identifikasi larva aedes sp pada tempat penampungan …repository.poltekkes-kdi.ac.id/229/1/kti...
Post on 13-Oct-2020
13 Views
Preview:
TRANSCRIPT
IDENTIFIKASI LARVA Aedes Sp PADA TEMPAT PENAMPUNGAN AIR
MASYARAKAT DI RW1 KELURAHAN PADALEU
KECAMATAN KAMBU KOTA KENDARI
SULAWESI TENGGARA
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan
Diploma III Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari
Jurusan Analis Kesehatan
OLEH :
SUMARNI
P00320013133
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2016
v
RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Penulis
Nama : Sumarni
Nim : P00132013133
Tempat / Tanggal lahir : Malaysia / 12 Agustus 1992
Suku / Bangsa :Bugis / Indonesia
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
B. Riwayat Pendidikan
1. SD Negeri 89 Tiroang, tamat tahun 2004
2. SLTP Negeri 3 Tiroang, tamat tahun 2007
3. SMA Negeri 2 Tiroang, tamat tahun 2010
4. Sejak tahun 2013 melanjutkan pendidikan di Politeknik Kesehatan
Kemenkes Kendari Jurusan Analis Kesehatan.
vi
MOTTO
Kesuksesan hanya dapat diraih dengan segala upaya dan usaha yang disertai
dengan do’a, karena sesungguhnya nasib seseorang manusia tidak akan
berubah dengan sendirinya tanpa berusaha.
Kupersembahkan untuk almamaterku
Ayah dan ibunda tercinta
Keluargaku tersayang
vii
ABSTRAK
Sumarni (P00320013133). Identifikasi Larva Aedes Sp pada Tempat
Penampungan Air Masyarakat di RW1 Kelurahan Padaleu Kecamatan
Kambu Kota Kendari Sulawesi Tenggara, dibimbing oleh Ruth Mongan dan
Satya Darmayani (xiv + 33 halaman + 2 gambar + 5 tabel + 6 lampiran). Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue dengan vektor
utama nyamuk Aedes aegypti dan vektor potensialnya adalah Aedes albopictus.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi larva Aedes Sp pada tempat
penampungan air masyarakat baik didalam rumah maupun diluar rumah di RW1
Kelurahan Padaleu Kecamatan Kambu Kota Kendari Sulawesi Tenggara. Nyamuk
Aedes Sp terdiri atas dua spesies yaitu Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang
merupakan vektor dari virus dengue penyebab Demam berdarah Dengue (DBD).
Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Populasi dalam penelitian ini
adalah semua kepala keluarga (KK) di RW1 Kelurahan Padaleu yang mempunyai
rumah sebanyak 131 KK yang terdiri dari 4 RT. Sampel dalam penelitian ini
adalah air yang diperoleh dari penampungan air KK atau masyarakat RW1 di
Kelurahan Padaleu baik didalam rumah maupun diluar rumah sebanyak 80
sampel dari 40 KK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa larva yang merupakan
spesies Aedes aegypti didalam rumah sebanyak 40 sampel (50%) dan diluar
rumah sebanyak 6 sampel (7,5%), Sedangkan larva yang spesies Aedes albopictus
didalam rumah 0 (0%) dan diluar rumah sebanyak 34 sampel (42,5%). Sehingga
dapat disimpulkan bahwa ditemukan larva Aedes aegypti dan Aedes albopictus
pada tempat penampungan air masyarakat didalam dan diluar rumah di RW1
Kelurahan Padaleu. Oleh karena itu disarankan kepada masyarakat untuk
mencegah dan memberantas nyamuk Aedes Sp dengan program 3 M
(Menguras,Mengubur, dan Menutup) tempat penampungan air.
Kata Kunci : Larva Aedes Sp, Penampungan Air
Datar Pustaka : 19 Referensi (2004 – 2016)
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya yang tak terhingga, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dengan judul “Identifikasi Larva Aedes Sp pada Tempat
Penampungan Air Masyarakat di RW1 Kelurahan Padaleu Kecamatan Kambu
Kota Kendari Sulawesi Tenggara”. Penelitian ini disusun dalam rangka
melengkapi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan program Diploma
III ( D III ) Pada Politeknik Kesehatan Kemenkes KendariJurusan Analis
Kesehatan.
Rasa hormat terima kasih dan penghargaan sebesar – besarnya kepada
ayahanda Sulaiman dan ibunda tercinta Haisa atas semua bantuan moril maupun
materil, motifasi, dukungan dan cinta kasih yang tulus serta doanya demi
kesuksesan studi yang penulis jalani selama menuntut ilmu sampai selesainya
karya tulis ini.
Proses penelitian karya tulis ini telah melewati perjalanan panjang, dan
penulis banyak mendapatkan petunjuk dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu pada kesempatan ini penulis juga menghaturkan rasa terimakasi kepada
ibu Ruth Mongan, B.Sc. S.Pd.,M.Pd selaku pembimbing I dan Satya
Darmayani,S.Si.,M.Eng selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan,
kesabaran dalam membimbing dan atas segala pengorbanan waktu dan pikiran
selama menyusun karya tulis ini. Ucapan terimakasih penulisan juga tujukan
kepada :
1. Bapak Petrus, SKM.,M.KES. Selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Kendari
2. Kepala Kantor Badan Riset Sultra yang telah memberikan izin penelitian
kepada penulis dalam penelitian ini.
3. Ibu Ruth Mongan, B.Sc. S.Pd.,M.Pd selaku Ketua Jurusan Analis Kesehatan
4. Kepada Bapak dan Ibu Dewan Penguji, Bapak Muhaimin Saranani, S.Kep.,Ns.,
M.Sc., Ibu Fonnie E.Hasan, DCN.,M.Kes dan Ibu Reni Yunus, S.Si.,M.Sc
yang telah memberikan arahan perbaikan demi kesempurnaan Karya Tulis
Ilmiah ini.
ix
5. Bapak dan ibu dosen Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Analis Kesehatan
serta seluruh staf dan karyawan atas segala fasilitas dan pelayanan akademik
yang diberikan selama penulis menuntut ilmu.
6. Terimahkasih juga untuk saudara – saudaraku.
7. Seluruh Teman yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya dengan segala kekurangan dan keterbatasan
yang ada penulis, sehingga bentuk dan isi Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih terdapat kekeliruan, dan kekurangan. Oleh karena itu
dengan kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun dari semua pihak demi kesempurnaan Karya Tulis ini.
Akhir kata, semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua
khususnya bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya.
Karya ini merupakan tugas akhir yang wajib dilewati dari masa studi yang telah
penulis tempuh, semoga menjadi awal yang baik bagi penulis Amin.
Kendari, Juli 2016
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iv
RIWAYAT HUDUP .......................................................................................... v
MOTTO ............................................................................................................ vi
ABSTRAK ......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian.............................................................................. 4
D. Manfaat Penelitian............................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Nyamuk Aedes Sp .................................. 5
B. Tinjauan Umum Tentang Tempat Penampungan Air (TPA) ........... 19
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran .............................................................................. 21
B. Kerangka Pikir ................................................................................. 22
C. Variabel Penelitian .......................................................................... 22
D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif ..................................... 22
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ................................................................................ 24
B. Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................... 24
C. Populasi dan Sampel ........................................................................ 24
D. Prosedur Pengumpulan Data ............................................................ 25
E. Instrumen Penelitian ......................................................................... 25
F. Prosedur Pemeriksaan Laboratorium ............................................... 26
G. Jenis Data ......................................................................................... 26
H. Pengolahan Data ............................................................................... 27
I. Analisis Data .................................................................................... 27
J. Penyajian Data ................................................................................. 27
K. Etika Penelitian ................................................................................ 27
xi
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ................................................................................ 29
B. Pembahasan ..................................................................................... 32
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 35
B. Saran ................................................................................................ 35
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Sampel Air yang Diambil Berdasarkan RT
di RW1 Kelurahan Padaleu Kecamatan Kambu Kota Kendari
Sulawesi Tenggara.......................................................................... 30
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi tempat pengambilan sampel didalam
dan diluar rumah............................................................................. 30
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi larva nyamuk Aedes aegypti berdasarkan
tempat penampungan air masyarakat di RW1 Kelurahan
Padaleu Kecamatan Kambu Kota Kendari Sulawesi Tenggara...... 31
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi larva nyamuk Aedes albopictus berdasarkan
tempat penampungan air masyarakat di RW1 Kelurahan
Padaleu Kecamatan Kambu Kota Kendari Sulawesi Tenggara...... 31
Tabel 5.5 Distribusi frekuensi larva Aedes Sp menurut tempat
pengambilan sampel......................................................................... 32
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Larva instar 1V Aedes aegypti dan bagian abdomen ke VIII
secara mikroskopik ......................................................................................... 9
Gambar 2. Larva instar 1V Aedes albopictus dan bagian abdomen ke VIII
secara mikroskopik ......................................................................................... 9
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Hasil Penelitian
Lampiran 2. Surat Izin Penelitian Dari Politeknik Kesehatan Kementrian
Kesehatan Kendari
Lampiran 3. Surat Izin Penelitian Dari Badan Penelitian dan Pengembangan
Lampiran 4. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
Lampiran 5. Surat Keterangan Bebas Pustaka
Lampiran 6. Proses Penelitian Identifikasi Larva Aedes Sp pada Tempat
Penampungan Air Masyarakat di RW1 Kelurahan Padaleu
Kecamatan Kambu Kota Kendari Sulawesi Tenggara.
a. Pra Analitik
1) Persiapan alat dan bahan
2) Prosedur pengambilan sampel
b. Analitik
1) Proses identifikasi larva
c. Pasca Analitik
1) Interprestasi dan pengamatan hasil
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus
dengue dengan vektor utama nyamuk Aedes aegypti dan vektor potensialnya
adalah Aedes albopictus yang banyak ditemukan di dalam maupun di luar
rumah pada berbagai tempat penampungan air. Di Indonesia, pola kejadian
penyakit DBD dijumpai setiap tahun pada bulan September - Februari
denngan puncak pada bulan Desember atau Januari yang bertepatan dengan
musim hujan. Akan tetapi untuk kota besar, seperti Bandung, Jakarta, dan
Surabaya, pola kejadian terjadi pada bulan Maret - Agustus dengan puncak
pada bulan Juni atau Juli (Mumpuni Y., dan Lestari, W., 2015:28).
Angka kejadian DBD secara nasional meningkat dari tahun ke tahun,
dan cenderung terjadi setiap lima tahun. Kasus DBD di Kelurahan Padaleu
sendiri pada tahun 2013 sebanyak 2 kasus, tahun 2014 sebanyak 4 kasus,
tahun 2015 sebanyak 5 kasus, sementara pada tahun 2016
Januari - Maret mengalami peningkatan drastis sebanyak 24 kasus
(Data Puskesmas Mokoau, 2016).
Berbagai usaha telah dilakukan untuk mencegah meningkatnya dan
meluasnyakasus-kasus yang ditemukanterkait penyakit DBD melalui
program-program pencegahan, tetapi tampaknya usaha tersebut belum
mencapai hasil yang diharapkan. Kasus DBD masih saja meningkat dari
tahun ke tahun dan wabah masih saja terjadi, seperti diketahui pada saat ini
satu-satunya cara untuk mencegah atau memberantas penyakit Demam
Berdarah Dengue ini adalah memutuskan rantai penularan yaitu memberantas
atau menurunkan populasi nyamuk Aedes Sp sebagai sumber penularan
(Aggraeni, D, S., 2010:4).
Nyamuk Aedes Sp sebagai vektor dari virus dengue ada dua spesies
yaitu nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus. Nyamuk ini
dalam hidupnya mengalami beberapa fase perkembangan dimulai dari telur,
larva, pupa, dan dewasa.
2
Dalam perkembangannya,stadium telur, larva dan pupa hidup didalam
air, sedangkan dewasa hidup diudara. Nyamuk Aedes Sp berkembang biak
dengan baik di tempat-tempat perindukan didalam rumah maupun di luar
rumah. Didalam rumah umumnya ditemukan pada tempat-tempat
penampungan air, sedangkan di luar rumah biasanya ditemukan tanaman-
tanaman yang dapat menampung air ataupun benda-benda yang berpotensi
sebagai tempat penampungan air (Kuraga, D, R., 2011:10).
Larva Aedes Sp memiliki kepala yang cukup besar serta thorax dan
abdomen yang cukup jelas, memiliki gigi sisir dan sepasang bulu pada
siphon. Larva menggantungkan dirinya pada permukaan air untuk
mendapatkan oksigen dari udara. Larva menyaring mikroorganisme dan
partikel-partikel lainnya dalam air. Larva biasanya melakukan pergantian
kulit sebanyak empat kali dan berubah menjadi pupa sesudah tujuh hari,
dalam proses perkembang biakan telur menjadi larva kemudian larva menjadi
pupa membutuhkan tempat perkembang biakan seperti wadah yang berisi air
yang berpotensi sebagai tempat penampungan air (Eled,P, R., 2011:11).
Tempat penampungan air (TPA) adalah wadah atau tempat yang
digunakan oleh masyarakat untuk menampung air yang jika tidak ditutup bisa
ditempati nyamuk untuk bertelur. Tempat penampungan air (TPA) biasanya
digunakan nyamuk Aedes Sp sebagai tempat berkembang biak. Masalah yang
umum ditemukan adalah rendahnya kesadaran penduduk untuk menjaga agar
tidak terdapat kontaineryang dapat menampung air di lingkungan tempat
tinggalnya. Masalah yang sering timbul juga adalah kebiasaan masyarakat
dalam menampung air, penduduk terbiasa menampung air bersih di TPA dan
air ditampung dalam jangka waktu yang lama.TPA tersebut dapat menjadi
tempat berkembang biak Aedes Sp (Azzahra, D., 2011:20)
Menurut data yang diperoleh dari Kelurahan Padaleu tahun 2016
jumlah kepala keluarga (KK) yang mempunyai rumah dan tempat
penampungan air yaitu
1. RW1 terdiri dari 4 RT, RT1 sebanyak 27 KK yang mempunyai rumah dan
1 KK yang menumpang atau tidak mempunyai rumah, RT2 sebanyak 25
3
KK yang mempunyai rumah, RT3 sebanyak 53 KK yang mempunyai
rumah dan 1 KK yang menumpang, RT4 sebanyak 26 KK yang
mempunyai rumah dan 8 KK yang menumpang.
2. RW2 terdiri dari 3 RT, RT5 sebanyak 39 KK yang mempunyai rumah
dan 7 KK yang menumpang, RT6 sebanyak 40 KK yang mempunyai
rumah dan 10 KK yang menumpang, RT7 sebanyak 43 KK yang
mempunyai rumah dan 2 KK yang menumpang.
3. RW3 terdiri dari 3 RT, RT8 sebanyak 33 KK yang mempunyai rumah dan
2 KK yang menumpang, RT9 sebanyak 29 KK yang mempunyai rumah
dan 5 KK yang menumpang, RT10 sebanyak 32 KK yang mempunyai
rumah dan 2 KK yang menumpang (Data Kelurahan Padaleu, 2016).
Di Kelurahan Padaleu sendiri khususnya di RW1 terdapat banyak TPA
yang tidak terpakai yang berpotensi sebagai tempat perkembang biakan
nyamuk Aedes Sp seperti, pot bunga yang tidak terpakai, kolam ikan yang
tidak berisi ikan, barang-barang bekas (botol plastik, glas plastik, ban bekas,
kaleng bekas), dan tempat minum burung.
Menurut wisfer (2014), jumlah penghuni rumah yang ada pada suatu
rumah dapat mempengaruhi ketersediaan air bersih yang digunakan untuk
kebutuhan sehari-hari, jika kebutuhan air anggota keluarga tidak mencukupi
maka akan berpotensi bagi masyarakat untuk menampung air pada tempat-
tempat penampungan sehingga jika tidak didukung dengan pelaksanaan 3M
maka akan berpotensi bagi nyamuk untuk berkembang biak pada tempat
penampungan tersebut.
Sejalan dengan penelitian Wisfer (2014), Adyatma (2011:6),
menyatakan bahwa keadaan tempat penampungan air bersih yang tidak
memenuhi syarat mendukung erjadinya penyakit DBD, dimana tempat-
tempat penampungan air bersih yang tidak menutup rapat, merupakan tempat
yang potensial untuk perberkembang biakan nyamuk Aedes Sp karena
nyamuk bebas keluar masuk untuk hidup dan bertelur di dalamnya.
Berdasarkan latar belakang di atas maka dari itu peneliti tertarik
melakukan penelitian tentang identifikasi larva Aedes Sp pada tempat
4
penampungan air masyarakat di RW1 Kelurahan Padaleu Kecamatan Kambu
Kota Kendari Sulawesi Tenggara. Alasan peneliti mengambil RW1 sebagi
tempat penelitian karena dari RW1, RW2, dan RW3, yang paling banyak
jumlah kepala keluarganya yaitu RW1 sehingga peneliti menjadikan RW1
sebagai tempat penelitian.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah Terdapat Larva
Aedes Sp Pada Tempat Penampungan Air Masyarakat Khususnya di RW1
Kelurahan Padaleu Kecamatan Kambu Kota Kendari Sulawesi Tenggara.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Tujuan umum penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi larva Aedes Sp
pada tempat penampungan air masyarakat di RW1 Kelurahan Padaleu
Kecamatan Kambu Kota Kendari Sulawesi Tenggara.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini yaitu
a) Untuk mengidentifikasi larva Aedes Aegypti di dalam dan diluar
rumah pada tempat penampungan air masyarakat RW1 Kelurahan
Padaleu Kecamatan Kambu Kota Kendari Sulawesi Tenggara.
b) Untuk mengidentifikasi larva Aedes Albopictus di dalam dan diluar
rumah pada tempat penampungan air masyarakat RW1 Kelurahan
Padaleu Kecamatan Kambu Kota Kendari Sulawesi Tenggara.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi peneliti sebagai penambah ilmu bagi peneliti dalam
sumbangsih ilmiah bagi peneliti selanjutnya.
2. Manfaat bagi tenaga laboratorium sebagai bahan informasi dan masukan
dalam melakukan penelitian.
3. Manfaat bagi masyarakat sebagai pengembang ilmu pengetahuan kepada
masyarakat dalam mencegah dan menanggulangi penyakit DBD.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Nyamuk Aedes Sp
Nyamuk Aedes Sp sebagai vektor dari virus dengue ada dua spesies
yaitu nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus yang tersebar di
seluruh dunia. Nyamuk ini dapat menyebabkan gangguan gigitan yang serius
terhadap manusia dan binatang, baik di daerah tropik dan daerah beriklim
lebih dingin. Aedes Sp adalah genus nyamuk yang awalnya ditemukan di
daerah tropis dan subtropis. Spesies Aedes aegypti dan Aedes albopictus
adalah vektor utama yang menjadi perhatian di seluruh dunia, karena sifat
infeksius dari Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang dapat membawa
berbagai patogen yang dapat ditularkan ke manusia(Anggraeni,D,S., 2010:6).
1. Jenis-jenis Nyamuk Aedes Sp
a. Nyamuk Aedes aegypti
Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa
virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. Selain dengue,
Aedes aegypti juga merupakan pembawa virus demam kuning (yellow
fever) dan chikungunya. Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi
hampir semua daerah tropis di seluruh dunia. Sebagai pembawa virus
dengue, Aedes aegypti merupakan pembawa utama (primary vector)
dan bersama Aedes albopictus menciptakan siklus persebaran dengue di
desa-desa dan perkotaan. Mengingat keganasan penyakit demam
berdarah, masyarat harus mampu mengenali dan mengetahui cara-cara
mengendalikan jenis ini untuk membantu mengurangi persebaran
penyakit demam berdarah (Anggraeni, D, S., 2010:8)
1) Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Diptera
6
Familly : Culicidae
Genus : Aedes
Spesies : Aedes aegypti (Zulkoni A., 2011:257)
2) Morfologi Nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki ukuran sedang
dengan tubuh berwarna hitam kecoklatan. Tubuh dan tungkainya
ditutupi sisik dengan garis-garis putih keperakan. Dibagian
punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal
dibagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari spesies ini. Sisik-
sisik pada tubuh nyamuk pada umunya mudah rontok atau terlepas
sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua.
Ukuran dan warna nyamuk jenis ini kerap berbeda antar populasi,
bergantung dari kondisi lingkungan dan nutrisi yang diperoleh
nyamuk selama perkembangan. Nyamuk jantan umumnya lebih
kecil dari betina dan memiliki rambut-rambut tebal pada antenanya.
Kedua ciri ini dapat diamati dengan mata telanjang
(Anggraeni, D, S., 2010:8-9).
3) Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti
Perkembangan nyamuk Aedes aegypti dapat dibagi menjadi 4
tahap yaitu telur, larva, pupa, dan nyamuk dewasa, sehingga
termasuk metamorfosis sempurna (Zulkoni A, 2011:259).
Stadium Telur
Telur nyamuk Aedes aegypti berbentuk ellips atau oval
memanjang, berwarna hitam, berukuran 0,5 -0,8 mm. Nyamuk
Aedes aegypti meletakkan telur-telurnya pada benda-benda yang
mengapung atau pada dinding dalam dalam tempat penampungan air
dan sedikit di atas permukaan air. Telur pada tempat kering (tanpa
air) dapat bertahan sampai 6 bulan. Telur-telur ini kemudian akan
menetas menjadi larva setelah sekitar 1-2 hari terendam air
(Eled, P, R., 2011:10).
7
Stadium Larva
Larva nyamuk Aedes aegypti mempunyai ciri khas memiliki
gigi sisir, siphon yang pendek, besar dan berwarna hitam. Larva ini
tubuhnya langsing, bergerak sangat lincah, pada waktu istirahat
membentuk sudut hampir tegak lurus dengan permukaan air. Larva
menuju ke permukaan air dalam waktu kira-kira setiap ½ - 1 menit,
guna mendapatkan oksigen untuk bernapas. Larva nyamuk Aedes
aegypti dapat berkembang selama 6-8 hari dan pertumbuhannya
memiliki empat tingkat (instar) (Sembel D., 2009:173).
Berdasarkan data dari Depkes RI (2005), ada empat tingkat
(instar) sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut, yaitu:
Larva instar I
Berukuran paling kecil yaitu 1-2 mm, duri-duri (spinae)
yang ada pada dada (thorax) belum terlihat jelas, serta corong
pernafasannya (siphon) belum kelihatan menghitam
(Prama R, 2011:11).
Larva instar II
Lebih besar dengan ukuran 2,5-3,9 mm, berumur dua sampai
tiga hari setelah telur menetas, duri-duri pada dada masih belum
jelas, namun corong pernapasan (siphon) sudah mulai menghitam
(Eled, P, R, 2011:11).
Larva instar III
Berukuran 4-5 mm berumur tiga sampai empat hari setelah
telur menetas, duri-duri dada mulai jelas dan corong pernapasan
berwarna coklat kehitaman (Eled, P, R, 2011:11).
Larva instar IV
Berukuran paling besar yaitu 5-6 mm berumur empat
sampai enam hari setelah telur menetas, merupakan lrva yang
memiliki struktur terlengkap. Struktur anatominya bisa dibagi
menjadi tiga bagian yaitu kepala (cheal), dada (thorax), dan perut
(abdomen). Di bagian kepala terlihat sepasang mata majemuk,
8
sepasang anten dan mulut dengan tipe pengunyah (chewing) dan
perut memiliki 8 ruas. Larva Aedes aegypti ini mempunyai tubuh
yang langsing dan pergerakan yang lincah, menjauhi cahaya. Pada
waktu istrahat larva ini membentuk sudut hampir tegak lurus dengan
permukaan air. Larva Aedes aegypti mempunyai kemiripan dengan
larva Aedes albopictus. Perbedaannya terletak pada bentuk sisir.
Pada Aedes aegypti gigi sisir berduri lateral, sedangakan pada
Aedes albopictus gigi sisir hanya lurus saja (Eled, P, R, 2011:11).
9
Gambar 1. Larva Instar IV Aedes aegypti dan bagian abdomen ke
VIII secara mikroskopis (Aliardani, N A, 2015:31).
Gambar 2. Larva Instar IV Aedes albopictus dan bagian abdomen
ke VIII secara mikroskopis (Aliardani, N A, 2015:31).
Stadium Pupa
Pupa nyamuk Aedes aegypti mempunyai bentuk tubuh
bengkok, dengan bagian kepala dada (cephalothorax) lebih besar
bila dibandingkan dengan bagian perutnya, sehingga tampak seperti
10
tanda baca ‘koma’. Tahap pupa pada nyamuk Aedes aegypti umunya
berlangsung selama 2-4 hari. Saat nyamuk dewasa akan melengkapi
perkembangannya dalam cangkang pupa, pupa akan naik ke
permukaan dan akan berbaring sejajar dengan permukaan air untuk
persiapan munculnya nyamuk dewasa (Desniawati F, 2014:14).
Nyamuk Dewasa
Nyamuk dewasa yang baru muncul akan beristirahat untuk
periode singkat di atas permukaan air agar sayap-sayap dan badan
mereka kering dan menguat sebelum akhirnya dapat terbang.
Nyamuk jantan dan betina muncul dengan perbandingan jumlahnya
1:1. Nyamuk jantan muncul satu hari sebelum nyamuk betina,
menetap dekat tempat perkembang biakan, makan dari sari buah
tumbuhan dan kawin dengan nyamuk betina yang muncul kemudian.
Setelah kemunculan pertama nyamuk betina makan sari buah
tumbuhan untuk mengisi tenaga, kemudian kawin menghisap
darah manusia. Umur nyamuk betinanya dapat mencapai 2-3
bulan (Desniawati F, 2014:15).
Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil daripada
ukuran nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus) (Sembel D,
2009:175). Nyamuk Aedes aegypti dikenal dengan sebutan black
white mosquito atau tiger mosquito karena tubuhnya memiliki ciri
yang khas, yaitu dengan adanya garis-garis dan bercak-bercak putih
keperakan di atas dasar warna hitam. Sedangkan yang menjadi ciri
khas utamanya adalah ada dua garis lengkung yang berwarna putih
keperakan di kedua sisi lateral dan dua buah garis lengkung sejajar
di garis median dari punggungnya yang berwarna dasar hitam
(Irianto K, 2013:150).
4) Perilaku Nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti lebih menyukai tinggal di dalam rumah
dari pada di luar rumah. Tempat beristirahat yang disenangi nyamuk
ini adalah tempat-tempat yang lembab dan kurang terang seperti
11
kamar mandi, dapur, dan WC. Di dalam rumah nyamuk ini
beristirahat di baju-baju yang digantung, kelambu, dan tirai.
Sedangkan di luar rumah nyamuk ini beristirahat pada tanaman-
tanaman yang ada di luar rumah (Depkes RI, 2004).
Aedes aegypti bersifat aktif pada pagi hingga sore hari.
Umumnya nyamuk ini mengisap darah pada siang hari (pukul 09.00-
10.00) dan sore hari (pukul 16.00-17.00), setelah selesai menghisap
darah, nyamuk betina akan beristirahat sekitar 2-3 hari untuk
mematangkan telurnya kemudian meletakkan telurnya di dinding
tempat perkembang biakannya. Kemampuan terbang nyamuk
mencapai radius 100-200 meter, oleh sebab itu jika di suatu
lingkungan terdapat pasien DBD, masyarakat yang berada pada
radius 100-200 meter dari lokasi pasien harus waspada karena
nyamuk dapat menyebarkan virus DBD dalam jangkauan tersebut
(Anggraeni, D, S., 2010:11).
Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina yang
mengisap darah, karena infeksi virus dalam tubuh nyamuk dapat
mengakibatkan perubahan perilaku yang mengarah pada kemampuan
nyamuk menyebabkan virus. Infeksi virus yang dapat
mengakibatkan nyamuk kurang handal dalam mengisap darah,
sehingga berulang kali menusukkan alat penghisap (proboscis-nya),
namun tidak berhasil mengisap darah sehingga nyamuk berpindah
dari satu orang ke orang lain. Akibatnya, resiko penularan virus
menjadi semakin besar (Anggraeni, D, S., 2010:12).
5) Penyebaran Nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan
subtropis. Di Indonesia, nyamuk ini tersebar luas baik di rumah
maupun di tempat umum. Nyamuk ini dapat bertahan hidup dan
berkembang biak sampai ketinggian daerah ± 1.000 m di atas
permukaan laut. Di atas ketinggian 1.000 m tidak dapat berkembang
biak karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah,
12
sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk Aedes
aegypti. Aedes aegypti berasal dari benua Afrika yang menyebar ke
Timur mendominasi daerah Asia Tenggara (Depkes RI, 2005).
b. Nyamuk Aedes albopictus
Aedes albopictus merupakan nyamuk yang dalam beberapa hal
secara garis besar sangat mirip dengan Aedes aegypti. Aedes albopictus
merupakan nyamuk asli daerah timur (Asia dan sekitarnya) yang
menyebar ke daerah barat seperti Madagaskar dan pulau-pulau di
Afrika Timur kecuali daratan benua Afrika. Dalam penyebarannya
Aedes albopictus di Asia Tenggara meliputi Pulau Kalimantan Burma,
Kamboja, Laos, Malaysia, Philipina, Singapura, Thailand, Vietnam,
dan pulau-pulau di seluruh Indonesia. Di luar daerah Asia Tenggara
penyebarannya meliputi daerah oriental (India), Australia, daerah
Somalia Perancis, pulau-pulau Bonin, Chagas dan Hawai, Jepang,
Korea, Madagaskar, Pulau Mariana, Mauritus, Nepal, New Guinea dan
Pulau Ryukyu (Kuraga, R, D., 2011:11).
Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah, tetapi
metabolismenya menurun atau bahkan terhenti bila suhunya turun
sampai di bawah suhu kritis. Pada suhu yang lebih tinggi dari 35°C juga
terjadi perubahan yang berupa lambatnya proses-proses fisiologis. Rata-
rata suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 25°C sampai
27°C. Pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama sekali bila suhu kurang
10°C atau lebih dari 40°C. Kelembaban akan berpengaruh terhadap
umur nyamuk. Pada kelembaban kurang dari 60% umur nyamuk akan
menjadi pendek dan tidak bisa menjadi vektor karena tidak cukup
waktu untuk perpindahan virus dari lambung ke kelenjar ludah
(Said S, 2012:2-3).
1) Klasifikasi Nyamuk Aedes albopictus
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Kelas : Insekta
13
Ordo : Diptera
Familly : Culicidae
Genus : Aedes
Spesies : Aedes albopictus (Zulkoni A, 2011:257).
2) Morfologi Nyamuk Aedes albopictus
Morfologi dari Aedes albopictus secara umum dalam ukuran
maupun bentuknya mirip dengan Aedes aegypti, tetapi dengan
sedikit perbedaan yang dapat dipakai untuk identifikasi. Nyamuk
Dewasa Aedes albopictus, tubuh berwarna hitam dengan garis-garis
putih pada notum dan abdomen, antena berbulu, pada yang jantan
palpus sama panjang dengan proboscis sedang yang betina palpus
hanya 1/4 panjang proboscis, mesonotum dengan garis putih
horizontal, femur kaki depan sama panjang dengan proboscis, femur
kaki belakang putih memanjang dibagian posterior, tibia gelap dan
sisik putih pada pleura tidak teratur (Kuraga, R, D., 2011:12).
3) Siklus Hidup Aedes albopictus
Perkembangan nyamuk Aedes albopictus dapat dibagi menjadi
4 tahap yaitu telur, larva, pupa, dan nyamuk dewasa
(Aliardani, N, A,. 2015:35)
Stadium Telur
Telur nyamuk Aedes Albopictus berwarna hitam, yang akan
menjadi lebih hitam warnanya ketika menjelang menetas, bentuk
lonjong dengan satu ujungnya lebih tumpul dan ukurannya lebih
kurang 0,5 mm (Aliardani, N,A,. 2015:35)
Stadium Larva (jentik)
Larva Ades albopictus, kepala berbentuk bulat silindris, antena
pendek dan halus dengan rambut-rambut berbentuk sikat di bagian
depan kepala, pada ruas abdomen VIII terdapat gigi sisir yang hanya
lurus saja (yang membedakannya dengan Aedes aegypti), dan
berukuran 6-5 mm (Azzahra, D., 2011:15)
14
Stadium Pupa
Pupa Aedes albopictus bentuk seperti koma dengan
cephalothorax yang tebal, abdomen dapat digerakkan vertikal
setengah lingkaran, warna mulai terbentuk agak pucat berubah
menjadi kecoklatan kemudian menjadi hitam ketika menjelang
menjadi dewasa, dan kepala mempunyai corong untuk bernapas yang
berbentuk seperti terompet panjang dan ramping
(Desianti R,2011:12).
Pupa biasanya mempunyai masa hidup sampai menjadi dewasa
antara 1 sampai 2 hari atau pada suhu kamar berkisar antara 1
sampai 3 hari. Pupa jantan dan betina dibedakan dari ukurannya
yaitu pupa betina lebih besar dari yang jantan
(Kuraga, R, D., 2011:12-13).
Nyamuk Dewasa
Nyamuk Dewasa Aedes albopictus, tubuh berwarna hitam
dengan garis-garis putih pada notum dan abdomen, antena berbulu,
pada yang jantan palpus sama panjang dengan proboscis sedang
yang betina palpus hanya 1/4 panjang proboscis, mesonotum dengan
garis putih horizontal, femur kaki depan sama panjang dengan
proboscis, femur kaki belakang putih memanjang di bagian
posterior, tibia gelap dan sisik putih pada pleura tidak teratur
(Irianto K, 2013:154).
Nyamuk Aedes albopictus dewasa yang betina berumur antara
12-40 hari dan yang jantan antara 10-22 hari. Pada suhu 20ºC
nyamuk betina Aedes albopictus dapat hidup selama 101 hari dan
yang jantan selama 35 hari. Nyamuk Aedes Albopictus merupakan
nyamuk yang selalu menyenangi darah manusia dengan puncak
aktifitas pada saat matahari terbit dan sebelum matahari terbenam.
Sifat mengigit nyamuk Aedes albopictus adalah secara multiple atau
mengigit beberapa kali pada beberapa individu. Nyamuk betina
15
sesudah kenyang tidak akan menghisap darah lagi sampai kepada
sesudah perletakkan telurnya (Kuraga, R, D., 2011:13).
4) Perilaku Nyamuk Aedes albopictus
Nyamuk Aedes albopictus yang membutuhkan darah dalam
hidupnya adalah nyamuk betina sebelum maupun sesudah kawin.
Nyamuk Aedes albopictus menggigit di pagi, sore dan malam hari
dan puncaknya pada sore hari. Nyamuk Aedes albopictus cenderung
memilih makanan pada manusia atau binatang peliharaan seperti
burung bila inang utama tdk ada (Achmadi, U, F., 2011:79).
Nyamuk Aedes albopictus lebih banyak beristirahat di luar
rumah di pepohonan tempat yang teduh, ban bekas, semak-semak,
kotak baterai atau aki, kontainer limbah, dan gerabah yang ada di
sekitar rumah. Di tempat-tempat tersebut nyamuk menunggu proses
pematangan telur. Setelah beristirahat dan proses pematangan telur
selesai, nyamuk betina akan meletakan telurnya di dinding tempat
perkembang biakannya, sedikit di atas permukaan air. Pada
umumnya telur akan menetas menjadi larva dalam waktu ± 2 hari
setelah telur terendam air (Achmadi, U, F., 2011:79-80).
5) Kebiasaan Berkembang biak (Breeding Habit)
Aedes albopictus dalam musim penghujan relatif tersedia lebih
banyak tempat yang cocok bagi habitat Aedes albopictus. Itulah
sebabnya jumlah populasi Aedes albopictus merupakan nyamuk
yang selalu menggigit dan menghisap darah manusia sepanjang hari
mulai pagi-sore (Sembel, D., 2009:178).
Aedes albopictus bersifat aktif sama dengan Aedes aegypti,
yaitu di pagi dan sore hari. Aedes albopictus bertelur di air yang
tergenang, misalnya pada kaleng-kaleng bekas yang menampung air
hujan di halaman rumah. Pada musim penghujan, nyamuk ini banyak
terdapat di kebun atau halaman rumah karena terdapat banyak
tempat yang terisi air (Depkes RI, 2005).
16
Walaupun kadang-kadang larva Aedes albopictus ditemukan
hidup bersama dalam satu tempat perindukan dengan larva Aedes
aegypti, namun larva nyamuk ini lebih menyukai tempat-tempat
perindukan alamiah (plant containers) seperti kelopak daun, tonggak
bambu dan tempurung kelapa yang mengandung air hujan
(Sembel, D., 2009:178).
6) Nyamuk Aedes albopictus Sebagai Vector
Peranan Aedes albopictus dalam penularan penyakit sebai
vector sekunder maupun sebagai vector utama dilapangan maupun
pada percobaan laboratorium terhadap demam berdarah dengue telah
terbukti dan menjadi masalah di beberapa negara terhadap penyakit
penyakit virus yang menyerang syaraf seperti Japanese encephalistis
dan western atau eastern encephalistis serta chikungunya dan telah
dibuktikan secara laboratorium (Kuraga, D, R., 2011:13).
2. Pengendalian Nyamuk Aedes Sp
Pemberantasan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus
bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit
demam berdarah dengue hingga ke tingkat yang bukan merupakan
masalah kesehatan masyarakat lagi. Kegiatan pemberantasan nyamuk
Aedes Sp dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
a. Pemberantasan nyamuk dewasa
Pemberantasan nyamuk dewasa salah satunya dengan cara
pengasapan (Fogging). Pengasapan atau fogging dengan menggunakan
jenis insektisida misalnya, golongan organophospat atau pyrethroid
synthetic. Contohnya, malathion dan fenthoin, dosis yang dipakai
adalah 1 liter malathion 95% EC + 3 liter solar. Pengasapan dilakukan
pada pagi antara jam 07.00-10.00 dan sore antara jam 15.00-17.00
secara serempak (Depkes RI, 2004). Penyemprotan dilakukan dua
siklus dengan interval 1 minggu. Pada penyemprotan pertama, semua
nyamuk yang mengandung virus dengue (nyamuk infentif) dan nyamuk
lainnya akan mati. Penyemprotan kedua bertujuan agar nyamuk baru
17
yang infektif akan terbasmi sebelum sempat menularkan kepada orang
lain. Dalam waktu singkat, tindakan penyemprotan dapat membatasi
penularan, akan tetapi tindakan ini harus diikuti dengan pemberantasan
terhadap jentiknya agar populasi nyamuk penular dapat tetap ditekan
serendah – rendahnya (Desniawati F, 2014:17).
b. Pemberantasan Larva
1) Fisik
Cara ini dilakukan dengan menghilangkan atau mengurangi
tempat-tempat perindukkan. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
yang pada dasarnya ialah pemberantasan jentik atau mencegah agar
nyamuk tidak dapat berkembang biak. PSN ini dapat dilakukan
dengan cara, (1) Menguras bak mandi dan tempat-tempat
penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali. Ini
dilakukan dengan pertimbangan bahwa perkembangan telur menjadi
nyamuk selama 7-10 hari. (2) Menutup rapat tempat penampungan
air seperti tempayan, drum dan tempat air lain. (3) Mengganti air
pada vas bunga dan tempat minum burung sekurang-kurangnya
seminggu sekali. (4) Membersihkan pekarangan dan halaman rumah
dari barang-barang bekas seperti kaleng bekas dan botol pecah
sehingga tidak menjadi sarang nyamuk. (5) Menutup lubang-lubang
pada bambu pagar dan lubang pohon dengan tanah. (6)
Membersihkan air yang tergenang diatap rumah. (7) Memelihara
ikan (Desniawati F, 2014:17-18).
2) Kimia
Dikenal sebagai larvasida atau larvasiding yakni cara
memberantas jentik nyamuk Aedes aegypri dengan menggunakan
insektisida pembasmi jentik (larvasida). Larvasida yang biasa
digunakan antara lain temephos yang berupa butiran-butiran (sand
granules) dosis yang digunakan adalah 1 ppm atau 10 gram (± 1
sendok makan rata) untuk tiap 100 liter air. Larvasida dengan
18
temephos ini mempunyai efek residu selama 3 bulan
(Depkes RI, 2004}
Nama merek dagang temefos adalah abate. Abate merupakan
senyawa fosfat organik yang mengandung gugus phosphorothioate.
Bersifat stabil pada pH 8, sehingga tidak mudah larut dalam air dan
tidak mudah terhidrolisa. Abate murni berbentuk kristal putih dengan
titik lebur 300 – 30,50 C. Mudah terdegradasi bila terkena sinar
matahari, sehingga kemampuan membunuh larva nyamuk tergantung
dari degradasi tersebut. Gugus phosphorothioate (P=S) dalam tubuh
binatang diubah menjadi fosfat (P=O) yang lebih potensial sebagai
anticholinesterase. Kerja anticholinesterase adalah menghambat
enzim cholinesterase baik pada vertebrata maupun
invertebrata sehingga menimbulkan gangguan pada aktivitas
syaraf karena tertimbunnya acetylcholin pada ujung
syaraf tersebut. Hal inilah yang mengakibatkan kematian
(Mumpuni Y, dan Lestari, W., 2015:35).
Namun cara ini tidak menjamin terbasminya tempat
perindukkan nyamuk secara permanen karena masyarakat pada
umumnya tidak begitu senang dengan bau yang ditimbulkan
larvasida selain itu pula diperlukan abate secara rutin untuk
keperluan pelaksanaannya (Mumpuni Y, dan Lestari, W., 2015:35).
3) Biologi
Pengendalian ini dilakukan dengan menggunakan makhluk
hidup, baik dari golongan mikroorganisme, hewan invertebrata atau
hewan vertebrata. Organisme tersebut dapat berperan sebagai
patogen, parasit atau pemangsa. Beberapa jenis ikan pemangsa yang
cocok untuk larva nyamuk seperti ikan kepala timah (Panchax
panchax), ikan gabus (Gambusia affinis) dan ikan gupi lokal seperti
ikan (Reticulata) (Mumpuni Y, dan Lestari, W., 2015:36).
19
3. Metode Pemeriksaan Larva
a. Metode Single Larva
Cara ini dilakukan dengan mengambil satu larva disetiap
genangan air yang ditemukan larva untuk diidentifikasi lebih lanjut.
b. Visual
Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada tidaknya larva
disetiap tempat genangan air tanpa mengambil larva-nya.
Ukuran kepadatan populasi larva dapat ditentukan dengan
mengukur :
1) Angka Bebas Jentik (ABJ)
Jumlah rumah yang tidak ditemukan larva x 100%
Jumlah rumah yang diperiksa
Semakin tinggi angka bebas jentik (ABJ) maka semakin tinggi
pula resiko terjadinya DBD (Aliardani, 2015:41).
2) House Index (HI)
Jumlah rumah yang ditemukan larva X 100%
Jumlah rumah yang diperiksa
Jika nilai HI ≤ 5%, maka resiko terjadinya DBD rendah.
Sedangkan jika nilai HI ≥ 5% maka resiko terjadinya DBD tinggi
(Aliardani, 2015:41).
B. Tinjauan Umum Tentang Tempat Penampungan Air (TPA)
Tempat penampungan air (TPA) biasanya digunakan nyamuk Aedes Sp
sebagai tempat perkembang biakannya. Tempat penampungan air (TPA) terdiri
atas :
1. TPA untuk keperluan sehari-hari seperti: bak mandi, drum, tangki air,
tempayan, bak WC, dan lain-lain
2. TPA bukan untuk keperluan sehari-hari seperti: vas bunga, tempat minum
burung, barang-barang bekas (botol bekas, gelas plastik, ban bekas, kaleng
bekas) yang berisi air atau air hujan.
3. TPA alamiah, seperti tempurung kelapa, kelopak daun, lubang pohon,
tonggak bambu, pelepah pisang, lubang batu yang berisi air hujan
(Azzahra, D 2011:21)
20
Kepadatan larva Aedes aegypti dengan Aedes albopictus di dalam
TPA dipengaruhi oleh ukuran TPA, volume air didalam TPA, kasar
halusnya dinding TPA, warna TPA, kemampuan TPA menyerap air,
tertutup-terbukanya TPA dan letak TPA (Azzahra, D., 2011:22).
Hasyimi H et al, menyatakan bahwa bak mandi, drum, dan tempayan
adalah tiga jenis container yang paling banyak mengandung larva karena
termasuk TPA berukuran besar, banyak berisi air,dan sulit dapat mengganti
airnya. Jumlah larva Aedes aegypti dengan Aedes albopictus dalam TPA
yang terbuat dari keramik, lebih sedikit dibandingkan dengan TPA fiber,
semen, dan drum. Hal ini dikarenakan dinding TPA berbahan keramik lebih
licin dan tidak menyerap air. Warna TPA juga mempengaruhi kepadatan
larva Aedes aegypti dengan Aedes albopictus dalam suatu TPA. Nyamuk
Aedes aegypti dengan Aedes albopictus lebih menyukai bertelur di TPA
yang berwarna gelap, karena memberikan rasa aman dan tenang saat
bertelur sehingga telur yang diletakkan lebih banyak. TPA yang berwarna
terang kurang disukai nyamuk, sehingga jumlah telur yang diletakkan lebih
sedikit karena nyamuk merasa tidak aman saat bertelur. Oleh karena itu
masyarakat dapat dianjurkan untuk menggunakan TPA yang berwarna
terang agar nyamuk tidak bertelur di dalammnya (Azzahra, D., 2011:22).
Chareonviriyaphap et al, melaporkan bahwa larva Aedes aegypti lebih
sering ditemukan pada TPA buatan yang berisi air bersih yang berada
didalam atau didekat tempat tinggal manusia, sedangkan larva Aedes
albopictus lebih sering ditemukan pada TPA alamiah atau TPA buatan yang
berada diluar rumah dan banyak mengandung zat-zat organik
(Aliardani, N, A., 2015:37).
21
21
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran
Aedes Sp sebagai vektor penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) ada
dua spesies yaitu Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Aedes Sp adalah genus
nyamuk yang awalnya ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Spesies
Aedes aegypti dan Aedes albopictus adalah vektor utama yang menjadi
perhatian di seluruh dunia, karena sifat infeksius dari Aedes aegypti dan
Aedes albopictus sebagai pembawa virus yang dapat ditularkan ke manusia.
Aedes aegypti merupakan vektor utama yang mentransmisikan virus yang
menyebabkan demam berdarah.
Nyamuk ini dalam hidupnya mengalami beberapa fase perkembangan
dimulai dari telur, larva, pupa dan dewasa. Dalam perkembangannya, stadium
telur, larva dan pupa hidup di dalam air, sedangkan dewasa hidup di udara.
Stadium larva merupakan stadium penting karena gambaran jumlah larva
akan menunjukkan populasi dewasa, selain itu stadium larva juga mudah
untuk diamati dan dikendalikan karena berada di tempat perindukan (air).
Nyamuk Aedes Sp berkembang biak dengan baik di tempat penampungan air
di dalam rumah maupun di luar rumah. Di dalam rumah pada tempat – tempat
penampungan air di rumah tangga, sedangkan di luar rumah pada tanaman –
tanaman yang dapat menampung air ataupun benda–benda yang berpotensi
sebagi tempat penampungan air.
22
B. Bagan Kerangka Pikir
C. Variabel Penelitian
1. Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini adalah penampungan air
masyarakat di Kelurahan Padaleu Kecamatan Kambu Kota Kendari
Sulawesi Tenggara baik didalam rumah maupun yang diluar rumah.
2. Variabel dependen (terikat) dalam penelitian ini adalah larva yang
terdapat pada penampungan air masyarakat di Kelurahan Padaleu
Kecamatan Kambu Kota Kendari Sulawesi Tenggara baik didalam rumah
maupun yang diluar.
D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
1. Definisi Operasional
a. Tempat penampungan air (TPA) adalah wadah atau tempat
penampungan air baik yang didalam rumah maupun diluar rumah
yang tertutup maupun tidak tertutup. TPA yang dimaksut yaitu bak
mandi, adapun alternatif lainnya yaitu ember, baskom, vas bunga, dan
lain-lain.
b. Larva Aedes Sp adalah larva nyamuk yang bentuk kepala cukup besar
serta torax dan abdomen yang cukub besar, memiliki gigi sisir baik
beduri lateral dan lurus saja serta satu pasang bulu pada siphon
(Corong pernafasan). Larva Aedes Sp terdiri atas dua yaitu Aedes
aegypti dan larva Aedes albopictus
2. Kriteria Objektif
a. Larva Aedes aegypti
Dikatakan larva Aedes aegypti ada jika ditemukan larva yang pada
ruas abdomen ke VIII terdapat gigi sisir yang berduri lateral.
Aedes Sp
1. Aedes aegypti
2. Aedes albopictus
Tempat Penampungan Air
(TPA)
Didalam Rumah Diluar Rumah
23
b. Larva Aedes albopictus
Dikatakan larva Aedes albopictus ada jika ditemukan larva yang pada
ruas abdomen ke VIII terdapat gigi sisir yang lurus saja.
c. Bukan larva Aedes aegypti dan Aedes albopictus
Dikatakan bukan larva Aedes aegypti dan Aedes albopictus jika tidak
terdapat gigi sisir pada ruas abdomen ke VIII.
24
24
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk
mengetahui keberadaan larva Aedes Sp, pada air dalam penampungan air
masyarakat di RW1 Kelurahan Padaleu Kecamatan Kambu Kota Kendari
Sulawesi Tenggara didalam maupun yang diluar rumah.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat
Tempat pengambilan sampel penelitian ini dilakukan di RW1
Kelurahan Padaleu Kecamatan Kambu Kota Kendari Sulawesi Tenggara,
sedangkan proses identifikasi sampel dilakukan di laboratorium jurusan
analis kesehatan politeknik kesehatan kendari.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada Bulan Juni 2016.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah semua kepala keluarga (KK) di
RW1 Kelurahan Padaleu yang mempunyai rumah. Jumlah keseluruhan
kepala keluarga yang mempunyai rumah di RW1 yaitu sebanyak 131 kepala
keluarga, yang terdiri dari RT1 27 KK, RT2 25 KK, RT3 53 KK,RT4 26
KK.
2. Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah air yang diperoleh dari
penampungan air KK atau masyarat RW1 kelurahan Padaleu baik yang
didalam rumah maupun yang diluar rumah.
Populasi dalam penelitian ini yakni lebih dari 100 KK sehingga
sampel bisa diambil 15% atau 30% dari populasi
(sugiyono, 2011:90). Dalam hal ini peneliti mengambil sampel sebanyak
30% dari populasi.
25
Tehnik pengambilan sampel yaitu menggunakan Stratified Random
Sampling artinya sampel diambil secara acak berdasarkan strata RT
sehingga sampel adalah :
a) RT1
=8,1=8 KK
b) RT2
x 25=7,5=8 KK
c) RT3
x 53 =15,9=16 KK
d) RT4
x 26 =7,8=8 KK
Jadi jumlah keseluruhan sampel yaitu 40 KK.
D. Prosedur Pengumpulan Data
1. Data Primer
Jenis data primer yaitu data tentang adanya larva nyamuk pada
pemeriksaan.
2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari Kelurahan Padaleu
seperti jumlah kepala keluarga yang mempunyai rumah dan bak
penampungan air.
E. Instrumen Penelitian
1. Instrumen Pada Pengambilan Sampel
a. Wadah sampel (botol berukuran 450 ml)
b. Gayung
c. Label
d. Alat tulis
e. Kain kasa
f. Karet atau benang pengikat
2. Instrumen Pada Pemeriksaan laboratorium
1. Mikroskop
2. Obyek glass
3. Kaca penutup
4. Pipet tetes
26
F. Prosedur Kerja Laboratorium
1. Pra Analitik
Prosedur pengambilan sampel
a. Larva diambil dengan metode singgle larva menggunakan gayung
b. Masukkan larva ke dalam wadah sampel
c. Tutup wadah dengan menggunakan kain kasa lalu diikat dengan benang
atau karet
d. Beri label atau identitas pada setiap wadah berdasarkan kepala
keluarganya dan RT nya
Persiapan Alat
Disiapkan alat dan bahan, adapun alat yang digunakan yaitu
mikroskop, Objek glass, kaca penutup, pipet tetes, lap atau tissu.
2. Analitik
Proses Identifikasi Larva
1) Larva diambil dengan menggunakan pipet tetes.
2) Diletakkan diatas objek glass dan diitutup dengan kaca penutup.
3) Kemudian diperiksa secara mikroskopik dengan menggunakan lensa
objektif 10 x kemudian dilanjut dengan pembesaran 40 x.
3. Pasca Analitik
a. Interprestasi dan pengamatan hasil
1) Aedes aegypti : Jika ditemukan larva yang pada ruas abdomen ke
VIII terdapat gigi sisir yang berduri lateral dan lurus saja.
2) Aedes albopictus : Jika ditemukan larva yang pada ruas adomen ke
VIII tidak terdapat gigi sisir.
G. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
a. Data Primer
Jenis data primer yang digunakan adalah data yang diperoleh dari
pengujian langsung identifikasi larva Aedes aegypti dan aedes albopictus
27
pada penampungan air masyarakat di Kelurahan Padaleu Kecamatan Kambu
Kota Kendari Sulawesi Tenggara.
b. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang di peroleh dari Kelurahan Padaleu
berupa jumlah RW, RT, dan jumlah kepala keluarga (KK). Serta data
jumlah penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) yang di peroleh dari
puskesmas Mokoau.
H. Pengolahan Data
Data yang dikumpulkan akan diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Editing, yaitu mengkaji dan meneliti data yang telah terkumpul.
2. Coding, yaitu kegiatan mengklasifikasikan data menurut kategori dan jenis
masing-masing untuk memudahkan dalam pengolahan data maka setiap
kategori diberi kode.
3. Scoring, yaitu setelah melakukan pengkodean, maka dilanjutkan dengan
tahap pemberian skor pada masing-masing sampel yang digunakan dalam
bentuk angka.
4. Tabulating, yaitu untuk meringkas data yang diperlukan dalam bentuk tabel
yang telah disiapkan. Data yang diperoleh kemudian dikelompokkan dan
diperoses dengan menggunakan tabel menurut kategorinya masing-masing.
I. Analisis Data
Data yang telah terkumpul diolah dalam bentuk tabel distribusi frekuensi
yang dikelompokkan dalam kategori penampungan air yang mengandung larva
Aedes aegypti dan Aedes albopictus didalam dan diluar rumah.
J. Penyajian Data
Data yang telah dianalisis disajikan dalam bentuk tabel dan kemudian
dijelaskan dalam bentuk narasi.
K. Etika Penelitian
Adapun etika penelitian yaitu :
1. Menyertakan surat pengantar dari fakultas yang ditujukan kepada tempat
penelitian sebagai bentuk permohonan izin unruk melakukan penelitian.
28
2. Menjamin kerahasiaan semua data yang ada, sehingga tidak ada pihak
yang merasa dirugikan atas penelitian yang dilakukan.
29
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kelurahan Padaleu terletak pada ketinggian ± 5m dari permukaan air
laut, suhu udara rata-rata maksimum 320C dan kelembaban udara berkisar
80 - 81%, rata-rata curah hujan 204 mm/th. Jumlah penduduk Kelurahan
Padaleu pada tahun 2016 sebesar 1.684 jiwa.
Kelurahan Padaleu tediri dari tiga RW yaitu :
- RW1 = RT1, RT2, RT3, RT4 = 619 Jiwa
- RW2 = RT5, RT6, RT7 = 602 Jiwa
- RW3 = RT8, RT9, RT10 = 463 Jiwa
Lokasi penelitian terletak di RW1 Kelurahan Padaleu Kecamatan
Kambu Kota Kendari Sulawesi Tenggara yang terdiri dari 4 RT yaitu RT1
yang jumlah penduduknya terdiri dari 130 jiwa, laki – laki 59 jiwa dan
perempuan sebanyak 71 jiwa. RT2 jumlah penduduknya terdiri dari 114
jiwa, laki – laki 55 jiwa perempuan 59 jiwa. RT3 jumlah penduduk terdiri
dari 225 jiwa, laki – laki 116 jiwa perempuan 109 jiwa. Serta RT4 jumlah
penduduknya terdiri dari 150 jiwa, laki – laki 75 jiwa perempuan 75 jiwa.
Jadi jumlah keseluruhan penduduk yang berada di wilayah RW1 sebanyak
619 jiwa. RW1 Secara Geografis terletak pada 122’31’Bujur Timur dan
4’10’ Lintang Selatan.Luas Wilayah 1,2 km2 dengan batas-batas wilayah
adalah sebagai berikut :
Utara : Kelurahan Kambu
Timur : RW3
Barat : Kelurahan Lepo-lepo
Selatan : RW2
2. Variabel Penelitian
Sampel pemeriksaan berupa air penampungan yang diambil di
tempat penampungan air masyarakat baik didalam rumah mpaupun diluar
rumah.
30
Jumlah sampel yang diperiksa sebanyak 40 sampel menurut
KK/rumah. Air dimbil kemudian dimasukkan ke botol atau wadah sampel
lalu diberi kode dan bawah kelaboratorium untuk diperiksa.
Tabel 5.1Distribusi Frekuensi Sampel Air yang Diambil Berdasarkan
RT di RW1 Kelurahan Padaleu Kecamatan Kambu Kota
Kendari Sulawesi Tenggara.
No RT Jumlah sampel yang diambil
(n) Persentase (%)
1 I 8 20 %
2 II 8 20 %
3 III 16 40 %
4 IV 8 20 %
Jumlah 40 100 %
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa jumlah sampel terbanyak yaitu pada
RT3 sebanyak 16 sampel.
Dari 40 sampel atau KK diambil air penampungan baik didalam
rumah maupun diluar rumah jadi jumlah keseluruhan sebanyak 80 sampel.
Setelah dilihat secara makroskopik maka ditemukan semua sampel
mengandung larva dan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Tempat Pengambilan Sampel di Dalam
dan di Luar Rumah.
No Tempat Pengambilan Sampel n %
1 Didalam Rumah 40 50
2 Diluar Rumah 40 50
Jumlah 80 100%
Selanjutnya air penampungan diamati dibawah mikroskop maka
dapat dilihat larva jenis Aedes aegypti sebanyak 40 didalam rumah dan 6
diluar rumah, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :
31
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Larva Nyamuk Aedes aegypti
Berdasarkan Tempat Penampungan Air Masyarakat di
RW1 Kelurahan Padaleu Kecamatan Kambu Kota
Kendari Sulawesi Tenggara.
No Aedes aegypti n %
1
2
Dalam Rumah
Luar Rumah
40
6
86 %
14 %
Jumlah 46 100 %
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa larva Aedes aegypti paling banyak
ditemui didalam rumah dibandingkan dengan yang diluar rumah.
Sedangkan larva Aedes albopictus tidak terdapat didalam rumah
tetapi diluar rumah sebanyak 34. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel berikut ;
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Larva Nyamuk Aedes albopictus
Berdasarkan Tempat Penampungan Air Masyarakat di
RW1 Kelurahan Padaleu Kecamatan Kambu Kota
Kendari Sulawesi Tenggara.
No Aedes albopictus n %
1
2
Dalam Rumah
Luar Rumah
0
34
0 %
100 %
Jumlah 34 100 %
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa larva Aedes albopictus hanya terdapat
diluar rumah.
32
Jadi jika dijumlahkan keseluruhan jumlah larva yang terdapat
didalam maupun diluar rumah sebanyak 80 dan dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Larva Aedes Sp Menurut Tempat
Pengambilan Sampel
No Jenis Larva
Tempat
Pengambilan Sampel n % Dalam
Rumah
Luar
Rumah
1 Aedes aegypti 40 6 46 57,5%
2 Aedes albopictus 0 34 34 42,5%
Jumlah 40 40 80 100%
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa larva jenis Aedes aegypti sebanyak
46 (57,5%) sampel dan larva jenis Aedes albopictus sebanyak 34 (42,5%).
B. PEMBAHASAN
Penelitian telah dilakukan di RW1 Kelurahan Padaleu Kecamatan
Kambu Kota Kendari Sulawesi Tenggara dan tempat pemeriksaan sampel
dilakukan di Laboratorium Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Kendari.
Dari hasil penelitian terhadap sampel yang diambil dari tempat penampungan
air masyarakat baik didalam rumah maupun diluar rumah di RW1 diperoleh
larva jenis Aedes Sp. Dimana jenis larva (+) Aedes aegypti didalam rumah
sebanyak 40 sampel, diluar rumah sebanyak 6 sampel dengan total sampel 46
(57,5%). Sedangan jumlah sampel yang positif Aedes albopictus didalam
rumah 0, dan diluar rumah sebanyak 34 sampel dengan total sampel 36
(42,5%) dari 80 sampel.
Dari tabel distribusi frekuensi larva Aedes Sp, menunjukkan bahwa
larva Aedes aegypti lebih banyak ditemukan didalam rumah sedangkan larva
Aedes albopictus hanya ditemukan di luar rumah. Aliardani (2015:27)
33
menyatakan bahwa Aedes aegypti tidak menyukai tempat yang kotor, biasa
bertelur pada genangan air yang tenang dan bersih seperti jambangan bunga,
tempayan, bak mandi dan lain-lain yang kurang diterangi matahari dan tidak
dibersihkan secara teratur. Aedes albopictus merupakan nyamuk kebun (forest
mosquito) yang memperoleh makanan dengan cara menggigit dan menghisap
darah berbagai jenis binatang. Menurut teori, nyamuk Aedes aegypti
berkembang biak didalam rumah. Setelah dilakukan penelitian ditemukan
larva Aedes aegypti diluar rumah karena tempat penampungan air diluar
rumah yang diletakkan pada tempat yang tidak terkena matahari langsung
berpotensi sebagai tempat perkembang biakan larva Aedes aegypti.
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil observasi larva Aedes Sp
dalam penelitian ini nilai ABJ yang diperoleh sebesar 96,25%, maka dari itu
angka kejadian DBD di RW1 masih sangat tinggi.
Adanya temuan larva Aedes Sp menunjukkan bahwa sampel larva yang
diambil dari penampungan air masyarakat baik didalam maupun diluar rumah
mempunyai peluang yang sangat besar untuk terinfeksi penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD). Sebagian besar masyarakat belum memahami dan
belum menerapkan program 3 M (Menguras, Menutup, dan Mengubur).
Karena pada sampel yang diambil memberikan hasil yang positif aedes sp.
Oleh krena itu maka perlu dilakukan sosialisasi tentang bahaya Demam
Berdarah Dengue (DBD) dan cara penanggulangannya terhadap masyarakat di
RW1 Kelurahan Padaleu Kecamatan Kambu Kota Kendari Sulawesi
Tenggara. Adapun upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan cara
pengasapan (fogging) untuk memberantas nyamuk dewasa, memberikan
bubuk abate pada tempat-tempat penampungan air untuk membunuh jentik
dan telur, menggunakan kelambu pada saat tidur, menyemprot nyamuk
dengan insektisida, serta menggunakan lotion antinyamuk.
Daerah endemik Demam Berdarah Dengue pada umumnya merupakan
sumber penyebaran penyakit ke wilayah yang lain, Demam Berdarah Dengue
umumnya dimulai dengan peningkatan jumlah kasus di wilayah tersebut.
Berdasarkan informasi dari masyarakat dan hasil observasi terhadap
34
masyarakat diRW1 Kelurahan Padaleu sering terjadi wabah penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD) setiap tahunnya, pada Kelurahan Padaleu kasus
DBD tahun 2013 sebanyak 2 kasus, tahun 2014 sebanyak 4 kasus, tahun 2015
sebanyak 5 kasus, sementara pada tahun 2016 Januari – Maret sebanyak 24
kasus.
Tempat yang paling potensial untuk terjadinya penularan Demam
Berdarah Dengue adalah :
1. Wilayah yang banyak kejadian DBD.
2. Tempat – tempat umum yang merupakan tempat berkumpulnya orang –
orang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya penularan
virus dengue cukup besar. Tempat umum itu antara lain sekolah, rumah
sakit, puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya.
3. Pemukiman baru di pinggir kota, karena dilokasi ini penduduk pada
umumnya berasal dari berbagai wilayah, maka memungkinkan diantaranya
terdapat penderita DBD dari masing-masing lokasi asal.
35
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Dari hasil pengamatan dilapangan ditemukan larva Aedes aegypti didalam
rumah 40 (50%) di luar rumah 6 (7,5%)
2. Dari hasil pengamatan dilapangan larva Aedes Albopictus tidak ditemukan
pada penampumgam air didalam rumah (0%) dan hanya ditemukan di air
penampungan luar rumah sebanyak 34 (100%).
B. Saran
1. Kepada Peneliti
Perlunya diadakan penelitian lebih lanjut sehingga dapat diketahui
faktor-faktor penyebab adanya larva pada penampungan air masyarakat
2. Kepada Tenaga Laboratorium
Untuk bahan pertimbangan dalam melakukan pemerikasaan
laboratorium dengan penelitian yang sama tentang larva Aedes Sp
3. Kepada Masyarakat
Memahami dan menerapkan program 3 M ( Menguras, Menutup,
dan Mengubur), sehingga peluang timbulnya demam berdarah akan lebih
kecil.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, U, F., 2008. Dasar-Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. PT
Rajagafindo Persada. Jakarta
Adyatma, dkk. 2011. Hubungan Antara Lingkungan Fisik Rumah, Tempat
Penampungan Air dan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian DBD di
Kelurahan Tidung Kecamatan Rappocini Kota Makassar. Fakultas
Kesehatan Lingkungan Universitas Hasanuddin. Makassar
Aliardani, N A. 2015. Karakteristik Lingkungan Tempat Perkembang Biakan
dan Densitas Larva Aedes aegypti dan Aedes albopictus di Wilayah
Endemis DBD di Kelurahan Antang Kota Makassar. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin. Makassar
Anggraeni, D, S., 2010. Stop Demam Berdarah Dengue. Bogor Publishing
House
Azzahra, D., 2011. Keberadaan Larva Aedes sp Pada Container di Dalam Rumah
Sebelum dan Sesudah Penyuluhan di Kecamatan Bayah Provinsi Banten.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
Data Puskesmas Mokoau Tahun 2016
Data Kelurahan Padaleu Kecamatan Kambu Tahun 2016
Departemen Kesehatan RI. 2004. Buletin Harian Perilaku dan Siklus Hidup
Nyamuk Aedes aegypti Sangat Penting Diketahui Dalam Melakukan
Kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk Termasuk Pemantauan Jentik
Berkala. Didjen P2M dan PL. Jakarta
Departemen Kesehatan RI. 2005. Pencegahan dan Pemberantasan Demam
Berdarah Dengue di Indonesia. Didjen PP dan PL. Jakarta
Desniawati, F., 2014. Pelaksanaan 3M Plus Terhadap Keberadaan Larva Aedes
aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Bulan
Mei-Juni Tahun 2014. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta
Eled, R, P., 2011. Keberadaan Larva Aedes aegypti di Container di Dalam
Rumah Di Kelurahan Cempaka Putih Timur dan Cempaka Putih Barat.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
Irianto, K., 2013. Parasitologi Medis (Medical Parasitology). Alfabeta. Badung
Kuraga, D, R., 2011. Keberadaan Larva Nyamuk Aedes sp Dalam Container
Tempat Penampungan Air Sebelum dan Sesudah Penyuluhan di Desa
Ciwaru Kecamatan Bayah Jawa Barat. Universitas Indonesia. Jakarta
Mumpuni, Y., dan Lestari, W., 2015. Cekal (Cegah dan Tangkal) Sampai Tuntas
Demam Berdarah. C.V. Andi Offset. Yogyakatra
Nahda. 2013. Hubungan Perilaku 3M Plus Dengan Densitas Larva Aedes aegypti
di Kelurahan Birobuli Selatan Kota Palu Sulawesi Tengah. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Makassar
Sembel D.,2009. Entemologi Kedokteran. C.V.Andi Offset. Yogyakatra
Wisfer. 2014. Hubungan Jumlah Penghuni, Tempat Penampungan Air Keluarga
Dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Endemis Dbd Kota
Makassar. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
Makassar
Zulkoni, A., 2011. Parasitologi. Muha Medika. Yogyakarta
LAMPIRAN
KEMENTERIANKESEHATANRI
BADAN PENGEMBANAGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
Jl.. Jend.A.H Nasution No. G.14 Anduonohu Kota Kendari 93232
Telp. (0401) 3190492 Fax. (0401) 3193339 e-mail poltekkeskendari@yahoo.com
LEMBAR HASIL PENELITIAN
Judul Penelitian : Identifikasi larva Aedes Sp pada tempat penampungan air
masyarakat di RW1 Kelurahan Padaleu Kecamatan Kambu
Kota KendariSulawesi Tenggara
Nama Peneliti : Sumarni
NIM : P00320013133
No
Sampel
Kode
Sampel RT
Hasil Pengamatan
Dalam
Rumah Luar Rumah Jenis Larva
GSDL GSL GSDL GSL Ades
aegypti
Aedes
albopictus
1 A1
1
+ - + - √ -
2 A2 + - - + √ √
3 A3 + - - + √ √
4 A4 + - - + √ √
5 A5 + - - + √ √
6 A6 + - - + √ √
7 A7 + - - + √ √
8 A8 + - - + √ √
9 B1
2
+ - - + √ √
10 B2 + - - + √ √
11 B3 + - - + √ √
12 B4 + - - + √ √
13 B5 + - - + √ √
14 B6 + - - + √ √
15 B7 + - - + √ √
16 B8 + - - + √ √
17 C1
3
+ - - + √ √
18 C2 + - - + √ √
19 C3 + - - + √ √
20 C4 + - + - √ -
21 C5 + - - + √ √
22 C6 + - - + √ √
23 C7 + - - + √ √
24 C8 + - - + √ √
25 C9 + - + - √ -
26 C10 + - + - √ -
27 C11 + - - + √ √
28 C12 + - - + √ √
29 C13 + - - + √ √
30 C14 + - - + √ √
31 C15 + - - + √ √
32 C16 + - - + √ √
33 D1
4
+ - - + √ √
34 D2 + - - + √ √
35 D3 + - - + √ √
36 D4 + - - + √ √
37 D5 + - + - √ -
38 D6 + - - + √ √
39 D7 + - - + √ √
40 D8 + - + - √ -
Jumlah 40 - 6 34 40 34 Keterangan : GSDL : Gigi sisir berduri lateral
GSL : Gigi sisir lurus
Lampiran 6. Proses Penelitian Identifikasi Larva Aedes Sp di RW1 Kelurahan
Padaleu Kecamatan Kambu Kota Kendari
A. Pra Analitik
1. Persiapkan bahan dan alat
Objeck glass Deck glass
Mikroskop
Pipet tetes
Wadah sampel Kain kasa
Alat tulis
Karet/Tali pengikat Gayung
2. Pengambilan Sampel
Sampel diambil dengan menggunkan gayung kemudian masukkan
kedalam wadah sampel dan beri identitas berdasarkan kepala keluarga dan RT-
nya.
Pengambilan sampel didalam rumah
Pengambilan sampel diluar rumah
B. Analitik
Larva diambil dengan menggunakan pipet tetes diletakkan diatas objeck glass dan
ditutup dengan kaca penutup dan diamati dibawah mikroskop dengan menggunakan
lensa objekti 10x kemudian dilanjut dengan pembesaran 40x.
Larva pada
objeck glass
Pemeriksaan dibawah mikroskop
C. Pasca analitik
1.Gambar larva Aedes aegypti dengan pembesaran 40x
2.Gambar larva Aedes aegypti dengan pembesaran 10x
3. Gambar larva Aedes albopictus dengan pembesaran 40x
4. Gambar larva Aedes albopictus dengan pembesaran 10x
top related