indikator kesejahteraan rakyat -...
Post on 10-Mar-2019
233 Views
Preview:
TRANSCRIPT
INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT
KABUPATEN GUNUNGKIDUL
WELFARE INDICATORS OF GUNUNGKIDUL REGENCY
2015
No. ISBN – ISBN Number : 4102004.3403
No. Publikasi – Publication Number : 3403.16.066
Naskah – Manuscript :
Andi Ismoro
Penulis – Author :
Andi Ismoro
Penyunting – Editor :
Sunarto, S.Si, M.S.E
Diterbitkan oleh – Published by :
Badan Pusat Statistik Kabupaten Gunungkidul
BPS – Statistics of Gunungkidul Regency
Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya
May be cited with reference to the source
i
SAMBUTAN
Pembangunan Daerah merupakan suatu usaha yang sistematik dari berbagai pelaku,
baik umum, pemerintah, swasta, maupun kelompok masyarakat lainnya pada tingkatan
yang berbeda untuk menghadapi saling ketergantungan dan keterkaitan aspek fisik, sosial
ekonomi dan aspek lingkungan lainnya sehingga peluang baru untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat daerah dapat ditangkap secara berkelanjutan.
Berbagai indikator kesejahteraan rakyat dapat digunakan untuk mengawasi,
mengendalikan dan mengevaluasi keberhasilan pembangunan daerah untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
Salah satu upaya untuk melengkapi indikator dalam bidang kesejahteraan rakyat
yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Gunungkidul adalah melalui
penyusunan Publikasi Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015.
Data yang disajikan dalam publikasi ini meliputi informasi dalam bentuk tabel,
grafik, dan publikasi ini juga menganalisis secara sederhana data yang tersedia sebagai
suatu bentuk ulasan terhadap pencapaian pembangunan daerah.
Akhir kata kami sampaikan selamat bekerja dan sukses, semoga Tuhan Yang Maha
Esa senantiasa memberi petunjuk dan bimbingan kepada kita sekalian. Amin.
Wonosari, November 2016
Bappeda Kabupaten Gunungkidul
Kepala,
Ir. Syarief Armunanto, M.M
NIP. 19590728 199003 1 003
ii
KATA PENGANTAR
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015 merupakan publikasi
tahunan yang menyajikan informasi berbagai indikator kesejahteraan rakyat di daerah ini.
Publikasi ini sangat bermanfaat bagi birokrat, peneliti, pembuat kebijakan bahkan pihak
swasta dalam rangka perencanaan, pengendalian dan evaluasi. Penerbitan publikasi
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015 adalah hasil kerjasama
antara Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Gunungkidul dengan Badan Perencanaan
Daerah (Bappeda) Kabupaten Gunungkidul.
Publikasi ini menyajikan statistik dan indikator kesejahteraan rakyat sehingga
diharapkan dapat digunakan sebagai dasar perencanaan maupun evaluasi terhadap upaya
peningkatan kualitas hidup masyarakat. Statistik yang dicakup meliputi aspek
kependudukan, kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, konsumsi dan pengeluaran rumah
tangga, perumahan dan lingkungan, serta sosial. Dalam publikasi ini juga dilengkapi
konsep dan definisi, untuk mempermudah pemahaman para pembaca.
Kepada semua pihak yang telah turut membantu sampai terbitnya publikasi ini,
kami sampaikan penghargaan dan terima kasih. Selanjutnya kami mengharapkan kritik
dan saran untuk perbaikan penerbitan di masa yang akan datang.
Wonosari, November 2015
Badan Pusat Statistik
Kabupaten Gunungkidul
Kepala,
Drs. Sumarwiyanto
NIP. 196707131993031005
iii
ABSTRAKSI
Beberapa indikator kesejahteraan rakyat menunjukkan adanya peningkatan
kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Gunungkidul dari tahun ke tahun. Peningkatan
taraf kesejahteraan rakyat Kabupaten Gunungkidul di bidang kesehatan antara lain terlihat
dari kenaikan Angka Harapan Hidup. Angka Harapan Hidup penduduk Kabupaten
Gunungkidul pada 2015 sebesar 73,69 tahun meningkat dari 73,39 pada tahun 2014.
Dari aspek ketenagakerjaan, sektor pertanian (52,40 persen) masih merupakan
lapangan usaha utama dalam menyerap tenaga kerja di Kabupaten Gunungkidul
sedangkan sektor Industri Pengolahan merupakan lapangan usaha dengan penyerapan
tenaga kerja paling kecil yaitu (7,80 persen).
Angka Partisipasi Sekolah (APS) tertinggi terdapat pada kelompok usia 7-12
tahun, yaitu sebesar 100,0 persen, sedang untuk kelompok umur 13-15 sebesar 98,2
persen dan kelompok umur 16-18 sebesar 77,18 persen.
iv
DAFTAR ISI
Sambutan ........................................................................................................................ i
Kata Pengantar .................................................................................................................... ii
Abstraksi ...................................................................................................................... iii
Daftar Isi ...................................................................................................................... iv
Daftar Tabel Lampiran ........................................................................................................... v
Penjelasan Teknis .............................................................................................................. viii
Pendahuluan ix
Bab I. Kependudukan ........................................................................................................... 1
Bab II. Pendidikan ................................................................................................................. 8
Bab III. Kesehatan dan Keluarga Berencana ....................................................................... 13
Bab IV. Ketenagakerjaan ................................................................................................... 17
Bab V. Konsumsi dan Pengeluaran Rumah Tangga .......................................................... 21
Bab VI. Perumahan dan Lingkungan .................................................................................. 25
Lampiran Tabel-Tabel ......................................................................................................... 30
v
DAFTAR TABEL LAMPIRAN
Tabel 1.1. Distibusi Penduduk menurut Kabupaten/Kota di
D.I Yogyakarta, 2000 dan 2010 ....................................................................... 30
Tabel 1.2. Luas dan Kepadatan Penduduk menurut Kabupaten/Kota di
D.I Yogyakarta, 1990, 2000 dan 2010 .............................................................. 31
Tabel 1.3. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk menurut
Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul, 2015 .................................................. 32
Tabel 1.4. Rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun menurut Kabupaten/
Kota di D.I Yogyakarta, 1971 – 2010 .............................................................. 33
Tabel 1.5. Rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk Pertahun menurut Kecamatan
di Kabupaten Gunungkidul, 1961 – 2010 ......................................................... 34
Tabel 1.6. Jumlah Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
di Kabupaten Gunungkidul, 2015 .................................................................... 35
Tabel 1.7. Persentase Penduduk menurut Kelompok Umur, Jenis Kelamin
dan Sex Ratio di Kabupaten Gunungkidul, 2015 ............................................. 36
Tabel 1.8. Persentase Penduduk Perempuan Usia 10 Tahun ke Atas yang Pernah
Kawin menurut Umur Perkawinan Pertama
di D.I Yogyakarta, 2015 ................................................................................... 37
Tabel 1.9. Rata-Rata Jumlah Anak Lahir Hidup dan Anak Masih Hidup
per Perempuan Usia 15 - 49 Tahun Menurut Kelompok Umur
di Kabupaten Gunungkidul, 2015 ..................................................................... 38
Tabel 1.10. Rata-rata Banyaknya Anggota Rumah Tangga per Rumah Tangga
menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul, 1971-2010 .......................... 39
Tabel 2.1. Rasio Murid terhadap Sekolah, Kelas, dan Guru menurut Tingkat Sekolah
(Negeri dan Swasta) di Kabupaten Gunungkidul, 2015 .................................. 40
Tabel 2.2. Persentase Penduduk Usia 7 - 12 Tahun menurut Partisipasi Sekolah
dan Jenis Kelamin di Kabupaten Gunungkidul, 2015 ...................................... 40
Tabel 2.3. Persentase Penduduk Usia 13 - 15 Tahun menurut Partisipasi Sekolah
dan Jenis Kelamin di Kabupaten Gunungkidul, 2015 ...................................... 41
Tabel 2.4. Persentase Penduduk Usia 16 - 18 Tahun menurut Partisipasi Sekolah
dan Jenis Kelamin di Kabupaten Gunungkidul, 2015 ...................................... 41
Tabel 2.5. Persentase Penduduk Usia 19 - 24 Tahun menurut Partisipasi Sekolah
di Kabupaten Gunungkidul, 2015 ..................................................................... 42
vi
Tabel 2.6. Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Kelompok Umur dan
Jenis Kelamin di Kabupaten Gunungkidul, 2015 ............................................. 43
Tabel 2.7. Angka Partisipasi Kasar (APK) menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis
Kelamin di Kabupaten Gunungkidul, 2015................................................................. 43
Tabel 2.8. Angka Partisipasi Murni (APM) menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis
Kelamindi Kabupaten Gunungkidul, 2015 ....................................................... 44
Tabel 2.9. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke atas menurut Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Gunungkidul, 2015 .................. 44
Tabel 2.10. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Keatas menurut Partisipasi Sekolah
dan Jenis Kelamin di Kabupaten Gunungkidul, 2015 ...................................... 45
Tabel 3.1. Rasio Penduduk Terhadap Puskesmas menurut Kecamatan
di Kabupaten Gunungkidul, 2015 ..................................................................... 46
Tabel 3.2. Rasio Dokter terhadap Penduduk
di Kabupaten Gunungkidul, 2007-2015 ............................................................ 47
Tabel 3.3 Angka Harapan Hidup Kabupaten Gunungkidul, 2010 - 2015 ........................ 48
Tabel 3.4. Persentase Wanita Berumur 15 - 49 Tahun dan Berstatus Kawin menurut
Alat/Cara KB yang digunakan di Kabupaten Gunungkidul, 2015 ................... 49
Tabel 3.5. Banyaknya Akseptor KB Aktif menurut Kecamatan dan Jenis
Kontrasepsi Yang Sedang Digunakan di Kabupaten Gunungkidul, 2015 ....... 50
Tabel 4.1. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas menurut Kegiatan Utama
Selama Seminggu yang Lalu dan Jenis Kelamin
di Kabupaten Gunungkidul, 2015 ..................................................................... 51
Tabel 4.2. Persentase Penduduk 15 Tahun Ke Atas Yang Bekerja Menurut
Sektor Utama di Kabupaten Gunungkidul, 2015 ............................................. 51
Tabel 4.3. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Penduduk 15 Tahun
ke Atas Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin
di D.I Yogyakarta, 2015 .................................................................................. 52
Tabel 4.4. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Penduduk 15 Tahun Ke Atas
Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin
di D.I Yogyakarta, 2015 ................................................................................... 52
Tabel 5.1. Persentase Pengeluaran Makanan yang Dikonsumsi Rumah Tangga
Selama seminggu yang Lalu menurut Jenisnya di Kabupaten Gunungkidul , 2015
.......................................................................................................................... 53
Tabel 5.2. Persentase Pengeluaran Non Makanan yang Dikonsumsi Rumah Tangga
Sebulan yang Lalu menurut Jenisnya di Kabupaten Gunungkidul , 2015 ........ 54
vii
Tabel 5.3. PDRB Perkapita menurut Harga Berlaku dan Harga Konstan
di Kabupaten Gunungkidul , 2012 - 2015 ......................................................... 55
Tabel 5.4. Pengeluaran Penduduk Menurut Golongan Pengeluaran Per Kapita Sebulan
di Kabupaten Gunungkidul, 2015 ..................................................................... 56
Tabel 5.5. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin menurut Kabupaten/Kota
di D.I. Yogyakarta Tahun , 2013 - 2015 .......................................................... 57
Tabel 5.6. Distribusi Pendapatan Menurut Kriteria Bank Dunia
di Kabupaten Gunungkidul , 2015 ................................................................... 58
Tabel 6.1. Persentase Rumah Tangga menurut Jenis Lantai Terluas
Tempat Tinggal di Kabupaten Gunungkidul, 2012 - 2015 ............................... 59
Tabel 6.2. Persentase Rumah Tangga menurut Luas lantai Rumah
di Kabupaten Gunungkidul, 2012 - 2015 .......................................................... 60
Tabel 6.3. Persentase Rumah Tangga menurut Sumber Air Minum
di Kabupaten Gunungkidul, 2012 - 2015 .......................................................... 61
Tabel 6.4. Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Kloset Yang Digunakan di Kabupaten
Gunungkidul, 2015 ........................................................................................... 62
Tabel 6.5. Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Penerangan Utama di Kabupaten
Gunungkidul, 2015 ........................................................................................... 63
viii
1. Proyeksi Penduduk adalah suatu
penghitungan ilmiah yang didasarkan
pada asumsi mengenai tingkat dan
perkembangan tingkat kelahiran,
kematian dan perpindahan penduduk.
Proyeksi penduduk untuk setiap
provinsi dilaksanakan di BPS Pusat
2. Penduduk menurut kelompok umur
adalah pengelompokan penduduk
berdasarkan umur dan biasanya
dikelompokkan ke dalam kelompok
interval 5 tahunan yang dimulai dari
usia 0 tahun.
3. Kepadatan Penduduk/Km2 adalah
rata-rata jumlah penduduk per km2.
4. Laju Pertumbuhan Penduduk adalah
ukuran rata-rata kecepatan
pertambahan penduduk per tahun.
5. Angka Beban Tanggungan adalah
angka yang menyatakan perbandingan
antara banyaknya orang pada usia yang
tidak produktif (umur di bawah 15
tahun dan 65 tahun ke atas) dengan
banyaknya orang yang termasuk usia
produktif (umur 15-64 tahun).
6. Umur Perkawinan Pertama
menunjukkan umur saat seseorang
melangsungkan upacara perkawinan
yang pertama.
7. Rumah Sakit adalah tempat
pemeriksaan dan perawatan kesehatan
yang biasanya di bawah pengawasan
dokter/tenaga medis.
8. Puskesmas adalah suatu kesatuan
organisasi kesehatan fungsional yang
merupakan pusat pengembangan
kesehatan masyarakat yang juga
membina peran serta masyarakat
disamping memberikan pelayanan
secara menyeluruh dan terpadu kepada
masyarakat di wilayah kerjanya dalam
bentuk kegiatan pokok.
9. Seseorang dikatakan dapat
membaca dan menulis apabila ia
dapat membaca dan menulis
PPeennjjeellaassaann TTeekknniiss
ix
surat/kalimat sederhana dengan suatu
huruf.
10. Angka Melek Huruf (AMH) adalah
persentase penduduk usia 15 tahun ke
atas yang dapat membaca dan menulis
dengan jumlah penduduk usia 15 tahun
ke atas.
11. Angka Partisipasi Sekolah (APS)
adalah jumlah penduduk yang masih
sekolah pada usia 7-12 tahun/13-15
tahun atau 16-18 tahun dibagi jumlah
penduduk usia 7-12 tahun/13-15 tahun
atau 16-18 tahun dikalikan 100.
12. Angka Partisipasi Kasar (APK)
adalah persentase antara jumlah murid
SD atau SLTP atau SLTA dengan
jumlah penduduk usia 7-12 tahun atau
13-15 tahun atau 16-18 tahun.
13. Angka Partisipasi Murni (APM)
adalah perbandingan antara murid SD
atau SLTP atau SLTA usia 7-12 tahun
atau 13-15 tahun atau 16-18 tahun
dengan penduduk usia 7-12 tahun atau
13-15 tahun atau 16-18 tahun (dalam
persentase).
14. Angka Putus Sekolah adalah
persentase antara jumlah penduduk
usia 7 tahun atau 13 tahun atau 16
tahun ke atas yang putus sekolah di SD
atau SLTP atau SLTA dengan jumlah
penduduk usia 7 tahun atau 13 Tahun
atau 16 Tahun ke atas.
15. Sekolah adalah sekolah formal mulai
dari pendidikan dasar, menengah, dan
tinggi.
16. Rasio murid terhadap guru
SD/SLTP/ SLTA :
17. Rasio murid per kelas SD/SLTP/
SLTA :
18. Angkatan Kerja adalah penduduk usia
15 tahun ke atas yang bekerja atau
punya pekerjaan namun sementara
tidak bekerja dan pengangguran.
19. Bekerja adalah mereka yang selama
seminggu yang lalu melakukan
pekerjaan dengan maksud memperoleh
atau membantu memperoleh
penghasilan atau keuntungan paling
Jumlah murid SD/SLTP/SLTA
Jumlah kelas SD/SLTP/SLTA
Jumlah murid SD/SLTP/SLTA
Jumlah guru SD/SLTP/SLTA
x
sedikit selama 1 (satu) jam berturut-
turut dalam seminggu yang lalu.
20. Pengangguran adalah penduduk yang
tidak bekerja tetapi sedang mencari
pekerjaan, atau sedang mempersiapkan
suatu usaha baru atau penduduk yang
tidak mencari pekerjaan karena merasa
tidak mungkin mendapatkan pekerjaan
(discouraged workers), atau penduduk
yang tidak mencari pekerjaan karena
sudah diterima bekerja/mempunyai
pekerjaan tetapi belum mulai bekerja
(future starts).
21. Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT):
22. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK):
23. Mencari pekerjaan adalah kegiatan
seseorang yang tidak bekerja dan pada
saat survei orang tersebut sedang
mencari pekerjaan, baik mereka yang
belum pernah bekerja dan sedang
berusaha mendapatkan pekerjaan atau
mereka yang sudah pernah bekerja,
karena sesuatu hal berhenti atau
diberhentikan dan sedang berusaha
untuk mendapatkan pekerjaan.
24. Bukan Angkatan Kerja adalah bagian
dari tenaga kerja (manpower) yang
tidak bekerja ataupun bukan
pengangguran, seperti sekolah,
mengurus rumah tangga atau tua dan
cacat.
25. Sekolah adalah kegiatan bersekolah di
sekolah formal baik pendidikan dasar,
pendidikan menengah atau pendidikan
tinggi. Tidak termasuk yang sedang
libur.
26. Mengurus Rumah Tangga adalah
penduduk 15 tahun ke atas yang selama
seminggu yang lalu mengurus rumah
tangga atau membantu mengurus
rumah tangga tanpa mendapatkan
upah/gaji.
27. Status Pekerjaan adalah jenis
kedudukan seseorang dalam pekerjaan.
28. Lapangan Usaha adalah bidang
kegiatan dari pekerjaan/usaha/
perusahaan/kantor tempat seseorang
bekerja, atau yang hasilkan oleh
perusahaan/kantor tempat responden
bekerja.
Jumlah Pengangguran
Jumlah Angkatan Kerja X 100%
Jumlah Angkatan Kerja
Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas X 100%
xi
29. Bagan Ketenagakerjaan:
30. Konsumsi Rumah Tangga adalah
pengeluaran rumah tangga untuk
memenuhi kebutuhan makanan dan
non makanan. Kelompok makanan
mencakup pengeluaran konsumsi
bahan makanan, makanan jadi,
minuman, tembakau dan sirih.
Sedangkan kelompok bukan makanan
mencakup perumahan, sandang, biaya
kesehatan, sekolah dsb.
31. Pengeluaran rata rata perkapita
sebulan adalah rata rata biaya yang
dikeluarkan rumah tangga untuk
konsumsi semua anggota rumah tangga
selama sebulan dibagi dengan
banyaknya anggota rumah tangga.
Penduduk
Usia kerja
Angkatan Kerja
Bukan usia kerja
Bukan Angkatan Kerja
Lainnya Mengurus
Rumah tangga Sekolah
Pengangguran Bekerja
Sementara tdk bekerja Sedang bekerja
Mencari
Pekerjaan Memper-
siapkan Usaha Merasa tak
mungkin
mendapat
Pekerjaan
Sudah punya
pekerjaan tapi belum mulai
bekerja
xii
Umum
Publikasi Indikator Kesejahteraan
Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
berisikan data statistik tentang
kesejahteraan rakyat. Data-data yang
disajikan, disusun sedemikian rupa
sehingga menggambarkan keadaan
kesejahteraan rakyat Kabupaten
Gunungkidul.
Ruang Lingkup
Dimensi kesejahteraan rakyat
disadari sangat luas dan kompleks,
sehingga suatu taraf kesejahteraan rakyat
tidak hanya dapat dilihat dari suatu aspek
tertentu. Dalam publikasi ini kesejahteraan
rakyat diamati dari beberapa aspek yang
spesifik, yaitu aspek Kependudukan,
Pendidikan Kesehatan dan Keluarga
Berencana, Ketenagakerjaan, Konsumsi
dan Pengeluaran Rumahtangga, Perumahan
dan Lingkungan.
Sumber Data
Sumber data utama Indikator
Kesejahteraan Rakyat Kabupaten
Gunungkidul 2015 ini merupakan data
primer, dalam arti dikumpulkan dan diolah
sendiri oleh Badan Pusat Statistik, seperti
Sensus Penduduk (SP), Survei Sosial
Ekonomi Nasional (SUSENAS), Survei
Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS)
dan lain-lain. Data primer tersebut
mempunyai keterbatasan sebagai sumber
informasi publikasi tahunan, sehingga
selain menggunakan data primer, publikasi
ini juga mengolah data sekunder yang
berasal dari instansi-instansi pemerintah
yang terkait seperti Dinas Pendidikan,
Dinas Kesehatan, Kantor Kementrian
Agama kabupaten Gunungkidul, dan
sebagainya.
PPeennddaahhuulluuaann
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
1
Penduduk merupakan salah satu
elemen terpenting bagi sebuah negara.
Selain memberikan keuntungan, jumlah
penduduk Indonesia yang banyak tersebut
menimbulkan permasalahan tersendiri dan
berdampak terhadap jalannya pembangunan
nasional.
Penduduk memegang peranan
penting dalam pembangunan ekonomi.
Melalui berbagai aspek seperti besarnya
jumlah penduduk, penyebaran geografis,
kepadatan penduduk, komposisi dalam
usia, jenis kelamin, pendidikan dan
kesehatan, serta tingkat pertumbuhannya,
maka jelaslah bahwa penduduk dapat
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, baik
dalam makna buruk maupun baik.
Masalah kependudukan erat
kaitannya dengan pembangunan ekonomi.
Selain menyangkut produk nasional riel dan
produk per kapita riel, juga terjadi
perubahan- perubahan institutional dan
perubahan- perubahan struktural ekonomi
masyarakat. Hal ini tercermin dari
perubahan atau pergeseran peranan
sumbangan sektor- sektor ekonomi dalam
produk dan pendapatan nasional.
Pertumbuhan penduduk yang
meningkat berkaitan dengan kemiskinan
dan kesejahteraan masyarakat. Pengetahuan
tentang aspek-aspek dan komponen
demografi seperti fertilitas, mortalitas,
morbiditas, migrasi, ketenagakerjaan,
perkawinan, dan aspek keluarga dan rumah
tangga akan membantu para penentu
kebijakan dan perencana program untuk
dapat mengembangkan program
pembangunan kependudukan dan
peningkatan ksesejahteraan masyarakat
yang tepat pada sasarannya.
Dengan jumlah penduduk yang
sangat tinggi tersebut akan melahirkan
beragam masalah dalam kehidupan.
Masalah utama yang dihadapi di bidang
kependudukan di Indonesia adalah masih
tingginya pertumbuhan penduduk dan
kurang seimbangnya penyebaran dan
struktur umur penduduk. Program
kependudukan dan keluarga berencana
bertujuan turut serta menciptakan
kesejahteraan ekonomi dan sosial bagi
seluruh masyarakat melalui usaha-usaha
perencanaan dan pengendalian penduduk.
Dengan demikian diharapkan tercapai
keseimbangan yang baik antara jumlah dan
KKeeppeenndduudduukkaann
BBaabb 11
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
2
kecepatan pertambahan penduduk dengan
perkembangan produksi dan jasa.
Masalah kepadatan penduduk,
kecepatan perkembangannya,
penyebarannya yang tidak merata,
produktivitas rata- rata yang relatif rendah,
pengangguran dan masalah underitilized
dari angkatan kerja tersebut, telah lama
menjadi pusat perhatian dan merupakan
bagian dari sasaran perbaikan dalam
strategi pembangunan Indonesia. Dengan
demikian perlu disadari, bahwa pemecahan
untuk masalah- masalah tersebut meliputi
aspek- aspek perluasan pendidikan dan
peningkatan keterampilan, pembinaan dan
pengembangan kewiraswastaan yang
memungkinkan tumbuhnya self creating
jobs ataupun self employment, di samping
peningkatan dan perluasan investasi yang
lebih berorientasi kepada kegiatan- kegiatan
yang padat karya dan program- program
konvensional lain seperti keluarga
berencana dan transmigrasi.
1.1. Kepadatan dan Penyebaran
Penduduk
Kepadatan penduduk merupakan
perbandingan jumlah penduduk terhadap
luas wilayah yang dihuni. Ukuran yang
digunakan biasanya adalah jumlah
penduduk setiap satu km2. Permasalahan
dalam kepadatan penduduk adalah
persebarannya yang tidak merata. Kondisi
demikian menimbulkan banyak
permasalahan, misalnya pengangguran,
kemiskinan, kriminalitas dsb.
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk
2000 dan 2010 menunjukkan bahwa jumlah
penduduk Kabupaten Gunungkidul
menempati peringkat ketiga setelah
Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul.
Hasil SP2000 dan SP2010 menunjukkan
persentase penduduk yang bertempat
tinggal di Kabupaten Gunungkidul, masing-
masing mencapai sebesar 21,48 persen dan
19,53 persen dari jumlah penduduk D.I
Yogyakarta (Lampiran Tabel 1.1.).
Walaupun jumlah penduduknya
besar, kepadatan penduduk Kabupaten
Gunungkidul sejak 1990 sampai dengan
2015 selalu lebih kecil dibandingkan
dengan kabupaten/kota lainnya di D.I
Yogyakarta. Hal ini terjadi karena
Kabupaten Gunungkidul merupakan
kabupaten dengan wilayah terluas diantara
kabupaten/kota di D.I Yogyakarta dengan
jumlah penduduk yang relatif tidak terlalu
banyak. Pada tahun 2000, kepadatan
penduduk Gunungkidul tercatat sebesar 451
jiwa/km, meningkat menjadi 455 jiwa/km
pada tahun 2010. Untuk tahun 2014,
kepadatan penduduknya meningkat lagi
menjadi 470 jiwa/km, sedangkan untuk
tahun 2015, kepadatan penduduk menurut
data proyeksi meningkat lagi menjadi 474
jiwa/km (Lampiran Tabel 1.3.).
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
3
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1961-19711971-19801980-19901990-20002000-2010
Jika dilihat kepadatan penduduk per
kecamatan, terlihat bahwa pada 2015
Kecamatan Wonosari mempunyai
kepadatan penduduk tertinggi yaitu 1.087
jiwa/km. Sedangkan tingkat kepadatan
terkecil pada Kecamatan Girisubo yaitu
hanya 244 jiwa/km
(Lampiran Tabel 1.3).
1.2. Laju Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan penduduk merupakan
perubahan jumlah penduduk dari waktu ke
waktu. Pertumbuhan penduduk secara
alami dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu
kelahiran, kematian, dan migrasi penduduk.
Pada umumnya laju pertumbuhan
penduduk Kabupaten Gunungkidul dari
1961 sampai dengan 2010 terus melambat
dari 0,81 persen per tahun pada periode
1961 – 1971 menjadi 0,68 persen per tahun
pada periode 1971 – 1980 . Bahkan pada
periode 1980-1990 terjadi pertumbuhan
sebesar 0,13 persen per tahun. Sedangkan
pada periode 1990 – 2000 pertumbuhan
penduduk naik kembali menjadi 0,30
persen per tahun dan pada periode 2000 –
2010 melambat menjadi 0,07 persen per
tahun. (Lampiran Tabel 1.4).
Penurunan laju pertumbuhan
penduduk yang terjadi di Kabupaten
Gunungkidul lebih dipengaruhi oleh
migrasi keluar (out migration). Kondisi
geografis dan sosial ekonomi yang tidak
menguntungkan menjadi salah satu faktor
pendorong penduduk untuk mencari nafkah
keluar daerah.
Pada periode 2000-2010, jika dilihat
menurut kecamatan, maka sebagian besar
kecamatan memiliki laju pertumbuhan
negatif. Sedangkan kecamatan-kecamatan
yang mengalami pertumbuhan positif ada di
Kecamatan Panggang, Kecamatan
Purwosari, Kecamatan Karangmojo,
Kecamatan Wonosari, Kecamatan Playen,
Kecamatan Patuk, Kecamatan Nglipar dan
Kecamatan Ngawen. Pertumbuhan
penduduk terbesar ada di Kecamatan Patuk,
yaitu mencapai 0,73 persen dan
pertumbuhan terkecil ada pada Kecamatan
430
435
440
445
450
455
460
465
2000 2010 2014 2015
451
455
470 474
Kep
adat
an P
enduduk
Gambar 1.1. Kepadatan Penduduk Kabupaten
Gunungkidul, 2000-2015
Sumber : Sensus penduduk dan Proyeksi Penduduk
Gambar 1.2. Laju Pertumbuhan Penduduk
Kabupaten Gunungkidul , 1961-2010
Sumber : Sensus penduduk dan Proyeksi
Penduduk
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
4
Karangmojo sebesar 0,01 persen,
Kecamatan Rongkopmempunyai
pertmbuhan penduduk negatif terbesar yaitu
-0,50 persen.
1.3. Komposisi Umur dan Jenis Kelamin
Penduduk menurut kelompok umur
dapat menggambarkan komposisi penduduk
pada suatu wilayah. Indikator komposisi
umur merupakan indikator yang sangat
berguna dalam perencanaan pembangunan.
Dengan indikator ini akan diketahui
kelompok penduduk usia produktif (usia
15-64 tahun) dan kelompok penduduk usia
tidak produktif (usia dibawah 14 tahun dan
usia diatas 65 tahun). Selain itu juga dapat
diketahui pula angka ketergantungan
penduduk usia tidak produktif terhadap
penduduk usia produktif.
Komposisi umur penduduk
Kabupaten Gunungkidul pada 2015
berdasarkan hasil proyeksi penduduk
diketahui bahwa penduduk yang berada
pada kelompok umur 65 tahun ke atas telah
mencapai 12,99 persen.
Jika dibandingkan dengan angka hasil
sensus-sensus penduduk sebelumnya, dapat
dilihat adanya pergerakan struktur. Hasil SP
1980 jumlah penduduk terbesar masih
dalam kelompok umur 5-9 tahun, yaitu
13,97 persen. Seiring dengan gencarnya
program KB waktu itu, hasil SP 1990
jumlah penduduk terbesar bergeser ke
kelompok umur 10-14 tahun sebesar 11,83
persen. Hasil SP 2000, jumlah penduduk
terbesar terdapat pada kelompok umur 60
tahun ke atas yaitu sebesar 15,34 persen,
demikian halnya pada 2010 (SP2010),
jumlah penduduk terbesar berada pada
kelompok umur 65 tahun ke atas yaitu
13,45 persen. Hal ini mengindikasikan
adanya peningkatan taraf kesehatan
masyarakat Kabupaten Gunungkidul.
Berdasarkan Tabel 1.1 terlihat bahwa
pada 2015 angka ketergantungan penduduk
mencapai 52,77 persen. Angka
ketergantungan sebesar itu mengandung arti
bahwa setiap 100 penduduk usia produktif
menanggung sekitar 53 penduduk usia tidak
produktif, dengan asumsi bahwa penduduk
usia produktif benar-benar produktif. Dapat
dibayangkan ketika asumsi tersebut tidak
terpenuhi, penduduk usia produktif akan
lebih berat lagi dalam menanggung
penduduk usia produktif yang tidak benar-
benar produktif secara ekonomi
(pengangguran). Angka ini relatif stabil
setiap tahunnya mengandung arti tidak
adanya perubahan secara drastis dalam
sosio demografi masyarakat.
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
5
Tabel 1.1. Komposisi Penduduk dan Angka
Ketergantungan di Kabupaten
Gunungkidul, 2012-2015
Tahun
Persentase
Kelompok Umur Angka
Ketergantungan
(%) 0-14 15-64 65+
(1) (2) (3) (4) (5)
2012 21,77 65,17 13,06 53,45
2013 22,72 64,33 12,96 55,46
2014 21,62 65,40 12,98 52,91
2015 21.55 65.46 12.99 52,77
Sumber : Proyeksi Penduduk
Berdasarkan proyeksi penduduk
2015, sex ratio di Kabupaten Gunungkidul
tercatat sebesar 93,68 yang berarti bahwa
setiap 100 penduduk perempuan terdapat
sekitar 94 penduduk laki-laki. Jika dilihat
menurut kelompok umur, sex ratio tertinggi
berada pada kelompok umur 15-19 tahun
yaitu sebesar 109,79 diikuti pada kelompok
umur 10-14 tahun sebesar 106,79 dan
kelompok umur 0-4 tahun sebesar 105,53
(Lampiran Tabel 1.7).
Yang menarik adalah kecilnya sex
rasio untuk kelompok umur diatas 20
tahun. Hal ini kemungkinan disebabkan
karena banyak penduduk laki-laki usia
diatas 20 tahun atau usia angkatan kerja
produktif yang keluar daerah menuju pusat
perekonomian untuk mencari nafkah.
1.4. Umur Perkawinan Pertama
Umur perkawinan pertama penduduk
perempuan berpengaruh terhadap tingkat
fertilitas yang pada akhirnya akan
mempengaruhi pertumbuhan penduduk.
Semakin muda umur perkawinan pertama
penduduk perempuan maka semakin
panjang masa reproduksi yang
menyebabkan semakin tinggi tingkat
kelahiran.
Umur perkawinan pertama juga
mempunyai pengaruh terhadap resiko
medis pada masa kehamilan dan saat
melahirkan. Usia yang terlalu muda dan
terlalu tua tidak baik secara medis untuk
perempuan untuk mengandung bayi.
Kondisi tubuh pada waktu hamil dan
melahirkan yang tidak ideal akan berakibat
buruk pada ibu maupun bayi yang
dilahirkannya.
Berdasarkan hasil Susenas 2015, pada
umumnya penduduk perempuan usia 10
tahun ke atas di Kabupaten Gunungkidul
yang kawin pertama pada usia 19-24 tahun
mencapai 79,01 persen. Pola ini juga
berlaku untuk kabupaten/kota lainnya di D.I
Yogyakarta (Lampiran Tabel 1.8). Data
tersebut menggambarkan bahwa semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang
maupun meningkatnya kesejahteraan
masyarakat maka akan menunda keputusan
penduduk perempuan usia 10 tahun ke atas
untuk kawin pada usia muda.
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
6
Tabel 1.2. Persentase Perempuan Usia 10 Tahun
ke Atas Pernah Kawin menurut Umur
Perkawinan Pertama di Kabupaten
Gunungkidul, 2012-2015
Tahun Umur Perkawinan Pertama
Jumlah 16 17-18 19-24 25
+
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
2012 13,62 26,78 49,28 10,32 100,00
2013 14,30 30,00 46,70 8,90 100,00
2014 11,29 28,05 50,80 9,86 100,00
2015 3,91 10,58 79,01 6,50 100,00
Sumber : Susenas 2012-2015
1.5. Anak Lahir Hidup dan Anak Masih
Hidup
Berbeda dengan indikator Angka
Kelahiran (jumlah kelahiran, CBR, ASFR
dan TFR), indikator Anak Lahir Hidup atau
yang juga sering disebut Children Ever
Born mengandung pengertian yang bersifat
‘longitudinal’ atau mencerminkan semua
anak yang telah lahir hidup, dari sejak
menikah pertama kali sampai saat ini
(bukan hanya anak yang lahir pada saat ini
atau tahun ini).
Sedangkan Anak Masih Hidup adalah
jumlah anak kandung yang masih hidup
yang dimiliki oleh seorang wanita saat
wawancara dilakukan. Data jumlah anak
masih hidup digunakan untuk mengetahui
jumlah anak yang dimiliki seorang wanita
secara riil karena dari seluruh anak lahir
hidup tidak seluruhnya dapat terus hidup.
Selain itu perbedaan Anak Lahir Hidup dan
Anak Masih Hidup merupakan data yang
menjadi dasar perhitungan Angka Kematian
Bayi.
Rata-rata anak lahir hidup yang
dilahirkan perempuan usia 15 – 49 tahun di
Kabupaten Gunungkidul pada 2015 adalah
sebesar 1,21. Sedangkan rata-rata anak
masih hidupnya sebesar 1,20 (Lampiran
Tabel 1.9). Angka ini mengandung arti
bahwa rata-rata jumlah anak yang yang
dilahirkan hidup oleh sekelompok wanita
mulai memasuki masa reproduksi hingga
kini adalah sekitar 1 orang anak dan dari
seluruh anak yang lahir hidup tidak
seluruhnya dapat terus hidup hal ini terlihat
dari jumlah Anak Masih Hidup yang lebih
kecil dari jumlah Anak Lahir Hidup. Jika
dilihat menurut kelompok umur, semakin
tinggi kelompok umur semakin banyak
jumlah anak lahir hidup dan anak masih
hidup. Pada kelompok perempuan usia 45-
49 tahun memiliki rata-rata anak lahir hidup
dan anak masih hidup terbanyak, masing-
masing sebesar 2,12 anak lahir hidup dan
2,09 anak masih hidup. Anak Lahir Hidup
pada usia ini disebut juga sebagai paritas
lengkap (completed family size), yaitu
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
7
jumlah anak yang sudah tidak bertambah
lagi.
1.6. Banyaknya Anggota Rumah Tangga
Rata-rata banyaknya anggota rumah
tangga per rumah tangga dapat
menunjukkan tingkat keberhasilan Program
Keluarga Berencana dalam rangka
pengendalian jumlah penduduk. Dari Tabel
1.3 terlihat bahwa ada kecenderungan rata-
rata jumlah anggota rumah tangga per
rumah tangga mengalami penurunan dari
tahun ke tahun.
Tabel 1.3. Rata-rata Banyaknya Anggota Rumah
Tangga per Rumah Tangga
di Kabupaten Gunungkidul,
1961-2010
Tahun
Rata-rata Banyaknya
Anggota Rumah Tangga per
Rumah Tangga
(1) (2)
1961 5,0
1971 5,1
1980 4,7
1990 4,1
2000 3,7
2010 3,5
Sumber : Sensus Penduduk 1961, 1971, 1980,
1990, 2000 dan 2010
Berdasarkan hasil SP 1961 di
Kabupaten Gunungkidul rata-rata jumlah
anggota rumah tangga sebesar 5,0 jiwa per
rumah tangga, selanjutnya naik menjadi 5,1
jiwa per rumah tangga pada 1971.
Kemudian menurun menjadi 4,7 jiwa per
rumah tangga pada 1980, menurun lagi
pada 1990 menjadi 4,1 jiwa per rumah
tangga dan pada 2000 menjadi 3,7 jiwa per
rumah tangga. Begitu pula pada 2010,
banyaknya anggota rumah tangga per
rumah tangga ada sebanyak 3,5 orang. Hal
ini menggambarkan kondisi yang lebih baik
bagi tercapainya tujuan dari Program
Keluarga Berencana yaitu menciptakan
Catur Warga yang bahagia.
Apabila dibandingkan menurut
kecamatan, maka ada 3 kecamatan yang
memiliki rata-rata jumlah anggota rumah
tangga terkecil, yaitu : Kecamatan Patuk,
Kecamatan Gedangsari, dan Kecamatan
Semin yang masing-masing pada umumnya
memiliki jumlah anggota rumah tangga
sebanyak 3,3 jiwa per rumah tangga.
Sedangkan kecamatan yang memiliki rata-
rata jumlah anggota rumah tangga
terbanyak adalah Kecamatan Purwosari
yaitu sebanyak 3,99 jiwa per rumah
tangga.
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
8
Pendidikan mempunyai peranan yang
sangat penting dalam meningkatkan
kualitas sumber daya manusia. Pendidikan
mempengaruhi secara penuh pertumbuhan
ekonomi suatu wilayah. Hal ini bukan saja
pendidikan akan berpengaruh terhadap
produktivitas tetapi juga berpengaruh
terhadap pola kehidupan sosial masyarakat.
Pendidikan menjadikan sumber daya
manusia lebih bisa cepat mengikuti dan siap
akan menghadapi perubahan. Pendidikan
diartikan secara luas merupakan suatu
proses pembelajaran yang dapat dilakukan
dimana saja.
Pendidikan merupakan suatu proses
pemberdayaan untuk mengungkapkan
potensi yang ada pada manusia sebagai
individu, yang selanjutnya dapat
memberikan sumbangan kepada
masayarakat lokal, kepada masayarakat
bangsanya, dan kemudian kepada
masayarakat global. Dengan demikian,
fungsi pendidikan bukan hanya menggali
potensi-potensi yang ada di dalam diri
manusia, tetapi juga bagaimana manusia ini
dapat mengontrol potensi yang telah
dikembangkannya itu agar dapat
bermanfaat bagi peningkatan kualitas hidup
manusia itu sendiri.
Keberhasilan di bidang pendidikan
dapat dilihat melalui beberapa indikator,
baik indikator input maupun indikator
output. Indikator input pendidikan salah
satunya dilihat dari ketersediaan fasilitas
pendidikan yang dalam hal ini diukur
dengan rasio murid terhadap sekolah, rasio
murid terhadap kelas dan rasio murid
terhadap guru. Sedangkan indikator output
yang dapat menunjukkan kualitas
pendidikan SDM antara lain tingkat
pendidikan yang ditamatkan, Angka
Partisipasi Sekolah (APS), Angka
Partisipasi Kasar (APK) dan Angka
Partisipasi Murni (APM).
2.1. Rasio Murid Terhadap Sekolah,
Kelas dan Guru
Rasio murid terhadap sekolah, rasio
murid terhadap kelas dan rasio murid
terhadap guru merupakan beberapa
indikator input yang berguna untuk
mengetahui apakah ketersediaan sekolah,
kelas dan guru sudah mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan jumlah murid yang
ada. Selain itu, indikator ini juga dapat
PPeennddiiddiikkaann
BBaabb 22
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
9
digunakan sebagai tolok ukur peningkatan
mutu pendidikan. Tingkat kualitas
pendidikan masyarakat yang semakin tinggi
diperlihatkan dengan rasio murid terhadap
sekolah, kelas, dan guru yang mendekati
angka ideal.
Tabel 2.1. Rasio Murid terhadap Sekolah, Kelas,
dan Guru menurut jenjang pendidikan
di Kabupaten Gunungkidul, 2015/2016
Jenjang
Pendidikan
Rasio
Murid/
Sekolah
Murid/
Kelas
Murid/
Guru
(1) (2) (3) (4)
TK/RA/BA 27,90 15,68 10,22
SD/MI 102,7 16,43 11,68
SLTP/MTs 215,57 25,55 10,94
SMU/MA 239,67 23,34 7,46
SMK 375,98 33,13 9, 95
Sumber : Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga
Kabupaten Gunungkidul
Berdasarkan Tabel 2.1 terlihat bahwa
ada kecenderungan rasio murid terhadap
sekolah maupun terhadap kelas semakin
meningkat seiring dengan meningkatnya
jenjang pendidikan. Sebaliknya rasio murid
terhadap guru kecenderungannya menurun
seiring dengan meningkatnya jenjang
pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin tinggi jenjang pendidikan maka
ketersediaan jumlah sekolah dan jumlah
kelas tidak seimbang dengan kebutuhan
jumlah murid.
Rasio murid terhadap sekolah
tertinggi berada pada jenjang pendidikan
SMK, yaitu mencapai angka 375,98 nilai
ini mengandung pengertian bahwa rata-rata
setiap satu sekolah SMK menampung 376
siswa. Terus meningkatnya angka rasio
murid terhadap sekolah SMK ini
menunjukkan adanya kecenderungan jenis
sekolah ini semakin menarik perhatian
calon siswa dibanding sekolah umum yang
peningkatannya tidak sebesar SMK.
Namun untuk rasio murid terhadap
kelas SMP memiliki angka tertinggi yaitu
25,55. Peningkatan rasio ini juga
menunjukkan bahwa program pendidikan
dasar 9 tahun berjalan dengan baik dan
tentunya menjadi tantangan bagi
pemerintah untuk dapat mengimbangi
peningkatan tersebut.
2.2. Partisipasi Sekolah
Ada beberapa indikator yang berguna
untuk menjelaskan situasi partisipasi
sekolah penduduk. Beberapa indikator
tersebut adalah Angka Partisipasi Sekolah
(APS), Angka Partisipasi Kasar (APK) dan
Angka Partisipasi Murni (APM).
APS merupakan indikator daya serap
lembaga pendidikan terhadap penduduk
usia sekolah. Sebagai indikator dasar, APS
dapat digunakan untuk melihat akses pada
pendidikan khususnya bagi penduduk usia
sekolah. Semakin tinggi APS, maka
semakin besar jumlah penduduk yang
berkesempatan mengenyam pendidikan.
Akan tetapi meningkatnya APS tidak selalu
dapat diartikan sebagai meningkatnya
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
10
pemerataan kesempatan masyarakat untuk
mengenyam pendidikan.
Tabel 2.2. Angka Partisipasi Sekolah (APS)
menurut Usia Sekolah dan Jenis Kelamin
di Kabupaten Gunungkidul, 2015
Usia
Sekolah Laki-laki Perempuan L + P
(1) (2) (3) (4)
7-12 100,0 100,0 100,0
13-15 100,00 100,0 98,2
16-18 74,44 80,40 77,18
Sumber: Susenas 2015
Berdasarkan Tabel 2.2 terlihat bahwa
Angka Partisipasi Sekolah (APS) tertinggi
terdapat pada kelompok usia 7-12 tahun,
yaitu sebesar 100,00 persen. Hal ini berarti
sudah tidak ada penduduk berusia 7-12
tahun yang tidak bersekolah. Demikian
juga untuk APS penduduk berusia 13-15
tahun baik laki laki maupun perempuan
mempunyai angka APS absolut yaitu 100
persen, hal ini juga menunjukkan bahwa
sudah tidak ada lagi penduduk berusia 13-
15 tahun yang tidak bersekolah, angka
APS penduduk usia 16-18 terlihat
penduduk dengan jenis kelamin perempuan
lebih tinggi daripada laki-laki. Perlu dikaji
lebih jauh untuk melihat penyebab
fenomena ini namun dapat diduga
berkaitan dengan kultur mencari kerja atau
sekedar membantu orang tua mencari
nafkah bagi kaum laki-laki di kabupaten
Gunungkidul .
Tabel 2.3. Angka Partisipasi Kasar (APK) menurut
Jenjang Pendidikan dan Jenis Kelamin di
Kabupaten Gunungkidul, 2015
Jenjang
Pendidikan Laki-laki Perempuan L + P
(1) (2) (3) (4)
SD 107,45 105,80 106,67
SLTP 108,09 113,78 110,96
SLTA 80,77 71,31 76,20
Sumber: Susenas 2015
Angka APK untuk tingkat SD
mencapai lebih dari 106,67 persen, SMP
110,96 persen , hal ini menunjukkan bahwa
ada beberapa penduduk usia sekolah pada
tingkatan sekolah tersebut yang menempati
tingkatan sekolah diluar umur umumnya
untuk tingkatan tersebut, misalnya usia 13
tahun masih di SD atau belum umur 7
tahun sudah masuk SD, demukian juga
misalnya umur 16 tahun masih di SMP atau
belum umur 13 tahun sudah masuk SMP
,dan APK untuk tingkat SLTA sebesar
76,20 persen. Artinya dari 100 orang
penduduk usia 16-18 tahun hanya 76 orang
yang bersekolah di SMA atau setingkatnya.
Selain APK juga ada Angka
Partisipasi Murni (APM). APM merupakan
persentase jumlah anak pada kelompok usia
sekolah tertentu yang sedang bersekolah
pada jenjang pendidikan yang sesuai
dengan usianya terhadap jumlah seluruh
anak pada kelompok usia sekolah yang
bersangkutan. Bila APK digunakan untuk
mengetahui seberapa banyak penduduk usia
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
11
sekolah yang sudah dapat memanfaatkan
fasilitas pendidikan di suatu jenjang
pendidikan tertentu tanpa melihat berapa
usianya, maka APM mengukur proporsi
anak yang bersekolah sesuai antara umur
dan jenjNG WAKTUNYA.
Bila seluruh anak usia sekolah dapat
bersekolah tepat PADA UMUR DAN
JENJANGNYA, maka APM akan
mencapai nilai 100. Secara umum, nilai
APM akan selalu lebih rendah dari APK
karena nilai APK mencakup anak diluar
usia sekolah pada jenjang pendidikan yang
bersangkutan.
Tabel 2.4. Angka Partisipasi Murni (APM)
menurut Jenjang Pendidikan dan Jenis
Kelamin di Kabupaten Gunungkidul,
2015
Jenjang
Pendidikan Laki-laki Perempuan L + P
(1) (2) (3) (4)
SD 100,0 100,0 100,0
SLTP 80,34 86,76 83,59
SLTA 70,09 64,56 67,42
Sumber: Susenas 2015
Pada 2015 di Kabupaten
Gunungkidul, APM pada jenjang SD
sebesar 100,0 persen yang berarti bahwa
semua anak umur 7 – 12 tahun di
Gunungkidul bersekolah di SD tepat waktu.
Hal ini menunjukkan indikator yang baik
yaitu masyarakat Gunungkidul tidak buru-
buru untuk menyekolahkan anaknya di SD
melainkan mereka menyekolahkan anaknya
di SD ketika sudah berumur 7 tahun sesuai
anjuran dari pemerintah.
2.3. Pendidikan yang Ditamatkan
Salah satu indikator yang digunakan
untuk mengukur kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) adalah pendidikan
tertinggi yang ditamatkan. Semakin tinggi
tingkat pendidikan masyarakat maka
semakin tinggi kualitas SDM nya dan
semakin tinggi tingkat kesejahteraannya.
Berdasarkan Susenas 2015, jenjang
pendidikan tertinggi yang ditamatkan
penduduk usia 10 tahun ke atas di
Kabupaten Gunungkidul terbesar adalah
tamatan SD sederajat, yaitu sebesar 33,08
persen. Jenjang pendidikan tertinggi
berikutnya adalah tamat SLTP sederajat
25,13 persen, tidak/belum punya ijasah SD
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
L P L+P
Tidak/belum punya SD sederajat SLTP sederajat
SLTA sederajat Perguruan Tinggi
Gambar 2.1. Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas
menurut Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan di Kabupaten Gunungkidul,
2015
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
12
sederajat 21,94 persen, SLTA sederajat
16,21 persen dan paling sedikit tamatan
perguruan tinggi yang hanya mencapai 3,65
persen (Lampiran Tabel 2.10).
Jika dilihat menurut jenis kelamin,
terlihat bahwa penduduk laki-laki usia 10
tahun ke atas yang tamat SD sederajat
sebesar 33,47 persen, tamat SLTP sederajat
sebesar 24,40 persen, tamat SLTA sederajat
sebesar 18,07 persen dan tamat Perguruan
Tinggi sebesar 3,45 persen.
Fenomena yang terjadi di
Gunungkidul terkait pendidikan dan gender
menujukkan bahwa persentase perempuan
berumur 10 tahun ke atas sebagian besar
berpendidikan SMP ke bawah, yang
mencapai 81,89 persen. Angka ini sedikit
lebih tinggi dibanding laki-laki yang
mencapai 78,47 persen.
Kesempatan untuk mengenyam
pendidikan minimal SLTA lebih besar
dirasakan penduduk laki-laki yang
mencapai 21,25 persen, sedang perempuan
hanya 18,11 persen. Akan tetapi perempuan
yang berpendidikan level perguruan tinggi
lebih besar dibanding laki-laki yaitu 3,85
persen untuk perempuan dan 3,45 persen
untuk laki laki.
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
13
Pembangunan di bidang kesehatan
mencakup peningkatan penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dasar. Tujuan
penyediaan fasilitas kesehatan adalah
tersedianya fasilitas kesehatan yang mudah
dan murah bagi semua lapisan masyarakat.
Pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas)
dan puskesmas pembantu selama ini
menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan
penduduk karena mudah terjangkau dan
murah, terutama bagi penduduk di daerah
pedesaan, serta meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud kesehatan
masyarakat baik dalam bidang promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif agar
setiap warga masyarakat dapat mencapai
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
baik fisik, mental dan sosial serta harapan
berumur panjang. Pembangunan di bidang
kesehatan diharapkan membuat semua
lapisan masyarakat mendapatkan pelayanan
kesehatan yang mudah, murah, dan merata.
Pelayanan kesehatan masyarakat
diwujudkan oleh pemerintah dengan
menambah fasilitas kesehatan maupun
pelayanannya misalnya membangun sarana
dan prasarana puskesmas dan menambah
tenaga dokter maupun tenaga kesehatan
lainnya. Di Kabupaten Gunungkidul
pembangunan di bidang kesehatan juga
terus ditingkatkan.
3.1. Rasio Jumlah Puskesmas dan Dokter
Rasio jumlah Puskesmas dan rasio
jumlah dokter terhadap penduduk
merupakan salah satu indikator untuk
mengetahui keefektifan ketersediaan
jumlah fasilitas kesehatan dalam melayani
penduduk. Semakin besar nilai rasionya
maka semakin efektif jumlah fasilitas
kesehatan yang tersedia untuk melayani
penduduk.
Jumlah puskesmas termasuk pustu
dan puskesmas keliling pada 2015
sebanyak 184 unit dengan jumlah penduduk
sebanyak 704.026 jiwa, maka Rasio
Puskesmas terhadap 1.000 penduduk di
Kabupaten Gunungkidul sebesar 3,82
Artinya bahwa setiap 1 Puskesmas di
Gunungkidul melayani sekitar 3.826
penduduk. Adapun rasio tertinggi tingkat
kecamatan berada di Kecamatan Semanu,
yaitu sebesar 4.90 dan terendah di
Kecamatan Girisubo, yaitu sebesar 2,81.
Jumlah dokter di Kabupaten
Gunungkidul pada 2015 tercatat 131 orang
dengan rincian 77 dokter umum, 39 dokter
gigi dan 15 dokter spesialis, dan itu sudah
termasuk dokter yang berdinas di Dinas
KKeesseehhaattaann && KKeelluuaarrggaa BBeerreennccaannaa
BBaabb 33
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
14
Kesehatan dan juga RSUD. Dengan jumlah
dokter sebanyak itu, maka rasio banyaknya
dokter terhadap penduduk pada 2015
sebesar 5.374 Angka sebesar ini
mempunyai makna bahwa setiap 1 tenaga
dokter melayani sekitar 5.374 penduduk.
Tabel 3.1. Rasio Jumlah Penduduk terhadap Jumlah
Puskesmas dan Dokter di Kabupaten
Gunungkidul, 2012-2015
Tahun
Rasio Jumlah
Penduduk per
Puskesmas
Rasio Jumlah
Penduduk per
Dokter
(1) (2) (3)
2012 3.676 5.115
2013 3.717 4.748
2014 3.798 4.853
2015 3.826 5.374
Sumber: Dinas Kesehatan Kab. Gunungkidul dan
Estimasi Penduduk
3.2. Keluhan Kesehatan dan Penyakit
Terbanyak
Keberhasilan program kesehatan dan
program pembangunan sosial ekonomi pada
umumnya dapat dilihat dari peningkatan
usia harapan hidup penduduk dari suatu
wilayah. Meningkatnya perawatan
kesehatan melalui Puskesmas,
meningkatnya daya beli masyarakat akan
meningkatkan akses terhadap pelayanan
kesehatan, mampu memenuhi kebutuhan
gizi dan kalori, mampu mempunyai
pendidikan yang lebih baik sehingga
memperoleh pekerjaan dengan penghasilan
yang memadai, yang pada gilirannya akan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
dan memperpanjang usia harapan hidupnya.
Indikator angka harapan hidup
merupakan salah satu indikator untuk
mengetahui derajat kesehatan masyarakat.
Semakin besar persentase angka harapan
hidup mengindikasikan jika derajat
kesehatan penduduk masih rendah.
Indikator Angka Harapan Hidup (AHH).
Berdasarkan Tabel 3.2 dari tahun ke tahun
Angka Harapan Hidup semakin meningkat,
artinya derajat kesehatan penduduk
Kabupaten Gunungkidul memiliki
kecenderungan terus meningkat.
Peningkatan usia harapan hidup juga dapat
dijadikan sebagai gambaran keberhasilan
program kesehatan dan program
pembangunan sosial ekonomi. Pada 2010
Angka Harapan Hidup penduduk
Kabupaten Gunungkidul mencapai 73,35
tahun dan pada 2015 angkanya sudah
meningkat menjadi 73,69 tahun. Angka ini
bermakna bahwa anak yang lahir pada
tahun 2015 diperkirakan akan hidup rata-
rata sampai umur 73,69 tahun.
Tabel 3.2. Angka Harapan Hidup (AHH) di
Kabupaten Gunungkidul, 2010-2015
(Tahun)
Tahun AHH
(1) (4)
2010 73,35
2011 73,36
2012 73,37
2013 73,38
2014 73,39
2015 73,69
Sumber : Susenas 2010-2015
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
15
3.3. Kesehatan Balita
Kesehatan merupakan salah satu
aspek dari kehidupan masyarakat mutu
hidup, produktifitas tenaga kerja, angka
kesakitan dan kematian yang tinggi pada
bayi dan anak-anak, menurunnya daya kerja
fisik serta terganggunya perkembangan
mental adalah akibat langsung atau tidak
langsung dari masalah gizi kurang.
Dalam pembangunan bangsa,
peningkatan kualitas manusia harus dimulai
sedini mungkin yaitu sejak dini yaitu sejak
masih bayi, salah satu faktor yang
memegang peranan penting dalam
peningkatan kualitas manusia adalah
pemberian Air Susu Ibu (ASI). Pemberian
ASI semaksimal mungkin merupakan
kegiatan penting dalam pemeliharaan anak
dan persiapan generasi penerus di masa
depan. Akhir-akhir ini sering dibicarakan
tentang peningkatan penggunaan ASI.
Terjadinya kerawanan gizi pada bayi
disebabkan karena selain makanan yang
kurang juga karena Air Susu Ibu (ASI)
banyak diganti dengan susu botol dengan
cara dan jumlah yang tidak memenuhi
kebutuhan. Hal ini pertanda adanya
perubahan sosial dan budaya yang negatif
dipandang dari segi gizi
Pertumbuhan dan perkembangan bayi
sebagian besar ditentukan oleh jumlah ASI
yang diperoleh termasuk energi dan zat gizi
lainnya yang terkandung di dalam ASI
tersebut. ASI tanpa bahan makanan lain
dapat mencukupi kebutuhan pertumbuhan
sampai usia sekitar empat bulan. Setelah itu
ASI hanya berfungsi sebagai sumber
protein vitamin dan mineral utama untuk
bayi yang mendapat makanan tambahan
yang tertumpu pada beras.
Balita merupakan generasi penerus
masa depan. Balita yang sehat merupakan
modal dasar tercapainya masyarakat yang
sehat dan cerdas. Kesehatan balita tidak
hanya dipengaruhi oleh kesehatan ibu
semasa kehamilan, akan tetapi juga
dipengaruhi oleh proses kelahiran/
persalinan dan asupan air susu ibu (ASI).
3.4. Keluarga Berencana
Keluarga Berencana (KB) merupakan
suatu program pemerintah yang dirancang
untuk menyeimbangkan antara kebutuhan
dan jumlah penduduk. Program keluarga
berencana oleh pemerintah adalah agar
keluarga sebagai unit terkecil kehidupan
bangsa diharapkan menerima Norma
Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera
(NKKBS) yang berorientasi pada
pertumbuhan yang seimbang. Gerakan
Keluarga Berencana Nasional Indonesia
telah berumur sangat lama yaitu pada tahun
70-an dan masyarakat dunia menganggap
berhasil menurunkan angka kelahiran yang
signifikan. Perencanaan jumlah keluarga
dengan pembatasan yang bisa dilakukan
dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi
atau penanggulangan kelahiran seperti
kondom, spiral, IUD, dan sebagainya.
Keluarga berencana merupakan
salah satu pelayanan kesehatan prenvetif
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
16
yang paling dasar dan utama bagai wanita
meskipun tidak selalu diakui demikian,
peningkatan dan perluasan KB merupakan
salah satu usaha untuk menurunkan angka
kesakitan dan kematiaan ibu yang
sedemikian tinggi akibat kehamilan yang
dialami oleh wanita . Banyak wanita yang
harus menentukan pemilihan alat
kontrasepsi yang sulit, tidak hanya karena
terbatasnya jumlah metode yang tersedia
tetapi juga metode-metode tertentu
mungkin tidak dapat diterima sehubungan
dengan kebijakan nasional. Kesehatan
individual , dan seksualitas wanita atau
biaya untuk memperoleh kontrasepsi .
Dalam rangka peningkatan
kesejahteraan masyarakat di samping
peningkatan derajat kesehatan masyarakat,
pengendalian laju pertumbuhan penduduk
melalui program Keluarga Berencana (KB)
juga terus digalakkan. Program KB
bertujuan untuk membina keluarga kecil
yang sejahtera dan bahagia. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin banyak
penduduk Kabupaten Gunungkidul yang
sadar akan pentingnya pembinaan keluarga
yang terencana.
Jumlah Akseptor KB Aktif di
Kabupaten Gunungkidul pada 2015
sebanyak 92.228 peserta.
Secara keseluruhan alat kontrasepsi
yang paling banyak digunakan penduduk
Kabupaten Gunungkidul adalah suntik KB
sebesar 55,88 persen, disusul IUD 14,22
persen dan pil KB sebesar 13,58 persen.
IUD
14,22%
MOW+MOP
3,51%Implant
9,98%
Pil
13,58%
Kondom
2,84%
Suntik
55,88%
Gambar 3.1. Persentase Akseptor KB Aktif
menurut Jenis Kontrasepsi yang
Sedang Digunakan di Kabupaten
Gunungkidul, 2015
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
17
Meningkatnya jumlah angkatan kerja
yang tidak diimbangi oleh perluasan
lapangan kerja akan membawa beban
tersendiri bagi perekonomian. Angkatan
kerja yang tidak tertampung dalam lapangan
kerja akan menyebabkan pengangguran.
Padahal harapan pemerintah, semakin
banyaknya jumlah angkatan kerja bisa
menjadi pendorong pembangunan ekonomi.
Kualitas tenaga kerja dalam suatu
negara dapat ditentukan dengan melihat
tingkat pendidikan negara tersebut. Sebagian
besar tenaga kerja di Indonesia, tingkat
pendidikannya masih rendah. Hal ini
menyebabkan penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknologi menjadi rendah. Minimnya
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
menyebabkan rendahnya produktivitas
tenaga kerja, sehingga hal ini akan
berpengaruh terhadap rendahnya kualitas
hasil produksi barang dan jasa.
Jumlah penduduk pada dasarnya
merupakan potensi yang sangat berharga
ditinjau dari segi tenaga kerja, jika dapat
didayagunakan dengan baik, penduduk yang
sangat banyak dan memiliki keterampilan
ini merupakan potensi yang berharga.
Jumlah penduduk yang besar dan tidak
memiliki keterampilan ini adalah
kerugiannya yang dapat menyebabkan
pengangguran di mana-mana
4.1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
Persediaan tenaga kerja yaitu jumlah
penduduk yang sedang dan siap untuk
bekerja. Persediaan tenaga kerja dihitung
dari jumlah angkatan kerja (labor force).
Ada dua tahap kegiatan untuk menghitung
persediaan angkatan kerja, yaitu pembuatan
proyeksi penduduk ini dilakukan karena
total angkatan kerja selalu merupakan
bagian dari penduduk dan kedua pembuatan
proyeksi angkatan kerja.
Persediaan tenaga kerja atau labor
supply adalah sejumlah orang yang mau
bekerja pada tingkat upah tertentu. Biasanya
jumlah persediaan tenaga kerja diketahui
dari penduduk usia kerja yang kegiatan
utamanya seminggu yang lalu adalah
bekerja atau sedang mencari pekerjaan.
Persediaan tenaga kerja adalah jumlah
KKeetteennaaggaakkeerrjjaaaann
BBaabb 44
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
18
penduduk yang sudah siap untuk bekerja,
disebut angkatan kerja (labour force) yang
dapat dilihat dari segi kualitas dan kuantitas.
Persediaan tenaga kerja adalah penjumlahan
angkatan kerja yang terdiri dari penduduk
yang bekerja dan mencari pekerjaan.
Sementara penduduk yang bekerja disebut
sebagai kebutuhan tenaga kerja (labor
demand). Selisih antara persediaan
dikurangi dengan kebutuhan disebut sebagai
pengangguran (pencari kerja)
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) merupakan indikator atau gambaran
keterlibatan penduduk dalam kegiatan
ekonomi yang diukur dengan jumlah
penduduk usia 15 tahun ke atas (penduduk
usia kerja) yang masuk dalam pasar kerja,
baik yang bekerja maupun masih
menganggur. Dengan indikator ini dapat
dilihat besarnya penduduk usia kerja yang
aktif secara ekonomi pada suatu wilayah
atau negara serta dapat menunjukkan
besaran relatif dari pasokan tenaga kerja
(labour supply) yang tersedia untuk
produksi barang-barang dan jasa dalam
suatu perekonomian.
Tabel 4.1. TPAK Penduduk 15 Tahun ke Atas
menurut Jenis Kelamin di Kabupaten
Gunungkidul, 2012-2015 (%)
Tahun Laki-laki Perempuan Laki-laki+
Perempuan
(1) (2) (3) (4)
2012 89,35 72,40 80,43
2013 87,86 68,88 77,87
2014 86,35 69,81 77,65
2015 85,81 57,19 70,77
Sumber : Sakernas 2012-2015
Berdasarkan Tabel 4.1, di Kabupaten
Gunungkidul pada tahun 2015 memiliki
TPAK sebesar 70,77 persen. Artinya bahwa
dari 100 penduduk usia 15 tahun ke atas ada
sekitar 71 penduduk berstatus sebagai
angkatan kerja. Jika dibanding tahun
sebelumnya, TPAK tahun ini mengalami
penurunan dari 77,65 persen. Jelasnya
penurunan ataupun peningkatan TPAK
belum dapat secara langsung
menggambarkan kondisi baik buruknya
ketenagakerjaan di Kabupaten Gunungkidul.
Peningkatan TPAK perlu ditelusuri lebih
jauh lagi, apakah lebih dipengaruhi oleh
tingkat pengangguran ataukah tingkat
penyerapan tenaga kerja (penduduk yang
bekerja) pada kurun waktu tersebut.
Jika dilihat menurut jenis kelamin,
TPAK laki-laki menunjukkan angka yang
lebih tinggi dibandingkan perempuan. Pada
2015, TPAK laki-laki sebesar 85,81 persen,
sedangkan TPAK perempuan sebesar 57,19
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
19
persen. Tingkat partisipasi perempuan
cenderung lebih rendah disebabkan karena
peran ganda mereka dalam rumah tangga.
Perempuan akan cenderung keluar dari
dunia kerja ketika memasuki masa
perkawinan, melahirkan, membesarkan anak
dan kemudian kemungkinan mereka akan
kembali ke dunia kerja ketika anak-anaknya
sudah cukup besar.
4.2. Pengangguran Terbuka
Jumlah penduduk yang besar tanpa
diikuti dengan kualitas rata-rata yang baik
maka dapat menimbulkan banyak
permasalahan. Salah satu permasalahan
kependudukan terbesar yang dihadapi
Indonesia saat ini adalah tingginya angka
Pengangguran Terbuka. Pengangguran
Terbuka adalah angkatan kerja yang sedang
mencari pekerjaan. Angkatan Kerja
diartikan sebagai jumlah penduduk usia
kerja (15 tahun keatas) yang sedang bekerja
atau sedang mencari pekerjaan
Indikator yang biasa digunakan
untuk mengukur pengangguran adalah
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). TPT
memberikan indikasi tentang penduduk usia
kerja yang termasuk dalam kelompok
pengangguran. TPT diukur sebagai
persentase jumlah penganggur/pencari kerja
terhadap jumlah angkatan kerja. Naiknya
TPT dapat berarti adanya penurunan daya
serap tenaga kerja atau dapat juga berarti
bahwa kecepatan laju kesempatan kerja
tidak dapat mengimbangi kecepatan laju
pertumbuhan angkatan kerja.
Kabupaten Gunungkidul pada
Agustus 2015 memiliki TPT terendah
dibandingkan dengan kabupaten/kota se- D.I
Yogyakarta, yaitu sebesar 2,78 persen.
Sedangkan TPT pada tingkat provinsi
mencapai 3,02 persen (Lampiran Tabel
4.4.). Rendahnya TPT di Kabupaten
Gunungkidul kemungkinan disebabkan
karena kondisi geografis dan sosial ekonomi
masyarakat yang kurang menguntungkan
sehingga mereka terpaksa mengoptimalkan
pekerjaan mereka sehari-harinya dan tidak
seselektif penduduk kabupaten/kota lain
dalam menentukan pekerjaan. Jika mereka
kalah bersaing dalam pasar tenaga kerja non
pertanian, maka mereka akan lari ke sektor
pertanian.
Tabel 4.2. TPT Penduduk 15 Tahun ke Atas menurut
Jenis Kelamin di Kabupaten Gunungkidul,
2012-2015 (%)
Tahun Laki-laki Perempuan Laki-laki +
Perempuan
(1) (2) (3) (4)
2012 2,14 0,53 1,38
2013 2,19 1,11 1,69
2014 1,81 1,38 1,61
2015 2,65 3,32 2,78
Sumber : Sakernas 2012-2015
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
20
Berdasarkan Tabel 4.2 terlihat bahwa
tahun 2015 TPT mengalami kenaikan.
Angka TPT ini setiap tahun mengalami
perubahan yang cepat karena sebagian
penduduk bekerja adalah pekerja keluarga di
sektor pertanian yang setiap saat dapat
berhenti ataupun beralih ke sektor lain yang
dirasa lebih menguntungkan secara
ekonomi. Kenaikan TPT dapat diartikan
bahwa daya serap tenaga kerja pada 2015
lebih rendah jika dibandingkan dengan
tahun sebelumnya. Jika dilihat menurut jenis
kelamin, pada periode tersebut TPT laki-laki
selalu lebih rendah dari perempuan dan pada
2015 angkanya 2,65 persen untuk laki-laki
dan 3,32 persen untuk perempuan.
Kenyataan ini dikarenakan sebagian besar
perempuan di Gunungkidul menjadi pekerja
keluarga untuk usaha pertaniannya, sedang
laki-laki lebih cenderung mencari tambahan
pekerjaan dan penghasilan dari sektor
lainnya.
4.3. Lapangan Usaha
Proporsi pekerja menurut lapangan
usaha merupakan salah satu ukuran untuk
melihat potensi perekonomian dalam
menyerap tenaga kerja. Semakin besar
proporsi pekerja di sektor primer (pertanian)
maka semakin tinggi ‘under utilitis’ pekerja,
karena secara umum sektor pertanian masih
merupakan sektor dengan produktivitas
terendah.
Tabel 4.3. Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke
Atas yang Bekerja menurut Sektor Utama
di Kabupaten Gunungkidul 2015(%)
Sektor
Utama
Prosentase
(%)
(1) (2)
Pertanian 52,40
Industri
Pengolahan 7,80
Perdagangan 13,17
Jasa 11,58
Lainnya 15,05
Sumber : Sakernas 2015
Berdasarkan Tabel 4.3 terlihat bahwa
sektor pertanian masih merupakan sektor
yang paling dominan dalam menyerap
tenaga kerja dimana lebih dari setengah
penduduk bekerja di sektor tersebut, diikuti
sektor jasa dan terakhir sektor manufaktur.
Pada 2015 Sektor Pertanian mampu
menyerap tenaga kerja terbanyak yaitu
52,40, sektor perdagangan menempati
urutan terbesar kedua yaitu 13,17 persen,
dan sektor jasa sebesar 11,58 persen.
Sedangkan Sektor Industri pengolahan
hanya mampu menyerap tenaga kerja
sebanyak 7,80 persen.. Hal ini lebih
disebabkan karena lahan pertanian yang
masih tersedia cukup luas sehingga sektor
pertanian sebagai pekerjaan utama sebagian
besar penduduknya.
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
21
Masalah gizi tidak terlepas dari
masalah makanan karena masalah gizi
timbul sebagai akibat kekurangan atau
kelebihan kandungan zat gizi dalam
makanan. Salah satu masalah gizi yang
sering dijumpai khususnya di perdesaan
adalah kurang energi protein. Oleh karena
itu tingkat konsumsi/ kecukupan energi dan
protein digunakan juga sebagai indikator
tingkat kesejahteraan penduduk.
Kesejahteraan dapat dikatakan makin
baik apabila energi dan protein yang
dikonsumsi penduduk semakin meningkat
sampai akhirnya melewati kecukupan
kalori/protein per kapita per hari.
Kebutuhan rumah tangga dapat
dikelompokkan ke dalam dua kategori
besar, yaitu kebutuhan akan pangan dan
bukan pangan. Dengan demikian, pada
tingkat penda patan tertentu, rumah tangga
akan mengalokasikan pendapatannya untuk
memenuhi kedua kebutuhan tersebut.
Secara alamiah kuantitas pangan yang
dibutuhkan seseorang akan mencapai titik
jenuh sementara kebutuhan bukan pangan,
termasuk kualitas pangan tidak terbatasi
dengan cara yang sama. Oleh karena itu,
besaran pendapatan (yang diproksi dengan
pengeluaran total) yang dibelanjakan untuk
pangan dari suatu rumah tangga dapat
digunakan sebagai petunjuk tingkat
kesejahteraan rumah tangga tersebut.
Makin tinggi pangsa pengeluaran
pangan dibanding pengeluaran non pangan,
berarti makin berkurang kesejahteraan
rumah tangga yang bersangkutan.
Sebaliknya, makin kecil pangsa
pengeluaran pangan dibanding pengeluaran
non pangan maka rumah tangga tersebut
makin sejahtera.
Ada banyak indikator kesejahteraan
penduduk yang dihasilkan dari data
konsumsi rumahtangga. Beberapa indikator
kesejahteraan yang digunakan dalam
publikasi ini antara lain jumlah dan
persentase penduduk miskin, distribusi
pengeluaran rumahtangga dan pola
konsumsi rumahtangga.
5.1. Penduduk Miskin
Secara umum penduduk miskin
didefinisikan sebagai penduduk yang
pendapatannya (proksi dengan
pengeluaran) lebih kecil dari pendapatan
yang dibutuhkan untuk hidup secara layak
di wilayah tempat tinggalnya. Kebutuhan
BBaabb 55 KKoonnssuummssii &&
PPeennggeelluuaarraann RRuummaahhttaannggggaa
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
22
hidup layak tersebut diterjemahkan sebagai
sejumlah nilai rupiah yang diperlukan oleh
setiap individu untuk dapat memenuhi
kebutuhan makan setara 2.100 kilo kalori
per orang per hari dan kebutuhan non-
makanan yang paling esensial yang terdiri
atas perumahan, pakaian, kesehatan,
pendidikan, transportasi, dan aneka barang
dan jasa lainnya.
Berdasarkan Gambar 5.1. terlihat
bahwa persentase penduduk miskin di
Kabupaten Gunungkidul cenderung
mengalami perubahan dari tahun ke tahun.
Tahun 2013 jumlah penduduk miskin
mencapai 21,70 persen sedangkan tahun
2014 menjadi 20,83 persen dan naik
kembali pada tahun 2015 menjadi 21,73
persen. Namun dalam periode diantara itu,
persentasenya cenderung fluktuatif yang
menandakan bahwa masih banyak
penduduk dalam kondisi rentan miskin.
Salah satu yang mempengaruhi fluktuasi ini
adalah mata pencaharian penduduk
Kabupaten Gunungkidul yang sebagian
besar bekerja di sektor pertanian. Pertanian
di Kabupaten Gunungkidul merupakan
lahan pertanian tadah hujan. Curah hujan
yang kurang bisa menyebabkan
berkurangnya produksi tanaman pangan di
Kabupaten Gunugkidul dan berimbas pada
berkurangnya penghasilan penduduk yang
menggantungkan hidupnya pada sektor
pertanian.
5.2. Distribusi Pendapatan
Pembangunan ekonomi yang
dilakukan oleh suatu negara tidak hanya
mengejar peningkatan pendapatan secara
makro, tetapi juga harus memperhatikan
pemerataan pendapatannya. Distribusi
pendapatan yang tidak merata tidak hanya
akan menciptakan kemiskinan, tetapi juga
dapat menimbulkan masalah kesenjangan
sosial. Oleh karena itu pembangunan yang
dilakukan diharapkan tidak hanya untuk
mencapai target tingkat pertumbuhan, tetapi
juga menghasilkan pemerataan bagi
masyarakat.
Salah satu indikator yang dapat
digunakan untuk melihat tingkat
ketimpangan pendapatan penduduk adalah
kriteria ketimpangan dari Bank Dunia.
Kriteria ini membagi penduduk menjadi 3
kelompok utama yaitu dengan melihat
persentase pendapatan yang mampu
Gambar 5.1: Persentase Penduduk Miskin di
Kabupaten Gunungkidul,
2013-2015
21,7
20,83
21,73
15 17 19 21 23
Persentase Penduduk Miskin
2013
2014
2015
Tah
un
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
23
dibelanjakan oleh kelompok 40 persen
penduduk yang berpendapatan terendah,
kelompok 40 persen penduduk
berpendapatan menengah dan kelompok 20
persen penduduk berpendapatan tertinggi.
Berdasarkan Gambar 5.2 terlihat
bahwa pengeluaran 40 persen penduduk
berpendapatan terendah sekitar 21,20
persen dari total pengeluaran penduduk di
Kabupaten Gunungkidul. Sedangkan
pengeluaran kelompok 20 persen penduduk
berpendapatan teratas mencapai 41,01
persen. Sedangkan pendapatan kelompok
penduduk berpendapatan menengah (21,20
persen). Kenyataan ini menunjukkan bahwa
adanya pemerataan penduduk yang
berpendapatan rendah dengan penduduk
berpendapatan menengah dan tinggi.
5.3. Pola Konsumsi Rumahtangga
Pola konsumsi rumah tangga
merupakan salah satu indikator yang dapat
memberikan gambaran keadaan
kesejahteraan penduduk. Semakin tinggi
pendapatan maka porsi pendapatan untuk
pengeluaran akan bergeser dari pengeluaran
untuk makanan ke pengeluaran bukan
makanan. Namun pergeseran tersebut
bukanlah hal yang bisa terjadi dengan
cepat.
Suatu wilayah dengan jumlah
penduduk yang bergantung pada sektor
pertanian, sangat wajar jika tingkat
konsumsi makanan masih cukup tinggi
dibanding konsumsi non makanan. Hal ini
karena secara umum penduduknya
berpendapatan rendah dan dengan tingkat
kemiskinan yang masih cukup tinggi,
sehingga proporsi pengeluaran untuk
makanan relatif lebih tinggi.
Dilihat menurut jenis kelompok
komoditinya, pada 2015 pengeluaran
makanan terbanyak yang dikonsumsi rumah
tangga per bulan adalah untuk sub
kelompok makanan dan minuman jadi/
olahan yaitu sebesar 21,32 persen,
kemudian diikuti kelompok padi-padian
sebesar 14,29 persen.
Persentase pengeluaran non makanan
dialokasikan untuk pemenuhan kebutuhan
kelompok Aneka Barang dan Jasa yang
diantaranya meliputi pengeluaran untuk
biaya pendidikan dan kesehatan yaitu
sebesar 12,37 persen, Sedangkan
pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan
Perumahan dan Fasilitas Rumah Tangga
Gambar 5.2: Distribusi Pendapatan menurut
Kriteria Bank Dunia di Kabupaten
Gunungkidul, 2015
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
24
sebesar 26,98 persen,Sedangkan Persentase
pengeluaran non makanan dialokasikan
paling banyak adalah Barang - Barang
Tahan Lama yaitu 35,34 persen (Lampiran
Tabel 5.1. dan 5.2.).
Kelompok
Pengeluaran
Persentase terhadap
Total Pengeluaran
(1) (2)
Padi-padian 14,29
Ikan dan sebagainya 5,13
Telur, susu dsb 5,59
Tembakau dan sirih 16,06
Sumber: Susenas 2015, BPS, data diolah kembali
Yang menarik adalah pada tabel 5.1.
yaitu pengeluaran untuk Kelompok
tembakau yang terdiri dari rokok (filter dan
non filter), tembakau dan pelengkapnya,
serta sirih pinang persentasenya mencapai
16,06 persen total pengeluaran makanan.
Angka itu lebih tinggi dari pengeluaran
untuk kelompok padi-padian dan tiga kali
lebih pengeluaran untuk ikan. Perlu
ditingkatkan adanya kesadaran untuk
mengurangi bahkan menghentikan
konsumsi rokok dan mengalihkannya ke
investasi kehidupan yang lebih baik dalam
bentuk kesehatan dan pendidikan.
Tabel 5.1 Perbandingan Pengeluaran 4 Kelompok
Penting di Kabupaten Gunungkidul,
2015
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
25
Rumah merupakan sebuah
bangunan, tempat manusia tinggal dan
melangsungkan kehidupannya. Disamping
itu rumah juga merupakan tempat
berlangsungnya proses sosialisasi pada
saat seorang individu diperkenalkan
kepada norma dan adat kebiasaan yang
berlaku di dalam suatu masyarakat.Jadi
setiap perumahan memiliki sistem nilai
yang berlaku bagi warganya.Sistem nilai
tersebut berbeda antara satu perumahan
dengan perumahan yang lain, tergantung
pada daerah ataupun keadaan masyarakat
setempat.
Rumah yang diciptakan dengan
suasana yang bersih, sehat, aman, nyaman,
dan harmonis, diharapkan mampu
berperan dalam upaya peningkatan
kualitas sumber daya manusia.
Sekarang ini, rumah sebagai
bangunan fisik sudah menjadi bagian dari
gaya hidup dan bahkan dapat
mencerminkan status sosial dari
pemiliknya. Kita dapat membandingkan
kondisi ekonomi dan kesehatan seseorang
dilihat dari fisik rumahnya. Rumah
merupakan salah satu determinan
kesehatan masyarakat. Karena itu, rumah
yang sehat tentunya memiliki kriteria
standar kelayakan sebuah rumah.
Rumah sebagai penunjang identitas
keluarga (identity) yang diwujudkan pada
kualitas hunian atau perlindungan yang
diberikan oleh rumah. Kebutuhan akan
tempat tinggal dimaksudkan agar
penghuni dapat memiliki tempat berteduh
guna melindungi diri dari iklim setempat.
Rumah sebagai penunjang kesempatan
(opportunity) keluarga untuk berkembang
dalam kehidupan sosial budaya dan
ekonomi atau fungsi pengemban keluarga.
Kebutuhan berupa akses ini diterjemahkan
dalam pemenuhan kebutuhan sosial dan
kemudahan ke tempat kerja guna
mendapatkan sumber penghasilan. Rumah
sebagai penunjang rasa aman (security)
dalam arti terjaminnya. keadaan keluarga
di masa depan setelah mendapatkan
rumah. Jaminan keamanan atas lingkungan
perumahan yang ditempati serta jaminan
keamanan berupa kepemilikan rumah dan
lahan .
Rumah merupakan tempat
berkumpul bagi semua anggota keluarga
sebagai tempat untuk menghabiskan
sebagian besar waktunya, sehingga kondisi
kesehatan perumahan sangat berperan
sebagai media penularan penyakit di antara
anggota keluarga atau tetangga sekitarnya.
Salah satu ukuran yang digunakan untuk
PPeerruummaahhaann && LLiinnggkkuunnggaann HHiidduupp
BBaabb 66
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
26
menilai kesehatan perumahan diantaranya
adalah luas lantai rumah/tempat tinggal.
Luas lantai rumah tempat tinggal
selain digunakan sebagai indikator untuk
menilai kemampuan sosial masyarakat,
secara tidak langsung juga dikaitan dengan
sistem kesehatan lingkungan keluarga atau
tempat tinggal (perumahan). Luas lantai
erat kaitannya dengan tingkat kepadatan
hunian atau rata-rata luas ruang untuk
setiap anggota keluarga.
Tidak dapat dipungkiri bahwa
kelengkapan fasilitas pokok/standar
sebuah rumah menjadi salah satu faktor
penentu kenyamanan dan kesehatan bagi
para penghuninya. Keberadaan fasilitas-
fasilitas tersebut pada gilirannya akan
menentukan kualitas rumah, yang berarti
akan mempengaruhi derajat kesehatan dari
penghuninya. Tingkat kesehatan rumah
dan lingkungan antara lain tercermin dari
jenis lantai, luas lantai, sumber air minum,
jenis kloset yang digunakan, serta sumber
penerangan.
Tabel 6.1 Persentase Rumah Tangga menurut
Luas Lantai Rumah di Kabupaten
Gunungkidul, 2013-2015
Rata-rata
Luas Lantai
(m2)
2013 2014 2015
(1) (2) (3) (4)
<20 0,37 0,67 0,50
20 - 49 8,34 8,14 8,00
50 – 99 46,43 50,22 51,50
100 44,85 40,97 40,00
Jumlah 100,00 100,00 100,00
Sumber : Susenas 2013-2015
Luas lantai tempat tinggal
merupakan indikator untuk
menggambarkan kecukupan tempat
tinggal. Luas lantai erat kaitannya dengan
tingkat kepadatan hunian atau rata-rata
luas ruang untuk setiap anggota keluarga.
Diperkirakan sampai batas-batas tertentu,
semakin luas lantai yang didiami, berarti
semakin baik keadaan sosialnya, yang
pada gilirannya diharapkan akan
mendatangkan kesejahteraan bagi
penghuninya.
Berdasarkan indikator luas lantai
terlihat bahwa persentase rumah tangga
dengan rata-rata luas lantai terbanyak
memiliki luas antara 50 m2 sampai 99 m
2
yaitu sebesar 51,50 persen, kemudian
diikuti rumah dengan luas lantai ≥100 m2
sebanyak 40,00 persen. Hal ini bisa
dimaklumi karena masih luasnya lahan di
wilayah Gunungkidul.
Selain dari luas lantai, jenis lantai
juga dapat digunakan sebagai indikator
untuk melihat kualitas perumahan.
Semakin baik kualitas lantai perumahan
dapat diasumsikan semakin baik tingkat
kesejahteraan penduduknya. Selain itu,
jenis lantai juga dapat mempengaruhi
kondisi kesehatan masyarakat. Semakin
banyak rumah tangga yang mendiami
rumah dengan lantai tanah akan
berpengaruh pada derajat kesehatan
masyarakat.
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
27
Berbeda dengan indikator luas
lantai, indikator perumahan lain di
Gunungkidul pada tahun 2015 tercatat
masih ada penduduk yang tempat
tinggalnya masih berlantai tanah sebesar
12,07 persen. Sedangkan lantai bukan
tanah sebesar 87,93 persen.
Sumber air minum merupakan
faktor utama penentu kualitas air yang
dikonsumsi dan sangat erat kaitannya
dengan kesehatan. Pada 2015, air ledeng
merupakan sumber air minum yang paling
banyak digunakan oleh rumah tangga yaitu
sebesar 30,74 persen. Sedangkan sebagian
besar rumah tangga lainnya menggunakan
air yang bersumber dari sumur, dan air
hujan masing-masing sebesar 27,81
persen, dan 23,60 persen.
0
5
10
15
20
25
30
35
Pers
enta
se R
um
ah T
angga m
enuru
t
Sum
ber
Air M
inum
2015
Sumber Air Minum, Tahun
Air Kemasan
Ledeng
Pompa
Sumur
Mata Air
Air Hujan
Lainnya
Tempat pembuangan air besar
(jamban) adalah suatu ruangan yang
mempunyai fasilitas pembuangan tinja
manusia. Jamban terdiri atas tempat
jongkok atau tempat duduk dengan leher
angsa atau tanpa leher angsa (cemplung)
yang dilengkapi dengan unit penampungan
kotoran dan air untuk membersihkannya
Jenis kloset leher angsa dianggap
sebagai tempat pembuangan air besar yang
paling sehat, karena di bawahnya terdapat
saluran berbentuk huruf “U” untuk
menampung air sehingga bau tinja tidak
bisa keluar. Sehingga, ketika semakin
banyak rumah tangga yang menggunakan
fasilitas tempat buang besar berupa kloset
berjenis leher angsa mengindikasikan
bahwa kesadaran masyarakat untuk
menggunakan fasilitas tempat pembuangan
air besar yang lebih sehat semakin
meningkat
Pada 2015, rumah tangga di
Kabupaten Gunungkidul yang
menggunakan kloset berjenis leher angsa
hanya mencapai 79,79 persen hal ini
menunjukkan bahwa keterbatasan ekonomi
yang dialami tidak menghambat
Gambar 6.1 : Persentase Rumah Tangga menurut
Sumber Air Minum di Kabupaten
Gunungkidul, 2015
Gambar 6.2 : Persentase Rumah Tangga menurut
Jenis Kloset yang Digunakan di
Kabupaten Gunungkidul, 2015
Gambar 6.2 : Persentase Rumah Tangga menurut
Jenis Kloset yang Digunakan, 2015
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
28
masyarakat untuk membuat suatu jamban
sehat dan juga karena pengetahuan dan
kesadaran akan pentingnya jamban sehat
dan akibat apa yang akan ditimbulkan bila
membuang hajat secara sembarangan
sudah mereka pahami. Itu karena adanya
penyuluhan dari pihak terkait tentang hal
ini, sementara itu rumah tangga yang
masih menggunakan tempat pembuangan
akhir cemplung/cubluk masih cukup
banyak yaitu sebesar 18,41 persen.
0
20
40
60
80
100
Listrik PLN Listrik non PLN Bukan listrik
Sudah umum dipahami bahwa
listrik adalah kebutuhan pokok dalam
kehidupan saat ini. Sangat jauh perbedaan
kehidupan mereka yang mendapat
pelayanan listrik dengan yang tidak, ibarat
malam dengan siang. Maka sudah menjadi
keharusan bagi pemerintah untuk
menyediakan pelayanan listrik bagi
seluruh penduduknya, jika masyarakat
yang aman, adil, dan sejahtera menjadi
cita-cita bersama. Ketidakmampuan
menyediakan listrik kepada semua
penduduk sama artinya dengan
membiarkan sebagian penduduk untuk
hidup di masa lalu dan melupakan masa
depan. Oleh sebab itu, mestinya ada upaya
besar untuk menyediakan listrik bagi
seluruh penduduk yang sampai saat ini
belum terjangkau pelayanannya.
Tingkat elektrifikasi di Gunungkidul
telah mencapai 99,40 persen, sedangkan
0,60 persen rumah tangga lainnya masih
menggunakan pelita/sentir/obor sebagai
sumber penerangan utamanya.
Gambar 6.3 : Persentase Rumah Tangga menurut
Sumber Penerangan Utama, 2015
LLaammppiirraann
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
30
Tabel 1.1. Distribusi Penduduk menurut Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa
Yogyakarta, 2000 dan 2010
Kabupaten /
Kota
2000 2010
Banyaknya
(jiwa)
Persentase
(%)
Banyaknya
(jiwa)
Persentase
(%)
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Kulonprogo 370 944 11,88 388 869 11,25
2. Bantul 781 013 25,02 911 503 26,36
3. Gunungkidul 670 433 21,48 675 382 19,53
4. Sleman 901 377 28,89 1 093 110 31,62
5. Kota Yogyakarta 396 711 12,73 388 627 11,24
D.I Yogyakarta 3 120 478 100,00 3 457 491 100,00
Sumber : Sensus Penduduk 2000 dan 2010
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
31
Tabel 1.2. Luas dan Kepadatan Penduduk menurut Kabupaten/Kota di Daerah
Istimewa Yogyakarta, 1990, 2000 dan 2010
Kabupaten /
Kota
Luas
(Km2)
Kepadatan Penduduk per Km2
1990 2000 2010
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Kulonprogo 586,27 635 633 663
2. Bantul 506,85 1 375 1 541 1 798
3. Gunungkidul 1 485,36 438 451 455
4. Sleman 574,82 1 358 1 568 1 902
5. Kota Yogyakarta 32,50 12 679 12 206 11 958
D.I Yogyakarta 3 185,80 914 979 1 085
Sumber : Sensus Penduduk 1990, 2000, 2010
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
32
Tabel 1.3. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk menurut
Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul, 2015
Kecamatan Luas Wilayah
(Km2)
Penduduk
(jiwa)
Kepadatan
Penduduk
(Jiwa per Km2)
(1) (2) (3) (4)
1. Panggang 99,80 27 635 277
2. Purwosari 71,76 20 183 281
3. Paliyan 58,07 30 315 522
4. Saptosari 87,83 35 722 407
5. Tepus 104,91 33 240 317
6. Tanjungsari 71,63 26 786 374
7. Rongkop 83,46 28 039 336
8. Girisubo 94,57 23 126 245
9. Semanu 108,39 53 930 498
10. Ponjong 104,49 51 912 497
11. Karangmojo 80,12 50 830 634
12. Wonosari 75,51 82 104 1 087
13. Playen 105,26 56 807 540
14. Patuk 72,04 31 630 439
15. Gedangsari 68,14 36 757 539
16. Nglipar 73,87 30 945 419
17. Ngawen 46,59 32 964 708
18. Semin 78,92 51 101 648
Jumlah 1 485,36 704.026
474
Sumber : Proyeksi Penduduk 2010-2020
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
33
Tabel 1.4. Rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun menurut Kabupaten/
Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta, 1971 – 2010
Kabupaten /
Kota 1971 – 1980 1980 – 1990 1990 – 2000 2000 – 2010
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Kulonprogo 0,29 0,22 0,04 0,48
2. Bantul 1,21 0,94 1,19 1,57
3. Gunungkidul 0,68 0,13 0,30 0,07
4. Sleman 1,56 1,43 1,50 1,90
5. Kota Yogyakarta 1,72 0,34 0,39 0,21
D.I Yogyakarta 1,09 0,58 0,72 1,04
Sumber : Sensus Penduduk 1971, 1980, 1990, 2000 dan 2010
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
34
Tabel 1.5. Rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk Pertahun menurut Kecamatan
di Kabupaten Gunungkidul , 1961 – 2010
Kecamatan 1961-1971 1971-1980 1980-1990 1990-2000 2000-2010
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. Panggang 0,89 0,20 -1,24 0,12 0,22
2. Purwosari 0,35 -0,35 -0,70 0,39 0,54
3. Paliyan 0,56 0,82 -0,20 0,55 -0,07
4. Saptosari 0,50 0,78 0,11 0,78 -0,11
5. Tepus 1,01 0,63 -0,59 0,17 -0,34
6. Tanjungsari 0,69 1,37 -0,01 0,28 -0,05
7. Rongkop -0,02 0,24 -0,32 0,57 -0,50
8. Girisubo 1,63 0,23 -1,47 0,67 -0,47
9. Semanu 0,52 0,93 0,02 0,65 -0,14
10. Ponjong 0,66 0,70 -0,40 0,17 -0,05
11. Karangmojo 0,71 0,52 -0,31 -0,38 0,01
12. Wonosari 1,58 1,61 0,78 0,45 0,64
13. Playen 0,83 0,68 -0,19 0,19 0,42
14. Patuk 0,35 0,82 -0,11 0,36 0,73
15. Gedangsari 0,90 0,85 0,08 0,23 -0,25
16. Nglipar 0,94 0,69 -0,03 -0,36 0,18
17. Ngawen 0,97 0,37 0,47 0,65 0,27
18. Semin 1,02 0,13 0,16 0,29 -0,24
Jumlah 0,81 0,68 0,13 0,31 0,07
Sumber : Sensus Penduduk 1961, 1971, 1980, 1990, 2000, dan 2010
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
35
Tabel 1.6. Jumlah Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
di Kabupaten Gunungkidul, 2015
Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Laki-laki +
Perempuan
(1) (2) (3) (4)
0 – 4 24 690 23 384 48 074
5 – 9 25 537 24 198 49 735
10 – 14 27 833 26 063 53 896
15 – 19 22 438 20 437 42 875
20 – 24 16 483 17 890 34 373
25 – 29 22 385 23 633 46 018
30 – 34 22 235 23 033 45 268
35 – 39 23 683 25 823 49 506
40 – 44 24 585 26 588 51 173
45 – 49 24 534 27 363 51 897
50 – 54 23 468 27 233 50 701
55 – 59 23 280 24 919 48 199
60 – 64 19 633 21 204 40 837
65 + 39 747 51 727 91 474
Jumlah 340 531 363 495 704 026
Sumber : Proyeksi Penduduk 2015
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
36
Tabel 1.7. Persentase Penduduk menurut Kelompok Umur, Jenis Kelamin
dan Sex Ratio di Kabupaten Gunungkidul, 2015
Kelompok Umur Laki - Laki Perempuan Sex Ratio
(1) (2) (3) (4)
0 - 4 51,36 48,64 105,59
5 - 9 51,35 48,65 105,53
10 - 14 51,64 48,36 106,79
15 - 19 52,33 47,67 109,79
20 - 24 47,95 52,05 92,14
25 - 29 48,64 51,36 94,72
30 - 34 49,12 50,88 96,54
35 - 39 47,84 52,16 91,71
40 - 44 48,04 51,96 92,47
45 - 49 47,27 52,73 89,66
50 - 54 46,29 53,71 86,17
55 - 59 48,30 51,70 93,42
60 - 64 48,08 51,92 92,59
65 + 43,45 56,55 76,84
Jumlah 48,37 51,63 93,68
Sumber : Proyeksi Penduduk 2015
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
37
Tabel 1.8. Persentase Penduduk Perempuan Usia 10 Tahun ke Atas yang Pernah
Kawin menurut Umur Perkawinan Pertama di Daerah Istimewa
Yogyakarta, 2015
Kelompok Umur
Perkawinan Pertama Proporsi (%)
(1) (2)
≤16
3,9
17-18 10,6
19-24 79,0
25+ 6,5
Jumlah 100,0
Sumber : Susenas 2015
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
38
Tabel 1.9. Rata-Rata Jumlah Anak Lahir Hidup,dan Anak Masih Hidup per
Perempuan Usia 15 - 49 Tahun Menurut Kelompok Umur
di Kabupaten Gunungkidul, 2015
Kelompok Umur Rata-Rata
Anak Lahir Hidup
Rata-Rata
Anak Masih Hidup
(1) (2) (3)
15-19 0,02 0,02
20-24 0,29 0,30
25-29 0,74 0,79
30-34 1,47 1,46
35-39 1,83 1,80
40-44 2,02 1,95
45-49 2,12 2,09
Rata-Rata 1,21 1,20
Sumber : Susenas 2015
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
39
Tabel 1.10. Rata-Rata Banyaknya Anggota Rumah Tangga per Rumah Tangga
menurut Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul, 1971-2010
Kecamatan 1971 1980 1990 2000 2010
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. Panggang 5,6 5,1 4,3 4,0 3,9
2. Purwosari 5,1 4,8 4,2 4,0 4,0
3. Paliyan 5,0 4,6 4,0 3,7 3,5
4. Saptosari 5,1 4,7 4,1 3,9 3,7
5. Tepus 5,4 4,9 4,0 3,7 3,4
6. Tanjungsari 5,2 4,9 4,1 3,7 3,5
7. Rongkop 5,2 4,7 4,1 3,9 3,6
8. Girisubo 5,4 4,7 3,9 3,7 3,4
9. Semanu 4,8 4,7 4,0 3,7 3,4
10. Ponjong 5,2 4,9 4,2 3,8 3,5
11. Karangmojo 5,0 4,7 4,1 3,6 3,4
12. Wonosari 5,1 5,0 4,3 3,9 3,6
13. Playen 4,9 4,5 4,0 3,7 3,5
14. Patuk 4,7 4,0 4,0 3,6 3,3
15. Gedangsari 4,8 4,7 4,1 3,8 3,3
16. Nglipar 4,9 4,7 4,1 3,6 3,4
17. Ngawen 4,8 4,5 3,9 3,6 3,4
18. Semin 5,3 4,8 4,0 3,6 3,3
Jumlah 5,1 4,7 4,1 3,7 3,5
Sumber : Sensus Penduduk 1971, 1980, 1990, 2000 dan 2010
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
40
Tabel 2.1. Rasio Murid terhadap Sekolah, Kelas, dan Guru menurut Tingkat
Sekolah (Negeri dan Swasta) di Kabupaten Gunungkidul, 2015
Tingkat Sekolah Murid/Sekolah Murid/Kelas Murid/Guru
(1) (2) (3) (4)
TK/RA/BA 27,90 15,68 10,22
SD/MI 102,7 16,43 11,68
SLTP/MTs 215,57 25,55 10,94
SMU/MA 239,67 23,34 7,46
SMK 375,98 33,13 9, 95
Sumber : Gunungkidul Dalam Angka 2015
Tabel 2.2. Persentase Penduduk Usia 7 - 12 Tahun menurut Partisipasi Sekolah
dan Jenis Kelamin di Kabupaten Gunungkidul, 2015
Partisipasi Sekolah Laki - Laki Perempuan Jumlah
(1) (2) (3) (4)
Tidak/ Belum Pernah Sekolah 0,0 0,0 0,0
Masih Sekolah 100,0 100,0 100,0
Tidak Bersekolah Lagi 0,0 0,0 0,0
Jumlah 100,0 100,0 100,0
Sumber : Susenas 2015
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
41
Tabel 2.3. Persentase Penduduk Usia 13 - 15 Tahun menurut Partisipasi Sekolah
dan Jenis Kelamin di Kabupaten Gunungkidul, 2015
Partisipasi Sekolah Laki - Laki Perempuan Jumlah
(1) (2) (3) (4)
Tidak/ Belum Pernah Sekolah 0,0 0,0 0,0
Masih Sekolah 100,0 100,0 100,0
Tidak Bersekolah Lagi 0,0 0,0 0,0
Jumlah 100,0 100,0 100,0
Sumber : Susenas 2015
Tabel 2.4. Persentase Penduduk Usia 16 - 18 Tahun menurut Partisipasi Sekolah
dan Jenis Kelamin di Kabupaten Gunungkidul, 2015
Partisipasi Sekolah Laki - Laki Perempuan Jumlah
(1) (2) (3) (4)
Tidak/ Belum Pernah Sekolah 0,0 0,0 0,0
Masih Sekolah 74,4 80,1 77,2
Tidak Bersekolah Lagi 25,6 19,9 22,8
Jumlah 100,0 100,0 100,0
Sumber : Susenas 2015
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
42
Tabel 2.5. Persentase Penduduk Usia 19 - 24 Tahun menurut Partisipasi Sekolah
di Kabupaten Gunungkidul, 2015
Partisipasi Sekolah Laki - Laki Perempuan Jumlah
(1) (2) (3) (4)
Tidak/ Belum Pernah Sekolah 0,0 0,0 0,0
Masih Sekolah 23,8 16,2 20,0
Tidak Bersekolah Lagi 76,2 83,8 80,0
Jumlah 100,0 100,0 100,0
Sumber : Susenas 2015
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
43
Tabel 2.6. Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Kelompok Umur dan Jenis
Kelamin di Kabupaten Gunungkidul, 2015
Kelompok Umur Laki – Laki Perempuan
Laki - Laki
+
Perempuan
(1) (2) (3) (4)
7-12 100,0 100,0 100,0
13-15 100,00 100,0 98,2
16-18 74,44 80,40 77,18
Sumber : Susenas 2015
Tabel 2.7. Angka Partisipasi Kasar (APK) Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis
Kelamin di Kabupaten Gunungkidul, 2015
Tingkat Pendidikan Laki – Laki Perempuan
Laki - Laki
+
Perempuan
(1) (2) (3) (4)
SD 107,45 105,80 106,67
SLTP 108,09 113,78 110,96
SLTA 80,77 71,31 76,20
Sumber : Susenas 2014
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
44
Tabel 2.8. Angka Partisipasi Murni (APM) Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis
Kelamin di Kabupaten Gunungkidul, 2015
Tingkat Pendidikan Laki – Laki Perempuan
Laki - Laki
+
Perempuan
(1) (2) (3) (4)
SD 100,0 100,0 100,0
SLTP 80,34 86,76 83,59
SLTA 70,09 64,56 67,42
Sumber : Susenas 2015
Tabel 2.9. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas menurut Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Kabupaten
Gunungkidul, 2015
Pendidikan Tertinggi Yang
Ditamatkan Laki - Laki Perempuan Jumlah
(1) (2) (3) (4)
Tidak Punya 16,4 18,3 17,4
SD/Sederajat 35,6 37,5 36,6
SLTP/Sederajat 27,2 24,3 25,7
SLTA/Sederajat 17,1 15,6 16,4
Diploma dan Perguruan Tinggi 3,7 4,3 4,1
Jumlah 100,0 100,0 100,0
Sumber : Susenas 2015
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul 2015
45
Tabel 2.10. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Keatas menurut Partisipasi
Sekolah dan Jenis Kelamin di Kabupaten Gunungkidul, 2015
Partisipasi Sekolah Laki - Laki Perempuan Jumlah
(1) (2) (3) (4)
Tidak/ Belum Pernah Sekolah 9,7 22,0 15,8
Masih Sekolah 16,5 14,2 15,4
Tidak Bersekolah Lagi 73,8 63,8 68,8
Jumlah 100,0 100,0 100,0
Sumber : Susenas 2015
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul, 2015
46
Tabel 3.1. Rasio Penduduk Terhadap Puskesmas menurut Kecamatan
di Kabupaten Gunungkidul, 2015
Kecamatan Jumlah
Penduduk *)
Jumlah
Puskesmas **) Rasio
(1) (2) (3) (4)
1. Panggang 27.635 9 3.071
2. Purwosari 20.183 5 4.037
3. Paliyan 30.315 7 4.331
4. Saptosari 35.722 9 3.969
5. Tepus 33.240 10 3.324
6. Tanjungsari 26.786 7 3.827
7. Rongkop 28.039 8 3.505
8. Girisubo 23.126 8 2.891
9. Semanu 53.930 11 4.903
10. Ponjong 51.912 15 3.461
11. Karangmojo 50.830 14 3.631
12. Wonosari 82.104 16 5.132
13. Playen 56.807 13 4.370
14. Patuk 31.630 11 2.875
15. Gedangsari 36.757 9 4.084
16. Nglipar 30.945 10 3.095
17. Ngawen 32.964 9 3.663
18. Semin 51.101 13 3.931
Jumlah 704.026 184 3.826
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul
Keterangan : 1. *) Proyeksi Penduduk 2015
2. **) Termasuk Puskesmas Pembantu & Keliling
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul, 2015
47
Tabel 3.2. Rasio Banyaknya Dokter terhadap Penduduk di Kabupaten
Gunungkidul, 2007 - 2015
Tahun Jumlah
Penduduk *)
Jumlah
Dokter **) Rasio
(1) (2) (3) (4)
2007 685 210 82 8 356
2008 686 772 80 8 584
2009 688 145 88 7 819
2010 675 382 76 8 886
2011 677 998 131 5 175
2012 680 406 133 5 115
2013 683 735 144 4 748
2014 698 825 144 4 853
2015 704.026 131 5.374
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul
Keterangan : 1. *) Proyeksi SP2000 – SUPAS 2005, SP2010 dan Proyeksi Penduduk
2. **) Dokter Umum, Gigi, Spesialis (Termasuk Dokter PTT dan Dokter di
Dinas Kesehatan)
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul, 2015
48
Tabel 3.3 Angka Harapan Hidup Kabupaten Gunungkidul, 2011 - 2015
Tahun
Angka Harapan
Hidup (Tahun) (1) (4)
2011 73,36
2012 73,37
2013 73,38
2014 73,39
2015 73,69
Sumber : IPM 2011-2015, diolah kembali
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul, 2015
49
Tabel 3.4 Persentase Wanita Berumur 15 - 49 Tahun dan Berstatus Kawin
menurut Alat/Cara KB yang digunakan di Kabupaten Gunungkidul,
2015
Cara KB Proporsi (%)
(1) (2)
1. AKDR/IUD 13,18
2. Suntik 56,84
3. Susuk KB 16,03
4. Pil KB 10,85
5. Kondom / Karet KB 1,67
6. Cara Lainnya 1,43
Jumlah 100,00
Sumber : Susenas 2015
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul, 2015
50
Tabel 3.5 Banyaknya Akseptor KB Aktif menurut Kecamatan dan Jenis
Kontrasepsi Yang Sedang Digunakan di Kabupaten Gunungkidul, 2015
Kecamatan
Jenis Kontrasepsi
Jumlah
IUD MOP +
MOW Implant Suntik Pil Kondom
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (9)
1. Panggang 633 299 363 1.974 226 111 3 495
2. Purwosari 376 144 384 1.599 97 56 2 600
3. Paliyan 441 145 183 2.075 970 92 3 814
4. Saptosari 1.395 180 1.129 2.300 810 126 5 814
5. Tepus 245 82 412 2.912 543 50 4 194
6. Tanjungsari 262 94 275 2.275 1.083 83 3 989
7. Rongkop 779 58 510 2.254 866 83 4 467
8. Girisubo 293 32 186 2.082 379 78 2 972
9. Semanu 790 69 1.376 4.377 1.553 345 8 165
10. Ponjong 835 224 407 3.803 877 90 6 146
11. Karangmojo 1.201 443 118 3.277 858 371 5 897
12. Wonosari 2.081 263 922 5.953 976 363 10 195
13. Playen 1.526 263 782 3.082 530 96 6 183
14. Patuk 304 141 504 1.851 639 189 3 439
15. Gedangsari 263 267 923 2.822 297 126 4 572
16. Nglipar 474 54 349 2.017 715 105 3 609
17. Ngawen 219 139 183 2.755 340 81 3 636
18. Semin 994 340 196 4.125 770 171 6 425
Jumlah 13 111 3 237 9 202 51 533 12 529 2 616 92 228
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul, 2015
51
Tabel 4.1. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas menurut Kegiatan Utama
Selama Seminggu yang Lalu dan Jenis Kelamin di Kabupaten
Gunungkidul, 2015
Kegiatan utama Laki-laki Perempuan Laki-laki+
Perempuan
(1) (2) (3) (4)
Bekerja 83,54 55,34 68,72
Pengangguran 2,27 1,85 2,05
Mengurus rumah tangga 6,49 6,03 6,25
Sekolah 0,92 31,29 16,88
Lainnya 6,78 5,50 6,11
Jumlah 100,00 100,00 100,00
Sumber : Sakernas 2015
Tabel 4.2. Persentase Penduduk 15 Tahun Ke Atas Yang Bekerja Menurut Sektor
Utama di Kabupaten Gunungkidul, 2015
Sektor Utama Prosentase (%)
(1) (5)
Pertanian 52,40
Industri Pengolahan 7,80
Perdagangan 13,17
Jasa 11,58
Lainnya 15,05
Jumlah 100,00
Sumber : Sakernas 2015
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul, 2015
52
Tabel 4.3. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Penduduk 15 Tahun Ke Atas
Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin di D.I Yogyakarta, 2015
Kabupaten / Kota Laki-laki Perempuan Laki-laki+
Perempuan
(1) (2) (3) (4)
Kulonprogo 86,14 65,74 75,62
Bantul 78,45 57,58 67,84
Gunungkidul 85,81 57,19 70,77
Sleman 77,24 53,63 65,45
Kota Yogyakarta 75,50 58,55 66,70
D.I. Yogyakarta 80,93 57,30 68,38
Sumber : Sakernas 2015
Tabel 4.4. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Penduduk 15 Tahun Ke Atas
Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin di D.I Yogyakarta, 2015
Kabupaten / Kota Laki-laki Perempuan Laki-laki+
Perempuan
(1) (2) (3) (4)
1. Kulonprogo 3,62 3,84 3,30
2. Bantul 2,10 4,18 2,81
3. Gunungkidul 2,65 3,32 2,78
4. Sleman 5,31 5,45 4,80
D.I. Yogyakarta 3,72 4,54 3,02
Sumber : Sakernas 2015
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul, 2015
53
Tabel 5.1. Persentase Pengeluaran Makanan yang Dikonsumsi Rumah Tangga
Selama Seminggu menurut Jenisnya di Kabupaten Gunungkidul , 2015
Jenis Makanan Persentase
(%)
(1) (2)
1. Padi – Padian 14,29
2. Umbi – Umbian 1,47
3. Ikan Dan Sebagainya 5,13
4. Daging 6,38
5. Telur, Susu dan Sebagainya 5,59
6. Sayur – Sayuran 7,34
7. Kacang – Kacangan 4,21
8. Buah – Buahan 4,63
9. Minyak Dan Lemak 4,23
10. Bahan Minuman 4,96
11. Bumbu – Bumbuan 1,73
12. Konsumsi Lainnya 2,66
13. Makanan dan Minuman Jadi 21,32
14. Tembakau dan Sirih 16,06
Jumlah 100,00
Sumber : Susenas 2015
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul, 2015
54
Tabel 5.2. Persentase Pengeluaran Non Makanan yang Dikonsumsi Rumah
Tangga Selama sebulan yang lalu menurut Jenisnya di Kabupaten
Gunungkidul , 2015
Jenis Pengeluaran Persentase
(1) (2)
1. Perumahan dan Fasilitas Rumah Tangga 26,98
2. Aneka Barang dan Jasa 12,37
3. Pakaian, Alas Kaki dan Tutup Kepala 8,72
4. Barang - Barang Tahan Lama 35,34
5. Pajak, Pungutan dan Asuransi 2,42
6. Keperluan Pesta dan Upacara/ Kenduri 8,54
Jumlah 100,00
Sumber : Susenas 2015
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul, 2015
55
Tabel 5.3. PDRB Perkapita menurut Harga Berlaku dan Harga Konstan di
Kabupaten Gunungkidul , 2012 – 2015 (Triliun Rupiah)
Tahun
PDRB Perkapita Setahun
Harga
Berlaku
(Rp)
Indeks
Berantai
ADH Berlaku
Harga
Konstan
(Rp)
Indeks
Berantai
ADH
Konstan
(1) (2) (3) (4) (5)
2012*) 15,23 107,10 14,00 103,70
2013**) 16,47 108,14 14,54 103,86
2014**) 17,97 109,11 15,03 103,37
2015**) 19,34 107,62 15,59 103,73
Keterangan : Tahun Dasar 2010
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul, 2015
56
Tabel 5.4. Pengeluaran Penduduk Menurut Golongan Pengeluaran Per Kapita
Sebulan di Kabupaten Gunungkidul, 2015
Golongan Pengeluaran
Per Kapita Sebulan
Kelompok Barang/Commodity Group
Makanan Bukan
Makanan
Persentase Pengeluaran
(1) (2) (3) (4)
<150 000 93 259 40 322 133 581
150 000-249 999 144 510 68 579 213 090
250 000-349 999 203 493 99 210 302 703
350 000-449 999 265 828 135 716 401 544
450 000-649 999 331 863 210 119 541 982
650 000-84 9999 394 252 326 801 721 053
>850 000 536 147 807 761 1 343 908
JUMLAH 300 915 240 199 541 114
Sumber : Susenas 2015
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul, 2015
57
Tabel 5.5. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin menurut Kabupaten/Kota
di D.I. Yogyakarta Tahun , 2013 - 2015
Kabupaten/Kota
2013 2014 2015
Penduduk
Miskin
(000 jiwa)
Persentase
(%)
Penduduk
Miskin
(000 jiwa)
Persentase
(%)
Penduduk
Miskin
(000 jiwa)
Persentase
(%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1. Kulonprogo 86,5 21,39 84,67 20,64 88,13 21,40
2. Bantul 156,6 16,48 153,49 15,89 160,15 16,33
3. Gunungkidul 152,4 21,70 148,39 20,83 155 21,73
4. Sleman 110,8 9,68 110,44 9,5 110,96 9,46
5. Kota Yogyakarta 35,6 8,82 35,6 8,67 35,98 8,75
D.I. Yogyakarta 541,9 15,03 544,9 15,00 550,2 14,91
Sumber : Susenas 2013-2015
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul, 2015
58
Tabel 5.6. Distribusi Pendapatan Menurut Kriteria Bank Dunia di Kabupaten
Gunungkidul , 2015
Kelompok Penduduk
Jumlah
Penduduk
(jiwa)
Jumlah
Pengeluaran
(Juta Rupiah)
Persentase
Pengeluaran
(%)
(1) (2) (3) (4)
40 Dengan Pendapatan Terendah 285.356 81 876 21,20
40 Dengan Pendapatan Menengah 285.112 145 889 37,78
20 Dengan Pendapatan Atas 143.110 158 363 41,01
Jumlah 713.579
386 128 100,00
Sumber : Susenas 2015
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul, 2015
59
Tabel 6.1. Persentase Rumah Tangga menurut Jenis Lantai Terluas Tempat Tinggal
di Kabupaten Gunungkidul, 2012 – 2015
Tahun
Jenis Lantai Terluas Jumlah
(%) Tanah (%) Bukan Tanah (%)
(1) (2) (3) (4)
2012 13,82 86,18 100,00
2013 13,58 86,46 100,00
2014 12,90 87,10 100,00
2015 12,07
87,93 100,00
Sumber : Susenas 2012 - 2015
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul, 2015
60
Tabel 6.2. Persentase Rumah Tangga menurut Luas Lantai Rumah di Kabupaten
Gunungkidul, 2012 – 2015
Luas Lantai (m2) 2012 2013 2014 2015
(1) (2) (3) (4) (5)
<20 0,90 0,37 0,67 0,50
20 - 49 6,70 8,64 8,14 8,00
50 – 99 52,60 46,43 50,22 51,50
100 39,80 44,85 40,97 40,00
Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber : Susenas 2012 – 2015
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul, 2015
61
Tabel 6.3. Persentase Rumah Tangga menurut Sumber Air Minum di Kabupaten
Gunungkidul, 2012 – 2015
Sumber Air Minum 2012 2013 2014 2015
(1) (2) (3) (4) (5)
Air Kemasan dan Air Isi
Ulang 1,16 2,26 3,85 2,57
Ledeng 23,31 25,07 25,63 30,74
Sumur Bor/Pompa 3,92 6,14 3,82 8.34
Sumur 44,91 47,93 38,78 27,81
Mata Air 9,62 2,09 9,14 6,93
Air Hujan 17,08 16,33 18,37 23,60
Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber : Susenas 2012 – 2015
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul, 2015
62
Tabel 6.3. Persentase Rumah Tangga menurut Jenis Kloset yang Digunakan, 2015
Jenis Kloset Persentase
(%)
(1) (2)
Leher Angsa 79,79
Plengse-ngan 0,60
Cemplung/Cubluk 18,41
Tidak Pakai 1,20
Jumlah 100,00
Sumber : Susenas 2015
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul, 2015
63
Tabel 6.5. Persentase Rumah Tangga menurut Sumber Penerangan Utama, 2015
Sumber penerangan Persentase (%)
(1) (2)
Listrik PLN 99,40
Listrik non PLN 0,14
Bukan listrik 0,46
Jumlah 100,00
Sumber : Susenas 2015
top related