gabungan referat-ggn haid
Post on 24-Jul-2015
936 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Menstruasi merupakan gejala fisiologis yang secara periodik dialami oleh
setiap wanita usia reproduksi. Proses menstruasi dipengaruhi oleh berbagai faktor
diantaranya faktor hormonal, anatomi dan psikis. Apabila terjadi gangguan pada
salah satu atau lebih faktor-faktor tersebut dapat mengakibatkan gangguan dalam
siklus menstruasi.
Kelainan haid merupakan masalah fisik atau mental yang mempengaruhi
siklus menstruasi, menyebabkan nyeri, perdarahan yang tidak biasa yang lebih
banyak atau sedikit, terlambatnya menarche atau hilangnya siklus menstruasi
tertentu.1 Gangguan menstruasi yang terjadi dapat berupa gangguan lama siklus
menstruasi seperti polimenorrhea dan oligomenorrhea, volume darah yang
dikeluarkan sewaktu menstruasi seperti hipermenorea, hipomenorrhea dan
perdarahan bercak (spotting), beserta gejala-gejala yang menyertai menstruasi
seperti dismenorrea dan Premenstrual syndrome itu sendiri yang mengganggu
aktifitas sehari-hari.
Untuk negara Indonesia, rata-rata wanita mengalami menstruasi di usia 12-
14 tahun. Insidensi amenorrhoea primer di negara Indonesia (dimana wanita
gagal mencapai menstruasi pertama pada usia 16 tahun atau lebih atau tidak
adanya tanda seksual sekunder sampai usia 14 tahun atau lebih) mencapai 2,5%.
Sementara insidensi terjadinya amenorrhoea sekunder mencapai 1-5%.10
Amenorrhea mempengaruhi sekitar 5% sampai 7% wanita menstruasi setiap tahunnya
(Popat). Prevalensinya tidak bervariasi pada perbedaan ras dan berkorespondensi dengan
prevalensi penyakit kausatifnya. Dysmenorrhea primer, atau kramp menstruasi dan nyeri
tanpa penyakit panggul, bisa mepengaruhi wanita menstruasi sebanyak 50% dan biasanya
bermanifestasi dalam beberapa tahun pertama dari onset (Calis).
Dysmenorrhea sekunder, nyeri menstruasi disebabkan oleh penyakit atau patologi
yang mendasarinya, ditemukan pada 5% sampai 7% wanita menstruasi(Popat) dan paling
1
sering rekuren pada wanita usia 30 dan 45 tahun(Cails). Sepuluh sampai dua puluh persen
dari seluruh wanita yang menstruasi mengalami menorrhagia; kebanyakan adalah usia
lebih dari 30 tahun (Shaw).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Aspek Neuroendokrin Dalam Siklus Menstruasi
Dalam proses ovulasi hubungan hipotalamus, hipofisis, dan ovarium
(hypothalamic-pituitary-ovarian axis) memegang peranan yang penting. Menurut teori
neurohormonal, hipotalamus mengawasi sekresi human gonadotropin oleh adenohipofisis
melalui sekresi neurohormon yang disalurkan ke sel-sel adenohipofisi melalui sirkulasi
portal yang khusus. 1
Perubahan-perubahan hormon sepanjang siklus menstruasi disebabkan oleh
mekanisme umpan baik (feedback mechanism) antara hormone steroid dan hormone
gonadotropin. 2,1
Hipotalamus
Hipotalamus terletak di dasar otak tepat diatas kiasma optikum dan dibawah
ventrikel ketiga. Hipotalamus berhubungan langsung dengan kelenjar hipofisis dan
merupakan bagian dari otak sebagai sumber dari sekresi hipofisis. Secara anatomis
hipotalamus dibagi menjadi tiga zona, yaitu periventrikuler, medial dan lateral.
Selanjutnya setiap zona dibagi lagi menjadi struktur yang dikenal sebagai nucleus, yang
masing-masing nucleus memiliki tipe sel saraf yang sama. 2,3
Hipotalamus bukan merupakan struktur yang terisolasi di dalam susunan saraf
pusat, hipotalamus memiliki hubungan yang luas dengan daerah lain di otak. Hipotalamus
merupakan sumber dari seluruh produksi hormon neruohipofise. 3
Diketahui adanya beberapa mekanisme umpan balik (feedback mechanism) pada
hipotalmus, yang dikenal sebagai mekanisme umpan balik panjang, pendek dan sangat
pendek. Mekanisme umpan balik yang panjang terdiri dari input endokrin dari hormin
sirkulasi, seperti umpan balik androgen dan estrogen terhadap reseptor steroid yang
terdapat pada hipotalamus. Hormon hipofisis juga akan memberikan efek umpan balik
pada hipotalamus melalui mekanisme umpan balik yang pendek, sedangkan sekresi
3
hipotalamus sendiri juga akan memberikan efek umpan balik yang sangat pendek
terhadap hipotalamus itu sendiri. 3
Hormon yang dihasilkan hipotalamus merupakan releasing factor bagi hipofisis,
yaitu: 1,2,3
a. Gonadotropin-releasing hormone (GnRH), yang mengatur sekresi dari
luteinizing hormone (LH) dan follicle stimulating hormone (FSH).
b. Corticotropin--releasing hormone (CRH), yang mengatur pelepasan
adrenocorticotropin hormone (ACTH).
c. Growth hormone--releasing hormone (GHRH), yang mangatur pelepasan growth
hormone (GH).
d. Thyrotropin-releasing hormone (TRH), yang mengatur sekresi thyroid-
stimulating hormone (TSH).
Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) merupakan faktor pengatur sekresi
gonadotropin. Merupakan dekapeptida yang dihasilkan oleh badan sel di nucleus arkuata
hipotalamus. Secara embriologi, sel neuron ini berasal dari celah optic yang selanjutnya
bermigrasi. Axon kemudian membawa GnRH dan berakhir di pembuluh darah portal di
eminensia medialis, dimana kemudian GnRH disekresi untuk kemudian disalurkan ke
hipofisis anterior. 3
GnRH merupakan hormone yang paling unik, dimana hormone ini secara
simultan merangsang sekresi dari dua hormon, yaitu FSH dan LH. Selain itu GnRH
disekresi dalam bentuk pulsatil dan pelepasan GnRH secara pulsatil ini mempengaruhi
pelepasan dua hormon gonadotropin. Sekresi pulsatil GnRH secara kontinu sangat
diperlukan karena GnRH memiliki waktu paruh yang sangat pendek (2-4 menit). Sekresi
pulsatil dari GnRH bervariasi baik frekuensi maupun amplitudonya pada siklus
menstruasi. Fase folikuler ditandai dengan sekresi GnRH yang lebih sering dengan
amplitudo pulsasi yang kecil. Selama fase luteal, terdapat pemanjangan interval antara
pulsasi dan terjadi penurunan amplitudo. Variasi dari frekuensi dan amplitudo pulsasi
bertanggung jawab terhadap jumlah sekresi gonadotropin dari hipofisis, walaupun
pengaruh hormonal dari hipofisis akan mengatur kembali efek dari GnRH. 2,3
4
Hipofisis
Hipofisis merupakan kelenjar kecil yang terletak di sela tursika, dan dihubungkan
dengan hipotalamus oleh tangkai hipofisis. (Guyton) Hipofisis dibagi menjadi 3 lobus,
yaitu : lobus anterior, intermediet dan posterior. Lobus anterior hipofisis (adenohipofisis)
merupakan struktur yang sedikit berbeda dari lobus posterior hipofisis (neurohipofisis),
dimana memiliki ekstensi langsung ke hipotalamus. Adenohipofisis secara embriologi
berasal dari lipatan kantung Rathke’s. (novak) Sedangkan hipofisis anterior berasal dari
penonjolan hipotalamus. 2
Sel spesifik dari hipofisis anterior diklasifikasikan berdasarkan pola pewarnaan
hematoxyllin dan eosin. Sel asidofil terutama mensekresi Gonadotropin Hormone (GH,
yaitu FSH dan LH) dan prolaktin dan, pada beberapa bagian, menghasilkan ACTH.
Gonadotropin disekresi oleh sel basofilik dan TSH dihasilkan oleh sel kromofob. 3
Hampir semua sekresi kelenjar hipofisis diatur baik oleh hormone atau sinyal
saraf yang berasal dari hipotalamus. Sekresi kelenjar hipofisis posterior diatur oleh
sinyal-sinyal saraf yang berasal dari hipotalamus dan berakhir pada hipofisis posterior.
Sebaliknya, sekresi kelenjar hipofisis anterior diatur oleh hormone GnRH yang
disekresikan ke dalam hipotamalus sendiri dan selanjutnya dijalarkan ke hipofisis anterior
melalui pembuluh darah porta hipotalamus-hipofisis. 1,3
5
Gambar 2.1. Mekanisme umpan balik dari aksis hipotalamus-hipofisis-
ovarium (uterus).
Hipofifis posterior menghasilkan hormon antidiuretik (ADH), yang mengatur
kecepatan ekskresi air ke dalam urin dan dengan cara ini akan membantu mengatur
konsentrasi air dalam cairan tubuh, dan hormon oksitosin, yang membantu menyalurkan
air susu dari kelenjar payudara ke putting susu selama penghisapan, serta membantu
dalam proses persalinan. 2,3
2.1.1. Siklus Menstruasi Normal
Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai
pelepasan (deskuamasi) endometrium. Panjang siklus mentruasi ialah jarak antara tanggal
6
mulainya haid yang lalu dan mulainya haid berikutnya. Panjang siklus menstruasi yang
normal atau dianggap sebagai siklus menstruasi yang klasik ialah 28 hari, tetapi
variasinya cukup luas. Lama menstruasi biasanya antara 3-5 hari, tetapi kadang bervariasi
tiap individu. Jumlah darah yang keluar rata-rata 33,2 ± 16 cc. 5 Siklus menstruasi dibagi
menjadi dua bagian yaitu siklus ovarium dan siklus uterus. 3
2.1.2. Siklus Ovarium
Ovarium mengalami perubahan-perubahan dalam besar, bentuk dan posisinya
sejak bayi dilahirkan hingga masa tua seorang wanita. Di samping itu, terdapat
perubahan-perubahan histologik yang disebabkan oleh rangsangan berbagai kelenjar
endokrin. 5
Gambar 2.2 Siklus ovarium
2.1.2.1. Fase Folikuler
Fase folikuler bermula setelah haid. Pada mulanya terdapat peningkatan hormon
perangsang folikel (FSH), yang merangsang pertumbuhan dan pematangan folikel-folikel,
dan transisi dari frekuensi kadar LH rendah ke yang tinggi. Sintesis dan pelepasan LH
dan FSH diatur oleh LH-RH (luteinizing hormome releasing hormone). LH-RH dibuat
dalam neuron di hipotalamus, dilepaskan ke dalam pembuluh darah portal hipofisis, dan
diangkut oleh aliran akoplasma ke bagian depan kelenjar hipofisis. Rekrutmen folikel
terjadi dalam 4 sampai 5 hari pertama fase folikuler, dan pada hari ke 5 sampai 7 terjadi
seleksi dari subuah folikel yang dominant. Folikel-folikel yang tersisa bisa mengalami
7
tambahan pertumbuhan yang terbatas tetapi pada akhirnya akan mengalami atresia.
Pematangan sebuah folikel yang dominant terjadi antara hari ke 8 dan 12. Folikel yang
dominan itu mencapai diameter rata-rata 20mm beberapa hari sebelum lonjakan LH. 2,3,6
Folikel tersebut mengandung sel-sel teka dan sel-sel granulose. Sel-sel teka
memiliki reseptor LH dan bereaksi terhadap perangsangan LH dengan memproduksi
androgen, terutama androstenedion dan testosterone. Sel-sel granulose, yang terletak di
bagian dalam folikel, adalah penghasil utama estrogen. 2,3,6
Gambar 2.3 Pertumbuhan ovum dan proses ovulasi
Seringkali ovulasi terjadi antara hari ke-13 dan 15. Fase ovulasi mulai 2 sampai 3
hari sebelum gejolak pertengahan siklus dari LH ketika terjadi peningkatan 17 β-estradiol
yang sejajar dengan kenaikan kecil dari progesterone, 17α-hidroksiprogesteron, dan
inhibin. Kenaikan progesterone merefleksikan proses luteinisasi dari sel-sel granulose
setelah penambahan dari reseptor-reseptor LH dan yang membuat LH mampu untuk
memulai biosintesis dari progesterone dan 17α-hidroksiprogesteron. Lonjakan LH dan
FSH mulai tiba-tiba dan disertai sementara oleh kadar 17 β-estradiol puncak dan
permulaan kenaikan yang cepat dari progesterone 12 jam lebih awal. Durasi lonjakan LH
berkisar 48 jam. Ovulasi terjadi sekitar 36 jam setelah lonjakan LH dimulai. 3,6
8
Pertumbuhan Folikel
Pada saat seorang anak perempuan lahir, masing-masing ovum dikelilingi oleh
selapis sel-sel granulosa, dan ovum, dengan selubung sel granulosanya disebut folikel
primordial. Sepanjang masa kanak-kanak, sel-sel granulosa diyakini berfungsi memberi
makanan untuk ovum dan untuk mensekresi faktor yang menghambat pematangan oosit,
yang membuat ovum tetap dalam keadaan primordial, menahan ovum sepanjang waktu
ini dalam fase profase pembelahan meiosis. Kemudian, sesudah pubertas, bila FSH dan
LH dari kelenjar hipofisis anterior mulai disekresikan dalam jumlah besar, seluruh
ovarium, bersama dengan folikelnya, akan memulai pertumbuhannya. 2,3
Gambar 2.4. Folikel primordial
Tahap pertama pertumbuhan folikel berupa pembesaran sedang dari ovum itu
sendiri, yang meningkat diameternya menjadi dua sampai tiga kali lipat, kemudian diikuti
dengan pertumbuhan lapisan sel-sel granulosa tambahan, dan folikel menjadi apa yang
disebut folikel primer. Sekurang-kurangnya beberapa perkembangan ke tahapan ini dapat
terjadi walaupun tidak ada FSH dan LH, tetapi perkembangan melebihi titik ini tidak
mungkin terjadi tanpa kedua hormon tersebut. 2,3
Selama beberapa hari pertama sesudah dimulainya menstruasi, konsentrasi FSH
dan LH meningkat dari sedikit menjadi sedang, di mana peningkatan FSH sedikit lebih
besar dan lebih awal beberapa hari dari LH. Hormon-hormon, ini, khususnya FSH, dapat
mempercepat pertumbuhan 6-12 folikel primer setiap bulan. Efek awalnya adalah
proliferasi yang berlangsung cepat dari sel granulosa, menyebabkan lebih banyak sel-sel
berbentuk kumparan yang dihasilkan dari interstitium ovarium berkumpul dalam
9
beberapa lapisan di luar sel granulosa, membentuk kelompok sel kedua yang disebut teka.
Teka terbagi menjadi dua sublapisan: teka interna, sel-selnua mempunyai karakteristik
epitelium yang mirip dengan sel-sel granulosa dan membentuk suatu kemampuan untuk
mensekresi hormon steroid, yang mirip dengan kemampuan sel granbulosa untuk
mensekresi sejumlah kecil hormon-hormon yang berbeda. Lapisan luar, teka eksterna,
berupa kapsul jaringan ikat yang sangat vaskuler. Kapsul ini akan berkembang menjadi
kapsul dari folikel yang sedang tumbuh. 2,3
Gambar 2.5. Folikel primer
Sesudah tahap awal pertumbuhan proliferasi, yang berlangsung selama beberapa
hari, massa sel granulosa mensekresi cairan folikular yang mengandung estrogen dalam
konsentrasi yang tinggi. Pengumpulan cairan ini menyebabkan munculnya antrum di
dalam massa sel granulosa. Sekali antrum sudah terbentuk, sel granulosa dan sel teka
berproliferasi lebih cepat, laju kecepatan sekresinya meningkat, dan masing-masing
folikel yang tumbuh menjadi folikel antral. 2,3
10
Gambar 2.6. Folikel antral
Pertumbuhan awal dari folikel primer menjadi tahap antral dirangsang oleh FSH
sendiri. Kemudian peningkatan pertumbuhan secara besar-besaran terjadi di dalam folikel
antral, menuju ke arah folikel yang lebih besar yang disebut folikel vesikular.
Peningkatan pertumbuhan ini terjadi sebagai berikut: 2
1. Estrogen disekresikan ke dalam folikel dan menyebabkan sel-sel granulosa
membentuk jumlah reseptor FSH yang semakin banyak; keadaan ini
menyebabkan suatu efek umpan balik positif karena estrogen membut sel-sel
granulosa jauh lebih sensitif terhadap FSH yang disekresikan oleh hipofisis
anterior. 2
2. FSH dari hipofisis dan estrogen bergabung untuk memacu reseptor LH terhadap
sel-sel granulosa juga, sehingga LH dapat merangsang sel-sel ini sebagai
tambahan terhadap rangsangan oleh FSH dan membentuk peningkatan sekresi
folikular yang cepat. 2
3. Peningkatan jumlah estrogen dari folikel ditambah dengan peningkatan LH dari
kelenjar hipofisis anterior bersama-sama bekerja untuk menyebabkan proliferasi
sel-sel teka folikular dan juga meningkatan sekresi folikular. Oleh karena itu,
sekali folikel antral mulai tumbuh, pertumbuhan lebih lanjut folikel-folikel
tersebut terjadi dengan cepat. Diameter ovum sendiri juga masih membesar tiga
11
sampai empat kali lipat lagi, menghasilkan peningkatan diameter total dari awal
sampai menjadi 10 kali lipat, atau peningkatan massa sebesar 1000 kali lipat. 2
Ketika folikel vesikular membesar, ovum sendiri tetap tertanam di dalam massa
sel granulosa yang terletak pada sebuah kutup dari folikel. Ovum bersama dengan sel
granulosa di sekelilingnya disebut kumulus ooforus. 1,2,3
Setelah pertumbuhan selama satu minggu atau lebih-tetapi sebelum terjadi
ovulasi-salah satu dari folikel mulai tumbuh melebihi semua folikel yang lain; sisanya
mulai berinvolusi, dan sisa folikel ini dikatakan mengalami atretik. Penyebab atresia
masih belum diketahui, tetapi diduga dikarenakan sebagai berikut: satu-satunya folikel
yang sangat berkembang daripada folikel yang lain juga menyekresikan lebih banyak
estrogen. Lebih jauh lagi, estrogen menyebabkan satu efek umpan balik positif dalam
folikel tunggal setempat tersebut karena FSH (1) meningkatkan proliferasi sel granulosa
dan sel teka, yang menimbulkan produksi estrogen lebih lanjut dan siklus proliferasi sel
yang baru, dan (2) kombinasi dari FSH dan estrogen menyebabkan peningkatan jumlah
reseptor FSH dan LH pada sel-sel granulosa dan lebih banyak pada sel-sel teka, sehingga
menghasilkan suatu siklus umpan balik positif yang lain Efek-efek ini bersama-sama
akan menyebabkan suatu ledakan peningkatan kecepatan sekresi cairan dan hormon
dalam folikel yang berkembang dengan cepat ini. Pada waktu yang sama, sejumlah besar
estrogen yang berasal dari folikel ini bekerja pada hipotalamus untuk lebih menekan
kecepatan sekresi FSH oleh kelenjar hipofisis anterior, diyakini dengan cara ini dapat
menghambat pertumbuhan dari folikel-folikel yang kurang berkembang, yang belum
memulai rangsangan umpan balik positifnya sendiri. Oleh karena itu, folikel yang paling
besar dapat melanjutkan pertumbuhannya karena pengaruh efek-efek umpan balik positif
intrinsik yang dimilikinya sementara semua folikel yang lain berhenti tumbuh, dan
berinvolusi. 1,2,3
Proses atresia ini penting karena hanya membuat satu folikel tumbuh sampai
cukup besar untuk berovulasi. Folikel tunggal tersebut mencapai ukuran 1 sampai 1,5 cm
pada saat ovulasi dan disebut sebagai folikel yang matang. 2
12
Gambar 2.7. Folikel yang matang
Ovulasi
LH diperlukan untuk pertumbuhan akhir dari folikel dan ovulasi. Tanpa hormon
ini, bahkan walaupun FSH tersedia dalam jumlah besar, folikel tidak akan berkembang ke
tahap ovulasi. 2
Sekitar dua hari sebelum ovulasi, laju kecepatan sekresi LH oleh kelenjar
hipofisis anterior meningkat dengan pesat, menjadi 6 sampai 10 kali lipat dan mencapai
puncaknya 16 jam sebelum ovulasi. FSH juga meningkat kira-kira dua sampai tiga kali
lipat pada saat yang bersamaan, dan kedua hormon ini akan bekerja secara sinergistik
untuk mengakibatkan pembengkakan folikel yang berlangsung cepat selama beberapa
hari sebelum ovulasi. LH juga mempunyai efek khusus terhadap sel granulosa dan sel
teka, yang mengubah kedua jenis sel tersebut menjadi lebih bersifat sel yang
mensekresikan progesteron dan sedikit mensekresikan estrogen. Oleh karena itu, sekresi
estrogen mulai menurun kira-kira 1 hari sebelum ovulasi, sementara sejumlah kecil
progesteron mulai disekresikan. 2,3
Pada lingkungan dimana terjadi folikel yang berlangsung cepat, berkurangnya
sekresi estrogen sesudah fase sekresi estrogen yang berlangsung lama, dan dimulainya
sekresi progesteron, terjadi ovulasi. 2,3
13
Sekresi LH dalam jumlah besar menyebabkan sekresi hormon-hormon steroid
folikular dengan cepat, yang mengandung sejumlah kecil progesteron untuk pertama
kalinya. Dalam waktu beberapa jam akan berlangsung dua peristiwa yang diperlukan
untuk ovulasi: 2
- Teka eksterna (kapsul folikel) mulai melepaskan enzim proteolitik dari lisosim
yang mengakibatkan pelarutan dinding kapsul dan akibatnya yaitu melemahnya
dinding, menyebabkan makin membengkaknya seluruh folikel dan degenerasi
dari stigma. 2
- Secara bersamaan, akan terjadi pertumbuhan pembuluh darah baru yang
berlangsung cepat ke dalam dinding folikel, dan pada saat yang sama,
prostaglandin akan disekresi dalam jaringan folikular. 2
Kedua efek ini selanjutnya akan mengakibatkan transudasi plasma ke dalam
folikel, yang juga berperan pada pembengkakan folikel. Beberapa saat sebelum ovulasi,
dinding luar folikel yang menonjol akan membengkak dengan cepat, dan daerah kecil
pada bagian tengah kapsul, yang disebut stigma, akan menonjol. Dalam waktu 30 menit
kemudian, cairan mulai mengalir dari folikel melalui stigma. Sekitar 2 menit kemudian,
ketika folikel menjadi lebih kecil karena kehilangan cairannya, stigma akan robek cukup
besar, dan cairan yang lebih kental yang terdapat di bagian tengah folikel mengalami
evaginasi keluar ke dalam abdomen. Cairan kental ini membawa ovum bersamanya, yang
dikelilingi oleh beberapa ratus sel granulosa kecil yang disebut korona radiata. 2,,3
Gambar 2.8. Ovulasi
14
Ovulasi pada wanita yang mempunyai siklus seksual normal 28 hari, terjadi 14
hari sesudah terjadinya menstruasi. 1,2,3
2.1.2.2. Fase Luteal
Selama beberapa jam pertama sesudah ovum dikeluarkan dari folikel, sel-sel
granulosa dan teka interna yang tersisa berubah dengan cepat menjadi sel lutein. Diameter
sel ini membesar dua kali atau lebih dan terisi dengan inklusi lipid yang memberi
tampilan kekuningan. Proses ini disebut luteinisasi, dan seluruh massa dari sel bersama-
sama disebut sebagai korpus luteum. Suatu suplai vaskular yang berkembang baik juga
tumbuh ke dalam korpus luteum. 2,3
Sel-sel granulosa dalam korpus luteum mengembangkan sebuah retikulum
endoplasmik halus yang luas, yang akan membentuk sejumlah besar hormon progesteron
dan estrogen tetapi lebih banyak progesteron. Sel-sel teka terutama lebih membentuk
hormon androgen, androstendion dan testosteron daripada hormon seks wanita. Akan
tetapi, sebagian besar hormon tersebut akan dikonversi oleh sel-sel granulosa menjadi
hormon-hormon wanita. 2
Pada wanita normal, diameter korpus luteum tumbuh menjadi kira-kira 1,5cm,
tahap perkembangan ini dicapai dalam waktu kira-kira 7 sampai 8 hari setelah ovulasi,
menjadi pada yang disebut korpus albikans; selama beberapa minggu korpus albikan akan
digantikan oleh jaringan ikat. 2,3
Perubahan sel-sel granulosa dan sel teka menjadi sel lutein sangat bergantung
pada LH yang disekresikan oleh kelenjar hipofisis anterior. Luteinisasi sel-sel granulosa
juga bergantung pada pengeluaran ovum dari folikel. Sebuah hormon setempat yang
masih belum ditemukan pada cairan folikel, yang disebut faktor penghambat luteinisasi,
berfungsi menahan proses luteinisasi sampai sesudah ovulasi. Karena alasan inilah,
korpus luteum tidak berkembang pada folikel yang tidak berovulasi. 2
Korpus luteum adalah organ yang sangat sekretorik, yang mensekresi sejumlah
besar progesteron dan juga mensekresi estrogen. Sekali LH (terutama yang disekresi
selama ovulasi) bekerja pada sel granulosa dan sel teka untuk menimbulkan luteinisasi,
15
maka sel-sel lutein yang baru terbentuk kelihatannya diprogram untuk meneruskan
tahapan yang sudah diatur, yaitu (1). Proliferasi, (2). Pembesaran, dan (3). Sekresi,
kemudian diikuti dengan (4) degenerasi. Bahkan pada keadaan tidak ada sekresi LH lebih
lanjut oleh kelenjar hipofisis anterior, proses ini masih tetap berlangsung, tetapi hanya
selama 4 sampai 8 hari. Sebaliknya, adanya Lh akan meningkatkan tingkat pertumbuhan
korpus luteum, sekresinya bertambah banyak, dan masa hidupnya bertambah lama. 1,2,3
Estrogen, khususnya, dan progesteron, dalam jumlah sedikit, yang disekresi oleh
korpus luteum selama tahap luteal dari siklus ovarium mempunyai efek umpan balik yang
kuat terhadap kelenjar hipofisis anterior dalam mempertahankan kecepatan sekresi FSH
maupun LH yang rendah. Selain dari itu, sel lutein juga akan mensekresi sejumlah kecil
hormon inhibin. Hormon ini menghambat sekresi kelenjar hipofisis anterior, khususnya
FSH. Sebagai akibatnya, konsentrasi FSH dan LH dalam darah turun menjadi rendah, dan
hilangnya hormon ini menyebabkan korpus luteum berdegenerasi secara menyeluruh,
suatu proses yang disebut involusi korpus luteum. Involusi akhir terjadi pada hampir tepat
12 hari dari masa hidup korpus luteum, yang merupakan hari ke-26 dari siklus seksual
wanita normal, 2 hari sebelum menstruasi dimulai. 1,2,3
Kurangnya sekresi estrogen, progesteron dan dihasilkannya inhibin dari korpus
luteum akan menghilangkan umpan balik negatif dari kelenjar hipofisis anterior,
memungkinkan kelenjar kembali meningkatkan sekresi FSH, dan setelah beberapa hari
kemudian sedikit meningkatkan jumlah LH. FSH dan LH akan merangsang pertumbuhan
folikel baru untuk memulai siklus ovarium yang baru. Tetapi sebelum folikel-folikel ini
dapat berlanjut secara bermakna, sejumlah kecil sekresi progesteron dan estrogen akan
menyebabkan menstruasi oleh uterus. 2,3
2.1.3. Siklus Uterus
Uterus terdiri dari 2 lapisan dasar; yang sebelah luar, tebal, miometrium yang
berotot, dan yang sebelah dalam, tipis, jaringan berkelenjar, endometrium. Endometrium
berespon terhadap estrogen dengan mengalami pembelahan mitosis yang cepat dan
pembentukan struktur kelenjar (endometrium fase proliferasi). Setelah ovulasi, korpus
luteum menghasilkan sejumlah besar progesterone, yang bekerja terhadap endometrium
untuk memperbesar ukuran kelenjar-kelenjar pada endometrium dan meningkatkan
pembuatan dan pengeluaran protein-protein dan factor-faktor lain (endometrium fase
sekresi) dalam persiapan untuk implantasi dan kehamilan. Endometrium fase sekresi
16
dipertahankan oleh sekresi estrogen dan progesterone dari ovarium. Penurunan kadar
perifer dari steroid-steroid ini menyebabkan degenerasi dan nekrosis dari endometrium
fase sekresi, dan terjadilah menstruasi. 6,7
Gambar 9. Siklus Menstruasi Normal
Pada masa reproduksi dan dalam keadaan tidak hamil, selaput lender uterus
mengalami perubahan-perubahan siklik yang berkaitan erat dengan aktivitas ovarium.
Dapat dibedakan 4 fase endometrium dalam siklus haid, yaitu: 1
a. Fase menstruasi atau deskuamasi
Kira-kira 2 hari sebelum akhir siklus menstruasi, korpus luteum tiba-tiba
berinvolusi dan hormon-hormon ovarium, estrogen dan progesteron menurun
dengan tajam sampai kadar sekresi yang rendah, kemudian terjadi menstruasi.
Menstruasi disebabkan oleh berkurangnya estrogen dan progesteron secara tiba-
tiba, terutama progesteron, pada akhir siklus ovarium bulanan. Efek pertama
adalah penurunan rangsangan terhadap sel-sel endometrium oleh kedua hormon
ini, yang diikuti dengan cepat oleh involusi endometrium sendiri menjadi kira-
kira 65% dari ketebalan semulan. Kemudian selama 24 jam sebelum terjadinya
menstruasi, pembuluh darah yang berkelok-kelok mengarah ke lapisan mukosa
endometrium, akan menjadi vasospastik, mungkin disebabkan oleh efek involusi,
seperti pelepasan bahan vasokonstriktor dan prostaglandin yang terdapat dalam
17
jumlah sangat banyak pada saat ini. Vasospasme dan hilangnya rangsangan
hormonal menyebabkan dimulainya proses nekrosis pada endometrium,
khususnya dari pembuluh darah. Sebagai akibatnya, darah akan merembes ke
lapisan vaskuler dari endometrium, dan daerah perdarahan akan bertambah besar
dengan cepat dalam waktu 24 sampai 36 jam. Perlahan-lahan, lapisan nekrotik
bagian luar dari endometrium terlepas dari uterus pada daerah perdarahan
tersebut, sampai, kira-kira 48 jam setelah terjadinya menstruasi, semua lapisan
superfisial dari endometrium sudah berdeskuamasi. Massa jaringan deskuamasi
dan darah di dalam kavum uteri, mungkin ditambah efek kontraksi dari
prostaglandin, akan merangsang kontraksi uterus yang menyebabkan
dikeluarkannya isi uterus. 1,2,3,7
Selama menstruasi normal, 40 ml darah dan tambahan 35 ml cairan serus
dikeluarkan. Cairan menstruasi normalnya tidak membentuk bekuan, karena
fibrinolosin dilepaskan bersama dengan bahan nekrotik endometrium. 1,2
Dalam waktu 4 sampai 7 hari sesudah dimulainya menstruasi, pengeluaran darah
akan berhenti, karena pada saat ini endometrium sudah mengalami epitelisasi
kembali. 1,2
Gambar 2.10. Fase Menstruasi
18
b. Fase regenerasi
Luka endometrium yang terjadi akibat pelepasan sebagian besar berangsur-
angsur sembuh dan ditutup kembali oleh selaput lendir baru yang tumbuh dari
sel-sel epitel endometrium. Pada waktu ini tebal endometrium ± 0,5 mm. Fase ini
telah mulai sejak fase menstruasi dan berlangsung ± 4 hari. 1
c. Fase proliferasi
Dibawah pengaruh estrogen, yang disekresi dalam jumlah lebih banyak oleh
ovarium selama bagian pertama siklus ovarium, sel-sel stroma dan sel epitel
berproliferasi dengan cepat. Permukaan endometrium akan mengalami epitelisasi
kembali dalam waktu 4 sampai 7 hari sesudah terjadinya menstruasi. Kemudian,
selama satu setengah minggu berikutnya, yaitu sebelum terjadi ovulasi, ketebalan
endometrium sangat meningkat karena jumlah sel stroma bertambah banyak dan
karena pertumbuhan kelenjar endometrium serta pembuluh darah yang progresif
ke dalam endometrium. 2,7 Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal
±3,5mm. Fase ini berlangsung dari hari ke-5 sampai ke hari ke-14 dari siklus
menstruasi. 1
Kelenjar endometrium, khususnya dari daerah serviks, akan mengsekresi mukus
yang encer mirip benang yang akan terususun di sepanjang kanalis servikalis,
membentuk saluran yang membantu mengarahkan sperma ke arah yang tepat
menuju ke dalam uterus. 2
19
Gambar 2.11. fase Proliferasi
Fase proliferasi dapat dibagi atas 3 subfase, yaitu:
- Fase proliferasi dini (early proliferation phase)
Fase proliferasi dini berlangsung antara hari ke-4 sampai hari ke-7. Fase
ini dapat dikenal dari epitel permukaan yang tipis dan adanya regenerasi
epitel, terutama dari mulut kelenjar. Kelenjar-kelenjar kebanyakan lurus,
pendek dan sempit. Bentuk kelenjar ini merupakan ciri khas fase
proliferasi; sel-sel kelenjar mengalami mitosis. Sebagian sediaan masih
menunjukkan suasana fase menstruasi dimana terlihat perubahan-
perubahan involusi dari epitel kelenjar yang berbentuk kuboid. Stroma
padat dan sebagian menunjukkan aktivitas mitosis, sel-selnya berbentuk
bintang dan dengan tonjolan-tonjolan anastomosis. Nukleus sel stroma
relative besar sebab sitoplasma relatif sedikit. 1,7
- Fase proliferasi madya (midproliferation phase)
Fase ini berlangsung antara hari ke-8 sampai hari ke-10. fase ini
merupakan bentuk transisi dan dapat dikenal dari epitel permukaan yang
berbentuk torak dan tinggi. Kelenjar berlekuk-lekuk dan bervariasi.
Sejumlah stroma mengalami edema. Tampak banyak mitosis dengan inti
berbentuk telanjang (nake nucleus). 1,7
20
- Fase proliferasi akhir (late proliferation phase)
Fase ini berlangsung pada hari ke-11 sampai hari ke-14. Fase ini dapat
dikenal dari permukaan kelenjar yang tidak rata dan dengan banyak
mitosis. Inti epitel kelenjar membentuk pseudostratifikasi. Stroma
bertumbuh aktif dan padat. 1,7
d. Fase sekresi
Selama sebagian besar separuh akhir siklus menstruasi, setelah terjadi ovulasi,
progesterone dan estrogen disekresi dalam jumlah yang besar oleh korpus luteum.
Estrogen menyebabkan sedikit proliferasi sel tambahan pada endometrium
Selama fase siklus endometrium ini, sedangkan progesterone menyebabkan
pembengkakan yang nyata dan perkembangan sekretorik dari endometrium.
Kelenjar makin berkelok-kelok; kelebihan substansi sekresinya bertumpuk di
dalam sel epitel kelenjar. Juga sitoplasma dari sel stroma bertambah banyak,
deposit lipid dan glikogen sangat meningkat dalam sel stroma, dan suplai darah
ke dalam endometrium lebih lanjut akan meningkat sebanding dengan
perkembangan aktivitas sekresi, sedangkan pembuluh darah menjadi sangat
berkelok-kelok. Pada puncak fase sekretorik, sekitar 1 minggu setelah ovulasi,
ketebalan endometrium sudah menjadi 5 sampai 6 mm. 1,2,3
Perubahan endometrium ini bertujuan untuk menghasilkan endometrium yang
sangat sekretorik, yang mengandung sejumlah besar cadangan nutrisi yang dapat
membentuk kondisi yang cocok untuk implantasi ovum yang sudah dibuahi. 1,7
Sekali zigot berimplantasi di dalam endometrium, sel-sel trofoblas pada
permukaan blastokista yang berimplantasi mulai mencerna substansi yang
disimpan endometrium, juga menyediakan jumlah persediaan nutrisi yang
semakin besar untuk embrio2.
21
Gambar 2.12. Fase sekresi
Fase sekresi dibagi atas:
- Fase sekresi dini
Dalam fase ini endometrium lebih tipis daripada fase sebelumnya karena
kehilangan cairan. Pada saat ini dapat dibedakan beberapa lapisan, yakni:
a. Stratum basale, yaitu lapisan endometrium bagian dalam yang
berbatasan dengan lapisan miometrium; lapisan ini tidak aktif,
kecuali mitosis pada kelenjar. 1
b. Stratum spongiosum, yaitu lapisan tengah berbentuk anyaman seperti
pons. Ini disebabkan oleh banyaknya kelenjar yang melebar dan
berlekuk-lekuk dan hanya sedikit stroma diantaranya. 1
c. Stratum kompaktum, yaitu lapisan atas yang padat. Saluran-saluran
kelenjar sempit, lumennya berisi secret, dan stromanya edema. 1
- Fase sekresi lanjut
Endometrium dalam fase ini tebalnya 5-6 mm. Dalam fase ini terdapat
peningkatan dari fase sekresi dini, dengan endometrium sangat banyak
mengandung pembuluh darah yang berlekuk-lekuk dan kaya dengan
22
glikogen. Fase ini sangat ideal untuk nutrisi dan perkembangan ovum.
Sitoplasma sel-sel stroma bertambah. Sel stroma menjadi sel desidua jika
terjadi kehamilan. 1
2.1.4. Vaskularisasi Endometrium Dalam Siklus Menstruasi
Cabang-cabang besar arteri uterine berjalan terutama dalam stratum vaskulare
miometrium. Dari sini sejumlah arteria radialis itu berjalan langsung ke endometrium dan
membentuk arteria spiralis. Pembuluh-pembuluh darah ini memelihara stratum fungsional
endometrium yang terdiri dari stratum kompaktum dan sebagian stratum spongiosum.
Stratum basale dipelihara oleh arteriola-arteriola miometrium di dekatnya. Mulai dari fase
proliferasi terus ke fase sekresi pembuluh-pembuluh darah dalam endometrium
berkembang dan membentuk jaringan kapiler yang banyak. Pada miometrium kapiler-
kapiler mempunyai endotel yang tebal dan endometrium yang kecil. Vena-vena yang
berdinding tipis membentuk pleksus dan pada lapisan yang lebih dalam dari lamina
propria mukosa, dan membentuk jaringan anastomosis yang tidak teratur dengan
sinusoid-sinusoid pada semua lapisan. 1
Pleksus lainnya dari vena-vena besar tanpa katup terdapat di stratum vaskulare
dari miometrium. Hamper sepanjang siklus haid pembuluh-pembuluh darah menyempit
dan melebar secara ritmis, sehingga permukaan endometrium memucat dan berwarna
merah karena penuh dengan darah, berganti-ganti. Bila tidak terjadi pembuahan, korpus
luteum mengalami kemunduran yang menyababkan kadar progesterone dan estrogen
menurun. Penurunan kadar hormone ini mempengaruhi keadaan endometrium kea rah
regresi, dan pada satu saat lapisan fungsionalis endometrium terlepas dari stratum basale
yang dibawahnya. Peristiwa ini menyebabkan pembuluh-pembuluh darah terputus, dan
terjadilah pengeluaran darah yang disebut menstruasi. 1
Jika terjadi kehamilan, maka terjadilah perubahan-perubahan yang menetap pada
pembuluh-pembuluh darah. Pada dinding uterus dekat dengan plasenta, dinding
pembuluh darah menujukkan penebalan dari lapisan intimanya dengan pembentukan otot-
otot polos baru, sedangkan pada lapisan tengah otot-otot ditunjang oleh jaringan elastis
yang cukup banyak. 1
2.1.5. Kehamilan
Bila terjadi ovulasi, ovum, bersama dengan sel-sel granulose yang melekat
padanya, yang mengandung korona radiate, dikeluarkan langsung ke dalam rongga
23
peritoneum dan selanjutnya haru masuk ke dalam salah satu tuba falopii untuk mencapai
kavum uteri. Ujumg fimbria dari masing-masing tuba falopii secara alami jatuh di sekitar
ovarium. Permukaan dalam tentakel fimbria dibatasi oleh epitel bersilia, dan silia ini yang
diaktivasi oleh estrogen, secara terus-menerus bergerak kea rah pembukaan, ostium tuba
falopii. Dengan cara ini ovum memasuki salah satu tuba falopii. 2
Setelah terjadi ejakulasi, dalam waktu 5 sampai 10 menit, beberapa sperma akan
dihantarkan melalui uterus ke ampula pada bagian akhir ovarium dan tuba falopii yang
dirangsang oleh prostaglandin dalam cairan seminal dan oksitosin yang dilepaskan dari
kelenjar hipofisis posterior selama orgasme wanita. Dari hamper setengah miliar sperma
yang dideposit dalam vagina hanya beberapa ribu yang berhasil mencapai ampula. 2,4
Pembuahan ovum umumnya terjadi segera setelah ovum memasuki ampula.
Sebelum sperma dapat memasuki ovum, sperma harus menembus korona radiate dan
harus berikatan dengan dan menembus zona pelusida yang mengelilingi ovum. 2
Sekali sebuah sperma telah masuk ke dalam ovum, kepala sperma akan
membengkak dengan cepat untuk membentuk sebuah pronukleus pria. Kemudian, ke-23
kromosom yang tidak berpasangan dari pronukleus pria dan ke-23 kromosom yang tidak
berpasangan dari pronukleus wanita berikatan bersama-sama untuk membentuk kembali
komplemen yang menyeluruh dengan 46 kromosom (23 pasangan) dalam sebuah ovum
yang sudah dibuahi. 4
Setelah pembuahan terjadi, untuk mentranspor ovum dari tuba falopii ke dalam
kavum uteri biasanya perlu waktu 3 sampai 4 hari. Transport ini terutama dipengaruhi
oleh arus cairan yang lemah di dalam tuba akibat kerja sekresi epitel ditambah kerja epitel
bersilia yang melapisi tuba, dimana silia selalu memecut kea rah uterus. Kontraksi yang
lemah dari tuba falopii juga mungkin membantu jalannya ovum. 2
Tuba falopii dilapisi oleh permukaan kriptoid, tidak rata yang menghalangi
jalannya ovum walaupun ada arus cairan. Isthmus tuba falopii juga tetap berkontraksi
secara spastic selama 3 hari pertama setelah ovulasi. Setelah saat ini, peningkatan
progesterone yang cepat yang disekresi korpus luteum ovarium pertama-tama akan
memacu peningkatan reseptor progesterone pada sel-sel otot polos tuba falopii dan
kemudian mengaktifkannya, melepaskan suatu efek relaksasi yang memungkinkan
masuknya ovum ke dalam uterus. 2,4
24
Transpor ovum yang tertunda melalui tuba falopii memungkinkan terjadinya
beberapa tahap pembelahan ovum sebelum ovum yang sudah membelah itu (blastokista)
memasuki uterus. Selama saat ini, dibentuk sejumlah besar zat sekresi oleh sel-sel sekresi
yang berselang-seling dengan sel-sel silia yang melapisi tuba falopii. Zat-zat sekresi ini
berguna untuk nutrisi blastokista. 1,4
Setelah mencapai uterus, blastokista yang sedang berkembang biasanya tetap
tinggal di dalam kavum uteri selama 1 sampai 3 hari lagi sebelum berimplantasi dalam
endometrium; jadi implantasi terjadi kira-kira pada hari ke-5 sampai ke-7 setelah ovulasi.
Sebelum implantasi, blastokista mendapat makanan dari sekresi endometrium. 2
Implantasi merupakan hasil dari kerja sel-sel trofoblas yang berkembang di
seluruh permukaan blastokista. Sel-sel ini mensekresi enzim proteolitik yang mencerna
dan mencairkan sel-sel endometrium. Cairan dan nutrisi yang kemudian dilepaskan akan
di transport secara aktif oleh sel-sel trofoblas yang sama ke dalam balstokista, sambil
berkembang lebih lanjut. 2,4
Sekali implantasi terjadi, sel-sel trofoblas dan sel-sel yang berdekatan lainnya
baik dari blastokista maupun dari endometrium uterus berproliferasi dengan cepat,
membentuk plasenta dan berbagai membrane kehamilan. 2,4
Telah dikemukakan diatas bahwa progesterone yang disekresikan oleh korpus
luteum ovarium selama pertengahan setiap siklus menstruasi mempunyai pengaruh
khusus terhadap endometrium untuk mengubah sel-sel stroma endometrium menjadi sel-
sel yang membengkak, yang mengandung sejumlah besar glikogen, protein, lipid dan
bahkan beberapa mineral yang penting utnuk perkembangan hasil konsepsi. Kemudian,
bila hasil konsepsi berimplantasi dalam endometrium, progesterone yang terus
disekresikan masih akan menyebabkan sel-sel stroma membengkak dan bahkan
menyimpan lebih banyak nutrisi. Sel-sel ini sekarang disebut sel-sel desidua, dan massa
sel secara keseluruhan disedut desidua2,4
Sewaktu sel-sel trofoblas menembus desidua, mencerna dan mengimbibisinya,
nutrisi yang disimpan dalam desidua akan digunakan oleh embrio untuk pertumbuhan dan
perkembangan. Selama minggu pertama setelah implantasi, hal tersebut merupakan satu-
satunya cara bagi embrio untuk mendapatkan nutrisi., dan embrio terus memperoleh
25
nutrisinya dengan cara ini selama 8 minggu, walaupun plasenta juga memberikan nutrisi
kita-kira 16 hari setelah pembuahan (kira-kira 1 minggu setelah implantasi). 2,4
Lapisan desidua yang meliputi hasil konsepsi kea rah kavum uteri disebut desidua
kapsularis; yang terletak antara hasil konsepsi dan dinding uterus disebut desidua basalis,
di daerah inilah plasenta akan dibentuk. Desidua yang meliputi dinding uterus yang lain
adalah desidua parietalis. Hasil konsepsi sendiri diselubungi oleh jonjot-jonjot yang yang
dinamakan vili koriales dan berpangkal pada korion. 1
Bila nidasi telah terjadi, mulailah diferensiasi sel-sel blastula. Sel-sel yang lebih
kecil, yang dekat pada ruang eksoselom, membentuk entoderm dan yolk sac kecil,
sedangkan sel-sel yang lebih besar menjadi ectoderm dan membentuk ruang amnion.
Dengan ini di dalam blastula terdapat suatu embrional plate yang dibentuk antara dua
ruangan, yakni ruang amnion dan yolk sac. 1,4
Sel-sel fibroblast mesodermal tumbuh disekitar embrio dan melapisi pula sebelah
dalam trofoblas, terbentuklah chorionic membrane yang kelak menjadi korion. Trofoblas
yang amat hiperplatik itu tumbuh tidak sama tebalnya dan membentuk 2 lapisan. Di
sebelah dalam dibentuk lapisan sitotrofoblas (terdiri atas sel-sel yang mononukleus) dan
di sebelah luar lapisan sinsitiotrofoblas, terdiri atas nucleus-nukleus, tersebat tak rata
dalam sitoplasma. 1,4
Vili korialis yang berhubungan dengan desidua basalis tumbuh dan bercabang-
cabang dengan baik, disini korion disebut korion frondosum. Yang berhubungan dengan
desidua kapsularis kurang mendapat makanan, karena hasil konsepsi bertumbuh kearah
kavum uteri sehingga lambat laun menghilang; korion yang gundul ini disebut korion
laeva. 1,4
Dalam tingkat nidasi trofoblas antara lain menghasilkan hormone human
chorionic gonadotropin (hCG). Produksi hCG meningkat sampai kurang lebih hari ke-60
kehamilan untuk kemudian turun lagi. Diduga fungsinya adalah mempengaruhi korpus
luteum untuk tumbuh terus, dan menghasilkan terus progesterone, sampai plasenta dapat
membuat cukup progesterone sendiri. 1,4
Pertumbuhan embrio terjadi pada embryonal plate yang selanjutnya terdiri atas tiga
unsur lapisan, yakni sel-sel ectoderm, mesoderm dan entoderm.
26
2.2. Kelainan Haid
Kelainan haid adalah masalah fisik atau mental yang mempengaruhi siklus
menstruasi, menyebabkan nyeri, perdarahan yang tidak biasa yang lebih banyak
atau sedikit, terlambatnya menarche atau hilangnya siklus menstruasi tertentu.
2.2.1. Insidensi dan Prevalensi
Amenorrhea sekunder mempengaruhi sekitar 5% sampai 7% wanita menstruasi
setiap tahunnya (Popat). Prevalensinya tidak bervariasi pada perbedaan ras dan
berkorespondensi dengan prevalensi penyakit kausatifnya. Dysmenorrhea primer, atau
kramp menstruasi dan nyeri tanpa penyakit panggul, bisa mepengaruhi wanita menstruasi
sebanyak 50% dan biasanya bermanifestasi dalam beberapa tahun pertama dari onset
(Calis). Dysmenorrhea sekunder, nyeri menstruasi disebabkan oleh penyakit atau patologi
yang mendasarinya, ditemukan pada 5% sampai 7% wanita menstruasi(Popat) dan paling
sering rekuren pada wanita usia 30 dan 45 tahun(Cails). Sepuluh sampai dua puluh persen
dari seluruh wanita yang menstruasi mengalami menorrhagia; kebanyakan adalah usia
lebih dari 30 tahun (Shaw).
2.2.2. Macam-Macam Kelainan Haid
Gangguan haid dan siklusnya khusus dalam masa reproduksi dapat digolongkan
dalam:1
1. Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada haid:
a. Hipermenorea
b. Hipomenorea
c. Perdarahan bercak (spotting)
2. Kelainan siklus:
a. Polimenorea
b. Oligomenorea
c. Amenorea
3. Perdarahan di luar haid:
a. Metroragia
4. Gangguan lain dalam hubungan dengan haid
27
a. Premenstrual tension (ketegangan prahaid)
b. Mastodinia
c. Mittelschmerz (rasa nyeri pada ovulasi)
d. Dismenorea
2.2.2.1. Hipermenorea
Ialah perdarahan haid yang lebih banyak dari normal, atau lebih lama dari
normal (lebih dari 8 hari). Sebab kelainan ini terletak pada kondisi dalam uterus,
misalnya adanya mioma uteri dengan permukaan endometrium lebih luas dari
biasa dan dengan kontraktiltas yang terganggu, polip endometrium, gangguan
pelepasan endometrium pada waktu haid (irregular endometrial shedding), dan
sebagainya.
Penanganan pada hipermenorrhea
Bila dijumpai kelainan organik, maka pengobatan ditujukan kepada
kelainan organik tersebut. Penyebab yang bukan kelainan organik diberikan
progesteron seperti MPA 10 mg/hari, atau didrogesteron 10mg/hari, atau juga
noretisteron asetat 5mg/hari, yang diberikan dari hari ke-16 sampai ke-25 siklus
haid. Dapat juga di berikan tablet kombinasi estrogen-progesteron dari hari ke-16
sampai hari ke-25 siklus haid.13
2.2.2.2. Hipormenorea
Hipomenorrhea adalah suatu keadan dimana jumlah darah haid sangat
sedikit (<30cc)1,10, kadang-kadang hanya berupa spotting10. Dapat disebabkan oleh
stenosis pada himen, servik atau uterus. Pasien dengan obat kontrasepsi kadang
memberikan keluhan ini10. Sebab-sebabnya dapat terletak pada konstitusi
penderita, pada uterus (misalnya sesudah miomektomi), pada gangguan endokrin,
dan lain-lain. Adanya hipermenorea tidak mengganggu fertilitas.
Penanganan pada hipomenorrhea
Bila siklus menstruasi berovulasi tidak perlu dilakukan pengobatan
apapun. Bila ternyata tetap ingin diberikan pengobatan, maka dapat diberikan
28
kombinasi estrogen-progesteron yang dimulai hari ke-16 sampai hari ke-25 siklus
menstruasi.13
2.2.2.3. Polimenorrhea
Haid yang terlalu sering, dimana siklusnya < 21 hari.
Bila siklus pendek namun teratur ada kemungkinan stadium proliferasi pendek
atau stadium sekresi pendek atau kedua stadium memendek. Yang paling sering
dijumpai adalah pemendekan stadium proliferasi. Bila siklus lebih pendek dari 21
hari kemungkinan melibatkan stadium sekresi juga dan hal ini menyebabkan
infertilitas11.
Siklus yang tadinya normal menjadi pendek biasanya disebabkan pemendekan
stadium sekresi karena korpus luteum lekas mati. Hal ini sering terjadi pada
disfungsi ovarium saat klimakterium, pubertas atau penyakit kronik seperti TBC11.
2.2.2.4. Oligomenorrhea
Haid yang terlalu jarang, dimana siklus >31 hari.
Oligomenorrhea biasanya berhubungan dengan anovulasi atau dapat juga
disebabkan kelainan endokrin seperti kehamilan, gangguan hipofise-hipotalamus,
dan menopouse atau sebab sistemik seperti kehilangan berat badan berlebih.11
Oligomenorrhea sering terdapat pada wanita astenis11. Dapat juga terjadi pada
wanita dengan sindrom ovarium polikistik dimana pada keadaan ini dihasilkan
androgen yang lebih tinggi dari kadara pada wanita normal. Oligomenorrhea dapat
juga terjadi pada stress fisik dan emosional, penyakit kronis, tumor yang
mensekresikan estrogen dan nutrisi buruk. Oligomenorrhe dapat juga disebabkan
ketidakseimbangan hormonal seperti pada awal pubertas1.
Oligomenorrhea yang menetap dapat terjadi akibat perpanjangan stadium
folikular, perpanjangan stadium luteal, ataupun perpanjang kedua stadium
tersebut. Bila siklus tiba-tiba memanjang maka dapat disebabkan oleh pengaruh
psikis atau pengaruh penyakit.11
Penanganan Oligomenorrhea
29
Penanganan oligomenorrhea tergantung dengan penyebab1. Pada
oligomenorrhea dengan anovulatoir serta pada remaja dan wanita yang mendekati
menopouse tidak memerlukan terapi.11
Perbaikan status gizi pada penderita dengan gangguan nutrisi dapat
memperbaiki keadaan oligomenorrhea. Oligomenorrhea sering diobati dengan pil
KB untuk memperbaiki ketidakseimbangan hormonal. Pasien dengan sindrom
ovarium polikistik juga sering diterapi dengan hormonal.
Bila gejala terjadi akibat adanya tumor, operasi mungkin diperlukan.
2.2.2.5. Amenorrhea
Setiap pasien yang memenuhi kriteria berikut sebaiknya di evaluasi memeliki
masalah medis amenorrhea:5
Tidak ada periode menstruasi pada usia 14 dan tidak ada perkembangan
dari organ seksual sekunder.
Tidak ada siklus menstruasi pada usia 16 meskipun terdapat pertumbuhan
dan perkembangan organ seksual sekunder.
Pada wanita yang telah menstruasi, ketidakadaan menstruasi setidaknya
selama 3 periode mentruasi yang sebelumnya atau 6 bulan amenorrhea.
Amenorrhea di bagi menjadi menjadi dua:
1. Amenorreha Primer
yaitu keadaan di mana siklus menstruasi tidak pernah dimulai. Hal ini
dapat disebabkan adanya kelainan kongenital seperti tidak
terbentuknya uterus sejak lahir, atau kegagalan ovarium memproduksi
ovum. Terlambatnya pertumbuhan pada masa pubertas juga bisa
menyebabkan amenorrhoea primer.14,15
Etiologi amenorrhea primer:18
1. Hypergonadotropic hypogonadism2. Eugonadism
30
androgen insensitivity syndrome; congenital adrenal hyperplasia; polycystic ovarian syndrome.
3. FSH rendah.4. Aplasia uterus dan vagina (sindrom Mayer-Kustner-V Rokitansky)
Gambar 2.13. Defek anatomi pada amenorrhea
2. Amenorrhea Sekunder
amenorrhea sekunder adalah wanita usia reproduksi yang pernah
mengalami haid, namun haidnya berhenti untuk sedikitnya 3 bulan
berturut-turut.
Klasifikasi Amenorrhea sekunder berdasarkan kompartemen
1. Kompartemen I :
Gangguan pada traktus atau uterus
2. Kompartemen II
Gangguan pada Ovarium
3. Kompartemen III
31
Gangguan pada sistem pituitari anterior
4. Kompartmen IV
Gangguan pada sistem saraf pusat
Tabel 2.1 Klasifikasi Amenorrhea Sekunder
Penangan Pada Amennorrhea sekunder
32
1. Amenorrhea hipotalamik
Penyebab organik ditangani sesuai dengan penyebab organik
tersebut.
Penyebab fungsional. Konsultasi, atau konseling.
Psikoterapi, ataupun penggunaan obat-obat psikofarmaka
hanya pada keadaan yang berat saja, seperti pada anoreksia
nervosa dan bolemia. Penting diketahui, bahwa obat-obat
psikofarmaka dapat meningkatkan prolaktin. Agar merasa tetap
sebegai seorang wanita, dapat di berikan estrogen dan
progesteron siklik.
Kekurangan Gn-RH. Diberikan Gn-RH pulsatif (bila mungkin),
atau pemberian FSH-LH dari luar.
2. Amenorrhea hipofisis
Substitusi hormon yang kurang (FSH:LH), atau pemberian
steroid seks secara siklik
3. Amenorrhea Uteriner
Stimulasi steroid seks. Apabila gagal perlu dipertimbangkan
adanya aplasia uteri, asherman syndrome.
4. Amenorrhea Ovarium
Untuk menekan sekresi FSH dan dapat diberikan estrogen dan
perprogesteron, atau estrogen saja secara siklik.
Selain itu untuk menekan sekresi FSH dan LH yang berlebihan
dapat juga diberikan Gn-RH analog selama 6 bulan. Pada
menopause prekok maupun sindroma ovarium resisten
gonadotropin, steroid seks diberikan sampai terjadi haid.
Kemungkinan menjadi hamil sangat kecil.
33
Tabel 2.2 Pemeriksaan Pada Amenorhea
2.2.2.6. Metrorrhagia
Adalah perdarahan tidak teratur, kadang tejadi di pertengahan siklus haid.
Etiologi:
1. Organik
karsinoma korpus uteri, mioma submukosum, polip, dan karsinoma serviks
2. Endokrin
Seperti pada usia perimenarche dan menoupause
Penanganan Metrorrhagia
1. Sesuai dengan diagnosis dan komplikasi
2. Sesuai hasil PA
34
2.2.2.7. Perdarahan Bukan Haid
Perdarahan bukan haid adalah perdarahan yang terjadi dalam masa antara
2 periode haid.
Etiologi:
1. Organik
a. Serviks uteri : polipus servisis uteri, erosio porsionis uteri, ulkus
pada porsio uteri, karsinoma servisis uteri.
b. Korpus uteri : polip endometrium, abortus imminens, abortus
insipiens, abortus inkompletus, mola hidatidosa, koriokarsinoma,
subinvolusio uteri, karsinoma korporis uteri, sarkoma uteri, mioma
uteri.
c. Tuba falopii : seperti kehamilan ektopik terganggu, radang tuba,
tumor tuba.
d. Ovarium : radang ovarium, tumor ovarium.
2. Fungsional
a. Ovulatoar
b. Anovulatoar
2.2.2.8. Dismenorea
Adalah nyeri pada perut bagian bawah sebelum dan sesudah haid dapat bersifat
kolik terus.1
Dismenorea dibagi atas:
1. Dismenorea primer
2. Dismenorea sekunder
Dismenorea primer
Adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa kelainan pada alat-alat genital yang
nyata. Dismenorea primer terjadi beberapa waktu setelah menarche biasanya
35
setelah 12 bulan atau lebih, oleh karena siklus-siklus haid pada bulan-bulan
pertama setelah menarche umumnya berjenis anovulatoar yang tidak disertai
dengan rasa nyeri.
Wanita dengan dismenorea primer mempunyai produksi prostaglandins
endomterial lebih tinggi dibandingkan wanita yang asimptomatik. Sebagian besar
dari pelepasan prostaglandin selama menstruasi terjadi pada 48 jam pertama, yang
mana bertepatan dengan intensitas terbesar dari gejala.5 Selama kontraksi aliran
darah endometrium berkurang dan merupakan korelasi yang baik dengan aliran
darah yang minimal dan nyeri kolik yang maksimal. Kadar prostaglandin dan
leukotrien meningkat pada meningkat pada darah menstruasi dan jaringan uterus
wanita dengan dismenorrhea sebanding dengan kadar sistemik vasopressin.
(Margaret, 2006)
Prostaglandin F2i (PGF2i) merupakan agen yang bertanggung jawab pada
dismenorea. Prostaglandin selalu menstimulasi kontraksi uterus, dimana
prostaglandin E menghambat kontraksi pada uterus yang tidak hamil. Otot uterus
pada baik yang wanita normal dan dismenorea sensitif terhadap PGF2i, tetapi
jumlah PGF2i yang diproduksi adalah faktor utama yang membedakan.5
Penanganan pada dismenorrea primer
Pemberian Analgetik: NSAIDs diberikan 1-2 hari menjelang haid dan diteruskan
sampai hari kedua atau ketiga siklus haid.13
Terapi hormonal juga telah banyak digunakan. Tujuannya untuk menghasilkan
siklus haid yang anovulatorik, sehingga nyeri haid dapat dikurangi. Biasanya
diberikan Progesteron (Didrogesteron 10mg, 2 kali 1, Medroksiprogesteron asetat
5mg/hari) diberikan mulai dari hari ke-5 sampai ke-25 siklus haid.13
4.2.2 Dismenorea Sekunder
Adalah nyeri haid yang terjadi kemudian, biasanya terdapat kelainan dari alat
kandungan.
36
Etiologi : Adenomyosis, myomas, infection, cervical stenosis.
Penanganan pada dismenorrhea sekunder
Bila ada kelainan organik ditangani secara kausal. Pada kasus-kasus yang
menolak tindakan operatif, maka untuk sementara dapat dicoba pengobatan
medikamentosa seperti pada dismenorrea primer. Pemberian analog GnRH selama
6 bulan sangat efektif menghilangkan nyeri haid yang disebabkan endometriosis.13
2.2.2.9. The Premenstrual Syndrome
Merupakan keluhan-keluhan yang biasanya mulai satu minggu sampai
beberapa hari sebelum datangnya haid, dan menghilangsesudah haid datang,
walaupun kadang-kadang berlangsung terus sanpai haid berhenti. Keluhan-
keluhan terdiri atas gangguan emosional berupa iritabilitas, gelisah, insomnia,
nyeri kepala, perut kembung, mual, pembesaran dan rasa nyeri pada mamma dan
sebagainya; sedang pada kasus-kasus yang berat terdapat depresi, rasa ketakutan,
gangguan konsentrasi, dan peningkatan gejala-gejala fisik tersebut di atas.
Faktor yang memegang peranan sebagai etiologi premenstrual tension ialah:
ketidakseimbangan antara estrogen dan progesteron dengan akibat retensi cairan
dan natrium, penambahan berat badan, dan kadang-kadang edema.
Ada paduan utama untuk mendiagnosis PreMenstrual Syndrome. Yang
pertama dari American Psychiatric Association (APA) dan yang kedua dari
National Institute of Mental Health (NIHM).
Kriteria untuk diagnosis menurut APA sebagai berikut:
A. Gejala-gejala yang yang berhubungan dengan siklus menstruasi secara
temporal, mulai dari permulaan selama minggu terakhir fase luteal dan
berkurang setelah onset mestruasi.
B. Diagnosis membutuhkan setidaknya lima dari salah satu gejala di bawah,
dan salah satu nya harus salah satu dari empat gejala yang pertama:
1. Depresi, perasaan putus asa
37
2. Kecemasan atau ketegangan
3. Afeksi yang labil, contoh: perasaan tiba-tiba sedih, menangis,
marah, atau mudah tersinggung.
4. Marah atau perasaan tersinggun yang menetap, atau meningkatnya
konflik interpersonal.
5. Penurunan ketertarikan terhadapa aktifitas sehari-hari
6. Mudah lelah
7. Sulit berkonsentrasi
8. Gangguan nafsu makan, makan berlebih atau nafsu makan tinggi
9. Hypersmonia atau insmonia
10. Perasaan “overprotected” atau tidak terkendali
11. Gejala fisik, seperti payudara kencang, sakit kepala, edema, nyeri
sendi, penambahan berat badan.
C. Gejala-gejala mempengaruhi pekerjaan atau aktivitas sehari-hari atau
hubungan sosial.
D. Gejala-gejala tersebut bukan merupakan sebuah eksarsebasi gangguan
psikiatrik yang lain.
Pedoman diagnosis dari National Institute of Mental Health (NIHM)
menyebutkan bahwa diagnosis PMS membutuhkan dokumentasi dari setidaknya
peningkatan 30% keparahan gejala dalam 5 hari pada waktu menstruasi
dibandingkan dengan 5 hari setelah menstruasi.9 Dengan menggunakan kriteria
APA dan NIHM, di dapatkan sekitar 5% dari wanita usia reproduktif bisa di
diagnosa mengalami PMS.4,5,6
Penanganan PMS
1. Medikamentosa
- Prostaglandin sintetase inhibitor
- Pil KB : medroxyprogesterone acetate 10-30mg/hari
- GnRH agonis dikombinasi dengan estrogen-progesteron :Nafareline,
goserelide
38
- Selective Serotonin Reuptake Iinhibitors: Fluoxetine, Setraline,
Paraxetine
- Plasebo
- Spironolactone
2. Operatif
oovorektomi
4.4 Mittelschmerz dan Perdarahan Ovulasi
Mittelschmerz atau nyeri antara haid terjadi kira-kira sekitar pertengahan siklus
haid, pada saat ovulasi. Rasa nyeri yang tejadi mungkin ringan, tetapi mungkin
juga berat. Lamanya mungkin hanya beberapa jam, tetapi pada beberapa kasus
sampai 2 – 3 hari.
Diagnosis dibuat berdasarkan saat terjadinya peristiwa dan bahwa nyerinya
tidak mengejang, tidak menjalar, dan tidak disertai mual atau muntah.
2.2.2.10. Menorrhagia
Menorrhagia adalah pengeluaran darah haid yang terlalu banyak dan biasanya
disertai dengan pada siklus yang teratur.7,8
Etiologi :
1. Uterus
a. Fibroid
b. Polip endometrium
c. Endometriosis
d. Pelvic inflammatory disease
2. Sistemik
a. Gangguan koagulasi
b. Penyakit Von Willebrand’s
c. Idiopathic thrombocytopaenia purpura
39
d. Defisiensi faktor V, VII, X dan IX
e. Hypothyroidism
3. Iatrogenik
a. Kontrasepsi Progesteron Only
b. IUD
c. Antikoagulan
Penanganan pada Menorrhagia
1. Terapi non-hormonal
a. NSAID
Asam mefenamat, asam meklofenat, naproxen, ibuprofen,
diclofenac.
b. Anti-fibrinolitik
Asam tranexamid, asam Epsilon-amino caproic
c. Etamsylate
Fungsi : mereduksi kerapuhan kapiler
2. Terapi Hormonal
a. Progesterone
Norehisterone, medroxyprogesterone acetate, dygrogesterone
b. Intrauterine progesterone
Levonorgestrel
c. Kombinasi Estrogen/progesterone
Kontrasepsi oral, terapi hormone pengganti
d. Lain-lain
Danazol, gestrinone, analog GnRH
3. Pembedahan
1. Hysterectomy
a. Transabdominal Histerectomy (TAH)
40
b. Transvaginal Histerectomy (VH)
c. Laparoscopi (LAVH)
2. Ablasi Endometrial
a. Generasi pertama
i. Trans Cervical Resection of the Endometrium (TCRE)
ii. Endometrial Laser Resection (ELA)
iii. Roller Ball Endometrial Ablation (REA)
b. Generasi kedua
i. Thermal Balloons (Thermachoice, Cavatherm)
ii. Microwave Endometrial Abaltion (MEA)
iii. Circulating Hot Saline (Hydro therm Ablator)
iv. Cryotherapy
41
BAB III
KESIMPULAN
Menstruasi merupakan bagian dari proses regular yang mempersiapkan
tubuh wanita setiap bulannya untuk kehamilan. Daur ini melibatkan beberapa
tahap yang dikendalikan oleh interaksi hormon yang dikeluarkan oleh
hipotalamus, hipofise dan ovarium. Fungsi reproduksi wanita dibagi menjadi dua
tahapan utama: pertama, persiapan tubuh wanita untuk menerima pembuahan, dan
kedua, masa kehamilan itu sendiri.
Kelainan haid merupakan masalah fisik atau mental yang mempengaruhi
siklus menstruasi, menyebabkan nyeri, perdarahan yang tidak biasa yang lebih
banyak atau sedikit, terlambatnya menarche atau hilangnya siklus menstruasi
tertentu.1 Gangguan menstruasi yang terjadi dapat berupa gangguan lama siklus
menstruasi seperti polimenorrhea dan oligomenorrhea, volume darah yang
dikeluarkan sewaktu menstruasi seperti hipermenorea, hipomenorrhea dan
perdarahan bercak (spotting), beserta gejala-gejala yang menyertai menstruasi
seperti dismenorrea dan Premenstrual syndrome itu sendiri yang mengganggu
aktifitas sehari-hari.
Untuk itu penanganan yang tepat sangat dibutuhkan dalam menangani
masalah kelainan haid.
42
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu Kandungan.2008.Jakarta : PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo: 46-50; 55-64
2. Guyton & Hall. Fisiologi Wanita Sebelum Kehmilan; dan Hormon-
Hormon Wanita; Kehamilan dan Laktasi. Dalam Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. 1997. Jakarta; EGC: 1284-97; 1305-12.
3. Palter S.F. & Olive D.L. Reproductive Physiology. In Novak’s
Gynecology. Berek J.S., ed. Edisi 13. 2002. Philadelphia; Lippincot
Williams & Wilkins: 149-168.
4. Cunningham FG et al. The Endometrium an Decidua, Menstruation and
Pregnancy. In: Williams Obstetric. 21st edition. 2001. New York; Mac
Graw Hill: 66-82.
5. Leon Speroff dan Marc A. Fritz.Clinical Gynecologic Endocrinology and
Infertility 7th Ed. 2005.Lippincott Williams & Wilkins
6. H. DeCherney, Alan.Current Diagnosis & Treatment Obstetrics &
Gynecology, Tenth Edition.2007.The McGraw-Hill Companies, Inc
7. Ramacharan S, Love EJ, Fick GH, Goldfien A, The epidemiology of
premenstrual symptoms in a population based sample of 2650 urban
women. J Clin Epidemiol 45:377, 1992.
8. Merikangas KR, Foeldenyi M, Angst J, The Zurich Study. XIX. Patterns
of menstrual disturbances in the community: results of the Zurich Cohort
Study, Eur Arch Psychiatry Clin Neurosci 243:23, 1993.
9. Wittchen HU, Becker E, Lieb R, Krause P,.Prevalence, incidence and
stability of premenstrual dysphoric disorder in the
community.2002.Psychol Med 32:119
43
10. Silberstein, Taaly. Complication of Menstruation; Abnormal Bleeding in
Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis Treatment. 9th edition.India.
McGraw-Hill Companies, Inc. 2003 ; 623-630
11. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK-UNPAD. Kelainan haid dalam
Ginekologi. Bandung. Elstar Offset. 1981 : 31-39
12. Osofsky JH, Blumenthal SJ, ed, Premenstrual Syndrome: Current
Findings and Future Directions, American Psychiatric Press Washington,
D.C., 1985.
13. Badziad, Ali.Endokrinologi Ginekologi edisi kedua.2003.Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
14. Leon Speroff. Amenorrhea in Clinical Gynecologic Endocrinology and
Infertility. 6th ed: Leon Speroff, Robert H. Glass, Nathan G. Kase, 1999
Lippincott Williams & Wilkins. Ebooks page 15.
15. DeCherney, AH and Nathan, Lauren.2003. Amenorrhea in Current
Obstetric and gynecologic diagnosis and treatment.9th edition. Chapter 54
pages 991 – 1000
16. http://www.klikdokter.com/illness/detail/125
17. Rayburn W.F. & Carey C.J. Menstruasi Normal dan Abnormal. Dalam
Obstetri dan Ginekologi. Cetakan 1. 2001. Jakarta ; Widya Medika: 303-4.
18. Schorge, Schaffer, Halvorson, Hoffman, Bradshaw, Cunningham.William
Gynecology 2008.2008. China: McGraw-Hill Companies, Inc. Chapter 16
pages 1-24
44
top related