hasil penelitian putusan hakim tahun 2008
Post on 12-Jan-2017
252 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
POTRET
PROFESIONALISME HAKIM
DALAM PUTUSAN
Laporan PenelitianPutusan Pengadilan Negeri
2008Komisi Yudisial
ii
Potret Profesionalisme Hakim dalam PutusanISBN 978-979-18401-2-5
Penulis:Prof. Dr. Khudzaifah Dimyati, S.H., M.Hum.
Dr. J. Djohansjah, S.H., M.H.Ir. Alexander Lay, S.H., LL.M.
Asisten:Abdul Bari, S.H.
Kelik Wardiono, S.H., M.H.Maria Louisa, S.H.
Editor: Irma HidayanaDisain sampul & tata letak: Haris Nurfadhilah &
Dimensi Multi Karsa
Diterbitkan oleh:Komisi Yudisial Republik Indonesia
Jl. Kramat Raya No. 57, Jakarta PusatTelp. 021-3905876, Fax. 021-3906215, PO BOX 2685
email: kyri@komisiyudisial.go.idwebsite: www.komisiyudisial.go.id
2010atas dukungan National Legal Reform Program (NLRP)
Publikasi ini dapat digunakan, dikutip, dicetakulang/fotokopi,diterjemahkan atau disebarluaskan baik sebagian atau keseluruhan
secara penuh oleh organisasi nirlaba manapun dengan mengakui hakcipta dan tidak untuk diperjualbelikan
iii
KATA PENGANTAR
Salah satu upaya melakukan reformasi peradilanadalah dengan berbagai langkah yang bertujuanuntuk meningkatkan martabat hakim, baik padaintegritas moralnya maupun kualitas putusannya.Siapapun berpendapat bahwa, hakim dan peradilanmerupakan dua unsur yang begitu penting bagiperkembangan bangsa dan negara serta masyarakatkita ke depan. Bukan saja karena negara kitaberdasarkan atas prinsip the rule of law yang menuntutpada pentingnya upaya konseptual dan langkahkonkret menuju pada supremacy of law, melainkanjuga terdapat hal lain yang cukup penting.
Hal penting itu adalah, aktivitas intelektualisme yangmendasarkan pada kaedah dan metodologi ilmiahuntuk meningkatkan kualitas putusan hakim.Putusan hakim selain merupakan langkahkonkretisasi dan kristalisasi hukum dan undang-undang termasuk di dalamnya asas-asas hukumberupa gumpalan nilai-nilai hukum ke dalamperistiwa konkret, juga merupakan simbol darikehormatan dan keluhuran martabat serta perilaku
iv
hakim. Kiranya cukup beralasan jika kita katakan,bahwa putusan hakim yang benar dan adil adalahcermin dari muara nurani dan akal budi sang hakim.
Bagaimana tidak? Karena suatu putusan hakimadalah hasil akhir dari suatu proses pemahaman danpemaknaan hakim atas fakta sosial yang perludigeledah dengan teliti tentang “apa” yang ada didalam dan di balik fakta itu (pendekatan ontologis).Setelah itu, ditelusuri bukti-bukti pendukungnya,apakah mengandung bobot (kualitas) yuridis (nilai-nilai moralitas hukum) baik pada dimensi hukumacara (hukum formil) dan hukum materiilnya. Tidakberhenti di sini, hakim masih merenungi dengankemampuan imajinasi konseptual etis-yuridisnya,dengan mempertanyakan dan sekaligusmenjawabnya sendiri, apakah fakta sosial yang sudahmerupakan fakta hukum itu mengandung kualitaskebenaran etis–yuridis (pendekatan axiologis–
epistemologis).
Suatu pekerjaan yang rumit, kompleks, menuntutdaya imajiner abstraktif-kontemplatif yang berlikunamun penuh kualitas kemuliaan dan keluhuranmartabat sang hakim. Hakim memerlukan ruang dan
v
waktu yang kondusif untuk melakukan obyektivikasiberupa penerjemahan nilai-nilai internal ke dalamkategori-kategori obyektif (Kuntowijoyo: th 1997).Obyektifikasi juga merupakan langkah konkretisasiatas nilai-nilai asasi yang diyakini hakim untukdirumuskan ke dalam pertimbangan hukum sebagaidasar dan argumen untuk menentukan langkahterakhir dan terpenting, yaitu vonis atau putusan.
Langkah hakim menentukan putusan adalah langkahyang bersifat sintesis, yaitu penyatuan beberapa ideuntuk menciptakan suatu struktur konseptual yangsempurna atau lengkap sebagai salah satu langkahterpenting suatu kesadaran (Lorens Bagus: th 2005).Fakta hukum yang didukung bukti-bukti yangrelevan, dasar-dasar perundang-undangan, pilihandoktrin dan yurisprudensi, semuanya inidisintesiskan oleh hakim dengan menggunakan ilmuhukum yang berfungsi mencari asas hukum dalamhukum positif. Selain itu tak kalah penting,merefleksikannya dengan situasi sosial sepertiketidakadilan struktural yang hingga kini makinmemakan korban masif.
vi
Proses dan mekanisme tugas hakim menjadibertambah mendalam ketika ia bekerja dalam ruangyang tidak hampa, melainkan dikelilingi olehrangkaian fakta, yang fakta ini benar secara positif(kasat mata/inderawi), namun bisa jadi bermasalahdari sudut pendekatan moral values. Di sini ia dituntutuntuk memilih mazhab ilmu hukum apa yang tepatuntuk dijadilkan sebagai pisau analisis yuridis.Apakah ia cukup sekedar menerapkan undang-undang terhadap peristiwa konkret, sedangkan iaseyogianya melakukan penemuan hukum ataupenciptaan dan pembentukan hukum (SudiknoMertokusumo: th 1996).
Dalam ajaran mengenai wan prestatie maupunonrechtmatigedaad dan onrechtmatige overheidsdaad yangsyarat dengan kriteria moral yuridis sebagaiparameter untuk menentukan pihak-pihak atauseseorang melakukan perbuatan itu atau tidak, hakimdituntut tidak menjadi pengikut faham ilmu yangbebas nilai (science is value free). Karena hukum itusendiri penuh dengan muatan nilai-nilai. Selain itu,aliran bebas nilai ini tidak lebih hanya akanmemperkokoh aliran-aliran konservatisme yang tidakmendorong ke arah perubahan masyarakat yangdiperlukan. Apalagi nilai dan ugeran susila, sosial,
vii
politis yang perlu meresap ke teras ilmu (C.A.VANPeursen: th 1985). Kapasitas ilmiah dengan pilihanmazhab ilmu hukum yang tepatlah yang menjadiukuran profesionalisme hakim.
Begitu kompleksnya tugas hakim di dalam mengadiliperkara apapun. Ia senantiasa perlu pada satu sisimenguasai fakta hukum secara cermat, di sisi lainperlu mengembangkan pengertian-pengertiantentang kesusilaan, sikap berhati-hati terhadap oranglain atau barang orang lain, yang merupakan muladari tafsir luas perbuatan melanggar hukum sebagaimana arrest tanggal 31 Januari tahun 1919. Karenafakta berbeda dengan hukum, dan selanjutnya hukumtidak bebas nilai, seterusnya untuk menemukan apaitu nilai harus melalui berbagai metode interpretasiklasik yaitu metode gramatis, historis, dan teleologis(John.Z.Loudoe: Th 1985), maka hakim jugamemerlukan filsafat sebagai refleksi sistematikalterhadap landasan (dasar-dasar) dari kenyataan. Danuntuk memahami kenyataan, filsafat mencoba,menelusuri asas-asas yang menjadi landasan darikenyataan itu (B.Arief Sidharta, pen: th 2008).
viii
Putusan hakim sebagai hukum menegaskan tentangapa saja yang termuat di dalamnya. Bukan sekedarhak, kewajiban dan hukuman terhadap pihak yangdituju dengan putusan itu, melainkan juga iamengandung kualitas moral tertentu yang memberipesan etik untuk terjadinya pemulihankeseimbangan (restitutio in integrum). Namun, lebihdari pada itu, putusan hakim memiliki fungsitransformatif menuju perubahan-perubahan sosialpolitik yang di cita-citakan. Dirk dan Bridwellsebagaimana dikutip Satjipto Rahardjo menyatakanbahwa putusan hakim di Amerika Serikat telahmelahirkan suatu tatanan masyarakat baru (a societydesigned by the judiciary).
Telaah atas sejumlah putusan hakim denganpendekatan tematik ini, setelah dikerjakan dengantekun dan sinergi yang penuh antara Komisi Yudisialdengan Jejaring Kampus sebagai elemen JejaringKomisi Yudisial ini kemudian direspons denganpenuh antusiasme oleh National Legal ReformProgram (NLRP). Melalui diskusi yang menyehatkannalar dan intuisi hukum dengan Sebastiaan Pompetentang maksud, tujuan dan hasil riset putusan ini,dan kegunaannya bagi terwujudnya dialog akademisantara komunitas hakim dengan perguruan tinggi,
ix
maka Pak Bas bersedia membantu penerbitan bukuhasil riset ini. Beliau tahu persis keterbatasananggaran Komisi Yudisial. Kepada Pak Bas denganseluruh jajaran NLRP diucapkan terima kasih yangtak terperi.
Jakarta, Oktober 2010
Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia
Dr. M.Busyro Muqoddas, S.H., M.Hum.
x
KATA PENGANTAR
Sydney Smith pernah menyatakan:"Nation Fall When Judges are Injust"
Alhamdulilah kita panjatkan puji syukur ke hadiratAllah SWT yang telah melimpahkan karunia-Nya,sehingga penelitian "Menemukan Substansi dalamKeadilan Prosedural" yang merupakan programKomisi Yudisial tahun 2008 ini dapat diselesaikan.Penelitian ini merupakan hasil kerjasama antaraKomisi Yudisial dengan jejaring peneliti KomisiYudisial yang terdiri dari berbagai Perguruan Tinggi.Pernyataan Sidney Smith mempunyai makna yangsangat penting bahwa hakim pada semua tingkatanmempunyai posisi sentral dalam proses peradilan.Dalam posisi sentral tersebut hakim diharapkandapat menegakkan hukum dan keadilan.
Penegakan hukum selalu dipahami dan diyakinisebagai aktivitas menerapkan norma-norma ataukaidah-kaidah hukum positif (ius constitutum)terhadap suatu peristiwa konkrit. Penegakan hukumbekerja seperti model mesin otomatis, di manapekerjaan menegakkan hukum menjadi aktivitas
xi
subsumsi otomat. Fenomena penegakan hukumdalam kerangka perspektif normatif itu telah dikritiksebagai penegakan hukum yang buta atas realitas dimana hukum itu dibuat, hidup dan bekerja.1
Kebalikan dari pendekatan normatif adalahpendekatan sosiologis. Pendekatan ini memandanghukum dan penegakan hukum dari luar hukum,karena hukum berada dan menjadi bagian dari sistemsosial, dan sistem sosial itulah yang memberi arti danpengaruh terhadap hukum dan penegakan hukum.2
Penegakan hukum di ruang pengadilan dalamperspektif sosiologis hukum harus dilihat dalamkonteks sosial yang luas, tidak saja faktor hukumnya,faktor aparatur penegak hukumnya, faktor kulturalatau budaya masyarakat, sarana prasaranapendukung penegakan hukum itu, tetapi jugakonteks politik (hukum) di mana dan kapan aturanhukum positif itu dibuat dan dilaksanakan. Denganmemadukan analisis dari perspektif normatif dan
1 Amzulian Rifai, dkk, Wajah Hakim dalam putusan, PusatStudi Hukum dan Hak Asasi Manusia Universitas Islam In-donesia, Yogyakarta, hal 14.
2 Ibid, hal 17
xii
sosiologis hukum akan diperoleh gambaran yangkomprehensif mengenai kompleksitas masalahseputar proses dan putusan hakim di ruangpengadilan, yang notabene adalah ruang "social"3
(Amzulian Rifai dkk; 2010).
Komisi Yudisial yang lahir pada era reformasi diberiamanat oleh konstitusi untuk menjaga danmenegakkan kehormatan, keluhuran martabat sertaperilaku hakim. Reformasi yang bergulir sejak tahun1998 memberi harapan besar bagi seluruh rakyatIndonesia untuk melakukan perubahan danperbaikan di segala bidang termasuk bidang hukumdan peradilan.
Untuk mendukung tugas pokok Komisi Yudisialsebagaimana yang dikemukakan di atas, maka sejakberdirinya, Komisi Yudisial terus menerusmelakukan penelitian putusan hakim untukmengetahui karakteristik profesionalisme hakimdalam memeriksa dan memutus perkara pidana danperkara perdata. Penelitian ini dilakukan oleh KomisiYudisial bekerjasama dengan 18 jejaring penelitiKomisi Yudisial yang ada di daerah.
3 Ibid, hal 16
xiii
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu parahakim dalam menemukan hukum (rechtsvinding),menafsirkan hukum (rechts interpretatie) dan akhirnyamembuat putusan (vonnis).
Hasil penelitian ini diharapkan pula bermanfaat bagiFakultas Hukum dan stakeholders lainnya berupa:penguatan tradisi riset di Perguruan Tinggi; memberikontribusi para hakim dalam membuat putusan;adanya dialektika antara Perguruan Tinggi danhakim; adanya kritik akademis terhadap putusanhakim; serta adanya simbiosis dunia peradilan dankampus.
Seiring dengan selesainya penelitian putusan hakimini perkenankan saya sebagai penanggungjawabpenelitian menyampaikan ucapan terima kasihkepada jejaring peneliti dan tim penulis.
Ucapan terimakasih yang sama juga saya sampaikankepada Rival Ahmad dan Rifqi Assegaf sebagaiindependent reader serta National Legal ReformProgram (NLRP) yang membantu penerbitan laporanini.
xiv
Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagikomunitas dunia fakultas hukum dan stakeholders/mitra Komisi Yudisial dan para hakim di seluruhIndonesia.
Jakarta, Oktober 2010Penangungjawab Penelitian
Prof. Dr. H. Mustafa Abdullah, S.H.
xv
INTRODUCTIONSebastiaan Pompe
In Spring 2010 the Chairman of the JudicialCommission Dr. Busyro Muqoddas proposed that theJudicial Commission support an analysis of courtdecisions. This proposition eventually became thisbook. This book is a very good thing in itself, forwhich the authors and the Judicial Commission mustbe complimented. Also, the independent reviewteam must be commended for its very useful inputon the original manuscript. Yet the true significanceof this book is not solely what it is, but what it aimsto achieve. It is this aspect on which I would like tobriefly comment here.
One of the major struggles in past decades has beento make legal institutions in Indonesia moreaccountable to the general public. This strugglehistorically is largely driven by legal arguments, inthat the principal focus was to strengthen legalcertainty. Publication of court decisions was meantto serve the dual purpose of informing the legalcommunity on how the courts apply the law, andinstilling discipline in the way the courts apply thelaw. The struggle over past decades therefore was
xvi
principally focused on the courts, and principally onthe publication of court decisions.1
The publication of court decisions has come a longway. In the 1950s, the journal Hukum published whatwithout a doubt is the most remarkable set of courtdecisions series.2 The journal died withParliamentary Democracy in 1959, and publication ofcourt decisions did not resume until the brittle seriesYurisprudensi Indonesia in the 1970s, an obscurantistaffair which never amounted to anything much.3 Theprincipal reason why court decisions (as well as otherinstitutional data) were published in the 1950s andnot thereafter is political: Demokrasi Terpimpin (1959-1965) and Orde Baru (1967-1998) governments set outto weaken legal institutions, and killed data
1 Institutional accountability reaches further than just court de-cisions. It may be noted that in the 1950s legal institutions inIndonesia issued annual reports with standard performancedata (basic data on infrastructure, personnel and workload),which stopped in the 1960s and never really recovered. Thereare initiatives to address that, cf. Statistik Lembaga PenegakHukum Tahun 2007 (Jakarta: Pusat Data Peradilan 2010) andwww.pusatdataperadilan.org
2 Hukum (1950-1959).3 Yurisprudensi Indonesia (1974-). The Varia Peradilan series
(1985 -) was marginally better. The qualitative difference be-tween Hukum and Yurisprudensi Indonesia could not bemore marked: Hukum aimed to shape the law, and includedstrong and well-argued decisions, often covering problemareas of the law. Yurisprudensi Indonesia was obscurantist,including cases of marginal import, often poorly argued.
xvii
publication with it since after all, paternalisticgovernment prefers loyalty over hard data (unless ofcourse those confirm its authority). The oneroushistory of non-publication of court decisions haspolitical roots.
For nearly forty years and until Reformasi thereforethere has been no meaningful publication of courtdecisions. As Guided Democracy and New Ordergovernments made legal institutions turned inward,courts themselves began to resist meaningfulpublication of court decisions. Courts developed adogma of sorts that publication of decisions (or publicaccess to decisions) was disallowed by law. Thisperverse argument was based on a deliberatemisreading of the old code of procedure (HIR), andhowever devoid of any deeper logic was maintainedby the Supreme Court for many decades to resistpublic access to all its decisions.
It must be recognized that even from within theSupreme Court there were attempts to change thissituation. Initial programs driving at a moresystematic publication of court decisions go backalmost thirty years.4 Yet these initial programs failed4 There was a first rate journal From the 1970s The dowdy
Yurisprudensi Indonesia series (which started in the 1970s)carried no authority whatsoever. The One of the first cred-ible programs for the publication of authoritative decisionswas in 1985 under Prof. Asikin Kusumaatmadja (and laterPurwoto Gandasubrata), supported by the Raad voorJuridische Samenwerking (1985-1992).
xviii
in the face of institutional ambivalence andmeaningful change came only with Reformasi. Animportant early breakthrough was the 1998 statutoryrequirement that public access to all decisions of thecommercial court had to be secured.5 Some years later,the Constitutional Court set a model of transparencyby real-time publication of its decisions (i.e. at themoment the decision is issued), often in bothIndonesian and English, on its website. It is a modelstill to be emulated by any of the regular courts. In2007, the Supreme Court issued the so-called SK 144,which mandated publication of court decisions.6 Andshortly thereafter, prompted in part by the large MCCdonor program, the Supreme Court put 10,000 of itsdecisions on the web, which now progressively hasgrown to about 16,000 decisions. The 1998 Law andSK 144 are critical in that they debunked the myththat Indonesian law prohibited publication ofdecisions, as the Supreme Court argued for so long.
Reformasi therefore brought progress, both in the waycourt was thinking about court decisions, and in actualimplementation. Even so, significant challengesremain of which I would like to mention two: the firstchallenge is largely practical, the other challenge runs
5 Government Regulation in lieu of Law nr.1/1998 art.284 Sec-tion (1)(d).
6 SK Ketua MA No. 144/SK/KMA/VII/2007.
xix
much deeper. The practical challenge is that despitethe good intentions of SK 144 and related instruments,and despite progress in certain areas, the publicationof court decisions is far from being guaranteed. Thecommercial court is a good example: it only givesaccess to decisions with the greatest of difficulties.Its voluntary web-based publication system, whichwas installed at great expense, is not used at all.7 Andhard copy publication works only because thepublisher is willing to chase the decisions at great
7 The Commercial Court system launched in 2008 effectivelydoes not work. The Supreme Court is aware of this. In Septem-ber 2009, the Chief Justice specifically instructed internet pub-lication of court decisions (of the Commercial Court) as thesewere issued. The court failed to comply, and the website onlycarries the three mock-up decision that were put up (by thedonor) when the program went on-line, plus one more deci-sion. See also Inter System Consulting, Laporan Hasil TinjauanKritis Perkembangan Sistem Informasi di MA dan JajaranPengadilan di Bawahnya (Jakarta 2010). Also PSHK, PemetaanImplementasi Teknologi Informasi di Mahkamah Agung RepublikIndonesia (Jakarta: PSHK 2010).
xx
effort.8 Also, SK 144 is resisted by the lower courtswhich refuse access to even the most basic data,including court decisions.9
8 Yurisprudensi Kepailitan. Himpunan Lengkap PutusanPengadilan Niaga Tingkat I, Putusan Mahkamah Agungdalam Kasasi dan Peninjauan Kembali (1998-) (Jakarta:Tatanusa 1998)
9 Recognizing the implementation issue of SK 144 on 29 April2010, the Chief Justice of the Supreme Court issued a CircularLetter Nr. 6/2010 addressed to all court chairmen in the coun-try which emphasized the need to proper apply the PublicInformation Law (KIP Law) and SK 144. This Letter has hadno practical impact that we can tell. In May-July 2010 Indone-sian researchers tried to access data from the judiciary andAGO in various areas in Indonesia but failed consistently,even if the data which they requested fell squarely within theKIP law or SK 144 Regulation. The courts and AGO officesconsistently failed to comply with the law in all its respects.None of the agencies provided mandatory standard forms(SK 144 Article 23 (a)(b)), no agency complied with statutorydeadlines in answering requests for information (SK 144 Ar-ticle 25), no document that by law must be made publicallyavailable was in fact available in any of the agencies thatwere visited, all agencies met requests for information withreluctance, unfriendly attitudes or quite simply a refusal toassist, phone calls were disconnected or not put through cor-rectly and so forth and so on. Regarding specific data or docu-ments, agencies refused to give access to data even thoughsuch fell clearly within the ambit of the KIP law and SK 144,some said such required approval of the Head of Agency/Chief Judge (which was incorrect), one agency even issued ablunt letter denying the request, exposing it to criminal sanc-tion according to the KIP Law and so forth and so on. It isextremely hard to access data, even if Indonesian law specifi-cally so mandates. Quarterly Fact Sheet 3 (June 2010) p.25-27:The courts and public access to information: how is the law imple-mented?
xxi
The statutory rules (and underlying dogma) may havechanged, but with certain exceptions10 there really isno working system in place of a steady, systematicpublication of court decisions.
The second challenge runs deeper. Even for courts orareas of the law on which decisions have beensystemically published since 1998, this has nottriggered the legal certainty that was hoped for.Decision-making in most Indonesian courts remainsessentially as unpredictable as it was under the NewOrder.11 The commercial court is a pregnant example:this is the one court in the country all of whosedecisions have been published, yet far fromgenerating any greater legal certainty the commercialcourt remains one of the most problematic courts in
10 The Constitutional Court continues to be a happy exceptionas it continues to publish its decisions promptly as these areissued. Also, the religious courts are said to perform relativelybetter than the other jurisdictions. A summary check of reli-gious court websites showed however that of 344 religiouscourts in Indonesia, 191 courts were non-performing in termsof publishing no data at all (35 courts) or hardly any data(156 courts). Quarterly Fact Sheet 3 (June 2010) p.30-36: Thereligious court website assessment.
11 Other than the Constitutional Court, a possible exception inthe general court structure is the Anti Corruption Court, whichhas a 100% conviction rate– at first sight a very constant ifalso somewhat worrisome statistic. Even here however, ob-servers have raised concerns about sentencing inconsisten-cies by the Anti Corruption Court.
xxii
the system. Yet for nearly all courts in Indonesia,including the Supreme Court, legal certainty remainsthe principal concern.
The most direct problem is that Indonesia does nothave a mechanism by which a critical debate on courtdecisions is integrated in institutional accountability.We may have a situation in which more courtdecisions are published, but it is not clear whathappens thereafter. Some of the problems sit in thefirst step of critical debate: there are few clear forums,such as professional journals or magazinescommanding respect and authority, where courtdecisions are discussed and debated.12 The processor mechanism by which a debate that at first may bewide-ranging progressively gells into a communisopinio in the academic or legal professions also is
12 This is not to say that these critical discussions are altogetherabsent. See for instance for the Commercial Court cf. AriaSuyudi et al., Kepailitan di Negeri Pailit (Jakarta: PSHK 2003)or Valeri S. Sinaga, Analisa putusan kepailitan pada pengadilanniaga Jakarta (Jakarta: Atma Jaya 2005). Also, on the Constitu-tional Court Hendrianto, From humble beginnings to a func-tioning court: the Indonesian Constitution Court 2003-2008(PhD Washington 2008). However, there are real challengeson legal research. Thus, the NLRP 2008-2010 Restatementproject contracted six research teams to do targeted researchon court decisions for certain topics. With some exceptions,the initial results were poor, in terms of sources accessed, thenumber of court decisions generated and in the analysis ofthese decisions. This suggests that researchers were strug-gling with the basic legal research techniques.
xxiii
missing, which testifies to the weakness of suchprofessions. And then, even if court decisions arediscussed, the Supreme Court patently ignored thesediscussions that anyone can tell. Put in somewhatmechanical terms, there are cogs missing betweenthe publication of decisions and institutionalaccountability and greater consistency in decision-making.
There is a patent need to put in these cogs to makethe machine of accountability work. The realimportance of this book, and its broader contributionto the Indonesian legal system, is that it is not solelya discussion of court decisions, but actually aims tocreate a disciplined forum for critical debate. TheJudicial Commission aims to achieve traction withthe courts by developing an academic infrastructurethat hosts a critical and professional debate. In thisbroader perspective this book is not aboutsubstantive analysis at all, but about restoring thelegal method. It is an ambitious and absolutelynecessary contribution to the Indonesian legalsystem.
xxiv
xxv
DAFTAR ISI
Kata Pengantar Dr. M. Busyro Muqoddas, S.H., M.Hum. iiiKata Pengantar Prof. Dr. H. Mustafa Abdullah, S.H. xIntroduction Sebastiaan Pompe xv
Daftar Isi xxv
BAB 1Pendahuluan1.1 Latar Belakang Masalah 11.2 Rumusan Masalah 61.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 71.4 Metode Penelitian 8
BAB 2Landasan Teoritis2.1 Putusan Hakim Dalam Hierarki Struktur
Hukum Indonesia 212.2 Independensi Kekuasaan Kehakiman 282.3 Profesionalisme Hakim 30
BAB 3Hasil Penelitian dan Pembahasan3.1 Penguasaan atas Ilmu Hukum 44
xxvi
3.1.1 Penguasaan atas Ilmu Hukum dalamPutusan Pidana 45
3.1.2 Penguasaan Atas Ilmu Hukum dalamPutusan Perdata 55
3.2 Kemampuan Berpikir Yuridis 623.2.1 Kemampuan Berpikir Yuridis dalam
Putusan Pidana 633.2.2 Kemampuan Berpikir Yuridis dalam
Putusan Perdata 723.3 Kemahiran Yuridis 86
3.3.1 Kemahiran Yuridis dalam PutusanPidana 89
3.3.2 Kemahiran Yuridis dalam PutusanPerdata 110
3.4 Kesadaran serta Komitmen Profesional 1353.4.1 Pendampingan Penasihat Hukum
(Advokat) 1353.4.2 Kesalahan Pengetikan 141
BAB 4Penutup4.1 Keimpulan 1504.2 Saran 162
Daftar Pustaka 166Tim Kerja 173
xxvii
BAB 1
PENDAHULUAN
1Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
Beri aku seorang hakim yang jujur dan cerdas,dengan undang-undang paling buruk sekalipun,
akan kuberikan putusan yang adil
Taverne
P ernyataan Taverne di atas mengingatkan padapendapat bahwa hakim, sebagai personifikasilembaga peradilan, mengemban amanah yang
tidak ringan. Hakim tidak hanya dituntut memilikikemampuan intelektual dalam membuat putusan,tetapi diharapkan juga memiliki moral dan integritastinggi. Bukan hanya itu, pada titik tertentu hakimbahkan harus mempunyai kadar iman dan takwayang tinggi, mampu berkomunikasi dengan baik, disamping sanggup menjaga peran, wibawa danstatusnya di hadapan masyarakat.1 Jika semuapersyaratan ini dipenuhi, diharapkan hasil kerjahakim akan mencerminkan rasa keadilan, menjamin
1.1 LATAR BELAKANGMASALAH
1 Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia, Laporan AkhirRekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan, di susun olehKelompok Kerja A.2 Fakultas Hukum Universitas GadjahMada, Yogyakarta, 10 Januari 2003, hlm. iii.
KERANGKA BERPIKIR
2 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
kepastian hukum dan bermanfaat bagi masyarakat.Dalam konteks ini Ronald Dworkinmenyatakan, “Judges are the princes of law’s empire.”Sedangkan J. R. Spencer mengatakan, “The judgmentwas the word of God”. Senada, Roeslan Salehmengatakan, “Kerja hakim merupakan pergulatanmelawan kemanusiaan.”2
Pandangan-pandangan tersebut terangkum dalamhukum positif Indonesia, sebagaimana dinyatakanoleh Pasal 32 Undang-Undang No. 4 Tahun2004 tentang Kekuasaan Kehakiman: “Hakim harusmemiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur,adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.”
Sebagai salah satu unsur dalam sistem peradilanhakim memiliki posisi dan peran penting, apalagidengan segala kewenangan yang dimiliki. Melaluiputusannya seorang hakim dapat mengalihkan hakkepemilikan seseorang, mencabut kebebasan warganegara, menyatakan tidak sah tindakan sewenang-wenang pemerintah terhadap masyarakat, hingga
2 Adi Sulistiyono, Pengembangan Kemampuan Hakim dariPerspektif Sosiologis, makalah disampaikan dalam lokakaryaPengembangan Kemampuan Hakim, kerja sama KomisiYudisial, Pengadilan Tinggi Manado, Fakultas HukumUniversitas Sam Ratulangi.
KERANGKA BERPIKIR
3Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
memerintahkan penghilangan hak hidup seseorang,dan lain-lain. Oleh karena itu tugas dan wewenangyang dimiliki hakim harus dilaksanakan dalamkerangka penegakan hukum, kebenaran dan keadilansesuai peraturan perundang-undangan maupunkode etik dengan memperhatikan prinsip equalitybefore the law. Kewenangan hakim yang sangat besaritu menuntut tanggung jawab yang tinggi, sehinggaputusan pengadilan yang dibuka dengan kalimat“Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang MahaEsa” bermakna bahwa kewajiban menegakkankebenaran dan keadilan harusdipertanggungjawabkan secara horizontal kepadasemua manusia dan secara vertikaldipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang MahaEsa.3
Lebih jauh, Mustafa Abdullah menyatakan bahwahakim pada semua tingkatan menduduki posisisentral dalam proses peradilan. Dalam posisi sentral
3 Chatamarrasjid Ais, Pola Rekrutmen dan Pembinaan KarierAparat Penegak Hukum yang Mendukung Penegakan Hukum,makalah disampaikan dalam seminar tentang ReformasiSistem Peradilan dalam Penegakan Hukum di Indonesia,diselenggarakan oleh BPHN bekerja sama dengan FakultasHukum Universitas Sriwijaya dan Kantor WilayahDephukham Provinsi Sumatra Selatan, di Palembang 3 – 4April 2007, hlm. 1-2.
KERANGKA BERPIKIR
4 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
itulah hakim diharapkan dapat menegakkan hukumdan keadilan. Hanya hakim yang baik yang bisadiharapkan menghasilkan putusan yangmencerminkan rasa keadilan dan sesuai denganhukum yang berlaku. Ada banyak kriteria hakim yangbaik, antara lain memiliki kemampuan hukum (legalskill), pengalaman yang memadai, integritas,kesehatan yang baik, serta mampu mencerminkanketerwakilan masyarakat. Hal-hal lain yang harusdimiliki hakim yang cakap adalah nalar yang baik,visi yang luas, kemampuan berbahasa dan menulis,kemampuan menegakkan hukum negara danbertindak independen dan imparsial, di sampingkemampuan administratif dan efisiensi.4
Berkenaan dengan peran dan posisi hakim tersebut,profesionalisme merupakan salah satu aspek yangharus dimiliki agar seorang hakim dapat menjalankantugas, fungsi dan wewenangnya dengan baik. Di sinipernyataan Roscoe Pound layak direnungkan, “Tidakberjalannya penegakan hukum sebagaimana yang
4 Mustafa Abdullah, Pengembangan Integritas dan ProfesionalismeHakim, makalah pada diskusi panel yang diselenggarakanoleh BPHN dan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 24-27April 2007.
KERANGKA BERPIKIR
5Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
diharapkan lebih disebabkan karena faktor sumberdaya manusia ketimbang faktor hukum itu sendiri.”5
Profesionalisme hakim dapat dilihat dari, antara lain,aspek-aspek penguasaan ilmu hukum, kemampuanberpikir yuridis, kemahiran yuridis, kesadaran sertakomitmen profesional. 6 Hal ini sejalan dengan BeijingStatement of Principles of the Independence of the Judiciaryin the Law Asia Region (selanjutnya diamandemen diManila, 28 Agustus 1997) yang menetapkan bahwaprofesionalisme hakim dibangun di atas tiga pilarutama yang diperlukan untuk menegakkankebenaran dan keadilan, yaitu nilai-nilai kecakapan(competence), kejujuran (integrity) dan kemerdekaan(independence).
Dari segi kompetensi-keras (hard competence), menurutReza Indragiri profesionalisme hakim bisa diukurdari¸ antara lain, mutu putusannya.7 Bertolak dari
5 Ibid, hlm. 4.6 Komisi Hukum Nasional, Reformasi dan Reorientasi Pendidikan
Hukum di Indonesia, Jakarta/Bandung, 2004, hlm. 53-54.Tersedia: http://www.khn.go.id. Diakses tanggal 5 Septem-ber 2006.
7 Reza Indragiri, Pengembangan Integritas Profesi, http://w w w . b a d i l a g . n e t / i n d e x 2 . p h p ? o p t i o n = c o m _content&do_pdf=1&id=1315
KERANGKA BERPIKIR
6 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
pendapat Reza Indragiri ini, diperlukan pemahamanlebih jauh guna melihat profesionalisme hakim dariputusan yang dibuat.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan problematika penelitian yangdipaparkan dalam latar belakang di atas, masalahyang dikaji dalam penelitian ini adalah:
a. Bagaimanakah profesionalisme hakim dalammenerima, memeriksa dan memutus perkarapidana, pada peradilan tingkat pertama(pengadilan negeri) di Indonesia?
b. Bagaimanakah profesionalisme hakim dalammenerima, memeriksa dan memutus sengketaperdata, pada peradilan tingkat pertama(pengadilan negeri) di Indonesia?
1.3 TUJUAN DAN MANFAATPENELITIAN
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, tujuanpenelitian ini adalah:a. Mendeskripsikan profesionalisme hakim dalam
menerima, memeriksa dan memutus perkara
KERANGKA BERPIKIR
7Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
pidana pada peradilan tingkat pertama(pengadilan negeri) di Indonesia
b. Mendeskripsikan profesionalisme hakim dalammenerima, memeriksa dan memutus sengketaperdata pada peradilan tingkat pertama(pengadilan negeri) di Indonesia
Manfaat yang akan diperoleh melalui penelitian iniadalah sebagai berikut:a Dari unsur-unsur yang menentukan
profesionalisme hakim dapat diketahui unsurmana yang perlu diperhatikan untukmeningkatkan profesionalisme hakim dan unsurmana yang perlu dipertahankan ataudikembangkan.
b Kelemahan dan kelebihan putusan pengadilantingkat pertama, baik dalam perkara perdatamaupun pidana, yang ditemukan dapat dijadikansebagai panduan materi bagi hakim dalammenemukan dan menafsirkan hukum sertamembuat putusan.
KERANGKA BERPIKIR
8 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
1.4 METODE PENELITIAN
1. Metode PendekatanPenelitian ini bertumpu pada penelitian hukumyang dilakukan dengan pendekatan doktrinal,mengingat dalam penelitian ini hukum dipahamisebagai norma tertulis yang dibuat dandiundangkan oleh lembaga negara atau pejabatnegara yang berwenang. Hukum dipandangsebagai suatu lembaga yang otonom, terlepas darilembaga-lembaga lainnya yang ada di masyarakat.Oleh karena itu pengkajian yang dilakukan hanya”terbatas” pada putusan pengadilan di lingkunganperadilan umum, khususnya perkara-perkarapidana dan perdata.Dari berbagai jenis metode pendekatan yuridisnormatif yang dikenal, peneliti memilih bentukpendekatan normatif yakni penemuan hukum in-concreto.
2. Spesifikasi PenelitianTipe kajian dalam penelitian ini bersifat deskriptifkarena bermaksud menggambarkan secara jelasdan rinci karakteristik profesionalisme hakimdalam menerima, memeriksa dan memutusperkara pidana dan sengketa perdata pada
KERANGKA BERPIKIR
9Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
peradilan tingkat pertama (pengadilan negeri) diIndonesia
3. Sumber dan Jenis DataJenis data yang digunakan dalam penelitian iniadalah data sekunder berupa putusan-putusanpengadilan di lingkungaan peradilan umum yangdiputus pada pemeriksaan tingkat pertama(pengadilan negeri), terdiri atas 149 perkara pidanadan 59 perkara perdata.Sumber utama data sekunder yang digunakanberasal dari pengadilan negeri yang tersebar di 70(tujuh puluh) kabupaten/kotamadya di Indonesia,yaitu:
Pengadilan Negeri Pengadilan Negeri Pengadilan Negeri
Bengkulu Surakarta Ternate
Pengadilan Niagadi PN. Semarang
Medan Yogyakarta Kota Baru
Pelalawan (Riau) Wonosari Menado
Pekanbaru Sleman Palangkaraya
Padang Bantul Makale
Tanjung Pati (Kab.Lima Puluh Kota,Sumatra Barat)
Enrekang
KERANGKA BERPIKIR
10 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
4. Metode Pengumpulan DataMetode yang digunakan untuk mengumpulkandata sekunder adalah studi kepustakaan. Dalamhal ini pengumpulan data dilakukan dengan caramencari, mengiventarisasi dan mempelajari
Pengadilan Negeri Pengadilan Negeri Pengadilan Negeri
Arga Makmur Sukoharjo Kendari(Bengkulu Utara)Manna (Bengkulu) Karanganyar Sinjai
(Jawa Tengah)Palembang Purwokerto PangkajeneMuara Enim Pemalang Labuha
Kayu Agung Cilacap MempawahLahat Semarang BulukumbaLubuk Linggau Kendal DonggalaSekayu Malang TondanoJakarta Selatan Kepanjen KotamobaguJakarta Pusat Kabupaten Magelang SingkawangTangerang Kabupaten Pasuruan MartapuraSerang Kuala Kapuas PaluCibinong Kolaka PutussibauBandung Banjarmasin KetapangSintang Banjarbaru PaluMakassar Sanggau PontianakMentawai Poso Lumajang
Situbondo
KERANGKA BERPIKIR
11Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
putusan-putusan dari berbagai pengadilan negeri.Sedangkan instrumen pengumpulan yangdigunakan berupa formulir dokumentasi—yaknisuatu alat pengumpulan data sekunder yangberbentuk format-format khusus dan dibuat untukmenampung seluruh data yang diperoleh selamakajian dilakukan.Penentuan putusan pengadilan yang ditelitidilakukan secara purposif. Putusan yang ditelitiharus merupakan putusan yang menarik perhatianmasyarakat di lingkungan peradilan yangbersangkutan dan merupakan putusan yang telahselesai diperiksa dan diputus dalam pemeriksaantingkat pertama (di pengadilan negeri).
5. Metode Analisis DataSetelah terkumpul dan diolah, data dianalisismenggunakan metode normatif kualitatif, yaknidengan menafsirkan dan mendiskusikan data-datayang telah diperoleh dan diolah berdasarkannorma-norma hukum, doktrin-doktrin hukum danteori hukum yang ada.Analisis pada tahap awal dilakukan dengan caramelakukan inventarisasi terhadap peraturanperundang-undangan yang terkait denganpersoalan yang menjadi objek kajian. Data yang
KERANGKA BERPIKIR
12 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
terkumpul akan diidentifikasi secara analitisdoktrinal menggunakan Teori Hukum Murni HansKelsen.
Pada tahap kedua dilakukan analisis dengan caramendiskusikan putusan-putusan pengadilan yangtelah diiventarisir berdasarkan norma-normahukum, doktrin-doktrin hukum dan teori hukumyang ada, sehingga pada tahap akhirnya akanditemukan hukum in-concreto.
Profesionalisme hakim berdasarkan putusan yangdibuat akan dilihat dengan kriteria: penguasaanhakim atas ilmu hukum; kemampuan berpikiryuridis hakim; kemahiran yuridis hakim; dankesadaran serta komitmen profesional hakim. 8
Pertama, indikator untuk melihat kriteriapenguasaan hakim atas ilmu hukum didasarkanpada kajian tentang bagaimana pengetahuan,penguasaan, serta pengembangan secarasistematis, metodis dan rasional atas asas-asas,kaidah-kaidah dan/atau aturan-aturan hukum,baik pada tingkat lokal, nasional, transnasional
8 Komisi Hukum Nasional, Reformasi dan Reorientasi PendidikanHukum di Indonesia, Jakarta/Bandung, 2004, hlm. 53-54.Tersedia: http://www.khn.go.id. Diakses tanggal 5 Septem-ber 2006
KERANGKA BERPIKIR
13Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
maupun internasional, juga pada tataran hukumdasar atau bidang-bidang hukum dalam berbagaisektor kehidupan manusia, dalam putusan-putusan yang dibuatnya.
Dalam putusan pidana, penguasan hakim atasilmu hukum terlihat dari cara hakim memeriksabentuk dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU),sedangkan dalam putusan perdata terlihat dalamketepatan penerapan hukum. Kemampuan hakimdalam memeriksa bentuk dakwaan JPU maupunketepatan dalam menggunakan hukum padadasarnya menunjukkan tingkat penguasaannyaatas ilmu hukum. Hakim dengan tingkatpenguasaan rendah tentu akan mengalamikesulitan (bahkan melakukan kesalahan) dalammengetahui benar tidaknya bentuk dakwaan JPU(dalam perkara pidana) atau menetapkan hukumyang harus diterapkan dalam memeriksa danmemutus perkara yang diajukan kepadanya(dalam perkara perdata).
Kedua, kemampuan berpikir yuridis terlihat darikemampuan menalar hakim dalam kerangkatatanan hukum yang berlaku (baik dalam tataranlokal, nasional, transnasional, maupuninternasional) untuk mengidentifikasi hak dan
KERANGKA BERPIKIR
14 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
kewajiban manusia dalam pergaulan hidupdengan mengacu pada upaya mewujudkan citahukum (rechtsidee) yang mencakupi ide tentangkepastian hukum, prediktabilitas, kemanfaatansosial dan keadilan yang harus diwujudkan dalammasyarakat melalui penegakan kaidah-kaidahhukum. Termasuk dalam ide kemampuan legalreasoning adalah kemahiran intelektual untuk: a)mengakses, menggunakan serta mengolahinformasi secara tepat dan rasional; b)berkomunikasi secara efektif dan efisien (lisanmaupun tulis); (c) mengidentifikasi danmenyelesaikan masalah-masalah hukum dalamrangka pengambilan keputusan hukum (legaldecision making) yang tepat.
Dalam putusan pidana kemampuan berpikiryuridis bisa dilihat dari cara hakim membuktikanunsur-unsur tindak pidana dalam dakwaan JPU,juga dari kesesuaian pertimbangan dan putusanhakim dengan kaidah hukum, serta perbandinganantara putusan hakim dengan tuntutan JPU.Sedangkan dalam putusan perdata, kemampuantersebut bisa dilihat dari cara hakim menggunakanhukum untuk memeriksa dan mempertimbangkanperkara (kesesuaian dengan kaidah hukum),
KERANGKA BERPIKIR
15Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
memeriksa dan mempertimbangkan putusanprovisi dan putusan serta-merta, memeriksa danmempertimbangkan sita jaminan/sitarevindikatoir, serta membuat putusan untukperkara yang diperiksanya.
Pengkajian terhadap hal-hal di atas, padadasarnya, menunjukkan kemampuan menalarhakim. Hakim yang kemampuan menalarnyakurang memadai tentu akan mengalami kesulitandalam memeriksa unsur-unsur pidana dalamdakwaan JPU secara terperinci dan menyeluruh,di samping akan kesulitan memberikanpertimbangan sesuai dengan norma hukum yangberlaku (dalam perkara pidana) atau memberiputusan sesuai dengan kaidah hukum yangberlaku (dalam perkara perdata).
Ketiga, kemahiran yuridis mencakup ketrampilanatau kecakapan dalam menelusuri danmenemukan bahan-bahan hukum (legal materials)serta kemampuan untuk menangani bahan-bahanhukum yang ada (menggunakan doktrin danyurisprudensi). Dengan kata lain, kemahiranyuridis adalah kemampuan untuk memahamisecara kontekstual relevansi, menafsirkan dan
KERANGKA BERPIKIR
16 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
menerapkan kaidah-kaidah hukum yang terdapatdalam peraturan perundang-undangan,yurisprudensi, dan sumber-sumber hukum lainyang relevan. Sehingga, dalam pengertian inikemahiran yuridis hakim dalam membuatputusan bisa diukur dari cara hakim merujuk padayurisprudensi dan/atau doktrin yang ada sertacara menggunakan rujukan tersebut dalampertimbangan-pertimbangan hukumnya. Khususdalam putusan pidana, kemahiran yuridis dalammembuat putusan juga dapat dilihat daripenetapan hakim dalam menentukan vonis bagiterdakwa dibandingkan dengan tuntutan yangdiajukan JPU.
Keempat, kesadaran serta komitmen profesionalyang mencakup upaya penumbuhan sikap,kepekaan dan kesadaran etik profesional,khususnya berkenaan dengan pembebanan profesihukum sebagai profesi yang berorientasi padaupaya mewujudkan keadilan dalam masyarakatserta profesi hukum sebagai profesi yangterhormat (officium nobile). Kriteria ini akan dilihatdari indikator berupa ada tidaknya pendampinganpenasihat hukum (advokat), khususnya dalamperkara pidana sebagaimana yang ditetapkan
KERANGKA BERPIKIR
17Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
dalam Pasal 56 ayat (1) Kitab Undang-UndangHukum Acara Pidana (KUHAP).
Ada atau tidaknya penasihat hukum (advokat)dalam perkara pidana merupakan indikatorkepekaan hakim terhadap penumbuhan danpengembangan sikap serta kesadaran etikprofesionalnya, dengan orientasi pada upayamewujudkan keadilan dalam masyarakat. Sebagaipengemban profesi yang terhormat (officium nobile)hakim dituntut memiliki kepekaan untuk selaluberupaya memenuhi hak-hak terdakwa secaraproporsional.
KERANGKA BERPIKIR
18 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
19Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
PEMBATAS
BAB
20 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
21Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
2.1 PUTUSAN HAKIMDALAM
HIERARKI STRUKTUR HUKUMINDONESIA
Untuk mengetahui kedudukan putusanhakim—yang oleh Sudikno Mertokusumodiartikan sebagai “…suatu pernyataan
yang oleh hakim, sebagai pejabat negara yang diberiwewenang untuk itu, diucapkan di persidangan danbertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikansuatu perkara atau sengketa antara para pihak”9—dalam sistem hukum Indonesia, teori Reine Rechtslehre(the pure theory of law, teori hukum murni) Hans Kelsenbisa dijadikan sebagai landasan.
Teori murni tentang hukum ini memandang hukumsebagai kaidah yang dijadikan objek ilmu hukum.Meskipun diakui bahwa hukum dipengaruhi olehfaktor-faktor politis, sosiologis, filosofis dansebagainya, pandangan ini menghendaki “teori yangmurni” mengenai hukum. Setiap kaidah hukumtersusun atas kaidah-kaidah (stufenbau). Di puncak“stufenbau” terdapat “grundnorm” atau kaidah
9 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata, Yogyakarta, Lib-erty, 1988, hlm. 167.
LANDASAN TEORITIS
22 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
fundamental yang merupakan hasil pemikiranyuridis. Tata kaidah hukum adalah sistem kaidah-kaidah hukum yang hierarkis, yaitu: (1) kaidahhukum dari konstitusi; (2) kaidah hukum umum atauabstrak dalam undang-undang atau hukumkebiasaan; (3) kaidah hukum individual atau kaidahhukum konkret pengadilan.10
Lebih jauh Hans Kelsen menjelaskan: “Dalammenyelesaikan suatu sengketa antara dua pihak atauketika menghukum seorang terdakwa dengan suatuhukuman, pengadilan menerapkan suatu normaumum dari hukum undang-undang atau kebiasaan.Tetapi secara bersamaan pengadilan melahirkansuatu norma khusus yang menerapkan bahwa sanksitertentu harus dilaksanakan terhadap individutertentu. Norma khusus ini berhubungan dengannorma-norma umum, seperti undang-undangberhubungan dengan konstitusi. Jadi, fungsipengadilan, seperti halnya pembuat undang-undang,adalah pembuat dan penerap hukum. Fungsipengadilan biasanya ditentukan oleh norma-normaumum baik menyangkut prosedur maupun isi norma
10 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Uni-versitas Indonesia, Jakarta, UI Press, 1986, hlm. 127-128.
LANDASAN TEORITIS
23Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
yang harus dibuat, sedangkan pembuat undang-undang biasanya ditentukan oleh konstitusi hanyamenyangkut prosedur saja.”11
Sehubungan dengan hal di atas, Otje Salmanberpendapat: “... hukum itu bersifat hierarkis artinyahukum itu tidak bersifat bertentangan denganketentuan yang lebih atas derajatnya. Di manaurutannya adalah sebagai berikut: paling bawahadalah putusan badan pengadilan, di atasnyaundang-undang dan kebiasaan, atasnya lagikonstitusi dan yang paling atas disebutnyagrundnorm. Kelsen tidak menyebutkan apa itugrundnorm, hanya merupakan penafsiran yuridis sajadan menyangkut hal-hal yang bersifat metayuridis.”12
Dengan demikian putusan badan peradilan adalahnorma yang ditujukan bagi peristiwa konkret yangdisebut norma khusus. Norma khusus adalahpenerapan dan pembentukan hukum yang bersandarpada norma umum berupa undang-undang dan
11 Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara (GeneralTheory of Law and State) diterjemahkan oleh Raisul Muttaqien,Cetakan Pertama, Bandung, Penerbit Nusamedia & PenerbitNuansa, 2006, hlm. 193.
12 Otje Salman, Sosiologi Hukum, Suatu Pengantar, Bandung,Armico, 1987, hlm. 11
LANDASAN TEORITIS
24 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
kebiasaan. Sedangkan norma umum adalahpenerapan dan pembentukan hukum yang bersandarkepada norma dasar berupa konstitusi. Begitupunnorma dasar bersandar kepada grundnorm (HansKelsen) yang bersifat metayuridis atau natural law (K.C. Wheare).
Struktur norma dapat digambarkan sebagai berikut:13
1 3 Irfan Fachruddin, Konsekuensi Pengawasan PeradilanTUN Terhadap Tindakan Pemerintah, Disertasi ProgramPascasarjana Universitas Padjadjaran, 2003, hlm. 252.
GN
Bagan Norma HukumYURISPRUDENSI
Konstitusi Konstitusi
Peraturan Per-UU-andan Kebiasaan
Putusan BadanPeradilan
Grundnorm
Norma Hukum
Norma Khusus
Pendapat Otje Salman menggambarkan norma yangbersifat hierarkis, artinya hukum tidak bersifatbertentangan dengan ketentuan yang lebih atas
LANDASAN TEORITIS
25Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
derajatnya. Putusan pengadilan berada pada urutanpaling bawah, dan di atasnya undang-undang dankebiasaan, di atasnya lagi konstitusi dan yang palingatas disebutnya grundnorm. Mengenai putusanpengadilan, lebih jauh Hans Kelsen mengemukakan,“Putusan pengadilan dapat juga melahirkan suatunorma umum. Putusan pengadilan bisa memilikikekuatan mengikat bukan hanya bagi kasus tertentuyang ditanganinya melainkan juga bagi kasus-kasusserupa yang mungkin harus diputus oleh pengadilan.Suatu putusan pengadilan bisa memiliki karaktersebagai yurisprudensi, yaitu putusan yang mengikatbagi putusan mendatang dari semua kasus yangsama. Namun demikian, suatu putusan dapatmemiliki karakter sebagai yurisprudensi hanya jikaputusan itu bukan merupakan penerapan suatunorma umum dari hukum substantif yang telah adasebelumnya, hanya jika pengadilan bertindak sebagaipembuat peraturan.”14
Putusan pengadilan tidak terlepas dari keadilan yangdiberikan hakim. Menurut Hans Kelsen keadilanadalah suatu kualitas yang berhubungan tidakdengan isi perintah positif melainkan dengan
14 Hans Kelsen, op.cit, hlm. 194.
LANDASAN TEORITIS
26 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
pelaksanaannya. Keadilan berarti menjagaberlangsungnya perintah positif denganmenjalankannya secara bersungguh-sungguh.15
Di samping itu, Hans Kelsen juga mengatakan bahwakeadilan adalah kebahagian sosial. Pendapat HansKelsen ini tercermin dalam ideologi Negara RepublikIndonesia, Pancasila, khususnya sila kelima:“Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Silaini mengandung pengertian bahwa keadilan meliputipemenuhan tuntutan-tuntutan hakiki bagi kehidupanmaterial dan spiritual manusia, yaitu bagi seluruhrakyat Indonesia secara merata berdasarkan asaskekeluargaan. Sila tersebut menjabarkan keadilandalam pengertian tata sosial masyarakat, sehinggayang lebih ditekankan adalah pengertiankesejahteraan rakyat.
Keadilan yang diberikan hakim dalam putusannyaharus berdasarkan hukum positif, karena hukumpositif (peraturan perundang-undangan) merupakanrepresentasi kedaulatan rakyat yang mempunyailegitimasi sebagai hukum yang mengikat. Oleh sebabitu, hakim tidak boleh mengambil putusan yang
15 Djohansjah, J., “Reformasi Mahkamah Agung MenujuIndependensi Kekuasaan Kehakiman”, Kesaint Blanc, 2008,hlm. 56.
LANDASAN TEORITIS
27Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
bertentangan dan menyimpang dari apa yang telahdiatur oleh hukum positif dan hakim tidak dapatmenggali hukum apabila hukum tersebut telah diaturdalam hukum positif. Keadilan semacam ini adalahkeadilan dalam arti legalitas, yang berhubunganbukan dengan isi tata hukum positif melainkandengan penerapannya.
Dengan demikian, undang-undang harusmencerminkan keadilan bagi semua individu.Keadilan berarti juga kebahagian bagi masyarakatatau, setidak-tidaknya, untuk sebagian besarmasyarakat. Pendapat seperti ini dikemukakan olehJeremy Bentham yang kemudian dikenal sebagaipaham Utilitarian yang merupakan pengembangandari aliran Positivisme Hukum. Jeremy Bentham yangdidukung oleh John Stuart Mill, berpendapat bahwapenilaian moral terhadap suatu perbuatan harusdidasarkan pada hasil atau akibat dari perbuatan itu.Jeremy Bentham tidak membedakan antara upayamengejar kebahagian individu dengan upayamengejar kebahagian umum. Asal saja sebagian besarmasyarakat secara perorangan merasa bahagia, makasudah tercapailah tujuan hukum diciptakan.
LANDASAN TEORITIS
28 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
2.2 INDEPENDENSIKEKUASAAN KEHAKIMAN
Dalam membuat putusan, hakim tidak terlepas darikebebasan yang dikenal dengan independensikekuasaan kehakiman. Independensi kekuasankehakiman tercantum dalam pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen Ketiga (tahun 1999)yang berbunyi: “Kekuasaan kehakiman merupakankekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakanperadilan guna menegakkan hukum dan keadilan”.
Independensi kekuasaan kehakiman di Indonesiaadalah kebebasan atau kemerdekaan hakim untukmenjalankan tugasnya menyelenggarakan peradilansecara tidak memihak, semata-mata berdasarkan faktadan hukum, tanpa pembatasan, pengaruh, bujukan,tekanan atau intervensi langsung maupun tidaklangsung, dari pihak mana pun dan/atau untukalasan apa pun, demi tujuan keadilan berdasarkanPancasila. Independensi Kekuasan Kehakimansetidaknya mempunyai dua aspek yaitu:
a. Dalam arti sempit, independensi kekuasaankehakiman berarti “independensi institusional”atau dalam istilah lain disebut juga “independensi
LANDASAN TEORITIS
29Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
struktural” atau independensi eksternal” atau“independensi kolektif”. Independensiinstitusional memandang lembaga peradilansebagai suatu institusi atau struktur kelembagaan,sehingga pengertian independensi adalahkebebasan lembaga peradilan dari pengaruhlembaga lainnya, khususnya eksekutif danlegislatif.
b. Dalam arti luas “independesi kekuasaankehakiman meliputi juga “independensiindividual” atau “independensi internal” atau“independensi fungsional” atau “independensinormatif”. Pengertian independensi personaldapat dilihat juga dari setidak-tidaknya dua sudut,yaitu:a. Independensi personal, yaitu independensi
seorang hakim terhadap pengaruh sesamahakim atau koleganya;
b. Independensi substantif, yaitu independensihakim terhadap kekuasaan mana pun, baikketika memutuskan suatu perkara maupunketika menjalankan tugas dan kedudukannyasebagai hakim.
Independensi individual meletakkan hakimsebagai titik sentral dari seluruh pengertian
LANDASAN TEORITIS
30 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
independensi, yaitu kebebasan dari segalapengaruh dari luar dalam bentuk apa pun.
2.3 PROFESIONALISME HAKIM
Pasal 32 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentangKekuasaan Kehakiman menetapkan bahwa: “hakimharus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela,jujur, adil, profesional, dan berpengalaman di bidanghukum.”
Sebagai aktor utama badan peradilan, posisi danperan hakim sebagai aparat penegak hukum di semuatingkat pengadilan menjadi sangat penting, terlebihdengan segala kewenangan yang dimilikinya.Melalui putusannya, seorang hakim dapat, misalnya,mengalihkan hak kepemilikan seseorang, mencabutkebebasan warga negara, menyatakan tidak sahtindakan sewenang-wenang pemerintah terhadapmasyarakat, bahkan memerintahkan penghilanganhak hidup seseorang, dan lain-lain. Oleh karena itu,tugas dan wewenang yang dimiliki oleh hakim harusdilaksanakan dalam kerangka penegakan hukum,kebenaran dan keadilan sesuai peraturan perundang-undangan maupun kode etik tanpa membeda-bedakan orang seperti diatur dalam lafal sumpah
LANDASAN TEORITIS
31Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
seorang hakim. Setiap orang sama kedudukannya didepan hukum (equality before the law) dan hakim.Kewenangan hakim yang sangat besar itu menuntuttanggung jawab yang tinggi, sehingga putusanpengadilan yang dibuka dengan kalimat “DemiKeadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”mengandung arti bahwa kewajiban menegakkankebenaran dan keadilan itu wajibdipertanggungjawabkan secara horizontal kepadasemua manusia, dan secara vertikaldipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang MahaEsa.16
Beranjak dari peran dan posisi hakim sebagaimanadikemukakan di atas, aspek profesionalismemerupakan salah satu aspek yang harus dimilikiseorang hakim agar dapat menjalankan tugas, fungsidan wewenangnya dengan baik, sebab menurutRoscoe Pound, “problem yang lazim dihadapi olehberbagai negara di mana penegakan hukum tidakberjalan sebagaimana mestinya disebabkan oleh
16 Chatamarrasjid Ais, Pola Rekrutmen Dan Pembinaan KarirAparat Penegak Hukum Yang Mendukung PenegakanHukum, makalah disampaikan dalam seminar TentangReformasi Sistem Peradilan Dalam Penegakan Hukum di In-donesia, yang diselenggarakan oleh BPHN bekerja samadengan FH UNSRI dan Kanwil Dephukham Provinsi SumatraSelatan, di Palembang 3 – 4 April 2007, hlm. 1-2.
LANDASAN TEORITIS
32 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
faktor sumber daya manusia dan bukan karena faktorhukum itu sendiri.” Pernyataan ini menunjukkanbahwa faktor sumber daya manusia (aparat penegakhukum) sangat mempengaruhi efektivitas penegakanhukum, mengingat faktor inilah yang memegangperan utama dalam upaya penegakan hukum dankeadilan, bukan faktor peraturan perundang-undangannya.17 Hal ini sejalan dengan ungkapanfilsuf Taverne: “beri aku seorang jaksa yang jujur dancerdas, beri aku seorang hakim yang jujur dan cerdas,dengan undang-undang yang paling buruksekalipun, aku akan menghasilkan putusan yangadil.”18
Profesionalisme hakim dapat dilihat dari aspek-aspek, antara lain, penguasaan atas ilmu hukum,kemampuan berpikir yuridis, kemahiran yuridis,
LANDASAN TEORITIS
17 Chatamarrasjid Ais, Pola Rekrutmen dan Pembinaan Karir AparatPenegak Hukum yang Mendukung Penegakan Hukum, makalahdisampaikan dalam seminar tentang Reformasi SistemPeradilan dalam Penegakan Hukum di Indonesia, yangdiselenggarakan oleh BPHN bekerja sama dengan FH UNSRIdan Kanwil Dephukham Provinsi Sumatra Selatan, diPalembang 3 – 4 April 2007, hlm. 1-2.Ibid, hlm. 4.
18 Adi Sulistiyono, Pengembangan Kemampuan Hakim dariPerspektif Sosiologis, op.cit, hlm. 9.
33Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
kesadaran serta komitmen profesional.19 Hal inisejalan dengan Beijing Statement of Principles of theIndependence of the Judiciary in the Law Asia Regiondengan tiga pilar profesionalisme hakim yaknikecakapan, kejujuran dan kemerdekaan. Ketiga pilarini sangat diperlukan untuk menegakkan kebenarandan keadilan.
Penguasaan atas ilmu hukum meliputi pengetahuan,penguasaan serta pengembangan sistematis, metodisdan rasional atas asas-asas, kaidah-kaidah, dan/atauaturan-aturan hukum, baik pada tingkat lokal,nasional, transnasional maupun internasional, sertapada tataran hukum dasar atau bidang-bidanghukum pada sektor-sektor kehidupan manusia.
Dari sudut kompetensi-keras (hard competence),profesionalisme hakim diukur antara lain dari mutuputusannya. Putusan atas suatu perkara ditentukanoleh penguasaan hakim atas bidang-bidang keilmuanterkait. Survei yang diselenggarakan Bureau of LaborStatistics di Amerika Serikat terhadap para hakimpada tahun 2005, misalnya, mendapati tiga puluh tiga
LANDASAN TEORITIS
19 Komisi Hukum Nasional, Reformasi dan Reorientasi PendidikanHukum di Indonesia, Jakarta/Bandung, 2004, hlm. 53-54.Tersedia: http://www.khn.go.id. Diakses tanggal 5 Septem-ber 2006.
34 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
disiplin ilmu yang dinilai vital untuk dikuasai hakim.Disiplin-disiplin tersebut merentang dari bidanghukum dan pemerintahan (99%) hingga pengetahuanproduksi pangan (3%).20
Di Indonesia, setidaknya untuk saat ini, tuntutanpenguasaan keilmuan yang variatif semacam itu jelassukar dipenuhi. Oleh karena itu, menurut studiUNODC (United Nations Office on Drugs and Crime)tahun 2006, yang perlu lebih diupayakan adalahpenekanan hakim pada bidang spesialisasi tertentu.Dengan penguasaan yang lebih optimal dan spesifikatas materi persidangan, diharapkan putusan hakimakan lebih berkualitas.
Penguasaan ilmu hukum yang mendalam sangatpenting bagi seorang hakim, apalagi hakimberwenang melakukan penggalian, penemuanhukum dan penciptaan hukum. Kemampuanberpikir yuridis yang meliputi kemampuan menalardalam kerangka tatanan hukum yang berlaku (baikdalam tataran lokal, nasional, transnasional, maupuninternasional) untuk mengidentifikasi hak dan
LANDASAN TEORITIS
20 Reza Indragiri, Pengembangan Integritas Profesi Hakim,Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama MA-RI, Jakarta,2008, hlm. 1
35Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
kewajiban dalam lingkungan pergaulan manusiadengan mengacu pada upaya mewujudkan cita-citahukum (rechtsidee) yang mencakup ide tentangkepastian hukum, prediktabilitas, kemanfaatan sosialdan keadilan yang harus diwujudkan dalammasyarakat melalui penegakan kaidah-kaidahhukum. Termasuk dalam ide kemampuan legalreasoning ini adalah kemahiran intelektual untuk: (a)mengakses, menggunakan serta mengolah informasisecara tepat dan rasional; (b) berkomunikasi secaraefektif dan efisien (lisan maupun tulis); (c)mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah-masalah hukum dalam rangka pengambilankeputusan hukum (legal decision making) yang tepat.
Penalaran hukum (legal reasoning) menurut NeilMacCormick adalah, “… one branch of practicalreasoning, which is the application by humans of their reasonto deciding how it is right to conduct themselves in situationsof choice”.21 Menurut batasan ini, bisa dikatakan bahwahukum adalah alat berpikir praktis (untuk mengubahkeadaan), bukan sekadar berpikir teoretis (untukmenambah pengetahuan).
Dengan legal reasoning dapat dipertimbangankan tepattidaknya apa yang telah diputuskan di masa lalu
LANDASAN TEORITIS
21 Neil MacCormick, Legal Reasoning and Legal Theory, Oxford,Oxford University Press, 1994, hlm. ix.
36 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
tanpa memandang kehadiran para pembuatkeputusan secara personal waktu itu. Meski begitufokus utamanya adalah keputusan yang diambil saatini haruslah tepat dan tidak dihambat olehpandangan tentang masalah terdahulu.
Penalaran hukum sangat dipengaruhi oleh sudutpandang subjek-subjek yang melakukan penalaran.Sudut pandang tersebut antara lain dilatarbelakangioleh keluarga sistem hukum (parent legal system) danposisi si penalar sebagai partisipan (medespeler) dan/atau pengamat (toeschouwer). Sudut-sudut pandangini kemudian bermuara menjadi orientasi berpikiryuridis, yakni berupa model-model penalaran dalamdisiplin hukum, yang biasanya dikenal sebagaialiran-aliran filsafat hukum.
Kemahiran yuridis meliputi keterampilan dalammenelusuri dan menemukan bahan-bahan hukum(legal materials) serta kemampuan menangani bahan-bahan hukum yang ada.
Kesadaran serta komitmen profesional mencakupupaya penumbuhan sikap, kepekaan dan kesadaranetik profesional. Hal ini berkenaan denganpembebanan profesi hukum sebagai profesi yangberorientasi pada upaya mewujudkan keadilandalam masyarakat serta profesi hukum sebagaiprofesi yang terhormat (officium nobile).
LANDASAN TEORITIS
37Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
PEMBATAS
BAB
38 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
39Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
Dalam perspektif internal, proses pembuatanputusan tidak dapat dilepaskan darikegiatan bernalar hakim. Kegiatan bernalar
hakim dengan beragam motivering22 yangmenopangnya selalu berada dalam pusaran tarikankeanekaragaman kerangka orientasi berpikir yuridis23
yang terpelihara dalam sebuah sistem, sehinggadapat berkembang menurut logikanya sendiri, daneksis sebagai sebuah model penalaran yang khassesuai dengan tugas-tugas profesionalnya.
Namun pilihan tersebut tidak berlangsung di ruanghampa. Proses internal (kognitif) dalam kegiatanmenalar harus selalu merujuk pada beragam kode24
yang diproduksi dan direproduksi secara otonom
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
22 Motivering adalah pertimbangan yang bermuatanargumentasi, lihat Bernard Arief Sidharta, Praktisi Hukumdan Perkembangan Hukum, dalam I. S. Susanto dan BernardL. Tanya (Ed.), Wajah Hukum di Era Reformasi: KumpulanKarya Ilmiah Menyambut 70 Tahun Prof. Dr. Satjipto Rahardjo,S.H., Bandung, Citra Aditya Bakti, 2000, hlm. 206.
23 Sidharta, Penalaran Hukum dalam Sudut Pandang KeluargaSistem Hukum dan Penstudi Hukum, hlm. 4.
24 Penciptaan sistem kode sebagai hasil sistem komunikasi yangdilakukan oleh semua sistem dalam masyarakat,sebagaimana dikemukakan oleh Gunther Teubner, RichardNobles, dan David Schiff, “ …. To put this in simpler terms,what occurs within modern society is the growth of specialistlanguages. This is a system of differentiation. But the differentia-tion is not at the level of role or function (law is a dispute resolutionsystem, politics is a decsion making system, etc), but in language.Different systems of communication encode the world in differ-
40 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
oleh hukum sebagai sebuah sistem autopoesis.25 Dalamhal ini hakim sebagai salah satu pengemban hukum
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
ent ways. The legal system encodes the world into what is legal andillegal. Medicine encodes the world into what is healthy andunhealthy. Science encodes the world into what is true orfalse. Accountancy constructs the world into debits and credits. TheEconomy perceives the world in terms of profits and losses. Lihatlebih lanjut Gunther Teubner, Richard Nobles, dan DavidSchiff, The Autonomy Of Law: An Introduction to LegalAutopoiesis dalam David Schiff and Richard Nobles (eds.),Jurisprudence, London, Butterworth, 2003.
25 Hukum sebagai suatu sistem autopoesis pertama kalidiperkenalkan oleh Niklass Lukhman, yang dikembangkandan diperdalam lebih lanjut oleh Gunther Teubner, RichardNobles dan David Schiff. Hukum sebagai suatu sistemautopoesis dibangun dari dua konsep utama, yaitu: (1) Thelaw is defined as an autonomous system whose legal opera-tions form a closed network. This idea of an autopoieticoperational closure is different from the inadequate con-cept of relative autonomy (e.g. Lempert 1987), which regardslaw as being more or less dependent on society and the mainquestion is to determine empirically the precise balancebetween its internal and external causation; (2) Heteronomy(law’s interrelationship with other social domains) istreated as ‘structural coupling’. This view, expounded byMaturana, involves the multiple membership of legalcommunications in other autonomous domains. Lebih lanjutlihat David Schiff and Richard Nobles (eds.), Jurisprudence,Butterworth: London, 2003. Bandingkan dengan GuntherTeubner and Alberto Febbranjo, State, Law and Economy AsAutopoeitic System : Regulation and Autonomy in A New Perspec-tive, Milan, Dot. A Giuffre, 1992. Sedangkan untuk pengertianunsur-unsur sistem autopoesis, lihat Goerge Ritzer dan Dou-glas J Goodman, Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi Klasiksampai Perkembangan Mutkahir Teori Sosial Postmodern,diterjemahkan oleh Nurhadi, Yogyakarta, Kreasi Wacana,2008, hlm. 357-358.
41Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
praktis harus mampu menemukan, membaca,menafsirkan dan menerapkan kode-kode hukumdengan baik dan benar sebagai bagian dari upayauntuk “ .... encodes the world into what is legal andillegal....”26
Sedangkan dari perspektif eksternal, prosespembuatan putusan oleh hakim tidak dapatdilepaskan dari konteks kerangka teoretis, filosofisdan paradigma yang diyakininya, yang sering—sadaratau tidak—dimuati dan tercampur olehkepentingan-kepentingan kultural, sosiologis danpolitis. Hal ini yang kemudian menyebabkanpemikiran apriori, pra-anggapan, prasangka danpraduga tentang klaim kebenaran dari putusan yangtumbuh subur di komunitas hakim. Klaim tersebutkemudian diperkuat oleh argumen-argumen parafilsuf hukum, teoretisi maupun praktisi berdasarkanlandasan paradigma, aliran filsafat dan kerangkateoretis yang dikukuhinya.
Percampuran antara perspektif internal dan eksternalitulah yang kemudian menentukan bagaimana hakimsebagai bagian dari aparat penegak hukum dapat
26 Ibid.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
42 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
menjalankan tugas, kewenangan dan fungsinya secaraprofesional.
Profesionalisme hakim yang termanifestasi dalamputusan-putusan yang dibuatnya27 tersebut sangatdipengaruhi oleh penguasaan atas ilmu hukum,kemampuan berpikir yuridis, kemahiran yuridis, dankesadaran serta komitmen profesional. 28
Penguasaan atas ilmu hukum meliputi pengetahuan,penguasaan serta pengembangan secara sistematis,metodis dan rasional atas asas-asas, kaidah-kaidah,dan/atau aturan-aturan hukum, baik pada tingkatlokal, nasional, transnasional maupun internasional,serta pada tataran hukum dasar atau bidang-bidanghukum pada sektor-sektor kehidupan manusia.
Kemampuan berpikir yuridis merupakankemampuan menalar dalam kerangka tatanan hukumyang berlaku (baik dalam tataran lokal, nasional,
27 Reza Indragiri, Pengembangan Integritas Profesi Hakim http://www.badilag.net/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=1315
28 Komisi Hukum Nasional, Reformasi dan Reorientasi PendidikanHukum di Indonesia, Jakarta/Bandung, 2004, hlm. 53-54.Tersedia: http://www.khn.go.id. Diakses tanggal 5 Septem-ber 2006.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
43Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
transnasional, maupun internasional). Kemampuanini untuk mengidentifikasi hak dan kewajiban dalamlingkungan pergaulan manusia dengan mengacupada upaya mewujudkan cita hukum (rechtsidee) yangmencakupi ide tentang kepastian hukum,prediktabilitas, kemanfaatan sosial dan keadilan yangharus diwujudkan dalam masyarakat melaluipenegakan kaidah-kaidah hukum. Termasuk dalamide kemampuan legal reasoning ini adalah kemahiranintelektual untuk: (a) mengakses, menggunakan sertamengolah informasi secara tepat dan rasional; (b)berkomunikasi secara efektif dan efisien (lisanmaupun tulis); dan (c) mengidentifikasi danmenyelesaikan masalah-masalah hukum dalamrangka pengambilan keputusan hukum yang tepat.
Kemahiran yuridis meliputi keterampilan dalammenelusuri dan menemukan bahan-bahan hukumserta kemampuan menangani bahan-bahan hukumyang ada (penggunaan doktrin dan yurisprudensi).
Sementara kesadaran serta komitmen profesionalmeliputi upaya penumbuhan sikap, kepekaan dankesadaran etik profesional, khususnya berkenaandengan pembebanan profesi hukum sebagai profesiyang berorientasi pada upaya mewujudkan keadilan
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
44 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
dalam masyarakat serta profesi hukum sebagaiprofesi yang terhormat (officium nobile).
Berdasarkan pemikiran di atas, dalam paragraf-paragraf berikut akan dipaparkan tentangprofesionalisme hakim sesuai kriteria yang telahditetapkan. Pemaparan tersebut didasarkan pada 149putusan pidana dan 59 putusan perdata pengadilantingkat pertama yang berasal dari 70 pengadilannegeri di Indonesia.
3.1 PENGUASAAN ATAS ILMUHUKUM
Bagian ini akan melihat bagaimana pengetahuan,penguasaan serta pengembangan hakim terhadapasas-asas, kaidah-kaidah, dan/atau aturan-aturanhukum, baik pada tingkat lokal, nasional,transnasional maupun internasional, serta padatataran hukum dasar atau bidang-bidang hukum padasektor-sektor kehidupan manusia. Dalam putusanpidana, penguasaan hakim atas ilmu hukum initerlihat pada bagaimana upaya hakim memeriksabentuk dakwaan jaksa penuntut umum (JPU),sedangkan dalam putusan perdata terlihat dalamketepatan penggunaan hukum.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
45Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
3.1.1 Penguasaan atas Ilmu Hukum dalam PutusanPidana
Dalam memeriksa dan memutus suatu perkara,dakwaan JPU sangat penting karena menjadi dasarpemeriksaan di sidang pengadilan dan kemudianmenjadi dasar bagi hakim dalam memutus perkarayang bersangkutan. Pemeriksaan dan putusan hakimterbatas pada apa yang didakwakan JPU. JPU adalahpenentu delik-delik apa saja yang didakwakankepada terdakwa. JPU adalah dominus litis (pemilikperkara atau tuntutan). Pada prinsipnya hakimdilarang menjatuhkan pidana kepada terdakwatentang suatu perbuatan di luar dakwaan JPU(walaupun terbukti dalam persidangan). Pasal 182ayat (4) KUHAP29 mengatur secara tegas bahwa“Musyawarah tersebut pada ayat (3) harus didasarkan atassurat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalampemeriksaan di sidang.”
Dari penelitian terhadap putusan pidana yangdilakukan di 70 pengadilan negeri diketahui bahwadari 149 putusan hakim terdapat 112 (75,2%) putusan
29 Pasal ini merupakan padanan dari Pasal 292 ayat (1) HIRyang telah dinyatakan tidak berlaku sejak diundangkannyaKUHAP.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
46 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
yang bentuk dakwaannya dibuat secara tepat danbenar, dan 37 (24.8%) putusan yang bentukdakwaannya dibuat secara tidak tepat dan tidakcermat.
Ketidakcermatan dan ketidaktepatan JPU dalammenentukan apakah akan menggunakan dakwaantunggal, subsidair, alternatif, kumulatif ataukombinasi terjadi karena:
a. JPU tidak cermat dalam melihat salah satu unsuryang harus diperhatikan dalam menentukanbentuk dakwaan, yaitu dilihat dari bentuk pasal-pasal yang didakwakan terhadap tindak pidanayang bersangkutan. Hal ini antara lain terlihatdalam Putusan No. 229/PID.B/2006/PN.PWTtentang perkara pembalakan liar (illegal logging).Dalam merumuskan dakwaannya pada putusanini, JPU menggunakan kata “pertama” untukdakwaan pertama serta menggunakan kata“kedua” untuk dakwaan kedua yangmengindikasikan seolah-olah dakwaan iniberbentuk dakwaan kumulatif. Namun, karenapasal-pasal yang didakwakan merupakanketentuan pidana dalam undang-undang yangsama yakni Undang-Undang No. 41 Tahun 1999
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
47Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
tentang Kehutanan, seharusnya JPU menyusundakwaannya dalam bentuk dakwaan subsidiaritasdengan susunan dalam dakwaan primair yaknimelanggar Pasal 50 ayat (3) huruf e jo Pasal 78 ayat(5) Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentangKehutanan dan dalam dakwaan subsidair yaknimelanggar Pasal 50 ayat (3) huruf f jo Pasal 78 ayat(5) UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, atauJPU dapat menggunakan dakwaan alternatifkarena ancaman pidana dalam dakwaan JPU inisama beratnya. Hal yang relatif sama juga terlihatdalam Putusan No. 129/PID.B/2004/PN.YKtentang tindak pidana lingkungan. Dalam perkaraini dakwaan JPU yang berbentuk dakwaanalternatif tidak tepat, karena pasal-pasal yangdigunakan dalam dakwaan adalah ketentuanpidana dalam undang-undang yang sama yakniUndang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentangPengelolaan Lingkungan Hidup, dengan ancamanhukuman yang berbeda. Seharusnya JPUmenyusun dakwaannya dalam bentuksubsidairitas dengan susunan dalam dakwaanprimair yang ancaman pidananya lebih berat yaknimelanggar Pasal 41 ayat (1) UU No. 23 Tahun 1997jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dan dalam dakwaansubsidair yakni melanggar Pasal 42 ayat (1) UU No.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
48 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
23 Tahun 1997 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.b. JPU tidak memperhatikan asas lex specialis derogat
legi generali sebagaimana diatur dalam Pasal 63 ayat(2) KUHP. Hal ini antara lain terlihat pada putusan-putusan yang terkait dengan perkara kekerasandalam rumah tangga (KDRT), sebagaimanaditunjukkan Putusan No. 24/PID.B/2007/PN.KRAY. Dalam perkara ini JPU menerapkandakwaan campuran yang merupakan kombinasiantara dakwaan alternatif dan dakwaansubsidaritas:
Kesatu: Pasal 44 ayat (3) UU No. 23 Tahun 2004tentang Penghapusan Kekerasan Dalam RumahTangga (KDRT), yang berbunyi: “Dalam halperbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)mengakibatkan matinya korban, dipidanadengan pidana penjara paling lama 15 (limabelas) tahun atau denda paling banyak Rp.45.000.000,- (empat puluh lima juta)”. Denganancaman pidana penjara paling lama 15 (limabelas) tahun atau denda paling banyak Rp.45.000.000,- (empat puluh lima juta).atauKedua:Primair: Pasal 338 KUHP, yang berbunyi:“Barangsiapa dengan sengaja menghilangkanjiwa orang lain, dihukum, karena makar mati,
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
49Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
dengan hukuman penjara selama-lamanya limabelas tahun”.Dengan ancaman hukuman penjara setinggi-tingginya 15 (lima belas) tahunSubsidair: Pasal 351 ayat (3) KUHP, yangberbunyi: “Jika perbuatan itu menjadikan matiorangnya, dia dihukum penjara selama-lamnyatujuh tahun”.Dengan ancaman hukuman penjara setinggi-tingginya 7 (tujuh) tahun.
Dakwaan JPU dalam perkara ini dinilai tidak tepat,karena dalam kasus ini berlaku asas lex specialisderogat legi generali sebagaimana diatur dalam Pasal63 ayat (2) KUHP yang menyatakan: “Jika suatuperbuatan, yang masuk dalam suatu aturan pidanayang umum, diatur pula dalam aturan pidanayang khusus, maka hanya yang khusus itulah yangditerapkan.” Undang-Undang No. 23 Tahun 2004tentang Penghapusan Kekerasan dalam RumahTangga merupakan ketentuan yang bersifatkhusus/istimewa (lex specialis) dari ketentuan Pasal338 KUHP dan Pasal 351 ayat (3) KUHP yangmerupakan ketentuan umum (lex generali),sehingga menurut ketentuan Pasal 63 ayat (2)KUHP, ketentuan Undang-Undang No. 23 Tahun2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
50 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
Rumah Tangga sajalah yang harus digunakan olehJPU dalam dakwaannya.
c. JPU tidak cermat dalam mengkaji kedudukansuatu peraturan terhadap peraturan lainnya,sehingga suatu peraturan pelaksana dijadikansebagai dakwaan subsidair, dari dakwaan primairyang merupakan peraturan utamanya, dandakwaan subsidair tidak secara spesifik mengaturtindak pidana tertentu dan tidak memuat sanksibagi pelanggarnya. Hal ini antara lain terlihat padaputusan No. 88/Pid.B/2007/PN.Plw yangdakwaannya dalam bentuk subsidiaritas sebagaiberikut:
Primair : Pasal 50 (3) huruf h UU No. 41 Tahun1999 jo Pasal 78 (7) UU No. 41 Tahun 1999 joPasal 55 (1) ke-1 KUHP.Subsidair: Peraturan Menteri Kehutanan No. F-55 Menhut H/2006, sebagaimana ditetapkandalam Pasal 50 (3) huruf h UU No. 41 Tahun 1999jo Pasal 78 (7) UU No. 41 Tahun 1999.
Ketidakcermatan dakwaan ini terletak padadakwaan subsidair karena pasal-pasal yangdigunakan dalam dakwaan subsidair padadasarnya hanya merupakan peraturan pelaksanadari pasal-pasal yang dijadikan sebagai dasardalam dakwaan primair. Selain itu, pasal-pasaldalam dakwaan subsidair tidak secara spesifik
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
51Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
mengatur tindak pidana tertentu dan tidakmemuat sanksi bagi pelanggarnya.
d. JPU tidak cermat dalam menentukan tindak pidanamana yang akan dijadikan sebagai dakwaanprimair dan mana yang akan dijadikan sebagaidakwaan subsidair. Hal ini dijumpai pada putusanNo. 232/PID.B/2006/PN.KLK. Pada kasus ini JPUmenggunakan dakwaan berlapis (subsidiaritas)namun terdapat kekeliruan karena ancamanpidana dalam dakwaan primair lebih rendah dariancaman maksimum pidana dalam dakwaansubsidair.
Secara kuantitatif tidak dapat dipungkiri bahwadalam menentukan penggunaan bentuk dakwaanterdapat cukup banyak (112 atau 75,2%) suratdakwaan yang bentuknya sudah tepat. Meskipundemikian, dengan adanya 37 dakwaan (24,8%) yangdibuat secara tidak cermat dan tidak tepat dapatmenjadi masukan bagi Kejaksaan Agung sebagaiinstansi terkait untuk kemudian bersama-samalembaga-lembaga penegak hukum lainnyameningkatkan kualitas dan profesionalitas JPU,mengingat putusan yang baik dan memenuhi rasakeadilan masyarakat tidak hanya bergantung pada
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
52 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
kualitas hakim, tetapi juga bergantung pada kualitasaparat penegak hukum lainnya, dalam hal ini JPU.
Dengan pemilihan bentuk dakwaan JPU, hakimsebagai aparat penegak hukum dengan kewenanganmemutus memberikan respon yang beragam. Dari149 putusan yang diteliti, terdapat 99 putusan (66,4%)yang bentuk dakwaannya diperiksa dan diteliti olehhakim, dan terdapat 50 putusan (33,6%) di manahakim tidak melakukan pemeriksaan terhadapdakwaan, hanya mengikuti dakwaan dan tuntutanJPU.
Berkenaan dengan ketidakcermatan danketidaktepatan JPU dalam menentukan bentukdakwaannya, hakim yang profesional tentunya dapatmemberikan saran kepada JPU sebelum persidanganuntuk memperbaiki dakwaannya jika ditemuikekeliruan JPU dalam merumuskan dakwaannya.Apabila JPU kurang tepat dalam merumuskandakwaan, semestinya hakim tidak serta-mertamengikuti dakwaan JPU tersebut.
Peran hakim yang demikian itu ternyata tidaksepenuhnya dilakukan. Sebagaimana bisa dilihatpada putusan No. 51/PID.B/2005/PN.WNS, di mana
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
53Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
JPU secara tidak tepat menggunakan dakwaanalternatif, karena kedua dakwaan menggunakanketentuan dalam undang-undang yang sama, yaituUndang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang TindakPidana Korupsi. Seharusnya bentuk dakwaan yangdigunakan adalah subsidiaritas. Akan tetapi dalamputusannya, hakim tidak melakukan pemeriksaandan perbaikan atas kekeliruan yang dilakukan JPU.
Dalam memeriksa dakwaan JPU tersebut, hakimterlebih dulu memeriksa dakwaan kedua denganmempertimbangkan unsur Pasal 3 jo Pasal 18 ayat(1) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 yang telahdiubah dan ditambah dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64ayat (1) KUHP yang ancaman pidananya lebih ringan.Dalam memeriksa dakwaan JPU tersebut, hakimseharusnya terlebih dulu mempertimbangkan bahwadakwaan JPU ini seharusnya dalam bentuk dakwaansubsidairitas dengan susunan dalam dakwaanprimair yang ancaman pidananya lebih berat, yaknimelanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah danditambah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dandalam dakwaan subsidair yakni melanggar Pasal 3
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
54 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
jo Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun1999 yang telah diubah dan ditambah denganUndang-undang No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat(1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dengan bentuk dakwaan subsidiaritas tersebut,hakim seharusnya memeriksa terlebih dulu dakwaanprimair dengan mempertimbangkan unsur Pasal 2ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang No. 31Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambah denganUndang-Undang No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat(1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP yangancaman pidananya lebih berat. Hakim harusmemeriksa terlebih dulu dakwaan yang ancamanpidananya lebih berat. Apabila dakwaan primairtidak terbukti barulah hakim memeriksa dakwaanyang lainnya.
Demikian pula dalam Putusan No. 232/PID.B/2006/PN.KLK. Pada putusan ini, JPU keliru dalammenyusun dakwaan primair dan subsidair, di manaancaman pidana dalam dakwaan primair lebihrendah dari ancaman maksimum pidana dalamdakwaan subsidair, tetapi hakim tidak melakukankoreksi atas kekeliruan tersebut dan memeriksaperkara berdasarkan dakwaan itu.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
55Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
Ketika hakim tidak melakukan pemeriksaan danperbaikan atas kekeliruan bentuk dakwaan JPU dantetap melakukan pemeriksaan perkara berdasarkandakwaan keliru tersebut, kemungkinan hal itudisebabkan oleh kurangnya pengetahuan,penguasaan, serta pengembangan hakim yangbersangkutan terhadap asas-asas, kaidah-kaidah,dan/atau aturan-aturan hukum. Ketidaktahuanterhadap asas lex specialis derogat legi generalisebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 63 ayat (2)KUHP menyebabkan hakim dalam putusan No. 24/PID.B/2007/PN.KRAY membiarkan dakwaan JPUyang seharusnya dibuat dalam bentuk dakwaantunggal, akan tetapi secara salah dibuat dalam bentukdakwaaan kombinasi antara dakwaan alternatif dandakwaan subsidiaritas.
3.1.2 Penguasaan atas Ilmu Hukum dalam PutusanPerdata
Dari penelitian terhadap putusan perdata tingkatpertama yang dilakukan di 70 pengadilan negeridiketahui bahwa dari 59 putusan perdata yang ditelititerdapat 52 putusan (88,1%) yang tepat dalampenerapan hukum, dan terdapat 7 putusan (11,9%)yang tidak tepat dalam penerapan hukumnya.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
56 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
Dari 7 putusan hakim yang tidak tepat penerapanhukumnya, 5 putusan (71,4%) di antaranyamerupakan putusan yang berobyek sengketa tanah.Ketidaktepatan penerapan hukum ini tidak terjadi diwilayah peradilan tertentu saja, akan tetapi tersebardi beberapa wilayah peradilan, baik di wilayah Jawa-Sumatera maupun kawasan di luar Jawa-Sumatera.Dari 7 putusan yang tidak tepat penggunaanhukumnya tersebut 4 (57,1%) di antaranya terjadi dikawasan di luar Jawa-Sumatera dan 3 (42,9%) terjadidi kawasan Jawa-Sumatera, dengan perincian 2(28,6%) terjadi di Jawa dan 1 (14,3%) terjadi diSumatera.
Ketidaktepatan hakim dalam menerapkan hukum iniantara lain terlihat dalam perkara No. 45/Pdt.G/2006/PN.KDI. Dalam perkara tersebut secara tersiratmajelis hakim menggunakan asas ne bis in idem.Padahal penggugat dalam perkara ini berbedadengan penggugat dalam perkara sebelumnya,meski para tergugatnya dan objek gugatannya sama.Oleh sebab itu, asas ne bis in idem tidak tepatdigunakan dalam perkara ini, karena Pasal 1917 KUHPerdata dan yurisprudensi-yurisprudensi sertaajaran ahli yang relevan menyatakan bahwa dalambidang perdata asas ne bis in idem hanya berlaku,
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
57Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
antara lain, apabila “…. gugatan diajukan oleh danterhadap pihak yang sama…”, sehingga “kalaudalam perkara yang bersangkutan pihak-pihaknyatidak sama dengan putusan terdahulu, tidak dapatditerapkan asas ne bis in idem”.
Demikian pula dalam perkara No. 05/Pdt.G/2007/PN.AM, majelis hakim tidak sepenuhnya tepat dalammenggunakan hukum karena mengesampingkanhukum adat setempat yang berlaku yang mengaturtentang alasan hak penguasaan tanah berdasarkanhukum adat setempat tersebut. Dengan demikianhanya mendasarkan diri pada peraturan perundang-undangan yang berlaku saja.
Sedangkan dalam perkara No. 16/Pdt.G/2006/PN.WNS, majelis hakim tidak tepat dalampenggunaan hukum karena menerima eksepsi paratergugat dengan alasan pihak yang digugat tidaklengkap, sebab PPAT dan Kantor Pertanahan GunungKidul tidak digugat. Hal ini tidak tepat karenakeduanya dapat digugat di pengadilan negeri sebagaipihak tergugat yang harus mematuhi putusan majelishakim atau dapat juga digugat di Peradilan TataUsaha Negara (PTUN). Jadi, tidak dimasukkannyaPPAT tersebut dan Kantor Pertanahan Gunung Kidul
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
58 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
sebagai tergugat seharusnya tidak menyebabkangugatan ini tidak dapat diterima.
Berdasarkan deskripsi di atas diketahui bahwa, secarakuantitatif, sebagian hakim yang memeriksa perkarapidana yang diajukan kepadanya, yaitu yang terlibatdalam 99 putusan (66,4%) (dari 149 putusan pidanayang diteliti) telah melakukan pemeriksaan terhadapbentuk dakwaan yang dibuat oleh JPU. Hal yangrelatif sama juga terlihat dari sebagian hakim yangmemeriksa perkara perdata. Sebagian besar hakim,yaitu yang terlibat dalam 52 (88,1%) putusan (dari 59putusan perdata yang diteliti) telah secara tepatmenetapkan hukum yang harus digunakan dalammemeriksa dan memutus perkara yang diajukankepada mereka.
Kenyataan ini pada dasarnya menunjukkan sejauhmana pengetahuan, penguasaan, sertapengembangan dari para hakim terhadap asas-asas,kaidah-kaidah, dan/atau aturan-aturan hukum,dalam semua tingkatan dan bagiannya. Para hakimdengan tingkat pengetahuan dan penguasaan sertapengembangan yang rendah tentunya mengalamikesulitan (bahkan melakukan kesalahan) dalammengetahui benar tidaknya bentuk dakwaan yang
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
59Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
dibuat oleh JPU (dalam perkara pidana). Ataukesulitan dalam menetapkan hukum yang harusdigunakan dalam memeriksa dan memutus perkarayang diajukan kepada mereka (dalam perkaraperdata). Hal inilah yang mungkin terjadi padasebagian hakim, yaitu hakim-hakim yang terlibatdalam 50 putusan atau 33,6% (dari 149 putusan yangditeliti), yang tidak melakukan pemeriksaan terhadapdakwaan, dan hanya mengikuti apa yangdidakwakan dan dituntut oleh JPU (dalam perkarapidana), atau hakim-hakim yang terlibat dalam 7putusan atau 11,9% (dari 59 putusan yang diteliti)yang tidak tepat dalam penggunaan hukumnya(dalam perkara perdata). Meskipun tidak dapatdipungkiri keadaan tersebut dapat saja terjadi karenaberbagai macam faktor penyebab, akan tetapirendahnya pengetahuan, penguasaan sertapengembangan para hakim terhadap asas-asas,kaidah-kaidah, dan/atau aturan-aturan hukum,dalam semua tingkatan dan bagiannya, dapatditengarai sebagai salah satu penyebab terjadinyaketeledoran tersebut.
Pengetahuan, penguasaan serta pengembangan parahakim terhadap asas-asas, kaidah-kaidah, dan/atauaturan-aturan hukum, dalam semua tingkatan dan
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
60 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
bagiannya, sesungguhnya merupakan pengetahuanmendasar yang dimiliki oleh hakim sejak mengikutiperkuliahan jenjang sarjana, atau selama hakim-hakim mengikuti seleksi penerimaan calon hakim,serta ketika akan diangkat menjadi hakim karir.
Sebagaimana diketahui, sebagian besar strukturkurikulum di berbagai fakultas hukum Strata-1 diIndonesia didominasi oleh aspek pengetahuan,penguasaan, serta pengembangan terhadap asas-asas,kaidah-kaidah, dan/atau aturan-aturan hukum, baikpada tingkat lokal, nasional, transnasional maupuninternasional, serta pada tataran hukum dasar ataubidang-bidang hukum pada sektor-sektor kehidupanmanusia. Demikian pula ketika para hakim tersebutmengikuti seleksi penerimaan sebagai cakim. Materites yang meliputi seleksi tahap pertama berisi testertulis30 tentang: (a) Pancasila; (b) UUD 1945; (c)Bahasa Indonesia; (d) Bahasa Inggris; dan (e) SejarahIndonesia. Sedangkan tes tahap kedua31 merupakantes tertulis yang meliputi: (a) Hukum Pidana; (b)Hukum Acara Pidana; (c) Hukum Perdata BW; (d)
30 Soal-soal ujian tulis berbentuk pilihan ganda (multiple choice),menerjemahkan (translate) untuk bidang studi bahasa Inggris.
31 Soal-soal ujian tulis berbentuk studi kasus untuk sebagiansoal ilmu hukum.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
61Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
Hukum Perdata Adat; (e) Hukum Acara Perdata; (f)Hukum Tata Usaha Negara; (g) Hukum Acara TataUsaha Negara.32
Kumpulan pengetahuan yang terakumulasi demikianlama, menyebabkan sebagian hakim tidak mengalamikesulitan, untuk mengartikulasikan aspek ini dalamputusan-putusannya. Penguasaan ilmu hukum yangmendalam sangat dibutuhkan bagi seorang hakimmengingat kewenangannya untuk menggali,menemukan dan menciptakan hukum. Dalam hal ini,aspek pengembangan terhadap asas-asas, kaidah-kaidah, dan/atau aturan-aturan hukum nampaknyaperlu mendapat perhatian lebih lanjut karenabagaimanapun juga, dari sudut kompetensi-keras(hard competence) profesionalisme hakim diukurantara lain dari mutu putusannya.
32 Tim Peneliti Komisi Hukum Nasional, Membangun SistemPendidikan dan Pelatihan Hakim, Jakarta, Laporan PenelitianTim Komisi Hukum Nasional, Agustus 2005, hlm. 49-50.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
62 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
3.2 KEMAMPUAN BERPIKIRYURIDIS
Kemampuan berpikir yuridis merupakankemampuan menalar hakim dalam kerangka tatananhukum yang berlaku guna mengidentifikasi hak dankewajiban dalam lingkungan pergaulan manusiadengan mengacu pada upaya mewujudkan kepastianhukum, prediktabilitas, kemanfaatan sosial dankeadilan yang harus diwujudkan di dalammasyarakat melalui penegakan kaidah-kaidahhukum.
Dalam putusan pidana, kemampuan berpikir yuridishakim terlihat dari upaya hakim membuktikan unsur-unsur tindak pidana dalam dakwaan JPU, kesesuaianpertimbangan dan putusan hakim dengan kaidahhukum, serta perbandingan antara putusan hakimdengan tuntutan JPU. Sedangkan dalam putusanperdata, hal ini terlihat pada bagaimana upaya hakimdalam menerapkan hukum untuk memeriksa danmempertimbangkan sengketa yang diperiksanya(kesesuaian dengan kaidah hukum); memeriksa danmempertimbangkan putusan provisi dan putusanserta-merta; memeriksa dan mempertimbangkan sitajaminan/sita revindikatoir serta membuat putusanuntuk perkara yang diperiksanya.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
63Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
3.2.1 Kemampuan Berpikir Yuridis dalam PutusanPidana
Berdasarkan hasil penelitian terhadap putusanpidana diketahui bahwa tidak terdapat keseragamandi antara para hakim dalam mengurai dan membahaspemenuhan unsur-unsur dari suatu tindak pidanayang dituduhkan terhadap terdakwa. Dari 149putusan yang diteliti, terdapat 95 (63,8%) putusanyang unsur-unsur tindak pidananya diperiksa dandipertimbangkan secara terperinci dan menyeluruholeh majelis hakim, dan terdapat 54 (36,2%) putusanyang unsur-unsur tindak pidananya tidak diperiksadan dipertimbangkan secara terperinci danmenyeluruh oleh majelis hakim.
Pada umumnya, putusan-putusan yang unsur-unsurtindak pidananya tidak diperiksa dandipertimbangkan secara baik disebabkan karenaketidakcermatan/ketidaktepatan hakim, seperti:
a. Ketidaktepatan hakim dalam menguraikan ataumenjabarkan unsur-unsur dari pasal-pasal yangdidakwakan oleh JPU.
Hal ini antara lain terlihat pada putusan No. 100/
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
64 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
PID.B/2007/PN.PML. Dalam bagianpertimbangan, hakim menjabarkan unsur-unsurPasal 71 ayat (1) jo Pasal 60 ayat (1) huruf c Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropikadalam dakwaan primair sebagai berikut:1. Barangsiapa;2. Tanpa hak;3. Memproduksi atau mengedarkan psikotropika
yang berupa obat yang tidak terdaftar padadepartemen yang bertanggung jawab dibidangkesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal9 ayat (1).
Padahal unsur-unsur yang tepat dari Pasal 71 ayat(1) jo Pasal 60 ayat (1) huruf c Undang-Undang No.5 Tahun 1997 tentang Psikotropika adalah sebagaiberikut:1. Barangsiapa;2. Bersekongkol atau bersepakat untuk
melakukan, melaksanakan, membantu,menyuruh turut melakukan, menganjurkan ataumengorganisasikan
3. Memproduksi atau mengedarkan psikotropikayang berupa obat yang tidak terdaftar padadepartemen yang bertanggung jawab di bidangkesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal9 ayat (1).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
65Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
b. Hakim sama sekali tidak menguraikan/mempertimbangkan unsur-unsur tindak pidanayang didakwakan oleh JPU.Hal ini antara lain terlihat dalam putusan perkaraNo. 610/PID.B/2006/PN.MALANG tentang tindakpidana pelanggaran hak cipta. Dalam perkara inihakim tidak menguraikan/mempertimbangkansama sekali unsur-unsur Pasal 72 ayat (2) Undang-Undang No. 19 Tahun 2002, sebagaimana dakwaanprimair JPU. Hakim hanya mempertimbangkan(menyatakan) bahwa perbuatan terdakwa telahmemenuhi unsur-unsur Pasal 72 ayat (2) UU No.19 Tahun 2002 (tanpa menguraikan apa unsur-unsur dari pasal bersangkutan), karena ituterdakwa harus dinyatakan terbukti secara sah danmeyakinkan bersalah melakukan perbuatanpidana: menjual kepada umum suatu ciptaan ataubarang hasil pelanggaran hak cipta.33
c. Terdapat kontradiksi dalam pertimbangan hakimatas unsur-unsur tindak pidana yang didakwakanoleh JPU.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
33 Pasal 72 ayat (2) Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentangHak Cipta menyatakan, “Barang siapa dengan sengajamenyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjualkepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaranhak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00(lima ratus juta rupiah).
66 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
Hal ini antara lain terlihat pada putusan No. 06/PID.B/2006/PN.SMG tentang tindak pidanapelanggaran terhadap merek. Pertimbanganhakim-hakim bahwa unsur “diketahui atau patutdiketahui bahwa barang dan atau jasa tersebutmerupakan hasil pelanggaran sebagaimanadimaksud dalam pasal 90, 91, 92 dan pasal 93”terpenuhi adalah tidak tepat, karena terdapatkontradiksi antara pertimbangan yang satu denganpertimbangan yang lainnya. Di satu sisi hakimmempertimbangkan bahwa terdakwa pernahmenjadi mitra Pertamina dalam pengemasanminyak pelumas, sehingga terdakwa sudahseharusnya patut mengetahui kalau merek minyakpelumas tersebut melanggar merek Pertamina.Namun, di sisi lain hakim jugamempertimbangkan kurangnya pemahamanterdakwa mengenai produk Pertamina yang aslidan Pertamina sendiri sengaja merahasiakan ciri-ciri produknya dengan alasan takut ditiru.
Selain putusan-putusan yang unsur-unsur tindakpidananya tidak diperiksa dan dipertimbangkansecara baik, ada pula putusan-putusan yangpertimbangannya melanggar atau tidak sesuai
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
67Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
dengan norma hukum yang berlaku. Dari penelitianyang dilakukan terhadap 149 putusan pidanadiketahui bahwa terdapat 74 (49,7%) putusan yangpertimbangannya sesuai dengan norma hukum yangberlaku, dan 75 (50,3%) putusan yangpertimbangannya tidak sesuai dengan norma hukumyang berlaku. Ketidaksesuaian pertimbangan majelishakim tersebut terletak pada:
a. Ketidaksesuaian/pelanggaran terhadap hukumpidana materiil.Hal ini antara lain terlihat pada putusan No. 119/PID.B/2005/PN.PWT. Dalam perkara ini hakimmenyatakan bahwa unsur “melakukan perbuatanmemperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatukorporasi” tidak terbukti walaupun sebenarnyaunsur ini telah terbukti. Berdasarkan fakta dipersidangan terdakwa terbukti menerima danmenggunakan uang yang bukan haknya sebesarRp. 17.830.000 di luar gaji yang penerimaannyatidak sekaligus tetapi bersamaan denganpenerimaan gaji. Dengan menerima danmenggunakan uang yang bukan haknya,walaupun uang tersebut digunakan untukmencukupi kebutuhan sehari-hari, kepentingan
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
68 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
partai dan kepentingan sosial, perbuatan terdakwatersebut sudah termasuk memperkaya diri sendiri.Pengertian memperkaya diri sendiri tidak terbatasdalam arti bertambahnya harta kekayaan atau hartabenda seseorang tetapi juga berarti bahwa harta(uang) tersebut sudah diterima dan dinikmati, dandalam perkara ini terdakwa sudah menerima uangsebesar Rp. 17.830.000,- dan menikmatinya untukkebutuhan sehari-hari, kepentingan partai dankepentingan sosial, sehingga unsur “melakukanperbuatan, memperkaya diri sendiri atau oranglain atau suatu korporasi” sudah terpenuhi.
b. Ketidaksesuaian/pelanggaran terhadap hukumpidana formil.Hal ini antara lain dijumpai pada putusan No. 610/PID.B/2006/PN.MALANG. Pada putusanmengenai tindak pidana pelanggaran hak cipta ini,hakim tidak mencantumkan dakwaan JPU. Hakimhanya menyebutkan bahwa dakwaan JPUterlampir dalam berkas, sehingga putusan ini darisegi hukum formil telah cacat hukum sebagaimanadisebutkan dalam Pasal 197 KUHAP ayat (1) danayat (2) yang menyatakan bahwa suatu putusanyang tidak memuat, antara lain, dakwaan maka
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
69Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
putusan tersebut batal demi hukum.
Profesionalisme hakim dari perspektifkemampuan berpikir yuridis ini juga dapat dilihatdari bagaimana penetapan hakim dalammenentukan vonis yang harus dijatuhkan kepadaterdakwa dibandingkan dengan tuntutan yangdiajukan JPU.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahuibahwa mayoritas putusan hakim lebih ringandaripada tuntutan JPU. Dari 126 putusan bersalah,terdapat 99 putusan (78.6%) di mana vonis hakimlebih ringan daripada tuntutan JPU; 13 (10.3%)putusan di mana hakim menjatuhkan hukumansesuai dengan tuntutan JPU; dan 14 (11.1%)putusan di mana vonis hakim lebih berat darituntutan JPU.
Dari penelitian yang dilakukan ditemukan putusan-putusan di mana hakim bukan saja menjatuhkanputusan yang jauh lebih ringan dari pada tuntutanJPU, namun juga melanggar ketentuan hukumanminimum sebagaimana disyaratkan oleh undang-undang terkait. Pada putusan No. 27/Pid.B/2006/
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
70 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
PN.TTE, JPU menuntut terdakwa 5 tahun penjarapotong masa tahanan atas dakwaan melanggar Pasal3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang TindakPidana Korupsi sebagaimana telah diubah denganUndang-Undang No. 20 Tahun 2001 yang mengaturbahwa pidana penjara paling rendah 1 tahun. Dalamputusannya, hakim hanya menjatuhkan hukumanpenjara selama 8 bulan dikurangi masa tahanan.
Selain itu dalam penelitian ini juga ditemukan vonishakim yang tidak sesuai dengan peraturanperundang-undangan, terutama terkait dengan sanksiberupa uang pengganti. Walaupun Pasal 18 ayat (3)Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentangPemberantasan Tindak Pidana Korupsi telahmengatur bahwa dalam menetapkan uang penggantihakim harus juga menetapkan pidana pengganti,masih ada hakim yang tidak menetapkan lamanyapidana pengganti. Hal ini terlihat pada putusantindak pidana korupsi No. 269/Pid.B/2004/PN.Tdo,di mana dalam amarnya hakim hanya menyatakanmenghukum terdakwa membayar uang penggantisebesar Rp. 484.512.625,- tanpa menyebutkanlamanya pidana pengganti. Amar seperti ini cacat dan
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
71Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
tidak dapat dieksekusi kalau harta terdakwa tidakmencukupi untuk membayar uang pengganti.34
Ketidaktepatan vonis juga ditemukan dalam putusandi mana hakim tidak tepat dalam merumuskan amarputusan. Hal ini dijumpai, antara lain, dalam putusanNo. 915/PID.B/2007/PN.Kab.Pas mengenai pidanapelanggaran hak cipta. Pada putusan ini terdapatperbedaan antara amar putusan dengan dakwaanJPU. Dalam amar putusan kualifikasi tindak pidanayang dinyatakan terbukti bersalah terhadap terdakwaberlainan/berbeda dengan kualifikasi tindak pidanayang didakwakan JPU. Dalam pasal dakwaan JPUyakni Pasal 72 ayat (2) No. 19 Tahun 2002 tentang HakCipta jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tidak disebuttentang tindak pidana menggandakan, sehinggatindak pidana menggandakan bukan merupakantindak pidana yang didakwakan. Namun dalam amarputusannya hakim menyatakan bahwa terdakwa
34 Pasal 18 ayat (3)Undang-Undang No. 31 Tahun 1999berbunyi: Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta bendayang mencukupi untuk membayar uang penggantisebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, makadipidana dengan pidana penjara yang lamanya tidakmelebihi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuaidengan ketentuan dalam undang-undang ini dan lamanyapidana tersebut sudah ditentukan dalam putusanpengadilan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
72 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalahmelakukan tindak pidana “tanpa hak telahmenggandakan dan mengedarkan barang hasil hakcipta”, sehingga amar putusan hakim tersebut tidaktepat.
3.2.2 Kemampuan Berpikir Yuridis dalam PutusanPerdata
Berdasarkan hasil penelitian terhadap putusanperdata, khususnya tentang kesesuaian pertimbanganhakim dengan kaidah hukum, diketahui bahwa dari59 putusan perdata yang diteliti terdapat 40 (67,8%)putusan yang sesuai dengan kaidah hukum danterdapat 19 (32,2%) putusan yang tidak sesuai dengankaidah hukum. Ketidaksesuaian tersebut antara lainterjadi dalam hal:
a. Tidak sesuai dengan (melanggar) prinsip-prinsiphukum pembuktian. Hal ini antara lain telihatdalam perkara No. 06/Pdt/G/2005/PN.Ekg.Dalam perkara tersebut, majelis hakim menerimaketerangan saksi-saksi penggugat, yangmenguntungkan penggugat, tanpa penjelasanbagaimana cara mereka mengetahuinya: apakahmenyaksikan/mengalami sendiri atau bukan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
73Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
Keterangan semacam ini dapat dikategorikansebagai testimonium de auditu. Akan tetapi majelishakim menerima keterangan saksi tersebut. Di sisilain, Majelis Hakim menyatakan keterangan salahsatu saksi tergugat, yang sebagian isinya justrumerugikan tergugat, “harus dikesampingkan”karena bersifat de auditu. Kendati demikian, majelishakim justru menggunakan keterangan ini dalampertimbangannya, bahkan keterangan-keterangansaksi tergugat yang merugikan tergugat tersebutdijadikan salah satu pertimbangan yang sangatpenting oleh majelis hakim dalam memutusperkara. Hal ini menimbulkan dugaan adanyapemihakan (tidak imparsial) majelis hakim kepadasalah satu pihak, yakni penggugat.
b. Ketidaksesuaian dengan logika hukum. Hal initampak pada putusan No. 06/Pdt/G/2005/PN.Ekg. Dalam putusan ini majelis hakimberpendapat bahwa karena tanah yang menjadiobjek sengketa telah diberikan oleh ibu penggugatkepada nenek tergugat, maka tanah tersebut harusmenjadi milik penggugat karena tanah tersebutberasal dari pemberian ibu penggugat. Padahal,bukankah kata “pemberian” itu sendiri sudahmenunjukkan tanah itu sudah diberikan kepada
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
74 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
orang lain, sehingga tentunya bukan milik sipemberi lagi. Oleh karena itu, sama sekali tidakberlebihan bila dikatakan bahwa pola pikir majelishakim seperti ini mencederai logika hukum.
Sebagian besar ketidaksesuaian dengan kaidahhukum sebagaimana diuraikan di atas, terjadi dalamperkara dengan objek tanah. Dari 19 putusan yangtidak sesuai dengan kaidah hukum terdapat 8putusan (42,1%) yang berobjek tanah. Berdasarkanwilayah penyebarannya, yakni 13 putusan (68,4%)yang tidak sesuai dengan kaidah hukum ditemukandi kawasan Jawa-Sumatera, sedangkan di kawasannon-Jawa-Sumatera hanya 6 putusan (31,6%).
Selain ketidaksesuaian putusan hakim yangmelanggar prinsip-prinsip hukum pembuktian danketidaksesuaian dengan logika hukum, ada pulaketidaksesuaian putusan hakim yang disebabkan hal-hal lain. Hal ini, antara lain, terlihat dalam perkaraNo. 45/Pdt.G/2006/PN.KDI, yakni dalam halpenggunaan asas ne bis in idem. Dalam putusan inimajelis hakim memutus bahwa gugatan penggugatditolak karena para tergugat sudah memenuhi gantiruginya kepada salah satu ahli waris almarhum,yakni ibu almarhum. Oleh karena itu penggugat,sebagai ahli waris lain almarhum (yakni istri
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
75Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
almarhum), tidak dapat lagi menuntut ganti rugi daripara tergugat atas kerugian yang sama. Hal ini tidaksesuai dengan kaidah hukum. Sebab, dalam hukumwaris, baik hukum waris Islam maupun hukum warismenurut KUH Perdata, tidak ada ketentuan bahwabila salah satu ahli waris sudah melaksanakan danmenerima suatu haknya sebagai ahli waris, haltersebut menutup/menghapus hak ahli waris lainuntuk melaksanakan dan menerima haknya yangserupa sebagai ahli waris. Ahli waris dibenarkanuntuk mengajukan gugatan sebagai ahli waris baikbersama-sama atau sendiri, dan justru pendapat inipun sudah disetujui oleh majelis hakim sendiri.
Ketidaksesuaian dengan kaidah hukum terlihat jugadalam Putusan No. 8/Pdt.G/2008/PN.SINJAI. Dalamperkara ini terdapat sekurang-kurangnya limaketidaksesuaian dengan kaidah hukum. Namun, disini hanya akan dikemukakan salah satu di antaranya.Majelis hakim memutus tidak sesuai dengan kaidahhukum yang sebenarnya sudah sangat jelas, dan tidakmemberi kemungkinan untuk ditafsirkan secaraberbeda. Dalam penjelasan Pasal 59 ayat (5) huruf (a)Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentangPemerintahan Daerah ditetapkan: “Yang dimaksuddengan ‘pimpinan partai politik’ adalah ketua dan
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
76 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
sekretaris partai politik …. sesuai dengan tingkatdaerah pencalonannya.” Akan tetapi majelis hakimmengeluarkan putusan yang intinya menyatakanbahwa Surat Pencalonan Bupati-Wakil Bupati yangditandatangani pimpinan partai tingkat provinsiadalah sah dan sudah sesuai dengan ketentuan Pasal59 ayat (5) huruf (a) UU No. 32 Tahun 2004. Dengandemikian majelis hakim jelas melanggar unsur“sesuai dengan tingkat daerah pencalonannya” padapenjelasan pasal tersebut.
Khusus tentang putusan provisi dan putusan serta-merta, dari total 59 putusan perdata yang diteliti 38putusan (64,40%) mengandung permohonan putusanprovisi dan permohonan putusan serta-merta,dengan perincian 7 permohonan putusan provisi(11,86% dari total 59 putusan) dan 31 permohonanputusan serta-merta (52,5 % dari total 59 putusan).
Dari 38 putusan tersebut tidak terdapat indikasiadanya penyimpangan atau ketidaktepatan putusanmajelis hakim dalam hal permohonan putusanprovisi dan permohonan putusan serta-merta.
Dalam menetapkan permohonan sita jaminan/sitarevindikatoir, dari 59 putusan perdata yang diteliti,
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
77Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
23 putusan (39%) mengandung permohonan sitajaminan atau permohonan sita revindikatoir. Dari 23putusan tersebut hanya terdapat 1 putusan (4,3%)yang tidak tepat dalam hal penetapan sita jaminan/sita revindikatoir, yaitu putusan No. 06/Pdt.G/2003/PN.KAB.MGL, karena majelis hakim menolakmenyatakan sah dan berharga sita revindikatoir yangdimohon penggugat atas tanah objek sengketadengan alasan sejak awal penggugat tidak pernahmengajukan surat permohonan untuk melakukan sitaatas tanah obyek sengketa. Padahal, dalam petitumnyapenggugat telah memohon pengadilan melakukansita revindikatoir atas tanah tersebut. Permohonan sitarevindikatoir penggugat dalam perkara ini tepatnyaharus ditolak, tetapi bukan karena alasan di atasmelainkan karena yang dimohon penggugat adalahsita konservatoir. Tidak terdapat indikasi adanyaketidaktepatan menyangkut penetapan sita jaminan/sita revindikatoir dalam 22 putusan lainnya (95,7%).
Dari 59 putusan perdata yang diteliti, 41 putusan(69,5%) mengandung eksepsi. Dari 41 putusan ini,mayoritas diputus majelis hakim secara tepat, yakni32 putusan (78%), sedangkan yang diputus secaratidak tepat terdapat dalam 9 putusan (22%).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
78 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
Mayoritas putusan majelis hakim yang tidak tepatdalam eksepsi berasal dari perkara yang terkaitdengan sengketa tanah, yakni 5 putusan (55,6%).Berdasarkan wilayahnya, putusan majelis hakim yangtidak tepat dalam eksepsi cenderung terjadi diwilayah Jawa-Sumatera, yakni 7 putusan (77,8%),sedangkan yang terjadi di wilayah di luar Jawa-Sumatera hanya 2 putusan (22,2%).
Sebagai contoh, dalam perkara No. 06/Pdt/G/2005/PN.Ekg majelis hakim menolak eksepsi error in personayang diajukan oleh tergugat. Padahal, sejak awalperkara sampai seluruh proses pembuktian danjawab-menjawab selesai, dalil tergugat bahwa pihakyang menguasai tanah objek sengketa bukan dirinya,dan bahwa ia hanya mengerjakan tanah itu dengansistem bagi hasil dengan pihak yang menguasai tanahitu, sama sekali tidak terbantahkan. Sepanjangpersidangan tidak ada yang dapat membuktikansebaliknya, bahwa tergugat adalah pihak yangmenguasai atau mengklaim memiliki tanah obyeksengketa tersebut. Namun hal ini sama sekali tidakdipertimbangkan oleh majelis hakim. Sekiranyamempertimbangkan, seharusnya majelis hakimmemutus menerima eksepsi tergugat sehinggamenyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima(niet ontvantkelijk verklaard).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
79Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
Dari total 59 putusan perdata yang diteliti, terdapat13 putusan (22%) yang tidak tepat dalam konvensi.Dari 13 putusan ini, 4 (30,8%) di antaranya merupakanperkara yang terkait dengan sengketa tanah,sedangkan sisanya terdiri atas berbagai macamperkara lain yang tidak menunjukkan adanya suatukecenderungan umum pada jenis perkara tertentu.Sedangkan berdasarkan wilayahnya, putusan yangtidak tepat dalam konvensi terjadi secara cukupmerata di kawasan Jawa-Sumatera maupun kawasandi luar Jawa-Sumatera. Dari 13 putusan tersebut, 6terjadi di luar Jawa-Sumatera (46,2%) dan 7 (53,8%)terjadi di kawasan Jawa-Sumatera, dengan perincian4 (30,8%) terjadi di Jawa dan 3 (23,1%) terjadi diSumatera.
Sebagai contoh, dalam perkara No. 24/Pdt.G/2004/PN.YK, putusan Majelis Hakim dalam rekonpensitidak tepat. Karena para penggugat yangmendalilkan gugatannya, menurut majelis hakimpara penggugatlah yang dibebani untukmembuktikan dalil yang disangkal para tergugat,padahal perkara ini adalah perkara malpraktikdengan para pasien sebagai penggugat dan paradokter sebagai tergugat. Dalam perkara malpraktik,dokter yang harus membuktikan apakah ada
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
80 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
perbuatan melawan hukum yang dilakukannyakarena pasien tidak mengetahui sejauh mana batasandari perbuatan dokter dalam mengobatinya sehinggatidak termasuk malpraktik. Dalam perbuatanmelawan hukum yang dilakukan dokter, ukuranadanya kesalahan bukan lagi ukuran yangindividualis subyektif atau orang perseorangansebagaimana dilakukan si pelaku tetapi ukuran yangdidasarkan pada kehati-hatian (zorgvuldigheid)seorang dokter yang dianggap mempunyaikemampuan sesuai dengan akal sehat (redelijkbekwaam). Selain itu, majelis hakim dalampertimbangannya harus mempertimbangkan bahwayang dimaksud dengan adanya kesalahan profesi/malpraktik (beroepsfout, profesional neligence) menurutdoktrin Berkhouwer dan Vorstman adalah apabiladokter bersangkutan tidak dapat memeriksa, tidakmenilai, tidak berbuat atau mengabaikan hal-halyang oleh para dokter yang baik pada umumnyadalam situasi yang sama, diperiksa, dinilai, diperbuatatau tidak diabaikan. Sehingga, dapat dikatakan adatiga unsur yang harus dipenuhi dalam malpraktikmedis, yaitu kelainan, kesalahan medis dan kerugianbagi pasien.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
81Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
Dari total 59 putusan perdata yang diteliti, 15 putusan(25,4%) mengandung rekonpensi, dan 41 putusanyang tidak mengandung putusan rekonpensi.35 Dari41 putusan yang tidak mengandung rekonpensi ini,mayoritas diputus majelis hakim secara tepat, yakni32 putusan (78%), sedang yang diputus secara tidaktepat terdapat dalam 9 putusan (22%). Tidak terdapatindikasi adanya ketidaktepatan putusan majelishakim dalam rekonpensi pada 15 putusan tersebut.
Dari paparan di atas diketahui bahwa, secarakuantitatif, dalam pemeriksaan perkara pidanaterdapat para hakim—yang terlibat dalam 95 (63,8%)putusan (dari 149 putusan pidana yang diteliti)—yang memeriksa unsur-unsur tindak pidana dalamdakwaan JPU secara terperinci dan menyeluruh, sertapara hakim—yang terlibat dalam 74 (49,7%) putusan(dari 149 putusan pidana yang diteliti)—yangpertimbangannya sesuai dengan norma hukum yangberlaku. Demikian juga dalam perkara perdata,terdapat para hakim—yang terlibat dalam 40 (67,8%)
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
35 Secara keseluruhan terdapat 59 putusan yang diteliti, hanyasaja dari 59 putusan tersebut ada 3 putusan yang tidak dapatdibuat anotasinya karena tidak lengkap, sehingga dalambagian ini jumlah keseluruhan putusan yang diteliti hanya56 putusan.
82 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
putusan (dari 59 putusan perdata yang diteliti)—yang putusannya sesuai dengan kaidah hukum.
Keadaan ini pada dasarnya menunjukkan sejauhmana kemampuan menalar hakim dalam untukmengidentifikasi hak dan kewajiban dalam tatananhukum yang berlaku, dengan mengacu pada upayamewujudkan cita-hukum yang mencakupi idetentang kepastian hukum, prediktabilitas,kemanfaatan sosial dan keadilan yang harusdiwujudkan di dalam masyarakat melalui penegakankaidah-kaidah hukum. Para hakim dengankemampuan menalar yang kurang memadai tentuakan mengalami kesulitan dalam memeriksa unsur-unsur tindak pidana dalam dakwaan JPU secaraterperinci dan menyeluruh, atau dalam memberikanpertimbangan sesuai dengan norma hukum yangberlaku (dalam perkara pidana), juga akanmengalami kesulitan dalam memberikan putusansesuai dengan kaidah hukum yang berlaku (dalamperkara perdata). Kemungkinan, inilah yang terjadipada sebagian hakim—yang terlibat dalampembuatan 54 (36,2%) putusan (dari 149 putusanpidana yang diteliti)—yang tidak melakukanpemeriksaan dan pertimbangan terhadap unsur-unsur tindak pidana dalam dakwaan JPU, serta para
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
83Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
hakim—yang terlibat dalam pembuatan 75 (50,3%)putusan (dari 149 putusan pidana yang diteliti)—yang pertimbangannya tidak sesuai dengan normahukum yang berlaku, ataupun para hakim—yangterlibat dalam pembuatan 19 (32,2%) putusan (dari59 putusan perdata yang diteliti)—yang putusannyatidak sesuai dengan kaidah hukum. Meskipun tidakdapat dipungkiri bahwa keadaan tersebut mungkindisebabkan oleh berbagai macam faktor, akan tetapibisa ditengarai bahwa rendahnya kemampuanmenalar para hakim merupakan salah satu penyebabterjadinya hal-hal di atas.
Kemampuan menalar hakim dalam kerangka tatananhukum yang berlaku untuk mengidentifikasi hak dankewajiban dalam lingkungan pergaulan manusiadengan mengacu pada upaya mewujudkan kepastianhukum, prediktabilitas, kemanfaatan sosial dankeadilan yang harus diwujudkan dalam masyarakatmelalui penegakan kaidah-kaidah hukum, masihbelum cukup dikuasai dan dipahami oleh para hakim,baik sejak mengikuti perkuliahan jenjang sarjana,selama mengikuti seleksi penerimaaan calon hakim,atau bahkan ketika akan diangkat menjadi hakimkarir.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
84 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
Sudah lazim diketahui bahwa sebagian besar strukturkurikulum jenjang sarjana pada fakultas hukum diIndonesia didominasi oleh aspek pengetahuan,penguasaan, serta pengembangan terhadap asas-asas,kaidah-kaidah, dan/atau aturan-aturan hukum, dansedikit sekali muatan mata kuliah yang mengajarkandan memberikan pemahaman—secara langsungmaupun tidak langsung—tentang berbagai bentukpenalaran dalam hukum. Demikian pula ketika parasarjana hukum mengikuti seleksi penerimaan sebagaicalon hakim. Materi tes yang dibuat dalam bentuktertulis, yang soalnya diberikan dalam bentuk pilihanganda, dengan substansi yang meliputi pengetahuanumum dan pengetahuan tentang ilmu hukum,ternyata tidak cukup merepresentasikan kemampuanmenalar para calon hakim, karena titik beratnya padapenilaian atas pengetahuan/penguasaan calon hakimterhadap ilmu hukum.36 Hal ini terulang kembalidalam berbagai pendidikan dan latihan yang wajibdiikuti para hakim, materi-materi pendidikan danlatihan banyak mengulang mata kuliah Strata 1 sertalebih banyak memuat teori daripada materipeningkatan kemampuan di bidang teknikperadilan.37
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
36 Komisi Hukum Nasional, Membangun Sistem Pendidikan DanPelatihan Hakim, loc. cit.
37 Ibid..Hal. 68
85Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
Sesungguhnya pada tahapan tertentu dalam seleksicalon hakim terdapat psikotes yang materinyameliputi tes kemampuan verbal, numerik, aritmatika,trigonometri, aljabar, menggambar, dan dalam testersebut ditanyakan pula motivasi peserta menjadihakim.38 Akan tetapi substansi soal-soal psikotestertulis yang banyak kemiripannya dengan tes IQ(Intelegensi Quotient) ini cenderung menyasarkemampuan menalar secara umum, padahal ilmuhukum, sebagai sebuah disiplin ilmu yang berdirisendiri (yaitu sebagai ilmu parktis yang bersifatnormologik), membutuhkan model penalaranspesifik yang berbeda dari model penalaran dalamilmu-ilmu sosial atau humaniora pada umumnya.
Kekurangan ini sudah disadari oleh berbagai pihak,sehingga Komisi Hukum Nasional, berdasarkan hasilpenelitiannya tentang Membangun Sistem PendidikanDan Pelatihan Hakim, sampai pada kesimpulan bahwapendidikan dan latihan hakim selama ini belummampu mencetak hakim yang berkualitas danmemenuhi kebutuhan dunia peradilan,39 sehinggamateri diklat tersebut akan lebih baik apabiladitambah, antara lain, (a) Legal Reasoning; (b) Teknik
38 Ibid. Hal. 51.39 Ibid. hal 150
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
86 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
Penyusunan Putusan; (c) Yurisprudensi dan putusanyang menjadi “land mark decision”.40
3.3 KEMAHIRAN YURIDIS
Profesionalisme hakim dalam segi ini terlihat dariketerampilan dalam menelusuri dan menemukanbahan-bahan hukum (legal materials) sertakemampuannya menangani bahan-bahan hukumyang ada. Dengan kata lain, kemahiran yuridis adalahkemampuan memahami secara kontekstual relevansi,menafsirkan dan menerapkan kaidah-kaidah hukumyang termuat dalam peraturan perundang-undangan,yurisprudensi, dan sumber-sumber hukum terkaitlainnya. Berdasarkan pengertian ini, kemahiranyuridis dalam putusan yang diteliti dapat dilihat daribagaimana hakim merujuk pada yurisprudensi dan/atau doktrin yang ada dan kemudian menerapkannyadalam pertimbangan-pertimbangan hukum. Khususdalam putusan pidana, kemahiran yuridis dalamputusan yang diteliti dapat dilihat juga daribagaimana penetapan hakim dalam menentukanvonis yang harus dijatuhkan kepada terdakwadibandingkan dengan tuntutan yang diajukan JPU.
40 Ibid.Hal. 93.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
87Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
Sebagaimana lazimnya dalam sistem hukum dinegara-negara Eropa kontinental, pada dasarnyahakim tidak wajib menggunakan dan mengikutiyurisprudensi atau pendapat para ahli hukum(doktrin). Ringkasnya, hakim tidak terikat denganyurisprudensi dan doktrin. Namun, untukmemperkuat argumen atau pertimbangannya, sangatdisarankan bagi majelis hakim untuk menggunakankaidah-kaidah hukum yang telah diakui olehMahkamah Agung dalam bentuk yurisprudensisebagai salah satu sumber hukum.41 Selain itu,tentunya sebagai salah satu sumber hukum yangdiakui di dalam sistem hukum Indonesia, pendapatahli berupa doktrin juga perlu digunakan, jika itudapat memperkuat argumentasi hakim dalammembuat putusan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
41 Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia adalahputusan Majelis Hakim Agung di Mahkamah AgungRepublik Indonesia yang telah mempunyai kekuatan hukumtetap berisi kaidah hukum yang diberlakukan dalammemeriksa dan memutus perkara dalam lingkup PeradilanPidana, Perdata, Tata Usaha Negara, Agama dan Niaga yangdikualifikasi. Beberapa Yurisprudensi Mahkamah Agung RItelah beberapa kali dipergunakan sebagai acuan bagi parahakim untuk memutus suatu perkara yang sama sehinggamenjadi sumber hukum yang memiliki kekuatan mengikatsecara relatif. (http://id.wikipedia.org/wiki/Yurisprudensi_Mahkamah_Agung_Republik_Indonesia)
88 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
Yurisprudensi sebagaimana dikemukan olehDjohansjah adalah “Putusan badan peradilanberkekuatan hukum tetap yang berisikan kaidahhukum yang penting serta diyakini dan diikuti olehhakim lainnya pada elemen perkara yang sama dalamrangka menjamin kepastian hukum”. 42 Salah satuunsur penting yurisprudensi yang membedakandengan putusan lainnya adalah bahwa putusantersebut telah “diikuti secara berulang-ulang” olehhakim lainnya. Hakim lainnya yang dimaksud dalamproses ini dapat diartikan hakim pada tingkatpertama, tingkat banding, maupun Hakim Agung diMahkamah Agung. Kriteria Yurisrudensi adalah: (a)telah berkekuatan hukum tetap; (b) merupakanpenemuan hukum baru (rechtsvinding); (c) menjawabpermasalahan dinamika sosial masyarakat;
42 Bandingkan dengan pendapat yang menyatakan bahwa,Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia adalahputusan Majelis Hakim Agung di Mahkamah Agung RepublikIndonesia yang telah mempunyai kekuatan hukum tetapberisi kaidah hukum yang diberlakukan dalam memeriksadan memutus perkara dalam lingkup Peradilan Pidana,Perdata, Tata Usaha Negara, Agama dan Niaga yangdikualifikasi. Beberapa Yurisprudensi Mahkamah Agung RItelah beberapa kali dipergunakan sebagai acuan bagi paraHakim untuk memutus suatu perkara yang sama sehinggamenjadi sumber hukum yang memiliki kekuatan mengikatsecara relatif. (http://id.wikipedia.org/wiki/Yurisprudensi_Mahkamah_Agung_Republik_Indonesia)
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
89Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
(d) mencerminkan arah perkembangan hukum; dan(e) secara konstan (berulang-ulang) telah diikuti olehhakim-hakim lainnya.43
Doktrin dapat diartikan sebagai pendapat dari parasarjana hukum yang ternama yang mempunyaiwibawa (otoritas) keilmuan dan dijadikan acuan bagihakim untuk mengambil keputusan. Dalampenetapan apa yang akan menjadi putusan, hakimsering menyebut (mengutip) pendapat seseorangsarjana hukum mengenai kasus yang harusdiselesaikannya, apalagi jika sarjana hukum itumenentukan bagaimana seharusnya. Pendapat itumenjadi dasar keputusan hakim tersebut.44
3.3.1 Kemahiran yuridis dalam putusan pidana
Penggunaan yurisprudensi dan doktrin dalamputusan-putusan pidana yang diteliti dapat dilihatpada Tabel 1 berikut.
43 Djohansjah, Anotasi, Yurisprudensi dan Putusan Penting (Land-mark Decision), makalah dalam pertemuan rencanapembuatan anotasi dan laporan penelitian putusan hakimtahun 2007 dan 2008, Jakarta, Komisi Yudisial, 27 Maret 2009.
44 Wijiraharjo, sumber-sumber hukum, http://wijiraharjo.wordpress.com/2008/02/02/doktrin/, 2Februari, 2008.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
90 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Korupsi 43 6 37 1 4221
Korupsi dan Perjudian 1 0 1 0 13 Korupsi dan Pembalakan Liar 2 0 2 0 2
4 Memberikan Keterangan Palsu 1 0 1 0 1
5 Pencucian Uang 1 1 0 0 16 Perdagangan Satwa Langka 3 0 3 0 3
7 Penyalahgunaan Penyaluran BBM 2 0 2 0 2
8 Pengeluaran Ijazah Palsu 1 0 1 0 19 Peredaran Uang Palsu 1 0 1 0 110 Pembalakan Liar 21 1 20 2 1911 Perdagangan Anak 2 1 1 0 2
12 Pengedaran Sediaan Farmasi Ilegal 1 0 1 0 1
13 Psikotropika 14 0 14 0 1414 Narkotika 7 1 6 0 715 Terorisme 1 1 0 0 116 Hacking 1 0 1 0 1
No.Jenis
perkaraJum-lah
Penggunaan
Doktrin
tidak adaada tidak
Yurisprudensi
TABEL. 1
PENGGUNAAN YURISPRUDENSI DAN DOKTRINDALAM PUTUSAN PIDANA
91Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
No.Jenis
perkaraJum-lah
Penggunaan
Doktrin Yurisprudensi
ada tidak ada tidak
Tanpa Hak Membawa Senjata Tajam 1 0 1 0 1
25
24
KDRT 3 0 3 0 326 VCD Bajakan 1 0 1 0 127 Hak Cipta 5 0 5 0 528 Hak Merk 3 0 3 0 329 Penghinaan 1 0 1 0 1
30 Pencemaran Nama Baik oleh Pers 1 1 0 1 0
31 Penyebaran Berita Bohong 1 0 1 0 1
32 Perbuatan Tidak Menyenangkan 1 1 0 0 1
33 Pengrusakan Barang 1 0 1 0 1
34 Percobaan Pembajakan Kapal Laut 1 0 1 0 1
35 Penyelundupan 2 0 2 0 2
36 Pencurian Dengan Pemberatan 1 0 1 1 37 Penyerobotan Tanah 1 0 1 0 138 Penyewaan Tanah Tanpa Hak 1 1 0 0 139 Hak Atas Tanah 1 0 1 0 140 Perjudian 1 0 1 0 141 Penggelapan 6 0 6 0 642 Penggunaan Gelar Lulusan 1 0 1 0 1
JUMLAH 149 15 134 6 143PERSENTASE 10%100% 90% 4% 96%
JUMLAH TOTAL 149 149 149
17 Lingkungan Hidup 5 1 4 0 518 Pembunuhan 3 1 2 0 319 Pembunuhan Berencana 1 0 1 0 1
20 Pembunuhan dan pemerkosaan 1 0 1 1 0
21 Pembunuhan Anak 1 0 1 0 122 Aborsi 1 0 1 0 1
23 Penganiyaan 2 0 2 0 2
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
92 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tabel di atas secara umum menunjukkan bahwa dari41 jenis tindak pidana yang diteliti dalam 149putusan hakim terdapat 6 (4 %) putusan yang dalampertimbangannya majelis hakim mengutipyurisprudensi. Yurisprudensi-yurisprudensitersebut terdapat dalam putusan tindak pidanapembunuhan dan pemerkosaan, pencurian denganpemberatan, pencemaran nama baik oleh pers, duaputusan dalam tindak pidana korupsi, dan duaputusan dalam tindak pidana pembalakan liardengan jumlah keseluruhan yang digunakan adalah12 yurisprudensi. Perincian 12 yurisprudensitersebut dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.
93Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
TABEL. 2
PENGGUNAAN YURISPRUDENSI DALAMPUTUSAN PIDANA
Untukmembukti-kan
Pencabu-tan kete-rangandalampersidang-an
Pencabu-tan kete-rangandalampersidang-an
Perenca-naandalamtindakpidana
Yurispru-densi
PutusanMA No.Reg. No229.K/KR/1959,Tanggal 23Februari1960
Pencabu-tan kete-rangandalampersidang-an
MA No.Reg. No441.K/PID/1984,Tanggal 11Desember1984
703/Pid.B/2005/PN.PLG
PutusanMA No.Reg. No.1043.K/PID/1987
PutusanMA (tidakdisebutkanNo. Reg.dan tang-gal putu-san)
No
1.
2.
3.
4.
Tentang
Mahka-mahAgung
Bukan un-tuk mem-buktikan
Bukan un-tuk mem-buktikan
Bukan un-tuk mem-buktikan
Mahka-mahAgung
Mahka-mahAgung
Palembang
Mahka-mahAgung
PembuatYurispru-densi
HakimPenggunadari PN
HubungandenganUnsurTindakPidanayangdidakwakan JPU
Diguna-kan dalamPutusanPNNomor
94 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
Yurispru-densi
138/Pid.B/2007Pn.Klk
Turut sertamelaku-kan pencurian
Hoge Raad
Untukmembukti-kan
Untukmembukti-kan
Untukmembukti-kan
Untukmembukti-kan
Untukmembukti-kan
Hoge Raad Kaloka(SulawesiTenggara)
Mentawai
Lumajang(JawaTimur)
Lumajang(JawaTimur)
Hoge Raad
Mah-kamahAgung
Mah-kamahAgung
Mah-kamahAgung
Turut sertamelaku-kan pencurian
Turut sertamelaku-kan pencurian
Pemberitaan tidakdipandangmelawanhukum
Turut sertamelakukanperbuatanPidana
Unsur“secaramelewanhukum”dalamtindakpidana
39/Pid.B/2007PN. Mtw
221/PID.B/2005/PN.LMJ
258/PID.B/2005/PN.LMJ
No
PutusanHR 10Desember1984
PutusanHR 1Desember1902
PutusanHR 9Februari1914
PutusanMA No1608 KPID/2005
PutusanMA No.117 K/PID/1990Tanggal 30Februari1990
PutusanMA No.81 K/Kr/1973Tanggal30 Maret1973
5.
6.
7.
8.
9.
10.
TentangPembuatYurispru-densi
HakimPenggunadari PN
HubungandenganUnsurTindakPidanayangdidakwakan JPU
Diguna-kan dalamPutusanPNNomor
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
95Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
Tabel di atas menunjukkan bahwa penggunaaanyurisprudensi dalam pertimbangan putusan hakimpidana yang diteliti tidak menyebar di seluruhIndonesia. Yurisprudensi tersebut (kecuali yangdilakukan oleh hakim pengadilan negeri Palembangyang berdomisili di ibu kota provinsi), justrudilakukan oleh hakim di pengadilan negeri yangberada di ibu kota kabupaten, yaitu Lumajang (JawaTimur), Kolaka (Sulawesi Tenggara), Mentawai(Sumatera Barat) dan Labuha (Ternate). Selain itu, ada
Yurispru-densi
No
PutusanMA No.1696 K/Pid/2002Tanggal 20Mei 2003
PutusanMA (tidakdisebut-kan NoReg. dantanggalputusan)
62/Pid.B/2007/PN.LBH
unsur“secaramelawanhukum”dalamtindakpidana
unsur Ba-rang siapadalamtindakpidanapembala-kan liar
Mah-kamahAgung
Mah-kamahAgung
Labuha(Ternate)
Untukmembuk-tikan
Untukmembuk-tikan
11.
12.
TentangPembuatYurispru-densi
HakimPenggunadari PN
HubungandenganUnsurTindakPidanayangdidakwakan JPU
Diguna-kan dalamPutusanPNNomor
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
96 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
juga hakim yang merujuk pada putusan Hoge Raad,yaitu hakim dari Pengadilan Negeri Kolaka.
Bila ditelaah lebih lanjut yurisprudensi yangdipergunakan oleh hakim dalam pertimbangannyadapat dibedakan menjadi dua kelompok besar:
a. Yurisprudensi yang dipergunakan untukmendukung argumentasi hakim dalampertimbangan hukumnya, terutama dalammembuktikan unsur-unsur tindak pidana yangdidakwakan oleh JPU.Hal ini antara lain terlihat dalam putusan hakimdari Pengadilan Negeri Kolaka, dalam putusanNo.138/Pid.B/2007/Pn.Klk, tentang tindakpidana pencurian dengan pemberatan. Dalamputusan ini untuk membuktikan unsur Pasal 55ayat (1) ke-1 KUHP majelis hakim merujuk padabeberapa putusan: HR 10 Desember 1894 yaitupencurian yang dilakukan adalah turut sertamelakukan dan bukan secara pembantuan;putusan HR 1 Desember 1902 yaitu untukpembuktian pencurian yang dilakukan secarabersekutu oleh dua orang atau lebih adalah cukup,bahwa jelas perbuatan itu telah dilakukan danbahwa mereka secara langsung turut serta
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
97Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
melakukannya, tidak perlu ternyata berapa bagianyang dilakukan masing-masing; dan putusan HR9 Februari 1914 yaitu agar dapat dinyatakanbersalah turut serta melakukan haruslah diperiksadan dibuktikan bahwa pengetahuan dan kehendakitu terdapat pada tiap-tiap pelaku.
Demikian pula dalam putusan Pengadilan NegeriLumajang No. 221/PID.B/2005/PN.LMJ tentangtindak pidana korupsi. Dalam mempertimbangkanunsur Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, hakimmempertimbangkan Putusan Mahkamah AgungNo. 1117 K/PID/1990 tanggal 30 Februari 1990yang menyatakan, “Untuk dapat dikualifikasikansebagai turut serta melakukan perbuatan pidanadalam arti melakukan bersama-sama, makasedikitnya harus ada dua orang, yaitu orang-orangyang melakukan perbuatan pidana itu dan dalamhal ini kedua orang itu semuanya melakukanperbuatan pelaksanaan, yaitu melakukan anasirdari perbuatan pidana”.
Dalam putusan No. 39/Pid.B/2007/PN.Mtwtentang tindak pidana pencemaran nama baik olehpers di Pengadilan Negeri Mentawai, untukmembuktikan unsur pemberitaan yang melawanhukum atau tidak, hakim merujuk pada putusan
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
98 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
MA No. 1608 K/PID/2005. Putusan itumempertimbangkan bahwa pemberitaan tidakdipandang melawan hukum bila: (a) suatu beritatelah dibantah melalui hak jawab; dan (b) telahdicek ke berbagai sumber dengan memperhatikanasas cover both sides.
Sedangkan dalam putusan No. 258/PID.B/2005/PN.LMJ tentang tindak Pidana Korupsi diPengadilan Negeri Lumajang, untukmembuktikan unsur “secara melawan hukum”,hakim mempertimbangkan Putusan MahkamahAgung No. 81K/Kr/1973 tangal 30 Maret 1973 danPutusan MA No. 1696 K/Pid/2002 tanggal 20 Mei2003 yang dalam pertimbangan hukumnyamenyatakan “....sarana melawan hukum adalahperbuatan melawan hukum dalam arti luas, ialahmencakup perbuatan melawan hukum, tidakhanya sebagai perbuatan yang secara langsungmelanggar peraturan (tertulis) tetapi meliputi pulaperbuatan-perbuatan yang melanggar hukumyang tidak tertulis yaitu peraturan-peraturan dibidang kesusilaan, keagamaan, sopan santun danajaran melawan hukum yang dianut oleh MAadalah ajaran melawan hukum secara materiil, baiksecara negatif maupun positif.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
99Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
Demikian pula dalam Yurisprudensi MahkamahAgung Republik Indonesia (tidak disebutkannomor putusan dan tanggal dikeluarkannyaputusan tersebut) oleh hakim Pengadilan NegeriLabuha (Ternate), ketika memeriksa danmempertimbangkan unsur barang siapa dalamtindak pidana pembalakan liar.
b. Yurisprudensi yang tidak terkait secara langsunguntuk mendukung argumentasi hakim dalampertimbangan hukumnya.Hal ini terlihat dalam putusan hakim PengadilanNegeri Kolaka, yaitu Putusan Mahkamah AgungRepublik Indonesia No. Reg. No. 229.K/KR/1959,tanggal 23 Februari 1960, Putusan MahkamahAgung Republik Indonesia No. Reg. No. 414/K/PID/1984, tanggal 11 Desember 1984, dan PutusanMahkamah Agung Republik Indonesia No. Reg.No. 1043.K/PID/1987, tentang pencabutanketerangan terdakwa dalam persidangan.
Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa dari 41 perkarapidana yang diteliti dalam 149 putusan hakim,terdapat 15 (10%) putusan dalam pertimbanganmajelis hakim mengutip doktrin. Doktrin-doktrintersebut terdapat dalam putusan tindak pidana
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
100 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
korupsi, lingkungan, narkotika, pembalakan liar,pembunuhan, pencemaran nama baik oleh pers,pencucian uang, penyewaan tanah tanpa hak,perbuatan tidak menyenangkan, perdagangan anak,terorisme. Perincian doktrin-doktrin tersebutdisajikan dalam Tabel 3 berikut.
No. Putusan Pengadilan
Jenis perkara
Hakim Pengguna dari PN
Doktrin dari
Doktrin yang digu-nakan untuk men-dukung
1
100/Pid.B/2007/ PN.DGL
KorupsiDonggala (Sulawesi Tengah)
R. - Wiryono, SH
Aruan - Sakidjo, SH,MH
Dr - Bambang Purnomo, SH
pembukti-kan unsur “memper-kaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi”
TABEL. 3
PENGGUNAAN DOKTRIN DALAM PUTUSANPIDANA
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
101Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
No. Putusan Pengadilan
Jenis perkara
Hakim Pengguna dari PN
Doktrin dari
Doktrin yang digu-nakan untuk men-dukung
2
454/Pid.B/2004/PN.PL
Korupsi Palu
Jean - Revero
Jean - Waline
Bagir - Manan
Doktrin tentang penyalah-gunaan kewenan-gan dalam hukum ad-ministrasi,untuk membukti-kan unsur “menyalah-gunakan kewenan-gan, kes-empatan atau sarana yang ada padanya karena ja-batan atau kedudu-kan”,
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
102 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
No. Putusan Pengadilan
Jenis perkara
Hakim Pengguna dari PN
Doktrin dari
Doktrin yang digu-nakan untuk men-dukung
351/PID.B/2005 /PN.WNS
Korupsi Wonosari (DIY)
W.F. Prins
Doktrin penyalah-gunaan wewenang dalam memer-iksa unsur “Menyalah-gunakan kewenan-gan, kes-empatan atau sarana yang ada padanya karena ja-batan atau kedudukan
Tidak dis-ebutkan
Mengguna-kan De Willsthe-ori, dalam memer-iksa unsur “Untuk tu-juan mengun-tung-kan diri sendiri atau orang lain atau suatu kor-porasi”,
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
103Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
No. Putusan Pengadilan
Jenis perkara
Hakim Pengguna dari PN
Doktrin dari
Doktrin yang digu-nakan untuk men-dukung
4120/PID.B/2005/ PN.PML
Korupsi Pemalang
Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, S.H
unsur “secara melawan hukum”
584/Pid.B/2006/PN. BKL
Korupsi Bengkulu
Van - Bemme-len dan Van Hattum Noyon - dan Langeme-ijer
Unsur ”mengun-tungkan” dalam tin-dak pidana korupsi
6
284/PID.B/2005/PN.MDO
Lingkung-an Manado Tidak
disebutkan
asas Subsidia-ritas dalam Hukum Lingku-ngan
727/Pid.B/2007/Pn.Tte
Narkotika Ternate Tidak disebutkan
Pengguna-an dua syarat pemidana-an yakni: (a) Syarat adanya perbuatan pidana ( ); (b) delictSyarat adanya kesalahan ( )schuld
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
104 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
No. Putusan Pengadilan
Jenis perkara
Hakim Pengguna dari PN
Doktrin dari
Doktrin yang digu-nakan untuk men-dukung
862/Pid.B/ 2007/ PN.LBH
Pembala-kan Liar
Labuha (Ternate)
Tidak disebutkan
Doktrin tentang unsur barang siapa, doktrin tentang prinsip dan doktrin tentang tujuan pemidana-an
9192/Pid.B/2007/PN.Klk
Pembunuh-an
Kolaka (Sulawesi Utara)
Tidak disebutkan
Doktrin tentang kesengaja-an untuk membuk-tikan unsur dengan sengaja menghi-langkan nyawa orang
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
105Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
No. Putusan Pengadilan
Jenis perkara
Hakim Pengguna dari PN
Doktrin dari
Doktrin yang digu-nakan untuk men-dukung
1039/Pid.B/2007/PN.Mtw
Pencemar-an nama baik oleh pers
Mentawai Tidak disebutkan
Doktrin Voorsteling Theory untuk membukti-kan unsur kesengaja-an
11254/Pid.B/2004/PN.Jkt. Sel
Pencucian Uang
Jakarta Selatan
Prof. - Lamin-
M. Tresna-
Doktrin tentang sengaja (opzet) untuk membuk-tikan unsur perbuatan yang dilakukan dengan sengaja
R. Seosilo- Simons,-
Untuk memper-timbang-ankan unsur perbuatan yang diteruskan atau berlanjut
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
106 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
No. Putusan Pengadilan
Jenis perkara
Hakim Pengguna dari PN
Doktrin dari
Doktrin yang digu-nakan untuk men-dukung
12330/Pid.B/2005/PN.PL
Penyewaan Tanah tanpa Hak
Palu R. Soesilo
Doktrin tentang surat palsu dan memalsu surat
1347/Pid.B/2005/ Pn.Bjb
Perbuatan tidak menye-nangkan
Banjarbaru
Brig. Jen. Pol. Drs. Moch. Anwar, SH
Perbuatan paksaan yang dilakukan dengan melawan hukum
- W.P.J. Pompe
- Noyon dan GE. Langer-meijer
Doktrin tentang pengertian “secara melawan hukum”
14702/Pid.B/2004/ PN.Mdn
Perdagang-an Anak Medan R. Soesilo
Memperni-agakan atau memperda-gangkan perempuan
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
107Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
Berdasarkan tabel di atas dapat dikemukakan bahwapenggunaaan doktrin dalam pertimbangan putusanhakim pidana dalam penelitian ini relatif menyebardi seluruh Indonesia, baik Indonesia bagian barat,bagian tengah dan bagian timur. Doktrin digunakanoleh para hakim di pengadilan negeri yangberdomisili di kota besar dan/atau ibu kota provinsi,seperti Pengadilan Negeri Palu, Bengkulu, Menado,Ternate, Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, dan Medan,maupun hakim di pengadilan yang berkedudukandi ibu kota kabupaten, seperti Pengadilan NegeriDonggala (Sulawesi Tengah), Wonosari (Daerah
No. Putusan Pengadilan
Jenis perkara
Hakim Pengguna dari PN
Doktrin dari
Doktrin yang digu-nakan untuk men-dukung
152374/Pid.B/2006/ PN.Jkt.Pst
Terorisme Jakarta Pusat
- Von Hippel
- Van Hanttum
- Van Hammel,
- Satochid Kartane-gara
- Vos, - Wirjono Prodjo-dikoro
Dalam memper-timbang-kan unsur dengan sengaja mengguna-kan kekerasan atau ancaman kekerasan
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
108 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
Istimewa Yogyakarta), Pemalang (Jawa Tengah),Labuha (Ternate), Kolaka (Sulawesi Utara), Mentawai(Sumbar) dan Banjarbaru (Kalsel).
Profesionalisme hakim dari perspektif kemahiranyuridik juga dapat dilihat dari bagaimana penetapanhakim dalam menentukan vonis bagi terdakwadibandingkan dengan tuntutan yang diajukan JPU.
Berat ringannya hukuman yang dijatuhkan dalamsuatu perkara pidana dalam batas-batas tertentudiyakini dapat menimbulkan efek jera (deterrent effect)terhadap terpidana (agar tidak mengulangi lagiperbuatannya) maupun calon-calon pelaku tindakpidana (agar tidak melakukan tindak pidana). Selainefek jera, berat ringannya hukuman tentunya jugaberpengaruh terhadap rasa keadilan yang hidupdalam masyarakat. Mahkamah Agung menyadarisepenuhnya hal tersebut dan secara khusus melaluiSEMA No. 1 Tahun 2000 menginstruksikan kepadahakim agar menjatuhkan hukuman yang setimpalsesuai dengan berat dan sifat dari tindak pidanatertentu yaitu tindak pidana ekonomi, korupsi,narkoba, perkosaan, pelanggaran HAM berat danlingkungan hidup. Hukuman yang setimpal tersebutdiharapkan dapat memenuhi rasa keadilan yangtumbuh dalam masyarakat.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
109Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
Hakim tidak dapat menjatuhkan pidana terhadapterdakwa tentang suatu perbuatan di luar daridakwaan JPU (walaupun terbukti dalampersidangan). Putusan hakim harus berdasarkan suratdakwaan sebagaimana ketentuan Pasal 182 ayat (4)KUHAP (selaras dengan Pasal 292 ayat (1) HIR) yangberbunyi: “Musyawarah tersebut pada ayat (3) harusdidasarkan atas surat dakwaan dan segala sesuatuyang terbukti dalam pemeriksaan di sidang”.
Sebelum menjatuhkan hukuman biasanya hakimmempertimbangkan faktor-faktor yang memberatkandan meringankan hukuman yang akan dijatuhkanterhadap terdakwa. Dalam penelitian ini ditemukanputusan-putusan hakim yang dipertimbangkansecara objektif, dan sejalan dengan pertimbangannyaatas faktor-faktor yang memberatkan danmeringankan. Hal ini antara lain terlihat dalamputusan No. 61/PID.B/2006/PN.YK. Pada putusanini, walaupun JPU hanya menuntut hukuman penjaraselama dua tahun dikurangi masa tahanan, hakim,setelah secara objektif mempertimbangkan faktor-faktor yang meringankan dan yang memberatkan,menjatuhkan hukuman selama empat tahundikurangi masa tahanan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
110 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
Akan tetapi sebagaimana dikemukakan di atas,terdapat pula vonis hakim yang jauh lebih rendahdari tuntutan JPU, termasuk pada perkara-perkarayang secara khusus oleh Mahkamah Agungdisebutkan dalam SEMA No. 1 Tahun 2000 agardijatuhi hukuman yang setimpal. Misalnya dalamputusan No. 454/Pid.B/2004/PN.PL, JPU menuntutpidana penjara enam tahun dikurangi masa tahanan,tetapi hakim hanya menjatuhkan pidana penjaraselama satu tahun dikurangi masa tahanan.Singkatnya hukuman penjara yang dijatuhkan tidakkonsisten dengan pertimbangan tentang faktor-faktoryang meringankan dan memberatkan yang telahdisebutkan oleh hakim yang bersangkutan padaputusannya. Walaupun perbandingan di antarafaktor-faktor yang memberatkan dan meringankancukup seimbang namun hakim menjatuhkanhukuman yang jauh lebih ringan daripada tuntutanJPU, yaitu 1/6 (16.7%) dari tuntutan JPU.
3.3.2 Kemahiran Yuridis dalam Putusan Perdata
Dalam putusan-putusan perdata yang diteliti,penggunaan yurisprudensi dan doktrin oleh hakimdalam pertimbangannya disajikan dalam Tabelberikut.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
111Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
TABEL. 4
PENGGUNAAN YURISPRUDENSI DAN DOKTRINDALAM PUTUSAN PERDATA
No. Putusan PN No. Jenis perkara
Penggunaan
Doktrin Yurispru-densi
Ada Ti-dak Ada Ti-
dak
1 07/Pdt.G/2007/PN.TTE
Sengketa Tanah Warisan 0 1 0 1
213/Pdt.G/2007/PN.LBH
Penguasaan Tanah Tanpa Hak 0 1 1 0
384/Pdt.G/2004/PN.BJM Penanaman Modal 0 1 0 1
401/Pdt.PLW/2007/PN.K.KP
Sengketa Objek Jaminan Fidusia oleh Negara
1 0 1 0
508/Pdt.G/2004/PN.PLR
Sengketa Hak Milik dalam Warisan 0 1 0 1
612/Pdt.G/2007/PN.KTB
Sengketa Kepemilikan Hak atas Tanah
1 0 0 1
766/Pdt.G/2007/PN.BJM
Sengketa Advokat dengan Mantan Klien
0 1 0 1
811/Pdt.G/2007/PN.KLK
Sengketa Hak Milik atas Harta Bersama 0 1 0 1
1908/Pdt.G/2006/PN.Kdi
Sengketa Kepemilikan Tanah 0 1 0
112 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
No. Putusan PN No. Jenis perkara
Penggunaan
Doktrin Yurispru-densi
Ada Ti-dak Ada Ti-
dak
10 16/Pdt.G/2005/PN.KLK
Sengketa Kepemilikan Tanah Harta Gono Gini Perceraian
0 1 0 1
11 45/Pdt.G/2006/PN.KDI
Ganti Rugi Korban Kecelakaan Lalu Lintas
0 1 0 1
12 1/Pdt.G/2006/PN.MKL Sengketa Tanah 0 1 0 1
13 06/Pdt.G/2005/PN.Ekg
Sengketa Kepemilikan Tanah dalam Keluarga
0 1 0 1
14 10/Pdt.G/2005/PN.Pangkajene
Sengketa Status Kepemilikan Tanah
0 1 0 1
15 8/Pdt.G/2008/PN.SINJAI
Sengketa Penetapan Calon Bupati-Wakil Bupati dalam Pilkada
0 1 1 0
16 59/PDT.G/2007/PN.MDO
Sengketa Hak Warisan 0 1 0 1
17 145/PDT.G/2007/PN.MDO Sengketa Tanah 0 1 0 1
118 05/PDT.G/2004/PN Klk Sengketa Tanah 0 1 0
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
113Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
No. Putusan PN No. Jenis perkara
Penggunaan
DoktrinYurispru-
densi
Ada Ti-dak Ada Ti-
dak
19 02/Pdt.G/2004/PN.WNS
PMH dalam Penguasaan Tanah Warisan
0 1 1 0
20 24/Pdt.G/2004/PN.YK
Perbuatan Melawan Hukum (Malpraktik Dokter)
0 1 0 1
21 16/Pdt.G/2006/PN.WNS
PMH dalam Jual Beli Tanah Sengketa 0 1 0 1
22 29/Pdt.G/2007/PN.YK
Perbuatan Melawan Hukum oleh Penguasa
0 1 0 1
23 03/HK.M/2002/P.NIAGA.SMG
PMH dalam Hak Merek 0 1 0 1
24 02/Pdt.G/2003/PN.KAB.MGL
PMH dalam Jual Beli Tanah Sengketa 0 1 0 1
25 06/Pdt.G/2003/PN.KAB.MGL
PMH dalam Jual Beli Tanah 0 1 0 1
26 196/Pdt.G/2007/PN.SMG Perceraian 0 1 0 1
27 341/Pdt.G/2004/PN.BDG Perceraian 0 1 1 0
28 75/Pdt.G/2005/PN.BDG Perceraian 0 1 0 1
129 50/Pdt/G/2006/PN.BDG
Perbuatan Melawan Hukum dalam Transaksi Jual Beli
0 1 0
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
114 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
No. Putusan PN No. Jenis perkara
Penggunaan
Doktrin Yurispru-densi
Ada Ti-dak Ada Ti-
dak
30 190/Pdt/G/2007/PN.BDG PMH oleh Penguasa 0 1 0 1
31 52/Pdt.G/2005/PN. PBR
Perbuatan Melawan Hukum 0 1 0 1
32 10/Pdt.G/2006/PN. PBR
Pembatalan jual beli tanah 0 1 0 1
33 03/Pdt.G/2005/PN. Am
PMH sengketa pemilikan tanah 0 1 1 0
34 05/Pdt.G/2004/PN. Am
PMH sengketa pemilikan tanah 1 0 1 0
35 21/Pdt.G/2004/PN. BKL
PMH sengketa pemilikan tanah 0 1 0 1
36 05/Pdt.G/2007/PN. BKL
PMH sengketa pemilikan tanah 0 1 1 0
37 09/Pdt.G/2007/PN. BKL
PMH sengketa pemilikan tanah 1 0 0 1
38 100/Pdt.G/2000/PN. PLG
PMH mendirikan bangunan diatas tanah orang lain
0 1 0 1
39 149/Pdt.G/2007/PN. Jkt. PSt
PMH dalam pemutusan hubungan kerja
0 1 0 1
140 06/Pdt.G/2006/PN. Jkt. PSt PMH oleh Penguasa 0 1 0
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
115Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
No. Putusan PN No. Jenis perkara
Penggunaan
DoktrinYurispru-
densi
Ada Ti-dak Ada Ti-
dak
41 226/Pdt.G/2005/PN. Jkt. Pst
Wanprestasi dalam pembayaran klaim asuransi
0 1 0 1
42 151/Pdt.G/2004/PN. Jkt. Pst
PMH melalui mekanisme class action
1 0 0 1
43 47/Pdt.G/2004/PN. Jkt. Pst PMH tenaga medis 0 1 0 1
44 94/Pdt.G/2005/PN. Jkt. Sltn
PMH Pencemaran Lingkungan Teluk Buyat
0 1 0 1
45 139/Pdt.G/2007/PN. Jkt. Pst
PMH tidak melaksanakan eksekusi
0 1 0 1
46 27/Pdt.G/2006/PN. TNG
PMH menjual Benda Jaminan 0 1 0 1
47 213/Pdt.G/2005/PN. TNG
Wanpertasi dalam perjanjian kerja sama pembangunan proyek
0 1 0 1
148 95/Pdt.G/2006/PN. TNG
Wanpertasi dalam perjanjian kerja sama pembangunan proyek
0 1 0
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
116 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
No. Putusan PN No. Jenis perkara
Penggunaan
Doktrin Yurispru-densi
Ada Ti-dak Ada Ti-
dak
49 275/Pdt.G/2007/PN. TNG
Wanpertasi dalam perjanjian perjanjian kredit bank
0 1 0 1
50 13/Pdt.G/2008/PN. TNG
Wanpertasi dalam perjanjian perjanjian kredit bank
0 1 0 1
51 55/Pdt.Bth/2006/PN. TNG
Bantahan oleh kurator terhadap penetapan sita eksekusi
0 1 0 1
52 442/Pdt.G/2005/PN.Mdn
Wanprestasi dalam perjanian jual beli tanah dan bangunan
0 1 0 1
53 01/Pdt.G/2007/PN.Mdn
Wanprestasi dalam perjanian hutang piutang
0 1 0 1
54 01/Pdt.G/2007/PN.TJP
Wanprestasi dalam Kontrak Konstruksi Proyek pemerintah
1 0 0 1
55 13/Pdt.G/2006/PN.TJP
Wanprestasi dalam Kontrak Konstruksi Proyek pemerintah
1 0 0 1
156 10/Pdt.G/2006/PN.TJP
Wanprestasi dalam Kontrak Konstruksi Proyek pemerintah
1 0 0
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
117Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
Dari tabel di atas diketahui bahwa dari 59 putusanperdata yang diteliti terdapat 8 (14%) putusan yangdalam pertimbangannya majelis hakim mengutipyurisprudensi. Berbagai yurisprudensi tersebutterdapat dalam putusan perkara penguasaan tanahtanpa hak, sengketa objek jaminan fidusia olehnegara, sengketa penetapan calon bupati-wakilbupati dalam pilkada, perbuatan melawan hukumdalam penguasaan tanah warisan, perceraian danperbuatan melawan hukum dalam sengketapemilikan tanah. Secara keseluruhan ada 22
No. Putusan PN No. Jenis perkara
Penggunaan
Doktrin Yurispru-densi
Ada Ti-dak Ada Ti-
dak
57 12/Pdt.G/2006/PN.TJP
Wanprestasi dalam Kontrak Konstruksi Proyek pemerintah
1 0 0 1
58 14/Pdt.G/2006/PN.TJP
Wanprestasi dalam Kontrak Konstruksi Proyek pemerintah
1 0 0 1
59 76/Pdt.G/2007/PN.PDG
Wanprestasi dalam Kontrak Konstruksi Proyek pemerintah
0 1 0 1
JUMLAH 10 49 8 51
PRESENTASE 100% 17% 83% 14% 86%
JUMLAH TOTAL 59 59 59
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
118 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
yurisprudensi yang digunakan. Perincian 22yurisprudensi tersebut disajikan dalam Tabel 5berikut.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
TABEL. 5
PENGGUNAAN YURISPRUDENSI DALAMPUTUSAN PERDATA
No.Yurispru-densi
Diguna-kan dalam Putusan PN No.
Tentang
Hakim Penggu-na dari PN
Jenis perkara
Putusan
1
MA No. 305K/Sip/1971 tertang-gal 16 Juni 1971
13/Pdt.G/2007/PN.LBH
Penarikan pihak tergugat adalah wewenang dari penggugat
Labuha (Ternate)
Pengua-saan Tanah Tanpa Hak
Sertifkat hak milik tanah sebagai alat bukti tidak terbantahkan mengenai siapa pemegang hak milik atas tanah
Putusan MA No. 701K/Sip/1974 tertang-gal 14 April 1976
119Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
No Yurisprudensi
Diguna-kandalamPutusanPP No.
Tentang
HakimPenggu-na dariPN
Jenisperkara
PutusanMA No.858K/Sip/1971tertang-gal 27Oktober1971
PutusanMA No.1087K/Sip/1973tertang-gal 1Oktober1975
13/Pdt.G/2007PN.LBH
Saksi- saksi yangdiajukan olehtergugat yang hanyatahu tentangkeberadaan objekyang disengketakandan tidak sesuaidengan pengetahuantentang asal-usuldari tanah yangdisengketakan yangjelas dan pasti, tidakdapat dijadikansebagai alat buktiyang sempurna
Kewenanganjudex factie untukmenentukan dapatditerima atautidaknya permohonanpembuktian dalampemeriksaan setempatyang diajukan olehsalah satu pihakdalam (penggugat)yang inginmembuktikanmengenai sengketatanah yang diserobot/dikuasai oleh tergugat
Labuha(Ternate)
Pengua-saanTanahTanpaHak
1
120 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
No.Yurispru-densi
Diguna-kan dalam Putusan PN No.
Tentang
Hakim Penggu-na dari PN
Jenis perkara
2
Putusan MA No. 305 K/Sip/1971 Tanggal 16 Juni 1971 01/Pdt.
PLW/2007/PN.K.KP
Pembantah/penggugat yang berhak menentukan pihak-pihak yang akan ditarik dalam gugatannya Kuala
Kapuas (
Sengketa Objek Jaminan Fidusia yang dirampas oleh Negara
Putusan MA No. 954 K/Sip/1973 Tanggal 19 Februari 1973
Jangka waktu pengajuan gugatan perlawanan tersebut yang harus diajukan sebelum eksekusi terhadap putusan tersebut selesai.
Putusan MA No 679 K/Sip/ 1974 Tanggal 31 Agustus 1977
Jangka waktu pengajuan gugatan perlawanan tersebut yang harus diajukan sebelum eksekusi terhadap putusan tersebut selesai.
3
Putusan MA No. 117K/Sip/1971 tertanggal 2 Juni 1971
8/Pdt.G/2008/PN.SINJAI
Gugatan baik dalam positanya maupun dalam nya petitumpihak penggugat tidak menjelaskan dengan lengkap tentang ganti rugi yang dituntutnya maka gugatan tidak dapat diterima oleh hakim
Sinjai (Sulawesi Selatan)
Sengketa Penetap-an Calon Bupati-Wakil Bupati dalam Pilkada
Putusan MA No. 1157K/Sip/1971
Putusan MA No. 140K/Sip/1971 tertanggal 12 Agustus 1972
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
121Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
No. Yurispru-densi
Diguna-kan dalam Putusan PN No.
Tentang
Hakim Penggu-na dari PN
Jenis perkara
3
Putusan MA No. 1001K/Sip/1972 tertang-gal 17 Januari 1973.
8/Pdt.G/2008/PN.SINJAI
Tuntutan kerugian immaterial dalam suatu gugatan dapat diterima bilamana tuntutan tersebut disebabkan oleh terjadinya penghinaan terhadap penggugat
Sinjai (Sulawesi Selatan)
Sengketa Penetap-an Calon Bupati-Wakil Bupati dalam Pilkada
Putusan Judex Factie yang didasarkan kepada tuntutan subsidair yaitu permohonan mengadili menurut kebijaksanaan hingga karenanya merasa tidak tidak terikat pada tuntutan petitum primair, dapat dibenarkan karena dengan demikian lebih diperoleh suatu putusan yang mendekati rasa keadilan asalkan masih dalam kerangka yang serasi dengan inti petitumprimair
Larangan hakim tidak boleh mengabulkan hal-hal yang tidak diminta atau melebihi
tidak berlaku secara mutlak
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
122 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
No. Yurispru-densi
Diguna-kan dalam Putusan PN No.
Tentang
Hakim Penggu-na dari PN
Jenis perkara
4
Putusan MA No. 3190 K/Pdt/1985
02/Pdt.G/2004/PN.WNS
Janda merupakan ahli waris kelompok utama bersama anak-anak yang lain
Wonosari (DIY)
Perbua-tan Melawan Hukum dalam Pengua-saan Tanah Warisan
Putusan MA No. 302/K/Sip/1960 Tanggal 2 Septem-ber 1960
Janda selalu merupakan ahli waris terhadap barang asal dari suaminya
Putusan MA No. 1585 K/Sip/1974 Tanggal 29 Desem-ber 1977
Janda berhak memperoleh biaya hidup selama hidupnya dari harta warisan suaminya
Putusan MA No. 294 K/Sip/1976 Tanggal 20 Juli 1977
Janda berhak menguasai harta peninggalan suaminya selama hidupnya atau sepanjang belum kawin lagi
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
123Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
No. Yurispru-densi
Diguna-kan dalam Putusan PN No.
Tentang
Hakim Penggu-na dari PN
Jenis perkara
5
Putusan MA No. 3180 K/Pdt/1985 Tanggal 28 Desem-ber 1987
341/Pdt.G/2004/PN.BDG
percekcokan terus menerus tidak dapat didamaikan bukanlah ditekankan harus dilihat dari adanya cekcok yang terus menerus yang hingga kini tidak dapat didamaikan lagi
BandungPercerai-an
Putusan MA No. 105 K/Sip/1968 Tanggal 12 Juni 1968
Tidak adanya kerukunan sebagai alasan perceraian
6
Yuris-pru-densi Hoge Raad, Thn 1919, Tgl 13 Januari 1919
03/Pdt.G/2005/PN. Am
Pengertian perbuatan melawan hukum
Arga Makmur (Bengku-lu Utara)
PMH sengketa pemilik-an tanah
Hanya penggugat yang berwenang untuk menentukan siapa-siapa yang digugatnyaPutusan
MA No. 305/K/Sip/1971
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
124 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
Dari tabel di atas bisa dikatakan bahwa penggunaaanyurisprudensi dalam pertimbangan putusan hakimperdata dalam penelitian ini relatif menyebar dibeberapa daerah di Indonesia, baik Indonesia bagianbarat, tengah dan timur. Yurisprudensi dirujuk olehpara hakim yang berada di kota besar/ibu kotaprovinsi seperti Bandung dan Bengkulu, juga olehhakim-hakim yang berdomisili di ibu kota kabupaten,yaitu Labuha (Ternate), Kuala Kapuas (KalimantanTengah), Sinjai (Sulawesi Selatan), Wonosari (DIY),dan Arga Makmur (Bengkulu Utara).
No. Yurispru-densi
Diguna-kan dalam Putusan PN No.
Tentang
Hakim Penggu-na dari PN
Jenis perkara
7
Putusan MA No. 551/K/Sip/1971 05/
Pdt.G/2004/PN. Am
Dalam putusan tidak disebutkan apa isi putusan MA tersebut Arga
Makmur (Bengku-lu Utara)
PMH Sengketa Pemilik-an TanahPutusan
MA No. 1078/K/Sip/1972
Dalam putusan tidak disebutkan apa isi putusan MA tersebut
8
Putusan MA No. 1057/K/Sip/1973, Tanggal 25 Maret 1976
05/Pdt.G/2007/PN. BKL
besarnya nilai kerugian yang semata-mata hanya didasarkan asumsi perhitungan yang bersifat prediktif harus ditolak
Bengku-lu
PMH Sengketa Pemilik-an Tanah
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
125Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
No. Putusan PN No.
Jenis perkara
Hakim Penggu-na dari PN
Doktrin dari
Doktrin yang digunakan untuk mendukung
1
01/Pdt.PLW/2007/PN.K.KP
Sengketa Objek Jaminan Fidusia oleh Negara
Kuala Kapuas (Kal-teng)
M. Yahya Harahap
Nilai pembuktian akta otentik
Kedudukan benda fdusia, yang tidak sama dengan hak milik sebagaimana dimaksud dalam pasal 570 KUH Perdata
2
12/Pdt.G/2007/PN.KTB
Sengketa Kepemi-likan Hak atas Tanah
Kota Baru (Kalsel)
Tidak disebut-kan
Asas hukum umum setiap orang dapat digugat apabila orang tersebut dianggap merugikan hak si penggugat terlepas benar tidaknya gugatan penggugat
Dari 59 putusan perdata yang diteliti terdapat 10(17%) putusan yang dalam pertimbangannya majelishakim merujuk pada doktrin. Doktrin bisa ditemukandalam putusan perkara perampasan jaminan fidusiaoleh negara, perbuatan melawan hukum dalamkepemilikan hak atas tanah, perbuatan melawanhukum melalui mekanisme class action, wanprestasidalam kontrak konstruksi proyek pemerintah.Perincian penggunaan doktrin ini disajikan dalamTabel 6 berikut.
TABEL. 6
PENGGUNAAN DOKTRIN DALAM PUTUSANPERDATA
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
126 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
No. Putusan PN No.
Jenis perkara
Hakim Penggu-na dari PN
Doktrin dari
Doktrin yang digunakan untuk mendukung
3
151/Pdt.G/2004/PN. Jkt. Pst
PMH melalui mekanis-me class action
Jakarta Pusat
Doktrin-doktrin dari anglo saxon dan eropa konti-nental
Pembuktian tentang class action legal dan standing,
4
01/Pdt.G/2007/PN.TJP
Wanpres-tasi dalam Kontrak Kons-truksi Proyek pemerin-tah
Tanjung Pati (Kab. Lima Puluh Kota, Padang)
R. Subekti
Pembuktian jenis-jenis (bentuk) wanprestasi dan akibat hukum dari wanprestasi
5
13/Pdt.G/2006/PN.TJP
Wanpres-tasi dalam Kontrak Kons-truksi Proyek pemerin-tah
Tanjung Pati (Kab. Lima Puluh Kota, Padang)
R. Subekti
Pembuktian jenis-jenis (bentuk) wanprestasi dan akibat hukum dari wanprestasi
6
10/Pdt.G/2006/PN.TJP
Wanpres-tasi dalam Kontrak Kons-truksi Proyek pemerin-tah
Tanjung Pati (Kab. Lima Puluh Kota, Padang)
R. Subekti
Pembuktian jenis-jenis (bentuk) wanprestasi dan akibat hukum dari wanprestasi
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
127Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
No. Putusan PN No.
Jenis perkara
Hakim Penggu-na dari PN
Doktrin dari
Doktrin yang digunakan untuk mendukung
7
12/Pdt.G/2006/PN.TJP
Wanpres-tasi dalam Kontrak Kons-truksi Proyek pemerin-tah
Tanjung Pati (Kab. Lima Puluh Kota, Padang)
R. Subekti
Pembuktian jenis-jenis (bentuk) wanprestasi dan akibat hukum dari wanprestasi
8
14/Pdt.G/2006/PN.TJP
Wanpres-tasi dalam Kontrak Kons-truksi Proyek pemerin-tah
Tanjung Pati (Kab. Lima Puluh Kota, Padang)
R. Subekti
Pembuktian jenis-jenis (bentuk) wanprestasi dan akibat hukum dari wanprestasi
9
05/Pdt.G/2004/PN. Am
PMH Sengketa Pemi-likan Tanah
Arga Makmur (Beng-kulu Utara)
Retno-- wulan,Darwan - PrinstMartiman - Projoh-ami djojo Pradnya,Sudikno - Merto-kusumo
tidak menuliskan secara tegas, apa yang dikutip dari pendapat para sarjana/ahli hukum tersebut
10
09/Pdt.G/2007/PN. BKL
PMH Sengketa Pemi-likan Tanah
Beng-kulu
M. Yahya Harahap
Tentang fundamentum Petendi
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
128 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
Dari tabel di atas tampak bahwa penggunaaan doktrindalam pertimbangan putusan hakim perdata dalampenelitian ini dilakukan oleh hakim-hakim diIndonesia bagian barat dan tengah. Doktrindigunakan oleh para hakim pengadilan negeri yangberdomisili ibu kota provinsi, yaitu di Jakarta Pusatdan Bengkulu, juga oleh para hakim pengadilannegeri ya ng berkedudukan di ibu kota kabupaten,seperti Pengadilan Negeri Kuala Kapuas (Kalteng),Kota Baru (Kalsel) dan, Tanjung Pati (Kab. LimaPuluh Kota, Sumbar), Arga Makmur (BengkuluUtara).
Berdasarkan uraian di atas, jika profesionalismehakim dilihat dari perspektif kemahiran yuridis,dapat dikatakan bahwa secara kuantitatif jumlahhakim yang menggunakan yurisprudensi untukmemperkuat argumen-argumen dalampertimbangannya, baik dalam pemeriksaan perkarapidana maupun penyelesaian sengketa perdata,masih relatif sedikit, yaitu hakim-hakim yang terlibatdalam 6 (4%) putusan (dari 149 putusan) dalamperkara pidana, 8 (14%) putusan (dari 59 putusan)dalam sengketa perdata.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
129Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
Hal yang relatif sama juga terlihat dalam penggunaandoktrin. Secara kuantitatif, jumlah hakim yangmerujuk pada doktrin untuk memperkuat argumen-argumen dalam pertimbangannya, baik dalampemeriksaan perkara pidana maupun penyelesaiansengketa perdata, masih relatif sedikit, yaitu hakim-hakim yang terlibat dalam 15 (10 %) putusan (dari149 putusan) dalam perkara pidana, dan 10 (17 %)putusan (dari 59 putusan) dalam sengketa perdata.
Meskipun tidak dilakukan kajian lebih jauh danmendalam mengenai relatif sedikitnya hakim yangmerujuk pada yurisprudensi dan doktrin untukmemperkuat argumen-argumen dalampertimbangannya, dapat dikatakan kondisi di atasmenunjukkan masih rendahnya tingkat keterampilanatau kemahiran hakim dalam menelusuri danmenemukan bahan-bahan hukum (legal materials),serta kemampuannya untuk menangani bahan-bahanhukum yang ada. Di samping itu juga tampak adanya“keengganan” hakim untuk meningkatkan danmengembangkan profesionalismenya. Tidak adanyakonsekuensi lebih lanjut dari para hakim yangmenggunakan atau tidak yurisprudensi dan doktrindalam pertimbangannya, agaknya menjadi alasanpembenar dalam hal ini. Hal yang relatif sama juga
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
130 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
ditemukan berdasarkan hasil penelitian KomisiHukum Nasional tentang, “standar pengujian profesihukum (jaksa, hakim dan advokat). Penelitian tersebutmenyimpulkan bahwa mengingat kurangnyakemampuan hakim dalam hal-hal yang menyangkutkemahiran yuridis, dalam pendidikan dan latihanpara hakim perlu diberi materi yang menekankanpada penguatan kapasitas personal, yang berhubdengan keterampilan hukum (skill) maupun kapasitaspersonal menyangkut pemahaman mengenai etikaprofesi hukum masing-masing profesi (jaksa, hakimdan advokat). Dalam pendidikan dan latihan umummaupun khusus, seyogyanya muatan materi yangdiberikan mencakupi antara lain: (a) pengetahuanhukum, (b) penunjang atas materi pengetahuanhukum yang sifatnya lebih teknis dan aktual, (c)keterampilan (skill) baik itu keterampilan hukummaupun keterampilan sebagai personel profesihukum.45
Secara kualitatif, profesionalisme hakim dariperspektif kemahiran yuridis juga patutdipertanyakan, walaupun harus diakui ada beberapa
45 Tim Peneliti Indonesian Court Monitoring, Standar PengujianProfesi Hukum (Jaksa, Hakim dan Advokat), Yogyakarta, Indo-nesian Court Monitoring, 2002, hlm. 131.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
131Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
putusan yang menunjukkan pertimbangan-pertimbangan bermutu disertai rujukan-rujukanyurisprudensi dan doktrin yang tepat, misalnyaputusan PN. Kolaka Nomor 192/Pid.B/2007/PN.Klk, tentang Tindak Pidana Pembunuhan danPutusan PN. Metawai Nomor 39/Pid.B/2007/PN.Mtw, tentang tindak Pidana Pencemaran NamaBaik oleh pers. Dari 149 putusan pidana yang diteliti,ada 46 (31%) putusan di mana hakim tidakmempertimbangkan unsur-unsur tindak pidanadalam dakwaan JPU secara menyeluruh. Adabeberapa putusan di mana hakim hanya menuliskanunsur-unsur tindak pidana sebagaimana bunyi pasalyang dikemukakan JPU, tanpa membuktikan lebihlanjut masing-masing unsur tindak pidana satupersatu secara menyeluruh.
Hal semacam itu terlihat, antara lain, dalam putusanPengadilan Negeri Medan No. 3.107/Pid.B/2006/PN.Mdn dalam perkara pidana pembalakan liar.Dalam memeriksa dakwaan JPU, hakim hanyamencantumkan saja unsur-unsur dalam Pasal 50 (3)huruf h jo 78 (7) UU No. 41 Tahun 1999 tentangKehutanan, yakni: (a) barang siapa; (b) dengan sengajamengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan;(c) yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
132 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
keterangan sahnya hasil hutan. Bukannya melakukanpembuktian terhadap unsur-unsur tersebut satupersatu, majelis hakim langsung berkesimpulanbahwa perbuatan terdakwa memenuhi unsur-unsuryang terdapat dalam Pasal 50 (3) huruf h jo Pasal 78(7) Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentangKehutanan.
Demikian pula dalam putusan PN Bengkulu Nomor27/Pid.B/2007/PN. BKL tentang Tindak PidanaNarkotika (Menjadi Perantara dalam jual belinarkotika golongan I ), PN. Tondano Nomor 11/Pid.B/2005/PN.Tdo tentang tindak pidananarkotika, PN. Malang No. 551/PID.B/2007/PN.MLG tentang tindak pidana pelanggaran hakcipta, PN. Malang Nomor 437/PID.B/2007/PN.MALANG, tentang tindak pidana Tanpa HakMembawa Senjata Tajam, dan PN. Pasuruan No. 915/PID.B/2007/PN.Kab.Pas tentang tindak pidanaPelanggaran Hak Cipta. Dalam putusan-putusantersebut, hakim hanya mencantumkan unsur-unsurdalam pasal yang didakwakan JPU. Hakim, tanpamempertimbangkan unsur-unsur tersebut satupersatu, langsung menyimpulkan bahwa perbuatanterdakwa telah memenuhi unsur-unsur yangditetapkan dalam pasal yang disebutkan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
133Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
Lebih jauh, ada putusan hakim denganpertimbangan-pertimbangan yang hanya mengulangidakwaan JPU atau pembelaan terdakwa. Hal initerlihat dalam putusan PN Padang No. 179/Pid.B/2006/PN.Pdg tentang Tindak Pidana MengedarkanSediaan Farmasi Tanpa Izin. Dalam putusan inipertimbangan yang diberikan hakim hanya mengutipdakwaan, tuntutan dan kesaksian saksi dan terdakwa,tanpa disertai doktrin, yurisprudensi dan uraiansecara rinci dan jelas tentang unsur-unsur tindakpidana yang harus dibuktikan dan dipertimbangkan.
Bahkan putusan-putusan hakim yang menggunakanyurisprudensi dan doktrin dalam bagianpertimbangan—6 putusan dalam perkara pidana dan8 putusan di dalam sengketa perdata yangmenggunakan yurisprudensi dalam putusannya,serta 15 dalam perkara pidana dan 10 putusan (dari59 putusan) dalam sengketa perdata yangmempergunakan doktrin dalam putusan-putusannya—secara kualitatif tidak seluruhnyamenunjukkan profesionalisme hakim dalammenjalankan tugas dan kewenangannya.
Dalam putusan-putusan tersebut, terdapat putusanyang mencantumkan nomor putusan MA yangmenjadi yurisprudensi, tanpa disebutkan secara jelas
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
134 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
apa isi yurisprudensi tersebut, sebagaimana dijumpaidalam putusan PN Arga Makmur No. 05/Pdt.G/2004/PN. Am yang merujuk pada Putusan MA No.551/K/Sip/1971 dan Putusan MA No. 1078/K/Sip/1972.
Selain itu, ada pula putusan yang mencantumkannama sarjana yang akan dikutip pendapatnyasebagai doktrin tetapi kemudian tidak disebut secarategas apa pendapat para sarjana/ahli hukumtersebut. Hal ini ditemukan dalam Putusan PN ArgaMakmur No.05/Pdt.G/2004/PN. Am.
Lebih memprihatinkan lagi, ditemukan pencantumandoktrin yang “mencontoh” putusan lain dengan carapenyajian dan sususan argumen yang relatif sama.Hal ini ditemukan dalam putusan PN Tanjung Pati,No. 10/Pdt.G/2006/PN.TJP; putusan PN TanjungPati 12/Pdt.G/2006/PN.TJP; putusan PN TanjungPati 13/Pdt.G/2006/PN.TJP; dan putusan PNTanjung Pati 14/Pdt.G/2006/PN.TJP yang“mencontoh” putusan PN Tanjung Pati No. 01/Pdt.G/2007/PN.TJP yang menggunakan pendapat R.Subekti untuk membuktikan jenis-jenis (bentuk)wanprestasi dan akibat hukum wanprestasi
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
135Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
3.4 KESADARAN SERTAKOMITMEN PROFESIONAL
Kesadaran serta komitmen profesional mencakupupaya penumbuhan sikap, kepekaan dan kesadaranetik profesional, khususnya yang berkenaan denganpembebanan profesi hukum sebagai profesi yangberorientasi pada upaya mewujudkan keadilandalam masyarakat serta profesi hukum sebagaiprofesi yang terhormat (officium nobile).
Kesadaran serta komitmen profesional hakim inidapat dilihat, antara lain, dari (a) pendampinganpenasihat hukum (advokat) dan (b) adanya kesalahanpengetikan.
3.4.1 Pendampingan Penasihat Hukum (Advokat)
a. Pendampingan penasihat hukum (advokat) dalamputusan pidana
Hak terdakwa atau tersangka atas bantuan hukumdijamin oleh undang-undang. Pasal 56 ayat (1)KUHAP mewajibkan “pejabat yang bersangkutanpada semua tingkat pemeriksaan dalam prosesperadilan” untuk menunjuk penasihat hukum bagitersangka atau terdakwa yang “disangka atau
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
136 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
didakwa melakukan tindak pidana yang diancamdengan pidana mati atau ancaman pidana limabelas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidakmampu yang diancam dengan tindak pidana limatahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihathukum sendiri.”
Namun dalam praktiknya ketentuan ini seringtidak diterapkan. Penelitian ini menunjukkanbahwa dari 149 putusan yang diteliti terdapat 110(73,8%) putusan yang terdakwanya didampingioleh penasihat hukum dan terdapat 39 (26.2%)perkara yang terdakwanya tidak didampingipenasihat hukum selama persidanganberlangsung.
Tidak diterapkannya Pasal 56 ayat (1) KUHAP yangbertujuan untuk melindungi hak tersangka danterdakwa atas bantuan hukum tersebut banyakditemukan pada kasus pembalakan liar. Dari 21putusan tentang pembalakan liar yang diteliti,terdapat 9 (43%) putusan yang terdakwanya tidakdidampingi oleh penasihat hukum selama prosespersidangan. Ketidaksesuaian dengan amanatundang-undang ini juga terjadi pada kasuspelanggaran terhadap UU No. 5 Tahun 1997
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
137Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
46 Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1).
Tentang Psikotropika dan UU No. 22 Tahun 1997Tentang Narkotika. Dari 8 putusan yang ditelitidalam kasus narkotika terdapat 4 (50%) putusanyang terdakwanya tidak didampingi penasihathukum selama persidangan. Angka yang bahkanlebih tinggi dijumpai pada perkara psikotropika.Dari 14 putusan yang diteliti terdapat 9 (64%)putusan yang terdakwanya tidak didampingipenasihat hukum.
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa ketiadaanjasa bantuan hukum umumnya berkorelasi denganstatus sosial terdakwa. Misalnya pada kasuskorupsi di mana pada umumnya terdakwa berasaldari golongan yang relatif mampu, dari 43 putusanyang diteliti hanya terdapat 2 (4.7%) putusan dimana terdakwanya tidak didampingi olehpenasihat hukum selama proses persidangan.Bahkan dalam kasus tindak pidana lingkunganyang umumnya melibatkan perusahaan-perusahaan besar, dari 5 Putusan yang diteliti,seluruh terdakwa didampingi penasihat hukum.
Fenomena ini tentunya perlu ditindaklanjutimengingat bahwa Undang-Undang Dasar 194546
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
138 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
telah mengatur tentang kedudukan dan perlakuanyang sama di hadapan hukum bagi setiap warganegara tanpa memandang latar belakang statussosial. Selain itu, berbagai ketentuan dalamundang-undang, dalam hal ini Pasal 56 ayat (2)KUHAP dan Pasal 22 UU No. 18 Tahun 2003tentang Advokat, telah mengatur tentang bantuanhukum secara cuma-cuma terhadap pencarikeadilan yang tidak mampu. Bahkan pada akhirtahun 2008 pemerintah telah menerbitkan PP No.83 Tahun 2008 yang mengatur tata carapelaksanaan bantuan hukum bagi pencari keadilanyang tidak mampu. Oleh karena itu penerapanPasal 56 ayat (1) KUHAP tidak boleh diabaikan lagioleh para pejabat peradilan di semua tingkatan,terutama hakim.
Putusan yang dijatuhkan dalam persidangan dimana hak terdakwa untuk mendapat bantuanhukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 56 ayat(1) KUHAP, diabaikan berpotensi dijadikansebagai alasan untuk membatalkan putusantersebut. Dalam putusan No. 1565 K/pid/1991tanggal 16 September 1991, Mahkamah Agungsependapat dengan Judex Facti dalam menolakkasasi JPU dengan alasan, antara lain, penyidik
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
139Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
(jaksa) ketika memeriksa tersangka tidakmenunjuk penasihat hukum sebagaimanadiwajibkan oleh Pasal 56 ayat (1) KUHAP dan olehkarenanya tuntutan JPU dinyatakan “tidak dapatditerima”.47
b. Pendampingan penasihat hukum (advokat) dalamputusan perdata
Berbeda dengan perkara pidana, dalam kasusperdata memang tidak ada ketentuan dalamperaturan perundang-undangan yang berlaku,baik HIR, RBg, maupun peraturan-peraturan lainyang mewajibkan para pihak dalam perkaraperdata menggunakan advokat. Oleh sebab itulahpara pihak dalam perkara perdata boleh beracaratanpa menggunakan jasa advokat.
Dari 59 putusan perkara perdata yang diteliti,sebagian besar adalah perkara yang setidak-tidaknya salah satu pihak menggunakan jasaadvokat untuk mewakilinya, yakni 48 perkara(81,4%).
47 Lilik Mulyadi, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia: Normatif,Teoretis, Praktik dan Masalahnya, PT Alumni, 2007, EdisiPertama, hlm. 152-159.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
140 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
Sedangkan jumlah perkara di mana tidak satu pundari para pihak menggunakan jasa advokat adalah11 perkara (18,6%). Dari 11 perkara tersebutsebagian besar adalah sengketa yang terkaitdengan tanah, yakni 6 perkara (54,5%). Dari 11perkara tersebut,hanya 1 perkara (9,1%) yangberasal dari Jawa, tepatnya Jakarta Pusat.Selebihnya terjadi di Sumatera, yakni 6 perkara(54,5%), dan di kawasan non-Jawa-Sumatera, yakni4 perkara (36,4%). Meskipun tidak ada ketentuanyang mewajibkan para pihak dalam perkaraperdata menggunakan jasa advokat ataupunmewajibkan pengadilan untuk menyediakannyabagi pihak yang tidak menyediakan sendiri,fenomena ini mungkin merupakan indikasi: (a)timpangnya kemajuan dan jumlah jasa hukumyang tersedia di Jawa dan di luar Jawa; dan (b)rendahnya kesadaran, atau kepercayaan, ataupunkemampuan finansial masyarakat di luar Jawauntuk menggunakan jasa advokat demikepentingan terbaiknya dalam berperkara dipengadilan. Sebuah fenomena yang memangsudah lama disinyalir oleh banyak pihak selamaini.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
141Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
3.4.2 Kesalahan Pengetikan
Dalam putusan-putusan pidana dan perdata yangditeliti, dijumpai kesalahan-kesalahan yang terkaitdengan ketidaktelitian dalam pengetikan (typo error)dan ketidaktertiban dalam menggunakan bahasaIndonesia. Dari 59 putusan perdata yang diteliti, tidaksatu pun putusan yang luput dari masalah ini.
Hal ini antara lain terlihat pada putusan No. 34/Pid.B/2006/PN.BLK, terutama dalam bagiantuntutan JPU. Hal ini diduga disebabkan olehpenggunaan soft copy dari putusan terdahulu (putusanlain), misalnya: “…Pidana Penjara selama 5 (empat)tahun….”; “…..membayar uang pengganti kepadanegara sebesar Rp. 43.834.388,- (tiga ratus lima puluhjuta rupiah)…”.
Contoh kesalahan pengetikan juga dapat dijumpaipada putusan No. 8/Pid.B/2004/PN.MPW di manatertulis: “Pasal 3 ayat (1)”. Diduga ini merupakankesalahan pengetikan karena Pasal 3 Undang-UndangNo. 31/1999 tidak memiliki ayat, sehinggaseharusnya “Pasal 3 [tanpa ayat (1)]”. Di sampingkedua putusan tersebut, masih banyak terdapatcontoh kekeliruan dalam pengetikan. Kesalahan ketik
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
142 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
(typo error) tersebut terkesan sepele namun cukupmenggangu dan bisa menimbulkan citra negatif bagiprofesionalitas hakim.
Secara lebih terperinci, bentuk-bentuk kesalahanteknis tersebut adalah:
a. Typo error, sebagaimana dijumpai dalam PutusanPengadilan Negeri Kolaka No. 11/Pdt.G/2007/PN.KLK.
b. Penggunaan template (dari softcopy perkarasebelumnya), hal ini antara lain dapat dilihat padaPutusan Pengadilan Negeri Kendari No. 45/Pdt.G/2006/PN.KDI.
c. Tanpa tanda baca sama sekali (tanpa tanda titikdan koma sama sekali padahal sudah merupakankalimat baru atau anak kalimat baru, tanpa tandakutip pembuka dan penutup padahal sedangmelakukan pengutipan langsung, dan lain-lain),hal ini antara lain dapat dilihat pada PutusanPengadilan Negeri Makale No. 1/Pdt.G/2006/PN.MKL.
d. Tidak memperhatikan tata bahasa yang baik danbenar, hal ini antara lain dapat dilihat pada
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
143Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
Putusan Pengadilan Negeri Makale No. 1/Pdt.G/2006/PN.MKL.
e. Penggunaan huruf besar dan huruf kecil yang samasekali tidak pada tempatnya, tidak konsisten, danasal-asalan, hal ini antara lain dapat dilihat padaPutusan PN Labuha No. 13/Pdt.G/2007/PN.LBH.
f. Cara merujuk para pihak dan saksi yang tidakkonsisten (misalnya awalnya disebut “parapenggugat”, lalu tiba-tiba menjadi “kami”, lalutiba-tiba menjadi “mereka”, lalu tiba-tiba menjadi“saya”, lalu tiba-tiba menjadi “penggugat” sajapadahal yang dimaksud adalah “parapenggugat”), hal ini antara lain dapat dilihat padaPutusan Pengadilan Negeri Makale No. 1/Pdt.G/2006/PN.MKL, dan Putusan PN Labuha No. 13/Pdt.G/2007/PN.LBH.
g. Cara menyebut nama para pihak dan saksi yangterus berubah-ubah (misalnya awalnya disebut “siPolan”, lalu tiba-tiba menjadi “sang Polin”sehingga pihak lain dapat mengira itu adalah orangyang lain lagi, namun ternyata adalah orang yangsama dengan si Polan karena rupanya sang Polinadalah nama panggilan si Polan, lalu tiba-tibaberubah lagi menjadi “si Badu” dan rupanya si
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
144 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
Badu adalah nama alias si Polan, dan demikianseterusnya; sedangkan pada bagian penyebutanidentitas para pihak atau saksi tidak disebutkansama sekali semua nama lain dari orang yang samatersebut), hal ini antara lain dapat dilihat padaPutusan PN Makale No. 1/Pdt.G/2006/PN.MKL.
h. Pemuatan identitas para pihak dan saksi yang asal-asalan; termasuk tidak dijelaskannya apakah pihakbersangkutan menggunakan advokat sebagaikuasa hukumnya atau tidak, dan kalaumenggunakan advokat siapa nama advokattersebut berikut pendaftaran surat kuasakhususnya; hal ini antara lain dapat dilihat padaPutusan PN Kendari No. 45/Pdt.G/2006/PN.KDI.
Paparan di atas menunjukkan bahwa masih adaterdakwa yang tidak didampingi advokat, walaupunsecara normatif itu adalah hak terdakwa. Kenyataanini mengisyaratkan kurangnya kepekaan hakimterhadap penumbuhan dan pengembangan sikap, dankesadaran etik profesional yang berorientasi padaupaya mewujudkan keadilan di dalam masyarakat.Sebagai pengemban profesi yang terhormat (officiumnobile), seharusnya hakim memiliki kepekaan untukberupaya memenuhi hak-hak yang dimiliki oleh
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
145Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
terdakwa secara proposional. Oleh karena itu hasilpenelitan tim Komisi Hukum Nasional, yangmenemukan kelemahan yang sama, menyimpulkanperlunya peningkatan potensi kepribadian seorangcalon hakim atau hakim tentang sense of justice danvisi penegakan hukumnya. Untuk mewujudkan halini, maka materi psikotest harus mencakupi materi-materi seperti kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasanemosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ).48
Demikian juga dengan persoalan yang terkait dengankasalahan pengetikan. Walaupun terkesan sepele,kesalahan-kesalahan seperti ini sangat mengganggudan perlu mendapat perhatian secara proposional.Seharusnya, dalam menulis putusan, yang menjadiacuan adalah bagaimana dengan membaca putusantersebut orang yang sebelumnya sama sekali tidakterlibat dengan perkara yang bersangkutan dan tidaktahu menahu mengenainya, bisa menjadi mengertiperkara tersebut secara menyeluruh, lengkap, jelas,benar, dan tepat. Karena hanya dengan demikianlahputusan dapat dipahami oleh pihak-pihak yang
48 Tim Peneliti Indonesian Court Monitoring, Standar PengujianProfesi Hukum (Jaksa, Hakim dan Advokat), Op. Cit, hlm. 130.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
146 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
berkepentingan dengan benar dan tepat.
Para hakim dan panitera selalu mendapat berbagaimacam pendidikan dan pelatihan berkala secararutin. Kiranya satu pelatihan yang juga sudah sangatmendesak diperlukan adalah pelatihan peningkatankemampuan berbahasa Indonesia yang baik, tertib,rapi, sistematis, dan benar bagi mereka. Sepertinya,selama ini, pelatihan seperti itu belum pernahdiadakan, barangkali karena tidak pernah disadarisudah betapa buruk dan parahnya Bahasa Indonesiadalam putusan-putusan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
147Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
148 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
BAB 4
PENUTUP
PEMBATAS
BAB
149Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
150 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasantentang profesionalisme hakim ditinjau dariaspek-aspek penguasaan atas ilmu hukum,
kemampuan berpikir yuridis, kemahiran yuridis, dankesadaran serta komitmen profesional, yangterakomodasi dalam putusan pengadilan, dapatdisimpulkan hal-hal berikut:
1. Profesionalisme hakim dari aspek penguasaan atasilmu hukum:a. Profesionalisme hakim dari aspek penguasaan
atas ilmu hukum dalam putusan pidana terlihatdari cara hakim untuk memeriksa bentukdakwaan JPU, sedangkan dalam putusanperdata terlihat dari ketepatan penggunaanhukum.
b. Dari 149 putusan pidana yang diteliti, terdapat99 (66,4%) putusan yang bentuk dakwaannyadiperiksa dan diteliti oleh hakim, dan 50 (33.6%)putusan yang tidak diperiksa, hakim hanyamengikuti dakwaan dan tuntutan JPU. Padahaldari 149 putusan pidana tersebut, walaupun 112(75,2 %) putusan memuat bentuk dakwaan yang
4.1 KESIMPULANPENUTUP
151Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
tepat dan benar, ada 37 (24,8 %) putusan yangyang bentuk dakwaannya dibuat secara tidaktepat dan tidak cermat.
c. Dari 59 putusan perdata tingkat pertama yangditeliti, terdapat 52 (88,1%) putusan yang tepatdalam menggunakan hukum, dan terdapat 7(11,9%) putusan yang tidak tepat dalampenggunaan hukumnya. Dari 7 putusan hakimyang tidak tepat penggunaan hukumnya, 5(71,4%) putusan di antaranya merupakanputusan yang berobjek sengketa tanah.Ketidaktepatan penggunaan hukum ini,tersebar di beberapa wilayah peradilan, baik diwilayah Jawa-Sumatera maupun di luar Jawa-Sumatera. Dari 7 putusan yang tidak tepatpenggunaan hukumnya tersebut 4 (57,1%) diantaranya terjadi di luar Jawa-Sumatera dan 3(42,9%) di Jawa-Sumatera, dengan perincian 2(28,6%) terjadi di Jawa dan 1 (14,3%) terjadi diSumatera.
2. Profesionalisme hakim dari aspek kemampuanberpikir yuridis.a. Profesionalisme hakim dari aspek kemampuan
berpikir yuridis dalam putusan pidana terlihatdari cara hakim membuktikan unsur-unsur
PENUTUP
152 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
tindak pidana dalam dakwaan JPU, kesesuaianpertimbangan dan putusan hakim dengankaidah hukum, serta perbandingan antaraputusan hakim dengan tuntutan JPU, sedangkandalam putusan perdata, hal ini terlihat padabagaimana upaya hakim dalammempergunakan hukum untuk memeriksa danmempertimbangkan sengketa yangdiperiksanya (kesesuaian dengan kaidahhukum); memeriksa dan mempertimbangkanputusan provisi dan putusan serta-merta;memeriksa dan mempertimbangkan sitajaminan/sita revindikatoir serta membuatputusan untuk perkara yang diperiksanya.
b. Dari 149 putusan pidana yang diteliti, terdapat95 (63,8%) putusan yang unsur-unsur tindakpidananya diperiksa dan dipertimbangkansecara terperinci dan menyeluruh oleh majelishakim, sedangkan 54 (36,2%) putusan unsur-unsur tindak pidananya tidak diperiksa dandipertimbangkan secara terperinci danmenyeluruh oleh majelis hakim.
c. Pada putusan-putusan yang unsur-unsurnyatindak pidananya tidak diperiksa dandipertimbangkan secara baik, umumnya
PENUTUP
153Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
ketidakcermatan tersebut terjadi dalam bentuk:(a) ketidaktepatan hakim dalam menguraikanatau menjabarkan unsur-unsur dari pasal-pasalyang didakwakan oleh JPU; (b) hakim tidakmenguraikan/mempertimbangkan sama sekaliunsur-unsur tindak pidana yang didakwakanoleh JPU; dan (c) terdapat kontradiksi dalampertimbangan hakim atas unsur-unsur tindakpidana dalam dakwaan JPU
d. Dari 149 putusan yang diteliti, terdapat 74(49,7%) putusan yang pertimbangannya sesuaidengan norma hukum yang berlaku, danterdapat 75 (50,3%) putusan yangpertimbangannya tidak sesuai dengan normahukum yang berlaku. Ketidaksesuaianpertimbangan tersebut terletak pada: (a)ketidaksesuaian/pelanggaran terhadap hukumpidana materiil; dan (b) ketidaksesuaian/pelanggaran terhadap hukum pidana formil.
e. Dari 126 putusan yang divonis bersalah olehhakim, terdapat 99 putusan (78.6%) di manavonis hakim lebih ringan daripada tuntutanJPU; 13 (10.3%) putusan di mana hakimmenjatuhkan hukuman sesuai dengan tuntutanJPU; dan 14 (11.1%) putusan, vonis hakim lebih
PENUTUP
154 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
berat dari tuntutan JPU.f. Dari keseluruhan putusan yang diteliti, selain
ditemukan putusan-putusan hakim yangdipertimbangan secara objektif, dan sejalan denganpertimbangannya atas faktor-faktor yangmemberatkan dan meringankan, ditemukan juga (1)Vonis hakim yang jauh lebih rendah dari tuntutanJPU, termasuk pada perkara-perkara yang secarakhusus oleh Mahkamah Agung disebutkan dalamSEMA No. 1 Tahun 2000; (2) Hakim menjatuhkanputusan yang bukan saja jauh lebih ringan dari padatuntutan JPU, namun juga melanggar ketentuanhukuman minimum; (3) Vonis hakim yang tidaksesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, terutama terkait dengan sanksi berupauang pengganti; (4) Ketidaktepatan hakim dalammerumuskan amar putusan
g. Dari 59 putusan perdata yang diteliti,1) Terdapat 40 (67,8%) putusan yang sesuai dengan
kaidah hukum dan terdapat 19 (32,2%) putusanyang tidak sesuai dengan kaidah hukum.Ketidaksesuaian tersebut antara lain terjadi dalamhal (a) tidaksesuaian dengan (atau melanggar)prinsip-prinsip hukum pembuktian; (b)ketidaksesuaian dengan nalar dan logika hukum.
PENUTUP
155Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
Sebagian besar ketidaksesuaian dengan kaidahhukum sebagaimana diuraikan di atas, terjadidalam perkara dengan objek sengketa berupatanah. Dari 19 putusan yang tidak sesuaidengan kaidah hukum terdapat 8 putusan(42,1%) yang berobjek tanah. Berdasarkanwilayah penyebarannya, putusan yang tidaksesuai dengan kaidah hukum lebih banyakditemukan di kawasan Jawa-Sumatera, yakni 13putusan (68,4%), sedangkan di kawasan diluarJawa-Sumatera hanya 6 putusan (31,6%).
2) Terdapat 38 putusan (64,4%) mengandungpermohonan putusan provisi dan permohonanputusan serta merta, dengan perincian 7permohonan putusan provisi (11,86% dari total59 putusan) dan 31 permohonan putusan sertamerta (52,5 % dari total 59 putusan).
3) Terdapat 23 putusan (39%) mengandungpermohonan sita jaminan atau permohonan sitarevindikatoir. Dari 23 putusan ini hanyaterdapat 1 putusan (4,3%) yang tidak tepatdalam hal penetapan sita jaminan/sitarevindikatoir
4) Terdapat 41 putusan (69,5%) mengandungeksepsi. Dari 41 putusan ini, mayoritas diputus
PENUTUP
156 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
Majelis Hakim secara tepat, yakni 32 putusan(78%), sedangkan yang diputus secara tidaktepat ada 9 putusan (22%).
5) Terdapat 13 putusan (22%), yang tidak tepatdalam konvensi. Dari 13 putusan ini, 4(30,8%) di antaranya merupakan perkarayang terkait dengan sengketa tanah,sedangkan sisanya terdiri dari berbagaimacam perkara lain yang tidak menunjukkanadanya suatu kecenderungan umum padajenis perkara tertentu. Sedangkanberdasarkan wilayahnya, putusan yang tidaktepat dalam konvensi terjadi secara cukupmerata di kawasan Jawa-Sumatera maupunkawasan diluar Jawa-Sumatera karena darike-13 putusan ini, 6 terjadi di kawasan diluarJawa-Sumatera (46,2%) dan 7 (53,8%) terjadidi kawasan Jawa-Sumatera, denganperincian 4 (30,8%) terjadi di Jawa dan 3(23,1%) terjadi di Sumatera.
6) Dari keseluruhan 59 putusan yang diteliti,15 putusan (25,4%) mengandung rekonpensi,dan 41 putusan yang tidak mengandung
PENUTUP
157Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
putusan rekonpensi49. dari ke-41 putusanyang tidak mengandung rekonpensi ini,mayoritas diputus majelis hakim secaratepat, yakni 32 putusan (78%), sedangkanyang diputus secara tidak tepat terdapatdalam 9 putusan (22%). tidak terdapatindikasi adanya ketidaktepatan putusanmajelis hakim dalam rekonpensi dari ke-15putusan ini.
3. Profesionalisme hakim dari aspek kemahiranyuridis.a. Profesionalisme hakim dari aspek
kemahiran yuridis dalam putusan yangditeliti (baik pidana maupun perdata) dapatdilihat dari bagaimana hakim merujuk padayurisprudensi dan/atau doktrin yang adadan kemudian menggunakannya, dalampertimbangan-pertimbangan hukumnya.Khusus dalam putusan pidana, kemahiranyuridis dalam putusan yang diteliti dapatdilihat juga dari bagaimana penetapan
49 Secara keseluruhan terdapat 59 putusan yang diteliti, hanyasaja dari 59 putusan tersebut, terdapat 3 putusan yang tidakdapat dibuat anotasi karena tidak lengkap, sehingga dalambagian ini jumlah keseluruhan putusan yang diteliti hanyalah56 putusan
PENUTUP
158 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
hakim dalam menentukan vonis bagiterdakwa dibandingkan dengan tuntutanyang diajukan JPU.
b. Secara kuantitif, jumlah hakim yangmenggunakan yurisprudensi untukmemperkuat argumen-argumen dalampertimbangannya, baik dalam pemeriksaanperkara pidana maupun penyelesaiansengketa perdata, masih relatif sedikit.Yurisprudensi hanya digunakan dalam 6(4%) putusan (dari 149 putusan) dalamperkara pidana, 8 (14%) putusan (dari 59putusan) dalam sengketa perdata. Jumlahhakim yang merujuk pada doktrin untukmemperkuat argumen-argumen dalampertimbangannya, baik dalam pemeriksaanperkara pidana maupun penyelesaiansengketa perdata, juga masih relatif sedikit.Doktrin digunakan hanya dalam 15 (10 %)putusan (dari 149 putusan) dalam perkarapidana, dan 10 (17 %) putusan (dari 59putusan) dalam sengketa perdata.
c. Secara kualitatif, meskipun terdapatbeberapa putusan yang telah memberikanpertimbangan-pertimbangan dengan baik,
PENUTUP
159Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
disertai rujukan-rujukan yurisprudensi dandoktrin yang tepat, 149 putusan pidana yangditeliti terdapat 46 (31%) putusan di manahakim tidak memberikan pertimbangannyasecara baik. Hal ini antara lain terlihat dalamputusan-putusan: (a) di mana hakim tidakmempertimbangkan unsur-unsur tindakpidana dalam dakwaan JPU secaramenyeluruh; dan (b) di mana pertimbangan-pertimbangan yang diberikan hanyamengulangi dakwaan JPU atau pembelaanterdakwa.
d. Mengenai putusan-putusan hakim yangmenggunakan yurisprudensi dan doktrindalam pertimbangan-pertimbangannya,secara kualitatif tidak seluruhnyamenunjukan profesionalisme hakim dalammenjalankan tugas dan kewenangannya. Halini antara lain telihat dari: (a) putusan yangmencantumkan nomor putusan MA yangmenjadi yuriprudensi tetapi tanpa menyebutsecara jelas apa isi yurisprudensi dimaksud;(b) putusan yang mencantumkan doktrinyang “mencontoh” putusan lain dengan carapenyajian dan susunan argumen yang relatifsama; dan (c) putusan yang mencantumkan
PENUTUP
160 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
nama sarjana yang akan dikutippendapatnya sebagai doktrin, tetapikemudian tidak dituliskan secara tegas apapendapat yang dikutip.
4. Profesionalisme hakim dari aspek kesadaran sertakomitmen profesional.a. Profesionalisme hakim dari aspek kesadaran
serta komitmen profesional dalam putusanyang diteliti (baik pidana maupun perdata)dapat dilihat dari pendampingan penasihathukum (advokat), dan adanya kesalahanpengetikan.
b. Dari 149 putusan pidana yang diteliti, terdapat110 (73,6%) putusan yang terdakwanyadidampingi oleh penasehat hukum dan 39(26.2%) perkara yang terdakwanya tidakdidampingi penasihat hukum selamapersidangan berlangsung. Tidak adanyapendampingan penasihat hukum selamasidang berlangsung umumnya berhubungandengan status sosial dari terdakwa.
c. Dari keseluruhan putusan pidana yang diteliti,tidak ada satu putusan pun yang bebas darikesalahan pengetikan (kesalahan teknikpenulisan). Kesalahan ini berupa: (a) typo error;
PENUTUP
161Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
(b) penggunaan template (dari softcopy perkarasebelumnya) yang tidak tertib; (c) tanpa tandabaca sama sekali (tanpa tanda titik dan komasama sekali padahal sudah merupakan kalimatbaru atau anak kalimat baru, tanpa tanda kutippembuka dan penutup padahal sedangmelakukan pengutipan langsung, dan lain-lain);(d) penggunaan huruf besar dan huruf kecilyang sama sekali tidak tertib, tidak konsisten,dan asal-asalan; (e) cara merujuk para pihak dansaksi yang tidak tertib dan tidak konsisten; (f)cara menyebut nama para pihak dan saksi yangtidak tertib dan terus berubah-ubah; (g)pemuatan identitas para pihak dan saksi yangasal-asalan; termasuk tidak dijelaskannyaapakah pihak bersangkutan menggunakanadvokat sebagai kuasa hukumnya atau tidak,dan kalau menggunakan advokat siapa namaadvokat tersebut berikut pendaftaran suratkuasa khususnya; dan (h) ketidakpatuhanterhadap kaidah bahasa Indonesia yang baikdan benar.
PENUTUP
162 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
4.2 SARAN
Masih ada beberapa masalah (kekurangan)menyangkut profesionalisme hakim, terutama yangberkaitan dengan aspek-aspek penguasaan atas ilmuhukum, kemampuan berpikir yuridis, kemahiranyuridis, kesadaran serta komitmen profesional. Untukitu perlu dipertimbangkan pengakomodasianberbagai materi pada saat dilakukan tes bagi calonhakim maupun pada saat dilakukannya pendidikandan pelatihan bagi hakim. Di satu sisi (pada saat tesseleksi calon hakim), materi-materi terkait aspek-aspek profesionalisme yang diakomodasi tersebutdapat dijadikan sebagai pedoman untuk menilaibagaimana kapasitas dan kompetensi calon hakim,sedangkan di sisi lain dapat dijadikan sebagai mediauntuk meningkatkan kapasitas dan kompetensihakim ketika mereka mengikuti pendidikan danpelatihan.
Upaya-upaya untuk meningkatkan profesionalismehakim, terutama yang berkaitan dengan aspek-aspekpenguasaan atas ilmu hukum, kemampuan berpikiryuridis, kemahiran yuridis, kesadaran sertakomitmen profesional dapat pula dilakukan melaluieksaminasi terhadap putusan-putusan hakim
PENUTUP
163Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
tersebut, secara internal maupun secara eksternal(oleh lembaga-lembaga yang dipandang kompeten).Eksaminasi ini, selain dapat dijadikan sebagai saranapertanggungjawaban hakim terhadap hasil kerjaprofesionalnya kepada publik, juga dapat dijadikansebagai media pembinaan oleh atasan langsungterhadap hakim-hakim bawahannya.
PENUTUP
164 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
DAFTAR
PUSTAKA
PEMBATAS
BAB
165Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
166 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
Abdullah, Mustafa, Pengembangan Integritas danProfesionalisme Hakim, makalah pada diskusi panelyang diselenggarakan oleh BPHN dan UniversitasGadjah Mada, Yogyakarta, 24-27 April 2007.
Ais, Chatamarrasjid, Pola Rekrutmen dan Pembinaan KarirAparat Penegak Hukum yang Mendukung PenegakanHukum, makalah disampaikan pada seminartentang Reformasi Sistem Peradilan dalamPenegakan Hukum di Indonesia, diselenggarakanoleh BPHN bekerja sama dengan FH UNSRI danKanwil Dephukham Prov. Sumatera Selatan, diPalembang 3 – 4 April 2007.
Djohansjah, J., Reformasi Mahkamah Agung MenujuIndependensi Kekuasaan Kehakiman, Kesaint Blanc,2008.
__________ Anotasi, Yurisprudensi dan Putusan Penting(Landmark Decision). Makalah dalam pertemuanrencana pembuatan anotasi dan laporanpenelitian putusan hakim tahun 2007 dan 2008,Komisi Yudisial, Jakarta, 27 Maret 2009.
DAFTAR PUSTAKA
167Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
Fachruddin, Irfan, Konsekuensi Pengawasan Peradilan TUNTerhadap Tindakan Pemerintah, disertasi ProgramPascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung,2003.
Indragiri, Reza, Pengembangan Integritas Profesi Hakim,Direktorat Jenderal Badan Peradilan AgamaMahkamah Agung Republik Indonesia, http://badilag.net/index2.php? option=com_content&do_pdf=1&id=1315. 2008.
Kelsen, Hans, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara(General Theory of Law and State) diterjemahkanoleh Raisul Muttaqien, Cetakan Pertama,Bandung, Penerbit Nusamedia & PenerbitNuansa, 2006.
Kuok, Hendri, Di Antara Reruntuhan Pilar MahkamahAgung, http://www.asmakmalaikat.com/go/artikel/hukum/hukum10.html
MacCormick, Neil, Legal reasoning and Legal Theory, Oxford,Oxford University Press, 1994.
Mahfud MD, Moh., Pengadilan dan Demokrasi “RabaanDiagnosa dan Terapi, makalah disampaikan dalam
DAFTAR PUSTAKA
168 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
dalam Dinner Lecture yang diselenggarakan olehKomite Indonesia untuk Demokrasi (KID) diHotel Ciputra Surabaya, 21 November 2007.
Mertokusumo, Sudikno, Hukum Acara Perdata, Liberty,Yogyakarta, 1988.
Mulyadi, Lilik, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia:Normatif, Teoretis, Praktik dan Masalahnya, PTAlumni, Bandung, 2007.
Rahardjo, Satjipto, Bersatulah Kekuatan Hukum Progresif.http://unisosdem.org/ekopol_detail.php?aid=4438&coid=3&caid=21,Kompas, 6 september 2004
Ritzer, Goerge dan Douglas J Goodman, Teori Sosiologi:Dari Teori Sosiologi Klasij sampai PerkembanganMutkahir Teori Sosial Postmodern, diterjemahkanoleh Nurhadi, Kreasi Wacana. Yogyakarta, 2008
Salman, Otje, Sosiologi Hukum, Suatu Pengantar, Armico,Bandung, 1987.
Schiff, David and Richard Nobles (eds.), Jurisprudence,Butterworth, London, 2003. Bandingkan dengan
DAFTAR PUSTAKA
169Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
Gunther Teubner and Alberto Febbranjo, State,Law and Economy As Autopoeitic System: Regulationand Autonomy in A New Perspective, Dot. A Giuffre,Milan, 1992.
Sidharta, Bernard Arief, Praktisi Hukum dan PerkembanganHukum, dalam I. S. Susanto dan Bernard L. Tanya(Ed.), Wajah Hukum di Era Reformasi: KumpulanKarya Ilmiah Menyambut 70 Tahun Prof. Dr. SatjiptoRahardjo. S.H, Citra Aditya Bakti, Bandung,2000.
____________________ , Parktisi Hukum dan PerkembangHukum. dalam I. S. Susanto dan Bernard L. Tanya(Ed.). Wajah Hukum di Era Reformasi: KumpulanKarya Ilmiah Menyambut 70 Tahun Prof. Dr. SatjiptoRahardjo. S.H, Citra Aditya Bakti, Bandung,2000, Hal. 206
Siregar, Bismar, Cermin Kebeningan Nurani Hakim, http://tokohindonesia.com/ensiklopedi/b/bismar-siregar/biografi/01.shtml. 26-10-2006
Sitompul, Asril, Pengantar Tentang Legal Reasoning. http://pihilawyers.com/blog/?p=35
DAFTAR PUSTAKA
170 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, PenerbitUniversitas Indonesia. UI-Press, Jakarta, 1986.
Sparringa, Daniel, Mencari Model Ideal Penyusunan Undang-undang yang Demokratis: Kajian Politik.Disampaikan dalam seminar nasional MencariModel Ideal Penyusunan Undang-undang yangDemokratis dan Konggres Asosiasi SosiologiHukum Indonesia. yang diselenggarakan olehFakultas Hukum Universitas DipenegoroSemarang, 15-15 April 1998.
Sulistiyono, Adi, Pengembangan Kemampuan Hakim dariPerspektif Sosiologis. Makalah disampaikan dalamLokakarya Pengembangan Kemampuan Hakim.Kerjasama Komisi Yudisial. Pengadilan Tinggi.Fakultas Hukum Universitas SamRatulangi.
Teubner, Gunther Richard Nobles, dan David Schiff, TheAutonomy Of Law: An Introduction to LegalAutopoiesis dalam David Schiff and RichardNobles (eds.), Jurisprudence, Butterworth, London,2003.
Tim Peneliti Indonesian Court Monitoring, StandarPengujian Profesi Hukum (Jaksa, Hakim dan
DAFTAR PUSTAKA
171Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
Advokat), Indonesian Court Monitoring,Yogyakarta, 2002.
Tim Peneliti Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia,Laporan Akhir Rekrutmen Dan Karir Di BidangPeradilan, Disusun Oleh Kelompok Kerja A.2Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta, 10 Januari 2003
___________________________________, Reformasi danReorientasi Pendidikan Hukum di Indonesia. Jakarta/Bandung. 2004. hlm. 53-54. Tersedia: http://www.khn.go.id. Diakses tanggal 5 September2006.
___________________________________, MembangunSistem Pendidikan dan Pelatihan Hakim, LaporanPenelitian Tim Komisi Hukum Nasional, Jakarta,Agustus 2005.
Wignjosoebroto, Soetandyo, Ke Arah Reformasi SistemPeradilan Indonesia, makalah seminar “ReformasiSistem Peradilan di Indonesia” yangdiselenggarakan oleh Badan Pembinaan HukumNasional Dep. Hukum dan HAM RI diPalembang. 3-4 April 2007
DAFTAR PUSTAKA
172 Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
______________________, Konsep Hukum. Tipe Kajiandan Metode Penelitiannya, makalah disampaikanpada penataran Metodologi Penelitian Hukum diUniversitas Hasanuddin, Makassar, 4 – 5Februari 1994.
Wijiraharjo, sumber-sumber hukum, http://wijiraharjo.wordpress.com/2008/02/02/doktrin/Februari 2, 2008
World Bank, Village Justice In Indonesia, Case studies on accessto justice, village democracy and governance, February2004
DAFTAR PUSTAKA
173Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Negeri2008
TIM KERJA
PengarahM. Busyro MuqoddasPenanggung JawabMustafa AbdullahMuzayyin Mahbub
KoordinatorAsep Rahmat Fajar
Tim Ahli/NarasumberKhuzaifah Dimyati
Alexander LayJ. Djohansjah
Asisten Tim AhliKelik Wardiono
Maria LouisaAbdul Bari
AnggotaHermansyah
Amir SyarifuddinAndi Djalal Latief
SekretariatDanang Wijayanto
SuhailaHendro Sukmono
Rr. Diana Candra HapsariRendro Bowo Wahyudi
Eva Dewi
top related