makalah ekoper sp
Post on 26-Jul-2015
151 Views
Preview:
TRANSCRIPT
“ EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DAN PERANANNYA SABAGAI HABITAT BERBAGAI FLORA DAN FAUNA “MAKALAH
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
“Ekosistem Hutan Mangrove Dan Peranannya Sebagai Habitat Berbagai Flora
dan Fauna”.
Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan
untuk menyelesaikan tugas mata pelajaran Ekologi Perairan di Fakultas
Perikanan dan Ilmu kelautan, Universitas Brawijaya Malang.
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-
kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
penelitian ini,
Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal
pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua
bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.
Malang, 26 Juli 2012
Pemakalah,
2 | P a g e
DAFTAR ISI
COVER 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
1. PENDADULUAN 4
1.1. Latar Belakang 4
1.2. Maksud 5
1.3. Tujuan 5
1.4. Rumusan Masalah 5
2. ISI MATERI 6
2.1. Pengertian Mangrove 6
2.2. Jenis-Jenis Tumbuhan pada Hutan Mangrove 8
2.3. Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mangrove 9
2.4. Ekosistem Mangrove 10
2.5. Adaptasi Mangrove 13
2.6. Peranan Mangrove 14
2.7. Zonasi Hutan Mangrove 16
2.8. Manfaat Ekosistem Hutan Mangrove 17
2.9. Fauna Di Habitat Mangrove 19
3. PENUTUP 24
3.1. Kesimpulan 24
3.2. Saran 25
DAFTAR PUSTAKA 26
3 | P a g e
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.508
pulau dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, memiliki sumberdaya pesisir
yang sangat besar, baik hayati maupun nonhayati. Pesisir merupakan wilayah
perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini dipengaruhi oleh
proses-proses yang ada di darat maupun yang ada di laut. Wilayah demikian
disebut sebagai ekoton, yaitu daerah transisi yang sangat tajam antara dua atau
lebih komunitas (Odum, 1983 dalam Kaswadji, 2001). Sebagai daerah transisi,
ekoton dihuni oleh organisme yang berasal dari kedua komunitas tersebut, yang
secara berangsur-angsur menghilang dan diganti oleh spesies lain yang
merupakan ciri ekoton, dimana seringkali kelimpahannya lebih besar dari dari
komunitas yang mengapitnya.
Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan ekosistem
yang unik dan rawan. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis.
Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain : pelindung garis pantai, mencegah
intrusi air laut, habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground),
tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning
ground) bagi aneka biota perairan, serta sebagai pengatur iklim mikro.
Sedangkan fungsi ekonominya antara lain : penghasil keperluan rumah tangga,
penghasil keperluan industri, dan penghasil bibit.
Kawasan hutan mangrove merupakan komponen potensial dari wilayah
pesisir Indonesia terutama di bidang perikanan yang bila dikelola secara baik
dapat menghasilkan komoditas ekspor yang tidak sedikit nilainya. Salah satu
komoditas ekspor yang bernilai ekonomis tinggi dan mendiami ekosistem hutan
mangrove adalah kepiting bakau (Scylla spp.) yang dikenal juga dengan nama
kepiting lumpur (mud crab). Hewan ini merupakan penghuni tetap kawasan hutan
mangrove sehingga dalam menjalani hidupnya sangat bergantung pada kondisi
hutan mangrove tersebut.
Sebagian manusia dalam memenuhi keperluan hidupnyadengan
mengintervensi ekosistem mangrove. Hal ini dapat dilihat dari adanya alih fungsi
4 | P a g e
lahan (mangrove) menjadi tambak, pemukiman, industri, dan sebagainya
maupun penebangan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan.
Dampak ekologis akibat berkurang dan rusaknya ekosistem mangrove adalah
hilangnya berbagai spesies flora dan fauna yang berasosiasi dengan ekosistem
mangrove, yang dalam jangka panjang akan mengganggu keseimbangan
ekosistem mangrove khususnya dan ekosistem pesisir umumnya.
1.2. Maksud
Tulisan ini dimaksudkan untuk menjelaskan semua ekosistem mangrove
kaitannya dengan strategi dan pengelolaan mangrove, hubungan antar
ekosistem pesisir tehadap ekosistem mangrove, serta untuk mengetahui
Ekosistem Hutan Mangrove Dan Peranannya Sebagai Habitat Berbagai Fauna
Aquatik.
1.3. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini ialah untuk mengetahui dan memaparkan
bagaimana ekologi mangrove dan perannya terhadap ekosistem di lingkungan
serta mengetahui mengetahu aspek biotic dan abiotik yang ada di dalamnya.
1.4. Rumusan Masalah
-Apa itu hutan mangrove ?
-Jenis-jenis apa saja yang tumbuh pada hutan mangrove ?
-Faktor apa saja yang mempengaruhi pertumbuhan mangrove ?
-Ekosistem mangrove, peranan dan fungsinya?
-Bagaimana adaptasi mangrove?
-Apa saja zonasi hutan mangrove ?
-Fauna apa saja yang terdapata di habitat mangrove?
-Apa manfaat ekosistem hutan mangrove ?
5 | P a g e
2. ISI MATERI
2.1. Pengertian Mangrove
Istilah ‘mangrove’ tidak diketahui secara pasti asal usulnya. Ada yang
mengatakan bahwa istilah tersebut kemungkinan merupakan kombinasi dari
bahasa Portugis dan Inggris. Bangsa Portugis menyebut salah satu jenis pohon
mangrove sebagai ‘mangue’ dan istilah Inggris ‘grove’, bila disatukan akan
menjadi ‘mangrove’ atau ‘mangrave’. Ada kemungkinan pula berasal dari bahasa
Malay, yang menyebut jenis tanaman ini dengan ‘mangi-mangi’ atau ‘mangin’.
Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di
antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove
seringkali ditemukandi tempat pertemuan antara muara sungai dan air laut yang
kemudian menjadi pelindung daratan dari gelombang laut yang besar. Sungai
mengalirkan air tawar untuk mangrove dan pada saat pasang, pohon mangrove
dikelilingi oleh air garam atau air payau.
Mangrove adalah jenis tanaman dikotil yang hidup di habitat payau. Tanaman
dikotil adalah tumbuhan yang buahnya berbiji berbelah dua. Pohon mangga
adalah contoh pohon dikotil dan contoh tanaman monokotil adalah pohon kelapa.
Kelompok pohon di daerah mangrove bisa terdiri atassuatu jenis pohon tertentu
saja atau sekumpulan komunitas pepohonan yang dapat hidup di air asin. Hutan
mangrove biasa ditemukan di sepanjang pantai daerah tropis dan subtropis,
antara 32° Lintang Utara dan 38° Lintang Selatan.
Hutan mangrove merupakan formasi dari tumbuhan yang spesifik, dan
umumnya dijumpai tumbuh dan berkembang pada kawasanpesisir yang
terlindung didaerah tropika dan subtropika. Kata mangrove sendiri berasal dari
perpaduan antara bahasa Portugisyaitu mangue, dan bahasa Inggris yaitu grove
(Macnae 1968). Dalambahasa Portugis, kata mangrove dipergunakan untuk
individu jenis tumbuhan, dan kata mangaldipergunakanuntuk komunitas
hutanyangterdiri atas individu-individu jenis mangrove. Sedangkan dalam bahasa
Inggris, kata mangrove dipergunakan baik untuk komunitas pohon-pohonan atau
rumput-rumputan yang tumbuh dikawasan pesisir maupun untuk individu jenis
tumbuhan lainnya yang tumbuh yang berasosiasi dengannya. Selain itu, Mastaller
dalam Noor Dkk. (1999) menyebutkan bahwa kata mangrove adalah berasal dari
6 | P a g e
bahasa Melayu-kuno, yaitu mangi-mangi yang digunakan untuk menerangkan
marga Avicennia, dan sampai saat ini istilah tersebut masih digunakan untuk
kawasan Maluku. Berkaitan dengan hal tersebut, berbagai macam istilah yang
digunakan untuk memberikan sebutan pada hutan mangrove, antara lain adalah
coastal woodland, mangal dan tidalforest (Macnae 1968; Walsh 1974).
Secara umum, Saenger et al. (1986) memberikan pengertian bahwa hutan
mangrove adalah sebagai suatu formasi hutan yang dipengaruhi oleh adanya
pasang-surut air laut, dengan keadaan tanah yang anaerobik. Sedangkan
Sukardjo (1996), mendefinisikan hutan mangrove sebagai sekelompok tumbuhan
yang terdiri atas berbagai macam jenis tumbuhan dari famili yang berbeda,
namun memiliki persamaan daya adaptasi morfologi dan fisiologi yang sama
terhadap habitat yang dipengaruhi oleh pasang surut. Sementara Sorianegara
(1987) memberi definisi hutan mangrove sebagai hutan yang terutama tumbuh
pada lumpur aluvial di daerah pantai dan muara sungai, yang eksistensinya selalu
dipengaruhi oleh air pasang-surut, dan terdiri dari jenis Avicennia, Sonneratia,
Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria, Xylocarpus,
Scyphyphora dan Nypa. Tomlilnson (1986) mendefinisikan mangrove baik
sebagai tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang-surut maupun sebagai
komunitas.
Hutan Mangrove memberikan perlindungan kepada berbagai organisme baik
hewan darat maupun hewan air untuk bermukim dan berkembang biak. Hutan
Mangorove dipenuhi pula oleh kehidupan lain seperti mamalia, amfibi, reptil,
burung, kepiting, ikan, primata, serangga dan sebagainya. Selain menyediakan
keanekaragaman hayati (biodiversity), ekosistem Mangorove juga sebagai plasma
nutfah (geneticpool) dan menunjang keseluruhan sistem kehidupan di sekitarnya.
Habitat Mangorove merupakan tempat mencari makan (feeding ground) bagi
hewan-hewan tersebut dan sebagai tempat mengasuh dan membesarkan
(nursery ground), tempat bertelur dan memijah (spawning ground) dan tempat
berlindung yang aman bagi berbagai ikan-ikan kecil serta kerang (shellfish) dari
predator.
7 | P a g e
2.2. Jenis Tumbuh pada Hutan Mangrove
Di dunia dikenal banyak jenis mangrove yang berbeda-beda. Tercatat telah
dikenali sebanyak sampai dengan 24 famili dan antara 54 sampai dengan 75
spesies, tentunya tergantung kepada pakar mangrove yang mana pertanyaan kita
tujukan. (Tomlinson, 1986 dan Field, 1995).
Ada yang menyatakan bahwa Asia merupakan daerah yang paling tinggi
keanekaragaman dan jenis mangrovenya. Di Thailand terdapat sebanyak 27 jenis
mangrove, di Ceylon ada 32 jenis, dan terdapat sebanyak 41 jenis di Filipina. Di
benua Amerika hanya memiliki sekitar 12 spesies mangrove, sedangkan
Indonesia disebutkan memiliki sebanyak tidak kurang dari 89 jenis pohon
mangrove, atau paling tidak menurut FAO terdapat sebanyak 37 jenis. Dari
berbagai jenis mangrove tersebut, yang hidup di daerah pasang surut, tahan air
garam dan berbuah vivipar terdapat sekitar 12 famili.
Dari sekian banyak jenis mangrove di Indonesia, jenis mangrove yang banyak
ditemukan antara lain adalah jenis api-api (Avicennia sp.), bakau (Rhizophora
sp.), tancang (Bruguiera sp.), dan bogem atau pedada (Sonneratia sp.)
merupakan tumbuhan mangrove utama yang banyak dijumpai. Jenis-jenis
mangrove tersebut adalah kelompok mangrove yang menangkap, menahan
endapan dan menstabilkan tanah habitatnya.
a. Jenis api-api (Avicennia sp.) atau di dunia dikenal sebagai black mangrove
mungkin merupakan jenis terbaik dalam proses menstabilkan tanah
habitatnya karena penyebaran benihnya mudah, toleransi terhadap
temperartur tinggi, cepat menumbuhkan akar pernafasan (akar pasak) dan
sistem perakaran di bawahnya mampu menahan endapan dengan baik.
8 | P a g e
Gambar 1. Avicennia sp.
b. Red mangrove (Rhizophora sp.) atau mangrove merah Mangrove besar,
merupakan jenis kedua terbaik. Jenis-jenis tersebut dapat mengurangi
dampak kerusakan terhadap arus, gelombang besar dan angin.
2.3. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mangrove
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mangrove adalah :
1. Gerakan gelombang yang minimal, agar jenis tumbuhan mangrove dapat
menancapkan akarnya
2. Salinitas payau (pertemuan air laut dan tawar)
3. Endapan Lumpur
4. Zona intertidal (pasang surut) yang lebar
Sebagai daerah peralihan antara laut dan daratan, hutan mangrove
mempunyai gradien sifat lingkungan yang sangat ekstrim. Pasang-surut air laut
menyebabkan terjadinya perubahan beberapa faktor lingkungan yang besar,
terutama suhu dan salinitas. Oleh karena itu, hanya beberapa jenis tumbuhan
yang memiliki daya toleransi yang tinggi terhadap lingkungan yang ekstrim
tersebut saja yang mampu bertahan hidup dan berkembang didalamnya. Kondisi
yang terjadi tersebut juga menyebabkan rendahnya keanekaragaman jenis,
namun disisi lain kepadatan populasi masing-masing jenis umumnya tinggi.
Walaupun habitat hutan mangrove bersifat khusus, namun masing-masing
jenis tumbuhan memiliki kisaran ekologi tersendiri, sehingga kondisi ini
menyebabkan terbentuknya berbagai macam komunitas dan bahkan
permintakatan atau zonasi, sehingga kompetisi jenis berbeda dari satu tempat ke
tempat lainnya. Munculnya fenomena permintakatan yang terjadi pada hutan
9 | P a g e
Gambar 2. Rhizophora sp.
mangrove tersebut sangat berkaitan erat dengan beberapa faktor, antara lain
adalah tipe tanah, keterbukaanareal mangrove dari hempasan ombak, salinitas
dan pengaruh pasang-surut (Soerianegara 1971; Chapman 1976, Kartawinata &
Waluyo 1977).Pengaruh tipe tanah atau substrat tersebut, sangat jelas terlihat
pada jenis Rhizophora, misalnya pada tanah lumpur yang dalam dan lembek akan
tumbuh dan didominasi oleh Rhizophora mucronata yang kadang-kadang tumbuh
berdampingan dengan Avicennia marina, kemudian untuk Rhizophora stylosa
lebih menyukai pada pantai yang memiliki tanah pasir atau pecahan terumbu
karang, dan biasanya berasosiasi dengan jenis Sonnerafia alba. Sedangkan
untuk jenis Rhizophora apiculata hidup pada daerah transisi.
Selain tipe tanah, kondisi kadar garam atau salinitas pada substrat juga
mempunyai pengaruh terhadap sebaran dan terjadinya permintakatan. Berbagai
macam jenis tumbuhan mangrove mampu bertahan hidup pada salinitas tinggi,
namun jenis Avicennia merupakan jenis yang mampu hidup bertoleransi terhadap
kisaran salinitas yang sangat besar. Macnae (1968) menyebutkan bahwa
Avicennia marina mampu tumbuh pada salinitas sangat rendah sampai 90‰,
sedangkan Sonneratia sp. umumnya hidup pada salinitas yang tinggi, kecuali
Sonnerafia casiolaris (sekitar 10 ‰). Jenis Bruguiera sp biasanya tumbuh pada
salinitas maksimum sekitar 25‰, sedangkan jenis Ceriops tagal, Rhizophora
mucronafa dan Rhizophora stylosa mampu hidup pada salinitas yang relatif tinggi.
2.4. Ekosistem Mangrove
Mangrove adalah khas daerah tropis yang hidupnya hanya berkemban baik
pada temperatur dari 19° sampai 40° C. dengan toleransi fluktuasi tidak lebih dari
10° C. Berbagai jenis Mangrove yang tumbuh di bibir pantai dan merambah
tumbuh menjorok ke zona berair laut, merupakan suatu ekosistem yang khas.
Khas karena bertahan hidup di dua zona transisi antara daratan dan lautan,
sementara tanaman lain tidak mampu bertahan. Kumpulan berbagai jenis pohon
yang seolah menjadi garda depan garis pantai yang secara kolektif disebut hutan
Mangrove. Hutan Mangrove memberikan perlindungan kepada berbagai
organisme lain baik hewan darat maupun hewan air untuk bermukim dan
berkembang biak.
10 | P a g e
Hutan mangrove menangkap dan mengumpulkan sedimen yang terbawa arus
pasang surut dari daratan lewat aliran sungai. Hutan mangrove selain melindungi
pantai dari gelombang dan angin merupakan tempat yang dipenuhi pula oleh
kehidupan lain seperti mamalia, amfibi, reptil, burung, kepiting, ikan, primata,
serangga dan sebagainya. Selain menyediakan keanekaragaman hayati (bio-
diversity), ekosistem mangrove juga sebagai plasma nutfah (genetic pool) dan
menunjang keseluruhan sistem kehidupan di sekitarnya. Habitat mangrove
merupakan tempat mencari makan (feeding ground) bagi hewan-hewan tersebut
dan sebagai tempat mengasuh dan membesarkan (nursery ground), tempat
bertelur dan memijah (spawning ground) dan tempat berlindung yang aman bagi
berbagai juvenil dan larva ikan serta kerang (shellfish) dari predator. (Cooper,
Harrison dan Ramm. 1995)
Jaringan sistem akar mangrove memberikan banyak nutrien bagi larva dan
juvenil ikan tersebut. Sistem perakaran mangrove juga menghidupkan komunitas
invertebrata laut dan algae.
Beberapa hewan tinggal di atas pohon sebagian lain di antara akar dan
lumpur sekitarnya. Walaupun banyak hewan yang tinggal sepanjang tahun,
habitat mangrove penting pula untuk pengunjung yang hanya sementara waktu
saja, seperti burung yang menggunakan dahan mangrove untuk bertengger atau
membuat sarangnya tetapi mencari makan di bagian daratan yang lebih ke dalam,
jauh dari daerah habitat mangrove. Kelompok hewan arboreal yang hidup di atas
daratan seperti serangga, ular pohon, primata dan burung yang tidak sepanjang
hidupnya berada di habitat mangrove, tidak perlu beradaptasi dengan kondisi
pasang surut. (Nybakken, 1993)
11 | P a g e
Gambar 3. Diagram ilustrasi penyebaran fauna di habitat ekosistem mangrove.
Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya
kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup
dengan lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada
wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies
pohon atau semak yangkhas dan mampu tumbuh dalam perairan asin/payau
(Santoso, 2000).
Dalam suatu paparan mangrove di suatu daerah tidak harus terdapat semua
jenis spesies mangrove (Hutching and Saenger,1987 dalam Idawaty, 1999).
Formasi hutan mangrove dipengaruhi oleh beberapa faktorseperti kekeringan,
energi gelombang, kondisi pasang surut, sedimentasi, mineralogi, efek
neotektonik (Jenning and Bird, 1967 dalam Idawaty, 1999). Sedangkan IUCN
(1993), menyebutkan bahwa komposisi spesies dan karakteristik hutan mangrove
tergantung pada faktor-faktor cuaca, bentuk lahan pesisir, jarak antar pasang
surut air laut, ketersediaanair tawar, dan tipe tanah.
Ekosistem hutan mangrove menggambarkan adanya hubungan yang erat
antara sekumpulan vegetasi dengan geomorfologi, yang ditetapkan sebagai
habitat (Sukardjo 1996). Fenomena yang muncul di kawasan pantai adalah
terjadinya proses pengendapan sedimen dan kolonisasi oleh tumbuhan mangrove
dari jenis Rhizophora stylosa yang dikenal sebagai jenis pioner, sehingga
memungkinkan bertambahnya luas areal hutan mangrove. Kondisi sebaliknya
juga dapat terjadi apabila kawasan pantai tersebut tidak terlindung, hal ini
disebabkan oleh adanya proses erosi pantai sebagai akibat gelombang laut.
Terkait dengan fenomena tersebut, Percival & Womersley (1975)
mengungkapkan bahwa ekosistem hutan mangrove merupakan refleksi dinamik
antaravariasi iklim dari proses-proses yang terjadi di kawasan pesisir dan
kombinasi interaksi biologis, antara lain seperti flora, fauna dan elemen fisiknya
termasuk intervensi aktivitas manusia.
Ekosistem mangrove merupakan ekosistem peralihan antara darat dan laut
yang dikenal memiliki peran dan fungsi sangat besar. Secara ekologis mangrove
memiliki fungsi yang sangat penting dalam memainkan peranan sebagai mata
rantai makanan di suatu perairan, yang dapat menumpang kehidupan berbagai
jenis ikan, udang dan moluska. Perlu diketahui bahwa hutan mangrove tidak
hanya melengkapi pangan bagi biota aquatik saja, akan tetapi juga dapat
menciptakan suasana iklim yang kondusif bagi kehidupan biota aquatik, serta
12 | P a g e
memiliki kontribusi terhadap keseimbangan siklus biologi di suatu perairan.
Kekhasan tipe perakaran beberapa jenis tumbuhan mangrove seperti Rhizophora
sp., Avicennia sp. dan Sonneratia sp. dan kondisi lantai hutan, kubangan serta
alur-alur yang saling berhubungan merupakan perlidungan bagi larva berbagai
biota laut. Kondisi seperti ini juga sangat penting dalam menyediakan tempat
untuk bertelur, pemijahan dan pembesarkan serta tempat mencari makan
berbagai macam ikan dan udang kecil, karena suplai makanannya tersedia dan
terlindung dari ikan pemangsa. Ekosistem mangrove juga berperan sebagai
habitat bagi jenis-jenis ikan, kepiting dan kerang-kerangan yang mempunyai nilai
ekonomi tinggi.
2.5. Adaptasi Mangrove
Tumbuhan mangrove mempunyai daya adaptasi yang khas terhadap
lingkungan. Bengen (2001), menguraikan adaptasi tersebut dalam bentuk :
1. Adaptasi terhadap kadar kadar oksigen rendah, menyebabkan mangrove
memiliki bentuk perakaran yang khas :
(1) bertipe cakar ayam yang mempunyai pneumatofora (misalnya :
Avecennia spp., Xylocarpus., dan Sonneratia spp.) untuk mengambil
oksigen dari udara; dan
(2) bertipe penyangga/tongkat yang mempunyai lentisel (misalnya
Rhyzophora spp.).
2. Adaptasi terhadap kadar garam yang tinggi :
(1) Memiliki sel-sel khusus dalam daun yang berfungsi untuk menyimpan
garam.
(2) Berdaun kuat dan tebal yang banyak mengandung air untuk mengatur
keseimbangan garam.
(3) Daunnya memiliki struktur stomata khusus untuk mengurangi
penguapan.
3. Adaptasi terhadap tanah yang kurang strabil dan adanya pasang surut,
dengan cara mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif dan
membentuk jaringan horisontal yang lebar. Di samping untuk
memperkokoh pohon, akar tersebut juga berfungsi untuk mengambil unsur
hara dan menahan sedimen.
13 | P a g e
2.6. Peranan Mangrove
Dilihat dari aspek fisik, hutan mangrove mempunyai peranan sebagai
pelindung kawasan pesisir dari hempasan angin, arus dan ombak dari laut, serta
berperan juga sebagai benteng dari pengaruh banjir dari daratan. Tipe perakaran
beberapa jenis tumbuhan mangrove (pneumatophore) tersebut juga mampu
mengendapkan lumpur, sehingga memung-kinkan terjadinya perluasan areal
hutan mangrove. Disamping itu, perakaran jenis tumbuhan mangrove juga
mampu berperan sebagai perangkap sedimen dan sekaligus mengendapkan
sedimen, yang berarti pula dapat melindungi ekosistem padang lamun dan
terumbu karang dari bahaya pelumpuran. Terciptanya keutuhan dan kelestarian
ketiga ekosistem dari bahaya kerusakan tersebut, dapat menciptakan suatu
ekosistem yang sangat luas dan komplek serta dapat memelihara kesuburan,
sehingga pada akhirnya dapat menciptakan dan memberikan kesuburan bagi
perairan kawasan pantai dan sekitarnya.
Menurut kamus Webster, habitat didefinisikan sebagai "the natural abode of a
plant or animal, esp. the particular location where it normally grows or lives, as the
seacoast, desert, etc". terjemahan bebasnya kira-kira adalah, tempat bermukim di
alam bagi tumbuhan dan hewan terutama untuk bisa hidup dan tumbuh secara
biasa dan normal, seperti pantai laut, padang pasir dan sebagainya. Salah satu
tempat tinggal komunitas hewan dan tanaman adalah daerah pantai sebagai
habitat mangrove. Di habitat ini bermukim pula hewan dan tanaman lain. Tidak
semua habitat sama kondisinya, tergantung pada keaneka ragaman species dan
daya dukung lingkungan hidupnya.
Telah banyak diketahui bahwa pulau, sebagai salah satu habitat komunitas
mangrove, bersifat dinamis, artinya dapat berkembang meluas ataupun berubah
mengecil bersamaan dengan berjalannya waktu. Bentuk dan luas pulau dapat
berubah karena aktivitas proses vulkanik atau karena pergeseran lapisan dasar
laut. Tetapi sedikit orang yang mengetahui bahwa mangrove berperan besar
dalam dinamika perubahan pulau, bahkan cukup mengagetkan bila ada yang
menyatakan bahwa mangrove itu dapat membentuk suatu pulau. Dikatakan
bahwa mangrove berperan penting dalam ‘membentuk pulau’.
Beberapa berpendapat bahwa sebenarnya mangrove hanya berperan dalam
menangkap, menyimpan, mempertahankan dan mengumpulkan benda dan
14 | P a g e
partikel endapan dengan struktur akarnya yang lebat, sehingga lebih suka
menyebutkan peran mangrove sebagai “shoreline stabilizer” daripada sebagai
“island initiator” atau sebagai pembentuk pulau. Dalam proses ini yang terjadi
adalah tanah di sekitar pohon mangrove tersebut menjadi lebih stabil dengan
adanya mangrove tersebut.
Peran mangrove sebagai barisan penjaga adalah melindungi zona perbatasan
darat laut di sepanjang garis pantai dan menunjang kehidupan organisme lainnya
di daerah yang dilindunginya tersebut. Hampir semua pulau di daerah tropis
memiliki pohon mangrove.
Bila buah mangrove jatuh dari pohonnya kemudian terbawa air sampai
menemukan tanah di lokasi lain tempat menetap buah tersebut akan tumbuh
menjadi pohon baru. Di tempat ini, pohon mangrove akan tumbuh dan
mengembangkan sistem perakarannya yang rapat dan kompleks. Di tempat
tersebut bahan organik dan partikel endapan yang terbawa air akan terperangkap
menyangkut pada akar mangrove. Proses ini akan berlangsung dari waktu ke
waktu dan terjadi proses penstabilan tanah dan lumpur atau barisan pasir (sand
bar). Melalui perjalanan waktu, semakin lama akan semakin bertambah jumlah
pohon mangrove yang datang dan tumbuh di lokasi tanah ini, menguasai dan
mempertahankan daerah habitat baru ini dari hempasan ombak laut yang akan
meyapu lumpur dan pasir. Bila proses ini berjalan terus, hasil akhirnya adalah
terbentuknya suatu pulau kecil yang mungkin akan terus berkembang dengan
pertumbuhan berbagai jenis mangrove serta organisme lain dalam suatu
ekosistem mangrove.
Dalam proses demikian inilah mangrove dikatakan sebagai bisa membentuk
pulau. Sebagai barisan pertahanan pantai, mangrove menjadi bagian terbesar
perisai terhadap hantaman gelombang laut di zona terluar daratan pulau. Hutan
mangrove juga melindungi bagian dalam pulau secara efektif dari pengaruh
gelombang dan badai yang terjadi. Mangrove merupakan pelindung dan sekaligus
sumber nutrient bagi organisme yang hidup di tengahnya.
Daun mangrove yang jatuh akan terurai oleh bakteri tanah menghasilkan
makanan bagi plankton dan merupakan nutrien bagi pertumbuhan algae laut.
Plankton dan algae yang berkembang akan menjadi makanan bagi berbagai jenis
organisme darat dan air di habitat yang bersangkutan. Demikianlah suatu
15 | P a g e
ekosistem mangrove dapat terbentuk dan berkembang dari pertumbuhan biji
mangrove.
Pada saat terjadi badai, mangrove memberikan perlindungan bagi pantai dan
perahu yang bertambat. Sistem perakarannya yang kompleks, tangguh terhadap
gelombang dan angin serta mencegah erosi pantai. Pada saat cuaca tenang akar
mangrove mengumpulkan bahan yang terbawa air dan partikel endapan,
memperlambat aliran arus air. Apabila mangrove ditebang atau diambil dari
habitatnya di pantai maka akan dapat mengakibatkan hilangnya perlindungan
terhadap erosi pantai oleh gelombang laut, dan menebarkan partikel endapan
sehingga air laut menjadi keruh yang kemudian menyebabkan kematian pada
ikan dan hewan sekitarnya karena kekurangan oksigen. Proses ini menyebabkan
pula melambatnya pertumbuhan padang lamun (seagrass).
2.7. Zonasi Hutan Mangrove
Menurut Bengen (2001), penyebaran dan zonasi hutan mangrove tergantung
oleh berbagai faktor lingkungan. Berikut salah satu tipe zonasi hutan mangrore di
Indonesia :
1. Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir, sering
ditumbuhi oleh Avicennia spp. Pada zona ini biasa berasosiasi Sonneratia
spp. yang dominan tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik.
2. Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora
spp. Di zona ini juga dijumpai Bruguiera spp. dan Xylocarpus spp.
3. Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp.
4. Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasa
ditumbuhi oleh Nypa fruticans, dan beberapa spesies palem lainnya.
16 | P a g e
Umumnya di perbatasan daerah laut didominasi jenis mangrove pionir
Avicennia spp. dan Sonneratia spp. Di pinggiran atau bantaran muara sungai,
Rhizophora spp. yang menempati. Di belakang zona ini merupakan zona
campuran jenis mangrove seperti Rhizophora spp., Sonneratia spp., Bruguiera
spp., dan jenis pohon yang berasosiasi dengan mangrove seperti tingi (Ceriops
sp,) dan panggang (Excoecaria sp.). Di sepanjang sungai di bagian muara
biasanya dijumpai pohon nipah (Nypa fruticans).
2.8. Manfaat Ekosistem Hutan Mangrove
Sebagaiman telah dijelaskan pada bagian pendahuluan, ekosistem hutan
mangrove bermanfaat secara ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis dan
ekonomis hutan mangrove adalah (Santoso dan H.W. Arifin, 1998) :
1. Fungsi ekologis :
- Pelindung garis pantai dari abrasi,
- Mempercepat perluasan pantai melalui pengendapan,
- Mencegah intrusi air laut ke daratan,
- Tempat berpijah aneka biota laut,
- Tempat berlindung dan berkembangbiak berbagai jenis burung, mamalia,
reptil, dan serangga,
- Sebagai pengatur iklim mikro.
17 | P a g e
Gambar 4. Zonasi penyebaran jenis pohon mangrove.
2. Fungsi ekonomis :
- Penghasil keperluan rumah tangga (kayu bakar, arang, bahan bangunan,
bahan makanan, obat-obatan),
- Penghasil keperluan industri (bahan baku kertas, tekstil, kosmetik,
penyamak kulit, pewarna),
- Penghasil bibit ikan, nener udang, kepiting, kerang, madu, dan telur
burung, pariwisata, penelitian, dan pendidikan.
Beberapa manfaat hutan mangrove dapat dikelompokan sebagai berikut:
1. Manfaat / Fungsi Fisik :
- Menjaga agar garis pantai tetap stabil
- Melindungi pantai dan sungai dari bahaya erosi dan abrasi.
- Menahan badai/angin kencang dari laut
- Menahan hasil proses penimbunan lumpur, sehingga memungkinkan
terbentuknya lahan baru.
- Menjadi wilayah penyangga, serta berfungsi menyaring air laut menjadi air
daratan yang tawar
- Mengolah limbah beracun, penghasil O2dan penyerap CO2.
2. Manfaat / Fungsi Biologik :
- Menghasilkan bahan pelapukan yang menjadi sumber makanan penting
bagi plankton, sehingga penting pula bagi keberlanjutan rantai makanan.
- Tempat memijah dan berkembang biaknya ikan-ikan, kerang, kepiting dan
udang.
- Tempat berlindung, bersarang dan berkembang.biak dari burung dan satwa
lain.
- Sumber plasma nutfah & sumber genetik.
- Merupakan habitat alami bagi berbagai jenis biota.
3. Manfaat / Fungsi Ekonomik :
- Penghasil kayu : bakar, arang, bahan bangunan.
- Penghasil bahan baku industri : pulp, tanin, kertas, tekstil, makanan, obat-
obatan, kosmetik, dll
- Penghasil bibit ikan, nener, kerang, kepiting, bandeng melalui pola tambak
silvofishery
- Tempat wisata, penelitian & pendidikan.
18 | P a g e
Ekosistem hutan mangrove memberikan banyak manfaat baik secara tidak
langsung (non economic value) maupun secara langsung kepada kehidupan
manusia (economic vallues).
2.9. Fauna di Habitat Mangrove
Komunitas hutan mangrove membentuk percampuran antara 2 (dua)
kelompok.
1. Kelompok fauna daratan membentuk/terestrial yang umumnya menempati
bagian atas pohon mangrove, terdiri atas : insekta, ular, primata dan burung.
Kelompok ini sifat adaptasi khusus untuk hidup didalam hutan mangrove,
karena mereka melewatkan sebagian besar hidupnya diluar jangkauan air laut
pada bagian pohon yang tinggi meskipun mereka dapat mengumpulkan
makanannya berupa hewan laut pada saat air surut.
2. Kelompok fauna perairan / akuatik, terdiri atas dua tipe yaitu :
a. Yang hidup dikolam air, terutama berbagai jenis ikan dan udang.
b. Yang menempati substrat baik keras (akar dan batang mangrove)
maupun lunak (lumpur) terutama kepiting, kerang dan berbagai jenis
invertebrata lainnya.
Habitat mangrove adalah sumber produktivitas yang bisa dimanfaatkan baik
dalam hal produktivitas perikanan dan kehutanan ataupun secara umum
merupakan sumber alam yang kaya sebagai ekosistem tempat bermukimnya
berbagai flora dan fauna.
Mulai dari perkembangan mikro organisme seperti bakteri dan jamur yang
memproduksi detritus yang dapat dimakan larva ikan dan hewan-hewan laut kecil
lainnya. Pada gilirannya akan menjadi makanan hewan yang lebih besar dan
akhirnya menjadi mangsa predator besar termasuk pemanfaatan oleh manusia.
Misalnya kepiting, ikan blodok, larva udang dan lobster memakan plankton dan
detritus di habitat ini. Kepiting diambil dan dimanfaatkan manusia sebagai
makanan.
19 | P a g e
Berbagai hewan seperti, reptil, hewan ampibi, mamalia, datang dan hidup
walaupun tidak seluruh waktu hidupnya dihabiskan di habitat mangrove.
Berbagai jenis ikan, ular, serangga dan lain-lain seperti burung dan jenis hewan
mamalia dapat bermukim di sini. Sebagai sifat alam yang beraneka ragam maka
berbeda tempat atau lokasi habitat mangrovenya maka akan berbeda pula jenis
dan keragaman flora maupun fauna yang hidup di lokasi tersebut.
Beberapa jenis hewan yang bisa dijumpai di habitat mangrove antara lain
adalah; dari jenis serangga misalnya semut (Oecophylla sp.), ngengat (Attacus
sp.), kutu (Dysdercus sp.); jenis krustasea seperti lobster lumpur (Thalassina
sp.), jenis laba-laba (Argipe spp., Nephila spp., Cryptophora spp.); jenis ikan
seperti ikan blodok (Periopthalmodon sp.), ikan sumpit (Toxotes sp.); jenis reptil
seperti kadal (Varanus sp.), ular pohon (Chrysopelea sp.), ular air (Cerberus sp.);
jenis mamalia seperti berang-berang (Lutrogale sp,) dan tupai (Callosciurus sp.),
golongan primata (Nasalis larvatus) dan masih banyak lagi seperti nyamuk, ulat,
lebah madu, kelelawar dan lain-lain.
20 | P a g e
Gambar 5. Kepiting manrove.
Gambar 6. Kadal (Varanus sp.).
Hutan mangrove juga merupakan habitat bagi beberapa satwa liar yang
diantaranya terancam punah, seperti harimau sumatera (Panthera tigris
sumatranensis), bekantan (Nasalis larvatus), wilwo (Mycteria cinerea), bubut
hitam (Centropus nigrorufus), dan bangau tongtong (Leptoptilus javanicus), dan
tempat persinggahan bagi burung-burung migran.
Di Kalimantan bermukim bekantan (Proboscis Monkey) atau Nasalis larvatus
sejenis primata langka yang dilindungi. Bekantan ini bermukim di daerah pantai.
Di negara bagian Serawak (Malaysia) terdapat Silver-leaf Monkey yang suka
berkelompok sambil makan daun-daun mangrove.
21 | P a g e
Gambar 7. Ular pohon (Chrysopelea sp.)
Gambar 8. Pteropus vampirus
Gambar 9. Harimau sumatera (Panthera tigris sumatranensis)
Gambar 10. Insecta pada Daerah Mangrove
Ada pula Long-Tailed Mongkey, salah satu jenis kera yang menyukai dan
mencari kepiting untuk makanannya. Di Taman Nasional tersebut tercatat lebih
dari 150 spesies burung bermukim dan berkunjung ke habitat mangrove. Berang-
berang bisa dijumpai di hutan mangrove sebagai hewan pemangsa ikan,
kepiting, siput dan kodok yang juga ada di habitat mangrove. Kadal pun dapat
ditemukan di hutan mangrove, menyukai ikan-ikan kecil sebagai makanannya.
Penyebaran fauna penghuni hutan mangrove mem-perlihatkan dua cara, yaitu
penyebaran secara vertical dan secara horisontal. Penyebaran secara vertikal
umumnya dilakukan oleh jenis fauna yang hidupnya menempel atau melekat
pada, akar, cabang maupun batang pohon mangrove, misalnya jenis Liftorina
scabra, Nerita albicilla, Menetaria annulus dan Melongena galeodes (Budiman &
Darnaedi 1984; Soemodihardjo 1977).
Sedangkan penyebaran secara horisontal biasanya ditemukan pada jenis
fauna yang hidup pada substrat, baik itu yang tergolong infauna, yaitu fauna
yang hidup dalam lubang atau dalam substrat, maupun yang tergolong epifauna,
22 | P a g e
Gambar 11. Nasalis larvatus
Gambar 12. Lutrogale perspicillata
Gambar 13. Berbagai Spesies Burung yang Berada Pada Habitat Mangrove
Gambar 14. Dendrocygna javanica.
yaitu fauna yang hidup bebas di atas substrat. Distribusi fauna secara horisontal
pada areal hutan mangrove yang sangat luas, biasanya memperlihatkan pola
permintakatan jenis fauna yang dominan dan sejajar dengan garis pantai.
Permintakatan yang terjadi di daerah ini sangat erat kaitannya dengan
perubahan sifat ekologi yang sangat ekstrim yang terjadi dari laut ke darat.
Kartawinata & Soemodihardjo (1977) menyatakan bahwa, permintakatan fauna
hanya terlihat pada hutan mangrove sangat iuas, tetapi tidak terlihat pada hutan
mangrove yang ketebalannya sangat rendah.
Dari fauna Gastropoda penghuni mangrove yang memilikipenyebaran yang
sangat luas adalah Littorina scabra, Terebraliapalustris, T. sulcata dan Cerithium
patalum. Sedangkan jenis yang memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap
lingkungan yang sangat ekstrim adalah Littorinascabra, Crassostrea cacullata
dan Enigmonia aenigmatica (Budiman & Darnaedi1984). Selanjutnya
disebutkanpula bahwa dari sebanyak Gastropoda penghuni hutan mangrove
tersebutbeberapa diantaranya dapat dimanfaatkan untuk dikonsumsimasyarakat
sekitar mangrove, antara lain adalahjenis Terebralia palustris dan Telescopium
telescopium. Sedangkan kelas Bivalvia yang dikonsumsi masyarakat adalah
jenis Polymesodacoaxans, Anadaraantiquata dan Ostreacucullata. Kelas
Crustacea yang ditemukanpada ekosistem hutan mangrove adalah sebanyak 54
jenis, dan umumnya didominasi oleh jenis kepiting (Brachyura) yang dapat
dikategorikan sebagai golongan infauna, sedangkan beberapa jenis udang
(Macrura) yang ditemukan pada ekosistem mangrove sebagian besar hanya
sebagai penghuni sementara. Dari beberapa penelitianyangdilakukan diberbagai
tempat menunjukkanbahwa family Grapsidae merupakan penyusun utama fauna
Crustacea hutanmangrove (Soemodihardjo,1977, Budiman Dkk. 1977). Jenis
Thalassinaanomala merupakan jenis udang lumpur sebagai penghuni setia hutan
mangrove, karena udang ini hidup dengan cara membuat lubang dan
mencarimakan hanya disekitar sarang tersebut. Sedangkan pada hutan
mangrove bersubstrat lumpur agak pejal, umumnya didominasi Uca dusumeri.
Jenis lain yang muncul pada substrat tersebut adalah Ucalactea, U. vocans,
U.signatus dan U.conso-brinus. Diantara kepiting mangrove yang mempunyai
nilai ekonomis dan dikonsumsi masyarakat adalah Scyllaserrata, S. olivacea,
Portunus pelagicus, Epixanthus dentatus dan Labnanium politum.
23 | P a g e
3. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Ekosistem mangrove merupakan salah satuekosistem pesisir yang unik dan
khas yang bernilai ekologis dan ekonomis.
Mengingat aktivitas manusia dalam pemanfaatan hutan mangrove, maka
diperlukan pengelolaan mangrove yang meliputi aspek perlindungan dan
konservasi.
Dalam rangka pengelolaan, dikembangkan suatu pola pengawasan
pengelolaan mangrove yang melibatkan semua unsur masyarakat yang
terlibat.
Habitat mangrove seringkali ditemukan di tempat pertemuan antara muara
sungai dan air laut yang kemudian menjadi pelindung daratan dari gelombang
laut yang besar.
Sungai mengalirkan air tawar untuk mangrove dan pada saat pasang, pohon
mangrove dikelilingi oleh air garam atau air payau.
Hutan mangrove ditemukan di sepanjang pantai daerah tropis dan subtropis,
antara 32° Lintang Utara dan 38° Lintang Selatan. Hidup pada temperatur dari
19° sampai 40° C. dengan toleransi fluktuasi tidak lebih dari 10° C.
Jenis mangrove yang banyak ditemukan adalah jenis api-api (Avicennia sp.),
bakau (Rhizophora sp.), tancang (Bruguiera sp.), dan bogem atau pedada
(Sonneratia sp.).
Beberapa jenis hewan yang bisa dijumpai di habitat mangrove antara lain
adalah; dari jenis serangga misalnya semut (Oecophylla sp.), ngengat
(Attacus.sp.), kutu (Dysdercus sp.); jenis krustasea seperti lobster lumpur
(Thalassina sp.), jenis laba-laba (Argipe spp., Nephila spp., Cryptophora spp.);
jenis ikan seperti ikan blodok (Periopthalmodon sp.), ikan sumpit (Toxotes
sp.); jenis reptil seperti kadal (Varanus sp.), ular pohon (Chrysopelea sp.), ular
air (Cerberus sp.); jenis mamalia seperti berang-berang (Lutrogale sp,) dan
tupai lagi seperti nyamuk, ulat, lebah madu, kelelawar dan lain-lain.
Ekosistem hutan mangrove memberikan banyak manfaat baik secara tidak
langsung (non economic value) maupun secara langsung kepada kehidupan
manusia (economic vallues).
24 | P a g e
3.2. Saran
Diharapkan adanya tindakan pemberdayaan, pengelolaan dan pemantauan
hutam mangrove dan ekosistemya agar keseimbangan ekologi didalamnya tidak
terganggu, serta keragaman organism didalamnya tetap melimpah dan tidak
terjadi kepunahan.
25 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
AL HAKIM, I., A. L. DEVI dan SISWANTO 1982. Studi pendahuluan susunan jenis moluska dan krustasea di Tanjung Karawang, Jawa Barat Pros. Sem. II Ekos. Hut. Mangrove. MAB-LIPI: 224-231.
BENGEN, D.G. 2000. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan – Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia.
BENGEN, D.G. 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan – Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia.
BUDIMAN, A., M. DJAJASASMITA dan F. SABAR 1977. Penyebaran keong dan kepeting hutan bakau Wai Sekampung, Lampung. Ber. Biol. 2:1-24.
BUDIMAN, A. dan D. DARNAEDI 1984. Struktur komunitas moluska di hutan mangrove Morowali, Sulawesi Tengah. Pros. Sem. II Ekos. Mangrove. MAB-LIPI: 175-182.
CHAPMAN, V. J. 1976. Mangrove vegetation. J. Cramer, Inder A. R. Gantner Verlag Kommanditgesellschaft, FL-9490 VADUZ, p. 447.
DAHURI, M., J.RAIS., S.P. GINTING., DAN M.J. SITEPU. 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta, Indonesia.
DARSIDI, A. 1984. Pengelolaan hutan man-grove di Indonesia. Pros. Sem. II Ekos. Hut. Mangrove. MAB-LIPI: 19-28.
D JAMA LI, A. 1990 . Telah eko logi kelimpahan juwana udang jerbung (Paneus merguensisi de Man) di perairan sekitar mangrove Sungai Donan, Jawa Tengah. Pros. Sem. IV Ekos. Mangrove. MAB-LIPI: 174-182.
FELLER, I, C AND M. SITNIK. 1996. Mangrove Ecology: A Manual for a Field Course A Field Manual Focused on the Biocomplexity on Mangrove Ecosystems. Smithsonian Institution. Washington. DC.
GIESEN, W. 1993. Indonesian Mangrove: An update on remaining area and main management issues. Presented at International Seminar on "Coastal Zone Management of Small Island Ecosystems ". Ambon 7-10 April 1993.
HOGARTH, P.J. 1999. The Biology of Mangroves. Published in The United States. Oxford University. New York.
IDAWATY. 1999. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Lansekap Hutan Mangrove Di Muara Sungai Cisadane, Kecamatan Teluk Naga, Jawa Barat. Tesis Magister. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia.
IUCN - THE WORD CONSERVATION UNION. 1993. Oil and Gas Exploration and Production in Mangrove Areas. IUCN. Gland, Switzerland.
26 | P a g e
KASWADJI, R. 2001. Keterkaitan Ekosistem Di Dalam Wilayah Pesisir. Sebagian bahan kuliah SPL.727 (Analisis Ekosistem Pesisir dan Laut). Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB. Bogor, Indonesia.
KARTAWINATA, K. and E. B. WALUYO 1977. A preliminary study of the mangrove forest on Pulau Rambut, Jakarta Bay. Mar. Res. Indon. 18:119-129.
KARTAWINATA, K., S. ADISOEMARTO, S. SOEMODIHARDJO dan I. G. M. TANTRA 1979. Status pengetahuan hutan bakau di Indonesia Pros. Sem. Ekos. Hutan Mangrove: 21-39.MacNAE, W. 1968. A general account of the fauna and flora of mangrove swamps and forests in the Indo-West Pacific Region. Adv. Mar. Biol. 6: 73-270.
KHAZALI, M. 1999. Panduan Teknis Penanaman Mangrove Bersama Masyarakat. Wetland International – Indonesia Programme. Bogor, Indonesia.
LAWRENCE, D. 1998. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Alih bahasa oleh T. Mack dan S. Anggraeni.The Great Barrier Reef Marine Park Authority. Townsville, Australia.
MARTOSUBROTO, P. and N. NAAKIIN 1977. Relationship between tidal forest (mangroves) and commercial shrimp production in Indonesia. Mar. Res. Indonesia. 18:81-86.
MUSTAFA, M. NURKIM, H. SOEGONDO, N. SUTIKNO dan H. SANUSI 1979. Penelitian komunitas lingkungan dan regenerasi serta pengembangan hutan mangrove di Sulawesi Selatan. Univer-sitas Hasanudin, Ujung Pandang. (Tidak dipublikasi).
NOOR, Y. R., M. KHAZALI dan I. N. N. SIJRYADIPURA 1999. Panduan pengenalan mangrove di Indonesia.PKA/WI-IP, Bogor: 220 hall.
NYBAKKER, J.W. 1982. Marine Biology: An Ecological Approach. Terjemahan Dr. M. Eidman. Gramedia Jakarta.
NYBAKKEN, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Alih bahasa oleh M. Eidman., Koesoebiono., D.G. Bengen., M. Hutomo., S. Sukardjo. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, Indonesia.
ODUM, W.E. AND C.C. MCIVOR. 1990. Mangroves. Pp. 517-548. In Ecosystems of Florida, R. L. Myers and J. J. Ewel (eds.). University of Central Florida Press.
ODUM, W. E., C. C. MCLVOR, AND T. J. SMITH III. 1982. The ecology of the mangroves of south Florida: A community profile. U. S. Fish & Wildlife Service, Office of Biological Services. Washington, D. C.
PERCIVAL, M. and J. S. WOMERSLEY 1975. Floristics and ecology of the mangrove vegetation of Papua New &uinea. Bot. Bull. No. 8:1-96.
SABAR, F. M. DJAJASASMITA dan A BUDIMAN 1979. Susunan dan penyebaran moluska dan krustasea pada beberapa hutan rawa. Pros. Sem. Ekos. Hutan Mangrove, MAB-LIPI: 120-125.
27 | P a g e
SANTOSO, N., H.W. ARIFIN. 1998. Rehabilitas Hutan Mangrove Pada Jalur Hijau Di Indonesia. Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove (LPP Mangrove). Jakarta, Indonesia.
SANTOSO, N. 2000. Pola Pengawasan Ekosistem Mangrove. Makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional Pengembangan Sistem Pengawasan Ekosistem Laut Tahun 2000. Jakarta, Indonesia.
SUPRIHARYONO. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, Indonesia.
WIDIGDO, B. 2000. Diperlukan Pembakuan Kriteria Eko-Biologis Untuk Menentukan “Potensi Alami” Kawasan Pesisir Untuk Budidaya Udang. Dalam : Prosiding Pelatihan Untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan – Institut Pertanian Bogor dan Proyek Pesisir dan Coastal Resources Center – Universityof Rhode Island. Bogor, Indonesia.
YAHYA, R.P. 1999. Zonasi Pengembangan Ekoturisme Kawasan Mangrove Yang Berkelanjutan Di Laguna Segara AnakanKabupaten Cilacap Propinsi JawATengan. Tesis Magister. Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan - Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia.
28 | P a g e
top related