induksi poliploidi menggunakan kolkisin pada ...repository.ub.ac.id/8600/1/diana fitriani.pdfanggrek...
Post on 05-Nov-2020
18 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
INDUKSI POLIPLOIDI MENGGUNAKAN KOLKISIN PADA ANGGREK Dendrobium taurinum Lindl. SECARA IN VITRO
Oleh:
DIANA FITRIANI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2017
ii
INDUKSI POLIPLOIDI MENGGUNAKAN KOLKISIN PADA
ANGGREK Dendrobium taurinum Lindl. SECARA IN VITRO
Oleh:
DIANA FITRIANI
135040201111044
MINAT BUDIDAYA PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
MALANG
2017
iii
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi ini merupakan hasil
penelitian saya sendiri, dengan bimbingan komisi pembimbing. Skripsi ini tidak
pernah diajukan untuk memperoleh gelar di perguruan tinggi manapun dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang dengan jelas ditunjukan
rujukannya dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Malang, November 2017
Diana Fitriani
iv
v
vi
RINGKASAN
Diana Fitriani. 135040201111044. Induksi Poliploidi Menggunakan Kolkisin
pada Anggrek Dendrobium taurinum Lindl. Secara In Vitro. Di bawah
bimbingan Prof. Ir. Lita Soetopo, Ph.D.
Anggrek ialah salah satu tanaman yang dimanfaatkan sebagai tanaman hias.
Anggrek sudah dikenal sejak 200 tahun lalu dan sejak 50 tahun terakhir mulai
dibudidayakan secara luas di Indonesia. Tanaman anggrek jenis Dendrobium
termasuk komoditas tanaman hias yang paling banyak peminatnya. Hal ini karena
mudah ditanam, berbunga terus-menerus, bentuk bunganya sempurna, warna bunga
bervariasi, berbatang lentur sehinga mudah dirangkai. Mahkota bunga tidak rontok,
kesegaran bunga tahan lama (Sarwono, 2002). Perbaikan karakter pada anggrek
dilakukan dengan berbagai cara, yaitu persilangan konvensional atau melalui
bioteknologi. Salah satu cara yang digunakan dalam bioteknologi ialah aplikasi
mutagen kimia seperti kolkisin untuk menginduksi kromosom anggrek menjadi
poliploid.
Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mempelajari konsentrasi kolkisin yang
tepat yang dapat mengakibatkan poliploidi pada anggrek Dendrobium taurinum
Lindl. Hipotesis dari penelitian ini ialah induksi kolkisin dengan konsentrasi
tertentu dapat mengakibatkan poliploidi pada anggrek Dendrobium taurinum Lindl.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga September 2017 di
Laboratorium Soerjanto Orchid, Kota Batu. Alat yang digunakan ialah botol kultur,
LAFC, Autoclave, pipet tetes, gelas ukur, cawan petri, erlenmeyer, gelas beker,
pinset, pisau, lampu spiritus, waterbath, kulkas, silet, mikroskop, kamera foto,
pensil dan penggaris. Bahan penelitian ini antara lain Plb Anggrek Dendrobium
taurinum Lindl. berumur 2 – 3 bulan, kolkisin, aceto-orcein, aquades, HCl 1 N, dan
Asam asetat 45%. Media kultur jaringan yang dipakai adalah ½ MS, yang
digunakan untuk menumbuhkan plb yang telah direndam menggunakan kolkisin.
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan satu faktor. Taraf perlakuan dalam penelitian ini ialah
konsentrasi kolkisin yang berbeda yaitu 0 ppm (K1), konsentrasi kolkisin 50 ppm
(K2), konsentrasi kolkisin 100 ppm (K3) dan konsentrasi kolkisin 150 ppm (K4),
konsentrasi kolkisin 200 ppm (K5), konsentrasi kolkisin 250 ppm (K6) dan
konsentrasi kolkisin 300 ppm (K7). Setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali,
sehingga keseluruhan ada 28 plot percobaan. Setiap plot diisi oleh 5 botol kultur
dengan 1 plb setiap botol. Jumlah botol yang digunakan sebanyak 140 botol
percobaan. Pengamatan dilakukan pada setiap plot percobaan.
Pengamatan meliputi pengamatan morfologi, pengamatan anatomi dan
pengamatan sitologi. Pengamatan morfologi meliputi umur mulai muncul daun
baru (HSP), jumlah daun baru (helai), jumlah akar baru (helai), tinggi tanaman (cm)
dan warna daun. Pengamatan anatomi meliputi variabel kerapatan stomata (mm-2),
panjang stomata (µm) dan lebar stomata (µm). Pengamatan sitologi dilakukan
dengan menghitung jumlah kromosom. Data yang diperoleh dianalisis dengan
analisis ragam. Hasil analisis ragam yang berbeda nyata diuji lanjut dengan BNJ
pada taraf nyata 5%.
vii
Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkan hasil bahwa variabel umur
muncul daun baru (HSP) dan kerapatan stomata (mm-2) berbeda nyata akibat
perlakuan kolkisin. Sedangkan variabel jumlah daun baru (helai), jumlah akar baru
(helai), tinggi tanaman (cm), panjang stomata (µm) dan lebar stomata (µm) tidak
berbeda nyata akibat perlakuan kolkisin.
Variabel warna daun yang teramati menunjukkan hasil perlakuan kolkisin
dengan konsentrasi 200 ppm menunjukkan warna daun hijau lebih tua
dibandingkan dengan perlakuan lain. Pada pengamatan sitologi yaitu jumlah
kromosom didapatkan hasil bahwa semakin tinggi konsentrasi yang diberikan maka
jumlah kromosom semakin meningkat. Jumlah kromosom terbanyak didapatkan
akibat perlakuan 300 ppm yaitu sebanyak 54 kromosom dengan tipe aneuploid (2n
+ 16).
viii
SUMMARY
Diana Fitriani. 135040201111044. In Vitro Polyploid Induction by Colchicine
Treatments on Dendrobium taurinum Lindl. Supervised by Prof. Ir. Lita
Soetopo, Ph.D.
Orchid is one of the plants used as an ornamental plant. Orchid has been
known since 200 years ago and since last 50 years began to be cultivated widely in
Indonesia. Dendrobium orchid species including ornamental plant commodities the
most demanding. This is because it is easy to plant, flowering constantly, perfect
flower shape, flower color varies, flexible trunk so easy to assemble. Crown of
flowers do not fall out, the freshness of durable flowers (Sarwono, 2002).
Improvement of the character on orchids is done in various ways, namely
conventional crosses or through biotechnology. One of the ways in biotechnology
is the application of chemical mutagen such as colchicine to induce orchid
chromosomes into polyploids.
The purpose of this research is to study colchicine concentration that
could caused polyploid in Dendrobium taurinum Lindl. The hypothesis of this
research is Spesific concentration of colchicine could caused polyploid in
Dendrobium taurinum Lindl.
This research was conducted from March to September 2017 at Soerjanto
Orchid Laboratory, Batu City. The tools used is culture bottle, LAFC, Autoclave,
dropper, measuring cup, petri dish, erlenmeyer, beaker, tweezers, knife, bunsen
lamp, waterbath, refrigerator, razor, microscope, photo camera, pencil and ruler.
Materials of this study include Plb Orchid Dendrobium taurinum Lindl. aged 2 – 3
months, colchicine, aceto-orcein, aquades, HCl 1 N, and 45% acetic acid. The tissue
culture medium used was ½ MS, which was used to grow the soaked plantlet using
colchicine. The experimental design used in this study was Completely
Randomized Design (CRD) with one factor. Levels of treatment in this research
were different concentration of colchicine ie 0 ppm (K1), concentration of
colchicine 50 ppm (K2), 100 ppm (K3) colchicine concentration and concentration
of colcisin 150 ppm (K4), colchicine concentration 200 ppm (K5), concentration
colchicine 250 ppm (K6) and colchicine concentration 300 ppm (K7). Each
treatment was repeated four times, so overall there were 28 experimental plots. Each
plot is filled by 5 culture bottles with 1 plb each bottle. The number of bottles used
is 140 bottles of experiment. Observations were made on each experimental plot
Observations included morphological observations, anatomical
observations and cytological observations. Morphological observations included
age of new leaves (HSP), number of new leaves (strands), number of new roots
(strands), plant height (cm) and leaf color. Anatomical observations included
stomatal density variables (mm-2), stomata length (μm) and stomata width (μm).
Cytology observation is done by counting the number of chromosomes. The data
obtained were analyzed by analysis of variance. The result of the different analysis
of variance was tested further with BNJ at 5% real level.
Based on the observation result, it was found that the age variable of new
leaf (DAT) and stomatal density (mm-2) were significantly different due to
colchicine treatment. While the variables of new leaf number (strands), number of
ix
new roots (strands), plant height (cm), stomata length (μm) and stomata width (μm)
were not significantly different due to colchicine treatment.
Leaf color variables observed showed the results of colchicine treatment
with a concentration of 200 ppm showed a darker green leaf color compared with
other treatments. In the cytology observation that the number of chromosomes
obtained results that the higher the concentration is given then the number of
chromosomes is increasing. The largest number of chromosomes obtained due to
the treatment of 300 ppm is as much as 54 chromosomes with aneuploid type (2n +
16).
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapakan atas kehadirat Allah SWT yang telah
senantiasa memberikan rahmat dan ridhaNya, sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penulisan skripsi ini, antara lain:
1. Keluarga penulis (Bapak Abdul Kholid, Ibu Hartini dan Adik perempuan
Faza Aulia Rahma) yang senantiasa memberikan semangat dan motivasi.
2. Pembimbing skripsi Prof. Ir. Lita Soetopo, Ph.D. yang dengan sabar
memberikan arahan dalam penelitian dan penulisan.
3. Bapak R. Soerjanto Notodirdjo dan Soerjanto Orchid yang telah
menyediakan fasilitas selama penelitian.
4. Dede Orchid yang menyediakan bahan tanam untuk penelitian.
5. Saudari Orchid Squad (Hosnia dan Endah Wulan Safitri) yang selalu
memberikan semangat dan melakukan penelitian bersama.
6. Keluarga Silat Nasional Perisai Diri Universitas Brawijaya yang
memberikan motivasi dan selalu menghibur.
7. Agus Riyani, Bahrotul Ilmi, Dhesiani, Rihana Sofie dan Anang Masrur yang
selalu memberikan motivasi dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Semua sahabat yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat
kekurangan. Untuk itu, penulis senantiasa mengharapkan saran dan kritik yang
dapat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Malang, November 2017
Penulis
xi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jepara, pada 11 Februari 1996. Penulis merupakan
anak pertama dari dua bersaudara dan mempunyai seorang adik perempuan dari
Ayah Abdul Kholid dan Ibu Hartini.
Penulis menyelesaikan jenjang Sekolah Dasar pada tahun 2007 di SDN 03
Ketilengsingolelo kemudian melanjutkan di SMP N 1 Welahan dan lulus pada
tahun 2010. Seteleh itu penulis melanjutkan di SMA N 1 Welahan dan lulus pada
tahun 2013. Pada tahun yang sama, Penulis diterima di Program Studi
Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya melalui jalur
SNMPTN.
Selama menjadi mahasiswa, penulis mengikuti beberapa kegiatan seperti
asisten praktikum Statistika (2014 2016), asisten praktikum penulisan Ilmiah 2014,
asisten praktikum Fisiologi Tanaman 2015, asisten praktikum Pemuliaan Tanaman
2016 dan asisten praktikum Rancangan Percobaan 2016. Selain itu, penulis juga
mengikuti organisasi di UKM Perisai Diri sebagai Sekretaris Umum pada tahun
2015 dan Himpunan Mahasiswa Budidaya Pertanian (HIMADATA) sebagai
sekretaris administrasi tahun 2016. Penulis juga aktif mengikuti kepanitiaan antara
lain panitia Indonesian Student Summit (ISS) 2015, Brawijaya Open Cup (BOC)
2016 dan Perisai Diri International Championship (PDIC) tahun 2017. Penulis juga
aktif sebagai atlet yang membela Universitas Brawijaya sebagai Juara 2 pada
Kejuaraan Nasional Perisai Diri antar Perguruan Tinggi pada tahun 2015, Juara 3
pada Brawijaya Open Cup pada tahun 2016 dan Juara 3 pada Universitas Negeri
Malang Cup III (UM CUP III) pada tahun 2016.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii
PERNYATAAN .................................................................................................... iii
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................ iv
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. v
RINGKASAN ....................................................................................................... vi
SUMMARY ........................................................................................................ viii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... x
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................ xi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi
1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2 Tujuan ....................................................................................................... 2 1.3 Hipotesis ................................................................................................... 2
2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 3
2.1 Anggrek .................................................................................................... 3
2.2 Genus Dendrobium ................................................................................... 3
2.3 Poliploidisasi ............................................................................................ 6
2.4 Kolkisin .................................................................................................... 7
2.5 Pengaruh Kolkisin pada Tanaman ............................................................ 8
3. BAHAN DAN METODE ............................................................................ 12
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................ 12 3.2 Bahan dan Alat ....................................................................................... 12 3.3 Metode Penelitian ................................................................................... 12 3.4 Pelaksanaan Penelitian ........................................................................... 13 3.5 Pengamatan ............................................................................................ 14
3.6 Analisis Data .......................................................................................... 16
4. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 18
4.1 Hasil ........................................................................................................ 18
4.2 Pembahasan ............................................................................................ 25
5. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 32
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 32 5.2 Saran ....................................................................................................... 32
xiii
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 33
LAMPIRAN ......................................................................................................... 37
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1 Rekapitulasi hasil analisis ragam pada masing-masing variabel
pengamatan akibat perlakuan kolkisin. ................................................... 18
2 Rata-rata umur muncul daun baru dan jumlah daun baru akibat
perlakuan kolkisin ................................................................................... 19
3 Rata-rata jumlah akar baru akibat perlakuan kolkisin ............................ 20
4 Rata-rata tinggi tanaman akibat perlakuan kolkisin................................ 21
5 Warna daun akibat perlakuan kolkisin .................................................... 21
6 Rata-rata kerapatan stomata (mm-2), panjang stomata (µm) dan lebar
stomata (µm) akibat perlakuan kolkisin .................................................. 22
7 Rata-rata jumlah kromosom akibat perlakuan kolkisin .......................... 24
xv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
1 Bunga Anggrek Dendrobium taurinum .................................................... 4
2 Tanaman Colchicum autumnale L. yang mengandung senyawa Kolkisin
................................................................................................................... 8
3 Kromosom somatik jaringan ujung akar Dendrobium phalaenopsis hasil
perlakuan kolkisin ..................................................................................... 9
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
Teks
1 Denah Pengacakan .................................................................................. 37
2 Deskripsi Anggrek Dendrobium taurinum Lindl. ................................... 38
3 Komposisi Media 1/2 MS ....................................................................... 39
4 Analisis Ragam ....................................................................................... 40
5. Gambar Warna Daun Tanaman Anggrek Dendrobium taurinum Lindl. 42
6. Gambar Stomata Tanaman Anggrek Dendrobium taurinum Lindl. ....... 45
7. Gambar Kromosom Tanaman Anggrek Dendrobium taurinum Lindl. .. 48
8. Penampilan tanaman dengan jumlah kromosom terbanyak pada setiap
perlakuan ................................................................................................. 50
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anggrek ialah salah satu tanaman yang dimanfaatkan sebagai tanaman hias.
Anggrek sudah dikenal sejak 200 tahun lalu dan sejak 50 tahun terakhir mulai
dibudidayakan secara luas di Indonesia (Tamandala, 2014). Indonesia memiliki
sekitar sepuluh ribu spesies anggrek. Kekayaan plasma nutfah ini harus
dimanfaatkan bagi pemuliaan tanaman anggrek. Kegiatan persilangan terus
dilakukan untuk mendapatkan jenis dan kultivar baru sehingga akan semakin
meramaikan produksi dan pemasaran anggrek.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2016), produksi tanaman
florikultura (hias) yaitu Anggrek mengalami fluktuasi dari tahun 2011 hingga tahun
2015. Pada tahun 2011 produksi Anggrek di Indonesia sebanyak 15.490.256
tangkai per tahun, kemudian pada tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi
20.727.891 tangkai per tahun. Akan tetapi angka ini menurun lagi pada tahun 2013
dan 2014 menjadi 20.277.071 dan 19.739.627 tangkai per tahun.
Tanaman anggrek jenis Dendrobium termasuk komoditas tanaman hias yang
paling banyak peminatnya. Jenis anggrek ini mempunyai nilai ekonomi yang tinggi
sehingga dapat berperan dalam rangka peningkatan pendapatan pengusaha, petani
anggrek maupun pemerintah daerah. Selera konsumen terhadap Dendrobium
ditentukan oleh warna, ukuran, bentuk, susunan, jumlah kuntum per tangkai,
panjang tangkai, dan daya tahan kesegaran bunga. Selain itu, selera konsumen
dipengaruhi oleh produsen dan tren di luar negeri (Widiastoet, Solvia dan Soedarjo
2010).
Salah satu usaha peningkatan kualitas anggrek Dendrobium yang sedang
gencar dilakukan ialah perbaikan warna bunga dan luas bunga. Dendrobium
merupakan jenis anggrek dengan bunga yang tidak terlalu besar. Menurut
Widiastoety, Solvia dan Soedarjo (2010), Anggrek Dendrobium banyak digunakan
dalam rangkaian bunga karena memiliki kesegaran yang relatif lama, warna dan
bentuk bunganya bervariasi, tangkai bunga lentur sehingga mudah dirangkai, dan
produktivitasnya tinggi. Tingkatan warna anggrek Dendrobium sangat bervariasi.
Perbaikan karakter pada anggrek dilakukan dengan berbagai cara, yaitu
persilangan konvensional atau melalui bioteknologi. Salah satu program pemuliaan
tanaman yang dapat digunakan untuk mendapatkan tanaman unggul adalah dengan
teknik pemuliaan bioteknologi dengan cara mutasi. Penggunaan teknik mutasi
dalam program pemuliaan tanaman dilakukan untuk mendapatkan tanaman
poliploidi. Poliploidi dapat menghasilkan perubahan-perubahan hebat pada
perbandingan genetik dan interprestasi data. Salah satu cara yang digunakan untuk
menghasilkan tanaman yang termutasi ialah aplikasi mutagen kimia seperti kolkisin
untuk menginduksi kromosom anggrek menjadi poliploid. Kolkisin dipakai luas di
bidang biologi/pertanian untuk menghasilkan sel-sel poliploid buatan, karena
pemisahan set kromosom terganggu dan sel-sel memiliki set kromosom yang
berlipat. Tumbuhan poliploid seringkali memiliki ukuran yang lebih besar daripada
tumbuhan normal sehingga disukai oleh petani maupun konsumen.
Setiap jenis tanaman memberikan respon yang berbeda terhadap pemberian
kolkisin. Sebagai contoh, tanaman Gerbera jamesonii mengalami tetraploid ketika
diinduksi kolkisin dengan konsentrasi 1000 ppm selama 8 jam (Gantait, Mandal,
Bhattacharyya dan Das, 2011). Sedangkan pada tanaman Dendrobium
phalaenopsis yang direndam selama 9 hari pada konsentrasi 0,05% menyebabkan
tanaman tetraploid (Chaicaroen and Sajew, 1980)
Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi kolkisin terhadap anggrek
Dendrobium taurinum Lindl., maka dilakukan penelitian ini.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui dan mempelajari
konsentrasi kolkisin yang tepat yang dapat mengakibatkan poliploidi pada anggrek
Dendrobium taurinum Lindl.
1.3 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini ialah Induksi kolkisin dengan konsentrasi
tertentu dapat mengakibatkan poliploidi pada anggrek Dendrobium taurinum Lindl.
3
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anggrek
Anggrek adalah tanaman hias yang memiliki jenis yang berbeda-beda.
Berdasarkan pola pertumbuhannya, tanaman anggrek dibedakan menjadi dua, yaitu
tipe simpodial dan tipe monopodial. Anggrek tipe simpodial adalah anggrek yang
tidak memiliki batang utama, bunga keluar dari ujung batang, dan akan berbunga
kembali pada pertumbuhan anakan atau tunas baru. Sedangkan anggrek tipe
monopodial adalah anggrek yang adanya titik tumbuh di ujung batang,
pertumbuhannya lurus ke atas pada satu batang, bunga keluar dari batang di antara
dua ketiak daun. Anggrek Dendrobium termasuk ke dalam anggrek yang memiliki
tipe pertumbuhan simpodial (Widiastoety, Solvia dan Soedarjo, 2010)
Perbanyakan anggrek dapat dilakukan secara vegetatif dan generatif.
Menurut Rupawan, Basri dan Bustami (2014), perbanyakan anggrek lebih sering
dilakukan secara vegetatif. Perbanyakan vegetatif pada anggrek dapat ditempuh
secara konvensional atau pun dengan teknik kultur jaringan. Hal ini karena
perbanyakan anggrek secara bgeneratif memiliki kendala yaitu rendahnya
kemampuan dan lamanya waktu yang diperlukan biji untuk berkecambah. Menurut
Bieniek, Dyduch dan Rudas (2010) jumlah biji yang dihasilkan dalam satu kapsul
anggrek sangat banyak namun hanya sedikit yang dapat berkecambah dan tumbuh
di alam. Hal ini terjadi karena ukuran biji anggrek yang sangat kecil dan ringan
dengan panjang 0,25 – 1,2 mm dan berat 0,3 – 1,4 μg. Biji anggrek tidak
mempunyai endosperm sebagai cadangan makanan yang diperlukan pada awal
perkecambahan (Yusnida, Syafii dan Sutrisna, 2006). Biji anggrek dikenal dengan
sebutan “Dust Seed” (Amilah dan Astuti, 2006), karena dalam tiap kapsul anggrek
dapat menghasilkan jutaan biji (Dutta, Chowdhury, Bhattacharjee, Nath dan Dutta,
2011)
2.2 Genus Dendrobium
Anggrek Dendrobium diklasifikasikan masuk kingdom Plantae, divisi
Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, Kelas Monocotyledonae, Ordo
Orchidales, Famili Orchidaceae, Subfamili Epidendroideae, Suku Epidendrae,
subsuku Dendrobiinae, genus Dendrobium. Beberapa spesies dalam genus
4
Dendrobium ialah D. macrophyllum, D. canaliculatum, D. lineale, D. bifalce, D.
secundum, D. taurinum dan masih banyak lagi (Eol, 2013). Stuktur tanaman
anggrek terdiri dari akar, batang, daun dan bunga. Sifat-sifat khas tanaman dari
famili Orchidaceae terlihat pada karakter akar , batang, daun, bunga, buah dan
bijinya.
Anggrek Dendrobium merupakan salah satu tanaman anggrek yang tersebar
luas di hutan tropis. Salah satu keunggulannya adalah warna kuntum bunga yang
tidak mudah pudar dan kuntum bunganya tidak mudah layu serta rontok. Jenis
anggrek Dendrobium ini memiliki morfologi (bentuk dan struktur) yang sangat
beragam yakni ukuran bunga, bentuk bunga, warna dan panjang tangkainya.
Gambar 1. Bunga Anggrek Dendrobium taurinum Lindl. (Cootes, 2010)
a. Akar
Anggrek Dendrobium termasuk anggrek epifit yaitu memiliki sifat hidup
menumpang tetapi tidak merugikan tanaman yang ditumpangi. Akar tanaman
anggrek berfungsi sebagai tempat menempelkan tubuh tanaman pada media
tumbuh. Akar anggrek epifit mempunyai lapisan velamen yang berongga. Lapisan
ini berfungsi untuk memudahkan akar dalam menyerap air hujan yang jatuh di kulit
pohon media tumbuh anggrek. Di bawah lapisan velamen terdapat lapisan yang
mengandung klorofil. Akar anggrek epifit yang berambut pendek atau nyaris tak
berambut. Pada anggrek terestrial (jenis anggrek tanah), akar mempunyai rambut
5
yang cukup rapat dan cukup panjang. Fungsi rambut akar ini adalah untuk
menyerap air dan zat organik yang ada di tanah (Iswanto, 2002).
b. Daun
Bentuk daun anggrek bermacam-macam dari sempit memanjang, pensil,
bulat, bulat-lonjong, bulat telur, mata lembing/lanset, jantung dan masih banyak
lagi variasi lainnya. Seperti umumnya tumbuhan monokotil, daun anggrek memiliki
tulang daun yang sejajar dengan helaian daun dan tidak memiliki pertulangan yang
bercabang. Tebal daun bervariasi dari tipis hingga tebal berdaging (sukulen). Pada
setiap bukunya, daun melekat berselang-seling atau berpasangan dan setiap buku
terdapat dua helai daun yang berhadapan. Anggrek Dendrobium mempunyai daun
yang tebal. Bentuk daun tanaman anggrek menyerupai jenis tanaman monokotil
pada umumnya, yakni memanjang seperti pedang dan ukuran panjang daunya
bervariasi. Selain itu, daun juga mempunyai ketebalan berbeda tergantung jenisnya.
Daun anggrek Dendrobium berbentuk lanset dan agak kaku, hanya terdapat pada
bagian atas umbi semu. Ujung daunnya meruncing dan terkadang berbelah dua,
panjang daun berkisar 2 - 10 cm. Daun tumbuh pada tiap nodus dimana setiap nodus
terdapat satu helai daun. Daun anggrek terletak saling berhadapan satu sama lain
(Shadli, 2011).
c. Batang
Batang anggrek yang menebal merupakan batang semu yang dikenal dengan
istilah pseudobulb (pseudo berarti semu, bulb berarti batang yang menggembung),
berfungsi sebagai penyimpan air dan makanan untuk bertahan saat keadaan kering
(Rivaldi, 2013). Tipe batang pada anggrek dibedakan menjadi monopodial dan
simpodial berdasarkan titik tumbuhnya. Anggrek tipe monopodial hanya memiliki
satu batang dan satu titik tumbuh. Batang utama terus tumbuh dan tidak terbatas
panjangnya, bentuk batangnya ramping dan tidak berumbi. Sedangkan anggrek tipe
simpodial adalah anggrek yang memiliki batang utama yang tersusun oleh ruas-ruas
tahunan. Angrek tipe simpodial mempunyai batang yang berumbi semu
(pseudobulb) yang juga berfusngsi sebagai cadangan makanan. Masing-masing
ruas dimulai dengan daun sisik dan berakhir dengan setangkai perbungaan.
Pertumbuhan ujung-ujung batangnya terbatas, pertumbuhan batang akan terhenti
bila pertumbuhan ke atas telah maksimal. Batang utama baru muncul dari dasar
6
batang utama. Anggrek Dendrobium termasuk anggrek dengan tipe batang
simpodial.
d. Bunga
Bunga anggrek Dendrobium termasuk bunga biseksual dimana putik dan
benang sari terdapat dalam satu buga yang terdiri dari dua lingkaran (Wijaya, 2006).
Lingkaran luar berbentuk sepal atau kelopak bunga dan lingkaran dalam yang
berbentuk petal atau mahkota bunga. Satu petalnya bediferensiasi menjadi labelum
(struktur seperti bibir). Labelum anggrek umumnya berwarna lebih cerah daripada
sepal dan petal. Pada labelum terdapat gumpalan-gumpalan seperti massa sel
(kalus) yang mengandung protein, minyak dan zat pewangi yang berfungsi untuk
menarik serangga hinggap pada bunga dan membantu proses polinasi
(penyerbukan). Umumnya, bunga muncul pada tunas ujung atau apikal, namun
pada tanaman dewasa bunga muncul diketiak daun.
2.3 Poliploidisasi
Poliploidi merupakan suatu proses penggandaan jumlah set kromosom
sehingga menghasilkan organisme yang mempunyai jumlah set kromosom berlipat
atau lebih. Menurut Ajijah dan Bermawi (2013), pemuliaan poliploidi dapat
memperbaiki sifat tanaman dan menambah kejaguran, tanaman poliploidi
mempunyai penampilan morfologi meliputi daun, bunga, batang, umbi lebih jagur
atau vigor dibanding tanaman diploid.
Poliplodi memiliki peranan penting dalam mekanisme evolusi. Sekitar 70%
tumbuhan angiosperma mengalami proses poliplodisasi dan lebih tinggi lagi sekitar
95% terjadi pada tumbuhan paku-pakuan (Ajijah dan Bermawi, 2013). Poliplodi
dikelompokkan menjadi autopoliploidi dan allopoliploidi. Autopoliploidi terjadi
akibat kegagalan proses mitosis ataupun meiosis, kegagalan kromosom untuk
memisah pada tahap anafase, mutasi somatik, maupun penggunaan zat kimia yang
dapat menghambat terbentuknya benang spindel. Sedangkan Allopoliploidi ialah
peningkatan jumlah kromosom nonhomolog karena penyatuan gamet yang belum
tereduksi (2n) dari jenis diploid yang berbeda.
Poliploidi pada tumbuhan dapat terjadi secara alami atau buatan. Poliploidi
yang sengaja dibuat menggunakan zat-zat kimia tertentu, salah satunya adalah
7
kolkisin. Zat kimia ini paling banyak digunakan dan efektif karena mudah larut
dalam air (Sulistianingsih, Suryanto dan Noer 2004).
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa
konsentrasi kolkisin dalam usaha poliploidisasi pada genus anggrek berbeda-beda.
Perlakuan Protocorm like bodies (PLB) anggrek Phalaenopsis pada kultur cair
dengan penambahan 50 (ml/g) kolkisin dapat menginduksi poliploid sebesar 50%
(Griesbach, 1981). Sedangkan Chaicaroen dan Sajew (1980) menyatakan bahwa
konsentrasi kolkisin yang paling efektif pada anggrek Dendrobium phalaenopsis
adalah 0,05%.
2.4 Kolkisin
Kolkisin ialah senyawa alkaloid yang berasal dari umbi tanaman berbunga
famili Liliaceae yang dikenal sebagai rumput-rumputan yang tumbuh pada musim
gugur (Colchicum autumnale L.). Kolkisin sering dipakai untuk pemuliaan tanaman
untuk menghasilkan varietas baru. Kolkisin dapat menyebabkan beberapa tanaman
menghasilkan bunga atau umbi yang lebih besar, walaupun efeknya tidak dapat
diperkirakan, namun hasil poliploidisasi sering menunjukkan efek peningkatan
terhadap sifat fenotip suatu tanaman (Permadi, Cahyani dan Syarif, 2009). Kolkisin
(C22H25O6N) merupakan suatu alkaloid berwarna putih yang diperoleh dari umbi
tanaman Colchichum autumnale L. (Familia Liliaceae). Senyawa ini dapat
menghalangi terbentuknya benang-benang spindel pada pembelahan sel sehingga
menyebabkan terbentuknya individu poliploidi (Suryo, 1995).
Tidak ada ukuran tertentu mengenai besarnya konsentrasi kolkisin yang
harus digunakan, juga mengenai lamanya waktu perlakuan. Keduanya tergantung
dari bahan dan jenis tanaman yang akan digunakan dalam percobaan. Penggunaan
konsentrasi larutan kolkisin dan waktu perlakuan yang kurang tepat, maka
poliploidi belum dapat diperoleh. Suryo (1995) juga mengungkapkan bahwa
penggunaan konsentrasi kolkisin yang terlalu tinggi atau waktu perlakuan terlalu
lama mengakibatkan kolkisin akan memperlihatkan pengaruh negatif, yaitu
penampilan tanaman menjadi lebih jelek, sel-sel banyak yang rusak atau bahkan
menyebabkan kematian pada tanaman.
8
Gambar 2 Tanaman Colchicum autumnale L. yang mengandung senyawa Kolkisin
( Go Botany, 2017)
Induksi mutasi menggunakan kolkisin dapat menyebabkan keragaman
ploidi tanaman. Cara kerja kolkisin dalam menggandakan jumlah ploidi tanaman
adalah dengan menghilangkan benang spindel dalam proses metosis. Tanaman
dengan dua set kromosom dapat mengganda set kromosomnya menjadi 4x, 6x, 8x
dan seterusnya (Nugroho, 2015).
Sulistianingsih, Suryanto dan Noer (2004) menyatakan bahwa tanaman
poliploid biasanya memiliki ukuran bagian-bagian tanaman, yaitu akar, batang,
daun, bunga, buah, yang lebih besar, sel lebih besar dan tampak jelas pada sel-sel
epidermis, inti sel juga lebih besar, buluh-buluh pengangkutan berdiameter lebih
besar dan ukuran stomata yang lebih besar.
2.5 Pengaruh Kolkisin pada Tanaman
Pengunaan kolkisin pada konsentrasi yang tepat dapat mengakibatkan
peningkatan jumlah kromosom, sehingga tanaman bersifat poliploid. Tanaman
yang bersifat poliploid umumnya memiliki ukuran morfologi lebih besar
dibandingkan tanaman diploid. Dengan demikian kualitas tanaman yang diberi
perlakuan diharapkan lebih baik dibandingkan tanaman diploid. Umumnya kolkisin
akan bekerja efektif pada konsentrasi 0,01 – 1% untuk jangka waktu 6 – 72 jam,
namun setiap jenis tanaman memiliki respon yang berbeda-beda (Suryo, 1995).
9
Pada tanaman anggrek, pemberian kolkisin merupakan teknik membuat bunga
anggrek raksasa atau berukuran lebih besar dari keadaan normalnya.
Fathurrahman (2016) meneliti tentang pengaruh pemberian kolkisin
terhadap perubahan tanaman Kedelai hitam. Hasil penelitian yang diperoleh
menunjukkan bahwa secara interaksi perlakuan konsentrasi kolkisin dan lama
perendaman berpenaruh nyata hanya pada parameter berat biji pertanaman yaitu
konsentrasi 0,1% dan 18 jam perendaman (K3P4) menghasilkan rerata 30,87 gram..
Nurfadalina (1997), mengatakan bahwa konsentrasi larutan kolkisin dan waktu
perendaman yang berpengaruh terhadap jumlah kromosom, indeks stomata, dan
kandungan protein tanaman polong kapri adalah konsentrasi 5 ppm dan 10 ppm
dengan perendaman 6 jam.
Jumlah kromosom merupakan karakteristik kromosom yang paling mudah
diamati jika dibandingkan dengan karakteristik kromosom yang lainnya seperti
bentuk kromosom dan kariotipe. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anggrek
Paphiopedilum glaucophyllum, Coelogyne spesiosa, Dendrobium crumenantum
memiliki jumlah kromosom 2n = 38 (Hartati, Darsana dan Cahyono, 2014).
a) b)
Gambar 3. Kromosom somatik jaringan ujung akar Dendrobium phalaenopsis hasil
perlakuan kolkisin a) normal diploid = 38, dan b) tetraploid = 76
(Chaicharoen dan Saejew, 1980)
10
Chaicharoen dan Saejew (1980) melakukan penelitian terhadap
Dendrobium phalaenopsis dengan perlakuan kolkisin 0,05% selama 9 hari dapat
menghasilkan tanaman tetraploid sebanyak 50% dengan warna daun yang lebih
hijau dibanding tanaman diploidnya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Soedjono dan Suskandari (1996)
menunjukkan bahwa waktu perendaman dan konsentrasi kolkisin yang lebih tinggi
dapat memberikan nilai ketegaran protokorm Dendrobium jayakarta yang lebih
tinggi pula. Kombinasi waktu perendaman 9 hari dengan konsentrasi kolkisin
0.03% menghasilkan tanaman dengan tingkat ketegaran yang tinggi.
Penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2015) menunjukkan bahwa
Perlakuan 0.025% kolkisin dengan lama perendaman 24 jam menghasilkan jumlah
tunas, multiplikasi, daun, dan akar tertinggi, tetapi nilai akhir tidak berbeda nyata
dengan kontrol. Selain itu, Anggrek yang telah mengalami penggandaan kromosom
menggunakan kolkisin diketahui resisten terhadap penyakit-penyakit busuk,
diantaranya busuk ujung (top rot), busuk daun (leaf rot) serta busuk akar (root rot)
(Amilah dan Astuti., 2006). Perlakuan kolkisin juga dapat menghasilkan anggrek
giant atau raksasa. Hal tersebut disebabkan tanaman yang mengalami penggandaan
kromosom atau poliploidisasi mempunyai jumlah kromosom yang lebih banyak
daripada tanaman diploidnya sehingga akan terlihat lebih kekar, morfologi tanaman
menjadi lebih besar, inti sel, berkas pembuluh serta stomata yang lebih besar
(Suryo, 1995).
Penelitian yang dilakukan Sulistianingsih, Suryanto dan Noer (2004)
menunjukkan bahwa pemberian konsentrasi 0,02% atau setara dengan 200 ppm
dengan perendaman 6 jam mengakibatkan peningkatan kualitas anggrek
Dendrobium. Selain itu, konsentrasi 0,01% atau setara 100 ppm dan 0,03% atau
setara 300 ppm dapat mengakibatkan kromosom tetraploid pada anggrek
Dendrobium. Pada penelitian ini juga didapatkan adanya interaksi pada perlakuan
konsentrasi dan lama perendaman pada hasil pengamatan jumlah kromosom
anggrek Dendrobium. Selain pada jumlah kromosom, perlakuan ini juga
mengakibatkan perbedaan yang nyata pada diameter batang, ukuran bunga,
ketebalan sepal dan ketebalan labellum.
11
Penelitian yang dilakukan oleh Suminah, Sutarno dan Setyawan (2002)
menunjukkan bahwa telah terjadi variasi bentuk, ukuran, dan jumlah kromosom
Allium ascalonicum L. akibat pemberian kolkisin 1%. Poliploidi yang terbentuk
dapat dikelompokkan menjadi tetraploid, pentaploid, heksaploid, oktaploid, dan
nonaploid akibat pemberian kolkisin 1%.
Penelitian yang dilakukan pada tanaman Stroberi oleh Ganies dan Daryono
(2014) menyebutkan bahwa terdapat beda nyata antara stroberi Festival yang diberi
perlakuan kolkisin dengan yang tidak diberi perlakuan (kontrol). Tanaman stroberi
kultivar Festival lebih efektif dengan pemberian kolkisin konsentrasi 0,01% selama
36 jam dibandingkan 24 jam, dan pada konsentrasi 0,05 % lebih efektif pada induksi
daun. Terdapat perbedaan pengaruh terhadap pemberian perlakuan kolkisin pada
induksi akar, akar & daun, dan daun serta bunga dan buah.
12
3. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Soerjanto Orchid yang
beralamat di Kelurahan Ngaglik, Kecamatan Batu, Kota Batu. Suhu pada
laboratorium ialah 180C dan penyinaran 16/8 jam. Penelitian dilaksanakan pada
bulan Maret 2017 hingga September 2017. Pengamatan dilaksanakan di
Laboratorium Bioteknologi, Fakultas Pertanian dan Laboratorium Biologi
Molekuler, Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan penelitian ini antara lain Plb Anggrek Dendrobium taurinum Lindl.
berumur 2 – 3 bulan, kolkisin, etanol, aceto-orcein, aquades, HCl 1 N, immersion
oil, tisuue kering, clorox, Asam asetat 90% dan Alkohol 70%. Media kultur jaringan
yang dipakai adalah ½ MS, yang digunakan untuk menumbuhkan plb yang telah
direndam menggunakan kolkisin.
Alat yang digunakan ialah botol kultur, LAFC, Autoclave, pipet tetes, gelas
ukur, cawan petri, erlenmeyer, injection spet, indikator pH paper, gelas beker,
pinset, pisau, lampu spiritus, waterbath, kulkas, silet, mikroskop, kamera foto,
micropore, kompor, panci, pensil dan penggaris.
3.3 Metode Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor. Perlakuan pada penelitian ini
ialah konsentrasi kolkisin yang berbeda yaitu 0 ppm (K1), konsentrasi kolkisin 50
ppm (K2), konsentrasi kolkisin 100 ppm (K3), konsentrasi kolkisin 150 ppm (K4),
konsentrasi kolkisin 200 ppm (K5), konsentrasi kolkisin 250 ppm (K6) dan
konsentrasi kolkisin 300 ppm (K7). Setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali,
sehingga keseluruhan ada 28 plot percobaan. Setiap plot diisi oleh 5 botol kultur
dengan 1 plb setiap botol. Jumlah botol yang digunakan sebanyak 140 botol
percobaan. Pengamatan dilakukan pada setiap plot percobaan.
13
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Persiapan Bahan Tanam
Bahan tanam berasal dari benih yang ditebar yang sudah berumur 2 – 3 bulan
yang selanjutnya disebut plb. Plb yang digunakan berukuran 0,5 – 1,5 cm. Plb
dikeluarkan dari botol dengan perlahan dan hati-hati menggunakan pinset dan
dimasukkan ke botol yang sudah berisi larutan kolkisin sesuai konsentrasi. Proses
ini berlangsung di dalam LAFC.
3.4.2 Pembuatan Larutan Kolkisin
Larutan stok kolkisin dibuat dengan konsentrasi 5000 ppm. Larutan dibuat
dengan mencampurkan 0,5 gram serbuk kolkisin dan Ethanol 3 tetes. Kedua bahan
tersebut dicampurkan dan setelah tercampur rata kemudian ditambah aquades steril
hingga 100 ml. Pembuatan larutan ini dilakukan di dalam LAFC..
3.4.3 Pembuatan Media ½ MS
Media ½ MS dibuat dengan mencampurkan larutan stok makro, mikro,
FeSO4 7H2O dan Na EDTA 2H2O. Larutan stok makro dibuat dengan melarutkan
KNO3 38 gram, NH4NO3 33 gram, CaCl2 2H2O 8,8 gram, MgSO4 7H2O 7,4 gram
dan KH2PO4 sebanyak 3,4 gram dalam 1000 ml aquades. Sedangkan untuk larutan
stok mikro dibuat dengan melarutkan MnSO4 H2O 1,69 gram, ZnSO4 7H2O 0,86
gram, H3BO3 0,62 gram, KI 0,083 gram, Na2MoO4 2H2O 0,0025 gram, CuSO4
5H2O 0,0025 gram dan CaCl2 6H2O 0,0025 gram dalam 1000 ml aquades. Selain
larutan stok makro dan mikro, dibuat juga larutan stok untuk FeSO4 7H2O dengan
melarutkan 2,78 gram FeSO4 7H2O dalam 1000 ml aquades dan larutan stok Na2
EDTA 2H2O dengan melarutkan 3,73 gram Na2 EDTA 2H2O dalam 1000 ml
aquades.
Dalam pembuatan 1 liter media, maka dibutuhkan 25 ml larutan stok makro,
10 ml larutan stok mikro, 10 ml larutan stok FeSO4 7H2O dan 10 ml larutan stok
Na2 EDTA 2H2O. Selain itu juga ditambahkan vitamin berupa Nicotinic acid 10 ml,
pyridoxine 10 ml, dan myo inositol 10 ml. Media yang telah jadi kemudian
dimasukkan dalam autoclave dengan tekanan 1 atm selama 20 menit. Setelah
diangkat dari autoclave, media didiamkan selama 7 hari kemudian untuk
mengetahui kontaminasi atau tidak, setelah itu dimasukkan ke dalam LAFC untuk
ditanami plb.
14
3.4.4 Perendaman Kolkisin
Perendaman plb dilakukan di dalam botol dengan jumlah plb 5 buah setiap
botol. Total botol untuk perendaman ialah 4 botol untuk setiap konsentrasi. Larutan
stok kolkisin dengan konsentrasi 5000 ppm yang berada di dalam LAFC
dimasukkan ke dalam botol berisi aquades steril. Untuk perendaman dengan
konsentrasi 50 ppm, aquades sebanyak 49,5 ml ditambahkan larutan kolkisin 0,5
ml. Untuk perendaman dengan konsentrasi 100 ppm, aquades sebanyak 49 ml,
aquades sebanyak 48,5 ml ditambahkan larutan kolkisin 1,5 ml. Untuk perendaman
dengan konsentrasi 200 ppm, aquades sebanyak 48 ml ditambahkan larutan kolkisin
2 ml. Untuk perendaman dengan konsentrasi 250 ppm, aquades sebanyak 47,5 ml
ditambahkan larutan kolkisin 2,5 ml. Untuk perendaman dengan konsentrasi 300
ppm, aquades sebanyak 47 ml ditambahkan larutan kolkisin 3 ml.
PLb di dalam botol diambil menggunakan pinset dan dimasukkan ke dalam
botol kemudian ditutup kembali. Perendaman dilakukan selama 6 jam.
3.4.5 Penanaman PLb
Penanaman plb dilakukan dalam LAFC. Botol kultur yang berisi media
dipanasi terlebih dahulu pada bagian mulut botol untuk mencegah terjadinya
kontaminasi. Tutup botol dibuka dengan hati-hati kemudian plb dari botol
perendaman diambil dan dimasukkan dengan menggunakan pinset steril. Untuk
menjaga sterilisasi dari alat, maka pinset selalu dipanaskan sebelum digunakan.
Sebelum ditutup, mulut botol dan tutup botol dipanaskan kembali, kemudian
ditutup dengan menggunakan tutup botol dan plastik. Botol yang telah selesai
ditanam diberi label perlakuan dan tanggal penanaman.
3.5 Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada setiap plot. Pengamatan dibedakan menjadi tiga
yaitu pengamatan morfologi, pengamatan anatomi dan pengamatan sitologi.
Pengamatan morfologi ialah sebagai berikut.
a. Umur mulai muncul daun baru (HSP) dihitung saat daun baru tumbuh kurang
lebih 1 mm dari hari setelah penanaman di kultur, dilakukan secara non
destruktif,
15
b. Jumlah daun baru (helai) dihitung dengan menghitung daun yang tumbuh
dengan panjang daun minimal 1 mm, dilakukan pada 90 HSP, dilakukan secara
non destruktif,
c. Jumlah akar baru dihitung dengan menghitung jumlah akar baru yang muncul
pada akhir pengamatan dengan panjang minimal 1 mm yaitu pada 90 HSP,
dilakukan secara destruktif,
d. tinggi tanaman (cm) dihitung mulai dari pangkal akar hingga titik tumbuh
teratas pada 90 HSP secara destruktif,
e. Warna daun ditentukan menggunakan Pantone Colour Chart.
Selain pengamatan morfologi, dilakukan pengamatan anatomi dengan
metode destruktif setelah 90 HSP, yaitu dengan cara sampel daun dipotong dengan
ukuran 1 cm x 0,5 cm atau secukupnya, potong solatip transparan dengan ukuran
panjang ± 2 cm atau secukupnya. Setelah itu potongan daun diletakkan pada selotip,
lalu kupas/kerok potongan daun dengan menggunakan ujung pinset atau silet.
Setelah terlihat lapisan epidermis, tempelkan potongan daun di kaca preparat.
Pengamatan dilakukan dengan menggunakan metode pemotretan mikroskopis
dengan mikroskop perbesaran 400x dan dihitung dengan kalibrasi mikrometer
okuler.
a. Kerapatan stomata dengan menghitung stomata bagian epidermis bawah per
mm2.
b. Panjang stomata diukur dengan mengukur panjang guardcell stomata yaitu
bagian epidermis bawah daun.
c. Lebar stomata diukur dengan mengukur lebar guardcell stomata yaitu bagian
epidermis bawah daun.
Pengamatan yang terakhir ialah pengamatan sitologi yaitu pengamatan
jumlah kromosom. Pengamatan jumlah kromosom dilakukan dengan metode
Manton (1950) dalam Rahayu, Sukma, Syukur, Aziz dan Irawati (2015) yang
dimodifikasi. Setiap tanaman diambil tiga sampel akar untuk diamati. Jumlah
kromosom diamati menggunakan mikroskop cahaya.. Pemotongan akar dilakukan
pada pukul 08.30 WIB. Waktu pemotongan ini disesuaikan dengan penelitian
pendahuluan yang penulis lakukan. Ujung akar aktif dipotong sepanjang 1 cm,
kemudian direndam dalam larutan 8-hydroksiuinolin selama 24 jam pada suhu 5˚C.
16
Setalah keluar dari tube 8-hydoksiquinolin, akar dimasukkan ke dalam tube berisi
aquades selama 5 menit. Kemudian akar direndam dalam asam asetat 90% selama
10 menit. Setelah dikeluarkan dari tube asam asetat 90%, potongan. Potongan akar
diambil dan dihidrolisis menggunakan asam asetat dan HCl 1 N dengan
perbandingan 3 : 1 pada suhu 60oC selama 10 menit dengan waterbath. Potongan
akar kemudian diletakkan pada gelas arloji yang telah ditetesi larutan aceto-orcein
2% dan dibiarkan selama 10 – 20 menit agar larutan dapat terserap akar. Akar
kemudian dipindahkan pada gelas preparat. Bagian ujung akar dipotong 1 – 2 mm,
ditetesi aceto-orcein secukupnya kemudian kaca penutup dipasang. Kaca preparat
dilewatkan diatas api bunsen untuk menghilangkan oksigen yang terjebak di antara
kaca preparat dan cover glass. Setelah itu, diketuk menggunakan penghapus agar
kromosom terlihat. Tepi kaca penutup diberi cat kuku bening dan preparat siap
untuk diamati.
3.6 Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam.
Apabila dari hasil analisis ragam terdapat pengaruh nyata dari perlakuan maka
dilakukan uji lanjut dengan uji BNJ pada taraf nyata 5% untuk mengetahui
pengaruh beda antar perlakuan. Data yang tidak dapat dianalisis ragam maka
dianalisis secara deskriptif (visual).
Guna mengetahui keeratan hubungan antara sifat yang diamati digunakan
pendekatan korelasi dari Singh and Chaudhary (1979) dalam Rahmawati, Syukur
dan Surahman (2010):
𝑟(𝑥𝑦) =𝐶𝑜𝑣 (𝑥𝑦)
√Vx. Vy
Keterangan:
r (xy) = Korelasi antara sifat x dan sifat y
Cov g (xy) = Kovarian antara sifat x dan sifat y
V x = Varian sifat x
V y = Varian sifat y
17
Menurut Singh and Chaudhary (1979) dalam Rahmawati, Syukur dan
Surahman (2010), uji nyata koefisien korelasi genotipe antara dua sifat dengan
menggunakan uji t student dengan derajat bebas (n-2), yaitu :
𝑡 = 𝑟√𝑛−2
1−𝑟²
Keterangan:
r = korelasi
n = jumlah total pengamatan
18
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Rekapitulasi Analisis Ragam Masing-Masing Variabel Pengamatan
Penelitian telah dilaksanakan dengan mengaplikasikan tujuh konsentrasi
kolkisin yang berbeda dengan satu perlakuan sebagai kontrol. Anggrek
Dendrobium taurium Lindl. pada fase plb direndam cairan kolkisin sesuai dengan
perlakuan untuk mengetahui akibat dari perlakuan kolkisin dalam menghasilkan
tanaman yang poliploid. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan setelah 90
hari setelah perlakuan menunjukkan hasil beberapa variabel berbeda nyata akibat
perlakuan kolkisin dan beberapa variabel tidak berbeda nyata akibat perlakuan
kolkisin. Perbedaan pengaruh pada setiap variabel pengamatan pada berbegai
konsentrasi dapat dilihat di tabel 1.
Tabel 1. Rekapitulasi hasil analisis ragam pada masing-masing variabel
pengamatan akibat perlakuan kolkisin.
No Variabel Pengaruh Perlakuan
1 Umur muncul daun baru (HSP) 3,21 *
2 Jumlah daun baru (helai) 1,81 tn
3 Jumlah akar baru (helai) 1,80 tn
4 Tinggi tanaman (cm) 0,71 tn
5 Kerapatan stomata 4,93 *
6 Panjang stomata (µm) 2,07 tn
7 Lebar stomata (µm) 0,69 tn
Keterangan : Berdasarkan uji F *(berbeda nyata pada taraf 5%), tn (tidak berbeda nyata pada taraf
5%). HSP (Hari Setelah Perlakuan).
Berdasarkan hasil rekapitulasi analisis ragam yang dilakukan pada masing-
masing variabel pengamatan akibat perlakuan kolkisin didapatkan hasil bahwa
perlakuan perendaman beberapa konsentrasi kolkisin memberikan pengaruh nyata
pada variabel umur muncul daun baru (HSP) dan jumlah stomata (mm-2) anggrek
Dendrobium taurinum Lindl. Sedangkan perlakuan perendaman beberapa
konsentrasi kolkisin tidak memberikan pengaruh nyata pada variabel jumlah daun
baru (helai), tinggi tanaman (cm), jumlah akar baru (helai), panjang stomata (µm)
dan lebar stomata (µm).
19
4.1.2 Hasil Pengamatan Morfologi
Berdasarkan hasil pengamatan pada karakter morfologi akibat perlakuan
perendaman kolkisin berbagai konsentrasi berbeda pada tanaman anggrek
Dendrobium taurinum Lindl. Pada fase plb menunjukkan hasil yang berbeda nyata
pada umur muncul daun baru. Umur muncul daun baru akibat perlakuan kolkisin
dengan konsentrasi 300 ppm ialah yang paling lama dibandingkan dengan
konsentrasi yang lain. Rata-rata muncul daun baru akibat perlakuan kolkisin dengan
konsentrasi 300 ppm ialah pada umur 22,88 hari setelah perlakuan. Sedangkan pada
perlakuan 0 ppm (tanpa kolkisin) tercatat muncul daun baru pada umur 16,90 hari
setelah perlakuan. Umur muncul daun baru tercatat berbanding lurus dengan
konsentrasi yang diaplikasikan.
Perbedaan rata-rata umur muncul daun baru dan jumlah daun baru dapat
dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata umur muncul daun baru dan jumlah daun baru akibat perlakuan
kolkisin
Perlakuan Variabel
Umur muncul daun baru (HSP) Jumlah daun baru (helai)
0 ppm 16,90 a 3,20 a
50 ppm 17,50 a 2,75 a
100 ppm 17,65 a 3,45 a
150 ppm 18,25 a 3,05 a
200 ppm 18,56 a 2,70 a
250 ppm 18,59 a 2,20 a
300 ppm 22,88 ab 3,35 a
BNJ 5% 5,07 1,49
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
pada uji BNJ 5%. HSP (Hari Setelah Perlakuan)
Variabel jumlah daun baru (helai) pada tanaman anggrek Dendrobium
taurinum Lindl. tercatat tidak terpengaruh nyata akibat perlakuan perendaman
kolkisin pada berbagai konsentrasi. Jumlah daun baru terbanyak diperoleh akibat
perlakuan kolkisin dengan konsentrasi 300 ppm yaitu dengan rata-rata 3,35 helai
daun per tanaman. Sedangkan jumlah daun paling sedikit diperoleh akibat
20
perlakuan kolkisin dengan konsentrasi 250 ppm yaitu dengan rata-rata 2,20 helai
daun per tanaman
Pengamatan dilakukan pada akar dengan menghitung jumlah akar baru yang
muncul setelah perlakuan. Perlakuan perendaman kolkisin pada tanaman anggrek
Dendrobium taurinum Lindl. tidak memberikan pengaruh yang nyata pada jumlah
akar baru hingga 90 hari setelah perlakuan. Jumlah akar baru paling banyak
didapatkan pada perlakuan kolkisin dengan konsentrasi 200 ppm yaitu rata-rata
sebanyak 3,15 helai akar per tanaman. Sedangkan jumlah akar baru paling sedikit
didapatkan pada perlakuan kolkisin dengan konsentrasi 250 ppm yaitu rata-rata
sebanyak 1,75 helai akar per tanaman. Rata-rata jumlah akar baru dapat dilihat pada
tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata jumlah akar baru akibat perlakuan kolkisin
Perlakuan Variabel
Jumlah akar baru (helai)
0 ppm 2,45 a
50 ppm 2,60 a
100 ppm 2,30 a
150 ppm 2,90 a
200 ppm 3,15 a
250 ppm 1,75 a
300 ppm 2,00 a
BNJ 5% 1,67
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
pada uji BNJ 5%.
Berdasarkan hasil pengamatan pada tinggi tanaman, dapat diketahui bahwa
perlakuan perendaman kolkisin pada tanaman anggrek Dendrobium taurinum
Lindl. memberikan pengaruh yang tidak nyata. Perlakuan kolkisin dengan
konsentrasi 100 ppm memberikan hasil tanaman tertinggi yaitu rata-rata 0,94 cm
per tanaman. Perlakuan kolkisin dengan konsentrasi 50 ppm menunjukkan hasil
tanaman yang paling pendek dibandingkan dengan konsentrasi yang lain yaitu rata-
rata 0,59 cm per tanaman. Rata-rata tinggi tanaman akibat perlakuan kolkisin dapat
dilihat pada tabel 4.
21
Tabel 4. Rata-rata tinggi tanaman akibat perlakuan kolkisin
Perlakuan Variabel
Tinggi tanaman (cm)
0 ppm 0,73 a
50 ppm 0,59 a
100 ppm 0,94 a
150 ppm 0,80 a
200 ppm 0,69 a
250 ppm 0,79 a
300 ppm 0,66 a
BNJ 5% 0,62
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
pada uji BNJ 5%.
Berdasarkan pengamatan secara visual pada karakter warna daun, hanya
terdapat 2 macam warna daun. Pada semua perlakuan hanya satu perlakuan yang
berbeda warna daunnya, yaitu perlakuan kolkisin dengan konsentrasi 200 ppm.
Pada perlakuan 200 ppm daun berwarna hijau lebih tua yaitu dibandingkan dengan
perlakuan lain. Macam warna daun yang teramati dapat dilihat pada tabel 6. Gambar
warna daun dapat dilihat pada lampiran 5.
Tabel 5. Warna daun akibat perlakuan kolkisin
No Perlakuan Variabel
Warna Daun
1. 0 ppm Pantone 18-0130 TPX (cactus)
2. 50 ppm Pantone 18-0130 TPX (cactus)
3. 100 ppm Pantone 18-0130 TPX (cactus)
4. 150 ppm Pantone 18-0130 TPX (cactus)
5. 200 ppm Pantone 19-0230 TPX (Garden Green)
6. 250 ppm Pantone 18-0130 TPX (cactus)
7. 300 ppm Pantone 18-0130 TPX (cactus)
22
4.1.3 Hasil Pengamatan Anatomi
Pengamatan anatomi dilakukan dengan mengamati daun tanaman anggrek
Dendrobium taurinum Lindl. secara kuantitatif. Pengamatan kuantitatif dilakukan
dengan menghitung jumlah stomata setiap bidang pandang (mm-2), panjang stomata
(µm) dan lebar stomata (µm).
Berdasarkan hasil pengamatan, perlakuan perendaman kolkisin memberikan
pengaruh yang nyata pada kerapatan stomata. Rata-rata kerapatan stomata
terbanyak ditemukan pada tanaman dengan perlakuan dengan konsentrasi 250 ppm.
Rata-rata kerapatan stomata paling sedikit tiap bidang pandangnya ditemukan pada
perlakuan dengan konsentrasi 50 ppm. Perlakuan 50 ppm tidak berbeda nyata
dengan perlakuan 0 ppm. Sedangkan perlakuan dengan konsentrasi 100 ppm, 150
ppm, 200 ppm dan 300 ppm tidak berbeda nyata dengan perlakuan dengan
konsentrasi 250 ppm kerapatan stomatanya.
Rata-rata kerapatan stomata (mm-2), panjang stomata (µm) dan lebar
stomata (µm) dapat dilihat pada tabel 5. Gambar stomata dapat dilihat pada
lampiran 6.
Tabel 6. Rata-rata kerapatan stomata (mm-2), panjang stomata (µm) dan lebar
stomata (µm) akibat perlakuan kolkisin
Perlakuan
Variabel
Kerapatan
Stomata (mm-2)
Panjang Stomata
(µm)
lebar stomata
(µm)
0 ppm 3,75 a 24,90 a 15,73 a
50 ppm 3,25 a 24,36 a 15,54 a
100 ppm 5,50 a 27,01 a 17,34 a
150 ppm 5,50 a 27,61 a 18,09 a
200 ppm 6,00 ab 26,12 a 16,80 a
250 ppm 6,25 ab 22,94 a 15,82 a
300 ppm 5,75 ab 23,42 a 15,91 a
BNJ 5% 2,41 5,69 5,38
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
pada uji BNJ 5%.
Variabel panjang stomata (µm) dan lebar stomata (µm) ternyata tidak
terpengaruh secara nyata akibat perlakuan perendaman kolkisin. Stomata
23
terpanjang didapatkan dari perlakuan kolkisin dengan konsentrasi 150 ppm yaitu
27,61 µm. Sedangkan stomata terpendek didapatkan dari perlakuan kolkisin dengan
konsentrasi 300 ppm yaitu 23,42 µm.
Pada variabel lebar stomata juga tidak ada perbedaan yang nyata akibat
perlakuan kolkisin berbagai konsentrasi. Stomata paling lebar didapatkan dari
perlakuan kolkisin dengan konsentrasi 150 ppm yaitu 18,09 µm. Sedangkan
stomata paling sempit didapatkan dari perlakuan kolkisin dengan konsentrasi 50
ppm yaitu 15,54 µm.
4.1.4 Hasil Pengamatan Sitologi
Variabel sitologi yang diamati pada penelitian ini ialah jumlah kromosom.
Jumlah kromosom diamati dengan memotong akar tanaman setelah 90 HSP.
Berdasarkan hasil pengamatan kromosom pada tanaman anggrek Dendrobium
taurinum Lindl. didapatkan hasil bahwa peningkatan konsentrasi kolkisin dapat
mengakibatkan penambahan jumlah kromosom. Jumlah kromosom normal pada
anggrek Dendrobium taurinum Lindl. ialah 2n= 2x=38. Rerata jumlah kromosom
pada perlakuan kolkisin dengan konsentrasi 50 ppm ialah 39 kromosom dengan
kisaran antara 39 – 42. Rerata jumlah kromosom pada perlakuan kolkisin dengan
konsentrasi 100 ppm ialah 40 kromosom dengan kisaran antara 39 – 44. Rerata
jumlah kromosom pada perlakuan kolkisin dengan konsentrasi 100 ppm ialah 40
kromosom dengan kisaran antara 39 – 44. Rerata jumlah kromosom pada perlakuan
kolkisin dengan konsentrasi 50 ppm ialah 39 kromosom dengan kisaran antara 39
– 42. Rerata jumlah kromosom pada perlakuan kolkisin dengan konsentrasi 50 ppm
ialah 39 kromosom dengan kisaran antara 39 – 42. Rerata jumlah kromosom pada
perlakuan kolkisin dengan konsentrasi 50 ppm ialah 39 kromosom dengan kisaran
antara 39 – 42. Rata-rata jumlah kromosom akibat perlakuan kolkisin dapat dilihat
pada tabel 7. Gambar kromosom dapat dilihat pada lampiran 7.
24
Tabel 7. Rata-rata jumlah kromosom akibat perlakuan kolkisin
Perlakuan Rata-rata Kisaran
0 ppm 38 38
50 ppm 39 39 – 42
100 ppm 40 39 – 44
150 ppm 40 39 – 44
200 ppm 42 40 – 50
250 ppm 46 44 – 50
300 ppm 47 40 – 54
4.1.5 Hasil Perhitungan Korelasi
Korelasi dihitung dengan menghitung keeratan antara variabel kuantitatif
dengan jumlah kromosom. Nilai korelasi antara karakter umur muncul daun baru
dengan jumlah kromosom terhitung nyata dan bernilai positif. Sedangkan korelasi
antar karakter jumlah kromosom dengan karakter kuantitatif yang lain terhitung
tidak nyata.
Tabel 8. Nilai korelasi karakter kuantitatif dengan jumlah kromosom
No Variabel r t hitung t tabel 5%
1 Umur muncul daun baru 0,85 3,57 2,57
2 jumlah daun baru -0,16 -0,37 2,57
3 jumlah akar baru -0,58 -1,59 2,57
4 tinggi tanaman -0,51 -1,31 2,57
5 jumlah stomata 0,69 2,14 2,57
6 panjang stomata -0,58 -1,58 2,57
7 lebar stomata -0,18 -0,41 2,57 Keterangan : r = korelasi
Nilai korelasi antara karakter umur muncul daun baru dengan jumlah
kromosom ialah 0,85. Nilai korelasi antara karakter jumlah stomata dengan jumlah
kromosom sebesar 0,69. Sedangkan karakter jumlah daun baru, jumlah akar baru,
tinggi tanaman, panjang dan lebar stomata nilai korelasinya bernilai negatif.
25
4.2 Pembahasan
Mutasi adalah perubahan pada materi genetik suatu makhluk yang terjadi
secara tiba-tiba, acak, dan merupakan dasar bagi sumber variasi organisme hidup
yang bersifat terwariskan (heritable). Menurut Asadi (2013), Mutasi adalah
perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dan acak pada materi genetik (genom,
kromosom, gen). Induksi mutasi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
keragaman tanaman. Mutasi juga dapat diartikan sebagai perubahan struktural atau
komposisi genom suatu jasad yang dapat terjadi karena faktor luar (mutagen) atau
karena kesalahan replikasi. Peristiwa terjadinya mutasi disebut mutagenesis.
Makhluk hidup yang mengalami mutasi disebut mutan dan factor penyebab mutasi
disebut mutagen (mutagenic agent). Perubahan urutan nukleotida yang
menyebabkan protein yang dihasilkan tidak dapat berfungsi baik dalam sel dan sel
tidak mampu mentolerir inaktifnya protein tersebut, maka akan menyebabkan
kematian (lethal mutation).
Kolkisin adalah salah satu mutagen yang digunakan untuk menginduksi
mutasi kimia pada tanaman. Berdasarkan penelitian Sulistianingsih, Suryanto dan
Noer (2006), Pemberian kolkhisin dapat meningkatkan keaneka ragaman fenotipik
Dendrobium hibrida yang diujikan. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi kolkisin
dapat menyebabkan perubahan yang berbeda pada Dendrobium. Perlakuan kolkisin
menjadi salah satu cara yang digunakan untuk menghasilkan tanaman dengan
mutasi poliploid.
Pada penelitian ini diaplikasikan kolkisin dengan konsentrasi 50 ppm, 100
ppm, 150 ppm, 200 ppm, 250 ppm dan 300 ppm . Pengamatan dilakukan pada tiga
kelompok karakter, yaitu karakter morfologi, anatomi dan sitologi. Pada masing-
masing karakter, didapatkan hasil yang berbeda pada setiap perlakuan konsentrasi.
4.2.1 Pengaruh Kolkisin pada Karakter Morfologi Tanaman
Karakter morfologi yang diamati pada penelitian ini adalah umur muncul
daun baru, jumlah daun baru, jumlah akar baru dan tinggi tanaman. Pada masing-
masing variabel terdapat hasil yang berbeda setiap perlakuan.
Umur muncul daun baru paling cepat terjadi pada anggrek Dendrobium
taurinum Lindl. yang tidak diaplikasikan kolkisin. Sedangkan perlakuan 50 ppm,
26
100 ppm, 150 ppm, 200 ppm dan 250 ppm tidak berbeda nyata dengan kontrol
(tanpa perlakuan). Anggrek Dendrobium taurinum Lindl. yang diaplikasikan
kolkisin dengan konsentrasi 300 ppm tercatat muncul daun baru pertama pada 22,88
HSP. Hal ini karena senyawa kolkisin dapat menghambat terbentuknya benang
spindle pada saat mitosis, sehingga kromosom tetap berserakan didalam sel
(Pharmawati dan Wistiani, 2015). Hal ini juga didukung oleh peneltian Sinaga
(2014) yang mengaplikasikan 0,16% kolkisin pada Kacang Hijau (Vigna radiata
L.) ternyata menurunkan tinggi tanaman kacang hijau. Hal ini terjadi diduga
disebabkan oleh faktor mutasi kolkhisin yang diberikan sehingga tanaman bersifat
poliploid dan memperlambat laju pertumbuhan.
Daun baru yang muncul pada plb anggrek Dendrobium taurinum Lindl.
belum berbda nyata. Hali ini menunjukkan bahwa pada perlakuan kolkisin dengan
konsentrasi hingga 300 ppm belum memberikan pengaruh yang nyata pada jumlah
daun hingga umur 90 HSP. Hal ini dikarenakan pertumbuhan anggrek Dendrobium
taurinum Lindl. lambat seperti anggrek pada umumnya. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Widiastoety (2007) yang menyatakan bahwa anggrek merupakan
tanaman yang lambat pertumbuhannya, sehingga dibutuhkan waktu yang relatif
lama untuk mengamati pertumbuhannya. Penelitian yang dilakukan oleh Rahayu et
al. (2015) juga menunjukkan hasil perlakuan kolkisin hingga 500 mg L-1 tidak
memberikan hasil yang nyata pada jumlah daun pada anggrek Bulan (Phalaenopsis
amabilis L.). Meskipun jumlah daun menurun seiring meningkatnya konsentrasi
kolkisin yang diberikan, akan tetapi tidak berbeda nyata antar perlakuan.
Jumlah akar hingga 90 HSP tidak terdapat perbedaan yang nyata akibat
perlakuan kolkisin. Seperti halnya jumlah daun, jumlah akar juga diduga masih
belum signifikan karena pertumbuhan tanaman yang lambat. Hal ini menyebabkan
pada saat pengamatan 90 HSP belum ada perbedaan yang nyata. Hal ini juga
didukung oleh penelitian Rahayu et al. (2015) yang menyebutkan bahwa jumlah
akar pada anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis L.) juga tidak berbeda nyata antar
perlakuan, menunjukkan konsentrasi kolkisin yang diberikan tidak menghambat
pertumbuhan akar hingga 24 MSP.
Pada karakter tinggi tanaman, didapatkan hasil bahwa tanaman anggrek
Dendrobium taurinum Lindl. tertinggi didapatkan dari perlakuan kolkisin dengan
27
konsentrasi 100 ppm. Sedangkan konsentrasi 50 ppm memberikan hasil tanaman
yang terpendek. Meskipun demikian, saat dibandingkan dengan kontrol, tanaman
yang diberi perlakuan 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm dan 250 ppm memberikan hasil
tanaman yang lebih tinggi. Hal ini didukung oleh pernyataan Rosmaiti dan Dani
(2015) yang menyatakan bahwa Kolkisin merupakan hormon tumbuh yang
didalamnya mengandung senyawa yang dapat berfungsi dalam pembentukkan
keragaan genetik tanaman. Sehingga dengan pemberian kolkisin pada konsentrasi
yang tepat dapat merangsang perkembangan sel pada bagian batang tanaman,
sehingga panjang tanaman yang dihasilkan menjadi lebih besar dan panjang.
Warna daun pada tanaman anggrek Dendrobium taurinum Lindl. tercatat di
awal pengamatan yaitu dengan kriteria Pantone 18-0130 TPX (cactus). Setelah 90
HSP diamati lagi, ternyata ada satu konsentrasi yang menyebabkan perubahan pada
warna daun anggrek Dendrobium taurinum Lindl. Konsentrasi yang menyebabkan
perubahan warna dau tersebut ialah konsentrasi 200 ppm. Warna daun anggrek
Dendrobium taurinum Lindl. yang awalnya Pantone 18-0130 TPX (cactus) setelah
90 HSP menjadi Pantone 19-0230 TPX (Garden Green) atau satu level lebih tua
warnanya. Hal ini sesuai dengan penelitian Rahayu et al. (2015) yang menyebutkan
bahwa Bibit Phalaenopsis amabilis yang diberi perlakuan kolkisin menunjukkan
pertumbuhan abnormal, yaitu adanya pertumbuhan daun baru yang lebih tebal dan
berwarna lebih hijau.
Selain itu, pada penampilan tanaman hasil perlakuan kolkisin, dapat dilihat
bahwa dengan perlakuan kolkisin meskipun lebih pendek dibandingkan kontrol
akan tetapi potensi untuk memunculkan calon daun baru justru lebih banyak.
Batang tanaman juga terlihat lebih besar. Penampilan tanaman setelah 90 HSP
dapat dilihat pada lampiran 8.
4.2.2 Pengaruh Kolkisin pada Karakter Anatomi Tanaman
Karakter anatomi yang diamati pada penelitian ini adalah kerapatan stomata,
panjang stomata dan lebar stomata. Stomata merupakan salah satu karakter yang
penting untuk diamati dalam poliploidisasi tanaman. Menurut Miguel dan
Leonhardt (2011), Analisis stomata merupakan suatu metode yang fungsional dan
ekonomis dalam menentukan tingkat ploidi pada suku Orchidaceae.
28
Kerapatan stomata dihitung dengan menghitung jumlah stomata pada setiap
bidang pandang dengan perbesaran 4 ×10. Kerapatan stomata tiap bidang pandang
pada konsentrasi 100 pp,. 150 ppm, 200 ppm, 250 ppm dan 300 ppm berbeda nyata
dengan tanaman yang tidak diaplikasikan kolkisin. Jumlah stomata terbanyak
didapatkan pada perlakuan kolkisin dengan konsentrasi 250 ppm yaitu 6,25 stomata
mm-2. Perlakuan konsentrasi 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm dan 300 ppm tidak
berbeda nyata dengan konsentrasi 250 tersebut. Konsentrasi yang tidak berbeda
nyata dengan kontrol ialah konsentrai 50 ppm yaitu dengan kerapatan stomata 3,25
mm-2.
Semakin tinggi konsentrasi yang diberikan, ternyata meningkatkan
kerapatan stomata pada anggrek Dendrobium taurinum Lindl. Hal ini tidak sesuai
dengan penelitian Gantait et al.(2011) yang menyebutkan bahwa kerapatan stomata
tanaman poliploid lebih rendah dibandingkan tanaman diploid karena ukuran
stomata dan sel-sel epidermis tanaman poliploid lebih besar pada tanaman Gerbera
jamesonii Bolus. Walaupun demikian, penelitian Kerdsuwan dan Techato (2012)
menyebutkan bahwa aplikasi kolkisin hingga konsentrasi 0,20% dapat
meningkatkan jumlah stomata tiap bidang pandang pada tanaman anggrek Chang
Daeng.
Panjang stomata dan lebar stomata tidak mengalami perbedaan yang nyata
pada semua perlakuan. Meskipun demikian, stomata terpanjang dihasilkan dari
perlakuan 150 ppm yaitu 27,61 µm. Stomata terlebar didapatkan dari konsentrasi
150 ppm yaitu 18,09 µm.
4.2.3 Pengaruh Kolkisin pada Karakter Sitologi Tanaman
Karakter sitologi yang diamati pada penelitian ini adalah jumlah kromosom.
Kromosom dihitung setelah preparat dibuat. Setiap tanaman diamati jumlah
kromosomnya dengan memotong akar sebagai sampel. Metode yang digunakan
untuk pengamatan kromosom ini adalah metode squash (pencet). Menurut Hartati,
Darsana dan Cahyono (2014), jumlah kromosom merupakan karakteristik
kromosom yang paling mudah diamati jika dibandingkan dengan karakteristik
kromosom yang lainnya seperti bentuk kromosom dan kariotipe.
Perubahan jumlah kromosom tersebut disebabkan oleh pemberian kolkisin
yang menyebabkan terhambatnya kerja mikrotubulus, yang selanjutnya
29
menghambat ternbentuknya benang spindle. Kerena benang spindle tak terbentuk,
maka kromosom yang siap membelah akan mengalami gagal berpisah sehingga sel
tidak akan mengalami pembelahan. Kromosom yang telah melipat ganda tersebut
tidak dapat memisah saat anafase akibat tidak terbentuknya benang spindel,
sehingga kromosom tetap dalam sitoplasma. Namun kromosom dapat memisah dari
sentromernya dan dimulai tahap c-anafase yang dilanjutkan dengan pembentukan
dinding inti, sehingga terjadi penggantian dan mengandung jumlah kromosom
berlipat dua (Suminah, Sutarno dan Setyawan, 2002).
Jumlah kromosom pada anggrek Dendrobium adalah 2n=38 kromosom.
Pada penelitian ini, beragam jumlah kromosom didapatkan dari semua perlakuan.
Jumlah kromosom yang terhitung pada setiap tanaman tidak sama. Hal ini karena
mutasi terjadi secara acak. Suminah, Sutarno dan Setyawan (2002) menyebutkan
bahwa pengaruh kolkisin dalam menginduksi mutasi bersifat acak.
Kromosom yang didapatkan dari perlakuan konsentrasi 50 ppm terhitung
paling banyak dengan jumlah 42 kromosom atau (2n + 4). Jumlah kromosom
terbanyak pada setiap perlakuan selalu meningkat seiring meningkatnya
konsentrasi. Jumlah kromosom terlihat pada penelitian ini yaitu 54 kromosom yang
didapatkan dari perlakuan 300 ppm. Hanya ada satu tanaman yang jumlah
kromosomnya 54 atau (2n + 16). Pada dasarnya, mutasi terjadi secara acak dan tidak
terprediksi tanaman mana yang akan terjadi poliploid. Yang disebut mutasi adalah
perubahan materi genetik pada makluk hidup yang terjadi secara tiba-tiba dan
secara acak serta diwariskan.
Perubahan jumlah kromosom yang terdapat pada percobaan ini masuk ke
dalam aneuploid. Asal usul aneuploid adalah nondisjunction dari salah satu pasang
kromosom homolog. Perbedaan jumlah kromosom tersebut akan terekspresikan
pada beberapa karakter morfologi dan sitologi tanaman sehingga perlu dilakukan
analisis terhadap karakter-karakter tersebut pada individu aneuploid (Asri,
Sulistyaningsih dan Murti, 2010).
Ada beberapa sebab yang menjadi alasan tidak terbentuknya tanaman
tetraploid pada penelitian ini. Menurut Soetopo, Siahaya dan Basuki (2016),
pengamatan jumlah kromosom pada perlakuan pemberian kolkhisin diketahui
terdapat penambahan terhadap jumlah kromosom. Namun sebagian dari sel
30
tanaman tidak mengalami penambahan jumlah kromosom. Hal tersebut dapat
disebabkan respon yang berbeda dari masing-masing sel tanaman terhadap
pemberian kolkhisin.
Lama perendaman juga bisa menjadi alasan kurang terbentuknya tanaman
poliploid. Pada penelitian ini digunakan lama perendaman selama 6 jam. Rahayu et
al. (2015) Perendaman protokorm dalam larutan kolkisin 50 mg L-1 selama 10 hari
efektif untuk menginduksi pembentukan plb P. amabilis poliploid dengan
persentase 33.3%
Selain itu, Kerdsuwan dan Techato (2012) menyebutkan bahwa
penghitungan kromosom dengan teknik manual dinilai kurang cepat dan kurang
akurat sehingga disarankan untuk menggunakan “flow cytrometric technique”.
4.2.4 Korelasi Jumlah kromosom dengan Karakter Morfologi dan Anatomi
Korelasi berguna untuk menganalisis sifat pada tanaman, tapi pada
umumnya korelasi tidak memperhatikan faktor sebab dan akibat. Korelasi hanya
memperhatikan faktor dari sifat tersebut mempunyai perubahan yang masing-
masing dicari kerapatannya (Singh and Chaudhary, 1979 dalam Permata , Taryono,
dan Suyadi, 2015).
Analisis korelasi berkenaan dengan upaya mempelajari keeratan hubungan
antar variabel. Dengan demikian dalam analisis korelasi tidak diperlukan pembeda
antara variabel terikat dan variabel bebas. Sehingga analisis korelasi dapat
dipergunakan untuk menentukan besarnya keeratan hubungan antara (a) variabel
terikat dengan variabel terikat, (b) variabel terikat dengan variabel bebas, dan (c)
variabel bebas dengan variabel bebas (Solimun, 2001).
Setelah dilakukan penghitungan korelasi antara jumlah kromosom dengan
karakter morfologi dan anatomi, didapatkan hasil bahwa yang berkorelasi nyata
dengan jumlah kromosom hanya umur muncul daun baru. Nilai korelasi jumlah
kromosom dengan umur muncul daun baru yaitu r = 0,85.
Nilai korelasi antara jumlah kromosom dengan umur muncul daun baru
terbukti berkorelasi positif dan kuat. Patel (2009) menjelaskan bahwa semakin
dekat korelasi yaitu -1 atau 1 maka ada hubungan yang kuat antara variabel.
Misalnya korelasi dengan nilai 0,01 – 0,3 menunjukkan hubungan positif yang
lemah, sementara korelasi dengan nilai -0,01 sampai -0.3 menunjukkan hubungan
31
negatif yang lemah. Korelasi 0,31 – 0,69 menunjukkan hubungan positif sedang,
sementara korelasi -0,31 sampai -0,69 menunjukkan hubungan negatif sedang.
Korelasi di atas 0,7 menunjukkan hubungan positif yang kuat, dan korelasi bawah
-0,7 menunjukkan hubungan negatif yang kuat. Hal ini sesuai dengan penelitian
Soetopo, Siahaya dan Basuki (2016) yang menyebutkan bahwa semakin tinggi
tingkat konsentrasi kolkhisin menunjukkan kecenderungan umur muncul daun baru
semakin lama.
Walaupun demikian, jika dilihat dari tiap tanaman yang mempunyai jumlah
kromosom terbanyak pada tiap perlakuan, dapat dilihat perbedaan bahwa pada
konsentrasi 300 ppm tanaman terlihat lebih pendek dibandingkan kontrolnya.
Panjang akar juga lebih pendek dibandingkan tanaman dengan jumlah kromosom
yang berbeda pada perlakuan lain. Potensi untuk tumbuh lebih besar dengan
ditandai calon daun baru yang lebih banyak. Gambar tanaman dengan kromosom
terbanyak pada tiap perlakuan dapat dilihat pada lampiran 8.
Selain menyebabkan perbedaan morfologi pada masa vegetatif, induksi
kolkisin juga menyebabkan perbedaan pada masa generatif. Vichiato, Vichiato,
Pasqual, Rodrigues dan Castro (2014) menyebutkan bahwa induksi kolkisin dapat
menghambat pembungaan. Penelitian yang dilakukan menggunakan Dendrobium
nobile Lindl. yang diinduksi kolkisin sehingga tetraploid. Bunga dari tanaman
Dendrobium nobile Lindl.yang tetraploid mekar pertama kali pada umur 5 tahun
sedangkan normalnya 2 tahun. Ukuran bunga pada tanaman tetraploid lebih besar
dari tanaman normal.
32
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Perlakuan perendaman selama 6 jam kolkisin hingga konsentrasi 300 ppm
menyebabkan perbedaan yang nyata pada karakter umur muncul daun baru dan
kerapatan stomata.
Perlakuan perendaman selama 6 jam kolkisin hingga konsentrasi 300 ppm
belum berhasil mendapatkan tanaman anggrek Dendrobium taurinum Lindl. yang
poliploid. Tipe poliploid yang terjadi pada tanaman anggrek Dendrobium taurinum
Lindl. adalah aneuploid dengan jumlah kromosom paling banyak adalah 54
kromosom (2n+16).
5.2 Saran
Pengamatan karakter morfologi agar dilakukan dalam rentang waktu
pengamatan yang lebih lama agar terlihat efek pada tanaman mengingat
pertumbuhan tanaman anggrek yang lambat. Perlakuan konsentrasi juga
ditingkatkan untuk mencapai poliploidi pada tanaman anggrek Dendrobiun
taurinum Lindl.
33
DAFTAR PUSTAKA
Ajijah, N dan N. Bermawi. 2013. Pengaruh Kolkisin terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Dua Tipe Kencur (Kampferia galanga Linn.). Buletin Tanaman
Rempah dan Obat 14 (1): 46-55.
Amilah, Y. Astuti. 2006. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Taoge dan Kacang Hijau
pada Media Vacin and Went (VW) terhadap Pertumbuhan Kecambah
Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis L. ). BULETIN Penelitian (9).
Asadi. 2013. Pemuliaan Mutasi untuk Perbaikan terhadap Umur dan Produktivitas
pada Kedelai. Jurnal AgroBiogen 9(3):135-142
Asri, A., E. Sulistyaningsih, R. H. Murti. 2015. Karakter Morfologi dan Sitologi
Tanaman Bawang Daun (Allium fistulosum L.) Hasil Induksi Kolkisina
pada Generasi Vegetatif Kedua. Vegetalika 4 (1) : 37 - 45
Badan Pusat Statistik. Produksi Tanaman Hias Menurut Provinsi.
http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1692. Diakses pada Jumat 06
Januari 2017.
Bieniek, P., A. Dyduch dan M. Rudaś. 2010. Influence of Activated Charcoal on
Seed Germination and Seedling Development by The Asymbiotic Method
in Zygostates Grandiflora (Lindl.) Mansf. 22 (2). pp : 45 – 50.
Chaicharoen, S and K. Saejew. 1980. Autopolyploidy in Dendrobium
phalaeonopsis. Department of Biology. Faculty of Science. Mahidol
University, Bangkok. Thailand.
Cootes, Jim. 2013. Orchidae : Dendrobium taurinum. www.phytolmages.siu.edu.
Diakses pada 15 Maret 2017.
Dutta, S., A. Chowdurry, B. Bhattacharjee, P. K. Nath, dan B. K. Dutta. 2011. In
vitro Multiplication and Protocorm Development of Dendrobium aphyllum
(Roxb.) CEC Fisher. Biological and Environmental Science. 7 (1) : 57 – 62
Eol. 2013. Bull Orchid : Species 2000 & ITIS catalogue.
http://eol.org/pages/1094186/hierarchy_entries/53050903/overview.
Diakses pada 05 Feruari 2017.
Fathurrahman. 2016. Pengaruh Pemberian Kolkisin terhadap Pertumbuhan dan
Hasil Tanaman Kedelai Hitam (Glycine max (L.) merr). Jurnal Dinamika
Pertanian 32(1) : 21-26.
34
Ganies, R. dan Daryono. 2014. Karakter Fenotipik Tanaman Stroberi Festival
(Fragaria x ananassa D.) Hasil Induksi Kolkisin pada Konsentrasi 0,05%
dan 0,01%. Jurnal Biogenesis 2(2) : 70 – 78.
Gantait, S., N. Mandal, S. Bhattacharyya, P. Kanti. 2011. Induction and
Identification of Tetraploids using in vitro Colchicine Treatment
of Gerbera jamesonii Bolus cv. Sciella. Plant Cell Tiss Organ Cult 106:
485.
Go Botany. 2017. Colchicum autumnale L (image).
https://gobotany.newenglandwild.org/species/colchicum/autumnale/.
diakses pada 21 Januari 2017.
Griesbach, R. J. 1981. Colchicine-Induced Polyploidy in Phalaenopsis Orchids.
Plant Cell, Tissue and Organ Culture. 1 (1):103-107.
Hartati, S., L. Darsana, O. Cahyono. 2014. Studi Karakterisasi Anggrek Secara
Sitologi Dalam Rangka Pelestarian Plasma Nutfah. Jurnal Ilmu Ilmu
Pertanian 29(1).
Iswanto, H. 2002. Petunjuk Perawatan Anggrek. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Kerdsuwan, N., S. Techato. 2012. Effects of Colchicine on Survival Rate,
Morphological, Physiological and Cytological Characters of Chang Daeng
Orchid (Rhynchostylis Gigantean Var. Rubrum Sagarik) In Vitro. Journal
of Agricultural Technology 8(4): 1451-1460
Miguel dan Leonhardt. 2011. In vitro polyploid induction of orchids using oryzalin.
Scientia Horticulturae 130 (1).
Nugroho, Y. A. 2015. Induksi Poliploid dengan Kolkisin pada Tanaman Anggrek
Dendrobium lasianthera (J.J. Smith) Secara In Vitro. Skripsi. Institut
Pertanian Bogor.
Nurfadalina, E. 1997. Pengaruh Kolkisin dan Lama Perendaman Terhadap Jumlah
Kromosom, Indeks Stomata dan Kandungan Protein Polong Kapri (Pisum
sativum). Skripsi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Patel, P. 2009. Introduction to Quantitative Methods Definition of Key Terms.
Empir. Law Semin.: 1–14.
Permata, S., Taryono, Suyadi. 2015. Hubungan Antara Komponen Hasil dan Hasil
Wijen (Sesamum Indicum L.) Vegetalika 4 (2): 112-123
Permadi, A.H., R. Cahyani, S. Syarif. 1991. Cara Pembelahan Umbi, Lama
Perendaman dan Konsentrasi Kolkisin Pada Poliploidasi Bawang Merah
‘Sumenep’. Zuriat 2: 17-26.
35
Pharmawati, M. dan Wistiani, N. 2015. Induksi Mutasi Kromosom dengan Kolkisin
Pada Bawang Putih (Allium sativum L.) Kultivar ‘Kesuna Bali’. JURNAL
BIOSLOGOS 5 (1).
Rahayu, E., Sukma, D., Syukur, M. Dan Irawati. 2015. Induksi Poliploidi
Phalaenopsis amabilis (L.) Blume dan Phalaenopsis amboinensis J. J.
Smith dengan Kolkisin dalam Kultur In Vitro. J. Agron. Indonesia 43 (3) :
219 – 226.
Rahmawati, A., M. Syukur dan M. Surahman. 2010. Pendugaan Nilai Heritabilitas
dan Korelasi Genetik Beberapa Karakter Agronomi Tanaman Semangka
(Citrullus lanatus (Thunberg) Matsum dan Nakai). Prosiding Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Rivaldi, M. 2013. Kelimpahan dan Keragaman Anggrek di Hutan Pantai Leuweung
Sanean Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut. Skripsi. Universitas
Pendidikan Indonesia.
Rosmaiti dan Dani, J. 2015. Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Kolkisin
pada Benih Semangka (Citrullus Lanatus (Thunb.) Matsum. Et Nankai)
terhadap Keragaan Tanaman. AGROSAMUDRA, Jurnal Penelitian 2(2).
Rupawan, I. M., Basri, Z., Bustami, M. 2014. Pertumbuhan Anggrek Vanda
(Vanda sp.) pada Berbagai Komposisi Media secara In Vitro. e-J.
Agrotekbis 2 (5) : 488-494
Shadli, A. 2011. Komposisi dan Struktur Tumbuhan Anggrek di Hutan Aek Nauli
Kabupaten Simalungun. Tesis. Universitas Sumatera Utara.
Sinaga, 2014. Pengaruh Konsentrasi Kolkhisin terhadap Pertumbuhan dan Produksi
Kacang Hijau (Vigna radiata L.). Jurnal Online Agroekoteknologi 2 (3) :
1238- 1244. Diakses pada 10 Oktober 2017.
Soedjono, S dan K. Suskandari, 1996. Pengaruh Waktu Perendaman dan
Konsentrasi Kolkhisin Terhadap Pertumbuhan Protokorm Anggrek
Dendrobium Jayakarta. Jurnal Hortikultura. Vol 6: 242 – 248.
Soetopo, L., C. A. Siahaya, N. Basuki. 2016. Induksi Poliploidi pada Anggrek
Bulan (Phalaenopsis hieroglyphica L) (Ploidy Induction On Phalaenopsis).
Prosiding. Seminar Nasional Pembangunan Pertanian.
Solimun. 2001. Kaidah dan Metode Analisis Data. Fakultas MIPA Universitas
Brawijaya, Malang.
Sulistianingsih, R., Z. A. Suryanto, A. Noer. 2004. Peningkatan Kualitas Anggrek
Dendrobium Hibrida Dengan Pemberian Kolkhisin. Ilmu Pertanian Vol. 11
No.1, 2004 : 13-21
36
Suminah, Sutarno, A. D. Setyawan. 2002. Induksi Poliploidi Bawang Merah
(Allium ascalonicum L.) dengan Pemberian Kolkisin. BIODIVERSITAS
3(1) : 174 – 180.
Suryo. 1995. Sitogenetika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Tamandala, T. 2014. Risiko Produksi Anggrek Dendrobium pada Dede Anggrek
Kecamatan Cibitung Kabupaten Bekasi. Skripsi. IPB. Bogor. p.8.
Vichiato, M., M. Pasqual, F. Rodrigues, D. Castro. 2014. Morphological Effects
Of Induced Polyploidy In Dendrobium nobile Lindl. (Orchidaceae). Crop
Breed. Appl. Biotechnol 14 (3).
Widiastoety, D. 2007. Pengaruh KNO3 dan (NH4)2SO4 terhadap Pertumbuhan
Bibit Anggrek Vanda. J. Hort. 18(3):307-311.
Widiastoety, D., N. Solvia, M. Soedarjo. 2010. Potensi Anggrek Dendrobium
dalam Meningkatkan Variasi dan Kualitas Anggrek Bunga Potong. Jurnal
Litbang Pertanian 29(3) : 101 – 106.
Yusnida, B., W. Syafii, Sutrisna. 2006. Pengaruh Pemberian Giberelin (GA3) dan
Air Kelapa Terhadap Perkecambahan Bahan Biji Anggrek Bulan. Jurnal
Biogenesis 2(2) : 41 – 46.
37
LAMPIRAN
Lampiran 1 Denah Pengacakan
K1 K5
K4 K6
K6 K7 K5 K3
K2 K4 K4 K5
K5 K3 K4 K3
K3 K7 K6 K2
K2 K1 K2 K7
K6 K1 K7 K1
K1 K1 = Kolkisin 0 ppm
K2 K2 = Kolkisin 50 ppm
K3 K3 = Kolkisin 100 ppm
K4 K4 = Kolkisin 150 ppm
K5 K5 = Kolkisin 200 ppm
K6 K6 = Kolkisin 250 ppm
K7 K7 = Kolkisin 300 ppm
38
Lampiran 2 Deskripsi Anggrek Dendrobium taurinum Lindl.
Menurut Schraut,
Nama ilmiah : Dendrobium taurinum
Daerah Asal : Filipina
Ketinggian : kurang dari 300 m dpl
Tipe tumbuh : Epifit
Batang : Tegak, silinder
Warna batang : orange kecoklatan
Bentuk daun : elips
Warna daun : hijau mengkilap
Jumlah bunga : 6 hingga 30
Ukuran bunga : 5 hingga 6,5 cm
Nama lain : Callista taurina (Lindl.) Kuntze 1891; Dendrobium
taurinum f alba Valmayor & Tiu 1984; Dendrobium
taurinum var. amboinense Rolfe 1897; Durabaculum
amboinense (Rolfe) M.A.Clem. & D.L.Jones 2002;
Durabaculum taurinum (Lindl.) M.A.Clem. &
D.L.Jones 2002.
39
Lampiran 3 Komposisi Media 1/2 MS
Larutan Stok Bahan Kimia Komposisi dalam
larutan stok (g/l)
Komposisi
dalam Media
(ml/l)
Makro
KNO3 38
25
NH4NO3 33
CaCl2 2H2O 8,8
MgSO4 7H2O 7,4
KH2PO4 3,4
Mikro
MnSO4 H2O 1,69
10
ZnSO4 7H2O 0,86
H3BO3 0,62
KI 0,083
Na2MoO4 2H2O 0,0025
CuSO4 5H2O 0,0025
CaCL2 6H2O 0,0025
Iron FeSO4 7H2O 2,78 10
Iron Na2 EDTA 2H2O 3,73 10
Sukrosa 30
Agar 7
40
Lampiran 4 Analisis Ragam
1. Umur Muncul Daun Baru (HSP)
Sumber
Keragaman
(SK)
Derajat
Bebas
(db)
Jumlah
Kuadrat (JK)
Kuadrat
Tengah (KT) F hitung
F tabel
5%
Perlakuan 6 93,60 15,60 3,21 * 2,57
Galat 21 102,16 4,86
Total 27 195,76
2. Jumlah Daun Baru (helai)
Sumber
Keragaman
(SK)
Derajat
Bebas
(db)
Jumlah
Kuadrat (JK)
Kuadrat
Tengah (KT) F hitung
F tabel
5%
Perlakuan 6 4,59 0,76 1,81 tn 2,57
Galat 21 8,86 0,42
Total 27 13,45
3. Jumlah Akar Baru (akar)
Sumber
Keragaman
(SK)
Derajat
Bebas
(db)
Jumlah
Kuadrat (JK)
Kuadrat
Tengah (KT) F hitung
F tabel
5%
Perlakuan 6 5,72 0,95 1,80 tn 2,57
Galat 21 11,13 0,53
Total 27 16,85
4. Tinggi Tanaman (cm)
Sumber
Keragaman
(SK)
Derajat
Bebas
(db)
Jumlah
Kuadrat (JK)
Kuadrat
Tengah (KT) Fhitung Ftabel
Perlakuan 6 0,31 0,05 0,71 tn 2,57
Galat 21 1,55 0,07
Total 27 1,86
41
5. Kerapatan Stomata (mm-2)
Sumber
Keragaman
(SK)
Derajat
Bebas
(db)
Jumlah
Kuadrat (JK)
Kuadrat
Tengah (KT) F hitung
F tabel
5%
Perlakuan 6 32,43 5,40 4,93* 2,57
Galat 21 23,00 1,10
Total 27 55,43
6. Panjang Stomata (µm)
Sumber
Keragaman
(SK)
Derajat
Bebas
(db)
Jumlah
Kuadrat (JK)
Kuadrat
Tengah (KT) F hitung
F tabel
5%
Perlakuan 6 76,10 12,68 2,07 tn 2,57
Galat 21 128,73 6,13
Total 27 204,83
7. Lebar Stomata (µm)
Sumber
Keragaman
(SK)
Derajat
Bebas
(db)
Jumlah
Kuadrat (JK)
Kuadrat
Tengah (KT) F hitung
F tabel
5%
Perlakuan 6 22,49 3,75 0,69 tn 2,57
Galat 21 114,79 5,47
Total 27 137,28
42
Lampiran 5. Gambar Warna Daun Tanaman Anggrek Dendrobium taurinum
Lindl.
No Perlakuan Warna Daun Dokumentasi
1. 0 ppm
Pantone 18-
0130 TPX
(cactus)
2. 50 ppm Pantone 18-
0130 TPX
(cactus)
3. 100 ppm Pantone 18-
0130 TPX
(cactus)
43
4. 150 ppm Pantone 18-
0130 TPX
(cactus)
5. 200 ppm
Pantone 19-
0230 TPX
(Garden
Green)
6. 250 ppm Pantone 18-
0130 TPX
(cactus)
44
7. 300 ppm Pantone 18-
0130 TPX
(cactus)
45
Lampiran 6. Gambar Stomata Tanaman Anggrek Dendrobium taurinum Lindl. Perlakuan Gambar Stomata
0 ppm
Jumlah : 3
panjang;lebar (22,56 ; 15,48)
Jumlah : 4
panjang;lebar (25,34 ; 15,36)
Jumlah : 5
panjang;lebar (22,56 ; 15,48)
Jumlah : 3
panjang;lebar (26,44 ; 17,20)
50 ppm
Jumlah : 3
panjang;lebar (20,57 ; 13,12)
Jumlah : 3
panjang;lebar (23,91 ; 19,41)
Jumlah : 3
panjang;lebar (26,19 ; 11,55)
Jumlah :4
panjang;lebar (26,77 ; 18,08)
46
100 ppm
Jumlah : 5
Panjang:lebar (24,61 : 13,69)
Jumlah : 5
Panjang:lebar (28,72:21,12)
Jumlah : 7
Panjang:lebar (24,11:15,52)
Jumlah : 5
Panjang:lebar (30,62:19,03)
150 ppm
Jumlah : 6
Panjang:lebar (26,49:19,80)
Jumlah : 6
Panjang:lebar (30,09:17,17)
Jumlah : 5
Panjang:lebar (25,76:16,64)
Jumlah : 5
Panjang:lebar (28,11:18,76)
200 ppm
47
Jumlah : 4
Panjang:lebar (24,61 : 13,69)
Jumlah : 7
Panjang:lebar (25,53:17,30)
Jumlah : 6
Panjang:lebar (25,67:18,36)
Jumlah : 7
Panjang:lebar (27,15:16,29)
250 ppm
Jumlah : 8
Panjang:lebar (22,12:16,21)
Jumlah : 7
Panjang:lebar (23,06:13,81)
Jumlah : 4
Panjang:lebar (23,99:16,29)
Jumlah : 6
Panjang:lebar (22,59:16,99)
300 ppm
Jumlah : 6
Panjang:lebar (17,53:13,13)
Jumlah : 6
Panjang:lebar (23,58:16,99)
Jumlah : 5
Panjang:lebar (27,03:15,07)
Jumlah : 6
Panjang:lebar (25,52:18,46)
48
Lampiran 7. Gambar Kromosom Tanaman Anggrek Dendrobium taurinum Lindl. No Konsentrasi Gambar
Jumlah
Kromosom Kisaran
1. 0 (Kontrol)
38 38
2. 50 ppm
42 39 – 42
3. 100 ppm
44 39 – 44
4. 150 ppm
44 39 – 44
49
5. 200 ppm
50 40 – 50
6. 250 ppm
50 44 – 50
7. 300 ppm
54 40 – 54
50
Lampiran 8. Penampilan tanaman dengan jumlah kromosom terbanyak pada setiap
perlakuan
No Perlakuan Jumlah Kromosom Gambar
1. 0 ppm (kontrol) 38
2. 50 ppm 42
3. 100 ppm 44
4. 150 ppm 44
51
5. 200 ppm 50
6. 250 ppm 50
7. 300 ppm 54
18
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Rekapitulasi Analisis Ragam Masing-Masing Variabel Pengamatan
Penelitian telah dilaksanakan dengan mengaplikasikan tujuh konsentrasi
kolkisin yang berbeda dengan satu perlakuan sebagai kontrol. Anggrek
Dendrobium taurium Lindl. pada fase plb direndam cairan kolkisin sesuai dengan
perlakuan untuk mengetahui akibat dari perlakuan kolkisin dalam menghasilkan
tanaman yang poliploid. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan setelah 90
hari setelah perlakuan menunjukkan hasil beberapa variabel berbeda nyata akibat
perlakuan kolkisin dan beberapa variabel tidak berbeda nyata akibat perlakuan
kolkisin. Perbedaan pengaruh pada setiap variabel pengamatan pada berbegai
konsentrasi dapat dilihat di tabel 1.
Tabel 1. Rekapitulasi hasil analisis ragam pada masing-masing variabel
pengamatan akibat perlakuan kolkisin.
No Variabel Pengaruh Perlakuan
1 Umur muncul daun baru (HSP) 3,21 *
2 Jumlah daun baru (helai) 1,81 tn
3 Jumlah akar baru (helai) 1,80 tn
4 Tinggi tanaman (cm) 0,71 tn
5 Kerapatan stomata 4,93 *
6 Panjang stomata (µm) 2,07 tn
7 Lebar stomata (µm) 0,69 tn
Keterangan : Berdasarkan uji F *(berbeda nyata pada taraf 5%), tn (tidak berbeda nyata pada taraf
5%). HSP (Hari Setelah Perlakuan).
Berdasarkan hasil rekapitulasi analisis ragam yang dilakukan pada masing-
masing variabel pengamatan akibat perlakuan kolkisin didapatkan hasil bahwa
perlakuan perendaman beberapa konsentrasi kolkisin memberikan pengaruh nyata
pada variabel umur muncul daun baru (HSP) dan jumlah stomata (mm-2) anggrek
Dendrobium taurinum Lindl. Sedangkan perlakuan perendaman beberapa
konsentrasi kolkisin tidak memberikan pengaruh nyata pada variabel jumlah daun
baru (helai), tinggi tanaman (cm), jumlah akar baru (helai), panjang stomata (µm)
dan lebar stomata (µm).
19
4.1.2 Hasil Pengamatan Morfologi
Berdasarkan hasil pengamatan pada karakter morfologi akibat perlakuan
perendaman kolkisin berbagai konsentrasi berbeda pada tanaman anggrek
Dendrobium taurinum Lindl. Pada fase plb menunjukkan hasil yang berbeda nyata
pada umur muncul daun baru. Umur muncul daun baru akibat perlakuan kolkisin
dengan konsentrasi 300 ppm ialah yang paling lama dibandingkan dengan
konsentrasi yang lain. Rata-rata muncul daun baru akibat perlakuan kolkisin dengan
konsentrasi 300 ppm ialah pada umur 22,88 hari setelah perlakuan. Sedangkan pada
perlakuan 0 ppm (tanpa kolkisin) tercatat muncul daun baru pada umur 16,90 hari
setelah perlakuan. Umur muncul daun baru tercatat berbanding lurus dengan
konsentrasi yang diaplikasikan.
Perbedaan rata-rata umur muncul daun baru dan jumlah daun baru dapat
dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata umur muncul daun baru dan jumlah daun baru akibat perlakuan
kolkisin
Perlakuan Variabel
Umur muncul daun baru (HSP) Jumlah daun baru (helai)
0 ppm 16,90 a 3,20 a
50 ppm 17,50 a 2,75 a
100 ppm 17,65 a 3,45 a
150 ppm 18,25 a 3,05 a
200 ppm 18,56 a 2,70 a
250 ppm 18,59 a 2,20 a
300 ppm 22,88 ab 3,35 a
BNJ 5% 5,07 1,49
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
pada uji BNJ 5%. HSP (Hari Setelah Perlakuan)
Variabel jumlah daun baru (helai) pada tanaman anggrek Dendrobium
taurinum Lindl. tercatat tidak terpengaruh nyata akibat perlakuan perendaman
kolkisin pada berbagai konsentrasi. Jumlah daun baru terbanyak diperoleh akibat
perlakuan kolkisin dengan konsentrasi 300 ppm yaitu dengan rata-rata 3,35 helai
daun per tanaman. Sedangkan jumlah daun paling sedikit diperoleh akibat
20
perlakuan kolkisin dengan konsentrasi 250 ppm yaitu dengan rata-rata 2,20 helai
daun per tanaman
Pengamatan dilakukan pada akar dengan menghitung jumlah akar baru yang
muncul setelah perlakuan. Perlakuan perendaman kolkisin pada tanaman anggrek
Dendrobium taurinum Lindl. tidak memberikan pengaruh yang nyata pada jumlah
akar baru hingga 90 hari setelah perlakuan. Jumlah akar baru paling banyak
didapatkan pada perlakuan kolkisin dengan konsentrasi 200 ppm yaitu rata-rata
sebanyak 3,15 helai akar per tanaman. Sedangkan jumlah akar baru paling sedikit
didapatkan pada perlakuan kolkisin dengan konsentrasi 250 ppm yaitu rata-rata
sebanyak 1,75 helai akar per tanaman. Rata-rata jumlah akar baru dapat dilihat pada
tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata jumlah akar baru akibat perlakuan kolkisin
Perlakuan Variabel
Jumlah akar baru (helai)
0 ppm 2,45 a
50 ppm 2,60 a
100 ppm 2,30 a
150 ppm 2,90 a
200 ppm 3,15 a
250 ppm 1,75 a
300 ppm 2,00 a
BNJ 5% 1,67
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
pada uji BNJ 5%.
Berdasarkan hasil pengamatan pada tinggi tanaman, dapat diketahui bahwa
perlakuan perendaman kolkisin pada tanaman anggrek Dendrobium taurinum
Lindl. memberikan pengaruh yang tidak nyata. Perlakuan kolkisin dengan
konsentrasi 100 ppm memberikan hasil tanaman tertinggi yaitu rata-rata 0,94 cm
per tanaman. Perlakuan kolkisin dengan konsentrasi 50 ppm menunjukkan hasil
tanaman yang paling pendek dibandingkan dengan konsentrasi yang lain yaitu rata-
rata 0,59 cm per tanaman. Rata-rata tinggi tanaman akibat perlakuan kolkisin dapat
dilihat pada tabel 4.
21
Tabel 4. Rata-rata tinggi tanaman akibat perlakuan kolkisin
Perlakuan Variabel
Tinggi tanaman (cm)
0 ppm 0,73 a
50 ppm 0,59 a
100 ppm 0,94 a
150 ppm 0,80 a
200 ppm 0,69 a
250 ppm 0,79 a
300 ppm 0,66 a
BNJ 5% 0,62
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
pada uji BNJ 5%.
Berdasarkan pengamatan secara visual pada karakter warna daun, hanya
terdapat 2 macam warna daun. Pada semua perlakuan hanya satu perlakuan yang
berbeda warna daunnya, yaitu perlakuan kolkisin dengan konsentrasi 200 ppm.
Pada perlakuan 200 ppm daun berwarna hijau lebih tua yaitu dibandingkan dengan
perlakuan lain. Macam warna daun yang teramati dapat dilihat pada tabel 6. Gambar
warna daun dapat dilihat pada lampiran 5.
Tabel 5. Warna daun akibat perlakuan kolkisin
No Perlakuan Variabel
Warna Daun
1. 0 ppm Pantone 18-0130 TPX (cactus)
2. 50 ppm Pantone 18-0130 TPX (cactus)
3. 100 ppm Pantone 18-0130 TPX (cactus)
4. 150 ppm Pantone 18-0130 TPX (cactus)
5. 200 ppm Pantone 19-0230 TPX (Garden Green)
6. 250 ppm Pantone 18-0130 TPX (cactus)
7. 300 ppm Pantone 18-0130 TPX (cactus)
22
4.1.3 Hasil Pengamatan Anatomi
Pengamatan anatomi dilakukan dengan mengamati daun tanaman anggrek
Dendrobium taurinum Lindl. secara kuantitatif. Pengamatan kuantitatif dilakukan
dengan menghitung jumlah stomata setiap bidang pandang (mm-2), panjang stomata
(µm) dan lebar stomata (µm).
Berdasarkan hasil pengamatan, perlakuan perendaman kolkisin memberikan
pengaruh yang nyata pada kerapatan stomata. Rata-rata kerapatan stomata
terbanyak ditemukan pada tanaman dengan perlakuan dengan konsentrasi 250 ppm.
Rata-rata kerapatan stomata paling sedikit tiap bidang pandangnya ditemukan pada
perlakuan dengan konsentrasi 50 ppm. Perlakuan 50 ppm tidak berbeda nyata
dengan perlakuan 0 ppm. Sedangkan perlakuan dengan konsentrasi 100 ppm, 150
ppm, 200 ppm dan 300 ppm tidak berbeda nyata dengan perlakuan dengan
konsentrasi 250 ppm kerapatan stomatanya.
Rata-rata kerapatan stomata (mm-2), panjang stomata (µm) dan lebar
stomata (µm) dapat dilihat pada tabel 5. Gambar stomata dapat dilihat pada
lampiran 6.
Tabel 6. Rata-rata kerapatan stomata (mm-2), panjang stomata (µm) dan lebar
stomata (µm) akibat perlakuan kolkisin
Perlakuan
Variabel
Kerapatan
Stomata (mm-2)
Panjang Stomata
(µm)
lebar stomata
(µm)
0 ppm 3,75 a 24,90 a 15,73 a
50 ppm 3,25 a 24,36 a 15,54 a
100 ppm 5,50 a 27,01 a 17,34 a
150 ppm 5,50 a 27,61 a 18,09 a
200 ppm 6,00 ab 26,12 a 16,80 a
250 ppm 6,25 ab 22,94 a 15,82 a
300 ppm 5,75 ab 23,42 a 15,91 a
BNJ 5% 2,41 5,69 5,38
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
pada uji BNJ 5%.
Variabel panjang stomata (µm) dan lebar stomata (µm) ternyata tidak
terpengaruh secara nyata akibat perlakuan perendaman kolkisin. Stomata
23
terpanjang didapatkan dari perlakuan kolkisin dengan konsentrasi 150 ppm yaitu
27,61 µm. Sedangkan stomata terpendek didapatkan dari perlakuan kolkisin dengan
konsentrasi 300 ppm yaitu 23,42 µm.
Pada variabel lebar stomata juga tidak ada perbedaan yang nyata akibat
perlakuan kolkisin berbagai konsentrasi. Stomata paling lebar didapatkan dari
perlakuan kolkisin dengan konsentrasi 150 ppm yaitu 18,09 µm. Sedangkan
stomata paling sempit didapatkan dari perlakuan kolkisin dengan konsentrasi 50
ppm yaitu 15,54 µm.
4.1.4 Hasil Pengamatan Sitologi
Variabel sitologi yang diamati pada penelitian ini ialah jumlah kromosom.
Jumlah kromosom diamati dengan memotong akar tanaman setelah 90 HSP.
Berdasarkan hasil pengamatan kromosom pada tanaman anggrek Dendrobium
taurinum Lindl. didapatkan hasil bahwa peningkatan konsentrasi kolkisin dapat
mengakibatkan penambahan jumlah kromosom. Jumlah kromosom normal pada
anggrek Dendrobium taurinum Lindl. ialah 2n= 2x=38. Rerata jumlah kromosom
pada perlakuan kolkisin dengan konsentrasi 50 ppm ialah 39 kromosom dengan
kisaran antara 39 – 42. Rerata jumlah kromosom pada perlakuan kolkisin dengan
konsentrasi 100 ppm ialah 40 kromosom dengan kisaran antara 39 – 44. Rerata
jumlah kromosom pada perlakuan kolkisin dengan konsentrasi 100 ppm ialah 40
kromosom dengan kisaran antara 39 – 44. Rerata jumlah kromosom pada perlakuan
kolkisin dengan konsentrasi 50 ppm ialah 39 kromosom dengan kisaran antara 39
– 42. Rerata jumlah kromosom pada perlakuan kolkisin dengan konsentrasi 50 ppm
ialah 39 kromosom dengan kisaran antara 39 – 42. Rerata jumlah kromosom pada
perlakuan kolkisin dengan konsentrasi 50 ppm ialah 39 kromosom dengan kisaran
antara 39 – 42. Rata-rata jumlah kromosom akibat perlakuan kolkisin dapat dilihat
pada tabel 7. Gambar kromosom dapat dilihat pada lampiran 7.
24
Tabel 7. Rata-rata jumlah kromosom akibat perlakuan kolkisin
Perlakuan Rata-rata Kisaran
0 ppm 38 38
50 ppm 39 39 – 42
100 ppm 40 39 – 44
150 ppm 40 39 – 44
200 ppm 42 40 – 50
250 ppm 46 44 – 50
300 ppm 47 40 – 54
4.1.5 Hasil Perhitungan Korelasi
Korelasi dihitung dengan menghitung keeratan antara variabel kuantitatif
dengan jumlah kromosom. Nilai korelasi antara karakter umur muncul daun baru
dengan jumlah kromosom terhitung nyata dan bernilai positif. Sedangkan korelasi
antar karakter jumlah kromosom dengan karakter kuantitatif yang lain terhitung
tidak nyata.
Tabel 8. Nilai korelasi karakter kuantitatif dengan jumlah kromosom
No Variabel r t hitung t tabel 5%
1 Umur muncul daun baru 0,85 3,57 2,57
2 jumlah daun baru -0,16 -0,37 2,57
3 jumlah akar baru -0,58 -1,59 2,57
4 tinggi tanaman -0,51 -1,31 2,57
5 jumlah stomata 0,69 2,14 2,57
6 panjang stomata -0,58 -1,58 2,57
7 lebar stomata -0,18 -0,41 2,57 Keterangan : r = korelasi
Nilai korelasi antara karakter umur muncul daun baru dengan jumlah
kromosom ialah 0,85. Nilai korelasi antara karakter jumlah stomata dengan jumlah
kromosom sebesar 0,69. Sedangkan karakter jumlah daun baru, jumlah akar baru,
tinggi tanaman, panjang dan lebar stomata nilai korelasinya bernilai negatif.
25
4.2 Pembahasan
Mutasi adalah perubahan pada materi genetik suatu makhluk yang terjadi
secara tiba-tiba, acak, dan merupakan dasar bagi sumber variasi organisme hidup
yang bersifat terwariskan (heritable). Menurut Asadi (2013), Mutasi adalah
perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dan acak pada materi genetik (genom,
kromosom, gen). Induksi mutasi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
keragaman tanaman. Mutasi juga dapat diartikan sebagai perubahan struktural atau
komposisi genom suatu jasad yang dapat terjadi karena faktor luar (mutagen) atau
karena kesalahan replikasi. Peristiwa terjadinya mutasi disebut mutagenesis.
Makhluk hidup yang mengalami mutasi disebut mutan dan factor penyebab mutasi
disebut mutagen (mutagenic agent). Perubahan urutan nukleotida yang
menyebabkan protein yang dihasilkan tidak dapat berfungsi baik dalam sel dan sel
tidak mampu mentolerir inaktifnya protein tersebut, maka akan menyebabkan
kematian (lethal mutation).
Kolkisin adalah salah satu mutagen yang digunakan untuk menginduksi
mutasi kimia pada tanaman. Berdasarkan penelitian Sulistianingsih, Suryanto dan
Noer (2006), Pemberian kolkhisin dapat meningkatkan keaneka ragaman fenotipik
Dendrobium hibrida yang diujikan. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi kolkisin
dapat menyebabkan perubahan yang berbeda pada Dendrobium. Perlakuan kolkisin
menjadi salah satu cara yang digunakan untuk menghasilkan tanaman dengan
mutasi poliploid.
Pada penelitian ini diaplikasikan kolkisin dengan konsentrasi 50 ppm, 100
ppm, 150 ppm, 200 ppm, 250 ppm dan 300 ppm . Pengamatan dilakukan pada tiga
kelompok karakter, yaitu karakter morfologi, anatomi dan sitologi. Pada masing-
masing karakter, didapatkan hasil yang berbeda pada setiap perlakuan konsentrasi.
4.2.1 Pengaruh Kolkisin pada Karakter Morfologi Tanaman
Karakter morfologi yang diamati pada penelitian ini adalah umur muncul
daun baru, jumlah daun baru, jumlah akar baru dan tinggi tanaman. Pada masing-
masing variabel terdapat hasil yang berbeda setiap perlakuan.
Umur muncul daun baru paling cepat terjadi pada anggrek Dendrobium
taurinum Lindl. yang tidak diaplikasikan kolkisin. Sedangkan perlakuan 50 ppm,
26
100 ppm, 150 ppm, 200 ppm dan 250 ppm tidak berbeda nyata dengan kontrol
(tanpa perlakuan). Anggrek Dendrobium taurinum Lindl. yang diaplikasikan
kolkisin dengan konsentrasi 300 ppm tercatat muncul daun baru pertama pada 22,88
HSP. Hal ini karena senyawa kolkisin dapat menghambat terbentuknya benang
spindle pada saat mitosis, sehingga kromosom tetap berserakan didalam sel
(Pharmawati dan Wistiani, 2015). Hal ini juga didukung oleh peneltian Sinaga
(2014) yang mengaplikasikan 0,16% kolkisin pada Kacang Hijau (Vigna radiata
L.) ternyata menurunkan tinggi tanaman kacang hijau. Hal ini terjadi diduga
disebabkan oleh faktor mutasi kolkhisin yang diberikan sehingga tanaman bersifat
poliploid dan memperlambat laju pertumbuhan.
Daun baru yang muncul pada plb anggrek Dendrobium taurinum Lindl.
belum berbda nyata. Hali ini menunjukkan bahwa pada perlakuan kolkisin dengan
konsentrasi hingga 300 ppm belum memberikan pengaruh yang nyata pada jumlah
daun hingga umur 90 HSP. Hal ini dikarenakan pertumbuhan anggrek Dendrobium
taurinum Lindl. lambat seperti anggrek pada umumnya. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Widiastoety (2007) yang menyatakan bahwa anggrek merupakan
tanaman yang lambat pertumbuhannya, sehingga dibutuhkan waktu yang relatif
lama untuk mengamati pertumbuhannya. Penelitian yang dilakukan oleh Rahayu et
al. (2015) juga menunjukkan hasil perlakuan kolkisin hingga 500 mg L-1 tidak
memberikan hasil yang nyata pada jumlah daun pada anggrek Bulan (Phalaenopsis
amabilis L.). Meskipun jumlah daun menurun seiring meningkatnya konsentrasi
kolkisin yang diberikan, akan tetapi tidak berbeda nyata antar perlakuan.
Jumlah akar hingga 90 HSP tidak terdapat perbedaan yang nyata akibat
perlakuan kolkisin. Seperti halnya jumlah daun, jumlah akar juga diduga masih
belum signifikan karena pertumbuhan tanaman yang lambat. Hal ini menyebabkan
pada saat pengamatan 90 HSP belum ada perbedaan yang nyata. Hal ini juga
didukung oleh penelitian Rahayu et al. (2015) yang menyebutkan bahwa jumlah
akar pada anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis L.) juga tidak berbeda nyata antar
perlakuan, menunjukkan konsentrasi kolkisin yang diberikan tidak menghambat
pertumbuhan akar hingga 24 MSP.
Pada karakter tinggi tanaman, didapatkan hasil bahwa tanaman anggrek
Dendrobium taurinum Lindl. tertinggi didapatkan dari perlakuan kolkisin dengan
27
konsentrasi 100 ppm. Sedangkan konsentrasi 50 ppm memberikan hasil tanaman
yang terpendek. Meskipun demikian, saat dibandingkan dengan kontrol, tanaman
yang diberi perlakuan 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm dan 250 ppm memberikan hasil
tanaman yang lebih tinggi. Hal ini didukung oleh pernyataan Rosmaiti dan Dani
(2015) yang menyatakan bahwa Kolkisin merupakan hormon tumbuh yang
didalamnya mengandung senyawa yang dapat berfungsi dalam pembentukkan
keragaan genetik tanaman. Sehingga dengan pemberian kolkisin pada konsentrasi
yang tepat dapat merangsang perkembangan sel pada bagian batang tanaman,
sehingga panjang tanaman yang dihasilkan menjadi lebih besar dan panjang.
Warna daun pada tanaman anggrek Dendrobium taurinum Lindl. tercatat di
awal pengamatan yaitu dengan kriteria Pantone 18-0130 TPX (cactus). Setelah 90
HSP diamati lagi, ternyata ada satu konsentrasi yang menyebabkan perubahan pada
warna daun anggrek Dendrobium taurinum Lindl. Konsentrasi yang menyebabkan
perubahan warna dau tersebut ialah konsentrasi 200 ppm. Warna daun anggrek
Dendrobium taurinum Lindl. yang awalnya Pantone 18-0130 TPX (cactus) setelah
90 HSP menjadi Pantone 19-0230 TPX (Garden Green) atau satu level lebih tua
warnanya. Hal ini sesuai dengan penelitian Rahayu et al. (2015) yang menyebutkan
bahwa Bibit Phalaenopsis amabilis yang diberi perlakuan kolkisin menunjukkan
pertumbuhan abnormal, yaitu adanya pertumbuhan daun baru yang lebih tebal dan
berwarna lebih hijau.
Selain itu, pada penampilan tanaman hasil perlakuan kolkisin, dapat dilihat
bahwa dengan perlakuan kolkisin meskipun lebih pendek dibandingkan kontrol
akan tetapi potensi untuk memunculkan calon daun baru justru lebih banyak.
Batang tanaman juga terlihat lebih besar. Penampilan tanaman setelah 90 HSP
dapat dilihat pada lampiran 8.
4.2.2 Pengaruh Kolkisin pada Karakter Anatomi Tanaman
Karakter anatomi yang diamati pada penelitian ini adalah kerapatan stomata,
panjang stomata dan lebar stomata. Stomata merupakan salah satu karakter yang
penting untuk diamati dalam poliploidisasi tanaman. Menurut Miguel dan
Leonhardt (2011), Analisis stomata merupakan suatu metode yang fungsional dan
ekonomis dalam menentukan tingkat ploidi pada suku Orchidaceae.
28
Kerapatan stomata dihitung dengan menghitung jumlah stomata pada setiap
bidang pandang dengan perbesaran 4 ×10. Kerapatan stomata tiap bidang pandang
pada konsentrasi 100 pp,. 150 ppm, 200 ppm, 250 ppm dan 300 ppm berbeda nyata
dengan tanaman yang tidak diaplikasikan kolkisin. Jumlah stomata terbanyak
didapatkan pada perlakuan kolkisin dengan konsentrasi 250 ppm yaitu 6,25 stomata
mm-2. Perlakuan konsentrasi 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm dan 300 ppm tidak
berbeda nyata dengan konsentrasi 250 tersebut. Konsentrasi yang tidak berbeda
nyata dengan kontrol ialah konsentrai 50 ppm yaitu dengan kerapatan stomata 3,25
mm-2.
Semakin tinggi konsentrasi yang diberikan, ternyata meningkatkan
kerapatan stomata pada anggrek Dendrobium taurinum Lindl. Hal ini tidak sesuai
dengan penelitian Gantait et al.(2011) yang menyebutkan bahwa kerapatan stomata
tanaman poliploid lebih rendah dibandingkan tanaman diploid karena ukuran
stomata dan sel-sel epidermis tanaman poliploid lebih besar pada tanaman Gerbera
jamesonii Bolus. Walaupun demikian, penelitian Kerdsuwan dan Techato (2012)
menyebutkan bahwa aplikasi kolkisin hingga konsentrasi 0,20% dapat
meningkatkan jumlah stomata tiap bidang pandang pada tanaman anggrek Chang
Daeng.
Panjang stomata dan lebar stomata tidak mengalami perbedaan yang nyata
pada semua perlakuan. Meskipun demikian, stomata terpanjang dihasilkan dari
perlakuan 150 ppm yaitu 27,61 µm. Stomata terlebar didapatkan dari konsentrasi
150 ppm yaitu 18,09 µm.
4.2.3 Pengaruh Kolkisin pada Karakter Sitologi Tanaman
Karakter sitologi yang diamati pada penelitian ini adalah jumlah kromosom.
Kromosom dihitung setelah preparat dibuat. Setiap tanaman diamati jumlah
kromosomnya dengan memotong akar sebagai sampel. Metode yang digunakan
untuk pengamatan kromosom ini adalah metode squash (pencet). Menurut Hartati,
Darsana dan Cahyono (2014), jumlah kromosom merupakan karakteristik
kromosom yang paling mudah diamati jika dibandingkan dengan karakteristik
kromosom yang lainnya seperti bentuk kromosom dan kariotipe.
Perubahan jumlah kromosom tersebut disebabkan oleh pemberian kolkisin
yang menyebabkan terhambatnya kerja mikrotubulus, yang selanjutnya
29
menghambat ternbentuknya benang spindle. Kerena benang spindle tak terbentuk,
maka kromosom yang siap membelah akan mengalami gagal berpisah sehingga sel
tidak akan mengalami pembelahan. Kromosom yang telah melipat ganda tersebut
tidak dapat memisah saat anafase akibat tidak terbentuknya benang spindel,
sehingga kromosom tetap dalam sitoplasma. Namun kromosom dapat memisah dari
sentromernya dan dimulai tahap c-anafase yang dilanjutkan dengan pembentukan
dinding inti, sehingga terjadi penggantian dan mengandung jumlah kromosom
berlipat dua (Suminah, Sutarno dan Setyawan, 2002).
Jumlah kromosom pada anggrek Dendrobium adalah 2n=38 kromosom.
Pada penelitian ini, beragam jumlah kromosom didapatkan dari semua perlakuan.
Jumlah kromosom yang terhitung pada setiap tanaman tidak sama. Hal ini karena
mutasi terjadi secara acak. Suminah, Sutarno dan Setyawan (2002) menyebutkan
bahwa pengaruh kolkisin dalam menginduksi mutasi bersifat acak.
Kromosom yang didapatkan dari perlakuan konsentrasi 50 ppm terhitung
paling banyak dengan jumlah 42 kromosom atau (2n + 4). Jumlah kromosom
terbanyak pada setiap perlakuan selalu meningkat seiring meningkatnya
konsentrasi. Jumlah kromosom terlihat pada penelitian ini yaitu 54 kromosom yang
didapatkan dari perlakuan 300 ppm. Hanya ada satu tanaman yang jumlah
kromosomnya 54 atau (2n + 16). Pada dasarnya, mutasi terjadi secara acak dan tidak
terprediksi tanaman mana yang akan terjadi poliploid. Yang disebut mutasi adalah
perubahan materi genetik pada makluk hidup yang terjadi secara tiba-tiba dan
secara acak serta diwariskan.
Perubahan jumlah kromosom yang terdapat pada percobaan ini masuk ke
dalam aneuploid. Asal usul aneuploid adalah nondisjunction dari salah satu pasang
kromosom homolog. Perbedaan jumlah kromosom tersebut akan terekspresikan
pada beberapa karakter morfologi dan sitologi tanaman sehingga perlu dilakukan
analisis terhadap karakter-karakter tersebut pada individu aneuploid (Asri,
Sulistyaningsih dan Murti, 2010).
Ada beberapa sebab yang menjadi alasan tidak terbentuknya tanaman
tetraploid pada penelitian ini. Menurut Soetopo, Siahaya dan Basuki (2016),
pengamatan jumlah kromosom pada perlakuan pemberian kolkhisin diketahui
terdapat penambahan terhadap jumlah kromosom. Namun sebagian dari sel
30
tanaman tidak mengalami penambahan jumlah kromosom. Hal tersebut dapat
disebabkan respon yang berbeda dari masing-masing sel tanaman terhadap
pemberian kolkhisin.
Lama perendaman juga bisa menjadi alasan kurang terbentuknya tanaman
poliploid. Pada penelitian ini digunakan lama perendaman selama 6 jam. Rahayu et
al. (2015) Perendaman protokorm dalam larutan kolkisin 50 mg L-1 selama 10 hari
efektif untuk menginduksi pembentukan plb P. amabilis poliploid dengan
persentase 33.3%
Selain itu, Kerdsuwan dan Techato (2012) menyebutkan bahwa
penghitungan kromosom dengan teknik manual dinilai kurang cepat dan kurang
akurat sehingga disarankan untuk menggunakan “flow cytrometric technique”.
4.2.4 Korelasi Jumlah kromosom dengan Karakter Morfologi dan Anatomi
Korelasi berguna untuk menganalisis sifat pada tanaman, tapi pada
umumnya korelasi tidak memperhatikan faktor sebab dan akibat. Korelasi hanya
memperhatikan faktor dari sifat tersebut mempunyai perubahan yang masing-
masing dicari kerapatannya (Singh and Chaudhary, 1979 dalam Permata , Taryono,
dan Suyadi, 2015).
Analisis korelasi berkenaan dengan upaya mempelajari keeratan hubungan
antar variabel. Dengan demikian dalam analisis korelasi tidak diperlukan pembeda
antara variabel terikat dan variabel bebas. Sehingga analisis korelasi dapat
dipergunakan untuk menentukan besarnya keeratan hubungan antara (a) variabel
terikat dengan variabel terikat, (b) variabel terikat dengan variabel bebas, dan (c)
variabel bebas dengan variabel bebas (Solimun, 2001).
Setelah dilakukan penghitungan korelasi antara jumlah kromosom dengan
karakter morfologi dan anatomi, didapatkan hasil bahwa yang berkorelasi nyata
dengan jumlah kromosom hanya umur muncul daun baru. Nilai korelasi jumlah
kromosom dengan umur muncul daun baru yaitu r = 0,85.
Nilai korelasi antara jumlah kromosom dengan umur muncul daun baru
terbukti berkorelasi positif dan kuat. Patel (2009) menjelaskan bahwa semakin
dekat korelasi yaitu -1 atau 1 maka ada hubungan yang kuat antara variabel.
Misalnya korelasi dengan nilai 0,01 – 0,3 menunjukkan hubungan positif yang
lemah, sementara korelasi dengan nilai -0,01 sampai -0.3 menunjukkan hubungan
31
negatif yang lemah. Korelasi 0,31 – 0,69 menunjukkan hubungan positif sedang,
sementara korelasi -0,31 sampai -0,69 menunjukkan hubungan negatif sedang.
Korelasi di atas 0,7 menunjukkan hubungan positif yang kuat, dan korelasi bawah
-0,7 menunjukkan hubungan negatif yang kuat. Hal ini sesuai dengan penelitian
Soetopo, Siahaya dan Basuki (2016) yang menyebutkan bahwa semakin tinggi
tingkat konsentrasi kolkhisin menunjukkan kecenderungan umur muncul daun baru
semakin lama.
Walaupun demikian, jika dilihat dari tiap tanaman yang mempunyai jumlah
kromosom terbanyak pada tiap perlakuan, dapat dilihat perbedaan bahwa pada
konsentrasi 300 ppm tanaman terlihat lebih pendek dibandingkan kontrolnya.
Panjang akar juga lebih pendek dibandingkan tanaman dengan jumlah kromosom
yang berbeda pada perlakuan lain. Potensi untuk tumbuh lebih besar dengan
ditandai calon daun baru yang lebih banyak. Gambar tanaman dengan kromosom
terbanyak pada tiap perlakuan dapat dilihat pada lampiran 8.
Selain menyebabkan perbedaan morfologi pada masa vegetatif, induksi
kolkisin juga menyebabkan perbedaan pada masa generatif. Vichiato, Vichiato,
Pasqual, Rodrigues dan Castro (2014) menyebutkan bahwa induksi kolkisin dapat
menghambat pembungaan. Penelitian yang dilakukan menggunakan Dendrobium
nobile Lindl. yang diinduksi kolkisin sehingga tetraploid. Bunga dari tanaman
Dendrobium nobile Lindl.yang tetraploid mekar pertama kali pada umur 5 tahun
sedangkan normalnya 2 tahun. Ukuran bunga pada tanaman tetraploid lebih besar
dari tanaman normal.
32
1. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Perlakuan perendaman selama 6 jam kolkisin hingga konsentrasi 300 ppm
menyebabkan perbedaan yang nyata pada karakter umur muncul daun baru dan
kerapatan stomata.
Perlakuan perendaman selama 6 jam kolkisin hingga konsentrasi 300 ppm
belum berhasil mendapatkan tanaman anggrek Dendrobium taurinum Lindl. yang
poliploid. Tipe poliploid yang terjadi pada tanaman anggrek Dendrobium taurinum
Lindl. adalah aneuploid dengan jumlah kromosom paling banyak adalah 54
kromosom (2n+16).
5.2 Saran
Pengamatan karakter morfologi agar dilakukan dalam rentang waktu
pengamatan yang lebih lama agar terlihat efek pada tanaman mengingat
pertumbuhan tanaman anggrek yang lambat. Perlakuan konsentrasi juga
ditingkatkan untuk mencapai poliploidi pada tanaman anggrek Dendrobiun
taurinum Lindl.
33
DAFTAR PUSTAKA
Ajijah, N dan N. Bermawi. 2013. Pengaruh Kolkisin terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Dua Tipe Kencur (Kampferia galanga Linn.). Buletin Tanaman
Rempah dan Obat 14 (1): 46-55.
Amilah, Y. Astuti. 2006. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Taoge dan Kacang Hijau
pada Media Vacin and Went (VW) terhadap Pertumbuhan Kecambah
Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis L. ). BULETIN Penelitian (9).
Asadi. 2013. Pemuliaan Mutasi untuk Perbaikan terhadap Umur dan Produktivitas
pada Kedelai. Jurnal AgroBiogen 9(3):135-142
Asri, A., E. Sulistyaningsih, R. H. Murti. 2015. Karakter Morfologi dan Sitologi
Tanaman Bawang Daun (Allium fistulosum L.) Hasil Induksi Kolkisina
pada Generasi Vegetatif Kedua. Vegetalika 4 (1) : 37 - 45
Badan Pusat Statistik. Produksi Tanaman Hias Menurut Provinsi.
http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1692. Diakses pada Jumat 06
Januari 2017.
Bieniek, P., A. Dyduch dan M. Rudaś. 2010. Influence of Activated Charcoal on
Seed Germination and Seedling Development by The Asymbiotic Method
in Zygostates Grandiflora (Lindl.) Mansf. 22 (2). pp : 45 – 50.
Chaicharoen, S and K. Saejew. 1980. Autopolyploidy in Dendrobium
phalaeonopsis. Department of Biology. Faculty of Science. Mahidol
University, Bangkok. Thailand.
Cootes, Jim. 2013. Orchidae : Dendrobium taurinum. www.phytolmages.siu.edu.
Diakses pada 15 Maret 2017.
Dutta, S., A. Chowdurry, B. Bhattacharjee, P. K. Nath, dan B. K. Dutta. 2011. In
vitro Multiplication and Protocorm Development of Dendrobium aphyllum
(Roxb.) CEC Fisher. Biological and Environmental Science. 7 (1) : 57 – 62
Eol. 2013. Bull Orchid : Species 2000 & ITIS catalogue.
http://eol.org/pages/1094186/hierarchy_entries/53050903/overview.
Diakses pada 05 Feruari 2017.
Fathurrahman. 2016. Pengaruh Pemberian Kolkisin terhadap Pertumbuhan dan
Hasil Tanaman Kedelai Hitam (Glycine max (L.) merr). Jurnal Dinamika
Pertanian 32(1) : 21-26.
34
Ganies, R. dan Daryono. 2014. Karakter Fenotipik Tanaman Stroberi Festival
(Fragaria x ananassa D.) Hasil Induksi Kolkisin pada Konsentrasi 0,05%
dan 0,01%. Jurnal Biogenesis 2(2) : 70 – 78.
Gantait, S., N. Mandal, S. Bhattacharyya, P. Kanti. 2011. Induction and
Identification of Tetraploids using in vitro Colchicine Treatment
of Gerbera jamesonii Bolus cv. Sciella. Plant Cell Tiss Organ Cult 106:
485.
Go Botany. 2017. Colchicum autumnale L (image).
https://gobotany.newenglandwild.org/species/colchicum/autumnale/.
diakses pada 21 Januari 2017.
Griesbach, R. J. 1981. Colchicine-Induced Polyploidy in Phalaenopsis Orchids.
Plant Cell, Tissue and Organ Culture. 1 (1):103-107.
Hartati, S., L. Darsana, O. Cahyono. 2014. Studi Karakterisasi Anggrek Secara
Sitologi Dalam Rangka Pelestarian Plasma Nutfah. Jurnal Ilmu Ilmu
Pertanian 29(1).
Iswanto, H. 2002. Petunjuk Perawatan Anggrek. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Kerdsuwan, N., S. Techato. 2012. Effects of Colchicine on Survival Rate,
Morphological, Physiological and Cytological Characters of Chang Daeng
Orchid (Rhynchostylis Gigantean Var. Rubrum Sagarik) In Vitro. Journal
of Agricultural Technology 8(4): 1451-1460
Miguel dan Leonhardt. 2011. In vitro polyploid induction of orchids using oryzalin.
Scientia Horticulturae 130 (1).
Nugroho, Y. A. 2015. Induksi Poliploid dengan Kolkisin pada Tanaman Anggrek
Dendrobium lasianthera (J.J. Smith) Secara In Vitro. Skripsi. Institut
Pertanian Bogor.
Nurfadalina, E. 1997. Pengaruh Kolkisin dan Lama Perendaman Terhadap Jumlah
Kromosom, Indeks Stomata dan Kandungan Protein Polong Kapri (Pisum
sativum). Skripsi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Patel, P. 2009. Introduction to Quantitative Methods Definition of Key Terms.
Empir. Law Semin.: 1–14.
Permata, S., Taryono, Suyadi. 2015. Hubungan Antara Komponen Hasil dan Hasil
Wijen (Sesamum Indicum L.) Vegetalika 4 (2): 112-123
Permadi, A.H., R. Cahyani, S. Syarif. 1991. Cara Pembelahan Umbi, Lama
Perendaman dan Konsentrasi Kolkisin Pada Poliploidasi Bawang Merah
‘Sumenep’. Zuriat 2: 17-26.
35
Pharmawati, M. dan Wistiani, N. 2015. Induksi Mutasi Kromosom dengan Kolkisin
Pada Bawang Putih (Allium sativum L.) Kultivar ‘Kesuna Bali’. JURNAL
BIOSLOGOS 5 (1).
Rahayu, E., Sukma, D., Syukur, M. Dan Irawati. 2015. Induksi Poliploidi
Phalaenopsis amabilis (L.) Blume dan Phalaenopsis amboinensis J. J.
Smith dengan Kolkisin dalam Kultur In Vitro. J. Agron. Indonesia 43 (3) :
219 – 226.
Rahmawati, A., M. Syukur dan M. Surahman. 2010. Pendugaan Nilai Heritabilitas
dan Korelasi Genetik Beberapa Karakter Agronomi Tanaman Semangka
(Citrullus lanatus (Thunberg) Matsum dan Nakai). Prosiding Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Rivaldi, M. 2013. Kelimpahan dan Keragaman Anggrek di Hutan Pantai Leuweung
Sanean Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut. Skripsi. Universitas
Pendidikan Indonesia.
Rosmaiti dan Dani, J. 2015. Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Kolkisin
pada Benih Semangka (Citrullus Lanatus (Thunb.) Matsum. Et Nankai)
terhadap Keragaan Tanaman. AGROSAMUDRA, Jurnal Penelitian 2(2).
Rupawan, I. M., Basri, Z., Bustami, M. 2014. Pertumbuhan Anggrek Vanda
(Vanda sp.) pada Berbagai Komposisi Media secara In Vitro. e-J.
Agrotekbis 2 (5) : 488-494
Shadli, A. 2011. Komposisi dan Struktur Tumbuhan Anggrek di Hutan Aek Nauli
Kabupaten Simalungun. Tesis. Universitas Sumatera Utara.
Sinaga, 2014. Pengaruh Konsentrasi Kolkhisin terhadap Pertumbuhan dan Produksi
Kacang Hijau (Vigna radiata L.). Jurnal Online Agroekoteknologi 2 (3) :
1238- 1244. Diakses pada 10 Oktober 2017.
Soedjono, S dan K. Suskandari, 1996. Pengaruh Waktu Perendaman dan
Konsentrasi Kolkhisin Terhadap Pertumbuhan Protokorm Anggrek
Dendrobium Jayakarta. Jurnal Hortikultura. Vol 6: 242 – 248.
Soetopo, L., C. A. Siahaya, N. Basuki. 2016. Induksi Poliploidi pada Anggrek
Bulan (Phalaenopsis hieroglyphica L) (Ploidy Induction On Phalaenopsis).
Prosiding. Seminar Nasional Pembangunan Pertanian.
Solimun. 2001. Kaidah dan Metode Analisis Data. Fakultas MIPA Universitas
Brawijaya, Malang.
Sulistianingsih, R., Z. A. Suryanto, A. Noer. 2004. Peningkatan Kualitas Anggrek
Dendrobium Hibrida Dengan Pemberian Kolkhisin. Ilmu Pertanian Vol. 11
No.1, 2004 : 13-21
36
Suminah, Sutarno, A. D. Setyawan. 2002. Induksi Poliploidi Bawang Merah
(Allium ascalonicum L.) dengan Pemberian Kolkisin. BIODIVERSITAS
3(1) : 174 – 180.
Suryo. 1995. Sitogenetika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Tamandala, T. 2014. Risiko Produksi Anggrek Dendrobium pada Dede Anggrek
Kecamatan Cibitung Kabupaten Bekasi. Skripsi. IPB. Bogor. p.8.
Vichiato, M., M. Pasqual, F. Rodrigues, D. Castro. 2014. Morphological Effects
Of Induced Polyploidy In Dendrobium nobile Lindl. (Orchidaceae). Crop
Breed. Appl. Biotechnol 14 (3).
Widiastoety, D. 2007. Pengaruh KNO3 dan (NH4)2SO4 terhadap Pertumbuhan
Bibit Anggrek Vanda. J. Hort. 18(3):307-311.
Widiastoety, D., N. Solvia, M. Soedarjo. 2010. Potensi Anggrek Dendrobium
dalam Meningkatkan Variasi dan Kualitas Anggrek Bunga Potong. Jurnal
Litbang Pertanian 29(3) : 101 – 106.
Yusnida, B., W. Syafii, Sutrisna. 2006. Pengaruh Pemberian Giberelin (GA3) dan
Air Kelapa Terhadap Perkecambahan Bahan Biji Anggrek Bulan. Jurnal
Biogenesis 2(2) : 41 – 46.
37
LAMPIRAN
Lampiran 1 Denah Pengacakan
K1 K5
K4 K6
K6 K7 K5 K3
K2 K4 K4 K5
K5 K3 K4 K3
K3 K7 K6 K2
K2 K1 K2 K7
K6 K1 K7 K1
K1 K1 = Kolkisin 0 ppm
K2 K2 = Kolkisin 50 ppm
K3 K3 = Kolkisin 100 ppm
K4 K4 = Kolkisin 150 ppm
K5 K5 = Kolkisin 200 ppm
K6 K6 = Kolkisin 250 ppm
K7 K7 = Kolkisin 300 ppm
38
Lampiran 2 Deskripsi Anggrek Dendrobium taurinum Lindl.
Menurut Schraut,
Nama ilmiah : Dendrobium taurinum
Daerah Asal : Filipina
Ketinggian : kurang dari 300 m dpl
Tipe tumbuh : Epifit
Batang : Tegak, silinder
Warna batang : orange kecoklatan
Bentuk daun : elips
Warna daun : hijau mengkilap
Jumlah bunga : 6 hingga 30
Ukuran bunga : 5 hingga 6,5 cm
Nama lain : Callista taurina (Lindl.) Kuntze 1891; Dendrobium
taurinum f alba Valmayor & Tiu 1984; Dendrobium
taurinum var. amboinense Rolfe 1897; Durabaculum
amboinense (Rolfe) M.A.Clem. & D.L.Jones 2002;
Durabaculum taurinum (Lindl.) M.A.Clem. &
D.L.Jones 2002.
39
Lampiran 3 Komposisi Media 1/2 MS
Larutan Stok Bahan Kimia Komposisi dalam
larutan stok (g/l)
Komposisi
dalam Media
(ml/l)
Makro
KNO3 38
25
NH4NO3 33
CaCl2 2H2O 8,8
MgSO4 7H2O 7,4
KH2PO4 3,4
Mikro
MnSO4 H2O 1,69
10
ZnSO4 7H2O 0,86
H3BO3 0,62
KI 0,083
Na2MoO4 2H2O 0,0025
CuSO4 5H2O 0,0025
CaCL2 6H2O 0,0025
Iron FeSO4 7H2O 2,78 10
Iron Na2 EDTA 2H2O 3,73 10
Sukrosa 30
Agar 7
40
Lampiran 4 Analisis Ragam
1. Umur Muncul Daun Baru (HSP)
Sumber
Keragaman
(SK)
Derajat
Bebas
(db)
Jumlah
Kuadrat (JK)
Kuadrat
Tengah (KT) F hitung
F tabel
5%
Perlakuan 6 93,60 15,60 3,21 * 2,57
Galat 21 102,16 4,86
Total 27 195,76
2. Jumlah Daun Baru (helai)
Sumber
Keragaman
(SK)
Derajat
Bebas
(db)
Jumlah
Kuadrat (JK)
Kuadrat
Tengah (KT) F hitung
F tabel
5%
Perlakuan 6 4,59 0,76 1,81 tn 2,57
Galat 21 8,86 0,42
Total 27 13,45
3. Jumlah Akar Baru (akar)
Sumber
Keragaman
(SK)
Derajat
Bebas
(db)
Jumlah
Kuadrat (JK)
Kuadrat
Tengah (KT) F hitung
F tabel
5%
Perlakuan 6 5,72 0,95 1,80 tn 2,57
Galat 21 11,13 0,53
Total 27 16,85
4. Tinggi Tanaman (cm)
Sumber
Keragaman
(SK)
Derajat
Bebas
(db)
Jumlah
Kuadrat (JK)
Kuadrat
Tengah (KT) Fhitung Ftabel
Perlakuan 6 0,31 0,05 0,71 tn 2,57
Galat 21 1,55 0,07
Total 27 1,86
41
5. Kerapatan Stomata (mm-2)
Sumber
Keragaman
(SK)
Derajat
Bebas
(db)
Jumlah
Kuadrat (JK)
Kuadrat
Tengah (KT) F hitung
F tabel
5%
Perlakuan 6 32,43 5,40 4,93* 2,57
Galat 21 23,00 1,10
Total 27 55,43
6. Panjang Stomata (µm)
Sumber
Keragaman
(SK)
Derajat
Bebas
(db)
Jumlah
Kuadrat (JK)
Kuadrat
Tengah (KT) F hitung
F tabel
5%
Perlakuan 6 76,10 12,68 2,07 tn 2,57
Galat 21 128,73 6,13
Total 27 204,83
7. Lebar Stomata (µm)
Sumber
Keragaman
(SK)
Derajat
Bebas
(db)
Jumlah
Kuadrat (JK)
Kuadrat
Tengah (KT) F hitung
F tabel
5%
Perlakuan 6 22,49 3,75 0,69 tn 2,57
Galat 21 114,79 5,47
Total 27 137,28
42
Lampiran 5. Gambar Warna Daun Tanaman Anggrek Dendrobium taurinum
Lindl.
No Perlakuan Warna Daun Dokumentasi
1. 0 ppm
Pantone 18-
0130 TPX
(cactus)
2. 50 ppm Pantone 18-
0130 TPX
(cactus)
3. 100 ppm Pantone 18-
0130 TPX
(cactus)
43
4. 150 ppm Pantone 18-
0130 TPX
(cactus)
5. 200 ppm
Pantone 19-
0230 TPX
(Garden
Green)
6. 250 ppm Pantone 18-
0130 TPX
(cactus)
44
7. 300 ppm Pantone 18-
0130 TPX
(cactus)
45
Lampiran 6. Gambar Stomata Tanaman Anggrek Dendrobium taurinum Lindl. Perlakuan Gambar Stomata
0 ppm
Jumlah : 3
panjang;lebar (22,56 ; 15,48)
Jumlah : 4
panjang;lebar (25,34 ; 15,36)
Jumlah : 5
panjang;lebar (22,56 ; 15,48)
Jumlah : 3
panjang;lebar (26,44 ; 17,20)
50 ppm
Jumlah : 3
panjang;lebar (20,57 ; 13,12)
Jumlah : 3
panjang;lebar (23,91 ; 19,41)
Jumlah : 3
panjang;lebar (26,19 ; 11,55)
Jumlah :4
panjang;lebar (26,77 ; 18,08)
46
100 ppm
Jumlah : 5
Panjang:lebar (24,61 : 13,69)
Jumlah : 5
Panjang:lebar (28,72:21,12)
Jumlah : 7
Panjang:lebar (24,11:15,52)
Jumlah : 5
Panjang:lebar (30,62:19,03)
150 ppm
Jumlah : 6
Panjang:lebar (26,49:19,80)
Jumlah : 6
Panjang:lebar (30,09:17,17)
Jumlah : 5
Panjang:lebar (25,76:16,64)
Jumlah : 5
Panjang:lebar (28,11:18,76)
200 ppm
47
Jumlah : 4
Panjang:lebar (24,61 : 13,69)
Jumlah : 7
Panjang:lebar (25,53:17,30)
Jumlah : 6
Panjang:lebar (25,67:18,36)
Jumlah : 7
Panjang:lebar (27,15:16,29)
250 ppm
Jumlah : 8
Panjang:lebar (22,12:16,21)
Jumlah : 7
Panjang:lebar (23,06:13,81)
Jumlah : 4
Panjang:lebar (23,99:16,29)
Jumlah : 6
Panjang:lebar (22,59:16,99)
300 ppm
Jumlah : 6
Panjang:lebar (17,53:13,13)
Jumlah : 6
Panjang:lebar (23,58:16,99)
Jumlah : 5
Panjang:lebar (27,03:15,07)
Jumlah : 6
Panjang:lebar (25,52:18,46)
48
Lampiran 7. Gambar Kromosom Tanaman Anggrek Dendrobium taurinum Lindl. No Konsentrasi Gambar
Jumlah
Kromosom Kisaran
1. 0 (Kontrol)
38 38
2. 50 ppm
42 39 – 42
3. 100 ppm
44 39 – 44
4. 150 ppm
44 39 – 44
49
5. 200 ppm
50 40 – 50
6. 250 ppm
50 44 – 50
7. 300 ppm
54 40 – 54
50
Lampiran 8. Penampilan tanaman dengan jumlah kromosom terbanyak pada setiap
perlakuan
No Perlakuan Jumlah Kromosom Gambar
1. 0 ppm (kontrol) 38
2. 50 ppm 42
3. 100 ppm 44
4. 150 ppm 44
51
5. 200 ppm 50
6. 250 ppm 50
7. 300 ppm 54
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Perlakuan perendaman selama 6 jam kolkisin hingga konsentrasi 300 ppm
menyebabkan perbedaan yang nyata pada karakter umur muncul daun baru dan
kerapatan stomata.
Perlakuan perendaman selama 6 jam kolkisin hingga konsentrasi 300 ppm
belum berhasil mendapatkan tanaman anggrek Dendrobium taurinum Lindl. yang
poliploid. Tipe poliploid yang terjadi pada tanaman anggrek Dendrobium taurinum
Lindl. adalah aneuploid dengan jumlah kromosom paling banyak adalah 54
kromosom (2n+16).
5.2 Saran
Pengamatan karakter morfologi agar dilakukan dalam rentang waktu
pengamatan yang lebih lama agar terlihat efek pada tanaman mengingat
pertumbuhan tanaman anggrek yang lambat. Perlakuan konsentrasi juga
ditingkatkan untuk mencapai poliploidi pada tanaman anggrek Dendrobiun
taurinum Lindl.
33
DAFTAR PUSTAKA
Ajijah, N dan N. Bermawi. 2013. Pengaruh Kolkisin terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Dua Tipe Kencur (Kampferia galanga Linn.). Buletin Tanaman
Rempah dan Obat 14 (1): 46-55.
Amilah, Y. Astuti. 2006. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Taoge dan Kacang Hijau
pada Media Vacin and Went (VW) terhadap Pertumbuhan Kecambah
Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis L. ). BULETIN Penelitian (9).
Asadi. 2013. Pemuliaan Mutasi untuk Perbaikan terhadap Umur dan Produktivitas
pada Kedelai. Jurnal AgroBiogen 9(3):135-142
Asri, A., E. Sulistyaningsih, R. H. Murti. 2015. Karakter Morfologi dan Sitologi
Tanaman Bawang Daun (Allium fistulosum L.) Hasil Induksi Kolkisina
pada Generasi Vegetatif Kedua. Vegetalika 4 (1) : 37 - 45
Badan Pusat Statistik. Produksi Tanaman Hias Menurut Provinsi.
http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1692. Diakses pada Jumat 06
Januari 2017.
Bieniek, P., A. Dyduch dan M. Rudaś. 2010. Influence of Activated Charcoal on
Seed Germination and Seedling Development by The Asymbiotic Method
in Zygostates Grandiflora (Lindl.) Mansf. 22 (2). pp : 45 – 50.
Chaicharoen, S and K. Saejew. 1980. Autopolyploidy in Dendrobium
phalaeonopsis. Department of Biology. Faculty of Science. Mahidol
University, Bangkok. Thailand.
Cootes, Jim. 2013. Orchidae : Dendrobium taurinum. www.phytolmages.siu.edu.
Diakses pada 15 Maret 2017.
Dutta, S., A. Chowdurry, B. Bhattacharjee, P. K. Nath, dan B. K. Dutta. 2011. In
vitro Multiplication and Protocorm Development of Dendrobium aphyllum
(Roxb.) CEC Fisher. Biological and Environmental Science. 7 (1) : 57 – 62
Eol. 2013. Bull Orchid : Species 2000 & ITIS catalogue.
http://eol.org/pages/1094186/hierarchy_entries/53050903/overview.
Diakses pada 05 Feruari 2017.
Fathurrahman. 2016. Pengaruh Pemberian Kolkisin terhadap Pertumbuhan dan
Hasil Tanaman Kedelai Hitam (Glycine max (L.) merr). Jurnal Dinamika
Pertanian 32(1) : 21-26.
Ganies, R. dan Daryono. 2014. Karakter Fenotipik Tanaman Stroberi Festival
(Fragaria x ananassa D.) Hasil Induksi Kolkisin pada Konsentrasi 0,05%
dan 0,01%. Jurnal Biogenesis 2(2) : 70 – 78.
34
Gantait, S., N. Mandal, S. Bhattacharyya, P. Kanti. 2011. Induction and
Identification of Tetraploids using in vitro Colchicine Treatment
of Gerbera jamesonii Bolus cv. Sciella. Plant Cell Tiss Organ Cult 106:
485.
Go Botany. 2017. Colchicum autumnale L (image).
https://gobotany.newenglandwild.org/species/colchicum/autumnale/.
diakses pada 21 Januari 2017.
Griesbach, R. J. 1981. Colchicine-Induced Polyploidy in Phalaenopsis Orchids.
Plant Cell, Tissue and Organ Culture. 1 (1):103-107.
Hartati, S., L. Darsana, O. Cahyono. 2014. Studi Karakterisasi Anggrek Secara
Sitologi Dalam Rangka Pelestarian Plasma Nutfah. Jurnal Ilmu Ilmu
Pertanian 29(1).
Iswanto, H. 2002. Petunjuk Perawatan Anggrek. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Kerdsuwan, N., S. Techato. 2012. Effects of Colchicine on Survival Rate,
Morphological, Physiological and Cytological Characters of Chang Daeng
Orchid (Rhynchostylis Gigantean Var. Rubrum Sagarik) In Vitro. Journal
of Agricultural Technology 8(4): 1451-1460
Miguel dan Leonhardt. 2011. In vitro polyploid induction of orchids using oryzalin.
Scientia Horticulturae 130 (1).
Nugroho, Y. A. 2015. Induksi Poliploid dengan Kolkisin pada Tanaman Anggrek
Dendrobium lasianthera (J.J. Smith) Secara In Vitro. Skripsi. Institut
Pertanian Bogor.
Nurfadalina, E. 1997. Pengaruh Kolkisin dan Lama Perendaman Terhadap Jumlah
Kromosom, Indeks Stomata dan Kandungan Protein Polong Kapri (Pisum
sativum). Skripsi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Patel, P. 2009. Introduction to Quantitative Methods Definition of Key Terms.
Empir. Law Semin.: 1–14.
Permata, S., Taryono, Suyadi. 2015. Hubungan Antara Komponen Hasil dan Hasil
Wijen (Sesamum Indicum L.) Vegetalika 4 (2): 112-123
Permadi, A.H., R. Cahyani, S. Syarif. 1991. Cara Pembelahan Umbi, Lama
Perendaman dan Konsentrasi Kolkisin Pada Poliploidasi Bawang Merah
‘Sumenep’. Zuriat 2: 17-26.
Pharmawati, M. dan Wistiani, N. 2015. Induksi Mutasi Kromosom dengan Kolkisin
Pada Bawang Putih (Allium sativum L.) Kultivar ‘Kesuna Bali’. JURNAL
BIOSLOGOS 5 (1).
Rahayu, E., Sukma, D., Syukur, M. Dan Irawati. 2015. Induksi Poliploidi
Phalaenopsis amabilis (L.) Blume dan Phalaenopsis amboinensis J. J.
35
Smith dengan Kolkisin dalam Kultur In Vitro. J. Agron. Indonesia 43 (3) :
219 – 226.
Rahmawati, A., M. Syukur dan M. Surahman. 2010. Pendugaan Nilai Heritabilitas
dan Korelasi Genetik Beberapa Karakter Agronomi Tanaman Semangka
(Citrullus lanatus (Thunberg) Matsum dan Nakai). Prosiding Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Rivaldi, M. 2013. Kelimpahan dan Keragaman Anggrek di Hutan Pantai Leuweung
Sanean Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut. Skripsi. Universitas
Pendidikan Indonesia.
Rosmaiti dan Dani, J. 2015. Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Kolkisin
pada Benih Semangka (Citrullus Lanatus (Thunb.) Matsum. Et Nankai)
terhadap Keragaan Tanaman. AGROSAMUDRA, Jurnal Penelitian 2(2).
Rupawan, I. M., Basri, Z., Bustami, M. 2014. Pertumbuhan Anggrek Vanda
(Vanda sp.) pada Berbagai Komposisi Media secara In Vitro. e-J.
Agrotekbis 2 (5) : 488-494
Shadli, A. 2011. Komposisi dan Struktur Tumbuhan Anggrek di Hutan Aek Nauli
Kabupaten Simalungun. Tesis. Universitas Sumatera Utara.
Sinaga, 2014. Pengaruh Konsentrasi Kolkhisin terhadap Pertumbuhan dan Produksi
Kacang Hijau (Vigna radiata L.). Jurnal Online Agroekoteknologi 2 (3) :
1238- 1244. Diakses pada 10 Oktober 2017.
Soedjono, S dan K. Suskandari, 1996. Pengaruh Waktu Perendaman dan
Konsentrasi Kolkhisin Terhadap Pertumbuhan Protokorm Anggrek
Dendrobium Jayakarta. Jurnal Hortikultura. Vol 6: 242 – 248.
Soetopo, L., C. A. Siahaya, N. Basuki. 2016. Induksi Poliploidi pada Anggrek
Bulan (Phalaenopsis hieroglyphica L) (Ploidy Induction On Phalaenopsis).
Prosiding. Seminar Nasional Pembangunan Pertanian.
Solimun. 2001. Kaidah dan Metode Analisis Data. Fakultas MIPA Universitas
Brawijaya, Malang.
Sulistianingsih, R., Z. A. Suryanto, A. Noer. 2004. Peningkatan Kualitas Anggrek
Dendrobium Hibrida Dengan Pemberian Kolkhisin. Ilmu Pertanian Vol. 11
No.1, 2004 : 13-21
Suminah, Sutarno, A. D. Setyawan. 2002. Induksi Poliploidi Bawang Merah
(Allium ascalonicum L.) dengan Pemberian Kolkisin. BIODIVERSITAS
3(1) : 174 – 180.
Suryo. 1995. Sitogenetika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Tamandala, T. 2014. Risiko Produksi Anggrek Dendrobium pada Dede Anggrek
Kecamatan Cibitung Kabupaten Bekasi. Skripsi. IPB. Bogor. p.8.
36
Vichiato, M., M. Pasqual, F. Rodrigues, D. Castro. 2014. Morphological Effects
Of Induced Polyploidy In Dendrobium nobile Lindl. (Orchidaceae). Crop
Breed. Appl. Biotechnol 14 (3).
Widiastoety, D. 2007. Pengaruh KNO3 dan (NH4)2SO4 terhadap Pertumbuhan
Bibit Anggrek Vanda. J. Hort. 18(3):307-311.
Widiastoety, D., N. Solvia, M. Soedarjo. 2010. Potensi Anggrek Dendrobium
dalam Meningkatkan Variasi dan Kualitas Anggrek Bunga Potong. Jurnal
Litbang Pertanian 29(3) : 101 – 106.
Yusnida, B., W. Syafii, Sutrisna. 2006. Pengaruh Pemberian Giberelin (GA3) dan
Air Kelapa Terhadap Perkecambahan Bahan Biji Anggrek Bulan. Jurnal
Biogenesis 2(2) : 41 – 46.
top related