dr endang ca mammae
Post on 08-Aug-2015
149 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan YME, karena atas rahmat dan
izin-Nya penyusun dapat menyelesaikan referrat ini tepat pada waktunya. Referat ini disusun
guna memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Bedah di Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Bekasi.
Penyusun mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Endang
Marsiti Sp.B yang telah membimbing penyusun dalam mengerjakan referat ini, serta kepada
seluruh dokter yang telah membimbing penyusun selama di kepaniteraan klinik Ilmu Bedah
di Rumah Sakit Umum Kota Bekasi. Dan juga ucapan terima kasih kepada Orangtua papa
dan mama, abang dan adik saya serta teman-teman seperjuangan di kepaniteraan ini, serta
kepada semua pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan kepada penyusun.
Dengan penuh kesadaran dari penyusun, meskipun telah berupaya semaksimal
mungkin untuk menyelesaikan referat ini, namun masih terdapat kelemahan dan kekurangan.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penyusun harapkan. Akhir kata,
penyusun mengharapkan semoga referat ini dapat berguna dan memberikan manfaat bagi kita
semua.
Jakarta, Desember 2012
Shelly Sulvitri S.Ked
1
Lembar Persetujuan Referat
Referat dibawah ini :
Judul : Karsinoma Mammae
Penyusun: Shelly Sulvitri S.ked
NIM : 030.08.226
Universitas : Fakultas Kedokteran Trisakti
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat menyelesaikan kepaniteraan
klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi .
Jakarta, Desember 2012 Jakarta, Desember 2012
Dr. Endang Marsiti Sp.B Shelly Sulvitri S.ked
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar …………………………………………………................... 1
Lembar Pengesahan …………………………………………………................... 2
Daftar Isi ……………………………………………………………... 3
BAB I
Pendahuluan………………………………………………... 4
BAB II KARSINOMA MAMMAE………….…………………………….. 5
I. Embriologi ……………………………………………... 5
II. Anatomi Payudara ……...………………………………… 6
III. Definisi……………...…………………… ..…………… 14
IV. Epidemiologi……...……………………..…………....... 14
V. Etiologi…...…...….…..……………………………........15
VI. Klasifikasi..........……………………………………...... 17
VII. Patogenesis ...……………………………………….…....22
VIII. Manifestasi Klinis …………….………………………….23
IX. Diagnosis ...………………………………………….......25
X. Staging ………………………………….…..................29
XI. Diagnosis Banding.………………………………………....34
XII. Penatalaksanaan.…………………………………….……... 35
XIII. Prognosis ...............................................................40
BAB III KESIMPULAN .................................................................41
BAB III. DAFTAR PUSTAKA …..……………………………………... 42
BAB I
3
PENDAHULUAN
Karsinoma mammae atau biasa disebut Kanker payudara merupakan keganasan yang
paling banyak pada wanita. Selain merupakan penyakit yang didominasi oleh wanita (99%
kanker payudara terjadi pada wanita), namun kanker ini juga merupakan penyakit yang
berhubungan dengan penuaan. Resiko seumur hidup untuk tumbuhnya kanker payudara
sebagian besar terpusat pada periode perimenopause dan pascamenopause.
Kejadian karsinoma payudara dihubungkan dengan terjadinya hiperplasia sel dengan
perkembangan sel-sel atipik, kemudian terjadi karsinoma intraepitelial (karsinoma in situ),
setelah terjadinya karsinoma in situ akan terjadi multiplikasi sel-sel dengan cepat.
Selanjutnya sel-sel tersebut akan menginvasi stroma jaringan ikat di sekitarnya pada
payudara.
Membutuhkan waktu kurang lebih sekitar 7 tahun pada karsinoma untuk tumbuh dari
sebuah sel tunggal sampai menjadi massa yang cukup besar untuk dapat teraba (diameter
sekitar 1 cm). Pada ukuran itu sekitar ¼ kasus sudah disertai dengan kejadian metastasis.
BAB II
4
TINJAUAN PUSTAKA
I. Embriologi
Payudara merupakan suatu kelompok kelenjar-kelanjar besar yang berasal dari
epidermis, yang terbungkus dalam fascia yang berasal dari dermis, dan fascia superficial
dari permukaan ventral dada. Puting susu sendiri merupakan suatu proliferasi lokal dari
stratum spinosum epidermis.
Selama bulan kedua kehamilan, dua berkas lapisan tebal ectoderm muncul pada
dinding depan tubuh terbentang dari aksila ke lipat paha. Dua berkas ini adalah milk line
dan melambangkan jaringan kelenjar mamma yang potensial (Gambar 1.1). Pada manusia,
hanya bagian pectoral dari berkas ini yang akan menetap dan akhirnya berkembang menjadi
kelenjar mammae dewasa. Kadang-kadang, jaringan payudara yang tersisa atau bahkan
fungsional dapat muncul dari bagian lain dari milk line.1
Gambar 1.1. A. Milk line dari
embrio mamalia secara umum, kelanjar mamma terbentuk sepanjang garis ini. B.
Tempat umum terbentuknya kelenjar mamma atau supernumerary nipples pada
manusia1
5
Gambar 1.2.
Pembentukkan payudara. A-D : stadium pembentukkan kelenjar dan sistem duktus
berasal dari epidermis. Septa jaringan ikat berasal dari mesenkim dermis. E : eversi
putting menjelang kelahiran. 1
II.. Anatomi
Payudara wanita dewasa berlokasi dalam fascia superficial dari dinding depan dada.
Dasar dari payudara terbentang dari iga kedua di sebelah atas sampai iga keenam atau ketujuh
di sebelah bawah, dan dari sternum batas medialnya sampai ke garis aksilaris anterior sebagai
batas lateralnya. Duapertiga dasar tersebut terletak di depan M.pectoralis major dan sebagian
M.serratus anterior. Sebagian kecil terletak di atas M.obliquus externus dan M. rectus
abdominis.
Pada 95% wanita terdapat perpanjangan dari kuadran lateral atas sampai ke aksila. Ekor
ini (tail of Spence) dari jaringan mammae memasuki suatu hiatus (dari Langer) dalam fascia
sebelah dalam dari dinding medial aksilaI. Hanya ini jaringan mammae yang ditemukan
secara normal di bawah fascia sebelah dalam. 1
6
Gambar 1.3. Potongan sagital mammae dan dinding dada sebelah depan1
Gambar 1.4. Topografi aksila (Anterior view)
Setiap payudara terdiri dari 15 sampai 20 lobus, beberapa lebih besar daripada yang
lainnya, berada dalam fascia superficial, dimana dihubungkan secara bebas dengan fascia
sebelah dalam. Lobus-lobus ini beserta duktusnya adalah kesatuan dalam anatomi, bukan
kesatuan dalam bedah. Suatu biopsy payudara bukan suatu lobektomi, dimana pada prosedur
semacam itu, sebagian dari 1 atau lebih lobus diangkat.
Antara fascia superficial dan yang sebelah dalam terdapat ruang retromammary
(submammary) yang mana kaya akan limfatik.
Lobus-lobus parenkim beserta duktusnya tersusun secara radial berkenaan dengan
posisi dari papilla mammae, sehingga duktus berjalan sentral menuju papilla seperti jari-jari
7
roda berakhir secara terpisah di puncak dari papilla. Segmen dari duktus dalam papilla
merupakan bagian duktus yang tersempit. Oleh karena itu, sekresi atau pergantian sel-sel
cenderung untuk terkumpul dalam bagian duktus yang berada dalam papilla, mengakibatkan
ekspansi yang jelas dari duktus dimana ketika berdilatasi akibat isinya dinamakan lactiferous
sinuse . Pada area bebas lemak di bawah areola, bagian yang dilatasi dari duktus laktiferus
(lactiferous sinuses) merupakan satu-satunya tempat untuk menyimpan susu. Intraductal
papillomas sering terjadi di sini.
Ligamentum suspensori Cooper membentuk jalinan yang kuat, pita jaringan ikat
berbentuk ireguler menghubungkan dermis dengan lapisan dalam dari fascia superfisial,
melewati lobus-lobus parenkim dan menempel ke elemen parenkim dan duktus. Kadang-
kadang, fascia superfisial terfiksasi ke kulit, sehingga tidak mungkin dilakukan total
mastectomy subkutan yang ideal. Dengan adanya invasi keganasan, sebagian dari ligamentum
Cooper akan mengalami kontraksi, menghasilkan retraksi dan fiksasi atau lesung dari kulit
yang khas. Ini berbeda dengan penampilan kulit yang kasar dan ireguler yang disebut peau
d'orange, dimana pada peau d'orange perlekatan subdermal dari folikel-folikel rambut dan
kulit yang bengkak menghasilkan gambaran cekungan dari kulit. 1
Gambar 1.5. Dumpling of the breast, akibat dari terlibatnya ligamentum Cooper pada
penyakit yang invasive. Dapat diperjelas dengan penekanan oleh tangan
pemeriksa. 1
Suplai darah
Mammae diperdarahi dari 2 sumber, yaitu A. thoracica interna, cabang dari A. axillaries, dan
A. intercostal.
8
Gambar 1.6. A. Pada 18% individu, payudara diperdarahi oleh arteri internal thoracic,
axillary, dan intercostals. B. Pada 30%, kontribusi dari A.aksilaris tidak berarti.
C. Pada 50%, A.intercostal hanya sedikit kontribusinya. 1
Vena aksilaris, vena thoracica interna, dan vena intercostals 3-5 mengalirkan darah dari
kelenjar mamma. Vena-vena ini mengikuti arterinya.
Vena aksilaris terbentuk dari gabungan vena brachialis dan vena basilica, terletak di
medial atau superficial terhadaop arteri aksilaris, menerima juga 1 atau 2 cabang pectoral dari
mammae. Setelah vena ini melewati tepi lateral dari iga pertama, vena ini menjadi vena
subclavia. Di belakang, vena intercostalis berhubungan dengan sistem vena vertebra dimana
masuk vena azygos, hemiazygos, dan accessory hemiazygos, kemudian mengalirkan ke
dalam vena cava superior. Ke depan, berhubungan dengan brachiocephalica.
Melaui jalur kedua jalur pertama, metastasis ca mammae dapat mencapai paru-paru.
Melalui jalurketiga, metastasis dapat ke tulang dan system saraf pusat.1
9
Gambar 1.7. Diagram potongan frontal
mammae kanan menunjukkan jalur drainase vena. A. Drainase medial melalui
internal thoracic vein ke jantung kanan. the right heart. B. Drainage posterior ke
vertebral veins. C. Drainase lateral ke intercostal, superior epigastric veins, dan hati.
D. Darinase superior lateral superior melalui vena aksilaris ke jantung kanan.1
Aliran limfatik
Kelenjar getah bening dari regio mammae terdapat dalam kelompok inkonstan yang
bervariasi. Seringnya pembagian menurut Haagensen.
Gambar 1.8. Kelenjar getah bening aksila dan
payudara menurut klasifikasi dari Haagensen (kiri). Aliran limfatik mammae
(kanan). 1
10
Klasifikasi utama Haagensen adalah axillary dan internal thoracic (mammary).
1. Drainase Aksilaris (35.3 nodes).
Group 1. External mammary nodes (1.7 nodes), juga dikenal sebagai anterior pectoral nodes.
Ini terletak sepanjang batas lateral dari M. pectoralis minor, di bawah M. pectoralis
major, sepanjang sisi medial dari aksila mengikuti aliran lateral thoracic artery pada
dinding dada, mulai dari iga 2-6. Di bawah areola terdapat perluasan jaringan pembuluh-
pembuluh limfatik, dinamakan subareolar plexus of Sappey.
Gambar 1.9. Aliran limfatik mammae. Aliran limfe langsung dari kulit ditunjukkan oleh
tanda panah pada mammae kanan dan sisi medial mammae kiri. 1. Areolar
plexus of vessels, draining areola, nipple and some parenchyma. 2. Anterior
pectoral nodes. 3. Central axillary nodes. 4. Interpectoral nodes (a path which
can bypass central axillary nodes). 5. Apical, infraclavicular nodes. 6.
Retrosternal nodes.
Group 2. Scapular nodes (5.8 nodes). Terletak di atas pembuluh-pembuluh darah
subsakapular. Limfatik dari KGB ini salng berhubungan dengan pembuluh limfe
intercistal.
Group 3. Central nodes (12.1 nodes). Merupakan kelompok kelenjar getah bening yang
terbesar; merupakan KGB yang paling mudah dipalpasi di aksila karena ukurannya yang
besar. Ketika KGB ini membesar, dapat menekan intercostobrachial nerve, cabang
kutaneus lateral dari second atau third thoracic nerve, dapat timbul nyeri.
11
Group 4. Interpectoral nodes (Rotter's nodes) (1.4 nodes). Terletak antara otot pektoralis
mayor dan minor, sering terdapat tunggal. Merupakan kelompok KGB terkecil dari KGB
aksila dan tidak dapat ditemukan walaupun M. pectoralis major diangkat.
Group 5. Axillary vein nodes (10.7 nodes). Merupakan kelompok KGB terbesar kedua di
aksila. Terletak di permukaan ventral dan kaudal dari bagian lateral vena aksilaris.
Group 6. Subclavicular nodes (3.5 nodes). Terletak pada permukaan ventral dan kaudal dari
bagian medial vena aksilaris. These lie on the caudal and ventral surfaces of the medial
part of the axillary vein.
2. Drainase Internal Thoracic (Mammary) (8.5 Nodes)
Pembuluh-pembuluh limfatik timbul dari tepi medial mammae pada fascia pectoralis.
KGB ini juga menerima trunkus limfatikus dari kulit mammae kontralateral, hati, diafragma,
rectus sheath, bagian atas rectus abdominis. KGB sekitar 4-5 setiap sisinya, kecil, dan
biasanya dalam lemak dan jaringan ikat dari ruang interkosta. Saluran ini bermuara ke ductus
thoracicus atau ductus limfatikus dextra. Rute ke vena aksilaris lebih pendek daripada rute
aksila.1
Dalam staging, bila ditemukan metastasis ke KGB supraclavicular, cervical, atau
contralateral internal mammary dianggap telah mengadakan metastasis jauh (M1). Yang
termasuk KGB regional :
1. KGB aksila (ipsilateral) : interpectoral (Rotter's) nodes dan KGB sepanjang vena
aksilaris dan bagian-bagiannya yang dapat dibagi ke dalam beberapa tingkat :
a. Level I (low axilla): KGB lateral dari tepi lateral M pectoralis minor
b. Level II (midaxilla): KGB antara tepi medial dan lateral M pectoralis minor dan KGB
interpectoral (Rotter's)
c. Level III (apical axillary): KGB medial dari tepi medial M pectoralis minor termasuk
subclavicular, infraclavicular, or apical
Catatan : KGB intramammary disandikan sebagai KGB aksila.
12
Gambar 1.10. Kelompok kelenjar getah bening aksila. Level I meliputi beberapa kelenjar
getah bening yang terletak lateral dari M. Pectoralis minor, Level II meliputi beberapa
kelenjar getah bening yang terletak di bawah M. Pectoralis minor, Level III meliputi
beberapa kelenjar getah bening yang terletak medial dari M. Pectoralis minor. 1
2. Internal mammary (ipsilateral): KGB di ruang intercosta sepanjang tepi sternum dalam
fascia endothoracica.
Persarafan
Mammae dipersarafi oleh nervus intercosta 2-6, dengan cabang-cabangnya melewati
permukaan kelenjar. 2 cabang mammae dari nervus kutaneus lateral keempat juga
mempersarafi papilla mammae.
Gambar 1.11. Saraf-saraf perifer penting yang ditemukan selama mastectomy III.
III. Defenisi
Dalam istilah kedokteran, semua benjolan disebut tumor. Benjolan atau ada yang
jinak dan ada yang ganas, tumor yang ganas itulah yang disebut kanker. Kanker payudara
13
adalah tumor ganas yang berasal dari kelenjar payudara. Termasuk saluran kelenjar air
susu dan jaringan penunjangnya6.
IV. Epidemiologi
Kanker adalah salah satu penyakit yang banyak menimbulkan kesengsaraan dan
kematian pada manusia. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab kematian
nomor 2 setelah penyakit-penyakit kardiovaskular. Diperkirakan, kematian akibat kanker
di dunia mencapai 4,3 juta per tahun dan 2,3 juta di antaranya ditemukan di negara
berkembang. Jumlah penderita baru per tahun 5,9 juta di seluruh dunia dan 3 juta di
antaranya ditemukan di negara sedang berkembang.
Di Indonesia diperkirakan terdapat 100 penderita kanker baru untuk setiap
100.000 penduduk per tahunnya. Prevalensi penderita kanker meningkat dari tahun ke
tahun akibat peningkatan angka harapan hidup, sosial ekonomi, serta perubahan pola
penyakit3. Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1992, kanker
menduduki urutan ke-9 dari 10 penyakit terbesar penyebab utama kematian di Indonesia.
Angka proporsi penyakit kanker di Indonesia cenderung meningkat dari 3,4 (SKRT 1980)
menjadi 4,3 (SKRT 1986), 4,4 (SKRT 1992), dan 5,0 (SKRT 1995). Data Profil
Kesehatan RI 1995 menunjukkan bahwa proporsi kanker yang dirawat inap di rumah sakit
di Indonesia mengalami peningkatan dari 4,0% menjadi 4,1%. Selain itu, peningkatan
proporsi penderita yang dirawat inap juga terjadi peningkatan di rumah sakit DKI Jakarta
pada 1993 dan 1994, dari 4,5% menjadi 4,6%.4
Kanker payudara sering ditemukan di seluruh dunia dengan insidens relatif tinggi,
yaitu 20% dari seluruh keganasan. Dari 600.000 kasus kanker payudara baru yang
didiagnosis setiap tahunnya. Sebanyak 350.000 di antaranya ditemukan di negara maju,
sedangkan 250.000 di negara yang sedang berkembang5. Di Amerika Serikat, keganasan
ini paling sering terjadi pada wanita dewasa. Diperkirakan di AS 175.000 wanita
menderita kanker payudara yang mewakili 32% dari semua kanker yang menyerang
wanita. Bahkan, disebutkan dari 150.000 penderita kanker payudara yang berobat ke
rumah sakit, 44.000 orang di antaranya meninggal setiap tahunnya. American Cancer
Society memperkirakan kanker payudara di Amerika akan mencapai 2 juta dan 460.000 di
antaranya meninggal antara 1990-20005.
14
Kanker payudara merupakan kanker terbanyak kedua sesudah kanker leher rahim
di Indonesia3. Sejak 1988 sampai 1992, keganasan tersering di Indonesia tidak banyak
berubah. Kanker leher rahim dan kanker payudara tetap menduduki tempat teratas. Selain
jumlah kasus yang banyak, lebih dari 70% penderita kanker payudara ditemukan pada
stadium lanjut4. Data dari Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan
menunjukkan bahwa Case Fatality Rate (CFR) akibat kanker payudara menurut golongan
penyebab sakit menunjukkan peningkatan dari tahun 1992-1993, yaitu dari 3,9 menjadi
7,8.
V. ETIOLOGI1,8
Etiologi kanker payudara tidak diketahui dengan pasti. Namun beberapa faktor resiko
pada penderita diduga berhubungan dengan kejadian kanker payudara, yaitu :
1. Usia lebih dari 30 tahun. Usia puncak adalah 75 sampai 79 tahun, penyebab utama
bagi wanita berusia 35 sampai 54 tahun8.
2. Reproduksi. Usia menarke kecil, yakni dibawah 12 tahun, meningkatkan resiko
kanker payudara sebanyak 3 kali. sedangkan menopause yang lebih lambat, (di atas
55 tahun) henti haid lanjut, meningkatkan 2 kali resiko kanker payudara. Dan siklus
haid pendek merupakan faktor resiko tinggi karsinoma mammae. Selain itu, yang
seumur hidup tidak menikah atau belum menikah, partus pertama berusia lebih dari
35 tahun dan setelah partus belum menyusui, berinsiden relatif tinggi.
3. Kelainan kelenjar mammae. Penderita kistadenoma mammae hiperplastik berat
berinsiden lebih tinggi. Jika satu payudara sudah terkena kanker, mammae
kontralateral resikonya meningkat. Pernah mengalami infeksi, trauma, atau operasi
tumor jinak payudara.
4. Penggunaan obat di masa lalu. Penggunaan jangka panjang hormon insidennya lebih
tinggi.
5. Radiasi pengion. Kelenjar mammae relatif peka terhadap radiasi pengion, paparan
berlebihan menyebabkan peluang terjadinya kanker lebih tinggi.
6. Pernah menjalani operasi ginekologis, misalnya tumor ovarium.
7. Riwayat keluarga dan gen terkait dengan karsinoma mammae. Sekitar 5-10%
karsinoma mammae terjadi akibat adanya predisposisi terjadi akibat adanya 15
predisposisi genetik terhadap kelainan ini. Penelitian menunjukkan pada wanita
dengan satu anggota keluarga tingkat pertamanya (ibu, anak, kakak, atau adik)
menderita karsinoma mammae, probabilitas terkena karsinoma mammae lebih tinggi
2-3 kali dibanding wanita tanpa riwayat keluarga. Dan bila ada dua anggota keluarga
tingkat pertama yang menderita karsinoma mammae, probabilitas meningkat 5 kali
lipat. Penelitian dewasa ini menunjukkan gen utama yang terkait dengan timbulnya
karsinoma mammae adalah BRCA-1 dan BRCA-2.
8. Gaya hidup
a. Diet dan gizi.
Berbagai studi kasus menunjukkan diet tinggi lemak dan kalori berkaitan
langsung dengan timbulnya kanker payudara. Terdapat data menunjukkan,
orang yang gemuk sesudah berusia 50 tahun berpeluang besar menderita
kanker payudara. Lebih dari 50 penelitian membuktikan bahwa konsumsi
alkohol dapat meningkatkan kadar estrogen dalam tubuh sehingga
mempengaruhi responsivitas tumor terhadap hormon., wanita yang setiap hari
mengkonsumsi lebih dari 30 sampai 60 gr/hari (2 sampai 5 minuman)
dihubungan dengan peningkatan resiko kanker payudara.
b. Aktivitas fisik.
Olahraga selama 4 jam setiap mingginya menurunkan resiko sebesar 30%.
Olahraga rutin pada masa pascamenopause juga menurunkan resiko sebesar
30-40%.
c. Merokok
Data menunjukkan bahwa nikotin dan N-nitosamin (karsinogen dalam asap
rokok) terkosentrasi dalam jaringan payudara, dan bahwa wanita perokok
pascamenopause dengan polimorfisme gen yang bertanggung jawab untuk
mendetoksifikasi karsinogen tersebut (asetilator lambat) beresiko tinggi untuk
menderita kanker payudara.
16
VI. KLASIFIKASI1,7
Berdasarkan gambaran histologis, WHO membuat klasifikasi kanker payudara
sebagai berikut.
1. Non invasive carcinoma
a) Ductal carcinoma in situ
Ductal carcinoma in situ, juga disebut intraductal cancer, merujuk pada sel
kanker yang telah terbentuk dalam saluran dan belum menyebar. Saluran menjadi
tersumbat dan membesar seiring bertambahnya sel kanker di dalamnya. Kalsium
cenderung terkumpul dalam saluran yang tersumbat dan terlihat dalam mamografi
sebagai kalsifikasi terkluster atau tak beraturan (clustered or irregular
calcifications) atau disebut kalsifikasi mikro (microcalcifications) pada hasil
mammogram seorang wanita tanpa gejala kanker.
DCIS dapat menyebabkan keluarnya cairan puting atau munculnya massa
yang secara jelas terlihat atau dirasakan, dan terlihat pada mammografi. DCIS
kadang ditemukan dengan tidak sengaja saat dokter melakukan biopsy tumor
jinak. Sekitar 20%-30% kejadian kanker payudara ditemukan saat dilakukan
mamografi. Jika diabaikan dan tidak ditangani, DCIS dapat menjadi kanker
invasif dengan potensi penyebaran ke seluruh tubuh.
DCIS muncul dengan dua tipe sel yang berbeda, dimana salah satu sel
cenderung lebih invasif dari tipe satunya. Tipe pertama, dengan perkembangan
lebih lambat, terlihat lebih kecil dibandingkan sel normal. Sel ini disebut solid,
papillary atau cribiform. Tipe kedua, disebut comedeonecrosis, sering bersifat
progresif di awal perkembangannya, terlihat sebagai sel yang lebih besar dengan
bentuk tak beraturan.
17
A B
Gambar 1.12 Ductal Carcinoma in situ (A) dan Sel-sel kanker menyebar keluar dari ductus,
menginvasi jaringan sekitar dalam mammae (B)
b) Lobular carcinoma in situ
Meskipun sebenarnya ini bukan kanker, tetapi LCIS kadang digolongkan sebagai
tipe kanker payudara non-invasif. Bermula dari kelenjar yang memproduksi air
18
susu, tetapi tidak berkembang melewati dinding lobulus. Mengacu pada National
Cancer Institute, Amerika Serikat, seorang wanita dengan LCIS memiliki peluang
25% munculnya kanker invasive (lobular atau lebih umum sebagai infiltrating
ductal carcinoma) sepanjang hidupnya.
Gambar 1.13 Lobular carcinoma in situ
2. Invasive carcinoma
I. Paget’s disease dari papilla mammae
Paget’s disease pada putting tampa sebagai erupsi ekzametosa kronik yang
berkembang menjadi ulkus basah. Paget's disease biasanya berhubungan dengan DCIS
(Ductal Carcinoma in situ) yang luas dan mungkin berhubungan dengan kanker invasif.
Biopsi papilla mammae akan menunjukkan suatu populasi sel yang identik (gambaran atau
perubahan pagetoid). Patognomonis dari kanker ini adalah terdapatnya sel besar pucat dan
bervakuola (Paget's cells) dalam deretan epitel. Terapi pembedahan untuk Paget's disease
meliputi lumpectomy, mastectomy, atau modified radical mastectomy, tergantung
penyebaran tumor dan adanya kanker invasif.
II. Invasive ductal carcinoma
a. Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous, simplex, NST) (80%)
Kanker ini ditemukan sekitar 80% dari kanker payudara dan pada 60% kasus
kanker ini mengadakan metastasis (baik mikro maupun makroskopik) ke KGB aksila.
19
Kanker ini biasanya terdapat pada wanita perimenopause ataupun postmenopause
dekade kelima sampai keenam, sebagai massa soliter dan keras. Batasnya kurang
tegas dan pada potongan mlintang, tampak permukaannya membentuk konfigurasi
bintang di bagian tengah dengan garis berwarna putih kapur atau kuning menyebar ke
sekeliling jaringan payudara. Sel-sel kanker sering berkumpul dalam kelompok kecil,
dengan gambaran histologi yang bervariasi.
b. Medullary carcinoma (4%)
Medullary carcinoma adalah tipe khusus dari kanker payudara, berkisar 4% dari
seluruh kanker payudara yang invasif dan merupakan kanker payudara herediter yang
berhubungan dengan BRCA-1. Peningkatan ukuran yang cepat dapat terjadi sekunder
terhadap nekrosis dan perdarahan. 20% kasus ditemukan bilateral. Karakterisitik
mikroskopik dari medullary carcinoma berupa (1) infiltrat limforetikular yang padat
terutama terdiri dari sel limfosit dan plasma; (2) inti pleomorfik besar yang
berdiferensiasi buruk dan mitosis aktif; (3) pola pertumbuhan seperti rantai, dengan
minimal atau tidak ada diferensiasi duktus atau alveolar. Sekitar 50% kanker ini
berhubungan dengan DCIS dengan karakteristik terdapatnya kanker perifer, dan
kurang dari 10% menunjukkan reseptor hormon. Wanita dengan kanker ini
mempunyai 5-year survival rate yang lebih baik dibandingkan NST atau invasive
lobular carcinoma.
c. Mucinous (colloid) carcinoma (2%)
Mucinous carcinoma (colloid carcinoma), merupakan tipe khusus lain dari kanker
payudara, sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif, biasanya muncul
sebagai massa tumor yang besar dan ditemukan pada wanita yang lebih tua. Karena
komponen musinnya, sel-sel kanker ini dapat tidak terlihat pada pemeriksaan
mikroskopik.
d. Papillary carcinoma (2%)
Papillary carcinoma merupakan tipe khusus dari kanker payudara sekitar 2% dari
semua kanker payudara yang invasif. Biasanya ditemukan pada wanita dekade
ketujuh dan sering menyerang wanita non kulit putih. Ukurannya kecil dan jarang
mencapai diameter 3 cm. McDivitt dan kawan-kawan menunjukkan frekuensi
metastasis ke KGB aksila yang rendah dan 5- and 10-year survival rate mirip
mucinous dan tubular carcinoma.
e. Tubular carcinoma (2%)
20
Tubular carcinoma merupakan tipe khusus lain dari kanker payudara sekitar 2%
dari semua kanker payudara yang invasif. Biasanya ditemukan pada wanita
perimenopause dan pada periode awal menopause. Long-term survival mendekati
100%.
III. Invasive lobular carcinoma (10%)
Invasive lobular carcinoma sekitar 10% dari kanker payudara. Gambaran
histopatologi meliputi sel-sel kecil dengan inti yang bulat, nucleoli tidak jelas, dan sedikit
sitoplasma. Pewarnaan khusus dapat mengkonfirmasi adanya musin dalam sitoplasma,
yang dapat menggantikan inti (signet-ring cell carcinoma). Seringnya multifokal,
multisentrik, dan bilateral. Karena pertumbuhannya yang tersembunyi sehingga sulit
untuk dideteksi.
IV. Kanker yang jarang (adenoid cystic, squamous cell, apocrine)
Tabel 1.2. Distribusi lokasi tumor menurut histologisnya pada semua pasien 1
Location Lobular (%) Ductal (%) Combination (%)
Nipple 2.2 1.7 1.9
Central 6.0 5.3 6.1
Upper inner 7.3 9.2 8.3
Lower inner 3.8 4.7 3.9
Upper outer 37.0 36.9 37.1
Lower outer 5.8 6.4 5.7
Axillary tail 0.8 0.8 0.6
21
Location Lobular (%) Ductal (%) Combination (%)
Overlapping* 18.6 18.2 19.9
NOS (not otherwise specified) 18.6 16.8 16.5
*Lesions overlap between two quadrants within the breast.
V. Patogenesis1
Tumorigenesis kanker payudawa merupakan proses multitahap, tiap tahapnya
berkaitan dengan suatu mutasi tertentu atau lebih di gen regulator minor atau mayor. Terdapat
dua jenis sel utama pada payudara orang dewasa, yaitu sel mioepotel dan sel serkretorik
lumen.
Secara klinis dan hispatologis, terjadi beragam tahap morfologis dalam perjalanan
menuju keganasan. Hiperplasia duktal, ditandai oleh proliferasi sel-sel epitel poliklonal yang
tersebar tida rata yang pola kromatin dan bentuk inti-intinya saling bertumpang tindih dan
lumen duktus yang tidak teratur, sering menjadi tanda awal kecendrungan keganasan. Sel-sel
di atas relative memilii sedikit sitoplasma dan batas selnya tida jelas dan secara sitologis
jinak. Perubahan dari hyperplasia ke hyperplasia atipik (klonal), yang sitoplasma selnya lebih
jelas, intinya lebih jelas dan tidak tumpang tindih, dan lumen duktus yang teratur, secara linis
meningatkan resiko kanker payudara.
Setelah hyperplasia atipik, tahap beriktunya adalah timbulnya karsinoma in situ, baik
karsinoma dutal maupun lobular. Pada karsinoma in situ, terjadi proliferasi sel yang memiliki
gambaran sitologis sesusai dengan keganasan, tetapi proliferasi sel tersebut belum
menginvasi stroma dan menembus membrane basal.
Karsinoma in situ lobular biasanya menyebar ke seluruh jaringan payudara (bahkan
bilateral) dan biasanya tidak teraba dan tidak terlihat pada pencritaan. Sebaliknya, karsinoma
in situ duktal merupaan lesi duktus segmental yang dapat mengalami klasifikasi sehingga
memberi penampilan yang beragam.
22
Setelah sel-sel tumor menembus membrane basal dan menginvasi stroma, tumor
menjadi invasive, dapat menyebar secara hematogen dan limfogen segingga menimbulkan
mestatasis.
VI. Manifestasi Klinik8
Pasien biasanya datang dengan keluhan benjolan atau massa di payudara, rasa sakit,
keluar cairan dari puting susu, timbulnya kelainan kulit (dimpling, kemerahan, ulserasi, peau
de’orange), pembesaran kelenjar getah bening, atau tanda metastasis jauh. Setiap kelainan
pada payudara harus dipikirkan ganas sebelum dibuktikan tidak .
Perubahan pada kulit yang biasa terjadi adalah :
1. Tanda lesung. Ketika tumor mengenai ligamen glandula mammae, ligamen tersebut
akan memendek hingga kulit setempat menjadi cekung, yang disebut dengan ’tanda
lesung’
2. Perubahan kulit jeruk (peau de’orange). Ketika vasa limfatik subkutis tersumbat sel
kanker, hambatan drainase limfe menyebabkan udem kulit, folikel rambut tenggelam
ke bawah tampak sebagai ’tanda kulit jeruk’.
3. Nodul satelit kulit. Ketika sel kanker di dalam vasa limfatik subkutis masing-masing
membentuk nodul metastasis, di sekitar lesi primer dapat muncul banyak nodul
tersebar, secara klinis disebut ’tanda satelit’.
4. Invasi, ulserasi kulit. Ketika tumor menginvasi kulit, tampak perubahan berwrna
merah atau merah gelap. Bila tumor bertambah besar, lokasi itu dapat menjadi
iskemik, ulserasi membentuk bunga terbalik, ini disebut ’tanda kembang kol’.
23
5. Perubahan inflamatorik. Secara klinis disebut ’karsinoma mammae inflamatorik’,
tampil sebagai keseluruhan kulit mammae berwarna merah bengkak, mirip
peradangan, dapat disebut ’tanda peradangan’. Tipe ini sering ditemukan pada kanker
payudara waktu hamil atau laktasi.
Perubahan papilla mammae pada karsinoma mammae adalah :
1. Retraksi, distorsi papilla mammae. Umumnya akibat tumor menginvasi jaringan
subpapilar
2. Sekret papilar (umumnya sanguineus). Sering karena karsinoma papilar dalam duktus
besar atau tumor mengenai duktus besar
3. Perubahan eksematoid. Merupakan manifestasi spesifik dari kanker eksematoid
(Paget disease). Klinis tampak areola, papilla mammae tererosi, berkrusta, sekret,
deskuamasi, sangat mirip eksim.
Pembesaran kelenjar limfe regional. Pembesaran kelenjar limfe aksilar ipsilateral dapat
soliter maupun multipel, pada awalnya mobile, kemudian dapat saling berkoalesensi atau
adhesi dengan jaringan sekitarnya. Dengan perkembangan penyakit, kelenjar limfe
supraklavikular juga dapat menyusul membesar. Yang perlu diperhatikan adalah ada sebagian
24
sangat kecil pasien kanker payudara hanya tampil dengan limfadenopati aksilar tapi tak
teraba massa mammae, ini disebut sebagai karsinoma mammae tipe tersembunyi .
Adanya gejala metastasis jauh1 :
1. Otak : nyeri kepala, mual, muntah, epilepsi, ataksia, paresis, paralisis
2. Paru : efusi, sesak nafas
3. Hati : kadang tanpa gejala, massa, ikterus obstruktif
4. Tulang : nyeri, patah tulang.
VIII. Diagnosis
Diagnosis dari kanker payudara dapat ditegakkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.
a. Anamnesis
Pada anamnesis ditanyakan keluhan di payudara atau daerah aksila dan riwayat
penyakitnya. Keluhan dapat berupa adanya benjolan, rasa nyeri, nipple discharge, nipple
retraction, krusta pada areola, kelainan kulit berupa skin dimpling, peau d’orange, ulserasi,
dan perubahan warna kulit. Selain itu juga ditanyakan apakah terdapat penyebaran pada
regio kelenjar limfe, seperti timbulnya benjolan di aksila, dan adanya benjolan di leher
ataupun tempat lain. Adanya gejala metastase juga ditanyakan, seperti sesak napas atau batuk
yang tidak sembuh meskipun sudah diobati, dan nyeri pada tulang belakang, serta rasa penuh
di ulu hati (sebah). Riwayat penyakit yang pernah diderita pasien, serta obat-obat yang
digunakan dan jenis pengobatan yang didapat, serta faktor resiko kanker payudara pada
pasien juga ditanyakan dalam anamnesis9. Anamnesis juga harus mencakup status
menstruasi, perkawinan, partus, laktasi, riwayat kelainan mammae sebelumnya, riwayat
keluarga kanker, , penyakit ginekologik, dan lainnya yang termasuk sebagai faktor resiko dari
penyakit ini. Dalam riwayat penyakit sekarang terutama harus diperhatikan waktu timbulnya
massa, kecepatan pertumbuhan, dan hubungan dengan menstruasi, serta lainnya.
b. Pemeriksaan fisik
25
1. Inspeksi
Inspkesi bentuk, ukuran, dan simetris dari kedua payudara, apakah terdapat edema
(peau d’orange), retraksi kulit, , ulserasi kulit, atau puting susu, dan eritema.
2. Palpasi
Dilakukan palpasi pada payudara apakah terdapat massa, termasuk palpasi kelenjar
limfe di aksila, supraklavikula, dan parasternal. Setiap massa yang teraba atau suatu
lymphadenopathy, harus dinilai lokasinya, ukurannya, konsistensinya, bentuk, mobilitas
atau fiksasinya.6
c. Pemeriksaan Penunjang 1:
Untuk mendukung pemeriksaan klinis, mamografi, dan ultrasonografi dapat
membantu deteksi kanker payudara. Pemeriksaan radiodiagnostik untuk staging yaitu dengan
rontgen toraks, USG abdomen (hepar), dan bone scanning. Sedangkan pemeriksaan
radiodiagnositik yang bersifat operasional (atas indikasi), yaitu MRI (magnetic resonance
imaging), CT scan, PET scan, dean bone survey.
1. Mamografi
26
Mamografi merupakan metode pilihan deteksi kanker payudara pada kasus kecurigaan
keganasan maupun kasus kanker payudara kecil yang tidak terpalpasi (lesi samar).
Indikasi mamografi antara lain kecurigaan klinis adanya kanker payudara, sebagai tindak
lanjut pascamastektomi (deteksi tumor primer kedua dan rekurensi di payudara
kontralateral) dan pasca-breast conserving therapy (BCT) untuk mendeteksi kambuhnya
tumor primer kedua (walaupun lebih sering dengan MRI), adanya adenokarsinoma
metastatik dari tumor primer yang tidak diketahui asalnya, dan sebagian program
skrining. Mamograf perempuan berusia di bawqah 35 tahun sering sulit diinterpretasikan
karena padatnya jaringan kelenjer payudara. Mamograf perempuan pascamenpause lebih
mudah diinterpretasi karena jaringan kelenjer payudaranya sudah mengalami regresi.
Oleh karena itu, mamografi digunakan sebagai metode deteksi dalam program skrining
perempuan menopause. Temuan mamograf yang menunjukkan kelainan yang mengarah
ke keganasan antara lain tumor berbentu spikula, distorsi atau iregularitas,
mikrokalsifikasi (arsinoma intradutal), kadang disertai pembesaran kelenjer limfe.
Hasil mamografi dikonfirmasi lebih lanjut dengan FNAB, core biopsy, atau biopsi
bedah.
2. Ultrasonografi
Ultrasonografi berguna untuk menentukan ukuran lesi dan membedakan kista dengan
tumor solid. Sedangkan, diagnosis kelainan payudaranya dapat dipastikan dengan
melakuan pemeriksaan sitologi aspirasi jarum halus (FNAB), core biopsy, biopsi terbuka,
atau sentinel node biopsy.
3. MRI
MRI dilakukan pada : (1) pasien usia muda, karena gambaran mamografi yang urang jelas
pada payudara wanita muda, (2) untu mendeteksi adanya reurensi pasca-BCT, (3)
mendeteksi adanya reurensi dini keganasan payudara yang dari pemeriksaan fisik dan
penunjang lainnya kurang jelas.
4. Imunohistokimia
Seperti sel payudara normal, beberapa sel kaner payudara juga memilkii reseptor hormon
estrogen da n/ atau progesteron atau tidak memiliki reseptor hormon sama sekali. kanker
27
payudara yang memiliki reseptor estrogen, disebut ER(+) atau memiliki reseptor
progesteron, disebut PR(+), cenderung memiliki prognosis yang lebih baik karena masih
peka terhadap terapi hormonal. Dua dari tiga kanker payudara setidaknya memiliki
reseptor hormon ini.
Satu dari lima kanker payudara memiliki sejenis protein pemicu pertumbuhan yang
disebut HER2/HER2(+) memiliki gen GER2/neu diekspresikan secara berlebihan. Kanker
payudara memiliki status ER(-), PR(-), dan HER2/neu(-), yang disebut sebagai tripel
negatif, cenderung agresif dan prognosisnya buruk.
Setiap kecurigaan pada pemeriksaan fiski dan mamogram, biopsi harus selalu
dilakukan. Jenis biopsi dapat dilakukan yaitu biopsi jarum halus (fine needle aspiration
biopsy, FNAB), core biopsy (jarum besar), dan biopsi bedah. FNAB hanya
memungkinkan evaluasi sitologi, sedangkan biopsi jarum besar dan biopsi bedah
memungkinkan analisis arsitektur jaringan payudara sehingga ahli patologi dapat
menentukan apakah tumor bersifat invasif atau tidak.
1. FNAB
Dengan jarum halus sejumlah kecil jaringan dari tumor diaspirasi keluar lalu diperisa
di bawah mikroskop. Jika lokasi tumor terpalpasi dengan mudah, FNAB dapat
dilakukan sambil mempalpasi tumor. Namun, jika benjolan tidak terpalpasi dengan
jelas, ultrasonografi dapat digunakan untu memandu arah jarum. Ada juga metode
yang disebut biopsi jarum stereotatik. Berdasarkan dua mamogram dalam posisi yang
berbeda, komputer akan menentukan letak tumor dengan tepat.
Walaupun paling mudah dilaukan, spesimen FNAB kadang tidak dapat menentukan
grade tumor dan kadang tidak memberi diagnosis yang jelas sehingga dibutuhkan
bipsi lainnya.
2. Core biopsy
Biopsi ini menggunakan jarum yang ukurannya cukup besar sehingga dapat diperoleh
spesimen silinder jaringan tumor. Core biopsy dapat dilakukan sambil memfisasi
massa dengan palpasi, ataupun dipandu dengan ultrasonografi, mamografi, ataupun
28
MRI. Core biopsy dapat membedakan tumor yang noninvasif dengan yang invasif
serta grade tumor.
3. Biopsi terbuka
Biopsi terbua dilakukan bila pada mamografi terlihat adanya kelainan yang mengarah
ke tumor maligna, hasil FNAB atau core biospy yang meragukan. Bila hail positif
tetapi FNAB negatif (hanya terlihat sel normal), biopsi terbuka perlu dilakukan, bila
hasil mamografi negatif namun manifestasi klinis pasien mengarah kanker payudara,
biopsi terbua wajib dilakukan.
4. Sentinel node biopsy
Biopsi ini dilakukan untuk menentuan status eterlibatan kelenjar limfa aksila dan
parasternal dengan cara pemetaan linfatik. Prosewdur ini menggunakan kombinasi
pelacak radioaktif dan pewarna biru. Apabila tidak dijumpai adanya sentinel node,
disesi kelenjar lomfe aksila tida perlu dilakukan. Sebaliknya, jika sentinel node positif
sel tumor, diseksi kelenjar limfe aksila harus dilakukan, walaupun nodus yang
ditemuan hanya berupa sel tumor terisolasidengan ukuran kurang dari 0,2mm (dapat
diartikan sebagai N0). Indikasi prosedur ini terutama adalah yang klinis N0.
IX. Staging 1
Stadium kanker payudara dinilai berdasarkan sistem TNM dari UICC/AJC. T pada
sistem TNM merupakan kategori untuk tumor primer, N kategori untuk nodul regional
ataupun yang bermetastase ke kelenjar limfe regional, dan M merupakan kategori untuk
metastase jauh. Masing-masing kategori TNM tersebut di subkategorikan lagi untuk
menggambarkan keadaan masing-masing kategori tersebut, yaitu :
29
Tabel 1.3. TNM Staging System untuk Breast Cancer
Tumor Primer (T)
TX Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak ada bukti terdapat tumor primer
Tis Carcinoma in situ
Tis(DCIS) Ductal carcinoma in situ
Tis(LCIS) Lobular carcinoma in situ
Tis(Paget's) Paget's disease dari papilla mammae tanpa tumor (Catatan : Paget's disease
yang berhubungan dengan tumor diklasifikasikan menurut ukuran tumor)
T1 Tumor ≤ 2 cm
T1mic Microinvasion ≤ 0.1
T1a Tumor > 0.1 cm tetapi tidak lebih dari 0.5 cm
T1b Tumor > 0.5 cm tetapi tidak lebih dari 1 cm
T1c Tumor > 1 tetapi tidak lebih dari 2 cm
T2 Tumor > 2 cm tetapi tidak lebih dari 5 cm
T3 Tumor > 5 cm
30
T4 Tumor ukuran berapapun dengan perluasan langsung ke dinding dada atau
kulit, seperti yang diuraikan dibawah ini :
T4a Perluasan ke dinding dada, tidak melibatkan otot pectoralis
T4b Edema (termasuk peau d'orange), atau ulserasi kulit [ayudara, atau ada nodul
satelit terbatas di kulit payudara yang sama
T4c Kriteria T4a dan T4b
T4d Inflammatory carcinoma
Kelenjar Getah Bening—Klinis (N)
NX KGB regional tidak dapat dinilai (misalnya sebelumnya telah diangkat)
N0 Tidak ada metastasis ke KGB regional
N1 Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral tetapi dapat digerakkan
N2 Metastasis KGB aksilla ipsilateral tetapi tidak dapat digerakkan atau
terfiksasi, atau tampak secara klinis ke KGB internal mammary ipsilateral
tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla ipsilateral
N2a Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral dengan KGB saling melekat atau
melekat ke struktur lain sekitarnya.
N2b Metastasis hanya tampak secara klinis ke KGB internal mammary ipsilateral
dan tidak terbukti secara klinis terdapat metastasis ke KGB aksilla ipsilateral
N3 Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa keterlibatan
KGB aksilla, atau secara klinis ke KGB internal mammary ipsilateral tetapi
secara klinis terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla ipsilateral; atau
metastasis ke KGB supraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa keterlibatan
31
KGB infraklavikula atau aksilla ipsilateral
N3a Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral
N3b Metastasis ke KGB internal mammary dan aksilla
N3c Metastasis ke KGB supraklavikula ipsilateral
Kelenjar Getah Bening Regional—Patologia anatomi (pN)
Pnx KGB regional tidak dapat dinilai (sebelumnya telah diangkat atau tidak
dilakukan pemeriksaan patologi)
pN0b
Secara histologis tidak terdapat metastasis ke KGB, tidak ada pemeriksaan
tambahan untuk isolated tumor cells (Catatan : Isolated tumor cells (ITC)
diartikan sebagai sekelompok tumor kecil yang tidak lebih dari 0.2 mm,
biasanya dideteksi hanya dengan immunohistochemical (IHC) atau metode
molekuler
pN0(i–) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (-)
pN0(i+) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (+), IHC cluster
tidak lebih dari 0.2 mm
pN0(mol–) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, pemeriksaan
molekuler (-) (RT-PCR)
pN0(mol+) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, pemeriksaan
molekuler (+) (RT-PCR)
pN1 Metastasis ke 1-3 KGB aksila, dan atau KGB internal mammary terdeteksi
secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak tampak
pN1mi Micrometastasis (> 0.2 mm, < 2.0 mm)
pN1a Metastasis ke 1-3 KGB aksila
pN1b Metastasis ke KGB internal mammary terdeteksi secara mikroskopis melalui
32
diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak tampak
pN1c Metastasis ke 1-3 KGB aksila dan ke KGB internal mammary terdeteksi
secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak
tampak (jika berhubungan dengan >3 (+) KGB aksila, KGB internal
mammary diklasifikasikan sebagai pN3b)
pN2 Metastasis ke 4-9 KGB aksila, atau tampak secara klinis ke KGB internal
mammary tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB
aksilla
pN2a Metastasis ke 4-9 KGB aksila (sedikitnya 1 tumor > 2 mm)
pN2b tampak secara klinis ke KGB internal mammary tetapi secara klinis tidak
terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla
pN3 Metastasis ke 10 KGB aksila, atau KGB infraklavikula, atau secara klinis ke
KGB internal mammary ipsilateral dan terdapat 1 atau lebih metastasis ke
KGB aksilla atau > 3 metastasis ke KGB aksilla tetapi secara klinis
microscopic metastasis (-) ke KGB internal mammary; atau ke KGB
supraklavikular ipsilateral
pN3a Metastasis ke ≥10 KGB aksila (minimal 1 tumor > 2 mm), atau metastasis ke
KGB infraklavikula
pN3b Secara klinis metastasis ke KGB internal mammary ipsilateral dan terdapat 1
atau lebih metastasis ke KGB aksilla atau > 3 metastasis ke KGB aksilla dan
dalam KGB internal mammary dengan kelainan mikroskopis yang terdeteksi
melalui diseksi KGB sentinel, tidak tampak secara klinis
pN3c Metastasis ke KGB supraklavikular ipsilateral
Metastasis Jauh (M)
MX Metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0 Tidak terdapat metastasis jauh
33
M1 Terdapat metastasis jauh
Tampak secara klinis didefinisikan bahwa dapat dideteksi melalui alat pencitraan atau
dengan pemeriksaan klinis atau kelainan patologis terlihat jelas.
Tidak tampak secara klinis berarti tidak terlihat melalui alat pencitraan (kecuali dengan
lymphoscintigraphy) atau dengan pemeriksaan klinis.
Klasifikasi berdasarkan diseksi KGB aksila dengan atau tanpa diseksi sentinel dari KGB.
Klasifikasi semata-mata berdasarkan diseksi sentinel KGB tanpa diseksi KGB aksila yang
selanjutnya direncanakan untuk "sentinel node", seperti pN-(l+) (sn).
RT-PCR = reverse transcriptase polymerase chain reaction.
SOURCE: Modified with permission from American Joint Committee on Cancer: AJCC
Cancer Staging Manual, 6th ed. New York: Springer, 2002, pp 227–228.
Tabel 1.4. TNM Stage Groupings
Stage 0 Tis N0 M0
Stage I T1a N0 M0
Stage IIA T0 N1 M0
T1a N1 M0
T2 N0 M0
Stage IIB T2 N1 M0
T3 N0 M0
Stage IIIA T0 N2 M0
T1a N2 M0
34
T2 N2 M0
T3 N1 M0
T3 N2 M0
Stage IIIB T4 N0 M0
T4 N1 M0
T4 N2 M0
Stage IIIC Any T N3 M0
Stage IV Any T Any N M1
a T1 termasuk T1 mic.
SOURCE: Modified with permission from American Joint Committee on Cancer: AJCC
Cancer Staging Manual, 6th ed. New York: Springer, 2002, p 228.
Stadium 0 :
Disebut Ductal Carsinoma In Situ atau Noninvasive Cancer. Yaitu kanker tidak menyebar
keluar dari pembuluh / saluran payudara dan kelenjar-kelenjar (lobules) susu pada payudara.
Stadium I:
Tumor masih sangat kecil dan tidak menyebar serta tidak ada titik pada pembuluh getah
bening.
Stadium IIA :
Pasien pada kondisi ini :
- Diameter tumor lebih kecil atau sama dengan 2 cm dan telah ditemukan pada
titik-titik pada saluran getah bening di ketiak ( axillary limph nodes )
35
- Diameter tumor lebih lebar dari 2 cm tapi tidak lebih dari 5 cm. Belum
menyebar ke titik-titik pembuluh getah bening pada ketiak ( axillary limph
nodes ).
- Tidak ada tanda-tanda tumor pada payudara, tapi ditemukan pada titik-titik di
pembuluh getah bening ketiak.
Stadium IIB :
Pasien pada kondisi ini :
- Diameter tumor lebih lebar dari 2 cm tapi tidak melebihi 5 cm.
- Telah menyebar pada titik-titik di pembuluh getah bening ketiak.
- Diameter tumor lebih lebar dari 5 cm tapi belum menyebar.
Stadium III A :
Pasien pada kondisi ini :
- Diameter tumor lebih kecil dari 5 cm dan telah menyebar ke titik-titik pada
pembuluh getah bening ketiak.
- Diameter tumor lebih besar dari 5 cm dan telah menyebar ke titik-titik pada
pembuluh getah bening ketiak.
Stadium III B :
Tumor telah menyebar ke dinding dada atau menyebabkan pembengkakan bisa juga luka
bernanah di payudara. Atau didiagnosis sebagai Inflammatory Breast Cancer. Bisa sudah atau
bisa juga belum menyebar ke titik-titik pada pembuluh getah bening di ketiak dan lengan
atas, tapi tidak menyebar ke bagian lain dari organ tubuh.
Stadium IIIC :
Sebagaimana stadium IIIB, tetapi telah menyebar ke titik-titik pada pembuluh getah bening
dalam group N3 ( Kanker telah menyebar lebih dari 10 titik disaluran getah bening dibawah
tulang selangka ).
Stadium IV :
Ukuran tumor bisa berapa saja, tetapi telah menyebar ke lokasi yang jauh, yaitu :
Tulang, paru-paru,liver atau tulang rusuk
X. DIAGNOSIS BANDING8
36
Beberapa diagnosis banding dari kankar payudara, adalah:
- fibroadenoma
- mastitis
- metastasis dari tumor primer lain
XI. PENATALAKSANAAN
Terapi dapat bersifat kuratif atau paliatif. Terapi kuratif dianjurkan untuk stadium I, II,
dan III. Pasien dengan tumor lokal lanjut (T3,T4) dan bahkan inflammatory carcinoma
mungkin dapat disembuhkan dengan terapi multimodalitas, tetapi kebanyakan hanya bersifat
paliatif. Terapi paliatif diberikan pada pasien dengan stadium IV dan untuk pasien dengan
metastasis jauh atau untuk karsinoma lokal yang tidak dapat direseksi.7
A. Terapi secara pembedahan1
1. Modified Radical Mastectomy
Modified radical mastectomy mempertahankan baik M. pectoralis mayor and M.
pectoralis minor, dengan pengangkatan KGB aksilla level I dan II tetapi tidak level III.
Modifikasi Patey mengangkat M. pectoralis minor dan diseksi KGB axilla level III. Batasan
anatomis pada Modified radical mastectomy adalah batas anterior M. latissimus dorsi pada
bagian clateral, garis tengah sternum pada bagian medial, bagian inferiornya 2-3 cm dari
lipatan infra-mammae dan bagian superiornya m. subcalvia.
Indikasi absolut dilakuannya mastektomi yaitu pasien sedang hamil trisemester pertama
dan kedua, tumor difus, sudah pernah menjalani radioterapi di dada, tidak ada fasilitas
radioterapi.
2. Mastektomi Simple
Seluruh kelenjer payudara diangkat termasuk puting, namun tidak menyertakan kelenjar
limfe aksila dan otot pektoralis. Mastektomi simpel atau disebut juga mastektomi total hanya
dilakukan bila dipastikan tidak ada penyebaran ke kelenjer aksila. Mastektomi simpel ini
biasa dilakukan untuk mastetomi prolifilaktif pada kelompok beresiko tinggi dan pada
keganasan in situ yang rekuren atau tidak dapat diterapi dengan BCT.
3. Breast Conserving Treatment (BCT)
37
BCT bertujuan untuk membuang massa dan jaringan payudara yang mungkin terkena
tumor namun dengan semaksimal mungkin menjaga tampilan kosmetik payudara. Yang
merupakan indikasi absolut mastektomi merupakan kontraindikasi BCT. BCT paling sering
dilakukan pada tumor stage Tis, T1, dan T2 yang penampangnya ≤ 3 cm. Kontraindikasi
absolut BCT antara lain multisentrisitas (fokus tumor terdapat pada lebih dari satu kuadran,
mikrokalsifikasi maligna luas atau di atas 3 cm, margin positif luas (extensive intraductal
component, EIC) pascaeksisi ulang, ada riwayat radiasi payudara, dan pasien memlih
mastektomi karena merasa labih tuntas. Pada BCT, hanya tumor dan jaringan payudara sehat
di sekitarnya yang dibuang, oleh karena itu BCT sering juga disebut sebagai lumpektomi, dan
dapat juga disebut mastektomi parsial (segmental) atau kuadranektomi, yang lebih banyak
menyertakan jaringan sehat payudara. BCT hampir selalu dilanjutan dengan radioterapi. BCT
dipengaruhi oleh besarnya rasio ukuran tumor bila dibandingkan payudara, volume eksisi
yang luas, lokasi karsinoma pada kuadran bawah, dan dosis radioterapi yang tinggi.
B. Terapi secara medikalis (non-pembedahan)
1. Radioterapi
Terapi radiasi dapat digunakan untuk semua stadium karsinoma mammae. Untuk wanita
dengan DCIS, setelah dilakukan lumpectomy, radiasi adjuvan diberikan untuk mengurangi
resiko rekurensi lokal, juga dilakukan untuk stadium I, IIa, atau IIb setelah lumpectomy.
Radiasi juga diberikan pada kasus resiko/kecurigaan metastasis yang tinggi.
Pada karsinoma mammae lanjut (Stadium IIIa atau IIIb), dimana resiko rekurensi dan
metastasis yang tinggi maka setelah tindakan pembedahan dilanjutkan dengan terapi radiasi
adjuvan.10
2. Kemoterapi
a. Kemoterapi adjuvan
Kemoterapi adjuvan memberikan hasil yang minimal pada karsinoma mammae tanpa
pembesaran KGB dengan tumor berukuran kurang dari 0,5 cm dan tidak dianjurkan. Jika
ukuran tumor 0,6 sampai 1 cm tanpa pembesaran KGB dan dengan resiko rekurensi tinggi
maka kemoterapi dapat diberikan. Faktor prognostik yang tidak menguntungkan termasuk
invasi pembuluh darah atau limfe, tingkat kelainan histologis yang tinggi, overekspresi HER-
2/neu dan status reseptor hormonal yang negatif sehingga direkomendasikan untuk diberikan
kemoterapi adjuvan.38
Contoh regimen kemoterapi yang digunakan antara lain siklofosfamid, doxorubisin, 5-
fluorourasil dan methotrexate.
Untuk wanita dengan karsinoma mammae yang reseptor hormonalnya negatif dan lebih
besar dari 1 cm, kemoterapi adjuvan cocok untuk diberikan. Rekomendasi pengobatan saat
ini, berdasarkan NSABP B-15, untuk stadium IIIa yang operabel adalah modified radical
mastectomy diikuti kemoterapi adjuvan dengan doxorubisin diikuti terapi radiasi. 3
b. Neoadjuvant chemotherapy
Kemoterapi neoadjuvan merupakan kemoterapi inisial yang diberikan sebelum dilakukan
tindakan pembedahan, dimana dilakukan apabila tumor terlalu besar untuk dilakukan
lumpectomy.
Rekomendasi saat ini untuk karsinoma mammae stadium lanjut adalah kemoterapi
neoadjuvan dengan regimen adriamycin diikuti mastektomi atau lumpectomy dengan diseksi
KGB aksilla bila diperlukan, diikuti kemoterapi adjuvan, dilanjutkan dengan terapi radiasi.
Untuk Stadium IIIa inoperabel dan IIIb, kemoterapi neoadjuvan digunakan untuk
menurunkan beban atau ukuran tumor tersebut, sehingga memungkinkan untuk dilanjutkan
modified radical mastectomy, diikuti dengan kemoterapi dan radioterapi. 3
3. Terapi anti-estrogen
Dalam sitosol sel-sel karsinoma mammae terdapat protein spesifik berupa reseptor
hormonal yaitu reseptor estrogen dan progesteron. Reseptor hormon ini ditemukan pada lebih
dari 90% karsinoma duktal dan lobular invasif yang masih berdiferensiasi baik.
Setelah berikatan dengan reseptor estrogen dalam sitosol, tamoxifen menghambat
pengambilan estrogen pada jaringan payudara. Respon klinis terhadap anti-estrogen sekitar
60% pada wanita dengan karsinoma mammae dengan reseptor hormon yang positif, tetapi
lebih rendah yaitu sekitar 10% pada reseptor hormonal yang negatif. Kelebihan tamoxifen
dari kemoterapi adalah tidak adanya toksisitas yang berat. Nyeri tulang, hot flushes, mual,
muntah dan retensi cairan dapat terjadi pada pengunaan tamoxifen. Resiko jangka panjang
pengunaan tamoxifen adalah karsinoma endometrium. Terapi dengan tamoxifen dihentikan
setelah 5 tahun. Beberapa ahli onkologi merekomendasikan tamoxifen untuk ditambahkan
pada terapi neoadjuvan pada karsinoma mammae stadium lanjut terutama pada reseptor
hormonal yang positif. Untuk semua wanita dengan karsinoma mammae stadium IV, anti-
estrogen (tamoxifen), dipilih sebagai terapi awal.3
39
4. Terapi antibodi anti-HER2/neu
Penentuan ekspresi HER-2/neu pada semua karsinoma mammae yang baru didiagnosis,
saat ini direkomendasi. Hal ini digunakan untuk tujuan prognostik pada pasien tanpa
pembesaran KGB, untuk membantu pemilihan kemoterapi adjuvan karena dengan regimen
adriamycin menberikan respon yang lebih baik pada karsinoma mammae dengan
overekspresi HER-2/neu. Pasien dengan overekspresi Her-2/neu mungkin dapat diobati
dengan trastuzumab yang ditambahkan pada kemoterapi adjuvan.
XIII. Prognosis
Seperti eganasan pada umumnya, prognosis kanker payudara ditunjukan oleh angka
harapan hidup atau interval bebas penyakit. Prognosis penderita keganasan payudara
diperkirakan buru jika usianya muda, menderita kanker payudara bilateral, mengalami mutasi
genetik, dan adanya triple negative yaitu grade tumor tinggi dan seragam, reseptor ER dan PR
negative, dan reseptor permukaan sel HER-2 juga negative.1
Survival rates untuk wanita yang didiagnosis karsinoma mammae antara tahun 1983-
1987 telah dikalkulasi berdasarkan pengamatan, epidemiologi dan hasil akhir program data,
didapatkan bahwa angka 5-year survival untuk stadium I adalah 94%, stadium IIa 85%, IIb
70%, dimana pada stadium IIIa sekitar 52%, IIIb 48% dan untuk stasium IV adalah 18%. 3
40
BAB III
KESIMPULAN
Dalam istilah kedokteran, semua benjolan disebut tumor. Benjolan atau ada yang
jinak dan ada yang ganas, tumor yang ganas itulah yang disebut kanker. Kanker payudara
adalah tumor ganas yang berasal dari kelenjar payudara. Termasuk saluran kelenjar air susu
dan jaringan penunjangnya.Karsinoma payudara pada wanita menduduki tempat nomor dua
setelah karsinoma serviks uterus. Pencegahannya dapat dilakukan dengan pemeriksaan rutin
payudara.
Penegakan diagnosis Kanker payudara dapat dilakukan melalui prosedur pemeriksaan
klinis dan beberapa pemeriksaan penunjang, dengan Gold standard diagnostik menggunakan
pemeriksaan histopatologik.
41
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. Tumor Ganas. Dalam Buku Ajar
Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC,
2003. Hal: 478-492.
2. Corwin Elisabeth J. Sistem Reproduksi. Dalam Buku Saku Patofisiologi., Edisi 3.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC. 2007. Hal: 803-806.
3. Tjindarbumi.. Deteksi Dini Kanker Payudara dan Penaggulangannya, Dalam: Deteksi
Dini Kanker.. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000.
4. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. 1995.
5. Moningkey, Shirley Ivonne. Epidemiologi Kanker Payudaracx. Jakarta: Medika,
2000.
6. Kanker Payudara. Available at:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23162/4/Chapter%20II.pdf. Accessed
On 23 December 2012.
7. Kanker payudara dan Obesitas. Aviable at
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23162/4/Chapter%20II.pdf. Accessed
0n 22 December 2012.
8. Brasher, Valentina L. Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan & Manajemen. Edisi
2. Editor: Devi Yulianti. Jakarta: EGC, 2008. Hal: 127-133.
9. Gleadle, Jonathan. Pemeriksaan Payudara. Dalam: Gleadle, Jonathan, ed. At a Glance
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Penerbit Erlangga. 2007. Hal: 34.
42
43
top related