jkptumpo gdl yayukdwirdgdxa 806 1 polycyst e
Post on 05-Nov-2015
10 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
-
1
Polycystic Ovarian Syndrome (Pcos)
Yayuk Dwirahayu, S.Kep Ns, M.Kes (Repro)
ABSTRAK
PCOS adalah kumpulan tanda dan gejala yang terdiri dari oligo/anovulasi,
hiperandrogen dan polistik ovarium. Prevalensi PCOS di populasi adalah 20-33%.
Etiologi dan patofisiologi yang terkait dengan PCOS adalah peningkatan faktor
pertumbuhan atau inadekuatnya produksi protein pengikat faktor pertumbuhan,
produksi androgen yang berlebih oleh ovarium, kelenjar adrenal atau keduanya,
obesitas, hiperinsulin, hambatan ovulasi dan hipersekresi LH, dan kelainan genetik.
Gejala klinis PCOS adalah infertilitas, kelainan menstruasi, hiperinsulin, ukuran
ovarium membesar, hirsutism dan obesitas. Kelainan hormonal yang ditemukan pada
PCOS adalah meningkatnya perbandingan kadar LH dan FSH, tingginya kadar
androgen, dan produksi estrogen yang meningkat. Risiko komplikasi jangka panjang
untuk penderita PCOS adalah penyakit kardiovaskular. Pemeriksaan penunjang
dilakukan untuk menegakkan diagnosis pasti PCOS dan menyingkirkan diagnosis
banding, yaitu dengan laparoskopik, USG dan pemeriksaa laboratorium. Pencegahan
PCOS dilakukan dengan meminimalkan faktor risiko timbulnya PCOS. Terapi PCOS
didasarkan tanda dan gejala yang timbul pada pasien yang bersangkutan, dapat berupa
terapi klinis dan terapi infertilitas, bersifat medisinalis maupun operatif.
Kata Kunci: Oligo/Anovulasi, Hiperandrogen, Polikistik Ovarium
PENDAHULUAN
Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) adalah kumpulan tanda dan gejala yang
terdiri dari oligo/anvulasi, hiperandrogen dan polistik ovarium. Awalnya PCOS
dikenal dengan nama sindrom Stein-Leventhal.1 Sindrom ini merupakan penyebab
gangguan sistem reproduksi wanita yang terbanyak.2
Insiden PCOS bervariasi tergantung dari parameter yang dianalisis. Dari 12.160
laparotomi nonspesifik yang dilakukan oleh ahli ginekologi, ditemukan PCOS sebesar
1,4% kasus. Sedangkan pada wanita dengan infertilitas ditemukan PCOS antara 0,6-
4,3%.1 Sebesar 26% pasien dengan infertilitas primer dan 14% dengan infertilitas
sekunder ternyata memiliki Body Mass Index (BMI) >30 kg/m2 dan dinyatakan
sebagai kelebihan berat badan atau obesitas. Obesitas berhubungan dengan risiko
terjadinya hirsutism, gangguan haid dan meningkatnya kadar testosteron.3
-
2
Prevalensi PCOS secara umum di populasi adalah 20-33%. Prevalensi PCOS
dapat dipengaruhi oleh faktor ras/etnik dan kondisi negara. Di Eropa, sebesar 26%
wanita menderita PCOS pada usia 18-24 tahun. Di Alabama berkisar 4,5-11% dan di
Mesir sebesar 9%. Prevalensi tertinggi sebesar 52% adalah pada warga imigran dari
Asia yang menetap di Inggris. Hal ini terkait dengan resistensi insulin yang banyak
diderita oleh masyarakat Asia, didiagnosa sebagai diabetes tipe 2. Kondisi ini yang
mempengaruhi terjadinya PCOS.3 Di Spanyol, PCOS juga dapat ditemukan pada
wanita premenopause yaitu sebesar 6,5%.4
ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI PCOS
Etiologi PCOS bersifat multifaktorial.5 Etiologi dan patofisiologinya berawal dari
adanya gangguan sistem endokrin. Beberapa etiologi dan patofisiologi yang terkait
dengan PCOS adalah:
1. Peningkatan faktor pertumbuhan atau inadekuatnya produksi protein pengikat
faktor pertumbuhan akan menyebabkan meningkatnya faktor pertumbuhan yang
tidak terikat sehingga akan meningkatkan respon ovarium terhadap Luteinizing
Hormone (LH) dan Follicle Stimulating Hormone (FSH). Dengan demikian
perkembangan folikel ovarium akan bertambah dan produksi androgen juga
meningkat. Perkembangan folikel yang berlebih ini akan menyebabkan
banyaknya folikel yang bersifat kistik.1
2. Produksi androgen yang berlebih oleh ovarium, kelenjar adrenal atau keduanya,
akan menyebabkan aromatisasi androgen menjadi estrogen juga meningkat.
Karena estrogen meningkat maka akan mengganggu pulsasi Gonadotropin
Releasing Hormone (GnRH) sehingga pulsasi yang dihasilkan akan meningkatkan
kadar LH. LH yang tinggi akan menyebabkan produksi androgen meningkat.1
-
3
3. Obesitas akan menyebabkan hiperinsulin yang kronis atau resistensi insulin.
Hiperinsulin akan menstimulasi sel teka ovarium secara berlebihan untuk
memproduksi androgen. Stimulasi tersebut akan menghambat produksi Sex
Hormone Binding Globulin (SHBG) sehingga androgen bebas akan meningkat.
Di perifer, androgen akan diaromatisasi menjadi estrogen sehingga dengan
estrogen yang tinggi dapat menyebabkan kelainan pulsasi LH.1 Selain itu, pada
obesitas juga terdapat gangguan dalam pengendalingan sinyal rasa lapar
(pengendalian rasa lapar berkurang). Akibatnya asupan glukosa akan meningkat.
Meningkatnya glukosa akan menyebabkan hiperinsulin yang akan menstimulasi
sekresi steroid adrenal sehingga terjadi hiperandrogen.6
4. Hiperinsulin akan menyebabkan sensitivitas sel teka terhadap insulin meningkat
sehingga sel teka terstimulasi berlebihan. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya
fosforilasi serine dari komponen 17,20-lyase yang terdapat pada sitokrom
9P450c17 alfa di sel teka. Fosforilasi tersebut akan memicu sintesis androgen di
kelenjar adrenal dan ovarium (Gambar 1 dan 2).2
Fosforilasi serine
Transpot glukosa Aktivitas P450c17 17,20 lyase
Hiperinsulinemia DHA adrenal, Androstenedion &
DHAS testosteron di Ovarium
Gambar 1 Mekanisme hiperinsulinemia dan hiperandrogen7
-
4
Gambar 2 Kadar insulin yang tinggi dapat menyebabkan akantosis nigrikan,
hipersekresi LH oleh pituitari, penebalan sel teka ovarium, obesitas dan
diabetes tipe 2 8
5. Infertilitas pada PCOS disebabkan oleh adanya hambatan ovulasi dan hipersekresi
LH. Ovulasi terhambat karena hiperinsulin dan hiperandrogen (Gambar 3).
Berat/ringannya infertilitas yang terjadi tergantung dengan berat/ringannya
PCOS.2
LH Androstenedion + Testosteron Atresia folikel
Estron SHBG Testosteron bebas
Ca endometrium Estradiol bebas Hirsutism Infertilitas
Gambar 3 Mekanisme infertilitas pada PCOS7
6. Hiperandrogen, anovulasi dan polikistik pada ovarium dapat disebabkan oleh
faktor genetik yang terkait kromosom X dominan. Tapi pada kasus lain juga
-
5
dapat terkait dengan kromosom autosom dominan. Jika seorang wanita yang
memiliki ibu atau saudara perempuan yang menderita PCOS, maka sebesar 50%
wanita tersebut juga akan menderita PCOS.7
7. Karena PCOS terkait dengan resistensi insulin pada diabetes tipe 2, maka kelainan
genetik yang menyebabkan diabetes tipe 2 juga dapat menjadi penyebab PCOS,
yaitu kelainangen pada reseptor insulin di kromosom 19. 5
Secara keseluruhan, patofisiologi pada PCOS dapat terjadi bersamaan seperti
pada Gambar 4.
Fungsi adrenal Obesitas
Androstenedion Hiperinsulin
Estron (aromatisasi di perifer) Aromatisasi di perifer
LH (gangguan pulsasi) Produksi androgen di ovarium Deregulasi sitokrom p450c-17
Gangguan fungsi neuroendokrin Faktor pertumbuhan dan protein
Dari SSP pengikatnya tidak seimbang
Gambar 4 Patofisiologi PCOS1
MANIFESTASI KLINIS
Gejala Klinis
Gejala klinis PCOS adalah infertilitas, kelainan menstruasi, hiperinsulin, ukuran
ovarium membesar, hirsutism dan obesitas.1, 3, 6
Gejala yang timbul dapat bervariasi
tergantung dari perubahan struktural ovarium yang terjadi. Pemeriksaan USG dapat
membantu diagnosis dengan ditemukannya gambaran folikel kistik berjejer seperti
-
6
kalung di perifer dan stroma ovarium. Dapat pula terjadi wanita dengan klinis PCOS
tapi memiliki gambaran USG yang normal.1
Kelainan menstruasi pada PCOS dapat berupa oligomenore, amenore, atau
polimenore. Gejala lain yang juga didapatkan adalah akne dan akantosis nigrikans.2, 3
Akantosis nigrikans adalah tanda yang timbul akibat hiperinsulin dan resistensi
insulin berupa hiperpigmentosis pada kulit, paling banyak didapatkan di aksila atau
lipatan leher, tapi dapat pula didapatkan di bagian tubuh lain (Gambar 5).2
Gambar 5 Akantosis nigrikans di papilla mammae
9
Tahun 1990, National Institute of Health (NIH) membuat kriteria diagnosis PCOS
berupa oligo/anovulasi disertai tanda klinis dan kelainan akibat hiperandrogen.
Kriteria Roterdam tahun 2003 merumuskan PCOS menjadi 4 subtipe, yaitu: 10, 11
1. Gangguan menstruasi + polikistik ovarium + hiperandrogen
2. Gangguan menstruasi + polikistik ovarium
3. Gangguan menstruasi + hiperandrogen
4. Hiperandrogen dan polikistik ovarium
Adapun tanda dan gejala PCOS yang dirumuskan oleh American Society for
Reproductive Medicine (ASRM) dan European Society of Human Reproduction and
Embryology (ESHRE) pada tahun 2003 adalah harus memiliki 2 dari 3 gejala
berikut:5,11
-
7
1. Hiperandrogen, ditandai dengan meningkatnya kadar androgen bebas atau tanda
klinis hirsutism
2. Gangguan siklus menstruasi
3. Polikistik ovarium, diketahui dari pemeriksaan USG. Disebut polikistik jika
ditemukan 12/lebih folikel di tiap ovarium dengan diameter 2-9 mm dan/atau
disertai penambahan volume ovarium menjadi >10 ml
Sebelum menentukan diagnosa PCOS, terlebih dahulu harus menyingkirkan
adanya hiperplasia adrenal kongenital klasik dan non klasik (defisiensi enzim 121-
hidroksilase), sindrom Cushing, disfungsi tiroid dan tumor yang memproduksi
testosteron.5,11
Berdasarkan konsensus tahun 2003, prinsip yang ditetapkan untuk skrining
kelainan metabolik adalah: 11
1. Untuk mendiagnosis PCOS tidak diperlukan test resistensi insulin
2. Wanita obesitas dengan PCOS sebaiknya diskrining ada/tidaknya sindrom
metabolik termasuk intoleransi glukosa dengan pemeriksaan kadar glukosa puasa
dan glukosa 2 jam PP
3. Skrining lebih lanjut diperlukan untuk wanita dengan PCOS yang tidak menderita
obesitas terutama jika memiliki risiko resistensi insulin (riwayat keluarga
menderita diabetes tipe 2).
Gambaran Morfologi
Secara umum, gambaran mikroskopik yang ditemukan dari pemeriksaan
histopatologi adalah: 1
-
8
1. Penebalan tunika albuginea
2. Hipertekosis (sel teka bertambah banyak)
3. Lutenisasi teka interna
4. Penebalan membran basal
5. Berkurangnya sel granulosa
Kapsul ovarium menebal dan mejadi fibrotik. Dalam keadaan normal, tebal
kapsul ovarium hanya 100 m, sedangkan pada PCOS menjadi 444-595 m. Folikel
kistik ditemukan di antara 1-3 lapis sel granulosa, sedangkan folikel yang atresia
ditemukan di bawah kapsul ovarium yang menebal. Hipertekosis adalah
bertambahnya lapisan sel teka. Pada keadaan normal terdapat 6-14 baris sel teka,
sedangkan pada PCOS menjadi 17-34 baris. Kadang sel teka tersebut juga mengalami
lutenisasi. Pada beberapa kasus juga ditemukan hiperplasia sel stroma di medulla
dan/atau hilus.1
Kelainan Hormonal
Kelainan hormonal yang ditemukan pada PCOS adalah meningkatnya
perbandingan kadar LH dan FSH, tingginya kadar androgen, dan produksi estrogen
yang meningkat. Pada kondisi ini juga dapat ditemukan hiperinsulinemia akibat
hipersekresi insulin pada diabetes resistensi insulin.1, 2, 3
Tingginya rasio LH/FSH
tersebut akan menyebabkan gangguan maturitas oosit, menurunnya kemampuan untuk
melakukan fertilisasi dan kualitas embrio berkurang sehingga angka fekunditas
menurun dan tingginya kejadian abortus.11
Kadar hormon yang dijadikan standar
diagnosis PCOS dapat dilihat pada Tabel 1.
-
9
Tabel 1 Data laboratorium untuk diagnosa PCOS8
KOMPLIKASI
Risiko komplikasi jangka panjang untuk penderita PCOS adalah penyakit
kardiovaskular. Kondisi ini disebabkan oleh adanya hiperinsulin. Semakin tinggi
kadar insulin serum maka makin rendah kadar High Density Lipoprotein (HDL)
plasma. Rendahnya HDL plasma akan memcu kelainan kardiovaskular.2 Selain itu,
hiperinsulin juga dapat menimbulkan dislipidemia sebagai risiko terjadinya kelainan
kardiovaskular seperti penyakit jantung koroner dan stroke.11
DIAGNOSIS BANDING
Untuk menegakkan diagnosa PCOS, maka penyakit lain yang memberikan tanda
dan gejala yang mirip PCOS harus disingkirkan (Tabel 2).
-
10
Tabel 2 Diagnosis banding PCOS8
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis pasti polikistik ovarium memerlukan visualisasi ovarium melalui
laparotomi yang dikuti oleh biopsi untuk melihat hasil pemeriksaan histologi.
Laparotomi yang dilakukan juga dapat diikuti dengan laparoskopik.3 Pada
pemeriksaan laparoskopik, ovarium ditemukan lebih besar daripada normal, berwarna
putih dan dibungkus oleh kapsul yang tebal. Selain dengan laparotomi dan
laparoskopik, PCOS juga dapat diperiksa dengan menggunakan Ultrasonografi
(USG).2
USG adalah pemeriksaan yang bersifat tidak invasif. USG yang digunakan dapat
berupa transabdominal dan transvaginal. Hasil USG transabdominal menunjukkan
-
11
ovarium yang lebih besar daripada normal, kista tersusun mengelilingi ovarium
disertai adanya stroma berupa gambaran ekodense. Minimal 10 folikel dengan
diameter 2-8 mm berjejer mengelilingi stroma ovarium.2, 3
Pemeriksaan penunjang
lainnya adalah pemeriksaan laboratorium (Tabel 1).
PENATALAKSANAAN PCOS
Pencegahan
Dalam melakukan pencegahan PCOS, terlebih dahulu harus mengenali faktor
risikonya, yaitu: 1, 11
Diabetes pada ibu yang sedang hamil
Hiperplasia borderline dari kelenjar adrenal
Hipotiroidism
Obesitas, terutama obesitas pada abdomen dengan keliling >88 cm/>15 inchi
Kadar trigliserida >= 150 mg/dl
Kadar HDL < 50 mg/dl
Tekanan darah >=130/>=85 mmHg
Kadar glukosa 2 jam PP 140-199 mg/dl
Faktor risiko tersebut dapat menyebabkan akne prepubertas, hirsutism dan siklus
menstruasi yang terganggu. Dampak akhirnya adalah infertilitas. Dengan demikian
pencegahan faktor risiko tersebut sangat diperlukan.1
-
12
PROTOKOL MANAJEMEN KLINIS
Protokol yang digunakan dalam penanganan PCOS adalah: 1
1. Group A: ditandai dengan hirsutism dan gangguan menstruasi dengan onset yang
pendek, disertai dengan tanda lain dari maskulinisasi (perubahan kontur tubuh,
pembesaran klitoris, dan perubahan suara). Jika didapatkan kadar testosteron > 2
ng/ml, maka dilakukan pemeriksaan USG/CT scan untuk mengetahui adanya
tumor ovarium/tidak. Jika didapatkan tumor ovarium maka dilakukan laparotomi.
Jika tidak didapatkan tumor ovarium maka dilakukan pencarian sumber produksi
testosteron yang lain dan diterapi sesuai sumber kelainan yang ditemukan.
2. Group B: ditandai dengan hirsutism, gangguan menstruasi dan infertilitas. Pada
kelompok ini tanda dan gejala timbul secara perlahan dan semakin parah. Tanda
maskulinisasi tidak ditemukan atau ditemukan dalam jumlah yang sedikit karena
kadar testosteron < 2 ng/ml. Jika termasuk dalam kelompok ini maka dilakukan
pemeriksaan dehidroepiandrosteron sulfat (DHEA-S). Hasilnya disesuaikan
dengan alur pada Gambar 6.
Terapi untuk mengatasi infertilitas yang dipilih adalah induksi ovulasi, menekan
kadar LH dan fertilisasi invitro. Induksi ovulasi dilakukan seperti pada Gambar 7.1
Ovulasi akan normal kembali setelah pemberian klomifen sitrat pada 80% pasien dan
angka fekunditasnya sebesar 35-40%. Sebesar 75% kehamilan pada pasien PCOS
terjadi pada 3 siklus terapi pertama.12
Terapi bedah yang dilakukan adalah reseksi parsial ovarium yaitu pada bagian
tepinya, disebut wedge resection.1, 12
Tujuannya adalah menghilangkan sebagian
massa jaringan ovarium yang memproduksi androgen, menghilangkan folikel yang
atresia , stroma dan hiperplasia sel teka. Hasil akhir yang diharapkan adalah turunnya
-
13
kadar testosteron dan estrogen plasma. Teknik lain yang digunakan adalah katerisasi
elektroda yang dilakukan di bawah kontrol laparoskopik. Katerisasi ini dilakukan
setelah terapi induksi ovulasi gagal. 1
Hirsutism dan gangguan haid
Progresifitas lambat, tanda maskulinisasi +/-
Testosteron < 2 ng/ml
Pemeriksaan DHEA-S
Meningkat Normal
Pemeriksaan fungsi adrenal
Abnormal Normal
Sindrom androgenital Pemeriksaan fungsi tiroid
Kortikosteroid Hipotiroid Normal
Evaluasi& Tx Pemeriksaan prolaktin
Meningkat Normal
Evaluasi dan terapi Mungkin PCOS
USG,rasio LH/FSH
Kehamilan + Kehamilan
Evaluasi dan terapi Terapi siklik:
Antiandrogen&estrogen
Gambar 6 Logaritma Terapi PCOS Group B 1
-
14
Klomifen sitrat 3-6 siklus
Kehamilan + Kehamilan
Supresi fungsi pituitari dengan GnRH analog
Induksi ovulasi dengan GnRH pulsatil atau FSH atau HMG + HCG
Kehamilan + Kehamilan
Operasi
Gambar 7 Induksi ovulasi1
Ovarian drilling dengan laparoskopik merupakan terapi untuk mengatasi
anovulasi pada PCOS setelah terapi klomifen sitrat gagal. Terapi ini dapat
meningkatkan ovulasi dan persentasi keberhasilan kehamilan sekaligus mengoreksi
kelainan hormonal yang timbul pada PCOS. Setelah ovarian drilling, rasio LH/FSH
dan kadar androgen mulai turun. Dari hasil pemeriksaan USG didapatkan ukuran
ovarium mulai mengecil. Volume ovarium sebelum ovarian drilling 12,2 ml, akan
menjadi 6,9 ml setelah 3 minggu paska tindakan.13
Selain dengan ovarian drillling,
untuk menurunkan rasio LH/FSH dapat dengan pemberian GnRH agonist.11
Untuk
mengurangi hiperandrogen diberikan anti androgen. Sedangkan untuk mengatasi
komplikasi jangka panjang dilakukan koreksi terhadap faktor risiko penyakit jantung
dan kelainan metabolik yang dideteksi.2
Terapi lain untuk PCOS adalah dengan memberikan agen yang sensitif terhadap
insulin seperti metformin, rosiglitazone dan pioglitazone. Dosis metformin yang
digunakan dan efek yang ditimbulkannya dapat dilihat pada Tabel 3. Selain itu juga
disarankan untuk melakukan diet kalori terbatas dan olahraga. Rangkaian terapi ini
-
15
dapat menurunkan kadar androgen dan merangsang siklus menstruasi yang
ovulatorik.5
Tabel 3 Dosis metformin untk PCOS8
Pil Keluarga Berencana (KB) kombinasi biasanya juga digunakan untuk terapi
PCOS. Fungsinya secara umum untuk merangsang timbulnya siklus haid yang
teratur, mengurangi sekresi LH dan mengurangi produksi androgen. Komponen
estrogennya dapat meningkatkan protein pengikat homon streoid sehingga
mengurangi androgen bebas. Sedangkan komponen progestinnya melindungi
endometrium dari reaksi hiperplasia.14
Berdasarkan responnya terhadap pil KB kombinasi, PCOS dibagi menjadi
beberapa kuartil, yaitu: 14
Kuartil 1: memiliki sensitifitas insulin yang normal secara genetik, bertubuh
kurus, hanya memiliki masalah hiperandrogen. Terapi dengan pil KB kombinasi
membantu dalam metabolisme karbohidrat dengan mengurangi kadar androgen
Kuartil 2: memiliki kelainan sensitifitas terhadap insulin yang ringan secara
genetis, berat badan normal atau sedikit overweight, terdapat hiperandrogen. Pil
KB kombinasi juga memperbaiki toleransi glukosa dengan mengurangi kadar
androgen.
-
16
Kuartil 3: menderita kelainan sensitifitas insulin secara genetik yang sudah
moderat, berat badan overweight, terdapat hiperandrogen dan kelainan pubertas.
Terapi pil KB kombinasi pada kelompok ini akan menyebabkan toleransi glukosa,
sehinga kelainan yang ditimbulkannya lebih berat daripada efeknya dalam
mengurangi kadar androgen.
Kuartil 4: kelainan sensitifitas insulin yang berat secara genetik, terdapat obesitas,
hiperandrogen dan kelainan pubertas. Terapi dengan pil KB kombinasi akan
memperparah penyakit diabetes mellitus yang dideritanya.
Dalam manajemen penatalaksanaan PCOS, konseling sangat diperlukan untuk
semua pasien sebelum dan setelah terapi disertai modifikasi gaya hidup terutama
penurunan berat badan dan olahraga. Merokok dan konsumsi alkohol juga harus
ditinggalkan karena dapat menggagalkan terapi.12
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. PCOS adalah kelainan sistem reproduksi wanita yang terdiri dari beberapa gejala,
yaitu infertilitas (oligo/anovulasi), hiperandrogen, dan polikistik ovarium. Tanda
dan gejala yang timbul bervariasi, terdiri dari tanda dan gejala klinis, perubahan
morfologi sel dan kelainan hormonal.
2. Etiologi dan patofisiologi bersifat multifaktorial karena banyak faktor yang
terkait, ada yang bersifat sentral dan perifer.
3. Komplikasi jangka panjang adalah kelainan kardiovaskular dan memerparah
diabetes mellitus yang diderita.
-
17
4. Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menegakkan diagnosis pasti PCOS dan
menyingkirkan diagnosis banding, yaitu dengan laparoskopik, USG dan
pemeriksaa laboratorium.
5. Pencegahan PCOS dilakukan dengan meminimalkan faktor risiko timbulnya
PCOS.
6. Terapi PCOS didasarkan tanda dan gejala yang timbul pada pasien yang
bersangkutan, dapat berupa terapi klinis dan terapi infertilitas, bersifat medisinalis
maupun operatif.
Saran
PCOS harus dideteksi dan diterapi sedini mungkin untuk menghindari komplikasi
yang mungkin terjadi yang dapat menambah keparahan penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
1. Insler, V., Lunenfeld, B. 1993. Polycystic Ovarian Disease in: Infertility: Male and Female Second Edition. Newyork: Churchill Livingstone; 661-75.
2. Jacobs, HS. 1999. Polycystic Ovary Syndrome in: Atlas of Clinical Gynecology Volume III Reproductive Endocrinology. Philadelphia: Appleton Lange Current
Medicine, Inc; 5.2-5.15.
3. Balen, A., Michelmore, K. 2002. What is Polycystic Ovary Syndrome? Are National Views Important? Human Reproduction 17 (9): 2219-27.
4. Blasco, FA., Botella-Carreterro, JI. 2006. Prevalence and Characteristics of Polycystic Ovary Syndrome in Overweight and Obese Women. Arch Intern Med
166: 2081-6.
5. Abbott, DH., Barnett, DK., Bruns, CM., Dumesic, DA. 2005. Androgen Excess Fetal Programming of Female Reproduction: A Developmental Aetiology for
Polycystic Ovary Syndrome. Human Reproduction 11 (4): 57-74.
6. Kasim-Karakas, SE., Cunningham, WM., Tsodikov, A. 2007. Relation ot Nutrients and Hormones in Polycystic Ovary Syndrome. Am J Clin Nutr 85: 688-
94.
-
18
7. Speroff, L., Fritz, MA. 2005. Clinical Gynecologic Andocrinology and Infertility Seventh Edition Book 1. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 470-91.
8. Salmi, DJ., Zisser, HC., Jovanovic, L. 2004. Minireview: Screening for and Treatment of Polycystic Ovary Syndrome in Teenagers. Society for Experimental
Biology and Medicine: 369-75.
9. Katz, AS., Goff, DC., Feldman, SR. 2000. Acanthosis Nigricans in Obese Patients: Presentations and Implications for Prevention of Atherosklerotic
Vascular Disease. Dermatology Online Journal 6 (1): 1.
10. Chae, SJ., Kim, JJ., Choi, YM., Hwang, KR., Jee, BC., Ku, SY., Suh, CS., Km, SH., Kim, JG., Moon, SY. 2008. Clinical and Biochemical Characteristic of
Polycystic Ovary Syndrome in Korean Women. Human Reproduction 23 (8):
1924-31.
11. Fauser, B. 2004. Revised 2003 Consensus on Diagnostic Criteria and Long-term Health Risks Related to Polycystic Ovary Sydrome (PCOS). Human
Reproduction 19 (1): 41-7.
12. Rajashekar, L., Krishna, D., Patil, M. 2008. Polycystic Ovaries and Infertility: Our Experience. J Hum Reprod Sci 1 (2): 65-71.
13. Amer, SAKS., Banu, Z., Li, TC., Cooke, ID. 2002. Long-term Follow-up of Patients with Polycystic Ovary Syndrome after Laparoscopic Ovarian Drilling:
Endocrine and Ultrasonographic Outcomes. Human Reproduction 17 (11): 2851-
7.
14. Nadir, S., Diamanti-Kandarakis, E. 2007. Polycystic Ovary Syndrome, Oral Contraceptives and Metabolic Issues: New Perspectives and A Unifying
Hypothesis. Human Reproduction 22 (2): 317-22.
top related