iii. kerangka pemikiran 3.1. kerangka pemikiran teoritis · implisit di mana willingness to pay...
Post on 24-Mar-2019
270 Views
Preview:
TRANSCRIPT
30
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis terdiri dari beberapa teori yang digunakan
dalam penelitian. Penelitian ini menggunakan teori-teori yang sesuai dengan
tujuan penelitian yang hendak dicapai yaitu Contingent Valuation Method (CVM),
regresi linier berganda, dan instrumen ekonomi.
3.1.1. Contingent Valuation Method (CVM)
Penilaian ekonomi sumberdaya yang tidak dapat dipasarkan (non-market
valuation) dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu: 1) revealed
preference approach merupakan teknik penilaian yang mengandalkan harga
implisit di mana Willingness to Pay terungkap melalui model yang
dikembangkan, meliputi: Travel Cost, Hedonic Pricing, dan Random Utility
Model. 2) stated preference approach merupakan teknik penilaian yang
didasarkan pada survei di mana keinginan membayar atau Willingness to Pay
diperoleh dari responden, meliputi: Contingent Valuation, Random Utility Model,
dan Contingent Choice. Menurut Yakin (1997), Contingent Valuation Method
(CVM) merupakan metode yang popular digunakan saat ini, karena CVM dapat
mengukur nilai penggunaan (use value) dan nilai non pengguna (non use values)
dengan baik.
Metode CVM ini sangat tergantung pada hipotesis yang akan dibangun.
Misalnya, seberapa besar biaya yang harus ditanggung, bagaimana
pembayarannya, dan sebagainya. Metode CVM ini secara teknis dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu teknis eksperimental melalui simulasi dan teknik survei.
31
Metode CVM sering digunakan untuk mengukur nilai pasif sumber daya alam
atau sering juga dikenal dengan nilai keberadaaan. Metode CVM pada dasarnya
bertujuan untuk mengetahui keinginan membayar (Willingness To Pay) dari
masyarakat terhadap perbaikan lingkungan dan keinginan menerima kompensasi
(Willingness To Accept) dari kerusakan lingkungan (Fauzi, 2006).
3.1.1.1 Kelebihan Contingent Valuation Method (CVM)
Menurut Hanley dan Spash (1993) kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh
pendekatan CVM dalam memperkirakan nilai ekonomi suatu lingkungan adalah
sebagai berikut :
1) Dapat diaplikasikan pada semua kondisi dan memiliki dua hal penting, yaitu
seringkali menjadi satu-satunya teknik untuk mengestimasi manfaat dan
dapat diaplikasikan pada berbagai konteks kebijakan lingkungan.
2) Dapat digunakan dalam berbagai macam penelitian barang-barang
lingkungan di sekitar masyarakat.
3) Dibandingkan dengan teknik penilaian lingkungan lainnya, CVM memiliki
kemampuan untuk mengestimasi nilai non pengguna. Dengan CVM,
seseorang mungkin dapat mengukur utilitas dari penggunaan barang
lingkungan bahkan jika tidak digunakan secara langsung. Meskipun teknik
dalam CVM membutuhkan analis yang kompeten, namun hasil penelitian
dari peneliti yang menggunakan metode ini tidak sulit untuk dianalisis dan
dijabarkan.
32
3.1.1.2 Kelemahan Contingent Valuation Method (CVM)
Menurut Fauzi (2006), meskipun CVM diakui sebagai pendekatan yang
cukup baik untuk mengukur WTP, namun terdapat beberapa kelemahan yang
perlu diperhatikan dalam pelaksanaannya. Kelemahan yang utama dari
pendekatan ini adalah timbulnya bias.
Bias dalam pengumpulan data dengan mengunakan teknik CVM menurut
Hanley dan Spash (1993) terdiri dari :
1) Bias Strategi (Strategic Bias)
Adanya responden yang memberikan suatu nilai WTP yang relatif kecil
karena alasan bahwa ada responden lain yang akan membayar upaya
peningkatan kualitas lingkungan dengan harga yang lebih tinggi
kemungkinan dapat terjadi. Alternatif untuk mengurangi bias strategi ini
adalah melalui penjelasan bahwa semua orang akan membayar nilai tawaran
rata-rata atau penekanan sifat hipotetis dari perlakuan. Hal ini akan
mendorong responden untuk memberikan nilai WTP yang benar. Mitchell
dan Carson (1989) dalam Hanley dan Spash (1993) menyarankan empat
langkah untuk meminimalkan bias strategi yaitu :
a) Menghilangkan seluruh pencilan (outliner)
b) Penekanan bahwa pembayaran oleh responden adalah dapat dijamin
c) Menyembunyikan nilai tawaran responden lain
d) Membuat perubahan lingkungan bergantung pada nilai tawaran
Sedangkan Hoehn dan Randall (1987) dalam Hanley dan Spash (1993)
menyarankan bahwa bias strategi dapat dihilangkan dengan menggunakan
format referendum terhadap nilai WTP yang terlalu tinggi.
33
2) Bias Rancangan (Design Bias)
Beberapa hal dalam rencangan survei yang dapat mempengaruhi responden
adalah :
a) Pemilihan jenis tawaran (bid vehicle). Jenis tawaran yang diberikan dapat
mempengaruhi nilai-nilai rata-rata tawaran.
b) Bias titik awal (starting point bias). Pada metode bidding game, titik
awal yang diberikan kepada responden dapat mempengaruhi nilai
tawaran (bid) yang ditawarkan. Hal ini dapat dikarenakan responden
yang ditanyai merasa kurang sabar atau karena titik awal yang
mengemukakan besarnya nilai tawaran adalah tepat dengan selera
responden (disukai responden karena responden tidak memiliki
pengalaman tentang nilai perdagangan benda lingkungan yang
dipermasalahkan).
c) Sifat informasi yang ditawarkan (nature of information provided). Dalam
sebuah pasar hipotesis, responden mengkombinasikan informasi benda
lingkungan yang diberikan kepadanya dan bagaimana pasar akan bekerja.
Tanggapan responden dapat dipengaruhi oleh pasar hipotesis maupun
komoditas spesifik yang diinformasikan pada saat survei.
3) Bias yang Berhubungan dengan Kondisi Kejiwaan Responden (Mental
Account Bias)
Bias ini terkait dengan langkah proses pembuatan keputusan seorang
individu dalam memutuskan seberapa besar pendapatan, kekayaan, dan
waktunya yang dapat dihabiskan untuk benda lingkungan tertentu dalam
periode waktu tertentu.
34
4) Kesalahan Pasar Hipotetik (Hypotetical Market Error)
Kesalahan pasar hipotetik terjadi jika fakta yang ditanyakan kepada
responden di dalam pasar hipotetik membuat tanggapan responden berbeda
dengan konsep yang diinginkan peneliti sehingga nilai WTP yang dihasilkan
menjadi berbeda dengan nilai yang sesungguhnya. Hal ini dikarenakan studi
CVM tidak berhadapan dengan perdagangan aktual, melainkan suatu
perdagangan atau pasar yang murni hipotetik yang didapatkan dari
pertemuan antara kondisi psikologi dan sosiologi prilaku. Terjadinya bias
pasar hipotetik bergantung pada :
a) Bagaimana pertanyaan disampaikan ketika melaksanakan survei.
b) Seberapa realitistik responden merasakan pasar hipotetik akan terjadi.
c) Bagaimana format WTP yang digunakan.
Solusi untuk menghilangkan bias ini salah satunya yaitu desain dari alat
survei sedemikian rupa sehingga maksimisasi realitas dari situasi yang akan
diuji dan melakukan pengulangan kembali untuk kekonsistenan dari
responden.
3.1.1.3 Tahap-tahap Contingent Valuation Method (CVM)
Menurut Hanley dan Spash (1993), beberapa tahap dalam penerapan
analisis CVM, yaitu :
1) Membuat Pasar Hipotetik
Tahap awal dalam menjalankan CVM adalah membuat pasar hipotetik.
Pasar hipotetik tersebut dibangun untuk memberikan suatu alasan mengapa
masyarakat seharusnya membayar terhadap suatu barang/jasa lingkungan
dimana tidak terdapat nilai dalam mata uang berapa harga barang/jasa
35
lingkungan tersebut. Dalam pasar hipotetik harus menggambarkan
bagaimana mekanisme pembayaran yang dilakukan. Skenario kegiatan
harus diuraikan secara jelas dalam kuisioner sehingga responden dapat
memahami barang lingkungan yang dipertanyakan serta keterlibatan
masyarakat dalam rencana kegiatan. Selain itu, di dalam kuisioner juga
perlu dijelaskan perubahan yang akan terjadi jika terdapat keinginan
masyrakat membayar.
2) Mendapatkan Penawaran Besarnya Nilai WTP
Penawaran besarnya nilai WTP dilakukan dengan menggunakan kuesioner.
Setelah itu dilakukan kegiatan pengambilan sampel. Hal ini dapat dilakukan
melalui wawancara dengan tatap muka, dengan perantara telepon, atau surat.
Terdapat empat metode yang dapat digunakan untuk memperoleh
penawaran besarnya nilai WTP responden (Hanley dan Spash, 1993), yaitu:
a) Bidding Game adalah metode tawar-menawar dimana responden
ditawarkan sebuah nilai tawaran yang dimulai dari nilai terkecil hingga
nilai terbesar sehingga mencapai nilai WTP maksimum yang sanggup
dibayarkan responden.
b) Open-ended Question adalah metode yang memberikan pertanyaan
terbuka kepada responden tentang WTP maksimum yang mampu
mereka bayarkan dengan tidak ada nilai tawaran sebelumnya sehingga
tidak menimbulkan bias titik awal (starting point bias). Kelebihan
metode ini yaitu responden tidak perlu diberi petunjuk yang bisa
mempengaruhi nilai yang akan diberikan. Kelemahan metode ini yaitu
36
nilai yang diberikan kurang akurat dan variasi yang dihasilkan terlalu
besar.
c) Payment Card adalah metode yang menawarkan kepada responden nilai
tawaran yang disajikan dalam bentuk kisaran nilai dalam sebuah kartu
yang terdiri dari berbagai nilai kemampuan untuk membayar dimana
responden dapat memilih nilai maksimal atau nilai minimal yang sesuai
dengan preferensinya. Metode ini pada awalnya dikembangkan untuk
mengatasi bias titik awal dari metode tawar-menawar.
d) Closed-ended Referendum adalah metode yang memberikan sebuah
nilai tawaran tunggal kepada responden, baik responden setuju ataupun
tidak setuju dengan nilai tersebut. Metode ini menawarkan responden
jumlah uang tertentu dan menanyakan apakah respnden mau membayar
atau tidak sejumlah uang untuk memperoleh peningkatan kualitas
lingkungan.
3) Memperkirakan Nilai Tengah dan Nilai Rata-Rata WTP
Setelah data mengenai nilai WTP terkumpul, tahap selanjutnya adalah
menghitung nilai tengah (median) dan nilai rata-rata (mean) dari WTP
tersebut. Nilai tengah digunakan apabila terjadi rentang nilai penawaran
yang terlalu jauh. Jika penghitungan nilai penawaran menggunakan rata-
rata, maka akan diperoleh nilai yang lebih tinggi dari yang sebenarnya. Oleh
karena itu, lebih baik menggunakan nilai tengah karena nilai tengah tidak
dipengaruhi oleh rentang penawaran yang cukup besar. Nilai tengah
penawaran selalu lebih kecil daripada nilai rata-rata penawaran.
37
4) Memperkirakan Kurva WTP
Suatu kurva WTP dapat diperkirakan dengan menggunakan nilai WTP
sebagai variabel dependen dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai
tersebut sebagai variabel independen. Kurva WTP ini dapat digunakan
untuk memperkirakan perubahan nilai WTP karena perubahan sejumlah
variabel independen yang berhubungan dengan mutu lingkungan. Hubungan
antara variabel bebas dan variabel terikat dapat berkorelasi linier dengan
bentuk persamaan umum sebagai berikut :
WTPi = f(Yi, Ei, Ki, Ai, Qi)
dimana i adalah responden ke-i.
5) Menjumlahkan Data
Penjumlahan data merupakan proses dimana rata-rata penawaran
dikonversikan terhadap total populasi yang dimaksud. Bentuk ini sebaiknya
termasuk seluruh komponen dari nilai relevan yang ditemukan seperti nilai
keberadaan dan nilai penggunaan.
6) Mengevaluasi Penggunaan CVM
Pada tahap ini dilakukan penilaian sejauh mana penerapan CVM telah
berhasil dilakukan. Penilaian tersebut dilakukan dengan memberikan
pertanyaan-pertanyaan seperti apakah responden benar-benar mengerti dan
memahami mengenai pasar hipotetik, berapa banyak kepemilikan responden
terhadap barang/jasa lingkungan yang terdapat dalam pasar hipotetik,
seberapa baik pasar hipotetik yang dibuat dapat mencakup semua aspek
barang/jasa lingkungan, asumsi apa yang diperlukan untuk menghasilkan
38
nilai tengah dan menggambarkan nilai tawaran agregat, dan pertanyaan
sejenis lainnya.
3.1.1.4 Organisasi dalam Pengoperasian Contingent Valuation Method
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam organisasi pengoperasian
CVM, yaitu :
1) Pasar hipotetik yang digunakan harus memiliki kredibilitas dan realitas.
2) Alat pembayaran yang digunakan dan atau ukuran kesejahteraan (WTP)
sebaiknya tidak bertentangan dengan aturan-aturan yang terkait di
masyarakat.
3) Responden sebaiknya memiliki informasi yang cukup mengenai barang
publik yang dimaksud dalam kuisioner dan alat pembayaran untuk
penawaran mereka.
4) Jika memungkinkan, ukuran WTP sebaiknya dicari, karena responden
sering kesulitan dengan penentuan nilai nominal yang ingin mereka berikan.
5) Ukuran contoh yang cukup besar sebaiknya dipilih untuk mempermudah
perolehan selang kepercayaan dan reabilitas.
6) Pengujian kebiasaan, sebaiknya dilakukan dan pengadopsian strategi uuntuk
memperkecil strategi bias secara khusus.
7) Penawaran sanggahan sebaiknya diidentifikasi.
8) Diperlukan pengetahuan dengan pasti jika contoh memiliki karakteristik
yang sama dengan populasi dan penyesuaian diperlukan.
9) Tanda parameter sebaiknya dilihat kembali untuk melihat jika mereka setuju
dengan harapan yang tepat. Nilai minimum dari 15% untuk R adjusted
39
direkomendasikan oleh Mitchell dan Carson (1989) dalam Hanley dan
Spash (1993).
3.1.2. Regresi Linier Berganda
Menurut Gujarati (2003), model ekonometrika yang baik harus memenuhi
tiga kriteria yaitu kiteria ekonometrika, statistika, dan ekonomi. Berdasarkan
kriteria ekonometrika, model harus sesuai dengan asumsi klasik, artinya harus
terbebas dari gejala heteroskedastisitas, autokorelasi, dan multikolinearitas.
Kesesuaian model dengan kriteria statistik dilihat dari hasil uji F, uji t, dan
koefisien determinasi (R2). Berdasarkan kriteria ekonomi, tanda dan besarnya
variabel-variabel eksogen dalam model harus seesuai dengan hipotesis, kecuali
pada kondisi-kondisi tertentu yang bisa dijelaskan. Metode statistik inferensia
yang digunakan yaitu model regresi berganda dengan metode pendugaan kuadrat
terkecil OLS (Ordinary Least Square) yang didasarkan pada asumsi yang ada.
Pada regresi berganda (multiple regression model) diasumsikan bahwa
peubah tak bebas (respons) Y merupakan fungsi linier dari beberapa peubah bebas
X1, X2, ... , Xk dan komponen sisaan ε (error). Persamaan model regresi liner
berganda secara umum adalah sebagai berikut:
Yi = β0 + β1X1i + β2X2i + β3X3i + ... + βkXki + εi
dengan i menunjukkan nomor pengamatan dari 1 sampai N untuk data populasi
atau sampai n untuk data contoh (sample). Xki merupakan pengamatan ke-i untuk
peubah bebas Xk . Koefisien β1 dapat merupakan intersep model regresi berganda.
Metode OLS dilakukan dengan pemilihan parameter yang tidak diketahui
sehingga jumlah kuadrat kesalahan pengganggu (Residual Sum of Square atau
40
RRS) yaitu Σei2 = minimum (terkecil). Asumsi utama yang mendasari model
regresi berganda dengan metode OLS adalah sebagai berikut (Firdaus, 2004) :
1) Nilai yang diharapkan bersyarat (Conditional Expected Value) dari εi
tergantung pada Xi tertentu adalah nol.
2) Tidak ada korelasi berurutan atau tidak ada korelasi (non-autokorelasi)
artinya dengan Xi tertentu simpangan setiap Y yang manapun dari nilai rata-
ratanya tidak menunjukkan adanya korelasi, baik secara positif atau negatif.
3) Varians bersyarat dari € adalah konstan. Asumsi ini dikenal dengan nama
asumsi homoskedastisitas.
4) Variabel bebas adalah nonstokastik yaitu tetap dalam penyampelan berulang
jika stokastik maka didistribusikan secara independent dari gangguan €.
5) Tidak ada multikolinearitas antara variabel penjelas satu dengan yang
lainnya.
6) € didistibusikan secara normal dengan rata-rata dan varians yang diberikan
oleh asumsi 1 dan 2.
Apabila semua asumsi yang mendasari model tersebut terpenuhi maka
suatu fungsi regresi yang diperoleh dari hasil perhitungan pendugaan dengan
metode OLS dari koefisien regresi adalah penduga tak bias linier terbaik (best
linier unbiased estimator atau BLUE). Sebaliknya jika ada asumsi dalam model
regresi yang tidak terpenuhi oleh fungsi regresi yang diperoleh maka kebenaran
pendugaan model tersebut atau pengujian hipotesis untuk pengambilan keputusan
dapat diragukan. Penyimpangan 2, 3, dan 5 memiliki pengaruh yang serius
sedangkan asumsi 1,4, dan 6 tidak.
41
3.1.3. Instrumen Ekonomi
Instrumen ekonomi adalah sebagian dari kebijakan lingkungan dalam
mengendalikan dampak negatif yang terjadi pada lingkungan melalui mekanisme
pasar (Fauzi, 2007). James (1997) dalam Fauzi (2007) mendefinisikan instrumen
ekonomi untuk pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan sebagai
mekanisme administratif yang digunakan oleh pemerintah untuk mempengaruhi
perilaku siapapun yang mendapatkan nilai dari sumber daya, memanfaatkannya,
atau menyebabkan dampak sebagai efek lain atau eksternalitas yang disebabkan
aktivitas mereka.
Fungsi instrument ekonomi menurut Panayotou (1994) dalam Fauzi (2007)
menyebutkan paling tidak ada empat hal utama menyangkut fungsi instrumen
ekonomi dalam pengelolaan lingkungan, yaitu :
1) Menginternalisasikan eksternalitas dengan cara mengoreksi kegagalan pasar
melalui mekanisme full cost pricing dimana biaya subsidi, biaya lingkungan
dan biaya eksternalitas diperhitungkan dalam pengambilan keputusan.
2) Mampu mengurangi konflik pembangunan versus lingkungan, bahkan jika
dilakukan secara tepat dapat menjadikan pembangunan ekonomi sebagai
wahana (vehicle) untuk perlindungan lingkungan dan sebaliknya.
3) Instrumen ekonomi berfungsi untuk menganjurkan efisiensi dalam
penggunaan barang dan jasa dari sumber daya alam sehingga tidak
menimbulkan kelebihan konsumsi karena pasar, melalui isntrumen ekonomi
akan memberikan sinyal yang tepat terhadap penggunaan yang tidak efisien.
4) Instrumen ekonomi dapat digunakan sebagai sumber penerimaan (revenue
generating).
42
Instrumen ekonomi dapat dibagi berdasarkan tiga kategori umum menurut
dampaknya terhadap keuangan pemerintah (Fauzi, 2007), yaitu :
1) Instrumen peningkatan revenue, seperti pajak, dan biaya perijinan yang
dapat meningkatkan biaya relatif dari teknologi intensif dan produk emisi.
Instrumen ini menciptakan insentif yang terus menerus pada inovasi untuk
meningkatkan efisiensi emisi atau untuk mengganti pada pengganti emisi
yang lebih rendah, serta memberikan penerimaan bagi pemerintah.
2) Instrumen Budget-neutral, yang meningkatkan biaya relatif emisi dan atau
teknologi intensif energi dan produk, namun tidak meningkatkan
penerimaan bagi pemerintah. Kategori ini meliputi peraturan yang bersifat
market-based, yang mengharuskan perusahaan memenuhi standar baku
mutu tetapi membolehkan mereka untuk menjual belikannya dengan pihak
lain untuk memenuhi komitmen standar ini. Instrumen budget-neutral ini
dapat dikhususkan pada teknologi (misalnya renewable portfolio standard
atau emisi kendaraan bermotor), atau dapat juga dikhususkan pada kinerja
(misalnya domestic emission trading program).
3) Instrumen Ekspenditur, seperti subsidi dan insentif lainnya yang
menurunkan biaya relatif dari teknologi dan produk dengan emisi yang lebih
rendah dan atau intensitas energi, membuatnya semakin kompetitif dengan
teknologi yang ada. Instrumen ini dapat ditujukan pada keputusan yang ada
(misalnya melalui akselerasi depresiasi untuk tujuan pajak) atau biaya
kompetitif jangka panjang melalui pembiayaan atau penelitian,
pengembangan dan komersialisasi teknologi baru. Dengan membiayai
43
subsidi ini, pemerintah layaknya harus meningkatkan pajak lainnya atau
menurunkan ekspenditur.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Populasi penduduk Jakarta meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini
disebabkan karena Jakarta merupakan pusat pemerintahan yang memiliki daya
tarik besar untuk mencari pekerjaan sehingga arus urbanisasinya besar. Populasi
penduduk yang besar berimplikasi pada peningkatan permintaan transportasi
untuk memudahkan aktivitas sehari-hari. Hal tersebut akan mengakibatkan jumlah
kendaraan semakin meningkat, sehingga menimbulkan kemacetan yang semakin
sulit diatasi di kota Jakarta. Kemacetan ini menimbulkan berbagai masalah yang
erat kaitannya dengan lingkungan, sosial, dan ekonomi. Kemacetan menimbulkan
ketidaklancaran lalu lintas, sehingga berimplikasi pada peningkatan konsumsi
BBM yang dapat menyebabkan pencemaran udara akibatnya lingkungan menjadi
rusak dan tidak sehat. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan pemerintah di sekor
transportasi agar sustainable transportation dapat tercapai dan kualitas
lingkungan di kota Jakarta dapat diperbaiki.
Electronic Road Pricing (ERP) merupakan kebijakan yang bertujuan
untuk mengendalikan laju penggunaan kendaraan pribadi dimana setiap kendaraan
yang melintasi zona ERP tersebut dikenai biaya dengan harga tertentu. Kebijakan
ini bertujuan agar kelancaran lalu lintas dapat dicapai sehingga masalah
lingkungan yang berdampak pula pada sosial ekonomi masyarakat dapat diatasi.
Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk melihat WTP masyarakat yang
mencerminkan nilai ERP yang dapat diimplementasikan oleh pemerintah. Hasil
top related