karakter proyeksi mercator dan utm serta perbedaan peta topografi dengan rbi
Post on 24-Jul-2015
1.488 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
TUGAS MATA KULIAH
PROYEKSI PETA
(GKP 2103)
DISUSUN OLEH :
Nama : Eksi Hapsari
NIM : 10/305104/GE/06966
Prodi : Kartografi dan Penginderaan Jauh
UNIVERSITAS GADJAH MADA
FAKULTAS GEOGRAFI
YOGYAKARTA
2012
TUGAS
Soal :
1. Mengapa kita mempertahankan dan mengembangkan sistem proyeksi
Mercator? Jelaskan!
2. Jelaskan pendapat saudara mengenai perbedaan antara Peta Topografi dan
Peta Rupabumi! beserta sketnya!
Jawaban :
1. Proyeksi Mercator merupakan proyeksi silinder normal konform, dimana
seluruh muka bumi dilukiskan pada bidang silinder yang sumbunya berimpit
dengan bola bumi, kemudian silindernya dibuka menjadi bidang datar.
Alasan mengapa kita tetap mempertahankan dan mengembangkan
proyeksi Mercator dapat dilihat dari sifat-sifat yang dimiliki oleh sistem
proyeksi tersebut.
Sifat-sifat graticule dalam proyeksi Mercator yaitu:
• Garis proyeksi meridian dan parallel berupa garis lurus
• Interval jarak antara 2 garis meridian yang berurutan adalah sama/tetap
sehingga pada proyeksi mercator tidak terdapat konvergensi meridian dan
pada ekuator pembagian vertikal benar menurut skala.
• Interval jarak antara 2 garis paralel tidak sama, yaitu interval jarak
membesar semakin menjauh dari ekuator, baik ke arah kutub selatan
maupun utara,.
• Hasil proyeksi adalah baik dan betul untuk daerah dekat ekuator, tetapi
distorsi makin membesar bila makin dekat dengan kutub.
• Proyeksi meridian Jakarta sebagai meridian nol
• Semua koordinat geodetic yang dihitung terhadap meridian Jakarta akan
diberi notasi BJ (Barat Jakarta) dan TJ (Timur Jakarta) di belakang nilai
bujur serta lintang.
.
Dari sifat-sifat tersebut dapat diketahui bahwa proyeksi Mercator sangat
baik untuk menggambarkan daerah equator, dengan kondisi geografi
negara Indonesia yang membujur di sekitar Garis Katulistiwa atau garis
lingkar Equator dari Barat sampai ke Timur yang relatif seimbang
sehingga sistem proyeksi Mercator adalah yang paling ideal karena
memberikan hasil dengan distorsi minimal.
Selain itu, seluruh wilayah Indonesia dapat dipetakan dalam suatu sistem
koordinat, yaitu :
- Sumbu X : Ekuator
- Sumbu Y : Meridian Jakarta (bujur jakarta = 106° 48’ 27,79” timur
Greenwich)
- Titik Nol : Perpotongan meridian Jakarta dengan Ekuator
- Absis X : Positif, di sebelah Timur Jakarta
- Ordinat Y : Positif, di sebelah Utara Jakarta
- Faktor skala di equator : 1
- Satuan : meter
Sistem proyeksi ini lebih mudah digunakan untuk menggambarkan
wilayah Indonesia karena menggunakan meridian Jakarta sebagai meridian
nol dan satuan yang digunakan meter sehingga kita dapat mengetahui
lokasi dan jarak dengan lebih mudah. Dengan factor skala di equator sama
dengan 1 maka distorsi yang terjadi kecil sehingga dapat menggambarkan
daerah dengan lebih baik karena Indonesia terletak di sekitar equator.
Namun, sistem proyeksi yang secara resmi dipakai di Indonesia
adalah sistem Proyeksi Universal Tranvers Mercator (UTM). Proyeksi
UTM ini merupakan pengembangan dari proyeksi yang dikemukakan oleh
Mercator. Proyeksi UTM ini hampir sama dengan proyeksi Mercator,
yakni sama-sama menggunakan bidang proyeksi silinder dengan posisi
sumbu tegak lurus dengan sumbu Bumi dan baik untuk menggambarkan
daerah equator. Perbedaan UTM dengan Mercator antara lain, dari
persinggungannya proyeksi UTM memotong bidang proyeksi (secantial)
sehingga daerah kutub utara maupun selatan tidak tergambarkan, garis
proyeksi meridiannya berupa garis lengkung yang menghadap ke meridian
tengah, garis proyeksi parallel berupa garis lengkung yang menghadap kea
rah proyeksi kutub utara untuk yang berada di belahan Bumi utara dan
menghadap ke proyeksi kutub selatan untuk yang berada di Bumi belahan
selatan, dan semua koordinat geodetic dihitung terhadap Meridian
Greenwich sebagai bujur nol dan terhadap lingkaran equator sebagai
lintang nol. Proyeksi UTM ini sudah berlaku universal. Sistem proyeksi
ini telah dibakukan oleh BAKOSURTANAL sebagai sistem Proyeksi
Pemetaan Nasional. Proyeksi UTM ini digunakan karena beberapa factor,
yaitu:
Kondisi geografi negara Indonesia membujur disekitar Garis
Katulistiwa atau garis lingkar Equator dari Barat sampai ke Timur
yang relatip seimbang.
Untuk kondisi seperti ini, sistim proyeksi Tranvers Mercator/Silinder
Melintang Mercator adalah paling ideal (memberikan hasil dengan
distorsi minimal).
Dengan pertimbangan kepentingan teknis maka dipilih sistim proyeksi
Universal Transverse Mercator yang memberikan batasan luasan
bidang 6º antara 2 garis bujur di elipsoide yang dinyatakan sebagai
Zone.
Ciri dari Proyeksi UTM adalah :
• Proyeksi bekerja pada setiap bidang Elipsoide yang dibatasi cakupan
garis meridian dengan lebar 6º yang disebut Zone.
ZONE :
Penomoran Zone merupakan suatu kesepakatan yang dihitung dari
Garis Tanggal Internasional (IDT) pada Meridian 180º Geografi ke
arah Barat - Timur, Zone 1 = (180ºW sampai dengan 174ºW).
Wilayah Indonesia dilingkup oleh Zone 46 sampai dengan Zone 54
dengan kata lain dari Bujur 94º E(ast) sampai dengan 141 E(ast)
• Proyeksi garis Meridian Pusat (MC) merupakan garis lurus vertical
pada tengah bidang proyeksi.
• Proyeksi garis lingkar Equator merupakan garis lurus horizontal di
tengah bidang Proyeksi.
• Grid merupakan perpotongan garis-garis yang sejajar dengan dua garis
proyeksi pada butir 2 dan 3 dengan interval sama. Jadi, garis
pembentuk grid bukan hasil proyeksi dari garis Bujur atau garis
Lintang Elipsoid (kecuali garis Meridian Pusat dan Equator).
• Faktor skala garis (scale factor) di Pusat peta adalah 0.9996, artinya
garis horizontal di tanah pada ketinggian muka air laut, sepanjang 1
km akan diproyeksikan sepanjang 999.6 m pada Peta. Catatan : Faktor
skala tidak sama dengan skala peta.
• Penyimpangan arah garis meridian terhadap garis utara Grid di
Meridian Pusat = 0º, atau garis arah Meridian yang melalui titik diluar
Meridian Pusat tidak sama dengan garis arah Utara Grid Peta,
simpangan ini disebut Konfergensi Meridian. Dalam luasan dan skala
tertentu tampilan simpangan ini dapat diabaikan karena kecil
(tergantung posisi terhadap garis Ekuator).
2. Peta Topografi dan Rupabumi sama-sama menampilkan kenampakan
permukaan bumi baik yang alami maupun buatan. Namun, terdapat
beberapa perbedaan di antra kedua peta tersebut, saya akan
membandingkan dan mencari beberapa perbedaan dilihat dari hasil cetak
(hardcopy) dari Peta Topografi dan Peta Rupabumi, sehingga kita dapat
lebih paham akan apa saja perbedaan di antara kedua peta tersebut.
Peta Topografi merupakan peta yang menggambarkan semua unsur
topografi yang nampak di permukaan bumi, baik unsur alam maupun
unsur buatan manusia serta menyajikan data dan informasi keadaan
lapangan secara lengkap dan menyeluruh (sifatnya umum) dengan adanya
garis ketinggian (garis kontur) dalam perbandingan (skala) tertentu. Peta
Topografi LCO merupakan peta topografi buatan pemerintah kolonial
Belanda. Pada waktu pemerintah kolonial Belanda menjajah Indonesia
mereka memetakan wilayah Indonesia menggunakan sistem LCO
(Lambert Conical Ortomorphic), bidang proyeksi yang digunakan adalah
kerucut dengan mempertahankan bentuk (conform). Padahal bidang
proyeksi kerucut kurang cocok untuk digunakan di Indonesia, proyeksi
kerucut lebih tepat untuk digunakan pada daerah lintang tengah (wilayah
antara kutub dan ekuator). Seperti yang kita ketahui bahwa wilayah
Indonesia berada pada daerah ekuator, sehingga untuk memetakan wilayah
ini akan lebih akurat hasilnya jika menggunakan proyeksi silinder.
Peta Rupabumi, merupakan peta yang sangat lazim dipakai di negara
kita. Peta jenis ini sering digunakan sebagai acuan dalam membuat peta
tematik. Peta Rupabumi menggunakan sistem proyeksi UTM. Peta ini
cenderung lebih menarik dan mudah dipahami dibandingkan dengan peta
topografi. Hal ini mungkin dikarenakan peta rupabumi menggunakan ejaan
EYD, sehingga lebih mudah dipahami. Selain itu peta rupabumi lebih
menarik dalam penyajiannya. Peta Rupabumi ini sifatnya lebih detail
daripada peta topografi. Peta Rupabumi ini dibuat oleh
BAKOSURTANAL.
Secara umum dari segi isi, Peta Topografi dan Peta Rupabumi
memiliki banyak kesamaan dan perbedaannya tidak begitu mencolok,
namun tetap saja kedua peta tersebut merupakan peta yang berbeda. Dilihat
dari koordinatnya, Peta Topografi LCO menggunakan koordinat LCO, Peta
Topografi AMS menggunakan koordinat UTM, sedangkan Peta Rupabumi
menggunakan koordinat geografis dan UTM. Peta Topografi LCO dan
AMS merupakan peta dengan ejaan lama dan bentuknya juga lebih
sederhana dibandingkan dengan peta rupabumi yang telah menggunakan
ejaan EYD dan informasi yang lebih kompleks. Selain ejaan, perbedaan
letak legenda juga mempengaruhi pemahaman pembaca peta. Pewarnaan
objek pada Peta LCO berwarna, pada AMS menggunakan Grey scale,
sedangkan untuk peta RBI full color. Garis kontur pada peta Topografi baik
LCO maupun AMS terlihat lebih jelas daripada garis kontur yang ada pada
peta RBI. Pada peta topografi, legenda terletak di bagian bawah peta,
sedangkan pada peta rupabumi, legenda terletak di bagian kanan dan bawah
peta. Kemudian tahun pembuatan peta topografi dengan peta rupabumi juga
berbeda, peta topografi dibuat pada tahun 1940-an dan belum ada edisi
revisinya, sedangkan peta rupabumi sampai sekarang terus diperbarui,
sehingga semakin akurat, dan mudah dipahami.
Perbedaan Peta Topografi dan Peta Rupabumi
KOMPONEN
ISI PETA
PETA TOPOGRAFI PETA
RUPABUMILCO AMS
Proyeksi /
Koordinat
Proyeksi kerucut Proyeksi
Transverse
Mercator (TM)
Proyeksi UTM,
Koordinat
Geografis dan
UTM
Toponimi Ejaan lama
(Belanda)
Ejaan lama
(Indonesia)
Ejaan Bahasa
Indonesia (EYD)
Garis Kontur Ada, kontur rapat
dan cukup jelas
Ada, kontur rapat
dan cukup jelas
Ada, namun tidak
terlalu jelas
Penutup/
Penggunaan Lahan
Penutup lahan Penutup lahan Penutup dan
Penggunaan lahan
lebih jelas dengan
adanya simbol
gambar dan huruf
Simbol Simbol huruf,
angka
Simbol huruf,
angka, dan garis
Simbol huruf,
angka, garis, dan
area (simbol lebih
variatif)
KOMPONENKETERANGAN
TEPI PETA
PETA TOPOGRAFI PETA RUPABUMI
LCO AMS
Judul Peta Terletak di atas tengah peta
Terletak di atas tengah peta, ejaan
lama
‘Peta Rupabumi Digital Indonesia’ terletak di kanan
petaPenomoran Sheet Memakai huruf
dan angka romawi
(Contoh : Helai 40/XL-B)
Memakai huruf dan angka romawi
Menggunakan angka : 1, 2, 3
(Contoh : Lembar 1507-532)
Skala Skala angka dan skala batang
Menggunakan skala angka dan
skala batang. Skala batang menggunakan
sistem metrik dan sistem non metrik.
Posisi skala di bawah isi peta.
Hanya menggunakan
skala angka dengan sistem metrik.
Posisi pada bagian keterangan peta di sebelah kanan isi
peta.
Orientasi Tidak ada Ada, di bagian legenda
Ada, dibagian bawah peta
Legenda Terletak di bawah peta
Terletak di bawah peta
Terletak di samping kanan
peta, ejaan EYDDeklinasi Arah Utara
Tidak ada Ada, Utara Grid dan Utara Magnetik
Terletak di bawah peta, Utara Grid, Utara Magnetik
dan Utara Sebenarnya
Indeks Peta Ada Penomoran Penomoran dan pembagian indeks
Pembuat Peta Belanda kemudian
disempurnakan oleh Dittop AD/ Basurta ABRI
Army Map Service (AMS),
US Army
Bakosurtanal
Peta Topografi Peta Rupabumi
top related