l/o/g/o - pajak.go.id · pdf fileperencanaan • anggaran daerah ... stabilisasi •...
Post on 04-Mar-2018
224 Views
Preview:
TRANSCRIPT
L/O/G/O
Kelas Pajak Bendahara Makin Mahir dan Canggih Menghitung Pajak
KP2KP Muara Enim – Hotel Grand Zuri, Muara Enim, 10-12 Juni 2014
Diskusi Perpajakan
Pemotongan dan Pemungutan Pajak
Jenis Belanja & Kewajiban Perpajakan
Pengadaan Barang dan Jasa
APBD & Bendahara
Pajak dan Manfaatnya
Susunan Bahasan
Sekilas tentang PP No. 46 Tahun 2013
PAJAK
Definisi
Yang bersifat memaksa berdasarkan UU
Kontribusi Wajib Warga Negara – Orang Pribadi &
Badan Usaha
tidak mendapatkan imbalan secara langsung
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat
Komposisi Penerimaan Pajak PenghasilanBerdasarkan APBN-P Tahun 2012
36%
43%
21%
PPh Badan
Withholding Tax Lainnya
PPh Pasal 21 & OP
Withholding Tax Lainnya PPh Badan
PPh Pasal 15, 22, 23, 26, 4 ayat (2)
PPh Pasal 25/29 Badan
PPh 21 & OP
PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 25/29 OP
Tax Gap and Tax AdministrastionMeasures
apabila masyarakat dan wajib pajak mematuhi dengan sungguh -sungguhperundang-undangan perpajakan, maka negara dapat mengum pulkanseluruh potensi penerimaan yang bersumber dari pajak ( potential tax collections).
Sebaliknya, semakin tinggi ketidakpatuhan WP, menga kibatkan compliance cost tinggi, karena biaya yang dikeluarkan WP tidak hany a uang, tetapi waktu dan tenaga untuk memenuhi panggi lan dan lain sebagainya, begitu juga dengan cost of administration.
WP
Tid
ak
Pat
uh
Model Penegakan Hukum & Kepatuhan
Criminal Penalty
Civil Penalty
Warning Letter
Persuasion
InvestigationInvestigation
Special AuditingSpecial Auditing
General AuditingGeneral Auditing
Taxpayer ServiceTaxpayer Service
Semakin tinggi kepatuhan WP memberikan dampak biaya kepatuhan (compliance costi) yang rendah, juga biaya administrasi perpajakan juga rendah.
Civil Penalty
WP
Pat
uh
Bia
ya K
epat
uhan
T
ingg
i
Bia
ya K
epat
uhan
R
enda
h
Fungsi APBDOtorisasi• anggaran daerah menjadi dasar untuk
merealisasi pendapatan dan belanja pada tahun bersangkutan.
Perencanaan• anggaran daerah menjadi pedoman bagi
manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan
Pengawasan• anggaran daerah menjadi pedoman untuk
menilai keberhasilan atau kegagalan penyelenggaraan pemerintah daerah
Alokasi• anggaran daerah harus diarahkan untuk
menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan pemborosan sumberdaya, serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas perekonomian daerah
Distribusi• kebijakan-kebijakan dalam penganggaran
daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan
Stabilisasi• anggaran daerah menjadi alat untuk
memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah
Komponen Penerimaan APBD
PAD Dana Perimbangan Lain-lain
• Pajak Daerah
• Restribusi Daerah
• PengelolaanKekayaanDaerah yang Dipisahkan
• Lain-lain
• Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak
• DAU
• DAK
• Hibah
• Dana Bagi HasilPajak Provinsi & Pemda Lainnya
• Dana Penyesuaian & Otonomi Khusus
• BantuanKeuanganProvinsi/ atauPemda Lainnya
Kewajiban Bendahara sebagai Pemotong/Pemungut
PPh Pasal 22Sebagaimana Pasal 1 ayat (1) huruf b Peraturan Menteri KeuanganNomor 224/PMK.011/2012 tentang Perubahan atas Peraturan MenteriKeuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan PajakPenghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran atasPenyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiat anUsaha di Bidang Lain , disebutkan bahwa Pemungut pajaksebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 7 Tahun1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, adalaha. bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, PemerintahDaerah , Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaganegara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas pembelianbarang; dan
b. bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran ataspembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uangpersediaan (UP).
Kewajiban Bendahara sebagai Pemotong/Pemungut
PPh Pasal 23Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentukapa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuhtempo pembayarannya oleh badan pemerintah , subjek pajak badandalam negeri, penyelenggara kegiatan , bentuk usaha tetap, atauperwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalamnegeri atau bentuk usaha tetap , dipotong pajak oleh pihak yang wajibmembayarkan
PPh Pasal 26
Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentukapa pun, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuhtempo pembayarannya oleh badan pemerintah , subjek pajak dalamnegeri, penyelenggara kegiatan , bentuk usaha tetap, atau perwakilanperusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selainbentuk usaha tetap di Indonesia dipotong pajak sebesar 20% (dua puluhpersen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan
Kewajiban Bendahara sebagai Pemotong/Pemungut
PPh Pasal 4 ayat (2)� Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri
dan bentuk usaha tetap dari usaha di bidang jasa konstruksiberdasarkan Pasal 10 huruf c PP No. 40 Tahun 2009, penghasilan dikenakan pemotongan pajak yang bersifat final sesuai dengan ketentuan dalam huruf d oleh pengguna jasa, dalam hal pengguna jasa adalah badan Pemerintah , Subjek Pajak badan dalam negeri, bentuk usaha tetap, atau orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan pada saat pembayaran uang muka dan termin.
� Atas sewa berdasarkan Pasal 2 ayat (1) PP No. 5 Tahun 2002, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari persewaan tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan industri yang diterima atau diperoleh dari penyewa yang bertindak atau ditunjuk sebagai Pemoto ng Pajak , wajib dipotong Pajak Penghasilan oleh penyewa.
Kewajiban Bendahara sebagai Pemotong/Pemungut
Pajak Pertambahan NilaiPasal 1 angka 27 UU PPN, menyebutkan bahwa Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah bendaharawan Pemerintah , badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendahara pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah tersebut.
PPh Pasal 21Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.
Syarat-syarat Penyedia Barang /Jasa
MemilikiNPWP
Memenuhikewajibanperpajakan
tahunterakhir
Memilikilaporanbulanan
terkait dengan perpajakan menurut Pasal 19 ayat (1) huruf l PeraturanPresiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas PeraturanPresiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/JasaPemerintah.
PPh Pasal 21
PPh Pasal 23
PPh Pasal 25/29 (4 ayat (2)
PPN, bagi PKP
paling kurang 3 (tiga) bulan
terakhir
Pentingnya NPWP dan Identitas Penyedia Barang/Jasa
sebagai alat kontrol bagi KPP untuk memastikan bahwapelaku usaha yang bertindak sebagai rekanan membayardengan benar.
Karena adanya Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak, untukPPh Pasal 25/29 Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 (Pasal 11 ayat (1) dan (2), pasal 13 UU Nomor 33 Tahun 20 04.
Terhadap pajak-pajak seperti PPh Pasal 22, 23, 4 ayat (2) , termasuk yang terkait dengan PP 46, dan PPN, dapatdijadikan dasar dalam meminta bagian DAU dan DAK.
Alat kontrol pelaporan pajak rekanan
Kepentingan pemerintah daerah
Kontribusi pajak-pajak yang lain
Jenis Belanja dan PajaknyaJenis
Belanja
Pegawai
Barang
Jasa
Sewa
Konstruksi
Kegiatan
Gaji & Honorarium
Operasional Kantor
Operasional Kantor
Operasional Kantor
-Perencanaan-Pelaksanaan-Pengawasan
PPh
PPh Ps. 21
PPh Ps. 22(1,5%)
PPh Ps. 23(2%)
PPh Ps. 4 (2)(10%)
PPh Ps. 4 (2)(4%, 2%, 4%)
PPN
PPN(10%)
PPN(10%)
PPN(10%)
PPN(10%)
PPh Pasal 21 u/ BendaharaSUMBER DANA: APBD/APBN
Penghasilan Tetap dan Teratur setiap bulan
Penghasilan Lainnya (honorarium, uang makan, dan lainnya)
Diterima Oleh
Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI dan Pensiunannya(PP No. 80 Tahun 2010)
Terutang PPh Pasal 21Ditanggung Pemerintah
(KECUALI atas PPh Pasal 21 atas tambahan tarif 20% karena belum
punya NPWP)
Tidak Ditanggung Pemerintah
Tidak Bersifat Final Bersifat FinalKepada Pegawai yang menerima diberikan Bukti Potong
Form 1721 A2 diberikan paling lama 1 bulan setelah akhir tahun atau
pegawai berhenti
Dibuat setiap kali ada pemotongan. Jika dalam satu bulan lebih dari 1
kali pembayaran, maka bukti potong dapat dibuat sekali dalam satu
bulan.
PPh Pasal 21 Final bagi Pejabat Negara, PNS, TNI & POLRI (PP 80/2010 )
Pajak Penghasilan Pasal 21 bersifat final dengan tarif
sebesar 0% (nol persen) dari jumlah bruto
honorarium atau imbalan lain bagi PNS Golongan
I dan Golongan II, Anggota TNI dan Anggota POLRI
Golongan Pangkat Tamtama dan Bintara,
dan Pensiunannya;
sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain bagi PNS Golongan
III, Anggota TNI dan Anggota POLRI
Golongan Pangkat Perwira Pertama, dan
pensiunannya;
sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto honorarium atau imbalan
lain bagi Pejabat Negara, PNS Golongan
IV, Anggota TNI dan Anggota POLRI
Golongan Pangkat Perwira Menengah dan
Perwira Tinggi, dan Pensiunannya.
Skema Penghitungan Dasar PengenaanPPh Pasal 21 (1)
Pegawai
Tetap Ph. Neto -PTKP
Tidak Tetap
Bulanan Ph. Bruto -PTKP
Harian
Ph Bruto -200.000
Ph. Bruto (2,025jt-7jt) -
PTKP
Ph. Neto -PTKP
Penerima Pensiun Berkala Ph. Neto -
PTKP
Bukan Pegawai
Berkesinambungan (Tidak mempunyai penghasilan lain)
(50% x Ph. Bruto -PTKP per bulan)
kumulatif
Berkesinambungan (dan mempunyai penghasilan lain)
(50% x Ph. Bruto) kumulatif
Tidak Berkesinambungan 50% x Ph. Bruto
Komisaris, Mantan Pegawai,
Penarikan Dapen oleh Pegawai
Ph. Bruto kumulatif
Peserta Kegiatan Ph. Bruto
Penerima Uang Manfaat Pensiun,
THT, atau JHTSekaligus Ph. Bruto
Skema Penghitungan Dasar PengenaanPPh Pasal 21 (2)
PPh Pasal 22Atas pembelian barang bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang; bendahara pengeluaran
untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP); dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar
yang diberi delegasi oleh KPA, untuk pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS) dipungut PPh Pasal
22 sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga p embelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
Pemungutan PPh Pasal 22 atas belanja barang tidak d ilakukan apabila:
pembelian barang dengan nilai maksimal
pembelian Rp2.000.000,00
dengan tidak dipecah-pecah dalam
beberapa faktur
pembelian bahan bakar minyak, listrik,
gas, pelumas, air minum/PDAM dan benda-benda pos
pembayaran untuk pembelian barang
sehubungan dengan penggunaan dana
Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
PPh Pasal 23
Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah,
subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap,
dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar:
15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas
dividen, bunga, royalti dan hadiah, penghargaan, bonus dan sejenisnya
selain yang telah dipotong PPh Pasal 21
2% (dua persen) dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta kecuali sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta yang
telah dikenai PPh Pasal 4 ayat (2)
2% (dua persen) dari jumlah bruto atas imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen,
jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah
dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21
PPh Pasal 26
Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan,
disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, Subjek
Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk
usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak
yang wajib membayarkan
deviden
bunga, termasuk premium, diskonto, & imbalan sehubungan dgn jaminan
pengembalian utang
royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
hadiah dan penghargaan
pensiun dan pembayaran berkala lainnya
premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya
keuntungan karena pembebasan utang
PPh Pasal 4 ayat (2)
PPh Pasal 4 ayat (2) merupakan salah satu cara pelunasan pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan/pemungutan dan/atau penyetoran sendiri pajak yang bersifat final
atas penghasilan tertentu yang diatur dengan Peraturan Pemerintah
Bunga Deposito dan Tabungan
Lainnya
Bunga Obligasi dan Surat Utang
Negara
Transaksi Saham
Bunga Simpanan yang Dibayarkan Koperasi
kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi
Hadiah Undian
Dividen yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi
Dalam Negeri
Pengalihan Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan
Jasa Konstruksi
Persewaan Tanah dan/atau
Bangunan
PP 46/2013
PPh Pasal 4 ayat (2) - Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
Objek PPh yang bersifat final adalah penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan meliputi
penjualan, tukarmenukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang
disepakati.
Usaha Pokok Pengalihan Hak atas Tanah/Bangunan
1% dari jumlah bruto nilai pengalihan
Rumah Sederhana dan Rumah Susun
Sederhana
5% dari jumlah bruto nilai pengalihan
untuk pengalihan lainnya
Bukan Usaha Pokok
5% dari jumlah bruto nilai pengalihan
PPh Pasal 4 ayat (2) - Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
Objek PPh yang bersifat final adalah penghasilan dari sewa tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen,
kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan industri.
Tarif PPh yang bersifat final adalah 10% dari jumlah bruto nilai
persewaan, baik yang menyewakan Wajib Pajak Orang
Pribadi maupun Wajib Pajak Badan.
Jumlah bruto nilai persewaan adalah jumlah yang
dibayarkan/terutang oleh penyewa termasuk biaya perawatan,
pemeliharaan, keamanan, fasilitas lainnya, dan service charge (baik
perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun disatukan).
PPh Pasal 4 ayat (2) - Jasa Konstruksi
Objek PPh yang bersifat final adalah penghasilan dari usaha jasa konstruksi. Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan
perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta
kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.
Perencanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau
badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang
perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan
fisik lain.
Pelaksanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi
atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan
jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk
fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan,
pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement and
construction) serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and build).
Pengawasan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh
orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang
profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi, yang mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan
konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan.
PPh Pasal 4 ayat (2) - Skema tarif PPh Jasa Konstruksi
Pajak Pertambahan Nilai
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah Bendahara Pemerintah, badan, atau Instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Bendahara Pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah tersebut.
• Pasal 1 angka 27 UU PPN
Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN merupakan pelunasan pajak yang dikenakan atas setiap transaksi pembelian barang atau perolehan jasa dari pihak ketiga, misal pembelian alat tulis kantor, pembelian seragam untuk keperluan dinas, pembelian komputer, pembelian mesin absensi pegawai, perolehan jasa konstruksi, perolehan jasa pemasangan mesin absensi, perolehan jasa perawatan AC kantor, dan perolehan jasa atas tenaga keamanan.
• Pasal 16A ayat (1) UU PPN
Pajak Pertambahan Nilai
PPN menganut konsep “negative list” dimana semua penyerahan baik barang maupun jasa pada prinsipnya dikenakan PPN.
PPN menganut konsep “negative list” dimana semua penyerahan baik barang maupun jasa pada prinsipnya dikenakan PPN.
• Pasal 4 ayat (1) UU PPN
Negative list-nya sendiri dituangkan di dalam pasal 4A UU PPN beserta penjelasannya , yang memuat secara detil jenis barang/jasa tertentu yang tidak dikenakan PPN . Karena di UU PPN sebelum perubahan terakhir, jenis barang/jasa yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Negative list-nya sendiri dituangkan di dalam pasal 4A UU PPN beserta penjelasannya , yang memuat secara detil jenis barang/jasa tertentu yang tidak dikenakan PPN . Karena di UU PPN sebelum perubahan terakhir, jenis barang/jasa yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
• Pasal 4A UU PPN
Selain tertuang di dalam Pasal 4A UU PPN, jenis-jenis barang/jasa tertentu yang
tidak dikenakan PPN, untuk menjadi perhatian bendahara dalam melakukan
transaksi pembelian barang/jasa, sebagaimana pasal 4 ayat (1) Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003, beberapa transaksi pembelian barang dan perolehan jasa
dari pihak ketiga yang tidak perlu dipungut PPN oleh bendahara yaitu:
• pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
• pembayaran untuk pembebasan tanah, kecuali pembayaran atas penyerahan tanah oleh real estate atau industrial estate;
• pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku, mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut dan/atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
• pembayaran atas penyerahan Bahan Bakar Minyak dan Bukan Bahan Bakar Minyak oleh PT Pertamina (Persero);
• pembayaran atas rekening telepon;• pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh
perusahaan penerbangan;• pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang
menurut ketentuan perundangundangan yang berlaku tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Pertambahan Nilai –Kesalahan Pemungutan
Apabila terjadi kesalahan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai berupa pemungutan Pajak Pertambahan Nilai yang lebih besar daripada yang seharusnya atau kesalahan pemungutan yang bukan merupakan objek Pajak Pertambahan Nilai, maka atas kelebihan pembayaran PPN yang seharusnya tidak terutang tersebut dapat dimintakan pengembalian.
Pada prinsipnya, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PPN yang seharusnya tidak terutang hanya dapat diajukan oleh pihak yang benar-benar menanggung paj ak yaitu pihak yang harus menanggung pemungutan pajak terseb ut .
Dalam hal PPN dan/atau PPnBM yang telah dipungut oleh bendahara Pemerintah lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipungut, maka atas kelebihan pemungutan PPN dan/atau PPnBM tersebut hanya dapat diajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang oleh bendahara Pemerintah selaku pihak yang dipungut ke KPP tempat bendahara terdaftar.
Jenis Pajak Tanggal Penyetoran Tanggal Pelaporan
PPh Pasal 21 Paling lama tanggal 10 bulanberikutnya setelah Masa Pajak berakhir
Paling lama 20 hari setelah MasaPajak berakhir
PPh Pasal 22 Disetor pada hari yang sama denganpelaksanaan pembayaran
Paling lama 14 hari setelah MasaPajak berakhir
PPh Pasal 23 Paling lama tanggal 10 bulanberikutnya setelah Masa Pajak berakhir
Paling lama 20 hari setelah MasaPajak berakhir
PPh Pasal 4 ayat (2) Paling lama tanggal 10 bulanberikutnya setelah Masa Pajak berakhir
Paling lama 20 hari setelah MasaPajak berakhir
PPN Bendahara pengeluaran sebagaiPemungut PPN paling lama tanggal 7(tujuh) bulan berikutnya setelah MasaPajak berakhir;
Paling lama akhir bulan berikutnyasetelah Masa Pajak berakhir;
Pejabat Penandatangan Surat PerintahMembayar sebagai Pemungut PPNharus disetor pada hari yang samadengan pelaksanaan pembayarankepada Pengusaha Kena PajakRekanan Pemerintah melalui KantorPelayanan Perbendaharaan Negara.
Paling lama akhir bulan berikutnyasetelah Masa Pajak berakhir.
Penyetoran dan Pelaporan
Penyetoran dan Pelaporan
perlu diperhatikan terkait pelaporan SPT Masa
SPT Masa PPh Pasal 21, Wajib e-SPT apabila:
pemotongan PPh Pasal 21 terhadap pegawai tetap/penerima pensiun/PNS, TNI/POLRI,
Pejabat Negara lebih dari 20 orang
pemotongan PPh Pasal 21 (tidak final) dan/atau Pasal 26 dengan bukti pemotongan
lebih dari 20 dokumen
pemotongan PPh Pasal 21(final) dengan bukti pemotongan lebih dari 20 dokumen
penyetoran pajak dengan SSP dan/atau bukti Pbk lebih dari 20 dokumen
SPT Masa PPN Pemungut
Menggunakan formulir 1107 PUT dengan Lampiran 1 Daftar PPN dan PPnBM Yang
Dipungut Oleh Bendaharawan Pemerintah –Formulir 1107 PUT 1, yang wajib diisi oleh
Setiap Pemungut PPN
Transaksi terkait dengan PP 46/2013
Untuk diketahui Bendahara
atas SSP Pemungutan PPh Pasal 22
dapat diajukan permohonan pemindahbukuan ke setoran Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2)
dapat diajukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang
dapat diajukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang
bukti pemotongan dan/atau pemungutan
dapat diajukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang
dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang untuk Tahun Pajak yang bersangkutan
tidak melakukan pemotongan dan/atau
pemungutan Pajak Penghasilan
telah menerima fotokopi Surat Keterangan Bebas yang telah dilegalisasi oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Waj ib Pajak
menyampaikan kewajiban Surat Pemberitahuan Tahunan
L/O/G/O
Terima kasih !Pajak Menyatukan Hati, Membangun Negeri
KP2KP Muara EnimTwitter: @KP2KP_MuaraEnimEmail: kp2kp.muara.enim@gmail.comTelepon: 0734-421275, 4244242
kp2kp.muara.enim@gmail.com | 1
MATERI KELAS PAJAK KP2KP MUARA ENIM
BENDAHARA MAKIN MAHIR DAN CANGGIH MENGHITUNG PAJAK Hotel Grand Zuri, Muara Enim, 10-12 Juni 2014
A. PAJAK
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Siapakah pihak yang mengadministrasikan pajak?
Pihak yang mengadministrasikan pajak adalah:
1. Pemerintah Pusat
Pemerintah Pusat, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP), mengadministrasikan pajak-
pajak sebagai berikut:
a. Pajak Penghasilan (PPh);
b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN);
c. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM);
d. Pajak Bumi dan Bangunan Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan (PBB-P3); dan
kp2kp.muara.enim@gmail.com | 2
e. Bea Meterai.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bertugas mengadminitrasikan penerimaan negara sektor pajak
yang menjadi komposisi utama APBN. Dana APBN dialokasikan untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat diantaranya pembangunan fasilitas publik yang memadai untuk
masyarakat Indonesia melalui pengguna anggaran yaitu Kementerian/Lembaga Negara dan
Pemerintah Daerah.
Kepatuhan dan Biaya Kepatuhan
2. Pemerintah Daerah
Pemerintah Daerah, dalam hal ini Dinas Pendapatan Daerah atau dinas lainnya,
mengadministrasikan pajak-pajak daerah antara lain:
Provinsi:
a. Pajak Kendaraan Bermotor;
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
d. Pajak Air Permukaan;
e. Pajak Rokok.
Kota/Kabupaten:
a. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2);
b. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB);
c. Pajak Hotel;
d. Pajak Restoran;
e. Pajak Hiburan;
f. Pajak Reklame;
g. Pajak Penerangan Jalan;
h. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
i. Pajak Parkir;
j. Pajak Air Tanah;
k. Pajak Sarang Burung Walet.
B. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
APBD dalam satu tahun anggaran meliputi:
kp2kp.muara.enim@gmail.com | 3
a. hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih;
b. kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih;
c. penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik
pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
Fungsi APBD:
� Fungsi otorisasi bermakna bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk merealisasi pendapatan
dan belanja pada tahun bersangkutan. Tanpa dianggarkan dalam APBD sebuah kegiatan tidak
memiliki kekuatan untuk dilaksanakan.
� Fungsi perencanaan bermakna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen
dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
� Fungsi pengawasan mengandung makna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk
menilai keberhasilan atau kegagalan penyelenggaraan pemerintah daerah.
� Fungsi alokasi mengandung makna bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan
lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan pemborosan sumberdaya, serta meningkatkan
efisiensi dan efektifitas perekonomian daerah.
� Fungsi distribusi memiliki makna bahwa kebijakan-kebijakan dalam penganggaran daerah harus
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
� Fungsi stabilitasi memliki makna bahwa anggaran daerah menjadi alat untuk memelihara dan
mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah
APBD Muara Enim:
(dalam jutaan rupiah)
TA 2013 Proyeksi
2014
PENDAPATAN 1.549.678 1.714.066
Pendapatan Asli Daerah 101.100 133.627
1. Hasil Pajak Daerah 20.304 34.349
2. Hasil Retribusi Daerah 12.855 13.306
3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 11.319 13.616
4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 56.623 72.356
Dana Perimbangan 1.305.802 1.406.864
1. Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 580.786 753.696
2. Dana Alokasi Umum 678.488 593.564
3. Dana Alokasi Khusus 46.528 59.604
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 142.777 173.575
1. Pendapatan Hibah 0 0
2. Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah
Lainnya
35.726 52.032
3. Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 79.327 106.727
4. Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah
Lainnya
27.724 14.816
kp2kp.muara.enim@gmail.com | 4
Ini sebagai satu contoh kecil dari APBD dan proyeksi dari Kabupaten Muara Enim, meskipun
sumbangan PAD dalam APBD relatif kecil, tapi bisa dijadikan triger/pemicu bagi penerimaan pajak
secara nasional yang nantinya akan berdampak pada dana perimbangan yang akan diberikan untuk
Kab. Muara Enim.
Pembelanjaan yang bersumber dari APBD yang dilakukan Kabupaten Muara Enim diharapkan
menarik investor untuk melakukan investasi di wiliayah Muara Enim, dengan demikian diharapkan
kegiatan ekonomi juga akan berputar, memperluas lapangan pekerjaan, menumbuhkembangkan
kegiatan usaha kecil menengah dan mikro (UMKM) yang akan memberikan support terhadap adanya
multiplier effect berkembanganya kegiatan ekonomi.
Selanjutnya, akan berdampak meningkatnya pendapatan per kapita penduduk di wilayah Kabupaten
Muara Enim. Penghasilan meningkat, sehingga PPh Orang Pribadi yang dibayarkan secara langsung
melalui PPh Pasal 25 atau melalui perusahaan yang ada di wilayah Muara Enim, yaitu PPh Pasal 21
juga akan meningkat dan akan meningkatkan jumlah bagi hasil dana pajak.
C. Bendahara
1. Definisi danTugas Bendahara:
Pasal 1 UU Perbendaharaan:
� Bendahara adalah setiap orang atau badan yang diberi tugas untuk dan atas nama
negara/daerah, menerima, menyimpan, dan membayar/menyerahkan uang atau surat
berharga atau barang-barang negara/daerah.
� Pejabat Pengelola Keuangan Daerah adalah kepala badan/ dinas/biro keuangan/bagian
keuangan yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai
Bendahara Umum Daerah.
� Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan,
membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan
belanja negara/daerah dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD pada kantor/satuan kerja
kementerian negara/lembaga/ pemerintah daerah.
kp2kp.muara.enim@gmail.com | 5
� Sebagaimana Pasal 1 ayat (1) huruf b Peraturan Menteri Keuangan Nomor
224/PMK.011/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan
Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di
Bidang Lain, disebutkan bahwa Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, adalah
(a) bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak
pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan
lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian
barang; dan
(b) bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang
dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP).
� Menteri/ pimpinan lembaga/ gubernur/bupati/walikota mengangkat Bendahara
Pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran
belanja pada kantor/satuan kerja di lingkungan kementerian negara/lembaga/satuan kerja
perangkat daerah.
� Bendahara Penerimaan/Pengeluaran dilarang melakukan, baik secara langsung maupun
tidak langsung, kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau
bertindak sebagai penjamin atas kegiatan/pekerjaan/penjualan tersebut.
� Bendahara Pengeluaran melaksanakan pembayaran dari uang persediaan yang dikelolanya
setelah :
a. meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran;
b. menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam perintah pembayaran;
c. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan.
� Bendahara Pengeluaran wajib menolak perintah bayar dari Pengguna Anggaran/Kuasa
Pengguna Anggaran apabila persyaratan pada ayat (3) tidak dipenuhi.
� Bendahara Pengeluaran bertanggung jawab secara pribadi atas pembayaran yang
dilaksanakannya.
2. Pertanggungjawaban
a. Bendahara Penerimaan/Bendahara Pengeluaran bertanggung jawab secara fungsional atas
pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya kepada Kuasa Bendahara Umum
Negara/Bendahara Umum Daerah.
b. Bendahara Umum Daerah bertanggung jawab kepada gubernur/bupati/walikota dari segi
hak dan ketaatan kepada peraturan atas pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran yang
dilakukannya.
c. Kuasa Pengguna Anggaran bertanggung jawab secara formal dan material kepada Pengguna
Anggaran atas pelaksanaan kegiatan yang berada dalam penguasaannya.
d. Pengguna Anggaran bertanggung jawab secara formal dan material kepada
Presiden/gubernur/bupati/walikota atas pelaksanaan kebijakan anggaran yang berada
dalam penguasaannya.
3. Pelaporan
Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
menyusun laporan keuangan pemerintah daerah untuk disampaikan kepada
kp2kp.muara.enim@gmail.com | 6
gubernur/bupati/walikota dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
4. Penyelesaian Kerugian
a. Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
menyusun laporan keuangan pemerintah daerah untuk disampaikan kepada
gubernur/bupati/walikota dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD.
b. Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang karena perbuatannya
melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung
merugikan keuangan negara, wajib mengganti kerugian tersebut.
c. Pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan.
d. Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, dan pejabat lain yang telah ditetapkan untuk
mengganti kerugian negara/daerah dapat dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi
pidana. Putusan pidana tidak membebaskan dari tuntutan ganti rugi.
e. Kewajiban bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain untuk membayar
ganti rugi, menjadi kedaluwarsa jika dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diketahuinya kerugian
tersebut atau dalam waktu 8 (delapan) tahun sejak terjadinya kerugian tidak dilakukan
penuntutan ganti rugi terhadap yang bersangkutan.
D. Pengadaan Barang/Jasa
Syarat-syarat Penyedia Barang/Jasa terkait dengan perpajakan menurut Pasal 19 ayat (1) huruf l
Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor
54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, terdiri dari:
1. Memiliki NPWP;
2. Memenuhi kewajiban perpajakan tahun terakhir (PPTK Tahunan);
3. Memiliki laporan bulanan, palng kurang 3 (tiga) bulan terakhir:
a. PPh Pasal 21,
b. PPh Pasal 23 (jika ada transaksi),
c. PPh Pasal 25/29 (atau PPh Pasal 4 ayat (2) atas PP 46 Tahun 2013),
d. PPN (bagi Pengusaha Kena Pajak)
Untuk mengetahui bahwa Wajib Pajak tersebut telah memenuhi kewajiban perpajakan tahun
terakhir, maka Wajib Pajak tersebut diwajibkan untuk memberikan Surat Keterangan Fiskal (SKF)
kepada Bendahara. SKF tersebut diperoleh Wajib Pajak (rekanan) dari KPP tempat Wajib Pajak
terdaftar.
� Pentingnya NPWP dan/atau PKP adalah sebagai alat kontrol bagi KPP untuk memastikan bahwa
pelaku usaha yang bertindak sebagai rekanan membayar dengan benar. Sehingga identitas
rekanan harus jelas.
� Pemerintah daerah juga sangat berkepentingan secara langsung maupun tidak langsung terkait
kejelasan identitas WP, dalam hal ini NPWP dan/atau PKP. Karena adanya Dana Bagi Hasil yang
bersumber dari pajak, untuk PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 (Pasal
11 ayat (1) dan (2), pasal 13 UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah.
� Jika yang bertransaksi dengan pemerintah daerah adalah orang pribadi dalam negeri, apabila
diakumulasi dari berbagai transaksi dengan beberapa SKPD menghasilkan jumlah peredaran
kp2kp.muara.enim@gmail.com | 7
usaha yang melebihi Rp 4.800.000.000,00, maka WP OP tersebut wajib menyelenggarakan
pembukuan, dan wajib meyetorkan PPh Pasal 25/29. Begitu juga dengan WP Badan, apabila
jumlah peredaran usaha di atas Rp 4.800.000.000,00. Maka wajib meyetorkan PPh Pasal 25/29.
Selain itu, baik WP OP dan Badan yang peredaran usaha besar, akan dimungkinkan memiliki
karyawan, sehingga ada pembayaran PPh Pasal 21 untuk karyawan yang gajinya di atas PTKP.
� Terhadap pajak-pajak yang lain yang kemudian disetorkan oleh WP di wilayahnya seperti PPh
Pasal 22, 23, 4 ayat (2), termasuk yang terkait dengan PP 46, dan PPN, dapat dijadikan dasar
dalam meminta bagian perimbangan keuangan pusat dengan daerah melalui Dana Alokasi
Umum dan Dana Alokasi Khusus, yang nantinya akan dipergunakan untuk pembangunan daerah
masing-masing.
E. Jenis Belanja dalam APBD
Jenis Belanja Kewajiban Perpajakan
Pegawai PPh Pasal 21
Barang PPh Pasal 22 – PPN
Jasa PPh Pasal 23 – PPN
Sewa PPh Pasal 4 (2) – PPN
Konstruksi:
- Perencanaan
- Pelaksanaan
- Pengawasan
PPh Pasal 4 (2) – PPN
F. Kewajiban Perpajakan
1. PPh Pasal 21
Pasal 21 ayat (1) huruf b:
”Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan
nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri, wajib dilakukan oleh Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain, sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.”
SUMBER DANA: APBD/APBN
Penghasilan Tetap dan Teratur setiap
bulan
Penghasilan Lainnya (honorarium, uang
makan, dan lainnya)
Diterima Oleh
Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI dan Pensiunannya
(PP No. 80 Tahun 2010)
Terutang PPh Pasal 21
Ditanggung Pemerintah
(KECUALI atas PPh Pasal 21 atas
tambahan tarif 20% karena belum punya
NPWP)
Tidak Ditanggung Pemerintah
Tidak Bersifat Final Bersifat Final
Kepada Pegawai yang menerima diberikan Bukti Potong
Form 1721 A2 diberikan paling lama 1
bulan setelah akhir tahun atau pegawai
berhenti
Dibuat setiap kali ada pemotongan. Jika
dalam satu bulan lebih dari 1 kali
pembayaran, maka bukti potong dapat
dibuat sekali dalam satu bulan.
kp2kp.muara.enim@gmail.com | 8
PP 80 2010, Pajak Penghasilan Pasal 21 bersifat final dengan tarif:
a. sebesar 0% (nol persen) dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain bagi PNS Golongan
I dan Golongan II, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Tamtama dan Bintara,
dan Pensiunannya;
b. sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain bagi PNS Golongan
III, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Pertama, dan pensiunannya;
c. sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain bagi Pejabat
Negara, PNS Golongan IV, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira
Menengah dan Perwira Tinggi, dan Pensiunannya.
Skema Penghitungan Dasar Pengenaan PPh Pasal 21
Pegawai
Tetap Ph. Neto - PTKP
Tidak Tetap
Bulanan Ph. Bruto - PTKP
Harian
Ph Bruto - 200.000
Ph. Bruto (2,025jt-7jt) - PTKP
Ph. Neto - PTKP
Penerima Pensiun Berkala Ph. Neto - PTKP
Bukan Pegawai
Berkesinambungan (Tidak mempunyai penghasilan lain)
(50% x Ph. Bruto -PTKP per bulan)
kumulatif
Berkesinambungan )dan mempunyai penghasilan lain)
(50% x Ph. Bruto) kumulatif
Tidak Berkesinambungan
50% x Ph. Bruto
Komisaris, Mantan Pegawai, Penarikan Dapen oleh Pegawai
Ph. Bruto kumulatif
Peserta Kegiatan Ph. Bruto
Penerima Uang Manfaat Pensiun,
THT, atau JHTSekaligus Ph. Bruto
kp2kp.muara.enim@gmail.com | 9
Lapisan Tarif
Lapisan PKP Tarif Pajak
s.d. Rp50.000.000,00 5%
Di atas Rp50.000.000,00 s.d. Rp250.000.000,00 15%
Di atas Rp250.000.000,00 s.d. Rp500.000.000,00 25%
Di atas Rp500.000.000,00 30%
2. PPh Pasal 22
Pasal 22 ayat (1):
”Menteri Keuangan dapat menetapkan bendahara pemerintah untuk memungut pajak
sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan badan-badan tertentu untuk
memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha
dibidang lain, serta Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas
penjualan barang yang tergolong sangat mewah.”
Tarif:
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf b Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.011/2013
tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang
Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran atas Penyerahan
Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain, bahwa Atas pembelian
barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan pembelian
barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 ayat (1) huruf e, sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
Pemungutan PPh Pasal 22 atas belanja barang tidak dilakukan apabila:
a. pembelian barang dengan nilai maksimal pembelian Rp2.000.000,00 dengan tidak dipecah-
pecah dalam beberapa faktur;
b. pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, pelumas, air minum/PDAM dan benda-benda
pos; dan
c. pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS).
Catatan:
Bagi Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, maka besarnya pemungutan PPh
Pasal 22 lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif yang diterapkan kepada Wajib Pajak
yang dapat menunjukkan NPWP.
3. PPh Pasal 23
Pasal 23 ayat (1) huruf c:
”Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan
pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha
tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar:
i. 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas dividen, bunga, royalti dan hadiah,
penghargaan, bonus dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh Pasal 21;
kp2kp.muara.enim@gmail.com | 10
ii. 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta yang telah dikenai PPh Pasal 4 ayat (2),
iii. 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa
manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong
Pajak Penghasilan Pasal 21.
Catatan:
Dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan tidak memiliki Nomor
Pokok Wajib Pajak, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen)
daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok
Wajib Pajak.
4. PPh Pasal 26
Pasal 26 ayat ( 1 ):
”Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang
dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan
pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha
tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak
yang wajib membayarkan:
a. deviden;
b. bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang;
c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
e. hadiah dan penghargaan;
f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
g. premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya dan atau;
h. keuntungan karena pembebasan utang.
Catatan :
Apabila terdapat Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Pemerintah Indonesia
dengan Negara Mitra, maka pengenaan PPh Pasal 26 mengacu pada ketentuan yang terdapat
dalam P3B tersebut.
5. PPh Pasal 4 (2)
PPh Pasal 4 ayat (2) merupakan salah satu cara pelunasan pajak dalam tahun berjalan melalui
pemotongan/pemungutan dan/atau penyetoran sendiri pajak yang bersifat final atas
penghasilan tertentu yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
1) Bunga Deposito dan Tabungan Lainnya Objek PPh yang bersifat final adalah bunga deposito,
bunga tabungan lainnya, dan diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
2) Bunga Obligasi dan Surat Utang Negara
Objek PPh yang bersifat final adalah Bunga Obligasi, berupa imbalan yang diterima
pemegang Obligasi dalam bentuk bunga dan/atau diskonto. Obligasi adalah surat utang dan
surat utang negara, yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan.
3) Bunga Simpanan yang Dibayarkan Koperasi kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi
kp2kp.muara.enim@gmail.com | 11
Objek PPh yang bersifat final adalah bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi yang
didirikan di Indonesia kepada anggota koperasi orang pribadi.
Besarnya tarif pemotongan PPh yang bersifat final adalah:
4) Hadiah Undian
Objek PPh yang bersifat final adalah hadiah undian, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Tarif pemotongan PPh yang bersifat final adalah 25% dari jumlah bruto hadiah undian dan
dipotong oleh penyelenggara undian.
5) Transaksi Saham
Objek PPh yang bersifat final adalah penghasilan dari penjualan saham di bursa.
Tarif pemungutan PPh yang bersifat final adalah 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi
penjualan saham.
6) Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
Objek PPh yang bersifat final adalah penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan meliputi penjualan, tukarmenukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak,
penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati.
Tarif PPh:
7) Jasa Konstruksi
Objek PPh yang bersifat final adalah penghasilan dari usaha jasa konstruksi.
Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan
dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil,
mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk
mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.
- Perencanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang
dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu
mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain.
- Pelaksanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang
dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu
menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi
bentuk bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi
terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan
kp2kp.muara.enim@gmail.com | 12
perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement and
construction) serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and
build).
- Pengawasan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang
dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi, yang mampu
melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi
sampai selesai dan diserahterimakan.
Skema tarif PPh Jasa Konstruksi:
8) Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
Objek PPh yang bersifat final adalah penghasilan dari sewa tanah dan/atau bangunan berupa
tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor,
toko, rumah toko, gudang dan industri.
Tarif PPh yang bersifat final adalah 10% dari jumlah bruto nilai persewaan, baik yang
menyewakan Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan.
Jumlah bruto nilai persewaan adalah jumlah yang dibayarkan/terutang oleh penyewa
termasuk biaya perawatan, pemeliharaan, keamanan, fasilitas lainnya, dan service charge
(baik perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun disatukan).
9) Dividen yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
Objek PPh yang bersifat final adalah dividen, termasuk dividen dari perusahaan asuransi
kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
Tarif PPh yang bersifat final adalah 10% dari jumlah bruto dividen yang diterima.
kp2kp.muara.enim@gmail.com | 13
10) Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran
Bruto Tertentu (PP 46/2013)
6. PPN
Pasal 1 angka 27:
”Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah Bendahara Pemerintah, badan, atau Instansi
Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan
pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Bendahara Pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah
tersebut.”
Pasal 16A ayat (1):
Pajak yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dipungut, disetor dan dilaporkan oleh Pemungut Pajak
Pertambahan Nilai.
Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN merupakan pelunasan pajak yang dikenakan atas
setiap transaksi pembelian barang atau perolehan jasa dari pihak ketiga, misal pembelian alat
tulis kantor, pembelian seragam untuk keperluan dinas, pembelian komputer, pembelian mesin
absensi pegawai, perolehan jasa konstruksi, perolehan jasa pemasangan mesin absensi,
perolehan jasa perawatan AC kantor, dan perolehan jasa atas tenaga keamanan.
Terdapat beberapa transaksi pembelian barang dan perolehan jasa dari pihak ketiga yang tidak
perlu dipungut PPN oleh bendahara yaitu:
a. pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan tidak
merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
b. pembayaran untuk pembebasan tanah, kecuali pembayaran atas penyerahan tanah oleh real
estate atau industrial estate;
c. pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang menurut
ketentuan perundang-undangan yang berlaku, mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai
tidak dipungut dan/atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
d. pembayaran atas penyerahan Bahan Bakar Minyak dan Bukan Bahan Bakar Minyak oleh PT
Pertamina (Persero);
e. pembayaran atas rekening telepon;
f. pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan;
g. pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang menurut ketentuan
perundangundangan yang berlaku tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana pasal 4A ayat (2) UU PPN
beserta penjelasannya, adalah barang tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut:
a. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya,
meliputi:
� minyak mentah (crude oil);
� gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh
masyarakat;
� panas bumi;
� asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata,
bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit, granit/andesit, gips,
kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil,
pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatome,
tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal, dan trakkit;
kp2kp.muara.enim@gmail.com | 14
� batubara sebelum diproses menjadi briket batubara; dan
� bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit;
b. barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, meliputi:
� beras;
� gabah;
� jagung;
� sagu;
� kedelai;
� garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
� daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih,
dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami,
dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus;
� telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau
dikemas;
� susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan,
tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak
dikemas;
� buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses
dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tidak
dikemas; dan
� sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan
pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah;
c. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan
sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak,
termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering
(Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari pengenaan pajak berganda karena sudah
merupakan objek pengenaan Pajak Daerah); dan
d. uang, emas batangan, dan surat berharga.
Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana pasal 4A ayat (3) UU PPN
beserta penjelasannya, adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut:
a. jasa pelayanan kesehatan medis, meliputi:
1) jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi,
2) jasa dokter hewan,
3) jasa ahli kesehatan seperti ahli akupunktur, ahli gigi, ahli gizi, dan ahli fisioterapi,
4) jasa kebidanan dan dukun bayi,
5) jasa paramedis dan perawat,
6) jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan
Sanatorium,
7) jasa psikolog dan psikiater, dan
8) jasa pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan oleh paranormal;
b. jasa pelayanan sosial, meliputi:
1) jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo,
2) jasa pemadam kebakaran,
3) jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan,
4) jasa lembaga rehabilitasi,
5) jasa penyediaan rumah duka atau jasa pemakaman, termasuk krematorium, dan
6) jasa di bidang olah raga kecuali yang bersifat komersial;
kp2kp.muara.enim@gmail.com | 15
c. jasa pengiriman surat dengan perangko, meliputi jasa pengiriman surat dengan
menggunakan perangko tempel dan menggunakan cara lain pengganti perangko tempel;
d. jasa keuangan, meliputi:
1) jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka, sertifikat
deposito, tabungan, dan/atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu,
2) jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana kepada pihak lain
dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek,
atau sarana lainnya;
3) jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, berupa:
a) sewa guna usaha dengan hak opsi,
b) anjak piutang,
c) usaha kartu kredit, dan/atau
d) pembiayaan konsumen;
e. jasa asuransi, adalah jasa pertanggungan yang meliputi asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan
reasuransi, yang dilakukan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis asuransi, tidak
termasuk jasa penunjang asuransi seperti agen asuransi, penilai kerugian asuransi, dan
konsultan asuransi;
f. jasa keagamaan, meliputi:
1) jasa pelayanan rumah ibadah,
2) jasa pemberian khotbah atau dakwah,
3) jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan, dan
4) jasa lainnya di bidang keagamaan;
g. jasa pendidikan, meliputi:
1) jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan pendidikan
umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan
keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan profesional, dan
2) jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah;
h. jasa kesenian dan hiburan, semua jenis jasa yang dilakukan oleh pekerja seni dan hiburan;
i. jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan, meliputi meliputi jasa penyiaran radio atau televisi
yang dilakukan oleh instansi pemerintah atau swasta yang tidak bersifat iklan dan tidak
dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial;
j. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri;
k. jasa tenaga kerja, meliputi:
1) jasa tenaga kerja,
2) jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tidak
bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut, dan
3) jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja;
l. jasa perhotelan, meliputi:
1) jasa penyewaan kamar, termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel,
losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang
menginap, dan
2) jasa penyewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah
penginapan, motel, losmen, dan hostel;
m. jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara
umum, meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah, antara lain
pemberian Izin Mendirikan Bangunan, pemberian lzin Usaha Perdagangan, pemberian
Nomor Pokok Wajib Pajak, dan pembuatan Kartu Tanda Penduduk;
kp2kp.muara.enim@gmail.com | 16
n. jasa penyediaan tempat parkir, adalah jasa penyediaan tempat parkir yang dilakukan oleh
pemilik tempat parkir dan/atau pengusaha kepada pengguna tempat parkir dengan dipungut
bayaran;
o. jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam, adalah jasa telepon umum dengan
menggunakan uang logam atau koin, yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta;
p. jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan
q. jasa boga atau katering
Kesalahan Pemungutan
Apabila terjadi kesalahan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai berupa pemungutan Pajak
Pertambahan Nilai yang lebih besar daripada yang seharusnya atau kesalahan pemungutan yang
bukan merupakan objek Pajak Pertambahan Nilai, maka atas kelebihan pembayaran PPN yang
seharusnya tidak terutang tersebut dapat dimintakan pengembalian.
Pada prinsipnya, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PPN yang seharusnya tidak
terutang hanya dapat diajukan oleh pihak yang benar-benar menanggung pajak yaitu pihak
yang harus menanggung pemungutan pajak tersebut.
Dalam hal PPN dan/atau PPnBM yang telah dipungut oleh bendahara Pemerintah lebih besar
daripada pajak yang seharusnya dipungut, maka atas kelebihan pemungutan PPN dan/atau
PPnBM tersebut hanya dapat diajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
yang seharusnya tidak terutang oleh bendahara Pemerintah selaku pihak yang dipungut ke KPP
tempat bendahara terdaftar.
G. Penyetora dan Pelaporan
Jenis Pajak Tanggal Penyetoran Tanggal Pelaporan
PPh Pasal 21 Paling lama tanggal 10
bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir
Paling lama 20 hari setelah
Masa Pajak berakhir
PPh Pasal 22 Disetor pada hari yang
sama dengan pelaksanaan
pembayaran
Paling lama 14 hari setelah
Masa Pajak berakhir
PPh Pasal 23 Paling lama tanggal 10
bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir
Paling lama 20 hari setelah
Masa Pajak berakhir
PPh Pasal 4 ayat (2) Paling lama tanggal 10
bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir
Paling lama 20 hari setelah
Masa Pajak berakhir
PPN Bendahara pengeluaran
sebagai Pemungut PPN
paling lama tanggal 7
(tujuh) bulan berikutnya
setelah Masa Pajak
berakhir;
Paling lama akhir bulan
berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir;
kp2kp.muara.enim@gmail.com | 17
Pejabat Penandatangan
Surat Perintah Membayar
sebagai Pemungut PPN
harus disetor pada hari
yang sama dengan
pelaksanaan pembayaran
kepada Pengusaha Kena
Pajak Rekanan Pemerintah
melalui Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara.
Paling lama akhir bulan
berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir.
Yang perlu diperhatikan terkait pelaporan SPT Masa, yaitu:
1. SPT Masa PPh Pasal 21
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 14/PJ/2013 tentang Bentuk, Isi, Tata Cara
Pengisian dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau
Pasal 26 serta Bentuk Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26.
Wajib e-SPT apabila dalam satu masa pajak terdapat:
� pemotongan PPh Pasal 21 terhadap pegawai tetap/penerima pensiun/PNS, TNI/POLRI,
Pejabat Negara lebih dari 20 orang; dan/atau
� pemotongan PPh Pasal 21 (tidak final) dan/atau Pasal 26 dengan bukti pemotongan lebih
dari 20 dokumen; dan/atau
� pemotongan PPh Pasal 21(final) dengan bukti pemotongan lebih dari 20 dokumen;
dan/atau
� penyetoran pajak dengan SSP dan/atau bukti Pbk lebih dari 20 dokumen.
Apabila telah e-SPT, tidak diperbolehkan lagi menyampaikan SPT kertas untuk masa-masa pajak
berikutnya.
Apabila tidak memenuhi ketentuan, SPT dianggap tidak disampaikan.
2. SPT Masa PPN Put
Menggunakan formulir 1107 PUT dengan Lampiran 1 Daftar PPN dan PPnBM Yang Dipungut Oleh
Bendaharawan Pemerintah – Formulir 1107 PUT 1, yang wajib diisi oleh Setiap Pemungut PPN.
Pemungut PPN dapat menyesuaikan bentuk Lampiran SPT sesuai dengan kebutuhannya atau
sesuai dengan banyaknya transaksi yang dilakukan.
Penyesuaian bentuk Lampiran SPT tetap mencantumkan identitas Pemungut PPN dan
memperhatikan unsur-unsur kolom yang ada dalam Lampiran SPT.
Dalam hal SPT dilaporkan NIHIL karena Pemungut PPN tidak melakukan pemungutan PPN atau
PPN dan PPn BM, maka Lampiran SPT tidak perlu disampaikan.
H. PP 46/2013
1. Objek Pajak
a. Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dengan peredaran bruto
tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 tahun.
b. Tidak termasuk Penghasilan dari usaha adalah:
(1) penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas,
(2) penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri;
(3) usaha yang atas penghasilannya telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri; dan
kp2kp.muara.enim@gmail.com | 18
(4) penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.
c. Peredaran bruto merupakan peredaran bruto dari usaha, termasuk dari usaha cabang.
2. Subjek Pajak
a. Orang Pribadi
b. Badan, tidak termasuk BUT,
yang menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar
dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
3. Pengecualian dari Subjek Pajak
a. WP OP yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya
menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap
maupun tidak menetap dan menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan
umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan, misalnya pedagang
makanan keliling, pedagang asongan, warung tenda di trotoar, dan sejenisnya.
b. WP Badan yang belum beroperasi secara komersial atau yang dalam jangka waktu 1 (satu)
tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4,8
miliar.
4. Atas pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh bendahara pemerintah dengan menggunakan
Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan:
a. dapat diajukan permohonan pemindahbukuan ke setoran Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2)
sesuai dengan ketentuan mengenai tata cara pembayaran pajak melalui pemindahbukuan;
atau
b. dapat diajukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang sesuai
dengan ketentuan mengenai tata cara pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang
seharusnya tidak terutang; atau
c. dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang untuk Tahun Pajak yang
bersangkutan.
5. Atas pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain dengan bukti
pemotongan dan/atau pemungutan, termasuk pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas
import:
a. dapat diajukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang sesuai
dengan ketentuan mengenai tata cara pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang
seharusnya tidak terutang; atau
b. dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang untuk Tahun Pajak yang
bersangkutan.
6. Permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak
lain sebagaimana dimaksud dalam huruf E butir 8 dapat diajukan sesuai dengan ketentuan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2013 tentang Tata Cara Pembebasan dari
Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak yang Dikenai Pajak
Penghasilan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak
Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki
Peredaran Bruto Tertentu.
7. Pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diberikan oleh Direktur Jenderal Pajak melalui Surat
Keterangan Bebas yang berlaku sampai dengan berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan.
8. Pemotong dan/atau pemungut pajak tidak melakukan pemotongan dan/atau pemungutan
Pajak Penghasilan untuk setiap transaksi yang merupakan objek pemotongan dan/atau
pemungutan Pajak Penghasilan yang tidak bersifat final apabila telah menerima fotokopi Surat
kp2kp.muara.enim@gmail.com | 19
Keterangan Bebas yang telah dilegalisasi oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak
menyampaikan kewajiban Surat Pemberitahuan Tahunan.
Daftar Pustaka:
1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
3. Undang-Undang Nomor 42 TAHUN 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah.
4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintahan Daerah.
6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
7. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Usaha
yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
9. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010 tentang Tarif Pemotongan dan Pengenaan Pajak
Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
10. Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor
54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
11. Pemerintah Kabupaten Muara Enim, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Kabupaten Muara Enim Tahun 2013-2018, Muara Enim, 2013.
kp2kp.muara.enim@gmail.com | 20
KANTOR PELAYANAN PENYULUHAN DAN KONSULTASI PERPAJAKAN
MUARA ENIM JL. PRAMUKA III NO. 08, MUARA ENIM, SUMATERA SELATAN 31315
TELEPON (0734) 421275, 424424; FAKSIMILI (0734) 421275; SITUS www.pajak.go.id
LAYANAN INFORMASI DAN KELUHAN KRING PAJAK (021) 500200
EMAIL : pengaduan@pajak.go.id
top related