hubungan kebiasaan keluarga merokok dengan klasifikasi …repository.unjaya.ac.id/2277/2/setiyadi...
Post on 28-Aug-2019
243 Views
Preview:
TRANSCRIPT
HUBUNGAN KEBIASAAN KELUARGA MEROKOK DENGAN KLASIFIKASI PNEUMONIA BERDASARKAN MTBS PADA
BALITA UMUR 12-59 BULAN DI PUSKESMAS PIYUNGAN BANTUL YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan STIKES Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
Disusun oleh:
SETIYADI GUNAWAN 2213039
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA
2017
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan
Kebiasaan Keluarga Merokok dengan Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan MTBS
pada Balita Usia Umur 12-59 Bulan di Puskesmas Piyungan Bantul Yogyakarta ”.
Skripsi ini dapat diselesaikan atas bimbingan, arahan, dan bantuan dari
berbagai pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, dan pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dengan setulus-tulusnya
kepada:
1. Kuswantoro Hardjo, dr., M.Kes selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Jendral Achmad Yani Yogyakarta.
2. Tetra Saktika Adinugraha, Sp.Kep, MB Selaku Ketua Prodi Ilmu Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jendral Achmad Yani Yogyakarta.
3. Masta Hutasoit, M.Kep selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan dan memberikan masukan kepada penulis dalam
menyusun skripsi ini.
4. Ida Nursanti, S.Kep., Ns, MPH selaku dosen penguji yang telah memberikan
masukan dan arahan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.
5. Petugas kesehatan Puskesmas Piyungan Bantul Yogyakarta.
6. Orang tua kami yang selalu memberikan semangat, dukungan dan do’a kepada
kami.
7. Teman-teman seperjuangan yang selalu memberikan semangat dan bantuan.
Semoga ALLAH SWT senantiasa melimpahkan kebaikan kepada
semuanya, atas segala amal kebaikan dan bantuanya, Kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan untuk dijadikan pembelajaran agar penulis
usulan penelitian selanjutnya menjadi lebih baik.
Penulis Setiyadi Gunawan
v
DAFTAR ISI Hal
HALAMAN JUDUL ..................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ....................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ...................................................... iii KATA PENGANTAR .................................................................. iv DAFTAR ISI ................................................................................. v DAFTAR TABEL ......................................................................... vi DAFTAR GAMBAR .................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................. viii INTISARI ...................................................................................... ix ABSTRACT .................................................................................... x BAB 1 PENDAHULUAN
A.Latar Belakang .................................................................... 1 B.Rumusan Masalah ............................................................... 4 C.Tujuan Penelitian ................................................................. 4 D.Manfaat Penelitian............................................................... 5 E.Keaslian Penelitian .............................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.Kebiasaan Keluarga Merokok
1.Definisi ........................................................................... 9 2.Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok ... 9 3.Kategori perokok ............................................................ 10 4.Bahaya Merokok ............................................................ 11
B.Keluaraga 1.Definisi ........................................................................... 13 2.Macam-macam Keluarga ............................................... 13
C.Pneumonia 1.Definisi ........................................................................... 14 2.Klasifikasi pneumonia .................................................... 14 3.Etiologi ........................................................................... 15 4.Faktor-faktor pneumonia..............................................15 5.Tanda Gejala pneumonia................................................ 17 6.Pencegahan pneumonia .................................................. 17
D.Balita 1.Definisi ........................................................................... 18 2.Tumbuh Kembang Balita ............................................... 18 3.Faktor-faktor yang mempengaruhi Tumbuh Kembang20
E.Kerangka Teori ................................................................... 22 F.Kerangka Konsep ................................................................ 23 G.Pertanyaan Penelitian ......................................................... 23
BAB III METODE PENELITIAN A.Rancangan Penelitian .................................................... 24 B.Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................... 24 C.Populasi dan Sampel ..................................................... 24 D.Variabel Penelitian ........................................................ 26
vi
E.Definisi Operasional ...................................................... 27 F.Alat dan Metode Pengumpulan Data ............................. 28 G.Uji Validitas dan Reliabilitas ........................................ 29 H.Pengolahan Data dan Metode Statistik.......................... 30 I.Etika Penelitian ............................................................... 33 J.Rencana Pelaksanaan Penelitian ..................................... 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian .............................................................. 36 B.Pembahasan ................................................................... 42 C.Keterbatasan Penelitian ................................................. 48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan .................................................................... 50 B.Saran .............................................................................. 50
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL Hal
Tabel 3.1 Definisi Operasional .............................................. 27 Tabel 3.2 Kisi-kisi Kuesioner ................................................ 28 Tabel 3.3 Kisi-kisi Kuesioner ................................................ 32 Tabel 4.1 Karakteristik Orang Tua......................................... 38 Tabel 4.2 Karakteristik Anggota Keluarga Merokok ............. 39 Tabel 4.3 Karakteristik balita ................................................. 39 Tabel 4.4 Distribusi frekuensi kebiasaan merokok ................ 40 Tabel 4.5 Distribusi frekuensi klasifikasi pneumonia ............ 40 Tabel 4.6 Uji tabulasi silang hubungan kebiasaan keluarga
merokok dengan klasifikasi pneumonia ................. 41
viii
DAFTAR GAMBAR
Hal Gambar 2.1 Kerangka Teori .................................................. 22 Gambar 2.2 Kerangka Konsep ............................................... 23 Gambar 4.1 Peta wilayah kerja Puskesmas Piyungan ............ 37
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Permohonan Menjadi Responden Lampiran 2. Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 3. Lembar Kuisioner Penelitian Lampiran 4. Lembar Bimbingan Skripsi Lampiran 5. Lembar Kehadiran Mengikuti Ujian Skripsi Lampiran 7. Surat Izin Studi Pendahuluan Lampiran 8. Surat Izin Penelitian Lampiran 9. Hasil SPSS
ix
HUBUNGAN KEBIASAAN KELUARGA MEROKOK DENGAN KLASIFIKASI PNEUMONIA BERDASARKAN MTBS PADA
BALITA UMUR 12-59 BULAN DI PUSKESMAS PIYUNGAN BANTUL YOGYAKARTA
Setiyadi Gunawan1, Masta Hutasoit2
INTISARI
Latar Belakang: Pneumonia sering disebut sebagai wabah raya yang terlupakan (The Forgotten Pandemic). Di Indonesia pada tahun 2013 angka kematian pada balita akibat pneumonia sebesar 1,19%. Sedangkan di Daerah Istimewa Yogyakarta kematian yang disebabkan oleh pneumonia sebanyak 130 (0,16%) balita. Rokok merupakan zat adiktif yang memiliki 200 elemen berbahaya bagi kesehatan tubuh bagi perokok aktif ataupun perokok pasif. Balita yang terpapar asap rokok dalam rumah mempunyai risiko 4,00 kali lebih besar untuk terkena pneumonia. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan kebiasaan keluarga merokok dengan klasifikasi pneumonia berdasarkan MTBS pada balita umur 12-59 bulan di Puskesmas Piyungan Bantul Yogyakarta. Metode: Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasional, dengan pendekatan retrospektif, teknik pengambilan sampel stratified random sampling. Subjek dalam penelitian ini sebanyak 50 responden. Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner, analisa data menggunakan analisis univariat dan bivariat. Hasil: Berdasarkan hasil penelitian kebiasaan merokok di wilayah kerja Puskesmas Piyungan Bantul paling banyak responden adalah perokok sebanyak 26 (52,0%). Sedangkan klasifikasi pneumonia paling banyak adalah batuk bukan pneumonia sebesar 31 (62,0%) balita. Dan terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan keluarga merokok dengan klasifikasi pneumonia pada balita dengan nilai p-value 0.000 (p ≤ 0.05), dengan keeratan hubungan (r) sebesar 0.587 (sedang). Kesimpulan: Hipotesis yang ditetapkan diterima, yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan keluarga merokok dengan klasifikasi pneumonia berdasarkan MTBS pada balita umur 12-59 bulan di Puskesmas Piyungan Bantul dengan p-value 0.000 (p ≤ 0.05). Saran semoga keluarga dapat menciptakan lingkungan di dalam rumah yang lebih sehat dengan tidak merokok didalam rumah, lebih baik lagi jika keluarga dapat berhenti merokok. Kata Kunci: Kebiasaan Keluarga Merokok, Klasifikasi Pneumonia, Pneumonia pada Balita. 1Mahasiswa S1 Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta. 2Dosen S1 Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.
The Correlation between Smoking Habit in Family and Pneumonia Classification Based on ICCM (Integrated Community Case Management) in Children aged 12-59 months in Piyungan
Community Healh Center of Bantul, Yogyakarta
Setiyadi Gunawan1, Masta Hutasoit2
ABSTRACT Background: Pneumonia is also notorious as The Forgotten Pandemic as it already claimed numereous victims. In Indonesia in 2013, the rate of children mortality due to pneumonia was 1,19% Whereas in Yogyakarta, the number of mortality was 130 children (0,16%). Smoke is addictive substances that has 200 elements harmful the body for active smokers or passive smokers. Toodler who exposed to cigarette smoke in the house have risk 4,00 times as great as prone to pneumonia. Objective: To identify The Correlation between Smoking Habit in Family and Pneumonia Classification Based on ICCM in Children aged 12-59 months in Piyungan Community Healh Center of Bantul, Yogyakarta. Methods: This was a descriptive and correlational study with retrospective approach. Sampling was conducted by applying stratified random sampling technique. Subjects in this study were 50 respondents. Instruments in this study were questionnairres, data analysis using univariate and bivariate analysis. Results: Smoking habit in the operational area of Piyungan community health center of Bantul was mostly active smokers as many as 26 respondents (52,0%). Pneumonia classification was mostly non-pneumonia cough as many as 31 children under-five (62,0%). And there was a significant correlation between smoking habit in family and pneumonia classification in children under-five with p-value of 0,000 (p<_0,05) with significance level (r) of 0,587 (moderate). Conclusion: There was a significant correlation between smoking habit in family and pneumonia classification based on ICCM in children aged 12-59 months in Piyungan community health center of Bantul with p-value of 0,000 (p<_0,05). Suggestions that family can create a healthier home environment with no smoking in the home, better if the family can stop smoking. Keywords: Smoking Habit in Family, Pneumonia Classification, Pneumonia in Children Under-Five.
1A student of S1 Nursing Study Program in Jenderal Achmad Yani School of Health Science of Yogyakarta. 2A counseling lecturer of S1 Nursing Study Program in Jenderal Achmad Yani School of Health Science of Yogyakarta.
1
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit saluran pernapasan merupakan penyebab kesakitan dan kematian
terbesar pada balita, salah satu penyakit pernafasan yang dapat menyebabkan
kematian yaitu pneumonia. Pneumonia sering disebut sebagai wabah raya yang
terlupakan (The Forgotten Pandemic), karena sangat banyak korban yang
meninggal yang disebabkan oleh pneumonia, tetapi masih sedikit perhatian yang
diberikan terhadap masalah pneumonia (Depkes RI, 2009). Pneumonia sendiri
didefinisikan sebagai peradangan pada jaringan parenkim paru, asinus yang terisi
dengan cairan radang dengan ilfiltrasi sel ataupun tanpa infiltrasi sel ke dalam
dinding alveoli rongga interstitium (Rizanda, 2007). Menurut Widagdo (2012),
pneumonia adalah sebuah proses inflamasi pada alveoli paru-paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme seperti Streptococcus pneumoniae,
Streptococcus aureus, Haemophyllus influenzae, Escherichia coli, dan
Pneumocystis jiroveci. Penyakit pneumonia bersifat endemik dan pneumonia
merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di sebagian besar
negara berkembang termasuk indonesia. Menurut survei Riskesdas (2013),
pneumoni yang tinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun.
Pneumonia menjadi salah satu penyakit menular yang dapat menyebabkan
kematian pada anak. Sehingga Millenium Development Goals (MDGs) memilih
pneumonia sebagai target untuk mengurangi angka kematian pada anak. Menurut
data WHO pada tahun 2013 terdapat 6,3 juta kematian anak di dunia, dan sebesar
935.000 (15%) kematian anak disebabkan oleh pneumonia (WHO, 2014). Pada
tahun 2015, pneumonia masih merupakan penyebab kematian pada balita,
diperkirakan sebanyak 922.000 (15%) kematian balita yang disebabkan oleh
pneumonia. Pneumonia terbanyak terjadi di Asia Selatan dan Afrika sub-Sahara
(Kemenkes RI, 2016).
Selain di dunia, penyakit pneumonia dari tahun ketahun selealu masuk
kedalam 10 besar penyakit terbesar di Indonesia. Berdasarkan data Direktorat
2
Jenderal P2PL pada tahun 2011 terdapat 480.033 kasus pneumonia. Sekitar 609
kematian yang disebabkan oleh pneumonia, dan sebanyak 251 anak meninggal
pada umur 1 – 4 tahun, dengan Incidence Rate (IR) sebesar 0,02% dan Case
Fatality Rate (CFR) sebesar 0,12% (Kemenkes RI, 2012). Target penemuan dan
tatalaksana pneumonia balita pada tahun 2014 sebesar 100%. Namun, angka
cakupan pneumonia di Indonesia sampai tahun 2013 tidak mengalami
perkembangan yang signifikan, berkisar antara 23%-27%. Sedangkan angka
kematian pada balita akibat pneumonia sebesar 1,19% (Kemenkes RI, 2014). Pada
tahun 2015, penemuan kasus pneumonia di indonesia sebesar 554.650 (63,45%)
(Kemenkes RI, 2016).
Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Pada tahun 2008 dilaporkan terdapat
783 kasus pneumonia, pada tahun 2010 terdapat 1.813 penemuan kasus
pneumonia, kemudian pada tahun 2011 ditemukan sebanyak 1.739 kasus
pneumonia pada balita yang ditangani dari perkiraan 34.579 kasus (Dinkes DIY,
2012). Menurut Riskesdas (2013), prevalensi kejadian pneumonia pada tahun
2013 sebesar 1,2%. Kemudian menurut data Kemenkes RI pada tahun 2015,
penemuan kasus pneumonia di DIY sebanyak 2.829 (21,91%) dengan jumlah
kematian 130 (0,16%) balita pada golongan 0-4 tahun (Kemenkes RI, 2016).
Pada tahun 2014 Dinas Kesehatan Yogyakarta mencatat Kabupaten Bantul
sebagai Kabupaten terbanyak angka penderita pneumonia, yaitu sebesar 6.805
kasus, kemudian Kabupaten Sleman sebenyak 6.316 kasus, Kulon Progo sebanyak
2.216 kasus, Gunung Kidul sebanyak 4.105 kasus, dan yang terendah di Kota
Yogyakarta sebanyak 1.937 kasus (Dinkes DIY, 2015)
Secara umum terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan pneumonia
antara lain status gizi, berat badan lahir, riwayat pemberian ASI, polusi udara,
status imunisasi, dan umur (Depkes RI, 2013). Selain itu menurut berbagai
penelitian sebelumnya, faktor lingkungan juga dapat menyebabkan pneumonia.
Lingkungan yang dapat menyebabkan pneumonia adalah kualitas udaranya.
Kualitas udara dipengaruhi oleh seberapa besar pencemaran udara. Pencemaran
udara adalah terkontaminasinya udara, baik dalam ruangan (indoor) maupun luar
ruangan (outdoor) dengan agen kimia, fisik, atau biologi yang telah mengubah
3
karakteristik alami dari atmosfer (Layuk, 2012). Menurut penelitian lain, faktor
yang dapat menyebabkan pneumonia adalah faktor rumah tangga yang tidak sehat.
Rumah tangga yang tidak sehat (kebiasaan merokok dirumah, luas lantai, dan luas
jendela) mempunyai resiko 6,8 kali lebih besar untuk mengalami kejadian
pneumonia (Sulistyowati, 2010). Selain itu penelitian penelitian Dayu (2014)
mengemukakan bahwa balita yang tinggal di rumah yang terdapat paparan asap
rokok dalam rumah mempunyai risiko 4,00 kali lebih besar untuk terkena
pneumonia balita dibandingkan dengan balita yang tinggal di rumah tanpa
paparan asap rokok. Namun berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Mokoginta (2014), yang memperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara paparan rokok dalam rumah dengan kejadian pneumonia pada
balita.
Merokok merupakan salah satu kegiatan yang berbahaya bagi kesehatan
tubuh. Rokok merupakan zat adiktif yang memiliki kandungan kurang lebih 4000
elemen, dimana 200 elemen di dalamnya berbahaya bagi kesehatan tubuh dan
racun yang paling berbahaya pada rokok antara lain tar, nikotin, dan karbon
monoksida. Racun itulah yang kemudian akan membahayakan kesehatan si
perokok dan orang yang berada disekitarnya (Jaya, 2009). Berbagai penyakit yang
dapat diakibatkan oleh rokok tersebut. Menurut Bambang (2009), dampak dari
rokok bagi balita diantaranya dapat menyebabkan penyakit pernafasan, otitis
media kronik, asma, batuk, meningkatkan infeksi pada saluran pernafasan, dan
resiko kanker. Dari analisis WHO (2012), menunjukan bahwa dampak buruk dari
asap rokok lebih besar bagi perokok pasif dari pada perokok aktif. Ketika perokok
membakar sebatang rokok dan menghisapnya, asap tersebut disebut asap utama,
dan asap yang dihasilkan dari pembakaran ujung rokok disebut sidestream smoke
atau asap samping. Asap samping ini terbukti mengandung monoksida 5 kali lebih
banyak, nikotin 3 kali lipat, amonia 46 kali lipat, nikel 3 kali lipat, dan
nitrosamine 50 kali lebih besar dibandingkan dengan asap utama (Umami, 2010).
Seperti yang sudah dikemukakan oleh para peneliti diatas, salah satu
penyebab terjadinya pneumoni adalah faktor perilaku keluarga yang
mengakibatkan pencemaran udara di dalam rumah. Akibat yang sering muncul
4
khususnya pada balita yaitu masalah pada saluran pernapasan bagian atas
diantaranya batuk dan pilek. Sedangkan pada saluran pernafsan bagian bawah
yang paling sering terjadi adalah asma, sesak nafas, hingga beresiko kanker.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti
pada tanggal 20 Agustus 2017 di Puskesmas Piyungan Bantul, data dalam waktu 3
bulan terakhir (Mei, Juni, Juli) didapatkan hasil dari total balita 98 yang
mengalami pneumonia, terdapat 61 balita yang mengalami batuk bukan
pneumonia, dan 37 balita yang mengalami pneumonia umur 12-59 bulan jenis
kelamin laki-laki dan perempuan yang tercatat di MTBS Puskesmas Piyungan
Bantul. Data keluarga yang belum melakukan PHBS sebesar 47,87% termasuk
keluarga yang masih memiliki kebiasaan merokok yang tercatat di Puskemas
Piyungan, Bantul, Yogyakarta.
Dari latar belakang dan hasil data tersebut peneliti tertarik untuk meneliti
tentang “Hubungan Kebiasaan Keluarga Merokok dengan klasifikasi pneumonia
pada Balita di Puskesmas Piyungan Yogyakarta”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah “Apakah ada Hubungan Kebiasaan Keluarga Merokok
dengan Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan MTBS pada Balita di Puskesmas
Piyungan Bantul Yogyakarta?”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahui hubungan kebiasaan keluarga merokok dengan klasifikasi
pneumonia berdasarkan MTBS pada Balita di Puskesmas Piyungan Bantul
Yogyakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahui klasifikasi pneumonia balita di Puskesmas Piyungan Bantul
Yogyakarta, pada bulan Agustus tahun 2017.
5
b. Diketahui kebiasaan keluarga merokok diwilayah kerja Puskesmas
Piyungan Bantul Yogyakarta, pada tahun 2017.
c. Diketahui keeratan hubungan antara kebiasaan keluarga merokok dengan
klasifikasi pneumonia pada balita.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Petugas Rumah Sakit/Puskesmas
a. Sebagai bahan masukan untuk program penanganan dan pengendalian
pneumonia pada balita di rumah sakit/puskesmas
b. Agar dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan terutama pada
penyakit pneumonia.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan
pertimbangan bagi tenaga kesehatan puskesmas ataupun rumah sakit untuk
meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan.
2. Bagi Stikes Jenderal Achamad Yani
a. Hasil penelitian semoga bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan
tentang hubungan lingkungan di dalam rumah terhadap pneumonia pada
balita.
b. Sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa keperawatan untuk menambah
pengetahuan tentang hubungan kebiasaan keluarga merokok dengan
klasifikasi pneumonia pada balita.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini semoga dapat dijadikan acuan bagi yang ingin melakukan
penelitian serupa ditempat lain, ataupun sebagai dasar untuk melakukan
penelitian dengan faktor lain yang lebih rinci.
4. Bagi Orang Tua ataupun Keluarga
a. Untuk menambah wawasan bagi anggota keluarga tentang penyakit
pneumonia, dan bahayanya merokok bagi balita.
b. Dapat menambah wawasan orang tua ataupun keluarga untuk menciptakan
lingkungan dalam rumah yang sehat.
6
c. Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan kepada anggota keluarga
mengenai penyebab pneumonia pada balita.
E. Keaslian Penelitian
1. Dayu, M (2014). “Hubungan Pencemaran Udara Dalam Ruang dengan
Kejadian Pneumonia Balita”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
hubungan faktor kualitas udara dalam rumah dengan kejadian pneumonia
balita. Jenis penelitian yang dilakukan adalah observasional analitik dan
menggunakan desain penelitian case control. Pemilihan sampel dengan simple
random sampling. Variabel yang diteliti yaitu paparan asap rokok dalam
rumah, luas ventilasi, serta kepadatan hunian. Hasil analisis dengan
menggunakan StatCalc pada program Epi Info menunjukkan bahwa paparan
asap rokok dalam rumah (OR = 4,00), luas ventilasi (OR= 4,03), serta
kepadatan hunian (OR = 4,38) artinya mempunyai hubungan terhadap
kejadian pneumonia balita. Persemaan penelitian ini terletak pada variabel
terikatnya yaitu pneumonia pada balita. Sedangkan perbedaan penelitian ini
terletak pada variabel bebasnya, variabel bebas yang digunakan pada
penelitian ini adalah pencemaran udara dalam ruangan, sedangkan variabel
bebas yang akan digunakan adalah kebiasaan keluarga merokok. Perbedaan
selanjuttnya terletak pada metode yang digunakan. Jenis penelitian yang
dilakukan adalah observasional analitik dan menggunakan desain penelitian
case control dan pemilihan sampel dengan simple random sampling.
Sedangkan metode yang akan digunakan yaitu Deskriptif korelasi dengan
pendekatan retrospektif dan teknik sampel menggunakan stratified random
sampling.
2. Wijaya (2014). “Hubungan Kebiasaan Merokok, Imunisasi dengan Kejadian
Penyakit Pneumonia pada Balita di Puskesmas Paburan Tumpeng Kota
Tangerang”. Metode penelitian adalah survey cross sectional dan jumlah
sampel sebanyak 93 secara simple random sampling. Dimensi klasifikasi
Pneumonia meliputi Pneumonia dan batuk bukan pneumonia. Dimensi
perilaku kebiasaan merokok anggota keluarga yaitu, perokok ringan
7
menghabiskan 1-10 batang rokok perhari, dan perokok sedang menghabiskan
11-20 batang rokok per hari. Penelitian ini diukur menggunakan kuesioner dan
dianalisis menggunakan analisis univariat dan bivariat. Sebagian besar
responden adalah berumur 12-36 bulan, lebih banyak responden perempuan,
dengan status Imunisasi lengkap 84,9%, Status Gizi normal 95,7%, dan
perilaku kebiasaan merokok anggota keluarga balita adalah 100 %, dengan
jumlah batang rokok yang dihisap per hari paling banyak pada 1-10 batang
atau 86%, untuk selang waktu mulai menghisap rokok setelah bangun pagi,
terbanyak adalah dalam waktu 6-30 menit setelah bangun pagi. Hasil uji Chi-
Square menunjukkan hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok
dengan kejadian penyakit pneumonia pada balita (OR = 1,269 ; p<0,05),
hubungan Status imunisasi dengan kejadian penyakit pneumonia pada balita
(OR= 0,790, p<0,05). Perbedaan penelitian ini terletak pada metode yang
digunakan yaitu survey cross sectional, dengan teknik sampling simple
random sampling, sedangkan metode yang akan digunakan adalah Deskriptif
korelasi dengan pendekatan retrospektif dan teknik sampel menggunakan
stratified random sampling. Untuk persamaan yang hampir mirip dengan
penelitian yaitu pada variabel terikat. Variabel terikat yang digunakan pada
penelitian ini adalah kejadian pneumonia, sedangkan variabel terikat yang
akan digunakan adalah klasifikasi pneumonia pada balita menurut MTBS.
Variabel bebas yang digunakan pada penelitian ini adalah kebiasaan merokok
dan imunisasi, sedangkan variabel bebas yang akan digunakan hanya
kebiasaan keluarga merokok.
3. Ghozali, A (2010). “Hubungan antara Status Gizi dengan Klasifikasi
Pneumonia pada Balita di Puskesmas Gilingan Kecamatan Banmjarsari
Surakarta”. Hasil dari perhitungan dengan menggunakan uji statistik Person
Chi Square yang diolah dengan Statistical Product and Service Solution
(SPSS) 16 for Windows menghasilkan p<0,05 dengan nilai signifikansi 0,01
yang berarti signifikan atau bermakna. Hal ini berarti ada hubungan antara
status gizi dengan klasifikasi pneumonia pada anak balita di Puskesmas
Gilingan Kecamatan Banjarsari Surakarta. Penelitian ini adalah penelitian
8
analitik dengan pendekatan Potong Lintang. Pengambilan sampel pada
penelitian ini adalah dengan cara total sampling. Persamaan penelitian ini
dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada varabel terikatnya yaitu
klasifikasi pneumonia pada balita. Sedangkan perbedaannya terletak pada
metode penelitiannya. Penelitian ini menggunakan potong lintang dan teknik
sampling yang digunakan adalah total sampling. Sedangkan metode yang akan
digunakan adalah deskriptif korelasi dengan teknik sampel stratified random
sampling.
4. Sulistyowati, R. (2010). “Hubungan antara Rumah Tangga Sehat dengan
Kejadian Penyakit Pneumonia pada Balita Kabupaten Trenggalek”. timbulnya
kejadian suatu penyakit termasuk pneumonia jenis penelitian adalah potong
lintang. Besar sampel adalah seluruh penderita yang ditemukan di 4
Puskesmas selama bulan April sampai Juni sebanyak 88 penderita ( Total
Populasi, N= n ), sedangkan kontrol diambil dari Balita yang tidak sakit yang
berada di sekitar penderita sejumlah 89 Balita. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa Rumah Tangga tidak Sehat memiliki risiko untuk mengalami
pnumonia 6.8 kali lebih besar daripada anak balita yang tinggal dengan rumah
tangga sehat. Peningkatan risiko tersebut secara statistik signifikan (OR=6.8;
p<0.001; CI95% 3.2 sd 14.3). CI95% 3.2 sd 14.3 mengandung arti, dengan
tingkat keyakinan 95% dapat disimpulkan, anak balita yang tinggal dengan
rumah tangga tidak sehat memiliki risiko untuk mengalami pnumonia antara
3.2 hingga 14.3 kali lebih besar daripada anak balita yang tingga dengan
rumah tangga sehat. Persamaan yang hampir mirip terletak pada variabel
terikatnya yaitu pneumonia pada balita. Sedangkan perbedaanya terletak pada
metode yang digunakan. Pada penelitian ini menggunakan metode potong
lintang dengan teknik sampling total sampling, sedangkan metode yang akan
digunakan adalah deskriptif korelasi dengan teknik sampel stratified random
sampling. Variabel bebas yang digunakan pada penelitian ini adalah rumah
tangga sehat, sedangkan variabel bebas yang akan digunakan adalah kebiasaan
merokok keluarga.
36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Keadaan geografis wilayah kerja Puskesmas Piyungan Kabupaten
Bantul adalah berada di Kecamatan Piyungan dimana Kecamatan Piyungan
merupakan satu dari 17 kecamatan di wilayah Kabupaten Bantul yang terletak
di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakara, dengan luas wilayah seluruhnya
32,554 km2, dan merupakan 6,38% dari seluruh luas wilayah Kabupaten
Bantul. Kontur geografis meliputi dataran rendah pada bagian tengah,
perbukitan pada bagian timur, dengan bentang alam relatif membujur dari
timur ke barat. Tata guna lahan yaitu pekarangan 36,16 %, sawah 33,19 %,
tegalan 14,90 % dan tanah hutan 3,35 %. Wilayah kerja Puskesmas Piyungan
Kabupaten Bantul merupakan jalur transportasi wisata yang cukup padat,
sehingga dengan padatnya transportasi tersebut diikuti tingginya polusi udara
di sekitar wilayah kerja Puskesmas Piyungan Kabupaten Bantul. Dan
sebagian besar dari masyarakat memiliki pekerjaan sampingan sebagai petani
baik disawah dan dikebun. Dan sebagian besar ibu dari balita hanya sebagai
ibu rumah tangga yang mengakibatkan kurang pengetahuan tentang penyebab
pneumonia pada balita.
Puskesmas Piyungan memiliki visi yaitu menjadi Puskesmas pilihan
bagi masyarakat Piyungan dan sekitarnya. Untuk mewujudkan visi tersebut
Puskesmas Piyungan memiliki misi memberikan pelayanan kesehatan dasar
yang berorientasi kepada kepuasan pelanggan, memberikan pelayanan
kesehatan dasar yang terjangkau, dan memberikan pelayanan kesehatan dasar
yang komprehensif (pelayanan dasar yang lengkap sesuai dengan standart
Puskesmas). Serta Motto dari Puskesmas Piyungan adalah “KEPUASAN
ANDA ADALAH KEBAHAGIAN KAMI”.
38
2. Analisa Hasil Penelitian
a. Karakteristik Orang Tua
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh karakteristik orang tua balita
berdasarkan usia, pekerjaan, dan pendidikan di wilayah kerja Puskesmas
Piyungan Bantul sebagai berikut :
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Orang Tua di Puskesmas Piyungan
Bantul Karakteristik Orang Tua Frekuensi (n) Presentase
Usia orang tua 26-35 tahun 36-45 tahun 46-55 tahun
23 21 6
46,0 42,0 12,0
Pekerjaan Buruh Wiraswasta PNS
21 20 9
42,0 40,0 18,0
Pendidikan SD SMP SMA/SMK Perguruan Tinggi
7
11 22 10
14,0 22,0 44,0 20,0
Total 50 100,0
Sumber: Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa karakteristik responden
menurut usia paling banyak memiliki rentan usia 26-35 tahun yaitu
sebanyak 23 (46,0%). Pekerjaan sebagian besar responden adalah buruh
yaitu sebanyak 21(42,0%). Sementara karakteristik orang tua berdasarkan
pendidikan paling banyak adalah pendidikan SMA/SMK sebanyak 22
(44,0%).
b. Karakteristik Jumlah Rokok yang dihisap
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh karakteristik merokok
berdasarkan jumlah rokok per hari di wilayah kerja Puskesmas Piyungan
Bantul adalah sebagai berikut:
39
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi karakteristik jumlah rokok orang tua di wilayah kerja
Puskesmas Piyungan Bantul Karakteristik merokok Frekuensi (n) Presentasi (%)
Jumlah rokok per hari orang tua Tidak merokok <10 batang 10-20 batang
24 12 14
48,0 24,0 28,0
Total 50 100,0
Sumber: Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa karakteristik jumlah
rokok yang dihisap orang tua per hari sebagian besar menghabiskan rokok
10-20 batang, yaitu sebanyak 14 (28,0%) dari total responden.
c. Karakteristik balita
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh
karakterisik balita yang mengalami batuk/pneumonia berdasarkan usia
balita, berat badan balita, dan jenis kelamin balita di wilayah kerja
Puskesmas Piyungan Bantul sebagai berikut:
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi karakteristik balita yang menglami batuk/pneumonia
di Puskesmas Piyungan Bantul Karakteristik responden Frekuensi (n) Presentase
Usia balita 12-22 bulan 23-33 bulan 34-44 bulan 45-59 bulan
26 8
11 5
52,0 16,0 22,0 10,0
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan
22 28
44,0 56,0
Total 50 100,0 Sumber: Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa karakteristik balita yang
menglami batuk/pneumonia berdasarkan usia balita paling banyak adalah
pada usia 11-22 bulan yaitu sebanyak 26 (52,0%). Sedangkan karakteristik
balita yang menglami batuk/pneumonia berdasarkan jenis kelamin paling
banyak balita berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 28 (56,0%) balita.
40
3. Kebiasaan Merokok
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, frekuensi kebiasaan
merokok yang tinggal dengan balita yang menglami batuk/pneumonia di
wilayah kerja Puske smas Piyungan Bantul adalah sebagai berikut:
Tabel 4.4 Distribusi frekuensi kebiasaan merokok di wilayah kerja Puskesmas Piyungan
Bantul Kebiasaan Merokok Frekuensi (n) Presentase (%) Tidak merokok Merokok
24 26
48,0 52,0
Total 50 100,0 Sumber: Data Primer, 2017
Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa kebiasaan merokok di wilayah kerja
Puskesmas Piyungan Bantul yang tinggal serumah dengan balita yang
menglami batuk/pneumonia, paling banyak responden adalah memiliki
kebiasaan merokok, yaitu sebanyak 26 (52,0%) responden.
4. Klasifikasi Pneumonia
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, frekuensi klasifikasi
pneumonia di wilayah kerja Puskesmas Piyungan Bantul adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.5 Distribusi frekuensi klasifikasi pneumonia di Puskesmas Piyungan Bantul
Klasifikasi pneumonia Frekuensi (n) Presentase (%) Batuk bukan pneumonia Pneumonia
31 19
62,0 38,0
Total 50 100,0
Sumber: Data MTBS Puskesmas Piyungan, 2017
Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa klasifikasi pneumonia di
wilayah kerja Puskesmas Piyungan Bantul paling banyak adalah batuk bukan
pneumonia, yaitu sebesar 31 (62,0%).
41
5. Hubungan Antara Kebiasaan Keluarga Merokok Dengan Klasifikasi
Pneumonia
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara dua
variabel, variabel bebas yaitu kebiasaan keluarga merokok dan variabel
terikat yaitu klasifikasi pneumonia pada balita. Hasil tabulasi hubungan
antara kebiasaan keluarga merokok dengan klasifikasi pneumonia adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.6 Uji tabulasi silang hubungan kebiasaan keluarga merokok dengan klasifikasi
pneumonia Kebiasaan merokok
Klasifikasi Pneumonia Total p- value
R Batuk bukan pneumonia
Pneumonia
f % f % f % 0,000
0,587 Tidak merokok 22 71,0 2 10,5 24 48,0
Merokok 9 29,0 17 89,5 26 52,0 Total 31 100,0 19 100 50 100
Sumber : Data Primer, dan data sekunder 2017
Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa dari total 50 responden,
responden yang tinggal dengan keluarga yang tidak memiliki kebiasaan
merokok mayoritas 22 (71,0%) balita mengalami batuk bukan pneumonia,
dan sebanyak 2 (10,5%) balita yang mengalami pneumonia. Sedangkan
keluarga yang memiliki kebiasaan merokok yang tinggal serumah dengan
balita mayoritas balita mengalami pneumonia yaitu sebesar 17 (89,5%) balita.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi-square,
diketahui bahwa nilai p-value yaitu 0,000 (p < 0.05) sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan keluarga
merokok dengan klasifikasi pneumonia.
6. Keeratan Hubungan Antara Kebiasaan Keluarga Merokok Dengan
Klasifikasi Pneumonia
Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa dari nilai koefisien korelasi
(r) sebesar 0.587 dimana mempunyai arti hubungan dalam keeratan yang
sedang, karena berada pada rentang 0.40-0.599 dengan arah hubungan positif
yang artinya semakin tinggi balita terpapar asap rokok, maka semakin tinggi
balita mengalami pneumonia.
42
B. Pembahasan
1. Kebiasaan Merokok
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, bahwa kebiasaan
keluarga merokok di wilayah kerja Puskesmas Piyungan Bantul paling
banyak responden memiliki kebiasaan merokok, yaitu sebanyak 26 (52,0%).
Responden yang tidak merokok yaitu sebanyak 24 orang (48%). Menurut
teori Subanada (2006) merokok merupakan suatu kebiasaan yang dapat
memberikan suatu kenikmatan bagi perokok, akan tetapi dapat menimbulkan
dampak yang buruk bagi perokok itu sendiri, maupun bagi orang lain yang
berada disekitarnya. Penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2014)
menunjukan bahwa kebiasaan merokok anggota keluarga di Puskesmas
Pabuaran Tumpeng pada bulan Juni tahun 2014, dari jumlah responden 93
balita (100%), yang anggota keluarganya memiliki kebiasaan merokok
sebanyak 93 responden berarti jumlah perokok pada penelitian ini semua
sebagai perokok atau semua mempunyai kebiasaan merokok.
Menurut Jaya (2009), merokok merupakan salah satu kegiatan yang
berbahaya bagi kesehatan tubuh. Rokok merupakan zat adiktif yang memiliki
kandungan kurang lebih 4000 elemen, dimana 200 elemen di dalamnya
berbahaya bagi kesehatan tubuh dan racun yang paling berbahaya pada rokok
antara lain tar, nikotin, dan karbon monoksida. Racun itulah yang kemudian
akan membahayakan kesehatan siperokok dan orang yang berada
disekitarnya.
Aktifitas merokok responden dapat disebabkan oleh banyak faktor,
diantaranya adalah anggota keluarga seperti orang tua, paman dan
sebagainya. Pada penelitian ini tidak terdapat anggota keluarga lain yang
memiliki kebiasaan merokok yang tinggal serumah dengan balita selain orang
tua. Pendapat Mu’tadin (2007), yang menyebutkan bahwa salah satu faktor
yang mempengaruhi seseorang merokok adalah anggota keluarga.
Kebanyakan dari individu yang merokok itu karena melihat dari keluarganya
yang merokok. Lama kelamaan individu tersebut akan merasa penasaran dan
mencoba merokok. Penelitian Septiana (2016) menunjukan keluarga
43
berpengaruh terhadap munculnya perilaku merokok pada remaja. Penelitian
ini menunjukkan bahwa perilaku merokok berhubungan dengan struktur
keluarga yang tidak utuh (p= 0,000), aktivitas keluarga yang kurang
(p=0,000), adanya konflik keluarga (p=0,000), dukungan orang tua yang
kurang (p=0,001), dan kontrol orang tua yang kurang (p= 0,000). Faktor yang
paling dominan berhubungan dengan perilaku merokok pada siswa SMP
Negeri di Kabupaten Aceh Besar adalah struktur keluarga yang tidak utuh
(OR= 2,946; CI = 1,609-5,393).
Aktifitas merokok yang dilakukan responden di wilayah kerja
puskesmas piyungan tergolong ringan karena responden merokok sehari
menghabiskan 10-20 batang rokok, sebagaimana ditunjukan tabel 4.2,
responden yang menghabiskan 10-20 batang yaitu sebanyak 14 responden
(28,0%). Menurut Bustan (2007), dilihat dari banyaknya batang rokok yang
dihisap perharinya, jika menghisap rokok 10-20 batang rokok/hari,
dikategorikan sebagai perokok sedang.
Sedikit atau banyak, aktifitas merokok dapat berdampak buruk bagi
kesehatan, baik bagi perokok (perokok aktif) maupun bagi orang-orang di
sekitar perokok (perokok pasif). Dampak yang ditimbulkan diantaranya
adanya gangguan pernafasan pada bayi maupun pada orang dewasa. Dari
analisis WHO (2012), menunjukan bahwa dampak buruk dari asap rokok
lebih besar bagi perokok pasif dari pada perokok aktif. Umami (2010)
menjelaskan ketika perokok membakar sebatang rokok dan menghisapnya,
asap tersebut disebut asap utama, dan asap yang dihasilkan dari pembakaran
ujung rokok disebut sidestream smoke atau asap samping. Asap samping ini
terbukti mengandung monoksida 5 kali lebih banyak, nikotin 3 kali lipat,
amonia 46 kali lipat, nikel 3 kali lipat, dan nitrosamine 50 kali lebih besar
dibandingkan dengan asap utama.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat 24 (48,0%) responden
yang tidak merokok. Responden yang tidak merokok dapat disebabkan oleh
munculnya kesadaran responden untuk menghentikan aktifitas merokok.
Menurut Ayu (2014) berhenti merokok dipengaruhi oleh niat dan motivasi.
44
Motivasi adalah suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara
sikap, kebutuhan, persepsi dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang.
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa karakteristik responden
menurut usia mayoritas memiliki rentan usia 26-35 tahun yaitu sebanyak 23
(46,0%). Umur merupakan lama hidup seseorang sejak dilahiran sampai
dengan saat dilakukan penelitian. Umur dalam pembentukan perilaku
merokok sering dikaitkan dengan pengalaman menghisap rokok. Semakin
tinggi umur dan semakin muda menghisap rokok maka pengalaman dalam
menghisap rokok semakin banyak. Menurut Buston (2007), berdasarkan umur
mulai merokok, semakin awal seseorang merokok maka akan makin sulit
untuk berhenti merokok. Rokok juga memiliki dose-response effect, artinya
semakin muda usia merokok akan semakin besar pengaruhnya. Hal tersebut
berkaitan dengan semakin lama merokok maka semakin lama terpapar dengan
zat-zat kimia yang terkandung di dalam rokok. Zat-zat rokok yang terkandung
didalam rokok terutama nikotin dan karbonmonoksida sehingga semakin
lama merokok semakin banyak zat-zat kimia yang tertimbun di dalam darah.
Nikotin dalam rokok menyebabkan mobilisasi katekolamin yang dapat
menambah reaksi trombosit dan menyebabkan kerusakan pada dinding arteri,
sedangkan glikoprotein tembakau dapat menimbulkan reaksi hipersensitif
dinding arteri.
Penelitian Kalalo (2013), menyebutkan bahwa usia merokok dibawah
10 tahun maka resiko terkena serangan jantung atau AMI lebih tinggi dari
pada umur ≥10 tahun. Hal ini dikarenakan pada usia anak-anak bagian organ-
organ tubuhnya masih rentan terhadap berbagai macam zat kimia dari luar
tubuh. Efek rokok juga menambah beban miokard karena rangsangan oleh
katekolamin dan menurunnya konsumsi oksigen sehingga oksigen dalam
miokard berkurang. Katekolamin juga menyebabkan pembuluh darah menjadi
vasokontriksi dan merubah permeabilitas pembuluh darah menjadi lebih
kaku.
45
Pekerjaan sebagian besar responden adalah buruh yaitu sebanyak 21
(42,0%). Penelitian ini menunjukkan bahwa banyak responden yang bekerja
sebagai buruh. Pekerjaan merupkan aktifitas untuk menghasilkan uang yang
dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhannya. Responden yang telah
bekerja, menunjukkan bahwa responden telah memiliki penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga. Responden yang sebagian besar merokok
tentunya menyadari bahwa pilihannya untuk merokok mempengaruhi
kemampuan memenuhi kebutuhan keluarga. Perilaku merokok responden
tidak terlepas dari kesadaran responden yang telah memiliki penghasilan.
Menurut Notoatmodjo (2010) salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku
kesehatan (merokok) seseorang adalah pekerjaan yang mendatangkan
penghasilan. Semakin tinggi penghasilan, maka kemungkinan untuk
melakukan perilaku hidup tidak sehat seperti merokok semakin tinggi.
Karakteristik orang tua berdasarkan pendidikan paling banyak adalah
pendidikan SMA/SMK sebanyak 22 (44,0%). Responden yang sebagian besar
berpendidikan SMA/SMK menunjukkan bahwa responden memiliki
kesadaran yang baik terhadap perilaku merokok yang dilakukannya, termasuk
kesadaran bahaya merokok bagi dirinya dan orang lain. Menurut
Notoatmodjo (2010) pendidikan berpengaruh secara langsung terhadap
perilaku seseorang termasuk perilaku merokok. Pendidikan secara langsung
mempengaruhi tingkat pengetahuan, dimana semakin tinggi tingkat
pendidikan maka pengetahuan yang dimilikinya semakin meningkat,
sedangkan pengetahuan merupakan faktor dominan yang mempengaruhi
perilaku seseorang termasuk perilaku merokok.
2. Klasifikasi pneumonia
Hasil penelitian didapatkan klasifikasi pneumonia di wilayah kerja
Puskesmas Piyungan Bantul paling banyak adalah batuk bukan pneumonia,
yaitu sebesar 31 (62,0%) balita. Balita yang mengalami batuk pnemonia
sebanyak 19 (38,0%).
46
Penelitian ini menunjukkan bahwa batuk yang dialami oleh balita bukan
pnemonia yang ditandai dengan nafas normal, tidak cepat dan adanya tarikan
dinding dada ke dalam. Balita dengan batuk bukan pneumonia dapat
disebabkan karena balita mendapatkan asupan gizi yang cukup sehingga
memiliki daya tahan yang lebih baik. Karakteristik balita berdasarkan usia
balita paling banyak adalah pada usia 11-22 bulan yaitu sebanyak 26 (52,0%)
sebagaimana diperlihatkan ditabel 4.3. Umur balita menunjukkan bahwa
balita telah melangsungkan kehidupannya sejak dilahirkan sampai saat
dilakukan penelitian. Balita yang mengalami batuk bukan pnemonia
menunjukkan bahwa balita memiliki daya tahan yang baik untuk mencegah
masuknya penyakit dari lingkungan sekitarnya. Daya tahan balita terkait erat
dengan status gizi yang dimilikinya. Menurut Depkes (2013) salah satu faktor
yang mempengaruhi kesehatan balita adalah status gizi. Keadaan gizi adalah
faktor yang sangat penting bagi timbulnya pneumonia. Tingkat pertumbuhan
fisik dan kemampuan imunologik seseorang sangat dipengaruhi adanya
persediaan gizi dalama tubuh dan kekurangan zat gizi akan meningkatkan
kerentanan dan beratnya infeksi suatu penyakit seperti pneumonia. Penelitian
Ghozali (2010) menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara status gizi dengan klasifikasi pneumonia pada anak balita. Penelitian
yang dilakukan Setiawan (2010) menyebutkan bahwa sebagian besar balita
dengan status gizi baik, yaitu sebanyak 50 orang (70,4%) mengalami batuk
pnemonia yaitu sebanyak 46 (64,80%). Penelitian tersebut menyebutkan ada
hubungan antara status gizi pada balita (1-5 tahun) dengan terjadinya
pneumonia.
Pada penelitian ini juga didapatkan balita batuk dengan pnemonia 19
(38%). batuk dengan pnemonia dapat disebabkan oleh virus. Mikroorganisme
penyebab pneumonia dapat berupa virus, bakteri dan jamur. Hasil penelitian
WHO (2013) menunjukkan bahwa 70% penyakit pneumonia disebabkan oleh
bakteri, terutama Streptococcus pneumonia dan Hemophilus influenza tipe B.
Penelitian Nurnajiah (2016) menyebutkan pemeriksaan mikroorganisme
penyebab pneumonia pada balita masih belum sempurna karena balita sulit
47
memproduksi sputum dan tindakan invasif seperti aspirasi paru atau kultur
darah sulit dilakukan. Faktor risiko yang selalu ada (definite risk factor) pada
pneumonia meliputi gizi kurang, berat badan lahir rendah, tidak mendapatkan
ASI, polusi udara dalam ruang, dan pemukiman padat. Kartasasmita (2010)
menyebutkan balita dengan gizi kurang dan gizi buruk memperbesar risiko
terjadinya pneumonia pada balita. Pada balita dengan gizi kurang/buruk,
sistem pertahanan tubuh menurun, sehingga mudah terkena infeksi.
Menurut Said (2010) sebagian besar pneumonia disebabkan oleh
mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain
(aspirasi, radiasi, dll). Pneumonia seringkali dipercaya diawali oleh infeksi
virus yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri. Secara klinis pada
anak sulit membedakan pneumonia bakterial dengan pneumonia viral. Pola
bakteri penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai dengan distribusi umur
pasien. Namun secara umum bakteri yang berperan penting dalam pneumonia
adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Staphylococcus
aureus, Streptococcus Group B, serta kuman atipik klamidia dan mikoplasma .
Menurut Setiawan (2010) dalam penelitiannya, penyebab umumnya
dari pneumonia pada anak yang berumur 1 bulan sampai dengan 6 tahun
adalah streptococcus pneomoniae dan haemofilus infleuza stretype B.
Meskipun pneumonia dapat disebabkan oleh penyebaran hematologik dari
fokal infeksi ditempat cairan serta aspirasi benda asing, tetapi pada umunya
pneumonia timbul sebagai komplikasi dari infeksi saluran pernafasan akut
pada bagian atas. Infeksi saluran pernafasan akut bagian atas biasanya
disebabkan oleh virus dan beberapa diantaranya oleh bakteri. Pada umumnya
penyakit saluran pernafasan di mulai dengan keluhan-keluhan dengan gejala
yang ringan seperti sesak dan demam. Dalam perjalanannya penyakit
mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan semakin berat dapat
menyebabkan keadaan gagal pernafasan dan mungkin dapat mengakibatkan
kematian.
Tanda dan gejala pneumonia menurut Misnadiarly (2008) diantaranya
adalah batuk non produktif, ingus (nasal discharge), suara napas lemah,
48
penggunaan otot bantu napas, demam mencapai 40°C, cyanosis (kebiru-
biruan), thorax photo menujukkan infiltrasi melebar, sakit kepala, kekakuan
dan nyeri otot, sesak napas, menggigil, berkeringat, lelah, terkadang kulit
menjadi lembab, mual dan muntah, kurang nafsu makan, pada sebagian
penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut.
3. Hubungan Antara Kebiasaan Keluarga Merokok Dengan Klasifikasi
Pneumonia
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari total 50 responden,
responden dengan keluarga yang tidak memiliki kebiasaan merokok
mayoritas balita mengalami batuk bukan pneumonia yaitu sebanyak 22
(71,0%) balita, dan sebanyak 2 (10,5%) balita yang mengalami pneumonia.
Sedangkan keluarga yang memiliki kebiasaan merokok sebanyak 9 (29,0%)
responden yang mengalami batuk bukan pneumonia, dan sebesar 17 (89,5%)
balita yang mengalami penumonia. Berdasarkan hasil uji statistik dengan
menggunakan chi-square, diketahui bahwa nilai p-value sebesar 0,000 (p ≤
0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang sedang dan
signifikan antara kebiasaan keluarga merokok dengan klasifikasi pneumonia.
Penelitian ini didukung oleh penelitian Wijaya (2014) yang menunjukkan
hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan kejadian
penyakit pneumonia pada balita (OR = 1,269 ; p<0,05),
Layuk (2012) menyebutkan faktor lingkungan juga dapat menyebabkan
pneumonia. Lingkungan yang dapat menyebabkan pneumonia adalah kualitas
udaranya. Kualitas udara dipengaruhi oleh seberapa besar pencemaran udara.
Pencemaran udara adalah terkontaminasinya udara, baik dalam ruangan
(indoor) maupun luar ruangan (outdoor) dengan agen kimia, fisik, atau
biologi yang telah mengubah karakteristik alami dari atmosfer.
Sulistyowati (2010) dalam penelitiannya menyebutkan faktor yang
dapat menyebabkan pneumonia adalah faktor rumah tangga yang tidak sehat.
Rumah tangga yang tidak sehat (kebiasaan merokok di rumah, luas lantai, dan
luas jendela) mempunyai resiko 6,8 kali lebih besar untuk mengalami
49
kejadian pneumonia. Selain itu penelitian penelitian Dayu (2014)
mengemukakan bahwa balita yang tinggal di rumah yang terdapat paparan
asap rokok dalam rumah mempunyai risiko 4,00 kali lebih besar untuk
terkena pneumonia balita dibandingkan dengan balita yang tinggal di rumah
tanpa paparan asap rokok.
Menurut Bambang (2009), dampak dari rokok bagi balita diantaranya
dapat menyebabkan penyakit pernafasan, otitis media kronik, asma, batuk,
meningkatkan infeksi pada saluran pernafasan, dan resiko kanker. Umami
(2010) menjelaskan ketika perokok membakar sebatang rokok dan
menghisapnya, asap tersebut disebut asap utama, dan asap yang dihasilkan
dari pembakaran ujung rokok disebut sidestream smoke atau asap samping.
Asap samping ini terbukti mengandung monoksida 5 kali lebih banyak,
nikotin 3 kali lipat, amonia 46 kali lipat, nikel 3 kali lipat, dan nitrosamine 50
kali lebih besar dibandingkan dengan asap utama.
Menurut Misnadiarly (2008) rokok, sebagai salah satu resiko timbulnya
pneumonia. Pneumonia merupakan masalah yang sangat sulit untuk
diminimalisir. Sementara itu berdasarkan data Depkes RI, jumlah perokok
dalam suatu keluarga cukup tinggi, Dan orang yang berada di sekitar seorang
perokok atau perokok pasif justru mempunyai resiko kesehatan yang lebih
tinggi dibandingkan perokok aktif. Pusat Komunikasi Publik Sekretariat
Jenderal Kementerian Kesehatan RI, memberitakan sebanyak 62 juta
perempuan dan 30 juta laki-laki Indonesia menjadi perokok pasif di Indonesia,
dan yang paling menyedihkan adalah anak-anak usia 0-4 tahun yang terpapar
asap rokok berjumlah 11,4 juta anak. Rokok merupakan masalah yang kian
menjerat anak, remaja dan wanita di Indonesia. Sedangkan Pneumonia
merupakan masalah kesehatan dunia karena angka kematiannya tinggi, tidak
saja di negara berkembang, tetapi juga di negara maju seperti di Amerika
Serikat, Kanada dan negara-negara Eropa. Di Amerika Serikat terdapat dua
juta sampai tiga juta kasus pneumonia per tahun, dengan jumlah kematian
rata-rata 45.000 orang.
50
Hasil penelitian diatas sejalan dengan penelitian Hartati (2011), dimana
didapatkan bahwa balita yang tinggal serumah dengan anggota keluarga yang
merokok mempunyai risiko mengalami Pneumonia 2,24 kali lebih besar
dibandingkan balita yang tidak tinggal serumah dengan anggota keluarga
yang mempunyai kebiasaan merokok. Selain itu Penelitian Dayu (2014)
mengemukakan bahwa balita yang tinggal di rumah yang terdapat paparan
asap rokok dalam rumah mempunyai risiko 4,00 kali lebih besar untuk
terkena pneumonia balita dibandingkan dengan balita yang tinggal di rumah
tanpa paparan asap rokok. Asap rokok dari orang tua atau penghuni rumah
yang satu atap dengan balita merupakan bahan pencemaran dalam ruang
tempat tinggal yang serius serta akan menambah resiko kesakitan dari bahan
toksik pada anak-anak. Paparan yang terus menerus akan menimbulkan
gangguan pernafasan terutama memperberat timbulnya infeksi saluran
pernafasan akut termasuk pneumonia dan gangguan paru-paru pada saat
dewasa. Semakin banyak rokok yang dihisap oleh keluarga semakin besar
memberikan resiko terhadap kejadian pneumonia, khususnya apabila
merokok dilakukan oleh ibu bayi.
4. Keeratan Hubungan Antara Kebiasaan Keluarga Merokok Dengan
Klasifikasi Pneumonia
Berdasarkan hasil uji koefisien korelasi didapatkan nilai koefisien
korelasi (r) sebesar 0.587 dimana mempunyai arti ada hubungan yang sedang
karena berada pada rentang 0.40-0.599. Adanya hubungan yang sedang antara
kebiasaan keluarga merokok dengan klasifikasi pnemonia pada balita
menunjukkan bahwa perilaku merokok anggota keluarga mempunyai
pengaruh yang cukup besar terhadap klasifikasi pnemonia yang dialami
balita. Menurut Kemenkes (2013) salah satu faktor yang mempengaruhi
pnemonia pada balita adalah polusi udara. Layuk (2012) menjelaskan bahwa
lingkungan yang dapat menyebabkan pneumonia adalah kualitas udaranya.
Kualitas udara dipengaruhi oleh seberapa besar pencemaran udara.
Pencemaran udara adalah terkontaminasinya udara, baik dalam ruangan
51
(indoor) maupun luar ruangan (outdoor) dengan agen kimia, fisik, atau
biologi yang telah mengubah karakteristik alami dari atmosfer. Sulistyawati
(2010) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa rumah tangga yang terdapat
anggota keluarga merokok, kemungkinan terjadi pnemonia lebih besar 6,8
kali dibandingkan dengan rumah tangga yang anggota keluarganya tidak ada
yang merokok.
C. Keterbasan penelitian
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah :
1. Peneliti tidak mengobservasi kebiasaan merokok keluarga secara langsung,
semua data didapatkan melalui kuesioner, sehingga tidak diketahui pasti
bagaimana perilaku merokok yang sesungguhnya dari keluarga responden.
2. Peneliti tidak meneliti faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan kejadian
pnemonia pada balita seperti status gizi, pemberian ASI, dan faktor-faktor
lainnya yang tidak diteliti oleh peneliti.
50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya,
dapat diambil kesimpulan bahwa hipotesis yang ditetapkan diterima yaitu
terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan keluarga merokok
dengan klasifikasi pneumonia berdasarkan MTBS pada balita umur 12-59
bulan di Puskesmas Piyungan Bantul dengan p-value (0.000).
2. Karakteristik jumlah rokok yang dihisap per hari sebagian besar keluarga
yang tinggal dengan balita menghabiskan rokok 10-20 batang, yaitu sebanyak
14 (28,0%) dari total responden.
3. Kebiasaan keluarga merokok yang tinggal dengan balita di wilayah kerja
Puskesmas Piyungan Bantul paling banyak responden adalah perokok, yaitu
sebanyak 26 (52,0%) responden.
4. Klasifikasi pneumonia pada balita umur 12-59 bulan di wilayah kerja
Puskesmas Piyungan Bantul mayoritas adalah batuk bukan pneumonia, yaitu
sebesar 31 (62,0%).
B. Saran
1. Bagi petugas rumah sakit/puskesmas
Diharapkan dapat dijadikan bahan masukan untuk program penanganan
dan pengendalian pneumonia pada balita. Selain itu petugas rumah sakit
ataupun puskesmas dapat memberikan penyuluhan kepada keluarga balita
tentang pneumonia dan etika merokok (tidak merokok didalam rumah).
2. Bagi STIKes Jenderal Achmad Yani
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat, baik sebagai bahan bacaan
bagi mahasiswa untuk menambah pengetahuan tentang hubungan kebiasaan
keluarga merokok dengan klasifikasi pneumonia, maupun sebagai referensi
untuk perpustakaan Stikes Jendeal Achmad Yani Yogyakarta.
51
3. Bagi orang tua atau keluarga
Semoga hasil penelitian ini dapat menambah wawasan bagi anggota
keluarga tentang penyakit pneumonia, dan bahayanya merokok bagi balita.
Selain itu, semoga keluarga dapat menciptakan lingkungan di dalam rumah
yang lebih sehat dengan tidak merokok didalam rumah, lebih baik lagi jika
keluarga dapat berhenti merokok.
4. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi yang ingin
melakukan penelitian yang serupa, ataupun sebagai dasar untuk melakukan
penelitian dengan faktor-faktor lain yang lebih rinci.
DAFTAR PUSTAKA Andriana, D. (2011), Tumbuh Kembang & Terapi Bermain pada Anak, Jakarta,
Salemba Medika. Ardita, H. (2016), Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berhenti Merokok
pada Mahasiswa Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Yogyakarta angkatan 2015, Naskah Publikasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhamadiyah Yogyakarta.
Arikunto, S. (2010), Prosedur penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi
Revisi), Jakarta, Rineka Cipta. Ayu, Z.W. (2014), Tingkat Ketergantungan Merokok dan Motivasi Berhenti
Merokok pada Pegawai FKG USU dan Supir Angkot Medan, Skripsi, Universitas Sumatra Utara.
Bambang, S. (2009), Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta, Interna Publishing.
Bustan, M.N. 2007, Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Edisi kedua, Jakarta,
Rineka Cipta. Dayu, M. (2014), Hubungan Pencemaran Udara Dalam Ruang dengan Kejadian
Pneumonia Balita, Naskah Publikasi, Surabaya. FKM Universitas Airlangga.
Depkes RI. (2013), Riset Kesehatan Dasar, Jakarta, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. Dinas Kesehatan DIY. (2013), Profil Kesehatan provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, Yogyakarta.
Dinas Kesehatan DIY. (2015), Profil Kesehatan provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, Yogyakarta. Eisner, M.D. (2006), Banning Smoking in Public Places. Jakarta, Salemba
Medika. Ellizabet, E.A. (2010), Stop merokok, Yogjakarta, Garailmu. Ghozali, A. (2010), Hubungan antara Status Gizi dengan Klasifikasi Pneumonia
pada Balita di Puskesmas Gilingan Kecamatan Banmjarsari Surakarta, Skripsi, Surakarta, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret.
Hartati, S. (2011), Analisis Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian
Pneumonia pada Anak Balita di RSUD Pasar Rebo, Tesis, UI Jakarta, Dalam http://repository.ui.ac.id/bitstream/123456789/30801/7/, Diakses pada tanggal 8 September 2017, pada pukul 20.00.
Heryani, T. ( 2014), Rokok dalam Manusia, Jakarta, Rineka Cipta. Hidayat, A.A. (2011), Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan
Kebidanan, Jakarta, Salemba Medika. Hidayati, N. (2009), Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit
Ispa Pada Balita Di Nan Tigo Kecamatan Koto Tangah Kota Padang, Jurnal, Dalam http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/14580/011000210.pdf;jsessionid=DA0EA2D734CCC2F1F4F52B225004A675?sequence=1, Diakses pada tanggal 16 Juli 2017, pada pukul 16.29
Jaya, M. (2009), Pembunuh Berbahaya itu Bernama Rokok, Yogyakarta, Riz’ma. Jhonson & Leny. (2010), Keperawatan Keluarga, Yogyakarta, Nuha Medika. Jualiansyah, N. (2011), Metofologi penelitian:skripsi, tesis, disertasi, dan karya
ilmiah, Jakarta, Kencana prenada media group. Kalalo, F. (2013), Pengaruh Gaya Hidup Merokok Terhadap Kejadian Infark
Miokard Akut di RSU Bethesda Tomohon. Kartasasmita., Cissy, B. (2010). Jendela Epidemiology: Pneumonia Balita,
Jakarta, Kementrian Kesehatan RI. Kemenkes RI. (2013), Riset Kesehatan Dasar Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, Yogyakarta. . (2016), Profil Kesehatan Indonesia, Jakarta, Kemenkes RI. Layuk, R., Nasry N. dan Wahiduddin. (2013), Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian ISPA pada Balita di Lembang Batu Sura, Jurnal, Dalam http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4279/RIBKA%20RERUNG%20LAYUK%20%28K11109326%29.pdf?sequence=1. Diakses pada tanggal 3 Februari 2017, pada pukul 20.30.
Marni dan Rahardjo, K. (2012), Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra
Sekolah, Yogyakarta, Pustaka Pelajar. Misnadiarly. (2008), Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak,
Orang Dewasa, Usia Lanjut Edisi 1, Jakarta, Pustaka Obor Populer.
Mokoginta, D., Arsunan, A. dan Dian S. (2013), Faktor Risiko Kejadian Pneumonia pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sudiang Kota Makassar, Jurnal.
Mu’tadin, Z . (2007), Rokok Dalam Remaja, Jakarta, Salemba Medika. Nasution dan Kemala, I. (2007), Perilaku Merokok Pada Remaja, Jakarta,
Hikmah. Notoatmodjo, S. (2012), Metodologi penelitian kesehatan, Jakarta, Rineka cipta. Nurnajiah, M., Rusdi., Desmawati. (2016), Hubungan Status Gizi dengan Derajat
Pneumonia pada Balita di RS. Dr. M. Djamil Padang, Jurnal, Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas Padang.
Proverawati. (2011), Ilmu Gizi untuk Keperawatan dan Gizi Kesehatan,
Yogyakarta, Nuha Medika.
Rizanda, M. (2007, Pneumonia Balita di Indonesia, University Andalas Press. Said, M. (2010), Pengendalian Pneumonia Anak Balita dalam Rangka
Pencapaian MDG 4, Jakarta, Kemenkes RI. Septiana., Syahrul. dan Hermansyah. (2016), Faktor Keluarga yang
Mempengaruhi Perilaku Merokok pada Siswa Sekolah Menengah Pertama, Jurnal Ilmu Keperawatan, Dalam http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/JIK/article/download/6260/5162, diakses pada tanggal 8 September 2017, pada pukul 22.00.
Setiawan, R., & Ida., Budi. (2010), Hubungan Status Gizi dengan Kejadian
Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Palasari Kecamatan Ciater Kabupaten Subang Tahun 2010, Naskah Publikasi, Poltekes Jurusan Keperawatan Bandung.
Sitepoe, M. (2005), Kekhususan Rokok di Indonesia, Jakarta, Gramedia. Sopiyudin, M, D. (2013), Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Cetakan
ketiga, Jakarta, Salemba medika. Subanada. (2006), Rokok dan Kesehatan (Edisi Ketiga), Jakarta, UII Pres. Sugiyono. (2015), Statistika untuk penelitian, Cetakan ke-26, Bandung, Alfabeta. Sulistyowati, R. (2010), Hubungan antara Rumah Tangga Sehat dengan Kejadian
Penyakit Pneumonia pada Balita Kabupaten Trenggalek, Tesis, Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Universitas Sebelas Maret.
Umami, R, M. (2010), Perancangan dan Pembuatan Alat Pengendali Asap Rokok
Berbasis Mikrokontroler, ejournal, Dalam http://ejournal.uinmalang.ac.id/index.php/NEUTRINO/article/view/1636/2909. Diakses pada tanggal 12 Mei 2017, pada pukul 13.26.
WHO. (2014), Data and Statistics. www.who.int. Diakses pada tanggal 13
Agustus 2017. pukul 21.00 WIB.
Widagdo. (2012), Masalah dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan Demam, Jakarta,
Sagung Seto.
Wijaya. (2014), Hubungan Kebiasaan Merokok, Imunisasi dengan Kejadian Penyakit Pneumonia pada Balita di Puskesmas Paburan Tumpeng Kota Tangerang, Skripsi, Jakarta, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul.
Wong, D.L., & Merylin, H., David, H., Merylin, L., Patricia, S. (2009). Buku Ajar
Keperawatan Pediatrik, volume 1, Jakarta, EGC.
KUESIONER
KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA
Petunjuk Umum Pengisian :
a. Jawablah pertanyaan yang ada secara obyektif .
b. Silahkan centang pilihan jawaban menurut pilihan anda.
c. Mohon dapat mengisi semua pertanyaan dengan lengkap.
d. Kami menjamin kerahasiaan informasi yang akan anda berikan sesuai dengan
kode etik penelitian ilmiah.
Data demografi
A. Data Balita
1. Nama :
2. Umur :
3. Berat badan :
4. Jenis kelamin :
B. Data orang tua
a. Ayah
1) Nama :
2) Umur :
3) Pekerjaan :
4) Pendidikan :
5) Penghasilan :
6) Kebiasaan merokok :
Ya
Tidak
7) Berapa batang merokok di rumah dalam sehari :
< 10 batang/hari
10-20 batang/hari
> 20 batang/hari
b. Ibu
1) Nama :
2) Umur :
3) Pekerjaan :
4) Pendidikan :
5) Penghasilan :
6) Kebiasaan merokok :
Ya
Tidak
7) Berapa batang merokok di rumah dalam sehari :
< 10 batang/hari
10-20 batang/har
> 20 batang/hari
C. Apakah ayah merokok :
Ya
Tidak
D. Apakah ibu merokok :
Ya
Tidak
E. Anggota keluarga yang merokok:......... orang
Kakek
Nenek
Paman
Keponakan
Kakak
Lain-lain, sebutkan........
F. Lamanya balita terpapar asap rokok/hari
< 30 menit
30 enit – 1 jam
> 1 jam
G. Lamanya merokok anggota keluarga (tahun)
< 5 tahun
5-10 tahun
> 10 tahun
H. Apakah rumah ada ventilasi udara seperti jendela?
Ya
Tidak
I. Jenis rokok yang dihisap?
Kretek
Filter
Lainnya, sebutkan...
top related