lap faal git

Post on 26-May-2017

212 Views

Category:

Documents

0 Downloads

Preview:

Click to see full reader

TRANSCRIPT

BLOK GASTROINTESTINALLAPORAN FISIOLOGI

“KERUTAN USUS DI LUAR BADAN”

Kelompok A 11

Anggota : Istiadi Mukharam (1102009147)Betha Nurvia (1102010048)Adeprita Pratiwi Herlinawati (1102011004)Akbar Purnadiputra (1102011017)Balqis Toda (1102011060)Danita Dwi Maryana (1102011070)Elva Puspita Sari (1102011087)Fazelia Berlianthi Simanungkalit (1102011103)Galuh Kresna Bayu (1102011112)Luthfika Shabrina (1102011146)

Fakultas Kedokteran Universitas YARSI

2012-2013

BAB I

1

PENDAHULUAN

TEORI DASAR

Otot polos

Otot polos terdiri dari sel-sel otot polos yang berbentuk seperti gelendongan. Di bagian

tengah adalah daerah tebesar dan kedua ujungnya meruncing. Otot polos memiliki serat yang arahnya

searah panjang sel tersebut myofibril. Serat myofibril dan masing-masing miofilamen terdiri dari

protein otot yaitu aktin dan miosin. Otot polos bergerak secara teratur, dan tidak cepat lelah. Otot

polos bersifat involunter, walaupun tidur otot masih mampu bekerja. Otot polos terdapat pada alat-alat

dinding tubuh dalam, misalnya pada dinding usus, dinding pembuluh darah, pembuluh limfe, dinding

saluran pencernaan, trakea, cabang tenggorok, pada muskulus siliaris mata, otot polos dalam kulit,

saluran kelamin dan saluran ekskresi.

Cara kerja otot polos

Bila otot polos berkontraksi, maka bagian tengahnya membesar dan otot menjadi pendek. Bila

otot polos mendapat suatu rangsang (stimulus), maka reaksi (respon) terhadap rangsang berasal dari

susunan saraf tak sadar (otot involunter). Oleh karena itu otot polos adalah otot yang bekerja di luar

kesadaran.

Otot polos juga memberit anggapan pada hormone seperti epinefrin. Tahap-tahap kontraksi

yang terjadi pada otot halus ternyata lebih lambat dari pada tahap-tahap yang terjadi untuk otot lurik.

Jadi, struktur dan pengaturan control otot halus tepat dengan fungsi yang diembannya yaitu

pengadaan suatu gaya tegang selama rentang waktu cukup lama namun mengkonsumsi ATP dengan

laju konsumsi rendah.

Pengaturan Otonom Traktus Gastrointestinal

Jalur saraf otonom terdiri dari suatu rantai dua neuron, dengan neurotransmitter terakhir yang

berbeda antara saraf simpatis dan parasimpatis. Setiap jalur saraf otonom  yang berjalan dari SSP ke

suatu organ terdiri dari SSP ke suatu organ terdiri dari suatu rantai yang terdiri dari dua neuron.

Badan sel neuron yang pertama di rantai tersebut terletak di SSP. Aksonnya, serat preganglion,

bersinaps dengan badan sel neuron kedua, yang terdapat di dalam suatu ganglion di luar SSP. Akson

neuron kedua, serat pascaganglion, mempersarafi organ-organ efektor.

Sistem saraf otonom terdiri dari dua divisi-sistem simpatis dan parasimpatis. Serat-serat

saraf simpatis berasal dari daerah torakal dan lumbal korda spinalis. Sebagian besar serat preganglion

simpatis berukuran sangat pendek, bersinaps dengan badan sel neuron pascaganglion didalam

ganglion yang terdapat di rantai ganglion simpatis yang terletak di kedua sisi korda spinalis. Serat

pascaganglion panjang yang berasal dari rantai ganglion itu berakhir di organ-organ efektor.

Sebagian serat praganglion melewati rantai ganglion tanpa membentuk sinaps dan kemudian berakhir

2

di ganglion kolateral simpatis yang terletak disekitar separuh jalan antara SSP dan organ-organ yang

dipersarafi, dengan serat pascaganglion menjalani jarak sisanya.

Serat-serat praganglion parasimpatis berasal dari daerah cranial dan sacral SSP. Serat-serat

ini berukuran lebih panjang dibandingkan dengan serat praganglion simpatis karena serat-serat itu

tidak terputus sampai mencapai ganglion terminal yang terletak di dalam atau dekat dengan organ

efektor. Serat-serat pascaganglion yang sangat pendek berakhir di sel-sel organ yang bersangkutan itu

sendiri.

Serat-serat praganglion simpatis dan parasimpatis mengeluarkan neurotransmitter yang sama,

yaitu asetilkolin (Ach), tetapi ujung-ujung pasca ganglion kedua system ini mengeluarkan

neurotransmitter yang berlainan (neurotransmitter yang mempengaruhi organ efektor). Serat-serat

pascaganglion parasimpatis mengeluarkan asetilkolin. Dengan demikian, serat-serat itu bersama

dengan semua serat praganglion otonom, disebut serat kolinergik. Sebaliknya sebagian besar serat

pascaganglion simpatis disebut serat adrenergic, karena mengeluarkan noradrenalin, lebih umum

dikel sebagai norepinefrin. Baik asetilkolin maupun norepinefrin juga berfungsi sebagai zat

perantara kimiawi di bagian tubuh lainnya.

Obat-obat yang bekerja terhadap sistem saraf otonom dibagi ke dalam 5kelompok, yaitu:

1.Parasimpatomimetik (kolinergik), 

merupakan obatobatan yang memilikiefek menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan 

saraf  parasimpatis. Contohnya adalah asetilkolin dan pilokarpin.

2.Parasimpatolitik (antikolonergik), 

merupakan obat-obatan yang memilikiefek yang menghambat efek saraf parasimpatis. Contohnya

adalah atropin.

3.Simpatomimetik (adrenergik),

Merupakan obat yang memiliki efek yang menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas saraf

simpatis. Contohnya epinefrin.

4.Sempatolitik (antiadrenergik), 

merupakan obat yang bekerjadengan menghambat efek aktivitas saraf simpatis. Contohnya ad

alahreserpin dan propanolol.

5.Obat ganglion, merupakan obat-obatan yang merangsang ataumenghambat penerusan impuls di

ganglion. Contohnya adalah nikotin dan pentolinum.

Persarafan Parasimpatis

Persarafan parasimpatis ke usus dibagi atas divisi kranial dan divisi sakral. Kecuali untuk

beberapa serabut parasimpatiske regio mulut dan faring dari saluran pencernaan, serabut saraf

parasimpatis kranial hampir seluruhnya di dalam saraf vagus. serabut-serabut ini memberi inervasi

yang yang luas pada esofagus, lambung, pankreas, dan sedikit usus sampai separuh bagian pertama

usus besar.

3

Parasimpatis sakral bersal darisegmen sakral kedua, ketiga, dan keempat dari medula

spinalis serta berjalan melalui saraf pelvis ke seluruh bagian distal usus besar dan sepanjang anus.

Arean sigmoid, rektum, dan anus diperkirakan mendapat persarafan parasimpatis yang lebih baik

daripada nagian usus yang lain. Fungsi serabut ini terutama untuk menjalankan reflak defekasi.

Neuron-neuron postganglionik dari sistem parasimpatis gastrointestinal terletak terutama di

pleksus mienterikus dan pleksus submukosa. Perangsangan saraf parasimpatis ini menimbulakan

peningkatan umum dari aktivitas seluruh sistem saraf enterik. Hal ini kemudian akan memperkuat

aktivitas sebagian besar fungsi gastrointestinal.

Persarafan Simpatis

Serabut-serabut simpatis yang berjalan ke traktus gastrointestinal bersal dari medula spinalis

antara segmen T-5 dan L-2. Sebagian besar serabut preganglionik yang mempersarafi usus, sesudah

meninggalkan medula, memasuki rantai simpatis yang terlatak di sisi lateral kolumna spinalis, dan

banyak dari serabut ini kemudian berjalan melalui rantai ke ganglia yang terletak jauh seperti

ganglion seliaka dan berbagai ganglion mesenterica. Kabanyakan badan neuron simpatik

postganglionik berada di ganglia ini, dan serabut-serabut post ganglionik lalu menyebar melalui saraf

simpatis postganglionik ke semua bagian usus. Sistem simpatis pada dasarnya menginervasi seluruh

traktus gastrointestinal, tidak hanya meluas dekat dengan rongga mulut dan anus, sebagaimana yang

berlaku pada sistem parasimpatis. Ujung-ujung saraf simpatis sebagian besar menyekresikan

norepinefrin dan juga epinefrin dalam jumlah sedikit.

Pada umumnya, perangsangan sistem saraf simpatis menghambat aktivitas traktus

gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang ditimbulkan oleh sistem

parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya melalui dua cara: (1) pada tahap yang kecil

melalui pengaruh langsung sekresi norepinefrin untuk menghambat otot polos traktus intestinal

(kecuali otot mukosa yang tereksitasi oleh norepinefrin), dan (2) pada tahap yang besar melalui

pengaruh inhibisi dari norepinefrin pada neuron-neuron pada seluruh sistem saraf enterik.

BAB II

PEMBAHASAN

4

TUJUAN :

Pada akhir latihan ini mahasiswa harus dapat :

1. Memasang peralatan perfusi usus dan pencatat gerakan usus.

2. Memasang sediaan usus dalam tabung perfusi dan menghubungkannya dengan pencatat

sehingga kerutannya. Dapat dicatat pada kimograf.

3. Menjelaskan pengaruh berbagai factor dibawah ini pada frekuensi dan amplitude kerutan serta

tonus sediaan usus dalam tabung perfusi :

a. Epinefrin

b. Asetilkolin

c. Ion kalium

d. Pilokarpin

e. Ion Barium

Alatsediaandanbahankimia yang diperlukan :

1. Kaki tiga + kawat kasa + pembakar Bunsen dengan pipa karet + statip.

2. Gelas beker pireks 600 cc + tabung perfusi usus dengan klemnya.

3. Pipa kaca bengkok untuk perfusi usus + balon rangkap + thermometer kimia.

4. Pencatat gerakan usus + sinyal maknit + kawat listrik + kimograf rangkap.

5. Sepotong usus halus dengan panjang 5 cm (ini akan dibagikan oleh asisten yang bertugas)

6. Larutan : -Locke biasa dan locke bersuhu 35C

-Epinefrin1 : 10.000

-Locke tanpa kalsium

-CaCl2 1%

-Asetilkolin1 : 1.000.000

-Pilokarpin 0,5%

-BaCl2 1%

7. Es + Waskom

Tata Kerja

1. Susunlah alat menurut gambar.

2. Hangatkan air dalam gelas beker pireks sehingga larutan locke di dalam tabung perfusi

mencapai suhu 35C

3. Mintalah sepotong usus halus kelinci kepada asisten yang bertugas

4. Pasang sediaan usus sebagai berikut :

a. Ikatkan dengan benang salah satu ujung sediaan usus pada ujung pipa gelas bengkok.

5

b. Ikat kan ujung yang lain pada pencatat usus. (usahakan dalam hal ini supaya sediaan

usus tidak terlampau teregang)

5. Alirkan udara kedalam larutan locke dalam tabung perfusi dengan memompa balon dan

mengatur klem, sehingga gelembung udara tidak terlalu menggoyangkan sediaan usus yang

telah dipasang.

6. Selama percobaan, perhatikan suhu larutan locke dalam tabung perfusi yang harus

dipertahankan pada suhu 35C, kecuali bila ada petunjuk-petunjuk lain.

1.Pengaruh Epinefrin

Tata Cara

1. Catat 10 kerutan usus sebagai kontrol pada tromol yang berputar lambat, tetapi setiap kerutan

masih tercatat terpisah.

2. Catat waktunya dengan interval 5 detik.

3. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 5 tetes larutan epinefrin 1:10.000 ke dalam larutan

perfusi.

4. Teruskan pencatatan, sampai pengaruh epinefrin terlihat jelas.

5. Hentikan tromol dan cucilah sediaan usus untuk menghentikan pengaruh epinefrin sebagi

berikut:

a. Pindahkan pembakar Bunsen, kaki tiga+kawat kasa dan gelas beker pireks dari tabung

perfusi.

b. Letakkan sebuah baskom di bawah tabung perfusi.

c. Bukalah sumbat tabung perfusi sehingga cairan perfusi keluar sampai habis.

d. Tutup kembali tabung perfusi, dan isilah dengan larutan Locke yang baru (tidak perlu

yang versuhu 35C) dan besarkan aliran udara sehingga usus bergoyang-goyang.

e. Buka lagi sumbat untuk mengeluarkan larutan Locke-nya.

f. Ulangi hal di atas 2 kali lagi, sehingga dapat dianggap sediaan usus telah bebas dari

pengaruh epinefrin.

g. Sesudah selesai hal-hal di atas, tutup kembali tabung perfusi dan isilah dengan larutan

locke baru yang bersuhu 35C (disediakan) serta atur kembali aliran udaranya.

h. Pasang kembali gelas beker pireks, kaki tiga+kawat kasa dan pembakar Bunsen.

Hasil pengamatan :

Epinefrin menurunkan keurutan usus dikarenakan kerja epinefrin kerja epinefrin mempengaruhi saraf

simpatis. Saraf simpatis bekerja menurunkan motilitas.

2.Pengaruh Asetilkolin

6

a. Tata Cara

1. Catat 10 kerutan usus sebagai control.

2. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 2 tetes larutan asetilkolin 1:1.000.000 ke dalam cairan

perfusi. Beri tanda pada saat penetesan.

3. Teruskan dengan pencatatan sampai pengaruh asetilkolin terlihat jelas.

4. Hentikan tromol dan cucilah sediaan usus untuk menghilangkan pengaruh asetilkolin seperti

pada ad.I.

3. Pengaruh Ion Kalsium

Tata Cara

1. Catat 10 kerutan usus sebagai control.

2. Hentikan tromol dan gantilah larutan Locke dalam tabung perfusi dengan larutan Locke tanpa

kalsium yang bersuhu 35C (disediakan).

3. Jalankan kembali tromol dan catatlah terus sampai pengaruh kekurangan ion kalsium terlihat

jelas.

4. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 1 tetes CaCl2 1% ke dalam cairan perfusi. Beri tanda

saat penetesan.

5. Teruskan dengan pencatatan, sampai terjadi pemulihan. Bila pemulihan tidak sempurna

gantikanlah cairan dalam tabung perfusi dengan cairan Locke baru yang berushu 35C.

4 Pengaruh Pilokarpin

Tata Cara

1. Catat 10 kerutan usus sebagai control.

2. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 2 tetes larutan pilokarpin 0,5% ke dalam cairan perfusi.

Beri tanda pada saat penetesan.

3. Teruskan dengan pencatatan sampai pengaruh pilokarpin terlihat jelas.

4. Hentikan tromol dan cucilah sediaan usus untuk menghilangkan pengaruh pilokarpin seperti

pada ad.I.

Hasil pengamatan :

Pilokarpin meningkatkan kerutan usus, karena pilokarpin merupakan obat kolinergik yang

mempengaruhi saraf parasimpatis. Pilokarpin bekerja sebagai reseptor agonis muskarinik pada sistem

parasimpatis.

5 Pengaruh Suhu

Tata Cara

1. Catat 10 kerutan usus sebagai control.

7

2. Hentikan tromol dan turunkan suhu cairan perfusi sebanyak 5C dengan jalan memindahkan

pembakar Bunsen dan mengganti iar hangat di dalam gelas beker pireks dengan air biasa.

3. Segera setelah mencapai suhu 30C, jalankan tromol kembali dan catatlah 10 kerutan usus.

4. Hentikan tromol lagi dan ulangi percobaan ini dengan setiap kali menurunkan suhu cairan

perfusi sebanyak 5C, sampai tercapai 20C dengan jalan memasukkan potongan-potongan es

ke dalam gelas beker pireks. Dengan demikian didapatkan pencatatan keaktifan berturut-turut

pada suhu 35C, 30C, 25C dan 20C.

5. Hentikan tromol perfusi dan naikkan suhu cairan perfusi sampai 35C dengan jalan mengganti

air es di dalam gelas beker pireks dengan air biasa kemudian memanaskan air itu.

6. Segera setelah suhu mencapai 35C, jalankan tromol kembali dan catatlah 10 kerutan usus.

Catatan :

1. Penurunan suhu secara perlahan-lahan akan memberikan hasil yang memuaskan.

2. Penaikan suhu sehingga normal boleh dilakukan lebih cepat daripada penurunan suhu.

3. Koefisien suhu untuk setiap perbedaan 10˚C (Q10) merupakan perbandingan antara

frekuensi pada t˚ dengan frekuensi pada (t˚ ± 10˚) sebagai berikut :

Frekuensi pada t

Q₁₀ =      

Frekuensi pada (t˚ ± 10˚)

 

Tetapi pengukuran yang paling baik adalah dengan membandingkan kerja (“Work Output”)

pada t dengan⁰ kerja pada (t˚ ± 10˚).

 

Menurut Ilmu Pesawat :

Kerja = Jarak x Beban

Oleh karena beban disini dianggap selalusama (yaitu berat alat pencatat), maka yang

diperbandingkan disini adalah jarak, yaitu :frekuensi per menit x amplitudo rata rata,sehingga:

Frekuensi/menit x amplitude rata-rata pada  t˚

Q10 =      

  Frekuensi/menit x amplitude rata-rata (t˚ ± 10˚)

Gambaran mengenai perbandingan kerjapada  t dengan⁰ kerja pada suhu (t ± 10 ).⁰ ⁰

6 Pengaruh Ion Barium

Tata Cara

8

1. Catat 10 kerutan usus sebagai kontrol.

2. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 1 tetes larutan BaCl2 1% ke dalam cairan perfusi. Bila 1

tetes tidak memberikan hasil setelah 5-10 kerutan, lanjutkkan penambahan BaCl2 setetes demi

setetes yang diberikan setiap sesudah 5-10 kerutan yang tidak jelas.

Hasil pengamatan :

BaCl2 meningkatkan kerutan usus, interval menjadi lebih pendek, tetapi kekuatan kontraksi otot tetap.

Pertanyaan :

1. Kerutan Usus di Luar Badan

Apa tujuan pengaliran udara ke dalam cairan perfusi?

Agar gelembung udara tidak terlalu menggoyangkan sediaan usus yang telah terpasang.

2. Pengaruh Epinefrin

a. Grafik

b. Analisis Data

Pemberian epinefrin dapat menurunkan kerutan usus. Hal tersebut dikarenakan kerja dari

epinefrin yang mempengaruhi saraf simpatis. Dimana efek dari saraf simpatis tersebut terhadap

usus adalah penurunan motilitas usus. Sehingga pada sfignograf terlihat gambaran penurunan

kerutan usus pasca pemberian epinefrin dibandingkan dengan kontrol.

Apa pengaruh epinefrin dalam percobaan ini?

Menurunkan kerutan usus.

3. Pengaruh Asetilkolin

a. Grafik

9

b. Analisis Data

Pemberian asetilkolin dapat meningkatkan kerutan usus. Hal tersebut dikarenakan kerja

dari asetilkolin yang mempengaruhi saraf parasimpatis. Dimana efek dari saraf parasimpatis

tersebut terhadap usus adalah peningkatan motilitas usus. Sehingga pada sfignograf terlihat

gambaran peningkatan kerutan usus pasca pemberian epinefrin dibandingkan dengan kontrol.

Apa pengaruh asetilkolin dalam percobaan ini?

Meningkatkan kerutan usus.

4. Pengaruh Ion Kalsium

Apa pengaruh kekurangan ion kalsium terhadap kerutan usus?

Ion kalsium menyebabkan penurunan kerutan usus. Hal tersebut dikarenakan efek dari ion

kalsium yang berfungsi dalam kontraksi otot polos.

5. Pengaruh Pilokarpin

Apa pengaruh pilokarpin terhadap kerutan usus?

Pilokarpin merupakan obat kolinergik sehingga pemberian pilokarpin dapat mengakibatkan

peningkatan kerutan usus disertai dengan penurunan kerutan usus (interval menjadi lebih

panjang).

6. Pengaruh Suhu

Apa pengaruh suhu pada keaktifan usus?

Hubungan antara keaktifan usus dengan suhu adalah berbanding lurus. Artinya, semakin tinggi

suhu, semakin aktif gerakan usus. Sebaliknya, semakin rendah suhu, semakin pasif gerakan

ususnya.

7. Pengaruh Ion Barium

Apa pengaruh yang diharapkan terjadi pada penambahan larutan BaCl2?

BaCl2 merupakan garam yang dibentuk oleh asam kuat (HCl) dan basakuat (Ba(OH)2). Garam

BaCl2 dapat menstimulasi gerakan peristaltik usus. Selainitu, BaCl2 bersifat mengiritan usus

sehingga usus dapat menjadi rusak.

10

BAB III

PENUTUPAN

Kesimpulan

Pada paraktikum ini dapat disimpulkan bahwa aktivitas usus dipengaruhi oleh sistem saraf otonom

yaitu, sistem saraf simpatis dan sistem saraf  parasimpatis. Setiap obat yang diberikan mempunyai

efek yang berbeda pada organ usus. Ada obat yang menurunkan gerakan kontraksi usus dan ada yang

meningkatkan gerakan kontraksi usus.

11

.

DAFTAR PUSTAKA

Darmansjah I..1995. Farmakologi dan Terapi Ed.4.Jakarta:Gaya Baru.

Ganong, WF. 2001. Review of medical physiology. 20th Edition. USA; McGraw-Hill.

Sherwood, L. 2009. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi 2. Jakarta; EGC.

12

top related