keselamatan kesehatan kerja
Post on 01-Jan-2016
159 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KESELAMATAN KESEHATAN KERJA (K3) DAN SISTEM MANAJEMEN K3
A. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Menurut Undang-undang
1. Sejarah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Di Indonesia
Dengan memperhatikan keadaan hukum kerja di zaman prakemerdekaan,
tentunya dapat diperkirakan bagaimana riwayat kesehatan kerja ini. Perbudakan,
perhambaan, rodi, dan poenale sanksi yang mewarnai hubungan kerja di zaman itu
menunjukkan pula kurangnya perhatian pemerintah Hindia Belanda akan
kesehatan kerja. Hal yang dicari pada saat itu adalah pengeksplotasian tenaga
kerja secara penuh demi kepentingan pihak penjajah, sedangkan kepentingan
tenaga kerja tidak diperhatikan sama sekali.43
Zaman Perbudakan
Zaman perbudakan ini secara legistis yaitu menurut peraturan
perundangan dinyatakan berakhir pada tanggal 31 Desember 1921. Jika
dibandingkan dengan Negara lain, berkat aturan adat yang dijiwai oleh
kepribadian bangsa, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab para budak agak
lumayan kedudukannya.44
Regerings Reglement (RR) tahun 1818 (semacam Undang-undang Dasar
Hindia Belanda pada pasal 115 memerintahkan supaya diadakan peraturan-
perturan mengenai perlakuan terhadap keluarga budak. Peraturan pelaksananya
dimuat dalam Staatsblad 1825 No.44 ditetapkan bahwa :45
1. Harus dijaga agar anggota-anggota keluarga budak bertempat tinggal
bersama-sama, maksudnya seorang budak yang telah berkeluarga tidak
boleh dipisahkan dari istri dan anaknya.
2. Para pemilik diwajibkan bertindak baik terhadap para budak mereka.
3. Penganiayaan seorang budak diancam dengan pidana berupa denda antara
Rp.10,00 dan Rp.500,00 dan pidana lain yang dijatuhkan oleh pengadilan
untuk penganiayaan biasa.
Usaha dari pihak tidak resmi seperti dari “Javaans Menschlievend
Genootschaap” yaitu nama baru bagi “Java Benevolent Institution” dari zaman
pemerintahan Thomas Stamford Raffles antara tahun 1818 dan 1824 mencoba
untuk menghapuskan perbudakan tetapi tidak membawa hasil. Terjadi
pertentangan pendapat yang menyatakan bahwa penghapusan budak merupakan
pelanggaran besar terhadap hak para pemilik budak dan disisi lain berpendapat
bahwa kezaliman lebih besar apabila merendahkan manusia menjadi barang
milik.46
Baru pada tahun 1854 dalam Regeringsreglement 1854 pasal 115 sampai
117 kemudian menjadi pasal-pasal 169 sampai 171 Indische Staatsregeling 1926,
dengan tegas ditetapkan penghapusan perbudakan. Pasal 115 menetapkan paling
lambat 1 Januari 1860 perbudakan di seluruh Indonesia dihapuskan dan selnjutnya
memerintahkan supaya diadakan peraturan-peraturan persiapan dan pelaksanaan
tentang penghapusan dan ganti rugi sebagai akibat penghapusan.47
Zaman Rodi Zaman rodi atau kerja paksa ini berlaku bersamaan dengan zaman
perbudakan dan berakhir resminya di Jawa dan Madura pada tanggal 1 Februari
1938, kecuali di tanah partikelir yang baru dihapuskan pada tahun 1946 oleh
Coamacab (Commando Officer Allied Military Administration, Civil Affairs
Branch) dalam Noodverordening Particuliere Landrijen 1946 Java en Madura.48
Kesehatan kerja bagi pekerja rodi lebih diperuntukkan pada kekhawatiran
kehabisan jumlah pekerja paksa, bukan karena prikemanusiaan. Kesehatan kerja
pada bidang rodi ini lebih terletak pada pembatasan jam kerja. Misalnya hanya
boleh sehari seminggu dan paling banyak 52 hari dalam setahun dan seharinya
tidak boleh lebih dari 12 jam kerja rodi. Jarak antara rumah dan tempat kerja juga
diperhatikan. Tetapi hal ini pun dilanggar oleh pihak yang berkepentingan karena
kurangnya pengawasan. Penghapusan rodi dilakukan dengan membayar uang
pembebasan atau tebusan kepada Pemerintah dan bersamaan dengan itu gaji
pegawai dinaikkan dengan uang pembebasan itu.49
Zaman Modern
Kesehatan kerja di Indonesia dimulai pada dasawarsa ketiga abad XX.
Kesehatan kerja pertama kali diatur dalam :51
1. Maatregelen ter Beperking van de Kindearrbied en de Nachtarbeid van de
Vroewen, yang biasanya disingkat Maatregelen, yaitu peraturan tentang
pembatsan pekerjaan anak dan wanita pada malam hari, yang dikeluarkan dengan
Ordonantie No. 647 Tahun 1925, mulai berlaku tanggal 1 Maret 1926.
2. Bepalingen Betreffende de Arbeit van Kinderen en Jeugdige Persoonen ann
Boord van Scepen, biasanya disingkat ‘Bepalingen Betreffende’, yaitu peraturan
tentang pekerjaan anak dan orang muda di kapal, yang diberlakukan dengan
Ordonantie No. 87 tahun 1926, mulai berlaku 1 Mei 1926.
Selain Maatregelen dan Bepalingen Betreffende, peraturan lain yang
dikwalifikasi sebagai peraturan kesehatan kerja, yang dikeluarkan oleh pemerintah
Hindia Belanda adalah :52
1. Mijn Politie Reglement, Stb No. 341 tahun 1931 (peraturan tentang pengawasan
di tambang).
2. Voorschriften omtrent de dienst en rushtijden van bestuur der an motorrijtuigen
(tentang waktu kerja dan waktu mengaso bagi pengemudi kendaraan bermotor).
3. Riauw Panglongregeling (tentang panglong di Riau)
4. Panglongkeur Soematra Oostkust (tentang panglong di Sumatera Timur).
5. Aanvullende Plantersregeling (peraturan perburuhan di perusahaan
perkebunan).
6. Arbeidsregeling nijverheidsberijvn (peraturan perburuhan di perusahaan
perindustrian).
Di Indonesia secara historis peraturan keselamatan dan kesehatan kerja
telah ada sejak pemerintahan Hindia Belanda. Setelah kemerdekaan dan
diberlakukannya Undang-undang Dasar 1945, maka beberapa peraturan termasuk
peraturan keselamatan kerja yang pada saat itu berlaku yaitu Veiligheids
Reglement telah dicabut dan diganti dengan Undag-undang Keselamatan Kerja
No.1 Tahun 1970.53
Setelah kemerdekaan pula yang pertama-tama menjadi perhatian
pemerintah adalah masalah kesehatan kerja. Sewaktu Imdonesia masih berbentuk
serikat beribukota di Yogyakarta pada tannga 20 April 1948 mengundangkan
Undang-undang No.12 Tahun 1948 tentang kerja. Setelah Indonesia berbentuk
Negara kesatuan UU No.12 tahun 1948 ini di berlakukan ke seluruh wilayah
Indonesia dengan UU No.2 Tahun 1951. Undang-undang pokok kerja ini mamuat
aturan dasar mengenai :54
1. Pekerjaan anak
2. Pekerjaan orang muda
3. Pekerjaan wanita
4. Waktu kerja, istirahat, dan mengaso
5. Tempat kerja dan perumahan buruh, untuk semua pekerjaan tidak membeda-
bedakan tempatnya, misalnya di bengkel, di pabrik, di rumah sakit, di perusahaan
pertanian, perhubungan, pertambangan, dan lain-lain.
Undang-undang No.12 Tahun 1948 merupakan undang-undang pokok
sehingga memerlukan peraturan pelaksana yang lebih rinci. Mengingat keadaaan
Indonesia yang masih di awal kemerdekaan, maka peraturan pelaksana dibuat
secara bertahap. Peraturan pelaksana yang sempat dikeluarkan pada masa itu
adalah :55
1. Peraturan pemerintah No.3 Tahun 1950 yang memberlakukan aturan waktu
kerja, istirahat, dan mengaso serta mengatur tata cara pengusaha untuk dapat
mengadakan penyimpangan dari waktu kerja.
2. Peraturan Pemerintah No.21 Tahun 1954 yang mengatur tentang berlakunya
ketentuan cuti tahunan bagi pekerja/buruh.
Berbeda dengan undang-undang pokok lainnya, undang-undang kerja
mempunyai ketentuan bahwa semua ketentuan yang ada hanya akan berlaku jika
ada peraturan pelaksananya. Sampai saat undang-undang kerja dicabut dan
digantikan dengan Undng-undang No.13 Tahun 2003, peraturan pelaksana yang
baru keluar hanya kedua peraturan tersebut. Maka hanya kedua aturan undang-
undang kerja itu yang sempat berlaku.56
2. Ruang Lingkup Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja termasuk dalam perlindungan teknis, yaitu
perlindungan terhadap pekerja/buruh agar selamat dari bahaya yang dapat
ditimbulkan oleh alat kerja atau bahan yang dikerjakan. Keselamatan kerja tidak
hanya memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh, tetapi juga kepada
pengusaha dan pemerintah :57
a. Bagi pekerja/buruh, adanya jaminan perlindungan keselamatan kerja akan
menimbulkan suasana kerja yang tenteram sehingga pekerja/buruh akan
dapat memusatkan perhatiannya pada pekerjaannya semaksimal mungkin
tanpa khawatir sewaktu-waktu akan tertimpa kecelakaan kerja.
b. Bagi pengusaha, adanya pengaturan keselamatan kerja di perusahaannya
akan dpat mengurangi terjadinya kecelakaan yang dapat mengakibatkan
pengusaha harus memberikan jaminan social.
c. Bagi pemerintah (dan masyarakat), dengan adanya dan ditaatinya peraturan
keselamatan kerja, maka apa yang direncanakan pemerintah untuk
menyejahterakan masyarakat akan tercapai dengan meningkatnya produksi
perusahaan baik kualitas maupun kuantitasnya.
Untuk mewujudkan perlindungan keselamatan kerja, maka pemerintah
telah melakukan upaya pembinaan norma di bidang ketenagakerjaan. Dalam
pengertian pembinaan norma ini sudah mencakup pengertian pembentukan,
penerapan dan pengawasan norma itu sendiri.58
Ditinjau dari segi keilmuan, keselamatan dan kesehatan kerja diartikan
sebagai ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Keselamatan dan
kesehatan kerja harus diterapkan dan dilaksanakan di setiap tempat kerja
(perusahaan). Tempat kerja adalah setiap tempat yang di dalamnya terdapat 3
(tiga) unsur, yaitu :59
a. Adanya suatu usaha, baik itu usaha yang bersifat ekonomis maupun social.
b. Adanya sumber bahaya.
c. Adanya tenaga kerja yang bekerja di dalamnya, baik secara terus menerus
maupun hanya sewaktu-waktu.
Undang-undang No.1 Tahun 1970 menetukan bahwa tempat-tempat yang
dimaksud dengan tempat kerja adalah tempat-tempat di darat, di dalam tanah, di
permukaan air, di dalam air maupun di udara yang berada di wilayah kekuasaan
hukum Indonesia, dimana :
a. dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas,
peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan atau
peledakan;
b. dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut, atau disimpan
atau bahan yang dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun,
menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi;
c. dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau
pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan
perairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau dimana
dilakukan pekerjaan persiapan.
d. dilakukan usaha: pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan,
pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan
kesehatan;
e. dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan : emas, perak, logam atau bijih
logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau minieral lainnya, baik di permukaan
atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan;
f. dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di darat, melalui
terowongan, dipermukaan air, dalam air maupun di udara;
g. dikerjakan bongkar muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok stasiun
atau gudang;
h. dilakukan penyelamatan, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air;
i. dilakukan pekerjaan dalam ketinggian diatas permukaan tanah atau perairan;
j. dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah;
k. dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan,
terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting;
l. dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;
m. terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, suhu, kotoran, api, asap, uap, gas,
hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran;
n. dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah;
o. dilakukan pemancaran, penyinaran atau penerimaan radio, radar, televisi, atau
telepon;
p. dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset
(penelitian) yang menggunakan alat teknis;
q. dibangkitkan, dirobah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan
listrik, gas, minyak atau air;
r. diputar film, pertunjukan sandiwara atau diselenggarakan reaksi lainnya yang
memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.
Pasal 3 Undang-undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
menentukan bahwa syarat-syarat keselamatan kerja yang harus diperhatikan oleh
pengusaha akan diatur lebih lanjut. Namun, peraturan perundangan yang
dimaksudkan sampai sekarang belum ada. Peraturan perundangan warisan Hindia
Belanda masih dapat dijadikan pedoman syarat-syarat keselamatan kerja, yaitu :60
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
Untuk mencegah atau mengurangi kecelakaan ini banyak sekali upaya yang
dapat dilakukan oleh pengusaha. Dalam Veiligheidregelement (Peraturan
Keamanan Kerja), antara lain dinyatakan bahwa agar peralatan pabrik tidak atau
kurang menimbulkan bahaya, maka :
1) Ban penggerak, rantai, dan tali yang berat harus diberikan alat penadah, jika
putus tidak akan menimbulkan bahaya.
2) Mesin-mesin harus terpelihara dengan baik, mesin yang berputar harus
diberikan penutup agar jangan saampai beterbangan jika kurang tahan dalam
putaran yang keras.
3) Ban penggerak, rantai, atau tali yang dilepaskan harus tergantung, maka
gantungan itu harus dibuat sedemikian rupa agar tidak menyentuh ban penggerak.
4) Harus tersedia alat pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K).
b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran, yang dapat dilakukan
dengan menyediakan alat-alat pemadam kebakaran, memberikan kesempatan atau
jalan menyelamatkan diri bagi pekerja/buruh jika terjadi kebakaran, dan
memberikan alat perlindungan lainnya untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya kebakaran.
c. Mencegah atau mengurangi bahaya peledakan. Peledakan biasanya sering
terjadi pada perusahaan-perusahaan yang mengerjakan bahan-bahan yang mudah
meledak. Perusahaan-perusahaan yang demikian pada setiap ruangan kerja
haruslah disediakan sekurang-kurangnya satu pintu yang cepat terbuka untuk
keluar. Bahan-bahan yang akan dikerjakan di ruang kerja tidak boleh melebihi
jumlah yang seharusnya dikerjakan. Harus pula dipasang alat-alat kerja yang
menjamin pemakaiannya akan aman dari bahaya peledakan.
d. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai, menyelenggarakan suhu udara
yang baik, memelihara ketertiban dan kebersihan, mengamankan dan memelihara
bangunan.
e. Mencegah agar jangan sampai terkena aliran listrik yang berbahaya. Hal ini
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1) bagian alat listrik yang mempunyai tegangan minimal 250 volt haruslah
tertutup.
2) Sambungan-sambungan kabel listrik harus diberikan pengaman.
3) Bangunan-bangunan yang diatasnya terbentang kawat listrik harus diperiksa
sewaktu-waktu dan jika perlu diberikan pembungkus (isolasi) agar terhindar dari
tegangan.
Peraturan Menteri Perburuhan pada pasal 2 menetapkan bahwa setiap
bangunan perusahaan harus memenuhi syarat-syarat untuk :61
a. Menghindarkan kemungkinan bahaya kebakaran dan kecelakaan.
b. Menghindarkan kemungkinan bahaya keracunan, penularan penyakit atau
timbulnya penyakit kerja.
c. Memajukan kebersihan dan ketertiban.
d. Terdapat penerangan yang cukup dan memenuhi syarat untuk melakukan
pekerjaan.
e. Mendapat suhu yang layak dan peredaran udara yang cukup.
f. Menghindarkan gangguan debu, gas, uap dan bauan yang tidak
menyenangkan.
Keselamatan kerja bertalian dengan kecelakaan kerja yaitu kecelakaan yang
terjadi di tempat kerja atau dikenal dengan kecelakaan industri. Kecelakaan
industri ini dapat diartikan : suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak
dikendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur aktivitasnya. Suatu
kejadian atau peristiwa tertentu adalah sebab musababnya demikian pula
kecelakaan industri/kecelakaan kerja ini.62 Rangkaian kejadian dan factor
penyebab kecelakaan dikeal dengan “teori domino”, yaitu :63
a. Kelemahan pengawasan oleh manajemen (lack of control management).
Pengawasan ini diartikan sebagai fungsi manajemen yaitu perencanaan,
pengorganisasian kepemimpinan (pelaksana) dan pengawasan. Partisipasi
aktif manajemen sangat menetukan keberhasilan usaha pencegahan
kecelakaan seorang pimpinan unit disamping memahami tugas operasional
tapi juga harus mampu :
- memahami program pencegahan kecelakaan
- memahami standard, mencapai standard
- membina, mengukur, dan mengevaluasi performance bawahannya. Inilah yang
dimaksud dengan control
b. Sebab dasar. Penyebab dasar terjadinya kecelakaan adalah unsafe condition dan
unsafe action. Pendapat berbagai ahli K3 yang cukup radikal, 2 ( dua ) factor
diatas merupakan gejala akibat buruknya penerapan dan kurangnya komitmen
manajemen terhadap K3 itu sendiri. Beberapa contoh unsafe condition :64
- Peralatan kerja yang sudah usang ( tidak layak pakai ).
- Tempat kerja yang acak-acakan
- Peralatan kerja yang tidak ergonomis.
- Roda berputar mesin yang tidak dipasang pelindung ( penutup ).
- Tempat kerja yang terdapat Bahan Kimia Berbahaya yang tidak
dilengkapi sarana pengamanan ( labeling, rambu) dll.
Beberapa contoh unsafe action :
- Karyawan bekerja tanpa memakai Alat Pelindung Diri Pekerja yang
mengabaikan Peraturan K3.
- Merokok di daerah Larangan merokok.
- Bersendau gurau pada saat bekerja. Dan lain-lain.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang bertindak Kurang
aman dalam melakukan pekerjaan, antara lain :
- Tenaga kerja tidak tahu tentang :
1. Bahaya – bahaya di tempat kerjanya
2. Prosedur Kerja Aman
3. Peraturan K3
4. Instruksi Kerja dll.
- Kurang terampil ( unskill ) dalam :
1. Mengoperasikan Mesin Bubut.
2. Mengemudikan Kenderaan.
3. Mengoperasikan Fire Truck.
4. Memakai alat – alat kerja ( Tool ) dll.
- Kekacauan sistem manajemen K3
1. Menempatkan tenaga kerja tidak sesuai dengan keahliannya.
2. Penegakan Peraturan yang lemah.
3. Paradigma dan Komitmen K3 yang tidak mendukung.
4. Tanggungjawab K3 tidak jelas.
5. Anggaran Tdk Mendukung.
6. Tidak Ada audit K3 dll.
c. Sebab yang merupakan gejala (sympton). Disebabkan masih adanya
substandard practices and conditions yang mengakibatkan terjadinya keselahan.
Dalam hal ini kita kenal dengan tindakan tak man dan kondisi tak aman. Factor-
faktor ini sebenarnya adalah symptom (gejala) atau pertanda bahwa ada sesuatu
yang tidak beres apakah pada system ataukah pada manajemen.
d. Kecelakaan. Jika ketiga urutan diatas tercipta, maka besar atau kecil akan
timbul peristiwa atau kejadian yang tidak diinginkan dan tidak direncanakan yang
dapat mengakibatkan kerugian dalam bentuk cidera dan kerusakan akibat kontak
dengan sumber energi melebihi nilai ambang batas badan atau struktur.
Disamping ada sebabnya maka suatu kejadian juga akan membawa akibat.
Akibat dari kecelakaan industri ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
pertama kerugian yang bersifat ekonomis, antara lain kerusakan / kehancuran
mesin, peralatan, bahan dan bangunan. Biaya pengobatan dan perawatan korban.
Tunjangan kecelakaan. Hilangnya waktu kerja. Menurunnya jumlah maupun mutu
produksi. Kedua kerugian yang bersifat non ekonomis. Pada umumnya berupa
penderitaan manusia yaitu tenaga kerja yang bersangkutan, baik itu merupakan
kematian, luka/cedara berat maupun ringan.65
3. Ruang Lingkup Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar
tenaga kerja memperoleh keadaan kesehatan yang sempurna baik fisik, mental
maupun social sehingga memungkinkan dapat bekerja secara optimal. Tujuan
kesehatan kerja adalah :67
1. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-
tingginya baik fisik, mental maupun social.
2. Mencegah dan melindungi tenaga kerja dari gangguan kesehatan yang
disebabkan oleh konisi lingkungan kerja.
3. Menyesuaikan tenaga kerja dengan pekerjaan atau pekerjaan dengan tenaga
kerja.
4. Meningkatkan produktivitas pekerja.
a. Ketentuan Umum
Peraturan kesehatan kerja yang terdapat dalam Undang-undang No.13 Tahun
2003 meliputi tentang pekerjaan anak, wanita, waktu kerja, waktu istirahat.
Berikut uraian materi peraturan kesehatan kerja.
Pekerjaan Anak
Anak adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun.68
Undang-undang No.13 tahun 2003 mengatur tentang norma kerja mulai pasal 68,
yang mana pasal ini melarang keras pengusaha mempekerjakan anak. Anak
dianggap bekerja apabila berada di tempat kerja, kecuali dapat dibuktikan
sebaliknya.69
Secara umum larangan mutlak bagi anak untuk melakukan pekerjaan ini
adalah tepat, sebab akan terdapat beberapa kerugian atau dampak negative jika
anak melakukan pekerjaan, diantaranya adalah :70
1. Menghambat atau memperburuk perkembangan jasmani maupun rohani anak.
2. Menghambat kesempatan belajar bagi anak.
3. Dalam jangka panjang perusahaan akan menderita beberapa kerugian apabila
mempekerjakan anak, misalnya kwalitas produksi rendah, pemborosan dan lain
sebagainya.
Undang-undang No.13 Tahun 2003 lebih lanjut mengatur tentang pekerjaan anak
ini sebagai berikut :
a. Bagi anak yang berumur antara 13 sampai dengan 15 tahun diperbolehkan
untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan
dan kesehatan fisik, mental, dan social.71 Pengusaha yang mempekerjakan anak
pada pekerjaan ringan dimaksud harus memenuhi persyaratan :72
1) izin tertulis dari orang tua atau wali;
2) perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali;
3) waktu kerja maksimal maksimal 3 jam;
4) dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;
5) keselamatan dan kesehatan kerja
6) adanya hubungan kerja yang jelas;
7) menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku (pasal 69 ayat (2)
UU No. 13 Tahun 2003.
b. Anak dapat melakukan pekerjaan di tempat kerja yang merupakan bagian dari
kurikulum pendidikan atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang
berwenang.73 Pekerjaan tersebut juga dapat dilakukan dengan syarat :74
1) diberi petunjuk yang jelas tentang cara pelaksanaan pekerjaan serta bimbingan
dan pengawasan dalam melakukan pekerjaan;
2) diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
c. Anak dapat juga melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan
minatnya.75 Hal ini dimaksudkan untuk melindungi anak agar pengembangan
bakat dan minat anak yang pada umumnya muncul pada usianya tersebut tidak
terhambat. Untuk itu, pengusaha yang mempekerjakan anak dalam pekerjaan yang
berkaitan dengan perkembangan minat dan bakat ini, diwajibkan untuk memenuhi
persyaratan :76
1) di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali;
2) waktu kerja paling lama tiga jam sehari ;
3) kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan fisik, mental,
social, dan waktu sekolah.
Berkaitan dengan larangan untuk mempekerjakan anak, UU No.13 Tahun
2003 lebih menekankan lagi, “siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan
anak pada pekerjaan-pekerjaan terburuk”.77 Pekerjaan terburuk yang dimaksud
adalah :78
a. segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan dan sejenisnya;
b. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak
untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian;
c. segala pekerjaan yang memafaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk
produksi dan perdagangan minuman keras, narkotik, psikotropika, dan zat adiktif
lainnya; dan / atau
d. semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral
anak.
Dalam pasal 75 UU No.13 Tahun 2003 dijelaskan tentang pekerjaan anak
yaitu : “Pemerintah berkewajiban melakukan upaya penanggulangan anak yang
bekerja di luar hubungan kerja. Anak yang bekerja di luar hubungan kerja
misalnya anak penyemir sepatu atau anak penjual koran dan sebagainya”.
Penanggulangan ini dimaksudkan untuk menghapuskan atau mengurangi
anak yang bekerja di luar hubungan kerja tersebut. Upaya itu harus dilakukan
secara terencana, terpadu, dan terkoordinasi dengan instansi terkait.79
Pekerja Perempuan
Mempekerjakan perempuan di perusahaan tidaklah semudah yang
dibayangkan. Ada hal-hal yang harus dijadikan bahan pertimbangan, yaitu :80
a. para wanita umumnya bertenaga lemah, halus tetapi tekun;
b. norma-norma susila harus diutamakan, agar tenaga-tenaga kerja wanita tersebut
tidak terpengaruh oleh perbuatan-perbuatan negative dari tenaga kerja lawan
jenisnya, terutama kalau dikerjakan pada malam hari;
c. para tenaga kerja wanita itu umumnya mengerjakan pekerjaan-pekerjaan halus
yang sesuai dengan kahalusan sifat dan tenaganya;
d. para tenaga kerja wanita itu ada yang masih gadis dan ada pula yang telah
bersuami atau berkeluarga yang dengan sendirinya mempunyai beban-beban
rumah tangga yang harus dilaksanakannya pula.
Semua itu harus menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan norma kerja bagi
perempuan.
Ketentuan dalam peraturan perundangan tentang norma kerja perempuan yaitu :81
1. Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun
dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.
2. Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang
menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan
kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan
pukul 07.00.
3. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00
sampai dengan 07.00 wajib :
a. memberikan makanan dan minuman bergizi; dan
b. menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja. 4. Pengusaha wajib
menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh perempuan yang
berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan 05.00.
b. Pengenalan Bahaya Di Lingkungan Kerja
Bahaya di lingkungan kerja dapat didefinisikan sebagai segala kondisi yang
dapat memberi pengaruh yang merugikan terhadap kesehatan atau kesejahteraan
orang yang bekerja. Faktor bahaya di lingkungan kerja meliputi faktor Kimia,
Biologi, Fisika, Fisiologi dan Psikologi.97
Bahaya Kimia. Jalan masuk bahan kimia ke dalam tubuh: Pernapasan
( inhalation ), Kulit (skin absorption ), Tertelan ( ingestion ). Racun dapat
menyebabkan efek yang bersifat akut,kronis atau kedua-duanya.
Korosi. Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada
permukaan tempat dimana terjadi kontak. Kulit, mata dan sistem pencernaan
adalah bagain tubuh yang paling umum terkena. Contoh : konsentrat asam dan
basa , fosfor.
Iritasi. Iritasi menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat kontak.
Iritasi kulit bisa menyebabkan reaksi seperti eksim atau dermatitis. Iritasi pada
alat-alat pernapasan yang hebat dapat menyebabkan sesak napas, peradangan dan
oedema ( bengkak ). Contoh :
o Kulit : asam, basa,pelarut, minyak .
o Pernapasan : aldehydes, alkaline dusts, amonia, nitrogen dioxide, phosgene,
chlorine ,bromine, ozone.
Reaksi Alergi. Bahan kimia alergen atau sensitizers dapat menyebabkan reaksi
alergi pada kulit atau organ pernapasan. Contoh :
o Kulit : colophony ( rosin), formaldehyde, logam seperti chromium atau nickel,
epoxy hardeners, turpentine.
o Pernapasan : isocyanates, fibre-reactive dyes, formaldehyde, nickel.
c. Evaluasi Lingkungan Kerja Dengan Pengukuran
Evaluasi lingkungan dilakukan kepada factor-faktor fisik, kimia, dan lain-
lain. Semua factor ini harus dievaluasi dalam higene perusahaan. Evaluasi factor-
faktor penyebab sakit yang bersifat bahan-bahan kimia dapat dilakukan dengan
berbagai cara, yaitu :98
1. subyektif oleh indera manusia, indera manusia kadang-kadang dapat
dipakai untuk evaluasi kadar bahan-bahan di lingkungan kerja. Pada jenis zat-zat
tertentu manusia dapat mencium, melihat dan merasa kadar zat menurut
pengalaman. Dalam beberapa hal, apabila indera manusia telah dapat mengenal
adanya suatu zat diudara yang masih ajuh dari nilai ambang batas maka indera
manusia digunakan untuk pencegahan agar manusia terhindar dari factor-faktor
kimia dalam lingkungan kerja.
2. dengan menggunakan hewan-hewan, hewan-hewan yang sering
digunakan untik menilai bahan-bahan kimia di udara adalah burung kenari, tikus,
kelinci, kera dan lain-lain.
3. dengan memakai alat-alat detector, indicator dan detector yang biasanya
khusus untuk gas dan uap. Indicator-indikator yang sederhana didasarkan atas
perubahan warna sebagai akibat reaksi kimia. Detector adalah alat khusus yang
dibuat untuk menentukan bahan-bahan di udara secara kwalitatif maupun
kwantitatif.
4. pengambilan sample dan pemeriksaan laboratorium, dilakukan dengan 4
cara. Pertama absorbsi kepada bahan padat. Kedua dengan melalui udara pada
cairan yang mampu mengikat bahan-bahan itu di udara. Ketiga kondensasi yaitu
dengan menurunkan suhu udara yang mengandung uap, sehingga uapnya
mengebun. Keempat dengan membakar bahan-bahan di udara pada kawat pijar
dengan katalisator tertentu, yang hasilnya ditampung oleh air atau larutan.
d. Pencegahan Gangguan Kesehatan dan Daya Kerja
Perlindungan kesehatan kerja meliputi pengaturan tentang pencegahan
gangguan-gangguan kesehatan dan daya kerja. Cara-cara mencegah gangguan
tersebut adalah :99
1. Substitusi, yaitu mengganti bahan yang lebih bahaya dengan bahan yang krang
bahaya atau tidak berbahaya sama sekali.
2. Ventilasi umum, yaitu mengalirkan udara sebanyak menurut perhitungan
kedalam ruang kerja, agar kadar dari bahan-bahan yang berbahaya oleh
pemasukan udara ini lebih rendah dari pada kadar yang membahayakan, yaitu
kadar Nilai Ambang Batas (NAB).
3. Ventilasi keluar setempat (local exhausters), ialah alat menghisap udara di
suatu tempat kerja tertentu, agar bahan-bahan yang membahayakan dapat dihisap
dan dialirkan keluar.
4. Isolasi, mengisolasi operasi atau proses dalam perusahaan yang
membahayakan.
5. Pakaian pelindung, misalnya masker, kacamata, sarung tangan, sepatu, topi, dan
lain-lain.
6. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan kesehatan pada calon
pekerja untuk mengetahui keserasian antara pekerja dengan pekerjaan yang akan
dijalaninya.
7. Pemeriksaan kesehatan berkala, untuk evaluasi apakah penyebab dari gangguan
kesehatan yang dialami pekerja.
8. Penerangan sebelum kerja, agar pekerja mengetahui dan mentaati peraturan-
peraturan, dan pekerja menjadi lebih berhati-hati.
9. Pendidikan tentang kesehatan dan keselamatan kepada pekerja secara kontiniu,
maksudnya pekerja tetap waspada dalam menjalankan pekerjaan.
4. Tanggung Jawab Perusahaan Berdasarkan Peraturan Perundangan
Materi Undang-undang No.1 Tahun 1970 lebih dominan berisi mengenai
hak dan atau kewajiban tenaga kerja dan pengusaha/pengurus dalam pelaksanaan
K3, dan kewajiban pengusaha/pengurus adalah :
Pasal 3 ayat 1 : Melaksanakan syarat-syarat keselamatan untuk :
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran. Peraturan
pelaksananya Kepmenaker RI No. Kep.186/Men/1999 tentang Unit
Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja
c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan
d. Memberikan kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu
kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya
e. Memberikan pertolongan pada kecelakaan
f. Memberikan alat-alat perlindungan diri pada para pekerja. Peraturan
pelaksananya Instruksi Menteri Tenaga Kerja No.Ins.2/M/BW/BK/1984
tentang Pengesahan Alat Pelindung Diri. Instruksi Menteri Tenaga Kerja
RI No.Ins.05/M/BW/97 tentang Pengawasan Alat Pelindung Diri. Surat
Edaran Dirjen Binawas No.SE.05/BW/1997 tentang Penggunaan Alat
Pelindung Diri. Dan Surat Edaran Menteri Dirjen Binawas
No.SE.06/BW/1997 tentang Pendaftaran Alat Pelindung Diri.
g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, gas, dan hembusan
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik
maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan
i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai. Peraturan pelaksananya
diatur dalam Peraturan Menteri Perburuhan No.7 Tahun 1964 tentang
Syarat Kebersihan Serta Penerangan Dalam Tempat Kerja.
j. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang cukup
k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup
l. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban
m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, lingkungan, cara dan proses
kerjanya
n. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan
penyimpanan barang
o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan
p. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya
q. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
bahaya kecelakaan menjadi bertambah tinggi
5. Sistem Pengawasan Ketenagakerjaan Terhadap Pelaksanaan K3
Adapun yang menjadi latar belakang pengawasan pelaksanaan K3 :100
• Setiap tenaga kerja selalu berhadapan dengan potensi bahaya terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja sesuai dengan jenis atau karakteristik
perusahaan tempatnya bekerja.
• Kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja akan memberikan dampak yang
sangat merugikan bagi tenaga kerja, perusahaan dan masyarakat pada umumnya.
• Kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dicegah melalui pengawasan
ketenagakerjaan di bidang K3 umumnya dan kesehatan kerja khususnya.
Pengawasan ketenagakerjaan merupakan unsur penting dalam
perlindungan tenaga kerja, sekaligus sebagai uapaya penegakan hukum
ketenagakerjaan secara menyeluruh. Penegakan hukum ditempuh dalam 2 (dua)
cara, yaitu preventif dan represif. Pada dasarnya kedua cara itu ditempuh sangat
bergantung dari tingkat kepatuhan masyarakat (pengusaha , pekerja, serikat
pekerja) terhadap ketentuan hukum ketenagakerjaan. Tindakan preventif
dilakukan jika memungkinkan dan masih adanya kesadaran masyarakat untuk
mematuhi hukum. Namun, bila tindakan preventif tidak efektif lagi, maka
ditempuh tindakan represif dengan maksud agar masyarakat mau melaksankan
hukum walaupun dengan keterpaksaan.101
Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan untuk menjamin pelaksanaan
peraturan ketenagakerjaan (pasal 176 Undang-undang No.13 Tahun 2003).
Dengan demikian, sasaran pengawasan ketenagakerjaan ialah meniadakan atau
memperkecil adanya pelanggaran Undang-undang Ketenagakerjaan, sehingga
proses hubungan industrial dapat berjalan dengan baik dan harmonis.102
B. Sistem Menajemen K3 Berdasarkan Permenaker No.5 Tahun 1996
Sistem Manajemen K3 di lingkungan kerja adalah bagian dari sistem
manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan,
tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan
bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan
kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko
yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman,
efisien dan produktif.111
Pendekatan manajemen secara professional tidak akan efektif apabila tidak
memperhatikan beberapa hal sebagai berikut :112
1. Manajer harus memperhatikan adanya alat pelindung (safety) dan kesehatan
(health). Beberapa problem seperti ini 85% dapat dikontrol oleh pihak
manajemen.
2. Manajer berpengaruh terhadap peluang perusahaan untuk mendapatkan
keuntungan. Menekan kerugian dapat meningkatkan keuntungan.
3. Manajemen control kerugian akan menguntungkan seluruh strategi operasional
manajemen.
Tujuan dan sasaran Sistem Manajemen K3 adalah menciptakan suatu
sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur
manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam
rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta
terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. 113 Tujuan lainnya
yaitu :114
8. Menempatkan tenaga kerja sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai
manusia (pasal 27 ayat 2 ) UUD 1945.
9. Meningkatkan komitment pimpinan perusahaan dalam melindungi tenaga kerja
10. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja untuk menghadapi kompetisi
perdagangan global
11. Proteksi terhadap industri dalam negeri
12. Meningkatkan daya saing dalam perdagangan internasional
13. Mengeliminir boikot LSM internasional terhadap produk ekspor nasional
14. Pelaksanaan pencegahan kecelakaan masih bersifat parsial
Dasar Hukum Penerapan SMK3
1. UUD 1945 pasal 27 ayat (2) :
Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan
2. UU No.13 tahun 2003 pasal 87: - Setiap perusahaan wajib menerapkan SMK3
yang terintegrasi dengan sistem. - Manajemen – Ketentuan mengenai penerapan
SMK3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan peraturan pelaksana.
3. UU No.1 tahun 1970 pasal 4
4. UU No. 18 tahun 1999 PASAL 2: Pengaturan Jakon berlandaskan pada asas
kejujuran dan keadilan, manfaat, keserasian, keseimbangan, kemandirian,
keterbukaan, kemitraan, keamanan dan keselamatan demi kepentingan
masyarakat, bangsa, dan negara. PASAL 22 huruf l :
Perlindungan pekerja, yang memuat ketentuan tentang kewajiban para
pihak dalam pelaksanaan K3 serta jaminan social. PASAL 23 (2) :
Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan tentang
keteknikan, keamanan, K3, perlindungan tenaga kerja, serta tata lingkungan
setempat untuk menjamin terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan
konstruksi PP. NO. 28 / 2000 (Usaha & Peran Masyarakat Jakon) PP. 29 /2000
(Penyelenggaraan Jakon) PP. 30 / 2000 (Pembinaan Jakon)
5. UU No. 28 tahun 2002 : PASAL 2 : Bangunan Gedung diselenggarakan
berlandaskan asas kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, serta keserasian
bangunan gedung dengan lingkungan PASAL 3 (2) : Mewujudkan tertib
penyelenggaraan bangunan gedung yang menjamin keandalan teknis bangunan
gedung dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan PASAL
16 (1) : Persyaratan keandalan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (3), meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan,dan
kemudahan PASAL 17 (1),(3)&(4) : Persyaratan keselamatan bangunan gedung
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) meliputi persyaratan kemampuan
bangunan gedung untuk mendukung beban muatan, serta kemampuan bangunan
gedung dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran dan bahaya petir.
Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah menanggulangi
bahaya kebakaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan kemampuan
bangunan gedung untuk melakukan pengamanan terhdaap bahaya kebakaran
melalui sistem proteksi pasif/atau proteksi aktif. Persyaratan kemampuan
bangunan gedung dalam mencegah bahaya petir sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), merupakan kemampuan bangunan gedung untuk melakukan pengamanan
terhadap bahaya petir melalui sistem penangkal petir. RPP. Persyaratan Bangunan
Gedung RPP. Pengelolaan Bangunan Gedung RPP. Peran Masyarakat Dalam
Pengelolaan Bangunan Gedung RPP. Pembinaan Pengelolaan Bangunan Gedung
2. Ketentuan Umum SMK3
Perusahaan wajib menerapkan system manajemen K3 apabila :115 (1)
Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak seratus orang atau
lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik
proses bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti
peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan
Sistem Manajemen K3. (2) Sistem Manajemen K3 sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) wajib dilaksanakan oleh Pengurus, Pengusaha dan seluruh tenaga kerja
sebagai satu kesatuan.
Salah satu fungsi manajemen (controlling), fungsi controlling dalam
manajemen :116
1. Identification of work. Identifikasi masalah untuk menetukan langkah tepat
selanjutnya.
2. Setting standards / standards for work performances. Penggunaan standard
sebagai acuan dalam menjalankan system manajemen.
3. Evaluation, hasil pengukuran perbandingan sasaran yang harus dicapai.
4. Correction, semua kekurangan yang ada dicari solusi untuk perbaikan.
Dasar-dasar control kerugian :117 Prinsip I tindakan yang
membahayakan, kondisi yang membahayakan dan kejadian kurang baik, semua
itu merupakan beberapa gejala kesalahan dalam suatu system manajemen. Prinsip
II harus dapat meramalkan secara pasti sekumpulan tanda-tanda yang kurang baik.
Sehingga dapat dikontrol dan diidentifikasi. Prinsip III manajer harus
memperhatikan pengadaan alat pengaman / keselamatan / pelindung di setiap
bagian yang difungsikan oleh perusahaan. Secara langsung manajemen mengatur
adanya safety yang baik pada saat perencanaan, pengorganisasian dan harus selalu
diawasi / dikontrol. Prinsip IV kunci efektif pengaturan kebutuhan performen alat
pelindung / safety adalah manajemen harus memiliki prosedur yang jelas dan
terukur. Prinsip V alat pelindung / safety yang baik adalah tepat guna pada
tempatnya dan ketika digunakan tidak rusak serta tidak menimbulkan kejadian
yang kurang baik. Ada 2 jalan agar hal ini dapat berjalan dengan baik :
b. harus diketahui apa penyebab utama penyebab terjadinya accident.
c. Harus diketahui alat pelindung apa yang paling efektif digunakan sesuai dengan
kebutuhan.
Manusia melakukan tindakan-tindakan yang berbahaya disebabkan oleh
beberapa hal, diantaranya :118
a. pengetahuan dan keterampilan yang tidak sesuai dengan pekerjaannya.
b. Keadaan fisik dan mental yang belum siap untuk tugas-tugasnya
c. Tingkah laku dan kebiasaan ceroboh, sembrono, terlalu berani tanpa
mempedulikan petunjuk, instruksi.
d. Kurangnya perhatian dan pengawasan dari manajemen.
e. Kondisi berbahaya yang meliputi :
• Mesin, pesawat, alat, instalasi, bahan dan lain-lain
• Lingkungan kerja
• Sifat pekerjaan
• Cara kerja
• Proses produksi
Pelaksanaan system manajemen K3 dapat berjalan dengan lancar apabila
terdapat pengawasan yang maksimal dari pihak pengawas terkait untuk itu system
manajemen K3 menerapkan system audit yang dilaksanakan sekurang-kurangnya
satu kali dalam 3 tahun.119
2. Audit SMK3 Dan Sertifikasi Audit SMK3
Audit SMK3 merupakan pemeriksaan secara sistematik dan independent
untuk menetukan suatu kegiatan dan hasil-hasil yang berkaitan sesuai dengan
pengaturan yang direncanakan dan dilaksanakan secara efektif dan sesuai untuk
mencapai kebijakan dan tujuan perusahaan.120 Tujuan dari audit SMK3 untuk
mengukur keefektifan penerapan K3 di tempat kerja, pemenuhan persyaratan
perundangan K3, kemudian untuk menentukan tindakan perbaikan system,
pemenuhan persyaratan pihak eksternal (klien, pelanggan, dan lain-lain) sehingga
mendapatkan pengakuan dalam rangka kegiatan sertifikasi.121
Unsur Audit SMK3 ( 12 elemen )122
1. Pembangunan dan pemeliharaan komitmen
2. Strategi pendokumentasian
3. Peninjauan ulang desain dan kontrak
4. Pengendalian dokumen
5. Pembelian
6. Keamanan bekerja berdasarkan SMK3
7. Standar pemantauan
8. Pelaporan dan perbaikan kekurangan
9. Pengelolaan material dan pemindahannya
10. Pengumpulan dan penggunaan data
11. Pemeriksaan sistem manajemen
12. Pengembangan ketrampilan dan kemampuan
Adapun jenis-jenis audit :123
1. First party-audit, audit yang dilakukan atas nama perusahaan sendiri untuk
kegiatan manajemen review atau kebutuhan internal lainnya.
2. Second part- audit, audit yang dilakukan oleh pihak yang memiliki kepentingan
terhadap organusasi. Misalnya ; pelanggan / klien.
3. Third party-audit, dilakukan oleh pihak eksternal missal oleh badan sertifikasi
nasional.
Indicator dari pelaksanaan K3 yang baik adalah perusahaan tersebut telah
di audit dan hasilnya bagus yang telah memenuhi kriteria yang telah ditentukan.
Berikut adalah tingkatan penerapan dan keberhasilan :
Sertifikasi Audit SMK3
Sertifikasi SMK3 adalah bukti pengakuan tingkat pemenuhan penerapan
peraturan perundangan SMK3. Proses sertifikasi SMK3 suatu perusahaan
dilakukan oleh Badan Audit Independen melalui proses audit SMK3. Berikut
merupakan mekanisme sertifikasi audit SMK 3 :125
• Inventarisasi daftar perusahaan oleh Depnaker
• Depnaker mengkofirmasikan perusahaan yang diaudit ke Badan Audit
• Penentuan jadwal audit oleh Badan Audit
• Konfirmasi pelaksanaan audit ke Depnaker dan perusahaan
• Pelaksanaan audit kesesuaian oleh Badan Audit
• Evaluasi dan analisa hasil audit oleh Badan Audit
• Konfirmasi hasil audit ke Depnaker dan perusahaan oleh Badan Audit
• Pemberian sertifikat oleh Depnaker
Walaupun begitu, pada kenyataannya terdapat pelanggaran mekanisme sertifikasi
audit SMK3 yang akan dibahas pada bab selanjutnya.
3. Keuntungan pelaksanaan SMK3
Data dari OSHA (Occupational Safety and Health Administration)
menyatakan bahwa kalangan usahawan mengeluarkan dana $170 juta pertahun
akibat kecelakaan dan sakit akibat kerja. Pengeluaran tersebut dikeluarkan
langsung daru keuntungan perusahaan. Perusahaan yang menerapkan SMK3 dapat
mengurangi kecelakaan dan sakit akibat kerja sebanyak 20% - 40% dan mendapat
keuntungan sebesar $ 4 dari setiap $ 1 yang diinvestasikan. Berikut merupakan
keuntungan menerapkan K3 :
4. Keamanan Bekerja Berdasarkan Sistem Manajemen K3 127
Sistem Kerja
a. Petugas yang berkompeten telah mengidentifikasi bahaya yang potensial dan
telah menilai resiko-resiko yang timbul dari suatu proses kerja.
b. Apabila upaya pengendalian resiko diperlukan maka upaya tersebut ditetapkan
melalui tingkat pengendalian.
c. Terdapat prosedur kerja yang didokumentasikan dan jika diperlukan diterapkan
suatu sistem “ijin kerja” untuk tugas-tugas yang beresiko tinggi.
d. Prosedur atau petunjuk kerja untuk mengelola secara aman seluruh resiko yang
teridentifikasi didokumentasikan.
e. Kepatuhan dengan peraturan, standar dan ketentuan pelaksanaan diperhatikan
pada saat pengembangan atau melakukan modifikasi prosedur atau petunjuk kerja.
f. Prosedur kerja dan instruksi kerja dibuat oleh petugas yang berkompeten
dengan masukan dari kerja yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas dan
prosedur disahkan oleh pejabat yang ditunjuk.
g. Alat pelindung diri disediakan bila diperlukan dan digunakan secara benar serta
dipelihara selalu dalam kondisi layak pakai.
h. Alat pelindung diri yang digunakan dipastikan telah dinyatakan baik dan
dipakai sesuai dengan standar dan atau peraturan perundangan yang berlaku.
i. Upaya pengendalian resiko ditinjau ulang apabila terjadi perubahan pada proses
kerja.
Emergensi Respons / Tanggap Darurat128
Kecelakaan yang disebabkan faktor alam, teknis atau manusia dapat
berakibat fatal dan berubah menjadi bencana yang dapat mengganggu dan
menghambat kegiatan pola kehidupan masyarakat atau jalannya operasi
perusahaan dan dapat mendatangkan kerugian harta benda atau korban manusia.
Bila bencana terjadi dan keadaan menjadi emergency, maka perlu ditanggulangi
secara terencana, sistematis, cepat, tepat dan selamat. Untuk telaksananya
penanggulangan dimaksud perlu dibentuk Tim Tanggap Darurat yang trampil dan
terlatih, dilengkapi sarana dan prasarana yang baik serta sistem dan prosedur yang
jelas. Tim tersebut perlu mendapatkan pelatihan baik teori atau praktek paling
sedikit enam bulan sekali. Bagusnya kinerja Tim Tanggap Darurat akan sangat
menentukan berhasilnya pelaksanaan Penanggulangan Keadaan Emergency. Dan
akhirnya tujuan mengurangi kerugian seminimal mungkin baik harta benda atau
korban manusia akibat keadaan emergency akan dapat dicapai.
Kekurangan yang ada pada SMK3 dibandingkan dengan Manajemen K3
Lainnya
Kekurangan yang paling dasar adalah peraturan pendukung mengenai K3
yang masih terbatas dibandingkan dengan organisasi internasional. Tapi hal ini
masih dapat dimaklumi karena masalah yang sama juga dirasakan oleh negara-
negara di Asia dibandingkan negara Eropa atau Amerika, karena memang masih
dalam tahap awal. Selain itu sertifikasi SMK3 yang hanya dapat dikeluarkan oleh
Menteri Tenaga Kerja (Pemerintah) dirasakan kurang membantu promosi
terhadap SMK3 dibandingkan dengan sertifikasi ISO series, OHSAS, KOHSA
(korea), yang juga menggunakan badan sertifikasi swasta. Dan yang utama
tentunya adalah peran aktif dari pengusaha Indonesia yang masih belum
mengutamakan K3 di Industrinya karena masalah klasik yaitu cost (biaya).132
KESIMPULAN :
Dari semua sistem yang telah dijelaskan diatas dapat kita tarik kesimpulan
bahwa setiap pekerjaan yang kita lakukan sangat diperlukan adanya suatu
peraturan atau biasa disebut dengan ”hukum perburuhan” yaitu yang mengatur
antara seorang pengusaha dan seorang karyawan ( pekerja ) didalam menjalankan
usaha dan pekerjaannya, suatu contoh yaitu dalam sebuah perusahaan yang
mempekerjakan seorang wanita, harus memiliki batas waktu didalam proses atau
sistem kerjanya, sehingga akan tercipta suasana yang harmonis antara pengusaha
dengan karyawan ataupun karyawan dengan karyawan dalam sebuah tempat kerja,
dan selain itu, sebuah perusahaan sangat memerlukan adanya suatu sistem yang
mampu mengatur dan menjamin kelancaran, kesehatan dan keselamatan seorang
karyawan didalam melaksanakan proses kerjanya.
Sistem tersebut adalah Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan
Kerja ( SMK3 ). Sistem tersebut sangat diperlukan karena sebuah perusahaan
akan dikatakan ”Bonavid” jika suatu proses kerja yang dilaksanakan dalam
sebuah perusahaan dapat berjalan dengan lancar, sehat dan tanpa adanya
kecelakaan kerja ( No Accident ), dengan catatan sebuah peraturan dan
manejemen tersebut harus dijalankan dengan sebaik-baiknya yaitu dengan jalan
seorang pengusaha harus mampu dan menjamin ha-hak setiap karyawan dan
setiap karyawan juga harus benar-benar mau mematuhi semua peraturan dan
kebijakan yang telah ditentukan oleh perusahaan.
top related