jurusan al-ahwal as-syakhsiyah fakultas syari’ah...
Post on 02-Mar-2019
224 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
UPAYA KELUARGA AUTIS DALAM MEMBINA KELUARGA SAKINAH (Studi Di Lembaga Pendidikan Autis Aldewis Kota Blitar)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh :
Nurul Laila
NIM 04210069
JURUSAN AL-AHWAL AS-SYAKHSIYAH FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG
OKTOBER, 2008
2
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Pembimbing penulisan skripsi saudara Nurul Laila, NIM 04210069, mahasiswi
Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, setelah membaca,
mengamati kembali berbagai data yang ada di dalamnya, dan mengoreksi, maka
skripsi yang bersangkutan dengan judul:
UPAYA KELUARGA AUTIS DALAM MEMBINA KELUARGA SAKINAH (Studi Di Lembaga Pendidikan Autis Aldewis Kota Blitar)
Telah dianggap memenuhi syarat-syarat ilmiah untuk disetujui dan diajukan pada
majelis dewan penguji.
Malang, 14 Oktober 2008 Pembimbing,
Dra. Mufidah CH, M.Ag NIP. 150 240 393
3
HALAMAN PERSETUJUAN
UPAYA KELUARGA AUTIS DALAM MEMBINA KELUARGA SAKINAH
(Studi Di Lembaga Pendidikan Autis Aldewis Kota Blitar)
Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Hukum Islam
Oleh: Nurul Laila
NIM. 04210069
Telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan Oleh
Dosen Pembimbing
Dra. Mufidah CH, M.Ag NIP. 150 240 393
Mengetahui, Dekan Fakultas Syari’ah
Drs. H. Dahlan Tamrin, M.Ag NIP. 150 216 425
4
PENGESAHAN SKRIPSI Dewan penguji skripsi saudara Nurul Laila, NIM 04210069, mahasiswi Fakultas
Syari’ah Universitas Islam Negeri Malang angkatan tahun 2004, dengan judul:
UPAYA KELUARGA AUTIS DALAM MEMBINA KELUARGA SAKINAH (Studi Di Lembaga Pendidikan Autis Aldewis Kota Blitar)
Dewan Penguji Tanda Tangan
DraJundiani SH. M.Hum ( ) NIP. 150 294 455 ( Ketua Penguji )
DR. Roibin M.HI ( ) NIP. 150 294 456 ( Penguji Utama ) Dra. Hj. Mufidah CH, M.Ag ( ) NIP. 150 240 393 ( Sekretaris ) Malang, 24 Oktober 2008 Dekan, Drs. H. Dahlan Tamrin, M.Ag NIP. 150 216 425
5
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Demi Allah,
Dengan kesadaran dan rasa tanggung jawab terhadap pengembangan keilmuan,
penulis menyatakan bahwa skripsi dengan judul:
UPAYA KELUARGA AUTIS DALAM MEMBINA KELUARGA SAKINAH
(Studi Di Lembaga Pendidikan Autis Aldewis Kota Blitar) Benar-benar merupakan karya ilmiah yang disusun sendiri, bukan duplikat atau
memindah data milik orang lain. Jika dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini ada
kesamaan, baik isi, logika maupun datanya, secara keseluruhan atau sebagian, maka
skripsi dan gelar sarjana yang diperoleh karenanya secara otomatis batal demi
hukum.
Malang, 14 Oktober 2008
Penulis,
Nurul Laila NIM. 04210069
6
MOTTO
Anakmu bukanlah milikmu Mereka adalah putra-putri yang
hidup Yang rindu pada diri sendiri Lewat engkau mereka lahir Namun tidak dari engkau
Mereka ada padamu, namun bukan hakmu
Berikan mereka kasih sayangmu Tapi jangan sodorkan pikiranmu
Sebab mereka memilki alam pikiran mereka tersendiri
Engkau patut memberikan untuk raganya
Tapi tidak untuk jiwanya Sebab mereka adalah penghuni rumah
masa depan Yang tidak dapat kau kunjungi
Sekalipun dalam mimpi
(Kahlil Gibran,lebanon)
7
PERSEMBAHANPERSEMBAHANPERSEMBAHANPERSEMBAHAN
Allah Yaa Rabb…Allah Yaa Rabb…Allah Yaa Rabb…Allah Yaa Rabb… Penjaga jiwaku....Penjaga jiwaku....Penjaga jiwaku....Penjaga jiwaku....
Jika ada makhluk yang lebih lemah yang Engkau ciptakan…Jika ada makhluk yang lebih lemah yang Engkau ciptakan…Jika ada makhluk yang lebih lemah yang Engkau ciptakan…Jika ada makhluk yang lebih lemah yang Engkau ciptakan… Maka, itu aku…..Maka, itu aku…..Maka, itu aku…..Maka, itu aku…..
Jika ada seorang yang sering berpaling dari Mu…Jika ada seorang yang sering berpaling dari Mu…Jika ada seorang yang sering berpaling dari Mu…Jika ada seorang yang sering berpaling dari Mu… Maka itu aku…Maka itu aku…Maka itu aku…Maka itu aku…
Jika ada orang yang hanya pandai meminta pada Mu…Jika ada orang yang hanya pandai meminta pada Mu…Jika ada orang yang hanya pandai meminta pada Mu…Jika ada orang yang hanya pandai meminta pada Mu… Maka, itu aku…Maka, itu aku…Maka, itu aku…Maka, itu aku…
Maka yaa Allah ..Maka yaa Allah ..Maka yaa Allah ..Maka yaa Allah ..
Di umurku yang semakin menua,Di umurku yang semakin menua,Di umurku yang semakin menua,Di umurku yang semakin menua, Disisa waktu yang aku tak tau berakhir kapan….Disisa waktu yang aku tak tau berakhir kapan….Disisa waktu yang aku tak tau berakhir kapan….Disisa waktu yang aku tak tau berakhir kapan….
Di kesempatan yang masih Kau berikan untuk kebersamaanku,Di kesempatan yang masih Kau berikan untuk kebersamaanku,Di kesempatan yang masih Kau berikan untuk kebersamaanku,Di kesempatan yang masih Kau berikan untuk kebersamaanku, Bersama mereka, orangBersama mereka, orangBersama mereka, orangBersama mereka, orang----orang yang aku cintai…..orang yang aku cintai…..orang yang aku cintai…..orang yang aku cintai…..
Ayah dan IbukuAyah dan IbukuAyah dan IbukuAyah dan Ibuku SaudaraSaudaraSaudaraSaudara----saudaraku*saudaraku*saudaraku*saudaraku*
KeluargakuKeluargakuKeluargakuKeluargaku GuruGuruGuruGuru----gurukugurukugurukuguruku
SahabatSahabatSahabatSahabat----sahabatku**sahabatku**sahabatku**sahabatku** Dan kalian orangDan kalian orangDan kalian orangDan kalian orang----orang yangorang yangorang yangorang yang berharga di dalam hidupku berharga di dalam hidupku berharga di dalam hidupku berharga di dalam hidupku
Orang yang mengajarkan kebaikan dan kebenaran dalam padaku…Orang yang mengajarkan kebaikan dan kebenaran dalam padaku…Orang yang mengajarkan kebaikan dan kebenaran dalam padaku…Orang yang mengajarkan kebaikan dan kebenaran dalam padaku…
Dan jangan ajak aku pergi dari dunia ini, sebelum aku tau….bagaimana indahnya Dan jangan ajak aku pergi dari dunia ini, sebelum aku tau….bagaimana indahnya Dan jangan ajak aku pergi dari dunia ini, sebelum aku tau….bagaimana indahnya Dan jangan ajak aku pergi dari dunia ini, sebelum aku tau….bagaimana indahnya berterimakasih pada merekaberterimakasih pada merekaberterimakasih pada merekaberterimakasih pada mereka
Bagaimana indahnya bersyukur yang benarBagaimana indahnya bersyukur yang benarBagaimana indahnya bersyukur yang benarBagaimana indahnya bersyukur yang benar Agar sempat aku berbaktAgar sempat aku berbaktAgar sempat aku berbaktAgar sempat aku berbakti pada mereka dan agar sempat mereka ajarkan padakui pada mereka dan agar sempat mereka ajarkan padakui pada mereka dan agar sempat mereka ajarkan padakui pada mereka dan agar sempat mereka ajarkan padaku
Berakhlak yang baik di duniaBerakhlak yang baik di duniaBerakhlak yang baik di duniaBerakhlak yang baik di dunia hanya pada hanya pada hanya pada hanya pada----Mulah kami berserahMulah kami berserahMulah kami berserahMulah kami berserah
'n Special thanks for Al'n Special thanks for Al'n Special thanks for Al'n Special thanks for Al----Qur'an penjawab seluruh misteri Qur'an penjawab seluruh misteri Qur'an penjawab seluruh misteri Qur'an penjawab seluruh misteri dan seluruh hamba Allah di muka bumidan seluruh hamba Allah di muka bumidan seluruh hamba Allah di muka bumidan seluruh hamba Allah di muka bumi
* Mba' Ida,mas ipin,rizalIda,mas ipin,rizalIda,mas ipin,rizalIda,mas ipin,rizal Yang tak pernah terganti ** Di Fatimiyyah (Ahaf), Rayon Al-Faruq, Syari'ah '04 ‘n Special Championship “Charlies Angels” “Charlies Angels” “Charlies Angels” “Charlies Angels” bagaikan intan, Tidak bisa di buat namun harus ditemukan.
8
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan taufik, dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyusun dan
menyelesaikan penyusunan skripsi sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar
Sarjana Hukum Islam (SHI) ini dengan baik dan lancar.
Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan keharibaan revolusi akbar Nabi
Muhammad SAW, seluruh keluarga, sahabat dan orang-orang yang mengikuti jejak
langkah mereka sampai hari akhir kelak.
Skripsi ini disusun dengan bekal ilmu pengetahuan yang sangat terbatas dan
amat jauh dari kesempurnaan. Sehingga tanpa bantuan, dorongan, bimbingan dan
arahan dari berbagai pihak, maka kiranya sangat sulit bagi penulis untuk
menyelesaikannya. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa
syukur penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, selaku Rektor Universitas Islam Negeri Malang.
2. Drs. H. Dahlan Tamrin, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari’ah Universitas Islam
Negeri Malang. Beserta seluruh guru, dosen, para pengajar yang telah mendidik
dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Dra. Mufidah CH. M.Ag, selaku dosen pembimbing dalam skripsi ini. Terima
kasih atas bimbingan, arahan dan motivasinya. Semoga Bapak beserta seluruh
keluarga selalu diberi kemudahan dalam menjalani kehidupan.
4. Ayah, ibu dan kedua kakakku dan adiku serta seluruh keluargaku terima kasih
atas bimbingan, arahan, serta pengorbanan yang telah kalian berikan demi
terselesaikannya skripsi ini.
9
5. Sahabat-sahabat PMII khususnya Rayon Radikal “Al-Faruq”. Tangan terkepal
dan maju ke muka, serta selamat berjuang melawan tirani.
6. Semua teman-teman angkatan 2004 Fakultas Syari’ah yang tidak bisa aku
sebutkan satu persatu.
7. Teman, Sahabat, Saudaraku di PPP. Al-HIKMAH AL-FATHIMIYYAH selalu
ada saat susah dan senang. Yang tidak bisa aku sebutkan satu persatu
8. Semua pihak yang telah ikut berpartisipasi dan membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran konstruktif dari berbagai pihak sangat
penulis harapkan demi terwujudnya karya yang lebih baik di masa mendatang.
Sebagai ungkapan terima kasih, penulis hanya mampu berdo’a semoga segala
bantuan yang telah diberikan kepada penulis diterima dsebagai amal kebaikan dan
mendapatkan pahala yang setimpal. Akhirnya penulis berharap, semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis khususnya.
Penulis
10
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................ i
PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................ iii
PENGESAHAN SKRIPSI...................................................................................iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ..............................................................vi
MOTTO ..............................................................................................................vi
PERSEMBAHAN ............................................................................................. vii
KATA PENGANTAR...................................................................................... viii
DAFTAR ISI........................................................................................................x
ABSTRAK........................................................................................................ xii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian ....................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................9
C. Batasan Masalah ..................................................................................9
D. Tujuan Penelitian.................................................................................9
E. Manfaat Penelitian .............................................................................10
F. Definisi Oprasional ............................................................................10
G. Sistematika Pembahasan....................................................................11
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Terdahulu...............................................................................13
B. Anak Autis.........................................................................................15
1. Pengertian Autis ..............................................................................17
2. Hak-hak anak autis ..........................................................................18
3. Kriteria Anak Autis .........................................................................23
C. Keluarga Sakinah...............................................................................37
1. Pengertian Pernikahan .....................................................................37
2. Tujuan Pernikahan...........................................................................40
3. Pengertian Keluarga Sakinah ...........................................................44
a. Keluarga ................................................................................44
b. Sakinah....................................................................................51
11
c. Keluarga Sakinah.....................................................................54
4. Langkah-Langkah Pembinaan Keluarga Sakinah.............................56
5.Anak Autis dan Keluarga Sakinah....................................................61
a. Anak Autis dan Pengaruhnya terhadap Keluarga .........................61
b. Strategi keluarga dalam mengasuh anak autis menuju keluarga
sakinah .......................................................................................64
D. Penanganan Anak Autis dalam Pandangan Fiqih................................69
BAB III : METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian .................................................................................71
B. Sumber Data .....................................................................................73
C. Metode Pengumpulan Data ...............................................................74
D. Metode Pengolahan Data...................................................................75
BAB IV : PAPARAN DAN ANALISIS DATA
A. Deskripsi Obyek Penelitian.............................................................78
1. Kondisi Geografis.......................................................................78
2. Kondisi Pendidikan.....................................................................79
3. Kondisi Ekonomi........................................................................79
B. Data Tentang Upaya-upaya keluarga autis dalam membina keluarga
sakinah ..........................................................................................80
C. Analisis Terhadap Upaya-Upaya Keluarga autis dalam membina
keluarga sakinah.............................................................................90
D. Analisis dari Aspek Fiqih..............................................................116
BAB IV : PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................120
B. Saran ............................................................................................121
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
12
ABSTRACT
Laila, Nurul. 04210069. 2008. The Autis Family Effort in Creating Harmonious Family (Case Study in Autis Education Institute “Aldewiess “ Blitar). Thesis. Al-Ahwal Al-Syakhsiyah Departement. Syari’ah Faculty. The State Islamic University of Malang. Key Words: Autis Children, Harmonious Family. Basically, the researcher knows the good of marriage is getting inherit or new generetaion. In the fact, the man who or she can make has married wants to get good inherit who is healt, saleh, salehah, and of course he or she can make her or his parents are happy in the world and the life here after children can make their are happy with high loyality, high religion and also having good intellectual. In addition, the marriage also is too creating harmonious family. Harmonious family is the pilar to create the ideal society wich is able to create inherit. Next, in that society we can find the warmth, love, happiness and quite situation wich can feel by all members of family. Harmonious family also create strong generation because good children only will be born from the family wich has high quality. Different with the reality. In the fact, there are many families which are fault to create harmonious family, the wish before marriage. Generally, in the marriage and contructing harmonious family have been same as the theory, but in the reality when the family born the children who are hoped, unfortunately there is trouble in their children, namely autis wich is famous in the society. The trouble can make depression for member of family because they must still keep the harmonious of family, still care with that children and do not underestimate with that children in order she or he can survive her or his life as usual or normal children. This research focuses on the parents effort who have autis children to keep their happiness and also the harmonious of their family. The data in the research is gotten trough direct interview with the parents who have autis children. That data is primer data and the secondary data is from documentation. All the data are explained detailly because this kind of the research is descriptif research and doing in field than that research is called field research. After getting the data, next the researcher analizes the data with the theory. The result of the reseach is the researcher can know the efforts which are done by the parents who have autis children to create harmonious family. That efforts are nearer with the God (Allah), giving good education, doing therapist, communicating with the children as the form of care to them, giving motivation in order the children can grow up better, often doing sharing with the family of the family and solve the conflict together. By those efforts. In the fact, parents can create harmonious although their children are autis.
13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Memiliki anak yang menderita autis memang berat. Anak penderita autis
seperti seorang yang kerasukan setan. Selain tidak mampu bersosialisasi, penderita
tidak dapat mengendalikan emosinya. Kadang tertawa terbahak, kadang marah tak
terkendali. Dia sendiri tidak mampu mengendalikan dirinya sendiri dan memiliki
gerakan-gerakan aneh yang selalu diulang-ulang. Selain itu dia punya ritual sendiri
yang harus dilakukannya pada saat-saat atau kondisi tertentu.
Tersirat juga bahwa potensi jumlah autis di Indonesia semakin meningkat.
Tapi sekali lagi disayangkan, kita tak memiliki data kongret mengenai jumlahnya,
sehingga perkembangan autis di masyarakat seperti fenomena gunung es saja. Saat
14
ini gangguan autis menjadi fenomena karena makin banyak anak-anak yang
mengalaminya. Kalau dulu pada tahun 1970-an anak-anak yang mengalami
gangguan autis hanya 1:10.000 kelahiran, kini tercatat 1:150 kelahiran. Sebuah
peningkatan yang sangat mencolok, walau penyebabnya belum diketahui secara
pasti.
Banyak spekulasi yang beredar, baik di media massa ataupun internet,
tentang penyebab ini. Misalnya anak menjadi autis karena ibunya saat hamil
mengonsumsi bahan makanan yang terkontaminasi merkuri, atau gara-gara imunisasi
dengan vaksin yang mengandung timerosal. Namun, semua itu belum bisa
dibuktikan kebenarannya.
Gangguan autistik hingga kini belum diketahui apa penyebabnya. Yang
sudah bisa dijelaskan, anak mengalami gangguan autistik karena faktor bawaan
(genetik) atau paparan lingkungan. "Faktor genetik bisa berpengaruh, tetapi
genetiknya multifaktorial. Jadi tidak berarti kalau orangtuanya seperti ini, anaknya
mesti begini. Multifaktorial artinya ada banyak gen yang bekerja," kata Hardiono
pada anak yang memiliki faktor genetik itu, mungkin saja gejalanya tidak keluar.
Namun, bila dipicu faktor-faktor lingkungan yang buruk seperti pencemaran atau
makanan, maka mungkin saja jadi tercetus gejalanya. 1
”Soal faktor lingkungan, jangan semua anak dipukul rata. Kalau ada
gangguan merkuri pasti autis, atau kalau autis pasti gangguan merkuri. Tidak begitu,
karena tiap anak lain-lain. Banyak yang diduga, tapi yang terbukti benar tidak ada
yang tahu, Selain itu juga ada faktor gangguan dari struktur otak akibat gangguan
dari bahan kimia di otak yang disebut neotransmiter. Bahan kimia di otak itu salah
1 Deteksi dini Dilakukan, www.kompas.com (Diakses pada 17 Mei 2008)
15
satunya serotonin. Kadar serotonin pada anak-anak autis lebih rendah daripada anak-
anak biasa dan memicu perubahan perilaku.
"Tidak usah pusing dengan segala macam teori penyebab yang belum bisa
dibuktikan. Yang paling penting untuk dilakukan adalah bagaimana mendeteksi anak
yang mengalami gangguan ini sedini mungkin.
Dulu sering disebut gangguan autis ini tidak bisa sembuh, hanya bisa dibantu
sedikit. Namun, pengalaman menunjukkan bahwa yang penting adalah mendeteksi
pada usia sedini mungkin. Hal inilah yang saat ini menjadi problem setiap orang tua,
apalagi yang baru saja menikah yang dengan berbagai tujuannya seperti memperoleh
keturunan yang shaleh dan shalihah serta mempunyai misi membentuk keluarga
sakinah. Namun dengan permasalahan di atas seakan semua harapan menjadi
hambar.
Pada dasarnya kita tahu bahwa tujuan pernikahan adalah memperoleh
keturunan. Hal ini tidaklah dapat dipungkiri lagi setiap manusia yang telah menikah
sangat mendambakan keturunan yang baik, sehat, shaleh, shalehah, dan bisa
membahagiakan kedua orang tua baik di dunia maupun di akhirat kelak. Dengan
ketaatan yang tinggi, ibadah dan iman yang kuat serta berintelektual2. Namun tidak
hanya sampai di sini setelah lahir anak yang didambakan suami dan istri adalah
tanggung jawab yang sangat berarti bagi orangtua. Ada dua hal yang harus
diperhatikan. Pertama pemenuhan kebutuhan materi, seperti uang saku, pakaian,
kebutuhan makanan yang bergizi agar tumbuh sehat dan sebagainya. Kedua,
kebutuhan non materi, seperti pendidikan, ilmu agama, akhlak.
2 Slamet Abidin dkk, Fikih Munakahat I (Bandung : Pustaka Setia, 1999) 13-17.
16
akhidah dan lain-lain yang sepenuhnya adalah tanggung jawab orang tua.3
Pendidikan keluarga memberikan banyak bekal dan landasan yang memungkinkan
anak kita mampu menghadapi segala problem yang ada,4 seperti dijelaskan dalam
firman Allah Q.S At-Tahrim : 6
$ pκ š‰r' ‾≈ tƒ t Ï%©!$# (#θãΖ tΒ# u (#þθ è% ö/ ä3|¡ à�Ρr& ö/ ä3‹Î=÷δ r& uρ #Y‘$ tΡ $ yδ ߊθ è% uρ â¨$ ¨Ζ9$# äο u‘$ yfÏtø: $#uρ $ pκö�n=tæ îπ s3 Í×‾≈n=tΒ
Ôâ ŸξÏî ׊#y‰Ï© āω tβθ ÝÁ÷è tƒ ©!$# !$tΒ öΝèδ t�tΒr& tβθ è=yè ø�tƒ uρ $ tΒ tβρâ÷ s∆ ÷σム∩∉∪
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan5.
Adapun tujuan-tujuan yang lain seperti memperoleh kebahagian dan
ketenteraman (Q.S Al-Araf : 189)
uθ èδ “Ï% ©!$# Νä3s) n=s{ ÏiΒ <§ø� ‾Ρ ;ο y‰Ïn≡uρ Ÿ≅ yè y_uρ $ pκ ÷]ÏΒ $ yγ y_÷ρy— zä3 ó¡ uŠ Ï9 $pκ ö�s9 Î) ( $ £ϑn= sù $ yγ8¤± tós?
ôM n=yϑym ¸ξ ôϑym $Z�‹Ï� yz ôN§�yϑsù ϵ Î/ ( !$£ϑ n=sù M n=s)øO r& # uθtã ¨Š ©!$# $ yϑ ßγ−/ u‘ ÷È⌡s9 $ oΨtG øŠ s?# u $ [sÎ=≈|¹
¨sðθä3uΖ©9 zÏΒ šÌ�Å3≈ ¤±9$# ∩⊇∇∪
Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami-isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: "Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami terraasuk orang-orang yang bersyukur".6
Setelah melewati proses yang cukup panjang sampailah pada proses
pembentukan keluarga. Pada dasarnya keluarga adalah komunitas terkecil dalam
masyarakat yang terdiri atas manusia yang tumbuh dan berkembang sejak
3 M.Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam (Jakarta : Sidija, 2003) 189. 4 Abdul Karim Bakkar, 75 Langkah Cemerlang Melahirkan Anak Unggul (Jakarta : Robbani Prees) 1 5 Al-Qur’an Dan Terjemahan 6 Al-Qur’an dan Terjemahan Ibid
17
dimulainya kehidupan, sesuai dengan tabiat dan naluri manusia, yaitu memandang
sesuatu dengan matanya menyikapi sesuatu dengan jalan hukum, kecenderungan
memilih arah yang baik, serta mengupayakanya dengan segala yang dimilikinya.
Kemudian menganggap bagus sesuatu yang dilihatnya benar, atau membenarkan
sesuatu yang dilihat buruk. Selanjutnya tentang konsep dan hierarki keluarga sakinah
terbangun atas dua dimensi : dimensi kualitas hidup dan dimensi waktu, durasi atau
stabilitas.7
Oleh karena itulah ahli-ahli kemasyarakatan berpendapat bahwa rumah adalah
tempat pertama mencetak dan membentuk pribadi umat baik laki-laki maupun
perempuan. Bila tempat tersebut bersih dan sehat maka akan selamatlah
pembentukan umat tersebut. Jika sebaliknya, maka juga akan berdampak sebaliknya.
Hal tersebut juga harus didukung oleh komponen-komponen keluarga sebagai
kekuatan sistem dengan kualitas individu-individu yang baik.8
Adapun visi Islam tentang keluarga adalah ketika Rasulullah telah
mengisyaratkan betapa strategisnya keluarga. Islam memandang keluarga sebagai
surga kecil.9
Salah satu konsep hidup berkeluarga adalah keluarga sakinah, yakni
keluarga yang berlangsung dengan mengikuti panduan agama Islam. Keluarga
sakinah merupakan subsistem dari sistem sosial menurut Al-Quran dan bukanlah
sebuah bangunan keluarga di atas lahan kosong.
Telah menjadi sunatullah bahwa setiap orang yang memasuki pintu gerbang
pernikahan akan memimpikan keluarga sakinah. Keluarga sakinah merupakan pilar
7 Jaih Mubarok, Modernisasi Hukum Perkawinan Di Indonesia, (Bandung : Pustaka Bani Qurisy 2005) 18. 8 Abdul Hamid Kisyik, Bimbingan Islam Untuk Mencapai Keluarga Sakinah (Bandung : Al Bayan Mizan, 2005) 214-215. 9 An-Manar (12 Agustus 2002),
18
pembentukan masyarakat ideal yang dapat melahirkan keturunan yang salih. Di
dalamnya kita akan menemukan kehangatan, kasih sayang, kebahagiaan, dan
ketenangan yang akan dirasakan oleh seluruh anggota keluarga.
Selain itu keluarga sakinah juga membentuk generasi yang tangguh seperti
halnya anak-anak yang berkualitas hanya akan lahir dari keluarga yang berkualitas.
Di sini, keluarga sakinah menjadi sistem terpenting untuk mewujudkan lahirnya
anak-anak berkualitas tersebut. Di dalamnya terdapat nilai-nilai seperti cinta, kasih
sayang, komitmen, tanggung jawab, saling menghormati, kebersamaan dan
komunikasi yang baik. Keluarga yang dilandasi nilai-nilai tersebut akan menjadi
tempat terbaik bagi anak-anak untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
Selain itu keluarga merupakan basis sosial pertama setiap orang. Karena kehidupan
dalam keluarga sebagai barometer dasar setiap orang, maka dalam lingkup inilah
perlu dibangun konsep dan prilaku yang mendasar pula.10
Namun tidak demikian realitanya banyak keluarga yang broken home selain
itu ada rumah tangga tidak seindah seperti yang kita duga kalau tidak tahu rumusnya.
Maka akan terjadi dampak yang tidak diinginkan. Salah satu penyebabnya bisa jadi
karena dalam proses pembentukan keluarga kurang ilmu, sehingga visinya tidak
jelas akan dibawa kemana. Ada yang arahnya hanya duniawi saja, alat ukurnya
hanya harta atau kedudukan. Justru karena alat ukur yang salah menyebabkan cara
menilainya pun menjadi salah, anak yang pendidikannya kurang tinggi dianggap
tidak sukses, bapak yang penghasilannya sedikit dianggap gagal.
Sebuah keluarga tidak bisa dibangun hanya dengan uang, tetapi ada yang
lebih berharga dari uang yaitu sikap selain itu ada beberapa yang perlu diperhatikan
10 Zaitunah Subhan, Membina Keluarga Sakinah, (Jokjakarta : Pustaka Pesantren 2004 ) 1.
19
ialah kita melupakan hal penting yang mendasar yakni dialog antar anggota
keluarga.11 Membangun rumah tangga tidak bisa dilakukan dengan menggunakan
sisa waktu, sisa tenaga, dan sisa pikiran. Apa yang akan terjadi jika sesuatu dibangun
dengan sisa, rumah tangga yang dibangun dari sisa waktu misalnya, bapak berangkat
sebelum anak bangun dan pulang sesudah anak tidur, akibatnya anak merasa tidak
punya bapak, Istri merasa tidak ada kasih sayang. Membina rumah tangga menuju
sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Jelas tak segampang yang
dibayangkan. Membangun sebuah keluarga sakinah adalah suatu proses. Keluarga
sakinah bukan berarti keluarga yang diam tanpa masalah, namun lebih kepada
adanya keterampilan untuk mengelola konflik yang terjadi di dalamnya.
Seperti halnya apabila dalam proses yang mulai dari pernikahan serta
pembentukan keluarga sakinah sudah sesuai dengan teori yang ada namun pada
realitanya ketika mengandung dan melahirkan anak yang didambakan seiring
perkembangan waktu anak tersebut mengalami kelainan yaitu autis yang saat ini
mulai marak dibicarakan oleh sebagian masyarakat. Menurut Jaquelyn, Autis adalah
sindrom kompleks yang melibatkan masalah genetika, pencernaan, dan sistem imun
tubuh, invasi virus, jamur dan bakteri patogen lainnya.12 Menurut Bonny, autis
merupakan suatu kumpulan sindrom akibat kerusakan saraf. Penyakit ini dapat
mengganggu perkembangan anak, diagnosisnya diketahui dari gejala-gejala yang
tampak.13 Meskipun banyak lembaga yang memberikan sumbangsih untuk terapi
autis namun hal ini tidak mampu menjadi jaminan yang pasti apakah anak tersebut
mampu menjadi anak yang sesuai dengan harapan orang tua tersebut.
11 Nashir Al Umar, Keluarga Modern Tapi Sakinah, (Solo : Aqwam 2008) 47. 12 Jaquelyn Mccandless,MD, Cildren With Starving Brains (Jakarta : Grasindo 2003) 206. 13 Bonny Danuatmaja, Terapi anak autis di rumah (Jakarta : Perpustakaan Nasional RI : katalog dalam terbitan KDT) 3.
20
Autis yang sampai saat ini belum ditemukan obatnya hanya berupa terapi
dan semakin hari korban daripada autis semakin meningkat terbukti dengan
banyaknya lembaga-lembaga yang berdiri di berbagai daerah. Sesungguhnya kita
semua tidak tahu siapa yang harus disalahkan ayah, ibu, atau proses pembentukan
anak atau ada hal lain yang dijadikan sebagai kambing hitam daripada masalah
tersebut.
Hal ini jelas menjadi satu tekanan yang sangat berat bagi kedua orangtua
padahal ketika meninjau kembali tujuan pernikahan dan pembentukan keluarga
sakinah yaitu agar mendapat keturunan yang baik, shaleh, berintelektual tinggi dan
menjadi generasi yang tangguh sehingga menjadi satu tantangan bagi para orangtua
untuk berusaha sekuat tenaga bagaimana mengelola permasalahan tersebut sehingga
kelangsungan keluarga sakinah tetap ada dan mampu dipertahankan serta anak
tersebut mampu menjadi generasi yang berintelektual dan berahlakul karimah.
Dari latar belakang di atas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti dan
mengkaji materi tersebut. Karena peneliti ingin mengetahui lebih jauh upaya-upaya
apa saja yang dilakukan para orangtua ketika mengetahui anaknya mengalami autis
namun tetap berusaha melakukan suatu proses dalam pembentukan keluarga sakinah
serta upaya apa saja yang dilakukan dalam membina keluarga sakinah apabila salah
satu komponen keluarga mengalami abnormal.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemahaman anggota keluarga autis tentang keluarga sakinah?
2. Apa upaya yang dilakukan para orangtua penderita autis dalam membina
keluarga sakinah ?
21
C. Batasan masalah
Karena banyaknya hal-hal yang berkaitan dengan masalah autis dan
keluarga sakinah maka penelitian yang dilakukan hanya pada keluarga yang
anaknya mengalami autis dan menjadi peserta didik di lembaga pendidikan autis
Aldewis serta upaya keluarga tersebut dalam membina keluarga sakinah.
D. Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan adanya permasalahan tersebut maka tentunnya ada
beberapa tujuan yang ingin dicapai :
1. Untuk mengetahui dan memahami kesadaran dan pemahaman keluarga
tersebut terhadap autis dan implikasinya terhadap eksistensi keluarga sakinah,
sehingga mereka termotivasi untuk lebih berusaha agar keluarga tersebut
tetap sakinah meskipun salah satu anggota keluarga mengalami abnormal.
2. Untuk mengetahui, memahami dan mendeskripsikan upaya-upaya yang
dilakukan para orangtua keluarga atau anaknya yang mengalami autis dalam
membina keluarga sakinah tersebut.
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian secara teoristis untuk memperkaya wacana
keilmuan tentang upaya yang dilakukan para orangtua keluarga autis dalam membina
keluarga sakinah serta dari hasil yang didapat dapat memberikan kontribusi ilmiah
terutama pada matakuliah ilmu psikologi hukum keluarga serta Jurusan Al-Ahwal
As-Syakhsiyyah Fakultas Syariah.
Adapun secara praktis mampu memberikan kontribusi serta solusi-solusi
terkait upaya-upaya yang dilakukan para keluarga autis membina keluarga sakinah
22
kepada masyarakat luas sehingga eksistensi daripada keluarga sakinah dapat terus
berlangsung serta menjadi kontribusi positif terhadap Fakultas Syari’ah khususnya
yang konsentrasi kepada ahwal as-syakhsiyah itu sendiri.
F. Definisi Operasional
Autistik adalah keadaan merasa terganggu bila berinteraksi dengan yang lain,
Autisme adalah berpangkal pada kemampuan pikir atau khayal sendiri,14 Autistik
adalah terganggu jika berhubungan dengan orang yang lain.15 Autisme
diklasifikasikan sebagai ketidaknormalan perkembangan neuro yang menyebabkan
interaksi sosial yang tidak normal, kemampuan komunikasi, pola kesukaan, dan pola
sikap. Autisme bisa terdeteksi pada anak berumur paling sedikit 1 tahun. Autisme
empat kali lebih banyak menyerang anak laki-laki dari pada anak perempuan.16
Keluarga adalah terdiri dari ayah, ibu dengan anak-anaknya serta menjadi
satuan kekerabatan yang mendasar di masyarakat.17 Secara harfiyah (etimologi)
sakinah diartikan ketenangan, ketentraman dan kedamaian jiwa. Kata ini dalam Al-
Qur’an disebutkan sebanyak enam kali dalam ayat-ayat tersebut dijelaskan bahwa
sakinah itu didatangkan Allah SWT. ke dalam hati para nabi dan orang-orang yang
beriman. Ali bin Muhammad Al-Jurjani (ahli pembuat kamus ilmiah) mendefinisikan
sakinah adalah adanya ketentraman dalam hati pada saat datangnya sesuatu yang
tidak terduga, dibarengi satu nur (cahaya) dalam hati yang memberi ketenangan dan
ketentraman. Adapun menurut Muhammad Rasyid Ridha bahwa sakinah adalah
14 Pius A Partanto dkk, Kamus Ilmiah popular (Surabaya:Arkola 1994) 58 15 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua (Jakarta : Balai Pustaka 1995) 66 16 (http://id.wikipedia.org/wiki/Autisme (di akses pada 5: 10 pagi 22 April 2008) 17 Departemen pendidikan dan kebudayaan Op.Cit 471
23
sikap jiwa yang timbul dari suasana ketenangan dan merupakan lawan dari
kegoncangan bathin dan ketakutan.18
Keluarga Sakinah merupakan sebuah keluarga yang memiliki ketentraman,
kedamainan, dan ketenangan di antara anggota keluarga.19
G. Sistematika pembahasan
Pada Bab I, sebagai Pendahuluan, meliputi: latar belakang masalah yang
berisi tentang fenomena maraknya anak autis di kalangan masyarakat serta tingkat
pemahaman masyarakat tentang pernikahan dan keluarga sakinah, rumusan masalah,
batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan,
guna mengantarkan peneliti pada bab selanjutnya.
Bab II, merupakan Kajian Pustaka, meliputi: kajian/penelitian terdahulu
tentang anak autis, pernikahan, keluarga sakinah dan segala pembahasan yang
berkaitan dengan keluarga sakinah serta strategi pengasuhan dan pembinaan keluarga
sakinah.
Bab III, merupakan Metode Penelitian, meliputi: jenis penelitian dengan
penelitian lapangan, sumber data terdiri dari sumber data primer dan skunder, metode
pengumpulan data yang meliputi wawancara dan dokumentasi, metode pengolahan
dan analisa data.
Bab IV, merupakan Paparan dan Analisis Data, meliputi: gambaran kondisi
objek penelitian, pemaparan data hasil penelitian terhadap keluarga yang memiliki
anak autis, pemaparan hasil penelitian tentang upaya yang dilakukan para anggota
keluarga autis dalam membina keluarga sakinah, analisa data yang meliputi: upaya-
upaya yang dilakukan keluarga tersebut dalam membina keluarga sakinah 18 Nurul Hakim, Makalah Konsep Keluarga Sakinah Prespektif UU No.1 Tahun 1974 dan PP No.10 Tahun 1983 (disampaikan pada seminar keluarga di Universitas Surabaya 30 Januari 2008 ) 19 Ibid Abidin 12
24
Bab V, merupakan Penutup, terdiri dari: kesimpulan dan saran-saran yang di
ambil dari hasil penelitian mulai dari judul hingga proses pengambilan kesimpulan
dan saran-saran bagi berbagai pihak yang bersangkutan dalam penelitian ini.
25
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Penelitian Terdahulu
Di dalam perkembangan saat ini telah banyak sekali dilakukan penelitian-
penelitian tentang autis baik di indonesia maupun di dunia, hal ini terbukti dari hasil
desertasi salah satu pakar psikologi, Adriana Soendar Ginanjar dari Universitas
Indonesia dalam meraih gelar doktor yang berjudul Memahami Spektrum Autistik
Secara Holistik yang membahas secara detail sebab akibat serta pengaruh dan ciri
autis tersebut.20
Selain itu ada juga Penelitian yang lain namun lebih difokuskan kepada
metode-metode untuk menangani anak-anak autis yang saat ini semakin hari semakin
20 Adriana Soenandar Ginanjar, Memahami Spektrum Autistik Secara Holistik, Disertasi Doktor (Jakarta : Universitas Indonesia, 2007), 3.
26
meningkat, penelitian ini dilakukan oleh Alumni Mahasiswa Universitas Islam
Negeri Malang Fakultas Psikologi untuk memperoleh gelar sarjana, Su’da Hidayah
dalam skripsinya yang berjudul Problematika Penerapan Metode Aba Dalam Proses
Terapi Autis Di Sekolah Autis River Kid’s Malang.21
Selanjutnya dalam keluarga sakinah kami mengutip dari penelitian Iis
Inayatal Afiyah (03210033). Disebutkan pula bahwa, dengan adanya bencana
”Lumpur Lapindo Brantas Inc”, yang berakibat buruk pada kelangsungan
hidup masyarakat sekitarnya, mualai dari masalah tempat tinggal hingga
masalah keluarga dan menambah penderitaaan masyarakat sidoarjo terutama,
yang rumahnya sudah tenggelam oleh lumpur. Sehingga dalam hal ini peneliti
mengambil judul Dampak Bencana Lumpur Panas (lapindo brantas inc.)
Terhadap Keharmonisan Rumah Tangga (Di Desa Jatirejo Kec. Porong, Kab.
Sidoarjo)” yang fokus pada eksistensi keluarga sakinah.22
Selain itu peneliitian terdahulu tentang keluarga sakinah juga dilakukan
oleh Atik Rosyidah (02210056) namun dalam penelitiannya lebih difokuskan
pada masalah pemenuhan nafkah batin para suami yang istrinya menjadi
tenaga kerja wanita serta pengaruhnya terhadap keluarga sakinah tersbut,
sehingga dapat diketahui sejauh mana eksistensi keluarga sakinah ketika istri
mmenjadi tenaga kerja wanita dan kurangnya pemenuhan nafkah batin oleh
suami.23
21 Su’da Hidayah, Problematika Penerapan Metode ABA Dalam Proses Terapi Autis di Sekolah Autis RIVER KID’S Malang , Skripsi (Malang : UIN 2006) 22 Iis Inayatul Alfiyah, Dampak Bencana Lumpur Lapindo Terhadap Keharmonisan Keluarga (Suti Kasus Ds. Jatirejo Kec. Porong Kab. Sidoarjo) Skripsi (Malang : UIN Malang, 2007) 23
Atik Rosydah, Upaya Pemenuhan Nafkah Batin Para suami Tenaga Kerja Wanita dan Implikasinya terhadap kesakinahan keluarga (Studi Kasus di desa PAdas Kecamatan Dagangan Kabupaten Madiun)Skripsi (Malang : UIN Malang 2006)
27
Demikian dengan penelitian kami yang terfokus pada keluarga sakinah
namun disebabkan adanya salah satu keluarga yang mengalami autis, hal ini yang
menjadi satu bentuk perbedaan dengan penelitian-penelitian terdahulu.
B. Anak Autis
Memiliki anak yang menderita autis memang berat. Anak penderita autis
seperti seorang yang kerasukan setan. Selain tidak mampu bersosialisasi, penderita
tidak dapat mengendalikan emosinya, kadang tertawa terbahak-bahak, kadang marah
tidak mampu mengendalikan dirinya sendiri dan memiliki gerakan-gerakan aneh
yang selalu diulang-ulang. Selain itu dia punya ritual sendiri yg harus dilakukannya
pada saat-saat atau kondisi tertentu.24
Selain itu autis adalah suatu gangguan yang menyangkut banyak aspek
perkembangan yang bila dikelompokkan akan menyangkut tiga aspek yaitu
perkembangan fungsi bahasa, aspek fungsi sosial dan perilaku repetitif. Karena
gambaran autis begitu beragam dan setiap saat seorang anak akan senantiasa
mengalami perkembangan, maka proses penyembuhannyapun tidak bisa begitu saja,
sebab bisa saja kemudian hasil dari diagnosa menjadi berubah-ubah dari waktu ke
waktu.25
Autis merupakan suatu kata atau istilah yang mungkin untuk sebagian orang
masih merupakan suatu tanda. Namun, bagi sebagian orang lagi terutama para
orangtua yang mempunyai anak penyandang autis, kata itu sudah tidak asing lagi.
Para profesional yang menggeluti bidang perkembangan anak telah lama
mengadakan penelitian tentang autis, psikopatologi, cara pencegahan, dan
24
Emanuel Setio Dewo, Anak Autis, http://dewo.wordpress.com/2006/01/17/anak-autis/ (diakses pada 17 mei 2008, 5:10 pagi) 25Julia Maria van Tie,Perlu Kehati-Hatian Menegakkan Diagnosa Autisme, http://lita.inirumahku.com/health/lita/ciri-ciri-autisme-bagian-1/ (diakses pada 17 mei 2008)
28
penanggulangannya, serta kelanjutan perkembangan anak dengan autis di kemudian
hari.
Saat ini, masalah autis menimbulkan keprihatinan yang mendalam, terutama
dari orangtuanya. Selain itu, rasa khawatir timbul pada ibu-ibu muda yang akan
melahirkan. Autis dapat terjadi pada siapa saja, tidak ada perbedaan status sosial-
ekonomi, pendidikan, golongan etnik, atau bangsa. Jumlah kasus yang dilaporkan
cenderung meningkat dari tahun ke tahun.26
Pada dasarnya gejala autis mulai tampak pada anak sebelum mencapai usia
tiga tahun. Secara medis, kelainan diotak penyandang autis ini tak dapat
disembuhkan. Tetapi bila otak anak yang sedang berkembang mendapat rangsangan
secara intensif dan terpadu sedini mungkin maka bisa jadi fungsi sel yang rusak disa
diambil alih oleh sel otak yang lain, meski hasilnya tidak sempurna. Karena itu
makin cepat penyandang autis mendapat pertolongan, semakin menambah harapan
anak dapat beradaptasi dengan diri dan lingkungannya. Bahkan anak bisa
menumbuhkan kemampuan konseptual dan akademik bila mendapatkan pelatihan
sejak balita.27 Selain itu cara berpikir seorang anak autis, bahwa ia hanya mampu
memaknai kejadian-kejadian tersebut secara harfiah. Ia juga mengalami kegagalan
dalam pengembangan bentuk fantasi dan imajinasi. Sehingga segalanya menjadi
kaku atau rigid dan tidak fleksibel.
Pada anak-anak autis ini juga mengalami kegagalan dalam melakukan
memaknai hubungan antara kejadian yang satu dengan yang lainnya. Jadi seringkali
ia mampu mengumpulkan banyak informasi secara detil tetapi tidak mengerti apa
fungsi setiap detilnya, dan konteksnya secara global. Karena kegagalan berbagai
26 http.www.\Net\autis\autisme-gangguan-perkembangan-anak_16.html (Diakses pada 1 mei 2008) 27 Sekolah Untuk Penyandang Autis, Republika (Senin 31 Maret 2008), 22.
29
perkembangan dalam melakukan kontak dengan orang lain ini, maka ia juga akan
bereaksi berbeda dari pada anak-anak normal lainnya.28
1. Pengertian Autis
Autis Berasal dari kata kuno yaitu auto yang berarti sendiri. Penyandang
autis seakan-akan hidup di dunianya sendiri. Istilah autis baru diperkenalkan sejak
tahun 1943 oleh Leo Kanner, sekalipun kelainan ini sudah ada sejak berabad-abad
yang lampau.
Dahulu dikatakan autis merupakan kelainan seumur hidup, tetapi kini
ternyata autis masa kanak-kanak ini dapat dikoreksi. Tatalaksana koreksi harus
dilakukan pada usia sedini mungkin, sebaiknya jangan melebihi 5 tahun karena
diatas usia ini perkembangan otak anak akan sangat melambat. Usia paling ideal
adalah 2-3 tahun karena pada usia ini perkembangan otak anak berada pada tahap
paling cepat. Disamping itu lamanya terapi yang rata-rata 2-3 tahun, dapat
mempersiapkan anak untuk memasuki masa pendidikan reguler sesuai dengan
umurnya. Oleh karena itu diagnosa harus dilakukan sedini mungkin, artinya anak
harus segera dikonsultasikan pada orang yang berpengalaman dalam menangani
kasus tersebut. Penatalaksanaan terapi yang dilakukan antara umur 2-3 tahun secara
intensif bagi anak-anak autis murni tanpa penyulit yang lain, ternyata mempunyai
keberhasilan yang cukup tinggi. Penyandang autis mempunyai karakteristik antara
lain:
1. Selektif berlebihan terhadap rangsang.
2. Kurangnya motivasi untuk menjelajahi lingkungan baru.
3. Respon stimulasi diri sehingga mengganggu integrasi sosial.
28 Julia, http://lita.inirumahku.com/health/lita/ciri-ciri-autisme-bagian-1 Op.Cit
30
4. Respon unik terhadap imbalan.
Perilaku autis digolongkan dalam dua jenis, yaitu prilaku yang aksesif
(berlebihan) dan prilaku yang dedefisit (kekurangan). Yang termasuk prilaku aksesif
adalah hiperaktif dan tantrum (mengamuk) berupa menjerit, menyepak, mengggigit,
mencakar memukul, dan lain sebagainya. Disini juga sering terjadi anak melukai diri
sendiri (self abuse). Prilaku defisit ditandai dengan gangguan bicara, prilalu sosial
kurang sesuai dan lain sebagainya.29
2. Hak-Hak anak Autis
Sesungguhnya anak autis tidaklah berbeda dengan anak-anak yang lain di
dunia ini, dan tidaklah munafik setiap anak atau orang dewasa mempunyai
kekurangan dan kelebihan begitu pula anak yang mengalami autis namun demikian
tidaklah menjadi satu alasan mereka juga mempunyai hak yang sama dengan anak-
anak yang lain.
Yang dimaksud anak adalah mencakup anak laki-laki dan wanita. Anak-anak
memiliki banyak hak, yang terpenting adalah tarbiyah (pendidikan), yaitu
menanamkan din (agama) dan akhlak dalam diri mereka sehingga mereka memiliki
(pendidikan) agama serta akhlak yang baik. Allah ta’ala berfirman Q.S At-tahriim 6 :
$ pκš‰r' ‾≈tƒ tÏ% ©!$# (#θãΖ tΒ#u (#þθ è% ö/ä3|¡ à�Ρr& ö/ä3‹Î=÷δ r& uρ # Y‘$tΡ $ yδߊθ è%uρ â¨$ ¨Ζ9$# äο u‘$yfÏtø: $#uρ $ pκö�n=tæ îπs3 Í×‾≈n=tΒ
Ôâ ŸξÏî ׊#y‰ Ï© āω tβθ ÝÁ÷ètƒ ©!$# !$tΒ öΝèδ t�tΒ r& tβθè=yè ø�tƒ uρ $ tΒ tβρâ÷ s∆÷σ ム∩∉∪
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
29 Y.Handoyo, Autisma; Petunjuk Praktis dan Pedoman Materi Untuk Mengajar Anak Normal,Autis Dan Prilaku Lain (Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia, 2004),12-13.
31
Anak-anak adalah amanah di pundak kedua orang tuanya dan mereka berdua
akan diminta pertanggung jawabannya pada hari kiamat akan anak-anak mereka.
Dengan memberi mereka pendidikan Islam dan akhlak mulia membuat kedua orang
tuanya terbebas dari tanggung jawab tersebut dan anak-anaknya menjadi keturunan
yang shaleh sehingga mereka menjadi buah hati kedua orang tuanya di dunia dan
akhirat. Allah Ta’ala berfirman dalam Q.S At-Thur :21
tÏ% ©!$#uρ (#θ ãΖtΒ#u öΝåκ ÷Jyè t7? $#uρ Νåκ çJ−ƒ Íh‘ èŒ ?≈yϑƒ Î* Î/ $uΖ ø)ptø: r& öΝÍκ Í5 öΝåκ tJ−ƒÍh‘ èŒ !$tΒ uρ Νßγ≈oΨ ÷G s9r& ôÏiΒ ΟÎγÎ=uΗxå ÏiΒ & óx« 4 ‘≅ä. ¤› Í÷ö∆ $# $ oÿÏ3 |=|¡ x. ×Ïδ u‘ ∩⊄⊇∪
Dan orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.
Ini adalah termasuk buah dari pendidikan terhadap anak jika dia dididik
dengan cara yang benar maka dapat mendatangkan manfaat bagi orang tuanya
bahkan hingga setelah kematiannya. Sebagian orang tua ada yang menganggap
remeh hak ini, mereka melalaikan anak-anaknya dan melupakannya seakan-akan
tidak ada tanggung jawab bagi mereka terhadap anak-anaknya, tidak ditanyakan
kemana mereka pergi dan kapan mereka datang, siapa teman dan sahabatnya, mereka
tidak diarahkan kepada kebaikan dan tidak dilarang dari perbuatan buruk. Yang
mengherankan adalah bahwa sebagian diantara mereka bersusah payah menjaga
harta bendanya dan mengembangkannya, mengusahakannya hingga larut malam
padahal maslahat dari upaya tersebut pada umumnya untuk orang lain. Sementara
untuk anak-anaknya tidak mereka perhatikan sama sekali, padahal memperhatikan
mereka lebih utama dan lebih bermanfaat di dunia dan akhirat.
32
Kedua orangtuanya juga berkewajiban atas sandang pangannya, seperti
makanan dan minuman serta pakaian, mereka juga wajib memperhatikan kebutuhan
ruhaninya berupa ilmu, iman dan mengenakan untuknya pakaian takwa, itulah yang
terbaik. Termasuk hak anak-anak adalah membiayai mereka untuk hal-hal yang baik
tanpa berlebih-lebihan dan kekurangan karena itu termasuk kewajiban terhadap anak-
anaknya dan sebagai tanda syukur kepada Allah Ta’ala atas apa yang mereka terima
berupa harta. Seharusnya mereka tidak menahan hartanya dan bakhil memberikannya
kepada anak-anaknya, padahal anak-anaknya tetap akan mengambilnya setelah
kematiannya.
Bahkan seandainya ada kepala keluarga yang bakhil mengeluarkan harta yang
merupakan kewajibannya maka anaknya boleh mengambil harta orang tuanya sesuai
dengan kebutuhannya sebagaimana yang difatwakan oleh Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam kepada Hindun binti Utbah. Termasuk hak anak-anak adalah tidak
membedakan di antara mereka satu sama lain dalam pemberian, tidak boleh sebagian
anaknya diberi sesuatu sementara yang lainnya diabaikan, hal tersebut merupakan
kedzaliman dan Allah tidak menyukai orang-orang yang dzalim, karena itu akan
mengakibatkan mereka yang terabaikan menjauh dan menimbulkan permusuhan di
antara mereka. Sebagian orang mengistimewakan sebagian anaknya dibanding yang
lainnya dengan perlakuan dan kasih sayang, maka orang tuanya mengkhususkannya
dalam hal pemberian dengan alasan bahwa anaknya tersebut berbakti kepadanya
melebihi yang lainnya.
Hal tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk membedakan perlakuan
terhadap mereka. Baktinya anak melebihi yang lainnya tidak boleh diberi sesuatu
sebagai imbalan atas baktinya tersebut karena balasan dari baktinya tersebut (adalah
33
pahala) dari Allah Ta’ala, disamping itu mengistimewakannya akan membuatnya
takabbur dan menganggap dirinya lebih utama sementara yang lainnya akan menjauh
dan semakin durhaka, kemudian kitapun tidak tahu, bisa jadi ada perubahan keadaan,
anak yang tadinya berbakti berbalik menjadi anak durhaka sementara yang durhaka
menjadi anak yang berbakti, karena hati seseorang berada di Tangan Allah, Dia
membolak-balikkannya kapan saja sesuka-Nya.
Sikap yang melebihkan antara anak sebagai sesuatu yang aniaya, sedangkan
perbuatan aniaya adalah kezaliman dan haram hukumnya. Kadang orang tua
memberikan Seperti ada di antara mereka yang membutuhkan alat-alat tulis, atau
biaya pengobatan atau pernikahan, maka tidaklah mengapa mengkhususkan apa yang
mereka perlukan, karena pengkhususan tersebut karena adanya kebutuhan seperti
nafkah. Dan ketika orang tua menunaikan kewajibannya terhadap anaknya berupa
tarbiyah (pendidikan) dan nafkah, maka besar harapan baginya mendapatkan
perlakuan yang baik dari anaknya dengan baktinya dan pemenuhan hak-haknya.
Sementara ketika orang tua mengabaikan kewajibannya maka sangat mungkin
mengakibatkan anak-anaknya tidak megakui hak-haknya dan mendapatkan perlakuan
yang setimpal, siapa yang menabur angin dialah yang menuai badai.30
Selain itu hak-hak anak juga terakomodir dalam konvensi hak anak oleh PBB
pada tanggal 20 november tahun 1989 bahwa tidak ada diskriminasi antar anak yang
satu dengan yang lain Semua hak-hak berlaku bagi semua anak tanpa pengecualian.
Ini merupakan kewajiban negara dan orang tua untuk melindungi anak dari bentuk
diskriminasi apapun dan untuk mengambil tindakan positif untuk mendukung hak-
30 Syekh Muhammad Bin Shali Al utsaimin, Hak-Hak Yang sesuai Fitrah dan Dikuatkan Oleh Syari’ah (Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah, 2007),21-26
34
hak mereka. Selanjutnya kepentingan terbaik anak adalah semua tindakan yang
berhubungan dengan anak akan dilakukan atas pertimbangan kepentingan terbaik
anak. Bimbingan orang tua juga sangat diperlukan untuk kapasitas perkembangan
anak, selain itu orang tua dan anggota keluarga lainnya juga harus menghargai hak-
hak dan kewajiban-kewajiban anak. Kelangsungan hidup dan perkembangan setiap
anak mempunyai hak yang melekat dan negara mempunyai kewajiban untuk
menjamin kelangsungan hidup dan perkembangan anak.31
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa menurut konvensi tersebut,
semua anak tanpa membedakan ras, suku bangsa, agama, jenis kelamin, asal-usul
keturunan maupun bahasa memiliki 4 hak dasar yaitu :
Hak Atas Kelangsungan Hidup
Termasuk di dalamnya adalah hak atas tingkat kehidupan yang layak, dan
pelayanan kesehatan. Artinya anak-anak berhak mendapatkan gizi yang baik, tempat
tinggal yang layak dan perawatan kesehatan yang baik bila ia jatuh sakit.
Hak Untuk Berkembang
Termasuk di dalamnya adalah hak untuk mendapatkan pendidikan, informasi,
waktu luang, berkreasi seni dan budaya, juga hak asasi untuk anak-anak cacat,
dimana mereka berhak mendapatkan perlakuan dan pendidikan khusus.
Hak Partisipasi
Termasuk di dalamnya adalah hak kebebasan menyatakan pendapat,
berserikat dan berkumpul serta ikut serta dalam pengambilan keputusan yang
menyangkut dirinya. Jadi, seharusnya orang-orang dewasa khususnya orangtua tidak
31 Konvensi Hak-Hak Anak Diadopsi dari Dewan Umum PBB Pada Tanggal 20 November tahun 1989.
35
boleh memaksakan kehendaknya kepada anak karena bisa jadi pemaksaan kehendak
dapat mengakibatkan beban psikologis terhadap diri anak.
Hak Perlindungan
Termasuk di dalamnya adalah perlindungan dari segala bentuk eksploitasi,
perlakuan kejam dan sewenang-wenang dalam proses peradilan pidana maupun
dalam hal lainnya. Contoh eksploitasi yang paling sering kita lihat adalah
mempekerjakan anak-anak di bawah umur.
Dengan demikian jelas terkait hak anak tidak membedakan dari segi
kekurangan dan kelibahan ataupun hal lain, anak berhak mendapatkan haknya dan
adalah kewajiban orang tua, kita semua dan negara atas keberlangsungan hak anak
tersebut
Untuk itu ada baiknya para orangtua, lembaga-lembaga pendidikan maupun
lembaga lain yang terkait dengan anak mengevaluasi kembali, apakah semua hak-hak
asasi anak telah dipenuhi / terpenuhi.32
3. Kriteria Penderita Autis
1. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik. Minimal harus ada
dua dari gejala-gejala di bawah ini:
a. Tak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai.
b. Kontak mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak-gerik kurang
tertuju.
c. Tidak bisa bermain dengan teman sebaya.
32 Diki, Hak Anak Autis, http://deckie.wordpress.com/2008/02/19/hak-anak-anak/ (Di Akses pada 30 Mei 2008)
36
d. Tak ada empati (tak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain).
e. Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang timbal
balik.
2. Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi. Minimal harus ada satu dari
gejala-gejala di bawah ini:
a. Perkembangan bicara terlambat atau sama sekali tak berkembang. Anak tidak
berusaha untuk berkomunikasi secara non-verbal.
b. Bila anak bisa bicara, maka bicaranya tidak dipakai untuk berkomunikasi.
c. Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang.
d. Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif, dan kurang dapat meniru.
3. Adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku, minat,
dan kegiatan. Minimal harus ada satu dari gejala di bawah ini:
a. Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan
berlebihan.
b. Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidak ada
gunanya.
c. Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang.
d. Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda.33
Selain Kriteria diatas ada beberapa pendapat dalam mengkategorikan bentuk-
bentuk diagnosa dari gejala-gejala autis tersebut seperti dibawah ini :
a. Hambatan Kualitatif Dalam Interaksi Sosial
Interaksi sosial pada anak autis dibagi dalam 3 kelompok, yaitu:
33 Autisme, http://id.wikipedia.org/wiki/Autisme Op.Cit
37
1. Menyendiri (aloof): banyak terlihat pada anak-anak yang menarik diri, acuh
tak acuh, dan akan kesal bila diadakan pendekatan sosial serta menunjukkan
perilaku serta perhatian yang terbatas (tidak hangat).
2. Pasif: dapat menerima pendekatan sosial dan bermain dengan anak lain jika
pola permainannya disesuaikan dengan dirinya.
3. Aktif tapi aneh: secara spontan akan mendekati anak lain, namun interaksi ini
sering kali tidak sesuai dan sering hanya sepihak.
Hambatan sosial pada anak autis akan berubah sesuai dengan perkembangan
usia. Biasanya, dengan bertambahnya usia maka hambatan tampak semakin
berkurang, seperti pengkategorian dibawah ini:
1. Sejak tahun pertama, anak autis mungkin telah menunjukkan adanya
gangguan pada interaksi sosial yang timbal balik, seperti menolak untuk
disayang/dipeluk, tidak menyambut ajakan ketika akan diangkat dengan
mengangkat kedua lengannya, kurang dapat meniru pembicaraan atau
gerakan badan, gagal menunjukkan suatu objek kepada orang lain, serta
adanya gerakan pandangan mata yang abnormal.
2. Permainan yang bersifat timbal balik mungkin tidak akan terjadi.
3. Sebagian anak autis tampak acuh tak acuh atau tidak bereaksi terhadap
pendekatan orangtuanya, sebagian lainnya malahan merasa cemas bila
berpisah dan melekat pada orangtuanya.
4. Anak autis gagal dalam mengembangkan permainan bersama teman-
temannya, mereka lebih suka bermain sendiri.
5. Keinginan untuk menyendiri yang sering tampak pada masa kanak akan
makin menghilang dengan bertambahnya usia.
38
6. Walaupun mereka berminat untuk mengadakan hubungan dengan teman,
sering kali terdapat hambatan karena ketidakmampuan mereka untuk
memahami aturan-aturan yang berlaku dalam interaksi sosial. Kesadaran
sosial yang kurang inilah yang mungkin menyebabkan mereka tidak mampu
untuk memahami ekspresi wajah orang ataupun untuk mengekspresikan
perasaannya baik dalam bentuk vokal maupun ekspresi wajah. Kondisi
tersebut menyebabkan anak autis tidak dapat berempati kepada orang lain
yang merupakan suatu kebutuhan penting dalam interaksi sosial yang normal.
b. Hambatan kualitatif dalam komunikasi verbal/non-verbal dan dalam
bermain
Keterlambatan dan abnormalitas dalam berbahasa serta berbicara merupakan
keluhan yang sering diajukan para orangtua, sekitar 50% mengalami hal ini:
1. Bergumam yang biasanya muncul sebelum dapat mengucapkan kata-kata,
mungkin tidak tampak pada anak autis.
2. Mereka sering tidak memahami ucapan yang ditujukan pada mereka.
3. Biasanya mereka tidak menunjukkan atau memakai gerakan tubuh untuk
menyampaikan keinginannya, tetapi dengan mengambil tangan orangtuanya
untuk mengambil objek yang dimaksud.
4. Mereka mengalami kesukaran dalam memahami arti kata-kata serta
kesukaran dalam menggunakan bahasa dalam konteks yang sesuai dan benar.
5. Bahwa satu kata mempunyai banyak arti mungkin sulit untuk dapat
dimengerti oleh mereka.
6. Anak autis sering mengulang kata-kata yang baru saja mereka dengar atau
yang pernah mereka dengar sebelumnya tanpa maksud untuk berkomunikasi.
39
7. Bila bertanya sering menggunakan kata ganti orang dengan terbalik, seperti
"saya" menjadi "kamu" dan menyebut diri sendiri sebagai "kamu".
8. Mereka sering berbicara pada diri sendiri dan mengulang potongan kata atau
lagu dari iklan televisi dan mengucapkannya di muka orang lain dalam
suasana yang tidak sesuai.
9. Penggunaan kata-kata yang aneh atau dalam arti kiasan, seperti seorang anak
berkata "sembilan" setiap kali ia melihat kereta api.
10. Anak-anak ini juga mengalami kesukaran dalam berkomunikasi walaupun
mereka dapat berbicara dengan baik, karena tidak tahu kapan giliran mereka
berbicara, memilih topik pembicaraan, atau melihat kepada lawan bicaranya.
11. Mereka akan terus mengulang-ulang pertanyaan biarpun mereka telah
mengetahui jawabannya atau memperpanjang pembicaraan tentang topik
yang mereka sukai tanpa mempedulikan lawan bicaranya.
12. Bicaranya sering dikatakan monoton, kaku, dan menjemukan.
13. Mereka juga sukar mengatur volume suaranya, tadak tahu kapan mesti
merendahkan volume suaranya, misal di restoran atau sedang membicarakan
hal-hal yang bersifat pribadi.
14. Kesukaran dalam mengekspresikan perasaan atau emosinya melalui nada
suara.
15. Komunikasi non-verbal juga mengalami gangguan. Mereka sering tidak
menggunakan gerakan tubuh dalam berkomunikasi untuk mengekspresikan
perasaannya atau untuk merasakan perasaan orang lain, misalnya
menggelengkan kepala, melambaikan tangan, mengangkat alis dan lain
sebagainya.
40
c. Aktivitas dan minat yang terbatas
1. Abnormalitas dalam bermain terlihat pada anak autis, seperti stereotip,
diulang-ulang dan tidak kreatif. Beberapa anak tidak menggunakan
mainannya dengan sesuai, juga kemampuannya untuk menggantikan suatu
benda dengan benda lain yang sejenis sering tidak sesuai.
2. Anak autis menolak adanya perubahan lingkungan dan rutinitas baru.
Contohnya seorang anak autis akan mengalami kesukaran bila jalan yang
biasa ia tempuh ke sekolah diubah atau piring yang biasa ia pakai untuk
makan diganti. Mainan baru mungkin akan ditolak berminggu-minggu
sampai kemudian baru bisa ia terima. Mereka kadang juga memaksakan
rutinitas pada orang lain, contohnya seorang anak laki-laki akan menangis
bila waktu naik tangga sang ibu tidak menggunakan kaki kanannya terlebih
dahulu.
3. Mereka juga sering memaksa orangtua untuk mengulang suatu kata atau
potongan kata.
4. Dalam hal minat terbatas, sering aneh dan diulang-ulang. Misalnya, mereka
sering membuang waktu berjam-jam hanya untuk memainkan saklar lampu,
memutar-mutar botol atau mengingat-ingat rute kereta api.
5. Mereka mungkin sulit dipisahkan dari suatu benda yang tidak lazim dan
menolak meninggalkan rumah tanpa benda tersebut. Misalnya, seorang anak
laki-laki yang selalu membawa penghisap debu ke mana pun ia pergi.
6. Stereotip tampak pada hampir semua anak autis, termasuk melompat turun
naik, memainkan jari-jari tangannya di depan mata, menggoyang-goyang
tubuhnya, atau menyeringai.
41
7. Mereka juga menyukai objek yang berputar, seperti mengamati putaran kipas
angin atau mesin cuci.
d. Gangguan kognitif
Hampir 75-80% anak autis mengalami retardasi mental dengan derajat rata-
rata sedang. Menarik untuk diketahui bahwa beberapa anak autis menunjukkan
kemampuan memecahkan masalah yang luar biasa, seperti mempunyai daya ingat
yang sangat baik dan kemampuan membaca yang di atas batas penampilan
intelektualnya.
Sebanyak 50% dari idiot savants, yakni orang dengan retardasi mental yang
menunjukkan kemampuan luar biasa, seperti menghitung kalender, memainkan satu
lagu hanya dari sekali mendengar, mengingat nomor-nomor telepon yang ia baca dari
buku telepon adalah seorang penyandang autis.
e. Gangguan perilaku motorik
Kebanyakan anak autis menunjukkan adanya stereotip, seperti bertepuk-
tepuk tangan dan menggoyang-goyangkan tubuh. Hiperaktif biasa terjadi terutama
pada anak prasekolah. Namun, sebaliknya dapat terjadi hipoaktif. Beberapa anak
juga menunjukkan gangguan pemusatan perhatian dan impulsivitas. Juga didapatkan
adanya koordinasi motorik yang terganggu, tiptoe walking, clumsiness, kesulitan
belajar mengikat tali sepatu, menyikat gigi, memotong makanan, dan mengancingkan
baju.
f. Respons abnormal terhadap perangsangan indera
Beberapa anak menunjukkan hipersensitivitas terhadap suara (hiperakusis)
dan menutup telinganya bila mendengar suara yang keras seperti suara petasan,
gonggongan anjing atau sirine polisi. Anak yang lain mungkin justru lebih tertarik
42
dengan suara jam tangan atau remasan kertas. Sinar yang terang, termasuk sinar
lampu sorot di ruang praktik dokter gigi, mungkin membuatnya tegang walaupun
pada beberapa anak malah menyukai sinar. Mereka mungkin sangat sensitif terhadap
sentuhan, memakai baju yang terbuat dari serat yang kasar, seperti wol, atau baju
dengan label yang masih menempel, atau berganti baju dari lengan pendek menjadi
lengan panjang. Semua itu dapat membuat mereka tempertantrums.
Di lain pihak, ada juga anak yang tidak peka terhadap rasa sakit dan tidak
menangis saat mengalami luka yang parah. Anak mungkin tertarik pada rangsangan
indera tertentu seperti objek yang berputar.
g. Gangguan tidur dan makan
Gangguan tidur berupa terbaliknya pola tidur, terbangun tengah malam.
Gangguan makan berupa keengganan terhadap makanan tertentu karena tidak
menyukai tekstur atau baunya, menuntut hanya makan jenis makanan yang terbatas,
menolak mencoba makanan baru, dapat sangat menyulitkan para orangtua.
h. Gangguan afek dan mood
Beberapa anak menunjukkan perubahan mood yang tiba-tiba, mungkin
menangis atau tertawa tanpa alasan yang jelas. Sering tampak tertawa sendiri, dan
beberapa anak tampaknya mudah menjadi emosional. Rasa takut yang sangat
kadang-kadang muncul terhadap objek yang sebetulnya tidak menakutkan. Cemas
perpisahan yang berat, juga depresi berat mungkin ditemukan pada anak autis.
i. Perilaku yang membahayakan diri sendiri dan agresivitas melawan orang lain
Ada kemungkinan mereka menggigit tangan atau jari sendiri sampai
berdarah, membentur-benturkan kepala, mencubit, menarik rambut sendiri, atau
43
memukul diri sendiri. Tempertantrums, ledakan agresivitas tanpa pemicu, dan kurang
perasaan terhadap bahaya, dapat terjadi pada anak autisme.
j. Gangguan kejang
Terdapat kejang epilepsi pada sekitar 10--25% anak autis. Ada korelasi yang
tinggi antara serangan kejang dengan beratnya retardasi mental dan derajat disfungsi
susunan syaraf pusat.
k. Kondisi fisik yang khas
Dilaporkan bahwa anak autisme usia 2-7 tahun, tubuhnya lebih dibanding
anak seusianya dan saudaranya.
4. Terapi Autis
Tujuan terapi pada gangguan autis adalah untuk mengurangi masalah
perilaku serta meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangannya, terutama
dalam penggunaan bahasa. Tujuan ini dapat tercapai dengan baik melalui suatu
program terapi yang menyeluruh dan bersifat individual, dimana pendidikan khusus
dan terapi wicara merupakan komponen yang penting.
Suatu tim kerja terpadu yang terdiri dari tenaga pendidik, tenaga medis
(psikiater, dokter anak), psikolog, ahli terapi wicara, pekerja sosial, dan perawat,
sangat diperlukan agar dapat mendeteksi dini, serta memberi penanganan yang sesuai
dan tepat waktu. Semakin dini terdeteksi dan mendapat penanganan yang tepat, akan
dapat tercapai hasil yang optimal.
a. Pendekatan edukatif
Anak dengan autis seharusnya mendapat pendidikan khusus. Rencana
pendidikan sebaiknya dibuat secara individual sesuai dengan kebutuhan masing-
masing anak. Juga perlu diperhitungkan tidak hanya kelemahan anak ini, namun juga
44
kekuatan yang mereka punyai, agar guru dapat mempertimbangkannya dalam
memberikan keterampilan baru. Yang terbaik bagi mereka adalah suatu bentuk
pelatihan yang sangat terstruktur, sehingga kecil kesempatan bagi anak untuk
melepaskan diri dari teman-temannya dan guru akan segera bertindak bila melihat
anak melakukan aktivitas sendiri. Latihan yang terstruktur ini juga mempermudah
anak untuk dapat memperkirakan kemungkinan apa yang akan terjadi di sekitarnya.
Idealnya, anak ikut serta pelatihan ini dengan harapan ia dapat memperoleh
kemampuan untuk bekerja sendiri. Pendekatan ini tentunya membutuhkan suatu
kelas yang perbandingan murid dan gurunya rendah.
Dalam pelajaran bahasa, anak lebih mudah mengembangkan kemampuannya
dalam berkomunikasi bila fokus pembicaraan mengenai hal-hal yang ada dalam
kehidupan sehari-hari. Pada beberapa anak dapat dicoba dengan melatih bahasa
isyarat. Demikian pula dalam melatih ketrampilan sosial, hendaknya juga mengenai
hal-hal yang menyangkut kehidupan sehari-hari. Kekurangan dalam interaksi soaial,
hubungan timbal-balik, memahami aturan-aturan sosial, memusatkan perhatian bila
berada dalam suatu kelompok, dan kemampuan mengerjakan cara-cara yang
diajarkan oleh pembimbingnya, merupakan masalah-masalah yang kemungkinan
dapat berhasil dicapai dalam program untuk remaja dan dewasa muda.
b. Terapi perilaku
Dengan modifikasi perilaku yang spesifik diharapkan dapat membantu anak
autisme dalam mempelajari perilaku yang diharapkan dan membuang perilaku yang
bermasalah.
Dalam suatu penelitian dikatakan, dengan terapi yang intensif selama 1-2
tahun, anak yang masih muda ini dapat berhasil meningkatkan IQ dan fungsi
45
adaptasinya lebih tinggi dibanding kelompok anak yang tidak memperoleh terapi
yang intensif. Pada akhir dari terapi, sekitar 42% dapat masuk ke sekolah umum.
Agresivitas yang cukup banyak ditemukan pada anak autis, memerlukan penangan
yang spesifik, yakni:
Anak:
a. Ajari keterampilan berkomunikasi (non-verbal).
b. Tingkatkan ketrampilan sosial (dengan peragaan).
Medis
a. Konsultasi endokrinologi: untuk mengatasi agresivitas seksual.
b. Konnsultasi neurologi: untuk menyingkirkan adanya kejang lobus temporalis
dan sindrom hipotalamik.
Lingkungan
Lingkungan harus aman, teratur, dan responsif.
Sekolah:
• Periksa prestasi akademik yang diharapkan.
• Catat reaksi dari teman-teman.
• Coba kurangi tuntutan dan perubahan.
• Konsultasi dengan para ahli.
Rumah:
• Bagaimana penerimaan keluarga terhadap anak (orangtua dan saudara-
saudaranya).
• Catat tuntutan-tuntutan terhadap anak dan coba kurangi setiap perubahan
rutinitas.
• Pembatasan ruang adalah penting.
46
• Konsultasi dengan para ahli.
Bangkitkan rasa percaya diri pada anak:
a. Bantu anak untuk melatih kontrol diri: stop-lihat-dengar
b. Praktikkan latihan relaksasi: napas dalam atau musik.
c. Ajari mendeteksi bahaya.
Kembangkan pelbagai keterampilan sebagai pengganti agresivitas, seperti
keterampilan sosial, berkomunikasi, kerjasama, menggunakan waktu senggang, dan
berekreasi.
Kurangi perubahan rutinitas yang mendadak. Hendaknya keluarga mempunyai
rencana terhadap apa yang diharap dari anak di rumah:
a. Rutinitas sehari-hari pada pagi hari, sepulang sekolah dan sore hari.
b. Gunakan gambar-gambar untuk anak non-verbal dan mempunyai fungsi yang
lebih rendah.
Bagi anak dengan agresivitas yang berat:
a. Pakai cara istirahat (time out) untuk meredakan dan dapat mengontrol diri
lebih baik.
b. Batasi reaksi emosional untuk menjadi agresif dengan berkata `tidak’ atau
‘stop’.
c. Gunakan alat bantu fisik untuk mengontrol anak
d. Koreksi terhadap akibat negatif yang dibuat anak
e. Pengendalian fisik pada agresivitas yang berat dan hilangnya kontrol diri.
f. Pastikan anak mempunyai rutinitas sehari-hari yang teratur.
g. Semua teknik di atas harus digunakan dengan hati-hati dan di bawah
supervisi profesional yang telah terlatih.
47
Teknik pencegahan timbulnya agresivitas:
a. Bina hubungan yang kuat dengan anak
b. Pastikan anak mempunyai rutinitas yang teratur, terutama di rumah
c. Tinjau kembali bermacam tuntutan terhadap anak
d. Bagaimana mengatur perubahan rutinitas (sebelum/sesudah hari libur)
e. Jelaskan dan siapkan anak terhadap perubahan
f. Kurangi suara dan keributan di sekitarnya
g. Buat rencana untuk ‘hari-hari buruk’ dengan memilih suatu tempat yang
tenang agar anak lebih tenang.
h. Pergunakan relaksasi dan kontrol diri sebagai cara untuk memberi lebih
banyak ketrampilan pada anak
i. Pertemuan rutin dengan anggota tim agar mereka menyadari tanda-tanda
agresivitas
j. Supervisi dan ahli jiwa yang terlatih dalam terapi perilaku kognitif
c. Psikoterapi
Dengan adanya pengetahuan tentang faktor biologi pada autisme,
psikodinamik psikoterapi yang dilakukan pada anak yang masih kecil, termasuk
terapi bermain yang tidak terstruktur adalah tidak sesuai lagi. Psikoterapi individual,
baik dengan atau tanpa obat, mungkin lebih sesuai pada mereka yang telah
mempunyai fungsi lebih baik, saat usia mereka meningkat, mungkin timbul perasaan
cemas atau depresi ketika mereka menyadari kelainan dan kesukaran dalam membina
hubungan dengan orang lain.
48
d. Terapi Obat
Pada sekelompok anak autis dengan gejala-gejala seperti tempertrantums,
agresivitas, melukai diri sendiri, hiperaktivitas, dan stereotip, pemberian obat-obatan
yang sesuai dapat merupakan salah satu bagian dari program terapi komprehensif.
Pemeriksaan yang lengkap dari kondisi fisik dan laboratorium harus dilakukan
sebelum memulai pemberian obat-obatan. Periode istirahat dari obat, setiap enam
bulan dianjurkan untuk menilai lagi apakah obat masih diperlukan dalam terapi.
Obat-obatan yang digunakan antara lain:
a. Antipsikotik: untuk memblok reseptor dopamin
b. Fenfluramine: untuk menurunkan serotonin
c. Naltrexone: untuk antagonis opioida
d. Simpatomimetik: untuk menurunkan hiperaktivitas
e. Clomipramine: untuk anti depresan
f. Clonidine: untuk menurunkan aktivitas noradrenergik34
C. Keluarga Sakinah
1. Pengertian Pernikahan
Pernikahan adalah peristiwa besar dalam hidup seseorang. Karena pernikahan
membawa perubahan status, peranan, bahkan perubahan hak dan kewajiban, selain
itu pernikahan juga mampu membahagiakan dengan berbagai ragam.35 Bila suami
34 ferizal masra, Autisme: Gangguan Perkembangan Ana,Tempo (Senin 16 April 2007) 35 Muhammad Abdul Qzis Al-Khauli, Membina Keluarga Islami Menuju Keutamaan Hidup,(Semarang : Pustaka Adnan 2006), 2.
49
istri tidak memahami arti penting dari pernikahan itu maka dalam pembentukan
keluarga akan mengalami banyak permasalahan.36
Di dalam ajaran Islam, nikah adalah sunatullah yang memiliki dimensi sosial
dan spiritual, sebab disamping harus dilaksanakan sesuai dengan hukum yang
diberikan oleh Allah. Kelangsungan dan sepak terjang dalam kehidupan keluarga
yang telah dibentuk itupun tidak akan membuahkan sakinah dan kebahagian sejati
apabila tidak didasarkan pada ajaran agama dan pergaulan yang harmonis antara
anggota keluarga, pergaulan yang baik dengan tetangga dan masyarakat sekitar.
Karena itu, nikah yang dilakukan oleh seorang muslim harus bernilai ibadah dan
sosial.37
Di dalam Islam, pernikahan adalah pintu gerbang menuju keluarga sakinah.
Ia dianggap sebagai ikatan suci (sakral) yang mempunyai dimensi duniawi dan
ukhrawi sekaligus. Karena itu, keluarga dalam Islam adalah satuan terkecil dalam
sistem sosial masyarakat umat islam yang tidak saja sebagai ketentraman lahir dan
batin, cinta kasih dan sayang, tetapi juga sebagai suatu perjanjian berat dan kokoh
yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT38
Nikah, atau kawin secara etimologis (lughah) berarti kumpul, atau bersatu,
sedangkan secara etimologis (istilah) ” nikah adalah suatu akad (ikatan) yang
menghalalkan hubungan laki-laki dan perempuan yang semula terlarang (haram)”.
Sedangkan menurut ilmu fiqih pengertian nikah adalah menurut para ulama dengan
beragam sekali, namun secara keseluruhan hampir sama antara satu dengan yang
lainnya, yang dapat disimpulkan sebagai berikut ” Pernikahan adalah yang ditetapkan
36 R. Mulyadi, “Upaya Mewujudkan Rumah Tangga Sakinah, Mawadah, Rahmah” Majalah Perkawinan dan Keluarga (Oktober 2006),38. 37 Dede Junaedi, Keluarga Sakinah Pembinaan dan Pelestarianya, (Jakarta : Akademia Pressindo 2007), 1. 38 Ibid, 12.
50
oleh syara’ bahwa seorang suami dapat memanfaatkan dan besenang-senang dengan
kehormatan (kemaluan) seorang istri dan seluruh tubuhnya”.
Pernikahan sah yang terjadi antara seorang pria dan seorang wanita dengan
terpenuhinya semua syarat dan rukunnya menyebabkan semua hubungan keduannya
menjadi halal bahkan berpahala yang sebelum pernikahan tersebut hukumnya haram
dan berakibat dosa. Yang dimaksud dengan hubungan yang semula terlarang (haram)
antara laki-laki dan wanita itu adalah berduaan, bertatapan, bersentuhan,
berhubungan badan dan seterusnya.
Pada dasarnya hal di atas adalah kebutuhan manusia bahkan seluruh makhluk
hidup. akan tetapi sebagai manusia terlebih lagi kita sebagai umat Islam yang
memilki akal budi, norma, etika dalam berhubungan dengan Tuhan dan sesama
manusia, maka kita memiliki batasan-batasan tertentu yang dilarang oleh Allah
SWT untuk dilakukan oleh laki-laki dan wanita yang belum menikah.
Dengan demikian Islam menganjurkan dengan melakukan pernikahan agar
mampu menyalurkan seluruh kebutuhan-kebutuhan naluri manusia serta sebagai
pintu gerbang dalam membentuk keluarga yang sakinah. Dengan memperhatikan
tujuan, akibat, pengaruh pernikahan terhadapa hak dan kewajiban suami istri39
Dewasa ini, sejalan dengan perkembangan zaman dan tingkat pemikiran
manusia, pengertian nikah telah memasuki unsur lain yang timbul akibat adanya
pernikahan tersebut. seperti pengertian yang dikemukakan Undang-Undang
Perkawinan (UU No.1 Tahun 1974), yaitu : ” Pernikahan adalah ikatan lahir batin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
39 Umay M, Dja’far shiddieq, Indahnya Keluarga Sakinah Dalam Naungan Al-Qur’an dan Sunnah, (Jakarta : Zakia Press 2004),
51
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal dan berdasarkan
ketuhanan Yang Maha Esa.
Jauh sebelum itu seorang ulama Muhammad Abu Israh juga telah
memasukan unsur hak dan kewajiban ke dalam definisi (pengertian) nikah. Beliau
mengatakan bahwa”Nikah adalah akad yang memberikan faidah kebolehan
mengadakan hubungan keluarga (suami istri) antara pria dan wanita, dan
mengadakan tolong-menolong serta memberi batas hak bagis pemiliknya dan
pemenuhan kewajiban masing-masing”40
2. Tujuan Pernikahan
Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang pernikahan
disebutkan : ”Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria denan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Itulah definisi
pernikahan yang sekaligus menyebutkan tujuannya.
Tujuan pernikahan yang diungkap dalam pasal 1 Undang-Undang
perkawinan ini hanya besifat global, yaitu membentuk rumah tangga yang bahagia
dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Meskipun demikian, keseluruhan
pasal dalam undang-undang tersebut telah menyebutkan secara terperinci dan
terarah. Sebagai sunnatullah yang tidak hanya diberikan kepada manusia, pernikahan
ini bukan semata-mata perintah dan anjuran yang tidak memiliki arti dan manfaat
sama sekali. Akan tetapi, sebaliknya pernikahan ini merupakan realisasi kehormatan
bagi manusia sebagai makhluk bermoral dan berakal dalam penyaluran naluri seks
yang telah ada sejak lahir, selain itu banyak manfaat baik bersifat psikis maupun fisik
40 Dede Junaidi Op.Cit,24.
52
yang dapat diperoleh dalam pernikahan sebagai tujuan pelaksanaannya, yang secara
garis besar adalah sebagai berikut :
a. Untuk Memperoleh ketenangan hidup.
Laki-laki yang dibekali rasa senang terhadap wanita dan demikian pula
wanita merasa senang terhadap laki-laki, dalam menempuh hidup didunia sebagai
khilafah tidak dibiatkan hidup sekehendak nafsunya, tetapi diberi aturan hidup
bersama dengan pasangannya itu. Aturan ini bermaksud agar mereka hidup dengan
tenang dan tentram diliputi rasa kasih sayang yang dapat menghibur hati dikala susah
dan pemulih gairah dikala lelah, kondisi seperti ini di jelaskan oleh Allah dalam
Firman-Nya: (Q.S Ar-Rum 21)
ôÏΒ uρ ÿ ϵÏG≈tƒ#u ÷βr& t, n=y{ / ä3s9 ôÏiΒ öΝä3 Å¡ à�Ρr& % [`≡uρ ø— r& (#þθãΖä3 ó¡ tF Ïj9 $yγ øŠ s9 Î) Ÿ≅yè y_ uρ Νà6 uΖ ÷�t/ Zο ¨Š uθΒ
ºπ yϑôm u‘uρ 4 ¨βÎ) ’ Îû y7 Ï9≡sŒ ;M≈ tƒ Uψ 5Θ öθ s)Ïj9 tβρã�©3x� tGtƒ ∩⊄⊇∪
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir41.
Ayat ini menunjukan bahwa fungsi pernikahan merupakan tempat
menumbuhkan ketentraman, kebahagian dan cinta kasih. Allah menciptakan laki-laki
dan wanita untuk menjadi suami istri, bukan hanya memuaskan seks namun juga
memberikan ketenangan baik laki-laki maupun wanita dan keduanya akan
menemukan ketetapan hati dan ketenangan jiwa, akhirnya rumah semacam ini akan
jauh dari faktor-faktor kegelisahan dan kegoncangan yang berbahaya.
Kemudian, sebagai landasan kerjasama yang baik antara suami dan istri,
Islam menetapkan hak dan kewajiban kepada keduanya. Islam mengingatkan suami
41 Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta : Departeman Agama 2002)
53
bahwa istri adalah amanah Allah, yang wajib diperlakukan dengan hormat dan penuh
kasih sayang
Demikianlah pernikahan yang dengan dengan tuntunan dan aturan dari Allah
serta memberikan kontribusi yang begitu banyak baik kebutuhan lahir dan batin,
sehingga memberi ketenangan dan ketemtraman jiwa.
b. Untuk Menjaga Kehormatan Diri dan Pandangan Mata.
Menjaga kehormatan diri dan pandangan mata (dari maksiat) merupakan sdua
hal yang diperntahkan kepada manusia yang beriman. Dalam Al Qur’an surat An-
Nur 30 Allah SWT berfirman :
≅ è% šÏΖ ÏΒ÷σ ßϑ ù=Ïj9 (#θ ‘Òäótƒ ôÏΒ ôΜÏδ Ì�≈|Áö/ r& (#θ Ýàx�øt s† uρ óΟßγy_ρ ã�èù 4 y7Ï9≡sŒ 4’s1 ø— r& öΝçλm; 3 ¨βÎ) ©! $# 7��Î7yz $ yϑ Î/ tβθ ãè oΨ óÁtƒ ∩⊂⊃∪
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". Pernikahan adalah salah satu sarana pemeliharaan kesucian diri yang
diperintahkan Allah SWT dalam ayat di atas. Ia membentengi diri dari godaan setan,
mematahkan keinginan kuat yan memenuhi pikiran, mencegah bencana akibat
dorongan syahwat, menundukkan pandangan mata dan menjaga kemaluan dari
perbuatan terlarang.
Menurut Imam Ghazali, syahwat meskipun dikekang oleh kendali takwa,
paling ia hanya mampu mencegah organ-organ tubuh dari memenuhi panggilan
syahwat itu, lalu menundukan pandangan mata dan memelihara kemaluanya. Dengan
demikian jelas bagaimana pentingnya pernikahan, dimana seorang istri diperlukan
demi kesucian hati, persis seperti makanan diperlukan untuk perut
54
c. Untuk Mendapat Keturunan
Tujuan utama pernikahan adalah untuk memperoleh anak (keturunan) guna
mempertahankan keturunan agar dunia ini tidak kosong dari jenis manusia. Pada
hakekatnya, diciptakan syahwat seksual pada manusia ialah sebagei pembangkit dan
pendorong dalam pencapaian tujuan ini. Pihak laki-laki diserahi tugas menyediakan
benih, sementara wanita sebagai lahan yang siap di tanami. Adapun syahwat dalam
diri mereka merupakan upaya lembut dan halus guna menggiring mereka
memproduksi anak melalui hubungan kelamin.
Anak adalah hiasan kehidupan dunia dan penerus keturunan yang akan
menjadi khalifah di bumi Allah SWT berfirman: (Q.S Al Kahfi : 46)
ãΑ$yϑ ø9 $# tβθ ãΖt6 ø9 $#uρ èπuΖƒÎ— Íο 4θ uŠys ø9 $# $u‹÷Ρ ‘‰9$# ( àM≈uŠ É)≈t7ø9 $#uρ àM≈ysÎ=≈¢Á9$# î�ö�yz y‰ΖÏã y7 În/u‘ $ \/#uθ rO
î� ö�yz uρ WξtΒr& ∩⊆∉∪
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. Selain itu anak juga merupakan sarana taqarub (mendekatkan diri) kepada
Allah SWT. Dalam hal ini imam ghazali menyebutkan dalam pendekatan diri dalam
hubunganya dengan upaya memperoleh anak ini meliputi empat aspek yaitu:
1. Mencari keridhaan Allah SWT dengan memperoleh anak atau keturunan demi
mempertahankan kelangsungan jenis manusia.
55
2. Mencari keridhaan Rasulullah SAW dengan memperbanyak umat beliau yang
kelak pada hari kiamat akan menjadi kebanggaan beliau diantara umat-umat
lain.
3. Mengharapkan berkah dari do’a-do’a anaknya yang shaleh sepeninggalnya.
4. Mengharapkan syafaat dari anaknya apabila meninggal dunia sebelumnya,
yakni ketika belum mencapai usia dewasa.42
3. Pengertian Keluarga Sakinah
Pernikahan adalah awal terbentuknya sebuah keluarga baru yang didambakan
dan akan membawa pasangan suami istri untuk mengarungi kebahagiaan, cinta dan
kasih sayang. Sebuah keluarga merupakan komunitas masyarakat terkecil dan sebuah
keluarga diharapkan akan menjadi sumber mata air kebahagian, cinta dan kasih
sayang seluruh anggota keluarga.
Kita semua mendambakan keluarga yang harmonis dan bahagia, yang serasi
dan selaras dalam aspek-aspek kehidupan yang diarungi bersama. Dalam Islam
keluarga yang bahagia seperti itu disebut dengan keluarga yang sakinah (tentram),
mawadah (penuh cinta) dan rahmah (kasih sayang).
Betapa indahnya kehidupan pasangan suami istri, betapa indahnya kehidupan
sebuah keluarga dan betapa indahnya kehidupan masyarakat, bangsa dan negara
apabila semua lahir, tumbuh dan berkembang dalam keluarga yang bahagia.43
a) Keluarga
Kata ” Keluarga” menurut makna sosiologi, yaitu kesatuan masyarakat
(sosial) berdasarkan hubungan pernikahan atau pertalian darah. Berdasarkan
pengertian itu dibedakan menjadi : 42 Dede Junaidi Op.Cit, 30-38 43Umay M, Dja’far shiddieq, Indahnya Keluarga Sakinah Dalam Naungan Al-Qur’an dan Sunnah, (Jakarta : Zakia Press 2004), 7-8.
56
1. Keluarga inti atau keluarga batih (Primary group) terdiri atas bapak, ibu,
anak, disana terjalin hubungan kekeluargaan;
2. Pasangan yang menikah maupun tidak dan tanpa anak;
3. Kelompok yang terdiri dari seorang bapak dan ibu yang menikah atau tidak,
yang cerai maupun yang ditinggal mati dan bersama anak-anaknya.
4. kelompok anak yang ditinggalkan orang tuanya;
5. seorang yang hidup berpoligami baik punya anak maupun tidak
6. beberapa sanak keluarga dengan anak-anaknya yang sudah berumah tangga;
Pertalian keluarga atau keturunan dapat diatur secara : parental atau bilateral,
artinya menurut orang tua (bapak dan ibu), matrilineal artinya menurut garis ibu,
patrilineal menurut garis ayah. Susunan kekeluargaan ini bertalian dengan hakekat
kedudukan pernikahan dalam tata masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari kata
keluarga dipakai dengan pengertian antara lain :
1. Sanak saudara atau kaum kerabat
2. Orang seisi rumah, suami-istri, anak, batih.
3. Orang yang berada dalam naungan organisasi atau sejenisnya, misalnya
keluarga Muhammadiyyah atau keluarga Nahdlatul Ulama.
4. Masyarakat terkecil berbentuk keluarga atau yang lainnya.
Dari beberapa definisi tersebut, maka dapat disimpulkan keluarga adalah unit
terkecil dari suatu masyarakat; tidak akan ada masyarakat apabila tidak ada keluarga,
dengan kata lain masyrakat merupakan kumpulan keluarga-keluarga. Ini berarti, baik
buruknya masyarakat kecil itu (keluarga). Akan menjadi patokan dari keselamatan
dan kebahagiaan suatu masyarakat.44
44Zaitunah Subhan, Membina Keluarga Sakinah, (Jokjakarta : Pustaka Pesantren 2004 ), 1-3.
57
Keluarga dalam satu unit yang biasanya terdiri dari suami, istri, anak-anak adalah
jiwa masyarakat dan tulang punggungnya, kesejahteraan lahir dan batin yang
dinikmati oleh suatu bangsa atau sebaliknya, kebodohan dan keterbelakangan adalah
cermin dari keadaan keluarga-keluarga yang hidup pada masyarakat bangsa tersebut.
Hakekat diatas adalah kesimpulan pandangan para pakar dari beberbagai disiplin
ilmu, termasuk pakar-pakar agama Islam. itulah, antara lain sebabnya mengapa
agama Islam memberikan perhatian yang sangat besar terhadap pembinaan keluarga,
perhatianya yang sepadan dengan perhatiannya terhadap individu serta kehidupan
umat manusia secara keseluruhan.45
Sudah menjadi aksioma bahwa keluarga adalah sel hidup utama yang membentuk
organ tubuh masyarakat. Jika keluarga baik, masyarakat secara keseluruhan akan ikut
baik dan jika keluarga rusak, masyarakatpun ikut rusak. Bahkan keluarga adalah
miniatur umat yang menjadi sekolah pertama bagi manusia dalam mempelajari etika
moral dan sosial yang baik. Sehingga tidak ada umat tanpa keluarga, bahkan tidak
ada masyarakat humanisme tanpa keluarga.
Urgensi dan keluhuran status keluarga bertumpu pada kenyataan bahwa keluarga
merupakan milieu sosial pertama dan satu-satunya yang menyambut manusia sejak
kelahiran, selalu bersama sepanjang hidup, ikut menyertai dari fase satu ke fase
selanjutnya. Bahkan, tidak ada sistem sosila lainpun yang bisa menentukan nasib
manusia secara keseluruhan sebagaimana keluarga.
Lebih lanjut, tidak ada sistem yang mengurusi tehknis perawatan dan perhatian
terhadap keluarga sebagaimana Islam. Islam telah melingkupi sedemikian rupa
dengan arahan mendidik sambil merumuskan prinsip legislasi hukum keluarga yang
45 M Quraish Shihab, Pengantin Al-Qur’an Kado Permata Buat Anak-Anakku (Jakarta : Lentera Hati 2007 ), 145.
58
menjamin keberadaanya diatas landasan yang sehat, mengankat harkat, mengeratkan
tali-tali hubungan antar keluarga atau anggotanya, menyokong eksistensi, dan
mengamankan kelangsungan hidupnya.
Dalam pendekatan Islam, Keluarga adalah basis utama yang menjadi pondasi
bangunan komunitas dan masyarakat Islam. Sehingga keluarga pun berhak lingkupan
perhatian dan perawatan yang begitu signifikan dari Al-Qur’an. Dalam Al-Qur’an
terdapat penjelasan untuk menata keluarga, melindungi, dan membersihkanya dari
anarkisme jahiliyah. Dikaitkanya keluarga dengan Allah dan ketakwaan kepada-Nya
dalam setiap ayat keluarga yang dilansir dalam Al Qur’an, sambil menyoroti dengan
pancaran spritual, sistem perundangan, dan jaminan hukum dalam setiap kondisinya
Sistem sosial Islam adalah sistem keluarga, karena keluarga merupakan sistem
rabbani bagi manusia yang mencakup segala karateristik dasar fitrah manusia,
kebutuhan, dan unsur-unsurnya.
Sistem keluarga dalam Islam terpancar dari fitrah dan karakter alamiyah yang
merupakan basis penciptaan pertama makhluk hidup hal ini tampak pada firman
Allah SWT Q.S Adz-Dzariyat : 49 :
ÏΒ uρ Èe≅ à2 > óx« $ oΨø) n=yz È÷y ÷ρy— ÷/ä3 ª=yè s9 tβρ ã�©. x‹ s? ∩⊆∪
Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat
kebesaran Allah.
Sebenarnya Allah mampu menciptakan jutaan manusia sekaligus, akan tetapi
takdir-Nya menghendaki hikmah lain yang tersembunyi dalam fungsi keluarga yang
sangat besar bagi kelangsungan kehidupan makhluk ini.
59
Keluarga menurut konsepsi Islam menguak penggabungan fitrah antara kedua
jenis kelamin. Namun, bukannya untuk menggabungkan antara kedua jenis kelamin.
Namun bukannya menggabungkan sembarang pria dan sembarang wanita dalam
wadah komunisme kehewanan, melainkan untuk mengarahkan penggabungan
tersebut de arah pembentukan keluarga dan rumah tangga. Allah berfirman dalam
Q.S Baqarah : 187
¨….....4 £ßγ©9 Ó¨$t6 Ï9 öΝçFΡ r& uρ öΝä3 ©9 Ó¨$ t6Ï9 £èδ .......3
mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka.
Allah SWT berfirman dalam Q.S An-Nahl :80 :
ª! $#uρ Ÿ≅ yèy_ /ä3s9 .ÏiΒ öΝà6Ï?θã‹ç/ $ YΖs3y™
Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal
Dengan demikian, keluarga mampu memenuhi fitrah yang terpendam dalam
pangkal kosmos dan struktur manusia. Sehingga dapat dikatakan bahwa keluarga
dalam Islam adalah sistem alamiah dan berbasis fitrah yang bersumber pada pangkal
pembentukan manusia, bahkan pangkal pembentukan sesuatu dalam semesta kosmos
dan berjalan menurut cara Islam dalam mentautkan sistem yang dibangunnya untuk
manusia daa sistem yang di bangun Allah untuk alam semesta.
Keluarga adalah tempat pengasuhan alami yang melindungi anak yang baru
tumbuh dan merawatnya, serta mengembangkan fisik, akal dan spiritualnya, dalam
naungan keluarga, perasaan cinta dan empati serta solidaritas berpadu dan menyatu.
Anak-anak pun akan bertabiat dengan tabiat yang bisa dilekati sepanjang hidupnya.
60
Lalu dengan arahan dan petunjuk keluarga, anak itu akan dapat menyongsong hidup,
memahami makna hidup dan tujuan-tujuannya, serta mengetahui bagaimana
berinteraksi dengan makhluk hidup.46
Selanjutnya ada beberapa pakar-pakar bangsa Indonesia setelah merujuk ajaran
agama dan budaya bangsa merinci fungsi-fungsi tersebut yang kemudian dirumuskan
oleh peraturan pemerintah No.21 tahun 1994.ada delapan fungsi keluarga yang
digaris bawahi sebagai salah satu peran dalam pembentukan keluarga sakinah, yaitu :
Fungsi Keagamaan, yaitu pernikahan adalah suatu anjuran agama bagi orang
yang telah mampu secara mental, materal, spiritual yang telah siap memikul
tanggung jawab dan dalam proses pembentukan keluarga sakinah pun tidak lepas
dari bimbingan Agama.
Fungsi Sosial Budaya, fungsi ini diharapkan dapat mampu mengantarkan
seluruh keluarga untuk memelihara budaya bangsa dan memperkayanya. Islam
secara tegas mendukung setiap hal yang dinilai oleh masyarakat sebagai sesuatu yang
baik dan sejalan dengan nilai-nilai agama.
Fungsi cinta kasih, fungsi ini telah digaris bawahi secara jelas dan populer
dalam Al-Qur’an yaitu mawadah wa rahmah dan terhadap anak dengan penyejuk
mata, hubungan suami-istri, orang tua-anak harus didasari cinta kasih sehingga
dalam keluarga tidak ada kekeceaan satu sama lain karena perbedaan dan tidak saling
terbuka sehingga sering terjadi salah paham. Selain itu tanpa cinta dan perhatian
yang besar maka akan berdampak ada perkembangan anak yang terlambat sehingga
menjadi idiot, padahal cita-cita orang tua adalah memiliki anak sebagai generasi
yang tangguh namun demikian tanpa cinta dan kasih maka semua akan sia-sia.
46 Mahmud Muhammad Al-Jauhari dkk, Membangun Keluarga Qur’ani, (Jakarta : Amzah 2000), 3-6
61
Fungsi Melindungi, perisai yang dipakai dalam peperangan akan memberikan
rasa aman, pakaian tebal sebagai prlindungan dari cuaca yang dingin, begitu pula
rumah, keluarga, sebagai perlindungan dari banyaknya pengaruh negatif dari
masyarakat, keluarga melindungi dari berbagai cobaan yang dialami dari anggota
keluarga tersebut.
Fungsi Reproduksi, pada dasarnya dalam melakukan pernikahan adalah untuk
mendapatkan keturunan, harus diakui anak adalah buah hati dan salah satu daru
kedua hiasan duniawi, anak adalah generasi yag unggul dan mampu melanjutkan
keturunan.
Fungsi Sosialisasi Dan Pendidikan, tidak dipungkiri saat ini banyak sekali
lembaga-lembaga pendidikan mulai untuk anak yang masih kecil hingga dewasa
serta di lengkapi dengan sistem pendidikan yang cukup bagus, namun pendidikan
dan pegajaran tidak hanya terbatas pada pengembangan potensi akal dan jiwa. Tetapi
juga potensi fisik, serta ketrampilan, etika dan moral sehingga tidak cukup hanya dari
lembaga pendidikan saja namunkeluarga juga berperan aktif dalam proses pengajaran
tersebut untuk memperiapkan generasi yang siap menghadapi tantangan masa depan.
Fungsi ekonomi, pada dasarnya saat ini proses modernisai terus berlanjut
sehingga kebutuhan material yang sukar di bendung, sehinga melahirkan pula
kebutuhan dan keinginan-keinginan baru yang mendesak keluarga dan sering kali
tidak dapat terpenuhi, sehingga jika hal tersebut terjadi dan keluarga tidak mampu
memenuhi atau membimbing keluarganya dalam hal materi maka akan megalami
kegongcangan, misalnya anak mencuri, istri selingkuh dengan laki-laki yang lebih
kaya, atau malah istri minta cerai.47
47 Quraish shihab, Op.Cit 162
62
b) Sakînah
Kata sakînah berarti ketenangan, atau antonim dari kegoncangan. Kata ini
tidak digunakan kecuali untuk menggambarkan ketenangan dan ketentraman setelah
sebelumnya ada gejolak tersebut. kecemasan menghadapi musuh, atau bahaya, atau
kesedihan dan semacamnya bila disusul dengan ketenangan batin yang mendalam,
maka ketenangan tersebut dinamai sakînah.48
Kata ” Sakînah” (Arab) mempunyai arti ketenangan dan ketentraman jiwa.
Kata ini disebut sebanyak eman kali dalam Al-Qur’an, yaitu pada surat Al-
Baqarah:248, surat At-Taubah: 26 dan 40, surat Al-Fath : 4,18 dan 26. dalam ayat-
ayat tersebut dijelaskan bahwa sakînah didatangkan Allah SWT. Kedalam hati para
nabi dan orang-orang yang beriman agar tabah dan tidak gentar menghadapi
rintangan, tantangan, ujian, cobaan, ataupun musibah. Sehingga sakînah bisa juga
dapat dipahami dengan ”sesuatu yang memuaskan hati”.
Dalam surat Al-Baqarah :248 terdapat pernyataan fihi sakînatun min
rabbikum (sakînah dari tuhanmu terdapat pada tâbût atau kotak suci). Ungkapan ini
disebabkan oleh penghormatan bani israil pada tâbût sebagai kotak penyimpanan
kitab taurat. Disebutkan bahwa nabi musa a.s ketika berperang selalu membawa
tâbût tersebut sehingga pengikutnya merasa tenang dan tidak lari dari medan perang.
Sakînah pada surat At-Taubah:26 berkaitan dengan perang Hunain dimasa
rasulullah Saw. Dalam peristiwa itu, pasukan Islam bercerai-berai karena serbuan
dasyat dari pihak musuh sementara jumlah mereka lebih sedikit. Pada saat itulah
Allah menurunkan sakînah kepada Rasulullah Saw. Beserta orang-orang yang
48ibid, 80.
63
berimandengan menurunkan ”tentara malaikat” yang tidak terlihat untuk
mengalahkan musuh.
Pada surat At-Taubah : 40, sakînah didatangkan pada Allah kepada nabi
Muhammad ketika beliau sedang bersembunyi di gua Tsur bersama sahabat Abu
Bakar Ash-Shiddiq, untuk berlindung dari kejaran orang-orang kafir quraisy.
Dalam surat Al-Fath : 4,18 dan 26 sakînah diberikan Allah SWT. Kepada
kaum muslimin pada perjanjian Hudaibah, yaitu baiat Ridhwan (baiat yang
dilakukan kaum muslimin ketika terjadi qazwah/perang Hudaibiyah) dan saat mereka
memasuki kota mekah. Mereka (kaum muslimin) tanpa gentar memasuki kota meski
tanpa senjata karena adanya sakînah yang diturunkan Allah kedalam hati mereka.49
Dari sejumlah ungkapan yang diabadikan dalam Al-Qur’an tentang sakînah,
maka muncul beberapa pengertian, sebagai berikut:
1. Menurut Rasyid Ridha, sakînah adalah sikap jiwa yang timbul dari suasana
ketenangan dan merupakan lawan dari goncangan batin dan kekalutan;
2. Al-Isfahan (Ahli Fiqh dan tafsir) mengartikan sakînah dengan tidak adanya rasa
gentas dalam menghadapi sesuatu.
3. Menurut Al-Jurjani (Ahli Bahasa), sakînah adalah adanya ketentraman dalam
hati pada saat datangnya sesuatu tak diduga, dibarengi satu nûr (cahaya) dalam
hati yang memberi ketenangan dan ketentraman pada yang menyaksikannya, dan
merupakan keyakinan berdasarkan penglihatan (ain al-yaqîn)
4. Ada pula yang menyamakan sakînah itu dengan kata rahmah dan thuma’ninah,
artinya tenang tidak gundah dalam melaksanakan ibadah.50
49Zaitunah Subhan, Membina Keluarga Sakinah, (Jokjakarta : Pustaka Pesantren 2004 ),3-4. 50 Ibid 6
64
Dengan demikian perlu dicatat bahwa sakînah bukan sekedar apa yang
terlihat dapat ketenangan lahir, yang tercermin pada kecerahan air muka, karena yang
ini bisa muncul akibat keluguan, ketidak tahuan, atu kebodohan. Tetapi sakinah
terlihat pada kecerahan air muka yang disertai dengan kelapangan dada, budi bahasa
yang halus, yang dilahirkan dari ketenangan batin akibat menyatunya pemahaman
dan kesucian hati, serta bergabungnya kejelasan pandangan dengan tekat yang kuat
sakînah diterjemahkan sebagai ketenangan yang sengaja Allah turunkan ke dalam
hati orang-orang yang beriman. Ketenangan ini merupakan suasana psikologis yang
melekat pada setiap individu yang mampu melakukannya. Ketenangan adalah
suasana batin yang hanya bisa diciptakan sendiri. Tidak ada jaminan orang lain untuk
dapat menciptakan suasana tenang bagi seseorang yang lainnya.
Selain itu merupakan tata nilai yang seharusnya menjadi kekuatan penggerak
dalam membangun tatanan keluarga yang dapat memberikan kenyamanan dunia
sekaligus memberikan jaminan keselamatan akhirat.
c) Keluarga Sakinah
Istilah ”Keluarga Sakînah” merupakan dua kata yang saling melengkapi; kata
sakinah sebagai kata sifat, yaitu untuk mensifatai atau menerangkan kata keluarga.
Keluarga sakinah digunakan dengan pengertian keluarga yang tenang, tentram,
bahagia, dan sejahtera lahir dan batin.
Munculnya istilah keluarga sakinah ini sesuai dengan firman Allah dalam
surat Ar-Rum : 21, yang menyatakan bahwa tujuan rumah tangga atau keluarga
adalah untuk mencari ketenangan dan ketentraman atas dasar mawaddah dan
rahmah, saling mencintai, dan penuh rasa kasih sayang antara suami istri.
65
Ada tiga kata kunci dalam Surat Ar-Ruum ayat 21 yang menjelaskan tentang
keluarga sakinah yaitu : 1. Min-Anfusikum (dari dirimu sendiri); 2.mawaddah
(cinta); 3.Rahmah (Kasih sayang).
Kata kunci yang pertama artinnya dari dirimu sendiri. Untuk menjadi sakinah
maka seorang suami harus menjadikan istrnya bagian dari dirinya sendiri, begitu
sebaliknya. Apabila suami istri tersebut tidak laki menjadi bagian datri yang satu
dengan yang lain maka akan banyak sekali kejadian atau cobaan salah satunya cerai.
Kata kunci kedua adalah mawaddah artinya cinta. Bisa diartikan cinta yang disertai
birahi, namun mawaddah juga mempunyai makna kekosongan jiwa dari berbuat jahat
terhadap yang dicintainya. Dengan mawaddah maka suami istri saling tertarik dan
saling membutuhkan. Kata kunci ketiga adalah rahmah yang artinya kasih sayang.
Rahmah adalah karunia Allah yang amat besar bagi pasangan suami istri. Meskipun
mawaddah mulai berkurang seiring perjalanan waktu namun dengan rahmah ini
tetaplah terjaga damampu memperekat hubungan antar suami dan istri sehinnga bisa
langgeng sampai akhir hayat.
Ketiga kunci tersebut haruslah mendapat perhatian dan pemahaman yang
mendalam antar suami istri sehingga setiap mengadapi konflik apapun teap selalu
bersama, bahkan ketiga hal tersebut harus tetap dirawat, dipupuk, di kembangkan
sehingga berbuah sakihan atau keluarga yang sakinah.51
Dalam keluarga sakinah, setiap anggotanya merasakan suasana tentram,
damai, bahagia, aman, dan sejahtera lahir dan batin. Sejahtera lahir adalah bebas dari
kemiskinan harta dan tekanan penyakit jasmani. Sedangkan sejahtera batin adalah
51 Juraidi,Sudahkah Kita Sakinah, majalah keluarga (November 2000 )
66
bebas dari kemiskinan iman, serta mampu mengkomunikasikan nilai-nilai
keagamaan dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.
Disamping itu keluarga sakinah dapat memberi setiap anggotanya
kesempatan untuk mengembangkan kemampuan dasar fitrah kemanusiaan, yaitu
fitrah sebagai hamba yang baik, sebagaimana maksud dan tujuan tuhan menciptakan
manusia di bumi.52
Rumah tangga sudah seharusnya menjadi tempat yang tenang bagi setiap
anggota keluarganya. Ia merupakan tempat kembali kemana pun mereka pergi.
Mereka merasa nyaman di dalamnya, dan penuh percaya diri ketika berinteraksi
dengan keluarga yang lainnya dalam masyarakat. Inilah yang dalam perspektif
sosiologis disebut unit terkecil dari suatu masyarakat, Memelihara Kenyamanan
Keluarga Kenyamanan dalam keluarga hanya dapat dibangun secara bersama-sama.
Melalui proses panjang untuk saling menemukan kekurangan dan kelebihan
masing-masing, setiap anggota keluarga akan menemukan ruang kehidupan yang
mungkin sebelumnya tidak pernah dibayangkan. Itulah sebabnya, keluarga pada
dasarnya adalah proses pembelajaran untuk menemukan formula yang lebih tepat
bagi kedua belah pihak, baik suami-istri, maupun anak-orangtua. Proses belajar itu
akan mengungkap berbagai misteri keluarga. Lebih-lebih ketika kita akan belajar
tentang baik-buruk kehidupan keluarga dan rumah tangga. Tidak banyak buku dan
teori yang tepat menembak sasaran ketika diperlukan solusi atas problema keluarga.
Ilmu membina keluarga lebih banyak diperoleh dari pengalaman. Itulah
sebabnya, dalam nasihat-nasihat perkawinan, keluarga sering diilustrasikan sebagai
perahu yang berlayar melawan badai samudra. Kita dapat belajar dari pengalaman
52Zaitunah Subhan Op.Cit 7
67
siapa pun. Pengalaman pribadi untuk tidak mengulangi kegagalan, atau juga
pengalaman orang lain selama tidak merugikan pelaku pengalaman itu.53
4. Langkah-Langkah Pembinaan Keluarga Sakinah
Pembianaan keluarga sakinah saat ini merupakan program nasional
pemerintah melalui Menteri Agama (8 Januari 1999) sebagaimana juga telah
disebutkan dalam UU No.1 Tahun 1974 tentang pernikahan pasal 1 ” perkawinan
adalah salah satu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang wanita
sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Atas pengertian tersebut, maka keluarga sakinah adalah keluarga yang dibina
berdasarkan pernikahan yang sah, mampu memenuhi hajat lahir batin, spiritual dan
material yang layak, saling menciptakan suasana cinta kasih yang nyaman, selaras,
serasi, seimbang, serta mampu menanamkan dan melaksanakan nilai-nilai keimanan,
ketakwaan, dalam lingkup keluarga dan masyarakat.
Kebijaksanaan tersebut ditetapkan, mengingat cukup besarnya jumlah
keluarga di tanah air kita, yang hidup dalam kemiskinan baik lahir maupun batin.
Realitas seperti ini banyak dialami masyarakat khususnya umat Islam, maka dari itu
apabila Indonesia yang mayoritas umat Islam dan keluarganya pun sakinah, jika
sebagian besar keluarga sebagai satuan terkecil dari masyarakat bahagia dan sakinah
jelas kesimpulannya Indonesia akan memperoleh kemakmuran.54 Ada beberapa
faktor pendukung pencapaian sakinah yaitu :
53 M. Quraish shihab, Pengantin Al-Qur’an Kado Pertama Buat Anak-anakku (Jakarta:Lentera Hati 2007) , 82. 54 Zaitnah Subhan Op.Cit, 9-10
68
Niat yang Benar, yaitu dalam proses melakukan pernikahan untuk menuju gerbang
pembentukan keluarga sakinah harus didasari niat yang benar dengan memegang
komitmen dan siap menerima konskuensi yang ada.
Kedewasaan suami istri, yaitu dalam proses pernikahan sangat diperlukan
kedewasaan seperti cara berfikir (rasional) dewasa dalam mengelola hati, dewasa
dalam tindakan dan dewasa dalam agama sebab, pernikahan bukan hanya untuk
memuaskan seks libido atau hanya karena cinta saja namun justru lebih dari itu,
bagaimana kita mampu mengelola konflik-konflik yang ada sehingga rumah tangga
yang di bangun tetap mampu bertahan.55
Ikatan Kuat antara anggota Keluarga, yaitu pada dasarnya ciri khas pertama yang
membedakan sistem komunitas yang berlandaskan Islam dan hukum-hukum lainnya
adalah kedudukan individu-individunya, dalam Islam kesakralan hubungan antar
anggota sangat erat terbukti ketika keluarga menjadi besar sudah beranak cucu dan
lain sebagainya maka ada beberapa keluarga yang melakukan haul, reoni, sehingga
hubungan satu dengan yag lain tetap terjaga.56
Pendidikan Agama dalam Keluarga57, hal ini sangat penting dalam keluarga karena
agama adalah pilar dan sebagai pedoman dalam pembentukan keluarga sakinah.
Pendidikan Anak, Permasalahan anak tentu tidak akan habis dibicarakan. Meskipun
tidak mengkhususkan diri mengenai pendidikan anak, setidaknya kita megetahui
problem anak yang dapat megurangi keharmonisan keluarga. Selain itu
perkembangan anak, pengaruh lingkungan sangat rentan dengan pembentukan
55 Umay M Dja’far shiddieq, Indahnya Keluarga Sakinah Dalam Naungan Al-Qur’an dan Sunnah, (Jakarta : Zakian Press 2004) 44-45. 56 Mahmud Muhammad Al-JAuhari, Membangun keluarga Qur’ani, (Jakarta: Amzah 2000),181-184. 57 Dede Junaedi, Op.Cit, 207
69
pribadi anak, apakah menjadi generasi yang tangguh atau sebaliknya maka jelas anak
adalah tanggung jawab keluarga khususnya orang tua58
Keluarga sakinah adalah keluarga dengan enam kebahagiaan yang terlahir
dari usaha keras pasangan suami istri dalam memenuhi semua kewajiban, baik
kewajiban perorangan maupun kewajiban bersama. Jelas bagaimana Allah dan
Rasul-Nya menuntun kita untuk mencapai tiap kebahagiaan itu. Enam kebahagiaan
yang dimaksud adalah:
Pertama, kebahagiaan finansial. Kepala keluarga wajib mencukupi kebutuhan
nafkah istri dan anak-anaknya dengan berbagai usaha yang halal. Kebahagiaan
finansial adalah ketika kebutuhan asasi seperti sandang, papan dan pangan, serta
kebutuhan dharuri seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, terlebih bila kebutuhan
kamali dapat dipenuhi. Sehingga keluarga itu dapat hidup normal, mandiri, bahkan
bisa memberi.
Kedua, kebahagiaan seksual. Sudah menjadi fitrahnya, dalam kehidupan
rumah tangga suami istri ingin meraih kepuasan seksual. Islam menuntunkan agar
istri senantiasa bersiap memenuhi panggilan suami, tapi juga diajarkan agar suami
selalu memperhatikan kebutuhan seksual istri. Ketika sepasang suami istri secara
bersama dapat mencapai kepuasan seksual, maka mereka akan merasakan
kebahagiaan seksual. Terlebih bila dari aktifitas seksual itu kemudian terlahir anak.
Dengan pendidikan yang baik tumbuh menjadi anak yang shalih dan shalihah,
kebahagiaan akan semakin memuncak.
Ketiga, kebahagiaan spiritual. Salah satu kewajiban bersama suami istri
adalah melaksanakan ibadah-ibadah mahdah seperti shalat, puasa, zakat, haji dan
58 H. Miftah FAridl, Rumahku Surgaku Romantika dan Solusi Rumah Tangga, (Jakarta : Gema Insani 2005)
70
sebagainya. Ketika sebuah keluarga terdiri dari pasangan suami istri yang rajin
beribadah, dan dalam moment-moment tertentu memenuhi anjuran Allah dan Rasul-
Nya untuk melaksanakannya secara bersama, seperti shalat berjamaah, membaca al-
Qur’an, puasa sunnah dan sebagainya, maka kehidupan rumah tangga itu akan dihiasi
oleh suasana religius dengan aura spiritual yang kental. Mereka merasakan secara
bersama nikmatnya beribadah kepada Allah. Inilah yang disebut kebahagiaan
spiritual.
Keempat, kebahagiaan moral. Suami wajib menggauli istri dengan ma’ruf.
Istri juga wajib bersikap sopan dan patuh kepada suami. Suami istri bersikap sayang
kepada anak-anak, sementara anak wajib bersikap hormat kepada kedua orang
tuanya. Ketika pergaulan antar anggota keluarga, juga dengan karib kerabat dan
tetangga, senantiasa dihiasi dengan akhlaq mulia, akan terciptalah kebahagiaan
moral. Masing-masing akan merasa nyaman dan tenteram tinggal di rumah itu.
Rumah akan benar-benar dirasakan sebagai tempat yang memberikan ketenangan,
bukan sebaliknya. Keresahan yang membuat para penghuninya tidak betah tinggal di
sana.
Kelima, kebahagian intelektual. Untuk menjalani hidup dengan sebaik-
baiknya menurut tolok ukur Islam, juga untuk mampu mengatasi secara cepat dan
tepat setiap problematika keluarga yang timbul, diperlukan pengetahuan akan ara’
(pendapat), afkar (pemikiran) dan ahkam (hukum-hukum) Islam pada pasangan
suami istri. Maka menuntut ilmu (tsaqofah Islam) adalah wajib. Ketika, sepasang
suami istri memiliki pemahaman dan ilmu Islam yang cukup sedemikian kebutuhan
untuk hidup secara Islami dan menjawab setiap masalah tercukupi, mereka akan
merasakan suatu kebahagiaan karena hidup akan dirasakan terkendali, terang dan
71
mantap. Pengetahuan memang akan mendatangkan kebahagiaan. Sebagaimana
kebodohan mendatangkan kesedihan. Inilah yang disebut kebahagiaan intelektual.
Keenam, kebahagiaan ideologis. Keluarga dalam Islam bukan hanya dibentuk
untuk memenuhi kebutuhan individu, tapi juga memuat misi keumatan. Yakni
sebagai basis para pejuang Islam dalam usahanya menegakkan risalah Islam. Dengan
misi itu, berarti masing-masing anggota keluarga diarahkan untuk memiliki peran
yang nyata dalam dakwah. Termasuk anak-anak yang terlahir dididik untuk menjadi
kader dakwah yang tangguh di masa mendatang.59
Keluarga adalah pondasi utama dalam membangun masyarakat Islami.
Masyarakat terdiri dari banyak keluarga yang kemudian menjadi satu komunitas
yang disebut dengan masyarakat. Juka keluarga baik niscaya masyarakat tersebut
menjadi baik yang kuat memegang perintah-perintah Allah, mampu menegakan dan
menyebarluaskan kebaikan, dan meminimalisir terjadinya tindakan kejahatan.
Jika keluarga Islami telah terwujud, maka tegaklah pilar-pilar masyrakat
Islami yang ditopang oleh pemimpin yang panutan, intelektual dan pejuang, istri
shalihah, ibu yang terdidik dan pendidik dan lain sebagainya.
Apabila keluarga adalah pondasi masyarakat terpenting, namun di dalam
keluarga kita masih banyak kemaksiatan, ketidakberesan, dan ketidakpedulian
dengan kondisi sosial yang ada, maka dari itu poses pembentukan keluarga sakinah
dengan pilar-pilarnya dab berpedoman pada konsep Islam dari awal sangatlah
diperlukan.60
59Zulia Female, KeluargaDambaan, http://serpongmosleemah.wordpress.com/2008/05/15/keluarga-sakinah-keluarga-dambaan/ (diakses pada 17 mei 2008) 60 Muhammad Shalih Al-Munajjid, 40 Kiat Menuju Keluarga Sakinah,(Jokjakarta : Pustaka Fahima 2007),8
72
5. Anak Autis dan Keluarga Sakinah
a. Anak Autis dan Pengaruhnya terhadap keluarga
Selama ini sejarah menunjukkan bahwa selama berabad-abad di semua
negara di dunia, individu yang berbeda dari kebanyakan individu lainya selalu
ditolak kehadirannya oleh masayrakat. Hal ini disebabkan oleh adanya anggapan
bahwa anggota kelompok yang terlalu lemah (autis) tidak mungkin dapat
berkontribusi terhadap kelompoknya. Mereka yang berbeda karena menyandang
kecacatan, disingkirkan, tidak memperoleh sentuhan kasih sayang dan kontak sosial
yang bermakna. Keberadaan penyandang cacat tidak diakui masyarakatnya.
Ketidaktahuan orang tua dan masyarakat pada masa lalu, mengenai hakekat
dan penyebab kecacatan dapat menimbulkan rasa takut, sehingga berkembang
macam-macam kepercayaan dan tahayul, misalnya seorang ibu yang melahirkan
anak autis merupakan hukuman baginya atas dosa-dosa nenek moyangnya. Oleh
sebab itu di masa lampau anak-anak penyandang cacat sering disembunyikan oleh
orang tuanya, sebab memiliki anak penyandang cacat adalah aib keluarga. Selain itu
antar anggota keluarga saling menyalahkan dan cenderung meninggalkan tanggung
jawab terhadap anak yang mengalami cacat, konflik interen pun timbul karena tidak
adanya kesiapan mental keluarga serta rendahnya pengetahuan yang mengakibatkan
banyak permaslahan.
Peradaban manusia terus berkembang, pemahaman dan pengetahuan baru
mengajarkan kepada manusia bahwa setiap orang memiliki hak yamg sama untuk
hidup. Pandangan seperti inilah yang berhasil menyelamatkan kehidupan anak-anak
autis. Menyelamatkan hidup anak-anak penyandang cacat menjadi penting karena
dipandang sebagai simbol dari sebuah peradaban yang lebih maju dari suatu bangsa,
73
meskipun anak autis membutuhkan bantuan ekstra. Pandangan masyarakat dan orang
tua yang menganggap bahwa memelihara dan membesarkan anak merupakan
investasi agar kelak anak dapat membalas jasa orang tuanya, menjadi tidak
dominan61
Selain itu ada beberapa faktor yang mempengaruhi keluarga kurang mampu
menerima keberadaan anaknya yang mengalami cacat mental atau autis yaitu :
1) Faktor yang mempengaruhi munculnya sikap tidak menerima:
a. Hubungan antar anggota keluarga yang kurang komunikatif
b. Tidak adanya informasi tentang kondisi anak dan tidak adanya pemahaman
tentang keterbelakangan mental
c. Ketidaksiapan menghadapi kondisi calon anak
d. Persepsi yang cenderung negatif terhadap anak yang terbelakang mental
2) Perlakuan terhadap anak yang mengalamiketerbelakangan mental:
a. Membedakan perlakuan terhadap anak yang terbelakang mental dengan anak-
anak lain yang normal dalam keluarga. Perlakuan yang dimaksud cenderung
bersifat negatif dan tidak mendukung bagi optimalisasi perkembangannya
b. Adanya upaya untuk menutupi atau menyembunyikan kondisi anak dari
orang lain62
3) Memahami keadaan anak apa-adanya (positif-negatif, kelebihan dan
kekurangan).
Langkah ini justru yang paling sulit dicapai orang tua, karena banyak diantara
orang tua ‘sulit’ atau ‘enggan’ menangani sendiri anaknya sehari-hari di rumah.
61 Zainal Alimin, Pemahaman Konsep Pendidikan Kebutuhan Khusus Dan Anak Berkebutuhan Khusus.Html (Di akses pada 9 juni 2008) 62 Wiwin Hendriani dkk, Penerimaan Keluarga Terhadap Individu Yang Mengalami Keterbelakangan Mental, INSAN Vol 8 No: 2 (Agustus : 2006) 106
74
Mereka banyak mengandalkan bantuan pengasuh, pembantu, saudara dan nenek-
kakek dalam pengasuhan anak (bagian dari ‘denial’). Padahal, pengasuhan sehari-hari
justru berdampak baik bagi hubungan interpersonal antara anak dengan orang tuanya,
karena membuat orang tua
a. memahami kebiasaan-kebiasaan anak,
b. menyadari apa yang bisa dan belum bisa dilakukan anak,
c. memahami penyebab perilaku buruk atau baik anak-anak,
d. membentuk ikatan batin yang kuat yang akan diperlukan dalam kehidupan di
masa depan.
Sikap orang tua saat bersama anak sangat menentukan. Bila orang tua
bersikap mengecam, mengkritik, mengeluh dan terus menerus mengulang-ulang
pelajaran, anak cenderung bersikap menolak dan ‘masuk’ kembali ke dalam
dunianya.
Ada baiknya orang tua dibantu melihat sisi positif keberadaan anak, sehingga
orang tua bisa bersikap lebih santai dan ‘hangat’ setiap kali berada bersama anak.
Sikap orang tua yang positif, biasanya membuat anak-anak lebih terbuka akan
pengarahan dan lalu berkembang ke arah yang lebih positif pula. Sebaliknya, sikap
orang tua yang menolak (langsung atau terselubung) biasanya menghasilkan individu
autis yang ‘sulit’ untuk diarahkan, dididik dan dibina.
b. Strategi Orang Tua Dalam Pengasuhan Anak Autis menuju Keluarga
Sakinah
Pemikiran-pemikiran sekarang ini mengenai bagaimana cara yang terbaik
untuk membantu anak dan remaja beserta keluarganya telah mengalami perubahan
75
yang signifikan, khususnya jika dibandingkan dengan pemikiran dan asumsi yang
telah diterima
sebelumnya. Perubahan ini disebut sebagai sebuah “pergeseran paradigma”,
walau apakah kita dapat mendeskripsikan seperti itu mungkin masih merupakan
perdebatan. Namun demikian kita memang sedang mengalami sebuah perubahan
dalam asumsi kita mengenai bagaimana cara terbaik untuk meningkatkan
perkembangan anak dalam hal kesadaran diri dan kemampuannya, sebuah perubahan
yang melibatkan perubahan radikal dalam cara pandang dan menghasilkan perubahan
cara berpikir dan bertindak. Namun perubahan seperti ini perlu waktu. Ini merupakan
proses revolusi ke arah cara berpikir baru yang radikal mengenai bagaimana kita
dapat meningkatkan penghargaan diri pada orang tua dan anak, dan penemuan
sumber kekuatan dan kesempatan yang mereka miliki untuk berkembang antara
keyakinan tradisional dan praktek yang profesional.
Karena perubahan ini menyentuh inti pemahaman kita secara mendalam
mengenai bagaimana kita dapat membantu anak dan orang tua, Kita dapat melihat
proses evolusioner ini melalui tiga perspektif tentang layanan bagi anak dan keluarga
yang berkebutuhan khusus. Pertama, dengan mempertimbangkan perubahan dalam
filosofi, sikap dan praktek yang profesional. Kedua, dengan mempertimbangkan
perkembangan filosofis dan konseptual yang tercermin dalam literatur akademik.
Dan ketiga, dengan mempertimbangkan dampak dari pengakuan atas kebutuhan
psiko-sosial anak serta peran orang tua dalam perkembangan dan pembelajaran anak.
Banyak sekali konsep-konsep strategi dalam membantu anak dan keluarga
yang mampu merubah cara berfikir yang selama ini cenderung tradisionalis ketika
mengalami permasalahan tersebut sehingga keadaannya menjadi fatal. sejalan
76
dengan perkembangan konsep baru yang merefleksikan sebuah perubahan mengenai
bagaimana para keluarga sebuah strategi tersebut konsep tersebut dalam literatur
akademik. Dalam konteks ini, mari kita tinjau secara singkat contoh-contoh dari
beberapa konsep strategi pengasuhan :
Pemberdayaan (empowering): ini adalah sebuah istilah yang diperkenalkan
dalam filosofi pembebasan dari Freire, dan dalam konteks ini mengacu pada bantuan
yang diberikan kepada keluarga dengan tetap memelihara dan mengembangkan rasa
menentukan sendiri, rasa percaya diri, dan kemampuan untuk bertindak di dalam
kehidupannya sehari-hari
Pemupukan kemampuan (enabling): Istilah ini mengacu pada penetapan
kerangka dasar kerja dan penciptaan kesempatan bagi keluarga untuk mendapatkan
sumber-sumber kekuatannya sendiri dan membangun atas dasar sumber-sumber
tersebut dan dengan kemampuannya sendiri sehingga mereka lebih dapat memenuhi
kebutuhan anak-anaknya
Kemitraan atau partisipasi orang tua: istilah ini mencerminkan sebuah sikap
positif terhadap bekerja secara aktif dengan orang tua dan pengasuh lainnya, yang
berarti adanya pengakuan bahwa kerjasama tersebut meningkatkan hasil bagi anak
maupun keluarganya, melebihi apa yang dapat dicapai dengan bentuk perlakuan yang
berpusat pada keprofesionalitasan.63
Delapan Prinsip Dalam Mengasuh Anak Autis 1) Tunjukkan perasaan positif – tunjukkan bahwa anda menyayangi anak anda.
Bahkan jika anak anda belum mengerti pembicaraan anda dengan baik,
namun dia dapat memahami ekspresi emosional rasa sayang, penolakan, kebahagiaan
63 Henning Rye, Membantu Anak dan Keluarga Yang Berkebutuhan Khusus Sebuah Pendekatan Berorientasi Sumber, http://dewo.wordpress.com/2006/01/17/anak-autis/ (di akses pada 9 juni 2008)
77
dan kesedihan. Penting bagi rasa aman anak bahwa dia dapat mengakses perasaan
anda, bahwa anda menunjukkan kasih sayang, memegangnya dengan perasaan kasih,
membelainya, dan menunjukkan rasa senang dan antusiasme.
2) Beradaptasilah dengan anak anda dan ikutilah keinginannya.
Dalam berinteraksi dengan anak, penting sekali bahwa anda memahami
keinginan dan tindakan anak, memahami keadaannya, perasaannya dan bahasa
tubuhnya, dan bahwa sejauh tertentu anda berusaha mengikuti isyarat-isyaratnya dan
mengarahkan fokus perhatian anda ke hal-hal yang menarik baginya.
3) Berbicaralah dengan anak anda mengenai hal-hal yang menarik baginya dan coba
untuk mengawali sebuah “dialog perasaan”.
Bahkan sejak anak baru lahir anda dapat mulai melakukan dialog perasaan
melalui kontak mata, senyum dan saling bertukar isyarat dan ekspresi rasa senang di
mana pengasuh membuat komentar positif mengenai apa yang dilakukan anak atau
yang diminati anak dan di mana anak “menjawab” dengan suara senang. Dialog
perasaan dini ini penting bagi ikatan kasih sayang anak di masa datang dan bagi
perkembangan bahasa dan sosialnya.
4) Berikanlah pujian dan pengakuan bagi hal-hal yang berhasil dilakukan oleh anak.
Agar anak mengembangkan inisiatif dan rasa percaya diri yang normal,
penting bagi kita untuk membuatnya merasa berguna dan mampu, dan bahwa kita
menjelaskan kepadanya mengapa hal yang dilakukannya itu baik. Ini akan
membantunya mengembangkan rasa percaya diri yang didasarkan atas prestasi yang
sesungguhnya.
5) Bantu anak memfokuskan perhatiannya agar anda dapat berbagi pengalaman
mengenai hal-hal yang ada di lingkungan sekitar.
78
Bayi dan anak kecil sering memerlukan bantuan memfokuskan perhatiannya.
Anda dapat membantunya dalam hal ini dengan menarik dan mengarahkan
perhatiannya pada hal-hal yang ada di sekitarnya.
6) Berikan makna pada pengalaman anak dengan lingkungannya dengan
menjelaskannya pada saat anda berbagi pengalaman dan dengan menunjukkan
perasaan dan antusiasme anda.
Dengan menggambarkan, memberikan nama, dan menunjukkan perasaan
terhadap apa yang anda alami bersama, pengalaman itu akan tampak lebih jelas” dan
anak akan mengingatnya sebagai sesuatu yang penting dan berarti.
7) Jelaskan kejadian yang anda alami bersama. Anak membutuhkan bantuan
mengembangkan pemahamannya tentang dunia sekitarnya.
Anda dapat membantunya dalam hal ini, misalnya dengan membandingkan
kejadian yang dialami bersama itu dengan sesuatu yang telah dialami anak
sebelumnya, dengan bercerita,dengan bertanya, dengan menunjukkan persamaan dan
perbedaan, dengan menghitung dan lain-lain.
8) Bantu anak anda belajar disiplin diri dengan memberikan batasan-batasan secara
positif melalui bimbingan, menunjukkan alternatif yang positif, dan membuat
perencanaan bersama.
Anak perlu bantuan untuk belajar disiplin diri dan cara membuat rencana. Ini
dilakukan terutama melalui interaksi dengan pengasuh yang secara positif
membimbing anak, menentukan aturan, membantu merencanakan secara bertahap,
dan bila anak tumbuh besar, jelaskan mengapa hal-hal tertentu dilarang. Daripada
selalu membuat larangan dan bilang “tidak” kepada anak, penting untuk
79
mengarahkan anak dengan cara yang positif dan tunjukkan hal-hal yang boleh
mereka lakukan.64
D. Penanganan Anak Autis dalam Pandangan Fiqih
Seiring perkembangan dari waktu ke waktu autis menjadi suatu fenomena
yang tidak asing lagi di masyarakat, dan hal ini telah dipaparkan pada keterangan
sebelumnya. Terkait hak anak dimana segala sesuatunya haruslah dijamin oleh
orang tua dan negara yang terbukti dengan adanya Undang-Undang Perlindungan
Anak, bahkan Islam sendiri telah menekankan bagaimana tanggung jawab orang tua
terhadap anak baik di dunia maupun di akhirat.
Ketika dikaitkan dengan ilmu fiqih, hal ini dapat ditinjau dari dua aspek yaitu
maslahah mursalah dan syadz dzari'ah. Mashlahat mursalah yaitu suatu
kemaslahatan yang tidak disinggung oleh syara' dan tidak pula terdapat dalil-dalil
yang menyuruh untuk mengerjakan atau meninggalkannya, sedang jika dikerjakan
akan mendatangkan kebaikan yang besar atau kemaslahatan. Mashlahat mursalah
disebut juga mashlahat yang mutlak. Karena tidak ada dalil yang mengakui kesahan
atau kebatalannya. Jadi pembentuk hukum dengan cara mashlahat mursalah semata-
mata untuk mewujudkan kemaslahatan manusia dengan arti untuk mendatangkan
manfaat dan menolak kemudharatan dan kerusakan bagi manusia.65 Sedangkan
Saddudz dzarî'ah terdiri atas dua perkara yaitu saddu dan dzarî'ah. Saddu berarti
penghalang, hambatan atau sumbatan, sedang dzarî'ah berarti jalan. Maksudnya,
64 Ibid 65 A. Djazuli, Ilmu Fiqih Penggalian, Perkembangan, dan Penerapan Hukum Islam. (Jakarta: Kencana 2005), 86
80
menghambat atau menghalangi atau menyumbat semua jalan yang menuju kepada
kerusakan atau maksiat66
Dengan demikian bila ditinjau dari aspek kemashlahatan, sebagai bentuk
penyelamatan generasi umat Islam dengan memberikan pendidikan terutama dalam
hal agama dan pendidikan khusus untuk anak autis serta memberikan motivasi dan
memberikan perlindungan kepada anak autis adalah sebuah bentuk kemashlahatan
selain itu anak autis diharapkan mampu menjadi anak normal seperti pada umumnya,
karena anak tersebut tidak lagi terdiskriminasi dari sudut manapun serta
bagaimanapun juga anak adalah amanah dari Tuhan serta sebagai generasi penerus
bangsa.
Selanjutnya apabila ditinjau dari aspek syadz dzari'ah anak autis sudah
selayaknya mendapatkan pendidikan, pengobatan serta perhatian yang lebih daripada
anak normal pada umumnya hal ini dilakukan agar terhindar dari kerusakan, karena
anak autis ajelas anak yang mengalami keterbelakangan mental sehingga dengan
memberikan pendidikan khusus dan perlindungan dari keluarga serta negara
diharapkan anak autis tersebut akan lebih baik dan terhindar dari hal-hal yang
memperparah keadaan anak autis tersebut.
66 Ibid, 98.
81
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Paradigma penelitian
Dalam suatu penelitian, hakikatnya membutuhkan suatu paradigma yang
digunakan sebagai upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih
membenarkan kebenaran. Paradigma adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi
yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dan
penelitian, paradigma merupakan cara mendasar untuk mempersepsi, berfikir,
menilai dan melakukan yang berkaitan dengan sesuatu secara khusus tentang visi
realitas. Penelitian ini bermaksud untuk menafsirkan fenomena yang ditemuinya,
tidak memanipulsi atau mengontrolnya dan berusaha mencampurinya sedikit
82
mungkinoleh karena itu, maka paradigma yang digunakan dalam penelitian ini
adalah paradigma alamiah atau naturalistic paradigm. Artinya, penelitian ini
mengasumsikan bahwa kenyataan-kenyataan empiris terjadi dalam suatu konteks
sosio-kultural yang saling terkait satu sama lain, karena itu setiap fenomena sosial
harus diungkap secara holistic
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang namun demikian
peneliti menggunakan jenis penelitian yang ditinjau dari sifatnya yaitu penelitian
yang bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat
sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu atau untuk
menentukan penyebaran suatu gejala atau menentukan ada tidaknya hubungan
antara suatu gejala dengan gejala yang lain dalam masyarakat.67
Terkait hal diatas peneliti mendeskripsikan tentang autis dan gejala serta
pemahaman langsung para orang tua tentang keluarga sakinah.
Selain jenis penelitian deskriptif peneliti juga menggunakan jenis penelitian
lapangan (Field Research) dapat juga dianggap sebagai pendekatan luas dalam
penelitian kualitatif atau sebagai metode untuk mengumpulkan data kualitatif. Ide
pentingnya adalah bahwa peneliti berangkat ke lapangan untuk mengadakan
penelitian langsung dalam suatu keadaan alamiah68
Terkait hal diatas peneliti terjun angsung kelapangan untuk melakukan
penelitian dan pertemu langsung dengan para informan beserta keluarga, berkunjung
langsung ke rumah para informan serta ke sekolah autis tersebut.
67 Amiruddin dkk, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta : PT Rajagrafindo, 2004) 25-26 68 Lexi Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung : rosdakarya 2005), 26.
83
Di dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif yang
memusatkan perhatianya pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan
satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia atau pola-pola yang
dianalisis gejala-gejala sosial budaya dengan menggunakan kebudayaan dari
masyarakat yang bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola
yang berlaku69
Selain itu penelitian kualitatif adalah penelitian yang dimaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oeh subjek penelitian misalnya
prilaku, presepsi, motivasi, tindakan.70
Di dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan fenomenologi
karena berupaya untuk memahami arti pristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-
orang yang berada dalam situasi-situasi tertentu, fenomenologi juga merupakan
pandangan berpikir yang menekankan pada focus kepada pengalaman-pengalaman
subjektif manusia dan interpretasi-interpretasi dunia
Terkait hal diatas peneliti mengungkapkan antara lain terrkait prilaku anak-
anak autis serta presepsi dan fenomena pandangan masyarakat luas terhadap anak-
anak yang mempunyai kekurangan serta bagaimana motivasi yang diberikan orang
tua terhadap anakya yang mengalami autis serta tindakan apa saja yang dilakukan
orang tua.
2 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh.71
Menurut Lofland sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan
69 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum (Jakarta : Rineka Cipta, 2004) 20-21 70 Lexi J. Moleong , Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Rosdakarya 2006) 6 71 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta : Rineka Cipta, 1997) 106
84
tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan
dengan hal itu pada bagian ini jenis datanya dibagi ke dalam kata-kata dan tindakan,
sumber data tertulis, foto dan statistik72
Di dalam penelitian ini digunakan data primer dan sekunder :
1. Data Primer
Data yang diperoleh langsung dari sumber pertama dalam hal ini adalah
keluarga-keluarga atau orang tua yang anaknya mengalami autis seperti Pak
Suntari dan Ibu Tutik Suparti orang tua dari adelia. Pak Supriono dan Bu
winarti orang tua dari galih. Pak Munadan dan Ibu Emik Yulianti orang tua
dari adi yang anaknya terdaftar di Lembaga Pendidikan anak Autis Aldeweiss
Kota Blitar.
2. Data Sekunder
Mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku tentang autis, hasil-hasil
penelitian yang berwujud laporan, dokumentasi, hasil dari lapangan dan
sebagainya.73
3. Metode Pengumpulan Data
Menurut Soerjono Soekanto, dalam penelitian lazimnya dikenal tiga jenis
metode pengumpulan data, yaitu pengamatan atau observasi, wawancara atau
interview dan dokumen.
1. Wawancara
Disamping pengamatan, wawancara juga merupakan metode
pengumpul data yang tertua dan sering digunakan untuk mendapatkan
informasi dalam semua situasi praktis.
72Lexy J. Moleong 157 73 Op.Cit Aminuddin,. 30
85
Wawancara adalah situasi peran antara pribadi bertatap muka ketika
seseorang yakni pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan untuk
memperoleh jawaban-jawaban yang relavan dengan masalah penelitian
kepada seorang informan yaitu Pak Suntari dan Ibu Tutik Suparti orang tua
dari adelia. Pak Supriono dan Bu winarti orang tua dari galih. Pak Munadan
dan Ibu Emik Yulianti orang tua dari adi yang anaknya terdaftar di Lembaga
Pendidikan anak Autis Aldeweiss.74
2. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan salah satu metode yang digunakan untuk
mengumpulkan data dalam penelitian kualitatif. Dokumen adalah catatan
tertulis yang isinya merupakan pernyataan tertulis yang disusun oleh lembaga
yang bersangkutan atau berupa foto dan gambar75
4. Metode Pengolahan Data
Setelah data-data yang berkaitan dengan upaya-upaya keluarga Autis
dalam membina keluarga sakinah maka data diperoleh melalui proses
tersebut di atas, maka tahapan selanjutnya yaitu pengolahan data. Untuk
menghindari banyaknya kesalahan dan mempermudah pemahaman, maka
akan dilakukan beberapa upaya dalam penelitian ini diantaranya adalah :
1. (Edit) atau Editing pada dasarnya data yang yang masih mentah dan belum
diolah data tersebut perlu diedit terlebih dahulu dengan kata yang lain data data
yang telah terkumpul perlu dibaca sekali lagi dan diperbaiki jika disana-sini
masih terdapat hal-hal yang tidak termasuk data dan termasuk data76 ataupun
meneliti kembali catatan yang diperoleh dari data untuk mengetahui apakah 74 Ibid., 82 75 Op.Cit,.Sedarmayanti 86 76 Nazir, Metode Penelitian (Bogor : Ghalia 2005) 346
86
catatan tersebut sudah cukup baik dan dapat segera dipersiapkan untuk keperluan
proses berikutnya.
2. (Klasifikasi) atau Classifying : merupakan langkah kedua dalam analisis data
kualitatif. Tanpa klasifikasi data, tidak jalan untuk mengetahui apa yang kita
analisis. Selain itu kita tidak bisa membuat perbandingan yang bermakna antara
setiap bagian dari data.77
3. (Verifikasi) atau Verifying Langkah ketiga, peneliti melakukan verifikasi
(pengecekan ulang) terhadap data-data yang telah diperoleh dan diklasifikasikan
tersebut. agar akurasi data yang telah terkumpul itu dapat diterima dan diakui
kebenarannya oleh segenap pembaca. Dalam hal ini, peneliti menemui kembali
pihak-pihak (informan-informan) yang telah diwawancarai pada waktu pertama
kalinya, kemudian kepada mereka peneliti memberikan hasil wawancara untuk
diperiksa dan ditanggapi, apakah data-data tersebut sudah sesuai dengan apa yang
telah diinformasikan oleh mereka atau tidak. Disamping itu, untuk sebagian data
peneliti memverifikasinya dengan cara trianggulasi, yaitu mencocokkan (cross-
check) antara hasil wawancara dengan informan yang satu dengan pendapat
informan lainnya, sehingga dapat disimpulkan secara proporsional78
4. (Analisis) atau Analysing : Adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk
yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan79 Adapun analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif yaitu analisis
yang menggambarkan keadaan atau status fenomena dengan kata-kata atau
kalimat, kemudian dipisah-pisahkan menurut kategori untuk memperoleh
kesimpulan. Dengan demikian, dalam penelitian ini data yang diperoleh melalui 77 Lexi Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung : rosdakarya 2005)290 78 Ibid 330 79 Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survey ( Jakarta : LP3S 1995) 263
87
wawancara atau metode dokumentasi (literatur-literatur tentang autis dan
keluarga sakinah), digambarkan dalam bentuk kata-kata atau kalimat, bukan
dalam bentuk angka-angka sebagaimana dalam penelitian statistik, serta dipisah-
pisahkan dan dikategorikan sesuai dengan rumusan masalah.
5. (Kesimpulan) atau Concluding: Langkah terakhir adalah concluding yaitu
pengambilan kesimpulan dari data-data yang telah diolah untuk mendapatkan
suatu jawaban.80 dimana peneliti sudah menemukan jawaban-jawaban dari hasil
penelitian yang dilakukan. Peneliti pada tahap ini membuat kesimpulan-
kesimpulan/menarik poin-poin penting yang kemudian menghasilkan gambaran
secara ringkas, jelas dan mudah dipahami tentang relasi antara realitas dan
normatifitas.
80Nana Sudjana dan Ahwal Kusuma, Proposal Penelitian di Perguruan Tinggi (Bandung: Sinar Baru Algasindo, 2000), 89.
88
BAB IV
PEMAPARAN DAN ANALISIS DATA
A. Obyek Penelitian
1. Kondisi Geografis
Lembaga pendidikan khusus Aldewiees, merupakan salah satu lembaga atau
yayasan yang berada di wilayah kota Blitar, yang berlokasi di sekitar perumahan dan
dekat keramaian kota yang terletak di Jl. Kalimantan tepatnya utaranya terminal
patria Jarak dengan pemerintah Kota sekitar 20 km karena masuk pada wilayah Kota
Blitar . Alam sekitarnya merupakan perumahan kota yang penuh dengan penduduk
asli Kota Blitar.
Lembaga pendidikan khusus Aldewiees, memiliki luas tanah kira-kira 1/3 ha.
Dari luasnya tanah tersebut, terdiri atas beberapa kamar atau ruangan dengan
pembagian halaman sebagai tempat bermain ruang tamu yang di penuhi gambar-
gambar serta dua ruangan untuk kelas materi. Daerah sekitar lembaga ini merupakan
89
daerah perumahan yang penuh dengan keramaian kota kebetulan letaknya tepat
dijantung kota Blitar. Sehingga keadaan suhunya sangat panas dan penuh dengan
polusi. Akan tetapi di sana banyak terdapat alat transportasi yang mudah untuk
dijangkau, bahkan di sekitar perumahan itu sendiri sudah banyak penduduk yang
memiliki kendaraan pribadi, sehingga dapat mempermudah untuk memenuhi
kebutuhan penduduk sekitarnya..
2. Kondisi Pendidikan Keluarga Autis
Peran pendidikan sangatlah penting guna keberlangsungan hidup. Namun
para keluarga penderita autis yang peneliti teliti, kebanyakan dari mereka adalah
orang-orang yang berpendidikan minimal S1 sehingga ketika mengetahui anaknya
autis mereka langsung memberikan segala kebutuhan yang diperlukan dari sejak dini
agar tidak mengalami keterlambatang pengobatan
3. Kondisi Ekonomi Keluarga autis
Dari segi ekonomi, para keluarga autis yang peneliti teliti, adalah tergolong
menengah, hal ini dapat peneliti amati melalui hasil wawancara dengan para keluarga
autis, bahkan peneliti juga sempat mewawancarai dengan para kelaurga autis
tersebut, yang kebanyakan dari mereka adalah termasuk kelas ekonomi menengah,
sehingga dengan adanya hal inilah yang menyebabkan mereka berupaya dari
berbagai faktor untuk kesembuhan anaknya tersebut.
B. Data Tentang Upaya Keluarga Autis Dalam Membina Keluarga Sakinah
Dari hasil penelitian yang kami lakukan di lapangan yang peneliti dapatkan
tentang keadaan dari para keluarga autis dapat diperoleh jawaban dari rumusan
masalah yang ingin peneliti ketahui melalui penelitian ini. Dalam hal ini peneliti
90
mengunjungi beberapa keluarga yang menjadi fokus penelitian ini di rumahnya
masing-masing. Ada beberapa perbedaan mengenai pemahaman mereka tentang
keluarga sakinah serta upaya keluarga autis dalam membina keluarga sakinah
Diantaranya informan yang dijelaskan oleh peneliti pada penelitian ini adalah:
Ibu Titik adalah istri dari bapak Suntari lahir di Ponorogo pada tanggal 29
Nopember 1966, saat ini bekerja di kantor PDAM kota Blitar serta tinggal di
perumahan Beru Permai Wlingi BB.15, setelah menikah dengan pak Suntari ibu Titik
di karuniai dua orang putri yang pertama kelas 1 SLTPN di kota Blitar dan putri yang
kedua bernama Adelia Amanda yang saat ini mengidap autis dan sekolah di lembaga
Aldewiees tersebut.
Sore hari itu tepatnya pukul 16.00 peneliti langsung melakukan hunting
lokasi ke rumah Ibu Titik dan Alhamdhulilah beliau berada dirumah bersama anak-
anaknya bersandau gurau. Dan saat itulah kami langsung bertemu dan melakukan
wawancara struktur kepada ibu Titik, setelah kami minta izin untuk wawancara
ternyata beliau menaggapi dengan sangat antusias dan responsif. Selanjutnya kami
langsung menanyakan sejak kapan anak anda diketahui autis :
“ eeee........kira-kira sejak umur 12 bulan....waktu itu kalo dipanggil gak mau
noleh..., pokok’e wess gimana yoo... mbak..waktunya ngomong engaak
ngomong...poko’e gimana yooo... yoo..gitu kita maleh curiga...”81
Selanjutnya dengan pemahaman ini kami menanyakan tentang penyebab
timbulnya penyakit autis yang di derita anak tersebut dan Ibu Titik menjawab :
“ enggeh.....ngertos...engertose ennggeh anu...sejak diperiksane teng Malang”
( ya.. tahu–tahunya waktu diperiksa ke Malang)
81 Titik, Wawancara (Wlingi, 21 Juni 2008)
91
Kemudian peneliti menanyakan respon beliau ketika mengetahui anaknya
mengalami autis Bu Titik Menjawab :
“ ........eennggeeehh kasihan....eenggehh...kaget...ennggeehh anu..ngoten..terus
enggeh ter support pengen...ngobati.....”
(ya..kasihan, yaa..kaget, ya ingin mensuport dan ingin mengobati)
Selanjutnya peneliti menanyakan kepada Bu Titik tentang pemahaman beliau
tentang keluarga sakinah, Ibu Titik Menjawab :
“ eheem...sulit di ungkapkan mbak yooo...he..he..keluarga bahagia yang
yoo..keluarga sakinah itu gimana yaa keluarga yang membentuk keluarga
bahagia...saya juga berusaha menbahagiakan...anak-anak...seperti menyiapkan
pakaian anak agar rapi....berpakaian sekolah...”
Selanjutnya peneliti menanyakan tentang upaya apa saja yang dilkukan Ibu
Titik dalam membina keluarga sakinah ketika salah satu anggota mengalami autis,
Bu Tutik Menjawab:
“ ...itu kan di lembaga autis itu kan....ada alatnya ya..mbak di tes di Surabaya, bolak-balik ke Surabaya, terapi,ke dokter Sutomo, terapine mandeg....di Blitar ada,terus...saya terapi di Blitar, alhamdulillah perkembangannya lumayan,terus yooo...tiap 3 bulan sekali dibawa ke dokter psikiater anak, tapi...juga udah punya bekal. Itu juga membuat anak itu jadi mandiri gitu lho mbak...kan kalo enggak diterapi..enggak bisa ngomong kan kasihan...” Dari data yang telah peneliti peroleh dapat disimpulkan bahwa Ibu Titik
sangat mengharapkan anak-anaknya bisa mandiri dan bahagia, karena menurut beliau
keluarga sakinah adalah keluarga yang dapat membahagiakan anak-anaknya serta
mampu memenuhi seluruh kebutuhan anaknya tersebut, terutama adela yang
mengalami autis.
Pak supriono adalah kepala keluarga suami dari Ibu Winarti yang lahir pada
tanggal 22 Juni 1971 tepatnya di Blitar dan saat ini berdomisili di Desa Kemloko
92
beliau dikaruniai dua anak anak pertama kelas enam SD dan yang kedua duduk
dikelas satu SD, Anak kedua inilah yang mengalami autis yang bernama Ea Galih
elandi.
Pada hari minggu pagi sekitar pukul 07.00 peneliti menuju ke tempat pak
Supri yang kebetulan tetangga Desa dengan kami setelah berputar-putar sekitar satu
jam untuk mencari rumahnya akhirnya kami menemukannya. Saat itu galih dan
kakaknya sedang bermain di depan rumah dan pak Supri bercengkrama dengan istri
tercintanya, selanjutnya kami langsung masuk dan disambut oleh istrinya (Ibu
Winarti), kemudian kami mencoba menyampaikan tujuan kami kepada Bu Winarti,
beliaunya menolak untuk diwawancari dengan alasan malu dan tidak tahu apa-apa
setelah itu dia memanggil suaminya yaitu Pak Supriono dan akhirnya kami
mewawancarai Pak Supriono yang didampingi Ibu Winarti.
Kemudian peneliti langsung menanyakan awal mula anak Pak Supriono
mengalami gangguan Autis, beliau menjawab :
“ waktu itu saya tidak sengaja waktu saya anak saya sakit terus didiagnosa dokter
itu bilangnya ada kelainan gtu..... waktu masih umur kira-kira yaa.....ee..satu
tahunlah..terus ee..ternyata yaa klo menurut pak dokter itu bukan autis itu
mbak...Cuma..lambat bicara...itu...dah..mbak..
Selanjutnya peneliti menanyakan penyebab dari timbulnya penyakit autis
tersebut kepada Pak Supriono dan beliau menjawab:
“ waktu...niku..nopo niku...nangiss...mawon..mboten meneng...meneng....terus kulo
preksakne..ternyata enten kelainan ngoten niku..terus nanti klo sudah besar di suruh
apa itu nyekolahkan di... sekolah yang khusus gtu...katanya pak dokter.”
93
(waktu itu nangis terus tidak berhenti terus saya bawa kedokter ternyata ada
kelainan lalu disarankan jika sudah besar di sekolahan khusus seperti itu anaknya
pak.dokter)
Kemudian peneliti menanyakan bagaimana respon keluarga ketika
mengetahui anaknya mengalami kelainan autis, Pak Supri menjawab:
“ ...eennggeehh..kaget..!!! kagete nggeh nganu enggeh nopo..niku..ennggehh kulo
usahakne lah semaksimal mungkin bagaimana anak saya yaa…supaya seperti anak-
anak yang lain..lah..”
Kemudian peneliti menanyakan kepada Pak Supri tentang pemahaman beliau
terhadap keluarga sakinah, beliau menjawab:
“ nganu lek pemahaman kulo…keluarga sakinah niku nganu…nopo niku.. saling
menerima, dan mengisi kekurangan keluarga”
(sepengetahuan saya keluarga sakinah itu adalah saling menerima dan mengisi
kekurangan keluarga)
Kemudian peneliti menanyakan pertanyaan terakhir dalam proses wawancara
tersebut tentan upaya apa yang dilakukan keluarga autis dalam membina keluarga
sakinah, beliau menjawab:
” ...ini untuk..nopo niku..keluarga sakinah jika keluarga ada yang mengalami kelainan nggeehh...niki kulo kaleh istri kulo..nopo niku berusaha menerima..apapun yang terjadilah...yang pemberian tuhan ini...biarpun anak saya yaa.. kayak itu...itu adalah pemberian tuhan yaa...saya apa itu..saya terima..apa adanya yang penting saya berusaha untuk menyembuhkan gitu aja, lintune ennggehh usaha kulo nganu....pun kulo sekolahne...kulo preksakne tenggene dokter..ennggehh kulo nopo niku syaraf....niku....82 (keluarga sakinah jika keluarga ada yang mengalami kelainan ya saya dan istri
berusaha menerima apapun yang terjadi dari pemberian tuhan ini, biarpun anak
82 Pak Supriono, Wawancara ( Desa Kemloko 22 Juni 2008)
94
sayaseperti itu saya berusaha menyembuhkan, selain itu saya juga berusaha
disekolahkan, saya bawa ke dokter spesialis, pijat syaraf, )
Setelah peneliti melakukan wawancara kami dapat memberi kesimpulan
bahwa Keluarga Pak Supriono menerima apa adanya terhadap anak mereka yang
mengalami autis selain itu beliau beranggapan bahwa keluarga sakinah adalah
baigaimana mengisi dan menerima apa adanya pemberian tuhan kekurangan dan
kelebihan dari anggota keluarga tersebut.
Selain itu Pak Supri beserta keluarga tetap berupaya membina dengan
menyekolahkan, mengobati serta mendidik secara religi karena beliau yakin ini
semua adalah kehendak yang maha Kuasa.
Ibu nunik adalah istri dari Bapak Harmoyo yang saat ini bekerja di BRI kota
Blitar, Ibu tutik tepatnya lahir di Blitar pada tanggal 7 Agustus 1970 dan dikaruniai
dua oran anak yang pertama laki-laki dan yang kedua adalah perempuan yang saat ini
mengalami autis anak tersebut bernama Azzarahra Yasmine. dulu Bu Tutik juga
bekerja sebagai karyawan BRI cabang Bali namun sejak putri keduanya terdeteksi
Autis Bu Tutik mengundurkan diri untuk lebih berkonsentrasi merawat putrinya
tersebut, dan saat ini Bu Tutik mengelola sebuah butik dan toko sepatu di Blitar
Saat peneliti berkunjung kerumahnya sekitar pukul 11.00 tepatnya di Jl.
Sultan Agung dari luar rumahnya tampak sepi dan seluruh pntunya tertutup namun
kami meberanikan diri untuk mencoba mengetuk pintu beberapa kali namun
akhirnya dibukalah pintu oleh seorang ibu paruh baya dengan menggunakan baju
baby doll sambil tersenyum dengan sikap terbuka beliau mempersilahkan masuk
selanjutnya kami lansung menyampaikan tujuan kami dan Bu Nunik pun bersedia
untuk diwawancarai.
95
Kemudian peneliti langsung menanyakan awal mula anak beliau terdeteksi
mengidap autis, beliau menjawab:
” sejak umur lima...lima belas bulan..ee pokoknya.. apa dia baru bisa jalan terus kelihatanya apa ini.. kok gak ini mau kumpul sama temen-temennya..sebaya terus senengane dibelakang pintu sama..ee...lemari heeh pokoknya akhire kan terlambat bicara ibuk saya kok gak ngomong biasane kan udah bisa ngomong apa anaknya autis saya kan belum tau autis itu apa terus waktu itu saya mau ke Bali pindah ke sana terus diajak kesana ya udah di deteksi disana terus akhirnya waktu disana ternyata salah dokter seharusnya kan psikiater ini di spesialis anak tapi gak papa terus habis itu ee kebetulan tetangga ada yang autis terus saya dikasih tau klo di surabaya ada dokter yang bagus namanya dokter Sasanti Yuniar di surabaya, terus saya pindah kesini ke Blitar lagi terus anak saya, saya terapi dan dokternya dokter Sasanti sampai sekarang” Kemudian peneliti menanyakan apa penyebab anak Bu Nunik mengalami
Autis, Beliau menjawab :
” kan setelah didokter itu di apa namanya dikasih semacam tes-tes gtu semacam tes darah dan tes urine emang dideteksi memang sudah autis anaknya...termasuk autis hiperaktif.akhirnya dikasih tes-tes itu terus makanan-makanan apa yang tidak boleh serta makanan tidak alergi apa....ternyata ada yang tidak boleh makan....ini..ini...” Selanjutnya peneliti menanyakan bagaimana respon keluarga ketika
mengetahi anaknya mengidap autis, Ibu Nunik menjawab :
” yooo lek kaget ti yooo mesti..kaget (sambil tertawa) gak nyongko anake autis tapi
jua gak papa..tapi terus termotifasi anaknya biar seperti anak biasanya...normal-
normal gitu dan cepet pnter ngomong...sembarange...
Selanjutnya peneliti menanyakan tentang pemahaman keluarga sakinah
prespektif Ibu Nunik, beliau menjawab:
”ooohh yyaaa keluarga bahagia yo..opo yo..yo sejalan terus menghadapi opo yo segala persoalan biasane kan gitu kalo’ sudah rumah tangga mesti eneklah permasalahan gimana pastilah ada jalan keluarnya seperti anak saya autis yaa...gak papa...kita syukuri aja terus kita berusaha ee...semua bisa lancar dan biar cepet nyambungg...” Selanjutnya peneliti menanyakan tentang Upaya Keluarga Autis dalam
membina keluarga sakinah, Bu Nunik Menjawab:
96
” yaaa...ya itu loh saling percaya..saling mengisi klo da kekurangan saling mengisi
satu sama laen...terus klo menghadapi segala permasalahan ya...gtu aja dihadapi
apa adanya....ya termasuk ini anak autis....”83
Dengan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa peran seorang ibu
sangatlah besar terhadap perkembangan anak. Selain itu faktor keikhlasan menerima
apa adanya juga sangat ditekankan mengingat salah satu keluarga mengalami
kelainan Autis, motivasi dan dukungan keluarga menjadi tiang utama penyangga
agar tetap kokoh keluarga tersebut ketika menghadapi permasalahan artinya dengan
kemampuan mengelola konflik yang ada terbentuklah keluarga sakinah.
Ibu Istikharah adalah istri dari pak Joko yang bekerja srabutan, Bu Istikharah
sendiri berprofesi sebagai penjual makanan tepatnya didepan Kecamatan Ngelegok
yang mempunyai empat orang anak dan anak yang kedua inilah yang mengalami
gangguan Autis.
Pagi itu sekitar pukul 09.00 kami menuju ke kediamannya yang tidak jauh
dari rumah kami hanya berjarak empat rumah dari tempat tinggal kami, saat itu Bu
Istikharah beserta anaknya sedang nonton televisi sesekali menunggu pembeli rujak
datang dan saat itulah kami melakukan wawancara dengan bu Istikharah :
Kemudian peneliti menanyakan awal mula diketahi anaknya mengalami
kelainan, beliau menjawab:
” sejak....kelas empat...SD...”
Selanjutnya peneliti menanyakan penyebab timbulnya penyakit autis tersebut,
beliau menjawab:
” penyebab...penyebab timbulnya anuu...apa itu...anak klo disekolaan umum kan gak bisa...maunya...guru umum itu bilang masukan di SLB (sekolah berkebutuhan
83 Nunik, Wawancara (Blitar 27 Juni 2008)
97
khusus) kan dak dak sama sama anak-anak oyo tak masuk no SLB terus kok anaknya kan memang IQ nya kan pendek...terus tak masukno SLB terus bisanya kok pekerjaannya kok suruh buat strimin....masak...tapi yang diambil kok yang buat strimin...terus tak liat tiap harinya kok buat strimin....ya itu...mulai ada timbul-timbul perbedaan.....” Kemudian peneliti menanyakan respon yang terjadi ketika anaknya
mengalami gangguan autis, beliau menjawab:
” ooohhh...enggak aku enggak kaget aku langsung aja emang anakku memang kayak gitu udah gak papa klo anakku lemah ya endak papa...emang anakku lemah sekali ...ya masu sSLB itu pasti dak bisa apa-apa kan ada yang masak sambil korah-korah piring..ya sudah dak papa dah tak trima aja...gak...gak anu gak sedih ya endak itu dah kehendak dari Allah....” Kemudian peneliti menanyakan tentang pemahaman keluarga sakinah
menurut ibu Istikharah, beliau menjawab :
” keluarga bahagialah to mbak...mbak bahagia sekali...ya tak trima aja mbak tak
trima emang keadaannya kayank gini...ya,,hh saling mengisi..yah tak trima aja
seadanya gak ngersulo”
Kemudian peneliti menanyakan upaya keluarga autis dalam membina
keluarga sakinah, beliau menjawab :
” yaa...berdoalah aku, anak-anakku....dikasih seumpamanya anakku smp gak
melanjutkan gak papa, memang rendah klo yang dua pokoknya saya utamakan
sekolah yang tinggi udahlah Insyaallah saya bisa dan tetep motivasi anak dah lah
gak grogi juga gak takut berjuang untuk anak aku.....” 84
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kesiapan mental keluarga ketika
menghadapi segala permasalahan terutama keluarga yang mengalami autis cukup
mempengaruhi terbukti dengan Bu Istikharah yang siap menerima anaknya apa
84 Istihkarah, Wawancara (Blitar 28 Juni 2008)
98
adanya tidak ada rasa minder untuk memperjuangkan anaknya demi mencapai
kesakinahan keluarga.
Pagi itu pada tepatnya pada jum’at pagi saya menuju ke sekolahan Aldewiees
tepatnya jalan kenari Kota Blitar dan kami bertemu langsung dengan salah satu
psikiater yang akan kami wawancarai bernama Ibu Hesty, untuk yang pertama kami
menanyakan jumlah penderita autis, beliau menjawab:
”kalo dari penderita kebanyakan perempuan yaa...kalo umumnya....,kebanyakan
perempuan..”
Selanjutnya peneliti menanyakan tentang macam-macam autis, beliau
menjawab :
”kalo autis itu ada dua...autis yang hsiper dan yang hipo.., klo yang hiper itu
diketahui dengan emosinya yang meledak...ledak...di barengi dengan
marah..,melompat kalo yang hipo cenderung diam..
Selanjutnya peneliti menanyakan tentang visi dan misi lembaga ini, beliau
menjawab:
”Selain kita membantu anak-anak ini lebih opo yo...istilahe..lebih berkembang yang pasti kepengen kita anak-anak harapan kita supaya pinter dan biar cepat berkembang, selain itu ya kita ingin membantu orang tua, kalo lembaga kita kan tidak...tidak...kalo menarik biaya memang kan mbak ya...tapi tidak semahal yang lain kita yaa...lebih rendah dari yang lain ya tujuannya itu untuk membantu orang tua, kalo untuk biaya autis kan enggak murah mbak...jadi ya...untuk membantu orang tua juga. Kemudian peneliti menanyakan faktor latar belakang mendirikan lembaga
tersebut, beliau menjawab:
”kalo..faktornya kan kita juga lulusan dari psikologi kaya Pak Iwan..ya ingin
menerapakan ato mengamalkan setidaknya ilmu yang kita dapat, trus juga ada
sedikit rasa kemanusiaan untuk membantu mereka.
99
Kemudian peneliti menanyakan bagaimana upaya yag dilakukan keluarga
untuk membina keluarga sakinah ketika salah satu anggota keluarga mengalami
autis, menurut Ibu Hesty:
” yyaa anak autis itukan diketahui setelah umur dua tahun kebanyakan ya mbak yaa.., ya kita memang gak bisa memprediksi oo....anak ini bakal jadi autis gitu kan yaa..., yaa..kita lihat terus perkembanganya, kita pantau terus perkembanganya dari mulai lahir sampai usia satu sampai sekian, atau sampai usia dua tahun klo memang setelah dua tahun ini ada tanda-tanda klo di ktahui dari awal kaya gini ya...mending dikonsultasikan saja agar anak bisa menjadi mandiri, enggak anak normal aja untuk anak autis itu juga perlu untuk mandiri dan displin yang penting, itu juga gak psikiaternya aja yang ngajar lingkungan rumah juga harus mendukung, kita kkan terapi dua jam itupun kita gak setiap hari ketemu kita yaa...la kan ketemunya kan dengan orang tua, dengan lingkungan keluarga jadi yaa,..yang...banyak berperan itu keluarga kita hanya membantu istilahnya...., membantu misalnya diajak komunikasi dua arah anak aautis kan meracau to mbak itu yang terapi bicara kan kita membetulkan omonganya, dibimbing keluarga juga membimbing disiplin, biasanya anak autis itu hafal waktu contoh jam tujuh berangkat ya...harus berangkat jam sembilan waktu maen ya harus maen...klo gak sesuai ya langsung nangis teriak-teriak, dan orangtua sangat berperan untuk melakukan upaya-upaya dan jangan lupa diet karena autis itu kan sebenarnya tubuhnya banyak mengandung racun karena waktu hamil dulu sering makan makanan kaleng, bahan pengawet dan lain sebagainya.85
C. Analisis Terhadap Upaya Keluarga Autis Dalam Membina Keluarga Sakinah.
Tidak dipungkiri bahwa mampu menggapai keluarga sakinah merupakan idaman
setiap orang. Tidak ada seorangpun yang menginginkan kehidupan keluarganya
hancur dan bahkan sampai terjadi perceraian. Semua orang pasti menginginkan
keluarganya selalu dipayungi dengan cinta dan kasih sayang. Cita-cita menggapai
keluarga sakinah adalah sifat dasariah semua orang. Hal ini sesuai dengan firman
Allah dalam surat ar-Ruum (30) ayat 21: 86
85 Ibu Hesty,Wawancara (27 Juni 2008) 86 Departemen Agama RI. 644.
100
ôÏΒ uρ ÿ ϵÏG≈tƒ#u ÷βr& t, n=y{ / ä3s9 ôÏiΒ öΝä3 Å¡ à�Ρr& % [`≡uρ ø— r& (#þθãΖä3 ó¡ tF Ïj9 $yγ øŠ s9 Î) Ÿ≅yè y_ uρ Νà6 uΖ ÷�t/ Zο ¨Š uθΒ
ºπ yϑôm u‘uρ 4 ¨βÎ) ’ Îû y7 Ï9≡sŒ ;M≈ tƒ Uψ 5Θ öθ s)Ïj9 tβρã�©3x� tGtƒ ∩⊄⊇∪
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (Qs. ar-Ruum(30): 21)
Selain itu pernikahan adalah sebagai awal terbentuknya keluarga sakinah
yang sangat didambakan setiap orang serta mendapat keturunan yang shalih dan
shalihah serta berintelektual dan terpenuhinya fungsi-fungsi yang lain.
Seperti dalam pembahasan sebelumnya dalam menciptakan keluarga sakinah
ada beberapa faktor pendukung selain suami dan istri yang sesuai dengan aturan
agama juga anak-anak yang sehat, shaleh dan shalihah. Dengan demikian untuk
menciptakan keluarga sakinah perlunya pendukung-pendukung tersebut. Terkait hal-
hal di atas jelas sangat dominan sekali dalam menentukan kesakinahan keluarga, hal
ini tidak terlepas dari realita yang ada, meningkatnya angka perceraian menunjukan
betapa minimnya pemahaman antara anggota keluarga terkait keluarga sakinah itu
sendiri.
Oleh sebab itu ketika ada salah satu faktor pendukung keluarga sakinah
mengalami kekurangan maka anggota keluarga yang lain akan berusaha untuk
meminimalisir kekurangan itu dengan berbagai upaya yang harus dilakukan guna
mencapai keluarga sakinah tersebut, termasuk upaya yang dilakukan oleh para
keluarga autis, para keluarga tersebut memang pada awalnya mengalami tekanan
yang cukup hebat terutama secara psikologis ketika mengetahui anaknya mengalami
gangguan autis belum lagi pandangan sebelah mata dari masyarakat sekitar serta
101
mitos-mitos yang dikaitkan dengan hal tersebut namun upaya dari keluarga tersebut
tidak berhenti begitu saja, para anggota keluarga saling memberi motivasi baik
materiil maupun spirituil sehingga mampu menciptakan keluarga sakinah meskipun
salah satu anggota keluarga mengalami gangguan tersebut.
Dalam menciptakan keluarga sakinah apabila salah satu anggota keluarga
mengalami autis maka tidak semudah seperti anggota keluarga yang lain, tekanan
secara psikologis, pandangan masyarakat serta materi yang harus lebih dari cukup
menjadi faktor-faktor pertimbangan dan mungkin juga menghambat proses daripada
upaya-upaya tersebut seperti melakukan konsultasi dengan para psikiater,
memberikan pendidikan yang layak, berusaha memberikan pengobatan serta
keluarga dan lingkungan yang mendukung, namun demikian para keluarga ini tidak
pernah putus asa dan terus berjuang untuk anak dan terciptanya keluarga sakinah
yang sesuai dengan harapan mereka ada beberapa poin yang menjadi upaya-upaya
keluarga autis tersebut dalam membina kelaurga sakinah yang dapat dijadikan
sebagai contoh untuk keluarga-keluarga yang lain apabila diantara anak mengalami
kelainan yang sama dapat mengaplikasikan dari beberapa upaya-upaya tersebut.
Selanjutnya dalam proses pembinaan keluarga sakinah para orang tua tidak
lupa akan hak-hak yang sudah selayaknya didapatkan serta kebutuhan bagi anak
tersebut dengan tidak mengurangi atau membedakan dengan anak normal lainnya
karena pada dasarnya hak anak autis dan anak normal adalah sama baik dalam hal
pengembangan diri. Pendidikan, penghidupan yang layak dan lain sebagainya.
Ada banyak sekali pakar disiplin ilmu menyatakan bahwa keluarga adalah
satu unit yang terdiri dari suami, istri, anak-anak adalah jiwa masyarakat dan tulang
punggungnya, kesejahteraan lahir batin yang dinikmati oleh bangsa atau sebaliknya
102
kaebodohan keterbelakangan adalah cermin dari keluarga yang kurang sakinah.87
Selain itu perang fungsi pendidikan dalam keluarga juga sangat penting karena untuk
menghilangkan kebodohan dan keterbelakangan pendidikan baik formal non formal
sangat di perlukan selain sebagai hak yang harus terpenuhi untuk para anggota
keluarga terutama anak-anak, begitu pula anak-anak yang mengalami autis
bagaimanapun juga anak-anak autis tersebut adalah bagian dari generasi penerus
bangsa dan salah satu pemeran dalam keluarga tersebut.
Dalam penelitian ini, ada beberapa upaya yang dilakukan para keluarga autis
yang paling awal adalah konsultasi kepada para psikiater yang ada di Blitar salah
satunya adalah lembaga pendidikan Aldewiees dan berawal dari sini para spikiater
memberikan penyuluhan serta pendampingan baik pada anak-anak autis maupun
orang tua meskipun demikian hal tersebut tidak cukup karena sesunggguhnya yang
paling dominan membina keluarga agar sakinah ketika anak-anak tersebut
mengalami autis adalah keluarga terutama orang tua dan lingkungan, hal ini yang
disampaikan Bu Hesti salah satu psikiater Aldewiees.
Setelah mendapatkan beberapa solusi-solusi serta pendampingan para
psikiater para orang tua mulai berupaya dengan berbagai cara untuk untuk
menyembuhkan anak-anak tersebut serta berupaya membina keluarga sakinah tanpa
memunafikan keberadaan anak yang autis dengan harapan meskipun anaknya
mengalami autis namun keluarga tetap sakinah
Dari penelitian ini dapat dipahami, bahwa para keluarga autis dalam
memahami keluarga sakinah berbeda-beda diantaranya:
87 M. Quraish shihab, Pengantin Al-Qur’an Kado Pertama Buat Anak-anakku (Jakarta:Lentera Hati 2007) 1-3
103
1. Para keluarga autis memahami bahwa keluarga sakinah adalah keluarga yang
didalamnya saling mengisi atau melengkapi kekurangan yang ada, saling
menerima kelemahan dari masing-masing anggota keluarga serta mampu
mengelola permasalahan yang ada bersama bersama-sama.
2. Para keluarga autis memahami bahwa kelaurga sakinah adalah keluarga yang
mampu membahagiakan anak-anaknya serta mampu memenuhi seluruh
kebutuhan anak-anaknya.
3. Para keluarga autis memahami bahwa keluarga sakinah adalah keluarga
bahagia yang sejalan dalam menghadapi persoalan,mampu mengelola konflik
antar keluarga, bersama-sama mencari jalan keluar karena pada dasarnya
setiap keluarga pasti memiliki permalahan untuk diselesaikan, serta
mensyukuri apapun yang diberikan dari Allah Ta’ala, serta tidak lupa berdo’a
dan berusaha.
Dari beberapa pendapat diatas, peneliti mampu sedikit menyimpulkan bahwa
pemahaman para keluarga autis tentang kelauarga sakinah adalah adanya saling
percaya, mengisi kekurangan diantara anggota keluarga, mampu memanagemant
konflik bersama-sama serta mampu membahagiakan anak-anaknya, berdo’a dan
berusaha. Namun bagi kami hal-hal yang ada di atas tidaklah cukup untuk menjadi
satu jaminan akan terselenggaranya sebuah keluarga sakinah, ada beberapa faktor
yang belum tersentuh dalam pemahaman mereka terhadap keluarga sakinah yaitu
terkait dengan esensi dari sakinah itu sendiri.
Pada dasarnya sakinah mempunyai arti ketentraman dan ketenangan jiwa
sebagai gambaran ketenangan baik sebelum maupun sesudah permasalahan itu
terjadi, hal ini dijelaskan dalam beberapa surat dalam Al-Qur’an tentang sakinah dari
104
Allah yang diberikan oleh para nabi dan orang-orang yang beriman agar tabah, tidak
gentar menghadapi rintangan, tatangan, ujian, cobaan, ataupun musibah, sehingga
sakinah bisa jadi dapat dipahami dengan sesuatu yang memuaskan hati.
Namun ketika kami melakukan penelitian dilapangan ada beberapa keluarga
yang masih mengalami goncangan psikis ketika mengetahui anaknya mengalami
autis sehingga membutuhkan waktu yang relaitif cukup lama untuk mengembalikan
kestabilan jiwa serta mengobati anak-anak yang mengalami autis tersebut. selain itu
tingkat kedekatan kepada tuhan juga masih minim sekali sehingga ketika mengetahui
anaknya mengalami autis selain upaya duniawi juga meningkatkan imam pada Allah
SWT. Namun demikian mereka tetap berupaya menjadi keluarga yang utuh,
sakinah, karena akan sangat berpengaruh terhadap proses penyembuhan anak-anak
yang mengalami autis yaitu keluarga dan lingkungan yang menjadi faktor penukung
yang paling dominan.
Berdasarkan hasil penelitian ada beberapa upaya yang dilakukan para
keluarga autis dalam membina keluarga sakinah adalah sebagai berikut:
1. Menerima dengan ikhlas, ikhtiar dan berdo’a
Penerimaan dengan ikhlas adalah salah satu faktor yang paling dominan
hampir seluruh informan menekankan sikap tersebut, padadasarnya menerima
kekurangan orang lain tidaklah mudah belum lagi tekanan dari masyarakat yang
membutuhkan mental yang cukup kuat, selain itu iktiar untuk selalu mendapat yang
terbaik bagi keluarga dan anak-anaknya yang mengalami autis tersebut dan slalu
berdo’a seperti yang dijelaskan dalam Q.S Yusuf :67
105
tΑ$ s%uρ ¢Í_t6≈tƒ Ÿω (#θ è=äz ô‰s? .ÏΒ 5>$ t/ 7‰ Ïn≡ uρ (#θ è=äz÷Š $#uρ ôÏΒ 5>≡ uθö/ r& 7π s%Ìh�x� tG•Β ( !$tΒ uρ Í_øî é& Νä3Ζ tã
š∅ÏiΒ «!$# ÏΒ > óx« ( ÈβÎ) ãΝõ3 çtø: $# āω Î) ¬! ( ϵ ø‹n=tã àMù=©. uθ s? ( ϵø‹n=tæ uρ È≅©. uθ tG uŠ ù=sù tβθ è=Åe2uθ tF ßϑø9 $# ∩∉∠∪
Dan Ya'qub berkata: "Hai anak-anakku janganlah kamu (bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlain-lain; namun demikian Aku tiada dapat melepaskan kamu barang sedikitpun dari pada (takdir) Allah. Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah; kepada-Nya-lah Aku bertawakkal dan hendaklah kepada-Nya saja orang-orang yang bertawakkal berserah diri".
Seiring perkembangan waktu para keluarga tersebut terus berupaya dari
berbagai aspek manapun mengingat anak adalah anugerah tuhan yang haruslah di
jaga oleh setiap orang tua, meskipun kita semua tahu segala penentunya adalah Allah
seperti yang tercantum pada ayat diatas. Meskipun di sisi lain kadang para orang tua
juga mengeluhkan dengan keadaan anak yang berbeda dengan yang lain serta rasa
malu yang tak mampu di tutupi akan tetapi para keluarga tetap berupaya
semampunya dalam pengobatan dan penyembuhan akan tetapi tak lepas dari
kepasrahan dan tawakal serta penyerahan diri kepada Allah yang menentukan
segalanya.
Dengan demikian peneliti menilai upaya yang dilakukan para keluarga autis
sangat maksimal dalam proses penyembuhan anak kesayangan tersebut serta para
orang tua yakin akan upaya mereka yang juga tak terlepas dari tawakal, do’a serta
lebih mendekatkan diri seperti tercantum didalam Q.S Ar-Ra’d : 11
…çµ s9 ×M≈t7 Ée)yè ãΒ .ÏiΒ È÷t/ ϵ÷ƒ y‰tƒ ôÏΒ uρ ϵ Ï�ù=yz … çµ tΡθÝàx�øt s† ôÏΒ Ì�øΒ r& «! $# 3 āχ Î) ©!$# Ÿω ç�Éi�tóム$ tΒ BΘ öθ s)Î/ 4 ®Lym (#ρç�Éi�tó ム$ tΒ öΝÍκ Ŧ à�Ρ r'Î/ 3 !#sŒ Î)uρ yŠ#u‘r& ª!$# 5Θ öθ s)Î/ #[þθ ß™ Ÿξsù ¨Š t�tΒ …çµ s9 4 $ tΒ uρ Οßγ s9 ÏiΒ ÏµÏΡρߊ ÏΒ @Α#uρ ∩⊇⊇∪
106
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah88 . Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan89 yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
Dengan demikian sangat perlu ditekankan akan adanya upaya yang maksimal
namun tidak terlepas dari do’a dan bertawakal karena Allah tidak menghendaki
umatnya berputus asa tetapi menekankan akan selalu berupaya karena yang mampu
merubah sesungguhnya diri kita atas ridho dari Allah seperti yang tercantum ayat
diatas. Selain itu landasan keikhlasan juga sangat penting hal ini di jelaskan dalam
Q.S Al-An’aam 162-163 :
ö≅ è% ¨β Î) ’ÎAŸξ |¹ ’Å5Ý¡ èΣuρ y“$ u‹øt xΧuρ † ÎA$yϑ tΒuρ ¬! Éb> u‘ tÏΗs>≈yè ø9 $# ∩⊇∉⊄∪ Ÿω y7ƒÎ�Ÿ° …çµ s9 ( y7 Ï9≡ x‹Î/ uρ ßNö�ÏΒé& O$ tΡr& uρ ãΑρr& tÏΗÍ>ó¡ çRùQ$# ∩⊇∉⊂∪
Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.
Tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan Aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)".
Dengan demikian menurut peneliti sikap keikhlasan, bertawakal dan berdo’a
sangat di pelukan, apabila kita kaitkan dengan asal kata sakinah itu sendiri yang
berarti dalam bahasa arab mempunyai arti ketenangan dan ketentraman setelah
sebelumnya ada gejolak atau masalah yang menimpa keluarga tersebut, seperti
halnya setelah mengetahui anaknya mengidap autis maka sakinah menjadi benteng
yang cukup kuat untuk tetap mempertahankan keluarga tanpa harus mencari kambing
hitam dari anggota keluarga. 88 [767] bagi tiap-tiap manusia ada beberapa malaikat yang tetap menjaganya secara bergiliran dan ada pula beberapa malaikat yang mencatat amalan-amalannya. dan yang dikehendaki dalam ayat Ini ialah malaikat yang menjaga secara bergiliran itu, disebut malaikat Hafazhah. 89 [768] Tuhan tidak akan merobah keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran mereka.
107
2. Memberikan pendidikan yang layak
Padadasarnya anak autis juga sama dengan anak-anak yang lain yang
membutuhkan pendidikan yang sesuai dengan kemampuannya, selain itu
memberikan pendidikan yang layak adalah kewajiban orang tua serta hak yang sudah
selayaknya di dapatkan oleh anak-anak tersebut terutama pendidikan tentang agama
dan akhlak dalam diri anak tersebut seperti dalam Q.S At-Tahriim: 6
$ pκ š‰r' ‾≈ tƒ t Ï%©!$# (#θãΖ tΒ# u (#þθ è% ö/ ä3|¡ à�Ρr& ö/ ä3‹Î=÷δ r& uρ #Y‘$ tΡ $ yδ ߊθ è% uρ â¨$ ¨Ζ9$# äο u‘$ yfÏtø: $#uρ $ pκö�n=tæ îπ s3 Í×‾≈n=tΒ
Ôâ ŸξÏî ׊#y‰ Ï© āω tβθ ÝÁ÷ètƒ ©!$# !$tΒ öΝèδ t�tΒ r& tβθè=yè ø�tƒ uρ $ tΒ tβρâ÷ s∆÷σ ム∩∉∪ 6. Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Dalam proses perkembangan anak-anak tersebut, orang tualah yang paling
dominan karena orang tua mendapat amanah dalam mendidik anaknya serta akan
dimintai pertanggung jawaban nanti.
Seperti halnya posisi ibu bagaikan madrasah bagi anak-anaknya, Dalam
konteks semacam itu, mereka (anak-anak) semestinya mendapatkan perhatian lebih
dari seorang ibu, Jadi, mereka dapat berinteraksi secara langsung dengan buah
hatinya.
Seorang ayah pun posisinya sama, mesti memberikan kasih sayang kepada
anak-anak di rumah, tidak lantas bersikap keras kepada anak. Sebagai contoh, karena
anaknya berkebutuhan khusus, sikap dan tindakan pun seolah diskriminatif. Cuek,
easy going, kesal, inferior, marah dan aneka macam perasaan yang menggambarkan
ketidakbanggaan memiliki anak berkebutuhan khusus. Dengan demikian didasari
rasa ikhlas ingin menerima serta diberikan pendidikan yang sesuai dengan
108
kebutuhannya maka diharapkan mampu memberikan kontribusi yang lebih terhadap
anak autis tersebut.
Anak yang berkebutuhan khusus seperti penderita autis dan sebagainya,
tentu saja tidak boleh dipilah-pilah. Mereka juga berhak mendapatkan pengetahuan
dan keterampilan (life skill) agar hidupnya lebih bermakna. Oleh karena itu, pada
hari ini patut kiranya bila kita mulai mengencangkan ikat pinggang. Bersiap-siap
melindungi anak-anak dari serangan arus gelombang informasi yang mengglobal
dengan menciptakan rumah belajar yang baik dan kondusif.
Selain itu ada beberapa fungsi adanya keluarga salah satunya fungsi
edukatif atau pendidikan dimana para orang tua sangat berperan dalam proses
pendidikan anak-anaknya terutama pendidikan tentang agama dan moral yang tidak
di ajarkan di lembaga pendidikan formal.
Sebagaimana di paparkan di dalam kajian teori bahwa pendidikan agama
dalam keluarga sangatlah penting dalam keluarga karena agama adalah pilar dan
sebagai pedoman dalam pembentukan keluarga sakinah, selain itu pendidikan pada
anak sebagai benteng dari pengaruh negatif lingkungan agar sianak menjadi generasi
yang tangguh.
Perkembangan sejarah pendidikan bagi anak penyandang cacat seperti
autis, selama beberapa dekade yang lalu telah mengalami banyak perubahan.
Perubahan-perubahan itu terjadi dalam hal kesadaran dan sikap masyarakat serta
yang paling dominan adalah orang tua terhadap anak penyandang cacat autis dan
pendidikannya,yang selama ini sedikit terabaikan karena unsur diskriminatif .
Sejarah menunjukkan pula bahwa selama berabad-abad di semua negara di dunia,
individu yang berbeda dari kebanyakan individu lainya selalu ditolak kehadirannya
109
oleh masayrakat. Hal ini disebabkan oleh adanya anggapan bahwa anggota kelompok
yang terlalu lemah (autis) tidak mungkin dapat berkontribusi terhadap kelompoknya.
Mereka yang berbeda karena menyandang kecacatan, disingkirkan, tidak
memperoleh sentuhan kasih sayang dan kontak sosial yang bermakna. Keberadaan
penyandang autis tidak diakui oleh masyarakatnya.
Ketidaktahuan orang tua dan masyarakat pada masa lalu, mengenai hakekat
dan penyebab kecacatan terutama autis dapat menimbulkan rasa takut, sehingga
berkembang macam-macam kepercayaan dan tahayul, misalnya seorang ibu yang
melahirkan anak penyandang autis merupakan hukuman baginya atas dosa-dosa
nenek moyangnya. Oleh sebab itu di masa lampau anak-anak autis sering
disembunyikan oleh orang tuanya, sebab memiliki anak autis merupakan aib
keluarga.
Peradaban manusia terus berkembang, pemahaman dan pengetahuan baru
mengajarkan kepada manusia bahwa setiap orang memiliki hak yamg sama untuk
hidup. Pandangan seperti inilah yang berhasil menyelamatkan kehidupan anak-anak
penyandang autis. Menyelamatkan hidup anak-anak autis menjadi penting karena
dipandang sebagai simbol dari sebuah peradaban yang lebih maju dari suatu bangsa,
meskipun anak autis membutuhkan bantuan ekstra. Pandangan masyarakat dan orang
tua yang menganggap bahwa memelihara dan membesarkan anak merupakan
investasi agar kelak anak dapat membalas jasa orang tuanya yang telah membesarkan
dan mendidik dengan baik tanpa rasa pamrih dan membanding-bandingkan.
Anak autis mulai diakui keberadaannya, dan oleh sebab itu mulai berdiri sekolah-
sekolah khusus, rumah-rumah perawatan dan panti sosial yang secara khusus
mendidik dan merawat anak-anak autis.
110
Mereka yang menyandang autis, dipandang memiliki karakteristik yang
berbeda dari orang kebanyakan, sehingga dalam pendidikannya mereka memerlukan
pendekatan dan metode yang khsusus pula sesuai dengan karakteristiknya. Oleh
sebab itu, pendidikan anak autis harus dipisahkan (di sekolah khusus) dari
pendidikan anak lainnya.
Konsep dan pemahaman terhadap pendidikan anak penyandang autis terus
berkembang, sejalan dengan dinamika kehidupan masyarakat. Pemikiran yang
berkembang saat ini, melihat persoalan pendidikan anak penyandang cacat dari sudut
pandang yang lebih bersifat humanis, holistik, perbedaan individu dan kebutuhan
anak menjadi pusat perhatian. Dengan demikian layanan pendidikan tidak lagi
didasarkan atas label kecacatan anak, akan tetapi didasarkan pada hambatan belajar
dan kebutuhan setiap individu anak. Oleh karena itu layanan pendidikan anak
penyandang cacat tidak harus di sekolah khusus, tetapi bisa dilayani di sekolah
regular terdekat dimana anak itu berada. Cara berpikir seperti ini dilandasi oleh
konsep Special needs education, yang antara lain melatarbelakangi munculnya
gagasan pendidikan inklusif. (UNESCO, 1994).
Selain itu anak-anak adalah amanah dipundak kedua orang tuanya yang di
akhirat nanti akan dimintai pertangggung jawabannya, kedua orang tua berkewajiban
memenuhi kebutuhan terutama hak-hak anak tersebut yang salah satunya adalah hak
mendapat pendidikan yang layak90
Dengan mendapatkan pendidikan yang layak terutama pendidikan keislaman
maka diharapakan para orang tua terbebas dari tanggung jawab atau amanah dari
Allah serta mendapatkana anak-anak yang shaleh yang akan menjadi buah hatinya
90 Op.Cit Syekh Muhammad Bin Shali Al utsaimin,.24
111
baik di dunia maupun di akhirat sebagai mana firman Allah dalam QS. Ath-Thuur
ayat 21:
tÏ% ©!$#uρ (#θ ãΖtΒ#u öΝåκ ÷Jyè t7? $#uρ Νåκ çJ−ƒ Íh‘ èŒ ?≈yϑƒ Î* Î/ $uΖ ø)ptø: r& öΝÍκ Í5 öΝåκ tJ−ƒÍh‘ èŒ !$tΒ uρ Νßγ≈oΨ ÷G s9r& ôÏiΒ ΟÎγÎ=uΗxå ÏiΒ & óx« 4 ‘≅ä. ¤› Í÷ö∆ $# $ oÿÏ3 |=|¡ x. ×Ïδ u‘ ∩⊄⊇∪
Dan orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti
mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka91, dan kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.
Ini adalah termasuk buah dari pendidikan terhadap anak jika dia dididik
dengan cara yang benar, dapat mendatangkan manfaat bagi orang tuanya bahkan
hingga setelah kematiannya.
Dengan demikian jelas bahwasanya Allah sendiri telah memberikan
penjelasan bagaimana ketika para orang tua mampu dan optimal dalam memberikan
pendidikan maka akan menjadi suatu kebahagiaan baik dunia maupun akhirat ketika
anak-anaknya menjadi shaleh dan shalehah
3. Melakukan Pengobatan
Sudah selayaknya para orang tua tidak berhenti begitu saja hanya
memberikan pendidikan serta menerima dengan rasa ikhlas, namun salah satu bentuk
upaya yang lain adalah menberikan pengobatan untuk proses penyembuhan karena
pada dasarnya autis jika terdeteksi pada masa dini maka akan lebih mudah dalam
proses penyembuhanya, karena autis bukanlah cacat permanen namun bisa
sdisembuhkan jika segera terdeteksi dan tidak mengalami keterlambatan, banyak
sekali obat dan juga terapi yang dapat mendukung proses penyembuhan autis 91Maksudnya: anak cucu mereka yang beriman itu ditinggikan Allah derajatnya sebagai derajat bapak- bapak mereka, dan dikumpulkan dengan bapak-bapak mereka dalam surga.
112
tersebut. Salah satu terapi adalah diet karena pada dasarnya autis adalah tubuh yang
mengalami kelebihan berbagai zat maka dari itu salah satu terapinya adalah diet
makan.
Menurut peneliti proses pengobatan yang dilakukan oleh para orang tua
adalah sudah menjadi bagian dari hak anak autis tersebut ketika kita melihat dalam
kovensi hak anak oleh PBB bahwa tidak ada diskriminasi antar anak satu dengan
yang lainnya semua hak berlaku bagi anak-anak tanpa pengecualian. Selain itu
merupakan kewajiban setiap orang tua untuk melindungi anak dari diskriminasi
apapun diantar empat hak dasar yang dimiliki anak salah satunya adalah hak atas
kelangsungan hidup yang termasuk didalamnya adalah mendapatkan pelayanan
kesehatan yang baik ketika sakit serta pengobatan dan gizi yang baik.
Demikian juga yang dilakukan oleh para orang tua dalam mengobati anak
autis tersebut sudah menjadi tanggung jawab yang cukup besar serta di dukung
adanya legislasi dari negara dan internasional pada umumnya92.
Selain itu didalam kitab Riyadhusshalihin ada sebuah hadits nabi yang tercantum
dibawah ini:
�� و��� و��� أن ا��� ��� ا� �� و��� ا� �� و��� ا�
��� ا��� و���ل ��ا���� رب ا���س، " : آ�ن �!�د �! أه�� ��
أذه8 ا��7س، وا.6، أ45 ا�2�3 * .-�ء إ* .-�ؤك، .-�ء *
�� ( ( ” �:�در ���� =->? ( (
92 Op.Cit Konvensi Hak-Hak Anak Diadopsi dari Dewan Umum PBB
113
Dari Aisyah radhiallahu 'anha pula bahawasanya Nabi s.a.w. pada suatu waktu meninjau setengah dari keluarganya yang sakit. Beliau s.a.w. mengusap dengan tangannya yang kanan dan mengucapkan - yang artinya: "Ya Allah, Tuhan seluruh manusia, hilangkanlah kesukaran - yakni penyakit - ini. Sembuhkanlah, Engkau sajalah yang dapat menyembuhkan. Tiada kesembuhan kecuali kesembuhan daripadaMu, yakni kesembuhan yang tidak lagi meninggalkan penyakit." (Muttafaq 'alaih)
4. Memotivasi anak
Motivasi dalam keluarga merupakan salah satu faktor untuk boleh
mewujudkan keluarga yang ceria, bahagia dan harmoni. Dengan wujudkan motivasi
ynag berkesan, anak-anak akan dapat dimotivasikan dari semasa ke semasa agar
mereka menjadi insan yang bersemangat, progresif, prokatif dan berfikiran positif.
Untuk memotivasikan anak-anak, ibu dan bapak perlulah menggunakan berbagai
cara pendekatan dengan anak-anak mereka yang autis terutama pendekatan secara
emosional misalnya dengan komunikasi sesering mungkin dan berkesan selain itu
bisa dengan Menasehati anak hal ini tindakan yang sangat penting dilakukan oleh
orangtua.
Dalam melakukannya diperlukan kesabaran. Sebab, tugas ini perlu dilakukan
berulang-ulang. Walaupun nasehat itu sudah sering orangtua sampaikan kepada anak.
Tetapi, kadang-kadang ia masih tetap saja melakukan hal yang sama dan salah,
nasehat yang diberikan orangtua merupakan salah satu bukti bahwa orangtua sayang
dan peduli terhadap anak. Dengan memberikan nasehat kepada anak mereka
berharap ia dapat mengetahui mana yang benar dan mana yang salah. agar harapan
kita untuk mewujudkan insan yang berguna dan berakhlak akan tercapai. Oleh
karena itu untuk meningkatkan motivasi di kalangan anak-anak peran orang tua
sangat besar.
114
Selanjutnya didalam lingkungan masyarakat keluarga sudah menjadi aksioma
sebagai sel hidup yang membentuk organ tubuh manusia, jika keluarga baik maka
seluruh masyarakat adalah baik dan jika keluarga buruk maka secara keseluruhan
masyarakat akan buruk, selain itu keluarga juga dapat diumpamakan sebagai
miniatur umat yang menjadi sekolah pertama bagi anak-anak, maka dengan demikian
jelas motivasi orang tua dalam proses penyembuhan serta pendidikan menjadi sangat
penting dalam perkembangan anak pada proses selanjutnya, serta dukungan dari
berbagai aspek juga sangat diperlukan karena pada dasarnya baik buruk seorang anak
adalah tergantung dari bagaimana orang tua itu membentuk anak tersebut.
Kita semua tahu bahwa urgensi keluarga adalah sebagai milieu social pertama
dan satu-satunya yang menyambut manusia ketika pertanma kali mengenal dunia,
selain itu keluarga satu-satunya tempat pengasuhan alami bagi anak-anak yang baru
tumbuh dan merawatnya serta media untuk mengembangkan fisik, akal, spiritual
sehingga motivasi orang tua dalam mengembang serta merawat anak ketika proses
tumbuh dewasa menjadi bagian yang paling urgent dengan demikian diharapkan bagi
orang tua ketika mengetahui anaknya mengalami autis tidak harus berkecil hati
namun memotivasi anak tersebut dari berbagai aspek sehingga anak tidak mengalami
tekanan akan kelemahanya kadrna setiap manusia tidak ada yang sempurna, namun
bagaimana seiring waktu perubahan itu slalu ada untuk mencapai titik kesempurnaan
itu.93
Dalam memberikan dukungan atau motivasi telah disinggung dalam prisip
mengasuh anak yang salahsatunya menunjukan perasaan positif dengan menunjukan
93 Mahmud Muhammad Al-Jauhari dkk, Op.Cit, 6
115
bahwa para orangtua menyayangi anak tersebut dengan memberikan motivasi
sebagai bentuk rasa kasih sayang terhadap anak yang mengalami autis.
5. Melakukan komunikasi dua arah dengan sesering mungkin
Para teoris dan peneliti tentang perkembangan anak sepakat bahwa orang tua
memainkan peranan yang formatif dalam sosialisasi anak. Peranan tersebut sudah
dimulai sejak awal masa bayi, di mana orang tua dan anak sudah saling memberikan
perhatian dan mulai berkomunikasi. Anak merespon komunikasi orang tuanya
melalui senyuman, kerutan kening, celotehan, dan sentuhan. Ketika mobilitas dan
bahasa anak sudah memungkinkannya untuk mengeksplorasi lingkungannya secara
aktif, orang tua mulai memberikan berbagai pelajaran kepada anak mengenai cara
dunia sosial beroperasi dan perilaku yang diharapkan oleh dunia sosial itu dari anak.
Pelajaran tersebut diarahkan untuk membantu anak belajar memiliki kompetensi
sosial – yaitu perseptif terhadap orang lain, kooperatif, asertif, ramah kepada teman
sebaya, dan santun kepada orang dewasa.
Salah satunya adalah dengan komunikasi dua arah antara orang tua dengan anak
autis yang mengalami lambat bicara. Komunikasi adalah suatu proses di mana terjadi
pengiriman pesan dari seseorang kepada orang lain. Tujuan komunikasi adalah untuk
mengungkapkan keinginan, mengekspresikan perasaan, dan bertukar informasi,
Keluhan utama dari orangtua yang memiliki anak dengan ciri-ciri autis adalah
keterlambatan perkembangan bicara atau bahkan belum bicara sama sekali. Banyak
orangtua beranggapan bila anak bisa bicara maka 99 persen masalah anak akan
terselesaikan Banyak anak autis yang mampu bicara, namun sebenarnya mereka
belum memiliki pemahaman yang baik tentang apa yang mereka ucapkan dan
diucapkan orang lain.
116
Tidak jarang ada anak autis yang bisa lancar mendeskripsikan sesuatu,
menghafal lagu, meniru jingle iklan, membaca dengan baik, tetapi tetap gagal bila
diajak tanya jawab mengenai kejadian sehari-hari.
Dengan demikian salah satu upaya orang tua adalah dengan komunikasi dua
arah sesering mungkin sehingga anak menjadi terlatih serta merasa mendapat
perhatian yang lebih dari orang tua. Selain itu dengan upaya yang terus
dimaksimalkan diharapkan anak mamu berkomunikasi dengan baik sehingga tumbuh
menjadi anak yang normal seperti yang lainnya.
Selain itu sudah selayaknya sejak anak baru lahir orang tua dapat melakukan
dialog perasaan atau komunikasi dua arah meskipun sekedar bertukar isyarat dan
ekspresi rasa sayang dialog perasaan sedini mungkin dilakukan karena sangat
penting sebagai ikatan kasih sayang sekarang hingga masa yang akan datang.
6. Saling Mengisi Kekurangan Masing-Masing Anggota Keluarga
Setiap pernikahan atau hubungan tentunya pasti ada perbedaan, berdasarkan
pengalaman masing-masing, dan tiap pasangan tentunya berbeda-beda, Perbedaan
antara kita dengan suami, anak-anak atau anggota keluarga yang lain janganlah
menjadi kendala untuk mempunyai keluarga yang bahagia, kita harus belajar untuk
melihat, menerima, menghargai dan menjalani perbedaan yang ada. Konsekwen
dalam setiap perkataan dan tindakan, sehingga setiap kali kita ada masalah, dapat
dengan cepat bisa terselesaikan, juga tentunya harus diselesaikan dengan kepala
dingin dan komunikasi yang jelas.Terkadang perceraian atau konflik keluarga terjadi
dikarenakan kurangnya komunikasi dan keterbukaan dari antara terutama suami istri
yang memeliki konfli, serta sulit menemukan jalan keluar antar anggota keluarga.
Perlu diingat dan diketahui bahwa perbedaan selalu ada dalam suatu keluarga karena
117
setiap orang, setiap pribadi mempunyai kepribadian atau personality yang berbeda-
beda. Sering juga kita mendengar kata, “Nobody’s perfect” dan memang tidak ada
orang yang sempurna, setiap orang mempunyai kelebihan dan kekurangannya
masing-masing seperti anak-anak autis.
Karena perbedaan inilah maka setiap anggota keluarga dapat saling mengisi
kekurangan masing-masing dengan kelebihan masing-masing dengan cara menerima
segala kekurangan dan kelebihan pasangan kita masing-masing, yang tentunya ini
tidak akan terjadi dalam waktu yang singkat, tapi dengan kesabaran, kasih sayang
dan toleransi, keharmonisan dalam keluarga akan tercapai. Jadi perbedaan dalam
keluarga itu pasti selalu ada, pada umumnya dalam setiap hubungan pasti ada
gelombang pasang surutnya, yang harus kita ketahui adalah bagaimana caranya
supaya kalau lagi pasang atau bahagia kita tidak lupa diri atau bila keadaan sedang
surut jangan biarkan berlarut-larut. Karena perbedaan sudah pasti ada.
Pada dasarnya rumah tangga sudah selayaknyanya menjadi tempat yang
tenang dan tentram, tempat kembali setelah kemanapun anggota keluarga pergi
ataupun beraktifitas setidaknya rumah adalah sebagai perwujudan dari aura sakinah
tersebut, interaksi antara anggota keluarga dan masyrakat serta memahami
karakteristik masing-masing anggota keluarga sehingga kenyamanan dapat dibangun
di dalam keluarga dan hal tersebut dapat di bangun melalui proses yang cukup
panjang untuk saling menemukan kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Derngan demikian setiap anggota keluarga dapat menemukan ruang kehidupan yang
belum pernah ditemukan sebelumnya maka dari itu keluarga adalah proses
bagaimana menerima kekurangan masing-masing serta dapat menutupi kekurangan
118
masing-masing anggota keluarga sehingga keluarga sakinah akan tetap mampu
dibina.
Selain itu semakin waktu bertambah, kita semakin mampu belajar baik
buruk,kekurangan dan kelebihan antara keluarga termasuk anak-anak yang
mengalami autis tersebut bagaimana antasa suami istri tidak saling menyalahkan
namun lebih kepada bahu membahu untuk memberikan yang terbaik untuk anak
tersebut94.
Selanjutnya dengan memahami kekurangan masing-masing serta mampu
menutupi kekurangan diharapkan keluarga taersebut menjadi keluarga yang sakinah
seperti halnya, keluarga itu penuh dengan kasih. Kasih dalam bahasa universal yang
membuat orang bisa menerima orang lain baik kekurangannya dan kelebihannya.
Kalau di dalam diri keluarga itu ditanamkan unsur kasih, maka anak yang tumbuh
dalam keluarga itu saat ia masuk ke dalam suatu lingkungan yang sebenarnya
membuatnya bisa mengasihi orang lain yang membuat anak ini bisa menerima
perbedaan yang nyata itu sebagai suatu hal yang indah dan dekoratif. Perbedaan tidak
lagi dilihat sebagai konflik namun sebagai hal yang meperkaya pengetahuan selain
itu dalam keluarga yang juga penting adalah sikap terbuka, saling menghormati dan
menghargai.Ketika setiap anggota keluarga bisa sadar akan kedudukan dan status
masing-masing dalam keluarga, maka akan timbul rasa untuk menghormati satu
sama lain.. Unsur ini penting sebagai bekal individu dalam terjun ke dunia
masyarakat.
Dan keterbukaan dalam segala hal ini sangat perlu. Dari keluarga kita belajar
untuk bersikap terbuka, memecahkan masalah dengan jalan demi untuk mencapai
94 Quraish shihab, Op.Cit, 82
119
tujuan yang ideal. Jika dalam keluarga kita sudah membiasakan untuk bersikap
terbuka, maka ketika individu harus terjun ke dalam masyarakat ia sudah tahu harus
bagaimana dalam mengatasi konflik. Dengan sikap yang terbuka, kesalahpahaman
bisa dicegah dan meminimalisir konflik
Unsur terakhir yang menjadi ciri dari keluarga yang baik adalah sikap saling
menghargai dan memaafkan. Ini adalah sikap yang sulit untuk dilakukan. Terkadang
dalam keluarga sering kali kita menuntut seseorang untuk menjadi apa yang kita
inginkan, mengatur dan membatasi kebebasan seseorang. Dalam keluarga baik itu
orangtua ataupun akan, keduanya harus saling menghargai. Apa yang menjadi
keinginan dan prinsip masing-masing. Sudah sifat dasar manusia untuk selalu merasa
tidak puas dengan apa yang dimiliki atau apa yang diterimanya. Hal inilah yang
seringkali membuat kita tidak bisa menerima kekurangan dan keterbatasan
seseorang. Membuat kita menuntut lebih. Perlu disadari bahwa di dunia ini tak ada
gading yang tak retak. Menghargai. Itu adalah bekal penting yang harus dilahirkan
dalam keluarga agar kelak ketika kita sudah bisa menghargai keluarga kita sendiri,
kita juga bisa menghargai orang lain, masyarakat lain dan bangsa lain.
Selanjutnya Manusia juga penuh dengan keterbatasan dan kekhilafan dalam
hidupnya, oleh sebab itu memaafkan menjadi hal yang penting dalam keluarga
sebagai tempat kita berlatih. Memang tindakan yang sudah kita lakukan tidak dapat
dikembalikan pada titik nol. Maksudnya, setiap tindakan kita yang menyakiti orang
lain pasti membuat orang lain pedih sehingga ketabahan hati haru s selalu terjaga .
7. Bersama-Sama Menghadapi Persoalan Yang Ada
Kita saat ini ada di tengah arus deras pergeseran nilai sosial dalam
masyarakat kita. Pergeseran nilai sosial tampak pada kecenderungan makin
120
permisifnya keluarga-keluarga di masyarakat kita. Keluarga tidak lagi dilihat sebagai
ikatan spiritual yang menjadi medium ibadah kepada Sang Pencipta. Kawin-cerai
hanya dilihat sebatas proses formal sebagai kontrak sosial antara dua insan yang
berbeda jenis. Perkawinan kehilangan makna sakral
Ini bertolak belakang dengan adagium yang menyatakan keluarga adalah garda
terdepan dalam membangun masa depan bangsa peradaban dunia.
Dari rahim keluarga lahir berbagai gagasan perubahan dalam menata tatanan
masyarakat yang lebih baik. Tidak ada satu bangsa pun yang maju dalam kondisi
sosial keluarga yang kering spiritual, atau bahkan sama sekali sudah tidak lagi
mengindahkan makna religiusitas dalam hidupnya. Karena itu, Al-Qur’an memuat
ajaran tentang keluarga begitu komprehensif, mulai dari urusan komunikasi antar
individu dalam keluarga hingga menjadi suatu hubungan atau relasi sosial antar
anggota keluarga dalam masyarakat. Banyak memang problema yang biasa dihadapi
keluarga.
Tidak sedikit keluarga yang menyerah atas “derita” yang sebetulnya
diciptakannya sendiri. Di antaranya memilih perceraian sebagai penyelesaian. Kasus-
kasus faktual tentang itu ada semua di masyarakat kita. Dan, masih banyak lagi
kegelisahan yang melilit keluarga-keluarga di masyarakat kita. Namun, umumnya
kegelisahan itu diakibatkan oleh menurunnya kemampuan mereka menemukan
alternatif ketika menghadapi masalah yang tidak dikehendaki. Karena itu, menjadi
penting bagi kita untuk mencari kunci yang bisa mengokohkan bangun keluarga kita
dari hempasan arus zaman yang serba menggelisahkan. Dan, kata kunci itu adalah
sakinah.
121
Begitu pula yang terjadi di dalam keluarga autis untuk menghingdari
perpisahan atau keretakan dan tetap mempertahankan kesakinahannya adalah Salah
satu upaya yang dilakukan oleh keluarga autis dengan bagaimana menghadapi
permasalahan yang ada dan tidak lari dari masalah tersebut. Ketika kita mengamati
kembali dari teori yang ada apa itu sakinah yang bermakna ketenangan jiwa, yang
menggambarkan ketenangan setelah adanya gejolak tersebut95.
Peneliti mencoba menganalisis dari upaya para keluarga autis adalah dengan
menghadapi masalah yang ada bersama-sama sehingga keluarga mampu menghadapi
persoalan tersebut dan melewatina tanpa ada yang musti di korbankan baik
pernikahannya atau anak-anak autis tersebut.
Didalam Al-Qur’an sendiri banyak sekali dijelaskan tentang makna sakinah
yang mana didatangkan dari Allah kepada para nabi dan rasulnya serta orang-orang
yang beriman agar diberi ketabahan dalam menghadapi musibah, cobaan, tantangan,
serta ujian. Menurut Rasyid ridha sakinah adalah sikap yang timbul dari suaana
ketenagan dan merupakan lawan dari kegoncangan batin96
Dari analisis diatas dapat disimpulkan bahwa para keluarga ketika
mengetahui anaknya mengalami autis akan malah menyalahkan antara satu dengan
yang lain namun legih pada bagaimana menghadapi permasalahan bersama-sama
sehinnga kesakinahan tetap ada dan terjaga hingga kini. Jadi, dengan dorongan untuk
mencapai sakinah merupakan tata nilai yang seharusnya menjadi kekuatan penggerak
dalam membangun tatanan keluarga yang dapat memberikan kenyamanan dunia
sekaligus memberikan jaminan keselamatan akhirat. Rumah tangga seharusnya
menjadi tempat yang tenang bagi setiap anggota keluarga. Keluarga menjadi tempat
95 Quraish shihab, Op.Cit 80 96 Zaitunnah Subhan, Op.Cit, 6
122
kembali ke mana pun anggotanya pergi. Mereka merasa nyaman di dalamnya, dan
penuh percaya diri ketika berinteraksi dengan keluarga yang lainnya dalam
masyarakat
8. Mengelola Konflik Bersama-Sama
Keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah, adalah harapan semua orang
yang akan dan telah memasuki gerbang pernikahan. Kata-kata ini sangat mudah
untuk diucapkan dan dibayangkan, tapi untuk mencapainya tak segampang yang kita
ucapkan atau kita bayangkan tersebut. Membangun keluarga sakinah adalah sebuah
proses. Keluarga sakinah bukan berarti keluarga yang tanpa masalah, tapi lebih
kepada adanya keterampilan untuk mengelola konflik yang terjadi di dalamnya.
Secara individu, setiap manusia mempunyai bakat, kemampuan dan
pengalaman yg berbeda-beda. sebenarnya, perbedaan adalah suatu hal yg sangat
lumrah keluarga sakinah bukan berarti keluarga yg tenang dan bebas dari segala
konflik dan permasalahan sebaiknya keluarga yg bijak menangani konfilk.ini akan
membuat anggota keluarganya semakin matang, arif dan bijaksana karena setiap
konflik yg terjadi hendaklah senantiasa dipikirkan jalan keluarnya dengan semangat
kekeluargaan, dan mencari solusi demi kemaslahatan bersama
Begitu pula yang terjadi didalam keluarga autis ketika mengetahui anaknya
mengalami autis dan menganggap ini adalah konflik maka seluruh anggota keluarga
bersama-sama mengelola knflik itu dan mencari solusi yang tepat serta saling bahu
membahu tidak menekan pihak satu ataupun yang lain sehingga keutuhan rumah
tangga tetap terjaga. Sehinnga dengan demikian dalam keluarga sakinah setiap
anggotanya merasa nyaman tentram dan damai kemanapun pergi maka tetap akan
kembali kerumah serta sejahtera lahir batin. Sejahtera lahir adalah dari kemiskinan
123
harta dan tekanan jasmani, sedangkan kesejahteraan batin adalah kebebasan dari
kemiskinan iman serta mampu mengkonsumsikan nilai-nilai keagamaan dalam
kehidupan keluarga dan masyarakat.97
Oleh karena itu ada berbagai macam upaya-upaya yang dilakukan oleh para
keluarga autis yang memerlukan tenaga serta dukungan dari berbagai faktor untuk
melakukan upaya-upaya tersebut. Mencermati dari hasil penelitian di atas, secara
umum dapat peneliti simpulkan menjadi 4 kategori upaya keluarga autis dalam
membina keluarga sakinah yaitu :
1. Mendekatkan diri pada Allah
Hampir seluruh informan melakukan hal tersebut meski pada mulanya
ada beberapa yang mengalami goncangan batin namun pada akhirnya dapat
ditepis dengan semakin mendekatkan diri pada Allah, seperti menerima
dengan ikhlas tanpa ada rasa kecewa dan menyesal karena segala sesuatu
Allah lah penentunya dan dalam kehidupan slalu ada cobaan sesuai dengan
kemampuan umatnya.
Selain itu juga meningkatkan ibadah dan slalu berdo’a agar rumah
tangga tetap diberi ketenangan dalam menghadapi permasalahan yang ada
serta slalu berusaha dan berupaya dengan diiringi do’a.
2. Memenuhi hak-hak untuk anak
Memenuhi hak anak adalah kewajiban orang tua serta anak sendiri
adalah amanah dari Allah sehingga sudah selayaknya orang tua memenuhi
hak-haknya seperti mendapat pendidikan baik formal seperti mendapat
97 Juraidi, Op.Cit
124
pendidikan atau diseolahkan ke sekolahan yang untuk anak-anak autis atau
berkebutuhan khusus.
Adapun non formal seperti halnya peran orang tua yang cukup dominant,
memberikan perhatian yang lebih serta serinya melakukan komunikasi karena pada
dasarnya pendidikan formal mungkin hanya dilakukan dalam waktu sehari dalam
dengan durasi dua sampai tiga jam namun pendidikan non formal durasinya lebih
panajang sehingga kesempatan lebih banyak.
Selain pendidikan, hak anak yang selayaknya untuk dipenuhi adalah
pengobatan yang layak didapatkan juga ada beberapa upaya salah satunya dengan
mengkonsultasikan terlebih dahulu kepada ahlinya agar tidak salah sasaran seperti
pada Psikiater atau dokter jiwa selanjutnya bisa melakukan terapi baik Pskis maupun
syaraf hal tersebut yang telah dilakukan pak Supriono dan bu Nanik.
3. Dukungan keluarga dan lingkunga sekitar
Hal ini juga sangat dibutuhkan apalagi keluarga dan lingkungan sekitar 90%
memjadi tolok ukur sejauh mana upaya-upaya tersebut dlakukan dan semaksimal apa
sehingga hasilnyapun dapat di pertanggungjawabkan.
Seperti halnya memotivasi anak untuk selalu berkembang, melakukan upaya
diet agar tubuh stabil, melatih anak untuk menjadi displin dan mandiri serta
melakukan komunikasi dua arah sesering mungkin
4. Interent keluarga terkait pemahaman tentang keluarga sakinah
Selanjutnya interent keluarga yang berkaitan erat dengan pemahaman para
informan terhadap apa yang disebut keluarga sakinah dengan pengaplikasianya yang
terfokus pada bagaimana keluarga saling bahu membahu ketika menghadapi
125
persoalan yang ada, serta saling menerima dan mengisi kekurangan masing-masing
dan bersama-bersama mengelola konflik yang ada
D. Analisis dari Aspek fiqih
Dari seluruh upaya yang dilakukan para orang tua, ketika dilihat dari aspek
kemashlahatan tampak jelas sekali upaya tersebut membuktikan bahwasanya dengan
memberikan pendidikan yang layak serta selalu memotivasi anak dan memberikan
seluruh perhatian yang salah satunya dengan komunikasi dua arah antar orang tua
dan anak sesering mungkin sebagai wujud untuk memberikan kemashlahatan pada
anak tersebut dari saat sekarang hingga masa yang akan datang, selain itu
penyelamatan generasi umat Islam adalah kewajiban bagi orang tua, masyarakat dan
Negara.
Selain itu jika dilihat dari aspek Syadz dzari’ah, upaya-upaya orang tua dari
anak-anak yang mengalami autis terbukti untuk menghindarkan anak tersebut dari
kerusakan yang lebih parah karena pada dasarnya anak autis sudah mengalami
keterbelakangan mental sehinga para orang tua berupaya memberikan segala sesuatu
yang meningkatkan kemampuan serta memberikan pendidikan khusus agar anak
autis tersebut menjadi lebih baik dan tidak tambah parah dari penyakitnya tesebut.
Dengan demikian ketika anak tersebut mendapatkan kemashlahatan dan
upaya yang dilakukan orang tua untuk menghindari kemadharatan bagi anak tersebut
serta seluruh anggota keluarga saling memberi dukungan dan mengelola konflik
bersama-sama,menerima kekurangan yang ada sehingga kesakinahan keluarga akan
tetap terjaga.
Selanjutnya untuk lebih mudahnya peneliti akan menguraikan secara
terperinci dalam bentuk tabel tentang pemahaman para orang tua yang anaknya
126
mengalami autis terhadap keluarga sakinah serta upaya-upaya yang dilakukan oleh
para keluarga autis tersebut.
Tabel I: Pemahaman keluarga autis terhadap keluarga sakinah :
No Orang Tua Penderita Autis
Pemahaman tentang keluarga Sakinah
1 Bapak Suntari/
IbuTitik
Suparti
Adela amanda Keluarga bahagia yang mampu
membahagiakan anak-anaknya dan
emmenuhi segala kebutuhan anak-
anaknya tersebut.
2 Bapak
Supriono/ Ibu
Winarti
Ea galih elandi Saling Menerima kekurangan masing-
masing serta menutupu kekurangan
masing-masing dari anggota keluarga
3 Bapak
Harmoyo/ Ibu
Nunik ari tri
susanti
Azahra
yasmine
Keluarga yang bahagia sejalan dalam
menghadapi segala persoalan, dalam
rumah tangga pasti ada persolan dan
bersama-sama mencari jalan keluar,
serta mensyukuri atas segala
kekurangan dan terus berusaha.
4 Bapak
Joko/Ibu
Istikharah
Halina
razariadi
Saling menerima kekurangan masing-
masing anggota keluarga, saling
mengisi dan tidak mengeluh atas
cobaan yang ada serta mengelola
persoalan yang ada bersama-sama
Tabel II: Tentang upaya-upaya yang dilakukan keluarga autis
No Orang Tua Penderita
Autis
Upaya-upaya yang dilakukan
1 Bapak Suntari/
IbuTitik
Suparti
adela amanda • Menerima dengan ikhlas serta
berdo’a dan berusaha dan saling
menghargai
127
• Memberikan pengobatan daik terapi
maupun ke psikiater untuk
konsultasi
• Memberikan pendidikan dengan di
sekolahkan di sekolah untuk anak-
anak berkebutuhan khusus
2 Bapak
Supriono/ Ibu
Winarti
Ea galih elandi • Berserah pada Allah atas segala
pemberian serta menerima apa
adanya atas pemberian tuhan
• Berusaha menyembuhkan dengan
emaksimal mugkin seperti pijat
syaraf, terapi, serta ke dokter
3 Bapak
Harmoyo/ Ibu
Nunik ari tri
susanti
Azahra
yasmine
• Antar anggota keluarga saling
percaya dan saling mengisi
kekurangan masing-masing
• Menghadapi permasalahan bersama-
sama serta mampu mengelola
konflik bersama-sama pula.
• Memberikan pendidikan serta
memotivasi menyembuhkan seperti
melakukan terapi ke psikiater dan
dokter jiwa.
• Keluarga slalu memotivasi,dengan
komunikasi dua arah,
memperlakukan seperti anak-anak
normal lainya. Sehingga tidak
tampak adanya diskriminatif.
4 Bapak
Joko/Ibu
Istikharah
Halina
razariadi
• Berdo’a kepada tuhan untuk
kesembuhan anaknya
• Memberikan pendidikan yang sesuai
• Selalu tabah dalam menghadapi
128
masalah yang timbul dalam suatu
keluarga.
129
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Dari pemaparan diatas peneliti dapat memberi kesimpulan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Pemahaman para keluarga autis terhadap keluarga sakinah adalah sebagaimana
keluarga yang bahagia dan sejahtera, mampu menerima apa adanya kekurangan
masing-masing anggota keluarga serta mengisi kekurangan masing-masing,
memenuhi segala kebutuhan daripada anak-anaknya, menghadapi dan menerima
persaolan yang ada dengan ikhlas dan bersama-sama, mengelola knflik bersama-
sama sehingga keutuhan rumah tangga tetap mampu dipertahankan karena
padadasarnya segala sesuatunya pasti mengalami perubahan namun bagaimana
perubahan itu mencapai titik kesempurnaan.
130
2. Terkait Upaya-upaya yang dilakukan para keluarga autis dalam membina
keluarga sakinah adalah Mendekatkan diri pada Allah, seperti meningkatkan
ibadah dan selalu berdo’a agar rumah tangga tetap diberi ketenangan dalam
menghadapi permasalahan yang ada serta slalu berusaha dan berupaya dengan
diiringi do’a. Memenuhi hak-hak untuk anak, memenuhi hak anak adalah
kewajiban orang tua serta anak sendiri adalah amanah dari Allah sehingga sudah
selayaknya orang tua memenuhi hak-haknya.
Dukungan keluarga dan lingkungan sekitar, karena keluarga dan lingkungan
sekitar 90% sangat dominan memberikan dukungan dalam proses penyembuhan
yang dilakukan. Selanjutnya Interent keluarga terkait pemahaman tentang
keluarga sakinah yang sudah selalayaknya saling memahami dan menerima
kekurangan masing-masing.
B. Saran
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di sekitar kota atau kabupaten
Blitar (terutama di Jl. Kalimantan Kota Blitar), maka perlu kiranya peneliti
memberikan beberapa saran atas permasalahan yang terjadi, antara lain kepada:
1. Bagi para keluarga autis untuk lebih meningkatkan ketakwaan terhadap
Allah, tidak hanya karena ada permasalahan saja namun sebagaimana
layaknya seorang hamba baik dalam keadaan susah maupun senang, serta
lebih meningkatkan kembali tentang pemahaman akan keluarga sakinah agar
keluarga sakinah dapat muncul tidak hanya ketika ada permasalahan namun
sejak awal dibentuknya keluarga tersebut
131
2. Bagi lembaga yang berangkutan setidaknya lebih meningkatkan kualitas baik
daripara knselor maupun fasilitas yang ada mengingat saat ini semakin
meningkatnya para penderita autis terutama di Kota Blitat
3. Bagi masyarakat luas setidaknya lebih mampu menghargai perbedaan yang
ada di sekitar kita karena tidak ada segala sesuatu yang sempurna seperti
halnya ana-anak autis yang ssungguhnya memiliki kelebihan dibalik
kekuranganya tidak perlu mendapatkan pengucilan, dan merasa disingkirkan
dari masyarakat yang akhirnya terdiskrimisasi.
Karena padadasarnya adagium menyatakan keluarga adalah garda terdepan
dalam membangun masa depan bangsa peradaban dunia. Dari rahim keluarga
lahir berbagai gagasan perubahan dalam menata tatanan masyarakat yang
lebih baik. Tidak ada satu bangsa pun yang maju dalam kondisi sosial
keluarga yang kering spiritual, dengan memaknai religiusitas dalam
hidupnya. Karena itu, Al-Qur’an memuat ajaran tentang keluarga begitu
komprehensif, mulai dari urusan komunikasi antar individu dalam keluarga
hingga relasi sosial antar keluarga dalam masyarakat.
4. Selanjutnya bagi Negara setidaknya perhatian terhadap anak-anak yang
berkebutuhan khusus atau yang mengalami kecacatan terutama autis lebih
ditingkatkan mengingat anak-anak tersebut juga bagian dari generasi penerus
bangsa serta jaminan hak-hak bagi anak yang tercover didalam Undang-
Undang Perlindungan Anak No : 23 Tahun 2002 serta dukungan internasional
dengan adanya Konvensi Hak-hak anak Diadopsi dari Dewan Umum PBB
pada tanggal 20 November 1989.
132
5. Para pembaca karya ini perlu memperhatikan, bahwa sebuah keluarga yang
sakinah itu harus dibangun dengan pondasi yang kuat yaitu adanya keimanan
yang tebal, sehingga tujuan untuk mewujudkan keluarga yang sakinah dapat
terwujud dengan baik
6. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan melanjutkan guna lebih
menyempurnakan penelitian ini dengan meneliti Implikasi anak autis
terhadap kesakinahan keluarga. Karena saat ini anak-anak autis cenderung
meningkat sehingga memjadi suatu ambiguitas terkait kesakinahan keluarga
tersebut sebab anak adalah salah satu komponen keluarga yang mampu
duntuk dibanggakan.
133
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jauhari Mahmud, Muhammad dkk (2000) Membangun Keluarga Qur’ani.
Jakarta: Amzah. Abdul Azis Al-Khauli, Muhammad (2006) Membina Keluarga Islami Menuju
Keutamaan Hidup. Semarang : Pustaka Adnan. Al Umar, Nashir (2008) Keluarga Modern tapi Sakinah. Solo : Aqwam. A. Partanto, Pius dkk (1994 ) Kamus Ilmiah popular. Surabaya : Arkola. Abidin, Slamet dkk (1999) Fikih Munakahat I, Bandung : Pustaka Setia.
Amiruddin dan Zainal Asakin (2004) Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta : PT Rajagrafindo.
Alfiyah, Iis Inayatul (2007) Dampak Bencana Lumpur Lapindo Terhadap
Keharmonisan Keluarga (Suti Kasus Ds. Jatirejo Kec. Porong Kab. Sidoarjo) Skripsi. Malang : UIN.
Arikunto, Suharsimi (1997) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Ashofa, Burhan (2004) Metode Penelitian Hukum. Jakarta : Rineka Cipta.
Danuatmaja, Bonny ( 2003)Terapi Anak Autis di Rumah. Jakarta : Perpustakaan
Nasional RI : katalog dalam terbitan KDT. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1995), Kamus Besar Bahasa Indonesia
edisi kedua. Jakarta : Balai Pustaka. Dja’far shiddieq, Umay M (2004) Indahnya Keluarga Sakinah Dalam Naungan Al-
Qur’an dan Sunnah. Jakarta : Zakia Press. Faridl, Miftah (2005) Rumahku Surgaku Romantika dan Solusi Rumah Tangga.
Jakarta : Gema Insani. Hakim, Nurul (2008) Makalah Konsep Keluarga sakinah Prespektif UU No.1 Tahun
1974 dan PP No.10 Tahun 1983 (disampaikan pada seminar keluarga di Universitas Surabaya 30 Januari 2008).
Hasan, M. Ali (2003) Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam. Jakarta :
Sidija.
134
Handoyo, Y (2004) Autisma; Petunjuk Praktis dan Pedoman Materi untuk Mengajar Anak Normal, Autis dan Prilaku lain. Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia.
Hamid Kisyik, Abdul (2005) Bimbingan Islam Untuk Mencapai Keluarga Sakinah.
Bandung : Al Bayan Mizan. Hendriani, Wiwin dkk (2006) Penerimaan Keluarga Terhadap Individu Yang
Mengalami Keterbelakangan Mental, INSAN Vol 8 No: 2 (Agustus : 2006). Hidayah, Su’da (2006) Problematika Penerapan Metode ABA Dalam Proses Terapi
Autis di Sekolah Autis RIVER KID’S Malang, Skripsi. Malang : UIN. Junaedi, Dede (2007) Keluarga Sakinah Pembinaan dan Pelestarianya, (Jakarta :
Akademia Pressindo. Masra, Ferizal (2007) Autisme: Gangguan Perkembangan Ana,Tempo (Senin 16
April 2007. Juraidi,Sudahkah Kita Sakinah, majalah keluarga (November 2000 ) Muhammad Syekh Bin Shali Al Utsaimin (2007) Hak-Hak Yang sesuai Fitrah dan
Dikuatkan Oleh Syari’ah Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. Karim Bakkar,Abdul (2005) 75 langkah Cemerlang Melahirkan Anak Unggul,
Jakarta: Robbani Press. Konvensi Hak-Hak Anak Diadopsi dari Dewan Umum PBB Pada Tanggal 20
November tahun 1989. Majalah Al-Manar (2002) 12 Agustus.
Mubarok, Jaih (2005) Modernisasi Hukum Perkawinan Di Indonesia, Bandung:
Pustaka Bani Qurisy. Moleong, Lexi J (2006) Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Rosdakarya.
Mccandless, Jaquelyn (2003) Cildren With Starving Brains, Jakarta : Grasindo.
Nazir, (2005) Metode Penelitian Bogor : Ghalia.
Pedoman Karya Ilmiah (2005) Malang : Fakultas Syari’ah UIN Malang.
135
R. Mulyadi (2006) Upaya Mewujudkan Rumah Tangga Sakinah, Mawadah, Rahmah, Majalah Perkawinan dan Keluarga (Oktober 2006).
Rosyidah, Atik (2006) Upaya Pemenuhan Nafkah Batin Para suami Tenaga Kerja Wanita dan Implikasinya terhadap kesakinahan keluarga (Studi Kasus di desa PAdas Kecamatan Dagangan Kabupaten Madiun) Skripsi. Malang : UIN.
Sadarmayanti (2002) Metodologi Penelitian, Bandung : Mandar Maju.
Sekolah Untuk Penyandang Autis, Republika (Senin 31 Maret 2008).
Shalih Al-Munajjid, Muhammad (2007) 40 Kiat Menuju Keluarga Sakinah,
Jokjakarta : Pustaka Fahima.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi (1995) Metode Penelitian Survey, Jakarta: LP3S
Sudjana, Nana dan Ahwal Kusuma (2000) Proposal Penelitian di Perguruan Tinggi
Bandung: Sinar Baru Algasindo. Subhan, Zaitunah (2004) Membina Keluarga sakinah, Jokjakarta : Pustaka
Pesantren. Soenandar Adriana, Ginanjar (2007) Memahami Spektrum Autistik Secara Holistik,
Disertasi Doktor Jakarta : Universitas Indonesia. Shihab, M. Quraish (2007) Pengantin Al-Qur’an Kado Permata Buat Anak-Anakku,
Jakarta : Lentera Hati. Zainal Alimin, Pemahaman Konsep Pendidikan Kebutuhan Khusus Dan Anak
Berkebutuhan Khusus.Html (Di akses pada 9 juni 2008) http://id.wikipedia.org/wiki/Autisme (Di akses pada 5: 10 pagi 22 April 2008)
http://www.gatra.com/2007-03-10/artikel.php?id=102873)(Di akses pada 4:56 pagi
22 April 2008)
Deteksi dini Dilakukan, www.kompas.com (Diakses pada 17 Mei 2008)
http://id.wikipedia.org/wiki/Autisme (Diakses pada 5: 10 pagi 22 April 2008)
136
Henning Rye, Membantu Anak dan Keluarga Yang Berkebutuhan Khusus Sebuah Pendekatan Berorientasi Sumber, http://dewo.wordpress.com/2006/01/17/anak-autis/ (Diakses pada 9 juni 2008)
Emanuel Setio Dewo, Anak Autis, http://dewo.wordpress.com/2006/01/17/anak-
autis/ (Diakses pada 17 mei 2008, 5:10 pagi) Julia Maria van Tie,Perlu Kehati-Hatian Menegakkan Diagnosa Autisme,
http://lita.inirumahku.com/health/lita/ciri-ciri-autisme-bagian-1/ (Diakses pada 17 mei 2008)
http.www.\Net\autis\autisme-gangguan-perkembangan-anak_16.html (Diakses pada
1 mei 2008)
Diki, Hak Anak Autis, http://deckie.wordpress.com/2008/02/19/hak-anak-anak/ (Di Akses pada 30 Mei 2008)
ZuliaFemale,KeluargaDambaan,http://serpongmosleemah.wordpress.com/2008/05/15/keluarga-sakinah-keluarga-dambaan/ (Diakses pada 17 mei 2008)
137
DEPARTEMEN AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG FAKULTAS SYARI’AH
JL. Gajayana 50 malang Telp. (0341) 551354 fax (0341) 572533
BUKTI KONSULTASI Nama : Nurul Laila
NIM / Jurusan : 04210069 / Al-Ahwal Al-Syahsiyah
Pembimbing : Dra. Mufidah CH, M.Ag
Judul : Upaya Keluarga Autis Dalam Membina Keluarga
Sakinah
(Studi Di Lembaga Pendidikan Autis Aldewees Kota
Blitar)
NO Tanggal Hal yang dikonsultasikan Tanda Tangan
1
2
3
4
5
6
15 April 2008
06 Mei 2008
23 Mei 2008
14 Juni 2008
18 September 2008
11 Oktober 2008
Konsultasi Proposal
Konsultasi Bab I
Konsultasi Bab II
ACC Bab I, II dan III
Konsultasi Bab IV dan V
ACC Semua Bab
Malang, 14 Oktober 2008
Mengetahui, Dekan Fakultas Syari’ah
Drs. H. Dahlan Tamrin, M.Ag
NIP. 150 216 425
138
top related