laporan pendahuluan hernia
Post on 14-Apr-2016
107 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
HERNIA
A.Definisi
Hernia merupakan kelemahan atau defek di dinding
rongga peritoneum dapat menyebabkan
peritoneum menonjol membentuk kantung yang di lapisi oleh
serosa dan disebut kantung hernia (Robbins & Cotran :
2010 )
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu
rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding
rongga yang bersangkutan (R. Sjamsuhidayat & Wim de
Jong : 2005)
Hernia inguinalis adalah hernia yang melalui anulus
inguinalis internus yang terletak disebelah lateral vasa
epigastrika inferior, menyusuri kanalis inguinalis dan
keluar ke rongga perut melalui anulus inguinalis
eksternus (Arif Mansjoer : 2000)
Dari ketiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
hernia adalah penonjolan isi suatu organ seperti
peritoneum, lemak, usus dan kandung kemih melalui bagian
yang lemah dari dinding abdomen sehingga menimbulkan
kantung berisikan material abnormal dengan penyebab
congenital ataupun yang didapat.
B.Etiologi
Factor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya hernia
inguinalis adalah :
a. Keadaan yang dapat menyebabkan tekanan intraabdominal
di anatranya ; kehamilan, batuk kronis, pekerjaan
mengangkat benda berat, mengejan pada saat defekasi,
dan mengejan pada saat miksi, hipertropi prostat
b. Adanya prosesus vaginalis yang terbuka.
c. Kelemahan otot dinding perut.
d. Anulus internus yang cukup lebar.
C.Patofisiologi
Hernia inguinalis adalah hernia yang melalui anulus
inguinalis internus yang terletak di sebalah lateral vasa
epigastrika inferior, menyusuri kanalis inguinalis dan
keluar ke rongga perut malalui anulus inguinalis
eksternus.
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus.
Pada bulan ke-8 kehamilan, terjadi desensus testis
melalui kanal tersebut. Penurunan testis tersebut akan
menarik peritoneum ke daerah skrotum sehingga terjadi
penonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus
vaginalis peritonei.
Pada bayi yang sudah lahir, umumnya prosesus ini telah
mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut tidak
dapat melalui kanal tersubut. Namun dalam beberapa
hal,seringkali kanalis ini tidak menutup karena testis
kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan
lebih sering terbuka. bila kanalis kiri terbuka maka
biasanya yang kanan juga terbuka.
Dalam keadaan normal, kanalis yang terbuka ini akan
menutup pada usia 2 bulan. bila prosesus terbuka terus
(karena tidak mengalami obliterasi) akan timbul hernia
inguinalis lateral kongenital.
Pathway
D.Klasifikasi
Hernia terbagi menjadi 2 kategori, yaitu hernia
menurut letaknya dan hernia menurut sifat atau
tingkatanya.
Adapun hernia menurut letaknya adaalah :
1. Hernia Inguinalis Lateralis (indirek)
Hernia ini terjadi melalui anulus inguinalis internus
yang terletak di sebelah lateral vasa epigastrika
inferior,menyusuri kanalis inguinalis dan keluar
kerongga perut melalui anulus inguinalis eksternus.
Hernia ini lebih tinggi pada bayi & anak kecil
2. Hernia Inguinalis Medialis (direk)
Hernia ini terjadi melalui dinding inguinal
posteromedial dari vasa epigastrika inferior di daerah
yang dibatasi segitiga Haselbach.
3. Hernia femoralis
Terjadi melalui cincin femoral dan lebih umum terjadi
pada wanita dibanding pria. Hernia ini mulai sebagai
penyumbat dikanalis femoralis yang membesar secara
bertahap menarik peritonium dan akibatnya kandung
kemih masuk ke dalam kantung.
4. Hernia umbilikalis
Batang usus melewati cincin umbilical. sebagian besar
merupakan kelainan yang didapat. Hernia umbilikalis
sering terjadi pada wanita dan pada pasien yang
memliki keadaan peningkatan tekanan intra abdomen,
seperti kehamilan, obesitas, asites, atau distensi
abdomen. Tipe hernia ini terjadi pada insisi bedah
sebelumnya yang telah sembuh secara tidak adekuat
karena masalah pasca operasi seperti infeksi dan
nutrisi yang tidak adekuat.
5. Hernia skrotalis
Merupakan hernia inguinalis lateral yang mencapai
skrotum.
Menurut sifat atau tingkatannya :
1. Hernia reponibel.
Pada hernia ini isi hernia dapat keluar masuk. Usus
akan keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi
jika berbaring atau di dorong masuk. Pada hernia
reponibel ini penderita tidak mengeluh nyeri dan tidak
ada gejala obstruksi usus.
2. Hernia ireponibel.
Merupakan kebalikan dari hernia reponibel ( hernia
tidak masuk kembali ) biasanya disebabkan oleh
perlekatan isi kantung pada peritoneum.
3. Hernia inkaserata.
Pada hernia ini isi perut atau usus yang masuk kedalam
kantung hernia tidak dapat kembali disertai dengan
gangguan aliran khusus. Gambaran klinis obstruksi usus
dengan gambaran keseimbangan cairan elektrolit dan
asam basa. Keadaan ini hernia bisa terjepit oleh
cincin hernia. Sehingga isi kantung bisa terperangkap
dan tidak dapat kembali ke rongga perut, akibatnya
terjadi gangguan passase dan hernia ini lebih
dimaksudkan hernia irreponibel
4. Hernia strangulata
Pada hernia ini pembuluh darah yang mempengaruhi
usus yang masuk ke dalam kantung hernia terjepit
sehingga usus kehilangan system perdarahannya sehingga
mengakibatkan nekrosis pada usus. Pada pemeriksaan
lokal usus tidak dapat dimasukan kembali di sertai
adanya nyeri tekan.
E.Manifestasi klinik
Pada pasien terlihat adanya masa bundar pada anulus
inguinalis eksterna yang mudah mengecil bila pasien
tidur. Karena besarnya defek pada dinding posterior maka
hernia jarang sekali menjadi ireponibilis.
Hernia ini disebut direkta karena langsung menuju anulus
inguinalis eksterna sehingga meskipun anulus inguinalis
interna di tekan bila pasien berdiri atau mengejan, tetap
akan timbul bejolan. Bila hernia ini sampai skrotum, maka
hanya akan sampai kebagian atas skrotum, sedangkan testis
dan funikulus spermatikus dapat dipisahkan dari masa
hernia. Bila jari di masukan dalam anulus inguinalis
eksterna, tidak akan di temukan dinding belakang. Bila
pasien di suruh mengejan tidak akan terasa tekanan dan
ujung jari dengan mudah meraba ligamentum Cowperi pada
ramus superior tulang pubis. Pada pasien kadang-kadang di
temukan gejala mudah kencing karena buli-buli ikut
membentuk dinding medial hernia.
F.Komplikasi
1. Terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding
kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat di
masukan kembali. Keadan ini disebut hernia inguinalis
ireponiblis. pada keadaan ini belum ada gangguan
penyaluran isi usus. Isi hernia yang tersering
menyebabkan keadaan ireponible adalah omentum, karena
mudah melekat pada dinding hernia dan isisnya dapat
menjadi besar karena infiltrasi lemak. Usus besar
lebih sering menyebabkan ireponibilis dari pada usu
halus
2. Terjadi penekanan terhadap cincin hernia akibat makin
banyaknya usus yang masuk keadaan ini menyebabkan
gangguan aliran isi usus diikuti dengan gangguan
vaskuler (proses strangulasi). Keadaan ini disebut
hernia inguinalis strangulata pada keadaan strangulata
akan timbul gejala ileus, yaitu perut kembung, muntah
dan obstipasi. Pada strangulasi nyeri yang timbul akan
lebih hebat dan kontinyu, daerah benjolan menjadi
merah, dan pasien menjadi gelisah.
G.Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada hernia dapat dilakukan dengan 2 cara
yaitu konservatif dan pembedahan.
1. Konservatif
Penggunaan alat penyangga dapat dipakai sebagai
pengelolaan sementara, misalnya pemakaian korset. Tapi
untuk hernia inguinalis pamakaian korset tidak
dianjurkan karena alat ini dapat melemahkan
otot dinding perut. Pada terapi konservatif dapat pula
di berikan obat anti analgetik yaitu mengurangi
nyeri.
2. Pembedahan
Prinsip dasar hernia terdiri dari herniotomy
( memotong hernia ) dan menjepit kantung hernia
( herniorafi ). Pada bedah elektif, kanalis dibuka,
isi hernia dimasukan, kantong diikat, dan
dilakukan bassiny plasty untuk memperkuat dinding
belakang kanalis inguinalis. Pasien yang telah
dilakukan tindakan pembedahan disarankan untuk tidak
boleh mengendarai kendaran, aktifitas dibatasi,
seperti tidak boleh mengangkat benda berat, mendorong
atau menarik benda paling sedikit 6 minggu.
H.Komplikasi
1.Terjadi perlengketan pada isi hernia dengan dinding
kantong hernia tidak dapat dimasukkan lagi.
2.Terjadi penekanan pada dinding hernia akibat makin
banyaknya usus yang rusak
3.Pada strangulasi nyeri yang timbul lebih hebat dan
kontinue menyebabkan daerah benjolan merah
ASUHAN KEPERAWATAN
HERNIA
A.Pengkajian
Pengkajian pasien Post operatif (Doenges, 1999) adalah
meliputi :
1. Sirkulasi
Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal,
penyakit vascular perifer, atau stasis vascular
(peningkatan risiko pembentukan trombus).
2. Integritas ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ;
factor-faktor stress multiple, misalnya financial,
hubungan, gaya hidup.
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan
ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis.
3. Makanan / cairan
Gejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk
hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk
obesitas) ; membrane mukosa yang kering (pembatasan
pemasukkan / periode puasa pra operasi).
4. Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
5. Keamanan
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan,
plester, dan larutan ; Defisiensi immune (peningkaan
risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ;
Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat
keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi
; Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi
obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat
transfuse darah / reaksi transfuse.
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ;
demam.
6. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid,
antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid,
antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan,
analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau
tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau
obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko
akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan
pilihan anastesia, dan juga potensial bagi penarikan
diri pasca operasi).
B.Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan
diskontuinitas jaringan akibat tindakan operasi.
2. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan luka insisi
bedah/operasi.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri post
operasi.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
umum.
C.Intervensi
1.Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan
diskontuinitas jaringan akibat tindakan operasi.
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria Hasil : - klien mengungkapkan rasa nyeri
berkurang
a. tanda-tanda vital normal
b. pasien tampak tenang dan rileks
intervensi
1) pantau tanda-tanda vital, intensitas/skala nyeri
Rasional : Mengenal dan memudahkan dalam melakukan
tindakan keperawatan.
2) Anjurkan klien istirahat ditempat tidur
Rasional : istirahat untuk mengurangi intesitas
nyeri
3) Atur posisi pasien senyaman mungkin
Rasional : posisi yang tepat mengurangi penekanan
dan mencegah ketegangan otot serta mengurangi nyeri.
4) Ajarkan teknik relaksasi dan napas dalam
Rasional : relaksasi mengurangi ketegangan dan
membuat perasaan lebih nyaman
5) Kolaborasi untuk pemberian analgetik.
Rasional : analgetik berguna untuk mengurangi nyeri
sehingga pasien menjadi lebih nyaman.
2. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan luka
insisi bedah/operasi.
Tujuan : tidak ada infeksi
Kriteria hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi
seperti pus.
a. luka bersih tidak lembab dan kotor.
b. Tanda-tanda vital normal
Intervensi
1) Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : Jika ada peningkatan tanda-tanda vital
besar kemungkinan adanya gejala infeksi karena tubuh
berusaha intuk melawan mikroorganisme asing yang
masuk maka terjadi peningkatan tanda vital.
2) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
Rasional : perawatan luka dengan teknik aseptik
mencegah risiko infeksi.
3) Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti
infus, kateter, drainase luka, dll.
Rasional : untuk mengurangi risiko infeksi
nosokomial.
4) Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk
pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
Rasional : penurunan Hb dan peningkatan jumlah
leukosit dari normal membuktikan adanya tanda-tanda
infeksi.
5) Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
Rasional : antibiotik mencegah perkembangan
mikroorganisme patogen.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri post
operasi.
Tujuan : pasien dapat tidur dengan nyaman
Kriteria hasil : - pasien mengungkapkan kemampuan
untuk tidur.
a. pasien tidak merasa lelah ketika bangun tidur
b. kualitas dan kuantitas tidur normal
intervensi
1) Mandiri
a) Berikan kesempatan untuk beristirahat / tidur
sejenak, anjurkan latihan pada siang hari,
turunkan aktivitas mental / fisik pada sore hari.
Rasional : Karena aktivitas fisik dan mental yang
lama mengakibatkan kelelahan yang dapat
mengakibatkan kebingungan, aktivitas yang
terprogram tanpa stimulasi berlebihan yang
meningkatkan waktu tidur.
b) Hindari penggunaan ”Pengikatan” secara terus
menerus
Rasional : Risiko gangguan sensori, meningkatkan
agitasi dan menghambat waktu istirahat.
c) Evaluasi tingkat stres / orientasi sesuai
perkembangan hari demi hari.
Rasional : Peningkatan kebingungan, disorientasi
dan tingkah laku yang tidak kooperatif (sindrom
sundowner) dapat melanggar pola tidur yang
mencapai tidur pulas.
d) Lengkapi jadwal tidur dan ritoal secara teratur.
Katakan pada pasien bahwa saat ini adalah waktu
untuk tidur.
Rasional : Pengatan bahwa saatnya tidur dan
mempertahankan kestabilan lingkungan. Catatan :
Penundaan waktu tidur mungkin diindikasikan untuk
memungkin pasien membuang kelebihan energi dan
memfasilitas tidur.
e) Berikan makanan kecil sore hari, susu hangat,
mandi dan masase punggung.
Rasional : Meningkatkan relaksasi dengan perasan
mengantuk
f) Turunkan jumlah minum pada sore hari. Lakukan
berkemih sebelum tidur.
Rasional : Menurunkan kebutuhan akan bangun untuk
pergi kekamar mandi/berkemih selama malam hari.
g) Putarkan musik yang lembut atau ”suara yang
jernih”
Rasional : Menurunkan stimulasi sensori dengan
menghambat suara-suara lain dari lingkungan
sekitar yang akan menghambat tidur nyeyak.
2) Kolaborasi
a) Berikan obat sesuai indikasi : Antidepresi,
seperti amitriptilin (Elavil); deksepin
(Senequan) dan trasolon (Desyrel).
Rasional : Mungkin efektif dalam menangani
pseudodimensia atau depresi, meningkatkan
kemampuan untuk tidur, tetapi anti kolinergik
dapat mencetuskan dan memperburuk kognitif dalam
efek samping tertentu (seperti hipotensi
ortostatik) yang membatasi manfaat yang maksimal.
b) Koral hidrat; oksazepam (Serax); triazolam
(Halcion).
Rasional : Gunakan dengan hemat, hipnotik dosis
rendah mungkin efektif dalam mengatasi insomia
atau sindrom sundowner.
c) Hindari penggunaan difenhidramin (Benadry1).
Rasional : Bila digunakan untuk tidur, obat ini
sekarang dikontraindikasikan karena obat ini
mempengaruhi produksi asetilkon yang sudah
dihambat dalam otak pasien dengan DAT ini.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
umum.
Tujuan : klien dapat melakukan aktivitas ringan atau
total.
Kriteria hasil : - perilaku menampakan kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan diri.
a. pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa
aktivitas tanpa dibantu.
b. Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya
baik.
intervensi
1) Rencanakan periode istirahat yang cukup.
Rasional : mengurangi aktivitas yang tidak
diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan
untuk aktivitas seperlunya secar optimal.
2) Berikan latihan aktivitas secara bertahap.
Rasional : tahapan-tahapan yang diberikan membantu
proses aktivitas secara perlahan dengan menghemat
tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.
3) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai
kebutuhan.
Rasional : mengurangi pemakaian energi sampai
kekuatan pasien pulih kembali.
4) Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.
Rasional : menjaga kemungkinan adanya respons
abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.
DAFTAR PUSTAKA
Barbara Engram, Rencana Asuhan Keperawatan Medical
Bedah, EGC, Jakarta, 1998.
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan
pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien,
ed.3. EGC, Jakarta.
Griffith H. Winter, Buku Pintar Kesehatan, EGC, Jakarta,
1994.
Lynda Juall carpernito, Rencana Asuhan keperawatan dan
dokumentasi keperawatan, EGC,Jakarta, 1995.
Nettina, S.M, 2001, Pedoman Praktik
Keperawatan. Jakarta : EGC.
Oswari, E. 2000. Bedah dan Perawatannya. Jakarta : FKUI.
W.A. Dorland Newman, Kamus Kedokteran Dorland,
EGC, Jakarta, 2002.
top related