fiswan otot
Post on 28-Dec-2015
80 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Tujuan
1. Mempelajari cara mematikan seekor katak
2. Membuat preparat otot saraf
3. Mengamati respon otot saraf terhadap berbagai macam rangsang.
1.2. Dasar Teori
Otot merupakan alat gerak aktif. Pada umumnya hewan mempunyai kemampuan untuk
bergerak. Gerakan tersebut disebabkan karena kerja sama antara otot dan tulang. Tulang tidak
dapat berfungsi sebagai alat gerak jika tidak digerakan oleh otot. Otot mampu menggerakan
tulang karena mempunyai kemampuan berkontraksi. Kerangka manusia merupakan kerangka
dalam, yang tersusun dari tulang keras (osteon) dan tulang rawan (kartilago) (Anonym a,
2009).
Otot merupakan suatu organ/alat yang dapat bergerak ini adalah suatu penting bagi
organisme. Gerak sel terjadi karena sitoplasma merubah bentuk (lihat pergerakan amuba).
Pada sel-sel sitoplasma ini merupakan beneng-benang halus yang panjang disebut miofibril.
Kalau sel otot yang mendapatkan ransangan maka miofibril akan memendek, dengan kata
lain sel otot akan memendekkan dirinya ke arah tetentu (berkontraksi) (Anonym b, 2009 ).
Pada hakekatnya potensial listrik terdapat pada semua membran sel tubuh, dan beberapa sel,
seperti sel saraf dan otot, adalah “peka”- yaitu mampu membentuk sendiri impuls
elektrokimia sepanjang membrannya dan pada beberapa kasus penggunaan impuls ini
menghantarkan isyarat sepanjang membran ini. Pada jenis sel lainnya, seperti sel kelenjar ,
makrofag, dan sel bersilia, perubahan potensial membran memegang peranan bermakna
dalam mengawasi banyak fungsi sel.
Sistem saraf terdiri atas sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel penyokong (neuroglia dan Sel
Schwann). Kedua sel tersebut demikian erat berikatan dan terintegrasi satu sama lain
sehingga bersama-sama berfungsi sebagai satu unit. Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf
pusat (SSP) dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis.
Sistem saraf tepi terdiri dari neuron aferen dan eferen sistem saraf somatis dan neuron sistem
saraf autonom (viseral).
Otak dibagi menjadi telensefalon, diensefalon, mesensefalon, metensefalon, dan
mielensefalon. Medula spinalis merupakan suatu struktur lanjutan tunggal yang memanjang
dari medula oblongata melalui foramen magnum dan terus ke bawah melalui kolumna
vertebralis sampai setinggi vertebra lumbal 1-2. Secara anatomis sistem saraf tepi dibagi
menjadi 31 pasang saraf spinal dan 12 pasang saraf kranial. Suplai darah pada sistem saraf
pusat dijamin oleh dua pasang arteria yaitu arteria vertebralis dan arteria karotis interna, yang
cabang-cabangnya akan beranastomose membentuk sirkulus arteriosus serebri Wilisi. Aliran
venanya melalui sinus dura matris dan kembali ke sirkulasi umum melalui vena jugularis
interna. (Wilson. 2005, Budianto. 2005, Guyton. 1997).
Membran plasma dan selubung sel membentuk membran semipermeabel yang
memungkinkan difusi ion-ion tertentu melalui membran ini, tetapi menghambat ion lainnya.
Dalam keadaan istirahat (keadaan tidak terstimulasi), ion-ion K+ berdifusi dari sitoplasma
menuju cairan jaringan melalui membran plasma. Permeabilitas membran terhadap ion K+
jauh lebih besar daripada permeabilitas terhadap Na+ sehingga aliran keluar (efluks) pasif ion
K+ jauh lebih besar daripada aliran masuk (influks) Na+. Keadaan ini memngakibatkan
perbedaan potensial tetap sekitar -80 mV yang dapat diukur di sepanjang membran plasma
karena bagian dalam membran lebih negatif daripada bagian luar.
Sistem Kerja Saraf:
Potensial ini dikenal sebagai potensial istirahat (resting potential). (Snell. 2007). Bila sel
saraf dirangsang oleh listrik, mekanik, atau zat kimia, terjadi perubahan yang cepat pada
permeabilitas membran terhadap ion Na+ dan ion Na+ berdifusi melalui membran plasma dari
jaringan ke sitoplasma. Keadaan tersebut menyebabkan membran mengalami depolarisasi.
Influks cepat ion Na+ yang diikuti oleh perubahan polaritas disebut potensial aksi, besarnya
sekitar +40 mV. Potensial aksi ini sangat singkat karena hanya berlangsung selama sekitar
5msec. Peningkatan permeabilitas membran terhadap ion Na+ segera menghilang dan diikuti
oleh peningkatan permeabilitas terhadap ion K+ sehingga ion K+ mulai mengalir dari
sitoplasma sel dan mengmbalikan potensial area sel setempat ke potensial istirahat. Potensial
aksi akan menyebar dan dihantarkan sebagai impuls saraf. Begitu impuls menyebar di daerah
plasma membran tertentu potensial aksi lain tidak dapat segera dibangkitkan. Durasi keadaan
yang tidak dapat dirangsang ini disebut periode refrakter. Stimulus inhibisi diperkirakan
menimbulkan efek dengan menyebabkan influks ion Cl- melalui membran plasma ke dalam
neuron sehingga menimbulkan hiperpolarisasi dan mengurangi eksitasi sel. (Snell. 2007)
Pemberian nama otot rangka disebabkan karena otot ini menempel pada sistem rangka
(Seeley, 2002). Berdasarkan Tobin (2005), otot terdiri atas bundel-bundel sel otot. Setiap
bundel berada di dalam lembaran jaringan ikat yang membawa pembuluh darah dan saraf
yang mensuplai kebutuhan otot tersebut. Di setiap ujung otot, lapisan luar dan dalam dari
jaringan ikat bersatu menjadi tendon yang biasanya menempel pada tulang. Otot rangka
memiliki empat karakteristik fungsional sebagai berikut:
1. Kontraktilitas; kemampuan untuk memendek karena adanya gaya
2. Eksitabilitas; kapasitas otot untuk merespons sebuah rangsang
3. Ekstensibilitas; kemampuan otot untuk memanjang
4. Elastisitas; kemampuan otot untuk kembali ke panjang normal setelah mengalami
pemanjangan. (Seeley, 2002)
Potensial aksi merupakan depolarisasi dan repolarisasi membran sel yang terjadi secara cepat
(Seeley, 2002). Pada sel otot (serabut-serabut otot), potensial aksi menyebabkan otot
berkontraksi (Seeley, 2002). Berdasarkan Campbell (2004), sebuah potensial aksi tunggal
akan menghasilkan peningkatan tegangan otot yang berlangsung sekitar 100 milidetik atau
kurang yang disebut sebuah kontraksi tunggal. Jika potensial aksi kedua tiba sebelum respons
terhadap potensial aksi pertama selesai, tegangan tersebut akan menjumlahkan dan
menghasilkan respons yang lebih besar. Jika otot menerima suatu rentetan potensial aksi yang
saling tumpang tindih, maka akan terjadi sumasi yang lebih besar lagi dengan tingkat
tegangan yang bergantung pada laju perangsangan. Jika laju perangsangan cukup cepat,
sentakan tersebut akan lepas menjadi kontraksi yang halus dan bertahan lama yang disebut
tetanus. Waktu antara datangnya rangsang ke neuron motoris dengan awal terjadinya
kontraksi disebut fase laten; waktu terjadinya kontraksi disebut fase kontraksi, dan waktu otot
berelaksasi disebut fase relaksasi (Seeley, 2002).
Berdasarkan Seeley (2002), kontraksi otot dibagi menjadi kontraksi isometrik dan kontraksi
isotonik. Pada kontraksi isometrik (jarak sama), besarnya tekanan meningkat saat proses
kontraksi, tetapi panjang otot tidak berubah. Di sisi lain, pada kontraksi isotonik (tekanan
sama), besarnya tekanan yang dihasilkan otot adalah konstan saat kontraksi, tetapi panjang
otot berkurang (otot memendek).
Rangsangan Kimia-Asetilkolin, zat-zat kimia tertentu dapat merangsang serabut saraf dengan
meningkatkan permeabilitas membran. Zat kimia seperti ini dapat berupa asam, basa hampir
semua larutan garam dengan konsentrasi tinggi dan yang penting adalah senyawa asetilkolin.
Banyak serabut saraf yang bila dirangsang akan mengekresi asetilkolin pada ujungnya
tempat mereka bersinap dengan neuron lain atau tempat mereka berakhir pada serabut otot.
Kemudian asetilkolin merangsang serabut otot berikutnya dengan membuka pori dalam
membran inti dengan diameter 0,6-0,7 nano meter, yang cukup besar bagi Natrium untuk
melewati dengan mudah.
Rangsangan Mekanis, menghancurkan, menjepit atau menusuk suatu serabut saraf dapat
menyebabkan gelombang masuk natrium yang mendadak dan karena alasan yang jelas dapat
membangkitkna potensial aksi. Bahkan tekanan ringan pada beberapa ujung saraf khussus
dapat merangsang kejadian ini.
Rangsangan Listrik, Rangsangan listrik dapat juga memulai potensial aksi, muatan listrik
yang sirangsang secara artifisial melalui membran menyebabkan aliran ion yang berlebihan
melalui membran kemudian ini dapat menyebabkan potensial aksi.
Rangsangan Refrakter, potensial aksi kedua tidak dapat timbul pada serabut peka rangsang
selama membran tetap terdepolarisasi akibat potensial aksi yang sebelumnya.
BAB II
METODELOGI PERCOBAAN
2.1. Alat dan Bahan
2.1.1. Alat
Alat diseksi
Gelas Arloji
Pinset Galvanis
Batang Pengaduk
Papan Fiksasi
Sonde
Jarum Pentul
2.1.2. Bahan
Katak
Benang
Kapas
Larutan Fisiologis
Gliserin
Larutan Cuka Glasial
Air Mendidih
2.2. Cara Kerja
2.2.1. Cara mematikan katak
Ditusukkan sebuah sonde pada foremen occipitale katak, untuk beberapa saat sonde diputar-
outar sehingga otak menjadi rusak sama sekali (Single Pithing)
Kemudian Sonde ditarik dan ditusukkan kembali ke arah belakang ke dalam kanalis
vertebralis dengan memutar-mutar sonde tersebut sampai katak mati, lemas seluruh tubuhnya,
(Double Pithing)
2.2.2. Membuat Preparat Otot Saraf
Katak yang sudah dilakukan proses pithing, diletakan pada papan fiksasi dan kakinya
difiksasi dengan jarum pentul.
Perut katak dibuka dengan hati-hati dan isinya dikeluarkan, tampak Nervus Ichiadicus dikiri
dan kanan tulang punggung.
Akar dari Nervus Ichiadicus pada sebelah kaki yang akan di preparer diiikat dengan benang
dan sebelah sentralnya dipotong dengan gunting.
Seluruh kulit tungkai katak dilepaskan dengan gunting sehingga seluruh otot terlihat.
Dibebaskan Nervus Ichiadicus mulai dari kranial sampai ke Musculus gastrocnemius (otot
Betis) dengan menyingkirkan otot-otot yang menutupinya, kemudian tendo Achilesnya
dipotong.
Sediaan preparat otot saraf telah tersedia, disimpan dalam gelas arloji dan diusahakan
preparat ini tetap basah oleh larutan fisiologis sampai perlakuan berakhir.
2.2.3. Macam-macam Rangsangan
Rangsangan Mekanik
Ditekan benang saraf pada preparat otot saraf dengan benda tumpul bukan logam. Hasil
kontraksi dicatat: lemah, sedang, kuat.
Rangsangan Galvanis
Dengan sebuah pinset galvanis yang satu kakinya mengandung Zn dan kaki lainnya
mengandung Cu, Ditempelkan pada preparat otot saraf kemudian dilepaskan lagi. Amati
hasilnya apakah terjasi kontraksi atau tidak.
Rangsangan Osmotis
Sebutir garam dapur ditempelkan pada ujung saraf sediaan dan ditambahkan setetes air
diatasnya, perhatikan apa yang terjadi
Rangsangan Kimiawi
Sediaan saraf dibasahi dengan cuka glasial, perlihatkan perubahan yang terjadi setelah itu
sediaan saraf dibersihkan dengan larutan fisiologis.
Rangsangan Panas
Ujung batang pengaduk yang telah dipanaskan dengan air mendidih ditempelkan pada
sediaan saraf. Amati dan catat perubahan yang terjadi
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Data Pengamatan
Rangsangan Lemah Kuat Sedang Positif Negatif
Mekanis - - - -
Galvanis - - - -
Osmotis - - - -
Kimiawi - - - -
Suhu panas - - - -
3.2. Pembahasan
Percobaan Respons Otot Terhadap Rangsang Tunggal Dengan Intensitas Berbeda
Berdasarkan Seeley (2002), serabut otot tidak akan merespons suatu rangsang kecuali jika
rangsang tersebut telah mencapai kekuatan minimal yang cukup untuk menghasilkan
potensial aksi dari serabut otot. Di sisi lain, dalam merespons suatu potensial aksi, serabut
otot akan berkontraksi secara maksimal. Fenomena ini disebut sebagai ”respons-ya-atau-
tidak-sama-sekali”.
Berdasarkan hasil praktikum, katak deserebrasi masih memiliki tingkat kesadaran yang baik
dan menurun kesadarannya ketika sereberumnya dirusak. Kesadaran sudah hilang pada katak
spinalis. Menurut (Thomas, 2002), serebrum bertanggung jawab dalam proses belajar,
kecerdasan, kesadaran, dll. Hasil praktikum ini kurang sesuai karena pada serebrum yang
dirusak, kesadarannya masih baik. Namun, pada serebellumnya yang dirusak, kesadarannya
menurun.
Berdasarkan hasil praktikum, katak deserebrasi masih memiliki tingkat kesadaran yang baik
dan menurun kesadarannya ketika sereberumnya dirusak. Kesadaran sudah hilang pada katak
spinalis. Menurut (Thomas, 2002), serebrum bertanggung jawab dalam proses belajar,
kecerdasan, kesadaran, dll. Hasil praktikum ini kurang sesuai karena pada serebrum yang
dirusak, kesadarannya masih baik. Namun, pada serebellumnya yang dirusak, kesadarannya
menurun. Hal ini berbalik dengan pernyataan literatur tersebut yang mungkin disebabkan
karena kerusakan serebrum pada tahap parsial sehingga kesadaran masih baik. Kemungkinan
terjadinya kerusakan serebrum secara parsial karena metode praktikum yang digunakan tidak
dapat melakukan perusakkan serebrum secara total.
Gerakan spontan kurang baik pada katak deserebrasi dan menghilang pada pengrusakan
serebellum dan katak spinalis. Menurut literatur, diencephalon berfungsi untuk menyambung
sensori ke kortex, berperan dalam saraf otonom dan sekresi hormon dari pituitary gland.
Dengan kata lain, hasil praktikum tersebut sejalan dengan literatur karena gerakan spontan
makin menurun ketika medulla oblongata dan medulla spinalis dirusak.
Frekuensi jantung pada katak tampak tidak menunjukkan pengaruh dari perusakan serebrum
maupun serebelum dikarenakan jantung dikontrol oleh saraf otonom. Apapun peningkatan
frekuensi pada perusakan serebrum mungkin disebabkan hewan stress. Pusat pengaturan
frekuensi nafas terletak di medula oblongata (Guyton, 1995).
Pada praktikum ini terlihat hasil yang tidak sesuai dengan teori yang ada karena pada katak
deserebrasi frekuensi nafas telah mengalami penurunan setelah perusakan serebellum dan
medula oblongata. Hal ini mungkin disebabkan ketika merusak serebrum, medula oblongata
ikut mengalami kerusakan dan mempengaruhi pernafasan. Pusat keseimbangan terdapat di
vestibulo serebellum bersama batang otak dan medulla spinalis (Guyton, 1995). Hasil
pengamatan menunjukkan keseimbangan tereliminasi setelah kerusakan serebrum.
Kemungkinan yang bisa terjadi adalah dalam proses kerusakan serebrum diikuti juga
kerusakan serebellum sehingga kesadaran hilang.
Pusat rasa nyeri terdapat pada korteks serebri (Guyton, 1995). Hasil pengamatan
menunjukkan sesuai dengan teori karena katak deserebrasi memperlihatkan tidak ada rasa
nyeri. Rasa nyeri ditunjukkan melalui respons mengangkat kaki setelah kaki dicelupkan
dalam larutan asam selama beberapa detik. Pusat tonus otot pada medulla spinalis. Fakta
hasil pengamatan menunjukkan ketidaksesuaian dengan teori. Tonus otot hilang pada katak
deserebrasi. Kemungkinan yang terjadi hingga menyebabkan penyimpangan dari teori adalah
kerusakan medulla spinalis terjadi dalam deserebrasi katak.
Pusat gerakan spontan berada diserebrum karena perlu adanya memori terhadap suatu
aktivitas untuk melakukan gerakan spontan. Dalam praktikum gerakan spontan tidak ada lagi
karena serebrum hilang. Sementara itu refleks lain diatur oleh medulla spinalis. Setelah
spinalis rusak maka refleks tersebut hilang.
Larutan fisiologis adalah larutan isotonis yang terbuat dari NaCl 0,9 % yang sama dengan
cairan tubuh atau darah, digunakan karena mengndung unsur elektrolit yang dapat
mempertahankan tekanan osmotik dan isotonis plasma sel. Larutan tersebut mengandunf ion
Nandung unsur elektrolit yang dapat mempertahankan tekanan osmotik dan isotonis plasma
sel. Larutan tersebut mengandunf ion Na+ yang dapat mempertahankan daya hidup katak
secara invitro.
Hasil percobaan menunjukkan respon negatif terhadap rangsangan karena pada saat
dibebaskan Nervus Ichiadicus mulai dari kranial sampai ke Musculus gastrocnemius (otot
Betis) dengan menyingkirkan otot-otot yang menutupinya, kemudian tendo Achilesnya
dipotong, Nervus Ichiadicus sudah terpotong yang dibagian pada proses pembuangan
sehingga hanya separuh nervus yang terpotong.
BAB IV
KESIMPULAN
4.1. Kesimpulan
Setelah melakukan percobaan pada katak untuk mengetahui rangasang dari luar maka
dapat disimpulkan bahwa :
1. Single Pithing adalah metode untuk mematirasakan katak, sedangkan Double Pithing adalah
metode untuk mematikan katak.
2. Rangsang akan membuat reaksi pada tubuh hewan
3. Rangasangan yang dapat menimbulkan reaksi dari hewan antara lain, garam, cuka, panas,
dan pukulan.
4. Dalam percobaan kali ini semua respon negatif karena pada saat pengambilan Nervus
Ischiadicus terpotong sehingga otot saraf terputus.
4.2. Saran
Lebih berhati-hati pada saat pengembilan Nervus Ischiadicus jangan sampai Nervus
terpotong.
DAFTAR PUSTAKA
Effendi,Mulyati E MS.,Ir: 2010. Penuntun Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia. Bogor.
Laboratorium farmasi.
Ganong, F.William. 1995. Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi II. Jakarta : EGC. Penerjemah H. M
Djuahari Wdjokusumah. Terjemahan dari review off Medical Physiology.
Guyton, Arthur C. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC. Penerjemah Ken
Ariata Tengadi. Terjemahan dari Textbook of Medical Physiology.
http://pakdokterhewan.wordpress.com/2010/03/29/pemberian-obat-pada-hewan-coba/
LABORATORIUM FISIOLOGI DAN REPRODUKSI TERNAKFAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANPURWOKERTO
2013
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hewan tingkat tinggi memiliki komunikasi intrasel yang kompleks dan amat cepat,
hal itu ditengahi oleh impuls-impuls syaraf. Neuron-neuron (sel-sel syaraf) secara elektrik
menghantarkan sinyal (impuls) melalui bagian syaraf yang terjulur memanjang (sekitar 1 mm
pada hewan berukuran besar). Impuls tersebut berupa gelombang-gelombang berjalan yang
berbentuk arus-arus ion. Transmisi sinyal antara neuron-neuron dan antara neuron otot (juga
neuron kelenjar) seringkali dimediasi secara kimiawi oleh neurotransmitter (penghantar
impuls syaraf). Perubahan permeabilitas yang spesifik ion itu (hanya khusus ion tertentu)
disebabkan oleh adanya protein membran transaxonal. Protein tersebut berfungsi sebagai
saluran-saluran spesifik ion (ion Na atau ion K) yang sensitif terhadap beda potensial. Kita
dapat menyebutnya dengan voltage-sensitive channels (saluran yang terbuka hanya jika
dikenai kenaikan tegangan). Saat suatu impuls syaraf (pemunculan arus listrik yang tiba-tiba)
mencapai suatu daerah axon, beda potensial transmembran akan lebih positif sehingga
memicu terbukanya saluran-saluran ion Na (yang bersifat sensitif terhadap tegangan) secara
transien (mendadak). Akibatnya, ion Na berebutan masuk ke dalam sel syaraf sejumlah 6000
ion per 1ms untuk tiap saluran. Ini jelas merupakan peningkatan permeabilitas ion Na atau
PNa dan peningkatan ini membuat beda potensial transmembran meningkat.
Potensial aksi merupakan depolarisasi dan repolarisasi membran sel yang terjadi
secara cepat. Sel otot (serabut-serabut otot), potensial aksi menyebabkan otot berkontraksi.
Sebuah potensial aksi tunggal akan menghasilkan peningkatan tegangan otot yang
berlangsung sekitar 100 milidetik atau kurang yang disebut sebuah kontraksi tunggal. Jika
potensial aksi kedua tiba sebelum respon terhadap potensial aksi pertama selesai, tegangan
tersebut akan menjumlahkan dan menghasilkan respon yang lebih besar. Jika otot menerima
suatu rentetan potensial aksi yang saling tumpang tindih, maka akan terjadi summasi yang
lebih besar lagi dengan tingkat tegangan yang bergantung pada laju perangsangan. Jika laju
perangsangan cukup cepat, sentakan tersebut akan lepas menjadi kontraksi yang halus dan
bertahan lama yang disebut tetanus.
Saat sel saraf dalam keadaan istirahat (reseptor tidak dirangsang), membran sel dalam
keadaan impermeable terhadap ion. Jika sel saraf dirangsang, maka saluran ion akan terbuka.
Ion natrium akan masuk ke dalam sel dan ion kalium bersama ion Cl akan keluar dari dalam
sel. Muatan ion di dalam sel menjadi lebih positif dan muatan ion di dalam sel menjadi lebih
negatif. Keadaan ini disebut depolarisasi. Membran sel dalam keadaan permeable terhadap
ion. Perjalanan impuls syaraf dapat diblokir oleh rangsang dingin, panas, atau tekanan pada
serabut saraf. Pemblokiran yang sempurna dicapai dengan memberikan zat anastetik.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sistem syaraf otot?
2. Sebutkan dan Jelaskan macam-macm otot beserta fungsinya !
3. Apa yang dimaksud dengan kontraksi dan relaksasi? Bagaimana mekanisme kontraksi dan
relaksasi otot?
4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kontraksi otot?
5. Bagaimana sistem syaraf otot bekerja ?
II. ISI
1. Sistem syaraf otot
Sistem otot adalah sistem organ pada hewan dan manusia yang mengizinkan makhluk
tersebut bergerak. Sistem otot pada vertebrata dikontrol oleh sistem syaraf, walaupun
beberapa otot (seperti otot jantung) dapat bergerak secara otonom. Sistem syaraf adalah suatu
sistem tubuh yang merupakan adaptasi tubuh terhadap rangsangan yang diterima. Medulla
spinalis pada katak merupakan pusat gerak refleks katak, karena pada saat medulla spinalis
katak di rusak, maka katak tidak dapat memberikan respon terhadap rangsangan yang
diberikan. Menurut Tetty Setiowati, sistem syaraf pada katak berupa otak yang berbentuk
langsing atau memanjang untuk menyesuaikan diri dengan habitatnya di darat dan di air.
Bagian otak yang berkembang dengan baik ialah otak tengah yang tumbuh membentuk
gelembung. Otak tengah berfungsi sebagai pusat penglihatan. Pusat pembau pada katak
kurang berkembang.
Sistem syaraf tersusun oleh berjuta-juta sel syaraf yang mempunyai bentuk bervariasi.
Sistem ini meliputi sistem syaraf pusat dan sistem syaraf tepi. Syaraf mempunyai hubungan
kerja seperti mata rantai (berurutan) antara reseptor dan efektor. Sistem syaraf terdiri dari
jutaan sel syaraf (neuron), neuron adalah kesatuan struktural dan fungsional sistem syaraf.
Fungsi sel syaraf adalah mengirimkan pesan (impuls) yang berupa rangsangan atau
tanggapan. Setiap neuron terdiri dari satu badan sel yang di dalamnya mengandung Inti sel
yang besar dan berbentuk seperti pembuluh dengan membran yang tipis. Inti sel mengandung
satu anak inti besar yang kaya akan RNA (Asam Ribo Nukleat) dan Sitoplasma yang disebut
Neuroplasma (Pratiwi, 1996).
2. Macam-macam Otot dan Fungsinya
Otot adalah kumpulan sel-sel otot yang membentuk jaringan yang berfungsi
menyelenggarakan gerakan organ tubuh. Otot merupakan alat gerak aktif sedangkan rangka
tubuh merupakan alat gerak pasif. Secara anatomis, otot terdiri dari dua filamen (benang)
dasar, yaitu aktin dan miosin. Miosin berstruktur tebal, sedangkan aktin berstruktur tipis.
Berdasarkan cara kerja dan bentuknya, sel otot dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1. Otot lurik atau kerangka
Otot lurik disebut otot kerangka karena jika dilihat dari mikroskop tampak adanya daerah
gelap dan terang berselang seling. Otot lurik pada umumnya menempel pada tulang sebagai
daging. Ciri-ciri otot rangka, yaitu bentuk sel silindris, memanjang, mempunyai banyak inti
sel, dan bekerja di bawah kesadaran, artinya menurut perintah dari otak. Kontraksi otot
rangka memungkinkan adanya aksi yang disengaja, seperti berlari atau berenang. Otot lurik
ditemukan di lidah, diafragma, dinding pangkal oesophagus, dan sebagian otot wajah. Fungsi
dari otot lurik adalah pusat aktivitas tubuh secara sadar.
2. Otot polos
Setiap serabut otot polos adalah sel tunggal berbentuk gelendong dengan satu nukleus,
sel-sel itu tersusun dalam lembaran. Otot polos juga disebut otot tak berlurik karena tidak
tampak adanya lurik melintang di bawah mikroskop cahaya. Otot polos dapat berkontraksi
secara spontan, tetapi terutama dikendalikan oleh neuron motor dari sistem syaraf simpatik
dan parasimpatik. Kerja otot polos jauh lebih lambat daripada kerja otot kerangka. Otot polos
memerlukan waktu antara tiga detik sampai tiga menit untuk berkontraksi. Otot polos
berbeda dengan otot kerangka dalam kemampuannya untuk tetap berkontraksi pada berbagai
panjang. Keadaan ini disebut dengan tonus. Tonus (otot) adalah kontraksi otot yang selalu
dipertahankan keberadaannya oleh otot itu sendiri. Otot polos bekerja di luar kesadaran.
Kontraksi otot polos dapat melaksanakan bermacam-macam tugas, seperti meneruskan
makanan dari mulut ke saluran pencernaan dan mengeluarkan urine. Otot polos terdapat pada
sistem pernapasan, sistem reproduksi, arteri, vena, pembuluh limfe yang besar, dermis, iris,
dan korpus siliaris pada mata. Otot polos bertanggung jawab atas aktivitas tubuh tidak sadar,
seperti gerakan lambung atau penyempitan arteri.
3. Otot jantung
Otot jantung tersusun dari sel-sel otot yang mirip dengan otot lurik, namun otot jantung
mempunyai percabangan. Sel-sel otot jantung mempunyai banyak inti dan terletak di tengah
serabut. Otot jantung merupakan otot yang mempunyai keistemawaan, yaitu bentuknya lurik,
tetapi bekerja seperti otot polos, yaitu di luar kesadaran atau di luar perintah otak. Kerja otot
ini dipengaruhi oleh syaraf otonom. Otot jantung membentuk dinding jantung sehingga
jantung bekerja seumur hidup manusia. Kerja otot jantung tidak dipenaruhi kehendak kita.
Otot jantung bertanggung jawab atas aktivitas tubuh tidak sadar, seperti denyut jantung.
3. Kontraksi dan Relaksasi Otot
Kontraksi otot adalah proses terjadinya pengikatan aktin dan miosin sehingga otot
memendek. Aktin merupakan bentuk jaring otot yang berfungsi untuk membentuk
permukaan sel, pigmen penyusun otot yang berdinding tipis, protein yang merupakan unsur
kontraksi dalam otot, sedangkan miosin adalah protein dalam otot yang mengatur kontraksi
dan relaksasi filamen penyusun otot yang berdinding tebal. Otot memiliki beberapa
karakteristik, yaitu:
a. Kontraktibilitas, yaitu kemampuan untuk memendek;
b. Ekstensibilitas, yaitu kemampuan untuk memanjang;
c. Elastisitas, yaitu kemampuan untuk kembali ke ukuran semula setelah memendek atau
memanjang.
Metode pergeseran filamen dijelaskan melalui mekanisme kontraksi pencampuran aktin
dan miosin membentuk kompleks akto-miosin yang dipengaruhi oleh ATP. Miosin
merupakan produk, dan proses tersebut mempunyai ikatan dengan ATP. ATP yang terikat
dengan miosin terhidrolisis membentuk kompleks miosin ADP-Pi dan akan berikatan dengan
aktin. Tahap selanjutnya, tahap relaksasi konformasional kompleks aktin, miosin, dan ADP-
Pi secara bertahap melepaskan ikatan dengan Pi dan ADP, proses terkait dan terlepasnya
aktin menghasilkan gaya fektorial.
Mekanisme kontraksi otot, dimulai dengan pembentukan kolin menjadi asetilkolin yang
terjadi di dalam otot. Proses itu akan diikuti dengan penggabungan antara ion kalsium,
troponium, dan tropomisin. Penggabungan ini memacu penggabungan miosin dan aktin
menjadi akto-miosin. Terbentuknya akto-miosin menyebabkan sel otot memendek
(berkontraksi) pada plasma sel, ion kalsium akan berpisah dari troponium sehingga aktin dan
miosin juga terpisah dan otot akan kembali relaksasi. Saat kontraksi, filamen aktin akan
meluncur atau mengerut diantara miosin ke dalam zona H (Zona H adalah bagian terang
antara 2 pita), dengan demikian serabut otot memendek atau yang tetap panjang adalah pita A
(pita Gelap), sedangkan pita I (pita terang) dan zona H bertambah pendek pada saat kontraksi.
Ujung miosin dapat mengikat ATP dan menghidrolisis menjadi ADP. Beberapa energi
dilepaskan dengan cara memotong pemindahan ATP ke miosin yang berubah ke konfigurasi
energi tinggi. Miosin yang berenergi tinggi ini kemudian mengikatkan diri dengan kedudukan
khusus pada aktin membentuk jembatan silang, kemudian simpanan energi miosin dilepaskan
dan ujung miosin lalu beristirahat dengan energi rendah pada saat ini terjadi relaksasi.
Mekanisme otot ketika berelaksasi, relaksasi terjadi jika ion-ion Ca++ dipompa lagi masuk ke
dalam retikulum sarkoplasma secara transport aktif dengan bantuan ATP, sehingga binding
site aktin kembali tertutupi oleh tropomiosin, cross bridge tidak dapat terjadi dan relaksasi
terjadi.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kontraksi
Kontraksi otot dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, sebagai berikut:
a. Treppe
Treppe (atau disebut juga Staircase Effect), yaitu meningkatnya kekuatan kontraksi
berulang kali pada suatu serabut otot karena stimulasi berurutan yang berselang beberapa
detik, pengaruh ini mungkin disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi ion Ca++ di dalam
serabut otot yang meningkatkan pola aktivitas miofibril.
b. Summasi
Summasi merupakan hasil penjumlahan kontraksi 2 jalan, yaitu summasi unit motor
berganda dan summasi gelombang. Summasi unit motor berganda (Multiple Motor Unit
Summation) terjadi apabila lebih banyak unit motor yang dirangsang untuk berkontraksi
secara stimultan pada otot. Oleh karena itu, semakin banyak serabut otot dan berkas-
berkasnya yang berkontraksi dan menghasilkan kekuatan yang lebih besar di dalam otot
secara keseluruhan. Summasi gelombang (Wave Summation) terjadi apabila frekuensi
stimulasi ditingkatkan kepada unit-unit motor. Jadi, frekuensi rangsangan sedemikian rupa
sehingga kontraksi yang pertama belum juga selesai meski kontraksi berikutnya sudah mulai.
c. Tetani (tetanus)
Tetani terjadi apabila frekuensi stimulasi (summasi gelombang) menjadi demikian cepat
sehingga tidak ada peningkatan frekuensi lebih jauh lagi yang akan meningkatkan tegangan
kontraksi, tenaga terbesar yang dapat dicapai oleh otot telah tercapai.
d. Fatigue
Fatigue merupakan menurunnya kapasitas bekerja yang disebabkan oleh pekerjaan itu
sendiri (ATP total yang tersedia jumlahnya menurun, tenaga untuk kontraksi menurun juga
dan otot akan semakin melemah). Menurunnya kekuatan kontraksi setelah berlangsungnya
stimulasi yang berkepanjangan disebut sebagai Muscle fatigue (kelelahan otot), sedangkan
kontraksi otot menekan pembuluh darah di dalam otot dan oleh karenanya menurunkan suplai
atau aliran darah apabila terjadi kontraksi yang berkepanjangan disebut sebagai Ischemia
(kekurangan darah). Cramp otot, yaitu ischemia disertai menumpuknya asam laktat.
e. Rigor dan Rigor Mortis
Rigor, yaitu kelelahan yang berlebihan. Hal ini terjadi apabila sebagian terbesar ATP di
dalam otot telah dihabiskan, kalsium tidak lagi dapat dikembalikan ke dalam retikulum
sarkoplasma melalui mekanisme pemompaan kalsium. Oleh karena itu, relaksasi tidak bisa
terjadi karena filamen aktin dan miosin terikat dalam suatu ikatan yang erat.
Rigor mortis pada dasarnya sama dengan rigor, kecuali terjadi beberapa jam setelah
kematian. Rigor mortis terjadi apabila ATP tidak lagi tersedia, otot kehilangan tonus, dan
kalsium sedikit demi sedikit dilepaskan dari retikulum sarkoplasma. Tonus, yaitu tegangan
ditunjukkan oleh semua otot pada saat istirahat.
5. Sistem syaraf otot bekerja pada katak
Pemberian nama otot rangka disebabkan karena otot ini menempel pada sistem rangka.
Menurut Tobin (2005), otot terdiri atas bundel-bundel sel otot. Setiap bundel berada di dalam
lembaran jaringan ikat yang membawa pembuluh darah dan syaraf yang menyuplai
kebutuhan otot tersebut. Setiap ujung otot, lapisan luar dan dalam dari jaringan ikat bersatu
menjadi tendon yang biasanya menempel pada tulang. Otot rangka memiliki empat
karakteristik fungsional, sebagai berikut :
1. kontraktilitas, yaitu kemampuan untuk memendek karena adanya gaya;
2. eksitabilitas, yaitu kapasitas otot untuk merespon sebuah rangsang;
3. ekstensibilitas, yaitu kemampuan otot untuk memanjang;
4. elastisitas, yaitu kemampuan otot untuk kembali ke panjang normal setelah mengalami
pemanjangan.
Kerja sistem syaraf otot katak berasal dari medulla spinalis yang merupakan pusat gerak
refleks katak, karena ketika saat medulla spinalis dirusak maka katak tidak dapat memberikan
respon terhadap rangsangan yang diberikan. Reflek gerak pada ektremitas (tungkai) berpusat
di sumsum tulang belakang. Jalannya impuls pada gerak reflek, yaitu : reseptor–syaraf
sensoris (melalui lengkung dorsal)–medulla spinalis–syaraf motoris(melalui lengkung
ventral)–efektor. Potensial aksi merupakan depolarisasi dan repolarisasi membran sel yang
terjadi secara cepat. Sel otot (serabut-serabut otot), potensial aksi menyebabkan otot
berkontraksi. Menurut Campbell (2004), sebuah potensial aksi tunggal akan menghasilkan
peningkatan tegangan otot yang berlangsung sekitar 100milidetik atau kurang yang disebut
sebuah kontraksi tunggal. Jika potensial aksi kedua tiba sebelum respon terhadap potensial
aksi pertama selesai, tegangan tersebut akan menjumlahkan dan menghasilkan respon yang
lebih besar. Jika otot menerima suatu rentetan potensial aksi yang saling tumpang tindih,
maka akan terjadi summasi yang lebih besar lagi dengan tingkat tegangan yang bergantung
pada laju perangsangan. Jika laju perangsangan cukup cepat, sentakan tersebut akan lepas
menjadi kontraksi yang halus dan bertahan lama yang disebut tetanus. Saat sel syaraf dalam
keadaan istirahat (reseptor tidak dirangsang), membran sel dalam keadaan impermeabel
terhadap ion. Jika sel syaraf dirangsang, maka saluran ion akan terbuka. Ion natrium akan
masuk ke dalam sel dan ion kalium bersama ion Cl akan keluar dari dalam sel. Muatan ion di
dalam sel menjadi lebih positif dan muatan ion di dalam sel menjadi lebih negatif. Keadaan
ini disebut depolarisasi. Membran sel dalam keadaan permeable terhadap ion. Perjalanan
impuls syaraf dapat diblokir oleh rangsang dingin dan panas atau tekanan pada serabut saraf.
Pemblokiran yang sempurna dicapai dengan memberikan zat anastetik.
III. KESIMPULAN
1. Sistem otot adalah sistem organ pada hewan dan manusia yang mengizinkan makhluk
tersebut bergerak. Sistem otot pada vertebrata dikontrol oleh sistem syaraf, walaupun
beberapa otot (seperti otot jantung) dapat bergerak secara otonom.
2. Sistem syaraf adalah suatu sistem tubuh yang merupakan adaptasi tubuh terhadap rangsangan
yang diterima. Fungsi sel syaraf adalah mengirimkan pesan (impuls) yang berupa rangsang
atau tanggapan.
3. Otot adalah kumpulan sel-sel otot yang membentuk jaringan yang berfungsi
menyelenggarakan gerakan organ tubuh. Berdasarkan cara kerja dan bentuknya, sel otot
dibedakan menjadi tiga macam, yaitu otot lurik atau otot rangka, otot polos, dan otot jantung.
4. Kontraksi otot terjadinya pengikatan aktin dan miosin sehingga otot memendek, sedangkan
relaksasi terjadi ketika simpanan energi miosin dilepaskan dan ujung miosin lalu beristirahat
dengan energi rendah.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi kontraksi otot adalah treppe, summasi, tetani, fatigue,
rigor, dan rigor mortis.
6. Pada katak sistem saraf otot bekerja berasal dari medulla spinalis yang merupakan pusat
gerak refleks katak, karena ketika saat medulla spinalis dirusak maka katak tidak dapat
memberikan respon terhadap rangsangan yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, dkk. 2005. Biologi Jilid 3. Erlangga. Jakarta.
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Http://sep89.blogspot.com/2011/09/kontraksi-otot.html Diposkan oleh Sep Blog Spot di 07.21.
Kimball, John W. 1994. Biologi jilid 2 edisi kelima. Erlangga. Jakarta.
Pratiwi, D.A. 1996. Biologi 2. Erlangga. Jakarta.
Sari, Lela Juwita. 2008. Fisiologi Sistem Saraf pada Katak. UNJ. Jakarta.
Seeley, R. R., dkk. 2003. Essentials of Anatomy dan Physiology fourth edition. McGraw-Hill Companies.
Setiowati, Tetty. 2007. Biologi Interaktif. Azka Press. Jakarta.
Syamsuri, Istamar. 2003.Biologi 2000. Erlangga. Jakarta.
Tobin, A.J. 2005. Asking About Life. Thomson Brooks/Cole. Canada.
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan ke Pinterest
top related