hubungan kepemilikan sarana sanitasi...
Post on 08-Apr-2019
258 Views
Preview:
TRANSCRIPT
HUBUNGAN KEPEMILIKAN SARANA SANITASI DASARTANGGA, PERSONAL HYGIENE
TERHADAP RIWAYAT PENYAKIT SEPANJANG ALIRAN
KECAMATAN BALEENDAH
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
KEPEMILIKAN SARANA SANITASI DASARPERSONAL HYGIENE IBU BALITA DAN KEBIASAAN JAJAN
TERHADAP RIWAYAT PENYAKIT DIARE PADA BALITA SEPANJANG ALIRAN SUNGAI CITARUM DI KELURAHAN ANDIR
KECAMATAN BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG
TAHUN 2014
SKRIPSI
DISUSUN OLEH
FUAD HILMI SUDASMAN 11010000037
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2014
KEPEMILIKAN SARANA SANITASI DASAR RUMAH IBU BALITA DAN KEBIASAAN JAJAN
PADA BALITA DAERAH KELURAHAN ANDIR
KABUPATEN BANDUNG
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
i
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESEHATAN LINGKUNGAN
Skripsi, Agustus 2014
Fuad Hilmi Sudasman, NIM : 11101010000037
Hubungan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar, Personal Hygine Ibu Balita dan Kebiasaan Jajan dengan Riwayat Penyakit Diare pada Balita Daerah Sepanjang Aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014
xiv + 117 halaman, 17 tabel, 6 gambar, 13 lampiran
ABSTRAK
Diare merupakan masalah kesehatan masyarakat dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi, terutama di kalangan balita. Penelitian ini melihat apa saja seberapa besar risiko variabel penelitian berupa kepemilikan sarana sanitasi dasar (sarana air bersih, jamban, saluran pembuangan air limbah dan pengelolaan sampah rumah tangga), personal hygiene (kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar dan kebiasaan cuci tangan sebelum makan) ibu balita dan kebiasaan jajan terhadap riwayat penyakit diare pada balita sepanjang aliran Sungai Citarum.
Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain studi case control dengan analisis chi square. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung dengan jumlah sampel 122 kontrol dan 122 kasus. Faktor – faktor yang berhubungan dengan kejadian diare, diantaranya adalah variabel jamban (OR=4,588), saluran pembuangan air limbah (OR=2,128), pengelolaan sampah rumah tangga (OR=0,353), kebiasaan cuci tangan sebelum makan (OR=0,256) dan kebiasaan jajan (OR=0,545). Sedangkan tidak ditemukannya hubungan antara sarana air bersih dan kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar dengan riwayat penyakit diare pada balita.
Perlunya pengadaan dan peningkatan kepemilikan sarana sanitasi dasar oleh Dinas Pekerjaan Umum yang berkoordinasi dengan Dinas Perumahan, Penataan Ruang dan Kebersihan serta Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung. Selain itu peran serta Puskesmas dalam pemberian informasi terkait peningkatan kepemilikan sarana sanitasi dasar, personal hygiene dan pengawasan mengenai produk jajanan yang beredar di masyarakat dengan sosialisasi informasi maupun advokasi.
Daftar bacaan : 106 (1958-2014)
Kata kunci : diare, sarana sanitasi dasar, personal hygiene, jajan, Sungai Citarum
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH PROGRAM ENVIRONMENTAL HEALTH
Undergraduate Thesis, August 2014
Fuad Hilmi Sudasman, NIM : 11101010000037
The Relation Of Basic Sanitation Facilities Ownership, Personal Hygiene Of Mother and Snacking Habit To Diarrhea Medical Record in Infant in By Citarum River Area Andir Baleendah District Bandung Regency 2014
xiv + 117 pages, 17 tables, 6 images, 13 attachments
ABSTRACT
Diarrhea is one of public health’s problem with high mortality and morbidity rate, especially among 12 to 60 months children. This research observed risks to diarrhea. The variables are basic sanitation facilities (clean water, toilet, wastewater sewer, and household waste management) , personal hygiene of mother (handwashing after defecation and handwashing before eating) and snacking habits to their 12 to 60 months children diarrhea along the Citarum River. This research used case-control study design with chi square analysis. This research was conducted in the Andir Baleendah Village, District of Bandung Regency with 122 controls and 122 cases. Factors related to the incidence of diarrhea are latrine ( OR = 4.588 ) , wastewater sewer ( OR = 2.128 ) , household waste management ( OR = 0.353 ) , the habit of washing hands before eating ( OR = 0.256 ) and snacking habit ( OR = 0.545 ) . Meanwhile, there are no relation between clean water and handwashing after defecation with diarrhea record in infants . It is recomended basic sanitation facilities that should be upgraded by the Public Work Service and the Housing , Spatial Planning and Sanitation Service together with Health Service in District of Bandung. In addition, the role of Health Centre in providing information related to the increase in ownership of basic sanitation , personal hygiene and control of snacks circulating in the community through giving information and advocacy. Reading lists : 106 (1958-2014) Keywords : diarrhea, basic sanitation facilities, personal hygiene, snacking, Citarum River
iv
v
vi
IDENTITAS PERSONAL
Nama Alamat Asal
: :
Fuad Hilmi Sudasman Jl. Raya Banjaran Gg. 201 Kp. Reungascondong Andir RT 07/11 Baleendah Kabupaten Bandung 40375
TTL : Bandung, 12 November 1991 Jenis Kelamin : Laki-Laki Golongan Darah
: O
No. Hp : 081809141357 Alamat Email : fuad.hilmi@gmail.com
PENDIDIKAN FORMAL 2010-sekarang : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan Lingkungan
2007 – 2010 : MA Darul Arqam Muhammadiyah Garut 2004 – 2007 : MTs Darul Arqam Muhammadiyah Garut 1998 – 2004 : SDN KORPRI II Baleendah Bandung
PENGALAMAN ORGANISASI 2012 2012 – 2013 2012 – 2013 2012 – 2013 2013 – 2014 2013 – 2015 2012 – 2014 2013
: : : : : : : :
Ketua Divisi Pendidikan ACIKITA Nasional Staff Ahli Departemen Kajian dan Strategi BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Menteri Departemen Informasi dan Komunikasi PAMI Jakarta Raya Staff Departemen Pengembangan Pesantren dan Pembinaan Masyarakat CSS MoRA UIN Jakarta Dewan Pembina ENVIHSA UIN Jakarta Koordinator Biro Barat Redaktur Majalah SANTRI Lembaga Kesehatan Masyarakat PC IMM Ciputat Tim Kemitraan CSR PT.YAMA Engineering dengan FKIK UIN
PENGALAMAN KERJA 2011-2012 : Pengalaman Belajar Lapangan Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas) Pondok Jagung Timur Kota Tangerang Selatan, Banten Tahun 2012 – 2013
2012 2013
: :
Orientasi Kerja Departemen HSE PT. YAMA Engineering Tahun 2012 Orientasi Kerja Departemen QHSE PT ACS Aerofood Tahun 2013
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat dan
rahmatNya sehingga penyusunan skripsi dapat tersusun dengan baik dan lancar.
Shalawat serta salam penulis haturkan kepada pembawa peradaban Muhammad
SAW, yang telah membawa cahaya iman dan islam sampai zaman ini.
Atas rahmat dan berkahNya skripsi dengan judul “Hubungan Kepemilikan
Sarana Sanitasi Dasar, Personal Hygiene Ibu Balita dan Kebiasaan Jajan
dengan Riwayat Penyakit Berbasis Lingkungan pada Balita Daerah
Sepanjang Aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan
Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014” dapat disusun dengan baik dan
lancar. Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat. Skripsi ini tak bisa lepas dari bantuan banyak pihak dalam
penyusunannya. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:
1. Ayahanda H. Sudasman, Ibunda Dra. Hj. Siti Nuroniah dan keluarga yang
telah memotivasi baik secara moril maupun materil selama ini.
2. Prof. Dr (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And. selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Fajar Ariyanti, SKM. M.Kes. Ph.D selaku Kepala Program Studi
Kesehatan Masyarakat.
4. Ibu Ir. Febrianti, M.Si. selaku pembimbing akademik dan dosen penguji
sidang skripsi.
viii
5. Ibu Dr. Ela Laelasari, SKM. M.Kes. dan Ibu Ratri Ciptaningtyas, SKM.,
S.Sn.Kes. selaku dosen pembimbing.
6. Ibu Dewi Utami Iriani, Ph.D selaku pimpinan sidang skripsi.
7. Ibu Hj. Farihah Sulasiah, SKM. MKM. selaku dosen penguji sidang skripsi.
8. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM, MKM, selaku pembina jamaah yang selalu
memberikan masukan dan mutiara hikmah
9. Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta dan Badan Kesatuan
Bangsa dan Politik Provinsi Jawa Barat
10. Dinas Kesehatan dan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Bandung
11. Puskesmas Baleendah dan Kader- Kader Posyandu RW 01, 02, 03, 06, 07, dan
13 Kelurahan Andir.
12. Kementrian Agama yang memberikan kesempatan kuliah dengan Program
Beasiswa Santri Berprestasi
13. Teman-teman seperjuangan Peminatan Kesehatan Lingkungan
14. Teman-teman sepermainan, Ginan, Angger, Ilham, Misyka, Agung, Aziz,
Ucup, Akbar, Mono, Alul, Prima, Randika, Supri, Iqbal, Dani, Fahrur, Fikri,
Arum, Rendy, Kiki, Ari, Onta, Ibnu, Almen, Nizar, Munir, Imam, Rizki,
Abidin, Umar, Tsalis, Arik, Dini, Uun, Ali, dan lainnya
15. Teman saya yang baik hati mau meminjamkan kosannya selama penyusunan
skripsi hingga daftar wisuda, Zaki Izmatullah dan Wahyu Manggala Putra.
16. Seluruh teman-teman Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta
yang memberi motivasi dan doa, terutama teman-teman Program Studi
Kesehatan Masyarakat 2010
ix
17. Seluruh teman-teman IKADAM yang memberikan semangat dan keceriaan.
18. Seluruh temen-teman IMM Cabang Ciputat yang memberikan semangat
bergorganisasi.
19. Seluruh teman-teman BEM FKIK 2012-2013
20. Seluruh teman-teman ACIKITA
21. Seluruh teman-teman PBSB Kementrian Agama
22. Seluruh Kru Majalah Santri, terutama Ibu Pimred Surotul Ilmiyah
23. Seluruh teman-teman CSS MoRA, terutama angkatan 2010
24. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Saran
dan kritik sangat penulis harapkan untuk perbaikan skripsi ini. Semoga hasil
penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Jakarta, Agustus 2014
Penulis
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................................... i
ABSTRAK .................................................................................................................... ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN ..................................................................... iv
IDENTITAS PERSONAL .................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................................... 6
1.3 Pertanyaan Penelitian ................................................................................. 7
1.4 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 10
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................... 13
1.6 Ruang Lingkup......................................................................................... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 15
2.1 Penyakit Diare ......................................................................................... 15
2.2 Sanitasi ..................................................................................................... 21
2.3 Personal Hygiene (Higiene Perorangan) ..................................................... 37
2.4 Kebiasaan Jajan ........................................................................................ 40
2.5 Sungai ...................................................................................................... 43
2.6 Kerangka Teori ........................................................................................ 44
BAB III KERANGKA KONSEP ....................................................................... 46
3.1 Kerangka Konsep ..................................................................................... 46
3.2 Definisi Operasional ................................................................................ 49
3.3 Hipotesis .................................................................................................. 52
BAB IV METODE PENELITIAN ..................................................................... 54
4.1 Desain Penelitian ..................................................................................... 54
4.2 Waktu dan Tempat ................................................................................... 55
xi
4.3 Populasi Penelitian ................................................................................... 56
4.4 Sampel Penelitian..................................................................................... 56
4.5 Skema Pengumpulan Data ............................................................................. 61
4.6 Instrumen Penelitian ................................................................................ 62
4.7 Uji Validitas Instrumen Penelitian ............................................................... 63
4.8 Pengolahan Data ...................................................................................... 64
4.9 Analisis Data ............................................................................................ 65
BAB V HASIL PENELITIAN ........................................................................... 69
5.1 Gambaran Karakteristik Sampel Studi ......................................................... 69
5.2 Analisis Univariat .................................................................................... 70
5.3 Analisis Bivariat....................................................................................... 76
BAB VI PEMBAHASAN .................................................................................. 89
6.1 Keterbatasan Penelitian ............................................................................ 89
6.2 Gambaran Riwayat Penyakit Diare pada Balita Daerah Sepanjang Sungai Citarum Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung ....................................................................................... 90
6.3 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Riwayat Penyakit Diare pada Balita Daerah Sepanjang Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung ............................................... 91
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 112
7.1 Kesimpulan ............................................................................................ 112
7.2 Saran ...................................................................................................... 114
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian ....................................................... 49
Tabel 4.1 Perhitungan Besar Sampel Minimum Penelitian .............................. 57
Tabel 4.2 Pemilihan Sampel di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014............................................................ 60
Tabel 5.1 Distribusi Sarana Air Bersih Daerah Sepanjang Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014......................................................................................................... 70
Tabel 5.2 Distribusi Jamban Daerah Sepanjang Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 ........... 71
Tabel 5.3 Distribusi Saluran Pembuangan Air Limbah Daerah Sepanjang Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 .............................................................................. 72
Tabel 5.4 Distribusi Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Daerah Sepanjang Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 .............................................................................. 73
Tabel 5.5 Distribusi Kebiasaan Cuci Tangan Setelah Buang Air Besar Daerah Sepanjang Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014............................................................ 74
Tabel 5.6 Distribusi Kebiasaan Cuci Tangan Sebelum Makan Daerah Sepanjang Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 .............................................................................. 75
Tabel 5.7 Distribusi Kebiasaan Jajan Daerah Sepanjang Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014......................................................................................................... 76
Tabel 5.8 Analisis Hubungan antara Sarana Air Bersih dengan Riwayat Penyakit Diare Daerah Sepanjang Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 ...................... 77
Tabel 5.9 Analisis Hubungan antara Jamban dengan Riwayat Penyakit Diare Daerah Sepanjang Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 ......................................... 79
Tabel 5.10 Analisis Hubungan antara Sarana Pembuangan Air Limbah dengan Riwayat Penyakit Diare Daerah Sepanjang Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 ........... 80
xiii
Tabel 5.11 Analisis Hubungan antara Pengelolaan Sampah dengan Riwayat Penyakit Diare Daerah Sepanjang Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 ...................... 82
Tabel 5.12 Analisis Hubungan antara Kebiasaan Cuci Tangan Setelah Buang Air Besar dengan Riwayat Penyakit Diare Daerah Sepanjang Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 ............................................................................................. 84
Tabel 5.13 Analisis Hubungan antara Kebiasaan Cuci Tangan Sebelum Makan dengan Riwayat Penyakit Diare Daerah Sepanjang Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014......................................................................................................... 86
Tabel 5.14 Analisis Hubungan antara Kebiasaan Jajan dengan Riwayat Penyakit Diare Daerah Sepanjang Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 ......................................... 87
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian ............................................................. 45
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ......................................................... 48
Gambar 4.1 Skema Dasar Studi Case Control .................................................. 54
Gambar 4.2 Peta Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah ............................... 55
Gambar 4.3 Skema Pengumpulan Data ............................................................. 61
Gambar 5.1 Skema Perolehan Sampel .............................................................. 69
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit diare merupakan masalah utama kesehatan masyarakat
dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi, terutama di negara
berkembang. Setiap tahun diperkirakan 2,5 milyar kejadian diare terjadi
pada anak-anak berumur bawah lima tahun, lebih dari separuhnya berasal
dari Afrika dan Asia Selatan. Insidennya bervariasi menurut musim dan
umur. Anak-anak adalah kelompok yang rentan terkena diare dengan
insiden tertinggi pada usia bawah 2 tahun dan menurun dengan
bertambahnya usia anak (WHO, 2009; Kosek. et al, 2003)
Diare merupakan penyebab kematian balita nomor dua di dunia
(16%) setelah pneumonia (17%). Kematian pada anak-anak meningkat
sebesar 40% setiap tahun disebabkan oleh diare. Penyakit diare
disebabkan oleh infeksi bakteri, virus dan parasit yang dapat ditularkan
melalui air dan makanan yang terkontaminasi kotoran manusia atau
hewan. Selain itu diare dapat disebabkan oleh sarana air bersih,
penanganan makanan dan kesehatan pribadi (Kemenkes RI, 2011; Pruss.
et al, 2002; WHO, 2009)
Diare hingga saat ini masih merupakan salah satu penyebab utama
kesakitan dan kematian hampir di seluruh daerah geografis di dunia dan
dapat menyerang semua kelompok usia, tetapi penyakit berat dengan
2
kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak balita. Menurut
catatan United Nations Children and Education Fund (UNICEF), setiap
detik satu balita meninggal karena diare dan menurut World Health
Organization (WHO), diare membunuh dua juta anak setiap tahunnya.
Penyakit ini termasuk penyakit menular yang ditandai dengan gejala-
gejala seperti: perubahan bentuk dan kosistensi tinja menjadi lembek
sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar lebih dari
pada biasanya (tiga kali atau lebih dalam sehari) disertai muntah-muntah,
sehingga penderita akan mengalami kekurangan cairan tubuh (dehidrasi)
yang pada akhirnya apabila tidak mendapat pengobatan segera dapat
menyebabkan kematian (Partawihardja, 1991; Depkes RI, 1999; Depkes
RI, 2005).
Kasus diare yang tercatat Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung
sebanyak 3.313 kasus di Puskesmas Baleendah pada tahun 2012. Hal ini
menjadi kasus tebanyak ke 2 setelah Puskesmas Bojongsoang, yaitu
sebanyak 3.701 kasus. Kasus ini terjadi peningkatan yang pada tahun 2011
terdapat 1.479. Lebih dari 2 kali lipat peningkatan kasus diare terjadi di
Puskesmas Baleendah (Dinkes Kabupaten Bandung, 2012; Dinkes
Kabupaten Bandung, 2013).
Tercatat di Puskesmas Baleendah, daerah yang memiliki kasus
diare terbesar adalah Kelurahan Andir sebesar 1.209 kasus. Sekitar 31%
kasus di Puskesmas Baleendah berasal dari Kelurahan Andir (Profil
Puskesmas Baleendah, 2013).
3
Data terakhir menunjukkan bahwa kualitas air minum yang buruk
menyebabkan 300 kasus diare per 1000 penduduk. Sanitasi yang buruk
pun dilihat dari banyaknya kontaminasi bakteri E.coli dalam air bersih
yang dikonsumsi masyarakat. Bakteri E.coli mengindikasikan adanya
pencemaran tinja manusia. Kontaminasi bakteri E.coli terjadi pada air
tanah yang banyak dimanfaatkan penduduk di perkotaan, dan sungai yang
menjadi sumber air baku di PDAM pun tercemar bakteri ini. Hasil
penelitian Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD)
Provinsi DKI Jakarta menunjukkan 80 % sampel air tanah dari 75
kelurahan memiliki kadar E.coli dan fecal coli melebihi ambang batas
(Adisasmito, 2007).
Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Bandung (2012)
persentase jamban sehat pada Puskesmas di Kecamatan Baleendah
memiliki persentase yang cukup rendah. Puskesmas Rancamanyar tercatat
memiliki persentase sebesar 61%. Hal ini masih di bawah persentase
Kabupaten Bandung yang mencapai 70,5%. Hanya satu Puskesmas yang
tercatat melebihi capaian jamban sehat Kabupaten Bandung, yaitu
Puskesmas Jelekong yang mencapai 72%. Begitu pun dengan sarana
tempat pembuangan sampah tercatat kedua Puskesmas memiliki
persentase tempat pembuangan sampah sehat yang di bawah persentase
Kabupaten Bandung sebesar 48,2%. Puskesmas Rancamanyar tercatat
memiliki sarana pembuangan sampah sebesar 44% yang diikuti Puskesmas
Jelekong sebesar 33% (Profil Kesehatan Kabupaten Bandung, 2012).
Banyak faktor risiko penyebab terjadinya penyakit diare pada bayi
dan balita di Indonesia. Faktor risiko tersebut dapat berupa faktor
4
lingkungan yang meliputi sarana air bersih (SAB), sanitasi, jamban,
saluran pembuangan air limbah (SPAL), kualitas bakterologis air, dan
kondisi rumah. Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan kejadian diare
yaitu tidak memadainya penyediaan air bersih, air tercemar oleh tinja,
kekurangan sarana kebersihan, pembuangan tinja yang tidak higienis,
kebersihan perorangan dan lingkungan yang jelek, serta penyiapan dan
penyimpanan makanan yang tidak semestinya adalah faktor yang secara
langsung maupun tidak langsung dapat menjadi faktor pendorong
terjadinya diare, yang terdiri dari faktor agen, penjamu, lingkungan dan
perilaku (Dinkes Kota Pontianak, 2009; Kamila. dkk., 2012)
Daerah-daerah pinggiran yang dekat dengan aliran sungai memang
ditemukan kasus diare yang cukup tinggi. Dari data yang dihimpun di
Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru diketahui dari bulan Juni hingga
Agustus 2010 tidak terlihat tren peningkatan atau penurunan yang
siknifikan. Namun diare menjadi penyakit endemik di daerah pnggiran
sungai di Kota Pekanbaru. Hanya saja kasus diare masih sering ditemukan
di daerah pinggiran. Pada bulan Juni 2010 ditemukan kasus diare sebanyak
869 kasus, bulan Juli 2010 sejumlah 679 dan Agustus 2010 sebanyak 725
kasus diare (Dinkes Kota Pekanbaru, 2010).
Hal ini pun sesuai dengan asumsi peneliti terhadap kasus diare di
daerah sepanjang aliran sungai. Peneliti berasumsi bahwa di sepanjang
sungai, masyarakat memiliki pola aktivitas yang tinggi sehingga ada
kemungkinan sarana sanitasi dasar rumah tangga di sepanjang aliran
5
sungai dapat memiliki pengaruh terhadap pola kepemilikan sarana sanitasi
dasar. Hal ini diasumsikan juga dapat mempengaruhi kepemilikan sarana
sanitasi dasar pada masyarakat Sungai Citarum yang mungkin akan
cenderung menggunakan Sungai Citarum sebagai sarana atau tempat
pemanfaatan dari segi sarana sanitasi dasar. Peneliti berasumsi bahwa
sarana sanitasi dasar, seperti sarana air bersih yang terdapat di sepanjang
aliran sungai dapat memiliki pengaruh dikarenakan serapan aliran sungai
terhadap sarana air bersih yang tidak terlindung. Begitu pun jamban,
saluran pembuangan air limbah dan pengelolaan sampah yang
diasumsikan bahwa masyarakat akan menggunakan sungai sebagai objek
akhir dari variabel tersebut.
Wardhani (2010) menyebutksn dalam hasil penelitiannya bahwa
erat kaitannya personal hygiene dengan diare sebagai agen pembawa
penyakit.Kebiasaan jajan pun merupakan hal yang erat kaitannya dengan
diare sebagaimana dalam agen pembawa penyakit dalam hal ini makanan
dan tangan host. Sehingga variabel ini perlu dimasukan sebagai faktor
risiko dalam penelitian ini.
Said (1999) menyebutkan bahwa kualitas air dapat berpengaruh
terhadap kesehatan manusia atau masyarakat melalui berbagai cara yakni
melalui adanya mikroorganisme patogen misalnya protozoa, bakteria,
virus dan lain-lainnya, melalui perkembang-biakan vektor penyakit, serta
melalui senyawa polutan organik dan anorganik yang ada dalam air.
Sungai sebagai lingkungan akan berdampak secara langsung maupun tidak
6
langsung terhadap kejadian diare. Sungai pun merupakan salah satu
sumber air yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sungai. Hal ini
berkaitan dengan variabel-variabel yang akan diteliti nanti. Sungai pun
dapat menjadi sumber infeksi berbagai penyakit terhadap manusia.
Sehingga variabel yang menghubungkan sungai dengan infeksi diare pada
balita diasumsikan oleh peneliti berupa sarana sanitasi dasar, personal
hygiene dan kebiasaan jajan.
Oleh karena itu, perlu penelitian tentang pengaruh kepemilikan
sarana sanitasi dasar, personal hygiene ibu balita dan kebiasaan jajan
terhadap riwayat penyakit diare pada balita sekitar Sungai Citarum di
Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung.
1.2. Perumusan Masalah
Diare merupakan penyakit ke 2 terbanyak menurut pola penyakit
rawat jalan di Puskesmas golongan umur <1-4 tahun di Kabupaten
Bandung. Kasus diare di Puskesmas Baleendah pun tertinggi ke 2 di
Kabupaten Bandung setelah Puskesmas Bojongsoang pada tahun 2012.
Selain itu kasus diare di Puskesmas Baleendah mengalami peningkatan
mencapai lebih dari 2 kali lipat dari tahun 2011.
Beberapa aspek kepemilikan sanitasi dasar di Kecamatan
Baleendah masih rendah dan masih di bawah persentase Kabupaten
Bandung. Persentase jamban sehat pada Puskesmas di Kecamatan
Baleendah memiliki persentase yang cukup rendah. Puskesmas
7
Rancamanyar tercatat memiliki persentase sebesar 61%. Hal ini masih di
bawah persentase Kabupaten Bandung yang mencapai 70,5%. Hanya satu
Puskesmas yang tercatat melebihi capaian jamban sehat Kabupaten
Bandung, yaitu Puskesmas Jelekong yang mencapai 72%. Begitu pun
dengan sarana tempat pembuangan sampah tercatat kedua Puskesmas
memiliki persentase tempat pembuangan sampah sehat yang di bawah
persentase Kabupaten Bandung sebesar 48,2%. Puskesmas Rancamanyar
tercatat memiliki sarana pembuangan sampah sebesar 44% yang diikuti
Puskesmas Jelekong sebesar 33%.
Berdasarkan permasalahan tersebut perlunya analisis akan
pengaruh kepemilikan sarana sanitasi dasar, personal hygiene ibu balita
dan kebiasaan jajan terhadap riwayat penyakit diare pada balita di
Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung. Analisis ini
mencari bagaimana hubungan antar variabel yang menjadi permasalahan
di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupeten Bandung.
1.3. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran sarana air bersih rumah tangga pada balita
daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir
Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014?
2. Bagaimana gambaran jamban rumah tangga pada balita daerah
sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan
Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014?
8
3. Bagaimana gambaran saluran pembuangan air limbah rumah
tangga pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di
Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun
2014?
4. Bagaimana gambaran pengelolaan sampah rumah tangga pada
balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir
Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014?
5. Bagaimana gambaran kebiasaan mencuci tangan setelah buang air
besar ibu balita pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum
di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung
tahun 2014?
6. Bagaimana gambaran kebiasaan mencuci tangan sebelum makan
ibu balita pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di
Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun
2014?
7. Bagaimana gambaran kebiasaan jajan pada balita daerah sepanjang
aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah
Kabupaten Bandung tahun 2014?
8. Seberapa besar risiko faktor sarana air bersih rumah tangga
terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran
Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah
Kabupaten Bandung tahun 2014?
9
9. Seberapa besar risiko faktor jamban rumah tangga terhadap riwayat
penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum
di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung
tahun 2014?
10. Seberapa besar risiko faktor saluran pembuangan air limbah rumah
tangga terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah
sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan
Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014?
11. Seberapa besar risiko faktor pengelolaan sampah rumah tangga
terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran
Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah
Kabupaten Bandung tahun 2014?
12. Seberapa besar risiko faktor kebiasaan cuci tangan setelah buang
air besar ibu balita terhadap riwayat penyakit diare pada balita
daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir
Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014?
13. Seberapa besar risiko faktor kebiasaan cuci tangan sebelum makan
ibu balita terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah
sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan
Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014?
14. Seberapa besar risiko faktor kebiasaan jajan dengan riwayat
penyakit diare terhadap balita daerah sepanjang aliran Sungai
10
Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten
Bandung tahun 2014?
1.4. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar risiko
faktor kepemilikan sarana sanitasi dasar, personal hygiene ibu
balita dan kebiasaan jajan terhadap riwayat penyakit diare pada
balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir
Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014
2. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran sarana air bersih rumah tangga pada
balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan
Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun
2014
2. Diketahuinya gambaran jamban rumah tangga pada balita
daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir
Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014
3. Diketahuinya gambaran saluran pembuangan air limbah
rumah tangga pada balita daerah sepanjang aliran Sungai
Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah
Kabupaten Bandung tahun 2014
4. Diketahuinya gambaran pengelolaan sampah rumah tangga
pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di
11
Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung
tahun 2014
5. Diketahuinya gambaran kebiasaan mencuci tangan setelah
buang air besar ibu balita pada balita daerah sepanjang aliran
Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah
Kabupaten Bandung tahun 2014
6. Diketahuinya gambaran kebiasaan mencuci tangan sebelum
makan ibu balita pada balita daerah sepanjang aliran Sungai
Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah
Kabupaten Bandung tahun 2014
7. Diketahuinya gambaran kebiasaan jajan pada balita daerah
sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir
Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014
8. Diketahuinya besar risiko faktor sarana air bersih rumah
tangga terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah
sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir
Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014
9. Diketahuinya besar risiko faktor jamban rumah tangga
terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang
aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan
Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014
10. Diketahuinya besar risiko faktor saluran pembuangan air
limbah rumah tangga terhadap riwayat penyakit diare pada
12
balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan
Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun
2014
11. Diketahuinya besar risiko faktor pengelolaan sampah rumah
tangga terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah
sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir
Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014
12. Diketahuinya besar risiko faktor kebiasaan cuci tangan
setelah buang air besar ibu balita terhadap riwayat penyakit
diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di
Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung
tahun 2014
13. Diketahuinya besar risiko faktor kebiasaan cuci tangan
sebelum makan ibu balita terhadap riwayat penyakit diare
pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di
Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung
tahun 2014
14. Diketahuinya besar risiko faktor kebiasaan jajan terhadap
riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran
Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah
Kabupaten Bandung tahun 2014
13
1.5. Manfaat Penelitian
1. Pemerintah Kabupaten Bandung
Sebagai dasar dalam pemantauan dan pemenuhan
kepemilikan sarana sanitasi dasar, personal hygiene dan kebiasaan
jajan di daerah daerah sepanjang aliran Sungai Citarum, Kelurahan
Andir Kecamatan Baleendah .
2. Puskesmas
Sebagai bahan penilaian akan gambaran seberapa besar risiko
faktor kepemilikan sanitasi dasar dan personal hygiene terhadap
risiko penyakit diare. Selain itu Puskesmas dapat memberikan
informasi tentang perbaikan dan kepedulian akan kepemilikan sarana
sanitasi dasar, personal hygiene dan kebiasaan jajan kepada
masyarakat.
3. Peneliti
Sebagai dasar pengembangan dan pemahaman yang lebih
baik terkait dengan sanitasi dasar, personal hygiene dan kebiasaan
jajan yang berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat.
1.6. Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar risiko
faktor kepemilikan sarana sanitasi dasar, personal hygiene ibu balita dan
kebiasaan jajan terhadap riwayat penyakit diare pada balita. Waktu
14
penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2014 pada balita daerah
sepanjang aliran Sungai Citarum Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah
Kabupaten Bandung. Metode penelitian menggunakan metode analisis
kuantitatif dengan sumber data sekunder dari Puskesmas Baleendah dan
data primer dari responden dengan desain studi case control, yaitu
dilakukan studi retrospektif dimulai variabel dependen (riwayat penyakit
diare) dan selanjutnya mencari faktor-faktor risiko atau variabel
independen (sarana sanitasi dasar, personal hygiene dan kebiasaan jajan)
yang mempengaruhi variabel dependen. Studi ini meneliti faktor-faktor
risiko pada riwayat penyakit diare dengan mambandingkan antara kasus
dan kontrol pada populasi penelitian yaitu balita.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penyakit Diare
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare
adalah suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan
konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan bertambahnya
frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih
dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang
berdarah. Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak balita, terutama
pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa mengalami 1-
3 episode diare berat (Simatupang, 2004)
Diare adalah kondisi ketika terjadi defekasi yang abnormal (lebih
dari 3 kali per hari) serta perubahan dalam isi (lebih dari 200 gram per
hari) dan konsistensi feses cair (Sardjana, 2007)
2.1.1. Jenis Diare
Menurut WHO (2005) diare dapat diklasifikasikan kepada:
1. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14
hari.
2. Disentri, yaitu diare yang disertai dengan darah.
16
3. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari
14 hari.
4. Diare yang disertai dengan malnutrisi berat (Simatupang,
2004).
Menurut Ahlquist dan Camilleri (2005), diare dibagi
menjadi akut apabila kurang dari 2 minggu, persisten jika
berlangsung selama 2-4 minggu, dan kronik jika berlangsung lebih
dari 4 minggu. Lebih dari 90% penyebab diare akut adalah agen
penyebab infeksi dan akan disertai dengan muntah, demam dan
nyeri pada abdomen. 10% lagi disebabkan oleh pengobatan,
intoksikasi, iskemia dan kondisi lain. Berbeda dengan diare akut,
penyebab diare yang kronik lazim disebabkan oleh penyebab non
infeksi seperti alergi dan lain-lain.
2.1.2. Etiologi Diare
Menurut Widjaja (2002), diare disebabkan oleh faktor
infeksi, malabsorpsi (gangguan penyerapan zat gizi), makanan dan
faktor psikologi. Sedangkan menurut Widoyono (2008) penyebab
diare dapat dikelompokkan menjadi virus (rotavirus dan
adenovirus), bakteri (E. Coli, Shigella sp.,Vibrio cholerae), parasit
(Entamoeba histolytica, Giardia lamblia), keracunan makanan,
malabsorpsi (karbohidrat, lemak dan protein), alergi (makanan dan
susu sapi) dan imunodefisiensi (AIDS).
17
1. Faktor infeksi
Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab
utama diare pada anak. Jenis-jenis infeksi yang umumnya
menyerang antara lain:
a. Infeksi oleh bakteri Escherichia coli, Salmonella
thyposa, Vibrio cholera (kolera), dan serangan bakteri lain
yang jumlahnya berlebihan dan patogenik seperti
pseudomonas.
b. Infeksi basil (disentri),
c. Infeksi virus rotavirus,
d. Infeksi parasit oleh cacing (Ascaris lumbricoides),
e. Infeksi jamur (Candida albicans)
f. Infeksi akibat organ lain, seperti radang tonsil, bronchitis,
dan radang tenggorokan.
Faktor resiko yang dapat menyebabkan diare karena faktor
infeksi misalnya ketersediaan sumber air bersih, ketersediaan
jamban, dan kebiasaan tidak mencuci tangan.
1. Sumber Air Bersih
Sumber air bersih yang digunakan untuk minum
merupakan salah satu sarana sanitasi yang tidak kalah
18
pentingnya berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian
kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur
fecal oral. Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke
dalam mulut, cairan atau bendayang tercemar oleh tinja,
misalnya air minum, jari-jari tangan makanan, dan makanan
yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air yang
tercemar (Depkes RI, 2000).
Menurut Depkes RI (2000), hal - hal yang perlu
diperhatikan dalam penyediaan air bersih adalah :
a. Mengambil air dari sumber air yang bersih.
b. Mengambil dan menyimpan air dalam tempat
yang bersih dan tertutup serta menggunakan gayung
khusus untuk mengambil air.
c. Memelihara atau menjaga sumber air dari
pencemaran oleh binatang, anak-anak, dan sumber
pengotoran. Jarak antara sumber air minum dengan
sumber pengotoran seperti septic tank, tempat
pembuangan sampah dan air limbah harus lebih dari
10 meter.
d. Mengunakan air yang direbus.
19
e. Mencuci semua peralatan masak dan makan
dengan air yang bersih dan cukup
2. Ketersediaan Jamban Keluarga
Ketersediaan jamban atau pembuangan tinja
merupakan bagian yang penting dari kesehatan lingkungan.
Pembuangan tinja yang tidak menurut aturan memudahkan
terjadinya penyebaran penyakit tertentu yang penulurannya
melalui tinja antara lain penyakit diare. Menurut
Notoatmodjo (2003), syarat pembuangan kotoran yang
memenuhi aturan kesehatan adalah :
a. Tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya
b. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya
c. Tidak mengotori air dalam tanah di sekitarnya
d. Kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat
dipakai tempat lalat bertelur atau perkembangbiakan
vector penyakit lainnya
e. Tidak menimbulkan bau
f. Pembuatannya murah, penggunaanya mudah dan
mudah dipelihara.
20
3. Kebiasaan Mencuci Tangan
Beberapa perilaku yang tidak sehat dalam keluarga
adalah kebiasaan tidak mencuci tangan. Mencuci tangan
yang baik sebaiknya menggunakan sabun sebagai
desifektan atau pembersih kuman yang melekat pada
tangan, kebiasaan mencuci tangan dapat dilakukan pada
saat sesudah membuang air besar, sesudah membuang tinja
anak, sebelum menyuapi makanan pada anak, dan sesudah
makan mempunyai dampak terhadap diare. Kemudian
kebiasaan membuang tinja juga dapat beresiko terhadap
diare misalnya membuang tinja (termasuk tinja bayi) harus
dilakukan secara bersih dan benar. Banyak orang yang
beranggapan bahwa tinja pada bayi tidaklah berbahaya,
padahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri
dalam jumlah besar sehingga dapat menimbulkan diare
pada anak (Widjaja, 2002).
2. Faktor malabsorpsi
Faktor malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorpsi
karbohidrat dan lemak. Malabsorpsi karbohidrat, pada bayi
kepekaan terhadap lactoglobulis dalam susu formula dapat
menyebabkan diare. Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau
sangat asam, dan sakit di daerah perut. Sedangkan malabsorpsi
21
lemak, terjadi bila dalam makanan terdapat lemak yang disebut
triglyserida. Triglyserida, dengan bantuan kelenjar lipase,
mengubah lemak menjadi micelles yang siap diabsorpsi usus. Jika
tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat
muncul karena lemak tidak terserap dengan baik (Widjaja, 2002).
3. Faktor makanan
Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang
tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran)
dan kurang matang. Makanan yang terkontaminasi jauh lebih
mudah mengakibatkan diare pada anak-anak balita (Widjaja, 2002).
4. Faktor psikologis
Rasa takut , cemas, dan tegang yang berlebihan, jika terjadi
pada anak bisa menyebabkan diare. Tetapi jarang terjadi pada balita
umumnya pada anak yang lebih besar (Widjaja, 2002).
2.2. Sanitasi
Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa sanitasi adalah status
kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan
kotoran, penyediaan air bersih dan sebagainya. Depdiknas (2009)
menjelaskan pengertian sanitasi adalah kegiatan yang ditujukan untuk
meningkatkan dan mempertahankan standar kondisi lingkungan yang
mendasar yang dapat mempengaruhi kesejahteraan manusia. Kondisi
22
tersebut mencakup pasokan air yang bersih dan aman; pembuangan
limbah dari hewan, manusia dan industri yang efisien; perlindungan
makanan dari kontamasi biologis dan kimia; udara yang bersih dan aman;
dan rumah yang bersih dan aman.
2.2.1. Sanitasi Dasar
Sanitasi dasar merupakan salah satu persyaratan dalam
rumah sehat. Sarana sanitasi dasar berkaitan langsung dengan
masalah kesehatan, terutama masalah kesehatan lingkungan.
Sarana sanitasi dasar menurut Depkes (2002), yaitu meliputi
penyediaan sarana air bersih, jamban, pembuangan air limbah dan
pengelolaan sampah rumah tangga.
1. Sarana Air Bersih
Air merupakan unsur yang paling penting dalam
kehidupan ini setelah udara. Air merupakan salah satu
kebutuhan pokok yang mutlak dibutuhkan bagi kehidupan
manusia sepanjang masa baik langsung maupun tidak
langsung. Sejalan dengan waktu dan kemajuan peradaban,
kebutuhan akan air semakin hari.
Menurut Permenkes 416 tahun 1990 definisi air
bersih adalah air yang digunakan untu keperluan sehari-hari
yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat
diminum apabila telah direbus terlebih dahulu.
23
Sarana air bersih adalah sarana yang dapat
menghasilkan air bersih seperti sumur gali (SG), sumur
pompa tangan (SPT), penempungan air hujan (PAH),
perlindungan mata air (PMA), sistem perpipaan (PP) dan
terminal air (TA). Sumur gali merupakan sarana air bersih
dengan cara mengambil air dari lapisan tanah dengan
kedalaman tertentu. Sumur gali banyak didapat dan
diterapkan di daerah pedesaan karena mudah dalam
pembuatan dan dapat dilaksanakan oleh masyarakat itu
sendiri dengan peralatan sederhana dan biaya yang murah
(Sanropie. dkk., 1984). Biasanya air sumur gali relatif dekat
dengan tanah permukaan. Oleh karena itu sumur gali
mudah terkontaminasi melalui rembesan. Kontaminasi
paling umum adalah karena penapisan air dari sarana
pembuangan kotoran manusia dan binatang (Depkes, 1995).
Sarana air bersih yang dibuat memenuhi syarat konstruksi
dan kesehatan, diharapkan kontaminasi dapat dikurangi dan
kualitas air yang dihasilkannya baik.
Sarana air bersih adalah semua sarana yang
dipakai sebagai sumber air bersih bagi penghuni rumah
yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
sehingga perlu diperhatikan dalam pendirian sarana air
bersih. Apabila sarana air bersih dibuat memenuhi syarat
24
teknis kesehatan diharapkan tidak ada lagi pencemaran
terhadap air bersih, maka kualitas air yang diperoleh
menjadi baik.
Persyaratan kesehatan sarana air bersih sebagai
berikut:
1. Sumur Gali (SGL)
a. Jarak sumur gali dari sumber pencemar
minimal 11 meter
b. Lantai harus kedap air
c. Tidak retak atau bocor
d. Mudah dibersihkan
e. Tidak tergenang air
f. Tinggi bibir sumur minimal 80 cm dari
lantai, dibuat dari bahan yang kuat dan
kedap air
g. Dibuat tutup yang mudah dibuat
h. Lantai sekitar sumur dibuat dengan jarak
minimal 1 meter dari dinding sumur,
dengan kemiringan yang cukup untuk
memudahkan air mengalir keluar, dan
dibuat kedap air untuk mencegah
merembesnya air kotor
25
i. Dinding sumur dibuat kedap air, dengan
kedalaman minimal 3 meter di bawah
permukaan tanah
j. Terdapat saluran pembuangan air kotor
(SPAL)
2. Sumur Pompa Tangan (SPT)
a. Sumur pompa berjarak minimal 11 meter
dari sumber pencemar
b. Dinding sumur harus kedap air setinggi 70
sentimeter di atas permukaan tanah atau
permukaan air banjir
c. Lantai tidak retak atau bocor
d. SPT harus kedap air
e. Panjang SPT dengan sumur resapan
minimal 11 meter
f. Dudukan pompa harus kuat
g. Lantai sumur dibuat minimal 1 meter dari
dinding sumur dengan ketinggian 20
sentimeter di atas permukaan tanah
h. Saluran pembuangan harus ada untuk
mengalirkan air limbah ke bak peresapan
i. Kedalaman sumur cukup untuk mencapai
lapisan tanah yang mengandung air;
26
j. Dinding sumur dibuat yang kuat agar tanah
tidak longsor
3. Penampungan Air Hujan (PAH)
a. Talang air yang masuk ke bak PAH
harus dipindahkan atau dialihkan agar air
hujan pada 5 menit pertama tidak masuk ke
dalam bak
b. Lokasi jauh dari sumber pencemar
c. Talang / saluran air tidak kotor dan dapat
mengalirkan air
d. Dinding penampung air hujan harus kuat
dan tidak bocor
e. Bak saringan terbuat dari bahan yang kuat
dan rapat nyamuk serta dilengkapi kerikil,
ijuk, dan pasir
f. Pipa peluap dipasang kawat kasa rapat
nyamuk dan tidak menghadap ke atas
g. Kran air tidak rusak
h. Bak resapan terdapat batu, pasir, dan bersih
i. Sebelum digunakan, air hujan harus
ditambah dengan kapur (CaCO3), dengan
tujuan untuk mencukupi garam mineral
yang diperlukan tubuh dan untuk
27
mengurangi kandungan CO2 yang terlarut
dalam air hujan (Machfoedz, 2004)
4. Perlindungan Mata Air (PMA)
a. Sumber air harus pada mata air, bukan
pada saluran air yang berasal dari mata air
tersebut yang kemungkinan tercemar
b. Lokasi harus berjarak minimal 11 meter
dari sumber pencemar
c. Atap dan bangunan rapat air serta di
sekeliling bangunan dibuat saluarn air
hujan yang arahnya keluar bangunan,
pipa peluap dilengkapi dengan kawat kaca
d. Lubang kontrol pada bak penampungan
dipasang tutup dan terbuat dari bahan yang
kuat
e. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan
dengan kemiringan mengarah pada pipa
penguras
f. Terdapat pagar pengaman yang kuat dan
tahan lama
g. Terdapat saluran pembuangan air limbah
yang kedap air
28
5. Perpipaan
a. Pipa yang digunakan harus kuat tidak
mudah pecah
b. Jaringan pipa tidak boleh terendam air
kotor
c. Pemasangan pipa tidak boleh terendam air
kotor atau air sungai
d. Bak penampung harus kedap air dan tidak
dapat tercemar oleh kontaminan
e. Bak pengambilan air dari sarana perpipaan
harus melalui kran
f. Pipa distribusi yang dipakai harus terbuat
dari bahan yang tidak mengandung atau
melarutkan bahan kimia
g. Sebelum disalurkan ke konsumen, sumber
air utama yang digunakan harus diolah
dulu dengan metode yang tepat (Waluyo,
2009; Mahfoedz, 2004; Depkes RI, 1995)
2. Jamban
Jamban adalah salah satu ruangan yang memiliki
fasilitas pembuangan kotoran manusia sederhana yang
terdiri dari tempat jongkok dengan leher angsa yang
dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk
29
membersihkan. Sedangkan kotoran manusia (tinja, air seni)
adalah zat sisa yang terbentuk dari proses pencernaan
makanan yang dapat menjadi sumber dan media penularan
penyakit. Kesehatan lingkungan memperhatikan hal-hal
seperti tinja dan air seni karena memilkik karakteristik yang
khas dalam penyebab timbulnya penyakit.
Jamban sebagai pembuangan kotoran manusia
sangat erat kaitannya dengan kondisi lingkungan dan risiko
penularan penyakit, khususnya penyakit saluran
pencernaan. Klasifikasi sarana pembuangan kotoran
manusia dibedakan atas 4 jenis sarana, yaitu kakus leher
angsa, plengsengan, kakus cemplung dan cubluk (Depkes
RI, 2000)
Pembuangan kotoran merupakan salah satu faktor
yang memiliki pengaruh terhadap lingkungan. Pembuangan
kotoran ini merupakan salah satu faktor lingkungan untuk
memenuhi derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
(Mubarak dan Chayatin, 2009)
1. Jenis Sarana Jamban
Jenis jamban yang digunakan menunjukkan
apakah tempat pembuangan kotoran tersebut memenuhi
syarat atau tidak dilihat dari kemungkinan mencemari
30
lingkungan sekitarnya seperti sumber air dan permukaan
tanah serta kemungkinan digunakan sebagai tempat
vektor berkembang biak dan penyebaran kuman yang
berasal dari tinja. Pada jenis jamban bukan jenis kakus
leher angsa seperti kakus cemplung, kali, kolam dan
sungai kemungkinan terjamahnya kotoran oleh serangga
atau vektor lain lebih besar dibandingkan dengan jenis
kakus leher angsa sehingga meningkatkan risiko
terhadap penularan penyakit serta kemungkinan
terjadinya kontaminasi tinja pada sumber air.
Ada beberapa jenis jamban menurut Wagner dan
Lanoix (1958), yaitu:
1. Kakus cemplung (pit privy)
Kakus dengan cara paling sederhana, yaitu
dengan cara membuat lubang atau menggali tanah
kemudia dibat tempat jongkok. Biasanya
digunakan di daerah sulit air.
2. Cubluk berair (aqua privy)
Cubluk berair ini adalah seperti kakus
cemplung namun memiliki konstruksi yang kedap
air sehingga dibangun di dekat rumah. Jamban ini
memerlukan banyak air dalam pemeliharaan.
31
3. Angsa latrine (water seraled latrine)
Bentuk kakus yang dimodifikasi klosetnya,
yaitu berbentuk leher angsa yang selalu terisi air.
Fungsi air adalah sebagai penutup hubungan antara
bagian luar dengan tempat penampung tinja
sehingga dapat menghambat bau tinja keluar atau
serangga masuk ke dalam penampungan tinja.
Jamban ini memerlukan banyak air.
4. Kakus plengsengan (trench latrine)
Kakus plengsengan adalah kakus dengan
lubang penampung yang dihubungkan dengan
saluran miring.
5. Jamban cemplung (overhung latrine)
Kakus yang dibuat di atas kolam atau di
pinggiran kali dengan bangunan seperti rumah non
permanen. Kakus ini tidak memenuhi syarat
kesehatan karena dapat mencemari air kolam atau
air sungai.
6. Tangki septik (septic tank)
Model jamban iini terdiri dari tempat
jongkok dan dilengkapi tangki septik. Fungsi
32
umum dari tangki septik ini adalah melindungi
kemampuan absorbsi dari tanah resapan.
Sedangkan fungsi khususnya adalah sebagai
pengambilan bahan padat, pengolahan biologis,
penyimpanan sludge dan scum (Kusnoputranto,
1997). Jamban ini memenuhi syarat kesehatan
tetapi memerlukan temat yang cukup luas.
7. Kakus ember (bucket latrine)
Kakus ember adalah kakus berbentuk
ember yang merupakan tempat menampung
kotoran manusia dan setelah selesai kotorannya
dibuang ke tempat pembuangan.
8. Jamban kimia (chemical toilet)
Jamban kima adalah tempat pembuangan
atau penampungan kotoran manusia yang berupa
tangki atau bejana yang berisi larutan kimia yang
berfungsi untuk pengenceran atau penghancuran
sekaligus disinfeksi.
9. Jamban kompos (the compos privy)
Jamban kompos adalah tempat pembuangan
kotoran manusia sekaligus memproses menjadi
33
kompos. Biasanya banyak di negara-negara sedang
berkembang karena tidak memerlukan tekonologi
dan biaya yang cukup tinggi. Hal ini perlu
mendapat perhatian adalah kehidupan
mikroorganisme atau patogen.
Pembuangan kotoran di sembarang tempat akan
berdampak negatif pada kesehatan manusia yang hidup di
sekitarnya karena kotoran tersebut menjadi sumber
penyakit yang dapat ditularkan melalui serangga, lalat dan
kecoa secara mekanis. Penularan melalui air, tanah dan
akanan dapat secara tidak langsung atau melalui kontak
langsung.
Hal tersebut senada dengan pendapat Kusnoputranto
(1984) bahwa kotoran manusia yang berbentuk padat (tinja)
maupun cair (air kemih) harus dikelola dengan baik dan
benar. Kotoran tidak hanya menimbulkan bau dari segi
estetika namun tidak baik pula dari segi virus, bakteri, kista
protozoa, telur cacing dan mikroorganisme patogen lainnya
yang terdapat dalam kotoran yang dapat menyebabkan
penyakit pada individu lain.
34
3. Pembuangan Air Limbah
Air limbah menurut Peraturan Pemerintah RI No. 82
Tahun 2001 adalah sisa dari suatu usaha dan/atau kegiatan
yang berwujud cair. Air limbah dapat berasal dari rumah
tangga (domestic waste) maupun (industrial waste). Air
limbah rumah tangga terdiri atas tiga faktor penting, yaitu :
1. Tinja (feces), berpotensi mengandung mikroba
patogen
2. Air seni (urine), umumnya mengandung mikroba
nitrogen, posfor dan sedikit mikroorganisme
3. Grey water, merupakan air bekas cucian dapur,
mesin cuci dan kamar mandi
Air limbah industri umunya dihasilkan akibat adanya
pemakaian air dalam proses industri. Pada industri, air
memiliki beberapa fungsi, yaitu:
1. Sebagai air pendingin, untuk memindahkan panas
yang terjadi dari proses industri
2. Mentransportasikan produk atau bahan baku
3. Sebagai air proses, misalnya sebagai umpan boiler
pada pabrik minuman dan sebagainya
4. Mencuci dan membuat produk atau gedung serta
instalasi (Mubarak dan Chayatin, 2009).
35
Selain itu menurut Kusnoputranto (2000) air limbah
atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal
dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum
lainnya, dan pada umumnya mengandung bahan-bahan atau
zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia
serta mengganggu lingkungan hidup. Batasan lain
mengatakan bahwa air limbah adalah kombinasi dari cairan
dan sampah cair yang berasal dari daerah pemukiman
perdagangan, perkantoran dan industri, bersama-sama
dengan tanah, air permukaan dan air hujan yang mungkin
ada.
Batasan-batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa
air buangan adalah air yang tersisa dari kegiatan manusia,
baik kegiatan rumah tangga maupun kegiatan lain seperti
industri, perhotelan dan sebagainya. Air sisa ini memiliki
volume yang besar dan kurang lebih 80% dari air yang
digunakan dibuang dan tercemar. Air limbah ini akan
mengalir ke sungai dan laut yang selanjutnya akan
digunakan kembali. Oleh sebab itu, air buangan ini harus
dikelola dan diolah dengan baik.
36
4. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
Sampah (wastes) diartikan sebagai benda yang tidak
terpakai, tidak diinginkan dan dibuang atau sesuatu yang
tidak digunakan, tidak terpakai, tidak disenangi atau
sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia ,
serta tidak terjadi dengan sendirinya (Mubarak dan
Chayatin, 2009).
Pengelolaan sampah adalah suatu bidang yang
berhubungan dengan pengaturan terhadap penimbunan;
penyimpanan (sementara, pengumpulan, pemindahan atau
pengangkutan, pemrosesan dan pembuangan sampah)
dengan suatu cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip
terbaik dari kesehatan masyarakat seperti teknik
(engineering), perlindungan alam (conservation),
keindahan dan pertimbangan-pertimbangan lainnya, serta
mempertimbangkan sikap masyarakat. Pengelolaan sampah
pada saat ini merupakan masalah yang kompleks, karena
semakin banyaknya sampah yang dihasilkan, beraneka
ragam komposisinya, makin berkembangnya kota,
terbatasnya dana yang tersedia dna masalah lainnya yang
berkaitan (Mubarak dan Chayatin, 2009).
37
Tahap pengelolaan sampah mulai dari pengumpulan
dan penyimpanan; pengangkutan; pengelolaan dan
pemusnahan; pembakaran; dan dijadikan pupuk. Adapun
metode yang tidak memuaskan adalah dengan cara
pembuangan sampah secara terbuka (open dumping);
pembuangan sampah ke dalam air (dumping in water) dan
pembakaran yang dilakukan di rumah tangga (burning on
premises/ individual incineration) (Mubarak dan Chayatin,
2009).
2.3. Personal Hygiene (Higiene Perorangan)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), higiene
diartikan sebagai ilmu yg berkenaan dengan masalah kesehatan dan
berbagai usaha untuk mempertahankan atau memperbaiki kesehatan.
Personal hygiene berasal dari Bahasa Yunani yaitu personal artinya
perorangan dan hygiene berarti sehat. Higiene perorangan adalah
tindakan memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk
kesejahteraan fisik dan psikis (Tarwoto dan Wartonah, 2006).
Higiene perorangan merupakan ciri berperilaku hidup sehat.
Beberapa kebiasaan berperilaku hidup sehat antara lain kebiasaan
mencuci tangan dengan sabun setelah BAB dan kebiasaan mencuci
tangan dengan sabun sebelum makan (Depkes RI, 2006).
38
2.3.1. Kebiasaan Mencuci Tangan dengan Sabun setelah Buang Air
Besar
Tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat
memindahkan bakteri atau virus patogen dari tubuh, feses atau
sumber lain ke makanan. Oleh karenanya kebersihan tangan
dengan mencuci tangan perlu mendapat prioritas tinggi,
walaupun hal tersebut sering disepelekan (Fathonah, 2005).
Kegiatan mencuci tangan sangat penting untuk bayi,
anak-anak, penyaji makanan di restoran, atau warung serta orang-
orang yang merawat dan mengasuh anak. Setiap tangan kontak
dengan feses, urine atau dubur sesudah buang air besar (BAB)
maka harus dicuci pakai sabun dan kalau dapat disikat (Depkes RI,
2007). Pencucian dengan sabun sebagai pembersih, penggosokkan
dan pembilasan dengan air mengalir akan menghanyutkan
partikel kotoran yang banyak mengandung mikroorganisme
(Fathonah, 2005).
2.3.2. Kebiasaaan Mencuci Tangan Sebelum Makan
Kebersihan tangan sangatlah penting bagi setiap orang.
Kebiasaan mencuci tangan sebelum makan harus dibiasakan.
Pada umumnya ada keengganan untuk mencuci tangan sebelum
mengerjakan sesuatu karena dirasakan memakan waktu, apalagi
letaknya cukup jauh. Dengan kebiasaan mencuci tangan, sangat
39
membantu dalam mencegah penularan bakteri dari tangan kepada
makanan (Depkes RI,2006).
Budaya cuci tangan yang benar adalah kegiatan terpenting.
Setiap tangan yang dipergunakan untuk memegang makanan, maka
tangan harus sudah bersih. Tangan perlu dicuci karena ribuan
jasad renik, baik flora normal maupun cemaran, menempel
ditempat tersebut dan mudah sekali berpindah ke makanan
yang tersentuh. Pencucian dengan benar telah terbukti berhasil
mereduksi angka kejadian kontaminasi dan KLB (Arisman, 2008).
Cara mencuci tangan yang benar adalah sebagai berikut:
1. Cuci tangan dengan air yang mengalir dan gunakan sabun.
Tidak perlu harus sabun khusus antibakteri, namun lebih
disarankan sabun yang berbentuk cairan.
2. Gosok tangan setidaknya selama 15-20 detik.
3. Bersihkan bagian pergelangan tangan, punggung tangan,
sela-sela jari dan kuku.
4. Basuh tangan sampai bersih dengan air yang mengalir.
5. Keringkan dengan handuk bersih atau alat pengering lain.
6. Gunakan tisu atau handuk sebagai penghalang ketika mematikan
keran air (Proverawati dan Eni, 2012).
40
2.4. Kebiasaan Jajan
Makanan jajanan menurut FAO (Food and Agriculture
Association) didefisinikan sebagai makanan dan minuman yang
dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat
- tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi
tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut (Judarwanto, 2008).
Sedangkan menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 942/MENKES/SK/VII/2003, makanan jajanan adalah
makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat
penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual
bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan atau restoran,
dan hotel.
Jajan difahami sebagai bagian dari makanan dalam rangkaian
makanan harian. Jajan merupakan makanan selingan dalam memenuhi
kebutuhan gizi harian seseorang. Jajanan berfungsi untuk mengatasi krisis
energi atau kelaparan diantara waktu makan. Maka jajanan disajikan
sebagai midmorning snack (09.00-10.00) dan midafternoon snack (16.00-
17.00). Konsumsi jajanan juga membantu memastikan asupan air
terpenuhi. Setelah mengkonsumsi makanan kecil muncul rasa haus. Hal
ini lebih terasa jika jajanan yang dikonsumsi berupa jajanan kering
(Kristianto, 2010).
41
Pangan jajanan adalah makanan atau minuman yang
dipersiapkan dengan teknologi yang sangat sederhana, dimana
seringkali faktor higiene atau kebersihan kurang diperhatikan, baik
kebersihan bahan yang digunakan, peralatan yang dipakai maupun
kebersihan lingkungannya. Selain itu, karena tingkat pendidikan
pedagang yang relatif rendah dan ketidaktahuannya, mengakibatkan
mereka seringkali menggunakan bahan-bahan tambahan makanan
seperti pemanis, pewarna, pengawet, dan lain-lain, yang sebenarnya
tidak diijinkan untuk bahan-bahan tersebut dapat lebih murah
(Fardiaz & Fardiaz 1994).
Pangan jajanan menurut Nuraida et al (2009) dapat
dikelompokkan sebagai makanan sepinggan, makanan camilan, minuman
dan buah. Makanan sepinggan merupakan kelompok makanan utama
yang dapat disiapkan di rumah terlebih dahulu atau disiapkan di
kantin. Contoh makanan sepinggan seperti gado-gado, nasi uduk,
siomay, bakso, mie ayam, lontong sayur dan lain-lain.
2.4.1. Jenis Jajanan
Berdasarkan jenis produsennya, jajanan dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu jajanan tradisional dan pabrikan. Jajanan tradisional
dibuat di tingkat rumah tangga dengan teknik pengolahan yang lazim
digunakan sehari-hari. Peredaran makanan jajanan jenis ini di Indonesia
tidak dipersyaratkan menggunakan merk dagang dan ijin edar. Termasuk
42
dalam kelompok ini adalah cilok, bakso, pisang goreng, siomay, pangsit,
batagor, nagasari, dan lumpur. Jajanan pabrikan diproduksi oleh pabrik
makanan dalam jumlah besar dan diedarkan secara luas. Ciri jajanan jenis
ini adalah penggunaan kemasan kedap dan label (Kristianto, 2010).
Jajanan yang baik dapat dilihat dari persyaratan-persyaratan, yaitu:
1. Tempat membeli yang baik
2. Suhu penyimpanan yang tepat
3. Eliminasi dari pencemaran baik dari bahan makanan lain,
orang (penjual sendiri maupun pembeli), dan lingkungan
sekitar (asap, debu, serangga).
4. Aspek bentuk, warna, bau keadaan makanan layak atau
normal sesuai seharusnya.
5. Tidak terdapat penyimpangan dari kondisi seharusnya
mengindikasikan keadaan tidak layak
6. Jajanan berwarna, baik makanan atau minuman, yang tidak
terlalu menyolok atau terkesan wajar sebagai warna
makanan. Pigmen warna makanan menjadi pudar karena
proses pengolahan.
Waspada terhadap jus tomat, strawbery atau jus anggur yang
berwarna merah berpendar. Makanan berkadar air tinggi atau bersifat basa
lemah disukai oleh mikroorganisme pembusuk atau patogen. Jajanan
jenis tersebut harus dipilih dengan ekstra hati-hati. Jajanan memiliki
43
peran penting dalam memberikan kontribusi terhadap kebutuhan gizi
sehari-hari. Konsumsi jajanan yang benar baik dari aspek jumlah maupun
jenis akan membantu seseorang tetap berenergi sepanjang hari. Jajanan
yang bermutu harus dipilih dengan cara yang benar (Kristianto, 2010).
2.5. Sungai
Sungai menurut Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2011
adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan
pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai
muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan.
Pengertian lain menyebutkan sungai adalah bagian dari
permukaan bumi yang karena sifatnya, menjadi tempat air
mengalir (Syarifuddin dkk, 2000)
Air atau sungai dapat merupakan sumber malapetaka
apabila tidak dijaga, baik dari segi manfaatnya maupun
pengamanannya. Misalnya dengan tercemarnya air oleh zat-zat
kimia selain mematikan kehidupan yang ada disekitarnya juga
merusak lingkungan.(Subagyo, 1999)
Sedangkan wilayah sungai menurut Peraturan Pemerintah
No. 38 tahun 2011 adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber
daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-
pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 KM2
(dua ribu kilo meter persegi).
44
Berdasarkan Wicaksono. Dkk (2013) tingkat pencemaran
air pembuangan limbah cair meningkat dilihat dari semakin dekat
jaraknya. Pencemaran ini dikaji mulai dari jarak 0 meter hingga
1.500 dari lokasi sumber cemaran. Indeks pencemaran air
mengalami peningkatan di jarak tersebut dan termasuk dalam
kategori cemaran ringan.
3.1. Kerangka Teori
Kerangka teori disusun dengan memakai konsep segitiga
epidemiologi (host, agent, dan environment). Kerangka teori ini disusun
berdasarkan teori-teori tentang faktor risiko terjadinya diare. Berikut
seperti yang telah digambarkan dalam gambar 2.1 merupakan bentuk
kerangka teori hasil modifikasi dari berbagai sumber.
45
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian
Sumber: Widjaja (2002), Mubarak dan Chayatin (2009), Kusnoputranto
(2000), Fathonah (2005), Depkes RI (2006), Depkes RI (2002), Anies (2006)
dan Fardiaz dan Fardiaz (1994)
Infeksi
Bakteri, Virus, Parasit dan Jamur
Sarana Sanitasi Dasar
Sarana air bersih, jamban, saluran pembuangan air
limbah dan pengelolaan sampah
rumah tangga
Personal Hygiene
Kebiasaan mencuci tangan setelah
buang air besar dan kebiasaan mencuci
tangan sebelum makan
Penyakit Diare
Makanan
Psikologi
Malabsorpsi
Tanah Tangan Air
Kebiasaan Jajan
46
BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori hasil modifikasi peneliti dari berbagai
sumber dalam tinjauan pustaka mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi riwayat penyakit diare maka dibentuk suatu kerangka
konsep. Kerangka konsep ini memuat variabel independen sebagai
variabel bebas yang diasumsikan menjadi faktor risiko variabel dependen
sebagai variabel terikat.
Gambar 3.1 menujukkan bahwa variabel independen yang akan
diteliti berupa variabel sanitasi dasar, personal hygiene ibu balita dan
kebiasaan jajan menjadi variabel independen dalam penelitian ini.
Variabel yang dinilai dalam faktor sanitasi dasar berupa sarana air bersih,
jamban, saluran pembuangan air limbah dan pengelolaan sampah rumah
tangga. Sedangkan variabel personal hygiene ibu balita yang dinilai
adalah kebiasaan mencuci tangan setelah buang air besar, kebiasaan
mencuci tangan sebelum makan.
Beberapa variabel seperti psikologi, malabsorpsi, makanan dan
infeksi dalam kerangka teori tidak dijadikan variabel yang akan diteliti.
Variabel psikologi tak diteliti karena peneliti tak meneliti faktor psikis
pada balita dan tak secara spesifik diidentifikasi diare akibat psikologi.
Begitupun faktor malabsoprsi dan makanan tak diteliti karena fokus
47
peneliti ada pada ruang lingkup kesehatan lingkungan sedangkan
malabsorpsi dan makanan lebih berfokus dalam studi gizi. Slain itu,
faktor gizi tak dijadikan hal-hal yang ditanyakan dalam penelitian ini.
Sedangkan faktor infeksi tak diteliti karena perlu dilakukan pengujian
laboratorium yang membutuhkan dana yang besar dengan sampel yang
relatif besar serta keterbatasan peneliti dalam jarak antara lokasi
penelitian dengan laboratorium uji terdekat. Faktor risiko berupa air,
tanah dan tangan pun tak dijadikan variabel independen dalam penelitian
ini karena berkaitan langsung dengan kualitas fisik, bilogi dan kimia dari
air, tanah dan tangan. Hal ini tak dimasukan menjadi variabel independen
karena perlu penelitian yang menggunakan laboratorium dan perlu dana
yang besar karena jumlah yang besar pula.
Selain itu karena keterbatasan dan minat peneliti dalam meneliti
maka peneliti fokus terhadap variabel sanitasi dasar yang tertera dalam
Depkes (2010) berupa jamban, sarana pembuangan air limbah dan
pengelolaan sampah; personal hygiene ibu balita ; kebiasaan jajan; dan
karaktersitik individu yang diasumsikan peneliti menjadi jalur pemajanan
penularan agen infeksi kepada balita.
48
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Sarana Sanitasi Dasar
1. Sarana Air Bersih 2. Jamban 3. Saluran Pembuangan Air Limbah 4. Pengelolaan Sampah Rumah
Tangga
Personal Hygiene Ibu Balita
5. Kebiasaan Mencuci Tangan Setelah Buang Air Besar
6. Kebiasaan Mencuci Tangan Sebelum Makan
Riwayat Penyakit Diare
7. Kebiasaan Jajan
49
3.2. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian
No. Nama Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Pengukuran
Hasil Ukur Skala
Variabel Dependen
1.
Riwayat penyakit diare
Kasus Kontrol
Responden memiliki balita (12-60 bulan) dengan riwayat penyakit diare tercatat di register Puskesmas selama Januari 2014-Mei 2014 Responden yang memiliki balita (12-60 bulan) tanpa riwayat penyakit diare selama Januari 2014-Mei 2014) yang bertempat tinggal berdekatan dengan kasus
Data Puskesmas, Data RT/RW dan Kuesioner
Telaah Dokumen dan Pengisian Kuesioner
1 = Memiliki riwayat penyakit diare 2 = Tidak memilki riwayat diare
Ordinal
50
No. Nama Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Pengukuran
Hasil Ukur Skala
Variabel Dependen 1. 2. 3. 4.
Sarana air bersih rumah tangga Jamban rumah tangga Saluran pembuangan air limbah
Pengelolaan sampah rumah tangga
Sarana air bersih yang memenuhi persyaratan jenis sumber air terlindung, kualitas fisik air dan memiliki jarak sumber air bersih ≥ 10 meter dari sumber pencemar (Depkes, 1999) Kepemilikan jamban secara individu dengan jenis jamban leher angsa dan memiliki septic tank (Depkes, 1999) Kepemilikan saluran pembuangan secara individu dengan saluran tertutup (saluran kota) untuk diolah tidak langsung dibuang ke perairan terbuka (Depkes, 1999) Pengelolaan sampah berupa pembuangan tertutup dan kedap air sebelum diproses lebih lanjut dan tidak dibuang ke tempat sampah yang terbuka (Depkes, 1999)
Kuesioner, Lembar Observasi dan Meteran Kuesioner dan Lembar Observasi Kuesioner dan Lembar Observasi Kuesioner dan Lembar Observasi
Pengisian Kuesioner, Observasi dan Pengukuran Pengisian Kuesioner dan Observasi
Pengisian Kuesioner dan Observasi
Pengisian Kuesioner dan Observasi
1= Tidak memenuhi syarat (Jika salah satu pertanyaan tidak dipenuhi) 2= Memenuhi syarat (Jika seluruh pertanyaan terpenuhi) 1= Tidak memenuhi syarat (Jika salah satu pertanyaan tidak dipenuhi) 2= Memenuhi syarat (Jika seluruh pertanyaan terpenuhi) 1= Tidak memenuhi syarat (Jika salah satu pertanyaan tidak dipenuhi) 2= Memenuhi syarat (Jika seluruh pertanyaan terpenuhi) 1= Tidak memenuhi syarat (Jika salah satu pertanyaan tidak dipenuhi) 2= Memenuhi syarat (Jika seluruh pertanyaan terpenuhi)
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
51
No. Nama Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Pengukuran
Hasil Ukur Skala
5. 6. 7.
Kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar ibu balita
Kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita Kebiasaan jajan
Kebiasaan ibu balita mencuci tangan dengan sabun disertai air yang mengalir secara benar setelah buang air besar Kebiasaan ibu balita mencuci tangan dengan sabun disertai air yang mengalir secara benar sebelum makan dan/atau memberi makan anak Kebiasaan balita makan/jajan di tempat yang sembarangan seperti di pinggir jalan (Pedagang Kaki Lima) atau tempat yang jorok (pinggir selokan, tidak memiliki tempat pencucian yang bersih dengan air mengalir)
Kuesioner Kuesioner Kuesioner
Pengisian Kuesioner Pengisian Kuesioner Pengisian Kuesioner
1= Tidak memenuhi syarat (Jika salah satu pertanyaan tidak dipenuhi) 2= Memenuhi syarat (Jika seluruh pertanyaan terpenuhi) 1= Tidak memenuhi syarat (Jika salah satu pertanyaan tidak dipenuhi) 2= Memenuhi syarat (Jika seluruh pertanyaan terpenuhi) 1= Tidak memenuhi syarat (Jika salah satu pertanyaan tidak dipenuhi) 2= Memenuhi syarat (Jika seluruh pertanyaan terpenuhi
Ordinal
Ordinal
Ordinal
52
3.3. Hipotesis
1. Sarana air bersih berisiko terhadap riwayat penyakit diare pada balita
daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir
Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014
2. Jamban berisiko terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah
sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan
Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014
3. Saluran pembuangan air limbah berisiko terhadap riwayat penyakit
diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di
Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun
2014
4. Pengelolaan sampah rumah tangga berisiko terhadap riwayat
penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di
Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun
2014
5. Kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar ibu balita berisiko
terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran
Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah
Kabupaten Bandung tahun 2014
6. Kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita berisiko terhadap
riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai
Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten
Bandung tahun 2014
53
7. Kebiasaan jajan berisiko terhadap riwayat penyakit diare pada balita
daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir
Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014
54
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kuantitaif dengan desain case
control. Desain penelitian ini memungkinkan untuk mendapatkan
penyebab suatu faktor risiko dengan jalan mengamati akibat dari faktor
risiko tersebut dan menelusurinya ke belakang untuk mencari
penyebabnya. Pada penelitian ini dibandingkan kelompok kasus dengan
kelompok kontrol (Sandjaja dan Heriyanto, 2011) .
Gambar 4.1 Skema dasar studi case control
Pada penelitian ini identifikasi awal subjek dimulai dari variabel
dependen kemudian ditelusuri identifikasi variabel independen (Dahlan,
2009). Pada penelitian ini diharapkan dapat mengidentifikasi lebih dari
Faktor risiko (sarana sanitasi personal hygiene dan kebiasaan jajan terpenuhi) terpenuhi
Faktor risiko (sarana sanitasi personal hygiene ibu balita dan kebiasaan jajan terpenuhi) tidak terpenuhi
Faktor risiko (sarana sanitasi personal hygiene ibu balitadan kebiasaan jajan) terpenuhi
Faktor risiko (sarana sanitasi personal hygiene ibu balitadan kebiasaan jajan terpenuhi) tidak terpenuhi
Kasus
(memiliki riwayat penyakit diare)
Kontrol
( tidak memiliki riwayat penyakit diare)
55
sati faktor penyebab pada data yang sama dan pada saat yang bersamaan
(Sandjaja dan Heriyanto, 2011).
4.2. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2014 di daerah sepanjang
aliran Sungai Citarum, Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah
Kabupaten Bandung Jawa Barat.
Sumber: Profil Kelurahan Andir Tahun 2013
Gambar 4.2 Peta Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah
56
4.3. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah balita daerah sepanjang aliran
bantaran Sungai Citarum, Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah
Kabupaten Bandung Jawa Barat. Populasi balita yang menderita diare
seluruhnya pada Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah tersebut
berjumlah 1.209 jiwa.
4.4. Sampel Penelitian
Perhitungan besar sampel minimal pada peneltian ini
menggunakan rumus besar sampel uji hipotesis untuk dua proporsi
populasi, yaitu (Lameshow, 1997):
[Z 1-αααα/2 √√√√2P (1-P) + Z 1-β √√√√P1 (1-P1) + P2 (1-P2)]
2
(P1 - P2)2
n : Besar sampel minimum
Z1-α/2 : Nilai Z pada derajat kemaknaan α (1,65)
Z1-β : Nilai Z pada kekuatan uji 1-β (0,80)
P : (P1 – P2) / 2
P1 : Proporsi risiko penyakit diare pada kelompok yang berisiko
P2 : Proporsi risiko penyakit diare pada kelompok yang tidak
berisiko
n =
57
Tabel 4.1 Perhitungan Besar Sampel Minimum Penelitian
No Variabel P1 P2 Jumlah Sampel
Referensi
1. Sarana air bersih 0,49 0,184 29 Winda, 2013
2. Jamban
0,487 0,239 46 Kusumaningrum, 2011
3. Saluran pembuangan air limbah
0,309 0,167 111 Tarigan, 2008
4. Pengelolaan Sampah
0,766 0,25 11 Nuri, 2013
5. Sanitasi Lingkungan Rumah
0,549 0,357 83 Salbiah, 2008
Hasil penghitungan yang mengacu pada penelitian
sebelumnya yang dilakukan Tarigan (2008) menunjukkan jumlah
sampel minimum yang paling tinggi dibandingkan penelitian
lainnya yang berkaitan yang berjumlah 111 sampel dengan potensi
sampel dropout sebesar 10% sehingga didapatkan jumlah 122
sampel. Perbandingan sampel kasus : kontrol dalam penelitian ini
adalah 1:1. Perbandingan ini diambil karena persepsi awal peneliti
akan kekhawatiran pada kondisi lapangan ketika pengambilan data
yang ditakutkan akan banyak kasus dibandingkan kontrol
mengingat diare merupakan kasus yang banyak ditemukan pada
balita. Jadi, pada penelitian ini diperlukan 122 sampel yang
58
memiliki riwayat penyakit diare sebagai kasus dan 122 sampel
yang tidak memiliki riwayat penyakit diare.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah, sebagai
berikut:
1. Kasus
a. Memiliki balita (usia 1-5 tahun) pada waktu
penelitian (Juni 2014)
b. Balita yang telah didiagnosis oleh dokter atau
paramedis menderita diare tanpa disertai penyakit
lain yang datang berobat ke Puskesmas Baleendah
Kecamatan Baleendah dalam riwayat penyakit
pasien (Januari 2014 - Mei 2014).
c. Balita yang diasuh oleh ibu balita
d. Balita yang tidak mendapatkan ASI Ekslusif
e. Balita yang memiliki tempat tinggal di daerah
sepanjang aliran sungai dengan jarak 0-1.500 meter
dari bibir sungai
2. Kontrol
a. Balita yang tidak menderita diare atau gejala
penyakit yang sama dan tinggal beerdekatan
dengan kasus selama Januari 2014 - Mei 2014.
59
Kontrol bertempat tinggal di wilayah Kelurahan
Andir Kecamatan Baleendah .
b. Balita yang memiliki tempat tinggal dibatasi oleh
satu rumah dari rumah kontrol
Kriteria yang tidak termasuk subjek penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Menolak diobservasi keadaan sarana sanitasi dasar
rumah tangga
b. Balita tidak pernah mengakses fasilitas kesehatan
(Puskesmas)
c. Balita tidak tinggal satu rumah dengan ibu balita
d. Balita merupakan penduduk pendatang (belum
masuk proses administrasi) atau calon penduduk
(dalam proses administrasi)
e. Balita yang teregister di Puskesmas telah meninggal
f. Tidak memberikan informasi dengan lengkap
Sampel pada penelitian ini, balita yang dipilih dari
register kasus diare Puskesmas Baleendah di Kelurahan Andir
Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung dilakukan secara
acak menggunakan simple random sampling.
RW yang terpilih dalam penelitian ini adalah RW 001,
RW 002, RW 003, RW 006, RW 007 dan RW 013. Pemilihan RW
60
ini berdasarkan karakteristik geografis RW yang
bersinggungan/besebelahan dengan sungai Citarum.
Tabel 4.2 Pemilihan Sampel di Kelurahan Andir Kecamatan
Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014
No RW Jumlah Kasus
Sampel Kasus
Sampel Kontrol
1. 001 218 22 22
2. 002 327 33 33
3. 003 208 21 21
4. 006 148 15 15
5. 007 188 19 19
6. 013 120 12 12
Total 1.209 122 122
Pengambilan sampel di tiap RW berdasarkan metode
simple random sampling dari kerangka sampel yang telah
didapatkan.
61
4.5. Skema Pengumpulan Data
Gambar 4.3 Skema Pengumpulan Data
Pada proses pengumpulan data dimulai dengan penentuan jumlah
sampel penelitian yang dilanjutkan dengan penentuan sampel kasus dan
kontrol.
Jumlah sampel minimal
Data kasus diare dari register Puskesmas
Data kasus di RW 001, 002, 003, 006, 007 dan 013
Random sampling balita yang memiliki riwayat diare tiap RW
Pemilihan subjek sebagai kontrol
Analisis data
62
Data selanjutnya diambil dari UPT Puskesmas Baleendah. Data
tersebut berupa data kunjungan balita yang menderita diare pada bulan
Januari – Mei 2014 beserta alamat dari masyarakat sekitar Kelurahan
Andir tersebut. Kerangka sampel diambil setelah pemilihan sampel
berdasarkan letak geografis, yaitu balita yang menderita diare yang berada
di daerah sepanjang aliran sungai. Data tersebut dicek dan disesuaikan
dengan data kependudukan RW jika alamat yang disertakan dalam register
Puskesmas kurang lengkap.
Selanjutnya sampel kasus yang telah lengkap dengan alamatnya
dilakukan penentuan sampel secara acak dan dikumpulkan datanya lebih
lanjut. Setelah itu dilakukan pemilihan secara acak dengan metode simple
random sampling pada RW 001, 002, 003, 006, 007 dan 013 untuk
pengambilan data lebih lanjut. Jika pada proses pengumpulan data
ditemukan ketidaksesuaian dengan kriteria inklusi dan eksklusi maka
dilakukan kembali pengacakan sampel baik untuk kontrol maupun kasus.
Pada akhirnya data dilakukan analisis lebih lanjut dengan hasil
penelitian tentang kepemilikan sarana sanitasi dasar, personal hygiene ibu
balita dan kebiasaan jajan di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah
Kabupaten Bandung.
4.6. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kuesioner tertutup, observasi
non parsitipatif dan pengukuran. Instrumen yang digunakan dalam
63
penelitian ini berupa panduan kuesioner, lembar observasi dan meteran.
Instrumen kuesioner terdiri dari pertanyaan – pertanyaan tentang variabel
dependen dan independen yang telah digunakan oleh Yunus (2003) dan
Hidayanti (2012). Sedangkan pada lembar observasi terdiri dari poin-poin
sarana sanitasi dasar di tempat tinggal yang mengacu pada Octafiany
(2012) yang didukung oleh meteran untuk mengukur jarak pada salah satu
variabel yang diteliti.
4.7. Uji Validitas Instrumen Penelitian
Pada pengumpulan data primer dilakukan uji validitas intrumen
penelitian terlebih dahulu. Instrumen yang digunakan merupakan hasil
modifikasi instrumen yang berasal dari penelitian Yunus (2003),
Hidayanti (2012) dan Octafiany (2012). Penelitian ini menggunakan
kuesioner tertutup yang akan diuji validitas dan reliabilitasnya kembali
dengan metode Pearson. Kuesioner ini dinilai valid jika alat ukur yang
ditentukan tepat mengukur objek yang akan diukur ataupun dapat
mengukur apa yang harus diukur. Sedangkan kuesioner dinilai reliabel
jika alat ukur mengahasilkan hasil ukur yang konsisten jika dilakukan
pengukuran berkali-kali. Langkah-langkah dalam pengujian validitas dan
reliabilitas, yaitu:
1. Validitas kuesioner
Pertanyaan dalam kuesioner dinyatakan valid apabila r hitung
> r tabel (0,361). Kuesioner penelitian ini awalnya berjumlah
64
46 pertanyaan dan setelah diuji validitas didapatkan 7
pertanyaan (B.4, B.5, B.6, B.7, B.8, C.7, D.8, D.9) yang tidak
valid sehingga pertanyaan tersebut dihapus karena masih dapat
terwakili dengan pertanyaan lainnya yang valid..
2. Reliabilitas kuesioner
Pertanyaan dalam kuesioner dinyatakan reliabel jika nilai r
Alpha Cronbach > r tabel (0,361). Berdasarkan hasil uji
kuesioner didapatkan Alpha Cronbach sebesar 0,881.
Sehingga dengan hasil tersebut dapat dikatakan kuesioner ini
reliabel untuk digunakan sebagai instrumen penelitian yang
akan datang.
4.8. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan secara sistematik dengan
menggunakan program dalam komputer sesuai dengan teknik pengolahan
data setelah pengumpulan data, yaitu :
1. Editing
Data yang akan diteliti melalui proses editing yaitu
memperkecil potensi kesalahan. Pada proses ini dilakukan
pengecekan data dari segi kelengkapan data, konsistensi data
serta keseragaman data sehingga validitasnya terjamin.
65
2. Coding
Data diberikan kode khusus peneliti untuk memudahkan
dalam pengelompokkan dan analisis data kemudiannya. Pada
tahap ini juga dilakukan kodifikasi data untuk menjaga
otentifikasi dan kerahasian responden.
3. Entry
Data dimasukkan sesuai kategori setlah proses kodifikasi
ke dalam program pada komputer yang telah disediakan.
4. Cleaning
Data yang telah dimasukkan ke program dalam komputer
dilakukan pembersihan atau pengecekkan kembali data yang
telah dianalisis. Pada tahap ini dilakukan pemilahan jika terdapat
data yang tidak sesuai atau terdapat kesalahan sebelum akhirnya
dilakukan pengolahan dan analisis data.
4.9. Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara deskriptif
analitik. Analisis data dilakukan secara statistik menggunakan program
olah data statistik. Pada penelitian ini dilakukan analisis secara univariat
dan bivariat. Gambaran masalah pada variabel dependen dan independen
dianalisis secara univariat. Sedangkan untuk hubungan diantara variabel
dependen dan independen dilakukan secara bivariat.
66
4.9.1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan pada setiap variabel dari
penelitian ini baik dependen maupun independen. Hasil analisis
univariat ini disajikan dengan menggunakan tabel distribusi
frekuensi dan persentase dari setiap variabel. Variabel tersebut
meliputi variabel dependen berupa riwayat penyakit diare dan
variabel independen berupa sarana sanitasi dasar, yaitu sarana air
bersih, jamban, saluran pembuangan air limbah, pengelolaan
sampah rumah tangga, kebiasaan cuci tangan setelah buang air
besar ibu balita, kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita
serta kebiasaan jajan.
4.9.2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk menguji hubungan antar
variabel yang diujikan dalam hipotesis antara variabel dependen
dengan variabel independen. Analisis ini juga memungkinkan
menganalisis pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen. Analisis bivariat ini menggunakan uji chi square dengan
Penelitian ini menggunakan derajat kemaknaan α 0,05 dengan
Confidential Interval (CI) 95% untuk melakukan pengujian
terhadap hipotesis penelitian terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkolerasi. Uji chi square memiliki persamaan
sebagai berikut :
67
X2 = Σ ( O – E )2
E
Keterangan:
X2 = Chi Square
O = Efek yang diamati
E = Efek yang diharapkan
Metode ini untuk mendapatkan probabilitas kejadian. Jika P
value > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak
ada hubungan antara kedua variabel. Sebaliknya jika P value ≤
0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada hubungan
antara kedua variabel. Kemudian tabulasi silang dilakukan pada
semua variabel yang akan dianalisa. Variabel tersebut meliputi
variabel dependen berupa riwayat penyakit diare yang diuji
hubungannya dengan variabel independen berupa sarana sanitasi
dasar, yaitu sarana air bersih, jamban, saluran pembuangan air
limbah, pengelolaan sampah rumah tangga, kebiasaan cuci tangan
setelah buang air besar ibu balita, kebiasaan cuci tangan sebelum
makan ibu balita serta kebiasaan jajan.
Besar risiko dilihat dari nilai Odds Ratio (OR) paparan
terhadap kasus pada tingkat kepercayaan 95% dengan
68
menggunakan tabel 2x2. Nilai besarnya Odds Ratio ditentukan
dengan rumus sebagai berikut :
OR (Odds Ratio) = AD/BC
Interpretasi nilai OR menurut Sandjaja dan Heriyanto
(2011), adalah:
1. Odd ratio = 1 berarti tidak ada asosiasi (paparan tidak
menyebabkan sakit)
2. Odd ratio < 1 berarti asosiasi negatif atau proteksi (terpapar
berarti terlindung dari penyakit)
3. Odd ratio > 1 berarti asosiasi positif (paparan sebagai
penyebab sakit)
69
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1. Gambaran Karakteristik Sampel Studi
Gambaran karakteristik sampel studi menggambarkan pengambilan
data berupa sampel ketika di lapangan. Gambaran nampak dalam gambar
5.1
Gambar 5.1 Skema Perolehan Sampel
Pada gambar 5.1 terlihat bahwa sampel awal pada
perhitungan sampel berjumlah 244 dengan 122 kontrol dan 122
kasus. Sedangkan sampel yang didapatkan dari pengambilan data
primer berjumlah 247 dengan rincian 125 kasus dan 122 kontrol.
Sampel minimal
122 Kasus dan 122 Kontrol
Menolak masuk dalam studi 3 responden
Sampel yang didapat
125 Kasus dan 122 Kontrol
3 Kasus dikeluarkan dari studi
Sampel yang dianalisis
122 Kasus dan 122 Kontrol
70
Jumlah 247 sampel tersebut dipilih 244 sampel dengan
jumlah kasus sebanyak 122 sampel dan jumlah kontrol sebanyak
122 sampel karena studi case control awal yang menentukan
perbandingan sampel 1:1. Sehingga beberapa sampel dikeluarkan
dan tidak dianalisis menjadi bagian studi penelitian dikarenakan
sampel yang didapatkan menolak diobservasi lebih lanjut.
5.2. Analisis Univariat
5.2.1. Gambaran Sarana Sanitasi Dasar
1. Sarana Air Bersih
Gambaran sarana air bersih dikategorikan menjadi dua,
yaitu yaitu memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat dengan
hasil yang dapat dilihat pada tabel 5.1
Tabel 5.1 Distribusi Sarana Air Bersih Daerah Sepanjang Aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan
Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014
Sarana Air Bersih
Jumlah %
Memenuhi Syarat 185 75,8 Tidak Memenuhi Syarat 59 24,2
Total 244 100,0
Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa sebagian besar
sarana air bersih daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di
Kelurahan Andir memenuhi syarat dengan jumlah 185 (75,8%).
Sedangkan sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat
71
berjumlah 59 (24,2%). Tabel ini menunjukkan bahwa sarana air
bersih daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir
sebagian besar telah memenuhi syarat.
2. Jamban
Gambaran jamban dikategorikan menjadi dua, yaitu
yaitu memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat dengan hasil
yang dapat dilihat pada tabel 5.2
Tabel 5.2 Distribusi Jamban Daerah Sepanjang Aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan
Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014
Jamban Jumlah % Memenuhi Syarat 112 45,9
Tidak Memenuhi Syarat 132 54,1 Total 244 100,0
Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa sebagian
besar jamban daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan
Andir tidak memenuhi syarat dengan jumlah 132 (54,1%).
Sedangkan jamban yang memenuhi syarat berjumlah 112 (45,9%).
Tabel ini menunjukkan bahwa jamban di Kelurahan Andir
sebagian besar tidak memenuhi syarat.
72
3. Saluran Pembuangan Air Limbah
Gambaran saluran pembuangan air limbah dikategorikan
menjadi dua, yaitu yaitu memenuhi syarat dan tidak memenuhi
syarat dengan hasil yang dapat dilihat pada tabel 5.3
Tabel 5.3 Distribusi Saluran Pembuangan Air Limbah Daerah Sepanjang Aliran Sungai Citarum di Kelurahan
Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014
Saluran Pembuangan Air Limbah
Jumlah %
Memenuhi Syarat 100 41,0 Tidak Memenuhi Syarat 144 59,0
Total 244 100,0
Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa sebagian
besar saluran pembuangan air limbah daerah sepanjang aliran
Sungai Citarum di Kelurahan Andir tidak memenuhi syarat dengan
jumlah 144 (59,0%). Sedangkan saluran pembuangan air limbah
telah memenuhi syarat berjumlah 100 (41,0%). Tabel ini
menunjukkan bahwa saluran pembuangan air limbah dasar daerah
sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir masih banyak
yang tidak memenuhi syarat.
73
4. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
Gambaran umur dikategorikan menjadi dua, yaitu yaitu
memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat dengan hasil yang
dapat dilihat pada tabel 5.4
Tabel 5.4 Distribusi Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Daerah Sepanjang Aliran Sungai Citarum di Kelurahan
Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
Jumlah %
Memenuhi Syarat 79 32,4 Tidak Memenuhi Syarat 165 67,6
Total 244 100,0
Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa sebagian
besar pengelolaan sampah rumah tangga daerah sepanjang aliran
Sungai Citarum di Kelurahan Andir tidak memenuhi syarat dengan
jumlah 165 (67,6%). Sedangkan pengelolaan sampah rumah
tangga yang telah memenuhi syarat berjumlah 79 (32,4%). Tabel
ini menunjukkan bahwa pengelolaan sampah rumah tangga daerah
sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir masih banyak
yang tidak memenuhi syarat.
74
5.2.2. Gambaran Personal Hygiene Ibu Balita
1. Kebiasaan Cuci Tangan Setelah Buang Air Besar
Gambaran kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar
dikategorikan menjadi dua, yaitu baik dan buruk dengan hasil
yang dapat dilihat pada tabel 5.5
Tabel 5.5 Distribusi Kebiasaan Cuci Tangan Setelah Buang Air Besar Daerah Sepanjang Aliran Sungai Citarum di
Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014
Kebiasaan Cuci Tangan Setelah Buang Air Besar
Jumlah %
Buruk 22 9,0 Baik 222 91,0 Total 244 100,0
Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa sebagian
besar kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar pada balita
yang menjadi responden daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di
Kelurahan Andir sudah baik. Dari tabel 5.5 nampak kebiasaan cuci
tangan setelah buang air besar yang baik berjumlah 222 (91,0%)
lebih besar dibanding kebiasaan cuci tangan setelah buang air
besar yang buruk hanya 22 responden (9,0%). Hal ini menjadi
gambaran bahwa kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar
pada balita sudah lebih baik.
75
2. Kebiasaan Cuci Tangan Sebelum Makan Ibu Balita
Gambaran kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita
dikategorikan menjadi dua, yaitu baik dan buruk dengan hasil
yang dapat dilihat pada tabel 5.6
Tabel 5.6 Distribusi Kebiasaan Cuci Tangan Sebelum Makan Ibu Balita Daerah Sepanjang Aliran Sungai Citarum di
Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014
Kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita
Jumlah %
Buruk 96 39,3 Baik 148 60,7 Total 244 100,0
Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa sebagian
besar kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita pada balita
yang menjadi responden daerah sepanjang aliran Sungai Citarum
di Kelurahan Andir sudah baik. Dari tabel 5.6 nampak kebiasaan
cuci tangan sebelum makan ibu balita yang baik berjumlah 148
(60,7%) lebih besar dibanding kebiasaan cuci tangan sebelum
makan ibu balita yang buruk yang mencapai 96 responden
(39,3%). Hal ini menjadi gambaran bahwa kebiasaan cuci tangan
sebelum makan ibu balita pada balita sudah lebih baik.
76
5.2.3. Gambaran Kebiasaan Jajan
Gambaran kebiasaan jajan dikategorikan menjadi dua, yaitu
baik dan buruk dengan hasil yang dapat dilihat pada tabel 5.7
Tabel 5.7 Distribusi Kebiasaan Jajan Daerah Sepanjang Aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah
Kabupaten Bandung Tahun 2014
Kebiasaan Jajan Jumlah % Buruk 155 63,5 Baik 89 36,5 Total 244 100,0
Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa sebagian besar balita
yang menjadi responden daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di
Kelurahan Andir masih memiliki kebiasaan jajan yang buruk dengan
jumlah 155 balita (63,5%). Sedangkan balita dengan kebiasaan jajan
yang baik berjumlah 119 balita (36,5%). Hal ini terlihat masih kurang
baiknya kebiasaan jajan pada balita daerah sepanjang aliran Sungai
Citarum di Kelurahan Andir.
5.3. Analisis Bivariat
5.3.1. Hubungan Sarana Sanitasi Dasar dengan Riwayat Penyakit
Diare
1. Sarana Air Bersih
Analisis hubungan antara sarana air bersih dengan
riwayat penyakit diare diperoleh dengan menggunakan uji
crosstabs untuk melihat nilai OR. Sarana air bersih
77
dikategorikan menjadi dua, yaitu memenuhi syarat dan tidak
memenuhi syarat. Adapun hasil uji yang diperoleh dapat
dilihat pada tabel 5.8
Tabel 5.8 Analisis Hubungan antara Sarana Air Bersih dengan Riwayat Penyakit Diare Daerah Sepanjang Aliran
Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014
Sarana Air
Bersih
Riwayat Penyakit Diare OR (CI
95%)
P Value Memiliki
Riwayat Diare
Tidak Memiliki Riwayat
Diare
Jumlah
n % n % n % Memenuhi
Syarat 89 48,1 96 51,9 185 100,0 1,369
(0,759- 2,468)
0,370
Tidak Memenuhi
Syarat
33 55,9 26 44,1 59 100,0
Total 122 50,0 122 50,0 244 100,0
Berdasarkan hasil analisis dalam tabel 5.8 dapat diketahui
bahwa dari 59 responden dengan sarana air bersih yang tidak
memenuhi syarat dan memiliki riwayat penyakit diare terdapat
sebanyak 33 responden (55,9%) dan yang tidak memilki riwayat
diare sebanyak 26 responden (44,1%). Sedangkan dari 185
responden dengan sarana air bersih yang memenuhi syarat dan
memiliki riwayat penyakit diare terdapat jumlah sebanyak 89
responden (48,1%) dan yang tidak memiliki riwayat penyakit diare
sebanyak 96 responden (51,9%).
78
Berdasarkan uji statistik diketahui bahwa nilai OR
sebesar 1,369 sehingga dalam penelitian case control, paparan
atau variabel yang diteliti diinterpretasikan sebagai penyebab sakit
(asosiasi positif) karena nilai OR > 1, artinya sarana air bersih
yang tidak memenuhi syarat 1,308 kali menyebabkan penyakit
diare dibandingkan jenis sarana air bersih yang tidak memenuhi
syarat. Selain itu didapat nilai CI 95% (0,759-2,468) yang
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara sarana air bersih
dengan riwayat penyakit diare.
2. Jamban
Analisis hubungan antara jamban dengan riwayat
penyakit diare diperoleh dengan menggunakan uji crosstabs
untuk melihat nilai OR. Jamban dikategorikan menjadi
dua, yaitu memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat.
Adapun hasil uji yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 5.9
79
Tabel 5.9 Analisis Hubungan Jamban dengan Riwayat Penyakit Diare Daerah Sepanjang Aliran Sungai
Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014
Jamban Riwayat Penyakit Diare OR (CI
95%)
P Value Memiliki
Riwayat Diare
Tidak Memiliki Riwayat
Diare
Jumlah
n % n % n % Memenuhi
Syarat 34 30,4 78 69,6 112 100,0 4,588
(2,676-7,885)
<0,001
Tidak Memenuhi
Syarat
88 66,7 44 33,3 132 100,0
Total 122 50,0 122 50,0 244 100,0
Berdasarkan hasil analisis dalam tabel 5.9 dapat diketahui
bahwa dari 132 responden dengan jamban yang tidak memenuhi
syarat dan memiliki riwayat penyakit diare terdapat sebanyak 88
responden (66,7%) dan yang tidak memilki riwayat diare sebanyak
44 responden (33,3%). Sedangkan dari 112 responden dengan
jamban yang memenuhi syarat dan memiliki riwayat penyakit
diare terdapat jumlah sebanyak 34 responden (30,4%) dan yang
tidak memiliki riwayat penyakit diare sebanyak 78 responden
(69,6%).
Berdasarkan uji statistik diketahui bahwa nilai OR sebesar
4,588 sehingga dalam penelitian case control, paparan atau
variabel yang diteliti diinterpretasikan sebagai penyebab sakit
80
(asosiasi positif) karena nilai OR > 1, artinya jamban yang tidak
memenuhi syarat 4,588 kali menyebabkan penyakit diare
dibandingkan jamban yang tidak memenuhi syarat. Selain itu
didapat nilai CI 95% (2,676-7,885) yang menunjukkan bahwa ada
hubungan antara jamban dengan riwayat penyakit diare.
3. Saluran Pembuangan Air Limbah
Analisis hubungan antara saluran pembuangan air limbah
dengan riwayat penyakit diare diperoleh dengan menggunakan
uji crosstabs untuk melihat nilai OR. Saluran pembuangan air
limbah dikategorikan menjadi dua, yaitu memenuhi syarat dan
tidak memenuhi syarat. Adapun hasil uji yang diperoleh dapat
dilihat pada tabel 5.10
Tabel 5.10 Analisis Hubungan antara Saluran Pembuangan Air Limbah dengan Riwayat Penyakit Diare Daerah Sepanjang Aliran Sungai Citarum di Kelurahan
Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014
Saluran Pembuangan Air Limbah
Riwayat Penyakit Diare OR (CI
95%)
P Value Memiliki
Riwayat Diare
Tidak Memiliki Riwayat
Diare
Jumlah
n % n % n % Memenuhi
Syarat 39 39,0 61 61,0 100 100,0 2,128
(1,265-3,581)
0,006
Tidak Memenuhi
Syarat
83 57,6 61 42,4 144 100,0
Total 122 50,0 122 50,0 244 100,0
81
Berdasarkan hasil analisis dalam tabel 5.10 dapat diketahui
bahwa dari 144 responden dengan saluran pembuangan air limbah
yang tidak memenuhi syarat dan memiliki riwayat penyakit diare
terdapat sebanyak 83 responden (57,6%) dan yang tidak memiliki
riwayat diare sebanyak 61 responden (42,4%). Sedangkan dari 100
responden dengan saluran pembuangan air limbah yang
memenuhi syarat dan memiliki riwayat penyakit diare terdapat
jumlah sebanyak 39 responden (39,0%) dan yang tidak memiliki
riwayat penyakit diare sebanyak 61 responden (61,0%).
Berdasarkan uji statistik diketahui bahwa nilai OR
sebesar 2,128 sehingga dalam penelitian case control, paparan
atau variabel yang diteliti diinterpretasikan sebagai penyebab sakit
(asosiasi positif) karena nilai OR > 1, artinya saluran pembuangan
air limbah yang tidak memenuhi syarat 2,128 kali menyebabkan
penyakit diare dibandingkan saluran pembuangan air limbah yang
memenuhi syarat. Selain itu didapat nilai CI 95% (1,265-3,581)
yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara saluran
pembuangan air limbah dengan riwayat penyakit diare.
4. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
Analisis hubungan antara sarana pengelolaan sampah
dengan riwayat penyakit diare diperoleh dengan menggunakan
uji crosstabs untuk melihat nilai OR. Sarana pengelolaan
sampah dikategorikan menjadi dua, yaitu memenuhi syarat dan
82
tidak memenuhi syarat. Adapun hasil uji yang diperoleh dapat
dilihat pada tabel 5.11
Tabel 5.11 Analisis Hubungan antara Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dengan Riwayat Penyakit Diare Daerah Sepanjang Aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir
Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014
Pengelolaan Sampah
Riwayat Penyakit Diare OR (CI 95%)
P Value Memiliki
Riwayat Diare
Tidak Memiliki Riwayat
Diare
Jumlah
n % n % n % Memenuhi
Syarat 26 32,9 53 67,1 79 100,0 0,353
(0,201-0,619)
<0,001
Tidak Memenuhi
Syarat
96 58,2 69 41,8 165 100,0
Total 122 50,0 122 50,0 244 100,0
Berdasarkan hasil analisis dalam tabel 5.12 dapat
diketahui bahwa dari 79 responden dengan sarana pengelolaan
sampah yang memenuhi syarat dan memiliki riwayat penyakit
diare terdapat sebanyak 26 responden (32,9%) dan yang tidak
memilki riwayat diare sebanyak 53 responden (67,1%). Sedangkan
dari 165 responden dengan sarana pengelolaan sampah yang
memenuhi syarat dan memiliki riwayat penyakit diare terdapat
sebanyak 96 responden (58,2%) dan yang tidak memiliki riwayat
penyakit diare sebanyak 69 responden (41,8%).
83
Berdasarkan uji statistik diketahui bahwa nilai OR
sebesar 0,353 sehingga dalam penelitian case control, paparan
atau variabel yang diteliti diinterpretasikan sebagai faktor proteksi
(asosiasi negatif) karena nilai OR < 1, artinya responden dengan
sarana pengelolaan sampah yang tidak memenuhi syarat 1/ 0,353
atau 2,83 kali memiliki riwayat penyakit diare dibandingkan
sarana pengelolaan sampah yang memenuhi syarat. Selain itu
didapat nilai CI 95% (0,201-0,619) yang menunjukkan bahwa ada
hubungan antara sarana pengelolaan sampah dengan riwayat
penyakit diare.
5.3.2. Hubungan Personal Hygiene Ibu Balita dengan Riwayat
Penyakit Diare
1. Kebiasaan Cuci Tangan Setelah Buang Air Besar
Analisis hubungan antara kebiasaan cuci tangan setelah
buang air besar dengan riwayat penyakit diare diperoleh dengan
menggunakan uji crosstabs untuk melihat nilai OR. Kebiasaan
cuci tangan setelah buang air besar dikategorikan menjadi dua,
yaitu baik dan buruk. Adapun hasil uji yang diperoleh dapat
dilihat pada tabel 5.12
84
Tabel 5.12 Analisis Hubungan antara Kebiasaan Cuci Tangan Setelah Buang Air Besar dengan Riwayat Penyakit Diare
Daerah Sepanjang Aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014
Kebiasaan Cuci
Tangan Setelah
Buang Air Besar
Riwayat Penyakit Diare OR (CI
95%)
P Value Memiliki
Riwayat Diare
Tidak Memiliki Riwayat
Diare
Jumlah
n % n % n % Baik 110 49,5 112 50,5 222 100,0 0,818
(0,340-1,972)
0,824 Buruk 12 54,5 10 45,5 22 100,0 Total 122 50,0 122 50,0 244 100,0
Berdasarkan hasil analisis dalam tabel 5.12 dapat diketahui
bahwa dari 222 responden dengan kebiasaan cuci tangan setelah
buang air besar ibu balita yang baik dan memiliki riwayat penyakit
diare terdapat sebanyak 110 responden (49,5%) dan yang tidak
memilki riwayat diare sebanyak 112 responden (50,5%).
Sedangkan dari 22 responden dengan kebiasaan cuci tangan
setelah buang air besar ibu balita yang baik dan memiliki riwayat
penyakit diare terdapat sebanyak 12 responden (54,5%) dan yang
tidak memiliki riwayat penyakit diare sebanyak 10 responden
(45,5%).
Berdasarkan uji statistik diketahui bahwa nilai OR
sebesar 0,818 sehingga dalam penelitian case control, paparan
atau variabel yang diteliti diinterpretasikan sebagai faktor proteksi
85
(asosiasi negatif) karena nilai OR < 1, artinya responden dengan
kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar ibu balita yang
buruk 1/ 0,818 atau 1,22 kali memiliki riwayat penyakit diare
dibandingkan kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar ibu
balita yang baik. Selain itu didapat nilai CI 95% (0,340-0,1,972)
yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan
cuci tangan setelah buang air besar ibu balita dengan riwayat
penyakit diare.
2. Kebiasaan Cuci Tangan Sebelum Makan Ibu Balita
Analisis hubungan antara kebiasaan cuci tangan sebelum
makan ibu balita dengan riwayat penyakit diare diperoleh dengan
menggunakan uji crosstabs untuk melihat nilai OR. Kebiasaan
cuci tangan sebelum makan ibu balita dikategorikan menjadi dua,
yaitu baik dan buruk. Adapun hasil uji yang diperoleh dapat
dilihat pada tabel 5.13
86
Tabel 5.13 Analisis Hubungan antara Kebiasaan Cuci Tangan Sebelum Makan Ibu Balitadengan Riwayat Penyakit Diare
Daerah Sepanjang Aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014
Kebiasaan cuci
tangan sebelum
makan ibu balita
Riwayat Penyakit Diare OR (CI
95%)
P Value Memiliki
Riwayat Diare
Tidak Memiliki Riwayat
Diare
Jumlah
n % n % n % Baik 55 37,2 93 62,8 148 100,0 0,256
(0,148-0,443)
<0,001 Buruk 67 69,8 29 30,2 96 100,0 Total 122 50,0 122 50,0 244 100,0
Berdasarkan hasil analisis dalam tabel 5.13 dapat
diketahui bahwa dari 148 responden dengan kebiasaan cuci tangan
sebelum makan ibu balita yang baik dan memiliki riwayat penyakit
diare terdapat sebanyak 55 responden (37,2%) dan yang tidak
memilki riwayat diare sebanyak 93 responden (62,8%). Sedangkan
dari 96 responden dengan kebiasaan cuci tangan sebelum makan
ibu balita yang baik dan memiliki riwayat penyakit diare terdapat
sebanyak 67 responden (69,8%) dan yang tidak memiliki penyakit
diare sebanyak 29 responden (30,2%).
Berdasarkan uji statistik diketahui bahwa nilai OR
sebesar 0,256 sehingga dalam penelitian case control, paparan
atau variabel yang diteliti diinterpretasikan sebagai faktor proteksi
(asosiasi negatif) karena nilai OR < 1, artinya responden dengan
87
kebiasaan cuci tangan sebelum makan yang buruk 1/ 0,256 atau
3,9 kali memiliki riwayat penyakit diare dibandingkan jenis
jamban yang baik. Selain itu didapat nilai CI 95% (0,148-0,443)
yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan cuci
tangan sebelum makan ibu balita dengan riwayat penyakit diare.
5.3.3. Hubungan Kebiasaan Jajan dengan Riwayat Penyakit Diare
Analisis hubungan antara kebiasaan jajan dengan riwayat
penyakit diare diperoleh dengan menggunakan uji crosstabs untuk
melihat nilai OR. Kebiasaan jajan dikategorikan menjadi dua, yaitu
baik dan buruk. Adapun hasil uji yang diperoleh dapat dilihat pada tabel
5.14
Tabel 5.14 Analisis Hubungan antara Kebiasaan Jajan dengan Riwayat Penyakit Diare Daerah Sepanjang Aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun
2014
Kebiasaan Jajan
Riwayat Penyakit Diare OR (CI 95%)
P Value Memiliki Riwayat
Diare
Tidak Memiliki Riwayat
Diare
Jumlah
n % n % n % Baik 36 40,4 53 59,6 89 100,0 0,545
(0,321-0,925)
0,033 Buruk 86 55,5 69 44,5 155 100,0 Total 122 50,0 122 50,0 244 100,0
Berdasarkan hasil analisis dalam tabel 5.14 dapat diketahui bahwa
dari 89 responden dengan kebiasaan jajan yang baik dan memiliki riwayat
88
penyakit diare terdapat sebanyak 36 responden (40,4%) dan yang tidak
memilki riwayat diare sebanyak 53 responden (59,6%). Sedangkan dari
155 responden dengan kebiasaan jajan yang baik dan memiliki riwayat
penyakit diare terdapat sebanyak 86 responden (55,5%) dan yang tidak
memiliki penyakit diare sebanyak 69 responden (44,5%).
Berdasarkan uji statistik diketahui bahwa nilai OR sebesar
0,545 sehingga dalam penelitian case control, paparan atau variabel yang
diteliti diinterpretasikan sebagai faktor proteksi (asosiasi negatif) karena
nilai OR < 1, artinya responden dengan kebiasaan jajan yang buruk 1/
0,545 atau 1,83 kali memiliki riwayat penyakit diare dibandingkan
kebiasaan jajan yang baik. Selain itu didapat nilai CI 95% (0,321-0,925)
yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan jajan dengan
riwayat penyakit diare.
89
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan, antara lain keterbatasan dari
segi desain penelitian, variabel penelitian dan pengumpulan data. Pada
segi desain, penelitian ini menggunakan case control, sehingga data yang
didapatkan tidak dapat menghitung suatu insidensi penyakit yang berada
di populasi karena sifatnya yang retrospektif. Selain itu pemilihan sampel
kasus dalam populasi yang rawan terjadinya bias karena wilayah populasi
sampel yang cukup luas.
Pada segi variabel penelitian, masih terdapat variabel dalam
kerangka teori yang tidak diteliti. Salah satu alasan beberapa variabel
dalam kerangka teori tidak diteliti karena berfokus pada bidang kesehatan
lingkungan yaitu sanitasi, personal hygiene ibu balita dan kebiasaan jajan.
Sedangkan variabel yang tidak diteliti lebih ke bidang gizi serta variabel
yang butuh uji laboratorium yang membutuhkan waktu dan biaya yang
lebih besar. Begitupun variabel air, tanah dan tangan yang memerlukan
biaya yang besar dalam uji laboratorium dalam melihat kualitas kesehatan
dari segi fisik, kimia dan biologi karena sampel yang dibutuhkan dalam
jumlah besar.
Pada variabel kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar dan
kebiasaan cuci tangan sebelum makan pun memiliki kekurangan karena
hanya meneliti faktor luar dari ibu balita tidak meneliti personal hygiene
90
balita itu sendiri. Hal ini berdasarkan asumsi peneliti bahwa balita masih
dalam bimbingan orang tua, yaitu ibu dalam aktivitas sehari-harinya.
Selain itu, variabel dependen berupa diare dalam penelitian ini
tidak spesifik hanya diakibatkan oleh infeksi. Sehingga dapat
menimbulkan bias dengan diare yang diakibatkan oleh masalah gizi
maupun psikologi.
Pada segi pengumpulan data, keterbatasan terdapat pada penentuan
sampel kasus dan sampel kontrol. Jumlah sampel dalam penelitian ini
terbilang cukup besar yaitu 122 dengan perbandingan kasus kontrol 1:1.
Sehingga ketika penetapan sampel kontrol perlu melewati kriteria yang
cukup banyak untuk meminimalisir bias. Namun pada pengambilan data
ditemani dengan kader sehingga penentuan kontrol tidak terlalu sulit.
Pada instrumen pengukuran, yaitu menggunakan meteran pun terdapat
keterbatasan dengan adanya kesulitan memastikan ukuran jarak yang
tepat antara sarana air bersih dengan sumber pencemar.
6.2. Gambaran Riwayat Penyakit Diare di Kelurahan Andir Kecamatan
Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah
suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi
tinja yang lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air
besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang
mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah
(Simatupang, 2004).
91
Penelitian ini memiliki perbandingan kasus dan kontrol sebesar 1:1
dengan jumlah masing-masing 122 responden. Jumlah keseluruhan balita
di Kelurahan Andir mencapai 6.587 jiwa dengan jumlah yang menderita
diare sebanyak 1.209 balita pada tahun 2013.
6.3. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Riwayat Penyakit Diare
pada Balita Sekitar Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan
Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014
Faktor-faktor yang dijadikan variabel penelitian adalah sarana
sanitasi dasar, yaitu sarana air bersih, jamban, saluran pembuangan air
limbah dan pengelolaan sampah rumah tangga; personal hygiene, yaitu
kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar ibu balita dan kebiasaan
cuci tangan sebelum makan ibu balita; serta kebiasaan jajan. Berikut
pembahasan terhadap faktor-faktor yang diteliti yang mempengaruhi
riwayat penyakit diare.
6.3.1. Hubungan Sarana Sanitasi Dasar dengan Riwayat Penyakit
Diare
1. Sarana Air Bersih
Sarana air bersih adalah sarana yang dapat menghasilkan
air bersih seperti sumur gali (SG), sumur pompa tangan (SPT),
penempungan air hujan (PAH), perlindungan mata air (PMA),
sistem perpipaan (PP) dan terminal air (TA). Sumur gali
merupakan sarana air bersih dengan cara mengambil air dari
lapisan tanah dengan kedalaman tertentu. Sumur gali banyak
92
didapat dan diterapkan di daerah pedesaan karena mudah dalam
pembuatan dan dapat dilaksanakan oleh masyarakat itu sendiri
dengan peralatan sederhana dan biaya yang murah (Sanropie. dkk.,
1984).
Hasil uji statistik menunjukkanbahwa nilai OR sebesar
1,369 dengan nilai interval CI 95% (0,759-2,468), sehingga dapat
disimpulkan sarana air bersih merupakan penyebab sakit karena
nilai OR>1 namun tidak memiliki hubungan karena nilai interval
CI 95% yang tidak menunjukkan tidak ada hubungan.
Sarana air bersih di Kelurahan Andir sudah cukup baik
terlihat dari 244 responden diantaranya sejumlah 185 responden
telah memenuhi syarat. Sehingga kecil kemungkinannya sarana air
bersih menjadi faktor risiko terjadinya penyakit diare. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan Amaliah (2010) yang
menyatakan bahwa sarana air bersih tidak berhubungan
mengakibatkan diare pada balita. Pada sampel yang diambil pun
didapatkan banyak reponden yang telah memakai sumber air
terlindung yang hal ini sudah sesuai dengan persyaratan sarana air
bersih menurut Depkes (1995) yang menurutnya sumber air bersih
yang tidak terlindunglah yang dapat mudah terkontaminasi oleh
agen penyebab penyakit. Kontaminasi yang paling umum adalah
karena penapisan air dari sarana pembuangan kotoran manusia dan
binatang. Hal ini menjadi tidak berisiko dalam penelitian ini karena
93
mayoritas reponden telah memiliki sarana air bersih yang sudah
terlindung seperti pompa listrik, sumur pompa tangan dan sumur
gali. Sungai Citarum pun dapat menjadi sumber kontaminasi,
terutama bakteri Escherichia coli sebagai penyebab diare. Menurut
Affandi (2000) rata-rata sungai di Bandung sudah tercemar,
begitupun dengan Sungai Citarum dengan kandungan E coli yang
cukup tinggi. Sebanyak 38 sungai yang ada di Bandung sudah
terjadi pencemaran dan beban pencemaran yang paling tinggi
terjadi pada Sungai Citarum, sebagai tempat pertemuan semua
aliran air dari sungai-sungai kecil, antara lain Sungai
Cikapundung, Sungai Cikijing dan Sungai Cicadas. Penyebab
utama munculnya E coli adalah limbah yang dihasilkan
masyarakat. Sekitar 70% dari seluruh limbah yang dihasilkan dari
2,5 juta penduduk Bandung merupakan limbah domestik. Hal ini
karena dapat dikaitkan dengan saluran pembuangan dan
pengelolaan sampah yang masih belum baik seperti dalam hasil
penelitian ini.
Hasil observasi masih menemukan dari 185 (75,8%) sarana
air bersih yang memenuhi syarat secara fisik masih kurang begitu
baik meskipun dalam persyaratan masih memenuhi syarat. Hal ini
terlihat dari sarana air bersih yang fisiknya terlindung namun tidak
permanen. Sehingga dari ada kemungkinan terkontaminasi secara
94
fisik. Hal ini dapat diakibatkan oleh faktor ekonomi dari
masyarakat daerah aliran sungai yang masih kurang.
Hasil uji statistik menunjukkan ketidaksesuaian hasil
penelitian dengan penelitian sebelumnya. Anwar dan Anwar
(2009) dan Kamilla dkk. (2012) menyebutkan bahwa salah satu
faktor yang mempengaruhi kejadian diare adalah kualitas fisik dan
akses terhadap sarana air bersih. Hartoyo (2003) dan Angeline dkk.
(2012) pun menyebutkan ada hubungan keadaan sarana air bersih
dengan kejadian diare. Herwanti (2011) dan Hannif dkk (2011)
juga menyebutkan ada hubungan antara sarana air bersih dengan
kejadian diare pada balita. Mansur (2013), Bumulo (2012), Ibrahim
(2003) dan Suwantoro (2006) menyebutkan ada hubungan antara
kepemilikan sarana air bersih dengan kejadian diare pada balita.
Penggunaan air bersih pun terdapat hubungan yang
signifikan dengan kejadian diare. Hal ini disampaikan dalam
penelitian Suwantoro (2006), Hamzah dkk. (2012), Amaliah (2010)
dan Elfiatri dkk. (2008).
Jenis sarana air bersih dalam penelitian Ibrahim (2003)
disebutkan memiliki hubungan terhadap kejadian diare. Penelitian
Longginus (2004) menyebutkan bahwa sarana air bersih non
perpipaan memiliki hubungan terhadap kejadian diare.
Ketidaksesuaian hasil penelitian ini dapat disebabkan oleh
karena sarana air bersih tidak langsung berkaitan dengan agen
95
penyebab diare dan hasil observasi dari 244 sampel pun
menyatakan bahwa konsumsi air dari sarana air bersih yang ada
masih kurang dan lebih banyak yang membeli air bersih yang dapat
dikonsumsi seperti air galon. Hal ini seperti disebutkan dalam hasil
penelitian Charertanyarak, et.al. (2011) yaitu kasus diare banyak
dipengaruhi oleh konsumsi air minum tanpa dimasak terlebih
dahulu. Sedangkan hasil observasi menunjukkan sudah banyaknya
masyarakat mengkonsumsi air minum kemasan atau air minum isi
ulang yang bukan diambil dari sumber air bersih rumah tangga.
2. Jamban
Jamban adalah salah satu ruangan yang memiliki fasilitas
pembuangan kotoran manusia sederhana yang terdiri dari tempat
jongkok dengan leher angsa yang dilengkapi dengan unit
penampungan kotoran dan air untuk membersihkan (Depkes,
2000).
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai OR sebesar
4,588 dengan nilai interval CI 95% (2,670-7,885), sehingga dapat
disimpulkan jamban memiliki hubungan dengan riwayat penyakit
diare dengan interpretasi sebagai penyebab sakit karena nilai
OR>1. Nilai OR menunjukkan jamban yang tidak memenuhi syarat
memiliki potensi sebesar 4,588 kali menyebabkan diare.
Hubungan ini sesuai dengan penelitian Sinaga dkk (2013),
Ibrahim (2003), Hamzah dkk. (2012), Pebriani dkk. (2012) dan
96
Suwantoro (2006) yang secara jenis memenuhi persyaratan yaitu
berjenis leher angsa dengan septic tank (Depkes, 1999). Dalam
penelitian ini sebanyak 132 responden (54,1%) memiliki jamban
yang tidak memenuhi syarat dan 88 orang (66,7%) diantaranya
memiliki riwayat diare. Asumsi awal peneliti pada akan banyak
jamban yang tidak memenuhi syarat karena letak wilayah
penelitian yang berdekatan dengan sungai. Asumsi itu jelas
terbukti secara signifikan. Asumsi itu pun terbukti dengan adanya
kaitan antara pemenuhan syarat jamban dengan kejadian diare.
Terbukti dengan kasus yang tinggi pada responden yang memiliki
jamban yang tidak memenuhi syarat yang mencapai 66,7% dari
keseluruhan responden yang memiliki jamban yang tidak
memenuhi syarat.
Selain dari jenis jamban, penelitian ini juga membahas
tentang kepemilikan jamban yang harus dimiliki masing-masing
keluarga tidak bercampur atau bahkan jamban umum. Sesuai
dengan penelitian Mansur (2013), Amaliah (2010), Kamilla dkk.
(2012) dan Ibrahim (2003) bahwa kepemilikan jamban sendiri
mengurangi faktor risiko terkena diare. Penelitian ini pun terlihat
bahwa masih relatif tinggi kepemilikan jamban yang tidak
memenuhi syarat. Hasil observasi menunjukkan jamban yang
masih menggunakan jamban umum tanpa perlindungan yang
kemungkinan mencemari lingkungan sekitarnya seperti sumber air
97
dan permukaan tanah serta kemungkinan digunakan sebagai tempat
vektor berkembang biak dan penyebaran kuman yang berasal dari
tinja terhadap sumber air bersih yang menjadi konsumsi
masyarakat. Kepemilikan jamban ini pun terkait dengan penularan
baik secara langsung ataupun tidak langsung dari kotoran manusia
ataupun hewan kepada manusia dalam menularkan diare. Eshete
et.al (2009) menyebutkan pula dalam penelitiannya bahwa
kepemilikan dan ketrersediaan jamban berpengaruh secara
signifikan terhadap diare pada balita. Pengaruh lingkungan di
sekitar jamban terhadap kejadian diare sangat memungkinkan
karena salah satunya diakibatkan oleh tingkat kebersihan orang-
rang yang berbeda sehingga ada kemungkinan tercecernya kotoran
hasil pembuangan orang lain jika jamban tersebut dipakai bersama-
sama.
Mubarak dan Chayatin (2009) menjelaskan bahwa
pembuangan kotoran merupakan salah satu faktor yang memiliki
pengaruh terhadap lingkungan. Pembuangan kotoran ini
merupakan salah satu faktor lingkungan untuk memenuhi derajat
kesehatan yang setingi-tingginya. Jika dihubungkan dengan
Depkes (1995) yang menyebutkan bahwa penyakit yang ditularkan
melalui air disebabkan oleh kontaminasi dari hasil rembesan
kotoran manusia atau binatang. Hal ini sesuai dengan penelitian ini
yang terlihat dari gambaran jamban rumah tangga yang masih
98
banyaknya jamban yang tidak memenuhi syarat 132 (54,1%)
dibandingkan dengan jamban yang memenuhi syarat. Jumlah ini
sebanding dengan jumlah riwayat penyakit diare pada masing-
masing responden. Responden dengan jamban yang tidak
memenuhi syarat berbanding lurus dengan jumlah riwayat penyakit
diare sebaliknya responden yang memiliki jamban yang memenuhi
syarat yang berbanding terbalik dengan riwayat penyakit diare.
Pada penelitian ini masih ditemukan banyak rumah tangga
yang tidak memiliki jamban dan membuang langsung kotoran ke
perairan terbuka seperti sungai atau ke selokan terdekat. Hal ini
juga dikarenakan banyaknya rumah tangga yang beranggapan lebih
efisien dan mudah jika pembuangan kotoran langsung ke sungai.
Letak rumah masyarakat yang berdekatan dengan sungai menjadi
alasan utama mereka membuang kotoran ke sungai sehingga
banyak rumah tangga yang memiliki jamban leher angsa namun
tidak memiliki septic tank dan langsung membuang ke sungai. Hal
ini tentu menambah risiko terjadinya penyakit diare seperti
penelitian yang dilakukan oleh Sinaga dkk (2013), Ibrahim (2003),
Hamzah dkk. (2012), Pebriani dkk. (2012) dan Suwantoro (2006).
Kusnoputranto (1997) pun menyebutkan bahwa model jamban
yang memenuhi syarat kesehatan adalah model jamban yang terdiri
dari tempat jongkok dan dilengkapi tangki septik. Fungsi umum
dari tangki septik ini adalah melindungi kemampuan absorbsi dari
99
tanah resapan. Sedangkan fungsi khususnya adalah sebagai
pengambilan bahan padat, pengolahan biologis, penyimpanan
sludge dan scum. Sehingga kotoran yang terbuang tidak
mengkontaminasi sumber air bersih yang dimanfaatkan oleh
masyarakat.
Pembuangan kotoran di sembarang tempat akan berdampak
negatif pada kesehatan manusia yang hidup di sekitarnya karena
kotoran tersebut menjadi sumber penyakit yang dapat ditularkan
melalui serangga, lalat dan kecoa secara mekanis. Penularan
melalui air, tanah dan akanan dapat secara tidak langsung atau
melalui kontak langsung.
Hal tersebut senada dengan pendapat Kusnoputranto (1984)
bahwa kotoran manusia yang berbentuk padat (tinja) maupun cair
(air kemih) harus dikelola dengan baik dan benar. Kotoran tidak
hanya menimbulkan bau dari segi estetika namun tidak baik pula
dari segi virus, bakteri, kista protozoa, telur cacing dan
mikroorganisme patogen lainnya yang terdapat dalam kotoran yang
dapat menyebabkan penyakit pada individu lain.
3. Saluran Pembuangan Air Limbah
Sarana pembuangan air limbah (SPAL) adalah salah satu
dari persyaratan rumah sehat, dimana dengan SPAL yang tertutup
baik tidak akan menjadi tempat perkembangbiakan maupun
100
peristirahatan organisme yang mungkin bisa merugikan kesehatan
(Depkes, 1990).
Hasil uji statistik menunjukkanbahwa nilai OR sebesar
2,128 dengan nilai interval CI 95% (1,265-3,581), sehingga dapat
disimpulkan saluran pembuangan air limbah memiliki hubungan
dengan riwayat penyakit diare dengan interpretasi sebagai
penyebab sakit karena nilai OR>1. Nilai OR menunjukkan saluran
pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat memiliki
potensi sebesar 2,128 kali menyebabkan diare.
Banyaknya saluran pembuangan air limbah yang tidak
memenuhi syarat di sekitar Sungai Citarum menyebabkan dengan
jumlah 144 responden (59,0%) dari total 244 sampel keseluruhan.
Dari jumlah 144 tersebut 83 orang (57,6%) diantaranya memiliki
riwayat diare. Sehingga faktor wilayah juga dapat mempengaruhi
sarana saluran pembuangan air limbah masyarakat. Hal ini terbukti
banyaknya saluran pembuangan air limbah yang tidak memenuhi
syarat.
Hasil ini sesuai dengan Suryani (2012), Kamilla dkk.
(2012) dan Hamzah dkk. (2012) yang menyebutkan saluran
pembuangan air limbah memiliki hubungan yang signifikan
terhadap kejadi diare pada balita.
Hasil penelitian ini menunjukkan masih banyaknya saluran
pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat seperti masih
101
banyaknya rumah tangga yang membuang limbah rumah tangga ke
saluran terbuka dan tidak tertutup. Jumlah yang didapatkan dari
penelitian ini, yaitu sebanyak 149 rumah tangga dari 244 jumlah
sampel memiliki saluran pembuangan air limbah yang tidak
memenuhi syarat. Hal ini menambah risiko terkena diare terlihat
dari jumlah 149 sebanyak 57,7% diantaranya memiliki riwayat
penyakit diare.
Pemukiman yang memiliki wilayah yang berdekatan
dengan sungai membuat saluran pembuangan air limbah tidak
begitu diperhatikan. Jumlah saluran yang tidak memenuhi syarat
mencapai 59,0% dari total responden dalam penelitian ini memiliki
saluran yang tidak memenuhi syarat. Masih banyaknya rumah
tangga yang memiliki saluran berdekatan dengan sumber air bersih
dan terbuka langsung ke perairan, yaitu Sungai Citarum yang
memang berdekatan dengan pemukiman. Hal ini tidak sesuai
dengan ketentuan yang harus diperhatikan dalam Depkes (1990)
bahwa saluran pembuangan air limbah tidak mencemari sumber air
minum, tidak mengotori permukaan tanah, menghindari
tersebarnya cacing tambang, mencegah berkembangnya lalat dan
serangga lain, tidak menimbulkan bau dan memiliki jarak minimal
10 meter dengan sumber air bersih. Sedangkan pada penelitian ini
masih ditemukan saluran pembuangan air limbah yang memiliki
jarak kurang dari 10 meter dan masih terbuka sehingga
102
dimungkinkan menjadi sarang atau tempat berkembangbiaknya
serangga dan vektor lainnya. Hal ini dapat menjadikan saluran
pembuangan air limbah menjadi sumber cemaran dan sumber agen
penyakit terutama diare. Hal ini pun diatur dalam Kepmenkes 829
tahun 1999 tentang rumah sehat yang menyebutkan setidaknya
syarat minimal saluran pembuangan air limbah adalah diresapkan
dan tidak mencemari sumber air dengan jarak minimal 10 meter
dari sumber air bersih. Peraturan ini pun memberi batasan yang
paling baik yaitu dialirkan ke selokan tertutup dan diolah lebih
lanjut oleh sistem saluran kota.
4. Sarana Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
Pengelolaan sampah adalah suatu bidang yang berhubungan
dengan pengaturan terhadap penimbunan; penyimpanan
(sementara, pengumpulan, pemindahan/pengangkutan, pemrosesan
dan pembuangan sampah) dengan suatu cara yang sesuai dengan
prinsip-prinsip terbaik dari kesehatan masyarakat seperti teknik
(engineering), perlindungan alam (conservation), keindahan dan
pertimbangan-pertimbangan lainnya, serta mempertimbangkan
sikap masyarakat. Pengelolaan sampah pada saat ini merupakan
masalah yang kompleks, karena semakin banyaknya sampah yang
dihasilkan, beraneka ragam komposisinya, makin berkembangnya
kota, terbatasnya dana yang tersedia dna masalah lainnya yang
berkaitan (Mubarak dan Chayatin, 2009).
103
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai OR sebesar
0,353 dengan nilai interval CI 95% (0,201-0,619), sehingga dapat
disimpulkan pengelolaan sampah rumah tangga merupakan faktor
proteksi karena nilai OR<1. Sehingga pengelolaan sampah rumah
tangga yang baik dapat menjaga dari kemungkinan terkena diare.
Hasil CI 95% menunjukkan bahwa ada hubungan antara
pengelolaan sampah rumah tangga dengan riwayat penyakit diare.
Jika melihat OR yang terdapat di hasil dapat disimpulkan bahwa
pengelolaan sampah rumah tangga yang tidak memenuhi syarat
1/0,353 atau 2,83 kali dapat menimbulkan riwayat diare
dibandingkan pengelolaan sampah rumah tangga yang memenuhi
syarat.
Hasil pengisian kuesioner masih banyaknya masyarakat
yang membuang sampah langsung ke perairan terbuka, yaitu
sungai atau ke lapangan terbuka tanpa pengolahan ataupun
pengelolaan oleh pihak tertentu. Sehingga di hasil dapat terlihat
sarana pengolaan sampah yang tidak memenuhi syarat dapat
mencapai angka 165 responden dari jumlah 244.
Herwanti (2011), Hamzah dkk. (2012), Angeline dkk.
(2012) dan Elfiatri dkk. (2008) pun memiliki hasil yang sama
terhadap hubungan antara pengelolaan sampah dengan kejadian
diare. Sehingga pengelolaan sampah harus dikelola dengan baik.
104
Depkes (1999) menyebutkan syarat sarana pengelolaan
sampah untuk rumah sehat diantaranya yaitu kedap air dan
bertutup. Banyaknya rumah tangga yang masih menggunakan
sarana pengelolaan sampah dengan cara pembuangan ke tanah
terbuka dan tidak memiliki tempat khusus seperti lapangan
terbuka. Belum adanya lahan tempat pembuangan sementara
membuat masyarakat lebih senang membuang ke tempat yang
terbuka yang masih banyak dijumpai di Kelurahan Andir. Hal ini
tidak sesuai dengan syarat Depkes (1999) yang menyebutkan
sarana pengelolaan sampah haruslah kedap air dan bertutup.
Daerah pemukiman yang berdekatan dengan wilayah
sungai pun menjadi alasan kuat masyarakat lebih senang
membuang ke bibir sungai yang tidak tertutup dan cenderung
lembab karena dekat dengan perairan terbuka. Kelembaban sampah
dapat menjadi salah satu faktor penyabab terjadinya riwayat
penyakit diare. Hal ini terkait dengan perkembangbiakan bakteri
dalam sampah yang menyenangi daerah yang lembab.
Dwidjoseputro (1981) menyebutkan pula kadar air ini berhubungan
dengan perkembangbiakan bakteri yang lebih menyukai dalam
keadaan yang basah. Perkembangbiakan bakteri ini akan
berpengaruh pada tejadinya diare yang mayoritas agen penyakit
diare adalah bakteri. Hal ini ditambah dengan kondisi dan jarak
105
timbunan sampah yang kurang dari 10 meter dari sumber air
bersih.
6.3.2. Hubungan Personal Hygiene Ibu Balita dengan Riwayat
Penyakit Diare
Higiene perorangan merupakan ciri berperilaku hidup sehat.
Beberapa kebiasaan berperilaku hidup sehat antara lain
kebiasaan mencuci tangan dengan sabun setelah BAB dan
kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan
(Depkes RI, 2006).
Wardhani (2010), Yusiana dan Devita (2013) dan Hanif
dkk. (2011) menyebutkan ada hubungan antara praktik personal
hygiene ibu balita dengan kejadian diare balita di Kelurahan
Sugihwaras Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang. Begitupun
dalam penelitian Setyanto (2006) menyebutkan hubungan yang
bermakna antara personal hygiene ibu dengan kejadian diare pada
balita umur 6-24 bulan rawat inap Puskesmas Wirosari I Kabupaten
Grobogan. Fatmawati (2003) pun menyatakan ada hubungan antara
personal hygiene dengan kejadian diare.
1. Kebiasaan Cuci Tangan Setelah Buang Air Besar Ibu Balita
Hasil uji statistik menunjukkanbahwa nilai OR sebesar
0,818 dengan nilai interval CI 95% (0,340-1,972), sehingga dapat
disimpulkan kebiasaan mencuci tangan setelah Buang Air Besar
106
merupakan faktor protektif karena nilai OR<1 namun tidak
memiliki hubungan karena nilai interval CI 95% yang tidak
menunjukkan tidak ada hubungan.
Lauziah (2012), Rosisdi dkk. (2010), Elfiatri (2008) dan
Sinaga dkk (2013) menyatakan bahwa ada hubungan antara
kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare. Rompas dkk.,
Amaliah (2010) dan Mansur (2013) menyimpulkan dalam hasil
penelitiannya bahwa ada hubungan antara perilaku cuci tangan
pakai sabun dengan terjadinya diare. Sehingga hubungan antara
cuci tangan pakai sabun sangat penting untuk mencegah penyakit
termasuk diare.
Hasil penelitian Wardayu (2010), Kamilla dkk. (2012) dan
Taosu dkk. (2013) menyatakan bahwa ada hubungan antara
kebiasaan mencuci tangan setelah Buang Air Besar dengan
kejadian diare.
Ketidaksesuaian penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya yang menunjukkan adanya hubungan antara kebiasaan
cuci tangan setelah buan air besar dengan kejadian diare ini dapat
disebabkan oleh karena kekurangan peneliti dalam menggali dan
mengingatkan responden akan pertanyaan tentang kebiasaan
mencuci tangan setelah Buang Air Besar. Hal ini pun menjadi
salah satu kekurangan dalam metode case control yang seringkali
107
sulit merekam dan menggali kejadian yang telah berlalu kepada
responden dalam penggalian faktor risiko.
Selain itu variable ini tidak berhubungan bisa terjadi karena
ada beberapa responden yang memang tidak berhubungan
langsung dengan balita atau kesalahan pemiihan responden yang
memiliki pengasuh sehingga tidak terjadi paparan secara langsung
ke balita.
Penelitian ini meneliti ibu balita sebagai responden
sehingga ada kemungkinan balita yang memiliki riwayat penyakit
diare telah mampu makan sendiri dan tidak memiliki paparan
langsung dengan ibu balita sehingga tidak langsung menjadi faktor
risiko. Selain itu dari distribusi kebiasaan cuci tangan setelah
buang air besar pada ibu balita terlihat sudah sangat baik dengan
jumlah 222 (91,0%) dari total sampel 244. Sehingga diare di
Kelurahan Andir tidak disebabkan oleh personal hygiene berupa
kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar karena kebiasaan
responden yang sudah baik. Namun dari jumlah responden yang
memiliki riwayat penyakit diare lebih kecil dari jumlah responden
tidak memiliki riwayat penyakit diare. Hal ini dapat disebabkan
oleh tidak adanya observasi secara langsung kepada responden
sehingga ada kemungkinan responden tidak mengatakan kebiasaan
yang sebenarnya.
2. Kebiasaan Cuci Tangan Sebelum Makan Ibu Balita
108
Hasil uji statistik menunjukkanbahwa nilai OR sebesar
0,256 dengan nilai interval CI 95% (0,148-0,443), sehingga dapat
disimpulkan kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita
merupakan faktor proteksi karena nilai OR<1. Nilai CI 95%
menunjukkan adanya hubungan antara kebiasaan cuci tangan
sebelum makan ibu balita dengan riwayat penyakit diare. Nilai OR
menunjukkan bahwa kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu
balita yang buruk dapat 1/0,256 atau 3,9 kali menimbulkan
riwayat penyakit diare dibandingkan kebiasaan cuci tangan
sebelum makan ibu balita yang baik.
Penelitian ini sesuai dengan pernyataan Taosu dkk. (2013)
dan Kamilla dkk. (2012) yang menyatakan bahwa ada hubungan
antara kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita dengan
kejadian diare pada balita. Hal ini terlihat sudah baiknya reponden
dalam kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita dengan
jumlah mencapai 148 orang dari 244 orang. Jumlah tersebut
mayoritas tidak memiliki riwayat diare dengan jumlah 93 orang.
Hasil survey Environmental Service Program (ESP) tahun
2011 di Indonesia menunjukkan hanya sekitar 3% responden yang
mencuci tangan dengan sabun, dengan rincian: responden yang
mencuci tangan setelah buang air besar hanya 12 %, setelah
membantu BAB (Buang Air Besar) bayi 14 %, sebelum makan
14%, sebelum memberi makan bayi 7 %, dan sebelum menyiapkan
109
makanan 6 % (World Bank, 2011). Temuan ini sangat
memprihatinkan jika dibandingkan dengan survey yang
membuktikan hampir setiap rumah memiliki sabun. Menjawab
persoalan tersebut, mencuci tangan dengan sabun adalah
penanggulangan paling sederhana dan efektif untuk menahan
penyebaran virus dan bakteri, mulai dari virus penyebab flu,
bakteri penyebab diare, hingga virus dan bakteri yang mematikan
seperti penyebab Hepatitis A. Sementara Department of Infectious
and Tropical Diseases di London, Inggris, menyatakan mencuci
tangan dengan sabun dapat menekan angka kematian akibat
penyakit diare dan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) hingga
42-47%. Lewat studi ini, mencuci tangan diramalkan dapat
mencegah 1 juta kematian anak di seluruh dunia (Depkes, 2007;
Ejemot. et. al, 2007; Curtis. et. al., 2003). Sehingga dari hal
tersebut dapat disimpulkan hubungan yang berkaitan antara
kebiasaan cuci tangan sebelum makan dengan riwayat penyakit
diare. Kebiasaan cuci tangan di Kelurahan Andir sudah baik
sehingga menjadi proteksi dari kejadian penyakit diare.
6.3.3. Hubungan Kebiasaan Jajan dengan Riwayat Penyakit Diare
Pangan jajanan adalah makanan/minuman yang
dipersiapkan dengan teknologi yang sangat sederhana, dimana
seringkali faktor hiegine atau kebersihan kurang diperhatikan,
baik kebersihan bahan yang digunakan, peralatan yang dipakai
110
maupun kebersihan lingkungannya. Selain itu, karena tingkat
pendidikan pedagang yang relatif rendah dan ketidaktahuannya,
mengakibatkan mereka seringkali menggunakan bahan-bahan
tambahan makanan seperti pemanis, pewarna, pengawet, dan
lain-lain, yang sebenarnya tidak diijinkan untuk bahan-bahan
tersebut dapat lebih murah (Fardiaz & Fardiaz, 1994).
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai OR sebesar
0,545 dengan nilai interval CI 95% (0,321-0,925), sehingga dapat
disimpulkan kebiasaan jajan merupakan faktor proteksi karena
nilai OR<1. Nilai CI 95% menunjukkan adanya hubungan antara
kebiasaan jajan dengan riwayat penyakit diare. Nilai OR
menunjukkan bahwa kebiasaan jajan yang buruk dapat 1/0,545
atau 1,83 kali menimbulkan riwayat penyakit diare dibandingkan
kebiasaan jajan yang baik.
Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan positif antara
kebiasaan jajan dengan riwayat penyakit diare. Sesuai dengan
penelitian Pradipta dkk. (2013) yang menyebutkan hal yang sama.
Hasil menunjukkan dari 244 responden sebanyak 155 orang
diantaranya memiliki kebiasaan jajan yang buruk. Hal ini dapat
disebabkan motivasi balita yang mengikuti orang banyak dalam
jajan ke pedangan yang sering lewat rumah. Selain itu kebiasaan
orang tua memberikan uang jajan menjadi salah satu faktor dalam
kebiasaan jajan balita. Daerah pemukiman yang padat dengan
111
jumlah balita yang cukup besar, yaitu 6.587 balita dengan
persentase sebesar 33,4% dari jumlah penduduk Kecamatan
Baleendah. Hal ini dapat menjadi ketertarikan pedagang untuk
berjualan sehingga balita pun tertarik untuk membeli. Pradipta
dkk. (2013) menyebutkan kebiasaan jajan yang buruk terlihat dari
kebiasaan jaajn pada tempat yang memiliki higienitas yang buruk
sehingga dapat memperbesar risiko terkena penyakit diare.
Kebiasaan jajan yang buruk akan menimbulkan risiko
dalam riwayat penyakit diare karena ada kemungkinan jajanan
yang dijual tidak memenuhi prinsip higienis. BPOM RI (2011)
menyebutkan sekitar 40-44% jajajanan anak sekolah belum
memenuhi syarat. Hal ini berkaitan dengan higinietas jajanan yang
masih kurang. Sparringa (2012) menyebutkan jajanan yang
berkualitas harus memperhatikan kualitas air, ventilasi,
pengelolaan air limbah, tempat sampah, tempat cuci tangan, dan
piring, tempat peyimpanan alat makan dan masak, lingkungan
tempat cuci peralatan makan dan masak, higienitas penjaja makan
dan lainnya. Hal ini dapat diasumsikan menjadi penyebab adanya
hubungan antara kebiasaan jajan dengan riwayat penyakit diare
pada balita.
112
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.Kesimpulan
1. Sarana air bersih rumah tangga pada balita daerah sepanjang aliran
Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten
Bandung Tahun 2014 75,8% telah memenuhi syarat.
2. Jamban rumah tangga pada balita daerah sepanjang aliran Sungai
Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten
Bandung Tahun 2014 54,1% tidak memenuhi syarat.
3. Saluran pembuangan air limbah rumah tangga pada balita daerah
sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan
Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 59,0% tidak memenuhi
syarat.
4. Pengelolaan sampah rumah tangga pada balita daerah sepanjang aliran
Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten
Bandung Tahun 2014 67,6% tidak memenuhi syarat.
5. Kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar ibu balita pada balita
daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir
Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 91,0% sudah
baik.
6. Kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita pada balita daerah
sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan
Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 60,7% sudah baik.
113
7. Kebiasaan jajan pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di
Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun
2014 63,5% masih buruk.
8. Tidak ada hubungan antara sarana air bersih rumah tangga dengan
riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran sungai
Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten
Bandung Tahun 2014.
9. Ada hubungan antara jamban rumah tangga dengan riwayat penyakit
diare pada balita daerah sepanjang aliran sungai Citarum di Kelurahan
Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 dengan
OR 4,588 dan nilai interval CI 95% (2,676-7,885) sehingga jamban
rumah tangga menjadi penyebab sakit.
10. Ada hubungan antara saluran pembuangan air limbah rumah tangga
dengan riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran
sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten
Bandung Tahun 2014 dengan OR 2,128 dan nilai interval CI 95%
(1,265-3,581) sehingga saluran pembuangan air limbah menjadi
penyebab sakit
11. Ada hubungan antara pengelolaan sampah dengan riwayat penyakit
diare pada balita daerah sepanjang aliran sungai Citarum di Kelurahan
Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 dengan
OR 0,353 dan nilai interval CI 95% ( 0,201-0,619) sehingga
pengelolaan sampah rumah tangga menjadi faktor proteksi
114
12. Tidak ada hubungan antara kebiasaan cuci tangan setelah buang air
besar ibu balita dengan riwayat penyakit diare pada balita daerah
sepanjang aliran sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan
Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014.
13. Ada hubungan antara kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita
ibu balita dengan riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang
aliran sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah
Kabupaten Bandung Tahun 2014 dengan OR 0,256 dan nilai interval
CI 95% (0,148-0,443) sehingga cuci tangan sebelum makan ibu balita
menjadi faktor proteksi.
14. Ada hubungan antara kebiasaan jajan dengan riwayat penyakit diare
pada balita daerah sepanjang aliran sungai Citarum di Kelurahan
Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 dengan
OR 0,545 dan nilai interval CI 95% (0,321-0,925) sehingga kebiasaan
jajan menjadi faktor proteksi
5.2.Saran
5.2.1. Pemerintah
1. Ditingkatkannya sarana air bersih rumah tangga dengan
melengkapi sarana air bersih yang masih tidak memenuhi
syarat dengan pengadaan sarana air bersih yang terlindung
komunal di tiap RT ataupun penyediaan pipa ledeng oleh
Dinas Pekerjaan Umum bekerja sama dengan Dinas
115
Perumahan, Penataan Ruang dan Kebersihan Kabupaten
Bandung.
2. Ditingkatkannya pengadaan dan kualitas jamban rumah
tangga dengan pengadaan jamban sehat bagi keluarga yang
belum memiliki jamban rumah tangga yang memenuhi
syarat atau pengadaan jamban keluarga komunal di tiap RT
oleh Dinas Pekerjaan Umum bekerja sama dengan Dinas
Perumahan, Penataan Ruang dan Kebersihan Kabupaten
Bandung berkoordinasi dengan Puskesmas Baleendah.
3. Ditingkatkannya saluran pembuangan air limbah rumah
tangga dengan pengadaan saluran pembuangan limbah
rumah tangga kota terpusat dengan pengelolaan lebih lanjut
serta penutupan saluran pembuangan air limbah yang masih
terbuka Dinas Pekerjaan Umum bekerja sama dengan Dinas
Perumahan, Penataan Ruang dan Kebersihan Kabupaten
Bandung.
4. Ditingkatkannya pengelolaan sampah rumah tangga dengan
pengadaan tempat pengelolaan sampah di tiap RT oleh
pihak Kelurahan Andir dengan pengajuan ke Pemerintah
Kabupaten Bandung dan pengangkutan sampah pada tempat
pengumpulan sampah terbuka oleh Dinas Perumahan,
Penataan Ruang dan Kebersihan Kabupaten Bandung.
116
5. Diperlukannya pengawasan terhadap jajanan yang dijual
bebas di masyarakat sekitar aliran Sungai Citarum oleh
Dinas Kesehatan bekerjasama dengan BPPOM Kabupaten
Bandung.
6. Pemasangan papan peringatan terkait pelarangan
membuang sampah maupun limbah ke Sungai Citarum
5.2.2. Puskesmas
1. Pemberian informasi kepada ibu balita akan pengawasan
kebiasaan jajan balita dan penertiban dengan pengawasan
Dinas Kesehatan bagi jajanan yang tidak sehat yang dijual
bebas melalui penyuluhan oleh kader Posyandu yang
berkoordinasi dengan Puskesmas Baleendah.
2. Pemberian informasi akan peningkatan sarana air bersih
dengan penggantian sarana air bersih yang belum terlindung
dengan sarana air bersih yang terlindung.
3. Pemberian informasi akan peningkatan jamban keluarga
dengan pembuangan melalui septic tank tidak langsung
membuang ke Sungai Citarum.
4. Sosialisasi informasi akan penutupan dan pembuatan
saluran pembuangan air limbah ke sumber resapan di setiap
RW.
5. Sosialisasi informasi dan edukasi mengenai pengelolaan
sampah yang baik dan benar.
117
6. Advokasi dan pengajuan terkait sarana sanitasi dasar yang
belum memenuhi syarat ke Dinas Pekerjaan Umum dan
Dinas Perumahan, Penataan Ruang dan Kebersihan
Kabupaten Bandung melalui Kelurahan Andir.
5.2.3. Peneliti
1. Dilakukannya penelitian yang lebih mendalam dengan studi
kualitatif tentang permasalahan sanitasi dasar, personal
hygiene dan kebiasaan jajan pada balita
2. Dilakukannya penelitian lebih lanjut dengan kontrol yang
lebih banyak dan pengukuran yang lebih valid dan reliabel.
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmito, Wiku. 2007. Faktor Risiko Diare pada Bayi dan Balita di Indonesia: Systematic Review. Universitas Indonesia
Affandi, Apun. 2000. Sungai di Bandung Tercemar Bakteri Berbahaya. Bandung: Indopubs.
Ahlquist D.A, and Camilleri M., 2005. Diarrhea and Constipation. In: Harrison’s Principles Of Internal Medicine 16th ed. USA: McGraw Hill
Amaliah, Fitri. 2010. Hubungan Sanitasi Lingkungan Dan Faktor Budaya Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita Di Desa Toriyo Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo. Prosiding Seminar Nasional Unimus 2010: h.91-97
Angeline, Yuki Laura. I. Marsaulina. E. Naria. 2013. Hubungan Kondisi Sanitasi Dasar Dengan Keluhan Kesehatan Diare Serta Kualitas Air Pada Pengguna Air Sungai Deli Di Kelurahan Sukaraja Kecamatan Medan Maimun Tahun 2012 . Jurnal Lingkungan Dan Keselamatan Kerja Vol. 2 No.3, 2013: h. 1-8
Anies. 2006. Waspada Ancaman Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Anwar, Athena. A. Musadad. 2009. Pengaruh Akses Penyediaan Air Bersih Terhadap Kejadian Diare Pada Balita. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 8, No. 2, Juni 2009: h. 953-963
Arisman. 2008. Keracunan Makanan. Jakarta: EGC.
Azwar, Azrul. 1996. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Mutiara Sumber Widya.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung. 2010. Hasil Sensus Penduduk 2010 Data Agregat Per Kecamatan di Kabupaten Bandung. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung.
Badan Pusat Statistik Republik Indonesia .Sensus Penduduk 2010. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia.
Bumulo, Septian Bumulo. 2014. Hubungan Sarana Penyediaan Air Bersih Dan Jenis Jamban Keluarga Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo Tahun 2012. Skripsi. Gorontalo: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Gorontalo.
Cairncross, Sandy. et. al. 2010. Water, Sanitation and Hygiene for The Prevention of Diarrhoea. International Journal of Epidemiology 2010 Vol. 39: p. i193-i205.
Charerntanyarak, Lertchai. et.al. 2011. Environmental Burden of Diarrhea for Water, Sanitation and Hygiene in Thailand. Epidemiology Vol. 22, Issue 1, January 2011, January (Suplement 2011, 2010 Joint Conference of International Society of Exposure Science & International Society for Environmental Epidemiology): p. s153
Dahlan, M. Sopiyudin. 2009. Langkah-Langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan Berdasar Prinsip IKVE 1741. Jakarta: CV Sagung Seto.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Pengawasan Kualitas Air untuk Penyediaan Air Bersih Pedesaan dan Kota Kecil.. Jakarta: Dirjen PPM & PLP Depkes RI.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Penyehatan Air dalam Program Penyediaan dan Pengolahan Air Bersih Buku Pedoman Bagi Para Pengelola Program. Jakarta: Dirjen PPM & PLP Depkes RI.
Departemen Kesehatan RI. 1999. Buku Ajar Diare. Jakarta: Dirjen PPM dan PLP Depkes RI.
Departemen Kesehatan RI. 2000.Buku Pedoman Pelaksanaan Klinik Sanitasi untuk Puskesmas. Jakarta: Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan Pemukiman Depkes RI.
Departemen Kesehatan RI. 2000.Buku Pedoman Pelaksanaan Pembinaan Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Tatanan Rumah Tangga. Jakarta: Direktorat Promosi Kesehatan Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Depkes RI.
Departemen Kesehatan RI. 2000.Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta: Depkes RI.
Departemen Kesehatan RI. 2002. Profil Kesehatan Indonesia 2002. Jakarta: Depkes RI
Departemen Kesehatan RI. 2005. Profil Kesehatan Indonesia 2003. Jakarta: Depkes RI
Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Pengendalian Demam Tifoid. Jakarta: Direktorat Jendral PP & PL.
Departemen Kesehatan RI. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes RI.
Elfiatri, Vera. Hari Kusnanto. Lutfan Lazuardi. 2007. Analisis Spasial Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Sebagai Faktor Risiko Diare Di Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan Tahun 2007. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Gadjah Mada
Eshete, Wondwossen Birke. et.al. 2009. Environmental Determinants of Diarrhea among Children in Nekemte Town, Western Ethiopia.Epidemiology, Vol. 20, Issue 6: p. s23
Fathonah, Siti. 2005. Higiene dan Sanitasi Makanan. Semarang: UNNES Press.
Fatmawati, Heny. 2003. Hubungan Pemberian Asi Eksklusif, Mpasi, Higiene Perorangan Dan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare Bayi 4-12 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Purwosari Kudus. Skripsi.Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat Diponegoro University.
Gunawan, Andang. 2001. Food Combining. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Hamzah. A. Arsin. J. Ansar. 2012. Hubungan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Kecamatan Belawa Kabupaten Wajo Tahun 2012. Skripsi. Makasar: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanudin
Hannif, N.S. Mulyani, S. Kuscithawati. 2011. Faktor Risiko Diare Akut Pada Balita. Berita Kedokteran Masyarakat Vol. 27, No. 1, Maret 2011: h. 10-17
Hartojo, Ade. 2003. Hubungan Faktor-Faktor Lingkungan Keluarga Dengan Kejadian Diare Di Wilayah Kerja Puskesmas Langensari Kabupaten Ciamis, Agustus - Sepember 2003. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro.
Ibrahim. 2003. Hubungan Kondisi Sarana Air Bersih, Pembuangan Limbah Dan Karakteristik Individu Dengan Kejadian Diare Balita Di Kota Solok, Sumatra Barat. Tesis. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Judarwanto, Widodo. 2012. Perilaku Makan Anak Sekolah. Artikel. Jakarta: Depkes RI.
Junias, Marylin. E. Balelay. 2008. Hubungan Antara Pembuangan Sampah Dengan Kejadian Diare Pada Penduduk Di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang. MKM Vol. 03, No. 02, Desember 2008: h. 92-104
Kamila, Laila. dkk. 2009. Hubungan Praktek Personal HygieneIbu dan Kondisi Sanitasi Lingkungan Rumah dengan Kejadian Diare pada Balita di Puskesmas Kampung Dalam Kecamatan Pontianak Timur. Jurnal
Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol. 11 No. 2, Oktober 2012: hal. 138-143
Kamilla, Laila. Suhartono. Nur Endah W. 2012. Hubungan Praktek Personal Hygieneibu Dan Kondisi Sanitasi Lingkungan Rumah Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Puskesmas Kampung Dalam Kecamatan Pontianak Timur. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol. 11, No. 2, Oktober 2012: h. 138-143
Kementrian Kesehatan RI. 2011. Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Diare. Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes RI.
Kementrian Kesehatan RI. 2011. Profil Data Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta: Kemenkes RI.
Kementrian Kesehatan RI. 2013. Profil Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta: Kemenkes RI.
Kosek, M. et al. 2003. The Global Burden of Diarrhoeal Disease, as Estimated form Studies Published Between 1992 and 2000. Bulletin of the World Health Organization 2003: p. 197-204
Kristianto, Yohannes. 2010. Panduan Memilih dan Belanja Makanan Sehat. Yogyakarta: Nailil Printika.
Kusnoputranto, Haryoto dan Dewi Susanna. 2000. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
Kusnoputranto, Haryoto. 1984. Air Limbah dan Ekskreta Manusia Aspek Kesehatan Masyarakat dan Pengelolaannya. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Laporan 20 Penyakit Terbanyak Kabupaten Bandung.
Lauziah, Farah. 2012. Hubungan Penyediaan Air Minum Dan Perilaku Higiene Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Kelurahan Sugihwaras, Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang. Skripsi. Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.
Longginus, Lowa. 2004. Hubungan Cakupan Penyediaan Air Bersih Dan Jamban Keluarga Dengan Kejadian Diarerelation. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro.
Mahfoedz, Ircham. 2004. Menjaga Kesehatan Rumah dari Berbagai Penyakit. Yogyakarta: Fitrayana.
Mansur, Fauzi. 2013. Faktor Risiko Kejadian Diare Akut Pada Balita Di Kabupaten Magelang. Tesis. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Mubarak, Wahid Iqbal dan Nurul Chayatin. 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Muhajirin. 2007. Hubungan antara Praktek Personal Hygiene Ibu Balita dan Sarana Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Diare pada Anak Balita di Kecamatan Maos Kabupaten Cilacap.Tesis. Semarang: Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.
Munthe, Seri Asnawati. 2012. Hubungan Kondisi Lokasi dan Alat Perlengkapan pada Depot Air Minum Isi Ulang (Amiu)dengan Kualitas Bakteriologi di Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2012. Medan: Universitas Sari Mutiara Indonesia.
Noor, Nur Nasry. 2007. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Bandung: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pengantar Kesehatan Masyarakat. Bandung: Rineka Cipta.
Partawihardja, S. 1991. Pengantar Diare Akut Anak Diare Kronik Anak Suatu Pengenalan Awal Penatalaksanaan Dietetik Penderita Diare Anak. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Pebriani, Rahma Ayu. S. Dharma. E. Naria. 2013 .Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Jamban Keluarga Dan Kejadian Diare Di Desa Tualang Sembilar Kecamatan Bambel Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2012. Jurnal Lingkungan Dan Keselamatan Kerja Vol. 2, No. 3, 2013: h. 1-5
Penny, Liana. dkk. 2012. Kajian Perilaku Masyarakat Membuang Sampah di Bantaran Sungai Martapura terhadap Lingkungan Perairan. Jurnal EnviroScience 8 Tahun 2012: hal. 117-126.
Pradipta, Aditya. Djallalluddin Djallalluddin, Metria S.N. Hubungan Perilaku Jajan Dengan Kejadian Diare Pada Anak Sekolah Dasar Di Kel. Cempaka Kec. Cempakakota Banjarbaru
Pradipta, Aditya. Djallalluddin, Meitria S. N. 2013. Hubungan Perilaku Jajan Dengan Kejadian Diare Pada Anak Sekolah Dasar. Berkala Kedokteran Vol. 9, No. 1, April 2013: h. 81-86
Pratama, Riki Nur. 2013. Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan Dan Personal Hygiene Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Kelurahan Sumurejo
Kecamatan Gunungpati Kota Semarang. Skripsi. Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro
Priambodo, Agung. dkk. 2006. Analisis Perilaku Masyarakat Bantaran Sungai Ciliwungterhadap Aktivitas Pembuangan Sampah Rumah Tangga di Kelurahan Kampung Melayu Jakarta Timur. Buletin Ekonomi Perikanan Vol. VI, No. 2 tahun 2006: hal. 20-29
Profil Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru Tahun 2010.
Profil Dinas Kesehatan Kota Pontianak Tahun 2009.
Profil Kesehatan Kabupaten Bandung Tahun 2011.
Profil Kesehatan Kabupaten Bandung Tahun 2012.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat Tahun 2012.
Profil Puskesmas Baleendah Tahun 2011
Prosiding Pertemuan Konsultasi Masyarakat 2 BAPPEDA Jawa Barat 2011.
Proverawati, Atikah dan Eni Rahmawati. 2012. Perilaku Hidup Bersih & Sehat (PHBS). Yogyakarta: Nuha Medika
Pruss, Annete. et al. 2002. Estimating The Burden Disease from Water, Sanitation and Hygiene at Global Level.
Purwaningsih, Hidayani. 2009. Analisis Hubungan Antara Kondisi Sanitasi, Air Bersih dan Penderita Diare di Jawa Timur. Tugas Akhir. Surabaya: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Rompas, Megaria. Josef Tuda. Tati Ponidjan. 2012. Hubungan Antara Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun Dengan Terjadinya Diare Pada Anak Usia Sekolah Di SD Gmim Dua Kecamatan Tareran. Jurnal Keperawatan Vol. 1 No. 1, 2012
Said, Nusa Idaman. 1999. Kesehatan Masyarakat dan Teknologi Peningkatan Kualitas Air. Jakarta: Kelompok Teknologi Pengelolaan Air Bersih dan Limbah Cair Direktorat Teknologi Lingkungan Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi, Material dan Lingkungan. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Sandjaja, B. dan Albertus Heriyanto. 2011. Panduan Penelitian Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit Prestasi Pustakaraya
Sanropie, Djasio. dkk. 1984. Pedoman Bidang Studi Penyediaan Air Bersih Akademi Penilik Kesehatan Teknologi Sanitasi (APK-TS) . Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Sardjana, 2007. Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: Lemlit UIN Jakarta & UIN Jakarta Press
Setyanto. 2006. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Umur 6-24 Bulan Di Rawat Inap Puskesmas Wirosari I Kabupaten Grobogan. Skripsi. Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Semarang
Simatupang M., 2004. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Kota Sibolga Tahun 2003. Medan: Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Sinaga, Fiesta Oktorina. Surya Dharma. Irnawati Marsaulina. Hubungan Kondisi Lingkungan Perumahan Dengan Kejadian Diare Di Desa Sialang Buah Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2012. Jurnal Lingkungan Dan Keselamatan Kerja Vol. 2, No. 3, 2013: h. 1-5
Sparringa, Roy. 2012. Pangan Jajanan Anak Sehat. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan RI
Subagyo. 2008. Diare Akut pada Anak. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press.
Suganda, Emirhadi. dkk. 2009. Pengelolaan Lingkungan dan Kondisi Masyarakat pada Wilayah Hilir Sungai. Jurnal Makara Sosial Humaniora Vol.13 No. 2, Desember 2009: hal. 143-153.
Suryani, Defin Riski. 2012. Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan Dan Personal Hygiene Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro.
Suwantoro, Suwantoro. 2006. Hubungan Antara Ketersediaan Dan Pemanfaatan Sarana Air Bersih Dan Jamban Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Puskesmas Mojosongo Kabupaten Boyolali. Skripsi. Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro
Taosu, Stefen Anyerdy. R. Azizah. 2013. Hubungan Sanitasi Dasar Rumah Dan Perilaku Ibu Rumah Tangga Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Bena Nusa Tenggara Timur. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 7, No. 1, Juli 2013: h. 1-6
Tarigan, Putri Sortaria. 2008. Hubungan Kerentanan Kondisi Fisik, Sanitasi Dasar Rumah dan Tingkat Risiko Lokasi Permukiman Penduduk dengan
Riwayat Penyakit Berbasis Lingkungan di Kelurahan Bidara Cina, Jakarta Timur Tahun 2008. Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Tarwoto dan Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Tim Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian Universitas Negeri Malang. 2009. Pendidikan Lingkungan Hidup untuk Sekolah Menengah Atas Kelas X Jilid 1. Departemen Pendidikan Nasional.
Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman.
Usfar, Avita A. et. al. Food and Personal Hygiene Perceptions and Practices among Caregivers Whose Children Have Diarrhea: A Qualitative Study of Urban Mothers in Tangerang, Indonesia. Journal of Nutrition Education and Behavior Vol. 42, Number 1, 2010: p. 33-40.
Wagner, E. G. dan J. N. Lanoix. 1958. Excreta Disposal For Rural Areas and Small Comminities. Geneva: WHO.
Waluyo, Lud. 2009. Mikrobiologi Lingkungan. Malang: UMM Press.
Wardayu , Tintisnowati Guritno. 2010. Hubungan Antara Kondisi Sanitasi Dan Personal Hygiene Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Anak Batita Di Desa Grudo Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro.
Wardhani, Dea Priska Kusuma. 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Frekuensi Kejadian Diare Pada Bayi Umur 7-12 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu Kecamatan Tembalang Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012: h. 945-954
Wardhani, Siska Jaya. 2010. Hubungan Antara Praktik Personal Hygiene Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Pembantu Kelurahan Sugihwaras Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro.
Wibowo, Tony. 2004. Faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian diare pada bayi dan anak balita di Indonesia. Tesis. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Wicaksono, Dwi Fajar. dkk. 2013. Evaluasi Tingkat Pencemaran Air Pembuangan Limbah Cair Pabrik Kertas di Sungai Klinter Kabupaten Nganjuk. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 1, No. 2, Juni 2013: h. 85-92
Widjaja. 2002. Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita. Jakarta: Kawan Pustaka
Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya. Jakarta: Penerbit Erlangga.
World Bank. 2011. Handwashing with Soap TwoPaths to National Scale Programs Lessons from the Field: Vietnam and Indonesia. Jakarta: Water and Sanitation Program World Bank.
World Health Organization dan United Nations Children’s Fund. 2000. Global Water Supply and Sanitation Assessment 2000 Report. Geneva: WHO and UNICEF Joint Monitoring Programme for Water Supply and Sanitation
World Health Organization. 2009. WHO Fact Sheet of Diarrheal Disease. Geneva: WHO.
World Health Organization. 2010. Global Water Supply and Sanitation Assesment. Geneva: WHO.
Wulandari, Anjar Purwidiana. 2009. Hubungan Antara Faktor Lingkungan dan Faktor Sosiodemografi Dengan Kejadian Diarep pada Balita di Desa Blimbing Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen Tahun 2009. Skripsi. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Yusiana, Maria Anita. Devita Maharani W. S. 2013. Personal Hygiene Ibu Yang Kurang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Ruang Anak. Jurnal Stikes Vol. 6, No. 1, Juli 2013: h. 119-128
KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN KEPEMILIKAN SARANA SANITASI DASAR, PERSONAL HYGIENE IBU BALITA DAN KEBIASAAN JAJAN DENGAN RIWAYAT PENYAKIT DIARE PADA BALITA DAERAH SEPANJANG ALIRAN SUNGAI CITARUM DI KELURAHAN ANDIR KECAMATAN BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2014
LEMBAR KESEDIAAN RESPONDEN
Assalamu’alaikum. Wr. Wb. Saya, Fuad Hilmi Sudasman adalah mahasiswa Kesehatan Lingkungan Program Studi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sedang melakukan penelitian tentang “HUBUNGAN KEPEMILIKAN SARANA SANITASI DASAR, PERSONAL HYGIENE IBU BALITA DAN KEBIASAAN JAJAN TERHADAP RIWAYAT PENYAKIT DIARE PADA BALITA DAERAH SEPANJANG ALIRAN SUNGAI CITARUM DI KELURAHAN ANDIR KECAMATAN BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2014”.
Kami berharap Bapak/Ibu bersedia menjadi responden penelitian kami dengan menjawab pertanyaan yang ada di kuisioner ini. Informasi yang anda berikan akan kami jaga kerahasiaannya. Jika anda bersedia di mohon untuk menandatangani lembar persetujuan yang telah disediakan.
Data Responden 1. Nomor responden : ____________________________ 2. Nama responden : ____________________________ 3. Hari/tanggal pengamatan : ____________________________
Dengan ini bersedia menjadi responden pada penelitian ini.
, 2014
Responden
(...............................................)
Pemeriksa
(.............................................)
No. Responden
Desa/Kelurahan
RT/RW
Status Responden Kasus/Kontrol*
IDENTIFIKASI RESPONDEN (*Balita) KODING
IR 1 Nama Responden
IR 2 Jenis kelamin*
IR 3 Umur *
IR 4 No Hp/Email
IDENTITAS PENELITI
IP 1 Nama
IP 2 Kode
IP 3 Tanggal wawancara
/ /2014
IP 4 Jam mulai wawancara
Jam :
IP 5 Jam selesai wawancara
Jam :
I. Kejadian Diare
A. Kejadian Diare
A.1 Apakah keluarga balita ibu memiliki riwayat penyakit diare? (Diare= buang air besar lembek/cari bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya, biasanya 3 kali/lebih dalam sehari) 1. Ya 2. Tidak
[ ] A.1
A.2 Berapa lama balita ibu menderita penyakit diare? ______________hari
[ ] A.2
II. Kondisi Sanitasi Dasar
B. Sarana Air Bersih Pilihlah jawaban yang menurut ibu paling benar (1,2,3,4,5,6 atau 7) dengan checklist/tanda silang/membulati!
B.1 Apa jenis sarana air bersih yang digunakan sebagai sumber air bersih di rumah ibu/bapak/saudara/i? (Jika jawaban 6/7 langsung lanjutkan ke soal bagian C)
1. Sumur pompa/sumur bor 2. Sumur gali/sumur gali dengan pompa listrik 3. Ledeng/PAM/Perpipaan 4. Perlindungan Mata Air (PMA) 5. Penampungan Air Hujan (PAH) 6. Sungai/Kali 7. Lain-Lain, Sebutkan_____________________
[ ] B.1
B.2 Bagaimana kondisi fisik sarana air bersih yang digunakan? (Jika jawaban 2 langsung lanjutkan ke soal bagian C)
1. Terlindung (kondisi fisik baik) 2. Tidak Terlindung (kondisi fisik tidak baik)
[ ] B.2
B.3 Apakah di sekeliling/sekita dari sarana air bersih (kurang lebih 1 meter) disemen? (Jika jawaban 2 langsung lanjutkan ke soal bagian C)
1. Ya 2. Tidak
[ ] B.3
B.4 Bagaimana kebersihan sarana air bersih dan sekelilingnya? (Jika jawaban 2 langsung lanjutkan ke soal bagian C
1. Tidak ada sampah dan /atau pencemar lainnya (bersih)
2. Terdapat sampah dan/atau pencemar lainnya (tidak bersih)
[ ] B.4
B.5 Bagaimana jarak sarana air bersih ke tempat pembuangan kotoran manusia/sumber pencemar? (Jika jawaban 2 langsung lanjutkan ke soal bagian C
1. Lebih dari/sama dengan 10 meter 2. Kurang dari 10 meter
[ ] B.5
B.6 Apakah ada sumber pencemar lain (kotoran, hewan, sampah) di sekitar sarana air bersih? (Jika jawaban 1 langsung lanjutkan ke soal bagian C)
1. Ya 2. Tidak
[ ] B.6
B.7 Apakah ada genangan air di sekitar sarana air bersih? (Jika jawaban 1 langsung lanjutkan ke soal bagian C)
1. Ya 2. Tidak
[ ] B.7
B.8 Apakah ada serangga atau binatang pengerat (tikus) yang bersarang di sekitar sarana air bersih? (Jika jawaban 1 langsung lanjutkan ke soal bagian C)
1. Ya 2. Tidak
[ ] B.8
C. Jamban Pilihlah jawaban yang menurut ibu paling benar (1,2,3,4,5,6 atau 7) dengan checklist/tanda silang/membulati!
C.1 Dimanakah ibu buang air besar? (Jika jawaban 2,3,4,5 langsung lanjutkan ke soal bagian D)
1. Kakus 2. Kali 3. Empang 4. Kebun 5. Lain-lain, Sebutkan _______________________
[ ] C.1
C.2 Jika di kakus, apa jenis kakus/jamban ibu? (Jika jawaban 1,2,4,6 langsung lanjutkan ke soal bagian D)
1. Cemplung 2. Cubluk 3. Angsa latrine 4. Plengsengan 5. Septik tank 6. Lain-lain, sebutkan ________________________
[ ] C.2
C.3 Apakah ibu memiliki kakus/jamban sendiri? (Jika jawaban 2 langsung lanjutkan ke soal bagian D)
1. Ya 2. Tidak
[ ] C.3
C.4 Bagaimana kondisi fisik jamban yang ada? (Jika jawaban 2 langsung lanjutkan ke soal bagian D)
1. Tidak rusak dan terawat (baik) 2. Rusak dan tidak terawat (tidak baik)
[ ] C.4
C.5 Bagaimana kebersihan jamban dan lingkungan sekitar jamban tersebut? (Jika jawaban 2 langsung lanjutkan ke soal bagian D)
1. Bersih 2. Tidak bersih
[ ] C.5
C.6 Bagaimana jarak jamban ke sarana air bersih? (Jika jawaban 2 langsung lanjutkan ke soal bagian D)
1. Lebih dari/ sama dengan 10 meter 2. Kurang ari 10 meter
[ ] C.6
C.7 Apakah ada sumber pencemar lain (kotoran, hewan, sampah) di sekitar jamban? (Jika jawaban 1 langsung lanjutkan ke soal bagian D)
1. Ya 2. Tidak
[ ] C.7
C.8 Apakah ada genangan air di sekitar jamban? (Jika jawaban 1 langsung lanjutkan ke soal bagian D)
1. Ya 2. Tidak
[ ] C.8
C.9 Apakah ada serangga atau binatang pengerat (tikus) yang bersarang di sekitar jamban? (Jika jawaban 1 langsung lanjutkan ke soal bagian D)
1. Ya 2. Tidak
[ ] C.9
D. Saluran Pembuangan Air Limbah Pilihlah jawaban yang menurut ibu paling benar (1,2,3,4,5,6 atau 7) dengan checklist/tanda silang/membulati!
D.1 Apakah ibu memiliki SPAL di rumah? (Jika jawaban 2 langsung lanjutkan ke soal bagian E)
1. Ya 2. Tidak
[ ] D.1
D.2 Apa jenis SPAL di rumah ibu yang digunakan? (Jika jawaban 1,4,5,6 langsung lanjutkan ke soal bagian E)
1. Pembuangan umum 2. Digunakan untuk menyiram tanaman 3. Dibuang ke lapangan peresapan 4. Dialirkan ke saluran terbuka 5. Dialirkan ke salurna tertutup/selokan 6. Lain-lain, sebutkan ___________________
[ ] D.2
D.3 Bagaimana kondisi fisik SPAL yang ada? (Jika jawaban 2 langsung lanjutkan ke soal bagian E)
1. Terlidung, tertutup dan tidak berdekatan dengan sumber air bersih (baik)
2. Tidak terlidung, terbuka dan berdekatan dengan sumber air bersih (tidak baik)
[ ] D.3
D.4 Apakah konstruksi SPAL disemen? (Jika jawaban 2 langsung lanjutkan ke soal bagian E)
1. Ya 2. Tidak
[ ] D.4
D.5 Bagaiman akebersihan SPAL dan lingkungan sekitar SPAL tersebut? (Jika jawaban 2 langsung lanjutkan ke soal bagian E)
1. Bersih 2. Tidak bersih
[ ] D.5
D.6 Bagaimana jarak SPAL ke sarana air bersih? (Jika jawaban 2 langsung lanjutkan ke soal bagian E)
1. Lebih dari/sama dengan 10 meter 2. Kurang dari 10 meter
[ ] D.6
D.7 Apakah ada sumber pencemar lain (kotoran, hewan, sampah) di sekitar SPAL? (Jika jawaban 1 langsung lanjutkan ke soal bagian E)
1. Ya 2. Tidak
[ ] D.7
D.8 Apakah ada genangan air di sekitar SPAL? (Jika jawaban 1 langsung lanjutkan ke soal bagian E)
1. Ya 2. Tidak
[ ] D.8
D.9 Apakah ada serangga atau binatang pengerat (tikus) yang bersarang di sekitar SPAL? (Jika jawaban 1 langsung lanjutkan ke soal bagian E)
1. Ya 2. Tidak
[ ] D.9
E. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Pilihlah jawaban yang menurut ibu paling benar (1,2,3,4,5,6 atau 7) dengan checklist/tanda silang/membulati!
E.1 Dimanakah ibu membuang sampah? (Jika jawaban 1,3,4,5 langsung lanjutkan ke soal bagian F)
1. Ditumpuk tanpa penutupan (open dumping) 2. Dibuat kompos 3. Dibakar 4. Sanitary landfill 5. Lain-lain, sebutkan ______________________
[ ] E.1
E.2 Bagaimana kondisi fisik tempat pengumpulan sampah yan ada? (Jika jawaban 2 langsung lanjutkan ke soal bagian F)
1. Baik 2. Tidak baik
[ ] E.2
E.3 Bagaiamana kebersihan tempat sampah dan lingkungan sekitar tempat sampah tersebut? (Jika jawaban 2 langsung lanjutkan ke soal bagian F)
1. Bersih 2. Tidak bersih
[ ] E.3
E.4 Bagaiamana jarak tempat sampah ke sarana air bersih? (Jika jawaban 2 langsung lanjutkan ke soal bagian F)
1. Lebih dari/sama dengan 10 meter 2. Kurang dari 10 meter
[ ] E.4
E.5 Apakah ada sumber pencemar lain (kotoran, hewan) di sekitar tempat sampah? (Jika jawaban 1 langsung lanjutkan ke soal bagian F)
1. Ya 2. Tidak
[ ] E.5
E.6 Apakah ada genangan air di sekitar tempat sampah? (Jika jawaban 1 langsung lanjutkan ke soal bagian F)
1. Ya 2. tidak
[ ] E.6
E.7 Apakah ada serangga atau binatang pengerat (tikus yang bersarang di sekitar tempat sampah? (Jika jawaban 1 langsung lanjutkan ke soal bagian F)
1. Ya 2. Tidak
[ ] E.7
F. Personal Hygiene Pilihlah jawaban yang menurut ibu paling benar (1,2,3,4,5,6 atau 7) dengan checklist/tanda silang/membulati!
F.1 Apakah ibu mencuci tangan setelah buang air besar? (Jika jawaban 2 langsung lanjutkan ke soal bagian F.4)
1. Ya 2. Tidak
[ ] F.1
F.2 Apakah ibu mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar? (Jika jawaban 2 langsung lanjutkan ke soal bagian F.4)
1. Ya 2. tidak
[ ] F.2
F.3 Apakah ibu mencuci tangan dengan menggosok tangan, sela-sela jari dan kuku setelah buang air besar? (Jika jawaban 2 langsung lanjutkan ke soal bagian F.4)
1. Ya 2. Tidak
[ ] F.3
F.4 Apakah ibu mencuci tangan sebelum memberi makan balita ibu? (Jika jawaban 2 langsung lanjutkan ke soal bagian G)
1. Ya 2. Tidak
[ ] F.4
F.5 Apakah ibu mencuci tangan menggunakan sabun sebelum memberi makan balita ibu? (Jika jawaban 2 langsung lanjutkan ke soal bagian G)
1. Ya 2. tidak
[ ] F.5
F.6 Apakah ibu mencuci tangan, sela-sela jari dan kuku sebelum memberi makan balita ibu? (Jika jawaban 2 langsung lanjutkan ke soal bagian G)
1. Ya 2. Tidak
[ ] F.6
G. Kebiasaan Jajan Pilihlah jawaban yang menurut ibu paling benar (1 atau 2) dengan checklist/tanda silang/membulati!
G.1 Apakah ibu pernah memberikan balita jajan/makan di sembarang tempat (pedagang kaki lima)? (Jika jawaban 1 sudahi wawancara)
1. Ya 2. Tidak
[ ] G.1
G.2 Apakah balita ibu pernah meminta uang jajan/makan di sembarang tempat kepada ibu? (Jika jawaban 1 sudahi wawancara)
1. Ya 2. Tidak
[ ] G.2
G.3 Apakah balita ibu pernah mengerubuni/ikut membeli jajanan pada pedagang yang suka berkeliling? (Jika jawaban 1 sudahi wawancara)
1. Ya 2. Tidak
[ ] G.3
G.4 Apakah balita ibu pernah mengerubuni/ikut membeli jajanan pada pedagang yang suka berkeliling? (Jika jawaban 1 sudahi wawancara)
1. Ya 2. Tidak
[ ] G.4
G.5 Apakah balita ibu pernah membeli jajanan di tempat yang seadanya dan penjual yang tidak mencuci tangan? (Jika jawaban 1 sudahi wawancara)
1. Ya 2. Tidak
[ ] G.5
G.6 Apakah balita ibu pernah membeli jajanan dengan bentuk dan bau yang tidak normal? (Jika jawaban 1 sudahi wawancara)
1. Ya 2. Tidak
[ ] G.6
G.7 Apakah balita ibu pernah membeli jajanan dengan warna yang mencolok? (Jika jawaban 1 sudahi wawancara)
1. Ya 2. Tidak
[ ] G.7
III. Lembar Observasi (Diisi Oleh Peneliti) Pilihlah jawaban yang menurut ibu paling benar (1,2,3,4,5,6 atau 7) dengan checklist/tanda silang/membulati! (untuk kolom pemenuhan syarat harap dikosongkan)
Aspek Sanitasi Dasar Karekteristik/Jenis Pemenuhan Syarat Sarana Air Bersih
Jenis sarana air bersih
1. PAM 2. SGL 3. SPT 4. PL 5. PMA 6. MA 7. Lainnya
Kualitas Air Keruh/Tidak Berasa/Tidak Berbau/Tidak Berwarna/Tidak
Jarak Sarana Air Bersih dari Sumber Pencemar
______________Meter
Konsumsi 1. Sarana Air Bersih tanpa dimasak 2. Sarana Air Bersih dengan dimasak 3. Sarana Air Lain
Jamban 1. LA/ST 2. CB/ST 3. PL/ST 4. Non ST 5. MCK
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
1. Angkut 2. Bakar 3. Timbun 4. TPS Rumah 5. TPS Umum 6. Sungai
Saluran Pembuangan Air Limbah
1. Terbuka 2. Tertutup
*PAM (Pengolahan Air Minum/PDAM), PP (Perpipaan), SGL (Sumur Gali), SPT (Sumur Pompa Tangan), PL (Pompa Listrik), PMA (Perlindungan Mata Air). MA (Mata Air), PAH (Penampungan Air Hujan), LA (Latrine Angsa), CB (Cubluk), PL (Plengsengan), ST (Septic Tank)
Reliability
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
.881 42
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item
Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-Total
Correlation
Cronbach's Alpha if
Item Deleted
B.1 60.00 105.379 .389 .886
B.2 61.27 117.513 .482 .879
B.3 61.27 117.513 .482 .879
B.4 61.23 118.116 .340 .880
B.5 61.33 118.782 .497 .880
B.6 61.27 118.271 .366 .880
B.7 60.97 119.757 .072 .883
B.8 60.97 119.757 .072 .883
C.1 61.00 112.621 .762 .874
C.2 59.87 91.361 .691 .878
C.3 61.00 112.621 .762 .874
C.4 61.00 112.621 .762 .874
C.5 61.00 112.621 .762 .874
C.6 61.00 112.621 .762 .874
C.7 60.40 121.834 -.267 .883
C.8 61.03 112.999 .742 .874
C.9 61.03 112.999 .742 .874
D.1 59.23 103.495 .523 .878
D.2 60.97 119.895 .059 .883
D.3 60.93 119.651 .080 .883
D.4 60.93 119.651 .080 .883
D.5 60.90 119.197 .121 .882
D.6 60.90 119.197 .121 .882
D.7 60.87 118.257 .206 .881
D.8 60.93 121.237 -.063 .885
D.9 60.93 121.237 -.063 .885
E.1 60.27 115.513 .201 .884
E.2 60.63 115.620 .514 .877
E.3 60.70 115.941 .448 .878
E.4 60.67 115.747 .481 .878
E.5 60.70 115.941 .448 .878
E.6 60.67 115.747 .481 .878
E.7 60.67 115.747 .481 .878
F.1 61.17 116.695 .447 .878
F.2 61.17 116.695 .447 .878
F.3 61.17 116.695 .447 .878
F.4 61.13 114.189 .698 .875
F.5 61.17 114.557 .697 .876
F.6 61.20 115.752 .600 .877
G.1 61.13 114.189 .698 .875
G.2 61.17 114.557 .697 .876
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
G.3
G.4
G.5
G.6
G.7
61.20
61.17
61.13
61.20
61.13
115.752
114.189
115.752
114.557
114.189
.600
.697
.698
.600
.697
.877
.879
.878
.877
.877
Analisis Univariat
Statistics
A.1 Apakah
memiliki riwayat
penyakit diare?
BB Sarana Air
Bersih CC Jamban
DD Saluran
Pembuangan Air
Limbah
E.1 Sarana
pengelolaan
sampah
memenuhi syarat?
F.1 Kebiasaan
cuci tangan
memakai sabun
setelah BAB?
F.2 Kebiasaan
cuci tangan
memakai sabun
sebelum makan?
G.1 Kebiasaan
jajan?
N Valid 244 244 244 244 244 244 244 244
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0
A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare?
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Kasus 122 50.0 50.0 50.0
Kontrol 122 50.0 50.0 100.0
Total 244 100.0 100.0
BB Sarana Air Bersih
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Memenuhi Syarat 59 24.2 24.2 24.2
Memenuhi Syarat 185 75.8 75.8 100.0
Total 244 100.0 100.0
CC Jamban
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Memenuhi Syarat 132 54.1 54.1 54.1
Memenuhi Syarat 112 45.9 45.9 100.0
Total 244 100.0 100.0
DD Saluran Pembuangan Air Limbah
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Memenuhi Syarat 144 59.0 59.0 59.0
Memenuhi Syarat 100 41.0 41.0 100.0
Total 244 100.0 100.0
E.1 Sarana pengelolaan sampah memenuhi syarat?
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Memenuhi syarat 79 32.4 32.4 32.4
Tidak memenuhi syarat 165 67.6 67.6 100.0
Total 244 100.0 100.0
F.1 Kebiasaan cuci tangan memakai sabun setelah BAB?
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Baik 222 91.0 91.0 91.0
Buruk 22 9.0 9.0 100.0
Total 244 100.0 100.0
F.2 Kebiasaan cuci tangan memakai sabun sebelum makan?
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Baik 148 60.7 60.7 60.7
Buruk 96 39.3 39.3 100.0
Total 244 100.0 100.0
G.1 Kebiasaan jajan?
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Baik 89 36.5 36.5 36.5
Buruk 155 63.5 63.5 100.0
Total 244 100.0 100.0
Analisis Bivariat
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
BB Sarana Air Bersih * A.1
Apakah memiliki riwayat
penyakit diare?
244 100.0% 0 .0% 244 100.0%
CC Jamban * A.1 Apakah
memiliki riwayat penyakit diare? 244 100.0% 0 .0% 244 100.0%
DD Saluran Pembuangan Air
Limbah * A.1 Apakah memiliki
riwayat penyakit diare?
244 100.0% 0 .0% 244 100.0%
E.1 Sarana pengelolaan
sampah memenuhi syarat? *
A.1 Apakah memiliki riwayat
penyakit diare?
244 100.0% 0 .0% 244 100.0%
F.1 Kebiasaan cuci tangan
memakai sabun setelah BAB? *
A.1 Apakah memiliki riwayat
penyakit diare?
244 100.0% 0 .0% 244 100.0%
F.2 Kebiasaan cuci tangan
memakai sabun sebelum
makan? * A.1 Apakah memiliki
riwayat penyakit diare?
244 100.0% 0 .0% 244 100.0%
G.1 Kebiasaan jajan? * A.1
Apakah memiliki riwayat
penyakit diare?
244 100.0% 0 .0% 244 100.0%
BB Sarana Air Bersih * A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare?
Crosstab
A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit
diare?
Total
Kasus Kontrol
BB Sarana Air Bersih Tidak Memenuhi Syarat Count 33 26 59
% within BB Sarana
Air Bersih 55.9% 44.1% 100.0%
Memenuhi Syarat Count 89 96 185
% within BB Sarana
Air Bersih 48.1% 51.9% 100.0%
Total Count 122 122 244
% within BB Sarana
Air Bersih 50.0%
50.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.095a 1 .295
Continuity Correctionb .805 1 .370
Likelihood Ratio 1.097 1 .295
Fisher's Exact Test
.370 .185
Linear-by-Linear Association 1.091 1 .296
N of Valid Casesb 244
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 29,50.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence
Interval
Lower Upper
Odds Ratio for BB Sarana Air Bersih (Tidak Memenuhi Syarat / Memenuhi
Syarat) 1.369 .759 2.468
For cohort A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare? = Kasus 1.163 .886 1.525
For cohort A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare? = Kontrol .849 .617 1.169
N of Valid Cases 244
CC Jamban * A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare?
Crosstab
A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit
diare?
Total
Kasus Kontrol
CC Jamban Tidak Memenuhi Syarat Count 88 44 132
% within CC Jamban 66.7% 33.3% 100.0%
Memenuhi Syarat Count 34 78 112
% within CC Jamban 30.4% 69.6% 100.0%
Total Count 122 122 244
% within CC Jamban 50.0% 50.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 31.952a 1 .000
Continuity Correctionb 30.517 1 .000
Likelihood Ratio 32.711 1 .000
Fisher's Exact Test
.000 .000
Linear-by-Linear Association 31.821 1 .000
N of Valid Casesb 244
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 56,00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95%
Confidence
Interval
Lower Upper
Odds Ratio for CC Jamban (Tidak Memenuhi Syarat / Memenuhi Syarat) 4.588 2.670 7.885
For cohort A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare? = Kasus 2.196 1.618 2.980
For cohort A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare? = Kontrol .479 .365 .627
N of Valid Cases 244
DD Saluran Pembuangan Air Limbah * A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare?
Crosstab
A.1 Apakah memiliki
riwayat penyakit diare?
Total
Kasus Kontrol
DD Saluran Pembuangan Air Limbah Tidak Memenuhi Syarat Count 83 61 144
% within DD Saluran Pembuangan Air Limbah 57.6% 42.4% 100.0%
Memenuhi Syarat Count 39 61 100
% within DD Saluran Pembuangan Air Limbah 39.0% 61.0% 100.0%
Total Count 122 122 244
% within DD Saluran Pembuangan Air Limbah 50.0% 50.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 8.201a 1 .004
Continuity Correctionb 7.472 1 .006
Likelihood Ratio 8.254 1 .004
Fisher's Exact Test
.006 .003
Linear-by-Linear Association 8.168 1 .004
N of Valid Casesb 244
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 50,00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for DD Saluran Pembuangan Air Limbah (Tidak Memenuhi Syarat / Memenuhi
Syarat) 2.128 1.265 3.581
For cohort A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare? = Kasus 1.478 1.114 1.960
For cohort A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare? = Kontrol .694 .543 .889
N of Valid Cases 244
E.1 Sarana pengelolaan sampah memenuhi syarat? * A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare?
Crosstab
A.1 Apakah memiliki riwayat
penyakit diare?
Total
Kasus Kontrol
E.1 Sarana pengelolaan sampah memenuhi
syarat?
Memenuhi syarat Count 26 53 79
% within E.1 Sarana pengelolaan
sampah memenuhi syarat? 32.9% 67.1% 100.0%
Tidak memenuhi syarat Count 96 69 165
% within E.1 Sarana pengelolaan
sampah memenuhi syarat? 58.2% 41.8% 100.0%
Total Count 122 122 244
% within E.1 Sarana pengelolaan
sampah memenuhi syarat? 50.0% 50.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided) Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square 13.646a 1 .000
Continuity Correctionb 12.654 1 .000
Likelihood Ratio 13.855 1 .000
Fisher's Exact Test
.000 .000
Linear-by-Linear Association 13.590 1 .000
N of Valid Casesb 244
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 39,50.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for E.1 Sarana pengelolaan sampah memenuhi syarat? (Memenuhi syarat / Tidak memenuhi syarat) .353 .201 .619
For cohort A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare? = Kasus .566 .402 .795
For cohort A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare? = Kontrol 1.604 1.266 2.034
N of Valid Cases 244
F.1 Kebiasaan cuci tangan memakai sabun setelah BAB? * A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare?
Crosstab
A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit
diare?
Total
Kasus Kontrol
F.1 Kebiasaan cuci tangan memakai
sabun setelah BAB?
Baik Count 110 112 222
% within F.1 Kebiasaan cuci tangan memakai
sabun setelah BAB? 49.5% 50.5% 100.0%
Buruk Count 12 10 22
% within F.1 Kebiasaan cuci tangan memakai
sabun setelah BAB? 54.5% 45.5% 100.0%
Total Count 122 122 244
% within F.1 Kebiasaan cuci tangan memakai
sabun setelah BAB? 50.0% 50.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact
Sig.
(1-
sided)
Pearson Chi-Square .200a 1 .655
Continuity Correctionb .050 1 .823
Likelihood Ratio .200 1 .655
Fisher's Exact Test
.824 .412
Linear-by-Linear Association .199 1 .656
N of Valid Casesb 244
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for F.1 Kebiasaan cuci tangan memakai sabun setelah
BAB? (Baik / Buruk) .818 .340 1.972
For cohort A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare? = Kasus .908 .607 1.360
For cohort A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare? = Kontrol 1.110 .690 1.786
N of Valid Cases 244
F.2 Kebiasaan cuci tangan memakai sabun sebelum makan? * A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare?
Crosstab
A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare?
Total
Kasus Kontrol
F.2 Kebiasaan cuci tangan
memakai sabun sebelum
makan?
Baik Count 55 93 148
% within F.2 Kebiasaan cuci tangan
memakai sabun sebelum makan? 37.2% 62.8% 100.0%
Buruk Count 67 29 96
% within F.2 Kebiasaan cuci tangan
memakai sabun sebelum makan? 69.8% 30.2% 100.0%
Total Count 122 122 244
% within F.2 Kebiasaan cuci tangan
memakai sabun sebelum makan? 50.0% 50.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 24.798a 1 .000
Continuity Correctionb 23.510 1 .000
Likelihood Ratio 25.328 1 .000
Fisher's Exact Test
.000 .000
Linear-by-Linear
Association 24.697 1 .000
N of Valid Casesb 244
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 48,00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for F.2 Kebiasaan cuci
tangan memakai sabun sebelum
makan? (Baik / Buruk)
.256 .148 .443
For cohort A.1 Apakah memiliki
riwayat penyakit diare? = Kasus .532 .416 .682
For cohort A.1 Apakah memiliki
riwayat penyakit diare? = Kontrol 2.080 1.498 2.889
N of Valid Cases 244
G.1 Kebiasaan jajan? * A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare?
Crosstab
A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit
diare?
Total
Kasus Kontrol
G.1 Kebiasaan jajan? Baik Count 36 53 89
% within G.1 Kebiasaan jajan? 40.4% 59.6% 100.0%
Buruk Count 86 69 155
% within G.1 Kebiasaan jajan? 55.5% 44.5% 100.0%
Total Count 122 122 244
% within G.1 Kebiasaan jajan? 50.0% 50.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 5.112a 1 .024
Continuity Correctionb 4.528 1 .033
Likelihood Ratio 5.136 1 .023
Fisher's Exact Test
.033 .017
Linear-by-Linear Association 5.091 1 .024
N of Valid Casesb 244
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 44,50.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for G.1 Kebiasaan jajan? (Baik / Buruk) .545 .321 .925
For cohort A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare? =
Kasus .729 .546 .973
For cohort A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare? =
Kontrol 1.338 1.047 1.710
N of Valid Cases 244
top related