gastritis tutor 1
Post on 21-Oct-2015
80 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Traktus gastrointestinal merupakan saluran yang dimulai dari rongga mulut dan berakhir
pada anus. Pada sistem ini terjadi pencernaan makanan yang nantinya sebagai bahan baku
metabolisme tubuh. Traktus gastrointestinal sangat berkaitan dengan rongga mulut karena
rongga mulut merupakan gerbang utama masuknya makanan, oleh karena itu banyak penyakit –
penyakit dari traktus gastrointestinal yang memiliki manifestasi pada rongga mulut.
Penyakit gastrointestinal adalah penyakit yang menyerang system organ pencernaan yang
meliputi mulut, faring, esophagus, lambung, usus halus serta usus besar. salah satunya adalah
gastritis. Gastritis merupakan peradangan pada lambung yang bisa bersifat akut dan kronik.
Penyebabnya bisa obat- obatan, infeksi, stress, dll. Gejala gastritis dapat ditemui juga pada
rongga mulut terutama untuk gastritis kronis seperti halitosis. Penyakit lain dari gastrointestinal
yang lain yaitu peptik ulser yang terdapat pada lambung maupun duodenum.
Selain penyakit gasrointestinal, penyakit hepar juga erat kaitannya pada rongga mulut.
Hepatitis atau peradangan pada hati memiliki gejala pada rongga mulut seperti warna
kekuningan pada mukosa palatum mole dan mukosa sub lingualis. Hepatitis bisa disebabkan oleh
virus maupun penggunaan obat – obatan.
Karena dapat bermanifestasi di rongga mulut, seorang dokter gigi juga dituntut untuk
mengetahui gejala – gejala penyakit tersebut dan bagaimana penatalaksaannya di bidang
kedokteran gigi sehingga dapat melakukan perawatan gigi dan mulut yang tepat dan tidak
beresiko terutama pada pasien yang memiliki penyakit – penyakit seperti diatas.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah etiologi, patogenesis, gejala klinis, manifestasi di rongga mulut, dan pemeriksaan
penunjang dari penyakit:
a. Gastritis
b. Peptic ulser
c. Hepatitis
2. Bagaimana manajemen penatalaksanaan di bidang kedokteran gigi dari kelainan tersebut?
1
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan etiologi, patogenesis, gejala klinis, manifestasi di rongga mulut, dan
pemeriksaan penunjang dari penyakit:
a. Gastritis
b. Peptic ulser
c. Hepatitis
2. Menjelaskan manajemen penatalaksanaan di bidang kedokteran gigi dari kelainan
tersebut?
2
MAPPING
3
PENYAKIT GASTROINTESTINAL&
HEPAR
PENYAKIT GASTROINTESTINAL
GASTRITIS
AKUT KRONIS
PEPTIC ULSER
HEPAR
HEPATITIS
HEPATITIS A HEPATITIS B
HEPATITIS C
ETIOLOGIGAMBARAN
KLINIS & MANIFESTA
SI ORAL
PENATALAKSANAAN DI KG
PEMERIKSAANPATOGENESIS
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem gastrointestinal merupakan pintu gerbang masuknya bahan makanan, vitamin,
mineral, dan cairan kedalam tubuh. Protein, lemak dan karbohidrat kompleks diuraikan menjadi
unit – unit yang dapat di serap (dicernakan), terutama di dalam usus halus. Hasil pencernaan dan
vitamin, mineral, dan air menembus mukosa dan masuk ke dalam limfe dan pembuluh darah
untuk di edarkan kesseluruh tubuh. (ganong, 2003).
2. 1. Gastritis
Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub-mukosa lambung. Secara
histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya sebukan sel radang pada daerah tersebut. Gastritis
merupakan salah satu penyakit yang paling banyak dijumpai di klinik penyakit dalam pada
umumnya (Suyono, Slamet, dkk. 2001). Gastritis merupakan peradangan lokal atau penyebaran
pada mukosa lambung dan berkembang dipenuhi dengan bakteri
Gastritis merupakan suatu peradangan mukosa lambung yang dapat bersifat akut,kronik
difus, atau local. Dua jenis gastritis yang paling sering terjadi adalah gastritis superfisialis akut
dan gastritis atrofik kronik (Silvia A.Price dkk,1994)
1. Gastritis akut
Gastritis akut adalah proses peradangan mukosa akut yang biasanya bersifat sementara.
Peradangan bisa disertai pendarahan kedalam mukosa, dan pada kasus yang berat juga disertai
pelepasan mukosa superfisial (erosi mukosa). (robin. 2009). Salah satu bentuk gastritis akut yang
manifestasi klinisnya dapat berbentuk penyakit yang berat adalah gastritis erosif atau gastritis
hemoragik. Disebut gastritis hemoragik karena pada penyakit ini akan dijumpai perdarahan
mukosa lambung dalam berbagai derajat dan terjadi erosi yang berarti hilangnya kontinuitas
mukosa lambung pada beberapa tempat, menyertai inflamasi pada mukosa lambung
tersebut( Suyono, Slamet, dkk. 2001).
4
a. Etiologi
Gastritis akut terjadi tanpa diketahui penyebabnya. Kira-kira 80-90% pasien yang dirawat
di ruang intensif menderita gastritis akut erosif. Gastritis akut jenis ini sering disebut
gastritis akut stress. Penyebab lain adalah obat-obatan. Obat-obatan yang sering
dihubungkan dengan gastritis erosif adalah aspirin dan sebagian besar obat antiinflamasi
nonsteroid (Suyono, Slamet, dkk. 2001).
b. Pathogenesis
Gastritis akut dapat disebabkan oleh karena stres, zat kimia misalnya obat-obatan dan
alkohol, makanan yang pedas, panas maupun asam. Pada para yang mengalami stres akan
terjadi perangsangan saraf simpatis NV (Nervus vagus) yang akan meningkatkan
produksi asam klorida (HCl) di dalam lambung. Adanya HCl yang berada di dalam
lambung akan menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia. Zat kimia maupun
makanan yang merangsang akan menyebabkan sel epitel kolumner, yang berfungsi untuk
menghasilkan mukus, mengurangi produksinya. Sedangkan mukus itu fungsinya untuk
memproteksi mukosa lambung agar tidak ikut tercerna. Respon mukosa lambung karena
penurunan sekresi mukus bervariasi diantaranya asodilatasi sel mukosa gaster. Lapisan
mukosa gaster terdapat sel yang memproduksi HCl (terutama daerah fundus) dan
pembuluh darah. Vasodilatasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi HCl
meningkat. Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini ditimbulkan
oleh karena kontak HCl dengan mukosa gaster. Respon mukosa lambung akibat
penurunan sekresi mukus dapat berupa eksfeliasi (pengelupasan). Eksfeliasi sel mukosa
gaster akan mengakibatkan erosi pada sel mukosa. Hilangnya sel mukosa akibat erosi
memicu timbulnya perdarahan. Perdarahan yang terjadi dapat mengancam hidup
penderita, namun dapat juga berhenti sendiri karena proses regenerasi, sehingga erosi
menghilang dalam waktu 24-48 jam setelah perdarahan.
c. Gambaran klinis
Gambaran klinisnya bervariasi mulai dari yang sangat ringan asimtomatik sampai sangat
berat yang dapat membawa kematian. Pada kasus yang sangat berat, gejala yang sangat
mencolok adalah hematemesis dan melena yang dapat berlangsung sangat hebat sampai
terjadi renjatan karena kehilangan darah. Pada sebagian besar kasus, gejalanya amat
ringan bahkan asimtomatis. Keluhan-keluhan itu misalnya nyeri timbul pada ulu hati,
5
biasanya ringan dan tidak dapt ditunjuk dengan tepat lokasinya. Kadang-kadang disertai
dengan mual-mual dan muntah. Perdarahan saluran cerna sering merupakan satu-satunya
gejala (Suyono, Slamet, dkk. 2001).
2. Gastritis Kronik
Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang
berkepanjangan yang disebabkan baik oleh ulkus lambung jinak maupun ganas atau oleh bakteri
helicobacter pylori (Brunner dan Suddart, 2000). Gastritis kronis merupakan peradangan mukosa
lambung kronik yang akhirnya menyebabkan atrofi mukosa lambung dan metaplasi intestinal,
biasanya tanpa disertai erosi. Perubahan epitel yang trjadi berupa displasia dan merupakan bibit
unggul terjadinya karsinoma. (robin. 2009).
a. Etiologi dan pathogenesis
Sejauh ini faktor etiologi terpenting gastritis kronis adalah infeksi kronis oleh hasil H.pyroli.
Cara penularan H. pyroli belum diketahui pasti, diduga melalui penularan mulut ke mulut,
oral – fecal, dan lingkungan. (robin. 2009). Helicobacter pylori merupakan bakteri gram
negatif. Organisme ini menyerang sel permukaan gaster, memperberat timbulnya desquamasi
sel dan muncullah respon radang kronis pada gaster yaitu : destruksi kelenjar dan metaplasia.
Metaplasia adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadap iritasi, yaitu dengan
mengganti sel mukosa gaster, misalnya dengan sel desquamosa yang lebih kuat. Karena sel
desquamosa lebih kuat maka elastisitasnya juga berkurang. Pada saat mencerna makanan,
lambung melakukan gerakan peristaltik tetapi karena sel penggantinya tidak elastis maka akan
timbul kekakuan yang pada akhirnya menimbulkan rasa nyeri. Metaplasia ini juga
menyebabkan hilangnya sel mukosa pada lapisan lambung, sehingga akan menyebabkan
kerusakan pembuluh darah lapisan mukosa. Kerusakan pembuluh darah ini akan
menimbulkan perdarahan. (Price, Sylvia dan Wilson, Lorraine, 1999 : 162)
b. Gambaran klinis
Gambaran klinis. Gastritis kronis hanya menyebabkan sedikit gejala. Mungkin timbul mual,
muntah, dan rasa tidak nyaman pada perut bagian atas. Pasien gastritis tahap lanjut akibat H.
pyroli atau kausa lingkungan lain – lain sering mengalami hipoklorhidria akibat kerusakan sel
6
perietal dan atropi mukosa corpus dan fundus. Selain itu sebagian kecil pasien mungkin
mengalami anemia pernisiosa. (robin. 2009)
2. 2. Peptic ulser/ Ulkus peptikum
Peptic ulcer(ulkus peptikum) atau biasa disebut dengan borok perut merupakan lubang
dalam lapisan dari lambung berupa duodenum (usus dua belas jari) atau esophagus
(kerongkongan). Borok-borok terjadi ketika lapisan organ-organ ini dikorosikan oleh getah
lambung yang asam yang disekresikan oleh sel-sel lambung. Dalam perkembangannya bakteri
bisa berubah menjadi kanker perut. Saat ini dipercaya bahwa penyebab utama borok adalah
infeksi dari lambung oleh bakteri yang disebut Helicobacter pylori
a. Gejala klinis
Gejala umum yang dirasakan adalah nyeri di ulu hati, disebabkan rangsangan asam lambung
yang menimbulkan erosi dan peradangan kimiawi. Rasa nyeri ini sering dikatakan sebagai
nyeri yang tajam, perih ataupun seperti terbakar. Lama nyeri ini bervariasi dan tergantung dari
beratnya penyakit. Selain itu meningkatnya peristaltik dan spasme otot-otot dapat menambah
rasa nyeri. Tempat rasa nyeri dirasakan di ulu hati dan biasnya dapat ditunjuk dengan satu jari
secara cermat. Tetapi tidak semua penderita ulkus peptik bergejala nyeri. Adakalanya
penderita ulkus peptikum, bahkan yang berat sekalipun tidak mengeluh nyeri. Gejala yang
timbul seperti muntah darah yang berwrna coklat (hemamtenensis) ataupun BAB darah yang
menghitam (melena). Warna darah gelap yang pada hemetemasis dan melena ini tejadi karena
darah yang keluar tercampur dengan asam lambung sehingga terjadi perubahan hemoglobin
menjadi hematin yang berwarna coklat kehitaman dan lengket seperti aspal. (Smeltzer,
Suzanne C, 2001)
b. Patogenesis
Patogenesis terjadinya ulkus peptikum belum seluruhnya diketahui dengan pasti. Terdapat tiga
factor utama yang berperan, yaitu
1. Factor asam dan pepsin, bila produksi HCl berlebihan
2. Factor ketahanan mukosa teori gangguan keseimbangan factor agresif (merusak) :factor
defensive
3. Factor infeksi dengan Helicoobacter pylori
7
Fakotr-faktor agresif dan desensif yang dapat mempengaruhi keseimbangan integritas
saluran cerna, khususnya pada lambung dan duodenum (Corwin, Elizabeth J, 2000)
2. 3. Hepatitis
Hepatitis virus merupakan penyakit sistemik yang terutama mengenai hati. Kebanyakan
kasus hepatitis virus akut pada anak dan orang dewasa disebabkan oleh salah satu dari antigen
berikut : virus hepatitis A, agen penyebab hepatitis virus tipe A (hepatitis infeksius); virus
hepatitis B, penyebab hepatitis virus B (hepatitis serum); virus hepatitis C, agen penyebab
hepatitis C (penyebab sering hepatitis pascatransfusi)
1. Hepatitis Akut
Hepatitis virus memberi suatu spektrum tanda-tanda klinis dan manifestasi laboratorium
yang luas. Hal ini dapat berkisar, menurut parahnya penyakit, dari penyakit yang tak jelas,
infeksi yang asimtomatik, sampai penyakit yang fulminan yang dapat menyebabkan kematian
dalam beberapa hari saja.(Sarwono, dkk. 2001.)
Gambaran klinis yang biasa dari hepatitis mulai dengan demam ringan, nausea, perasaan
tidak enak di perut bagian atas dan kehilangan selera makan, yang berlangsung selama 4-5 hari
sebelum ikterus menjadi jelas secara klinik. Setelah segera ikterus menjadi tampak jelas, nausea,
sakit perut dan anoreksia berhenti.(T.J. Bayley, S.J. Leinster. 1995.). Pada masa prodormal
diikuti warna urin bertambah gelap dan warna tinja menjadi pucat. Keadaan demikian
menandakan timbulnya ikterus dan berkurangnya gejala; panas badan menghilang, nafsu makan
pulih kembali, mungkin timbul bradikardia, perasaan tidak enak di abdomen menghilang, dan
tidak ada rasa mual lagi(Sarwono, dkk. 2001.).
8
a. Hepatitis A
Hepatitis A ini terutama ditularkan per-oral dengan menelan makanan yang sudah
terkontaminasi feses. Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak atau terjadi akibat kontak
dengan orang terinfeksi melalui kontaminasi feses pada makanan atau air minum, atau dengan
menelan kerang yang mengandung virus yang tidak dimasak dengan baik. Penularan ditunjang
oleh sanitasi yang buruk, kesehatan pribadi yang buruk, dan kontak yanng intim (tinggal
serumah atau seksual). Masa penularan tertinggi adalah pada minggu kedua segera sebelum
timbulnya ikterus(Sylvia, Lorraine. 2005.).
b. Hepatitis B
Penanda serologis pertama yang dipakai untuk identifikasi HBV adalah antigen
permukaan (HbsAg, dahulu disebut ”Antigen Australia”), yang positif kira-kira 2 minggu
sebelum timbulnya gejala klinis. Penanda yang muncul berikutnya biasanya adalah antibodi
terhadapa antigen ”inti” (anti-HBc). Antigen ini tidak terdeteksi secara rutin pada serum
penderita infeksi virus hepatitis B karena terletak di dalam kulit luar HbsAg. Antibodi anti-HBc
dapat terdeteksi segera setelah timbul gambaran klinis hepatitis dan menetap untuk seterusnya;
antibodi ini merupakan penanda kekebalan yang paling jelas didapat dari infeksi virus hepatitis
B. Penanda berikutnya adalah antigen ”e”(HBeAg), merupakan bagian hepatitis B yang larut dan
timbul bersamaan atau segera setelah HbsAg dan menghilang beberapa minggu sebelum HbsAg
menghilang. HbeAg ditemukan pada semua infeksi akut dan hal ini menunjukkan adanya
replikasi virus dan penderita dalam keadaan sangat menular(Sylvia, Lorraine. 2005.).
Cara utama penularan hepatitis B adalahh melalui parenteral dan menembus membran
mukosa, terutama melalui hubungan seksual. HbsAg ditemukan pada hampir semua cairan tubuh
orang yang terinfeksi darah, semen, saliva, air mata, air susu ibu, urine, dan bahkan feses.
Sebagian cairan tubuh (terutama darah, semen, saliiva) telah terbukti bersifat infeksius(Sylvia,
Lorraine. 2005.).
c. Hepatitis C
Terdapat dua bentuk virus hepatitis C, yang ditularkan melalui darah dan ditularkan
melalui enterik. Seperti hepatitis B, hepatitis C diyakini dittularkan melalui jalur parenteral dan
kemungkinan melalui pemakaian obat IV dan transfusi darah(Sylvia, Lorraine. 2005.).
9
Infeksi virus hepatitis C biasanya terjadi setelah transfusi darah atau produk darah, walaupun
didapatkan juga kasus-kasus sporadik. Penyakit sering subklinis walaupun beberapa kasus
fulminan telah diutarakan dan terdapat resiko hepatitis kronik aktif dan sirosis. Cara penularan
hepatitis ini belum terbukti karena adanyan hubungan seksual. Bentuk-bentuk dengan masa
inkubasi singkat dan lama terjadi yang mungkin disebabkan oleh paling sedikit dua bentuk virus
yang secara serologis berbeda. Imunoglobulin spesifik dan juga vaksin belum tersedia karena
virus belum dibiak(T.J.Bayley, S.J.Leinster. 1995.).
2. Hepatitis Kronik
Hepatitis kronik adalah reaksi radang kronik dalam hati yang melanjut tanpa perbaikan
selama 6 bulan atau lebih. Dua bentuk dikenal berdasarkan penampilan histologis di dalam hati:
hepatitis kronik persisten yang jinak, dan hepatitis kronik aktif yang dapat melanjut menjadi
sirosis, di dalamnya terjadi distorsi arsitektur hati(T.J.Bayley, S.J.Leinster. 1995.).
Hepatitis virus kronik adalah suatu keadaan “karier”, yaitu para pasien ini mengandung
virus yang bereplikasi sehingga dapat menularkan penyakitnya. Diantara para karier virus
hepatotropik, terdapat (1)mereka yang mengandung satu atau lebih virus, tetapi tidak atau sedikit
yang mengalami gejala klinis atau efek histologik, (2) mereka yang mengalami penyakit kronik
berdasarkan temuan laboratorium atau histologik tetapi pada dasarnya bebas gejala, (3) mereka
yang memperlihatkan gejala klinis penyakit kronis. (robin. 2009)
Gejala klinis Hepatitis kronis sangat bervariasi dan tidak dapat digunakan untuk
memperkirakan prognosis. Pada sebagian pasien, satu – satunya tanda penyakit kronik adalah
peningkatan persisten transaminase serum. Gejala yang paling sering adalah mudah lelah, gejala
yang lebih jarang adalah lesu, hilangnya nafsu makan dan kadang – kadang serangan ikterus
ringan. Hanya sedikit yang dapat ditemukan dari pemeriksaan fisik, yang tersering adalah spider
angioma, eritema palmar, hepatomegali ringan, nyeri tekan hati, dan splenomegali ringan. (robin.
2009)
10
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. GASTRITIS
3.1.1. Definisi
Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub-mukosa lambung.
Secara histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya sebukan sel radang pada daerah
tersebut. Gastritis merupakan salah satu penyakit yang paling banyak dijumpai di klinik
penyakit dalam pada umumnya. David Ovedorf (2002) mendefinisikan gastritis sebagai
inflamasi mukosa gaster akut atau kronik. Pengertian yang lebih lengkap dari gastritis yaitu
peradangan lokal atau menyebar pada mukosa lambung yang berkembang bila mekanisme
protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain (Reeves, 2002).
3.1.2. Macam
Gastritis ada 2 kelompok yaitu gastritis akut dan gastritis kronik. Tetapi gastritis
kronik bukan merupakan lanjutan dari gastritis akut, dan keduanya tidak saling berhubungan.
3.1.2.1. Gastritis Akut
a. Definisi
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak dan
swasirna. Gastritis akut adalah inflamasi akut mukosa lambung yang merupakan penyakit
ringan dan dapat sembuh sempurna. Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi
klinisnya dapat berbentuk penyakit yang berat adalah gastritis erosif atau gastritis
hemoragik. Disebut gastritis hemoragik karena pada penyakit ini akan dijumpai
perdarahan mukosa lambung dalam berbagai derajat dan terjadi erosi yang berarti
hilangnya kontinuitas mukosa lambung pada beberapa tempat, menyertai inflamasi pada
mukosa lambung tersebut. Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan
biasanya jinak dan dapat sembuh dengan sendirinya, merupakan respon mukosa lambung
terhadap berbagai iritasi lokal
11
b. Etiologi
Helicobater pylori, pasien yang terkena infeksi ini mempunyai antibody terhadap
secretory canalicular structure sel parietal jauh lebih tinggi daripada mereka yang
tidak terinfeksi.
Jenis virus yang menginfeksi lambung lainnya yaitu: enteric rotavirus dan calcivirus
menimbulkan gastroenteritis (gastritis karena virus dan parasit).
Jamur candida species, histoplasma capsulatum dan mukonaceae dapat menginfeksi
mukosa gaster hanya pada pasien immune compromised. Pasien dengan system imun
yang baik, tidak dapat terinfeksi jamur karena bukan tempat yang mudah terkena
infeksi parasite.
Rokok, teh dan kopi yang dikonsumsi secara berlebihan dapat meningkatkan produksi
asam lambung, meningkatkan refluks, mengubah kondisi alami lambung, adanya
regenerasi mukosa lambung sehingga terjadi peningkatan asam lambung yang
menyebabkan mual.
Obat anti-inflamasi non-steroid (NSAID; mis: indometasin, ibuprofen, naproksen),
sulfonamida, steroid, dan digitalis.
c. Patogenesis
Patogenesis gastritis akut akibat NSAID
Obat NSAID mengandung zat analgesic anti-inflamasi dan anti piretik. Golongan
obat ini mengandung zat yang dapat menekan sekresi prostaglandin dengan cara
menghambat aktivitas siklooksigenase yang menyebabkan penurunan sintesis
prostaglandin dan precursor trombosan dari asam arakhidonat, bersifat korosif sehingga
dapat merusak sel-sel epitel mukosa. Prostaglandin ini berperan penting dalam
peryahanan dan perbaikan sel epitel lambung, menghasilkan mucus-bikarbonat (yang
berperan dalam menetralkan asam lambung), mepertahankan sirkulasi mukosa, restitusi
sel epitel dan menghambat sekresi sel parietal dalam memproduksi HCl. Pengkonsumsian
obat NSAID yang menekan sekresi prostaglandin menyebabkan sel parietal memproduksi
jumlah HCl berlebih sedanngkan produksi natrium bikarbonat ditekan. Selanjutnya
12
lambung menjadi lebih asam, suasana asam yang berlebih dapat membuat lapisan mukosa
lambung menyebabkan radang pada lambung (gastritis).
Patogenesis gastritis akut Zat kimia
Zat kimia maupun makanan yang merangsang akan menyebabkan sel epitel
kolumner, yang berfungsi untuk menghasilkan mukus, mengurangi produksinya.
Sedangkan mukus itu fungsinya untuk memproteksi mukosa lambung agar tidak ikut
tercerna. Respon mukosa lambung karena penurunan sekresi mukus bervariasi
diantaranya vasodilatasi sel mukosa gaster. Lapisan mukosa gaster terdapat sel yang
memproduksi HCl (terutama daerah fundus) dan pembuluh darah.
Vasodilatasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi HCl meningkat. Anoreksia
juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini ditimbulkan oleh karena kontak HCl
dengan mukosa gaster. Respon mukosa lambung akibat penurunan sekresi mukus dapat
berupa eksfeliasi (pengelupasan). Eksfeliasi sel mukosa gaster akan mengakibatkan erosi
pada sel mukosa. Hilangnya sel mukosa akibat erosi memicu timbulnya perdarahan.
Perdarahan yang terjadi dapat mengancam hidup penderita, namun dapat juga berhenti
sendiri karena proses regenerasi, sehingga erosi menghilang dalam waktu 24-48 jam
setelah perdarahan.
d. Gejala klinis
Umunya tanpa gejala atau asimtomatik, keluhan dapat berupa nyeri panas dan pedih
pada ulu hati, keluhan abdomen yang tidak jelas seperti anoreksia, bersendawa, mual,
sampai gejala yang lebih berat seperti nyeri epigastrum, muntah, perdarahan, dan
hematemesis. Gastritis akut biasanya mereda bila agen penyebabnya dihilangkan.
Sebagian penderita datang berobat karena muntah darah. Sering penderita-penderita
tersebut tidak mempunyai keluhan tertentu sebelumnya dan sebagian besar penderita
hanya mempunyai keluhan yang ringan saja misalnya seperti nyeri epigastrium yang
tidak hebat, kadang-kadang disertai nausea atau muntah-muntah. Terkadang juga terdapat
nyeri tekan yang ringan pada daerah epigastrium.
13
e. Manifestasi di Rongga mulut
Dalam perawatan rongga mulut hindari penggunaan obat-obat yang dapat memicu
gastritis seperti NSAID
Rongga mulut asam dikarenakan pada penderita gastritis sering muntah dan apabila
setelah muntah tersebut tidak segera dibersihkan rongga mulutnya.
3.1.2.2. Gastritis kronika. Definisi
Disebut gastritis kronik apabila infiltrasi sel-sel radang yang terjadi pada lamina
propria dan daerah intra epithelial terutama terdiri atas sel-sel radang kronik, yaitu
limfosit dan sel plasma. Kehadiran granulosit neutrofil pda daerah tersebut menandakan
adanya aktivitas
Gastritis kronik dapat dibedakan berdasarkan kelainan histopatologi, yaitu :
1) Gastritis kronik superfisialis apabila dijumpai sebukan sel-sel radang kronik
terbatas pada lamina propria mukosa superfisialis dan edema yang memisahkan
kelenjar-kelenjar mukosa, sedangkan sel-sel kelenjar tetap utuh. Sering dikatakan
gastritis kronik superfisialis merupakan permulaan gastritis kronik.
2) Gastritis kronik atrofik, sebukan sel-sel radang kronik menyebar lebih dalam
disertai dengan distorsi dan destruksi sel kelenjar mukosa lebih nyata. Gastritis
atrofik dianggap sebagai kelanjutan gastritis kronik superfisialis.
3) Atrofi lambung dianggap merupakan stadium akhir gastritis kronik. Pada saat itu
struktur kelenjar menghilang dan terpisah satu sama lain secara nyata dengan
jaringan ikat, sedangkan sebukan sel radang juga menurun. Mukosa menjadi
sangat tipis sehingga dapat menerangkan mengapa pembuluh darah bisa terlihat
pada saat pemeriksaan endoskopi.
4) Metaplasia intestinal, suatu perubahan histologist kelenjar-kelenjar mukosa
lambung menjadi kelenjar-kelenjar mukosa usus halus yang mengandung sel
goblet. Perubahan–perubahan tersebut dapat terjadi secara meyeluruh pada
hamper seluruh segmen lambung, tetapi dapat pula hanya merupakan bercak-
bercak pada beberapa bagian lambung.
14
Menurut distribusi anatomisnya, gastritis kronik dapat dibagi menjadi:
1) Gastritis kronis tipe A juga disebut sebagai gastritis atrofik atau fundal (karena
mengenai fundus lambung). Gastritis kronik tipe A merupakan suatu penyakit
autoimun yang disebabkan oleh adanya autoantibody terhadap sel parietal
kelenjar lambung dan ffaktor intrinsic dan berkaitan dengan tidak adanya sel
parietal dan chief cells, yang menurunkan sekresi asam dan menyebabkan
tingginya kadar gastrin. Dalam keadaan sangat berat, tidak terjadi produksi factor
intrinsic. Anemia pernisiosa seringkali dijumpai pada pasien karena tidak
tersedianya factor intrinsic untuk mempermudah absorbs vitamin B12 dalam
ileum. Gastritis tipe A lebih sering terjadi pada penderita dengan usia tua.
2) Gastritis kronis tipe B disebut juga sebagai gastritis antral karena umumnya
mengenai daerah antrum lambung dan lebih sering terjadi dibandingkan dengan
gastritis kronik tipe A. bentuk gastritis ini memiliki sekresi asam yang normal dan
tidak berkaitan dengan anemia pernisiosa. Kadar gastrin serum yang rendah
sering terjadi. Penyebab utama gastritis kronik tipe B adalah infeksi kronis oleh
H.pylori (Wilson, 2006).
b. Etiologi
Ada dua aspek etiologi gastritis kronik, yaitu :
1. Aspek imunologis
Hubungan antara system imun dan gastritis kronik mejadi jelas dengan ditemukannya
autoantibody terhadap factor intrinsic lambung (intrinsic factor antibody) dan sel parietal
(parietal cell antibody) pada pasien dengan anemia pernisiosa.
2. Aspek bakteriologis
Bakteri yang paling penting sebagai penyebab gastritis adalah Helicibacter pylori.
Gastritis yang ada hubungannya dengan Helicobacter pylori lebih sering dijumpai dan
biasanya berbentuk gastritis kronik aktif antrum. Sebagian besar gastritis kronik
merupakan gastritis tipe ini. Atrofi mukosa lambung akan terjadi pada banyak kasus,
setelah bertahun-tahun mendapat infeksi Helicobacter pylori. Atrofi dapat terbatas pada
antrum, pada korpus atau mengenai keduanya. Dalam stadium ini pemeriksaan serologi
terhadap Helicobacter pylori lebih sering member hasil negatif.
15
Selain mikroba dengan proses imunologis, factor lain yang juga berpengaruh terhadap
pathogenesis gastritis kronik adalah refluks kronik cairan pankreatobilier, asam empedu,
dan lisolesitin(Suyono, Slamet, dkk. 2001).
c. Patogenesis
Helicobacter pylori berbentuk seperti sosis dengan posisi agak melengkung, tampak
dua kutub, salah satunya berflagella untuk pergerakan bakteri. Sifat Helicobacter pylori
sangat kompleks, dan boleh dikatakan mempunyai berbagai senjata, sehingga bisa
’survive’ didalam lingkungan yang sangat asam dari lambung/ gaster/ maag.
Pertama, Helicobacter pylori dapat merubah lingkungan mikro disekitarnya menjadi
bersifat agak basa, sehingga dia bisa tinggal dan berkoloni dilapisan lendir mukosa
lambung. Kedua, dia mempunyai alat flagella, untuk membor mukosa lambung, sehingga
bisa lebih mudah masuk kedalam dasar kripta/ cekungan mukosa dan menetap ditempat
itu. Ketiga, Helicobacter pylori mempengaruhi sistem imunitas tubuh kita untuk tidak
mengenali dirinya sebagai benda asing/non-self, melainkan sebagai bagian organ jaringan
lambung/self sehingga tidak dapat dikenali sebagai ‘invader’ atau penyusup yang harus
diberantas oleh sel limfosit-T. Maka luputlah bakteri Helicobacter pylori dari penyisiran
sistem imun kita, karena Helicobacter pylori tidak terdeteksi sebagai benda asing/non-
self. Ke-empat, Helicobacter pylori bisa resisten terhadap terapi yang diberikan, dengan
cara bakteri tersebut membuat zat anti terhadap bahan aktif anti-mikroba yang diberikan.
Dan banyak lagi senjata yang dimiliki Helicobacter pylori, sehingga dampak yang
ditimbulkan oleh peradangan lambung oleh Helicobacter pylori menjadi semakin
kompleks. Terutama bila Helicobacter pylori tidak terdeteksi, maka bakteri akan terus
berkembang-biak meluas membentuk tukak lambung, displasia, adenoma dan akhirnya
kanker lambung yang sangat ditakuti.
Mekanisme bakteri H. Pylori sehingga dapat menyebabkan gastritis:
1. Memicu respon peradangan dan imun yang intens.
2. Menyebabkan cedera epitel dan induksi peradangan. Dengan mengeluarkan suatu
urease yang menguraikan urea untuk membentuk senyawa toksik (ammonium klorida
16
dan mokloramin), fosfolipase yang merusak sel epitel permukaan, protease dan
fosfolipase dapat menguraikan kompleks glikoprotein lemak di mucus lambung.
3. Meningkatkan sekresi asam lambung dan menggangu produksi bikarbonat duodenum
sehingga pH lumen menurun.
4. Dengan adanya pH lumen yang menurun maka akan mempermudah adanya
deskuamasi epitel yang berangsur-angsur akan menyebabkan erosi.
d. Gejala klinis
Biasanya tidak atau sedikit menimbulkan gejala
Dapat timbul rasa tidak enak di abdomen atas serta mual dan muntah
Apabila terjadi pada gastritis autoimun terjadi banyak kerusakan sel parietal, biasanya
terdapat hipoklorhidria atau aklorhidria
Nyeri ulu hati, pasien anoreksia, nausea, anemia, nyeri tekan ulu hati, kembung.
Dapat berkembang menjadi ulkus peptikum, karsinoma
Pada gastritis kronis tipe A terjadi kegagalan absorbsi vitamin B12, dimana faktor
intrinsic diperlukan untuk menghasilkan glikoprotein yang mempermudah absorbsi
vitamin B12 untuk pembentukan eritrosit. Berdasarkan mekanisme singkat di atas,
maka penderita penyakit ini dicirikan dengan terjadinya anemia pernisiosa
e. Mani f estasi klinis gastritis kronis di r ongga mulut
1. Halitosis
Etilogi dari gastritis kronis salah satunya adalah infeksi bakteri H Pilory, dimana
patofisiologinya yaitu jenis bakteri ini akan berkoloni secara stabil di mukosa lambung,
selanjutnya ia mengeluarkan enzim urease yang berfungsi memecah urea menjadi
amoniak yang bersifat toksik terhadap epitel. Amoniak ini yang menyebabkan halitosis,
seperti yang kita ketahui apabila rongga mulut merupakan pintu masuk saluran
pencernaan.
2. Xerostomia dan Karies
Xerostomia erat kaitannya dengan sekresi asam lambung yang berlebihan, selain itu asam
lambung yang berlebihan ini juga bisa memicu timbulnya karies gigi apabila oral hiegene
penderita buruk.
17
3. Hipersalivasi : terjadi saat penderita mual dan muntah.
Saat muntah terjadi hipersalivasi karena secara anatomis pusat muntah pada prostema
medulla oblongata di dasar ventrikel ke empat terletak sangat dekat dengan pusat salvasi
dan pernafasan. Sehingga apabila pada waktu muntah akan terjadi hipersalivasi.
4. Rongga mulut asam dikeranakan pada penderita gastritis sering muntah dan apabila
setelah muntah tersebut tidak segera dibersihkan ronnga mulutnya.
5. Bibir menjadi pucat karena pengaruh dari penyakit anemia pernisiosa.
3.1.3. Pemeriksaan penunjang pada Gastritis
1. Endoskopis
Endoskopi merupakan pemeriksaan visual dengan menggunakan alat endoskop. Pemeriksaan
endoskopi dibagi mejadi dua macam, yang pertama yaitu esofagoduodenoskopi (pemeriksaan
saluran pencernaan bagian atas), yang kedua yaitu kolonoskopi (pemeriksaan saluran
pencernaan bagian bawah).
2. HPA
Perubahan histopatologi selain menggambarkan perubahan morfologi, sering juga dapat
menggambarkan proses yang mendasari, misalnya otoimun atau respon adaptif mukosa
lambung. Perubahan-perubahan yang terjadi berupa degenerasi epitel, hyperplasia foveolar,
infiltrasi netrofil, inflamasi sel mononuklear, folikel limpoid, atropi, intestinal metaplasia,
hyperplasia sel endokrin, kerusakan sel parietal. Pemeriksaan HPA sebaiknya juga
menyertakan Helicobacterium pylori.
3. Pemeriksaan radiologi
Menngunakan cairan barium, cairan ini berwarna putih yang dimasukkan kekolon sehingga
dapat melihat dinding kolon.
4. Sitology eksfoliatif
Atau pengumpulan sel-sel dengan cara bilas lambung menggunakan larutan garam normal
merupakan teknik untuk mengetahui keganasan yang tidak dapat langsung dilihat melalui
gastroskop. Sel-sel ganas eksfoliatif lebih mudah terlepas dibandingkan dengan sel-sel
normal. Larutan yang terkumpul sebaiknya disimpan dalam es dan segera dibawa ke
laboratorium untuk dianalisis. Apabila proses ini terlambat akan menyebabkan kerusakan sel
18
oleh enzim pencernaan. Bilasan sitologik memiliki keakuratan sekitar 90% untuk
menegakkan diagnosis kaker lambung.
5. Analisis stimulasi
Dapat dilakukan dengan mengukur pengeluaran asam maksimal (MAO, maximum acid
output) setelah pemberian obat yang merangsang sekresi asam, seperti histamine, betazol
hidroklorida (histalog); atau pentagastrin (peptide sintetik mirip gastrin).
6. Serologi
Pemeiksaan serologi banyak digunakan dalam penelitian epidemologi karena relative murah
dan dapat diterima oleh kelompok pasien asimtomatis ayau anak-anak yang tidak mau
diperiksa dengan cara invasive seperti gastrokopi. Pada umumnya yang diperiksa adalah
antibody IgG terhadap kuman H Pilory. Cara ini sering digunakan untuk penelitian
epidemologi atau untuk evaluasi sebelum pemberian terapi eradikasi. Teknik yang dipakai
adalah dengan menggunakan ELISA, Wasternblot, fiksasi komplemen, dan imunofluoresen.
7. Urea Breath test ( UBT)
Pemeriksaan ini pertama kali ditemukan oleh Graham dan Bell pada tahun 1987. Cara
kerjanya adalah dengan menyuruh pasien menelan urea yang mengandung isotop carbon,
baik 13C ataupun 14C. Bila ada aktivitas urease oleh kuman H pillory akan dihasilkan isotop
karbon dioksida yang diserap dan dikeluarkan melalui pernafasan.
3.1.4. Penatalaksanaan Gastritis
Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan :
• Instruksikan pasien untuk menghindari alkohol.
• Bila pasien mampu makan melalui mulut diet mengandung gizi dianjurkan.
• Bila gejala menetap, cairan perlu diberikan secara parenteral.
• Bila perdarahan terjadi, lakukan penatalaksanaan untuk hemoragi saluran gastromfestina
• Untuk menetralisir asam gunakan antasida umum
• Untuk menetralisir alkali gunakan jus lemon encer atau cuka encer.
• Pembedahan darurat mungkin diperlukan untuk mengangkat gangren atau perforasi.
• Reaksi lambung diperlukan untuk mengatasi obstruksi pylorus
19
Penatalaksanaan dental
Mengurangi stress
Selektif memilih analgesik (hindari penggunaan aspirin)
Apabila pasien dalam terapi cimetidine hati-hati dalam tindakan bedah mulut dan harus
dilakukan penghitungan platelet)
Terapi antikolinergik dapat menyebabkan xerostomia
3.2. ULKUS PEPTIKUM / PEPTIC ULSER
3.2.1. Definisi
Peptik ulser adalah luka berupa lubang yang dapat terjadi di dalam lapisan dari
lambung, duodenum (usus dua belas jari), atau esophagus. Peptik ulser dari lambung
disebut gastric ulcer; dari duodenum, duodenal ulcer; dan dari esophagus, esophageal ulcer.
Adanya ulser terjadi ketika lapisan dari organ-organ ini dikorosikan oleh getah lambung yang
asam yang disekresikan oleh sel-sel lambung.
3.2.2. Etiologi
1. Penurunan produksi mukus sebagai penyebab ulkus
Kebanyakan ulkus terjadi jika sel-sel mukosa usus tidak menghasilkan produksi mukus yang
adekuat sebagai perlindungan terhadap asam lambung. Penyebab penurunan produksi mukus
dapat termasuk segala hal yang menurunkan aliran darah ke usus, menyebabkan hipoksia
lapisan mukosa dan cedera atau kematian sel-sel penghasil mukus. Penyebab utama
penurunan produksi mukus berhubungan dengan infeksi bacterium Helicobacter pylori
membuat koloni pada sel-sel penghasil mukus di lambung dan duodenum, sehingga
menurunkan kemampuan sel memproduksi mucus. Penggunaan beberapa obat, terutama obat
anti-inflamasi non steroid (NSAID), juga dihubungkan dengan peningkatan risiko
berkembangnya ulkus. Aspirin menyebabkan iritasi dinding mukosa, demikian juga dengan
NSAID lain dan glukokortikosteroid. Obat-obat ini menyebabkan ulkus dengan menghambat
perlindungan prostaglandin secara sistemik atau di dinding usus.
Bakteri H. pylori adalah sangat umum, menginfeksi lebih dari satu milyar orang-orang
diseluruh dunia. Infeksi biasanya bertahan untuk waktu bertahun-tahun, menjurus pada
penyakit ulser pada 10% sampai 15% dari mereka yang terinfeksi. H. pylori ditemukan
20
pada lebih dari 80% dari pasien-pasien dengan adanya ulser pada lambung (gastric) dan
duodenum (duodenal). Bakteri Helicobacter pylori adalah bakteri yang mampu bertahan
dalam tubuh dengan memanipulasi sistem sel imun yang penting. Bakteri ini bisa
menyebabkan peradangan pada lambung dan bersifat kronis. Helicobacter pylori akan
sangat mudah menginfeksi bila sudah ada luka dalam saluran pencernaan.
NSAIDs adalah obat-obat untuk arthritis dan kondisi-kondisi peradangan lain dalam
tubuh yang menyakitkan. Aspirin, ibuprofen (Motrin), naproxen (Naprosyn), danetodolac
(Lodine) adalah sedikit dari contoh-contoh dari kelompok obat-obat ini.
Prostaglandins adalah senyawa-senyawa yang adalah penting dalam membantu lapisan-
lapisan perut melawan kerusakan asam yang korosif. NSAIDs menyebabkan terjadinya
ulser dengan mengganggu prostaglandins dalam lambung.
2. Peptic ulser terjadi karena suatu ketidak seimbangan antara faktor agresif ( pepsin dan
asam lambung) dan mekanisme yang memelihara integritas mucosal (pertahanan dan
perbaikan perbaikan). Potensi untuk menghasilkan kerusakan mucosal dihubungkan dengan
pengeluaran asam lambung (hidroklorik) dan pepsin. Asam hidroklorida dikeluarkan oleh
parietal sel, yang mengandung reseptor histamine, gastrin, dan acetylcholine. Asam ( seperti
halnya infeksi H.pylori dan penggunaan NSAID ) adalah suatu faktor mandiri yang berperan
untuk gangguan integritas mukosa. Pengeluaran asam yang meningkat diamati pada pasien
dengan adanya ulser pada usus halus dan mungkin suatu konsekwensi infeksi H.pylori.
3.2.3. Patogenesis
obat-obatan, alcohol, dll.
Penghacuran sawar epitel
Asam kembali berdifusi ke mukosa
Asam meningkat
Rangsangan kolinergik
Pepsinogen meningkat
21
Pepsin meningkat
Menurunnya fungsi sawar
Destruksi kapiler dan vena
Perdarahan
Ulkus
3.2.4. Gejala Klinis
1. Beberapa melaporkan perasaan terbakar pada perut bagian atas atau nyeri lapar satu
sampai tiga jam setelah makan dan ditengah malam.
2. Nyeri abdomen seperti terbakar (dispepsia) sering terjadi di malam hari. Nyeri biasanya
terletak di area tengah epigastrium, dan sering bersifat ritmik.
3. Nyeri terjadi ketika lambung kosong (sebagai contoh di malam hari) sering menjadi tanda
ulkus duodenum, dan kondisi ini adalah yang paling sering terjadi
4. Nyeri yang terjadi segera setelah atat selama makan adalah ulkus gaster. Kadang nyeri
dapat menyebar ke punggung atau bahu.
5. Penurunan berat badan juga biasanya menyertai ulkus gaster. Penambahan berat badan
dapat terjadi bersamaan dengan ulkus duodenum akibat makan dapat meredakan rasa
tidak nyaman.
Gejala-gejala nyeri ini seringkali segera dihilangkan dengan makanan atau antasids.
Nyeri dari penyakit ulser berkorelasi buruk dengan kehadiran atau keparahan dari keaktifan
bakteri H.pylori. Beberapa pasien-pasien mempunyai nyeri yang sangat terasa bahkan setelah
ulser disembuhkan sepenuhnya dengan pengobatan. Lain-lain tidak mengalami nyeri sama
sekali, meskipun ulser terbentuk kembali. Ulser ini seringkali datang dan pergi secara
spontan tanpa pernah diketahui oleh individu itu, kecuali komplikasi serius (seperti
perdarahan atau perforasi) terjadi.
Perbedaan-perbedaan antara ulsera di gaster dan duodenum
22
Gaster Duodenum
LokasiBiasanya pada 2/3 tengah
kurvatura minor
Biasanya pada bulbus
duodenum
Asam Lambung Rendah atau normal Hiperkhlorhidria
Nyeri ½ jam-1 jam setelah makan
Dihilangkan dengan makan.
Dapat timbul kira-kira jam 2
dinihari
Muntah Sering Jarang
Jenis Kelamin Sama4 kali lebig banyak pada laki-
laki
Kelas SosialLebih sering pada kelas social
rendahanTidak ada perbedaan
Usia 50 tahun 40-50 tahun
Golongan DarahGolongan A yang paling
sering
Golongan O yang paling
sering
PatologiDapat jinak atau ganas. Dapat
menyebabkan atrofi lambung
Pada hakekatnya tidak pernah
ganas
3.2.5. Manifestasi di rongga mulut
Jarang ditemukan
4-29% apthous stomatitis
Bisa terjadi lesi proliferative pada mukosa bibir, gingival dan palatal
Bau mulut (terjadi setelah muntah)
23
3.2.6. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis peptic ulser dibuat dengan menggunakan barium upper GI x-ray (x-ray
barium pencernaan bagian atas) atau endoskopi bagian atas (EGD-
esophagogastroduodenoscopy). Barium upper GI x-ray adalah mudah dilakukan dan tidak
melibatkan risiko atau ketidaknyamanan. Barium adalah senyawa berkapur yang dimasukan
secara oral (mulut). Barium terlihat pada x- ray, dan memetakan lambung pada film x-ray.
Bagaimanapun, barium x-rays adalah kurang akurat dan mungkin tidak mendeteksi adanya
ulser sampai 20% dari waktu pemeriksaan.
Endoskopi digunakan digunakan untuk memastikan diagnosa keganasan tukak
dengan dilakukan pemeriksaan HPA, sitologi brushing dengan biopsy. Endoskopi bagian atas
adalah lebih akurat, namun melibatkan pemberian obat penenang pada pasien dan penyisipan
dari tabung yang lentur melalui mulut untuk memeriksa lambung, esophagus
(kerongkongan), dan duodenum. Endoskopi bagian atas mempunyai keuntungan tambahan
dari memperoleh kemampuan mengangkat contoh-contoh jaringan yang kecil (biopsi-biopsi)
untuk menguji infeksi H. pylori. Biopsi-biopsi dapat juga diperiksa dibawah mikoroskop
untuk menyampingkan kanker. Sementara hampir semua duodenal ulcers adalah jinak (tidak
berbahaya), gastric ulcers (borok-borok lambung) dapat adakalanya menjadi bersifat kanker.
Oleh karenanya, biopsi-biopsi seringkali dilakukan pada gastric ulcers untuk
menyampingkan kanker. Jaringan biopsy diambil dari pinggiran dan dasar tukak minimal 4
sampel untuk 2 kuadran. Bila ukuran tukak besar diambil dari 3 kuadran dari dasar, pinggir
dan sekitar tukak, dengan ditemukan bakteri H. pylori sebagai etiologi tukak peptic maka
dianjurkan pemeriksaan CLO, serologi, UBT dengan biopsy melalui endoskopi.
3.2.7. Penatalaksanaan
1. Pendidikan kesehatan tentang menghindari alcohol dan kafein dapat meredakan gejala
dan meningkatkan proses penyembuhan ulkus yang sudah ada.
2. Menghentikan atau mengurangi pengguanan obat NSAID; sering kali dapat mengurangi
gejala pada kasus ringan.
3. Individu yang dilaporkan menderita ulkus akibat H.pylori, kebanyakan pasien ditangani
dengan penambahan antibiotic selain terapi antacid standar yang telah digunakan.
24
4. Beberapa metode dapat digunakan untuk mengontrol keasaman lambung termasuk
perubahan gaya hidup, obat-obatan, dan tindakan pembedahan.
5. Penurunan stress dan istirahat.
6. Penghentian merokok
7. Modifikasi diet
8. Intervensi bedah
9. Rehidrasi ; oralit, cairan infus seperti ringer laktat, dekstrosa 5%, dekstrosa dalam salin
10. Antispasmodik, antikolinergik
11. Obat anti diare seperti loperamid, difenoksilat. (Arif, 2005)
Penatalaksanaan pada bidang Kedokteran Gigi
Dikatakan bahwa pasien-pasien ini harus dapat mengunyah dengan efisien untuk
membantu pencernaan. Pemberian analgesic yang mengandung aspirin patut dihindarkan
karena merangsang dan cenderung menimbulkan perdarahan pada mukosa lambung.
3.3. HEPATITIS
3.3.1. Definisi
Hepatitis adalah istilah yang sering digunakan untuk peradangan yang terjadi pada
hati, dimana terjadi peradangan difus pada jaringan hati, umumnya disebabkan oleh infeksi
virus hepatitis. Hepatitis merupakan penyakit yang tersebar secara endemic di seluruh dunia.
Berdasarkan tingkat keparahannya hepatitis dibagi menjadi 2 bagian yaitu hepatitis akut dan
kronis. Hepatitis akut dapat terjadi tanpa gejala (asimtomatik), namun kadang-kadang
timbul gejala seperti icterus ringan dengan peningkatan kadar transaminase dalam darah,
keadaan yang parah disertai icterus berkepanjangan, dapat mengakibatkan kegagalan fungsi
hati. Hepatitis kronis terjadi dengan gejala yang spesifik seperti ascites (retensi cairan pada
abdomen), icterus, talangiaktase, dan eritema palmar (kemerahan di telapak tangan)
Hepatitis virus adalah radang hati yang disebabkan oleh virus. Dikatakan akut apabila
inflamasi (radang) hati akibat infeksi virus hepatitis yang berlangsung selama kurang dari 6
bulan, dan kronis apabila hepatitis yang tetap bertahan selama lebih dari 6 bulan. Keadaan
kronis pada anak-anak lebih sukar dirumuskan karena perjalanan penyakitnya lebih ringan
daripada orang dewasa.
25
Hepatitis disebabkan oleh salah satu dari antigen berikut : virus hepatitis A, agen
penyebab hepatitis virus tipe A (hepatitis infeksius); virus hepatitis B, penyebab hepatitis
virus B (hepatitis serum); virus hepatitis C, agen penyebab hepatitis C (penyebab sering
hepatitis pascatransfusi); atau virus hepatitis E, agen hepatitis yang ditularkan secara enterik.
3.3.2. Etiologi
1) Virus Hepatitis A,B.C,D,E,F,G
2) Autoimun
3) Obat-obatan (hepatotoksin,paracetamol)
4) Gizi yang buruk
5) Alcohol
6) Cytomegalovirus
7) Epstain bar
8) Bakteri :
Staphylococcus Aureus pada keadaan sindrom syok toksik.
Salmonella typhi pada demam tifoid.
9) Penyakit – penyakit yang melibatkan hati :
Malaria
Skistosomiasis
Strongiloidiasis
Kriptosporidiosis
Leismaniasis
Ekinokokus
10) Infeksi cacing hati :
Fasciola hepatica
Clonorchis sinensis
Opisthorchis viverrini
3.3.3. Jenis Hepatitis
26
3.3.3.1. HEPATITIS A
Etiologi
Hepatitis A disebabkan oleh virus HAV (Hepatitis A Virus). Virus ini adalah
RNA virus yang diklasifikasikan dalam keluarga picornaviridae dan genus hepatovirus.
HAV berdiameter 27-32 nm dengan simetri kubus, mengandung genom RNA untai
tunggal yang lurus berukuran 7,5 kb. Seringkali infeksi hepatitis A pada anak-anak
tidak menimbulkan gejala, sedangkan pada orang dewasa menyebabkan gejala mirip
flu, rasa lelah, demam, diare, mual, nyeri perut, mata kuning dan hilangnya nafsu
makan. Gejala hilang sama sekali setelah 6-12 minggu. Orang yang terinfeksi hepatitis
A akan kebal terhadap penyakit tersebut. Berbeda dengan hepatitis B dan C, infeksi
hepatitis A tidak berlanjut ke hepatitis kronik. Masa inkubasi 30 hari. Penularan melalui
makanan atau minuman yang terkontaminasi feces pasien, misalnya makan buah-
buahan, sayur yang tidak dimasak atau makan kerang yang setengah matang. Minum
dengan es batu yang prosesnya terkontaminasi.Saat ini sudah ada vaksin hepatitis A,
memberikan kekebalan selama 4 minggu setelah suntikan pertama, untuk kekebalan
yang panjang diperlukan suntikan vaksin beberapa kali. Pecandu narkotika dan
hubungan seks anal, termasuk homoseks merupakan risiko tinggi tertular hepatitis A
Jalur transmisi
27
Virus hepatitis A (HAV) jalur transmisinya melelui rute fekal-oral. HAV dikeluarkan oleh
tubuh lewat tinja atau feces. Transmisi virus hepatitis A dapat terjadi dengan berbagai cara
sebagai berikut:
Kontak dengan virus dalam tinja. Cara ini merupakan cara transmisi HAV yang tersering.
Dengan pemeriksaan PCR, HAV RNA dalam tinja masih dapat dideteksi sampai 3-6 bulan,.
Makanan dan air, Makanan dan air merupakan bahan untuk transmisi selain kontak erat
individu, seperti memakan kerang mentah, kontaminasi susu dengan air pencuci container,
juru masak yang menderita hepatitis A yang dapat menjadi sumber infeksi, dan lain-lain.
Patogenesis
HAV menempel pada reseptor permukaan sitoplasma hepatosit
RNA virus masuk dan disaat yang sama kapsid virus yang diluar hilang
RNA virus dalam sel melakukan translasi menghasilkan kapsid baru dan protein prekusor untuk
replikasi DNA sel inang
DNA sel inang yang sudah ditempeli protein prekusor bereplikasi membentuk DNA virus baru
DNA virus baru dirakitkan dengan kapsid yang sudah terbentuk tadi
Terbentuklah virion baru
Virus yang sudah matang keluar dan mengakibatkan sel lisis oleh sel fagosit
Hepatitis A ini terutama ditularkan per oral dengan menelan makanan yang sudah
terkontaminasi feses. Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak atau terjadi akibat
kontak dengan orang terinfeksi melalui kontaminasi feses pada makanan atau air
minum, atau dengan menelan kerang yang mengandung virus yang tidak dimasak
dengan baik. Penularan ditunjang oleh sanitasi yang buruk, kesehatan pribadi yang
buruk, dan kontak yanng intim (tinggal serumah atau seksual). Masa penularan tertinggi
adalah pada minggu kedua segera sebelum timbulnya ikterus(Sylvia, Lorraine. 2005.).
28
HAV adalah pikornavirus RNA rantai-tunggal, disebarkan melalui ingesti air dan
makanan yang tercemar serta melalui tinja. Setelah masuk ke dalam hepar, HAV
mempunyai masa tunas 2-6 minggu. Antibodi spesifik terhadap HAV dari tipe IgM
muncul dalam darah saat awal gejala dan merupakan penanda infeksi akut yang baik.
Respon IgM biasanya mulai menurun dalam beberapa bulan dan diikuti oleh
munculnya IgG anti-HAV. IgG ini menetap bertahun-tahun, mungkin seumur hidup,
menghasilkan imunitas protektif terhadap reinfeksi oleh semua galur HAV. Oleh karena
itu, vaksin HAV merupakan suatu vaksin yang efektif.
Target primer dari HAV adalah sel-sel hati (hepatosit). Setelah partikel virus
tertelan, mereka akan terabsorpsi melalui pembuluh darah diangkut ke hati. Begitu
sampai dihati, partikel virus akan ditelan hepatosit. Di dalam sel, materi genetic atau
genome dari HAV yang terdiri dari single stranded RNA akan bertindak sebagai
template yang akan memproduksi protein-protein virus selanjutnya. Protein-protein ini
akan kembali bergabung kembali membentuk kapsid virus yang baru, setiap kapsid
mengandung RNA virus yang baru saja terduplikasi. Turunan HAV yang baru ini, lalu
akan dirilis melalui saluran empedu kecil yang terdapat diantara sel-sel tuan rumah.
Mereka lalu secara bebas akan dibuang melalui tinja atau akan menulari hepatosit –
hepatosit tetanggangu.Yang merusak dan memusnahkan sel hati bukanlah replikasi
HAV, tetapi yang benar adalah respon imun sel-sel hati yang terserang yang berperan
menghancurkan sel hati.
Gambaran dan gejala klinis
Gambaran klinis hepatitis virus sangat bervariasi mulai dari infeksi asimtomatik tanpa
kuning sampai yang sangat berat yaitu hepatitis fulminan yang dapat menimbulkan kematian
hanya dalam beberapa hari. Gejala hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap yaitu:
Fase inkubasi. Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau
ikterus. Fase ini berbeda-beda lamanya untuk tiap virus hepatitis. Panjang fase ini tergantung
pada dosis inokulum yang ditularkan dan jalur penularan, makin besar dosis inokulum, makin
pendek fase inkubasi ini.
Fase prodromal (pra ikterik). Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan
timbulnya gejala ikterus. Ditandai dengan malaise umum, mialgia, atralgia, mudah lelah, gejala
saluran napas atas dan anoreksia. Mual, muntah, dan anoreksia berhubungan dengan perubahan
penghidu dan rasa kecap. Diare atau konstipasi dapat terjadi. Serum sickness dapat muncul
29
pada hepatitis B akut diawal infeksi. Demam derajat rendah umumnya terjadi pada hepatits A
akut. Nyeri abdomen biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan atas atau epigastrium,
kadang diperberat dengan aktivitas akan tetapi jarang menimbulkan kolesistisis.
Fase ikterus. Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan
dengan munculnya gejala. Pada banyak kasus kebanyakan fase ini tidak terditeksi. Setelah
timbul ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi justru akan terjadi perbaikan
klinis yang nyata.
Fase konvalesen (penyembuhan). Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan
lain, tetapi hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul perasaan sudah lebih
sehat dan kembalinya nafsu makan. Keadaan akut biasanya akan membaik dalam 2-3 minggu.
Pada hepatitis A perbaikan klinis dan laboraturium lengkap terjadi dalam 9 minggu dan 16
minggu untuk hepatitis B. Pada 5-10% kasus perjalanan klinisnya mungkin lebih sulit
ditangani, hanya < 1% yang menjadi fluminan.
3.3.3.2. HEPATITIS B
Etiologi
Penyakit Hepatitis B disebabkan oleh Virus Hepatitis B (VHB) yang bersifat akut
atau kronik dan termasuk penyakit hati yang paling berbahaya dibanding dengan
penyakit hati yang lain karena penyakit Hepatitis B ini tidak menunjukkan gejala yang
jelas, hanya sedikit warna kuning pada mata dan kulit disertai lesu. Penderita sering
tidak sadar bahwa sudah terinfeksi virus Hepatitis B dan tanpa sadar pula menularkan
kepada orang lain.
Gejala klinis
Gejala hepatitis b mirip hepatitis A, mirip flu, yaitu hilangnya nafsu makan, mual,
muntah, rasa lelah, mata kuning dan muntah serta demam. Penularan dapat melalui
jarum suntik atau pisau yang terkontaminasi, transfusi darah dan gigitan
manusia.Pengobatan dengan interferon alfa-2b dan lamivudine, serta imunoglobulin
yang mengandung antibodi terhadap hepatitis-B yang diberikan 14 hari setelah
paparan.Vaksin hepatitis B yang aman dan efektif sudah tersedia sejak beberapa tahun
yang lalu. Yang merupakan risiko tertular hepatitis B adalah pecandu narkotika, orang
yang mempunyai banyak pasangan seksual.
30
Patogenesis
Cara utama penularan hepatitis B adalah melalui parenteral dan menembus
membran mukosa, terutama melalui hubungan seksual. HbsAg ditemukan pada hampir
semua cairan tubuh orang yang terinfeksi darah, semen, saliva, air mata, air susu ibu,
urine, dan bahkan feses. Sebagian cairan tubuh (terutama darah, semen, saliiva) telah
terbukti bersifat infeksius.
Infeksi HBV pada hepatosit berlangsung melalui dua fase. Selama fase
proliferatif, DNA HBV terdapat dalam bentuk episomal (elemen ekstrakromosom, mis
plasmid), disertai pembentukan virion lengkap dan semua antigen terkait. Ekspresi
HBsAg dan HBcAg virus dipermukaan sel dalam kaitannya dengan molekul MHC
kelas I, akan mengaktivasi limfosit T sitotoksik CD 8+. Terjadi kerusakan hepatosit
(apoptosis) jika limfosit T sitotoksik berinteraksi dengan hepatosit yang terinfeksi. Bagi
hepatosit yang terinfeksi yang tidak dirusak oleh sistem imun, dapat terjadi fase
integratif, yaitu saat DNA virus menyatu dengan genom host dan menetap selama
beberapa tahun, menyebabkan Hepatitis B kronis.
Setelah terpajan HBV, masa inkubasi asimtomatik yang lama (4-26 minggu, rata-
rata 6-8 minggu)sebagian besar pasien self-limited (dapat sembuh dengan sendirinya)
dengan tahapan:
HBsAg muncul sebelum awal gejala, memuncak selama penyakit aktif, dan
menurun hingga kadar yang tidak terdeteksi dalam 3-6 bulan.
HBeAg, DNA HBV, dan DNA polimerase muncul di dalam serum segera setelah
HBsAg, dan semua ini menandakan replikasi aktiv virus.
IgM anti-HBc mulai terdeteksi didalam serum segera sebelum munculnya awal
gejala, seiring dengan meningkatnya kadar aminotransferase serum. Dalam
bebarapa bulan, antibodi IgM digantikan oleh IgG anti-HBc.
Anti-HBe terdeteksi segera setelah hilangnya HBeAg yang mengisyaratkan infeksi
akut telah melewati puncaknya dan penyakit sedang mereda.
IgG anti-HBs tidak akan meningkat sampai penyakit akut berlalu dan biasanya tidak
terdeteksi selama beberapa minggu sampai bulan setelah hilangnya anti-HBsAg.
31
Anti-HBs dapat menetap seumur hidup, menghasilkan proteksi. Hal ini merupakan
dasar strategi vaksinasi yang selama ini dilakukan.
Seperti halnya dengan virus lain, maka virus hepatitis B juga dapat mengadakan
replikasi tanpa bantuan sel hospes. Setelah partikel virus B yang utuh masuk ke dalam
tubuh maka DNA, genome virus tersebut akan diangkut ke dalam inti sel hati, dimana
akan terjadi transkripsi genome virus B dan replikasi dari DNA virus B dalam inti sel
hati. Sebagai akibatnya maka sel hati yang terkena infeksi akan membuat partikel virus
B. Partikel inti dibuat dalam inti sel hati, sedang HBSAg dibuat dalam sitoplasma sel
hati, dan kemudian kedua bagian tersebut bergabung membentuk partikel virus B utuh.
Bila terdapat respon imun dari hospes terhadap infeksi virus maka akan terjadi
peradangan hati (hepatitis B akut), sedangkan bila tidak terdapat respon imun atau
kurang sempurnanya respon imun maka infeksi menjadi persisten ( hepatitis B kronis )
3.3.3.3. HEPATITIS C
Etiologi
Berdasarkan penelitian telah diketahui bahwa virus hepatitis C merupakan virus
yang primer sitopatik terhadap hati (sebaliknya dari virus Hepatitis B),
artinyakerusakan hati disebabkan langsung oleh virus tersebut. Sedangkan respons
imun tidak sebesar pada virus hepatitis B. juga diketahui dari penelitian bahwa, terdapat
dua kelompok penderita HCV, yaitu penderita dengan kadar interferon tinggi, dimana
gambaran histopatologik relative lebih baik dan kadar SGPT relative rendah.
Sedangkan kelompok kedua adalah penderita dengan kadar interferon normal, dimana
gambaran histopatologik relative lebih buruk dan kadar SGPT relative lebih tinggi
Terdapat dua bentuk virus hepatitis C, yang ditularkan melalui darah dan
ditularkan melalui enterik. Seperti hepatitis B, hepatitis C diyakini dittularkan melalui
jalur parenteral dan kemungkinan melalui pemakaian obat IV dan transfusi darah.
Patogenesis
HCV adalah suatu virus RNA rantai tunggal kecil berselubung. Masa inkubasi
hepatitis HCV berkisar dari 2-26 minggu, rata-rata antara 6-12 minggu. Protein E2 di
selubung virus, merupakan sasaran bagi banyak antibodi anti HCV, tapi juga
32
merupakan regio paling bervariasi dari seluruh genom virus sehingga timbul galur-galur
virusy ang dapat lolos dari antibodi netralisasi. Secara khusus, peningkatan IgG anti-
HCV yang terjadi setelah infeksi aktif tidak menghasilkan imunitas yang efektif.
Gambaran khas infeksi HCV adalah serangan berulang kerusakan hati akibat reaktivasi
infeksi yang sudah ada sebelumnya, atau karena munculnya galur mutan baru secara
endogen.
Infeksi virus hepatitis C biasanya terjadi setelah transfusi darah atau produk
darah, walaupun didapatkan juga kasus-kasus sporadik. Penyakit sering subklinis
walaupun beberapa kasus fulminan telah diutarakan dan terdapat resiko hepatitis kronik
aktif dan sirosis. Cara penularan hepatitis ini belum terbukti karena adanyan hubungan
seksual. Bentuk-bentuk dengan masa inkubasi singkat dan lama terjadi yang mungkin
disebabkan oleh paling sedikit dua bentuk virus yang secara serologis berbeda.
Imunoglobulin spesifik dan juga vaksin belum tersedia karena virus belum dibiak
Terdapat dua bentuk virus hepatitis C, yang ditularkan melalui darah dan ditularkan
melalui enterik. Seperti hepatitis B, hepatitis C diyakini dittularkan melalui jalur
parenteral dan kemungkinan melalui pemakaian obat IV dan transfusi darah
Gejala Klinis
infeksi primer (akut) virus hepatitis C pada umumnya berlangsung asimtomatik
(tanpa gejala). HCV tidak bersifat sitpatik langsung (mengenai sel dalam hati) dan
replikasinya dapat berlangsung tanpa terjadi kerusakan hati. Penyakit hati baru di mulai
ketika system imun penderita memberikan respon aktif terhadap antigen virus yang
muncul selama replikasi, sehingga kerusakan hati tergantung pada perimbangan antara
replikasi virus dan respon imun. Kondisi asimtomatik dapat berlanjut bertahun-tahun
dengan kelainan histologis hati yang minimal dan nilai SGPT yang normal. Gejala
klinis yang dirasakan oleh penderita (yang simtomatik) hanya sebagian kecil kurang
lebih 30% yang berupa malaise, anoreksia dan ikterik.
3.3.4. Manifestasi oral hepatitis
Perawatan dental secara lokal di rongga mulut sangat terkait erat dengan keadaan
pasien secara keseluruhan. Dokter gigi dapat mengenali kelainan pasien secara sistemik
33
dengan melihat keadaan yang ada di rongga mulut pasien dimana keadaan terebut jadi
merupakan manifestasi penyakit sistemik.
Beberapa manifestasi hepatitis dapat terjadi di rongga mulut, diantaranya adalah :
1. Pada penyakit hati, terutama atresia bilier dan hepatitis neonatal, dapat terjadi
diskolorisasi pada gigi sulung. Dimana, pada atresia bilier gigi akan berwarna hijau,
sedangkan pada hepatitis neonatal berwarna kuning. Keadaan ini disebabkan oleh
depositnya bilirubin pada email dan dentin yang sedang dalam tahap perkembangan.
2. Menyebabkan oral hygiene buruk, dalam hal ini bau mulut tidak sedap
3. Hepatitis aktif kronis dapat menyebabkan gangguan endokrin sehingga menimbulkan
penyakit multiple endokrinopati keturunan dan kandidosis mukokutaneus.
4. Kegagalan hati dapat menyebabkan timbulnya foetor hepatikum. Dimana, foetor
hapatikum sering disebut dalam sejumlah istilah seperti: bau “amine”, bau “kayu lapuk”,
bau “ tikus “ dan bahkan bau “bangkai segar”/berbau ammoniakhalitosis.
5. Sirosis hati dapat menyebabkan hiper pigmentasi pada mulutikterus pada palatum,lidah
dan membran mukosa.
6. Timbul ulkus - ulkus karena berkurangnya zat – zat vitamin dan gizi dalam RM.
7. Proses makan menjadi tidak benar sehingga peran saliva terganggu xerostomia.
8. Jaundice/ikterus (pada palatum dan lidah), Jaundice terlihat jelas terutama pada batas
palatum lunak dan keras dimana dapat terlihat warna kuning pucat atau terang pada
daerah tersebut,yang dapat juga terjadi pada lidah dan mukosa mulut. Hal ini terjadi
karena adanya peningkatan bilirubin dalam darah yang dapat disebabkan oleh
peningkatan produksi bilirubin karena hemolisis sel darah merah (hemolitik jaundice),
obstruksi pada saluran empedu (obstruksi jaundice) atau penyakit yang berhubungan
dengan jaringan parenkim hati (hepatoseluler jaundice).
9. Perdarahan spontan (pada gusi)
10. Lichen planus (pada oral mukosa)
11. Sjogren syndrom
12. Sialadenitis
13. Bau mulut yang khas, yaitu bau keton (gas protein)
34
3.3.5. Pemeriksaan Penunjang
1. Hepatitis A
Diagnosis HAV ditegakkan dengan tes darah. Tes darah ini mencari dua jenis dua
antibodi terhadap virus yang disebut dengan IgM dan IgG. Pertama yang dicari antibodi
IgM, yang dibuat oleh sistem kekebalan tubu lima sampai sepuluh hari sebelum gejala
muncul, dan biasanya hilang dalam enam bulan. Tes juga mencarai antibodi IgG yang
menggantikan IgM dan seterusnya melindungi terhadap inveksi HAV.
- Bila tes darah menunjukkan negatif untuk antibodi IgM dan IgG, kita kemungkinan
tidak pernah terinfeksi HAV, dan sebaiknya dipertimbankan untuk melakukan
vaksinasi terhadap HAV
- Bila tes menunjukkan positif untuk antibodi IgM dan negatif untuk IgG kita
kemungkinan tertular HAV dalam enam bulan terakhir ini dan sistem kekebalan
sedang mengeluarkan virus atau infeksi menjadi semakin parah.
- Bila tes menunjukkan negatif untuk antibodi IgM dan positif untuk antibodi IgG,
kita kemungkinan terinfeksi HAV pada suatu waktu sebelumnya, atau kita sudah
divaksinasikan terhadap HAV.
2. Hepatitis B
- Viral Load HBV
Tes viral load yang serupa dengan tes yang dilakukan untuk mengukur jumlah virus HIV
dalam darah, yang dapat mengetahui apakah HBV menggandakan diri di dalam hati. HBV
di atas 100.000 menunjukkan bahwa virus adalah aktif dan mempunyai potensi besar
untuk menyebabkan kerusakan pada hati
- Tes Enzim Hati
Tingkat tes enzim hati yang dsebut SGPT dan SGOT diukur dengan tes tes enzim hati
yang sering disebut dengan tes fungsi hati. Tingkat enzim hati yang tinggi menunjukkan
bahwa hati tidak berfungsi dengan baik. Dan memungkinkan memiliki resiko kerusakan
permanen pada hati. Selam infeksi hepatitis B akut,tingkat enzim akan tinggi untuk
sementara, tetapi hal ini jarang menimbulkan masalah jangka panjang pada hati.
- Alfa-fetoprotein (AFP)
35
Ada tes yang mengukur tingkat AFP, yaitu sebuah protein yang dibuat oleh sel hati
kanker. Karena sesorang dengan hepatitis B kronis beresiko lebih tinggi terhadap kanker
hati. Tes ini paling berguna untuk seseorang yang menderita sirosis.
- Ultrasound
Banyak spesialis hati juga mengusulkan pemeriksaan ultrasound untuk mengetahui
timbulnya kanker hati pada seseorang dengan hepatitis B kronis, karena tes ini lebih peka
dalam mendeteksi tumor dibandingkan dengan AFP. Seperti halnya dengan pemeriksaan
AFP tes ini paling berguna untuk seseorang dengan sirosis.
- Biopsi Hati
Mengukur viral blood HBV, tingkat enzim hati, dan AFP dalam darah tidak dapat
menentukan apakah ada kerusakan, bila ada seberapa besar tingkat kerusakan. Untuk itu
dibutuhkan biopsi hati. Biopsi hati hanya diusulkan untuk pasien dengan dengan viral
blood HBV yang tinggi (diatas 100.000 kopi) dan tingkat enzim hati yang tinggi.
3. Hepatitis C
- Tes antibodi HCV
Mendiagnosis infeksi HCV mulai dengan tes antibodi, serupa dengan tes yang dilakukan
untuk mendiagnosis infeksi HIV. Antibodi terhadap HCV biasanya dapat dideteksi dalam
darah dalam enam atau tujuh minggu setelah virus tersebar dan masuk ke tubuh. Bila tes
HCV positif tes ulang biasanya dilakukan untuk konfirmasi. Tes konfirmasi ini dapat tes
antibodi lain atau PCR.
- Tes viral Load HCV
Tes ini merupakan tes laboratorium yang sangat penting. Tes viral load tidak dapat
menentukan bila atau kapan seseorang terkena hepatitis C akan mengalami sirosis atau gagal
hati. Namun viral load HVC dapat membantu meramalkan kenerhasilan pengobatan.
Sebagai petunjuk praktis, semakin rendah viral load HCV, semakin mungkin kita berhasil
dalam pengobatan untuk HCV.
- Tes Enzim Hati
Seperti dengan hepatitis A dan B, enzim hati yang paling penting dipantau adalah SGPT dan
SGOT. Pada kurang lebih dua pertiga orang dengan hepatitis C kronis tingkat SGPT terus
menerus meninggi. Hal ini menunjukkan pengrusakan terus menerus pada sel hati. Tingkat
36
SGOT juga sering tinggi pada orang dengan hepatitis C kronis. Namun biasanya tingkat
SGOT biasanya lebih rendah dari pada SGPT. Bila sirosis terjadi tingkat SGOT dapat naik di
atas tingkat SGPT- ini tanda bahwa kerusakan hati bertambah buruk.
- Biopsi hati
Viral load HCV dan pemeriksaan enzim hati adalah tes yang sangat berguna. Namun, tes ini
tidak dapat menentukan apakah ada kerusakan pada hati oleh infeksi HCV, dan bila ada ,
berat kerusakan tersebut.
3.3.6. Penatalaksanaan Hepatitis di bidang Kedokteran Gigi
Penanganan Penyakit Hepatitis di praktik dokter gigi dititik beratkan pada keadaan
umum pasien dan pencegahan penularan penyakit tersebut. Dengan demikian dibutuhkan
ketelitian dari seorang dokter gigi untuk mendapatkan keterangan sebanyak-banyaknya
tentang pasien dan kecermatan dalam menjaga sterilitas alat dan bahan yang digunakan.
1. Pada Pasien
Penyakit hepatitis memiliki gejala yang khas dimana gejala tersebut dapat dikenali
dari riwayat dan perjalanan penyakit tersebut. Di praktik dokter gigi hal tersebut dapat
diketahui dengan anamnese dan keadaan fisik pasien secara umum. Informasi-informasi
tersebut dapat diketahui baik dari pasien sendiri maupun dari orang tua pasien.
Fase-fase pada penyakit hepatitis (inkubasi,preikterus,ikterus, dan penyembuhan seperti
telah dijelaskan sebelumnya) merupakan pengetahuan yang dapat digunakan untuk
menemukan penyakit hepatitis. Pengetahuan tersebut dapat memberikan petunjuk tentang
penularan dan riwayat penyakit.
Anamnese dapat diarahkan untuk menemukan penyebab dan perjalanan penyakit secara
umum. Pertanyaan yang dapat diajukan yang berhubungan dengan hal tersebut antara lain :
- Riwayat keluarga,apakah ada anggota keluarga yang pernah mengidap penyakit
hepatitis
- Obat-obatan yang pernah dikonsumsi
- Kebiasaan riwayat sosial dan gaya hidup penderita dan keluarganya
- Apakah pasien pernah menjalani tranfusi darah atau menggunakan obat-obatan yang
menggunakan jarum suntik.
37
- Penyakit yang pernah di derita sebelumnya.
- Keadaan umum pasien selama beberapa hari terakhir
Dengan mengetahui keadaan umum pasien dari pertanyaan-pertanyaan yang telah
dianjurkan,dokter gigi dapat menentukan tindakan yang akan dilakukan. Jika ditemukan
gejala-gejala yang khas , sementara pasien dan orang tua pasien tidak mengetahui hal
tersebut maka selain melakukan perawatan darurat perlu juga disarankan kepada orang tua
pasien untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut atau melakukan rujukan langsung ke
dokter bagian penyakit dalam.
Tanda dan gejala yang ditemukan baik secara sistemik maupun lokal merupakan
pertimbangan untuk melakukan perawatan dental. Sebelum dilakukan perawatan dental pada
penderita hepatitis sebaiknya dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui
keadaan pasien secara menyeluruh, salah satu pemeriksaan yang penting ialah pemeriksaan
darah dan pemeriksaan kadar gula darah.
Pencabutan gigi merupakan tindakan dental yang menimbulkan trauma sehingga
mengakibatkan perdarahan, aspek keberhasilan dari perawatan tindakan ini dipengaruhi oleh
keadaan darah dan vaskularisasinya. Pada penderita hepatitis sering dijumpai neutrofilia dan
trombositopenia, neutrofilia ialah berkurangnya jumlah neutrofil dimana fungsi dari
neutrofil ialah perlawanan sel darah terhadap infeksi. Untuk itu pemberian antibiotik pasca
pencabutan dapat membantu mengurangi resiko terjadinya infeksi bakteri terhadap pasien.
Trombositopenia mengakibatkan lambatnya respon terhadap penyembuhan luka dan
merupakan salah satu penyebab masa perdarahan yang panjang. Karena itu, jika hasil
pemeriksaan darah terdapat trombosit yang sedikit sebaiknya menunda pencabutan /
perawatan yang menimbulakn trauma,namun apabila didapati keadaan yang mendesak maka
kemungkinan yang dapat dilakukan sebelum pencabutan adalah tranfusi trombosit dan juga
pemberian faktor –faktor pembekuan darah. Selain dari trombositopenia , kenaikan kadar
gula darah juga dapat terjadi pada penderita hepatitis yang juga dapat mengakibatkan masa
penyembuhan luka yang panjang. Oleh karena itu operator juga harus berhati-hati agar tidak
terdapat luka yang besar setelah pencabutan.
38
Pada penderita hepatitis biasanya terdapat kondisi badan yang mudah lelah, sehingga
tindakan dental yang melibatkan masa perawatan saluran akar sebaiknya dilakukan apabila
kondisi pasien benar-benar kuat dn operator melakukan tindakan perawatan tersebut dengan
waktu kunjungan yang singkat dan tepat guna. Namun apabila pasien sangat lemah,
perawatan sebaiknya ditunda sampai keadaannya membaik, hal ini dilakukan karena pasien
yang dalam kondisi lemah tidak dapat bekerja sama dan mengikuti instruksi selama
perawatan dilakukan.
Hepatitis juga menyebabkan hati yang sensitif terhadap beberapa jenis obat, Terutama
jenis sedatif dan analgesik. Kecepatan metabolisma yng menurun, ekstraksi oleh hati yang
berkurang selama pasasi obat pertama melalui sirkulasi, volume penyebaran yang berubah
akibat retensi cairan dan pengikatan protein yang berkurang akibat dari hipoalbumenia
adalah beberapa faktor yang menyulitkan dalam pemberian obat. Obat yang aman
digunakan pada penderita hepatitis dan penderita penyakit hati lainnya adalah obat yang
tidak di metabolisma dalam hati, beberapa jenis obat yang aman terhadap penderita hati
adalah obat-obatan dari golongan β-laktam.
2. Pada Operator
Doktet gigi, perawat dan pasien dapat menjadi faktor penyebab penyebaran penyakit
hepatitis di praktik dokter gigi. Hepatitis B,C,D,F, dan G dapat ditularkan baik pada dokter
gigi maupun pasien lain selama fase prodromal atau fase akut penyakit tersebut. Telah
dilaporkan bahwa replikasi virus hepatitis C dapat terjadi pada saliva dan kelenjar ludah,
sehingga tindakan-tindakan di praktik kedokteran gigi sangat rentan untuk penularan VHC.
Begitu juga dengan hepatitis B,praktisi kedokteran gigi memiliki resiko tertularnya Virus
Hepatitis B 3(tiga) kali lebih besar jika dibandingkan dengan populasi umum. Sedangkan
hepatitis A dan E yang penyebarannya melalui oral – faecal route jarang terjadi di prkatik
dokter gigi. Untuk itu dibutuhkan kewaspadaan yang tinggi untuk seluruh pasien tanpa
terkecuali, karena beberapa pasien dapat mengalami penyakit hepatitis tanpa gejala.
Imunisasi dapat dilakukan untuk mencegah penularan virus hepatitis tertentu, seperti
hepatitis A dan B. Pemberian imunisasi hepatitis A menggunakan imunoglobulin standart
0,02-0,094 ml/kg secara intramuskular. Penyakit dapat dicegah 80%-90% jika diberikan 1-2
minggu setelah penderita terpapar oleh VHA. Vaksin hepatitis B sangat efektif dalam
39
mencegah tertularnya VHB, dapat diberikan 7 hari setelah terpapar oleh VHB atau sebelum
terkena sebagai pencegahan. Sedangkan untuk virus hepatitis lain belum ditemukan vaksin
yang dapat membangun kekebalan tubuh terhadap virus tersebut.
Banyak hal yang harus diperhatikan oleh dokter gigi untuk mencegah terjadinya
penularan virus hepatitis. Seluruh pasien harus diwaspadai sebagai sumber infeksi. Seluruh
staf yang bekerja harus mengenakan pakaian pelindung,sarung tangan dan masker
Perhatian utama ditujukan pada penggunaan alat-alat yang baik dan steril. Sedapat
mungkin menggunakan instrumen disposibel.. Untuk menghindari luka akibat tertusuk
jarum, jarum yang digunakan tidak boleh bengkok,rusak atau dilepaskan dari alat suntik.
Film yang digunakan untuk radiografi intaroral dibungkus dengan amplop plastik sebelum
digunakan demikian juga dengan cone x-ray.
40
BAB IV
KESIMPULAN
1. Penyakit gastrointestinal adalah penyakit yang menyerang system organ pencernaan yang
meliputi mulut, faring, esophagus, lambung, usus halus serta usus besar. Beberapa penyakit
gastrointestinal adalah gastritis, ulkus petikum dan hepatitis
2. Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub-mukosa lambung yang dapat
bersifat akut,kronik
Gastritis akut adalah proses peradangan mukosa akut yang biasanya bersifat sementara.
Gastritis akut dapat disebabkan oleh karena stres, zat kimia misalnya obat-obatan dan
alkohol, makanan yang pedas, panas maupun asam. Pada sebagian besar kasus, gejalanya
amat ringan bahkan asimtomatis. Keluhan-keluhan itu misalnya nyeri timbul pada ulu
hati, biasanya ringan dan tidak dapt ditunjuk dengan tepat lokasinya. Kadang-kadang
disertai dengan mual-mual dan muntah
Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang
berkepanjangan yang disebabkan baik oleh ulkus lambung jinak maupun ganas atau oleh
bakteri helicobacter pylori . Pasien gastritis tahap lanjut akibat H. pyroli atau kausa
lingkungan lain – lain sering mengalami hipoklorhidria akibat kerusakan sel perietal dan
atropi mukosa corpus dan fundus. Selain itu sebagian kecil pasien mungkin mengalami
anemia pernisiosa
3. Peptik ulser adalah luka berupa lubang yang dapat terjadi di dalam lapisan dari lambung,
duodenum (usus dua belas jari), atau esophagus. Peptik ulser dari lambung disebut gastric
ulcer; dari duodenum, duodenal ulcer; dan dari esophagus, esophageal ulcer. Gejala umum
yang dirasakan adalah nyeri di ulu hati, disebabkan rangsangan asam lambung yang
menimbulkan erosi dan peradangan kimiawi
4. Hepatitis adalah istilah yang sering digunakan untuk peradangan yang terjadi pada hati,
dimana terjadi peradangan difus pada jaringan hati, umumnya disebabkan oleh infeksi virus
hepatitis. Hepatitis kronik adalah reaksi radang kronik dalam hati yang melanjut tanpa
perbaikan selama 6 bulan atau lebih. Hepatitis Akut Gambaran klinis yang biasa dari
hepatitis mulai dengan demam ringan, nausea, perasaan tidak enak di perut bagian atas dan
41
kehilangan selera makan, yang berlangsung selama 4-5 hari sebelum ikterus menjadi jelas
secara klinik
Hepatitis A ditularkan per-oral dengan menelan makanan yang sudah terkontaminasi
feses. Masa penularan tertinggi adalah pada minggu kedua segera sebelum timbulnya
ikterus
Pada Hepatitis B Penanda serologis pertama yang dipakai untuk identifikasi HBV adalah
antigen permukaan (HbsAg, dahulu disebut ”Antigen Australia”), yang positif kira-kira 2
minggu sebelum timbulnya gejala klinis. Cara utama penularan hepatitis B adalah melalui
parenteral dan menembus membran mukosa, terutama melalui hubungan seksual
Pada hepatitis C terdapat dua bentuk virus hepatitis C, yang ditularkan melalui darah dan
ditularkan melalui enterik. hepatitis C diyakini ditularkan melalui jalur parenteral dan
kemungkinan melalui pemakaian obat dan transfusi darah
42
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I, edisi 3. Jakarta: FKUI.
Suyono, Slamet, dkk. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II, Edisi 3. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI
Lorraine, Sylvia. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6. Jakarta:
EGC.
Bayley, T.J. 1995. Ilmu Penyakit Dalam Untuk Profesi Kedokteran Gigi. Jakarta : EGC
Meditek, Vol. 9, No 26, September-Desember 2001
Mhd. Husni Tarigan. 2004. Hepatitis Dan Hubungannya Dengan Kedokteran Gigi Anak, USU e-
Repository 2008
Corwin, Elizabet J. 2009. Buku Saku Patofisiologi, Ed.3. Jakarta : EGC
Brunner dan Suddarth. Keperawatan Medikel Bedah. Buku Kedoketran EGC (Vol.2, edisi 8).
H Lukmanto.IPI(Informasi Akurat Produk Farmasi Indonesia).,Edisi 2
Brashers, Valentina L. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi : Pemeriksaan dan Manajemen, Ed.2.
Jakarta : EGC
Suharjo, J.B. 2006. Diagnosis dan manajemen hepatitis B kronis
Sibuea, Dr. W. Herdin, dkk. 1992. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Rineka Cipta
Price, Sylvia and M. Wilson, Lorraine. Patofisiologi Edisi 6 Volume 1. Jakarta: EGC
Robbins, Stanley L, Ramzi Cotran,MD,dkk. 2007. Buku Ajar Patologi. Jakarta: EGC
Ganong, W.F. 2003. Buku ajar Fisiologi Kedokteran edisi 20. Jakarta: EGC
Sarwono, dkk. 1990. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Suzane, C. Smeltzer. 2001. Keperawatan medikal bedah, edisi 8. Jakarta : EGC
43
top related