kasus 2 - ca colon
Post on 28-Dec-2015
102 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
KARSINOMA KOLOREKTAL
Juan Rollin Manu - NIM 10.2008.017
Mahasiswa semester 6 FK UKRIDA angkatan 2008
th3rollin@yahoo.co.id/ + 62 85641 090 716
BAB I
PENDAHULUAN
Pada zaman sekarang ini, perubahan gaya hidup perlu di kaitkan dengan masalah
kesehatan yang terjadi. Salah satu masalah kesehatan yang patut diperhatikan adalah karsinoma
kolorektal. Penderita dengan karsinoma kolorektal biasanya datang ke dokter dalam stadium
lanjut. Hal ini disebabkan karena penderita dengan ker kolon-rektum stadium dini kebanyakan
hampir tidak mempunyai keluhan.1
Karsinoma kolorektal adalah penyebab kematian kedua terbanyak dari seluruh
pasien kanker di Amerika Serikat. lebih dari 150.000 kasus baru, terdiagnosis setiap
tahunnya di AS dengan angka kematian per tahun mendekati angka 60.000.
Usia rata-rata pasien kolorektal adalah 67 tahun dan lebih dari 50% kematian
adalah usia di atas 55 tahun. Di Indonesia, didapatkan angka yang agak berbeda. Hal yang
menarik di sini adalah kecenderungan untuk umur yang lebih muda dibandingkan dengan
laporan dari negara barat. Untuk usia di bawah 40 tahun data dari Bagian Patologi Anatomik
FKU1 didapatkan angka 35,265%. 2
Walaupun hingga kini telah banyak dicapai kemajuan didalam penatalalaksanaan,
namun prognosis kanker kolon-rektum stadium lanjut tetap tidak memuaskan (Cancer gov,
2003). Oleh karena itu tindakan untuk usaha deteksi dini menjadi sangat penting.
Pada makalah ini akan membahas mengenai karsinoma kolorektal mulai dari anamnesa,
pemeriksaan, etiologi, patofisiologi, epidemologi, manifestasi klinik, komplikasi,
penatalaksanaan, pencegahan, dan prognosis yang di pakai dalam menangani kasus karsinoma
kolorektal.
1
BAB II
ISI
Skenario:
Seorang laki-laki usia 71 tahun datang ke klinik dengan keluhan BAB bercampur sedikit darah
sejak 3 minggu yang lalu. Darah berwarna merah segar. Tidak ada kesulitan BAB, frekuensi
BAB 1-2x/ hari. Pasien sering merasa nyeri di daerah ulu hati sehingga pasien tidak nafsu
makan. Berat badan pasien turun drastis. Pasien juga menambahkan teraba benjolan sebesar
kelereng di lipat paha kanannya. tidak ada riwayat wasir sebelumnya. Pemeriksaan fisik: TD:
120/80 mmHg, N: 80x/menit, RR: 20x/ menit, Suhu tubuh : 36,7 0 C.
1. ANAMNESA
Merupakan suatu wawancara antara pasien dengan dokter untuk mengetahui riwayat
kondisi pasien, riwayat penyakit pasien dahulu, riwayat penyakit keluarga, gejala-gejala yang
dialami pasien. Berdasarkan kasus di atas, anamnesis yang dilakukan secara auto-anamnesis
yaitu anamnesis dimana pasien yang menderita penyakit langsung menjawab pertanyaan
dokter. Anamensis mencakup identitas penderita, keluhan utama dan perjalanan penyakit.
Berdasarkian kasus, yang harus ditanyakan pada anamnesis:
Identitas mencakup :
Nama
Umur
Pekerjaan
Agama
Alamat
Pendidikan terakhir dll 3
Keluhan utama pasien
BAB bercampur sedikit darah sejak 3 minggu yang lalu dengan darah berwarna merah
segar.
Keluhan tambahan pasien
2
Nyeri di daerah ulu hati sehingga tidak nafsu makan, berat badan pasien turun drastis,
dan ada benjolan teraba di lipat paha kanan pasien.
Riwayat Penyakit Terdahulu dan Perjalanan penyakit
Tidak ada riwayat wasir sebelumnya.
Pada perjalanan penyakit, perlu juga tanyakan beberapa hal berikut mengenai keluhan
pasien antara lain:
- Perubahan pola kebiasaan buang air besar baik berupa diare atau konstipasi.
- Perasaan buang air besar tidak tuntas
- Adanya darah dalam feses, bisa berwarna merah segar atau hitam.
- Bentuk feses yang lebih kecil dari biasanya
- Penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya
- Rasa tidak enak di perut atau rasa nyeri di perut (kolik, kembung, rasa penuh,buang
gas sering dan nyeri, tenesmus).
- Rasa capai yang menetap
- Muntah
- Riwayat kanker dalam keluarga
- Riwayat polip usus
- Riwayat kolitis ulserosa
- Riwayat kanker payudara/ ovarium
- Kebiasaan makan (rendah serat, banyak lemak) 1,2
2. PEMERIKSAAN
3
a. Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan status gizi, anemia, adanya benjolan di
abdomen, nyeri tekan abdomen, pembesaran hati maupun kelenjar limfe. pada stadium
lanjut didapatkan tanda-tanda obstruksi maupun perforasi. pemeriksaan digital (colok
dubur) untuk mendeteksi adanya benjolan, darah dalam feses atau adanya kelainan lain. 1
b. Penunjang
Laboratorium
- Pemeriksaan feses untuk darah tersamar (occult body)
Penunjang:
CEA (Carcinoma Embryonic Antigen)
CEA sering memberi hasil positif palsu atau negatif palsu, maka CEA tidak dapat
dipakai untuk diagnosis dini, terutama pada orang yang asimtomatis.
Peranan penting dari CEA ialah bila diagnosis karsinoma kolon sudah ditegakan dan
ternyata CEA meninggi yang kemudian menurun setelah operasi. Maka CEA
penting untuk tindak lanjut. Bila kemudian hari CEA meninggi lagi maka
kemungkinan residif dan metastasis besar sekali. CEA (+) 6-10 bulan lebih dahulu
sebelum timbulnya gejala residif dan metastasis.
Radiologi
Pemeriksaan barium enema dengan menggunakan kontras ganda (double
contrast) untuk mendeteksi lesi kolon kecil.
Gambar 1: Double kontras barium enema
4
di kutip dari: ( http://usebrains.wordpress.com/2008/09/14/kanker-kolorektal/ )
Kolonoskopi
Merupakan cara pemeriksaan mukosa kolon yang sangat akurat dan dapat sel
melakukan biopsi pada lesi yang mencurigakan. Pemeriksaan kolon yang lengkap dapat
mencapai › 95% pasien. Rasa tidak nyaman yang timbul sangat bergantung pada
operator. Untuk itu sedikit obat penenang intravena at membantu meskipun ada risiko
perforasi dan perdarahan, tetapi kejadian seperti ini <0,5%. Kolonoskopi dengan enema
barium, terutama untuk mendeteksi lesi kecil adenoma.
Kolonoskopi merupakan prosedur terbaik pada pasien -kirakan ada polip kolon.
Kolonoskopi mempunyai sensifitas (95%) dan spesifisitas (99%) paling tinggi
disbanding modalitas yang lain untuk mendeteksi polip adenomatosus. Di samping itu
dapat melakukan biopsi dan polipektomi untuk mengangkat polip. Secara endoskopi
sulit untuk membedakan jenis-jenis polip secara histologi, oleh karena itu biopsi dan
polipektomi penting menegakkan diagnosis secara histologi.
Evaluasi histologi
5
Adenom diklasifikasikan sesuai dengan gambaran histologi yang dominan.
Yang paling sering adalah adenoma tubular (85%), adenoma tubulovilosuni (10%) dan
adenom serrata (1%). Temuan sel atipik pada adenoma dikelompokkan menjadi ringan,
sedang dan berat. Gambaran atipik berat menunjukkan adanya fokus karsinomatosus
namun belum menyentuh membran basalis. Bilamana sel ganas menembusi membran
basalis tapi tidak melewati muskularis mukosa disebut Karsinoma intra mukosa. Secara
umum, risiko displasi berat atau adenokarsinoma berhubungan dengan ukuran polip dan
dominasi jenis vilosum.
Penapisan pada pasien tanpa gejala.
Sebenarnya KKR dapat diobati bilamana terdekteksi pada stadium dini. Saat ini
usaha tersebut diarahkan untuk mendeteksi adenoma preneoplastik dan kanker dini.
Sejumlah negara sudah memulai penapisan pada masyarakat luas sebelum ada gejala.
Penapisan pada masyarakat luas dilakukan dengan beberapa cara seperti: tes darah
samar dari feses dan sigmoidoskopi. Pilihan pemeriksaan penapisan untuk masyakarat
luas meliputi:
• FOBT (Fecctl Occitlt BlooJ Test) setahun sekali
• Sigmoidoskopi fleksibel setiap 5 tahun
Rekto-sigmoidoskopi dapat dikerjakan dengan menggunakan rigid-scope yang dapat
mencapai sepanjang 25-30 cm, untuk melihat bagian bawah kolon dan rectum
kemungkinan adanya polip, tumor atau kelainan lain.
• Enema barium kontras ganda setiap 5 tahun
• Kolonoskopi setiap 10 tahun.
6
- Untuk kelainan yang lebih dalam (sepanjang kolon sampai coecum), diperlukan colon
fiberscope.
- Biopsi dapat menentukan jenis tumor secara histologis. Polip-ektomi merupakan tindakan
pemotongan polip yang dapat dilaksanakan sewaktu melakukan tindakan sigmoidoskopi
maupun kolonoskopi.
Telah dibuktikan bahwa penapisan KKR dengan modalitas tersebut di atas dapat mendeteksi
kanker dini, lebih lanjut beberapa penelitian terkini membuktikan adanya peningkatan masa
harapan hidup pasien KKR.1,4,6,7
3. DIAGNOSA
a. Working Diagnosis
“Karsinoma Kolorektal”
b. Differential Diagnosis
Hemoroid
Hemoroid adalah pelebaran vena dalam pleksus hemoroidalis yang tidak merupakan
keadaan patologik. Hanya apabila ada keluhan, maka perlu suatu tindakan. hemoroid
dibedakan atas interna dan eksterna.
Gejala dan tanda yang paling sering adalah pasien mengeluh menderita hemoroid
atau “wasir” tanpa ada hubungannya dengan rectum. Nyeri yang hebat jarang terjadi pada
hemoroid interna. dan hanya timbul pada hemoroid eksterna. Perdarahan merupakan tanda
pertama hemoroid interna akibat feses yang keras. Kadang perdarahan yang berat dapat
menimbulkan anemia berat. Iritasi kulit perianal dapat menimbulkan rasa gatal yang disebut
pruritus anus akibat kelembapan. Nyeri yang timbul apabila terdapat thrombosis yang luas
dengan oedem. 5
7
Hematokezia.
Hematokezia diartikan darah segar yang keluar melalui anus dan merupakan
manifestasi tersering dari perdarahan saluran cerna bagian bawah. Hematokezia lazimnya
menunjukkan perdarahan kolon sebelah kiri, namun demikian perdarahan seperti ini juga
dapat berasal dari saluran cerna bagian atas, usus halus, transit darah yang cepat.
Disentri Basiler (Shigellosis)
Pada fase awal pasien mengeluh nyeri perut bawah, rasa panas rektal, diare disertai
demam yang bisa mencapai 40°C. Selanjutnya diare berkurang tetapi tinja masih
mengandung darah dan lendir, tenesmus, dan nafsu makan menurun. Pada anak-anak
mungkin didapatkan demam tinggi dengan atau tanpa kejang, delirium, nyeri kepala, kaku
kuduk, dan letargi. 2
4. ETIOLOGI
Ada beberapa faktor yang ada hubungan dengan timbulnya kanker kolo-rektal. Frekuensi lebih tinggi pada
mereka yang disebut "risiko tinggi", seperti:
* Pada 'familial polyposis". Pada keadaan ini penderita pasti akan menderita karsinoma
(100 %).
* Mereka yang menderita kolitis ulserosa selama _±_ 20 th (50%), apalagi bila diderita sejak usia
muda.
* Mereka yang telah menderita karsinoma payudara atau karsinoma ovarium (8%).
* Mereka dengan polip di kolon-rektum, terutama polip yang lebih besar dari 1 cm (20%).
* Mereka dengan ureterosigmoidostomi (8%).
* Mereka yang telah diobati untuk karsinoma kolo-rektum.
Kanker kolo-rektal juga bisa terdapat pada orang yang tidak termasuk golongan tersebut. Sekarang sudah
diketahui bahwa makanan mempunyai peranan penting. Ini dibuktikan dengan data-data epidemiologis dan
penyelidikan pada binatang percobaan. Frekuensi pada orang Eropa dan Amerika
8
Lebih tinggi dari pada orang Afrika dan Asia. Makanan orang Eropa dan Amerika pada umumnya banyak
mengandung lemak dan sedikit serat. Sebaliknya makanan orang Afrika dan Asia mengandung sedikit lemak
dan banyak serat.
Lemak dalam kolo-rektal dipecahkan oleh bakteri-bakteri yang menghasilkan beberapa asam empedu, antara
lain "Deoxycholic acid" dan "Lithocholic acid" Kedua asam empedu tersebut merupakan suatu ko-karsinogen
atau promotor dalam proses karsino-genesis yang berarti membantu, mempercepat timbulnya karsinoma
Selain itu, makanan dengan sedikit serat akan lebih lama berada di saluran cerna sebelum dikeluarkan dari
badan sebagai tinja. Ini disebut "transit-time" (waktu transit) yang panjang. Dengan demikian, kontak kedua
asam empedu tersebut dengan mu kosa kolon-rektum, berlangsung lama atau rangsangan pada mukosa
berlangsung lama.
Makanan dengan banyak serat mem buat tinja lunak dan lebih volumineus, sehingga waktu transit pendek. Ini
berarti kotak zat-zat yang merangsang mukosa adalah pendek. Dan diit banyak serat juga menyerap kedua asam
empedu tersebut selain menyerap air, sehingga konsentrasi asam empedu yang dapat merangsang, menjadi
rendah. Dengan kata lain, diit banyak serat dapat melindungi dan men cegah timbulnya karsinoma atau
menguran gi kemungkinan timbulnya karsinoma.
Makanan pada masa sekarang banyak tercemar dengan zat-zat yang bersifat karsinogen, apalagi sekarang
banyak digunakan pestisida. Belum diketahui dengan pasti zat mana yang dapat menimbulkan
kar sinoma pada kolo-rektal manusia. Yang pasti bahwa makanan yang berlemak membantu karsinogenesls
dan makanan dengan banyak serat akan melindungi kolon terhadap karsinogenesis.
Ada beberapa zat yang bersifat anti-rsinogen, seperti retinol, karoten dan berapa antioksidan seperti asam
askorbat dan selenium yang dapat melindungi ter-dap kanker, termasuk karsinoma kolo-rektal. 4
9
5. PATOFISIOLOGI
Kanker kolorektal timbul melalui interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan
faktor lingkungan. Faktor genetik mendominasi yang lainnya pada kasus sindrom herediter
seperti Familial Adenanatoms Polyposis (FAP) dan Heredi tary Nonpolyposis Coiorectal
Cancer ( HNPC). Kanker kolorektal yang sporadic muncul setelah melewati rentang masa yang
lebih panjang sebagai akibat faktor lingkungan yang menimbulkan perubahan genetik yang
berkembang menjadi kanker. Kedua jenis kanker kolorektal (herediter vs sporadis) tidak muncul
secara mendadak melainkan melalui proses yang dapat diidentifikasikan pada mukosa kolon
(seperti: displasia adenoma)
Pengaruh Lingkungan
Sejumlah bukti menunjukkan bahwa lingkungan berperan penting pada kejadian kanker
kolorektal. Risiko mendapat kanker kolorektal meningkat pada masyarakat yang bermigrasi dari
wilayah dengan insiden kanker kolorektal yang rendah ke wilayah yang insidennya tinggi. Hal
ini menambah bukti bahwa lingkungan sentrum perbedaan pola makanan berpengaruh pada
karsinogenesis.
Beberapa faktor lingkungan yang berperan pada proses karsinogenesis dapat dilihat pada:
Tabel 1. Faktor Lingkungan yang Berperan pada Karsinogenesis kolorektal
1. Probably related
- Konsumsi diet lemak tinggi
- Konsumsi diet lemak rendah
2. Possibly related
- Karsinogen dan mutagen
- Heterocyclic amines
- Hasil metabolism bakteri
- Hasil metabolism bakteri
- Bir dan konsumsi alcohol
- Diet rendah selenium
3. Probably protektif
10
- Konsumsi serat tinggi ( wheat brean, cellulose, lignin)
- Diet kalsium
- Aspirin dan OAINS
- Aktifitas fisik
4. Possibly protektif
- Sayuran hijau dan kuning
- Makanan dengan karoten tinggi
- Vitamin C dan E
- Selenium
- Asam folat
5. Cyclooxygenase-2 (COX-2) inhibitor
6. Hormon Replacement Terapy
Sumber: (Abdullah Murdani. Tumor Kolorektal. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jilid 1. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009. hal : 567-75)
Kandungan dari makronutrien dan mikronutrien berhubungan dengan kanker kolorektal.
Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa lemak hewani, terutama dari sumber daging merah,
berpengaruh pada kejadian kanker kolorektal. Penelitian pada binatang yang diberikan diet
lemak tinggi meningkatkan proliferasi kolonosit dan pembentukan tumor.
Transformasi sel tampaknya melalui peningkatan konsentrasi empedu dalam kolon dan
ini telah diketahui sebagai promotor kanker lagipula pada masyarakat dengan konsumsi serat
rendah disertai dengan insiden kanker kolon yang tinggi. Keseringan minum alkohol
meningkatkan 2 sampai 3 kali lipat kejadian kanker kolon. Sebaliknya masyarakat yang
mengkonsumsi ikan laut memiliki insiden kanker kolorektal yang rendah. Diet folat tinggi
berhubungan dengan risiko mendapat kanker kolorektal yang lebih rendah. Meskipun anti-
oksidan seperti vitamin A, E dan C dianggap dapat menurunkan risiko kanker, namun sebuah
penelitian prospektif gagal membuktikan penurunan insiden polip pada kelompok yang
mendapat suplemen vitamin tersebut.
Faktor Genetik
11
Banyak kelainan genetik yang dikaitkan keganasan kolorektal di antaranya sindroma
poliposis. Namun demikian sindroma poliposis hanya terhitung <1% dari semua kanker
kolorektal. Selain itu terdapat Hereditäry Non-polyposis Colorectal Cancer ( atau Sindroma
Lynch) terhitung 2-3>% dari kolorektal. KKR terjadi sebagai akibat dari kerusakan genetik pada
lokus yang mengontrol pertumbuhan sel. Perubahan dari kolonosit normal menjadi adenomatosa
dan akhirnya karsinoma kolon melibatkan sejumlah mutasi yang mempercepat pertumbuhan sel.
Terdapat dua mekanisme yang menimbulkan in genom dan berujung pada kanker kolorektal
yakni 1). Instabilitas kromosom (Cromosamal instability atau CIN); 2). Instabilitas mikrosatelit
(micrsatellite instability atau MIN).
Umumnya asal kanker kolon melalui mekan yang melibatkan penyebaran material
genetik berimbang kepada sel anak sehingga timbulnya ai Instabilitas mikrosatelit (MIN)
disebabkan oleh l aktivitas perbaikan ketidakcocokan atau mismai (MMR) dan merupakan
mekanisme terbentukn; padaHNPCC.
6. EPIDEMOLOGI
Secara epidemiologis, karsinoma kolorektal di dunia mencapai urutan ke-4 dalam hal
kejadian, dengan jumlah pasien laki-laki sedikit lebih banyak pada perempuan dengan
perbandingan 19,4 dan 15,3 per 100.000 penduduk.
Penyakit tersebut paling banyak ditemukan di Amerika Utara, Australia, Selandia Baru
dan sebagian Eropa. Kejadiannya beragam di diantara berbagai populasi etnik, ras atau populasi
multietnik/multi rasial. Secara umum didapatkan kejadian kanker kolorektal meningkat tajam
setelah usia 50 tahun. Suatu fenomena yang dikaitkan dengan pajanan adap berbagai karsinogen
dan gaya hidup.
Di AS umumnya rata-rata pasien kanker kolorektal adalah berusia 67 tahun dan lebih dari
50% kematian terjadi pada mereka yang berumur di atas 55 tahun.
Di Indonesia, seperti yang terdapat pada laporan registrasi kanker nasional yang
dikeluarkan oleh Direktorat Pelayanan Medik Departmen Kesehatan bekerja sama dengan
Perhimpunan Patologi Anatomik Indonesia, didapatkan angka yang agak berbeda. Hal yang
menarik di sini adalah kecenderungan untuk umur yang lebih muda dibandingkan dengan
12
laporan dari negara barat. Untuk usia di bawah 40 tahun data dari Bagian Patologi Anatomik
FKU1 didapatkan angka 35,265%.
Gambar2: Grafik perbandingan kasus tumor di Indonesia antara laki-laki dan perempuan
Dikutip dari : ( http://usebrains.wordpress.com/2008/09/14/kanker-kolorektal/ )
7. MANIFESTASI KLINIK
Kebanyakan kasus Karsinoma Kolorectal didiagnosis pada usia sekitar 50 tahun dan
umumnya sudah memasuki stadium lanjut sehingga prognosis juga buruk. Keluhan yang paling
sering dirasakan pasien di antaranya: perubahan pola buang air besar, perdarahan per anus
(hematokezia dan konstipasi).
Karsinoma Kolorectal umumnya berkembang lamban, keluhan dan tanda-tanda fisik
timbul sebagai bagian dari komplikasi seperti obstruksi. Pendarahan invasi lokal kakheksia.
13
Obstruksi kolon biasanya terjadi di kolon transversum. Kolon descenden dan kolon sigmoid
karena ukuran lumennya lebih kecil daripada bagian kolon yang lebih proksimal.
Obstruksi parsial awalnya ditandai dengan nyeri abdomen. Namun bila obstruksi total terjadi
akan menyebabkan nausea, muntah, distensi dan obstipasi.
Karsinoma Kolorectal dapat berdarah sebagai bagian dari tumor yang rapuh dan
mengalami ulserasi. Meskipun perdarahan umunnya tersamar namun hematochesia timbul pada
sebagian kasus. Tumor yang terletak lebih distal umumnya disertai hematozia atau darah tumor
dalam feses tetapi tumor yang proksimal sering disertai dengan anemia defesiensi besi.
Invasi lokal dari tumor menimbulkan tenesmus, hemamria, infeksi saluran kemih
berulang dan obstruksi uretra. Abdomen akut dapat terjadi bilamana tumor tersebut menimbukan
perforasi. Kadang timbul fistula antara kolon dengan lambung atau usus halus. Asites maligna
dapat terjadi akibat invasi tumor ke lapisan serosa dan sebaran ke peritoneal. Metastasis jauh ke
hati dapat menimbulkan nyeri perut, ikterus dan hipertensi portal. 2
8. PENATALAKSANAAN
8.1 Non Medika Mentosa
Terapi kanker kolorektal meliputi:
8. 1.1 Pembedahan:
Pembedahan merupakan cara paling utama untuk kanker kolorektal. Jenis
pembedahan yang dilakukan tergantung letak tumor dan stadium tumor.
- Eksisi lokal.
Untuk kanker yang ditemukan dalam stadium sangat dini; bila kanker berbentuk
polip, disebut polipektomi.
- Reseksi.
Bisa berupa kolektomi (membuang tumor beserta jaringan sehat disekitarnya),
yang kemudian dilakukan anastomosis untuk menyambung kedua ujung yang
terpotong. Selain itu juga dilakukan pengangkatan kelenjar limfe sekitar kolon
untuk dilakukan pemeriksaan histologik.
14
- Reseksi dan kolostomi.
Tindakan ini dilakukan bila kedua ujung usus yang terpotong tidak dapat
disambung kembali, sehingga perlu dibuat suatu stroma. Kadang-kadang kolostomi
diperlukan hingga usus bagian bawah sembuh (bersifat sementara), tetapi bisa juga
bersifat menetap.
8. 1.2 Kemoterapi
Kemoterapi untuk pengobatan kanker kolorektal bisa besifat adjuvan. suatu pengobatan
yang diberikan setelah pengobatan utama (pembedahan) yang bertujuan meningkatkan
kemungkinan untuk sembuh (Gerard JP, 1993).
Kemoterapi juga bersifat paliatif (meningkatkan kualitas hidup, meskipun tidak merubah
perjalanan penyakit). Kemoterapi adjuvan diberikan pada penderita kanker kolorektal
Dukes B2 yang disertai risiko tinggi, Dukes ( ' dan D. Beberapa jenis kemoterapi untuk
kanker kolorektal:
• Kombinasi 5-fluorouracyl (5-FU) dan Leucovorin (de Gramont A, 2000)
• Irinotecan (CPT-11) (Tai CJ, 2003; Kerr D, 2002)
• Capecitabin (Twelves C, 2002; Rothenberg ML, 2002)
• Oxaliplatin (Wein A, 2003; Moehler M, 2002)
• Tomudex (Cunningham D, 1998)
8. 1.3 Radioterapi
Radioterapi bisa diberikan baik preoperasi (sebagai neoadjuvan), maupun pasca operasi
(adjuvan) guna menurunkan angka kekambuhan lokal dari kanker rektum. Kombinasi 5-
FU dan radioterapi pada kanker rektum dengan risiko tinggi (Dukes B2, B3, C) bersifat
sinergistik, dalam arti mencegah kekambuhan lokal, yang selanjutnya akan menurunkan
kekambuhan sistemik serta perbaikan survival secara keseluruhan.
15
8. 1.4 Terapi Biologik:
Terapi biologik bertujuan untuk menstimulasi atau memperbaiki kemampuan sistem
imun. 1, 2, 5
8. 2 Medika Mentosa
Obat Antiinflamatori Nonsteroid (OAIN) termasuk aspirin dianggap berhubungan
penurunan mortalitas Karsinoma Kolorektal. Beberapa 0A1N seperti sulindac dan
Celecoxib telah terbukti secara efektif menurunkan insidens berulangnya adenoma pada
pasien dengan FAP (Familial Adenomatous polyposis). Data epidemiologi menunjukkan
adanya penurunan kanker dikalangan pemakai OAIN namun bukti yang mendukung
manfaat pemberian aspirin dan OAIN lainnya untuk mencegah KKR sporadik masih
lemah. 2
9. KOMPLIKASI
Komplikasi terjadi sehubungan dengan bertambahnya pertumbuhan pada lokasi tumor
atau melelui penyebaran metastase yang termasuk :
- Perforasi usus besar yang disebabkan peritonitis
- Pembentukan abses
- Pembentukan fistula pada urinari bladder atau vagina
Biasanya tumor menyerang pembuluh darah dan sekitarnya yang menyebabkan
pendarahan.Tumor tumbuh kedalam usus besar dan secara berangsur-angsur membantu
usus besar dan pada akhirnya tidak bisa sama sekali. Perluasan tumor melebihi perut dan
mungkin menekan pada organ yang berada disekitanya ( Uterus, urinary bladder,dan ureter )
dan penyebab gejala-gejala tersebut tertutupi oleh kanker. 7
16
10. PREVENTIF
- Diet dan pola hidup. studi epidemologik, studi eksperimental pada binatang, dan studi
klinik menunjukkan bahwa diet tinggi lemak, protein, kalori, alcohol, daging baik merah
maupun putih, serta makanan rendah kalsium atau folat meningkatkan kejadian kanker
kolorektal.
- Penggunaan obat anti-inflamasi non steroid seperti piroksikam, aspirin dapat mencegah
pembentukan adenoma atau dapat mengecilkan polip (adenoma) pada poliposis
adenomatosa familial.
- Merokok dapat meningkatkan tendensi tumbuhnya adenoma dan kanker kolorektal
- Tindakan untuk membuang polip kolon (polipektomi) dapat menurunkan resiko kanker
kolorektal. 1
11. PROGNOSIS
Prognosis dari pasien Karsinoma kolo-rectal berhubungan dengan dalamnya penetrasi
tumor ke dinding kolon, keterlibatan KGB regional atau metastasis jauh. Metode klasifikasi TNH
dalam hal ini, T menunjukkan kedalaman penetrasi tumor, N menandakan keterlibatan kelenjar
getah bening, dan M ada tidaknya metastasis jauh.
Lesi superficial yang tidak mencapai lapisan muskularis atau KGB dianggap sebagai
stadium A (T,N0M0), tumor yang merasuk lebih dalam namun tidak menyebar ke KGB
dikelompokkan sebagai stadium B1 (T2N0M0). Bila tumor terbatas sampai lapisan muskularis
disebut stadium B2 (T3N0M0). Bila tumor menginfiltasi serosa dan KGB di stadium C (TxNxM0),
dan bila terdapat anak sebar di paru, atau tulang mempertegas stadium D (TxNxM1). Bila status
metastasis belum dapat dipastikan maka menentukan stadium. Oleh karena itu pemeriksaan
mikroskop terhadap spesimen bedah sangat penting dalam menentukan stadium.
17
Tabel 2: Stadium dan Prognosis Karsinoma Kolorektal
Stadium Deskripsi
Histopatologis
Bertahan
5 tahun (%)Dukes TNM Derajat
A T1N0M0 I Kanker terbatas
pada mukosa/
submukosa
› 90
B1 T2N0M0 I Kanker mencapai
muskularis
85
B2 T3N0M0 II Kanker
cenderung masuk
atau melewati
lapisan serosa
70-80
C TxN1M0 III Tumor
melibatkan
kelenjar regional
35-65
D TxNxM1 IV Metastasis 5
Sumber: ( Abdullah Murdani. Tumor Kolorektal. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jilid 1. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009. hal : 567-75)
Prognosis dari karsinoma kolorektal tergantung dari stadium dan deteksi dini dari gejala dan
tanda klinis karsinoma kolorektal. Semakin cepat di deteksi stadiumnya, semakin baik
prognosisnya.
18
BAB III
PENUTUP
Karsinoma kolorektal adalah penyebab kematian kedua terbanyak dari
seluruh pasien kanker di amerika serikat. Lebih dari 150.000 kasus baru,
terdiagnosis setiap tahunnya di as dengan angka kematian per tahun mendekati
angka 60.000.
Pada awal pasien datang dilakukan pemeriksaan antara lain fisik dan penunjang berupa
pemeriksaan laboratorium, cea (carcinoma embryonic antigen), radiologi, kolonoskopi, evaluasi
histology.
Kanker kolorektal timbul melalui interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan
faktor lingkungan. Faktor genetik mendominasi yang lainnya pada kasus sindrom herediter
seperti familial adenanatoms polyposis (FAP) dan heredi tary nonpolyposis coiorectal cancer
( HNPC). Kanker kolorektal yang sporadic muncul setelah melewati rentang masa yang lebih
panjang sebagai akibat faktor lingkungan yang menimbulkan perubahan genetik yang
berkembang menjadi kanker. Kedua jenis kanker kolorektal (herediter vs sporadis) tidak muncul
secara mendadak melainkan melalui proses yang dapat diidentifikasikan pada mukosa kolon
(seperti: displasia adenoma)
Diagnosis sebagai pembanding bisa dipikrkan pasien mengalami hemoroid, hematokezia
atau disentri basiler (shigellosis).
Penatalaksanaan antara lain non medika mentosa yaitu dengan pembedahan, kemoterapi,
radioterapi, terapi biologik. Medika mentosa yang dipakai yaitu obat antiinflamatori nonsteroid
(oain) termasuk aspirin dianggap berhubungan penurunan mortalitas karsinoma kolorektal.
Beberapa 0a1n seperti sulindac dan celecoxib.
Prognosis dari karsinoma kolorektal tergantung dari stadium dan deteksi dini dari gejala
dan tanda klinis karsinoma kolorektal. Semakin cepat di deteksi stadiumnya, semakin baik
prognosisnya.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Suharti C. Karsinoma Kolorektal. In: Martono Hadi, Pranaka Kiris. Buku ajar Boedhi-Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). edisi ke-4. Jakarta: Balai penerbit FKUI; 2009. hal: 577-82
2. Abdullah Murdani. Tumor Kolorektal. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jilid 1. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009. hal : 567-75
3. Kurnia Yasavati, et all. Buku Panduan Keterampilan Medik (Skill Lab). Jakarta: FK
UKRIDA; 2010.h. 52-4
4. Simadibrata R. Karsinoma kolorektal. In: Sulaiman Ali, Daldiyono, Nurul Akbar, Rani Aziz. Gastroenterologi Hepatologi. Jakarta: CV Sagung Seto; 1997. hal: 228-33
5. Jong, Wim De, R. Sjamsuhidayat.. Hemoroid. Dalam: usus halus, apendiks, kolon, dan
rectum. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC ; 2005. h: 672-3
6. Karsinoma kolorektal. di unduh dari:
http://usebrains.wordpress.com/2008/09/14/kanker-kolorektal/
25 April 2011
7. Kanker kolon. di unduh dari:
http://www.scribd.com/doc/8343664/KANKER-KOLON
26 April 2011
20
top related