kebijakan keselamatan pada bangunan gedung...
Post on 19-May-2019
245 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KEBIJAKAN
KESELAMATAN
PADA
BANGUNAN
GEDUNG TINGGI
Suprapto
Pusat Litbang Perumahan & PermukimanBandung, Pebruari 2019
KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN
BANGUNAN GEDUNG
• Penyelenggaraan pembangunan gedung
dilandaskan pada asas kejujuran dan
keadilan, manfaat, kesetaraan, keserasian,
keseimbangan, profesionalitas,
kemandirian, keterbukaan, kemitraan,
keamanan dan keselamatan, kebebasan,
pembangunan berkelanjutan, serta
berwawasan lingkungan
Permasalahan
• Gejala meningkatnya pembangunan
bangunan-bangunan gedung khususnya
bangunan tinggi terutama di kota-kota besar
di seluruh dunia termasuk di Indonesia
• Dasar pembangunan gedung tinggi karena
masalah semakin terbatasnya lahan
dismping meningkatnya kebutuhan akan
ruang-ruang fungsional.
• Ada semacam persaingan atau gengsi
Perpacuan pembangunan
gedung tinggi
• Gedung tertinggi di dunia
saat ini adalah Burj Khalifa
di Dubai.
• Namun tidak lama lagi
akan disaingi oleh gedung
Menara Jeddah (Kingdom
Tower)
Arti Bangunan Tinggi
• Bangunan dengan ketinggian
diatas 75ft atau 23 m (NFPA)
• Bangunan dengan ketinggian di
atas 41 m atau 8 lantai (Perda
DKI)
• Bangunan dgn ketinggian 9
lantai (Mumbai city)
Bangunan “ super tinggi”
• Bangunan super tinggi
atau mega high-rise
atau ultra high-rise
adalah bangunan
dengan ketinggian lebih
dari 300m
• Beberapa contoh
bangunan supertall
adalah sebagaimana
terlihat pada gambar
berikut.
Fitur penting bangunan super tinggi
• Evacuation elevator
• Refuge area (RA)
• Sistem kompartemenisasi
• Sistem kontrol asap
• Suplai air untuk
pemadaman kebakaran
• Sistem pemadaman dari
luar bangunan
• Codes & standards
termasuk d.h.i Perda
RISIKO PADA BANGUNAN TINGGI
TERKAIT DENGAN KESELAMATAN
JIWA (LIFE SAFETY)
1. Waktu evakuasi yang lama
2. Penyelamatan langsung dari
luar bangunan tidak mungkin
3. Penyemprotan air langsung
dari luar bangunan sulit
4. Rute evakuasi normal adalah
kebawah lewat tangga atau lift
5. Akses pemadam untuk rescue
adalah ke atas lewat tangga
atau lift
6. Upaya pemadaman sering
tidak cukup efektif
ATURAN SAAT INI
YANG BERLAKU :
IN CASE OF FIRE ,
DO NOT USE LIFT
DI GEDUNG TINGGI
JUSTRU LIFT
DIGUNKAN UNTUK
EVAKUASI SAAT
TERJADI KEBAKARAN
ATAU KEADAAN
DARURAT LAINNYA
Masalah tambahan lainnya
• Sering menjadi sasaran
potensial serangan terorist
• Pertimbangan jarak aman
dari bangunan-bangunan
bersebelahan untuk meng-
hindari keruntuhan bangunan
lainnya (domino effect)
• Pendekatan basis kinerja
(performance-based) sudah
harus mulai diterapkan.
Life safety goals (NFPA)*
• Menjamin aspek
kesehatan, keselama-
tan dan kesejahteraan
penghuni bangunan
bila terjadi kebakaran
• (maintaining health, safety
and welfare of the building
occupant in case of fire)
Kebakaran hotel di Bandung (2003)
* National Fire Protection Association
Life safety objectives (NFPA 101)
1. Perlindungan
penghuni bangunan (occupant protection)
2. Integritas struktural (structural integrity)
3. Efektivitas sistem (system effectiveness)
DIPERLUKAN STRATEGI FIRE SAFETY CONCEPT TREE
TUJUAN : LIFE SAFETY
Mencegah
penyulutanMenanggulangi
dampak kebakaran
Menanggulangi
kebakaran
Menanggulangi
paparan
Kontrol lewat
konstruksi
Pemada
man api
Kontrol
proses
pembakaran
Batasi jumlah
obyek terpapar
Lindungi obyek
terpapar
Lokalisir
paparanEvakuasi
FIRE SAFETY CONCEPT TREE
Sumber : NFPA 550
SARANA
EVAKUASI
Ketepatan Kehandalan
PenerapanWaktu
tersedia
Waktu
EvakuasiProteksi
Kondisi
Yang ada
Kapasitas
Komponen
Sarana
Evakuasi
Jarak
tempuh
Eksit
langsung
Koridor
buntu
Jumlah
eksit
PenandaanPemberitahuan
untuk siagaPencahayaan Aksesibilitas
DIAGRAM FITUR SARANA EVAKUASI
Sumber : SFPE
Implementasi Fire Safety Goals &
Objectives pada Bangunan
• Penyediaan eksit yg tepat tanpa ketergantungan pada
sistem perlindungan tunggal
• Memastikan struktur mampu bertahan selama penghuni
gedung ber evakuasi
• Penyediaan eksit yang dirancang berdasarkan ukuran,
bentuk dan perilaku penghuni bangunan
• Menjamin eksit dalam kondisi yang jelas, tidak terhalangi
dan tidak terkunci
• Menjamin eksit dan rute penyelamatan ditandai, terang
sehingga tidak membingungkan pengguna
• Menjamin sistem pemberitahuan dini adanya kebakaran
• Memastikan ruang aman untuk bukaan vertikal
Bahaya
kebakaran
Pencegahan
Kebakaran
Manajemen
Kebakaran
Ancaman
kebakaran
Risiko
hunian
Manajemen
hunian
Penaksiran
Keselamatan
Kebakaran
PENDEKATAN UMUM
PENAKSIRAN KESELAMATAN
JIWA PADA BANGUNAN
Step-1 Step-2
Step-3
Perlunya perangkat penaksiran
keselamatan jiwa terkait kebakaran
pada bangunan gedung
Persyaratan teknis rancangan
Sarana Jalan ke Luar / evakuasi
• Disemua ruang yang dihuni, waktu evakuasi (t.ev)
harus kurang dari waktu sampai kondisi yang
membahayakan (t.lt) dgn faktor keselamatan (SF) :
t.ev x SF < t.lt
• t.lt = waktu mencapai kondisi yang membahayakan (life
threatening) diukur dari sejak penyulutan
Bagaimana menentukan t.ev ?Source : Buchanan (1994)
Menentukan t.ev
t.ev = t.d + t.a + t.o + t.i + t.tdengan
t.d = waktu mulai api tersulut hingga kebakaran ter-deteksi
t.a = waktu dari sejak api terdeteksi hingga alarm bunyi
t.o = waktu dari saat alarm bunyi hingga penghuni
memutuskan mengambil tindakan / response
t.i = waktu bagi penghuni memastikan kebakaran,
mengemas barang dan memadamkan api
t.t = waktu travel, waktu aktual yg diperlukan utk bergerak
lewat jalur evakuasi ke tempat aman (tmsk cari jalan
dan antri di jalur eksit)
Persayaratan
Preskriptif yang
digunakan
Skenario api
rancangan
Spesifikasi
rancangan dan
kondisi lainya
Sasaran
Dokumentasi
persyaratan
Faktor
Keselamatan
Perubahan
rancangan
Evaluasi desain
yang diajukan
Tujuan
Kriteria
kinerja
Bisa
diterima
?
PROSES EVALUASI
LIFE SAFETY BASIS
KINERJA (NFPA 101)
Ya
Tidak
Tentukan kinerja yang
diperlukan a.l waktu
pencapaian kondisi
yang membahayakan
Tentukan beban
penghunian
Tentukan
jumlah, lokasi
dan lebar eksit
Tentukan
pembatas eksit
Tentukan model
waktu evakuasiModifikasi
rancangan
Kinerja tercapai
Kinerja
diterima
?
Ya
Tidak
ok
Tidak
ok
tev x SF < tlf
PROSEDUR PENENTUAN
SARANA JALAN KE LUAR
(Buchanan, NZ)
Faktor-faktor penting
1. Beban penghunian
2. Geometri rute evakuasi
a. Jumlah eksit
b. Pemisahan eksit
c. Lebar eksit
3. Waktu travel
4. Waktu pencapaian
kondisi membahayakan
(2,5 menit)
5. Batas kondisi tenable
Aktivitas
Kerapatan
hunian
(per m2)
Kecepatan
berpindah
m/menit
Jarak pada
2,5 menit
(m)
Area berdiri 2,6 26 65
Area tanpa kursi 1,0 62 154
Ruang pameran 0,7 68 171
Ruang lobby 1,0 62 154
Lantai dansa 1,7 46 115
Restoran 0,9 64 160
Ruang baca 0,5 73 182
Ruang mengajar 0,2 73 182
Gymnasia 1,7 46 115
Supermarket 0,5 73 182
Showrooms 0,2 73 182
Aktivitas tidur < 0,5 73 182
Aktivitas lainnya 2,0 39 98
3,0 17 43
Kerapatan hunian, kecepatan dan jarak (Buchanan, 1994)
Pemisahan sarana evakuasiBila eksit
menghubungkan :
Ketahanan api
ruang eksit ,
harus :
Ketahanan api
bukaan, harus :
Bahan interior
ruang eksit
dibatasi untuk :
1 – 2 lantai
bangunan
1 jam 1 jam
Klas A atau B
4 lantai bangunan
atau lebih
2 jam 1 – 1½ jam
Beban penghunian Jumlah SJK yang
diperlukan
< atau = 500 2
➢500 3
> 1000 4
Waktu hingga kondisi yang tak
tertahankan (untenable)
• In many codes around the world, the time
for condition to become life threatening
has commonly be taken as 2.5 minutes (Buchanan, Univ.of Canterburry, NZ)
• In very large spaces, spaces with high roofs or
spaces served by natural smoke extraction
system, a time of 4 – 6 minutes may be more
appropriate, and up to 10 minutes may be
applicable to sprinklered building with a mecha-
nical smoke extract system.
Batas tak tertahankan (tenability limits)
Panas konveksi Temp. lapisan gas maksimum 65°C (waktu menjadi tidak
berdaya / inkapasitas untuk 30 menit paparan) (Purser 1988)
Kekaburan asap Visibilitas pada lapis yang relevan minimum 2 m atau
kerapatan optis tidak lebih dari 0,5 mˉ¹ (Tewarson 1988)
Toksisitas Berikut adalah kondisi yang membuat inkapasitas dalam
waktu 30 menit.
CO tidak lebih dari 1400 ppm (anak-anak separuhnya)
HCN tidak lebih dari 80 ppm
O2 tidak kurang dari 12%
CO2 tidak lebih dari 5%
Panas radiasi Flux radiasi dari lapis atas tidak melebihi 2,5 kW/m² pada
ketinggian kepala – kira-kira sama dengan temperatur lapis
gas panas kurang lebih 200° C
Catatan : Batas-batas utk panas konvektif, kekaburan
pandang karena asap dan toksisitas terjadi pada lapis
bawah apabila tinggi batas lapis asap dari lantai > 1,5 m.
Komponen sarana evakuasi• Eksit – eksit akses – eksit
discharge
• Exit lighting & signage
• Pintu dan tangga
kebakaran
• Jalan terusan eksit
• Ramps, eskalator
• Horizontal exit
• Fire escape stairs
• Fire escape ladders
• Alternating tread devices
Peraturan tentang Refuge Area
• According to the
Hongkong Fire Safety
Code, refuge floors are
mandatory for non
industrial buildings
higher than 25 stories,
industrial buildings
higher than 20 stories
and residential building
exceeding 40 stories.
KESIMPULAN
• Faktor keamanan dan keselamatan tetap
dituntut pada pembangunan gedung tinggi
• Pembangunan gedung supertall di Indonesia
masih harus diperhitungkan secara cermat
menyangkut aspek bencana, faktor evakuasi,
aspek proteksi kebakaran, pemakaian lift,
dan keselarasan dgn lingkungan sekitar.
• Desain gedung tinggi perlu dipersiapkan
menyangkut metoda, perhitungan struktur,
firesafety, ME dan pemekaian energi.
REFERENSI
• NFPA 101 Life Safety Code
• NFPA (2008),” Fire Protection Handbook”.
• Buchanan (1994), “ Fire Engineering Design
Guide,” Univ. o Canterbury, NZ
• SNI 1746 (2000) tentang Sarana Jalan Keluar
• Permen PU no 26/2008 tentang Persyaratan
Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Bangunan
• Klote.JH & Milke, JA (2012),” Handbook of
Smoke Control Engineering”, NFPA, SFPE
top related