makalah ghibah dan namimah.docx
Post on 26-Oct-2015
1.176 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
”Lidah tak bertulang”. Mungkin ungkapan tadi tidak berlebihan jika kita
lihat realita yang ada sekarang. Anggota tubuh sekecil lidah dan tampak lemah itu
ternyata mampu menyakiti hati serta memberinya bekas yang dalam. Kadang
orang tidak menyadari saat dia berbicara ternyata telah menyakiti hati orang lain.
Baik pria ataupun wanita pasti pernah melakukannya baik sengaja ataupun tidak
sengaja, namun yang paling sering melakukannya adalah kaum wanita.
Perlu diketahui bahwa lidah bisa menjadi sebab seseorang masuk surga
ataupun masuk neraka, karena tidak ada satu pun kata yang kita ucapkan kecuali
ada malaikat yang menulisnya. Mungkin di dunia kita bisa mengingkarinya
namun di akhirat nanti mulut akan dikunci dan anggota badan lain yang berbicara.
Di antara bahaya lidah yang dapat membawa kita ke neraka adalah ghibah
dan namimah. Ghibah dan namimah termasuk perkara paling keji dan paling
banyak menyebar di kalangan umat manusia. Hanya sedikit orang yang selamat
darinya.
Karena pentingnya kita menjaga lisan dari ghibah dan namimah, maka
makalah ini akan membahas segala hal yang berkaitan dengan kedua hal tersebut.
1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan Islam tentang ghibah dan bagaiamana kita
menyikapinya?
2. Bagaimana pandangan Islam tentang namimah dan bagaiamana kita
menyikapinya?
C. Tujuan Penulisan Makalah
1. Mendeskripsikan pandangan Islam tentang ghibah dan cara kita
menyikapinya.
2. Mendeskripsikan pandangan Islam tentang namimah dan cara kita
menyikapinya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ghibah
1. Pengertian Ghibah
Dalam bahasa ghibah berarti menggunjing, membicarakan kejelekan
dan kekurangan orang lain, di dalamnya ada satu keinginan untuk
menghancurkannya. Ghibah adalah membicarakan kejelekan atau ‘aib
saudaranya ataupun kebaikannya yang mana jika saudaranya itu tahu, dia
tidak menyukainya. Bahkan ada yang berpendapat bahwa jika saudaranya
ada di majelis itu, juga disebut dengan ghibah. Jadi tidak hanya
menceritakan kejelekan saudaranya saja disebut ghibah, tapi juga
kebaikannya jika orang yang dibicarakan tersebut tidak menyukainya.
2. Dalil-dalil Larangan Ghibah
Firman Allah SWT surat Al-Hujurat ayat 12:
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka
(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah
mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama
lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya
3
yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi
Maha Penyayang.”
Hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim :“Tahukah kalian
apakah ghibah itu?" Para sahabat menjawab, Allah dan Rasul- Nyayang
lebih tahu!" Lalu beliau berkata, “Yaitu kamu menceritakan saudaramu
tentang hal yang tidak disukainya." Lalu seseorang bertanya, “Bagaimana
pendapatmu bila apa yangaku ceritakan ada pada diri saudaraku?" Beliau
menjawab, Bila apa yang kamu ceritakan itu ada pada diri saudaramu, maka
kamu telah melakukan ghibah terhadapnya. Dan bila tidak, berarti kamu
mengada-ada (dusta)."
3. Macam-macam Ghibah
Ghibah adalah menceritakan tentang sesuatu yang dibenci oleh
seseorang untuk diceritakan, baik berkaitan dengan bentuk fisik, agama,
dunia, kejiwaan, budi pekerti, harta, anak, suami, istri, pembantu, pelayan,
pakaian, cara berjalan, cara bergerak, senyuman, kecemberutan, dan lain
sebagainya. Apakah Anda menceritakannya lewat lisan, tulisan, atau
sekadar isyarat dengan mata, tangan, kepala, dan sejenisnya.
Berkaitan dengan fisik, seperti kata-kata Anda: buta, pincang,
pincang sebelah, botak, pendek, tinggi, hitam, kuning, dan seterusnya.
Berkaitan dengan agama seperti kata-kata Anda: pendosa, pencuri, khianat,
zhalim, meremehkan shalat, meremehkan najis, tidak berbakti kepada
4
orangtua, tidak meletakkan zakat pada tempatnya, tidak menjauhi ghibah,
dan lainnya.
Dalam hal dunia seseorang seperti kata-kata Anda: kurang ajar,
meremehkan orang lain, meremehkan hak orang lain, banyak omong,
banyak makan, banyak tidur, tidur tidak pada waktu-nya, duduk tidak pada
tempatnya. Pada hal-hal yang berkaitan dengan orangtuanya, seperti kata-
kata Anda: bapaknya adalah pendosa, bapaknya orang India, orang kulit
hitam, pekerja kasar, tukang jahit, pedagang budak, tukang kayu, tukang las,
tukang tenun, dan seterusnya.
Pada budi pekerti seperti Anda katakan: akhlaknya buruk, sombong,
suka cari perhatian, suka bikin malu, bengis, lemah, penakut, suka ngawur,
angkuh, dan seterusnya. Berkaitan dengan pakaian, seperti kata-kata Anda:
lebar lobang tangannya, panjang buntut pakaiannya, kotor pakaiannya, dan
seterusnya. Pokoknya yang menjadi pedoman adalah menceritakan tentang
keadaan orang lain yang keadaan tersebut tidak dia sukai. Imam Abu Hamid
al-Ghazali telah menukil kesepakatan seluruh kaum muslimin, bahwa
ghibah adalah apabila Anda menceritakan tentang orang lain dengan cerita
yang tidak disukainya.
Jadi, ghibah tidak terbatas hanya pada ucapan lidah, akan tetapi
setiap gerakan, isyarat, ungkapan, sindiran, celaan, tulisan, SMS, atau segala
sesuatu yang dipahami sebagai hinaan, maka hal itu haram dan termasuk
ghibah.
5
4. Pandangan Islam Tentang Ghibah
Orang yang menggunjing saudaranya, menyebutkan ‘aib-‘aibnya
hingga jatuh harga dirinya maka dia telah berdosa.
Pelaku ghibah bagaikan memakan daging saudaranya dan mereka
diancam dengan adzab di akhirat, yaitu kelak mereka akan mempunyai
kuku-kuku yang terbuat dari tembaga yang digunakan untuk mencakar
wajah dan dada mereka sendiri. Mendengarkan orang yang sedang ghibah
dengan sikap kagum dan menyetujui apa yang dikatakannya hukumnya
samadengan melakukan ghibah.
Namun sangat disayangkan, tiap hari masyarakat disuguhi dengan
tayangan infotainment atau gosip yang jelas-jelas merupakan ghibah.
Namun Allah subhanahu wa ta’ala Maha Pengampun, Dia mengampuni
segala dosa selama orang tersebut bertaubat dan minta ampun termasuk
dosa ghibah. Jika kita terlanjur menggunjing seseorang, maka kafaroh atau
tebusannya adalah meminta ampun kepada Allah untuk kita dan orang yang
kita gunjing. Lafadz do’anya adalah “Allahummaghfirly wa lahu”.
Kemudian kita berusaha mengangkat kembali nama baik saudara kita di
majelis yang kita pernah menjatuhkan namanya.
5. Akibat Negatif Ghibah
6
Orang yang melakukan ghibah akan mengalami kerugian, karena
pahala amal kebaikannya dia berikan kepada orang yang menjadi sasaran
ghibahnya. Islam telah mengharamkan dan melarang ghibah karena dapat
mengakibatkan putusnya ukhuwah, rusaknya kasih sayang, timbulnya
permusuhan, tersebarnya aib, lahirnya kehinaan dantimbulnya keinginan
untuk menyebarkan berita keburukan orang lain tersebut. Agar manusia
berhati-hati terhadap ghibah, maka Allah menyamakannya dengan orang
yang memakan daging saudaranya yang sudah mati.
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka
(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah
mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama
lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya
yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi
Maha Penyayang.”
Tentu sangat menjijikkan makan daging bangkai, semakin
menjijkkan lagi apabilayang dimakan adalah daging bangkai manusia,
terlebih lagi saudara kita sendiri. Demikianlah ghibah, ia pun sangat
menjijkkan sehingga sudah sepantasnya untuk dijauhi dan ditinggalkan.
7
Lebih ngeri bila berbicara tentang ghibah, apabila kita mengetahui balasan
yang akan diterima pelakunya.
Seperti dikisahkan oleh Rasulullah saw di malam mi'rajnya. Beliau
menyaksikan suatu kaum yang berkuku tembaga mencakar wajah dan dada
mereka sendiri. Rasul pun bertanya tentang keberadaan mereka, maka
dijawab bahwa mereka lah orang-orang yang ghibah melanggar kehormatan
orang lain.
6. Ghibah Yang Diperbolehkan
Menceritakan aib atau keburukan orang lain tidak selamanya
dilarang. Dalam keadaan tertentu, bercerita tentang fakta keburukan orang
lain tersebut diperbolehkan, yaitu ketika :
a. Orang yang dizhalimi boleh menceritakan kepada hakim tentang
kezhaliman yang dilakukan terhadapnya atau penghianatannya.
b. Memberi kesaksian kejahatan yang dilakukan oleh seseorang di depan
penyidik ataudi depan hakim.
c. Meminta pertolongan untuk mengubah kemungkaran dengan
menceritakan kepada orang yang mampu mengubah kemungkaran itu,
agar menjadi kebenaran.
d. Bercerita kepada seorang psikolog untuk meminta nasehat (jalan keluar),
misalnya seorang istri yang menceritakan suaminya yang bakhil,
pemarah, atau selingkuh.
8
e. Memperingatkan kaum muslimin dari kejahatan seseorang, apabila hal
itu dikhawatirkan akan menimpa mereka.
f. Menceritakan orang yang terang-terangan berbuat fasik dan
membahayakan kehidupan kehidupan masyarakat muslim.
g. Memperingatkan orang lain dari seseorang yang jahat atau sesat supaya
selamat.
h. Melaporkan pelaku kejahatan kepada penegak hukum.
7. Cara Bertaubat dari Ghibah
1. Dengan cara menyesali perbuatan itu, bertekad untuk tidak
melakukannya kembalidan beristighfar serta bertaubat dengan benar.
2. Bila ghibah telah terdengar oleh orang yang bersangkutan, maka dia
harus mengemukakan alasan serta meminta maaf kepadanya. Jika belum
terdengar, hendaklah memintakan ampun untuknya, mendo’akannya
kepada Allah dan memuliakannya sebanding dengan kejelekan yang
telah dilakukan terhadapnya.
B. Namimah
1. Pengertian Namimah
Imam Abu Hamid al-Ghazali rahimahullâh mengatakan, “Namimah
biasanya dipakai untuk menyebutkan aktivitas seseorang dalam
memindahkan suatu perkataan dari satu orang atau kelompok kepada orang
lain atau kelompok lain, seperti jika Anda katakan kepada seseorang,
‘Ketahuilah bahwa si fulan mengatakan demikian dan demikian tentang
9
kamu.” Tetapi, namimah tidak hanya terbatas pada hal seperti itu. Definisi
namimah adalah mengemukakan apa yang tidak disukai kedua belah pihak
atau bahkan orang ketiga. Mengemukakannya bisa secara lisan, tulisan,
isyarat, atau lainnya. Yang dipindahkan bisa perkataan atau perbuatan, bisa
aib ataupun bukan. Sehingga hakikat namimah adalah mengemukakan apa
yang dirahasiakan, menyingkap tabir dari apa yang tidak disukai untuk
dikemukakan.
Namimah adalah menukil ucapan seseorang kemudian disampaikan
pada orang lain dengan tujuan merusak hubungan atau menimbulkan
permusuhan di antara kedua orang tersebut.
Dalam kitab Riyadhus Shalihin disebutkan bahwa: “Namimah adalah
mereka yang berkeinginan untuk menghancurkan sesama manusia”.
Namimah mengandung arti mengadu domba antara pihak satu dengan pihak
yanglain.
2. Dalil-Dalil Larangan Namimah
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka
(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah
mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama
lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya
yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan
10
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi
Maha Penyayang.”
Allah berfirman dalam surat Al- Qolam ayat 10-13:
“(10) Dan janganlah kamu ikuti Setiap orang yang banyak bersumpah lagi
hina, (11) Yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah,
(12) Yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi
banyak dosa, (13) Yang kaku kasar, selain dari itu, yang terkenal
kejahatannya.”
“Dari Ibnu Abbas r.a. bahwasanya Rasulullah SAW melewati dua makam,
lalu Nabi bersabda. Sesungguhnya dua orang yang ada di kubur ini disiksa.
Salah seorang diantaranya disiksa karena selalu mengadu domba (menebar
fitnah) dan yang satu lagi karena tidak bersih ketika bersuci (dari buang air
kecilnya).” (H.R. Bukhari Muslim)
3. Pandangan Islam Tentang Namimah
Sudah selayaknya setiap orang, agar diam dari semua yang dilihat
dari keadaan manusia kecuali apabila dirasa ada manfaatnya bagi seorang
muslim dengan menceritakannya atau untuk mencegah kemaksiatan. Namun
11
apabila seseorang melihat orang lain menyembunyikan hartanya sendiri
kemudian dia ceritakan hal ini, maka itulah namimah.
Namimah sangat tercela, tidak ada yang bisa melakukannya kecuali
dengan lisannya. Perbuatan ini merupakan dosa besar yang pelakunya
diancam tidak akan masuk surga. Ada sebuah kisah di zaman nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau sedang berjalan dan
melewati dua kuburan, ternyata penghuni kedua kuburan tersebut sedang
disiksa karena dosa yang selalu mereka kerjakan. Yaitu yang satu suka
berjalan di tengah manusia dengan menyebarkan namimah, dan satu lagi
disiksa karena tidak menjaga dirinya dari najis ketika buang air kencing
sehingga pakaian dan badannya terkena air kencing.
Namimah adalah merupakan penyakit rohani yang tidak kalah besar
akibat buruknya dari penyakit rohani yang lain. Karena namimah bersifat
fitnah dan adu domba. Bisa membuat pertikaian perorangan antar kelompok,
bahkan bisa menumbuhkan peperangan antara negara, saling membunuh
satu sama lain karena namimah. Dalam kitab Riadhus Shalihin disebutkan
bahwa: “Namimah adalah mereka yang berkeinginan untuk menghancurkan
sesama manusia”
Orang yang mempunyai penyakit hati namimah suka sekali
menyebarkan berita yang menimbulkan kekacauan antara manusia. Ini
termasuk cara syaitan yang paling keji untuk memisahkan dua kelompok,
merusak Ukhuwah (persaudaraan) dan mahabbah (rasa kasih sayang).
12
4. Maksud/Tujuan Namimah:
Namimah kadangkala disebabkan hasad dan kebencian atau
keinginan untuk meraih ambisi. Namimah termasuk dosa besar yang
diharamkan.Allah berfirman:
“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela”
Namimah juga dapat berbentuk memprovokasi atau memanas-
manasi situasi agar terjadi perselisihan. Perilaku mengadukan
ucapan seseorang kepada orang lain dengan tujuan merusak dan
menciptakan perselisihan adalah salah satu faktor yang menyebabkan
terputusnya ikatan persaudaraan/persahabatan, serta menyulut api kebencian
dan permusuhan antar sesama manusia. Allah mencela pelaku perbuatan
tersebut dalam firman-Nya.
“(10) Dan janganlah kamu ikuti Setiap orang yang banyak bersumpah lagi
hina, (11) Yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah,
(12) Yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi
banyak dosa, (13) Yang kaku kasar, selain dari itu, yang terkenal
kejahatannya.”
13
Dalam sebuah hadits disebutkan : “Diriwayatkan Khudaifah : Saya
mendengar Rasulullah bersabda : Tidak akan masuk surga tukang adu
domba". (Hadits Riwayat Al-Bukhari dan Muslim)
5. Bahaya Namimah
Seseorang yang terjangkit penyakit hati namimah selalu
menceritakan perkataan atau sikap temannya kepada teman yang lain
sehingga kedua teman tersebut saling membenci. Namimah juga dapat
merusak hubungan suami istri jika ada pihak-pihak yangmenceritakan dan
menghasut seorang suami tentang istrinya atau sebaliknya.
Demikian juga adu domba yang dilakukan sebagian karyawan
kepada teman karyawannya yang lain. Misalnya dengan mengadukan
ucapan-ucapan kawan tersebut kepada direktur atau atasan dengan tujuan
untuk memfitnah dan merugikan karyawan tersebut. Semua hal ini
hukumnya haram.
Penjajah Belanda juga pernah mempraktikan strategi devide et
impera (strategi adu domba) untuk menghancurkan kekuatan para pejuang.
Di sekitar kita orang yang hobi mengadu domba/namimah sangat
banyak bergentayangan, dan lebih sering di kenal sebagai provokator
kejelekan.
Namimah bukan hal yang kecil, bahkan para ulama
mengkategorikannya di dalam dosa besar karena akibat yang ditimbulkan
juga sangat fatal. Dikisahkan bahwa Fulan mempunyai seorang budak yang
14
sehat dan kuat, namun budak itu suka mengadu domba, maka dia bermaksud
menjual budak tersebut. Fulan lalu berkata kepada calon pembelinya:
"Budak ini tidak ada cirinya kecuali suka mengadu domba." Oleh calon
pembeli itu masalah ini dianggap ringan dan budak itu tetap dibeli dengan
harga yang cukup murah. Setelah beberapa hari di tempat majikannya yang
baru, tiba-tiba budak itu berkata kepada isteri majikannya: "Suamimu tidak
cinta kepadamu dan ia akan berpoligami, apakah kau ingin supaya ia tetap
sayang kepadamu sehingga tidak menikah lagi?" Jawab isteri itu:
"Ya.""Lalu kalau begitu kau ambil pisau cukur dan mencukur janggut
suamimu yang bagian dalam (di leher) jika suamimu sedang tidur." kata
budak itu. Kemudian ia pergi kepada majikannya (suami) dan berkata
kepadanya: "Isterimu bermain dengan lelaki lain dan ia merencanakan untuk
membunuhmu, jika engkau ingin mengetahui buktinya maka coba engkau
berpura-pura tidur. "Maka suami itu berpura-pura tidur dan tiba-tiba datang
isterinya membawa pisau cukur untuk mencukur janggut suaminya, maka
oleh suaminya disangka benar-benar akan membunuhnya sehingga ia
bangun kemudian merebut pisau itu dari tangan isterinya lalu membunuh
isterinya. Oleh kerana kejadian itu maka datang para keluarga dari pihak
isterinya dan langsung membunuh suami itu sehingga terjadi perang antara
keluarga dan suku suami dengan keluarga dan suku dari isteri.
Dengan demikian akibat namimah ini sangat besar dan fatal sekali,
dengannya terkoyak persahabatan saudara karib dan melepaskan ikatan yang
15
telah dikokohkan oleh Allah. Ia pun mengakibatkan kerusakan di muka
bumi serta menimbulkan permusuhandan kebencian.
6. Cara Bertaubat Dari Namimah.
a. Menyesali perbuatan itu, bertekad untuk tidak melakukannya kembali
dan beristighfar serta bertaubat dengan benar.
b. Bila sudah telanjur memanas-manasi keadaan, maka dia harus segera
meluruskan kembali permasalahannya sehingga suasana menjadi
tenteram kembali, kemudian meminta maaf kepada keduanya.
c. Jika telah terjadi permusuhan dan perselisihan antar pihak yang diadu
domba, maka dia harus berusaha untuk mendamaikanya kembali dan
meminta maaf kepada kedua belah pihak serta berjanji tidak akan
mengulanginga lagi.
7. Sikap Seorang Muslim Terhadap Namimah
Apabila seseorang melakukan namimah, dan mengatakan kepadanya
bahwa si fulan telah membicarakannya, maka dia wajib menjalankan enam
hal:
1) Tidak memercayainya, karena orang yang melakukan namimah adalah
orang fasik, dan orang fasik tertolak beritanya.
2) Melarangnya dari perbuatan tersebut, menasihatinya, dan mengeritisinya.
3) Membencinya karena Allah, sebab dia dibenci di sisi Allah. Membenci
karena Allah hukumnya wajib.
16
4) Tidak berburuk sangka kepada orang yang sedang diceritakan. Allah
berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka
(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah
mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama
lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”
5) Jangan pernah memata-matai berdasarkan apa yang diceritakan.
6) Tidak ridha terhadap cerita tersebut sehingga tidak menceritakannya
lagi.
Diriwayatkan bahwa seseorang bercerita kepada Umar bin Abdul
Aziz tentang seseorang yang melakukan sesuatu. Umar berkata, “Jika
engkau mau, kami akan mempertimbangkan laporanmu. Apabila engkau
seorang pendusta, maka engkau termasuk dalam ayat ini:
17
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik
membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
(Q.S. al – Hujurat : 9)
Apabila engkau adalah seorang yang jujur, maka engkau termasuk dalam
ayat ini:
“Yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah” (Q.S. Al-
Qalam : 11)
Adapun jika engkau mau, maka kami bisa memaafkanmu.” Dia
menjawab, “Maaf, wahai Amirul mukminin, aku tidak akan
mengulanginya lagi.”
Seseorang membawakan selembar kertas kepada ash-Shahib bin
Abbad yang isinya nasihat supaya mengambil harta anak yatim yang
jumlahnya sangat besar. Di balik kertas tersebut ash-Shahib menuliskan,
“Namimah itu buruk walaupun benar, yang sudah mati semoga Allah
merahmatinya, anak yatim semoga Allah menjaganya, harta tersebut
semoga Allah membiakkannya, dan orang yang berusaha (untuk
namimah) semoga Allah melaknatnya.”
18
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Menurut pandangan Islam, ghibah adalah dosa dan termasuk dosa besar.
Sebagai umat Islam kita hendaknya menjauhi ghibah dan apabila terlanjur
melakukannya, maka kita harus segera bertaubat.
2. Menurut pandangan Islam, namimah adalah dosa dan termasuk dosa besar.
Sebagai umat Islam kita hendaknya menjauhi ghibah dan apabila terlanjur
melakukannya, maka kita harus segera bertaubat.
19
DAFTAR PUSTAKA
Ibnu Syahin, Imam. 1991. Ensiklopedia Dzikir Imam An-Nawawi,”. Yogyakarta:
Embun Publishing.
Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an Departemen Agama Republik Indonesia.
2009. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Sygma Examedia
Arkanleema.
Nawawi, Imam. 1999. Terjemah Riyadhus Shalihin Jilid. Jakarta: Pustaka Amani.
20
top related