hubungan perilaku hidup bersih dan sehat (p hbs) …digilib.unila.ac.id/32291/3/skripsi tanpa bab...
Post on 24-Dec-2019
20 Views
Preview:
TRANSCRIPT
HUBUNGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS)TERHADAP ANGKA KEJADIAN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK
(OMSK) DI POLIKLINIK THT-KL RSUD DR. H. ABDUL MOELOEKBANDAR LAMPUNG
(Skripsi)
OLEHMAI RISTA NILA SARI
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS LAMPUNG
2018
HUBUNGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS)TERHADAP ANGKA KEJADIAN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK
(OMSK) DI POLIKLINIK THT-KL RSUD DR. H. ABDUL MOELOEKBANDAR LAMPUNG
OlehMAI RISTA NILA SARI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh GelarSARJANA KEDOKTERAN
Pada
Fakultas KedokteranUniversitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS LAMPUNG
2018
ABSTRACT
THE RELATIONSHIP BETWEEN CLEAN AND HEALTHY LIFESTYLE WITH FREQUENCY OF CHRONIC SUPPURATIVE OTITISMEDIA IN POLYCLINIC THT-KL RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK
BANDAR LAMPUNG
By
MAI RISTA NILA SARI
Background: Chronic suppurative otitis media is a chronic infection in themiddle ear characterized by perforation of tympanic membrane and secretions thatcome out continuously or disappear, serous, mucoid or purulent secretions over 8weeks. The occurrence of chronic suppurative otitis media one of the risk is a lackof patient knowledge of the illness and patient behavior in daily life. This studyaims to determine the relationship of clean and healthy life behavior towardchronic suppurative otitis media.Method: This research is a quantitative analytical descriptive observationalresearch with cross sectional approach. The sample in this study were 54respondents consisting of 29 respondents had chronic suppurative otitis media and25 respondents did not experience chronic suppurative otitis media in polyclinicTHT-KL RSUD DR. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung taken with thetechnique of collecting data consecutive sampling. The instrument of this researchis the questionnaire of clean and healthy life behavior which consists of 12questions. Hypothesis test used is chi square with provision (α = 0,05).Result: The result of this research indicate that the behavior of clean and healthylife toward chronic suppurative otitis media case is 30 (55,6%) respondents haveclean and healthy life behavior bad and 26 (87%) have chronic suppurative otitismedia and 4 ( 13%) did not develop chronic suppurative otitis media. The resultobtained from the chi square test is p-value=0.000 for the clean and healthy lifestyle and p-value=0.000 for chronic suppurative otitis media.Conclusion: There is a relation of clean and healthy life style and chronicsuppurative otitis media in polyclinic THT-KL RSUD DR. H. Abdul MoeloekBandar Lampung.
Keywords: clean and healthy life style, chronic suppurative otitis media
ABSTRAK
HUBUNGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS)TERHADAP ANGKA KEJADIAN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK
(OMSK) DI POLIKLINIK THT-KL RSUD DR. H. ABDUL MOELOEKBANDAR LAMPUNG
Oleh
MAI RISTA NILA SARI
Latar Belakang: Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah infeksi kronik ditelinga tengah ditandai dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluarterus menerus atau hilang timbul, sekret berupa serous, mukoid atau purulen lebihdari 8 minggu. Terjadinya OMSK salah satu faktor risikonya yaitu kurangnyapengetahuan pasien mengenai penyakitnya dan perilaku pasien dalam kehidupansehari-hari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara PHBSterhadap angka kejadian OMSK.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif analitik deskriptifobservasional dengan pendekatan cross sectional. Sampel dalam penelitian iniyaitu 54 responden yang terdiri dari 29 (53,7%) responden mengalami OMSK dan25 (46,3%) responden tidak mengalami OMSK di poliklinik THT-KL RSUD DR.H. Abdul Moeloek Bandar Lampung yang diambil dengan teknik pengumpulandata consecutive sampling. Instrumen penelitian ini yaitu kuesioner PHBS yangterdiri dari 12 pertanyaan. Uji hipotesis yang digunakan adalah chi square denganketetapan (α = 0,05).Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan PHBS terhadap angkakejadian OMSK yaitu sebanyak 30 (55,6%) responden memiliki PHBS burukyang terdiri dari sebanyak 26 (87%) responden mengalami OMSK dan sebanyak 4(13%) responden tidak mengalami OMSK. Hasil uji chi square didapatkan nilai p-value 0,000 untuk PHBS dan nilai p-value 0,000 untuk OMSK.Simpulan: Terdapat hubungan antara PHBS dengan angka kejadian OMSK dipoliklinik THT-KL RSUD. DR. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.
Kata kunci: Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), Otitis Media SupuratifKronik (OMSK)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ketapang, Kotabumi Lampung Utara pada tanggal 14 Mei
1995, sebagai anak ketiga dari lima bersaudara, dari Bapak HM Herman HS dan
ibu Hj. Neli Yani.
Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK Dharma Wanita pada
tahun 2001, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Negeri 1 Ketapang pada
tahun 2007, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMP Negeri 6
Kotabumi pada tahun 2010, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di
SMA Negeri 2 Kotabumi pada tahun 2013. Semasa SMA, penulis aktif sebagai
Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS).
Tahun 2014, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif pada organisasi
Forum Studi Islam (FSI) Ibnu Sina FK Unila dan menjadi anggota bidang dana
dan usaha pada tahun 2015-2016, selain itu penulis juga aktif sebagai divisi sosial
and partnership di Lampung University Medical Research (Lunar) pada tahun
2015-2016, dan penulis juga aktif di organisasi Gen-C Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung periode 2015-2016.
Sebuah Karya Sederhana UntukPapah, Ibu,
Dan Keluarga Besarku Tercinta
“Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada
kemudahan” (Q.S. Al-Insyirah:6)
“... niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yangberiman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa
derajat. Dan Allah Maha teliti apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Mujadalah:11)
SANWACANA
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Segala puji bagi Allah SWT, Allah yang Maha Pengasih, Allah yang Maha
Penyayang, yang tiada habis memberikan kepada kita kasih dan sayang-Nya,
nikmat dan karunia-Nya, sehingga penelitian ini dapat saya selesaikan. Shalawat
dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, sebaik-baik
manusia di muka bumi dengan keteladanan yang abadi hingga kini.
Alhamdulillah atas kehendak dan pertolongan Allah SWT, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) Terhadap Angka Kejadian Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) di
Poliklinik THT-KL RSUD. DR. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung” sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Universitas
Lampung. Penulis meyakini penelitian skripsi ini tidak akan selesai tanpa
dukungan dan bantuan dari banyak kalangan. Maka dengan ini penulis sampaikan
ucapan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas
Lampung;
2. Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp.PA, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung;
3. dr. Mukhlis Imanto, S.Ked., M.Kes., Sp.THT-KL, selaku Pembimbing
Utama terimakasih atas waktu dan kesediaannya untuk memberikan ilmu,
bimbingan, saran, dan kritik yang membangun dalam proses serta
penyelesaian skripsi ini;
4. dr. Roro Rukmi Windi Perdani, S.Ked., M.Kes., Sp.A, selaku Pembimbing
Kedua terimakasih atas waktu dan kesediaannya untuk memberikan ilmu,
bimbingan, saran, dan kritik yang membangun dalam proses serta
penyelesaian skripsi ini;
5. dr. Fitria Saftarina, S.Ked., M.Sc, selaku Penguji Utama atas waktu, ilmu,
bimbingan, saran, dan kritik yang membangun yang telah diberikan;
6. dr. Dwita Oktaria, S.Ked., M.Pd.Ked, selaku Pembimbing Akademik dari
semester awal hingga akhir di FK UNILA yang telah meluangkan waktu
diantara kesibukannya untuk memberikan semangat, masukan dan
motivasi selama ini;
7. Papah ku (HM Herman HS) dan Ibu ku (Hj Neli Yani), kedua orang tua
penulis yang selalu menyelipkan nama penulis di setiap doa mereka, yang
selalu memberikan restu dan ridho di setiap keputusan yang penulis ambil,
kasih sayang dan dukungan yang tak pernah putus, serta semangat dan
motivasi yang tak pernah habis sehingga penulis dapat melewati seluruh
proses pembelajaran dan penyelesaian skripsi ini, semoga kelak penulis
bisa menjadi salah satu sumber kebahagiaan papah dan ibu di dunia dan di
akhirat;
8. Kakak ku Herdison SH dan Hardi Kusuma Jaya HR serta adik ku Hasmi
Maha Riski HR dan Okto Heliyana HR. Terima kasih atas do’a, dukungan,
semangat, dan kebahagiaan yang senantiasa muncul saat bersama yang
menjadi motivasi bagi penulis, semoga kita dapat berkumpul lagi di surga-
Nya;
9. Keluarga besar HM HERMAN HS, terimakasih atas do’a, dukungan,
semangat, nasihat yang menjadi sumber kekuatan bagi penulis dalam
menyelesaikan proses pembelajaran di FK Unila;
10. Seluruh staf pengajar Program Studi Pendidikan Dokter Unila atas ilmu
yang telah diberikan kepada penulis untuk menambah wawasan yang
menjadi landasan untuk mencapai cita-cita;
11. Seluruh staf Tata Usaha, Akademik, pegawai, dan karyawan FK Unila
yang telah banyak membantu penulis selama proses pembelajaran di FK
Unila;
12. Seluruh staff Poliklinik THT-KL, Rekam Medik dan Diklat Rumah Sakit
Abdul Moeloek Provinsi Lampung terimakasih atas bantuan dan sarannya
selama proses penelitian;
13. Pasien-pasien yang telah bersedia menjadi responden selama penelitian
terimakasih atas bantuan, do’a dan dukungan nya;
14. Terimakasih kepada guru-guruku tersayang yang telah memberikan ilmu
yang sangat bermanfaat untuk penulis;
15. Sahabat-sahabatku echa, wita dan lantani yang selalu menjadi pelipur lara
dan membersamai setiap proses perjalanan menuntut ilmu baik susah
ataupun senang selama di FK-UNILA;
16. Teman-teman KKN SB15 bang venus, bang posan, zyo, maria dan ara,
terimakasih atas doa, semangat, motivasi dan dukungan kalian serta
kebersamaan kita selama 40 hari di desa;
17. Teman-teman bimbingan dr. Mukhlis, Sp.THT : firdha, sekar, fakih, sarah,
nova dan nadia terimakasih untuk bantuan, semangat dan jadi teman
seperjuangan selama skripsi ini;
18. Teman-teman bimbingan dr. Roro, Sp.A : ulima, vermitia, belmon, niddia
dan veve terimakasih untuk bantuan, semangat dan jadi teman
seperjuangan selama skripsi ini;
19. Keluarga FK Kotabumi 2014, desti, dimas, panji, ice, atika, gita, nabila,
raqi, rifda, terimakasih atas bantuan dan kebersamaan yang telah kita lalui
selama perkulihan;
20. Teman-teman dari smanda kotabumi andre, desti, annisa, jokowi, cae, rizki
aprilia, arisandi, noeril dan sheldy terimakasih untuk setiap canda tawa dan
kebersamaan yang kita lalui;
21. Sahabat-sahabat kecil ku, intan, reres, yesi, maya, terimakasih atas
bantuan, dukungan, semangat serta do’a yang telah kalian berikan;
22. Teman-teman angkatan 2014 (CRANIAL) yang tidak dapat saya sebutkan
satu per satu. Terimakasih atas kebersamaan, kebahagiaan, suka, duka,
solidaritas selama 3,5 tahun perkuliahan ini, semoga kelak kita semua bisa
menjadi dokter yang baik dan berguna untuk masyarakat;
23. Kakak-kakak dan adik tingkat (angkatan 2002-2017) terimakasih sudah
memberikan semangat kebersamaan dalam satu kedokteran;
24. Dan semua pihak yang turut berkontribusi dalam penyelesaian skripsi ini
yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, terima kasih atas segala
kebaikan yang telah diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh
dari kesempurnaan, namun penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat
dan pengetahuan baru kepada setiap orang yang membacanya. Semoga segala
perhatian, kebaikan dan keikhlasan yang diberikan selama ini mendapat balasan
dari Allah SWT. Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Bandarlampung, Mei 2018.
Penulis
Mai Rista Nila Sari
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI................................................................................................... i
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. v
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 11.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 61.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 7
1.3.1 Tujuan Umum.................................................................................. 71.3.2 Tujuan Khusus................................................................................. 7
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 71.4.1 Bagi Penulis ................................................................................... 71.4.2 Bagi Institusi Pendidikan ............................................................... 71.4.3 Bagi Institusi Kesehatan ................................................................ 81.4.4 Bagi Masyarakat ............................................................................ 8
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku ...................................................................................................... 92.1.1 Pengertian Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) .................... 92.1.2 PHBS di Rumah Tangga .................................................................. 102.1.3 Manfaat PHBS Bagi Rumah Tangga ............................................... 112.1.4 Target RumahTangga ber- PHBS ................................................... 12
2.2 Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) .................................................... 162.2.1 Anatomi Telinga .............................................................................. 162.2.2 Fisiologi Telinga Tengah ................................................................. 182.2.3 Definisi............................................................................................. 202.2.4 Etiologi............................................................................................. 212.2.5 Bakteriologi Otitis Media Supuratif Kronik ................................... 222.2.6 Patofisiologi Telinga Tengah ........................................................... 232.2.7 Patogenesis....................................................................................... 24
2.2.8 Faktor Risiko.................................................................................... 262.2.9 Diagnosis ......................................................................................... 38
2.3 Hubungan PHBS dengan OMSK............................................................... 392.4 Kerangka Teori........................................................................................... 422.5 Kerangka Konsep ....................................................................................... 422.6 Hipotesis..................................................................................................... 43
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian........................................................................................ 443.2 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................... 44
3.2.1 Tempat Penelitian............................................................................. 443.2.2 Waktu Penelitian .............................................................................. 44
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................. 453.3.1 Populasi ........................................................................................... 453.3.2 Sampel ............................................................................................. 45
3.4 Identifikasi Variabel................................................................................... 483.4.1 Variabel Bebas ................................................................................. 483.4.2 Variabel Terikat ............................................................................... 48
3.5 Definisi Operasional................................................................................... 483.6 Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 493.7 Instrumen Penelitian .................................................................................. 503.8 Uji Instrumen ............................................................................................. 51
3.8.1 Uji Validitas ..................................................................................... 513.8.2 Uji Realibilitas ................................................................................. 51
3.9 Alur Penelitian ........................................................................................... 523.10 Pengolahan dan Analisis Data.................................................................. 53
3.10.1 Pengolahan Data ........................................................................... 533.10.2 Analisis Data .................................................................................. 53
3.11 Etika Penelitian ........................................................................................ 54
4.1 Hasil Penelitian .......................................................................................... 554.2 Pembahasan................................................................................................ 59
BAB 5. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan .................................................................................................... 675.2 Saran........................................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Desain Penelitian……………………………………………………..….44
2. Definisi Operasional Penelitian…………………………………….……48
3. Karakteristik Responden.…………………………………………….….56
4. Jumlah Responden OMSK dan Tidak OMSK……………………….….56
5. Angka Kejadian OMSK…………………………………………...…….57
6. Gambaran PHBS Berdasarkan Jenis Kelamin………………………..….57
7. Hubungan PHBS Terhadap Angka Kejadian OMSK ……..………..…..58
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Anatomi Telinga…………………………………………….…………..18
2. Telinga Tengah dan Tulang - Tulang Pendengaran…………………….20
3. Gambaran OMSK………………………………………………………39
4. Kerangka Teori Penelitian........................................................................42
5. Kerangka Konsep Penelitian.....................................................................42
6. Alur Penelitian..........................................................................................52
v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Lembar Informed Concent........................................................................70
1.1 Permohonan menjadi responden…..…….…………………...……...70
1.2 Pernyataan kesediaan menjadi responden……………………...…....71
2. Kuesioner...................................................................................................72
3. Validitas dan Reliabilitas...........................................................................77
4. Uji Chi Square...........................................................................................81
5. Surat Izin Penelitian..................................................................................83
6. Persetujuan Etik........................................................................................84
BAB 1PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
OMSK merupakan penyakit Telinga Hidung dan Tenggorok (THT) yang
paling banyak di negara berkembang (Helmi, 2010). OMSK dapat dibagi
dalam kasus-kasus tanpa atau dengan kolesteatoma (Chole RA dan Nason R,
2009). OMSK dengan kolesteatoma sering disebut sebagai tipe bahaya
(Caponetti G dkk, 2009). OMSK tipe bahaya dapat menginvasi tulang dan
mengakibatkan osteomielitis atau destruksi tulang oleh kolesteatoma.
Tendensi OMSK untuk menyebabkan komplikasi tergantung tergantung pada
keadaan patologis yang menyebabkan otorea kronis, biasanya didapatkan
pada tipe bahaya (Ludman, 2011).
Tindakan pembedahan bertujuan menghentikan sekret secara permanen
dengan membersihkan semua jaringan patologis, mencegah kerusakan fungsi
lebih lanjut akibat infeksi dan menghindari penderita dari komplikasi (Helmi,
2010). Kejadian OMSK dengan atau tanpa komplikasi merupakan penyakit
telinga umum di negara-negara berkembang. Beban dunia akibat OMSK
melibatkan 65 sampai 330 juta orang dengan telinga berair. Di India,
dilaporkan terdapat 17,4% penderita dengan otitis media kronis dari seluruh
2
penderita yang berobat ke salah satu klinik THT, 15% diantaranya dijumpai
kolesteatoma dan 5% mengalami komplikasi (Vikram BK dkk, 2008).
Berdasarkan survey epidemiologi di seluruh dunia, didapatkan 65 sampai 330
juta orang menderita OMSK dengan otorea dan 60% (39 sampai 200 juta
orang) diantaranya mengalami gangguan pendengaran yang signifikan. Pada
tahun 2012 diperkirakan prevalensi OMSK di Indonesia berkisar 5,4% (semua
umur) dan 2,4% prevalensi OMSK di negara-negara tetangga seperti
Vietnam, Thailand, Filipina dan Malaysia (WHO, 2012). Di Indonesia,
menurut Survey Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran, Departemen
kesehatan tahun 1993-1996 prevalensi OMSK adalah 3,1%-5,2% populasi,
usia terbanyak penderita infeksi telinga tengah adalah usia 7-18 tahun dan
penyakit telinga tengah terbanyak adalah OMSK. Prevalensi OMSK di RS Dr
Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tahun 1989 sebesar 15,21%. Di RS Hasan
Sadikin Bandung dilaporkan prevalensi OMSK selama periode 1988-1990
sebesar 15,7% dan pada tahun 1991 dilaporkan sebesar 10, 96%. Prevalensi
penderita OMSK di RS Dr Sardjito Yogyakarta pada tahun 1997 sebesar 8,2%
(Depkes, 2003). Survey Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengaran terakhir di delapan provinsi Indonesia menunjukan angka
morbiditas THT sebesar 38,6% (Depkes, 2014). Pasien OMSK meliputi 25%
dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.
Berdasarkan survey Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran
oleh Departemen Kesehatan RI tahun 1994-1996, angka kesakitan
(morbiditas) Telinga, Hidung, dan Tenggorokan (THT) di Indonesia sebesar
3
38,6% dengan prevalensi morbiditas tertinggi pada kasus telinga dan
gangguan pendengaran yaitu sebesar 38,6% dan prevalensi otitis media
supuratif kronik antara 2,1-5,2% (Paparella, dkk 2001). Data poliklinik THT
RSUD. DR. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung tahun 2017 menunjukan
pasien OMSK merupakan 16,1% dari seluruh kunjungan pasien.
Prevalensi PHBS di Indonesia pada tahun 2011 masih rendah yaitu 38,7%,
dibandingkan dengan target Nasional sampai tahun 2013 sebesar 65,0%. Hasil
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) juga menghasilkan peta masalah kesehatan
yang terkait dengan PHBS yaitu kurang makan buah dan sayur pada
penduduk umur kurang dari 10 tahun adalah 93,6%, pemakaian air bersih
dalam rumah tangga per orang setiap hari <20 liter adalah 14,4%, yang
menggunakan jamban sendiri adalah 60%, rumah tangga yang tidak ada
penampungan sampah dalam rumah adalah 72,9% (Riskesdas, 2012)
Komplikasi OMSK tipe bahaya mempunyai tanda dan gejala klinis yang khas
serta mempunyai tingkat morbiditas dan mortalitas tinggi. Komplikasi serius
pada OMSK adalah penyebaran infeksi ke sistem saraf pusat. Beberapa
penelitian terdahulu menjelaskan profil penderita OMSK, tetapi tidak
menggambarkan penderita tipe bahaya. Faktor risiko dari OMSK belum jelas,
namun infeksi saluran napas atas berulang dan kondisi sosio-ekonomi yang
buruk, seperti: perumahan padat, higienitas dan nutrisi yang buruk yang
berhubungan dengan perkembangan OMSK (Acuin, 2008).
4
Faktor-faktor risiko OMSK belum bisa disebutkan dengan jelas dalam
literatur yang ada. Penyakit ini tidak lebih umum dibandingkan OMA yang
sudah banyak dilakukan penelitian pendahuluan dimana kondisi-kondisi yang
menjelaskan hubungan dengan meningkatkan insiden OMSK masih kurang.
Faktor-faktor risiko yang kita ketahui saat ini lebih banyak dari kajian OMA
yang dipakai juga sebagai faktor-faktor risiko OMSK. Hal ini berdasarkan
pengamatan bahwa OMA berulang dapat berkembang menjadi OMSK dan
35% anak yang menderita OMA berulang juga menderita OMSK,
dibandingkan hanya 4% anak yang menderita 5 kali episode OMA, meskipun
angkanya jauh lebih rendah namun angka ini menunjukan bahwa prevalensi
OMSK akibat infeksi bukan merupakan penyebab utama (Acuin, 2004).
Penelitian meta analisis yang telah dilakukan menunjukan bahwa alergi,
riwayat infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), riwayat otitis media akut
(OMA), paparan asap rokok dan rendahnya status sosial adalah faktor-faktor
risiko yang penting untuk OMSK. Faktor-faktor risiko yang lain yang belum
di identifikasi harus ditemukan melalui penelitian lebih lanjut dengan kajian
yang teliti (Zhang et al, 2014).
PHBS dapat mencegah terjadinya penyakit dan melindungi diri dari ancaman
penyakit. Dampak PHBS yang tidak baik dapat mengakibatkan terjadinya
suatu penyakit diantaranya yaitu diare, muntaber, disentri, DBD dan OMSK
(Syafrizal, 2002). OMSK sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan perilaku
diri sendiri, seperti: kebiasaan mencuci tangan yang kurang baik, mudah
terkena polusi udara (asap rokok) atau perilaku merokok di dalam rumah dan
5
nutrisi yang buruk yaitu kurangnya asupan makanan yang bergizi seperti
makan buah dan sayur setiap hari. OMSK dipengaruhi atau ditimbulkan oleh
tiga hal yaitu adanya kuman (terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus,
dan riketsia), keadaan daya tahan tubuh (status nutrisi, imunisasi) dan keadaan
lingkungan (rumah yang kurang ventilasi, lembab, basah, dan kepadatan
penghuni) (Soepardi dkk, 2007).
Bakteri Staphylococcus aureus adalah bakteri aerob yang paling sering
ditemukan pada kasus OMSK diikuti oleh Pseudomonas aeruginosa, diantara
bakteri tersebut, Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri yang dapat
menyebabkan kerusakan yang progresif pada telinga tengah dan struktur
mastoid melalui toksin dan enzim yang diproduksi oleh bakteri tersebut,
selain itu ada beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya
OMSK yaitu : riwayat infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), alergi, riwayat
otitis media akut (OMA), paparan asap rokok, lingkungan padat dan
rendahnya status sosial (Rout MR dkk, 2009).
Berdasarkan data tersebut, keberadaan OMSK tidak bisa dipandang sebelah
mata saja. Adanya terapi yang sesuai dan efisien untuk dapat mengatasinya
agar tidak menimbulkan komplikasi. Namun, terapi untuk OMSK terkadang
membutuhkan waktu yang cukup lama dan harus berulang-ulang karena
sekret yang keluar biasanya tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi.
Kondisi tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti adanya perforasi
membran timpani yang permanen. Selain itu juga sumber infeksi lain pada
6
organ yang berada di sekitar telinga tengah seperti faring, nasofaring, hidung
dan sinus paranasal (Gross ND dkk, 2008).
Pengobatan OMSK yang efektif harus didasarkan pada faktor-faktor
penyebabnya dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian pada waktu
pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit
menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi
penyembuhan serta menganggu fungsi dan proses infeksi yang terdapat
ditelinga. Bila didiagnosis kolesteatoma maka mutlak harus dilakukan operasi
dan terapi obat-obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum
dilakukannya tindakan operasi.
Sehingga dalam hal ini peneliti ingin mengetahui apakah terdapat hubungan
antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) terhadap angka kejadian
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) di Poliklinik THT-KL RSUD. DR. H.
Abdul Moeloek Bandar Lampung.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah yaitu
“Apakah terdapat hubungan antara PHBS terhadap angka kejadian OMSK di
poliklinik THT-KL RSUD DR. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung?”
7
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan
PHBS terhadap angka kejadian OMSK di poliklinik THT-KL RSUD
DR. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran PHBS pada pasien penderita OMSK di
poliklinik THT-KL RSAM
2. Mengetahui gambaran OMSK pada pasien di poliklinik THT-KL
RSAM
3. Mengetahui hubungan antara PHBS dan OMSK pada pasien
penderita OMSK di poliklinik THT-KL RSAM
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Adapun manfaat bagi penulis yaitu untuk meningkatkan pengetahuan
tentang hubungan PHBS terhadap angka kejadian OMSK.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dalam
memberikan informasi dan pengetahuan tentang hubungan PHBS terhadap
angka kejadian OMSK.
8
3. Bagi Institusi Kesehatan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan
pelayanan kesehatan yaitu mensosialisasikan tentang hubungan PHBS
terhadap angka kejadian OMSK.
4. Bagi Masyarakat
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat yaitu untuk
menghindari semua kebiasaan yang dapat menjadikan faktor risiko
terjadinya OMSK dalam kehidupan sehari-hari.
9
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku
Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang terhadap stimulus atau
objek yang dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan
dan minuman serta lingkungan. Perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan
menjadi 3 kelompok, yaitu :
1. Perilaku pemeliharaan kesehatan yaitu perilaku atau usaha-usaha
seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan
usaha untuk penyembuhan apabila sakit.
2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan
kesehatan yaitu perilaku yang menyangkut upaya atau tindakan seseorang
pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. Perilaku ini dimulai
dari mengobati sendiri sampai mencari pengobatan keluar negeri.
3. Perilaku kesehatan lingkungan yaitu bagaimana seseorang merespon
lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya dan sebagainya
sehingga lingkungan tersebut tidak memengaruhi kesehatannya.
2.1.1 Pengertian Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
PHBS adalah semua perilaku yang dilakukan atas kesadaran sehingga
anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di
10
bidang kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan
dimasyarakat (Departemen Kesehatan RI, 2007). PHBS adalah upaya
memberikan pengalaman belajar bagi perorangan, keluarga, kelompok
dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan
informasi dan melakukan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan,
sikap dan perilaku melalui pendekatan advokasi, bina suasana (social
support) dan gerakan masyarakat (empowerment) sehingga dapat
menerapkan cara hidup sehat dalam rangka menjaga, memelihara dan
meningkatkan kesehatan masyarakat (Kementerian Kesehatan RI,
2011).
2.1.2 PHBS Di Rumah Tangga
PHBS di rumah tangga adalah upaya untuk memperdayakan anggota
rumah tangga agar tahu, mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup
bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di
masyarakat. PHBS di rumah tangga dilakukan untuk mencapai rumah
tangga Ber-PHBS. Menurut Dapartemen Kesehatan RI (2007) rumah
tangga Ber-PHBS adalah rumah tangga yang melakukan 10 PHBS di
rumah tangga yaitu:
a. Persalinan di tolong oleh tenaga kesehatan
b. Memberi bayi asi ekslusif
c. Menimbang balita setiap bulan
d. Menggunakan air bersih
e. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
11
f. Menggunakan jamban sehat
g. Memberantas jentik di rumah sekali seminggu
h. Makan buah dan sayur setiap hari
i. Melakukan aktifitas fisik setiap hari
j. Tidak merokok di dalam rumah
2.1.3 Manfaat PHBS Bagi Rumah Tangga
a. Bagi Rumah Tangga :
1) Setiap anggota keluarga menjadi sehat dan tidak mudah sakit.
2) Anak tumbuh sehat dan cerdas.
3) Anggota keluarga giat bekerja.
4) Pengeluaran biaya rumah tangga dapat ditujukan untuk memenuhi
gizi keluarga, pendidikan dan modal usaha untuk menambah
pendapatan keluarga.
b. Bagi Masyarakat:
1) Masyarakat mampu mengupayakan lingkungan sehat.
2) Masyarakat mampu mencegah dan menanggulangi masalah
masalah kesehatan.
3) Masyarakat memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada.
4) Masyarakat mampu mengembangkan Upaya Kesehatan
Bersumber Masyarakat (UKBM).
12
c. Sasaran PHBS di Rumah Tangga
Sasaran PHBS di rumah tangga adalah seluruh anggota keluarga,
yaitu :
1) Pasangan usia subur.
2) Ibu hamil dan menyusui.
3) Anak dan remaja.
4) Usia lanjut.
5) Pengasuh anak.
2.1.4 Target Rumah Tangga ber- PHBS
PHBS merupakan salah satu indikator untuk menilai kinerja
pemerintah daerah kabupaten/kota di bidang kesehatan, yaitu dengan
pencapaian 70% rumah tangga sehat. Untuk mengukur keberhasilan
sasaran strategis tersebut diatas, maka ditetapkan indikator
“Persentase Rumah Tangga yang melaksanakan PHBS”. Rumah
tangga berperilaku hidup bersih dan sehat merupakan upaya untuk
memberdayakan anggota keluarga agar tahu, mau dan mampu
melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif
dalam gerakan kesehatan di masyarakat. Rumah Tangga Ber-PHBS
didapatkan dari rumah tangga yang seluruh anggotanya berperilaku
hidup bersih dan sehat.
a. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang dimaksud
tenaga kesehatan disini seperti dokter, bidan dan tenaga para
medis lainnya.
13
b. Bayi diberi ASI eksklusif seorang ibu dapat memberikan buah
hatinya ASI eksklusif yakni pemberian ASI tanpa makanan dan
minuman tambahan lain pada bayi mulai usia nol hingga enam
bulan.
c. Balita ditimbang setiap bulan penimbangan bayi dan balita
setiap bulan dimaksudkan untuk memantau pertumbuhan balita
tersebut setiap bulan. Penimbangan ini dilaksanakan di
Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) mulai usia 1 bulan hingga 5
tahun.
d. Menggunakan air bersih dalam kehidupan sehari-hari seperti
memasak, mandi, hingga untuk kebutuhan air minum. Air yang
tidak bersih banyak mengandung kuman dan bakteri yang dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit.
e. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun mencuci tangan di
air mengalir dan memakai sabun dapat menghilangkan
berbagai macam kuman dan kotoran yang menempel di tangan
sehingga tangan bersih dan bebas kuman.
f. Menggunakan jamban sehat, Jamban adalah suatu ruangan
yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia yang
terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher
angsa atau tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi
dengan unit penampungan kotoran dan air untuk
membersihkannya. Ada beberapa syarat untuk jamban sehat,
yakni tidak mencemari sumber air minum, tidak berbau, tidak
14
dapat dijamah oleh serangga dan tikus, tidak mencemari tanah
sekitarnya, mudah dibersihkan dan aman digunakan,
dilengkapi dinding dan atap pelindung, penerangan dan
ventilasi udara yang cukup, lantai kedap air, tersedia air, sabun
dan alat pembersih.
g. Memberantas jentik di rumah sekali seminggu lakukan
Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) di lingkungan rumah tangga.
PJB adalah pemeriksaan tempat perkembangbiakan nyamuk
yang ada di dalam rumah, seperti bak mandi, WC, vas bunga,
tatakan kulkas dan di luar rumah seperti talang air dan lain-lain
yang dilakukan secara teratur setiap minggu. Selain itu, juga
lakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 3
M (Menguras, Mengubur, Menutup).
h. Makan sayur dan buah setiap hari, konsumsi sayur dan buah
sangat dianjurkan karena banyak mengandung berbagai macam
vitamin, serat dan mineral yang bermanfaat bagi tubuh.
i. Melakukan aktivitas fisik setiap hari, aktifitas fisik baik berupa
olahraga maupun kegiatan lain yang mengeluarkan tenaga yang
sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik, mental dan
mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar
sepanjang hari. Jenis aktifitas fisik yang dapat dilakukan dalam
kehidupan sehari-hari yakni berjalan kaki, berkebun, mencuci
pakaian dan lain-lainnya.
15
j. Tidak merokok di dalam rumah, hal ini dikarenakan dalam satu
puntung rokok yang diisap akan mengeluarkan lebih dari 4.000
bahan kimia berbahaya, diantaranya adalah nikotin, tar dan
karbon monoksida (CO).
Menurut Lawrence Green faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
3 faktor utama (Notoatmodjo, 2007), yakni :
a. Faktor-faktor Predisposisi (Predisposing Factors).
Faktor-faktor predisposisi adalah faktor-faktor yang
mempermudah atau mempredisposisikan terjadinya perilaku
seseorang. Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap
masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan
masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan,
sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan,
tingkat sosial ekonomi dan sebagainya.
b. Faktor-faktor Pemungkin (Enabling Factors).
Faktor-faktor pemungkin adalah faktor-faktor yang
memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan.
Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau
fasilitas kesehatan bagi masyarakat. Fasilitas ini pada
hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya
perilaku kesehatan maka faktor-faktor ini disebut juga faktor
pendukung. Misalnya Puskesmas, Posyandu, Rumah Sakit,
16
tempat pembuangan air, tempat pembuangan sampah dan
sebagainya.
c. Faktor-faktor penguat (Reinforcing Factors).
Faktor-faktor penguat adalah faktor-faktor yang mendorong
atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang
meskipun orang mengetahui untuk berperilaku sehat tetapi
tidak melakukannya. Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan
perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku
para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga disini
undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun
dari pemerintah daerah terkait dengan kesehatan.
2.2 Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)
2.2.1 Anatomi Telinga
Anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, telinga
tengah dan telinga dalam. Telinga luar terdiri dari aurikula, kanalis
akustikus eksternus sampai membran timpani. Kavum timpani
merupakan rongga yang di sebelah lateral dibatasi oleh membran
timpani, di sebelah medial oleh promontorium, di sebelah superior oleh
segmen timpani dan inferior oleh bulbus jugularis dan nervus fasialis.
Dinding posterior dekat ke atap, mempunyai satu saluran disebut aditus,
yang menghubungkan kavum timpani dengan antrum mastoid melalui
epitimpanum. Pada bagian posterior ini, dari medial ke lateral, terdapat
eminentia piramidalis yang terletak di bagian superior-medial dinding
17
posterior, kemudian sinus posterior yang membatasi eminentia
piramidalis dengan tempat keluarnya korda timpani. Tuba Eustachius
disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani, bentuknya seperti
huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan antara
kavum timpani dengan nasofaring.
Tuba Eustachius terdiri dari 2 bagian yaitu :
1. Tulang yang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
2. Tulang rawan yang terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3
bagian).
Fungsi tuba Eusthachius untuk ventilasi telinga yang mempertahankan
keseimbangan tekanan udara di dalam kavum timpani dengan tekanan
udara luar, drainase sekret yang berasal dari kavum timpani menuju ke
nasofaring dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring menuju ke
kavum timpani. Di dalam kavum timpani terdapat tiga buah tulang
pendengaran (osikel), dari luar ke dalam maleus, inkus dan stapes. Selain
itu terdapat juga korda timpani, muskulus tensor timpani dan
ligamentum muskulus stapedius. Rongga mastoid berbentuk seperti
segitiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap mastoid adalah fossa
kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior.
Sinus sigmoid terletak di bawah duramater pada daerah tersebut dan
pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum (Helmi, 2010).
18
Gambar 1. Anatomi telinga
2.2.2 Fisiologi Telinga Tengah
Tuba Eustachius memiliki 4 fungsi fisiologi terhadap telinga yaitu
sebagai berikut: (Bluestone dan Klein, 2007)
1. Pengaturan tekanan (ventilatory function).
Fungsi ventilasi mengatur agar tekanan udara di telinga tengah sama
dengan tekanan udara luar dengan cara kontraksi dari m. tensor veli
palatini pada saat menelan yang menyebabkan tuba eustachius
terbuka secara periodik, sehingga dapat mempertahankan tekanan
udara di telinga tengah mendekati normal. Fungsi ventilasi tuba
eustachius ini berkembang sesuai usia dimana pada anak tidak
sebaik pada orang dewasa.
2. Proteksi infeksi yang berasal dari daerah nasofaring (anatomic,
immunologic and mucociliary defence).
Proteksi ini dapat terjadi melalui anatomi fungsional tuba
Eustachius – telinga tengah, pertahanan mukosiliar lapisan
membran mukosa dan pertahanan imunologi lokal. Sebagai contoh
19
saat kita mengunyah maka bagian akhir dari proksimal tuba
eustachius akan terbuka, namun sekret yang berasal dari nasofaring
tidak dapat masuk ke telinga tengah karena terdapat isthmus pada
tuba eustachius. Perlindungan telinga tengah – mastoid juga
dilakukan oleh epitel respiratori lumen tuba eustachius dengan cara
pertahanan imunologi lokal maupun pertahanan mukosilia, yaitu
drainase.
3. Fungsi drainase tuba eustachius (mucociliary clearance and
muscular clearance (pumping action).
Terdapat 2 mekanisme drainase tuba eustachius, yaitu drainase
mukosilia dan muskular. Drainase mukosilia yaitu pergerakan silia
bermula dari bagian telinga tengah kemudian makin ke distal dan
aktif menuju tuba eustachius untuk membersihkan sekret di telinga
tengah. Drainase muskular disebut aksi pompa, yaitu pemompaan
drainase sekret telinga tengah ke nasofaring yang terjadi saat tuba
eustachius menutup secara pasif.
4. Faktor tegangan permukaan (surface tension factor)
Tegangan permukaan lumen tuba eustachius dapat memperkuat
fungsi tuba eustachius seperti hal nya surfaktan dalam paru,
ditunjukkan oleh suatu surfactant-like phospolipid dalam telinga
tengah dan tuba eustachius.
20
A
B
Gambar 2. Telinga Tengah dan Tulang - Tulang Pendengaran
2.2.3 Definisi
Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah infeksi kronik di telinga
tengah ditandai dengan perforasi membran timpani dan sekret yang
keluar terus menerus atau hilang timbul, sekret berupa serous, mukoid
atau purulen lebih dari 8 minggu (Bluestone, Klein, 2007). OMSK
adalah inflamasi kronik dari telinga tengah dan mukosa mastoid dimana
membran timpani tidak intake (perforasi atau terpasang tympanostomy
tube) dan terdapat sekret (Verhoeff et al, 2005).
Otitis media supuratif kronik terdiri dari 2 tipe yaitu OMSK tipe
benigna (aman) dan tipe maligna (bahaya). Kedua tipe tersebut dapat
21
bersifat aktif atau tenang. Disebut sebagai OMSK tipe maligna karena
dapat menyebabkan berbagai komplikasi berupa gangguan
pendengaran, gangguan keseimbangan, paresis fasialis hingga
komplikasi intrakranial bahkan kematian (Bluestone, Klein, 2007).
Beberapa sistem tatanama dikembangkan untuk membedakan antara
berbagai jenis otitis media, agar didapat pemahaman yang benar tentang
OMSK sehingga penatalaksanaan peradangan telinga tengah tepat
sasaran. Perforasi membran timpani yang menetap dan cairan yang
keluar dari telinga tengah membedakan OMSK dari bentuk lain dari
otitis media kronik. OMSK juga disebut chronic active mucosal otitis
media, oto-mastoiditis kronik dan tympanomastoiditis kronik. Yang
bukan termasuk OMSK adalah otitis media kronik non-suppurative,
otitis media kronik dengan efusi, chronic secretory otitis media, chronic
seromucous otitis media, chronic middle ear catarrh, chronic serous
otitis media, chronic mucoid otitis media, otitis media dengan efusi
persisten dan glue ear (Acuin, 2004)
2.2.4 Etiologi
Terjadinya OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang
pada anak, jarang di mulai setelah dewasa. Otitis media akut dimulai
oleh adanya infeksi virus yang merusak mukosa siliar pada saluran
nafas atas sehingga bakteri patogen masuk dari nasofaring ke telinga
tengah melalui tuba eustachius dengan gerakan mundur (retrograde
movement). Bakteri-bakteri ini memperoleh respon inflamasi yang kuat
22
dari mukosa telinga tengah sama seperti infiltrasi leukosit. Posisi tuba
eustachius yang relatif horizontal pada anak juga meningkatkan
kerentanan anak untuk terjadinya refluks sekresi dari nasofaring ke
telinga tengah (Chole dan Nasun, 2009).
2.2.5 Bakteriologi Otitis Media Supuratif Kronik
OMSK dapat dibedakan dengan OMA menurut jenis bakterinya. Pada
OMA bakteri yang ditemukan di telinga tengah adalah Streptococcus
pneumoniae, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae dan
Micrococcus catarrhalis. Patogen ini mungkin berasal dari traktus
respiratorius yang menginsuflasi dari nasofaring ke telinga tengah
melalui tuba eustachius pada saat terjadi infeksi saluran pernapasan
atas. Pada OMSK bakteri yang ditemukan mungkin bakteri aerob yaitu:
Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Staphylococcus aureus,
Streptococcus pyogenes, Proteus mirabilis, Klebsiella sp. Ataupun
bakteri-bakteri anaerob yaitu: Bacteroides, Peptostreptococcus,
Proprionibacterium. Bakteri tersebut jarang ditemukan di kulit liang
telinga, tetapi ini dapat menyebar bila terjadi trauma, peradangan,
laserasi atau kelembaban tinggi. Bakteri ini mungkin dapat masuk ke
telinga tengah melalui perforasi membran telinga kronis. Di antara
bakteri ini, P. aeruginosa yang terutama dianggap paling sering
menyebabkan kerusakan telinga tengah dan struktur mastoid yang
progresif akibat toksin dan enzim-enzim yang dihasilkan (Dhingra,
2007).
23
Bakteri yang paling sering dapat diisolasi adalah Pseudomonas spp
(43,2%) kemudian diikuti Staphylococcus aureus (31%). Organisme
yang terlibat pada OMSK lebih dominan bersifat oportunistik terutama
yaitu P. Aeruginosa. Penelitian yang dilakukan di negara-negara lain
menunjukkan bahwa P. aeruginosa adalah organisme yang predominan
dan berhubungan dengan sekitar 20%-50% kasus OMSK.
Staphylococcus aureus juga dapat ditemukan namun proporsi sampel
yang positif untuk Staphylococcus aureus berbeda-beda dari penelitian
yang satu dengan yang lain. Pada anak suku Aborigin, OMSK juga
dihubungkan dengan kuman non-typeable H. influenzae yaitu sebesar
22%, sedangkan Streptococcus pneumoniae jarang dapat ditemukan
pada hasil kultur yaitu sebesar 3% (Loy AHC, 2009).
2.2.6 Patofisiologi Telinga Tengah
Bluestone dan Klein (2007) juga menjelaskan patofisiologi telinga
tengah sebagai berikut :
1. Ketidakseimbangan pengaturan tekanan telinga tengah.
Ketidakseimbangan tekanan telinga tengah disebabkan obstruksi
anatomis intralumen, perilumen dan peritubal. Dapat pula
disebabkan kegagalan mekanisme pembukaan tuba (functional
obstruction).
2. Hilangnya fungsi proteksi tuba eustachius.
Disebabkan karena tuba yang abnormal, tuba yang pendek dan
tekanan udara dalam kavum timpani-nasofaring yang tidak normal.
24
Hilangnya fungsi proteksi juga disebabkan karena telinga tengah
dan mastoid yang tidak intake.
3. Ketidakseimbangan fungsi drainase tuba eustachius (mucociliary
clearance and muscular clearance (pumping action).
2.2.7 Patogenesis
Patogenesis OMSK benigna terjadi karena proses patologi telinga
tengah, pada tipe ini didahului oleh kelainan fungsi tuba, faktor
penyebab utama dari otitis media. Pencegahan invasi kuman ke telinga
tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah
dan terjadi peradangan. Kadang-kadang infeksi berasal dari telinga luar
masuk ke telinga tengah melalui perforasi membran timpani, maka
terjadilah proses inflamasi. Bila terbentuk pus akan terperangkap di
dalam kantong mukosa telinga tengah. Dengan pengobatan yang cepat
dan adekuat dan dengan perbaikan fungsi ventilasi telinga tengah,
biasanya proses patologis akan berhenti dan kelainan mukosa akan
kembali normal. Respon inflamasi yang timbul adalah berupa
pembengkakan mukosa. Jika proses inflamasi ini tetap berjalan, pada
akhirnya dapat menyebabkan terjadinya ulkus dan merusak epitel.
Mekanisme pertahanan tubuh penderita dalam menghentikan infeksi
biasanya menyebabkan terdapatnya jaringan granulasi yang pada
akhirnya dapat berkembang menjadi polip di ruang telinga tengah. Jika
lingkaran antara proses inflamasi, ulserasi, infeksi dan terbentuknya
25
jaringan granulasi ini berlanjut terus akan merusak jaringan sekitarnya
(Helmi, 2010).
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani
menetap pada OMSK :
1. Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang
mengakibatkan produksi sekret telinga purulen berlanjut.
2. Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan
spontan pada perforasi.
3. Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan
melalui mekanisme migrasi epitel.
Pada pinggir perforasi, epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan
yang cepat di atas sisi medial dari membran timpani yang hal ini juga
mencegah penutupan spontan dari perforasi. Tahap awal otitis media
terjadi perubahan patologis pada mukosa dan tulang yang bersifat
reversibel dan berlanjut pada tahap kronik berupa penyakit
mukoperiosteal yang bersifat menetap. Episode otorea berulang dan
perubahan mukosa ditandai dengan osteoneogenesis, erosi tulang dan
osteitis yang terjadi pada tulang temporal dan osikula. Proses ini akan
diikuti destruksi osikula dan perforasi membran timpani yang akan
mengakibatkan gangguan pendengaran (O’Connor dkk, 2009).
26
2.2.8 Faktor Risiko
Otitis media pada dasarnya merupakan penyakit menular dengan infeksi
bakteri dan virus dalam lingkungan dimana respon imun host akan
melawan terhadap infeksi. Faktor utama yang mempengaruhi risiko
perkembangan otitis media dapat berasal dari faktor pejamu atau faktor
lingkungan. Faktor-faktor ini berinteraksi terutama di nasofaring dan
tuba eustachius (Kong dan Coates, 2009).
Alergi, riwayat infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), riwayat otitis
media akut (OMA), paparan asap rokok dan rendahnya status sosial
adalah faktor-faktor risiko yang penting untuk OMSK (Lasisi A.O,
2008). Faktor-faktor risiko yang diduga memiliki peran pada terjadinya
OMSK menjadi faktor pejamu, faktor infeksi, faktor lingkungan dan
faktor sosiodemografi (Bluestone dan Klein, 2007).
1. Faktor pejamu
a. Sistem imun
Sistem imun yang belum sempurna pada anak-anak atau sistem
imun yang terganggu pada pasien dengan defisiensi imun
kongenital, infeksi HIV atau diabetes berperan pada perkembangan
otitis media. Otitis media merupakan penyakit infeksi yang
berkembang pada lingkungan yang pertahanan imunnya menurun.
Hubungan antara patogen dan pertahanan imun pejamu memegang
peranan penting dalam progresifitas penyakit. Kebanyakan data
perkembangan alami kekebalan terhadap pneumococcus dan otitis
27
media berfokus pada antibodi serum Ig G terhadap polisakarida
pneumococcus. Ig A spesifik mukosa polisakarida pneumococcus
dan antibodi serum Ig G pada anak setelah terpapar perlahan-lahan
meningkat sejalan dengan perkembangan usia melalui serotipe
yang sesuai. Antibodi Ig G dalam serum muncul untuk melindungi
perkembangannya menjadi otitis media tetapi tidak menurunkan
transfer nasofaringeal. Serotipe-antibodi Ig A mukosa spesifik
mengurangi kolonisasi oleh serotipe tertentu. Namun antibodi ini
tidak melindunginya dari kolonisasi dengan serotipe bakteri lain.
Ada kemungkinan bahwa anak dengan OMA berulang
memproduksi serotipe dan antibodi spesifik tetapi gagal
mengembangkan respon antibodi yang luas untuk melindungi
antigen protein yang masih ada. Imunodefisiensi ini mungkin
adalah mekanisme yang membuat anak-anak tertentu lebih rentan
terhadap otitis media.
b. Genetik
Faktor genetik mungkin berperan dalam pengaruh seorang individu
menjadi rentan terhadap timbulnya otitis media. Dalam sebuah
studi di Norwegia yang meneliti pada 2750 pasangan kembar
menyimpulkan bahwa kemungkinan otitis media diturunkan adalah
74% pada perempuan dan 45% pada laki-laki. Gen HLA-A2
dinyatakan berhubungan dengan OMA rekuren tapi tidak termasuk
OME (Kong dan Coates, 2009). Hubungan antara genetik dan otitis
media walaupun sudah dibuktikan pada beberapa studi namun
28
masih sulit dipisahkan dengan faktor lingkungan. Belum
ditemukan gen spesifik yang berhubungan dengan penyebab otitis
media. Seperti kebanyakan proses penyakit lain, efek dari paparan
lingkungan pada ekspresi gen mungkin berperan penting pada
patogenesis otitis media (Kvestad et al., 2008).
c. Kelainan kongenital
Kejadian OMA banyak ditunjukkan pada anak-anak dengan Down
Syndrom, palatoskisis yang tidak di repair dan gangguan kranio
fasial. Tingginya kejadian penyakit ini berhubungan dengan tuba
Eustachius yang tidak berfungsi dengan baik bersamaan dengan
kondisi kurangnya fungsi mencegah aspirasi sekret dari nasofaring
(Kong dan Coates, 2009).
d. Alergi
Alergi atau atopi merupakan faktor risiko yang signifikan untuk
OMSK. Alergen dalam ruangan dan alergi pada saluran pernapasan
seperti rinitis alergi berkontribusi pada timbulnya OMSK.
Prevalensi kondisi atopik, termasuk rhinitis alergi pada pasien
OMSK berkisar dari 24% sampai dengan 89%. Bukti baru dari
biologi seluler dan imunologi menjelaskan alergi sebagai penyebab
obstruksi tuba eustachius. Orang dengan kondisi alergi atau atopik
lebih beresiko untuk menderita OMSK. Adanya abnormalitas
sinonasal dan rinitis alergi mendukung patogenesis terjadinya
OMSK. Abnormalitas sinonasal akan menyebabkan disfungsi tuba
29
eustachius yang berperan dalam perkembangan OMSK (Zhang et
al., 2014).
2. Faktor infeksi
a. Riwayat ISPA
Otitis media pada anak-anak umur 6 bulan sampai 3 tahun yang
disebabkan oleh adanya riwayat ISPA sebesar 61%, yaitu 37% OMA
dan 24% OME, dengan etiologi terbanyak adalah infeksi virus
(Revai et al, 2007). Infeksi saluran napas dapat menyebabkan
peradangan dan mengganggu fungsi tuba eustachius sehingga
menurunkan tekanan di telinga tengah diikuti masuknya bakteri dan
virus ke dalam telinga tengah melalui tuba eustachius
mengakibatkan peradangan dan efusi di telinga tengah (Zhang et al,
2014). Adanya riwayat infeksi saluran nafas atas secara signifikan
meningkatkan risiko otitis media kronik. Pusat penitipan anak bisa
meningkatkan risiko paparan anak-anak terhadap patogen saluran
pernapasan. Hal ini bisa menjadi faktor risiko untuk riwayat ISPA
pada anak-anak. Infeksi saluran pernapasan akut disebabkan oleh
virus atau bakteri. Penyakit ini diawali dengan panas disertai salah
satu atau lebih dari gejala seperti tenggorokan sakit atau nyeri telan,
pilek, batuk kering atau berdahak. Kejadian infeksi saluran napas
akut (batuk pilek) dengan onset < 2 minggu atau berulang (kronik
eksaserbasi akut), > 4 kali dalam 3 bulan atau > 6 kali dalam 1 tahun
dengan menunjukkan tanda-tanda akut (Zhang et al., 2014)
30
b. Riwayat OMA
Imunodefisiensi juga dihubungkan dengan kejadian OMA rekuren
dengan keterlibatan sekresi Ig A yang mempengaruhi perlekatan
bakteri dan virus dan menunjukkan penurunan kolonisasi bakteri
pada nasofaring. OMA rekuren yang tidak berespon pada
pengobatan konvensional dan terapi pembedahan menunjukkan
tingkat IgG2 serum yang rendah, kurang berespon terhadap protein
polisakarida konjugasi vaksin Haemophilus Influenza dan tingkat
antibodi IgG spesifik pneumococcal yang rendah melawan kapsuler
polisakarida 6A dan 19F (Kong dan Coates, 2009 ).
3. Faktor sosiodemografi
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas,
tetapi terdapat hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan
sosio ekonomi, dimana kelompok sosio ekonomi rendah memiliki
insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan, bahwa
hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet dan
tempat tinggal yang padat. Penelitian dengan tujuan untuk menilai
prevalensi dan profil penyakit telinga tengah pada anak usia 5-12
tahun dengan status sosial ekonomi rendah dan tinggi. Sampel
dibagi menjadi dua kelompok dari sekolah terpilih di Delhi. Kedua
kelompok ini dibandingkan jumlah anggota keluarga, pendapatan
keluarga, tingkat sanitasi dan status pendidikan orang tua sekitar
19,6% anak dengan status ekonomi sosial rendah menderita
31
penyakit telinga sedangkan hanya 2,13% anak dengan status
ekonomi sosial tinggi menderita penyakit telinga. Terdapat 1473
anak dari sekolah negeri dan swasta memperlihatkan bahwa secara
statistik tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kedua
populasi tersebut terhadap kejadian OMSK dalam hal status sosio
ekonomi.
a. Usia
Dua puncak insiden otitis media terjadi pada usia 6 bln - 2 tahun
yaitu pada saat anak mulai disapih dan mulai terekspos dengan
kondisi lingkungan dan usia 4-5 tahun pada saat anak mulai
masuk sekolah. Faktor usia juga berpengaruh pada bentuk dan
ukuran tuba eustachius (Kong dan Coates, 2009). Prevalensi
terhadap berbagai kelompok usia belum diketahui secara pasti
namun beberapa penelitian menunjukkan insidensi tahunan
OMSK mencapai 39 kasus per 100.000 anak-anak dan remaja
berusia 15 tahun ke bawah.
b. Jenis kelamin
Penelitian yang dilakukan di Bangladesh menunjukkan bahwa
anak perempuan relatif lebih banyak menderita OMSK jika
dibandingkan dengan anak laki-laki. Penelitian lain
menunjukkan insiden lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki.
Alasan untuk faktor risiko ini masih belum bisa dijelaskan
(Kong dan Coates, 2009 ). Prevalensi OMSK terbagi rata antara
pria dan wanita sehingga diduga penyakit ini tidak memiliki
32
kecenderungan untuk diderita oleh jenis kelamin tertentu ( Parry
dan Roland, 2011).
c. Suku
Di Australia, etnis asli secara signifikan meningkat risikonya
penyakit telinga tengah di pemukiman perkotaan, pedesaan dan
daerah terpencil. Hal ini juga terjadi untuk kelompok etnis
lainnya, termasuk penduduk asli Amerika, suku Maori dan
suku Inuit (Kong dan Coates, 2009).
d. Tingkat pendidikan
Tahapan pendidikan ditetapkan berdasarkan tingkat
perkembangan individu, tujuan yang akan dicapai dan kemauan
yang dikembangkan. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap
perubahan sikap dan perilaku hidup sehat (Notoatmodjo, 2007).
Di Indonesia tingkat pendidikan dibagi menjadi :
- Tingkat pendidikan rendah meliputi SD, SLTP/sederajat.
- Tingkat pendidikan tinggi meliputi SLTA/sederajat, diploma,
sarjana, magister, doktor dan spesialis yang diselenggarakan
oleh perguruan tinggi.
Penelitian yang dilakukan di Greenland yang menyatakan
semakin tinggi tingkat pendidikan ibu akan menurunkan risiko
terjadinya OMSK. Sebagian besar anak dengan OMSK
mempunyai satu atau lebih faktor risiko. Program pendidikan
mempunyai peranan efektif untuk pengelolaan OMSK.
33
Semakin tinggi tingkat kepatuhan ibu terhadap program
pendidikan, semakin tinggi pula tingkat respon yang diberikan.
Follow up dan penjelasan tentang pentingnya program ini
merupakan peran penting untuk berkomitmen (Yousuf dkk,
2011)
e. Pendapatan keluarga
Penelitian yang dilakukan Uddin terhadap 1473 anak dari
sekolah negeri dan swasta di kota yang sama (Shaidu) dimana
tidak memperlihatkan banyak perbedaan dalam taraf hidup
yang kaya dan miskin. Satu-satunya parameter status sosial
ekonomi yang signifikan yang dipakai pada penelitian ini
adalah pendapatan keluarga per bulan. Jika studi ini dilakukan
di sekolah perkotaan dan pedesaan mungkin akan menunjukkan
perbedaan yang besar antara dua kelompok tersebut. Terdapat
perbedaan yang signifikan terhadap kejadian OMSK pada
status sosio-ekonomi tinggi dan rendah. OMSK merupakan
penyakit infeksi yang secara umum berhubungan dengan status
sosio-ekonomi rendah yang juga berkaitan erat dengan kondisi
malnutrisi, kepadatan tempat tinggal, tingkat kesehatan di
bawah standar, infeksi saluran napas atas berulang dan
kurangnya sarana kesehatan yang memadai.
f. Status gizi
Status gizi dapat mempengaruhi keadaan umum seseorang.
Penelitian terhadap pengaruh nutrisi dan vitamin dalam
34
peranannya mempengaruhi penyakit telinga tengah terutama di
negara berkembang telah banyak dilakukan. Hasil studi case
control terhadap 75 anak dengan OMSK dan 74 anak sebagai
kontrol, mendapatkan anak dengan OMSK memiliki gizi yang
kurang dibandingkan kontrol dengan konsentrasi Zn, Se dan Ca
yang rendah. Banyak faktor yang mempengaruhi keadaan gizi
kurang pada anak, namun yang paling penting adalah
kesanggupan membeli makanan yang bergizi. Uraian status gizi
menurut (Riskesdes, 2013) terdiri dari :
(1) status gizi balita
(2) status gizi anak umur 5 – 18 tahun
(3) status gizi penduduk dewasa
Penggunaan berat badan dan tinggi badan akan lebih jelas dan
peka dalam menunjukkan keadaan gizi kurang bila
dibandingkan dengan penggunaan BB/U.
g. Jarak rumah ke fasilitas kesehatan
OMSK merupakan penyakit infeksi yang secara umum
berhubungan dengan status sosio-ekonomi rendah yang juga
berkaitan erat dengan kondisi gizi kurang, kepadatan tempat
tinggal, tingkat kesehatan di bawah standar, infeksi saluran
napas atas berulang dan kurangnya sarana kesehatan yang
memadai. Fasilitas kesehatan yang lebih dekat secara signifikan
juga menurunkan angka serangan otitis media pada anak-anak
Indian Arizona yang hidup di penampungan (Acuin, 2004).
35
Biaya pengobatan apalagi tindakan pembedahan OMSK masih
terhitung tinggi sementara itu dampak penyakit yang mendasari
menjadi sedemikian kecil sehingga tidak diperhitungkan.
Sehingga perlu menemukan solusi untuk pengobatan OMSK
dengan waktu yang cepat dan biaya yang terjangkau. Penduduk
yang memiliki asuransi kesehatan mempunyai angka kejadian
OMA berulang yang sedikit lebih tinggi mungkin karena
mempunyai akses pemeliharaan kesehatan yang lebih baik,
sehingga diagnosis penyakit telinga dan penyakit yang lain
menjadi lebih baik.
4. Faktor Perilaku (PHBS)
a. Kebiasaan mencuci tangan
Sebagian besar kuman infeksius penyebab OMSK ditimbulkan
oleh kebiasaan mencuci tangan yang kurang baik. Radang
telinga dapat disebabkan oleh bakteri ataupun virus yang
mengendap di rongga telinga bagian luar, tengah serta dalam.
Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun adalah perilaku amat
penting bagi upaya mencegah terjadinya OMSK. Tangan
terkena kuman sewaktu kita bersentuhan dengan bagian tubuh
sendiri, tubuh orang lain, hewan atau permukaan yang tercemar.
Walaupun kulit yang utuh akan melindungi tubuh dari infeksi
langsung, kuman tersebut dapat masuk ke tubuh ketika tangan
menyentuh mata, hidung, telinga atau mulut. Kebiasaan mencuci
36
tangan dapat diterapkan setelah buang air besar, setelah
menangani tinja anak, sebelum makan atau memberi makan
anak dan sebelum menyiapkan makanan. Mencuci tangan
dengan sabun adalah salah satu tindakan sanitasi dengan
membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan air bersih
dan sabun oleh manusia agar menjadi bersih dan memutuskan
rantai kuman. Perilaku sehat cuci tangan pakai sabun yang
merupakan salah satu indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) saat ini juga telah menjadi perhatian dunia, hal ini
karena masalah kurangnya praktek perilaku cuci tangan tidak
hanya terjadi di negara-negara berkembang saja, tetapi ternyata
di negara-negara maju pun kebanyakan masyarakatnya masih
lupa untuk melakukan perilaku cuci tangan (Anggrainy, 2010).
Cara mencuci tangan yang baik dan benar adalah sebagai
berikut: (Depkes RI, 2011)
a. Basahi sampai bersih dan rata tangan kita dengan air bersih
yang mengalir
b. Sabuni telapak tangan kita sampai berbusa
c. Usap-usap kedua telapak tangan
d. Usap kedua bagian punggung tangan
e. Bersihkan jari dan kuku jari kita sampai bersih
f. Bilas dengan air bersih
g. Lap dengan lap tangan atau tisu yang bersih sampai kering
37
b. Kebiasaan merokok
Paparan asap rokok adalah risiko timbulnya suatu penyakit
pada individu akibat menghirup asap rokok yang berasal dari
lingkungan asap rokok tembakau individu, dapat seorang
perokok pasif maupun perokok pasif (Riskesdas, 2012).
Perokok aktif adalah individu yang melakukan langsung
aktivitas merokok dalam arti menghisap batang rokok yang
telah dibakar. Definisi WHO untuk perokok sekarang adalah
mereka yang merokok setiap hari untuk jangka waktu
minimal 6 bulan selama hidupnya dan masih merokok pada
saat diperiksa. Perokok pasif adalah individu yang menghirup
asap rokok yang dihembuskan oleh individu lain yang
merokok (main stream smoke) atau asap rokok yang berasal
dari rokok yang terbakar (side-stream smoke). Suatu studi
metaanalisis menunjukkan risiko otitis media yang meningkat
yaitu sebesar 66% karena pengaruh paparan asap rokok
(Kong dan Coates, 2009). Paparan asap rokok berkontribusi
meningkatkan risiko terjadinya otitis media kronik, asap
rokok akan menyebabkan gangguan dari fungsi mukosiliar
tuba eustasius. Namun dari penelitian ini tidak didapatkan
hubungan yang signifikan antara paparan asap rokok dengan
kekerapan terjadinya otorea pada OMSK (Zhang et al, 2014)
38
c. Kebiasaan makan buah dan sayur setiap hari
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menghasilkan peta
masalah kesehatan yang terkait dengan PHBS yaitu kurang
makan buah dan sayur pada penduduk umur kurang dari 10
tahun adalah 93,6% (Riskesdas, 2012). OMSK dapat terjadi
karena disfungsi tuba audiotoria kronik, infeksi fokal seperti
sinusitis kronik, adenoiditis kronik dan tonsillitis kronik yang
menyebabkan infeksi kronik atau berulang saluran napas atas
dan selanjutnya menyebabkan terjadinya edema serta
obstruksi tuba audiotoria. Untuk mencegah penyakit saluran
napas berulang dapat dilakukan dengan cara food recall
dalam sehari makan makanan bergizi terutama sayur dan
buah (Utami dkk, 2010)
2.2.9 Diagnosis
Diagnosis OMSK berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Anamnesis ditemukan gejala keluar cairan dari telinga (otorea) yang
bersifat menetap atau hilang timbul dengan durasi lebih dari 8 minggu.
Cairan yang keluar dapat berupa cairan serous, mukoid atau purulen.
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan otoskopi ditemukan adanya
perforasi membran timpani (Bluestone, Klein, 2007)
39
Gambar 3. Gambaran OMSK
2.3 Hubungan PHBS dengan OMSK
PHBS dipengaruhi oleh perilaku seseorang dan perilaku itu sendiri
terbagi menjadi tiga aspek, yakni: pengetahuan, sikap dan praktik.
Pengetahuan adalah pemahaman subjek mengenai objek yang
dihadapinya. Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang
masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Adapun tingkat-
tingkat praktek meliputi, persepsi yaitu mengenal dan memilih
berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil
merupakan praktek tingkat pertama. Suatu sikap belum otomatis
terwujud dalam bentuk tindakan. Penyebab yang mempengaruhi
PHBS adalah faktor perilaku, non perilaku fisik, sosial ekonomi dan
sebagainya, oleh sebab itu penanggulangan masalah kesehatan
masyarakat juga dapat ditunjukkan pada kedua faktor utama tersebut.
Meskipun faktor yang lain tidak ada masalah, tetapi apabila kondisi
40
dan situasinya tidak mendukung, maka perilaku tersebut tidak akan
terjadi (Notoatmodjo, 2012).
PHBS dapat berpengaruh terhadap terjadinya suatu penyakit,
misalnya OMSK. OMSK ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan
perilaku, dengan kondisi lingkungan yang mudah terkena polusi udara
(asap rokok) dan perilaku merokok di dalam rumah yang menjadi
kebiasaan kepala dan anggota keluarga lainnya dapat menyebabkan
terjadinya OMSK. OMSK dipengaruhi atau ditimbulkan oleh tiga hal
yaitu adanya kuman (terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus,
dan riketsia), keadaan daya tahan tubuh (status nutrisi, imunisasi) dan
keadaan lingkungan (rumah yang kurang ventilasi, lembab, basah, dan
kepadatan penghuni). Selain itu, faktor risiko yang secara umum
dapat menyebabkan terjadinya OMSK adalah Faktor Penjamu (Sistem
Imun, Genetik, Kelainan Kongenital dan Alergi), Faktor Infeksi
(Riwayat ISPA dan Riwayat OMA), Faktor Sosiodemografi (Usia,
Jenis kelamin, Suku, Tingkat Pendidikan, Pendapatan Keluarga,
Status Gizi, Jarak Rumah Kefasilitas Kesehatan) dan Faktor
Lingkungan (PHBS).
PHBS dapat mencegah terjadinya penyakit dan melindungi diri dari
ancaman penyakit. Dampak PHBS yang tidak baik dapat
menimbulkan suatu penyakit diantaranya adalah diare, muntaber,
desentri, typus, DBD, Infeksi Saluran Penapasan Akut (ISPA) dan
41
OMSK. PHBS yang baik dapat memberikan dampak yang bermakna
terhadap kesehatan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia
dalam peningkatan derajat kesehatan, status pola gizi dan
pemanfaatan sarana kesehatan lingkungan agar tercapai derajat
kesehatan yang optimal. Masalah kesehatan lingkungan merupakan
salah satu dari akibat masih rendahnya tingkat pendidikan penduduk,
masih terikat eratnya masyarakat Indonesia dengan adat istiadat
kebiasaan, kepercayaan dan lain sebagainya yang tidak sejalan dengan
konsep kesehatan (Napu, 2012)
42
2.4 Kerangka Teori
Gambar 4. Kerangka Teori
2.5 Kerangka Konsep
Gambar 5. Kerangka Konsep
Faktor risiko kejadian OSMK :
1. Faktor Penjamua. Sistem Imunb. Genetikc. Kelainan kongenitald. Alergi
2. Faktor Infeksia. Riwayat ISPAb. Riwayat OMA
3. Faktor Sosiodemografia. Usiab. Jenis kelaminc. Sukud. Tingkat pendidikane. Pendapatan keluargaf. Status gizig. Jarak rumah ke fasilitas kesehatan
4. Faktor Perilaku (PHBS)a. Kebiasaan mencuci tanganb. Kebiasaan merokokc. Kebiasaan makan buah dan sayur
setiap hari
Kejadian Otitis MediaSupuratif Kronik
(OMSK)
Perilaku PHBS Kejadian Otitis MediaSupuratif Kronik (OMSK)
Variabel Bebas Variabel Terikat
43
2.6 Hipotesis
Berdasarkan kerangka konsep yang telah ditetapkan, didapatkan hipotesis
sebagai berikut :
1. Ha : Ada hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
terhadap angka kejadian otitis media supuratif kronik (OMSK) di
poliklinik THT-KL RSUD DR. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.
2. H0 : Tidak ada hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
terhadap angka kejadian otitis media supuratif kronik (OMSK) di
poliklinik THT-KL RSUD DR. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.
44
BAB IIIMETODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif berupa analitik deskriptif
observasional dengan pendekatan cross sectional, karena data penelitian
berupa variable bebas (independent) dan terikat (dependent) dikumpulkan
dalam waktu yang bersamaan (Syahdrajat, 2017).
Tabel 1. Desain Penelitian
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di RSUD DR. H. Abdul Moeloek Bandar
Lampung.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2018.
PHBS
Baik
Buruk
OMSK (+)
OMSK (-)
OMSK (+)
OMSK (-)
45
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi
Populasi penelitian adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek
atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2011). Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh pasien OMSK dan tidak OMSK yang melakukan pemeriksaan
di poliklinik THT-KL RSUD. DR. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung
pada tahun 2017.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh
populasi (Notoadmodjo, 2012). Sampel dalam penelitian ini adalah
pasien yang menderita OMSK yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi di poliklinik THT-KL RSUD DR. H. Abdul Moeloek Bandar
Lampung.
1. Kriteria Inklusi
Adapun kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu :
a. Dalam data rekam medik pasien yang terdiagnosis OMSK
dan tidak OMSK di Poliklinik THT-KL RSUD DR. H. Abdul
Moeloek Bandar Lampung selama periode januari sampai
desember 2017 yang memiliki alamat lengkap serta nomor
handphone yang dapat di hubungi.
b. Bersedia menjadi responden.
46
2. Kriteria Eksklusi
Adapun kriteria ekslusi pada penelitian ini yaitu :
a. Pasien yang tidak memiliki alamat lengkap di dalam rekam
medik serta nomor handphone yang tidak dapat di hubungi
b. Pasien yang telah meninggal dunia.
c. Pasien yang memiliki riwayat alergi, kelainan kongenital dan
status gizi buruk di RSUD DR. H. Abdul Moeloek Bandar
Lampung.
d. Tidak bersedia menjadi responden.
Rumus penelitian analitik komparatif kategorik tidak berpasangan (Dahlan, 2009):
n= ]( )n= [ , . √ . , . , . √ . . . . . . ]( , , )n= , .√ . . .√ .( , )n= [ . . . . . . ],n= [ . . ].n= [ , ].n= ,.n=49,3 atau 49 responden
47
Keterangan:
n = jumlah sampel minimal
Zα= derivat baku alfa (1,96 dengan menggunakan α=0,05)
Zβ=derivat baku beta ( 0,84 dengan mengg unakan β = 0,20)
P1 = Proporsi pada kelompok uji, atau kasus (0,39) (Ristin, 2015)
P2= Proporsi pada kelompok standar, atau kontrol (0,15) (Ristin, 2015)
Q1= (1-P1) = 0,61
Q2 = (1-P2) = 0,85
P1- P2 = selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna : 0,24
P= Proporsi total (P1+P2)/2 = 0,27
Q = (1-P) = 0,73
Berdasarkan pertimbangan untuk mengurangi kesalahan acak selama penelitian
berupa ukuran sampel yang tidak cukup besar, ketidaktepatan dalam pengukuran
variabel, maka jumlah sampel ditambah 10% untuk mengantisipasi responden
yang lose to follow up or drop out selama penelitian sehingga menjadi 54
responden penderita OMSK di poliklinik THT-KL RSUD DR. H. ABDUL
MOELOEK BANDAR LAMPUNG.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik
consecutive sampling yaitu pengambilan sampel didasarkan pada pemilihan
subjek yang datang secara berurutan dan memenuhi kriteria pemilihan dan
dimasukan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi
(Notoatmodjo, 2012)
48
3.4 Identifikasi Variabel
3.4.1 Variabel Bebas
Variabel bebas merupakan variabel yang menjadi sebab perubahan atau
timbulnya variabel terikat. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel
bebas adalah perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
3.4.2 Variabel Terikat
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini yang
menjadi variabel terikat adalah angka kejadian otitis media supuratif
kronik (OMSK) di poliklinik THT-KL RSUD DR. H. Abdul Moeloek
Bandar Lampung.
3.5 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah batasan pada variabel-variabel yang diamati atau
diteliti untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap
variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen atau alat
ukur (Notoatmodjo, 2012).
49
Tabel 2. Definisi Operasional Penelitian
Variabel Definisi Skala Alat Ukur Hasil ukurPerilakuHidup Bersihdan Sehat(PHBS)
Perilaku Hidup Bersihdan Sehat (PHBS)adalah semua perilaku(kebiasaan mencucitangan, kebiasaanmerokok dan kebiasaanmakan buah dan sayursetiap hari) yangdilakukan ataskesadaran sehinggaanggota keluarga ataukeluarga dapatmenolong dirinyasendiri di bidangkesehatan dan berperanaktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatandimasyarakat (DepkesRI, 2007)
Nominal Kuesioner 0. Baik1. Kurang Baik
Otitis MediaSupuratifKronik(OMSK)
Otitis media supuratifkronik (OMSK) adalahinfeksi kronik di telingatengah ditandai denganperforasi membrantimpani dan sekret yangkeluar terus menerusatau hilang timbul,sekret berupa serous,mukoid atau purulenlebih dari 8 minggu(Bluestone, Klein, 2007)
Nominal RekamMedis
0.TidakMengalamiOMSK1.MengalamiOMSK(didiagnosis olehdokter)
3.6 Metode Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh peneliti langsung dari
sumber pertama langsung yaitu seluruh pasien yang mengalami OMSK dan
tidak mengalami OMSK di Poliklinik THT-KL RSUD. DR. H. Abdul
Moeloek Bandar Lampung. Data sekunder merupakan data pasien OMSK dan
tidak OMSK nya telah ada didalam rekam medik. Pada penelitian ini data
50
primer yang digunakan berupa kuesioner yang dibagikan dan diisi oleh
responden. Kuesioner yang digunakan bertujuan untuk memperoleh data
mengenai hubungan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) terhadap angka
kejadian otitis media supuratif kronik (OMSK) di poliklinik THT-KL RSUD
DR. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.
3.7 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti
untuk mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih
baik, lengkap, cermat dan sistematis sehingga mudah diolah. Instrumen
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dan rekam
medik. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini berisi pertanyaan–
pertanyaan yang mengarah pada informasi mengenai data yang hendak
diungkap dan sampel diminta untuk memilih salah satu jawaban dari beberapa
alternatif jawaban yang telah disediakan. Dari kuesioner hubungan perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS) terhadap angka kejadian otitis media supuratif
kronik (OMSK) maka responden akan diminta untuk menjawab pertanyaan
tersebut dengan menceklist jawaban atas pertanyaan yang ada di lembar
kuesioner. Semua penilaian akan diakumulasikan kemudian disesuaikan
dengan tingkatannya. Teknik pemberian skor pada kuesioner ini jika jawaban
yang diharapkan maka diberi nilai 5, jika jawaban kadang-kadang atau tidak
tahu maka diberi nilai 3, dan jika jawaban yang tidak diharapkan maka diberi
nilai 0 (Arikunto, 2010).
51
3.8 Uji Instrumen
3.8.1 Uji Validitas
Uji validitas adalah suatu indeks yang bertujuan untuk menguji sejauh
mana validitas data yang diperoleh dari penyebaran kuesioner.
Kuesioner dikatakan valid apabila dapat menjawab suatu hal yang
diukur dan suatu pertanyaan dinyatakan valid jika memiliki skor
validitas yang berkorelasi secara signifikan dengan skor totalnya.
Penelitian mengenai “Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) terhadap angka kejadian Otitis Media Supuratif Kronik
(OMSK) di poliklinik THT-KL RSUD DR. H. Abdul Moeloek Bandar
Lampung” akan dilakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap 6
pasien OMSK yang bukan menjadi responden penelitian sesungguhnya.
Validasi dilakukan setelah proposal penelitian disetujui (Notoatmodjo,
2014).
3.8.2 Uji Realibilitas
Uji reliabilitas bertujuan untuk mengetahui apakah instrument atau
kuesioner yang digunakan cukup dapat dipercaya dan digunakan
dengan pengukuran yang tetap konstan apabila dilakukan pengukuran
lebih dari 2 kali untuk alat ukur yang sama. Reliabilitas kuesioner diuji
dengan Cronbach’s alpha dengan program SPSS (Notoadmodjo, 2014).
52
3.9 Alur Penelitian
Gambar 6. Alur Penelitian
Pemilihan bidang dan pengajuan judulpenelitian
Penentuan pembimbing
Pembuatan proposal penelitian
Seminar proposal penelitian
Mengajukan perizinan etik penelitian
Pelaksanaan penelitian
Hasil penelitian
Pengolahan data
Seminar hasil penelitian
53
3.10 Pengolahan dan Analisis Data
3.10.1 Pengolahan Data
Data yang telah didapat dari proses pengumpulan data primer dan
sekunder, kemudian data diolah menggunakan program komputer
dengan tahapan sebagai berikut:
a. Editing, pemeriksaan kuesioner atau formulir yang masuk untuk
memeriksa apakah jawaban yang ada di kuesioner sudah jelas,
relevan, dan lengkap.
b. Coding, perubahan bentuk data ke bentuk yang lebih ringkas
dengan menggunakan kode – kode.
c. Data entry, memasukkan data ke dalam program komputer.
d. Tabulasi, pengelompokkan data dalam bentuk tabel menurut sifat
sifatnya.
3.10.2 Analisis Data
Analisis statistik untuk mengolah data yang diperoleh akan
menggunakan program software pengolah data dimana akan dilakukan
dua macam analisis data yaitu analisis univariat dan analisis bivariat.
Analisis univariat adalah analisis yang digunakan untuk menentukan
distribusi frekuensi variabel bebas dan variabel terikat. Analisis
bivariat adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan
atau perbedaan atau perbandingan dua variabel yaitu variabel bebas
dan variabel terikat. Pengujian analisis bivariat dalam penelitian ini
menggunakan uji chi square. Uji signifikan antara data yang
54
diobservasi dengan data yang diharapkan dilakukan dengan batas
kemaknaan (α < 0,05) yang artinya apabila diperoleh p < α, berarti ada
hubungan yang signifikan antara variabel independent dengan variabel
dependent dan bila nilai p > α, berarti tidak ada hubungan yang
signifikan antara variabel independent dengan variable dependent
(Trihendradi, 2013).
3.11 Etika Penelitian
Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan kaji etik dari bagian etik
penelitian di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan
nomor 1404/UN26.18/PP.05.02.00/2018
67
BAB VSIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Terdapat hubungan yang bermakna antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) yaitu kebiasaan mencuci tangan yang kurang baik, merokok dan tidak
makan buah dan sayur setiap hari terhadap angka kejadian Otitis Media
Supuratif Kronik (OMSK) di Poliklinik THT-KL RSUD. DR. H. Abdul
Moeloek Bandar Lampung.
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan oleh peneliti berdasarkan hasil penelitian
adalah sebagai berikut :
1. Sebagai acuan untuk penderita OMSK agar selalu melakukan PHBS
dengan cara baik dan benar terutama kebiasaan mencuci tangan, tidak
merokok serta makan buah dan sayur setiap hari agar mengurangi
faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya OMSK.
68
2. Bagi peneliti lain perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari
faktor risiko terutama indikator PHBS yang lainnya seperti
penggunaan air bersih yang dapat menyebabkan terjadinya OMSK.
3. Bagi masyarakat perlu dilakukan sosialisasi mengenai pola PHBS serta
indikator PHBS sepeti kebiasaan mencuci tangan yang kurang baik,
merokok dan tidak makan buah dan sayur setiap hari yang dapat
menyebabkan terjadinya OMSK.
4. Bagi Dinas Kesehatan atau Instansi terkait, diharapkan memberikan
pelayanan seperti konseling atau penyuluhan PHBS pada masyarakat
terutama indikator yang dapat menyebabkan terjadinya OMSK yaitu
kebiasaan mencuci tangan yang kurang baik, merokok dan tidak
makan buah dan sayur setiap hari yang dapat menyebabkan terjadinya
OMSK.
DAFTAR PUSTAKA
Acuin, Jose. 2008. Chronic suppurative otitis media. BMJ ; ClinEvid.
Adisasmito, Wiku. 2007. Sistem Kesehatan. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta
Adenosum AA, Ibekwe TS, Olowookere SA. 2012. Pattern of tympanicmembrane perforation in Ibadan : a retrospective study. Annals of IbadanPostgraduate Medicine. 6(2): p. 31-3.
Aduda DS, Macharia IM, Mugwe P, Oburra H, Farragher B, Brabin B, et al.2013. Bacteriology of chronic suppurative otitis media (CSOM) in children inGarissa district, Kenya: a point prevalence study. Into ; Pediatri Otorhinolaryngology. p. 77 : 1107-11.
Agus S, Christanto A, Soepomo S. 2010. Pendekatan molekular (RISA) untukmembedakan spesies bakteri otitis media supuratif kronik benigna aktif.Cermin Dunia Kedokteran. 115(81) : 6.
Anggrainy R. 2010. Cuci tangan menggunakan sabun dalam program mendukungperilaku hidup bersih dan sehat. Fromhttp://www.perilakuhidupbersih(PHBS).com. Diakses pada tanggal 12Januari 2018.
Arikunto. 2010. Prosedur penelitian : suatu pendekatan praktek. Jakarta : RinekaCipta.
Bluestone, C.D., Klein, J.O. 2007. Otitis media, atelektasis, and eustachian tubedysfunction. In Bluestone, Stool, Kenna eds. Pediatric otolaryngology. 3rd ed.London: WB Saunders, Philaselphia, 388-582.
Caponetti G, Thompson LDR, Pantanowitz L. 2009. Cholesteatoma ear, nose &throat. Journal; 88: 1196-7.
Chole RA, Nason R. 2009. Chronic otitis media and cholesteatoma. In:Ballenger’s manual of otorhinology head and neck surgery. Connecticut : BCDecker; p. 217-27.
Dahlan MS. 2009. Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam penelitiankedokteran dan kesehatan. Jakarta : Salemba Medika.
Dapartemen Kesehatan Republik Indonesia. 2003. Pedoman upaya kesehatantelinga dan pencegahan gangguan pendengaran untuk puskesmas. Jakarta :Depkes RI.
Dapartemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Buletin PHBS di sekolah.Depkes RI, Jakarta.
Dapertemen Kesehatan Repubik Indonesia. 2010. Permenkes RINo.492/Menkes/PER/IV/2010. Tentang persyaratan kualitas air minum.Jakarta : Depkes RI.
Dapertemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Perilaku mencuci tangan pakaisabun di Indonesia. www.depkes.go.id diakses pada tanggal 12 Januari 2018.
Dapartemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Panduan Praktik klinis bagidokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer. Jakarta : Depkes RI.
Dhingra PL, 2007. Disease of ear, nose and throat, Edisi 6, New Delhi, Elsevier :67-85.
Djaafar ZA. 2008. Kelainan telinga tengah. Dalam : Buku ajar penyakit telinga,hidung, tenggorokan, kepala dan leher. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2008. Hal. 64-85.
Entjang. 2010. Ilmu kesehatan masyarakat. PT Citra Aditya Bakti 6. Bandung.
Gross ND, Mc Menomey SO. 2008. Aural complications of otitis media. In:Glasscock ME, Gulya AJ, editors. Surgery of the ear. 5th ed. BC Decker:Ontario; p.435-4.
Helmi. 2010. Otitis media supuratif kronis. Dalam : pengetahuan dasar, terapimedik, mastoidektomi, timpanoplasti. Jakarta : Balai Penerbit FK UI. Hal 55-72.
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Profil Kesehatan Indonesia.http://www.depkes.go.id diakses pada tanggal 12 Januari 2018.
Kong K, Coates HLC. 2009. History , definitions, risk factors and burden of otitismedia. MJA. Australia. 191(9). p S39-S43.
Kvestad E, Kvaener K and Mair I. 2008. Labyrinthine fistula detection : Thepredictive value of vestibular symptoms and computerized tamography. Actaotolaryngologica ; p. 622-26.
Lasisi A.O., O.Olayemi, A.E. Irabor. 2008. Early onset otitis media: risk factorsand effect on the outcome of chronic otitis media. Eur arch otorginolaryngol2008 ; 265 : 765-8.
Ludman H. 2011. Complications of chronic suppurative otitis media. In: Scott-Brown’s Otolaryngology. London: Butterworth, Heinemann; 1997. p. 1- 23.
Loy AHC, Tan AL, Lu PKS. 2009. Microbiology of chronis suppurative otitismedia. Singapore Med J. p. 43 : 296-9.
Napu, Nur’ain. 2012. Gambaran perilaku kepala keluarga tentang PHBS di desaTunggulo Selatan Kecamatan Tilong Kabila Kabupaten Bone Bolango.Program studi kesehatan masyarakat peminatan kesehatan lingkungan,fakultas ilmu - ilmu kesehatan dan keolahragaan. Universitas NegeriGorontalo.
Notoatmodjo S. 2007. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta : PT. RinekaCipta.
Notoatmodjo S. 2012. Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta : PT. RinekaCipta.
O’Connor TE, Perry CF, Lannigan FJ. 2009. Complications of otitis media inIndigenous and non-indigenous children, Med J Aust, 191 (9) : 60-64.
Paparella MM, Adams GL, Leviene SC. 2001. Penyakit telinga tengah danmastoid. Dalam : Effendi M, Santoso K, Ed. BOIES Buku Ajar PenyakitTHT. Edisi 6. Jakarta : EGC, hal : 88 – 118.
Parry D, Roland PS. 2011. Middle ear, chronic suppurative otitis, medicaltreatment. Available from : http://emedicine.medscape.com/otolaryngology
Revai K et al. 2007. Incidence of Acute Otitis Media and Sinusitis ComplicatingUpper Respiratory Tract Infection: The Effect of Age. Journal of TheAmerican Academy of Family Physician. 76 (11) : 1650-1658.
Riskesdas. 2012. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2011. Jakarta.
Ristin M, 2015. Hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku mencegahkekambuhan pada pasien otitis media supuratif kronik (omsk) di instalasirawat jalan THT RSD Balung. (skripsi). Jawa Timur : UniversitasMuhammadiyah Jember.
Rout MR, Mohanty D, Vijaylaxmi Y, Kamalesh B, Chakradhar M. 2009.Prevalence of cholesteatoma in chronic suppurative otitis media with centralperforation. Indian Journal of Otology 2012; 18: 7-10.
Sarudji D. 2006. Kesehatan Lingkungan. Cetakan ketiga. Sidoarjo: Media Ilmu
Srivastava A, Singh RK, Varshney S, Gupta P, Bist SS, Bhagat S, et al. 2010.Microbiological evaluation of an active tubotympanic type of chronicsuppurative otitis media. In : Nepalese Journal of ENT & Head Surgery, Vol2, No 2, hal 14-16. Available from: www.solnepal.org.np/pdffiles/second/17-19.pdf diakses pada tanggal 12 Januari 2018.
Sugiyono. 2011. Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif,dan R&D. Bandung : ALFABETA.
Sutrisno C, Totok. 2004. Teknologi penyediaan air bersih. Rineka Cipta : Jakarta
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J. 2007. Buku Ajar Ilmu KesehatanTelinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala & Leher. Edisi VI. Jakarta : FK UI.
Syafrizal. 2002. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dan faktor-faktor yangberhubungan dengan PHBS pada keluarga di kabupaten Aceh Barat propinsiAceh. Tesis FKM UI, Depok.
Syahdrajat T. 2017. Panduan penelitian untuk skripsi kedokteran dan kesehatan.Jakarta : Dian Rakyat Jakarta.
Trihendradi C. 2013. Step by step IBM SPSS 21 : Analisis Data Statistik. PenerbitCV. Andi Offset. Yogyakarta.
Utami TF, Bambang U, Kartono S. 2010. Rinitis alergi sebagai faktor risiko otitismedia supuratif kronik. Cermin Dunia Kedokteran. 179(428):9
Vikram BK, Khaja N, Udayashankar SG, Venkatesha BK, Manjurath D. 2008.Clinico-epidemiological study of complicated and uncomplicated chronicsuppurative otitis media. The Journal of Laryngology & Otology; 122: 442-6.
World Health Organization. 2012. Suppurative otitis media burden of illness andmanagement options. Geneva, Switzerland : WHO.
Yousuf M, Majumder KA, Kamal A, Shumon AM, Zamans Y. 2011. Clinicalstudy on chronic suppurative otitis media. 17 (1) : 42-47. Bangladesh JOtorhinolaryngology.
Zhang Y, Min X, Jin Z, et al. 2014. Risk factors for chronic and recurrent otitismedia – A meta Analysis. Plosone ; 1 : p. 1-7.
top related