dinamika pendidikan islam
Post on 26-Dec-2015
75 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PEMBAHASAN
Pada pembahasan ini, penulis akan mengkaji dinamika pendidikan Islam
pada periode Rasulullah, Khulafaurrasyidin, bani Umayyah, dan bani Abbasiyah.
A. Periode Rasulullah saw.
Pada zaman Rasulullah saw., pendidikan Islam dilaksanakan pada dua
periode, yaitu periode Makkah dan periode Madinah. Periode Makkah sebagai
fase awal pembinaan pendidikan Islam dan berpusat di Makkah, sedangkan
periode Madinah sebagai fase lanjutan pembinaan pendidikan Islam sekaligus
sebagai pusat kegiatannya.
I. Pendidikan
Nabi bersabda, "belajarlah pengetahuan, karena belajar itu adalah
perbuatan baik, yang belajar itu (dengan orang lain) adalah tasbih (pemuliaan
Allah), belajar itu adalah jihad, mengajarkannya kepada orang-orang yang tidak
tahu itu adalah amal, karena itu adalah manifestasi dari halal (hal halal) dan haram
(hal-hal yang melanggar hukum).
Nabi bersabda "pengetahuan tidak mati dengan meninggalnya seseorang,
tapi pengetahuan akan mati, sampai ketika tidak ada salah satu dari mereka, orang
bodoh yang diminta untuk memberikan fatwa tanpa pengetahuan maka orang
tersebut tersesat dan menyesatkan orang lain.2
Adapun prinsip pertama tentang sifat "pengetahuan" atau "belajar", harus
dipahami bahwa semua yang dimaksud dengan istilah pengetahuan dan
pembelajaran agama. Jika untuk tujuan pengajaran dan memperoleh pengetahuan
ini, mata pelajaran lain harus dikuasai, mereka dianggap hanya tambahan,
memfasilitasi pencapaian tujuan utama. Prinsip kedua sangat dimodifikasi, tetapi
selalu dengan sanksi otoritatif. Dengan demikian, orang-orang yang bertentangan
dengan tradisi, dipaksa oleh keadaan untuk menerima hadiah materi untuk
mengajar.3
1. Pelaksanaan Pendidikan Islam di Makkah
2 Baqir Shareef al-Qurashi, The Life Muhammad, (Iran:Quds Press, 2000) hal. 377-3783 A.L Tibawi, Arabic and Islamic Themes, (London:Luzac & Company LTD, 1974) hal. 188
1
Sebelum Muhammad saw. memulai tugasnya sebagai rasul, yaitu
melaksanakan pendidikan Islam terhadap umatnya, Allah telah mendidik dan
mempersiapkannya untuk melaksanakan tugas tersebut secara sempurna, melalui
pengalaman, pengenalan serta perannya dalam kehidupan masyarakat dan
lingkungannya.
Rasulullah Saw., berusaha mengadakan penyesuaian diri dengan
masyarakat lingkungannya tetapi tidak larut ke dalam kondisi dan keadaan
lingkungannya. Dengan potensi fitrahnya yang luar biasa ia mampu
mempertahankan keseimbangan dirinya untuk tidak terbawa arus budaya
masyarakatnya. Rasulullah mampu menemukan mutiara-mutiara Ibrahim yang
sudah tenggelam dalam lumpur budaya masyarakatnya. Di antara tradisi yang
terdapat dalam masyarakat yang merupakan warisan Ibrahim adalah tradisi
berkhalwat dan mendekatkan diri kepada Tuhan dengan bertapa dan berdo’a
mengharapkan diberi rezki dan pengetahuan. Muhammad saw. sering melakukan
khalwat untuk mendapatkan petunjuk dan kebenaran dari Tuhan. Tempat
berkhalwat Rasulullah saw. adalah di Gua Hira’ dan di sanalah ia mendapatkan
petunjuk dan kebenaran yang berasal dari Allah swt., ditandai dengan turunnya
Q.S. al-‘Alaq /96 :1-54 sebagai berikut:
﴿ ق� ق� ق� ذ�ي ق ا ق� ب ق� ذ� س� ذ ا س�ا ق� س� ﴿ ١ا ق� ق� ق� س� ذ� ق� ق�ا ذ��ن س ا ق� ق� ق� ﴾٢ ﴿ م" ق� س$ �ق� س ا ق� م ق� ق% س�ا ق� س� ا ﴾٣ ﴿ ذ� ق� ق& س ذ ا ق� � ق ق� ذ�ي ق ا ق� ٤﴾ � ق ق� ﴾
﴿ س� ق� س' ق) س� ق ق�ا ق� ق�ا ذ��ن س ٥ا ﴾“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang
Maha Mulia, yang mengajar manusia dengan perantara qalam. Dia
mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya”5
Kemudian disusul dengan wahyu yang kedua Q.S. al-Muddatstsir/74 : 1- 7
sebagai berikut:
﴿ م� ب( *ق م+ س ا ق,ا (م ق�ا ﴿ ١ق)ا س� ذ� ق�ان ق- س� م� ﴾٢ ﴿ س� ب. ق/ ق- ق� ق ق� ق% ﴾٣ ﴿ س� ب, ق0 ق- ق� ق ق1ا ذ( ق% ﴾٤ ﴿ س� م2 س3 ق-ا ق4 س5 �م ق%ا ﴾٥ ﴿ م� ذ6 س/ ق7 �س ق8 م�9 س+ ق8 �ق ق% ﴾٦﴾
﴿ س� ذ. س: ق-ا ق� ب ق� ذ ٧ق% ﴾“Hai orang yang berselimut. Bangunlah, untuk memberikan peringatan.
Agungkan nama Tuhanmu, dan bersihkan pakaianmu. Dan tinggalkan
4 Chaeruddin B. ,Pendidikan Islam Masa Rasulullah saw, Jurnal Diskursus Islam 423 Volume 1 Nomor 3, Desember 20135 Al-Qur’an Terjemah Indonesia, (Kudus:Menara Kudus, 2006) hal. 597
2
perbuatan dosa, dan jangan engkau memberi, untuk mendapatkan balasan
yang lebih banyak. Dan demi Tuhanmu, bersabarlah”.6
Ayat-ayat tersebut di atas memberi petunjuk kepada Muhammad saw.
tentang apa yang harus dilakukan baik terhadap dirinya maupun terhadap
umatnya. Ayat-ayat itulah yang merupakan petunjuk awal agar Rasulullah saw.,
memberikan peringatan/pengajaran kepada umatnya. Setiap kali beliau menerima
wahyu, segera ia sampaikan kepada umatnya disertai dengan penjelasan-
penjelasan dan contoh-contoh pengamalannya. Disinilah awal pelaksanaan
pendidikan Islam. Rasulullah saw. Melaksanakan pendidikan Islam di Makkah
secara bertahap, sesuai dengan tahapan-tahapan dakwah yang dilakukannya.
H. Soekarno dan Ahmad Supardi mengemukakan tiga tahap pendidikan,
yaitu:
a. Tahap 1 Pendidikan perorangan yang dilakukan secara rahasia.
Setelah turun ayat-ayat yang kedua yaitu Q.S. al-Muddatstsir/74:1-7,
Rasulullah memulai tugasnya untuk menyampaikan risalahnya dengan sembunyi-
sembunyi dan ditujukan kepada keluarganya dan sahabat terdekatnya. Dan yang
pertama menerima seruan itu adalah keluarga di dalam rumahnya sendiri yang
terdiri dari istri beliau St. Khadijah, Ali bin Abi Thalib, dan Zaid Ibnu Tsabit.
Usaha berikutnya adalah ditujukan kepada sahabatnya yang paling dekat dan
paling dipercaya antara lain adalah Abu Bakar, dan sesudah Abu Bakar ditujukan
kepada sahabat-sahabat lainnya dan mereka dikenal al-Sabiqun al-Awwalun.
Pelaksanaan pendidikan dipusatkan di rumah Nabi saw., dan yang menjadi
gurunya adalah Nabi saw. sendiri. Caranya adalah dengan memberikan nasihat-
nasihat yang langsung diamalkan baik yang berkaitan dengan akhlak atau budi
pekerti yang luhur maupun ibadah yaitu menyembah hanya kepada Allah semata
dan menjauhkan diri dari kemusyrikan, takhayul dan khurafat.
Di samping rumah Rasulullah saw., digunakan sebagai tempat pelaksanaan
pendidikan juga dilaksanakan di rumah Al-Arqam bin Al-Arqam. Rumah ini
dipilih oleh Rasulullah saw., selain disebabkan oleh kesetiaan Al-Arqam kepada
beliau dan Islam, juga letaknya sangat baik terlindung dari penglihatan kaum
Quraisy sehingga akan memberikan keamanan dan ketenangan kaum muslimin
6 Ibid., hal. 575
3
yang sedang mengadakan kegiatan dan pertemuan untuk menerima pelajaran atau
wahyu yang disampaikan oleh Rasulullah saw.
b. Tahap II. Menyeru dan mengajak Bani Abdul Muttalib ke dalam Islam.
Tahap kedua ini adalah merupakan tahap permulaan seruan dan ajakan
secara terang-terangan kepada ajaran agama baru ini. Seruan ini ditujukan kepada
keluarga bani Abdul Muttalib, sebahagian diantaranya menyambutnya dengan
baik dan sebahagian yang lain menolaknya, antara lain, seperti Abu Lahab paman
Nabi saw. sendiri beserta isterinya. Seruan secara terang-terangan didasarkan
pada:
a) Q.S. al-Syu’ara’/26: 214-2157
﴿ ق� 1 ذ ق� س� �ق� س ا ق� ق8 ق� ذ;1 ق� س� ذ� ق�ان ﴿ ٢١٤ق% ق� ذ19 ذ� س> م+ س ا ق� ذ� ق� ق' ق. 8 ق ا ذ� ق+ ذ ق� ق= ق9ا ق5 س< ذ? س� ق%ا ﴾٢١٥ ﴾“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, dan
rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-
orang yang beriman”8
b) Sahabat Rasulullah Saw. sudah bertambah banyak jumlahnya, mereka merasa
tidak takut lagi terhadap gangguan dan ancaman kaum kafir Quraisy.
c. Tahap III. Seruan dan ajakan umum
Dalam Q.S. al-Hijr/15: 94,9 disebutkan:
﴿ ق� ذ1$ ذ� س; م+ س ا ذ� ق� س@ ذ� س� ق�ا ق% م� ق� س> م8 ق+ا ذ Aس ق* س: ٩٤ق-ا ﴾“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang
diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik”10
Setelah perintah Allah ini sampai kepada Rasulullah maka beliau mulai
menyeru dan mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk masuk Islam, baik ia
bangsawan, hamba sahaya, orang kaya, orang miskin, maupun pedagang, baik
orang-orang Makkah maupun orang luar Makkah.11 Ajakan menurut islam dari
seseorang kepada orang lain haruslah mengandung perkara yang baik. Adapun
tujuan ajakan itu sendiri terdapat pada ayat al-Qr’an Surat Ar-Ra’d:11, Q.S.
Ibrahim:45, Q.S Al-Imran:28, dan Al-An’am:151-153.12
7 Chaeruddin B. Ibid.,8 Al-Qur’an Terjemah Indonesia, Ibid., hal. 3769 Chaeruddin B. Ibid.,10 Al-Qur’an Terjemah Indonesia, Ibid., hal. 26711 Chaeruddin B. Ibid.,12 ‘Abd al-Wahab bin Ahmad ‘abd al-Wasi’ “Al-Ummatu al-Islamiyyah wa Qadloyaha al-Mu’asyiroh”, (Riyadh:Maktabah al-‘Abikan, 2001) hal. 146 n 181
4
Terdapat salah satu wahyu yang turun kepada Rasulullah adalah dalam
hal da’wah atau mengajarkan ilmu yang ketika itu pada masyarakat makkah
mengalami kekacauan.13 Hal ini menunjukkan bahwa mengajarkan ilmu itu
merupakan perintah dari Allah untuk umatnya.
Pada setiap musim haji Rasulullah mengunjungi kemah-kemah jamaah
haji membicarakan masalah agama dan menyampaikan seruan Islam kepada
mereka. Namun, tidak semua jamaah yang didatangi Rasulullah mau menerima
seruan tersebut, kecuali satu kelompok jamaah haji dari Yasrib yaitu Kabilah
Khazraj. Peristiwa ini merupakan titik balik misi nabi Muhammad saw., beliau
mempunyai tumpuan harapan yang cerah dari umatnya yang telah memiliki
kesiapan mental untuk menerima dan menyebarluaskan ajaran-ajaran Islam di
negerinya.
Mahmud Yunus mengemukakan dua tahap proses pelaksanaan pendidikan
Islam di Makkah yaitu:
Tahap I: Secara sembunyi-sembunyi yaitu kepada karib kerabatnya dan teman-
teman sejawatnya.
Tahap II: Secara terang-terangan kepada seluruh penduduk Jazirah Arab baik
penduduk Makkah maupun dari Luar Makkah.
Dari uraian di atas terdapat perbedaan pendapat para ahli tentang
periode/tahap pelaksanaan pendidikan Islam di zaman Rasulullah saw.
2. Pelaksanaan Pendidikan Islam di Madinah
Periode pendidikan Rasulullah di Madinah selama 10 tahun adalah
kelanjutan dari pendidikan yang telah diterima pada periode Makkah. Jika pada
periode Makkah pendidikan Rasulullah memfokuskan diri pada penanaman
aqidah dan yang berkaitan dengannya, pada periode Madinah lebih merupakan
penyempurnaan proses pendidikan terdahulu, yaitu pembinaan pendidikan
difokuskan pada pendidikan sosial dan politik (dalam arti yang luas). Dalam hal
ini, tujuan pendidikan Rasulullah pada periode Madinah adalah pendidikan
pribadi kader Islam yang diarahkan untuk membina aspek-aspek kemanusiaan
dalam mengelola dan menjaga kesejahteraan alam semesta. Dengan kata lainnya,
periode Madinah adalah periode spesialisasi pendidikan Rasulullah dalam
13 Abdullah Hamid Husain Hamudah, “Tarikh Addaulatul ‘Arabiyah al-Islamiyah”, (Mesir:Al-Khokhiroh, 2005)
5
beberapa bidang yang diperlukan untuk membangun peradaban baru dunia yang
berdasarkan pada wahyu.
Wahyu secara berurutan turun selama periode Madinah, kebijaksanaan
Nabi Muhammad saw., dalam mengajarkan al-Qur‟an adalah menganjurkan
pengikutnya untuk menghafal dan menuliskan ayat-ayat al-Qur‟an sebagaimana
diajarkannya. Nabi sering mengadakan ulangan-ulangan dalam pembacaan al-
Qur‟an, yaitu dalam shalat, dalam pidato, dalam pelajaran- pelajaran, dan lain-lain
kesempatan. Dengan demikian, segala kegiatan yang dilaksanakan oleh nabi
Muhammad saw. bersama umat Islam pada masa itu, dalam rangka pendidikan
sosial dan politik, selalu berada dalam bimbingan dan petunjuk dari wahyu-
wahyu.
Selama proses pendidikan di Madinah, banyak hal yang dilakukan oleh
Rasulullah, yaitu:
1) Karya pertama nabi Muhammad di Madinah ialah membuat landasan yang
kuat bagi kehidupan Islam. Masjid sebagai pusat kegiatan ibadah dan
pengajaran agama Islam didirikan. Di masjid inilah Nabi mengajarkan dan
mengemukakan prinsip-prinsip ajaran Islam. Artinya, pendidikan Islam di
Madinah, proses pembelajarannya pertama kali berlangsung di masjid.
2) Nabi mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Kaum Ansar. Nabi mendirikan
satu persekutuan, yaitu menggabungkan kaum kaya dengan kaum miskin atas
dasar agama.
3) Membuat piagam persaudaraan dengan golongan-golongan penduduk
Madinah non muslim yaitu kaum Yahudi dan kaum Nasrani supaya tidak
saling mengganggu, malah harus hidup rukun dan bekerja sama
mempertahankan kota Madinah. Inilah yang disebut perjanjian atau Piagam
Madinah yang kemudian menjadi modal dasar dicetuskannya “kerukunan
hidup antar umat beragama atau toleransi antara umat Islam dan non Islam.
Pendidikan pertama yang dilakukan oleh Nabi saw., di Madinah ialah
memperkuat persatuan kaum muslimin dan mengikis habis-habisan sisa-sisa
permusuhan dan persukuan. Dengan lahirnya persaudaraan itu bertambah
kokohlah persatuan kaum muslimin. Materi pendidikan di Madinah lebih luas dari
materi pendidikan di Makkah, yakni meliputi antara lain: Aqidah, Ibadah,
6
Muamalah dan pendidikan jasmani (kesehatan). Tujuan utama pendidikan di
Madinah mengarah kepada pembentukan masyarakat Islam dengan asas
pembinaannya adalah: persaudaraan, persatuan, toleransi, tolong-menolong,
musyawarah dan keadilan.
II. Sistem Pendidikan Masa Rasulullah Saw.
Sistem dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan “Seperangkat
unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas”.
Kalau kata sistem dikaitkan dengan kata pendidikan menjadi sistem pendidikan
maka berarti keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu
untuk mencapai tujuan pendidikan. Berbicara tentang sistem pendidikan pada
masa Nabi saw., tidak terlepas dari misi kerasulan Nabi di muka bumi ini. Hal ini
dijelaskan dalam firman- Nya: Q.S. al-Baqarah/2 :15114
﴿ ق� م+و ق� س' ق8 سا منو م/و ق8 س� ق �ا ق م/� م+ ب� ق' م) ق% Cق ق+ س/ Dذ س ق%ا Eق ق7ا ذ/ س ا م� م/ م+ ب� ق' م) ق% س� م/ ب1$ ق4 م) ق% ق9ا ذ8 ق)ا آا س� م/ س1 ق� ق� م�و س7 ق) س� م/ ب�9 �ا م�و ق� س� م/ ذ-1 ق9ا س� ق� س� ق�ا ق+ا ق$١٥١﴾
“Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami
telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat
Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu al-
Kitab dan al-Hikmah (al-Sunnah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang
belum kamu ketahui”15
Berdasarkan ayat di atas, ada empat pendekatan yang digunakan Nabi saw.
dalam mengemban misi sebagai pembawa risalah di muka bumi dalam rangka
mengembangkan dan menyiarkan Islam, ada empat hal yang ditekankan dalam
ayat di atas, yaitu: tilawah, tazkiyah, ta’lim al-Kitab, dan al- Hikmah.16
Bertolak dari pengertian sistem pendidikan yang telah dikemukakan di
atas maka komponen–komponen atau sub sistem pendidikan Islam dari sistem
pendidikan Islam yang dijalankan pada zaman Rasulullah saw., diuraikan sebagai
berikut:
a. Kurikulum Pendidikan
Pada masa klasik, pakar pendidikan Islam menggunakan kata al-maddah
untuk pengertian kurikulum. Karena pada masa itu kurikulum lebih identik
14 Chaeruddin B. Ibid.,15 Al-Qur’an Terjemah Indonesia, Hal. 2316 Chaeruddin B. Ibid.,
7
dengan serangkaian mata pelajaran yang harus diberikan pada murid dalam
tingkat tertentu.
1. Kurikulum pendidikan rendah
Sebelum berdirinya madrasah, tidak ada tingkatan dalam pendidikan
islam, tetapi hanya satu tingkat yang bermula di kuttab dan berakhir di diskusi
halaqah. Tidak ada kurikulum khusus yang diikuti oleh seluruh umat Islam. Di
lembaga kuttab biasanya diajarkan membaca dan menulis di samping Al-qur’an.
Kadang diajarkan bahasa, nahwu dan arudh.
Sedangkan kurikulum yang ditawarkan oleh Ibn Sina untuk tingkat ini
adalah mengajari Al-qur’an, karena anak-anak dari segi fisik dan mental, telah
siap menerima pendiktean, dan pada waktu yang sama diajarkan juga huruf
hijaiyah dan dasar agama kemudian syair berikut artinya. Setelah anak-anak
belajar Al-Qur’an dan dasar agama, kemudian diarahkan untuk mempelajari
sesuatu yang sesuai dengan kecenderungannya.
Kurikulum pada tingkat ini bervariasi tergantung pada tingkat kebutuhan
masyarakat. Karena sebuah kurikulum dibuat tidak akan pernah lepas dari faktor
sosiologis, politis, ekonomis masyarakat yang melingkupinya.
Kurikulum pada tingkat ini tidak dipersiapkan untuk menuju pendidikan
yang lebih tinggi. Ada jurang lebar yang memisah kedua lembaga tersebut
sehingga orang yang ingin belajar setelah tingkat dasar dalam masalah sastra,
kajian keagamaan, hukum dan filsafat, harus menempuh jalur sendiri dan
meminta secara pribadi untuk bergabung dengan halaqah milik seorang syaikh.
2. Kurikulum pendidikan tinggi
Kurikulum pendidikan tinggi, halaqah-kalau mau menyebut demikian-
bervariasi tergantung pada syaikh yang mau mengajar. Para mahasiswa tidak
terikat untuk mempelajari mata pelajaran tertentu, demikian juga guru tidak
mewajibkan kepada mahasiswa untuk mengikuti kurikulum tertentu. Mahasiswa
bebas untuk mengikuti pelajaran di sebuah halaqah dan berpindah dari sebuah
halaqah ke halaqah yang lain, bahkan dari satu kota ke kota yang lain. Menurut
Rahmat, pendidikan jenis ini disebut pendidikan orang dewasa karena diberikan
kepada orang banyak dan tujuan utamanya adalah untuk mengajarkan mereka
mengenai Al-qur’an dan agama. Kurikulum pendidikan tingkat ini dibagi kepada
8
dua jurusan, jurusan ilmu-ilmu agama (al-‘ulum al-naqliyah) dan jurusan ilmu
pengetahuan (al-‘ulum al-aqliyah).
Kedua macam kurikulum ini sejalan dengan dua masa transisi penting
dalam perkembangan pemikiran Islam. Kurikulum pertama adalah sejalan dengan
fase dimana dunia Islam mempersiapkan diri untuk mendalami masalah agama,
menyiarkan dan mempertahankannya. Namun perhatian pada agama itu tidaklah
terbatas pada ilmu agama an sich, tetapi dilengkapi juga dengan ilmu-ilmu
bahasa, ilmu sejarah, hadis dan tafsir. Menurut Mahmud Yunus, kurikulum
jurusan ini adalah tafsir Al-qur’an, hadis, fiqih dan ushul fiqh, nahwu saraf,
balaghah, bahasa dan sastranya.
Kurikulum kedua, yaitu kurikulum ilmu pengetahuan. Ia merupakan ciri
khas fase kedua perkembangan pemikiran umat Islam, yaitu ketika umat Islam
mulai bersentuhan dengan pemikiran Yunani, Persia, dan India. Menurut
Mahmud Yunus, kurikulum untuk pendidikan jenis ini adalah mantiq, ilmu alam
dan kimia, musik, ilmu-ilmu pasti, ilmu-ilmu ukur, ilmu-ilmu falak, ketuhanan,
ilmu hewan, ilmu tumbuh-tumbuhan dan kedokteran.17
b. Komponen Materi Pendidikan Islam
Materi pendidikan Islam di zaman Rasulullah saw., mempunyai perbedaan
dengan pendidikan yang dilaksanakan di Makkah dan di Madinah.
a. Materi pendidikan di Makkah
Materi pendidikan Islam yang ditekankan oleh Rasulullah saw., pada fase
Makkah menurut Zuhairini dkk adalah:
1) Pendidikan Tauhid, dalam teori dan praktik.
Materi ini lebih difokuskan kepada pemurnian ajaran agama yang dibawa
oleh Nabi Ibrahim yang telah banyak menyimpang dari yang sebenarnya. Inti dari
ajaran tersebut adalah ajaran tauhid yang terkandung dalam Q.S. al- Fatihah/1 : 1-
7 dan Q.S. al-Ikhlas/112 : 1-4. Pendidikan tauhid diberikan melalui cara-cara yang
bijaksana menurut akal pikiran dengan mengajak umatnya untuk membaca,
memperhatikan dan memikirkan kekuasaan dan kebesaran Allah swt., serta diri
manusia sendiri. Kemudian beliau mengajarkan bagaimana mengaplikasikan
ajaran tauhid tersebut dalam kehidupan sehari- hari.
17 Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam pada Periode Klasik dan Pertengahan, (Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 2010) hal. 116-121
9
2) Pengajaran al-Qur’an
Tugas Nabi Muhammad saw., di samping mengajarkan tauhid juga
mengajarkan al-Qur’an. Materi ini dirinci kepada materi baca tulis al- Qur’an,
materi menghafal ayat-ayat al-Qur’an, dan materi pemahaman al-Qur’an. Para
sahabat berkumpul membaca dan memahami setiap kandungan ayat. Meskipun
kenyataannya, masyarakat Arab pada masa itu dikenal masyarakat ummi yang
pada umumnya tidak dapat membaca dan menulis, hanya sebagian dari mereka
yang dapat menulis dan membaca. Tradisi budaya lisan yang merupakan warisan
budaya sehingga mereka dikenal sebagai orang yang kuat hafalannya. Dan ini
memberi indikasi bahwa baca tulis belum membudaya dalam kehidupan mereka
sehari-hari, tetapi tidak berarti al-Qur’an tidak ada yang menulisnya, karena
diantara sahabat ada yang pandai menulis.
Mahmud Yunus mengemukakan materi pendidikan pada fase Makkah
adalah sebagai berikut:
a) Pendidikan keagamaan, yaitu hendaklah membaca dengan nama Allah semata-
mata, jangan dipersekutukan dengan nama berhala, karena Tuhan itu Maha Besar
dan Maha Pemurah, sebab itu hendaklah dienyahkan berhala itu sejauh-jauhnya.
b) Pendidikan akliah dan ilmiah, yaitu mempelajari kejadian manusia dari
segumpal darah dan kejadian alam semesta. Alam akan mengajarkan demikian itu
kepada orang-orang yang mau menyelidiki dan membahasnya sedang mereka
dahulu belum mengetahuinya. Untuk mempelajari hal-hal itu haruslah dengan
banyak membaca dan menyelidiki serta memakai pena untuk membaca.
c) Pendidikan Akhlak dan budi pekerti, yaitu si pendidik hendaklah suka
memberi/mengajar tanpa mengharapkan balasan dari orang yang menerima
pemberian itu, melainkan karena Allah semata-mata dan mengharapkan
keridaannya. Begitu juga si pendidik harus berhati sabar dan tabah dalam
melakukan tugasnya.
d) Pendidikan Jasmani (kesehatan), yaitu mementingkan kebersihan, bersih
pakaian, bersih badan dan bersih tempat kediaman. Terutama si pendidik harus
bersih pakaian, suci hati, dan baik budi pekertinya supaya menjadi contoh dan tiru
teladan bagi anak-anak didikannya.
10
Kurikulum Pendidikan Islam pada masa Rasulullah adalah al-Qur’an yang
diturunkan oleh Allah secara berangsur-angsur sesuai kondisi dan situasi serta
peristiwa yang dialami umat saat itu. Karena itu dalam prakteknya tidak saja logis
dan rasional tapi juga secara fitrah dan pragmatis.
b. Materi Pendidikan Islam di Madinah
Materi Pendidikan Islam pada fase ini tidak lagi terbatas pada masalah-
masalah aqidah, ibadah dan akhlak tetapi materinya lebih kompleks dan
cakupannya lebih luas dibanding dengan materi pendidikan Islam pada fase
Makkah. Ciri pokok pembinaan pendidikan Islam di Makkah adalah pendidikan
tauhid (dalam artinya yang luas), sedangkan ciri pokok pendidikan Islam di
Madinah adalah pembinaan pendidikan sosial dan politik (dalam artinya yang luas
pula). Namun kedua ciri pokok tersebut bukanlah merupakan dua hal yang
terpisah antara satu dengan lainnya, artinya bahwa pendidikan sosial politik tetap
harus dilandasi atau dijiwai oleh pendidikan tauhid/aqidah.
Karena itu ruang lingkup materi pendidikan Islam tidak hanya terbatas
pada bidang keagamaan semata, dan juga tidak terbatas pada materi pendidikan
yang diarahkan untuk kehidupan dunia semata, akan tetapi keduanya dipadukan
menjadi satu kebulatan bahan pembelajaran. Konsep pendidikan yang demikian
ini memungkinkan manusia untuk mencapai kesempurnaan kehidupan duniawi
secara individual maupun secara sosial.
Mahmud Yunus mengemukakan bahwa, intisari pendidikan dan
pengajaran Islam yang diberikan Nabi saw., masa Madinah adalah selain
pendidikan keagamaan, pendidikan akhlak, dan pendidikan kesehatan juga
diperluas dengan materi pendidikan syariat yang berhubungan dengan masyarakat,
misalnya:
1) Hal-hal yang berhubungan dengan pergaulan antar sesama manusia, seperti:
hukum perdata.
2) Hal-hal yang berhubungan dengan qisas, seperti: hukum pidana
3) Hal-hal yang berhubungan dengan ekonomi dan pemerintahan.
Zuhairini, mengemukakan bahwa materi pendidikan Islam di Madinah
yang merupakan lanjutan materi pendidikan di Makkah adalah:
a) Pendidikan sosial politik dan kewarganegaraan
11
Materi pendidikan sosial dan kewarganegaraan Islam pada masa ini
(Madinah) adalah pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Konstitusi
Madinah yang dalam praktiknya diperinci lebih lanjut dan disempurnakan dengan
ayat-ayat yang turun selama periode Madinah. Pelaksanaan atau praktik
pendidikan sosial politik dan kewarganegaraan secara ringkas meliputi:
1) Pendidikan ukhuwah (persaudaraan) antar kaum muslimin
2) Pendidikan kesejahteraan sosial, yakni bagaimana memenuhi kebutuhan
pokok sehari-hari.
3) Pendidikan kesejahteraan keluarga kaum kerabat suami, isteri dan anak-
anak), karena inilah yang menjadi inti terbentuknya masyarakat umat manusia
yang lebih luas.
b) Pendidikan Anak
Banyak ayat-ayat al-Qur’an dan hadis Nabi yang memperingatkan
bagaimana seharusnya orang tua memperlakukan anak, antara lain QS. al-
Tahrim/66: 6, Q.S. al-Nisaa’/4: 9. Ayat-ayat tersebut merupakan perintah untuk
mempersiapkan anak dan keturunan menjadi generasi penerus yang mampu
bertanggung jawab dalam mengemban tugas-tugas dan menjawab tantangan
zaman dengan sebaik-baiknya.
Anak atau keturunan adalah penerima warisan nilai dan budaya dari
generasi sebelumnya. Dalam Islam anak adalah pewaris ajaran Islam yang akan
melanjutkan misi menyampaikan ajaran Islam ke seluruh penjuru dunia. Bangsa
Arab sebelum datangnya Islam memandang anak sebagai beban keluarga,
memperlakukan anak semaunya terutama anak perempuan. Bahkan jika mereka
merasa anaknya sebagai beban yang memberatkan, tidak segan-segan
membunuhnya, memandang sangat rendah anak-anak perempuan bahkan mau
menguburkannya hidup-hidup. Kondisi seperti inilah harus dirubah dengan
pendidikan Islam.
Materi pendidikan anak dalam Islam yang dicontohkan oleh Nabi saw.
sebagaimana diisyaratkan dalam Q.S. Lukman/31: 13-19, adalah sebagai berikut:
1) Pendidikan tauhid, yaitu menanamkan keimanan kepada Allah sebagai Tuhan
yang Maha Esa.
12
2) Pendidikan salat. Rasulullah saw. memerintahkan agar anak yang berumur 7
tahun sudah mulai dididik, dilatih, dan dibiasakan melaksanakan salat.
3) Pendidikan adab sopan santun dalam keluarga
4) Pendidikan adab sopan santun dalam bermasyarakat (kehidupan sosial)
5) Pendidikan kepribadian.
c) Pendidikan Hankam (pertahanan dan keamanan) dan dakwah Islam
Masyarakat kaum muslimin merupakan satu negara berdaulat di bawah
pimpinan dan bimbingan Rasulullah saw., untuk memperkuat kedaulatan tersebut
Rasulullah saw., mengajak orang-orang untuk menganut agama Islam dengan
memberikan penjelasan kepada mereka, dan meyakinkan tentang kebaikan dan
kebenaran ajaran Islam dibanding dengan ajaran agama mereka.18
Pada masa ini, macam-macam ilmu pengetahuan yang berkembang dan
sekaligus menjadi materi pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
1) Al-‘Ulum al-Islamiyah, yakni ilmu-ilmu yang dihayati oleh Islam, meliputi:
ilmu-ilmu Al-Qur’an, Hadits, Fikih, Lughah, dan Tarikh. Ilmu-ilmu ini juga
disebut “al-Adab al-Islamiyah” atau “al-“Ulumul al-Naqliyah”.
2) Al-Adab al-Arabiyah, syair dan khitabah, yang di zaman Jahiliyah telah ada
dan kemajuannya memuncak di zaman permulaan Islam. Kerena itu ilmu-
ilmu ini juga disebut “Al-Adab al-Jahiliyah”.
3) Al-‘Ulum al-‘Aqliyah, yaitu ilmu-ilmu thib, handasah, falsafah, falak, dan
segala macam “al-‘Ulum al-thabi’iyyah” dan “al-‘Ulum al-riyadliyah”.19
III. Lembaga Pendidikan Islam di zaman Rasulullah
Lembaga pendidikan Islam yang dimaksud dalam makalah ini adalah
tempat berlangsungnya proses pendidikan. Di zaman Rasulullah saw., tempat
berlangsungnya pendidikan Islam adalah:
a. Shuffah
Pada masa Rasulullah saw., shuffah adalah suatu tempat yang telah dipakai
untuk aktivitas pendidikan. Biasanya tempat ini menyediakan pemondokan bagi
pendatang baru dan mereka yang tergolong miskin. Di sini para siswa diajarkan
membaca dan menghafal Al-Qur’an secara benar dan hukum Islam di bawah
18 Chaeruddin B. Ibid.,19 Tim Dosen IAIN Sunan Ampel-Malang, Dasar-Dasar Kependidikan Islam, (Surabaya:Karya Aditama, 1996) hal. 110
13
bimbingan langsung dari nabi. Pada masa itu setidaknya telah ada 9 shuffah yang
tersebar di kota Madinah. Salah satu diantaranya berlokasi di samping masjid
Nabawi. Rasulullah saw. mengangkat Ubaid ibn Al-Samit sebagai guru pada
sekolah shuffah di Madinah. Dalam perkembangan berikutnya, sekolah shuffah
juga menawarkan pelajaran dasar-dasar berhitung, kedokteran, astronomi,
geneologi, dan ilmu fonotik.
b. Kuttab/Maktab
Kuttab/Maktab berasal dari kata dasar yang sama, yaitu kataba yang
artinya menulis. Sedangkan kuttab/maktab berarti tempat untuk menulis, atau
tempat dimana dilangsungkan kegiatan tulis menulis. Kebanyakan para ahli
sejarah pendidikan Islam sepakat bahwa keduanya merupakan istilah yang sama,
dalam arti lembaga pendidikan Islam tingkat dasar yang mengajarkan membaca
dan menulis kemudian meningkat pada pengajaran Al-Qur’an dan pengetahuan
agama tingkat dasar. Namun Abdullah Fajar membedakannya, ia mengatakan
bahwa maktab adalah istilah untuk zaman klasik, sedangkan kuttab adalah istilah
untuk zaman modern.
Sejak abad ke-8, kuttab mulai mengajarkan penetahuan umum disamping
ilmu agma. Hal ini terjadi akibat adanya persentuhan antara Islam dengan warisan
budaya Helenisme sehingga banyak membawa perubahan dalam bidang
kurikulum pendidikan Islam. Bahkan dalam perkembangan berikutnya kuttab
dibedakan menjadi dua, yaitu kuttab yang mengajarkan pengetahuan nonagama
(secular learning) dan kuttab yang mengajarkan ilmu agama (religious learning).
Mengenai waktu belajar di kuttab, Muhammad Yunus menyebutkan
dimulai hari Sabtu pagi hingga Kamis siang dengan waktu sebagai berikut:
1. Alqur’an : Pagi s.d Dhuha
2. Menulis : Dhuha s.d Zuhur
3. Gramatikal Arab, Matematika, Sejarah : Ba’da Zuhur s.d siang
c. Halaqah
Halaqah artinya lingkaran. Artinya, proses belajar mengajar disini
dilaksanakan di mana murid-murid melingkari gurunya. Seorang guru biasanya
duduk di lantai menerangkan, membacakan karangannya, atau memberikan
komentar atas karya pemikiran orang lain. Kegiatan halaqah ini bisa terjadi di
14
masjid atau di rumah-rumah. Kegiatan di halaqah ini tidak khusus untuk
mengajarkan atau mendiskusikan ilmu agama, tetapi juga ilmu pengetahuan
umum, termasuk filsafat. Oleh karena itu, halaqah ini dikelompokkan kedalam
lembaga pendidikan yang terbuka terhadap ilmu pengetahuan umum. Dilihat dari
segi ini, halaqah dikategorikan kedalam lembaga pendidikan tingkat lanjut yang
setingkat dengan college.
d. Majlis
Istilah majlis telah dipakai dalam pendidikan sejak abad pertama Islam.
Mulanya ia merujuk pada arti tempat-tempat pelaksanaan belajar mengajar. Pada
perkembangan berikutnya di saat dunia pendidikan Islam mengalami zaman
keemasan, majlis berarti sesi dimana aktifitas pengajaran atau diskusi
berlangsung. Dan belakangan majlis diartikan sebagai sejumlah aktivitas
pengajaran, sebagai contoh, majlis Al-Nabi, artinya majlis yang dilaksanakan oleh
nabi. Seiring dengan perkembangan pengetahuan dalam Islam, majlis digunakan
sebagai kegiatan transfer ilmu pengetahuan sehingga majlis banyak ragamnya.
e. Masjid
Masjid menjadi pusat kegiatan dan informasi berbagai masalah kaum
muslimin, baik yang menyangkut pendidikan maupun sosial ekonomi. Namun.
Yang lebi penting adalah sebagai lembaga pendidikan. Sebagai lembaga
pendidikan masjid pada awal perkembangannya dipakai sebagai sarana informasi
dan penyampaian doktrin ajaran islam.20
IV. Metode Pendidikan Islam Zaman Rasulullah
Nabi mempunyai metode yang indah dalam pendidikan, tentang moral dan
keesaan Tuhan. Metode yang sempurna yang bisa meningkatkan manusia untuk
posisi mulia dan mengambil kebajikan.21
Menurut Najib Khalid al-Amar dalam bukunya, Tarbiyah Islamiyah,
bahwa metode pendidikan Islam yang dilakukan Rasulullah saw. pada periode
Mekah dan Madinah, adalah:
1. Melalui teguran langsung,
20 Abudin Nata, Ibid., hal. 32-37 21 Baqir Shareef al-Qurashi, Ibid., hal. 371
15
Dari hadits Rasulullah saw., Umar bin Salamah berkata, “Dulu aku
menjadi pembantu di rumah Rasulullah saw., ketika makan, biasanya aku
mengulurkan tanganku ke berbagai penjuru”. Melihat hal itu beliau berkata,
“Hai ghulam, bacalah bismilah, makanlah dengan tangan kananmu, dan
makanlah apa yang ada di dekatmu”
2. Melalui sindiran.
Rasulullah saw. bersabda,
“Apa keinginan kaum yang mengatakan begini begitu? Sesungguhnya aku
shalat dan tidur, aku berpuasa dan berbuka, dan aku pun menikahi wanita.
Maka barang siapa yang tidak senang dengan sunahku berarti dia bukan
golonganku”
Menurut Najib Khalid al-Amir, mengatasi kesalahan anak didik melalui
sindiran dapat menjaga wibawa anak di mata teman-temannya, sehingga dia tidak
rendah diri. Hal itu mengisyaratkan bahwa upaya meluruskan kesalahan anak
didik jangan dilakukan dengan cara menjatuhkan mentalnya karena itu dapat
menimbulkan berbagai kelainan mental.
3. Pemutusan dari jamaah
Pernah Ka’b bin Malik tidak ikut beserta Rasulullah saw.dalam perang
Tabuk. Dia berkata,
“Nabi melarang sahabat lainnya berbicara dengan aku. Disebutkan bahwa
pemutusan hubungan itu berlangsung selama lima puluh malam” (HR. Bukhari)
Menurut Najib Khalid, kisah Ka’ab ini mencerminkan bahwa orang yang
salah akan merasakan kesalahannya secara langsung ketika jamaah memutuskan
hubungan dengan dia sehingga perilakunya lurus kembali. Dan dengan metode
ini, seseorang akan merasakan arti penting jamaah. Pemutusan hubungan juga
berkaitan dengan seberapa besar ketaatan dan kedisiplinan peserta didik terhadap
orang tua dan pendidiknya. Manfaat lain dari pemutusan hubungan ini adalah
peserta didik akan lebih berhati-hati dalam bertindak, sehingga benar-benar segala
tingkah lakunya dijalankan berdasarkan pertimbangan.
4. Melalui pemukulan
Dari Umar ibn Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya disebutkan,
Rasulullah saw. bersabda,
16
“Perintahkanlah anak-anakmu mengerjakan dari usia tujuh tahun, dan pukullah
mereka kalau enggan mengerjakannya pada usa sepulu tahun, serta pisahkan
mereka dari tempat tidur”
Menurut Najib Khalid, menghukum dengan pukulan adalah alternatif
terakhir yang dapat dilakukan ketika seluruh sarana peringatan tidak mempan lagi.
Ada beberapa etika yang harus diperhatikan oleh pendidik dalam melaksanakan
hukum pukul ini. Diantaranya:
Pendidik dilarang memukul kecuali jika seluruh sarana peringatan tidak
mampu lagi untuk memperbaiki tingkah laku peserta didik.
Tidak boleh memukul dalam keadaan marah. Hal ini didasarkan pada sabda
Rasulullah saw.: Jangan marah. (HR. Bukhari)
Pemukulan tidak boleh dilakukan pada tempat yang berbahaya, misalnya
muka. Rasulullah saw., bersabda: jika salah seorang dari kamu memukul,
maka jauhilah muka (H.R. Abu Daud)
Disarankan pukulan tidak keras dan tidak menyakitkan. Hendaklah sebelum
memukul, sang pendidik terlebih dahulu melakukan hitungan satu sampai
tiga, untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik agar segara
memperbaiki kesalahannya.
Jika sang pendidik melihat bahwa dengan hukuman memukul belum
membuahkan hasil yang diinginkan, maka ia tidak boleh meneruskannya dan
harus mencari alternatif pemecahan lain.
5. Melalui perbandingan kisah orang-orang terdahulu.
6. Menggunakan kata isyarat, misalnya merapatkan dua jari sebagai isyarat
perlunya menggalang persatuan.
7. Keteladanan. Setiap apa yang disampaikan Rasulullah saw. maka yang
menjadi uswahnya adalah Rasulullah saw. sendiri.22
Metode mengajarkan agama Islam yang digunakan pada zaman Rasulullah
saw. sebagaimana yang dikemukakan oleh Mahmud Yunus adalah:
a. Tanya jawab, khususnya yang berkaitan dengan masalah keimanan.
b. Demonstrasi, memberi contoh, khususnya yang berkaitan dengan masalah
ibadah (seperti: shalat, haji, dan lain-lain)
22 Muhammad Zaairul Haq, Muhammad saw sebagai Guru, (Bantul:Kreasi Wacana, 2010) hal. 144-149
17
c. Kisah-kisah umat terdahulu, orang-orang yang taat mengikuti Rasul dan
orang-orang yang durhaka dan balasannya masing-masing seperti: kissah
Qarun, kissah Musa, dan lain-lain. Metode ini digunakan khususnya dalam
masalah akhlak.
Selain metode-metode mengajar yang dikemukakan di atas masih banyak
metode mengajar pendidikan Islam yang digunakan oleh Rasulullah saw., yang
bersumber dari ayat-ayat al-Qur’an, antara lain sebagai berikut:
a. Metode hikmah, memberi nasihat/ceramah dan dialog/diskusi (Q.S. al-
Nahl/16: 125)
b. Metode demonstrasi (Q.S. al-Maidah/5:27-31)
c. Metode pembiasaan (Q.S. al-Nisa/4:43, Q.S al-Baqarah/2:219 dan al-
Maidah/5:90)
d. Metode perumpamaan (Q.S. al-Baqarah/2:261)
e. Metode eksperimen (Q.S. al-Rum/30:50).
f. Metode keteladanan (Q.S. al-Shaf/61:2-3).23
Metode pengajaran yang paling utama adalah membaca dan menghafal Al-
Qur’an dan puisi-puisi kuno. Pada awalnya, siswa menuliskan pelajaran mereka
dengan jari di atas pasir. Kemudian, lembaran yang terbuat dari tanah liat menjadi
populer, dan dengan masuknya kertas dari Timur pada bad ke-8, pelajar dapat
menyimpan catatan mereka dalam bentuk manuskrip. Oleh karena latar belakang
tradisi oral yang panjang, maka pendidikan mendorong sisiwa untuk mengahafal
Al-Qur’an dan sebanyak mungkin materi pelajaran yang lain.24
V. Pendidik dan Peserta Dididk
Dalam suatu proses pendidikan termasuk pendidikan Islam, faktor
determinan adalah faktor pendidik dan peserta didik. Pendidik di zaman
Rasulullah saw. adalah Nabi sendiri. Menjadi guru merupakan tugas yang
diemban oleh Rasulullah saw., sebagaimana diisyaratkan lewat firman-Nya Q.S.
Ali Imran/3 : 16425
سا منو ق$ا ذ�ا� ق% Cق ق+ س/ Dذ س ق%ا Eق ق7ا ذ/ س ا م� م, م+ ب� ق' م) ق% س� ذ, ب1$ ق4 م) ق% Hذ ذ8 ق)ا آا س� ذ, س1 ق� ق� م�و س7 ق) س� ذ, �ذ م? ق�ان س� ب� �ا م�و ق� س� ذ, ذ-1 Iق ق' ق Jس ذ�ا ق� ذ19 ذ� م+> س ا ق�ى ق� Hم � ا �ق ق� س* ق& ق ﴿ ق� ذ.1 �م Lق قOلا ذ?ي ق Qم س. ق� ١٦٤ذ�� ﴾
23 Chaeruddin B. Ibid.,24 Carles Michael Stantion, Ibid., hal. 2225 Chaeruddin B. Ibid.,
18
“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman
ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka
sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan
(jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah. Dan
sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar
dalam kesesatan yang nyata”26
Pada masa awal Islam, nabi Muhammad saw. sendiri yang menjadi guru.
Beliaulah yang menyampaikan wahyu kepada sahabat-sahabatnya dan
menjelaskan makna yang dikandung di dalamnya. Selanjutnya dibantu oleh
sahabat-sahabatnya yang telah dikader dan dididik oleh beliau, termasuk isteri-
isteri beliau sendiri. Khusus untuk pendidikan membaca dan menulis Nabi saw.
memanfaatkan tenaga-tenaga non muslim, termasuk tawanan perang Badar.
Guru pada zaman ini tidak mengharapkan imbalan jasa, tetapi mereka
mengajar untuk mencari keridhaan Allah swt. dan dengan tekad menyiarkan
ajaran agama Islam. Rasulullah juga terkadang mengutus sahabat-sahabatnya
untuk mengajarkan agama Islam di luar kota Madinah.
Adapun yang menjadi peserta didik adalah sahabat-sahabat Nabi saw., dan
umat Islam pada umumnya, terutama orang-orang yang baru masuk Islam agar
mereka dapat memahami ajaran Islam dengan baik dan mengamalkannya dalam
kehidupannya sehari-hari.27
B. Periode Khulafaurrasyidin
Pola pendidikan pada masa Abu Bakar as-sidiq masih seperti pada zaman
nabi Muhammad, bak dari segi materi maupun lembaga pendidikannya. Dari segi
materi pendidikan Islam terdiri dari pendidikan tauhid atau keimanan, akhlaq,
ibadah, kesehatan, dan lain sebagainya.
1. Pendidikan keimanan, yaitu menanamkan bahwa satu-satunya yang wajub
disembah adalah Allah.
2. Pendidikan akhlaq, seperti adab masuk rumah orang lain, sopan santun
bertetangga, bergaul dengan masyarakat, dan lain sebagainya. Pendidikan
ibadah seperti pelaksanaan shalat dan puasa.
26 Al-Qur’an Terjemah Indonesia, Hal 7127 Chaeruddin B. Ibid.,
19
3. Kesehatan seperti tentang kebersihan, gerak-gerik dalam shalat merupakan
didikan untuk memperkuat jasmani dan rohani.
Pada perspektif kurikulum masa khalifah Umar ibn Khatthab, mata
pelajaran yang diberikan adalah membaca dan menulis al-qur’an dan
menghafalnya serta belajar pokok-pokok agama Islam. Pendidikan pada masa
Umar bin Khattab ini lebih maju dibandingkan dengan masa sebelumnya. Pada
masa ini tuntutan untuk belajar bahasa Arab juga sudah mulai tampak, orang
yang baru masuk Islam dari daerah yang ditaklukkan harus belajar bahasa Arab,
jika ingin belajar dan memahami pengetahuan Islam. Oleh karena itu, pada masa
kekhalifahan Umar bin Khathab sudah terdapat pengajaran bahasa Arab.
Mhd. Dalpen dalam konteks ini menyimpulkan bahwa pelaksanaan
pendidikan di masa khalifah Umar ibn Khattab lebih maju, sebab selama Umar
bin Khattab memerintah negara berada dalam keadaan stabil dan aman. Lebih
lanjut Mhd. Dalpen mengatakan di samping telah ditetapkannya masjid sebagai
pusat pendidikan, juga telah terbentuknya pusat-pusat pendidikan Islam
diberbagai kota dengan materi yang dikembangkan, baik dari segi ilmu bahasa,
menulis, dan pokok ilmu-ilmu lainnya. Pendidikan dikelola dibawah pengaturan
gubernur yang berkuasa saat itu, serta diiringi kemajuan di berbagai bidang,
seperti jawatan pos, kepolisisan, baitulmail, dan sebagainya. Adapun sumber gaji
para pendidik pada waktu itu diambilkan dari daerah yang ditaklukkan dan dari
baitul mal.
Dan pada masa khalifah Usman bin Affan, pelaksanaan pendidikan Islam
tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Pendidikan di masa ini hanya
melanjutkan apa yang telah ada, hanya sedikit terjadi perubahan yang mewarnai
pendidikan Islam. Para sahabat yang berpengaruh dan dekat dengan nabi
Muhammad yang tidak diperbolehkan meninggalkan Madinah di masa khalifah
Umar ibn Khattab, diberikan kelonggaran untuk keluar dan menetap di daerah-
daerah yang mereka sukai. Kebijakan ini sangat besar implikasinya bagi
pelaksanaan pendidikan di daerah-daerah lain.
Walau perkembangan pendidikan di masa Utsman bin Affan stagnan atau
status quo, sebab perkembangannya sama dengan perkembangan pendidikan
pada masa sebelumnya, akan tetapi ada satu usaha yang cukup cemerlang yang
20
terjadi di masa khalifah Usman bin Affan ini yang berpengaruh luar biasa bagi
perkembangan pendidikan Islam selanjutnya, yaitu pengkodifikasian tulisan ayat-
ayat Al-quran yang berserakan. Usaha pengkodisian Al-qur’an ini
dilatarbelakangi oleh arus dialek pembacaan al-Qur’an yang plural dan
menimbulkan perselisihan antar umat Islam sendiri. Dengan fakta riil ini
kemudian Utsman bin Affan memerintahkan untuk membentuk tim
pengkodifikasian al-qur’an yang terdiri dari Zaid bin Ash, dan Abdurrahman bin
Harist.
Pada kepemimpinan Ali bin Abi Thalib, umat Islam diguncang oleh
peperangan saudara yaitu peperangan Ali bin Abi Thalib dan Aisyah (Istri Nabi
Muhammad) beserta Talhah dan Abdullah bin Zubair karena kesalahpahaman
dalam menyikapi pembunuhan terhadap khalifah ketiga yaitu Utsman bin Affan.
Dengan keadaaan ini tidak akan mampu membentuk meliau yang kondusif
terhadap keberlagsungan pendidikan terlebih dalam pengembangan ilmu
pengetahuan. Dengan kericuhan politik pada masa Ali bin Abi Thalib berkuasa,
kegiatan pendidikan mendapat hambatan dan gangguan yang sangat tinggi.
Konsekuensi logisnya adalah pemerintahan Ali bin Abi Thalib tidak
memfokuskan kegiatan pemerintahannya pada peningkatan pendidikan secara
kaseleratif.
Berdasarkan deskripsi tersebut, pola pendidikan dalam pengembangan
ilmu pengetahuan pada masa Khulafaur rasyidin tidak jauh berbeda dengan masa
nabi Muhammad yang menekankan pada pengajaran baca tulis dan doktrin-
doktrin Islam yang bersumber pada al-Qur’an dan Hadits. Dan jika dipetakan
pusat-pusat pendidikan pada masa Khulafaur rasyidin ada pada beberapa tempat,
yaitu:
1) Mekkah. Guru pertama di Mekkah adalah Muaz bin jabal yang mengajarkan
al-Qur’an dan Hadits.
2) Madinah. Sahabat yang terkenal adalah Abu Bakar as-Shidiq, Umar ibn
Khattab, Utsman ibn Affan, dan Ali bin Abi Thalib.
3) Basrah. Sahabat yang termasyhur antara lain: Abu Musa al-Asy’ari, dia
adalah seorang ahli fikih dan al-Qur’an.
21
4) Kuffah. Sahabat-sahabat yang termasyhur di sini adalah Ali bim Abi Thalib
dan Abdullah bin Mas’ud. Abdullah bin Mas’ud mengajarkan al-Qur’an, ia
adalah ahli tafsir, hadits, dan fikih.
5) Damsyik (Syam). Khalifah Umar bin Khattab mengirimkan tiga orang guru
ke negara itu, yakni Mu’az bin Jabal (mengajar di Palestina), Ubaidah
(mengajar di Hims), dan Abu Darda’ (mengajar di Damsyik).
6) Mesir. Sahabat yang mula-mula mendirikan madrasah dan menjadi guru di
Mesir adalah Abdullah bin Amru bin Ash. Ia adalah seorang ahli Hadits.28
C. Periode Bani Umayyah
Pada periode ini, perhatiannya pada pendidikan terlihat dari para khalifah
mengirim anak-anak mereka ke padang gurun untuk mempelajari bahasa Arab.29
Sedangkan kehidupan ilmu dan akal pada masa Daulah Bani Umayyah pada
umumnya berjalan seperti zaman Khulafaurrasyidin, hanya ada beberapa yang
mengalami kemajuan. Salah satu aspek dari kebudayaan adalah mengembangkan
ilmu pengetahuan. Kalau di masa Nabi dan Khulafaurrasyidin, perhatian terpusat
pada usaha untuk memahami al-Qur’an dan Hadis Nabi untuk memperdalam
pengajaran aqidah, akhlak, ibadah, muamalah dan kisah-kisah al-Qur’an, maka
perhatian sesudah itu, sesuai dengan kebutuhan zaman, tertuju pada ilmu-ilmu
yang diwariskan oleh bangsa-bangsa sebelum munculnya Islam.
Dalam bidang ilmu kimia dan kedokteran juga dikembangkan, karena
Khalid bin Yazid, cucu Muawiyah, sangat tertarik pada ilmu kimia dan
kedokteran. Ia menyediakan sejumlah harta dan memerintahkan para sarjana
Yunani yang bermukim di Mesir untuk menerjemahkan buku-buku kimia dan
kedokteran kedalam bahasa Arab. Usaha ini menjadi terjemahan pertama dalam
sejarah.
Terlepas dari para ilmuwan yang kemudian memeluk Islam, ilmuwan-
ilmuwan yang berasal dari agama lain, banyak yang tetap bertahan dalam
agamanya, diantaranya: Yahya al-Dimasyqi. Ia adalah seorang pejabat di masa
Khalifah Abdul Malik bin Marwan, penganut Kristen fanatik yang berusaha
mempertahankan aqidahnya. Dengan metode logikanya, ia mempertahankan “Al-
28 Baharuddin, Dikotomi Pendidikan Islam, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2011) hal. 138-14229 Jurji Zaydan, History of Islamic Civilization, (New Delhi:Fine Press, 1981) hal. 75
22
Masih sebagai oknum Tuhan yang kedua”. Sikap ini mendorong umat Islam
menyelidiki keyakinan dan mempelajari logika mereka untuk mempertahankan
Islam sekaligus untuk mematahkan hujjah mereka. Pembicaraan mereka kemudian
berkembang sampai menyinggung soal qadar dan sifat-sifat Tuhan. Kelompok
yang banyak mempersoalkan masalah- masalah ini dikenal sebagai kelompok
Mu’tazilah. Kelompok ini dianggap sebagai golongan rasionalis Islam yang
banyak mempergunakan akal dalam pembahasannya.
Pengaruh lain dari ilmuwan–ilmuwan yang beragama Kristen adalah
penyusunan ilmu pengetahuan secara lebih sistematis. Didikan ulama-ulama yang
dikirim oleh Khalifah Umar pada masa pemerintahannya menghasilkan ulama ahli
ilmu dalam jumlah yang lebih besar dan lebih menjurus sesuai dengan lingkungan
dimana mereka berada. Selain itu berubah pula dari sistem hafalan kepada sistem
tulisan menurut aturan-aturan ilmu pengetahuan yang berlaku. Pendukung ilmu
tidak lagi bangsa Arab asli, tapi didukung pula oleh golongan non Arab. Justru
golongan inilah yang mengubah sistem ilmu pengetahuan ini. Telaahnyapun
sudah meluas sehingga terjadi pembidangan ilmupengetahuansebagai berikut: a.
Ilmu pengetahuan bidang agama yaitu, segala ilmu yang bersumber dari al-
Qur’andanhadis. b. Ilmu pengetahuan bidang sejarah yaitu, segala ilmu yang
membahas tentang perjalananhidup, kisah,danriwayat. c. Ilmu pengetahuan bidang
bahasa yaitu, segala ilmu yang mempelajari bahasa, nahwu, sharaf, danlain-lain.d.
Ilmu pengetahuan bidang filsafat yaitu, segala ilmu yang pada umumnya berasal
dari bangsa asing, seperti ilmu mantiq, kedokteran, kimia, astronomi, ilmu hitung,
dan ilmu-ilmu lain yang berhubungan dengan ilmuitu.
Empat bidang ilmu ini saling bahu membahu. Ahli ilmu agama dalam
ajarannya memerlukan filsafat dan sejarah; ahli tafsir, ahli hadis, dan ahli fiqh
memerlukan syair-syair dan adab dalam dalam memahami ayat al-Qur’an dan
hadis; ahli sejarah dan tukang kisah memerlukan bahan yang terdapat dalam al-
Qur’an hadi; demikian juga ahli filsafat memerlukan al-Qur’an, hadis, dan sejarah.
Dengan demikian ilmu pengetahuan sudah merupakan satu keahlian, masuk
kedalam bidang pemahaman dan pemikiran yang memerlukan kepada sistematika
dan penyusunan. Golongan yang sudah biasa dengan keahlian ini adalah golongan
23
non-Arab yang disebut Mawali: yaitu golongan yang berasal dari bangsa asing
atau keturunannya.30
Di masa ini, kurikulum yang terdapat di lembaga pendidikan Islam tidak
menawarkan mata pelajaran yang bermacam-macam. Dalam suatu jangka waktu,
pengajaran hanya menyajikan satu mata pelajaran yang harus ditempuh oleh
siswa. Sesudah materi tersebut selesai, baru ia diperbolehkan mempelajari materi
yang lain, atau yang lebih tinggi tingkatannya. Misalnya pada tahap awal siswa
diharuskan belajar tulis-baca, berikutnya, ia belajar berhitung dan seterusnya. Ini
disebabkan belum adanya koordinasi lembaga oleh suatu organisasi atau
pemerintah seperti sekarang ini. Meski dalam kasus tertentu penguasa turut
mengendalikan pelaksanaan pengajaran di madrasah-madrasah, pelaksanaan
proses belajar mengajar sepenuhnya tergantung kepada guru yang memberikan
pelajaran.
Di bagian Barat wilayah muslim, Dinasti Umayyah (138-418 H/756-1027
M) mengembangkan banyak al-Jami’ah di kota Seville, Cordova, Granada dan di
kota-kota lain. Di Spanyol perkembangan pendidikan tinggi mulai pada abad
kesepuluh. Bangsa Moor dan berikutnya bangsa Arab, memasuki Spanyol pada
tahun 712. Mendekati tahun 756, pangeran dari Dinasti Umayyah, Abdullah
Rahman telah ditaklukkan oleh tentara dari Abbasiyah, Khalifah Al-Mansur dan
mengangkat amir di Cordova. Inisiatif lain abad keemasan Islam di Spanyol
bagian selatan, di bawah Umayyah ini, terus berjalan hingga abad ke-11.
Sementara itu abad ke-10 adalah puncak perkembangan intelektual Muslim
Spanyol dengan Cordova sebagai pusatnya. Universits-universitas tersebut
menjadi simbol-simbol yang cemerlang bagi kepentingan pendidikan Muslim, dan
memberikan sumbangan khusus bagi kemajuan Eropa abad pertengahan.31
Pada masa Dinasti Bani Umayyah, materi pendidikan yang diajarkan
adalah sebagai berikut:
1) Al-Adab al-Haditsah, yang meliputi: (1) al-‘ulum al-Islamiyah, yaitu ilmu Al-
qur’an, ilmu hadits, ilmu Fiqih, al-‘ulum al-Lisaniyah, Tarikh, dan al-
Jughrafi, (2) al-‘ulum al-Dakhiliyah, yaitu ilmu-ilmu yang diperlukan oleh
30 A. Nirwana, Sains di Masa Dinasti Umayyah, AL-FIKR Volume 16 Nomor 1 Tahun 201231 Abudin Nata, Ibid., hal 173-174
24
kemajuan Islam, seperti ilmu-ilmu thib, filsafat, ilmu pasti, ilmu-ilmu
eksakta, dan lain-lainnya.
2) Al-adab al-Qadimah (ilmu-ilmu lama), yaitu ilmu-ilmu yang telah ada di
zaman Jahiliyah dan di zaman khulafaur rasyidin, seperti ilmu-ilmu lughah,
syair, khitabah dan amsal.32
Nama-nama ulama yang menonjol pada masa ini antara lain dari Makkah
tercatat nama Abdullah bin Abbas, Ikrimah (w. 723 M), dan Mujahid (w. 721 M).
Ulama-ulama dari Madinah antara lain Abdullah bin Umar (w. 693 M), Said bin
al-Musayyab (w. 710 M), Urwa bin al-Zubair (w. 712 M), dan Muhammad bin
Syihab, yang terkenl dengan sebutan al-Zuhri (670-742 M). Dari Basrah tercatat
nama Hasan al-Basri, Wasil bin Atha’, dan Qatadah (679-736 M). Dari Damaskus
antara lain Abu Darda’ (w. 652 M), Binu Amir (w. 736), dan al-Makhul (w. 731
M). Kemudian di Kufah tercatat nama seperti Abdullah bin Mas’ud (w. 653 M),
Ibrahim al-Nakha’i (665-714M), dan Hammad bin Sulaiman (w. 738), yang
kemudian menjadi guru dari Abu Hanifah.33
D. Periode Bani Abbasiyah
Pada masa ini walaupun dalam bidang politik dan militer terjadi
kemerosotan, namun dalam bidang ilmu pengetahun justru bertambah maju
dengan pesatnya. Hal itu disebabkan karena di tiap-tiap kerajaan, masing-masing
amir atau khalifah atau sultan berlomba untuk memajukan ilmu pengetahuan,
berlomba mendirikan perpustakaan, pengarang, penterjemah, dan memberikan
kedudukan terhormat kepada ulama dan pujangga. Hasilnya, ilmu pengetahuan
daulah islamiyah di abad ke-4 H. lebih tinggi kualitas dan martabatnya
dibandingkan dengan masa sebelumnya, karena pada masa itu berbagai ilmu
pengetahuan telah tumbuh matang dan sempurna, berbagai kitab yang bermutu
telah cukup banyak yang diterjemahkan yang kemudian dikarang kembali,
terutama ilmu bahasa, sejarah, geografi, adab, dan filsafat.
Pencapaian kemajuan dunia Islam pada bidang ilmu pengetahuan tersebut
tidak terlepas dari adanya sikap terbuka dari pemerintahan Islam pada saat itu
32 Tim Dosen IAIN Sunan Ampel-Malang, Ibid.,33 Marzuki, Panduan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam 1 SMA, hal 227-228
25
terhadap berbagai budaya dari bangsa-bangsa sebelumnya seperti Yunani, Persia,
India, dan yang lainnya. 34
Pada periode ini, ilmu-ilmu yang berkembang dan sekaligus menjadi
materi pendidikan adalah sebagai berikut:
1) Ilmu Naqli, yaitu ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu kalam, ilmu tasawuf, ilmu
bahasa, ilmu fikih, dan ilmu ushul fikih.
2) Ilmu Aqli, yaitu ilmu falsafah, ilmu thib, ilmu farmasi dan kimia, ilmu falak
dan nujum, ilmu riyadhiyah, ilmu tarikh, dan ilmu jughrafi.
3) Ilmu seni, yaitu ilmu seni bahasa, ilmu seni kisah dan riwayat, ilmu sedni
drama, ilmu senirupa, ilmu senisuara, dan musik dan ilmu seni bangunan.
Menurut Prof. Dr. Hasan Langgulung, dalam bukunya “Pendidikan Islam
menghadapi abad 21”, bahwa ilmu-ilmu yang berkembang dan sekaligus menjadi
materi pendidikan Islam di zaman Abbasiyah adalah sebagai berikut:
a. Pengetahuan Agama dan Syari’ah
Diantara ilmu-ilmu yang berkembang dan mendapat rawatan khusus dalam
kelompok ini adalah: (1) ilmu tafsir Al-Qur’an, (2) ilmu bacaan (Qira’at), tajwid
dan pemberian baris (dabt), (3) ilmu hadits, (4) ilmu musthalah hadits, (5) ilmu
fighi, (6) ilmu ushul fighi, (7) ilmu kalam, (8) ilmu tasawuf.
b. Ilmu-ilmu bahasa dan sastra.
Diantara ilmu-ilmu yang banyak dibahas dalam kelompok ini adalah: (1)
ilmu bahasa, (2) ilmu nahwu, sharaf, dan ‘arudh, (3) ilmu sastera, (4) ilmu
balaghah, (5) ilmu kritik sastera.
c. Ilmu-ilmu sejarah dan sosial.
Diantara ilmu-ilmu yang banyak dibicarakan dalam kelompok ini adalah:
(1) ilmu sirah, peperangan, dan biografi, (2) ilmu sejarah politik dan sosial, (3)
ilmu jiwa, pendidikan, akhlak, sisiologi, ekonomi, dan tata laksana. Hal ini terdiri
atas: (a) ilmu jiwa, (b) ilmu pendidikan, (c) ilmu akhlak, (d) ilmu sosiologi, (e)
ilmu ekonomi, (f) ilmu politik, (g) ilmu tata laksana. (4) ilmu-ilmu geografi dan
perencanaan kota, yang terdiri atas ilmu-ilmu: (a) ilmu geografi, (b) ilmu
perencanaan kota (town planning).
d. Ilmu-ilmu falsafah, logika, debat, dan diskusi
34 Baharuddin, Ibid., hal. 152 & 155
26
e. Ilmu-ilmu tulen/murni, seperti: ilmu matematika, ilmu falak dan ilmu musik
f. Ilmu kealaman dan eksperimental, yang terdiri atas: ilmu kimia, ilmu fisika,
ilmu biologi
g. Ilmu terapan dan praktis, yang terdiri atas: ilmu kedokteran, ilmu farmasi, dan
ilmu pertanian.35
Di penghujung pemerintahan Harun al-Rasyid dan semasa pemerintahan
al- Makmun telah muncul perbendaharaan ilmu pengetahuan yang amat besar
melalui hasil peninggalan Yunani. Sejak masa itu bermunculan nama-nama
ilmuwan Muslim dengan berbagai keahliannya. Pada bidang ilmu pengetahuan
dikenal nama Al-Fazari sebagai ahli astronomi, orang yang pertama kali
menyusun astrolabe (alat untuk mengukur tinggi bintang). Al-Farghani, yang di
Barat dikenal Al-Fragnus, mengarang ringkasan tentang ilmu astronomi dan
bukunya ini diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Dalam bidang optika dikenal
Abu Ali al-Hasan bin al-Haytham (Abad X). Di Barat beliau terkenal dengan
sebutan Al-Hazen. Menurut teorinya, yang diakui kebenarannya, bendalah yang
mengirim cahaya ke mata dan karena menerima cahaya itu mata melihat benda
yang bersangkutan.
Dalam Ilmu Kimia dikenal Jabir bin Hayyan dengan julukan bapak al-
kimia. Kemudian Abu Bakar al-Razi (865-925 M) adalah pengarang buku besar
tentang kimia. Dalam lapangan fisika ada Abu Raihan Muhammad al-Baituni
(973-1048 M) yang menemukan teori tentang bumi berputar sekitas porosnya. Ia
juga melakukan penyelidikan tentang kecepatan suara dan cahaya, serta berhasil
menentukan berat dan kepadatan 18 macam permata dan metal. Dalam bidang
geografi dikenal nama Abu al-Hasan Ali al-Mas’ud, seorang pengembara yang
mengadakan kunjungan ke berbagai penjuru dunia Islam. Bukunya Maruj al-
Zahab , berisi tentang geografi, agama, adat istiadat dari daerah-daerah yang
dikunjunginya.
Pengaruh Islam terbesar terdapat dalam lapangan ilmu kedokteran dan
filsafat. Dalam bidang kedokteran dikenal al-Razi, yang di Eropa dikenal dengan
nama Rhazes . Ia menulis masalah cacar dan campak. Begitu pentingnya buku ini
sehingga diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa Eropa. Bukunya, a l-Hawi ,
35 Tim Dosen IAIN Sunan Ampel-Malang, Ibid., hal. 110-112
27
yang terdiri dari 20 jilid, membahas berbagai cabang ilmu kedokteran. Nama lain
di bidang ini adalah Bin Sina (980-1037), selain filosof juga seorang dokter. Ia
mengarang ensiklopedia ilmu kedokteran yang berjudul al-Qanun fi al-Thib .
Buku ini secara berulang diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa Eropa.
Dalam bidang filsafat dikenal nama-nama seperti al-Farabi, Bin Sina, dan
Bin Rusyd. Di antara mereka yang pengaruhnya kuat di Eropa adalah Bin Rusyd,
yang dikenal dengan sebutan Averros. Bahkan di Eropa ada aliran yang bernama
Averroism. Al-Farabi mengarang buku-buku filsafat, logika, jiwa, kenegaraan,
etika dan interpretasi tentang filsafat Aristoteles. Sementara Bin Sina di Eropa
dikenal sebagai penafsir filsafat Aristoteles. Dalam periode ini pulalah lahirnya
ilmu-ilmu yang berkaitan dengan keagamaan Islam. Di antaranya adalah
penyusunan al-Hadis. Dalam bidang ini terkenal nama al-Bukhari dan Muslim
(abad IX). Dalam lapangan fikih atau hukum Islam muncul nama-nama Malik bin
Anas, al-Syafi’i, Abu Hanifah dan Ahmad bin Hanbal (abad VIII dan IX).
Dalam bidang tafsir antara lain dikenal al-Thabari (839- 923 M); dalam
bidang sejarah dikenal nama Bin Hisyam (abad VIII) dan Bin Sa’d (abad IX).
Dalam lapangan ilmu kalam dikenal nama-nama seperti Wasil Bin Atha’, Bin
Hudzail, al-‘Allaf (golongan Mu’tazilah); Abu Hasan al-Asy’ari dan al-Ma’turidi
(Ahlus Sunnah). Dalam bidang Tasawuf lahirlah nama-nama Zunnun al-Misri,
Abu Yazid al-Bustami, Husein bin Mansyur al-Hallaj, dan seterusnya. Dalam
lapangan sastera dikenal nama Abu Farraj al-Isfahani dengan bukunya Kitab al-
Aghani.
Dengan diterjemahkannya buku-buku yang ditulis oleh ilmuwan Islam ke
dalam bahasa Eropa, mulailah Eropa kenal pada filsafat dan ilmu pengetahuan
Yunani. Masa kejayaan Islam, adalah bersamaan dengan masa kegelapan Eropa.
Tetapi dengan terjemahan buku-buku itu sedikit demi sedikit memberikan jalan
bagi Eropa untuk memasuki abad pencerahan. Jacques C. Rislar mengatakan
bahwa ilmu pengetahuan dan teknik Islam amat dalam mempengaruhi kebudayaan
Barat yang terus berkembang hingga sekarang. 36
36 Marzuki, Ibid., hal. 129-131
28
BAB II
PENUTUP
1. Kesimpulan
Pada zaman Rasulullah saw., pendidikan Islam dilaksanakan pada dua
periode yaitu periode Makkah dan periode Madinah. Periode Makkah merupakan
tahap awal dalam pembinaan pendidikan Islam yang ber-pusat di Makkah,
sedangkan periode Madinah merupakan tahap lanjutan pembinaan pendidikan
Islam dan sebagai pusat kegiatannya.
Pendidikan pada masa para khulafaur rasyiddin, pelaksanaan
pendidikannya tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Pendidikan di masa
ini hanya melanjutkan apa yang telah ada, hanya sedikit terjadi perubahan yang
mewarnai pendidikan Islam. Namun, terdapat satu usaha yang cukup cemerlang
yang terjadi di masa khalifah Usman bin Affan, yaitu pengkodifikasian tulisan
ayat-ayat Al-quran yang berserakan.
Pendidikan pada masa Daulah Bani Umayyah pada umumnya berjalan
seperti zaman Khulafaurrasyidin, hanya ada beberapa yang mengalami kemajuan.
Perhatiannya hanya tertuju pada ilmu-ilmu yang diwariskan oleh bangsa-bangsa
sebelum munculnya Islam.
Pada periode bani Abbasiyah, ilmu pengetahun bertambah maju dengan
pesatnya. Hal itu disebabkan karena di tiap-tiap kerajaan, masing-masing amir
atau khalifah atau sultan berlomba untuk memajukan ilmu pengetahuan.
2. Analisis
Dari dinamika pendidikan pada masa Rasulullah sampai bani Abbas,
penulis memberikan analisis bahwa dalam melaksanakan pendidikan haruslah
didukung dengan adanya sarana dan prasarana, metode yang sesuai, serta
perhatian pendidik dalam melaksanakan pengajaran. Unruk kemajuan pendidikan
juga tidak hanya guru dan murid yang berperan, namun pemerintah juga sangat
berperan penting untuk memajukan kualitas pendidikan.
29
DAFTAR PUSTAKA
Charles Michael Stantion, Pendidikan Tinggi dalam Islam, (Jakarta:Logos
Publishing House, 1994)
Baqir Shareef al-Qurashi, The Life Muhammad, (Iran:Quds Press, 2000)
A.L Tibawi, Arabic and Islamic Themes, (London:Luzac & Company LTD, 1974)
Chaeruddin B. ,Pendidikan Islam Masa Rasulullah saw, Jurnal Diskursus Islam
423 Volume 1 Nomor 3, Desember 2013
Al-Qur’an Terjemah Indonesia, (Kudus:Menara Kudus, 2006)
‘Abd al-Wahab bin Ahmad ‘abd al-Wasi’ “Al-Ummatu al-Islamiyyah wa
Qadloyaha al-Mu’asyiroh”, (Riyadh:Maktabah al-‘Abikan, 2001)
Abdullah Hamid Husain Hamudah, “Tarikh Addaulatul ‘Arabiyah al-Islamiyah”,
(Mesir:Al-Khokhiroh, 2005)
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam pada Periode Klasik dan Pertengahan,
(Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 2010)
Tim Dosen IAIN Sunan Ampel-Malang, Dasar-Dasar Kependidikan Islam,
(Surabaya:Karya Aditama, 1996)
Muhammad Zaairul Haq, Muhammad saw sebagai Guru, (Bantul:Kreasi Wacana,
2010)
Baharuddin, Dikotomi Pendidikan Islam, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya,
2011)
Jurji Zaydan, History of Islamic Civilization, (New Delhi:Fine Press, 1981)
A. Nirwana, Sains di Masa Dinasti Umayyah, AL-FIKR Volume 16 Nomor 1
Tahun 2012
Marzuki, Panduan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam 1 SMA
30
top related