makalah pancasila
Post on 02-Jan-2016
192 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Pentingnya Implementasi Nilai-nilai Pancasila Pentingnya Implementasi Nilai-nilai Pancasila
dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegaradalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Disusun oleh:Disusun oleh:
NamaNama : Misbakhudin: Misbakhudin
NIMNIM : 5302412065: 5302412065
ProdiProdi : PTIK 2012: PTIK 2012
RombelRombel : :
PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA DAN KOMPUTERPENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA DAN KOMPUTER
FAKULTAS TEKNIKFAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANGUNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
20122012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sekarang ini, tak bisa dipungkiri lagi kita hidup di zaman yang serba
cepat, instan, global yang biasa kita sebut era globalisasi, yang dimana
waktu, ruang, dan jarak bukan lagi menjadi pembatas. Globalisasi dapat
berpengaruh terhadap perubahan nilai-nilai budaya suatu bangsa. Yang mau
tidak mau, suka tidak suka telah datang dan menggeser nilai-nilai yang telah
ada. Nilai-nilai tersebut, ada yang bersifat positif ada pula yang bersifat
negatif. Semua ini merupakan ancaman, tantangan, dan sekaligus sebagai
peluang bagi bangsa ini untuk berkreasi dan berinovasi di segala aspek
kehidupan, khususnya pada generasi muda Indonesia.
Seiring dengan derasnya arus globalisasi saat ini yang mana setiap
individu sering melupakan bahkan mempertanyakan nilai-nilai yang ada
dalam pancasila maka dirasakan makin kuat pula desakan untuk terus
menerus mengkaji nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila yang
merupakan sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di negara
Republik Indonesia ini.
Berbicara tentang nilai, nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila
memiliki arti yang mendalam baik itu secara historis maupun
pengimplementasiannya dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai
pancasila ini bagi bangsa Indonesia meupakan landasan atau dasar, cita-cita
dalam melakukan sesuatu juga sebagai motivasi dalam perbuatannya, baik
dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat maupun dalam kehidupan
kenegaraan.
Bila kita lihat babak pergantian pemerintahan di Indonesia, tanpa
disadari, pancasila sedikit mengalami perubahan dalam hal penghayatannya.
Setidaknya penghayatan yang berbeda ini telah berdampak bagi reformasi
hukum di indonesia. Pancasila telah menjiwai anak-anaknya untuk terus
mempertahankan cita-cita yang ada hingga masa reformsi kini. Akan tetapi
lambat tahun, nilai-nilai pancasila yang tertanam di hati masyarakat sedikit
demi sedikit memulai memudar akibat pengaruh dari globalisasi dan lain-
lain.
Dalam kehidupan bermasyarakat saat ini, nilai-nilai kepancasilaan
yang kita pertahankan tersebut yang ada, seakan dikesampingkan dan itu
menjadi sebuah permasalahan baru dewasa ini. Pertanyaan yang paling
dikedepankan adalah bagaimana bentuk nyata penerapan yang cocok
terhadap nilai-nilai pancasila tersebut di dalam kehidupan bermasyarakat
saat ini, berbangsa dan bernegara seiring dengan derasnya arus globalisasi
dan juga bagaimana penerapan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan
masyarakat.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, dapat diketahui rumusan masalah sebagai berikut:
1) Apa makna yang terkandung dalam nilai-nilai pancasila?
2) Bagaimana mengimplementasikan Nilai – Nilai Pancasila dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara?
3) Bagaimana aktualisasi pancasila?
4) Apa pedoman penerapan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-
hari, berbangsa dan bernegara?
1.3. Tujuan dan Manfaat
a. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah :
1) Untuk mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila.
2) Untuk mengetahui makna nilai-nilai yang terkandung dalam
pancasila.
3) Untuk mengetahui apa pentingnya nilai-nilai pancasila dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
4) Untuk mengetahui bagaimana cara mengimplementasikan
pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
b. Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini antara lain adalah :
1) Sebagai sumber bacaan dan tambahan bagi semua pihak yang ingin
mengetahui nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari,
berbansa dan bernegara serta bagaimana implementasinya.
2) Sebagai bahan perbandingan dengan makalah lain yang
mengangkat masalah yang sama.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Nilai-nilai Pancasila
Bagi bangsa Indonesia, Pancasila telah diterima sebagai kesepakatan
bangsa bersama tiga pilar yang lain yaitu UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika
dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pancasila secara de yure telah
disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 sebagai dasar negara,
ideologi dan falsafah bangsa. Rumusan Pancasila sebagaimana tertuang
dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV terdiri dari lima sila, azas atau
prinsip yaitu : 1) Ketuhanan Yang Maha Esa; 2) Kemanusiaan yang adil dan
beradab; 3) Persatuan Indonesia; 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan; 5) Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan Pancasila secara material memuat nilai-nilai dasar
manusiawi, sedangkan sebagai dasar negara, Pancasila memiliki ciri khas
yang hanya diperuntukkan bagi bangsa Indonesia. Atas dasar itu,
keberadaan Pancasila yang pada hakekatnya adalah nilai (value) yang
berharga, yang memuat nilai-nilai dasar manusiawi dan nilai-nilai kodrati
yang melekat pada setiap individu manusia diterima oleh bangsa Indonesia
(Paulus Wahana, 2001: 73).
Mencermati nilai-nilai dasar yang melekat dalam kehidupan
manusia, Notonagoro yang membahas Pancasila secara ilmiah populer,
menjelaskan bahwa sesuai sifatnya manusia memiliki sifat individual dan
sekaligus sebagai makhluk sosial. Dengan memaknai nilai-nilai dasar
manusiawi tersebut, wajar bahwa nilai-nilai Pancasila dapat diterima oleh
seluruh bangsa Indonesia sebagai bangsa yang memiliki landasan hubungan
antara manusia dengan Tuhan Penciptanya, dengan sesamanya dan dengan
lingkungan alamnya (Notonagoro, 1987: 12-23).
Sebagai nilai-nilai dasar manusiawi, Pancasila dalam
implementasinya dapat dijabarkan kedalam nilai-nilai yang lebih khusus,
lebih terperinci dan lebih operasional, sehingga dapat ditemukan dan
dikembangkan dalam berbagai aspek kehidupan. Sehubungan dengan hal
itu, perlu dipahami bahwa nilai-nilai Pancasila sebenarnya memiliki sifat
sebagai realitas yang abstrak, umum, universal, tetap tidak berubah,
normatif dan berguna sebagai pendorong tindakan manusia (Paulus Wahana,
Loc. Cit : 29-33).
Kelima sila, azas atau prinsip Pancasila dapat dikristalisasikan
kedalam lima dasar yaitu nilai keTuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan dan keadilan. Pancasila merupakan jalinan nilai-nilai dasar
dan merupakan kristalisasi dari nilai-nilai budaya, nilai-nilai asli yang
hidup, yang berasal dan berakar dari bangsa Indonesia.
Sebagai ideologi nasional, nilai-nilai dasar Pancasila menjadi cita-
cita masyarakat Indonesia, sekaligus menunjukkan karakter dan jati diri
bangsa. Selama ini jati diri bangsa Indonesia diterima sebagai bangsa yang
religius, bersatu, demokratis, adil, beradab dan manusiawi. Adapun wujud
dari jati diri bangsa ditunjukkan dengan kesepakatan untuk menggunakan
prinsip kemanusiaan, keadilan, kerakyatan dan prinsip Ketuhanan dalam
menyelesaikan masalah kebangsaan (Tilaar, 2007: 32).
2.2. Makna nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila
Ketuhanan (Religiusitas)
Nilai religius adalah nilai yang berkaitan dengan keterkaitan individu
dengan sesuatu yang dianggapnya memiliki kekuatan sakral, suci, agung
dan mulia. Memahami Ketuhanan sebagai pandangan hidup adalah
mewujudkan masyarakat yang beketuhanan, yakni membangun masyarakat
Indonesia yang memiliki jiwa maupun semangat untuk mencapai ridlo
Tuhan dalam setiap perbuatan baik yang dilakukannya. Dari sudut pandang
etis keagamaan, negara berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa itu adalah
negara yang menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk
agama dan beribadat menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Dari
dasar ini pula, bahwa suatu keharusan bagi masyarakat warga Indonesia
menjadi masyarakat yang beriman kepada Tuhan, dan masyarakat yang
beragama, apapun agama dan keyakinan mereka
Kemanusiaan (Moralitas)
Kemanusiaan yang adil dan beradab, adalah pembentukan suatu kesadaran
tentang keteraturan, sebagai asas kehidupan, sebab setiap manusia
mempunyai potensi untuk menjadi manusia sempurna, yaitu manusia yang
beradab. Manusia yang maju peradabannya tentu lebih mudah menerima
kebenaran dengan tulus, lebih mungkin untuk mengikuti tata cara dan pola
kehidupan masyarakat yang teratur, dan mengenal hukum universal.
Kesadaran inilah yang menjadi semangat membangun kehidupan
masyarakat dan alam semesta untuk mencapai kebahagiaan dengan usaha
gigih, serta dapat diimplementasikan dalam bentuk sikap hidup yang
harmoni penuh toleransi dan damai.
Persatuan (Kebangsaan) Indonesia
Persatuan adalah gabungan yang terdiri atas beberapa bagian, kehadiran
Indonesia dan bangsanya di muka bumi ini bukan untuk bersengketa.
Bangsa Indonesia hadir untuk mewujudkan kasih sayang kepada segenap
suku bangsa dari Sabang sampai Marauke. Persatuan Indonesia, bukan
sebuah sikap maupun pandangan dogmatik dan sempit, namun harus
menjadi upaya untuk melihat diri sendiri secara lebih objektif dari dunia
luar. Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk dalam proses sejarah
perjuangan panjang dan terdiri dari bermacam-macam kelompok suku
bangsa, namun perbedaan tersebut tidak untuk dipertentangkan tetapi justru
dijadikan persatuan Indonesia.
Permusyawaratan dan Perwakilan
Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan hidup berdampingan
dengan orang lain, dalam interaksi itu biasanya terjadi kesepakatan, dan
saling menghargai satu sama lain atas dasar tujuan dan kepentingan
bersama. Prinsip-prinsip kerakyatan yang menjadi cita-cita utama untuk
membangkitkan bangsa Indonesia, mengerahkan potensi mereka dalam
dunia modern, yakni kerakyatan yang mampu mengendalikan diri, tabah
menguasai diri, walau berada dalam kancah pergolakan hebat untuk
menciptakan perubahan dan pembaharuan. Hikmah kebijaksanaan adalah
kondisi sosial yang menampilkan rakyat berpikir dalam tahap yang lebih
tinggi sebagai bangsa, dan membebaskan diri dari belenggu pemikiran
berazaskan kelompok dan aliran tertentu yang sempit.
Keadilan Sosial
Nilai keadilan adalah nilai yang menjunjung norma berdasarkan ketidak
berpihakkan, keseimbangan, serta pemerataan terhadap suatu hal.
Mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan cita-
cita bernegara dan berbangsa. Itu semua bermakna mewujudkan keadaan
masyarakat yang bersatu secara organik, dimana setiap anggotanya
mempunyai kesempatan yang sama untuk tumbuhdan berkembang serta
belajar hidup pada kemampuan aslinya. Segala usaha diarahkan kepada
potensi rakyat, memupuk perwatakan dan peningkatan kualitas rakyat,
sehingga kesejahteraan tercapai secara merata.
2.3. Lunturnya nilai-nilai ideologi pancasila
Dewasa ini, akibat kemajuan ilmu dan teknologi, khususnya
teknologi komunikasi, terjadilah perubahan pola hidup masyarakat yang
begitu cepat. Tidak satupun bangsa dan negara mampu mengisolir diri dan
menutup rapat dari pengaruh budaya asing. Demikian juga terhadap masalah
ideologi.Dalam kaitan ini, M.Habib Mustopo (1992: 11 -12) menyatakan,
bahwa pergeseran dan perubahan nilai-nilai akan menimbulkan
kebimbangan, terutama didukung oleh kenyataan masuknya arus budaya
asing dengan berbagai aspeknya. Kemajuan di bidang ilmu dan teknologi
komunikasi & transportasi ikut mendorong hubungan antar bangsa semakin
erat dan luas. Kondisi ini di satu pihak akan menyadarkan bahwa kehidupan
yang mengikat kepentingan nasional tidak luput dari pengaruhnya dan dapat
menyinggung kepentingan bangsa lain. Ada semacam kearifan yang harus
dipahami, bahwa dalam kehidupan dewasa ini, teknologi sebagai bagian
budaya manusia telah jauh mempengaruhi tata kehidupan manusia secara
menyeluruh. Dalam keadaan semacam ini, tidak mustahil tumbuh suatu
pandangan kosmopolitan yang tidak selalu sejalan dengan tumbuhnya
faham kebangsaan.Beberapa informasi dalam berbagai ragam bentuk dan
isinya tidak dapat selalu diawasi atau dicegah begitu saja.Mengingkari dan
tidak mau tahu “tawaran” atau pengaruh nilai-nilai asing merupakan
kesesatan berpikir, yang seolah-olah menganggap bahwa ada eksistens yang
bisa berdiri sendiri. Kesalahan berpiklir demikian oleh Whitehead disebut
sebagai the fallacy of misplace concretness (Damardjati Supadjar, 1990:
68). Jika pengaruh itu tidak sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat, atau tidak mendukung bagi terciptanya kondisi yang sesuai
dengan Pancasila, maka perlu dikembangkan sikap yang kritis terutama
terhadap gagasan-gagasan, ide-ide yang datang dari luar.
2.4. Sebab-sebab lunturnya nilai-nilai pancasila
Jika dibandingkan pemahaman masyarakat tentang Pancasila
dengan lima belas tahun yang lalu, sudah sangat berbeda, saat ini sebagian
masyarakat cenderung menganggap Pancasila hanya sebagai suatu simbol
negara dan mulai melupakan nilai-nilai filosofis yang terkandung di
dalamnya. Padahal Pancasila yang menjadi dasar negara dan sumber dari
segala hukum dan perundang-undangan adalah nafas bagi eksistensi bangsa
Indonesia. Sementara itu, lunturnya nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, akibat tidak satunya kata dan
perbuatan para pemimpin bangsa, Pancasila hanya dijadikan slogan di bibir
para pemimpin, tetapi berbagai tindak dan perilakunya justru jauh dari nilai-
nilai luhur Pancasila. Contoh yang tidak baik dari para pemimpin bangsa
dalam pengamalan Pancasila telah menjalar pada lunturnya nilai-nilai
Pancasila di masyarakat.
Kurangnya komitmen dan tanggung jawab para pemimpin bangsa
melaksanakan nilai-nilai Pancasila tersebut, telah mendorong munculnya
kekuatan baru yang tidak melihat Pancasila sebagai falsafah dan pegangan
hidup bangsa Indonesia. Akibatnya, terjadilah kekacauan dalam tatanan
kehidupan berbangsa, di mana kelompok tertentu menganggap nilai-nilainya
yang paling bagus. Lunturnya nilai-nilai Pancasila pada sebagian
masyarakat dapat berarti awal sebuah malapetaka bagi bangsa dan negara
kita. Fenomena itu sudah bisa kita saksikan dengan mulai terjadinya
kemerosotan moral, mental dan etika dalam bermasyarakat dan berbangsa
terutama pada generasi muda. Timbulnya persepsi yang dangkal, wawasan
yang sempit, perbedaan pendapat yang berujung bermusuhan dan bukan
mencari solusi untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, anti
terhadap kritik serta sulit menerima perubahan yang pada akhirnya
cenderung mengundang tindak anarkhis.
2.5. Aktualisasi Pancasila
Perwujudan Pancasila yang mudah ditemukan dalam kehidupan
sehari-hari adalah bentuk rumusan Pancasila. Secara otentik rumusan
Pancasila terdapat di dalam Pembukaan UUD 1945, yang telah disahkan
oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Selain diwujudkan dalam bentuk
rumusan, Pancasila juga diwujudkan dalam bentuk sikap dan perilaku
sehari-hari baik dalam kaitan dengan kegiatan sosial, budaya, ekonomi,
kesehatan, pendidikan, dan tersedianya peranti lunak berupa pedoman untuk
mengatur, mengarahkan, proses dan cara pelaksanaan organisasi
(Moedjanto, 1989: 82-86).
Sebagai sistem nilai, Pancasila merupakan cita-cita luhur yang
digali, ditemukan dan dirumuskan oleh para pendiri bangsa, yang menjadi
motivasi bagi sikap, pemikiran, perkataan dan perilaku bangsa dalam
mencapai tujuan hidupnya dan mendukung terwujudnya nilai-nilai
Pancasila. Secara formal nilai-nilai Pancasila harus diterima, didukung dan
dihargai oleh bangsa Indonesia, karena merupakan cita-cita hukum dan cita-
cita moral seluruh bangsa Indonesia (Paulus Wahana, Op.cit., 75-76).
Disadari bahwa rumusan Pancasila terlihat abstrak dan umum,
sehingga perlu penjabaran lebih lanjut, yang dilengkapi dengan pedoman
bagi terwujudnya nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Adapun tata urutan peraturan perundangan di Indonesia diawali
dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, yang
merupakan cita-cita hukum, dijabarkan kedalam pasal-pasal UUD 1945
sebagai norma hukum tertinggi, yang menjadi sumber hukum bagi peratutan
perundangan yang lebih rendah. Proses selanjutnya diharapkan norma-
norma hukum dapat mewujudkan nilai-nilai Pancasila secara operasional
dan nyata dalam rangka mewujudkan kesejahteraan bangsa dan keamanan
negara.
2.6. Implementasi Pancasila
Berdasarkan pengalaman sejarah dapat diketahui bahwa upaya
implementasi Pancasila telah dilakukan sejak masa Pemerintahan Presiden
Soekarno, yang dibagi menjadi tiga yaitu (a) tahap perjuangan 1945-1949,
(b) pemerintahan RIS, dan (c) tahap setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Secara de yureupaya untuk mengimplementasikan Pancasila tersurat dalam
UU No. 4 Tahun 1959 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di
Sekolah, pasal 3 dan pasal 4 yang dengan tegas menyatakan bidang
pendidikan dan pengajaran adalah untuk mewujudkan Pancasila dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Namun secara de
facto indoktrinasi Pancasila secara terencana dan sistematis belum dapat
direalisasikan karena hambatan politik, ekonomi dan keamanan
Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, implementasi Pancasila
gencar dilaksanakan dengan Penataran P4 dengan tujuan agar setiap warga
negara dapat memahami hak dan kewajibannya sehingga mampu bersikap
dan berperilaku dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Secara institusional kebijakan tersebut juga ditempuh melalui jalur
pendidikan, baik tingkat dasar, menengah hingga Perguruan Tinggi, dengan
kurikulum yang berisi materi untuk meningkatkan kemampuan peserta didik
dalam hidup bernegara berdasarkan Pancasila. Selanjutnya paradigma
yang diangkat adalah menciptakan stabilitas politik yang dinamis, namun
paradigma dan kebijakan yang digulirkan ternyata tidak sesuai dengan jiwa
Pancasila. Bahkan Pancasila ditafsirkan dalam hubungan dengan
kepentingan kekuasaan pemerintah yang sentralistik dan otoritarian.
Akhirnya periode ini tidak mencapai hasil yang optimal karena metode dan
materi tidak tepat, dan pendidik serta penatar kurang profesional.
Pada pasca reformasi, pemahaman dan pengamalan Pancasila
mengalami berbagai hambatan yang berat dan sulit diprediksi, yang
bermuara pada ancaman disintegrasi bangsa serta penurunan kualitas
kehidupan dan martabat bangsa. Perkembangan yang sangat
memprihatinkan itu terutama disebabkan oleh dinamika politik yang
menyalahgunakan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa
dengan mengingkari nilai-nilai luhur untuk tujuan kekuasaan.
Perilaku politik para pemegang kekuasaan yang mengingkari
Pancasila tersebut akhirnya berpengaruh pada rentannya elemen bangsa
dibawahnya untuk melaksanakan Pancasila secara murni dan konsekuen
(Kristiadi, 2011: 529). Akibatnya Pancasila mulai ditinggalkan, tidak lagi
difungsikan sebagai wacana, baik dalam forum diskusi, sarasehan, seminar
maupun dalam program-program pemerintah.
Bahkan di lingkungan perguruan tinggi tidak lagi diajarkan materi
Pancasila. Selanjutnya tantangan lain yang dihadapi adalah munculnya ego
kedaerahan dan primordialisme sempit. Fenomena ini mengindikasikan
bahwa Pancasila seolah-olah tidak lagi memiliki kekuatan untuk dijadikan
paradigma dan batas pembenaran dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Dalam perkembangannya, gerakan reformasi yang sebenarnya
amat diperlukan, tampak tergulung oleh derasnya arus eforia kebebasan.
Sehingga sebagian masyarakat seperti lepas kendali dan tergelincir
ke dalam perilaku yang anarkis, timbul berbagai konflik sosial yang tidak
kunjung teratasi, dan bahkan di berbagai daerah timbul gerakan yang
mengancam persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan NKRI. Bangsa
Indonesia sampai saat ini terus dilanda krisis multidimensional di segenap
aspek kehidupan, sehingga terjadi krisis moral yang mengarah pada
demoralisasi.
Mencermati pengalaman sejarah perjuangan bangsa tersebut dan
dalam kaitan dengan perspektif ilmu, khususnya teori fungsionalisme
struktural, maka Indonesia sebagai suatu negara yang majemuk sangat
membutuhkan nilai bersama yang dapat dijadikan sebagai nilai pengikat
integrasi (integrative value), titik temu (common denominator), jati diri
bangsa (national identity) dan sekaligus nilai yang baik dan mampu
diwujudkan (ideal value).
Nilai bersama ini diharapkan dapat diterima, dimengerti, dan
dihayati. Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, nilai-nilai
tersebut dapat diimplementasikan oleh setiap individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat sehingga dapat berperan untuk membangun stabilitas dan
komunitas politik, sehingga perlu diinternalisasikan agar dapat dihayati
melalui pendidikan kewarganegaraan (civic education). Implementasi
Pancasila melalui pendidikan kewarganegaraan diperlukan bagi
pembangunan manusia seutuhnya kedepan karena Pancasila mengandung
nilai-nilai penting tentang dasar negara, ideologi dan falsafah hidup bangsa.
2.7. Pedoman pengimplementasian nilai-nilai Pancasila
Sesuai dengan penggagas awal, Ir. Soekarno, nilai-nilai Pancasila
digali dari bumi Indonesia sendiri dan dikristalisasikan dari nilai-nilai yang
berkembang dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk. Nilai-
nilai tersebut dapat diamati diberbagai kelompok masyarakat yang tersebar
dari Sabang sampai Merauke. Diakui bahwa dalam mempraktikkan nilai-
nilai tersebut terdapat perbedaan pada berbagai kelompok masyarakat
yang berbeda sekedar nilai praktiknya, namun nilai dasarnya tetap sama.
Dengan demikian maka Pancasila memang merupakan living reality dalam
kehidupan masyarakat Indonesia.
Sementara pada jaman sekarang ini, beberapa konflik yang muncul
akibat kesenjangan ekonomi, ketidakadilan, kesalahpahaman, rasa
primordialisme (perasaan mengutamakan hal-hal yang dibawa sejak lahir,
melingkupi blood, mind dan place) dan ethnosentrisme (sikap atau cara
pandang terhadap etnis dan budaya lain dari sudut pandang etnis dan budaya
kita) yang berlebihan, untuk itu diperlukan beberapa pedoman yang
hendaknya dijadikan patokan bagi warga masyarakat yang bersifat
majemuk.
Kebenaran dan ketangguhan Pancasila tidak perlu diragukan lagi.
Namun tanpa pemahaman oleh masyarakat luas secara mendalam terhadap
konsep, prinsip dan nilai yang terkandung di dalamnya, disertai dengan
sikap, kemauan dan kemampuan untuk menerapkannya, maka Pancasila
hanya sebagai simbol belaka. Hubungan antar warga masyarakat yang
majemuk tidak akan menuju pada integritas bangsa namun setiap kelompok
masyarakat akan lebih memikirkan kepentingan kelompoknya, apalagi jika
ditambah dengan adanya kesenjangan sosial ekonomi dan kesalahpahaman
atau miscommunication, maka yang muncul adalah konflik antar golongan,
suku, agama dan budaya.
Beberapa pedoman pengimplementasian Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari, diantaranya;
a. Mengembangkan pola pikir dan pola tindak berdasar pola konsep, prinsip
dan nilai yang terkandung dalam Pancasila
b. Mengembangkan sikap-sikap perilaku dalam mempertahankan dan
menjaga kelestarian pembukaan UUD 1945
c. Mengembangkan kemampuan mengoperasionalisasikan demokrasi dan
HAM berdasarkan Pancasila.
d. Mengembangkan kemampuan dalam penyusunan peraturan perundang-
undangan yang sejalan dan tidak bertentangan dengan Pancasila dan
dasar negara.
e. Mengembangkan kemampuan mengoperasionalisasikan perekonomian
nasional berdasarkan Pancasila.
f. Mengembangkan pola pikir Bhineka Tunggal Ika yang terjadi sikap,
tingkah laku, dan perbuatan dalam kehidupan bangsa yang pluralistik.
g. Mengembangkan pemikiran baru dalam menghadapi perkembangan
zaman tentang Pancasila tanpa meninggalkan jati dirinya.
Untuk mengantisipasi munculnya sikap primordialisme dan
ethnosentrisme, maka dalam menerapkan Pancasila diperlukan strategi,
yang dapat dilakukan dengan pendekatan:
a. Tahap artikulasi: pemberian penjelasan yang mantap tentang isi
kandungan, kebenaran rasional, struktur dan tujuan implementasi
Pancasila.
b. Tahap internalisasi: usaha memasukkan gagasan tersebut dalam hati
sanubari setiap warga negara sehingga benar-benar memahami dan
bersedia menerimanya sebagai suatu kebenaran.
c. Tahap aktualisasi: aplikasi gagasan tersebut dalam berbagai bidang
kehidupan secara nyata, baik dalam pemikiran maupun perbuatan.
Ketiga tahap dapat dijalankan melalui; lembaga pendidikan yang
tersebar di seluruh Indonesia dari Sabang sampai Merauke, melalui
instansi-instansi pemerintahan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Selain tiga tahap tersebut, ada beberapa pendekatan yang dapat
dilakukan, yaitu;
a. Menimbulkan atensi: sajian mengenai Pancasila diupayakan menarik
perhatian setiap orang sehingga khalayak sasaran (target audience) tidak
merasa terpaksa, tetapi dengan senang hati, ikhlas, dan sukarela
menerimanya.
b. Mengembangkan komprehensi upaya untuk memahami, substansi
konsep, prinsip dan nilai Pancasila, secara mendalam sehingga paham
akan makna, esensi, maksud, dan tujuan gagasan yang apabila
dilaksanakan bermanfaat dalam menjangkau masa depan yang lebih baik.
c. Menimbulkan akseptasi, pengakuan secara jujur dan menerima secara
sadar kebenaran konsep, prinsip, dan nilai yang terkandung dalam
Pancasila.
d. Menimbulkan retensi, terbentuknya keyakinan akan kebenaran dan
ketangguhan gagasan tersebut sehingga dapat dijadikan
pegangan/pedoman dan panduan dalam menentukan pilihan tindakan.
e. Mengadakan aksi menerapkan konsep, prinsip, dan nilai Pancasila untuk
memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat dalam
kegiatan berbangsa dan bernegara.
Dengan dasar seperti itu, sikap saling menghormati (mutual respect),
mengakui eksistensi masing-masing (mutual recognition), berpikir dan
besikap positip (positive thinking and attitude), serta pengayaan iman
(enrichment of faith) perlu terus-menerus dikembangkan. Sikap lain yang
juga perlu ditumbuhkan adalah relatively absolute sekaligus absolutely
relative, bahwa kebenaran yang saya miliki tetap relative bila dikaitkan
dengan yang lain. Dengan demikian, demokrasi yang dikembangkan
berdasarkan Pancasila adalah demokrasi yang religius. Sikap tersebut
kemudian akan menumbuhkan toleransi. Terciptanya toleransi dlam
kehidupan beragama dan bersuku bangsa akan meminimalkan terjadinya
politisasi dan radikalisme agama. Jika kemajemukan tidak memiliki nila-
nilai toleransi, tentu akan mengarah pada fanatisme berlebihan. Pada
dasarnya nilai toleransi itu telah melembaga dalam kehidupan masyarakat
Indonesia selama berabad-abad.
Sedangkan tujuan implementasi Pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara antara lain;
1. Masyarakat memahami secara mendalam konsep, prinsip, dan nilai
Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2. Masyarakat memiliki keyakinan akan ketangguhan, ketepatan, dan
kebenaran pancasila sebagai ideologi nasional, pandangan, nilai bangsa
dan negara dalam NKRI.
3. Masyarakat memiliki pemahaman, kemauan, dan kemampuan
mengimplementasikan pancasila dalam berbagai bidang kehidupan.
Kemudian siapa saja yang menjadi sasaran implementasi nilai-
nilai Pancasila tersebut? Sasaran implementasi nilai-nilai Pancasila antara
lain adalah : elite politik, insan pers, anggota legislatif, eksekutif, yudikatif
pusat dan daerah, tokoh agama, pendidikan, cendekiawan, pemuda, wanita,
adat dan masyarakat, pengusaha, masyarakat luas.
Meskipun kita sebagai bangsa pernah beberapakali “terluka”
karena ada pertikaian antar agama, suku, budaya dan bahasa, namun masih
ada harapan di masa mendatang untuk sebuah kehidupan berbangsa dan
bernegara yang aman, tenteram, adil, makmur dan sejahtera sebagai hasil
dari penerapan nilai-nilai pancasila yang dilaksanakan oleh masing-masing
sasaran implementasi diatas.
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Dari beberapa ulasan diatas maka dapat disimpulkan:
Pancasila sebagai dasar negara Repubik Indonesia sangatlah penting untuk
dijadikan pedoman hidup seluruh warga negara Indonesia. Nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila sangatlah luhur untuk dijadikan sebagai tameng
untuk membentengi dari efek negatif globalisasi yang dapat mempengaruhi
nilai-nilai budaya suatu bangsa. Oleh karena itu, penerapan atau
pengimplementasian nilai-nilai pancasila sangatlah penting untuk diterapkan
didalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara demi terciptanya
sebuah kehidupan berbangsa dan bernegara yang aman, tenteram, adil,
makmur dan sejahtera.
3.2. Saran
Saran yang dapat diberikan adalah agar terciptanya suatu
kehidupan berbangsa dan benegara yang kondusif, aman, sejahtera makmur,
diharapkan untuk semua lapisan masyarakat mulai dari kalangan pejabat
sampai orang kecil dapat mempelajari makna-makna yang terkandung
dalam nilai pancasila kemudian mau menerapkan nilai-nilai yang
terkandung dalam pancasila tersebut dan tentunya tidak hanya sebatas
mengetaui saja namun melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
DAFTAR PUSTAKA
Budiyanto. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Erlangga.
Latif, Yudi. 2011. “Negara Paripurna Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas
Pancasila”, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Moedjanto, G. dkk. 1987. Pancasila, Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta :
Gramedia.
Soegito, A.T. dkk. 2012. Pendidikan Pancasila. Semarang: Unnes Press.
Toyibin Aziz, M. 1997. Pendidikan Pancasila. Jakarta : Rineka Cipta.
lppkb.wordpess.com/....../pedoman-umum-implementasi-pancasila-dalam
kehidupan-sehari-hari.
http://eprints.undip.ac.id/3241/2/3_artikel_P'_Mulyono.pdf
http://francmartinno.blog.friendster.com/2009/01/penerapan-nilai-nilai-
pancasila/
http://muamartarifazis.blogspot.com/2012/03/pengamalan-nilai-nilai-pancasila-
dalam.html
top related