesi dari isi, makna, serta pesan yang terkandung dalam sebuah mop.
Disajikan oleh seorang pencerita melalui ungkapan lisan atau pun
gerak laku yang menghadirkan kelucuan dan kadang juga kekonyolan. Bagi
yang cepat memahaminya akan segera menemukan pesan makna di
dalamnya, sehingga dengan cepat merespons dengan tawa atau pun teriakan
histeris. Dengan kepekaan daya tangkapnya, seorang pendengar dapat
55 Dokumen pribadi penulis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
menikmati dengan daya rasa, menikmati seraya membangun imajinasi,
fantasi atau bayangan ‘peristiwanya’ sekaligus mendapatkan pesan yang
dimaksud oleh pencerita.
Gambar 18. Orang-orang muda ngobrol bareng diselingi dengan mop-mop,di seberang jalan Bank Papua Sanggeng Manokwari.56
Hanuri (62) warga Kota Yogyakarta, seorang pensiunan pegawai
Telkom di Jayapura (1982-1995) menuturkan: “Mop itu adalah lelucon,
stand up comedy yang kadang merupakan cerita bual-bual57. Orang-orang
Papua paling pinter menyajikan MOP.”
Sejauh penulis amati, dalam mop-mop terkandung daya satire yang
kuat, bahkan kadang mempunyai kecenderungan rasialisme. Hal ini menjadi
sebuah indikasi adanya motif-motif yang menginspirasi sebuah performance
56 Dokumen pribadi penulis.57 Hoax
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
mop dengan pesan (massage) bermakna yang – kadang disengaja – untuk
disampaikan kepada pihak-pihak lain.
Berikut sebuah contoh dari sejumlah mop yang kadang terdengar
dalam obrolan bersama;
Cara Makan Pinang
Pace Serui bilang: "Kita di Serui cara makan Pinang tu, 3.2.1.
Makan 3 pinang duluan, trus 2 sirih, baru 1 senduk kapur
trakhir."
Napi Biak bilang : "Di Biak tu tabale: 1-2-3, Satu daun siri
duluan, baru makan 2 kapur tulis, 3 buah pinang terakhir."
Pace Wamena tra mau kalah: "Di Wamena tu campuran, 2-1-3,
makan 2 senduk kapur duluan, 1 jam kemudian makan
sirih, 3 hari lagi baru makan pinang!"
2 Pace tadi tanya, "Kenapa lama sekali baru makan pinang?"
Pace Wamena bilang; "tunggu mulut sembuh too..."58
Contoh di atas merupakan salah satu mop yang memunculkan 3 tokoh
dari suku berbeda (Serui, Biak dan Wamena) di Bumi Papua. Humoran ini
biasanya lebih mungkin sering dicerita-tampilkan oleh orang yang bukan
berasal dari ke 3 suku tersebut. Pesannya secara logika sangat konyol dan
tidak logis, sehingga kadang akan ditanggapi dengan celotehan “yang bener
saja paceeeee” atau pun respon sejenisnya. Kekonyolan yang terkandung di
dalamnya akan mampu membangun imaji yang kadang diskriminatif tentang
58 Sumber : https://www.ketawa.com/2009/05/6098-cara-makan-pinang.html (21/02/2016)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
subyek dan suatu obyek tertentu, namun karena disampaikan dengan humor
maka kesan tersebut menjadi abu-abu (discleaner), namun justru menghibur
penikmatnya.
Seorang George Prawar (25)59, memberikan imaji dan penjelasannya
bahwa MOP adalah menipu orang banyak60. Kepintaran merangkai
beberapa fakta sosial yang sungguh-sungguh terjadi dari suatu keadaan
dengan keadaan lain dalam masyarakat sebagai materi performance sebuah
mop, menjadikan seseorang diberi predikat tukang mop. Terlebih kepiawian
tersebut ditunjang dengan gerak laku yang pas dan ujaran yang menyertakan
kentalnya dialek khas dari bahasa suatu etnis tertentu. Si pencerita harus
menguasai dialek suku yang sedang diceritakannya, karena kemampuan
dalam – meniru dialek bahasa/logat, gerak laku – akan menjadi suatu
variable yang sangat mendukung dalam membangkitkan rasa humor,
sehingga orang akan berpikir – membangun dan mengikuti fantasi –
sejenak, kemudian akan merespons secara tidak terduga; meyakininya,
menolak pernyataan, atau tertawa terpingkal karena rasa humornya.
Menurut Geogre, mengkonsumsi pinang dan mop bagi orang Papua
merupakan kesatuan sarana menjalin keeratan persahabatan dan
persaudaraaan, karena dengan makan pinang bersama orang akan semakin
mudah ngomong; melisankan isi hati, fantasi, dan membuka pikiran.
59 Pegawai pada Lembaga Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Propinsi Papua Barat60 Karena isinya bukan hal yang sebenarnya, hanya perlu kepinteran dalam merangkai fakta yangsatu dengan yang lain yang tidak mempunyai keterkaitan sebuah sebab akibat (kasualitas).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
Selain mop sebagai salah satu performance budaya populer Papua, di
Kota Manokwari penulis juga menemukan acara Obrolan Warung Pinang
dalam program siaran radio. Acara ini merupakan salah satu bentuk
perhatian dan kepedulian apresiatif terhadap budaya mengkonsumsi pinang
yang telah mampu menggerakkan dinamika ruang publik sosial masyarakat
Manokwari. Program interaksi aktif tersebut dalam relasinya tanpa harus
bertemu (face to face) seperti performance mop, akan tetapi melalui sebuah
media lokal, yakni Stasiun Regional Radio Republik Indonesia (RRI).
Seorang Ice Manusaway, wartawati senior yang telah mampu
membangun sebuah ruang khusus bagi budaya konsumsi pinang
(mengkonsumsi pinang) dalam masyarakat Papua. Baginya budaya tersebut
merupakan salah satu variable yang telah turut serta dalam membentuk
identitas serta karakter ruang publik Kota Manokwari. Reaksi tanggap dari
kejeliannya menjadikan acara Obrolan Warung Pinang61 ini pada tahun 2016
genap berusia 14 tahun di bawah kendalinya. Sebagai orang lapangan, Ibu
Ice62 sangat peka dan mampu menangkap gelagat dan geliat budaya
masyarakat, kejadian lapangan, keluhan masyarakat, serta keinginan
pemerintah (state) untuk membangun Kota Manokwari agar lebih baik dari
pada sebelumnya.
61 Sebagai wartawan lapangan ia dianggap mampu menampung aspirasi, kejadian dan persoalandalam masyarakat sekitar Manokwari. Kemudian dia mengolah dan menyajikannya dalam siarandengan bahasa sehari-hari, bahasa pasaran, bahasa kampung, sentilan jenaka (mop), dengan bahasakhas Papua sehingga dapat dimengerti oleh semua element masyarakat pendengar.62 Sebutan keseharian di kantor mau pun di lingkup warga masyarakat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
Dengan pengolahan materi atas wandering of the semantic dari
kehidupan masyarakat sekitar Manokwari, melalui analisa sosial dan
refleksi, kemudian mengakomodir potret dan peristiwa keseharian ke dalam
dunia dan dinamika budaya mengkonsumsi pinang dengan segala kebiasaan
yang menyertainya, disajikanlah acara Obrolan Warung Pinang.63 Sebuah
program tempat mendudukkan berbagai kejadian, persoalan, dan aspirasi
masyarakat yang kemudian dipancar luaskan64 melalui program siaran RRI
Manokwari secara terjadwal hingga saat ini.
Obrolan Warung Pinang disajikan dalam sebuah obrolan ringan,
populer, santai, dengan bahasa pasaran dialek khas Papua, sehingga mudah
ditangkap (dimengerti) oleh khalayak umum. Oleh karena itu walau
kontennya padat dan penuh daya makna konstruktif, acara ini gampang
dimengerti, diingat, dan selalu menjadi bahan refleksi dan introspeksi dalam
perbincangan masyarakat.
Walau pun disampaikan secara humor dan santai, namun sangat
menghibur dan bernilai edukatif65 bagi seluruh lapisan masyarakat, dari
pejabat negara, penyelenggara pemerintahan, politisi, businessman, atau pun
masyarakat publik pada umumnya.
63 Melibatkan 2 s.d. 3 orang selama 30 menit. Yemima (Ice Manusaway:pengasuh), Philemon ( PattyElwarin / “Elco”), yang kadang juga menghadirkan penyiar lain dengan nama pilihan masing-masing(seperti “Mas Broer” dll).64 Melalui kontak telpon dapat melakukan interaktif antara masyarakat pendengar dengan penyajiacara.65 Istilah dalam Bahasa Jawa: “sembrana pari kena”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
Obrolan Warung Pinang66 merupakan acara unggulan Stasiun RRI
Manokwari, sekaligus merupakan “chanal inspirasi”67 yang telah menjadi
ruang tersendiri bagi segenap elemen masyarakat. Obrolan Warung Pinang
menjadi medium dan corong penyampai kebijakan birokrat, perasaan
masyarakat, dan pikiran masyarakat publik.
Terjembataninya antara kebijakan publik pemerintah dengan aspirasi
masyarakat melalui acara tersebut, memungkinkan terjadinya interaksi
timbal balik untuk saling menyampaikan pesan (message), guna membangun
suatu peri kehidupan publik agar semakin membaik dari pada waktu-waktu
sebelumnya.
Acara Obrolan Warung Pinang berkonten sangat populis, menyentuh
realitas sosial, interaktif, konstruktif, dan mampu menyentil (bdk. Acara
Sentilan Sentilun dalam program siaran Stasiun Televisi Swasta MetrotTV)
semua pihak yang peduli maupun tidak peduli dengan kebutuan dan keadaan
masyarakat. Konten acara ini mengobrolkan tentang keadaan struktur dan
infrastruktur publik, seperti jalan raya, pasar, lampu lalu lintas jalan raya,
selokan, sampah), kesemrawutan tata kota, perilaku pejabat publik,
gangguan keamanan ketertiban masyarakat (kamtibmas), demontrasi/unjuk
rasa, ketidakadilan, serta hal-hal lain yang bersinggungan dengan
kepentingan bersama warga masyarakat Kota Manokwari dan sekitarnya.
66 Sumber : Kabupaten Manokwari dalam Angka 2014. BPS Kab. Manokwari. hlm. 88-89.67 canal / channel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Gambar 19. Obrolan Warung Pinang menjadi Acara Unggulan,sebagai Chanal Inspirasi di RRI Manokwari68
Mengkonsumsi pinang secara bersama-sama, dibarengi dengan
obrolan, mop-mop, serta adanya acara Obrolan Warung Pinang pada Stasiun
RRI Manokwari berdaya konstruktif yang dapat memunculkan wacana serta
membangkitkan imaji yang akan menggerakkan dinamika sosial pada ruang
publik Kota Manokwari di Papua Barat.
68 Dokumen pribadi penulis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
3. Keberbedaan Idealisme dan Citra Kota Modern
Image dunia publik tentang suatu kota modern sebagaimana
direpresentasikan dalam Wide Shot Top Five versi METROTV (05/11/2015)
yang menghadirkan potret 5 (lima) kota mancanegara; Calgary (Kanada),
Minneapolis (Minnesota USA), Kobe (Osaka Kyoto di Jepang), Wellington
(New Zelland), dan Singapura yang memiliki suasana nyaman, indah, rapi,
serta terkelolanya sampah dengan baik; akan menjadi begitu jauh berbeda
dengan realita Kota Manokwari dengan tertumpuknya sampah di berbagai
sudut ruang, kesengkarutan arus lalu lintas, serta belum tertatanya
infrastruktur yang disertai akibat-akibat yang ditimbulkannya. Keadaan ini
membuat warga masyarakat menjadi tidak dalam situasi yang nyaman.
Realitas ini menjadi sebuah persimpangan di antara cara pandang dan
orientasi subyek-subyek yang terlibat dalam ruang publiknya.
Hamburan limbah konsumsi pinang menjadi indikasi keadaan yang
kotor, jorok, tidak sehat; terhubungkan pada sisi kontra produktif dengan
upaya menciptakan kondisi dan situasi kota yang bersih dan rapi. Limbah
sisa aktivitas mengkonsumsi pinang membangunkan imaji negatif,
menjadikan ruang publik kotor, memperkeruh suasana hati serta
memperburuk pemandangan lingkungan ruang publik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
Gambar 20. Dinding sebuah bangunan unit bank pelayanan di Pasar Sanggeng.Pemandangan biasa di Kota Manokwari, dari buangan ludah merah saat mengkonsumsi pinang69
Kultur dan gaya hidup masyarakat tersebut menyisakan akibat yang
merisaukan, karena keadaan tersebut membangunkan wacana dari
keberbedaan imaji tentang kota yang ideal versus realitas publik yang ada.
Dituturkan oleh Ong King Sioe (53), pemilik CV. SSM di Manokwari:
“… kalau itu saya kira sudah tradisi turun temurun ...
maksudnya itu sudah turun temurun dari orang tua
sampai sekarang, dimana anak-anak muda pun sudah
mengkonsumsi pinang sirih. Sebenarnya itu kotor
sekali, apalagi mereka makan sudah kunyah … buang
sembarang, bahkan mereka sengaja, kita punya
dinding, pintu aja … pagi sudah penuh dengan
semburan pinang. Buat-buatnya tengah malam.
Maunya ruang publik kota Manokwari bisa bersih
namun keadaan begitu masih susah. …dibanding
69 Dokumen pribadi penulis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
dengan Singapura seperti bumi dan langit
perbedaanya. Di sana nyamuk saja tidak ada”.70
Begitu pula seorang pelancong yang berasal dari Jawa, Handoko
Widagdo71 yang sempat mengunjungi Manokwari. Dalam bloggernya ia
menuliskan pengalamannya;
“Upaya untuk meningkatkan kebersihan tertuang
dalam plakat-plakat kecil bertuliskan “Dilarang
Meludah Pinang Di Tempat ini”. Plakat-plakat kecil
tersebut bisa kita temukan di dinding depan restoran,
hotel, bank, pertokoan dan bangunan-bangunan
pemerintah. Masyarakat Manokwari memang masih
memiliki kebiasaan untuk mengunyah pinang. Warna
bibir yang merah dan beberapa noktah hitam di
giginya membuat senyum laki-laki Manokwari
menjadi seksi. Namun ludah pinang menjadi
persoalan kebersihan yang harus ditangani.”
Latar belakang pemikiran dan konsep modernitas pada diri seorang
Handoko membuat suatu komparasi dalam kaitan dengan keadaan ruang
publik di Manokwari. Ia mengidealiskan ruang publik seperti yang ia
pikirkan; ‘berharap tidak adanya keadaan kotor’; Masyarakat Manokwari
memang masih memiliki kebiasaan untuk mengunyah pinang. Tanpa ada
70 Sumber: Wawancara 18 September 2015.71 Sumber: BALTYRA.com. Kota Manokwari dan Ransiki. (20 Februari 2015). Pelancong ke berbagaipenjuru dunia, berasal dari Purwodadi dan tinggal di Solo Jawa Tengah. Bekerja pada lembagapemerhati pendidikan. (6 Nopember 2015).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
dalam pikirannya bahwa keadaan tersebut merupakan bagian imbas dari
kultur masyarakat setempat. Ia berpandangan bahwa kebiasaan tersebut
(seharusnya) tidak ada lagi di masa sekarang.
Kultur masyarakat ini juga menimbulkan kerisauan banyak pihak,
sebab kebiasaan ini dalam sisi modernitas mendapatkan penilaian sebagai
kebiasaan jorok, serta kontra produktif dengan lifestyle di era modern ini.
Maka budaya keseharian masyarakat Papua yang telah berlangsung secara
turun-temurun ini justru dianggap menjadi biang masalah (kambing hitam)
dalam progresivitas modern.
Konsep tentang ruang publik modern, menjadi begitu berbeda
(berseberangan) dengan keadaan dan cara pandang dari sisi konsumer
pinang yang tak ingin ‘dicabut’ dari kultur keseharian hidup mereka.
Seorang Imelda Nimbafu (41) menuturkan bahwa; “makan pinang
merupakan suatu tradisi masyarakat untuk pergaulan, sehingga biasa
dinikmati dalam suasana beramai-ramai. Kotor tidaknya pemandangan
sangat bergantung dari kesadaran yang makan saja. Makan pinang harus
tahu tempatnya dan jangan asal semprot sembarang di dinding.” Secara
lebih khusus ia berpendapat beda dan berlawanan dengan imaji publik;
“Banyaknya larangan mengkonsumsi pinang di berbagai tempat memang
sangat mengecewakan, mereka tidak senang karena bukan kebiasaannya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
saja. Soalnya pohon pinang di sini kecuali banyak di hutan juga banyak
ditanam di pekarangan rumah-rumah.”72
Gambar 21. Hadi Departement Store dan Swiss-Belhotel Jalan Yos Sudarso Manokwari di siang hari.73
Memperhatikan beragam pendapat di atas menjadi petunjuk bahwa
dalam ruang publik muncul serangkaian wacana sebagai representative
Offentlichkeit (perepresentasian/perwakilan publik) dan literarische
Offentlichkeit (ruang publik dunia sastra/literer) yang terkonstruksi dari
sekitar budaya mengkonsumsi pinang. Wacana tersebut berpotensi menjadi
dinamisator aktivitas sosial, perekonomian, komunikasi, kebudayaan dan
terkait pula dengan dunia medis dalam kehidupan warga masyarakat di Kota
Manokwari dan sekitarnya. Kebiasaan turun-temurun yang tetap eksis dalam
72 Sumber: Wawancara 23 Agustus 2015.73 Dokumen pribadi penulis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
kehidupan sehari-hari tersebut menjadi ciri, identitas, dan sebuah karakter
sosial yang khas dalam masyarakat setempat hingga saat ini.
Sajian kakes berupa pinang yang disertai sirih dan kapur menjadi
cemilan lokalitas kultur dan perangkat (piranti) utama dalam pertemuan-
pertemuan formal adat budaya atau pun informal dalam keseharian
masyarakat Papua. Sajian ini selalu (setia) mengiringi pembicaraan/obrolan
bersama. Karena efek stimulantnya dapat memacu gairah psikologis si
konsumer, sehingga seseorang akan semakin bertambah rasa percaya diri,
sehingga membangkitkan gairah berkomunikasi dengan teman-temannya.
Pikiran, permasalahan, cita-cita serta idealitas yang mengendap di alam
bawah alam sadar (unconscious) akan membual (liquefy), terungkap dan
terbahasa-lisankan dalam obrolan bersama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
BAB IV
DINAMIKA BUDAYA KONSUMSI PINANGSEBAGAI FAKTOR PEMBENTUK RUANG PUBLIK
KOTA MANOKWARI
Pada bab keempat ini akan diuraikan jawaban atas rumusan masalah
berkaitan dengan ragam opini dan wacana publik tentang budaya mengkonsumsi
pinang dalam keseharian masyarakat di Kota Manokwari. Melalui analisa,
interpretasi dan refleksi, penulis berupaya mengartikulasikan fenomena
konsumsi pinang dalam masyarakat Manokwari dalam rentang tahun 2010
hingga tahun 2015 yang menjadi unsur pembentuk realitas ruang publik Kota
Manokwari di Propinsi Papua Barat.
Pada bab keempat ini akan diuraikan jawaban atas rumusan masalah
berkaitan dengan ragam opini dan wacana publik tentang budaya mengkonsumsi
pinang dalam keseharian masyarakat di Kota Manokwari. Melalui analisa,
interpretasi dan refleksi, penulis berupaya mengartikulasikan fenomena
konsumsi pinang yang menjadi unsur pembentuk realitas ruang publik Kota
Manokwari di Propinsi Papua Barat.
Sebagai landasan menganalisis serta menginterpretasi kajian budaya
dengan topik dinamika negosiasi operasional strategi dan taktik pada ruang
publik tandingan dalam mewujudkan kemapanan Kota Manokwari ini akan
dipergunakan konsep-konsep pemikiran Michel de Certeau dari buku The
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
Practice of Everyday Life (1984), Ian Buchanan (2000): Michel de Certeau
Cultural Theorist; Ben Highmore (2006): Michel de Certeau Analysing Culture,
serta karya akademik lain yang membicarakan tentang topik dimaksud.
1. Sepanjang Jalan Membaca Retorika
Mata sebagai alat untuk melihat akan mampu menangkap berbagai
peristiwa pada suatu ruang geografis, berbagai kejadian muncul sebagai
bagian dari proses perubahan menuju terbentuknya wujud baru dari sebuah
ruang kota yang texturology dapat diubah-ubah sesuai vision1 seorang
pejalan kaki (walker). Banyak prestasi masa lalu akan dibuang begitu saja
demi sebuah impian untuk masa yang akan datang.
Berjalan kaki merupakan aktivitas paling mendasar untuk mengalami
sebuah ruang, mengartikulasikan, mengorganisasi, serta memberi makna
dari riuh gemuruhnya aktivitas kehidupan sehari-hari (the practice of
everyday life) warga masyarakat dalam suatu ruang publik, karena dari suatu
perjalanan seseorang akan dapat membaca berbagai peristiwa yang di
dalamnya tersusun struktur retorika penting dan produktif. Certeau
memaknai peran seorang pejalan kaki sebagai sebuah langkah awal serta
pionir yang akan mampu mengubah dan membentuk dinamika sebuah kota
menjadi ruang publik sesuai dengan visi dan utopianya.
1 Impian / bayangan (of a great future).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
Serangkaian aktivitas keseharian warga masyarakat di Kota Manokwari
adalah merupakan representasi sosial subyek-subyek pada “lintasan-lintasan
tak teratur” (indeterminate trajectories) pada sistem-sistem struktur dan
infrastruktur publik yang beroperasi dengan mempergunakan strategi dan
taktik sesuai dengan kepentingan dan tujuannya masing-masing.
Dinamika budaya mengkonsumsi pinang dalam masyarakat Manokwari
merupakan representasi kultur sosial yang mempunyai nilai, makna dan
kekuatan serta ada keterkaitan dengan subyek liyan; seperti apparatus
pemerintah, kapital modal/pengusaha, masyarakat sipil dan media, yang
secara bersama dengan perannya masing-masing dalam mempengaruhi –
mendukung atau pun kontra produktif – dalam keberperanannya dalam
membentuk dan karakter ruang publik Kota Manokwari secara
berkelanjutan, sebagaimana diisyaratkan oleh Pemerintah Kabupaten
Manokwari dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Manokwari
2009-2029 yang secara teknis pelaksanaannya dikendalikan oleh Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Manokwari.
Jalinan relasi pribadi atau pun sosial secara lebih intim atas dasar
persaudaraan atau pun kekerabatan akan membentuk suatu komunitas, warga
budaya, kelompok yang diperhitungkan sebagai sebuah komunitas terbayang
(imagined communities) yang memiliki kekuatan dalam klasifikasi struktur
ruang (spasial). Kekuatan tersebut menjadi sebuah potensi yang berpeluang
untuk ikut serta dalam proses pembentukan sebuah ruang publik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
Kota Manokwari berpopulasi penduduk dengan sifat heterogen, maka
proses pembentukan ruang publiknya akan selalu sarat dengan
pengembaraan makna (wandering of the semantic)2 yang akan
mempengaruhi sistem, bentuk, karakter, dan identitas ruang publiknya. They
are sentences that remain unpredictable within the space ordered by the
organizing techniques of systems. (Certeau.1984:35)3
2. Budaya Konsumsi Pinang di Kota Manokwari
Mengkonsumsi pinang dalam masyarakat Papua menjadi sebuah medium
bagi aktivitas-aktivitas kultural (perayaan siklus peristiwa kehidupan),
ekonomi, politik, serta sosialita keseharian masyarakat dari Wondama,
Serui, Biak serta masyarakat pada umumnya yang ada di Kota Manokwari,
tradisi dan kebiasaan ini menjadi memiliki posisi strategis pada hampir
seluruh bidang geometris4 dan geografis5 di wilayah Papua.
Pinang menjadi materi utama yang dipergunakan dalam forum-forum
kultural, formal mau pun informal dalam keseharian hidup masyarakat
pengkonsumsinya. Kebiasaan ini sebelum tahun 1990an tidak terlalu
2 Semantik (Bahasa Yunani: semantikos, memberikan tanda, penting, dari kata sema, tanda) adalahcabang ilmu linguistik yang mempelajari arti/makna yang terkandung pada suatu bahasa, kode, ataujenis representasi lain. Dengan kata lain, Semantik adalah pembelajaran tentang makna.3 Michel de Certeau.1984.The Practice of Everyday Life. University of California Press:Berkeley, hal.34.4 Berkaitan dengan penjelasan tentang sifat-sifat garis, sudut, bidang dan ruang.5 Berkaitan dengan ilmu tentang permukaan bumi, iklim, penduduk, flora, fauna, serta hasil yangdiperoleh dari bumi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
mendapatkan perhatian dari masyarakat publik, namun seiring dengan
mobilitas migrant dari luar Papua kebiasaan ini menjadi eksotis, menjadi
satu daya tarik khas bagi para pendatang yang baru mengenalnya. Namun
ketertarikan tersebut sekaligus juga menempelkan sebuah ciri-ciri negatif
(stigmatisasi), sehingga terkesan kontra produktif dan tidak sesuai dengan
konsep-konsep modernitas.
Penilaian demikian tentunya menyinggung perasaan warga
pengkonsumsi pinang yang sudah menjadikannya sebagai tradisi maupun
kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana diungkapkan oleh Ibu
Imelda Nimbafu: “Banyaknya larangan mengkonsumsi pinang di berbagai
tempat memang sangat mengecewakan, mereka tidak senang karena bukan
kebiasaannya saja.”
Dilihat dari sisi administrasi publik pun, data kuantitas tanaman ini baru
dapat diperoleh tahun 2014 pada Publikasi Sensus Pertanian 2013 (ST2013)6
yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Manokwari Tahun
2014. Sebelum publikasi ST2013 tidak mudah untuk mendapatkan data
kuantitatif dan prospeksi komoditas tanaman pinang di Kabupaten
Manokwari. Dari ST2013 tersebut diperoleh informasi bahwa budidaya
tanaman tersebut menempati peringkat ke-3 setelah tanaman Coklat (4,68
juta pohon) dan Kelapa Sawit (0,67 juta pohon), sedangkan Pinang: 0,13
6 Badan Pusat Statistik Kabupaten Manokwari Tahun 2014.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
juta/126.378 pohon.7 Ini merupakan indikasi bahwa tanaman pinang
mempunyai andil dalam ansambel8 besar pada tata kehidupan ekonomi,
budaya, dan sosial dalam masyarakat Manokwari.
1) Pasar Pinang sebagai Forum Publik
Aktivitas mengkonsumsi pinang menjadi ruang publik khusus yang
menjadi medium forum bersama serta ruang demokrasi tempat orang
merefleksikan serta mengolah pengalaman hidup, melakukan kegiatan-
kegiatan kultural, sosial, dan politik, dalam relasi sosialitasnya untuk
penyelenggaraan kehidupan selanjutnya.
Karena bernilai ekonomis dan kemanfaatan sosialnya, pinang menjadi
komoditas niaga yang memiliki prospek menjanjikan bagi sebagian warga
Manokwari. Kultur mengkonsumsi pinang yang berkorelasi dengan
keseharian masyarakat publik bukan lagi menjadi urusan komoditas
ekonomi pasar dan pengkonsumsinya saja, melainkan telah menjadi: “…
forum,…orang melakukan kegiatan-kegiatan kultural dan politik”
(Sunardi.2003:5)9 dalam keseharian hidup masyarakat. Praktek
mengkonsumsi pinang menjadi ruang berbicara (pembicaraan) ketiga;
seperti ngobrol, obrolan warung pinang, mop, dll. yang dilakukan pada
hampir semua ruang geometris di wilayah Kota Manokwari dan sekitarnya.
7 Diolah berdasarkan Publikasi Sensus Pertanian 2013, oleh BPS Kabupaten Manokwari Tahun 2014.8 Kelompok pemain bersama secara tetap.9 St. Sunardi. 2003. Opera Tanpa Kata. Yogyakarta: Buku Baik, hal.5.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
Hal ini berpotensial menjadi media pembangkit dinamika konstelasi
kehidupan masyarakat pruralis (multicultural), katalisator eskalasi politik-
keamanan dalam keseharian masyarakat, serta mampu mendekonstruksi dan
mengkonstruksi tata kehidupan berbangsa dan bernegara dalam masyarakat
setempat.
Pruralitas (multicultural) masyarakat ‘pasar pinang’ yang terdiri dari
masyarakat Biak Numfor, Serui, Wondama, serta beberapa para pemdatang
dari luar Papua di Kota Manokwari menyuburkan bertumbuh-kembangnya
wandering of the semantic yang akan menjadi materi bangunan-bangunan
wacana serta peristiwa baru pada wilayah publik: “…pasar dijadikan
sebagai metafor bagi keadaan masyarakat kita sekarang dengan berbagai
paradoksnya. “Pasar” ia jelaskan sedemikan rupa sehingga ia bukan hanya
merupakan tempat jual beli, namun sudah menjadi kategori baru untuk
mengolah pengalaman hidup manusia…”(Sunardi.2003:2-3)10 dari beragam
budaya dan kepentingan yang mewujud dalam luntur/runtuhnya tata
kehidupan sebelumnya, dan terbangunnya tata kehidupan selanjutnya,
dengan kebijakan dan regulasi yang disertai dengan munculnya kelas-kelas
masyarakat (strata) yang baru dengan spesialisasinya masing-masing.
10 Ibid. hal. 2-3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
2) Budaya Konsumsi Pinang dalam Ruang Publik Tandingan
Subyek-subyek dengan ragam kultur dalam aktivitas keseharian pada
ruang publik Kota Manokwari berkaitan langsung atau pun tidak langsung
akan menginterpretasikan budaya konsumsi pinang dengan beragam hasil
makna dan pesan. Beragam makna yang beterbangan11 (wandering of the
semantic) bertransformasi pada diri setiap subyek, menjadi pengetahuan
yang mendasari dinamika negosiasi oleh subyek-subyek dari berbagai ragam
kultur dan sistem sosialnya, yang demi kepentingan aktor-aktor
kontestannya akan terjadi dialektika-dialektika yang berpotensi membangun
(mengkonstruksi), membangun kembali (merekonstruksi), meluluh-
lantakkan (merusak) dan meruntuhkan (mendekonstruksi)12 bangunan imaji,
yang akan melahirkan wacana baru tentang sebuah ruang publik dalam yang
berkaitan dengan kultur mengkonsumsi pinang dalam masyarakat setempat.
Masyarakat publik dengan imaji dan wacananya berpotensi
menggerakkan dinamika sosial, ekonomi, budaya dan politik masyarakat
sipil (civil society), sehingga terbentuk relief monumental yang dihasilkan
melalui pertarungan-pertarungan yang mewujud dalam identitas dan karakter
ruang publik Kota Manokwari yang berkelanjutan.
11 Jawa: sliweran dan pating sliwer.12 Istilah yang dipakai oleh Derrida dalam ide menggugat; pandangan bahwa ada makna yangtransparan dan hadir dengan sendirinya di luar “representasi”, serta oposisi konseptual yanghierarkis dalam filsafat, seperti tuturan/tulisan, realitas/penampakan, dan berargumen tentang“ketidak-dapat-ditentukannya” (undecidability) pasangan oposisi biner. (Sumber: Chris Barker (2014).Kamus Kajian Budaya. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, hlm.72.)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
Ben Highmore dalam buku Michel de Certau Analysing Culture
menyebut ruang-ruang operasional dialektika subyek-subyek tersebut
sebagai ruang publik tandingan (counter public sphere). Ia terinspirasi
konsep tersebut dari Oskar Negt dan Alexander Kluge13 yang menguraikan
tentang wujud-wujud ruang publik tandingan:
“The classical public sphere of newspapers, chancellories,parliaments, clubs, parties, associations rest on a quasi-artisanal mode of production. By comparison, theindustrialized public sphere of computers, the mass media,the media cartel, the combined public relations and legaldepartements of conglomerates and interest groups, and,finally, reality itself as a public sphere transformed byproductions, represent a superior and more highly organizedlevel of productions.(Kluge dan Negt.1972:2)”14
Membaca konteks Kota Manokwari dengan memakai konsep Kluge dan
Negt tersebut dapat memposisikan media massa; seperti Obrolan Warung
Pinang di Stasiun RRI Manokwari dan budaya populer mop, surat kabar,
komunitas-komunitas warga, masyarakat-masyarakat adat, korporasi dan
perniagaan adalah merupakan ruang publik tandingan tempat terjadinya
dialektika negosiasi subyek-subyek yang berperan serta dalam membentuk
locus Kota Manokwari menjadi sebuah ruang publik berkelanjutan.
13 Oskar Negt and Alexander Kluge, Public Sphere and Experience: Toward an Analysis of the Bourgeoisand Proletarian Public Sphere, translated by Peter Labanyi, Jamie Owen Daniel and Assenka Oksiloff(Minneapolis: University of Minnesota Press, 1993), p. 12 – first published in Germany in 1972.)14 Ben Highmore. 2006. Michel de Certau Analysing Culture. “An Art of Diversion: Cultural Policy andthe Counter Public Sphere”. Continuum International Publishing Group, New York, hal.163.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
3) Mobilitas Migran dan Okultisme Publik
Seiring dengan Kota Manokwari dijadikan pusat struktur pemerintahan
Propinsi Papua Barat, maka berakibat pada lajunya tingkat pertambahan
penduduk dan pembangunan infrastruktur. Manokwari menjadi daya tarik
bagi publik, dengan demikian juga berakibat pada semakin meluasnya ruang
publik tandingan. Prof. Dr. La Pona dari Pusat Studi Kependudukan (PSK)
Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura menguraikan bahwa:
“Pertambahan penduduk di Tanah Papua …lebih banyakdipengaruhi oleh proses migrasi masuk (in migration) yaitumigran spontan dan transmigran. Sedangkan pertambahanpenduduk Papua secara alami (natural increase) yangdisebabkan selisih penduduk yang lahir (fertility rate)dibanding yang meninggal (mortality rate) sangat kurangberperan. Apabila program transmigran tidak lagidikembangkan seperti jaman era Orde Baru (Orba) makapenambahan penduduk di Tanah Papua (Provinsi Papua danPapua Barat) lebih banyak dipengaruhi oleh migranspontan asal provinsi lainnya di Indonesia”15
Pertambahan penduduk di Papua yang lebih banyak dipengaruhi oleh
migran spontan asal provinsi lain menciptakan tingkat kemajemukan
(heterogenitas) berpotensi mempengaruhi perluasan ruang publik tandingan
dan kondisi kehidupan masyarakat.
Konsep-konsep modernitas yang dibawa bersama warga migran pada
ruang publik tandingan menciptakan ketidaktentuan dan kekuatiran
15 Sumber: tabloidjubi “Transmigrasi dan Migrasi di Tanah Papua.” Dominggus Mampioper. 28November 2012.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
masyarakat setempat, sehingga merepresi dan menghantui psikososial warga
masyarakat. Mobilitas dengan dinamikanya membangun rasa was-was,
kuatir, bingung, curiga, frustrasi, sehingga tercipta okultisme publik yang
mewujud dalam pertanyaan bersama dalam masyarakat; ‘nanti Kota
Manokwari ini mau jadi seperti apa?’
Keadaan ini diakibatkan oleh kekuatan dominasi baru (hegemonisasi
modernitas), sehingga suatu proses pembentukan ruang publik dengan
identitas dan karakternya akan berjalan terus, sehingga “… the old regime
no longer had the authority it had once commanded.” (Buchanan.2000:2)16
Perubahan ini menuntut masyarakat publik untuk lebih waspada dan jeli
terhadap wandering of the semantic sehingga dapat menemukan (atau tidak
menemukan sama sekali) pesan dari makna yang diperoleh, yang akan
digunakan sebagai materi perencanaan dan aktvitas untuk mencapai
idealisme kehidupan masing-masing.
I Ngurah Suryawan, pengajar pada Universitas Negeri Papua (UNIPA)
Manokwari dalam buku NARASI SEJARAH SOSIAL PAPUA. BANGKIT
DAN MEMIMPIN DIRINYA SENDIRI menguraikan:
“Penetrasi investasi modal berlangsung kencang diManokwari. … Diantaranya yang terbesar adalah ivestasiGroup Hady dengan Hadi Mall dan Hotel Swis-Bell(Group Choice yang memegang Hotel Mariot). FulicaManokwari membangun Hotel Meridien di Kawasan SowiGunung (hotel bintang 4 pertama di Manokwari). Itu tentu
16 Ian Buchanan. 2000. Michel de Certeau Cultural Theorist. Nottingham Trent University, hal.2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
saja belum termasuk ratusan pedagang-pedagang dariSulawesi, Jawa dan daerah lain di Indonesia yangmengadu peruntungan di Manokwari, Papua Barat. Makatidaklah heran jika pasar-pasar tradisional dan pusat-pusat keramaian di Papua Barat, di Kota Manokwarikhususnya akan banyak ditemui pedagang-pedagang yangberasal dari Sulawesi dan Jawa.”17
Pasca diterbitkannya Undang Undang Nomor 45 Tahun 1999 tentang
pemebentukan Propinsi Irian Jaya Barat (dll.) pada era Presiden B.J.
Habibie, seiring dengan terjadinya arus mobilitas migran maka komposisi
masyarakat pememegang peranan pada sektor pasar tradisonal berindikasi
terjadi ketidakseimbangan peran, masyarakat pendatang lebih dominan
menguasai perniagaan pasar dibandingkan dengan masyarakat setempat.
Kebanyakan masyarakat setempat menjual sayuran, buah-buahan lokal, ikan
atau pun hasil bumi lain yang jumlahnya relatif sedikit, dengan menggelar
dagangannya di emperan-emperan pasar atau pinggir-pinggir jalan yang
beralaskan karung atau papan-papan seadanya.
Potret pasar tradisional; Pasar Borobudur, Pasar Tingkat Sanggeng serta
Pasar Wosi telah dapat menjadi indikator yang membahasakan adanya
kompleksitas permasalahan dan pertumbuhan Kota Manokwari tentang
adanya masyarakat yang telah mencapai kesejahteraan hidup, kecemburuan
17 I Ngurah Suryawan (ed). 2011. Narasi Sejarah Sosial Papua. Bangkit dan Memimpin Dirinya Sendiri.Malang: Intrans Publishing, hal. 223.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
sosial dan pula sentiment etnis yang berpotensi terjadinya persinggungan di
antara subyek-subyek di Kota Manokwari sebagai ruang publik tandingan.
Certeau melukiskan kecemasan publik yang diakibatkan oleh penetrasi
dari mobilitas sosial dengan munculnya ketidakteraturan dan ketidakjelasan
yang dianalogikan sebagai hantu: “The practices of consumption are the
ghosts of the society that carries their name …” (Certeau. 1984:35)18 yang
hadir bersamaan dengan arus globalisasi.
Okultisme yang terpahami sebagai 'pengetahuan yang rahasia dan
tersembunyi' telah menjadi hantu ‘jangan-jangan’ sehingga meresahkan
kejiwaan publik (psikososial), sebagaimana imaji terror yang selalu
mencemaskan dan tidak memberi perasaan nyaman bagi masyarakat
setempat.
Dalam kondisi ini dengan sangat mudah akan membangun wacana-
wacana racial politics pada ruang publik, sebagaimana diungkapkan oleh
seorang Putra Papua, Socrates Sofyan Yoman:
“Pernyataan yang berulang kali mendesingkan di telingasaya (penulis) ini adalah komitmen sebagai anak Papuauntuk menjaga, memelihara, dan mempertahankannya.Ironisnya, orang–orang Papua tidak menyadari bahwa tanahsebagai hak kesulungan yang diberikan Tuhan sedangdijarah dengan alasan pembangunan nasional dan integrasiwilayah Indonesia.Tanah orang Papua dijarah denganpembangunan pemukiman Transmigrasi tanpa membayarsatu sen pun.Tanah ini dijarah dan diserahkan kepada
18 Ibid., hal.35.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
orang–orang pendatang bukan pemilik Tanah Papua. Lihatsaja di Manokwari, di Sorong, di Merauke, di Nabire, diTimika, di Jayapura (Arso: Keerom). Setelah dijarahtanahnya, orang Papua disingkirkan dari tanah mereka.”19
Ruang publik Kota Manokwari dan sekitarnya telah terhegemoni oleh
otorita-otorita kekuasaan (rezim penentu), menjadi arena ‘lomba’ antara
kesepahaman dan ketidaksepahaman konsep ideologi di antara apparatus
publik (state), masyarakat sipil (civil society), masyarakat asli dan
masyarakat pendatang, individu, kelompok etnis, yang semakin memperjelas
dinamika pertarungan ekonomi, sosial, politik, dan budaya dalam keseharian
hidup masyarakat.
Pengoprasian strategi dengan berbagai tindakan manipulatif dalam
bentuk represif serta upaya-upaya penyeragaman (uniformitas) atas realitas
kultur masyarakat di Manokwari, yang dilakukan oleh otorita dominan dan
termandatkan pada diri subjek apparatus pemerintah, pebisnis, komunitas,
warga budaya, lembaga ilmiah yang memunculkan kebijakan publik
(cultural policy); seperti dilarang makan pinang di area ini! akan semakin
mempersempit atau justru menjajah20 sistem kultur kampung penginang
19 Socrates Sofyan Yoman. 2007. Pemusnahan Etnis Melanesia Memecah Kebisuan Sejarah Kekerasandi Papua Barat. Yogyakarta: Galang Press, hal.175.20 Bdk. Kolonialisme menjajah pikiran sebagai pelengkap penjajahan tubuh dan ia melepas kuasa-kekuasaan dalam masyarakat terjajah untuk mengubah pelbagai prioritas kultural mereka untuksekali dan selamanya. Dalam proses tersebut, ia membantu menggeneralisasi konsep tentang Baratmodern dari sebuah entitas geografis dan temporal ke sebuah kategori psikologis. Barat saat ini adadimana-mana, di barat dan di luar Barat, dalam pelbagai struktur dan dalam sebuah pikiran (Nady1993. hlm.xi). Sumber: Leela Gandi. 2007. Teori Poskolonial. Upaya Meruntuhkan Hegemoni Barat.Yogyakarta: Penerbit Qalam. Cet-3, hal. 21.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
sebagai ruang tak terbatas yang sarat dengan filosofi dan makna kehidupan
bagi masyarakat di Manokwari dan Papua pada umumnya.
Kemapanan kultur kampung penginang berhadapan dengan idealisme
kota modern yang perlahan menggeser dan mengambil alih fungsi-fungsi
kultur setempat seraya memunculkan ‘kedai-kedai baru’ tempat orang-orang
berkumpul dengan gaya hidup modern. Gaya hidup modern memaksa
masyarakat setempat menjadi bergantung pada sistem ekonomi baru dalam
jaringan yang lebih luas, sehingga masyarakat setempat perlu ambil nafas
panjang guna menghimpun tenaga dan mencari kesempatan untuk
beradaptasi dengan konsep dan pragmatisme kehidupan modernitas sebagai
hal baru.
Kebijakan publik (public policy) yang lahir dari struktur kekuasaan
(pemerintah) dan kebijakan budaya (cultural policy) dari otoritas dominan
(masyarakat pendatang) yang telah tertransplantasi konsep modernitas –
dengan percaya diri mengklaim sebagai subyek yang sudah beradab dan
modern – mempunyai potensi untuk mewujudnyatakan imaji kota modern.
Padahal otoritas asing tersebut merongrong eksistensi kultur masyarakat
setempat, sehingga tersisihkannya warga pengkonsumsi pinang pada ruang
terbatas (sempit), dan bukan lagi sebagai ruang publik ‘kampungku’ yang
hanya kita (eksklusif privat) yang tak terbatas. Kenyamanan ruang privat
terusik, sehingga membangkitkan hasrat untuk melawan atau pun
mengupayakan negosiasi supaya dapat terakomodir asosiasi bebasnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
Gambar 22. Potret jualan pinangdi Jalan Yakonde Padang Bulan Atas, pasca Kongres Rakyat Papua III
di Lapangan Zakeus Abepura Jayapura.21
Keberbedaan sikap dan perilaku dalam realitas kehidupan sosial di
lapangan cenderung dibaca sebagai ‘perlawanan’ terhadap keadaan. Sikap
cuek terhadap peringatan untuk tidak mengkonsumsi pinang, mempertegas
untuk berlaku membuang limbah pinang di sembarang tempat, atau bahkan
dengan sengaja mencoret-coretkan ludah pinang pada tembok-tembok rumah
atau pun bangunan publik lainnya.
Posisi struktur otoritas dominan telah mampu membangun imaji dan
wacana-wacana rasional (logis) yang secara berangsur mampu membangun
makna dan fungsi baru pada wilayah kultur masyarakat setempat ke ruang
21 Sumber Facebook: Forum Diskusi Komunikasi (Fordiskom) STFT Fajar Timur Abepura Jayapura. 20Januari 2015.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
publik politik (politische Offentlichkeit). Proses tersebut menggeser ruang
assosiasi bebas masyarakat kultur, tempat berekspresi dengan kreatif dan
merdeka dengan nilai-nilai kulturalnya. Kultur yang turun-temurun dari
nenek moyang cenderung terepresi – bahkan mendapat penilaian rendah
dan stigma negatif – dan tak diperhitungkan dalam bangunan imaji dan
wacana baru (modernitas) pada ruang publik modern.
Perbedaan kepentingan mewujud dalam resistensi sosial di antara
aparatur pemerintah, elit politik, pengusaha, korporasi-korporasi dengan
masyarakat kultur pengkonsumsi pinang yang disebabkan oleh perbedaan;
konsep, paradigma, ideologi dan gaya hidup. Konsep modernitas pada
subyek-subyek mempersepsi kampung sebagai “ruang privat tak terbatas”
dan dikonstruk menjadi sebuah kota sebagai “ruang sosial yang banyak
batasan” dengan aturan dan konsep-konsep regulasi yang lebih
menitikberatkan suatu penyeragaman (uniformitas) untuk sebuah ide ruang
publik. Terbangunlah ‘kampung-kampung dalam kota’ yang dilingkupi
bentuk dan praktek-praktek kekuatan struktural dari otoritas dominan yang
merupakan sebuah representasi kekuatan sosial pada ruang publik Kota
Manokwari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
4) Budaya Konsumsi Pinang sebagai Tempat Pengucapan Ketiga22
Mobilitas migrasi ke Manokwari menjadikan kebiasaan mengkonsumsi
pinang semakin banyak dilakukan juga oleh warga pendatang (bukan
Papua). Mereka ikut berbiasa mengkonsumsi pinang dan membaur dengan
masyarakat setempat untuk beragam alasan. Sebagaimana diungkapkan oleh
Musa Rumbarar: “… bahkan masyarakat dari luar Papua saat ini telah
mengenal dan ikut terbiasa mengkonsumsi pinang.” Mereka menyesuaikan
diri dengan warga setempat, menjalin relasi; dalam lembaga perkawinan,
rekan kerja, relasi dagang, serta alasan lainnya, sehingga ada intimitas
komunikasi (interaksi) secara lebih intensif untuk mengungkapkan hasil
refleksi atas kehidupan masing-masing di dalam ‘kedai-kedai kopi Papua’.
Dalam relasi antara masyarakat setempat dan pendatang akan terbangun
kolaborasi koloni (struktur sosial) baru dengan segala aktivitas
kesehariannya. Situasi tersebut terbangun seperti dicontohkan oleh
Habermas dengan terbentuknya struktur sosial ruang publik Inggris Raya
pasca Ratu Elizabeth I (sekitar abad 18):
“Dominasi ‘kota’ semakin diperkuat oleh institusi-institusibaru yang, dengan semua ragamnya… mengambil alihfungsi-fungsi sosial yang sama: “… kedai kopi dan salonmenjadi pusat kritik – awalnya hanya bersifat kesusteraan,
22 Istilah yang dipakai oleh Homi K. Bhabha, pada buku. Teori Poskolonial. Upaya MeruntuhkanHegemoni Barat. Karya Leela Gandi. 1998. Yogyakarta: Penerbit Qalam, hal. viii.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
namun kemudian menjadi politis juga – yang di dalamnyamulai lahir kelompok baru …”23
Tradisi mengkonsumsi pinang sebagai ‘ruang privat tak terbatas’
berfungsi menjadi kedai-kedai kopi atau salon-salon tempat seluruh
pernyataan-pernyataan; seperti pengalaman diri, pengalaman sosial dan
kritik keadaan serta menjadi bagian sistem kultur sosial dalam masyarakat di
Papua. ‘Kedai-kedai kopi Papua’ telah diminati (dihadiri) oleh orang-orang
yang tidak sekampung; seperti dari Bugis, Batak, Jawa, Timur, Minahasa
dan sebagainya. “Orang dari luar Papua akan lebih akrab dengan
masyarakat asli Papua, ketika para pendatang itu bisa makan
(mengkonsumsi) pinang bersama warga masyarakat asli Papua,”
sebagaimana menjadi sebuah harapan dari Bapak Edo Padwa.
Terbentuknya koloni baru menjadi sebuah wujud otorita komunitas
masyarakat terbayang yang akan turut merubah dan membentuk struktur
publik dan kultur masyarakat setempat. “Kampung Pinang” bukan lagi
tempat keluarga saya saja, melainkan telah menjadi tempat mereka di
rumah saya. Keadaan baru ini menjadikan ruang tempat kami berucap
bertransformasi dalam format transkultural yang baru, yang oleh Homi K.
Bhabha disebut sebagai “tempat pengucapan ketiga”,24 tempat bersama
23 Jurgen Habermas. 1989. (terj. Yudi Santoso) Ruang Publik. Sebuah Kajian Tentang KategoriMasyarakat Borjuis. Yogyakarta: Kreasi Wacana, hal.49.24 Leela Gandhi. 1998. Teori Poskolonial .Upaya Meruntuhkan Hegemoni Barat. Yogyakarta: PenerbitQalam, hal. viii.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
dengan latar heterogen (multikultur) yang akan berpartisipatoris dalam
pembentukan identitas, karakter, dan wujud ruang publik Kota Manokwari
yang berkelanjutan
Mengkonsumsi pinang bersama bukan hanya sebagai aktivitas fisik saja,
namun di dalamnya sarat akan nilai serta makna persahabatan, persaudaraan,
bahkan penyatuan antara dua pribadi atau lebih secara intensif dan intim.
Tradisi mengkonsumsi pinang telah mampu memelihara dan memperkuat
keharmonisan relasi antar personal mau pun komunal, karenanya
mengkonsumsi pinang menjadi fasilitas dan medium untuk membangun
sinergisitas yang akan memberi kemudahan dalam sistem pencapaian
hasil/tujuan dari suatu kepentingan tertentu. Strategi yang sama diterapkan
dalam kebijakan publik punggawa pemerintah Hindia Belanda untuk
melakukan pendekatan kepada penduduk koloninya.
Tempat pengucapan ketiga tetap menjadi bagian dalam counter public
sphere,25 dimana identitas kultural warga budaya (pengkonsumsi pinang)
setempat tetap berada dalam wilayah kontradiksi dan ambivalensi di antara
otoritas pemerintahan (state), kapital modal, media, serta masyarakat sipil
(civil society) dengan beragam kultur. Pengakuan (claim) akan sebuah
“kemurnian” hierarki kultur masyarakat menjadi tidak dapat dipertahankan
25 Bdk. Pemikiran Ben Highmore dalam buku Michel de Certeau Analysing Culture (2006:164); Whiletheir examples are mostly focused on lesbian and gay culture as a counter public sphere, how theyfigure this is relevant (potentially) to all sorts of other counter public spheres. What makes a counterpublic both public and ‘counter’ is crucial to their theory.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
lagi, karena telah mengalami suatu perubahan wujud dan sistemnya seiring
dengan proses perkembangan ruang publik yang berada dalam arus
globalisasi.
Obrolan Warung Pinang dan mop memposisikan pinang sebagai
medium dan dinamisator yang mendasari terjadinya komunikasi sosial dan
budaya dalam keseharian hidup masyarakat di Papua. Komoditi tersebut
juga mampu menjadi katalisator proses interaksi personal mau pun komunal
pada ruang publik. Keduanya menjadi forum dan media komunikasi warga
masyarakat dalam posisi strategisnya sebagai tempat pengucapan ketiga
sekaligus berada dalam ruang publik tandingan (the counter public sphere).
Tempat pengucapan ketiga pun semakin meluas dan terbuka untuk
subyek-subyek baru, tradisi mengkonsumsi pinang sebagai medium
dialektika yang ekslusif berubah menjadi inklusif dalam lingkup dan
penerapannya untuk negosiasi praktek pengoprasian beragam kepentingan
publik. Dengan demikian lebih banyak membuka kemungkinan
terbangunnya opini, wacana, upaya analisis, pencerahan intuisi, ide-ide baru,
konsep baru, informasi baru, serta perspektif baru yang semakin
mendekatkan kepada harapan dan idealisme masing-masing kontestan.
Dalam inklusivitas yang toleran, akan semakin meringankan beban-
beban kehidupan sosial, memudahkan pencapaian harapan (kepentingan),
bisa saling menerima dengan simpati (welcome), relasi mutualisma, dan bagi
pemodal/pebisnis yang merupakan bagian dari kapital sosial modern, dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
usaha mall, hotel, penyedia jasa dsb. akan berkemungkinan mendapatkan
profit yang lebih.
Lapangan terbuka, pasar, tempat berkumpul (nongkrong), lorong
pemukiman dan jalan-jalan menjadi ruang publik yang mempunyai
aksesbilitas dengan berbagai jaringan bisnis mau pun teknologi modern,
mengubah ruang publik tradisional menjadi lebih banyak fungsi
(multifungsi); seperti arena politik, perekonomian, interaksi sosial dan
budaya. Penetrasi investasi modal berlangsung kencang di Manokwari. …
Maka tidaklah heran jika pasar-pasar tradisional dan pusat-pusat
keramaian di Papua Barat, di Kota Manokwari khususnya akan banyak
ditemui pedagang-pedagang yang berasal dari Sulawesi dan Jawa.
(Suryawan.2011:223)26 Mobilitas keseharian masyarakat mengentarai Kota
Manokwari menjadi arena kontestasi guna mendapatkan pemenuhan
keinginan ego dan idealism modernitas.
Kontestasi tersebut semakin dinamis dengan diintensifkannya melalui
program Pengembangan perkotaan utama di Kabupaten Manokwari sebagai
Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) di Propinsi Papua Barat oleh Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupten Manokwari. Program tersebut
ditiik beratkan pada wilayah Distrik Manokwari Barat, Manokwari Timur,
Manokwari Utara, dan Manokwari Selatan, dengan tujuan untuk mendorong
dan mempersiapkan perkotaan Manokwari sebagai pusat pemerintahan,
26 Ibid., hal..223.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
perdagangan, jasa serta mendorong pengembangan perkotaan Manokwari
yang berfungsi untuk pelayanan fasilitas umum skala regional, dengan
Distrik Manokwari Barat sebagai pusat wilayah pengembangannya,27 yang
di dalamnya termasuk upaya peningkatan Bandara Nasional Rendani serta
Pelabuhan Laut Manokwari.
Pengembangan pusat perkotaan menjadikan tempat pengucapan ketiga
di Kota Manokwari tidak pernah berhenti dan sepi ‘pengunjung’, proses
pembentukan ruang publik dengan dinamikanya berlangsung pada trajectory
yang tidak menentu secara berkesinambungan (kohoren) dan berkelanjutan
(kontinuitas).
3. Kontinuitas Operasi Strategi dan Taktik dalam Ruang Publik
Perubahan struktur pemerintahan dan penambahan infrastruktur pada
ruang publik Kota Manokwari secara kasat mata dilakukuan sesegera setelah
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 dan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2007 tertanggal 18 April 2007, yang juga
menandai berdirinya Propinsi Irian Jaya Barat yang kemudian berubah nama
menjadi Propinsi Papua Barat dengan status Otonomi Khusus.
27 Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Manokwari 2015. Tabel 6.1.Tahapan Pelaksanaan Pembangunan (Indikasi Program) Perwujudan Struktur Ruang Wilayah. Hal..2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
Perubahan begitu mencolok, ruang publik yang nyaman, dengan rimbun
dan kokohnya pohon-pohon tua, bangunan-bangunan masa pendudukan
Belanda dan Jepang di sekitar jalan Jalan Brawijaya, Jalan Siliwangi, dan
beberapa tempat lainnya membuat ruang publik dengan sebutan; Kota Injil,
Kota Peradaban, Kota Buah dan Kota Ikan, dalam satu dasa warsa terakhir
berubah wajah dan karakter ruang publiknya, namun masih pula
meninggalkan jejak-jejak perjalanan sejarah masa lalu yang tetap menjadi
kenangan yang terpatri di hati dan benak masyarakat Papua di masa lalu.
Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kibaran bendera Nederland (Belanda)
di sekitar Kota Manokwari; banyak yang telah hilang dan darinya saat ini
banyak hal baru yang tidak bisa dipungkiri kehadirannya.
1) Strategi vis-à-vis Taktik
Berkurangnya ketentraman dan kenyamanan yang diikuti meningkatnya
kriminalitas, persengketaan publik, dan kegerahan psikososial dalam ruang
publik Kota Manokwari, menantang masyarakat untuk mau beradaptasi
dengan keadaan baru yang dipengaruhi oleh globalisasi modernitas. Subyek-
subyek masyarakat asli Papua (sebagai tuan tanah) representasi sosialnya
semakin terbatasi oleh hadirnya dominasi rezim penentu, sehingga menjadi
terusik posisi kenyamanannya. Subyek-subyek lambat laun terkonstruksi
beragam sikap diri; beriringan, bersekongkol, menentang dan bahkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
melakukan operasional perlawanan secara terang-terangan / terbuka mau
pun dengan taktik-taktik tertutup (under cover) terhadap rezim dominan.
Operasionalitas perlawanan mewujud dalam dinamika dialektik
negosiasi antar kontestan yang menggunakan strategi dan taktik untuk
mencapai tujuannya. Ruang publik menjadi arena pertarungan strategi dan
taktik. Certeau menjelaskan bahwa: “… a strategy the calculation (or
manipulation) of power relationships that becomes possible as soon as a
subject with will and power (a business, an army, a city, a scientific
institution) can be isolated.”28 Sedangkan taktik adalah merupakan “…
procedures that gain validity in relation to the pertinence they lend to time—
to the circumstances which the precise instant of an intervention transforms
into a favorable situation."29 Pengguna strategi (rezim penentu atau pun
otoritas dominan) berkecenderungan memposisikan pengguna taktik sebagai
target, musuh, atau pesaing.
Asumsi konsep pemikiran de Certeau tersebut dapat menjadi pisau
bedah sekaligus mencermati realitas keadaan Kota Manokwari, dimana
terjadi akumulasi relasi publik yang beragam latar belakang dan
kepentingan. Setiap subyek dituntut mempergunakan atau pun menghadapi
strategi atau taktik untuk dapat mengembangkan asosiasi bebasnya pada
28 Ibid. hal.35-36.29 Ibid. hal.38.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
ruang-ruang negosiasi dalam upaya untuk mendapatkan memperoleh nilai-
nilai etika, kesenangan/pemuasan atau pun penemuan baru (inovasi) pada
aspek kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik pada ruang publik
Kota Manokwari.
Subyek-subyek rezim penentu memainkan strategi dalam konfigurasi
struktur legal. Dengan strategi yang tepat otoritas-otoritas apparatus
pemerintahan, birokrat, agen-agen kapital modal (penanam modal dan
pengusaha), pedagang-pedagang kelas menengah ke atas, serta otoritas lain
(dimungkinkan) akan mampu menghegemoni publik secara lebih luas dan
dengan sesegera mungkin memperoleh pemenuhan tujuannya.
Operasional taktik dilakukan oleh subyek di luar rezim penentu atau
berada di dalam wilayah otoritas asing. Taktik dipahami sebagai siasat yang
harus memperhitungkan posisinya dengan tepat, karena akan selalu
berhadapan (vis-à-vis) dengan strategi yang otoritasnya terstruktur, legaln
dan dapat diklarifikasi kesejarahannya. Dengan kata lain taktik adalah siasat
untuk menghadapi strategi yang dipakai oleh otoritas asing untuk
mendapatkan kemenangan (keberhasilan). Keduanya beroperasi dalam satu
ruang, namun berbeda operasionalnya. Posisi ini dapat melekat seterusnya
atau pun sebaliknya, namun keduanya tetap akan berpotensi dan berperan
sebagai subyek (aktor-aktor), faktor pembentuk serta pengendali keadaan
ruang publik kota Manokwari yang berkelanjutan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
Antara warga masyarakat asli Papua dengan warga pendatang dari luar
Papua mempunyai relasi yang bersifat eksterioritas, keduanya saling
berhadapan atau bercampur dalam satu ruang publik Kota Manokwari,
namun masing-masing tetap berasumsi bahwa yang dihadapi adalah obyek
target sekaligus ancaman. Selain dari subyek diri, (the other) akan selalu
merupakan pesaing, pelanggan, atau bahkan musuh yang sedang bersama-
sama dalam satu arena tanding (the counter public sphere).
Akumulasi masalah dan konflik-konflik tersebut sering bermuara dalam
gerakan-gerakan masyarakat Papua; seperti demonstrasi menuntut
kemerdekaan bangsa Papua, yang dalam perspeksi hukum dikategorikan
sebagai tindak makar terhadap pemerintahan yang sah, sehingga mereka
harus berhadapan dengan alat-alat negara yang merupakan ideological state
apparatus; inteljen, satuan polisi pamong praja, polisi (anti huru hara), atau
pun angkatan bersenjata lainnya.
2) Perlawanan terhadap Stigmatisasi Kebijakan Publik
Meminjam istilah ruang publik yang dipakai Jurgen Habermas,
kegiatan (kultur) mengkonsumsi pinang merupakan perepresentasian
/perwakilan publik (representative offentlichkeit) yang menjadi bagian dari
aktivitas keseharian masyarakat di Papua. Melalui kebiasaan tersebut akan
membuka cara orang berpikir, lebih gampang membahasakan isi pikiran
seseorang sehingga dapat berpanjang lebar (nerocos) berbicara dari hal-hal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
yang serius sampai dengan cerita ringan dan lucu. Mengkonsumsi pinang
menjadi sebuah perepresentasian kelompok masyarakat kategori kultur yang
berada dalam suatu wilayah ruang publik.
Maka sentiment ketidaksenangan serta kebijakan publik yang melarang
mengkonsumsi pinang pada sembarang tempat menjadi sebuah pembatasan
terhadap sebuah kultur warga budaya, berakibat pada tidak leluasanya para
penginang untuk kumpul-kumpul bareng (ngobrol) seraya berefleksi dan
membagi pengalaman kehidupan individu mau pun sosialnya. Penginang
terbatasi dan terdesak oleh dominasi publik yang mengatasnamakan upaya-
upaya untuk mewujudnyatakan kota modern yang bersih, rapi dan elegant.
Walaupun upaya tersebut selalu mendapatkan perlawanan dan
ketidakpedulian dari masyarakat pengkonsumsi pinang yang tetap saja tidak
menghiraukan kebijakan publik yang berupa larangan membuang limbah
dan ludah pinang di beberapa ‘tempat modern’ yang ada plat-plat peringatan
dimaksud.
Stigmatisasi jorok, tidak bernilai, terbelakang, tidak modern, dan
berbagai penilaian negatif, merupakan sebuah sikap pengingkaran terhadap
realitas publik dengan akibat-akibat yang ditimbulkannya. Berhamburnya
ludah pinang di berbagai tempat; pada tembok-tembok rumah, toko,
perkantoran, bandara, sekolah, jalan raya serta tempat-tempat publik lainnya
semakin meyakinkan meyakinkan stigmatisasi yang diberikan sebagai suatu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
kebiasaan yang dinilai tidak sesuai dengan idealism modernitas dan tuntutan
sebuah ruang publik yang berkelanjutan.
Sikap kontra opini terhadap fenomena mengkonsumsi pinang terungkap
dari sebagian masyarakat pendatang serta orang-orang yang telah
mempunyai konsep modern tentang sebuah kota, mereka menganggap
bahwa aktivitas tersebut merupakan kebiasaan yang berdampak buruk,
budaya terbelakang, jorok dan tidak elegant untuk sebuah kota di jaman
modern dewasa ini.
Penilaian ini semakin diyakinkan dengan banyaknya tanda larangan
mengkonsumsi pinang yang dibuat oleh pihak pemerintah melalui kebijakan
Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) atau pun unit-unit kerja, sebagai
perpanjangan ideological state apparatus (ISA), pemerintah.
Tuntutan-tuntutan masyarakat publik yang dipengaruhi oleh konsep-
konsep modernitas memunculkan penilaian negatif tentang masyarakat
Papua yang masih terbelakang, terasing, dan tertinggal jika dibanding
dengan wilayah Indonesia lainnya. Penilaian-penilaian dan stigmatisasi
tentang keadaan masyarakat Papua yang “seperti itu”, akan laku dijadikan
alasan untuk mengeksploitasi proyek-proyek struktur dan infrastruktur.
Tuntutan-tuntutan keadaan tersebut diproyeksikan dalam berbagai rencana
program pembangunan yang bersinergis dengan otoritas-otoritas
konglomerasi dari luar Papua yang kurang (tidak) paham dengan realitas
kultur masyarakat Papua secara komprehensif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
Pertemuan ragam cara pandang, kepentingan, serta penilaian terhadap
kultur lokal budaya mengkonsumsi pinang dalam masyarakat Manokwari
atau pun masyarakat Papua pada umumnya, menumbuhkan “embrio
pertarungan” pada ruang publik.
Perbedaan konsep dan persepsi tentang sebuah ruang publik di antara
ideological state apparatus (ISA) yang sarat ide-ide modernitas dengan
warga masyarakat budaya mengkonsumsi pinang, menimbulkan sebuah
permasalahan pragmatis ideologis dalam keseharian hidup masyarakat.
Produk regulasi sebagai kebijakan otoritas publik yang hanya
menitikberatkan penyeragaman (uniformitas) dan tanpa mampu
mengakomodir kepentingan kultur masyarakat, membuktikan adanya ketidak
berpihakan dalam obyektivitas kebijakan publik. Oleh karenanya, keadaan
yang diakibatkan oleh kebijakan publik yang terwujud dalam regulasi dari
rezim penentu dan pemegang otoritas kekuasaan publik tersebut, direspons
oleh masyarakat kultur dengan beragam bentuk perlawanan.
Bentuk-bentuk ekspresi perlawanan pada ruang publik terwujud dalam
perilaku-perilaku yang biasa-biasa saja hingga luar biasa; seperti
meludahkan pinang di sembarang tempat, mencoret-coret tembok atau jalan
raya (vandalistic), tindak pidana (criminal) umum, tindakan anarkis, sampai
dengan demonstrasi-demonstrasi di lapangan yang selalu ada yang
membawa serta menikmati pinang dengan kapur sirihnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
Perlawanan-perlawanan dalam ruang publik tersebut juga merupakan
taktik untuk memperoleh kembali ruang assosiasi bebasnya, sehingga
‘masyarakat pengkonsumsi pinang’ bisa merasakan ruang publik
‘kampung’nya sebagai forum bersama, ruang demokrasi tempat orang
merefleksikan dan mengolah pengalaman hidup mereka kembali.
Dari catatan Giard dalam kaitannya dengan ruang publik, Certeau
mengisyaratkan adanya sebuah kondisi ruang yang tepat untuk dapat
digunakan oleh masyarakat publik untuk melakukan aktivitas-aktivitas
publiknya:
“… that places in cities be set aside for speech making, that
festivalsof orality and writing be created, that questions be
opened to competition(for the production of texts or cassette
recordings), that the circulation of recordings as a means of
social exchange be developed, and so on. Similarly, the
collection and archiving of oral patrimony should be
stimulated, by associating with it what pertains to gestures
and techniques of the body. (CS: 139 with Giard).”30
Dalam konteks Indonesia, idealisme de Certeau tersebut terbahasakan
pula oleh seorang Remy Riverno. Kepeduliannya terhadap dibutuhkannya
suatu ruang publik bagi masyarakat perkotaan di Indonesia, mengajak para
punggawa pemerintah-pemerintah di wilayah Nusantara untuk mencontoh
yang telah dilakukan oleh Ridwan Kamil untuk Kota Bandung dan Tri
30 Ibid. hal.161.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
Rismaharini untuk Kota Surabaya, Penyediaan Ruang Publik Untuk
Mewujudkan Masyarakat yang Berkelanjutan. Ia menandaskan perlunya
ruang publik untuk kepentingan bersama sebagai upaya untuk
membangkitkan potensi-potensi yang ada dalam masyarakat secara
berkelanjutan:
“Berbagai sumber daya hanya dapat terwujud apabilaantar manusia ada hubungan emosional dan merasapunya kepentingan bersama. Semua itu hanya dapatterjalin ketika kita sering bercengkrama di ruang publik.Penyediaan ruang publik yang memadai secara kuantitasdan kualitas akan mampu menciptakan masyarakat yangberkelanjutan, yaitu tempat orang bekerjasama untukmembuat sesuatu demi kepentingan bersama yang lebihberkelanjutan”.31
Hal ini tentunya menjadi begitu berbeda dengan proyek-proyek
infrastruktur publik yang dihadirkan dari sebuah kebijakan aparatus
pemerintah yang berkorporasi dengan konglomerasi (seperti pasar, taman-
taman kota, tempat parkir, perkantoran, ruang tunggu terminal Bandar Udara
atau pun Pelabuhan Laut) yang lebih bermuatan politik ekonomi
(mementingkan profit), namun tak mampu (belum) mengakomodir tuntutan
kebutuhan ruang publik bagi masyarakat kultural setempat.
Dari keberbedaan cara pandang di antara pihak-pihak yang
mengidealkan modernitas dengan realitas warga masyarakat kultur
31 www.kompasiana.com (30 Sept 2015).Penyediaan Ruang Publik Untuk Mewujudkan Masyarakatyang Berkelanjutan. (29 Nop 2015).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
pengkonsumsi pinang, terindikasi adanya resistensi yang diakibatkan oleh
asumsi-asumsi kontra produksi. Menjadi produktif ketika subyek-subyek
yang terlibat mampu memanfaatkan kesempatan sehingga terjadi relasi
simbiosis mutualisme, dimana satu sama lain saling mendapatkan
keuntungan dan kemanfaatan. Begitu pula akan menjadi kontra produksi
ketika aktivitas-aktivitas masyarakat tersebut dibaca sebagai relasi simbiosis
parasitisme, dimana satu dengan lain tidak saling mendukung dan justru
saling mengganggu.
Masyarakat yang mempunyai konsep idealis tentang sebuah kota sebagai
ruang publik modern akan merasa terganggu melihat kota dengan hamburan
sampah (limbah) pinang. Ketidakberpihakan subyek-subyek pada situasi ini
akan menstigmatisasi sebagai kebiasaan yang mengganggu ketertiban
umum, mempengaruhi tingkat keberuntungan dan kemanfaatan bagi mereka.
Kultur setempat dianggap tidak menguntungkan untuk upaya menciptakan
atmosfer kota yang bisa mendatangkan keuntungan finansial atau pun
meraih ambisi penghargaan yang bergengsi, semisal adipura.
Dari uraian di atas memberi alasan bahwa di balik adanya pengingkaran
terhadap keadaan sekitar kultur mengkonsumsi pinang dalam masyarakat di
sekitaran Kota Manokwari, terdapat kekuatan (power) di luar rezim penentu
(otoritas dominan) yang justru berpotensi dan mampu berperan sebagai
pengendali yang memiliki kekuatan membentuk ruang publik Kota
Manokwari. Subyek-subyek hadir mentransplantasi, membawa pergi retoris
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
dan menggusur analitis, sehingga dalam kaitan dengan arus urbanisme hadir
wandering of the semantics yang terproduksi oleh massa.
Pengenyampingan yang terungkap melalui opini, wacana, serta
stigmatisasi terhadap kultur konsumsi pinang masyarakat setempat masuk
dalam ranah operasional kehidupan sosial, politik, ekonomi, serta budaya
yang tertuang dalam kebijakan-kebijakan publik dan hasil-hasil proyek
infrastruktur pada ruang publik, menjadi tidak terlalu memiliki nilai guna
bagi kepentingan dan kehidupan publik.
3) Penjungkirbalikan Posisi Strategi dan Taktik
Undang Undang No. 45 Tahun 1999, yang disusul dengan PP No 24
Tahun 2007 memantapkan status Propinsi Irian Jaya Barat (Papua Parat)
dengan Ibu Kota di Manokwari. Proses pembangunan sumber daya manusia
serta eksploitasi sumber daya alamnya merubah pemahaman, pengertian,
pemanfaatan, dan pemaknaan ruang publik.32 Laju perubahan struktur dan
infrastruktur semakin pesat.
Dapat dipastikan bahwa infrastruktur tersebut sangat berguna bagi
masyarakat pada umumnya, namun belum tentu menjadi bermakna, tepat
32 Sebagai landasan dan referensi penulis mempergunakan 3 jenis pemahaman tentang ruang publik:Offentlichkeit (bhs Jerman) menurut Jurgen Habermas yang diterjemahkan dalam Bahasa Inggris olehThomas Burger; 1) politische Offentlichkeit (ruang publik politik/politis), 2) literarische Offentlichkeit(ruang publik dunia sastra/literer), dan 3) representative Offentlichkeit (perepresentasian/perwakilanpublik).Terjemahan Bahasa Indonesia oleh Yudi Santoso. 2007. Ruang Publik. Sebuah kajian TentangMasyarakat Borjuis.Yogyakarta: Kreasi Wacana, hal. xi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
guna, tepat situasi dan terlebih karena tidak mampu memberi tempat
(mengakomodir) kebutuhan bagi kehidupan kultur masyarakat setempat;
maka ruang publik di dalam realitasnya terdapat warga yang berasosiasi
(korporasi dan kooperasi) atau justru memisah-misahkan diri (terpecah
belah), sehingga kota sebagai ruang publik akan menyajikan berbagai
peristiwa atas dasar ketidakstabilan, diisolasi, atau keterkaitan properti yang
memiliki harga dan makna menurut cara berpikirnya masing-masing.
Artinya bahwa masyarakat pengkonsumsi pinang sebagai bagian dari
kehidupan publik yang tak terpisahkan ternyata masih perlu diakomodir
eksistensi kulturnya, diperhatikan dan diberi tempat untuk asosiasi bebasnya.
“"The city,"like a proper name, thus provides a way of conceiving and
constructing space on the basis of a finite number of stable, isolatable, and
interconnected properties.”(Certeau.1984:94).33 Maka kota sebagai ruang
publik tanding menjadi dalam situasi tegang yang disebabkan oleh adanya
beragam dinamika negosiasi dan perlawanan dari berbagai otoritas subyek.
Mereka berlomba mempersepsi kota sebagai ruang sosial tak terbatas
dengan beragam bentuk dan praktek kekuatan struktural; aparatur birokrasi,
elit politik, pengusaha, warga masyarakat, serta hadirnya kebijakan
pemerintah, paradigma pembangunan, ideologi dan dominasi gaya hidup di
dalam masyarakat. Namun hal ini justru memberi batas-batas yang
33 Ibid. hal. 94.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
mempersepit ruang gerak asosiasi bebas yang dimiliki masing-masing
subyek terdampak.
Kontestasi dengan berbagai dialektika negosiasi pada ruang publik
tandingan (the counter public sphere), tidak berhenti dengan strategi dan
taktik masing-masing pihak dengan keberhasilan (kemenangan) yang telah
dicapai. Mencapai keberhasilan lebih mudah dari pada mempertahankan
hasil yang telah dicapai, karena dalam proses selanjutnya sangat mungkin
terjadi alih posisi (penjungkirbalikan) kontestan pemegang dominasi (rezim
penentu). Pemakai strategi sebagai penguasa otoritas sangat mungkin harus
“terbalik posisi”nya dan mendapatkan kekalahan sehingga (mungkin) harus
berganti menerapkan taktik.
Mobilitas sosial dan aktivitas keseharian masyarakat menjadi salah satu
saluran dan arena kontestasi strategi dan taktik dalam memperjuangkan
keinginan ego dan idealisme modernitas. Beragam bentuk relasi, motivasi
dan tujuan yang ada dalam diri warga masyarakat yang terlibat dalam proses
perkembangan dan pembentukan ruang publik, akan mengakibatkan
munculnya ragam permasalahan sosial dalam kehidupan pribadi dan sosial
warga masyarakat. Pemerintah bersama badan usaha, konglomerasi pribadi,
kelompok, atau pun jaringan global lainnya dengan bermacam-macam
desain (by design) menjalin relasi konspiratif untuk memanfaatkan investasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
modalnya beriringan dengan program-program pembangunan dalam rangka
kepentingan publik, sekaligus tujuan ekonomis (profit).
Aktivitas mengkonsumsi pinang adalah bagian dari aktivitas warga
kultur masyarakat di Manokwari dan Papua pada umumnya, namun karena
berkonstelasi dengan aktivitas keseharian masyarakat pendatang (imigran)
pada ruang publik Kota Manokwari, maka tidak dapat lepas dengan beragam
penilaian-penilaian (stigmatisasi) dari liyan (the other) yang hadir di sekitar
kebiasaan tersebut.
Perilaku keseharian mengkonsumsi pinang sebagai suatu aktivitas dalam
kategori kultur, yang sekaligus telah lekat – tak terpisahkan – dalam
keseharian hidup warga masyarakat di Papua pada umumnya, mampu
menggerakkan dinamika konstelasi dalam ruang publik dan mewujud dalam
gerakan yang bersifat frontal serta merepresif sisi psikososial masyarakat.
Tindakan-tindakan kelompok masyarakat yang bersifat frontal; seperti
unjuk rasa, pemalangan, pemalakan, mengabaikan ketertiban umum,
demonstrasi, dan ketidakpedulian terhadap regulasi-regulasi serta nilai-nilai
etika sosial dalam kehidupan bersama; aktivitas masyarakat yang destruktif
dan vandalistis menjadi sebuah kekuatan seimbang (balance) antara strategi
dan taktik dalam masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
Kebiasaan mengkonsumsi pinang yang sekaligus menjadi ruang
berbicara ketiga (kedai-kedai kopi ala Papua) dalam masyarakat di Kota
Manokwari adalah merupakan praktek kultur masyarakat yang dipandang
asing atau pun eksotis bagi para migran (pendatang) yang belum memahami
fungsi dan maknanya dengan benar. Oleh karena itu sudah seharusnya dapat
diakomodir dalam ruang publik kota. Aktivitas kultur warga tersebut
merupakan bentuk operasi khusus yang mampu memberi pengalaman mistis
ruang dari "another spatiality”, dan justru bukan dinilai sebagai sebuah
karakteristik yang buram dan gelap dalam mobilitas suatu kota.
Semakin banyak orang mengkonsumsi pinang dengan tebaran limbah
pinang sebagai pemandangan kota adalah merupakan bukti bahwa strategi
dari otoritas dominan sebagai rezim penentu tidak selalu ‘menentukan’34
keadaan ruang publikte. Certeau menegaskan: “By contrast with a strategy
(whose successive shapes introduce a certain play into this formal … a
tactic is a calculated action determined by the absence of a proper locus..
The space of a tactic is the space of the other.”35 Akan tetapi sebaliknya
34 Bdk. Sebuah penelitian tentang permasalahan ruang publik Lapangan Cikapundung Bandung JawaBarat yang dilakukan oleh RR. Dhian Damajani berkesimpulan bahwa; di balik tampilan fisik yang takberaturan dan tak terkontrol, keseharian para pedagang di ruang publik ternyata berperan sebagaipengendali yang memiliki kekuasaan dalam mengatur berbagai aspek guna menjaminkesinambungan/keberlanjutannya. Namun pada sisi lain kondisi tersebut menunjukkan lemahnyaperan State (Negara) dalam mengelola sistem-sistem perkotaan, terutama yang menyangkutkepentingan publik. Akibatnya, peran tersebut “diisi” oleh “lembaga-lembaga” non formal. (Sumber:Jurnal Institut Teknologi Bandung (ITB). Hidden-Order dan Hidden-Power pada Ruang Terbuka Publik,Studi Kasus: Lapangan Cikapundung, Bandung . J. Vis. Art. Vol. 1 D. No. 3, 2007. Hal. 345.)35 Ibid. hal.36-37.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
144
taktik yang terlahir ditentukan oleh lokus ruang lain (asing) dan berada di
bawah otoritas pemakai strategi, tetap mempunyai kekuatan yang
mempengaruhi pembentukan wujud, karakter, serta identitas ruang publik.
Memang taktik bermain pada arena organisasi (management) kekuatan asing
yang dominan, taktik terlahir ditentukan dalam ketiadaan (tanpa) kekuasaan,
sedangkan strategi diselenggarakan berdasarkan postulat36 kekuasaan; “In
short, a tactic is an art of the weak.”(Certeau:1984:36-37). Namun demikian
taktik tetap memiliki kekuatan (tersimpan) serta berkesempatan menang dan
isa berganti menerapkan strategi, sehingga bisa menjungkirbalikkan posisi
otoritas dominan yang berkuasa.
4. Idealisme Certeau tentang Kota sebagai Ruang Publik Berkelanjutan
Menurut Certeau, sebuah kota adalah merupakan relief monumental dari
paroxysmal places yang terbentuk melalui pertarungan-pertarungan yang
keras (hebat): “A city composed of paroxysmal places in monumental
reliefs”(Certeau.1984:91). Membangun sebuah kota selalu melalui proses
membentuk, dengan dinamika tekanan dan tantangan karena beragam
keberbedaan konsep serta operasionalitas yang terjadi pada geometris suatu
ruang publik.
36 Postulat: asumsi yang menjadi pangkal dalil yang dianggap benar tanpa perlu membuktikannya;anggapan dasar; aksioma.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
145
Dari catatan kasus-kasus yang sampai ke pengadilan pada 5 tahun
terakhir ini; korupsi, penganiayaan, dan pencurian yang terjadi dalam
penyelenggaraan pemerintahan serta kehidupan sosial masyarakat menjadi
tantangan dan bagian terkait dalam proses membangun ruang publik kota
yang baru dan lebih mapan, sebuah kota harapan dengan semangat (roh)
yang baru; “he ended by hoping for a 'nouveau monde' de l'Esprit",37
sebagaimana idealisme de Certeau untuk sebuah kota di masa yang akan
datang.
Giard sebagai seorang yang dekat38 dengan Michel de Certeau
menjelaskan tentang perhatian Certeau terhadap kemungkinan adanya ruang-
ruang lain yang sebelumnya tidak diperhitungkan oleh publik, namun
kemudian diperhitungkan sebagai ruang yang terbatas. Certeau mempunyai
idealisme untuk hadir dan dibangunnya kota sebagai ruang publik yang
komunikatif, dimana liyan (other) dan heterogenitas publik dapat
diakomodir, sehingga dapat bertumbuh-kembangnya festival mendongeng
dan karya tulis, kompetisi perdebatan yang diarsipkan, pendistribusian
dokumen-dokumen sebagai sarana pengembangan komunikasi masyarakat,
pengumpulan dan pengarsipan tradisi lisan, serta berkaitan dengan tari-tarian
dan pengembangan seni gerak tubuh, sebagaimana Certeau pikirkan.
37 Peter Burke. 2002. The Art of Re-Interpretation Michel de Certeau. A Journal of Social and Political Theory, No.100, History, Justice and Modernization. Hal.30.38 Semacam sekretaris pribadi Michel de Certeau.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
146
Dalam sudut pandangnya sebagai seorang sosialog, Michel de Certeau
sangat memperhatikan dan peduli terhadap posisi migran yang selalu akan
menjadi bagian dari dinamika warga setempat. Ia mengajak untuk selalu
mau berpikiran positif (positif thinking) dan bersikap terbuka terhadap
kehadirannya. Menurut Highmore dalam kaitan dengan masyarakat
'imigran', Certeau berpendapat bahwa mereka merupakan agen istimewa
dalam kehidupan budaya: “menerima kehadiran imigran sebenarnya
merupakan sikap terbuka dalam membentuk ruang bebas, sehingga mereka
dapat mengungkapkan serta menghayati budaya mereka untuk dapat
ditampilkan atau pun sebagai pengetahuan yang bisa ditawarkan kepada
orang lain.”(bdk. Highmore. 2006:168)39 Namun demikian, kehadiran liyan
dalam relasinya dengan masayarakat setempat merupakan proses kehidupan
sosial yang tentunya akan mempunyai beragam konsekuensi.
Proses tersebut tidak bisa dihindari secara mutlak, sehingga mau atau
tidak mau akan tetap bersama dalam ragam perbedaan. Dalam posisi
masing-masing akan menjadi unsur penting dalam membentuk ruang publik
Kota Manokwari sebagai ruang publik berkelanjutan. Karena keduanya
memiliki potensi yang perlu diperhatikan dan diakomodir pada setiap proses
pengambilan kebijakan dan keputusan dari sebuah regulasi pada tataran
struktur dan otoritas pengambil kebijakan atau pun rezim penentu.
39 Ibid. hal.158.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
147
Ruang publik menjadi perhatian penting bagi pihak otoritas pengambil
kebijakan dalam kaitannya dengan perencanaan struktur dan bentuk kota;
karena dalam setiap wilayah, negara, atau kota akan selalu dibutuhkan ruang
publik dengan bentuk dan karakter berbeda-beda sesuai dengan latar
belakang dan kultur warga masyarakatnya.
Dalam kaitannya dengan bentuk dan karakter suatu ruang publik agar
sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan warga masyarakatnya, atas nama etika
Michel de Certeau yang begitu peduli (consent) terhadap keadaan ruang
publik, merasa bertanggung jawab kepada orang lain untuk
mengartikulasikan beragam tuntutan etis masyarakat ke dalam suatu teks
opini atau pun wacana agar dapat lebih jelas untuk dibaca (dimengerti dan
dipahami) guna membantu perencanaan pembentukan sebuah kota sebagai
ruang publik berkelanjutan.
Dalam konteks pembentukan ruang publik Kota Manokwari, dengan
pengartikulasikan berdasarkan konsep pemikiran dan perspeksi de Certeau
sebagaimana diuraikan dalam buku The Practice of Everyday Life sub judul
Walking in The City,40 maka dapat diinterpretasikan melalui 3 (tiga)
tingkatan operasional;
Pada tingkatan pertama adalah memproduksi ruang dengan
mengorganisasi kondisi fisik, mental serta politik secara kompromis:
40 Michel de Certeau.1984.The Practice of Everyday Life.University of California Press: Berkeley,hal.94.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
148
“…rational organization must thus repress all the physical, mental and
political pollutions that would compromise it.”41 Dengan pengertian rezim
penentu (aparatus pemerintah) menerapkan manajement strategi pendekatan
sekaligus menginvetaris permasalahan-permasalahan fisik (struktur dan
infrastruktur publik), mental (segenap warga masyarakat: apparatus negara
dan civil society), serta permasalahan politik yang dominan dalam
keseharian masyarakat; seperti kesenjangan ekonomi dan tuntutan atas
kemerdekaan bangsa Papua yang sering terjadi di Kota Manokwari.
Dalam kenyataan lapangan, permasalahan-permasalahan sosial, politik,
ekonomi dan budaya yang terjadi di antara para warga masyarakat asli Papua
mau pun para pendatang, komunitas-komunitas warga atau pun para aparat
pemerintah, selalu dibayangi perasaan okultisme dalam suasana politik yang
tidak selalu kondusif. Padahal keberhasilan dalam mengelola konflik dan
mengurai secara transparan akan okultisme akan menjadi terminal
pemberangkatan selanjutnya menuju sebuah Kota Manokwari sebagai ruang
publik baru yang berkelanjutan.
Akan tetapi dibangun dan dibukanya kantor-kantor baru tempat struktur
pemerintahan bekerja serta infrastruktur yang diperuntukkan bagi publik
belum juga mampu mengakomodir the physical, mental and political
pollutions sebagai bagian dari tuntutan dasar membangun sebuah kota.
41 Ibid. hal.94.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
149
Pada tingkatan kedua adalah keberanian untuk keluar dari kebiasaan dan
melakukan sinkronisasi sistem dengan mensatubahasakan (univocality)
strategi untuk mengelola potensi resistensi, mempersempit gerak taktik,
meminimalisir penyimpangan serta upaya mereproduksi kekeruhan sejarah.
Kebijakan pelarangan mengkonsumsi pinang pada ruang publik bukan
upaya melakukan sinkronisasi sistem, namun merupakan upaya
penyeragaman (uniformitas) untuk mengejawantahkan konsep-konsep dan
nilai-nilai modernitas dalam rangka membangun kota sebagai ruang publik
bersama. Pelanggaran hak asasi manusia, korupsi, tindak criminal dalam
masyarakat menjadi batu sandungan sekaligus sebuah kegagalan strategi
dalam upaya mensatubahasakan (univocality) keragaman ideologi
masyarakat pada suatu ruang publik, sehingga menimbulkan penolakan atau
perlawanan secara terbuka mau pun tertutup, bertumbuhkembangnya taktik,
sekaligus tereproduksi kekeruhan sejarah (sosial) Papua.
Ranah tingkatan kedua “… offered by traditions; univocal scientific
strategies, made possible by the flattening out of all the data in a plane
projection, must replace the tactics of users who take advantage of
"opportunities" and who, through these trap-events, these lapses in visibility,
reproduce the opacities of history …”42 sebagai operasional strategi yang
saling berhadapan – vis-à-vis – seimbang dengan taktik sebagian masyarakat
42 Ibid. hal.94.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
150
sipil (civil society), sehingga mementahkan dan melunturkan tatanan,
kebijakan, dan kewibawaan yang dibuat dan dibangun oleh dominasi
kekuasaan; misalnya otoritas pemerintah, legislatif, atau pun sekuritas publik
yang ada.
Pada tingkatan ketiga (terakhir) adalah menciptakan subjek universal
dan anonim pada sebuah kota yang berupa atribut model politik.
Sejarah panjang selama 117 tahun pada tahun 2016 ini memungkinkan
tereproduksinya kekeruhan sejarah (sosial) Papua. Manokwari selain dikenal
sebagai Kota Injil, juga sebagai tempat lahirnya Organisasi Pemberontak
Papua Merdeka (1965), namun kejelasan (terang benderang) narasi
kesejarahan bangsa Papua hingga sampai saat ini masih banyak simpang
siur dan keruh. Menurut Suryawan:
“…betapa keringnya uraian perjuangan ‘pahlawan nasional’
dari Tanah Papua dalam buku-buku pelajaran sejarah
(Aditjondro, 2000). Untuk pahlawan yang “pro Indonesia”
saja sejarah “resmi” Indonesia seakan enggan memberikan
ruang. Bahkan, ruang sejarah terhadap gerakan perlawanan
terhadap nasionalisme Indonesia sangat tertutup.”43
43 Ibid. hal. v-vi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
151
Kekeruhan sejarah di atas menjadi senjata ampuh yang direproduksi
untuk alasan strategi keamanan dan pengobaran semangat untuk
memperjuangkan kemerdekaan bangsa Papua. Pihak-pihak yang
berkompenten ‘sering’ mereproduksi kekeruhan sejarah tersebut untuk
menyatakan “status keadaan Papua”. Topik Dialog Jakarta - Papua selalu
menjadi diskusi dan perdebatan yang tak kunjung selesai dari waktu ke
waktu. Oleh karenanya tidak mengherankan jika tidak kurang dari 2 sampai
3 kali dalam setiap tahunnya ada demonstrasi menyatakan sikap dan
pendapat untuk lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menjadi
bangsa (dan negara) yang merdeka.
Fenomena-fenomena terkait dengan resistensi sosial dan politik di
Manokwari, banyaknya operasi taktik, banyaknya penyimpangan serta acap
kali terreproduksi kekeruhan sejarah dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara di Kota Manokwari dan Papua pada umumnya, telah menjadi
sebuah atribut model politik; “to attribute to it, as to its political model”,44
yang menciptakan subjek universal dan anonim. Artinya dalam mobilitas
struktur, infrastruktur serta keseharian masyarakat sipil (civil society),
dengan fungsi serta keragaman ideologi, asosiasi, dengan ruang privatnya
masing-masing subyek atau pun komunal yang terlibat, sangat mungkin
44 Bdk. Michel de Certeau. 1984. The Practice of Everyday Life. Walking in the City. An operationalconcept ?. University of California Press: Berkeley., hal.94.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
152
terjalin relasi (intimitas sosial) atau pun justru mengambil jarak dan
menutup (memisahkan) diri dalam eksklusivitasnya.
Ruang publik Kota Manokwari dibangun di atas kerawanan dan
ketidakstabilan; politik, kamtibmas, kehidupan sosial dan kriminalitas yang
bertumbuh kembang bersama dinamika kontestasi pasar (forum) dalam era
modernitas, dimana program-program dari pemegang otoritas publik (rezim
penentu), seperti pemerintah, lembaga swadaya masyarakat dan non-formal
melakukan fungsi dan tugasnya.
Mencermati langkah-langkah tingkatan operasional tentang
pembentukan sebuah kota sebagaimana Michel de Certeau konsepkan, serta
memperhatikan keadaan lapangan sekitaran Kota Manokwari dalam 5 tahun
terakhir ini, adalah masih jauh dari harapan untuk bisa memberikan apresiasi
dan predikat terhadap Kota Manokwari sebagai sebuah ruang publik kota
yang mapan dan mampu mengakomodir asosiasi bebas bagi warga
masyarakatnya.
Melalui pengalaman blusukan (walking in the city) pada ‘kedai-kedai’
Warung Pinang Papua, tempat masyarakat pengkonsumsi pinang berkumpul
bersama dalam keseharian hidup masyarakat di Kota Manokwari. Forum
tersebut menjadi tempat pengucapan ketiga, ruang publik khusus sebagai ajang
berefleksi, mengolah pengalaman hidup pribadi maupun komunal, sehingga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
153
dapat menumbuh-kembangkan potensi-potensi fisik, mental, dan idealisme
dalam konstelasinya dengan apparatus negara, masyarakat sipil, kapital modal
dan media massa yang ada dalam lingkup ruang publik Kota Manokwari.
Dari blusukan pada lintasan-lintasan jalan (trajectory) ditemukan
praktek-praktek sosial, budaya, ekonomi, dan politik dari kehidupan sehari-hari,
sehingga sangat berkemungkinan dapat melihat keseluruhan (holistis) secara
sekaligus (panoptic) dari yang ada dan terjadi pada ruang geometris serta
geografisnya; yakni hamburan makna (wandering of the semantic) yang ada di
sekitar wilayah Kota Manokwari.
Dengan pengalaman, pesan, serta makna, yang diperoleh dari blusukan
tersebut dapat dijadikan bahan/materi untuk merencanakan dan mengkonstruksi
totalitas imajiner (visions) untuk mewujudnyatakan kontinuitas pembentukan
Kota Manokwari sebagai Ruang Publik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
154
BAB V
PENUTUP
Mama Mama Papua penjual pinang yang duduk menanti dan meladeni
para pembeli dari pagi hingga hampir larut malam telah mampu membantu
dan membidani pengartikulasian endapan-endapat idealisme, nasionalisme,
penderitaan, dan harapan yang ada dalam perasaan dan pikiran yang
membeku atau dibekukan oleh karena kondisi geografis dan keadaan politis.
Sekitar 1.554 lapak jualan pinang memenuhi ruang geometris sekitar
Kota Manokwari, yang darinya lalu lalang warga penginang dalam jumlah
ribuan orang. Mama Mama Papua dengan lapak-lapak pada pondok
jualannya telah membantu memfasilitasi interaksi dan komunikasi bagi
warga penginang yang darinya telah dan akan melahirkan sejumlah ragam
wacana dan opini tentang membangun serta mewujudkan harapan melalui
keseharian hidup mereka.
Kesimpulan
Dinamika interaktif dalam komunikasi yang dilakukan oleh para
penginang telah mampu membangun beragam wacana yang terlahir dari
pengalaman, pemikiran, gagasan dan ide-ide individu maupun kelompok,
sehingga memberi ruang untuk terjadinya dinamika (eskalasi) kontestasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
155
ekonomi-budaya-sosial-politik dalam kehidupan masyarakat warga budaya,
warga bangsa, dan warga negara dalam pusaran ruang publik Kota
Manokwari.
Aktivitas mengkonsumsi pinang telah menjadi suatu pasar (forum)
publik yang mampu mencairkan kebekuan materi-materi yang berupa ide-
ide, gagasan, harapan, semangat dan pilihan hidup; endapan-endapan yang
terpendam sebagai social unconscious yang akan dapat diungkapkan
(dibahasakan) dalam ruang publik sebagai ruang sosial tak terbatas; seperti
ngobrol bersama teman-teman, obrolan warung pinang, atau pun mop yang
merupakan budaya pop ala Papua. Simpanan-simpanan yang ada di bawah
sadar tersebut akan dibawa ke dalam arena asosiasi bebas yang merupakan
tempat berbicara ketiga, sehingga subyek-subyek warga masyarakat Papua
di Manokwari melalui aktivitas mengkonsumsi pinang bersama akan lebih
mudah berinteraksi, berkomunikasi serta mengartikulasikan hasil refleksi
dan olahan atas pengalaman hidup, nilai-nilai dan makna yang mereka
peroleh dari aktivitas kultural, sosial, dan politik, di dalam relasi
sosialitasnya.
Budaya konsumsi pinang menjadi ruang publik bersama tempat
berbicara ketiga yang dapat mencairkan (liquefy) kebekuan relasi-relasi
sosial; seperti kerja sama, korporasi, persahabatan, dan persaudaraan yang
terkandung resistensi di antara subyek-subyek yang berada dalam ruang
publik Kota Manokwari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
156
Dialektika komunikasi di antara warga masyarakat di Kota Manokwari
yang terjadi dan menyatu dengan dinamika budaya konsumsi pinang, turut
serta berperan dalam proses membentuk identitas dan karakterisasi subyek-
subyek masyarakat di dalamnya, yang sekaligus secara evolutif berperan
dalam proses pembentukan identitas, karakter, dan wujud Kota Manokwari
sebagai ruang publik berkelanjutan.
Ide-ide, gagasan, harapan, semangat dan pilihan hidup yang ada dalam
setiap subyek yang diperoleh dari hamburan makna (wandering of the
semantics) saat blusukan (walking in the city) pada lintasan-lintasan jalan
(trajectory) di antara warga masyarakat pengkonsumsi pinang
mengkonstruksi perspektif totalitas imajiner (visions) tentang cikal bakal
sebuah ruang publik kota di masa yang akan datang, yakni suatu proyeksi
sebuah ruang publik kota yang lebih mapan dan maju – dua kali lipat atau
berlipat-lipat – dari pada masa lalu (sebelumnya), dimana pada waktu-waktu
sebelumnya merupakan lintasan-lintasan tak teratur (indeterminate
trajectories) dengan banyak kesengkarutan dan kekuatiran (okultis) dan
selanjutnya secara berangsur melalui pengelolaan problematika1 akan
tergantikan dengan hadirnya masa depan yang bisa menangani problematika
masa lalu sehinga menjadi “ a 'nouveau monde' de l'Esprit".
1 Menurut Michel de Certeau ada 3 (tiga) tingkatan operasional pembentukan kota sebagai sebuahruang publik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
157
Untuk mencapai suatu kemapanan sebagaimana de Certeau
mengisyaratkan diperlukan 3 (tiga) langkah tingkatan operasional yang
harus dipenuhi. Dengan asumsi yang menggunakan indikator syarat tersebut
tentunya pada saat ini Kota Manokwari belum bisa dikategorikan sebagai
ruang publik kota yang mapan.
Kota Manokwari dari waktu ke waktu mengalami perubahan serta
dinamika sosial, ekonomi, politik serta kebudayaannya. “… the old regime
no longer had the authority it had once commanded” (Buchanan.2000:2).
Bangunan perkantoran propinsi, hotel-hotel, mall, perumahan, ruko-ruko,
penyedia jasa publik, serta infrastruktur lain merupakan tampilan baru yang
semakin memperpadat ruang geometris “Kota Injil”.
Pergeseran-pergeseran posisi struktur dan mobilitas migrant
mengakibatkan bertumbuhkembangnya ‘kampung dalam kota’ atau pun
‘kota dalam kampung’, sehingga terbangun ruang-ruang publik tandingan
(counter public sphere) bagi otoritas dominan (aparatus pemerintah dan
korporasinya yang kooperatif) vis-à-vis warga budaya atau masyarakat sipil
(civil society) yang mempunyai perbedaan dalam cara pandang (point of
view), konsep, paradigma, serta wacananya tentang sebuah ruang publik.
Vision menjadi sebuah panorama kota tentang sebuah ruang publik
bersama dan berkelanjutan yang menjadi sebuah teori visual simulacrum,
yakni suatu penggambaran kondisi sebuah ruang publik bersama yang
pernah terlupakan atau yang sedang diideakan. Seolah-olah kesibukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
158
praktik pengelolaan kota Manokwari oleh subyek-subyek rezim penentu dan
/ atau otoritas dominan yang selalu berusaha menghegemoni.
Pengoperasian strategi dan taktik, kebijakan publik atas nama
penyeragaman (uniformitas) keadaan publik; ‘dilarang makan pinang di
tempat ini’ yang tidak memiliki penulis (yang bertanggung jawab)2 mau pun
pembaca (dianggap tidak ada larangan), menjadi sebuah fragmen atau
sandiwara publik dalam arus perubahan yang terjadi dari hari ke hari
(practice of everyday life) yang tidak pernah kunjung selesai. Dengan
demikian kultur masyarakat pengkonsumsi pinang dalam masyarakat di
Kota Manokwari dengan segala eksistensinya tidak terpengaruh oleh
kebijakan-kebijakan publik yang didominasi oleh masyarakat urban mau pun
imigran dari luar Manokwari.
Dengan seluruh eksistensinya, budaya konsumsi pinang yang telah
merambah hampir seluruh ruang geometris Kota Manokwari, senyatanya
mempunyai kuat kuasa patisipatoris dalam pembentukan ruang publik Kota
Manokwari Papua Barat atas dasar pemikiran dan konsep-konsep tentang
ruang publik dari para warga pengkonsumsi pinang. Oleh karena itu
komparasi yang ada dalam pemikiran warga masyarakat dengan konsep
modernitas (kota modern) selalu akan menghasilkan banyak ragam wacana
2 Tidak ada peraturan atau perundang-undangan yang legal (state), namun sebatas plakat-plakat(literarische Offentlichkeit) pada ruang publik yang dibuat berdasarkan kebijakan publik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
159
(polivocality) pada ruang publik politik, literer, mau pun perepresentasian
publik dalam geografis Kota Manokwari.
Polivocality menjadi sebuah indikasi adanya keberagaman konsep dan
pemikiran pragmatis dalam budaya masing-masing subyek yang berada
dalam proses evolusi sosial, karena dalam kenyataannya masing-masing
pihak tidak dapat mempertahankan atau pun meleburkan diri secara total.
Sebagaimana pendapat Bhabha,3 yakni bahwa klaim terhadap sebuah
hierarki “kemurnian” menjadi tidak dapat dipertahankan lagi, karena
identitas kultural selalu berada dalam wilayah kontradiksi dan ambivalensi.
Maka dalam sentimental stigmatisasi budaya konsumsi pinang dan juga
konsep-konsep modernitas pada benak kaum migrant yang berdomisili di
Manokwari, tidak bisa mengklaim sebuah keberhasilan (kemenangan)
mutlak, karena sebenarnya bukan tidak ada yang “berubah”, melainkan ada
perpindahan-perpindahan otoritas beserta kewenangan yang bergulir secara
terus menerus (kontinuitas), sejalan dengan dialektika negosiasi serta
pergulatan strategi dan taktik pada ruang publik tandingan.
Dinamika interaksi komunikasi, konstruksi wacana,
subyektifikasi/karakterisasi yang terjadi dalam keseharian hidup warga
masyarakat tetap menjadi bagian melekat tak terpisahkan dan
berpartisipatoris dalam proses pembentukan Ruang Publik Kota Manokwari.
3 Bdk.Leela Gandhi. 1998. Teori Poskolonial. Upaya Meruntuhkan Hegemoni Barat. Yogyakarta:Penerbit Qalam, hal.viii.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
160
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Anderson, Benedict. 2001. Imagined Communities. Komunitas-KomunitasTerbayang, Yogyakarta : INSIST.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Manokwari. 2014. KabupatenManokwari dalam Angka 2014. Manokwari: BPS Kab. Manokwari.
Barker, Chris. 2014. Kamus Kajian Budaya. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Bhabha, Homi. K. 2007. The Location of Culture. London and New York:Routledge.
Buchanan, Ian. 2000. Michel de Certeau Cultural Theorist. NottinghamTrent University.
David S. Moyer, Henri J.M. Claessen and, (ed.). 1988. Verhandelingen vanHet Koninklijk Instituut Voor Taal, Land – en Volkenkunde. 131. TimePast, Time Present, Time Future Perspectives on Indonesian Culture.Dordreht-Holland / Providence –USA: Foris Publications.
de Certeau, Michel. 1984. The Practice of Everyday Life. University ofCalifornia Press, Berkeley.
Gandhi, Leela, 1998. Teori Poskolonial. Upaya Meruntuhkan HegemoniBarat. Yogyakarta: Penerbit Qalam.
Habermas, Jurgen. 1989. Ruang Publik. Sebuah Kajian Tentang KategoriMasyarakat Borjuis. Yogyakarta: Kreasi Wacana. (terj.Yudi Santoso).
Hardiman, F. Budi. (ed.). 2010. Ruang Publik. Melacak “PartisipasiDemokratis” dari Polis sampai Cybercpace. Yogyakarta: Kanisius
Highmore, Ben. 2006. Michel de Certeau Analysing Culture. ContinuumInternational Publishing Group, New York.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
161
Husna, dan Bobin AB (penyalin). Candi Sukuh dan Kidung Sudamala.Diterbitkan oleh Proyek Pengembangan Media Kebudayaan Ditjen.Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan R.I. (tanpatahun)
Jean Gelman Taylor, Kees van Dijk and, (ed.) 2011. Cleanlines and CultureIndonesian Histories. Leiden: KITLV Press
Kluge, Oskar Negt and Alexander. 1993. Public Sphere and Experience:Toward an Analysis of the Bourgeois and Proletarian Public Sphere,translated by Peter Labanyi, Jamie Owen Daniel and Assenka Oksiloff.Minneapolis: University of Minnesota Press. p. 12 (first published inGermany in 1972.)
Miller, Toby. 2007. Cultural Citizenship: Cosmopolitanism, Consumerism,and Television in a Neoliberal Age. Philadelphia: Temple UniversityPress.
Moleong, Lexy J. 1993. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PTRemaja Rosdakarya.
Northold, Henk Schulte. (ed.). 1997. Outward Appearances. Dressing Stateand Society in Indonesia. Diterjemahkan oleh M. Imam Aziz.Yogyakarta: LKiS.
Saukko, Paula. 2003. Doing Research in Cultural Studies. An Introduction toClassical and New Methodological Approaches. London. ThousandOaks. New Delhi : SAGE Publications.
Siahainenia, James J. J. Carel. 2000. Potensi dan Prospek Pinang Sirih (Arecacatechu) di Desa Rimba Jaya Kecamatan Biak Timur Kabupaten BiakNumfor. Manokwari: Fakultas Pertanian Universitas Cenderawasih.
Sunardi, St. (2003). Opera Tanpa Kata. Yogyakarta: Buku Baik.
Suryawan, I Ngurah. 2013. Kritis, Jurnal Studi Pembangunan Interdisiplin,Vol. XXII, No. 1. Siasat Rakyat di Garis Depan Global: Politik RuangPasar dan Pemekaran Daerah di Tanah Papua. Salatiga: ProgramPascasarjana Universitas Kristen Satya Wacana.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
162
Suryawan, I Ngurah (ed). 2011. Narasi Sejarah Sosial Papua. Bangkit danMemimpin Dirinya Sendiri. Malang: Intrans Publishing.
Yoman, Socrates Sofyan, 2007. Pemusnahan Etnis Melanesia MemecahKebisuan Sejarah Kekerasan di Papua Barat. Yogyakarta: GalangPress.
Yuniarti, Fandri. (ed). 2009. Ekspedisi Tanah Papua. Laporan JurnalistikKompas. Terasing di Tanah Sendiri. Jakarta : Penerbit Buku Kompas.
Tesis dan Jurnal :
Burke, Peter. 2002. The Art of Re-Interpretation Michel de Certeau. A Jurnalof Social and Political Theory. No. 100, History, Justice andModemization.
Damajani, RR. Dhian, 2007. Jurnal Institut Teknologi Bandung (ITB).Hidden-Order dan Hidden-Power pada Ruang Terbuka Publik, StudiKasus: Lapangan Cikapundung, Bandung . J. Vis. Art. Vol. 1 D. No.3.
Heatubun, Charlie D, 2011. Jurnal Phytotaxa 28. Seven New Species 0f Areca( Arecaceae). Published: Magnolia Press.
Situs :
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Manokwari 2015. Tabel6.1. Tahapan Pelaksanaan Pembangunan (Indikasi Program)Perwujudan Struktur Ruang Wilayah.
BALTYRA.com. Kota Manokwari dan Ransiki. (20 Februari 2015). Pelancongke berbagai penjuru dunia, berasal dari Purwodadi dan tinggal di Solo
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
163
Jawa Tengah. Bekerja pada lembaga pemerhati pendidikan. (6Nopember 2015)
MEDIAPAPUA.com. (17/10/2015). Kementrian PU Turut Berperan DalamUpaya Pengembangan Ruang Publik.
Tabloidjubi (Papua). Tulisan Dominggus Mampioper.Transmigrasi danMigrasi di Tanah Papua. (28 Nopember 2012).
tanamandanobat.blogspot.co.id/2008/12/pinang.html. 2 Desember 2008. (14-10-2015)
Website Pemerintah Propinsi Papua Barat: www.papuabaratprov.go.id (14Agustus 2015)
www.deherba.com . Copyright 2015 PT Deherba Indonesia – Pakuan Hill,Livistona Blok C No. 18, Bogor 16137. (14-10-2015)
www.komnas.tpnpb.net. (Komando Nasional Tentara Pembebasan NasionalPapua Barat)
www.kompasiana.com (30 Sept 2015).Penyediaan Ruang Publik UntukMewujudkan Masyarakat yang Berkelanjutan. (29 Nop 2015)
www.kompasiana.com/www.teguhhariawan/leitmotiv-panduan-membaca-relief-552b20f5f17e610f74d623bf
www.google.co.id/search?q=buah+pinang. (7 Nopember 2015)
www.google.com/search?q=dilarang+makan+pinang&client=firefox-beta&rls=org.mozilla: (02 Nopember 2015)
www.google.com/search?q=gambir+sirih+pinang. (6 Nopember 2015)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
164
DAFTAR NARASUMBER
Narasumber
Narasumber 1: Seorang tokoh masyarakat Asli Sidey Pantai Manokwari, KepalaBagian Arsip dan Perpustakaan Daerah Kabupaten Manokwari.(55 tahun)
Narasumber 2: Seorang misionaris Augustinian asal Belanda, pemerhati masalahsosial dan budaya masyarakat Papua yang telah berpuluh-puluhtahun berkarya di Tanah Papua (69 tahun).
Narasumber 3: Kepala Bidang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dariDinas Perdagangan Kabupaten Manokwari.
Narasumber 4: Seorang penjual pinang kering (gebe) di Pasar Tingkat SanggengManokwari. Distrik Manokwari Barat.
Narasumber 5: Seorang penjual pinang buah (basah) di Pasar Tingkat SanggengManokwari. Distrik Manokwari Barat.
Narasumber 6: Pimpinan agent dan distributor rokok dari CV.Sinar Surya Mandiri(SSM) Manokwari. Distrik Manokwari Barat. (53 tahun).
Narasumber 8: Seorang gadis kecil Kelas 5 Sekolah Dasar dari Kampung MaripiDistrik Manokwari Selatan.
Narasumber 9: Seorang gadis kecil Kelas 4 Sekolah Dasar r dari Kampung MaripiDistrik Manokwari Selatan.
Narasumber 10:Kepala Sub Bagian Tata Ruang Badan Perencanaan PembangunanDaerah (Bappeda) Kabupaten Manokwari.
Narasumber 11:Seorang Mama Papua yang sudah sejak kecil mengkonsumsipinang dari Distrik Manokwari Selatan (54 tahun).
Narasumber 12:Seorang Tokoh Masyarakat, Anak seorang Pahlawan Nasionaldari Papua, Pensiunan Pegawai Negeri Sipil (67 tahun).
Narasumber 13:Seorang Staf Ahli Gubernur Papua Barat Bidang Ekonomi danKeuangan. Propinsi Papua Barat (54 tahun).
Narasumber 14:Seorang bapak yang kesehariannya sebagai seorang nelayan dariBandung Bahari Manokwari (60 tahun).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
165
Narasumber 15:Seorang ibu rumah tangga yang mengkonsumsi pinang sejaksekolah di Taman Kanak-Kanak (25 tahun).
Narasumber 16:Seorang Staf Kantor Distrik Manokwari Timur, dalam jabatansebagai Staf Bidang Pemerintahan. (40 tahun).
Narasumber 17:Seorang Mahasiswa Jurusan Sistem Informasi pada UniversitasMercu Buana Yogyakarta, berasal dari Kabupaten Teluk BintuniPapua Barat. (19 tahun).
Narasumber 18:Seorang warga Babarsari Yogyakarta, pensiunan pegawai Telkomdi Jayapura (1982-1995). (62 tahun).
Narasumber 19:Seorang pegawai pada Lembaga Badan Pengawas Pemilu(Bawaslu) Propinsi Papua Barat. (25 tahun).
Narasumber 20: Seorang wartawati senior pada Stasiun Regional RRI ManokwariPapua Barat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
166
LAMPIRAN PERSURATAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
167
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
168
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
169
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
top related