gangguan tidur dan irama sirkardian pada skizofrenia .pdf
Post on 18-Jul-2016
135 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
1
Gangguan dan Tidur dan Irama Sirkardian pada Skizofrenia
Pembimbing:
dr. Bagus Sulistyo Budhi, Sp. KJ, M.Kes
Penyusun:
Kara Lisrita Soedarmono (07120090080)
Mutiara Insan Sangaji (07120090082)
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN KESEHATAN JIWA
RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
1 JULI 2013 – 4 AGUSTUS 2013
2
LEMBAR PENGESAHAN
dengan Judul:
GANGGUAN TIDUR DAN IRAMA SIRKARDIAN PADA SKIZOFRENIA
Diajukan sebagai salah satu syarat kegiatan Kepaniteraan Klinik
Kesehatan Jiwa di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto
Periode 1 JULI 2013 - 4 AGUSTUS 2013
Disusun oleh:
Kara Lisrita Soedarmono, S.Ked 07120090080
Mutiara Insan Sangaji, S.Ked 07120090082
Telah disetujui dan disahkan,
Jakarta, 11 Juli 2013
Pembimbing:
dr. Bagus S. Budhi, Sp. KJ, M.Kes
3
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
referat yang berjudul “Gangguan Tidur dan Irama Sirkardian pada
Skizofrenia” ini dengan waktu yang ditetapkan. Referat ini disusun dengan
tujuan untuk memenuhi sebagian syarat-syarat kepaniteraan klinik Kesehatan
Jiwa di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto.
Dengan disusunnya makalah ini, besar harapan penulis agar dapat
memberikan beberapa gambaran kepada pembaca mengenai “Gangguan
Tidur dan Irama Sirkardian pada Skizofrenia”
Referat ini diselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak, dengan
rendah hati kami sampaikan terimakasih kepada:
1. dr. Hendy Yogya, Sp. KJ, selaku Kepala Departemen Kesehatan
Jiwa RSPAD Gatot Soebroto.
2. dr. Bagus S. Budhi, Sp. KJ, M.Kes, selaku pembimbing referat atas
bimbingan, arahan, dan masukan dalam penyusunan referat ini.
3. Pengarang, peneliti, dan penulis sumber-sumber kepustakaan
pyang terkait yang digunakan dan tercantuum dalam daftar pustaka
4. Staf Departemen Kesehatan Jiwa RSPAD Gatot Soebroto.
5. Kerapat kepaniteraan klinik Departemen Kesehatan Jiwa
6. Orang tua kami yang selalu mendoakan, memberi motivasi, dan
semangat dalam penyusunan referat ini.
Akhir kata, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak
kelemahan yang terdapat dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu kritik
dan saran diharapkan oleh penulis untuk perbaikan penulisan selanjutnya.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat.
Jakarta, 11 Juli 2013
Penulis
4
ABSTRAK
Gangguan skizofrenia merupakan penyakit kronis, kambuhan, dan
menyebabkan penurunan fungsi yang semakin lama semakin berat
terutama bila tidak mendapatkan manajemen yang adekuat. Gangguan
tidur merupakan keadaan seseorang tidak dapat tidur seperti yang
diharapkan atau suatu ketidakmampuan yang patologik untuk tidur. Pada
orang dengan skizofrenia yang memiliki gejala kecemasan, depresi, dan
gangguan emosi dapat mempengaruhi pola tidur sehingga kualitas tidur
pada pasien skizofrenia menjadi memburuk. Tidak semua orang dengan
gangguan skizofrenia mengalami gangguan tidur. Penelitian menunjukkan
80% dari penderita skizofrenia mengalami gangguan tidur dan irama
bangun-tidur.
5
DAFTAR ISI
Cover ……………………………………………………………………… 1
Lembar Pengesahan ………………………………………………….. 2
Kata Pengantar …………………………………………………….. 3
Abstrak…………………………………………………………….……… 4
Daftar Isi …………………………………………………………….. 5
BAB I (Pendahuluan)…………………………………………………….. 6
Latar Belakang ………………………………………………….. 6
Perumusan Masalah …………………………………………… 7
Tujuan …………………………………………………………….. 7
Manfaat Penulisan ………………………………………….. 7
BAB II (Tinjauan Pustaka) ………………………………..……............ 8
Gangguan Tidur dan Irama Bangun Tidur ………………...…. 8
Skizofrenia ……………………………………………………….. 19
Gangguan Tidur pada Penderita Skizofrenia…………………. 30
BAB III (Penutup) ) ………………………………..……....................... 34
Kesimpulan ) ………………………………..…….................... 34
Daftar Pustaka …………………………………………………………. 36
6
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Gangguan tidur dan irama bangun-tidur merupakan salah satu keluhan
yang paling sering ditemukan dalam praktek kedokteran umum maupun
spesialistik. Gangguan tidur dan irama bangun-tidur merupakan gejala dan
bukan penyakit, oleh karena itu gangguan tidur dan irama bangun-tidur
perlu ditangani melalui upaya mencari penyebabnya terlebih dahulu.
Gangguan tidur dan irama bangun-tidur dapat terjadi pada orang yang
esensiil normal, pada mereka yang mempunyai kebiasaan-kebiasaan yang
kurang baik, pada orang dengan gangguan fisik atau organik, dan mereka
yang menderita ganggun mental-emosional.
Pada orang normal, gangguan tidur dan irama bangun-tidur yang
berkepanjangan akan mengakibatkan perubahan-perubahan pada siklus
hidup biologisnya, menurunnya daya tahan tubuh, menurunkan prestasi
kerja, berkurangnya konsentrasi, kelelahan bahkan depresi yang akhirnya
dapat mempengaruhi keselamatan diri sendiri maupun orang lain.
Diperkirakan jumlah penderita akibat gangguan tidur setiap tahun semakin
lama semakin meningkat sehingga menimbulkan masalah kesehatan. Di
dalam praktek sehari-hari, kecenderungan untuk mempergunakan obat
hipnotik-sedatif, tanpa menentukan lebih dahulu penyebab yang mendasari
penyakitnya sering menimbulkan masalah akibat penggunaan obat yang
tidak adekuat. Oleh karena itu, terapi pada gangguan tidur harus
didasarkan pada faktor penyebab gangguan tidur itu sendiri.
Penelitian menunjukkan 80% dari penderita skizofrenia mengalami
gangguan tidur dan irama bangun-tidur. Studi polisomnografik
menunjukkan bahwa baik penderita yang sedang bergejala maupun stabil
menderita gangguan tidur dan irama bangun-tidur dengan onset yang
tertunda, kelangsungan tidur yang terganggu dan bertambahnya waktu
yang dibutuhkan untuk bangun tidur. Studi ini juga menunjukkan bahwa
terdapat predisposisi genetik dan irama bangun-tidur yang spesifik yang
7
mendasari gangguan tidur yang dialami oleh penderita skizofrenia.
Tidur adalah keadaan organisme yang teratur, berulang dan mudah
dibalikkan yang ditandai oleh relatif tidak bergerak dan peningkatan besar
ambang respon terhadap stimuli eksternal relatif dari keadaan
terjaga. Tidur merupakan periode tanpa aktivitas yang memiliki fungsi
restoratif dan homeostatik sehingga tubuh terhindar dari tuntutan sehari-
hari. Tidak ada satu pun mahluk hidup yang dapat bertahan dalam
keadaan stress terus menerus. Oleh karena itu, gangguan tidur merupakan
masalah kesehatan yang penting yang harus segera diatasi.
2. Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan yaitu:
a. Faktor-faktor yang menyebabkan gangguan tidur dan irama bangun-
tidur
b. Memahami pola irama bangun-tidur pada penderita skizofrenia yang
mengalami gangguan tidur berulang
3. Tujuan
Tujuan penulisan dari referat ini adalah untuk memahami penyebab dari
gangguan tidur dan irama bangun-tidur yang dialami pada penderita
skizofrenia.
4. Manfaat Penulisan
Dengan penulisan referat ini, diharapkan dapat memberikan gambaran
bagi para pembaca mengenai pentingnya mengatasi gangguan tidur dan
irama bangun-tidur terutama pada penderita gangguan jiwa seperti
skizofrenia.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Gangguan Tidur dan Irama Bangun-Tidur (Irama Sirkardian)
1.1. Pola Tidur 1
Tidur adalah keadaan organisme yang teratur, berulang dan
mudah dibalikkan yang ditandai oleh relatif tidak bergerak dan
peningkatan besar ambang respons terhadap stimuli eksternal relatif
dari keadaan terjaga. Gangguan tidur seringkali merupakan gejala
awal dari gangguan mental yang mengancam. Gangguan mental
tersebut biasanya disertai dengan perubahan karakteristik dalam
fisiologi tidur.
Tidur memiliki fungsi restoratif dan homeostatik yang penting
untuk thermoregulasi dan cadangan energi normal. Kebutuhan tidur
pada orang normal bervariasi. Seseorang yang memerlukan tidur
kurang dari enam jam setiap malam untuk berfungsu secara adekuat
disebut dengan petidur singkat (short sleeper). Sedangkan seseorang
yang tidur lebih dari sembilan jam setiap malamnya untuk dapat
berfungsi secara adekuat disebut dengan petidur lama (long sleeper).
Petidur lama memiliki lebih banyak periode REM dan lebih banyak
gerakan mata cepat dalam masing-masing periode (dikenal sebagai
densitas REM) dibandingkan dengan petidur singkat. Gerakan tersebut
kadang-kadang dianggap sebagai ukuran intensitas tidur REM dan
berhubungan dengan kejernihan mimpi. Peningkatan kebutuhan tidur
terjadi pada kerja fisik, latihan, penyakit, kehamilan, stress mental
umum dan peningkatan aktivitas mental. Periode REM meningkat
setelah stimuli psikologis yang kuat, seperti situasi belajar yang sulit
dan stress, dan setelah pemakaian zat kimia atau obat yang
menurunkan katekolamin otak.
Fisiologi tidur dapat diterangkan melalui gambaran aktivitas sel-
sel otak selama tidur.Aktivitas tersebut dapat direkam dalam alat EEG.
9
Untuk merekam tidur, cara yang dipakai adalahdengan EEG
Polygraphy. Dengan cara ini kita tidak saja merekam gambaran
aktivitas sel otak(EEG), tetapi juga merekam gerak bola mata (EOG)
dan tonus otot (EMG). Untuk EEG, elektrodahanya ditempatkan pada
dua daerah saja, yakni daerah frontosentral dan oksipital. Gelombang
Alfa paling jelas terlihat di daerah frontal.
Didapatkan 4 jenis gelombang, yaitu:
- Gelombang Alfa, dengan frekuensi 8 - 12 Hz, dan amplitude
gelombang antara 10 - 15 mV.Gambaran gelombang alfa yang
terjelas didapat pada daerah oksipital atau parietal. Pada keadaan
mata tertutup dan relaks, gelombang Alfa akan muncul, dan akan
menghilang sesaatkita membuka mata. Pada keadaan mengantuk
(drowsy) didapatkan gambaran yang jelas yaitu kumparan
tidur yang berupa gambaran waxing dan gelombang Alfa.
- Gelombang Beta, dengan frekuensi 14 Hz atau lebih, dan amplitude
gelombang kecil, rata-rata25 mV. Gambaran gelombang Beta yang
terjelas didapat pada daerah frontal. Gelombang inimerupakan
gelombang dominan pada keadaan jaga terutama bila mata
terbuka. Pada keadaantidur REM juga muncul gelombang Beta.
- Gelombang Teta, dengan frekuensi antara 4 - 7 Hz, dengan
amplitudo gelombang bervariasi danlokalisasi juga bervariasi.
Gelombang Teta dengan amplitudo rendah tampak pada keadaan
jagapada anak-anak sampai usia 25 tahun dan usia lanjut di atas
60 tahun. Pada keadaan normalorang dewasa, gelombang teta
muncul pada keadaan tidur (stadium 1, 2, 3, 4).
- Gelombang Delta, dengan frekuensi antara 0 - 3 Hz, dengan
amplitudo serta lokalisasi bervariasi.Pada keadaan normal,
gelombang Delta muncul pada keadaan tidur (stadium 2, 3, 4).
Dengandemikian stadium-stadium tidur ditentukan oleh persentase
dan keempat gelombang ini dalamproporsi tertentu. Selain itu juga
ditunjang oleh gambaran dari EOG dan EMG nya.
10
Tidur terdiri dari dua keadaan fisologis: tidur dengan gerakan
mata tidak cepat (NREM; nonrapid eye movement) dan tidur dengan
gerakan mata cepat (REM; rapid eye movement). Tidur NREM terdiri
dari stadium 1 sampai 4. Dibandingkan dengan keadaan terjaga,
sebagian besarfungsi fisiologis adalah jelas menurun pada keadaan
tidur NREM.
Stadium tidur terdiri dari:
Stadium Terjaga (Stadium W = wake)
- EEG : Pada keadaan relaks, mata tertutup, gambaran didominasi
oleh gelombang Alfa.Tidak ditemukan adanya Kumparan Tidur dan
Kompleks K.
- EOG : Biasanya gerakan mata berkurang. Kadang-kadang
terdapat artefak yang disebabkan oleh gerakan kelopak mata.
- EMG: Kadang-kadang tonus otot meninggi.
Stadium 1
- EEG: Biasanya terdiri dari gelombang campuran Alfa, Beta dan
kadang-kadang Teta.Tidak terlihat adanya Kumparan Tidur,
Kompleks K atau gelombang Delta.
- EOG : Tak terlihat aktifitas bola mata yang cepat.
- EMG Tonus otot menurun dibandingkan dengan pada Stadium W.
Stadium 2
- EEG: Biasanya terdiri dan gelombang campuran Alfa, Teta dan
Delta. Terlihat adanya Kumparan Tidur dan Kompleks K (Kompleks
K : gelombang negatif yang diikuti olehgelombang positif,
berlangsung kira-kira 0,5 detik, biasanya diikuti oleh gelombang
cepat 12 - 14 Hz). Persentase gelombang Delta dengan amplitudo
di atas 75 mV kurangdari 20%.
- EOG : Tak terdapat aktivitas bola mata yang cepat.
11
- EMG : Kadang-kadang terlihat peningkatan tonus otot secara tiba-
tiba, menunjukkanbahwa otot-otot tonik belum selurunya dalam
keadaan relaks.
Stadium 3
- EEG : Persentase gelombang Delta berada antara 20 - 50%.
Tampak Kumparan Tidur.
- EOG : Tak tampak aktivitas bola mata yang cepat
- EMG : Gambaran tonus otot yang lebih jelas dari stadium 2.
Stadium 4
- EEG : Persentase gelombang Delta mencapai lebih dari 50%.
Tampak Kumparan Tidur
- EOG : Tak tampak aktivitas bola mata yang cepat
- EMG : Tonus otot menurun dari pada stadium sebelumnya.
Stadium REM
- EEG : Terlihat gelombang campuran Alfa, Beta dan Teta. Tak
tampak gelombang Delta. Kumparan Tidur maupun Kompleks K.
- EOG : Terlihat gambaran REM (Rapid Eye Movement yang khas.
- EMG : Tonus otot sangat rendah. (lain-lain : frekuensi nadi tinggi,
ereksi pada laki-laki).
Yang kita sebut sebagai tidur ringan adalah bila individu
mencapai stadium 1 dan 2. Sedangkan tidur dalam tercapai bila
12
individu telah masuk ke dalam stadium 3 dan 4. Beranjak lebih malam,
status tidur NREM semakin ringan. Pada tingkat 4, tidur serasa
menyegarkan atau menguatkan.Stadium REM, ternyata merupakan
suatu dimensi tersendiri. Dan dalamnya tidur, ía dapatdikatakan
sebagai tidur yang dalam. tetapi dari bentuk gelombang yang terekam,
Ia mempunyaigambaran tidur yang ringan. Karena itu stadium ini juga
disebut sebagai paradoxical sleep. Pada stadium REM ini juga
dijumpai adanya denyut nadi yang bertambah dan ereksi penis pada
laki-laki, walaupun tonus di bagian lain dan tubuh meunjukkan
relaksasi yang dalam. Pada stadium REM ini, dapat dipastikan bahwa
individu mengalami peristiwa mimpi dengan intensitas yangtinggi,
sehingga seolah-olah apa yang dimimpikan itu merupakan suatu yang
riil yang dapatdirasakan pula oleh sistim panca indera kita. Seringkali
begitu tinggi intensitas mimpi atau pancaindera kita terangsang
sehingga kita terbangun dan langsung berbuat sesuatu yang
sebenarnyaterjadi pada impian kita. Misalnya Iangsung bangun dan
membuka pintu, karena dalam mimpikita mengalami ada suara
ketokan di pintu. Pada kondisi normal, seorang dewasa
memasukistadium 1 dan 2 dengan cepat dan mempunyai stadium tidur
dalam (stadium 3 dan 4) yangberkisar antara 70 - 100 menit. Setelah
itu timbulah stadium REM yang gambaran EEG nya miripdengan
stadium tidur yang dangkal. Kejadian atau siklus ini berulang dengan
interval waktu 90menit. Semakin mendekat ke pagi hari, tidur yang
dalam semakin berkurang dan tidur REMsemakin bertambah. Dalam
kondsi normal, terjadi 4–6 kali periode tidur REM. Secara keseluruhan
periode tidur REM meliputi 25% dari keseluruhan tidur. Pola hipnogram
ini dipengaruhi oleh usia. Pada anak-anak, stadium 3 dan 4 meliputi
jumlah yang lebih besar dari pada dewasa normal, dan makin
berkurang lagi pada usia lanjut.
13
Ilmuwan mendefinisikan bahwa tidur yang terbaik adalah tidur
yang mengalami perpaduantepat antara mengalami REM dan non-
REM. Tidur yang cukup tanpa interupsi atau terbangundari lingkungan
atau faktor internal, seperti cara bernapas, lebih berperan dalam
memeliharaarsitektur tidur secara alamiah, sehingga akan berhasil
dalam pemulihan stamina.
1.2. Irama Tidur-Bangun1
Tanpa petunjuk eksternal, jam tubuh alami mengikuti siklus 25
jam. Pengaruh faktor eksternal seperti siklus terang-gelap, rutinitas
harian, periode makan dan penyelaras eksternal lainnya, membentuk
orang menjadi siklus 24 jam.
Tidur juga dipengaruhi oleh irama biologis. Dalam periode 24 jam,
orang dewasa tidur sekali, kadang-kadang dua kali. Irama tersebut
tidak terdapat saat lahir tetapi berkembang dalam dua tahun pertama
kehidupan. Pada beberapa wanita, pola tidur berubah selama fase
siklus menstruasi. Tidur sejenak (nap) yang dilakukan pada waktu
berbeda di siang hari adalah sangat berbeda dalam kandungan tidur
REM dan NREM-nya. Pada petidur malam hari yang normal, tidur
sejenak yang dilakukan pada pagi hari atau pada siang hari
mengandung sejumlah besar tidur REM, sedangkan tidur sejenak yang
14
dilakukan pada petang hari atau menjelang malam mengandung tidur
REM yang jauh lebih sedikit. Tampaknya, suatu irama sirkadian
mempengaruhi kecenderungan memiliki tidur REM. Pola tidur yang
tidak sama secara fisiologis jika seseorang tidur di siang hari atau
selama saat dimana tubuh seseorang seharusnya terjaga; efek
psikososial dan perilaku tidur juga berbeda.
Gangguan dari berbagai irama dapat menyebabkan berbagai
masalah. Contoh yang paling dikenal adalah “jet lag” dimana setelah
terbang dari timur ke barat, seseorang mencoba untuk meyakinkan
tubuhnya untuk tidur pada sat yang di luar fase siklus tubuh orang
tersebut. Sebagian besar orang dapat beradaptasi dalam beberapa
hari, tetapi yang lainnya memerlukan lebih banyak waktu. Kondisi
dalam tubuh tersebut tampaknya melibatkan gangguan dan kekacauan
siklus jangka panjang.
1.3. Gangguan Tidur dan Irama Bangun-Tidur1 Insomnia adalah gangguan tidur yang paling sering terjadi dan
paling dikenal, tetapi terdapat banyak jenis gangguan tidur lainnya.
Diagnosis yang cermat dan terapi spesifik yang ditujukan pada
penyebabnya adalah penting. Faktor yang berhubungan dengan
peningkatan prevalansi gangguan tidur adalah jenis kelamin wanita,
adanya gangguan mental atau medis, penyalahgunaan zat dan usia
yang lanjut.
Parameter polisomnografik yang sering digunakan dalam
mendiagnosis dan menjelaskan gangguan tidur adalah:
- Latensi tidur: periode waktu sejak mematikan lampu sampai
timbulnya tidur stadium 2
- Terjaga dini hari: waktu terjaga terus-menerus dari stadium tidur
terakhir sampai akhir pencatatan tidur (biasanya jam 7 pagi)
- Efisiensi tidur: waktu tidur total/waktu total tidur yang tercatat X 100
- Indeks apnea: jumlah apnea yang lebih lama dari 10 detik per jam
tidur
15
- Indeks mioklonus nokturnal: jumlah periode gerakan kaki per jam
- Latensi REM: periode waktu dari onset tidur sampai periode REM
pertama malam tersebut
- Periode REM onset tidur: tidur REM dalam 10 menit pertama tidur
Terdapat empat gejala utama yang menandai sebagian besar
gangguan tidur adalah: insomnia, hipersomnia, parasomnia dan
gangguan jadwal tidur-bangun.
A. Insomnia 4
Insomnia adalah kesukaran dalam memulai atau
mempertahankan tidur. Keadaan ini adalah keluhan tidur yang paling
sering. Faktor etiologik dari insomnia dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Faktor biologik dan psikologik
2. Faktor penyalahgunaan zat/obat adiktif atau intoksikasi
3. Faktor lingkungan atau kebiasaan yang kurang baik
4. Pengkondisian negatif (negative conditioning).
Insomnia mungkin sementara atau persisten. Periode singkat
insomnia paling sering berhubungan dengan kecemasan, baik sebagai
sekuela terhadap pengalaman yang mencemaskan atau dalam
menghadapi pengalaman yang mencemaskan atau dalam menghadapi
pengalaman yang menimbulkan kecemasan. Pada beberapa orang,
insomia transien dari jenis tersebut mungkin berhubungan dengan
dukacita, kehilangan atau hampir setiap perubahan kehidupan. Kondisi
ini kemungkinan tidak serius, walaupun suatu episode psikotik atau
depresi berat seringkali dimulai dengan insomnia akut. Terapi spesifik
untuk kondisi ini biasanya tidak diperlukan. Jika terapi dengan
medikasi hipnotik diindikasikan, dokter dan pasien keduanya harus
jelas bahwa terapi adalah untuk jangka waktu singkat dan beberapa
gejala, termasuk rekurensi singkat insomnia, mungkin dapat terjadi jika
medikasi dihentikan. Insomnia persisten adalah jenis yang cukup
sering. Gangguan ini terdiri dari sekelompok kondisi di mana masalah
16
yang paling sering adalah kesulitan dalam jatuh tertidur, bukannya
dalam tetap tidur dan melibatkan dua masalah yang kadang-kadang
terpisah tetapi sering digabungkan: (1) ketegangan dan kecemasan
yang disomatisasi dan (2) suatu respons asosiatif yang terbiasakan.
Pasien seringkali tidak memiliki keluhan yang jelas selain insomnia.
Mereka mungkin tidak mengalami kecemasan itu sendiri tetapi
melepaskan kecemasan melalui saluran fisiologis. Mereka mungkin
mengeluh terutama adanya perasaan kegelisahan atau pikiran yang
terus-menerus yang tampaknya menghalangi mereka untuk tertidur.
Kadang-kadang tetapi tidak selalu, seorang pasien menggambarkan
bagaimana kondisi ini dieksaserbasi pada saat stres di tempat kerja
atau di rumah dan menghilang saat liburan.
B. Hipersomnia
Hipersmonia bermanifestasi sebagai jumlah tidur yang
berlebihan dan mengantuk (somnolensi) yang berlebihan di siang hari.
Dalam beberapa situasi kedua gejala ditemukan. Istilah somnolensi
harus digunakan bagi pasien yang mengeluh mengantuk dan memiliki
kecenderungan yang jelas dapat dibuktikan untuk tertidur secara tiba-
tiba dalam keadaan terjaga, yang memiliki serangan tidur dan yang
tidak dapat tetap terjaga. Keluhan hipersomnia jauh lebih jarang
dibandingkan keluhan insomnia. Narkolepsi merupakan suatu keadaan
yang dikenal menyebabkan hipersomnia. Pada suatu kondisi yang
berhubungan dengan zat, hipersomnia merupakan gejala yang sering.
Kondisi tersering yang berhubungan dengan hipersomnia yang cukup
parah adalah apnea tidur (sleep apnea) dan narkolepsi. Hipersomnia
transien dan transisional terdiri dari suatu ekkacauan yang nyata pada
pola tidur bangun normal yang ditandai oleh kesulitan berlebihan
dalam tetap terjaga dan kecenderungan untuk tetap di tempat tidur
untuk waktu lama yang tidak lazim atau seringkali kembali ke tempat
tidur pada siang hari untuk tidur sekejap. Pola tersebut dialami secara
tiba-tiba sebagai respons perubahan situasi hidup, konflik atau
kehilangan yang baru terjadi dan dapat diidentifikasi. Keadaan ini
jarang ditandai oleh serangan tidur yang jelas atau tidur yang tidak
17
dapat dihindari, ditandai oleh kelelahan atau jatuh tertidur lebih cepat
dibandingkan biasanya dan kesulitan bangun di pagi hari.
C. Parasomnia
Parasomnia adalah fenomena yang tidak umum dan tidak
diinginkan yang tampak secara tiba-tiba selama tidur atau yang terjadi
pada ambang antara terjaga dan tertidur. Parasomnia biasanya terjadi
pada stadium 3 dan 4 dan dengan demikian berhubungan dengan
pengingatan gangguan yang buruk.
D. Gangguan Jadwal Tidur-Bangun
Gangguan jadwal tidur-bangun melibatkan pergesaran tidur dari
periode sirkadiannya yang diharapkan. Gejala yang sering adalah
bahwa pasien tidak dapat tertidur saat mereka ingin tidur, walaupun
mereka dapat tidur pada waktu lain. Dengan demikian, mereka tidak
dapat terjaga penuh jika mereka ingin terjaga penuh, tetapi mereka
mampu untuk terjaga pada waktu yang lain. Gangguan ini tidak
mengakibatkan insomnia atau somnolensi yang tepat. Dalam
prakteknya keluhan awal seringkali hanya insomnia atau somnolensi,
dan ketidakmampuan di atas hanya ditemukan pada pertanyaan yang
cermat. Gangguan jadwal tidur-bangun dapat dianggap suatu
ketidaksejajaran (misalignment) antara perilaku tidur dan bangun.
Kuesioner riwayat tidur adalah membantu dalam mendiagnosis
gangguan tidur pada seorang pasien.
Gangguan Tidur Berhubungan Dengan Gangguan Mental Lain
A. Insomnia Berhubungan dengan Gangguan Aksis I atau Aksis II
Insomnia yang terjadi sekurangnya satu bulan dan yang jelas
berhubungan dengan gejala psikologis dan perilaku dari gangguan
mental yang dikenal secara klinis diklasifikasikan di sini. Kategori ini
terdiri dari kelompok kondisi yang heterogen. Gangguan tidur biasanya
tidak selalu adalah kesulitan untuk tertidur dan adalah sekunder akibat
kecemasan yang merupakan bagian dari salah satu berbagai
18
gangguan mental yang ada. Insomnia lebih sering terjadi pada
perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Insomnia yang
berhubungan dengan gangguan depresif berat berupa onset tidur yang
relatif normal tetapi sering sering terbangun pada setengah bagian
kedua malam hari dan terbangun di pagi hari sebelum waktunya,
biasanya dengan mood yang tidak enak di pagi hari yang merupakan
waktu terburuk bagi banyak pasien dengan gangguan depresif berat.
Polisomnografi menunjukkan penurunan tidur stadium 3 dan 4,
seringkali suatu latensi REM yang singkat dan periode REM pertama
yang panjang. Pengurangan tidur parsial atau total dapat mempercepat
respons terhadap medikasi antidepresan. Gangguan panik mungkin
berhubungan dengan terbangun paroksismal atau memasuki tidur
stadium 3 dan 4. Gejala emosional dan kognitif serangan panik
ditemukan, dan juga takikardia dan peningkatan kecepatan
pernapasan. Pasien dengan episode manik dan gangguan bipolar II
tampaknya merupakan kasus ekstrem petidur singkat. Mereka kadang-
kadang tampak memiliki kesulitan untuk tertidur tetapi paling sering
tidak mengeluhkan adanya masalah tidur. Mereka terbangun dengan
rasa segar setelah tidur dua sampai empat dan tampak memiliki
penurunan kebutuhan akan tidur yang benar-benar akan menurun
selama perjalanan episode manik atau hipomanik. Pada skizofrenia,
lama tidur total dan tidur gelombang lambat adalah menurun. Tidur
REM seringkali menurun pertama kali selama suatu eksaserbasi.
B. Hipersomnia Berhubungan dengan Gangguan Aksis I atau Aksis II
Hipersomnia yang terjadi untuk sekurangnya satu bulan dan yang
berhubungan dengan gangguan mental ditemukan pada berbagai
kondisi, termasuk gangguan mood. Mengantuk berlebihan di siang hari
mungkin dilaporkan pada stadium awal gangguan depresif ringan dan
karakteristik untuk gangguan bipolar I fase terdepresi. Keadaan ini
kadang-kadang disertai dukacita tanpa penyulit selama beberapa
minggu. Gangguan mental lain seperti gangguan kepribadian,
gangguan disosiatif, gangguan somatoform, fuga disosiatif dan
gangguan amnestik dapat menghasilkan hipersomnia.
19
2. Skizofrenia
2.1 ETIOLOGI
Penyebab skizofrenia tidak diketahui. Tetapi dalam dekade ini
semakin banyak penelitian yang mengatakan bahwa terdapat peranan
patofisiologi di daerah otak yang mempengaruhi perjalanan penyakit ini,
termasuk sistem limbik, korteks frontalis, dan ganglia basalis. Ketiga
daerah tersebut saling berhubungan dan apabila ada disfungsi dari salah
satu daerah tersebut memungkinkan melibatkan patologi primer di daerah
lainnya.1 Kemudian, Hipotesis dopamin untuk skizofrenia menyatakan
bahwa skizofrenia disebabkan dari terlalu banyaknya aktivitas
dopaminergik. 1
Berbagai macam penilitian telah menyatakan bahwa terdapat
komponen genetika terhadap skizofrenia, bahwa seseorang kemungkinan
menderita skizofrenia jika anggota keluarga lainnya juga ada yang
menderita skizofrenia.
2.2 DIAGNOSIS
DSM-IV memiliki kriteria diagnosis resmi dari American Psychiatric
Association untuk skizofrenia : 1
A. Gejala karakteristik : dua (atau lebih) berikut, masing-masing
ditemukan untuk bagian waktu yang bermakna selama periode 1
bulan (atau kurang jika diobati dengan berhasil) :
a. Waham
b. Halusinasi
c. Bicara terdisorganisasi (misalnya sering menyimpang atau
inkoheren)
d. Perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas
e. Gejala negatif, yaitu pendataran afektif, alogia, atau tidak
ada kemauan (avolition)
B. Disfungsi sosial/pekerjaan : untuk bagian waktu yang bermakna
sejak onset gangguan, satu atau lebih fungsi utama, seperti
pekerjaan, hubungan interpersonal, atau perawatan diri, adalah
20
jelas di bawah tingkat yang dicapai sebelum onset (atau jika onset
pada masa anak-anak atau remaja, kegagalan untuk mencapai
tingkat pencapaian interpersonal, akademik, atau pekerjaan yang
diharapkan)
C. Durasi : tanda gangguan terus menerus menetap selama
sekurangnya 6 bulan. Periode 6 bulan ini harus termasuk
sekurangnya 1 bulan gejala (atau kurang jika diobati dengan
berhasil) yang memenuhi kriteria (yaitu, gejala fase aktif) dan
mungkin termasuk periode gejala prodromal atau residual. Selama
periode prodromal atau residual, tanda gangguan mungkin
dimanifestasika hanya oleh gejala negative atau dua atau lebih
gejala yang dituliskan dalam kriteria A dalam bentuk yang
diperlemah (misalnya keyakinan aneh, pengalaman persepsi yang
tidak lazim)
D. Penyingkiran gangguan skizoafektif dan gangguan mood :
gangguan skizoafektid dan gangguan mood dengan ciri psikotik
telah disingkirkan karena :
a. Tidak ada episode depresif berat, manik, atau campuran
yang telah terjadi bersama-sama dengan gejala fase aktif
b. Jika episode mood telah terjadi selama gejala fase aktif,
durasi totalnya adalah relative singkat dibandingkan durasi
periode aktif dan residual.
E. Penyingkiran zat/kondisi medis umum : gangguan tidak
disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya,
obat yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi
medis umum.
F. Hubungan dengan gangguan perkembang pervasif : jika terdapat
riwayat adanya gangguan autistik atau ganggua perkembanga
pervasif lainnya, diagnosis tambahan skizofrenia dibuat hanya jika
waham atau halusinasi yang menonjol juga ditemukan untuk
sekurang-kurangnya satu bulan (atau kurang jika diobati secara
berhasil)
21
Diagnosis Skizofrenia menurut Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia ketiga (PPDGJ III) yakni : 2
• Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan
biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam
atau kurang jelas):
a. Isi pikiran
i. Thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang
berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak
keras) dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya
sama, namun kualitasnya berbeda, atau
ii. Thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang
asing dari luar masuk kedalam pikirannya
(insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh
sesuatu dari luar dirinya (Withdrawal) dan
iii. Thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar
sehingga orang lain atau umumnya
mengetahuinya.
b. Delusion
i. Delusion of control = waham tentang dirinya
dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar
atau
ii. Delusion of influence = waham tentang dirinya
dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar
atau
iii. Delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak
berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari
luar; (tentang dirinya= secara jelas ,merujuk ke
pergerakan tubuh/anggota gerak atau kepikiran,
tindakan atau penginderaan khusus).
iv. Delusion perception = pengalaman inderawi yang
tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi
dirinya , biasanya bersifat mistik dan mukjizat.
c. Halusional Auditorik ;
i. Suara halusinasi yang berkomentar secara terus
22
menerus terhadap prilaku pasien
ii. Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka
sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara
atau
iii. Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah
satu bagian tubuh.
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut
budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang
mustahi,misalnya perihal keyakinan agama atau politik
tertentu atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia
biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca atau
berkomunikasi dengan mahluk asing atau dunia lain)
• Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang harus selalu
ada secara jelas:
e. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja ,
apabila disertai baik oleh waham yang mengambang
maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan
afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan
(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi
setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-
bulan terus menerus.
f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami
sisipan (interpolation) yang berakibat inkoherensia atau
pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme.
g. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah
(excitement), posisi tubuh tertentu (posturing) atay
fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
h. Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan
respons emosional yang menumpul tidak wajar, biasanya
yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial
dan menurunya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa
semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau
medikasi neureptika.
23
• Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung
selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk
setiap fase nonpsikotik prodromal);
• Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam
mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku
pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya
minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam
diri sendiri (self absorbed attitute), dan penarikan diri secara sosial.
2.3 SUBTIPE DSM-IV
Tipe Paranoid
Merupakan tipe skizofrenia dimana kriteria berikut ini terpenuhi :
• Preokupasi (keasyikan) dengan satu atau lebih waham atau
halusinasi dengar yang menonjol
• Tidak ada dari berikut ini yang menonjol : bicara terdisorganisasi,
perilaku terdisorganisasi atau katatonik, atau afek datar yang tidak
sesuai
Secara klasik, skizofrenia tipe paranoid ditandai terutama adanya waham
persekutorik (waham kejar) atau waham kebesaran. Pada pasien ini
menunjukan regresi yang lambat pada kemampuan mentalnya, respon
emosional, dan perilakunya dibandingkan tipe lain pasien skizofrenik.
Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati,
dan tak ramah. Mereka juga dapat bersikap bermusuhan atau agresif.
Tipe Terdisorganisasi (hebrefrenik)
Merupakan tipe skizofrenia dimana kriteria berikut ini terpenuhi :
• Semua yang berikut ini adalah menonjol :
o Bicara terdisorganisasi
o Perilaku terdisorganisasi
o Afek datar atau tidak sesuai
• Tidak memenuhi kriteria untuk katatonik
Tipe disorganisasi ini ditandai dengan regresi yang nyata ke perilaku
primitif, terdisinhibisi, dan tidak teratur oleh tidak adanya gejala yang
24
memenuhi kriteria untuk tipe katatonik. Gangguan pikiran mereka
menonjol dan kontaknya dengan kenyaaan adalah buruk. Penampilan
pribadi dan perilaku sosialnya rusak. Respon emosionalnya tidak sesuai
dan mereka sering kali meledak tertawa tanpa alasan.
Tipe Katatonik
Suatu tipe skizofrenia di mana gambaran klinis didominasi oleh
sekurangnya dua atau hal-hal berikut ini :
• Imobilitas motorik seperti yang ditunjukan oleh katalepsi (termasuk
fleksibilitas lilin) atau stupor.
• Aktivitas motorik yang berlebihan (yang tampaknya tidak bertujuan
dan tidak dipengaruhi oleh stimulasi eksternal.
• Negativism yang ekstrem (suatu resistensi yang tampaknya tanpa
motivasi terhadap semua instruksi atau mempertahankan postur
yang kaku menentang semua usaha untuk digerakan) atau
mutisme
• Gerakan volunter yang aneh seperti yang ditunjukan oleh posturing
(mengambil postur yang tidak lazim atau aneh secara disengaja),
gerakan stereotipik, manerisme yang menonjol, atau seringai yang
menonjol
• Ekolalia atau ekopraksia
Tipe Tidak Tergolongkan
Suatu tipe skizofrenia dimana ditemuka gejala fase aktif (waham,
halusinasi, bicara terdisorganisasi, perilaku terdiorganisasi/ katatonik
yang jelas, gejala negative) tetapi tidak memenuhi kriteria untuk paranoid,
terdisorganisasi, atau katatonik atau semua kriteria untuk skizofrenia
katatonik, disorganisisasi, paranoid terpenuhi.
Tipe Residual
Merupakan tipe skizofrenia dimana kriteria berikut ini terpenuhi :
• Tidak adanya waham, halusinasi, bicara terdisorganisasi, dan
perilaku katatonik terdisorgansisai atau katatonik yang menonjol
25
• Terdapat terus bukti-bukti gangguan, seperti yang ditunjukan
adanya gejala negative atau dua atau lebih gejala yang tertulis
dalam kriteria A untuk skizofrenia ditemukan dalam bentuk yang
lebih lemah (misalnya waham, pengalaman persepsi yang tidak
lazim)
2.4 GAMBARAN KLINIS
Rincian Gejala 3
Gejala Psikotik ditandai oleh abnormalitas dalam bentuk isi pikiran,
persepsi, emosi, motivasi, neurokognitif, serta aktivitas motorik. Gejala
pada skizofrenia sering kali dikenal sebagai gejala positif dan gejala
negatif. Gejala poitif meliputi waham, halusinasi, dan gangguan pikiran
formal. Gejala negative merefleksikan tidak adanya fungsi yang pada
kebanyakan orang ada, meliputi kemiskinan pembicaraan, penumpulan,
pendataran afek, anhedonia, penarikan diri secara sosial, kurangnya
inisiatif atau motivasi dan berkurangnya atensi.
Berikut adalah gejala yang dapat diamati pada skizofrenia :
1. Gangguan Pikiran
a. Gangguan proses pikir
• Asosiasi longgar
• Inkoherensi
• Tangensial
• Streotipik verbal
• Neologisme
• Terhambat (Blocking)
• Mutisme
• Asosiasi bunyi (clang association)
• Ekolalia
• Konkretiasi
• Alogia
b. Gangguan isi pikir
26
Gejala gangguan isi pikir pada skizofrenia adalah adanya
waham. Semakin akut skizofrenia semakin sering ditemukan
adanya waham disorganisasi atau waham tidak sistematis
seperti waham kejar, waham kebesaran, waham
dikendalikan, waham nihilistik, waham cemburu,
erotomania, waham somatic, waham rujukan, waham
penyiaran pikiran, waham penyisipan pikiran. Pada
kelompok dengan predominan gejala negatif akan tampak
gejala seperti alogia, miskin ide.
2. Gangguan persepsi
a. Halusinasi
b. Ilusi dan depersonalisasi
3. Gangguan Emosi
a. Afek tumpul atau datar
b. Afek tak serasi
c. Afek labil
d. Kedangkalan respon emosi sampai anhedonia
4. Gangguan penampilan dan perilaku umum
a. Penelantaran penampilan
b. Menarik diri secara sosial
c. Gerakan tubuh yang aneh dan wajah menyeringai
d. Perilaku ritual
e. Sangat ketolol-ketololan
f. Agresif
g. Perilaku seksual yang tidak pantas
h. Gejala katatonik (stupor atau gaduh gelisah)
i. Fleksibilitas serea
j. Katalepsi
k. Streotopi dan mannerism
l. Negativism
m. Automatisme komando
n. Ekolalia
o. ekopraksia
5. Gangguan motivasi
27
a. Kehilangan kehendak
b. Disorganisasi
c. Tidak berkegiatan
6. Gangguan neurokognitif
a. Deficit dalam atensi dan performa
b. Menurunnya kemampuan untuk menyelesaikan masalah
c. Gangguan dalam memori termasuk spasial dan verbal
d. Fungsi eksekutif
Pemeriksaan Status Mental 1
Penampilan umum dari pasien skizofrenia dapat bermacam-maca
dari orang yang acak-acakan, berteriak, teragitasi sampai orang yang
berdandan secara obsesif, sangat tenang dan tidak bergerak. Pasien
skizofrenik sering sekali memiliki dandanan yang buruk, tidak mandi,
bahkan dapat berpakaian tebal walau pun suhu sekitar tidak dingin.
Perilaku aneh lainnya pada pasien skizofrenik adalah tiks, streotipik,
manerisme, ekopraksia, dll.
Mood, perasaan dan afek. Depresi merupakan suatu ciri dari
psikosis akut dan suatu akibat dari suatu episode psikotik. Gejala depresif
yang disebut sebagai depresi sekunder pada skizofrenia atau gangguan
depresif pascapsikotik dari skizofrenia. Beberapa data menunjukan
bahwa depresi berhubungan dengan adanya gejala ekstrapiramidalis
akibat antipsikotik. Irama perasaan lainnya adalah kebingungan, terror,
perasaan terisolasi, dan ambivalensi yang melanda.
Gejala afektif lainnya. Dua gejala yang sering ditemukan adalah
penurunan responsivitas emosional, yang cukup parah sehingga dapat
terjadi anhedonia, dan emosi yang sangat aktif yang tidak sesuai, seperti
penyerangan yang ekstrem, kegembiraan dan kecemasan. Pasien yang
sangat emosional mungkin menggambarkan perasaan kemahakuasaan
yang meluap-luap, kegembiraan religious yang luar biasa, atau
kecemasan yang melumpuhkan tentang keruntuhan jagat raya.
Ganggaun Persepsi. Halusinasi auditorik yang paling sering terjadi,
seperti mendengar suara mengancam, kotor, menuduh, atau menghina.
Halusinasi visual juga sering ditemukan, namun halusinasi taktil,
28
gustatorik, jarang ditemukan. Ilusi dapat terjadi pada pasien skizofrenia
selama fase aktif gangguan, tetapi juga dapat terjadi pada fase prodromal
dari gangguan dan selama periode remisi.
Isi Pikiran. Waham adalah contoh yang paling jelas dari gangguan
isi pikiran. Waham kebesaran, keagamaan, atau somatik. Pasien mungkin
percaya bahwa lingkungan luar mengendalikan pikiran atau perilaku
mereka atau sebaliknya, bahwa mereka mengendalikan kejadian-kejadian
di luar dalam cara yang luar biasa. Pasien memiliki keasyikan yang kuat
dan menghabiskan waktu dengan gagasan yang hanya dapat diketahui
oleh orang tertentu saja. Pasien mungkin juga memperhatikan tentang
kondisi somatic yang diduganya mengancam kehidupan tetapi sangat
tidak masuk akal.
Bentuk pikiran. Gangguan berupa kelonggaran asosiasi, hal yang
keluar dari jalurnya, inkoherensi, tangensialitas, sirkumstansialitas,
neoloisme, ekolalia, verbigerasi, kata yang campur aduk, mutisme.
Proses pikiran. Gangguan proses berpikir dapat berupa fight of ideas,
hambatan pikiran, gangguan perhatian, kemiskinan isi pikiran,
kemampuan abstraksi yang buruk, perseverasi, asosiasi idiosinkratik,
melibatkan diri secara berlebihan dan sirkumstansialitas.
Impulsivitas, bunuh diri, dan pembunuhan. Pasien dengan skizofrenia
teragitasi dan mempunyai pengendalian impuls yang kecil jika mereka
sakit contoh mereka merebut rokok orang lain, mengganti saluran televise
secara tiba-tiba, membuang makanan di lantai. Beberapa perilaku yang
impulsive termasuk usaha bunuh diri dan pembunuhan mungkin sebagai
respon dari halusinasi yang memerintah pasien untuk melakukan hal
tersebut. Bunuh diri yang dilakukan biasanya akibat dari faktor depresi,
perasaan kekosongan yang mutlak, kebutuhan untuk membebaskan
dirinya dari penyiksaan mental, atau halusinasi auditorik yang
memerintah pasien.
Temuan Neurologis 1
Tanda neurologis seperti disdiadokokinesia, astereognosis, tanda
cermin, reflex primitif, dan hilangnya ketangkasan. Adanya tanda
neurologis menghubungkan dengan meningkatnya keparahan dari
29
penyakit, penumpulan afektif dan prognosis yang buruk. Tanda neurologis
yang abnormal lainnya seperti tiks, streotipik, seringai, gangguan
ketrampulan motoric yang halus, tonus motoric yang abnormal, dan
gerakan abnormal lainnya.
Pemeriksaan mata. Pasien skizofrenik mempunyai kecepatan kejapan
lebih tinggi. Peningkatan kejapan diperkirakan mencerminkan aktivitas
hiperdopaminergik.
Bicara. Ketidakmampuan pasien skizofrenik untuk merasakan prosodi
bicara atau mengubah bicarnaya sendiri dapat dipandang sebagai gejala
neurologis dari gangguan di lobus parietalis. Gangguan di lobus parietalis
lainnya adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yaitu apraksia,
disorientasi kanan dan kiri, dan tidak adanya keprihatinan terhadap
gangguannya.
Tes Psikologis 1
Skizofrenia merupakan suatu penyakit otak yang mengganggu fungsi
normal dari banyak kemampuan kognitif. Pada pasien skizofrenia
biasanya memberikan hasil buruk terhadap berbagai macam tes
psikologis. Pada tes neuropsikologis memberikan hasil yang abnormal,
umumnya hasil tesnya adalah disfungsi dari lobus frontalis, temporalis
bilateral termasuk gangguan pada perhatian, pengingatan waktu dan
memecahkan masalah.
Pasien skizofrenik juga memiliki nilai tes intelegensia yang rendah.
Pada Tes Proyektif dapat menyatakan gagasan yang kacau. Pada Tes
Kepribadian sering kali menghasilkan yang abnormal pada pasien
skizofrenia.
2.5 DIAGNOSIS BANDING
• Gangguan kondisi medis umum misalnya epilepsi lobus temporalis,
tumor lobus temporalis atau frontalis, stadium awal sklerosis
multiple dan sindrom lupus eritematosus
• Penyalahgunaan alcohol dan zat psikoaktif
• Gangguan skizoafektif
30
• Gangguan afektif berat
• Gangguan waham
• Gangguan perkembangan pervasive
• Gangguan kepribadian skizotipal
• Gangguan kepribadian schizoid
• Gangguan kepribadian paranoid
3. Gangguan Tidur Pada Penderita Skizofrenia 5,6
Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi
terletak pada substansia ventrikulo-retikularis medulo oblogata yang disebut
sebagai pusat tidur. Sedangkan, bagian susunan saraf pusat yang
menghilangkan sinkronisasi atau desinkronisasi terdapat pada bagian rostral
medulo oblongata disebut sebagai pusat penggugah atau aurosal state.
Dilihat dari segi anatomi, fisiologi dan biokimia dari otak dapat
dikemukakan bahwa proses tidur dan bangun sangat erat hubungannya,
bahkan diatur oleh sistem bangun (arousal system) dan sistem tidur
(hypnagogic system) yang terdapat dalam otak. Pada umumnya dianggap
bahwa dalam formatio reticularis terdapat pengaturan tidur dan bangun. Bila
formatio reticularis (ascending reticular system) berada dalam keadaan aktif,
maka dikirimkannya isyarat-isyarat ke korteks yang menyebabkan sese-
orang bangun. Sebaliknya apabila dalam sistem retikuler terdapat keadaan
yang kurang aktif,maka impuls yang dikirim ke korteks dan pusat-pusat lain
dan otak kurang, sehingga seseorang men- jadi mengantuk. Kedua sistem
bangun dan tidur bersama-sama bekerja untuk mencapai keseimbangan yang
wajar. Namun, pada beberapa individu terdapat predisposisi, yaitu adanya
sistem bangun yang lebih peka atau sistem hipnagogik yang kurang
sempurna, sehingga padanya ada kecenderungan untuk bangun pada
rangsang yang sedikit saja. Diduga pada orang dengan insomnia kronik
terdapat predisposisi individual ini. Sistem bangunnya berada dalam kedaan
keaktifan berlebih yang kronik. Pada mereka dengan ciri-ciri ini tampak
adanya denyutan jantung yang lebih cepat dibandingkan dengan orang lain,
begitupun suhu badannya yang lebih tinggi. Seseorang yang menderita
31
keadaan keaktifan fisiologik yang berlebihan ini, dapat terangsang pula
keadaan mentalnya menjadi cemas, tegang, frustrasi, sehingga dapat
memperkuat ketidakmampuan tidur.
Pusat kontrol irama bangun-tidur terletak pada bagian ventral anterior
hypothalamus. Irama bangun-tidur yang merupakan pola tingkah laku
berhubungan dengan interaksi di dalam sistim aktivasi retikular.
Perangsangan daerah formasio retikularis akan menyebabkan kondisi terjaga
atau waspada. Sedangkan kerusakan pada daerah itu menyebabkan kondisi
koma menetap. Sistem aktivasi retikular diatur oleh kontrol dari nukleus raphe
dan locus coeruleus. Di mana sel-sel nucleus raphe mensekresi serotonin
dan locus coeruleus mensekresi epinephrine. Jika nukleus raphe rusak atau
sekresinya dihambat, dapat menimbulkan kondisi tidak tidur atau
berkurangnya jam tidur yang mirip dengan kejadian insomnia. Sedangkan bila
locus coeruleus yang rusak, akan terjadi penurunan atau hilangnya tidur
REM, sedangkan tidur non REM tak berubah. Sistim limbik, yang kita kenal
sebagai pusat emosi, juga berhubungan dengan kewaspadaan. Hal inilah
yang menyebabkan mengapa kondisi ansietas dan gangguan emosi lainnnya
dapat mengganggu tidur, dan menyebabkan insomnia.
Studi polisomnografik pada penderita skizofrenia menunjukkan bahwa
baik penderita yang sedang bergejala maupun stabil menderita gangguan
tidur dan irama bangun-tidur dengan onset yang tertunda. Gangguan tidur
dan irama bangun-tidur tersebut berupa kelangsungan tidur yang terganggu
dan bertambahnya waktu yang dibutuhkan untuk bangun tidur. Pada
penderita skizofrenia dengan onset psikosis yang belum mendapat
pengobatan ditemukan adanya periode tidur REM memendek dan periode
tidur gelombang pendek yang memendek. Periode tidur gelombang pendek
yang memendek berhubungan dengan menurunnya metabolisme pada lobus
frontal dan adanya ventrikulomegali yang merupakan gangguan pada
perkembangan neuron (neurodevelopment). Tidur hanya merupakan sebuah
bagian dari siklus sirkadian 24 jam. Regulasi tidur yang diatur oleh beberapa
regio pada otak, sistem neurotransmiter dan pengaturan hormon dapat
dijelaskan oleh interaksi yang kompleks antara mekanisme bangun-tidur yang
meliputi (1) Peningkatan homeostatik yang berhubungan dengan proses
32
terjaga yang disertai dengan periode terjaga yang berkepanjangan dan
menghilang selama tidur (2) Irama bangun-tidur (irama sirkadian) yang
membagi tidur ke dalam fase gelap dan aktivitas terhadap fase terang pada
siklus 24 jam yang terkontrol dan siklus ekspresi dari beberapa gen. Baru-
baru ini variasi genetik dari beberapa gen tersebut berhubungan dengan
perbedaan fenotif pada pagi hari dibandingkan dengan malam hari, gangguan
tidur yang berhubungan dengan irama, homeostatis tidur, fungsi kognitif dan
regulasi dari dopamin pada otak tengah yang terganggu pada skizofrenia.
Pola tidur seseorang dengan depresi pada skizofrenia menunjukkan
waktu tidur total yang berkurang, sedikitnya jumlah tidur yang nyenyak atau
tidak sama sekali, tidur REM yang terjadi lebih awal di malam hari, bangun
lebih sering pada malam hari dan bangun lebih awal di pagi hari dan tidak
dapat kembali tidur, bahkan jika merasa sangat lelah.
Penelitian tidur di laboratorium dengan alat EEG menunjukkan adanya
perbedaan antara orang yang normal dengan penderita depresi dan ansietas.
Pada penderita depresi, hasil EEG menunjukkan pasien depresi tidur dengan
gelombang lambat lebih sediki, keadaan REM yang berubah-ubah, waktu
sebelum tidur REM berkurang dan interval antara tidur REM berkurang.
Ditemukan pula adanya sleep latency yang bertambah atau dapat juga
normal. Sedangkan REM latency jelas lebih memendek. Tidur Delta yang
pada orang normal ditemukan sejumlah 20 -30%, pada penderita depresi
menjadi jauh berkurang. Hal ini menyebabkan penderita depresi mengeluh
tidurnya kurang nyenyak. Penelitian menunjukkan bahwa orang normal yang
diberi rangsang suara-suara pada stadium Delta, tidak terbangun. Sementara
pada penderita depresi sangat mudah terbangun. Oleh karena itu penderita
depresi mudah sekali terbangun oleh adanya perubahan suhu di dini hari,
perubahan sinar dan suara-suara hewan di pagi hari. Pada fase awal
penyakit, penderita depresi akan mengalami penurunan dari tidur REM nya
sebanyak 10%. REM menunjukkan bahwa orang itu sedang bermimpi. Pada
pemeriksaan laboratorium, 85% dan mereka yang dibangunkan pada waktu
tidur REM, mengaku sedang bermimpi. Penderita depresi biasanya
mengalami mimpi-mimpi yang tidak menyenangkan sehingga mereka
terbangun karenanya. Dengan demikian tidur REM pun berkurang karena
33
seringnya terbangun di malam hari. Disamping itu, telah diterangkan bahwa
pada mereka yang menderita depresi, tidur REM lebih cepat datang. Secara
fisiologik kekurangan tidur REM itu harus dibayar kembali. Dengan begitu,
selang beberapa waktu, penderita depresi akan mengalami tidur REM yang
berlebihan, penderita akan lebih sering terbangun dan bermimpi buruk. Hal
tersebut menjelaskan mengapa di laboratorium ditemukan gambaran
hipnogram yang iregular dari perpindahan satu stadium ke stadium yang lain
pada penderita depresi dan sering terbangun di malam hari. Pada kondisi
depresi juga seringkali ditandai dengan adanya afek yang disforik, hilangnya
minat atau rasa senang, perasaan sedih, murung, putus asa, rasa rendah diri,
anoreksia, berat badan turun, gerakan serba lambat, kurang bisa konsentrasi,
pikiran tentang mati atau bunuh diri.
Kesukaran untuk memulai tidur biasanya terdapat pada keadaan depresi
atau ansietas. Pada penderita ansietas, ditemukan hipnogram dengan hasil
sleep latency yang memanjang. Sedangkan REM latency dapat normal atau
lebih panjang dari pada orang normal. Berbeda dengan penderita depresi,
pada penderita ansietas tidur delta biasanya normal (20-30%), sedangkan
tidur REM menjadi bertambah, terutama pada fase akhir dari tidur (pada dini
hari). Pada hipnogram juga ditemukan adanya gambaran yang ireguler dari
perpindahan satu stadium tidur ke stadium tidur yang lain. Sistim limbik, yang
kita kenal sebagai pusat emosi, juga berhubungan dengan kewaspadaan atau
keadaan terjaga. Hal inilah yang menyebabkan mengapa kondisi ansietas
dan gangguan emosi lainnnya dapat mengganggu tidur, dan menyebabkan
insomnia.
Tidak semua penderita gangguan skizofrenik mengalami insomnia.
Pada tipe furor katatonik, gangguan skizofreniform (episode skizofrenik akut)
atau pada skizofrenika tipe paranoid dengan waham kejar dan halusinasi
berupa kejaran dapat terjadi insomnia.
34
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Tidur adalah keadaan organisme yang teratur, berulang, dan mudah
dibalikkan yang ditandai oleh relatif tidak bergerak dan peningkatan besar
ambang respon terhadap stimuli eksternal relatif dari keadaan terjaga. Tidur
diperlukan untuk penghematan energi. Tidur terdiri dari dua keadaan fisologis:
tidur dengan gerakan mata tidak cepat (NREM; non rapid eye movement) dan
tidur dengan gerakan mata cepat (REM; rapid eye movement). Tidur NREM
terdiri dari stadium 1 sampai 4. Dibandingkan dengan keadaan terjaga,
sebagian besar fungsi fisiologis adalah jelas menurun pada keadaan tidur
NREM. Stadium REM, merupakan suatu dimensi tersendiri dimana individu
mengalami peristiwa mimpi dengan intensitas yang tinggi. Bagian susunan
saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak pada substansi
substansia ventrikulo-retikularis medulo oblogata yang disebut sebagai pusat
tidur.
Gangguan tidur dan irama bangun-tidur adalah suatu keadaan di mana
seseorang tidak dapat tidur seperti yang ia harapkan atau suatu
ketidakmampuan yang patologik untuk tidur. Gangguan tidur dan irama
bangun-tidur biasanya timbul sebagai gejala suatu gangguan lain yang
mendasarinya, seperti kecemasan dan depresi atau gangguan emosi lain
yang terjadi dalam hidup manusia. Pada skizofrenia memiliki manifestasi
klinis terhadap kecemasan, depresi dan gangguan emosi yang dapat
mempengaruhi pola tidur sehingga mengganggu kualitas tidur pada orang
dengan skizofrenia.
Pola tidur seseorang dengan depresi pada skizofrenia menunjukkan
waktu tidur total yang berkurang, sedikitnya jumlah tidur yang nyenyak atau
tidak sama sekali, tidur REM yang terjadi lebih awal di malam hari, bangun
lebih sering pada malam hari dan bangun lebih awal di pagi hari dan tidak
dapat kembali tidur, bahkan jika merasa sangat lelah.
35
Tidak semua penderita gangguan skizofrenik mengalami insomnia.
Pada tipe furor katatonik, gangguan skizofreniform (episode skizofrenik akut)
atau pada skizofrenika tipe paranoid dengan waham kejar dan halusinasi
berupa kejaran dapat terjadi insomnia.
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan, Harold I., Benjamin J. Saddock, and Jack A. Grebb. Sinopsis
Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Tangerang: Binarupa
Aksara Publisher, 2010.
2. Maslim, Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan
Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika
Atmajaya.
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia 2011 :
Konsensus Penatalaksanaan Gangguan Skizofrenia
4. Mamelak M. Insomnia. Upjohn Company, 1987
5. Iskandar Y. Insomnia, Ansietas dan Depresi, dalam: Psikiatri Biologik Vol.
II, ed. Yul Iskandar dan R. Kusumanto Setyonegoro, Yayasan Dharma
Graha, Jakarta, 1985.
6. Iskandar Y. Tehnik Penelitian Tidur dengan EEG. Makalah pada:
Simposium Psikiatri Biologik N, Jakarta, 1983
top related