kemampuan serapan karbondioksida pada tanaman...
Post on 21-May-2018
223 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Kemampuan Serapan Karbondioksida pada
Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor
SRI PURWANINGSIH
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN
EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor
SRI PURWANINGSIH
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN
EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
Lembar Pengesahan
Judul Skripsi : Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota
di Kebun Raya Bogor Nama : Sri Purwaningsih NRP : E 34102028 Program Studi : Konservasi Sumberdaya Hutan Departemen : Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas : Kehutanan
NIP: 130 875 597
Diketahui Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP: 131 430 799
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan
karuniaNya sehingga Karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Skripsi yang berjudul
Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota dilaksanakan di
Kebun Raya Bogor sejak bulan Agustus 2006.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Endes N. Dahlan, MS
selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada
Bapak Jati, Bapak Harun, dan Bapak Prapto dari Kebun Raya Bogor, Bapak
Hapid dari Balai Besar Biogen, yang telah membantu selama pengumpulan data.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, keluarga serta teman-
teman, atas segala doanya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor,
Sri Purwaningsih
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sumedang, Jawa Barat pada tanggal
16 Mei 1985. Penulis merupakan anak ketiga dari 4 bersaudara
pasangan Tata Ruhanta dan Ipong. Tahun 2002 penulis lulus dari
SMU Negeri 1 Situraja, Sumedang. Pendidikan perguruan tinggi ditempuh penulis
di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI)
tahun 2002, dengan memilih Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata, Fakultas Kehutanan.
Selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Kehutanan, penulis pernah
melakukan praktek lapang yaitu Praktek Umum Pengenalan Hutan (P3H) di
Baturraden dan Cilacap, Jawa Tengah; Praktek Umum Pengenalan Hutan di
BKPH Kebasen, KPH Banyumas Timur, Jawa Tengah dan terakhir penulis
menyelesaikan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Bukit
Barisan Selatan pada tahun 2006.
Organisasi yang pernah diikuti penulis antara lain Badan Eksekutif
Mahasiswa (BEM) Fakultas Kehutanan periode 2003 – 2004, Himpunan
Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan (HIMAKOVA) dan DKM
Ibaadurrahman 2002 - 2006. Selain itu, penulis pernah menjadi Asisten Ilmu
Tanah Hutan tahun 2003 - 2004, Asisten Pendidikan Agama Islam (PAI) tahun
2004 – 2005, dan Asisten Inventarisasi Sumberdaya hutan tahun 2005. Prestasi
yang pernah diraih penulis yaitu mengikuti Pekan Ilmiah Kehutanan (PIMNAS)
XIX di Universitas Muhamadiyah Malang (UMM) di Malang, Jawa Timur tahun
2006.
ABSTRAK
SRI PURWANINGSIH. Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor. Dibimbing oleh ENDES N DAHLAN. Karbondioksida (CO2) adalah salah satu jenis gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global. Hutan mempunyai kemampuan untuk menyerap karbondioksida. Untuk memaksimalkan fungsi hutan khususnya hutan kota sebagai penyerap CO2
,, maka diperlukan tanaman yang mempunyai kemampuan serapan CO2 yang maksimal. Dalam penelitian ini dihitung kemampuan serapan CO2 pada 25 jenis tanaman hutan kota yaitu : flamboyan, johar, merbau pantai, asam, kempas, sapu tangan, bunga merak, cassia, krey payung, matoa, rambutan, tanjung, sawo kecik, angsana, dadap, trembesi, saga, asam kranji, mahoni, khaya, pingku, beringin, nangka, kenanga, dan sirsak sehingga dapat ditentukan jenis pohon dengan daya serap yang tinggi. Metode yang digunakan adalah konversi dari karbohidrat yang dihasilkan dari proses fotosintesis. Faktor penting yang diukur berdasarkan data primer adalah luas daun, jumlah daun tiap pohon dan umur pohon. Untuk menaksir kemampuan serapan karbondioksida di Kebun Raya Bogor menggunakan pendekatan median dan taksonomi.
Nilai daya serap karbondioksida berbanding lurus dengan persentasi penyerapan karbohidrat. Perbedaan daya serap karbondioksida tiap cm2 dipengaruhi oleh luas daun tiap helai, ukuran dan kerapatan stomata. Daya serap karbondioksida tiap cm2 tertinggi adalah cassia sebesar 18,9 gcm-1jam-1, sedangkan yang terendah adalah krey payung sebesar 0.084 gcm-1jam-1. Jenis tanaman hutan kota di Kebun Raya Bogor yang memiliki daya serap karbondioksida tiap luas daun terbaik berdasarkan metode karbohidrat adalah kenanga, sirsak, bunga merak, johar, flamboyan, dadap, saga, trembesi,sawo kecik, beringin, tanjung. Daya serap bersih karbondioksida tertinggi tiap daun adalah kenanga sebesar 1.52 gcm-2jam-1. Sedangkan daya serap bersih karbondioksida tiap daun terendah adalah daun asam yaitu sebesar 1.2 X 10-4 gcm-2jam-1. Kemampuan serapan karbodioksida tiap pohon dipengaruhi oleh jumlah daun. Pada klasifikasi umur <50 tahun, daya serap karbondioksida tertinggi adalah sirsak (25.4 g/pohon/jam) dan kenanga (22.6 g/pohon/jam). Pada klasifikasi 50-100 tahun, daya serap karbondiksida teringgi adalah cassia(1280 g/pohon/jam) dan beringin (622 g/pohon/jam). Pada klasifikasi > 100 tahun, daya serap karbondioksida tertinggi adalah trembesi (66.3 g/pohon/jam) dan krey payung (11.3 g/pohon/jam).
Daya serap karbondioksida Kebun Raya Bogor menggunakan pendekatan median adalah 0.11 ton/jam sedangkan menggunakan pendekatan taksonomi adalah 0.54 ton/ jam. Oleh karena itu, Kebun Raya hendaknya dipertahankan sebagai rosot karbon saat ini dan masa depan.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................ vii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ...................................................................................................... 1
Tujuan Penelitian .................................................................................................. 1
Manfaat Penelitian ................................................................................................ 2
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Kota ............................................................................................................. 3
Fotosintesis ............................................................................................................ 6
Peningkatan Konsentrasi Karbondioksida Lingkungan ........................................ 12
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Sejarah Kebun Raya Bogor ................................................................................... 15
Letak dan Luas ...................................................................................................... 15
Tofografi dan Iklim ................................................................................................ 16
Geologi .................................................................................................................. 16
Koleksi Kebun Raya ............................................................................................. 16
BAHAN DAN METODE
Lokasi dan Waktu ................................................................................................. 17
Bahan dan Alat ...................................................................................................... 17
Jenis dan Cara Pengambilan Data .......................................................................... 18
Analisis Data ......................................................................................................... 23
HASIL DAN PEMBAHASAN
Massa Karbohidrat ............................................................................................... 25
Daya Serap Karbondioksida ................................................................................... 27
Stomata .................................................................................................................. 29
Daya Serap Karbondioksida perpohon ................................................................... 32
Daya Serap Karbondioksida Kebun Raya Bogor .................................................. 35
KESIMPULAN ............................................................................................................ 37
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 38
LAMPIRAN ................................................................................................................. 41
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kemampuan serapan karbondioksida pada tanaman hutan kota
menggunakan alat IRGA ................................................................................ 13
2 Kemampuan serapan karbondioksida pada tanaman hutan kota
menggunakan metode karbohidrat ................................................................ 14
3 Massa karbohidrat dan daya serap karbondioksida per 4 jam ...................... 25
4 Daya serap karbondioksida tiap waktu ......................................................... 28
5 Jarak, ukuran, dan kerapatan stomata daun tanaman hutan kota. .................. 30
6 Daya serap karbondioksida per pohon dan Ha lahan .................................... 32
7 Pendugaan daya serap total karbondioksida Kebun Raya Bogor .................. 35
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Data penunjang tanaman hutan kota ............................................................. 41
2 Luas daun tanaman hutan kota ...................................................................... 42
3 Kadar air tanaman hutan kota ....................................................................... 43
4 Analisis data karbohidrat tanaman hutan kota .............................................. 44
5 Ukuran dan luas stomata tanaman hutan kota ............................................... 45
6 Jumlah koleksi yang ada di Kebun Raya Bogor periode Oktober 2006 ....... 46
7 Daya serap karbondioksida kategori famili di Kebun Raya Bogor berdasarkan
sistem taksonomi ............................................................................................ 50
8 Daun dan Stomata Tanaman Hutan kota ....................................................... 55
9 Gambar Leaf Area Meter (alat pengukur luas daun) ..................................... 68
10 Gambar alat Spektofotometer (pengukur absorpsi karbohidrat pada daun .. 68
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu permasalahan lingkungan global saat ini yang menjadi isu
penting adalah pemanasan global. Pemanasan global merupakan akibat dari
penyerapan gelombang panas oleh gas-gas atmosfer sehingga suhu atmosfer bumi
naik yang disebut sebagai Efek Rumah Kaca (EFK). Gas-gas atmosfer yang dapat
menyerap gelombang panas adalah Gas Rumah Kaca (GRK). Gas rumah kaca
yang penting adalah Karbondioksida (CO2). Karbondioksida dihasilkan dari
pernafasan, pembusukan, dan pembakaran.
Tanaman mempunyai kemampuan untuk berfotosintesis yang
menggunakan karbondioksida dan air sebagai bahan baku. Hutan merupakan rosot
karbon yang penting, hutan juga merupakan salah satu pengatur GRK. Dengan
adanya hutan sebagai salah satu rosot karbon, kadar karbondioksida di atmosfer
akan menurun. Tetapi kemampuan hutan sebagai rosot karbon semakin
berkurang. Berkurangnya kemampuan hutan ini akibat dari menurunnya luasan
hutan yang disebabkan oleh penebangan, kebakaran, dan konversi hutan menjadi
pemukiman, industri dan sejenisnya. Oleh karena itu perlu dibangun hutan kota
untuk membantu mengatasi penurunan fungsi hutan tersebut.
Salah satu antisipasi yang dapat dilakukan dalam menghadapi perubahan
iklim dan pemanasan global diakibatkan oleh meningkatnya gas rumah kaca
adalah mengetahui jenis-jenis tanaman hutan kota yang mempunyai kemampuan
tinggi dalam menyerap CO2. Maka perlu dilakukan upaya pendekatan dalam usaha
untuk mengetahui kemampuan serapan CO2 oleh tanaman hutan kota.
Kebun Raya Bogor (KRB) merupakan salah satu bentuk hutan kota yang
berada di kota Bogor. KRB sebagai kawasan konservasi ex-situ memiliki potensi
kekayaan tumbuhan koleksi yang cukup menarik. Berdasarkan registrasi periode
Oktober 2006, KRB memiliki koleksi 223 famili, 3.416 jenis, 1.268 marga dan
13.667 spesimen yang ditanam di atas areal kebun seluas 87 hektar. Keberadaan
KRB yang memiliki visi menjadi kebun raya kelas dunia, terutama dalam bidang
konservasi tumbuhan, penelitian, dan pelayanan dalam aspek botani, pendidikan
lingkungan hortikultura, lanskap, dan pariwisata. Oleh karena itu, keberadaan
2
KRB akan terjamin kelestariannya hingga masa yang akan datang. Hal ini
mendorong KRB sebagai salah satu potensi rosot karbondioksida yang ada di
Kota Bogor
Tujuan
1. Menentukan kemampuan serapan CO2 jenis tanaman hutan kota di Kebun
Raya Bogor.
2. Menentukan jenis tanaman hutan kota yang lebih memenuhi fungsi
sebagai penyerap karbondioksida.
3. Menaksir kemampuan Kebun Raya Bogor untuk menyerap
karbondioksida.
Manfaat
1. Memberikan data tentang daya serap CO2 jenis tanaman hutan kota.
2. Memberikan alternatif pertimbangan dalam penentuan jenis tanaman hutan
kota pada suatu wilayah tertentu
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Kota
Hutan kota menurut Peraturan Pemerintah (PP) no 63 tahun 2003 adalah
suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di
dalam perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak yang ditetapkan
sebagai hutan kota oleh pejabat berwenang.
Bentuk hutan kota menurut Dahlan (2004), meliputi :
a. Pekarangan
Halaman pekarangan rumah ditanami bebungaan dan bebuahan, agar
rumah dapat terlihat indah dan semarak. Lingkungannya pun akan terasa
sejuk. Tanaman bunga dapat menampakan suasana yang semarak indah,
sedangkan hasil dari tanaman buah dapat dinikmati hasilnya.
b. Sekitar Gedung
Bangunan perkantoran dan sekolah akan lebin indah jika dilengkapi
dengan tanaman. Selain berfungsi untuk keindahan dan kesejukan juga
suasana yang semarak indah dapat meningkatkan kegairahan hidup.
c. Taman Kota
Taman kota dapat diartikan sebagai tanaman yang ditanam dan ditata
sedemikian rupa, baik sebagian maupun semuanya hasil rekayasa manusia
untuk mendapatkan komposisi tertentu yang indah
d. Taman Atap
Bangunan bertingkat yang yang dilengkapi dengan tempak agak luas di
lantai atasnya dapat dilengkapi pula dengan tanaman buah dalam pot
maupun dengan tanaman bunga.
e. Taman burung
Lahan yang ada di dalam kota maupun dipinggiran kota dapat dibangun
taman burung. Hutan kota yang akan dibangun dengan konsep Hutan kota
yang baik akan menarik kedatangan aneka jenis burung untuk mencari
makan, bermain bahkan bersarang di sana.
4
f. Bawah jalan layang
Tempat yang terdapat di bawah jalan layang dapat dilengkapi dengan pot
tanaman sehingga kesan kaku, keras dan gersang yang muncul karena
adanya dinding semen dapat sedikit diperhalus oleh tanaman.
g. Tempat Parkir
Lahan tempat parkir yang tersedia harus ditanami dengan pohon yang
cukup tinggi dan rindang agar lingkungan tempat parkir dapat lebin sejuk
dan nyaman.
h. Sisi jalan Raya dan Tol
Jalur di kiri dan kanan jalan tol yang paling dekat dengan jalur kendaraan
sebaiknya ditanami dengan semak yang batangnya liat dan tidak berduri.
Di sebelah luar dari jalur tanaman tadi hendaknya ditanami pula dengan
perdu dan di sisi paling luar ditanami dengan pohon yang tinggi.
i. Kebun Binatang dan Kebun Raya
Kebun raya dan kebun binatang dapat dimasukkan ke dalam salah satu
bentuk hutan kota. Kebun raya ada yang bersifat ekonomi dan bertujuan
utama untuk ilmiah.
j. Kuburan dan Taman Makam Pahlawan.
Kuburan dan taman makam pahlawan perlu ditanami dengan bebungaan
agar menjadi semarak indah, tidak berkesan menakutkan. Lokasi ini perlu
ditanami agar lebih teduh, sejuk, dan nyaman tetapi tidak terlalu gelap.
k. Sempadan Pantai
Pantai khususnya yang menjadi tempat wisata perlu ditanami dengan
pepohonan agar suasananya menjadi agak sejuk. Pepohonan dapat
mengurangi laju kecepatan angin.
l. Kiri Kanan Sungai dan Sekitar Waduk
Daerah di sebelah hulu waduk, di kiri kanan sungai, serta daerah yang
mengitari waduk agar ditanami pepohonan, dengan tujuan agar erosi dapat
ditekan sekecil mungkin.
m. Sekitar Mata Air dan Daerah Resapan
Daerah resapan air serta daerah dengan radius minimal 100 m dari mata air
perlu ditanami pepohonan yang memiliki daya transpirasi rendah.
5
n. Lapangan Golf
Daerah di sekitar lapangan golf atau daerah di dalam wilayah lapangan
golf yang masih memungkinkan untuk ditanami pepohonan, agar ditanam
pepohonan yang mempunyai daya transpirasi yang rendah, agar air yang
telah masuk meresap ke dalam tanah tidak diuapkan kembali oleh
tanaman.
Fungsi dan Manfaat Hutan Kota
Dahlan (2004) menyebutkan bahwa hutan kota memiliki beberapa fungsi
dan manfaat penting, diantaranya :
1. Fungsi penyehatan lingkungan meliputi penyerap dan penjerap partikel
logam industri, penyerap dan penjerap partikel timbal dari kendaraan
bermotor, penyerap dan penjerap debu semen, mengurangi bahaya hujan
asam, penyerap gas beracun, penyerap gas karbondioksida.
2. Fungsi pengawetan meliputi pelestarian plasma nutfah dan sebagai habitat
burung.
3. Fungsi estetika meliputi meningkatkan citra dan menutupi bagian kota
yang kurang baik.
4. Fungsi perlindungan meliputi peredam kebisingan, ameliorasi iklim,
penapis cahaya silau, penahan angin, penyerap dan penapis bau, mengatasi
penggenangan, mengatasi intrusi air laut, mengamankan pantai dan
membentuk daratan, mengatasi penggurunan.
5. Fungsi produksi meliputi produksi air tanah, kayu, kulit, getah, bunga, dan
buah, madu lebah.
6. Fungsi lainnya meliputi identitas wilayah, pengelolaan sampah,
pendidikan dan penelitian, mengurangi stress, penunjang rekreasi dan
pariwisata, hobi dan pengisi waktu luang, pertahanan dan keamanan,
tempat berjualan, tempat pesta.
Pemilihan Jenis Tanaman Hutan Kota
Jenis yang ditanam dalam program pembangunan dan pengembangan
hutan kota hendaknya dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan dengan tujuan
6
agar tanaman dapat tumbuh dengan baik dan tanaman tersebut dapat
menanggulangi masalah lingkungan yang muncul ditempat itu dengan baik.
Menurut Dahlan (1992) informasi yang perlu diperhatikan adalah :
1. Persyaratan endemis : pH, jenis tanah, tekstur, altitude, salinitas dan
sejenisnya.
2. Persyaratan meteorologis : suhu, kelembaban udara, kecepatan angin, dan
radiasi sinar matahari.
3. Persyaratan umum tanaman
4. Persyaratan untuk pohon peneduh jalan
5. Persyaratan estetika
6. Persyaratan untuk pemanfaatan khusus ; Disesuaikan dengan tujuan.
Fotosintesis
Fotosintesis adalah proses pada tanaman hijau dengan bantuan klorofil dan
cahaya, mengubah karbondioksida dan air menjadi karbohidrat dan molekul
oksigen (Kamen, 1963). Jumlah CO2 dalam udara biasanya tidak berubah - ubah,
tetapi dalam sel-sel yang mengandung klorofil terjadi perubahan CO2. Oleh sebab
itu, CO2 dapat diisap atau dilepaskan oleh daun-daunnya. Fotosintesis
memerlukan klorofil, dan klorofil biasanya terdapat dalam kloroflas. Karena sel-
sel mesofil mengandung kloroflas, maka mesofil adalah jaringan tempat proses
fotosintesis berlangsung (Soemarwoto et al., 1980). Produktivitas tanaman dapat
dengan tepat ditaksir dengan mengukur baik oksigen maupun karbondioksida
yang digunakan dalam proses fotosintesis karena jumlah C dalam CO2 berbanding
lurus dengan jumlah C terikat dalam gula selama fotosintesis, produktivitas dapat
diduga dengan menghilangnya CO2 di lingkungannya (Harjadi 1979).
Lakitan (1993) menyebutkan faktor genetik yang mempengaruhi kemampuan
atau efisiensi tumbuhan dalam mensintesis karbohidrat yaitu :
1. Perbedaan antar spesies
Berdasarkan proses fotosintesis ada tiga golongan besar tumbuhan yaitu
tumbuhan C4, tumbuhan C3, dan tumbuhan CAM. Tumbuhan C4 yaitu
tumbuhan yang mempunyai produk awal fotosintesis berupa senyawa
dengan 4 atom C, contohnya : tebu, jagung, sorgum dan beberapa spesies
7
rumputan asal tropis. Tumbuhan C-3 adalah tumbuhan yang menghasilkan
produk awal fotosintesis dengan 3 atom C, yakni asam 3-fosfogliserat,
contohnya seluruh gymnospermae, pteridophyta, bryophyta, dan
ganggang. Tumbuhan CAM ditandai dengan metabolisme unik dimana
melibatkan proses karboksilasi ganda berurutan, contohnya : jenis sekulen
dan tumbuh di daerah kering. Tumbuhan C4 secara umum mempunyai laju
fotosintesis yang tertinggi. Sementara tumbuhan CAM mempunyai laju
fotointesis terendah.
2. Umur daun dan letak daun
Kemampuan umur daun untuk berfotosintesis akan meningkat pada awal
perkembangan daun, tetapi kemudian menurun sebelum daun tersebut
berkembang penuh. Daun yang mengalami scnesscene akan berwarna
kuning dan hilang kemampuannya untuk berfotosintesis karena
perombakan klorofil dan hilangnya kloroplas.
4. Pengaruh laju translokasi fotosintat
Fotosintesis dipengaruhi oleh laju translokasi hasil fotosintesis (fotosintat,
dalam bentuk sukrosa) dari daun ke organ-organ penampung yang
berfungsi sebagai lumbung. Perlakuan pemotongan organ seperti umbi,
biji, atau buah yang sedang membesar dapat menghambat laju fotosintesis
untuk beberapa hari, terutama daun yang berdekatan dengan organ yang
dibuang tersebut. Tumbuhan dengan laju fotosintesis tinggi juga memiliki
laju translokasi fotosintat yang tinggi.
5. Pengaruh intensitas cahaya
Cahaya merupakan sumber energi untuk reaksi anabolik fotosintesis.
Secara umum fiksasi CO2 maksimum terjadi disekitar tengah hari, yakni
pada saat intensitas cahaya mencapai puncaknya. Namun, efisiensi
fototsintesis maksimum tercapai pada intensitas cahaya matahari penuh
dan hari panjang yang hasil tertinggi tanaman dicapai. Adanya penutupan
cahaya matahari oleh awan akan mempengaruhi laju fotosintesis. Menurut
Gardner et al.(1991) peningkatan cahaya secara berangsur –angsur akan
meningkatkan fotosintesis sampai tingkat kompesasi cahaya yaitu tingkat
cahaya saat pengambilan CO2 sama dengan pengeluaran CO2.
8
6. Ketersediaan CO2
CO2 adalah bahan utama fotosintesis . Kecepatan fotosintesis meningkat
dengan meningkatnya konsentrasi CO2 intra seluler. Konsentrasi CO2 dan
pembukaan stomata mempengaruhi fotosintesis. Menurut Gardner et al.
(1991) karbondioksida merupakan komponen gas di udara, yaitu sekitar
0,034 %CO2. Walaupun konsentrasi CO2 itu rendah, 85-92 % berat kering
tanaman berasal dari pengambilan CO2 dalam fotosíntesis (Gardner et al.
1991).
7. Pengaruh suhu
Pengaruh suhu terhadap fotosintesis tergantung spesies dan kondisi tempat
tumbuhnya. Secara umum suhu optimum untuk fotosintesis setara dengan
suhu siang pada habitat asalnya.
8. Ketersediaan air
Pengaruh utama kekurangan air pada fotosintesis adalah dalam hal
aktivitas membuka dan menutupnya stomata. Apabila kekurangan air
makin parah, tahanan mesofil juga akan meningkat karena adanya
kerusakan permanen pada peralatan fotosintesis.
9. Kesehatan daun
Daun yang teserang penyakit menyebabkan tidak bisa melakukan
fotosintesis secara optimal.
10. Polutan atmosferik
Banyak polutan di atmosfer mempengaruhi kecepatan fotosintesis dari
daun sebab polutan dapat masuk ke dalam klorofil daun. Pengaruhnya
mungkin komplkes dan berbeda-beda untuk masing-masing polutan.
Stomata Dan Trikoma
Karbon masuk ke dalam tumbuhan sebagai karbondioksida (CO2) melalui
pori stomata, yang paling banyak terdapat di permukaan daun dan air keluar
secara difusi melalui pori yang sama pada saat stomata terbuka (Salisbury 1995).
Stomata adalah poros atau lubang – lubang yang terrdapat pada epidermis yang
masing-masing dibatasi oleh dua ”guard cell” atau sel-sel penutup. Pada daun-
daun yang berwarna hijau, stomata akan terdapat pada kedua permukaannya, atau
9
kemungkinan pula hanya terdapat pada satu permukaannnya saja, yaitu pada
permukaan bagian bawah (Abaxial surface) (Sutrian, 1992).
Stomata banyak sekali bentuknya (Wilkinson 1979 dalam Salisbury 1995).
Beberapa ahli anatomi bersikukuh bahwa stomata hanya terdiri dari bukaan, tapi
ilmuan yang lainnya (Esau, 1965; Mauseth, 1988 dalam Salisbury 1995)
menggunakan nama tersebut untuk seluruh perangkat stomata, termasuk sel
penjaga. Maka, bukaannya disebut pori stomata Di sebelah setiap sel penjaga,
biasanya terdapat satu atau bebrapa epidermis lain yang berubah bentuk yang
disebut sel pelengkap. Air menguap dalam daun, dari dinding sel parenkima
palisade dan parenkima bunga karang yang secara bersama disebut mesofil, ke
dalam ruang antar sel yang sinambung dengan udara di luar, saat stomata
membuka (Salisbury 1995)
Stomata tumbuhan pada umumnya membuka saat matahari terbit dan
menutup saat hari gelap, sehingga memungkinkan masuknya CO2 yang diperlukan
untuk fotosintesis pada siang hari. Umumnya proses pembukaan memerlukan
waktu sekitar 1 jam dan penutupan berlangsung secara bertahap sepanjang sore.
Stomata menutup lebih cepat jika tumbuhan di tempatkan dalam gelap secara tiba-
tiba. Tingkat cahaya yang tinggi mengakibatkan stomata membuka lebih besar.
Pada sebagian besar tumbuhan, konsentrasi CO2 yang rendah di daun membuat
stomata membuka. Sebaliknya, konsentrasi CO2 yang tinggi di daun menyebabkan
stomata menutup sebagian. Stomata tanggap terhadap tingkat CO2 yang berada di
antara sel, tetapi tidak terhadap konsentrasi CO2 di permukaan daun dan di pori
stomata (Mott 1988 dalam Salisbury 1995).
Menurut Goldsworthy, Fisher (1992) pembukaan Stomata dipengaruhi
oleh :
1. Karbondioksida (CO2). Pembukaan stomata berkurang bila kadar ruang-
ruang antar sel bertambah. Penurunan CO2 di ruang antar sel akan
menyebabkan terbukanya stomata.
2. Cahaya. Pengurangan cahaya menyebabkan pembukaan stomata berkurang
pada kebanyakan tumbuhan.
3. Suhu. Bila faktor-faktor lain tak terkendali, stomata sering kali akan
menunjukan suatu pembukaan yang maksimum pada suhu tertentu. Bila
10
faktor-faktor lain konstan, stomata biasanya akan membuka lebih lebar
bila suhu meningkat.
4. Potensial air daun. Pembukaan stomata biasanya mengecil bila potensial
air daun menurun.
5. Angin. Kenaikan kecepatan angin menyebabkan pembukaan stomata
berkurang. Pengaruh angin secara langsung dapat disebabkan oleh gerakan
daun secara mekanis. Pengurangan pembukaan stomata dalam keadaan
berangin akan mengurangi pembukaan stomata apabila laju evaporasi
potensialnya tinggi.
6. Laju fotosintesis. Penurunan laju fotosintesis akan mengurangi pembukaan
stomata dan dengan demikian mengawetkan air dengan meningkatkan
potensial air melalui pengurangan transpirasi.
Schwendener dalam Kartasapoetra (1991) mengemukakan tentang bentuk-
bentuk stomata berdasarkan letak penebalan – penebalan pada sel penutup.
Bentuk-bentuk tersebut dibedakan atas :
1. Bentuk amaryllidaceae. Bentuk sel penutup yang menyerupai ginjal.
Dinding punggungnya tipis tetapi dinding perutnya lebih tebal, baik
dinding atas maupun dinding bawah ternyata mempunyai penebalan –
penebalan kutikula. Sel – sel tetangganya sangat berbatasan dengan sel
penutup.
Gambar 1 Stomata Tipe Amaryllidaceae
2. Bentuk Helleborus. Bentuk sel penutupnya dilihat dari atas berbentuk
seperti ginjal, hanya dinding sel dan dinding perutnya tipis.
11
Gambar 2 Stomata Tipe Helleborus
3. Bentuk Gramineae. Bentuk sel penutupnya seperti halter, dinding sel
bagian penutupnya tebal, bagian ini merupakan penopang pada halter
tersebut. Masing-masing ujung dinding selnya tipis, sedangkan dinding
atas dan bawahnya demikian tebal.
Gambar 3 Penampang-penampang pada Stomata Tipe Gramineae
4. Bentuk Mnium. Bentuk sel penutup seperti ginjal. Dinding perutnya tipis.
Gambar 4 Macam-macam Stomata Tipe Mnium
12
Trichoma adalah rambut – rambut tumbuh yang berasal dari sel-sel
epidermis yang mempunyai bentuk, susunan serta fungsinya bervariasi. Trichoma
terdapat pada hampir semua organ tumbuh-tumbuhan itu masih hidup atau aktif.
Di samping itu, terdapat juga trichoma yang hidupnya hanya sebentar. Trichoma
dapat memperbesar fungsi epidermis sebagai jaringan pelindung, terutama
mencegah penguapan yang berlebihan (Sutrian 1992).
Peningkatan Konsentrasi CO2 Lingkungan
Kemungkinan perubahan iklim yang bisa diharapkan akibat peningkatan
kadar CO2 mendapat perhatian yang besar akhir-akhir ini. Peningkatan CO2
dalam atmosfer meningkat 280 ppm satu abad yang lalu (Nerburger 1995). Lebih
dari 50 % akibat dari pembakaran fosil. Peningkatan CO2 akibat penggundulan
hutan, pembakaran kayu dan kertas. Kemampuan biosfer dan lautan menyerap
kelebihan CO2. Penggunaan bahan bakar fosil dapat meningkatkan 5 kali CO2
awal (Nerburger 1995). Tahun 1958 konsentrasi CO2 atmosfer sekitar 315 ppm,
sedangkan pada tahun 1988 menjadi 350 ppm dan pada akhir abad 21
diperkirakan konsentrasinya mencapai 700 ppm (Allen 1990 dalam Atmowidi
1998). Meningkatnya konsentrasi CO2 di atmosfer menyebabkan meningkatnya
suhu lingkungan. Tercatat bahwa selama satu abad yaitu dari tahun 1852 sampai
tahun 1990 terdapat kenaikan suhu 0.5 ºC dan diperkirakan akan terus meningkat
pada abad berikutnya (Campbell et al. 1994 dalam Atmowidi 1998)
Gas Rumah Kaca (GRK) adalah gas-gas di atmosfer yang memiliki
kemampuan menyerap radiasi gelombang panjang yang dipancarkan kembali oleh
permukaan bumi. Sifat termal radiasi itu menyebabkan pemanasan atmosfer
secara global (global Warning). Diantara GRK penting yang diperhitungkan
dalam pemanasan global adalah karbondioksida, metana, dan Nitrous oksida.
Dengan kontribusinya yang > 55 % terhadap pemanasan global, CO2 yang
diemisikan dari aktivitas manusia (anthropogenik) mendapat perhatian yang lebih
besar (Moerdiyaso 1999).
Dalam orasi ilmiahnya, Moerdiyaso 1999 menyatakan bawa rata-rata
konsentrasi CO2 di atmosfer sat ini adalah 358 ppm (part/ milion by volume).
Nilai ini merupakan peningkatan yang cukup besar sejak masa pra industri yang
13
pada waktu itu konsentrasinya hanya 280 ppmv. Bahkan pada dekade 1980-an
laju peningkatan CO2 adalah sekitar 1,5 ppmv/ tahun (0,4%). Kemudian menurun
menjadi 0,6 ppmv/ tahun pada awal 1990-an. Penyebab utama peningkatan
konsentrasi CO2 adalah kegiatan manusia yang berkaitan dengan pemakaian
bahan bakar fosil (BBF) dan penggundulan hutan yang merupakan cadangan
karbon dalam ekosistem daratan. Emisi netto global pada dekade 1980-an adalah
1,5 GtC/ th. Secara global atmosfer bumi mengakumulasi karbon sebesar 1,5
GtC/th (Moerdiyaso 1999).
Negara-negara berkembang memacu ketertinggalan dengan meningkatkan
konsumsi energi bagi penduduknya yang meningkat pesat dan pengurasan
sumberdaya alam untuk mendapatkan devisa. Dengan tingkat konsumsi energi
yang semakin tinggi dan laju pembangunan yang semakin cepat, pembakaran BBF
tidak dapat dihentikan begitu saja, bahkan untuk melakukan efisiensi pun
diperlukan investasi yang besar. Selama pemakaian BBF akan terus meningkat
seiring dengan meningkatnya kebutuhan dan standar hidup manusia. Maka salah
satu cara yang paling mungkin untuk menstabilkan konsentrasi karbon atmosfer
adalah dengan meningkatkan kapasitas rosot ekosistem daratan melalui kegiatan
penghutanan kembali lahan kritis dan pemanfaatan hutan alam secara
berkelanjutan (Moerdiyaso 1999).
Kemampuan Serapan Karbondioksida
Tanaman mempunyai kemampuan serapan karbondioksida yang berbeda-
beda. Karyadi 2005 menentukan daya serap karbondioksida dengan menggunakan
alat IRGA. Alat ini memperhitungkan laju fotosintesis dan laju transpirasi dari
tiap jenis tanaman yang diteliti.
Tabel 1 Kemampuan serapan karbondioksida pada tanaman hutan kota menggunakan alat IRGA
No Nama Jenis Daya serap CO2 tiap
pohon (Kg/ hari)Daya serap CO2/ Ha (Kg/ hari)
1. Jati (Tectona grandis) 0.298 119,215
2. Kenari (Canarium commune) 0,363 225,418
3. Mangga (Mangifera indica) 1,247 498,657
4. Sawo duren (Chrysophyllum cainito) 0,648 259,405
5. Tanjung (Mimosops elengi) 1,622 648,418
Sumber : Karyadi (2005)
14
Penentuan kemampuan serapan karbondioksida dapat dilakukan dengan
menggunakan proses fotosintesis sebagai parameter. Dalam proses fotosintesis,
jumlah C dalam CO2 berbanding lurus dengan jumlah C terikat dalam gula selama
fotosintesis. Sinambela 2006 melakukan penelitian untuk mendapatkan
kemampuan serapan karbondioksida pada beberapa jenis tanaman hutan kota
dengan menggunakan metode analisis karbondioksida.
Tabel 2 Kemampuan serapan karbondioksida pada tanaman hutan kota menggunakan metode analisis karbohidrat.
No Nama Daya Serap
CO2 tiap luas
daun (g cm-1
jam-1)
Daya Serap
CO2 tiap
pohon (g cm-1
jam-1)
Daya Serap
CO2 tiap Ha
(g cm-1 jam-1)
1. Krey Payung (Filicium decipiens) 2,07 x 10-4 0.10 40.8
2. Manggis Hutan (Garcinia mangostana) 6,67 x 10-4 0.60 240.4
3. Melinjo (Gnetum gnemon) 3,41 x 10-4 0.39 156
4. Sawo kecik (Manilkara kauki) 3,33 x 10-4 0.37 146.8
5. Trengguli (Cassia fistula) 1,10 x 10-4 0.06 22
Sumber : Sinambela (2005)
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Sejarah Kebun Raya Bogor
Sejarah berdirinya Kebun Raya Bogor (KRB) bermula dari Prof. Dr. C. G.
Reinwardt, botanis asal Jerman yang berada di Indonesia pada awal abad ke-19.
kemudian ia menulis surat yang disampaikan kepada G. A. G. P Baron van der
Cappellen, Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Batavia , memohon sebidang
tanah untuk penelitian manfaat berbagai tumbuhan serta lokasi koleksi tanman
yang bernilai ekonomi, yang berasal dari kawasan Indonsia dan mancanegara.
Kebun Raya Bogor didirikan pada tanggal 18 Mei 1817 dengan nama S” Lands
Plantetuin Buitenzorg dan Hortus Botanicus Bogoriensis. Pemimpin pertama
adalah seorang ahli botani Prof. Dr. C. G. Reinwardt.
Pada perkembangannya, ketika masa pimpinan J. E. Teysman (1981)
Kebun Raya Bogor mulai dikembangkan menjadi pusat penelitian botani yang
penting di Asia Tenggara. Kedudukan Kebun Raya Bogor sekarang adalah Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Balai Pengembangan Kebun Raya Bogor Lembaga Ilmu
Penelitian Indonesia (LIPI). Kebun Raya Bogor atau nama lengkapnya Pusat
Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor LIPI berada di bawah Kedeputin Ilmu
Pengetahuan Ilmu Hayati LIPI. KRB merupakan pusat Kebun Raya yang
membawahi 3 cabang Kebun Raya, yaitu Kebun Raya Cibodas, Kebun Raya
Purwodadi dan Kebun Raya “Eka Karya” Bedegul, Bali.
Letak Dan Luas
Kebun Raya Bogor mempunyai luas 87 Hektar, terletak antara 1060 3’ 30”
– 1060 52’ 00” dan 6o 30’ 30”- 6o 41’ 00” LS. KRB terletak pada ketinggian 235 –
260 meter di ats permukaan laut (mdpl), serta mempunyai ketinggian rata-rata
minimal 190 m, maksimal 350 m. jarak dari Jakarta kurang lebih 60 km.
Secara administrasi KRB termasuk dalam wilayah Kecamatan Bogor
Tengah, Kota Bogor Batas-batas KRB meliputi :
Sebelah utara dibatasi oleh Jalan Jalak Harupat
Sebelah selatan dibatasi oleh Jalan Otto Iskandardinata
Sebelah Timur oleh jalan Pajajaran
Sebelah Barat dibatasi oleh jalan Ir. H Djuanda
16
Tofografi dan Iklim
Keadaan topografi KRB secara umum termasuk datar dengan kemiringan
3 – 5 %. Kawasan ini dilalui oleh Sungai Ciliwung dengan anak sungai Cibatok.
Suhu udara rata-rata harian minimum 25o C pada pagi hari dan maksimum 27o C
pada siang hari dalam keadaan cuaca cerah. Kelembaban udara tinggi dan hanya
sedikit terjadi perubahan suhu musiman. Lama penyinaran tertinggi terjadi pada
bulan Agustus dan terendah pada bulan Januari.
Curah hujan rata-rata 4330 mm pertahun dengan hari hujan rata-rata 165
pertahun dengan 12 bulan basah. Curah hujan tertinggi > 400 mm/ bulan yang
terjadi pada bulan Juni, Juli, Agustus dengan hari hujan rata-rata lebih kecil dari
10 hari perbulan. Menurut Schmidt dan Ferguson (1951), Bogor termasuk tipe
curah hujan A.
Geologi
Jenis tanah di KRB termasuk latosol cokelat kemerahan. Tanah ini
bertekstur halus, drainase sedang, aktivitas biologi sedang, permeabilitas baik,
dan kepekaan terhadap erosi kecil. Bahan organik penyusunnya tergolong rendah
sampai sedang di lapisan atas dan menurun ke bawah dan daya absorbsinya
tergolong rendah sampai sedang.
Koleksi Kebun Raya Bogor
Koleksi Kebun Raya Bogor memiliki koleksi 223 famili, 3.416 jenis,
1.268 marga dan 13.667 spesimen berdasarkan registrasi periode Oktober 2006.
Beberapa jenis koleksi merupakan koleksi unik, spesifik dan langka seperti
tanaman tua yang berumur lebih dari 100 tahun, tanaman eksotik, atraktif seperti
pohon raja, teratai raksasa, bunga bangkai raksasa, spesimen tipe, koleksi
anggrek, koleksi palem, dan koleksi polong-polongan. Tanaman langka menurut
kategori terdiri atas 91 jenis.
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Pengambilan sampel dilakukan di Kebun Raya Bogor. Pengambilan data
dilakukan di Laboratorium BB-BIOGEN Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Bogor. Penelitian
dilakukan selama 3 bulan (Agustus – Oktober 2006).
Bahan dan Alat
Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Daun dari jenis pohon sampel yang tumbuh di Kebun Raya Bogor ( daun
muda, dewasa, dan tua)
2. Pereaksi Cu
3. Pereaksi Nelson
4. Phenol merah
5. Alkhohol
6. Aquades
7. Cutex (pewarna kuku bening)
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Tabung reaksi
2. Pipet kaca berskala
3. Labu ukur
4. Mortar dan cawan porselin
5. Oven
6. Kertas filter dengan kesarangan 0,05 mg/ cm
7. Spektrofotometer dengan panjang gelombang 500 µm
8. Water bath (penangas air)
9. Timbangan Elektrik 0,1 g
10. Leaf Area Meter (LAM) tipe LI-3100 untuk mengukur luas daun.
11. Mikroskop
12. Gelas objek
13. Gelas penutup (cover glass)
18
14. Kertas preparat (slide box)
15. binokuler
16. Silet
17. Gunting daun
18. Plastik bening
19. Alat tulis
20. Alat Dokumentasi
Jenis dan Cara Pengambilan Data
Data sekunder yang diambil meliputi :
Jumlah daun per pohon
Jumlah dan gambar stomata daun bagian atas dan bawah per jenis pohon
Jumlah dan gambar trikoma per jenis pohon
Massa karbohidrat pada daun
Metode kerja pada penelitian ini adalah
1. Penentuan jenis pohon contoh (sampel)
Pohon yang dipilih adalah pohon yang biasa ditanam untuk hutan
kota.
Pohon yang dipilih belum diketahui daya serap karbondioksidanya
Pohon ada dalam kondisi yang sehat, tidak dalam kondisi tertekan,
dan tidak terserang penyakit.
Pohon merupakan jenis tanaman hutan kota yang endemik.
Pengambilan contoh berdasarkan klasifikasi famili.
2. Pengukuran jumlah daun pada satu individu pohon
Hitung jumlah cabang yang ada dalam 1 pohon.
Kelompokan cabang tersebut berdasarkan kemiripan ukurannya
Pilih satu sampel cabang
Hitung jumlah daun pada sampel cabang dengan menggunakan
counter .
Kalikan jumlah daun pada sampel dengan jumlah sampel cabang.
19
Jumlahkan seluruh hasil kali tersebut sehingga didapatkan jumlah
daun total.
3. Pengukuran luas daun
Ambil sampel daun seberat 30 g berat basah dengan komposisi
daun muda, dewasa dan tua proporsional
Tekan tombol on/off sehingga Leaf Area Meter (LAI) menyala
Nyalakan lampu start agar daun yang akan dimasukan kedalam
terpantau jelas
Kalibrasikan alat dengan menekan tombol reset hingga layar
menunjukan nilai 0.0000.
Masukan daun di atas roller (pemutar) yang terbuat dari plastik
Daun akan melewati pedeteksi luas daun dan secara otomatis layar
akan menunjukan luas daun.
4. Penentuan jumlah dan gambar stomata daun per jenis pohon
Tentukan daun sampel tiap jenis pohon dengan asumsi letak dan
lama penyinaran sama.
Oleskan cutex dengan ukuran 2 x 1 cm dengan tipis pada
permukaan atas dan bawah daun.
Gunting daun pada bagian ujung tangkai.
Biarkan daun pada bagian ujung tangkai
Biarkan hingga cutex kering
Setelah kering kelupaskan cutex tersebut
Letakkan di atas gelas preparat
Amati di bawah mikroskop
Hitung di bawah mikroskop
Hitung jumlah stomata pada permukaan atas dan bawah daun per
luas bidang pandang
Dokumentasikan stomata.
5. Penentuan jumlah dan gambar trikhoma
Tentukan daun sampel tiap jenis pohon dengan asumsi letak dan
lama penyinaran sama
20
Oleskan cutex dengan ukuran 2 x 1 cm dengan tipis pada
permukaan atas dan bawah daun
Gunting daun pada bagian ujung tangkai
Biarkan hingga cutex kering
Setelah kering kelupaskan cutex tersebut
Letakkan di atas gelas preparat
Amati di bawah mikroskop
Hitung jumlah trikhoma per luas bidang pandang
Dokumentasikan
6. Pengukuran massa karbohidrat pada daun
a. Pengambilan sampel daun
Tentukan pohon contoh
Ambil daun dari pohon contoh dengan komposisi muda, dewasa,
dan dewasa secara proposional sebanyak >30 g pada pukul 05.00
WIB.
Masukan sampel daun ke dalam plastik
Rendam dengan alkohol 70 % selama ± 5 menit, kering udarakan.
Lakukan ulangan pada pukul 10.00 WIB pada hari yang sama
.
b. Pengukuran Massa Karbohidrat
1) Pembuatan perekasi
Pereaksi Cu : Cu Agregat
A. Timbang 12 g K Na Tartrat
Timbang 24 g Na2O3
Timbang 2 g CuSO4
Timbang 16 g NaHCO3
B. Larutkan 180 g NaSO4 dengan air panas lalu dinginkan
C. Setelah dingin, campurkan bagian A dan B. Campuran ini
yang disebut sebagai pereaksi Cu
D. Diamkan campuran tersebut selama 2 hari pada tempat
yang gelap atau botol gelap.
21
Pereaksi Nelson
A. Larutkan 25 g Amonium molibdat dalam 450 ml H2O.
Tambahkan H2SO4 pekat.
B. Larutkan 3 g Amonium hidrogen arsenat dalam 25 H2O.
C. Campurkan larutan A dan B sehingga menjadi pereaksi
Nelson.
Pereaksi total karbohidrat
A. 0.7 NHCL
B. 1 N NaOH
C. 5% ZnSO4 : larutkan 5 g ZnSO4. 7H2O di larutkan dalam
100 ml
D. 0,3 N Ba(OH)2 : larutkan 5 g Ba(OH)2. 8H2O dalm 100
ml air.
2) Pengukuran Massa Karbondioksida menggunakan Metode Karbohidrat
Timbang sampel daun
Hancurkan sampel tersebut dengan cara menggerus
menggunakan mortar pada cawan porselin sampai halus
Keringkan menggunakan oven pada suhu + 105o C
selama 48 jam ( 36 jam terlebih dahulu, 12 jam
kemudian) untuk mendapatkan berat kering mutlak.
Timbang 200 mg sampel yang sudah kering.
Tambahkan dengan 20 ml HCL 0,7 N.
Hidrolisis selama 2,5 jam dalam penangas air
Saring dalam labu ukur 100 ml
Masukan phenol merah
Netralkan dengan NaOH 1 N (terjadi perubahan larutan dari berwarna biru dan setelah dititrasi menjadi merah muda).
22
Tambahkan 5 ml ZnSO4 5% dan 5 m Ba(OH)2 0,3 N
dengan tujuan mengendapkan sampel.
tambahkan larutan aquades sampai tanda tera 100 ml.
Saring dan ambil larutan yang telah jernih (super natan).
Pipet 1 ml larutan super natan dalam tabung kimia
Buat deret satandar karbohidrat 0, 5, 10, 15, 20, 25 ml
Tambahkan pereaksi Cu sebanyak 2 ml
Panaskan dalam penangas air selama 10 menit lalu dinginkan.
Tambahkan pereaksi Nelson dan 20 ml H2O sampah tanda tera pada masing-masing deret estándar.
Kocok dan biarkan selama 20 menit.
Ukur dengan spektometer pada gelombang 500 µm
Hitung persentase karbohidrat (%C6H12O6) menggunakan
rumus : ( )000.1000
%100120
2.0100 xxx
SA
................................ 1
A: Absorpsi karbohidrat sampel
S: Rata-rata standar karbohidrat
Hitung massa karbondioksida (m C6H12O6) menggunakan rumus
% C6H12O6 x bobot basah daun ……………………….. 2
Hitung massa karbondioksida (m CO2) menggunakan
rumus : 26126
g12 6 COMr OHCMr
OHC x
Keterangan : Mr = Massa Molekul Relatif
23
Analisis Data
Analisis data dilakukan berdasarkan hasil pengukuran massa
karbohidrat dari persamaan 2.
1. Penentuan daya serap Karbondioksida per luas sampel daun.
Perhitungan daya serap karbondioksida tiap jenis tanaman menggunakan
persamaan reaksi fotosintesis :
6 CO2 + 6 H2O C6H12O6 + 6 O2
1. 1 mol C6H12O6 = massa C6H12O6 x Mr. C6H12O6
2. Massa CO2 = 6 x mol C6H12O6 x Mr. CO2 ………………… 3
Keterangan :
Ar.C = 12, Ar.H = 1, Ar.O = 16
Mr. C6H12O6 = (6 x Ar.C ) + (12 x Ar.H) + (6 x Ar.O)
= (6 x 12) + (12 x 1) + (6 x 16)
= 180
Mr. CO2 = (1 x Ar.C) + (2 x Ar.O)
= (1 x 12) + (2 x 16)
= 44
Daya serap CO2 per luas sample daun (D)
= Massa Karbondioksida ……………………………………………….. 4
Luas daun (dari 30 gram sample daun)
2. Penentuan Karbondioksida yang diserap bersih perluas daun perjam
(Dt)
Dt = D …………………………………………………………………… 5 ∆t Keterangan :
Dt = Daya serap bersih CO2 per luas daun.
D = Daya serap CO2 per luas sampel daun
∆t = selisih waktu pengambilan sample yang dimulai pukul 06.00 sampai
dengan pukul 10.00.
24
3. Penentuan Karbondioksida yang diserap bersih per pohon (Dn) per jam
Dn = Dt x(∑d : n) ……………………………………………………...... 6
Keterangan:
Dn = Daya serap bersih CO2 per pohon per jam
Dt = Daya serap bersih CO2 per luas daun.
∑d = Jumlah daun tiap pohon.
n = jumlah helai daun dalam 30 g bobot basah daun sampel
4. Penentuan Karbondioksida yang diserap bersih per hektar lahan (Dh)
Dh = Dn x 400 pohon/ Ha
Keterangan :
Dh = Daya serap bersih CO2 per hektar lahan per jam
Dn = Daya serap bersih CO2 per pohon per jam
Jumlah pohon per Ha lahan = 10000m2 / Ha ...................................... 7 Jarak tanam(m2) Asumsi jarak tanam adalah 5 x 5 m2
HASIL DAN PEMBAHASAN
Massa Karbohidrat
Karbohidrat merupakan salah satu hasil dari sintesis karbondioksida
dengan air oleh tumbuhan yang membutuhkan cahaya matahari dalam prosesnya.
Penentuan persentase karbohidrat yang dihasilkan selama fotosintesis dapat
menentukan massa karbondioksida yang diserap oleh tanaman. Penentuan
persentase karbohidrat tersebut menggunakan metode analisis karbohidrat lalu
dikonversi ke persamaan 1 dan 2 sehingga didapatkan massa karbohidrat tiap
waktu pengambilan sampel. Massa karbohidrat yang dihasilkan oleh suatu
tanaman dapat menaksir kemampuan serapan karbondioksida suatu tanaman. Hal
ini karena menurut Harjadi (1992), penaksiran massa karbondioksida yang
digunakan dalam proses fotosintesis berbanding lurus dengan jumlah C dalam
gula (karbohidrat). Massa karbohidrat dikonversi dengan persamaan 3 dan 4
sehingga didapatkan kemampuan serapan karbondioksida selama rentang waktu
pengambilan sampel (4 jam). Hasil dari pengukuran tersebut seperti ditunjukan
pada tabel 3.
Tabel 3 Massa karbohirat daun dan daya serap karbondioksida selama rentang
waktu pengamatan (4 jam)
No
Nama Jenis Famili Massa Karbohidrat Daya serap
CO2 /4 jam (x 10-4 g cm-2)
05.00 10.00
1. Flamboyan Caesapiniaceae 4.341 5.343 10.1 2. Johar Caesapiniaceae 2.835 4.497 11.7 3. Merbau Pantai Caesapiniaceae 4.866 5.688 4.51 4. Asam Caesapiniaceae 2.928 3.051 2.41 5. Kempas Caesapiniaceae 1.908 2.442 3.93 6. Sapu tangan Caesapiniaceae 2.046 2.211 1.30 7. Bunga merak Caesapiniaceae 3.771 5.346 11.2 8. Cassia Caesapiniaceae 3.069 4.128 75.8 9. Krey Payung Sapindaceae 3.684 3.723 0.336 10 Matoa Sapindaceae 3.198 3.273 0.485 11 Rambutan Sapindaceae 3.18 3.231 0.467 12 Tanjung Sapotaceae 3.591 4.134 4.84
26
Lanjutan 13 Sawo kecik Sapotaceae 3.207 3.708 6.56 14 Angsana Papilinoaceae 2.145 2.97 4.79 15 Dadap Papilinoaceae 2.697 3.921 10.9 16 Trembesi Mimosaceae 3.453 4.572 7.78 17 Saga Mimosaceae 4.095 5.097 8.23 18 Asam Kranji Mimosaceae 3.711 4.47 5.76 19 Mahoni Meliaceae 2.877 3.687 5.28 20 Khaya Meliaceae 2.796 3.063 2.19 21 Pingku Meliaceae 3.477 3.576 0.896 22 Beringin Moraceae 2.454 3.069 6.35 23 Nangka Moraceae 2.628 2.913 2.30 24 Kenanga Annonaceae 3.645 6.933 29.1 25 Sirsak Annonaceae 1.761 3.261 15.2
Tabel 3 menunjukkan bahwa setiap jenis tanaman memiliki massa
karbohidrat yang berbeda. Massa karbohidrat sebanding dengan nilai persentase
karbohidrat yang dihasilkan oleh spektofotometer. Apabila nilai persentase
karbohidrat tinggi, maka massa karbohidrat yang dihasilkan akan tinggi. Hal ini
karena nilai persentase karbohidrat sebanding dengan massa karbohidrat. Pada
waktu analisis, perbedaan terlihat pada warna cairan hasil pengenceran ekstraksi
daun yang akan di baca pada spektofotometer. Semakin pekat warna hasil
ekstraksi, maka nilai persentase karbohidrat akan semakin tinggi.
Massa karbohidrat mengalami peningkatan pada waktu pengambilan
sampel. Massa karbohidrat pada pengambilan sampel pukul 10.00 lebih besar
dibandingkan pukul 05.00. Hal ini karena cahaya merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi fotosintesis. Karbohidrat sebagai produk dari fotosintesis
mempunyai pengaruh pula terhadap peningkatan cahaya. Pengambilan sampel
pertama dilakukan pada saat fotosintesis belum aktif berlangsung (05.00)
sedangkan pengambilan sampel kedua dilakukan pada saat matahari berada pada
intensitas cahaya yang tinggi (10.00). Sehingga pada rentang pengambilan
tersebut terjadi peningkatan intensitas cahaya yang mempengaruhi proses
fotosintesis. Menurut Gardner et al. (1991), peningkatan cahaya secara berangsur-
angsur akan meningkatkan fotosintesis sampai pada tingkat kompesasi cahaya.
Karbondioksida merupakan produk awal dari proses fotosintesis.
Informasi mengenai massa karbohidrat yang dihasilkan dari suatu proses
27
fotosintesis dapat menentukan massa karbondioksida yang dipergunakan. Massa
karbondioksida ditentukan berdasarkan persamaan 3. Nilai massa karbondioksida
yang dihasilkan selama fotosintesis berlangsung sebanding dengan massa
karbohidrat. Apabila massa karbohidrat yang dihasilkan tinggi maka nilai massa
karbondioksida akan tinggi, sedangkan apabila massa karbohidrat yang dihasilkan
rendah maka nilai massa karbondioksida akan rendah. Massa karbondioksida yang
dihasilkan adalah 1.47 kali dari massa karbohidrat yang dihasilkan selama
fotosintesis berlangsung. Selama berlangsungnya fotosintesis dari pukul 06.00
sampai 10.00, kenanga mempunyai selisih massa karbohidrat tertinggi yaitu 3.288
g. Sedangkan massa karbondioksida terendah adalah krey payung yaitu sebesar
0.039 g.
Daya serap karbondioksida dikonversi dari massa karbondioksida dan luas
daun dengan bobot basah daun yang sama (30 g) menggunakan persamaan 4.
Nilai massa karbohidrat dan massa karbondioksida yang tinggi tidak selalu
menghasilkan daya serap karbondioksida yang tinggi, karena faktor luas daun
sebagai faktor pembagi tidak sama pada setiap jenis tanaman. Kenanga
mempunyai massa karbohidrat yang paling tinggi diantara lainnya, tetapi karena
luas daun sebagai pembagi besar pula (1661,70 cm2), maka daya serap
karbondioksida yang dihasilkan bukan merupakan daya serap karbondioksida
yang paling tinggi. Daya serap karbondioksida tertinggi adalah Cassia sebesar
75,8 X 10-4 g cm-1, sedangkan terendah adalah Krey Payung sebesar 0,336 X 10-4
g cm-1. Cassia mempunyai luas daun yang terendah (205,50 cm2) dari 30 g sampel
daun dibandingkan jenis lainnya sehingga memungkinkan mempunyai daya serap
karbondioksida yang tinggi.
Daya Serap Karbondioksida
Penentuan daya serap karbondioksida tiap jam untuk tanaman
menggunakan persamaan 5. Daya serap karbondioksida yang dihasilkan
merupakan daya serap bersih tiap jenis tanaman dalam rentang waktu 1 jam,
sehingga dihasilkan daya serap daun tiap cm2. Untuk daya serap karbondioksida
tanaman tiap daun dipengaruhi oleh luas daun masing – masing jenis tanaman.
28
Tabel 4 Daya serap karbondioksida tiap waktu No Nama Jenis Famili Daya serap bersih CO2
tiap cm2 (x 10-4 g cm-2 jam-1)
Daya serap bersih CO2 tiap daun (x 10-2
g cm-2 jam-1) 1. Flamboyan Caesapiniaceae 2,51 3,03 2. Johar Caesapiniaceae 2,92 1,97 3. Merbau Pantai Caesapiniaceae 1,13 2,60 4. Asam Caesapiniaceae 0,60 0,01 5. Kempas Caesapiniaceae 0,98 0,65 6. Sapu tangan Caesapiniaceae 0,33 0,14 7. Bunga merak Caesapiniaceae 2,80 2,45 8. Cassia Caesapiniaceae 18,90 2,08 9. Krey Payung Sapindaceae 0,08 0,4510. Matoa Sapindaceae 0,12 5,97 11. Rambutan Sapindaceae 0,12 0,06 12. Tanjung Sapotaceae 1,21 0,37 13. Sawo kecik Sapotaceae 1,64 0,4814. Angsana Papilinoaceae 1,19 2,07 15. Dadap Papilinoaceae 2,71 3,21 16. Trembesi Mimosaceae 1,94 0,57 17. Saga Mimosaceae 2,05 0,72 18. Asam Kranji Mimosaceae 1,44 0,43 19. Mahoni Meliaceae 1,32 7,94 20. Khaya Meliaceae 0,55 2,86 21. Pingku Meliaceae 0,22 0,30 22. Beringin Moraceae 1,58 0,26 23. Nangka Moraceae 0,57 0,39 24. Kenanga Annonaceae 7,26 152,0025. Sirsak Annonaceae 3,80 0,37
Tabel 4 menunjukan daya serap karbondioksida tiap cm2 yang tertinggi
adalah cassia (18,90 x 10-4 g cm-2 jam-1) sedangkan terendah adalah matoa (0,08
26 x 10-4 g cm-2 jam-1), Rata-rata daya serap karbondioksida tiap cm2 dari 25 jenis
tanaman hutan kota yang diteliti adalah 2,32 x 10-4 g cm-2 jam-1, Merbau pantai,
asam, kempas, sapu tangan, krey payung, matoa, rambutan, tanjung, angsana,
asam kranji, mahoni, khaya, pingku, dan nangka mempunyai daya serap yang
rendah karena di bawah nila rata-rata, Sedangkan flamboyan, johar, sawo kecik,
dadap, trembesi, saga, beringin, kenanga, sirsak, cassia, dan bunga merak
tergolong tinggi karena berada di atas nilai rata-rata,
Daya serap karbondioksida tiap daun untuk jenis tanaman hutan kota yang
diteliti dipengaruhi oleh luasan daun dari masing-masing jenis tersebut, Kenanga
29
mempunyai daya serap karbondioksida tiap daun tertinggi sebesar 1,52 g cm-2
jam-1, kenanga mempunyai daya serap tiap cm yang tinggi (7,26 x 10-4 g cm-2 jam-
1) dan merupakan komposisi daun majemuk sehingga daya serap bersih tiap daun
sigifikan, Sedangkan daya serap karbondioksida tiap daun terendah adalah daun
asam yaitu sebesar 1,2 X 10-4 g cm-2 jam-1,Walaupun asam merupakan daun
dengan komposisi tunggal, tetapi karena mempunyai daya serap karbondioksida
tiap cm2 yang rendah (0,60 X 10-4 g cm-2 jam-1) dan luas daun yang rendah (1,98
cm2) maka daya serap karbondioksidanya tidak mengalami peningkatan yang
signifikan,
Nilai daya serap karbondioksida pada tanaman hutan kota kota pada tabel
4 mendukung penelitian Sinambela 2006 yang menghasilkan nilai daya serap
karbondioksida yang berada pada kisaran 10-4, Tetapi nilai daya serap
karbondioksida Sinambela 2006 pada jenis sama yang diteliti lebih rendah
dibandingkan dengan tabel 4, Hal ini karena faktor dari pemilihan lokasi/ tempat,
Kebun raya merupakan hutan kota yang dikelilingi oleh jalan utama di Bogor,
sehingga buangan gas karbondioksida sebagai hasil pembakaran kendaraan
bermotor lebih tinggi dibandingkan dengan daerah kampus IPB Darmaga yang
menjadi pemilihan lokasi Sinamabela 2006,
Stomata
Daya serap bersih karbondiksida tiap jenis tanaman hutan kota merupakan
faktor utama dalam menentukan pemilihan jenis tanaman hutan kota, Daun
merupakan organ produsen fotosintesis utama yang menyerap karbondioksida,
Atas dasar ini, luas daun dijadikan parameter utama karena laju fotosintesis
persatuan tanaman sebagian besar ditentukan oleh luas daun (Sitompul & Guritno,
1995), Karbon masuk ke dalam tumbuhan sebagai karbondioksida (CO2) melalui
pori stomata yang terdapat di permukaan daun (Salisbury & Ross 1995), Oleh
karena itu, ukuran dan kerapatan stomata menentukan penyerapan
karbondioksida,
Penelitian stomata pada 25 jenis tanaman hutan kota ini, seluruh jenis
hanya memiliki stomata pada permukaan bawah daun (abaxial surface), Hal ini
mendukung pernyataan Salisbury & Ross (1992) bahwa stomata lebih sering
30
terdapat pada permukaaan bawah tanaman dan penelitian Sinambela 2005 yang
menemukan stomata pada jenis tanaman hutan kota hanya pada permukaan bawah
daun,
Tabel 5 Jarak, ukuran, dan kerapatan stomata daun tanaman hutan kota,
No Nama Jenis Famili Stomata Kerapatan
(/mm2)) Panjang (μm)
Lebar (μm))
1. Flamboyan Caesapiniaceae 11,25 7,50 310
2. Johar Caesapiniaceae 3,75 2,50 811
3. Merbau Pantai Caesapiniaceae 3,75 8,75 135
4. Asam Caesapiniaceae 8,75 11,25 446
5. Kempas Caesapiniaceae 6,25 12,50 706
6. Sapu tangan Caesapiniaceae 11,25 6,25 111
7. Bunga merak Caesapiniaceae 12,50 12,50 507
8. Cassia Caesapiniaceae 18,75 18,75 503
9. Krey Payung Sapindaceae 7,50 6,25 232
10 Matoa Sapindaceae 11,25 11,25 492
11 Rambutan Sapindaceae 8,75 5,00 941
12 Tanjung Sapotaceae 6,25 7,50 103
13 Sawo kecik Sapotaceae 12,50 8,75 76
14 Angsana Papilinoaceae 15,00 12,50 76
15 Dadap Papilinoaceae 12,50 12,50 709
16 Trembesi Mimosaceae 12,50 5,00 220
17 Saga Mimosaceae 11,25 15,00 624
18 Asam Kranji Mimosaceae 6,25 6,25 541
19 Mahoni Meliaceae 12,50 8,75 195
20 Khaya Meliaceae 11,25 6,25 351
21 Pingku Meliaceae 12,50 10,00 62
22 Beringin Moraceae 7,50 7,50 241
23 Nangka Moraceae 6,25 11,25 141
24 Kenanga Annonaceae 12,50 13,75 681
25 Sirsak Annonaceae 8,75 8,75 151
Perbedaan daya serap bersih karbondioksida disebabkan oleh perbedaan
stomata dan luas daun. Tetapi pengaruh indikator tersebut terhadap masing-
31
masing jenis berbeda-beda, Kerapatan stomata tertinggi adalah johar (811/mm2)
sedangkan kerapatan stomata terendah adalah pingku sebesar 62 /mm2)
Apabila dibandingkan untuk semua jenis tanaman hutan kota berdasarkan
tabel 4, maka daya serap bersih karbondioksida per jam yang paling tinggi adalah
cassia sebesar cassia sebesar 18,9 g cm-1 jam-1. Cassia mempunyai kerapatan
stomata per mm2 tinggi (503). Sedangkan yang terendah adalah krey payung
sebesar 0.084 g cm-1 jam-1 dengan kerapatan 232 /mm2.
Pada famili Sapindaceae, urutan daya serap karbondioksida dari yang
tertinggi adalah rambutan, matoa, krey payung. Urutan ini sebanding dengan
urutan kerapatan stomata.
Pada famili Sapotaceae daya serap karbondioksida pada sawo kecik lebih
tinggi dibandingkan tanjung. Hal ini diduga oleh faktor ketebalan relatif daun
pada sawo kecik lebih tinggi dibandingkan pada tanjung.
Pada famili Papilionaceae, daya serap karbondioksida pada dadap lebih
tinggi dibandingkan dengan angsana. Hal ini sebanding dengan urutan pada luas
dan kerapatan stomata serta luas daun,
Pada famili Mimosaceae, urutan daya serap karbondioksida dari yang
tertinggi adalah Saga, Trembesi, dan Asam Kranji. Urutan ini sebanding dengan
urutan luas dan kerapatan stomata, serta luas dan ketebalan relatif daun.
Pada famili Moraceae, daya serap karbondiooksida pada beringin lebih
tinggi dibandingkan daya serap pada nangka. Hal ini sebanding dengan luas dan
kerapatan stomata.
Pada famili Annonaceae, daya serap karbondioksidda pada kenanga lebih
tinggi dibandingkan dengan sirsak. Hal ini sebanding dengan kerapatan stomata
dan luas daun.
Berdasarkan perbandingan tiap famili, maka Annonaceae merupakan
famili dengan daya serap karbondioksida rata-rata tertinggi sebesar 5,53 x 10-4
g/cm2. Sapindaceae merupakan famili dengan daya serap karbondiosida rata-rata
terendah sebesar 0,17 x 10-4 g/cm2. Urutan daya serap karbondioksida rata-rata/
jam pada famili adalah Annonaceae, Caesalpiniaceae, Mimosaceae,
Papilionaceae, Sapotaceae, Moraceae, Meliaceae, Sapindaceae.
32
Ukuran dan kerapatan stomata tidak selalu berpengaruh sebanding
terhadap daya serap karbondioksida pada tanaman. Stomata tidak dapat
menggambarkan secara utuh hubungan dengan daya serap karbondioksida.
Daya Serap Karbondioksida Perpohon
Daya serap karbondioksida tiap pohon untuk masing-masing jenis selain
ditentukan oleh daya serap karbondioksida tiap cm2 juga sangat ditentukan oleh
jumlah daun/ pohon, Semakin banyak jumlah daun maka akan semakin tinggi pula
kemampuan serapan karbondioksidanya,
Tabel 6 Daya serap karbondioksida per pohon No Nama Jenis Famili Jumlah
daun/ pohon Daya Serap
Bersih
Karbondioksida/
pohon (g/ jam)
daya serap Bersih
karbondioksida/
ha(x 103 g/jam)
1. Flamboyan Caesapiniaceae 69.120 1,430 0,572 2. Johar Caesapiniaceae 292.880 2,750 1,100 3. Merbau Pantai Caesapiniaceae 36.750 0,356 1,420 4. Asam Caesapiniaceae 739.200 0,118 0,047 5. Kempas Caesapiniaceae 1.543.764 4,970 1,990 6. Sapu tangan Caesapiniaceae 292.880 0,107 0,043 7. Bunga merak Caesapiniaceae 62.700 0,743 0,297 8. Cassia Caesapiniaceae 12.636.000 1280,000 511,000 9. Krey Payung Sapindaceae 4.465.125 11,800 4,704 10. Matoa Sapindaceae 274.153 7,180 2,870 11. Rambutan Sapindaceae 181.000 0,064 0,026
12. Tanjung Sapotaceae 460.000 0,102 0,041
13. Sawo kecik Sapotaceae 432.000 1,840 0,734
14. Angsana Papilinoaceae 26.666 0,217 0,087 15. Dadap Papilinoaceae 7.040 0,136 0,056 16. Trembesi Mimosaceae 248.062.500 66,300 26,500 17. Saga Mimosaceae 1.524.705 7,400 2,960 18. Asam Kranji Mimosaceae 97.920 0,218 0,087 19. Mahoni Meliaceae 71.280 2,500 1,000 20. Khaya Meliaceae 37.997 0,605 0,242 21. Pingku Meliaceae 11.920.000 99,300 39,700
22. Beringin Moraceae 10.230.000 622,000 2490,000
23. Nangka Moraceae 1.610.000 3,410 5,980
24. Kenanga Annonaceae 24.705 22,600 9,030 25. Sirsak Annonaceae 1.010.000 25,500 10,200
33
Tabel 6 menunjukan daya serap karbondioksida per pohon yang paling
tinggi untuk semua jenis tanaman hutan kota yang diteliti adalah cassia 1280
g/jam. Sedangkan jenis tanaman yang mempunyai daya serap terendah adalah
asam rambutan (0,064 g/jam),
Pada tanaman hutan kota yang diteliti di Kebun Raya Bogor, jenis
tanaman yang berumur < 50 tahun adalah flamboyan, sapu tangan, tanjung, sawo
kecik, dadap, nangka, kenanga, sirsak, dan bunga merak. Jenis tanaman yang
berumur antara 50 – 100 tahun adalah rambutan, asam kranji, mahoni, pingku,
beringin, dan cassia. Jenis tanaman yang berumur > 100 tahun adalah johar,
merbau pantai, asam, kempas, krey payung, matoa, angsana, trembesi, saga, dan
khaya.
Pada tanaman yang berumur < 50 th, Sirsak dan Kenanga merupakan jenis
yang mempunyai daya serap karbondioksida per pohon yang tertinggi ,.Walaupun
kenanga bukan jenis dengan jumlah daun per pohon yang tinggi (0,46 x 106 helai),
kenanga mempunyai daya serap karbondioksida yang tertinggi (7,26 g/cm2/jam)
dan didukung oleh luas daun perpohon tinggi (51,7 x 106 cm2). Sirsak memiliki
daya serap karbondioksida kategori tinggi (3,8 x 10-4 g/cm2/jam) dengan didukung
jumlah dan luas daun per pohon tinggi (1,01 x 106 helai dan 97,0 x 106 cm2).
Sedangkan Tanjung dan Sapu tangan merupakan jenis yang mempunyai daya
serap karbondioksida per pohon rendah (0,102 g/jam, 0,107 g/jam) karena daya
serap karbondioksida yang rendah (1,21 x 106 g/cm2/jam, 0,325 g/cm2/jam)
didukung oleh jumlah daun dan luas daun per pohon yang rendah (0,046 x 106
helai, 0,139 x 106 helai dan 1,39 x 106 cm2, 6,17 x 106 cm2), Urutan daya serap
karbondioksida per pohon pada kisaran umur ini adalah sirsak, kenanga, nangka,
sawo kecik, flamboyan, bunga merak, dadap, sapu tangan, tanjung.
Pada tanaman yang berumur 50 – 100 th, cassia (1280 g/jam) dan beringin
(622 g/jam) merupakan jenis tanaman yang mempunyai daya serap bersih
karbondioksida per pohon yang tinggi, cassia (13,76 x 106 helai) dan beringin
(8,18 x 106 helai) mempunyai jumlah daun perpohon tertinggi pada kisaran umur
ini. Walaupun cassia mempunyai daya serap karbondioksida tiap cm2 yang paling
rendah (0,189 g/cm2/jam), cassia mempunyai jumlah daun per pohon yang
signifikan dibandingkan jenis lainnya sehingga cassia mempunyai daya serap
34
karbondioksida per pohon yang tinggi. Rambutan merupakan jenis tanaman yang
mempunyai daya serap karbondioksida per pohon terendah (0,064 g/jam),
Rambutan memiliki jumlah daun perpohon yang terendah (0,181 x 106 helai) pada
kisaran umur 50-100 th. Urutan daya serap bersih perpohon pada kisaran umur ini
adalah cassia, beringin, pingku, mahoni, asam kranji, dan rambutan.
Trembesi merupakan jenis yang mempunyai daya serap bersih perpohon
yang tertinggi (2980 g/jam) pada kisaran umur ini. Trembesi memiliki jumlah
daun per pohon yang signifikan (2980 x 106 helai) dibandingkan jenis lainnya.
Asam merupakan jenis tanaman yang mempunyai daya serap karbondioksida
terendah (0,118 g/jam). Hal ini karena asam merupakan jenis yang mempunyai
daya serap karbondioksida tiap cm2 rendah (0,602 x 10-4 g/cm2/jam), luas dan
jumlah daun perpohon yang terendah (1,47 x 106 cm2 dan 17,7 x 106 helai)
dibandingkan jenis lainnya. Urutan daya serap karbondioksida per pohon pada
kisaran umur ini adalah trembesi, krey payung, saga, matoa, kempas, johar, khaya,
merbau pantai, bunga merak, asam.
Urutan daya serap karbondioksida per Ha lahan untuk masing-masing
klasifikasi berbanding lurus dengan daya serap karbondioksida per pohon, Hal ini
berdasarkan persamaan 7 yang menggunakan faktor kali yang sama, Sehingga
urutan daya serap karbondioksida per Ha lahan pada kisaran umur < 50 th dalah
adalah sirsak, kenanga, nangka, sawo kecik, flamboyan, bunga merak, dadap,
sapu tangan, tanjung, Kisaran umur 50-100 th, cassia, beringin, pingku, mahoni,
asam kranji, dan rambutan, Kisaran umur > 100 th, trembesi, angsana, saga,
matoa, kempas, johar, khaya, merbau pantai, bunga merak, asam,
Nilai daya serap karbondioksida pada tabel 6 untuk tanaman hutan kota
yang sejenis yaitu krey payung dan sawo kecik lebih tinggi dibandingkan dengan
Sinambela 2006. Faktor yang mempengaruhi adalah nilai daya serap
kabondioksida tiap luas daun dan jumlah daun perpohon. Selain nilai daya serap
karbondioksida tiap luas daun yang lebih tinggi, nilai jumlah daun perpohon pun
pada tabel 6 lebih tinggi sehingga nilai daya serap karbondiosida perpohonnya
lebih tinggi.
35
Daya Serap Karbondioksida Kebun Raya Bogor Kebun raya bogor memiliki 223 famili, 3.416 jenis, dan 13.667 spesimen.
Pendugaan daya serap karbondioksida kebun raya bogor menggunakan
pendekatan median dan pendekatan taksonomi,
Tabel 7 Pendugaan daya serap total karbondioksida Kebun Raya Bogor No Nama jenis Daya serap
karbondioksida/
pohon
Jumlah pohon Daya serap total
1. Cassia 1280 10 12800
2. Beringin 622 3 1866
3. Pingku 99,3 3 297,9
4. Trembesi 66,3 6 397,8
5. Sirsak 25,5 5 127,5
6. Kenanga 22,6 15 339
7. Krey payung 11,8 5 59
8. saga 7,4 13 96,2
9. Matoa 7,18 4 28,72
10. Kempas 4,97 4 19,88
11. Nangka 3,41 10 34,1
12. Johar 2,75 1 2,75
13. Mahoni 2,5 15 37,5
14. Sawo kecik 1,84 5 9,2
15. Flamboyan 1,43 3 4,29
16. Bunga Merak 0,743 5 3,715
17. Khaya 0,605 7 4,235
18. Merbau Pantai 0,356 8 2,848
19. Asam Kranji 0,218 5 1,09
20. Angsana 0,217 20 4,34
21. Dadap 0,136 10 1,36
22. Asam 0,118 1 0,118
23. Sapu Tangan 0,107 20 2,14
24. Tanjung 0,102 5 0,51
25. Rambutan 0,064 10 0,64
Jumlah Total 193 16140,84
Daya serap tanaman lain 10011,182
Total Daya Serap 115312,022
36
Tabel 7 menunjukan bahwa daya serap karbondioksida seluruh Kebun
Raya Bogor adalah 115312,022 g/jam atau 0,11 ton g/jam, Pendugaan daya serap
total karbondioksida Kebun Raya Bogor berdasarkan pendekatan taksonomi
adalah 0,54 ton/jam (lampiran 7), Nilai yang diperoleh lebih besar dibandingkan
dengan menggunakan pendekatan median. Pendekatan taksonomi menggunakan
nilai dari tiap jenis yang mewakili famili. Kedua hasil ini mengindikasikan bahwa
Kebun Raya Bogor mempunyai fungsi sebagai penyerap karbondoksida. Oleh
karena itu, keberadaan kebun raya memungkinkan sebagai rosot karbon di
wilayah Bogor. Hal ini memantapkan Kebun Raya Bogor sebagai hutan kota yang
berfungsi untuk menyerap karbon, menghindarkan efek pulau bahang, dan
menciptakan iklim mikro.
KESIMPULAN
Daya serap karbondioksida tiap cm2 tertinggi adalah cassia sebesar 18,9 g
cm-1 jam-1, sedangkan yang terendah adalah krey payung sebesar 0.084 g cm-1
jam-1. Jenis tanaman hutan kota di Kebun Raya Bogor yang memiliki daya serap
karbondioksida tiap luas daun terbaik berdasarkan metode karbohidrat adalah
kenanga, sirsak, bunga merak, johar, flamboyan, dadap, saga, trembesi,sawo
kecik, beringin, tanjung.
Daya serap bersih karbondioksida tertinggi tiap daun adalah kenanga
sebesar 1.52 g cm-2 jam-1. Sedangkan daya serap bersih karbondioksida tiap daun
terendah adalah daun asam yaitu sebesar 1.2 X 10-4 g cm-2 jam-1.
Kemampuan serapan karbodioksida tiap pohon dipengaruhi oleh jumlah
daun. Pada klasifikasi umur <50 tahun, daya serap karbondioksida tertinggi adalah
sirsak (25.4 g/pohon/jam) dan kenanga (22.6 g/pohon/jam). Pada klasifikasi 50-
100 tahun, daya serap karbondiksida teringgi adalah cassia(1280 g/pohon/jam)
dan beringin (622 g/pohon/jam). Pada klasifikasi > 100 tahun, daya serap
karbondioksida tertinggi adalah trembesi (66.3 g/pohon/jam) dan krey payung
(11.3 g/pohon/jam).
Daya serap karbondioksida Kebun Raya Bogor menggunakan pendekatan
median adalah 0.11 ton/jam sedangkan menggunakan pendekatan taksonomi
adalah 0.54 ton/ jam. Kondisi ini memantapkan Kebun Raya untuk menjalankan
fungsinya sebagai penyerap karbondioksida
DAFTAR PUSTAKA
Atmowidi T. 1998. Peningkatan Konsentrasi Karbondioksida Lingkungan dan
Pengaruhnya Terhadap Interaksi Serangga Tanaman [skripsi]. Bogor: Departemen Biologi Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Benson L. 1957. Plant Classification. Boston: DC Heath and Company Dahlan EN. 1992. Hutan Kota untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas
Lingkungan. Jakarta: APHI. Dahlan, EN. 2004. Membangun Kota Kebun (Garden City) bernuansa Hutan
Kota. Bogor: IPB Press Fahn A. 1991. Anatomi Tumbuhan Berbiji. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press. Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.
Jakarta: U.I Press Grey GW, Deneke FJ. 1986. Urban Forestry. New York: John Wiley and Sons. Harjadi SS. 1979. Pengantar Agronomi. Jakarta: PT Gramedia Jakarta Kamen MD. 1963. Primary Processes in Fhotosynthesis. New York: Academic
Press Kartasapoetra AG. 1991. Pengantar Anatomi Tumbuh-tumbuhan (tentang Sel dan
Jaringan). Jakarta: PT Rieke Cipta Karyadi H. 2005. Pengukuran Daya Serap Karbondioksida 5 Jenis Tanaman
Hutan Kota [skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Lakitan B. Dasar – dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : Rajawali Press. Murdiyaso D. 1999. Perlindungan Atmosfer melalu Perdagangan Karbon :
Paradigma Baru dalam Sektor Kehutanan [orasi ilmiah]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Nerburger M. 1995. Memahami Lingkungan Atmosfer Kita. Penerbit ITB.
Bandung
39
Sinambela T. 2006. Kemampuan Serapan Karbondioksida Tanaman Hutan Kota [skripsi]. Bogor. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Salisbury FB, Cleon WR. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: ITB Press Sitompul SM, Guritno B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press Sutrian Y. 1992. Pengantar Anatomi Tumbuh-tumbuhan tentang Sel dan Jaringan.
Jakarta: PT. Rineke Cipta. Van Steenis, CGGJ. 1978. Flora. Surjowinoto et al. penerjemah. Jakarta Pusat:
PT Pradnya Paramita. Terjemahan dari : Flora
41
Lampiran 1 Data penunjang tanaman hutan kota No Nama Jenis Nama Ilmiah Famili Jml pohon
(specimen)Diameter (cm)
Tinggi(m) Umur (th)
jumlah daun (helai)
1. Flamboyan Delonix regia Caesapiniaceae 3 63.69 18 30 39813120 2. Johar Cassia sp Caesapiniaceae 1 79.62 15 100 4686084 3. Merbau Pantai Intsia bijuga Caesapiniaceae 8 47.77 20 100 147000 4. Asam Tamarindus indica Caesapiniaceae 1 32.17 10 100 17740800 5. Kempas Koopasia exelsa Caesapiniaceae 4 192.68 48 160 26244000 6. Sapu tangan Maniltoa browneodes Caesapiniaceae 20 10.83 8 10 138996 7. Bunga merak Caesalpinia pulcherima Caesapiniaceae 5 9.55 3 15 6771600 8. Cassia Cassia grandis Caesapiniaceae 10 44.27 20 50 409406400 9. Krey Payung Filicium decipiens Sapindaceae 5 89.17 25 100 107163000 10. Matoa Pometia pinnata Sapindaceae 4 105.10 24 120 7128000 11. Rambutan Nephelium lappaceum Sapindaceae 10 52.23 15 50 181440 12. Tanjung Mimosops elengi Sapotaceae 5 19.43 11 25 45600 13. Sawo kecik Manilkara kauki Sapotaceae 5 20.70 12 30 432432 14. Angsana Pterocarpus indicus Papilinoaceae 20 39.01 33 110 240000 15. Dadap Erytrina cristagalli Papilinoaceae 10 18.31 5 10 21120 16. Trembesi Samanea saman Mimosaceae 6 264.33 50 100 5953500000 17. Saga Adenanthera pavonina Mimosaceae 13 38.22 15 100 25920000 18. Asam Kranji Pithecelobium dulce Mimosaceae 5 39.97 12 90 1468800 19. Mahoni Swietenia macrophylla Meliaceae 15 63.38 27 100 855360 20. Khaya Khaya anthoteca Meliaceae 7 117.52 40 110 531960 21. Pingku Dysoxylum exelsum Meliaceae 3 44.90 35 50 53312000 22. Beringin Ficus benjamina Moraceae 3 98.73 40 45 4296045600 23. Nangka Pterocarpus integra Moraceae 10 50.32 17 10 1608750 24. Kenanga Cananga odorata Annonaceae 15 38.85 20 30 420000 25. Sirsak Annona muricata Annonaceae 5 23.57 7 15 1005720
42
Lampiran 2 Luas daun tanaman hutan kota No Nama Jenis Famili Berat
Contoh (g) Jumlah Daun (Helai)
Luas daun contoh (cm2)
Luas helai daun (cm2)
Luas Daun (cm2)
Ketebalan relatif daun (x
10-2 g /cm)
Luas daun/ pohon (x 106 cm2)
1. Flamboyan Caesapiniaceae 30 6990 1462.52 0.21 120.52 2.05 8.33 2. Johar Caesapiniaceae 30 497 2090.42 4.21 67.36 1.44 6.17 3. Merbau Pantai Caesapiniaceae 30 47 2678.87 57.61 230.44 1.12 1.39 4. Asam Caesapiniaceae 30 9060 748.74 0.08 1.98 4.01 12.6 5. Kempas Caesapiniaceae 30 518 1997.03 3.86 65.60 1.50 0.84 6. Sapu tangan Caesapiniaceae 30 42 1863.32 44.36 44.36 1.61 109 7. Bunga merak Caesapiniaceae 30 2550 2062.83 0.81 87.37 1.76 51.78. Cassia Caesapiniaceae 30 449 205.50 0.46 11.00 1.32 97.09. Krey Payung Sapindaceae 30 42 1863.32 22.28 534.81 1.87 5.48 10. Matoa Sapindaceae 30 77 1704.72 189.60 4929.67 1.82 8.82 11. Rambutan Sapindaceae 30 12 2275.23 48.62 48.62 2.67 2.94 12. Tanjung Sapotaceae 30 33 1604.57 30.56 30.56 1.18 42.9 13. Sawo kecik Sapotaceae 30 54 1650.30 29.09 29.09 1.81 11.59 14. Angsana Papilinoaceae 30 39 1122.02 19.18 172.65 1.42 8.1815. Dadap Papilinoaceae 30 132 2532.20 39.47 118.42 1.68 10.2316. Trembesi Mimosaceae 30 42 1657.86 2.43 29.12 1.55 19.7 17. Saga Mimosaceae 30 719 1790.01 2.49 42.35 1.33 8.47 18. Asam Kranji Mimosaceae 30 968 1937.08 2.00 30.02 1.67 1.47 19. Mahoni Meliaceae 30 45 2257.05 50.16 601.88 1.85 101 20. Khaya Meliaceae 30 48 1793.64 37.37 523.15 2.11 2390 21. Pingku Meliaceae 30 12 1623.80 135.32 135.32 1.65 1350 22. Beringin Moraceae 30 89 1424.69 16.10 16.10 1.81 4.60 23. Nangka Moraceae 30 27 1823.66 67.54 67.54 2.07 722024. Kenanga Annonaceae 30 14 1661.70 123.09 2092.51 1.45 64.6 25. Sirsak Annonaceae 30 15 1446.53 96.44 96.44 0.15 19.9
43
Lampiran 3 Kadar air tanaman hutan kota No Nama Jenis Famili Berat basah Berat Kering Kadar air 1. Flamboyan Caesapiniaceae 30 10,25 65,84 2. Johar Caesapiniaceae 30 14,22 52,59 3. Merbau Pantai Caesapiniaceae 30 8,50 71,68 4. Asam Caesapiniaceae 30 11,26 62,46 5. Kempas Caesapiniaceae 30 11,33 62,24 6. Sapu tangan Caesapiniaceae 30 17,16 42,82 7. Bunga merak Caesapiniaceae 30 24,69 17,68 8. Cassia Caesapiniaceae 30 11,51 61,62 9. Krey Payung Sapindaceae 30 14,63 53,76 10. Matoa Sapindaceae 30 16,07 51,25 11. Rambutan Sapindaceae 30 12,65 46,44 12. Tanjung Sapotaceae 30 13,10 57,84 13. Sawo kecik Sapotaceae 30 14,02 56,35 14. Angsana Papilinoaceae 30 11,26 53,25 15. Dadap Papilinoaceae 30 7,73 62,47 16. Trembesi Mimosaceae 30 14,63 74,22 17. Saga Mimosaceae 30 7,90 73,68 18. Asam Kranji Mimosaceae 30 18,83 37,23 19. Mahoni Meliaceae 30 14,75 50,85 20. Khaya Meliaceae 30 15,83 47,23 21. Pingku Meliaceae 30 10,09 66,38 22. Beringin Moraceae 30 13,80 53,98 23. Nangka Moraceae 30 10,27 65,77 24. Kenanga Annonaceae 30 13,88 53,74 25. Sirsak Annonaceae 30 10,56 64,80
44
Lampiran 4 Analisis data karbohidrat tanaman hutan kota No Nama Jenis Famili Berat
Contoh (g)
Penyerapan Karbohidrat (%)
Massa Karbohidrat (g/30 g daun)
Massa Karbohidrat (g/g daun)
Massa Karbondioksida (g/g daun)
05,00 10,00 1. Flamboyan Caesapiniaceae 30 14,47 17,81 1,002 0,0334 1,4732. Johar Caesapiniaceae 30 9,45 14,99 1,662 0,0554 2,4433. Merbau Pantai Caesapiniaceae 30 16,22 18,96 0,822 0,0274 1,2084. Asam Caesapiniaceae 30 9,76 10,17 0,123 0,0041 0,1815. Kempas Caesapiniaceae 30 6,36 8,14 0,534 0,0178 0,7856. Sapu tangan Caesapiniaceae 30 6,82 7,37 0,165 0,0055 0,2437. Bunga merak Caesapiniaceae 30 12,57 17,82 1,575 0,0525 2,3158. Cassia Caesapiniaceae 30 10,23 13,76 1,059 0,0353 1,5579. Krey Payung Sapindaceae 30 12,28 12,41 0,039 0,0013 0,05710. Matoa Sapindaceae 30 10,66 10,91 0,075 0,0025 0,11011. Rambutan Sapindaceae 30 10,6 10,77 0,051 0,0017 0,07512. Tanjung Sapotaceae 30 11,97 13,78 0,543 0,0181 0,79813. Sawo kecik Sapotaceae 30 10,69 12,36 0,501 0,0167 0,73614. Angsana Papilinoaceae 30 7,15 9,9 0,825 0,0275 1,21315. Dadap Papilinoaceae 30 8,99 13,07 1,224 0,0408 1,79916. Trembesi Mimosaceae 30 11,51 15,24 1,119 0,0373 1,64517. Saga Mimosaceae 30 13,65 16,99 1,002 0,0334 1,47318. Asam Kranji Mimosaceae 30 12,37 14,9 0,759 0,0253 1,11619. Mahoni Meliaceae 30 9,59 12,29 0,810 0,027 1,19120. Khaya Meliaceae 30 9,32 10,21 0,267 0,0089 0,39221. Pingku Meliaceae 30 11,59 11,92 0,099 0,0033 0,14622. Beringin Moraceae 30 8,18 10,23 0,615 0,0205 0,90423. Nangka Moraceae 30 8,76 9,71 0,285 0,0095 0,41924. Kenanga Annonaceae 30 12,15 23,11 3,288 0,1096 4,83325. Sirsak Annonaceae 30 5,87 10,87 1,500 0,05 2,205
45
Lampiran 5 Ukuran dan luas stomata tanaman hutan kota No Nama Jenis Famili Jumlah
stomata/ luas bidang pandang
Jarak antar stomata (x 10-4 μm)
Ukuran stomata (x 10-4 μm)
Luas (x 10-8
μm)
Kerapatan Stomata
r1 r2 r3 R p l Rt 1. Flamboyan Caesapiniaceae 460 6,25 12,5 15 11,25 11,25 7,50 9,38 68,99 311 2. Johar Caesapiniaceae 1200 811 12,5 6,25 7,5 3,75 2,50 3,13 7,67 811 3. Merbau Pantai Caesapiniaceae 200 31,25 16,25 22,5 23,33 3,75 8,75 6,25 30,66 135 4. Asam Caesapiniaceae 660 11,25 15 12,5 12,92 8,75 11,25 10,00 78,50 446 5. Kempas Caesapiniaceae 1045 8,75 7,5 3,75 6,67 6,25 12,50 9,38 68,99 706 6. Sapu tangan Caesapiniaceae 164 25 17,5 12,5 18,33 11,25 6,25 8,75 60,10 111 7. Bunga merak Caesapiniaceae 750 11,25 10 6,25 9,17 7,50 6,25 30,66 507 7,50 8. Cassia Caesapiniaceae 744 2,5 2,5 5 3,33 11,25 11,25 99,35 503 11,25 9. Krey Payung Sapindaceae 344 31,25 11,25 10 17,50 8,75 5,00 6,88 37,10 232 10. Matoa Sapindaceae 728 6,25 7,5 12,5 8,75 6,25 7,50 6,88 37,10 492 11. Rambutan Sapindaceae 1392 3,75 5 3,75 4,17 12,50 8,75 10,63 88,62 941 12. Tanjung Sapotaceae 152 15 25 25 21,67 15,00 12,50 13,75 148,41 103 13. Sawo kecik Sapotaceae 112 87,5 25 50 54,17 12,50 12,50 12,50 122,66 76 14. Angsana Papilinoaceae 112 75 50 37,5 54,17 12,50 5,00 8,75 60,10 76 15. Dadap Papilinoaceae 1050 12,5 31,25 25 22,92 11,25 15,00 13,13 135,23 709 16. Trembesi Mimosaceae 325 3,75 5 3,75 4,17 6,25 6,25 6,25 30,66 220 17. Saga Mimosaceae 924 1,25 2,5 5 2,92 12,50 8,75 10,63 88,62 624 18. Asam Kranji Mimosaceae 800 6,25 3,75 2,5 4,17 11,25 6,25 8,75 60,10 541 19. Mahoni Meliaceae 288 12,5 12,5 17,5 14,17 12,50 10,00 11,25 99,35 195 20. Khaya Meliaceae 520 22,5 12,5 18,75 17,92 7,50 7,50 7,50 44,16 351 21. Pingku Meliaceae 92 28,75 18,75 30 25,83 6,25 11,25 8,75 60,10 62 22. Beringin Moraceae 356 27,5 13,75 8,75 16,67 12,50 13,75 148,41 241 12,50 23. Nangka Moraceae 208 18,75 15 12,5 15,42 8,75 8,75 60,10 141 8,75 24. Kenanga Annonaceae 1008 12,5 12,5 50 25,00 12,50 12,50 122,66 681 12,50 25. Sirsak Annonaceae 224 23,75 12,5 16,25 17,50 18,75 18,75 275,98 151 18,75
46
Lampiran 6 Jumlah koleksi yang ada di Kebun Raya Bogor periode Oktober 2006 No Nama Famili Marga Spesies Indent sp. Genus Specimen1 Acanthaceae 32 52 0 11 0 161 2 Aceraceae 1 1 0 0 0 3 3 Acrostichaceae 1 6 0 4 0 14 4 Actinidiaceae 1 4 0 2 0 12 5 Adiantaceae 1 0 0 1 0 1 6 Agavaceae 6 41 0 21 0 209 7 Alangiaceae 1 4 0 0 0 17 8 Alismataceae 2 4 0 0 0 26 9 Amaranthaceae 2 2 0 0 0 4 10 Amarylliadaceae 8 16 2 13 0 88 11 Anacardiaceae 20 43 1 36 0 156 12 Ancistrocladaceae 1 2 0 0 0 2 13 Annonaceae 27 71 9 38 0 315 14 Antheriaceae 1 8 0 1 0 20 15 Apiaceae 1 2 0 0 0 4 16 Apocynaceae 42 118 17 48 0 526 17 Apostasiaceae 1 0 0 1 0 1 18 Aquifoliaceae 1 1 5 1 0 4 19 Araceae 34 134 4 166 0 739 20 Araliaceae 10 26 0 26 0 112 21 Araucariaceae 2 7 0 2 0 34 22 Arecaceae 91 276 3 233 0 1413 23 Aristolochiaceae 2 9 0 4 0 25 24 Asclepiadaceae 11 20 1 4 0 52 25 Asparagaceae 1 1 0 0 0 5 26 Asphodelaceae 1 3 0 0 0 5 27 Aspidiaceae 4 6 1 15 0 36 28 Aspleniaceae 1 5 0 12 0 25 29 Asteliaceae 1 7 0 11 0 36 30 Asteraceae 16 18 0 0 0 29 31 averrhoaceae 1 2 0 5 0 20 32 Begoniaceae 1 4 0 1 0 15 33 Berberidaceae 1 1 0 0 0 2 34 Bignoniaceae 34 58 0 12 0 172 35 Bixaceae 1 1 0 0 0 2 36 Blechnaceae 2 2 0 1 0 8 37 Bombacaceae 10 18 0 23 0 82 38 Boraginaceae 4 14 1 1 0 35 39 Bromeliaceae 9 40 0 4 0 114 40 Buddlejaceae 1 1 0 0 0 2 41 Burseraceae 7 20 3 19 0 89 42 Buxaceae 1 0 0 1 0 1 43 Cactaaceae 7 18 0 10 0 77 44 Caesalpiniaceae 36 118 0 30 0 413 45 Calycanthaceae 1 1 0 0 0 1 46 Campanulaceae 2 2 0 0 0 2 47 Cannaceae 1 6 0 4 0 16 48 Capparaceae 4 8 0 1 0 15 49 Caprifoliaceae 2 4 0 0 0 7 50 Caricaceae 1 1 0 0 0 2 51 Caryocaraceae 1 1 0 0 0 1
47
Lanjutan 52 Casuarinaceae 2 5 0 1 0 13 53 Cecropiaceae 2 3 0 11 0 20 54 Celastraceae 11 19 1 1 0 56 55 Chloranthaceae 1 2 0 0 0 3 56 Chrysobalanaceae 4 5 0 4 0 24 57 Clusiaceae 9 51 3 49 0 238 58 Cochlospermaceae 1 2 0 0 0 2 59 Combretaceae 6 38 0 10 0 108 60 Commelinaceae 7 9 1 0 0 24 61 Connararaceae 5 12 0 9 0 58 62 Convallariaceae 3 5 0 3 0 16 63 Convolvulaceae 6 14 0 4 0 31 64 Cornaceae 2 2 0 0 0 3 65 Corynocarpaceae 1 1 0 0 0 2 66 Costaceae 2 19 0 7 0 90 67 Crassulaceae 1 5 0 0 0 9 68 Crypteroniaceae 1 1 0 0 0 1 69 Cucurbitaceae 3 4 1 0 0 9 70 Cunoniaceae 2 2 0 0 0 2 71 Cupressaceae 2 3 0 1 0 5 72 Cyatheaceae 2 3 0 6 0 18 73 Cycadaceae 1 3 0 6 0 10 74 Cyclanthacaeae 3 4 0 0 0 18 75 Cyperaceae 8 15 0 4 0 40 76 Datiscaceae 3 3 0 0 0 8 77 Davaliaceae 1 1 0 4 0 8 78 Dennstaedtiaceae 1 0 0 2 0 2 79 Dichapetalaceae 1 2 0 0 0 5 80 Dicksoniaceae 1 1 0 0 0 2 81 Dilleniaceae 2 17 0 13 0 87 82 Dioscoreaceae 1 7 0 11 0 51 83 Dipteridaceae 2 2 0 0 0 2 84 Dipterocapaceae 12 79 0 24 0 264 85 Dracaenaceae 2 5 0 7 0 18 86 Dryopteridaceae 3 5 0 4 0 14 87 Ebenaceae 1 27 0 26 0 119 88 Elaeagnaceae 1 1 0 1 0 9 89 Elaeocarpaceae 2 9 0 13 0 37 90 Equisetaceae 1 1 0 0 0 3 91 Erythoxylaceae 1 3 0 1 0 9 92 Escaloniaceae 1 1 10 0 0 4 93 Euphorbiaceae 52 142 15 37 0 446 94 Fabaceae 0 0 0 0 0 15 95 Fagaceae 3 14 0 3 0 37 96 Flacourtiaceae 14 29 0 7 0 93 97 Flagellariaceae 1 1 0 0 0 22 98 Geitonoplesiaceae 1 1 0 0 0 3 99 Gentianaceae 1 1 0 0 0 4 100 Gesneriaceae 3 1 0 4 0 5 101 Gnetaceae 1 5 0 20 0 57 102 Haloragaceae 1 1 0 0 0 2 103 Hamamelidaceae 2 2 0 0 0 8 104 Hanguanaceae 1 2 0 0 0 9
48
Lanjutan 105 Heliconiaceae 1 21 0 16 0 86 106 Hemionitidaceae 1 0 0 1 0 1 107 Hernandiaceae 2 3 0 0 0 8 108 Hippocrateaceae 1 15 0 6 0 45 109 Hyacinthaceae 1 1 0 0 0 2 110 Hydrocharitaceae 2 2 0 0 0 4 111 Hymensphylaceae 1 1 0 0 0 1 112 Icacinaceae 8 10 3 8 0 56 113 Iridaceae 4 7 0 0 0 13 114 Irvingiaceae 1 1 0 0 0 4 115 Lamiaceae 9 13 0 1 0 25 116 Lauraceae 18 66 6 35 0 286 117 Lecythidaceae 8 18 0 17 0 84 118 Leeaceae 2 7 0 1 0 21 119 Liliaceae 6 6 3 5 0 24 120 Limnocharitaceae 1 1 0 0 0 2 121 Linaceae 2 2 0 0 0 4 122 lindsaeacaeae 1 0 1 2 0 3 123 Loganiaceae 3 10 0 9 0 45 124 Lomariopsidaceae 1 2 0 4 0 12 125 Lowiaceae 1 1 0 1 0 5 126 Lycopodiaceae 1 2 0 0 0 2 127 Lythraceae 3 12 1 2 0 47 128 Magnoliaceae 5 10 0 2 0 42 129 Malpighiaceae 8 13 0 1 0 26 130 Malvaceae 8 29 1 2 0 68 131 Marantaceae 9 19 2 11 0 77 132 Marattiaceae 2 3 0 5 0 41 133 Melastomataceae 6 14 1 4 0 37 134 Meliaceae 22 67 14 49 0 320 135 Menispermaceae 14 23 11 3 0 79 136 Mimosaceae 22 58 0 22 0 189 137 Monimiaceae 3 6 1 2 0 17 138 Moraceae 15 79 2 46 0 251 139 Moringaceae 1 1 0 0 0 2 140 Musaceae 1 16 0 25 0 82 141 Myoporaceae 1 1 0 0 0 1 142 Myricaceae 1 1 0 0 0 2 143 Myristicaceae 6 27 0 23 0 108 144 Myrsinaceae 6 21 4 14 0 90 145 Mytaceae 21 77 4 53 0 308 146 Nyctaginaceae 3 7 0 0 0 17 147 Nymphaeaceae 2 3 0 2 0 29 148 Nyssaceae 1 1 0 0 0 2 149 Ochnaceae 3 8 0 0 0 18 150 Olacaceae 7 8 0 0 0 21 151 Oleaceae 10 22 0 6 0 64 152 Ophioglossaceae 2 2 3 0 0 7 153 Opiliaceae 1 1 0 0 0 2 154 Orchidaceae 5 4 0 3 0 12 155 Oxalidaceae 1 2 0 2 0 7 156 Pandanaceae 2 23 0 69 0 163 157 Papilionaceae 29 72 1 41 0 270
49
Lanjutan 158 Parkeriaceae 1 1 0 0 0 1 159 Passifloraceae 1 2 1 0 0 4 160 Phormiaceae 1 3 0 2 0 28 161 Phytolaccaceae 4 5 0 0 0 14 162 Pinaceae 1 4 0 0 0 9 163 Piperaceae 2 12 0 35 0 73 164 Pittosporaceae 1 4 0 0 0 10 165 Plantaginaceae 1 2 0 0 0 5 166 Plumbaginaceae 1 1 0 0 0 2 167 Poaceae 19 50 1 33 0 213 168 Podocarpaceae 4 9 0 8 0 38 169 Polygalaceae 2 8 0 5 0 24 170 Polygonaceae 3 4 0 0 0 8 171 polypodiaceae 5 4 9 7 0 21 172 Pontederiaceae 1 1 0 0 0 3 173 Portulacaceae 1 1 0 0 0 2 174 Proteaceae 6 8 0 0 0 28 175 Pteridaceae 3 1 0 2 0 6 176 Punicaceae 1 1 0 0 0 2 177 Rhamnaceae 8 16 1 3 0 41 178 Rhizophoraceae 1 1 1 0 0 6 179 Rosaceae 7 11 4 0 0 30 180 Rubiaceae 43 123 10 50 0 411 181 Rutaceae 24 45 2 21 0 172 182 Sabiaceae 2 7 0 1 0 19 183 Salicaceae 1 1 0 0 0 3 184 Salvadoraceae 1 1 0 0 0 1 185 Samydaceae 1 2 0 0 0 3 186 Santalaceae 1 1 0 0 0 2 187 Sapindaceae 36 66 24 9 0 285 188 Sapotaceae 13 42 23 13 0 177 189 schisandraceae 1 1 0 2 0 8 190 Scizaeaceae 1 2 0 4 0 9 191 Scitamineaae 1 1 0 0 0 2 192 Scrophulariaceae 1 1 0 0 0 3 193 Selaginellaceae 1 3 0 1 0 5 194 Simaroubaceae 7 8 0 1 0 28 195 Smilacaceae 1 9 0 16 0 40 196 Solanaceae 5 10 0 1 0 23 197 Sonneratiaceae 2 3 0 0 0 3 198 Spaerosepalaceae 1 1 0 0 0 1 199 Stangeriaceae 1 1 0 0 0 1 200 Staphyleaceae 1 2 0 1 0 9 201 Stemonaceae 1 3 0 0 0 12 202 Strelculiaceae 16 56 2 34 0 227 203 strelitziaceae 1 2 0 0 0 8 204 Styracaceae 1 1 0 0 0 4 205 Symplocaceae 1 1 0 3 0 4 206 Taccaceae 1 2 0 3 0 12 207 Tecophilaeaceae 1 2 0 0 0 5 208 Theaceae 6 8 1 2 0 18 209 Thelypteridaceae 3 3 3 4 0 11 210 Theophrastaceae 1 1 0 0 0 4
50
Lanjutan 211 Thymelaeaceae 4 10 0 3 0 48 212 Tiliaceae 6 18 0 3 0 50 213 Typhaceae 1 1 0 0 0 6 214 Ulmaceae 3 7 0 0 0 15 215 Urticaceae 8 14 0 13 0 50 216 Verbenaceae 21 67 0 28 0 268 217 Violaceae 1 4 0 0 0 7 218 Vitaceae 5 16 6 10 0 51 219 Woodsiaceae 1 9 0 1 0 23 220 Xanthorrhoeaceae 1 1 0 0 0 1 221 Zamiaceae 5 15 0 0 0 36 222 Zingiberaceae 14 82 5 191 0 598 223 Zygophyllaceae 1 1 0 0 0 4
Lampiran 7 Daya serap karbondioksida kategori famili di Kebun Raya Bogor berdasarkan sistem taksonomi Benson 1957.
No Nama Famili Nama Ordo Kemiripan Daya Serap
Karbondioksida 1. Acanthaceae Scrophulariales verbenaceae 3.891,37 2. Aceraceae Sapindales sapindaceae 18,99 3. Acrostichaceae 4. Actinidiaceae Guttiferales Clusiaceae 7,20 5. Adiantaceae 6. Agavaceae liliales Gnetaceae 81,51 7. Alangiaceae Cornales kombinasi 2.805,00 8. Alismataceae Alismales Gnetaceae 10,14 9. Amaranthaceae Caryophyllales annonaceae 88,00 10. Amarylliadaceae liliales Gnetaceae 34,32 11. Anacardiaceae Sapindales sapindaceae 987,48 12. Ancistrocladaceae kombinasi kombinasi 330,00 13. Annonaceae Ranales Annonaceae 6.930,00 14. Antheriaceae 15. Apiaceae Umbellales kombinasi 660,00 16. Apocynaceae Apocynales Sapotaceae 50.969,40 17. Apostasiaceae 18. Aquifoliaceae Sapindales sapindaceae 25,32 19. Araceae Arales Gnetaceae 288,21 20. Araliaceae Umbellales kombinasi 18.480,00 21. Araucariaceae Pinales Gnetaceae 13,26 22. Arecaceae Palmales Gnetaceae 551.07 23. Aristolochiaceae Aristolochianales kombinasi 4.125,00 24. Asclepiadaceae Apocynales Sapotaceae 5.038,80 25. Asparagaceae liliales Gnetaceae 1,95 26. Asphodelaceae 27. Aspidiaceae 28. Aspleniaceae 29. Asteliaceae 30. Asteraceae Asterales verbenaceae 700,93 31. averrhoaceae 32. Begoniaceae Begoniales Begoniales 2.475,00 33. Berberidaceae Ranales Annonaceae 44,00 34. Bignoniaceae Scrophulariales verbenaceae 4.157,24 35. Bixaceae Guttiferales Clusiaceae 1,20 36. Blechnaceae 37. Bombacaceae Malvales Clusiaceae 49,20
51
Lanjutan 38. Boraginaceae Polemoniales Sapotaceae 3.391,50 39. Bromeliaceae liliales Gnetaceae 44,46 40. Buddlejaceae Gentianales Sapotaceae 193,80 41. Burseraceae Rutales Burseraceae 4.005,00 42. Buxaceae Euphorbiales Burseraceae 45,00 43. Cactaaceae Cactales kombinasi 12.705,00 44. Caesalpiniaceae Rosales kombinasi 68.145,00 45. Calycanthaceae Ranales Annonaceae 22,00 46. Campanulaceae Campanulales verbenaceae 48,34 47. Cannaceae Musales Gnetaceae 6,24 48. Capparaceae 49. Caprifoliaceae Rubiales verbenaceae 169,19 50. Caricaceae Caricales Clusiaceae 1,20 51. Caryocaraceae Guttiferales Clusiaceae 0,60 52. Casuarinaceae Casuarinales Burseraceae 585,00 53. Cecropiaceae 54. Celastraceae Sapindales sapindaceae 354,48 55. Chloranthaceae Piperales Burseraceae 135,00 56. Chrysobalanaceae Rosales kombinasi 3.960,00 57. Clusiaceae Guttiferales Clusiaceae 142,80 58. Cochlospermaceae Guttiferales Clusiaceae 1,20 59. Combretaceae Rubiales verbenaceae 2.610,36 60. Commelinaceae liliales Gnetaceae 9,36 61. Connararaceae Rosales kombinasi 9.570,00 62. Convallariaceae liliales Gnetaceae 6,24 63. Convolvulaceae Polemoniales Sapotaceae 3.003,90 64. Cornaceae Cornales kombinasi 495,00 65. Corynocarpaceae Corynocarpaceae Corynocarpaceae 66. Costaceae 67. Crassulaceae Rosales kombinasi 1.485,00 68. Crypteroniaceae Myrtales kombinasi 165,00 69. Cucurbitaceae Cucurbitales verbenaceae 217,53 70. Cunoniaceae Rosales kombinasi 330,00 71. Cupressaceae Pinales Gnetaceae 1,95 72. Cyatheaceae Filicales Filicales 73. Cycadaceae cycadales Gnetaceae 3,90 74. Cyclanthacaeae Arales Gnetaceae 7,02 75. Cyperaceae Graminales Gnetaceae 15,60 76. Datiscaceae kombinasi kombinasi 1.320,00 77. Davaliaceae 78. Dennstaedtiaceae Filicales Filicales 79. Dichapetalaceae Sapindales sapindaceae 31,65 80. Dicksoniaceae Filicales Filicales 81. Dilleniaceae 82. Dioscoreaceae liliales Gnetaceae 19,89 83. Dipteridaceae liliales Gnetaceae 0,78 84. Dipterocapaceae Guttiferales Clusiaceae 158,40 85. Dracaenaceae liliales Gnetaceae 7,02 86. Dryopteridaceae Guttiferales Clusiaceae 8,40 87. Ebenaceae Ebenales Sapotaceae 11.531,10 88. Elaeagnaceae Elaeagnales kombinasi 1.485,00 89. Elaeocarpaceae Malvales Clusiaceae 22,20 90. Equisetaceae Equisetales Equisetales 91. Erythoxylaceae Geraniales sapindaceae 56,97 92. Escaloniaceae Rosales kombinasi 660,00 93. Euphorbiaceae Euphorbiales Burseraceae 20.070,00 94. Fabaceae Rosales kombinasi 2.475,00 95. Fagaceae Fagales Burseraceae 1.665,00 96. Flacourtiaceae Violales Clusiaceae 55,80
52
Lanjutan 97. Flagellariaceae Monocotyledon Monocotyledon 98. Geitonoplesiaceae 99. Gentianaceae Gentianales Sapotaceae 387,60 100. Gesneriaceae Scrophulariales verbenaceae 120,85 101. Gnetaceae Gnetales Gnetaceae 22,23 102. Haloragaceae Myrtales kombinasi 330,00 103. Hamamelidaceae Rosales kombinasi 1.320,00 104. Hanguanaceae 105. Heliconiaceae 106. Hemionitidaceae 107. Hernandiaceae Ranales Annonaceae 176,00 108. Hippocrateaceae Sapindales sapindaceae 284,85 109. Hyacinthaceae 110. Hydrocharitaceae Hydrocaritales Hydrocaritales 111. Hymensphylaceae Filicales Filicales 112. Icacinaceae Sapindales sapindaceae 354,48 113. Iridaceae liliales Gnetaceae 5,07 114. Irvingiaceae 115. Lamiaceae Lamiales verbenaceae 604,25 116. Lauraceae Ranales Annonaceae 6.292,00 117. Lecythidaceae Myrtales kombinasi 13.860,00 118. Leeaceae 119. Liliaceae liliales Gnetaceae 9,36 120. Limnocharitaceae 121. Linaceae Geraniales sapindaceae 25,32 122. lindsaeacaeae Malvales Clusiaceae 1,80 123. Loganiaceae Gentianales Sapotaceae 4.360,50 124. Lomariopsidaceae 125. Lowiaceae 126. Lycopodiaceae lycopodiales lycopodiales 127. Lythraceae Myrtales kombinasi 7.755,00 128. Magnoliaceae Ranales Annonaceae 924,00 129. Malpighiaceae Geraniales sapindaceae 164,58 130. Malvaceae Malvales Clusiaceae 40,80 131. Marantaceae Musales Gnetaceae 30,03 132. Marattiaceae Marrattiales Marrattiales 133. Melastomataceae Myrtales kombinasi 6.105,00 134. Meliaceae Rutales Burseraceae 14.400,00 135. Menispermaceae Ranales Annonaceae 1.738,00 136. Mimosaceae Rosales kombinasi 31.185,00 137. Monimiaceae Ranales Annonaceae 374,00 138. Moraceae urticales annonaceae 5.522,00 139. Moringaceae Papaverales Clusiaceae 1,20 140. Musaceae Musales Gnetaceae 31,98 141. Myoporaceae Scrophulariales verbenaceae 24,17 142. Myricaceae Myricales Burseraceae 90,00 143. Myristicaceae Ranales Annonaceae 2.376,00 144. Myrsinaceae Primulales Sapotaceae 8.721,00 145. Mytaceae Myrtales kombinasi 50.820,00 146. Nyctaginaceae Caryophyllales annonaceae 374,00 147. Nymphaeaceae Ranales Annonaceae 638,00 148. Nyssaceae Cornales kombinasi 330,00 149. Ochnaceae Guttiferales Clusiaceae 10,80 150. Olacaceae Santales kombinasi 3.465,00 151. Oleaceae oleales verbenaceae 1.546,88 152. Ophioglossaceae Ophioglossales Ophioglossales 153. Opiliaceae Santales kombinasi 330,00 154. Orchidaceae Orchidales Gnetaceae 4,68 155. Oxalidaceae Geraniales sapindaceae 44,31
53
Lanjutan 156. Pandanaceae Pandanales Gnetaceae 63,57 157. Papilionaceae Rosales kombinasi 44.550,00 158. Parkeriaceae Filicales Filicales 159. Passifloraceae Violales Clusiaceae 2,40 160. Phormiaceae 161. Phytolaccaceae Caryophyllales annonaceae 308,00 162. Pinaceae Pinales Gnetaceae 3,51 163. Piperaceae Piperales Burseraceae 3.285,00 164. Pittosporaceae Rosales kombinasi 1.650,00 165. Plantaginaceae plantaginales verbenaceae 120,85 166. Plumbaginaceae Primulales Sapotaceae 193,80 167. Poaceae Graminales Gnetaceae 83,07 168. Podocarpaceae Pinales Gnetaceae 14,82 169. Polygalaceae Polygalales sapindaceae 151,92 170. Polygonaceae Caryophyllales annonaceae 176,00 171. polypodiaceae Filicales Filicales 172. Pontederiaceae 173. Portulacaceae Caryophyllales annonaceae 44,00 174. Proteaceae Proteales kombinasi 4.620,00 175. Pteridaceae 176. Punicaceae Myrtales kombinasi 330,00 177. Rhamnaceae Rhamnales sapindaceae 259,53 178. Rhizophoraceae Myrtales kombinasi 990,00 179. Rosaceae Rosales kombinasi 4.950,00 180. Rubiaceae Rubiales verbenaceae 9.933,87 181. Rutaceae Rutales Burseraceae 7.740,00 182. Sabiaceae 183. Salicaceae Sapindales sapindaceae 18,99 184. Salvadoraceae Salicales Burseraceae 45,00 185. Samydaceae 186. Santalaceae Santales kombinasi 330,00 187. Sapindaceae Sapindales sapindaceae 1.804,05 188. Sapotaceae Ebenales Sapotaceae 17.151,30 189. schisandraceae Ranales Annonaceae 176,00 190. Scizaeaceae Filicales Filicales 191. Scitamineaae 192. Scrophulariaceae Scrophulariales verbenaceae 72,51 193. Selaginellaceae Selaginellales Selaginellales 194. Simaroubaceae Rutales Burseraceae 1.260,00 195. Smilacaceae liliales Gnetaceae 15,60 196. Solanaceae Polemoniales Sapotaceae 2.228,70 197. Sonneratiaceae Myrtales kombinasi 495,00 198. Spaerosepalaceae 199. Stangeriaceae cycadales Gnetaceae 0,39 200. Staphyleaceae Sapindales sapindaceae 56,97 201. Stemonaceae liliales Gnetaceae 4,68 202. Strelculiaceae Malvales Clusiaceae 136,20 203. strelitziaceae Musales Gnetaceae 3,12 204. Styracaceae Ebenales Sapotaceae 387,60 205. Symplocaceae Ebenales Sapotaceae 387,60 206. Taccaceae liliales Gnetaceae 4,68 207. Tecophilaeaceae 208. Theaceae Guttiferales Clusiaceae 10,80 209. Thelypteridaceae 210. Theophrastaceae Primulales Sapotaceae 387,60 211. Thymelaeaceae Thymelaeales kombinasi 7.920,00 212. Tiliaceae Malvales Clusiaceae 30,00 213. Typhaceae Pandanales Gnetaceae 2,34 214. Ulmaceae urticales annonaceae 330,00
54
Lanjutan 215. Urticaceae urticales annonaceae 1.100,00 216. Verbenaceae Lamiales verbenaceae 6.477,56 217. Violaceae Violales Clusiaceae 4,20 218. Vitaceae Rhamnales sapindaceae 322,83 219. Woodsiaceae 220. Xanthorrhoeaceae Ranales Annonaceae 22,00 221. Zamiaceae cycadales Gnetaceae 14,04 222. Zingiberaceae Musales Gnetaceae 233,22 223. Zygophyllaceae Geraniales sapindaceae 25,32 224. Daya Serap
Karbondioksida total 54.0337,85
Keterangan :
Daya serap karbondioksida Clusiaceae: 0,6 g/jam (Sinambela 2006); daya serap
karbondioksida Gnetaceae: 0,39 g/jam (Sinambela 2006); daya serap
karbondioksida Verbenaceae: 24,16 g/jam (Karyadi 2005). Famili yang tidak
dihitung adalah famili ketegori bukan pohon.
Lampiran 9. Daun dan Stomata Tanaman Hutan kota
] Gambar 1 Daun dan Stomata Flamboyan
Gambar 2. Daun dan Stomata Johar
top related