kajian daya saing dan produktivitas indonesia menghadapi mea
Post on 18-Feb-2016
59 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
1
Riset Kajian PKRB
BAB I. PENDAHULUAN Dalam pemeringkatan WEF, daya saing Indonesia mengalami lompatan besar dari peringkat 50 menjadi 38… Dalam menghadapi implementasi AEC 2015, Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan baik eksternal maupun internal… Disamping memiliki sejumlah tantangan, Indonesia tetap memiliki peluang besar untuk mengambil manfaat dari implementasi MEA bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia… Tingginya investasi tersebut telah mendorong pertumbuhan ekonom… Potensi lain yang dimiliki oleh Indonesia adalah jumlah penduduk…
1.1. LATAR BELAKANG
Dalam pemeringkatan World Economic Forum (WEF), daya
saing Indonesia mengalami lompatan besar dari peringkat 50 menjadi 38. Lompatan peringkat ini merupakan prestasi besar bagi Indonesia, dan hanya dikalahkan oleh Ekuador dan Lesotho. Namun, lompatan peringkat Indonesia tersebut baru mendekati peringkat negara-‐negara ASEAN lain, terutama negara Singapore, Malaysia, Thailand, dan Brunei Darussalam. Hal ini memicu pertanyaan besar, yaitu apakah Indonesia siap dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan segera berlaku pada 2015?
Dalam menghadapi implementasi AEC 2015, Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan baik eksternal maupun internal. Tantangan eksternal yang dihadapi antara lain adalah tingkat persaingan perdagangan yang semakin ketat, semakin besarnya defisit neraca perdagangan Indonesia dengan negara ASEAN lainnya, dan bagaimana Indonesia dapat meningkatkan daya tarik investasi. Sementara itu, tantangan internal Indonesia antara lain adalah rendahnya pemahaman masyarakat terhadap AEC, ketidaksiapan daerah menghadapi AEC, tingkat pembangunan daerah yang masih sangat bervariasi dan kondisi SDM dan ketenagakerjaan Indonesia.
Disamping tantangan yang ada, Indonesia tetap memiliki peluang besar untuk dapat mengambil manfaat dari implementasi MEA bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia. Sampai saat ini, Indonesia masih menjadi tujuan investasi pemodal dalam negeri ataupun luar negeri. Tingginya investasi tersebut telah mendorong pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi dibandingkan dengan negara-‐negara ASEAN lainnya.
Potensi lain yang dimiliki oleh Indonesia adalah jumlah penduduk. Jumlah penduduk Indonesia yang besar ini (bonus demografi) dapat menjadi kunci sukses bagi peningkatan daya saing Indonesia. Dengan dukungan peningkatan pendidikan dan ketrampilan, maka produktivitas tenaga kerja akan meningkat. Peningkatan produktivitas tenaga kerja ini pada akhirnya mendorong peningkatan daya saing nasional.
Faktor produktivitas akan menjadi kunci bagaimana Indonesia
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
2
Riset Kajian PKRB
Faktor produktivitas akan menjadi kunci bagaimana Indonesia dapat menghadapi ME…
Dalam sejarah pemikiran ekonomi modern, ide keunggulan absolut dari Adam Smith sempat menjadi tema utama dari strategi perdagangan internasional setelah Porter memperbaharui ide Smith dengan teori Competitive Advantage (keunggulan kompetitif)… Untuk dapat memenangkan persaingan, sebuah negara dapat mengandalkan keunggulan komparatif ataupun keunggulan kompetitif…
dapat menghadapi MEA. Secara logika sederhana, produktivitas adalah kunci utama dalam persaingan. Dengan produktivitas yang tinggi diharapkan produksi menjadi lebih efisien dan dapat memberikan harga yang lebih kompetitif. Hanya saja, David Ricardo dapat mematahkan argumentasi ini (yang dibangun oleh Adam Smith) dengan konsep comparative advantage. Menurut Ricardo, keunggulan produktivitas bukanlah satu-‐satunya faktor sebuah negara dapat memenangkan persaingan tetapi faktor-‐faktor lain dapat pula menyebabkan sebuah negara dapat bersaing. Dengan kata lain, yang dapat menurunkan biaya produksi rata-‐rata tidak hanya produktivitas tetapi juga faktor biaya-‐biaya input yang rendah. Rendahnya biaya tenaga kerja merupakan faktor yang paling sering diandalkan oleh sebuah negara agar memiliki keunggulan komparatif. Di samping itu, faktor kepemilikan sumber daya alam maupun pasar finansial yang efisien juga merupakan faktor lain yang membawa pada keunggulan komparatif.
Dalam sejarah pemikiran ekonomi modern, ide keunggulan absolut dari Adam Smith sempat menjadi tema utama dari strategi perdagangan internasional setelah Porter memperbaharui ide Smith dengan teori Competitive Advantage (keunggulan kompetitif). Teori ini menjelaskan mengapa Jepang ataupun Korea yang memiliki sedikit sumber daya alam dan tenaga kerja murah dapat bersaing di pentas perdagangan dunia tingkat tinggi. Inti dari teori keunggulan kompetitif adalah produktivitas menjadi faktor utama dalam persaingan bisnis internasional. Namun, untuk mencapai hal itu diperlukan berbagai pra syarat agar sebuah negara dapat memiliki keunggulan kompetitif.
Untuk memenangkan persaingan, sebuah negara dapat mengandalkan keunggulan komparatif ataupun keunggulan kompetitif. Singapore dan Malaysia menjadi unggul daya saingnya karena keunggulan kompetitif, sedangkan Brunei Darussalam maupun Thailand menjadi unggul daya saingnya karena keunggulan komparatif. Untuk kasus Thailand, negara ini sudah mengarahkan strateginya menuju keunggulan kompetitif. Untuk negara Philipina, Vietnam, dan Kamboja masih mengandalkan keunggulan komparatif dalam strategi perdagangannya.
Indonesia, sejak dulu mengandalkan keunggulan komparatif dalam persaingan perdagangan internasional. Dengan peningkatan upah buruh, Indonesia sudah tidak dapat lagi mengandalkan faktor
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
3
Riset Kajian PKRB
Untuk itu, perbandingan daya saing dengan negara-‐negara tetangga tidak selalu harus dibandingkan tingkat produktivitasnya melalui TFP tetapi juga dapat diperbandingkan dengan faktor-‐faktor lain seperti infrastruktur, logistik, investasi, usaha kecil dan menengah, dan variasi produk dan volume…
upah buruh untuk memenangkan persaingan perdagangan internasional. Namun, Indonesia masih memiliki keunggulan lain seperti tanah dan perairan yang luas, serta sumber daya alam yang masih melimpah. Dengan kata lain, Indonesia masih memiliki keunggulan daya saing dibanding dengan negara-‐negara tetangga. Demikian pula, pasar yang masih luas dan tingkat produksi yang masih di bawah kapasitas optimal menjadi faktor penting dalam menjaga daya saing dan meningkatkannya.
Untuk itu, perbandingan daya saing dengan negara-‐negara tetangga tidak harus dibandingkan tingkat produktivitasnya melalui TFP tetapi juga dapat diperbandingkan dengan faktor-‐faktor lain seperti infrastruktur, logistik, investasi, usaha kecil dan menengah, dan variasi produk dan volume yang diperdagangkan antara negara ASEAN maupun dengan rest of the world.
1.2. TUJUAN
Tujuan penelitian ini adalah
a. Untuk melihat posisi daya saing Indonesia di ASEAN dalam rangka menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015
b. Untuk melihat perkembangan indikator ekonomi lainnya yang berhubungan erat dengan tingkat daya saing Indonesia di ASEAN, yaitu tingkat produktivitas dan pertumbuhan ekonomi Indonesia
c. Membuat suatu konklusi mengenai daya saing Indonesia dilihat dari keunggulan dan kelemahannya Manfaat penelitian ini adalah
a. Memberikan masukan atas posisi daya saing Indonesia di Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015
b. Memberikan masukan peningkatan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi dalam peningkatan daya saing Indonesia di Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.
c. Memberikan masukan kebijakan strategis peningkatan daya saing Indonesia di Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.
1.3. METODE
Pelaksanaan kegiatan ini akan dilakukan melalui 3 tahapan
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
4
Riset Kajian PKRB
analisis. Ketiga tahapan analisis tersebut adalah sebagai berikut: a. Menentukan pilar/sub pilar yang relevan dengan kondisi
persaingan Indonesia dan ASEAN saat ini. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis korelasi bivariate dan Literature review untuk menjustifikasi peran/pentingnya masing-‐masing sub pilar.
b. Memetakan atau membuat cluster tentang daya saing Indonesia relatif terhadap negara lain anggota ASEAN. Teknik analisis yang digunakan adalah cluster analysis dan literature review untuk memperkuat justifikasi posisi daya saing relatif Indonesia terhadap negara lain anggota ASEAN
c. Melakukan dekomposisi dan menghitung pertumbuhan dari faktor-‐faktor pembentuk produktivitas, dan dibandingkan antar negara. Teknik penyajian dokomposisi adalah melalui teknik diagram.
1.4. CAKUPAN ANALISIS DAN DATA
Cakupan analisis kegiatan ini meliputi data nasional negara-‐negara ASEAN, yaitu Indonesia, Philippines, Malaysia, Singapore, Thailand, Vietnam, dan negara tambahan lainnya adalah Brunei, Kamboja, Laos, dan Myanmar. Data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemetaan daya saing dan produktivitas yang bersumber dari Global Competitiveness Report oleh World Economic Forum (2012 dan 2013) dan Asian Productivity Organization (APO, beberapa tahun publikasi). 1.5. HASIL DIHARAPKAN
Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah
a. Identifikasi sub pilar daya saing yang terkait dengan peningkatan produktivitas yang menjadi domain atau bidang kerja prioritas Kementerian Keuangan RI. Kemenkeu telah menetapkan lima pilar daya saing yaitu pilar infrastruktur, logistik, investasi, usaha kecil dan menengah, dan perdagangan. Peneliti harus mengindentifikasikan sub pilar mana dari kelima pilar tersebut yang berpotensi untuk meningkatkan produktivitas dan menurunkan produktivitas.
b. Pemetaan atau clustering posisi daya saing Indonesia pada
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
5
Riset Kajian PKRB
kelima subpilar daya saing-‐produktivitas. Posisi tersebut adalah posisi relatif daya saing – produktivitas Indonesia dengan negara ASEAN 5 plus three.
c. Dekomposisi faktor-‐faktor yang mempengaruhi dan membentuk daya saing – produktivitas selain TFP secara relatif dibandingkan dengan negara ASEAN 5 plus three.
d. Rekomendasi kebijakan terkait dengan 1. Posisi daya saing Indonesia di Masyarakat Ekonomi
ASEAN 2015 2. Kebijakan untuk meningkatkan produktivitas dan
pertumbuhan ekonomi dalam peningkatan daya saing Indonesia di Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.
3. Kebijakan strategis dan fiskal dalam rangka peningkatan daya saing Indonesia di Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
6
Riset Kajian PKRB
BAB II. LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA Daya saing suatu negara selalu menjadi bahan pembicaraan yang menarik, baik di ekonomi, politik, sosial, maupun teknologi… Sejarah menunjukkan bahwa negara-‐negara yang tinggi peradabannya selalu disokong oleh kekuatan ekonomi yang hebat (Cameron, 1997)…
Penjelasan dari pandangan sejarah perekonomian menunjukkan bahwa kemampuan memproduksi barang yang unik dan berdaganglah yang menyebabkan perekonomian mereka maju…
2.1. LANDASAN TEORI
Daya saing suatu negara selalu menjadi bahan pembicaraan yang menarik, baik di ekonomi, politik, sosial, maupun teknologi. Daya saing suatu negara dianggap sebagai salah satu sumber dari ketahanan suatu negara menghadapi segala rintangan dalam membangun peradaban bangsa. Peradaban yang hanya bisa dibangun melalui kekuatan ekonomi, politik, dan budaya yang unggul. Dengan daya saing yang tinggi, perekonomian dapat menjaga pertumbuhan ekonominya dan mulai membangun kehidupan negara yang teratur dan saat itu pembangunan peradaban dimulai (Tylor, 1887). Pembangunan peradaban tidak dapat dilakukan tanpa adanya kekuatan ekonomi. Dan kekuatan ekonomi tidak dapat ditegakkan tanpa adanya daya saing. Dengan demikian, daya saing menjadi sangat penting selain untuk kelanjutan perekonomian juga kelanjutan peradaban suatu bangsa. Sejarah menunjukkan bahwa negara-‐negara yang tinggi peradabannya selalu disokong oleh kekuatan ekonomi yang hebat (Cameron, 1997). Tercatat kerajaan-‐kerajaan yang berada di sekitar laut Tengah dan Timur Tengah muncul karena kekuatan ekonomi dan kemudian militernya. Terkadang dengan kekuatan militernya menyerbu negara lain untuk diambil kekuatan ekonominya. Negara tersebut menjadi semakin kuat baik secara ekonomi dan militer. Dengan cara ini, daya saing suatu negara dalam berdagang tidak saja didasarkan atas unggulnya produksi mereka tetapi juga ancaman militer yang senantiasa menakutkan negara lain. Namun demikian, perdagangan yang selalu membangun kekuatan ekonomi suatu negara dan bukan militernya. Oleh sebab itu, banyak negara tetap mengandalkan kekuatan perdagangan untuk membangun ekonominya dan selalu menjaga daya saingnya agar selalu eksis dalam perdagangan dunia. Pertanyaan kemudian muncul, dari mana datangnya kekuatan daya saing tersebut? Penjelasan dari pandangan sejarah perekonomian menunjukkan bahwa kemampuan memproduksi barang yang unik dan berdaganglah yang menyebabkan perekonomian mereka maju. Kemampuan berproduksi barang
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
7
Riset Kajian PKRB
Sebisanya rahasia dari teknologi yang mereka miliki selalu dipegang karena itu adalah sumber daya saingnya…
…negara akan berdagang jika ke dua negara tersebut memiliki keunggulan absolut atas produksi barang-‐barang…
…secara perlahan telah terjadi tren selama berabad-‐abad bahwa negara-‐negara yang telah memiliki keunggulan absolut berupaya untuk juga mengungguli daya saing negara-‐negara lain dengan membuat barang yang serupa…
tersebut berkaitan dengan teknologi yang unik dan senantiasa dirahasiakan. Dalam perdagangan kuno barang yang sering menjadi bahan dagangan adalah barang-‐barang yang terbuat dari besi. Teknologi membentuk besi sesuai bentuk yang diingini pada awalnya amat dirahasiakan. Juga bagaimana membuat kain sutra menjadi rahasia terbesar dari Tiongkok.
Penguasaan teknologi menjadi kunci daya saing dalam perdagangan. Hal inilah yang memproduksi barang menjadi lebih efisien. Rahasia dari teknologi yang mereka miliki selalu dipegang karena merupakan sumber daya saing. Sampai dengan abad pertengahan, pola perdagangan dunia tidak berubah dan negara-‐negara yang menguasai produksi barang yang unik hampir tidak pernah berubah. Apa yang dipelajari oleh Adam Smith tentang persaingan dalam sejarah perdagangan dunia memberikan pelajaran penting bahwa efisiensi produksi yang berasal dari tingginya produktivitas adalah segalanya dalam berdagang. Oleh sebab itu, menurutnya dua negara akan berdagang jika ke dua negara tersebut memiliki keunggulan absolut atas produksi barang-‐barang. Pada masa pra sejarah, apa yang dihasilkan oleh suatu bangsa dan dapat dijual dengan bangsa lain merupakan produk yang unik dan disukai oleh pembelinya. Keunikan itu yang mendorong bangsa-‐bangsa kuno melakukan spesialisasi dalam produksi. Mesir mengandalkan papirus, gandum, minuman anggur, dan selai. Yunani mengandalkan minyak zaitun dan kain, Persia mengandalkan gandum dan rempah-‐rempah, India mengandalkan rempah-‐rempah dan besi, Tiongkok mengandalkan sutra dan keramik, dan Srivijaya mengandalkan emas dan rempah-‐rempah. Dari semua yang dijual dalam perdagangan dunia tampak bahwa tiap-‐tiap negara membentuk spesialisasi sebagai indikator daya saingnya. Dari sini tampak bahwa teori keunggulan absolut ada benarnya dalam menjelaskan fenomena perdagangan dunia.
Sampai dengan abad ke 17, teori Adam Smith dapat menjelaskan fenomena yang terjadi dalam perdagangan dunia. Namun demikian, secara perlahan telah terjadi tren selama berabad-‐abad bahwa negara-‐negara yang telah memiliki keunggulan absolut berupaya untuk mengungguli daya saing negara-‐negara lain dengan membuat barang yang serupa. Hanya saja, upaya ini masih belum mengubah peta perdagangan dunia dengan keunggulan absolutnya
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
8
Riset Kajian PKRB
David Ricardo melihat fenomena ini yang tidak sinkron dengan teori keunggulan absolut… Meskipun satu negara memiliki keunggulan absolut atas semua produksi barang namun perbedaan dasar tukar kedua barang yang diproduksi di kedua negaralah yang tetap memicu perdagangan internasional… teori ini disebut teori keunggulan komparatif… Hanya saja ada satu keraguan dari teori ini yaitu asumsi penggunaan 1 input untuk memproduksi dua barang yang diperdagangkan…
Heckscher dan Ohlin bekerja sama membangun model keunggulan komparatif dengan dua input, tenaga kerja dan kapital…
karena dirasa tidak terlalu signifikan hasilnya. Semenjak revolusi industri, teori keunggulan absolut tersebut mulai pudar seiring dengan terciptanya teknologi baru yang dapat membuat barang-‐barang serupa dengan harga yang lebih murah. Teknologi baru mengurangi penggunaan buruh sehingga upah buruh menjadi lebih murah. Murahnya upah buruh menjadikan ongkos produksi dapat ditekan sehingga membuat harga barang menjadi lebih murah daripada harga barang dari pesaingnya. Dalam hal ini, produktivitas sudah tidak lagi menjadi isu yang penting.
David Ricardo melihat fenomena ini yang tidak sinkron dengan teori keunggulan absolut. Kemudian Ricardo sedikit memodifikasi teori Adam Smith dengan sebuah pertanyaan, bisakah terjadi perdagangan di dua negara jika satu negara memiliki semua keunggulan absolutnya? Jawabannya adalah bisa mengingat di dunia empiris hal itu telah terjadi. Modifikasi Ricardo terhadap teori keunggulan absolut adalah pada perbedaan harga domestik tiap-‐tiap barang. Meskipun satu negara memiliki keunggulan absolut atas semua produksi barang namun perbedaan dasar tukar kedua barang yang diproduksi di kedua negaralah yang tetap memicu perdagangan internasional. Teori ini disebut teori keunggulan komparatif.
Setelah itu, teori keunggulan komparatif mendominasi analisis perdagangan dunia. Tampaknya, teori ini sesuai dengan fenomena perdagangan dunia. Hanya saja ada satu keraguan dari teori ini, yaitu asumsi penggunaan 1 input untuk memproduksi dua barang yang diperdagangkan. Upaya memodifikasi teori keunggulan komparatif dengan memasukkan satu input baru, yaitu kapital, tidak terlalu berhasil karena menyesuaikan dengan konsekwensi spesialisasi penuh. Satu-‐satunya upaya perbaikan teori keunggulan komparatif yang paling berhasil sebelum Heckscher Ohlin adalah tulisan John Stuart Mill yang sedikit memperbaiki teori keunggulan komparatif dengan menambah satu asumsi, yaitu dasar tukar antar kedua negara adalah 1 berbanding 1. Hal ini menimbulkan konsekwensi teoritis jika dasar tukar antara Poundsterling dan Dollar Amerika berubah maka keunggulan komparatif dapat berubah.
Heckscher dan Ohlin bekerja sama membangun model keunggulan komparatif dengan dua input, tenaga kerja dan kapital. Dengan mengompromikan konsekwensi spesialisasi penuh menjadi terspesialisasi sebagian akhirnya kedua guru dan murid tersebut berhasil menyusun teori baru yang cukup revolusioner. Teori
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
9
Riset Kajian PKRB
Konsekwensi dari teori H-‐O adalah pada sumber daya saingnya. Keunggulan teknologi sudah tidak terlalu penting, tetapi keunggulan terhadap kepemilikan input menjadi lebih penting… Karena adanya perbedaan melimpahnya input sebagai sumber perdagangan dan juga sumber daya saing, secara teori akan muncul dinamisasi perdagangan karena perbedaan melimpahnya input akan semakin berkurang…
Teori Heckscher-‐Ohlin amat berpengaruh terhadap strategi negara dalam mempertahankan atau bahkan meningkatkan daya saing negara…
keunggulan komparatif telah diperbaiki menjadi teori yang modern karena telah mencakup input penting lainnya, yaitu kapital. Apa yang dijelaskan dalam model yang disusun oleh Heckscher-‐Ohlin tampaknya sesuai dengan situasi perdagangan internasional saat itu dimana banyak negara mulai melakukan strategi substitusi impor sehingga asumsi terspesialisasi penuh sudah tidak dapat diterima lagi.
Konsekwensi dari teori H-‐O adalah pada sumber daya saingnya. Keunggulan teknologi sudah tidak terlalu penting, tetapi keunggulan terhadap kepemilikan input menjadi lebih penting. Negara dengan satu input yang lebih dominan terhadap input lainnya menjadi sumber daya saing negara tersebut. Jika suatu negara melimpah tenaga kerjanya, upah tenaga kerja lebih murah relatif terhadap harga kapital. Negara tersebut akan fokus kepada spesialisasi memproduksi barang-‐barang yang berteknologi padat karya. Namun negara tersebut tidak jatuh ke spesialisasi penuh karena juga memproduksi barang lain yang memerlukan teknologi padat modal.
Karena ada perbedaan melimpahnya input sebagai sumber perdagangan dan sumber daya saing, secara teori akan muncul dinamisasi perdagangan karena perbedaan melimpahnya input akan semakin berkurang. Pada negara yang melimpah tenaga kerjanya, upah buruh murah dan harga kapital mahal, maka permintaan akan buruh meningkat dan secara gradual akan meningkatkan upah buruh akibat eksploitasi buruh yang terus menerus. Begitu juga kejadiannya dengan kapital. Penggunaan kapital di negara kaya kapital akan semakin dieksploitasi mengakibatkan harga kapital menjadi semakin mahal. Adanya pergerakan harga input unggulan yang makin menyebabkan daya saing negara akan terkikis sampai akhirnya tak ada lagi daya saing pada negara-‐negara yang berdagang. Kesimpulan seperti ini dibantah oleh Stolper dan Samuelson. Bahwa terjadinya dinamisasi perdagangan memang mengakibatkan harga dua input bergerak menuju kepada penyamaan harga, tetapi tidak akan pernah sampai. Berarti perdagangan masih ada dan daya saing tetap menjadi titik sentral perusahaan untuk bertahan.
Teori Heckscher-‐Ohlin amat berpengaruh terhadap strategi negara dalam mempertahankan atau bahkan meningkatkan daya saing negara. Fokus pada pengembangan produksi yang didukung oleh melimpahnya input untuk menjadikan sebuah produk unggulan membuat teori H-‐O sangat sering dipakai untuk pembenaran atas
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
10
Riset Kajian PKRB
Perkembangan selanjutnya adalah mulai munculnya fenomena multinational corporation (perusahaan multi nasional atau MNC) yang mulai mencari daerah investasi baru di luar negaranya… MacDonald dan Markusen (1985) memandang telah terjadi perubahan mendasar dari pola perdagangan dunia… Michael E Porter (1990) mengajukan teori baru untuk daya saing dalam perdagangan internasional…Ia melihat kesuksesan perusahaan-‐perusahaan Jepang dalam perdagangan dunia dimana
strategi substitusi impor ataupun promosi ekspor. Tentunya strategi ini membutuhkan perbaikan daya saing agar strategi substitusi impor maupun promosi ekspor menjadi sukses. Dengan fokus kepada penggunaan input yang melimpah, diharapkan daya saing menjadi meningkat.
Perkembangan selanjutnya adalah mulai munculnya fenomena multinational corporation (perusahaan multi nasional atau MNC) yang mulai mencari daerah investasi baru di luar negaranya. Mulai saat itu, prediksi model H-‐O atas perdagangan menjadi kabur. MNC banyak mencari negara dengan buruh murah meskipun produknya kaya kapital. Dengan demikian, keunikan produksi yang dulu dimiliki suatu negara tidak lagi bisa dideteksi. Negara-‐negara berlomba-‐lomba menjual daya saingnya melalui buruh murah. Kapital kemudian dapat bergerak dengan mudah ke luar negara. Konsekwensi dari fenomena ini amat jelas, penggunaan model H-‐O sebagai dasar analisis daya saing dalam perdagangan dunia menjadi kehilangan gregetnya. Semenjak itu analisis daya saing kehilangan pijakan teori yang mendukung. Apalagi fenomena perdagangan intra industri makin marak dan membuat makin aneh jika ditinjau dari teori perdagangan klasik. Perdagangan intra industri adalah dua negara mengekspor dan mengimpor barang yang sama. Eropa mengekspor mobil ke Amerika Serikat dan mengimpor mobil dari Amerika Serikat. Semakin lama, model Heckscher-‐Ohlin menjadi berkurang daya aplikasinya dalam perdagangan internasional.
MacDonald dan Markusen (1985) memandang telah terjadi perubahan mendasar dari pola perdagangan dunia. Berdasarkan model yang dikembangkan diketahui bahwa fenomena perdagangan dunia telah berubah tidak lagi bisa dijejaki pola keunggulan komparatifnya. Bahkan mereka mengatakan ada benarnya jika pola perdagangan yang baru mengikuti alur pemikiran keunggulan absolut. Hal ini berarti telah terjadi perubahan besar dalam pola investasi antar negara dimana penguasaan teknologi sebagai sumber efisiensi menjadi penting kembali.
Michael E. Porter (1990) mengajukan teori baru untuk daya saing dalam perdagangan internasional. Pada awalnya Porter hanya melihat bagaimana daya saing perusahaan dapat dibangun dalam menghadapi persaingan saat itu. Ia melihat kesuksesan perusahaan-‐perusahaan Jepang dalam perdagangan dunia dimana mereka tidak mengembangkan lagi produk spesifiknya tetapi lebih meniru barang-‐
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
11
Riset Kajian PKRB
mereka tidak mengembangkan produk spesifiknya tetapi malah meniru barang-‐barang yang telah ada tetapi dapat membuat lebih baik dan lebih murah…
Menurut Porter, terdapat sinergi antara pemerintah dan dunia usaha dalam mengingkatkan daya saing negara dalam perdagangan internasional…
barang yang telah ada namun dapat membuat produk yang lebih baik dan lebih murah. Mulaibarang-‐barang elektronik sampai mobil buatan Jepang mulai mendominasi dunia. Porter melihat bahwa paradigma the advantage of the first mover tidak berlaku pada produk Jepang. Mengapa produk-‐produk Jepang begitu kompetitif? Apa yang dipelajari oleh Porter adalah adanya sinergi antara pemerintah Jepang dan pengusaha-‐pengusahanya yang membentuk Japan Incorporated. Di sini Porter menyadari bahwa keberhasilan Jepang tidak saja keberhasilan perusahaan-‐perusahaannya yang agresif tapi juga didukung oleh pemerintah. Menyadari hal itu, Porter mulai mencari akar masalah dan faktor-‐faktor yang menjadikan Jepang menjadi digdaya produknya. Ternyata tidak hanya Jepang, Korea Selatan juga mengikuti jalur yang sama. Lebih jauh lagi, Porter melihat bahwa pola mencari peningkatan daya saing untuk sukses di perdagangan internasional juga terjadi di negara-‐negara lain. Porter mengamati negara-‐negara di Amerika, Eropa Barat, dan Asia khususnya Jepang dan Korea Selatan.
Menurut Porter, terdapat sinergi antara pemerintah dan dunia usaha dalam mengingkatkan daya saing negara dalam perdagangan internasional. Sinergi tersebut amat membantu untuk mendukung eleman-‐elemen penting yang membentuk keunggulan kompetitif. Terdapat empat pilar dalam membentuk daya saing negara. Pertama adalah kondisi faktor produksi. Kedua adalah kondisi permintaan domestik. Ketiga adalah industri terkait dan dan pendukungnya. Keempat adalah perilaku-‐perilaku perusahaannya. Berikut interaksi keempat elemen penting tersebut dalam sebuah gambar.
Perilaku Perusahaan (struktur perusahaan, strategi, dan
rivalitas)
Kondisi Faktor Produksi
Kondisi permintaan domestik
Industri Terkait dan Pendukungnya
Pe me
rin tah
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
12
Riset Kajian PKRB
Diagram 2.1 Interaksi Elemen Pembentuk Keunggulan Kompetitif
Pemerintah memberikan lingkungan yang kondusif agar keempat elemen tersebut dapat bekerja optimal membentuk dan membangun daya saing negara…
Diagram tersebut menunjukkan bahwa interaksi dari keempat elemen tersebut keterkaitannya didukung oleh pemerintah. Pemerintah memberikan lingkungan yang kondusif agar keempat elemen tersebut dapat bekerja secara optimal membentuk dan membangun daya saing negara. Berikut adalah uraian tiap elemen. Kondisi faktor produksi:
1. Semua sumber daya harus meminkan peranan yang penting dalam mendapatkan keunggulan kompetitif
2. Faktor produksi senantiasa ditingkatkan kualitasnya dan bisa menjadi lebih terspesialisasi untuk industri.
3. Faktor produksi meliputi sumber daya manusia, sumber daya fisik, sumber daya pengetahuan yang disediakan oleh perguruan tinggi, laboratorium riset, dan asosiasi dagang, serta sumber daya kapital dan infrastruktur.
4. Faktor produksi juga harus mempunyai kualitas tinggi dengan biaya murah dan bersifat unik agar perusahaan dapat menghasilkan keunggulan kompetitif.
5. Keunggulan kompetitif tergantung bagaimana faktor-‐faktor produksi disebarkan secara efektif dan efisien.
6. Faktor produksi tingkat tinggi seperti tersedianya institut riset, karyawan berpendidikan tinggi dan lainnya menjadi faktor penting dalam membentuk keunggulan kompetitif.
7. Keunggulan kompetitif dapat terus berlangsung tergantung dari kesinambungan ketersediaan faktor produksi berkualitas tinggi dan juga selalu ditingkatkan kualitasnya.
8. Selalu membuat inovasi baru agar dapat mengatasi kekurangan karena tidak tersedianya faktor produksi yang khusus.
Kondisi permintaan domestik:
1. Memiliki pembeli yang beragam. 2. Adanya tekanan dari pelanggan untuk selalu melakukan
inovasi. 3. Ukuran permintaan cukup besar dan dapat terlihat dengan
jelas. 4. Memiliki segmen konsumen yang berlapis.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
13
Riset Kajian PKRB
Hubungan keempat elemen tersebut disebut sebagai model berlian dari Porter…
5. Para pembeli yang berselera tinggi dan penuntut. 6. Dapat mengantisipasi kebutuhan pembeli. 7. Besarnya jumlah pembeli independen. 8. Tingkat pertumbuhan permintaan domestik yang tinggi. 9. Pasar cepat jenuh sehingga memerlukan inovasi untuk
membuat pasar segar kembali. 10. Produk domestik harus berkualitas internasional. 11. Adanya pembeli yang mobile.
Industri terkait dan pendukungnya:
1. Adanya akses yang efisien ke input. 2. Selalu ada koordinasi yang tak putus. 3. Menolong proses inovasi dan peningkatan (upgrading)
berdasarkan pada pertukaran litbang, informasi, dan ide. 4. Membawa kepada industri yang kompetitif. 5. Mendorong permintaan untuk produk-‐produk pendukung. 6. Memaksakan keunggulan kompetitif untuk industri-‐industri
yang terkait. Struktur perusahaan, strategi, dan rivalitas
1. Penerapan manajemen dan bentuk organisasi yang disukai harus sesuai dengan tujuan utama menuju keunggulan kompetitif termasuk melakukan pelatihan, orientasi pimpinan perusahaan, gaya manajemen, insentif inisiatif individu, dan kemampuan melakukan koordinasi termasuk mau dikoordinasi.
2. Berperilaku baik pada dalam berkomunikasi, selalu mau belajar, dan meningkatkan kemampuan berbahasa.
3. Perusahaan harus memiliki tujuan, struktur kepemilikan yang membanggakan bangsa, dan selalu berkomitmen dengan visi nasional.
4. Selalu terdapat rivalitas domestik dalam harga, litbang, inovasi, teknologi, emosional, dan juga personal.
5. Selalu mendukung diadakannya formasi bisnis yang baru.
Hubungan keempat elemen tersebut dikenal sebagai model berlian dari Porter. Keempat elemen tersebut disokong oleh pemerintah dalam rangka menghasilkan keunggulan kompetitif yang diinginkan. Peran pemerintah adalah mempengaruhi ke empat
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
14
Riset Kajian PKRB
…kritik utama terhadap Porter adalah modelnya mirip dengan sebuah bagan stratejik dalam sebuah perusahaan sehingga mengabaikan heterogenitas penduduk yang sangat mungkin tidak bekerja sesuai dengan apa yang difikirkan oleh Porter…
Global Economics Forum (Schwab, 2013) menyatakan bahwa daya saing dipengaruhi oleh 12 pilar yang meliputi factor-‐driven economies, factor-‐efficiency economies, innovation-‐driven economies… Tingginya produktivitas akan menjadi penentu bagi peningkatan kesejahteraan ekonomi dan tingkat pengembalian investasi melalui pertumbuhan ekonomi berkesinambungan…
elemen penting tersebut secara positif termasuk memfasilitasi pembentukan keunggulan kompetitif di suatu industri. Bagi Porter, kerja sama pemerintah dan elemen-‐elemen berlian tersebut telah terbukti menghasilkan negara-‐negara baru dengan daya saing tinggi.
Namun demikian, kelemahan-‐kelemahan dari teori ini perlu mendapat perhatian. Dari ulasan Porter, teori yang ia bangun dapat digunakan untuk berbagai kasus yang ia tampilkan. Namun, Rugman (1992) menyanggah apa yang terjadi di Kanada dapat dijelaskan oleh teori berlian dari Porter. Demikian juga dengan Oz (2000) yang meneliti Turki. Pemerintah di kedua negara terebut tidak bertindak seperti yang Porter sarankan, tetapi hasilnya tetap sama. Hal ini berarti, Porter terlalu percaya diri terhadap kebenaran teorinya. Di samping itu, kritik utama terhadap teori Porter adalah modelnya mirip dengan sebuah bagan strategi dalam sebuah perusahaan sehingga mengabaikan heterogenitas penduduk yang sangat mungkin tidak bekerja sesuai dengan apa yang difikirkan oleh Porter. 2.2. KAJIAN PUSTAKA
Global Economics Forum (Schwab, 2013)1 menyatakan bahwa daya saing dipengaruhi oleh 12 pilar yang meliputi factor-‐driven economies (Institutions, Infrastructure, Macroeconomic environment, Health and primary), factor-‐efficiency economies (Higher education and Training, Goods market efficiency, Labor market efficiency, Financial market development, Technological readiness, Market size, dan innovation-‐driven economies (Business sophistication, Innovation). Ke-‐12 pilar tersebut menempatkan ranking daya saing perekonomian suatu negara. Semakin tinggi ranking daya saing, maka sumber daya ekonomi yang dimiliki oleh negara tersebut memiliki tingkat produktivitas tinggi. Tingginya produktivitas akan menjadi penentu bagi peningkatan kesejahteraan ekonomi dan tingkat pengembalian investasi melalui pertumbuhan ekonomi berkesinambungan. Peningkatan investasi akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan pertumbuhan ekonomi tersebut pada akhirnya memberikan pengembalian kepada investor. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi, semakin tinggi pula tingkat pengembalian
1 Schwab, Klaus., Xavier Sala-‐i-‐Martín, and Børge Brende. 2013. The Global Competitiveness Report 2013–2014. Geneva: World Economic Forum.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
15
Riset Kajian PKRB
Konsep daya saing, yang dikembangkan oleh Global Economics Forum, melibatkan komponen statis dan dinamis… Perkembangan investasi Korea Selatan dalam pengembangan teknologi dan innovasi tersebut telah menempatkan produk ekspor Korea Selatan dari produk primer ke produk berteknologi tinggi…
investasi kepada investor. Dengan kata lain, perekonomian, yang memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi, cenderung tumbuh lebih cepat dari waktu ke waktu.
Konsep daya saing, yang dikembangkan oleh Global Economics Forum, melibatkan komponen statis dan dinamis. Daya saing dapat disebabkan oleh kepemilikan sumber daya ekonomi tertentu yang melimpah, sehingga perekonomian tersebut memiliki daya saing yang relatif tinggi atas hasil produksi yang menggunakan sumber daya ekonomi tersebut secara intensif. Selain itu, daya saing dapat ditumbuhkan dan dikembangkan. Penguasaan teknologi akan membawa perekonomian tersebut memiliki daya saing tinggi. Ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi telah menjadi faktor kunci di balik keberhasilan ekonomi Korea Selatan. Dengan investasi yang terus menerus dan besar-‐besaran dalam penelitian dan pengembangan dan inovasi, Korea Selatan telah berhasil membangun sistem inovasi unik yang mendukung pertumbuhan yang berkelanjutan dari ekonomi Korea Selatan2. Perkembangan investasi Korea Selatan dalam pengembangan teknologi dan inovasi tersebut telah menempatkan produk ekspor Korea Selatan dari produk primer ke produk berteknologi tinggi. Pada tahun 1980, ekspor utama Korea Selatan adalah pakaian jadi (apparel), dan pada tahun 2007, ekspor utama Korea Selatan adalah automobile.
2 Chung, Sungchul. 2010. “Innovation, Competitiveness, and Growth: Korean Experiences”. Paper for Annual World Bank Conference on Development Economics 2010. Seoul: The Science and Technology Policy Institute (STEPI).
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
16
Riset Kajian PKRB
Tabel 2.1 Ranking Komoditas Ekspor Korea Selatan 1980, 1990, 2000 dan 2007
Sumber: Sungchul, 2010 Bangladesh melakukan penurunan biaya produksi melalui peningkatan produktivitas dengan (i) perbaikan kondisi kerja dibandingkan penurunan upah pekerja, (ii) strategi perdagangan internasional dilakukan dengan membangun koalisi antara pembeli internasional…
Pengalaman Korea Selatan tersebut sedikit berbeda dengan pengalaman negara Bangladesh. Saxena (2010)3 menyatakan bahwa Bangladesh memiliki daya saing sektor tekstil yang disebabkan oleh biaya produksi, kualitas produk, hubungan dengan pembeli, dan kerja sama para pemangku kepentingan (pemerintah, pemilik usaha, dan pekerja). Bangladesh melakukan penurunan biaya produksi melalui peningkatan produktivitas dengan (i) perbaikan kondisi kerja dibandingkan penurunan upah pekerja, (ii) strategi perdagangan internasional dilakukan dengan membangun koalisi antara pembeli internasional, LSM internasional, dan stakeholder di bidang tekstil. Secara detail, rekomendasi pemangku kepentingan atas daya saing tekstil Bangladesh adalah sebagai berikut:
3 Saxena, Sanchita Banerjee and Véronique Salze-‐Lozac’h. 2010. Competitiveness in the Garment and Textiles Industry: Creating a supportive environment: A CASE STUDY OF BANGLADESH, OCCASIONAL PAPER, NO. 1, JULY 2010, Asia Foundation.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
17
Riset Kajian PKRB
Tabel 2.2 Faktor Penentu Daya Saing Bangladesh
Sumber: Saxena, Sanchita Banerjee and Véronique Salze-‐Lozac’h, 2010
Selain perbedaan antar negara dalam pengalaman dalam peningkatan daya saing, perbedaan sektor juga menjadikan
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
18
Riset Kajian PKRB
Latruffe (2010) berpendapat daya saing sektor pertanian dan agri-‐food perlu ditentukan oleh faktor-‐faktor yang dapat dikontrol oleh perusahaan dan faktor-‐faktor yang tidak dapat dikontrol oleh perusahaan…
perbedaan metode peningatan daya saing. Latruffe (2010)4 berpendapat daya saing sektor pertanian dan agri-‐food perlu ditentukan oleh faktor-‐faktor yang dapat dikontrol oleh perusahaan dan yang tidak dapat dikontrol oleh perusahaan. Hal ini dikarenakan sektor pertanian sangat berpengaruh terhadap perubahan iklim. Perubahan curah hujan dapat menyebabkan kegagalan panen. Demikian pula, hasil produk pertanian terkadang ditentukan oleh selera atau rasa sehingga keberadaan lokasi tempat tumbuh memberikan rasa khas pada hasil pertanian. Oleh karena itu, penelitian daya saing sektor pertanian menjadi sedikit berbeda dengan penelitian daya saing sektor manufacturing.
Sumber: Latruffe, L. (2010),
Diagram 2.2 Framework Daya Saing Sektor Pertanian
…penelitian daya saing sektor pertanian perlu memberhatikan dan mempertimbangkan… Patokan pengukuran daya saing adalah konsep yang relatif…
Menurut Lutruffe (2010), penelitian daya saing sektor pertanian perlu memperhatikan dan mempertimbangkan:
1. Patokan pengukuran daya saing adalah konsep yang relatif. Perusahaan harus dibandingkan dengan perusahaan sama yang lain atau perbandingan antar Negara. Kennedy et-‐al (1998)5 menjelaskan bahwa jika, misalnya, dua perusahaan
4 Latruffe, L. (2010), “Competitiveness, Productivity and Efficiency in the Agricultural and Agri-‐Food Sectors”, OECD Food, Agriculture and Fisheries Papers, No. 30, OECD Publishing. 5 Kennedy, P. Lynn., and R. Wes Harrison., and Mario A. Piedra. 1998. “Analyzing Agribusiness Competitiveness: The Case of the United States Sugar Industry”. International Food and Agribusiness management Review, 1(2): 245-‐257
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
19
Riset Kajian PKRB
Daya saing memiliki definisi yang luas dan berubah tergantung pada mazhab pemikiran dan kedalaman penelitian… Pada sektor pertanian, pengukuran tenaga kerja pertanian yang tidak dibayar (tenaga kerja keluarga) perlu mendapatkan perhatian khusus karena hasil temuan menjadi berbeda…
melakukan penurunan biaya produksi, maka tak satu pun perusahaan meningkatkan daya saing; peningkatan daya saing terjadi ketika sebuah perusahaan menurunkan biaya relatif dibandingkan dengan perusahaan pesaing.
2. Daya saing memiliki definisi yang luas dan berubah tergantung pada mazhab pemikiran dan kedalaman penelitian. Penilaian daya saing perlu dilakukan berdasarkan beberapa komponen. Namun, hal ini tidak jarang ditemukan studi yang menghitung hanya satu ukuran saja, seperti indeks ekspor saja, biaya produksi saja, atau pertumbuhan produktivitas saja. Hasil yang didapatkan menjadi berbeda dan tergantung dari komponen yang diukur (Wijnands et al., 2008).6 Hal ini akan lebih baik untuk mengukur beberapa komponen dan menggabungkan ke dalam satu ukuran daya saing atau pengamatan cluster dalam kelompok berdasarkan semua komponen (Carraresi, L. dan Banterle, A., 2008; Wijnands et al., 2008)7, agar mendapatkan gambaran yang lebih lengkap tentang daya saing.
3. Pada sektor pertanian, pengukuran tenaga kerja pertanian yang tidak dibayar (tenaga kerja keluarga) perlu mendapatkan perhatian khusus karena hasil temuan menjadi berbeda dengan memasukkan tenaga kerja keluarga atau tanpa memasukan tenaga kerja keluarga (Cesaro et al., 2008)8. Demikian pula, faktor intervensi pemerintah perlu mendapatkan perhatian dan mempertimbangkan dengan cermat. Hal ini didasarkan atas temuan beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa intervensi pemerintah akan menghasilkan daya saing “palsu” atau “tidak nyata” (Siggel, 2006)9.
6 Wijnands, J., Bremmers, H., van der Meulen, B. and Poppe, K. (2008), "An economic and legal assessment of the EU food industry‟s competitiveness", Agribusiness, Vol. 24, No. 4, pp. 417-‐439. 7 Carraresi, L. and Banterle, A. (2008), Measuring Competitiveness in the EU Market: A Comparison Between Food Industry and Agriculture, paper presented at the 12th EAAE Congress, Gent, Belgium, 27-‐30 August. 8 Cesaro, L., Marongiu, S., Arfini, F., Donati, M. and Capelli, M. (2008), Cost of Production: Definition and Concept, deliverable 1.1.2, FP7 project FACEPA („Farm Accountancy Cost Estimation and Policy Analysis of European Agriculture‟), October. 9 Siggel, E. (2006), "International competitiveness and comparative advantage: A survey and a proposal for measurement", Journal of Industry, Competition and Trade, Vol. 6, pp. 137-‐159.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
20
Riset Kajian PKRB
Metode yang dikembangkan oleh Farole ini membantu pengambil keputusan dalam pengembangan daya saing produk tertentu… Diagnosa pertama adalah apakah tantangan utama ekspor (pertumbuhan, diversifikasi, kualitas) terjadi pada margin intensif atau margin ekstentif…
Farole (2010)10 mengajukan konsep awal bagaimana melakukan diagnostik terhadap export competitiveness. Metode yang dikembangkan oleh Farole ini membantu pengambil keputusan dalam pengembangan daya saing produk tertentu. Diagnosa pertama adalah apakah tantangan utama ekspor (pertumbuhan, diversifikasi, kualitas) terjadi pada margin intensif atau margin ekstentif? Jika diagnosa berarah ke margin intensif, maka masalah yang timbul adalah pendalaman hubungan perdagangan atau kelangsungan ekspor? Jika diagnosa menuju ke margin ekstensif, masalah yang timbul adalah pasar baru atau produk baru? Jika diagnosa berada pada pendalaman, apakah itu bermasalah dengan produk atau pasar? Jika diagnosa mengarah kepada kelangsungan ekspor, apakah sektor itu mendukung keunggulan komparatif atau menentang keunggulan komparatif? Jika diagnosa comparative-‐advantage, masalah yang mendukung itu adalah produk tertentu atau pasar spesifik? Jika yang bermasalah adalah produk, maka masalah kualitas atau biaya? Jika masalah kualitas, apakah itu bermasalah dengan inovasi atau dengan standar dan sertifikasi? Apakah peran keterampilan dan lembaga? Jika biaya, masalah timbul adalah masalah tenaga kerja dan produktivitas atau input (komponen dan peralatan modal) dan Jasa pendukung (biaya dan kualitas utilitas, Layanan Bisnis, industri infrastruktur, dll.)? Jika masalah bersumber dari pasar, maka masalah yang timbul terfokus pada akses pasar, fasilitasi transportasi perdagangan atau kebijakan promosi perdagangan proaktif? Jika akses pasar, maka masalah yang muncul adalah tarif atau hambatan non-‐tariff? Jika fasilitasi transportasi dan perdagangan, maka masalah yang ada menjadi lokasi, transportasi dan logistik pasar/Jasa, atau isu-‐isu Bea dan border-‐related? Jika proaktif promosi perdagangan, fokus masalah berada pada kebijakan di atau administrasi.
10 Farole, Thomas, José Guilherme Reis and Swarnim Wagle. 2010. Analyzing trade competitiveness: A diagnostics approach. Policy Research Working Paper 5329. The World Bank Poverty Reduction and Economic Management Network International Trade Department.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
21
Riset Kajian PKRB
Sumber: Farole, Thomas, José Guilherme Reis and Swarnim Wagle. 2010
Diagram 2.3 Framework Dignostik Daya Saing
Dengan menggunakan data makro, Farole (2010) melakukan pengujian faktor yang mempengaruhi daya saing ekspor (yang diukur dari proporsi ekspor terhadap GDP) untuk sektor pertanian dan manufacturing dengan mendasarkan metode diagnostik dengan ditambahkan variabel kontrol seperti pendapatan per kapita, dan populasi…
Dengan menggunakan data makro, Farole (2010) melakukan pengujian faktor yang mempengaruhi daya saing ekspor (yang diukur dari proporsi ekspor terhadap GDP) untuk sektor pertanian dan manufacturing dengan mendasarkan metode diagnostik dengan ditambahkan variabel kontrol seperti pendapatan per kapita, dan populasi. Model regresi yang digunakan adalah OLS. Hal tersebut dilakukan untuk mengukur korelasi dan hubungan sebab akibat saja, dan bukan untuk mengukur besaran koefisien masing-‐masing faktor. Ekspor manufaktur dan pertanian dipengaruhi oleh kualitas infrastruktur trade-‐related. Ekspor manufaktur secara signifikan dipengaruhi oleh lingkungan micro-‐regulatory dan pelayanan pendukung utama, sedangkan untuk ekspor pertanian, kebijakan perdagangan yang lebih penting dibandingkan faktor lainnya. Pengujian model ini menjadi pelengkap bagi test diagnostik daya saing ekspor suatu komoditas.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
22
Riset Kajian PKRB
Tabel 2.3 Regresi Model Produktivitas Manufakturing dan Pertanian
Sumber: Farole, Thomas, José Guilherme Reis and Swarnim Wagle. 2010.
Pengujian faktor penentu terhadap daya saing mempunyai banyak variasi dan tergantung kepada tujuan dan definisi daya saing yang yang akan diukur…
Pengujian faktor penentu terhadap daya saing mempunyai banyak variasi dan tergantung kepada tujuan dan definisi daya saing yang yang akan diukur Álvarez (2009)11 melakukan Pengujian faktor penentu terhadap daya saing ekspor manufacturing. Hipotesa yang digunakan daya saing ekspor manufacturung dipengaruhi oleh foreign direct investment masuk, foreign direct investment keluar, prosentasi ekspor dan impor barang dan jasa terhadap GDP, pembayaran loyalty dan fee, pengeluaran penelitian dan pengembangan, dan jumlah patent. Model yang digunakan:
11 Álvarez, Isabel., Raquel Marín, and Georgina Maldonado. 2009. Internal and External Factors of Competitiveness in The Middle-‐income Countries. WP08/09. The General Direction of Planning and Evaluation of the Development Policies (DGPOLDE) of the Spanish Ministry of Foreign Affairs and Cooperation (MAEC).
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
23
Riset Kajian PKRB
Hasil regresi ditunjukkan sebagai berikut: Tabel 2.4
Regresi Model Produktivitas dan Patent
Sumber: Álvarez, Isabel., Raquel Marín, and Georgina Maldonado, 2009.
Penelitian daya saing yang Delgado et-‐al (2012) menggunakan definisi daya saing adalah output per usia kerja…
Penelitian daya saing yang Delgado et-‐al (2012)12 menggunakan definisi daya saing adalah output per usia kerja. Delgado, et-‐al mengasumsikan bahwa daya saing tenaga kerja didukung oleh kualitas infrastruktur lembaga sosial dan politik, kebijakan moneter dan fiskal, dan lingkungan ekonomi mikro. Lingkungan ekonomi mikro terdiri dari kualitas lingkungan bisnis, pembangunan cluster, dan kecanggihan strategi dan operasional perusahaan. Infrastruktur lembaga sosial dan politik (SIPI) meliputi kesehatan dan pendidikan dasar, kualitas lembaga politik, dan aturan hukum. Studi, yang menunjukan pengaruh intrastuktur lembaga sosial dan politik mempengaruhi produktivitas jangka panjang, dan pada gilirannya akan meningkatkan kemakmuran, dilakukan antara lain oleh Glaeser et al (2004).13 Selain infrastuktur, daya saing ekonomi makro juga ditentukan oleh kebijakan moneter dan fiskal (MFP), yang meliputi kebijakan fiskal dan utang, dan pengelolaan
12 Delgado, Mercedes., Christian Ketels, Michael E. Porter, and Scott Stern. 2012. The Determinants of National Competitivesness. Working Paper 18249. Cambridge, MA: National Buueau of Economics Research. 13 Glaeser, E., R. La Porta, F. Lopez-‐de-‐Silanes, and A. Shleifer. 2004. “Do Institutions Causen Growth?,” Journal of Economic Growth 9(3), 271-‐303.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
24
Riset Kajian PKRB
Pengaruh produktivitas terhadap peran kebijakan ekonomi mikro, struktur dan praktek nasional dan kinerja ekonomi regional telah dibuktikan oleh Bloom et al (2009). Freeman dan Shaw (2009), dan Delgado , Porter , dan Stern (2010)…
inflasi untuk jangka pendek dan menengah (Fischer, 1993)14. Penentu daya saing ekonomi mikro sangat berbeda. Daya saing ekonomi mikro difokuskan pada atribut tertentu lingkungan bisnis nasional (seperti: apakah regulasi bisnis meningkatkan atau menghambat investasi dan pertumbuhan); organisasi dan struktur kegiatan ekonomi (seperti: tingkat persaingan lokal dan sejauh mana spillovers aglomerasi dari pengembangan klaster); dan penggunaan praktek kecanggihan manajemen bisnis (seperti: apakah perusahaan menggunakan upah insentif). Pengaruh produktivitas terhadap peran kebijakan ekonomi mikro, struktur dan praktek nasional dan kinerja ekonomi regional telah dibuktikan oleh Bloom et al (2009). Freeman dan Shaw (2009), dan Delgado, Porter, dan Stern (2010).15
Diagram 2.4
Framework Daya Saing Ekonomi Makro dan Mikro Regresi tersebut menunjukkan bahwa faktor SIPI signifikan. Pada model kedua, produktivitas diukur proporsi neraca perdagangan terhadap GDP. Pada regresi kedua ini, faktor MFP signifikan Dibandingkan dengan model regresi ketiga di mana produktivitas didekati dengan ekspor manafuring per kapita, faktor MICRO dan MFP signifikan, seangkan faktor SIPI tidak
Dengan mengunakan data dari 130 negara selama periode 2001-‐2008, Delgado melakukan pengujian beberapa model. Empat model yang diuji adalah pertama, pengaruh MICRO, SIPI, dan MFP terhadap produktivitas tenaga kerja yang diukur dengan tenaga kerja per jam. Regresi tersebut menunjukkan bahwa faktor SIPI signifikan. Pada model kedua, produktivitas diukur proporsi neraca perdagangan terhadap GDP. Pada regresi kedua ini, faktor MFP signifikan. Dibandingkan dengan model regresi ketiga di mana produktivitas didekati dengan ekspor manafuring per kapita, faktor MICRO dan
14 Fischer, S. 1993. “The Role of Macroeconomic Factors in Growth,” Journal of Monetary Economics 32 (3), 485-‐512. 15 Bloom, N. and Sadun, R. and Van Reenen, J. 2009. “The Organization of Firms across Countries,” CEP Discussion Papers, 937. Centre for Economic Performance, London School of Economics and Political Science, London, UK; dan Delgado M., M.E. Porter, and S. Stern. 2010. “Clusters and Entrepreneurship,” Journal of Economic Geography 10 (4), 495-‐518.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
25
Riset Kajian PKRB
signifikan… Dalam penelitian World Bank, lingkungan bisnis berkesinambungan untuk sektor manufacturing dapat dibagi menjadi 3 cluster…
MFP signifikan, sedangkan faktor SIPI tidak signifikan. Untuk produktivitas yang diukur dengan proporsi ekspor teknologi tinggi terhadap ekspor manufacturing, faktor MICRO signifikan. Oleh karena itu, pengaruh ke tiga faktor tersebut dalam mempengaruhi produktivitas tergantung pada definisi produktivitas yang dipergunakan.
Dalam penelitian World Bank16, lingkungan bisnis berkesinambungan untuk sektor manufacturing dapat dibagi menjadi 3 cluster. Cluster pertama adalah membuat barang murah melalui biaya operasional rendah atau perbaikan produktivitas, sedangkan cluster kedua adalah membuat barang baru melalui perbaikan produktivitas, discovery, dan insentif inovasi. Cluster ketiga adalah pengurangi biaya oportunitas melalui akses permodalan, meminimkan risiko, dan pengelolaan nilai tukar.
Sumber: World Bank, 2012
Diagram 2.5 Framework Cluster Daya Saing Sektor Manufakturing
16 World Bank. 2012. Picking up the Pace: Reviving Growth in Indonesia’s Manufacturing Sector. Jakarta: World Bank.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
26
Riset Kajian PKRB
Meskipun pertumbuhan ekonomi masih relatif tinggi dalam beberapa tahun terakhir, namun terdapat kekhawatiran bahwa sektor manufaktur Indonesia, yang telah mengalami stagnasi sejak krisis Asia, mencapai "perangkap pendapatan menengah "…
Farole (2012)17 melakukan uji diagnistik terhadap daya saing perdagangan negara Indonesia. Meskipun pertumbuhan ekonomi masih relatif tinggi dalam beberapa tahun terakhir, namun terdapat kekhawatiran bahwa sektor manufaktur Indonesia, yang telah mengalami stagnasi sejak krisis Asia, mencapai "perangkap pendapatan menengah ". Jika hal itu benar, pertumbuhan ekonomi jangka panjang, yang penting bagi penciptaan lapangan pekerjaan, menjadi berrisiko dan sektor komoditas yang berkembang berpotensi mudah “menguap”. Fanola melakukan uji diagnostik daya saing Indonesia pada tiga subsektor manufaktur -‐ pakaian, mebel kayu, dan komponen otomotif. Selain untuk valuasi kondisi daya saing di sektor manufaktur Indonesia, pengujian ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi pilihan-‐pilihan kebijakan untuk meningkatkan daya saing dan peningkatan kualitas produk manufaktur Indonesia.
Sumber: Farole, 2012.
Diagram 2.6 Framework Diagnostik Daya Saing Manufakturing Indonesia
Teknologi sektor manafakturing di Indonesia relatif tidak berkembang dibanding negara ASEAN lain, seperti Malaysia (Fall, 2002)…
Kondisi sektor manufakturing di Indonesia berbeda. Teknologi sektor manafakturing di Indonesia relatif tidak berkembang dibanding negara ASEAN lain, seperti Malaysia (Fall, 2002). Hal ini berimplikasi bahwa sektor manufakturing di Indonesia berrisiko dan cepat berganti-‐ganti dalam jangka panjang. Sebagaimana ditunjukkan oleh Fall bahwa sektor manufakturing di Indonesia mengandalkan primary
17 Farole, Thomas and Deborah Winkler. 2012. EXPORT COMPETITIVENESS IN INDONESIA’S MANUFACTURING SECTOR. Report for the World Bank study on the competitiveness manufacturing sector and is funded by Multi-‐Partner Facility for Trade and Investment Climate. Jakarta: World Bank.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
27
Riset Kajian PKRB
product dan resource based. Sektor manufakturing yang berbasis teknologi tidak berkembang, dan sangat berbeda dengan pengembangan sektor manufakturing di Malaysia.
Sumber: Farole, 2012.
Diagram 2.7 Perbandingan Teknologi Manufakturing Indonesia dan Malaysia, 1990 – 2010
Kebangkitan sektor manafakturing di Indonesia mulai nampak pada tahun 2008… Hal ini disebabkan oleh (Fall 2012): (i) dorongan kebangkitan sektor manufakturing tradisional (pakaian, furnitur, dan komponen otomotif) yang mengandalkan upah tenaga kerja murah bahkan paling rendah di kawasan ASEAN, (ii) potensi akses pasar ekonomi berdasarkan skala produksi yang besar dan berkembangnya pasar domestik Indonesia dan pasar regional semakin terintegrasi…
Kebangkitan sektor manafakturing di Indonesia mulai nampak pada tahun 2008. Ke tiga subsektor manufakturing memiliki quality margin yang signifikan. Sektor apparel memiliki potensi berkesinambungan (permintaan pasar yang besar), sedangkan sektor furnitur memiliki potensi peningkatan produktivitas dan intensivikasi penggunaan bahan baku. Hal ini disebabkan oleh (Fall 2012): (i) dorongan kebangkitan sektor manufakturing tradisional (pakaian, furnitur, dan komponen otomotif) yang mengandalkan upah tenaga kerja murah bahkan paling rendah di kawasan ASEAN, (ii) potensi akses pasar ekonomi berdasarkan skala produksi yang besar dan berkembangnya pasar domestik Indonesia dan pasar regional semakin terintegrasi. Kondisi tersebut tidak banyak dimiliki oleh negara lain, sehingga peluang keberuntungan ini seharusnya dapat segera dihidupkan dengan insentif peningkatan teknologi dan penciptaan lapangan pekerjaan baru dalam sektor manufakturing di Indonesia. Dalam jangka pendek, upah murah dapat dipertahankan namun dalam jangka panjang tekanan atas kenaikkan upah akan terjadi.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
28
Riset Kajian PKRB
Tabel 2.5 Rangkuman Diagnostik Apparel, Furnitur, dan Komponen Automotif
Sumber: Farole, 2012. Oleh karena dalam jangka pendek (ketika upah murah masih dapat dipertahankan), pemerintah dan sektor swasta Indonesia segera mengambil tindakan mengambil keuntungan dari kesempatan ini… Selanjutnya Farole (2012) menyarankan dalam jangka menengah antara lain adalah sektor manufakturing… Produktivitas yang diukur dari
Oleh karena dalam jangka pendek (ketika upah murah masih dapat dipertahankan), pemerintah dan sektor swasta Indonesia segera mengambil tindakan mengambil keuntungan dari kesempatan ini (Lall, 2000)18: (i) sektor manufakturing memperluas keuntungan, meningkatkan produktivitas dengan mengatasi kekakuan pasar tenaga kerja dan meningkatkan akses terhadap pengembangan keterampilan dan pelatihan, serta meningkatkan kualitas manajemen perusahaan; (ii) meningkatkan non-‐harga faktor daya saing, khususnya dengan isu-‐isu yang berkaitan dengan transportasi dan fasilitasi perdagangan; (iii) memastikan lingkungan bisnis yang mempromosikan investasi dan pertumbuhan perusahaan dengan menurunkan hambatan untuk mengakses pembiayaan, mengatasi hambatan peraturan yang mencegah ekspansi; (iv) meningkatkan transparansi dan kredibilitas kebijakan, peraturan, dan lingkungan pemerintahan dalam rangka untuk menurunkan risiko dan memfasilitasi investasi sektor swasta.
Selanjutnya Farole (2012) menyarankan dalam jangka menengah antara lain adalah sektor manufakturing: (i) lebih baik memanfaatkan pasar domestik dan potensi untuk mengintegrasikan ke dalam rantai nilai tambah daerah (Regional Value Chain); (ii) meningkatkan lingkungan peraturan bisnis untuk mempromosikan pasar domestik; dan (iii) meningkatkan hubungan antara perusahaan domestik dan FDI, serta koordinasi antara perusahaan.
Untuk perbandingan produktivitas tenaga kerja Indonesia dan ASEAN dibandingkan dengan negara Cina dan India, publikasi rutin
18 Lall, S. 2000. The Technological Structure and Performance of Developing Country Manufactured Exports, 1985-‐1998, Working Paper, Q. E. House, University of Oxford.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
29
Riset Kajian PKRB
output per pekerja, produktivitas China mengalami peningkatan yang dramatis dan telah mengungguli rata-‐rata produktivitas negara-‐negara ASEAN…
ILO19 dapat menjelaskan hal tersebut. Produktivitas yang diukur dari output per pekerja, produktivitas China mengalami peningkatan yang dramatis dan telah mengungguli rata-‐rata produktivitas negara-‐negara ASEAN. Produktivitas negara India masih berada di bawah rata-‐rata produktivitas negara-‐negara ASEAN. Proktivitas negara Korea Selatan menempati posisi paling tinggi dibandingkan Cina, India, dan ASEAN. Dibandingkan dengan negara ASEAN lain, produktivitas Indonesia relatif lebih tinggi dibandingkan Filipina, Vietnam, Kamboja, Burma; dan relatif lebih rendah dibandingkan Thailand, Malaysia, dan Singapore.
Tabel 2.6 Perbandingan Produktivitas Pekerja Indonesia, ASEAN dan Beberapa Negara Lain
Sumber: ILO, 2008.
Dilihat dari produk yang dihasilkan, ASEAN dan Cina sangat bergantung pada pasar di Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang.
19 ILO. 2008. Labour and Social Trends in ASEAN 2008: Driving Competitiveness and Prosperity with Decent Work. Bangkok: International Labour Organization Regional Office for Asia and the Pacific.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
30
Riset Kajian PKRB
Komposisi produk yang diekspor oleh ASEAN dan Cina saling tumpang tindih… Sampai tahun 2007, barang-‐barang yang tidak diproses mendominasi komoditas ekspor Indonesia, dan menunjukan tren yang meningkat…
Berdasarkan Yue (2003)20 menunjukkan tumpang tindih tumbuh di ekspor manufaktur untuk pasar AS antara tahun 1990 – 2002, dengan peningkatan kecanggihan teknologi ekspor Cina. Komposisi produk yang diekspor oleh ASEAN dan Cina saling tumpang tindih. Struktur ekspor Cina dan Indonesia menunjukkan 83,5 %, tumpang tindih, diikuti oleh Thailand (76,1 %), Philippines (57,0 % ) dan Malaysia (54,5 %), dan Singapore ( 44,2 % ). Dengan peningkatan produktivitas pekerja Cina, daya saing produk ASEAN semakin kalah bersaing. Bila dikaitkan dengan perbandingan upah, produk Cina merupakan pesaing utama produk ASEAN. Laporan UNCTAD21 menunjukkan bahwa rata-‐rata upah pekerja Indonesia 2,2 kali lebih tinggi dibandingkan rata-‐rata upah pekerja Cina, sedangkan rata-‐rata upah pekerja Filipina (4,1), Malaysia (5,2), dan Singpore (23,4).
Sampai tahun 2007, barang-‐barang yang tidak diproses mendominasi komoditas ekspor Indonesia, dan menunjukan tren yang meningkat (WTO, 2008). Untuk barang ekspor yang semi-‐proses justru mengalami penurunan sejak tahun 2002, dan terjadi sedikit peningkatan pada tahun 2007. Barang ekspor yang telah diolah relatif kecil dan cenderung menurun sejak tahun 2000. Untuk ekspor jasa, Indonesia belum menunjukan kinerja yang konsisten. Pada tahun 2004 dan 2005, pangsa pasar ekspor jasa Indonesia menunjukkan posisi yang rekatif tinggi, namun pangsa pasar ekspor jasa yang telah dicapai menurun kembali.
20 Yue, Chia Siow. 2004. ASEAN-‐China Free Trade Area. Paper for presentation at the AEP Conference, Hong Kong12-‐13 April 2004. Singapore Institute of International Affairs. 21 UNCTAD, 2002. Trade and Development Report 2003. Geneva: UNCTAD.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
31
Riset Kajian PKRB
World Export Market Share (%)
Sumber: UNCom Trade, WTO, 2008.
Diagram 2.8 Pangsa Pasar Ekspor Indonesia Menurut Proses Pengolahan, 1997 – 2007
Dibandingkan dengan negara lain, daya saing produk ekspor Indonesia menunjukkan penurunan yang diindikasikan dari penurunan proporsi ekspor terhadap GDP tahun 2004-‐2008…
Dibandingkan dengan negara lain, daya saing produk ekspor Indonesia menunjukkan penurunan yang diindikasikan dari penurunan proporsi ekspor terhadap GDP tahun 2004-‐2008 (EIU, 2008). Posisi Indonesia berada di bawah Thailand dan Vietnam, dibandingkan dengan negara-‐negara ASEAN, dan berada di atas Malaysia, Kamboja dan Filipina. Bila kinerja ekspor Indonesia dibandingkan dengan negara-‐negara Asia lainya, posisi Indonesia berada di bawah Cina, India dan Bangladesh, dan berada di atas Pakistan dan Srilangka. Berdasarkan laporan EIU, akibat penurunan daya saing global, Indonesia mengalami penurunan proporsi ekspor dan jasa terhadap GDP. Posisi Indonesia berada paling rendah dibandingkan negara-‐negara ASEAN lainnya.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
32
Riset Kajian PKRB
Sumber: EIU, 2008.
Diagram 2.9 Perbandingan Kinerja Ekspor Indonesia Terhadap Negara Asia dan Beberapa Negara Lain, 2004 –
2008 Produk ekspor Indonesia yang mengalami penurunan pangsa pasar meskipun masih memiliki daya saing…
Portfolio cluster ekspor Indonesia dapat ditunjukkan melalui diagram empat kuadran (Porter, 2009, dan Molnár, 2008).22 Selama kurun waktu 1997-‐2007, secara keseluruhan, kinerja ekspor Indonesia mengalami penurunan daya saing. Industri, yang masih menunjukkan daya saing dan memiliki pangsa pasar yang meningkat, ditunjukkan oleh industri batu bara, produk pertanian, tembakau, dan produk kehutanan. Untuk manufakturing, industri, yang berada di kuadrat kanan atas, adalah industri tekstil, plastik, dan apparel. Produk ekspor Indonesia yang mengalami penurunan pangsa pasar meskipun masih memiliki daya saing antara lain adalah furnitur, minyak dan gas, produk perikanan.
22 Porter, Michael E. 2009. International Cluster Competitiveness Project. Institute for Strategy and Competitiveness, Harvard Business School; Molnár, M. and M. Lesher. 2008. “Recovery and Beyond: Enhancing Competitiveness to Realise Indonesia's Trade Potential”, OECD Trade Policy Papers, No. 82, OECD Publishing.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
33
Riset Kajian PKRB
Sumber: Porter, 2009, dan M. Lesher. 2008.
Diagram 2.10 Portfolio Cluster Ekspor Indonesia, 1997 – 2007
Tingginya daya saing dan peningkatan pangsa pasar produk-‐produk pertanian pada pasar global juga dibuktikan oleh Arifin… Hasil penelitian menunjukan bahwa kopi dan teh memiliki daya saing medium, sedangkan kakao, karet alam, dan jambu mete memiliki daya saing tinggi…
Tingginya daya saing dan peningkatan pangsa pasar produk-‐produk pertanian pada pasar global juga dibuktikan oleh Arifin (Arifin, 2013).23 Studi Arifin melakukan penelitian daya saing dan keberlanjutan beberapa komoditas pertanian di Indonesia, yaitu: kopi, kakao, teh, jambu mete dan mangga. Studi yang dilakukan oleh Arifin, menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA), yang dilengkapi dengan wawancara mendalam dan diskusi dengan narasumber yang kompeten dan pemangku kepentingan. Hasil penelitian menunjukan bahwa kopi dan teh memiliki daya saing medium, sedangkan kakao, karet alam, dan jambu mete memiliki daya saing tinggi. Kopi, yang memiliki pangsa pasar ke 4 terbesar dunia, mempunyai nilai RCA=6.05 yang berarti bahwa tingkat daya saing medium dan telah mendapat sertifikasi Starbucks Cafe, Utz Certified, RF Alliance, dan organic. Untuk komoditas teh, teh Indonesia, yang memberikan kontribusi 4% produksi dunia, memiliki
23 Arifin, Bustanul. 2013. “On the Competitiveness and Sustainability of the Indonesian Agricultural Export Commodities”. ASEAN Journal of Economics, Management and Accounting 1 (1): 81-‐100 (June 2013).
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
34
Riset Kajian PKRB
Jadi komoditas pertanian Indonesia masih memiliki daya saing dan memerlukan rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan kinerja rantai nilai global di masa mendatang…
nilai RCA=5,43. Kakao, yang merupakan produsen ke 3 dunia, memiliki nilai RCA=14 yang berarti tinggi dan telah memiliki sertifikat R.F Alliance, Utz. Certified, dan organic. Karet, yang memiliki tingkat produksi nomer 2 setelah Thailand, memiliki nilai RCA=36,61 yang bermakna sangat kompetitif. Jadi komoditas pertanian Indonesia masih memiliki daya saing dan memerlukan rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan kinerja rantai nilai global di masa mendatang, baik dari segi daya saing dan keberlanjutan produksi.
Tabel 2.7 Ringkasan Daya Saing Beberapa Produk Pertanian Indonesia
Sumber: Arifin, 2011. Tingginya daya saing produk pertanian juga ditunjukkan oleh komoditas minyak kepala sawit Indonesia meskipun mendapat persaingan cukup ketat dari minyak kelapa sawit Malaysia…
Tingginya daya saing produk pertanian juga ditunjukkan oleh komoditas minyak kepala sawit Indonesia meskipun mendapat persaingan cukup ketat dari minyak kelapa sawit Malaysia. (Amzul, 2011).24 Indonesia dan Malaysia merupakan dua produsen utama minyak kelapa sawit dunia. Pada pasar Cina, yang sensitif terhadap harga, eksportir minyak kelapa sawit Indonesia lebih menguasa pasar dibandingkan eksportir Malaysia, sedangkan pada pasar Belanda, yang kurang sensitif terhadap harga, eksportir kelapa sawit Malaysia sedkit lebih unggul dibandingkan dengan eksportir Indonesia. Pada pasar Belanda, minyak kelapa sawit merupakan produk relatif baru
24 Amzul, Rifin. 2011. The Role of palm Oil Industry in Indonesia Economy and its Export Competitiveness. Disertation. University of Tokyo.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
35
Riset Kajian PKRB
Produk Indonesia, yang memiliki daya saing kuat dalam tingkat global, adalah produk perikanan, produk pertanian, furnitur, produk kehutanan, apparel, dan footwear…
sehingga isu-‐isu non-‐pasar (seperti: isu lingkungan) lebih menonjol dibandingkan isu harga minyak kelapa sawit. Untuk pasar India, yang paling sensitif terhadap harga, eksportir minyak kelapa sawir Indonesia kembali unggul dibandingkan eksportir Malaysia.
Pada laporan penelitian, yang dilakukan oleh Institute for Strategy and Competitiveness, Harvard Business School (Porter, 2009), menunjukan cluster daya saing produk Indonesia pada tingkat global. Produk Indonesia, yang memiliki daya saing kuat dalam tingkat global, adalah produk perikanan, produk pertanian, furnitur, produk kehutanan, apparel, dan footwear. Produk plastik, minyak dan gas, logam, pertambangan batu bara, tembakau; dan perlengkapan, peralatan, jasa bangunan merupakan produk eskpor yang masih berdaya saing, sedangkan produk lainnya memiliki potensi untuk dikembangkan agar memiliki daya saing di pasar global.
Sumber: Porter, Michael E. 2009.
Diagram 2.11 Cluster Daya Saing Indonesia, 1997 – 2007
Farole (2012) merangkum kinerja ekspor Indonesia (1999-‐2009) dibandingkan dengan negara-‐negara ASEAN dan Asia lainnya. Kinerja ekspor tekstil dan furnitur Indonesia lebih banyak ditujukan kepada pasar tradisional, namun sebagian pasar tradisional tersebut
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
36
Riset Kajian PKRB
Kinerja ekspor tekstil dan furnitur Indonesia lebih banyak ditujukan kepada pasar tradisional, namun sebagian pasar tradisional tersebut telah berkurang dengan munculnya produsen tekstil baru seperti Vietnam, Bangladesh, dan Cina untuk tekstil; dan Cina, Polandia, Malaysia untuk furnitur…
telah berkurang dengan munculnya produsen tekstil baru seperti Vietnam, Bangladesh, dan Cina untuk tekstil; dan Cina, Polandia, Malaysia untuk furnitur. Pengurangan pasar tradional ekspor tekstil dan furnitur Indonesia masih lebih cepat dibandingkan pembukaan pasar baru bagi produk tekstil dan furnitur Indonesia. Kinerja ekspor komponen automotif menunjukan perkembangan yang sedikit lebih baik dibandingkan dengan kinerja ekspor tekstil dan furnitur. Pembukaan pasar baru untuk produk komponen automatif lebih cepat dibandingkan penurunan permintaan di pasar tradisional.
Data ILO (2008) menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia dan ASEAN yang disebabkan oleh peningkatan produktitas tenaga kerja sektor industri ketimbang sektor pertanian dan jasa. Produktivitas sektor pertanian, industri dan jasa di Indonesia berada di bawah produktivitas ASEAN.
Tabel 2.8 Perbandingan Produktivitas Sektoral Indonesia, ASEAN dan Beberapa Negara Lain
Sumber: ILO, 2008. Selama 2000 – 2006, produktivitas kapital relatif tidak berubah…
Untuk pembentukan kapital, produktitas yang didekati kapital per pekerja untuk Indonesia berada di bawah rata-‐rata negara ASEAN. Selama 2000 – 2006, produktivitas kapital relatif tidak berubah. Negara Thailand dan Vietnam menunjukan peningkatan produktitas kapital per pekerja.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
37
Riset Kajian PKRB
Tabel 2.9 Perbandingan Produktivitas Kapital Indonesia, ASEAN, dan Beberapa Negara Lain
Sumber: ILO, 2008. Dalam kinerja investasi, meskipun Indonesia telah memberikan perlindungan yang melebihi rata-‐rata negara lain, kapital masuk ke Indonesia termasuk kecil…
Dalam kinerja investasi, meskipun Indonesia telah memberikan perlindungan yang melebihi rata-‐rata negara lain, kapital masuk ke Indonesia termasuk kecil. Proporsi foreign direct investment (FDI) terhadap GDP selama tahun 2003-‐2007 berada tingkat 10% (UNCTAD, 2009). Dibandingkan dengan negara-‐negara ASEAN lain, posisi Indonesia berada di bawah. Negara Malaysia, Thailand, Filipina, Kambojo, Vietnam, dan Laos berada di atas Indonesia. Hal ini mungkin mengindikasikan bahwa perlindungan yang berlebihan terhadap investor belum cukup ketika tidak dimbangi dengan perbaikan infrastruktur dan sarana pendukung lainnya.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
38
Riset Kajian PKRB
Sumber: UNCTAD. World Investment Report, 2009.
Diagram 2.12 Perbandingan Daya Tarik Investasi Asing Indonesia Terhadap Beberapa Negara Lain, 2003 – 2007
Penurunan ekspor produk Indonesia juga diperburuk oleh rendahnya inovasi dan perubahan teknologi yang ditunjukkan oleh rendahnya hak patent yang didaftarkan…
Penurunan ekspor produk Indonesia juga diperburuk oleh rendahnya inovasi dan perubahan teknologi yang ditunjukkan oleh rendahnya hak patent yang didaftarkan. Berdasarkan laporan EIU (EIU, 2008). Dibandingkan dengan negara Thailand dan Malaysia, Indonesia berada di bawah baik dalam hal jumlah yang dipatentkan dan juga perbandingan terhadap jumlah penduduk.
Sumber: USPTO, 2008; EIU, 2008.
Diagram 2.13 Perbandingan Patent Indonesia yand Didaftarkan Terhadap Negara Lain
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
39
Riset Kajian PKRB
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pendekatan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitaif dan kualitatif… Korelasi bivariat adalah mengukur hubungan antara dua variabel; mengukur kekuatan hubungan mereka dengan nilai yang berkisar dari nilai absolut 1 ke 0…
Pendekatan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitaif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif yang digunakan adalah analisis korelasi bivariat untuk mengindentifikasi keterkaitan antara variabel produktivitas dengan daya saing; dan analisis cluster untuk melihat posisi Indonesia dibandingkan negara ASEAN lain dalam hal produktivitas dan daya saing. Sementara itu, pendekatan kualitatif yang digunakan adalah deskriptif analitik, yaitu teknik dekomposisi dengan stacked bar mengenai perkembangan variabel penting produktivitas dan daya saing; serta analisis kualitatif mengenai kajian kebijakan fiskal yang relevan untuk meningkatkan daya saing Indonesia menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN. 3.1. ANALISIS KORELASI BIVARIAT
Korelasi bivariat adalah mengukur hubungan antara dua variabel; mengukur kekuatan hubungan mereka dengan nilai yang berkisar dari nilai absolut 1 ke 0. Semakin kuat hubungan, semakin dekat nilai adalah 1. Hubungan bisa positif atau negatif. Jika hubungannya positif maka peningkatan salah satu nilai variabel, maka nilai variabel lain juga meningkat. Dalam hubungan negatif, sebagai salah satu nilai meningkat, maka variabel yang lain menurun. Analisis korelasi bivariat dalam penelitian ini digunakan untuk mengidentifikasi dan mengkuantifikasi korelasi antar dua variabel.
Model korelasi yang digunakan adalah korelasi Pearson. Formula korelasi Pearson (r) adalah sebagai berikut
𝑆𝑃𝑆𝑆!𝑆𝑆!
dimana SP = “Sum of Products” SS = Sum of Squared Deviations
𝑆𝑃 = (𝑋 − 𝑋)(𝑌 − 𝑌)
𝑆𝑆! = 𝑋 − 𝑋 !
𝑆𝑆! = 𝑌 − 𝑌 !
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
40
Riset Kajian PKRB
Dalam penelitian ini set variabel terdiri variate X atau disebut variate produktivitas; dan variate Y atau disebut variate daya saing. Sebanyak 6 variabel secara komposit membentuk variate X…
Data yang digunakan dalam analisis korelasi bivariate adalah data produktivitas dan daya saing Indonesia selama periode 2008 – 201125. Dalam penelitian ini set variabel terdiri variate X atau disebut variate produktivitas; dan variate Y atau disebut variate daya saing. Sebanyak 6 variabel secara komposit membentuk variate X, yang terdiri dari
X1 : Total Factor Productivity Index (2000 = 1) X2 : Labor Productivity Index based on hour worked (2000 = 1) X3 : Labor Productivity Index based on number employment (2000 = 1) X4 : Capital Productivity Index (2000 = 1) X5 : Growth of Contribution of TFP on Output Growth (%) X6 : Growht of Total Factor Productivity to Labor Productivity Growth (%) Sedangkan sebanyak total 65 variabel secara komposit
membentuk variate Yi, dimana i = 1, 2, … , 5 berturut turut adalah sub pilar infrastruktur, logistik, investasi, usaha kecil dan menengah, dan perdagangan26. Variabel komposit yang membentuk masing-‐masing variate Y adalah sebagai berikut
Tabel 3.1 Sub Pilar Daya Saing dan Komponennya
No Sub Pilar 1. Infrastruktur
1 quality of overall infrastructures 2 quality of road 3 quality of railroad infrastructure 4 quality of port infrastrastructure 5 quality of air transport 6 quality of electrical supply
2. Logistik
25 Data mengenai Competitiveness adalah sampai dengan 2012/2013, sementara data produktivitas dari APO terakhir adalah 2011. 26 Pada Global Competitiveness Indexes terdapat 12 sub pilar daya saing yaitu Institutions, Infrastructure, Macroeconomic Environment, Health and Primary Education, Higher Education and Training, Goods Market Efficiency, Labor Market Efficiency, Financial Market Development, Technological Readiness, Market Size, Business Sophistication, dan Innovation. Oleh karena secara langsung tidak sesuai dengan 5 prioritas sub pilar Kementerian Keuangan, maka perlu dilakukan reklasifikasi agar lebih mewakili kelima sub pilar tersebut.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
41
Riset Kajian PKRB
1 quality of overall infrastructures 2 quality of railroad infrastructure 3 quality of air transport 4 individual using internet 5 broadband internet subscription 6 internet bandwidth 7 local supplier quantity 8 local supplier quality 9 state of cluster development
10 value chain breadth 11 control of international distribution 12 capacity for innovation 13 capacity of scientific research institution 14 government procurement of advantage product
3. Investasi
1 property right 2 intellectual property protection 3 regular payment and bribes 4 efficiency of legal framework in settling disputes
5 government service for improve business performance
6 quality of overall infrastructures 7 quality of electrical supply 8 gross national saving 9 country credit rating
10 extent of market dominance 11 extent and effect of taxation 12 total tax rate 13 procedure to start a business 14 days to start a business 15 business impact of rules of FDI 16 coorporation in labor employer relations 17 domestic market size index 18 foreign market size index
4. Usaha Kecil Menengah
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
42
Riset Kajian PKRB
1 quality of overall infrastructures
2 government service for improve business performance
3 quality of management school 4 availability of research and training service 5 intensity of local competition 6 procedure to start a business 7 availability of financial service 8 financing through local equity market 9 ease of access to loan
10 sound of banks 11 capacity for innovation
5. Perdagangan
1 quality of overall infrastructures 2 quality of road 3 quality of port infrastrastructure 4 Inflation 5 extent of market dominance 6 effectivenss of anti monopoly policy 7 prevalance of trade barriers 8 trade tariff 9 burden of custom procedures
10 domestic market size index 11 foreign market size index 12 local supplier quantity 13 local supplier quality 14 nature of competitive advantage 15 value chain breadth 16 control of international distribution
Analisis cluster adalah teknik analisis untuk mengelompokkan observasi berdasarkan kesamaan karakteristiknya (homogen) sehingga antar kelompok akan memiliki karakteristik yang berbeda-‐beda…
3.2. ANALISIS CLUSTER
Analisis cluster adalah teknik analisis untuk mengelompokkan observasi berdasarkan kesamaan karakteristiknya (homogen) sehingga antar kelompok akan memiliki karakteristik yang berbeda-‐beda. Secara spesifik, analisis cluster akan mengelompokkan n individu ke dalam cluster berdasarkan sejumlah p variabel. Pengelompokkan ini didasarkan pada besar kecilnya jarak, dimana
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
43
Riset Kajian PKRB
Teknik yang digunakan untuk menentukan jarak ini adalah Euclidean Distance…
semakin pendek jarak individu terhadap individu lain, maka semakin besar kesamaan antar individu tersebut. Sehingga besar kemungkinannya individu tersebut akan dimasukkan ke dalam kelompok yang sama.
Teknik yang digunakan untuk menentukan jarak ini adalah Euclidean Distance. Misalnya individu X dan Y masing-‐masing memiliki variabel dengan dimensi p dapat dituliskan dalam bentuk vektor x1 = [x1, x2, x3, … , xp] dan vektor y1 = [y1, y2, y3, … , yp]. Besarnya Euclidean Distance dari X dan Y adalah sebagai berikut
𝑑!" = 𝑥! − 𝑦! ! + 𝑥! − 𝑦! ! + …+ 𝑥! − 𝑦!!
Dimana x1 adalah nilai variabel ke 1 untuk X x2 adalah nilai variabel ke 2 untuk X xp adalah nilai variabel ke p untuk X y1 adalah nilai variabel ke 1 untuk Y y2 adalah nilai variabel ke 2 untuk Y yp adalah nilai variabel ke p untuk Y Dalam bentuk vektor, Euclidean Distance dapat ditulis dengan persamaan
𝑑!" = 𝑥 − 𝑦 !(𝑥 − 𝑦) Model analisis cluster dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu Metode Hierarchial dan Metode Non Hierarchial… Metede hierachial digunakan terutama pada kasus dimana individu yang akan dikelompokkan jumlahnya sedikit serta jumlah kelompok yang dikehendaki tidak diketahui… Prosedur ini mengelompokkan dua atau lebih individu yang memiliki jarak paling dekat…
Model analisis cluster dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu Metode Hierarchial dan Metode Non Hierarchial.
1. Metode Hierarchial Metede hierachial digunakan terutama pada kasus dimana individu yang akan dikelompokkan jumlahnya sedikit serta jumlah kelompok yang dikehendaki tidak diketahui. Teknik pengelompokkan disajikan dalam bentuk dendogram. Prosedur yang dilakukan dalam model hierachial dapat berupa agglomerative (metode penggabungan) dan divisive (metode pembagian). Agglomerative Prosedur ini mengelompokkan dua atau lebih individu yang memiliki jarak paling dekat. Selanjutnya dibuat kembali
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
44
Riset Kajian PKRB
Prosedur ini dimulai dengan mengelompokkan dua individu atau objek yang memiliki jarak terjauh atau lebih menekankan pada perbedaan… Prosedur ini berkebalikan dengan complete linkage… Prosedur ini dilakukan dengan cara meminimumkan rata-‐rata jarak semua pasangan individu yang berasal dari kelompok terhadap kelompok lainnya…
berdasarkan kesamaan antar kelompok (jarak antar kelompok terdekat), sehingga terjadi penggabungan kelompok, dan begitu seterusnya dilakukan prosedur yang sama. Jenis-‐jenis prosedur yang ada di dalam agglomerative adalah
a. complete linkage
Prosedur ini dimulai dengan mengelompokkan dua individu atau objek yang memiliki jarak terjauh atau lebih menekankan pada perbedaan. Misalnya individu X dan Y memiliki jarak (dxy) terjauh, maka dengan individu Z, harus dicari maksimum XZ dan YZ atau d(xy)z = Max (dxz, dyz)
b. single linkage Prosedur ini berkebalikan dengan complete linkage, dimana individu dikelompokkan berdasarkan kedekatan jarak. Jika individu X dan Y memiliki jarak dxy terdekat, maka harus dicari jarak minimum XZ dan YZ sebagai berikut d(xy)z = Min (dxz, dyz)
c. average linkage Prosedur ini dilakukan dengan cara meminimumkan rata-‐rata jarak semua pasangan individu yang berasal dari kelompok terhadap kelompok lainnya. Jika kelompok X dan Y memiliki jarak dxy, maka harus dicari jarak rata-‐rata XZ dan YZ sebagai berikut
𝑑 !" ! =𝑛!
𝑛! + 𝑛!𝑑!" +
𝑛!𝑛! + 𝑛!
𝑑!"
Dimana nx adalah jumlah individu X ny adalah jumlah individu Y
d. median Median jarak antar kelompok dirumuskan sebagai berikut
d(xy)z = 1/2 (dxz + dyz) – 1/4 dxy
Prosedur Wards didasarkan pada e. metode Wards
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
45
Riset Kajian PKRB
minimum varian dalam suatu kelompok… Jarak antar dua kelompok merupakan jarak centroid (rata-‐rata seluruh variabel dalam satu kelompok)… Pada prosedur ini, semua invidividu dibagi menjadi dua kelompok, yang kemudian masing-‐masing kelompok dibagi lagi menjadi dua, dan begitu seterusnya… Metode ini terlebih dahulu menentukan jumlah kelompok yang diinginkan…
Prosedur Wards didasarkan pada minimum varian dalam suatu kelompok. Jarak yang digunakan dalam prosedur ini dirumuskan sebagai berikut
𝑑 !" ! =𝑛! + 𝑛! 𝑑!" + 𝑛! + 𝑛! 𝑑!" − 𝑛!𝑑!"#
𝑛! + 𝑛! + 𝑛!
Dimana nx adalah jumlah individu X ny adalah jumlah individu Y nz adalah jumlah individu Z
f. centroid
Jarak antar dua kelompok merupakan jarak centroid (rata-‐rata seluruh variabel dalam satu kelompok). Formulasi centroid dijelaskan dengan rumus
𝑑 !" ! =𝑛!
𝑛! + 𝑛!𝑑!" +
𝑛!𝑛! + 𝑛!
𝑑!" −𝑛!𝑛!
𝑛! + 𝑛!!
Divisive Pada prosedur ini, semua invidividu dibagi menjadi dua kelompok, yang kemudian masing-‐masing kelompok dibagi lagi menjadi dua, dan begitu seterusnya. Dasar pengelompokkan antara individu adalah berdasarkan jarak. Meskipun demikian, tidak banyak teknik yang dikembangkan pada prosedur ini.
2. Metode Non Hierarchial
Metode ini terlebih dahulu menentukan jumlah kelompok yang diinginkan. Model yang paling banyak digunakan adalah model K-‐Means. Dengan K-‐Means, individu dikelompokkan sedemikian rupa sehingga jarak antar individu ke pusat kelompok menjadi minimum. Langkah-‐langkah pengelompokkan ada model ini adalah sebagai berikut:
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
46
Riset Kajian PKRB
Pada analisis cluster ini, data yang digunakan adalah data produktivitas dan daya saing kelima sub pilar di atas pada tahun 2011 yang terdiri dari negara Indonesia, Singapore, Thailand, Vietnam, Pilliphines, dan Kamboja… Salah satu analisis kualitatif adalah dekomposisi dan menghitung pertumbuhan dari faktor-‐faktor pembentuk produktivitas, dan dibandingkan antar negara…
a. menentukan jumlah kelompok sebanyak k b. menentukan pusat cluster c. mengalokasikan individu ke dalam kelompok terdekat
dengan pusat cluster d. menghitung kembali pusat cluster yang merupakan rata-‐
rata dari individu di dalam kelompok itu sendiri e. mengalokasikan kembali individu f. proses dilakuan secara terus menerus sehingga tidak ada
lagi individu yang berpindah kelompok.
Pada analisis cluster ini, data yang digunakan adalah data produktivitas dan daya saing kelima sub pilar di atas pada tahun 2011 yang terdiri dari negara Indonesia, Singapore, Thailand, Vietnam, Pilliphines, dan Kamboja. 3.3. ANALISIS DEKOMPOSISI
Salah satu analisis kualitatif adalah dekomposisi dan menghitung pertumbuhan dari faktor-‐faktor pembentuk produktivitas, dan dibandingkan antar negara. Teknik penyajian dokomposisi adalah melalui teknik diagram stacked bar dan dilengkapi dengan literatur review untuk memperkuat justifikasi peran beberapa faktor pembentuk produktivitas. Pada beberapa variabel yang tersedia series yang cukup, maka akan dilakukan proyeksi pertumbuhan dengan teknik forecasting sederhana. Variabel yang digunakan dalam analisis ini adalah
a. Variabel pembentuk pertumbuhan ekonomi yang terdiri dari kontribusi input kapital, kontribusi input tenaga kerja dan TFP; dan menghitung pertumbuhannya.
b. Variabel pembentuk labor productivity yaitu capital deepening (IT capital dan Non-‐IT capital) dan total factor productivity; dan menghitung pertumbuhannya.
c. Variabel pembentuk GDP yaitu konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi dan net export; dan menghitung pertumbuhannya.
d. Variabel peran export and import terhadap GDP; dan menghitung pertumbuhannya.
e. Variabel share ketergantungan populasi; dan menghitung
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
47
Riset Kajian PKRB
pertumbuhannya. f. Variabel peran sektor industri manufaktur, jasa, perdagangan
besar dan kecil terhadap pertumbuhan ekonomi; dan menghitung pertumbuhannya.
g. Variabel pertumbuhan output dan produktivitas tenaga kerja menurut industri; dan menghitung pertumbuhannya.
h. Variabel tingkat dan pertumbuhan produktivitas tenaga kerja, per jam, dan per worker GDP; dan menghitung pertumbuhannya.
i. Variabel pendapatan riel dan terms of trade; dan menghitung pertumbuhannya Periode observasi meliputi tahun 2008 – 2011 dimana sumber
utama datanya berasal dari Asian Productivity Organization. 3.4. ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL
Dari berbagai hasil analisis korelasi kanonikal, analisis cluster, analisis dekomposisi selanjutnya dianalisis secara kualitatif mengenai implikasi kebijakan fiskal yang relevan bagaimana kebijakan tersebut dapat meningkatkan posisi daya saing dan produktivitas Indonesia supaya lebih siap menghadapi ASEAN Economic Community 2015.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
48
Riset Kajian PKRB
BAB IV ANALISIS Pada dasarnya, teori keunggulan kompetitif menggambarkan peranan penting pemerintah dalam meningkatkan produktivitas melalui pengkondisian lingkungan yang kompetitif antar perusahaan domestik… Dalam analisis penelitian ini, analisis peran aktif pemerintah difokuskan kepada kebijakan fiskal dalam lima bidang yaitu investasi, perdagangan, infrastruktur, logistik, dan UMKM…
4.1. KORELASI DAYA SAING DAN PRODUKTIVITAS
Pada dasarnya, teori keunggulan kompetitif menggambarkan
peranan penting pemerintah dalam meningkatkan produktivitas melalui pengkondisian lingkungan yang kompetitif antar perusahaan domestik. Pemerintah berperan aktif dalam memberikan lingkungan bisnis yang kondusif dalam mendorong semangat berkompetisi sehingga dapat dijadikan modal untuk bersaing di pasar internasional. Korea Selatan dan Jepang sebagai contoh sempurna untuk teori ini menunjukkan betapa pemerintah dapat berperan aktif dan melakukan campur tangan langsung terhadap bisnis dalam meningkatkan daya saing negara. Pemerintah Jepang dan Korea Selatan bertindak sebagai direktur pelaksana dalam Japan Incorporated maupun Korean Incorporated. Campur tangan pemerintah ini dapat dilakukan melalui regulasi, kebijakan moneter, atau pun kebijakan fiskal. Hal ini berbeda dengan negara-‐negara barat yang cenderung melakukan campur tangan tak langsung kepada dunia bisnis.
Dalam analisis penelitian ini, analisis peran aktif pemerintah difokuskan kepada sinergi kebijakan fiskal pada lima bidang, yaitu investasi, perdagangan, infrastruktur, logistik, dan UMKM. Ke lima bidang tersebut merupakan tugas pokok kementerian keuangan dalam berperan pada dunia bisnis. Bidang investasi merupakan hal sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi maupun produktivitas. Hal-‐hal yang berkaitan dengan produktivitas berawal dari investasi. Memulai investasi pada titik yang benar akan menghasilkan produktivitas yang tinggi. Bidang perdagangan berkaitan dengan pemasaran produk hasil dari investasi. Tanpa strategi perdagangan yang benar tidak akan dapat memasarkan produk-‐produk yang sesungguhnya bersaing dengan produk dari negara lain. Bidang infrastruktur adalah penunjang utama untuk kedua bidang tersebut. Infrastruktur yang baik akan melancarkan mobilitas output dan input, mengakses informasi yang terbaru, dan menyediakan tambahan energi ketika dibutuhkan. Bidang logistik juga merupakan penunjang dari bidang investasi dan perdagangan tapi dari sisi pangan. Ketersediaan pangan yang cukup dan terjangkau merupakan dukungan nyata secara tidak langsung terhadap peningkatan daya saing negara. Sementara itu, bidang
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
49
Riset Kajian PKRB
Kelima bidang tersebut akan dikorelasikan terhadap 12 pilar dengan 144 subpilar yang mempengaruhi daya saing suatu perekonomian yang didasarkan pada WEF (World Economic Forum)…. Ke empat puluh enam subpilar tersebut akan dikorelasikan dengan berbagai indeks produktivitas nasional…
UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) merupakan mitra dari usaha besar.
Kelima bidang tersebut akan dikorelasikan terhadap 12 pilar dengan 144 subpilar27 yang mempengaruhi daya saing suatu perekonomian yang didasarkan pada World Economic Forum ( WEF). Keduabelas pilar tersebut adalah
1. Pilar institusi. 2. Pilar infrastruktur. 3. Pilar lingkungan ekonomi mikro. 4. Pilar kesehatan dan pendidikan dasar. 5. Pilar pendidikan tinggi dan pelatihan 6. Pilar efisieni pasar barang 7. Pilar efisiensi pasar tenaga kerja 8. Pilar pembangunan pasar keuangan 9. Pilar kesiapan teknologi 10. Pilar ukuran pasar 11. Pilar kecanggihan bisnis 12. Pilar inovasi.
Keduabelas penyokong daya saing tersebut memiliki 114 sub pilar yang dapat mendukung perkembangan bidang investasi, perdagangan, infrastruktur, logistik, dan UMKM. Setelah dilakukan analisis korelasi antara lima bidang dan 114 sub pilar, secara keseluruhan, terdapat 46 sub pilar yang terlibat dalam lima bidang tersebut. Ke empat puluh enam subpilar tersebut akan dikorelasikan dengan berbagai indeks produktivitas nasional. Untuk bidang investasi diperkirakan dipengaruhi oleh 19 sub pilar. Bidang perdagangan diperkirakan dipengaruhi oleh 15 sub pilar. Bidang infrastruktur diperkirakan dipengaruhi oleh 7 sub pilar. Bidang logistik diperkirakan dipengaruhi oleh 12 sub pilar. Bidang UMKM dipengaruhi oleh 11 sub pilar. Di antara sub pilar yang mempengaruhi masing-‐masing bidang tersebut, ada beberapa sub pilar yang mempengaruhi lebih dari dua bidang. Sebagai contoh sub pilar local supplier quality mempengaruhi produktivitas di bidang perdagangan dan logistik. Terdapat 12 subpilar yang dimiliki oleh lebih dari dua bidang (Tabel 4.1).
27 WEF menerbitkan laporan tahunan tentang daya saing dunia dalam The Global Competitiveness Report.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
50
Riset Kajian PKRB
Tabel 4.1 Keterkaitan Sub Pilar Daya Saing Dengan 5 Bidang No. Sub Pilar 1 2 3 4 5
1 Availability of financial services *
2 Availability of research and training services *
3 Available airline seat *
4 Broadband Internet subscriptions
*
5 Burden of customs procedures * 6 Business impact of rules on FDI * 7 Capacity for innovation
* *
8 Control of international distribution * * 9 Cooperation in labor-‐employer relations * 10 Country credit rating *
11 Domestic market size index * * 12 Ease of access to loans *
13 Effectiveness of anti-‐monopoly policy *
14 Efficiency of legal framework in challenging regs. *
15 Efficiency of legal framework in settling disputes * 16 Extent and effect of taxation * 17 Extent of market dominance * *
18 Extent of market dominance 19 Financing through local equity market *
20 Foreign market size index * *
21 Foreign market size index 22 Gov’t procurement of advanced tech products * 23 Gov’t services for improved business performance * *
24 Gross national savings *
25 Individuals using Internet * 26 Inflation * 27 Intellectual property protection *
28 Intensity of local competition
*
29 Irregular payments and bribes * 30 Local supplier quality * * 31 Nature of competitive advantage
*
32 No. days to start a business * 33 No. procedures to start a business * *
34 Prevalence of trade barriers *
35 Property rights * 36 Quality of air transport infrastructure * * 37 Quality of electricity supply *
*
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
51
Riset Kajian PKRB
38 Quality of management schools *
39 Quality of overall infrastructure * * * * *
40 Quality of port infrastructure * * 41 Quality of railroad infrastructure * * 42 Quality of roads
* *
43 Quality of scientific research institutions * 44 Soundness of banks *
45 State of cluster development *
46 Total tax rate *
47 Trade tariffs * 48 Value chain breadth * *
Keterangan: 1: Investasi 2: Perdagangan 3: Infrastruktur 4: Logistik 5: UMKM
Untuk variabel produktivitas berdasarkan kriteria APO (Asian Productivity Organization), terdapat empat pengukuran produktivitas yaitu total factor productivity (TFP), produktivitas tenaga kerja berdasarkan jumlah tenaga kerja, produktivitas tenaga kerja berdasarkan jam kerja, dan produktivitas kapital… Langkah berikutnya adalah mencari korelasi antara tiap-‐tiap subpilar dengan tiap-‐tiap ukuran produktivitas…
Untuk variabel produktivitas berdasarkan kriteria APO (Asian Productivity Organization), terdapat empat pengukuran produktivitas yaitu total factor productivity (TFP), produktivitas tenaga kerja berdasarkan jumlah tenaga kerja, produktivitas tenaga kerja berdasarkan jam kerja, dan produktivitas kapital. TFP adalah ukuran produktivitas untuk keseluruhan produksi tanpa mengetahui kontribusi dari masing-‐masing input. TFP sangat baik untuk mengetahui perubahan teknologi secara total. Untuk mengetahui kontribusi produktivitas masing-‐masing input, dapat menggunakan produktivitas tenaga kerja ataupun produktivitas kapital. Terdapat dua jenis produktivitas tenaga kerja yaitu berdasarkan jumlah tenaga kerja dan berdasarkan jam kerja. Keduanya memiliki dukungan penjelasan teoritik yang sama kuatnya.
Langkah berikutnya adalah mencari korelasi antara tiap-‐tiap subpilar dengan tiap-‐tiap ukuran produktivitas. Proses penghitungan korelasi ini dilakukan satu persatu sehingga dibutuhkan 64 penghitungan korelasi. Dari hasil penghitungan korelasi tersebut menghasilkan angka yang signifikan secara statistik adalah 35 korelasi. Ringkasan dari hasil korelasi dapat ditampilkan dalam Tabel 4.2. Pada tabel tersebut ditunjukkan arah korelasi yang signifikan pada sub pilar.
Dari Tabel 4.2 tampak bahwa korelasi yang paling banyak terjadi adalah antara 22 subpilar dengan produktivitas tenaga kerja berdasarkan jumlah tenaga kerja. Berikutnya adalah lima subpilar
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
52
Riset Kajian PKRB
Dari fakta tersebut menunjukkan bahwa produktivitas tenaga kerja berdasarkan jumlah tenaga kerja lebih valid sebagai proxy dari produktivitas nasional...
dengan produktivitas kapital, tiga subpilar dengan produktivitas tenaga kerja berdasarkan jam kerja, dan 3 subpilar dengan produktivitas TFP. Dari fakta tersebut menunjukkan bahwa produktivitas tenaga kerja berdasarkan jumlah tenaga kerja lebih valid sebagai proxy dari produktivitas nasional. Meskipun ukuran produktivitas lainnya hanya berkorelasi dengan sedikit subpilar, masih dapat dianggap sebagai ukuran yang mewakili produktivitas nasional meskipun harus diperlakukan dengan hati-‐hati.
Tabel 4.2. Korelasi Sub Pilar Daya Saing dengan Produktivitas Per Bidang
Labor Productivity
(# workers) TFP
Labor Productivity (Workhour)
Capital Productivity
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Business impact of rules on FDI ‒
Extent of market dominance ‒ ‒
Cooperation in labor-‐employer relation ‒
Number of days of start business ‒
Percentage of gross national saving to GDP +
Quality of overall infrastructure + + + +
Effectiveness of anti monopoly policy ‒
Prevalence of trade barriers ‒
Local supplier quality ‒
‒
Control of international distribution ‒ ‒
Quality of railroads infrastructure + +
State of cluster development ‒
Quality of scientific research institutions
‒
Broadband internet subscriptions/ 100 pop +
Capacity for innovation
+ +
Intensity of local competition +
Efficiency of legal framework in settling disputes
‒
‒
Quality of electricity supply + +
Quality of air transportation
‒ ‒ ‒ ‒
Soundness Bank ‒
Efficiency of legal framework in challenging regulations
‒
Nature of competitive advantage ‒
Inflation
Keterangan: 1 : Investasi 2: Perdagangan 3: Infrastruktur 4: Logistik 5: UMKM
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
53
Riset Kajian PKRB
Berdasarkan hasil analisis korelasi, subpilar dampak aturan dan regulasi pada FDI, dominasi pasar, kerja sama pekerja dan pemilik perusahaan, dan lama memulai bisnis masih memberikan korelasi negatif terhadap faktor produktivitas tenaga kerja… Demikian pula, subpilar kualitas infrastruktur keseluruhan menunjukkan semakin berkualitas infrastruktur yang disediakan semakin besar produktivitas tenaga kerjanya... Subpilar yang berkaitan antara TFP dengan kelompok investasi adalah: efficiency of legal frameworks in settling disputes, dan quality of electricity…
1. Bidang Investasi
Subpilar yang berkaitan antara produktivitas tenaga kerja dengan kelompok investasi adalah:
1. Dampak aturan dan regulasi pada FDI (business impact of rules on FDI)
2. Dominasi pasar (extent of market dominance) 3. Kerja sama antara pekerja dan pemilik perusahaan
(cooperation in labor-‐employer relation) 4. Lama memulai bisnis (number of days of start business) 5. Persentase tabungan nasional bruto atas PDB (percentage of
gross national saving to GDP) 6. Kualitas infrastruktur keseluruhan (quality of overall
infrastructure)
Berdasarkan hasil analisis korelasi, subpilar dampak aturan dan regulasi pada FDI, dominasi pasar, kerja sama pekerja dan pemilik perusahaan, dan lama memulai bisnis masih memberikan korelasi negatif terhadap faktor produktivitas tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa subpilar-‐subpilar tersebut masih belum memberikan dorongan terhadap peningkatan produktivitas tenaga kerja. Untuk subpilar persentase tabungan nasional bruto atas PDB dan subpilar kualitas infrastruktur secara keseluruhan berkorelasi positif dengan produktivitas tenaga kerja. Pada subpilar persentase tabungan nasional bruto atas PDB berkorelasi positif terhadap produktivitas tenaga kerja menunjukkan bahwa semakin besar persentase tersebut semakin besar pula produktivitasnya. Demikian juga, subpilar kualitas infrastruktur keseluruhan menunjukkan bahwa semakin berkualitas infrastruktur yang disediakan maka akan semakin besar pula produktivitas tenaga kerjanya.
Subpilar yang berkaitan antara TFP dengan kelompok investasi adalah: efficiency of legal frameworks in settling disputes, dan quality of electricity, sedangkan subpilar yang berkaitan antara capital productivity dan kelompok investasi adalah efficiency of legal frameworks in challenging regulations. Pada subpilar tersebut, hanya subpilar quality of electricity memberikan korelasi positif. Hal tersebut berarti investasi yang disebabkan oleh kesediaan dan peningkatan listrik, telah memberikan dampak positif kepada
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
54
Riset Kajian PKRB
Ke lima faktor tersebut masih memberikan korelasi negatif terhadap produktivitas tenaga kerja… Pada subpilar quality of electricity supply, produktivitas (keseluruhan) perdagangan menunjukkan peningkatan…
peningkatan produktivitas secara keluruhan. Pada subpilar lainnya masih memberikan korelasi negatif, yang berarti bahwa subpilar-‐pilar tersebut masih memberikan kontribusi negatif terhadap produktivitas atas investasi yang dilakukan. 2. Bidang Perdagangan
Faktor-‐faktor yang berkaitan antara produktivitas tenaga kerja dengan kelompok perdagangan adalah
1. Efektivitas kebijakan anti monopoli (effectiveness of anti monopoly policy)
2. Kemampuan hambatan non tarif menghalangi impor (prevalence of trade barriers)
3. Dominasi pasar (extent of market dominance) 4. Kualitas produksi pasokan lokal (local supplier quality) 5. Kontrol perusahaan domestik terhadap distribusi perusahaan
asing (control of international distribution) Ke lima faktor tersebut masih memberikan korelasi negatif
terhadap produktivitas tenaga kerja. Kebijakan anti monopoli yang efektif masih memberikan pengurangan terhadap produktivitas tenaga kerja. Demikian pula, subpilar kemampuan menghalangi impor melalui hambatan non tarif, dominasi pasar, kualitas supplier lokal, dan kontrol distrubusi internasional masih memberikan dampak negatif terhadap produktivitas tenaga kerja dalam bidang perdagangan.
Pada subpilar quality of electricity supply, produktivitas (keseluruhan) perdagangan menunjukkan peningkatan. Dengan ketersediaan tenaga kerja, maka dapat meningkatkan dan mengembangkan perdagangan sehingga produktivitas meningkat. Disisi lain efisiensi kerangka hukum dalam penyelesaian sengketa dan pengaturan masih memberikan kontribusi negatif dalam kelompok perdagangan. Hal ini dalam perdagangan memberikan faktor-‐faktor yang berkaitan antara TFP dengan kelompok mungkin terkait dengan lemahnya penegakan hukum dan masih tingginya korupsi dan sogokan.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
55
Riset Kajian PKRB
Keduanya memiliki hubungan yang positif dengan produktivitas tenaga kerja dalam bidang infrastruktur…
3. Bidang Infrastruktur Subpilar yang berkaitan antara produktivitas tenaga kerja
dengan kelompok infrastuktur adalah 1. Kualitas infrastruktur keseluruhan (quality of overall
infrastructure). 2. Kualitas infrastruktur perkeretaapian (quality of railroads
infrastructure). Keduanya memiliki hubungan yang positif dengan
produktivitas tenaga kerja dalam bidang infrastruktur. Semakin tinggi kualitas infrastruktur baik keseluruhan maupun perkeretaapian telah mampu meningkatkan produktivitas tenaga kerja dalam bidang infrastruktur.
Jika produktivitas dilihat dari jam kerja pekerja dan produktivitas kapital terlihat bahwa subpilar kualitas transportasi udara masih berkorelasi negatif. Kondisi tersebut, secara tidak langsung, menunjukkan bahwa infrastuktur transpotasi laut belum memiliki korelasi terhadap keempat definisi produktivitas. 4. Bidang Logistik
Subpilar yang berkaitan antara produktivitas tenaga kerja
dengan kelompok perdagangan adalah (i) Pengembangan kluster pemusatan industri (state of cluster
development). (ii) Kualitas produksi pasokan lokal (local supplier quality). (iii) Kualitas institusi penelitian ilmiah (quality of scientific research
institutions). (iv) Kontrol perusahaan domestik terhadap distribusi perusahaan
asing (control of international distribution). (v) Penyediaan internet (broadband internet subscriptions/100
pop). (vi) Kualitas infrastruktur keseluruhan (quality of overall
infrastructure). (vii) Kapasitas menghasilkan inovasi (capacity for innovation). (viii) Kualitas infrastruktur perkeretaapian (quality of railroads
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
56
Riset Kajian PKRB
Subpilar yang berkorelasi negatif terhadap produktivitas tenaga kerja (dalam bidang logistik) adalah kualitas produksi pasokan lokal, kontrol perusahaan domestik terhadap distribusi perusahaan asing, pengembangan kluster pemusatan industri, dan kualitas institusi penelitian ilmiah… Semua subpilar yang disebut di atas tersebut berkorelasi positif terhadap produktivitas tenaga kerja…
infrastructure).
Subpilar yang berkorelasi negatif terhadap produktivitas tenaga kerja (dalam bidang logistik) adalah kualitas produksi pasokan lokal, kontrol perusahaan domestik terhadap distribusi perusahaan asing, pengembangan kluster pemusatan industri, dan kualitas institusi penelitian ilmiah. Untuk subpilar yang berkorelasi positif terhadap produktivitas tenaga kerja adalah kualitas infrastruktur keseluruhan, kualitas infrastruktur perkeretaapian, penyediaan internet, dan kapasitas menghasilkan inovasi. Dalam kelompok logistik ini, produktivitas pekerja per waktu kerja dan produktivitas kapital masih berkorelasi negatif terhadap perbaikan dan peningkatan kualitas transportasi udara. Untuk transportasi laut, subpilar-‐subpilar dalam kelompok logistik belum berpengaruh.
5. Bidang UMKM
Subpilar yang berkaitan antara produktivitas tenaga kerja
dengan kelompok UMKM adalah 1. Kualitas infrastruktur keseluruhan (quality of overall
infrastructure). 2. Intensitas kompetisi lokal (intensity of local competition). 3. Kapasitas menghasilkan inovasi (capacity of innovation).
Semua subpilar yang tersebut di atas berkorelasi positif
terhadap produktivitas tenaga kerja. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pembangunan dan perbaikkan infrastruktur secara keseluruhan, peningkatan persaingan, dan kemampuan menghasilkan inovasi telah mendorongpeningkatan produktivitas tenaga kerja per jumlah pekerja. Namun, peningkatan kesehatan perbankan (lembaga kredit) masih memberikan kontribusi negatif dalam kelompok UMKM. Kondisi ini menunjukkan bahwa akses UMKM terhadap lembaga keuangan bank masih terbatas.
6. Interpretasi Korelasi Sub Pilar Daya Saing dan Produktivitas 6.1. Bidang Investasi
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
57
Riset Kajian PKRB
Literatur terbaru menunjukkan peran penting yang dimainkan oleh infrastruktur pedesaan dalam meningkatkan produktivitas pertanian dalam pengembangan ekonomi… Dengan demikian, selain manfaat pertumbuhan, produktivitas pertanian memiliki efek pengurangan kemiskinan yang signifikan… Aspek penting dalam pertumbuhan ekonomi di Bangladesh adalah produktivitas tenaga kerja dan tabungan nasional…
6.1.1. Korelasi Positif Quality of electricity supply
Literatur terbaru menunjukkan peran penting yang dimainkan oleh infrastruktur pedesaan dalam meningkatkan produktivitas pertanian dalam pengembangan ekonomi.28 Perbaikan kualitas penyedia listrik telah memberikan dorongan terhadap investasi peralatan atau mesin di pedesaan, dan memberikan dampak positif terhadap peningkatan produktivitas faktor produksi di pedesaan. Kondisi ini menginduksi pertumbuhan di daerah pedesaan, membawa upah pertanian yang lebih tinggi dan peningkatan kesempatan bagi tenaga kerja non-‐pertanian. Peningkatan produktivitas pertanian, yang mengurangi harga pangan, manfaat penduduk perkotaan dan pedesaan yang pembeli pangan lebih murah.
Dengan demikian, selain manfaat pertumbuhan, produktivitas pertanian memiliki efek pengurangan kemiskinan yang signifikan. Hasil empiris ini menunjukkan bahwa hubungan yang signifikan antara infrastruktur pedesaan dan produktivitas pertanian. Listrik dan jalan yang secara signifikan mempengaruhi faktor penentu produktivitas pertanian. Hal ini konsisten dengan temuan terkait pada batasan-‐batasan yang diberlakukan pada pertumbuhan oleh infrastruktur yang memadai. Jalan pedesaan menyediakan konektivitas penting dengan berkembangnya pasar yang berdekatan dengan daerah pedesaan. Perbaikan infrastruktur jalan juga mengurangi biaya input dan biaya transaksi pedesaan produsen dan konsumen. Akses listrik menciptakan berbagai peluang tambahan pendapatan untuk rumah tangga di pedesaan.
Percentage of gross national saving to GDP
Dalam hasil penelitian Ishraq di Asia Selatan menunjukkan bahwa keempat negara besar -‐ India, Pakistan, Bangladesh dan Sri Lanka -‐ mencapai tingkat pertumbuhan melebihi lima persen pada tahun 2000-‐an, dengan Bangladesh mengalahkan kedua Pakistan dan Sri Lanka. Berbagai faktor ekonomi makro telah memberikan kontribusi terhadap kinerja pertumbuhan yang membaik Bangladesh selama bertahun-‐tahun, yang berupa peningkatan ekspor barang manufaktur, khususnya pakaian siap pakai, peningkatan pengiriman uang dari luar negeri, stabilitas makroekonomi relatif, integrasi keuangan dan pendalaman. Aspek penting dalam pertumbuhan ekonomi di Bangladesh adalah produktivitas tenaga kerja dan tabungan nasional. Tabungan nasional bruto telah meningkat berkat
28 Llanto, Gilberto M. (2012). The Impact of Infrastructure on Agricultural Productivity. DISCUSSION PAPER SERIES NO. 2012-‐12 Southeast Asian Regional Center for Graduate Study and Research in Agriculture (SEARCA).
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
58
Riset Kajian PKRB
Hasil analisis korelasi penelitian ini juga menunjukan bahwa peningkatan presentase tabungan terhadap GDP berkorelasi positif dengan produktivitas tenaga kerja… Secara keseluruhan, tampaknya ada sedikit korelasi positif antara FDI dan TFP… Pada kasus Indonesia ini, subpilar kualitas infrastruktur telah memberikan dampak positif dalam peningkatan bidang investasi, dan mendorong produktivitas tenaga kerja…
peningkatan pesat dalam tingkat tabungan domestik selama dua dekade terakhir dan aliran yang kuat dari pengiriman uang. Tingkat tabungan nasional di Bangladesh diperkirakan sama dengan rata-‐rata Asia Selatan dan cenderung mengalami pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di Bangladesh29.
Hasil analisis korelasi penelitian ini juga menunjukan bahwa peningkatan presentase tabungan terhadap GDP berkorelasi positif dengan produktivitas tenaga kerja. Hal ini menunjukkan semakin besar persentase tersebut semakin besar produktivitasnya. Kondisi tersebut berimplikasi bahwa kebijakan fiskal untuk meningkatkan persentase tabungan nasional bruto atas PDB mendorong produktivitas tenaga kerja.
Quality of overall infrastructure
Thiam Hee Hg menyatakan bahwa korelasi antara FDI sebagai bagian dari PDB dan TFP, perubahan teknis dan efisiensi berbeda untuk setiap negara. Secara keseluruhan, tampaknya ada sedikit korelasi positif antara FDI dan TFP, dengan mungkin satu pengecualian, Singapore. Namun, hubungan antara perubahan FDI dan efisiensi terkadang lemah dan sering negatif. Hal ini perlu kehatihatian dalam interpretasi karena efek FDI mungkin baru dapat dirasakan dalam beberapa tahun ke depan30.
Pada kasus Indonesia ini, subpilar kualitas infrastruktur telah memberikan dampak positif dalam peningkatan bidang investasi, dan mendorong produktivitas tenaga kerja. Hal tersebut berimplikasi terhadap kebijakan fiskal yang mendorong peningkatan dan pemerataan pembangunan infrastruktur dalam rangka memberikan insentof bagi investasi, dan berdampak positif terhadap peningkatan produktivitas tenaga kerja.
6.1.2 Korelasi Negatif Efficiency of legal framework in settling disputes
Dengan menggunakan data perusahaan di Eropa Tengah dan Timur dan CIS, Rosa melakukan penelitian tentang efek korupsi terhadap produktivitas. Secara sempit, korupsi didefinisikan sebagai terjadinya pungutan oleh pejabat pemerintah untuk memudahkan
29 Ahmed, Ishraq. (2013) Bangladesh’s Growth Enablers. Institute of South Asian Studies (ISAS). ISAS Brief. No 282-‐21. May 2013 30 Ng, Thiam Hee (2006). Foreign Direct Investment and Productivity: Evidence from the East Asian Economies. UNIDO: Research and Statistics Branch.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
59
Riset Kajian PKRB
…pajak suap tampaknya memiliki dampak negatif pada produktivitas tingkat perusahaan, sedangkan efek pajak waktu tidak signifikan… …kebijakan fiskal yang diperlukan adalah memberikan insentif bagi pelaku birokrasi yang tidak korupsi, dan penegakan hukum… Spillovers FDI ini memiliki efek positif pada produktivitas negara penerima melalui tiga jalur utama, yaitu: demonstrasi, persaingan dan perputaran tenaga kerja…
operasi sehari-‐hari perusahaan31. Efek tersebut dinamai "pajak suap" pada produktivitas dibandingkan dengan konsekuensi dari birokrasi, yang dapat dipahami sebagai memberlakukan "pajak waktu" pada perusahaan. Saat menguji efek dalam keseluruhan sampel, hanya pajak suap tampaknya memiliki dampak negatif pada produktivitas tingkat perusahaan, sedangkan efek pajak waktu tidak signifikan. Penelitian juga menemukan bahwa lingkungan sosial-‐ekonomi mempengaruhi perilaku perusahaan dan kinerja perusahaan. Secara khusus, di negara-‐negara di mana korupsi yang lebih menonjol dibandingkan hukum, penyuapan lebih berbahaya bagi produktivitas perusahaan.
Korupsi sering diidentifikasi sebagai salah satu penyebab utama keterbelakangan ekonomi, selain korupsi sebagai kejahatan. Korupsi dan suap dapat diibaratkan “minyak pengoles” roda perdagangan dan ekonomi atau “meringankan” efek negatif dari birokrasi yang tidak efisien dengan memberlakukan "pajak waktu" pada individu dan perusahaan. Pada saat yang sama, baik insentif atau dampak, pengaruh korupsi mungkin berbeda di berbagai negara, tergantung pada sifat dari lingkungan sekitar, yaitu seberapa besar difusi korupsi dan kemampuan sistem hukum dan sanksi terhada perilaku korupsi.
Temuan analisis ekonometrik tersebut mungkin dapat menjelaskan mengapa subpilar ini masih memberikan dampak negatif terhadap TFP. Oleh karena itu, kebijakan fiskal yang diperlukan adalah memberikan insentif bagi pelaku birokrasi yang tidak korupsi, dan penegakan hukum.
Business impact of rules on FDI
Meskipun ini, studi empiris telah banyak dilakukan untuk mengetahui efek spillover investasi asing langsung. Spillovers FDI ini memiliki efek positif pada produktivitas negara penerima melalui tiga jalur utama, yaitu: demonstrasi, persaingan dan perputaran tenaga kerja. Efek demonstrasi inima muncul ketika terjadi proses ‘meniru” (Jutta Gunther, 2002). Modal asing, yang memiliki keunggulan teknologi (Hufbaeuer dan Nunns, 1975), keterampilan pemasaran dan pengelolaan, akan beralih kepada anak perusahaan (yang berada di Negara penerima). Terjadi kemajuan teknis dalam industri di negara Negara penerima32. Teknologi baru diperkenalkan ke negara
31 Rosa, Donato De., Nishaal Gooroochurn, and Holger Görg (2010). Corruption and Productivity: Firm-‐level Evidence from the BEEPS Survey. The World Bank: Europe and Central Asia Region Private and Financial Sector Department. 32 Blomström, Magnus and H. Persson (1983) “Foreign Investment and Spillover Efficiency in an underdeveloped Economy: Evidence from the Mexican Manufacturing Industry,” World Development, Vol. 11, pp. 493-‐501
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
60
Riset Kajian PKRB
Ketiga efek tersebut dapat terjadi ketika negara penerima memiliki aturan yang “memaksa” MNC mengalihkan teknologi dan ketrampilan ke negara penerima… Melalui keterampilan dan teknologi, MNC dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi negara host…
penerima, perusahaan domestik dapat mengamati “tindakan”perusahaan asing, keterampilan atau teknik dan “meniru” teknik yang diterapkan, yang menghasilkan peningkatan produksi. Selain itu, MNC memiliki efek spillover pada produksi domestik melalui saluran perputaran tenaga kerja. Efek ini terjadi ketika pekerja yang bekerja di perusahaan asing yang telah dilatih dengan keterampilan teknis dan manajerial berpindah ke perusahaan domestik atau membuka usaha sendiri33. Multinasional korporasi (MNC) juga dibahas sebagai memiliki efek spillover positif pada perusahaan domestik melalui kompetisi. Di bawah persaingan yang meningkat, perusahaan-‐perusahaan domestik dipaksa untuk beroperasi secara lebih efisien dan memperkenalkan teknologi baru lebih awal34.
Ketiga efek tersebut dapat terjadi ketika negara penerima memiliki aturan yang “memaksa” MNC mengalihkan teknologi dan ketrampilan ke negara penerima. Namun, pengaturan yang ketat atas pengalihan teknologi ini membuat negara penerima menjadi kurang menarik bagi MNC untuk menanamkan investasi langsung. Brada (2012) menemukan bahwa keputusan berinvestasi bergantung pada negara asal dan tingkat korupsi negara penerima. Semakin tinggi tingkat korupsi negara penerima cenderung untuk menerima arus masuk FDI dibandingkan negara yang memiliki tingkat korupsi rendah. Negara yang tingkat korupsi tinggi, MNC memiliki "keleluasaan” menjalankan bisnis di negara penerima. Suap dapat memungkinkan MNC untuk menghindari peraturan yang memberatkan dan hambatan birokrasi. Terjadi hubungan linear dan negatif antara negara penerima korupsi dan lokasi FDI, di mana rendahnya tingkat korupsi akan mengurangi probabilitas penempatan FDI.
Melalui keterampilan dan teknologi, MNC dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi negara host. Secara keseluruhan, apakah berpengaruh positif atau negatif masih terus diperdebatkan. Penelitian Baldwin et al. (1999) menetapkan bahwa teknologi domestik kemajuan dibantu oleh kemajuan teknologi asing35, dan penelitian Xu (2000) menemukan bahwa investor asing meningkatkan pertumbuhan di negara-‐negara penerima36. Namun,
33 Fosfuri, A., Motta, M. and T. Ronde (2001) “Foreign Direct Investment and Spillovers through workers’ mobility,” Journal of International Economics, Vol. 53, 205-‐222 34 Kokko, Ari (1994) “Technology, Market Characteristics, and Spillovers, “Journal of Development Economics,” Vol. 4, pp. 279-‐293 35 Baldwin, Richard, H. Braconier and R. Forslid (1999). “Multinationals, endogenous growth and technological spillovers: theory and evidence”, CEPR Discussion Paper, 2155. 36 Xu, B. (2000). “Multinational enterprises, technology diffusion, and host country productivity growth”, Journal of Development Economics, 62: 477-‐493.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
61
Riset Kajian PKRB
Wagner (2004) menyajikan bukti komprehensif tentang hubungan antara produktivitas dan ukuran pasar ekspor untuk Jerman, sebagai eksportir terkemuka di pasar dunia untuk barang-‐barang manufaktur… Desentralisasi dan investasi tampaknya tidak terkait. Hasil serupa untuk negara-‐negara
dengan menggunakan sampl FDI negara-‐negara Asia dan Amerika Latin, menunjukkan bahwa peningkatan FDI umumnya memiliki efek negatif pada pertumbuhan (dengan pengecualian Indonesia, Philippines, Peru, Singapore dan Taiwan Province of China)37. Hal yang sama terjadi di negara-‐negara Eropa Timur, dampak FDI terhadap pertumbuhan adalah negatif dalam sejumlah studi38. Selain itu, Carkovic Levine (2000) berpendapat bahwa hasil negatif antara FDI dengan pendapatan dan pertumbuhan produktivitas di 72 negara39. Demikian pula, subpilar ini, Business impact of rules on FDI, terhadap produktivitas tenaga kerja di Indonesia masih menunjukkan hubungan negatif.
Extent of market dominance
Wagner (2004) menyajikan bukti komprehensif tentang hubungan antara produktivitas dan ukuran pasar ekspor untuk Jerman, sebagai eksportir terkemuka di pasar dunia untuk barang-‐barang manufaktur. Perusahaan-‐perusahaan yang mengekspor ke negara-‐negara dalam zona Eropa lebih produktif dibandingkan dengan perusahaan yang menjual produk mereka di Jerman saja, tetapi kurang produktif dibandingkan perusahaan yang mengekspor ke negara-‐negara di luar zona eropa. Hal ini sejalan dengan hipotesis bahwa pasar ekspor di luar zona Eropa memiliki biaya masuk yang lebih tinggi dan hanya dapat dengan dibayar oleh perusahaan lebih produktif40. Kondisi ini mungkin juga terjadi dalam ekonomi Indonesia. Subpilar extent of market dominance masih memberikan dampak negatif terhadap produktivitas tenaga kerja. Peningkatan dominasi pasar yang terjadi pada perusahaan di indonesia belum memberikan dampak positif terhadap peningkatan produktivitas tenaga kerja,
Extent and effect of taxation
Sebagai titik awal, hasil regresi bivariate yang menunujukan hubungan yang positif antara desentralisasi dan kegiatan ekonomi dan modal manusia, sementara hubungan antara desentralisasi dan produktivitas lemah. Desentralisasi dan investasi tampaknya tidak terkait. Hasil serupa untuk negara-‐negara federal dan negara
37 Kawai, H. (1994). “International comparative analysis of economic growth: trade liberalisation and productivity”, The Developing Economies, 17(4): 373-‐397. 38 Djankov, S. and B. Hoekman (1999). “Foreign investment and productivity growth in Czech enterprises”, World Bank Economic Review, 14: 49-‐64. 39 Carkovic, M. and R. Levine (2000). “Does FDI accelerate economic growth?”, University of Minnesota Working Paper. 40 Wagner, Joachim. (2004). Productivity and Size of the Export Market: Evidence for West and East German Plants. The Institute for the Study of Labor (IZA) in Bonn. Discussion Paper No. 2661.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
62
Riset Kajian PKRB
federal dan negara kesatuan, kecuali TFP memiliki beberapa hubungan negatif… Sebagaimana ditunjukan subpilar perbaikkan jaringan listrik telah meningkatkan kegiatan produksi off-‐farm, yang terutama di pedesaan… Uni Eropa merancang model kebijakan persaingan baru yang berfokus kepada koordinasi tindakan kelompok untuk memastikan transparansi baik pada tingkat negara dan perusahaan yang beroperasi di dalam Pasar Tunggal Eropa…
kesatuan, kecuali TFP memiliki beberapa hubungan negatif. Koefisien lebih tinggi untuk variabel pendapatan dibandingkan dengan variabel pengeluaran. Modal manusia berkorelasi kuat dengan semua variabel desentralisasi, sehingga menyarankan bahwa pembuatan kebijakan desentralisasi fiskal tidak hanya mempengaruhi kegiatan ekonomi melalui saluran teknologi tetapi juga lebih langsung melalui human capital yang lebih baik41. Namun, kondisi tersebut belum terjadi di ekonomi Indonesia. Efek dan perluasan pajak belum mampu mendorong peningkatan produktivitas tenaga kerja. Perpajakan Indonesia masih memberikan kontribusi negatif terhadap human capital.
6.2. Bidang Perdagangan
6.2.1. Korelasi Positif Quality of electricity supply
Sebagaimana ditunjukan subpilar perbaikkan jaringan listrik telah meningkatkan kegiatan produksi off-‐farm, yang terutama di pedesaan. Peningkatan produksi ini berimplikasi terhadap peningkatan perdagangan. Dalam kelompok perdaganga, subpilar perbaikkan kualitas listrik telah meningkatkan produktivitas tenaga kerja secara keseluruhan. Kondisi ini menginduksi pertumbuhan di daerah pedesaan, membawa upah pertanian yang lebih tinggi dan peningkatan kesempatan bagi tenaga kerja non-‐pertanian. Peningkatan produksi dan perdagangan pertanian akan menurunkan tingkat kemiskinan di pedesaan. 6.2.2. Korelasi Negatif Effectiveness of anti monopoly policy
Dalam konteks ekonomi saat ini, perubahan ekonomi dan politik suatu negara akan berdampak ke negara lain terutama krisis ekonomi dan keuangan. Uni Eropa merancang model kebijakan persaingan baru yang berfokus kepada koordinasi tindakan kelompok untuk memastikan transparansi baik pada tingkat negara dan perusahaan yang beroperasi di dalam Pasar Tunggal Eropa. Berdasar kebijakan baru tersebut, Ichim melakukan pengujian terhadap efektivitas kebijakan tersebut. Dengan menggunakan indeks kebijakan anti-‐monopoli dari WEF (World Economic Forum) dan
41 Blöchliger, H. and B. Égert (2013), “Decentralisation and Economic Growth -‐ Part 2: The Impact on Economic Activity, Productivity and Investment”, OECD Working Papers on Fiscal Federalism, No. 15, OECD Publishing.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
63
Riset Kajian PKRB
Berdasarkan temuan Ichim tersebut, subpilar Effectiveness of anti monopoly policy masih berkorelasi negatif terhadap produktivitas tenaga kerja dalam bidang perdagangan… Management supply chain telah menjadi cara yang berpotensi memberikan manfaat mempertahanan keunggulan dan meningkatkan kinerja organisasi karena kompetisi tidak lagi antar perusahaan, namun berkompetisi antar supply chain…
indeks kebijakan kompetisi dari EBDR (European Bank for Reconstruction and Development) periode 2007-‐2012, terdapat perbedaan antara negara-‐negara anggota Uni Eropa mengenai efektivitas implementasi kebijakan anti-‐monopoli persaingan dan kualitas tindakan yang dilakukan untuk melindungi kompetisi. World Economic Forum melakukan perhitungan dan mempublikasikan Global Competitiveness Report atas keefektifan kebijakan anti monipoli dalam meningkatkan kompetisi dengan skala antara 1 (yang mengindikasikan kebijakan anti monopli tidak efektif mempromosikan kompetisi) dan 7 (yang mengindikasikan kebijakan anti monopoli efektif mendorong kompetisi. Walaupun indeks tersebut sederhana dan subjektif, namun indeks tersebut tetap biasa menjadi indkator awal karena indeks tersebut merupakan presepsi pelaku bisnis atas implementasi peraturan anti-‐monopoli42.
Berdasarkan temuan Ichim tersebut, subpilar Effectiveness of anti monopoly policy masih berkorelasi negatif terhadap produktivitas tenaga kerja dalam bidang perdagangan. Dengan kata lain, peningkatan keefektifan kebijakan anti-‐monopoli belum efektif mempromosikan kompetisi tenaga kerja di sektor perdagangan.
Prevalence of Trade Barriers
Manajemen supply chain telah menjadi cara yang berpotensi memberikan manfaat mempertahanan keunggulan dan meningkatkan kinerja organisasi karena kompetisi tidak lagi antar perusahaan, namun berkompetisi antar supply chain. Penelitian Lia, at.al (2004)43 menunjukkan bahwa tingkat yang lebih tinggi dari praktek management supply chain dapat menyebabkan peningkatan keunggulan kompetitif dan peningkatkan kinerja organisasi. Penelitian tersebut dikonsep dengan menggunakan lima dimensi praktek management supply chain (kemitraan pemasok strategis, hubungan pelanggan, berbagi tingkat informasi, berbagi informasi kualitas, dan penundaan) dengan menggunakan data 196 organisasi.
Namun, subpilar ini bagi ekonomi Indonesia belum memberikan kontribusi positif. Bahkan subpilar ini masih memberikan efek negatif terhadap produktivitas tenaga kerja.
42 Ichim, Nela Ramona (2012). Assessing the Effectiveness of EU Competition Policy During The Economic Crisis. Romanian-‐American University, Bucuresti, Romania 43 Li, Suhong. Bhanu Ragu-‐Nathanb,T.S. Ragu-‐Nathanb, S. Subba Raob (2004). The Impact of Supply Chain Management Practices on Competitive Advantage and Organizational Performance. College of Business Administration, the University of Toledo, Toledo, OH. USA.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
64
Riset Kajian PKRB
Pasar yang lebih besar, dalam arti lebih banyak orang atau perdagangan yang lebih terbuka, mendukung berbagai macam barang, sehingga ruang produk yang lebih ramai. Hal ini menimbulkan elastisitas harga permintaan dan menurunkan mark-‐up harga… Perusahaan di negara-‐negara berkembang menawarkan kesempatan serta tantangan, dan pemerintah di negara-‐negara memfasilitasi akses ke pasar negara-‐negara maju. GSC ini menuntut efisiensi dan kompetensi pemasok. Untuk negara-‐negara berkembang, maka penting sekali untuk menerapkan kebijakan ekonomi yang meningkatkan daya saing perusahaan nasional, juga meningkatkan keandalan dan efisiensi…
Extent of Market Dominance Desmet, et al (2010)44 mengusulkan sebuah mekanisme baru
di mana pasar yang lebih besar meningkatkan kompetisi dan memfasilitasi proses inovasi. Pasar yang lebih besar, dalam arti lebih banyak orang atau perdagangan yang lebih terbuka, mendukung berbagai macam barang, sehingga ruang produk yang lebih ramai. Hal ini menimbulkan elastisitas harga permintaan dan menurunkan mark-‐up harga. Perusahaan yang lebih besar memiliki amortisasi R & D, sehingga proses adopsi teknologi canggih lebih mudah. Dengan meningkatkan jumlah varietas barang atau produk memungkinkan subtitusi antara varietas ketika pasar produk tersebut bertambah besar, sehingga meningkatkan elastisitas harga permintaan. Demikian pula, pada perusahaan menjadi lebih besar, titik impas menjadi lebih cepat dicapai sehingga mark-‐up harga dapat dihindari oleh perusahaan. Namun bagi sektor perdagangan Indonesia, subpilar ini masih berkorelasi negatif terhadap produktivitas.
Local Supply Quality
Selama tiga dekade terakhir, rantai supply global (Global Supply Chains/GSC) semakin menguat dan semakin penting untuk menghubungkan negara-‐negara berkembang ke pasar internasional (Nicita, 2013)45. Dewasa ini, bagian besar proses produksi GSC terjadi di negara-‐negara berkembang. Perusahaan di negara-‐negara berkembang menawarkan kesempatan serta tantangan, dan pemerintah di negara-‐negara memfasilitasi akses ke pasar negara-‐negara maju. GSC ini menuntut efisiensi dan kompetensi pemasok. Untuk negara-‐negara berkembang, maka penting sekali untuk menerapkan kebijakan ekonomi yang meningkatkan daya saing perusahaan nasional, juga meningkatkan keandalan dan efisiensi. Di masa lalu, daya saing perusahaan negara berkembang terutama didasarkan pada kebijakan perdagangan, sering dalam bentuk akses pasar preferensial. Kebijakan perdagangan, meskipun masih penting, tidak lagi memadai. Alasannya bukan hanya karena erosi preferensi dan penurunan tarif, tetapi juga karena model bisnis GSC sendiri. Dalam GSC, daya saing ditentukan oleh berbagai faktor, terutama oleh kualitas kebijakan yang mempengaruhi lingkungan bisnis secara keseluruhan. Namun di negara berkembang, penerapan GSC ini dihadapkan kerugian substansial, yang disebabkan oleh kekurangan
44 Desmet, Klaus and Stephen L. Parente., (2010). Bigger Is Better: Market Size, Demand Elasticity, and Innovation. International Economic Review, May 2010, Vol. 51, No. 2 45 Nicita, Alessandro., Victor Ognivtsev, and Miho Shirotori. 2013. Global Supply Chains:Trade and Economic Policies for Developing Countries. UNCTAD, Genewa: Policy Issues in International Trade and Commodities Study Series No. 55.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
65
Riset Kajian PKRB
Globalisasi pasar dan proses reorganisasi distribusi melibatkan perubahan struktur pasar yang berupa perluasan pasar nasional dan peluang muncul baru untuk memuaskan permintaan konsumen (Mattsson & Wallenberg, 2003). Spesialisasi distribusi dapat dilakukan baik berupa tingkat distribusi dan barang dan jasa ditangani (Mallen, 1996). Selain itu, sebagai pasar global mengembang, banyak perusahaan multinasional telah mengembangkan komunikasi di seluruh dunia, distribusi dan informasi jaringan yang memfasilitasi arus informasi dan barang melintasi batas-‐batas nasional… Namun intensitas modal dapat merupakan sumber keunggulan karena pendistribusian dan pengeloaan modal perlu efisiensi…
sumber daya substansial yang diperlukan. Dengan tidak adanya pendukung usaha, kebijakan nasional di negara berkembang dan berpenghasilan rendah akan terus berpartisipasi dalam GSC namun hanya sebagai penyedia nilai tambah rendah yang bersumber dari nilai komponen yang hanya memiliki kontribusi terbatas pada produk global. Bagi perdagangan Indonesia, subpilar ini berkorelasi negatif terhadap produktivitas.
Control of International Distribution
Dalam setiap proses globalisasi, distribusi barang dan jasa antara dan dalam pasar industri dan konsumen lokal sangat penting. Globalisasi pasar dan proses reorganisasi distribusi melibatkan perubahan struktur pasar yang berupa perluasan pasar nasional dan peluang muncul baru untuk memuaskan permintaan konsumen (Mattsson & Wallenberg, 2003)46. Spesialisasi distribusi dapat dilakukan baik berupa tingkat distribusi dan barang dan jasa ditangani (Mallen, 1996). Selain itu, sebagai pasar global mengembang, banyak perusahaan multinasional telah mengembangkan komunikasi di seluruh dunia, distribusi dan informasi jaringan yang memfasilitasi arus informasi dan barang melintasi batas-‐batas nasional (Min & Eom, 1994)47. Keunggulan saluran distribusi telah menjadi sumber diferensiasi kompetitif yang kuat. Dalam 1980-‐an dan 1990-‐an, perusahaan mulai melihat bahwa saluran distribusi lebih dari sekedar sumber penghematan biaya, saluran distribusi merupakan sumber peningkatan produk atau pelayanan yang merupakan bagian dari proses supply chain yang lebih luas untuk menciptakan keunggulan kompetitif. (Mentzer et al, 2004)48. Bagi ekonomi indonesia, subpilar jaringan distribusi ini masih memberikan korelasi negatif terhadap produktivitas dalam sektor perdagangan.
Nature of Competitive Advantage
Penelitian produktivitas lebih banyak difokus pada produktivitas tenaga kerja. Intensitas modal diperlakukan sebagai salah satu faktor penyebab perbedaan tingkat produktivitas tenaga kerja. Namun intensitas modal dapat merupakan sumber keunggulan karena pendistribusian dan pengeloaan modal perlu efisiensi. Dengan menggunakan sampel negara Amerika Serikat, Jerman, dan
46 Mattsson, L-‐G., and Wallenberg, P., (2003). Reorganization of distribution in globalization of markets: the dynamic context of supply chain management. Supply Chain Management: An International Journal, Vol. 8, pp. 416-‐426. 47 Min, H., and Eom, S. B., (1994). An integrated decision support system for global logistics. International Journal of Physical Distribution & Logistics Management, Vol. 24, pp. 11-‐29. 48 Mentzer, J. T., Min, S., and Bobbitt, M. L., (2004). Toward a unified theory of logistics. International Journal of Physical Distribution & Logistics Management, Vol. 34, pp. 606-‐627.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
66
Riset Kajian PKRB
…bagi Indonesia, produktivitas tenaga kerja dalam sektor perdagangan masih berkorelasi negatif terhadap subpilar nature of competitive advantage… Data empiris menunjukkan bahwa dampak pertumbuhan dan produktivitas infrastruktur adalah ambigu. Hal ini berarti pola hubungan pertumbuhan dan produktivitas tidak dapat ditarik kesimpulan umum dan bersifat lokal…
Jepang, pada periode 1991 dan 1995, produktivitas modal di Jerman dan Jepang secara signifikan di bawah produktivitas di Amerika Serikat. Produktivitas modal di Jerman dan Jepang hanya sekitar dua-‐pertiga dari tingkat A.S. Produktivitas modal industri mobil Jepang dan ritel Jerman mampu memiliki tingkat produktivitas modal setara dengan Amerika Serikat. Namun hal tersebut bukan berarti produktivitas modal di Jerman dan Jepang lebih buruk dibandingkan di Amerika Serikat. Penelitian Borsch-‐Supan (1998) memberi penjelasan baru tentang hal tersebut49. Pada ekonomi Jerman, tingginya harga tenaga kerja di Jerman relatif terhadap modal merasionalisasi intensitas modal yang lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas modal di Amerika Serikat. Produktivitas modal di Jerman mencapai 86 persen dibandingkan dengan produktivitas modal di Amerika Serikat. Pada ekonomi Jepang, sektor pasar memiliki intensitas modal yang lebih rendah dibandingkan dengan intensitas modal di Amerika, sehingga relative rendahnya produktivitas modal di Jepang, yang dibandingkan dengan produktivitas modal di Amerika Serikat, bukan merupakan penjelasan bagi rendahnya produktivitas modal di Jepang. Dengan kata lain, keunggulan natural atas modal dimiliki oleh ekonomi Amerika Serikat, sehingga memungkinkan ekonomi Amerika Serikat memiliki tingkat produktivitas modal lebih baik dibandingkan dengan ekonomi Jepang dan Jerman. Ekonomi Jerman dan Jepang memiliki keunggulan natural dalam tenaga kerja sehingga intensitas penggunaan modal di Jepang dan Jerman lebih rendah dibandingkan di Amerika Serikat. Namun bagi Indonesia, produktivitas tenaga kerja dalam sektor perdagangan masih berkorelasi negatif terhadap subpilar nature of competitive advantage. 6.3. Bidang Infrastruktur
Data empiris menunjukkan bahwa dampak pertumbuhan dan
produktivitas infrastruktur adalah ambigu. Hal ini berarti pola hubungan pertumbuhan dan produktivitas tidak dapat ditarik kesimpulan umum dan bersifat lokal. Hal ini menunjukkan bahwa pola hubungan tersebut sensitive terhadap kondisi lokal50.
49 Borsch-‐Supan, Axel. 1998. Capital's Contribution to Productivity and the Nature of Competition. Brookings Papers: Microeconomics. 50 Fedderke, J.W. and Z.Bogetic (2006). Infrastructure and Growth in South Africa: Direct and Indirect Productivity Impacts of Nineteen Infrastructure Measures. Accelerated and Shared Growth in South Africa: Determinants, Constraints and Opportunities. The Birchwood Hotel and Conference Centre Johannesburg, South Africa. 18 -‐ 20 October 2006.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
67
Riset Kajian PKRB
Pertumbuhan ekonomi global adalah kunci pendorong pertumbuhan permintaan lalu lintas udara. Namun, sementara permintaan lalu lintas udara meningkat sebagai akibat pertumbuhan ekonomi, transportasi udara itu sendiri dapat menjadi penyebab kunci dan fasilitator pertumbuhan ekonomi… Kinerja produktivitas yang kuat dapat sebagian besar disebabkan oleh reformasi yang dilakukan di angkutan udara, angkutan kereta api, dan sektor angkutan truk di 1980-‐an dan awal 1990-‐an… Bagi ekonomi Indonesia, peningkatan kualitas (subpilar) transportasi (secara) keseluruhan dan kereta api berkorelasi positif terhadap produktivitas tenaga kerja di sektor infrastruktur..
Quality of Air Transportation Pertumbuhan ekonomi global adalah kunci pendorong
pertumbuhan permintaan lalu lintas udara. Namun, sementara permintaan lalu lintas udara meningkat sebagai akibat pertumbuhan ekonomi, transportasi udara itu sendiri dapat menjadi penyebab kunci dan fasilitator pertumbuhan ekonomi. Bukan hanya industri penerbangan industri tersebut besar dalam dirinya sendiri, yang mempekerjakan sejumlah besar pekerja terampil, namun industri penerbangan menjadi kunci utama pendorong perekonomian global yang berkembang pesat. Koneksi jaringan angkutan udara global yang lebih besar dapat meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi dengan penyediaan akses yang lebih baik ke pasar, meningkatkan link dalam dan antara bisnis dan penyediaan akses yang lebih besar untuk sumber daya dan untuk pasar modal internasional. Berdasarkan analisis 48 negara selama sembilan tahun, penerbangan konektivitas dan produktivitas buruh-‐GDP per jam kerja memiliki hubungan positif yang kuat51. Namun, transportasi udara di Indonesia masih menunjukkan korelasi negatif terhadap produktifas tenaga kerja per waktu kerja terutama tenaga kerja tak trampil, dan produktivitas kapital.
Quality of Railroads Transportation
Dari tahun 1981 sampai tahun 2006, total faktor produktivitas (TFP) negara Kanada tumbuh sebesar 3,6 persen per tahun untuk kereta api barang, 2 persen per tahun untuk maskapai penerbangan, dan 1,8 persen per tahun untuk truk. Sebagai perbandingan, pertumbuhan TFP di sektor bisnis Kanada secara keseluruhan hanya 0,2 persen per tahun selama periode yang sama. Hal ini menggarisbawahi kontribusi penting dari mode ini untuk produktivitas dalam bisnis secara keseluruhan sektor.
Kinerja produktivitas yang kuat dapat sebagian besar disebabkan oleh reformasi yang dilakukan di angkutan udara, angkutan kereta api, dan sektor angkutan truk di 1980-‐an dan awal 1990-‐an. Secara khusus, pendorong utama dari pertumbuhan produktivitas adalah perubahan kebijakan pemerintah dalam kepemilikan struktur, deregulasi harga, dan peningkatan persaingan. Secara umum, peningkatan produktivitas telah menyebabkan harga yang lebih rendah bagi pengguna akhir. Misalnya, kereta api harga barang yang 70 persen lebih rendah secara real dalam 2006 bila dibandingkan dengan tahun 198152. Bagi ekonomi Indonesia,
51 Smyth, Mark and Brian Pearce (2007). Aviation Economic Benefit. IATA Economics Briefing No 8 52 The Conference Board of Canada. 2009. “Performance the Productivity of Canada’s Transportation Sector: Market Forces and Governance Matter”. Energy, Environment and Transportation Policy
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
68
Riset Kajian PKRB
Logistik yang efektif sangat penting untuk daya saing Rumania, untuk menanggapi tenggat waktu dan biaya kontrol berkaitan dengan ekspor serta impor ke dan dari Uni Eropa… Oleh karena itu, peningkatan pembangunan infrastruktur akan menguntungkan perekonomian secara keseluruhan dengan menghubungkan daerah pedesaan ke pasar yang lebih besar, meningkatkan produktivitas, mengurangi biaya transportasi, dan umumnya mendorong pembangunan dan kegiatan ekonomi yang lebih…
peningkatan kualitas (subpilar) transportasi (secara) keseluruhan dan kereta api berkorelasi positif terhadap produktivitas tenaga kerja di sektor infrastruktur. Tenaga kerja tak trampil masih dapat dipekerjakan dalam infrastruktur pengangkutan darat dan kereta api, dan memberikan peningkatan produktivitas.
Quality of Overall Transportation
Pemerintah Rumania mengadari bahwa kebutuhan transportasi dan perdagangan logistik yang efisien dibutuhkan untuk mewujudkan potensi negara sebagai pusat logistik regional, yang juga akan meningkatkan ekspor intraregional.53 Logistik yang efektif sangat penting untuk daya saing Rumania, untuk menanggapi tenggat waktu dan biaya kontrol berkaitan dengan ekspor serta impor ke dan dari Uni Eropa. Ketika membandingkan Eropa dan Asia Tengah dengan daerah lain dan negara-‐negara berpenghasilan menengah di Eropa, kinerja logistik Rumania belum menonjol dan masih dibatasi oleh kualitas infrastruktur, bea cukai, dan kinerja kualitas jasa logistik. Padahal, sektor logistik Rumania berada di persimpangan jalan yang menghubungkan Barat dan Eropa Timur, dan Utara dengan Selatan dan juga pada sumbu transit antara Eropa dan Asia. Namun, infrastruktur transportasi Rumania menghadapi infrastruktur transportasi yang miskin, underinvested, terfragmentasi, dan bervariasi dari segi kualitas.
Oleh karena itu, peningkatan pembangunan infrastruktur akan menguntungkan perekonomian secara keseluruhan dengan menghubungkan daerah pedesaan ke pasar yang lebih besar, meningkatkan produktivitas, mengurangi biaya transportasi, dan umumnya mendorong pembangunan dan kegiatan ekonomi yang lebih. Sebuah rencana yang komprehensif dan terkoordinasi untuk membawa infrastruktur Rumania ke tingkat Uni Eropa harus tinggi pada daftar prioritas bagi para pembuat kebijakan. Dengan pola yang serupa, perbaikan kualitas transportasi secara keseluruhan di Indonesia telah meningkatkan produktivitas tenaga kerja per pekerja dalam sektor infrastruktur. 6.4. Bidang Logistik
Bank Dunia menempatkan Singapore sebagai No 1 Logistik
Hub di antara 155 negara secara global di Indeks Kinerja Logistik 2012. Lokasi yang strategis di jantung Asia Tenggara, posisi pelabuhan Singapore sebagai hub dalam perdagangan global, serta pengetahuan
53 World Bank (2012).”Connecting to Compete. Trade Logistics in the Global Economy” Washington DC.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
69
Riset Kajian PKRB
Prosedur memberikan perusahaan efisiensi yang lebih besar dalam memperoleh izin/dokumentasi untuk barang-‐barang yang diperdagangkan. Efisiensi dalam manajemen informasi yang dibuktikan melalui platform seperti TradeNet, sebuah national single window elektronik yang menyediakan platform satu atap menyederhanakan semua dokumentasi, menghemat waktu, biaya dan meningkatkan efisiensi… Inovasi broadband internet dan pengembangan pasar jasa telah membuka lapangan pekerjaan baru bagi pekerja eropa terdidik…
dan keahlian dalam pelayaran internasional dan transportasi, semua berkontribusi untuk posisi ini. Pada tahun 2010, ada lebih dari 7000 perusahaan logistik di Singapore, mempekerjakan lebih dari 180.000 orang (yaitu sekitar 9% dari total angkatan kerja), dan industri memberikan kontribusi 9% terhadap PDB Singapore. Dengan throughput 29.370.000 TEU ini, Singapore adalah pelabuhan kontainer terbesar kedua pada tahun 2011. Pelabuhan Singapore terkait dengan 600 pelabuhan di 123 negara melalui 200 jalur pelayaran. Selain itu, Bandara Changi Singapore dilayani oleh lebih dari 4500 penerbangan menghubungkan ke 200 kota di 60 negara, dan peringkat ke-‐10 di seluruh dunia dalam hal kargo yang ditangani, dengan 2,09 juta ton pada tahun 2011 Singapore telah menjadi pilihan logistik dan manajemen rantai pasokan hub untuk pemain di industri seperti aerospace terkemuka, ilmu biomedis, elektronik dan telekomunikasi. Dewasa ini, 21 dari top 25 dunia penyedia logistik yang berbasis di Singapore, antara lain adalah: Agility, DHL, FedEx, TNT, UPS, Nippon Express, NYK Logistik dan Tol Logistik. Oleh karena infrastruktur kelas dunia dan konektivitas global yang sangat baik, Singapore menjadi lokasi pemasok logistik dan dan manajemen rantai pasokan hub untuk produsen terkemuka di industri, yang meliputi Avaya, Diageo, Dell, Hewlett Packard, Infineon, LVMH, Novartis, ON Semiconductor, Panasonic, dan Siemens Instrumen Kedokteran.
Singapore juga telah diakui memiliki kebiasaan yang sangat efisien dan ramah bisnis impor atau ekspor. Prosedur memberikan perusahaan efisiensi yang lebih besar dalam memperoleh izin/dokumentasi untuk barang-‐barang yang diperdagangkan. Efisiensi dalam manajemen informasi yang dibuktikan melalui platform seperti TradeNet, sebuah national single window elektronik yang menyediakan platform satu atap menyederhanakan semua dokumentasi, menghemat waktu, biaya dan meningkatkan efisiensi. TradeNet memungkinkan para pedagang dan perusahaan ekspedisi untuk melamar dan menerima izin perdagangan dari 35 instansi pengendali untuk tujuan impor, ekspor dan transshipment barang54.
6.4.1. Korelasi Positif
Broadband internet subscriptions/ 100 pop
Inovasi broadband internet dan pengembangan pasar jasa telah membuka lapangan pekerjaan baru bagi pekerja eropa terdidik. Pengembangan produk jasa baru muncul dari perpindahan pekerja di sector tradisional ke sector dinamis. Dengan demikian, broadband memiliki dampak positif terhadap tingkat produktivitas, pertumbuhan
54 World Bank (2012).”Connecting to Compete. Trade Logistics in the Global Economy” Washington DC.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
70
Riset Kajian PKRB
…broadband memiliki dampak positif terhadap tingkat produktivitas, pertumbuhan dan employment… Bagi ekonomi Indonesia, peningkatan kualitas (subpilar) transportasi (secara) keseluruhan dan kereta api berkorelasi positif terhadap produktivitas tenaga kerja di logistik… Perbaikan kualitas transportasi secara keseluruhan di Indonesia telah meningkatkan produktivitas tenaga kerja per pekerja dalam sektor logistik… Faktor inovasi menjadi faktor signifikan pertumbuhan ekonomi…
dan employment (Fomefeld, 2008)55. Dalam penelitian di Eropa menunjukkan sebesar 1,3 billion
pekerjaan sector tradisional hilang, namun sebanyak 1,4 billion pekerjaan sector dinamis tercipta. Pengembangan pasar baru tersebut menciptakan lebih dari 100.000 pekerjaan baru per tahun dan meningkatkan GDP Eropa sebesar 82,4 Billion per tahun (0.71%). Pada kondisi yang sama, subpilar ini telah memberikan kontribusi positif terhadap produktivitas tenaga kerja. Quality of railroads transportation
Transportasi kereta api memiliki kapasitas daya angkut yang relatif besar, sehingga memiliki biaya transportasi yang relatif rendah dibandingkan biaya angkutan yang lain. Secara umum, peningkatan produktivitas pengangkutan kereta api di negara Kanada telah menyebabkan harga yang lebih rendah 70 persen bagi pengguna akhir pada 2006, bila dibandingkan harga barang pada tahun 198156. Bagi ekonomi Indonesia, peningkatan kualitas (subpilar) transportasi (secara) keseluruhan dan kereta api berkorelasi positif terhadap produktivitas tenaga kerja di logistik. Tenaga kerja tak trampil masih dapat berpartisipasi dalam sektor logistik yang dilakukan pada pengangkutan darat.
Quality of overall transportation
Oleh karena itu, peningkatan sarana transportasi, terutama jalan, telah meningkatkan frekuensi arus barang dan penumpang antar kota, antar desa, dan antar kota dan desa. Peningkatan tersebut memberikan keuntungan bagi perekonomian secara keseluruhan dengan menghubungkan produsen dan konsumen ke pasar, dan juga membuka akses pasar yang lebih luas. Perbaikan kualitas transportasi secara keseluruhan di Indonesia telah meningkatkan produktivitas tenaga kerja per pekerja dalam sektor logistik
Capacity of innovation
Faktor inovasi menjadi faktor signifikan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tersebut disebabkan oleh peningkatan produksi, dan peningkatan produksi tersebut membutuhkan pengangkutan logistik ke pasar dan ke konsumen. Oleh karena itu, kemampuan inovasi logistik berperan penting dalam memperlancar arus distribusi barang ke pasar dan ke konsumen.
55 Fomefeld, Martin., Gilees Delaunay, Dieter Elixmann. 2008. The Impact of Broadband on Growth and Productivity. MICUS. 56 The Conference Board of Canada. 2009. “Performance the Productivity of Canada’s Transportation Sector: Market Forces and Governance Matter”. Energy, Environment and Transportation Policy
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
71
Riset Kajian PKRB
…subpilar kapasitas inovasi di Indonesia berkorelasi positif terhadap produktivitas tenaga kerja per pekerja… Cluster logistik merupakan aglomerasi dari beberapa jenis perusahaan dan operasi: (i) perusahaan menyediakan layanan logistik, seperti transportasi, pergudangan dan forwarder, dan (ii) logistik operasi perusahaan industri, seperti operasi distribusi pengecer, produsen, dan distributor… Berdasarkan hasil penelitian Sheffi (2010) menunjukkan bahwa cluster logistic memberikan banyak keuntungan…
Dalam sektor logistik ini, subpilar kapasitas inovasi di Indonesia berkorelasi positif terhadap produktivitas tenaga kerja per pekerja. Hal ini berarti bahwa inovasi dalam sektor logistik meningkatkan produktivitas tenaga kerja di Indonesia. 6.4.2. Korelasi Negatif State of cluster development
Cluster logistik merupakan aglomerasi dari beberapa jenis perusahaan dan operasi: (i) perusahaan menyediakan layanan logistik, seperti transportasi, pergudangan dan forwarder, dan (ii) logistik operasi perusahaan industri, seperti operasi distribusi pengecer, produsen, dan distributor (Sheffi, 2010)57. Cluster logistik tersebut juga termasuk perusahaan yang perusahaan jasa logistik, seperti operasi pemeliharaan truk, penyedia perangkat lunak, firma hukum khusus, keuangan internasional penyedia jasa, dll. Cluster Logistik menunjukkan banyak keuntungan yang sama bahwa klaster industri umum (seperti Silicon Valley, Hollywood, atau Wall Street) melakukan: peningkatan produktivitas karena sumber daya bersama dan ketersediaan pemasok; meningkatkan jaringan manusia, termasuk berbagi pengetahuan; komunikasi tacit dan pemahaman; tingkat kepercayaan yang tinggi di antara perusahaan di cluster; ketersediaan tenaga kerja yang khusus seperti serta fasilitas pendidikan dan pelatihan; dan pusat-‐pusat penciptaan pengetahuan, seperti perguruan tinggi, konsultasi perusahaan, dan think tank. Cluster Logistik, bagaimanapun, menunjukkan karakteristik lain yang membuat mereka unik dalam hal pembentukan cluster dan kontribusi mereka terhadap pertumbuhan ekonomi, sehingga menempatkan cluster logistik penting dalam kebijakan pemerintah daerah dan nasional.
Berdasarkan hasil penelitian Sheffi (2010) menunjukkan bahwa cluster logistik memberikan banyak keuntungan dari semua klaster industri dalan hal menciptakan hubungan saling percaya antara perusahaan, yang mengarah ke pertukaran pengetahuan tacit antara individu dan budaya kolaboratif yang kuat dan kegiatan bersama untuk manfaat semua cluster perusahaan, selain menarik pemasok, termasuk pemasok pengetahuan dalam hal penelitian dan lembaga pendidikan. Elemen tersebut membantu menciptakan umpan balik positif di mana lebih perusahaan dalam setiap cluster industri meningkatkan manfaat dan berdampak kepada semakin
57 Sheffi, Yossi. 2010. Logistics Intensive Clusters: Global Competitiveness and Regional Growth. Elisha Gray II Professor of Engineering Systems, MIT
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
72
Riset Kajian PKRB
Namun, kasus ekonomi Indonesia, subpilar ini masih memberikan kontribusi negatif produktivitas tenaga kerja di bidang logistik… Amerika Tengah mengalami pertumbuhan ekonomi yang kuat dari tahun 2003 sampai 2008, namun pertumbuhan tersebut tidak akan berkelanjutan dan inklusif kecuali didasarkan peningkatan daya saing secara keseluruhan di wilayah tersebut… Namun, bagi produktivitas tenaga kerja di Indonesia dalam sektor logistik, subpilar ini juga masih berkorelasi negatif…
menarik banyak perusahaan. Cluster Logistik menunjukkan dua keuntungan utama, yaitu: (i)
pengembangan cluster logistik mungkin lebih kuat dibandingkan dengan banyak kelompok lain karena economies of scope, skala, kepadatan dan frekuensi yang terlibat dalam penyediaan transportasi jasa, dan (ii) kesempatan untuk berbagi sumber daya dalam menghadapi fluktuasi permintaan pekerja, peralatan, dan ruang gudang.
Operasi logistik dapat menemukan dalam sebuah cluster logistik karena peran cluster dalam mendukung economies of scope (terutama untuk moda transportasi operasi langsung) dan ekonomi kepadatan (terutama untuk moda transportasi konsolidasi); penyediaan mereka spill-‐over kapasitas pergudangan dan transportasi; dan kemampuan untuk bekerja sama antara penyedia ketika berhadapan dengan fluktuasi permintaan. Cluster tersebut menyediakan berbagai kesempatan kerja eksekutif, IT, dan pekerjaan profesional lainnya, dan mereka diversifikasi basis ekonomi karena mereka mendukung banyak industri lain, seperti manufaktur serta berbagai "mini-‐cluster." Namun, kasus ekonomi Indonesia, subpilar ini masih memberikan kontribusi negatif produktivitas tenaga kerja di bidang logistik.
Quality of scientific research institutions
Amerika Tengah mengalami pertumbuhan ekonomi yang kuat dari tahun 2003 sampai 2008, namun pertumbuhan tersebut tidak akan berkelanjutan dan inklusif kecuali didasarkan peningkatan daya saing secara keseluruhan di wilayah tersebut (Guasch, 2012)58. Oleh karena ukuran pasar domestik kecil, negara-‐negara ini telah menempatkan perluasan perdagangan internasional untuk pembangunan ekonomi dan sosial. Agar rencana tersebut dapat bekerja maka negara-‐negara harus meningkatkan daya saing ekonomi internasional. Guasch (2012) memberikan rekomendasi atas kemitraan dan donor publik-‐swasta dalam peningkatan daya saing: (i) inovasi, transfer pengetahuan, dan kualitas sistem; (ii) infrastruktur dan logistik; (iii) pengarusutamaan kegiatan usaha kecil dan menengah; (iv) pendidikan dan modal manusia; dan (v) reduksi kejahatan dan kekerasan serta penguatan tata pemerintahan secara keseluruhan. Namun, bagi produktivitas tenaga kerja di Indonesia dalam sektor logistik, subpilar ini juga masih berkorelasi negatif.
58 Guasch, José Luis, Liliana Rojas-‐Suarez, and Veronica Gonzales. 2012. “Competitiveness in Central America the Road to Sustained Growth and Poverty Reduction”. Center for Global Development.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
73
Riset Kajian PKRB
Selama tiga dekade terakhir, rantai supply global (GSC) semakin menguat dan semakin penting untuk menghubungkan negara-‐negara berkembang ke pasar internasional… Bagi Indonesia, subpilar ini berkorelasi negatif terhadap produktivitas dalam sektor logistik… Dalam setiap proses globalisasi, distribusi barang dan jasa antara dan dalam pasar industri dan konsumen lokal sangat penting… Bagi ekonomi indonesia, subpilar kontrol terhadap distribusi (barang dan informasi) internasional ini masih memberikan korelasi negatif terhadap produktivitas dalam sektor logistik… Salah satu jaringan logistik adalah transportasi udara. Sebagaimana uraian di atas, pertumbuhan ekonomi global adalah kunci pendorong pertumbuhan permintaan lalu lintas udara…
Local Supply Quality Selama tiga dekade terakhir, rantai supply global (Global
Supply Chains/GSC) semakin menguat dan semakin penting untuk menghubungkan negara-‐negara berkembang ke pasar internasional (Nicita, 2013)59. Dewasa ini, bagian besar proses produksi GSC terjadi di negara-‐negara berkembang, sehingga peran sektor logistik menjadi penting untuk memfasilitasi akses ke pasar negara-‐negara maju. Namun di negara berkembang, penerapan GSC ini dihadapkan pada kerugian substansial, yang disebabkan oleh kekurangan sumber daya substansial yang diperlukan, seperti dukungan sektor logistik. Dengan tidak adanya pendukung logistik, kebijakan nasional GSC di negara berkembang hanya memiliki kontribusi terbatas pada produk global. Bagi Indonesia, subpilar ini berkorelasi negatif terhadap produktivitas dalam sektor logistik.
Control of International Distribution
Dalam setiap proses globalisasi, distribusi barang dan jasa antara dan dalam pasar industri dan konsumen lokal sangat penting. Globalisasi pasar sektor logistik semakin penting. Perluasan pasar menuntut perkembangan jaringan logistik. Spesialisasi distribusi dapat dilakukan baik berupa tingkat jaringan logistik dan distribusi barang dan jasa ditangani (Mallen, 1996). Selain itu, sebagai pasar global mengembang, banyak perusahaan multinasional telah mengembangkan komunikasi di seluruh dunia, jaringan logistik dan informasi yang memungkinkan arus informasi dan barang melewati batas-‐batas nasional (Min & Eom, 1994)60. Keunggulan saluran distribusi dan jaringan logistik telah menjadi sumber diferensiasi kompetitif yang kuat. Bagi ekonomi indonesia, subpilar kontrol terhadap distribusi (barang dan informasi) internasional ini masih memberikan korelasi negatif terhadap produktivitas dalam sektor logistik.
Quality of air transportation
Salah satu jaringan logistik adalah transportasi udara. Sebagaimana uraian di atas, pertumbuhan ekonomi global adalah kunci pendorong pertumbuhan permintaan lalu lintas udara. Namun, sementara permintaan lalu lintas udara meningkat sebagai akibat pertumbuhan ekonomi, transportasi udara itu sendiri dapat menjadi
59 Nicita, Alessandro., Victor Ognivtsev, and Miho Shirotori. 2013. Global Supply Chains:Trade and Economic Policies for Developing Countries. UNCTAD, Genewa: Policy Issues in International Trade and Commodities Study Series No. 55. 60 Min, H., and Eom, S. B., (1994). An integrated decision support system for global logistics. International Journal of Physical Distribution & Logistics Management, Vol. 24, pp. 11-‐29.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
74
Riset Kajian PKRB
Namun, subpilar transportasi udara di Indonesia masih menunjukkan korelasi negatif terhadap produktifas tenaga kerja… Penelitian Price at-‐al (2013) bertujuan untuk menguji hubungan antara inovasi dan pengetahuan di keluarga dibandingkan bisnis non-‐keluarga yang berkaitan dengan kinerja UKM… Untuk kasus Indonesia, subpilar ini belum mendorong produktivitas tenaga kerja dalam sektor UMKM… Meskipun awal, ukuran perusahaan berhubungan negatif dengan intensitas R & D, namun kemungkinan terjadi pola hubungan positif…
penyebab kunci dan fasilitator pertumbuhan ekonomi. Bukan hanya industri penerbangan industri tersebut besar dalam dirinya sendiri, yang mempekerjakan sejumlah besar pekerja terampil, namun industri penerbangan menjadi kunci utama pendorong perekonomian global yang berkembang pesat. Koneksi jaringan angkutan udara global yang lebih besar dapat meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi dengan penyediaan akses yang lebih baik ke pasar, meningkatkan link dalam dan antara bisnis dan penyediaan akses yang lebih besar untuk sumber daya dan untuk pasar modal internasional. 61 Namun, subpilar transportasi udara di Indonesia masih menunjukkan korelasi negatif terhadap produktifas tenaga kerja per waktu kerja terutama tenaga kerja tak trampil, dan produktivitas kapital dalam sektor logistik. 6.5. Bidang UMKM
6.5.1. Korelasi Positif Capacity of Innovation
Penelitian Price at-‐al (2013) bertujuan untuk menguji hubungan antara inovasi dan pengetahuan di keluarga dibandingkan bisnis non-‐keluarga yang berkaitan dengan kinerja UKM. Berdasarkan data dari 430 UKM di Amerika Serikat dan Australia dianalisis melalui analisis regresi hirarkis. Faktor inovasi ditemukan menjadi faktor signifikan dalam kedua UKM keluarga dan non-‐keluarga sampel. Faktor pengetahuan ditemukan signifikan pada UKM Keluarga, namun tidak signifikan pada UKM non-‐keluarga. Implikasi atas temuan ini adalah kinerja UKM keluarga sedikit lebih baik dibandingkan UKM non-‐keluarga62. Untuk kasus Indonesia, subpilar ini belum mendorong produktivitas tenaga kerja dalam sektor UMKM.
Intensity of Local Competition
Meskipun awal, ukuran perusahaan berhubungan negatif dengan intensitas R & D, namun kemungkinan terjadi pola hubungan positif. Dua temuan ini tidak konsisten, namun hal terdapat dapat dijelaskan bahwa pada umumnya berteknologi tinggi mendapatkan dana subsidi R&D yang lebih besar dibandingkan perusahaan berteknologi rendah. Pada sisi lain, kompetisi mendorong intensitas
61 Smyth, Mark and Brian Pearce (2007). Aviation Economic Benefit. IATA Economics Briefing No 8 62 Price, David P., Michael Stoica and Robert J Boncella, 2013. “The relationship between innovation, knowledge, and performance in family and non-‐family firms: an analysis of SMEs”. Journal of Innovation and Entrepreneurship 2013, 2:14.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
75
Riset Kajian PKRB
Demikian pula David (1995) menunjukkan bahwa inovasi produk memiliki dampak positif pada produktivitas tenaga kerja perusahaan, namun bagi Indonesia, belum terjadi fenomena yang sama…. Perusahaan-‐perusahaan kecil dan menengah (UKM) memainkan peran penting dalam perekonomian nasional, selain memberikan kontribusi signifikan terhadap penciptaan lapangan kerja dan ekspor…
R & D, terutama di perusahaan-‐perusahaan teknologi tinggi, dan R & D, yang dihasilkan, memiliki dampak yang kuat dan cukup besar dalam peningkatan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan inovasi proses dan inovasi produk (Hall, 2009)63. Bagi UKM, investasi R & D adalah pengembangkan kemampuan perusahaan untuk mengidentifikasi, mengasimilasi, dan mengeksploitasi pengetahuan dari lingkungan. Dengan kata lain, tingkat minimum aktivitas R & D adalah kondisi yang diperlukan untuk memperoleh manfaat dari spillovers dan inovasi tanpa penelitian, sangat cocok untuk UKM (Cowan dan van de Paal, 2000)64. Demikian pula David (1995) menunjukkan bahwa inovasi produk memiliki dampak positif pada produktivitas tenaga kerja perusahaan65, namun bagi Indonesia, belum terjadi fenomena yang sama.
Quality of Overall Infrastructure
Perusahaan-‐perusahaan kecil dan menengah (UKM)
memainkan peran penting dalam perekonomian nasional, selain memberikan kontribusi signifikan terhadap penciptaan lapangan kerja dan ekspor. Untuk bersaing di pasar global, penguasaan teknologi sangat penting. Kinerja UKM yang berlokasi di kota besar memiliki akses teknologi yang lebih baik dibandingkan dengan UKM di kota yang lebih kecil. Perbedaan ini terkadang membuat UKM di kota yang lebih kecil tertinggal dan kurang mampu bersaing di pasar global. Dalam kasus di UKM India, kinerja UKM ditentukan dan signifikan dipengaruhi oleh dukungan infrastruktur, teknologi up grading, sumber daya manusia, sedangkan faktor-‐faktor kebijakan pemerintah dan peraturan, gaya manajemen, dukungan keuangan kurang mempengaruhi kinerja UKM. Dukungan Infrastruktur perlu dianggap sebagai salah satu konsep penting untuk mempertahankan kualitas produk baik dalam jumlah ataupun ekspansi peningkatan kemampuan produksi. Teknologi up-‐grading menjadi penting mempengaruhi kinerja UKM karena inovasi produk yang reguler, pedoman yang jelas tentang teknologi dan menjalankan proses secara efektif dan efisien, pengalaman dan paparan teknologi terbaru adalah kunci utama bagi peningkatan teknologi UKM. Produk UKM dapat melakukan diversifikasi produk, peningkatan kualitas dan
63 Hall, Bronwyn H., Francesca Lotti and Jacques Mairesse 2009. Innovation and productivity in SMEs. Empirical evidence for Italy. Temi di discussione (Working papers) Number 718 -‐ June 2009. Banca D’Italia. 64 Cowan, R. and G. van de Paal (2000), “Innovation Policy in the Knowledge-‐Based Economy”, European Commission DG-‐Enterprise, Brussels. 65 David, P., and D. Foray (1995), “Accessing and Expanding the Science and Technology Knowledge Base”, STI Review, n. 16, pp. 16-‐38.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
76
Riset Kajian PKRB
Namun, produktivitas tenaga kerja Indonesia di UMKM masih berkorelasi negatif… Penelitian Lam (2012) ini membahas peran sektor keuangan dalam mendukung pertumbuhan usaha kecilndan menengah (UKM) di Jepang…
kuantitas yang memadai. Sumber daya manusia memiliki prioritas utama dalam menunjang kinerja UKM, yaitu melalui keterampilan pekerja dalam perekrutan, keterlibatan karyawan dalam mempertimbangkan saran-‐saran pekerja. Namun, produktivitas tenaga kerja Indonesia di UMKM masih berkorelasi negatif. 6.5.2 Korelasi Negatif Soundness of Banks
Penelitian Lam (2012)66 ini membahas peran sektor keuangan dalam mendukung pertumbuhan Usaha Kecildan Menengah (UKM) di Jepang. Perusahaan-‐level data UKM dan neraca perusahaan sektoral menunjukkan bahwa banyak UKM menghadapi tantangan struktural leverage yang tinggi dan profitabilitas yang rendah. Selain itu, krisis keuangan global telah melemahkan posisi keuangan UKM, terutama UKM yang memiliki kelayakan kredit rendah. Tantangan-‐tantangan ini berhubungan erat dengan rendahnya ketersediaan dukungan kredit. Dalam penelitian ini, langkah-‐langkah sinergi pemerintah dengan UKM dapat melalui supply risk-‐based capital dan menghilangkan hambatan memulai usaha. Modal berbasis risiko tersebut memungkinkan menjadi bumper terhadap kebangkrutan UKM dan mendukung operasi bisnis UKM secara keseluruhan.
Akses pembiayaan juga menjadi masalah bagi UKM di Uni Eropa, terutama negara-‐negara kawasan Eropa Selatan. Pada kawasan Eropa Selatan menghadapi sejumlah tantangan struktural dan mengakibatkan penurunan kredit agregat dan menyebar pinjaman yang lebih tinggi, seperti deleveraging yang diperlukan, risiko kredit yang lebih tinggi, rendahnya produktivitas UKM dan lemahnya posisi bank, dan diperkuat oleh resesi yang mendalam. Kegagalan pasar, pengangguran yang tinggi dan risiko yang memburuk telah membuat pengelola keuangan Uni Eropa memprioritaskan pembiayaan akses UKM akses yang lebih besar (European Parliament, 2013)67.
Sampai saat ini, berbagai program Uni Eropa untuk pembiayaan UKM baru mencapai sebagian kecil UKM. Terdapat tiga pilihan utama yang ditargetkan untuk memperbaiki kondisi pembiayaan UKM: (i) pinjaman yang lebih langsung oleh lembaga-‐lembaga publik, seperti EIB, atau jaminan publik untuk pinjaman oleh bank komersial, (ii) meningkatkan sekuritisasi kredit UKM, baik
66 Lam, W. Raphael and Jongsoon Shin., 2012. What Role Can Financial Policies Play in Revitalizing SMEs in Japan? IMF Working Paper 67 European Parliament, 2013. Banking System Soundness is the Key to more SME Financing. Policy department a: economic and scientific policy. Directorate General for Internal Policies.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
77
Riset Kajian PKRB
Namun, temuan kontribusi subpilar ini masih berkorelasi negatif terhadap produktivitas tenaga kerja… Ditinjau dari aspek investasi maka daya saing Indonesia pada 2013 tidak mengalami perubahan dibandingkan dengan tahun 2010…
melalui jaminan atau aset pembelian ECB, dan (iii) dana bank sentral jangka panjang pada tingkat bunga rendah ditujukan untuk perluasan pinjaman neto. Pilihan yang lain adalah menciptakan insentif bagi bank untuk memberikan kredit kepada UKM yang kurang layak dengan mendistorsi alokasi modal, sebagaimana dilakukan oleh Jepang.
Pengalaman Uni Eropa dan Jepang sedikit berbeda dengan pengalaman UKM di Korea Selatan (OECD, 2012)68. Meskipun ketegangan meningkat, perdagangan antar-‐Korea telah ditopang oleh kenaikan produksi di Gaesong Industrial Complex, yang didirikan pada tahun 2004 sebagai sebuah kawasan untuk UKM Korea Selatan. Bagian ekspor Gaesong-‐terkait dan impor meningkat dari 44% dari total perdagangan antar-‐Korea pada tahun 2008 menjadi sekitar 70% pada tahun 2010. Hingga September 2011, komplek Gaesong memiliki 123 pabrik dan mempekerjakan sekitar 48 ribu pekerja Korea Utara. Produksi naik 26% di tahun 2010 menjadi $ 323.000.000. Pentingnya kawasan industri Gaesong mencerminkan keberhasilan dalam menggabungkan tanah dan tenaga kerja murah dari Korea Utara dengan modal dan teknologi dari Korea Selatan. Untuk beberapa UKM, Gaesong memberikan solusi untuk upah yang tinggi dan kekurangan tenaga kerja di Korea Selatan. Infrastruktur, termasuk kereta api dan jalan, listrik, dan komunikasi, disediakan oleh Korea Selatan. Namun, temuan kontribusi subpilar ini masih berkorelasi negatif terhadap produktivitas tenaga kerja.
4.2. CLUSTER DAYA SAING MENURUT BEBERAPA INDIKATOR 1. Cluster Daya Saing Investasi
Ditinjau dari aspek investasi maka daya saing Indonesia pada 2013 tidak mengalami perubahan dibandingkan dengan tahun 2010. Indonesia berada pada cluster ‘rendah’ bersama dengan Phillipines, Thailand, dan Vietnam. Sementara itu, negara yang berada pada cluster daya saing ‘sedang’ untuk aspek investasi adalah Kamboja dimana sebelumnya pada 2010 masih termasuk cluster ‘rendah’. Singapore dan Malaysia adalah dua negara ASEAN yang memiliki daya saing ‘tinggi’ untuk investasi baik pada tahun 2010 maupun 2013 (Tabel 4.3)
68 OECD, 2012. OECD Economic Surveys: Korea. April 2012
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
78
Riset Kajian PKRB
Tabel 4.3. Cluster Daya Saing Investasi 2010 dan 2013 Cluster Membership 2013
Case Number Negara Cluster Distance
1 Indonesia 1 11.782
2 Malaysia 3 12.797
3 Singapore 3 12.797
4 Philippines 1 12.312
5 Thailand 1 12.294
6 Vietnam 1 11.463
7 Kamboja 2 .000
Cluster Membership 2010
Case Number Negara Cluster Distance
1 Indonesia 1 11.153
2 Malaysia 3 8.287
3 Singapore 3 8.287
4 Philippines 2 13.794
5 Thailand 2 13.933
6 Vietnam 2 7.708
7 Kamboja 1 11.153
Pada 2010 dan 2013, daya saing Indonesia pada aspek infrastruktur masih termasuk pada cluster daya saing ‘rendah’ bersama dengan Phillipines, Vietnam dan Kamboja…
2. Cluster Daya Saing Infrastruktur Pada 2010 dan 2013, daya saing Indonesia pada aspek infrastruktur masih termasuk pada cluster daya saing ‘rendah’ bersama dengan Phillipines, Vietnam, dan Kamboja. Pada 2010, Thailand dan Malaysia memiliki daya saing ‘sedang’ namun pada 2013 daya saing Malaysia meningkat menjadi cluster daya saing ‘tinggi’ bersama dengan Singapore. Sementara itu, daya saing Thailand masih tetap sama pada kategori ‘sedang’ (Tabel 4.4).
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
79
Riset Kajian PKRB
Tabel 4.4. Cluster Daya Saing Infrastruktur 2010 dan 2013 Cluster Membership 2013
Case Number Negara Cluster Distance
1 Indonesia 1 1.110
2 Malaysia 3 1.210
3 Singapore 3 1.210
4 Philippines 1 .873
5 Thailand 2 .000
6 Vietnam 1 .672
7 Kamboja 1 1.047
Cluster Membership 2010
Case Number Negara Cluster Distance
1 Indonesia 1 .817
2 Malaysia 2 1.062
3 Singapore 3 .000
4 Philippines 1 1.007
5 Thailand 2 1.062
6 Vietnam 1 .669
7 Kamboja 1 1.099
Dari aspek daya saing logistik, daya saing Indonesia pada 2010 termasuk dalam kategori ‘rendah’ bersama dengan negara lain seperti Phillipines, Thailand, Vietnam dan Kamboja…
3. Cluster Daya Saing Logistik Dari aspek daya saing logistik, daya saing Indonesia pada 2010
termasuk dalam kategori ‘rendah’ bersama dengan negara lain seperti Philippines, Thailand, Vietnam dan Kamboja. Sementara itu, Malaysia sudah termasuk dalam cluster daya saing logistik ‘sedang’ dan Singapore termasuk dalam cluster ‘tinggi’. Dalam empat tahun kemudian, daya saing logistik Indonesia tidak mengalami perkembangan karena pada 2013 daya saing Indonesia masih pada kategori cluster ‘rendah’ bersama dengan Philippines, Thailand dan Kamboja. Sedangkan daya saing logistik Vietnam sudah meningkat menjadi cluster ‘sedang’ bersama dengan Malaysia. Pada tahun yang sama, daya saing logistik Singapore tetap berada pada cluster ‘tinggi’ (Tabel 4.5).
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
80
Riset Kajian PKRB
Tabel 4.5. Daya Saing Logistik 2010 dan 2013 Cluster Membership 2013
Case Number Negara Cluster Distance
1 Indonesia 1 21.935
2 Malaysia 2 13.641
3 Singapore 3 .000
4 Philippines 1 16.950
5 Thailand 1 12.134
6 Vietnam 2 13.641
7 Kamboja 1 16.341
Cluster Membership 2010
Case Number Negara Cluster Distance
1 Indonesia 1 1.667
2 Malaysia 2 .000
3 Singapore 3 .000
4 Philippines 1 1.510
5 Thailand 1 2.344
6 Vietnam 1 1.580
7 Kamboja 1 2.021
Daya saing pada aspek perdagangan Indonesia pada 2013 termasuk dalam kategori cluster ‘sedang’…
4. Cluster Daya Saing Perdagangan Daya saing pada aspek perdagangan Indonesia pada 2013
termasuk dalam kategori cluster ‘sedang’. Negara lain yang termasuk dalam kategori ‘sedang’ adalah Philippines, Thailand, dan Kamboja. Singapore dan Malaysia merupakan dua negara dengan daya saing perdagangan ‘tinggi’. Sementara itu, posisi Vietnam masih berada pada cluster daya saing perdagangan ‘rendah’. Posisi cluster daya saing Indonesia tersebut mengalami peningkatan daripada 2010 yang masih termasuk dalam kategori cluster ‘rendah’ bersama dengan Malaysia, Filipina, dan Thailand. Sedangkan daya saing perdagangan Vietnam berada pada cluster ‘sedang’ (Tabel 4.6).
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
81
Riset Kajian PKRB
Tabel 4.6. Daya Saing Perdagangan 2010 dan 2013 Cluster Membership 2013
Case Number Negara Cluster Distance
1 Indonesia 2 2.115
2 Malaysia 3 3.133
3 Singapore 3 3.133
4 Philippines 2 2.771
5 Thailand 2 1.743
6 Vietnam 1 .000
7 Kamboja 2 4.131
Cluster Membership 2010
Case Number Negara Cluster Distance
1 Indonesia 1 2.246
2 Malaysia 1 2.660
3 Singapore 3 .000
4 Philippines 1 3.317
5 Thailand 1 2.182
6 Vietnam 2 2.177
7 Kamboja 2 2.177
Pada 2010 daya saing Indonesia dalam aspek UMKM termasuk pada cluster ‘sedang’…
5. Cluster Daya Saing UMKM Pada 2010 daya saing Indonesia dalam aspek UMKM termasuk
pada cluster ‘sedang’. Negara lain dengan kategori cluster yang sama adalah Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Kamboja. Philippines masih termasuk dalam kategori cluster daya saing ‘rendah’. Singapore merupakan negara dengan cluster daya saing UMKM ‘tinggi’. Pada 2013 daya saing UMKM Indonesia mengalami penurunan kategori menjadi cluster ‘rendah’. Kondisi serupa juga dialami oleh negara Vietnam dan Kamboja. Sebaliknya Phillipines mengalami peningkatan cluster daya saing menjadi ‘sedang’. Malaysia dan Thailand juga mengalami kenaikan cluster daya saing menjadi ‘tinggi’ bersama-‐sama satu cluster dengan Singapura (Tabel 4.7).
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
82
Riset Kajian PKRB
Tabel 4.7. Daya Saing UMKM 2010 dan 2013 Cluster Membership 2013
Case Number Negara Cluster Distance
1 Indonesia 1 1.767
2 Malaysia 3 .812
3 Singapore 3 1.550
4 Philippines 2 .000
5 Thailand 3 1.896
6 Vietnam 1 1.658
7 Kamboja 1 1.069
Cluster Membership 2010
Case Number Negara Cluster Distance
1 Indonesia 2 1.850
2 Malaysia 2 2.456
3 Singapore 3 .000
4 Philippines 1 .000
5 Thailand 2 2.005
6 Vietnam 2 2.167
7 Kamboja 2 2.878
Secara umum, dengan memperhatikan kelima indikator investasi, infrastruktur, logistik dan perdagangan maka daya saing Indonesia pada 2010 termasuk dalam kategori cluster ‘rendah’ bersama dengan Kamboja…
6. Cluster Daya Saing Semua Indikator Secara umum, dengan memperhatikan kelima indikator
investasi, infrastruktur, logistik dan perdagangan maka daya saing Indonesia pada 2010 termasuk dalam kategori cluster ‘rendah’ bersama dengan Kamboja. Sementara itu, Philippines, Thailand dan Vietnam termasuk ke dalam kategori cluster sedang. Malaysia dan Singapore merupakan negara-‐negara yang termasuk dalam kategori cluster ‘tinggi’. Dalam perkembangannya, pada 2013 Indonesia dan Kamboja tidak mengalami kenaikan daya saing dimana kedua negara ini masih termasuk dalam cluster ‘rendah’. Malaysia, Phillipines, Thailand dan Vietnam berada dalam kategori cluster yang sama, yaitu cluster ‘sedang’. Singapore merupakan satu-‐satunya negara dengan daya saing ‘tinggi’ (Tabel 4.8).
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
83
Riset Kajian PKRB
Tabel 4.8. Daya Saing UMKM 2010 dan 2013 Cluster Membership 2013
Case Number Negara Cluster Distance
1 Indonesia 1 29.588
2 Malaysia 2 37.889
3 Singapore 3 .000
4 Philippines 2 21.638
5 Thailand 2 19.803
6 Vietnam 2 20.737
7 Kamboja 1 29.588
Cluster Membership 2010
Case Number Negara Cluster Distance
1 Indonesia 1 12.042
2 Malaysia 3 12.994
3 Singapore 3 12.994
4 Philippines 2 15.321
5 Thailand 2 15.088
6 Vietnam 2 10.218
7 Kamboja 1 12.042
Tingkat produktivitas dapat diukur dengan berbagai indeks produktivitas antara lain Index Total Factor Productivity, Index Labor Productivity (per jumlah tenaga kerja), Index Labor Productivity (per jam kerja), dan Index Capital Productivity…
4.3. ANALISIS DEKOMPOSISI
Tingkat produktivitas dapat diukur dengan berbagai indeks
produktivitas antara lain Index Total Factor Productivity, Index Labor Productivity (per jumlah tenaga kerja), Index Labor Productivity (per jam kerja), dan Index Capital Productivity. Jika ditinjau dari berbagai indeks produktivitas tersebut, tingkat pertumbuhan produktivitas Indonesia bervariasi (Diagram 4.1). Menurut Index Total Factor Productivity, tingkat produktivitas Indonesia mengalami peningkatan secara gradual mulai 1970 sampai dengan 1997 atau sampai dengan krisis moneter. Mulai krisis moneter 1998, tingkat produktivitas lebih rendah dari delapan tahun sebelumnya. Namun secara perlahan, tingkat pertumbuhan Indeks TFP mengalami peningkatan sampai dengan 2011.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
84
Riset Kajian PKRB
Jika tingkat produktivitas ditinjau dari Index Labor Productivity baik per tenaga kerja maupun jam kerja, maka tingkat produktivitas Indonesia mengalami peningkatan secara menyakinkan…
Jika tingkat produktivitas ditinjau dari Index Labor Productivity baik per tenaga kerja maupun jam kerja, maka tingkat produktivitas Indonesia mengalami peningkatan secara menyakinkan. Mulai 1970, tingkat produktivitas mengalami peningkatan sampai pada 1997. Mulai 1998 tingkat produktivitas sedikit mengalami penurunan namun selanjutnya terus mengalami peningkatan yang cukup berarti. Sebaliknya, tingkat pertumbuhan Index Capital Productivity cenderung semakin turun secara tegas dari 1970 sampai dengan 2011.
Diagram 4.1. Komposisi Pertumbuhan Indeks Produktivitas 1970-‐2011
Sumber: APO Productivity Databook, 2013 Sementara itu, kontribusi pertumbuhan TFP, Capital dan Labor terhadap pertumbuhan output di Indonesia sangat bervariasi…
Sementara itu, kontribusi pertumbuhan TFP, Capital dan Labor terhadap pertumbuhan output di Indonesia sangat bervariasi. Meskipun demikian, pertumbuhan output masih disumbang terutama dari kontribusi capital. Besaran kontribusi pertumbuhan Labor terhadap pertumbuhan output cenderung sedikit lebih tinggi daripada kontribusi pertumbuhan TFP. Pada tahun-‐tahun di mana Indonesia mengalami krisis ekonomi, kontribusi pertumbuhan TFP bahkan negatif cukup besar seperti pada tahun 1983, 1998, 1999 dan 2009. Jadi pertumbuhan output di Indonesia masih ditopang oleh
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
4.50
5.00
Total Factor Productivity Labor Productivity (hours worked) Labor productivity (number of employment) Capital productivity
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
85
Riset Kajian PKRB
pertumbuhan capital (Diagram 4.2).
Diagram 4.2. Dekomposisi Kontribusi Pertumbuhan Output 1971-‐2011 (%)
Sumber: APO Productivity Databook, 2013 Pertumbuhan produktivitas Labor di Indonesia ditopang terutama oleh pertumbuhan TFP, yaitu kurang lebih sekitar 60%...
Pertumbuhan produktivitas Labor di Indonesia ditopang terutama oleh pertumbuhan TFP yaitu kurang lebih sekitar 60%. Sementara itu, sisanya sebesar 40% pertumbuhan produktivitas Labor dikontribusi dari pertumbuhan capital deepening (Diagram 4.3).
Diagram 4.3. Dekomposisi Pertumbuhan Produktivitas Tenaga Kerja 1971-‐2011 (%)
Sumber: APO Productivity Databook, 2013 Dilihat dari komponen final demand, maka pertumbuhan GDP
Dilihat dari komponen final demand, maka pertumbuhan GDP
-‐20.00
-‐15.00
-‐10.00
-‐5.00
0.00
5.00
10.00
15.00
Pertumbuhan kontribusi Total Factor Productivity (%) Pertumbuhan kontribusi input tenaga kerja (%)
-‐20.00
-‐15.00
-‐10.00
-‐5.00
0.00
5.00
10.00
15.00
Pertumbuhan Capital Deepening (%) Pertumbuhan Total Factor Productivity (%)
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
86
Riset Kajian PKRB
Indonesia 2000 – 2001 masih ditopang oleh pengeluaran konsumsi rumah tangga sekitar lebih dari 50%...
Indonesia 2000 – 2001 masih ditopang oleh pengeluaran konsumsi rumah tangga sekitar lebih dari 50%. Pola ini juga berlaku umum untuk seluruh negara ASEAN bahkan Singapore. Kontribusi pengeluaran investasi merupakan komponen utama kedua terhadap pertumbuhan GDP, yaitu sebesar 20% -‐ 35%. Hampir semua negara mengalami defisit net export terutama Vietnam dan Kamboja (Diagram 4.4).
Diagram 4.4. Pertumbuhan GDP Menurut Pengeluaran 2000-‐2011
Sumber: APO Productivity Databook, 2013 Dari struktur demografi, beban perekonomian dapat dianalisis dari tingkat usia ketergantungan penduduk…
Dari struktur demografi, beban perekonomian dapat dianalisis dari tingkat usia ketergantungan penduduk. Usia non produktif di Indonesia relatif besar, yaitu sekitar 33% dimana 27% merupakan penduduk usia 0-‐14 tahun sedangkan sisanya adalah penduduk usia lebih dari 65 tahun. Tingkat usia ketergantungan Indonesia lebih rendah daripada Kamboja dan Phillipines, namun lebih tinggi daripada Malaysia, Vietnam, Thailand dan Singapore. Khusus untuk Singapore sudah terdapat kecenderungan mulai mengalami penuaan populasi (Diagram 4.5).
-‐20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Indonesia Malaysia Singapore Phillipines Thailand Vietnam Kamboja
Consumption Govt. Expenditure Investment Net Export
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
87
Riset Kajian PKRB
Diagram 4.5. Share Usia Ketergantungan 2011 (%)
Sumber: APO Productivity Databook, 2013 Sektor manufaktur merupakan salah satu sektor penting yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi…
Sektor manufaktur merupakan salah satu sektor penting yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi. Selama 2000-‐2010 kontribusi sektor manufaktur terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia berkisar 2.5%. Kontribusi ini setara dengan 23% dari total pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kontribusi manufaktur terhadap pertumbuhan ekonomi pada negara lain bahkan lebih besar misalnya Thailand mencapai 36% dan Vietnam 30% (Diagram 4.6).
Diagram 4.6. Kontribusi dan Share Kontribusi Manufaktur Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi 2000-‐2010 (%) Sumber: APO Productivity Databook, 2013
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Phillipines
Kamboja
Indonesia
Malaysia
Vietnam
Thailand
Singapura
Age 0-‐14 Age Over 65
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Thailand
Vietnam
Singapura
Kamboja
Indonesia
Malaysia
Phillipines
Contribution Share Contribution
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
88
Riset Kajian PKRB
Disamping memberikan nilai tambah yang tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi, sektor manufaktur ternyata juga memberikan kontribusi besar terhadap produktivitas tenaga kerja…
Disamping memberikan nilai tambah yang tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi, sektor manufaktur ternyata juga memberikan kontribusi besar terhadap produktivitas tenaga kerja. Selama 2000-‐2010, sektor manufaktur memberikan kontribusi pertumbuhan produktivitas tenaga kerja sebesar 1% atau setara dengan 31% dari total pertumbuhan produktivitas. Kondisi ini hampir sama dengan yang terjadi di Kamboja dan Vietnam. Meskipun demikian, nilai kontribusi ini masih kurang dari separuh kontribusi manufaktur terhadap pertumbuhan produktivitas tenaga kerja di Singapore dan Malaysia yang melebihi 67% (Diagram 4.7).
Diagram 4.7. Kontribusi dan Share Kontribusi Manufaktur Terhadap Pertumbuhan
Produktivitas Tenaga Kerja 2000-‐2010 (%) Sumber: APO Productivity Databook, 2013
Pertumbuhan produktivitas tenaga kerja di Indonesia menurut industri sangat beragam…
Pertumbuhan produktivitas tenaga kerja di Indonesia menurut industri sangat beragam. Pertumbuhan produktivitas yang tinggi terjadi pada sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi yaitu sekitar 10% per tahun pada 2000. Produktivitas pertanian dan manufaktur masih tumbuh positif 2-‐3%. Sementara itu, sektor industri keuangan dan pertambangan justru mengalami pertumbuhan produktivitas tenaga kerja yang negatif (Diagram 4.8).
0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0
Singapore
Malaysia
Thailand
Phillipines
Vietnam
Indonesia
Kamboja
Contribution Share to aggrergate productivity Contribution
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
89
Riset Kajian PKRB
Diagram 4.8. Pertumbuhan Produktivitas Tenaga Kerja Menurut Industri 2000 (%)
Sumber: APO Productivity Databook, 2013 Dari terms of trade, Indonesia justru mengalami pertumbuhan trading gain yang negatif atau net loss…
Dari terms of trade, Indonesia justru mengalami pertumbuhan trading gain yang negatif atau net loss. Begitu juga hal yang sama dialami oleh Singapore, Phillipines, dan Thailand. Sebaliknya negara seperti Malaysia, Vietnam, dan Kamboja mengalami trading gain yang positif (Diagram 4.9).
Diagram 4.9. Real Income dan Terms of Trade 2005-‐2011 (%)
Sumber: APO Productivity Databook, 2013 Berkaitan dengan temuan di atas, peran pemerintah sangat besar
4.4. KEBIJAKAN FISKAL Berkaitan dengan temuan di atas, peran pemerintah sangat
besar dalam meningkatkan produktivitas dalam rangka meningkatkan
-‐4
-‐2
0
2
4
6
8
10
12
-‐2 -‐1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Indonesia Malaysia Singapore Phillipines Thailand Vietnam Kamboja
Real Income Real GDP Trading Gain Net primary income from abroad
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
90
Riset Kajian PKRB
dalam meningkatkan produktivitas dalam rangka meningkatkan daya saing Indonesia dalam peta perekonomian Asia Tenggara… Dari hasil korelasi menunjukkan bahwa infrastruktur adalah faktor sangat penting pendukung daya saing, termasuk di antaranya adalah infrastruktur transportasi dan logistik, kelistrikan, dan telekomunikasi… Implikasi kebijakan fiskal yang dapat dilakukan antara lain mendorong realisasi pembangunan jaringan kereta api di Sumatera selain terus meningkatkan kualitas infrastruktur dan jaringan logistik di Jawa…
Kondisi ini mungkin memiliki dua implikasi kebijakan fiskal. Pertama, adalah kebijakan fiskal untuk peningkatan ketrampilan dan pendidikan tenaga kerja… Kedua, penyedian (sarana) transportasi udara ini tidak secara
daya saing Indonesia dalam peta perekonomian Asia Tenggara. Dari temuan tersebut para subpilar yang penting dalam korelasinya dengan investasi, perdagangan, infrastruktur, logistik, dan UMKM, akan dikelompokkan menjadi delapan kelompok hal yang akan di adalah sebagai berikut.
1. Sinergi kebijakan fiskal dengan pembangunan infrastruktur
Dari hasil korelasi menunjukkan bahwa infrastruktur adalah faktor sangat penting pendukung daya saing, termasuk di antaranya adalah infrastruktur transportasi dan logistik, kelistrikan, dan telekomunikasi. Di antara ketiganya, infrastruktur transportasi dan jaringan logistik dianggap paling penting kedudukannya. Hal ini tidaklah sulit dimengerti karena berkaitan dengan mobilitas input dan output yang lancar dimana mobilitas yang lancar akan mengurangi biaya transportasi dan tentunya menentukan harga pokok produksi. Infrastruktur lainnya yang penting adalah ketersediaan listrik yang kemudian disusul oleh telekomunikasi.
Permasalahan infrastruktur transportasi tidak hanya pada pembangunan jalan raya tetapi juga transportasi kereta api, udara, dan laut. Dengan disediakannya berbagai jenis transportasi dan jaringan logistik, akan memudahkan produsen dan konsumen untuk memilih alat transportasi dan jaringan logistik yang diinginkan dan terjangkau. Perbaikan transportasi kereta api di Indonesia baik dalam pembangunan infrastruktur dan jaringan logistik telah mendorong peningkatan produktivitas per pekerja. Hal ini memberikan kontribusi positif pada peningkatan daya saing nasional. Implikasi kebijakan fiskal yang dapat dilakukan antara lain mendorong realisasi pembangunan jaringan kereta api di Sumatera, selain terus meningkatkan kualitas infrastruktur dan jaringan logistik di Jawa.
Untuk transportasi udara, subpilar ini masih memberikan kontribusi negatif terhadap produktivitas baik dalam sektor infrastruktur dan jaringan logistik. Kondisi ini mungkin memiliki dua implikasi kebijakan fiskal. Pertama, adalah kebijakan fiskal untuk peningkatan ketrampilan dan pendidikan tenaga kerja. Dalam subpilar transportasi udara ini, tenaga kerja yang dibutuhkan memiliki ketrampilan dan pendidikan minimal, sehingga produktivitas tenaga kerja yang trampil meningkat namun produktivitas tenaga kerja tidak trampil dan tidak memiliki kompetensi menurun. Oleh karena jumlah tenaga kerja tidak trampil lebih mendominasi, maka secara
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
91
Riset Kajian PKRB
otomatis meningkatkan jaringan logistik… Berdasarkan analisis korelasi, transportasi laut belum memiliki peran terhadap produktivitas tenaga… Untuk infrastruktur secara keseluruhan, terjadi peningkatan produktivitas tenaga per jumlah pekerja terjadi di sektor investasi, logistik, UMKM, dan infrastruktur… Peningkatan kecepatan pengiriman dan penyebaran barang kiriman berimplikasi pada peningkatan produksi…
keseluruhan, produktivitas tenaga kerja mengalami penurunan. Oleh karena ini, subpilar ini memerlukan kebijakan fiskal bagi peningkatan ketrampilan dan pendidikan tenaga kerja di perusahaan, dan jenjang pendidikan.
Kedua, penyedian (sarana) transportasi udara ini tidak secara otomatis meningkatkan jaringan logistik. Peningkatan transportasi udara belum meningkatkan jaringan logistik sehingga produktivitas tenaga kerja masih berkorelasi negatif Bandara-‐bandara baru, -‐ seperti: Padang, Makassar, Surabaya, Surakarta, Denpasar, Medan, dan Balikpapan, dan juga mengaktifkan kembali bandara lama seperti: Banyuwangi dan Jember, -‐ masih merupakan “cikal-‐bakal” atau “modal dasar” pengembangan jaringan logistik.
Berdasarkan analisis korelasi, transportasi laut belum memiliki peran terhadap produktivitas tenaga. Meskipun 2/3 wilayah Indonesia adalah laut, namun transportasi laut masih tertinggal dibandingkan dengan alat transportasi yang lain. Hal ini diperlukan “kehendak” kuat untuk membangun transportasi dan jaringan laut, baik pelabuhan dan infrastrukturnya, pergudangan, dan kapal. Di masa depan, transportasi laut dapat mengambil peran dalam produktivitas dan daya saing nasional.
Untuk infrastruktur secara keseluruhan, terjadi peningkatan produktivitas tenaga per jumlah pekerja terjadi di sektor investasi, logistik, UMKM, dan infrastruktur. Dalam sektor investasi, perbaikan jalan dan sarana trasportasi telah berdampak positif terhadap kelancaran arus barang dan berimplikasi terhadap peningkatan produksi. Peningkatan produksi tersebut mendorong peningkatan investasi baik peralatan dan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan.
Dalam sektor logistik, perbaikan jalan dan sarana trasportasi telah mendorong perkembangan jaringan logistik. Barang dapat sampai ke konsumen semakin cepat dan mampu menjangkau sampai pelosok wilayah. Peningkatan kecepatan pengiriman dan penyebaran barang kiriman berimplikasi pada peningkatan produksi. Peningkatan produksi tersebut mendorong peningkatan jaringan logistik dan membutuhkan penambahan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Demikian pula pada sektor UMKM, perbaikan infrastruktur (secara keseluruhan) mendorong peningkatan produktivitas tenaga di UMKM. UMKM menjadi semakin mudah melakukan pembelian bahan baku, dan mendistribusikan barang hasil produksi ke pasar atau pengiriman langsung konsumen.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
92
Riset Kajian PKRB
Penurunan kualitas ketersediaan listrik akan menjadi masalah yang sangat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan industri… Peningkatan kualitas infrastruktur telekomunikasi memungkinkan akses informasi menjadi lebuh terjangkau, mudah, dan cepat… Dari permasalahan infrastruktur tersebut, bagi pemerintah dapat membantu mempercepat dan memperluas pembangunan infrastruktur tersebut melalui kebijakan fiskal…
Penurunan kualitas ketersediaan listrik akan menjadi masalah yang sangat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan industri. Perbaikan kualitas dan kersediaan listrik, terutama di pedesaan, telah meningkatkan kegiatan ekonomi off-‐farm. Peningkatan kegiatan ekonomi off-‐farm ini memerlukan tambahan tenaga kerja dan juga terjadi peningkatan produktivitas tenaga. Hal ini menimbulkan konsekuensi agar harga listrik stabil, dan untuk kestabilan harga listrik ini membutuhkan diversifikasi sumber tenaga pembangkit listrik ke energi terbarukan. Dalam melakukan kegiatan off-‐farm, petani atau penduduk pedesaan melakukan investasi membeli peralatan dan mesin untuk membantu proses produksi yang membutuhkan energi listrik. Hal tersebut menjadi mudah dipahami bahwa kualitas supply listrik meningkatkan produktivitas TFP.
Peningkatan kualitas infrastruktur telekomunikasi membuat akses informasi menjadi lebih terjangkau, mudah, dan cepat. Dari lima sektor yang dikaji dalam penelitian ini, sektor logistik menunjukkan korelasi positif yang kuat. Korelasi tersebut mengindikasikan bahwa terjadi peningkatkan produktivitas tenaga kerja pada sektor logistik yang disebabkan oleh peningkatan pelanggan internet. Hal tersebut tidak menutup kemungkinan efek spiral terhadap sektor lainya. Dari permasalahan infrastruktur tersebut, bagi pemerintah dapat membantu mempercepat dan memperluas pembangunan infrastruktur tersebut melalui kebijakan fiskal, antara lain:
(i) Keringanan tarif impor bagi alat-‐alat penunjang pembangunan infrastruktur yang ditujukan dalam pembangunan infrastuktur transportasi, alat transportasi publik, logistik, pembangkit tenaga listrik, dan komunikasi,
(ii) Kebijakan fiskal untuk percepatan realisasi pembangkit tenaga listrik terbarukan, kebijakan keringanan pajak perusahaan dapat diberlakukan.
(iii) Kebijakan fiskal, misalkan kebijakan pajak untuk perusahaan yang melakukan training dan pendidikan tenaga kerja. Hal ini dilakukan untuk menunjang dan mendorong agar perusahaan bersedia meningkatkan kemampuan dan ketrampilan tenaga kerja.
(iv) Mempermudah penggunaan viability fund gap untuk proyek-‐proyek yang bersifat KPS (kerja sama pemerintah dan swasta).
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
93
Riset Kajian PKRB
Dalam pengelolaan pasar, kebijakan fiskal berperan (i) peningkatan persaingan dengan menurunkan market power, (ii) peningkatan kemampuan berbisnis (kecanggihan berbisnis), dan (iii) regulasi… Pada sektor perdagangan dan investasi, penurunan produktivitas tenaga kerja dapat dijelaskan oleh dua hal. Pertama, ketika terjadi kecenderungan harga meningkat dan output menurun, maka kebutuhan tenaga kerja unskilled menurun Kedua, perusahaan yang dominan memiliki kecendungan adalah perusahaan besar, dan perusahaan besar memiliki kecenderungan memberikan proporsi pekerjaan semakin besar ke tenaga kerja skilled dan mengurangi proporsi pekerjaan bagi tenaga kerja unskilled… Efektivitas kebijakan anti monopoli (effectiveness of anti monopoly policy) adalah keseriusan pemerintah dalam rangka menjaga lingkungan yang kompetitif di pasar…
2. Sinergi kebijakan fiskal dengan pengelolaan pasar dan bisnis
Dalam pengelolaan pasar, kebijakan fiskal dapat berperan dalam (i) peningkatan persaingan dengan menurunkan market power, (ii) peningkatan kemampuan berbisnis (kecanggihan berbisnis), dan (iii) regulasi. Market power didefinikan sejauh mana perusahaan dapat mempengaruhi harga dari suatu barang dengan melakukan kontrol atas permintaannya, pasokan, atau keduanya. Faktor market power terwakili oleh subpilar dominasi pasar (extent of market dominance), efektivitas kebijakan anti monopoli (effectiveness of anti monopoly policy), intensitas kompetisi lokal (intensity of local competition), dan control of international distribution.
Dominasi pasar adalah ukuran dari kekuatan sebuah merek, produk, layanan, atau perusahaan, relatif terhadap penawaran yang kompetitif. Semakin besar market power semakin besar pula kekuatan produk, merek, dan layanan mempengaruhi permintaan pasar. Pada sektor perdagangan dan investasi, penurunan produktivitas tenaga kerja dapat dijelaskan oleh dua hal. Pertama, ketika terjadi kecenderungan harga meningkat dan output menurun, maka kebutuhan tenaga kerja unskilled menurun. Hal tersebut berarti tenaga kerja unskilled masih tetap bekerja, namun porsi pekerjaan yang diberikan dikurangi. Oleh karena sebagian besar tenaga kerja di Indonesia masih unskilled labor maka produktivitas tenaga kerja secara keseluruhan mengalami penurunan. Kedua, perusahaan yang dominan memiliki kecendungan adalah perusahaan besar, dan perusahaan besar memiliki kecenderungan memberikan proporsi pekerjaan semakin besar ke tenaga kerja skilled dan mengurangi proporsi pekerjaan bagi tenaga kerja unskilled. Oleh karena sebagian besar tenaga kerja di Indonesia masih unskilled labor maka produktivitas tenaga kerja secara keseluruhan mengalami penurunan.
Efektivitas kebijakan anti monopoli (effectiveness of anti monopoly policy) adalah keseriusan pemerintah dalam rangka menjaga lingkungan yang kompetitif di pasar. Subpilar ini masih berkorelasi negatif terhadap produktivitas tenaga kerja. Hal ini bukan hasil yang diharapkan, di mana dengan semakin efektifnya kebijakan anti-‐monopoli akan terjadi peningkatan kompetisi. Namun peningkatan kompetisi tersebut tidak direspon dengan peningkatan produktivitas tenaga kerja. Hal ini mungkin dapat dijelaskan bahwa tenaga kerja yang tersedia adalah tenaga kerja unskilled ataupun kurang memiliki ketrampilan, sehingga peningkatan kompetisi tidak direspon positif oleh peningkatan produktivitas di sektor perdagangan.
Kondisi tersebut sedikit berbeda dengan subpilar intensitas
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
94
Riset Kajian PKRB
Kebijakan fiskal yang bisa diterapkan pada pengelolaan pasar adalah yang bersifat meningkatkan persaingan, dan produktivitas…
…peningkatan penguasaan domestik terhadap distribusi produk asing tidak meningkatkan penyerapan tenaga kerja domestik. Demikian pula subpilar kualitas produksi pasokan lokal juga masih memberikan kontribusi negatif terhadap produktivitas tenaga kerja di sektor perdagangan. Kondisi tersebut mungkin berkaitan dengan rendahnya penguasaan teknologi dan permodalan sektor industri di Indonesia. Rendahnya penguasaan teknologi tersebut berimplikasi terhadap rendahnya penyerapan pasokan produksi lokal berkualitas…
kompetisi lokal berkorelasi posititf terhadap produktivitas tenaga kerja di sektor UMKM. Hal ini memberikan titik cerah bagi peningkatan daya saing. Oleh karena itu, kebijakan fiskal yang ditujukan bagi pengembangan dan peningkatan produktivitas UMKM merupakan hal yang penting. Maka, kebijakan fiskal yang bisa diterapkan pada pengelolaan pasar adalah yang bersifat meningkatkan persaingan, dan produktivitas. Untuk itu, kebijakan pajak perusahaan dapat diterapkan UMKM dalam rangka menungkatkan produktivitas dan teknologi, Peningkatan peran UMKM juga berdampak pada penurunan market power.
Dalam kecanggihan berbisnis, seberapa jauh kemampuan perusahaan domestik bersaing dengan perusahaan asing. Untuk itu subpilar yang mewakili kecanggihan berbisnis adalah (i) subpilar kontrol perusahaan domestik terhadap distribusi perusahaan asing, dan (ii) kualitas produksi pasokan lokal. Hasil korelasi subpilar kontrol perusahaan domestik terhadap distribusi perusahaan asing, kualitas produksi pasokan lokal menunjukkan bahwa kedua subpilar berkorelasi negatif terhadap produktivitas tenaga kerja di sektor logistik dan perdagangan. Dalam sektor perdagangan, penguasaan distribusi produk asing oleh perusahaan lokal masih memberikan kontribusi negatif terhadap produktivitas tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar tenaga kerja Indonesia kurang kompentensi dan ketrampilan. Oleh karena itu, peningkatan penguasaan domestik terhadap distribusi produk asing tidak meningkatkan penyerapan tenaga kerja domestik. Demikian pula subpilar kualitas produksi pasokan lokal juga masih memberikan kontribusi negatif terhadap produktivitas tenaga kerja di sektor perdagangan. Kondisi tersebut mungkin berkaitan dengan rendahnya penguasaan teknologi dan permodalan sektor industri di Indonesia. Rendahnya penguasaan teknologi tersebut berimplikasi terhadap rendahnya penyerapan pasokan produksi lokal berkualitas. Dengan kata lain, peningkatan kualitas produksi pasokan lokal belum secara otomatis meningkatkan perdagangan produk tersebut. Kondisi tersebut ditambah lagi dengan rendahnya permodalan yang dimiliki sehingga perdagangan produk berkualitas kurang berkembang sebagaimana harapan.
Dalam sektor logistik, kedua subpilar tersebut juga belum mendorong produktivitas tenaga kerja. Kondisi tersebut bersesuaian dengan kondisi di sektor perdagangan. Jaringan logistik masih didominasi oleh produk barang relatif kurang berkualitas.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
95
Riset Kajian PKRB
Peningkatan kualitas pasokan produk lokal belum otomatis meningkatkan produktivitas tenaga kerja di sektor logistik, sebagaimana sektor perdagangan… …banyak pembuat kebijakan dan praktisi hanya memiliki pemahaman yang terbatas tentang apa cluster dan bagaimana membangun strategi pembangunan ekonomi di sekitar mereka… Perusahaan-‐perusahaan dalam sebuah cluster memiliki kekuatan kompetitif umum dan kebutuhan. Hal yang lebih penting adalah manfaat bekerja sama dengan kelompok-‐kelompok perusahaan tentang masalah-‐masalah umum (seperti pelatihan atau modernisasi industri) daripada untuk bekerja dengan perusahaan individual. Hal tersebut berimplikasi bahwa membangun kekuatan unik dari daerah mereka daripada mencoba untuk menjadi seperti daerah lain…
Peningkatan kualitas pasokan produk lokal belum otomatis meningkatkan produktivitas tenaga kerja di sektor logistik, sebagaimana sektor perdagangan.
Dalam kebijakan regulasi melalui state of cluster development, subpilar ini masih memberikan korelasi negatif pada sektor logistik. Definisi cluster industri adalah sekelompok perusahaan, pelaku ekonomi, dan lembaga terkait, yang terletak dekat satu sama lain dan memberikan keuntungan produktif dari kedekatan dan hubungan timbal balik. Namun banyak pembuat kebijakan dan praktisi hanya memiliki pemahaman yang terbatas tentang apa cluster dan bagaimana membangun strategi pembangunan ekonomi di sekitar mereka.69 Cluster adalah unit organisasi kunci untuk memahami dan meningkatkan kinerja ekonomi regional. Dasar dari perekonomian daerah adalah sekelompok cluster, bukan kumpulan perusahaan yang tidak terkait. Perusahaan cluster bersama di suatu daerah karena masing-‐masing manfaat yang kuat dari yang terletak dekat perusahaan serupa atau terkait lainnya. Perusahaan-‐perusahaan dalam sebuah cluster memiliki kekuatan kompetitif umum dan kebutuhan. Hal yang lebih penting adalah manfaat bekerja sama dengan kelompok-‐kelompok perusahaan tentang masalah-‐masalah umum (seperti pelatihan atau modernisasi industri) daripada untuk bekerja dengan perusahaan individual. Hal tersebut berimplikasi bahwa membangun kekuatan unik dari daerah mereka daripada mencoba untuk menjadi seperti daerah lain. Daerah yang berbeda memiliki potensi berbeda dari peluang pembangunan ekonomi. Tidak setiap tempat dapat atau harus menjadi lain “Silicon Valley”. Oleh karena itu, produktivitas tenaga kerja di sektor logistik masih memberikan korelasi negatif terhadap pembangunan cluster saat ini.
Dalam kebijakan regulasi melalui prevalence of trade barriers, subpilar ini masih memberikan korelasi negatif pada sektor perdagangan. Kebijakan keterbukaan perdagangan memiliki efek yang berbeda terhadap skilled labor dan unskilled labor. Pada pengujian empiris tentang pengaruh keterbukaan perdagangan terhadap produktivitas intensif dan tidak terampil industri padat karya tenaga kerja terampil dalam kelompok 20 negara OECD, dengan
69 Joseph Cortright, 2006. Making Sense of Clusters: Regional Competitiveness and Economic Development. A Discussion Paper Prepared for the The Brookings Institution Metropolitan Policy Program, March 2006
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
96
Riset Kajian PKRB
Dalam kebijakan regulasi melalui prevalence of trade barriers, subpilar ini masih memberikan korelasi negatif pada sektor perdagangan. Kebijakan keterbukaan perdagangan memiliki efek yang berbeda terhadap skilled labor dan unskilled labor… Dalam pembangunan institusi dan teknologi, kebijakan fiskal dapat berperan dalam peningkatan kapasitas inovasi dan kualitas lembaga penelitian saing…
menggunakan panel data dan pendekatan efek tetap. Sohrab Abizadeh70 menemukan bahwa keterbukaan perdagangan relatif memberikan keuntungan kepada pekerja terampil dibanding pekerja tidak trampil. Terjadi dampak berbeda atas kebijakan keterbukaan perdagangan pada produktivitas relatif dari industri padat terampil dan tidak terampil.
Pada kondisi tenaga kerja tidak trampil mendominasi, maka keterbukaan perdagangan akan menurunkan produktivitas tenaga kerja. Maka banyak negara berkembang cenderung paling banyak dilindungi di sektor yang mempekerjakan proporsi yang tinggi dari pekerja tidak terampil produktif upah.71 Namun, liberalisasi perdagangan di Indonesia justru dilakukan pada sektor pertanian, yang memiliki proporsi unskilled tinggi dan upah rendah. Oleh karena itu, peningkatan prevalence of trade barrier di Indonesia tidak melindungi pekerja unskilled. Secara umum, produktivitas tenaga kerja per pekerja (terutama unskilled labor) berkorelasi negatif terhadap subpilar prevalence of trade barrier di sektor perdagangan.
3. Sinergi kebijakan fiskal dalam rangka pembangunan institusi
dan teknologi Dalam pembangunan institusi dan teknologi, kebijakan fiskal
dapat berperan dalam peningkatan kapasitas inovasi dan kualitas lembaga penelitian saing. Kedua subpilar tersebut telah memberikan kontribusi positif terhadap UMKM dan jaringan logistik. Inovasi dalam UMKM menjadi salah satu pendorong utama bagi keberhasilan bisnis melalui peningkatan kualitas barang dan jasa, dan penciptaan dan pengembangan permintaan pasar. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa inovasi meningkat secara signifikan usaha kecil dengan ditandai oleh peningkatan karyawan (penciptaan lapangan pekerjaan baru). Oleh karena itu, kebijakan fiskal mungkin diperlukan sebagai stimulan bagi UMKM mengembangkan inovasi dan teknologi,
70 Abizadeh, Sohrab., Manish Pandey and Mehmet Serkan Tosun. 2007. Impact of Trade on Productivity of Skilled and Unskilled Intensive Industries: A Cross-‐Country Investigation. UNR Joint Economics Working Paper Series Working Paper No. 07-‐007 71 Goldberg, Pinelopi Koujianou., dan Nina Pavcnik. 2004. Trade, Inequality, and Poverty: What Do We Know? Evidence from Recent Trade Liberalization Episodes in Developing Countries. Brookings Trade Forum on “Globalization, Poverty & Inequality: What Do We Know? Where Are We Going?” held in Washington, DC, May 13-‐14, 2004.
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
97
Riset Kajian PKRB
…untuk kasus di Indonesia, peran lembaga penelitian dalam mengembangkan industri logistik belum optimal dilakukan. Secara global, di negara-‐negara industri dan maju, pembiayaan litbang relatif besar…
seperti bantuan pelatihan dan mesin bagi UMKM. Inovasi dalam teknologi logistik dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis: teknologi akuisisi data, teknologi informasi, teknologi pergudangan, dan teknologi transportasi.72 Faktor individu, organisasi dan lingkungan memiliki pengaruh signifikan terhadap pencapaian inovasi teknologi untuk industri logistik. Berdasarkan penelitian Lin tentang inovasi teknologi bagi penyedia jasa logistik, perusahaan logistik dapat mengembangkan strategi yang lebih baik untuk membangun sistem inovasi teknologi dan berbasis inovasi logistik penyedia layanan. Faktor tenaga kerja dalam sektor logistik ini mampu menghasil output yang lebih tinggi atau dengan kata lain terjadi peningkatan produktivitas tenaga kerja. Namun, untuk kasus di Indonesia, peran lembaga penelitian dalam mengembangkan industri logistik belum optimal dilakukan. Secara global, di negara-‐negara industri dan maju, pembiayaan litbang relatif besar. Sebagai ukuran adalah perbadingan antara pembiayaan litbang dan Produk Domestik Bruto, atau di kalangan internasional dikenal sebagai Gross Expenditure on Research and Development (GERD). Angka-‐angka perbandingan investasi litbang terhadap PDB itu, misalnya pada tahun 2012, negara Singapore sebesar 2.6 %, Jepang 3,4 %, Korea Selatan 3,6 %, Malaysia 0,8 %. Sementara negara Indonesia, data yang ada pada tahun 2009 yang lalu menunjukan angka 0,08 %. Kondisi ini menyebabkan kontribusi lembaga penelitian terhadap produktivitas tenaga kerja di sektor logistik masih negatif atau dengan kata lain belum mengikutsertakan tenaga kerja domestik dalam pengembangan sektor logistik.
4. Sinergi kebijakan fiskal dalam rangka pembangunan institusi dan teknologi
Pembangunan institusi sangat penting dalam meningkatkan
produktivitas. Subpilar yang digolongkan dalam pembangunan institusi adalah efficiency of legal framework in setting disputes, efficiency of legal framework in challenging regulations, business impact of rule on FDI, dan numbers of days of start business. Sebagaimana diuraikan di bagian depan, Ketiga efek positif MNC
72 Lin, Chieh-‐Yu. 2009. Influences of Individual, Organizational and Environmental Factors on Technological Innovation in Taiwan’s Logistics Industry. Journal of technology management & innovation. 2009, Volume 4, Issue 1: 1-‐7
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
98
Riset Kajian PKRB
Pembangunan institusi sangat penting dalam meningkatkan produktivitas… Dalam rangka menjaga lingkungan makro yang menciptakan fundamental perekonomian yang kuat maka diperlukan koordinasi kebijakan fiskal-‐moneter yang tepat. Koordinasi antara dua agen ekonomi yang besar, Pemerintah dan bank sentral dipandang akan dapat mempengaruhi lintasan perekonomian ke depan secara signifikan… Koordinasi antara kebijakan fiskal
tersebut dapat terjadi ketika negara penerima memiliki aturan “memaksa” MNC mengalihkan teknologi dan ketrampilan ke negara penerima. Namun, pengaturan “memaksa” pengalihan teknologi ini membuat negara penerima menjadi kurang menarik bagi MNC untuk menanamkan investasi langsung. Brada (2012) menemukan bahwa semakin tinggi tingkat korupsi negara penerima cenderung untuk menerima arus masuk FDI dibandingkan negara yang memiliki tingkat korupsi rendah. Pada negara korupsi tinggi, MNC memiliki "keleluasaan” menjalankan bisnis karena MNC dapat menyuap untuk menghindari peraturan yang memberatkan dan hambatan birokrasi. Dengan pula, pilihan pakak waktu atau pajak suap (sebagaimana dijelaskan di atas) menjadikan produktivitas menurun. Dengan demikian, keempat subpilar tersebut menunjukkan hubungan negatif terhadap produktivitas tenaga kerja di Indonesia.
5. Sinergi kebijakan dalam rangka pembangunan lingkungan
ekonomi makro dan keuangan Dalam rangka menjaga lingkungan makro yang menciptakan
fundamental perekonomian yang kuat maka diperlukan sinergi kebijakan fiskal dan moneter yang tepat. Sinergi antara dua agen ekonomi yang besar, Pemerintah dan bank sentral dipandang akan dapat mempengaruhi lintasan perekonomian ke depan secara signifikan. Pengaruh keduanya tidak hanya melalui dampak dari masing-‐masing kebijakan yang ditempuh, namun interaksi kebijakan fiskal dan moneter juga akan berdampak pada perilaku dua agen ekonomi lainnya, yaitu rumah tangga dan perusahaan, yang pada akhirnya akan menentukan kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Berangkat dari pentingnya kedua kebijakan tersebut serta berbagai kompleksitas yang dapat muncul dalam proses interaksinya secara tidak langsung maka berimplikasi bahwa pengelolaan kedua kebijakan tidak dapat berdiri sendiri. Keduanya perlu bersinergi dan saling melengkapi. Kebijakan yang parsial akan memunculkan hasil yang sub-‐optimal bagi perekonomian.
Sinergi antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter setidaknya mencakup dua aspek yang saling melengkapi. Pertama berkaitan dengan upaya mencari titik temu stance kebijakan yang optimal dalam mengelola permintaan agregat dan inflasi. Stance yang longgar dan atau ketat dari kebijakan fiskal dan kebijakan moneter perlu dipadu padankan agar dapat efektif mempengaruhi sasaran akhir. Kedua berhubungan dengan upaya menemukan konfigurasi
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
99
Riset Kajian PKRB
dan kebijakan moneter setidaknya mencakup dua aspek yang saling melengkapi. Pertama berkaitan dengan upaya mencari titik temu stance kebijakan yang optimal dalam mengelola permintaan agregat dan inflasi Kedua berhubungan dengan upaya menemukan konfigurasi yang tepat atas komponen/instrumen yang digunakan dalam tiap kebijakan sehingga peran kedua kebijakan dapat saling memperkuat dan tidak saling meniadakan pada saat berinteraksi… Sistem keuangan yang berfungsi baik akan mempercepat pertumbuhan ekonomi, lebih meratakan pertumbuhan itu dengan menyebarkan manfaatnya ke seluruh lapisan masyarakat,
yang tepat atas komponen/instrumen yang digunakan dalam tiap kebijakan sehingga peran kedua kebijakan dapat saling memperkuat dan tidak saling meniadakan pada saat berinteraksi. Sebagai gambaran dari sisi fiskal, jumlah defisit anggaran dan struktur sumber pembiayaannya akan mempengaruhi efektivitas kebijakan moneter dalam mengendalikan likuiditas perekonomian dan inflasi. Belum lagi pengaruh subsidi di bidang harga yang akan mempengaruhi efektivitas kebijakan moneter dalam mengelola inflasi. Sementara dari kebijakan moneter, arah suku bunga kebijakan moneter akan menentukan potensi defisit anggaran melalui beban bunga yang perlu dibayar dan kemudian berdampak pada menentukan stuktur pembiayaan agar kebijakan fiskal tetap berkesinambungan.
Dua aspek yang bersinergi antara kebijakan fiskal dan moneter tersebut menjadi tantangan tersendiri dalam pengelolaan makroekonomi baik di domestik dan global. Namun kini, tantangan terasa semakin kompleks karena pasar keuangan global yang semakin terintegrasi terlihat memiliki hubungan timbal balik dengan kebijakan fiskal dan moneter. Pada satu sisi, prospek kesinambungan fiskal serta konsistensi kebijakan moneter terus dimonitor pelaku pasar keuangan dan dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang kemudian mempengaruhi stabilitas sistem moneter dan keuangan. Pada sisi lain sebagaimana pengalaman krisis keuangan di AS dan Eropa dalam empat tahun terakhir, sistem keuangan yang memburuk telah membebani kondisi fiskal dan moneter sejalan dengan respon pemerintah dan bank sentral yang terpaksa menyerap risiko di sistem keuangan agar kemerosotan perekonomian lebih dalam dapat dihindari73.
Sistem keuangan yang berfungsi baik akan mempercepat pertumbuhan ekonomi, lebih meratakan pertumbuhan itu dengan menyebarkan manfaatnya ke seluruh lapisan masyarakat, memangkas kemiskinan dan akan memperkuat status Indonesia sebagai negara berkembang dengan penghasilan menengah. Dalam hal ini, penekanan Pemerintah dalam memelihara dan memperkuat stabilitas sistem keuangan pada dekade yang lalu telah sangat berhasil dan harus diteruskan. Sekarang adalah waktu yang paling tepat untuk menangani dua tantangan utama bidang keuangan yang masih tersisa, yaitu meningkatkan efisiensi dan memperluas akses.
73 Adiningsih, S. (2012). Koordinasi dan Interaksi Kebijakan Fiskal-‐Moneter: Tantangan ke Depan, Kanisius
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
100
Riset Kajian PKRB
memangkas kemiskinan dan akan memperkuat status Indonesia sebagai negara berkembang dengan penghasilan menengah… Selain stabilitas sektor keuangan, untuk ke depan Pemerintah juga memprioritaskan peningkatan akses terhadap layanan keuangan bagi rumah tangga berpenghasilan rendah dan usaha mikro, kecil dan menengah…
Masalah-‐masalah kebijakan utama dalam menjaga stabilitas sektor perbankan adalah: (i) menempatkan struktur pengawasan dan kebijakan yang tepat (ii) menerapkan jaring pengaman sistem keuangan; (iii) memperkuat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dengan memberikan sumber daya manusia dan keuangan yang dibutuhkan; dan (iv) memperkuat kerangka tindakan perbaikan sesuai dengan peraturan bagi lembaga keuangan yang lemah.
Hal-‐hal penting yang perlu ditangani untuk meningkatkan efisiensi sektor keuangan Indonesia adalah: (i) diversifikasi dan penguatan lembaga keuangan non-‐bank; (ii) restrukturisasi perusahaan asuransi dan dana pensiun yang pailit; (iii) restrukturisasi rencana dana pensiun dan skema jaminan sosial pegawai negeri agar dapat berkelanjutan secara fiskal; (iv) meningkatkan luas dan dalamnya pasar modal saham dan obligasi melalui peningkatan penegakkan peraturan pengelolaan perusahaan; dan (v) memperkuat koordinasi antar lembaga-‐lembaga sektor keuangan.
Selain stabilitas sektor keuangan, untuk ke depan Pemerintah juga memprioritaskan peningkatan akses terhadap layanan keuangan bagi rumah tangga berpenghasilan rendah dan usaha mikro, kecil dan menengah. Saat ini sekitar setengah dari rumah tangga Indonesia tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan resmi. Peningkatan akses keuangan dapat dicapai dengan: (i) memperluas fokus kebijakan dari pemberian kredit menjadi pemberian layanan keuangan; (ii) memberdayakan lembaga kredit mikro resmi melalui peningkatan akses terhadap pendanaan dan pembangunan kapasitas yang ditujukan; (iii) menetapkan kerangka hukum bagi lembaga keuangan mikro non-‐bank/non-‐koperasi; (iv) mendorong modal ventura, leasing dan produk-‐produk keuangan berbasis syariah; dan (v) memberikan kerangka hukum dan peraturan yang jelas bagi produk/layanan keuangan yang inovatif/berteknologi yang merupakan kunci bagi pemberian layanan keuangan rendah biaya74.
Pada subpilar kerja sama antara pekerja dan pemilik perusahaan merupakan gambaran tentang hubungan pekerja dan pemilik perusahaan dimana hubungan tersebut bisa saling berkonfrontasi maupun kooperatif. Pada subpilar lainnya, semakin kooperatif antara pekerja dan pengelola perusahaan semakin rendah
74 Pembangunan di Sektor Keuangan dan Swasta di Indonesia, www.worldbank.org/id/fpd
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
101
Riset Kajian PKRB
Pada subpilar kerja sama antara pekerja dan pemilik perusahaan merupakan gambaran tentang hubungan pekerja dan pemilik perusahaan dimana hubungan tersebut bisa saling berkonfrontasi maupun kooperatif…
produktivitas tenaga kerja. Diduga adanya keharmonisan antara pekerja dan pengelola perusahaan menyebabkan para pekerja tidak merasa perlu untuk meningkatkan produktivitas karena merasa pekerjaannya sudah aman. Sebaliknya, ketidakharmonisan menyebabkan pekerja giat bekerja agar tidak di singkirkan dalam pekerjaannya. Kebijakan fiskal yang dapat mendukung peningkatan produktivitas adalah dengan memberikan peningkatan pelayanan dari kementerian keuangan kepada perusahaan yang memulai bisnisnya. Konsistensi memberikan keringanan pajak harus dilakukan sehingga memberikan contoh kepada kementerian lain tentang bagaimana melayani masyarakat yang baik.
BAB V KESIMPULAN …pertimbangan perdagangan yang berlandaskan teori keunggulan mutlak Adam Smith dan keunggulan komparatif David Ricardo, perlu didukung oleh melimpahnya input dan produktivitas agar sebuah produk menjadi produk unggulan yang memiliki daya saing… …daya saing dalam perdagangan internasional akan dapat dicapai melalui keunggulan kompetitif seperti pentingnya unsur teknologi, dan sinergi antara
5.1. KESIMPULAN Merujuk pada tujuan, manfaat dan hasil penelitian mengenai daya saing Indonesia di Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, maka dapat disimpulkan beberapa hal pokok sebagai berikut: Kesimpulan Analisis Kualitatif a. Berdasarkan berbagai teori Adam Smith, David Ricardo, Hecksher
Ohlin, MacDonald, dan Markusen (1985), serta Michael E. Porter (1990) maka perubahan pola perdagangan dunia sangat dipengaruhi oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai implikasinya pertimbangan perdagangan yang berlandaskan teori keunggulan mutlak Adam Smith dan keunggulan komparatif David Ricardo, perlu didukung oleh melimpahnya input dan produktivitas agar sebuah produk menjadi produk unggulan yang memiliki daya saing, dan agar strategi substitusi impor maupun promosi ekspor menjadi sukses (Heckser-‐Ohlin).
b. Selain itu, Michael Porter menyatakan bahwa daya saing dalam perdagangan internasional akan dapat dicapai melalui keunggulan kompetitif seperti pentingnya unsur teknologi, dan sinergi antara pemerintah serta dunia usaha dalam meningkatkan daya saing negara dalam perdagangan internasional. Penguasaan teknologi telah dibutikan oleh perusahaan-‐perusahaan Jepang yang meniru
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
102
Riset Kajian PKRB
pemerintah serta dunia usaha dalam meningkatkan daya saing negara dalam perdagangan internasional… …faktor produktivitas memang merupakan senjata utama dalam persaingan, oleh karena dengan produktivitas yang tinggi diharapkan proses produksi menjadi lebih efisien dan dapat memberikan harga yang lebih kompetitif… (i) produktivitas merupakan penopang utama daya saing suatu perekonomian, (ii) peningkatan produktivitas di Indonesia cenderung terhambat dengan permasalahan perlindungan investor dan kebijakan yang kurang pro-‐bisnis…
barang-‐barang yang telah ada tetapi dapat menjadi lebih baik dan lebih murah. Lebih lanjut, Porter menegaskan bahwa sinergi antara pemerintah dan dunia usaha amat membantu untuk mendukung elemen-‐elemen penting yang membentuk keunggulan kompetitif. Menurut Porter, terdapat empat pilar dalam membentuk daya saing negara. Pertama adalah kondisi faktor produksi, kedua adalah kondisi permintaan domestik, ketiga adalah kondisi industri terkait dan pendukungnya, dan keempat adalah perilaku perusahaan yang mampu menerapkan manajemen secara the best practice (lihat diagram 2.1 halaman 9 tentang Interaksi Elemen Pembentuk Keunggulan Kompetitif).
c. Berlandaskan konsep pemikiran para ahli ekonomi dan bisnis sebagaimana dijelaskan di atas ternyata bahwa faktor produktivitas memang merupakan senjata utama dalam persaingan, oleh karena dengan produktivitas yang tinggi diharapkan proses produksi menjadi lebih efisien dan dapat memberikan harga yang lebih kompetitif. Lebih lanjut, literature review menunjukkan bahwa daya saing suatu negara tidak selalu harus dibandingkan dengan tingkat produktivitasnya, tetapi juga dapat diperbandingkan dengan faktor-‐faktor lain seperti infrastruktur, logistik, investasi, usaha kecil dan menengah, dan variasi produk dan volume yang dierdagangakn misalnya antara negara ASEAN maupun dengan dunial lainnya (rest of the world). Sebagaimana asumsi yang dikemukakan oleh Delgado et-‐al (2012) bahwa daya saing tenaga kerja perlu didukung oleh kualitas infrastruktur, lembaga sosial dan politik dan aturan hukum, kebijakan moneter dan fiskal dan lingkungan ekonomi mikro. Lingkungan ekonomi mikro terdiri dari kualitas lingkungan bisnis, pembangunan cluster, dan kecanggihan strategi dan operasional perusahaan.
d. Lebih lanjut, hasil studi daya saing dan produktivitas Indonesia dalam rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 yang menggunakan pendekatan pilar/sub pilar yang relevan dengan kondisi persaingan Indonesia dan ASEAN saat ini menunjukkan bahwa: (i) produktivitas menjadi penopang utama daya saing suatu perekonomian, (ii) peningkatan produktivitas di Indonesia cenderung terhambat oleh permasalahan perlindungan investor dan kebijakan yang kurang pro-‐bisnis seperti kebijakan persaingan tida sehat, hambatan perdaganganm pengaturan distribusi,
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
103
Riset Kajian PKRB
…produktivitas menjadi penopang utama daya saing suatu perekonomian, namun faktor-‐faktor lainnya seperti kualitas infrastruktur, kualitas pendidikan, iklim investasi, kondisi transportasi, logistik, sistem perbankan yang pro bisnis serta faktor pendukung lainnya perlu ditingkatkan… …terdapat korelasi daya saing dengan produktivitas… Peran aktif pemerintah melalui kebijakan fiskal dapat dipilah menjadi lima bidang yaitu (i) investasi, (ii) perdagangan, (iii) infrastruktur, (iv) logistik, (v) logistik dan UKM…
kondisi transportasi, serta kebijakan perbankan yang ketat, (iii) peningkatan produktivitas di Indonesia cenderung dapat ditunjang oleh peningkatan kualitas infrastruktur fisik seperti listrik dan jalan raya, sistem informasi, kapasitas inovasi, promosi dan tingkat tabungan domestik.
e. Berdasarkan hasil studi daya saing perekonomian Indonesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 sebagaimana diuraikan di atas, terlihat bahwa meskipun produktivitas menjadi penopang utama daya saing suatu perekonomian, namun faktor-‐faktor lainnya seperti kualitas infrastruktur, kualitas pendidikan, iklim investasi, kondisi transportasi, logistik, sistem perbankan yang pro bisnis serta faktor pendukung lainnya perlu ditingkatkan untuk meningkatkan daya saing perekonomian Indonesia di pasar ASEAN.
Kesimpulan Analisis Kuantitatif
a. Ditinjau dari hasil studi kuantitatif berdasarkan analisis korelasi
bivariat yang kemudian dikaitkan dengan analisis kuantitatif mengenai implikasi kebijakan fiskal yang relevan untuk dapat meningkatkan posisi daya saing dan produktivitas Indonesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, dapat dikemukakan bahwa (i) Terdapat korelasi daya saing dengan produktivitas. Teori ini
menunjukkan bahwa betapa pemerintah dapat berperan aktif dan melakukan campur tangan langsung terhadap bisnis dalam meningkatkan daya saing Indonesia. Seperti halnya di Jepang dan Korea Selatan, pemerintah bertindak sebagai direktur pelaksana dalam Japan Incorporated maupun Korean Incorporated. Campur tangan pemerintah ini dapat dilakukan melalui regulasi, kebijakan moneter, ataupun kebijakan fiskal.
(ii) Peran aktif pemerintah melalui kebijakan fiskal dapat dipilah menjadi lima bidang yaitu (i) investasi, (ii) perdagangan, (iii) infrastruktur, (iv) logistik, (v) logistik dan UKM. Kelima bidang tersebut merupakan rentetan logis sebuah proses menuju ke daya saing tinggi sebuah negara. Bidang investasi merupakan hal sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi maupun produktivitas. Sementara itu, bidang perdagangan berkaitan dengan pemasaran produk hasil dari investasi. Selanjutnya,
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
104
Riset Kajian PKRB
Ditinjau dari aspek investasi, daya siang Indonesia pada tahun 2013 tidak mengalami perubahan dibandingkan dengan tahun 2010… …daya saing Indonesia pada aspek infrastruktur masih termasuk pada cluster daya saing ‘rendah’… Dari aspek daya saing logistik,
infrastruktur merupakan penunjuang utama untuk kedua bidang tersebut. Infrastruktur yang baik akan melancarkan mobilitas input dan output, mengakses informasi yang terbaru, dan menyediakan tambahan energi ketika dibutuhkan. Bidang logistik juga menjadi penunjang utama dari bidang investasi dan perdagangan. Sedangkan bidang UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah) merupakan mitra dari usaha besar. Pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 ada pada halaman 42-‐44 diperlihatkan subpilar-‐subpilar yang dimiliki oleh masing-‐masing kelompok. Sedangkan pada halaman 45-‐48, terdapat penjelasan keterkaitan subpilar pada masing-‐masing bidang.
b. Ditinjau dari Cluster daya saing menurut beberapa indikator, dapat dijelaskan bahwa: (i) Cluster Daya Saing Investasi. Ditinjau dari aspek investasi, daya
siang Indonesia pada tahun 2013 tidak mengalami perubahan dibandingkan dengan tahun 2010. Indonesia berada pada cluster ‘rendah’ bersama Philippines, Thailand dan Vietnam. Sementara itu, negara yang berada pada cluster daya saing ‘sedang’ untuk aspek investasi adalah Kamboja dimana sebelumnya pada tahun 2010 masih termasuk cluster ‘rendah’. Singapore dan Malaysia adalah dua negara ASEAN yang memiliki daya saing ‘tinggi’ untuk investasi baik pada tahun 2010 maupun 2013 (Tabel 4.3, halaman 65).
(ii) Cluster Daya Saing Infrastruktur. Pada tahun 2010 dan 2013, daya saing Indonesia pada aspek infrastruktur masih termasuk pada cluster daya saing ‘rendah’ bersama Philippines, Vietnam dan Kamboja. Pada tahun 2010, Thailand dan Malaysia memiliki daya saing ‘sedang’ namun pada tahun 2013 daya saing Malaysia meningkat menjadi cluster daya saing ‘tinggi’ bersama Singapore. Sementara itu, daya saing Thailand masih tetap sama pada kategori ‘sedang’ (Tabel 4.4, halaman 66).
(iii) Cluster Daya Saing Logistik. Dari aspek daya saing logistik, daya saing Indonesia pada 2010 termasuk dalam kategori ‘rendah’ bersama dengan negara lain seperti Philippines, Thailand, Vietnam dan Kamboja. Sementara itu, Malaysia sudah termasuk dalam cluster daya saing logistik ‘sedang’ dan Singapore termasuk dalam cluster ‘tinggi’. Dalam empat tahun kemudian, daya saing logistik Indonesia tidak
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
105
Riset Kajian PKRB
daya saing Indonesia pada 2010 termasuk dalam kategori ‘rendah’… Daya saing pada aspek perdagangan Indonesia pada 2013 termasuk kategori cluster ‘sedang’… Pada 2010 daya saing Indonesia dalam aspek UMKM termasuk pada cluster ‘sedang’…
mengalami perkembangan karena pada tahun 2013 daya saing Indonesia masih pada kategori cluster ‘rendah’ bersama dengan Philipines, Thailand dan Kamboja. Sedangkan daya siang logistik Vietnam sudah meningkat menjadi cluster ‘sedang’ bersama dengan Malaysia. Pada tahun yang sama, daya saing logistik Singapore tetap berada pada cluster ‘tiggi’ (lihaat Tabel 4.5, halaman 65).
(iv) Cluster Daya Saing Perdagangan. Daya saing pada aspek perdagangan Indonesia pada 2013 termasuk kategori cluster ‘sedang’. Negara lain yang termasuk dalam kategori ‘sedang’ adalah Phillipines, Thailand, dan Kamboja. Singapore dan Malaysia merupakan dua negara dengan daya saing perdagangan ‘tinggi’. Sementara itu, posisi Vietnam masih berada pada cluster daya saing perdagangan ‘rendah’. Posisi cluster daya saing Indonesia tersebut mengalami peningkatan daripada 2010 yang masih termasuk dalam kategori cluster ‘rendah’ bersama dengan Malaysia, Phillipines, dan Thailand. Sedangkan daya saing perdagangan Vietnam berada pada cluster ‘sedang’ (Tabel 4.6, halaman 68).
(v) Cluster Daya Saing UMKM Tahun 2010 dan 2013. Pada 2010 daya saing Indonesia dalam aspek UMKM termasuk pada cluster ‘sedang’. Negara lain dengan kategori cluster daya saing ‘rendah’. Singapore merupakan negara dengan cluster daya saing UMKM ‘tinggi’. Pada 2013 daya saing UMKM Indonesia mengalami penurunan kategori menjadi cluster ‘rendah’. Kondisi serupa juga dialami oleh negara Vietnam dan Kamboja. Sebaliknya Phillipines mengalami peningkatan cluster daya saing menjadi ‘sedang’. Malaysia dan Thailand juga mengalami kenaikan cluster daya saing menjadi ‘tinggi’ bersama-‐sama satu cluster dengan Singapore (Tabel 4.7, halaman 69).
(vi) Daya saing Semua Indikator. Secara umum, dengan memperhatikan ke lima indikator investasi, infrastruktur, logistik dan perdagangan maka daya saing Indonesia pada 2010 termasuk dalam kategori cluster ‘rendah’ bersama dengan Kamboja. Sementara itu Phillipines, Thailand dan Vietnam termasuk ke dalam kategori cluster ‘sedang’. Malaysia dan Singapore merupakan negara-‐negara yang termasuk dalam kategori cluster ‘tinggi’. Dalam
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
106
Riset Kajian PKRB
Secara umum, dengan memperhatikan ke lima indikator investasi, infrastruktur, logistik dan perdagangan maka daya saing Indonesia pada 2010 termasuk dalam kategori cluster ‘rendah’… Mulai krisis moneter 1998, tingkat produktivitas lebih rendah dari delapan tahun sebelumnya… Mulai 1998 tingkat produktivitas sedikit mengalami peningkatan yang cukup berarti…
perkembangannya, pada 2013 Indonesia dan Kamboja tidak mengalami kenaikan daya siang di mana kedua negara ini masih termasuk dalam cluster ’rendah’. Malaysia, Phillipines, Thailand dan Vietnam berada dalam katefori cluster yang sama yaitu cluster ‘sedang’. Singapore merupakan satu-‐satunya negara dengan daya saing ‘tinggi’(Tabel 4.8, halaman 70).
c. Tingkat produktivitas dapat pula diukur dengan berbagai indeks produktivitas antara lain Index Total Factor Productivity, Index Labor Productivity (per jumlah tenaga kerja), Index Labor Productivity (per jam kerja), dan Index Capital Productivity. Dengan menggunakan analisis dekomposisi maka terdapat kecenderungan sebagai berikut
(i) Jika ditinjau dari berbagai indeks produktivitas tersebut, tingkat pertumbuhan produktivitas Indonesia bervariasi (Diagram 4.1, halaman 71). Menurut Index Total Productivity, tingkat produktivitas Indonesia mengalami peningkatan secara gradual mulai 1970 sampai dengan 1997 atau sampai dengan krisis moneter. Mulai krisis moneter 1998, tingkat produktivitas lebih rendah dari delapan tahun sebelumnya. Namun secara perlahan, tingkat pertumbuhan indeks TFP mengalami peningkatan sampai dengan 2011.
(ii) Jika tingkat produktivitas ditinjau dari Index Labor Productivity baik per tenaga kerja maupun jam kerja, maka tingkat produktivitas Indonesia mengalami peningkatan secara meyakinkan. Mulai 1970, peningkatan tingkat produktivitas mengalami peningkatan sampai pada 1997. Mulai 1998 tingkat produktivitas sedikit mengalami peningkatan yang cukup berarti. Sebaliknya, tingkat pertumbuhan Index Capital Productivity cenderung semakin turun secara tegas dari 1970 sampai dengan 2011.
(iii) Sementara itu, kontribusi pertumbuhan TFP, Capital dan Labor terhadap pertumbuhan output di Indonesia sangat bervariasi. Meskipun demikian, pertumbuhan output masih disumbang terutama dari kontribusi capital. Besaran kontribusi pertumbuhan Labor terhadap pertumbuhan output cenderung sedikit lebih tinggi
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
107
Riset Kajian PKRB
Pada tahun-‐tahun di mana Indonesia mengalami krisis ekonomi, kontribusi pertumbuhan TFP bahkan negatif cukup besar seperti pada tahun 1983, 1998, 1999 dan 2009… Apabila dilihat dari komponen final demand, maka pertumbuhan GDP Indonesia 2000 – 2001 masih ditoang oleh pengeluaran konsumsi rumah tangga sekitar lebih dari 50%... Tingkat usia ketergantungan Indonesia lebih rendah daripada Kamboja dan Phillipines, namun lebih tinggi daripada Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Singapore… …sektor manufaktur merupakan salah satu sektor penting yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi…
daripada kontribusi pertumbuhan TFP. Pada tahun-‐tahun di mana Indonesia mengalami krisis ekonomi, kontribusi pertumbuhan TFP bahkan negatif cukup besar seperti pada tahun 1983, 1998, 1999 dan 2009. Jadi pertumbuhan output di Indonesia masih ditopang oleh pertumbuhan capital (Diagram 4.2, halaman 72). Khususnya, pertumbuhan produktivitas Labor di Indonesia ditopang terutama oleh pertumbuhan TFP yaitu kurang lebih sekitar 60%. Sementara itu, sisanya sebesar 40% pertumbuhan produktivitas Labor dikontribusi dari pertumbuhan capital deepening (Diagram 4.3, halaman 73).
(iv) Apabila dilihat dari komponen final demand, maka pertumbuhan GDP Indonesia 2000 – 2001 masih ditoang oleh pengeluaran konsumsi rumah tangga sekitar lebih dari 50%. Pola ini juga berlaku umum untuk seluruh negara ASEAN bahkan Singapore. Kontribusi pengeluaran investasi merupakan komponen utama kedua terhadap pertumbuhan GDP yaitu sebesar 20% -‐ 35%. Hampir semua negara mengalami defisit net export terutama Vietnam dan Kamboja (Diagram 4.4, halaman 74).
(v) Dari struktur demografi, beban perekonomian dapat dianalisis dari tingkat usia ketergantungan penduduk. Usia non produktif di Indonesia relatif besar yaitu sekitar 33% di mana 27% merupakan penduduk usia 0-‐14 tahun sedangkan sisanya adalah penduduk usia lebih dari 65 tahun. Tingkat usia ketergantungan Indonesia lebih rendah daripada Kamboja dan Phillipines, namun lebih tinggi daripada Malaysia, Vietnam, Thailand dan Singapore. Khusus untuk Singapore sudah terdapat kecenderungan mulai mengalami penuaan populasi (Diagram 4.5, halaman 74).
(vi) Selain itu, sektor manufaktur merupakan salah satu sektor penting yang berkontriusi pada pertumbuhan ekonomi. Selama 2000-‐2010 kontribusi sektor manufaktur terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia berkisar 2,5%. Kontribusi ini setara dengan 23% dari total pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kontribusi manufaktur terhadap pertumbuhan ekonomi pada negara lain bahkan lebih
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
108
Riset Kajian PKRB
Selama 2000-‐2010, sektor manufaktur memberikan kontribusi pertumbuhan produktivitas tenaga kerja sebesar 1% atau setara dengan 31% dari total pertumbuhan produktivitas… Dari terms of trade, Indonesia justru mengalami pertumbuhan trading gain yang negatif atau net loss…
besar misalnya Thailand mencapai 36% dan Vietnam 30% (Diagram 4.6, halaman 75).
(vii) Di samping memberikan nilai tambah yang tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi, sektor manufaktur ternyata juga memberikan kontribusi besar terhadap produktivitas tenaga kerja. Selama 2000-‐2010, sektor manufaktur memberikan kontribusi pertumbuhan produktivitas tenaga kerja sebesar 1% atau setara dengan 31% dari total pertumbuhan produktivitas. Kondisi ini hampir sama dengan yang terjadi di Kamboja dan Vietnam. Meskipun demikan, nilai kontribusi ini masih kurang dari separuh kontribusi manufaktur terhadap pertumbuhan produktivitas tenaga kerja di Singapore dan Malaysia yang melebihi 67% (Diagram 4.7, halaman 76).
(viii) Dari terms of trade, Indonesia justru mengalami pertumbuhan trading gain yang negatif atau net loss. Begitu juga hal yang sama dialami oleh Singapore, Phillipines, dan Thailand. Sebaliknya negara seperti Malaysia, Vietnam, dan Kamboja mengalami trading gain yang positif (Diagram 4.9, halaman 77).
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
109
Riset Kajian PKRB
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, S. (2012). Koordinasi dan Interaksi Kebijakan Fiskal-‐Moneter: Tantangan ke Depan,
Kanisius Ahmed, Ishraq. (2013) Bangladesh’s Growth Enablers. Institute of South Asian Studies (ISAS).
ISAS Brief. No 282-‐21. May 2013 Álvarez, Isabel., Raquel Marín, and Georgina Maldonado. 2009. Internal and External Factors of
Competitiveness in The Middle-‐income Countries. WP08/09. The General Direction of Planning and Evaluation of the Development Policies (DGPOLDE) of the Spanish Ministry of Foreign Affairs and Cooperation (MAEC)
Amzul, Rifin. 2011. The Role of palm Oil Industry in Indonesia Economy and its Export Competitiveness. Disertation. University of Tokyo
Arifin, Bustanul. 2013. “On the Competitiveness and Sustainability of the Indonesian Agricultural Export Commodities”. ASEAN Journal of Economics, Management and Accounting 1 (1): 81-‐100 (June 2013)
Baldwin, Richard, H. Braconier and R. Forslid (1999). “Multinationals, endogenous growth and technological spillovers: theory and evidence”, CEPR Discussion Paper, 2155
Blöchliger, H. and B. Égert (2013), “Decentralisation and Economic Growth -‐ Part 2: The Impact on Economic Activity, Productivity and Investment”, OECD Working Papers on Fiscal Federalism, No. 15, OECD Publishing
Blomström, Magnus and H. Persson (1983) “Foreign Investment and Spillover Efficiency in an underdeveloped Economy: Evidence from the Mexican Manufacturing Industry,” World Development, Vol. 11, pp. 493-‐501
Bloom, N. and Sadun, R. and Van Reenen, J. 2009. “The Organization of Firms across Countries,” CEP Discussion Papers, 937. Centre for Economic Performance, London School of Economics and Political Science, London, UK; dan Delgado M., M.E. Porter, and S. Stern. 2010. “Clusters and Entrepreneurship,” Journal of Economic Geography 10 (4), 495-‐518
Borsch-‐Supan, Axel. 1998. Capital's Contribution to Productivity and the Nature of Competition. Brookings Papers: Microeconomics
Carkovic, M. and R. Levine (2000). “Does FDI accelerate economic growth?”, University of Minnesota Working Paper
Carraresi, L. and Banterle, A. (2008), Measuring Competitiveness in the EU Market: A Comparison Between Food Industry and Agriculture, paper presented at the 12th EAAE Congress, Gent, Belgium, 27-‐30 August
Cesaro, L., Marongiu, S., Arfini, F., Donati, M. and Capelli, M. (2008), Cost of Production: Definition and Concept, deliverable 1.1.2, FP7 project FACEPA („Farm Accountancy Cost Estimation and Policy Analysis of European Agriculture‟), October
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
110
Riset Kajian PKRB
Chung, Sungchul. 2010. “Innovation, Competitiveness, and Growth: Korean Experiences”. Paper for Annual World Bank Conference on Development Economics 2010. Seoul: The Science and Technology Policy Institute (STEPI).
Cowan, R. and G. van de Paal (2000), “Innovation Policy in the Knowledge-‐Based Economy”, European Commission DG-‐Enterprise, Brussels
David, P., and D. Foray (1995), “Accessing and Expanding the Science and Technology Knowledge Base”, STI Review, n. 16, pp. 16-‐38
Delgado, Mercedes., Christian Ketels, Michael E. Porter, and Scott Stern. 2012. The Determinants of National Competitivesness. Working Paper 18249. Cambridge, MA: National Buueau of Economics Research
Desmet, Klaus and Stephen L. Parente., (2010). Bigger Is Better: Market Size, Demand Elasticity, and Innovation. International Economic Review, May 2010, Vol. 51, No. 2
Djankov, S. and B. Hoekman (1999). “Foreign investment and productivity growth in Czech enterprises”, World Bank Economic Review, 14: 49-‐64
European Parliament, 2013. Banking System Soundness is the Key to more SME Financing. Policy department a: economic and scientific policy. Directorate General for Internal Policies
Farole, Thomas and Deborah Winkler. 2012. EXPORT COMPETITIVENESS IN INDONESIA’S MANUFACTURING SECTOR. Report for the World Bank study on the competitiveness manufacturing sector and is funded by Multi-‐Partner Facility for Trade and Investment Climate. Jakarta: World Bank
Farole, Thomas, José Guilherme Reis and Swarnim Wagle. 2010. Analyzing trade competitiveness: A diagnostics approach. Policy Research Working Paper 5329. The World Bank Poverty Reduction and Economic Management Network International Trade Department
Fedderke, J.W. and Z.Bogetic (2006). Infrastructure and Growth in South Africa: Direct and Indirect Productivity Impacts of Nineteen Infrastructure Measures. Accelerated and Shared Growth in South Africa: Determinants, Constraints and Opportunities. The Birchwood Hotel and Conference Centre Johannesburg, South Africa. 18 -‐ 20 October 2006
Fischer, S. 1993. “The Role of Macroeconomic Factors in Growth,” Journal of Monetary Economics 32 (3), 485-‐512
Fomefeld, Martin., Gilees Delaunay, Dieter Elixmann. 2008. The Impact of Broadband on Growth and Productivity. MICUS
Fosfuri, A., Motta, M. and T. Ronde (2001) “Foreign Direct Investment and Spillovers through workers’ mobility,” Journal of International Economics, Vol. 53, 205-‐222
Glaeser, E., R. La Porta, F. Lopez-‐de-‐Silanes, and A. Shleifer. 2004. “Do Institutions Causen Growth?,” Journal of Economic Growth 9(3), 271-‐303
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
111
Riset Kajian PKRB
Guasch, José Luis, Liliana Rojas-‐Suarez, and Veronica Gonzales. 2012. “Competitiveness in Central America the Road to Sustained Growth and Poverty Reduction”. Center for Global Development
Hall, Bronwyn H., Francesca Lotti and Jacques Mairesse 2009. Innovation and productivity in SMEs. Empirical evidence for Italy. Temi di discussione (Working papers) Number 718 -‐ June 2009. Banca D’Italia
Ichim, Nela Ramona (2012). Assessing the Effectiveness of EU Competition Policy During The Economic Crisis. Romanian-‐American University, Bucuresti, Romania
ILO. 2008. Labour and Social Trends in ASEAN 2008: Driving Competitiveness and Prosperity with Decent Work. Bangkok: International Labour Organization Regional Office for Asia and the Pacific
Kawai, H. (1994). “International comparative analysis of economic growth: trade liberalisation and productivity”, The Developing Economies, 17(4): 373-‐397
Kennedy, P. Lynn., and R. Wes Harrison., and Mario A. Piedra. 1998. “Analyzing Agribusiness Competitiveness: The Case of the United States Sugar Industry”. International Food and Agribusiness management Review, 1(2): 245-‐257
Kokko, Ari (1994) “Technology, Market Characteristics, and Spillovers, “Journal of Development Economics,” Vol. 4, pp. 279-‐293
Lall, S. 2000. The Technological Structure and Performance of Developing Country Manufactured Exports, 1985-‐1998, Working Paper, Q. E. House, University of Oxford
Lam, W. Raphael and Jongsoon Shin., 2012. What Role Can Financial Policies Play in Revitalizing SMEs in Japan? IMF Working Paper
Latruffe, L. (2010), “Competitiveness, Productivity and Efficiency in the Agricultural and Agri-‐Food Sectors”, OECD Food, Agriculture and Fisheries Papers, No. 30, OECD Publishing
Li, Suhong. Bhanu Ragu-‐Nathanb,T.S. Ragu-‐Nathanb, S. Subba Raob (2004). The Impact of Supply Chain Management Practices on Competitive Advantage and Organizational Performance. College of Business Administration, the University of Toledo, Toledo, OH. USA
Llanto, Gilberto M. (2012). The Impact of Infrastructure on Agricultural Productivity. DISCUSSION PAPER SERIES NO. 2012-‐12 Southeast Asian Regional Center for Graduate Study and Research in Agriculture (SEARCA)
Lin, Chieh-‐Yu. 2009. Influences of Individual, Organizational and Environmental Factors on Technological Innovation in Taiwan’s Logistics Industry. Journal of technology management & innovation. 2009, Volume 4, Issue 1: 1-‐7
Mattsson, L-‐G., and Wallenberg, P., (2003). Reorganization of distribution in globalization of markets: the dynamic context of supply chain management. Supply Chain Management: An International Journal, Vol. 8, pp. 416-‐426
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
112
Riset Kajian PKRB
Mentzer, J. T., Min, S., and Bobbitt, M. L., (2004). Toward a unified theory of logistics. International Journal of Physical Distribution & Logistics Management, Vol. 34, pp. 606-‐627
Min, H., and Eom, S. B., (1994). An integrated decision support system for global logistics. International Journal of Physical Distribution & Logistics Management, Vol. 24, pp. 11-‐29
Min, H., and Eom, S. B., (1994). An integrated decision support system for global logistics. International Journal of Physical Distribution & Logistics Management, Vol. 24, pp. 11-‐29
Ng, Thiam Hee (2006). Foreign Direct Investment and Productivity: Evidence from the East Asian Economies. UNIDO: Research and Statistics Branch
Nicita, Alessandro., Victor Ognivtsev, and Miho Shirotori. 2013. Global Supply Chains:Trade and Economic Policies for Developing Countries. UNCTAD, Genewa: Policy Issues in International Trade and Commodities Study Series No. 55
Nicita, Alessandro., Victor Ognivtsev, and Miho Shirotori. 2013. Global Supply Chains:Trade and Economic Policies for Developing Countries. UNCTAD, Genewa: Policy Issues in International Trade and Commodities Study Series No. 55
OECD, 2012. OECD Economic Surveys: Korea. April 2012 Porter, Michael E. 2009. International Cluster Competitiveness Project. Institute for Strategy
and Competitiveness, Harvard Business School; Molnár, M. and M. Lesher. 2008. “Recovery and Beyond: Enhancing Competitiveness to Realise Indonesia's Trade Potential”, OECD Trade Policy Papers, No. 82, OECD Publishing
Price, David P., Michael Stoica and Robert J Boncella, 2013. “The relationship between innovation, knowledge, and performance in family and non-‐family firms: an analysis of SMEs”. Journal of Innovation and Entrepreneurship 2013, 2:14
Rosa, Donato De., Nishaal Gooroochurn, and Holger Görg (2010). Corruption and Productivity: Firm-‐level Evidence from the BEEPS Survey. The World Bank: Europe and Central Asia Region Private and Financial Sector Department
Saxena, Sanchita Banerjee and Véronique Salze-‐Lozac’h. 2010. Competitiveness in the Garment and Textiles Industry: Creating a supportive environment: A CASE STUDY OF BANGLADESH, OCCASIONAL PAPER, NO. 1, JULY 2010, Asia Foundation
Schwab, Klaus., Xavier Sala-‐i-‐Martín, and Børge Brende. 2013. The Global Competitiveness Report 2013–2014. Geneva: World Economic Forum
Sheffi, Yossi. 2010. Logistics Intensive Clusters: Global Competitiveness and Regional Growth. Elisha Gray II Professor of Engineering Systems, MIT
Siggel, E. (2006), "International competitiveness and comparative advantage: A survey and a proposal for measurement", Journal of Industry, Competition and Trade, Vol. 6, pp. 137-‐159
Smyth, Mark and Brian Pearce (2007). Aviation Economic Benefit. IATA Economics Briefing No 8
Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi MEA
Desember 2014 PKRB | BKF
113
Riset Kajian PKRB
Smyth, Mark and Brian Pearce (2007). Aviation Economic Benefit. IATA Economics Briefing No 8
The Conference Board of Canada. 2009. “Performance the Productivity of Canada’s Transportation Sector: Market Forces and Governance Matter”. Energy, Environment and Transportation Policy
The Conference Board of Canada. 2009. “Performance the Productivity of Canada’s Transportation Sector: Market Forces and Governance Matter”. Energy, Environment and Transportation Policy
UNCTAD, 2002. Trade and Development Report 2003. Geneva: UNCTAD Wagner, Joachim. (2004). Productivity and Size of the Export Market: Evidence for West and
East German Plants. The Institute for the Study of Labor (IZA) in Bonn. Discussion Paper No. 266
Wijnands, J., Bremmers, H., van der Meulen, B. and Poppe, K. (2008), "An economic and legal assessment of the EU food industry‟s competitiveness", Agribusiness, Vol. 24, No. 4, pp. 417-‐439.
World Bank (2012).”Connecting to Compete. Trade Logistics in the Global Economy” Washington DC
World Bank (2012).”Connecting to Compete. Trade Logistics in the Global Economy” Washington DC
World Bank. 2012. Picking up the Pace: Reviving Growth in Indonesia’s Manufacturing Sector. Jakarta: World Bank
Xu, B. (2000). “Multinational enterprises, technology diffusion, and host country productivity growth”, Journal of Development Economics, 62: 477-‐493
Yue, Chia Siow. 2004. ASEAN-‐China Free Trade Area. Paper for presentation at the AEP Conference, Hong Kong12-‐13 April 2004. Singapore Institute of International Affairs
top related