isu-isu praktis utama dalam memperkuat budaya...
Post on 18-Feb-2018
236 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Isu-isu Praktis Utama dalam Memperkuat Budaya Keselamatan
(Terjemahan dokumen IAEA Safety Report INSAG 15: Key Practical Issues In Strengthening Safety Culture)
The International Atomic Energy Agency (IAEA) makes no warranty and assumes no responsibility for the accuracy or quality or authenticity of workmanship of the
translation/publication/printing of this document/publication and adopts no liability for any loss or damage consequential or otherwise howsoever caused arising directly or indirectly
from the use there of whatsoever and to whomsoever
Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) tidak menjamin dan tidak bertanggung jawab atas ketepatan, kualitas atau kebenaran dari
penerjemahan/publikasi/pencetakan dokumen/publikasi ini dan tidak bertanggung jawab atas adanya kekurangan, kerusakan atau sebaliknya yang
disebabkan secara langsung atau tidak langsung dari penggunaan untuk keperluan apapun dan oleh siapapun
BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR (Nuclear Energy Regulatory Agency)
2004
1
KATA PENGANTAR Oleh
Mohammed ElBaradei Direktur Jenderal IAEA
Selama sepuluh tahun terakhir, konsep budaya keselamatan telah menjadi bagian
penting dalam diskusi mengenai keselamatan di banyak industri. Hal ini
mencerminkan kesadaran bahwa peningkatan kualitas fitur pengaman teknis dan
sistem manajemen formal untuk mengendalikan risiko sama pentingnya dengan
memenangkan komitmen pekerja agar memperlakukan keselamatan sebagai
prioritas melalui komitmen perusahaan dalam mencapai tingkat keselamatan yang
tinggi.
INSAG-4, diterbitkan pada tahun 1991, melakukan usaha pertama untuk
mendefinisikan budaya keselamatan dan untuk merubah konsep tersebut menjadi
sebuah bahasa yang praktis. INSAG-13 dibuat berdasarkan hal ini dengan
mempertimbangkan isu-isu organisasi yang menjadi penyokong budaya
keselamatan yang baik. Publikasi yang sekarang memperluas diskusi lebih lanjut
dan merupakan hasil pelaporan yang baik. Ini merupakan laporan praktis yang
dibuat untuk menerjemahkan konsep ke dalam bahasa sehari-hari, sehingga
operator dan pengawas tidak hanya memiliki kerangka kerja untuk memahami topik
tetapi juga dapat melakukan tindakan –baik secara individu maupun organisasi-
terhadap suatu kriteria yang jelas dan dapat diterapkan secara universal.Laporan ini
tidak hanya membicarakan isu utama yang menggarisbawahi penegakan
keunggulan keselamatan, tapi juga menyajikan deretan saran yang sederhana dan
pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepada semua yang terkait, mulai dari atasan
sampai bawahan.
Saya sangat gembira menyampaikan laporan ini kepada masyarakat luas.
Khususnya, saya berharap laporan ini akan memicu diskusi yang lebih luas, dan
akan dijadikan dasar bagi seluruh stakeholder yang terlibat dalam proses
peningkatan budaya keselamatan dalam mempertimbangkan tanggung jawab
pribadi maupun perusahaannya, untuk bekerja secara aktif bersama-sama
membawa perubahan ke arah kinerja yang sempurna.
2
DAFTAR ISI
1. PENDAHULUAN………………………………………………………………………...4
2. DEFINISI DAN PRINSIP-PRINSIP BUDAYA KESELAMATAN……………………6
3. ISU UTAMA DALAM BUDAYA KESELAMATAN…………………………….……..9
3.1. Komitmen………………………………………………………………….……….9
3.2. Penatalaksanaan Prosedur……………………………………………………..10
3.3. Pengambilan Keputusan secara Konservatif……………………………….…11
3.4. Budaya Memberikan Laporan…………………………………………………..12
3.5. Menghadapi Tindakan dan Keadaan Tidak Aman……………………………14
3.6. Organisasi Pembelajaran………………………………………………………..15
3.7. Isu mendasar : Komunikasi, Prioritas yang Jelas, dan Organisasi…………17
4. KESIMPULAN………………………………………………………………………….20
LAMPIRAN : CONTOH PERTANYAAN UNTUK MENGKAJI KONTRIBUSI
INDIVIDU TERHADAP PENINGKATAN BUDAYA
KESELAMATAN
REFERENSI
ANGGOTA INSAG
3
1. PENDAHULUAN
Laporan ini memaparkan isu-isu mendasar yang patut dipertimbangkan oleh
tiap organisasi dalam memperkuat budaya keselamatannya. Ini ditujukan untuk para
eksekutif senior, manager, dan supervisor yang ikut menjalankan roda organisasi.
Meskipun budaya keselamatan tidak dapat diatur secara langsung, adalah penting
bagi setiap anggota badan pengawas untuk memahami bagaimana tindakan-
tindakan mereka dapat mempengaruhi perkembangan usaha-usaha dalam
memperkuat budaya keselamatan dan apakah tindakan tersebut cukup menaruh
perhatian terhadap akan pentingnya usaha memperbaiki aspek-aspek keselamatan
yang berhubungan dengan manusia. Dengan demikian, laporan ini relevan dengan
mereka yang terlibat dalam menetapkan peraturan, meski tidak khusus ditujukan
untuk mereka.
The International Nuclear Safety Advisory Group (INSAG) memperkenalkan
konsep budaya keselamatan dalam laporan INSAG 1991 [1]. Sejak saat itu, banyak
tulisan mengenai budaya keselamatan telah dibuat, karena keterkaitannya dengan
berbagai organisasi dan individu, perkembangannya serta prasyarat-prasyarat
pendukungnya [2]. Adanya perbedaan-perbedaan budaya dalam setiap bangsa
mengandung arti bahwa suatu cara yang baik untuk meningkatkan budaya
keselamatan di suatu tempat belum tentu baik untuk diterapkan di tempat lain.
Namun, INSAG berupaya memberikan saran praktis serta pragmatis yang dapat
diterapkan secara luas berdasar pada prinsip-prinsip dan isu-isu yang disajikan
dalam laporan ini.
Keselamatan nuklir dan radiasi merupakan perhatian utama dalam laporan
ini, tetapi topik yang dibicarakan begitu umum sehingga aplikasi prinsip-prinsip yang
berhasil seyogyanya juga membawa perbaikan pada topik-topik penting lainnya,
seperti keselamatan industri, kualitas lingkungan, dan dalam beberapa hal, bidang
bisnis secara luas. Hal ini dikarenakan banyaknya sikap dan praktik yang diperlukan
untuk mencapai kinerja yang baik dalam keselamatan nuklir dapat diterapkan secara
luas, termasuk di dalamnya komitmen manajemen terhadap masa depan,
keterbukaan, perhatian dan keterpaduan dalam menyelesaikan tugas, kualitas
komunikasi dan kejernihan dalam mengenali isu-isu utama serta memperlakukan isu
tersebut sebagai sebuah prioritas.
4
Pernyataan kebijakan tentang keselamatan
Struktur Manajemen
Sumberdaya
Pengaturan diri
Sikap bertanya
Pendekatan yang tepat dan bijaksana
Komunikasi
Komitmen level pembuat kebijakan
Komitmen manajer
Komitmen individu
Definisi tanggung jawab
Definisi dan kendali praktik keselamatan
Penghargaan dan sanksi
Audit, pengkajian, dan perbandingan
Kualifikasi dan pelatihan
Budaya keselamatan
Gambar 1. Ilustrasi dari presentasi budaya keselamatan
(reproduksi dari INSAG-4 [1]
5
2. DEFINISI DAN PRINSIP-PRINSIP BUDAYA KESELAMATAN
Dalam INSAG-4 [1] budaya keselamatan didefinisikan sebagai:
“gabungan berbagai sifat dan sikap dalam organisasi dan individu yang
menetapkan bahwa, sebagai sebuah prioritas, isu keselamatan instalasi
nuklir memperoleh perhatian yang dijamin sesuai dengan signifikansinya.”
Gambar 1, diambil dari INSAG-4, menunjukkan respon yang diharapkan
pada tingkat kebijakan organisasi, manajemen, dan individu. Tingkat kebijakan
menentukan kerangka kerja yang diperlukan pada sebuah organisasi. Manajemen
membentuk lingkungan kerja dan meningkatkan sikap-sikap kondusif untuk
mencapai kinerja keselamatan yang baik. Pada tingkat individu ditekankan sikap
bertanya, pendekatan yang tepat dan bijaksana, serta komunikasi yang baik.
Dalam laporan keselamatan IAEA no. 11 [3] jelaslah bahwa budaya
keselamatan itu sendiri merupakan bagian dari budaya keseluruhan organisasi,
meliputi beragam nilai-nilai, sikap dan pola tingkah laku yang membentuk sifat khas
suatu organisasi. Ringkasnya, seperti ungkapan “ Beginilah cara kami melakukannya
di sini.”
Dalam mengembangkan dan memperkuat budaya keselamatan, organisasi
biasanya melaksanakan melalui beberapa fase. Laporan keselamatan IAEA no. 11
mengenalkan tiga tahap sebagai berikut:
(1) Keselamatan digerakkan oleh adanya kerelaan dan terutama didasarkan
pada peraturan dan ketetapan. Pada tahap ini, keselamatan dipandang
sebagai isu teknis, di mana kerelaan disertai peraturan dan ketetapan
dianggap cukup dalam aspek keselamatan.
(2) Kinerja keselamatan yang baik menjadi tujuan organisasi dan dicapai melalui
target dan tujuan keselamatan.
(3) Keselamatan dipandang sebagai suatu proses perbaikan yang
berkesinambungan di mana setiap individu dapat memberikan andilnya.
Penjelasan di atas merupakan gambaran sederhana dan ideal mengenai
sesuatu yang dalam praktiknya merupakan proses kompleks. Dalam kenyataan, tiga
fase di atas tidak jelas perbedaannya dan tiap organisasi dapat mempunyai bagian-
bagian yang berbeda dalam proses memperkuat budaya keselamatan.
Pada tahap awal, perbaikan dapat diperoleh terutama dengan meningkatkan
fitur pengamanan teknis dalam instalasi yang sejalan dengan, misalnya, prinsip-
6
prinsip yang terkandung dalam INSAG-12 [4] (edisi revisi dari INSAG-3), serta
memperkenalkan sistem dan prosedur dasar untuk mengendalikan keadaan bahaya.
Perbaikan ini seringkali digerakkan oleh adanya kebutuhan untuk memenuhi
persyaratan pengawasan dan biasanya dicapai melalui keputusan manajemen,
dengan menggunakan staf profesional untuk membawa perubahan. Staf cenderung
mempercayai bahwa isu keselamatan merupakan tanggung jawab manajemen dan
dibebankan secara luas terhadap mereka.
Fase kedua dalam pengembangan meliputi penggunaan kerangka kerja
seperti yang tersaji dalam INSAG-13 [2]. Organisasi akan dapat mengembangkan
pernyataan visi atau misi keselamatan dengan kejelasan tentang nilai-nilai serta
tujuannya dan akan dapat menentukan proses dan prosedur yang jelas dalam
mencapai tujuan tersebut. Pada tahap ini, karyawan akan melihat bahwa pekerjaan
direncanakan dengan lebih baik, dan pertimbangan terhadap bahaya-bahaya,
peraturan dan prosedur untuk mengatur apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan,
telah terdokumentasi dengan sistematis sebelumnya. Bagaimanapun, dalam banyak
organisasi, tahap ini masih sering dibebankan pada pekerja secara individu dengan
sedikit keterlibatan atau konsultasi, dilaksanakan serta dipantau oleh para
profesional di bidang keselamatan. Meskipun fase perbaikan ini dapat memperbaiki
kesadaran akan perlunya bekerja dalam lingkungan yang aman, hal ini tidak serta
merta dapat menambah komitmen dan identifikasinya terhadap keselamatan baik
pada tingkat individu maupun tim.
Tahap perkembangan ketiga adalah kondisi ideal di mana banyak organisasi
berjuang memperolehnya. Pencapaiannya merupakan suatu proses yang
berkesinambungan, yang membutuhkan visi dan nilai-nilai yang berhubungan
dengan keselamatan yang sepenuhnya dikomunikasikan. Sejumlah besar karyawan
dalam sebuah organisasi sepantasnya cukup berdedikasi untuk secara aktif terlibat
dalam meningkatkan keselamatan, sebagaimana halnya kontraktor dan pihak-pihak
lainnya. Setiap orang akan mempunyai pemahaman yang jelas akan persyaratan-
persyaratan dan tujuan yang ada, dan secara individu maupun khususnya melalui
tim, dapat menunjukkan komitmennya untuk mencapai dan memenuhi perbaikan
keselamatan dalam segala hal yang mereka lakukan.
Pada tahap ini, keselamatan telah berada dalam ‘aliran darah’ suatu
organisasi. Praktik-praktik dan kondisi yang tidak menunjang dipandang sebagai hal
yang tidak dapat diterima dan secara terbuka diuji. Peristiwa dan insiden-insiden,
apakah yang terkait dengan keselamatan industri, isu-isu lingkungan, atau
keselamatan nuklir serta radiasi tidak dianggap sebagai bagian dari kehidupan kerja
yang normal namun sebagai kejadian-kejadian menyimpang yang tidak dapat
7
diterima serta dapat dihindarkan. Pada titik ini fase pembelajaran organisasi telah
dibangun dengan budaya keselamatan yang digerakkan dari dalam organisasi itu
sendiri.
Penting untuk diingat bahwa setiap organisasi yang berusaha menuju tahap
perkembangan ketiga agar tidak mengabaikan tahap-tahap sebelumnya serta
melaluinya satu persatu sebelum masuk ke tahap terakhir. Untuk mencapai kinerja
keselamatan yang baik dibutuhkan peraturan yang didasarkan pada adanya sikap
kerelaan serta kualitas pekerjaan yang tinggi sebagai prasyarat. Hal ini perlu
dipertahankan dengan kuat bahkan ketika mengembangkan elemen-elemen yang
lebih terkait dengan isu kemanusiaan yang dibicarakan dalam laporan ini.
Pertanyaan berikut ini dapat membantu organisasi dalam memahami posisi
mereka di dalam hirarki ini:
(a) Seberapa besarkah tingkat keselamatan yang ingin diraih terutama dengan
melakukan kontrol pekerjaan berstandar tinggi?
(b) Apakah organisasi tersebut telah mengembangkan tujuan keselamatan yang
jelas berikut sistem yang menyeluruh dalam pengelolaan keselamatan?
(c) Apakah sebagian besar orang di setiap tingkat dalam organisasi, secara rutin
dan aktif terlibat dalam upaya perbaikan keselamatan?
Meskipun sebagian besar organisasi dalam industri nuklir harus mampu
menjawab dengan positif terhadap dua pertanyaan awal di atas, pengalaman
menunjukkan bahwa hanya sedikit yang dapat menjawab pertanyaan ketiga dengan
baik. Tujuan bagian berikutnya adalah memberikan panduan praktis dan pragmatis
dalam perkembangan yang diperlukan untuk menjawab tantangan fase ketiga dan
memberikan beberapa pertanyaan diagnostik sederhana yang dapat membantu
perkembangan ke arah perbaikan kinerja keselamatan. Dalam lampiran, pertanyaan-
pertanyaan diagnostik sederhana diperuntukkan terhadap kelompok spesifik dalam
organisasi, mulai dari dewan direktur hingga supervisor dan operator. Diharapkan
bahwa pertanyaan-pertanyaan ini dapat digunakan dengan tepat agar secara
individu maupun organisasi mampu mempertimbangkan secara terbuka dan jujur
cara-cara meningkatkan dan mengembangkan budaya keselamatan yang lebih kuat
dalam praktik sehari-hari.
8
3. ISU UTAMA DALAM BUDAYA KESELAMATAN
3.1 KOMITMEN
Komitmen terhadap keselamatan dan memperkuat budaya keselamatan di
dalam perusahaan merupakan hal yang pertama dan bahan dasar yang sangat vital
untuk mencapai kinerja keselamatan yang sempurna. Hal ini berarti bahwa
keselamatan (dan khususnya keselamatan nuklir) ditempatkan secara tegas dan
jelas sebagai suatu prioritas puncak organisasi tadi, dan adanya kejelasan yang
menyeluruh mengenai filosofi keselamatan organisasi tersebut. Bagaimanapun,
komitmen sejati menuju perbaikan atau perbaikan keselamatan ini bermakna lebih
dari sekadar menuliskan pernyataan kebijakan dan menyampaikan betapa
pentingnya keselamatan dalam ceramah-ceramah oleh staf senior. Meskipun ini
merupakan langkah-langkah mendasar, banyak orang mampu melihat
ketidaksesuaian antara penjabaran kebijakan dengan kenyataan di lapangan.
Memiliki komitmen tidak hanya berarti memberikan contoh keteladanan tetapi juga
mengembangkan, bekerja sama dengan staf dan perwakilannya, cara-cara
mewujudkan tujuan keselamatan suatu organisasi menjadi kenyataan. Langkah
terakhir ini memberikan bukti nyata bahwa tujuan tersebut benar-benar telah
dipahami. Hal ini berarti dengan ikhlas mencurahkan waktu dan kemampuan bagi
keselamatan, dan juga dipersyaratkan adanya manajer senior yang terlatih dan
memahami hal-hal yang berkaitan dengan keselamatan nuklir.
Pertanyaan-pertanyaan berikut ini diajukan untuk menguji kualitas komitmen
organisasi terhadap keselamatan:
(a) Bersama dengan stafnya, apakah organisasi tersebut telah mengembangkan
visi bersama untuk mencapai harapan dan tujuan yang jelas, baik dengan
menjaga keselamatan maupun mengambil kesempatan yang ada
demi perbaikan keselamatan? Lebih penting lagi, mampukah staf mengingat
dan menghubungkan dengan masalah-masalah utama?
(b) Apakah staf senior dirasakan mewujudkan harapan-harapan ini sendirian?
Sebagai contoh, apakah isu keamanan menjadi agenda utama dalam rapat
mereka? Apakah saat mengunjungi instalasi mereka mengenakan peralatan
proteksi pekerja dengan baik? Apakah manajer dalam organisasi tersebut
mencurahkan waktu dan kemampuannya terhadap keselamatan, misalnya,
menggunakan waktunya di instalasi untuk meninjau secara seksama tingkat
9
keselamatan yang telah dicapai, memberi teguran, atau pujian pada prosedur
yang dijalankan dengan baik? Apakah mereka secara sungguh-sungguh
berusaha untuk meningkatkan kemampuan dalam isu keselamatan nuklir?
(c) Ketika permasalahan timbul, apakah harapan-harapan tadi masih dapat
dipenuhi? Contohnya, jika perawatan terlambat dilakukan dari jadwal yang
semestinya, apakah prosedur-prosedur rutin masih dapat digunakan dengan
efektif tanpa kecenderungan mengambil jalan pintas?
3.2. PENATALAKSANAAN PROSEDUR
Sistem manajemen membutuhkan prosedur tertulis yang sesuai dengan
tujuannya, yakni mengontrol segala aspek yang terkait dengan keselamatan nuklir
dan radiasi. Namun, ada perbedaan besar antara prosedur yang tampak sempurna
pada selembar kertas dengan prosedur yang dipahami dan diaplikasikan dengan
hati-hati dan konsisten oleh semua staf. Diperlukan suatu keseimbangan dalam hal
jumlah dan luasnya prosedur tersebut. Prosedur harus dapat mengenali dan
memperhatikan risiko-risiko utama, mudah dipahami dan relevan dengan pengguna
prosedur-prosedur tersebut. Dalam hal-hal khusus, peraturan dan prosedur, yang
diperkuat dengan pelatihan, harus dapat menjelaskan kepada pekerja alasan-alasan
atas persyaratan tertentu karena dengan cara demikianlah prosedur dapat lolos uji
relevansi yang disyaratkan bagi operator untuk melihat komitmentnya dalam
menggunakannya.
Dengan kata lain, cara pandang para pekerja terhadap risiko menjadi penting
layaknya harapan-harapan yang diserahkan pada mereka yang dianggap perlu dan
relevan. Bila prosedur-prosedur tidak dapat diterapkan sebagaimana harusnya, jalan
pintas atau tindakan menyalahi prosedurpun mulai dilakukan. Hal ini menyebabkan
penurunan standar keselamatan lebih lanjut, karena lingkungan pekerjaan seperti ini
hanya akan cepat membawa budaya di mana prosedur-prosedur keselamatan yang
vital dan fundamental tidak lagi dirasakan sebagai isu sakral. Kesimpulan penting di
sini adalah bahwa prosedur sederhana yang dapat dimengerti sejatinya berada pada
tempat kerja yang tepat sehingga bisa dikontrol. Prosedur-prosedur ini sepatutnya
dalam bentuk yang dapat diterapkan secara langsung di tempat kerja. Isu mengenai
bagaimana cara mengatasi kesalahan murni dan pelanggaran prosedur dibicarakan
dalam bagian 3.4.
10
Diskusi berikut ini mengangkat beberapa pertanyaan diagnostik, yang perlu
diperhatikan oleh mereka yang bertanggung jawab pada badan pelaksana (dan
pengawas):
(a) Apakah para pekerja juga dilibatkan dalam penulisan prosedur-prosedur
keselamatan? Apakah prosedur tersebut sesuai dengan tujuannya serta
ditulis dengan jelas sehingga mudah dimengerti dan dilaksanakan?
(b) Apakah karyawan menerima dan memahami akan perlunya peraturan,
secara lebih spesifik, apakah mereka mengerti akan konsekuensi yang
mungkin terjadi, berkaitan dengan efeknya terhadap keselamatan dan
lingkungan, yang berkembang dari sikap penolakan?
(c) Apakah aplikasi dan akurasi setiap peraturan dipantau, dan apakah
kekurangan cepat diperbaiki dengan keterlibatan penggunanya? Pernahkah
berjalan suatu sistem yang menyimpang dari prosedur, dengan atau
sepengetahuan manajer?
3.3. PENGAMBILAN KEPUTUSAN SECARA KONSERVATIF
INSAG-4 [1] berkaitan dengan sikap bertanya dan pendekatan bijaksana
serta tepat. Sistem yang teruji dengan baik berdasarkan defence in depth dan
didukung persyaratan prosedural akan melindungi pekerja dan masyarakat dari
bahaya radiasi. Merupakan hal yang mudah, bagi pekerja untuk mengembangkan
sikap yang mempercayai bahwa kondisi yang aman juga diupayakan oleh pekerja
lainnya, dan bahwa peristiwa-peristiwa terjadi di instalasi lainnya merupakan hal luar
biasa, terisolasi dan tidak dapat terjadi di instalasi mereka. Oleh karena itu penting
bagi setiap orang yang berhubungan dengan keselamatan nuklir untuk terus
diingatkan akan akibat yang mungkin terjadi jika keselamatan tidak ditempatkan
sebagai prioritas teratas. Kebanyakan insiden dan kecelakaan yang terjadi dalam
industri nuklir disebabkan karena petugas gagal mengambil tindakan pencegahan
atau gagal memahami dan mempertanyakan dengan cara yang konservatif
keputusan-keputusan atau langkah yang diambil.
Dalam praktiknya, adalah penting bagi tiap individu atau tim diwajibkan untuk
meninjau kembali pola-pola keselamatan sebelum memulai sebuah pekerjaan atau
melaksanakan suatu prosedur. Beragam teknik telah dikembangkan, termasuk
prinsip STAR (stop atau berhenti, think atau berpikir, act atau bertindak, review atau
mengkaji). Kesemuanya memiliki satu kesamaan, yakni perlunya sikap konservatif
11
tatkala berhubungan dengan persoalan keselamatan agar para staf mengetahui
pemahaman mereka terhadap kondisi-kondisi (bila perlu mencari informasi atau
saran) dan dengan beranggapan bahwa hal yang terburuk mungkin timbul. Tindakan
konservatif tidak selalu mudah diambil, terlebih lagi ketika mereka berada dalam
tekanan operasional, dan inilah saat ketika prioritas-prioritas organisasi harus jelas
dan diterima seutuhnya. Untuk mengembangkan dan menguatkan budaya ini, para
pekerja harus diberikan penghargaan saat mereka berhenti bekerja atau pada saat
tidak menyetujui perubahan prosedur oleh karena implikasinya terhadap
keselamatan menjadi meragukan.
Pertanyaan berikut ini dapat membantu menjelaskan apakah pengambilan
keputusan konservatif seperti itu dapat diupayakan dan diterapkan dengan
konsisten:
(a) Apakah ada proses sederhana yang mudah dimengerti dalam mengambil
keputusan konservatif? Sebagai contoh, dalam kondisi yang tepat, apakah
staf didorong untuk menuliskan dasar-dasar tindakan mereka? Apakah
mereka didorong untuk melakukan konsultasi dengan ahlinya mengenai
kejadian-kejadian yang tidak diharapkan?
(b) Apakah para pekerja didorong untuk meminta saran atau mencari informasi
lebih lanjut jika mereka ragu akan keselamatan instalasi? Apakah dalam
praktiknya dapat dibuktikan bahwa hal ini memang dilakukan?
(c) Saat keputusan-keputusan konservatif tersebut diambil (misalkan berhenti
bekerja atas alasan keselamatan), apakah keputusan ini ikut didukung
manajer senior?
3.4. BUDAYA MEMBERIKAN LAPORAN
Kegagalan dan kesalahan yang nyaris terjadi, oleh organisasi dengan
budaya keselamatan yang baik dianggap sebagai suatu pelajaran yang dapat
digunakan untuk menghindari kejadian yang lebih serius. Oleh karena itu, ada suatu
dorongan untuk memastikan bahwa semua kejadian berharga agar dilaporkan dan
diinvestigasi untuk menemukan akar permasalahannya, memberikan reaksi yang
tepat pada temuan-temuan dan tindakan perbaikan, untuk diberikan kepada
kelompok-kelompok terkait atau pihak lain dalam organisasi atau industri yang
mungkin mengalami masalah yang sama. Komunikasi ‘horizontal’ ini memegang
peranan penting. Kesalahan yang nyaris terjadi juga sangat penting karena lebih
12
sering terjadi dan kian bervariasi sehingga banyak informasi yang dapat digali untuk
pembelajaran.
Untuk mencapai ini, seluruh pekerja perlu didorong untuk melaporkan
kejadian yang dihadapi, meskipun itu hanyalah masalah kecil. Hal ini menimbulkan
pertanyaan penting yaitu mengenai laporan yang “bebas dari kesalahan”. Sebab,
jika pekerja akan melaporkan kesalahan yang nyaris terjadi, mereka harus percaya
bahwa laporan tadi berharga dan bahwa mereka dan koleganya tidak akan ditindak
atau dihukum sebagai akibat bersedia membuat laporan tersebut. Tentu saja, akan
ada situasi di mana beberapa tindakan perlu diambil terhadap individu sebagai
akibat dari terjadinya insiden tersebut. Satu contoh adalah tindakan tegas; lainnya,
pelanggaran prosedur yang disengaja diketahui bekerja dengan baik, masuk akal,
dan tepat. Terkadang diperlukan latihan ulang. Masalah yang lebih sulit timbul bila
seorang pekerja dengan sengaja berulang kali melakukan kesalahan yang tak dapat
diperbaiki dengan bimbingan dan pelatihan ulang. Bagaimanapun, dalam budaya
pelaporan yang baik, dapat diterima terjadinya kesalahan dalam memberikan
laporan mengenai isu apapun yang berpotensi membahayakan keselamatan.
Budaya pelaporan yang baik oleh staf akan dianggap ‘sekadar’ dan akan dapat
dibangun dengan sikap saling percaya.
Pendekatan terbuka dan responsif dalam pelaporan dan penindaklanjutan ini
juga berdampak bagi pengawas. Contohnya, mereka jadi sadar dengan banyaknya
‘kegagalan’ yang dilaporkan organisasi pelaksana saat suatu sistem dikembangkan
sehingga dapat mengambil tindakan yang diperlukan. Penting adanya cara pandang
yang seimbang, karena tindakan berlebihan dapat menghambat perkembangan,
yang dalam jangka panjang akan menghasilkan keselamatan berkelanjutan yang
sesungguhnya.
Berikut ini adalah petunjuk yang diperhatikan dalam memperkuat budaya
keselamatan:
(a) Apakah pekerja didorong untuk melaporkan segala kejadian dan kesalahan
yang nyaris terjadi? Diketahui bahwa riset biasanya menunjukkan jumlah
kesalahan yang nyaris terjadi melebihi jumlah sesungguhnya, apakah rasio
laporan antara kesalahan yang nyaris terjadi dengan kejadian sesungguhnya
cukup tinggi?
(b) Apakah laporan diinvestigasi dan ditangani atas dasar prioritas dan apakah
umpan balik diberikan baik pada mereka yang memberikan laporan maupun
pada pihak-pihak lain yang dapat mengambil manfaat dari kesempatan
pembelajaran?
13
(c) Apakah budaya melaporkan dengan tepat telah ada dan dikonsultasikan
dengan para pekerja, sehingga ada pemahaman dan keseimbangan yang
dapat diterima antara insiden ‘tanpa kesalahan’ dan dengan kesalahan
seperti tindakan balas dendam, pelanggaran disengaja, atau kurangnya
kemampuan mendasar yang kerap diulangi?
3.5. MENANGANI TINDAKAN DAN KEADAAN TIDAK AMAN
Hampir setiap kejadian, mulai dari kecelakaan radiasi dan industri, insiden
dan kesalahan yang nyaris terjadi mempengaruhi keselamatan nuklir, bermula dari
tindakan tidak aman yang tidak disengaja atau kondisi atau proses instalasi yang
tidak dapat diterima. Kondisi seperti ini sering kali tak tampak dan tak terdeteksi atau
ditangani dengan biasa serta rutin saja sehingga diabaikan. Lalu, ketika terjadi
masalah-masalah sistem lainnya, kegagalan yang lebih fatal pun terjadi. Dengan
demikian, adalah penting untuk meminimalkan akibat negatif dalam setiap tindakan
atau dari kondisi-kondisi instalasi yang terjadi untuk mencegah terjadinya masalah
yang lebih serius.
Dalam meminimalkan kesalahan tersembunyi ini, pekerja dan kontraktor
perlu mengetahui mengapa sistem keselamatan spesifik berikut persyaratannya
ditentukan, dan akan pentingnya tiap bagian instalasi dalam menyumbang terhadap
keselamatan. Mereka tidak hanya harus punya kemampuan dan pengalaman yang
sesuai dengan bidang spesialisasinya, tetapi juga harus didorong untuk berani
menghadapi kondisi-kondisi bahaya dan mengenali kekurangan yang mereka hadapi
kapanpun dan di manapun. Sebagai tambahan pengetahuan mengenai pentingnya
keselamatan instalasi, berbagai prosedur serta sistem, mereka harus dibantu
mengembangkan sikap percaya diri dalam menghadapi pekerja lainnya jika mereka
mengamati kekurangan dalam kinerja keselamatan.
Pengawaspun harus waspada mengapa sistem dan persyaratan
keselamatan yang ditetapkan pimpinan instalasi mesti dijalankan, dan mengapa
persyaratan tersebut penting. Pengawaspun harus hati-hati khususnya saat
memastikan bahwa tindakan sesuai peraturan yang diambil untuk mengatasi
kesalahan tidak akan mengganggu perbaikan berkelanjutan dalam hal budaya
keselamatan. Sebagai contoh, pekerja harus tetap mengikuti prosedurnya dan oleh
mereka pula, prosedur tersebut harus tetap dianggap cocok dengan tujuannya.
Kegagalan dalam menghadapi keadaan bahaya, khususnya oleh manajer
dan supervisor, tidak hanya berarti gagal mengambil pelajaran dari kekurangan-
14
kekurangan yang telah diamati secara spesifik, tetapi juga dapat menciptakan
sebuah budaya di mana kegagalan, kesalahan, dan kelalaian menjadi hal yang
biasa. Hal ini dapat ditangkap dengan jelas melalui ungkapan ‘dibiarkan berarti
diizinkan’. Hal ini menimbulkan isu-isu seperti di bawah ini:
(a) Apakah ada proses mengidentifikasi, melaporkan, dan memperbaiki
kekurangan dalam keselamatan dan tindakan yang tidak aman di lingkungan
kerja?
(b) Apakah pekerja sepenuhnya terlibat dalam proses ini dan apakah mereka
dilatih untuk memahami bagaimana menghadapi dan menanganinya dengan
cara yang membangun? Apakah mereka mampu membedakan antara
tindakan benar dan salah, serta keadaan aman dan berbahaya? Apakah
dapat diterima bila staf menangani suatu kegiatan berbahaya dalam
lingkungan kerjanya?
(c) Apakah isu-isu yang ada diidentifikasi dan ditangani dengan segera
sehingga staf dapat melihat perbaikan yang berasal dari komitmen mereka
untuk meningkatkan keselamatan?
3.6. ORGANISASI PEMBELAJARAN
Jika sebuah organisasi berhenti melakukan perbaikan dan mencari ide-ide
baru dengan cara mempelajari pengalaman-pengalaman positif serta mencari
tindakan terbaik, risiko yang dapat timbul kemudian adalah berjalan mundurnya
organisasi tersebut. Organisasi pembelajaran adalah organisasi yang terbuka
dengan segala ide, tenaga, dan perhatian yang diberikan oleh setiap tingkatan
dalam sebuah organisasi. Perbaikan keselamatan didukung dengan adanya sikap
bahwa setiap manfaat yang diperoleh dari sebuah perbaikan diakui secara luas baik
oleh individu maupun tim, dan dari hal ini bahkan dapat dihasilkan komitmen dan
identifikasi yang lebih besar dalam proses meningkatkan budaya keselamatan.
Idealnya, semua pekerja terlibat secara proaktif menyumbangkan ide untuk
perbaikan serta sadar betapa berartinya keselamatan kelas dunia dalam pekerjaan
mereka. Mereka memberikan kontribusinya bukan karena atas perintah atasan tapi
karena mereka ingin melakukannya. Untuk melakukan ini, seorang staf perlu
diberikan kesempatan untuk membandingkan hasil pekerjaannya dengan pekerja
lainnya, sehingga mereka sadar akan makna kesempurnaan dalam lingkungan
pekerjaannya. Untuk mencapai tahapan ini, secara mandiri mereka harus mampu
15
melakukan tindakan aman dan bijaksana, berdasarkan perbaikan yang telah
diidentifikasi, disertai dukungan penuh manajemen.
Diperlukan adanya mekanisme yang dapat memungkinkan pengalaman dan
ide-ide berharga dibagi dalam organisasi. Perlu pula memiliki sistem formal untuk
memantau dan memberikan umpan balik pada manajemen sehingga mereka tahu
seberapa efektif perbaikan yang telah mereka capai dan untuk memastikan bahwa
organisasi ini juga menyimpan ‘memori korporasi’ akan mengapa dan bagaimana
perbaikan dapat dicapai.
Meskipun para pekerja kerap berkonsentrasi khususnya pada keselamatan
industri dan isu-isu terkait dengan kondisi instalasi, keterlibatan dan komitmen
terhadap proses perbaikan keselamatan mungkin menyebabkan berkembangnya
apresiasi yang lebih luas terhadap isu-isu keselamatan nuklir dan lingkungan, dan
memiliki keuntungan yang lebih luas terhadap bisnis dalam mengangkat budaya
kerja tim dan keterlibatan secara aktif.
Skema yang mendorong staf untuk menyumbang ide bagi perbaikan patut
dihargai. Untuk alasan yang positif, kadang kala perlu diberikan penghargaan dan
donasi. Namun, pengalaman menunjukkan bahwa metode seperti ini cenderung
kehilangan momentum dan menjadi tidak efektif seiring dengan waktu. Pendekatan
yang lebih baik, misalkan, mendorong staf untuk bekerja dalam tim dan terus
mencari peningkatan dengan mengidentifikasi tindakan-tindakan prioritas dalam
lingkungan kerja mereka sendiri.
Bermacam indikator telah dikembangkan yang memungkinkan dilakukannya
pengkajian terhadap kualitas aspek-aspek tertentu dalam budaya keselamatan suatu
organisasi. Hal ini sulit dilakukan dengan sempurna. Meski demikian, hal ini dapat
memberikan indikasi berguna tentang perkembangan yang telah dicapai dan
masalah-masalah yang memerlukan perhatian lebih lanjut.
Proses menurunnya kinerja keselamatan akibat kegagalan dalam
mengadopsi ide-ide dan praktik baru adalah hal yang membahayakan. Organisasi
jarang mengenali tanda-tanda awal kejatuhannya. Tabel I (berdasarkan INSAG-13
[2], para. 90) berupaya menjelaskan tahap-tahap kemunduran berikut akibatnya,
serta menggambarkan fakta bahwa untuk memperbaikinya memerlukan upaya yang
tidak mudah.
Pertanyaan berikut ini dapat dipertimbangkan menyangkut komitmen
organisasi untuk terus menyerap hal-hal baru:
(a) Apakah ada mekanisme yang sepenuhnya melibatkan staf dan kontraktor
terkait dalam menyumbangkan ide-ide untuk perbaikan keselamatan?
16
Apakah mereka didorong untuk mengimplementasikan langkah-langkah ini
bila aman dan bermanfaat bagi mereka?
(b) Apakah para pekerja, baik sebagai individu maupun tim, diberikan
kesempatan untuk melihat keluar organisasi mereka agar belajar dari praktik
terbaik dan apakah mereka diberikan waktu untuk melakukan perbaikan?
Apakah mereka didorong untuk membagi ide-ide dengan rekan kerjanya, dan
melakukan evaluasi atas praktik dan hasil pekerjaan mereka sendiri?
(c) Apakah hasil proses pembelajaran tersebut berdampak pada sistem
pengelolaan dan pelatihan keselamatan, dan bekerjakah mekanisme untuk
memastikan ‘memori korporasi’ tersimpan dengan baik?
(d) Apakah ada sistem-sistem tersedia yang memungkinkan kinerja keselamatan
tersebut dapat dievaluasi secara kritis, baik oleh manajer atau manajer
independen lainnya, untuk mengidentifikasi apakah standar keselamatan
organisasi tadi menurun atau meningkat?
3.7. ISU MENDASAR: KOMUNIKASI, PRIORITAS YANG JELAS, DAN
ORGANISASI
Sebagai tambahan pada isu-isu spesifik yang telah didiskusikan sebelumnya,
ada tiga hal yang mendasari keseluruhan pertanyaan ini.
Pertama, membangun komunikasi yang baik mengenai isu-isu keselamatan.
Hal ini melibatkan 3 elemen komunikasi: penyampaian, penerimaan, dan verifikasi.
Bermacam metode dapat dipakai, mulai dari rapat singkat tim secara langsung
hingga komunikasi keselamatan tertulis, namun ada keraguan mengenai komunikasi
secara langsung, yang dicapai dengan visibilitas tinggi para manajer dan supervisor
di lingkungan kerja, mempunyai efek terbesar. Kadang kala ditemukan kondisi di
mana, meskipun manajer telah menyampaikan pesannya mengenai masalah
keselamatan, namun para pekerja merasa tidak menerima informasi dengan cukup
jelas atau mereka tidak memahami pentingnya pesan tersebut. Hal ini berarti bentuk
penyampaian komunikasi tersebut tidak tepat, tidak jelas, atau tidak diacuhkan oleh
penerima pesan tersebut. Oleh karena itu penting untuk memastikan bahwa pesan
tersebut tidak hanya telah dikirim tapi juga telah diterima dan dimengerti serta
ditindaklanjuti. Penting pula untuk memastikan bahwa komunikasi yang dilakukan
dengan badan pengawas menggunakan prinsip-prinsip yang sama.
17
TABEL 1. POLA KHAS MENURUNNYA KINERJA KESELAMATAN (INSAG-13 [2], para. 90)
Tahap 1: Terlalu percaya diri
Timbul sebagai akibat kinerja keselamatan masa lalu yang baik, dipuji dari evaluasi
independen dan keyakinan pada diri sendiri yang tidak pada tempatnya
Tahap 2: Puas dengan Diri Sendiri
Di fase ini, peristiwa minor mulai terjadi di instalasi dan pengkajian diri yang tidak cukup
dilaksanakan untuk memahami peran mereka secara individu maupun keseluruhan.
Pengawasan mulai melemah dan sikap yang terlalu puas pada diri sendiri membuat
tertundanya atau terhentinya beberapa program perbaikan.
Tahap 3: Penyangkalan
Penyangkalan kerap terlihat saat kejadian-kejadian kecil kian sering terjadi. Begitu pula saat
kejadian penting mulai terjadi. Namun, ada kepercayaan umum bahwa masalah ini masih
terbatas. Temuan negatif oleh Tim audit internal atau pengkajian diri cenderung ditolak serta
dianggap tidak sah dan program untuk mengevaluasi akar penyebab tidak dilakukan atau
tidak efektif. Tindakan korektif tidak dilaksanakan secara sistematis, dan program perbaikan
tidak selesai dilaksanakan atau berhenti lebih awal.
Tahap 4: Bahaya
Bahaya mulai berkembang saat beberapa kejadian berpotensi parah terjadi tapi manajemen
dan staf cenderung selalu menolak kritik yang dilontarkan Tim audit internal, pengawas atau
organisasi eksternal lainnya. Keyakinan yang berkembang adalah kritik terhadap instalasi
tersebut bias dan tidak tepat. Sebagai akibatnya, organisasi yang bertugas melakukan
kontrol sering ragu dan takut membuat penilaian negatif dan/atau berhadapan dengan
manajemen.
Tahap 5: Kolaps
Kolaps dapat dikenali dengan mudah. Inilah fase di mana masalah menjadi jelas pada semua
pihak. Pengawas dan organisasi eksternal lainnya perlu membuat diagnostik spesial dan
evaluasi yang lebih luas. Manajemen menjadi tertekan dan biasanya perlu diganti. Program
perbaikan menyeluruh biasanya harus diimplementasikan dan ini mahal harganya.
Catatan: Penting agar penurunan hasil keselamatan ini dikenali sejak dua tahap pertama
dan setidaknya awal tahap ketiga.
18
Isu kedua adalah memastikan tujuan yang ingin dicapai dan dalam waktu
berapa lama. Banyak program peningkatan keselamatan berjalan tersendat karena
program tersebut gagal memenuhi tujuan-tujuan yang ditentukan. Hal mendasar
yang harus dijalankan adalah menentukan prioritas. Bila hal ini tidak dilaksanakan
atau yang diimplementasikan hanya sebagian saja karena belum adanya prioritas
yang jelas, maka ‘daftar harapan’ yang ada, tidak hanya akan gagal dicapai tetapi
juga menimbulkan sikap pesimis dan perasaan terlalu beratnya program tersebut,
yang lebih parah lagi adalah hilangnya momentum dalam proses perbaikan
keselamatan. Dalam diskusi dengan staf dan kontraktor, penting agar tujuan realistik
dan rentang waktu pencapaiannya ditentukan, demikian pula usaha-usaha untuk
meraihnya. Rencana-rencana perbaikan dan perbaikan perlu diprioritaskan, dengan
memberikan umpan balik pada badan pengawas dan para pekerja atas pertanyaan
mengapa aktivitas tertentu dipilih untuk diimplementasikan sementara yang lainnya
tidak diberikan prioritas yang sama. Satu cara penting untuk menunjukkan keinginan
dan memberikan sarana untuk perubahan adalah menggunakan sebuah rencana
untuk meningkatkan keselamatan. Supaya efektif, hal ini harus diprioritaskan,
refleksi perubahan-perubahan dalam prioritas (contohnya dokumen penghasilan)
dan, yang paling penting, dikembangkan dan didukung penuh setiap pekerja.
Penting pula bahwa rencana seperti itu harus mengidentifikasi ukuran keberhasilan
dan jelas pula rentang waktu pencapaian serta pertanggungjawabannya.
Isu mendasar ketiga adalah meraih dan mempertahankan keterbukaan
struktur organisasi dan pertanggungjawaban mengapa hal tersebut perlu dilakukan.
Para pekerja sepatutnya mengetahui tugasnya dalam organisasi serta bagaimana
keahlian dan pengetahuan mereka digunakan dalam mencapai dan
mempertahankan tujuan tersebut. Semua anggota tim perlu mengetahui dan
menghargai masukan-masukan yang disampaikan oleh anggota lainnya, termasuk
kontraktor yang bekerja bersama mereka. Hal ini penting khususnya saat terjadi
perubahan organisasi dengan cepat.
Diskusi ini mendorong timbulnya pertanyaan-pertanyaan diagnostik berikut
ini:
(a) Apakah ada sistem komunikasi yang efektif dalam membahas isu-isu
keselamatan dalam organisasi? Apakah sistem ini telah diuji untuk
memastikan apakah bahwa pesan telah diterima dan dipahami oleh para
pekerja di setiap tingkat?
(b) Apakah ada kejelasan mengenai tujuan utama yang telah ditetapkan untuk
meningkatkan keselamatan? Apakah tujuan-tujuan ini diprioritaskan dan
19
dapat dicapai, dan apakah pekerja bertanggung jawab dalam
pelaksanaannya?
(c) Apakah prioritas ini dipahami pekerja dan badan pengawas, dan apakah
pekerja dan pengawas terlibat dalam proses ini?
(d) Apakah ada kejelasan tentang siapa yang bertanggung jawab dalam
melaksanakan suatu pekerjaan, khususnya saat terjadi perubahan yang
sangat cepat?
4. KESIMPULAN
Organisasi melalui beberapa tahapan dalam mengembangkan dan
meningkatkan budaya keselamatannya. Sembari terus mempertahankan dan
meningkatkan fitur keselamatan teknis dan melaksanakannya dalam sistem yang
telah berkembang dengan baik, dalam mengelola keselamatan, organisasi pun perlu
berjuang untuk menciptakan budaya, yakni adanya komitmen sejati mengenai visi
keselamatan mulai dari pemimpin organisasi serta adanya serangkaian nilai dan
langkah kerja yang dikembangkan dan diidentifikasi oleh pekerja. Jika budaya
keselamatan suatu organisasi kuat, maka sejumlah besar pekerja akan sering
bekerja dalam tim, loyal dan secara aktif terlibat dalam proses keselamatan
berkelanjutan sebagai bagian dari organisasi yang terus belajar. Sikap, cara berpikir,
dan bekerja seperti ini dapat menuntun mereka meraih keuntungan yang lebih besar
bagi industri, termasuk, sebagai contoh, perbaikan standar dan kualitas lingkungan.
Langkah pertama dalam meningkatkan budaya keselamatan yang kuat
sangat penting: adanya komitmen yang jelas mulai dari pemimpin organisasi. Hal ini
berarti manajer senior dipandang harus mampu mencurahkan waktu dan sumber
dayanya pada keselamatan, bertindak sebagai contoh teladan terhadap stafnya, di
mana ada kesesuaian antara ucapan dengan tindakan yang dilakukannya.
Prosedur dalam mengontrol pekerjaan harus dikomunikasikan dengan
sejelas-jelasnya, sederhana dan diterapkan dalam kegiatan sehari-hari. Khususnya,
staf (dan, bila perlu, kontraktor) perlu terlibat dalam penyusunan dan perbaikan
prosedur yang ada, dan memahami dengan jelas akibatnya pada kesehatan,
keselamatan serta lingkungan bila tidak diikut. Manajer dan supervisor perlu
waspada sehingga tindakan menyalahi prosedur tidak dibiarkan terjadi.
Meringkaskan langkah-langkah atau kegagalan mengikuti prosedur tidak dibiarkan
begitu saja, meski ada tekanan operasional yang kuat ketika melakukan hal tersebut.
20
Kepuasan diri dan penyangkalan mendorong terjadinya budaya yang lemah yang
akan sulit dikembalikan ke jalurnya.
Para pekerja perlu didorong untuk mempunyai sikap suka bertanya dan
mengambil tindakan-tindakan konservatif atas hal-hal yang berkaitan dengan
kesehatan, keselamatan, dan lingkungan. Melakukan pengkajian menggunakan
pendekatan seperti STAR (stop atau berhenti, think atau berpikir, act atau bertindak,
review atau mengkaji) dan sikap meminta bantuan tatkala terdapat keraguan
mengenai keselamatan harus sangat didukung, meskipun hal tersebut dapat
menyebabkan kerugian atau tertundanya produksi. Secara berkala, semua anggota
staf dan kontraktor terkait perlu diingatkan bahwa kesalahan dalam industri nuklir
berdampak serius bagi mereka sendiri, rekan kerja mereka dan masyarakat, dan
kepuasan pada diri sendiri tidak dapat diterima.
Dalam proses pembelajaran, kegagalan yang nyaris terjadi merupakan
sumber informasi yang kaya, dan melaporkannya melalui suatu sistem yang jelas
adalah sangat penting. Pelaporan seperti ini perlu dilakukan dalam atmosfer
kepercayaan, pelajaran yang didapat perlu diberikan pada mereka yang mungkin
membutuhkannya, dan problem yang telah diidentifikasi perlu diperbaiki dengan
cepat dan jelas. Praktik yang tidak aman dan ketidaksempurnaan sistem serta
prosedur harus menjadi tantangan setiap orang dalam organisasi. Adalah penting
memberikan kepercayaan dan keahlian pada pekerja untuk menghadapi tindakan-
tindakan yang tidak aman secara konstruktif dan memberikan penghargaan atas
kinerja baik yang dicapai. Penyimpangan kecil terhadap tindakan aman atau dari
konfigurasi instalasi yang normal dapat tidak kelihatan sampai penyimpangan
lainnya, seringkali tak terkait, terjadi. Bila hal ini terjadi, insiden atau kecelakaan
instalasi yang lebih parah dapat terjadi. Inilah alasan penting untuk secara aktif
mencari kekurangan-kekurangan serta mengeliminasinya, yang oleh mereka
mungkin tidak dirasa sebagai masalah penting.
Perbaikan adalah proses yang berlangsung secara terus menerus. Hal ini
membutuhkan sikap kritis, terbuka dan membandingkannya dengan konstruktif
dengan peristiwa lainnya serta ‘menirunya’. Penting adanya keterlibatan para
pekerja jika bagian-bagian yang ditingkatkan akan diidentifikasi, dimiliki serta
didukung. Manajemen harus bersikap terbuka terhadap evaluasi koleganya, sebagai
bagian dari proses aktif organisasi pembelajaran.
Beberapa faktor tambahan lainnya yang mendukung kesempurnaan dalam
hal keselamatan. Pertama, adalah penting adanya kejelasan dalam organisasi
mengnai tugas dan tanggung jawab (khususnya ketika terjadi perubahan organisasi
dengan sangat cepat). Kedua, komunikasi perlu ditempatkan sebagai prioritas utama
21
dalam proses berkelanjutan, dengan memeriksa bahwa pesan yang dikirim telah
diterima dan dipahami. Terakhir, keinginan untuk membuat program kerja yang
terlalu berat perlu dihindari. Stakeholder seperti pekerja dan pengawas harus diajak
dalam menentukan prioritas, dan mereka harus menyumbang melalui sumber daya
yang memadai dalam mengembangkan rencana yang realistis demi tercapainya
peningkatan, di mana jelas pertanggungjawabannya, dan kemajuan dalam
pelaksanaan program dimonitor terus menerus.
22
Lampiran
CONTOH-CONTOH PERTANYAAN UNTUK PENGKAJIAN KONTRIBUSI INDIVIDU TERHADAP
PERBAIKAN BUDAYA KESELAMATAN
Lampiran ini berisi satu seri pertanyaan, yang timbul dari pembahasan pada
bagian utama laporan ini, yang mungkin bermanfaat bagi tiap anggota organisasi –
mulai dari pejabat sampai bawahan- untuk membantu mereka mempertimbangkan
sumbangan masing-masing terhadap budaya keselamatan. Pertanyaan ini tidak
ditujukan untuk mendalami. INSAG menyarankan badan pelaksana untuk
menggunakan pertanyaan ini sebagai bahan diskusi dan menjadikannya sebagai
pendorong setiap anggota organisasi untuk mengkaji tindakan dan sikap mereka
secara kritis dan untuk mengetahui bagaimana memberikan kontribusi terhadap
usaha perbaikan keselamatan. Proses ini merupakan cara yang baik untuk
meningkatkan budaya keselamatan. Disarankan agar badan pengawas menetapkan
satu seri pertanyaan paralel untuk digunakan dalam organisasi mereka. Termasuk
dalam seri pertanyaan ini adalah pertanyaan yang berhubungan dengan potensi
pengawas untuk mempengaruhi budaya keselamatan pada organisasi pengoperasi,
baik secara positif maupun negatif.
A.1. PERTANYAAN BAGI PENGAMBIL KEBIJAKAN/DEWAN DIREKTUR
(1) Apakah saya mempunyai gambaran yang jelas tentang apa yang dibutuhkan
organisasi untuk memperkuat budaya keselamatan dan untuk mencapai
tingkat keselamatan yang tinggi?
(2) Apakah kami pernah menerbitkan pernyataan yang jelas dan telah disepakati
bersama mengenai harapan organisasi atas keselamatan?
(3) Apakah keselamatan menjadi agenda pembahasan dalam rapat pimpinan?
(4) Apakah saya memahami isu-isu keselamatan terbaru?
(5) Apakah saya memiliki pengalaman dan pengetahuan yang diperlukan
mengenai keselamatan, khususnya keselamatan nuklir, yang bermanfaat
dalam pengambilan keputusan dan melakukan tindakan untuk menangani isu
yang terjadi sebelumnya?
(6) Apakah saya mengunjungi instalasi dengan teratur dan memperhatikan isu-
isu keselamatan?
23
A.2. PERTANYAAN BAGI TINGKAT EKSEKUTIF
(1) Apakah saya mempunyai gambaran yang jelas tentang apa yang dibutuhkan
organisasi untuk memperkuat budaya keselamatan dan untuk mencapai
tingkat keselamatan yang tinggi?
(2) Apakah kami pernah menerbitkan pernyataan yang jelas dan telah disepakati
bersama mengenai harapan organisasi atas keselamatan?
(3) Apakah saya pernah memeriksa bahwa staf saya mengerti harapan
perusahaan tersebut?
(4) Bagaimana saya bisa mengetahui bahwa manajer saya benar-benar
berkomitmen bahwa instalasi yang mengutamakan keselamatan juga
merupakan instalasi yang beroperasi dengan baik?
(5) Apakah keselamatan merupakan hal pertama yang dibahas dalam rapat
manajemen terakhir?
(6) Apakah komitmen pribadi saya terhadap keselamatan yang saya laksanakan
melalui tindakan dan ucapan saya dapat dilihat oleh staf?
(7) Apakah yang saya lakukan minggu lalu untuk menunjukkan komitmen saya
terhadap keselamatan?
(8) Apakah saya secara konsisten memuji tindakan yang baik dan menegur yang
buruk?
(9) Apakah saya memperbolehkan mengambil jalan pintas saat tertinggal dari
jadwal yang semestinya?
(10) Apakah saya mendukung secara nyata staf saya saat terakhir mereka
menghentikan pekerjaan karena alasan keselamatan?
(11) Jika terjadi penghentian operasi secara tak terduga, apa yang saya tanyakan
pertama kali? Apakah tentang implikasi keselamatan atau mengenai kapan
instalasi akan beroperasi normal kembali?
(12) Apakah saya memiliki sistem untuk meyakinkan bahwa informasi yang benar
mengenai isu keselamatan ada di depan saya, sehingga saya dapat
mengambil keputusan yang tepat?
(13) Apakah saya telah menyediakan sarana dan sumber daya yang cukup untuk
melaksanakan tindakan perbaikan yang telah disepakati bersama?
(14) Apakah saya yakin bahwa kegagalan yang nyaris terjadi ataupun peristiwa
minor lainnya telah dilaporkan?
(15) Apakah saya memiliki cara untuk memeriksa apakah proses dan sistem
dalam manajemen bekerja dengan baik?
24
(16) Bagaimana saya dapat mengetahui bahwa kami tidak berpuas diri? Apakah
saya yakin bahwa saya benar-benar mengetahuinya?
(17) Apakah saya mengetahui bagaimana cara organisasi saya membandingkan
budaya keselamatannya dengan organisasi lain?
(18) Kapan terakhir kami dinilai oleh kelompok pakar?
(19) Apakah saya memiliki bukti-bukti untuk menunjukkan bahwa kami benar-
benar organisasi yang belajar dari pengalaman?
(20) Apakah kami memiliki program yang jelas dan terprioritaskan untuk
perbaikan keselamatan yang merupakan komitmen dari setiap orang dalam
organisasi?
A.3. PERTANYAAN UNTUK TINGKAT DIREKTUR INSTALASI DAN MANAJER
SENIOR
(1) Apakah kami pernah menerbitkan pernyataan yang jelas dan telah disepakati
bersama mengenai harapan organisasi atas keselamatan?
(2) Jika saya menanyakan staf saya mengenai harapan tersebut, apakah
mereka dapat menjelaskannya?
(3) Bagaimana saya tahu bahwa atasan saya benar-benar berkomitmen bahwa
instalasi yang mengutamakan keselamatan juga merupakan instalasi yang
beroperasi dengan baik?
(4) Apakah keselamatan merupakan hal pertama yang dibicarakan dalam rapat
manajemen terakhir?
(5) Apakah saat terakhir saya berada di instalasi, komitmen saya terhadap
keselamatan terlihat melalui seluruh tindakan saya?
(6) Apakah yang saya lakukan minggu lalu untuk menunjukkan komitmen saya
terhadap keselamatan?
(7) Apakah saya secara konsisten memuji tindakan yang baik dan menegur yang
buruk?
(8) Apakah saya memperbolehkan mengambil jalan pintas saat tertinggal dari
jadwal yang semestinya?
(9) Apakah staf saya mengetahui apa yang dapat terjadi pada instalasi jika
prosedur tidak diikuti?
(10) Apakah saya menyadari bahwa tindakan menyalahi prosedur telah terjadi,
dan saya membiarkannya?
(11) Apakah keputusan terakhir kami untuk pemeliharaan dan pengoperasian
instalasi adalah keputusan yang konservatif?
25
(12) Jika terjadi penghentian operasi secara tak terduga, apa yang akan saya
tanyakan pertama kali? Apakah tentang implikasi keselamatan atau
mengenai kapan instalasi akan beroperasi normal kembali?
(13) Apakah saya yakin bahwa sistem kami untuk menindaklanjuti hasil temuan
dari laporan kejadian dan penilaian kelompok pakar berjalan dengan
semestinya?
(14) Apakah saya segera memperbaiki tindakan dan/atau kondisi yang tidak aman
pada saat saya melihatnya atau pada saat ada yang memberitahukan pada
saya?
(15) Apakah saya mengetahui isu keselamatan sebenarnya di instalasi saya?
(16) Apakah seluruh staf saya mengerti sepenuhnya potensi konsekuensi
keselamatan dari kesalahan yang mungkin mereka lakukan?
(17) Apakah kami melihat secara sistematis kepada organisasi lain dan bagian
lain organisasi kami untuk mengetahui apa yang dapat kami pelajari dari
mereka?
(18) Apakah saya mendorong staf saya, bekerja dalam tim, untuk memikirkan
cara-cara untuk meningkatkan keselamatan?
(19) Bagaimana saya dapat mengetahui bahwa kami tidak berpuas diri? Apakah
saya yakin bahwa saya benar-benar mengetahuinya?
(20) Apakah saya benar-benar mengetahui bahwa prosedur dan proses dalam
manajemen bekerja dengan semestinya?
(21) Apakah saya memiliki bukti-bukti untuk menunjukkan bahwa kami benar-
benar organisasi yang belajar dari pengalaman?
(22) Apakah kami memiliki program yang jelas dan terprioritaskan untuk
perbaikan keselamatan di mana staf saya ikut serta dalam
pengembangannya?
A.4. PERTANYAAN UNTUK MANAJER TINGKAT MENENGAH
(1) Apakah keselamatan merupakan hal utama yang dibahas dalam rapat
manajemen dan pengarahan tim terakhir?
(2) Ketika berada di instalasi, apakah saya terlihat tertarik pada hal-hal yang
berhubungan dengan keselamatan?
(3) Apakah yang saya lakukan minggu lalu untuk menunjukkan komitmen saya
terhadap keselamatan?
(4) Apakah saya secara konsisten memuji tindakan yang baik dan menegur yang
buruk?
26
(5) Apakah saya memperbolehkan mengambil jalan pintas saat tertinggal dari
jadwal yang semestinya?
(6) Apakah staf yang akan menggunakan prosedur ikut membantu dalam
pembuatan prosedur tersebut?
(7) Apakah prosedur yang ada mudah dimengerti dan dilaksanakan?
(8) Apakah staf saya mengerti apa yang akan terjadi pada instalasi dan
masyarakat jika suatu prosedur tidak dilaksanakan?
(9) Apakah baru-baru ini staf saya memberitahukan tentang prosedur yang buruk
dan apakah saya telah mengambil suatu tindakan untuk menanganinya?
(10) Apakah saya menyadari bahwa tindakan menyalahi prosedur telah dilakukan,
dan saya tetap membiarkannya?
(11) Apa yang terakhir kali kami lakukan saat prosedur tidak diindahkan atau tidak
diikuti?
(12) Apakah keputusan yang terakhir saya buat merupakan keputusan yang
konservatif?
(13) Apakah staf saya benar-benar “berhenti, berpikir, bertindak dan mengkaji”
pada saat terakhir mereka melaksanakan tugas yang berhubungan dengan
keselamatan? Bagaimana saya bisa mengetahuinya?
(14) Bagaimana saya tahu bahwa atasan saya benar-benar berkomitmen bahwa
instalasi yang mengutamakan keselamatan juga merupakan instalasi yang
beroperasi dengan baik?
(15) Apakah staf saya meminta saran jika mereka memiliki keraguan mengenai
masalah keselamatan?
(16) Apakah saya terlihat mendukung staf saya saat terakhir mereka
menghentikan pekerjaan karena alasan keselamatan?
(17) Bagaimana saya dapat mengetahui bahwa staf saya mengerti harapan- saya
terhadap keselamatan?
(18) Apakah saya segera menindaklanjuti tindakan tidak aman yang dilaporkan
kepada saya? Apakah saya berterima kasih dan memberikan umpan balik
kepada pelapor tersebut?
(19) Apakah seluruh staf saya mengerti sepenuhnya potensi konsekuensi
keselamatan dari kesalahan yang mungkin mereka lakukan?
(20) Apa yang dapat dijelaskan dari perbandingan jumlah kejadian nyaris gagal
dengan jumlah kecelakaan yang telah dilaporkan mengenai sistem pelaporan
yang ada?
27
(21) Apakah cukup jelas bagi saya tentang siapa yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan perbaikan keselamatan pada saat terakhir disepakati? Apakah
pekerja lapisan bawah juga mengetahuinya?
(22) Apakah saya memiliki bukti-bukti untuk menunjukkan bahwa kami benar-
benar organisasi yang belajar dari pengalaman?
(23) Apakah saya menjelaskan kepada staf saya dan melibatkan mereka dalam
diskusi mengenai prioritas keselamatan kami yang sebenarnya?
A.5. PERTANYAAN BAGI SUPERVISOR
(1) Apakah keselamatan merupakan hal pertama yang dibicarakan dalam rapat
singkat tim terakhir?
(2) Apakah yang saya lakukan minggu lalu untuk menunjukkan komitmen saya
terhadap keselamatan?
(3) Apakah staf yang akan menggunakan prosedur ikut membantu dalam
pembuatan prosedur tersebut?
(4) Apakah prosedur yang ada mudah dimengerti dan dilaksanakan?
(5) Apakah staf saya mengerti apa yang akan terjadi pada instalasi dan
masyarakat jika suatu prosedur tidak diikuti?
(6) Apakah baru-baru ini staf saya memberitahukan tentang prosedur yang buruk
dan apakah saya telah mengambil suatu tindakan untuk menanganinya?
(7) Apakah saya menyadari bahwa tindakan menyalahi prosedur telah dilakukan,
dan saya tetap membiarkannya?
(8) Apa yang terakhir kali kami lakukan saat prosedur tidak diindahkan atau tidak
diikuti?
(9) Apakah staf saya benar-benar “berhenti, berpikir, bertindak dan mengkaji”
pada saat terakhir mereka melaksanakan tugas yang berhubungan dengan
keselamatan? Bagaimana saya bisa mengetahuinya?
(10) Apakah staf saya meminta saran jika mereka memiliki keraguan mengenai
masalah keselamatan?
(11) Apakah saya terlihat mendukung staf saya saat terakhir mereka
menghentikan pekerjaan karena alasan keselamatan?
(12) Apakah yang saya lakukan jika ada staf saya yang tidak melaporkan
kesalahan atau kejadian yang nyaris menjadi keselahan?
(13) Bagaimana saya mengetahui bahwa staf saya menangani tindakan dan/atau
kondisi tidak aman ketika mereka menemukannya?
28
(14) Apakah saya menegur tindakan dan/atau kondisi tidak aman ketika saya
menemukannya dan mengambil tindakan segera?
(15) Apakah saya mendorong staf saya untuk memberikan ide untuk perbaikan?
Apakah saya menindaklanjutinya?
(16) Bagaimana saya mengetahui bahwa staf saya mengerti pesan keselamatan
kami?
(17) Apakah saya melakukan pendekatan yang bijaksana saat mengawasi
pekerjaan staf saya minggu lalu
(18) Apakah staf saya benar-benar mengerti bahwa hal-hal yang mereka lakukan
dapat berakibat serius? Bagaimana saya mengetahuinya?
A.6. PERTANYAAN UNTUK PEKERJA BAWAH
(1) Apakah saya selalu memahami tugas saya sebelum melaksanakannya?
(2) Apakah saya tahu tanggung jawab saya
(3) Apakah saya tahu apa yang dapat terjadi jika pekerjaan ini tidak dilakukan
dengan semestinya?
(4) Apakah pengetahuan saya cukup untuk melakukan pekerjaan?
(5) Apakah saya mengenali orang-orang yang sama-sama bertanggung jawab
dalam tugas ini?
(6) Apakah ada kejadian yang tidak biasa dalam pekerjaan ini?
(7) Apakah saya membutuhkan bantuan dan apakah saya tahu dari siapa saya
mendapatkan bantuan tersebut?
(8) Apakah saya mengetahui yang harus dilakukan jika ada yang berjalan tidak
semestinya?
(9) Apakah saya mengetahui prosedurnya dan mengapa prosedur tersebut
harus dilaksanakan?
(10) Apakah instruksi saya lebih mudah dimengerti dan diikuti jika saya terlibat
dalam pembuatannya? Apakah yang dapat saya lakukan untuk
meningkatkan kualitasnya?
(11) Apakah saya telah mengikuti prosedur dengan semestinya?
(12) Apakah saya siap menangani hal-hal yang tdak terduga?
(13) Apakah saya akan berhenti dan berpikir jika ada masalah muncul?
(14) Apakah saya mengambil jalan pintas?
(15) Apakah dalam melakukan pekerjaan saya bersih dan rapi?
(16) Apakah saya melaporkan masalah terakhir yang saya lihat?
29
(17) Apakah saya memberitahu orang lain saat saya melihat mereka melakukan
sesuatu yang tidak aman atau memuji jika mereka melakukan sesuatu
dengan cara yang sangat aman?
(18) Apakah saya benar-benar mengerti bagaimana hal-hal yang saya lakukan
dapat berakibat serius?
(19) Apakah saya yakin bahwa pekerja pada giliran berikut benar-benar
mengetahui isu-isu keselamatan saat mengambil alih pekerjaan?
30
top related