iklim investasi dan usaha
Post on 05-Feb-2016
219 Views
Preview:
TRANSCRIPT
TUGAS MATA KULIAH BISNIS INTERNATIONALCurrent Affair Report
Pengaruh Iklim Investasi dalam Usaha Peningkatan Daya Saing
Dosen:
Disusun Oleh:Bebby Chrisantini P056134582.53EIntan Uswatun Khasanah P056134672.53EYusdian Frizi P056134832.53E
PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER MANAJEMEN BISNIS
INSTITUT PERTANIAN BOGOR2015
BAB I
PENDAHULUAN
Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan besaran Produk
Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku triwulan I-2015 mencapai
Rp2.724,7 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp2.157,5 triliun.
Ekonomi Indonesia triwulan I-2015 terhadap triwulan I-2014 tumbuh 4,71 persen
(y-on-y) melambat dibanding periode yang sama pada tahun 2014 sebesar 5,14
persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Lapangan Usaha
Informasi dan Komunikasi sebesar 10,53 persen. Dari sisi Pengeluaran oleh
Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga yang tumbuh 5,01
persen. Ekonomi Indonesia triwulan I-2015 terhadap triwulan sebelumnya turun
sebesar 0,18 persen (q-to-q). Dari sisi produksi, pertumbuhan ini diwarnai oleh
faktor musiman pada Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan yang
tumbuh 14,63 persen. Sedangkan dari sisi Pengeluaran lebih disebabkan
terkontraksinya kinerja investasi (minus 4,72 persen) dan ekspor (minus 5,98
persen).
Struktur ekonomi Indonesia secara spasial pada triwulan I-2015
didominasi oleh kelompok provinsi di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Kelompok
provinsi di Pulau Jawa memberikan kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik
Bruto, yakni sebesar 58,30 persen, diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 22,56
persen, dan Pulau Kalimantan 8,26 persen. Dari sisi produksi, ada pergeseran
masa panen yang disebabkan mundurnya periode masa tanam, kemudian turunnya
produksi minyak mentah dan batu bara. Distribusi perdagangan pun berkurang
lantaran pasokan dan permintaan yang menurun. (Suryamin BPS, 2015)
Kinerja sektor konstruksi juga lambat karena terlambatnya realisasi
belanja infrastruktur,. Sementara dari sisi pengeluaran, ada tujuh sentimen yang
menyebabkan pertumbuhan ekonomi melambat. Konsumsi rumah tangga
melambat kecuali makanan dan minuman, tembakau, serta perumahan dan
perlengkapan rumah tangga.
1. Konsumsi pemerintah melambat karena belanja barang modal melambat.
2. Konsumsi pemerintah melambat karena pertumbuhan belanja barang yang
rendah.
3. Realisasi belanja modal pemerintah untuk infrastruktur lebih rendah.
4. Impor barang modal turun terutama jenis alat angkut dan mesin. Industri
mesin domestik juga turun, sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhan mesin
dan alat angkut untuk domestik.
5. Ekspor barang turun karena turunnya harga komoditas, serta melambatnya
ekonomi mitra dagang, seperti Cina yang pertumbuhan ekonominya direvisi
turun dari 7,4 persen jadi 7 persen. Padahal ekspor ke Cina andilnya
mencapai 9-10 persen terhadap total ekspor Indonesia.
“Kemudian pertumbuhan ekonomi Singapora juga direvisi dari 4,9 persen
jadi 2,1 persen. Ini pengaruh ke pertumbuhan ekonomi Indonesia.
6. Sektor jasa turun karena turunnya rata-rata pertumbuhan wisata mancanegara.
Instrumen pendorong ekonomi masih didominasi oleh konsumsi rumah
tangga yang tumbuh 5,01 persen. Dengan andil terhadap pertumbuhan ekonomi
sebesar 56,12 persen. Meskipum nilainya lebih rendah dibanding kuartal I-2014
yang mampu tumbuh 5,35 persen. Sedangkan investasi tumbuh 4,36 persen,
namun hanya berperan 32,7 persen. Ekspor tumbuh 0,53 persen dengan peran
22,12 persen. Sementara impor yang turun 2,2 persen, berperan 21,48
persen.Sementara pengeluaran pemerintah hanya tumbuh 2,21 persen lebih rendah
dari realisasi 2014 tumbuh 6,12 persen, dengan peran hanya 6,55
persen.“Penyerapan anggarannya melambat, karena akhir 2014 ada revisi APBN-
P, jadi bergeser. Maka pengeluaran pemerintah untuk belanja pegawai, barang,
belanja modal masih tumbuh. Tapi, konsumsi pemerintah pernannya tidak
berubah drastis.
Perekonomian global yang melambat, ditambah dengan menurunnya harga
komoditas menjadi penyebab terjadi defisitnya transaksi berjalan Indonesia dan
menurunya volume perdagangan dunia termasuk kinerja ekspor di Indonesia.
Ekspor Indonesia yang masih didominasi komoditas berbasis Sumber Daya Alam
(SDA) sangat bergantung pada harga komoditas global, sehingga apabila terjadi
penurunan harga global akan berdampak langsung pada penurunan ekspor
Indonesia. Ini yang menjadi salah satu tantangan tersendiri bagi sektor ekspor
Indonesia agar dapat bergerak pada ekspor komoditas non Sumber Daya Alam.
Selain itu penurunan ekspor juga disebabkan oleh penurunan permintaan dari
Negara tujuan utama yaitu China dan India yang mengalami perlambatan
pertumbuhan ekonomi.
Penurunan investasi ini disebabkan oleh banyak faktor. Menurut Boediono
masalah investasi yang pertama adalah infrastruktur dan hampir pada semua jenis
infrastruktur Indonesia terlambat dalam hal pengembangan. Selain itu juga
masalah pada kepastian hukum bagi para investor. Seringkali ditemukan
kebijakan yang tidak konsisten dan tumpang tindih dan peraturan di tingkat pusat
dan daerah. Jika ditinjau lebih jauh faktor lain yg mempengeruhi investasi adalah
sebagai berikut :
1. Stabilitas politik dan sosial,
2. Stabilitas ekonomi,
3. Kondisi infrastruktur dasar (listrik, telekomunikasi dan prasarana jalan dan pelabuhan),
4. Berfungsinya sektor pembiayaan dan pasar tenaga kerja.
5. Masalah good governance termasuk korupsi, dan kepastian dalam
kebijakan pemerintah yang langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi keuntungan neto atas biaya resiko jangka panjang dari
kegiatan investasi, dan hak milik mulai dari tanah sampai kontrak.
Dinamika perkembangan ekonomi global akhir-akhir ini memberikan sinyal
akan pentingnya peningkatan daya saing, di tingkat regional, Indonesia akan
dihadapkan dengan implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), yang
pelaksanaannya akan dimulai pada tanggal 31 Desember 2015. MEA akan
menjadi tantangan tersendiri bagi Bangsa Indonesia dengan transformasi kawasan
ASEAN menjadi pasar tunggal dan basis produksi, sekaligus menjadikan kawasan
ASEAN yang lebih dinamis dan kompetitif. Pemberlakuan MEA dapat pula
dimaknai sebagai harapan akan prospek dan peluang bagi kerjasama ekonomi
antar kawasan dalam skala yang lebih luas, melalui integrasi ekonomi regional
kawasan Asia Tenggara, yang ditandai dengan terjadinya arus bebas (free flow) :
barang, jasa, investasi, tenaga kerja, dan modal.
Dengan hadirnya ajang MEA ini, Indonesia sejatinya memiliki peluang
untuk memanfaatkan keunggulan dengan meningkatkan skala ekonomi dalam
negeri, sebagai basis memperoleh keuntungan, dengan menjadikannya sebagai
momentum memacu pertumbuhan ekonomi.
MEA mendatang seyogyanya perlu terus dikawal dengan upaya-upaya
terencana dan targeted dengan terus meningkatkan sinergitas, utamanya dalam
meningkatkan dukungan menata ulang kelembagaan birokrasi, membangun
infrastruktur, mengembangkan sumberdaya manusia, perubahan sikap mental
serta meningkatkan akses financial terhadap sektor riil yang kesemuanya
bermuara pada upaya meningkatkan daya saing ekonomi. Bagi Indonesia sendiri,
MEA akan menjadi peluang karena hambatan perdagangan akan cenderung
berkurang bahkan menjadi tidak ada. Hal tersebut akan berdampak pada
peningkatan ekspor yang pada akhirnya akan meningkatkan GDP Indonesia. Pada
sisi investasi, dengan dukungan birokrasi pada aspek kelembagaan dan sumber
daya manusianya, diharapkan dapat menciptakan iklim investasi yang kondusif
dalam mendukung masuknya Foreign Direct Investment (FDI).
Meningkatnya investasi diharapkan dapat menstimulus pertumbuhan
ekonomi, perkembangan teknologi, penciptaan lapangan kerja, pengembangan
sumber daya manusia (human capital) dan mengatasi masalah tenaga kerja dan
pengentasan kemiskinan yang menjadi tantangan dalam meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Sebagai gambaran, daya tarik investasi ke ASEAN lebih
besar dari pasar global ketimbang nilai investasi antar negara ASEAN sendiri.
Nilai investasi dari pasar global ke ASEAN mencapai 67 miliar dollar AS, jauh
lebih tinggi dibanding nilai investasi antar negara ASEAN yang hanya 26 miliar
dollar AS.
Disamping itu pemberlakuan MEA 2015 mendatang dapat dijadikan
peluang bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia, mengingat semakin
meningkatkan size ekonomi kawasan, dimana dalam studi CSIS dan ADBI,
diprediksikan negara-negara Asean akan berpendapatan total 5,4 triliun dollar AS
pada 2030 mendatang.Namun sebaliknya, pemberlakuan MEA 2015 akan dapat
menjadikan kita sebagai pecundang belaka, yang ditandai dengan hanya menjadi
pasar impor, dan terjebak menjadi negara berpendapatan menengah (middle
income trap),apabila tanpa persiapan yang matang dalam meningkatkan
produktivitas, efesiensi dan daya saing.
Di masa lampau kekuatan dan daya saing sebuah bangsa dalam percaturan
ekonomi dan perdagangan internasional ditentukan oleh keunggulan komparatif
(comparative advantage) yang terkait erat dengan “keunggulan” sumber kekayaan
alam yang dimiliki. Namun dalam perkembangannya konsep dan keyakinan
tersebut terbantahkan, dimana pada pertengahan 1985, Prof. Michael Porter dari
Harvard University, menyajikan gagasan baru, teori keunggulan
kompetitif (competitive advantage theory) sebagai sumber daya saing yang
kemudian praktis meruntuhkan keyakinan lama bahwa kekayaan alamlah yang
menentukan tinggi rendahnya daya saing suatu bangsa. Secara sederhana teori
keunggulan kompetitif, menjadi dasar baru bagi peningkatan daya saing ekonomi,
hal inilah yang menjadikan kemajuan ekonomi negara-negara seperti Jepang,
Singapura, dan juga Korea Selatan, sehingga dapat mencapai taraf perkembangan
ekonomi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Teori keunggulan
kompetitif tampaknya sangat relevan dengan menjadikan daya saing sebagai pilar
utama meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pemahaman mengenai pentingnya
daya saing berkembang seiring dengan semakin berkembangnya globalisasi dan
perdagangan bebas. Daya saing secara garis besar diukur berdasarkan kondisi
institusi, kebijakan, dan faktor-faktor yang menentukan tingkat produktivitas
ekonomi suatu negara.
Produktivitas yang tinggi mencerminkan daya saing tinggi dan daya saing
tinggi berpotensi menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Daya saing
tinggi menuntut pemenuhan “prasyarat dasar” yang diantaranya meliputi
infrastruktur, kualitas kelembagaan birokrasi, stabilitas ekonomi makro, serta
pendidikan.
BAB II
Pembahasan
Iklim investasi merupakan salah satu dari isu dari peningkatan daya saing
Indonesia guna sebagai penguat dalam keadaan ekonomi domestik. Investasi dapat
mencerminkan daya saing Indonesia diantara Negara-negara lain. Semakin baik
investasi akan memperlihatkan tingkat kepercayaan penanaman modal di
Indonesia yang baik. Iklim investasi mencerminkan sejumlah faktor yang
berkaitan dengan lokasi tertentu yang membentuk kesempatan dan insentif bagi
pemilik modal untuk melakukan usaha atau investasi secara produktif dan
berkembang. Oleh sebab itu peningkatan iklim investasi dan usaha sangat penting
untuk mendorong arus investasi masuk dan berkembangnya usaha di Indonesia.
Dengan investasi yang baik akan mendorong aktivitas perekonomian, penciptaan
lapangan kerja baru, peningkatan daya beli masyarakat yang kemudian dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
Dalam rangka penguatan ekonomi domestik, masalah peningkatan iklim
investasi menjadi perihal yang mendapatkan posisi penting untuk dikaji dan
dikembangkan. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional melalui Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional memaparkan mengenai faktor pendukung
penguatan ekonomi domestik, yang tercermin dalam skema dibawah ini.
( Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Nasional )
Pada empat faktor pendukung penguatan ekonomi domestik diatas,
peningkatan iklim investasi menjadi salah satu isu strategis dalam peningkatan
daya saing. Beberapa tahun terakhir pembahasan mengenai peningkatan daya
saing semakin intens dilakukan, hal ini dikarenakan arus globalisasi tidak dapat
ditawar lagi. Ditambah dengan semakin dekat dengan era MEA di kawasan Asia
Tenggara. Daya saing menjadi kunci utama dalam menghadapi persaingan bebas
yang semakin ketat. Salah satu cara dalam peningkatan daya saing adalah dengan
peningkatan pada iklim investasi dan usaha. Dengan daya saing dan iklim
investasi yang baik Indonesia diharapkan siap menghadapi pasar perdagangan
bebas selain itu juga akan memperkuat ekonomi domestik di Indonesia, dengan
efek ganda (multiplier effect) dari investasi.
Berbagai permasalahan bidang investasi yang telah disebutkan sebelumnya
memberikan gambaran mengenai masalah dan perbaikan-perbaikan yang
diperlukan. Permasalahan struktural, seperti birokrasi dan kepastian hukum
tentunya harus dilakukan sebuah reformasi perubahan yang mengarah pada
kondisi yang efisien bagi peningkatan iklim investasi. Selain itu realita lain yang
menjadi tradeoff bagi para investor untuk menanamkan modalnya juga tidak bisa
ditawar lagi untuk dilakukan perbaikan disegala sisi. Memang dibutuhkan
kerjasama yang simultan dan berkesinambungan dari segala faktor untuk
mendukung peningkatan investasi. Dan tentunya memerlukan kesamaan tujuan
dan pandangan dari berbagai pemegang kebijakan, investor dan pelaksana lain
untuk membentuk iklim investasi yang sehat dan tumbuh.
Beberapa pilihan langkah kebijakan sebaiknya difokuskan pada beberapa
hal yang menjadi tinjauan penting, dengan tidak mengenyampingkan faktor lain.
Beberapa hal tersebut diantaranya :
1. Penyederhanaan dan harmonisasi berbagai regulasi yang bertujuan untuk
memberikan transparansi, kepastian dan kemudahan untuk melakukan
investasi dan berusaha.
2. Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) untuk mempercepat
dan mempermudah proses perijinan dan non perijinan untuk berinvestasi dan
mengembangkan usaha di daerah.
3. Kemudahan dalam proses pembebasan dan perolehan lahan
Beberapa kebijakan dan rencana strategis telah dirumuskan oleh pihak-
pihak yang secara langsung maupun tidak langsung bersentuhan dengan
peningkatan iklim investasi dan usaha, seperti Badan Koordinasi Penanaman
Modal, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, dan badan-badan lain.
Diharapkan arah kebijakan dari berbagai pihak ini dapat berjalan searah dan
berkolaborasi bersama menciptakan kebijakan yang saling mendukung dalam
kerangka peningkatan iklim investasi di Indonesia.
Inpres No. 6 Tahun 2014 dan Strategi Peningkatan Daya Saing
Pemerintah RI terus meningkatkan komitmennya dalam mendukung optimalisasi
daya saing guna memacu produktivitas dan pertumbuhan ekonomi yang
berkualitas, dengan terbitnya Inpres No. 6 Tahun 2014 pada 1 September 2014.
Melalui Inpres tersebut, Presiden RI menginstruksikan kepada jajaran pemerintah
di seluruh Indonesia, untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai
dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing secara terkoordinasi dan
terintegrasi untuk meningkatkan daya saing nasional dan melakukan persiapan
pelaksanaan MEA yang akan dimulai pada Tahun 2015.
Diharapkan melalui Inpres tersebut peningkatan daya saing dapat terus
ditingkatkan, utamanya dengan mengedepankan beberapa strategi dasar di
antaranya:
1. Pengembangan industri nasional yang berfokus pada pengembangan industri
prioritas dalam rangka memenuhi pasar ASEAN; pengembangan industri
dalam rangka mengamankan pasar dalam negeri. Selanjutnya, pengambangan
industri kecil menengah; pengembangan SDM dan penelitian; dan penerapan
Standar Nasional Indonesia (SNI).
2. Pengembangan pertanian, dengan fokus pada peningkatan investasi langsung
di sektor pertanian, dan peningkatan akses pasar.
3. Pengembangan kelautan dan perikanan, dengan fokus pada penguatan
kelembagaan dan posisi kelautan dan perikanan; penguatan daya saing
kelautan dan perikanan; penguatan pasar dalam negeri; dan penguatan dan
peningkatan pasar ekspor.
4. Pengembangan energi, yang fokus pada pengembangan sub sektor
ketenagalistrikan dan pengurangan penggunaan energi fosil (Bahan Bakar
Minyak); sub sektor energi baru, terbarukan dan konservasi energi; dan
peningkatan pasokan energi dan listrik agar dapat bersaing dengan negara
yang memiliki infrastruktur lebih baik.
5. Selain itu masih ada sepuluh sektor pengembangan lainnya, yang meliputi
pengembangan infrastruktur; pengembangan sistem logistik nasional;
pengembangan perbankan; investasi; usaha mikro, kecil, dan menengah;
tenaga kerja; kesehatan; perdagangan; kepariwisataan; dan kewirausahaan.
Kita patut bersyukur upaya untuk terus meningkatkan daya saing secara
bertahap di Indonesia telah menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan,
meskipun harus diakui masih terdapat berbagai kekurangan yang menjadi tugas
bersama untuk terus memperbaikinya.
Meningkatnya daya saing Indonesia tercermin dari laporan Forum
Ekonomi Dunia atau World Economic Forum (WEF) pada Selasa (2/9), yang
merilis Indeks Daya Saing Global 2014-2015. Dalam rilis itu dikemukakan, daya
saing Indonesia naik 4 tingkat menjadi peringkat 34 dari 144 negara di dunia.
Peringkat Indonesia mengungguli Spanyol (35), Portugal (36), Filipina (52), Rusia
(53), Brasil (57), India (71), Yunani (81), Mesir (119) dan Pakistan (129). Pada
tahun 2012 daya saing Indonesia ada pada peringkat 50, tahun 2013 urutan ke-38
dan tahun ini menempati urutan ke-34.
Membaiknya daya saing Indonesia antara lain ditopang oleh ‘prestasi’
pertumbuhan ekonomi yang rata-rata mencapai 5,8% per tahun sejak 2005. Di
tengah melambatnya perekonomian global, pertumbuhan ekonomi nasional di atas
5%.
Peningkatan daya saing Indonesia juga banyak didorong oleh kemajuan
pembangunan infrastruktur. Meskipun infrastruktur kita masih banyak masalah,
namun dalam kurun waktu 5 tahun terakhir progresnya cepat, terutama
infrastruktur konektivitas. Kenaikan peringkat daya saing Indonesia seyogyanya
dapat terus diupayakan percepatannya dalam menghadapi persaingan MEA 2015
mendatang, strategi utama yang dapat dipertimbangkan adalah memacu
percepatan reformasi birokrasi. Hal ini didasari atas kenyataan masih belum
kondusifnya dukungan birokrasi dalam mengoptimalkan peningkatan daya saing,
terutama terkait dengan mengembangkan kemudahan berbisnis (doing
business) sebagai salah satu tolok ukur utama daya saing negara.
Dari berbagai riset dan literatur sudah diidentifikasi bahwa rendahnya
kapasitas kelembagaan birokrasi merupakan penyebab rendahnya tingkat
kemudahan menjalankan bisnis di Indonesia. Hal ini kontraproduktif dengan
proyeksi semakin meningkatnya kompleksitas pengelolaan makroekonomi jelang
pemberlakuan MEA 2015, yang memerlukan penguatan dan peningkatan
kapasitas institusional secara memadai dan berkesinambungan. Kapasitas
kelembagaan birokrasi bukan hanya mencakup institusi yang efisien, namun juga
jajaran staf birokrasi yang berkualitas dan regulasi yang kondusif bagi
pengembangan iklim investasi. Survei yang dilakukan Bank Dunia juga
menunjukkan korelasi kuat antara tingkat kemudahan menjalankan bisnis dan
tingkat daya saing ekonomi. Masalah pemberdayaan kelembagaan birokrasi
tampaknya memang menjadi soal sangat serius bagi Indonesia ke depannya.
Upaya-upaya berkelanjutan dalam menciptakan efektif dan efisiensi
birokrasi seyogyanya menjadi upaya bersama untuk diwujudkan percepatannya.
Kementerian/lembaga yang terkait dengan pelayanan publik harus menjadi aktor-
aktor utama perubahan kelembagaan yang lebih baik yang diikuti dengan
kesamaan dalam menerjemahkan visi sampai dengan level birokrasi di pemerintah
daerah. Di tingkat daerah, pemerintah daerah seyogyanya mengubah paradigma
penggalian pendapatan daerah yang bersumber dari pungutan daerah, serta
menjadikan pemodal atau investor yang akan menanamkan modalnya di daerah
sebagai pihak yang membutuhkan pelayanan yang baik. Harus dipahami bahwa
persaingan di tingkat regional Asean, Asia, bahkan global, akan menghadapkan
birokrasi pemerintahan Indonesia dengan negara-negara lain. Maka, unsur
birokrasi pemerintahan pada level pusat dan daerah, harus bersiap diri untuk
berkompetisi dengan birokrat dari negara-negara lain.
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) untuk basis inovasi
di kelembagaan pemerintahan juga perlu dilakukan karena arah birokrasi ke depan
adalah otomasi atau bahkan digitalisasi yang akan makin mengefisienkan roda
birokrasi. Implementasi prinsip-prinsip effective and efficient government dengan
menata ulang struktur birokrasi, memacu daya adaptasi birokrasi terhadap
perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan, merupakan kata kunci dalam
mengoptimalkan peran kelembagaan birokrasi bagi peningkatan daya saing
nasional.
Dari sisi SDM, perlu terus diupayakan membangun meritokrasi sistem
staffing birokrasi, melalui implementasi open recruitment, dengan open
recruitment, diharapkan akan didapatkan calon-calon yang kapabel untuk
memegang jabatan tertentu. Menata ulang kelembagaan dan SDM birokrasi
seyogyanya menjadi prioritas pada semua tataran birokrasi, mengingat semakin
ketatnya persaingan ekonomi kawasan pada masa mendatang. Ketatnya
persaingan akan menjadikan semakin sentralnya peran birokrasi sebagai “center
of activity” yang menjamin akselerasi berbagai implementasi kebijakan dan
program yang dirancang untuk memenangkan persaingan jelang MEA 2015.
Birokrasi harus mampu memberi sumbangsih dalam pemberdayaan masyarakat,
menjadi katalisator dan inovator serta membangun kompetisi dalam arti positip,
menjadikan birokrasinya saling bersaing, antar bagian dalam memberikan
pendampingan dan penyediaan regulasi dan barang-barang kebutuhan publik.
Transformasi jiwa-jiwa entrepreneurship ke dalam birokrasi dapat
menjadi alternatif solusi dalam menjawab tantangan tersebut, mewirausahakan
birokrasi sejatinya adalah sebuah usaha reformasi birokrasi dari aspek sumber
daya manusia, yang dapat dilakukan paralel dengan usaha untuk mereformasi
birokrasi dari aspek sistem dan kelembagaan birokrasi yang ada.
Mentransformasikan jiwa-jiwa entrepreneurship ke dalam birokrasi, membangun
pemerintahan yang kompetitif dan berwawasan ke depan, sebagaimana konsepsi
David Osborne dan Ted Gaebler dalam buku “Reinventing
Goverment” tampaknya layak dipertimbangkan dalam menyongsong
pemberlakuan MEA 2015. Mengembangkan spirit wirausahawan pada birokrasi
dapat menjadi alternatif pilihan dalam memenangkan persaingan MEA 2015,
dengan mewirausahakan birokasi akan menghasilkan individu-individu birokrasi
yang beroreintasi kepada tindakan yang bermotivasi tinggi dalam menjalankan
tugas-tugasnya, efesien, kreatif dan inovatif dalam memasarkan potensi unggulan
daerah, agar memiliki nilai tambah ekonomi tinggi.
Sikap-sikap mental yang positif dari jiwa-jiwa entrepreneurship
seyogyanya dapat menjadi sebuah daya yang besar dalam mengoptimalkan
kinerja birokrasi dalam mengembangkan investasi, mengatasi masalah
ketenagakerjaan, pembangunan infrastruktur dan mengembangkan ekonomi
kreatif. Optimalisasi kinerja birokrasi sangat dibutuhkan dalam memenangkan
kompetisi yang terjadi di segala lini dari mulai persaingan mendapatkan investasi,
kualitas dan harga jual produk ekspor, pasar tenaga kerja, kualitas infrastruktur,
hingga regulasi yang pro-investasi. Kita tentunya berharap dengan
mentransformasi spirit kewirausahaan dalam birokrasi akan dapat semakin
meningkatkan kinerja birokrasi dalam memperkuat daya saing ekonomi nasional
dalam memenangkan persaingan MEA 2015, sehingga dapat mempercepat
terwujudnya peningkatan kesejahteraan rakyat.
BAB III
KESIMPULAN
Iklim investasi merupakan salah satu kajian penting dalam penunjang
penguatan ekonomi domestik. Efek ganda yang berasal dari investasi memberikan
pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Iklim investasi yang baik akan
mendorong aktivitas perekonomian, penciptaan lapangan kerja baru, peningkatan
daya beli masyarakat yang kemudian dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan rakyat. Kesinambungan ini dibutuhkan alur yang searah untuk dapat
mencapai tujuan akhir yaitu kesejahteraan rakyat Indonesia.
Iklim investasi juga tidak lepas dari pengaruh keadaan ekonomi domestik
dan global. Dinamika yang terjadi di dalam dan luar negeri berpengeruh terhadap
naik atau turunnya tingkat ingkat investasi di Indonesia. Namun dengan
perencanaan dan pelaksanaan terhadap perbaikan iklim investasi akan dapat
memberikan pertumbuhan ekonomi yang stabil. Perbaikan-perbaikan bagi
pelaksanaan investasi harus dapat direalisasikan, sehingga bagi semua pihak dapat
merasakan dampak baik dari investasi yang tumbuh di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. Berita Resmi Statistik. No. 83/11/Th.XVII, 5 November
2014.
Damayanti, Destry. 2014. Tantangan Ekonomi Domestik 2015. Infobank, Oktober
2014
Fuad, Hafid. 2014. Investasi di Daerah Akan Mengandalkan Daya Saing.
http://ekbis.sindonews.com/read/890566/33/investasi-di-daerah-akan-
mengandalkan- daya-saing-1407852153. Diakses, 26 Desember 2014.
http://www.bps.go.id/brs/view/id/1143 diakses 20 Juni 2015
http://www.kemenkeu.go.id/Berita/kuartal-i-2015-kondisi-ekonomi-makro-dan-
kinerja-apbn-p-relatif-baik diakses 20 Juni 2015
http://katadata.co.id/berita/2015/05/05/ekonomi-indonesia-melambat-hanya-
tumbuh-471-persen diakses 20 Juni 2015
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional. Memperkuat Perekonomian
Domestik bagi Peningkatan dan Perluasan Kesejahteraan Rakyat (e-
book). 2012.
top related