gambaran risiko pekerjaan petugas pemadam … rahmi... · gambaran risiko pekerjaan petugas pemadam...
Post on 10-Sep-2019
18 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
GAMBARAN RISIKO PEKERJAAN PETUGAS PEMADAM KEBAKARAN DI DINAS PENCEGAH PEMADAM KEBAKARAN (DP2K)
KOTA MEDAN
SKRIPSI
Oleh :
RAHMI SHAFWANI NIM. 081000167
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2012
i
ii
ABSTRAK
Perkembangan suatu wilayah perkotaan telah membawa sejumlah persoalan penting, seperti adanya ancaman terhadap bahaya kebakaran. Adapun lembaga yang berwenang untuk menanggulangi kebakaran yang terjadi adalah institusi pemadam kebakaran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui risiko pekerjaan yang dihadapi petugas pemadam kebakaran di Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran (DP2K) Kota Medan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Data diperoleh dari wawancara secara mendalam (indepth interview) dengan anggota regu DP2K Kota Medan UPT I menggunakan alat bantu voice recorder.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko dari pekerjaan petugas pemadam kebakaran sebagian besar terjadi pada saat mereka di perjalanan menuju lokasi kebakaran yaitu risiko lalu lintas dan ketika di lokasi kebakaran berupa kecelakaan kerja dikarenakan listrik, suhu panas, api, bekerja di ketinggian, peralatan pemadaman, ledakan, backdraft dan flashover, kondisi bangunan yang terbakar, benda tajam, dan adu fisik dengan warga. Keluhan kesehatan yang mereka rasakan di lokasi kebakaran umumnya dikarenakan banyak menghirup asap seperti batuk, sesak nafas, mual, muntah, pusing, mata perih, serta masuk angin dan lemas. Pemko Medan dan DP2K Kota Medan diharapkan dapat menambah jumlah APD serta melengkapi APD yang belum tersedia. Petugas diharapkan selalu menggunakan APD ketika bertugas memadamkan kebakaran untuk meminimalkan risiko yang tidak diinginkan. DP2K Kota Medan diharapkan dapat meningkatkan kerjasama dengan pihak kepolisian dan Dinas Perhubungan untuk mengatur kelancaran lalu lintas terutama jalur yang akan dilewati mobil pemadam kebakaran menuju lokasi.
Kata Kunci : Risiko, Petugas Pemadam Kebakaran, DP2K Kota Medan
iii
ABSTRACT
The development of an urban area has brought a number of important issues, such as the threat of fire hazard. The competent authorities to tackle fires is the fire department. The purpose of this study was to determine the occupational risks faced by firefighters in Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran (DP2K) Medan by using a qualitative approach. Data obtained from in-depth interviews with members of the DP2K Medan UPT I using voice recorder. The results showed that the risk of firefighters work mostly when they are on the way to the location of fire that the risk of traffic and when they due at the location of fire in the form of accidents due to electricity, heat, fire, working at height, equipment outages, explosions, backdraft and flashover, the condition of the building on fire, sharp objects, and physical fights with people. Health complaints that they feel in general because many of the fire smoke inhalation such as cough, shortness of breath, nausea, vomiting, dizziness, eye irritation, as well as cold and limp. Pemko Medan and DP2K Medan expected to increase the amount of personal protective equipment (PPE) and PPE complete yet available. Firefighters are expected to always use PPE when on duty firefighting to minimize unwanted risks. DP2K Medan expected to increase cooperation with the police and Dinas Perhubungan to regulate the traffic especially when the fire truck will pass the road towards the location of fire. Keywords : Risk, Firefighters, DP2K Medan
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Rahmi Shafwani
Tempat/Tanggal Lahir : Pangkalan Berandan/ 27 Februari 1991
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Menikah
Anak ke : 1 dari 4 bersaudara
Alamat Rumah : Jl. Banten Gg. Baru No.6 Tanjung Gusta
Riwayat Pendidikan : 1. 1996-2000 : SD Kartika Medan
2. 2000-2002 : SD IT 021 YLPI Mutiara Duri - Riau
3. 2002-2005 : SMPS 5 IT Mutiara YLPI Duri - Riau
4. 2005-2008 : SMA Negeri 1 Matauli Pandan - Tapteng
5. 2008-2012 : Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur serta terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada
Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya yang tak pernah berujung, segala
kesempatan, kemudahan yang telah Ia berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan judul “Gambaran Risiko Pekerjaan Petugas Pemadam
Kebakaran di Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran (DP2K) Kota Medan” yang
merupakan salah satu prasyarat untuk dapat meraih gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada :
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes selaku ketua Departemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
3. Ibu dr. Halinda Sari Lubis, MKKK selaku Dosen Pembimbing I yang telah
meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan arahan dan bimbingan
kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
4. Ibu Umi Salmah, SKM, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II yang telah
meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan arahan dan bimbingan
kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
vi
5. Ibu Ir. Kalsum, M.Kes sebagai Dosen Penguji II yang telah meluangkan waktu
dan memberikan saran untuk skripsi ini.
6. Ibu Dra. Lina Tarigan, Apt., MS sebagai Dosen Penguji III yang telah
meluangkan waktu dan memberikan saran sehingga skripsi ini menjadi lebih
baik.
7. Seluruh dosen dan staff Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
8. Bapak Kepala Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran (DP2K) Kota Medan yang
telah meberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di UPT Wilayah
I.
9. Seluruh pegawai DP2K Kota Medan, Pak Gema Meliala, Pak Huddin
Hasibuan, dan seluruh petugas pemadam kebakaran yang telah banyak
membantu penulis sehingga penelitian ini dapat terlaksana.
10. Orangtua tercinta Ayahanda Ir. M. Surya Iriandi Putra dan Ibunda
Nurhammah Sembiring atas limpahan kasih sayang, nasihat, motivasi serta
dukungan yang tak pernah putus kepada penulis.
11. Adik-adik tersayang Abdurrahman Budi Arief, Fitria Nurandita, dan
Fadhlah Hani atas segala dukungan, perhatian serta pengertian yang amat
berarti.
12. Kak Ilza Zuhri Zikriya 07 atas segala bantuan dan pengertiannya kepada
penulis selama ini, terima kasih telah menjadi kakak yang begitu baik.
13. Bulek Adek serta sepupu-sepupuku kak Senny, kak Leli, Eno, Epi atas
perhatian yang diberikan kepada penulis.
vii
14. Teman-teman “GESIT” Lidya, Vanimon, Kizty, Emma, Etak, Mey atas
kebersamaan kita serta “genk Tapanuli” Pivit, Syafni, Lista, Ayu, Yuni, Uci,
almh. Febrina Anggraini, dan Nisa atas semangat dan dukungan yang diberikan
kepada penulis.
15. Teman – teman peminatan K3 (Vesta, Yossi, Lidya, Octa, Mailani & Amja,
Mandroy, Jeffry, Cut, Bianca, Ari, Abdi) atas saran dan semangat yang
diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh
karena itu penulis mengaharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi
perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat bagi para pembaca.
Medan, Agustus 2012 Penulis
Rahmi Shafwani
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................................. i ABSTRAK .............................................................................................................................. ii DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. iv KATA PENGANTAR ........................................................................................................... v DAFTAR ISI .......................................................................................................................... viii DAFTAR TABEL .................................................................................................................. x BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .................................................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah ............................................................................................ 8 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................................. 8 1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................................... 8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Risiko .................................................................................................................... 9 2.1.1. Pengertian Risiko .............................................................................................. 9 2.1.2. Risiko K3 .......................................................................................................... 9 2.2. Kebakaran ............................................................................................................. 10 2.2.1. Penyebab Kebakaran ........................................................................................ 10 2.2.2. Klasifikasi Kebakaran ...................................................................................... 11 2.2.3. Bahaya Kebakaran ............................................................................................ 12 2.2.4. Kerugian Kebakaran ......................................................................................... 13 2.3. Petugas Pemadam Kebakaran ............................................................................. 15 2.3.1. Bahaya Pekerjaan Petugas Pemadam Kebakaran ........................................... 15 2.3.2. Risiko Pekerjaan Petugas Pemadam Kebakaran ............................................. 21 2.3.3. Alat Pelindung Diri ........................................................................................... 24 2.3.4. Peralatan Pemadaman Kebakaran ................................................................... 26 2.3.5. Prosedur Operasi Penanggulangan Kebakaran ............................................... 28 2.4. Kerangka Pikir ..................................................................................................... 33
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ..................................................................................................... 34 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................................. 34 3.2.1. Lokasi Penelitian .............................................................................................. 34 3.2.2. Waktu Penelitian ............................................................................................... 34 3.3. Populasi dan Sampel ............................................................................................ 34 3.3.1. Populasi ............................................................................................................. 34 3.3.2. Sampel ............................................................................................................... 35 3.4. Metode Pengumpulan Data ................................................................................. 35 3.4.1. Data Primer ....................................................................................................... 35
ix
3.4.2. Data Sekunder ................................................................................................... 35 3.5. Definisi Operasional ............................................................................................ 35 3.6. Analisa Data ......................................................................................................... 36
BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................................. 37 4.1.1. Sejarah Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran Kota Medan ......................... 37 4.1.2. Lokasi Penelitian .............................................................................................. 38 4.1.2. Wilayah Kerja Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran Kota Medan ............. 38 4.1.3. Visi .................................................................................................................... 38 4.1.4. Misi .................................................................................................................... 39 4.1.5. Fungsi ................................................................................................................ 39 4.1.6. Sarana dan Prasarana ....................................................................................... 40 4.2. Matriks Proses Kerja Informan ........................................................................... 43 4.3. Matriks Pelatihan Informan ................................................................................ 45 4.4. Risiko di Perjalanan ............................................................................................. 47 4.5. Matriks Penggunaan Alat Pelindung Diri Informan .......................................... 48 4.6. Risiko di Lokasi Kebakaran ................................................................................ 50 4.7. Keluhan Kesehatan ............................................................................................... 52
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1. Proses Kerja Informan ......................................................................................... 54 5.2. Pelatihan Informan................................................................................................ 55 5.3. Risiko di Perjalanan ............................................................................................. 58 5.4. Penggunaan Alat Pelindung Diri ......................................................................... 60 5.5. Risiko di Lokasi Kebakaran ................................................................................. 62 5.6. Keluhan Kesehatan ............................................................................................... 67
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan .......................................................................................................... 69 6.2. Saran ..................................................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Klasifikasi Kebakaran di Indonesia ............................................................. 12 Tabel 2.2. Paparan Risiko Petugas Pemadam Kebakaran............................................ 22 Tabel 4.1. Kondisi Kendaraan Dinas/Operasional DP2K Kota Medan Tahun 2011 ................................................................................................... 41 Tabel 4.2. Peralatan dan Perlengkapan Kegiatan Operasi DP2K Kota Medan Tahun 2011 ................................................................................................... 42 Tabel 4.3. Matriks Proses Kerja Informan di Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran
(DP2K) UPT Wilayah I Kota Medan ......................................................... 43 Tabel 4.4. Matriks Pelatihan Informan di Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran
(DP2K) UPT Wilayah I Kota Medan ......................................................... 45 Tabel 4.5. Matriks Risiko di Perjalanan Informan Dinas Pencegah Pemadam
Kebakaran (DP2K) UPT Wilayah I Kota Medan ...................................... 47 Tabel 4.6. Matriks Penggunaan Alat Pelindung Diri Informan di Dinas Pencegah
Pemadam Kebakaran (DP2K) UPT Wilayah I Kota Medan ...................... 48 Tabel 4.7. Matriks Risiko di Lokasi Kebakaran Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran
(DP2K) UPT Wilayah I Kota Medan........................................................... 50 Tabel 4.8. Matriks Keluhan Kesehatan Informan di Dinas Pencegah Pemadam
Kebakaran (DP2K) UPT Wilayah I Kota Medan ....................................... 52
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan suatu wilayah perkotaan telah membawa sejumlah persoalan
penting seperti derasnya arus mobilisasi penduduk dari desa ke kota maupun
berkembangnya berbagai kawasan seperti kawasan hunian, industri dan perdagangan.
Ironisnya kondisi ini ternyata juga membawa konsekuensi logis tersendiri, seperti
adanya ancaman terhadap bahaya kebakaran (Hia, 2007).
Kebakaran yang terjadi di pemukiman padat penduduk dapat menimbulkan
akibat - akibat sosial, ekonomi dan psikologi. Kebakaran di gedung tinggi sering
berakibat fatal akibat sulitnya upaya pemadaman dari luar gedung. Kebakaran di
kawasan kumuh padat penduduk dapat langsung memiskinkan masyarakat korban
kebakaran. Kebakaran di industri dapat mengakibatkan stagnasi usaha dan kerugian
investasi yang berdampak pada pemutusan hubungan kerja (Suprapto, 2007).
Pada dasarnya kebakaran adalah proses kimia yaitu reaksi antara bahan bakar
(fuel) dengan oksigen dari udara atas bantuan sumber panas (heat). Ketiga unsur api
tersebut dikenal sebagai segitiga api (fire triangle). Oleh karena itu, bencana
kebakaran selalu melibatkan bahan mudah terbakar dalam jumlah yang besar baik
yang berbentuk padat seperti kayu, kertas atau kain maupun bahan cair seperti bahan
bakar dan bahan kimia (Ramli, 2010).
Menurut data National Fire Protection Association (NFPA), jumlah kasus
kebakaran yang terjadi di 50 negara bagian Amerika Serikat pada tahun 2006
2
sebanyak 524.000 kasus, tahun 2007 sebanyak 530.500 kasus dan pada tahun 2008
jumlah kebakaran yang terjadi sebanyak 515.000 kasus (Ramli, 2010).
Adapun lembaga yang berwenang untuk menanggulangi kebakaran yang
terjadi adalah institusi pemadam kebakaran. Kewenangan umum institusi pemadam
kebakaran dalam memadamkan kebakaran tercantum dalam The Fire Services Acts
1947 yang mempersyaratkan petugas pemadam kebakaran bekerja dengan efisien dan
terorganisasi guna memastikan pasokan air yang mencukupi untuk memadamkan
kebakaran dan memberikan hak kepada petugas pemadam kebakaran untuk
memasuki gedung – gedung jika dicurigai sedang mengalami kebakaran (Ridley,
2008).
Menurut US Fire Administration, angka kematian pemadam kebakaran per
100.000 kebakaran di 50 negara bagian Amerika Serikat tahun 2007 berjumlah 119
orang (3,53%), tahun 2008 berjumlah 120 orang (3,86%), tahun 2009 berjumlah 91
orang (2,97%), dan tahun 2010 berjumlah 87 orang (2,78%). Kematian ini
diantaranya disebabkan karena kelelahan akibat aktivitas fisik yang terlalu berat,
kecelakaan kendaraan, tersesat dan terjebak di dalam bangunan yang terbakar,
terjatuh dari ketinggian, dan gangguan kesehatan seperti sesak nafas, serangan
jantung dan sebagainya (US Fire Administration, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian Hunter (1927) mengenai angka kesakitan dan
kematian pada petugas pemadam kebakaran menunjukkan terjadinya peningkatan
risiko kematian akibat penyakit kardiovaskular, penyakit pernafasan, kanker, dan
kecelakaan. Dari hasil penelitian Musk et al (1978) pada pemadam kebakaran di
Boston, menunjukkan bahwa petugas pemadam kebakaran memiliki peningkatan
3
risiko kematian, khususnya pekerja yang berada pada kelompok umur 40 – 49 tahun
(Musk et al, 1978).
Penanganan kebakaran di Indonesia masih menghadapi berbagai kendala, baik
yang bersifat kebijakan, kinerja institusi, peraturan perundang-undangan, mekanisme
operasional maupun kelengkapan pranatanya. Dapat dikatakan, bahwa aspek proteksi
kebakaran belum dianggap sebagai salah satu basic need. Akibatnya kejadian
kebakaran sering berakibat fatal dan berulang (Suprapto, 2007). Berdasarkan data
Dinas Pemadam Kebakaran Provinsi DKI Jakarta, tingkat kejadian kebakaran yang
terjadi di Jakarta pada tahun 2005 sebanyak 742 kasus, tahun 2006 sebanyak 902
kasus dan pada tahun 2007 sebanyak 855 kasus kebakaran (Ramli, 2010).
Dalam operasi pemadaman, keselamatan petugas pemadam kebakaran
memang perlu mendapat perhatian serius. Sebab peristiwa kecelakaaan petugas
pemadam kebakaran saat melakukan operasi pemadaman sudah seringkali terjadi
seperti luka-luka bahkan meninggal dunia. Namun, sampai saat ini belum ada data
resmi yang dikeluarkan oleh institusi pemadam kebakaran mengenai jumlah petugas
yang mengalami kecelakaan saat operasi pemadaman.
Selain itu, setiap terjadi insiden yang menyebabkan cedera berat, terlebih
kematian seorang petugas perlu dilakukan analisis secara mendalam mengenai
penyebab insiden tersebut. Sesuatu yang ironis, menolong korban kebakaran tetapi
keselamatan petugas pemadam kebakaran tidak terjamin (Malik, 2006).
Dalam melaksanakan tugasnya, petugas pemadam kebakaran harus
menggunakan alat pelindung diri yang sesuai dengan kebutuhan di tempat kejadian
untuk menghindari risiko kecelakaan ataupun gangguan kesehatan (DEPDAGRI,
4
2005). Menurut Occupational Safety and Health Administration (OSHA), alat
pelindung diri merupakan alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka
atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya di tempat kerja,
baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya
(Anonim, 2008).
Berdasarkan penelitian Andriyan (2011) di Dinas Kebakaran Surabaya,
pekerjaan pemadam kebakaran merupakan pekerjaan yang mengandung risiko kerja
sangat tinggi berupa kecelakaan kerja yang berakibat fatal seperti cacat permanen
bahkan kematian. Selain itu, saat menjalankan tugas di lapangan, pasukan pemadam
kebakaran sering mengalami gangguan-gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan
dan kecelakaan kerja tersebut diakibatkan kondisi lingkungan kerja yang memiliki
bahaya (hazard) tinggi. Dari hasil penelitian terhadap dampak risiko kecelakaan kerja
pada petugas pemadam kebakaran tersebut, diketahui bahwa jabatan anggota regu
memiliki tingkat risiko tertinggi disusul jabatan komandan regu, supir pemadam, dan
staf operasional (Andriyan, 2011).
Perkembangan Kota Medan yang tergolong pesat menjadikannya sebagai
pusat kegiatan pemerintahan, pusat kegiatan industri, perdagangan, perhubungan,
pusat kegiatan pendidikan, pusat kegiatan wisata, dan pusat kegiatan sosial budaya.
Peningkatan kota berupa peningkatan berbagai aktivitas-aktivitas dari berbagai sektor
pemerintahan dan swasta menjadikan wilayah kota menjadi wilayah yang perlu dijaga
dan diantisipasi dari bahaya-bahaya yang seketika dapat menghambat perkembangan
kota, baik itu bahaya alami, maupun bahaya-bahaya yang disebabkan oleh ulah
5
tangan manusia seperti bahaya kebakaran. Peristiwa kebakaran juga ikut berkembang
seiring dengan perkembangan Kota Medan (Bornok, 2008).
Menurut data Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran (DP2K) Kota Medan,
pada tahun 2009 terjadi 141 kasus kebakaran, tahun 2010 sebanyak 197 kasus, dan
tahun 2011 kasus kebakaran yang terjadi sebanyak 159 kasus (DP2K Kota Medan,
2012). Dengan tingkat kejadian kebakaran seperti ini, petugas pemadam kebakaran
cukup sering bertugas di lapangan untuk memadamkan api sehingga frekuensi
mereka untuk terpapar bahaya juga semakin meningkat.
Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran (DP2K) Kota Medan mempunyai
tanggung jawab yang besar terhadap peristiwa bahaya kebakaran yang terjadi di Kota
Medan (Bornok, 2008). Hal ini terdapat dalam Peraturan Daerah Kota Medan tentang
Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran Kota
Medan bahwa DP2K Kota Medan adalah unsur pelaksana pemerintah daerah Kota
Medan dalam bidang pencegahan dan pemadaman kebakaran serta melaksanakan
tugas pembantuan yang diberikan oleh pemerintah daerah dan/atau pemerintah
provinsi yang dipimpin oleh seorang kepala dinas yang bertanggung jawab kepada
kepala daerah melalui sekretaris daerah.
Pelaksanaan penanggulangan pemadaman kebakaran di Kota Medan oleh
DP2K Kota Medan dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT). UPT dipimpin oleh
seorang Kepala UPT, yang dalam melaksanakan tugas berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala Dinas (Pemko Medan, 2010). Unit Pelaksana
Teknis pada DP2K Kota Medan terdiri dari 4 UPT yaitu UPT Pemadam Kebakaran
Wilayah I sebagai UPT induk yang bertugas menangani kebakaran di wilayah inti
6
kota Medan dan sekitarnya yang berlokasi di Jl. Candi Borobudur, UPT Pemadam
Kebakaran Wilayah II yang bertugas untuk daerah Amplas dan sekitarnya, UPT
Pemadam Kebakaran Wilayah III yang bertugas untuk daerah Kawasan Industri
Medan (KIM) dan UPT Pemadam Kebakaran Wilayah IV untuk daerah Belawan dan
sekitarnya. Ketika terjadi kebakaran besar maka ke-empat UPT tersebut dapat saling
berkoordinasi dan bekerja sama dalam melakukan pemadaman kebakaran (Pemko
Medan, 2010).
Berdasarkan survey pendahuluan di DP2K Kota Medan pada UPT Pemadam
Kebakaran Wilayah I yang berfungsi sebagai UPT induk diketahui bahwa dalam UPT
Wilayah I terdiri dari seorang kepala UPT, seorang kepala sub bagian tata usaha, dan
3 regu pemadam kebakaran dengan masing-masing regu berjumlah 35 orang terdiri
dari seorang komandan regu, seorang wakil komandan regu, supir pemadam, dan
anggota regu pemadam dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Ketika terjadi
kebakaran maka pemberangkatan regu pemadam kebakaran di DP2K Kota Medan
dipimpin oleh kepala UPT dan/atau komandan regu.
Regu pemadam berangkat dengan kendaraan pemadam kebakaran yang
dikemudikan oleh supir pemadam. Supir pemadam memiliki tanggung jawab untuk
mengantarkan regu pemadam kebakaran agar segera mencapai lokasi kebakaran
dengan selamat. Sesampaianya di lokasi kebakaran regu pemadam kebakaran
bertugas sesuai peran atau tugas masing-masing.
Kepala UPT bertugas untuk berkordinasi dengan masyarakat sekitar dan
pihak-pihak terkait, menganalisis besaran kebakaran untuk dilaporkan melalui radio
kepada petugas piket, dan UPT lainnya. Jika kepala UPT menilai butuh bantuan tim
7
pemadam kebakaran lain maka dia akan melaporkan ke petugas piket. Petugas piket
kemudian meminta UPT terdekat untuk memberikan bantuan. Komandan regu
bertugas memimpin pasukan di regunya dalam melakukan pemadaman kebakaran.
Komandan regu harus berkordinasi dengan kepala UPT dalam mengatur strategi
pemadaman kebakaran.
Pada awal kedatangan di lokasi kebakaran, anggota regu segera menggelar
selang menuju titik terdekat ke objek yang terbakar. Setelah ada permintaan
pengaliran air dari petugas pemegang nozzle, maka operator pompa yang dalam hal
ini supir pemadam, segera mengalirkan air dengan tekanan air yang disesuaikan
dengan kondisi atau sesuai permintaan petugas pemegang nozzle untuk
menyemprotkan air di area kebakaran. Jika terjadi kehabisan air, supir pemadam
bersama satu anggota regu bertanggung jawab untuk mencari air di tempat terdekat
lokasi kebakaran dengan meminta petunjuk dari komandan regu atau kepala UPT
(DP2K Kota Medan, 2006).
Dalam melakukan pemadaman kebakaran, petugas di DP2K Kota Medan
tidak didukung dengan alat pelindung diri yang lengkap seperti tidak adanya sepatu
khusus pemadam kebakaran (firefighter boots) serta belum memadai sesuai dengan
jumlah petugas seperti kurangnya jumlah baju dan celana tahan panas, sarung tangan,
dan masker. Padahal dalam melaksanakan tugasnya petugas pemadam kebakaran
dihadapkan pada bahaya dan risiko yang tinggi di lokasi kebakaran, seperti tersulut
api, terhirup asap, tertimpa rubuhan bangunan, tertusuk benda tajam, terpapar panas,
dan sebagainya.
8
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini adalah bagaimana gambaran risiko pekerjaan petugas pemadam
kebakaran di Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran (DP2K) Kota Medan.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui risiko pekerjaan yang
dihadapi petugas pemadam kebakaran di Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran
(DP2K) Kota Medan.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Sebagai informasi tentang risiko pekerjaan petugas pemadam kebakaran bagi
Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran (DP2K) Kota Medan agar dapat
melakukan upaya pencegahan kecelakaan dan gangguan kesehatan akibat
kerja.
1.4.2. Sebagai sarana bagi peneliti untuk menambah wawasan dan pengetahuan
mengenai petugas pemadam kebakaran.
1.4.3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian
selanjutnya.
9
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Risiko
2.1.1. Pengertian Risiko
Risiko adalah kemungkinan, bahaya, kerugian, akibat kurang menyenangkan
dari sesuatu perbuatan, usaha, dan sebagainya (Kamus Besar Bahasa Indonesia,
2005). Menurut Soehatman Ramli (2010), risiko merupakan kombinasi dari
kemungkinan dan keparahan dari suatu kejadian. Besarnya risiko ditentukan oleh
berbagai faktor, seperti besarnya paparan, lokasi, pengguna, kuantiti serta kerentanan
unsur yang terlibat.
2.1.2. Risiko K3
Menurut OHSAS 18001, risiko K3 adalah kombinasi dari kemungkinan
terjadinya kejadian berbahaya atau paparan dengan keparahan dari cedera atau
gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kejadian atau paparan tersebut (Ramli,
2010).
Risiko K3 berkaitan dengan sumber bahaya yang timbul dalam aktivitas bisnis
yang menyangkut aspek manusia, peralatan, material, dan lingkungan kerja.
Umumnya risiko K3 dikonotasikan sebagai konotasi negatif (negative impact) antara
lain : kecelakaan terhadap manusia dan aset perusahaan, kebakaran dan peledakan,
penyakit akibat kerja, kerusakan sarana produksi, gangguan operasi (Ramli, 2010).
10
2.2. Kebakaran
Kebakaran adalah api yang tidak terkendali, yang berarti diluar kemampuan
dan keinginan manusia. Api tidak terjadi begitu saja tetapi merupakan suatu proses
kimiawi antara uap bahan bakar dengan oksigen dan bantuan panas. Teori ini dikenal
sebagai segitiga api (fire triangle).
Menurut teori ini, kebakaran terjadi karena adanya 3 faktor yang menjadi
unsur api, yaitu : bahan bakar (fuel), sumber panas (heat), dan oksigen. Kebakaran
dapat terjadi jika ketiga unsur api tersebut saling bereaksi satu dengan lainnya. Tanpa
adanya salah satu unsur tersebut, api tidak dapat terjadi. Bahkan masih ada unsur ke
empat yang disebut reaksi berantai, karena tanpa adanya reaksi pembakaran maka api
tidak akan dapat hidup terus menerus. Keempat unsur api ini sering disebut juga Fire
Tetrahedron.
2.2.1. Penyebab Kebakaran
Kebakaran disebabkan oleh berbagai faktor, secara umum dikelompokkan
sebagai berikut :
a. Faktor Manusia
Manusia sebagai salah satu faktor penyebab kebakaran antara lain : manusia
yang kurang peduli terhadap keselamatan dan bahaya kebakaran, menempatkan
barang atau menyusun barang yang mungkin terbakar tanpa menghiraukan norma –
norma pencegahan kebakaran, pemakaian tenaga listrik melebihi kapasitas yang telah
ditentukan, kurang memiliki rasa tanggung jawab dan disiplin, dan adanya unsur –
unsur kesengajaan.
11
b. Faktor Teknis
Kebakaran juga dapat disebabkan oleh faktor teknis khususnya kondisi tidak
aman dan membahayakan yang meliputi :
b.1. Proses fisik/mekanis
Faktor penting yang menjadi peranan dalam proses ini adalah timbulnya panas
akibat kenaikan suhu atau timbulnya bunga api, misalnya pekerjaan perbaikan
dengan menggunakan mesin las atau kondisi instalasi listrik yang sudah tua atau
tidak memenuhi standar.
b.2. Proses kimia
Kebakaran dapat terjadi ketika pengangkutan bahan - bahan kimia berbahaya,
penyimpanan dan penanganan tanpa memerhatikan petunjuk - petunjuk yang ada.
b.3. Faktor Alam
Salah satu faktor penyebab adanya kebakaran dan peledakan akibat faktor alam
adalah petir dan gunung meletus yang dapat menyebabkan kebakaran hutan yang
luas dan juga perumahan – perumahan yang dilalui oleh lahar panas dan lain -
lain (Sagala, 2008).
2.2.2. Klasifikasi Kebakaran
Menurut peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per-
04/MEN/1980, tanggal 14 April 1980 tentang syarat – syarat pemasangan dan
pemeliharaaan Alat Pemadam Api Ringan, kebakaran dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
12
Tabel 2.1. Klasifikasi Kebakaran di Indonesia Kelas Jenis Contoh Kelas A Bahan Padat Kebakaran dengan bahan bakar padat bukan
logam Kelas B Bahan cair dan gas Kebakaran dengan bahan bakar cair atau gas
mudah terbakar Kelas C Listrik Kebakaran instalasi listrik bertegangan Kelas D Bahan Logam Kebakaran dengan bahan bakar logam
2.2.3. Bahaya Kebakaran
Kebakaran mengandung berbagai potensi bahaya baik bagi manusia, harta
benda maupun lingkungan. Bahaya utama dari suatu kebakaran adalah sebagai
berikut (Ramli, 2010) :
a. Terbakar api secara langsung
Panas yang tinggi akan mengakibatkan luka bakar, bahkan korban dapat
hangus. Luka bakar akibat api biasanya dibedakan menurut derajat lukanya sebagai
berikut :
a.1. Derajat 1
Merupakan luka bakar ringan, efek merah dan kering pada kulit seperti terkena
matahari.
a.2. Derajat 2
Luka bakar dengan kedalaman lebih dari 0,1 mm menimbulkan dampak
epidermis atau lapisan luar kulit dan melepuh sehingga menimbulkan semacam
gelembung berair.
a.3. Derajat 3
Luka bakar dengan kedalaman lebih dari 2 mm, mengakibatkan kulit mengering,
hangus dan melepuh besar.
13
b. Terjebak karena asap
National Fire Protection Association (NFPA) mengindikasikan bahwa
kematian karena kebakaran paling banyak ditimbulkan karena terhirup asap daripada
terbakar api (Hammer, 1981). Kematian akibat asap dapat disebabkan dua faktor
yaitu karena kekurangan oksigen atau terhirup gas beracun. Asap kebakaran
mengandung berbagai jenis zat berbahaya dan beracun tergantung jenis bahan yang
terbakar, antara lain Hidrogen Sianida dan Asam Sianida, Karbon Monoksida,
Karbon Dioksida, dan lainnya.
c. Bahaya ikutan akibat kebakaran
Salah satu bahaya ikutan yang sering terjadi adalah kejatuhan benda akibat
runtuhnya konstruksi. Bahaya ini banyak terjadi dan mengancam keselamatan
penghuni, bahkan juga petugas pemadam kebakaran yang memasuki suatu bangunan
yang sedang terbakar. Selain itu, ledakan gas yang terkena paparan panas juga dapat
terjadi.
d. Trauma akibat kebakaran
Bahaya ini juga banyak mengancam korban kebakaran yang terperangkap,
panik, kehilangan orientasi untuk mencari jalan keluar yang sudah dipenuhi asap dan
akhirnya dapat berakibat fatal.
2.2.4. Kerugian Kebakaran
Kebakaran menimbulkan kerugian baik terhadap manusia, aset, maupun
produktivitas, antara lain :
14
a. Kerugian Jiwa
Kebakaran dapat menimbulkan korban jiwa baik yang terbakar secara
langsung maupun sebagai dampak dari suatu kebakaran. Berdasarkan data – data di
DKI, korban kebakaran yang meninggal dunia rata – rata 25 orang pertahun. Namun
data di USA jauh lebih tinggi yaitu mencapai rata – rata 3000 orang setiap tahun.
b. Kerugian Materi
Dampak kebakaran juga menimbulkan kerugian materi yang sangat besar. Di
DKI kerugian materi akibat kebakaran sepanjang tahun mencapai di atas Rp 100
milyar. Angka kerugian ini adalah kerugian langsung yaitu nilai aset atau bangunan
yang terbakar. Disamping itu, kerugian tidak langsung justru jauh lebih tinggi,
misalnya gangguan produksi, biaya pemulihan kebakaran, biaya sosial dan lainnya.
c. Menurunnya Produktivitas
Kebakaran juga memengaruhi produktivitas nasional maupun keluarga. Jika
terjadi kebakaran proses produksi akan terganggu bahkan dapat terhenti secara total.
Nilai kerugiannya akan sangat besar yang diperkirakan 5 – 50 kali kerugian langsung.
d. Gangguan Bisnis
Menurunnya produktivitas dan kerusakan aset akibat kebakaran
mengakibatkan gangguan bisnis sangat luas.
e. Kerugian Sosial
Kebakaran dapat mengakibatkan sekelompok masyarakat korban kebakaran
akan kehilangan segala harta bendanya, menghancurkan kehidupannya dan
mengakibatkan keluarga menderita. Kegiatan sosial juga mengalami hambatan yang
berakibat turunnya kesejahteraan masyarakat.
15
2.3. Petugas Pemadam Kebakaran
Pemadam kebakaran adalah pekerjaan dengan risiko tinggi berupa luka-luka
dan penyakit akibat kerja yang dapat mengakibatkan cacat dan kematian. Fakta
bahwa lingkungan kerja selama keadaan darurat dan tak terduga serta petugas
pemadam kebakaran yang tidak siap untuk setiap kemungkinan, membutuhkan
pengalaman pelatihan dan pendidikan serta pengembangan alat pelindung diri untuk
melindungi petugas pemadam kebakaran dari bahaya dan risiko pekerjaannya (ILO,
2000).
Kewenangan umum dinas pemadam kebakaran dalam memadamkan
kebakaran tercantum dalam The Fire Services Acts 1947 yang mempersyaratkan
petugas pemadam kebakaran bekerja dengan efisien dan terorganisasi guna
memastikan pasokan air yang mencukupi untuk memadamkan kebakaran dan
memberikan hak kepada petugas pemadam kebakaran untuk memasuki gedung –
gedung jika dicurigai sedang mengalami kebakaran (Ridley, 2008).
2.3.1. Bahaya Pekerjaan Petugas Pemadam Kebakaran
Selama melakukan tugas operasionalnya, baik pemadaman kebakaran maupun
penyelamatan jiwa, seorang petugas pemadam kebakaran dituntut untuk mampu
mengenali jenis – jenis bahaya yang mungkin timbul pada situasi darurat
(DEPDAGRI, 2005). Bahaya yang dihadapi petugas pemadam kebakaran antara lain
(ILO, 2000) :
a. Bahaya Kecelakaan
a.1. Jatuh dari ketinggian selama bekerja dengan menggunakan tangga.
16
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan gaitan
tangga pada tangga ketika bekerja.
a.2. Jatuh dari ketinggian karena runtuhnya bangunan.
Petugas pemadam kebakaran yang terjatuh atau terperosok kemungkinan bisa
mengalami patah tulang, cedera kepala, cedera punggung, dan kekurangan
oksigen ataupun terhirup asap atau sebaran gas beracun. Maka tindakan
pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat pelindung diri
yang lengkap dan sesuai untuk bekerja di ketinggian.
a.3. Tertimpa benda atau rubuhan bangunan yang jatuh saat melakukan pemadaman
kebakaran dan penyelamatan korban atau benda-benda.
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat
pelindung diri yang lengkap termasuk alat pelindung pernapasan Self Contained
Breathing Apparatus (SCBA).
a.4. Menginjak, terkena kaca, logam atau benda tajam lainnya yang dapat
menimbulkan luka atau goresan, termasuk cedera akibat ledakan.
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat
pelindung diri yang lengkap termasuk alat pelindung pernapasan Self Contained
Breathing Apparatus (SCBA).
a.5. Terperangkap dalam bangunan yang roboh atau material yang runtuh.
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat
pelindung diri yang lengkap termasuk alat pelindung pernapasan Self Contained
Breathing Apparatus (SCBA) serta menggunakan Personal Alert Safety System
17
(PASS) untuk memberitahukan petugas pemadam kebakaran lain yang ada di
sekitarnya.
a.6. Kelelahan dalam mengangkat selama pemadaman kebakaran atau operasi
penyelamatan.
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan mempertahankan
tingkat kebugaran serta memperhatikan aturan cara mengangkat dan membawa
yang tepat.
a.7. Kontak dengan permukaan yang panas atau gas yang sangat panas.
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat
pelindung diri yang lengkap termasuk alat pelindung pernapasan Self Contained
Breathing Apparatus (SCBA).
a.8. Menghirup udara yang sangat panas dan atau hasil dari pembakaran.
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat
pelindung diri yang lengkap termasuk alat pelindung pernapasan Self Contained
Breathing Apparatus (SCBA).
a.9. Kontak dengan atau terpapar dengan bahan kimia selama pemadaman kebakaran,
operasi penyelamatan atau penanganan bahan kimia berbahaya.
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat
pelindung diri yang lengkap termasuk alat pelindung pernapasan Self Contained
Breathing Apparatus (SCBA).
a.10. Gangguan pasokan udara selama operasi pemadaman kebakaran.
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan melakukan rotasi kerja
dan istirahat selama aktif pada saat melakukan penyelamatan dari kebakaran.
18
a.11. Cedera akibat kecelakaan transportasi dalam merespon keadaan darurat.
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan
perangkat penahan yang tepat seperti sabuk pengaman ketika berkendara.
a.12. Tergelincir, tersandung dan jatuh ke api.
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat
pelindung diri yang lengkap.
b. Bahaya Fisik
b.1. Runtuhnya langit-langit, dinding atau lantai.
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat
pelindung diri yang lengkap termasuk alat pelindung pernapasan Self Contained
Breathing Apparatus (SCBA) serta menggunakan Personal Alert Safety System
(PASS) untuk memberitahukan pemadam kebakaran lain yang ada di sekitarnya.
b.2. Munculnya flashover dan backdraft.
Flashover terjadi ketika semua bahan yang mudah terbakar didalam suatu
ruangan telah dipanaskan hingga mencapai suatu titik yang akan mengeluarkan
uap-uap bahan bakar. Ketika uap-uap bahan bakar ini mencapai titik
penyalaannya, terjadilah nyala api. Semua bahan yang mudah terbakar didalam
ruangan tersebut akan menyala secara serentak.
Backdraft adalah suatu ledakan yang terjadi pada saat unsur oksigen secara tiba-
tiba memperoleh akses ke api yang mulai mengecil akibat berkurangnya kadar
oksigen didalam ruangan yang terbakar (Puslatkar Jakarta, 1998).
19
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat
pelindung diri yang lengkap termasuk alat pelindung pernapasan Self Contained
Breathing Apparatus (SCBA).
b.3. Terpapar panas yang dapat mengakibatkan kebakaran.
Panas dapat mengakibatkan cedera lokal dalam bentuk luka bakar. Tindakan
pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat pelindung diri
yang lengkap termasuk alat pelindung pernapasan Self Contained Breathing
Apparatus (SCBA).
b.4. Terpapar panas yang dapat mengakibatkan heat stress.
Heat Stress selama pemadaman kebakaran dapat berasal dari udara panas,
pancaran panas atau kontak dengan permukaan panas. Keadaan ini diperparah
dengan pakaian pelindung petugas pemadam kebakaran oleh sifat pakaian itu
sendiri serta tenaga fisik petugas yang mengakibatkan produksi panas dalam
tubuh (Guidotti, 1998). Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan
menggunakan sistem rotasi kerja dan istirahat selama aktif pada saat melakukan
penyelamatan kebakaran.
b.5. Meledaknya benda di permukaan tanah/lantai.
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat
pelindung diri yang lengkap termasuk alat pelindung pernapasan Self Contained
Breathing Apparatus (SCBA) dan menggunakan Personal Alert Safety System
(PASS) untuk memberitahukan pemadam kebakaran lain yang ada di sekitarnya.
20
c. Bahaya Kimia
c.1. Kurangnya oksigen di udara.
Kekurangan oksigen dapat menyebabkan hilangnya kinerja fisik, kebingungan,
dan ketidakmampuan untuk melarikan diri. Tindakan pencegahan yang dapat
dilakukan yaitu dengan menggunakan alat pelindung diri yang lengkap termasuk
alat pelindung pernapasan Self Contained Breathing Apparatus (SCBA).
c.2. Kehadiran gas karbon monoksida dan hasil pembakaran lainnya di udara.
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat
pelindung diri yang lengkap termasuk alat pelindung pernapasan Self Contained
Breathing Apparatus (SCBA).
c.3. Terpapar bahan kimia selama keadaan darurat.
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat
pelindung diri yang lengkap sesuai dengan bahaya yang dihadapi termasuk alat
pelindung pernapasan Self Contained Breathing Apparatus (SCBA).
d. Bahaya Biologi
Petugas pemadam kebakaran dapat terpapar penyakit menular saat
mengevakuasi korban. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan
mengurangi kontak dengan korban secara langsung.
e. Bahaya Ergonomi dan Psikologi
e.1. Stress
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menemui psikolog
untuk melakukan konseling jika diperlukan.
21
e.2. Kelelahan dan cedera muskoskeletal selama penanganan atau memindahkan
benda berat seperti selang kebakaran saat mengenakan alat pelindung diri yang
berat.
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan mempertahankan
tingkat kebugaran serta memperhatikan aturan cara mengangkat dan membawa
yang tepat.
2.3.2. Risiko Pekerjaan Petugas Pemadam Kebakaran
Risiko petugas pemadam kebakaran dapat dilihat dari paparan potensi risiko
dan dampak risiko. Paparan risiko pada petugas pemadam kebakaran merupakan
bahaya potensial yang meliputi bahaya fisik, bahaya kimia, bahaya listrik, bahaya
mekanik dan bahaya biologi. Bahaya-bahaya tersebut dapat mengakibatkan penyakit
akibat kerja (Andriyan, 2011).
Tingkat paparan resiko yang mungkin dialami oleh petugas pemadam
kebakaran yang diakibatkan oleh api tergantung dari bahan yang terbakar, adanya
bahan kimia non-fuel, adanya korban yang memerlukan penyelamatan dan posisi
petugas yang dekat dengan api, seperti petugas yang memegang nozzle (ujung
penyemprot). Bahaya dan tingkat paparan yang dialami oleh petugas pemadam
kebakaran yang pertama memasuki bangunan yang terbakar berbeda dengan petugas
pemadam kebakaran yang masuk berikutnya atau yang membersihkan setelah api
dipadamkan (Guidotti, 1998).
Berikut ini merupakan paparan risiko pada petugas pemadam kebakaran
secara umum (Andriyan, 2011) :
22
Tabel 2.2. Paparan Risiko Petugas Pemadam Kebakaran No. Bahaya Potensial Paparan risiko 1. Bahaya Fisik Suhu panas
Kebisingan 2. Bahaya Kimia Asap 3. Bahaya Listrik Tersengat aliran listrik 4. Bahaya Mekanik Getaran pada scroll selang penyemprot air
dan mobil 5. Bahaya Biologi Terpapar bakteri dan parasit
Selain berpotensi terpapar bahaya-bahaya di atas, petugas pemadam
kebakaran juga berpotensi mengalami kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja yang
berpotensi terjadi pada kegiatan pemadaman kebakaran meliputi: jatuh, kejatuhan
material atau terkena serpihan material, tersulut api, tersengat aliran listrik, tergores
atau tertusuk benda tajam, dan kecelakaan di perjalanan.
Sebab – sebab kecelakaan meliputi penggunaan alat pemadam yang salah,
bekerja langsung di bawah tempat bekerjanya alat – alat pemadam, berdiri terlalu di
pinggir atap, menggunakan peralatan yang sudah tua, pemakaian tekanan yang
berlebihan pada selang – selang (Suma’mur, 1987).
Dampak risiko diidentifikasikan berdasarkan risiko yang diterima dan kondisi
lingkungan kerja. Dampak risiko yang terjadi pada petugas pemadam kebakaran bisa
berupa peyakit/gangguan kesehatan dan dampak kecelakaan kerja.
Dampak penyakit/gangguan kesehatan akibat kerja berupa (Andriyan, 2011) :
a. Gangguan pernafasan kronis : iritasi pada hidung dan tenggorokan, flu, batuk,
syaraf pembau terganggu, batuk berdahak, radang saluran pernafasan, dada terasa
sakit/nyeri sementara, pernafasan tersengal – sengal.
23
b. Gangguan pernafasan akut: sesak nafas, batuk parah (menahun), kerusakan
permanen syaraf pembau, pendarahan pada saluran pernafasan, batuk darah,
infeksi dan peradangan pada paru-paru.
c. Sakit kepala, pusing, gangguan konsentrasi, gangguan tidur (insomnia)
d. Iritasi pada kulit, gatal-gatal pada kulit.
e. Kelelahan, tegang pada otot dan badan terasa lemah.
f. Iritasi pada mata, sakit pada mata.
g. Gangguan pencernaan : mual, muntah, gangguan metabolisme.
h. Nafsu makan berkurang, berat badan menurun.
i. Kehilangan kesadaran, pingsan.
j. Gangguan pada jantung.
k. Demam.
Dampak kecelakaan kerja berupa :
a. Luka ringan yang diakibatkan kecelakaan pada waktu bekerja, cukup dengan
pertolongan pertama.
b. Luka sedang yang diakibatkan kecelakaan pada waktu bekerja, perlu
mendapatkan perawatan medis.
c. Luka parah yang diakibatkan kecelakaan pada waktu bekerja, perlu mendapatkan
perawatan medis yang serius, waktu pemulihan lama.
d. Luka sangat parah yang diakibatkan kecelakaan pada waktu bekerja,
mengakibatkan cacat atau tidak berfungsinya bagian tubuh tertentu.
e. Kecelakaan yang berakibat kematian.
24
f. Tersengat listrik. Kontak langsung dengan arus listrik akan mengakibatkan
cedera tubuh seperti kejang otot yang berakibat lanjut pada menurunnya
kemampuan gerak, terjatuh, mengakibatkan kegosongan/kebakaran yang parah,
terhentinya detak jantung dan aliran pernafasan.
2.3.3. Alat Pelindung Diri
Pekerjaan sebagai petugas pemadam kebakaran merupakan pekerjaan yang
berat dan membutuhkan pemakaian alat pelindung diri pada setiap operasi
pemadaman ataupun penyelamatan. Alat pelindung diri yang diperlukan oleh petugas
pemadam kebakaran harus meliputi peralatan berikut ini (DEPDAGRI, 2005):
a. Peralatan Pelindung Kepala, Mata, dan Muka
Pelindung mata dan muka diperlukan jika bahaya-bahaya yang terjadi dapat
mengakibatkan cedera pada mata atau muka. Peralatan ini harus sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang ada.
Selama melaksanakan operasi pemadaman, petugas pemadam kebakaran
harus menggunakan helm yang kuat dalam memberikan perlindungan baik dari
kejatuhan benda, pukulan atau tusukan benda tajam. Helm tersebut dilengkapi dengan
penutup telinga dan tali pengikat dagu yang dilengkapi dengan sistem suspensi. Helm
harus kedap air, tidak mudah terbakar, atau meleleh, dan tidak boleh terbuat dari
bahan penghantar arus listrik agar dapat menangkal bahaya terkena arus listrik.
Peralatan pelindung jenis ini harus dipakai selama pelaksanaan operasi pemadaman
kebakaran.
25
b. Peralatan Pelindung Tubuh
Para petugas pemadam kebakaran harus melindungi tubuh mereka dari
kemungkinan sambaran kobaran api. Selama menjalankan tugas, setiap petugas
pemadam kebakaran seharusnya menggunakan jas lengan panjang dan celana panjang
yang terbuat dari bahan kapas atau serat yang tahan terhadap nyala api.
c. Sepatu dan Pelindung Kaki
Petugas pemadam kebakaran sebaiknya menggunakan sepatu boot panjang
yang dipadukan dengan celana panjang yang terbuat dari bahan tahan panas untuk
melindungi kaki dari kemungkinan tertusuk benda tajam, terkena cairan kimia yang
merusak kulit, atau kejatuhan benda yang keras dan berat.
d. Peralatan Pelindung Tangan
Petugas pemadam kebakaran yang menggunakan sarung tangan akan
terhindar dari kemingkinan risiko tertusuk benda tajam dan perembesan panas atau
cairan/bahan kimia yang bersifat merusak.
e. Alat Bantu Pernafasan
Penggunaan alat bantu pernafasan bertekanan positif (Positive Pressure –
SCBA) sangat dianjurkan bagi petugas pemadam kebakaran, khususnya bagi mereka
yang harus memasuki ruangan-ruangan tertutup dan mencari korban. Salah satu
alasan penggunaan alat bantu pernafasan ini adalah karena berkurangnya oksigen dan
terkontaminasinya udara dengan gas beracun di dalam ruangan yang terbakar.
f. Peralatan dan Kelengkapan Lainnya
Ada 2 jenis peralatan yang telah dikembangkan untuk membantu petugas
pemadam kebakaran agar dapat bekerja dengan lebih aman, yaitu sistem keselamatan
26
sinyal diri (Personal Alert Safety System / PASS) dan detektor karbon monoksida
(CO Detector).
2.3.4. Peralatan Pemadaman Kebakaran
Adapun peralatan yang digunakan oleh petugas pemadam kebakaran untuk
memadamkan kebakaran yaitu (Puslatkar Jakarta, 1998) :
a. Selang Kebakaran (Fire Hose)
Selang kebakaran berfungsi untuk mengalirkan air dari mobil pemadam atau
hidran melalui nozzle ke sasaran (kebakaran). Panjang selang penyalur yaitu 20-
30 meter dengan diameter sebesar 1-1,5 inchi, 2,5 inchi.
b. Saringan (Strainers)
Strainer berfungsi untuk menyaring air dan sumber air terbuka, baik kotoran
yang halus maupun yang kasar.
c. Pipa Pemancar (Nozzle)
Nozzle berfungsi untuk memancarkan air dari selang penyalur ke sasaran
(kebakaran). Jenis pancaran yang dihasilkan tergantung dari tipe nozzle yang
digunakan. Adapun beberapa tipe nozzle yaitu : spray nozzle, foam nozzle, fog
nozzle.
d. Kopling
Kopling berfungsi untuk menyambungkan antar selang. Beberapa tipe kopling
yaitu : Yan Vander Hyder (hermaprodite), kopling jantan, kopling betina.
e. Kunci Kopling
Kunci kopling berfungsi untuk mengencangkan dan melepaskan kopling.
27
f. Adaptor
Adaptor berfungsi untuk menyambungkan dua kopling yang berlainan jenis,
berbeda ukuran dan berlainan bentuk.
g. Hidran Kebakaran
Merupakan suatu alat yang dilengkapi dengan fire hose dan nozzle yang
digunakan untuk mengalirkan air bertekanan bagi keperluan pemadaman
kebakaran. Adapun klasifikasi hidran kebakaran yaitu :
g.1. Hidran Kelas I
Hidran yang outlet-nya berdiameter 2,5 inchi yang dipersiapkan untuk
petugas pemadam kebakaran atau orang yang sudah terlatih.
g.2. Hidran Kelas II
Hidran yang outlet-nya berdiameter 1,5 inchi yang dipersiapkan untuk
penghuni gedung.
g.3. Hidran Kelas III
Hidran yang outlet-nya berdiameter 1,5 dan 2,5 inchi (perpaduan hidran
kelas I dan II).
h. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
APAR diklasifikasikan sesuai dengan tujuan penggunaannya pada empat kelas
api (A,B,C,D). Semua APAR berperan dengan suatu daya padam yang
menunjukkan kecocokan pemadamannya untuk digunakan pada suatu kelas api
tertentu yang terdiri dari :
h.1. Alat Pemadam Api Tipe Air (Tanki Pompa)
28
Berukuran 11/2 – 5 gallon dan dapat digunakan untuk memadamkan api kelas
A. Pengoperasian dapat dilakukan dengan pompa tangan.
h.2. Alat Pemadam Air yang Berisi Tekanan
Berukuran 21/2 gallon berisi tekanan udara sekitar 6,8 bar di dalam kerangka
atau ruangan yang sama dengan air..
h.3. Alat Pemadam Api Carbon Dioxide (CO2)
Dapat digunakan untuk memadamkan api kelas B dan C dengan
mengeluarkan gas CO2 yang bertekanan dengan beberapa “salju” melalui
ujung pipa pemancar.
h.4. Alat Pemadam Api Halon
Berukuran 1 gallon sampai 10 gallon. Dapat digunakan untuk memadamkan
api kelas B dan C.
h.5. Alat Pemadam Kimia Kering Dasar Biasa/Normal
Berukuran 1.134-13.608 kg. Dapat dignakan untuk memadamkan api kelas
B dan C.
h.6. Alat Pemadam Kimia Kering Biasa Serba Guna
Berukuran 1.134-13.608 kg. Dapat digunakan untuk memdamkan api kelas
A, B, dan C.
2.3.5. Prosedur Operasi Penanggulangan Kebakaran
Menurut Lampiran III Surat Keputusan Kepala Dinas Pencegah/Pemadam
Kebakaran Kota Medan Nomor 970 / 0131 / SK / 2006 tentang Prosedur
Penanggulangan Kebakaran Dan Bencana Lainnya, prosedur operasi penanggulangan
kebakaran yaitu :
29
a. Setiap memulai tugas siaga pada setiap harinya, Komandan Regu dan Wakil
Komandan Regu harus segera mengatur urutan mobil yang akan berangkat bila
terjadi kebakaran pada saat jam tugas mereka dan melaporkannya kepada Kepala
UPT.
b. Komandan serta Wakil Komandan Regu segera mengatur personil untuk masing-
masing mobil, termasuk petugas yang akan menjadi Tim Rescue.
c. Komandan serta Wakil Komandan Regu segera menugaskan masing-masing supir
bersama piket supir untuk memeriksa kesiapan mobil dan
peralatan/perlengkapannya serta melakukan pemanasan mesin sesuai Prosedur
Penggunaan dan Pemeliharaan Mobil Pemadam Kebakaran, Mobil DP2K Kota
Medan lainnya dan Peralatan/Perlengkapannya sebagaimana terdapat pada
Lampiran II.
d. Sesaat setelah mendengar sirene atau lonceng tanda adanya kebakaran, seluruh
petugas pemadam kebakaran harus segera bergegas masuk ke mobil pemadam
kebakaran dan segera memakai helm yang telah tersedia di mobil masing-masing.
Dan bagi petugas yang menjadi Tim Rescue, segera mengenakan kelengkapan
keselamatan personil (personil safety tools).
e. Mobil pemadam dan petugas yang berangkat menuju lokasi kebakaran ditentukan
oleh Kepala UPT.
f. Seluruh anggota Tim Rescue dan PNS Siaga yang bertempat tinggal di Komplek
Pemadam Kebakaran harus berangkat dan mengacu kepada Pengaturan Kesiagaan
Pegawai DP2K Kota Medan dalam Penanggulangan Kebakaran sebagaimana
terdapat pada Lampiran I.
30
g. Sesuai dengan petunjuk dari petugas piket, seluruh mobil yang diberangkatkan
segera bergerak menuju lokasi kebakaran dengan tidak lupa menyalakan lampu
rotari dan membunyikan sirene. Kecepatan mobil pemadam kebakaran harus
mempertimbangkan keselamatan dan kemanan seluruh pihak.
h. Dalam perjalanan menuju lokasi kebakaran, setiap unit mobil harus tetap
melaporkan posisinya dan meminta panduan dari petugas piket tentang jalur lalu
lintas yang paling lancar, singkat dan dapat dilalui mobil pemadam menuju lokasi
kebakaran.
i. Seluruh unit mobil pemadam yang berangkat menuju lokasi kebakaran harus tetap
memonitor petunjuk dari petugas piket atau Kepala UPT.
j. Pada saat regu pemadam telah sangat dekat dengan lokasi kebakaran dan dapat
melihat dengan jelas kondisi kebakaran, anggota pemadam harus segera
melaporkan hal-hal yang terlihat kepada petugas piket serta menyampaikan
tentang perlu tidaknya penambahan jumlah unit mobil pemadam ke lokasi
kebakaran.
k. Setelah mobil pemadam tiba di lokasi kebakaran, hal-hal yang harus dilakukan
petugas pemadam kebakaran adalah :
k.1. Supir menempatkan mobil pada posisi yang paling tepat menurut posisi obyek
terbakar dan kondisi jalan;
k.2. Operator mesin segera menempati posisi di dekat mesin pompa dan
melakukan persiapan yang dibutuhkan;
k.3. Petugas pembawa selang segera menggelar selang menuju titik terdekat ke
obyek terbakar dengan meninggalkan ujung selang berkopling betina di
31
dekat mesin pompa, sedangkan Petugas pembawa nozzel bertugas membawa
nozzel untuk disambungkan dengan ujung selang berkopling jantan;
k.4. Bila dibutuhkan penyambungan selang tambahan, maka Petugas lainnya
segera membawa selang dengan atau tanpa kopling sambungan cabang dua
dan menyambungkannya dengan selang terdahulu;
k.5. Operator segera menyambungkan ujung selang berkopling betina ke kopling
jantan yang ada di mesin pompa;
k.6. Setelah ada permintaan pengaliran air dari petugas pemegang nozzle, Operator
segera mengalirkan air melalui selang dengan tekanan air disesuaikan dengan
kondisi atau sesuai permintaan Petugas pemegang nozzle;
k.7. Petugas tidak diperkenankan membiarkan selang atau nozzle dikuasai oleh
orang lain yang bukan petugas pemadam DP2K Kota Medan. Petugas boleh
bekerjasama dengan masyarakat melakukan penyiraman air, namun kendali
operasi selang tetap berada di tangan petugas;
k.8.Pemadaman kebakaran harus mengutamakan upaya melokalisir perkembangan
api untuk kemudian semakin memperkecil api sampai dengan padamnya api
dan baranya;
k.9. Mekanisme penyuplaian air harus disesuaikan dengan formasi mobil atau
sistem pemadaman, apakah menggunakan sistem statis atau dinamis, atau
sesuai dengan petunjuk Komandan Regu/Kepala UPT;
k.10. Setiap mobil yang telah kehabisan air harus segera kembali untuk mengisi air
dengan meminta petunjuk dari Komandan Regu/Kepala UPT tentang dimana
titik pengisian ulang air;
32
k.11. Petugas yang ikut dengan setiap mobil yang kembali untuk mengisi ulang air
hanyalah supir bersama dengan satu orang anggota;
k.12. Setelah selesai mengisi ulang air, supir bersama anggotanya harus segera
membawa kembali mobil tersebut ke lokasi kebakaran kecuali ditentukan
lain oleh Komandan Regu/Kepala UPT;
k.13. Setelah pemadaman dinyatakan selesai, masing-masing anggota pada unit
mobil dikomandoi oleh supir pemadam harus segera menggulung selang
yang telah digunakan dan menyimpannya kembali ke mobil bersama-sama
dengan peralatan lainnya;
k.14. Setelah seluruh mobil dan peralatannya rapi, maka seluruh petugas segera
melakukan apel untuk melaporkan kendala dan kesiapan masing-masing
regu unit mobil kepada Komandan Regu/Kepala UPT, untuk kemudian
menuggu petunjuk dari Komandan Regu/Kepala UPT;
k.15. Bila semuanya dinilai telah cukup, Komandan Regu/Kepala UPT segera
memerintahkan seluruh unit mobil bersama masing-masing anggota untuk
kembali ke Pos Siaga dengan formasi konvoi yang teratur dan tertib;
k.16. Setibanya di Pos Siaga/Pos Penjagaan masing-masing supir pemadam
dibantu anggotanya kembali mengisi ulang air pada tangki mobil yang
kosong dan merapikan peralatan/perlengkapannya, serta melaporkan segala
kerusakan/ kendala yang dialami mobil kepada Komandan Regu untuk
diteruskan kepada Kepala Seksi guna diteruskan ke Subdis Harlat untuk
ditindaklanjuti.
33
2.4. Kerangka Pikir
Perjalanan ke lokasi kebakaran -Memakai Alat Pelindung Diri
Tiba di lokasi kebakaran - Mengambil dan Menggelar Selang - Memasang Nozzle
Melakukan pemadaman kebakaran
Bunyi lonceng tanda kebakaran
Pemadaman Selesai -Menggulung selang
-Membereskan peralatan
Kembali ke kantor DP2K Kota Medan UPT I
34
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan
metode wawancara mendalam (indepth interview) untuk menggali informasi
mengenai risiko pekerjaan petugas pemadam kebakaran di Dinas Pencegah
Pemadam Kebakaran (DP2K) Kota Medan.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemadam Kebakaran
Wilayah I inti kota Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran (DP2K) Kota Medan.
Alasan pemilihan penelitian dilokasi ini karena merupakan UPT pos induk dengan
wilayah pemadaman terluas yang menangani wilayah inti kota Medan serta belum
pernah dilakukan penelitian mengenai risiko pekerjaan pada petugas pemadam
kebakaran di UPT tersebut.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Agustus 2012.
3.3. Populasi dan Informan
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh anggota regu pemadam karena
memiliki tugas untuk melaksanakan operasi penanggulangan kebakaran secara
35
langsung di lokasi kebakaran di UPT Pemadam Kebakaran Wilayah I yang berjumlah
63 orang.
3.3.2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang dijadikan sebagai informan.
Informan dalam penelitian ini yaitu anggota regu yang terdapat di UPT Pemadam
Kebakaran Wilayah I yang dipilih berdasarkan pengambilan sampel homogen karena
memiliki tugas dan fungsi yang sama dalam melakukan pemadaman kebakaran
berdasarkan kecukupan penelitian yaitu sebanyak 4 orang.
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Data Primer
Data primer diperoleh langsung dari hasil wawancara mendalam (indepth
interview) dengan pedoman umum berupa panduan pertanyaan yang telah disusun
dan menggunakan alat bantu voice recorder.
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari DP2K Kota Medan mengenai jumlah pekerja
dan gambaran umum DP2K Kota Medan.
3.5. Definisi Operasional
1. Petugas pemadam kebakaran adalah orang yang dilatih dan bertugas untuk
menanggulangi dan memadamkan kebakaran secara langsung yaitu anggota regu
Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemadam Kebakaran Wilayah I DP2K Kota Medan.
36
2. Risiko pekerjaan adalah kemungkinan terjadinya kejadian berbahaya atau paparan
dengan cedera atau keluhan kesehatan yang disebabkan oleh kejadian atau paparan
tersebut mulai dari petugas mendengar lonceng tanda kebakaran, berangkat ke
lokasi, tiba di lokasi kebakaran, melakukan pemadaman kebakaran hingga selesai
dan kembali ke kantor DP2K.
3.6. Analisa Data
Jenis analisa data yang digunakan yaitu menurut Poerwandari (2005) model
analisis antar kasus dengan tahapan : data yang sudah terkumpul dari hasil
wawancara kemudian diorganisasi dengan menyusun transkripsi verbatim serta
dikoding dan dianalisis. Setelah itu dilakukan pengujian terhadap dugaan untuk
mempertajam kesimpulan sementara yang diperoleh dengan menggunakan matriks-
matriks sederhana dan kemudian di interpretasi.
37
BAB 4 HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1. Sejarah Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran Kota Medan
Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran Kota Medan sudah ada sejak zaman
penjajahan Belanda (Batavia) tahun 1919 dan pada saat itu pemadam kebakaran ini
disebut Brandwier. Sejak zaman kemerdekaan Republik Indonesia unit pemadam
kebakaran ini terus tetap ada namun dikelola oleh daerah tingkat II masing – masing
yang keberadaannya bergabung dengan instansi yang ada pada saat itu.
Di Kota Medan khususnya unit Pemadam Kebakaran ini berada di Dinas
Pekerjaan Umum Kotamadya Medan yang berada pada salah satu seksi dan disebut
Unit Pencegah / Pemadam Kebakaran Kotamadya Medan. Kemudian pada tahun
1967, unit Pemadam Kebakaran ini beralih posisinya dari Unit Pemadam Kebakaran
dibawah Dinas Pekerjaan Umum Kotamadya Medan ke Sub. Direktorat Ketertiban
Umum. Pada tahun 1972 Unit Pemadam Kebakaran ini berubah menjadi Unit Linmas
dibawah Sub Direktorat Ketertiban Umum.
Sejak tahun 1979, Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran Kota Medan
dipindahkan ke Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Medan. Penempatan Dinas
Pencegah dan Pemadam Kebakaran Kota Medan pada Badan Penelitian dan
Pengembangan Kota Medan bertujuan untuk menyamakan perkembangan kota
dengan strategi mengantisipasi sumber-sumber bencana khususnya sumber-sumber
kebakaran yang baru dan mengetahui tingkat pelayanan publik lainnya.
38
4.1.2. Lokasi Penelitian
Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran Kota Medan terletak di Jalan Candi
Borobudur No. 2 Medan dan mempunyai satu pos induk yang merupakan Unit
Pelaksana Teknis Wilayah I (UPT I) inti kota. Luas lahan yang ditempati oleh DP2K
Kota Medan yaitu sebesar 6.790 m2 dengan luas bangunan 2.580 m2.
4.1.3. Wilayah Kerja Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran Kota Medan
Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran (DP2K) Kota Medan melayani 265,1
km² luas wilayah, 21 kecamatan, 151 kelurahan, dan 2001 lingkungan.
4.1.4. Visi
Dalam Renstra DP2K Kota Medan Tahun 2006 – 2011, sejalan dengan
tupoksinya, visi DP2K Kota Medan adalah “Terwujudnya Kota Medan yang Sigap
Mencegah dan Mengatasi Kebakaran serta Bencana lainnya” atau disingkat
39
”Medan Siaga Bencana”. Visi tersebut menggambarkan adanya tuntutan untuk
bersikap profesional dari seluruh jajaran yang ada di DP2K Kota Medan dalam
menjalankan tugasnya, serta perlunya partisipasi seluruh komponen yang ada di kota
Medan baik masyarakat, instansi pemerintah, swasta, dan lain-lain.
4.1.5. Misi
Untuk mewujudkan visi tersebut ditetapkan beberapa misi yaitu :
1. Mendorong partisipasi masyarakat dan swasta serta pihak kelurahan dan
kecamatan dalam pencegahan dan penanggulangan bencana
2. Meningkatkan mutu layanan ke masyarakat
3. Meningkatkan sarana dan prasarana alat pencegah dan pemadam kebakaran
4. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia
4.1.6. Fungsi
Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran (DP2K) Kota Medan yang dibentuk
berdasarkan Perda Kota Medan No. 34 Tahun 2001, Keputusan Walikota Medan
Nomor 67 Tahun 2002, tentang Tugas Pokok dan Fungsi DP2K kota Medan,
mempunyai tugas melaksanakan urusan rumah tangga daerah dalam bidang
pencegahan dan pemadaman kebakaran, melaksanakan pembantuan sesuai dengan
bidang tugasnya.
DP2K Kota Medan mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. Merumuskan dan melaksanakan kebijakan teknis di bidang pencegah/ pemadam
kebakaran;
b. Melaksanakan kegiatan pencegahan terhadap bahaya kebakaran atau bencana
alam;
40
c. Melaksanakan kegiatan operasional penanggulangan/pemadaman kebakaran atau
bencana alam;
d. Menyelenggarakan pengawasan atau pengendalian terhadap pengolahan,
penyimpanan, peredaran, kegiatan bongkar muat, pengangkutan barang dan bahan
(material) yang mudah terbakar sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
e. Mengkoordinir kegiatan unit pemadam kebakaran pada instansi pemerintah dan
swasta, perusahaan, perhotelan, perbankan, tempat-tempat vital/non vital, pusat
perbelanjaan, pasar dan lain-lain;
f. Melaksanakan kegiatan retribusi racun api;
g. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan pada semua bangunan, gedung
pertunjukan/pameran, tempat usaha, tempat hiburan dan tempat keramaian yang
ramai dikunjungi orang yang rawan terhadap bahaya kebakaran;
h. Melaksanakan seluruh kewenangan yang ada sesuai dengan bidang tugasnya;
i. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah.
4.1.7. Sarana dan Prasarana
Dalam rangka optimalisasi penyelenggaraan tugas pokok dan fungsinya,
DP2K Kota Medan didukung dengan berbagai sarana dan prasarana kerja yang sangat
bervariasi jenisnya, yaitu :
1. Kendaraan dinas/operasional Dinas P2K Kota Medan.
Berbagai jenis kendaraan dinas/operasional yang dimiliki DP2K Kota Medan
untuk mendukung terlaksananya tugas dalam kegiatan pencegahan dan
41
penanggulangan kebakaran dan bencana lainnya yang dapat dilihat pada tabel
berikut ini :
Tabel 4.1. Kondisi Kendaraan Dinas/Operasional DP2K Kota Medan Tahun 2011
No Jenis Jumlah Perkondisi
Total Baik Rusak Ringan
Rusak Berat Afkir
1 Ladder truck 4 - - - 4 2 Fire truck (Sistem Portable Pump) 11 2 - - 13 3 Fire truck (Sistem PTO Pump) 7 1 3 11 22 4 Nissan (Sistem PTO Pump) 1 - 1 - 2 5 Mini Bus 1 - - - 1 6 Mobil Pick-up 2 - - - 2 7 Mini Truck - - 1 - 1 8 Sepeda Motor 17 - - - 17
Jumlah 43 3 5 11 62 Ketika terjadi kebakaran kendaraan yang digunakan untuk melakukan
pemadaman di lokasi yaitu ladder truck yang berfungsi sebagai mobil tangga untuk
melakukan evakuasi terhadap korban ataupun untuk menyalurkan air dengan
menyedot air dari sumber air. Fire truck dan Nissan dengan sistem portable pump
juga digunakan sebagai penyedot air. Sedangkan fire truck sistem PTO (Power Take
Off) pump yaitu kendaraan pemadam kebakaran yang putaran mesin pompanya
langsung bergabung dengan mesin induknya. Fire truck jenis ini dapat membawa air
sendiri dan dapat langsung melakukan penyiraman dengan menghubungkan selang
pemadam pada mesin pompa. Adapun kapasitas air yang mampu disimpan yaitu 5
ton. Mini truck digunakan untuk membawa peralatan, sedangkan mini bus, pick up,
dan sepeda motor merupakan kendaraan operasional.
42
2. Peralatan dan perlengkapan kerja untuk kegiatan operasi
Tabel 4.2. Peralatan dan Perlengkapan Kegiatan Operasi DP2K Kota Medan Tahun 2011
Baik Rusak1 Genset 3 0 32 Mesin Las 1 0 13 Impuls Gun 1 0 14 Gancu 4 0 45 Portable Blower 1 0 16 Portable Pump 1 1 27 Floating Pump 6 0 68 Self Contained Breathing Aparatus 9 0 99 Baju dan Celana Tahan Panas 9 0 910 Baju dan Celana Tahan Api 1 0 111 Helm 63 0 6312 Masker Strainer dan Full Mask 16 0 1613 Tandu 1 0 114 Gergaji Mesin untuk Tembok/Besi 4 0 415 Kampak 2 0 216 Martil 2 0 217 Selang 2,5" 35 0 3518 Selang 1,5" 20 0 2019 Nozzle Jet 2,5" 22 0 2220 Nozzle Jet 1,5" 17 0 1721 Variable Nozzle 2,5" 20 0 2022 Variable Nozzle 1,5" 14 0 1423 Kopling Cab. 2,5" - 1,5" 12 0 1224 Lampu Kepala 5 0 525 Kopling Selang Ukuran 2,5" 3 0 326 Kopling Selang Ukuran 1,5" 3 0 3
No. Nama Barang JumlahTOTAL
3. Pos Pemadam Kebakaran
Untuk mendekatkan pelayanannya kepada masyarakat sekaligus untuk
mempersingkat waktu tempuh dalam penanggulangan kebakaran, DP2K Kota Medan
mempunyai 1 (satu) Pos Induk yang terletak di Jalan Candi Borobudur No. 2 Medan,
43
2 (dua) Pos Wilayah, yaitu Pos Wilayah Selatan di Terminal Terpadu Amplas dan
Pos Wilayah Utara di Kawasan Industri Medan (KIM) dan 1 (satu ) Pos Pembantu di
Kecamatan Medan Belawan.
4.2. Proses Kerja Informan
Tabel 4.3. Matriks Proses Kerja Informan di Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran (DP2K) UPT Wilayah I Kota Medan
Nomor Informan Proses Kerja
1 “Jadi begitu dengar lonceng kami terus naik armada kan, uda ditunjuk armada masing-masing. Armada pemadam berangkat ke lokasi.. Begitu kita nyampe di lokasi kita turun dari armada, kita persiapkan lah selang sama pemancar itu untuk penyiraman.. Selang tadi kita masukkan ke handle mobil itu kita tarik ke depan, terus kita standbye baru kita bilang “idupkan air”, idup.. terus kita siram”
2 “Kita menerima apabila ada laporan kebakaran dari masyarakat, dan juga kita bisa menerima dari kepolisian.., kita cek pas, betul, kita lonceng..ya kita lari.. Jadi dengar lonceng kita pake lah baju, helm.. sambil kita lari menuju mobil bisa di pake, di mobil pun bisa kita pakek kan. Begitu nyampek di TKP barulah masing-masing ada yang ngambil selang ada yang ngambil nozzle ada yang ngambil, lainnya lah.. Itulah baru kita siram“
3 “Begitu informasi sudah pasti, baru bunyi alarm atau lonceng, baru kami begerak.. Jadi begitu lonceng, persiapan masing-masing, nanti ada yang belum sempat make baju, make bajunya didalem mobil.. Kami di dalam mobil udah pasang strategi.. macam ini komandan, nanti kamu pegang selang, tarik nozzle kesana, tarik selang kesana kamu bawa nozzle langsung dari arah sana.. Terus kalo udah pulang itu kan, pas balek ke sini.. kita pun kendaraan kita tidak secepat yang kita pergi tadi, kita iring-iringan.. “
44
4 “Kan kita terima telfon, cuma kan banyak telepon jahil kan.. ee jadi konfirmasi lagi ntah yang ke lurah, kepling..itu.. baru kadang di..di sahkan oleh..kayak..polisi. Terus umumkan, siap-siap, baru lonceng.. Itulah tadi, kan kebetulan kalian udah ikut langsung, kami ga usah menerangkan secara rinci..”
Berdasarkan matriks di atas dapat diketahui bahwa semua informan
melakukan proses kerja yang sama sebagai anggota regu yaitu menjaga pos piket,
menerima telfon laporan kejadian kebakaran kemudian melakukan konfirmasi
terhadap kebenaran kejadian kebakaran. Jika informasi benar maka piket segera
membunyikan lonceng tanda kebakaran dan petugas segera berlari mengambil alat
pelindung diri berupa helm dan baju tahan panas kemudian menuju ke mobil
pemadam (fire truck) masing-masing yang telah ditentukan untuk segera menuju
lokasi kebakaran. Alat pelindung diri dipakai ketika petugas menuju ataupun ketika
didalam mobil pemadam.
Sesampainya di lokasi kebakaran, petugas langsung menggelar selang,
memasang nozzle dan menyambungkannya ke mesin pompa pada fire truck dengan
berkoordinasi dengan supir pemadam yang bertugas sebagai operator pompa untuk
pengaliran dan pengaturan tekanan air. Kemudian petugas melakukan pemadaman
sesuai instruksi dari komandan regu / wakil komandan regu mengenai strategi
penyiraman yang akan dilakukan dan kembali ke kantor DP2K UPT Wilayah I
setelah selesai melakukan pemadaman.
45
4.3. Pelatihan Informan
Tabel 4.4. Matriks Pelatihan Informan di Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran (DP2K) UPT Wilayah I Kota Medan
Nomor Informan
Pelatihan
1 “Kalo pelatihan macam kami ni kan, sekarang ni kan setiap seminggu sekali kami tetap latihan, dinamika kelompok. Itulah, fisik, lari-lari kan, senam.. sama mental juga. Udah itu, kita latihan gulung selang, ngidupkan portable, latian menggunakan breathing apparatus..tiap sabtu..”
2 “Diadakan setiap setahun sekali, diklat namanya, itu selalu ada itu namanya teori dan pelatihan. Pelatihan fisik seperti jalan, PBB, kemudian teori, cara menggunakan selang, cara melakukan penggulungan selang, cara menyiram api itu bagaimana, dengan racun api dan sebagainya.. Kalo setiap sabtu itu kita diadakan dinamika kelompok, itu diundang keseluruhannya baik itu dari wilayah Amplas, wilayah KIM dan Belawan, itu berkumpul kita melaksanakan dinamika kelompok itu mengenai teori dan praktek mengenai pemadaman kebakaran.. dinamika kelompok inilah kan untuk memantapkan lagi, mematangkan lagi cara penggunaan semua peralatan yang ada di pemadam ini..”
3 “Kami tu tetap dilatih, tiap tahun.. fisik, mental brimob yang ngelatih kami.. Terus kalo siapapun anggota baru yang masuk kemari harus dilatih.. baru nantinya dia belajar dari pengalaman, cuma dasar-dasarnya wajib dia tau, yang senior-seniornya ngelatih. Kalo materinya biasanya ngenalin pokok dasar supaya orang itu tahu kalo personil kebakaran itu kek gini, uda gitu kalo teori-teorinya ya..apa penyebab kebakaran, kenapa bisa terjadi kebakaran gitu.. Pelatihan rutin disini kan setiap hari sabtu, itu dinamika kelompok, kami itu latihan fisik sama mental, lari, push up, baris-berbaris, senam, beladiri, ya gitu lah dia, kekmana latihan fisik.. nanti bisa juga dia teori..
46
4 “Itu setiap tahunnya ada pendiklatan kita.. Tiap jum'at senam, sabtu itu dinamika, dinamika kan bisa berobah-obah, cuma kita pikirkan dulu, kalo dinamika bisa studi kasus.. Kalo materi intinya kan pertama kesemaptaan, PBB, disiplin.. baru pembinaan mental, termasuk fisik, itulah yang lari-lari.. baru belajar pola tentang pemadam kebakaran ini, diajarin masalah bahaya, bahaya bencana lah, bahaya bencana kebakaran.. jadi kekmana pola-pola penanggulangan make selang, nozzle kan, pengoperasian mobil kan diajari, cara penyiraman.. Kita pun kan bukan cuma teknik pemadamannya yang diajari, akibat dari teknik pun kan ada kadang, akibat dari kebakaran itu, diajari juga kita resikonya, kan ada risiko terbakar, terjebak, terjebak api terjebak asap..”
Berdasarkan matriks di atas dapat dilihat seluruh informan menyebutkan
bahwa selama bekerja sebagai petugas pemadam kebakaran mereka mendapat
pelatihan rutin setiap hari sabtu yaitu dinamika kelompok yang meliputi cara
penggunaan alat, teknik pemadaman kebakaran, pelatihan fisik dan mental serta
teori.
Pelatihan fisik yang diberikan yaitu senam, lari, push up, dan baris-berbaris.
Selain itu petugas memeroleh pelatihan mental untuk meningkatkan keberanian
petugas. Adapun teori yang diberikan kepada petugas pemadam kebakaran yaitu
mengenai penyebab kebakaran, bahaya dan risiko bencana kebakaran. Setiap tahun
juga diadakan pelatihan dengan memberikan teori serta simulasi penanggulangan
kebakaran yang mengundang beberapa pihak.
47
4.4. Risiko di Perjalanan
Tabel 4.5. Matriks Risiko di Perjalanan Informan Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran (DP2K) UPT Wilayah I Kota Medan
Nomor Informan
Risiko di Perjalanan
1 “Jadi kalo resikonya itu dari mulai di jalan itu uda ada ya kan, karna kan namanya pemadam tu harus cepat, bisa belanggar, ntah apaa, risiko kan tinggi..”
2 “Kalo namanya kecelakaan kalo apa itu di jalan tu sering, belanggar mobil.. terutama sekitar tahun 1999, setahun saya bekerja di pemadam ini tepatnya kan ada kebakaran di.. apa.. (berpikir) di.. kota bangun, itu mobil tangki pemadam yang isinya 10 ton bertabrakan dengan container ya kan.. Pada waktu itu terbalik la mobil tangki, meninggal 1 orang, 1 orang luka, luka berat la di (RS) Martha Friska..”
3 “Jadi tugas kami memang nyawa taruhan kami, lain ga ada.. Di jalan aja kami udah nyawa, keluar aja kami dari hanggar bunyi sirine, uda nyawa taruhan kami dek.. Di jalan, ga sekali dua kali kami kecelakaan, uda berapa kawan kami yang meninggal karna kecelakaan di jalan.. Abang sendiri yang ngalamin, jadi kejadiannya itu kebakaran di Fakultas Kedokteran UISU di SM Raja ujung.. Diantara jalan pemuda, sama jalan palang merah, kan banyak gedung, suara sirine kan ga denger, ya kami jumpa.. kami uda lewat, ekor mobil kami yang kenak.. orang itu yang nabrak dari kepalanya.. jadi.. kecepatan tinggi disitu. Disitu Bapak Kepala Dinas, Pak Marlon Simanjuntak ininya langsung koyak, kepala otaknya.. sementara abang sendiri uda bentol-bentol kepala ini, langsung bendol-bendol ini.. yang lainnya muntah-muntah. Kami ada.. 6 orang, satu mobil isinya 3 orang.. disitulah kecelakaan yang meninggal Kepala Dinas, 1 orang sekarat, 1 orang luka-luka termasuk abang..”
4 “Kalo resiko mungkin... untuk pribadi kan? Itu kan, di safety jalan kan, kek tadi tu kan macet tu kan.. ya namanya kendaraan, pas ligat (kencang), tergores mobil apa segala macam itulah resikonya..”
48
Berdasarkan matriks di atas dapat dilihat bahwa semua informan
menyebutkan risiko dari pekerjaan mereka sebagian besar terjadi pada saat mereka di
perjalanan atau risiko lalu lintas yaitu kecelakaan lalu lintas.
4.5. Penggunaan Alat Pelindung Diri Informan
Tabel 4.6. Matriks Penggunaan Alat Pelindung Diri Informan di Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran (DP2K) UPT Wilayah I Kota Medan
Nomor Informan
Penggunaan Alat Pelindung Diri
1 “Ada juga kita masker, baju tahan panas.. itulah kita pake ke dalam, helm, untuk keselamatan kami juga la gitukan, safety nya, karna kan kalo masuk ruangan tu kan resikonya tinggi, lebih tinggi dia, karna hawa panas itu, asap, segala macam lah.. Kalo..ini lah celana (celana panjang biasa) sehari-hari bertugas, cuma kalo kita berangkat ada baju tahan panasnya, baju tahan panasnya itu panjang dia segini (nunjuk se-dengkul) untuk perlindungan, sepatu PDL, ini uda menunjang lah.. kalo kenak paku kan dia ga tembus.. Oksigen uda ada.. oksigen tu perlunya kan kalo titik api tu ga nampak di dalam, kita gabisa masuk, asap tebal, baru pake SCBA, karna kalo ga pake itu ga sanggup kita. Yang makek itu tergantung, gak semua. Sarung tangan ada juga, cuma kita liat situasi, kalo diperlukan kita pake”
2 “Pakai helm itu.. setiap ada kebakaran itu lengkap kita pakek, baju tahan panas, sama helm la kita pake ya kan.. Kalo sepatu dibagian yang langsung menangani kebakaran sepatu kita ini namanya PDL, ini sekitar 90% ya sudah menunjang la ya kan, karna kan kita masuk kedalam ini baik itu api, paku kawat itu pake sepatu ini ga akan tembus itu..”
49
3 “Untuk safety diri helm, baju tahan panas, masker kalo ada, tapi kami ni lagi usahakan BA namanya, breathing aparatus, jadi situasi asap tebal pun kami bisa evakuasi.. masker kita kalo asap tebal kan itu kek mana ya, kita nanti tahan sebentar, sekian menit nanti kita uda ga tahan. Peralatan kita banyak kurang ini disini, seperti BA tadi.. BA tadi kan itu kalo bisa satu orang kan satu, baju tahan panas.. ini kenak kaca karna pake baju dinas biasa aja kami yang biru itu, bayangin coba, resikonya besar.. Uda gitu sepatu kita kan sepatu jungle boot gini, kalo bisa kan sepatunya yang.. yang kayak sepatu ikan gitu, itu memang safety kali.. jadi kalo ada korban yang mau di evakuasi jadi bisa.. Terus ga pake sarung tangan.. kami jarang-jarang pake sarung tangan..”
4 “Kadang kan kita.. apa namanya, lalai untuk make safety.. lalai satu, minim satu, dikasi safety ga dipake, cemanaa.. berat kali helm itu, ga enteng itu, jarang.. Jadi kadang kita masuk tanpa helm, kalo jatuh ntah apa kan ketimpa kepala ya kan.. itu dia, resikonya satu..”
Berdasarkan matriks di atas, dapat dilihat bahwa tiga informan mengatakan
menggunakan helm, masker, dan baju tahan panas sebagai alat pelindung diri yang
telah disediakan oleh DP2K Kota Medan sedangkan satu informan mengatakan
jarang menggunakan APD, seperti helm. Informan satu menambahkan juga
menggunakan sarung tangan jika diperlukan.
50
4.6. Risiko di Lokasi Kebakaran
Tabel 4.7. Matriks Risiko di Lokasi Kebakaran Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran (DP2K) UPT Wilayah I Kota Medan
Nomor Informan
Risiko di Lokasi Kebakaran
1 “Kalo masuk ruangan tu kan resikonya tinggi, lebih tinggi dia, karna hawa panas itu, asap, segala macam lah.. Kalo terkena api dikit ya biasaaa, haha biasa.. Ketika mengadakan penyiraman resiko tingginya tetap ada, mulai dari listrik, arus setrumnya itu kan, dari bangunannya bisa juga runtuh, yaa pernah laa.. ketimpa atap seng gitu kan, cuma kan gak sampe.. gak pala fatal. Terus itu pangkal selang itu kan ada kuningan, dia besi kan, kalo kita lepas itu kan dia begoyang-goyang gitu jadi yang dibelakang itu bisa kenak besi itu dia, bisa kena kepala, kena badan, tangan..”
2 “Ya pertama sekali ya..tabung gas, tabung gas itu sering meledak.. kemudian arus listrik, kalo arus listriknya belum padam, kita gabisa nyiram sembarangan, itu harus kita matikan dulu listriknya baru kita siram.. Dari bangunannya sendiri, ya kalo dia papan paling ya roboh itu lah kan, kalo ketimpa ya sering la, ada juga kawan naik ke seng itu, rupanya sengnya kan seng uda lama kan dia bekarat, jebol, jatuh ke bawah.. Uda gitu terjatuh karna lepas tadi selang tadi tu, nozzlenya lepas kan itu kan dengan kekuatan tinggi dia kan selalu menghantam kiri kanan, itulah yang bisa kena kepala bisa pecah kepalanya bisa bocor itu”
3 “Kalo di lapangan, listrik sama massa. Umpamanya rumah terbakar, listrik belum mati, kalo kami siram ya ga sekali dua kali kami kontak, ya abang sendiri uda berapa kali. Kalo di lapangan kalo masalah adu fisik kadang-kadang pernah sama masyarakat. Terus ada juga kawan jatuh dari atas seng, tangannya luka, koyak, sebelum jatuh sempat megang seng.. dan keduanya waktu dikebakaran itu, kita gatau ni balok-balok mana yang lapuk, jatuh dia, kena kita.. Pernah juga itu kan kita nyiram misalnya tiner, kan gitu kebakarannya kan, ni pintu masih tertutup, kita bukak la kalo ga wusss pasti nyambar kita deluan, ya itu otomatis tertolak satu, yang
51
ke dua ya itu lah.. yang bulu mata, yang rambut ya habislah, karna panas dia hahaha.. ya kadang mukak ya gosong la dikit. Uda gitu tiner ini gini, uda kita siram macam padam, kita masuk idup lagi dia.. aa macam yang di fakultas kedokteran itu kan banyak bahan kimia, aa itu meledak-meledak dia, apinya ngendap, buarrr, apinya ngendap, buarrr! Terus risiko waktu megang nozzle itu.. kalo lepas ini nozzle, kepala selang ini lepas kan gini kan (gerak-gerak) kalo kenak kepala ya uda jelas mati itu.. Pernah juga itu kan tangga yang di mobil pemburu kan maen tarek, tekunci, nah tangganya ini tiba-tiba meluncur dia sendiri, kenak tangannya, ya tangan ini tadi patah, cacat, jadi bengkok gini, ada satu orang.. Kalo tangga-tangga yang udah terbakar, didalam rumah, kalo dia tangga beton pernah dia kami naiki runtuh, tapi kami sempat lari..kami kan tau mana yang udah layak kami pijak lagi atau enggak.. Kadang kalo luka-luka kecil sama kami uda biasa.. tangan kenak kaca, terinjak paku, ini tembus ni paku kadang besar. Abang juga hampir korban kenak yang nyiram darisana, ya kena abu semua, apa..bara-bara api, untung pake helm, kalo ga ya..abang kira muka ini udah hancur kenak bara itu, rupanya enggak”
4 “Dari pengenalan masyarakat tentang pemadam ini kan masih minim ya, jadi kadang kita begitu di lokasi kan kenak maki, kenak lempar.. kan resiko juga itu.. Kalo resiko kerjanya ya di lokasi tadi, listrik seringkali, ya kita kenak strum, itu kadang ada yang pingsan, terbakar pun ada! ee lengket kabelnya, kami pikir mau mati, rupanya masih hidup dia sampe sekarang.. Kalo dari api kecil sebetulnya, dari pengalaman paling ada kadang kawan kan, contohnya kawan mau tertimpa batu, tembok.. Aku sendiri pun pernah juga ketimpa batu.. Ada juga itu kawan, satu regu, ketika naik.. mungkin struktur bangunannya kan, taulah kita, asal-asalan kan, dipijak, jatuh dia sama seng itu, tergores mau koyak tangan, apa segala macam, Terus kenak tetesan api, kadang kan jenis yang terbakar itu plastik, bahannya kan, terbakar itu jatuh, kenak tangan.. makanya ga ada yang mulus tangan kami
52
Ada juga itu.. salah-salah, gabisa main-main masang selang itu, lepas ini kan bisa baling kita, udah bisa mati.. Kalo jalan-jalan mau kenak paku..”
Berdasarkan matriks di atas dapat dilihat bahwa setiap informan memiliki
pernyataan yang hampir sama mengenai risiko pekerjaan petugas pemadam
kebakaran di lokasi kebakaran, berupa kecelakaan kerja dikarenakan listrik, suhu
panas, api, bekerja di ketinggian, peralatan pemadaman, ledakan, backdraft dan
flashover, kondisi bangunan yang terbakar, benda tajam, dan adu fisik dengan warga.
4.7. Keluhan Kesehatan
Tabel 4.8. Matriks Keluhan Kesehatan Informan di Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran (DP2K) UPT Wilayah I Kota Medan
Nomor Informan
Keluhan Kesehatan
1 “Asap, berbahaya itu asapnya itu, kalo kita terlalu banyak mengisap asap itu kita terus ngedrop, bisa terus pingsan, gak sadar, kalo gak sempat di tolong, itulah.. udah lewat (meninggal), terus batuk, sesak napas, ato kadang puyeng-puyeng gitu.. kalo mata perih biasa la itu kena asap kan, kalo sesak napas gitu paling pas di TKP aja..
2 “Baru-baru ini di Carrefour semalam itu, karna mungkin banyak ini.. menghirup asap ya kan, jadi banyak dari sana itu apa..banyak bermuntahan, mual, perutnya muntah ya kan.. contohnya aja, gausah jauh-jauh saya sendiri kan gitu, saya sendiri pulang dari sana pun, kepala terasa pening, mual, muntah, itulah dikasi obat, minum obat kan, udah agak lumayan juga.. “
3 “Satu asap itu bisa.. pingsan kita di dalam.. udah gitu risiko kerja kan salah satunya shift kami kan ada malam, begadang-begadang itu kan.. sering masuk angin, terus kalo ada kejadian jam 3 pagi besoknya uda jelas badan itu lemas kali.. itu masih satu kejadian! Pernah satu malam tu 3 kali kejadian, 4 kali kejadian.. ya pasti kelelahan, itu pasti luar biasa capeknya..
53
4 “Padahal kita main air kan, ngelawan api, tapi gampang kali haus itu, gampang capek..dihantam panas, tenaga lemas kita, dehidrasi kita.. capek kita nahankan beban (selang) itu, sampek keringat dingin kita, ada lah.. keram dia nahankan itu mintak ganti.. Belum lagi asap, asap itu.. sedap juga, mau pingsan kita, tiba-tiba nyerang asap itu..”
Berdasarkan matriks di atas dapat dilihat bahwa keempat informan
mengatakan keluhan kesehatan yang mereka rasakan di lokasi kebakaran umumnya
dikarenakan banyak menghirup asap, seperti batuk, sesak nafas, mual, muntah,
pusing, mata perih bahkan pingsan. Informan ke-tiga dan empat menambahkan
bahwa ia juga sering merasakan lemas dan masuk angin.
54
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1. Proses Kerja Informan
Dari hasil wawancara peneliti memeroleh informasi bahwa semua anggota
regu memiliki tugas dan proses kerja yang sama. Menurut uraian penjelasan dari
informan dapat diketahui bahwa proses kerja yang dilakukan telah sesuai dengan
standar prosedur penanggulangan kebakaran DP2K Kota Medan.
Petugas pemadam kebakaran di DP2K Kota Medan UPT Wilayah I dibagi
kedalam 3 regu pemadam. Masing-masing regu berjumlah 35 orang yang terdiri dari
seorang komandan dan seorang wakil komandan regu, serta beberapa supir dan
anggota regu (petugas pemadam) yang saling berkoordinasi dan bekerja sama dalam
melakukan pemadaman. Ketiga regu tersebut bekerja bergantian setiap harinya yang
dibagi dalam 3 shift dengan waktu kerja 12 jam per shift dan ketika terjadi kebakaran
maka regu yang sedang betugas yang menangani kebakaran.
Adapun proses kerja informan sebagai anggota regu yaitu menjaga pos piket,
menerima telfon laporan kejadian kebakaran kemudian melakukan konfirmasi
terhadap kebenaran kejadian kebakaran. Konfirmasi dilakukan dengan menanyakan
kepada kepling ataupun polisi di daerah tersebut tentang kebenaran kejadian
kebakaran.
Jika informasi benar maka piket segera membunyikan lonceng tanda
kebakaran dan petugas lainnya segera berlari mengambil alat pelindung diri berupa
helm dan baju tahan panas kemudian menuju mobil pemadam (fire truck) masing-
masing yang telah ditentukan dan segera berangkat ke lokasi kebakaran. Alat
55
pelindung diri dipakai ketika petugas menuju ataupun ketika didalam mobil
pemadam.
Sesampainya di lokasi kebakaran, petugas langsung menggelar selang,
memasang nozzle kemudian menyambungkannya ke mesin pompa pada fire truck
dengan berkoordinasi dengan supir pemadam yang bertugas sebagai operator pompa
untuk pengaliran dan pengaturan tekanan air. Kemudian petugas melakukan
pemadaman sesuai instruksi dari komandan / wakil komandan regu mengenai pola
pemadaman dan strategi penyiraman yang dilakukan. Setelah selesai melakukan
pemadaman petugas kembali ke kantor DP2K UPT Wilayah I.
Menurut pihak DP2K Kota Medan, tugas dan tata cara kerja petugas dalam
melakukan operasi penanggulangan dan pemadaman kebakaran diberikan kepada
setiap petugas sebelum dan selama bertugas sebagai petugas pemadam kebakaran
dalam bentuk diklat (pelatihan).
5.2. Pelatihan Informan
Petugas mendapatkan pelatihan rutin untuk meningkatkan kinerja petugas di
lapangan. Pelatihan yang diberikan yaitu dalam bentuk dinamika kelompok yang
meliputi cara penggunaan alat seperti cara menggunakan selang, latihan menggulung
selang, menggunakan self contained breathing apparatus, teknik pemadaman
kebakaran, pelatihan fisik dan mental serta teori. Dinamika kelompok yang diberikan
dapat berupa studi kasus untuk mengevaluasi pemahaman petugas pemadam
kebakaran mengenai materi yang telah diberikan.
56
Pelatihan fisik yang dilakukan yaitu senam, lari, push up, dan baris berbaris,
sedangkan pelatihan mental bertujuan untuk meningkatkan keberanian petugas dalam
melaksanakan tugas. Adapun teori yang diberikan kepada petugas yaitu mengenai
kebakaran, klasifikasi kebakaran, faktor-faktor penyebab kebakaran, pengenalan
sifat-sifat api, cara menjalarnya api, pengenalan listrik, strategi pemadaman, prinsip-
prinsip dalam pemadaman, cara evakuasi (penyelamatan), serta penggunaan alat
seperti racun api, hidran, sprinkler, dll.
Menurut Pusat Latihan Keterampilan Tenaga Kebakaran Jakarta (1998), suatu
program kebugaran fisik akan membantu mengurangi terjadinya cedera dan kematian
yang disebabkan oleh beratnya pekerjaan. Latihan akan meningkatkan kesehatan otot,
jantung, dan juga paru-paru yang dengan sendirinya dapat mengurangi kemungkinan
serangan jantung ataupun yang berkaitan dengan cedera dan penyakit. Petugas
pemadam kebakaran yang sehat dengan fisik yang prima akan mampu melaksanakan
tugas mereka dengan lebih baik, lebih lama, dan juga lebih aman dibandingkan
dengan petugas yang tidak dalam kondisi prima (Puslatkar Jakarta, 1998).
Selain itu, setiap tahun petugas juga mendapatkan pelatihan dari pihak DP2K
Kota Medan bekerja sama dengan BRIMOB, BASARNAS dan Dinas Kesehatan
yang dilakukan secara bergantian dengan simulasi pemadaman. National Fire
Protection Association (NFPA) dalam NFPA 1500 mempersyaratkan agar semua
personil atau petugas yang mungkin terlibat dalam pemadaman kebakaran harus turut
serta dalam latihan paling kurang secara bulanan.
Idealnya latihan bulanan ini sebaiknya digunakan untuk menerapkan
petunjuk-petunjuk teknis tentang keselamatan sampai hal-hal tersebut dapat
57
dilakukan secara otomatis. Melalui pelaksanaan program-program latihan rutin dan
terarah diharapkan akan mengurangi risiko terjadinya bahaya, baik bagi petugas
pemadam kebakaran maupun orang atau korban yang diselamatkan (Puslatkar
Jakarta, 1998).
Berdasarkan keterangan dari pihak DP2K Kota Medan, ada 3 jenis pelatihan
yang diberikan kepada setiap petugas pemadam kebakaran, yaitu diklat peningkatan
kapasitas & kapabilitas dalam penanggulangan kebakaran, penyelamatan di darat,
penyelamatan di air, pertolongan pertama gawat darurat, dan pengamanan lokasi
kebakaran. Diklat pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan & bencana
banjir untuk meningkatkan kapasitas petugas dalam sistem navigasi & pemetaan,
jungle life survival, water life survival, dan penanggulangan kebakaran hutan. Diklat
disiplin dan kesemaptaan untuk meningkatkan kompetensi petugas melalui senam
kesegaran jasmani, pelatihan baris berbaris, pelatihan dinamika kelompok, dan
keterampilan komando. Serta pelatihan fisik dan mental yang diadakan setiap minggu
dengan mendatangkan instruktur dari BRIMOB dan sanggar senam.
Pelatihan (diklat) tersebut diberikan kepada semua petugas pemadam
kebakaran yang baru masuk sebelum mereka bertugas. Namun setiap tahun tetap
diadakan pelatihan untuk penyegaran secara bertahap dan bergantian dan jika ada
petugas yang dianggap kemampuan dan kinerjanya masih kurang ketika
melaksanakan tugas dilapangan maka akan dibekali dan diikutkan kembali kedalam
pelatihan (diklat).
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 16 Tahun 2009 setiap institusi
pemadam kebakaran harus memiliki standar kualifikasi yang dijadikan sebagai
58
patokan atau pedoman dalam penerimaan petugas pemadam kebakaran. Hal ini
dilakukan agar pelaksanaan tugas pemadaman kebakaran dapat berlangsung secara
tepat guna, tepat sasaran dan tepat tindakan ketika bertugas di lapangan.
Selain itu sebaiknya petugas pemadam kebakaran memiliki jabatan sesuai
dengan pelatihan yang telah diperoleh, misalnya : jabatan pemadam 1 harus mampu
memadamkan kebakaran dengan APAR, menggunakan peralatan pemadaman jenis
hidran, melaksanakan P3K dan melaksanakan sistem tali temali untuk pengamanan
dan penyelamatan korban. Jabatan pemadam 2 harus mampu melaksanakan operasi
ventilasi asap bangunan rendah, melaksanakan prosedur penyelamatan, melaksanakan
prosedur pemutusan aliran gas dan listrik serta menentukan asal titik api dan dampak
kebakaran (DEPDAGRI, 2009).
Adapun evaluasi untuk mengetahui bahwa materi yang diberikan telah
dipahami oleh petugas yang mengikuti pelatihan menurut keterangan pihak DP2K
Kota Medan, yaitu dengan memberikan pertanyaan secara lisan mengenai materi
yang diberikan, ketika petugas melakukan simulasi dan ketika bertugas di lapangan.
Namun sebaiknya evaluasi tidak hanya dilakukan secara lisan, tetapi juga dengan
tulisan hasil penilaian yang diperoleh merata kepada seluruh petugas yang mengikuti
pelatihan
5.3. Risiko di Perjalanan
Dari hasil wawancara peneliti memeroleh informasi bahwa risiko dari
pekerjaan petugas pemadam kebakaran sebagian besar terjadi pada saat mereka di
perjalanan menuju lokasi kebakaran, yaitu risiko lalu lintas, misalnya tabrakan.
59
Adapun akibat yang dapat ditimbulkan dari tabrakan tersebut yaitu luka parah bahkan
meninggal dunia.
Berdasarkan keterangan informan dapat disimpulkan bahwa kecelakaan di
perjalanan dapat terjadi dikarenakan mereka menempuh perjalanan dengan kecepatan
tinggi untuk segera mencapai lokasi kebakaran. Jumlah kendaraan di Kota Medan
yang semakin meningkat menyebabkan petugas mengalami kesulitan untuk mencapai
lokasi kebakaran dengan aman. Selain itu tabrakan dengan sesama mobil pemadam
yang pernah terjadi dikarenakan satu mobil pemadam kembali dari lokasi kebakaran
menuju kantor DP2K Kota Medan untuk melakukan pengisian ulang air sedangkan
mobil pemadam yang lain menuju lokasi kebakaran dengan kecepatan tinggi serta
suara sirine mobil pemadam lain yang saling tidak terdengar dan banyaknya
bangunan tinggi disekitar persimpangan jalan mengakibatkan kedua mobil tidak
saling mengetahui keberadaan masing-masing dan mengakibatkan tabrakan
dipersimpangan jalan.
Menurut pihak DP2K Kota Medan tidak ada syarat batasan kecepatan
maksimal yang diperbolehkan untuk mobil pemadam ketika menuju lokasi kebakaran
karena petugas harus secepat mungkin untuk tiba di lokasi. Namun tetap harus
mengutamakan keselamatan daripada kecepatan dalam menuju lokasi yaitu dengan
menghidupkan sirine dan lampu rotari, menjaga jarak kendaraan satu dengan
kendaraan yang lain serta menghindarkan saling mendahului diantara sesama unit
mobil pemadam guna mencegah terjadinya kecelakaan atau tabrakan.
Kerja sama dengan Dinas Perhubungan dan pihak kepolisian setempat dapat
membantu mengurangi hambatan yang dialami petugas ketika menuju lokasi
60
kebakaran. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menertibkan pengguna kendaraan
sewaktu mobil pemadam kebakaran melintas.
5.4. Penggunaan Alat Pelindung Diri
Berdasarkan keterangan informan, alat pelindung diri mulai digunakan
petugas ketika mendengar bunyi lonceng tanda kebakaran ataupun ketika berada di
dalam mobil pemadam sambil menuju ke lokasi kebakaran. Umumnya informan
mengatakan bahwa mereka menggunakan alat pelindung diri seperti helm, masker,
dan baju tahan panas yang disediakan oleh DP2K Kota Medan.
Menurut dua orang informan, sepatu yang disediakan oleh pihak DP2K telah
menunjang pekerjaan mereka ketika bertugas di lapangan, sedangkan dua informan
lain mengatakan sepatu yang disediakan belum menunjang kinerja di lapangan,
sehingga petugas masih bisa tertusuk paku (benda tajam) yang terdapat di lokasi.
Adapun sepatu yang disediakan oleh DP2K Kota Medan yaitu sepatu kulit laras
panjang berwarna hitam dan bertali. Sepatu jenis ini digunakan petugas ketika
bertugas memadamkan kebakaran. Namun, dalam kasus ini sepatu yang digunakan
petugas pemadam kebakaran tidak sesuai dengan standar sepatu untuk pemadam
kebakaran yang disarankan oleh NFPA. Sepatu yang disarankan oleh NFPA ketika
memadamkan kebakaran yaitu jenis firefighter boots.
Umumnya petugas pemadam kebakaran DP2K Kota Medan menyadari bahwa
menggunakan alat pelindung diri merupakan hal yang penting ketika bekerja untuk
menghindari risiko yang tidak diinginkan. Namun menurut informan, alat pelindung
diri yang tersedia jumlahnya terbatas seperti baju dan celana tahan panas, sarung
61
tangan, SCBA sehingga tidak semua petugas bisa menggunakan APD. Selain itu,
salah satu informan mengatakan bahwa APD seperti masker belum mendukung
kinerja mereka di lokasi kebakaran sehingga tidak jarang mereka terhirup asap di
lokasi kebakaran.
Menurut keterangan dari pihak DP2K kota Medan, jumlah baju dan celana
tahan panas yang tersedia yaitu hanya 9 pasang, baju dan celana tahan api 1 pasang,
helm 63 unit, masker strainer dan full mask 9 unit dan self contained breathing
apparatus 9 unit. Jumlah ini sangat sedikit jika dibandingkan dengan petugas
pemadam kebakaran yang berjumlah sekitar 100 orang. Namun sebenarnya pihak
DP2K Kota Medan menyadari bahwa setiap petugas pemadam kebakaran wajib
dilengkapi alat pelindung diri ketika bertugas.
Setiap tahun pihak DP2K Kota Medan telah melakukan upaya untuk
pengadaan alat pelindung diri, hanya saja kendala yang dihadapi yaitu mahalnya alat
pelindung diri petugas serta anggaran yang terbatas. Sehingga untuk menanggulangi
masalah tersebut pihak DP2K Kota Medan membuat kebijakan bahwa yang
menggunakan alat pelindung diri lebih diutamakan untuk petugas yang berada paling
depan memadamkan api serta petugas yang masuk ke dalam bangunan yang terbakar.
Hal ini tidak sesuai dengan yang tercantum dalam modul DEPDAGRI
tentang Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Pemadam Kebakaran dalam
Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran (2005) bahwa pekerjaan sebagai
petugas pemadam kebakaran merupakan pekerjaan yang berat dan membutuhkan
pemakaian alat pelindung diri pada setiap operasi pemadaman ataupun penyelamatan.
Alat pelindung diri yang diperlukan oleh petugas pemadam kebakaran harus meliputi
62
: helm, baju tahan panas dan celana tahan panas, sepatu boot panjang, sarung tangan,
Self Containing Breathing Apparatus (SCBA), dan peralatan kelengkapan lainnya
(sistem sinyal keselamatan diri dan detektor karbonmonoksida) (DEPDAGRI, 2005).
5.5. Risiko di Lokasi Kebakaran
Dari hasil wawancara peneliti memeroleh informasi bahwa risiko dari
pekerjaan petugas pemadam kebakaran selain ketika dalam perjalanan, risiko juga
terdapat dilokasi kebakaran. Setiap informan memiliki pernyataan yang hampir sama
mengenai risiko pekerjaan petugas pemadam kebakaran di lokasi kebakaran, berupa
kecelakaan kerja dikarenakan listrik, suhu panas, api, bekerja di ketinggian, peralatan
pemadaman, ledakan, backdraft dan flashover, kondisi bangunan yang terbakar,
benda tajam, dan adu fisik dengan warga.
Menurut informan tidak jarang petugas mengalami adu fisik dengan warga
ketika tiba dilokasi kebakaran. Hal ini disebabkan karena warga panik dan merasa
tidak puas atas kedatangan petugas pemadam kebakaran yang terlambat tiba di lokasi
kebakaran. Namun berdasarkan keterangan informan dan observasi peneliti ketika di
kantor DP2K Kota Medan, ketika informasi kebakaran diterima dan lonceng tanda
adanya kebakaran dibunyikan, petugas langsung menuju fire truck-nya masing-
masing dan segera berangkat dengan kecepatan tinggi menuju lokasi kebakaran.
Hanya saja hambatan diperjalanan seperti macet dan jauhnya jarak lokasi kebakaran
yang menyebabkan petugas terlambat tiba di lokasi.
Untuk itu pihak DP2K Kota Medan mengupayakan kerjasama dengan kepala
lingkungan di wilayah kota Medan yang disebut BALAKAR (Barisan Sukarelawan
63
Kebakaran) dengan memberikan pelatihan dasar pemadaman yang bertujuan agar
ketika terjadi kebakaran kepala lingkungan (BALAKAR) tersebut dapat membantu
mengamankan masyarakatnya serta jika terjadi kebakaran kecil kepala lingkungan
tersebut dapat mengatasi bersama-sama dengan masyarakat sebelum petugas tiba di
lokasi.
Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari informan, listrik merupakan hal
yang paling membahayakan bagi petugas ketika melakukan pemadaman di lokasi,
bahkan tidak jarang petugas kontak dengan arus listrik, baik itu menyentuh kabelnya
secara langsung ataupun ketika melakukan penyiraman. Kontak dengan arus listrik
dapat terjadi ketika petugas datang melakukan pemadaman dilokasi kebakaran namun
arus listrik belum diputus, sehingga cukup membahayakan petugas. Maka dari itu
sebaiknya sebelum petugas melakukan pemadaman kebakaran perlu dipastikan
kembali apakah listrik dilokasi telah mati dan berkoordinasi dengan pihak terkait
(PLN).
Kontak langsung dengan arus listrik dapat mengakibatkan cedera tubuh
seperti kejang otot yang berakibat lanjut pada menurunnya kemampuan gerak,
terjatuh, terhentinya detak jantung dan aliran nafas, bahkan mengakibatkan
kegosongan atau kebakaran yang parah. Percikan arus listrik dapat menimbulkan
panas yang sangat tinggi dan dapat membakar cairan-cairan yang mudah menyala
atau benda-benda yang mudah terbakar (Puslatkar Jakarta, 1998).
Selain itu, risiko yang dapat ditimbulkan dari lokasi kebakaran yaitu risiko
dari peralatan pemadaman, suhu panas, dan api ketika melakukan penyiraman.
Menurut Guidotti (1998), tingkat paparan resiko yang mungkin dialami oleh petugas
64
pemadam kebakaran yang diakibatkan oleh kebakaran tergantung dari bahan yang
terbakar, adanya bahan kimia non-fuel, adanya korban yang memerlukan
penyelamatan dan posisi petugas yang dekat dengan api, seperti petugas yang
memegang nozzle (ujung penyemprot) (Guidotti, 1998).
Selain lebih dekat dengan api yang dapat menimbulkan risiko terbakar,
petugas pemegang nozzle memiliki risiko lain jika melakukan kesalahan dalam teknik
penggunaan alat misalnya selang dan nozzle sehingga dapat terkena pukulan pangkal
selang yang terbuat dari besi jika nozzle terlepas. Untuk itu petugas pemegang nozzle
harus memastikan bahwa nozzle telah terpasang dengan baik pada selang dan
memiliki kuda-kuda yang kokoh serta didampingi dengan petugas yang lain dalam
melakukan penyiraman dikarenakan tekanan air yang besar dapat mengakibatkan
petugas terpental serta terkena pukulan pangkal selang.
Terkait kondisi panas, harus diperhatikan tingkat ketahanan individu terhadap
panas. Berdasarkan penelitian, kelelahan individu terhadap panas dan kelembaban
sangat berhubungan dengan saraf otak. Ketahanan fisik terhadap panas paling lama
adalah 30 menit (Sunartoyo, 2006). Sehingga diperlukan pergantian personil ketika
melakukan pemadaman, untuk menghindari terjadinya risiko yang ditimbulkan oleh
panas serta kelelahan selama melakukan penyiraman.
Ledakan, flashover dan backdraft, juga merupakan risiko ketika melakukan
pemadaman ke dalam bangunan yang terbakar. Ledakan bahan-bahan atau proses-
proses tertentu pada sebuah bangunan dapat membahayakan petugas pemadam
kebakaran. Dua jenis bahaya yang biasa terjadi dan harus selalu diwaspadai selama
melakukan operasi kebakaran adalah bahaya flashover dan backdraft. Kedua jenis
65
bahaya ini dapat menimbulkan akibat yang fatal baik bagi struktur bangunan maupun
para petugas pemadam kebakaran yaitu terbakar.
Flashover terjadi jika nyala api menyebar keseluruh permukaan ruangan atau
area. Penyebab flashover yang sebenarnya adalah penumpukan panas dari api itu
sendiri bersamaan dengan terus terbakarnya ruangan, semua isi ruangan perlahan-
lahan dipanaskan hingga mencapai titik nyalanya. Jika titik nyala telah tercapai, maka
akan terjadi penyalaan api secara serentak dan ruangan tersebut sepenuhnya menjadi
terbakar. Gas-gas yang dihasilkan dari pembakaran ini akan meningkatkan bahaya
bagi petugas pemadam kebakaran dan menimbulkan kemungkinan terjadinya
backdraft.
Backdraft juga disebut sebagai ledakan asap. Backdraft dapat terjadi jika tidak
lagi tersedia cukup oksigen, maka karbon bebas dalam jumlah besar akan dilepaskan
dalam asap. Hal inilah yang dapat menyebabkan terjadinya ledakan. Seperti pintu
yang dibuka oleh petugas pemadam kebakaran ketika akan memasuki ruangan atau
jendela yang didobrak akan memberikan rantai penghubung yang hilang, yaitu
oksigen. Segera setelah oksigen yang diperlukan masuk, pembakaran yang tertahan
akan berlanjut; kecepatannya bisa merusak, benar-benar berkualitas ledakan.
Backdraft bisa merupakan kondisi yang paling berbahaya yang dihadapi petugas
pemadam kebakaran (Puslatkar Jakarta, 1998).
Oleh karena itu petugas yang akan memasuki ruangan yang terbakar
sebaiknya mengetahui secara benar tanda-tanda akan terjadinya backdraft dan
membuat lubang-lubang ventilasi sebagai akses masuk oksigen untuk mencegah
terjadinya backdraft. Risiko lain yang mungkin dihadapi petugas pemadam kebakaran
66
dilokasi kebakaran yaitu ketika bekerja di ketinggian yang dapat menyebabkan
petugas terjatuh dari atap/tangga/bangunan yang runtuh ataupun terjatuh dari tangga
pemadam. Selain itu risiko yang ditimbulkan dari bangunan yang terbakar yaitu dapat
menyebabkan petugas tertimpa runtuhan bangunan misalnya atap. Hal ini dapat
terjadi dikarenakan tekanan air yang besar pada saat menyiram bagian atas bangunan
mengakibatkan atap terdobrak dan terlepas kemudian jatuh menimpa petugas.
Pemadaman yang dilakukan petugas tidak terbatas hanya melalui pemadaman
dari luar gedung saja, namun juga pemadaman dari dalam gedung untuk mencari
sumber api. Maka pada saat api memanaskan komponen-komponen struktural
tertentu, seperti baja ringan atau kayu penopang konstruksi, bahan-bahan tersebut
akan mengalami kerusakan dan berlanjut pada roboh / runtuhnya struktur bangunan
sehingga dapat mengenai petugas pemadam kebakaran (Puslatkar Jakarta, 1998).
Untuk itu petugas sebaiknya mampu melihat tanda-tanda akan rubuhnya bangunan
sehingga dapat menghindari risiko tertimpa.
Menurut informan ketika petugas memasuki bangunan yang terbakar, risiko
lain yang mungkin dihadapi yaitu terkena luka sayat ataupun tertusuk paku (benda
tajam) ketika melakukan penyiraman atau penyisiran api dibalik benda-benda. Hal ini
dapat terjadi jika petugas tidak dilengkapi dengan alat pelindung diri yang lengkap
seperti sarung tangan, baju tahan panas, dan firefighter boots, serta kelalaian petugas
yang tidak memerhatikan lingkungan disekitarnya.
67
5.6. Keluhan Kesehatan
Dari hasil wawancara peneliti memeroleh informasi bahwa semua informan
mengatakan keluhan kesehatan yang mereka rasakan umumnya dikarenakan banyak
menghirup asap yang terdapat di lokasi kebakaran seperti batuk, sesak nafas, mual,
muntah, pusing, dan mata perih.
Menurut Guidotti (1998), ketika petugas pemadam kebakaran memadamkan
api, mereka sering terhirup karbon monoksida, hidrogen sianida, nitrogen dioksida,
dan senyawa organik seperti benzena. Namun, pada umumnya hanya karbon
monoksida dan hidrogen sianida yang ditimbulkan dalam konsentrasi tinggi saat
kebakaran. Perbedaan campuran gas dapat menimbulkan derajat bahaya yang berbeda
pula (Guidotti, 1998).
Menurut DEPDAGRI (2005) asap memiliki 3 sifat yang merugikan bagi
tubuh manusia, yaitu dapat mengurangi kadar kecukupan oksigen yang dibutuhkan
untuk kehidupan manusia, dapat memedihkan mata sehingga menggangu pandangan,
serta mengandung gas-gas beracun, seperti CO (karbon monoksida). Pada saat terjadi
kebakaran, persentase O2 (oksigen) menurun, sementara persentase CO dan CO2
meningkat.
Seseorang yang tidak menggunakan alat bantu pernafasan didaerah kebakaran
akan bernafas lebih cepat, mengisap partikel-partikel didalam kandungan asap, dan
gas-gas panas yang beracun. Apabila tingkat oksigen di udara yang digunakan untuk
bernafas menurun maka sejumlah O2 yang masuk ke otak akan berkurang, dan
perilaku orang akan menjadi tidak rasional. Ketika tingkat oksigen berkurang
dibawah 15%, orang akan menjadi kehilangan kesadarannya atau pingsan
68
(DEPDAGRI, 2005). Maka dari itu petugas pemadam kebakaran harus dilengkapi
dengan alat bantu pernafasan (Self Contained Breathing Apparatus), khususnya bagi
mereka yang harus memasuki ruangan-ruangan tertutup dan mencari korban.
Selain itu satu informan menambahkan bahwa badan terasa lemas dapat
terjadi akibat suhu panas ketika memadamkan api di lokasi kebakaran. Dalam
penjalaran api, panas berpindah melalui konduksi, konveksi, dan radiasi. Dengan cara
yang sama panas dapat berpindah ke tubuh manusia. Panas dapat mengakibatkan
pembakaran, keletihan tubuh, dan gangguan pernafasan (DEPDAGRI, 2005).
Menurut Guidotti (1998) bahwa heat stress selama pemadaman kebakaran
dapat berasal dari udara panas, pancaran panas atau kontak dengan permukaan panas.
Keadaan ini dapat diperparah dengan pakaian pelindung petugas pemadam kebakaran
oleh sifat isolasi pakaian itu sendiri serta tenaga fisik petugas yang mengakibatkan
produksi panas dalam tubuh. Panas dapat mengakibatkan cedera lokal dalam bentuk
luka bakar atau heat stress umum, dengan risiko dehidrasi, stroke dan gagal jantung
(Guidotti, 1998). Untuk itu perlunya dilakukan pergantian petugas yang melakukan
pemadaman agar tidak terpapar panas dalam waktu lama sehingga dapat terhindar
dari risiko tersebut.
Menurut Costa (2003), shift kerja malam berpengaruh negatif terhadap
kesehatan fisik, mental dan sosial; mengganggu psychophysiology homeostatis seperti
circadian rhythms, waktu tidur dan makan; mengurangi kemampuan kerja,
meningkatnya kesalahan dan kecelakaan; menghambat hubungan sosial dan keluarga;
dan adanya faktor resiko pada saluran pencernaan, sistem syaraf, jantung dan
pembuluh darah (Maurits dan Widodo, 2008).
69
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai gambaran risiko pekerjaan petugas
pemadam kebakaran di DP2K Kota Medan terhadap anggota regu sebagai sumber
informasi, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
6.1.1. Semua informan melakukan proses kerja yang sama sebagai anggota regu yaitu
menjaga pos piket, menerima telfon laporan kejadian kebakaran, melakukan
konfirmasi terhadap kebenaran kejadian kebakaran, membunyikan lonceng
tanda kebakaran, mengambil alat pelindung diri sambil menuju ke mobil
pemadam masing-masing yang telah ditentukan. Sesampainya di lokasi
kebakaran, petugas melakukan pemadaman sesuai instruksi dari komandan
regu / wakil komandan regu dan kembali ke kantor DP2K UPT Wilayah I
setelah selesai melakukan pemadaman.
6.1.2. Pelatihan rutin diberikan setiap hari Sabtu yaitu dinamika kelompok, pelatihan
fisik, dan teori. Pelatihan setiap tahun dengan memberikan teori serta simulasi
penanggulangan kebakaran.
6.1.3. Semua informan menyebutkan risiko dari pekerjaan mereka sebagian besar
terjadi pada saat mereka di perjalanan yaitu risiko lalu lintas dan ketika di
lokasi kebakaran berupa kecelakaan kerja dikarenakan listrik, suhu panas, api,
bekerja di ketinggian, peralatan pemadaman, ledakan, backdraft dan
70
flashover, kondisi bangunan yang terbakar, benda tajam, dan adu fisik dengan
warga.
6.1.4. Tiga informan mengatakan menggunakan helm, masker, dan baju tahan panas
sebagai alat pelindung diri (APD) yang telah disediakan oleh DP2K Kota
Medan sedangkan satu informan mengatakan jarang menggunakan APD.
6.1.5. Keempat informan mengatakan keluhan kesehatan yang mereka rasakan di
lokasi kebakaran umumnya dikarenakan banyak menghirup asap, seperti
batuk, sesak nafas, mual, muntah, pusing, mata perih bahkan pingsan.
Informan ke-tiga dan empat menambahkan bahwa ia juga sering merasakan
lemas dan masuk angin.
6.2. Saran
6.2.1. Pemerintah Kota Medan dan DP2K Kota Medan diharapkan dapat menambah
jumlah APD yang telah disediakan yaitu baju dan celana tahan panas, helm,
sarung tangan, dan Self Contained Breathing Apparatus serta melengkapi
APD yang belum tersedia yaitu firefighter boots. Petugas diharapkan selalu
menggunakan APD ketika bertugas memadamkan kebakaran untuk
meminimalkan risiko yang tidak diinginkan.
6.2.2. DP2K Kota Medan diharapkan dapat meningkatkan kerjasama dengan pihak
kepolisian dan Dinas Perhubungan untuk mengatur kelancaran lalu lintas
terutama jalur yang akan dilewati mobil pemadam kebakaran menuju lokasi.
6.2.3. DP2K Kota Medan sebaiknya melakukan kualifikasi petugas pemadam
kebakaran sesuai dengan pelatihan yang telah diperoleh.
71
6.2.4. Kepala lingkungan dan masyarakat yang telah dilatih sebagai Balakar
diharapkan dapat membantu dalam tugas pencegahan, penyelamatan, dan
pemadaman kebakaran sebelum petugas tiba di lokasi kebakaran.
72
DAFTAR PUSTAKA Andriyan A, 2011. Perhitungan Nilai Kompensasi Atas Risiko Kerja Pemadam
Kebakaran-Dinas Kebakaran Kota Surabaya Melalui Pendekatan Manajemen Risiko. Skripsi Mahasiswa Fakultas Teknik Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Anonim, 2008. Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) Saat Bekerja.
http://www.asuransi-kesehatan.org/menggunakan-alat-pelindung-diri-apd-saat-bekerja. Diakses 14 Februari 2012.
Bornok R, 2008. Perkembangan Dinas Pencegah dan Pemadam Kebakaran di
Kota Medan (1975-1990). Skripsi Mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan.
DEPDAGRI, 2005. Modul Pengembangan SDM Pemadam Kebakaran dalam
Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran. Jakarta. DEPDAGRI, 2009. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 16 Tahun 2009 tentang
Standar Kualifikasi Aparatur Pemadam Kebakaran di Daerah. Jakarta. Dinas P2K Kota Medan, 2006. Surat Keputusan Kepala Dinas
Pencegah/Pemadam Kebakaran Kota Medan Nomor 970 / 0131 / SK / 2006 tentang Prosedur Penanggulangan Kebakaran Dan Bencana Lainnya. Medan.
Dinas P2K Kota Medan, 2010. Renja SKPD Tahun 2011. Medan. Dinas P2K Kota Medan, 2012. Banyaknya Kebakaran yang Terjadi Dirinci
Menurut Korban Jiwa dan Material Tahun 2005-2010. Medan. Dinas P2K Kota Medan, 2012. Sejarah Dinas Pencegah/ Pemadam Kebakaran Kota Medan. Medan.
Guidotti TL, 1998. Firefighting Hazards. www.ilo.org. Diakses 14 Desember 2011. Hammer W, 1981. Occupational Safety Management and Engineering. Prentice-
Hall, Inc. : Englewood Cliffs. Hia F, 2007. Standarisasi Status Kelembagaan IPK. Buletin Media 113 Pemadam
Kebakaran. Edisi 13, Tahun V. ILO. 2000. International Hazard Datasheets on Occupation Firefighter.
www.ilo.org. Diakses 11 November 2011.
73
Malik D, 2006. Prinsip Dasar Mengurangi Risk Insiden. Buletin Media 113 Pemadam Kebakaran. Edisi 11, Tahun IV.
Maurits LS, I.D. Widodo, 2008. Faktor dan Penjadualan Shift Kerja. Teknoin
Volume 13 Nomor 2 : Yogyakarta. Pemko Medan, 2010. Peraturan Walikota Medan Nomor 58 Tahun 2010 tentang
Pembentukan Unit Pelaksana Teknis pada Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran Kota Medan. Medan.
Poerwandari EK, 2005. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku
Manusia. Edisi ketiga, LPSP3 UI : Jakarta. Pusat Latihan Keterampilan Tenaga Kebakaran, 1998. Modul Keselamatan Petugas
Pemadam Kebakaran. Dinas Kebakaran DKI Jakarta : Jakarta. Ramli S, 2010. Manajemen Kebakaran. Dian Rakyat : Jakarta. ----------, 2010. Pedoman Praktis Manajemen Bencana. Dian Rakyat : Jakarta. ----------, 2010. Pedoman Praktis Manajemen Risiko dalam Perspektif K3. Dian
Rakyat : Jakarta. Ridley J, 2008. Ikhtisar Kesehatan Dan Keselamatan Kerja. Edisi Ketiga. Sagala SP, 2010. Sistem Manajemen Penanggulangan Kebakaran (SOP) studi
kasus di PT. Kimia Farma Plant Jakarta. http://sarmanpsagala.wordpress.com/2010/11/09/sistem-manajemen-penanggulangan-kebakaran-sop-studi-kasus-di-pt-kimia-farma-plant-jakarta/. Diakses 25 Desember 2011.
Suharso, Ana R, 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. CV. Widya Karya :
Semarang. Suma’mur, 1987. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. CV. Haji
Masagung : Jakarta. Sunartoyo, 2006. Mengenal Karakteristik Bangunan. Buletin Media 113
Pemadam Kebakaran. Edisi 11, Tahun IV. Suprapto. 2007. Status Bervariasi Sama Misi dan Tupoksi. Buletin Media 113
Pemadam Kebakaran. Edisi 13, Tahun V. U.S. Fire Administration, 2011. Firefighter Fatalities in the United States in 2010.
USA.
74
PEDOMAN WAWANCARA PADA PETUGAS PEMADAM KEBAKARAN DI DP2K KOTA MEDAN
Hari, Tanggal Wawancara : Tempat Wawancara : Wawancara ke- :
A. IDENTITAS INFORMAN
Nama :
B. PEDOMAN WAWANCARA 1. Bagaimana proses kerja Bapak sebagai anggota regu?
2. Pelatihan – pelatihan apa saja yang diberikan kepada Bapak sebagai petugas
pemadam kebakaran?
3. Menurut bapak, apa saja risiko dari pekerjaan bapak sebagai petugas pemadam
kebakaran?
4. Apa saja alat pelindung diri yang bapak gunakan ketika melakukan pemadaman
kebakaran?
5. Apa saja keluhan kesehatan yang pernah Bapak rasakan selama bertugas sebagai
petugas pemadam kebakaran?
75
76
77
78
Lampiran Foto
79
80
top related