kajian bioekologi dalam rangka menentukan arah pengelolaan ... · lokasi yang dipilih adalah daerah...
Post on 09-Mar-2019
221 Views
Preview:
TRANSCRIPT
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan dari bulan Mei 2009 sampai dengan November 2010 dengan
lokasi pengambilan sampel ikan belida dan pengamatan kualitas perairan di Sungai
Kampar Prov. Riau. Sebagai pembanding, juga dilakukan pengambilan sampel ikan
belida di Sungai Indragiri Hilir (Provinsi Riau), Sungai Penyak (Provinsi Bangka
Belitung), Sungai Mahakam (Provinsi Kalimantan Timur) dan Sungai Barito (Kalimantan
Selatan) untuk keperluan analisa genetika populasi. Penelitian secara keseluruhan terdiri
atas:
1. Penelitian biologi populasi ikan belida berdasarkan karakter marka molekuler,
morfologi dan fluktuasi asimetri. Analisa marka molekuler berdasarkan gen daerah
kontrol mtDNA dan gen sitokrom b mtDNA, analisisnya dilakukan di laboratorium
Ekologi Molekuler, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor. Analisis morfologi dan fluktuasi asimetri dilakukan di
Laboratorium Hidrobiologi, Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palembang.
2. Penelitian kebiasaan makanan ikan belida. Analisisnya dilakukan di Laboratorium
Biologi Makro I, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dan
Laboratorium Hidrobiologi, Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palembang.
3. Penelitian biologi reproduksi ikan belida. Analisisnya dilakukan di Laboratorium
Biologi Makro I, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dan
Laboratorium Hidrobiologi, Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palembang.
4. Penelitian pertumbuhan ikan belida. Analisisnya dilakukan di Laboratorium
Hidrobiologi, Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palembang.
5. Penelitian kondisi lingkungan. Analisisnya dilakukan di lima stasiun Sungai Kampar
(in-situ) dan di Laboratorium Kimia, Balai Riset Perikanan Perairan Umum
Palembang.
20
Prosedur Penelitian
a. Lokasi dan Jumlah Sampel
Pengambilan sampel ikan belida dilakukan di Sungai Kampar, Sungai Indragiri
Hilir (Provinsi Riau), Sungai Penyak (Provinsi Bangka Belitung), Sungai Mahakam
(Provinsi Kalimantan Timur) dan Sungai Barito (Kalimantan Selatan) (Gambar 7).
Pengamatan bioekologi ikan belida terkait dengan aspek makanan, pertumbuhan,
reproduksi dan parameter lingkungan dilakukan di Sungai Kampar Provinsi Riau
(Gambar 8). Lokasi penelitian dibagi menjadi 5 stasiun, yaitu:
Stasiun I : Waduk Kutopanjang (koordinat 00019’5,39” LU, 100
044’3,79” BT).
Stasiun ini merupakan stasiun yang terletak di Sungai Kampar Kanan (bagian hulu) yang
memiliki tipe perairan waduk. Lokasi yang dipilih adalah daerah sekitar Batu Bersurat.
Pemilihan lokasi ini dilakukan secara purposive, tempat banyak dijumpai ikan belida.
Stasiun II : Teso (koordinat 00003’2,34” LU, 101
023’2,71” BT). Anak Sungai
Kampar Kiri, merupakan stasiun yang terletak di Sungai Kampar kiri, bagian hulu Sungai
Kampar.
Stasiun III : Langgam (koordinat 00015’4,69” LU, 101
042’4,55” BT). Langgam
terletak di bagian tengah Sungai Kampar, merupakan pertemuan antara Sungai Kampar
Kiri dan Sungai Kampar Kanan. Stasiun ini memiliki berbagai tipe perairan, seperti:
sungai utama, anak sungai dan danau rawa.
Stasiun IV : Rantau Baru (koordinat 00017’1,06” LU, 101
048’1,22” BT). Stasiun ini
terletak di Sungai Kampar utama, pada zona tengah mendekati hilir. Rantau Baru telah
dipengaruhi pasang surut air laut.
Stasiun V : Kuala Tolam (koordinat 00019’3,10” LU, 102
011’2,60” BT). Kuala
Tolam merupakan stasiun penelitian yang terletak di zona hilir Sungai Kampar. Perairan
Kuala Tolam memiliki banyak vegetasi tepian dengan perairan yang bersifat asam.
21
Keterangan:
1. Kampar 3. Penyak 5. Mahakam
2. Indragiri Hilir 4.Barito
Gambar 7. Lokasi pengambilan sampel ikan belida
Gambar 8. Lokasi pengambilan sampel ikan belida dan pengamatan kualitas lingkungan
di Sungai Kampar
22
Ikan belida ditangkap dengan menggunakan lukah, sempirai, serok, pancing dan
bubu. Identifikasi ikan belida menggunakan kunci identifikasi berdasarkan Kottelat et al.
(1993; 1997). Pengambilan sampel untuk aspek kajian biologi populasi dilakukan
sepanjang tahun 2009 dan 2010. Pengambilan sampel ikan belida untuk aspek kajian
makanan, pertumbuhan dan reproduksi dilakukan setiap tiga bulan sekali selama tahun
2009 yaitu bulan Mei, Agustus dan November 2009 dan untuk tahun 2010 dilakukan
pengambilan sampel setiap bulan dari bulan Februari 2010 sampai dengan November
2010. Pengukuran parameter lingkungan dilakukan setiap tiga bulan sekali dimulai dari
bulan Mei 2009 sampai dengan November 2010 yang mewakili musim hujan dan musim
kemarau. Aspek kajian, objek yang dikaji dan daftar sampel yang digunakan dalam
penelitian, terlihat dalam Tabel 2.
Tabel 2. Aspek kajian, objek yang dikaji dan daftar sampel yang digunakan dalam
penelitian
Aspek Kajian Objek yang dikaji Lokasi Jumlah Keterangan
Marka Gen 1. Waduk Kutopanjang 10 ekor Pengambilan
molekuler Daerah kontrol 2. Teso 11 ekor sampel :
mtDNA 3. Langgam 10 ekor tahun 2010
4. Rantau Baru 10 ekor
5. Kuala Tolam 10 ekor
6. Sungai Barito 1 ekor
7. Sungai Indragiri 1 ekor
8. Sungai Penyak 1 ekor
54 ekor
Sitokrom b 1. Waduk Kutopanjang 3 ekor Pengambilan
mtDNA 2. Langgam 2 ekor sampel :
3. Rantau Baru 3 ekor tahun 2010
4. Sungai Indragiri Hilir 3 ekor
5. Sungai Mahakam 4 ekor
15 ekor
Morfologi ikan belida 1. Waduk Kutopanjang 16 ekor Pengambilan
2. Teso 13 ekor sampel :
3. Langgam 12 ekor sepanjang tahun
4. Rantau Baru 37 ekor 2009-2010
5. Kuala Tolam 17 ekor
6. Sungai Barito 10 ekor
ikan putak 7. Sungai Musi 9 ekor
114 ekor
Fluktuasi ikan belida 1. Waduk Kutopanjang 16 ekor Pengambilan
Asimetri 2. Teso 14 ekor sampel :
3. Langgam 12 ekor sepanjang tahun
4. Rantau Baru 25 ekor 2009-2010
5. Kuala Tolam 17 ekor
84 ekor
23
Lanjutan tabel..
Aspek Jenis Lokasi Jumlah Keterangan
Makanan ikan belida 1. Waduk Kutopanjang 37 ekor Pengambilan
2. Teso 20 ekor sampel :
3. Langgam 38 ekor sepanjang tahun
4. Rantau Baru 32 ekor 2009-2010
5. Kuala Tolam 49 ekor
176 ekor
Pertumbuhan ikan belida 1. Waduk Kutopanjang 49 ekor Pengambilan
2. Teso 159 ekor sampel :
3. Langgam 107 ekor sepanjang tahun
4. Rantau Baru 109 ekor 2009-2010
5. Kuala Tolam 94 ekor
507 ekor
Reproduksi ikan belida 1. Waduk Kutopanjang 16 ekor Pengambilan
2. Teso 15 ekor sampel :
3. Langgam 16 ekor sepanjang tahun
4. Rantau Baru 26 ekor 2009-2010
5. Kuala Tolam 24 ekor
97 ekor
b. Biologi Populasi
b.1 Aspek Molekuler
Pengambilan dan penanganan ikan sampel
Pengambilan sampel ikan dilakukan sepanjang tahun 2009 dan 2010 pada lima
stasiun pengambilan sampel dengan menggunakan alat pancing, lukah, serok dan
sempirai yang dibantu oleh nelayan setempat (Lampiran 2). Lima stasiun pengambilan
sampel di Sungai Kampar tersebut adalah Waduk Kutopanjang, Teso, Langgam, Rantau
Baru dan Kuala Tolam (Gambar 8 dan Lampiran 1). Sebagai pembanding dilakukan
pengambilan sampel ikan belida dari Sungai barito (Prov. Kalimantan Selatan), Sungai
Indragiri Hilir (Prov. Riau), Sungai Penyak (Prov. Bangka Belitung) dan Sungai
Mahakam (Prov. Kalimantan Timur) (Gambar 7). Ikan sampel diambil secara acak
dengan jumlah sampel untuk pengamatan molekuler berkisar antara 1 sampai 11
specimen pada setiap lokasi.
Setiap specimen yang terpilih, dilakukan koleksi darah dan sebagian otot (kurang
lebih berukuran 1 x 1 cm), selanjutnya dimasukkan atau disimpan dalam vial tube yang
telah berisi alkohol absolut 99%. Vial tube diberi kode dan asal specimen, untuk
kemudian disimpan dalam suhu kamar. Scapel dan sarung tangan untuk koleksi darah dan
24
otot hanya digunakan sekali untuk setiap specimen dan langsung dibuang. Vial tube
hanya berisi darah atau otot dari hanya satu specimen sampel. Selanjutnya vial tube
dibawa ke laboratorium untuk dilakukan ekstraksi dan isolasi mtDNA.
Ekstraksi dan isolasi mtDNA
Isolasi DNA dilakukan menggunakan Genomic DNA mini kit for blood (Geneaid)
yang dimodifikasi. Sel-sel darah ikan belida yang disimpan dalam alkohol 70% dicuci
dengan air destilata dua kali kemudian disuspensikan dalam bufer STE (NaCl 1M, Tris-
HCL 10mM, EDTA 0.1mM, pH 8) hingga volume 350µl. Sel-sel darah dilisis dengan
SDS 1% dan proteinase K 0.125 mg/ml pada suhu 55oC selama 1 jam sambil dikocok
pelan. Metode ekstraksi DNA selanjutnya mengikuti petunjuk Genomic DNA mini kit for
fresh blood (Geneaid).
Amplifikasi dan visualisasi fragmen mtDNA
Amplifikasi sebagian fragmen D-Loop mtDNA menggunakan primer L-15 940-
Thr (Forward): 5'-AAG GTG TAA TCC GAA GAT TG-3' dan CR-H (reverse): 5'-TAA
CGA ACT TAT GTA CGA CG-3') (Takagi et al. 2006). Sedangkan primer yang
digunakan untuk mengamplifikasi fragmen lengkap gen cytochrome b (1140) adalah:
L15930 (forward): 5΄-CTT CGA TCT TCG rTT TAC AAG-3΄. H14724 (reverse): 5΄-
TGA TAT GAA AAA CCA TCG TTG-3΄ dari Lavoue and Sullivan (2004).
Komposisi reaksi PCR dilakukan dengan volume akhir 50 µl terdiri atas sampel
DNA 5 µl, DW steril 16 µl, primer masing-masing 2 µl dan Taq ready mix 25 µl. Reaksi
PCR dilakukan menggunakan mesin thermocycler BIOER dengan kondisi sebagai
berikut: tahap pradenaturasi 95°C selama 10 menit, tahap kedua yang terdiri dari 35 siklus
yang masing-masing mencakup tahap denaturasi 94°C selama satu menit, penempelan
primer (annealing) pada suhu 48°C (42°C untuk gen sitokrom b) selama satu menit,
pemanjangan (extension) pada suhu 72 °C selama 1,5 menit dan tahap terakhir yaitu
pemanjangan akhir (final extension) pada suhu 72 °C selama 7 menit. Produk PCR diuji
menggunakan PAGE 6% dalam bufer 1x TBE (10 Mm Tris-HCL, 1 M asam borat, dan
EDTA 0.1 Mm) yang dijalankan pada kondisi 200 Mv selama 30 menit. Selanjutnya
DNA diwarnai dengan pewarnaan sensitif perak.
25
Perunutan produk PCR
Produk PCR di atas gel poliakrilamid yang berukuran sesuai dengan desain primer
dimurnikan dengan metode agarose-gel-cutting yang diikuti dengan spin-coloumn DNA
extraction from gel. Produk PCR yang sudah dimurnikan dijadikan cetakan dalam PCR
for sequencing dengan menggunakan pasangan primer yang sama dengan ampilfikasi
awal. Pekerjaan ini dilakukan di First Base DNA Sequencing Service Singapura. Ilustrasi
pekerjaan dalam tahapan analisis mtDNA terlihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Tahapan analisis DNA secara ringkas
Analisa data
Hasil perunutan nukleotida diedit secara manual berdasarkan kromatogram.
Runutan nukleotida yang sudah diedit kemudian saling disejajarkan antara bagian
forward dan reverse menggunakan Clustal W yang tertanam dalam MEGA 4.0
(Molecular Evolutionary Genetics Analysis) (Tamura et al. 2007).
» Analisa filogeni
Analisis filogeni Neighbour Joining (NJ) dilakukan menggunakan MEGA 4.0
(Tamura et al. 2007), berdasarkan model substitusi nukleotida Kimura-2-paramater
dengan bootstrap 10.000 kali.
26
» Keragaman haplotipe
Keragaman haplotipe dianalisa berdasarkan rumus yang dikemukakan oleh Nei
(1987), dilakukan menggunakan Arlequin v1.1 (Excoffier et al. 2005) yaitu :
H=N(1-Σxi²)
(N-1)
X = Frekuensi haplotipe dalam populasi
N = Jumlah sampel
» Keragaman nukleotide
Keragaman nukleotide dianalisa berdasarkan rumus yang dikemukakan oleh Nei
(1987), dilakukan menggunakan Arlequin v1.1 (Excoffier et al. 2005) yaitu :
π= ∑fifjPij
fi = Frekuensi haplotipe ke i
fj = Frekuensi haplotipe ke j
Pij = Perbedaan sekuense diantara dua haplotipe
» Jarak genetik
Jarak genetik dianalisa berdasarkan rumus yang dikemukakan oleh Nei (1987),
dilakukan menggunakan MEGA 4.0 (Tamura et al. 2007) yaitu :
D=- Ln I
I = Jab
√JaiJbi
i = Haplotipe ke i
ai = Frekuensi haplotipe ke –i dari populasi A
bi = Frekuensi haplotipe ke –i dari populasi B
Jaibi = Perkalian frekuensi haplotipe ke i dari populasi A dan
frekuensi haplotipe ke-I pada populasi B
jb ja adalah rata-rata Ja, jb untuk semua haplotipe
» Kostruksi network haplotipe
Identifikasi haplotipe dan kontruksi network haplotipe berdasarkan NETWORK
4.5.1.6 (Polzin and Daneshmand 2004).
27
» Analisa struktur genetik
Analisa keterpisahan genetik populasi ikan belida di Sungai Kampar, Prov. Riau
dilakukan menggunakan hierarki analisa varian molekular (AMOVA) yang tertanam
dalam paket program Arlequin v1.1 (Excoffier et al. 2005). Struktur analisisnya sama
dengan F-statistik konvensional, namun diaplikasikan untuk haplotipe mitokondria.
Perbedaan nyata untuk besaran Fst disimpulkan dari distribusi nul yang dibangun dari
alokasi acak haplotipe untuk mensimulasi populasi yang memiliki jumlah sama seperti
populasi aslinya. Nilai probabilitas dihitung dengan 10.000 uji permutasi yang menjamin
memiliki kurang dari 1% perbedaan (Nei 1987). Untuk mengeksplorasi hipotesis tentang
adanya struktur genetik ikan belida, tingkat perbedaan yang nyata dari alternatif
kelompok populasi di analisa menggunakan Fst berpasangan dari perbedaan mutasi
diantara haplotipe. Analisa keterpisahan genetik antar populasi dilakukan berdasarkan
perbedaan molekular dengan AMOVA, frekuensi haplotipe diantara populasi dan besaran
keragaman genetik.
b.2 Aspek Morfologi ( Morfometrik dan Meristik)
Pengambilan sampel ikan
Pengambilan sampel ikan dilakukan sepanjang tahun 2009 dan 2010 pada lima
stasiun pengambilan sampel dengan menggunakan alat pancing, lukah, serok dan
sempirai yang dibantu oleh nelayan setempat (Lampiran 2). Lima stasiun pengambilan
sampel di Sungai Kampar tersebut adalah Waduk Kutopanjang, Teso, Langgam, Rantau
Baru dan Kuala Tolam (Gambar 8 dan Lampiran 1). Sebagai pembanding dilakukan
pengambilan sampel ikan belida dari Sungai barito (Prov. Kalimantan Selatan), Sungai
Indragiri Hilir (Prov. Riau), Sungai Penyak (Prov. Bangka Belitung) dan Sungai
Mahakam (Prov. Kalimantan Timur) (Gambar 7). Ikan sampel diambil secara acak
dengan jumlah sampel untuk pengamatan morfologi berkisar antara 10-50 specimen pada
setiap lokasi.
Penanganan dan pengukuran ikan sampel
Sampel ikan belida utuh selanjutnya disebut carcass, ditandai (tagging) dituliskan
kode dan lokasi asal spesimen dengan menggunakan dymo machine; contohnya LG 001.
Sampel yang sudah ditandai selanjutnya di diawetkan dengan cara direndam secara
28
bertahap pada larutan alkohol 5% (10 menit), 10%(10 menit), 20% (10menit), 40% (10
menit) dan penyimpanan akhir dalam larutan alkohol 75%.
Pengukuran karakter morfologis secara morfometrik dilakukan dengan
meletakkan ikan uji pada posisi kepala menghadap ke kiri dan sirip dibiarkan alami.
Pengukuran karakter morfometrik spesimen dilakukan dengan menggunakan digital
caliper yang memiliki ketelitian sampai 0.10 mm, sedangkan karakter meristik dilakukan
penghitungan manual dibantu kaca pembesar. Metode pengukuran dengan menggunakan
manual digital calliper adalah metode yang sampai saat ini paling banyak digunakan
dalam studi morfologi, paling tidak terdapat 31 dari 42 studi tentang subjek ini yang telah
dipublikasikan (Schaeffer 1991).
Karakter morfometrik yang diukur meliputi 18 titik pengukuran pada tubuh ikan
belida, yaitu:
1. Panjang standar, ditulis SL (Standard Length), diukur dari anterior mulut atau bibir
atas (premaxilla) sampai ke bagian tengah atau pelipatan sirip caudal; dinyatakan
dalam mm.
2. Panjang operkulum kedua, ditulis DSO (Distance to Second Operculum), diukur dari
ujung bagian kepala terdepan sampai dengan operculum kedua; dinyatakan dalam
%SL.
3. Panjang hidung, ditulis SNL (Snout Length), diukur dari ujung bagian kepala terdepan
sampai dengan lubang hidung; dinyatakan dalam %SL.
4. Lebar kepala, ditulis HW (Head Width ), merupakan jarak lurus terbesar antara kedua
keping tutup insang pada kedua sisi kepala; dinyatakan dalam %SL.
5. Lebar interorbital, ditulis IOW (Interorbital Width), Jarak lurus antara kedua mata;
dinyatakan dalam %SL.
6. Panjang rahang atas, ditulis UJM (Upper Jaw Mouth), diukur dari ujung terdepan
mulut bagian atas sampai dengan ujung terbelakang tulang rahang atas; dinyatakan
dalam %SL.
7. Panjang rahang bawah, ditulis LJM (Lower Jaw Mouth), diukur dari ujung terdepan
mulut bagian bawah sampai dengan ujung terbelakang tulang rahang bawah;
dinyatakan dalam %SL.
29
8. Panjang operkulum pertama, ditulis DFO (Distance to First Operculum), merupakan
panjang pectoral; dinyatakan dalam %SL.
9. Diameter mata, ditulis ED (Eye Diameter), merupakan panjang garis tengah rongga
mata; dinyatakan dalam %SL.
10. Panjang pre-pectoral, ditulis PPEL (Prepectoral Fin Length), diukur dari ujung
terdepan mulut bagian bawah dengan ujung terdepan dari sirip pectoral; dinyatakan
dalam %SL.
11. Panjang pre-pelvic, ditulis PPVC (Prepelfiv Length), diukur dari ujung terdepan mulut
sampai dengan pangkal sirip ventral; dinyatakan dalam %SL.
12. Panjang pre-sirip anal, ditulis PPAL (Pre-Anal Length), diukur dari ujung terdepan
mulut sampai dengan pangkal sirip anal; dinyatakan dalam %SL.
13. Panjang diagonal, ditulis DL (Diagonal Length), diukur dari pangkal sirip anal sampai
dengan pangkal sirip dorsal; dinyatakan dalam %SL.
14. Lebar badan, ditulis BW (Body Width), merupakan jarak paling lebar sisi kanan dan
kiri ikan; dinyatakan dalam %SL.
15. Panjang sirip pektoral, ditulis PFL (Pectoral Fin Length), diukur dari ujung sirip
pectoral dengan pangkal sirip pectoral; dinyatakan dalam %SL.
16. Panjang anus, ditulis AL (Anus Length), diukur dari ujung sirip ventral sampai dengan
pangkal sirip ventral; dinyatakan dalam %SL.
17. Panjang sirip dorsal, ditulis DFL (Dorsal fin Length), diukur dari ujung sirip dorsal
sampai dengan dasar sirip dorsal; dinyatakan dalam %SL.
18. Tinggi kepala, ditulis HD (Head Depth), diukur dari garis tegak antara pangkal kepala
bagian atas sampai dengan pangkal kepala bagian bawah; dinyatakan dalam %SL.
Penghitungan karakter meristik, yaitu:
1. Jumlah duri-duri pada bagian ventral di dekat kepala, ditulis NVS (Number of Ventral
Spines).
2. Jumlah jari-jari keras, lemah mengeras, maupun lemah pada sirip anal, ditulis NAF
(Number of Anal Fin Length).
30
3. Jumlah jari-jari keras, lemah mengeras, maupun lemah pada sirip pectoral, ditulis
NPF (Number of Pectoral Fin).
4. Jumlah jari-jari keras, lemah mengeras, maupun lemah pada sirip dorsal, ditulis NDF
(Number of Dorsal Fin).
Pengukuran karakter morfometrik dan meristik ikan belida pada 22 karakter morfologis
pada bagian sisi sebelah kiri tubuh ikan, terlihat pada Gambar 10.
Analisa data morfologi
Sebelum melakukan analisis, data dari hasil pengukuran morfometrik setiap
karakter dibagi dengan panjang standar (SL) dan dinormalisasi dengan trasformasi log (x
+ 1). Selanjutnya data morfometrik dan meristik dianalisis dengan pendekatan analisis
multivariabel yang didasarkan pada Analisis diskriminan (Discriminant Analysis)
berdasarkan Fisher (1936). Analisa diskriminan dilakukan dengan menggunakan paket
program Statistica versi 6.0.
Metode analisa diskriminan digunakan untuk mendapatkan peta sebaran populasi
ikan sampel dengan nilai kesamaan (index of similarity) di dalam dan di luar kelompok.
Analisa diskriminan juga digunakan untuk menentukan variabel yang dapat membedakan
terhadap pembentukan kelompok populasi menggunakan suatu fungsi diskriminan.
Persamaan fungsi diskriminan (Fisher 1936), yaitu :
Zjk = a + W1X1k + W2X2k + ..... + WnXnk
Keterangan:
Zjk = Diskriminan skore dari fungsi diskriminan j dan objek k
a = intersep
Wi = Koefisien diskriminan untuk variabel bebas i
Xik = Variabel bebas i untuk objek k
31
Gambar 10. Karakter morfologis ikan belida yang diukur (Sudarto komunikasi pribadi) 31
32
b.3 Aspek Fluktuasi Asimetri
Pengambilan sampel ikan
Pengambilan sampel ikan dilakukan sepanjang tahun 2009 dan 2010 pada lima
stasiun pengambilan sampel dengan menggunakan alat pancing, lukah, serok dan
sempirai yang dibantu oleh nelayan setempat (Lampiran 2). Lima stasiun
pengambilan sampel di Sungai Kampar tersebut adalah Waduk Kutopanjang, Teso,
Langgam, Rantau Baru dan Kuala Tolam (Gambar 8 dan Lampiran 1). Ikan sampel
diambil secara acak dengan jumlah sampel untuk pengamatan morfologi berkisar
antara 10-30 specimen pada setiap lokasi.
Penanganan dan penghitungan karakter asimetri
Sampel ikan belida utuh selanjutnya disebut carcass, ditandai (tagging)
dituliskan kode dan lokasi asal spesimen dengan menggunakan dymo machine;
contohnya LG 001. Sampel yang sudah ditandai selanjutnya di diawetkan dengan cara
direndam secara bertahap pada larutan alkohol 5% (10 menit), 10% (10 menit), 20%
(10menit), 40% (10 menit) dan penyimpanan akhir dalam larutan alkohol 75%.
Organ tubuh berpasangan yang diamati dan dihitung adalah jumlah jari-jari
sirip dada, diameter mata dan jumlah tapis insang pada lengkung insang bagian luar
(Gambar 11). Untuk melakukan penghitungan tersebut, terlebih dahulu lembar insang
terluar, sirip dada dan diameter mata, dipisahkan dari bagian tubuh ikan dengan cara
memotong dari pangkal tanpa merusak lembar insang terluar, sirip dada dan diameter
mata ikan. Penghitungan bagian sebelah kiri dan bagian sebelah kanan organ-organ
tersebut dilakukan dibawah mikroskop binokuler. Hasil penghitungan rigi tapis insang
pada lembar insang terluar, jari-jari sirip dada dan diameter mata, selanjutnya
digunakan untuk menghitung nilai fluktuasi asimetri, baik besaran (magnitude)
maupun bilangan (number).
33
Keterangan :
1. Rigi tapis insang pada lembar insang terluar
2. Jari-jari sirip dada
3. Diameter mata
Gambar 11. Karakter fluktuasi asimetri yang diamati
Analisa data fluktuasi asimetri
Fluktuasi asimetri ikan belida diestimasi menggunakan formula (Leary et al.1983) :
FAm = ∑(L-R) dan
N
FAn = ∑ Z
N
Keterangan :
FAm = Fluktuasi asimetri magnitude (besaran)
Fan = Fluktuasi asimetri number (bilangan)
L = Jumlah organ sisi kiri
R = Jumlah organ sisi kanan
Z = Jumlah asimetri untuk ciri meristik tertentu.
N = Jumlah sampel
3
2
1 1 1
34
c. Makanan
Pengambilan sampel ikan
Pengambilan sampel ikan dilakukan setiap tiga bulan sekali pada tahun 2009
yaitu pada bulan Mei, Agustus dan November yang mewakili musim kemarau (Mei
dan Agustus) dan musim hujan (November). Pada tahun 2010 dilakukan koleksi
sampel setiap bulan mulai dari bulan Februari sampai dengan November 2010.
Pengambilan sampel ikan dilakukan pada lima stasiun pengambilan sampel dengan
menggunakan alat pancing, lukah, serok dan sempirai yang dibantu oleh nelayan
setempat (Lampiran 2). Lima stasiun pengambilan sampel di Sungai Kampar tersebut
adalah Waduk Kutopanjang, Teso, Langgam, Rantau Baru dan Kuala Tolam (Gambar
8 dan Lampiran 1).
Ikan yang tertangkap diukur panjang total dan beratnya. Panjang total diukur
dengan menggunakan penggaris yang dimulai dari bagian ujung kepala sampai bagian
paling ujung dari sirip ekor, sedangkan berat ikan ditimbang dengan menggunakan
timbangan dengan ketelitian 1 gram. Selanjutnya ikan dibedah dengan menggunakan
gunting bedah mulai dari anus menuju bagian atas perut secara horisontal sampai
bagian belakang sirip perut dan menuju ke dasar perut. Bagian bawah perut dibuka
sehingga organ-organ dalam dapat dilihat dan jenis kelamin dapat ditentukan dengan
melihat struktur morfologis gonadnya. Saluran pencernaan dipisahkan dari organ
lainnya dan dimasukkan ke dalam botol sampel untuk diawetkan dengan formalin 4%.
Sampel ini dibawa ke laboratorium untuk dianalisis di Laboratorium Biologi Makro I,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium
Hidrobiologi, Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palembang.
Identifikasi Jenis-jenis Makanan
Identifikasi jenis-jenis makanan dilakukan di Laboratorium Biologi Makro I,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium
Hidrobiologi, Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palembang. Saluran pencernaan
ikan yang telah diawetkan, dipisahkan terlebih dahulu antara usus dan lambungnya.
Usus ikan yang telah dipisahkan, diukur panjangnya dengan menggunakan penggaris.
Untuk mengetahui jenis-jenis makanan yang dimakan oleh ikan belida,
dilakukan hal sebagai berikut: melakukan pembedahan lambung untuk mengambil
isinya dan meletakkannya pada cawan petri. Selanjutnya mengelompokkan
berdasarkan jenisnya dan melakukan pengukuran volume masing-masing kelompok
35
tersebut. Pengukuran volume dilakukan menggunakan gelas ukur, dengan cara
mengisi gelas ukur dengan aquades sampai 1 ml, memasukkan jenis makanan yang
telah dikelompokkan ke dalam gelas ukur dan mencatat penambahan volume yang
dihasilkan. Pengukuran volume ini dilakukan pada setiap kelompok jenis makanan,
untuk kemudian mengakumulasi volume total semua kelompok makanan dan
menghitung persentase masing-masing kelompok jenis makanan. Jenis organisme
yang terdapat pada saluran pencernaan diidentifikasi berdasarkan Needham and
Needham (1962). Untuk memperjelas tampilan, organisme tersebut diamati dibawah
mikroskop.
Analisa Makanan Ikan Belida
» Indeks Bagian Terbesar
Indeks bagian terbesar (Index of Preponderance) dihitung dengan
menggunakan rumus perhitungan menurut Natarajan and Jhingran in Effendie (1979)
adalah sebagai berikut :
Keterangan :
IPi = Indeks bagian terbesar jenis organisme makanan ke-i
Vi = Persentase volume jenis organisme makanan ke-i
Oi = Persentase frekuensi kejadian jenis organisme makanan ke-i
Indeks bagian terbesar (Index of Preponderance) makanan dihitung untuk
mengetahui persentase suatu jenis organisme makanan tertentu terhadap semua
organisme makanan yang dimanfaatkan oleh ikan. Jika nilai IP > 40 % maka
organisme tersebut dikategorikan sebagai makanan utama, sedangkan IP antara 4 – 40
% maka organisme tersebut dikategorikan sebagai makanan pelengkap dan jika nilai
IP < 4% maka organisme tersebut dikategorikan sebagai makanan tambahan.
» Luas Relung Makanan
Analisis luas relung makanan dilakukan untuk melihat proporsi sumberdaya
makanan yang dimanfaatkan oleh ikan tersebut. Luas relung dihitung menggunakan
rumus yang dikemukakan oleh Levins in Krebs (1989), yaitu :
36
Keterangan :
Bi = Luas relung makanan kelompok ikan ke-i
Pij = Proporsi organisme makanan ke-i yang dimanfaatkan oleh kelompok ikan ke-i
Pada perhitungannya diperlukan suatu standarisasi agar nilai luas relung yang
dihasilkan berkisar antara 0 – 1 dengan selang yang tidak terlalu besar dan nyata.
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Keterangan :
BA = Standarisasi luas relung (kisaran 0 – 1)
B = Luas relung
n = Jumlah seluruh organisme makanan yang dimanfaatkan
» Index Stomach Content (ISC)
Index stomach content atau konsumsi pakan relatif adalah nilai dari
perbandingan berat isi lambung dengan berat tubuh ikan (Spataru and Gophen diacu
dalam Sulistiono 1998).
Berat Isi Lambung
ISC = X 100
Berat Tubuh
» Penentuan Kelompok Ukuran Panjang
Selang kelas ukuran ikan berdasarkan ukuran panjang total ditentukan dengan
menggunakan perhitungan statistika menurut Walpole (1995) adalah sebagai berikut :
N = 1 + 3.32 log n
Keterangan :
N = Jumlah kelas
n = Jumlah ikan
C = Lebar kelas
Lmax = Panjang total ikan terbesar
Lmin = Panjang total ikan terkecil
37
d. Pertumbuhan
Pengambilan sampel ikan
Pengambilan sampel ikan dilakukan setiap tiga bulan sekali pada tahun 2009
yaitu pada bulan Mei, Agustus dan November yang mewakili musim kemarau (Mei
dan Agustus) dan musim hujan (November). Pada tahun 2010 dilakukan koleksi
sampel setiap bulan mulai dari bulan Februari sampai dengan November 2010.
Pengambilan sampel ikan dilakukan pada lima stasiun pengambilan sampel dengan
menggunakan alat pancing, lukah, serok dan sempirai yang dibantu oleh nelayan
setempat (Lampiran 2). Lima stasiun pengambilan sampel di Sungai Kampar tersebut
adalah Waduk Kutopanjang, Teso, Langgam, Rantau Baru dan Kuala Tolam (Gambar
8 dan Lampiran 1).
Panjang total ikan didapat dari pengukuran panjang tubuh ikan dari ujung
mulut sampai ujung sirip ekor menggunakan penggaris dengan ketelitian 1 milimeter.
Berat ikan didapat dari penimbangan bobot ikan dalam kondisi bagian tubuh yang
utuh menggunakan timbangan dengan ketelitian 1 gram.
Analisa Pertumbuhan Ikan Belida
» Hubungan Panjang-Berat
Hubungan panjang-berat dapat diketahui dengan melihat hubungan panjang
dan berat (Effendie 1997) yaitu :
Keterangan :
W = Berat Ikan (gram)
L = Panjang Ikan (mm)
a, b = Konstanta
Nilai b yang diperoleh digunakan untuk menduga kedua parameter yang
dianalisis, dengan hipotesis :
a. b = 3 menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang sejalan dengan pola
pertumbuhan berat dan pola pertumbuhannya disebut isometrik.
b. b ≠ 3 menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang tidak sejalan dengan
pertumbuhan berat dan pertumbuhannya disebut allometrik. Bila b > 3:
pertambahan berat lebih cepat dibandingkan pertumbuhan panjang
(allometrik positif). Bila b < 3: pertambahan panjang lebih cepat
dibandingkan pertumbuhan berat (allometrik negatif)
38
Kesimpulan dari nilai b yang diperoleh diuji dengan uji t pada kelas
kepercayaan 95 % (α = 0,05).
Hipotesis:
a. H0 : b = 3 (pola pertumbuan isometric)
b. H1 : b ≠ 3 (pola pertumbuhan allometrik)
Apabila t hitung < t tabel maka terima H0
Apabila t hitung > t tabel maka tolak H0
Keeratan hubungan antara panjang dan berat ikan ditunjukkan oleh koefisien
korelasi (r) yang diperoleh. Nilai r mendekati 1 menunjukkan hubungan antara dua
peubah tersebut kuat dan terdapat korelasi yang tinggi, akan tetapi apabila r
mendekati 0 maka hubungan keduannya sangat lemah atau hampir tidak ada (Walpole
1995).
» Koefisien Pertumbuhan panjang
Pertumbuhan panjang ikan dapat dihitung dengan menggunakan Model Von
Bertalanffy dengan rumus sebagai berikut (Sparre dan Venema 1999):
)1()( 0ttK
t eLL
Keterangan:
Lt = Panjang ikan pada umur ke-t (mm)
L∞ = Panjang maksimal (mm)
K = Koefisien pertumbuhan (t 1 )
t0 = Umur hipotesis ikan pada panjang nol (tahun)
Nilai L∞ dan K didapatkan dari hasil penghitungan dengan metode ELEFAN 1
yang terdapat dalam program FiSAT II.
Nilai t0 dapat diduga dengan persamaan berikut (Pauly 1984 dalam Sparre dan
Venema 1999 ):
. Log –(t0) = -0,3922 - 0,2752 Log L∞ - 1,038 Log K
Pendugaan kelompok ukuran dilakukan dengan menganalisis data frekuensi
panjang. Data frekuensi panjang dianalisis dengan menggunakan program ELEFAN I
(Electronic Length Frequencys Analisis) yang dikemas dalam paket program FiSAT
II (FAO-ICLARM Stock Assesment Tool). Ukuran panjang diasumsikan menyebar
normal. Kelompok ukuran diperoleh dengan memisahkan data frekuensi panjang total
39
ke dalam kelompok-kelompok dengan panjang total rata-rata tertentu serta simpangan
bakunya.
» Faktor Kondisi
Faktor kondisi (K) dihitung berdasarkan pada panjang dan berat ikan sampel.
Apabila nilai b = 3 (pertumbuhan isometrik), maka faktor kondisi (KTL) dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut (Effendie 1997):
KTL = 3
510
L
W
Keterangan :
K = Faktor kondisi
W = Berat tubuh (gram)
L = Panjang tubuh (mm)
Namun jika b≠3 (pertumbuhan tersebut bersifat allometrik), maka faktor
kondisi (Kn) dapat dihitung dengan rumus:
Kn = baL
W
Keterangan :
Kn = Faktor kondisi relatif setiap ikan
W = Berat ikan (gram)
a, b = Konstanta
L = Panjang total ikan (mm)
» Mortalitas dan Laju Eksploitasi (E)
Penentuan mortalitas total dengan menggunakan teknik Kuosien Z/K dan
modifikasinya dikembangkan oleh Boverton dan Holt (1957). Metode ini didasarkan
pada asumsi bahwa sampel ikan diperoleh dari populasi yang stabil dengan
penambahan baru dan laju mortalitas yang konstan, serta mengikuti model
pertumbuhan von Bertalanffy. Nilai Z/K dapat diduga jika nilai-nilai L∞, Lc dan L
diketahui dengan persamaan :
atau jika L’ diketahui dapat digunakan rumus :
40
K = Koefisien pertumbuhan pada persamaan von Bertalanffy
L∞ = Panjang asimtotik pada persamaan pertumbuhan von Bertalanffy
L = Rata-rata panjang ikan dalam kelompok umur tertentu
Lc = Panjang ikan pertama tertangkap alat
L’ = Panjang ikan terkecil dalam sampel dengan jumlah sudah dapat
diperhitungkan.
Laju mortalitas alami (M) diduga menggunakan rumus empiris Pauly (1980)
diacu dalam Sparre dan Venema (1999) :
ln M = -0.0152-0,279 ln L∞ + 0.6543 ln K + 0.463 ln T
M = e(lnM)
M = Mortalitas alami
L∞ = Panjang asimtotik pada persamaan pertumbuhan von Bertalanffy
T = Rata-rata suhu permukaan air (oC)
Laju mortalitas penangkapan (F) ditentukan dengan :
F = Z – M
Laju eksploitasi ditentukan dengan menbandingkan mortalitas penangkapan
(F) terhadap mortalitas total (Z) (Pauly, 1984)
Laju mortalitas penangkapan (F) atau laju eksploitasi optimum menurut
Gulland (1971) diacu dalam Pauly (1984) adalah :
Foptimum = M dan Eoptumum = 0.5
e. Reproduksi
Penelitian reproduksi bertujuan untuk mengkaji reproduksi ikan belida yang
meliputi perkembangan gonad secara morfologis dan histologis, ukuran ikan pertama
kali matang gonad, musim pemijahan, lokasi pemijahan, pola pemijahan dan potensi
reproduksi. Pengamatan diameter telur dan fekunditas dilakukan terhadap ikan belida
betina yang sudah matang gonad.
Pengambilan sampel ikan
Pengambilan sampel ikan dilakukan setiap tiga bulan sekali pada tahun 2009
yaitu pada bulan Mei, Agustus dan November yang mewakili musim kemarau (Mei
dan Agustus) dan musim hujan (November). Pada tahun 2010 dilakukan koleksi
sampel setiap bulan mulai dari bulan Februari sampai dengan November 2010.
Pengambilan sampel ikan dilakukan pada lima stasiun pengambilan sampel dengan
41
menggunakan alat pancing, lukah, serok dan sempirai yang dibantu oleh nelayan
setempat (Lampiran 2). Lima stasiun pengambilan sampel di Sungai Kampar tersebut
adalah Waduk Kutopanjang, Teso, Langgam, Rantau Baru dan Kuala Tolam (Gambar
8 dan Lampiran 1).
Ikan belida diukur panjangnya menggunakan penggaris dengan ketelitian 1
mm dan beratnya menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 1 gram.
Selanjutnya ikan tersebut, langsung dibedah untuk melihat jenis kelamin dan tingkat
kematangan gonadnya. Gonad diambil, dipisahkan antara gonad ikan jantan dan
gonad ikan betina lalu diawetkan dengan formalin 5%, selanjutnya gonad tersebut
dianalisis di laboratorium.
Pengamatan gonad ikan sampel di laboratorium
Alat-alat yang digunakan dalam pengamatan di laboratorium adalah alat
bedah, botol sampel, penggaris dengan ketelitian 1 mm, timbangan digital dengan
ketelitian 0.005 gram, cawan petri, mikroskop dengan mikrometer objektif dan okuler,
gelas objek dan tissue. Bahan-bahan yang digunakan yaitu ikan belida, alkohol 99%,
formalin 5% dan larutan bouin untuk memfiksasi gonad ikan yang akan dibuat
preparat histologisnya. Gonad yang telah diawetkan dengan formalin dikeringkan
dengan tissue, kemudian ditimbang berat gonadnya menggunakan timbangan digital
dengan ketelitian 0.005 gram. Gonad yang akan diamati fekunditas dan diameter
telurnya adalah gonad yang memiliki TKG III dan TKG IV. Tingkat kematangan
gonad secara morfologis untuk ikan belida jantan dan betina dianalisis berdasarkan
modifikasi Cassie (Effendie 1992) (Tabel 3).
Tingkat kematangan gonad ikan belida dideskripsikan berdasarkan hasil
pengamatan langsung dengan merujuk tingkat kematangan gonad sesuai modifikasi
Cassie (Effendie 1992). Penentuan fekunditas dilakukan dengan cara mengambil
bagian anterior, tengah dan posterior gonad ikan betina. Gonad contoh ditimbang,
kemudian dihitung jumlah telur yang ada pada gonad contoh tersebut. Untuk
pengukuran diameter telur dilakukan dengan mengambil contoh 100 butir setiap ikan,
lalu dengan menggunakan mikrometer okuler dan objektif dan selanjutnya diukur
diameternya.
42
Tabel 3. Tingkat kematangan gonad ikan (struktur morfo-anatomis) berdasarkan
modifikasi Cassie (Effendie 1979)
JK
TKG Betina Jantan
I Ovari seperti benang, panjang
sampai ke depan rongga tubuh.
Warna jernih. Permukaan licin.
Testis seperti benang, lebih
pendek (terbatas) dan terlihat
ujungnya dirongga tubuh.
Warna jernih.
II Ukuran ovari lebih besar.
Warna lebih gelap kekuning-
kuningan. Telur belum terlihat
jelas dengan mata.
Ukuran testis lebih besar.
Berwarna putih seperti susu.
Telur lebih jelas daripada
tingkat I.
III Ovari berwarna kuning. Secara
morfologi telur mulai kelihatan
butirnya dengan mata.
Permukaan testis tampak
bergerigi. Warna makin putih,
testes makin besar. Dalam
keadaan diawet mudah putus.
IV Ovari makin besar, telur
berwarna kuning, mudah
dipisahkan. Butir minyak tidak
tampak, mengisi 1/2 - 2/3
rongga perut, usus terdesak.
Seperti pada tingkat III tampak
lebih jelas. Testis semakin
pejal.
Preparat histologis gonad ikan sampel digunakan untuk mengetahui tingkat
kematangan gonad secara histologis. Data ini digunakan untuk memverifikasi data
TKG secara anatomis dan untuk memprediksi pola pemijahan. Untuk keperluan
pengamatan struktur histologi tersebut, dilakukan pengambilan gonad ikan jantan dan
betina yang masih segar. Gonad ikan difiksasi dengan larutan Bouin, kemudian
dianalisis di laboratorium dengan proses jaringan (agar dapat dipotong 5-7 mikron),
pemotongan jaringan, dan pewarnaan dengan menggunakan haemotoxylin dan eosin.
Preparasi histologis secara lengkap terlihat pada Lampiran 5.
Analisa Reproduksi Ikan Belida
» Nisbah Kelamin
Nisbah kelamin atau perbandingan antara jumlah ikan belida betina dan
jantan, dapat dihitung berdasarkan rumus yang dikemukakan oleh Effendi (1997):
43
Nk =
Keterangan : Nk = Nisbah kelamin
M = Jumlah total ikan jantan (ekor)
F = Jumlah total ikan betina (ekor)
» Perkembangan Gonad
Perkembangan gonad ditentukan berdasarkan tingkat kematangan gonad
(TKG) secara morfologis dan histologis. Tingkat kematangan gonad secara histologis
untuk ikan belida betina dan jantan dianalisis berdasarkan modifikasi Cassie (Effendie
1992).
» Ukuran Ikan Pertama Kali Matang Gonad
Pendugaan ukuran ikan pertama kali matang gonad dengan menggunakan
metode Sperman Karber (King 1995). Kriteria matang gonad adalah pada TKG IV,
adapun rumusnya adalah sebagai berikut:
Keterangan:
Xk = Logaritma nilai tengah pada saat ikan matang gonad 100%
= rata-rata selisih logaritme nilai tengah
Pi = ri/ni
ri = jumlah ikan matang gonad pada kelas ke i
ni = jumlah ikan total
» Indeks Kematangan gonad
Indeks kematangan gonad ikan belida dihitung dengan rumus sebagai berikut
(Effendie 1979) :
IKG (%) = (Bg : Bt ) x 100
Keterangan :
IKG = Indeks kematangan gonad
Bg = Berat gonad (gram)
Bt = Berat tubuh (gram)
)(2
Pixx
XLogM k
x
44
» Fekunditas
Fekunditas ditentukan dengan metode gravimetrik dengan menggunakan
rumus berikut (Effendie 1979) :
F = Q
G×N
Keterangan :
F = Fekunditas (butir)
G = Berat gonad (gram)
Q = Berat gonad sampel (gram)
N = Jumlah telur pada gonad sampel (butir)
» Pola Reproduksi
Pola reproduksi ditentukan berdasarkan sebaran diameter telur yakni dengan
melihat modus penyebarannya. Apabila terlihat dua modus penyebaran, pola
pemijahannya berlangsung dalam waktu yang panjang atau telur yang dikeluarkan
sebagian-sebagian (partial spawning). Jika terdapat penyebaran ukuran satu modus,
pola pemijahan berlangsung dalam waktu yang singkat (total spawning).
f. Kondisi Lingkungan
Pengukuran parameter lingkungan
Pengukuran parameter lingkungan dilakukan setiap 3 bulan sekali mulai bulan
Mei 2009 sampai dengan November 2010 yang mewakili musim hujan dan musim
kemarau. Penentuan titik sampling untuk pengamatan parameter lingkungan
disamakan dengan titik pengambilan sampel ikan belida, dan dilakukan pengambilan
data kualitas air sebanyak tiga kali ulangan dengan masing-masing jarak antar titik
ulangan ± 10 – 500 meter.
Pengamatan parameter fisika dan kimia perairan berpedoman pada APHA,
AWWA and WPCF (1981), Bain and Stevenson (1999) dan Effendi (2003), seperti
terlihat pada Tabel 4. Untuk pengukuran turbiditas, kesadahan dan amoniak,
dilakukan di laboratorium Kimia, Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palembang.
Sampel air diambil menggunakan botol sampel dan disimpan dalam kotak dingin
yang suhunya selalu dijaga dingin. Analisa vegetasi berupa persentase kerapatan
vegetasi berdasarkan peta citra dan foto yang dikuantifikasi, besaran yang diperoleh
kemudian dilakukan skoring dan pembobotan.
45
Tabel 4. Parameter, metode pengukuran, bahan dan alat
No Parameter Yang
Diamati
Metode Bahan Alat
I Parameter Fisika
1 Suhu Termografik - Termometer air raksa
2 Kedalaman Langsung
dengan alat
- Depth sounder
3 Kecepatan Arus Langsung
dengan alat
- Stopwatch dan tali
penduga
4 Turbiditas Langsung
dengan alat
- Turbidity meter
5 Curah Hujan Data sekunder
6 Debit Air Data sekunder
II Parameter Kimia
1 pH Langsung
dengan alat
pH indicator
2 Oksigen terlarut Langsung
dengan alat
- DO Meter
3 Kesadahan Titrimetri - H2S04 0.02 N
- (216 cc) (2.8 ml H2S04 p jadikan 100 ml (H2SO4
0.1 N) ambil 200 H2S04 0.1 N jadikan 1000 ml
(H2S04 0.02 N)
- Methyl Orange
(576 tetes)
- Erlemeyer 250 ml 1
bh
- Pipet ukur 5 ml 2 bh
- Pipet tetes 2 bh
- Gelas ukur 100 ml 1
bh
- Botol Aquadest 1 bh
4 Amoniak Titrimetri - -
Analisa data parameter lingkungan
» Penilaian didasarkan kepada metode skoring dengan pembobotan
Hasil pengukuran fisika, kimia dan biologi perairan disetiap lokasi
pengamatan selanjutnya dibandingkan dengan standar kualitas air yang optimal yang
mendukung pertumbuhan dan reproduksi ikan belida. Data parameter kualitas air
yang optimum untuk pertumbuhan ikan belida mengacu kepada Adjie dan Utomo
(1994), Adjie dkk (1999), Ditjen PB (2009) dan Affandi (komunikasi pribadi).
Untuk menentukan kondisi kualitas perairan disetiap lokasi pengamatan
menggunakan cara skoring indeks kualitas lingkungan (IKL). IKL merupakan
perhitungan yang digunakan dalam upaya meringkas dan menyederhanakan data
parameter lingkungan sehinggan dapat memberikan informasi yang berguna tentang
kondisi lingkungan. Hasil pengukuran parameter fisika-kimia air yang diperoleh
dibandingkan dengan standar kondisi lingkungan optimum untuk pertumbuhan dan
reproduksi ikan belida, sedangkan kondisi ideal kerapatan tumbuhan air dihitung
dalam bentuk presentase penutupan vegetasi berdasarkan peta citra dan foto lapangan.
Tahapan analisis data untuk menentukan indeks kualitas lingkungan dengan
cara skoring adalah sebagai berikut:
46
1. Data hasil pengukuran parameter diseluruh lokasi pengamatan ditentukan nilai
rataan minimum dan maksimum yang tercatat selama penelitian dan dibandingkan
dengan parameter optimum untuk pertumbuhan dan reproduksi ikan belida. Skor
yang didapatkan dikalikan dengan bobot skor yang ditentukan berdasarkan
ketergantungan ikan contoh dengan parameter yang diuji. Bobot skor yaitu suhu
(10), kecepatan arus (10), kedalaman (10), turbidity (10), oksigen (10), pH (10),
kesadahan (10), NH3H (10) dan kerapatan vegetasi riparian (20), sehingga jumlah
keseluruhan pembobotan adalah 100.
2. Untuk menghitung IKL dengan mengikuti beberapa tahap yaitu:
a. Seluruh parameter lingkungan (fisika, kimia dan biologi) yang sudah dirata-
rata, diberikan skoring atau skala penilaian kualitas dibandingkan dengan
standar kualitas optimum terhadap ikan belida mengikuti pustaka yang diacu.
b. Tahap selanjutnya pemberian bobot nilai berdasarkan tingkatan kepentingan
terhadap pertumbuhan dan reproduksi ikan belida.
3. Indeks kualitas lingkungan yang didapat, selanjutnya dilakukan skoring atau
ditentukan nilai jangkauannya, dan nilai jangkauan ini dibagi menjadi 5 interval
yang sama. Jumlah total skor (parameter yang telah skor dan dibobot) setiap
stasiun pengambilan sampel dihitung ditentukan status kualitas perairannya
dengan membandingkan terhadap kisaran nilai tertinggi dan terendah kualitas
perairan dari 5 stasiun pengamatan.
» Analisa Komponen Utama
Analisis Komponen Utama merupakan metode statistik deskriptif yang
bertujuan untuk mempresentasikan sebagian besar informasi yang terdapat dalam
suatu matriks data ke dalam bentuk grafik. Berdasarkan hasil analisis dari program
PCA, didapatkan suatu komponen utama yang mampu mempertahankan sebagian
besar informasi yang diukur menggunakan keragaman total dengan menggunakan
sedikit komponen utama saja. Penggunaan komponen utama sering disarankan untuk
digunakan dalam proses mereduksi banyaknya peubah. Tujuan utama dalam
penggunaan analisis komponen utama dalam suatu matriks data berukuran cukup
besar diantaranya adalah (Bengen 2000) :
47
a. Mengekstraksi informasi esensial yang terdapat dalam suatu tabel atau matriks
data yang besar.
b. Menghasilkan suatu representasi grafik yang memudahkan interpretasi.
c. Mempelajari suatu tabel atau matriks dari sudut pandang kemiripan antara
ekor atau hubungan antar variabel.
Secara umum informasi yang diberikan dari hasil PCA dari sudut pandang
variabel adalah didapat matriks korelasi antar semua variabel, akar ciri dari setiap
sumbu faktorial berkaitan dengan jumlah inersi dari setiap sumbu, vektor ciri yang
menjelaskan koefisien variabel dalam persamaan linear yang mendeterminasikan
sumbu-sumbu utama dan grafik bidang yang menvisualisasikan variabel terhadap
sumbu. Sedangkan dari sudut pandang ekor, analisis PCA didapat koordinat pada
setiap sumbu, kualitas representasi titik ekor dalam setiap grafik bidang dan grafik
bidang yang memperlihatkan kemiripan antar titik ekor. Perhitungan dalam analisis
komponen utama (PCA) dapat dibantu dengan mengunakan software xl-stat di dalam
Microsoft excel 2003.
Dalam analisis PCA terdapat pula matriks korelasi. Analisis korelasi biasanya
digunakan dalam pengujian hipotesis yang bersifat asosiatif, yaitu dugaan adanya
hubungan antar variabel dalam populasi. Korelasi merupakan angka yang
menunjukkan arah dan kuatnya hubungan antar dua variabel atau lebih. Arah
dinyatakan dalam bentuk hubungan positif dan negatif, sedangkan kuatnya hubungan
dinyatakan dalam nilai besarnya koefisien korelasi. Besarnya koefisien korelasi
berkisar antara +1 sampai -1, kuatnya hubungan antar variabel dinyatakan dalam
koefisien korelasi positif sebesar 1 dan koefisien korelasi negatif sebesar -1
sedangkan yang terkecil adalah 0 (nol) (Walpole 1995). Untuk melihat kekuatan
hubungan dalam korelasi digunakan kriteria sebagai berikut:
• 0 : Tidak ada korelasi antara dua variabel
• 0 – 0,25 : Korelasi sangat lemah
• 0,25 – 0,5 : Korelasi cukup
• 0,5 – 0,75 : Korelasi kuat
• 0,75 – 0,99 : Korelasi sangat kuat
• 1 : Korelasi sempurna
Dari hasil analisis akan didapat suatu matriks data yang nilai-nilainya
menunjukkan seberapa dekat suatu karakter memiliki keterkaitan dengan karakter
48
lainnya. Dari hasil analisis pula akan didapat penurunan satuan suatu karakter akan
diikuti oleh peningkatan satuan dari karakter yang lain ((Walpole 1995). Selain itu,
hasil plot antar komponen utama (grafik score plot) dapat digunakan untuk untuk
menentukan banyaknya penggerombolan secara sederhana.
» Analisa Klaster
Analisis kelompok dimaksudkan untuk mengelompokkan unit-unit statistik ke
dalam kelompok-kelompok yang homogen dari sejumlah veriabel atau karakter yang
di analisis. Teknik ini ditujukan untuk membentuk kelompok-kelompok ekor yang
memiliki karakteristik sama (Bengen 2000). Pada prinsipnya analisis ini
menggunakan pengukuran jarak Euclidean. Pembentukan klaster didasarkan pada
kuat tidaknya hubungan antar-objek merupakan konsep dari pengklasteran hierarki.
Penentuan klaster ini disajikan dalam berbagai tingkat (level) kuatnya
korelasi/hubungan, misalnya objek yang berkorelasi rendah, dengan koefisien
berkorelasi r di bawah 0,5 menjadi klaster pertama, 0,5 < 0,75 di dalam klaster dua
dan koefisien korelasi ≥ 0,75 di dalam klaster tiga (Walpole 1995).
top related