laporan problem based learning ii
Post on 24-Jul-2015
141 Views
Preview:
TRANSCRIPT
LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING II
“NYERI DADA”
Tutor : dr. Wiwiek fatchurohmah
Disusun Oleh :
Kelompok 3
1. Tessa Agrawita G1A010002
2. Indrasti Banajaransari G1A010020
3. Mayunda Riani Andristi G1A010022
4. Angkat Prasetya A. N. G1A010038
5. Danny Amanati Aisya G1A010050
6. Yuni Purwati G1A010059
7. Lina Sunayya G1A010075
8. Provita Rahmawati G1A010082
9. Irfani Ryan Ardiansyah G1A010104
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Infark miokard adalah nekrosis miokard yang berkembang cepat oleh
karena ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen otot-otot jantung.
Hal ini biasanya disebabkan oleh ruptur plak yang kemudian diikuti oleh
pembentukan trombus oleh trombosit. Lokasi dan luasnya miokard infark
bergantung pada lokasi oklusi dan aliran darah kolateral (Davey, 2006).
Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap
tersering di negara maju. Laju mortalitas awal adalah 30% dengan lebih dari
separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai Rumah Sakit (Alwi, 2006).
Diagnosis infark miokard didasarkan atas diperolehnya dua atau lebih dari
3 kriteria, yaitu adanya nyeri dada, perubahan gambaran elektrokardiografi (EKG)
dan peningkatan pertanda biokimia. Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tak
ada hubungan dengan aktifitas atau latihan. Gambaran EKG yang khas yaitu
timbulnya gelombang Q yang besar, elevasi segmen ST dan inversi gelombang T
(Rilantono, 2004).
Kejadian IMA sangat dipengaruhi oleh riwayat penyakit lain seperti
hipertensi, stroke, penyakit vaskuler perifer, diabetes melitus, kurangnya olahraga,
diet tidak sehat, serta riwayat penyakit keluarga. Faktor-faktor tersebut merupakan
faktor yang dapat dicegah, baik dengan pencegahan primer maupun sekunder,
sehingga kejadian IMA dapat diturunkan. Kemampuan dokter untuk bisa
melakukan screening penyakit menjadi sangat penting, termasuk juga dalam
penanganan dan pengobatan pasien dengan penyakit penyerta lain yang dapat
bermanifestasi menjadi serangan IMA (Rilantono, 2004).
Pentingnya kejadian IMA menjadikan penyakit ini diangkat dalam diskusi
PBL tutorial kedua dalam blok kardiovaskuler. Dalam kegiatan PBL mahasiswa
dituntut untuk dapat belajar aktif dan bekerja sama dalam memperlajari berbagai
aspek dalam upaya pembelajaran.
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN
Informasi 1
Tn. Huda, seorang direktur BUMD, berusia 54 tahun datang ke IGD rumah sakit
propinsi karena nyeri dada. Satu jam yang lalu saat sedang tenis lapangan, tiba-
tiba penderita mengeluh nyeri dada hebat di sebelah kiri yang kemudian menjalar
ke bahu kiri. Keluhan disertai kesemutan pada lengan kiri, berkeringat dingin dan
mual. Menurut Pasien keluhan dirasakan sejak 3 tahun yang lalu dengan
merasakan nyeri dada terutama pada saat beraktifitas. Tn. Huda adalah perokok
aktif sebanyak 2 pak / hari.
A. Klarifikasi Istilah
1. Kesemutan atau Parestesia, adalah perasaan abnormal, yang dapat
bermanifestasi sebagai rasa sakit seperti ditusuk-tusuk, mati rasa, atau rasa
terbakar, yang menunjukan penyakit serabut saraf sensoris perifer (Dorlan,
2010).
2. Mual (Nausea): sensasi tidak menyenangkan yang secara samar mengacu
pada epigastrium dan abdomen dengan kecenderungan untuk muntah
(Kumala, 1998).
3. Nyeri dada (Angina) adalah nyeri seperti ditekan atau diremas pada bagian
tengah dada, yang menjalar ke lengan atau bahu kiri, leher, atau rahang
(Dorlan, 2010).
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan hasil anamnesis yang dilakukan kepada penderita,
ditemukan masalah-masalah:
1. Nama pasien : Tuan Huda
2. Umur : 54 tahun
3. Keluhan utama : nyeri dada
4. Onset : 1 jam yang lalu
5. Kronologis : merasa nyeri dada setelah berolah raga
6. Progresifitas : menjalar hingga ke bahu kiri
7. Keluhan penyerta : kesemutan lengan kiri, keringat dingin, mual
8. Yang memperberat : aktivitas
9. Riwayat penyakit : nyeri dada saat aktivitas sejak 3 tahun yang lalu
10. Riwayat sosial : merokok 2 pak sehari, pekerjaan direktur BUMN
C. Batasan Masalah
1. Apa sajakah pemeriksaan fisik yang dilakukan? Sebutkan beserta
kemungkinan penemuan positif yang mungkin!
2. Apa sajakah pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan? Sebutkan
beserta kemungkinan penemuan positif yang mungkin!
3. Apa sajakah kemungkinan diagnosis kasus tersebut?
D. Analisis Masalah
1. Pemeriksaan fisik yang diperlukan
a. Vital Sign
1) Periksa suhu untuk mengetahui keadaan penderita. Adanya demam
bisanya menunjukkan infeksi, keadaan hipotermia dapat dijumpai
pada orang yang dehidrasi atau hipoksia.
2) Respiratory rate : untuk mengetahui jumlah pernafasan dalam
satu menit, kelainan apada paru-paru dapat mempercepat atau
memperlambat pernafasan.
3) Tekanan darah : tekanan darah yang tinggi berhubungan
dengan penyakit kardiovaskular
4) Nadi
b. Pemeriksaan kepala
1) Mata : inspeksi konjungtiva penderita, anemis atau
tidak
2) Hidung : ada tidaknya nafas cuping hidung
3) Bibir dan lidah : lihat warna bibir dan lidah
penderita, adanya sianosis sentral biasanya terlihat dengan warna
bibir dan lidah yang membiru.
c. Pemeriksaan leher
Pada leher lakukan inspeksi dan palpasi untuk mengetahui ada
tidaknya pembuluh vena jugularis yang membesar dan tekanannya
bertambah.
d. Pemeriksaan thorax
1) Inspeksi
a) Gerakan nafas pulmo kanan dan kiri, lihat adakah gerakan yang
tertinggal
b) Ictus cordis
2) Palpasi
a) Kuat angkat pernafasan
b) Fremitus taktil
c) Krepitasi pada dinding thorax
d) Kuat angkat ictus cordis
3) Perkusi
a) Periksa suara paru, normalnya menghasilkan pantulan suara
sonor. Amati ada tidaknya suara pekak, redup, atau hipersonor
yang menandakan gangguan paru
b) Periksa batas paru dan jantung. Pembesaran jantung dapat
mendesak paru ke lateral.
c) Periksa batas paru dan hepar. Adanya emfitematosa dapat
mendesak hati, sehingga hati menjadi lebih inferior.
4) Auskultasi
Dengan menggunakan mikroskop, periksalah bunyi jantung dan
paru.
a) Dengarkan suara paru dengan seksama, adakah bunyi tambahan
paru, bagaimana suara dasar pernafasan selama inspirasi dan
ekspirasi, serta ada tidaknya suara tambahan seperti ronkhi dan
wheezing.
b) Dengarkan suara jantung yang diukur pada 4 katupnya.
Bagaimana bunyi S1 dan S2, serta adakah bunyi S3 dan S4
yang terdengar. Bunyi S3 dan S4 yang terdengar merupakan
penanda adanya abnormalitas pada jantung.
2. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan
a. Foto thorax : untuk melihat kondisi paru dan jantung secara
anatomis dengan bantuan sinar x. Nyeri dada dapat disebabkan oleh
adanya kelainan paru-paru seperti atelektasis, emfisematosa, pleuritis,
penyakit paru infeksi atau edema paru. Dapat pula merupakan kelainan
jantung, hipertrofi otot jantung dapat menyebabkan nyeri.
b. EKG : untuk mengetahui kondisi kelistrikan jantung.
Kelainan jantung dapat memberikan gambaran yang dapat tergambar
melalui EKG
c. Pemeriksaan laboratorium merliputi pemeriksaan gula darah untuk
mengetahui riwayat gula darah, kolesterol LDL untuk mengetahui
kadar kolesterol darah, serta pemeriksaan CK-MB dan Troponin T
yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya infark miokard akut.
Sel miokardium yang mati akan mengeluarkan kandungan selnya
kedalam aliran darah. Peningkatan kadar CKMB dalam darah
merupakan penunjuk kuat adanya infark. Selain itu enzim tropinin I
sekarang merupakan bagian penting evaluasi kecurigaan adanya infark
miokardium karena enzim ini meningkat lebih awal dari pada CKMB.
Kadarnyya dapat tetap tinggi selama beberapa hari. Sedangkan kadar
CKMB tidak meningkat selama 6 jam sesudah infark dan kembali
normal dalam 48 jam (Thaler, 2009).
3. Differential diagnosis
a. Perikarditis akut
b. Myocarditis
c. Angina pectoris
d. Infark miokard akut
e. PPOK
Perbedaan dari masing-masing Differential diagnosis :
1. Perikarditis Akut
Pericarditis akut merupakan peradangan primer atau sekunder
pericardium parietalis atau visceralis atau keduanya. Etiologinya antara
lain virus, bakteri, tuberculosis, jamur, uremia, neoplasia, autoimun,
trauma, infark jantung, maupun idiopatik (Sudoyo, 2009).
Pericarditis akut biasanya ditemukan nyeri dada. Nyeri seringkali
berat. Sifat nyeri khas yaitu retrosternal dan perikordial kiri, menjalar
ke belakang tepi trapezius. Seringkali nyeri bersifat pleuritik sebagai
akibat radang pleural, misalnya tajam, bertambah nyeri saat inspirasi,
batuk, dan perubahan posisi tubuh, tapi terkadang merupakan nyeri
konstriktif yang stabil dan menjalar pada lengan atau kedua lengan dan
menyerupai iskemia miokard. Nyeri pericard bersifat khas yaitu hilang
pada waktu bangun dan bersandar ke depan (Davey, 2006).
pada perikarditis akut biasanya dipengaruhi oleh posisi; akan
berkurang bila duduk dengan posisi condong kedepan. Sebagian besar
pasien merasakan nyeri tumpul tanpa gambaran secara spesifik. Yang
khas, adalah ditemukannya gesekan pericardium (pericardial rub)
yang dapat didengar hanya saat inspirasi (Isselbacher, 2005).
2. Miokarditis
Miocarditis biasanya diawali dengan infeksi saluran nafas bagian
atas. Infeksi yang sering terjadi dan menginfeksi saluran pernafasan
bagian atas adalah disebabkan oleh Streptococcus dan Staphylococcus
(Jawetz, 1996).
Manifestasi klinis miokarditis:
a. Gejala biasanya ringan atau bahkan tidak sama sekali.
b. Kelelahan
c. Dispneu
d. Berdebar-debar
e. Kadang rasa tidak nyaman di dada
f. Dari pemeriksaan didapatkan pembesaran jantung, suara jantung
tambahan, irama gallop dan bising sistolik dan biiasanya terdengar
fiction rub pericardial bila disertai dengan perikarditis
g. Demam dan takikardi sering ditemukan.
(Rubenstein dkk, 2005)
3. Tabel perbedaan angina pectoris dengan infark miokardium akut
Angina pectoris Infark miokard akut
Nyeri tengah dada seperti diikat,
menjalar ke lengan bahu dan
punggung
Nyeri tengah dada seperti diikat.
Menjalar ke lengan bahu dan
punggung
Biasanya muncul setelah aktivitas.
Pada angina pectoris tidak stabil
dapat muncul pada saat aktivitas
minimal
Gejala biasanya muncul tiba-tiba
dalam aktivitas minimal sekalipun
Berkurang selama beberapa menit
setelah istirahat
Rasa nyeri menetap lebih dari 20
menit
Biasanya resiko meningkat untuk
perokok, peminum alcohol, diabetes
mellitus, kolesterol tinggi, kurang
olahraga, serta genetik
Biasanya resiko meningkat untuk
perokok, peminum alcohol, diabetes
mellitus, kolesterol tinggi, kurang
olahraga, serta genetik
Gambaran EKG biasanya normal,
kadang ada depresi segmen ST dan
keberadaan T dapat negatif
Gambaran EKG dapat terjadi
aritmia, gelombang ST yang depresi
atau elevasi, serta penampakan
gelombang Q patologis
Pemeriksaan laboratorium:
Kadar troponin, CK-MB normal
Pemeriksaan laboratorium:
Kadar troponin I dan T menurun
atau meningkat dalam waktu cepat,
CK-MB meningkat
Klasifikasi Angina Pektoris
1. Angina Pektoris Stabil
- Nyeri awal berlangsung selama 1- 20 menit
- Frekuensi dan durasi bisa diperkirakan setelah terpancing oleh keadaan
yang meningkatkan kebutuhan O2 pada miokardium. Bisa juga
dicetuskan oleh usaha atau kegairahan.
2. Angina Pektoris Tidak Stabil
- Nyeri awal berlangsung selama > 20 menit
- Kejadian tidak bisa diperkirakan, peningkatan keparahan frekuensinya
cepat
-Bisa terjadi serangan tanpa provokasi atau saat istirahat
- Perlu perawatan khusus (FK UI, 2002).
Gradasi Nyeri Dada menurut Canadian Cardiovasculer Society
Kelas I
Aktivitas sehari-hari seperti jalan kaki, berkebun; tidak menimbulkan
nyeri dada. Nyeri timbul pada latihan yang berat seperti jalan cepat atau
terburu-buru saat bepergian.
Kelas II
Aktivitas sehari-hari agak terbatas, angina timbul saat naik tangga > 1
lantai dengan terburu-buru, berjalan di dataran yang menanjak, ataupun
jalan kaki mengitari 2 blok.
Kelas III
Aktivitas sehari-hari nyata terbatas, angina timbul saat jalan kaki 1-2
blok, naik tangga 1 lantai dengan kecepatan biasa.
Kelas IV
Angina timbul saat istirahat sekalipun, semua aktivitas bisa memicu
timbulnya angina; seperti mandi, menyapu, dan lain-lain (FK UI, 2002).
4. PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)
a. Sesak nafas dan batuk
b. Batuk biasanya disertai dengan dahak cukup banyak
c. Pada anamnesis ditemukan sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
d. Pada pemeriksaan fisik ditemukan barreel chest
e. Adanya penggaan otot bantu nafas
(PDPI, 2003)
Informasi 2
Pemeriksaan fisik
KU : kesadaran komposmentis, tampak sakit berat
VS : Tekanan darah 100/70 mmHg, Nadi 90 kali/ menit,
temperatur 36,5ºC.
Kepala dan Leher dalam batas normal
Dada : jantung : CTR < 50 %, konfigurasi jantung dalam batas
normal, paru dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal
Informasi 3
EKG : normo sinus ritme, gelombang ST elevasi di sadapan II,
III, aVF
CKMB : 40
Penderita kemudian dirawat di ICU. Saat perawatan di ICU penderita
mengalami cardiac arrest.
4. Diagnosis kerja
Berdasarkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, maka dapat ditegakkan diagnosis infark miokard akut dengan
elevasi gelombang ST (STEMI).
E. Menentukan Sasaran Belajar
Berdasarkan diagnosis kerja tersebut, maka diperlukan pembahasan
mengenai penyakit infark miokard akut, meliputi:
1. Fisiologi Pembuluh darah
2. Aterosklerosis
3. Blodd clotting
4. Penyebab aterosklerosis
5. Definisi
6. Etiologi
7. Epidemiologi
8. Penegakkan diagnosis
9. Gambar rontgen
10. EKG pada STEMI
11. Patogenesis
12. Patofisiologi
13. Penatalaksanaan
14. Komplikasi
15. Prognosis
BAB III
INFARK MIOKARD AKUT
1. Fisiologi Pembuluh Darah
Aliran darah melalui pembuluh darah bergantung pada gradient
tekanan dan resistensi vascular. Laju aliran darah melalui pembuluh (yaitu
volume darah yang lewat per satuan waktu) berbanding lurus dengan
gradient tekanan dan berbanding terbalik dengan resistensi vascular .
Gradien tekanan adalah perbedaan tekanan antara awal dan akhir suatu
pembuluh darah mengalir dari daerah dengan tekanan tinggi ke daerah
tekanan rendah. Semakin besar gradient tekanan yang mendorong darah
melalui suatu pembuluh, semakin besar laju aliran melalui pembuluh
tersebut. Resistensi yaitu ukuran tahanan atau oposisi terhadap aliran darah
yang melalui suatu pembuluh, akibat gesekan antara cairan yang bergerak
dan dinding vascular yang diam. Resistensi yang meningkat akan
sebabkan laju aliran berkurang. Resistensi bergantung pada viskositas
darah, panjang pembuluh, dan jari-jari pembuluh (Sherwood, 2011).
Organisasi dasar system kardivaskular
(Sherwood, 2011).
Empat gaya yang pengaruhi perpindahan cairan melewati dinding kapiler,
yaitu:
a. Tekanan darah kapiler
Tekanan ini cenderung mendorong cairan keluar dari kapiler ke dalam
cairan interstisium. Rerata tekanan ini adalah 37 mmHg di ujung
arteriol suatu kapiler jaringan.
b. Tekanan osmotic koloid plasma
Tekanan osmotic koloid plasma merupakan gaya yang disebabkan oleh
dispersi koloidal protein-protein plasma. Tekanan ini mendorong
perpindahan cairan ke dalam kapiler. Tekanan osmotic plasma adalah
25 mmHg.
c. Tekanan hidrostatik cairan interstisium
Tekanan hidrostatik cairan interstisium adalah tekanan yang
ditimbulkan oleh cairan interstisium pada bagian luar dinding kapiler.
Tekanan ini cenderung mendorong cairan masuk ke dalam kapiler.
d. Tekanan osmotic koloid cairan interstisium
(Sherwood, 2011).
Dapat diketahui bahwa tekanan darah kapiler dan tekanan osmotic koloid
cairan interstisium merupakan tekanan yang mendorong cairan keluar kapiler.
Sedangkan tekanan tandingannya yang cenderung mendorong cairan ke dalam
kapiler yaitu tekanan osmotic koloid plasma dan tekanan hidrostatik cairan
interstisium (Sherwood, 2011).
Komponen utama dinding pembuluh darah antara lain sel endotel dan otot
polos. Sifat dan fungsi sel endotel, antara lain:
a. Mempertahankan sawar permeabilitas
b. Mengeluarkan molekul antikoagulan dan anti trombotik (Prostasiklin,
trombomodulin)
c. Mengeluarkan molekul protrombotik (faktor von willebrand, faktor
jaringan, inhibitor activator plasminogen)
d. Membentuk matriks ekstra sel (kolagen, proteoglikan)
e. Memodulasi aliran darah dan reaktivitas vascular
f. Mengendalikan peradangan dan imunitas (IL-6, IL-1, IL-8)
g. Mengendalikan pertumbuhan sel
h. Mengoksidasi lipoprotein densitas rendah
(Kumar, 2007).
2. Aterosklerosis
Tahap awal aterosklerosis ditandai akumulasi LDL yang berikatan dengan
protein pembawanya di bawah endotel. LDL semakin menumpuk di dalam
dinding pembuluh darah, LDL akan teroksidasi oleh radikal bebas. Sel
endotel menghasilkan bahan kimia yang menarik monosit sebagai respon
keberadaan LDL untuk memicu proses peradangan local. Monosit
menetap permanen membesar dan menjadi sel fagosit besar yaitu
makrofag. Makrofag memfagosit LDL teroksidasi sampai sel ini dipenuhi
oleh butir – butir lemak. Makrofag semakin membesar disebut sel busa
atau foam cell. Lalu menumpuk di bawah dinding pembuluh darah dan
membentuk fatty streak. Akumulasi kolesterol di bawah endotel
menyebabkan sel – sel otot polos di dalam pembuluh darah bermigrasi dari
lapisan otot pembuluh darah ke bawah lapisan endotel dan menutupi
akumulasi lemak. Sel otot polos terus membelah diri dan membesar
membentuk ateroma, inti lemak dan otot polos yang menutupinya bersama
– sama membentuk plak. Plak secara progresif menonjol ke dalam lumen
pembuluh. Plak semakin mempersempit lubang yang dilalui oleh darah.
Plak menebal menyebabkan pertukaran nutrient untuk sel yang terletak di
dalam dinding arteri terhambat, sehingga terjadi degenerasi dinding di
sekitar plak. Daerah yang rusak kemudian disebuk oleh fibroblast yang
membentuk lapisan jaringan ikat menutupi plak. Pada tahap lanjut
penyakit, kalsium sering mengendap di plak. Sehingga pembuluh darah
menjadi keras dan tidak mudah mengembang (Sherwood, 2011)
3. Blood Clotting
Proses blood clotting berlangsung ketik terdapat luka. Kaitannya
dengan aterosklerosis luka terbentuk akibat pecahnya plak. Plak ini
terbentuk dari endapan lemak yang emudian menempel di lapisan bagian
dalam pembuluh darah. Akibat pecahnya lak ini terjadilah ceddera endotel
sehingga terjadi pelepasan komponen-komponen darah dan menyebabkan
trombosit teragrgasi. Ditempat cedera terjadi aktivasi proses pembekuan
darah, sel trombosit mengaktifkan protombin kemudian protombin akan
berubah menjadi trombin, kemudian fibrinogen akan menjadi benang-
benang fibrin. Pada luka yang normal proses penyembuhan luka tidak
meninggalkan bekas, tapi pada aterosklerosis benang-benang fibrin ini
akan embentuk plak aterosklerosis menjadi lebih tebal terjadilah trombus
(Rilantono, 2004).
4. Penyebab Aterosklerosis
Etiologi aterosklerosis adalah multifaktorial tetapi ada berbagai
keadaan yang erat kaitannya dengan aterosklerosis yaitu faktor
genetik/riwayat keluarga dan penyakit jantung koroner, stroke, penyakit
pembuluh darah perifer, usia, kelamin pria, kebiasaan merokok,
dislipidemia, hipertensi, obesitas, diabetes melitus, kurang aktifitas fisik
dan manopause. Salah satu faktor resiko aterosklerosis utama adalah
Dislipidemia (Rilantono, 2004).
5. Definisi
Infark miokard adalah kematian sel – sel otot jantung akibat gangguan
pasokan darah (Sherwood, 2001).
Infark miokard adalah otot jantung yang kekurangan oksigen sehingga
menyebabkan iskem yang lama kelamaan akan menyebabkan nekrosis /ke
matian sel. (Price dan Wilson, 2005).
STEMI terjadi ketika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi trombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya
(Rilantono, 2004).
6. Etiologi
Etiologi dari nfark miokard akut (IMA) disebabkan oleh aterosklerosis
atau penyumbatan total atau sebagian pembuluh darah oleh emboli dan atau
trombus (Harun, 2006).
7. Epidemiologi
Di Amerika kurang lebih 1,5 jt yang terkena infak miokard. Mortalitas karena
penyakit ini sekitar kurang lebih 30% dengan separuh dari kematian terjadi
sebelum individu yang terserang di RS. Awitan infak miokard ini lebih sering
terjadi pada pagi hari dalam beberapa saat setelah bangun tidur. Biasanya
terjadi penurunan mendadak pada aliran darah koroner yang mengikuti oklusi
trombotik dari arteri koranaria sebelum menyempit akibat arterosklerosis.
(Harun, 2006).
8. Penegakkan diagnosis
1. Anamnesis
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala cardinal. Sifat nyeri
dada sebagai berikut:
a. Lokasi : substernal, retrosternal dan prekordial
b. Sifat nyeri : rasa sakit seperti ditekan. Rasa terbakar, ditindih benda
berat. Seperti ditusuk, rasa diperaas, diplintir.
c. Penjalaran : biasanya kelengan kiri, dapat juga sampai leher, rahang
bawah, gigi, punggung/intraskapula, perut dan dapat juga ke lengan
kanan.
d. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat
e. Faktor pencetus : latihan fisik, stress, emosi, udara dingin dan sesudah
makan
f. Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin,
cemas dan lemas (Rilantono, 2004).
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tampak cemas
b. Tidak dapat istirahat (gelisah)
c. Ekstremitas pucat disertai keringat dingin
d. Takikardia dan/atau hipotensi
e. Brakikardia dan/atau hipotensi.
f. S4 dan S3
g. gallop
h. Penurunan intensitas bunyi jantung pertama
i. Peningkatan suhu sampai 38ºC dalam minggu pertama.
j. Split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan.
(Rilantono, 1996).
k. Pemeriksaan Penunjang
a) Elektrokardiografi
Gambaran khas yaitu timbulnya gelombang Q yang besar, elevasi
segmen ST dan inversi gelombang T. Walaupun mekanisme pasti dari
perubahan EKG ini belum diketahui, diduga perubahan gelombang Q
disebabkan oleh jaringan yang mati, kelainan segmen St disebabkan
oleh injuri otot dan kelainan gelombang T karena iskemia. Tanda
diagnosis penting pada miokard infark akut adalah adanya elevasi
segmen ST. Hanya 20% pasien infark miokard yang memiliki hasil
pemeriksaan EKG dengan depresi segmen ST atau gelombang T
terbalik (thaler, 2009).
1. Gelombang T meninggi (Hiperakut) gelombang ini
menggambarkan iskemia miokardium yaitu kurangnya liran darah
yang adeuat menuju miokardium. Iskemia kemungkinan besar
bersifatreversiberl, jika liran darah dipulihkan atau kebutuhan
oksigen jantung dipenuhi maka gelombang T akan kembali
normal (Thaler, 2009).
2. Gelombang T inversi merupakan lanjutan gelombang T hiperakut,
gelombang T hanya petunjuk iskemia dan tidak mendiagnosis
untuk infark miokardium. Banyak hal yang menyebabkan
gelombang T terbalik; misalnya blockade cabang berkas maupun
hipertrofi ventrikel yang desertai dengan kelainan repolarisasi
(Thaler, 2009).
3. Gelombang T meninggi (Hiperakut) gelombang ini
menggambarkan iskemia miokardium yaitu kurangnya liran darah
yang adeuat menuju miokardium. Iskemia kemungkinan besar
bersifatreversiberl, jika liran darah dipulihkan atau kebutuhan
oksigen jantung dipenuhi maka gelombang T akan kembali normal
(Thaler, 2009).
Gambar 1, Gelombang T Hiperakut
Gelombang T inversi merupakan lanjutan gelombang T hiperakut,
gelombang T hanya petunjuk iskemia dan tidak mendiagnosis
untuk infark miokardium. Banyak hal yang menyebabkan
gelombang T terbalik; misalnya blockade cabang berkas maupun
hipertrofi ventrikel yang desertai dengan kelainan repolarisasi
(Thaler, 2009).
Gambar 2. Gelombang T Inversi
Segmen ST elevasi, gelombang ini terjadi secara akut pada evolusi
infark yang menandakan adanya cedera miokardium. Cedera
kemungkinan besar bersifat reversibel dan beberapa kasus segmen
ST kembali normal, namun dalam banyak kasus elevasi segmen ST
merupakan tanda yang dapat diandalkan bahwa telah terjadi infark
sejati dan segmen ST akan kembali normal dalam beberapa jam
(Thaler, 2009).
Gambar 3. Segmen ST Elevasi
Munculnya gelombang Q baru, hal ini menunjukkan bahawa telah
terjadi kematian sel miokardium yang bersifat ireversibel, keadaan
inilah yang merupakan tanda diagnosis untuk infark miokardium.
Pada beberapa pasien gelombang ini timbul setelah beberapa hari
sejak onset infark. Segmen ST biasanya sudah kembali normal saat
d=gelombang Q muncul (Thaler, 2009).
Gambar 4. Pembentukkan Gelombang Q Baru
Gelombang Q terbentuk bila suatu darah di miokardium mati, ia
tidak mempunyai aktivitas listrik, sehingga tidak mampu
menghantarkan aliran listrik, akibatnya semua gaya listrik jantung
akan dihantarkan menjauhi daerah infark (deflesi negative dalam
dalam gelombang Q) (Thaler, 2009)
b) Foto rontgen
Tidak bias digunakan untuk mendiagnosis kejadian infark miokard
secara pasti, karena lesi baru terlihat setelah 3 hari terjadi infark.
Biasanya digunakan chest x-ray untuk melihat komplikasi dan
penyakit bawaan dari infark yaitu Kardiomegali, Edema Pulmoner,
dan Kongestif vena pulmoner
contoh gambar kardiomegali
Dengan CTR(Cardio thoracic ratio) >50%
Contoh gambar edema pulmoner
Panah p
Panah putih menunjukan edema alveolar
Dan panah hitam menunjukan edema intersisial yang juga
membentuk garis Kerley B
c) Laboratorium
Ada beberapa serum marker untuk infark miokard akut,
yaitu creatine kinase (CK). CK isoenzim (CK-MB), serum glutamic
oxaloacetic transminase (SGOT), lactic dehydrogenase (LDH) dan
cardiac tropinin (cTnI, cTnT). Enzim CK meningkat dalam 4-8 jam
dan menurun ke kadar normal dalam 2-3 hari dengan kadar puncak
pada 24 jam. CK isoenzim (CK-MB) meningkat dalam 3-12 jam
pertama dan mencapai puncak dalam 18-36 jam selanjutnya
menjadi normal setelah 3-4 hari. Sementara lactic dehidrogenase
(LDH) meningkat pada 10 jam dengan kadar puncaknya tercapai
dalam 24-48 jam dan kembali normal setelah 10-14 hari. (Joewono,
2003).
Nilai normal CKMB :
a) Dewasa
Pria : 5 – 35 µg/ml, 30 – 180 IU/l, 55 – 170 U/l pada suhu 37oC
(satuan SI)
Wanita : 5 – 25 µg/ml, 25 – 150 IU/l, 30 – 135 U/l pada
suhu 37oC (satuan SI)
b) Anak
Neonatus : 65 – 580 IU/l pada suhu 30oC,
Anak laki-laki : 0 – 70 IU/l pada suhu 30oC,
Anak perempuan : 0 – 50 IU/l pada suhu 30oC
(Aziz, 2008)
9. Patogenesis
Ruptur plaque merupakan proses awal terjadinya sindroma koroner akut.
Oklusi total seringkali terjadi secara mendadak dari stenosis minimal. Dua pertiga
kasus rupture plaque terjadi pada lesi stenosis dibawah 50% ( Sheerwood, 2004).
Plaque yang akan mengalami rupture mempunyai karakteristik:
1. Mempunyai lipid core yang besar
2. Fibrous cap dengan sedikit kolagen, glikosaminogen, dan matrix-
synthesizing smooth muscle cell (SMC)
3. Peningkatan neovaskularisasi
4. Infiltrasi sel peradangan aktif pada cap yang tipis
Trombosis local terjadi setelah gangguan plaque yang terjadi oleh karena
interaksi lipid core, smooth muscle, makrofag, dan kolagen. Lipid core merupakan
bahan paling penting untuk formasi thrombus platelet rich. Setelah terpapar dalam
darah, maka akan terjadi interaksi faktor jaringan dengan faktor VII a yang
menginisiasi kaskade enzimatik membentuk thrombin dan deposisi fibrin
(Sheerwood, 2004).
Sebagai respon adanya gangguan endotel, mengakibatkan agregasi
platelet, vasokonstriksi, dan pembentukan thrombus. Trombosit tidak akan
melekat pada pembuluh darah yang intake. Kolagen sebagai agonis trombosit
berada pada plaque dan lapisan subendotel. Faktor von Willebrand sebagai
substansi pembekuan membantu perlekatan trombosit pada endotel. Proses ini
kemudian menyebabkan aktivasi trombosit. Beberapa produk trombositnmeliputi
ADP, serotonin, dan TX A2 sebagai pemacu aktivasi trombosit berikutnya,
vasokonstriksi, dan proliferasi neointimal (Sheerwood, 2004).
ADP berada pada granul intraseluler dan dilepas pada waktu trombosit
disimulasi oleh molekul adesi atau agen proagregasi. ADP yang beredar akan
merangsang aktivasi ikatan fibrinogen- GP IIb/IIIa. Agregasi trombosit
merupakan stadium terkahir pada rangkaian proses terbentuknya thrombus.
Aktivasi thrombin oleh beberapa agonis mengubah GP IIb/IIIa menjadi bentuk
yang mampu berinteraksi dengan protein adesif plasma (fibrinogen dan faktor von
Willebrand). Aktivasi pada trombosit baru lah yang kemudian menyebabkan
pembesaran thrombus yang akan menyebabkan tertutupnya lumen pembuluh
darah (Sheerwood, 2004).
10. Patofisiologi
Infark miokardium
Penurunan jumlah sel-sel miokardium pemompa darah
Daya kontraksi menurun
Gerakan dinding abnormal
Perubahan daya kembang vebtrikel,
Penurunan volume sekuncup
Frekuensi denyut jantung meningkat,
kekuatan kontraksi meningkat,
vasokonstriksi meningkat,
retensi Na dan air
Dilatasi dan hipertofi ventrikel
Infark miokardium
melepaskan protein intrasel
inflamasi
infark miokardium
melepaskan K+
mendepolarisasikan nosiseptor
rangsang serabut saraf aferen
memicu sensasi nyeri di kulit yang serabut aferennya bersambungan
nyeri sampai tangan dan pundak/ menjalar
Aterosklerosis, thrombosis, embolisme
penyempitan lumen pembuluh darah
iskemia (suplai darah ke suatu area tidak adekuat)
kehilangan suplai O2 dan zat-zat makanan asidosis jaringan
nekrosis
gangguan jalannya hantaran listrik jantung kematian jaringan iskemik(paling
parah)
aritmia peradangan pada daerah perbatasan
netrofil & makrofag masuk ke daerah yang mati
penghancuran
(Sylvia, 2006)
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada
lokasi injuri vaskular, injuri dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,
hipertensi, dan akumulasi lipid (Sudoyo, 2009).
Kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh pembuluh
darah yang mengalami gangguan menyebabkan terjadinya iskemia
miokardium lokal. Iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan
perubahan reversibel pada tingkat sel dan jaringan, dan menekan fungsi
miokardium. Berkurangnya kadar oksigen mendorong miokardium untuk
mengubah metabolism aerob menjadi metabolism anaerob, sehingga
menjadi jauh tidak efisien. Pembentukan ATP menurun, dan asam laktat
meningkat sehingga akan menurunkan pH (asidosis) (Price dan Wilson,
2005).
Gabungan efek hipoksia, asidosis, dan berkurangnya energy
dengan cepat menyebabkan gangguan fungsi ventrikel kiri. Kekuatan
kontraksi miokardium yang terserang melemah; serabut-serabut ototnya
memendek, dan daya serta kecepatannya berkurang. Selain itu, gerakan
dinding segmen yang mengalami iskemia menjadi abnormal, bagian
tersebut akan menonjol keluar setiap kali ventrikel berkontraksi.
Baerkurangnya daya kontraksi dan gangguan gerakan jantung
menyebabkan perubahan hemodinamika. Perubahan hemodinamika
bervariasi sesuai ukuran segmen yang mengalami iskemia. Menurunnya
fungsi ventrikel kiri dapat mengurangi curah jantung dengan berkurangnya
volume sekuncup, sehingga akan memperbesar volume ventrikel,
akibatnya tekanan jantung kiri akan meningkat; tekanan akhir diastolic
ventrikel kiri akan meningkat. Tekanan semakin meningkat oleh
perubahan daya kembang dinding jantung akibat iskemia. Mekanisme ini
jika terus berlanjut sampai dengan nekrosis miokardium akan menjadi
infark miokardium, iskemia yang berlangsung selama lebih 30 s.d. 45
menit, miokardium yang terkena serangan akan berhenti berkontrakasi
secara permanen (Price dan Wilson, 2005).
Gangguan aliran darah iskemia
Saraf tidak mendapat asupan nutrisi
Gangguan saraf motorik – sensorik
Parastesia dan defisit sensorik kontra lateral
11. Penatalaksanaan
Farmakologis
1. Analgesik (Aspirin, Morfin)
Aspirin
Mekanisme :
Kandungan asetilnya menghambat agregasi platelet, sehingga tidak
terbentuk trombus. Contohnya adalah cyclooxygenase, enzim yang
berperan untuk sintesis tromboxan A2 Biasanya digunakan sebagai
profilaksis.
Route dan dosis :
Profilaksis iskemi : minimal 650 mg 2x/hari atau 325 mg 4x/hari
Profilaksis infark miokard berulang : 325 mg 1x/hari
Bentuk Obat :
Tablet, bisa dikunyah, kapsul, rectal suppository
Farmakokinetik :
Diserap di lambung, secara primer di intestinal. Kecepatan absorbsi
menurun bila dimakan bersama makanan, tapi tidak mengurangi jumlah
yang diserap.
Absorbsi cepat dalam bentuk tablet dan kapsul. Namun lebih cepat dalam
bentuk solution.
Berada di plasma selama 1-2 jam dengan waktu paruh untuk kandungan
aspirinnya 15-20 menit dan salisilat selama 2-3 jam untuk dosis tunggal
atau rendah dan 5-18 jam untuk dosis moderat.
KontraIndikasi :
CHF, riwayat perdarahan aspirin triad (hipersensitivitas, nasal polyp,
asthma)
ESO :
Sistem cardiovascular terkena efek flushing, peningkatan Heart Rate
2. Anticoagulant (Warfarin, Heparin)
Mekanisme :
Menghambat aksi antitrombin III sebagai faktor pembekuan. Dengan
memblok perubahan protrombin menjadi trombin, fibrinogen menjadi
fibrin. Dapat menekan ekskresi aldosteron
Route dan Dosis :
Subcutan : awal : 10.000-20.000 U, lalu q8h :8.000-10.000 U atau 15.000-
20.000 q12h
IV injeksi : awal : 10.000 U diikuti 5.000-10.000 U q4-6 jam
Profilaksis emboli : Subkutan 5.000 U q12h
Farmakokinetik :
Puncak efeknya pada beberapa menit setelah IV, kemudian kembali ke
proses pembekuan semula dalam 2-6jam. Jika diberikan dalam subkutan
20-60 menit. Durasi efek obat 8-12 jam dengan waktu paruh dalam plasma
selama satu setengah jam. Berikatan dengan protein plasma 95%.
Dimetabolisme di hati, retikulum endotelial sistem. Tidak melewati sawar
plasenta dan tidak terdapat pada air susu.
Kontraindikasi :
Perdarahan, hemofilia, hipertensi parah, riwayat operasi mata
ESO :
Perdarahan spontan, trombositopenia. Jika diberikan dalam dosis tinggi
dan waktu yang lama, maka dapat menyebabkan osteoporosis dan
penurunan fungsi renal.
3. Obat-obat antiplatelet
Aspirin (asam asetilsalisilat) adalah obat antiplatelet yang paling penting.
Obat ini secara ireversibel menginhibisi siklooksigenase (COX), enzim
pertama pada urutan reaksi yang menyebabkan pembentukan tromboksan
A2 (TXA2) dan prostasiklin (PGI2). TXA2 diproduksi oleh trombosit dan
merupakan suatu activator kunci trombosit, sementara itu prostasiklin
yang dihasilkan endotel akan menginhibisi aktivasi dan agregasi trombosit
dengan meningkatkan cAMP. Terapi aspirin menghasilkan suatu
peningkatan menetap pada rasio prostasiklin-TXA2, yang mensupresi
aktivasi dan agregasi trombosit (Aaronson dan Ward, 2010).
4. Fibrinolitik (Streptokinase, Alteplase)
Streptokinase
Mekanisme :
Pengaktifan konversi plasminogen ke plasmin yang merupakan enzim
untuk degradasi fibrin.
Route dan Dosis :
iV : Loading dose : 250.000U selama 30 menit
Emboli pulmonal : 24-72 jam
Trombus vena dalam : 24-72 jam
Intracoronary : awal = 10.000-20.000 U, diikuti dengan dosis
2.000-4.000 U /menit sampai lisis terjadi lalu 2.000U/menit untuk 1 jam
Oklusi Canal Arteriovenosus :250.000 U
Farmakokinetik :
Efek cepat muncul dengan infus. Namun cepat dhilangkan dari sirkulasi
oleh antibodi dan Reticulum Endotelial system. Waktu paruh 18-83 menit.
Tidak melewati sawar plasenta dengan efefk selama 12-24 jam setelah
infus tidak dilanjutkan
Kontraindikasi :
Baru dapat resusitasi jantung-paru. Hipertensi darah yang tidak terkontrol
ESO :
Tekanan darah tidak stabil, ventrikuler disritmia
5. ACE inhibitor
6. bloker, biasanya untuk infark mioard luas dengan kontraindikasi asthma,
CHF, kokain
7. Diuretik
8. Oksigen SaO2 < 90% selama 6 jam pertama
9. Nitrat. Untuk menghilangkan nyeri dada, ditambah heparin untuk asthma
non-stable. (Govoni, 1988)
Non-Farmakologis
1. Tirah baring di CCU (Cardiac Care Unit)
2. Penurunan konsumsi Natrium
3. Penurunan konsumsi kolesterol
4. Olahraga teratur (3 kali per minggu selama 30 menit)
5. Makan porsi kecil tapi sering
6. Penurunan konsumsi alkohol dan rokok (Nurdjanah, 1991)
7. program rehabilitasi untuk meningkatkan latihan fisik, mendorong
perubahan hidup, dan memberi dukungan psikologis (Davey, 2006).
12. Komplikasi
a. segera/ dalam beberapa jam
- aritmia ventrikel (takikardia atau fibrilasi) biasanya terjadi dalam 24 jam
atau kurang
- kegagalan referfusi adalah kegagalan terapi trombolitik mengembalikan
aliran darah arteri yang tersumbat setelah 90 menit pada trombolisis
- angioplasti transluminal perkutan (PTCA) penyelamatan, bisa membuka
kembali arteri dan mencegah MI sempurna
b. Beberapa jam/ hari
- ruptur septum ventrikel : murmur parasistolik keras yang baru pada basis
tepi sternal kiri
- ruptur muskulus papillaris : regurgitasi mitral yang berat, edema paru
berat
c. Beberapa hari/ beberapa minggu
- tromboemboli iskemis usus akibat trombus mural yang terbentuk pada
infark
- gagal jantung kronis perbaikan struktur ventrikel kiri setelah MI bisa
memperburuk dan tidak memperbaiki fungsi ventrikel kiri
- takikardia ventrikel bisa terjadi > 24 h=jam, menunjukkan parut
miokardial merupakan suatu substrat untuk sirkuit re-entri
- sindrom Dessler : perikarditis autoimun yang biasanya sembuh sendiri
dalam beberapa minggu setelah MI ketebalan penuh (Davey, 2006).
Beberapa komplikasi dari infark miokardium akut:
Gagal ginjal kongestif
Merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium. Infark
miokardium mengganggu fungsi miokardium karena menyebabkan
pengurangan kontraktilitas, menimbulkan gerakan dinding yang abnormal
dan mengubah daya kembang ruang jantung tersebut. Dengan
berkurangnya kemampuan ventrikel kiri untukmengosongkan diri, maka
besar curah sekuncup berkurang sehingga volume sisa ventrikel
meningkat. Akibatnya tekanan jantung sebelah kiri meningkat. Kenaikkan
tekanan ini disalurkan ke belakang ke vena pulmonalis. Bila tekanan
hidrostatik dalam kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vaskuler
maka terjadi proses transudasi ke dalam ruang interstitial. Bila tekanan ini
masih meningkat lagi, terjadi udema paru-paru akibat perembesan cairan
ke dalam alveolis sampai terjadi gagal jantung kiri. Gagal jantung kiri
dapat berkembang menjadi gagal jantung kanan akibat meningkatnya
tekanan vaskuler paru-paru sehingga membebani ventrikel kanan.
Mortalitas 85-90% (Guyton, 2003).
Syok kardiogenik
Diakibatkan karena disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah
mengalami infark yang masif, biasanya mengenai lebif dari 40% ventrikel
kiri. Timbul lingkaran setan hemodinamik progresif hebat yang
irreversibel, yaitu :
1. Penurunan perfusi perifer
2. Penurunan perfusi koroner
3. Peningkatan kongesti paru-paru (Soeparman, 2008)
Rupture jantung
Rupture dinding ventrikel jantung yang bebas dapat terjadi pada
awal perjalanan infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum
pembentukkan parut. Dinding nekrotik yang tipis pecah sehingga terjadi
perdarahan masif ke dalam kantong perikardium yang relatif tidak alastis
tak dapat berkembang. Kantong perikardium yang terisi oleh darah
menekan jantung ini akan menimbulkan tanponade jantung. Tanponade
jantung ini akan mengurangi alir balik vena dan curah jantung
(Soeparman, 2008)
Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel
menjadi kasar yang merupakan predisposisi pembentukkan trombus.
Pecahan trombus mural intrakardia dapat terlepas dan terjadi embolisasi
sistemik. Daerah kedua yang mempunyai potensi membentuk trombus
adalah sistem vena sistenik. Embolisasi vena akan menyebabkan
embolisme pada paru-paru (Price, 2006).
Perikarditis
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang
langsung berkontak dengan perikardium menjadi besar sehingga
merangsang permukaan perikardium dan menimbulkan reaksi peradangan,
kadang-kadang terjadi efusi perikardial atau penimbunan cairan antara
kedua lapisan (Price, 2006).
Aneurisma Ventrikel
Merupakan komplikasi lambat dari Infark miokard yang meliputi
penipisan, penggembungan, dan hipokinesis dari dari dinding ventrikel kiri
setelah infark transmural. Aneurisma ini sering meimbulkan gerak
paroksimal pada dinding ventrikel, dengan penggembungan keluar segmen
aneurisma pada kontraksi ventrikel. Kadang-kadang aneurisma ini rupture
dan menimbulkan tamponade jantung, tetapi biasanya masalah yang terjadi
disebabkan penurunan kontraktilitas ventrikel atau embolisasi
(Tambayong, 2000)
Aritmia
Gangguan irama jantung. Aritmia timbul aibat perubahan
elektrofisiologis sel-sel miokardium. Perubahan elektrofiiologis ini
bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman
grafik aktivitas listrik sel.
Faktor predisposisinya:
1. Iskemia jaringan
2. Hipoksemia
3. Pengaruh sistem saraf simpatis dan parasimpatis
4. Asidosis laktat
5. Kelainan hemodinamik
6. Keracunan obat
7. Gangguan keseimbangan elektrolit (Price, 2006)
13. Prognosis
Prognosis infark miokard didasarkan pada 3 indeks pengukuran:
1. Proses terjadinya aritmia yang gawat
2. Potensi serangan iskemia yang lebih jauh
3. Potensi memburuknya gangguan hemodinamik
Prognosis dapat menjadi lebih buruk dengan adanya pertambahan usia,
peningkatkan disfungsi ventrikel, disritmia ventrikel dan infark berulang,
selain itu keterlambatan dalam reperfusi, remodelling LV, infark anterior,
jumlah lead menunjukkan elevasi ST, blok cabang berkas dan tekanan darah
sistolik kurang dari 100 mm dengan takikardia lebih besar dari 100 per menit
(Guyton, 2003).
Prognosis yang lebih baik berhubungan dengan baiknya reperfusi awal,
infark dinding inferior, pemberian pengobatan jangka pendek dan jangka
panjang dengan beta-blocker, aspirin, statin dan ACE inhibitor (Guyton,
2003).
BAB IV
KESIMPULAN
1. Diagnosis penyakit pada kasus PBL ini adalah infark miokard akut dengan
elevasi gelombang ST (STEMI)..
2. Penyebab infark miokard akut antara lain adalah penyakit jantung koroner,
hipertensi, dislipidemia, diabetes melitus serta dipengaruhi pula oleh
lingkungan dan gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, konsumsi
alkohol dan kurang aktivitas.
3. Klasifikasi infark miokard akut berdasarkan gelombang ST dibagi menjadi
STEMI dan Non-STEMI.
4. Penegakan diagnosis melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang berupa EKG dan pemeriksaan laboratorium, foto
rontgen.
5. Kriteria diagnostik untuk IMA adalah jika ada dua dari faktor berikut yaitu
; adanya nyeri dada yang spesifik, perubahan EKG (gelombang Q
patologis dengan elevasi segmen - ST) dan peningkatan kadar CK-MB.
6. Patogenesis IMA diawali dengan plak ateroma yang berlanjut membentuk
sumbatan arteri sehingga aliran darah menjadi tidak lancar dan
menyebabkan kematian sel-sel jantung.
7. Penatalaksanaan IMA dilakukan secara farmakologis dan nonfarmakologis
8. Komplikasi IMA antara lain adalah gagal jantung kongestif, syok
kardiogenik, dan aritmia dll.
9. Penilaian prognosis didasarkan pada proses terjadinya aritmia yang gawat,
Potensi serangan iskemia yang lebih jauh, Potensi memburuknya
gangguan hemodinamik.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Idrus. 2006. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: FKUI.
Aziz, M., Farid; Julianto Witjaksono; Imam Rasjidi. 2008. Panduan Pelayanan
Medik. Jakarta : EGC
Davey, Patrick. 2006. At A Glance Medicine. Jakarta. Erlangga Medical Series.
FK UI. 2002. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia Jilid III edisi IV. Jakarta. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK
UI.
Govoni, Laura E dan Janice E Hayes. 1988. Drugs and Nursing Implications.
California : Appleton&lange.
Guyton, Arthur C. 2003. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, Jakarta:
EGC Penerbitan Buku Kedokteran
Guyton & Hall. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC : Jakarta.
Harun, Yohana. 2006. Infark Miokard Akut. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid 1. Edisi 3. FKUI : Jakarta.
Isselbacher, Kurt J. 2005. Harrison’s Principles of Internal Medicine 16 ed. New
York: Mc Graw Hill.
Jawetz, Ernest. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Joewono, Boedi Soesetyo. 2003. Ilmu Penyakit Jantung. Surabaya : Airlangga
University Press.
Kumala, Poppy. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC.
Kumar, Vinay. 2007. Buku Ajar Patologi Volume 2. Jakarta: EGC.
Price Sylvia Anderson; Wilson Mc. Carty. 2006. Pathofisiologi Konsep Klinik
Proses-proses Penyakit, Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit Volume 1. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Rilantono, Lily Ismudiati. 1996. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : FKUI.
Rubenstein, David, Davis Wayne dan John Bradley. 2005. Lecture Notes
Kedokteran Klinis. Jakarta: EMS.
Sherwood, Lauralee. 2004. Fisiologi Kedokteran dari Sel ke Sistem. EGC :
Jakarta.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.
Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Volume 2. Jakarta: Interna
Publishing.
Soeparman. 2008. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : UI Press
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta : EGC
Thaler, Malcolm S. 2009. Satu-satunya Buku EKG yang Anda Perlukan Edisi 5.
Jakarta : EGC
top related