ekonomi uang dan bank - gunadarma university
Post on 15-Oct-2021
27 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
EKONOMI UANG DAN BANK (MODUL PERKULIAHAN)
Mata Kuliah : Ekonomi Uang dan Bank
Kode Mata Kuliah : IT-021216
Jurusan : S1-Manajemen
Heru Purnomo, SE, MM. Jurusan Sistem Informasi, Fakultas Ilmu Komputer Teknologi Informasi
Universitas Gunadarma
heru_p@staff.gunadarma.ac.id
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
OKTOBER 2020
2
KATA PENGANTAR
Ekonomi Uang dan Bank merupakan mata kuliah wajib yang berjumlah 2 SKS untuk
Jurusan Manajemen Program Studi S1-Manajemen. Alhamdulillah, kami telah selesai
menyusun modul perkuliahan ini sebagai pelengkap materi yang diberikan oleh dosen
pengampunya.
Modul Perkuliahan ini kami susun dengan menyesuaikan Satuan Acara Perkuliahan
(SAP) di Universitas Gunadarma. Tujuan modul ini disusun untuk membantu para
mahasiswa dalam memahami materi yang akan disampaikan oleh dosen pengampunya. Isi
materi berasal dari beberapa referensi buku yang diringkas dan disadur dengan menyertakan
sumber-sumber yang ada dan ditambah dengan materi-materi yang kami download dari
internet.
Modul Perkuliahan ini juga digunakan sebagai buku pegangan atau panduan materi
bagi Dosen Pengampu untuk kalangan sendiri agar materi yang disampaikan sesuai dengan
Satuan Acara Perkuliahan (SAP) yang telah disusun dan ditetapkan pihak Universitas
Gunadarma.
Modul perkuliahan ini bukan sebagai pengganti kuliah, melainkan untuk melengkapi
materi perkuliahan yang diberikan. Harapan kami, semoga modul perkuliahan ini bisa
bermanfaat bagi para Dosen pengampunya dan para mahasiswa yang akan mengambil mata
kuliah Ekonomi Uang dan Bank pada semester yang telah ditentukan.
Penulis menyadari bahwa penyusunan modul perkuliahan ini jauh dari sempurna.
Masukan, kritik dan saran mengenai materi ini akan sangat membantu kami, sehingga dapat
menjadi acuan dalam memperbaiki dan melengkapi modul ini di masa yang akan datang.
Depok, Oktober 2020
3
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
1. PENDAHULUAN
1.1. Pengertian Uang dan Perekonomian ……………………............... 6
1.2. Definisi Uang …………………………………………................. 6
1.3. Proses Pertukaran dalam Perekonomian ………………................ 6
1.4. Barter, Uang Barang & Uang serta Perkembangannya ................... 7
1.5. Ciri-ciri Uang …………………………………………….............. 10
1.6. Fungsi Uang ……………………………………………............... 11
1.7. Nilai dan Harga Uang …………………………………................. 12
1.8. Jenis-jenis Uang ……………………………………….................. 13
1.9. Macam-macam Uang di Indonesia ……………………................. 15
2. LEMBAGA KEUANGAN
2.1. Pengertian Lembaga Keuangan ........................................................ 17
2.2. Bentuk Lembaga Keuangan ...................................................... 17
2.3. Lembaga Keuangan Bank ......................................................... 17
2.4. Manajemen Bank ..................................................................... 19
2.5. Tata Perbankan di Indonesia ............................................................. 20
2.6. Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) ....................................... 24
2.7. Leasing .............................................................................................. 28
3. STANDAR MONETER
3.1. Arti Penting Standar Moneter ........................................................... 29
4
3.2. Macam-macam Standar Moneter ........................................................ 29
4. Teori Permintaan Uang dan Kredit Uang
4.1. Pendekatan Fisher ........................................................................... 39
4.2. Persamaan Cambridge ..................................................................... 40
4.3. Teori Keynes ................................................................................... 43
4.3.1. Perkembangan Teori Keynes ............................................... 46
4.4. Teori Kuantitas Modern ................................................................. 47
4.5. Pendekatan Stok Penyangga ........................................................... 48
5. Teori Penawaran Uang
5.1. Pendekatan Tradisional (Orientasi Money Multiplier) .................... 51
5.2. Pendekatan Baru (Orientasi Motif Investasi) ................................... 52
5.3. Mekanisme atau Tradisional : Angka Pengganda Uang ................... 53
5.4. Pendekatan Baru (Model Penawaran Uang) ..................................... 57
5.5. Uang Primer : Money Bases ............................................................. 58
5.6. Penciptaan Uang Giral oleh Sistem Bank Umum ............................. 60
5.7. Mekanisme Kliring ............................................................................. 62
6. Kebijakan Ekonomi Moneter
6.1. Pendahuluan ...................................................................................... 65
6.2. Konsep dan Tujuan Kebijakan Ekonomi Moneter ............................ 65
6.3. Perangkat Kebijakan Ekonomi Moneter ........................................... 67
6.4. Efektifitas Kebijakan Ekonomi Moneter ........................................... 69
6.5. Pengertian Uang Beredar ................................................................... 70
7. Inflasi
7.1. Pengertian Inflasi ............................................................................... 72
5
7.2. Jenis Inflasi ........................................................................................ 74
7.3. Efek Inflasi ......................................................................................... 76
7.4. Cara Menanggulangi Inflasi ............................................................... 78
7.5. Perkembangan Inflasi di Indonesia .................................................... 81
8. Teori dan Aplikasi Inflasi
8.1. Pendahuluan .................................................................................... 84
8.2. Landasan Teori Inflasi .................................................................... 85
8.2.1. Kelompok Fiiscal dan Wicksell ......................................... 86
8.2.2. Kelompok Moneter ........................................................... 87
8.2.3. Model Skandinavia ........................................................... 87
8.2.4. Model Moneter ................................................................. 88
8.2.5. Model Trunovky (1977) .................................................. 88
9. Kebijakan Moneter Internasional
9.1. Sistem Kurs Valuta Asing .............................................................. 90
9.2. Sistem Standar Emas ...................................................................... 91
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 93
-----o0o-----
6
PENDAHULUAN
1.1. Pengertian Uang dan Perekonomian
Uang memainkan peranan penting dalam kehidupan modern sekarang. Kalau kita ingat
kembali beberapa peristiwa penting yang telah terjadi seperti adanya krisis moneter
atau krisis ekonomi selalu diikuti oleh adanya penurunan jumlah uang beredar JUB
(stock of money) dalam jumlah yang cukup besar. Dengan banyaknya jumlah uang
beredar juga menjadi masalah besar, seperti bisa terjadi inflasi. Uang telah mengalami
berbagai evolusi dan akan terus berubah selaras dengan perkembangan ekonomi
moneter yang terjadi.
1.2. Definisi Uang
Uang adalah sesuatu yang secara umum diterima di dalam pembayaran untuk
pembelian barang dan jasa serta untuk pembayaran utang. Dan juga sering dipandang
sebagai kekayaan yang dimilikinya yang dapat digunakan untu membayar sejumlah
tertentu utang dengan kepastian dan tanpa penundaan.
Definisi tersebut merupakan definisi fungsional bukan definisi yang bertalian dengan
sifat kebendaan.
1.3. Proses Pertukaran dalam Perekonomian
Di dalam masyarakat yang sederhana, dimana system perekonomian masih sederhana,
uang tidak dibutuhkan atau tidak ada. Karena dalam system tersebut tiap-tiap keluarga
berusaha menghasilkan barang dan jasa sendiri guna memenuhi kebutuhan mereka.
Dalam perekonomian sederhana masih mungkin terjadi pertukaran antara mereka,
namun pertukaran tersebut bersifat “terselubung’ (silent trade) karena belum mengenal
pasar dan harga. Pertukaran terjadi karena adanya keinginan atau kebutuhan yang
saling dapat dipenuhi.
7
Hal tersebut membuat kelompok tersebut melakukan pertukaran antar barang (Barter),
misalnya :
Kelompok 1 produksi “Ubi” dan kelompok 2 produksi “mangga”, diantara mereka
mungkin terjadi pertukaran bila terdapat kesesuaian keinginan untuk saling
menukarkan barang (“double coincidence of wants”).
Dengan system barter telah membantu dalam hal pengukuran nilai barang yang
diperlukan. Disamping itu namun dengan barter pula akan timbul beberapa masalah :
Tidak mudah mencari orang yang punya kesesuaian keinginan atau “double
coincidence of wants”
Semakin banyak barang yang dipertukarkan akan menyebabkan semakin banyak
pula media yang harus digunakan untuk menyelesaikan pertukaran yang terjadi.
Besar kecilnya barang yang dipertukarkan akan berpengaruh terhadap biaya angkut
dan penyimpanan.
Dengan perkembangan tersebut menuntut adanya barang / alat / media tukar yang
dapat menjadi jembatan / media pertukaran yang sekaligus sebagai alat pengukur
nilai yang dapat diterima semua individu atau kelompok masyarakat.
Dari sini muncullah “uang barang” (commodity money) seperti uang emas, uang
perak dan jenis uang logam mulia lainnya atau barang lain yang dianggap mampu
memenuhi syarat dan harapan yang mereka inginkan.
Munculnya uang barang, khususnya uang emas dan perak telah membawa perubahan
besar dalam perkembangan ekonomi dalam negeri dan perdagangan internasional.
Peranan uang tersebut tidak saja sebagai media tukar dan pengukur nilai, tetapi juga
berfungsi sebagai standar moneter (system baku).
Dengan timbulnya uang barang, maka timbul pula permasalahan baru, seperti biaya
penyimpanan, biaya informasi dan tidak stabilnya nilai logam tersebut.
Perkembangan selanjutnya muncul ide untuk mencari alat / media baru yang nilainya
relative stabil. Dari sinilah kemudian dikenal “Uang” yang netral, dalam arti bahwa
nilai bahan yang tidak berpengaruh terhadap nilai yang tertera pada uang tersebut.
Uang inilah ynag kita kenal sekarang dan nilainya didasarkan pada kepercayaan serta
ditentukan berdasarkan ketentuan yang berlaku di suatu Negara.
8
1.4. Barter, Uang Barang & Uang serta Perkembangannya.
Bagaimana bekerjanya sistem barter dan masalah-masalah yang muncul :
Kasus-1
Ada 2 agen ekonomi A & B. Keduanya adalah konsumen sekaligus produsen.
A adalah produsen dan konsumen barang X, tapi dia butuh barang Y
B adalah produsen dan konsumen barang Y, tapi dia butuh barang X
Bila A & B bertemu dan membicarakan kebutuhan masing-masing, maka barter
dapat saja terjadi.
Persoalan mulai muncul bila informasi mengenai keduanya tidak mudah didapat
atau salah satu diantaranya tidak punya keinginan untuk melakukan pertukaran.
Untuk itu perhatikanlah kasus 2 berikut ini :
Kasus-2
Pada kasus-2, dianggap B tidak membutuhkan barang X, tetapi dia membutuhkan
barang lain, misalnya barang Z. Dengan sendirinya barter antara A & B tidak
mungkin terjadi, disebabkan karena keduanya tidak terdapat “double coincidence
of wants”
Pertanyaannya : “Bagaimana mengatasi persoalan tersebut ?”
Jawabannya tidak mudah, kita harus mencari orang ketiga (misalnya ; C) yang
menawarkan barang Z dan membutuhkan barang X.
Dengan demikian jelas sekali bahwa untuk mencari atau mendapatkan C tidak
selalu mudah, sehingga dibutuhkan biaya informasi dan transaksi.
Dengan kasus-2 berikut bisa kita simpulkan : betapa sulit dan rumitnya
penyelesaian pertukaran dengan system barter, jika barang yang dipertukarkan
lebih dari 2 dan agen yang terlibat bertambah banyak. Dan diperlukan pusat-pusat
atau pos-pos pertukaran (trading post). Perkembangan selanjutnya akan lebih
meningkatkan biaya informasi dan transaksi agar pertukaran dapat terjadi. Biaya
9
ini belum termasuk biaya angkut dan penyimpanan yang diperlukan untuk menuju
ke tempat pertukaran
Melihat adanya berbagai biaya tersebut, timbullah pemikiran untuk mencari media
yang mampu berfungsi sebagai alat tukar dan pengukur nilai yang diharapkan
mampu mengurangi atau menghilangkan biaya yang timbul karena adanya barter.
Disinilah muncul suatu barang yang dapat dipakai sebagai media pertukaran.
Untuk mencari barang yang dapat dipakai sebagai media pertukaran bukanlah hal
yang mudah, hal tersebut diperlukan kesepakatan diantara mereka yang terlibat
dalam proses pertukaran.
Perhatikanlah kasus-3 berikut ini :
Kasus-3
Dalam kasus ini dikemukakan 1 barang (M) yang diharapkan mampu menjadi alat
pertukaran dan media pengukur antara barang X & Y.
Misalnya : 1 kg barang X = ½ kg barang M
1 kg barang Y = ¼ kg barang M
Dengan demikian bila A butuh 1 kg barang Y, mk dia dapat menukarkannya dengan ¼
kg barang M. atau bila dikonversikan menjadi ½ kg barang X.
Disini pertukaran antara A & B dapat terjadi melalui barang M (sbg media pertukaran
keduanya).
Dari kasus-3 tersebut maka bisa kita simpulkan penggunaan barang M dalam
pertukaran A dengan B relatif lebih sederhana dan dapat mengurangi atau
menghilangkan biaya yang muncul dalam barter. Dengan kata lain adanya barang M
akan meningkatkan efisiensi dalam perekonomian.
Namun dalam perkembangannya penggunaan uang barang (uang emas & perak) bukan
tanpa masalah, masalah dapat timbul sebagai akibat dari pengaruh permintaan dan
penawaran emas atau perak itu sendiri, yang nantinya akan mengganggu stabilitas nilai
dari alat pertukaran atau pengukur tersebut.
10
1.5. Ciri-ciri Uang
Pada umumnya terdapat 5 ciri-ciri uang, yaitu :
1. Diterima umum (general acceptable) & stabil nilainya (stable in value).
Maksudnya diterima oleh individu / kelompok yang terlibat dalam transaksi terkait.
Jika keluar uang baru, maka perlu di informasikan kepada masyarakat agar tidak
ragu-ragu dalam menerima uang tsb dan tidak terkecoh oleh adanya uang palsu dan
menjaga kepercayaan masyarakat terhadap otoritas moneter dan uang tersebut.
Uang harus stabil nilainya, sebab bila nilainya berubah-ubah akan menyulitkan
fungsinya sebagai media pertukaran, pengukur nilai maupun system moneter
lainnya. Nilai uang bersifat netral dalam arti tidak dipengaruhi oleh nilai bahan
baku pembuatan uang tersebut.
2. Mudah dibawa (portable)
Jika uangnya berupa logam mulia emas, tentunya tidak mudah dibawa jika terjadi
pertukaran yang cukup banyak atau besar. Misalnya :
1 grm emas = Rp. 50.000
Jika ia melakukan pertukaran dan membayar dengan uang barang berupa uang
emas senilai Rp. 500.000.000,- maka sama saja dengan membawa emas seberat
50.000 grm emas (berat sekali alat tukarnya).
3. Tahan lama / awet (durable)
Uang diproduksi dengan maksud agar dapat dipakai berulang kali dan bukan sekali
pakai. Mungkin jangka waktu 10 tahun, 20 tahun bahkan lebih dari 20 tahun.
4. Tidak mudah ditiru (difficult to imitate)
Jika uang mudah ditiru akan mengakibatkan merosotnya nilai dan kepercayaan
masyarakat terhadap uang tsb dan dapat menimbulkan kekacauan dalam
masyarakat dan perekonomian.
5. Dapat dibagi dalam satuan ukuran kecil (divisible into small units)
11
Karena transaksi ada yang besar dan kecil, maka seharusnya uang bisa
menanggulangi masalah transaksi besar dan kecil dengan unit / satuan besar dan
unit / satuan kecil.
1.6. Fungsi Uang
Pada umumnya fungsi uang dapat dikelompokan menjadi 2 :
1. Fungsi Dasar (pokok)
Sebagai alat tukar (medium of exchange)
Fungsi uang sebagai alat tukar mendasari adanya spesialisasi dan distribusi
dalam memproduksi suatu barang. Karena dengan adanya uang tersebut orang
tidak harus menukar barang yang diinginkan dengan barang yang diproduksinya
tetapi langsung menjual produksinya di pasar dan dengan uang yang
diperolehnya dari hasil penjualan tersebut dibelanjakan (dibelikan) kepada
barang yang diinginkannya.
Sebagai alat penyimpanan nilai / daya beli (store of value)
Maksudnya uang dapat memberi media bagi agen-agen ekonomi untuk
menyimpan atau mengakumulisikan kekayaannya. Kemudian nilai kekayaan
tersebut pada suatu waktu dapat dikonversikan ke dalam bentuk barang dan jasa
sesuai dengan yang mereka inginkan.
Fungsi ini berkaitan erat dengan keinginan masyarakat untuk mewujudkan
bentuk kekayaan atau pendapatannya ke dalam bentuk uang atau barang atau
bentuk lainnya.
2. Fungsi Tambahan
Sebagai satuan hitung (unit of account)
Maksudnya sebagai alat yang digunakan untuk menunjukkan nilai dari barang
dan jasa yang dijual-beli, besarnya kekayaan serta menghitung besar kecilnya
kredit atau utang atau dapat dikatakan sebagai alat yang digunakan dalam
menentukan harga barang atau jasa.
12
Seandainya system barter masih berlaku, maka akan terjadi ketidakseimbangan
didalam satuan hitung.
Misalnya ada seorang petani yang hanya memiliki padi yang harus dijual
sedangkan ia menginginkan sebuah alat pertanian (contoh: traktor, atau
lainnya), maka dalam hal ini akan mengalami kesulitan dalam nilai tukar dan
juga kesulitan dalam mencari pembeli padi yang sekaligus penjual alat pertanian
tsb.
Sebagai alat pengukur nilai (measure of value)
Suatu barang dan jasa bias diukur melalui berbagai cara, salah satunya dengan
uang. Sehingga barang atau jasa tersebut bisa kita ketahui nilainya berapa
(dalam bentuk nilai uang).
Sebagai alat pengukur utang (standard for deferred payment)
Fungsi ini berkaitan erat dengan cara pembayaran transaksi yang dilakukan,
khususnya transaksi dengan kredit. Dengan demikian bila seseorang membeli
barang sekarang dan pembayaran dilakukan disaat yang akan datang, maka
diperlukan uang yang dapat dipakai untuk mengukur utang tersebut.
Sebagai salah satu alat pembayaran (it facilitates one way payments)
Uang salah satu alat untuk melakukan pembayaran atas transaksi yang terjadi,
alat pembayaran lain bisa berupa barang produksi atau bahan mentah, uang
kartal , uang giral, chek, dan cara pembayaran lainnya.
1.7. Nilai dan Harga Uang
Ada 2 konsep atau definisi nilai uang, yaitu :
1. Nilai uang nominal
Yaitu besaran sekalar yang tercantum pada uang tersebut.
Misalnya : Rp. 1.000, Rp. 50.000, Rp. 100.000, dll
2. Nilai uang riil
Yaitu nilai uang yang mencerminkan daya beli uang tersebut.
Formula (rumus) :
13
Catatan :
M = nilai uang nominal
P = harga
m = nilai riil dari uang
Contoh :
Bila kita punya uang Rp.5.000 dan harga beras Rp.500/kg, maka nilai riil uang
tersebut dalam kaitannya dengan beras adalah setara dengan Rp. 5.000 dibagi
Rp.500/kg = 10 kg beras.
1.8. Jenis-jenis Uang
Uang digolongkan berdasarkan 3 hal berikut :
1. Ciri fisik materi yang digunakan untuk membuat uang
2. Sifat dari badan yang mengeluarkannya, seperti : pemerintah, bank sentral atau
komersial
3. Hubungan antara nilai uang sebagai uang dan nilai uang sebagai komoditi
Berdasarkan 3 hal diatas, maka uang dapat digolongkan sbb :
1. Uang Penuh (full bodied money).
Adalah uang yang nilainya sebagai suatu komoditi untuk keperluan non moneter
sama dengan nilainya sebagai uang.
Contoh : ternak, padi, woll, perahu, dll.
Uang penuh yang utama dalam system moneter modern adalah mata uang logam
yang dibuat dari logam standar bila suatu Negara menganut system standar logam
= standar emas & perak.
2. Uang Penuh yang representative (representative full bodied money)
Uang tersebut biasanya terbuat dari kertas dan merupakan peredaran resi
penyimpanan mata uang logam bernilai penuh atau ekuivalennya dalam bentuk
batangan emas atau perak.
3. Uang Kredit (credit money)
m = M / P
14
Adalah semua uang kecuali yang penuh yang representative, yang beredar dengan
nilai yang lebih besar dibandingkan nilai komoditi material yang dipakai untuk
membuatnya.
4. Dikeluarkan Pemerintah
Uang logam tidak bernilai penuh (token coins)
Uang logam Rp.50,- ,Rp.100,- dll, merupakan uang recehan, yang dikenal
dengan uang logam tidak bernilai penuh karena nilainya tidak sesuai dengan
logam yang terkandung didalamya.
Pada umumnya jumlah yang diciptakan dan dikeluarkan pemerintah terbagai
dalam berbagai macam pecahan uang logam yang dibutuhkan oleh masyarakat
sebagai “recehan”.
Uang tidak bernilai penuh yang representative (representative token money)
Uang ini biasanya uang kertas yang sebenarnya merupakan peredaran resi
penyimpanan mata uang logam yang tidak bernilai penuh atau sejumlah logam
yang sama beratnya yang didepositokan pada pemerintah
Promes (circulting promissory notes)
Uang kertas yang dicetak pemerintah dalam kondisi yang darurat, tapi uang
tersebut sebenarnya sangat mengkhawatirkan jika tidak digunakan dengan
benar.
5. Dikeluarkan Bank-bank
Promes yang dikeluarkan bank sentral
Promes yang dikeluarkan bank-bank lain
Rekening Giro
Berdasarkan Bahan atau Material uang (ciri fisik), maka dapat dibedakan
menjadi :
1. Uang Logam.
Di dalam pembuatan uang logam tergantung dari jenis logam yang digunakan,
antara lain : emas, perak, perunggu.
15
2. Uang Kertas
Untuk uang kertas, berdasarkan perkembangan perekonomian akan mempunyai
diversifikasi yaitu sebagai uang kartal (currencies) dan sebagai uang giral (deposit
money). Menurut perbankan kedua jenis uang ini berbeda badan yang
menciptakannya. Uang kertas biasa (kartal) dikeluarkan oleh Bank Sentral (BI)
sedangkan uang kertas (giral) dikeluarkan oleh Bank Umum.
Yang dimaksud uang kartal (currencies) adalah uang yang dikeluarkan pemerintah
atau Bank Sentral, dalam bentuk uang kertas atau uang logam. Sedangkan uang
giral (deposit money) adalah uang yang dikeluarkan oleh beberapa Bank Umum.
Berdasarkan Lembaga/ Badan Pembuatnya :
1. Uang Kartal, yaitu uang yang dicetak atau dibuat dan diedarkan oleh Bank Sentral
(BI).
Di Indonesia yang dimaksud uang kartal adalah uang (rupiah) dari berbagai
nominalnya Rp.10.000,- , Rp. 5.000.- , dll
2. Uang Giral, yaitu uang yang dibuat dan diedarkan oleh Bank Umum (komersial)
dalam bentuk Demand Deposit atau dikenal dengan nama “check”.
Berdasarkan Kawasan atau Daerah berlakunya uang, maka dapat dibedakan
menjadi :
1. Uang Domestik, yaitu uang yang berlaku hanya di suatu negara tertentu, di luar
negeri tidak berlaku.
2. Uang Internasional, yaitu uang yang berlaku tidak hanya dalam suatu negara tetapi
mungkin berlaku atau diakui diberbagai negara atau di seluruh dunia. Misalnya
US$, Poundsterling, SDR (special drawing right0, dll yang sudah diakui oleh
berbagai negara sebagai alat pembayaran internasional.
1.9. Macam-macam Uang di Indonesia :
Berbagai macam uang pernah berlaku di Indonesia untuk periode tahun 1945 – 1950 ,
yaitu :
16
NO SINGKATAN KEPANJANGAN
1 O.R.I Uang Republik Indonesia, yang berlaku di Jawa saja
2 U.R.I.D.A.B Uang Republik Indonesia Daerah Banten
3 U.R.I.P.S Uang Republik Indonesia Propinsi Sumatra, yang berlaku di
sebagian Sumatra karena ada beberapa macam uang yang beredar di
Sumatra antara lain : U.R.I.T.A , U.I.P.S.U & U.R.I.B.A
4 U.R.I.T.A Uang Republik Indonesia Tapanuli, yang berlaku di daerah Tapanuli
saja
5 U.I.P.S.U Uang Republik Indonesia Propinsi Sumatra Utara yang berlaku di
Propinsi Sumatra Utara
6 U.R.I.B.A Uang Republik Indonesia Baru Aceh, yang berlaku di daerah Aceh.
7 Uang Mandat Dewan Pertahanan Daerah Palembang yang berlaku di
Palembang
Setelah berlaku Hukum Darurat No. 20, 27 September 1951, yang berlaku sebagai alat
pembayaran yang sah di wilayah Republik Indonesia adalah rupiah (kecuali Irian
Barat) dan pada tahun 1968 dengan ketentuan UU Pokok Perbankan No.13 tahun
1968, ditetapkan bahwa satuan hitung uang Indonesia adalah rupiah dengan singkatan
Rp, dibagi dalam 100 (seratus) dan tiap pembayaran yang mengenai uang jika
dilakukan di Indonesia harus dengan uang rupiah kecuali denga tegas diadakan
ketentuan lain dengan perundangan. Yang berhak mengeluarkan uang kertas dan uang
logam adalah Bank Sentral (BI). Jenis, nilai dan cirri-ciri uang yang akan dikeluarkan
ditentukan oleh Bank dan diberlakukan kepada umum dengan jalan mengumumkan
dalam Berita Negara. Uang yang dikeluarkan oleh Bank dibebaskan dari materai.
----o0o---
17
LEMBAGA KEUANGAN
2.1. Pengertian Lembaga Keuangan
Lembaga keuangan dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang mempunyai
kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak-pihak yang kekurangan dan
membutuhkan dana (lack of funds).
Menurut UU Perbankan No.14/1967, ps.1 ayat b menerangkan ; yang dimaksud
dengan Lembaga Keuangan adalah semua badan yang melalui kegiatan-kegiatannya di
bidang keuangan menarik uang dari dan menyalurkannya ke di dalam masyarakat.
2.2. Bentuk Lembaga Keuangan
Bentuk lembaga keuangan pada garis besarnya dapat dibedakan menjadi 2 jenis.
Keduanya memiliki perbedaan fungsi dan kelembagaannya dan juga mempunyai
derivasi menurut fungsi dan tujuannya masing-masing.
2.3. Lembaga Keuangan Bank
Menurut UU Pokok Perbankan No.14/1967, didefinisikan sebagai Lembaga Keuangan
yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran
dan peredaran uang.
Istilah bank berasal dari bahasa Itali, “Banca”, yang berarti meja yang dipergunakan
oleh para penukar uang di pasar.
Pada dasarnya bank merupakan tempat penitipan atau penyimpanan uang, pemberi
atau penyalur kredit dan juga perantara di dalam lalu lintas pembayaran.
A. Sebagai tempat untuk Penitipan atau Penyimpanan Uang.
Bank memberikan surat atau selembar kertas dalam bentuk sebagai :
Rekening Koran atau Giro (Demand Deposit)
18
Yaitu simpanan yang setiap saat dapat diminta kembali atau dipergunakan
untuk melakukan pembayaran dengan mempergunakan check (perintah
membayar).
Kalau kita menyimpan uang dalam bentuk ini biasanya tidak mendapatkan
penghasilan dalam bentuk “bunga deposito”
Deposito Berjangka (Time Deposit)
Yaitu simpanan yang dititipkan ke bank untuk jangka waktu tertentu, misalnya
1, 3, 6, 12 bulan. Dalam artian bahwa uang tersebut dapat dipergunakan kalau
waktu yang telah ditetapkan telah tiba. Untuk simpanan dalam bentuk ini
biasanya bank membayar bunga pada yang nasabah. (karena bank merasa dapat
menggunakan uang tersebut dalam usahanya).
Tabungan.
Pada hakekatnya sama dengan time deposit, tetapi tabungan mempunyai
persyaratan yang berbeda dengan time deposit. Misalnya Tabanas dan lainnya.
B. Sebagai lembaga pembeli atau penyalur kredit.
Dalam hal ini bank dapat memanfaatkan uang yang disimpan nasabah dikarenakan
tidak semua orang sekaligus dating berbondong-bondong ke bank untuk
mengambil uangnya kembali. Pemanfaatan uang dilakukan dengan menyalurkan
pada pihak yang membutuhkan kredit atau dibelikannya surat berharga yang
menghasilkan tingkat bunga, atau malah bank melakukan ekspansi kredit.
C. Sebagai perantara dalam lalu lintas pembayaran.
Bank bertindak sebagai penghubung antara nasabah jikamelakukan transaksi.
Dalam hal ini nasabah tidak secara langsung melakukan pembayaran, tetapi cukup
memerintahkan pada bank untuk menyelesaikannya. Disamping itu bank juga
menyelenggarakan jasa lainnya antara lain : pengiriman uang, jual beli saham dan
valuta asing serta menagih uang atas nama pelanggan (Inkaso). Bank juga sering
menawarkan jasa dalam penyimpanan barang-barang berharga.
19
2.4. Manajemen Bank
Manajemen bank adalah bagaiman bank mengatur penggunaan dananya. Hal ini
disebabkan karena dana yang ada di bank sebagian besar milik orang lain. Untuk itu
diperlukan kebijaksanaan olehbank dalam pengaturan penggunaan dana tersebut.
Kebijkasanaan tersebut terletak pada pemeliharaan keseimbangan yang tepat antara
keinginan untuk memperoleh keuntungan (dengan jalan meminjamkan uangnya
kepada orang lain atau menanamkan dalam bentuk surat berharga) dalam bentuk
tingkat bunga dengan tujuan likuiditas dan solvabilitas bank.
Likuiditas adalah kemampuan bank didalam menjamin terbayarnya utang jangka
pendeknya. Pengukuran tingkat likuditas ini dilakukan dengan cara membandingkan
antara kewajiban jangka pendek dengan alat-alat likuiditas.
Berdasarkan pengalaman dan ketentuan dari Bank Sentral di Indonesia pemegangan
uang kas kira-kira 30% dari utang jangka pendeknya. Tetapi peraturan yang baru
menyebutkan hanya 15% dari utang jangka pendeknya. (lihat edaran, Bank
Indonesia, No. SE 10/12 UPPB tgl 30 Desember 1977)
Solvabilitas adalah kemampuan untuk melunasi semua utang (jk pendek dan
panjang). Diman solvabilitas bank tergantung pada solvabilitas masing-masing
pelanggannya. Untuk menjaga solvabilitas bank, maka bank harus berhati-hati dan
harus menyelidiki dulu apakah si calon peminjam sungguh-sungguh dapat dipercaya
(reliable) dan juga dapat diandalkan (Bankble). Untuk ini bank melakukan analisa
kredit kepada si calon peminta kredit dengan mengemukakan persyaratan-persyaratan
yang dikenal dengan 5 C, meliputi :
Character : sifat-sifat si calon peminjam
Capital : modal dasar si calon peminjam
Capacity : kemampuan si calon pemijam
Collateral : jaminan yang disediakan di calon peminjam dan
Condition of economy : kondisi perekonomian
20
2.5. Tata Perbankan di Indonesia
Pada dasarnya bank dapat dibedakan menurut fungsi serta tujuan usahanya, yaitu :
1. Bank Sentral (Central Bank)
2. Bank Umum (Commercial Bank)
Sedangkan perbedaan lainnya hanya berdasarkan pemilik atau pengelola, yaitu :
1. Bank Pemerintah
2. Bank Swasta Nasional
3. Bank Asing (swasta)
Menurut UU Pokok Perbankan No.14/1967 : system perbankan di Indonesia disusun
sedemikian rupa agar Bank Sentral dapat melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan kebijaksanaan moneter oleh bank-bank dan untuk mengawasi serta
memimpin seluruh system perbankan di Indonesia
Dengan demikian Bank Indonesia mempunyai tugas untuk mengkoordinir,
membimbing, dan mengawasi seluruh dunia perbankan yang ada di Indonesia baik
bank pemerintah, swasta nasional maupun bank asing.
Di dalam UU Pokok Perbankan No.14/1967, : Jenis-jenis Lembaga Perbankan di
Indonesia dibedakan menjadi 5 yaitu:
a. Bank Sentral
Bank Sentral di Indonesia adalah Bank Indonesia (BI). BI bertindak juga sebagai
Bank Sirkulasi.
Fungsi serta tugas BI diatur dengan UU No.13/1968, disebutkan bahwa Bank
Indonesia adalah milik Negara dan merupakan badan hukum. Bank Indonesia
dipimpin oleh direksi yang terdiri dari seorang Gubernur dan 5 – 7 orang Direktur
yang diangkat oleh Presiden.
Tugas pokok Bank Indonesia adalah sbb :
Mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah
21
Mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas
kesempatan kerja guna peningkatan taraf hidup rakyat.
Tugas Pokok tersebut dapat dirinci lagi sbb:
1. Sebagai Bank Sirkulasi, Bank Indonesia mempunyai hak tunggal untuk
mengedarkan uang kertas dan uang logam, yang merupakan alat pembayaran yang
sah.
2. Sebagai Sentral, Bank Indonesia adalah Bank Pusat bagi bank-bank lainnya. Di
mana dalam urusan perbankan dan perkreditan Bank Indonesia bertugas antara lain :
Menunjukkan perkembangan yang sehat dari urusan kredit dan perbankan
Membina perbankan dengan jalan memperluas, memperlancar dan mengatur lalu
lintas pembayaran giral dan menyelenggarakan clearing antar bank.
Menetapkan ketentuan umum tentang solvabilitas dan likuiditas bank.
Memberikan bimbingan kepada bank guna penatalaksanakan bank secara sehat
Meminta laporan dan mengadakan pemeriksaaan terhadap segala aktivitas bank
guna mengawasi pelaksanaan ketentuan perbankan
Menentapkan tingkat dan struktur bunga
Menetapkan pembatasan kualitatif dan kuantitatif atas pemberian kredit oleh
perbankan.
Memberikan kredit likuiditas kepada bank
Dapat mengadakan ketentuan yang bertalian dengan penggunaan dana oleh
lembaga-lembaga keuangan.
Mendorong penyerahan dana masyarakat oleh perbankan untuk tujuan usaha
pembangunan yang produktif dan berencana.
Memindahkan uang, baik dengan pemberitahuan secara telegram (telegraphic
transfer = TT), maupun dengan surat (mail transfer = MI), membeli dan menjual
kertas perbendarahaan Negara
Memberi jaminan bank (bank garansi) dengan tanggungan yang cukup.
3. Sebagai pemegang kas pemerintah, Bank Indonesia :
Bertindak sebagai pemegang kas pemerintah
22
Menyelenggarakan pemindahan uang untuk pemerintah
Memberikan kredit kepada pemerintah dalam bentuk rekening Koran
Serta membantu pemerintah dalam penempatan surat-surat utang Negara
4. Dalam hubungan internasional Bank Indonesia bertugas antara lain :
Sebagai penyusun rencana devisa dengan memperhatikan posisi likuiditas dan
solvabilitas internasional untuk diajukan kepada pemerintah melalui dewan
moneter
Mengawasi, mengurus, dan menyelenggarakan tata usaha cadangan emas dan
devisa Negara
Mengawasi dan mengkoordinir pembayaran internasional
5. Bank Sentral sebagai pelaksana kebijaksanaan moneter yang disusun oleh Dewan
Moneter. Dan Dewan Moneter bertugas membantu pemerintah dalam
merencanakan dan menetapkan kebijaksanaan moneter, dengan mengajukan
patokan-patokan dalam rangka usaha menjaga kestabilan moneter, kesempatan kerja
penuh dan peningkatan taraf hidup masyarakat. Dimana dewan moneter ini terdiri
atas 3 anggota, yaitu :
Menteri Keuangan sebagai Ketua
Menteri yang membidangi perekonomian
Gubernur Bank Indonesia
Kebijakan Moneter yang dilaksanakan oleh Bank Sentral ada yang bersifat :
Quantitative Control Policy (kebijaksanaan pengawasan kuantitas), yaitu sebagai
kebijaksanaan yang ditekankan untuk membatasi jumlah uang yang beredar
(JUB).
Alat (instrument) yang biasa digunakan untuk melaksanakan kebijaksanaan ini
adalah :
a. Rediscount rate policy, dinaikkan oleh pemerintah jika terlalu banyak JUB.
o Dengan dinaikkan tingkat rediscount ini diharapkan bahwa oleh Bank-
bank umum akan dinaikkan juga tingkat bunga pinjamannya, sehingga
23
diharapkan masyarakat mengurangi hasrat mengambil kredit bank. Akibat
akhirnya JUB diharapkan berkurang.
o Rediscount diturunkan dengan tujuan untuk merangsang kegiatan usaha,
karena dengan demikian bank umum akan memberikan tingkat bunga
yang lebih rendah dengan harapan masyarakat mau mengambil kredit
untuk memperluas usahanya.
b. Reserves requirement policy
Kebijakan ini merupakan factor penentu bagi kelebihan cadangan bank (bank
excess reserves) dan kemampuan bank umum untuk mengembangkan kredit
c. Open market operation
Kebijaksanaan ini diartikan sebagai jual/beli surat-surat berharga pemerintah
dengan tujuan mengurangi/menambah JUB. Jika pemerintah ingin
mengurangi JUB maka Bank Sentral menjual obligasi pemerintah agar dibeli
oleh masyarakat.
Qualitative Control Policy (kebijaksanaan pengawasan kualitas), berupa margin
requirement dan direct actions.
b. Bank Umum (Commercial Bank).
Adalah lembaga keuangan yang menerima deposito/simpanan dari masyarakat
(depositor) yang dibayarkan atas permintaan dan memberikan kredit serta jasa-jasa
dalam lalulintas pembayaran dan peredaran uang.
Dikatakan commercial bank karena bank tersebut mendapatkan keuntungan, yang
didapat dari selisih bunga yang diterima dari peminjam dengan bunga yang
dibayarkan bank kepada depositor/nasabah (spread).
Fungsi Bank Umum :
1. Mengumpulkan dana yang sementara menganggur untuk dipinjamkan pada
pihak lain atau membeli surat berharga (financial investment).
2. Mempermudah di dalam lalu lintas pembayaran uang
24
3. Menjamin keamanan uang masyarakat yang sementara tidak digunakan,
misalnya menghindari resiko hilang, kebakaran dan lainnya.
4. Menciptakan kredit (created money deposit), yaitu dengan cara menciptakan
demand deposit (deposito yang sewaktu-waktu dapat diuangkan) dari kelebihan
cadangannya (excess reserves)
c. Bank Tabungan.
Adalah bank yang dalam pengumpulan dananya terutama menerima simpanan
dalam bentuk tabungan, dan dalam usahanya terutama memper-bunga-kan dananya
dalam bentuk kertas-kertas berharga yang aman (solid). Jika bank tabungan ingin
memberikan kredit harus menuru aturan serta bimbingan dari Bank Indonesia.
Bank tabungan ini dapat diselenggarakan / dimiliki oleh pemerintah, swasta
nasional maupun koperasi.
d. Bank Pembangunan.
Adalah bank yang dalam pengumpulan dananya terutama menerima simpanan
dalam bentuk deposito dan atau mengeluarkan kertas berharga jangka menengah
dan jangka panjang dan dalam usahanya memberikan kredit terutama memberikan
kredit jangka panjang di bidang pembangunan. Bank pembangunan dapat dimiliki
atau diselenggarakan oleh pemerintah (pusat atau daerah), swasta, koperasi dan
asing.
e. Bank-bank sekunder lainnya.
Yaitu Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Bank Koperasi dan
lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu, yang diselenggarakan oleh
masyarakat.
2.6. Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB)
LKBB berfungsi sebagai pengumpul dana dan penyalur dana dari dan ke masyarakat,
maksudnya adalah untuk menunjang pengembangan pasar uang dan modal serta
25
membantu permodalan perusahaan-perusahaan, sejak tahun 1972 Pemerintah
memberikan izin bagii pendirian LKBB.Sebagaimana diketahui LKBB terdiri dari
jenis pembiayaan pembangunan, jenis investasi, dan jenis lainnya.
Usaha pokok Lembaga Keuangan Bukan Bank:
o Jenis pembiayaan pembangunan adalah memberikan kredit jangka
menengah/panjang serta melakukan penyiutan modal dalam perusahaan.
o Jenis investasi terutama melakukan usaha sebagai perantara dalam menerbitkan
surat berharga dan menjamin serta menanggung terjualnya surat berharga
(underwriter).
o Jenis lainnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang
tertentu seperti memberikan pinjaman kepada masyarakat golongan berpenghasilan
menengah untuk memiliki bank.
Pendirian LKBB antara lain untuk memberikan pembiayaan dalam bentuk pinjaman
jangka panjang atau menengah dan penyertaan saham pada perusahaan.
Contoh LKBB jenis pembiayaan pembangunan (development finance corporation) di
Negara kita antara lain :
PT Indonesia Development Finance Company, didirikan tahun 1972
PT Private Development Finance Company of Indonesia, didirikan tahun 1973
PT Bahana Pembina Usaha Indonesia, yang ditahun 1973 sebagai lembaga jenis
investasi tetapi sejak 1978 berubah menjadi Lembaga Pembiayaan Pembangunan.
LKBB jenis investasi (investment finance corporation) dengan nama Lembaga
Perantara Penerbitan dan Perdagangan Surat-surat Berharga (Lembaga PPPSM), yang
terdiri dari :
PT Ficorinvest
PT Finconesia
PT Indovest
PT Multicor
PT Merinncorp
PT IFI
PT Asean Indonesia
PT Inter-Pacific
PT MIFC
Secara garis besar LKBB dapat dikelompokkan sbb :
26
1. Perusahaan Asuransi.
Yang bergerak dalam mengurus segala kemungkinan yang menyangkut jiwa,
benda dan lainnya.
Asuransi adalah suatu bentuk lembaga keuangan yang berfungsi sebagai lembaga
penjamin resiko, sekaligus sebagai lembaga penghimpun dana dan penyalur dana
bagi tujuan investasi.
Sebagian besar jenis investasi perusahaan asuransi dilakukan dalam bentuk
deposito berjangka dan pembelian surat berharga guna mengurangi kemungkinan
terjadinya kerugian dalam penanaman modalnya.
Dilihat dari jenis usahanya, industri asuransi dibagi dalam 3 kelompok, yaitu :
Asuransi kerugian
Kegiatan asuransi kerugian termasuk reasuransi adalah meliputi pemberian
pertanggungan terhadap kerugian yang timbul akibat kebakaran, pengangkutan
rangka kapal dan aneka resiko.
Asuransi Jiwa
Industri asuransi jiw mempunyai corak tersendiri karena pada umumnya
pertanggungannya menyangkut kontrak jangka panjang.
Asuransi Sosial
Asuransi sosial merupakan asuransi yang wajib diikuti oleh sebagian atau
seluruh anggota masyarakat, yang keikutsertaanya diatur berdasarkan peraturan
perundangan. Di Indonesia ada 5 jenis asuransi sosial, yaitu :
1. PT AK Jasa Raharja (1964)
2. Asuransi Kesehatan Pegawai
Negeri (1968)
3. Asuransi Sosial bagi Anggota ABRI
(1971)
4. Asuransi Sosial Tenaga Kerja (1977)
5. Asuransi Sosial Pegawai Negeri (1980)
27
2. Dana Hari Tua.
Yaitu yang menangani dana-dana hari tua bersifat jangka panjang assetnya
berbentuk surat utang Negara. Sedangkan passivanya berjatuh tempo jangka
panjang dan berbentuk kontribusi (intern)
3. Perusahaan Keuangan.
Yaitu perusahaan yang bergerak dalam pembiayaan konsumen. Kekayaannya
berbentuk sewa beli dan berjatuh tempo jangk panjang. Sedangkan sifat passivanya
adalah berbentuk proses promes yang berjangka menengah.
4. Holding Company
Yaitu perusahaan yang memegang saham anak perusahaan dengan aktivitas utama
menjalankan sekelompok perusahaan. Sifat assetnya adalah berjatuh tempo jangka
panjang serta berbentuk equity. Sedangkan passivanya berbentuk saham dan surat
utang yang berjatuh tempo jangk panjang
5. Perusahaan yang Memberikan Potongan/diskonto.
Perusahaan ini terjun dalam alat pasar uang yang tipe assetnya adalah instrument
pasar uang yang berjatuh tempo jangk pendek. Sedangkan sifat passivanya
berbentuk surat utang dan pinjaman yang berjatuh tempo jangka menengah.
6. Perusahaan Pemutar Kredit.
Yaitu yang mengorganisasika kelompok kredit yang berputar dimana sifat assetnya
adalah berjatuh tempo jangka pendek dan berbentuk perputaran. Sedangkan sifat
passivanya adalah bertipe perputaran yang berjatuh tempo jangka pendek.
7. Rumah Gadai.
Yaitu menjembatani pasar yang terorganisasi di mana assetnya berjatuh tempo tak
tentu dan berupa komoditi. Sedangkan passivanya berbentuk modal sendiri yang
berjatuh tempo jangka panjang.
28
2.7. LEASING
Merupakan kegiatan pembiayaan khusus untuk pengadaan barang modal yang
dibutuhkan oleh suatu perusahaan dengan pengaturan pembayaran secara berkala.
Transaksi leasing juga memberikan hak pilih (OPTIE) kepada perusahaan pemakai jasa
leasing, untuk membeli barang modal yang menjadi obyek leasing pada akhir periode
kontrak memperpanjang waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang disepakati bersama.
Pengembangan industri leasing dimaksudkan selain untuk menambah pilihan
pembiayaan usaha juga ditujukan untuk mendorong investasi dan industrialisasi yang
dilakukan oleh sektor swasta. Selain itu, industri leasing juga diarahkan untuk menarik
pemasukan modal dari luar negeri dan pengembangan produksi komoditi ekspor
nonmigas, melalui pemanfaatan dana dan pinjaman luar negeri untuk pembiayaan
investasi nasional.
----o0o----
29
STANDAR MONETER
3.1. Arti Penting Standar Moneter
Standar moneter diartikan sebagai sisitem moneter yang didasarkan atas standar nilai
uang, termasuk didalamnya peraturan tentang cirri-ciri & sifat-sifat dari uang,
pengaturan tentang JUB (logam ataupun kertas), ekspor-impor logam mulia serta
fasilitas bank dalam hubungannya dengan ekspansi demand deposit.
3.2. Macam-macam Standar Moneter
Pada hakekatnya dapat dikategorikan menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Standar Barang (Commodity Standard)
Diartikan sebagai system moneter di mana nilai/tenaga beli uang dijamin sama
dengan seberat barang tertentu (emas, perak, dll). Setiap nilai uang yang beredar
dijamin dengan seberat barang tertentu uang ditentukan oleh Pemerintah. Standar
barang ini dapat diklasifikasikan sbb :
a. Standar Emas (The Gold Standard)
Standar emas didefinisikan sebagai suatu system moneter di mana suatu bangsa
menyatakan kesatuan moneternya dengan emas, bebas menjualbelikan emas
dengan harga yang pasti dan mengizinkan orang-orang untuk mengimpor dan
mengekspor emas tanpa batas.
Macam-Macam Standar Emas :
Ada 4 macam standar emas, yaitu :
The Gold Coin Standard
Didalamnya ada beberapa persyaratan :
o Nilai satuan uang dikaitkan dengan seberat emas tertentu dan biasanya
yang beredar adalah uang emas.
30
Misalnya : US$ = 23,22 grm emas murni
o Pemerintah harus bersedia untuk melebur batangan emas menjadi uang
emas untuk kepentingan masyarakat umum.
o Adanya hubungan yang tetap antara satuan moneter dgn sejumlah
tertentu emas agar nilai satuan moneter sama dengan berat emas tertentu.
o Adanya kebebasan bagi individu terhadap emas, apakah akan diekspor,
disimpan atau digunakan untuk berbagai tujuan (pribadi maupun bisnis)
o Uang emas dinyatakan sebagai alat pembayaran dan harus diterima
umum di dalam pembayaran
o Uang kredit, pada umumnya hanya didukung oleh sebagian cadangan
emas dan dapat ditebus dengan uang emas.
Kebaikan dari The Gold Coin Standard :
o Adanya kebebasan membuat uang dan terjaminnya pasar bebas emas
menjaga nilai pasar dari emas dan nilai nominal dari uang tetap sama.
Jika nilai pasar (batangan emas) naik diatas nilai nominal uang emas,
maka akan menyebabkan uang emas tersebut dilebur dan dijual dalam
bentuk batangan emas. Sehingga mengakibatkan akan terjadi
kesamaan nilai pasar dari emas batangan dengan uang emas yang
sekarang relatif jarang (langka).
o Segala bentuk uang kertas dan uang kredit bank dapat ditebus dengan
uang emas, sehingga kesamaan nilai dapat dijamin di antara alat-alat
penukaran (pembayaran).
Keburukan dari the gold coin standard :
o Beberapa orang menggunakan uang emas, tetapi tidak ada tujuan riil
domestik yang dilayani oleh uang logam emas dan peredaran uang
emas
o Emas jarang sekali digunakan umum dalam perdagangan domestik.
Uang emas terlalu kecil jumlahnya, mempunyai nilai tinggi, sehingga
tidak tepat untuk transaksi perdagangan
31
o Selama periode kritis moneter, individu-individu banyak yang
memegang uang emasnya, sehingga melemahkan perbendaharaan
cadangan emas dengan cepat dan meminimumkan kapasitas
(kemampuan) pemerintah dalam mengejar tambahan permintaan emas.
The Gold Bullion Standard
Persamaan antara the gold coin standard dengan the gold bullion standard
adalah sbb :
o Nilai satuan moneternya dikaitkan dengan seberat emas tertentu.
o Pemerintah membeli dan menjual seluruh emas yang ditawarkan pada
harga tetap
o Adanya keterbatasan kemampuan untuk membeli emas oleh masyarakat
karena jumlah emas yang dijual banyak
o Emas mungkin disimpan, dijual dan digunakan untuk tujuan industri
maupun untuk pembayaran utang
o Pemerintah menerima uang kredit untuk ditukarkan dengan emas
Tidak seperti pada the gold coin standard, dalam standar ini :
o Membuat batangan emas sebagai alat pembayaran utang yang sah, baik
oleh swasta maupun pemerintah
o Menyebabkan uang emas dapat ditarik dari peredaran untuk ditukarkan
dengan batangan emas. Tidak ada kebebas-an membuat uang emas
Kebaikan dari The Gold Bullion Standard :
Standar ini mengatasi keburukan dari the gold coin standard, karena :
o Negara dibebaskan dari beban pembuatan uang emas
o Lebih dari bersiap-siap untuk mencegah larinya emas ke luar negeri.
Karena itu pemerintah hanya menjual emas dalam bentuk batangan emas
yang bernilai tinggi. Tetapi untuk para seniman dan ilmuwan diberi hak
untuk membeli emas ; jika mereka menginginkan emas kurang dari satu
32
batang disarankan untuk membeli ukuran yang lebih kecil (jewelers’
size)
Keburukan dari The Gold Bullion Standard :
o Karena kebanyakan individu tidak mempunyai hak untuk memasukkan
emas ke dalam cadangan emas negerinya, maka jumlah uang dan kredit
tidak terpengaruh dengan operasi standar emas yang otomatis. Orang
yang mempunyai hak mengambil emas adalah orang yang kerjanya baik,
bankir dan koperasi yang kaya. Dalam keadaan seperti ini, sekelompok
tertentu mempengaruhi operasi otomatis dari standar emas
o Selanjutnya boleh dikatakan bahwa “the gold bullion standard” adalah
standarnya orang kaya, operasinya di kalangan atas dan tiddak berlaku
bagi orang kecil.
The Managed Gold Bullion Standard
Standar ini juga masih dikaitkan dengan emas. Adanya sejumlah emas yang
tetap pada setiap satuan uang, tetapi tidak dapat dipakai dalam peredaran
umum. Oleh karena itu tidak ada pasar bebas untuk emas. Sebagaimana kita
lihat dalam UU Cadangan Emas 1934 di Amerika memantapkan pemakaian
standar ini. Peraturan ini memberikan kekuasaan kepada pemerintah untuk
menurunkan kadar emas dalam setiap satuan dollar agar merangsang
kegiatan usaha melalui harapan kenaikan harga yang diakibatkan oleh
adanya devaluasi.
The Gold Exchange Standard
Standar ini mungkin dikaitkan dengan kedua-duanya, baik kepada the gold
coin standard maupun the gold bullion standard.
o Satuan uangnya dinyatakan sama dengan seberat emas yang tetap
o Pasar bebas emas dijamin, memperbolehkan masyarakat untuk berbuat
sekehendaknya terhadap cadangan emasnya, diperbolehkannya
mengimpor dan mengekspor emas tanpa batas, menyimpan emas serta
33
diberikan kebebasan untuk mendapatkan emas dari perusahaan
pertambangan emas ataupun percetakan uang.
o Uang kredit mungkin dapat digunakan untuk membeli sertifikat emas
dari pemerintah dimana dapat ditukarkan dengan emas. Sertifikat emas
ini dinyatakan dalam satuan moneter dari suatu negara yang menganut
standar emas baik the gold coin standard maupun the gold bullion
standard.
Sifat yang menonjol dari system ini adalah bahwa uang kertas dapat ditebus
dengan sertifikat emas pada saat bank asing di dalam suatu negara yang
menganut the gold coin standard maupun the gold bullion standard.
Sertifikat ini merupakan tagihan langsung pada cadangan emas atau
investasi jangka pendek yang dimiliki oleh negara. Tetapi pemerintah atau
Bank Sentral yang mengatur penggunaan atas sertifikat ini.
Kebaikan dari The Gold Exchange Standard:
o Karena ada sebagian cadangan emas yang berada di luar negeri, serta
dimungkinkannya mendapat hasil berupa tingkat bunga jika didepositokan
atau diinvestasikan dalam bentuk obligasi pemerintah (jangka pendek).
o Aliran emas untuk membayar utang-utang dapat diminimumkan karena
adanya cadangan yang di luar negeri yang tersedia untuk tujuan ini.
o Karena aliran emas sangat terbatas, maka ongkos pengiriman logam
berharga dalam kaitannya dengan utang-utang tersebut menurun.
o Adanya ketidakmerataan dalam distribusi emas serta terpusatnya emas di
Amerika dan Perancis, maka memaksa mengangkat system moneter yang
sewaktu-waktu dapat mempermudah banyak negara untuk menggunakan
standar emas ini secara sejalan.
Keburukan dari The Gold Exchange Standard:
34
o Standar emas ini mengurangk berlakunya opeasi otomatis dari standar emas
secara umum. Penawaran uang kredit sangat dipengaruhi oleh perubahan di
dalam cadangan domestik emasnya. Adanya cadangan emas yang di luar
negeri mempengaruhi dasar penciptaan uang dan kredit.
o Negara memegang cadangan emas dan investasi negara lain harus selalu
bersedia untuk mengekspor ema jika negara pemilik menginginkan untuk
mengambilnya.
o Akibat dari tindakan diatas akan memaksa penghapusan dasar kredit bank
karena emasnya berkurang dan juga akan mengakibatkan penciutan secara
umum dalam jumlah uang yang beredar (karena emas diminta negara yang
punya)
o Deflasi ini mungkin dapat dihindari dengan menolak pembayaran utang
luar negerinya, selanjutnya membekukan cadangan emas negara deposito
yang akan berakibat ditinggalkannya standar emas secara terpaksa, karena
tidak dipenuhinya perjanjian emas luar negeri.
Kebaikan dari Standar Emas :
o Acceptability
Masyarakat menerima emas dan uang yang didasarkan atas emas, karena
kegunaan dari logam ini. Seluruhnya uang dan deposito di dalam negara yang
menganut standar emas pada umumnya beredar karena masyarakat menyadari
bahwa uang kertas yang diciptakan dan deposito bank adalah dapat ditukarkan
dengan segera dengan emas. Dalam hal ini uang kertas yang tidak dapat ditebus
sewaktu-waktu tergantung pada pandangan positif masyarakat terhadap
kemampuan memutuskan oleh pemerintah untuk menunda penebusan.
o A Check on Inflation and Deflation
Sebagai standar untuk melihat tingkat inflasi dan deflasi
o Automatic Limitation on Medium of Exchange
35
Persyaratan minimum cadangan emas untuk uang kertas yang diciptakan dan
deposito bank membuat suatu penahan atau rem yang otomatis pada kelebihan
pencetakan yang kertas dan kredit bank.
o Basis of International Money System
Diterimanya uang kartal secara umum, serta nilainya yang stabil
mengakibatkan uang dipakai sebagai nilai standar internasional dan sebagai
alat penukaran. Nilai emas dari uang emas memperbaiki nilai-nilai relatif
terhadap satu sama lain dan menyediakan dasar percaturan internasional yang
stabil.
o Stimulus to International Investment and Trade
Selama uang emas diterima secara umum maka berarti bahwa dengan standar
emas akan menggairahkan perdagangan internasional dan investasi. Baik
importir, eksportir, bankir dan investor akan dengan senang hati menanamkan
dananya pada pekerjaan dimana kontraktornya mau menerima pembayaran
dalam bentuk uang emas.
o Uniform International Price System
Dikemukan dalam “Mekanisme DAVID HUME” pada matakuliah Ekonomi
Internasional atau Perdagangan Internasional.
Keburukan dari Standar Emas :
o Kepercayaan terhadap uang timbul hanya bila kepercayaan itu diperlukan.
Karena selama resesi kepercayaan terhadap uang hancur, sehingga permintaan
masyarakat terhadap emas untuk uang dan deposito bank menghabiskan
cadangan logam yan g dimiliki pemerintah dan memaksa untuk meninggalkan
standar emas tsb.
o Standar emas tidak otomatis seperti yang kita tuntut ataupun kita percayai.
Berkurangnya emas tidaklah berarti penciutan JUB dan kredit bank serta
penurunan tingkat harga. Dan juga kenaikan di dalam cadangan emas tidak
menunjukkan kenaikan secara otomatis dalam JUB dan kredit perbankan serta
dalam hubungannya dengan kenaikan harga. Konsekuensinya harapan
penyesuaian harga internasional tidak akan terjadi
36
o Pengumpulan cadangan emas tanpa memandang perkembangan kegiatan usaha
yang bersangkutan meletakkan dasar (landasan) kerja untuk spekulasi dan
akibatnya nilai uang akan jatuh
b. Standar Perak (The Silver Standard)
1. The silver coin standard
2. The silver bullion standard
3. The managed silver bullion standard
4. The silver exchange standard
c. Standar Kembar (Emas dan Perak)
Sistem moneter suatu Negara dikatakan menganut standar logam kembar, jika :
Dua logam pada suatu perbandingan tetap antara satu dengan yang lain
disajikan sebagai standar nilai satu-satuan moneternya (biasanya emas dan
perak)
Pemerintah harus selalu siap membeli emas dan perak pada harga tetap.
Sementara itu uang emas dan perak dinyatakan sebagai alat pembayaran
yang sah.
Segala bentuk uang kertas dari suatu Negara mungkin dapat ditukarkan oleh
pemegangnya ke dalam bentuk uang logam atau batangan logam.
Sejarah menunjukkan jika suatu Negara menganut standar kembar, nantinya
akan menghadapi adanya daya tarik-menarik antara permintaan dan penawaran
logam di pasar yang menyebabkan harga suatu logam lebih tinggi daripada
lainnya.
Kebaikan standar logam kembar (Bimetallism Standard):
Kurang memadainya penyediaan emas relative terhadap uang dan kredit
yang diciptakan oleh pemerintah dan bank nampaknya mendorong
dipakainya system standar logam kembar.
37
Sistem logam kembar ini akan dapat menciptakan kestabilan nilai uang
daripada standar tunggal (emas).
Keburukan standar logam kembar (Bimetallism Standard):
Sejarah moneter di dunia abad 19 menunjukkan bahwa sistem standar logam
kembar berubah menjadi standar tunggal pada kenyataannya. Hal ini
disebabkan adanya perbedaan nilai tambang dengan nilaii pasar dari kedua
logam tersebut (emas & perak) yang lama kelamaan cenderung mendorong
logam yang mudah hilang dari peredaran. Akibatnya sistem moneter ini
hanya berdasar pada satu logam saja.
2. Standar Kepercayaan (Fiat Standard)
Diartikan sebagai sistem moneter di mana nilai/tenaga beli uang tidak dijamin
dengan seberat barang tertentu (logam). Tapi hanya atas dasar kepercayaan
masyarakat mau menerima uang tersebut sebagai alat pembayaran yang sah serta
sebagai alat penukar dan lainnya.
Macam-macam fiat standard :
Fiat money
Merupakan uang kartal yang tidak dijamin dengan emas/perak; dibuat oleh
pemerintah; dan tanpa janji untuk dapat ditebus. Nilainya tidak dijamin dengan
seberat emas/perak dan nilai tukarnya tergantung pada kemampuan pemerintah
dalam membatasi jumlahnya agar dapat mengurangi penyusutan yang besar.
Dengan kata lain :
Jumlah uang yang beredar diatur oleh pemerintah agar dapat memenuhi
kebutuhan dalam perekonomian. Karena pemerintah mempunyai kekuasaan
untuk mengenakan pajak dan mungkin memberikan persyaratan tertentu dalam
pembayaran dengan uang ini. Inilah yang dimaksudkan untuk menjamin dari
nilai uang ini.
38
Inconvertible paper money
Merupakan uang kartal/kertas yang tidak dapat ditukarkan (inconvertible).
Kelanjutan dari peredarannya dan siap diterimanya uang ini oleh masyarakat
pada masa lalu karena mempunyai janji untuk membayar sejumlah tertentu,
tetapi tidak dapat ditebus dan ini tergantung pada 2 faktor, yaitu :
- Pemerintah menguasai cadangan uang
- Posisi kredit pemerintah didasarkan pada besarnya cadangan logam
(emas/perak) dan penggunaannya untuk menebus apa yang tidak dapat
ditebus dengan uang kertas.
-----o0o-----
39
TEORI PERMINTAAN UANG
DAN KREDIT UANG
4.1. Pendekatan Fisher
Analisis Fisher (1911) dimulai dengan mengetengahkan suatu identitas :
Dimana : M = jumlah uang dalam perekonomian
V = merupakan velositas transaksi dari uang yang
merupakan rata-rata waktu 1 unit uang
berpindah tangan utk suatu periode tertentu
T = merupakan volume transaksi
P = tingkat harga
Persamaan Fisher menyatakan : jumlah uang dalam peredaran dikalikan dengan
velositas uang akan sama dgn nilai transaksi.
Menurut Fisher : orang bersedia memegang uang pada dasarnya karena kegunaannya
dalam proses transaksi dan dipengaruhi oleh faktor-faktor kelembagaan (misalnya :
metode pembayaran yg biasanya dipakai oleh masyarakat (harian, mingguan &
bulanan), tingkat moneterisasi masyarakat, penggunaan alat pembayaran yang lain
seperti kartu kredit dan kualitas alat komunikasi.
Faktor-faktor kelembagaan ini pada umumnya hanya berubah secara sporadic dan akan
berpengaruh terhadap V.
Namun disini dianggap bahwa dalam jangka pendek faktor kelembagaan tersebut tidak
berubah, sehingga V dapat dianggap tetap.
M V = P T
40
Volume transaksi ditentukan oleh tingkat pengerjaan penuh (full employment) dari
pendapatan dan dalam jangka pendek juga dianggap tetap. Dengan demikian
anggapan-anggapan di atas memungkinkan kita untuk memperoleh suatu versi Teori
Kuantitas (Quantity Theory), sebagai berikut:
Persamaan ini menyatakan bahwa dalam jangka pendek permintaan uang merupakan
proporsi yang tetap dari nilai transaksi atau dengan kata lain permintaan uang
merupakan proporsi yang konstan dari pendapatan. Dengan demikian uang hanya
dipengaruhi oleh tingkat pendapatan.
Selanjutnya, jika penawaran uang dianggap variabel eksogin dan dalam keadaan
seimbang permintaan uang sama dengan penawaran uang,maka akan diperoleh
hubungan sbb :
Dengan demikian, jika perekonomian berada pada tingkat pengerjaan penuh, V dan T
dianggap konstan dalam jangka pendek, serta M merupakan variabel eksogin yang
ditentukan oleh penguasa/otoritas moneter, maka tingkat harga merupakan variabel
endogin.
Dari konsep ini dengan mudah dapat dikatakan bahwa perubahan tingkat harga
merupakan bagian yang proporsional dari perubahan uang yang beredar.
4.2. Persamaan Cambridge
Persamaan Cambridge atau the Cambridge equation merupakan model yang
dikembangkan oleh ekonom di Universitas Cambridge, Inggris, Khusus Marshall dan
Pigou.
Pada dasarnya persamaan ini merupakan versi lain dari teori klasik.
Md = (1/V) P T
Ms = Md = (1/V) P T
41
Pendekatan ini didasarkan pada pandangan bahwa fungsi uang yang utama adalah
sebagai suatu media pertukaran (a medium of exchange). Mereka berpendapat bahwa
orang berminat untuk memegang uang karena dia dapat dipakai sebagai media
transaksi.
Pendekatan ini menekankan pada perilaku individu dalam membuat keputusan untuk
mengalokasikan kekayaannya ke dalam berbagai bentuk aktiva yang salah satunya
adalah uang.
Perilaku ini ditentukan oleh pertimbangan untung dan rugi akibat pengalokasian
kekayaan ke dalam aktiva-aktiva tsb.
Dengan kata lain : masyarakat bersedia memegang uang karena memberi manfaat dan
keuntungan dalam transaksi serta mudah diterima oleh semua orang.
Di sisi lain : Jika masyarakat memegang uang berarti dia menghadapi resiko biaya
oportunitas (opportunity cost) karena tidak mewujudkan kekayaannya dalam bentuk
aktiva lain yang bermanfaat. Misalnya : surat berharga dan obligasi akan memberikan
keuntungan berupa bunga. Keuntungan dan kerugian tsb yang akan mempengaruhi
keputusan seseorang dalam mengalokasikan kekayaannya ke dalam bentuk uang atau
aktiva yang lain.
Menurut Cambridge : permintaan uang secara potensial dipengaruhi oleh tingkat
kekayaan riil, suku bunga dan asa (expectation) tentang kejadian di saat yang akan
datang.
Dalam merumuskan modelnya, khususnya Pigou, berpendapat bahwa variabel-variabel
potensial tsb dalam jangka pendek dianggap tetap. Dengan demikian, formulasi akhir
mereka hanya ada perbedaan sedikit, bahwa : bila variabel-variabel lain tetap (ceteris
paribus) maka permintaan uang nominal merupakan proporsi dari pendapatan nominal
atau :
Dimana : P = tingkat harga
y = merupakan pendapatan riil
k = nisbah antara permintaan uang masyarakat dgn
pendapatan masyarakat
Md = k P y
42
Selanjutnya dalam keadaan seimbang, permintaan uang sama dengan penawaran uang,
sehingga :
Pendekatan Cambridge memiliki 2 pandangan penting mengenai permintaan uang,
yaitu :
o Pendapatan nasional riil (y) dan k adalah konstan.
Anggapan ini didasarkan pada idea bahwa pendapatan nasional riil berada pada
tingkat pengerjaan penuh (full employment) dan pola transaksi perekonomian
adalah konstan.
Dengan demikian k juga dianggap konstan dalam jangka pendek dan y juga tetap
pada tingkat pengerjaan penuh.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa tingkat harga dipengaruhi oleh jumlah uang
yang beredar dalam perekonomian.
Jadi jika faktor-faktor lain dianggap tetap dan untuk permintaan uang yang stabil
maka adanya perubahan jumlah uang beredar akan mendorong perubahan tingkat
harga guna menjamin adanya keseimbangan di sektor moneter.
Kesimpulan dari pendekatan Cambridge :
Pendekatan ini pada dasarnya serupa dengan pendekatan Fisher.
Perbedaannya , V dalam analisis Fisher merupakan velositas transaksi dari uang,
sedangkan k merupakan velositas pendapatan dari uang. Namun kelebihan dari dari
pendekatan Cambridge adalah adanya kemungkinan bahwa anggapan ceteris paribus
untuk dirilekskan atau diabaikan. Pengabaian anggapan ceteris paribus memungkinkan
suku bunga ataupun asa berubah, sehingga k juga akan berubah dan demikian juga
untuk permintaan uang.
Ms = k P y atau Ms . V = P y
43
4.3. Teori Keynes
Pendekatan ini dikenalkan oleh Keynes (1936) sebagai bagian dari bukunya “General
Theory of Employment, Interest and Money”.
Sebenarnya teori Keynes masih sealiran dengan pendekatan Cambridge. Namun
setelah adanya buku tersebut teori Keynes berbeda dengan teori dan tradisi klasik.
Perbedaan utamanya terletak pada fungsi uang. Keynes berpendapat bahwa fungsi
uang tidak hanya sebagai media pertukaran (a medium of exchange) tetapi sebagai
penyimpan nilai (a store of value).
Pada garis besarnya, teori Keynes sebagai perkembangan dari aspek-aspek
ketidakpastian dan asa dari pendapat Cambridge. Tapi Keynes hanya memusatkan
perhatiannya hanya pada satu variable, yaitu suku bunga.
Menurut Keynes ada 3 motif orang memegang uang, yaitu :
Motif transaksi (transaction motive)
Permintaan uang yang timbul akibat motif transaksi didasarkan pada anggapan
bahwa orang berminat untuk memegang atau meminta uang dimaksudkan sebagai
“bridge the interval between the receipt of income and its disbursement”
(jembatan adalah interval antara penerimaan pendapatan dengan penyebarannya)
Keyne dapat menerima pendapat Cambrige bahwa orang memegan uang untuk
memenuhi dan memperlancar transaksi yang mereka lakukan. Disini dianggap
bahwa permintaan uang nominal untuk tujuan transaksi dipengaruhi oleh tingkat
pendapatan nasional.
Motif berjaga-jaga (precautionary motive)
Motif ini timbul didasarkan pada pendapat bahwa orang bersedia memegang uang
“to provider for contingencies requiring sudden expenditure” (ke penyedia untuk
kontigensi menuntut pembelanjaan mendadak)
Menurut pendekatan ini bahwa : orang memegang uang untuk tujuan melakukan
pembayaran transaksi yang tidak regular (transaksi tidak normal), misalnya
pembayaran untuk keadaan darurat seperti sakit atau kecelakaan.
44
Dengan kata lain inti dari berjaga-jaga adalah ketidakpastian di masa yang akan
datang. Namun faktor utama yang mempengaruhi tujuan permintaan uang untuk
berjaga-jaga adalah tingkat pendapatan.
Motif spekulasi (speculative motive)
Keynes berpendapat bahwa orang berminat memegang uang “to satify the object of
securing profit from knowing better than the market what the future will bring
forth” (untuk mencukupi obyek pengamanan laba dari pengetahuan lebih baik
daripada pasar apa yang masa depan akan membawa maju).
Dengan demikian tujuan pemegangan uang ini adalah untuk mendapatkan
keuntungan yang dapat diperoleh karena si pemegang uang mampu meramalkan
apa yang akan terjadi dengan baik.
Keynes berpendapat bahwa pemilik kekayaan dapat memilih memegang kekayaannya
dalam 2 bentuk yaitu :
uang tunai, tidak menghasilkan apa-apa.
atau obligasi (bond), dianggap memberikan penghasilan berupa sejumlah uang
tertentu setiap periodenya.
Pemilik kekayaan akan memegang uang, jika harga obligasi diharapkan secara tidak
normal lebih tinggi dari harga normalnya. Bila suku bunga diharapkan turun maka
orang lebih berminat untuk memegang kekayaannya dalam bentuk obligasi dari pada
uang.
Hal ini disebabkan obligasi memberikan penghasilan tertentu selama periode tertentu
dan dapat juga memberikan keuntungan capital (capital gains) sebagai akibat adanya
kemungkinan harga obligasi naik.
Sebaliknya bila diperkirakan atau diharapkan suku bunga naik, maka pemilik kekayaan
akan lebih terdorong untuk memegang uang daripada obligasi. Dengan demikian uang
berlaku sebagai salah satu alternative penyimpanan nilai atau kekayaan (store of value)
dan mempunyai hubungan negative terhadap suku bunga.
Berkenaan dengan pengaruh suku bunga terhadap permintaan uang, Keynes
memberikan pendapat yang dikenal dengan perangkap likuiditas (liquidity trap), yaitu
45
: mungkin pada suatu waktu akan terdapat suatu tingkat bunga di mana permintaan
uang akan tidak elastis sempurna. Dalam kasus ini adanya kelebihan penawaran uang
atas permintaan uang untuk tujuan transaksi semuanya akan diminta sebagai uang
yang menganggur untuk tujuan spekulasi tanpa mempengaruhi tingkat suku bunga.
Dari uraian diatas dapat dikemukakan bahwa ada 3 motif permintaan uang agregat
(aggregate liquidity preference) dan perangap likuiditas. Untuk memperoleh gambaran
lebih jelas akan diketengahkan suatu model sederhana dari permintaan, sbb :
Dimana :
md = permintaan uang riil
Md = perimintaan uang nominal
P = tingkat harga
y = pendapatan riil
k = nisbah antara permintaan uang untuk tujuan transaksi dan berjaga-jaga
terhadap pendapatan riil
L = permintaan uang atau preferensi likuiditas untuk tujuan spekulasi
r = suku bunga
w = kekayaan riil
Persamaan itu dapat dituliskan dalam bentuk nominal menjadi ;
Dalam jangka pendek w dianggap constant, sehingga persamaan diatas dapat ditulis
sbb :
md = Md/P = k y + L (r,w)
δmd/δy > 0 ; δmd/δr < 0 ; δmd/δw > 0
Md = { k y + L (r,w) } P
Md = { k y + L (r) } P
46
Lebih lanjut dianggap bahwa penawaran uang (Ms0 adalah variabel eksogin atau
ditentukan oleh penguasa moneter, maka dalam keadaan seimbang penawaran uang
akan sama dengan permintaan uang, sehingga diperoleh hubungan sbb:
Maksudnya dari persamaan diatas adalah pasar uang mungkin dipengaruhi oleh suku
bunga dan tingkat harga.
Namun Keynes lebih menekankan pada suku bunga, hal ini disebabkan karena tingkat
harga tidak hanya ditentukanoleh uang beredar (penawaran uang) tapi juga oleh
permintaan dan penawaran agregat (aggregate demand and aggregate supply).
4.3.1. Perkembangan Teori Keynes :
Teori Keynes lebih dikenal dengan teori preferensi likuiditas (liquidity preference
theory).
Selaras dengan pendekatan tersebut , Baumol (1952) dan Tobin (1956) menganaisis
lebih lanjut permintaan uang untuk tujuan transaksi dari Keynes. Mereka
berpendapat bahwa permintaan uang untuk tujuan transaksi dapat dinyatakan seperti
halnya permintaan persediaan (inventory) untuk suatu barang. Dalam hal ini
dianggap bahwa orang memegang uang didasarkan atas pertimbangan biaya sebagai
akibat tidak diwujudkannya kekayaan yang dimiliki ke dalam bentuk aktiva lain
yang memberikan keuntungan.
Dari konsep ini kemudian diturunkan permintaan uang sbb:
Dimana :
= biaya komisi (brokerage fee) yang merupakan biaya tetap setiap kali menjual
obligasi
T = penghasilan riil dari agen ekonomi
r = suku bunga tiap-tiap periode
Ms = { k y + L (r) } P
md = Md / P = √ ( 2 T / r )
47
Lebih lanjut Tobin (1956) mengetengahkan suatu analisis lebih canggih mengenai
perilaku individu mengenai permintaan uang. Tobin bermaksud menunjukkan
bagaimana keinginan individu memegang uang yang diturunkan dari pengaruh resiko
terhadap pemegangan obligasi. Dalam kasus ini individu dihadapkan kepada masalah
ketidakpastian tentang suku bunga dan nilai obligasi di masa datang. Dianggap
bahwa semakin besar asa (expectations) mengenai perolehan dari suatu aktiva, maka
pemilik kekayaan akan dihadapkan kepada resiko yang lebih besar. Ini memberi
indikasi bahwa semakin tinggi suku bunga akan mendorong pemiliki kekayaan untuk
meminta atau mewujudkan kekayaan dalam bentuk obligasi dan mengurangi jumlah
uang yang diminta untuk tujuan spekulasi. Dengan kata lain ada hubungan negative
antara tingkat suku bunga dengan permintaan uang untuk tujuan spekulasi.
4.4. Teori Kuantitas Modern
Formulasi ulang Teori Kuantitas setelah Keynes terutama didasarkan pada hasil karya
Milton Friedman tahun 1956. Dalam makalahnya yang terkenal “The Quantity Theory
of Money - A Restatement” mendefinisikan bahwa teori kuantitas sebagai teori
permintaan uang dan bukan sebagai teori keluaran (output) atau teori pendapatan uang
atau teori harga.
Friedman berpendapat bahwa teori permintaan uang adalah suatu aplikasi dari teori
permintaan pada umumnya, hal ini disebabkan karena prinsip teori tersebut sama yaitu
perilaku tindakan memilih dari individu atau pemilik kekayaan
Menurud Friedman bahwa orang bersedia memegang uang karena uang seperti
halnya aktiva lain merupakan salah satu wujud pemilikkan kekayaan dan memberi jasa
atau manfaat (return) daru setiap bentuk aktiva dan merupakan factor yang menjadi
bahan pertimbangan bagi pemilik kekayaan dalam mengambil keputusan mengenai
besarnya masing-masing aktiva yang akan dipegang.
Lebih lanjut dia beranggapan bahwa permintaan uang pada dasarnya dipengaruhi oleh 3
faktor utama, yaitu :
Kekayaan total, harga dan perolehan dari berbagai bentuk pemegangan kekayaan
48
Selera
Preferensi pemilik kekayaan
Pendapat yang penting dalam analisis ekonomi dari Friedman adalah konsepnya
mengenai kekayaan (wealth), kekayaan terdiri dari yaitu :
Kekayaan manusiawi (human wealth), yaitu merupakan tenaga kerja seseorang
dimasa mendatang potensial dapat menghasilkan aliran pendapatan.
Kekayaan bukan manusiawi (nonhuman wealth) adalah semua aktiva yang dimiliki
seseorang atau lebih dikenal dengan “kekayaan”
Dalam bentuk persamaan, model permintaan yang individu dari Friedman dapat
dituliskan sbb :
Dimana :
Md = jumlah uang nominal yang diminta
W = Y / r = kekayaan
Y = aliran pendapatan
r = suku bunga
P = tingkat harga
b = –
= suku bunga obligasi
s = b – (dB/dt)/B + (dP/dt)/P = tingkat manfaat dari ekuitas
B = market yield of equity
π = (dP/dt)/P = persentase perubahan harga (laju inflasi)
K = nisbah antara kekayaan manusiawi dan kekayaan bukan manusiawi
u = selera
Md = f ( W, P, b, s, π , K, u )
δM/δW > 0 ; δM/δp > 0 ; δM/δb < 0
δM/δs < 0 ; δM/δ π < 0 ; δM/δK > 0
49
4.5. Pendekatan Stok Penyangga (Buffer Stock Approach)
Pendekatan stok penyangga merupakan salah satu model dinamis permintaan uang.
Nama stok penyangga berasal dari ide bahwa orang bersedia untuk memegang uang
guna mengabsorpsi atau menyerap variasi yang tidak diantisipasi atau uang tidak
diharapkan antara penerimaan dan pengeluaran.
Lebih lanjut Davidson dan Ireland (1987,1989) menyatakan bahwa yang mendasari
hipotesa pendekatan stock penyangga tidak lain adalah pernyataan atau pendefinisian
kembali dari permintaan uang untuk tujuan transaksi dan berjaga-jaga. Mereka juga
berpendapat bahwa ide dari stock penyangga adalah bahwa permintaan uang dapat
dipandang seperti halnya permintaan persediaan barang.
Deskripdi yang jelas mengenai model stok penyangga yang sederhana adalah uraian
yang diketengahkan oleh Laidler dalam makalahnya tahun 1984 dan 1987. Menurut
Laidler bisa dikatakan bahwa jumlah uang yang diminta tidaklah menunjukkan atau
menggambarkan sejumlah uang yang seseorang akan bersedia untuk memegangnya,
tetapi merupakan nilai rata-rata atau nilai target dari suatu persediaan (inventory)
atau nilai rata-rata dari suatu stok penyangga.
Selanjutnya dikemukakan bahwa alas an mengapa orang bersedia memegang uang
sebagai stok penyangga karena uang berfungsi sebagai media pertukaran (a medium of
exchange) dan dapat menyerap atau menghilangkan syok dan ketimpangan (gap) dalam
perekonomian. Ketimpangan ini terjadi karena adanya kesenjangan antara pengaruh
suatu syok (shock) dengan tanggapan selanjutnya terhadap syok.
Dalam kaitannya dengan model dinamis untuk permintaan uang, Laidler (1984, 1987)
berpendapat bahwa pendekatan stok penyangga juga berusaha untuk menjawab dan
memberi pemecahan atas pertanyaan : “why lagged dependent variable are required in
empirical work on the aggregate demand for money function” (mengapa variabel
dependent ketinggalan diperlukan di (dalam) pekerjaan empiris pada [atas] kumpulan
menuntut untuk uang berfungsi). Disini dianggap bahwa setelah adanya suatu syok di
bidang atau sector moneter, agen-agen ekonomi akan menemukan bahwa permintaan
uang aktual akan berbeda dari permintaan uang yang diinginkan karena adanya
kelambanan penyesuaian dari variabel kunci yang mempengaruhi permintaan uang.
50
Dalam kasus ini, agen-agen ekonomi dapat menghadapi biaya ketidakseimbangan
(disequilibrium cost) dan biaya penyesuaian (adjustment cost)
-----o0o-----
51
TEORI PENAWARAN UANG
5.1. Pendekatan Tradisional (Orientasi Money Multiplier).
Pendekatan ini mengetengahkan bahwa fungsi ekonomi lembaga perantara keuangan
sebenarnya serupa dengan perusahaan pada umumnya. Dengan demikian jika lembaga
keuangan sebagai :
Produsen, harus dapat memanfaatkan semua sumber atau factor produksi (dari
berbagai deposito dan tabungan) untuk menghasilkan berbagai produk, misalnya
uang kartal yang diproduksi oleh bank sentral dan kredit yang diberikan oleh bank
umum.
Dealer atau Pialang, mereka berperanan dalam pemindahan atau penyaluran dana
(misalnya : uang) dari dan ke berbagai kelompok dalam posisi keuangan yang
berbeda.
Untuk dapat melakukan peranannya dalam perekonomian dengan baik, di samping
sebagai badan usaha yang kegiatannya menarik dan menyalurkan dana dari dan ke
dalam masyarakat, lembaga keuangan juga berfungsi sebagai lembaga pemberi
jaminan, likuiditas dan pemberi informasi dan pengetahuan. Pelaksanaan dari fungsi
tersebut diharapkan dapat mengurangi atau meminimumkan biaya transaksi dan
informasi.
Dalam analisis ekonomi secara agregat, pendekatan ini mengarah kepada apa yang
disebut sebagai pendekatan angka pengganda uang (money multiplier approach) yang
memungkinkan dianalisisnya neraca bank sentral maupun bank umum.
52
5.2. Pendekatan Baru (Orientasi Motif Investasi).
Dalam hal sulitnya membedakan antara fungsi dan peranan lembaga keuangan, maka
beberapa ekonom membuat suatu model yang diharapkan dapat dipakai menjelaskan
keuntungan-keuntungan relatif dari keberadaan lembaga keuangan dibandingkan
apabila agen ekonomi harus mencari calon yang kelebihan dan kekurangan dana serta
menyalurkannya langsung.
Dalam mengamati perkembangan teori lembaga keuangan, Williamson (1987)
berpendapat bahwa lembaga perantara keuangan dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis,
yaitu :
Jenis I, memusatkan perhatian dan analisisnya pada perbankan, kontrak deposito
dan kepanikan bank dengan maksud untuk menjelaskan suatu anggapan umum
bahwa lembaga keuangan adalah lembaga yang tidak stabil.
Dengan demikian dibutuhkan aturan khusus untuk mencegah atau menghindarkan
dari situasi tidak stabil tsb.
Williamson menyebutkan bahwa jenis I dikembangkan antara lain oleh Diamond
dan Dybig (1983). Dalam makalahnya mereka berdua berpendapat bahwa kontrak
deposito (deposit contract) dapat memungkinkan alokasi sumber dana yang lebih
unggul daripada pertukaran di pasar. Pertukaran tsb maksudnya merupakan
“tempat” tarik menarik antara 2 grup ekonomi dengan kepentingan yang berbeda,
dan secara teoritis tidak jarang menimbulkan permasalahan biaya
ketidakseimbangan dan biaya penyesuaian.
Jenis II, memusatkan analisisnya pada peranan lembaga keuangan dalam usaha
meminimkan biaya untuk mendapatkan dan menghasilkan informasi. Model ini
antara lain dikembangkan oleh Diamond (1984) dan Boyd & Prescott (1986).
Diamond (1984) bermaksud mengembangkan suatu teori lembaga perantara
keuangan dengan mendasarkan anggapannya pada minimisasi biaya untuk
memproduksi informasi yang sangat bermanfaat dalam memecahkan persoalan
insentif antara pemilik dana (lender) dengan peminjam (borrower).
53
Dan Boyd & Prescott (1986) mengatakan bahwa kemunculan lembaga keuangan
secara endogen untuk merumuskan atau menciptakan suatu aturan mengenai
penggantian kerugian yang dialami nasabah dan bukan nasbah lembaga tsb, dan
untuk menilai serta membiayai proyek investasi dari para peminjam. Dalam model
ini pembicaraan lebih dipusatkan pada lembaga perantaran keuangana pada
umumnya dan tidak hanya pada lembaga keuanganan bank.
Seperti telah disampaikan tadi bahwa lembaga keuangan bank dapat menciptakan kredit dan
mempengaruhi jumlah uang yang beredar di dalam masyarakat. Untuk mengamati
penawaran uang oleh system perbankan, perlu dipelajari 2 pendekatan dalam proses
penciptaan uang. Pendekatan tsb adalah :
5.3. Pendekatan Mekanis atau Tradisional : Angka Pengganda Uang
Guna memperoleh gambaran lebih jelas, kita amati neraca sederhana sebuah bank
umum .
Neraca Sederhana Bank Umum
Aktiva Pasiva
Cadangan (C)
Kredit (K)
Deposito (D)
5.3.1. Giro
5.3.2. Deposito Berjangka
5.3.3. Tabungan
5.3.4. Deposito dalam
Valas
Modal
Dari neraca tsb dapat diperoleh hubungan identitas secara akuntansi, sbb :
C + K = D + M
54
Selanjutnya bila diikuti pendapat Niehans (1979) yang mengatakan bahwa jika semua
komponen pada persamaan diatas dianggap homogen, maka persamaan tsb menjadi :
Dimana : c = nisbah cadangan (reserve ratio)
m = menunjukkan nisbah modal (equity
ratio)
d = nisbah deposito ulang (redeposit
ratio)
DO = Deposito Otonom (autonomous
deposits) yang tidak diciptakan oleh
bank yang bersangkutan dari aktiva
kredit
Selanjutnya dari 2 persamaan tsb dapat diperoleh beberapa angka pengganda, yaitu :
1. Angka Pengganda Deposito ( Deposit Multiplier ) :
2. Angka Pengganda Kredit ( Credit Multiplier ) :
3. Angka Pengganda Cadangan ( Reserve Multiplier ) :
4. Angka Pengganda Modal ( Equity Multiplier ) :
Dimana A = (1-m) – d (1-c)
M = m K
D = dC + DO
D = { (1-m) /A } DO
K = { (1-c) /A } DO
C = { c (1-m) /A } DO
M = { m (1-c) /A } DO
C = c D
55
Dari berbagai angka pengganda tsb , angka pengganda deposito dan kredit perlu
mendapatkan perhatian penting, sebab keduanya akan dipergunakan untuk membahas
mengenai angka pengganda uang, penawaran uang dan kredit oleh system perbankan.
Selanjutnya, pendekatan angka pengganda di atas dapat pula dikaitkan dengan uang
primer (reserve money = RM), yaitu apabila dianggap bahwa deposito otonom
merupakan proporsi tertentu dari uang inti.
Misalnya : DO = a RM.
Dengan demikian persamaan dapat dituliskan sbb :
Dari persamaan tsb diatas dapat diperoleh hubungan bahwa dengan menganggap p & q
adalah konstan, maka perubahan deposito dan kredit yang mampu diciptakan oleh
system perbankan dipengaruhi oleh perubahan uang primer atau uang inti. Dengan
demikian semua komponen dan sumber uang inti akan dapat mempengaruhi proses
penawaran deposito dan kredit serta penawaran uang.
Dalam perkembangan pendekatan angka pengganda uang mengalami modifikasi.
Friedman dan Schwart (1963) telah mengamati evolusi angka pengganda uang di
Amerika Serikat.
Di Amerika dianggap punya 3 sektor, yaitu pemerintah, masyarakat dan bank-bank
umum dan factor utama yang mempengaruhi jumlah uang beredar adalah uang inti
(high power money) dan angka pengganda uang. Hubungan tsb dapat dirumuskan sbb :
Dimana :
D/R = nisbah giro (demand deposits)
terhadap cadangan (reserve) bank
umum di Bank Sentral
D/C = nisbah giro terhadap uang kartal
(currency) yang di pegang oleh
masyarakat
D = { (1-m) /A } a RM = p RM
K = { (1-c) /A } a RM = q RM
M = D/R ( 1 + D/C ) . B
D/R + D/C
56
M = jumlah uang beredar
B = monetary base
Dari persamaan diatas dapat disimpulkan :
Bahwa proses penawaran uang ditentukan oleh 3 sektor ekonomi, yaitu pemerintah
(B), bank umum (D/R) dan masyarakat di luar system perbankan (D/C)
Lebih lanjut, para ekonom berpendapat bahwa factor-faktor utama yang
mempengaruhi jumlah uang beredar adala uang inti (B), nisbah uan kartal terhadap
jumlah uang beredar (C/M), nisbah cadangan terhadap uang giral (R/D). Hubungan
diatas dapat dituliskan dalam persamaan sbb :
Bila dijabarkan akan menjadi :
Atau menjadi :
Berkaitan dengan uang inti, Jordan (1976) mendefnisikan uang inti sebagai hutang
netto otoritas moneter kepada masyarakat yang antara lain berbentuk uang kartal (C)
dan cadangan bank umum (R). Hubungan ini dapat dituliskan dalam persamaan sbb :
Selanjutnya jika r dinyatakan sbg cadangan minimum, maka deposito dapat dinyatakan
sbg : ( 1+r )R
Dengan demikian jika deposito mempunyai komponen giro (D), deposito berjangka
(T) dan deposito pemerintah (G), maka besarnya cadangan (R) dapat dirumuskan sbb :
M = C + D dan B = C + R
B/M = C/M + R/D – C.R / M.D
M = B / ( C/M + R/D – C.R/M.D )
B = C + R
R = r ( D + T+ G )
57
5.4. Pendekatan Baru (model penawaran uang).
Pada umumnya dianggap bahwa otoritas moneter masih dapat mengendalikan JUB
melalui variabel-variabel yang langsung dikuasainya, misalnya melalui pengendalian
uang inti dan komponennya. Namun harus disadari bahwa kemampuan otoritas
moneter mengontrol uang beredar tergantung pada berbagai factor, misalnya stabilitas
angka pengganda uang dan kemampuan mereke memprediksi perilaku komponen
angka pengganda tsb serta tindakan atau kebijakan yang diambil oleh pemerintah.
Komponen angka pengganda uang dipengaruhi oleh perilaku bank umum dan
masyarakat.
Bank umum (sbg lembaga yg orientasinya pada usaha memperoleh keuntungan
maksimal) akan selalu berusaha agar biaya oportunitas marginal ( marginal
opportunity cost) dari cadangan yang menganggur sama dengan manfaat marginal
(marginal benefit) yang didapat bank tsb.
Ini berarti bhw bank umum (dan masyarakat umumnya) akan berusaha melakukan
penyesuaian terhadap portafel (portfolio) mereka untuk meminimkan biaya atau
memaksimumkan manfaat.
Penyesuaian ini antara lain dapat dilakukan dengan membiarkan komponen angka
pengganda uang untuk bervariasi.
Variasi komponen angka pengganda dipengaruhi oleh variabel-variabel kunci
permintaan uang yang secara simultan akan berpengaruh terhadap penawaran uang.
Dengan demikian variasi penawaran uang dipengaruhi secara bersama-sama oleh
perilaku otoritas moneter, bank umum dan masyarakat.
Sebagai lembaga yang berorientasi utk memperoleh keuntungan, lembaga keuangan
bank akan mempertahankan cadangan sedemikian rupa sehingga tingkat perolehan
marginal (marginal rate of return) untuk setiap aktiva yang dipegang adalah sama.
Nisbah (perbandingan) cadangan yang diinginkan mempunyai hubungan negatif
terhadap suku bunga pinjaman dan suku bunga sekuritas. Dengan demikian semakin
tinggi suku bunga kredit dan sekuritas akan mendorong bank mengurangi cadangannya
dan akibatnya angka pengganda uang dan JUB akan meningkat.
58
Dari berbagai pendapat diatas, model penawaran uang dapat dirumuskan sbb :
Dimana :
M = JUB nominal
y = pendapata nasional riil
i = suku bunga kredit
rg = suku bunga deposito
B = uang inti (monetary base)
A = variabel lain yang dianggap berpengaruhi thd
uang beredar
Jika komponen uang inti dapat diamati, maka persamaan dapat dikembangkan menjadi
:
Dimana : x1, x2, ……… xn adalah variabel yang mempengaruhi uang inti
5.5. Uang Primer : Monetery Bases
Uang inti atau uang primer (reserve money) atau dikenal sebagai monetary base atau
high- powered money merupakan konsep yang sangat penting dan bermanfaat dalam
analisis ekonomi moneter, khususnya analisis Uang Beredar.
Pada umumnya uang inti didefinisikan sebagai pasiva moneter bersih otoritas moneter
yang dipegang untuk mengamati perilaku uang inti dan komponen-komponennya perlu
dianalisis neraca konsolidasi otoritas moneter.
Untuk mendapat gambaran mengenai perilaku uang inti kita perhatikan neraca
sederhana berikut :
M = f ( y, i, rb, A ). B
M = f ( y, i, rb, A ). B (x1, x2, ……… xn)
59
Neraca Konsolidasi Otoritas Moneter
Aktiva
Pasiva
Aktiva Luar Negeri (ALN)
Tagihan pada Pemerintah (TP)
Tagihan pada Bank-bank Umum (TB)
Aktiva Lain (AL)
Uang Karta yang ada di masyarakat (C)
Cadangan Bank Umum (R)
Deposito Pemerintah (DP)
Pasiva Luar Negeri (PLN)
Pasiva Lain (PL)
Dari neraca tersebut akan diperoleh identitas akuntansi sbb :
Dimana :
C + R = penggunaan uang inti (B) dan semua komponen disebelah kiri persamaan
merupakan sumber-sumber uang inti.
Dengan demikian faktor-faktor yang dapat mempengaruhi uang inti adalah :
1. Aktiva luar negeri bersih (ALN – PLN )
2. Tagihan bersih sector pemerintah (TP – DP)
3. Tagihan pada bank umum (TB)
4. Aktiva bersih lainnya(AL - PL)
Bagi negara dengan system perekonomian terbuka, pengaruh sector luar negeri jelas
ada terhadap jumlah uang inti dan uang beredar. Pada umumnya Bank Sentral sebagai
(ALN – PLN ) + (TP – DP) + TB + (AL - PL) = C + R = B
60
bagian dari otoritas moneter mempunyai kewajiban menatausahakan cadangan devisa
atau valuta asing negara. Dengan demikian adanya fluktuasi cadangan devisa (missal :
karena ada perubahan pada neraca pembayaran internasional) yang mencerminka
fluktuasi aktiva bersih sector luar negeri akan berpengaruh terhadap uang inti dan juga
berpengaruh terhadap uang beredar.
Pengaruh sector pemerintah terhadap uang inti dapat diamati melalui fluktuasi tagihan
dan deposito pemerintah yang merupakan refleksi Anggaran Belanja suatu negara.
Naiknya tagihan otoritas moneter pada pemerintah pusat akibat adanya uang muka,
misalnya akan meningkatkan uang inti yang berarti meningkatkan uang beredar.
Di sisi lain, meningkatnya Deposito Pemerintah berarti akan meningkatkan sisi pasiva
neraca otoritas moneter. Dengan sendirinya peningkatan deposito pemerintah akan
menurunkan jumlah uang inti dan uang beredar. Hal serupa juga terjadi pada tagihan
bank-bank umum.
Meningkatkan tagihan pada bank-bank umum neraca otoritas moneter berarti
meningkatkan uang primer. Di sisi lain, naiknya kredit pada bank-bank umum berarti
meningkatkan kemampuan bank-bank umum memberikan kredit kepada masyarakat
dan akan meningkatkan jumlah uang beredar.
5.6. Penciptaan Uang Giral oleh Sistem Bank Umum
Uang giral atau demand deposits pada hakikatnya adalah saldo para Rekening Koran
nasabah dan dapat ditarik dengan menggunakan cek, surat giro atau perintah tertulis
yang lainnya.
Dalam perekonomian yang maju, uang giral merupakan salah satu alat pembayaran
yang disukai walaupun bukan alat pembayaran yang sah. Hal ini karena masyarakat
dapat menolak menerima pembayaran transaksi dengan cara ini apabila mereka merasa
ragu atau tidak percaya kepada orang yang mengeluarkan cek atau surat giro tsb.
61
Mekanisme Penciptaan Uang Giral
1 2 3 5
Keterangannya :
1. Anggaplah nasabah A menyetorkan uang kartal atau cek ke bank A dengan cara
membuka rekening Koran atau rekening giro. Dengan demikian pada waktu
penarikan dana nasabah tsb dapat menggunakan cek atau surat giro (misalnya) dan
aka terjadi substitusi antara uang giral dengan uang kartal. Hal serupa juga terjadi
antara banak B dengan nasabah B.
2. Bank A dan Bank B melakukan transaksi ekonomi, seperti pembelian alat-alat,
barang dan lainnya dan pembayaran transaksi kepada nasabah dilakukan dengan
cara memindahbukukan sejumlah uang pembayaran. Dalam kasus ini dana nasabah
di rekening mereka masing-masing akan meningkat dan memungkinkan mereka
untuk menarik dana tsb (dengan cara 1) bila suatu ketika mereke
membutuhkannya.
3. Bank memberi fasilitas kepada nasabahnya untuk menarik sejumlah uang dan
melampaui batas saldo kredit rekening nasabah yang bersangkutan. Fasilitas ini
akan memberikan kemudahan dan kemungkinan bagi nasabah itu untuk melakukan
transaksi dengan menggunakan uang giral.
4. Transaksi antara nasabah A dan nasabah B serta pembayaran dilakukan dengan
menggunakan cek
5. Penyerahan cek bank lain oleh nasabah suatu bank. Misalnya nasabah B membayar
transaksi dengan cek bank B ke nasabah A tetapi tidak diuangkan ke bank B
melainkan oleh nasabah A diserahkan ke bank A agar dikliring.
Bank Umum A
Nasabah A
Bank Umum B
Nasabah A
62
6. Adanya pemindahbukuan transaksi antar nasabah dari bank yang satu ke bank
lainnya (misalnya : antara bank A & B) melalui proses kliring (Cliring). Dengan
demikian terjadinya proses ini yang memungkinkn peningkatan rekening giro
nasabah A.
5.7. Mekanisme Kliring
Mekanisme kliring merupakn salah satu alat pembantu untuk mempertahankan posisi
kas sebuah bank umum. Dengan cara ini bank-bank umum tidak perlu lagi membayar
dengan uang tunai cek yang disetorkan oleh nasabahnya. Dalam proses ini bank cukup
memindahbukukan per-giro ke dalam rekening bank yang menerima penyetoran tsb.
Kliring pada umumnya diadakan setiap hari kerja pada tempat dan waktu yang
ditentukan oleh Bank Sentral. Dalam proses ini pegawai bagian kliring akan
berkumpul dan membawa daftar dan perlengkapan serta bukti lainnya yang berisi cek
dari bank yang mengeluarkan cek tsb. Mereka mengadakan pertukaran atau transaksi
cek dan dari situ nantinya dapat diketahui besarnya debit dan kredit terhadap bank-
bank anggota kliring. Debit dan kredit yang terjadi harus diselesaikan pada hari itu
juga.
Dalam proses penyelesaian ini sering juga bank-bank tertentu mengalami kesulitan
dana sehingga mereka terpaksa mencari pinjaman baik melalui pinjaman antar bank
maupun ke Bank Sentral. Dalam kaitan dengan pinjaman antar bank ini kemudian
muncul pasar uang antar bank. Di samping itu melalui proses ini Bank Sentral dapat
mengetahui kesehatan bank-bank yang ada di bawah pengawasan dan pembinaannya.
Untuk mendapat gambaran lebih lengkap mengenai mekanisme kliring, kita amati
contoh berikut ini :
Anggaplah ada 3 buah Bank Umum : Bank A, Bank B dan Bank C dan masing-masing
mempunyai nasabah sbb :
Bank A = ( a1, a2, a3, a 4)
Bank B = ( b1, b2, b3, b4, b5 )
Bank C = ( c1, c2, c3 )
63
Dimana huruf kecil dalam kurung menunjukkan nasabah masing-masing
Nasabah tsb melakukan transaksi dengan menggunakan cek sbb :
a1 ke b1 & b2 masing-masing sebesar Rp. 5,000,-
a2 ke b4 & c3 masing-masing sebesar Rp. 2,000,-
b1 ke a2 & a3 masing-masing sebesar Rp. 6,000,-
b4, & b5 ke c2 masing-masing sebesar Rp. 4,000,-
b3 ke a4 & c1 masing-masing sebesar Rp. 7,000,-
c3 ke a4 & b1 masing-masing sebesar Rp. 3,000,-
Proses pembayaran tsb diatas dapat diselesaikan tanpa kliring atau dengan kliring. Hal
ini sangat tergantung apakah ketiga bank tsb anggota kliring atau bukan, dan apakah
nasabah langsung menguangkan transaksi tersebut atau menyerahkannya ke bank-nya
masing-masing.
1. Bila ketiga bank bukan anggota kliring.
Penyelesaian terbaik transaksi di atas adalah bila nasabah-nasabah bank tersebut
menguangkan cek yang diterima ke masing-masing bank penerbit cek itu.
Contoh :
a1 ke b1 & b2 masing-masing sebesar Rp. 5,000,-
agar transaksi berjalan lancar dalam kasus ini aatau agar b1 & b2 mendapatkan
uang maka mereka harus menguangkan cek tsb ke Bank A uang merupakan
penerbit Cek uang diterima dari a1.
Proses ini berlaku untuk semua transaksi dalam kasus yang sedang dibicarakan
pada topik ini.
2. Bila ketiga bank anggota kliring.
Penyelesaian terbaik (dalam arti memudahkan penyelesaian dan menjamin
keamanan kas bank) adalah diadakannya transaksi antar bank melalui kliring.
Untuk itu anggaplah bahwa masing-masing nasabah setelah melakukan transaksi
dan menerima cek dari nasabah bank terkait tidak menguangkan cek tersebut ke
bank penerbit, tetapi memasukkan ke dalam rekening giro di bank mereka.
64
Misalnya :
b1 ke a2 & a3 masing-masing sebesar Rp. 6,000,-
b3 ke a4 masing-masing sebesar Rp. 7,000,-
c3 ke a4 masing-masing sebesar Rp. 3,000,-
Dalam kasus ini berarti bahwa nasabah a2 & a3 membawa cek dari b1
65
KEBIJAKAN EKONOMI MONETER
6.1. Pendahuluan
Sebagaimana diketahui pada umumnya dikenal ada beberapa Kebijakan Ekonomi
Makro, secara garis besar disebut ada 3 , yaitu terdiri dari : Kebijakan Moneter, Fiskal
dan Perdagangan Luar Negeri.
Yang akan kita bahas mengenai Kebijakan Moneter. Kebijakan moneter biasanya
dikaitkan dengan pengawasan jumlah uang beredar (JUB) dan kredit, stabilitas harga
dan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan tersebut dapat dijalankan dengan berbagai
instrument kebijakan moneter antara lain :
Kebijakan suku bunga Bank (Bank rate
policy)
Operasi Pasar Terbuka (open market
operation)
Perubahan Cadangan
Pengawasan Kredit (Credit
control)
Moral Suasion
6.2. Konsep dan Tujuan Kebijakan Ekonomi Moneter
Pada umumnya tindakan otoritas moneter yang dapat mempengaruhi variabel moneter
(seperti : uang inti, JUB dan suku bunga) adalah kebijakan ekonomi moneter atau
kebijakan moneter (monetary policy).
Pada dasarnya tujuan kebijakan moneter adalah dicapainya :
Keseimbangan intern (internal balance), diwujudkan oleh terciptanya kesempatan
kerja yang tinggi, laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan dipertahankannya
laju inflasi yang rendah.
Keseimbangan eksternal (external balance), ditujukan agar neraca pembayaran
internasional (balance of payment) seimbang dalam arti bahwa neraca pembayaran
internasional suatu Negara tidak defisit atau tidak surplus.
66
Kedua keseimbangan tsb (internal & eksternal) saling terkait atau memerlukan
penyelesaian secara benar, suatu contoh sbb :
Negara A ingin mempertahankan laju inflasi yang rendah, tentunya pemerintah harus
menekan kenaikan harga. Usaha menekan harga bias dilakukan dengan menekan laju
kenaikan uang beredar, misalnya melalui pembatasan kredit (menaikkan suku bunga
pinjaman). Kebijakan ini dikenal dengan “Kebijakan Uang Ketat” atau “tight money
policy”.
Namun kebijakan tsb berakibat pada kelesuan investasi dan peningkatan pengangguran
serta menurunnya produksi nasional.
Di sisi lain, bila ingin ada peningkatan ekspor barang dan jasa dalam rangka menjaga
keseimbangan ekstern, maka otoritas moneter dapat mengambil tindakan “Kebijakan
Uang Lunak” atau “easy money policy”. Kebijakan yang diambil misalnya kebijakan
kredit selektif kepada sektor penunjang ekspor.
Namun dengan adanya kemudahan atau terjadinya peningkatan ekspor dapat berakibat
kepada situasi perekonomian yang kepanasan (over-heated economy). Hal ini terjadi
karena investor sangat berambisi untuk menanamkan modalnya guna mendorong
kegiatan ekspor ataupun substitusi impor. Akibatnya harga beranjak naik dan laju
inflasi mempunyai tendensi untuk meningkat.
Dengan contoh diatas, pemerintah dalam mengambil kebijakan moneter harus jeli
dalam menjaga keseimbangan kedua hal tersebut (keseimbangan ekternal dan internal).
Berkaitan dengan usaha pencapaian keseimbangan internal dan eksternal, Dow dan
Saville (1990) menyebutkan bahwa kebijakan moneter pada prinsipnya dapat
dikelompokkan menjadi 2, yaitu :
Pengendalian Permintaan (demand management), hal ini berkaitan dengan
pengendalian inflasi.
Misalnya : Dilakukan dengan menjaga agar permintaan uang, barang dan jasa
dapat dipertahankan pada tingkat yang tidak mendorong terjadinya inflasi (non-
inflationary level)
Contohnya :
67
Bila investasi (sbg komponen dari permintaan agregat) cenderung meningkat maka
kebijakan moneter yang dapat diambil antara lain dengan menaikkan suku bunga,
sehingga diperkirakan laju kenaikan investasi dapat dikendalikan. Diharapkan
langkah tersebut dapat mengendalikan harga dan menekan laju inflasi pada tingkat
yang diinginkan.
Namun hal tsb tidak dapat sepenuhnya ditempuh dengan kebijakan moneter, sebab
untuk mencapai target tertentu sering kebijakan ini tidak dapat berdiri sendiri. Dia
harus bersama-sama kebijakan fiscal atau ekonomi internasional dalam
mengendalikan permintaan masyarakat.
Target Moneter (monetary targetry)
Targer moneter atau lebih khususnya target jumlah uang beredar atau pengendalian
jumlah uang beredar memang merupakan kebijakan moneter murni.
Dalam kasus pengendalian harga atau menekan laju inflasi, otoritas moneter dapat
mengambil langkah-langkah di bidang moneter yang mampu mengurangi jumlah
uang beredar.
Kebijakan yang dapat dilakukan antara lain dengan menurunkan jumlah uang
primer, menaikkan cadangan wajib (reserve requirements) dan menaikkan suku
bunga. Penurunan jumlah uang primer tentu saja diharapkan dapat mengurangi
jumlah uang beredar dan pada gilirannya dapat menekan kenaikan harga dan laju
inflasi, sehingga keseimbangan intern pun diharapkan dapat tercapai.
6.3. Perangkat Kebijakan Moneter
Kebijakan Operasi Pasar Terbuka
Kebijakan ini dilaksanakan oleh Bank Sentral dengan cara menjualbelikan surat-
surat berharga. Dengan terjadinya jual-beli surat berharga dan menentukan suku
bunga bank atau diskonto, bank sentral dapat mengendalikan uang beredar sesuai
dengan yang diinginkannya. Bank Indonesia sudah melakuan kebijakan operasi
pasar terbuka melalui penjualan SBPU (Surat Berharga Pasar Uang) dan Sertifikat
Bank Indonesia (SBI).
68
Bila JUB dianggap terlalu cepat pertumbuhannya, maka Bank Indonesia dapat
menjual SBI kepada Bank-bank Umum sehingga lebih banyak dana yang masuk ke
dalam Bank Indonesia dan tentu saja JUB akan berkurang.
Dan sebaliknya, bila perekonomian lesu atau kredit cukup sulit diperoleh karena
kelangkaan dana, maka Bank Indonesia dapat membeli SBPU Bank-bank Umum,
sehingga kredit yang diberikan oleh bank akan meningkat dan kegiatan
perekonomian diharapkan akan meningkat kembali.
Penentuan Cadangan Wajib
Bank-bank Umum dapat memberikan kredit kepada masyarakat jika mereka
mempunyai cadangan yang cukup untuk hal itu. Berkaitan dengan itu Bank Sentral
mempunyai wewenang untuk menentukan besarnya cadangan wajib minimum tentu
saja akan berpengaruh terhadap besarnya kelebihan cadangan yang merupakan
dana potensial bagi terciptanya kredit.
Bila cadangan wajib meningkat tentu saja kelebihan cadangan yang dimiliki bank-
bank umum menjadi berkurang, dan pada gilirannya akan menurunkan jumlah
kredit yang dapat diciptakan serta dapat mengurangi laju pertumbuhan uang
beredar.
Kebijakan Kredit Selektif
Kebijakan ini biasanya diberlakukan untuk sektor dan tujuan tertentu. Misalnya :
kredit ekspor, berarti kredit tsb ditujukan untuuk menunjang ekspor. Dalam hal ini
tujuan utama dari kebijakan terkait bukanlah untuk mengawasi JUB, tetapi lebih
diarahkan untuk mengawasi apakah kredit yang diberikan oleh bank-bank umum
sesuai dengan keinginan pemerintah.
Contoh kebijakan jenis ini misalya : Kredit pemilikan rumah, kredit usaha kecil,
kredit investasi kecil dan banyak lagi.
Dari contoh tsb, pemberian kredit seperti itu ditujukan untuk maksud-maksdu yang
spesifik dan untuk sektor-sektor tertentu.
Bujukan Moral
Kebijakan ini diambil oleh bank sentral tidak dengan membuat ketentuan tertulis,
tetapi dengan mengadakan pertemuan, saran dan himbauan. Dan bank sentral dapat
69
menjelaskan kebijakan yang sedang dan akan dijalankan oleh pemerintah serta
mungkin bantuan yang dapat diberikan oleh pemerintah guna mensukeskan
kebijakan yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif.
6.4. Efektivitas Kebijakan Moneter.
Suatu kebijakan yang diambil pemerintah bisa mengalami hal yang tidak sesuai
dengan yang diharapkan (tidak tercapai targetnya) atau tujuannya yang telah
ditetapkan, sehingga bisa kita katakana kebijakan tersebut tidak efektif.
Pada umumnya efektivitas kebijakan ekonomi dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara
lain :
Ada tidaknya tujuan yang saling bertentangan
Tingkat monetarisasi masyarakat
Kebijakan moneter akan efektif bila masyarakat telah menggunakan uang
sebaiknya, sebagai media pertukaran, alat pengukur dan penyimpan kekayaan
maupun fungsi uang lainnya. Di Negara sedang berkembang, seperti Indonesia,
masih banyak kegiatan transaksi ekonomi yang tidak dilakukan lewat pasar atau
tidak menggunakan uang.
Misalnya : membayar transaksi tenaga kerja dengan menggunakan barang atau hasil
pertanian.
Sehingga bisa disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat monetarisasi masyarakat
akan semakin efektif kebijakan moneter yang diambil.
Faktor kelambanan (time lag)
Masalah kelambanan sangat sering dihadapi, karena memang tidak semua informasi
dapat dengan mudah diperoleh, khususnya di Negara sedang berkembang. Adanya
kelambanan dalam mengantisipasi suatu gejolak ekonomi akan dapat mengurangi
efektivitas suatu kebijakan ekonomi.
Pengaruh lembaga keuangan
Perilaku lembaga keuangan pada prinsipnya dapat diawasi oleh Bank Sentral, akan
tetapi perilaku lembaga keuangan non-bank tidak sepenuhnya berada dibawah
pengawasan Bank Sentral.
70
Misalnya : pemerintah menetapkan agar JUB pada suatu waktu tertentu sebesar
tertentu (Mo), namun karena adanya pengaruh lembaga keuangan non-bank
mungkin terjadi bahwa uang beredar pada periode tersebut jumlahnya menjadi
tertentu (berbeda) M2 dimana M2 lebih kecil, sama dengan atau lebih besar dari Mo
Asa (expectations) atau harapan masyarakat.
Kebijakan ekonomi akan efektif bila kebijakan itu merupakan suatu syok (shock)
bagi masyarakat. Dengan demikian bila informasi dapat diperoleh dan perilaku
otoritas moneter dan perekonomian dapat diantisipasi oleh masyarakat, maka
kebijakan moneter tidak efektif.
Dengan demikian semakin rendah asa masyarakat terhadap keadaan ekonomi dan
perilaku pemerintah, maka semakin efektif kebijakan moneter yang diambil.
Faktor-faktor yang mempengaruhi variabel target
Andaikan target yang ingin dicapai adalah mengendalikan atau mengurangi jumlah
investasi swasta. Untuk dapat merumuskan kebijakan yang cocok perlu diamati
faktor-faktor atau variabel-variabel yang mempengaruhi investasi. Kesalahan dalam
memilih atau menentukan variabel yang mempengaruhi investasi akan mengurangi
atau menyebabkan tidak efektifnya suatu kebijakan ekonomi yang diambil.
6.5. Pengertian Uang Beredar
Uang Inti atau Uang Primer (reserve money) atau M0 merupakan kewajiban
otoritas moneter yang terdiri atas uang kartal yang beredar di luar Bank Indonesia
dan kas negara dan rekening giro Bank Pencipta Uang Giral (BPUG) dan sektor
swasta di Bank Indonesia.
Uang Beredar (dalam arti sempit atau M1 atau Narrow money adalah kewajiban
moneter system moneter kepada sektor swasta domestik, terdiri atas uang kartal
yang dipegang masyarakat atau uang yang ada diluar Bank Indonesia dan kas
negara ditambah uang giral
Uang Kartal adalah uang kertas dan uang logam dalam negeri (bukan mata uang
asing) yang berlaku dan dikeluarkan oleh otoritas moneter berdasarkan UU
No.13/1968 tentang Bank Sentral.
71
Uang Kertas adalah uang yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan didasarkan
pada UU yang merupakan alat pembayaran yang sah.
Uang Logam adalah uang yang juga dikeluarkan oleh Bank Indonesia, namun
jumlahnya relatif sedikit bila dibandingkan dengan uang kertas
Uang Giral adalah simpanan atau saldo rekening pada Bank-bank Pencipta Uang
Giral (BPUG) yang setiap saat dapat ditarik pemiliknya guna ditukarkan dengan
uang kartal sebesar nominal yang diinginkan tanpa dikenakan denda
Uang Giral terdiri atas : Rekening Koran dalam rupiah milik penduduk Indonesia
dan pengiriman uang serta deposito berjangka dan tabungan yang telah jatuh
tempo.
Berdasarkan konsep tsb, maka yang tidak dalam pengertian “uang beredar” dalam
arti sempit, sbb:
Uang kartal dan saldo rekening Koran pemerintah pada BI ditambah yang ada
di kas negara dan kas bank-bank umum
Cadangan resmi pemerintah dan bank sentral asing
Kas BI dan Bank Umum
Saldo rekening Koran bank-bank umum pada BI dan bank-bank umum lainnya.
-----o0o-----
72
I N F L A S I
7.1. Pengertian Inflasi
Yang dimaksud dengan inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum barang
secara terus-menerus. Kenaikan harga dari masing-masing barang tidak perlu sama
(baik secara mutlak atau persentasenya) dan juga waktu kenaikannya pun tidak perlu
bersamaan. Yang perlu dicatat adalah kenaikan harga umum barang tersebut terjadi
secara terus-menerus selama suatu periode tertentu.
Sehingga kenaikan yang terjadi hanya sekali saja meskipun dengan tingkat persentase
yang cukup besar bukanlah termasuk ke dalam pengertian inflasi, kecuali bila kenaikan
satu barang mendorong kenaikan harga barang lain. Kenaikan ini harga ini diukur
dengan menggunakan indeks harga.
Beberapa indeks harga yang sering digunakan untuk mengukur inflasi antara lain ;
Indeks harga konsumen (consumer price index), mengukur biaya atau
pengeluaran untuk membeli sejumlah barang dan jasa yang dibutuhkan oleh rumah
tangga untuk keperluan hidupnya.
Kadang indeks ini dinamakan indeks biaya hidup. Contoh indeks yang ada di
Indonesia, misalnya ;
o Indeks 9 bahan pokok
o 62 macam barang
o 162 macam barang
Karena arti penting masing-masing barang dan jasa bagi seseorang tidak sama,
maka dalam perhitungan angka indeks diberi angka penimbang tertentu.
Angka penimbang tersebut biasanya didasarkan atas besarnya persentase
pengeluaran untuk barang tertentu terhadap pengeluaran keseluruhan. Besarnya
prosentase ini dapat berubah-ubah dari tahun ke tahun. Sehingga perlu direvisi
apabila ternyata terdapat perubahan.
Misalnya :
73
Dengan adanya listrik masuk desa, maka prosentase pengeluaran untuk minyak
tanah terhadap pengeluaran total menjadi makin kecil. Dengan perubahan angka
penimbang ini maka indeks harganyapun akan berubah.
Laju inflasi dapat dihitung dengan cara menghitung prosentase kenaikan atau
penurunan indeks harga ini dari tahun ke tahun atau dari bulan ke bulan.
Contoh : Indeks biaya hidup tahun 1977 sebesar 181,5 (atas dasar tahun 1970),
kemudian naik menjadi 195,3 pada tahun 1978, maka laju inflasinya antara 1977
dan 1978 adalah 195,3 - 181,5 : 181,5 = 7,6 %
Untuk mencerminkan indeks biaya hidup secara nasional tentu saja cakupan
wilayahnya juga diperluas sampai seluruh wilayah tercakupi. Sampai dengan tahun
1990, indeks biaya hidup baru dihitung atas dasar perkembangan harga di 17 kota
besar di Indonesia. Setelah itu, indeks biaya hidup dihitung berdasarkan
perkembangan harga di 27 ibukota propinsi.
Indeks harga perdagangan besar (wholesale price index)
Menitikberatkan pada sejumlah barang pada tingkat perdagangan besar. Ini berarti
harga bahan mentah, bahan baku atau setengah jadi masuk dalam perhitungan
indeks harga. Biasanya perubahan indeks harga ini sejalah atau searah dengan
indeks biaya hidup
GNP deflator
Adalah jenis indeks yang lain. Berbeda dengan indeks biaya hidup dan indeks
harga perdagangan besar, yaitu dalam hal cakupan barangnya.
GNP deflator mencakup jumlah barang dan jasa yang masuk dalam perhitungan
GNP, jadi lebih banyak jumlahnya bila dibanding dengan 2 indeks diatas. GNP
deflator diperoleh dengan membagi GNP nominal (atas dasar harga berlaku)
dengan GNP riil (atas dasar harga konstan). GNP deflator = GNP Nominal / GNP
Riil x 100.
74
7.2. Jenis Inflasi
Untuk mengidentifikasi inflasi lebih lanjut, inflasi dapat dikelompokkan menurut
tingkat parah atau tidaknya, menurut sebabnya dan menurut asalnya.
Menurut tingkat parah atau tidaknya.
Menurut pengelompokkan ini, dibagi menjadi :
Inflasi termasuk ringan apabila berada di bawah 10% setahun
Inflasi termasuk sedang apabila berkisar antara 10% - 30% setahun
Inflasi termasuk berat apabila berkisar antara 30% - 100% setahun
Inflasi termasuk tinggi (hyperinflation) bila lebih dari 100% setahun
Indonesia dalam sejarah kehidupan telah mengalami kesemua jenis inflasi dari
yang ringan sampai dengan tinggi.
Inflasi tinggi pernah terjadi tahun 1966 mencapai diatas 500% setahun.
Secara umum, laju inflasi dapat berbeda antara satu Negara dengan Negara lain
atau dalam satu Negara untuk waktu yang berbeda. Atas dasar besarnya laju inflasi,
dapatlah inflasi dibagi ke dalam 3 kategori, yakni :
Inflasi Merayap (creeping inflation). Terjadi inflasi merayap ditandai dengan
laju inflasi yang rendah (< 10% per-tahun). Kenaikan harga berjalan dengan
lambat, dengan persentase yang kecil dan dalam jangka waktu yang relatif
lama.
Inflasi Menengah (galloping inflation), terjadi inflasi ditandai dengan kenaikan
harga yang cukup besar (biasanya double digit bahkan triple digit) dan
kadangkala berjalan dalam waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat
akselerasi, artinya harga-harga minggu/bulan ini lebih tinggi dari minggu/bulan
lalu dan seterusnya. Efeknya terhadap perekonomian leibh berate daripada
inflas yang merayap.
Inflasi Tinggi (hyperinflation), merupakan inflasi yang paling parah akibatnya.
Harga-harga naik sampai 5 atau 6 kali. Masyarakat tidak lagi berkeinginan
untuk menyimpan uang. Nilai uang merosot dengan tajam sehingga masyarakat
ingin cepat-cepat membelanjakan uang tersebut. Perputaran uang makin cepat,
harga naik secara akselerasi. Biasanya keadaan ini timbul apabila pemerintah
75
mengalami deficit anggaran belanja (misalnya ditimbulkan oleh adanya perang)
yang dibelanjai atau ditutup dengan mencetak uang.
Menurut Penyebab Inflasi.
Ada 2 macam penyebab inflasi, yaitu :
Kenaikan harga karena dorongan sisi permintaan (demand-pull inflation).
Inflasi ini bermula dari adanya kenaikan permintaan total (aggregate demand),
masyarakat terlalu tinggi sedangkan produksi telah berada pada keadaan
kesempatan kerja penuh atau hampir mendekat kesempatan kerja penuh
sehingga tidak mungkin meningkatkan produksi lagi.
Dalam keadaan hampir kesempatan kerja penuh, kenaikan permintaan total
disamping menaikkan harga dapat juga menaikkan hasil produksi (output).
Apabila kesempatan kerja penuh (full-employment) telah tercapai; penambahan
permintaan selanjutnya hanyalah akan menaikkan harga saja (sering disebut
dengan inflasi murni).
Kenaikan harga karena dorongan sisi penawaran (cost-push inflation), timbul
karena naiknya biaya produksi. Naiknya harga-harga factor produksi akan
mengakibatkan kurva biaya produksi bergeser ke atas. Dengan kata lain
diperlukan biaya per-unit yang lebih tinggi untuk produksi. Secara grafis,
keadaan ini dilukiskan oleh pergeseran kurva penawaran agregat ke kiri atas.
Sumber-sumber kenaikan harga biaya produksi bisa berasal dari banyak hal,
misalnya :
- Perjuangan serikat buruh yang berhasil untuk menuntut kenaikan upah dan
diterapkannya tingkat upah minimum
- Apabila factor produksi diperoleh dari perusahaan yang mempraktekkan
sebagai penunggal (monopolis) maka harga akan lebih tinggi dibandingkan
harga di pasar persaingan sempurna.
- Kenaikan harga bahan baku industri. Salah satu contohnya adalah krisis
minyak yang terjadi tahun 1972 – 1973 yang mengakibatkan terjadinya
kenaikan harga minyak. Kenaikan tariff listrik dan kenaikan harga semen
telah mendorong biaya produksi naik, akibatnya timbul stagnasi, yakni
76
inflasi yang disertai dengan stagnasi. Kenaikan biaya produksi pada
gilirannya akan menaikkan hargan dan turunnya produksi. Kalau proses ini
terjadi terus menerus akan menimbulkan cost-push inflation
Menurut Asalnya
Menurut asalnya dapat dikategorikan sebagai :
Inflasi domestik (domestic inflation)
Dikatakan inflasi domestic apabila sumber-sumber penyebab inflasi, baik sisi
permintaan maupun sisi penawaran, berasal dari dalam negeri. Sumber-sumber
dari dalam negeri, seperti telah disebutkan di atas, misalnya kenaikan gaji
pegawai, kenaikan tariff listrik, kenaikan harga bahan bakar dan kenaikan
harga semen.
Inflasi dari luar negeri (imported inflation)
Sumber penyebab inflasi dari luar negeri adalah kenaikan harga produk-produk
yang diimpor. Apabila produk yang diimpor merupakan bahan baku (seperti
mesin, alat eletronik, suku cadang) produk yang dihasilkan di dalam negeri,
maka kenaikan harga produk impor akan diikuti oleh kenaikan harga produk di
dalam negeri yang menggunakan bahan baku impor tersebut.
7.3. Efek Inflasi
Ada beberapa efek yang disebabkan oleh inflasi, yaitu ;
1. Efek terhadap Pendapatan (equity effect)
Secara umum inflasi akan mengurangi daya beli seseorang. Dengan pendapatan
yang tetap per-bulan, sedangkan laju inflasi sekian persen, tentunya akan menderita
kerugian penurunan pendapatan riil sebesar laju inflasi tersebut.
Kekayaan yang berupa tabungan atau deposito juga akan berkurang secara riil
karena inflasi. Misalnya tingkat bunga dari tabungan adalah 15% per-tahun dan
tingkat inflasi yang terjadi adalah 10% per-tahun. Maka tingkat bunga riil yang
diterima hanya sebesar 15% - 10% = 5 % per-tahun.
77
2. Efek terhadap Efisiensi (efficiency effect)
Inflasi dapat mengubah pola alokasi factor produksi. Perubahan harga factor
produksi akan mendorong kenaikan permintaan akan berbagai macam factor
produksi pengganti (substitusinya) kemudian dapat mendorong terjadinya
perubahan dalam produksi beberapa barang tertentu.
Dengan adanya inflasi permintaan akan barang tertentu mengalami kenaikan yang
lebih besar dari barang lain, yang kemudian mendorong kenaikan produksi barang
tersebut. Kenaikan produksi barang ini pada gilirannya akan merubah pola alokasi
factor produksi yang sudah ada. Tentu saja realokasi ini dilakukan apabila secara
teknis bisa dilakukan.
3. Efek terhadap Output (output effect)
Inflasi mungkin dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi. Alasannya
dalam keadaan inflasi biasanya kenaikan harga barang mendahului kenaikan upah
sehingga keuntungan pengusaha naik. Kita tahu bahwa kontrak kerja sudah
ditandatangani maka gaji yang akan diterima akan tertentu. Selama periode kontrak
yang lama belum berakhir, adanya inflasi yang mendorong kenaikan harga produk
akan menaikkan keuntungan pengusaha. Kenaikan keuntungan ini akan mendorong
kenaikan produksi.
Namun apabila laju inflasi itu cukup tinggi (hyperinflation) dapat mempunyai
akibat sebaliknya, yakni penurunan output. Hal ini karena adanya inflasi yang
tinggi daya beli masyarakat akan menurun sehinggai kuantitas barang yang dibeli
juga menurun. Selain itu, dalam keadaan inflasi yang tinggi, nilai uang riil turun
dengan drastis, masyarakat cenderung tidak menyukai uang kas, transaksi
mengarah ke system barter, yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi
barang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan langsung
antara inflasi dengan output. Inflasi bisa dibarengi dengan kenaikan output, tetapi
bisa juga dibarengi dengan penurunan output.
78
4. Efek terhadap Distribusi (distribution effect)
Inflasi yang disebabkan olrh naiknya permintaan melebihi penawaran akan
menyebabkan redistribusi produk, dari mereka yang lemah daya belinya kepada
yang kuat daya belinya. Apabila harga-harga naik, maka daya beli masyarakat akan
menurun. Meskipun demikian, ada sekelompok masyarakat yang mampu
menaikkan daya belinya melalui kredit perbankan, kenaikan penghasilan, maupun
pencetakan uang baru (bagi pemerintah). Kelompok masyarakat yang memiliki
penghasilan tetap daya belinya tidak mampu mengikuti kenaikan harga. Dengan
adanya inflasi kelompok lemah ini terpaksa tidak mampu membeli produk-produk
yang dibutuhkan dan mereka yang kuat akan membeli sisa lebih produk-produk
tsb.
7.4. Cara Menanggulangi Inflasi
Dari berbagai teori yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa ada beberapa penyebab
terjadinya inflasi. Kebijakan menanggulangi inflasi yang akan dibahas berkaitan
dengan berbagai pendapat mengenai teori inflasi.
Dengan menggunakan persamaan Irving Fisher ( M.V = P.T ) : dapat dijelaskan
bahwa inflasi timbul karena MV naik lebih cepat daripada T, sehingga P menjadi Naik.
Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya inflasi maka focus perhatian harus
ditujukan pada ketiga variabel ini. Cara mengatur variabel M, V, dan T tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan kebijaksanaan moneter, fiscal atau kebijaksanaan
yang menyangkut kenaikan produksi.
Kebijaksanaan Monter
Sasaran kebijaksanaan moneter dicapai melalui pengaturan JUB (M), yang terdiri
atas : Kas & Giro.
Dalam kaitannya dengan terciptanya kas, factor pemerintah lebih banyak sebagai
penyebab utama. Kebijakan pemerintah untuk membiayai belanja pemerintah
dengan utang kepada bank sentral dan pemberian kredit likuiditas merupakan
pemacu naiknya kas.
Dalam kaitannya dengan giro, hal ini merupakan interaksi antara pemerintah,
masyarakat dan dunia perbankan. Uang giral dapat terjadi melalui 2 cara :
79
1. Apabila seseorang memasukkan uang kas ke bank dalam bentuk giro
2. Apabila seseorang memperoleh pinjaman (kredit) dari bank tidak diterima dari
kas tetapi dalam bentuk giro.
Deposito yang timbul dengan cara ke-2 sifatnya lebih inflatoir daripada cara ke-1.
Sebab cara ke-1 hanyalah pengalihan bentuk saja dari uang kas ke uang giral,
sedangkan cara ke-2 memungkinkan bank memberikan kredit lebih banyak (yang
akhirnya meningkatkan JUB).
Bank Sentral dapat mengatur uang giral ini melalui penetapan cadangan
minimum bank.
Untuk menekan laju inflasi cadangan minimum ini dinaikkan sehingga jumlah
uang menjadi lebih kecil.
Selain itu, bank sentral dapat menggunakan apa yang disebut dengan tingkat
diskonto (discount rate). Discount rate adalah tingkat diskonto untuk
pinjaman yang diberikan oleh bank sentral pada bank umum. Pinjaman ini
biasanya berujud tambahnya cadangan bank umum yang ada pada bank sentral.
Discount rate bagi bank umum merupakan biaya untuk pinjaman yang
diberikan oleh bank sentral. Apabila tingkat diskonto dinaikkan (oleh BI) maka
gairah bank umum untuk meminjam makin kecil, sehingga cadangan yang ada
pada bank sentral juga mengecil. Akibatnya, kemampuan bank umum
memberikan pinjaman pada masyarakat makin kecil, sehingga JUB turun dan
inflasi dapat dicegah.
Selanjutnya focus kebijakan moneter dapat ditujukan kepada peningkatan nilai
V, kecepatan perputaran uang.
Kecepatan peredaran uang ini menyangkut kebiasaan masyarakat dalam
melakukan transaksi sehingga biasanya berubah secara lambat. Meskipun
demikian, pemerintah dapat memacunya dengan memperkenalkan alat-alat
pembayaran yang baru, seperti credit card dan teller machine, serta mendorong
80
bank-bank untuk membuka cabang di berbagai tempat. Dengan berbagai
fasilitas ini akan memudahkan masyarakat untuk melakukan transaksi.
Kebijaksanaan Fiskal
Kebijaksanaan fiscal menyangkut pengaturan tentang pengeluaran pemerintah serta
perpajakan yang secara langsung dapat mempengaruhi permintaan total dan
dengan demikian akan mempengaruhi harga. Kebijakan fiscal yang berkaitan
dengan bagaimana pemerintah membiayai pengeluarannya merupakan salah satu
kunci pengendalian inflasi. Untuk membiayai pengeluarannya, pemerintah bisa
menarik pajak atau menjual obligasi di dalam negeri. Kedua cara ini, pada
prinsipnya mengalihkan uang beredar yang ada dimasyarakat kepada pemerintah.
Dengan demikian kenaikan pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan
penjualan obligasi di dalam negeri dan peningkatan nilai pajak, kecil pengaruhnya
terhadap inflasi.
Kebijaksanaan yang Berkaitan dengan Output
Kenaikan output dapat memperkecil laju inflasi. Perlu di ingat bahwa salah satu
factor penyebab inflasi adalah naiknya biaya produksi (cost-push inflation). Selain
biaya bahan yang secara langsung ikut dalam proses produksi kita juga mengenal
biaya yang tidak langsung seperti biaya transportasi, biaya perijinanan,
ketersediaan sarana dan prasarana. Kebijakan sisi penawaran output dapat
difokuskan untuk mengurangi biaya-biaya tidak langsung ini.
Penurunan biaya bisa dilakukan melalui kebijaksanaan penurunan bea masuk,
kelancaran administrasi impor sehingga impor barang cenderung meningkat
dengan biaya yang murah, kelancaran transportasi, perbaikan jalan dan jembatan,
penyediaan listrik dan fasilitas telepon, penyediaan fasilitas balai latihan kerja
(sehingga tenaga kerja yang masuk pasar kerja sudah siap pakai dan akan
mengurangi beban biaya training bagi perusahaan).
Berbagai kebijakan sisi penawaran ini, diharapkan dapat meningkatkan output
tanpa harus meningkatkan biaya produksi per-unit output. Dengan kata lain, kurva
penawaran agregat dapa digeser ke kanan, sehingga dengan harga keseimbangan
81
yang sama, lebih banyak output yang terjual atau dengan tingkat output terjual
yang sama, harga yang terjadi lebih rendah.
Kebijaksanaan Penentuan Harga
Pemerintah dalam hal ini secara langsung terjun melakukan operasi pasar untuk
mengendalikan harga. Di Indonesia, kita mengenal kebijakan harga dasar padi,
berbagai subsidi terhadap harga produk (pupuk, minyak & bahan bakar), penentuan
harga semen dan sebagainya. Berbagai intervensi pemerintah ke pasar tsb
dilakukan supaya terdapat kestabilan harga. Di samping itu, informasi mengenai
harga 9 bahan pokok juga disiarkan melalui radio. Informasi ini dapat berpengaruh
terhadap harga yang terjadi di berbagai pasar dan mengurangi spekulasi harga.
Kebijaksanaan Umum
Kebijakan umum ini dimaksudkan untuk secara perlahan memperbaiki struktur
perekonomian yang kurang fleksibel menghadapi perkembangan perekonomian
yang ada. Kebijaksanaan ini mungkin dapat berakibat langsung terhadap
menurunnya inflasi mungkin juga bersifat tidak langsung. Berbagai kebijakan
umum dapat dikemukakan, misalnya kebijakan investasi untuk perbaikan
prasarana, perbaikan di bidang perijinan, perpajakan, pasar modal, efisiensi
birokrasi, perbankan dan sebagainya yang pada prinsipnya meningkatkan efisiensi
(menguruangi biaya tinggi) dan produktivitas nasional.
7.5. Perkembangan Inflasi di Indonesia.
Laju inflasi yang terjadi di Indonesia seringkali berfluktuasi dari tahun ke tahun.
Keadaan ini terutama diakibatkan dari terlalu pekanya perekonomian Indonesia
terhadap pengaruh yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
Apabila dilihat sejarah perekonomian Indonesia, sejak awal tahun 1960-an hingga
tahun 1996 laju inflasi yang terjadi rata-rata tinggi, dan puncaknya terjadi pada tahun
1966 dimana inflasi mencapai 650%. Inflasi yang begitu tinggi sebagai akibat
kebijaksanaan pengelolaan anggaran dan belanja pemerintah yang menjalankan
82
politik anggaran belanja yang defisit, sedangkan kekurangan dari pendapata selalu
ditutup dengan mencetak uang baru.
Setelah pemerintah Orde Baru , dengan berbagai kebijaksanaan yang diterapkan laju
inflasi bisa ditekan, bahkan tahun 1970-an laju inflasi kurang dari 10%. Tetapi inflasi
yang relatif rendah ini tidak dapat bertahan lama, pada tahun 1972 terjadi fluktuasi
yang cukup tinggi mencapai 23,9% (diukur dengan Indeks biaya hidup di Jakarta)
bahkan tahun 1974 mencapai angka 33,31% bila diukur dengan menggunakan
indicator indeks biaya hidup, 48% bilan menggunakan indeks harga perdagangan
besar dan 47,3% bila menggunakan GDP deflator.
Guna menanggulangi laju inflasi yang tinggi, pemerintah mengeluarkan
kebijaksanaan anti inflasi dalam bentuk paket anti inflasi tahun 1974 yang
menyangkut segi pengelolaan permintaan dan penawaran. Dibidang pengelolaan
permintaan dilakukan berbagai kebijaksanaan perkreditan dalam negeri,
kebijaksanaan pemasukan modal, kebijaksanaan dana dan kebijaksanaan anggaran
belanja. Sedangkan dari sigi penawaran dilakukan program cadangan nasional,
kebijaksanaan perdagangan dalam negeri dan program pengadaan pangan.
Akibat dari kebijaksanaan itu, laju inflasi tahunan turun cukup cepat pada beberapa
tahun berikutnya. Pada tahun 1979 terjadi lagi fluktuasi inflasi yang cukup tinggi
yaitu mencapai 21,77%. Keadaan ini sebagai akibat diadakannya kebijaksanaan
moneter 15 November 1978, berupa devaluasi mata uang rupiah terhadap dollar
Amerika dari Rp.415
/1US$ menjadi Rp. 625
/1US$. Sedangkan pada dasa warsa 80-an dapat
dikatakan inflasi yang terjadi relatif stabil. Tercatat hanya 2 kali terjadi fluktuasi
yang relatif tinggi yaitu tahun 1980 (15,97%) dan tahun 1983 (12,66%). Gambaran
laju inflasi yang terjadi di Indonesia dalam beberapa tahun dapat dilihat pada table
dibawah ini.
Dalam kurun waktu pengamatan (1978 – 1991), sebenarnya banyak kebijakan-
kebijakan yang diterapkan pemerintah yang sangat berpengaruh terhadap laju inflasi
yang terjadi. Kebijakan-kebijakan yang cukup kuat dalam mempengaruhi inflasi
yang terjadi antara lain : 3 kali devaluasi nilai rupiah terhadap US dollar, seringnya
melakukan penyesuaian-penyesuaian harga BBM, dan juga adanya kenaikan gaji
pegawai negeri.
83
Table Perkembangan Laju Inflasi Indonesia
TAHUN LAJU INFLASI (%)
1972
1973
1974
1975
1976
1977
1978
1979
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
23,9
24,64
29,46
18,19
13,63
10,28
4,62
21,77
15,97
6,89
8,99
12,66
8,96
4,32
8,96
8,61
5,46
5,51
9,53
9,52
Sumber : Statistik Indonesia - Indikator Ekonomi berbagai terbitan.
Catatan : sampai tahun 1978 menggunakan IHB di Jakarta, sedangkan tahun selanjutnya
menggunakan Indeks Harga Konsumen dari berbagai kota.
84
TEORI DAN APLIKASI
I N F L A S I
8.1. PENDAHULUAN
Inflasi merupakan masalah ekonomi yang dominan di samping masalah pengangguran yang
sudah sejak lama dihadapi oleh masyarakat di seluruh dunia. Sejarah menunjukkan bahwa
salah satu negara yang ditandai dengan kenaikan harga secara cepat adalah Mesir disekitar
tahun 330 SM pada waktu pemerintahan Alexander Agung menyerbu Persia dengan
membawa emas (hasil rampasan) ke Mesir.
Juga negara Jerman mengalami “hyper-inflation” pada awal tahun 1920-an dimana laju
inflasi mencapai beberapa ratus persen pertahun. Negara Indonesia juga terkena penyakit
“hyper-inflation” pada tahun 1960-an dengan laju inflasi mencapai 650 % pertahun.
Sehingga timbul pertanyaan, : Apa itu inflasi ? Dengan demikian maka perlu kita
definisikan dahulu mengenai inflasi, seperti yang dikemukakan oleh Ackley (1978) bahwa
yang dimaksud inflasi adalah suatu kenaikan harga yang terus menerus dari barang dan jasa
secara umum (bukan satu macam barang/jasa dan bukan sesaat). Menurut definisi ini
kenaikan harga yang sporadis bukan dikatakan sebagai inflasi.
Pengalaman di berbagai negara yang mengalami inflasi menunjukkan bahwa beberapa
penyebab tetap dari inflasi adalah :
Terlalu banyaknya Jumlah Uang
Beredar (JUB)
Upah
Krisis Energi
Paceklik
Kekeringan
Defisit Anggaran
Akan tetapi tidak satupun dari factor tersebut mampu menjelaskan inflasi secara konsisten
sepanjang waktu. Kebanyakan model inflasi menekankan dampak kenaikan upah pada JUB
85
sebagai penyebab utamanya, dan biasanya dikatakan bahwa ada 2 jalur sebab akibat antara
JUB dengan inflasi atau Inflasi karena JUB yang berlebihan.
Menurut Don Patinkin penyebab lain dari inflasi bersifat “politic-economic” , kenapa
demikian ? Nanti akan dibahas pada sub-bab selanjutnya.
8.2. LANDASAN TEORI INFLASI
Analisis ekonomi inflasi mempunyai 2 jalur yang berbeda-beda.
Pertama : yaitu memusatkan perhatian pada hubungan antara pertumbuhan JUB
dengan inflasi serta menelusuri sebab-sebab yang bersifat “ekonomi-
politik” dari JUB.
Kedua : yaitu yang mencoba menganalisis inflasi secara “structural-institutional”
berdasarkan konsep sosiologi terhadap manusia.
Kelompok kedua ini mengatakan bahwa gerakan upah harga lebih
disebabkan karena factor kelembagaan. Sturkutur teknis yang misterius,
serikat buruh, monopoli atau oligopoly, serta meningkatkan aspirasi
masyarakat atau bahkan pertentangan social karena kesenjangan
pendapatan
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Gordon (1975) yang menolak pendapat bahwa
percepatan JUB dan harga disebabkan karena masyarakat dipengaruhi secara penuh
oleh “capricious” pemerintah. Dia lebih menekankan pada pencarian factor-faktor
yang mempengaruhi permintaan dan penawaran akan inflasi dalam bentuk tekanan
keinginan kelompok terhadap kebijaksanaan yang menyebabkan kenaikan uang dan
juga pemilihan kebijaksanaan serta pertimbangan-pertimbangan yang mendorong
pemerintah untuk mengakomodasikan tekanan-tekanan tersebut. Hal yang
dikemukakan oleh Gordon tersebut mendapatkan sanggahan dari Brunner (1975),
dimana dia bertanya tentang :
a. Apa yang terjadi di balik evolusi moneter ?
b. Apa yang menjadi sumber pertumbuhan JUB ?
c. Kenapa Bank Sentral mengemukakan pola tersebut ?
86
Menurut Brunner 3 pertanyaan tsb tidak akan dapat dijawab kecuali kalau hubungan
antara sektor pemerintah dengan sektor anggaran pemerintah diketahui, artinya :
Bagaimana proses politik penyusunan anggaran pemerintah. Menurut Brunner,
penjelasan Gordon sangat idealis dan abstrak serta tidak mampu menjelaskan
motivasi dan tujuan politik pemerintah dalam perekonmian.
Pendekatan lain dikenal dengan nama “conflict theory” tentang inflasi di mana
menurut pendekatan ini kelas pekerja dewasa dianggap sebagai elemen kritis dalam
situasi inflasi, karena pendekatan ini menekankan pada hubungan antara tuntutan ex-
ante oleh masyarakat yang berbeda kelasnya terhadap pendapatan dan juga tersedianya
pendapatan (pengusaha ataupun pemerintah) untuk memenuhi tuntutan tsb. Kelas
pekerja dewasa (mantap) dianggap mempunyai aspirasi kuat dalam menuntut kenaikan
upahnya apalagi didukung oleh adanya Serikat Pekerja yang kuat di mana sering
menimbulkan pertentangan kepentingan antara pekerja dengan pengusaha yang
dampaknya akan terasa pada kenaikan harga.
Pendekatan lain dikenal dengan nama “Price Theoretical Explanation” yang
memusatkan perhatiannya kepada peranan menyangkut anggaran dan paket
kebijaksanaan yang berkaitan dengan sebab akibat inflasi dalam perekonomian. Proses
perubahan harga relatif dipandang sebagai faktor utama penyebab inflasi. Pendekatan
ini didukung oleh 3 kelompok yang menamakan dirinya sebagai kelompok Fiscal,
kelompok Wicksell dan Kelompok Moneter, dimana ketiganya berbeda lokasi dan latar
belakangnya.
8.2.1. Kelompok Fiscal dan Wicksell
Memusatkan perhatiannya terhadap hal yang bersifat “non-objects”
Kelompok Fiskal menyatakan bahwa pada umumnya inflasi merupakan hasil
dari pengeluaran pemerintah, sturktur pajak, dan si wajib pajaknya serta
model anggaran belanja eficit dan juga beberapa kebijaksanaan fiscal
lainnya.
Kelompok Wicksell memusatkan penjelasannya pada antisipasi produsen atas
keuntungan riilnya, di mana antisipasi yang konstan akan menggeser kurva
permintaan ke kanan sebagai akibatnya terjadi perubahan juga pada
87
keuntungan riilnya yang mengakibatkan adanya kecenderungan kenaikan
haga.
8.2.2. Kelompok Moneter
Menempatkan perilaku uang sebagai penyebab terjadinya inflasi.
Kelompok ini di lain pihak menempatkan gejala moneter yang diukur dengan
perubahan elative JUB sebagai penyebab utama inflasi beserta akseleratornya.
Ada lagi teori inflasi yang bersifat “Eklektik” yang dikemukakan oleh Keyness
yang mengatakan bahwa kenaikan pengeluaran di atas nilai output pada harga
tertentu akan menyebabkan inflasi, begitu inflasi muncul aparat kelembagaan
serta struktur kelembagaan akan menentukan perilaku serta daya tahan inflasi.
Pendekatan ini pada dasarnya menganggap bahwa inflasi merupakan masalah
ekonomi dan gejala ekonomi yang disebabkan karena berbagai isyu yang
berinteraksi secara luas. Yang selanjutnya kita tidak dapat mengidentifikasikan
manakah factor yang dominan yang harus diperhatikan sebagai penyebab
utama perubahan indeks harga. Menurut teori ini tingkat harga dipengaruhi
oleh beberapa perubahan luas (exogenous variables), dimana menurut mereka
hubungan antara perubahan harga dengan perubahan luar ini tidak stabil;
variasi perubahan luar mungkin berbeda dari waktu ke waktu dan dari tempat
ke tempat lain.
Untuk jenis perekonomian terbuka, akan dibahas model inflasinya dari Model
Skandinavia, Model Moneter dan Model Trunovky.
8.2.3. Model Skandinavia
Ide dasar dari Model Skandinavia adalah bahwa kenaikan upah cenderung
merupakan penyesuaian atas kenaikan upah di sector “tradeable” dan kenaikan
harga untuk “nontradeable” ditentukan oleh dorongan biaya (cost-push) atau
lebih khususnya adalah biaya tenaga kerja. Dalam model ini sisi permintaan tidak
memainkan peranan karena model ini menganggap bahwa “test demand”, yang
merupakan permintaan akibat perubahan perubahan selera, tidak mempunyai
88
pengaruh penting pada kenaikan harga. Model ini mengesampingkan pengaruh
dari biaya produksi yang lainnya.
8.2.4. Model Moneter
Menurut Brunner (1979), model Skandinavia tidak menjelaskan masalah harga
relatif barang-barang “nontradeable” saja. Melalui unit biaya tenaga kerja di
sector “tradeable”. Meskipun demikian hal tersebut juga memberikan tambahan
penapat tentang proses inflasi dengan memperkirakan beberapa akibat dari
kenaikan harga serta berguna untuk menentukan kebijaksanaan yang menyangkut
pendapatan dari 2 sektor yang berbeda produktivitasnya.
Pendekatan Model moneter terhadap karakter inflasi didasarkan atas ekonomika
tradisional, di mana sampai dengan tahun 1971 sebagian besar negara di dunia
dihubungkan satu dengan lainnya pada suatu nilai tukar yang tetap (a fixed
exchange rate), sehingga “perekonomian” dimana permintaan dan penawaran
berinteraksi akan menentukan harga pasaran dunia. Pada situasi yang demikian ini
diperlukan persyaratan tertentu dari kelompok moneter yaitu adanya fungsi
permintaan uang yang stabil pada tingkat perekonomian dunia.
Di dalam model Kelompok Moneter paling tidak ada 2 pilihan teori untuk
menjelaskan transmisi kekuatan inflasi, yaitu :
The price spiece flow mechanism
The price transfer mechanism
8.2.5. Model Trunovky (1977)
Model ini menganalisis inflasi impor dengan kerangkan model konvensional yaitu
Model Keynesian-Phillips untuk perekonomian terbuka jangka pendek.
Dia mengidentifikasikan serta menunjukkan bagaimana pengaruh masing-masing
bagi perekonomian domestik.
Pertama : Adanya kenaikan harga barang yang diproduksi oleh negara asing
akan menurunkan harga relatif barang-barang domestik, sehingga
akan menyebabkan kenaikan permintaan akan barang tersebut.
89
Kedua : Pengaruh terhadap neraca pembayaran secara langsung akan
mempengaruhi JUB
Ketiga : Kenaikan harga akan menyebabkan produse di dalam negeri
meningkatkan harga jualnya (dampak dorongan biaya).
Keempat : Akhirnya harga barang impor, ceteris paribus, akan meningkatkan
seluruh biaya hidup.
Dikatakan bahwa keempat jalur tersebut adalah sbb :
1. Dampak substitusi
2. Dampak langsung neraca pembayara
3. Dampak dorongan biaya
4. Dampkan langsung biaya hidup
90
KEBIJAKAN MONETER INTERNASIONAL
9.1. SISTEM KURS VALUTA ASING
Dalam perekonomian terbuka seperti Indonesia, perdagangan tidak saja melibatkan
barang dan jasa namun juga menyangkut mata uang asing.
Apabila kita perhatikan sejarah “Sistem Moneter Internasional”, pembagian
sejarah dapat dibagi menjadi 3 periode, yaitu :
Periode I : tahun 1880 s/d 1914 : Perekonomian Internasional menggunakan
system standard emas
Periode II : tahun 1918 s/d 1940 : merupakan masa transisi, disebabkan karena
kekacauan perekonomian internasional akibat perang dunia I & II. Pada periode
ini pembayaran internasional dilakukan dengan kerjasama-kerjasama dan
perjanjian khusus antar negara.
Periode III : tahun 1945 s/d 1971 : system moneter internasional mempergunakan
system bretton woods. Dalam system ini kurs (daya tukar) mata uang asing
dinyatakan dalam US Dollar. Fluktuasi kurs relatif tetap, dan mekanismenya
diatur oleh Badan Moneter Internasional (International Monetary Funds : IMF).
Sifat dari kurs valas tergantung dari sifat pasar. Apabila transaksi jual-beli valas dapat
dilakukan secara bebas di pasar, maka kurs valas akan berubah sesuai dengan
perubahan permintaan dan penawaran.
Apabila pemerintah menjalankan kebijaksanaan stabilitas kurs, tetapi tidak dengan
mempengaruhi transaksi swasta, maka kurs ini hanya akan berubah di dalam batas
yang kecil (biasanya disebut dengan system kurs tetap).
Pemerintah juga dapat menguasai sepenuhnya transaksi valas. Dalam hal ini kurs tidak
lagi dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran. System ini disebut dengan exchange
control.
91
Kegiatan stabilisasi kurs dapat dijalankan dengan cara sebagai berikut :
“Apabila tendensi kurs valas akan turun maka pemerintah membeli valas di pasar.
Dengan tambahnya permintaan dari pemerintah maka tendensi kurs turun dapat
dicegah.”
“Sebaliknya apabila tendensi kurs naik, maka pemerintah menjual valas di pasar,
sehingga penawaran valas bertambah dan kenaikan kurs dapat dicegah.
Usaha untuk mencegah kenaikan kurs valas ini bagi pemerintah lebih sulit, karena
cadangan valas yang dimiliki terbatas. Keterbatasan ini mungkin menyebabkan
pemerintah tidak bisa sepenuhnya untuk mengembalikan kurs ke tingkat yang
dikehendaki. Sedangkan usaha untuk mencegah penurunan kurs lebih mudah
dijalankan, sebab pembelian valas oleh pemerintah dilakukan dengan menggunakan
cadangan mata uang sendiri. Besarnya cadangan mata uang sendiri di bawah
kekuasaaan atau pengawasan pemerintah, bahkan kalau kekurangan pemerintah dapat
mencetak uang.
9.2 SISTEM STANDAR EMAS
Suatu negara yang mempergunakan system standar emas dapat dikatakan tidak ada
perjanjian khusus antar negara dalam kaitannya dengan system pembayaran
internasional. Dalam kegiatan perdagangan internasional yang dipergunakan adalah
aturan yang tidak tertulis (hokum pasar). Negara yang mempergunakan system standar
emas menentukan sendiri mata uangnya dalam nilai emas tertentu, dan kemudian bank
sentral diperbolehkan membeli atau menjual emas secara bebas seseuai dengan kurs
yang telah ditetapkan. Demikian pula impor dan ekspor emas dibebaskan.
Yang penting dari system ini adalah masyarakat harus yakin bahwa pemerintah akan
mematuhi peraturan dan system yang telah ditetapkan. Dengan demikian, fluktuasi
kurs harus ditekan seminimal mungkin dan perubahan “kurs” akibat adanya
92
perdagangan internasional harus dikoreksi supaya kurs mata uang dalam negari
terhadap emas menjadi relatif tetap.
Secara umum, suatu negara dikatakan memakai standar emas apabila :
Nilai mata uangnya dijamin dengan nilai seberat emas tertentu
Setiap orang boleh membuat serta melebur uang emas
Pemerintah sanggup membeli atau menjual emas dalam jumlah yang tidak
terbatas pada harga tertentu (yg sdh disepakati pemerintah).
Dalam system standar emas. Kurs mata uang suatu negara terhadap negara lain
ditentukan dengan dasar emas.
Misalnya : Amerika menentapkan bahwa US $ 4 = 0,5 gram emas dan Inggris
menetapkan : £1 = 0,5 gram emas. Maka kurs antara dollar dan poundsterling adalah :
: £1 = US $ 4. Kurs ini akan stabil selama syarat-syarat diatas dipenuhi dan lalulintas
emas besar bergerak.
Dalam realitanya (kenyataan) : Kurs ini berubah-ubah di dalam batas-batas yang
ditentukan oleh besarnya ongkos angkut emas.
Contohnya :
Ongkos angkut setiap 0,5 gram emas adalah US $ 0,05 , maka batas tertinggi kurs
poundsterling adalah 1 = US $ 4,50 (ttk emas ekspor) dan batas terendahnya adalah :
£1 = US $ 3,50 (ttk emas impor).
Apabila kurs di pasar melebihi £1 = US $ 4,50 , maka akan terjadi aliran emas keluar
Amerika, artinya pembayaran transaksi ke Inggris akan lebih murah apabila dipayar
dengan emas, sehingga kurs poundsterling tidak akan lebih tinggi dari £1 = US $ 4,50.
Sebaliknya apabila kurs di bawah titik emas impor (misalnya : £1 = US $ 3,00), maka
terjadi aliran emas masuk ke Amerika, artinya apabila Amerika surplus di dalam
neraca perdagangan luar negerinya, maka surplus tsb akan lebih menguntungkan bagi
Amerika apabila diterima dalam bentuk emas.
93
DAFTAR PUSTAKA
Catur Sugiyanto, Ekonomi Uang dan Bank, Penerbit Gunadarma, Jakarta, 1993
Imamudin Yuliadi, Ekonomi Moneter, PT. Indeks, Jakarta, 2008
Iswardona.SP Uang dan Bank, Edisi 4 BPFE UGMYogyakarta 1994
Mandala Manurung, Prathama Rahardja, Uang Perbankan dan Ekonomi Moneter (Kajian
Kontekstual Indonesia), Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2004
Nopirin, Ekonomi Moneater, Edisi 4 BPFE UGM Yogyakarta 2000
Roger LeRoy, Modern Money and Banking, Third Edition , Mc Graw Hil Int3ernational
1993
http://www.bi.go.id
top related