makalah komunikasi kesehatan 1- hg 2
Post on 16-Jul-2016
377 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
MAKALAH KOMUNIKASI KESEHATAN
QUESTION BASED LEARNING 1
DISUSUN OLEH :
Komkes-15 / HG-2
Darwin Yunaidy ( 1506668914 / FKG )
Rivandy Holil ( 1506730281 / FKG )
Ahmad Faris Aldjoefrie ( 1506722090 / FF )
Amelia Maharani Kartika ( 1506689723 / FIK )
Nurul Aini Sabichiyyah ( 1506735212 / FIK )
RUMPUN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
2015
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan dalam profesi
keguruan.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman
yang kami miliki masih sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada
para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun
untuk kesempurnaan makalah ini.
Depok, 25 Februari 2016
Penulis
2
ABSTRAK
Komunikasi kesehatan merupakan suatu hal yang sangat fundamental di dalam
menjalankan tindakan kita di dalam tim kesehatan maupun dalam berkomunikasi dengan pasien.
Hal ini sangatlah penting untuk dipelajari dalam berkomunikasi di dunia nyata. Baik tipe-tipe
komunikasi maupun faktor pendukung komunikasi sangatlah bervariasi. Oleh karena itu, kita
harus memahami satu per satu unsur-unsur komunikasi sebelum kita lanjut lebih jauh kepada cara
berkomunikasi terhadap pasien yang memiliki gangguan khusus.
Kata Kunci: Faktor; Komunikasi; Pasien; Prinsip.
3
DAFTAR ISI
Sampul Laporan ................................................................................. 1
Kata Pengantar …………………………………………………… 2
Abstrak …………………………………………………… 3
Daftar Isi …………………………………………………… 4
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………………… 5
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………. 5
1.3 Tujuan Pembelajaran …………………………………………………… 6
BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………...... 7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ………………………………………………...... 36
3.2 Saran ………………………………………………...... 36
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………. 37
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan oleh seseorang
kepada orang lain untuk memberikan atau untuk mengubah sikap, pendapat,
atau perilaku baik secara langsung (lisan) maupun tak langsung. Manusia
sebagai mahluk sosial tentu memerlukan komunikasi dalam hubungan
antarmanusia sehingga dapat dipenuhi keinginan dan kebutuhan masing-
masing individu.
Komunikasi juga memainkan peranan yang penting dalam dunia kerja.
Komunikasi kesehatan merupakan proses penyampaian pesan kesehatan oleh
komunikator melalui media tertentu kepada komunikan dengan tujuan untuk
mendorong perilaku manusia demi tercapainya kesejahteraan sebagai kekuatan
yang mengarah pada keadaan sehat utuh secara fisik, mental, dan sosial.
Komunikasi dan komunikasi kesehatan dilakukan oleh setiap individu
setiap bidang profesi kesehatan. Dalam kondisi yang berbeda, seorang tenaga
kesehatan perlu menerapkan teknik berkomunikasi yang berbeda pula. Oleh
sebab itu, komunikasi dan komunikasi kesehatan perlu dimengerti oleh
seluruh tenaga kesehatan maupun mahasiswa yang nantinya akan bekerja di
bidang kesehatan.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apa sajakah konsep dasar dan prinsip-prinsip komunikasi?
1.2.2. Apa sajakah hambatan-hambatan yang umum terjadi pada komunikasi
serta bagaimana bentuk-bentuk komunikasi?
1.2.3. Bagaimana cara berkomunikasi interpersonal dalam menyampaikan berita
buruk?
1.2.4. Bagaimana cara berkomunikasi pada situasi khusus seperti pasien
pasif/depresif, marah maupun pasien geriatri (klien yang tidak mau
berkomunikasi?
5
1.3. Tujuan Pembelajaran
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah:
1.1.1. Sebagai pemenuhan nilai mata kuliah Komunikasi Kesehatan .
1.1.2. Mengetahui konsep dasar dan prinsip-prinsip komunikasi.
1.1.3. Mengetahui hal-hal yang dapat membentuk dan menghambat terjadinya
sebuah komunikasi.
1.1.4. Mengetahui cara berkomunikasi interpersonal dalam menyampaikan berita
buruk.
1.1.5. Mengetahui cara berkomunikasi pada situasi khusus seperti pasien
pasif/depresif, marah maupun pasien geriatri.
1.4 Metode Penulisan
Metode yang digunakan adalah metode kajian pustaka yakni dengan mencari
materi dari buku-buku referensi serta metode studi internet untuk memperdalam
hal-hal penting yang berkaitan dengan komunikasi kesehatan.
6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 KONSEP DAN PRINSIP DASAR KOMUNIKASI
Pengertian Komunikasi dan Komunikasi Kesehatan
Istilah ‘komunikasi’ (communication) berasal dari bahasa Latin
‘communicatus’ yang artinya berbagi atau menjadi milik bersamaMenurut Effendi
(1995) komunikasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses penyampaian pesan
oleh seseorang kepada orang lain untuk memberikan atau untuk mengubah sikap,
pendapat atau perilaku baik secara langsung (lisan) maupun tak langsung.
Komunikasi tentu memiliki komponen-komponen penunjang, yaitu antara
lain komunikator (orang atau lembaga yang menyampaikan pesan), pesan
(pernyataan yang didukung oleh lambang yang mempunyai arti), komunikan
(orang yang menerima pesan), media (sarana atau saluran yang mendukung proses
penyampaian pesan), serta efek (dampak atau akibat yang ditimbulkan oleh
pesan).
Komunikasi memainkan peranan yang penting dalam dunia kerja, terutama
di bidang kesehatan. Setiap tenaga kesehatan harus menguasai teknik komunikasi
kesehatan. Dalam bukunya, Putrid dan Fanani (2013) mengemukakan bahwa
komunikasi kesehatan adalah usaha sistematis untuk mempengaruhi secara positif
perilaku kesehatan penduduk yang besar jumlahnya dengan menggunakan prinsip
dan metode komunikasi massa, disain instruksional, pemasaran sosial, analisis
perilaku dan antropologi medis.
Konsep Dasar Komunikasi
a. Proses simbolis
7
Komunikasi dilakukan dengan menggunakan bentuk lisan atau isyarat
tertentu. Penerima kemudian menafsirkan arti simbolik yang telah
dibeikan oleh narasumber.
b. Proses sosialisasi
Seorang individu mempelajari dan menyesuaikan tingkah lakunya
serta seluk-beluk Bahasa yang digunakan sesuai dengan yang
diharapkan oleh masyarakat
c. Proses satu/dua arah
i. Komunikasi satu arah
Pesan dan informasi disampaikan kepada penerima biasanya
melalui media dan tidak ada umpan balik dari penerima
ii. Komunikasi dua arah
Pesan dan informasi disampaikan secara langsung kepada
penerima dan terjadi umpan balik antara pemberi dan penerima
informasi
d. Bersifat koorientasi
Komunikasi memerlukan dua pihak atau lebih, sehingga bersifat
koorientasi dan mempunyai tujuan yang sama
e. Bersifat persuasif dan purposive
Persuasif didefinisikan sebagai proses mempengaruhi pendapat, sikap,
dan tindakan orang dengan menggunakan manipulasi psikologis
sehingga orang tersebut bertindak atas kehendak dirinya sendiri
(Roqib 2009).
Sedangkan purposive mempunyai pengertian yaitu setiap proses
komunikasi memiliki tujuan tertentu. Misalnya ketika penyiar berita
menyiarkan tentang suatu informasi agar orang yang melihat berita
tersebut mengetahui informasi yang disampaikan.
f. Mendorong interpretasi individu
Komunikasi dapat meningkatkan pendapat atau pandangan manusia
mengenai hal tertentu yang sedang dibicarakan
8
g. Aktivitas pertukaran makna
Di dalam komunikasi pastilah terjadi pertukaran makna antara pemberi
dan penerima informasi
h. Terjadi dalam konteks (ruang dan waktu tertentu)
Komunikasi dapat dipisahkan oleh jarak dan waktu. Contohnya ketika
kita menggunakan telepon genggam untuk berkomunikasi ketika tidak
dapat bertemu dengan orang yang kita tuju dan media komunikasi
berupa surat kabar yang membutuhkan rentang waktu tertentu agar bisa
sampai ke tangan pembaca
Prinsip-Prinsip Dasar Komunikasi
Untuk dapat memahami hakikat suatu komunikasi perlu diketahui prinsip dari
komunikasi tersebut. Menurut Seiler (1988), ada empat prinsip dasar dalam
komunikasi yakni : suatu proses, suatu sistemik, interaksi / transaksi, dan terjadi
secara sengaja / tidak disengaja. Berikut merupakan penjabaran dari ke 4 prinsip
dasar tersebut.
1. Komunikasi adalah Suatu Proses
Komunikasi adalah suatu proses karena merupakan suatu seri kehidupan
yang terus-menerus, yang tidak mempunyai permulaan atau akhir dan selalu
berubah-ubah. Komunikasi juga bukanlah suatu barang yang dapat ditangkap
dengan tangan untuk diteliti. Komunikasi melibatkan suatu variasi saling
berhubungan yang kompleks dan tidak pernah ada duplikat dalam cara yang
persis sama yaitu : saling berhubungan diantara orang, lingkungan,
keterampilan, sikap, status, pengalaman, dan perasaan, semuanya menentukan
komunikasi yang terjadi pada suatu waktu tertentu. Tidak ada dua hubungan
yang terjadi dalam cara yang persis sama atau tidak ada komunikasi yang
terjadi pengantara terjadinya hubungan itu yang persis sama.
Proses yang terjadi dalam sebuah komunikasi tersebut, adakalanya tidak
berjalan dengan lancer. Ini merupakan hal yang sangat biasa terjadi. Karena,
akan sangat jarang menemukan proses komunikasi yang tidak melewati serta
9
menghadapi rintangan apapun. Hal utama yang menjadi penyebabnya, karena
komunikasi yang tepat, akan melibatkan lebih dari 1 orang. Komunikasi yang
terjadi lebih dari 1 orang inilah yang akan memicu terjadinya perbedaan
pandangan serta pendapat yang besar kemungkinan akan menyebabkan
terjadinya konflik dan perdebatan. Dimana tanpa kita sangka, perbedaan ini
membuat kesalahpahaman.
Namun 1 hal yang perlu digaris bawahi. Bahwa tidak semua konflik dan
pertentangan pendapat yang terjadi akan menimbulkan kesalahpahaman. Dalam
beberapa kasus, suatu komunikasi akan lebih bermakna dan berwarna jika
terdpaat perbedaan pendapat yang terjadi antar komunikan. Hal yang terpenting
disini untuk selalu diingat adalah bahwa jangan menjadikan perbedaan
pendapat tersebut sebagai sebuah pemisah, namun jadikan perbedaan pendapat
tersebut sebagai sebuah jembatan penghubung yang menjadikan suatu proses
komunikasi akan lebih bermakna dan berwarna.
2. Komunikasi adalah Sistem
Dalam sebuah komunikasi, terdapat beberapa komponen didalamnya yang
akan menjadikan proses komponen – komponen tersebut saling berhubungan,
sehingga terjadilah komunikasi. Setidaknya, menurut Seiler (1988) terdapat 3
komponen utama dalam sebuah komunikasi yang wajib untuk ada ketika
terjadinya komunikasi. Yaitu adanya pengirim pesan, penerima pesan, dan
media komunikasi. Misalnya pengirim mempunyai peranan untuk menentukan
apa informasi atau arti apa yang akan dikomunikasikan. Setelah mengetahui
apa arti atau informasi apa yang akan dikirimkan, informasi tersebut perlu
diubah ke dalam kode atau sandi-sandi tertentu sesuai dengan aturannya
sehingga berupa suatu pesan.
Sehingga komponen pesan ada kaitannya dengan komponen pengirim.
Bila pengirim tidak benar menyandikan arti yang akan dikirim maka yang akan
terjadi kemudian adalah, pesan tersebut kurang tepat. Kurang tepatnya pesan
yang dikirimkan akan mempengaruhi komponen penerima dalam
menginterpretasikan isi pesan sehingga si penerima mungkin juga akan salah
dalam menginterpretasikannya.
10
Kaitan komponen pesan dengan media komunikasi penyalurnya misalnya
bila pesan disampaikan dengan lisan maka gelombang suara adalah sebagai
media penyalur komunikasi dan ini juga akan berkaitan dengan si penerima
dalam mengikuti pesan yang harus menggunakan pendengarannya dalam
menerima pesan tersebut. Begitulah, antara satu komponen dengan komponen
yang lain saling berkaitan dan bila terdapat gangguan pada satu komponen
akan berpengaruh pada proses komunikasi secara keseluruhan. Itulah alasan
mengapa sistem adalah sebuah prinsip dasar dari komunikasi.
3. Komunikasi Bersifat Interaksi dan Transaksi
Istilah interaksi yang dimaksud disini adalah saling bertukar komunikasi.
Misalnya seseorang berbicara kepada temannya mengenai sesuatu, kemudian
temannya yang mendengar memberikan reaksi atau komentar terhadap apa
yang sedang dibicarakannya itu. Begitu selanjutnya berlangsung secara teratur
ibarat orang yang bermain lempar bola. Seorang melemparkan yang lainnya
menagkap kemudian yang menangkap melemparkan kembali kepada si
pelempar pertama. Dalam kehidupan sehari-hari komunikasi yang kita lakukan
tidak seteratur itu prosesnya.
Sering kali dalam sebuah percakapan tatap muka kita terlibat dalam proses
pengiriman pesan yang tidak terpisah dan beraturan seperti contoh di atas.
Dalam keadaan demikian komunikasi tersebut bersifat transaksi. Sambil
menyandikan pesan kita juga menginterpretasikan pesan yang kita terima.
Misalnya dalam situasi pengajaran di kelas antara guru dan murud seringkali
memperlihatkan komunikasi interaksi ini. Sambil guru menyampaikan
informasi kepada murid atau sedang menjelaskan pengajran, muridpun
menyampaikan pesan kepada guru dalam bermacam-macam bentuk. Jadi
komunikasi yang terjadi antara manusia dapat berupa interaksi dan transaksi.
4. Komunikasi Dapat Terjadi Disengaja Maupun Tidak Disengaja
Komunikasi yang disengaja terjadi apabila pesan yang mempunyai
maksud tertentu dikirimkan kepada penerima yang dimaksudkan. Misalnya
seorang kepala sekolah bermaksud mengadakan rapat dengan rekan – rekan
11
sekerjanya di sekolah. Apabila kepala sekolah tersebut mengirimkan pesan
yang berisi undangan rapat kepada rekan – rekan sekerjanya, maka itu
dinamakan komunikasi yang disengaja. Tetapi apabila pesan yang tidak sengaja
dikirimkan atau tidak dimaksudkan untuk orang tertentu untuk menerimanya
maka itu dinamakan komunikasi tidak disengaja.
Misalnya seseorang memakai hiasan / aksesoris pada pakaian yang
dipakainya dan terlihat agak mencolok. Padahal orang tersebut tidak
mempunyai maksud untuk mengirimkan pesan tertentu. Namun terkadang
kecenderungan persepsi orang lain, menerima secara tidak sengaja pesan yang
tidak dimaksudkan untuk orang lain tersebut. Karena tanpa disadari orang lain
melihat hiasan serta aksesoris yang dipakai.
Komunikasi yang ideal terjadi apabila seseorang bermaksud mengirim
pesan tertentu terhadap orang lain yang ia inginkan untuk menerimanya. Tetapi
itu belumlah merupakan jaminan bahwa pesan itu akan efektif, karena
tergantung pada faktor orang lain yang juga ikut berpengaruh kepada proses
komunikasi. Terkadang, ada juga pesan yang sengaja dikirimkan kepada orang
yang dimaksudkan tetapi sengaja tidak diterima oleh orang itu. Misalnya orang
tua yang sengaja berbicara kepada anaknya tetapi anaknya tidak mau
mendengarnya. Ada juga situasi komunikasi yang tidak sengaja tetapi diterima
oleh orang lain dengan sengaja. Misalnya : dalam situasi kelas yang hening,
tiba – tiba seorang murid berdiri dan berteriak.
Tindakan murid yang dilakukan secara tiba – tiba tersebut, akan diterima
murid-murid lainnya sebagai pesan karena tiba – tiba temannya yang lain
memprhatikan tindakannya yang menimbulkan bermacam-macam interpretasi
bagi mereka. Dari bermacam-macam contoh di atas jelaslah, bahwa
komunikasi itu dapat terjadi disengaja maupun tidak dengan sengaja.
Faktor – Faktor yang Berperan dalam Komunikasi
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi setiap unsur komunikasi. Baik itu
bersifat positif maupun negatif. Faktor - faktor tersebut yaitu :
Kredibilitas
12
Kredibilitas terdapat dan berpengaruh pada sumber (komunikator) dalam
keberhasilan proses komunikasi , karena hal ini mempengaruhi tingkat
kepercayaan sasaran terhadap pesan yang disampaikan. Ketika kredibilitas
seorang pengirim dapat diperlihatkan secara jelas kepada lawan bicara, maka
tentulah tingkat probabilitas proses penyampaian pesan secara jelas dan teoat,
akan semakin besar. Kredibilitas ini mencakup banyak hal. Seperti bobot isi
pesan yang akan disampaikan, body language, intonasi, gerakan bola mata,
kemampuan dalam merangkai kata – kata, dsb.
Isi Pesan
Pesan yang disampaikan hendaknya mengandung isi yang bermanfaat bagi
kebutuhan lawan bicara. Ketika berusaha untuk mengkomunikasikan sesuatu
yang tidak menarik simpatik dan rasa penasaran dari lawan bicara, maka akan
sangat sulit untuk membuat pesan tersebut tersampaikan dengan jelas dan tepat
sasaran. Malahan akan membuat proses komunikasi tersebut terasa hambar dan
kurang bermakna.
Kejelasan
Pesan yang tidak jelas akan membuat sasaran bingung sehingga tidak terjadi
penyampaian pesan yang efektif da nisi yang dimaksudkan untuk dicerna oleh
penerima pesan, malahan hanya akan menjadi sesuatu yang sia – sia. Kejelasan
disini tidak hanya mencakup kejelasan isi pesan. Namun kejelasan dalam
intonasi suara juga menjadi penentu apakah nantinya pesan tersebut akan
tersampaikan dengan baik atau tidak.
Kesinambungan dan Konsistensi
Agar pesan yang disampaikan bisa konsisten dan berkesinambungan, seorang
komunikator perlu membuat perencanaan yang matang sebelum melakukan
intervensi atau berkomunikasi dengan lawan biacar. Disamping itu perlu
adanya pemahaman yang sama antara pemberi pesan dengan sang penerima
pesan, Agar pesan yang dimaksudkan dapat disampaikan dengan baik dan
sesuai target perencanaan semula.
13
Saluran
Saluran / media merupakan salah 1 faktor terpenting jga dan menjadi penentu
keberhasilan suatu penyampaian pesan. Saluran / media yang digunakan harus
disesuaikan dengan pesan yang ingin disampaikan. Pemilihan media yang tepat
dapat meningkatkan pemahaman lawan bicara sehingga perubahan yang
diharapkan dapat tercapai. Saluran yang dimaksudkan dapat berupa surat,
handphone, telepon, udara, internet, dsb.
Kapabilitas Sasaran
Kapabilitas sasaran terdapat pada penerima pesan dalam proses menerima
pesan yang disampaikan oleh komunikator. Komunikator harus
memeperhitungkan kemampuan sasaran dalam menerima pesan yang
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, sosial ekonomi, sosial budaya, psikologis
dan sebagainya. Ketika komunikator tidak memperhitungkan kapabilitas dari
lawan bicaranya, maka mustahil pesan akan tersampaikan dengan baik.
2.2 BENTUK DAN HAMBATAN KOMUNIKASI
I. Sikap dan Perilaku dalam Berkomunikasi
Pertama-tama, kita harus mempelajari apa saja yang perlu diperhatikan
ketika kita sedang melakukan komunikasi. Hal ini sangatlah penting agar
komunikasi yang dilakukan oleh si komunikator dapat secara efisien diterima oleh
pihak ketiga (resipien). Karena itulah, variabel-variabel yang terlibat dalam
komunikasi sangat erat kaitannya sebelum kita melanjutkan ke tahap bentuk-
bentuk komunikasi dan hambatan-hambatan dalam komunikasi. Variabel-variabel
tersebut terdiri dari:
1. Empati
Empati adalah suatu kemampuan untuk bisa menempatkan dirinya
pada posisi orang lain, sehingga bisa memahami dan merasakan apa
yang dialami oleh orang lain tersebut. Empati adalah variabel yang
14
paling penting, mendasar, dan kompleks dalam proses komunikasi
kesehatan melibatkan:
Proses keterlibatan
Sensitif/kepekaan terhadap emosi
Kemampuan untuk memahami
Intuisi
Empati ini berbeda dengan simpati. Simpati adalah perasaan kasihan
dan kesedihan yang diperlihatkan ketika melihat penderitaan atau
masalah orang lain. Empati berfokus kepada orang yang sedang
memiliki masalah, dan kita memahami masalah orang tersebut,
memiliki perasaan seperti orang tersebut, dan menyelidiki serta melihat
dari sudut pandang orang tersebut. Menurut Rogers, empati ini meliputi
beberapa aspek, yaitu:
Kognitif, adalah menyelidiki tingkah laku dan kehidupan sehari-
hari si pasien/klien dan memproses segala informasi yang berhasil
dikumpulkan.
Afektif, adalah memahami perasaan pasien/klien tersebut.
Komponen komunikasi, adalah bahasa dan respon-respon yang kita
berikan kepada pasien/klien.
Empati dapat menghilangkan perasaan terisolasi/terkucilkan dari
masyarakat, khususnya dari perasaan orang-orang yang sakit dan lebih
banyak menghabiskan hidupnya di rumah sakit, dan empati inilah
yang menyediakan konfirmasi dan perasaan ‘dipahami’ bagi orang-
orang tersebut. Untuk menjadi seorang profesional, perasaan empati ini
sangat diperlukan. Seorang profesional haruslah memiliki cara yang
efektif untuk mengobati pasien, dan untuk memiliki hubungan baik
dengan para pasien, sesama rekan kerja, dan karyawan.
2. Kontrol
15
Kontrol berperan dalam pusat kendali manusia dalam menentukan
apakah dirinya akan berperan menjadi individu yang mengendalikan
atau dikendalikan. Kontrol dibagi menjadi 2 garis besar yaitu:
A. PERSONAL CONTROL
Personal control adalah sebuah persepsi masing masing individu yang
meyakinkan dirinya mampu mempengaruhi diri sendiri.
Thompson (1981) membagi personal control ke dalam 4 bagian, yaitu:
Behavioral control, yaitu seseorang yang meyakini dirinya
dapat menjadikan perilaku seseorang sebagai acuan dalam
mewujudkan suatu intensitas,kemugkinan dan mengurangi
ancaman.
Cognitive control, yaitu keyakinan seseorang dalam menggunakan
strategi kognitif nya (mental) dalam memepengaruhi orang lain.
Informational control, yaitu keyakinan seseorang bahwa
dirinya memiliki informasi dan pengetahuan yang mampu
mempengaruhi tindakan dan pola pikir orang lain.
Retrospective control, yaitu seseorang yang memiliki kemampuan
untuk menjadikan pengalaman dimasa lalu nya sebagai refleksi
dalam bertindak pada masa mendatang.
Berdasarkan tempatnya, personal control ini dapat dibagi menjadi 2,
yaitu:
1. Internal, Keyakinan bahwa segala sesuatu yang menimpanya saat ini
adalah cerminan terhadap perilaku yang dirinya lakukan sebelumnya.
2. Eksternal, keyakinan bahwa hal hal yang menimpa mereka saat ini
disebabkan oleh berbagai faktor eksternal
B. RATIONAL CONTROL
Rational control adalah persepsi seseorang dalam berkomunikasi
dengan orang lain dan mempengaruhi orang lain dan lingkungan
dengan opini mereka.
16
3. Trust / Kepercayaan
Merupakan perilaku yang dilakukan oleh seseorang agar pihak ketiga
dapat menerima kepercayaan dari informasi yang diperikan oleh
komunikator sehingga first impression yang baik dapat terjalin diantara
keduanya.
4. Self Disclosure / Keterbukaan
Merupakan perilaku dalam berkomunikasi di mana ia mampu memberikan
informasi secara terbuka, baik itu personal hingga sampai ke perasaan
masing-masing agar informasi yang diterima dapat lebih leluasa.
5. Konfirmasi
Adalah gabungan dari keempat variabel sebelumnya, menunjukkan
empati, adanya control, menunjukkan trust/kepercayaan, dan
menyatakan pikiran dan perasaannya secara terbuka kepada orang lain.
Konfirmasi memiliki peranan penting di dalam komunikasi kesehatan,
memfokuskan cara-cara individual untuk melakukan hubungan
komunikasi dengan baik dan efektif.
II. Bentuk-Bentuk Komunikasi
Setelah memahami sikap dan perilaku dalam berkomunikasi, maka kita
juga harus mengetahui berbagai bentuk komunikasi yang ada ketika kita
berinteraksi. Bentuk-bentuk komunikasi tersebut dapat dibedakan berdasarkan:
1. Nasir, et al
a. Komunikasi Agresif
Merupakan komunikasi yang menonjolkan dominasi.
Pelaku komunikasi ini berusaha memaksakan kehendaknya
terhadap orang lain dan merendahkan lawan bicara. Bentuk
komunikasi ini cenderung menimbulkan permusuhan. Pelaku
komunikasi agresif dapat terlihat dari sikap tubuh yang condong ke
depan, kepala mendongak, mata melotot, nada bicara tegas, dan
tubuh tegang.
17
b. Komunikasi Pasif
Merupakan kebalikan dari komunikasi agresif. Bahasa
tubuh yang ditunjukkan pelaku komunikasi pasif adalah cenderung
diam, nada suara ragu-ragu dan pelan, tubuh membungkuk, serta
menjauhi dan menghindari kontak mata dengan lawan bicara.
c. Komunikasi Asertif
Komunikasi ini merupakan komunikasi yang paling baik, di
mana pelaku berkomunikasi secara aktif dan mampu mengeluarkan
pendapatnya. (Komunikasi ini bersifat terbuka)
2. Menurut Ronald B. Adler dan George Rodman dalam buku Understanding
Human Connection: second edition:
a. Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal terdiri dari kata-kata yang disusun dalam pola
yang mempunyai arti. Terbagi dalam 2 bentuk, yaitu:
Komunikasi lisan
Komunikasi lisan merupakan komunikasi yang disuarakan.
Kelebihan: kecepatan dan umpan baliknya
Kekurangan: semakin banyak orang semakin terdistorsi
Komunikasi tertulis
Komunikasi tertulis adalah komunikasi melalui media
perantara tulisan
Kelebihan: pengirim maupun penerima memiliki
dokumentasi dari komunikasi tersebut
Kekurangan: memakan waktu dan tidak adanya umpan balik
Komunikasi verbal yang efektif harus sesuai dengan hal-hal
berikut:
a. Jelas dan ringkas
18
Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan
langsung. Makin sedikit kata-kata yang digunakan makin kecil
kemungkinan terjadinya kerancuan.
b. Pembendaharaan kata
Komunikasi tidak akan berhasil jika pengirim pesan tidak
mampu menerjemahkan kata dan ucapan. Oleh karena itu
sebaiknya menggunakan kata yang sekiranya mampu dipahami
oleh penerima pesan.
c. Arti denotative dan konotatif
Arti denotative memberikan pengertian yang sama terhadap
kata yang digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan
pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam suatu kata.
Ketika berkomunikasi, penting untuk berhati-hati dalam
memilih kata agar tidak mudah untuk disalahartikan.
d. Selaan dan kesempatan berbicara
Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan
keberhasilan komunikasi verbal.
e. Waktu dan relevansi
Waktu yang tepat sangat penting dalam penerimaan pesan.
Meskipun pesan yang disampaikan singkat dan jelas, tetapi
ketidaktepatan waktu dapat menghalangi penerimaan pesan
secara akurat.
f. Humor
Humor merangsang produksi katekolamin dan hormone yang
menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap
rasa sakit, mengurangi ansietas, dan memfasilitasi relaksasi
pernapasan.
19
b. Komunikasi Non-Verbal
Komunikasi non verbal adalah suatu proses pemindahan atau
penyampaian pesan tanpa menggunakan kata-kata. Penyampaikan
kode tersebut merupakan cara paling efektif dan meyakinkan untuk
menyampaikan pesan. Tujuan dari kode atau isyarat nonverbal,
antara lain:
Meyakinkan apa yang diucapkan (repetition)
Menunjukkan perasaan dan emosi yang tidak bisa diutarakan
dengan kata-kata (substitution)
Menunjukkan jati diri sehingga orang lain bisa mengenalnya
(identitiy)
Menambah atau melengkapi ucapan-ucapan yang dirasakan
belum sempurna
III. Hambatan dalam Komunikasi
Selama manusia berkomunikasi tentu tidak selalu berjalan dengan mulus,
tentu terdapat beberapa hambatan yang menyebabkan lawan bicara salah
menangkap informasi atau bahkan tidak mengerti topik apa yang sedang
dibicarakan. Jadi, hambatan-hambatan dalam berkomunikasi harus diminimalisir
agar komunikasi berjalan efektif.
Ada 4 faktor hambatan yang biasa/seringkali terjadi diantara pengirim dan
penerima pesan yaitu:
1. Hambatan sosio-antro-psikologis
Proses komunikasi berlangsung dalam konteks situasional. Situasi ini
sangat berhubungan dengan faktor sosiologis-antropologis-psikologis.
a. Hambatan Sosiologis
b. Hambatan antropologis
c. Hambatan psikologis
2. Hambatan semantis
20
Hambatan ini terdapat pada komunikator. Faktor semantis menyangkut
bahasa yang digunakan komunikator sebagai media untuk menyalurkan
pikiran dan perasaannya kepada komunikan.
3. Hambatan mekanis
Hambatan mekanis biasanya dijumpai pada media yang dipergunakan
dalam proses komunikasi.
4. Hambatan ekologis
Hambatan ekologis disebabkan oleh factor gangguan lingkungan terhadap
proses berlangsungnya komunikasi, jadi datangnya dari lingkungan.
Hambatan dalam komunikasi kesehatan
A. Umum
1. Faktor manusia : fisik, moral, sikap, ingatan, stress, lelah, tingkah laku,
psikologis
Contoh dalam kolaborasi kesehatan:
- Perbedaan upah dan penghargaan
- Perawatan yang kompleks
- Beban pekerjaan dan tekanan waktu
- Keterbatasan kemampuan untuk multitask
- Kurangnya peran dan tanggung jawab
- Perbedaan training (pelatihan) yang diberikan oleh dokter, perawat,
atau tenaga profesional lainnya
- Perbedaan jadwal dan rutinitas
- Hirarki (junior sungkan untuk bertanya atau lapor kepada senior)
2. Gangguan dan interupsi
3. Gender
4. Perbedaan bahasa dan budaya
5. Perbedaan generasi (umur)
B. Schiavo (perspektif pasien)
1. Pendidikan
2. Pengetahuan kesehatan
21
3. Umur
4. Keterbatasan kognitif
5. Ketidakpahaman istilah medis
6. Stress terkait penyakit
7. Ketidaksetaraan antara pasien dan tenaga kesehatan
8. Budaya dan etnik
Variabel Sebab Gangguan
Sumber/Pengirim - Gangguan internal (psikologis,
fisiologis)
- Kecemasan, ketakutan
- Tidak atau kurang kompeten
- Tidak atau kurang terampil
dalam berkomunikasi lisan dan
tulisan
- Tidak efektif dalam merumuskan
tujuan komunikasi
- Kurangnya pendidikan,
pengalaman, kekuasaan,
wewenang
- Dll
Encoding (oleh sumber) - Tidak bisa menyandi gagasan ke
dalam simbol bahasa secara tepat
- Miskin informasi
- Dll
22
Pesan - Pilihan sruktur pesan, gaya
pesan, daya tarik pesan yang
tidak sesuai dengan minat
komunikasi
- Pesan yang ambigu
- Pesan yang terlalu singkat atau
terlalu panjang
- Perbedaan kultural atau makna
pesan
- Dll
Saluran - Gangguan eksternal atau
ligkungan
- Pesan yang tidak sesuai dengan
media
Decoding (oleh penerima) - Tidak bisa menyandi gagasan
kedalam simbol bahasa secara
tepat
- Miskin informasi
- Dll
Penerima - Gangguan internal (psikologis,
fisiologis)
- Kecemasan, ketakutan
- Tidak atau kurang kompeten
- Tidak atau kurang terampil
dalam berkomunikasi lisan dan
tulisan
- Tidak efektif dalam merumuskan
tujuan komunikasi
Umpan Balik - Gangguan eksternal
(lingkungan)
- Tanggapan yang tidak tepat
23
Gangguan - Internal
- Eksternal
Bidang Pengalaman - Perbedaan bidang pengalaman
yang dapat menghasilkan bias
informasi
Pertukaran Makna - Hambatan budaya
Sumber: H. Paul Leblanc III, 2001
2.3 KOMUNIKASI INTERPERSONAL
Komunikasi menjadi kebutuhan pokok manusia yang hidup di muka bumi,
selain sandang, pangan, dan papan. Hal ini dikarenakan manusia merupakan
makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri sehingga senantiasa membutuhkan
masyarakat dalam hidupnya. Komunikasi juga menjadi sarana bagi manusia
dalam menyampaikan kebutuhannya, yang disampaikan baik secara verbal
maupun non verbal. Oleh karena itu, komunikasi menjadi hal yang sangat penting
untuk dikuasai oleh profesi kesehatan sehingga dapat merespon kebutuhan pasien
dengan baik. Komunikasi yang digunakan pada tahap ini adalah komunikasi
interpersonal, dimana yang akan dibahas adalah konsep utama dari komunikasi
interpersonal, proses dan teknik penyampaiannya, serta bagaimana penyampaian
berita buruk dilakukan ke pasien.
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang mendapat umpan balik
dari pihak lain, baik secara langsung (face to face) maupun menggunakan media
sebagai sarananya, sehingga bersifat maya atau faktual (Burgon dan Huffner,
2002). Menurut Barlund dalam Alo Liliweri (1991), komunikasi interpersonal
memiliki beberapa ciri. Ciri pertama adalah bersifat spontan sehingga tidak
mempunyai struktur dan terjadi secara kebetulan. Ciri selanjutnya adalah
komunikasi interpersonal tidak mengejar tujuan yang direncanakan. Terakhir,
identitas keanggotaan dalam komunikasi interpersonal bersifat tidak jelas dan
dapat terjadi sambil lalu. Sementara itu, Everett M. Rogers mengungkapkan ciri
lain dari komunikasi interpersonal, yaitu komunikasi interpersonal memiliki arus
24
pesan dua arah, konteks komunikasinya dua arah, tingginya umpan balik yang
terjadi, memiliki kemampuan non selektivitas yang tinggi, dan jika disampaikan
kepada khalayak besar, maka kecepatan jangkauannya relatif lambat.
Komunikasi interpersonal memiliki lima elemen penting, yaitu pengirim
pesan, pesan yang disampaikan, penerima pesan, umpan balik, dan hambatan.
Pesan yang disampaikan tidak hanya pesan verbal seperti informasi maupun
pikiran, melainkan juga pesan non verbal yang disampaikan melalui ekspresi
wajah dan gestur yang lebih bermakna 53% dibanding pesan verbal. Alasan
mengapa umpan balik diperlukan dalam komunikasi interpersonal adalah untuk
mengetahui pemahaman si penerima pesan terhadap pesan yang disampaikan.
Pada saat inilah pertukaran peran antara pengirim pesan dan penerima pesan
dilakukan, pengirim pesan menjadi penerima umpan balik dan penerima pesan
menjadi pemberi umpan balik. Keakuratan penyampaian suatu pesan dapat dilihat
dari hambatan yang memengaruhinya. Oleh karena itu, dalam penyampaian
komunikasi interpersonal penting untuk memperhatikan empat aspek, yakni
pemilihan kata yang sesuai, kongruensi antara pesan verbal dengan non verbal,
pencegahan perbedaan pemahaman pesan, dan penggunaan umpan balik.
Proses komunikasi interpersonal dilakukan melalui tiga cara, yaitu
encoding, decoding, dan respon. Encoding diartikan sebagai pemilihan simbol-
simbol baik berupa verbal maupun non verbal oleh internal diri komunikator,
guna menciptakan pesan yang didasari aturan-aturan tata bahasa dan karakteristik
dari komunikator. Sementara itu, decoding diartikan sebagai perubahan data-data
mentah yang didapat melalui indera menjadi suatu pesan yang memiliki makna
sehingga merupakan suatu proses internal dari komunikan. Terakhir, respon
adalah tanggapan yang diberikan penerima terhadap pesan yang diterimanya.
Respon yang disampaikan dapat bersifat negatif, positif, maupun netral.
Hambatan yang biasanya menghalangi proses komunikasi interpersonal ini adalah
kegaduhan yang ada saat penyampaian pesan dilakukan.
Komunikasi interpersonal memiliki variabel yang memengaruhi
komunikasi antara pengirim pesan dan penerima pesan. Variabel-variabel tersebut
adalah persepsi, tingkat pendidikan dan perkembangan, latar belakang sosial
25
budaya, nilai dan kepercayaan, emosi, gender, status kesehatan fisik, peran, dan
hubungan. Persepsi adalah variabel dimana seseorang menginterprestasi dan
memahami suatu kejadian secara berbeda, contohnya saat perawat menanyakan
keadaan pasien yang menjadi diam setelah keluarga yang menjaganya pulang,
beberapa orang akan memilki persepsi bahwa perawat tersebut penuh perhatian,
namun terdapat pula orang yang beranggapan bahwa perawat tersebut telah
menganggu privasi pasien tersebut. Dalam komunikasi interpersonal terdapat pula
variabel yang berhubungan dengan penyakit, seperti nyeri, kegelisahan, dan efek
pengobatan yang memengaruhi komunikasi antara profesi kesehatan dengan
pasien (Feldman-Stewart, Brundage, dan Tishelman, 2005).
Teknik dalam melakukan komunikasi interpersonal dibagi menjadi 9
tahap. Tahap pertama adalah tahap mendengarkan secara aktif (active learning).
Tahap ini penting untuk dilakukan untuk membangun kepercayaan antara profesi
kesehatan dengan pasien sehingga terbentuk hubungan yang saling menghargai.
Active learning dapat dilakukan melalui metode SOLER. S berarti sit facing the
patient atau duduk menghadap pasien, yang mengindikasikan bahwa pasien
benar-benar didengarkan. O berarti observe an open posture yang berarti terbuka
terhadap apa yang disampaikan. L berarti lean toward the patient yang
menandakan ketertarikan dan keterlibatan terhadap interaksi pasien. E berarti
establish and maintain intermittent eye contact yang menandakan keseriusan
terhadap apa yang pasien sampaikan. R berarti relax dimana ketenangan dan
kenyamanan pasien merupakan aspek penting.
Tahap kedua adalah adalah melakukan pengamatan. Pada tahap ini, profesi
kesehatan mengobservasi cara pasien berbicara dan bertindak sehingga proses
interaksi yang terjadi semakin dalam. Tahap selanjutnya adalah sharing emphaty,
yang mencerminkan kemampuan profesi kesehatan dalam merasakan situasi yang
dialami pasien. Tahap keempat adalah sharing hope, dimana pengembangan diri
pasien dilakukan denga memberikan dorongan dan masukan yang positif sehingga
memicu pasien melihat potensi yang ada pada dirinya. Tahap kelima adalah
sharing humor. Tujuan sharing humor dilakukan adalah untuk memberikan
kegembiraan ke pasien sehingga keadaan pasien semakin membaik dan hubungan
interpersonalnya semakin baik. Tahap keenam merupakan tahap sentuhan.
26
Sentuhan merupakan cara komunikasi non verbal yang menyampaikan banyak
makna, seperti kasih saying, dukungan emosional, dan perhatian. Tahap ketujuh
adalah penyediaan informasi. Penyediaan informasi dilakukan dengan
mengedukasi pasien mengenai kebutuhannya sehingga mengetahui status
kesehatannya pada saat ini. Tahap kedelapan adalah klarifikasi. Klarifikasi
membantu pasien untuk menghindari asumsi dan penilaian yang salah. Terakhir,
using silence. Keheningan bertujuan untuk memberikan pasien kesempatan untuk
berpikir mendalam dengan kemungkinan berita buruk yang mereka hadapi.
Casciato (2012) mengartikan berita buruk sebagai situasi dimana terdapat
informasi yang bisa mengubah kehidupan orang tersebut di masa depan dengan
kemungkinan menjadi lebih buruk. Penyampaian berita buruk sulit dilakukan
ketika seorang profesi kesehatan memiliki hubungan yang cukup lama dan kuat
dengan pasien, umur pasien masih muda, atau pasien memiliki ekspetasi tinggi
terhadap hasil yang memuaskan. Hal yang perlu diperhatikan dalam penyampain
berita bukanlah berorientasi pada informasi yang diberikan melainkan
penggunaan bahasa, pemberian waktu agar pasien memahami kondisinya, dan
sikap empati. Hal-hal ini penting untuk diperhatikan karena berdampak pada
penurunan kecemasan dan despresi yang dialami pasien. Dikarenakan hal tersebut
maka penyampaian berita buruk memerlukan strategi khusus.
Informasi yang disampaikan dalam penyampaian berita buruk tidak hanya
mengenai penyakit yang berkemungkinan buruk bagi pasien di masa depan,
melainkan dapat juga kabar berduka yang harus dihadapi oleh keluarga pasien.
Berduka merupakan suatu respon emosional terhadap rasa kehilangan, yang
diwujudkan individu melalui cara yang khusus, berdasarkan pengalaman personal,
budaya, dan kepercayaan spiritualnya. Koping pada proses berduka melibatkan
penampilan, ekspresi sosial terhadap berduka, dan perilaku yang berhubungan
dengan rasa kehilangan. Terdapat empat jenis tipe berduka, tipe pertama adalah
berduka normal yang merupakan reaksi terhadap kehilangan yang paling umum
terjadi. Penerimaan (acceptance), ketidakpercayaan (disbelief), kerinduan
(yearning), marah (anger), dan despresi ditunjukkan dalam proses berduka yang
normal. Tipe kedua adalah berduka berkomplikasi (disfungsional), dimana duka
yang dirasakan oleh individu berkepanjangan atau kesulitan saat ingin bergerak
27
maju setelah mengalami rasa kehilangan. Tipe ketiga adalah duka yang
diantisipasi, terjadi suatu proses pelepasan bawah sadar atau “membiarkan pergi”
sebelum rasa kehilangan actual atau kematian terjadi, terutama terjadi dalam
situasi rasa kehilangan atau kematian yang telah diperkirakan (Corless, 2006).
Tipe berduka yang terakhir adalah berduka marginal atau tidak didukung, ketika
hubungan mereka dengan individu yang mengalami kematian tidak didukung oleh
lingkungan sosialnya.
Buckman dalam Back (2013) menjelaskan enam langkah dalam penyampaian
berita buruk, yaitu saat memulai atau persiapan, mencari tahu seberapa banyak
yang pasien tahu, mencari tahu seberapa banyak yang pasien ingin tahu, berbagi
informasi, menanggapi perasaan pasien, dan langkah terakhir adalah perencanaan
tindak lanjut. Pada langkah pertama yaitu langkah memulai atau persiapan, profesi
kesehatan diminta untuk mendekati pasien atau pihak yang berhubungan dengan
pasien misalnya anggota keluarga dan mengajaknya ke tempat yang menjamin
privasi, serta memastikan klien dalam posisi yang nyaman. Langkah selanjutnya
adalah tahap mencari tahu seberapa banyak informasi yang dimiliki klien.
Pendekatan ini dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan mengenai
penyakit dan situasinya saat ini, serta situasi emosional yang sedang dialami
pasien. Hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana cara bertanya, dan
kemungkinan reaksi dari klien.
Langkah ketiga adalah mencari tahu seberapa banyak klien ingin tahu. Hal ini
berguna untuk mendapatkan informasi mengenai tingkat penjelasan apa yang
harus ditutupi. Langkah selanjutnya adalah berbagi informasi atau pemberitahuan.
Hal yang perlu dilakukan adalah mempersiapkan dan menunjukkan data
penunjang kepada klien yang mendukung penyampaian berita buruk. Topik-topik
yang disampaikan berupa diagnosis, pengobatan, prognosis, dan dukungan atau
pencegahan. Penyampaian berita buruk ini harus dilakukan sambil melakukan
kontak mata dengan klien dengan intonasi yang lembut dan jelas serta memastikan
klien memahami hal yang disampaikan. Langkah kelima adalah menanggapi
perasaan pasien. Pada langkah ini profesi kesehatan diminta untuk memperhatikan
reaksi dari klien dan menanggapinya dengan lembut dan tenang meskipun reaksi
tersebut berupa kemarahan dan penolakan, serta memastikan tanggapan dilakukan
28
dengan tetap menjaga kontak mata dengan klien. Langkah terakhir adalah
perencanaan dan tindak lanjut. Langkah ini pada intinya adalah memberikan
dukungan kepada klien bahwa profesi kesehatan akan selalu membantu. Pada
langkah ini profesi kesehatan diminta untuk membuat rencana yang dilakukan
untuk menunjang sistem pasien dan perawatan kesehatannya.
Inti dari komunikasi interpersonal adalah pertukaran informasi yang disertai
oleh umpan balik baik dari pengirim pesan maupun penerima pesan. Dalam
penyampaiannya komunikasi interpersonal memiliki aspek-aspek yang harus
dipenuhi dan memiliki hambatan yang harus diantisipasi. Penyampaian berita
buruk dalam komunikasi interpersonal memerlukan strategi khusus dan sikap
empati dari profesi kesehatan.
2.4 KOMUNIKASI PADA SITUASI KHUSUS
Pasien dalam Keadaan Marah
Terkadang kita segera merasa benci kepada pasien yang marah-marah.
Tetapi membenci pasien berlawanan dengan segala sesuatu yang telah diajarkan
kepada kita. Karena penyakitnya, pasien mempunyai perasaan hilang kendali,
kewibawaan terganggu, dan takut. Kemarahannya adalah mekanisme untuk
mengatasi perasaan takutnya.
Konfrontasi dapat menjadi teknik yang berguna untuk berbicara atau
mewawancarai pasien seperti itu. Dengan mengatakan “Anda kelihatan sangat
marah” , Anda membuat pasien dapat melepaskan sebagian ketakutannya. Cara
konfrontasi lainnya adalah dengan mengatakan, “Anda jelas merasa marah
mengenai sesuatu hal. Beritahukanlah kepada saya hal yang salah menurut Anda.”
Anda harus mempertahankan ketenangan hati Anda dan jangan menjadi defensif.
Jika pada awal wawancara Anda mengetahui bahwa pasien sedang marah,
berusahalah untuk menghilangkan perasaan tersebut. Ajukanlah pertanyaan-
pertanyaan Anda dengan perlahan-lahan
Pasien marah karena berbagai alasan, tapi terutama karena kebutuhan,
gagasan, dan pengharapan mereka tidak terpenuhi. Karena itu kunci utama
29
meredam kemarahan pasien adalah dengan berusaha memenuhi kebutuhan,
gagasan dan pengharapan mereka.
Sikap dan Cara Menghadapi Pasien yang Marah :
Pasien yang marah ingin:
1. Didengarkan
2. Dimengerti.
3. Dihormati
4. Diberi permintaan maaf
5. Diberi penjelasan
6. Ada tindakan perbaikan dalam waktu yang tepat
Berikut ini sikap dan cara meredam kemarahan pasien.
1. Dengarkan.
Biarkan pasien melepas kemarahannya. Cari fakta inti
permasalahannya, jangan lupa bahwa pada tahap ini kita berurusan
dengan perasaan dan emosi, bukan sesuatu yang rasional. Emosi selalu
menutupi maksud pasien yang sesungguhnya.
Dengarkan dengan empati, bayangkan kita berada dalam posisi pasien
yang lelah, gelisah, sakit, khawatir akan vonis dokter, dll.
Fokus. Jauhkan semua hal yang merintangi konsentrasi kita pada
pasien (telepon, tamu lain, dll).
Ulangi setiap fakta yang dikemukakan pasien, sebagai tanda kita
benar-benar
mendengarkan mereka.
2. Berusaha sependapat dengan pasien.
Bukan berarti kita selalu membenarkan pasien, namun sebagai salah
satu taktik meredakan marahnya pasien, kita mencari point-point
dalam pernyataan pasien yang bisa kita setujui. Misalnya, “Ya Pak,
saya sependapat bahwa tidak seharusnya pasien menunggu lama untuk
bisa mendapatkan kamar. Tapi saat ini kamar perawatan kami memang
30
sedang penuh, kami berjanji akan mencari jalan keluarnya dan
melaporkannya pada Bapak sesegera mungkin.”
3. Tetap tenang dan kuasai diri.
Ingatlah karakteristik pasien di rumah sakit adalah mereka yang sedang
cemas, gelisah dan khawatir akan kondisi diri atau keluarganya,
sehingga sangat bisa dimengerti bahwa dalam kondisi seperti itu
seseorang cenderung bertindak emosional.
Berhati-hati dengan nada suara, harus tetap rendah, positif dan
menenangkan. Jangan terbawa oleh nada suara pasien yang cenderung
tinggi dan cepat.
Sampaikan informasi dengan sopan dan pelan-pelan.
Tetap gunakan kata-kata hormat seperti silakan, terimakasih atas
masukannya, dan sebut pasien dengan namanya.
Pasien Depresif
Depresi merupakan masalah kesehatan mental yang paling umum terjadi
pada lansia. Perubahan status sosial, bertambahnya penyakit dan berkurangnya
kemandirian sosial serta perubahan-perubahan akibat proses menua menjadi salah
satu pemicu munculnya depresi pada lansia.
Gejala-gejala depresi dapat berupa perasaan sedih, tidak bahagia, sering
menangis, merasa kesepian, tidur terganggu, pikiran dan gerakan tubuh lamban,
cepat lelah dan menurunnya aktivitas, tidak ada selera makan, berat badan
berkurang, daya ingat berkurang, sulit untuk memusatkan pikiran dan perhatian,
kurangnya minat, hilangnya kesenangan yang biasanya dinikmati, menyusahkan
orang lain, merasa rendah diri, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, merasa
bersalah dan tidak berguna, tidak ingin hidup lagi bahkan mau bunuh diri, dan
gejala-gejala fisik lainnya.
Komunikasi Dengan Pasien Lanjut Usia
Proses komunikasi pada umumnya adalah kompleks dan jauh lebih rumit
karena faktor usia. Salah satu dari problem besar dokter adalah ketika
berhubungan dengan pasien lanjut usia, dimana mereka lebih heterogen dibanding
31
orang-orang yang lebih muda. Luasnya pengalaman hidup dan latar belakang
budaya sering mempengaruhi persepsi mereka tentang penyakitnya, kepatuhan
untuk mengikuti aturan-aturan medis dan kemampuan untuk berkomunikasi
efektif dengan penyedia layanan kesehatan. Komunikasi dapat
terganggu/terhambat karena proses penuan normal dan komunikasi yang tidak
jelas dapat menyebabkan keseluruhan pengobatan menjadi gagal sehingga
komunikasi yang efektif dengan pasien lanjut usia sangat diperlukan. Komunikasi
yang efektif dapat terjadi jika sebelumnya kita mengetahui latar belakang dan
kondisi pasien lansia tersebut.
Kondisi dan latar belakang yang perlu diketahui pada pasien Lansia:
Perubahan Fisik
Beberapa perubahan fisik pada lansia dapat mempengaruhi komunikasi
diantaranya hilangnya pendengaran, berkurangnya ketajaman penglihatan dan
perubahan kemampuan bicara dan artikulasi. Perubahan kemampuan bicara ini
dapat diamati dari perubahan suara menjadi bergetar, lemah, parau dan sulit untuk
dimengerti.
Perubahan Psikologis
Perubahan psikologis mayor yang berpengaruh terhadap komunikasi meliputi
kemunduran/hilangnya memori dan daya tangkap terhadap informasi lebih
lambat. Hilangnya memori yang paling sering adalah memori jangka pendek yang
mengakibatkan pasien lansia ini kesulitan untuk mengingat kejadian yang baru
terjadi. Kedua hal tersebut menyebabkan lambatnya proses komunikasi dan
mengecilkan hati orang muda untuk berbicara dengan orang lansia.
Perubahan Status dan Peran Sosial
perubahan sosial seperti pensiun dari pekerjaan yang mengakibatkan hilangnya
pendapatan dan perubahan status dapat mempengaruhi kondisi psikis terutama
harga diri orang lanjut usia, Khusus untuk kelompok yang berorientasi pada kerja
kekuasaan akan hilang karena tua, tidak produktif dan tidak kompeten. Hal-hal
tersebut diatas dapat mempengaruhi kemauan dan keengganan untuk
32
berkomunikasi. Rasa kehilangan, duka cita dan terpisahkan dari keluarga dan
teman-temannya dapat mengakibatkan kegelisahan, depresi, irritabilitas dan
agitasi yang mempengaruhi kemampuan untuk berkomunikasi
Latar Belakang
Kondisi politik dan social ekonomi pada zaman mereka dengan kita berbeda.
Beberapa diantaranya pernah mengalami kekurangan atau kerugian dan
memperoleh pendidikan formal yang rendah. Kondisi tersebut akan menyebabkan
ideologi dan pandangan mereka mungkin tidak dapat kita pahami dan terima. Hal
tersebut akan berpengaruh terhadap komunikasi. Ketika dokter berkomunikasi
dengan pasien lansia, latar belakang, perubahan hidup dan fisiologis tersebut
membuat lebih sulit. Dokter harus memberikan perhatian lebih pada aspek-aspek
tersebut karena komunikasi yang tidak jelas dapat menyebabkan keseluruhan
pengobatan menjadi gagal.
Sebelum kita berkomunikasi dengan pasien lansia, buatlah kontak baik secara
fisik maupun emosi dengan mereka. Jika kita sudah bisa melakukan kontak
dengannya maka selanjutnya kita dapat berkomunikasi tentang beberapa informasi
yang kita diperlukan dan sampaikan serta instruksi-intruksi yang kita berikan.
Untuk memperoleh hal tersebut ada beberapa hal yang harus kita perhatikan dan
kita lakukan yaitu:
1. Alokasikan waktu lebih untuk pasien lanjut usia
Penelitian menunjukkan bahwa pasien tua kurang menangkap informasi
dibandingkan dengan pasien yang lebih muda yang kemungkinan karena gugup
atau berkurangnya fokus. Hal ini mengakibatkan perlunya tambahan waktu untuk
pasien tua. Jika dokter kelihatan sibuk dan kurang interest, meraka akan
merasakannya sehingga komunikasi menjadi tidak efektif.
2. Hindari gangguan
Pasien ingin merasakan bahwa dokter meluangkan waktu baginya dan mereka
dianggap penting. Penelitian menunjukkan bahwa jika dokter memberikan
perhatian utuh tanpa terbagi selama 60 menit akan memberikan kesan betapa
33
berartinya waktu bersama mereka. Kita harus memberi perhatian penuh terhadap
pasien selama mereka datang berkunjung dan jika mungkin kurangi gangguan-
gangguan visual dan pendengaran seperti adanya orang lain atau suasana yang
bising/gaduh.
3. Duduk berhadap-hadapan
Beberapa pasien lanjut usia mempunyai gangguan pendengaran dan penglihatan
dan membaca gerakan bibir dokter merupakan hal yang penting agar dapat
menerima informasi secara benar. Duduk didepannya mungkin dapat mengurangi
adanya gangguan. Tindakan ini memberikan kesan bahwa apa yang akan dokter
sampaikan ke mereka dan apa yang mereka sampaikan ke dokter adalah sesuatu
yang penting. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kepatuhan pasien terhadap
pengobatan meningkat setelah dokter memberikan informasi tentang penyakitnya
dengan bertatap muka langsung dengan pasien.
4. Menjaga kontak mata
Kontak mata adalah salah satu bentuk komunikasi nonverbal yang langsung dan
penting. Kontak mata menunjukkan kepada pasien bahwa anda perhatian
terhadapnya dan mereka dapat mempercayai anda. Menjaga kontak mata
memberikan suasana yang nyaman dan positif yang dapat membuat pasien
membuka diri dan bersedia terhadap informasi tambahan.
5. Mendengarkan
Keluhan pasien yang paling sering mengenai dokternya adalah bahwa mereka
tidak mendengarkannya. Komunikasi yang baik tergantung pada kesadaran kita
untuk benar-benar mendengar apa yang pasien katakan pada kita tanpa menyela.
Beberapa problem yang berkaitan dengan ketidakpatuhan dapat dikurangi dengan
cara sederhana yaitu dengan menyediakan waktu untuk mendengar apa yang
pasien katakan.
6. Berbicara dengan perlahan, jelas dan cukup keras
Kecepatan bicara yang dapat dicerna pasien lanjut usia lebih lambat dibanding
dengan orang muda. Sehingga kecepatan bicara saat menyampaikan informasi
34
dapat memberikan efek yang besar pada seberapa banyak informasi yang dapat
diambil, dicerna dan diingat oleh pasien lanjut usia. Jangan mendesak pasien terus
menerus dengan instruksi-intruksi. Berbicara secara jelas dan cukup keras untuk
didengar tetapi jangan berteriak.
7. Gunakan kata-kata dan kalimat yang singkat dan sederhana
Menyederhanakan informasi dan cara berbicara sehingga lebih mudah dimengerti
adalah salah satu cara terbaik untuk memastikan bahwa pasien akan mengikuti
instruksi kita. Jangan menggunakan istilah-istilah medis atau teknis yang susah
untuk dimengerti. Jangan berasumsi bahwa pasien mengerti pada istilah-istilah
medis dasar. Yakinkanlah bahwa kita menggunakan kata-kata yang familiar pada
pasien.
8. Fokuskan satu topik pada satu pertemuan
Informasi yang berlebihan akan membingungkan pasien. Untuk menghindarinya,
berilah penjelasan yang lama dan detail pada pasien. Cobalah memberikan
informasi dalam bentuk outline, yang dapat mengarahkan kita untuk menerangkan
informasi penting dalam tahapan-tahapan. Misalnya pertama bicara tentang
jantung, kedua bicara tentang tekanan darah, ketiga bicara tentang pengobatan
tekana darah.
9. Menyederhanakan instruksi-instruksi dan menuliskan secara urut
Ketika memberikan instruksi pada pasien, hindari yang rumit dan
membingungkan. Oleh karena itu tulis urut instruksi yang mendasar dan mudah
untuk diikuti.
10. Gunakan kartu, model atau gambar
Bantuan visual akan membantu pasien untuk mengetahui lebih baik tentang
kondisinya dan pengobatan.
11. Sering meringkas dan mengulang informasi pada bagian yang paling penting
Ketika kita membicarakan poin-poin paling penting dengan pasien, mintalah
padanya untuk mengulang pernyataan atau instruksi kita. Jika setelah mendengar
35
apa yang pasien katakan dokter berkesimpulan bahwa dia belum mengerti
terhadap pernyataan dan instruksi kita, pengulangan sederhana dapat dilakukan
karena pengulangan akan menambah ingatan.
12. Berikan pasien satu kesempatan untuk bertanya
Saat dokter menerangkan tentang pengobatan dan memberikan semua informasi
yang diperlukan, berikan kesempatan untuk bertanya. Hal ini akan
mengarahkannya untuk mengungkapkan beberapa pemahaman yang mereka
miliki dan lewat pertanyaannya dokter dapat menentukan apakah mereka
memahami secara komplet instruksi dan informasi yang diberikan dokter.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada
orang lain untuk memberikan atau untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku
baik secara langsung (lisan) maupun tak langsung. Komunikasi kesehatan adalah
usaha sistematis untuk mempengaruhi secara positif perilaku kesehatan penduduk
yang besar jumlahnya. Komunikasi dan komunikasi kesehatan dalam
penerapannya memiliki berbagai macam hambatan.
Dalam komunikasi kesehatan terdapat beberapa faktor yang harus
diperhatikan. Konseling dan penyampaian berita buruk memiliki cara yang
berbeda dengan komunikasi pada umumnya. Komunikasi dengan pasien
berkondisi khusus juga harus dilakukan dengan teknik tertentu. Oleh sebab itu,
komunikasi kesehatan ini harus dikuasai oleh mahasiswa rumpun ilmu kesehatan
yang akan menjadi tenaga kesehatan di masa yang akan datang.
3.2. Saran
Sebaiknya modul Komunikasi Kesehatan ini diterapkan dengan lebih
optimal untuk mahasiswa Rumpun Ilmu Kesehatan karena keterampilan
36
berkomunikasi sangat penting bagi mahasiswa Rumpun Ilmu Kesehatan yang
akan menjadi seorang tenaga kesehatan di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Swartz, M. 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: EGC.
Pramesti, D. n.d. Mengangani Keluhan Customer (Rumah Sakit). [Pdf] Jogja:
Available through:
http://yoyoke.web.ugm.ac.id/download/menangani%20keluhan%20customer.pdf
King, H. V. n.d. Handling Violent or Aggressive Patients : A Plan for Your
Hospital. [Pdf] Available through: http://www.kznhealth.gov.za/family/pres14.pdf
Kurtz, S., Silverman, J. & Drapper, J. (1998). Teaching and Learning
Communication Skills in Medicine. Oxon: Radcliffe Medical Press
Robinson, TE. White, GL,. Houchins, JC, 2006. Improving Communication With
Older Patien: Tips from Literature. American Academi of Family Physician
Burnard, Philip. 2005. Counseling Skill for Health Professional 4th Edition.
Nelson
Thornes Ltd.
37
Fanani A, Putri T. Komunikasi Kesehatan : Komunikasi efektif untuk perubahan
perilaku kesehatan. Yogyakarta: Merkid Press; 2013.
Floyd K. Interpersonal Communication: The Whole Story. USA: McGraw-Hill.
2009.
https://www.academia.edu/4951271/ Komunikasi_Kesehatan diakses 17 Februari
2015 pukul 22.00
Promoting Effective Communication Among Healthcare Professionals To
Improve Patient Safety And Quality Of Care. Hospital and Health Service
Performance Division, Victorian Government Department of Health, Melbourne,
Victoria., 2010.
O'Daniel, Michelle, and Alan H. Rosenstein. Professional Communication And
Team Collaboration.
Nugroho W. (2009). KomunikasidalamKeperawatangerontik. Jakarta: EGC.
Available from: https://books.google.co.id/books?
id=BHTxm3mVA5EC&printsec=frontcover&hl=id&source=gbs_ge_summary_r
&cad=0#v=onepage&q&f=false
Royan F.M. (2004). Negotiation Consultative Selling. Jakarta: Penerbit PT Elex
Media Komputindo Kelompok Gramedia. Available from:
https://books.google.co.id/books?
id=V5rm2REYpmgC&printsec=frontcover&hl=id&source=gbs_ge_summary_r&
cad=0#v=onepage&q&f=false
Sunaryo. (2004).Psikologi. Jakarta: EGC. Available from:
https://books.google.co.id/books?
id=6GzU18bHfuAC&printsec=frontcover&hl=id&source=gbs_ge_summary_r&c
ad=0#v=onepage&q&f=false
Konsep Dasar Tentang Persepsi. Diakses dari: http://eprints.uny.ac.id/9686/3/bab
%202.pdf. Diunduh: 17 Februari, 2015. 20.00.
38
Arwani. 2003. Komunikasi dalam Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Maulana H D. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC;
Singgih, Evita E, dll. 2013. Buku Ajar 2 Manusia sebagai Individu, Kelompok,
dan Masyarakat. Depok: Universitas Indonesia.
39
top related