loporan pkl pg
Post on 18-Jul-2016
93 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
LAPORAN
PRAKTEK KERJA LAPANGAN
DI P.T.PERKEBUNAN NUSANTARA X(PERSERO)
PG. WATOETOELISSUDOARJO
Disusun Oleh :
UNIVERSITAS ISLAM MAJAPAHIT ( UNIM )
FAKULTAS TEKNIK
PROGAM STUDI TEKNIK MESIN
TAHUN 2013
LAPORAN
PRAKTEK KERJA LAPANGAN
DI P.T.PERKEBUNAN NUSANTARA X(PERSERO)
PG. WATOETOELISSUDOARJO
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Praktek Kerja Lapangan di “………………. “ yang disusun oleh ………………. Telah
disetujui dan disahkan tanggal......................2013 oleh :
Dosen Pembimbing Pembimbing DU/DI
( ………………….) (………………….)
Mengetahui,Kaprodi Teknik Mesin
SUHARTO EKO, ST.MT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Seiring dengan pesatnya perkembangan perindustrian dewasa ini, peranan
tenaga kerja tingkat madya sebagai salah satu komponen tenaga kerja mempunyai
andil yang sangat besar. Dalam hal ini peranannya adalah sebagai penghubung antara
tenaga kerja tingkat tinggi dan dengan tenaga kerja tingkat bawah.
Dalam memahami bidang teknik mesin, perlu adanya keselarasan antara teori
dan kegiatan praktis. Selama menempuh pendidikan, mahasiswa telah memperoleh
sejumlah teori. Untuk berlatih mengaplikasikan teori dan kegiatan praktek di bangku
kuliah perlu adanya kegiatan yang bersifat realita. Program Praktek Kerja Lapang
(PKL) merupakan salah satu dari sekian banyak kegiatan akademik yang wajib di
laksanakan oleh mahasiswa jurusan teknik mesin UNIVERSITAS ISLAM
MAJAPAHIT. Kegiatan ini dilaksanakan dengan tujuan untuk menguji atau
mempraktekkan kemampuan dan ketrampilan yang di peroleh selama kuliah.
1.2. TUJUAN KERJA PRAKTEK
Praktek kerja lapangan (PKL) di laksanakan dengan tujuan agar mahasiswa
memiliki kemampuan secara profesional untuk menyelesaikan masalah-masalah di
bidang industri yang ada di dalam dunia kerja, dengan bekal ilmu yang di peroleh
selama masa kuliah.
1.3. MANFAAT KERJA PRAKTEK
Manfaat yang di harapkan di hasilkan praktek kerja lapangan ini adalah dapat
digunakan sebagai masukan untuk mengurangi sink mark yang terjadi. Sehingga
dapat di hasilkan produk handle sekop yang lebih baik dan mampu bersaing di pasar
ekspo
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. TURBIN UAP
Turbin Uap adalah mesin pengerak yang merubah secara langsung
energi yang terkandung dalam uap menjadi gerak putar pada poros. Yang
mana uap ( steam yang diproduksi dari ketel uap / boiler ) setelah melalui
proses yang dikehendaki maka uap yang dihasilkan dari proses tersebut dapat
digunakan untuk memutar turbin melalui alat memancar ( nozzle ) dengan
kecepatan relative, dimana kecepatan relative tesebut membentur sudu
penggerak sehinga dapat menghasilkan putaran. Uap yang memancar keluar
dari nosel diarahkan ke sudu-sudu turbin yang berbentuk lengkungan dan
dipasang disekeliling roda turbin. Uap yang mengalir melalui celah-celah
antara sudu turbin itu dibelokkan kearah mengikuti lengkungan dari sudu
turbin. Perubahan kecepatan uap ini menimbulkan gaya yang mendorong dan
kemudian memutar roda dan poros.
Jika uap masih mempunyai kecepatan saat meninggalkn sudu turbin
berarti hanya sebagian yang energi kinetis dari uap yang diambil oleh sudu-
sudu turbin yang berjalan. Supaya energi kinetis yang tersisa saat
meninggalkan sudu turbin dimanfaatkan maka pada turbin dipasang lebih dari
satu baris sudu gerak. Sebelum memasuki baris kedua sudu gerak. Maka
antara baris pertama dan baris kedua sudu gerak dipasang satu baris sudu tetap
( guide blade ) yang berguna untuk mengubah arah kecepatan uap, supaya uap
dapat masuk ke baris kedua sudu gerak dengan arah yang tepat. Kecepatan uap
saat meninggalkan sudu gerak yang terakhir harus dapat dibuat sekecil
mungkin, agar energi kinetis yang tersedia dapat dimanfaatkan sebanyak
mungkin. Dengan demikian effisiensi turbin menjadi lebih tinggi karena
kehilangan energi relatif kecil.
2.2. FUNGSI DAN CARA KERJA TURBIN UAP
Turbin uap adalah mesin konversi energi dengan uap sebagai fluida
kerja. Turbin uap merupakan salah satu pesawat pengerak utama dimana
energi potensial uap diubah menjadi energi kinetik pada Nozel dan sudu
Turbin dan selanjutnya diubah menjadi energi mekanik berupa putaran pada
poros Turbin.Putaran yang dihasilkan poros kamudian dihubungkan dengan
Generator untuk menghasilkan Energi Listrik dan sebagainya.
2.3. IDENTIFKASI TURBIN UAP
Turbin adalah masin pengerak, dimana fluida kerja dipergunakan
langsung untuk mamutar roda Turbin. Berbeda dengan Mesin uap torak. Pada
Turbin tidak ada yang bergerak translasi. Bagian Turbin yang bergerak
dinamai Rotor, sedangkan bagian Turbin yang diam dinamai Stator atau
rumah Turbin. Roda Turbin terletak di dalam rumah Turbin dan roda Turbin
memutar poros daya yang mengerakkan atau memutar beban. Di dalam Turbin
fluida mengalami ekspansi yaitu proses penurunan tekanan dan mengalir
secara continue.
Munurut Fluida kerjanyaTurbin di bagi menjadi 3 yaitu :
1. Turbin air
Pada Turbin ini air sebagai fluida kerjanya mengalir dari tempat
tinggi ke tempat lebih rendah. Air memiliki energi potensial,dalam
proses aliran di dalam pipa berangsur – angsur di ubah menjadi
energi kinetik. Di dalam Turbin energi kinetik di ubah menjadi
energi Mekanis dimana air memutar roda Turbin.
2. Turbin uap
Uap sebagai fluida kerja di hasilkan Stasiun Ketel yang di ekspansi
melalui Nozel ke sudu – sudu rotor. Nozel berfungsi untuk
menungkatkan kecepatan uap dan mengarahkan ke sudu – sudu rotor
Turbin akan berputar diteruskan oleh poros keluar mengerakkan
beban.
3. Turbin gas
Turbin gas adalah sebagai fluida kerjanya yang dihasilkan oleh poros
pembakaran bahan – bahan. Udara atmosfir di hisap masuk
Compressor sehinga tekanan naik. Udara tersebut dimasukkan
keruang pembakaran. Gas pembakaran yang bertekanan dan
mempunyai temperature tinggi di pergunakan untuk memutar roda
Turbin.
Klasifikasi Turbin uap antara lain :
1. Berdasarkan tingkat tekanan
a. Turbin suatu tungkat kecepatan atau lebih tingkat kecepatan
untuk biasanya berkapasitas kecil. Turbin ini biasanya untuk
mengerakkan Compressor atau sejenisnya.
b. Turbin impuls dan neka tingkat aturbin. Turbin ini
mempunyai kapasitas besar.
2. Menurut arah aliran uap
a. Turbin aksial dimana uap mengalir dari arah yang sejajar
dengan arah sumbu Turbin.
b. Turbin radial dimana uap mengalir dari arah tegak lurur
dengan poros Turbin.
3. Menurut jumlah silinder
a. Turbin silinder tunggal
b. Turbin silinder ganda
c. Turbin silinder tiga
d. Turbun silinder empat
4. Menurut kondisi uap yang masuk
a. Turbin tekanan rendah memakai uap dengan tekanan 1,2 – 2
ata
b. Turbin tekanan menengah memakai uap dengan tekanan 1,2 –
40 ata
c. Turbin tekanan tinggi memakai uap dengan tekanan 40 ata ke
atas
d. Turbin tekanan sangat tinggi memakai uap dengan tekanan
170 ata atau lebih dan temperature uap di atas 550 0C
e. Turbin tekanan suhu kritis memakai uap dengan tekanan 225
ata atau lebih
5. Menurut metode pengaturannya
a. Turbin dengan penagturan pecekikan ( Throtthing ) dimana
uap melalui satu atau lebih ( tergantung dari daya yang di
uapayakan ) katup pencekik yang di operasikan serempak.
b. Turbin pengatur Nozel dimana uap masuk melai satu atau
lebih pengaturan pembuka ( Opening Regulator ) yang
beratura.
c. Turbin pengatur langkah ( By Pass Governor ) dimana uap
dialirkan ke tingkat pertama, juga langsung kedua, ketiga dan
seterusnya
6. Menurut prinsip aksi uap
a. Turbin impuls
b. Turbin aksi aksial
c. Turbin aksi radial tanpa sudu pengarah yang diam.
d. Turbin aksi radial dengan sudu penagarah yang diam
7. Menurut pemakaian di bidang industry
a. Turbin Stasioner dengan kecepatan putaran yang konstan
terutama dipakai untuk menggerakkan altenator.
b. Turbin Stasioner dengan kecepatan bervariasi dipakai
menggerakkan Blower, Pompa, Pengedar Udara ( Air
Circulation ).
c. Turbin yang tidak Stasioner dipakai untuk menggerakkan
kapal – kapal uap, lokomotif kereta api.
2.4.JENIS – JENIS TURBIN DAN PERALATAN KELENGKAPANNYA
BESERTA FUNGSINYA
JENIS – JENIS TURBIN UAP
Ada dua jenis Turbin uap :
1. Turbin impuls
Turbin impuls adalah Turbi uap dimana proses ekspansi dari fluida
kerjanya ( proses penurunan panas ) hanya terjadi didalam sudu – sudu
tepatnya saja.
2. Turbin reaksi
Turbin reaksi dimana proses ekspansi dari fluida kerjanya terjadi
didalam sudu tetap maupun sudu gerak.
Gambar turbin uap.
BAGIAN – BAGIAN TURBIN UAP
1. Turbin shaft / poros Turbin 12. Oli ring
2. Governoor lever 13. Packing case leak offs
3. Woodward tg governor 14. Turbin weels
4. Steam & bearing case 15. Turbin case
5. Sentience warning valve 16. Hart valve
6. Exhaust & bearing case 17. Over speed cup
7. Carbon packing rings 18. Thrus bearing
8. Steam chest 19. Main bearing
9. Steam strainer 20. Exhaust
10. Gavernoor valve steam 21. Inlet steam
11. Trip lever
2.5. KEUNTUNGAN PEMAKAIAN TURBIN UAP
1. Turbin uap menghasilkan gerak putar langsung dan torsi lebih rata
2. Kerugian gerak mekanik dalam Turbin uap relative kecil dan bias di
abaikan sehingga tidak memerlukan pelumasan dalam
3. Pada Turbin uap bias dihindari bahaya pemanasan setempat pad bidang
panas Ketel akibat panas minyak yang terbawaoleh air Condensete
sebagai pengisi air Ketel
4. Bobot turbin uap tiap satuan daya lebih kecil di bandingkan dengan
mesin uap ( kira – kira 0,5 dari bobot mesin uap ).
2.6. KERUGIAN PEMAKAIAN TURBIN UAP
1. Turbin uap lebih mahal dan dan daya pengerak peralatan bantu lebih
berat
2. Memerkukan tahanan panas bahan – bahan yang lebih tinggi jika
mengunakan uap kering.
3. Turbin uap menghasilkan putaran tinggi hal ini tidak bias langsung
dipakai penggerak bebas yang biasanya memerlukan putaran rendah.
Untuk itu diperlukan reduksi putaran poros (Gear Box )yang berarti
menimbulkan kerugian gesek mekanik
Memerlukan perhatian khusus pemanasan dan penghentian Turbin
uantuk mencegah perubahan bentuk rumah dan rotor Turbin
Pada Turbin uap perubahan energy potensial menjadi energy kinetik
dibagi menjadi 2, yaitu Turbin impuls dan Turbin reaksi. Pada Turbin
impuls perubahan energy mekanik disebabkan adanya aliran uap yang
dibolehkan, sehingga menimbulkan gaya Centrifugal dan akhirnya
menggerakan poros Turbin. Sedangkan perubahan energy pada Turbin
reaksi karena adanya perubahan aliran uap didalam terusan sudu
sehinggi perputaran roda Turbun berlawanan arah dengan aliran
uapnya. Pad rotor tersebut terdapat sudu – sudu gerak dan sudu tetep /
Nozel sebagai pengarah uap.
2.7. KONSTRUSI TURBIN UAP
Komponen yang utama dari Turbin uap antara lain adalah :
1. Rumah turbin
Rumah turbin ini mengunakan berbagai macam bahan sesuwai dngan
tekanaan dan temperatur kerja Turbin.
2. Nozel
Berfungsi mengubah energy potensial uap ( tekanan ) menjadi energi
kinetik ( kecepatan ) untuk memutar sudu – sudu Turbin yang
kemudian diubah menjadi energy mekanis pada poros.
3. Sudu turbin
Sudu Turbin terletak pada peemukaan roda disk yang bergerak
bersama – sama yang berfungsi untuk memutar poros Turbin. Sudu ini
terbuat dari bahan tahan karat seperti baja paduan stainless stell.
4. Rotor ( poros )
Berfungsi untuk penahan bahan dan penerus putaran. Bahan poros ini
Turbin uap yang di pakai, misalnya : Baja chrom nikel yang tahan
karat dan kuat
5. Bantalan
Berfungsi sebagai tempat dudukan poros yang dapat berputar dan
sekaligus menjaga agar poros mesin tetap berputar secara linier.
Bantalan ini terbuat dari bahan yang lebih lunak dari bahan porosnya
berfungsi untuk penahan dan pendukung gerakan dari poros Turbin
dalam arah radial.
6. Sealing dan Carbon ring
Berfungsi mengurangi Inter Stage didalam Turbin atau menurunkan
tekanan uap yang keluar lewat celah dan menghambat kebocoran
sepanjang poros.
2.8. ALAT – ALAT PENDUKUNG PADA TURBIN UAP
1. Emergency Speed Control
Berfungsi untuk mengatur dan menjaga dari Over Speed secara
otomatis maupun manual’
2. Katup uap induk
Berfungsi untuk membuka dan menutup uap yang masuk ke dalam
Turbin sedangkan katup lainnya untuk membuka dan menutup uap
bekas.
3. Klep pengaman
Berfungsi untuk menjaga agar tekanan uap selalu berada pada tekanan
yang telah ditetapkan.
4. Pompa minyak pelumas
Berfungsi untuk memompa minyak pelumas ke tempat yang dilumasi
seperti poros, bantalan, dan sebagainya.
5. Filter minyak
Berfungsi menahan kotoran yang ada pada minyak pelumas.
6. Tachometer
Berfungsi untuk mengukur putaran Turbin.
7. Manometer
Befunsi untuk mengukur tekanan uap baru yang masuk, uap bekas
yang keluar, tekanaan minyak pelumas dan tekanan uap pada pipa
pancar.
8. Regulator
Berfungsi untuk mengatur putaran Turbin.
9. Thermometer
Berfungsi untuk mengatur suhu uap masuk, uap keluar, dan lain lain.
2.9. SISTEM DAN CARA KERJA MAINTENANCE TURBIN UAP
Standard Maintenance Procedure ( SMP ) Turbin uap
1. Perencanaan dan persiapan ( Program Kerja ) LMG
a. Membuat jadwal kegiatan pemeliharaan ( Time Schedule )
b. Perencanaan Mandays dan job Description
c. Mempersiapkan peralatan kerja termasuk buku / blangko
pencatatan
d. Mempersiapkan kebutuhan bahan / barang dan suku cadang
didasarkan pada Inspection DMG
2. Pembongkaran, Pemeriksaan dan Pendataan
a. Semua peralatan listrik / Intrumennt, Governor, Monometer,
Thermometer, Unit Tachometer dan disimpan dengan baik dan
aman
b. Unit Turbin dengan urutan sebagai berikut : ( semua didata dan
dicatat)
1. Isolasi ( mantel Turbin )
2. Mur baut copling
3. Carbon ring
4. Rumah Turbin bagian atas ( cassing cover ) dan ukur axial
clearance
5. Self oil ( Pompa oli utama ) bila ada
6. Bearing liner ( metal ) bagian atas
7. Angka rotor,sampai dengan baik dan aman ( tutup dengan
aluminium foil )
8. Ambil liner bagian bawah, simpan dengan baik dan aman
Catatan : Pembongkaran Rotor Turbin tidak harus dilakukan
tiap tahun tergantung evaluasi inspeksi pada saat
operasi giling yaitu :
1. Suhu dan tekanan uap normal ( sesuai IMB )
2. Kualitas minyak pelumas masih baik ( tidak
berubah warna )
3. Getaran yang timbul masih normal (tidak
melebihi IMB )
4. Non Destructive Test ( NDT ) poros tiap tahun
untuk umur operasi ≥ 5 tahun
3. Perbaikan dan Persiapan Penyetelan
a. Pekerjaan rutin ( dilaksanakan PG sendiri )
b. Pekerjan diserakan ke pihak III
c. Balancing dinamis dilaksanakan bila getaran yang timbul diatas
standard
4. Pemasangan dan Penyetelan
a. Yang dimaksudkan adalah pemasangan dan penyetelan semua
peralatan atau perlengkapan Turbin yang telah dibongkar dan
diperbaiki dengan tetap mengacu pada norma – norma Instalasi
pemasangan yang benar dan berpedoman pada IMB
b. Menyiapkan buku / blangko / format catatan penyetelan ( contoh
terlampir )
c. Pemasangan dan penyetelan dengan urutan sebagai berukut :
1. Pembersian casing / rumah rotor dan Rotor Turbin termasuk
Coupling
2. Pemasangan metal ( Bearing Liner ) sisi bawah dan olesi oli
3. Pemasangan Rotor Turbin dengan benar
4. Pemasangan metal atas dan ukur Clearance ( dicatat )
5. Pengukuran dan dicatat semua Axial Clearance Rotor Turbin
dan setel kembali ( resetting ) bila ada yang menyimpang
( diatas standard ) antara lain : Clearance Nozel terhadap rotor,
Labyrint
6. Pemasangan Carbon ring dan Housing
7. Alingment dengan penyetelan sumbu poros Turbin 0,08 – 0,15
mm dibawah sumbu poros gearbox atau 50% Clearance metal
( sesuai IMB )
8. Pemasangan Governor yang telah dikalibrasi dan penyetelan
Tuas Governor terhadap Governor Valve
9. Pemasangan dan isolasi ( Mantel Turbin )
10. Pemasangan Instalasi Listrik / Instrument dan alat – alat ukur
11. Pemasangan perangkat pelumasan dan pengisian oli
d. Penyetelan alat – alat penagman Turbin yang tidak tergantung dari
steam
1. Pressure switch oli pump termsuk alarmnya
2. Pressure switch exhaust stem termsuk alarmnya
3. Mechanical trip system
5. pemasangan dan penyetelan
a. Flushing oil dilaksanakan sampai bersih atau dalam wektu 24 jam
b. Memutar Rotor Turbin 112 puteran satu minggu sekali bila Turbin
tidak dioperasikan ( stand by ) lebih dari seminggu
c. Turbin siap uji coba
6. Pemasangan dan penyetelan
a. Steam flushing sampai bersih ( bila ada perbaikan pipa uap baru )
b. Buka valve uap bekas dan drain – drain valve
c. Buka emergency valve dan putar poros Tirbin hingga berubah
posisi
d. Buka by pass valve uap baru untuk pemanasan Turbin ( bila tidak
harus dipasang ) dengan catatan rotor tidak sampai berputar,
sehingga temperatur Turbin mencapai 70% temperature uap normal
e. Tekan tombol “Start” dan jalankan Turbin dengan membuka valve
uap baru sedikit demi sedikit hingga Turbin berputar ± 500 rpm
selama 20 menit
f. Secara bertahap putaran dinaikan ( hindari waktu yang lama saat
putaran kritis awal ) hingga valve uap baru terbuka penuh
g. Pindahkan Auxiliary pump ke Main pump dengan memutar saklar
pada panel ke posisi auto
h. Naikan putaran Turbin secara bertahap sempai dengan puteran
kerja ( nominal speed )melalui Governor dan tahan selama ± 30
menit
i. Selama pemanasan, catat dan amati dengan seksama semua
indikator stiap tahap putaran Turbin dari awal sampai dengan
putaran normal
j. Naikan putaran turbin 10% diatas putaran normal dan Stel Over
Speed Trip
k. Operasikan kembali Tubin sesuai dengan urutan a s/d i
l. Turbin siap dioperasikan
FLOW CHART SMP TURBIN UAP
SDM (MANAYS) TIME SCHEDULE SARANA PERALATAN PERSIAPAN
DATA INSPEKSI TAHUN YANG LALU :
GETARAN SUHU UDARA
PEMBONGKARAN ALAT :
PERALATAN LISTRIK INSTRUMENT DAN ALAT-ALAT UKUR
ISOLASI /MANTEL TURBIN
CASSING PENGUKURAN
CLEARANCE KOMPONEN-2
PEMERIKSAN/
PEMBAHASAN SEMUA PERALATAN YANG TELAH DIBONGKAR SESUAI “BUKU TEKNIK”
KOLTER OLI DAN INSTALASI PELUMASAN
PENYEMPURNAAN ROTOR HARUS DILINDUNGI DENGAN ALUMINIUM FOIL
PEMASAKAN
PEMERIKSAAN SECARA VISUAL
PEMERIKSAN NDT POROS
PEMERIKSAAN ALAT BAIK (POMPA-2, VALVE & EMERGENCY STOP)
PENGUKURAN
CLEREANCE MANTEL SUDU TETAP
SUDU GERAK AXIAL (AXIAL)
LABYRINT CARBON RING SEDUAI
YA
BESILI PIHAK III
PERBAIKAN/PENYETELAN
SESUAI SOP
PENGAMATAN :
SUHU METAL GETARAN
PENYETELAN &PEMASANG
PASANG METAL PASANG ROTOR PENGUKURAN
CLEARAN-2 AXIAL PEMASANGAN
CARBON RING/LABYRINTH
PEMASANGAN CASSING
PEMASANGAN ASSESORIES
ALIGNMANT POROS TURBIN 50%CLEARANCE METAL DIBAWAH POROS HSR
PASANG PERALATAN LISTRIK
ALAT UKUR DAN INSTRUMENT
PENGISIAN OLI (LEVEL NORMAL)
POWER LISRIK MASUK PANEL
FLUSHING UAP BILA DIPERLUKAN
CHECK AIR PENDINGIN
PEMASANGAN BODY
MEMUTAR POROS TURBIN 1,5 PUTARAN
VALVE UAP BEKAS BUKA
DRAIN VALVE BUKAAN VALVE UBA POSISI TERTUTUP
UJI CABA TRIP VALVE DENGAN SIMULASI (LISTRIK)
GOVERNOR SPEED DROP (POSISI NOL)
1
2
PERSIAPAN UJI COBA
UJI COBA
SUHU UAP TURBIN 250 0C-275 0C
TEKANAN UAP SESUAI UAP
PERIKSA TEMPERATUR METAL-METAL TIDAK MELEBIHI IMB
PERIKSA GETARAN TEKANAN DAN SUHU
UAP OPERASIONAL SESUAI IMB (17-20KG/CM2, 325 0C)
PERCOBAAN OVER
BUKA BY PASS VALVE UNTUK PEMANASSAN
TOBOL START PADA PANEL
BUKU MIAN VALVE 15% JALANKAN TURBIN
MELALUI GOVERNOR SPEED DROP POSISI
60% SPEED AJDUSMENT
SECARA BERTAHAP S/D LOAD ANGKA 4 (TEGANTUNG KEADAAN MASING-MASING)
NAIKAN RPM S/D NORMAL
BUKA MAIN VALVE 100% SELAM 30%
PERHATIAN :
PINDAKAN SWITCH POMPA OLI DARI POSISI MANUAL KE AUTO PADA PANEL
APABILA DILALUI KEADAAN KRITIS AGAR SECEPATNYA DINAIKAN ATAU RPM DITURUNKAN
UJI COBA OVER SPEED TRIP
PENYAMBUNGAN KOPLING DENGAN HSR (YANG DIGERAKAN)
ULANGI PENGOPERASIAN SEPERTI UJI COBA
SIAP DIOPERASIKAN
2
FLOW CHART SOP TURBIN UAP
SDM (MANDAYS) JOB DESCRIPTION SARANA
PERALATAN
PERSIAPANPASTIKAN SMP UDAH DILAKSANAKAN DENGAN BAIK
POWER LISTRIK MASUK PANEL
FLUSHING UAP BILA DIPERLUKAN
FLUSHING OLI PENYETELAN,CECK AIR PENDINGIN
MEMUTAR POROS
TURBEN 12
PUTARAN
VALFE UAP BEKAS BUKAAN
DRIN VELVE BUKAAN VELVE UBA POSISI
TETUTUP UJI COBA TRIP VELVE
PEMERIKSAAN
START OPERASI
BUKA BY PASS VALVE UNTUK PEMANASAN
TOMBOL START PADA PANEL
BUKA MAIN VALVE 15% JALANKAN TURBIN
MELALUI PENGENDALIAN DAN GOVERNERSPEED DROP POSISI
60%LOAD SLIMIT POSISI
ANGKA 4SPEED AJDUSMENT
SECARA BERTAHAP S/D ANGKA 4 (TERGANTUNG KEADAAN DI PG MASING-MASING)
MAINKAN RPM S/D NORMAL
BUKA MAIN VALVE 100% SELAM 30%
PARAMETER
SUHU DAN TEKANAN (325 0C,17-20KG/CM2)
SUHU MANTEL ≤ 70%
GETARAN ≤ 8CENTHOKES (SESUAI IMB)
LEVER OLI PADA BATES GARIS NORMALPASTIKAN OLI TIDAK TERKONTAMINASI
SIAP DIBEBANI
2.10. HAL – HAL YANG KHUSUS / PROBLEMATIKA DAN CARA MENGATASINYA
a. Turbin selalu memkai uap kering dengan suhu dan tekanan tinggi
b. Sambungan rumah Turbin atau casing antara bagian bawah dan tutupnya
tidak menggunakan packing logam / kligret tetapi mengunakan carbon
yang dicampur dengan oil / minyak, oleh karena itu permukaan atau
flendes casing harus benar – benar bersih dan rata dalam pemasangan
sehingga Turbin waktu beroprasi tidak akan terjadi kebocoran pada
flendes.
c. Pemasangan perapat poros labirint harus benar – benar diperhitungkan
dan dilamak terlabih dahulu, agar Turbin beroprasi tidak terjadi
kebocoran pada sisi poros.
d. Karena putaran tinggi, bearing atau metal harus mendapat perhatian
khusus agar bearing atau metal tidak rusak / kocak dan panas.
e. Sudu – sudu merupakan bagian yang terpenting jangan sampai rusak. Jika
sempai rusak bias berakibat rotor tidat seimbang atau timbul getaran.
f. Perawatan katup dan Cindenspot harus baik, agar uap dapat dipastikan
kering.
g. Semua alat ukur dan alat pengaman harus di pastikan bias bekerja dengan
baik dan aman.
h. Kalau membuat saluran uap ke Turbin, sebelum pipi disambung pada
Turbin harus diflashing dahulu dengan uap sebesat – besarnya. Tujuannya
agar kotoran yang ada dalam saluran pipa terbuang keluar. Karena kalau
ada kotoran masuk ke Turbin sudu – sudu bias rusak. Dan berakibat fatal.
BAB III
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
3.1. SEJARAH PERUSAHAAN
Pabrik gula watoetoelis di dirikan pada tahun 1838 oleh perusahaan
milik Belanda yang bernama N.V Cooed an Cooster Van Voor Hout yang
berantor di Surabaya.
Pada masa penjajaha, pabrik-pabrik gula di Indonesia dikuasai oleh
Jepang. Kemudian setelah Perang Dunia II kembali lagi menjadi perusahaan
milik Belanda.
Pada tanggal 10 Desember 1957 berdasarkan keputusan militer
tertinggi penguasa menteri pertahanan nomor 1053/PMT/1957 yang
dikeluarkan pada tanggal 9 Desember 1957 dan berdasarkan Undang-Undang
nomor 186 tahun 1956 tentang Nasionalisasi, semua perusahaan milik Belanda
dikuasai Pemerintah Republik Indonesia.
Berdasarkan PP nomor 1 tahun 1963 tanggal 28 Januari 1968 didirikan
Perusahaan Perkebunan Gula Negara yang di singkat PPN Gula. Kemudian
berdasarkan PP nomor 13 tahun 1968, PPN Gula dibubarkan dan berdasarkan
PP nomor 14 tahun 1963, ditetapkan pendirian Perusahaan Negara
Perkebunan.
Berdasarkan PP nomor 23 tahun 1973 tanggal 3 Desember 1973, PNP
XXI dan XXI-XXII (pesero). Kemudian berdasarkan PP nomor 15 tahun 1996
tanggal 8 Agustus 1996 berubah menjadi P.T. Perkebunan Nusantara X
(persero) yang berkantor di Jalan Jembatan Merah 3-5 Surabaya.
3.2. Lokasi Pabrik
Pabrik gula Watoetoelis merupakan salah satu dari 11 pabrik gula di
P.T. Perkebunan Nusantara X (persero) dan salah satu pabrik gula di
Kabupaten Sidoarjo. Pabrik gula Watoetoelis terletak di Desa Temu,
Kecamatan Prambon, Kabupaten Sidoarjo. Lokasi Pabrik berada di daerah
strategis ditinjau dari letak bahan baku, transpotasi, sumber air, maupun
sumber tenaga kerja. Wilayah kerja meliputi Kabupaten Sidoarjo dan
Kabupaten Gresik dengan luas ± 3300 Ha terbagi di Kabupaten Sidoarjo
seluas ± 2300 Ha (lahan sawah) dan Kabupaten Gresik ± 1000 Ha (lahan
tegal/tadah hujan).
Batas-batas Pabrik Gula Watoetoelis adalah:
Sebelah utara : Desa Watoetoelis
Sebelah selatan : Desa Bendo Tretek
Sebelah timur : Desa Temu
Sebelah barat : Sawah Desa Bendo Tretek
3.3. KEGIATAN USAHA
Sesuai dengan namanya, maka pabrik gula ini memproduksi gula untuk
kebutuhan masyarakat umum. Bbahan baku pembuatan gula tersebut adalah
tebu. Pada tahun 1975, tebu yang digunakan merupakan Tebu sendiri(TS)
dan mulai tahun 1976 dialikan menjadi Tebu rakyat Intensifikasi(TRI).
Sekrang, tebu yang digunakan adalah Tebu sendiri (TS), Tebu rakyat (TR),
Tebu Rakyat Mandiri (TRM), Tebu Mandiri Luas (TRLM). Jumlah tenaga
kerja di PG. Watoetoelis pada tahun 2014 adalah 353 orang yang terdiri
atas :
Karyawan Tetap
Golongan I – II ( Karyawan pelaksana ) : 317 orang
Golongan III – IV ( Lever pimpinan ) : 36 orang
Karyawan Tidak Tetap
Kampaye : 515 orang
PKWT : 178 orang
Outsourcing : 99 orang
4.4. PEMASARAN
Seluruh hasil produksi ditangani langsung oleh bagian pemasaran PTP,
yang selanjutnya dilelang kepada pihak distributor. Selanjutnya pihak
distributor yang memenangkan lelang memasrkannya dengan caranya sendiri.
Biasanya gula produksi pabrik ini dipasarkan di luar Pula Jawa.
4.6. KEGUNAAN PRODUK
PG. Watoetoelis adalah salah satu perusahaan di Indonesia yang
menghasilkan gula jenis SHS (Superior Hooft Suker) atau GKP (Gula Kristal
Putih) yang di gunakan sebagai pemberi rasa manis pada makanan dan
minuman, pengental pada beberapa makanan, dan juga sebagai salah satu
sumber energi yang diperlukan manusia. Hasil sampingnya adalah ampas tebu,
blotong, dan tetes. Ampas tebu yang dihasilkan digunakan sebagai bahan
bakar untuk pembakaran pada ketel. Blotong yang dihasilkan dibuat pupuk
kompos, sedangkan tetes yang di hasilkan dijual kepada pihak pabrik MSG
(Monosodium Glutamat) dan pabrik alkohol sebagai bahan baku pabrik
tersebut.
4.7. STRUKTUR ORGANISASI
Struktur organisasi adalah kerangka yang menunjukkan segenap fungsi
pekerjaan, hubungan antara fungsi-fungsi yang ada beserta wewenang dan
tanggung jawab dari masing-masing komponen dalam organisasi di suatu
perusahaan, maka akan terlihat adanya pembagian pekerjaan secara tegas dan
formal, di antara bagian-bagian dalam perusahaan dan juga diperoleh
gambaran yang jelas antara wewenang dan tanggung jawab dalam mekanisme
perusahaan.
Berikut ini adalah bagian dari struktur organisasi di PG. Watoetoelis :
BAB IV
SISTEM PROSES
4.1. PROSES PRODUKSI
Proses pembuatan gula di PG. Watoetoelis menggunakan proses sulfitasi.
Rangkaian prosesnya meliputi enam bagian, yaitu :
1. Emplasemen
2. Stasiun Gilingan
3. Stasiun Pemurnian
4. Stasiun penguapan
5. Stasiun Masakan
6. Stasiun putaran
Adapun tiga bagian penunjang di dalam operasi, yaitu :
1. Bagian Laboratorium
2. Bagian Utilitas
3. Bagian Pengolahan Limbah
4.2. Emplasemen
Sebelum masuk ke unik emplasemen, terlebih dahulu dilakukan persiapan
bahan baku. Yang meliputi :
Penganalisa contoh sampel satu setengah bulan sebelum ditebang,
yaitu dengan mengambil contoh tersebut dari tiap-tiap kebun yang
kemudian dianalisa di laboratorium. Dari hasil analisa ini terlihat tebu-
tebu mana yang memiliki tebu yang paling masak. Tebu yang memiliki
tebu yang paling masak akan ditebang terlebih dahulu.
Penambahan ZPK (Zat Pemacu Kemasakan) dilakukan 4-6 minggu
sebelum tebang bagi tebu yang masih muda/ belum masak. Hal ini
bertujuan untuk memaksa tebu cepat masak dengan mematikan titik
tumbuh pada arah pemasakan optimal, di sini enegi yang dipakai untuk
pertumbuhan digunakan untuk pemasakan/ penambahan kadar gula
didalam tebu tersebut.
Emplasemen merupakan tempat penampungan tebu yang akan ditimbang
sesaat sebelum digiling. Kapasitas tebang angkut yang dimiliki oleh PG.
Watoetoelis tergantung oleh pemerintah pabrik, kapasitas terpasangnya
berkisar 22.500 Ku per hari. Proses emplementasi ini penting untuk pemilihan
bahan baku yang akan diproses dalam pengolahan tebu yang nantinya akan
sangat menentukan hasil produk yang didapat. Tahapan yang terdapat pada
PG. Watoetoelis antara lain sebagai berikut :
1. Emplasemen depan, yaitu menampung tebu yang diangkut truk. Tebu
yang masuk pabrik harus memiliki nilai brix diatas 18. Cara penentuan
nilai brix tersebut yaitu dengan mengambil contoh sepertiga dari pucuk
tebu kemudian diperah lalu diukur dengan alat tes yang bernama Hand
Brix Refractometer. Bagi tebu yang tidak memenuhi kriteria tidak
dapa diterima oleh pabrik untuk diolah.
2. Emplasemen tengah digunakan untuk menampung tebu yang telah
ditimbang dari truk kemudian diangkut oleh lori dan menunggu
digiling.
3. Emplasemen belakang digunakan untuk membongkar dan menimbang
tebu yang diangkut oleh truk.
Peralatan :
1. Railban, yaitu rel yang berhubungan antara desa penghasil tebu
disekitar pabrik dan tempat penimbangan tebu.
2. Lori, yaitu kereta pengangkut tebu.
Sehingga : berat tebu = berat total ( lori + tebu ) – berat lori.
3. Truk, yaitu alat transportasi yang digunakan untuk tebu dari desa
penghasil tebu yang jaraknya jauh dari pabrik dalam kota sidoarjo
maupun dari luar kota sidarjo.
4. Timbangan, yaitu alat yang digunakan untuk menimbang berat tebu.
Timbangan yang digunakan di PG. Watoetoelis ad 2 macam, yaitu :
a. Timbangan berkel
Pada timbangan ini, mula-mula truk ditimbang beserta
tebu yang diangkut. Setelah tebu dipindahkan ke meja tebu,
truk kosong ditimbang kembali sehingga akan diketahui berat
tebu sebenarnya. Cara kerja timbangan ini adalah dengan
meneruskan tumpuan yang diperoleh dari beban kepada tuas-
tuas yang kemudian berat beban tersebut ditunjukan melalui
sebuah skala yang dapat dibaca. Timbangan berkel ini
mempunyai kapasitas 20 ton.
b. Timbangan digital clane scale ( Timbangan Tebu Digital )
Pada timbangan ini, tebu yang diangkut oleh truk
dimasukkan timbangan, lalu tebu diangkut dan secara otomatis
dapat diketahui berat tebu kemudian tebu diletakkan dilori.
Cara kerjanya adalah dengan memindahkan beban yang
dikerjakan oleh cane transloading oleh load sel kedalam digital.
Kapasitas timbangannya adalah 10 ton.
5. Meja tebu, yaitu alat untuk membongkar dan meratakan tebu yang
diangkat oleh crane dari emplasemen tebu. Meja tebu yang digunakan
adalah tipe feed lateral yaitu meja miring yang bergerak.
4.3. Stasiun Gilingan
Tujuan : Untuk memisahkan nira dari ampasnya secara maksimal dengan
menekan kehilangan gula semaksimal mungkin.
Proses :
Stasiun gilingan merupakan stasiun pertama yang menangani tebu hasil
penimbangan dari emplasemen yang terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
a. Pengerjaan pendahuluan
Menata tebu yang akan digiling di meja tebu.
Memindahkan tebu dari meja tebu ke cane cutter 1 dan cane
cutter II dengan mengunakan cane carrier I.
Memecah tebu sebesar ± 25 cm dengan Cane Cutter I.
Masuk ke Cane Cutter II untuk dipotong menjadi lebih kecil
lagi yaitu ± 2,5 cm.
Setelah itu masuk ke dalam unigrator untuk ditumbuk dimana
berfungsi untuk memecah sel tebunya hingga berbentuk serabut
yang halus agar mempermudah proses pemerahan.
Memindahkan cacahan tebu dari unigrator ke unit gilingan
dengan Cane Carrier II.
b. Pemerahan
Hal ini dilakukan oleh 4 unit gilingan, fungsi dari pemerahan
ini yaitu untuk memerah nira sebanyak-banyaknya serta kehilangan
nira sedikit mungkin dari ampas. Dalam 1 unit gilingan terdiri dari 3
roll golingan :
Tebu
Keterangan :
A
M B
Rol A ( rol atas / top roll )
Berfungsi untuk memerah tebu yang masuk dengan
menggunakan alas rol muka dari belakang.
Rol M ( rol muka / voor roll )
Berfungsi sebagai alat penekan ampas dari nol bagian belakang
dengan rol bagian atas.
Rol B ( rol belakang / Achter roll )
Berfungsi sebagai alat penekan amplas dari bagian belakang
dengan rol bagian atas.
Setelah tebu masuk ke gilingan pertama dan kedua maka diperoleh
nira mentah I dan nira mentah 2, pada gilingan III ampas ditambah air
imbisisi dengan suhu lebih kurang 70-90º C, penambahan air ambisisi
ini bertujuan agar tingkat ekstraksinya menjadi lebih tinggi. Selain itu,
penambahan air imbisisi harus diperhitungkan effisiensi pemakaiannya
( ± 31 % berat tebu ) karena berhubungan dengan kemampuan alat
penguapan ( evaporator ) karena apabila air yang diberikan air yang
diberikan terlalu banyak maka akan menambah beban penguapan.
Hasil nira dari gilingan III ini dialirkan ke ampas keluar gilingan I dan
hasil nira gilingan IV dialirkan ke ampas keluar gilingan II. Hasil nira
dari gilingan I dan II disaring dengan saringan getar untuk pemisahan
nira dengan ampas halus yang kemudian ditimbang dengan timbangan
Bolougne ( Timbangan Nira Mentah ) untuk dasar pengawasan
perhitungan proses (bobotnya). Kapasitas timbangan adalah 4
ton/cycle. Pada nira mentah gilingan ditambahkan susu kapur untuk
menaikan pH dari 5,5 – 5,6 menjadi 6,5 – 6,6 agar tidak terjadi inversi
( kerusakan nira ) serta mengantisipasi penurunan pH karena
penambahan phospat cair. Tujuan dari penambahan phospat cair ini
untuk menambah kadar phospat dalam nira mentah yang semula antara
250 – 300 ppm menjadi 300 ppm agar kerja pemurnian berjalan
dengan baik. Ampas akhir gilingan IV diangkut ke ketel sebagai bahan
bakar dan ampas halus ditarik blower dihembuskan ke mixer bagasilo
di stasiun pemurnian.
Peralatan :
1. 2 buah Carrier
Carrier I digunakan untuk memindahkan tebu dari meja tebu
ke cane cutter I dan II.
Carrier II digunakan untuk memindahka cacahan tebu dari
unigrator ke alat penggilingan.
2. 2 buah Cane Cutter, yaitu alat yang digunakan untuk memecah
tebumenjadi potongan yang lebih pendek untuk dibawa ke unigrator.
Cane Cutter ini terdiri 56 buah pisau yang digerakkan oleh
elektromotor.
Contoh Gambar Cane Cutter
3. 1 buan Unigerator, yaitu alat yang digunakan untuk merobek dan
mengoyak tebu menjadi serpihan sabut berukuran ± 5 – 10 cm,
sehingga akan memudahkan pengambilan nira dalem proses
penggilingan.
Contoh Gambar Unigerator
4. Sugar Cane Mill atau gilingan tebu, digunakan untuk memerah tebu
yang telah dicacah sehingga menghasilkan nira mentah.
Ada 4 unit gilingan yang terdapat di PG. Watoetoelis, yang masing-masing
terdiri dari:
Feeding Roll, yaitu alat untuk membantu masuknya tebu ke bagian
depan gilingan.
Tiga roll pemerahan, yaitu rol atas,rol depan, dan rol belakang.
Scraper (suri amplas ), yaitu alat pembersih ampas yang masih
melekat pada alur rol gilingan dan menahan agar ampas dari rol
depan masuk ke bukaan belakang bagian belakang.
Trash plate, yaitu alat yang digunakan untuk menghubungkan rol
depan dengan rol belakang dan sebagai keluarnya ampas.
5. Pompa nira mentah gilingan yang digunakan untuk mempompa nira
mentah hasil dari gilingan I dan II ke timbangan Boulogne.
4.4. Stasiun Pemurnian
Tujuan : Untuk memisahkan kotoran, koloid dan senyawa bukan gula yang
terdapat dalam nira mentah dengan beberapa tahab, yakni :
a. Secara fisis, yaitu dengan pemanasan dan pengendapan.
b. Secara khemis, yaitu dengan mereaksikan komponen nira
dengan bahan pembantu proses sehingga dihasilkan endapan
yang baik.
c. Secara khemis dan fisis, yaitu dengan adsorbsi kotoran
koloid sehingga terjadi reaksi penggumpalan dan
pengendapan.
Setelah penambahan susu kapur, nira disaring kembali untuk
menyaring ampas yang lebih halus dan ampas hasil penyaringan dikembalikan
ke stasiun gilingan untuk digiling.
Langkah-langkah di stasiun pemurnian :
Nira mentah dari stasiun gilingan ditimbang terlebih dahulu agar tahu
berapa nira yang dikerjakan serta kehilangannya. Nira mentah
ditampung dalam buffer tank dengan volume 4,2 m³.
Nira dialirkan dengan pompa nira mentah yang memiliki kapasitas 4
m³/menit, menuju juice heater I (JH I) unutuk dipanaskan sampai suhu
75º-80º dengan tujuan mematikan bakteri yang ada di dalam nira dan
mempercepat reaksi Ca(OH)2 dengan phospat.
Setelah itu masuk ke pre-contactor untuk memberikan kesempatan
susu kapur bereaksi dengan nira.
Lalu masuk Defekator I dengan waktu selama 3 menit. Disini
ditambahkan susu kapur dengan viskositas 6ºBe hingga pH 7,2 (netral)
agar sukrosanya tidak mudah rusak, sehingga terbentuk inti endapan
[CaH(PO4)2] yang berguna untuk meningkatkan zat bukan gula dan
koloid.
Kemudian nira dilewatkan pada Defekator II ( waktu tinggal selama 3
detik ) disertai dengan penambahan susu kapur hingga pH 8,6 dengan
tujuan mempersiapkan kelebihan susu kapur yang akan direaksikan
dengan SO2(g) pada bejana sulfitir nira mentah.
Setelah melalui defekator II, nira dialirkan ke sulfitir nira mentah
sampai dihasilkan pH 7,0 – 7,2 dimana gas SO2 yang digunakan
berasal dari pembakaran belerang di tabung belerang. Dalam sulfitir
ini, kelebihan susu kapus akan bereaksi dengan SO2(g) membentuk
endapan CaSO3 dan endapan CaSO3 di adsorbsi oleh inti endapan yang
sudah ada [ CaH(PO4)2 ] sehingga terbentuk endapan dengan diameter
yang lebih besar. Pada dapur belerang dan sublimator diberi air
pendingin berupa mantel yang berguna untuk menurunkan temperatur
gas SO2 ± 80ºC agar sama dengan nira mentah dan diharapkan terjadi
penyubliman S2 dan O2 yang belum bereaksi sempurna pada
sublimator.
Setelah proses sulfitasi, nira dipanaskan pada JH II hingga temperatur
105-110ºC pemanasan ini bertujuan untuk menyempurnakan reaksi.
Jika suhunya melebihi 110ºC maka dapat mengakibatkan terjadi reaksi
karamelisasi (penggosongan), dimana zat lilin terlarut sehingga terikut
di gula yang menyebabkan warna menjadi coklat.
Untuk memisahkan gas-gas terlarut, maka nira dari JH II dialirkan ke
flash tank, lalu dialirkan ke snowballing tank flokulator dimana nira
diperlukan hingga membentuk aliran turbulen dan flokulen menjadi
homogen. Di snowballing tank diharapkan inti endapan yang sudah
terbentuk dengan ukuran yang kecil bisa jadi besar dengan diberi ion-
ion di sekitar endapan sehingga terperangkap dan menjadi lebih besar.
Setelah itu nira dialirkan ke door clarifier terdapat 4 buah tray dan pada
masing-masing tray akan terbentuk aliran overflow, nira jernih yang
akan ditampung pada bak penampung nira jernih. Supaya lebih bersih,
dilakukan penyaringan dengan saringan ukuran 200 mesh yang
kemudian diproses pada stasiun penguapan. Sedangkan nira kotor
berupa slurry mengalir ke mixer bagasillo. Dimana pada mixer
bagasillo, nira ditambah ampas halus untuk memperbaiki struktur
endapan sehingga dapat mempermudah dalam proses penapisan. Dari
mixer bagasillo nira dialirkan menuju bak nira kotor pada Rotary
dengan perlakuan high vacuum, low vacuum dan no vacuum disertai
dengan semprotan air panas dengan temperatur 75ºC sehingga
diperoleh nira tapis dan blotong. Nira tapis dialirkan ke nira mentah
tertimbang sedangkan blotong bisa dibuat sebagai kompos.
Peralatan :
1. Timbangan Boulogne, berfungsi untuk menimbang nira dari stasiun
gilingan yang bekerja secara otomatis dengan kapasitas 4 ton/ cycle.
2. Peti tarik nira mentah yang merupakan bak penampungan nira mentah
dari timbangan boulogne. Buffer tank ini memiliki volume 4,2 m3.
3. 2 buah pompa nira mentah dengan kapasitas 4 m3/menit untuk
memompa nira yang sudah ditimbang ke JH I.
4. Voor Warmer / Juice Headter.
PG. Watoetoelis mempunyai 2 jenis yaitu:
a. Juice Headter I ( JH I ), dengan menggunakan 12 sirkulasi yang
berfungsi untuk memanaskan nira mentah sebelum masak
defecator sampai suhu 75 - 80ºC.
b. Juice Heater II ( JH II ), dengan menggunakan 12 sirkulasi
yang digunakan untuk memanaskan nira yang keluar dari
tangki sulfitasi nira mentah sampai suhu 100 - 105ºC.
5. Defekator I, berfungsi sebagai tempat pencampuran nira dengan susu
kapur yang dilengkapi dengan pengaduk agar campuran homogen dan
mempunyai pH 7,2.
6. Defekator II, berfungsi sebagai tempat pencampuran nira dengan susu
kapur yang dilengkapi dengan pengaduk agar campuran homogen dan
mempunyai pH 8,8 – 9.
7. Tangki sulfitasi (sulfitir) nira mentah untuk menetralkan nira encer
terkapur dari defekator dengan penambahan gas SO2 sampai pH 7,2.
8. Pompa nira mentah
9. Peti tarik nira mentah tersulfitir untuk menampung nira encer tersulfitir
dari tangki sulfitir nira encer.
10. Expandeur ( falsh tank ) yang berfungsi menghilangkan gas-gas yang
masih tersisa dalam nira yang akan masuk ke doo clerifier sehingga
proses pengendapan berjalan baik.
11. Snow balling tank, berfungsi untuk mencampur nira tersulfitir dan
flokulant menjadi homogen.
12. Door Clarifier, merupakan multi tray clerifier yang memiliki 4 tray,
berfusi untuk mengendapkan kotoran-kotoran atau flok dalam nira
sehingga akan diperoleh nira jernih dan nira kotor. Selanjutnya nira
kotor dipisahkan dan dibawa ke rotary vacuum filter.
13. Rotary Vacuum Filter untuk menyaring nira kotor (blotong) yang
berasal dari door clarifier.
Vacuum filter terdiri atas silinder yang sebagian tercelup dalam tangki
yang berisi nira kotor yang akan disaring. Bagian luar dari dinding
silinder berfungsi sebagai bidang penyaringan dan dibagi dalam 18
bagian. Masing-masing bagian dihubungkan secara individu oleh suatu
jaringan pipa yang berakhir pada suatu terminal yag merupakan
pengatur mekanik vacuum.
Permukaan alat ini terbagi menjadi 3 sektor yaitu :
Unit Low Vacuum ( 15 – 30 cmHg ), untuk menempelkan
blotong.
Unit High Vacuum ( 40 – 50 cmHg ), untuk menghisap nira
tapis pada blotong.
Unit No Vacuum ( 0 cmHg ), untuk melepaskan blotong yang
dibantu dengan sekrap.
Cara kerja Rotary Vacuum Filter :
Pada saat vacuum bekerja, bagian silinder yang berhubungan dengan
nira kotor adalah bagian yang berhubungan dengan Low Vacuum, hal ini
menyebabkan nira tersedot oleh pengaruh vacuum. Sementara itu zat-zat
padatan yang tersuspensi dalam larutan akan menempel pada permukaan
saringan yang membentuk saringan tipis. Lapisan ini disebut blotong, yang
juga mengandung serpihan ampas halus (bagacillo) yang sengaja
ditambahkan. Nira hasil penyaringan dari daerah low vacuum masih kotor
dan disebut filter kotor (cloudy filtrate). Lapisan tipis ini merupakan media
penapis pada tahap berikutnya.
Selanjutnya dengan berputarnya silinder, maka bidang penyaringan
yang sudah dilapisi dengan blotong masuk ke daerah high vacuum karena
pengaturan dalam distributing valve. Nira yang keluar dari daerah vacuum
ini lebih jernih dibandingkan dengan nira pertama yang disebut nira tapis.
Meskipun demikian mutunya belum layak untuk menghasilkan gula SHS,
oleh karena itu dikembalikan lagi ke tangki bejana nira mentah tertimbang
untuk dilakukan proses pemurnian kembali.
Lapisan blotong yang terbentuk dengan berputarnya silider masuk ke
daerah pengabut air panas sehingga blotong dibasahi air. Karena pengaruh
vacuum, air ini terhisap. Pengabutan ini merupakan pembasuhan awal.
Setelah itu dimulai proses pengeringan oleh vacuum. Silinder selanjutnya
memasuki tangki nira kotor. Namun sebelumnya masuk kembali lapisan
blotong yang sudah kering di tahan oleh scrapper dan blotong masuk ke
Transport Band keluar pabrik.
4.5. Stasiun Penguapan
Tujuan : Untuk menguapkan air yang terdapat dalam nira encer,karena nira
encer dari hasil pemurnian masih mengandungair sekitar 80 – 85%,
sehingga tercapai brix 65%. Sistem penguapan yang dipakai adalah
Quadrupple Effect Evaporator (4 buah evaporator). Sistem ini
menghemat bahan pemanas karena setiap 1 kg uap pemanas mampu
menguapkan 4 kg air. Tekanan evaporator berikutnya dibuat lebih
rendah daripada evaporator sebelumnya sehingga tidak
dibutuhkan pompa untuk mengalirkan nira dan titik didihnya akan
makin rendah.
Proses :
Nira masuk ke dalam evaporator karena adanya perbedaan tekanan
dalam evaporator. Steam masuk lewat pipa dan mengalir
terdistribusi dalam pipa calandria. Dengan adanya perpindahan panas,
maka steam terkondensasi menjadi kondensat. Uap nira yang
terbentuk akan mengalir ke bagian atas evaporator dan selanjutnya
sebagian digunakan untuk pemanas pada evaporator berikutnya.
Proses penguapan dilakukan dalam kondisi vacuum untuk menekan
kerusakan gula akibat suhu tinggi karena gula tidak tahan pada suhu
tinggi. Selain itu juga untuk penghematan steam.
Uap nira dari evaporator I digunakan sebagai pemanasan evaporator II,
sebagian lagi dibleeding ke pan masakan. Uap nira dari evaporator II
digunakan sebagai pemanasan evaporator III. Sebagian lagi dibleeding
ke pemanas I. Uap nira dari evaporator III digunakan untuk
memanaskan evaporator IV. Uap nira dari evaporator IV dialirkan ke
kondensor.
Kondensat yang tidak mengandung gula digunakan sebagai air pengisi
ketel. Sedangkan kondensat yang mengandung gula digunakan sebagai
pencuci pada masakan, air siraman RVF dan putaran, serta air imbibisi
pada gilingan III.
Nira kental dari evaporator terakhir biasanya lebih keruh dibanding
nira sebelumnya karena adanya kenaikan konsentrasi,penggumpalan,
dan suspensi dari beberapa jenis zat bukan gula. Untuk menghilangkan
warna gelap, nira dialirkan ke tangki sulfitasi II untuk pemucatan agar
diperoleh gula yang lebih putih. Pada tangki sulfitasi II ditambahkan
gas SO2 yang berasal dari tobong belerang sehingga pH 5,4 - 5,6.
Peralatan :
1. Evaporator yaitu alat yang berfungsi untuk mengurangi kandungan air
yang terdapat dalam larutan nira menjadi lebih kental. Di PG. Watoetoelis
digunakan sistem Quadruple Effect Evaporator (4 unit evaporator)
2. Pompa hampa udara sentral, digunakan untuk menurunkan tekanan
vacuum terdiri dari dua bagian tekanan, yaitu pompa vacuum dan
kondensor.
3. Pompa kondensat untuk mengeluarkan air kondensat.
4. Tangki sulfitir yang digunakan untuk proses sulfitasi nira kental.
5. Peti diksap untuk menampung nira kental.
6. Mesin uap untuk mempercepat terjadinya kondisi vakum.
7. Pompa injeksi untuk menghindari suhu yang terlalu panas yang
mengakibatkan tekanan evaporator naik.
4.6. Stasiun Masakan
Tujuan : Untuk mengubah nira dari larutan kental menjadi bentuk semi solid,
dimana dalam proses ini juga terjadi pembibitan untuk
pembentukan kristal yang lebih besar.
Proses :
Kecepatan kristalisasi dipengaruhi oleh :
a. Temperatur
Dalam hal ini temperatur akan mempengaruhi viskositas dan koefisien
kejenuhan.
Viskositas larutan induk : bila temperatur turun,
makaviskositas akan naik dan sebaliknya.
Koefisien kejenuhan : bila temperatur turun, koefisien turun
sehingga kecepatan kristalisasi berkurang. Secara teoritis
kecepatan kristalisasi sebanding dengan kuadrat kejenuhan
tetapi dalam praktek tidak boleh melewati harga kritis (1.44)
karena kemurnian kristal akan sulit dikontrol.
b. Kemurnian larutan induk, Bila kemurnian larutan induk menurun,
kecepatan kristalisasi akan menurun.
c. Ukuran inti Kristal.
d. Viskositas larutan.
Pada stasiun masakan terdapat 21 peti masakan, yaitu :
- Peti nomor 1-10 berisi stroop A.
- Peti nomor 11-15 berisi stroop C.
- Peti nomor 16-21 berisi stroop D
Selain itu juga terdapat 7 peti untuk penampungan nira kental yang berasal
dari badan penguapan. Pada stasiun masakan terdapat 8 pan masakan yang
menjadi 3 macam masakan, yaitu :
1. Masakan A menggunakan 5 buah pan masakan.
2. Masakan C menggunakan 1 buah pan masakan.
3. Masakan D menggunakan 2 buah pan masakan
Perbedaan pan masakan A, C, dan D teletak pada desain pemanasnya.
Pemanas pada pan masakan itu berupa koil yang disebut serpetin, dimana
steam pemanasnya mengalir dalam pipa.
Adapun pada setiap masakan mempunyai ukuran butiran gula masing-
masing sebagai berikut :
1. Masakan A berukuran 0,9 – 1,1 mm
2. Masakan C berukuran 0,6 mm
3. Masakan D berukuran 0,3 mm
Dalam proses kristalisasi, ada 3 jenis masakan berdasarkan kadar brix dan
ukuran kristal yang terbentuk, yaitu :
1. MASAKAN D
Bahan : Stroop A, stropp C, klare D, fondan (bubuk kristal halus
berukuran 0,3 µm)
Proses :
Pada masakan ini ditentukan HK masakan D 60% dengan harapan
kehilangan gula pada tetes dan jumlah tetes dapat ditekan seminimal
mungkin, untuk menghasilkan stroop C yang digunakan sebagai bibitan
gula D, dan untuk menghasilkan gula D2 sebagai inti bibitan masakan
C. Ada 2 putaran yaitu : masakan D1 dan D2.
MuIa-mula pan masakan di vacuum untuk diisi stroop A/nira kental
dan dipanaskan sampai terbentuk benangan, diusahakan jangan sampai
terbentuk gula kristal kemudian diberi fondan (gula halus) sebagai bibit
dan pembentuk kristal sambil dibantu dengan penambahan air. Setelah
terbentuk kristal yang cukup, stroop C dan klare D dimasukkan. Sebelum
terlalu kental sebagian masakan dipindah ke pan D2 dan sisanya di pan D1
ditambah stroop A atau C. Hasil masakan di D1 diturunkan ke palung
pendingin yang bertujuan mendinginkan hasil masakan gula D1 agar sisa-
sisa sakarosa yang masih larut dapat mengkristal. Masakan yang keluar
dipanaskan lagi agar tidak beku dapat dipisahkan dengan tetes. Setelah
dari receiver , hasil masakan kemudian ditarik ke putaran LGF D1
(no.3,4,5). Dari putaran LGF D1 dihasilkan tetes dan gula D1. Tetes
kemudian dialirkan ke tangki tetes dan gula D1 dialirkan ke putaran LGF
(no.6) untuk menghasilkan gula D2 dan klare D. Gula D2 selanjutnya
masuk ke pan masakan C sedangkan klare D dikembalikan ke peti
masakan nomor 16-21.
2. MASAKAN C
Bahan : Stroop A, gula D2
Proses :
Tujuan dari masakan ini adalah untuk menghasilkan gula C yang
digunakan sabagai bibitan gula A. Ada 1 pan masakan, yaitu : masakan C.
Pan masakan C yang divakum diisi dangan stroop A dan D2 dimana
sebagai bibit gula, sehingga mendapatkan larutan gula yang lebih kental
turun ( HK 72 – 74% ) yang nantinya jadi akan terbentuk Kristal gula.
Dalam proses ini memerlukan pengontrolan yang teliti karena tidak sedikit
Kristal yang terbentuk adalah Kristal palsu ( Kristal yang kecil – kecil,
tidak diinginkan ), Kristal paksu ini dapat dihilangkan dengan
menambahkan air panas kedalam pan masakan yang melarutkannya.
Setelah itu, hasil masakan C diturunkan ke palung pendingin,kemudian
ditarik keputaran LGF C. Di sini dihasilkan gula C dan stroop C. Gula C
selanjutnyan masuk ke pan masakan A untuk inti bibitan, sedangkan
stroop C masak ke peti stroop Cuntuk pembesaran Kristal masakan D.
3. MASAKAN A
Bahan : nira kental, gula C/D2 , dan klare SHS.
Proses :
Proses pertama membuat bibitan masakan A yang artinya akan dipecah
menjadi gula A1 yang merupakan gula produk sebanyak 4 kali. Penentuan
pemecahan ini adalah dari ukuran kristal gula yang telah terbentuk. Jika
kristal gula yang telah terbentuk sudah besar, maka pemecahan yang
dilakukan tidak terlalu banyak karena semakin banyak pemecahan
akan semakin menurunkan HK masakan yang akan berpengaruh pada
produk smaping. Kadang prosesnya tidak melalui gula A4 tetapi bisa
menjadi A3 atau A2 Yang artinya gula A3 bisa dipecah menjadi gula A1
sebanyak 3 kali dan gula A2 bisa dipecah menjadi gula A1 sebanyak 2 kali
tergantung dari ukuran gula yang telah terbentuk tadi. Ukuran yang
diinginkan untuk menjadi gula produk adalah 0,9 -1,1 mm.
Tujuan dari masakan ini adalah untuk menghasilkan gula SHS sebagai gula
produksi.
Gambar Macam masakan gula A
Pada saat awal gilingan, nira kental dari evaporator masuk ke pan masakan
A yang divakum dan dicampur dengan fondan. Hal ini dilakukan karena pada
awal gilingan belum terbentuk stroop A. Setelah terbentuk stroop A dari pan
masakan A, maka fondan dimasukkan ke pan masakan D1.
Seperti halnya pada evaporator, gas amoniak harus dikeluarkan dari masakan
karena akan menyelimuti tube dan akan menghalangi aliran panas ke nira,
sehingga proses pemanasan akan terganggu. Aliran panas yang digunakan
berasal dari uap nira dan uap bekas. Uap nira diperoleh dari nira yang
dipanaskan dengan tekanan 0,5 kg/cm2, sedangkan uap bekas adalah uap dari
gilingan.
Penambahan bahan-bahan dalam masakan harus dilakukan secara
bertahap. Hal ini bertujuan untuk :
Mencegah penurunan koefisien kejenuhan sehingga gula tidak larut.
Memperbesar pertumbuhan kristal.
Mempertahankan kedudukan larutan dalam proses pembesaran.
Berikut beberapa palung pendingin yang ada di PG. Watoetoelis
antara lain :
a. Palung 1 – 6 untuk gula D
b. Palung 7 – 8 untuk gula C
c. Palung 9 – 14 untuk gula A
Harga kemurnian dari Brix tiap hasil masakan berbeda-beda,
antara lain :
Untuk jenis masakan A
Harga kemurnian (HK) : > 80%
Brix : 94 – 96 %
Untuk jenis masakan C
Harga kemurnian (HK) : 72 – 74 %
Brix : 96 – 97 %
Untuk jenis masakan D
Harga kemurnian (HK) : 60 – 62 %
Brix : 99 – 100 %
Peranan air dalam stasiun masakan ini adalah untuk :
Melarutkan kristal-kristal palsu
Membersihkan nira
Memisahkan kristal gula yang menggumpal
Memperbesar ukuran kristal
Peralatan :
1. Pan masakan (vacuum pan), yang berfungsi membuat kondisi lewat
jenuh larutan gula dan untuk mempercepat proses kristalisasi. Tersedia 8
buah pan masakan
2. Kondensor sentral, berfungsi untuk mengkondensasikan uap yang keluar
masakan.
3. Pompa vacuum untuk memvacuumkan pan masakan.
4. Palung pendingin (Cooltrog) untuk pan masakan, berfungsi untuk
mendinginkan hasil masakan dan tempat terjadinya proses kristalisasi
lanjut.
5. Peti-peti masakan, untuk menampung nira kental , stroop A, stroop C,
klare D, dan klare SHS
Stasiun Puteran
Tujuan: Untuk memisahkan kristal gula dari larutan sehingga didapat kristal
gula yang bersih
Proses :
Campuran antara kristal sukrosa dan larutannya yang keluar dari pan
masakan dipisahkan dengan cara pemutaran (sentrifugal). Dalam centrifuge
kristal akan tertahan dan cairan / stroop akan keluar melalui saluran pipa
centrifuge dan berputar didalamnya. Alat pemutaran terdiri dari suatu silinder
yang terbuat dari saringan dan dihubungkan dengan sumbu yang berputar. Bila
alat pemutar dijalankan maka larutan akan terlempar menjauhi sumbu
putarannya. Dinding alat pemutar yang berupa saringan akan menahan
kristal gula dan melewatkan larutannya. Kristal yang menempel pada saringan
setelah proses pemutaran masih mengandung kotoran sehingga perlu disiram
air untuk melepaskan kotoran yang masih menempel pada kristalnya.
Gula dari palung pendingin A akan mengalami dua kali proses putaran.
Setelah keluar dari palung pendingin A, gula dialirkan ke feed distributor dan
mengalami proses pencampuran, selanjutnya diproses pada putaran A. Dimana
pada putaran A ditambahkan air dengan suhu kamar. yang gunanya
melepaskan kotoran-kotoran yang masih menempel dan untuk mengencerkan
agar dapat dialirkan kembali. Hasil dari putaran A berupa stroop A dengan HK
± 61 yang akan digunakan kembali sebagai bahan baku di vaccum pan C dan
D dan juga menghasilkan kristal gula A yang dialirkan ke mingler mixer A.
Kemudian gula A mengalami proses putaran yang kedua di putaran SHS.
Putaran SHS ini dilengkapi dengan steam pemanas yang berguna untuk
menghilangkan warna sehingga warna gula menjadi putih bening dan
juga ada penambahan air panas ± 65-70°C untuk melarutkan gula yang
berukuran sangat kecil sehingga tidak menyumbat saringan. Kristal gula yang
keluar putaran masih panas dan akan kering dengan sendirinya dengan
melewatkan pada talang goyang yang panjang dan dilengkapi dengan blower
pendingin. Putaran SHS menghasilkan gula produk dengan nilai HK ± 99,9
dan juga klare SHS yang merupakan bahan baku dari masakan A.
Gula dari palung pendingin C hanya akan mengalami satu kali proses
putaran, yaitu di putaran C. Kristal gula C dipompa ke feed distributor C yang
kemudian dialirkan ke putaran C. Pada putaran C ditambahkan air dengan
suhu kamar untuk pengenceran agar mudah dialirkan ke proses selanjutnya.
Hasil dari putaran ini berupa stroop C dengan HK ± 52 sebagai bahan baku
masakan D dan gula C sebagai inti bibitan masakan A.
Gula dari palung pendmgin D akan mengalami dua kali prosesputaran.
Masakan D yang telah diproses ditempatkan pada palung pendingin D selama
16-20 jam dengan tujuan agar terjadi Nakristalisasi (kristalisasi lebih lanjut)
karena pada masakan D, gula D telah terbentuk tetapi gulanya sangat kecil
sehingga jika diputar gula D akan terikut ke tetes pada putaran D1. Gula D
akan dimasukkan pada feed mixer D kemudian dialirkan ke putaran D1 dan
akan menghasilkan tetes dengan HK < 32 sebagai hasil samping gula D1 dan
selanjutnya dimasukkan ke putaran D2. Putaran D2menghasilkan klare D dan
gula klare D akandikembalikan lagi sebagai bahan baku masakan D sedangkan
gula D2 akan digunakan sebagai inti bibitan masakan C. Pada D1 dan D2
ditambahkan air dingin untuk pengenceran supaya hasil dari putaran dapat
dialirkan dengan mudah.
Kualitas gula pada stasiun putaran bergantung pada :
1. Keadaan kristal dalam masakan, meliputi ukuran dan jumlah kristal.
2. Kekuatan putar centrifuge. Makin cepat putaran centrifuge, proses
pemisahan akan semakin cepat.
3. Jumlah air panas yang disemprotkan. Jumlah air panas yang
disemprotkan harus tepat, jika terlalu sedikit proses pemisahan tidak
efektif sedangkan jika terlalu banyak ada kemungkinan gula akan larut
dalam air.
Peralatan :
- Putaran LGF (Low Grade Centrifuge) berjumlah 6 buah, berfungsi
untuk memisahkan tetes dari gula D1 (LGF no. 3,4,5); memisahkan
gula D2 dan klare D (LGF no. 6); dan memisahkan gula C dari stroop C
(LGF no. 1,2).
- Putaran HGF (High Grade Centrifuge) berjumlah 23 buah
yang terbagi alas 2 bagian, yaitu :
HGF A (no. 1-5), HGF Broad Bent (no. 1-4) berfungsi untuk
menghasilkan gula A dan stroop A.
HGF SHS (no. 12-21) berfungsi untuk menghasilkan gula SHS
dan produk samping klare SHS.
Stasiun Penyelesaian
Tujuan : Untuk mengeringkan gula dan mengemas gula agar siap dipasarkan.
Peralatan:
a. Talang goyang (grash hopper), merupakan talang yang dilengkapi
dengan saringan / ayakan untuk membawa gula dari stasiun putaran ke
stasiun penyelesaian.
b. Vibrating screen untuk memisahkan gula dengan ukuran yang
diinginkan.
c. Timbangan untuk menimbang gula sesuai dengan berat yang
diinginkan.
d. Tangga Yacob, digunakan untuk membawa gula dan talang goyang ke
sugar bin untuk ditampung sementara.
e. Sugar Bin, merupakan tempat penampungan sementara gula produk
sebelum dikarungi.
Proses :
Gula SHS dari putaran dibawa oleh tangga yacob menuju vibrating
screen (VS). Pada stasiun penyelesaian terdapat 3 jenis vibrating screen
dengan ukuran 4 x 4, 8 x 8, 23 x 23 lubang/m2. Pertama-tama gula SHS
dipisahkan dengan vibrating screen 4 x 4,dan dibawa ke vibrating screen
8 x 8. Gula yang terbawa dipisahkan lagi dengan vibrating screen 23 x 23
sehingga diperoleh gula produk yang diharapkan yaitu gula yang
memenuhi standar antara gula halus dan gula kasar dengan diameter ±
0,9 - 1,1 mm. Kemudian dimasukkan ke pengemasan dengan berat netto
50 kg/karung. Setelah itu karung dijahit dan dimasukkan dalam gudang
gula.
Gula halus dan gula kasar dari hasil kerja vibrating screen ditampung
dan dilebur kembali kemudian dibawa ke stasiun pemurnian atau stasiun
masakan tergantung kondisi dan jensi gula yang didapatkan.
Gambar Bagan Proses Produksi Gula
top related