direktori putusan mahkamah agung republik indonesia...2018/08/13 · mahkamah agung republik...
Post on 06-Feb-2021
33 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 1 dari 66 halaman. Putusan Nomor 13 P/HUM/2018
PUTUSANNomor 13 P/HUM/2018
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESAMAHKAMAH AGUNG
Memeriksa dan mengadili perkara permohonan keberatan hak uji
materiil terhadap Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 2015
tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya, pada tingkat pertama dan
terakhir telah memutuskan sebagai berikut, dalam perkara:
I. HIMYUL WAHYUDI, kewarganegaraan Indonesia,tempat tinggal di Dusun III Batu Sanggan RT/RW
002/002, Kelurahan Desa Batu Sanggan, Kecamatan
Kampar Kiri Hulu;
II. SUPRIADI, kewarganegaraan Indonesia, tempat tinggaldi Anak Talang RT/RW 011/003, Kelurahan Anak
Talang, Kecamatan Batang Cenaku;
III. DARWIN, kewarganegaraan Indonesia, tempat tinggal diAtur Cina, Kelurahan/Desa Aur Cina, Kecamatan Batang
Cenaku;
Selanjutnya memberi kuasa kepada:
1. Aditya Bagus Santoso, S.H.;
2. Andi Wijaya, S.H.;
3. Samuel Sandi Giardo Purba, S.H.;
4. Ronald Siahaan, S.H., M.H.;
5. Boy Jerry Even Sembiring, S.H., M.H.;
Kesemuanya berkewarganegaraan Indonesia, pekerjaan
para Advokat pada Tim Advokasi Lingkungan Hidup,
beralamat di Jalan Ahmad Yani II Nomor 7, Kelurahan
Pulau Karam, Kecamatan Sukajadi, Kota Pekanbaru,
berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 15 Februari
2018;
Selanjutnya disebut sebagai Pemohon I, II, III;Lawan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
-
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 2 dari 66 halaman. Putusan Nomor 13 P/HUM/2018
I. GUBERNUR PROVINSI RIAU, tempat kedudukan diJalan Jenderal Sudirman Nomor 460, Jadirejo, Sukajadi,
Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, Kode Pos 28121;
Selanjutnya memberi kuasa kepada:
1. Elly Wardhani, S.H., M.H., jabatan Kepala Biro
Hukum;
2. Ardis Handayani MZ., S.H., M.H., jabatan Kepala
Bagian Bantuan Hukum;
3. Yan Dharmadi, S.H., M.H., jabatan Kepala Sub
Bagian Litigasi;
4. Hermanto, S.H., jabatan Staf Sub Bagian Litigasi;
5. Edy Yudarianto, S.H., jabatan Staf Sub Bagian
Litigasi;
Kesemuanya berkewarganegaraan Indonesia,
berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor
93/SKA/III/2018, tanggal 13 Maret 2018;
II. KETUA DPRD PROVINSI RIAU, tempat kedudukan diJalan Jenderal Sudirman Nomor 719, Tangkerang
Selatan, Bukit Raya, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau,
Kode Pos 28128;
Selanjutnya memberi kuasa kepada:
1. Gusti Randa, S.H., M.H., berkewarganegaraan
Indonesia, beralamat di Jalan Ronggowarsito Nomor
59, Pekanbaru, pekerjaan Advokat dan Konsultan
Hukum;
2. Muhammad Rais Hasan, S.H., M.H., CLA.,
berkewarganegaraan Indonesia, beralamat di Komplek
Hotel Ratu Mayang Garden, Jalan Sudirman,
Pekanbaru, pekerjaan Advokat, Konsultan Hukum dan
Auditor Hukum;
3. Khairul Anhar, S.H., kewarganegaraan Indonesia,
beralamat di Jalan Sudirman Nomor 719, Pekanbaru,
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
-
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 3 dari 66 halaman. Putusan Nomor 13 P/HUM/2018
jabatan Kepala Sub Bagian Produk Hukum Sekretariat
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Riau,
berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor 180/340/UM,
tanggal 7 Maret 2018;
Selanjutnya disebut sebagai Termohon I , II;Mahkamah Agung tersebut;
Membaca permohonan Pemohon;
Membaca Jawaban Termohon;
Memeriksa bukti-bukti Pemohon dan Termohon;
Membaca surat-surat yang bersangkutan yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari putusan ini;
DUDUK PERKARAMenimbang, bahwa Pemohon I, II, dan III dengan surat
permohonannya tanggal 20 Februari 2018 yang diterima di Kepaniteraan
Mahkamah Agung pada tanggal 22 Februari 2018 dan di register dengan
Nomor 13 P/HUM/2018 telah mengajukan permohonan keberatan hak uji
materiil terhadap Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 2015
tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya, dengan dalil-dalil yang pada
pokoknya sebagai berikut:
A. Kewenangan Mahkamah Agung Republik Indonesia;
1. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang
Dasar Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD Tahun 1945), yang
berbunyi:
"Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan;”
2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 24A ayat (1) Undang-Undang
Dasar 1945 (UUD 1945) menyebutkan:
“Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji
peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap
undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan
oleh undang-undang”;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
-
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 4 dari 66 halaman. Putusan Nomor 13 P/HUM/2018
3. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang
Dasar Tahun 1945, yang berbunyi:
“Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan
badan peradilan yang dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi";
4. Bahwa ketentuan UUD 1945 selanjutnya secara detail diatur lebih
lanjut dalam ketentuan Pasal 20 ayat (2) huruf b Undang-Undang
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang
menegaskan bahwa Makamah Agung berwenang:
“Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang
terhadap undang-undang”;
Selanjutnya ayat (3) menyebutkan bahwa:
“Putusan mengenai tidak sahnya peraturan perundang-undangan
sebagai hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
dapat diambil baik berhubungan dengan pemeriksaan pada tingkat
kasasi maupun berdasarkan permohonan langsung pada Mahkamah
Agung”;
5. Bahwa diketahui berdasarkan penjelasan pada Undang-Undang
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, ayat (2) huruf
b menyebutkan:
“Ketentuan ini mengatur mengenai hak uji Makamah Agung terhadap
peraturan perundang-undangan yang lebih rendah dari
undang-undang. Hak uji dapat dilakukan baik terhadap materi muatan
ayat, pasal, dan/atau bagian dari peraturan perundang-undangan
yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi maupun terhadap pembentukan peraturan
perundang-undangan”;
6. Bahwa berdasarkan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-Undangan
menyebutkan:
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
-
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 5 dari 66 halaman. Putusan Nomor 13 P/HUM/2018
“Dalam hal suatu Peraturan Perundang-Undangan di bawah
Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang,
pengujiannya dilakukan oleh Makamah Agung.”;
7. Bahwa Pasal 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyebutkan:
“Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota;
8. Bahwa berdasarkan Peraturan Makamah Agung (Perma) Nomor 1
Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil dalam ketentuan Pasal 1 angka 1
menyebutkan: “Hak Uji Materiil adalah hak Makamah Agung untuk
menilai materi muatan Peraturan Perundang-undangan di bawah
Undang-Undang terhadap Peraturan Perundang-Undangan tingkat
lebih tinggi”;
9. Bahwa selanjutnya dalam ketentuan Pasal 1 angka 3 Perma Nomor 1
Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil menyebutkan:
“Permohonan keberatan adalah suatu permohonan yang berisi
keberatan terhadap berlakunya suatu peraturan perundang-undangan
yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi yang diajukan ke Makamah Agung untuk mendapatkan
putusan.”;
Oleh karena itu, Mahkamah Agung Republik Indonesia berwenang untuk
memeriksa, mengadili dan menguji Permohonan Keberatan hak uji materiil
terhadap Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 2015 tentang
Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
-
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 6 dari 66 halaman. Putusan Nomor 13 P/HUM/2018
B. Kedudukan Hukum (legal standing) Para Pemohon;
1. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 31 A Undang-Undang RI Nomor
3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang berbunyi:
"Permohonan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah
undang-undang dilakukan langsung oleh Pemohon atau kuasanya
kepada Mahkamah Agung dan dibuat secara tertulis dalam bahasa
Indonesia.”;
1) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
dilakukan oleh pihak yang menganggap haknya dirugikan oleh
berlakunya peraturan perundang-undangan dibawah
undang-undang, yaitu:
a. Perorangan warga negara Indonesia;
b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan RI yang diatur dalam undang-undang;
c. Badan hukum publik atau badan privat;
1) Permohonan sekurang-kurangnya harus memuat:
a. Nama dan alamat Pemohon;
b. Uraian mengenai perihal yang menjadi dasar permohonan dan
menguraikan dengan jelas bahwa:
i. Materi muatan ayat, pasal dan/atau bagian peraturan
perundang-undangan di bawah undang-undang dianggap
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi dan/atau;
ii. Pembentukan peraturan perundang-undangan tidak
memenuhi ketentuan yang berlaku dan;
c. Hal-hal yang diminta untuk diputus;
1) Pemohonan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan Mahkamah Agung paling lama 14 (empat belas) hari
kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
-
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 7 dari 66 halaman. Putusan Nomor 13 P/HUM/2018
2) Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa Pemohon atau
permohonan tidak memenuhi syarat, amar putusan menyatakan
permohonan tidak diterima;
3) Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa Permohonan
beralasan, amar putusan menyatakan permohonan dikabulkan;
4) Dalam hal Pemohonan dikabulkan sebagaimana dimaksud pada
ayat (5), amar putusan menyatakan dengan tegas materi muatan
ayat, pasal, dan atau bagian dari peraturan perundang-undangan
di bawah undang-undang yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi;
5) Putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan Pemohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus dimuat dalam Berita
Negara atau Berita Daerah paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja
terhitung sejak tanggal putusan diucapkan;
6) Dalam hal peraturan perundang-undangan di bawah
undang-undang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi dan atau tidak
bertentangan dalam pembentukannya, amar putusan menyatakan
permohonan ditolak;
7) Ketentuan mengenai tata cara pengujian peraturan
perundang-undangan diatur dengan Peraturan Mahkamah Agung;
1. Bahwa Pemohon I merupakan masyarakat hukum adat Kenegerian
Batu Sanggan yang keberadaannya diakui melalui Peraturan Daerah
Kabupaten Kampar Nomor 12 Tahun 1999 tentang Hak Tanah Ulayat
(Bukti P-3), yang mana Peraturan Daerah tersebut juga dijadikan
sebagai landasan dalam uji materiil di Mahkamah Konstitusi dan
melahirkan putusan Nomor 35/PUU-X/2012 (Bukti P-4);
2. Bahwa berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
35/PUU-X/2012 tersebut Mahkamah mengakui kedudukan hukum
(legal standing) Masyarakat Hukum Adat sebagai pemohon;
4. Bahwa selanjutnya, pada Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung RI
Nomor 01 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil yang berbunyi:
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
-
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 8 dari 66 halaman. Putusan Nomor 13 P/HUM/2018
1) Hak Uji Materiil adalah hak Mahkamah Agung untuk menilai materi
muatan peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang
terhadap peraturan perundang-undangan tingkat lebih tinggi;
2) Peraturan Perundang-undangan adalah kaidah hukum tertulis
yang mengikat umum di bawah undang-undang;
3) Permohonan keberatan adalah suatu permohonan yang berisi
keberatan terhadap berlakunya suatu peraturan
perundang-undangan yang diduga bertentangan dengan suatu
peraturan perundang-undangan tingkat lebih tinggi yang diajukan
ke Mahkamah Agung untuk mendapatkan putusan.
4) Pemohon keberatan adalah kelompok masyarakat atau
perorangan yang mengajukan permohonan keberatan kepada
Mahkamah Agung atas berlakunya suatu peraturan
perundang-undangan tingkat lebih rendah dari Undang-Undang;
5) Termohon adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
mengeluarkan peraturan perundang-undangan;
5. Bahwa tata cara pengujian diatur pada Pasal 2 ayat (1) dan (2)
Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 01 Tahun 2011 tentang Hak
Uji Materiil yang berbunyi:
1) Permohonan keberatan diajukan kepada Mahkamah Agung
dengan cara:
a. Langsung ke Mahkamah Agung; atau
b. Melalui Pengadilan Negeri yang membawahi wilayah hukum
tempat kedudukan Pemohon;
2) Permohonan keberatan diajukan terhadap suatu peraturan
perundang-undangan yang diduga bertentangan dengan suatu
peraturan perundang-undangan tingkat lebih tinggi;
6. Bahwa Para Pemohon adalah pihak yang kepentingannya dirugikan
dengan diberlakukannya Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10
Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya, adapun
kepentingan Para Pemohon yang dirugikan sebagai berikut:
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
-
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 9 dari 66 halaman. Putusan Nomor 13 P/HUM/2018
a. Bahwa tanah ulayat adalah tanah yang dimiliki oleh masyarakat
adat berdasarkan kesukuannya. Eksistensi hak atas tanah ini jauh
ada sebelum zaman Belanda. Bahwa pemanfaatan tanah ulayat
dilakukan sesuai dengan hasil musyawarah kesukuan yang
dilakukan atas persetujuan kedatuan dan tanah ulayat tidak dapat
serta tidak untuk diperjualbelikan, proses peralihan hak hanya bisa
dilakukan melalui proses kontrak dan atas persetujuan masyarakat
adat;
b. Bahwa dengan berlakunya Pasal 1 angka 11 dan angka 13
Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 2015 tentang
Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya mengenai frasa pengertian
“tanah ulayat adalah bidang tanah.............” kemudian pada angka
13 menyebutkan “tanah adat adalah tanah milik persukuan..........”
menimbulkan keraguan yang mengakibatkan kerugian Para
Pemohon disebabkan Para Pemohon dalam hal ini berpendapat
sesuai dengan adatnya bahwa tanah ulayat merupakan
pembagian dari Tanah Adat (satu kesatuan), yang apabila Pasal 1
angka 11 dan angka 13 ini diberlakukan maka Para Pemohon
akan mengalami lunturnya adat yang sebenarnya;
c. Bahwa dengan berlakunya Pasal 12 ayat (2) Peraturan Daerah
Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat dan
Pemanfaatannya Para Pemohon dirugikan tidak diberikannya
kesempatan dalam hal tidak terjadi kesepakatan ganti rugi, yang
secara tidak langsung menekan hak dan upaya hukum
masyarakat adat;
d. Bahwa dengan berlakunya Pasal 16 Peraturan Daerah Provinsi
Riau Nomor 10 Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat dan
Pemanfaatannya, Para Pemohon mengalami kerugian sepanjang
eksploitasi dan ekspansi sumber daya alam di tanah ulayat Para
Pemohon dimaknai frasa ”kepentingan nasional dan
pembangunan di daerah.”;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
-
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 10 dari 66 halaman. Putusan Nomor 13 P/HUM/2018
e. Bahwa dengan berlakunya Pasal 19 Peraturan Daerah Provinsi
Riau Nomor 10 Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat dan
Pemanfaatannya, Para Pemohon mengalami kerugian nyata
dengan terbukanya pintu kriminalisasi pada ayat (1) yang merujuk
pada Pasal 11 Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10 Tahun
2015 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya;
f. Bahwa dengan berlakunya Pasal 20 ayat (2) Peraturan Daerah
Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat dan
Pemanfaatannya, Para Pemohon dirugikan dengan ketidakjelasan
frasa “dan/atau pemutihan kepemilikan tanah ulayat” yang secara
tidak langsung memiliki peluang dalam penghapusan hak
kepemilikan Para Pemohon terhadap tanah ulayat;
7. Bahwa Para Pemohon adalah perorangan yang telah memenuhi
kualifikasi kedudukan hukum (legal standing) dan memiliki kepentingan
untuk menyampaikan permohonan keberatan hak uji materiil (judicial
review) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 31 A ayat (2)
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua
Atas UU Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung, yang
berbunyi:
"Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
dilakukan oleh pihak yang menganggap haknya dirugikan oleh
berlakunya peraturan perundang-undang di bawah undang-undang
yaitu:
a. Perorangan warga Negara Indonesia;
b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan RI yang diatur dalam undang-undang; atau
c. Badan hukum publik atau badan hukum privat;
8. Bahwa Para Pemohon ini menuntut agar Peraturan Daerah Provinsi
Riau Nomor 10 Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat dan
Pemanfaatannya dinyatakan tidak berlaku dan batal demi hukum
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
-
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 11 dari 66 halaman. Putusan Nomor 13 P/HUM/2018
karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi, yaitu:
a. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan;
b. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara;
c. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas
Bumi;
d. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah
Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;
e. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum; dan
f. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria;
9. Bahwa dalam menerbitkan suatu peraturan tidak cukup sekedar
mendasarkan kepada atas kemanfaatan, kebebasan menilai suatu dan
kebebasan memilih tindakan atau kebutuhan atau tujuan tertentu,
tetapi harus bersesuaian dengan prinsip supremasi hukum, sehingga
dalam pembuatan peraturan harus pula memperhatikan serta
mempertimbangkan asas legalitas hukum, yaitu peraturan yang dibuat
harus secara materiil dan formal memenuhi ketentuan Peraturan
Perundang-undangan, serta substansial tidak melanggar asas-asas
kaidah hukum yang mendasar dan tidak bertentangan serta
melampaui/melebihi peraturan dasarnya (primary delegation) dan
Undang-undang sebagai ”primary delegation” dari peraturan yang akan
dibuat telah mendelegasikan dan atau mensub-delegasikan
kewenangan tersebut kepada si pembuat peraturan yang lebih rendah;
10. Bahwa Peraturan adalah merupakan undang-undang secara materiil
(wet in materiele zin), meskipun bentuk formalnya bukan
undang-undang namun memenuhi kriteria sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 maka berdasarkan ketentuan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
-
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 12 dari 66 halaman. Putusan Nomor 13 P/HUM/2018
Pasal 24A ayat (1) UUD 1945 Mahkamah Agung berwewenang
melakukan ”constitusional review of regulations”
dan/atau ”constitutional review of executive acts”;
11. Bahwa kewajiban seluruh masyarakat untuk berperan serta
mengadakan kontrol sosial terhadap peraturan perundang-undangan
yang tidak berpihak kepada rasa keadilan dan tidak membawa manfaat
bagi masyarakat luas serta menghambat terciptanya kepastian hukum;
12. Bahwa sebagai warga negara berhak berpartisipasi dalam
perlindungan, penegakan dan memajukan hak asasi manusia
termasuk mengajukan permohonan, pengaduan dan gugatan, dalam
perkara pidana, perdata maupun administrasi, hak uji materiil atas
Undang-undang yang bertentangan dengan Undang Undang Dasar
(konstitusi) dan Peraturan Perundang-undangan dibawah
Undang-undang yang bertentangan dengan Undang-Undang serta
memperoleh keadilan melalui proses peradilan yang bebas, jujur,
murah, dan tidak memihak sesuai dengan hukum acara yang
menjamin pemeriksaan yang objektif, oleh hakim yang jujur dan adil
untuk memperoleh putusan yang adil dan benar;
C. Dalam Pokok Perkara;
1. Bahwa hal-hal yang telah dikemukakan di atas, tentang kewenangan
Mahkamah Agung dan kedudukan Hukum (legal standing) Para
Pemohon merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari
Pokok Permohonan ini;
2. Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 2015 Tentang
Tanah Ulayat Dan Pemanfaatannya Bertentangan Dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan;
a. Bahwa Pembentukan Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10
Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya
merupakan bagian dalam suatu hierarki perundang-undangan
dan materi muatannya yang terkandung di dalam peraturan
daerah a quo haruslah mengacu atau mengikuti dan tidak
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
-
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 13 dari 66 halaman. Putusan Nomor 13 P/HUM/2018
bertentangan dengan kaidah hukum yang berlaku sebagaimana
pada Pasal 7 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
(Bukti P-5)
b. Bahwa dalam pembentukannya suatu Peraturan haruslah
bersesuaian dengan asas-asas pembentukan peraturan
perundang-undangan, antara lain:
1) Kejelasan tujuan;
2) Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
3) Kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;
4) Dapat dilaksanakan;
5) Kedayagunaan dan kehasilgunaan;
6) Kejelasaan rumusan; dan
7) Keterbukaan;
Sebagaimana Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
c. Bahwa terbitnya Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10
Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya terbukti
telah melanggar asas kejelasan rumusan, karena senyatanya:
1) Bahwa Ketentuan Umum pada Pasal 1 menimbulkan banyak
kebingungan atau multitafsir, salah satunya adalah pada Pasal
1 Angka (11) Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10 Tahun
2015 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya tentang
Tanah Ulayat yang tidak secara terang membedakan definisi
antara Tanah Ulayat dengan Tanah Adat sebagaimana dalam
Pasal 1 Angka (13) Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10
Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya.
Sehingga, penggunaan definisi Tanah Adat pada Pasal 1
Angka (13) Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10 Tahun
2015 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya itu nirfaedah;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
-
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 14 dari 66 halaman. Putusan Nomor 13 P/HUM/2018
2) Adanya pertentangan antara Pasal 1 Angka (10) dengan Pasal
10 Ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10 Tahun
2015 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya, sehingga
menimbulkan ketidakjelasan tentang definisi hak ulayat dan
objek tanah ulayat. Adapun pertentangan tersebut terdapat
pada Pasal 1 angka 10 Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor
10 Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya
telah menegaskan yang pada pokoknya menyatakan hak
Masyarakat adat atas sebidang tanah/lahan/wilayah/daerah,
kawasan tertentu dan apa yang terkandung di dalam dan
diatasnya yang kepemilikan, tata cara pengelolaan dan
pemanfaatannya diatur berdasarkan Hukum Adat, sedangkan
pada Pasal 10 ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor
10 Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya
secara tegas menyatakan objek Tanah Ulayat meliputi tanah,
bukit, hutan, rimba dan perairan dan/atau pesisir pantai,
sungai, anak sungai, suak, Kuala Sungai sampai Muara
sungai, danau, tasik, telaga, yang dikuasai oleh persukuan
dan/atau masyarakat hukum adat setempat, termasuk
benda-benda yang ada diatasnya kecuali bahan tambang berat
yang ada di dalam Bumi;
3) Bahwa Pasal 10 ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi Riau
Nomor 10 Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat dan
Pemanfaatannya menyebutkan:
“..............termasuk benda-benda yang ada diatasnya kecuali
bahan tambang berat yang ada di dalam bumi”;
Bahan tambang berat sebagaimana yang dimaksud pada
Pasal 10 ayat (1) di atas senyatanya tidak memiliki definisi
yang menyebutkan apa saja yang merupakan bahan tambang
berat tersebut. Bahkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara tidak
memiliki definisi terkait bahan tambang berat yang dimaksud
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14
-
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 15 dari 66 halaman. Putusan Nomor 13 P/HUM/2018
dalam Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 2015
tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya. Sehingga, secara
jelas tidak diketahui definisi yang menjadi rujukan pengertian
bahan tambang berat tersebut;
4) Bahwa selain itu, Pasal 11 Ayat (4) Peraturan Daerah Provinsi
Riau Nomor 10 Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat dan
Pemanfaatannya yang berbunyi sebagai berikut:
“Apabila perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) sudah berakhir, tanah ulayat wajib dikembalikan oleh
pihak pemakai atau pengelola kepada pemilik tanah ulayat
melalui pemegang kuasa tanah ulayat atau pemangku adat”;
Peraturan Daerah a quo tersebut diatas, tidak menjelaskan
maksud dari siapa itu Pihak Pemakai atau Pengelola yang
merujuk pada ayat (3)nya, padahal senyatanya pada Ayat (3)
tidak menyebutkan siapa itu Pihak Pemakai atau Pengelola
sebagaimana yang berbunyi:
“Pemanfaatan tanah ulayat oleh pihak lain dilakukan oleh
pemegang kuasa tanah ulayat atas dasar kesepakatan
anggota pesukuan atau masyarakat hukum adat, perjanjian
kerjasama dibuat dihadapan Notaris dan disaksikan oleh
kepala Desa atau Penghulu Kampung dan/atau camat dimana
Tanah Ulayat itu Berada.”;
5) Bahwa selanjutnya, pada Pasal 16 Ayat (1) Peraturan Daerah
Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat dan
Kemanfaatannya senyatanya terdapat ketentuan tentang
pengecualian untuk dapat dilakukannya pemindahan hak
kepemilikan terhadap tanah ulayat, yaitu untuk kepentingan
nasional, pembangunan di daerah; dan/atau kehendak
bersama seluruh anggota pesukuan dan/atau masyarakat adat
berdasarkan ketentuan hukum adat yang berlaku. Akan tetapi,
tidak disebutkan definisi tentang kepentingan nasional dan
pembangunan di daerah.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15
-
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 16 dari 66 halaman. Putusan Nomor 13 P/HUM/2018
6) Bahwa Pasal 20 Ayat (2) Huruf (b) Peraturan Daerah Provinsi
Riau Nomor 10 Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat dan
Pemanfaatannya terdapat istilah Pemutihan Kepemilikan
Tanah Ulayat. Definisi dari Pemutihan Kepemilikan Tanah
Ulayat senyatanya juga tidak dijelaskan secara terang, baik
dalam pasal ini maupun pada pasal-pasal sebelumnya,
padahal pengertian tersebut sangat diperlukan agar tidak
terjadi kesalahpahaman atau multitafsir serta berpotensi
menimbulkan kerugian terhadap hak masyarakat adat terkait
dengan pemutihan kepemilikan tanah ulayat yang dimaksud
dalam pasal ini;
d. Bahwa selanjutnya, materi muatan Peraturan
Perundang-undangan harus mencerminkan asas:
a. Pengayoman;
b. Kemanusiaan;
c. Kebangsaan;
d. Kekeluargaan;
e. Kenusantaraan;
f. Bhinneka tunggal ika;
g. Keadilan;
h. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
i. Ketertiban dan kepastian hukum; dan/ atau
j. Keseimbangan, keserasian dan keselarasan;
Sebagaimana Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
a. Bahwa terbitnya Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10
Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya terbukti
tidak mencerminkan asas keseimbangan, keserasian dan
keselarasan, karena senyatanya:
1) Bahwa pada Pasal 2 ayat (4) Peraturan Daerah Nomor 10
Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya
menyebutkan:
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16
-
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 17 dari 66 halaman. Putusan Nomor 13 P/HUM/2018
“Asas kepemilikan bersama yaitu kepemilikan, pengelolaan
dan pemanfaatan tanah ulayat adalah untuk kepentingan
bersama persukuan/masyarakat adatnya”;
Pasal di atas menggambarkan bahwa kepemilikan,
pengelolaan dan pemanfaatan tanah ulayat dilakukan demi
dan untuk kepentingan bersama persukuan/masyarakat
adatnya dan bukan untuk kepentingan nasional ataupun
pembangunan daerah yang disebutkan pada Pasal 16 ayat
(1) tanpa ada penjelasan terkait kepentingan nasional
ataupun pembangunan daerah, selain itu objek tanah ulayat
dalam Pasal 10 ayat (1) disebutkan bahwa:
“Objek tanah ulayat meliputi tanah, bukit, hutan, rimba dan
perairan dan/atau pesisir pantai, sungai, anak sungai, suak,
kuala sungai sampai muara sungai, danau............”;
Bahwa hutan yang merupakan bagian dari objek tanah
ulayat dikuatkan dengan putusan Makamah Konstitusi
Nomor 35/PUU-X/2012 yang menekankan bahwa hutan
masyarakat adat bukan hutan negara. Sehingga terdapat
pertentangan yang tidak mencerminkan asas keseimbangan,
keserasian dan keselarasan antara Pasal 2 ayat (4) dengan
Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 10 ayat (1) Peraturan Daerah
Nomor 10 Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat dan
Pemanfaatannya;
2) Bahwa penerapan sanksi pidana sebagaimana pada
ketentuan Pasal 19 Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor
10 Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya
yang berbunyi:
“(1) Setiap orang atau badan hukum yang melanggar
ketentuan Pasal 11 dihukum dengan hukuman kurungan
paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda
sebanyak-banyaknya Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah);
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17
-
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 18 dari 66 halaman. Putusan Nomor 13 P/HUM/2018
(2) Setiap Pihak ketiga yang diberi kuasa pengelolaan
tanah ulayat dengan sengaja mengakibatkan kerugian
pada ekosistem yang berada pada tanah ulayat
sebagaimana ketentuan yang mengatur tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dihukum
dengan hukuman kurungan paling lama 6 (enam) bulan
dan denda sebanyak-banyaknya Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah).”;
Penerapan sanksi pidana tersebut tidak memiliki
argumentasi yang kuat untuk apa sanksi pidana diterapkan
dalam Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10 Tahun
2015 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya. Terlebih
lagi, sanksi pidana yang diterapkan merujuk pada Pasal 11
BAB VII tentang Tata Cara Pemanfaatan Tanah Ulayat
dalam Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10 Tahun
2015 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya, yang
apabila dilihat dari rumusan pasalnya, maka Pasal tersebut
menjerat orang-orang yang melanggar ketentuan pada Pasal
11 tersebut, yang mana apabila dicari unsur “orang” dan
“deliknya” (perbuatan) akan menambah ketidakpahaman
atau multitafsir mengingat terdapat banyak subjek hukum di
dalamnya serta perbuatannya pun berbagai macam dan
ketidaksesuaian penggunaan pasal yang menjadi rujukan
sanksi pidana;
Selain itu, apabila dipandang dari isi dan substansinya,
maka Pasal 11 Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10
Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya
justru lebih mengarah kepada mekanisme pemanfaatan
tanah ulayat mengingat pasal tersebut terletak pada bab
mengenai tata cara pemanfaatan tanah ulayat. Sehingga,
dalam menentukan unsur dari suatu perbuatan pidana akan
menjadi sangat sulit. Hal ini disebabkan Pasal 19 Ayat (1)
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18
-
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 19 dari 66 halaman. Putusan Nomor 13 P/HUM/2018
Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 2015
tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya tidak
memberikan keterangan yang lebih spesifik tentang bagian
mana dari Pasal 11 Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor
10 Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya
yang dapat diterapkan sanksi pidana;
Menurut hukum pidana untuk menentukan suatu
perbuatan pidana atau pemidanaan, maka harus dapat
merincikan secara terang dan kolektif tentang unsur-unsur
pidananya. Namun, pada Pasal 11 Peraturan Daerah
Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat
dan Pemanfaatannya tidak jelas mengatur tentang siapa
yang dapat dipidana serta perbuatan apa yang dapat
dipidana sebagaimana yang Para Pemohon uraikan di
bawah ini:
1) Pasal 11 Ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi Riau
Nomor 10 Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat dan
Pemanfaatannya;
a) Unsur Orang/Pelaku:
Anggota masyarakat yang memanfaatkan tanah ulayat;
b) Unsur Perbuatan:
Dilakukan tanpa sepengetahuan dan seizin
penguasa ulayat;
Dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan tata cara
hukum adat yang berlaku;
2) Pasal 11 Ayat (2) Peraturan Daerah Provinsi Riau
Nomor 10 Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat dan
Pemanfaatannya;
a) Unsur Orang/Pelaku:
Pemerintah/Pemerintah Daerah;
Pemilik Ulayat;
Pemegang Kuasa Tanah Ulayat;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19
-
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 20 dari 66 halaman. Putusan Nomor 13 P/HUM/2018
Anggota Masyarakat Adat yang bersangkutan;
b) Unsur Perbuatan:
Pemanfaatan tanah ulayat untuk kepentingan
umum;
Dapat dilakukan dengan cara penyerahan tanah
oleh pemilik ulayat dan/atau pemegang kuasa tanah
ulayat;
Dilakukan berdasarkan kesepakatan anggota
masyarakat adat yang bersangkutan;
Dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
Uraian penjelasan unsur-unsur pidana dari Pasal 11 ayat (1)
dan Pasal 11 ayat (2) Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor
10 Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya
tersebut diatas sebagai berikut:
Bahwa Pemerintah/Pemerintah Daerah merupakan
pihak yang melaksanakan pelepasan tanah demi
kepentingan umum sebagaimana ketentuan Pasal 4
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum. Sehingga, Pemerintah/Pemerintah
Daerahlah yang berpotensi untuk dapat dikenakan
pidana;
Bahwa selanjutnya, dibedakan unsur pelaku Pemilik
Ulayat dan Pemegang Kuasa Tanah Ulayat, karena
dalam Pasal 11 ayat (2) Peraturan Daerah Provinsi Riau
Nomor 10 Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat dan
Pemanfaatannya terdapat kata dan/atau, yang
bermakna dilakukan bersama-sama atau sendiri-sendiri.
Sehingga, Pemilik Tanah Ulayat dan Pemegang Kuasa
Tanah Ulayat dapat dikenakan sanksi pidana jika
memenuhi unsur perbuatan tersebut;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20
-
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 21 dari 66 halaman. Putusan Nomor 13 P/HUM/2018
Pasal 19 juncto Pasal 11 ayat (2) juga membuka
peluang kriminalisasi bagi seluruh Anggota Masyarakat
Adat jika tidak menyepakati untuk menyerahkan tanah
ulayat untuk dimanfaatkan bagi kepentingan umum;
3) Pasal 11 ayat (3) Peraturan Daerah Provinsi Riau
Nomor 10 Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat dan
Pemanfaatannya;
a) Unsur Orang/Pelaku:
Pihak lain yang memanfaatkan tanah ulayat;
Pemegang kuasa tanah ulayat;
Anggota persukuan atau masyarakat hukum adat;
Notaris;
Penghulu Kampung;
Camat;
b) Unsur Perbuatan:
Dilakukan oleh pemegang kuasa tanah ulayat;
Dilakukan atas dasar kesepakatan anggota
persukuan atau masyarakat hukum adat;
Perjanjian kerjasamanya dibuat di hadapan
Notaris dan disaksikan oleh Kepala Desa atau
Penghulu Kampung dan/atau Camat dimana
Tanah Ulayat itu berada.
Uraian penjelasan unsur-unsur pidana dari Pasal 11 ayat (3)
Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 2015
tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya tersebut di atas
sebagai berikut:
Pasal 11 ayat (3) Peraturan Daerah Provinsi Riau
Nomor 10 Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat dan
Pemanfaatannya ini membuka peluang untuk
dipidananya anggota persukuan atau masyarakat
hukum adat yang tidak menyepakati untuk
dimanfaatkannya tanah ulayat oleh pihak ketiga;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21
-
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 22 dari 66 halaman. Putusan Nomor 13 P/HUM/2018
Selain itu, Notaris juga dapat dipidana jika membuat
perjanjian kerjasama dengan tidak disaksikan oleh
Kepala Desa atau Penghulu Kampung dan/atau Camat
dimana tanah ulayat itu berada; dan
Penghulu kampung serta camat juga dapat dipidana jika
tidak menyaksikan perjanjian kerja sama penggunaan
tanah ulayat oleh pihak ketiga pada tanah ulayat di
daerahnya;
1) Pasal 11 Ayat (4) Peraturan Daerah Provinsi Riau
Nomor 10 Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat dan
Pemanfaatannya;
a) Unsur Orang/Pelaku;
Pihak Pemakai atau Pengelola;
Pemilik tanah ulayat;
Pemegang kuasa tanah ulayat atau pemangku adat.
b) Unsur Perbuatan:
Mengembalikan tanah ulayat apabila perjanjian
kerjasama sebagaimana pada Ayat (3) sudah
berakhir;
Dikembalikan oleh pihak pemakai atau pengelola;
Dikembalikan kepada pemilik tanah ulayat;
Dikembalikan melalui pemegang kuasa tanah ulayat
atau pemangku adat;
Uraian penjelasan unsur-unsur pidana dari Pasal 11 ayat (4)
Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 2015
tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya tersebut di atas
sebagai berikut:
Bahwa Pihak pemakai atau pengelola dapat dipidana
jika mengembalikan tanah ulayat tidak kepada pemilik
tanah ulayat ketika perjanjian kerjasama berakhir;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22
-
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 23 dari 66 halaman. Putusan Nomor 13 P/HUM/2018
Selanjutnya, Pihak pemakai atau pengelola dapat
dipidana jika pengembalian tanah ulayat tidak melalui
pemegang kuasa tanah ulayat atau pemangku adat;
Pemilik tanah ulayat dapat dipidana jika
dikembalikannya tanah ulayat tidak oleh pihak pemakai
atau pengelola;
Pemilik tanah ulayat dapat dipidana jika
dikembalikannya tanah ulayat tidak melalui pemegang
kuasa tanah ulayat atau pemangku adat; dan
Pemegang kuasa tanah ulayat atau pemangku adat
dapat dipidana jika tanah ulayat yang dikembalikan
melalui dirinya bukan dikembalikan oleh pihak pemakai
atau pengelola;
2) Pasal 11 ayat (6) Peraturan Daerah Provinsi Riau
Nomor 10 Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat dan
Pemanfaatannya, yang berbunyi:
“Ketentuan dan tata cara untuk proses sebagaimana
dimaksud pada Ayat (3) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Gubernur.”;
Uraian penjelasan dari Pasal 11 ayat (6) Peraturan Daerah
Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat
dan Pemanfaatannya tersebut diatas, yaitu memberikan
peluang untuk dapat mempidana Gubernur ketika tiada
peraturan gubernur yang diamanatkan Peraturan Daerah
Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat
dan Pemanfaatannya kunjung diterbitkan atau juga dapat
mempidana pihak-pihak yang melakukan perbuatan
sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 11 Peraturan
Daerah Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 2015 tentang Tanah
Ulayat dan Pemanfaatannya;
Secara keseluruhan, urgensi penerapan sanksi pidana
dalam Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 2015
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 23
-
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 24 dari 66 halaman. Putusan Nomor 13 P/HUM/2018
tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya perlu dipertanyakan
karena perujukan pasal yang tidak mencerminkan asas
keserasian dan keselarasan, sebagaimana dalam jurnal yang
diterbitkan oleh Mahkamah Konstitusi dengan judul
Konstitusionalitas Norma Sanksi Pidana Sebagai Ultimum
Remedium Dalam Pembentukan Peraturan Peraturan
Perundang-Undangan ditegaskan bahwa penerapan sanksi
pidana juga tidak selalu menyelesaikan masalah karena ternyata
dengan sanksi pidana tidak terjadi pemulihan keadilan yang
rusak oleh suatu perbuatan pidana (Bukti P-6), yang dalam hal
ini keadilan ekologi bagi tanah ulayat yang dimiliki oleh
masyarakat hukum adat, terlebih penjabaran terkait “pihak lain”
dalam Pasal 11 tidak memiliki kejelasan yang menyebabkan
perluasan makna dan ketidakseimbangan mengenai persepsi
antara “pihak lain” dengan masyarakat adat yang dimaksud
dalam Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 2015
tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya;
Selanjutnya, pada Penelitian yang diterbitkan oleh
Mahkamah Konstitusi tersebut disebutkan bahwa berdasarkan
pendapat beberapa ahli mengenai penggunaan hukum pidana,
maka syarat Hukum Pidana/sanksi pidana dapat dijadikan
sebagai suatu Primum Remedium, yaitu:
1) Apabila sangat dibutuhkan dan hukum yang lain tidak
dapat digunakan (mercenary);
2) Menimbulkan korban yang sangat banyak;
3) Tersangka/terdakwa merupakan residivis ;
4) Kerugiannya tidak dapat dipulihkan (irreparable);
5) Apabila mekanisme penegakkan hukum lainnya yang
lebih ringan telah tiada berdaya guna atau tidak
dipandang;
Dalam hal ini, pelaksanaan tata cara pemanfaatan tanah
ulayat tidak seharusnya diterapkan sanksi pidana, selain jurnal
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 24
-
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 25 dari 66 halaman. Putusan Nomor 13 P/HUM/2018
yang diterbitkan Makamah Konstitusi tersebut, mengingat
konsepsi hukum pidana menempatkan hukum pidana sebagai
ultimum remedium terdapat dalam Putusan Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia register Perkara Nomor
4/PUU-V/2007, Mahkamah Konstitusi menyebutkan:
“(i) Ancaman pidana tidak boleh dipakai untuk mencapai suatu
tujuan yang pada dasarnya dapat dicapai dengan cara lain
yang mana sama efektifnya dengan penderitaan dan kerugian
yang lebih sedikit, (ii) ancaman pidana tidak boleh digunakan
apabila hasil sampingan (side effect) yang ditimbulkan lebih
merugikan dibanding dengan perbuatan yang akan
dikriminalisasi, (iii) ancaman pidana harus rasional, (iv)
ancaman pidana harus menjaga keserasian antara ketertiban,
sesuai dengan hukum dan kompetensi (order, legitimation,
and competence), dan (v) ancaman pidana harus menjaga
kesetaraan antara perlindungan masyarakat, kejujuran,
keadilan prosedural dan substantif (social defence, fairness,
procedural and substantive justice)” (Bukti P-7);
Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas, maka sangat tidak
beralasan untuk dapat menerapkan sanksi pidana dalam Peraturan
Daerah Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat
dan Pemanfaatannya;
Oleh karena itu, secara keseluruhan Peraturan Daerah Provinsi
Riau Nomor 10 Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat dan
Pemanfaatannya terbukti bertentangan dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan;
1. Bahwa Pasal 10 Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10 Tahun
2015 Tentang Tanah Ulayat Dan Pemanfaatannya Bertentangan
dengan Pasal 134 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang
Pertambangan Mineral Dan Batubara Dan Pasal 33 Ayat (3)
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 25
-
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 26 dari 66 halaman. Putusan Nomor 13 P/HUM/2018
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas
Bumi;
Bahwa senyatanya pada Pasal 10 ayat (2) Peraturan Daerah
Provinsi Nomor 10 Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat dan
Pemanfaatannya terdapat frasa yang berbunyi:
“………pengelolaan bahan tambang berat yang ada di dalam
wilayah tanah ulayat dilakukan ………………….”
Bahwa sesungguhnya frasa bahan tambang berat tidak dikenal
dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara ataupun Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sehingga tidak dapat diketahui
rujukan dalam penerapan pasal tersebut. Selain itu, penafsiran pasal
ini mengakibatkan terbukanya kesempatan kepada siapapun, baik itu
badan usaha, koperasi maupun perorangan yang telah memperoleh
izin dari instansi Pemerintah untuk membuka kegiatan pertambangan
diatas tanah milik masyarakat adat, –quad non- Kegiatan usaha
pertambangan, baik itu pertambangan mineral dan batubara maupun
pertambangan minyak dan gas bumi tidak dapat dilakukan di atas
tanah ulayat sebagaimana Pasal 134 Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang
berbunyi:
“Kegiatan usaha pertambangan tidak dapat dilaksanakan pada
tempat yang dilarang untuk melakukan kegiatan usaha
pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan”;
Selanjutnya, memang di dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara tidak merinci maksud
dari “tempat yang dilarang untuk melakukan kegiatan usaha
pertambangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan”, akan
tetapi pengertian tersebut dapat dilihat pada Pasal 33 Ayat (3) huruf
(a) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 26
-
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 27 dari 66 halaman. Putusan Nomor 13 P/HUM/2018
Bumi yang telah secara terang memberikan pengertian secara
spesifik, yang berbunyi:
“3) Kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi tidak dapat dilaksanakan
pada:
a. Tempat pemakaman, tempat yang dianggap suci, tempat
umum, sarana dan prasarana umum, cagar alam, cagar
budaya, serta tanah milik masyarakat adat;
Oleh karena itu, terbukti ketentuan Pasal 10 ayat (2)
bertentangan dengan Pasal 134 Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Bukti P-8) dan
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang
Minyak dan Gas Bumi. (Bukti P-9);
2. Bahwa Pasal 12 ayat (2) Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10
Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat Dan Pemanfaatannya
bertentangan dengan Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum;
Bahwa Pasal 12 Ayat (2) Peraturan Daerah Provinsi Riau
Nomor 10 Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya
yang berbunyi:
“Pemegang hak tanah ulayat berkewajiban melepaskan tanah
tersebut yang diperlukan Pemerintah/Pemerintah Daerah untuk
kepentingan umum dengan pemberian ganti kerugian atas
faktor fisik dan ganti kerugian atas faktor nonfisik berdasarkan
hasil musyawarah dari peraturan perundang-undangan.”;
Berdasarkan dari isi Pasal tersebut di atas, pemegang hak tanah
ulayat (masyarakat adat) senyatanya diwajibkan untuk melepaskan
tanahnya yang akan dipergunakan untuk kepentingan umum. -quad
non- pemegang hak ulayat seharusnya dapat menolak untuk
melepaskan hak tanah ulayat, karena tidak ada penjelasan secara
terperinci mengenai maksud “kepentingan umum” dalam Peraturan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 27
-
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 28 dari 66 halaman. Putusan Nomor 13 P/HUM/2018
Daerah Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat
dan Pemanfaatannya;
Selain itu, dalam Pasal 12 ayat (2) Peraturan Daerah Provinsi
Riau Nomor 10 Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat dan
Pemanfaatannya, juga tidak memberikan ruang bagi masyarakat adat
untuk menolak melepaskan tanahnya untuk “kepentingan umum”,
termasuk menolak besaran ganti kerugian. Padahal, menurut
ketentuan di dalam Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum, yang berbunyi:
“Dalam hal tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/atau
besarnya Ganti Kerugian, Pihak yang Berhak dapat mengajukan
keberatan kepada pengadilan negeri setempat dalam waktu paling
lama 14 (empat belas) hari kerja setelah musyawarah penetapan
Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1).”;
Mendasarkan pada Pasal tersebut diatas, maka secara nyata
masyarakat adat mempunyai hak untuk mengajukan keberatan
apabila tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/atau
besarannya ganti kerugian;
Oleh karena itu, terbukti Pasal 12 ayat (2) Peraturan Daerah
Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat dan
Pemanfaatannya bertentangan dengan Pasal 38 Ayat (1)
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah
Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. (Bukti P-10);
3. Bahwa Pasal 16 Ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10
Tahun 2015 tentang Tanah Ulayat Dan Pemanfaatannya
Bertentangan Dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
Dan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 28
-
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 29 dari 66 halaman. Putusan Nomor 13 P/HUM/2018
Bahwa Pasal 16 ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi Riau
Nomor 10 Tahun 2015 Tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya,
yang berbunyi:
“Dilarang memindahkan hak Kepemilikan Tanah Ulayat kecuali
untuk kepentingan:
a. Kepentingan Nasional;
b. Pembangunan di Daerah; dan/atau
c. Kehendak bersama seluruh anggota pesukuan dan atau
Masyarakat adat berdasarkan ketentuan hukum adat yang
berlaku.”;
Bahwa Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
dan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum tidak menjelaskan secara terang dan rinci definisi
tentang Kepentingan Nasional dan Pembangunan di Daerah, namun
hanya menjelaskan tentang “Kepentingan Umum” saja sebagaimana
ketentuan pada Pasal 1 angka (6) Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum yang berbunyi:
“6) Kepentingan umum adalah kepentingan bangsa, Negara, dan
masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan
digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.”;
dan Pasal 1 angka (6) Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012
tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum yang berbunyi:
“6) Kepentingan Umum adalah kepentingan bangsa, negara, dan
masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan
digunakan sebesar-besarnya suatu kemakmuran rakyat.”;
Seharusnya Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10 Tahun
2015 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya harus memberikan
definisi yang jelas terhadap “Kepentingan Nasional dan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 29
-
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Mahk
amah
Agu
ng R
epub
lik In
done
sia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 30 dari 66 halaman. Putusan Nomor 13 P/HUM/2018
Pembangunan di daerah” karena peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi hanya menjelaskan pengertian “kepentingan umum”
agar tidak
top related