makalah kalut baru
Post on 16-Feb-2016
299 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Laut memiliki peran strategis dalam bidang ekonomi dan ekologi bagi
pengembangan jasa-jasa lingkungan. Secara ekonomi laut memiliki potensi besar
sebagai penghasil komoditi karena memiliki sumber daya alam yang dapat
diperbaharui (ikan, rumput laut dan lain-lain) dan sumber daya alam yang tidak
dapat diperbaharui (bahan tambang, minyak bumi, gas dan lain-lain).
Secara ekologi wilayah laut merupakan bentang alam yang di tempati oleh
berbagai macam ekosistem mangrove, terumbu karang dan padang lamun yang
menjadi habitat bagi biota untuk hidup dan merupakan sumber nutrien bagi
organisme perairan termasuk ikan. Pelestarian wilayah laut merupakan upaya
yang harus dilakukan, karena menyangkut kelestarian sumber daya alam
bagi generasi yang akan datang.
Pencemaran minyak berpengaruh besar terhadap ekosistem laut,
penetrasi cahaya matahari akan menurun akibat tertutup lapisan minyak. Proses
fotosintesis akan terhalang pada zona euphotik sehingga rantai makanan akan
terputus. Lapisan minyak juga menghalangi pertukaran gas dari atmosfer dan
mengurangi kelarutan oksigen yang akhirnya perairan tidak mampu lagi untuk
mendukung kehidupan laut yang aerob.
Ancaman utama pencemaran minyak terhadap biota perairan adalah
terjadinya penutupan fisik permukaan air sehingga hewan dan tumbuhan sangat
beresiko kontak dan terkontaminasi oleh minyak. Kura-kura, reptil laut, dan
burung yang hidupnya mencari makan dengan menyelam akan terkena dampak
akibat pencemaran minyak di perairan, begitu juga halnya dengan biota laut
lainnya termasuk ikan.
Keberadaan komponen minyak di tubuh organisme ikan dapat
mempengaruhi cita-rasa hewan tersebut saat dikonsumsi karena adanya rasa
atau aroma minyak. Hal ini merupakan masalah penting yang berhubungan
dengan kehidupan nelayan dan masyarakat konsumen yang mengkonsumsi
hewan laut termasuk ikan hingga kembali ke kondisi normal.
Komponen hidrokarbon aromatis dari minyak bumi seperti senyawa
benzen dan toluen merupakan senyawa toksik yang mampu membunuh
langsung biota perairan saat terjadinya pencemaran minyak di perairan.
Efek sub-letal dari minyak menyebabkan terganggunya kemampuan organisme
laut untuk bereproduksi, tumbuh dan mencari makan karena paparan konsentrasi
minyak. Oleh karena itu diperlukan teknologi yang tepat untuk mengendalikan
pencemaran minyak di perairan Selat Rupat untuk mencegah timbulnya resiko
terhadap kerusakan ekosistem di sekitarnya.
Selain senyawa hidrokarbon aromatik, senyawa organoklorin juga
mempunyai dampak nyata terhadap kesehatan manusia karena bersifat persisten
dalam jangka waktu yang lama dan bersifat bioakumulasi karena tidak mudah.
Bioakumulasi senyawa oragnoklorin di perairan terjadi melalui rantai makanan,
yang pada akhirnya sampai ke manusia. Di Indonesia penelitian tentang pestisida
organoklorin di perairan laut, khususnya perairan pantai masih sangat sedikit jika
dibandingkan dengan luas dan panjangnya perairan pantai.
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui pengertian dari Polisiklik Aromatik Hidrokarbon dan
Peptisida organoklorin
2. Untuk mengetahui pengaruh senyawa dari Polisiklik Aromatik Hidrokarbon
dan Peptisida organoklorin dalam air laut
3. Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam menganalisis Polisiklik
Aromatik Hidrokarbon dan Peptisida organoklorin dalam air laut
1.3 Rumusan Masalah
1. Pengertian Polisiklik aromatik Polisiklik Aromatik Hidrokarbon dan
Peptisida organoklorin
2. Apakah pengaruh dari senyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon dan
Peptisida organoklorin dalam air laut
3. Bagaimana metode yang digunakan untuk menganalisis Polisiklik Aromatik
Hidrokarbon dan Peptisida organoklorin dalam air laut
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Senyawa pestisida organoklorin
Senyawa pestisida organoklorin merupakan senyawa organik sangat sukar
terurai dan di alam racunnya bersifat akumulatif. Senyawa kimia utama pestisida
adalah organokhlorin yang telah diketahui mengkontaminasi lingkungan secara
global seperti dalam air dan tanah, udara serta kerang hijau. Di India bahkan
residu pestisida organoklorin ditemukan dalam air susu ibu sedangkan di
Indonesia pestisida organoklorin juga ditemukan di kerang-kerangan.
Pestisida organoklorin yang terdapat dalam kerang hijau akan
terakumulasi dalam rantai makanan, sedangkan pestisida yang terdapat dalam air
dan sedimen dalam jangka panjang akan berpengaruh terhadap kesehatan berbagai
burung dan mamalia laut, serta menghambat pertumbuhan dan reproduksi ikan
dan organisme yang hidup dalam suatu perairan.
Seluruh bahan kimia untuk pembuatan senyawa pestisida organoklorin ini
adalah bahan sintetik buatan manusia (“man-made”) dengan tujuan untuk
membasmi hama tanaman, pertanian, perkebunan maupun kehutanan.
Dampak dari Senyawa Organoklorin
Senyawa organoklorin ini mempunyai dampak nyata terhadap kesehatan
manusia karena bersifat persisten dalam jangka waktu yang lama dan bersifat
bioakumulasi karena tidak mudah terurai Bioakumulasi senyawa oragnoklorin di
perairan terjadi melalui rantai makanan, yang pada akhirnya sampai ke manusia.
Di Indonesia penelitian tentang pestisida organoklorin di perairan laut, khususnya
perairan pantai masih sangat sedikit jika dibandingkan dengan luas dan
panjangnya perairan pantai.
Metode Analisis Senyawa Organoklorin
Menurut Jurnal Oseanologi Dan Limnologi Di Indonesia (2010) 36(1): 1- 19 . Judul Pestisida
Organoklorin Di Perairan Teluk Klabat pulau Bangka.
Bahan dan Metode Penelitian
Lokasi stasiun pengambilan sampel di perairan Teluk Klabat dan
sekitarnya dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta lokasi stasiun pengambilan sampel penelitian di perairan
Teluk Klabat, 2007.
Sampel yang dianalisis ialah air laut, sedimen dan biota. Penelitian ini
dilakukan dua kali dalam satu tahun yaitu pada bulan Maret (mewakili awal
musim peralihan barat ke musim timur) dan bulan Juni (mewakili awal musim
timur) 2007. Sampel air laut diambil di 14 stasiun, yaitu Stasiun 1, 2, 3, 4, 6, 7, 9,
10, 11, 12, 13, 16 , 17 dan 18, sedangkan sampel sedimen diambil sebanyak 16
stasiun yaitu Stasiun 1, 2, 3, 4, 6, 7, 9, 10, 11, 12, 13, 16 , 17, 18, 14 dan 15.
Sampel air permukaan diambil sebanyak 2 liter menggunakan gayung
“stainless steel”, kemudian dimasukkan ke dalam botol kaca dan segera disimpan
dalam Ice box. Di laboratorium, contoh air segera disaring dengan megunakan
kertas saring GFC (Glass Fiber) ukuran 0,45 mikron. Filtrat diekstrak dalam
corong pisah dengan n-heksan p.a sebanyak 3 kali masing-masing 100 ml, 50 ml
dan 50 ml. Larutan ekstrak yang mengandung pestisida organoklorin di “clean up"
menggunakan alumina WB 5 basic SIGMA dan pemisahan fraksi non polar (F1)
dan polar (F2) dengan silika Merck 7754. Konsentrasi pestisida organoklorin
diukur dengan alat khromatografi gas 5890 series II. Sampel sedimen diambil
menggunakan grab, kemudian diambil lebih kurang 50 gram. Sampel sedimen
dipanaskan 50 – 60 oC, kemudian ditambahkan Na2SO4 untuk mengisap sisa air
yang ada. Selanjutnya dilakukan proses ekstraksi dengan menggunakan pelarut
diklorometan dalam alat soklet. Proses berikutnya sama dengan perlakuan untuk
contoh air. Sampel biota yang dianalisis adalah ikan kurisi (Nemipterus sp.) dan
siput gonggong (Strombus turturella) yang dibeli dari nelayan setempat. Proses
analisis kandungan pestisida dalam biota, sama dengan analisis pestisida dalam
sedimen. Semua sampel dianalisis untuk 18 senyawa pestisida, hasil pengukuran
dinyatakan dalam satuan ppt untuk air dan ppb untuk lumpur dan biota.
Hasil dan Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, konsentrasi total pestisida
organoklorin dalam air laut berkisar antara 0,329 - 28,513 ppt, konsentrasi yang
tinggi (> 10 ppt) diperoleh pada bulan Maret di Stasiun 10 dan 2, sedangkan pada
bulan Juni diperoleh di beberapa stasiun yang ditunjukkan dalam Gambar 2.
Komposisi senyawa pestisida dalam air paling tinggi pada bulan Maret adalah
delapan senyawa (Stasiun 10, Tabel 1), sedangkan pada bulan Juni diperoleh 18
senyawa (Stasiun 6, Tabel 4).
Konsentrasi total pestisida dalam contoh air laut pada bulan Maret berkisar
antara 0,329 – 11, 980 ppt dengan rata-rata sebesar 7,018 ppt. Konsentrasi
terendah diperoleh di Stasiun 18 ditemukan 4 senyawa yang terletak di tengah
Teluk Klabat bagian luar, dan yang tertinggi di Stasiun 10 ditemukan 8 senyawa.
yang posisinya dekat mulut Sungai Antam.
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP (MNLH) No. 51 tahun
2004, telah menetapkan ambang batas konsentrasi pestisida organoklorin dalam
suatu perairan untuk kehidupan biota laut sebesar 10 ppt. Bila mengacu pada
ketetapan MNLH tersebut maka konsentrasi rata-rata pestisida organoklorin di
perairan Teluk Klabat pada bulan Maret (rata-rata 7,018 ppt) masih jauh di bawah
ambang batas ketetapan Menteri tersebut, namun secara keseluruhan ada dua
stasiun yang sudah melampaui, yaitu Stasiun 2 dan 10 masing-masing konsentrasi
totalnya 10,362 dan 11,980 (Tabel 1 dan Gambar 2), keduanya terletak di mulut
sungai (Gambar 1). Hal ini menunjukkan ada pengaruh aktif pertanian di darat
yang menggunakan pestisida yang kemudian terhanyut ke dalam aliran sungai.
Sesuai dengan laporan KRATZER (1999) bahwa pada musim irigasi maka
pestisida di sungai San Joaquin, California sedikit meningkat dibanding hari-hari
lainnya. Delta - BHC, aldrin, heptaklorepoksid adalah senyawa pestisida yang
umumnya dalam penelitian ini sebagaimana tampak dalam Tabel 1. Pada bulan
Juni konsentrasi pestisida organoklorin di perairan Teluk Klabat berkisar antara
5,292 – 28,513 ppt, dengan konsentrasi rata-ratanya 15,707 ppt, terrendah pada
Stasiun 13 sebesar 5,292 ppt, ditemukan 13 senyawa dan tertinggi di Stasiun 6
sebesar 28,513 ppt, ditemukan 16 senyawa (Tabel 4, Gambar 2).
Rata-rata konsentrasi pestisida organoklorin pada bulan ini jauh lebih
besar dibandingkan dengan konsentrasi rata-rata organoklorin bulan Maret dan
sudah melampaui ketetapan MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
(2004). Hal ini diduga ada hubungannya dengan musim. Pada bulan Maret adalah
awal musim peralihan dari musim barat ke musim timur, curah hujan masih cukup
banyak sehingga terjadi pengenceran konsentrasi senyawa pestisida, sebaliknya
pada bulan Juni adalah awal musim timur, sudah tidak ada lagi hujan sehingga
terjadi pemekatan konsentrasi pestisida.
Pada bulan Juni diperoleh lebih banyak stasiun yang konsentrasinya tinggi,
yaitu di urutan tertinggi Stasiun 6 lokasinya berada di perbatasan Teluk Klabat
bagian dalam dan Teluk Klabat bagian luar, kemudian berturut-turut Stasiun 1, 2,
3, 10 (dekat mulut sungai) dan Stasiun 11yang lokasinya berada di tengahtengah
mulut Teluk Klabat bagian luar (Tabel 4, Gambar 1).
Pada umumnya stasiun yang total konsentrasi pestisida organoklorinnya
tinggi berada di perairan Teluk Klabat bagian dalam, di muara –muara sungai,
kecuali Stasiun 11 yang berada di perairan Teluk Klabat bagian luar yang
langsung berhubungan dengan perairan Laut China Selatan. Tingginya kadar total
pestisida di Stasiun 11 ini diduga oleh adanya penyebaran pestisida yang terbawa
oleh angin yang berasal dari daratan Pulau Bangka, dan terperangkap di lokasi
tersebut. LI et al. (2006) menyatakan bahwa penyebaran pestisida ke lingkungan
alam sekitar, selain kontak langsung, juga dapat melalui udara.
Lebih banyaknya stasiun yang kadar total pestisidanya sudah melebihi
ketetapan MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP (2004) pada bulan Juni,
juga dapat disebabkan pada saat itu daratan Pulau Bangka sedang musim
penyemprotan pestisida untuk melindungi tanaman pertanian maupun
perkebunannya. LI et al. (2006) juga menyatakan bahwa penyebaran pestisida ke
suatu lingkungan selain kontak langsung, juga dapat melalui air. Pestisida yang
terdapat dalam air akan mengendap di permukaan sedimen dan mengkontaminasi
organisme yang hidup dalam kolom air maupun pada sedimen.
REINECKE & REINECKE (2007) menyatakan bahwa hujan yang turun
setelah penyemprotan pestisida organoklorin akan membawa pestisida
organoklorin ini mengalir ke permukaan air sungai maupun laut, dan membawa
dampak terhadap organisme non target di lokasi penyemprotan maupun daerah
sekitarnya. Dibandingkan dengan bulan Maret, sebaran 18 senyawa pestisida pada
bulan Juni lebih banyak di temukan di banyak stasiun. Senyawa heptaklor, hepox,
pp’DDT, endrin aldehid dan endrin keton ditemukan di seluruh stasiun, sedangkan
12 senyawa lainnya menyebar di lebih dari 10 stasiun dan hanya 2 senyawa yang
penyebarannya lebih kecil dari 10 stasiun yaitu senyawa gamma-BHC dan
metotoksiklor (Tabel 4). Konsentrasi total pestisida dalam sedimen di perairan
Teluk Klabat dalam dua kali penelitian berkisar antara 0,096 - 31,121 ppb. Pada
bulan Maret berkisar antara 0,096 – 50,002 ppb dan rata-rata 3,437 ppb (Tabel 2,
Gambar 3), terendah ditemukan di Stasiun 1 terdiri dari 6 senyawa sedangkan
yang paling besar di peroleh di Stasiun 6 ditemukan 9 senyawa . Senyawa
dieldrin, endrin dan endosulfan diperoleh hampir di seluruh stasiun, 15 stasiun
dari 16 stasiun, sedangkan delta – BHC, aldrin dan metotoksiklor menyebar di
lebih dari 10 stasiun.
Pada bulan Juni konsentrasi pestisida dalam sedimen kisarannya antara
0,388 – 31,121 ppb dan rata-rata 3,807 ppb (Tabel 5, Gambar 3), terendah terletak
pada Stasiun 14 terdiri dari 9 senyawa. sedangkan yang tertinggi di peroleh di
Stasiun 17 ditemukan 15 senyawa. Senyawa metoksiklor merupakan senyawa
yang dominan karena menyebar di seluruh stasiun, sedangkan senyawa
beta-BHC, gamma –BHC, heptaklor, endosulfan I dan pp’-DDT menyebar di
lebih dari 10 stasiun (Tabel 5). Rata-rata kosentrasi total pestisida organoklorin
dalam sedimen pada bulan Juni lebih tinggi dibandingkan dengan bulan Maret,
namun dominansi senyawa pestisidanya hampir sama. Tingginya kadar total
pestisida pada bulan Juni ini dapat dipahami karena kadar total pestisida dalam
airnyapun lebih tinggi di bulan Juni dibandingkan dengan bulan Maret.
Pestisida yang berada di sedimen adalah hasil pengendapan pestisida
dalam air di atasnya terbukti dominansinya senyawa pestisida dalam air hampir
sama dengan yang berada di sedimen. Hal ini sesuai denganpendapat ERKMEN
& KOLANKAYA (2006) pestisida yang tercemar dalam air akan diserap (absorb)
oleh sedimen di perairan tersebut. Baku Mutu MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP (2004) belum mencantumkan konsentrasi pestisida
organoklorin yang diperbolehkan dalam sedimen, oleh karena itu konsentrasi yang
diperoleh di perairan ini hanya bisa dibandingkan dengan di lokasi lain sesama
teluk, misalnya Teluk Jakarta. Bila dibandingkan dengan konsentrasi pestisida
dalam sedimen perairan Teluk Jakarta, konsentrasi pestisida, di perairan Klabat
masih lebih rendah (MUNAWIR 2005). Konsentrasi petisida yang paling tinggi
dalam sedimen di perairan Teluk Jakarta dalam tahun 2005, yaitu sebesar 51,126
ppb.
Konsentrasi pestisida organoklorin dalam sample biota ikan kurisi
(Nemipterus, sp.) yang diperoleh pada bulan Maret (217,340 ppb), jauh lebih
besar dibandingkan dengan yang diperoleh bulan Juni (9,926 ppb), sebagaimana
tampak dalam Tabel 3 dan Tabel 6. Namun senyawa pestisida yang diperoleh
pada bulan Juni lebih banyak yaitu 14 senyawa dibandingkan bulan Maret yang
hanya diperoleh 10 senyawa (Gambar 4). Pada siput gonggong (Strombus
turturella).
konsentrasi pestisidanya hampir sama dengan ikan kurisi yaitu pada bulan
Maret adalah 2803,909 ppb (Tabel 3), jauh lebih besar dibandingkan yang
diperoleh pada bulan Juni yang konsentrasinya hanya 39,642 ppb (Tabel 6).
Kondisi konsentrasi pestisida dalam biota ini berbanding terbalik dengan kondisi
konsentrasi pestisida yang berada dalam air maupun sedimen, yang kadarnya lebih
tinggi di bulan Juni. Kondisi ini dapat dimaklumi karena kedua jenis biota
tersebut mampu bergerak bebas dalam kolom air maupun sedimen.
Menurut JABBER et al.(2001) lebih tinggi pestisida organoklorin yang
diperoleh dalam musim kering disebabkan oleh kandungan lipid (lemak) yang
tinggi dalam beberapa jenis ikan. Ditemukannya pestisida dalam air dan sedimen
ternyata telah mengkontaminasi biota ikan kurisi dan siput gonggong yang hidup
di dalamnya, walaupun konsentrasinya pada bulan Juni menjadi berkurang masih
jauh lebih rendah dari ambang batas (1,5 ppm) yang disarankan U.S
DEPARTMENT OF HEALTH (1968). Dengan demikian konsentrasi pestisida
dalam biota yang diperoleh di perairan Teluk Klabat masih lebih rendah.
Terdeteksinya pestisida organoklorin dalam air laut, sedimen dan biota di perairan
Teluk Klabat ini menunjukkan bahwa pestisida jenis ini masih digunakan di
Indonesia, walaupun sudah dilarang semenjak tahun 1993.
Penggunaan DDT di Indonesia dimulai tahun 1952 untuk mengendalikan
penyakit malaria, namun karena ditemukan penyakit karsinogenik maka tidak
digunakan lagi sejak tahun 1984. Kemudian tahun 1993 Departemen Pertanian
Indonesia melarang peredarannya. (MANUBA 2007). Di Thailand,
RUANGWISES et al. (1994) juga berhasil mendeteksi residu pestisida
organoklorin dalam kerang hijau (Mytlus viridis), hal ini menunjukkan bahwa
pemakaian pestisida di Thailand juga masih berlangsung. Bahkan DDT masih
digunakan di banyak Negara, antara lain Thailand.
Kesimpulan
Perairan Teluk Klabat telah tercemar pestisida organoklorin, karena
konsentrasinya sudah melebihi ambang batas normal yang dikeluarkan oleh
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP (2004). Hepoks, dieldrin, endrin
dan endrin aldehid adalah senyawa yang paling banyak dijumpai dalam kolom air
dan sedimen, di lebih dari 10 kali dari 14 stasiun yang diamati. Konsentrasi
pestisida dalam ikan kurisi dan siput gonggong masih normal, sehingga aman
dikonsumsi oleh manusia.
Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH)
PAH (Polisiklik Aromatik Hidrokarbon) merupakan senyawa organik
mikro-polutan yang memiliki cincin benzena sebanyak 2 atau lebih sebagai hasil
fusi unsur karbon. Bersifat toksik dan karsinogen terhadap makhluk hidup.
Senyawa utama PAH terdiri dari 16 jenis senyawa seperti yang tersaji dalam tabel
berikut
Table 1. Jenis Senyawa PAH
Keberadaan PAH di alam dapat berasal dari dua sumber, yakni sumber
alami dan sumber antropogenik. Sumber alami meliputi; kebakaran hutan dan
padang rumput, rembesan minyak bumi, gunung berapi, tumbuhan yang
berklorofil, jamur dan bakteri, sedangkan sumber antropogenik meliputi; minyak
bumi, pembangkit tenaga listrik, insenerasi, pemanas rumah, batu bara, karbon
hitam, aspal dan mesin-mesin pembakaran. PAH yang berasal dari proses alami
umumnya lebih rendah dari sumber antropogenik.
Kepekatan tertinggi PAH diperoleh dalam sedimen laut yang dekat dengan
daerah perkotaan. Ini mungkin merupakan pola umum karena PAH cenderung
berkumpul dalam sedimen perairan yang dekat dengan daerah perkotaan.
Senyawa PAH mudah mengendap ke dasar perairan. Dalam penelitiannya di Laut
Cina Timur melaporkan tingginya kadar PAH pada stasiun-stasiun yang berada
dekat pantai. Senyawa PAH yang mengendap ke dasar perairan sangat beracun
bagi organism perairan. Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa PAH yang
berasal dari kegiatan manusia dapat menyebabkan kanker dan efek mutagenik
pada organisme . Senyawa PAH dapat terakumulasi dalam tubuh hewan tingkat
rendah hingga mencapai kadar yang tinggi, karena sukar dicerna dalam tubuhnya.
Falahuddin (2012) melaporkan adanya akumulasi senyawa PAH dalam kerang
hijau yang hidup di Teluk yang berasal dari kegiatan manusia dapat menyebabkan
kanker dan efek mutagenik pada organism. Senyawa PAH dapat terakumulasi
dalam tubuh hewan tingkat rendah hingga mencapai kadar yang tinggi, karena
sukar dicerna dalam tubuhnya.
PAH dapat berpindah dari sumbernya dengan beberapa cara yaitu
berpindah mengikuti pergerakan arus laut, melalui proses adveksi dan difusi
turbulen, berpindah melalui udara-laut, proses evaporasi dan kondensasi,
berpindah tempat secara bersamaan dalam keadaan terikat oleh bahan-bahan
organik, dan akan tersedimentasi bercampur dengan air dengan adanya gerakan
arus vertical.
Dampak Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH) bagi perairan
Senyawa PAH mudah mengendap ke dasar perairan, dan sangat beracun
bagi organisme perairan. PAH yang terlarut dalam air pada kadar antara 0,1
hingga 0,5 ppm sudah dapat menyebabkan keracunan terhadap semua larva biota
perairan. Senyawa PAH akan terakumulasi menjadi kadar yang tinggi dalam
tubuh hewan tingkat rendah karena senyawa ini sukar dicerna dalam tubuhnya.
Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa PAH yang berasal dari
kegiatan manusia dapat menyebabkan kanker dan efek mutagenik pada organisme
. Senyawa PAH dapat terakumulasi dalam tubuh hewan tingkat rendah hingga
mencapai kadar yang tinggi, karena sukar dicerna dalam tubuhnya. Falahuddin
(2012) melaporkan adanya akumulasi senyawa PAH dalam kerang hijau yang
hidup di Teluk yang berasal dari kegiatan manusia dapat menyebabkan kanker dan
efek mutagenik pada organism.
Kandungan Senyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH) di Teluk Jakarta
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Teluk Jakarta pada bulan Maret 2011. Contoh
air laut dan sedimen masing-masing diambil dengan ember stainless steel dan grab
sedimen pada 15 stasiun penelitian yang berada di daerah muara. Penetapan posisi
stasiun dilakukan dengan GPS, mengacu pada letak stasiun penelitian PAH pada
tahun 2003. Contoh air laut permukaan sebanyak 2 liter, dimasukkan ke dalam
botol kaca, disimpan dan diawetkan dalam ice box pada suhu 4 OC. Di
laboratorium, contoh disaring dengan kertas saring GFC (glass fiber type C)
ukuran 0,45 mikron. Filtrat yang diperoleh dimasukkan ke dalam corong pemisah
untuk diekstrak dengan hexan p.a. dengan ulangan tiga kali masing-masing
dengan volume 100, 50, dan 5 ml. Selanjutnya filtrat dibersihkan dengan alumina
Sigma WB 5 Basic dan pemisahan fraksi non polar (F1) dan polar (F2) dengan
silica Merck 7754.
Contoh sedimen dimasukkan ke dalam botol kaca (yang sebelumnya
dicuci dengan deterjen teepol dan dikeringkan pada suhu 2000 C), kemudian
disimpan dan diawetkan dalam ice box pada suhu 4 oC. Di laboratorium, contoh
lumpur dikeringkan dalam oven dalam pada suhu 50 oC selama 24 jam,
selanjutnya diekstraksi dengan diklormetan selama 8 jam. Hasil ekstraksi dicuci
dengan bubuk alumina Sigma WB 5 Basic yang dilakukan dengan melewatkan
campuran 4% dietil eter dan n-hexan.
Kadar PAH dalam air laut dan sedimen diukur dengan kromatografi gas
(Gas Chromatography-Flame Ionization Detector) merek Hewlet Packard (HP)
5890 seri II yang dilengkapi dengan kolom kapiler (HPI). Panjang kolom 12
meter dan diameter 0,2 mm dan tebal film 0,33 μm. Hasil pengukuran dinyatakan
dalam ppb untuk air dan ppm untuk sedimen. Metode yang digunakan untuk
analisis air laut dan sedimen.
Sumber asal PAH di telusuri dengan menggunakan metode diagnose rasio.
Ada beberapa rasio senyawa PAH yang digunakan yaitu rasio
fenantrena/antrasena (D-1), fluorantena/pirena (D-2), indeno(123-cd)pirena/
(indeno (123-cd)pirena+ benzo(ghi)pirilena) (D-3), fluorantena/(fluorantena+
pirena) (D-4) , benzo(a) pirena / (benzo(a)pirena + krisena) (D-5), antrasena
/(antrasena + fenantrena) (D-6), antrasena/178 (D-7) dan benzo(a)antrasena/228
(D-8) (Tabel 1). Data dianalisis secara diskriptif analitis dengan membandingkan
dengan hasil penelitian yang lain dan baku mutu air laut dan sedimen.
Hasil Pembahasan
Air Laut
Hasil pengukuran kadar Total PAH dalam air laut di Teluk Jakarta disajikan pada
table berikut
Dari tabel tersebut dapat dilihat untuk kawasan barat (St 1, 2, 3 dan 4) kadar PAH
berkisar antara 201.57-474.68 ppb dengan total kadar 1404,68 ppb. Kadar
tertinggi dijumpai di Stasiun 2 dan terendah di Stasiun 3. Untuk kawasan tengah
(St 5, 6, 7, 8) kadar PAH berkisar antara 104.61-337.07 ppb dengan total kadar
825,63 ppb. Kadar tertinggi dijumpai di Stasiun 6 dan terendah di Stasiun 5.
Untuk kawasan timur (St 9, 10, 11 dan 12) kadar PAH berkisar 112.91-370.19
ppb dengan total kadar 806,73 ppb. Kadar tertinggi dijumpai di Stasiun 11 dan
terendah di Stasiun 9. Berdasarkan data di atas terlihat bahwa Stasiun 2 (kawasan
barat), Stasiun 6 (kawasan tengah), dan Stasiun 11 (kawasan timur) lebih banyak
menerima masukan limbah mengandung PAH, dibandingkan stasiun lain.
Berdasarkan kawasan, maka kawasan barat mempunyai kadar total PAH tertinggi
dibandingkan dengan tengah dan timur. Tingginya kandungan PAH di kawasan
barat ini, menunjukkan bahwa stasiun-stasiun yang berada di kawasan barat lebih
banyak menerima masukan limbah PAH baik yang berasal dari aktivitas di darat,
maupun di laut. Kadar PAH hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan
Nilai Ambang Batas (NAB) yang ditetapkan oleh KMNLH (2004) untuk biota
Laut yakni 3 ppb.
Gambar. 1 Jumlah Jenis PAH di air laut Teluk Jakarta. Stasiun 1-4 (Barat), 5-8 (Tengah), 9-12 (Timur).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk kawasan barat kadar PAH
tertinggi dijumpai di Stasiun 2 yakni 474,68 ppb dengan jenis PAH sebanyak 11,
selanjutnya diikuti Stasiun 1 sebesar 377,99 ppb dengan jenis PAH sebanyak 8,
Stasiun 4 sebesar 350,52 ppb dengan jenis PAH sebanyak 14 jenis, dan Stasiun 3
sebesar 201,57 ppb dengan jumlah jenis PAH sebanyak 10 jenis.
Berdasarkan kadar PAH maka Stasiun 2 lebih tercemar dibandingkan
dengan stasiun yang lain, namun bila dilihat dari jumlah jenisnya PAH nya, maka
stasiun 4 memiliki jumlah jenis PAH terbanyak dibandingkan dengan yang lain.
Untuk kawasan tengah, kadar PAH tertinggi dijumpai di Stasiun 6 yakin
337,07 ppb dengan jumlah jenis PAH sebanyak 13 jenis,selanjutnya berturut-turut
diikuti oleh Stasiun 8 sebesar 214,17 ppb dengan jumlah jenis PAH sebanyak 10
jenis, Stasiun 7 sebesar 169,78 ppb dengan jumlah jenis PAH sebanyak 9 jenis,
dan Stasiun 5 sebesar 104,61 ppb dengan jumlah jenis PAH sebanyak 8 jenis.
Data ini menunjukkan bahwa Stasiun 6 baik berdasarkan kadar PAHnya maupun
jumlah jenis memiliki tingkat pencemaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan
stasiun lain.
Untuk kawasan timur, kadar PAH tertinggi dijumpai di Stasiun 11 yakni
370,79 ppb dengan jenis PAH sebanyak 12 jenis (Gambar 2), selanjutnya diikuti
berturut-turut oleh Stasiun 12 sebesar 184,32 ppb dengan jenis PAH 9 jenis,
Stasiun 10 sebesar 138,71 ppb dengan 8 jenis PAH dan Stasiun 9 sebesar 112,91
ppb dengan 9 jenis PAH. Data menunjukkan bahwa Stasiun 11 kadar maupun
jenis PAH nya memiliki tingkat pencemaran yang lebih tinggi dibandingkan
dengan stasiun lain.
Secara keseluruhan di ketiga kawasan tersebut kadar PAH tertinggi (>300
ppb) dijumpai di Stasiun 2 yakni 474,68 ppb, Stasiun 1 yakni 377,99 ppb, Stasiun
11 yakni 370,79 ppb dan Stasiun 4 yakni 350,52 ppb), sedangkan jenis terbanyak
(>10 jenis) dijumpai di Stasiun 4 (14 jenis), Stasiun 6 (13 jenis), Stasiun 11 (12
jenis), dan Stasiun 2 (11 jenis).
Adanya perbedaan kadar PAH di setiap stasiun disebabkan oleh pengaruh
arus. Arah dan kecepatan arus yang selalu berubah menyebabkan pola penyebaran
PAH tidak merata di permukaan laut. PAH dalam air laut dapat berbentuk terlarut
ataupun partikel di kolom perairan. Kondisi ini memungkinkan PAH untuk
memiliki mobilisasi tinggi dan bisa terbawa ke tempat lain oleh arus.
Penyebab tingginya kadar PAH ini adalah limbah yang berasal dari
berbagai macam kegiatan yang terdapat di sekitar Jabodetabek. Limbah ini masuk
ke Teluk Jakarta melalui 13 aliran sungai yang bermuara ke Teluk Jakarta, di
samping limbah yang berasal dari aktivitas perkapalan yang banyak terdapat di
Teluk Jakarta. Menurut Malik (2006), jumlah sampah yang masuk ke Teluk
Jakarta mencapai 144 ton per hari.
Kontaminasi PAH dalam suatu perairan dapat bersumber dari berbagai
aktivitas baik aktivitas alami (perembesan minyak, asap kebakaran hutan, letusan
gunung berapi) ataupun sumber antropogenik (kegiatan industri, transportasi dan
aktivitas rumah tangga). Molekul PAH dengan bobot molekul besar (PAH > 3
cincin benzene) biasanya berasal dari pembakaran tidak sempurna (pirogenik)
sedangkan PAH dengan bobot molekul kecil (PAH dengan 2-3 cincin benzene)
sangat dominan dalam produk petroleum (petrogenik).
Kandungan dan jenis PAH di suatu perairan sangat tergantung dari sumber
asal PAH tersebut. Hasil diagnosis rasio konsentrasi individu PAH menunjukkan
bahwa sumber PAH di Teluk Jakarta ini berasal dari berbagai sumber, antara lain
dari minyak bumi, pembakaran minyak bumi, pembakaran bahan organik,
campuran minyak dan pembakaran bahan organik. Rasio ini akan berbeda untuk
setiap stasiun penelitian. Stasiun 4 memiliki jumlah jenis PAH terbanyak
dibandingkan dengan stasiun lain. Diperkirakan stasiun 4 memiliki volume limbah
minyak bumi, bahan organik, dan campuran (minyak bumi dan bahan organik)
yang lebih tinggi dibandingkan stasiun lain. Kiranya hal inilah yang dapat
menjelaskan adanya perbedaan jumlah jenis PAH di setiap stasiun, namun untuk
memastikannya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dan mendalam.
Sedimen
Hasil pengukuran kadar PAH dalam sedimen di Teluk Jakarta disajikan pada
Tabel 2.
Dari tabel tersebut dapat dilihat untuk kawasan barat (St 1, 2, 3, 4) kadar
PAH berkisar antara 1.92-64.241 ppm dengan total kadar 107,931 ppm. Kadar
tertinggi dijumpai di Stasiun 1 dan terendah di Stasiun 3. Untuk kawasan tengah
(St 5, 6, 7, 8) kadar PAH berkisar antara16.14-77,71 ppm dengan total kadar PAH
170,61 ppm. Kadar tertinggi dijumpai di stasiun 5 dan terendah di Stasiun 7.
Untuk kawasan timur (Stasiun 9, 10, 11, 12) kadar PAH berkisar 8,72-115.39 ppm
dengan rerata total kadar 252,25 ppm. Kadar tertinggi dijumpai di Stasiun 12 dan
terendah di stasiun 10. Kadar PAH ini lebih tinggi dari nilai ambang batas untuk
kehidupan biota dalam sedimen yakni 45 ppm.
Data di atas menunjukkan bahwa Stasiun 1, 5, dan 12 memiliki tingkat
pencemaran PAH lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun lain, dengan kata lain
bahwa sedimen di ketiga stasiun tersebut lebih banyak mengakumulasi PAH
dibandingkan dengan stasiun lain. Bila dilihat untuk setiap kawasan, maka
kawasan timur memiliki kadar total PAH tertinggi selanjutnya diikuti oleh
kawasan tengah dan barat. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan timur lebih
tercemar dibandingkan dengan kawasan lain. Tingginya akumulasi PAH di
Stasiun 1, 5, dan 12, ada kaitannya dengan komposisi sedimen. Sedimen yang
berupa lumpur dengan kandungan bahan organik yang tinggi akan menyerap PAH
lebih banyak dibandingkan dengan sedimen dengan tekstur pasir.
Seperti dalam air laut, kadar PAH yang tinggi dalam sedimen
menunjukkan adanya akumulasi PAH dalam sedimen. PAH ini selanjutnya akan
terakumulasi dalam tubuh biota yang hidup dan mencari makan di dasar perairan
(jenis kekerangan). Bila biota ini dimakan oleh manusia akan menimbulkan
gangguan terhadap kesehatan. Adanya akumulasi PAH dalam sedimen ini
menyebabkan
Gambar 2. Jumlah jenis PAH di sedimen Teluk Jakarta. Stasiun 1-4 (Barat), 5-8 (Tengah), 9-12 (Timur)
Dari Tabel 2 dapat dilihat untuk kawasan barat kadar PAH tertinggi
dijumpai di Stasiun 1 yakni 64,241 ppm, berturut-turut diikuti oleh Stasiun 2, 4
dan 3, yang kadar PAH nya berturut-turut adalah 27,92 ppm, 13,85 ppm dan 1,92
ppm. Data ini menunjukkan bahwa sedimen di Stasiun 1 lebih banyak
mengakumulasi senyawa PAH dibandingkan dengan stasiun lain, sedangkan
untuk jenis PAH, jenis terbanyak dijumpai di Stasiun 1 yakni 12 jenis, Stasiun 4
sebanyak 11 jenis, Stasiun 2 sebanyak 8 jenis dan Stasiun 3 sebanyak 4 jenis.
Untuk kawasan tengah, kadar PAH tertinggi dijumpai di Stasiun 5 yakni
77,71 ppm, selanjutnya berturut-turut di Stasiun 8 sebesar 39,54 ppm, Stasiun 6
sebesar 37,22 ppm, dan Stasiun 7 sebesar 16,14 ppm (Tabel 2). Data
menunjukkan bahwa sedimen di Stasiun 5 lebih banyak mengakumulasi senyawa
PAH dibandingkan yang lain, sedangkan berdasarkan jenis PAH, jenis PAH
terbanyak dijumpai di stasiun 5 sebanyak 12 jenis, Stasiun 13 sebanyak 6 jenis,
Stasiun 8 sebanyak 11 jenis dan Stasiun 7 sebanyak 9 jenis (Gambar 2).
Untuk kawasan timur, kadar PAH tertinggi di statiun 12 yakni 115,39
ppm, selanjutnya berturut-turut diikuti oleh stasiun 9 sebesar 84,04 ppm, Stasiun
11 sebesar 44,10 ppm dan stasiun 10 sebesar 8,72 ppm (Tabel 2). Data ini
menunjukkan bahwa sedimen di Stasiun 12 lebih banyak mengakumulasi senyawa
PAH dibandingkan yang lain, sedangkan berdasarkan jenis PAH, terbanyak
dijumpai di stasiun 9 sebanyak 15 jenis, Stasiun 12 sebanyak 14 jenis, Stasiun 11
sebanyak 11 jenis, dan Stasiun 10 sebanyak 9 jenis (Gambar 2). Secara
keseluruhan di ketiga kawasan tersebut, kadar PAH tertinggi (>50 ppm) dijumpai
di Stasiun 12 sebesar 115,39 ppm, selanjutnya Stasiun 9 sebesar 84,04 ppm,
Stasiun 1 sebesar 64,241 ppm, sedangkan untuk jenis PAH tertinggi (>10 jenis)
dijumpai di Stasiun 9 yakni 15 jenis, Stasiun 12 sebanyak 14 jenis, Stasiun 1, 5, 6
masing-masing 12 jenis, Stasiun 4, 8, 11 masing-masing 11 jenis.
Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa secara keseluruhan kadar PAH
air laut di wilayah muara Teluk Jakarta telah melewati nilai ambang batas yang
ditetapkan oleh KMNLH (2004) untuk kepentingan biota laut yakni 0,003 ppm
atau 3 ppb, hal yang sama juga dijumpai untuk sedimen, kadar PAH dalam
sedimen yang dapat menimbulkan efek negatif terhadap biota laut adalah 45 ppm
(Simpson et al., 2005). Chen dan White, (2004) melaporkan adanya korelasi
positif antara mutagenisitas dan pencemaran PAH pada biota laut. Sedimen yang
mengandung konsentrasi tinggi dari PAH (>10 ppm) bersifat mutagenik dengan
aktivitas mutagenik utama berhubungan dengan benzo, pyrene.
Kesimpulan
Kadar PAH di Teluk Jakarta baik dalam air laut maupun sedimen relatif
tinggi. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa perairan Teluk Jakarta telah
tercemar oleh senyawa PAH. PAH yang terdapat dalam air laut dan sedimen di
Teluk Jakarta Berasal dari berbagai sumber yakni minyak bumi, pembakaran
minyak bumi, dan pembakaran senyawa organik.
Bab III
Penutup
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa
1. Pestisida organoklorida adalah Senyawa pestisida organoklorin merupakan
senyawa organik sangat sukar terurai dan di alam racunnya bersifat
akumulatif.
PAH (Polisiklik Aromatik Hidrokarbon) merupakan senyawa organik
mikro-polutan yang memiliki cincin benzena sebanyak 2 atau lebih
sebagai hasil fusi unsur karbon. Bersifat toksik dan karsinogen terhadap
makhluk hidup.
2. Pestisida organoklorin dan Polisiklik aromatic hidrokarbon melebihi
ambang batas di perairan dapat menyebabkan perairan tersebut tercemar
dan dapat mengakibatkan senyawa tersebut masuk terakumulasi dalam
biota laut yang jika di konsumsi oleh manusia dapat mengakibatkan
kanker dan bersifat toksik.
3. Analisis pestisida orgaoklorin dan polisiklik aromatic hidrokarbon dapat di
analisis berdasarkan air lautnya, sedimen serta biota laut.
Daftar Pustaka
Ahmad, F., 2012, Kandungan Senyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH) di Teluk Jakarta, Jurnal Ilmu Kelautan, 17 (4): 199-208.
Melawaty, L., Noor, A., Liong, S., 2002, Profil Hidrokarbon Aromatik Berdasarkan Kedalaman Sedimenpantai Pulau Lumu-Lumu, Kepulauan Spermonde, Marina Chimica Acta, 1 (1) :1-5.
top related